Anda di halaman 1dari 14

SEDIKIT KISAH TENTANG BULAN MUHARRAM

5 November 2013 17:19 Diperbarui: 24 Juni 2015 05:33 16868 1 0

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah
di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (Maksudnya ialah:
bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka
janganlah kamu menganiaya diri (Maksudnya janganlah kamu menganiaya dirimu dengan
mengerjakan perbuatan yang dilarang, seperti melanggar kehormatan bulan itu dengan
mengadakan peperangan) kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu
semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya
Allah beserta orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Taubah: 36)

Muharram merupakan bulan yang sangat berpengaruh pada sejarah kehidupan umat Islam. Suatu
bulan yang menjadi pembuka tahun dalam kalender Islam, Hijriyah. Suatu bulan yang penuh
barokah dan rahmah, karena bermula dari bulan inilah –menurut dunia Islam- berlakunya segala
kejadian alam ini. Bulan Muharram juga termasuk salah satu dari empat bulan yang dimuliakan
Allah dalam al Qur’an (Al Taubah: 36).

Secara otomatis bulan Muharam merupakan bulan yang menyimpan banyak sejarah kehidupan
umat. Di mana pada bulan itu Allah SWT banyak menurunkan peristiwa yang patut dikenang
bagi umat sebagai rasa syukur atas kenikmatan yang diberikan, karena peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada bulan tersebut dapat memberikan banyak inspirasi bagi kelangsungan hidup umat
manusia di muka bumi ini.

Meskipun demikian, di sana kadang timbul pertanyaan dalam benak kita, kenapa penetapan awal
tahun dalam Islam berdasarkan hijrah Rasul Muhammad saw? Apakah karena dalam hijrah tadi
terdapat sesuatu yang sangat urgen untuk dikenang? Bukankah selain hijrah masih ada beberapa
peristiwa yang tidak kalah pentingnya dengan hijrah tadi? Seperti kelahiran atau wafat Rasul
saw, peristiwa awal penerimaan wahyu, peristiwa Isra’ & Mi’raj yang mendatangkan perintah
shalat wajib lima waktu, di mana hal itu merupakan tonggak atau tiang agama (Ashsholatu
‘imaduddin). Pun tak kalah pentingnya peristiwa penaklukan kota Mekah yang menjadi pusat
persatuan dan kesatuan umat Islam, dan masih banyak lagi beberapa peristiwa lainnya yang
berpengaruh pada eksistensi Islam di muka bumi ini. Namun, kenapa harus bersandar pada hijrah
Rasul Muhammad saw kalender Islam itu ditetapkan?

Bulan Muharram Dalam Sejarah

Tradisi penanggalan Hijriyah dirintis pada masa kekhalifahan Umar Bin Khattab RA. Pada
waktu itu muncul wacana diperlukannya penanggalan yang baku dan seragam untuk berbagai
urusan kenegaraan dan kemasyarakatan. Kemudian, muncullah berbagai usulan dari para
Sahabat. Pada akhirnya disepakati bahwa peristiwa hijrah Nabi SAW dari Makkah menuju
Madinah dijadikan patokan dalam perhitungan awal tahun kelender Islam.

Dalam sejarahnya, Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M) pernah menerima surat dari
Gubernurnya di Bashra Abu Musa Al Asy’ari yang menyebutkan pada awal suratnya berbunyi:
“……menjawab surat Tuan yang tidak tertanggal…..”. Perkataan pendek yang tampaknya tidak
begitu penting telah menarik perhatian Khalifah Umar, yaitu perlunya umat Islam mempunyai
penanggalan yang pasti. Hingga akhirnya diadakan musyawarah khusus untuk menentukan
kapan awal tahun baru Islam.

Dalam musyawarah yang dihadiri oleh para tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat itu,
muncul beberapa usulan untuk menentukan kapan dimulainya tahun baru Islam. Di antara usulan
tersebut terdapat pendapat yang mengatakan penanggalan Islam dihitung dari peristiwa
penyerangan Abrahah terhadap Ka’bah, yang dikenal dengan sebutan “Amul Fiil” (tahun Gajah)
dan itu sudah sering dipakai. Ada yang menyarankan penanggalan Islam dihitung dari turunnya
wahyu pertama kepada Rasulullah SAW, di mana waktu itu beliau secara resmi dilantik oleh
Allah SWT sebagai Nabi dan Rasul untuk seluruh umat. Ada juga yang mengusulkan
penanggalan Islam dihitung dari wafatnya Rasululah saw, dengan alasan pada waktu itu
diturunkan wahyu terakhir yang menegaskan bahwa Islam sebagai agama yang sempurna. Dan
ada pula yang berpendapat bahwa penanggalan Islam dihitung dari hijrahnya Rasullah saw dari
Mekah ke Madinah, dengan alasan karena peristiwa itu merupakan pintu masuk kehidupan baru
bagi Rasulullah SAW dan umatnya dari dunia kemusyrikan menuju dunia tauhid (Islam).

Setelah lama musyawarah bersama dengan berbagai pendapat dan argumentasi masing-masing,
akhirnya disepakati bahwa usulan terakhir itu yang diterima (penanggalan Islam dihitung dari
hijrahnya Rasullah saw dari Mekah ke Madinah), yang kemudian diumumkan oleh khalifah
bahwa tahun baru Islam dimulai dari Hijrah Rasulullah Ssw dari Makkah ke Madinah.

Menariknya, meskipun awal bulan Muharram merupakan awal tahun bagi tahun Hijriyah,
ternyata Muharram bukan awal permulaan hijrah Nabi SAW. Soalnya hijrah beliau jatuh pada
permulaan bulan R. Awwal tahun ke-13 kenabian (14 Sept 622 M), bukan pada awal Muharram.
Sedangkan antara permulaan hijrah Nabi Saw dan permulaan kalender Islam (Muharram)
sesungguhnya terdapat jarak sekitar antara 62-64 hari, dan antara keduanya terdapat bulan
Shafar.

Dalam kitab tarikh Ibnu Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan hijrah Rasulullah dari Mekah
ke Madinah pada akhir bulan Shafar, dan tiba di Madinah pada awal bulan R. Awal. Jadi bukan
pada tanggal 1 Muharram sebagaimana anggapan sebagian orang.

Adapun penetapan Bulan Muharram sebagai awal tahun baru dalam kalender Hijriyah adalah
hasil musyawarah para sahabat nabi SAW pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab ra saat
mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu ada yang mengusulkan R. Awal sebagai awal
tahun dan ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan. Namun kesepakatan yang muncul saat
itu adalah bulan Muharram, dengan pertimbangan bahwa pada bulan itu telah bulat keputusan
Rasulullah saw untuk hijrah ke Madinah pasca peristiwa Bai’atul Aqabah (ikrar penduduk
Madinah yang datang ke Mekah untuk masuk Islam). Di mana saat ada 75 orang Madinah yang
ikut baiat untuk siap membela dan melindungi Rasulullah SAW, jika beliau datang ke Madinah
di kemudian hari. Dengan adanya bai’at ini, Rasulullah SAW pun melakukan persiapan untuk
hijrah, dan baru dapat terealisasi pada bulan Shafar, meski ancaman maut dari orang-orang
Quraisy senantiasa mengintai beliau.

Betapa besar dan berat perjuangan Rasul SAW waktu itu hingga setiap datang tanggal 1
Muharram, ingatan kita terlukis kembali pada puncak perjuangan beliau SAW 14 abad silam.
Suatu perjuangan untuk membebaskan kaum muslimin dari kezaliman dan tindakan sewenang-
wenang yang menimpa mereka dikarenakan tindakan orang-orang kafir tersebut semakin hari
semakin meningkat pada taraf yang sangat membahayakan masa depan Islam dan kaum muslim.
Dengan izin Allah SWT, Rasulullah SAW beserta para sahabatnya yang setia, akhirnya
meninggalkan tanah kelahirannya yang tercinta Makkah Al-Mukarramah untuk pindah ke negeri
yang baru yaitu Yastrib (Madinah). Perpindahan beliau dari Makkah ke Yastrib inilah yang
disebut “hijrah”, dan oleh Khalifah Umar bin Khattab dijadikan momentum dan starting point,
pangkal tolok perjalanan sejarah Islam, dengan ucapannya: “Hijrah itu memisahkan antara yang
hak dengan yang batil, karena itu jadikanlah catatan sejarah”.

Hijrah Sebagai Penetapan Kalender Islam

Peristiwa hijrah Rasul Allah Muhammad saw dan para sahabatnya, bisa kita ambil sebagai suatu
pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah SWT,
tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan di dalamnya.

Dalam sejarahnya, malam itu (menjelang hijrah) Rasulullah SAW akan keluar dari rumah.
Sementara di luar rumah, orang-orang yang ingin membunuhnya sudah menunggu. Dengan izin
Allah SWT (waja’alna min baini aidihim saddan wa min kholfihim saddan fa’aghsyainahum,
fahum la yubshirun), baginda Nabi SAW bisa melewati para musuh yang telah mengepung
rumahnya tadi dengan selamat.
Meskipun berhasil melewati mereka, beliau tetap harus bersembunyi dahulu di sebuah goa (tsur)
karena musuh masih tetap mengejar. Namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat meneruskan
perjalanannya. Meskipun demikian pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah menyelamatkan
beliau dan juga Abu Bakar yang menemaninya hingga sampai di Madinah dengan selamat.
“Allah senantiasa akan menolong hambaNya selama ia mau menolong agamaNya”.

Perjalanan dari Mekah ke Madinah yang melewati padang pasir yang tandus dan gersang, telah
beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang menuntut sebuah pengorbanan. Namun beliau
yakin bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan “inna ma’al ‘usri yusron…”.

Begitu tiba di Madinah, dimulailah fase kehidupan baru dalam sejarah perjuangan Islam.
Perjuangan demi perjuangan beliau lewatkan bersama para sahabat. Menyampaikan wahyu
Allah, mendidik manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang harus
menghadapi musuh yang tidak menginginkan akan hadirnya agama baru (Islam). Tidak jarang
beliau turut serta ke medan perang untuk menyambung nyawa demi tegaknya agama Allah SWT,
hingga Islam tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk dunia saat itu. Lalu
sudahkah kita berbuat untuk agama kita?

Jika dicermati dan direnungi dengan seksama apa yang terjadi dalam sejarah hijrah tersebut,
pemilihan hijrah sebagai titik perhitungan kalender Islam sangatlah tepat. Di mana penetapan
tersebut didasarkan pada esensi dari peristiwa hijrah itu sendiri, yaitu suatu gerakan umat secara
kolektif dari dunia kegelapan kufur menuju kondisi yang lebih baik (Islam).

Daya revolusi dengan hijrah sebagai inspirasinya, tidak mungkin terjadi jika umat tidak
menyediakan ruang koreksi bagi diri sendiri. Kita bisa sepakat bahwa pertambahan usia manusia
berbeda dengan usia mobil yang kian bertambah. Manusia tua tidak sama dengan mobil tua. Jika
mesin secara perlahan mengalami kerusakan mekanis, aus, berkarat, dan sebagainya, maka
semua itu beda dengan manusia. Hakikat usia manusia terletak pada kesempatan untuk
membentuk sikap dewasa dari masa ke masa.

Jika asumsi tersebut bisa diterima secara kolektif, usia peradaban manusia yang kian menua
harusnya menuju pada kematangan atau kedewasaan. Namun, tampaknya yang terjadi tidak
selalu demikian. Manusia kini memang banyak mengaku dirinya modern, namun sering alpa jika
mereka adalah bagian dari alam semesta yang fana.

Arti Muharram

Kata Muharram, secara etimologinya diambil dari kata Arab “Harrama-Yuharrimu-Tahriiman-


Muharrimun-wa-Muharramun”, yang berarti “diharamkan”. Yakni, Muharram adalah sesuatu
yang dihormati / yang terhormat dan yang diharamkan (dari hal-hal yang tidak baik).
Sebagaimana tertulis dalam sejarahnya, bahwa pada bulan Muharram ini umat Muslim
diharamkan Allah untuk berperang.

Bulan Muharram adalah bulan yang pertama dan salah satu dari 12 bulan dalam kalender hijriah
yang tercantum pada Kitabullah, sejak Allah SWT menjadikan alam semesta. Allah SWT
berfirman: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam
ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram
(Maksudnya ialah: bulan Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab). Itulah (ketetapan)
agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri (Maksudnya janganlah kamu
menganiaya dirimu dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang, seperti melanggar kehormatan
bulan itu dengan mengadakan peperangan) kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah
kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan
ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Taubah: 36).

Adapaun kata-kata “hijrah” dan pecahan katanya, dalam Alqur`an ada lebih dari 30 kata. Kata-
kata hijrah dirangkai dengan kata-kata “iman” dan “jihad”. Hal itu menunjukkan bahwa hijrah itu
adalah suatu tingkat dalam perjuangan (jihad) yang berlandaskan kepada keimanan. Firman
Allah SWT: “Orang-orang yang beriman, yang berhijrah dan berjihad pada jalan Allah dengan
harta benda dan dirinya, lebih tinggi derajatnya pada sisi Allah, Mereka itulah orang-orang yang
menang. Tuhan menyampaikan berita gembira kepada mereka dengan beroleh rahmat, ridhaNya
dan surga yang di dalamnya mereka memperoleh nikmat yang abadi”. (QS. At-Taubah: 20-21).

Derajat yang tinggi dari Allah SWT tersebut merupakan penghargaan bagi orang-orang yang
berjuang, berjihad dan berkurban demi agamaNya. Perjuangan harus dilandasi dengan iman yang
kuat dan mendalam. Jihad adalah upaya dengan sungguh-sungguh sehingga nampak jelas garis
pemisah antara yang hak dan yang batil.

Pada tahun baru Hijriyah, Muharram, bagi orang yang tidak atau kurang mengerti tentang Islam,
mereka akan memperingatnya dengan cara yang kurang tepat karena bertitik tolak dari anggapan
yang kurang tepat pula. Mereka yang demikian tersebut menganggap Muharram (syura) adalah
bulan keramat, angker, atau naas dan berbahaya. Oleh karena itu, peringatan yang diadakan juga
bermacam-macam, antara lain; begadang semalam suntuk, berjalan (pawai) semalam suntuk,
mengadakan sesaji ke laut atau tempat-tempat yang dianggap keramat, mandi keramas
(berendam) supaya awet muda, memandikan (marangi) pusaka, seperti keris, tombak dan lain
sebagainya.

Demikian itu mereka lakukan karena menurut keyakinannya, mereka takut celaka, takut kena
musibah, dan sejenisnya. Padahal sebenarnya hal tersebut sama sekali tidak diajarkan oleh Islam,
bahkan hal itu bisa mengantarkan pelakunya pada jurang kesyirikan (musyrik), na’udzu billah
min dzaalik.

Di sini, yang paling relevan untuk dilakukan adalah apa yang pernah diketengahkan oleh Amirul
Mukminin, Umar Ibn Khaththab: “ Haasibuu anfusakum qabla an tuhasabuu ” (Koreksilah diri
kalian, sebelum kalian semua dikoreksi (di akhirat) kelak). Dalam ungkapan itu yang dimaksud
adalah seruan pada umat secara kolektif untuk introspeksi diri pada apa yang pernah dilakukan
tahun-tahun sebelumnya. Bukan malah berpoya-poya, berpesta-ria, ber-SEPHIA-mesra (Sabu-
Ekstasi-Putaw-Heroin-Inex-Alkohol) dan ber-vulgaria bersama penjaja cinta sebagaimana yang
dilakukan oleh (sebagian) orang-orang Barat.

Betapa sangat terpuji dan mulianya jika dana pesta-pesta tersebut, sarana dan prasana
penyambutan tahun baru yang tidak bermanfaat itu dialokasikan kepada mereka yang masih
selalu menjerit kelaparan, merintih kehausan, menangis kehilangan papan (tempat tinggal),
menggigil kedinginan dan yang mengerang kepanasan. Masih adakah empati kita pada mereka?
Ataukah empati itu sudah tertutup dengan dinding tebal apatis dan egois kita?

Sejarah Dalam Muharram

Sementara dalam bulan Muharram, lebih-lebih tanggal 10 Muharram, yang disebut ‘Asyura, atau
bulan Suro (sebutan Jawa) banyak menitiskan peristiwa bersejarah pada kita, kususnya apa yang
pernah dialami oleh para Nabi dan Rasul Allah. Di mana pada hari itu merupakan “hari
pertolongan” bagi para Nabi.

Dalam sejarahnya, pada hari itu terdapat beberapa peristiwa besar yang sangat berpengaruh
dalam sejarah eksistensi agama Tauhid (Islam), antaranya:
1. Nabi Adam bertaubat kepada Allah dan dipertemukan dengan isterinya, Siti Hawa di Padang
Arafah (Jabal Rahmah).
2. Nabi Idris diangkat oleh Allah ke langit.
3. Nabi Nuh diselamatkan Allah SWT dari perahunya setelah bumi ditenggelamkan selama
enam bulan.
4. Nabi Ibrahim diselamatkan Allah dari pembakaran Raja Namrud.
5. Nabi Yusuf dibebaskan dari penjara.
6. Penglihatan Nabi Ya’kub yang kabur dipulihkan Allah kembali.
7. Nabi Ayub dipulihkan Allah dari penyakit kulit yang dideritanya.
8. Nabi Yunus dikeluarkan dari perut ikan paus setelah berada di dalamnya selama 40 hari 40
malam.
9. Allah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa as.
10. Nabi Musa AS menyeberangi laut merah menyelamatkan diri dari kejaran Fir’aun.
11. Nabi Sulaiman dikaruniai Allah kerajaan yang besar.
12. Nabi Ayub sembuh dari sakitnya yang kronis.
13. Nabi Muhammad SAW lepas dari racun orang-orang Yahudi.
14. Terbunuhnya cucu Nabi Muhammad, Husain Ibn Aly ra. di bukit Karbala.

Pada tanggal ini pula, ummat Islam zaman dahulu diwajibkan berpuasa sebelum adanya perintah
wajib puasa Ramadhan. Namun setelah turunnya perintah puasa Ramadhan, maka puasa pada
tanggal 10 Muharram menjadi sunnah. Sebagaimana dalam satu riwayat disebutkan bahwa:
“Rasulullah menyuruh kita berpuasa Asyura pada tanggal 10 Muharram”. (HR Tirmidzi).

Kemudian di hadits lain Rasulullah SAW meringankan puasa ‘Asyura menjadi sunnah dengan
sabdanya: “Barangsiapa yang ingin puasa Asyura, maka berpuasalah dan barangsiapa yang ingin
tidak berpuasa, silakan meninggalkannya”. (Al-Hadits). Karena peristiwa bersejarah yang cukup
banyak terjadi pada 10 Muharram ini, maka tanggal ini dianggap sebagai tanggal yang penting.
Hingga ditetapkan sebagai awal tahun dalam kelender hijriah, di samping bertendensi pada
kematangan Rasulullah saw untuk bersiap-siap hijrah pada bulan itu.

Anjuran Dalam Bulan Muharram

Rasulullah SAW menganjurkan kepada ummatnya untuk memetik nilai-nilai rohaniah dari
kejadian-kejadian tersebut dan menjadikannya hari peningkatan ibadah dan amal, yaitu dengan
berpuasa pada bulan Muharram. Sebagaiamana dijelaskan dalam sabdanya: “Puasa pada hari
Asyura menghapuskan dosa-dosa (kecil) pada setahun yang lampau”. (HR Muslim). Dalam hadis
lain yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a berkata: Rasululullah saw. Bersabda: “Jika Aku
masih hidup tahun depan, niscaya aku akan benar-benar berpuasa pada hari “tasua’ (9
Muharram). (HR. Muslim & Ibnu Majah), yakni demikian itu untuk membedakan kebiasaan
kaum yahudi yang suka berpuasa pada tanggal 10 Muharram untuk mengenang sejarah
keselamatan Nabi mereka, Musa as. Dan dijelaskan pula bahwa Rasul saw wafat terlebih dahulu
sebelum menjalankan puasa di hari tasu’a (9 Muharram) tadi.

Begitu juga dianjurkan pada hari tersebut melakukan perbuatan kebajikan, yang termasuk dalam
kategori amal saleh seperti menyantuni fakir miskin, anak yatim, orang-orang lemah dan
sengsara, kaum atau keluarga yang membutuhkan pertolongan dan lain-lain. Rasulullah
bersabda: “Barangsiapa yang melapangkan (memberi) keluarganya dan ahlinya pada hari
Asyura, maka Tuhan akan memberikan kelapangan padanya selama satu tahun”. (HR Baihaqi)

Dengan memahami hadits-hadits tersebut, jelaslah bahwa hari Asyura itu adalah hari untuk
beribadah dan beramal serta hari untuk merenungi sejarah. Juga sebagai hari ‘inayatullah
(pertolongan Allah), bertaubat, dan minta pertolongan Allah, kususnya mulai tanggal 1 hingga
10 Muharram. Rasulullah SAW mulai mengerjakan puasa ‘Asyura setelah hijrah ke kota
Madinah dan sebelum turun ayat mewajibkan puasa Ramadhan.

Dalam suatu riwayat, Said bin Jubair dari Abbas RA mengatakan, ketika Nabi SAW baru hijrah
ke Madinah mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka beliau bertanya kepada
mereka tentang hal itu, jawab mereka “Hari ini Allah memenangkan Musa dan Bani Israil
terhadap Fir’aun dan kaumnya, maka kami puasa karena menganggungkan hari ini”. maka Nabi
pun bersabda: “Kami lebih layak mengikuti jejak Nabi Musa dai pada kamu”.
BEBERAPA PERISTIWA PENTING PARA NABI PADA 10 MUHARRAM

Masa kebangkitan, keemasan, dan kehancuran suatu umat terjadi silih berganti, dari satu generasi ke
generasi yang lain, dari suatu abad ke abad yang lainnya. Peristiwa-peristiwa itu terus bergulir dengan
pasti, sesuai dengan sunnatullah. Semua peristiwa tersebut merupakan pelajaran yang amat berharga
bagi kita dan bagi generasi yang akan datang, untuk memilih mana yang baik yang harus diikuti dan
mana yang buruk yang harus dihindari.

Hari sepuluh Muharram atau hari Asyura merupakan hari bersejarah. Menurut beberapa riwayat
disebutkan, banyak peristiwa penting terjadi di hari itu pada masa yang lalu, di antaranya disebutkan
sebagai berikut: (1) Nabi Adam 'alaihissalam bertobat kepada Allah dari dosa-dosanya dan tobat
tersebut diterima oleh-Nya. (2) Berlabuhnya kapal Nabi Nuh di bukit Zuhdi dengan selamat, setelah
dunia dilanda banjir yang menghanyutkan dan membinasakan. (3) Selamatnya Nabi Ibrahim
'alaihissalam dari siksa Namrud, berupa api yang membakar. (4) Nabi Yusuf 'alaihissalam dibebaskan dari
penjara Mesir karena terkena fitnah. (5) Nabi Yunus 'alaihissalam selamat, keluar dari perut ikan hiu. (6)
Nabi Ayyub 'alaihissalam disembuhkan Allah dari penyakitnya yang menjijikkan. (7) Nabi Musa
'alaihissalam dan umatnya kaum Bani Israil selamat dari pengejaran Fir’aun di Laut Merah. Beliau dan
umatnya yang berjumlah sekitar lima ratus ribu orang selamat memasuki gurun Sinai untuk kembali ke
tanah leluhur mereka. Banyak lagi peristiwa lain yang terjadi pada hari sepuluh Muharram itu, yang
menunjukkan sebagai hari yang bersejarah, yang penuh kenangan dan pelajaran yang berharga.

Sayyidah Aisyah, istri Nabi shallallahu 'alaihi wassalam menyatakan bahwa hari Asyura adalah hari
orang-orang Quraisy berpuasa di masa Jahiliyah, Rasulullah juga ikut mengerjakannya. Setelah Nabi
berhijrah ke Madinah beliau terus mengerjakan puasa itu dan memerintahkan para sahabat agar
berpuasa juga. Setelah diwajibkan puasa dalam bulan Ramadhan, Nabi s.a.w. menetapkan:

َ َ ُ َ ُ َ ُ ُ ََْ َ َ َ َ َ ُ َ َُْ ُ ْ ََُْْ


‫ومه أن ش َاء َمن‬ ‫فليتكه يتكه أن شاء ومن فليصمه يص‬

“Barangsiapa yang menghendaki berpuasa Asyura puasalah dan siapa yang tidak suka boleh
meninggalkannya." (HR. Bukhari, No: 1489; Muslim, No: 1987)

Ibnu Abbas seorang sahabat, saudara sepupu Nabi yang dikenal sangat ahli dalam tafsir al-Qur’an
meriwayatkan bahwa saat Nabi berhijrah ke Madinah, beliau menjumpai orang-orang Yahudi di sana
mengerjakan puasa Asyura. Nabi pum bertanya tentang alasan mereka berpuasa. Mereka menjawab:

ُ َ َُ
‫اّلل ن ّ َج َيوم ه َو‬ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ ْ ُ ِ َ ِ ‫ال‬ َ ‫وس َأو َل َأ َنا َف َق‬
َ ‫بص َيامه َو َأ َم َر َف َص َام ُه من ُهم ب ُم‬
ِ ‫ّلل شك ًرا موس فصام ِفرعون آل وأغ َرق موس ِف‬
‫يه‬ ِ ِ ِ ِ ِِ

“Allah telah melepaskan Musa dan Umatnya pada hari itu dari (musuhnya) Fir’aun dan bala tentaranya,
lalu Musa berpuasa pada hari itu, dalam rangka bersyukur kepada Allah”. Nabi bersabda : “Aku lebih
berhak terhadap Musa dari mereka." Maka Nabi pun berpuasa pada hari itu dan menyuruh para
sahabatnya agar berpuasa juga." (HR. Bukhari; No: 1865 & Muslim, No: 1910)

Abu Musa al-Asy’ari mengatakan:

َ َ ُ َ ً َ ُ ُ ِّ َ ُ ُ ُ َ ْ ُ ُ َ َ َ ً َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ُ َ ََ َ َ َ ُ ُ ُ ُ َ
‫ور َاء َيو ُم كان‬
َ ‫اش‬ ‫اّلل رسول فقال ِعيدا وتت ِخذه اليهود تعظمه يوما ع‬ِ ‫وموه وسل َم علي ِه اّلل صّل‬ ‫أنتم ص‬
“Hari Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan dijadikan oleh mereka sebagai
hari raya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda: “Berpuasalah kamu sekalian pada hari
itu." (H.R. Bukhari, No: 1866; Muslim, No: 1912)

Dari uraian di atas nyatalah bagi kita, bahwa hari Asyura merupakan hari bersejarah yang diagungkan
dari masa ke masa. Kita hendaknya menyambut hari itu dengan banyak mengambil pelajaran yang
bermanfaat dari sejarah masa lalu. Kita menyambutnya sesuai dengan tuntunan Rasulullah, agar
senantiasa berada dalam bimbingannya, yaitu dengan jalan:

Pertama, mengerjakan puasa sunnah pada hari Asyura atau tanggal 10 Muharram. Keutamaan puasa
pada hari ini diantaranya disebutkan dalam hadits Nabi:
َ ُ َ َ ُ ِّ َ ُ َ َ َ َ َ َ ْ
‫ال َعاشور َآء؟ َيو ِم ِصيا ِم َعن ُس ِئ َل‬‫ق‬: ‫اضية السنة يكفر‬ِ ‫الم‬
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari Asyura, beliau menjawab: “Puasa pada hari
Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim, No: 1977)

Dalam hadits yang lain, Rasulullah menjelaskan:


َ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫الص ََل ُة ْال َم ْك ُت‬ َ ُ َ َ َ َ ِّ َ َ
َ ‫الليل َجوف ف‬ َ َ َ ََ ُ َ َ َ َ َ ُْ
‫الصَل ِة أفض ُل‬ ‫وب ِة الصَل ِة بعد‬ ِِ ِ ِ ‫اّلل شهر ِصيام رمضان شهر بعد الصي ِام وأفضل‬
ِ ‫المح ِرم‬
“Sesungguhnya shalat yang terbaik setelah shalat fardhu adalah shalat tengah malam dan sebaik-
baiknya puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah yang kamu menyebutnya bulan
Muharram." (HR. Nasa’i, No: 1614)

Kedua, mengerjakan puasa Tasu’a atau puasa sunnah hari kesembilan di bulan Muharram. Mengenai
puasa ini Ibnu Abbas meriwayatkan:
َ َ َ َُ
َ ‫اّلل َر ُسو ُل َص َام ح‬ ََ َ َ َ َ َ َ ُ َ ََ ُ َ َ َ ُ َ َ ُ َ َ ُ ِّ ُ ُ ُ ْ َ َ َ َ َ َ َ ُ ُ َ
‫ي‬ ِ ِ ‫اّلل رسول يا قالوا ِب ِص َي ِام ِه وأ َم َر عاشور َاء يوم وسل َم علي ِه اّلل صّل‬
ِ ‫رسول فقال والنصارى ال َيهود ت َعظ ُمه يوم ِ ْإنه‬
َ َ َ َُ َ
ََ َ َ َ َ َ َ ُ ْ ْ َ َُ َ ُ َ ْ َ ‫الت‬َ َ َ َ َ َ ُ َ ْ ُ ُ ْ َ َ َ ِّ ‫ول ُت ُو‬ َ َ َ
ُ ‫اّلل َر ُس‬
ِ ‫اسع ال َيوم صمنا اّلل ش َاء ِإن ال ُمق ِب ُل ال َعام كان ف ِإذا وسل َم علي ِه اّلل صّل‬
‫اّلل‬ ِ ‫ف ح ْت المق ِبل العام يأ ِت فلم قال‬ ِ ِ ‫صّل‬
َُ ََ ََ َ َ
‫)داود وأبو مسلم رواه( وسلم علي ِه اّلل‬

“Pada waktu Rasulullah dan para sahabatnya mengerjakan puasa Asyura, para sahabat
menginformasikan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wassalam bahwa hari Asyura diagungkan oleh orang-
orang Yahudi dan Nasrani. Maka Nabi bersabda : “Tahun depan Insya Allah kami akan berpuasa juga
pada hari kesembilan”. kata Ibnu Abbas, akan tetapi sebelum mencapai tahun depan Rasulullah s.a.w.
wafat”. (H.R. Muslim, No: 1916, Abu Daud, No: 2089).

Dengan demikian, kita melakukan puasa Asyura dengan menambah satu hari sebelumnya yaitu hari
Tasu’a, atau tanggal 9 di bulan Muharram. Kita disunnahkan berpuasa selama 2 hari, yaitu tanggal 9 dan
10 Muharram.

Ketiga, memperbanyak sedekah. Dalam menyambut bulan Muharram diperintahkan agar


memperbanyak pengeluran dari belanja kita sehari-hari untuk bersedekah, membantu anak-anak yatim,
membantu keluarga, kaum kerabat, orang-orang miskin dan mereka yang membutuhkan. Semua itu
hendaknya dilakukan dengan tidak memberatkan diri sendiri dan disertai keikhlasan semata-mata
mengharap keridhaan Allah.

Mengenai hal ini Rasulullah bersabda:


َ َ ُ َ ُ ََ َ
‫َسن ِت ِه َس ِائ َر علي ِه للا َو َس َع عاشو َر َاء َيو َم أه ِل ِه َو ِع َي ِال ِه عّل َو َس َع َمن‬

“Siapa yang meluaskan pemberian untuk keluarganya atau ahlinya, Allah akan meluaskan rizki bagi
orang itu dalam seluruh tahunnya.” (HR Baihaqi, No: 3795)

Dengan memperingati hari Asyura, kita dapat mengambil pelajaran dari perjuangan para Nabi dan Rasul
terdahulu. Misi mereka pada dasarnya adalah sama menegakkan aqidah Islamiyah, meyakini ke-Esaan
Allah subhanahu wata'ala yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Peristiwa masa lalu merupakan
cermin bagi kita untuk berusaha memisahkan kebenaran dan kebathilan, memisahkan yang baik dan
buruk, agar dapat meratakan jalan bagi kita untuk menjangkau masa depan. Semua peristiwa dan
kejadian-kejadian yang ada dalam alam semesta ini merupakan pelajaran yang bermanfaat bagi orang-
orang yang mempergunakan akalnya. Pergantian siang dan malam, pergantian musim dan pada segala
sesuatu di alam ini terdapat tanda, bahwa sesungguhnya Allah itu adalah Maha Esa dan Maha Kuasa.

Penulis adalah Rais Syuriyah PBNU

Beberapa Peristiwa Penting Para Nabi pada 10 Muharram

Oleh KH Zakky Mubarak

Masa kebangkitan, keemasan, dan kehancuran suatu umat terjadi silih berganti, dari satu generasi ke
generasi yang lain, dari suatu abad ke abad yang lainnya. Peristiwa-peristiwa itu terus bergulir dengan
pasti, sesuai dengan sunnatullah. Semua peristiwa tersebut merupakan pelajaran yang amat berharga
bagi kita dan bagi generasi yang akan datang, untuk memilih mana yang baik yang harus diikuti dan
mana yang buruk yang harus dihindari.

Hari sepuluh Muharram atau hari Asyura merupakan hari bersejarah. Menurut beberapa riwayat
disebutkan, banyak peristiwa penting terjadi di hari itu pada masa yang lalu, di antaranya disebutkan
sebagai berikut: (1) Nabi Adam 'alaihissalam bertobat kepada Allah dari dosa-dosanya dan tobat
tersebut diterima oleh-Nya. (2) Berlabuhnya kapal Nabi Nuh di bukit Zuhdi dengan selamat, setelah
dunia dilanda banjir yang menghanyutkan dan membinasakan. (3) Selamatnya Nabi Ibrahim
'alaihissalam dari siksa Namrud, berupa api yang membakar. (4) Nabi Yusuf 'alaihissalam dibebaskan dari
penjara Mesir karena terkena fitnah. (5) Nabi Yunus 'alaihissalam selamat, keluar dari perut ikan hiu. (6)
Nabi Ayyub 'alaihissalam disembuhkan Allah dari penyakitnya yang menjijikkan. (7) Nabi Musa
'alaihissalam dan umatnya kaum Bani Israil selamat dari pengejaran Fir’aun di Laut Merah. Beliau dan
umatnya yang berjumlah sekitar lima ratus ribu orang selamat memasuki gurun Sinai untuk kembali ke
tanah leluhur mereka. Banyak lagi peristiwa lain yang terjadi pada hari sepuluh Muharram itu, yang
menunjukkan sebagai hari yang bersejarah, yang penuh kenangan dan pelajaran yang berharga.

Sayyidah Aisyah, istri Nabi shallallahu 'alaihi wassalam menyatakan bahwa hari Asyura adalah hari
orang-orang Quraisy berpuasa di masa Jahiliyah, Rasulullah juga ikut mengerjakannya. Setelah Nabi
berhijrah ke Madinah beliau terus mengerjakan puasa itu dan memerintahkan para sahabat agar
berpuasa juga. Setelah diwajibkan puasa dalam bulan Ramadhan, Nabi s.a.w. menetapkan:
َ َ ُ َ ُ َ ُ ُ ََْ َ َ َ َ َ ُ َ َُْ ُ ْ ََُْْ
‫ومه أن ش َاء َمن‬ ‫فليتكه يتكه أن شاء ومن فليصمه يص‬

“Barangsiapa yang menghendaki berpuasa Asyura puasalah dan siapa yang tidak suka boleh
meninggalkannya." (HR. Bukhari, No: 1489; Muslim, No: 1987)

Ibnu Abbas seorang sahabat, saudara sepupu Nabi yang dikenal sangat ahli dalam tafsir al-Qur’an
meriwayatkan bahwa saat Nabi berhijrah ke Madinah, beliau menjumpai orang-orang Yahudi di sana
mengerjakan puasa Asyura. Nabi pum bertanya tentang alasan mereka berpuasa. Mereka menjawab:
ُ َ َُ
‫اّلل ن ّ َج َيوم ه َو‬ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ ْ ُ ِ َ ِ ‫ال‬ َ ‫وس َأو َل َأ َنا َف َق‬
َ ‫بص َيامه َو َأ َم َر َف َص َام ُه من ُهم ب ُم‬
ِ ‫ّلل شك ًرا موس فصام ِفرعون آل وأغ َرق موس ِف‬
‫يه‬ ِ ِ ِ ِ ِِ
“Allah telah melepaskan Musa dan Umatnya pada hari itu dari (musuhnya) Fir’aun dan bala tentaranya,
lalu Musa berpuasa pada hari itu, dalam rangka bersyukur kepada Allah”. Nabi bersabda : “Aku lebih
berhak terhadap Musa dari mereka." Maka Nabi pun berpuasa pada hari itu dan menyuruh para
sahabatnya agar berpuasa juga." (HR. Bukhari; No: 1865 & Muslim, No: 1910)

Abu Musa al-Asy’ari mengatakan:


َ َ ُ َ ً َ ُ ُ ِّ َ ُ ُ ُ َ ْ ُ ُ َ َ َ ً َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ُ َ ََ َ َ َ ُ ُ ُ ُ َ
‫ور َاء َيو ُم كان‬
َ ‫اش‬ ‫اّلل رسول فقال ِعيدا وتت ِخذه اليهود تعظمه يوما ع‬ِ ‫وموه وسل َم علي ِه اّلل صّل‬ ‫أنتم ص‬

“Hari Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan dijadikan oleh mereka sebagai
hari raya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda: “Berpuasalah kamu sekalian pada hari
itu." (H.R. Bukhari, No: 1866; Muslim, No: 1912)
Dari uraian di atas nyatalah bagi kita, bahwa hari Asyura merupakan hari bersejarah yang diagungkan
dari masa ke masa. Kita hendaknya menyambut hari itu dengan banyak mengambil pelajaran yang
bermanfaat dari sejarah masa lalu. Kita menyambutnya sesuai dengan tuntunan Rasulullah, agar
senantiasa berada dalam bimbingannya, yaitu dengan jalan:

Pertama, mengerjakan puasa sunnah pada hari Asyura atau tanggal 10 Muharram. Keutamaan puasa
pada hari ini diantaranya disebutkan dalam hadits Nabi:
َ ُ َ َ ُ ِّ َ ُ َ َ َ َ َ َ ْ
‫ال َعاشور َآء؟ َيو ِم ِصيا ِم َعن ُس ِئ َل‬‫ق‬: ‫اضية السنة يكفر‬ِ ‫الم‬
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari Asyura, beliau menjawab: “Puasa pada hari
Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim, No: 1977)

Dalam hadits yang lain, Rasulullah menjelaskan:


َ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫الص ََل ُة ْال َم ْك ُت‬ َ ُ َ َ َ َ ِّ َ َ
َ ‫الليل َجوف ف‬ َ َ َ ََ ُ َ َ َ َ َ ُْ
‫الصَل ِة أفض ُل‬ ‫وب ِة الصَل ِة بعد‬ ِِ ِ ِ ‫اّلل شهر ِصيام رمضان شهر بعد الصي ِام وأفضل‬
ِ ‫المح ِرم‬
“Sesungguhnya shalat yang terbaik setelah shalat fardhu adalah shalat tengah malam dan sebaik-
baiknya puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah yang kamu menyebutnya bulan
Muharram." (HR. Nasa’i, No: 1614)

Kedua, mengerjakan puasa Tasu’a atau puasa sunnah hari kesembilan di bulan Muharram. Mengenai
puasa ini Ibnu Abbas meriwayatkan:
َ ‫ول َص َام ح‬ َ َ َ َُ
ُ ‫اّلل َر ُس‬ ََ َ َ َ َ َ َ ُ َ ََ ُ َ َ َ ُ َ َ ُ َ َ ُ ِّ ُ ُ ُ ْ َ َ َ َ َ َ َ ُ ُ َ
‫ي‬ ِ ِ ‫اّلل رسول يا قالوا ِب ِص َي ِام ِه وأ َم َر عاشور َاء يوم وسل َم علي ِه اّلل صّل‬
ِ ‫رسول فقال والنصارى ال َيهود ت َعظ ُمه يوم ِ ْإنه‬
َ َ َ َُ ََ َ َ َ َ َ َ َ ُ ْ ْ َ َُ َ ُ َ ْ َ َ َ َ ََ َ ُ َ ْ ُ ُ ْ َ َ َ ِّ ‫ول ُت ُو‬ َ َ َ
ُ ‫اّلل َر ُس‬
ِ ‫اسع ال َيوم صمنا اّلل ش َاء ِإن ال ُمق ِب ُل ال َعام كان ف ِإذا وسل َم علي ِه اّلل صّل‬
‫اّلل‬ ِ ‫ف ح ْت المق ِبل العام يأ ِت فلم قال الت‬ ِ ِ ‫صّل‬
َُ ََ ََ َ َ
‫)داود وأبو مسلم رواه( وسلم علي ِه اّلل‬

“Pada waktu Rasulullah dan para sahabatnya mengerjakan puasa Asyura, para sahabat
menginformasikan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wassalam bahwa hari Asyura diagungkan oleh orang-
orang Yahudi dan Nasrani. Maka Nabi bersabda : “Tahun depan Insya Allah kami akan berpuasa juga
pada hari kesembilan”. kata Ibnu Abbas, akan tetapi sebelum mencapai tahun depan Rasulullah s.a.w.
wafat”. (H.R. Muslim, No: 1916, Abu Daud, No: 2089).

Dengan demikian, kita melakukan puasa Asyura dengan menambah satu hari sebelumnya yaitu hari
Tasu’a, atau tanggal 9 di bulan Muharram. Kita disunnahkan berpuasa selama 2 hari, yaitu tanggal 9 dan
10 Muharram.

Ketiga, memperbanyak sedekah. Dalam menyambut bulan Muharram diperintahkan agar


memperbanyak pengeluran dari belanja kita sehari-hari untuk bersedekah, membantu anak-anak yatim,
membantu keluarga, kaum kerabat, orang-orang miskin dan mereka yang membutuhkan. Semua itu
hendaknya dilakukan dengan tidak memberatkan diri sendiri dan disertai keikhlasan semata-mata
mengharap keridhaan Allah.

Mengenai hal ini Rasulullah bersabda:


َ ُ ُ ‫َس َنته َسائ َر َع َليه‬
‫للا َو َس َع َعاشو َر َاء َيو َم أه ِل ِه َو ِع َي ِال ِه َعّل َو َس َع َمن‬ ِ ِ ِِ
“Siapa yang meluaskan pemberian untuk keluarganya atau ahlinya, Allah akan meluaskan rizki bagi
orang itu dalam seluruh tahunnya.” (HR Baihaqi, No: 3795)

Dengan memperingati hari Asyura, kita dapat mengambil pelajaran dari perjuangan para Nabi dan Rasul
terdahulu. Misi mereka pada dasarnya adalah sama menegakkan aqidah Islamiyah, meyakini ke-Esaan
Allah subhanahu wata'ala yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Peristiwa masa lalu merupakan
cermin bagi kita untuk berusaha memisahkan kebenaran dan kebathilan, memisahkan yang baik dan
buruk, agar dapat meratakan jalan bagi kita untuk menjangkau masa depan. Semua peristiwa dan
kejadian-kejadian yang ada dalam alam semesta ini merupakan pelajaran yang bermanfaat bagi orang-
orang yang mempergunakan akalnya. Pergantian siang dan malam, pergantian musim dan pada segala
sesuatu di alam ini terdapat tanda, bahwa sesungguhnya Allah itu adalah Maha Esa dan Maha Kuasa.
Beberapa Peristiwa Bersejarah di Bulan Muharram
Oleh kabarmakkahDiposting pada Oktober 13, 2015
Banyak peristiwa bersejarah yang terjadi di bulan Muharram, terutama di tanggal 10 atau
bertepatan dengan hari Asyura. Pada hari inilah, Allah telah memuliakan Nabi-Nabi dengan
sepuluh kehormatan.

Setelah beratus-ratus tahun meminta ampun dan bertaubat pada Allah, maka pada hari
yang bersejarah di tanggal 10 Muharram inilah, Allah telah menerima taubat Nabi Adam. Ini
adalah satu penghormatan kepada Nabi Adam a.s.

Pada tanggal 10 Muharram juga, Nabi Idris a.s telah di bawa ke langit, sebagai tanda Allah
menaikkan derajat untuknya.

Pada 10 Muharam, adalah tanggal berlabuhnya perahu Nabi Nuh a.s karena banjir yang
melanda seluruh alam di mana hanya ada 40 keluarga termasuk manusia binatang sahaja
yang terselamat dari banjir tersebut. Kita merupakan cucu-cicit antara 40 keluarga tadi. Ini
merupakan penghormatan kepada Nabi Nuh a.s kerana 40 keluarga ini saja yang
terselamat dan dipilih oleh Allah. Selain dari itu, mereka adalah orang-orang yang ingkar
pada Nabi Nuh a.s.

Nabi Ibrahim dilahirkan pada 10 Muharam dan di tanggal 10 Muharram juga beliau
diselamatkan dari api yang dinyalakan oleh Namrud. Nabi Ibrahim diberi penghormatan
dengan Allah memerintahkan kepada api supaya menjadi sejuk dan tidak membakar Nabi
Ibrahim. Maka selamatlah Nabi Ibrahim dari angkara kekejaman Namrud.

Pada 10 Muharam, Allah menerima taubat Nabi Daud kerana Nabi Daud merampas isteri
orang walaupun beliau sendiri sudah memiliki 99 orang isteri, masih lagi ingin isteri orang.
Allah telah menurunkan dua malaikat yang menyamar sebagai manusia untuk menegur dan
menyindir atas perbuatan Nabi Daud itu. Seketika itu sadarlah Nabi Daud atas
perbuatannya dan beliau memohon ampun pada Allah. Sebagai penghormatan kepada
Nabi Daud a.s maka Allah mengampuninya pada tanggal 10 Muharram.
Pada 10 Muharram ini juga, Allah mengangkat Nabi Isa ke langit, di mana Allah telah
menukarkan Nabi Isa dengan Yahuza. Ini merupakan satu penghormatan dan
penyelamatan Nabi Isa dari kekejaman kaum Bani Israil.

Allah juga telah menyelamatkan Nabi Musa pada tanggal 10 Muharram dari kekejaman
Firaun dengan mengkaruniakan mukjizat tongkat yang dapat menjadi ular besar yang
memakan semua ular-ular ahli sihir dan menjadikan laut terbelah untuk dilalui oleh tentara
Nabi Musa.

Allah juga telah menenggelamkan Firaun, Haman dan Qarun serta kesemua harta-harta
Qarun dalam bumi kerena kedzaliman mereka. 10 Muharram, 10 Muharram merupakan
berakhirnya kekejaman Firaun di masa itu.

Allah juga telah mengeluarkan Nabi Yunus dari perut ikan setelah tinggal selama 40 hari di
dalamnya. Allah telah memberikan hukuman secara tidak langsung kepada Nabi Yunus
dengan cara ikan Nun menelannya. Dan pada 10 Muharram ini, Allah memberikan
penghormatan kepada Nabi Yunus dengan mengampuninya dan mengeluarkannya dari
perut ikan Nun.

Allah juga telah mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman a.s pada tanggal 10 Muharram
sebagai penghormatan kepadanya. Dengan kejadian itu, mereka berpuasa dan beribadah
kepada Allah sebagai tanda kesyukuran kepada Allah swt.

Demikian Beberapa Peristiwa Bersejarah di Bulan Muharram, semoga di bulan Muharram


yang dimuliakan Allah ini kita diberikan kesempatan untuk melaksanakan sunnah-sunnah
NabiNya, Terutama puasa Asyura dan Tasu’a. Amiin.
Peristiwa-peristiwa Bulan Muharram
Banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi di Bulan Muharram; (Bahasa Arab:‫)أحداث شهر محرم الحرام‬
oleh karena itu, untuk mengetahuinya, marilah sama-sama kita urut kira-kira apa saja yang terjadi
dalam bulan tersebut dari awal sampai akhirnya.

Satu Muharram
 Dimulainya blokade ekonomi terhadap Rasulullah Saw dan Bani Hasyim di Syi’ib (lembah) Abi
Thalib (7 Bi’tsah)
 Hari pertama tahun Hijriah Qomariyah
 Pertempuran Dzat ar-Riqa’ (7 H/628)
 Pengumpulan zakat pertama (9 H/930)
 Penaklukan Mesir oleh Amr bin Ash pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab (20 H/640)
 Muhammad Hanafiyah bin Ali (As) wafat (81 H/700)
 Ayatullah Syaikh Hasan Amuli, penulis Ma’alim al-Ushul, putra Syahid Tsani wafat (1011
H/1602)
 Ayatullah Mirza Ja’far Qazwini wafat (1297 H/1879)
 Ayatullah Syaikh Murtadha Thaliqani wafat (1363 H/1943)
 Ayatullah Sayid Abul Hasan Rafi’i Qazwini wafat (1395 H/1975)
 Ayatullah Sayid Abdullah Syirazi wafat (1405 H/1984)

Dua Muharram
 Nabi Adam (As) wafat
 Karavan Abu Abdillah memasuki Karbala (61 H/680)
 Abul Hasan Mas’ud bin Isa (Syaikh Warram) wafat (605 H/1208)
 Ayatullah Syaikh Abul Hasan Ayazi wafat (1423 H/2002)

Tiga Muharram
 Hari Pembebasan Nabi Yusuf (As) dari penjara
 Dakwah Islam secara terang-terangan oleh Rasulullah Saw (7 H/628)
 Surat Imam Husain As kepada penduduk Kufah (61 H)
 Umar bin Sa’ad memasuki Karbala (61 H/680)
 Ayatullah Syaikh Husain Ali Montazeri wafat (1431 H/2009)

Empat Muharram
 Ceramah Ubaidullah bin Ziyad menentang Imam Husain As di masjid Kufah (61 H/680)
 Qais bin Mashir, utusan Imam Husain As ke Kufah syahid (61 H/680)
 Ayatullah Syaikh Ahmad Mujtahidi Tehrani wafat (1429 H/2008)

Lima Muharram
 Nabi Musa (As) dan Bani Israil menyeberangi sungai
 Pengiriman pasukan Ibnu Ziyad untuk melarang gerakan masyarakat Kufah untuk membantu
Imam Husain As (61 H/680)
 Kelahiran Ayatullah Mir Hamid Husain Hindi (1246 H/1830)
 Ayatullah Fadhil Maragha-i wafat (1352 H/30 Juli 1892)
 Ayatullah Sayid Ja’far Shahroudi wafat (1352 H/1933)
 Ayatullah Muhammad Bagir Kamara-i wafat (1416 H/1995)
Enam Muharram
 Permintaan bantuan Habib bin Madzahir kepada Bani Asad supaya membantu Imam Husain As
(dalam tragedi Asyura 61 H)
 Pengepungan pertama sungai Furat dalam tragedi Karbala (61 H/680)
 Sayid Radhi Wafat (406 H/1015)

Tujuh Muharram
 Pelarangan air untuk pasukan Imam Husain As (61 H/680)
 Kelahiran Ayatullah Sayid Hadi Milani, salah seorang marja taqlid Irak (1313 H/1895)
 Ayatullah Ja’far Nazari Naqdi wafat (1370 H/19 Oktober 1950)

Delapan Muharram
 Pertemuan Imam Husain As dengan Ibnu Sa’ad (61 H/680)
 Ayatullah Mulla Ali Zanjani wafat (1290 H/1873)

Sembilan Muharram (Tasyu’a)


 Pengepungan kemah di Karbala (61 H/680)
 Datangnya surat jaminan untuk keturunan Ummul Banin (61 H/680)
 Permintaan penundaan perang oleh pihak Imam Husain As (61 H/680)
 Ayatullah Sayid Muhammad Husaini Lawasani Tehrani wafat (1356 H/1937)
 Ayatullah Mirza Ali Falsafi wafat (1428 H/2006)
 Ayatullah Syaikh Muhammad Syarif Razi wafat (1421 H/2000)

Sepuluh Muharram (Asyura)


Malam Kesepuluh

 Pidato Imam Husain As dan para sahabatnya sebelum tragedi Asyura (61 H/680)
Hari Kesepuluh

 Imam Husain As dan para sahabatnya syahid di hari Asyura (61 H/680)
 Ummu Salamah, istri Rasulullah Saw wafat (62 H/681)
 Ubaidullah bin Ziyad tewas oleh pasukan Mukhtar (67 H/686)
 Tsiqatul Islam syahid oleh agen Rusia di Tabrizi (1339 H)
 Peledakan bom di Haram Imam Ridha As (1415 H)

Sebelas Muharram
Malam Kesebelas

 Kepala Imam Husain As ditaruh di tungku Khuli (61 H)


Hari Kesebelas

 Ahlulbait Imam Husain As bergerak menuju Kufah (61 H/680)


 Ayatullah Sayid Abdullah Dhiya’i wafat (1410 H/1989)

Duabelas Muharram
 Penguburan Syuhada Karbala (61 H/680)
 Ahlulbait As masuk ke Kufah (61 H/680)
 Syahadah Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad (menurut sebuah riwayat) (95 H/712)
Tigabelas Muharram
 Para tawanan Ahlulbait As di majlis Ibnu Ziyad (61 H/680)
 Abdullah bin Afif syahid oleh Ubaidullah bin Ziyad (61 H/680)
 Ayatullah Mulla Abdullah Syusytari wafat (1021 H)
 Ayatullah Muhammad Shalih Mazandarani wafat (1080 H)

Empatbelas Muharram
 Kelahiran Ibnu Hajaj, penyair Syiah (330 H/941)
 Ayatullah Sayid Shadruddin Amili Ishfahani wafat (1263 H/1847)
 Ayatullah Sayid Abul Qasim Lahuri wafat (1324 H)
 Ayatullah Ali Kasyani wafat (1416 H/1995)

Limabelas Muharram
 Pengiriman kepala-kepala para syuhada Karbala ke Syam (61 H/680)
 Muhaddits Razi wafat (188 H/804)
 Kelahiran Sayid Ibnu Thawus (589 H/1201)

Enambelas Muharram
 Ayatullah Sayid Mahdi Khansari wafat (1391 H/1971)

Tujuhbelas Muharram
 Kelahiran Syaikh Baha’i (953 H/1546)
 Kelahiran Ayatullah Muslim Malakuti (1342 H/1923)

Delapanbelas Muharram
 Kelahiran Ayatullah Haidar Quli Sardar Kabuli (1293 H/1876)
 Kelahiran Ayatullah Sayid Ahmad Khansari (1309 H/1891)
 Ayatullah Muhammad Hasan Mamaqani wafat (1323 H/1905)
 Allamah Sayid Muhammad Husain Thabathabai wafat (1402 H/1981)

Sembilanbelas Muharram
 Karavan tawanan Karbala bergerak menuju Syam (61 H/680)
 Kelahiran Sayid Muslihuddin Mahdawi Isfahani (1334 H/1915)
 Ayatullah Syaikh Muhammad Jawad Mughniyah wafat (1400 H/1979)
 Ayatullah Muhammad Muthahhari Borojerdi wafat (1435 H/2013)

Dua puluh Muharram


 Jasad Jun bin Huwai, hamba sahaya Abu Dzar al-Ghifari, salah seorang syuhada Karbala
dikuburkan (61 H/680)

Dua puluh satu Muharram


 Abu Na’im Ahmad bin Abdullah Ishfahani wafat (402 H)
 Allamah Hilli wafat (726 H/1326)
 Ayatullah Syaikh Muhammad Husain Zahid wafat (1372 H/1952)
 Ayatullah Mirza Kadzim Mujtahid Syabistari wafat (1401 H/1980)
Dua puluh dua Muharram
 Syaikh Thusi wafat (460 H/1067)
 Kelahiran Ayatullah Muhammad Ashif Muhsini (1354 H/1935)
 Ayatullah Mirza Biyuk Khalilzadeh (Murawij) wafat (1422 H)

Duapuluh tiga Muharram


 Mulla Muhammad Naraqi wafat (1297 H/1794)
 Ayatullah Sayid Abdullah Biladi Busyihri wafat (1373 H/1953)
 Kelahiran Ayatullah Syaikh Ridha Madani Kasyani (1321 H/1903)

Duapuluh empat Muharram


 Ayatullah Mulla Muhammad Taqi Astarabadi wafat (1272 H)

Duapuluh lima Muharram


 Syahadah Imam Sajjad As (95 H/713)

Duapuluh enam Muharram


 Kota Mekah dikepung dan dihujani batu oleh pasukan Yazid bin Muawiyah (64 H/683)
 Syahadah Ali bin al-Hasan al-Mutsalats (144 H/761)
 Ayatullah Mulla Abdullah Tustari wafat (1021 H/1612)
 Sayid Mushlihuddin Mahdawi Ishfahani wafat (1416 H/1995)

Duapuluh Tujuh Muharram


 Ayatullah Mulla Ali Kani wafat (1306 H/1888)

Duapuluh Delapan Muharram


 Khudzaifah bin Yaman, salah seorang sahabat Rasulullah wafat (36 H/656)
 Para tawanan Ahlulbait Imam Husain (As) masuk ke Baalbek (61 H/680)
 Pengasingan Imam Jawad As ke Baghdad (220 H/835)
 Runtuhnya pemerintahan Abbasiah (456 H/1064)
 Kelahiran Ayatullah Muhammad Thahir Tonkaboni (1280 H)
 Hujjatul Islam wal Muslimin Syaikh Muhammad Mufattih wafat (1400 H/1980)

Duapuluh Sembilan Muharram


 Kota Qum dikuasai pasukan Rusia dalam perang dunia 1 (1334 H)
 Ayatullah Sayid Ali Hujjat Kuh Kamari wafat (1360 H)
 Ayatullah Sayid Jamaluddin Golpaigani wafat (1377 H/1958)
 Ayatullah Syaikh Yusuf Bagiri Bunabi wafat (1407 H/1987)

Tigapuluh Muharram
 Pembunuhan Ja’far Barmaki dan runtuhnya keluarga Barmaki atas perintah Harun al-
Rasyid (178 H)

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai