Anda di halaman 1dari 2

Generasi Milenial dan Literasi Digital

Berdasarkan studi “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Central
Connecticut State University pada tahun 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki
peringkaat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia persis berada di bawah
Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Sejak saat itu, isu mengenai literasi mencuat di
Bumi Pertiwi.

Menurut kamus online Merriam Webster, literasi berasal dari istilah latin “literature”
dan bahasa Inggris “letter”. Literasi merupakan kualitas atau kemampuan melek huruf
(aksara) yang di dalamnya meliputi kemampuan memmbaca dan menulis. Sedangkan
National Institute for Literacy mendefinisikan literasi sebagai kemampuan individu untuk
membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian
yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat. Untuk meningkatkan minat baca
masyarakat Indonesia, teknologi yang tengah berkembangpun dapat menjadi salah satu media
literasi, seperti halnya literasi digital.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, literasi digital merupakan kemampuan


untuk memahami informasi berbasis komputer. Lebih gamblangnya, literasi digital
merupakan kemampuan dasar secara teknis untuk menjalankan komputer serta internet yang
ditambah dengan memahami serta mampu berpikir kritis dan juga melakukan evaluasi pada
media digital dan bisa merancang konten komunikasi. Sudah sepantasnya jika literasi digital
banyak digandrungi oleh masyarakat Indonesia khususnya generasi milenial yang mana
merupakan generasi yang lahir di antara tahun 1980-an dan 2000-an, yang kehidupannya
tidak dapat terlepas dari teknologi.

Sebagai generasi yang akrab dengan teknologi, maka dari itu generasi milenial harus
mempunyai kecerdasan dalam keakrabannya, mengingat media digital yang memuat konten
tidak terbatas. Bukan hanya konten-konten positif, konten-konten negatif pun amat sangat
banyak dimuat dalam media digital. Salah satu contoh konten negatif tersebut yaitu dengan
dimuatnya berita-berita bohong di dalam media digital. Generasi milenial yang memiliki
inteligensi dalam literasi digital dapat menjadi perisai untuk menangkal berita-berita bohong
yang banyak dimuat dalam media digital. Genarasi milenial yang cerdas ketika mendapat
sebuah berita dalam media digital sudah tentu akan menimang-nimang berita tersebut serta
berpikir secara rasional akan fakta-fakta yang dimuat dalam berita tersebut. Oleh karena itu,
generasi milenial yang cerdas akan literasi digital dapat menjadi perisai dalam penyebaran
berita bohong juga dapat meminimalisir bahkan menghentikan penyebaran berita bohong
dalam media digital.

Selain itu, generasi milenial yang cerdas dalam literasi digital sudah pasti tidak akan
terjerumus ke dalam jurang cyberbullying atau perundungan yang terjadi di dunia maya.
Cyberbullying merupakan segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja dan
dilakukan oleh teman sebaya melalui internet. Cyberbullying terjadi ketika seorang anak atau
remaja diejek, dihina, diintimidasi, atau dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui
media internet, teknologi digital, atau telepon seluler. Tentunya, cyberbullying memmberikan
dampak yang sangat berat bagi para korban bahkan bagi pelakunya. Generasi milenial yang
cerdas dalam literasi digital dapat menjadi perisai kembali dalam peristiwa-peristiwa
cyberbullying. Kemampuan berpikir kritis para generasi milenial yang cerdas dalam literasi
digital akan mengendalikan dirinya sendiri supaya tidak menjadi pelaku cyberbullying. Di
samping itu, kemampuan untuk melakukan evaluasi pada media digital dapat memberikan
solusi bagaimana caranya untuk meminimalisir bahkan menghentikan cyberbullying.

Generasi milenial yang cerdas dalam literasi digital memberikan banyak nilai-nilai
positif baik bagi dirinya sendiri ataupun bagi khalayak umum. Seperti halnya tadi, generasi
milenial yang cerdas dalam literasi digital dapat menjadi perisai dalam penyebaran berita
bohong. Dan di sisi lain, generasi milenial yang cerdas dalam literasi digital dapat menjadi
perisai dalam lingkup cyberbullying yang dengan caranya sendiri dapat mengurangi korban
bahkan menghilangkan budaya cyberbullying.

Nama : Luthfiyyah Nur D.

Kelaa : XI – IPA 6

Anda mungkin juga menyukai