Awal Mula Tahun Hijriyah (Dari Masa Rasulullah SAW Sampai Abad
Pertengahan)
Kalender hijriyah adalah penanggalan rabani yang menjadi acuan dalam hukum-hukum Islam.
Seperti haji, puasa, haul zakat, ‘idah thalaq dan lain sebagainya. Dengan menjadikan hilal
sebagai acuan awal bulan. Sebagaimana disinggung dalam firman Allah ta’ala,
وقد قرْأنا كتابًا محلُّه، فال نَدري على أيٍّ نع َمل، ٌإنَّه يأتينا ِمن أمير المؤمنين ُكتب
فال ندري أهو الذي نحن فيه أم الماضي،شعبان
"Surat-surat sampai kepada kami dari Amirul Mu'minin, tetapi kami bingung bagaimana
menjalankannya. Kami membaca sebuah dokumen tertanggal Sya'ban, namun kami tidak tahu ini
untuk tahun yang lalu atau tahun ini." (Syaikh Abdurrahman al Jabarti, 1825).
Umar kemudian mengumpulkan para sahabat dan mereka yang bertugas di pusat pemerintahan.
Diceritakan dari Ibnu Abbas bahwa semenjak Nabi datang ke Madinah, tidak ada tahun yang
digunakan dalam penanggalan, demikian juga saat Abu Bakar menggantikan beliau sebagai
khalifah, dan juga di empat tahun pertama pemerintahan Umar bin Khattab. Umar, dalam
pertemuan tersebut berkata: "Perbendaharaan negara semakin banyak. Apa yang kita bagi dan
sebarkan selama ini tidak memiliki catatan tanggal yang pasti. Bagaimana kita bisa mengatasi
ini?"
Dalam musyawarah Khalifah Umar bin Khatab dan para sahabat, muncul beberapa usulan
mengenai patokan awal tahun.
Ada yang mengusulkan penanggalan dimulai dari tahun diutus Nabi shallallahu’alaihiwasallam.
Sebagian lagi mengusulkan agar penanggalan dibuat sesuai dengan kalender Romawi, yang
mana mereka memulai hitungan penanggalan dari masa raja Iskandar (Alexander). Yang lain
mengusulkan, dimulai dari tahun hijrahnya Nabi shallallahu’alaihiwasalam ke kota Madinah.
Usulan ini disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu. Hati Umar bin
Khatab radhiyallahu’anhu ternyata condong kepada usulan ke dua ini,
وأما وقت الوفاة، ألن المولد والمبعث ال يخلو واحد منهما من النزاع في تعيين السنة
فانحصر في الهجرة، فأعرضوا عنه لما توقع بذكره من األسف عليه، .
“Karena tahun kelahiran dan tahun diutusnya beliau menjadi Nabi, belum diketahui secara pasti.
Adapun tahun wafat beliau, para sahabat tidak memilihnya karena akan menyebabkan kesedihan
manakala teringat tahun itu. Oleh karena itu ditetapkan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun.”
(Fathul Bari, 7/335).
Penentuan Bulan
Sistem penanggalan yang dipakai sudah memiliki tuntunan jelas di dalam Al Qur'an, yaitu sistem
kalender bulan (qomariyah). Nama-nama bulan yang dipakai adalah nama-nama bulan yang
memang berlaku di kalangan kaum Quraisy di masa kenabian. Namun ketetapan Allah
menghapus adanya praktek interkalasi (Nasi’). Praktek Nasi' memungkinkan kaum Quraisy
menambahkan bulan ke-13 atau lebih tepatnya memperpanjang satu bulan tertentu selama 2
bulan pada setiap sekitar 3 tahun agar bulan-bulan qomariyah tersebut selaras dengan perputaran
musim atau matahari. Karena itu pula, arti nama-nama bulan di dalam kalender qomariyah
tersebut beberapa di antaranya menunjukkan kondisi musim. Misalnya, Rabi'ul Awwal artinya
musim semi yang pertama. Ramadhan artinya musim panas.
Kaum Quraish saat itu sering menyalahgunakan praktik nasi' tersebut dengan tujuan memperoleh
keuntungan dengan kehadiran jamaah haji pada musim yang sama di tiap tahun di mana mereka
bisa mengambil keuntungan perniagaan yang lebih besar. Akibatnya, ini menimbulkan
ketidakjelasan bilangan bulan tersebut. Hingga kemudian, turun firman Allah SWT yang
melarang praktik itu.
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram..." (QS At-Taubah
Ayat 36).
Satu tahun hijriyah terdapat 12 bulan: Muharram; Shafar; Rabi'ul Awal; Rabi'ul Akhir; Jumadil
Awal; Jumadil Akhir; Rajab; Sya'ban; Ramadhan; Syawal; Dzulqa'idah; Dzulhijjah. Ada empat
bulan Haram, yang di dalamnya tidak boleh ada pertumpahan darah, yaitu Dzulqa'idah,
Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Perbincangan berlanjut seputar penentuan awal bulan kalender hijriyah. Sebagian sahabat
mengusulkan bulan Ramadhan. Sahabat Umar bin Khatab dan Ustman bin Affan mengusulkan
bulan Muharram.
بل بالمحرم فإنه منصرف الناس من حجهم
“Sebaiknya dimulai bulan Muharam. Karena pada bulan itu orang-orang usai melakukan ibadah
haji.” Kata Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu.
Akhirnya para sahabatpun sepakat. Alasan lain dipilihnya bulan muharam sebagai awal bulan
diutarakan oleh Ibnu Hajar rahimahullah,
ألن ابتداء العزم على الهجرة كان في المحرم ؛ إذ البيعة وقعت في أثناء ذي الحجة
فكان أول هالل استهل بعد البيعة والعزم على الهجرة هالل، وهي مقدمة الهجرة
وهذا أقوى ما وقفت عليه من مناسبة االبتداء بالمحرم، المحرم فناسب أن يجعل مبتدأ
“Karena tekad untuk melakukan hijrah terjadi pada bulan muharam. Dimana baiat terjadi
dipertengahan bulan Dzulhijah (bulan sebelum muharom)
Dari peristiwa baiat itulah awal mula hijrah. Bisa dikatakan hilal pertama setelah peristiwa bai’at
adalah hilal bulan muharam, serta tekad untuk berhijrah juga terjadi pada hilal bulan muharam
(red. awal bulan muharam). Karena inilah muharam layak dijadikan awal bulan. Ini alasan paling
kuat mengapa dipilih bulan muharam.” (Fathul Bari, 7/335).
Dari musyawarah tersebut, ditentukanlah sistem penanggalan untuk kaum muslimin, yang
berlaku hingga hari ini. Dengan menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun dan bulan
muharam sebagai awal bulan. Oleh karena itu kalender ini populer dengan istilah kalender
hijriyah.