Anda di halaman 1dari 19

KALENDER HIJRIYAH

Khalifah Umar bin Khatab r.a. adalah orang yang pertama menggunakan kalender bulan kamariah berdasarkan peristiwa hijrah Nabi saw. dari Mekah ke Madinah. Beliau menjadikan peristiwa yang terjadi pada tahun 622 M. itu sebagai awal penanggalan dalam Islam. Dalam penulisan tahun Hijrah tersebut, sudah biasa ditulis dengan (??) dalam bahasa Arab atau (A.H.) singkatan dari Anno Hegirea (sesudah hijrah) untuk bahasa-bahasa Eropah, sedangkan untuk bahasa Indonesia biasa ditulis dengan (H.). Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 1 Muharam, bertepatan dengan 16 Juli 622 M. Kalender Hijriah (Islam) ini terdiri dari dua belas bulan, dengan urutan sbb.: (Muharam, Safar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab, Syakban, Ramadan, Syawal, Zulkaidah dan Zulhijah) Di antara hari-hari besar yang terdapat dalam kalender Hijriah (Islam) adalah; Tahun Baru Hijriah, tanggal 1 Muharam, Peringatan Israk Mikraj, tanggal 27 Rajab, Awal Bulan Suci Ramadan, Lailatulkadar, sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, Idul Fitri, tanggal 1 Syawal, Idul Adha, tanggal 10 Zulhijah dan Musim Haji, dari tanggal 8 s/d 13 Zulhijah. Mengingat bahwa kalender hijriah dihitung berdasarkan rotasi bulan yang berlawanan dengan rotasi matahari, mengakibatkan bahwa semua hari-hari besar Islam, dapat terjadi pada musim-musim yang berbeda. Sebagai contoh, musim haji dan bulan puasa, bisa terjadi pada musim dingin atau pada musim panas. Yang perlu diperhatikan adalah : * Hari-hari besar Islam tidak akan terjadi persis kecuali sekali dalam 33 tahun. dengan musim kejadiannya,

* Kita sering menemukan perbedaan antara beberapa kalender hijriah yang dicetak, perbedaan tersebut terjadi karena: - Pertama, tidak ada standardisasi internasional tentang cara melihat anak bulan. - Penggunaan cara penghitungan dan proses melihat bulan yang berbeda. - Keadaan cuaca dan peralatan yang dipakai dalam melihat anak bulan. Dari sini, maka tidak akan ditemukan adanya program penanggalan hijriah yang 100 persen benar, sehingga proses melihat anak bulan (rukyah) masih tetap relevan dalam penentuan hari besar seperti bulan puasa, Idul Fitri dan Idul Adha

Mengenal Kalender Hijriah


oleh Irfan Anshory Sampai awal abad ke-20 kalender Hijriah masih dipakai oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara. Bahkan Raja Karangasem, Ratu Agung Ngurah yang beragama Hindu, dalam surat-suratnya kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda Otto van Rees yang beragama Nasrani, masih menggunakan tarikh 1313 Hijriah (1894 Masehi). Kalender Masehi baru secara resmi dipakai di seluruh Indonesia mulai tahun 1910 dengan berlakunya Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap, hukum yang menyeragamkan seluruh rakyat Hindia Belanda. Jenis kalender Ada tiga jenis kalender yang dipakai umat manusia penghuni planet ini. Pertama, kalender solar (syamsiyah, berdasarkan matahari), yang waktu satu tahunnya adalah lamanya bumi mengelilingi matahari yaitu 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik atau 365,2422 hari. Kedua, kalender lunar (qamariyah, berdasarkan bulan), yang waktu satu tahunnya adalah dua belas kali lamanya bulan mengelilingi bumi, yaitu 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (29,5306 hari = 1 bulan) dikalikan dua belas, menjadi 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik atau 354,3672 hari. Ketiga, kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Oleh karena kalender lunar dalam setahun 11 hari lebih cepat dari kalender solar, maka kalender lunisolar memiliki bulan interkalasi (bulan tambahan, bulan ke-13) setiap tiga tahun, agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari. Kalender Masehi, Iran, dan Jepang merupakan kalender solar, sedangkan kalender Hijriah dan Jawa merupakan kalender lunar. Adapun contoh kalender lunisolar adalah kalender Imlek, Saka, Buddha, dan Yahudi. Semua kalender tidak ada yang sempurna, sebab jumlah hari dalam setahun tidak bulat. Untuk memperkecil kesalahan, harus ada tahun-tahun tertentu menurut perjanjian yang dibuat sehari lebih panjang (tahun kabisat atau leap year). Pada kalender solar, pergantian hari berlangsung tengah malam (midnight) dan awal setiap bulan (tanggal satu) tidak tergantung pada posisi

bulan. Adapun pada kalender lunar dan lunisolar pergantian hari terjadi ketika matahari terbenam (sunset) dan awal setiap bulan adalah saat konjungsi (Imlek, Saka, dan Buddha) atau saat munculnya hilal (Hijriah, Jawa, dan Yahudi). Oleh karena awal bulan kalender Imlek dan Saka adalah akhir bulan kalender Hijriah, tanggal kalender Imlek dan Saka umumnya sehari lebih dahulu dari tanggal kalender Hijriah. Arab Pra-Islam Sebelum kedatangan agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad s.a.w., masyarakat Arab memakai kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Tahun baru (Ra's as-Sanah = "Kepala Tahun") selalu berlangsung setelah berakhirnya musim panas sekitar September. Bulan pertama dinamai Muharram, sebab pada bulan itu semua suku atau kabilah di Semenanjung Arabia sepakat untuk mengharamkan peperangan. Pada bulan Oktober daun-daun menguning sehingga bulan itu dinamai Shafar ("kuning"). Bulan November dan Desember pada musim gugur (rabi') berturut-turut dinamai Rabi'ul-Awwal dan Rabi'ul-Akhir. Januari dan Februari adalah musim dingin (jumad atau "beku") sehingga dinamai Jumadil-Awwal dan Jumadil-Akhir. Kemudian salju mencair (rajab) pada bulan Maret. Bulan April di musim semi merupakan bulan Sya'ban (syi'b = lembah), saat turun ke lembah-lembah untuk mengolah lahan pertanian atau menggembala ternak. Pada bulan Mei suhu mulai membakar kulit, lalu suhu meningkat pada bulan Juni. Itulah bulan Ramadhan ("pembakaran") dan Syawwal ("peningkatan"). Bulan Juli merupakan puncak musim panas yang membuat orang lebih senang istirahat duduk di rumah daripada bepergian, sehingga bulan ini dinamai Dzul-Qa'dah (qa'id = duduk). Akhirnya, Agustus dinamai Dzul-Hijjah, sebab pada bulan itu masyarakat Arab menunaikan ibadah haji ajaran nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim a.s. Setiap bulan diawali saat munculnya hilal, berselang-seling 30 atau 29 hari, sehingga 354 hari setahun, 11 hari lebih cepat dari kalender solar yang setahunnya 365 hari. Agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur, maka dalam setiap periode 19 tahun ada tujuh buah tahun yang jumlah bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari). Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini disebut nasi' yang ditambahkan pada akhir tahun sesudah Dzul-Hijjah.

Ternyata tidak semua kabilah di Semenanjung Arabia sepakat mengenai tahun-tahun mana saja yang mempunyai bulan nasi'. Masing-masing kabilah seenaknya menentukan bahwa tahun yang satu 13 bulan dan tahun yang lain cuma 12 bulan. Lebih celaka lagi jika suatu kaum memerangi kaum lainnya pada bulan Muharram (bulan terlarang untuk berperang) dengan alasan perang itu masih dalam bulan nasi', belum masuk Muharram, menurut kalender mereka. Akibatnya, masalah bulan interkalasi ini banyak menimbulkan permusuhan di kalangan masyarakat Arab. Pemurnian kalender "lunar" Setelah masyarakat Arab memeluk agama Islam dan bersatu di bawah pimpinan Nabi Muhammad s.a.w., maka turunlah perintah Allah SWT agar umat Islam memakai kalender lunar yang murni dengan menghilangkan bulan nasi'. Hal ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 36 dan 37. Dengan turunnya wahyu Allah di atas, Nabi Muhammad s.a.w. mengeluarkan dekrit bahwa kalender Islam tidak lagi bergantung kepada perjalanan matahari. Meskipun nama-nama bulan dari Muharram sampai Dzul-Hijjah tetap digunakan karena sudah populer pemakaiannya, bulan-bulan tersebut bergeser setiap tahun dari musim ke musim, sehingga Ramadhan ("pembakaran") tidak selalu pada musim panas dan Jumadil-Awwal ("beku pertama") tidak selalu pada musim dingin. Mengapa harus kalender lunar murni? Hal ini disebabkan agama Islam bukanlah untuk masyarakat Arab di Timur Tengah saja, melainkan untuk seluruh umat manusia di berbagai penjuru bumi yang letak geografis dan musimnya berbeda-beda. Sangatlah tidak adil jika misalnya Ramadhan (bulan menunaikan ibadah puasa) ditetapkan menurut sistem kalender solar atau lunisolar, sebab hal ini mengakibatkan masyarakat Islam di suatu kawasan berpuasa selalu di musim panas atau selalu di musim dingin. Sebaliknya, dengan memakai kalender lunar yang murni, masyarakat Kazakhstan atau umat Islam di London berpuasa 18 jam di musim panas, tetapi berbuka puasa pukul empat sore di musim dingin. Umat Islam yang menunaikan ibadah haji pada suatu saat merasakan teriknya matahari Arafah di musim panas, dan pada saat yang lain merasakan sejuknya udara Mekah di musim dingin. Perhitungan Tahun Hijriah Pada masa Nabi Muhammad s.a.w. penyebutan tahun berdasarkan suatu peristiwa yang dianggap penting pada tahun tersebut. Misalnya, Nabi Muhammad s.a.w. lahir tanggal 12 Rabi'ul-Awwal Tahun Gajah ('Am al-Fil), sebab pada tahun tersebut pasukan bergajah, Raja Abrahah dari Yaman berniat menyerang Ka'bah.

Ketika Nabi Muhammad s.a.w. wafat tahun 632, kekuasaan Islam baru meliputi Semenanjung Arabia. Tetapi pada masa Khalifah Umar bin Khattab (634-644) kekuasaan Islam meluas dari Mesir sampai Persia. Pada tahun 638, Gubernur Irak Abu Musa al-Asy'ari berkirim surat kepada Khalifah Umar di Madinah, yang isinya antara lain: "Surat-surat kita memiliki tanggal dan bulan, tetapi tidak berangka tahun. Sudah saatnya umat Islam membuat tarikh sendiri dalam perhitungan tahun." Khalifah Umar bin Khattab menyetujui usul gubernurnya ini. Terbentuklah panitia yang diketuai Khalifah Umar sendiri dengan anggota enam Sahabat Nabi terkemuka, yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqas, Talhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam. Mereka bermusyawarah untuk menentukan Tahun Satu dari kalender yang selama ini digunakan tanpa angka tahun. Ada yang mengusulkan perhitungan dari tahun kelahiran Nabi ('Am al-Fil, 571 M), dan ada pula yang mengusulkan tahun turunnya wahyu Allah yang pertama ('Am al-Bi'tsah, 610 M). Tetapi akhirnya yang disepakati panitia adalah usul dari Ali bin Abi Thalib, yaitu tahun berhijrahnya kaum Muslimin dari Mekah ke Madinah ('Am al-Hijrah, 622 M). Ali bin Abi Thalib mengemukakan tiga argumentasi. Pertama, dalam Al-Quran sangat banyak penghargaan Allah bagi orang-orang yang berhijrah (al-ladzina hajaru). Kedua, masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah hijrah ke Madinah. Ketiga, umat Islam sepanjang zaman diharapkan selalu memiliki semangat hijriah, yaitu jiwa dinamis yang tidak terpaku pada suatu keadaan dan ingin berhijrah kepada kondisi yang lebih baik. Maka Khalifah Umar bin Khattab mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah Nabi adalah Tahun Satu, dan sejak saat itu kalender umat Islam disebut Tarikh Hijriah. Tanggal 1 Muharram 1 Hijriah bertepatan dengan 16 Tammuz 622 Rumi (16 Juli 622 Masehi). Tahun keluarnya keputusan Khalifah itu (638 M) langsung ditetapkan sebagai tahun 17 Hijriah. Dokumen tertulis ber-tarikh Hijriah yang paling awal (mencantumkan Sanah 17 = Tahun 17) adalah Maklumat Keamanan dan Kebebasan Beragama dari Khalifah Umar bin Khattab kepada seluruh penduduk Kota Aelia (Jerusalem) yang baru saja dibebaskan laskar Islam dari penjajahan Romawi. Sistem Kalender Hijriah Dari Muharram sampai Dzul-Hijjah, setiap bulan 30 atau 29 hari sehingga 354

hari setahun. Dalam setiap siklus 30 tahun, 11 tahun adalah kabisat (Dzul-Hijjah dijadikan 30 hari), yaitu tahun-tahun ke-2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26 dan 29. Pada tanggal 31 Januari 2006, kita memulai tahun baru 1 Muharram 1427 Hijriah, tahun ke-17 dalam siklus 1411-1440. Oleh karena peredaran bulan adalah sesuatu yang eksak, maka awal puasa dan Idul Fitri pada masa mendatang sudah dapat kita hitung secara ilmiah! Kita akan memulai ibadah puasa Ramadhan tanggal 24 September 2006 dan merayakan Idul Fitri tanggal 23 Oktober 2006. Selanjutnya kita akan berpuasa Ramadhan lagi mulai tanggal 13 September 2007, lalu berlebaran pada tanggal 13 Oktober 2007. Setiap 32 atau 33 tahun, dalam satu tahun Masehi terjadi dua kali Idul Fitri (awal Januari dan akhir Desember) seperti pada tahun 2000 yang lalu. Idul Fitri berdekatan dengan Tahun Baru Masehi. Fenomena ini pernah terjadi pada tahun 1870, 1903, 1935, 1968, dan akan berlangsung lagi tahun 2033, 2065, 2098, 2130, dan seterusnya. `Konversi tahun Hijriah ke tahun Masehi atau sebaliknya dapat dilakukan dengan memakai rumus: M = 32/33 H + 622 H = 33/32 ( M - 622 ) Kalender Hijriah setiap tahun 11 hari lebih cepat dari kalender Masehi, sehingga selisih angka tahun dari kedua kalender ini lambat laun makin mengecil. Angka tahun Hijriah pelan-pelan 'mengejar' angka tahun Masehi, dan menurut rumus di atas keduanya akan bertemu pada tahun 20526 Masehi yang bertepatan dengan tahun 20526 Hijriah. Saat itu kita entah sudah berada di mana. "Perhatikanlah waktu! Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian" demikian pesan suci Al-Quran. Kalender Saka dan Jawa Nenek moyang kita memakai kalender Saka sewaktu masih memeluk agama Hindu. Kalender Saka dimulai tahun 78 Masehi, ketika kota Ujjayini (Malwa di India sekarang) direbut kaum Saka (Scythia) di bawah pimpinan Raja Kaniska dari tangan kaum Satavahana. Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari pada rasi Pisces) awal musim semi. Nama-nama bulan adalah Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Palguna.

Agar kembali sesuai dengan matahari, bulan Asadha dan Srawana diulang secara bergilir setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya Asadha dan Dwitiya Srawana. Satu bulan dibagi dua bagian: suklapaksa (paro terang, dari konjungsi sampai purnama) dan kresnapaksa (paro gelap, dari selepas purnama sampai menjelang konjungsi), masing-masing bagian 15 atau 14 hari (tithi). Jadi, kalender Saka tidak memiliki tanggal 16. Misalnya, tithi pancami suklapaksa adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua puluh. Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17. Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriah secara bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar Hijriah. Namun, bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi, 1 Muharram 1043 Hijriah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum'at Legi tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abul-Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya di seluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang bercorak Islam. Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramelan, Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Muharam juga disebut bulan Sura sebab mengandung Hari Asyura 10 Muharram. Rabi'ul-Awwal dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Rabi'ul-Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya "sesudah Mulud". Sya'ban merupakan bulan Ruwah, saat mendoakan arwah keluarga yang telah wafat, dalam rangka menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan). Dzul-Qa'dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya. Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat berlangsungnya ibadah haji dan Idul Adha. Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Sanaiscara) yang berbau jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari dalam bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah

Jawa: Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu. Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India. Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun), tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6), dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Je, dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi 35 [7 x 5]. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharam tahun Alip dalam setiap 120 tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama. Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun (3/8 = 45/120), sedangkan kabisat Hijriah 11 dari 30 tahun (11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun), yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu hari, agar kembali sesuai dengan kalender Hijriah. Sebagai contoh, kurup pertama berlangsung dari Jumat Legi 1 Muharam tahun Alip 1555 sampai Kamis Kliwon 30 Dulkijah tahun Jimakir 1674. Di sini 30 Dulkijah dihilangkan. Dengan demikian Rabu Wage 29 Dulkijah 1674 akhir kurup pertama langsung diikuti oleh awal kurup kedua Kamis Kliwon 1 Muharam tahun Alip 1675. Setiap kurup (periode 120 tahun) dinamai menurut hari pertamanya. Periode 1555-1674 disebut kurup jamngiah (Awahgi = tahun Alip mulai Jumuwah Legi), kemudian periode 1675-1794 kurup kamsiah (Amiswon = Alip-Kemis-Kliwon), dan periode 1795-1914 kurup arbangiah (Aboge = Alip-Rebo-Wage). Sejak 1 Muharam tahun Alip 1915 (1 Muharram 1403 Hijriah) yang jatuh pada 19 Oktober 1982, kita berada dalam kurup salasiah 1915-2034 (AsoPon = Alip-Seloso-Pon), di mana setiap 1 Muharam tahun Alip pasti jatuh pada hari Selasa Pon. Tahun baru 1 Muharam (Sura) tahun Alip 1939, yang identik dengan 1 Muharram 1427 Hijriah, jatuh pada hari Selasa Pon tanggal 31 Januari 2006. Kalender Sunda (?) Belakangan ini mulailah populer apa yang disebut Kala Sunda, yang dikatakan sebagai kalender lunar asli Sunda yang terlupakan selama ratusan tahun. Kala Sunda ternyata memiliki kejanggalan dalam penentuan awal bulan. Berbeda dengan kalender solar yang tidak tergantung pada posisi bulan, semua

kalender lunar dan lunisolar harus memperhitungkan munculnya bulan baru dalam penentuan tanggal satu. Itulah sebabnya tanggal satu (awal bulan) dari kalender-kalender Hijriah, Jawa, Yahudi, Saka, Buddha dan Imlek selalu berdekatan. Anehnya, Kala Sunda menetapkan tanggal satu ketika bulan berwujud setengah lingkaran (padahal seharusnya tanggal 7 atau 8). Istilah Sansekerta suklapaksa (paro terang), yang arti sesungguhnya "separo bulan (half-moon) sebelum purnama", dipersepsi secara lain oleh sang pembuat kalender Kala Sunda, yaitu "awal bulan terjadi ketika bulan terlihat separo (half-moon)"! Ternyata apa yang dinamakan Kala Sunda itu merupakan kalender modern yang diramu dari berbagai sistem kalender lain, lalu dimodifikasi agar kelihatan berbeda dengan kalender-kalender sebelumnya. Sistem Kala Sunda persis sama seperti pinang dibelah dua dengan sistem kalender Jawa: dalam sewindu ada tiga tahun kabisat, dan setiap 120 tahun dihilangkan sehari, sehingga jika misalnya awal windu (indung powe) Senen Manis, maka awal windu selanjutnya Senen Manis juga. Setiap 120 tahun, indung powe berganti dari Senen Manis menjadi Ahad Kliwon, kemudian menjadi Sabtu Wage, dan seterusnya.Jadi, sama sekali tidak ada kelebihan Kala Sunda dari kalender karya Sultan Agung yang selama ini dipakai oleh masyarakat Sunda, termasuk oleh Harian Pikiran Rakyat setiap hari. Nama-nama bulan dalam Kala Sunda (Kartika, Margasira, Posya, Maga, Palguna, Setra, Wesaka, Yesta, Asada, Srawana, Badra, Asuji), nama-nama hari (Radite, Soma, Anggara, Buda, Respati, Sukra, Tumpek), serta pembagian bulan menjadi suklapaksa dan kresnapaksa sehingga tidak ada tanggal 16, semuanya itu meniru kalender Saka, kecuali nama hari Tumpek (Sabtu) yang entah dari mana diambil. Nama-nama ini bukan budaya asli Sunda, melainkan pinjaman dari India. Di kalangan rumpun Indo-Jermania (termasuk India), hari pertama berhubungan dengan dewa matahari (Raditya, Dies Solis, Sunday, Zondag, Sonntag, Dimanche), dan hari kedua dengan dewa bulan (Soma, Dies Lunae, Monday, Maandag, Montag, Lundi). Nama-nama hari kalender Saka yang sudah dihapuskan Sultan Agung lantaran berbau kemusyrikan kini dihidupkan kembali oleh Kala Sunda. Masih ada lagi beberapa hal yang patut dijelaskan oleh sang pembuat kalender Kala Sunda. Mengapa bulan pertama dalam Kala Sunda adalah Kartika, yang dalam kalender Saka bulan kedelapan? Apakah manfaatnya menghitung tanggal satu dari saat bulan setengah lingkaran, yang tidak pernah ada sepanjang sejarah kalender sejak zaman Mesopotamia dan Mesir Purba? Apakah gunanya menghidupkan kembali pembagian bulan menjadi suklapaksa dan kresnapaksa, padahal dalam kalender Saka modern di India tidak dipakai lagi? Jika sekarang tahun 1942 Sunda, berarti tahun 1 kalender Kala Sunda jatuh pada

tahun 123 Masehi. Peristiwa penting apakah gerangan yang terjadi tahun 123 Masehi, sehingga kita tetapkan sebagai Tahun Satu? Kala Sunda memang cukup akurat, cuma kita harus jujur mengatakan bahwa ini adalah kalender baru ciptaan seorang budayawan Sunda, Ali Sastramidjaja (Abah Ali), yang sangat patut kita hargai! Tetapi janganlah kita gegabah mengatakannya sebagai warisan leluhur Ki Sunda, sebab belum pernah ada kalender seperti itu. Prasasti-prasasti sebelum Islam selalu menggunakan kalender Saka (India), meskipun banyak yang dilengkapi pancawara (bahkan ada juga yang memakai sadwara) hari-hari asli Jawa dan Sunda. Kalender Hijriah Solar Ditinjau dari hubungan terhadap kalender Hijriah, kalender Jawa berkebalikan dengan kalender Iran (Persia). Jika di Jawa kalender mengikuti Hijriah tetapi angka tahun tidak berubah, maka di Iran kalender tidak berubah tetapi angka tahun dihitung dari hijrah Nabi. Jadi kalender Iran adalah kalender Hijriah Solar (kalender Hijriah dengan perhitungan matahari). Selain berlaku di Iran, kalender ini juga dipakai di Afganistan dan Tajikistan sebagai sesama rumpun bangsa Persia. Kalender Iran diciptakan Raja Cyrus tahun 530 SM, dan dibuat lebih akurat pada awal abad ke-12 oleh ahli matematika dan astronomi yang juga sastrawan, Umar Khayyam (1050-1122). Tahun baru (Nawruz) selalu jatuh pada awal musim semi. Nama-nama bulan adalah Farwardin, Ordibehest, Khordad, Tir, Mordad, Shahriwar, Mehr, Aban, Azar, Dey, Bahman, Esfand. Enam bulan pertama 31 hari dan lima bulan berikutnya 30 hari. Bulan terakhir, Esfand, 29 hari (tahun biasa) atau 30 hari (tahun kabisat yang empat tahun sekali). Dibandingkan dengan kalender solar yang lain, kalender Iran paling cocok dengan musim. Tanggal 1 Farwardin selalu 21 Maret (awal musim semi), tanggal 1 Tir selalu 22 Juni (awal musim panas), tanggal 1 Mehr selalu 23 September (awal musim gugur), dan tanggal 1 Dey selalu 22 Desember (awal musim dingin). Setelah bangsa Iran memeluk agama Islam, tahun hijrah Nabi (622 M) dijadikan Tahun Satu, tetapi kalender tetap berdasarkan matahari. Tahun baru tanggal 1 Farwardin 1385 Hijriah Solar jatuh pada 21 Maret 2006. Khatimah Sebagai penutup uraian, penulis artikel ini mengimbau agar umat Islam membiasakan penggunaan tarikh Hijriah (di samping tarikh Masehi) dalam catatan harian, surat-surat, hari lahir anggota keluarga, dan sebagainya.

Banyak di antara kita yang mungkin belum tahu bahwa proklamasi kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia berlangsung pada hari Jumat tanggal 9 Ramadhan 1364 Hijriah atau 9 Ramelan (Pasa) Ehe 1876 atau 26 Mordad 1324 Hijriah Solar, yang bertepatan dengan tanggal 17 Agustus 1945 Masehi.*** Penulis, Direktur "Ganesha Operation" Bandung. --

KALENDER HIJRIYAH
Disusun Oleh : Aris Rahmat N. ( Mahasiswa Jamai Smst. VII)

Berbeda dengan Kalender Masehi, sistem Kalender Hijriyah adalah salah satu sistem penanggalan yang disusun berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi (Qomariyah / Lunar Sistem). Adapun disebut Hijriyah, karena kalender ini dimulai semenjak hijrah (pindah)nya Rasulullah Saw dari Mekkah ke Yatsrib (Madinah). Tokoh yang paling berjasa dalam penetapan kalender Hijriyah ini adalah khalifah Umar bin Khattab ra. Beliau bersama para sahabat menyusun suatu sistem penganggalan yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi umat Islam sehingga segala sesuatunya menjadi seragam. Berbeda dengan Kalender Masehi, sistem Kalender Hijriyah adalah salah satu sistem penanggalan yang disusun berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi (Qomariyah / Lunar Sistem). Adapun disebut Hijriyah, karena kalender ini dimulai semenjak hijrah (pindah)nya Rasulullah Saw dari Mekkah ke Yatsrib (Madinah). Tokoh yang paling berjasa dalam penetapan kalender Hijriyah ini adalah khalifah Umar bin Khattab ra. Beliau bersama para sahabat menyusun suatu sistem penganggalan yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi umat Islam sehingga segala sesuatunya menjadi seragam. Menurut cerita dari Maimun bin Mahran ra. pada suaru hari Khalifah Umar bin khattab ra. Mendapat sebuah surat penting dari sahabat yang di dalamnya hanya tercantum bulan Syaban. Sehingga beliau menanyakan : Bulan Syaban yang mana yang dimaksud ? Saat itu tak ada satupun yang bisa menjelaskan. Atas dasar hal itulah khalifah UMar bin Khattab ra. Mengumpulkan sejumlah tokoh untuk merumuskannya. Sebenarnya, jauh sebelulm masyarakat Islam berdiri, bangsa Arab sendiri telah mempunyai kalender Hijriyah, disana telah dikenal penanggalan menurut peredaran bulan. Mereka telah sejak lama memakai nama Muharram, Rabiul Awal dan lain-lain yang diambil dari nama peristiwa, musim atau kejadian lainnya. Namun masyarakat Arab waktu itu belum menggunakan penghitungan tahun. Kembali kepenanggalan Hijriyah. Tentang hari dan bulan hijrahnya Rasulullah saw. Konon tidak ada perselisihan pendapat, yaitu tanggal 2 Rabiul Awal (16 Juli 622M) yang jatuh pada hari Jumat. Keterangan ini berdasarkan perhitungan ahli rukyat. Sedangkan menurut perhitungan ahli hisab, tanggal 1 Muharram (15 Juli 622 M) yang jatuh pada hari Kamis. Perbedaan tersebut terjadi dalam hal pemantauan hilal / bulan pertama. Khalifah Umar ra. menetapkan tahun Hijriyah pada tanggal 8 Rabiul Awal tahun ke-17

Hijriyah (638). Adapun penetapan bulan Maharam sebagai awal tahun Hijriyah, karena pada bulan itulah Rasulullah saw bertekad untuk hijrah ke Yatsrib (Madinah). Sebelumnya, yaitu pada waktu Haji Wada (621-622 M), beberapa tokoh pemeluk islam dari Yatsrib (Madinah) menyatakan baiat. Mereka bersumpah setia pada Rasulullah saw. dan memohon agar beliau bersedia hijrah ke Yatsrib (Madinah). Sejumlah tokoh atau sahabat khalifah umat ra yang mengusulkan agar bulan Muharam dijadikan bulan pertama tahun Islam beralasan bahwa setelah Ramadhan adalah bulan Syawal, Dzulqaidah, dan Djulhijjah yang lazim disebut Asyhurul Hajj (bulan-bulan Haji), yang kesibukannya telah dimulai sejak bulan Syawal hingga pertengahan bulan Dzulhijjah setelah berbagai lembaran hidup baru pada bulan berikutnya, bulan Muharam. Berikut adalah sejarah (asal-usul) pemberian nama-namabulan Hijriyah : Muharam artinya yang diharamkan yaitu bulan yang padanya diharamkan berperang ( menumpahkan darah ) . Safar, artinya kosong / kuning karena pada bulan itu orang-orang masa lampau biasa meninggalkan rumah mereka untuk berperang, berdagang ,berburu, dan sebagainya, sehingga rumah-rumah mereka kosong. Rabiul Awal, artinya menetap yang pertama, karena para lelaki Arab masa lampau pada bulan itu yang tadinya meninggalkan rumah mereka kenbali pulang dan menetap. Rabiul akhir, artinya menetap yang terakhir, yaitu menetap dirumah terakhir kalinya. Jumadil awal, artinya kering/beku/padat yang pertama, pada waktu itu air menjadi beku / padat. Jumadil akhir, artinya kering/beku/padat yang terakhir,karena mereka mengami kekeringanyang terakhir kalinya. Rajab, artinya mulia, karena bangsa Arab tempo dulu memuliakannya terutama tanggal 10 (untuk berkurban anak unta), tanggal 1 (untuk membuka pintu ka'bah terus-menerus). Syaban, artinya berpencar, karena orang-orang Arab dahulu berpencar keman saja mencari air dan penghidupan. Ramadhan, artinya panas terik/ terbakar, karena pada bulan ini Jazirah Arab sangat paanas sehingga terik matahari dapat membakar kulit artinya pembakaran bagi dosa-dosa sebagaimana disabdakan Rasulullah Saw. Syawal, artinya naik, karena pada bulan itu bila orang Arab hendak menaiki unta dengan memukul ekornya maka ekornya itu naik, Syawal dapat pula berarti bulan peningkatan, amal bagi amal tambahan. Dzulqaidah, artinya si empunya duduk, karena kaum lelaki Arab dulu, pada bulan ini hanya duduk saja di rumah tidak bepergian kemanapun. Dzulhijjah, artinya si empunya haji, karena pada bulan ini sejak zaman Nabi Ibrahim as. Orang-orang biasa melakukan ibadah Haji atau ziarah ke Baitullah, Makkah. Menurut sistem lunar, hari-hari keagamaan atau hari-hari Islam biasa dihitung sejak terbenamnya matahari (waktu maghrib) sebelum hari itu. Jadi, mendahului hari-hari Masehi yang baru berganti mulai pukul 00.00 tengah malam.

PERISTIWA BESAR DALAM KALENDER ARAB


Berikut adalah peristiwa besar yang terjadi pada hari-hari dalam kalender arab kuno, masehi dan hijriyah. #Awal atau minggu atau ahad 1. Allah menciptakan alam semesta. 2. Allah menciptakan binatang-binatang. 3. Allah menciptakan api neraka. 4. Allah menciptakan bumi yang ke tujuh. 5. Allah menciptakan samudra dan lautan yang ke tujuh. 6. Allah menciptakan anggota badan manusia yang ke tujuh. 7. Allah menciptakan hari yang ketujuh. #Ahwanu atau senin atau itsnain 1. Nabi Idris as dinaikkan Allah ke langit. 2. Nabi Musa as mengunjungi Bukit Tursina. 3. Bukti ke Esa-an Allah diturunkan. Qul huwallahu ahad. 4. Nabi Muhammad saw dilahirkan. 5. Wahyu pertama disampaikan Jibril kepada Nabi Muhammad saw. 6. Rasulullah wafat. #Jabbar atau selasa atau tsulasa 1. Nabi Yahya as terbunuh. 2. Nabi Zakaria as terbunuh. 3. Para tukang sihir fir'aun terbunuh. 4. Asiah, isteri fir'aun terbunuh. 5. Lembu kaum Bani Israel disembelih. 6. Habil anak Nabi Adam as terbunuh. #Dabbar atau rabu atau arba'a 1. Qarun hancur binasa. 2. Fir'aun dan bala tentaranya tenggelam dalam lautan. 3. Raja Namrud pada masa Nabi Ibrahim as ditewaskan nyamuk. 4. Umat Nabi Saleh as yang zalim dihancurkan oleh Jibril dengan teriakan keras. 5. Syahdad bin 'Ad musnah. 6. Umat Nabi Hud as yang keras kepala dimusnahkan oleh Allah dengan hembusan badai topan. #Mu'annas atau kamis atau khamis 1. Nabi Ibrahim memasuki kerajaan Mesir. 2. Saudara-saudara Nabi Yusuf as menemuinya dan mereka dilayani dengan baik. 3. Bunyamin menemui Nabi Yusuf as di Mesir. 4. Nabi Ya'kub as bertemu dengan anaknya Yusuf as. 5. Nabi Musa as memasuki Mesir. 6. Nabi Muhammad saw memasuki Mekkah.

#'Urubah atau jum'at atau jumu'ah (berhimpun) 1. Nabi Adam as menikah dengan Siti Hawa. 2. Nabi Yusuf as menikah dengan Siti Zulaikha. 3. Nabi Musa as menikah dengan Siti Shafura anak Nabi Syu'aib as. 4. Nabi Sulaiman as bin Daud as menikah dengan Siti Balqis, ratu kerajaan Sabak. 5. Rasulullah saw menikah dengan Siti Khadijah. 6. Ali bin Abi Thalib ra menikah dengan Siti Fatimah azzahrah. 7. Rasulullah saw menikah dengan Siti 'Aisyah. #Syair atau sabtu (memotong) 1. Nabi Nuh as diolok-olok kaumnya. 2. Nabi Saleh as ditipu umatnya. 3. Nabi Yusuf as ditipu saudara-saudaranya. 4. Nabi Musa as ditindas oleh Fir'aun. 5. Nabi Isa as diperdaya oleh kaum Yahudi. 6. Nabi Muhammad saw menjadi topik bahasan kafir Quraisy. Demikianlah antara lain yang saya kutip dari Buku Pintar Agama Islam edisi senior, cetakan ke xiii Muharram 1424 H/Maret 2003, halaman 425, penyusun Syamsul Rijal Hamid, penerbit Penebar salam. Semoga ada manfaatnya.

January, 2009

KALENDER SYAMSIAH MASEHI


Milenium dalam Perspektif Matematis Astronomis
(Di muat Pikiran Rakyat 30 Desember 1999)

T. Djamaluddin Peneliti LAPAN Bandung

Catatan: Sejarah Kalender Syamsiah Masehi perlu juga diketahui, terkait dengan kehidupan seharihari saat ini. Arsip tulisan lama ini masih relevan dalam melihat sejarah kalender Masehi, jadi saya masukkan di blog dokumentasi saya.

Memasuki tahun 2000 demam milenium melanda kehidupan kita sehari-hari. Tak terkecuali penamaan suatu produk yang sering dikaitkan dengan milenium. Ada warna milenium, ada model milenium, dan lainnya. Istilah milenium secara harfiah berasal dari bahasa Latin mille (seribu) dan annum (tahun). Jadi itu berarti seribu tahun. Sebenarnya tidak terlalu istimewa, kecuali bila dikaitkan dengan tahun kejadiannya: tahun 2000 atau 2001. Ada juga yang mengaitkan istilah itu dengan sebagian teologi Kristiani (terutama pada masa lalu), bahwa Yesus Kristus akan kembali ke bumi dan memerintah sebelum kiamat selama seribu tahun. Tetapi, tampaknya hal itu sama sekali tidak berkaitan dengan kedatangan tahun 2000. Sebab, tak seorang pun (baik yang mempercayai teologi itu, apalagi yang tidak) yang mengetahui kapan peristiwa itu akan terjadi. Bila kita perhatikan, istilah milenium baru populer ketika muncul kekhawatiran masalah komputer millenium bug. Makna sebenarnya millenium bug adalah "kegagalan [mesin/program akibat] milenium", bukan "kutu milenium" seperti yang banyak ditulis media massa. Kini istilah populer itu beralih sebutan menjadi masalah Y2K (year 2 kilo, tahun 2000) atau MKT 2000 (masalah komputer tahun 2000). Milenium kini telah menjadi kosa kata baru yang populer di masyarakat kita. Sebelumnya, ketika kita menyambut tahun 2000 kita hanya menyebutkan menyambut abad 21. Tidak banyak yang mempermasalahkan sebutan abad 21 untuk tahun 2000. Setidaknya kita sudah punya pengalaman ketika mencanangkan tahun 1400 Hijriyah sebagai awal abad ke-15, abad kebangkitan Islam.

Saat ini muncul perbedaan pendapat tentang sebutan milenium. Padahal, bila teliti, masalahnya sama: tepatkah 1 Januari 2000 sebagai awal abad 21 atau awal milenium ke tiga? Tampaknya sebutan milemiun yang datangnya seribu tahun sekali lebih menarik perhatian dan keingintahuan banyak orang. Apakah pangkal semua persoalan perbedaan pendapat ini? Saya berpendapat, pangkal masalah adalah angka nol (0).

Nol Para perancang komputer tidak mengantisipasi angka nol ketika mendefinisikan tahun dengan dua bilangan terakhir. Pada sistem yang lama tersebut, misalnya tahun 1999 hanya ditulis 99. Menjelang tahun 2000 baru disadari bahwa sistem lama masih terpakai dan bisa berakibat fatal salah interpretasi data bila tahun 2000 hanya tertulis 00. Program-program yang menggunakan tanggal dari komputer akan menafsirkan tahun 00 itu sebagai tahun 1900, bukan tahun 2000. Tentu bisa mengacaukan data-data dan aktivitas yang terkait dengan tanggal dalam sistem komputer. Lain soal dengan penetapan kelender. Orang dahulu menetapkan tahun untuk kalender, baik syamsiah (berdasarkan matahari) maupun qamariyah (berdasarkan bulan), bermula dari angka 1. Hari pertama kalender Masehi adalah Sabtu, 1 Januari 1. Kalender Hijriyah pun demikian, diawali 1 Muharram 1. (tetapi dimaknai berbeda, 1 H bermakna 1 tahun sejak hijrah -- secara tidak langsung bermakna saat Nabi hijrah adalah tahun nol menurut definisi sekarang). Sampai pertengahan abad 9 orang belum mengenal angka nol. Jadi, bukan karena melupakan angka nol, melainkan karena memang saat itu belum tahu. Tidak diketahui sejak kapan angka nol ditemukan. Tetapi, dokumen sejarah mencatat naskah tertua yang menuliskan bilangan nol berasal dari India yang ditulis pada tahun 876. Tetapi yang berjasa memperkenalkan angka nol dalam makna ilmiah adalah para ilmuwan Islam Arab yang mewarnai Eropa pada abad 12. Salah satu buktinya adalah penggunaan sebutan zero dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Arab shifr yang berarti kosong. Penggunaan angka nol telah dianggap sebagai salah satu penemuan cemerlang dalam sejarah matematika yang berpengaruh luas dalam kebudayaan modern. Sebagian pakar berpendapat bahwa hambatan serius yang dihadapi ahli matematika Yunani dan Romawi kuno dalam perkembangan ilmiahnya adalah ketiadaan simbol nol. Angka Romawi tidak mengenal angka nol. Bilangan dimulai dengan satu yang dituliskan I. Sepuluh ditulis X, 50 dilambangkan dengan L, 100 dengan C, 500 dengan D, dan 1000 dengan M. Suatu bilangan besar dinyatakan sebagai penambahan (diletakkan disebelah kanannya) atau pengurangan (diletakkan disebelah kirinya) lambang-lambang tersebut. Jadi 1999 dituliskan sebagai 1000 + 900 + 90 + 9 sebagai M+CM+XC+IX menjadi MCMXCIX. Memang tidak praktis, kecuali untuk bilangan kelipatan sederhana lambang-lambang tersebut, seperti 2000 yang cukup dituliskan MM.

Kebudayaan Barat yang belum tersentuh budaya Islam menggunakan angka Romawi tersebut sampai abad 14. Sedangkan Spanyol dan wilayah Eropa lainnya yang bersinggungan dengan budaya Islam sejak abad 12 telah secara luas menggunakan sistem angka Arab (seperti yang kita kenal sekarang: 0, 1, 2,...).

Sejarah Angka nol menjadi masalah juga dalam menelusuri sejarah masa lampau. Ada keterputusan ungkapan tahun sebelum masehi dan sesudah masehi karena tidak dikenalnya tahun nol. Urutan tahun di sekitar pergantian sistem kalender masehi adalah tahun 2 SM (sebelum Masehi), 1 SM, 1 M, 2 M, dan seterusnya. Penulis sejarah matematika, dengan menggunakan notasi matematis menuliskan urutan tahun tersebut sebagai tahun -2, -1, 1, 2, dan seterusnya. Astronomi sebagai ilmu yang berperan menelusur waktu kejadian di masa lampau tidak menggunakan notasi metematis seperti itu. Secara astronomi, tahun 1 SM dianggap sebagai tahun 0 untuk memudahkan perhitungan waktu dalam penelusuran balik kejadian masa lampau. Kalender Masehi berakar dari kalender qamariyah Romawi yang semula mempunyai 10 bulan. Kalender Romawi ini berawal pada Maret dengan bulan ke tujuh, delapan, sembilan, dan sepuluh disebut September, Oktober, November, dan Desember. Penambahan bulan Januari dan Februari sebagai bulan ke-11 dan ke-12 terjadi sekitar tahun 700 SM. Kemudian terjadi lagi perubahan dari sistem qamariyah menjadi syamsiah seperti yang kita kenal sekarang, dengan jumlah hari setiap bulan 30 atau 31 hari, kecuali Februari 28 hari. Hari pertama setiap bulan disebut Kalendae (inilah asal mula sebutan "kalender"). Belum dikenal namanama 7 hari dalam sepekan. Perubahan sistem qamariyah ke syamsiah tidak dilakukan mendadak. Penyesuaiannya menggunakan sistem campuran dengan penambahan hari untuk penyesuaian dengan musim. Penambahan itu tidak beraturan. Kadang-kadang Kaisar memperpanjang atau memperpendek kalender semaunya. Masa itulah yang dikenal sebagai masa yang membingungkan untuk menelusur sejarah masa lampau. Untuk menghilangkan kebingungan itu, Kaisar Julius melakukan reformasi kalender atas saran penasihatnya astronom Sosigense pada tahun 46 SM. Reformasi itu menetapkan tiga hal. Pertama, vernal equinox (awal musim semi, saat malam dan siang sama panjangnya) ditetapkan 25 Maret dengan menjadikan tahun 46 SM lebih panjang 85 hari. Kedua, awal tahun ditetapkan 1 Januari 45 SM. Ke tiga, menetapkan jumlah hari dalam satu tahun 365 hari, kecuali setiap tahun ke empat menjadi tahun kabisat dengan penambahan hari pada bulan Februari. Penetapan awal musim semi 25 Maret ini berdampak juga pada penetapan 25 Desember sebagai titik balik utara. Pada saat itu posisi matahari berbalik dari titik paling utara menuju selatan. Maka 25 Desember dirayakan masyarakat Romawi sebagai hari Dies Natalis Solis Invicti (hari kelahiran Matahari yang tak terkalahkan). Tanggal inilah yang kemudian dianggap sebagai tanggal

kelahiran Yesus Kristus (hari Natal), karena memang tak ada catatan sejarah tanggal pastinya kelahiran Nabi Isa tersebut. Penetapan tahun Masehi baru dilakukan pada tahun 532 M atas usulan rahib Denys le Petit. Berdasarkan penelitiannya, dia menyimpulkan tahun kelahiran Nabi Isa bertepatan dengan tahun Romawi 753. Maka tahun Romawi 753 tersebut ditetapkan sebagai tahun 1 Masehi. Walaupun belakangan kalangan gereja menemukan bukti lain bahwa kelahiran Nabi Isa sebenarnya beberapa tahun sebelum itu, berdasarkan naskah-naskah tentang kematian Herod (penguasa Palestina pada Zaman Nabi Isa).

Milenium Astronom sebenarnya tidak peduli dengan istilah milenium. Karena dalam astronomi kronologi kejadian umumnya dinyatakan dalam hari Julian (Julian day) yang didefinisikan bermula dari tengah hari 1 Januari 4713 SM. Penetapan awal periode ini pun sebenarnya tidak punya arti astronomis, tetapi sekadar memenuhi siklus dalam sistem kalender lama: siklus metonik (19 tahunan) serta siklus dalam kalender Romawi indiksi (15 tahun) dan dominis (28 tahun). Siklus metonic berasal dari sistem kalender Yunani dan Arab kuno (Babilonia dan sekitarnya) bahwa 19 tahun syamsiah sama dengan 235 bulan qamariyah. Sedangkan siklus dominis 28 tahun, tampaknya berasal dari keberulangan kalender Julian dengan susunan hari yang sama. Pembagian sepekan menjadi tujuh hari baru masuk Eropa sekitar abad ke-3, diadopsi dari tradisi Yahudi dan Arab kuno. Jumlah hari dalam 28 tahun itu (28 x 365,25 hari) sama dengan 1461 pekan. Belum diketahui alasan siklus indiksi. Dengan menggunakan hari Julian tersebut 1 Januari tahun 1 dinyatakan sebagai hari ke 1.721.423,5. Sedangkan 1 Januari 2000 adalah hari ke 2.451.544,5. Jadi kalender Masehi sampai saat tahun baru 2000 telah menjalani 730.121 hari. Itu berarti, andaikan sejak awal menggunakan sistem kalender Gregorian seperti yang saat ini berlaku, 1 Januari 2000 semestinya baru tanggal 2 Januari 1999. Sepanjang sejarah kalender Masehi telah terjadi dua kali reformasi. Pertama, tahun 325 M ketika vernal equinox ternyata telah bergeser dari 25 Maret menjadi 21 Maret. Tetapi, tidak terjadi pergeseran hari, hanya ditetapkan tanggal baru untuk vernal equinox, yaitu 21 Maret. Ini berpengaruh pada penetapan hari besar Kristiani. Paskah ditentukan setiap hari Minggu pertama setelah purnama pada atau sesudah vernal equinox. Itu berarti berpengaruh juga pada penetapan hari Wafat Isa Almasih dan hari Kenaikan Isa Almasih. Reformasi ke dua pada 1582 disebut reformasi Gregorian. Karena satu tahun syamsiah ratarata 365,2422 hari, sedangkan kalender Julian menetapkan rata-rata 365,25 hari, awal musim semi saat itu diketahui telah bergeser jauh menjadi tanggal 11 Maret. Maka dilakukan reformasi dalam dua hal agar awal musim semi kembali menjadi tanggal 21 Maret.

Reformasi Gregorian pertama menghapuskan 10 hari dari tahun 1582 dengan menetapkan hari Kamis 4 Oktober langsung menjadi hari Jumat 15 Oktober. Ke dua, rata-rata satu tahun ditetapkan 365,2425 hari. Caranya, tahun kabisat didefinisikan sebagai tahun yang bilangannya habis dibagi empat, kecuali untuk tahun yang angkanya kelipatan 100 harus habis dibagi 400. Dengan aturan tersebut tahun 1700, 1800, dan 1900 bukan lagi dianggap sebagai tahun kabisat. Tahun 2000 adalah tahun kabisat. Ketika istilah milenium yang berawal dari masalah komputer mulai memasyarakat, orang mulai bertanya, tepatkah 1 Januari 2000 disebut sebagai awal Milenium ke tiga. Para astronom yang ditanya tentu akan mengacu pada sejarah. Karena milenium berarti kurun waktu seribu tahun, sedangkan milenium pertama dimulai 1 Januari tahun 1, maka milenium ke-3 semestinya 1 Januari 2001. Tetapi, di masyarakat terlanjur menggunakan istilah milenium dalam konteks seperti millenium bug, sekadar melihat angkanya. Kalau demikian lupakan sejarah, lihatlah pada angka tahunnya. Astronom pun kemudian ditanya, mengapa angka 2000 sudah dianggap sebagai milenium ke-3 atau abad 21. Secara astronomi hal itu masih dapat dibenarkan. Dalam astronomi suatu tanggal lazim dituliskan sebagai fraksi tahun. Pukul 00:00 1 Januari 2000 bila ditulis dengan desimal menjadi tahun 2000,0. Sedangkan pukul 00:00 23 Januari 2000 dapat dinyatakan sebagai tahun 2000,06284 (dari 2000,0 + 23/366, karena tahun 2000 berjumlah 366 hari). Karenanya setiap tanggal sesudah 1 Januari 2000 dapat dinyatakan dengan angka yang lebih besar dari 2000. Itu berarti tidak termasuk lagi sebagai abad 20 atau milenium 3. Jadi, mestinya sudah boleh dinyatakan sebagai bagian dari abad 21 atau milenium 3. Kalau demikian, beralasan juga untuk menetapkan 1 Januari 2000 sebagai awal abad 21 atau milenium 3.
10:01 AM | Blog it | Hisab-Rukyat

BAHAN KULIAH KEBUDAYAAN TIMUR TENGAH INI DAPAT DIPERKAYA LAGI DENGAN MEMBACA BERBAGAI REFERENSI YANG RELEVAN

Anda mungkin juga menyukai