Anda di halaman 1dari 2

`

QS. Ar-Ra’du [13]:11: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka…” Hijrah atau perubahan
mental seperti apa yang harus kita lakukan? Tentu dalam banyak hal yang urgen
dalam membangun peradaban umat Islam yang unggul, banyak mental yang harus
dibuang jauh-jauh dari jiwa kita: mental pemalas dan peminta, mental koruptif, Edisi Ke I Tahun ke 3 Tanggal 7 Muharram 1444 H/5 Agusutus 2022

mental santai dan membuang-buang waktu, mental munafik dan adu domba, mental
MENGUAK SEJARAH DAN SEMANGAT
hasad dan saling gesek sesama. Jika hijrah mental spiritual ini dapat kita lakukan DIBALIK TAHUN BARU HIJRIYYAH
secara kolektif dan menjadi sebuah gerakan massif di negara kita, maka cita-cita Oleh : H. Nurani Sarji*
mewujudkan masyarakat Indonesia yang baldatun thayyibatun warabbun gafur
Tatkala Ya’la bin Umayyah menjadi
(negara makmur Sentosa dalam naungan dan rahmat Allah SWT) (QS. Saba’ [34]:15) Gubernur di zaman Khalifah Abu Bakar Siddik,
serta khaira ummah (umat unggul dan terbaik) (QS Ali Imran [3]:110) tidak hanya sudah mulai juga dikemukakannya pemikiran
menjadi jargon dan mimpi belaka, namun dapat menjadi realita. tentang pentingnya menetapkan satu kalender
*). Penulis Ketua Harian Pengurus Daerah Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Islam yang akan dipakai sebagai patokan
Kapuas dan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten penanggalan. Pada waktu itu, catatan penanggalan
Kapuas yang dipergunakan belum seragam.
Ada yang menggunakan patokan Tahun Gajah, yang dihitung dari
tahun raja Abrahah dari Yaman menyerang Ka’bah. Ada juga yang
mendasarkan kepada “peristiwa gempa” hebat yang terjadi
sebelumnya dan kejadian-kejadian lainnya yang mengejutkan dan
menggemparkan.
Digunakannya momentum hijrah sebagai dasar
penanggalan tahun Islam baru terjadi pada zaman pemerintahan
Khalifah Umar bin Khattab. Menurut keterangan Al-Biruni,
Khalifah Umar bin Khattab menerima sepucuk surat dari Abu
Mari Tetap Laksanakan Protokol Kesehatan, Musa Al Asy’ari, yang menjadi gubernurnya di Basrah (Irak). Di
dalam surat tersebut, Abu Musa al-Asy’ari membalas surat
Karena Ancaman Covid Masih Ada Khalifah tanpa mencantumkan tanggal. Hal tersebut rupanya
dirasakan oleh Khalifah Umar bin Khattab merupakan satu
sindiran, tetapi sekaligus menjadi dorongan baginya untuk
menetapkan satu penanggalan yang seragam (uniform), yang
kemudian dalam perkembangan sejarah diabadikan menjadi
pemulaan tahun baru Islam.
Untuk menetapkan momentum mana yang sebaiknya
dipergunakan dalam menentukan permulaan tahun baru Islam

Halaman 4 Halaman 1
itu, maka Khalifah Umar mengadakan musyawarah dengan stafnya. Dalam adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan mereka itulah orang-orang yang
pertemuan itu ada empat usul yang dikemukakan para sahabat. Ada yang merebut kemenangan. Allah menggembirakan mereka dengan mengaruniakan
mengusulkan awal tahun baru Islam dihitung dari hari kelahiran Nabi Muhammad rahmar-Nya, ridha (Ilahi) dan Syurga yang didalamnya (bertaburan) nikmat yang
SAW. Ada pula yang mengusulkan di hitung dari hari wafatnya Rasulullah Saw. kekal.” (QS. At-Taubah [9] 20-21). Dengan landasan iman yang menggerakkan
Selain itu, ada yang menyarankan dihitung dari hari (tanggal) Rasulullah menerima semangat jihad, maka dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun, kaum muslimin
wahyu pertama di Gua Hira’ yang merupakan awal tugas Risalah Nabi. Pendapat akan tetap mempunyai semangat ar-raja “. Pengharapan serta optimisme. Mereka tak
lainnya mengusulkan mulai dari melakukan Hijrah dari kota Mekkah ke Madinah. ubahnya seperti seorang yang masih tetap dapat melihar sebutir bintang yang
Usul yang terakhir ini, menurut riwayat, diajukan oleh Ali bin Abi Thalib. berkedip-kedip di tengah-tengah malam yang gelap gulita , karna bulan tidak
Setelah keempat usul itu didiskusikan satu demi satu dengan argumentasi masing- memancarkan cahayanya.
masing, Khalifah Umar bin Khattab akhirnya menetapkan bahwa Tahun Baru Islam Jika dikaitkan dengan kondisi masa kini, hijrah (migrasi) tidak hanya sebuah
dihitung mulai dari tahun Rasulullah dan para sahabat melakukan hijrah massal keharusan untuk berpindah secara fisik – geografis, tapi juga dapat bermakna secara
meninggalkan tanah air yang mereka cintai menuju satu kota Madinah (Yastrib) yang mental, spiritual dan psikologis. Hijrah secara fisik (hijrah hissiyyah), yakni keluar
diharapkan akan memancarkan cahaya kemenangan, yang kemudian memang diganti dari daerah yang tidak aman dan nyaman (darul kufr atau darul khauf) baik secara
dengan nama kota yang memancarkan cahaya, (Madinah al-Munawwarah). ekonomi maupun sosial politik, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw bersama
Dipilihnya momentum hijrah Nabi SAW. Bersama umat Islam dari Mekkah ke para sahabat ketika hijrah dari kota Mekkah yang penuh permusuhan dan kekejaman
Madinah disebabkan peristiwa tersebut mengandung nilai-nilai pendidikan (edukatif) menuju kota Madinah yang penuh persaudaran dan persahabatan. Penyebab
yang amat mengesankan dalam memberikan arah dan pedoman terhadap hijrahnya Rasulullah saw. Bersama kaum muslim saat itu karena kondisi kota Mekkah
kesinambungan perjuangan umat Muhammad Saw dari abad ke abad. yang memang sudah tidak bersahabat alias tidak kondusif, sebagaimana
Pertama, permulaan hijrah dan pelaksanaannya mengandung semangat diinformasikan dalam QS. Al-Anfal [8]:30: (Ingatlah) ketika orang-orang yang kufur
perjuangan, perubahan, daya-tahan, nafas panjang , kesabaran, keuletan dan sifat-sifat merencanakan tipu daya terhadapmu (Nabi Muhammad) untuk menahan, membunuh,
heroik (kepahlawanan) lainnya, sedang kesudahannya, hanya dalam waktu yang atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah membalas tipu daya itu.
relative singkta selama 10 tahun , Rasulullah Bersama pengikutnya sudah berhasil Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.”
mengibarkan panji-panji kemenangan dan kejayaan Islam dari kota Madinah ke Hijrah yang lebih substantif, adalah secara mental spiritual (hijrah
seluruh jazirah Arab. ma’nawiyyah) yakni meninggalkan akhlak dan perilaku jahiliyah yang tercela menuju
Kedua, peristiwa hijrah merupakan tonggak-pancang (miji-paal) dalam akhlak yang terpuji: Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati
pengembangan Islam, yang disebukan oleh pengarang Encylopedia of Islam dengan di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar
istilah the Starting point of the Mohamedan (Islamic) Era yaitu titik tolak dan dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian
permulaan dari pengembangan Islam. Dalam hal ini, Khalifah Umar bin Khattab kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah
sendiri menegaskan:“ Hijrah itu memisahkan antara hak dengan batil, oleh sebab itu tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
abadikanlah dalam rangkaian Sejarah” Maksudnya: buat menjadi penanggalan. Penyayang. (QS An-Nisa [4]: 100. Inilah hijrah hakiki sebagai sebuah perpindahan
Ketiga, dalam peritiwa hijrah itu terpendam mutiara yang berkilauan, yang menuju Tuhan berupa transformasi dari sifat kemaksiatan kepada sifat kesalehan,
memantulkan cahaya pengharapan menghadapi masa depan. Dalam Al-Quran lebih akhlak yang tercela kepada akhlak yang mulia, meninggalkan syahwat maksiat serta
dari 30 kali ditemukan kata-kata yang berpokok dari akar kata hājara (berpindah) itu. memeranginya (QS Al-Ankabut [29]:26).
Dan sebagian besar diantaranya dirangkaikandengan dua tumpuan dan sasaran Tidak kalah penting, bahwa dalam rangka mewujudkan Indonesia dan umat
perjuangan yang diridhai Allah, yaitu keimanan dan jihad fi sabilillah. Hal ini antara Islam yang unggul, makmur dan berperadaban di tengah peradaban global, spirit
lain diisyaratkan dalam al-Qur’an: “orang-orang yang beriman dan berhijrah serta
hijrah berupa revolusi mental sangatlah urgen, sebagaimana ditegaskan dalam Qur’an
berjihad ( Berjuang ) pada jalan Allah dengan harta benda dan diri (fisik) mereka,
Halaman 2 Halaman 3

Anda mungkin juga menyukai