0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
12 tayangan12 halaman
Sistem kalender di Indonesia berkembang dari kalender Hindu Saka dan kalender Islam Hijriah. Masyarakat Indonesia mengenal konsep bulan dan nama hari dari kedua kalender tersebut. Sultan Agung kemudian menciptakan kalender Jawa dengan mengubah beberapa nama bulan dari kalender Saka. Kalender Jawa mempertahankan konsep hari pasaran lima hari dan siklus minggu tujuh hari.
Sistem kalender di Indonesia berkembang dari kalender Hindu Saka dan kalender Islam Hijriah. Masyarakat Indonesia mengenal konsep bulan dan nama hari dari kedua kalender tersebut. Sultan Agung kemudian menciptakan kalender Jawa dengan mengubah beberapa nama bulan dari kalender Saka. Kalender Jawa mempertahankan konsep hari pasaran lima hari dan siklus minggu tujuh hari.
Sistem kalender di Indonesia berkembang dari kalender Hindu Saka dan kalender Islam Hijriah. Masyarakat Indonesia mengenal konsep bulan dan nama hari dari kedua kalender tersebut. Sultan Agung kemudian menciptakan kalender Jawa dengan mengubah beberapa nama bulan dari kalender Saka. Kalender Jawa mempertahankan konsep hari pasaran lima hari dan siklus minggu tujuh hari.
sistem untuk memberi nama pada sebuah periode waktu (seperti hari sebagai contohnya). Nama-nama ini dikenal sebagai tanggal kalender. Tanggal ini bisa didasarkan dari gerakan-gerakan benda angkasa seperti matahari dan bulan. Kalender juga dapat mengacu kepada alat yang mengilustrasikan sistem tersebut (sebagai contoh, sebuah kalaender di dinding) KALENDER DI NUSANTARA
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat
Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender saka ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage, dan kliwon. Menjelang tahun ke tiga pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, beliau berusaha membenahi kalender Islam. Perhitungan tahun yang dipakai atas dasar peredaran bulan (komariyah). Umar menetapkan tahun 1 H bertepatan dengan tanggal 14 September 622 M sehingga sekarang dikenal sebagai tahun Hijriyah. Sistem kalender itu juga berpengaruh di Nusantara. Bukti perkembangan sistem penanggalan (kalender) yang paling nyata adalah sistem kalender yang diciptakan oleh Sultan Agung. Ia melakukan sedikit perubahan, mengenai nama-nama bulan pada tahun Saka. Misalnya bulan Muharram diganti dengan Sura dan Ramadan diganti dengan Pasa. Kalender tersebut dimulai tanggal 1 Muharram tahun 1043 H. Kalender Sultan Agung dimulai tepat dengan tanggal 1 Sura tahun 1555 Jawa (8 Agustus 1633). Bukti perkembangan sistem penanggalan (kalender) yang paling nyata adalah sistem kalender yang diciptakan oleh Sultan Agung. Ia melakukan sedikit perubahan, mengenai nama-nama bulan pada tahun Saka. Misalnya bulan Muharram diganti dengan Sura dan Ramadan diganti dengan Pasa. Kalender tersebut dimulai tanggal 1 Muharram tahun 1043 H. Kalender Sultan Agung dimulai tepat dengan tanggal 1 Sura tahun 1555 Jawa (8 Agustus 1633). Selain konsep bulan, nama hari pada kalender hijriyah juga diadopsi kalender Jawa. Lahirlah nama hari Akad/Ngaat, Senen, dan lain-lain mengganti Ahad, Itsnain, dan seterusnya. Itu sekaligus mengganti nama hari dalam kalender Saka, yaitu Radite/Raditya, Soma, dan seterusnya. Konsep tujuh hari kalender Jawa itu dinamai saptawara atau siklus mingguan (minggon). Masyarakat Jawa juga menganut sistem pancawara (lima hari) yang dikenal dengan hari pasaran Pahing , Pon, Wage, Kliwon, dan Legi. Konsep pancawara khas Jawa tidak ada baik dalam kalender Hijriah, Saka, maupun Masehi. Konsep hari pasaran lebih tua dibandingkan saptawara. Namun, berbeda dengan penyebutan hari tujuh dalam kalender Masehi yang berasal dari nama benda langit atau dalam kalender Hijriah yang artinya urutan hari, nama hari pasaran berasal dari cerita mitologi tentang Resi Raddhi dan Empu Sengkala yang menciptakan pancawara. Aturan lain khas Jawa adalah siklus delapan tahunan (windu).