Anda di halaman 1dari 15

FADILAH RAMADHAN

Penciptaan dan pemilikan terhadap apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT (Qs. al-Qashash 28:68)
diyakini mengandung hikmah dan keutamaan tersendiri. Misalnya, Allah memilih mekkah untuk tempat bangunan
Kabbah, sedang kabbah ditetapkan sebagai kiblat kaum muslimin. Demikian pula halnya bulan ramadhan dipilih
oleh Allah SWT sebagai bulan yang penuh kemuliaan dan keutamaan yang tidak dimiliki bulan-bulan lainnya.
Jamaah Tarwih yang dirahmati Allah SWT …
Apabila seseorang menelusuri kasus-kasus yang telah terjadi di bulan ramadhan serta mengkaji ayat-ayat
Al-Qur’an maupun hadish-hadis nabi SAW, yang ada kaitan dengannya niscaya akan dijumpai bahwa telah terjadi
banyak peristiwa penting didalamnya. Disini lain, beribadah dan beramal saleh didalam bulan ramadhan
mempunyai penilaian yang istimewa dari Allah SWT.
Peristiwa-peristiwa penting dan keutamaan beramal kebaikan dalam bulan ramadhan antara lain:
Bulan yang dipilih oleh Allah untuk menurunkan permulaan al-Qur’an. Penuturan Al-Qur’an bahwa keberadaanya
untuk menjadi petunjuk, pembeda antara yang hak dan yang bathil. Qs. al-Baqarah 2:185
              
                  
             
Yang Artinya:
Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al
Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur.
Dan Pemberi peringatan kepada seluruh alam. Qs. Al-Furqan 25:1,
           
Yang artinya:
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi
peringatan kepada seluruh alam
Jamaah tarwih yang berbahagia …
Oleh karena itu, malam permulaan turun Al-Qur’an disebut malam kemuliaan, malam yang lebih baik dari
1000 malam, di indonesia dikenal dengan “lailatul Qad”. Qs. al_Qadr 97:1-5,
               
                
 
Yang artinya:
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam
kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan
malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai
terbit fajar
Bulan yang dipilih untuk saat terjadinya perang Badar al-Qubra sebagai perang yang pertama sejak
pengangkatan nabi Muhammad SAW menjadi Rasul yang terakhir dengan kemenangan kaum Muslimin. Dengan
peristiwa itu nampaklah ketinggian kalimat tauhid dan awal keruntuhan kekuasaan Musyirikin dan mulainya nyata
sinar Risalah Islam. Qs Ali-Imran 3:155,
                
      
Yang artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu [244], hanya saja
mereka digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau)
dan sesungguhnya Allah telah memberi ma’af kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.

Dan Qs. Al-Anfal 8:41,


            
             
          
Yang artinya:

1
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima
untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah
dan kepada apa  yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan , yaitu di hari bertemunya dua
pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Bulan yang dipilih untuk kaum muslimin menunaikan ibadah shiyam (puasa) dengan tujuan memperoleh
derajat taqwa. Qs. al-Baqarah 2:197,
                    
            
Yang artinya:
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi , barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan
mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats , berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan
apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa  dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.
Pada sisi lain, Allah SWT berfirman didalam Qs. Al-Nahl 16:128,
          
Yang Artinya:
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
Bulan yang telah dipilih bagi kaum muslimin untuk lebih mengintensifkan aktifitas-aktifitas ibadah dan
amal saleh lainnya.
Jamaah tarwih yang dirahmati Allah SWT …
Diperolehnya beberapa riwayat dari nabi SAW yang menunjukkan keutamaan beribadah dan beramal Saleh
dalam bulan Ramadhan, antara lain:
 Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Huraira bahwa Nabi SAW bersabda, yang
artinya: “Jika tiba bulan puasa terbuka semua pintu langit dan tertutup pintu-pintu neraka jahannam dan
dirantai syaitan”.
 Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu abbas, bahwa: “Adalah rasulullah SAW lebih
pemurah kepada semua orang, lebih-lebih jika bulan Ramadhan, dimana ia selalu dihubungi oleh Jibril dan
hampir setiap malam Jibril datang untuk tadarrus Al-Qur’an. Dan rasulullah SAW jika bertemu dengan Jibril,
maka ia lebih pemurah lagi melebihi dari angin yang berhembus”.
 Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadist dari Aisyah bahwa: “ bahwasanya rasulullah SAW beri’tikaf
disepuluh yang terakhir bulan Ramadhan sampai diwafatkan oleh Allah SWT”.
 Imam Muslim meriwayatkan hadis Qudsi dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW, berkata: “Semua amal
anak adam berlipat ganda (pahalanya), setiap kebaikan 10 x lipat hingga 700 x lipat. Firman Allah kecuali
puasa, maka hanya aku sendiri yang membalasanya karena ia meninggalkan syahwat dan minum-minumannya
semata-mata untuk-Ku”.
Jamah Tarwih yang berbahagia …
Disamping itu, bulan Ramadhan yang sangat agung (Syahrun ‘azhom) ini, selayaknya menjadi saat-saat paling pas
bagi kita untuk berfikir dan merenung kembali lebih dalam, terhadap berbagai aktifitas yang telah kita lakukan. Ramadhan
adalah bulan untuk saling tolong-menolong. Pada bulan ini kita sangat dianjurkan untuk engulurkan tangan kepada kepada
golongan yang mengalami krisis ekonomi, mereka yang fakir miskin, yatim piatu, ibnu sabil dan orang-orang yang
mengalami kesusahan. Pada bulan suci ini sikap kepedulian sosial kita diuji serta disadarkan bahwa didalam harta kita
terdapat hak bagi golongan ekonomi lemah. Bulan ramadhan dikatakan pula sebagai bulan kesabaran (syahru al-shabri).
Dalam berpuasa di bulan ramadhan, kaum muslimin berlatih untuk bersabar untuk menahan penderitaan dengan tidak
menikmati sebagian perkara yang diperbolehkan.
Jamaah Tarwih yang dirahmati oleh Allah SWT …
Dan apa-apa yang telah dikemukakan terdahulu, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bahwa Bulan Ramadhan telah dipilih oleh Allah untuk saat turun permulaan Al-Qur’an, terjadi perang badar al-Kubra
dan untuk menunaikan ubadah shiyam;
2. Bulan Ramadhan adalah bulan yang diharapkan kaum muslimin lebih mengintensifkan aktifitas-aktifitas ibadah di
dalamnya, sperti shalat lail, tadarrus Al-Qur’an, berinfaq, beri’tikaf dan amal kebaikan lainnya sebab beramal ibadah di
dalamnya, dilipat-gandakan pahalanya;
3. Ibadah shiyam yang dilaksanakan karena iman dan mengharapkan pahala, maka pahalanya akan diserahkan langsung
oleh Allah SWT kepada yang bersangkutan.
PUASA DALAM PERSFEKTIF ISLAM
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena pada kesempatan yang kesekian kalinya kita dipertemukan lagi
dengan bulan ramadhan 1436 H, marilah kita sambut bulan suci ramadhan ini dengan ucapan “Marhaban ya
Ramadhan 1436 H”. Sambutan ini menunjukkan bahwa bahwa tamu disambut dengan lapang dada, penuh
kegembiraan, serta dipersiapkan baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya; tidak
menggerutu dan menganggap kehadiarannya “mengganggu ketenangan” atau suasana nyaman kita.
Jamaah Tarwih yang berbahagia …
Untuk itu kita perlu mempersiapkan bekal dan tekad yang membaja guna mennelusuri jalan, memerangi
nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam ramadhan dengan salat dan tadarrus, serta siangnya dengan ibadah
kepada Allah SWT.
2
Al-qur’an menggunakan kata shiyam dalam arti puasa menurut hukum syariat. Secara bahasa, kata shiyam
yang berakar dari huruf-huruf sha-wa-ma berarti “menahan” dan “berhenti” atau “tidak bergerak”. Manusia yang
berupaya menahan diri dari suatu aktifitas – apapun aktifitas itu – dinamai shaim (berpuasa). pengertian
kebahasaan ini dipersempit maknanya oleh hukum syariat, sehingga puasa (shiyam) hanya digunakan untuk
“menahan diri dari makan, minum dan upaya mengeluarkan sperma dari terbitnya fajar hingga terbenamnya
matahari”.
Jamaah Tarwih yang dirahmati Allah SWT…
Namun Al-Qur’an menginformasikan bahwa kata shiyam tidak hanya membatasi padamenahan makan,
minum dan berhubungan suami-istri, tetapi juga digunakan dalam arti manahan bicara (Qs. Maryam 19:26).
Bahkan, kaum sufi, merujuk kepada hakikat dan tujuan puasa, menambahkan bahwa kegiatan yang harus dibatasi
selama melakukan puasa mencakup pembatasan atas seluruh anggota tubuh, hati, dan pikiran dari melakukan
segala macam dosa.
Hakikat shiyam atau shaum bagi manusia adalah menahan atau mengendalikan diri, karena itupula puasa
disamakan dengan sikap sabar. Hadis Qudsi yang menyatakan antara lain bahwa: Al-Shaumu liy wa Ana Ajziy
yang aritnya Puasa untuk-Ku, dan Aku yang memberi ganjaran (HR. al-bukhari) dipersamakan oleh banyak ulama
dengan firman-Nya dalam QS. az-Zumar 39:10
               
        
Yang artinya:
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat
baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
Orang sabar yang dimaksud di sini adalah orang yang berpuasa. Ada beberapa macam puasa dalam
pengertian syariat / hukum sebagaimana di singgung diatas, yakni:
 Puasa wajib sebulan ramadhan.
 Puasa kafarrat, akibat pelanggaran, atau semacamnya.
 Puasa Sunnat.
Jamaah tarwih yang berbahagia …
Uraian Al-Qur’an tentang puasa ramadhan, ditentukan dalam Qs. al-baqarah 2:183-185 dan 187. Ini berarti
bahwa puasa ramadhan baru diwajibkan setelah Nabi SAW hijrah ke madinah, yakni pada 10 Syaban tahun ke-2
hijriah. Berikut ayat-ayatnya:
                 
                     
                    
                   
                 
 
                   
                  
                  
               
Yang Artinya:
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa,
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-
hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar
fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,
Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan)
Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur.
187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah
Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang

3
bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang)
malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah,
Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya
mereka bertakwa.
Jamaah tarwih yang dirahmati Allah SWT…
Berdasarkan Ayat-ayat diatas dapat disimpulkan beberapa point, antara lain: kewajiban puasa di bulan
Ramadhan yang diawali dengan panggilan mesra “wahai orang-orang yang beriman,….” dimaksudkan agar dapat
mendorong umat Islam untuk melaksanakannya dengan baik, tanpa kesalahan. Bahkan, tujuan puasa tersebut
adalah untuk kepentingan yang berpuasa sendiri, yakni “agar kamu bertaqwa atau terhindar dari siksa api neraka”;
Kewajiban puasa tersebut hanya beberapa hari, itu pun hanya diwajibkan bagi yang berada dikampung
halaman tempat tinggalnya, dan dalam keadaan sehat wal afiat, sehingga “barangsiapa yang sakit atau dalam
perjalanan” maka dia boleh tidak berpuasa dan menggantinya pada hari yang lain. “sedang yang merasa sangat
berat berpuasa, maka dia harus membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin”.
Sekalipun puasa adalah kewajiban bagi umat Islam, tetapi “Allah menghendaki kemudahan untuk kamu
bukan kesulitan”.
Pelaksanaan puasa dalam arti menahan makan, minum dan hubungan suami-istri dimulai sejak terbitnya
fajar hingga terbenamnya matahari. karena itu, makan, minum dan berhubungan suami-istri dapat dilakukan sejak
terbenam matahari sampai terbit fajar. namun puasa harus disempurnakan dan jangan dinodai dengan perbuatan
melanggar norma agama, “sempurnakanlah puasa itu sampai malam”.
Jamaah tarwih yang berbahagia …
Secara jelas Al-qur’an menyatakan bahwa tujuan puasa adalah untuk mencapai ketaqwaan, la’allakum
tattaqun. Menahan diri dari lapar bukanlah tujuan utama puasa. Hal ini disyaratkan di dalam hadis Nabi, yang
artinya “Banyak diatara orang yang berpuasa tidak memperoleh sesuatu dari puasanya, kecuali rasa lapar dan
dahaga”.
Taqwa, secara bahasa berarti menghindar, mejauhi, menjaga diri. Kalimat perintah ittaqullah, secara harfiah
berarti hindarilah, jauhilah atau jagalah dirimu dari Allah, makna ini mustahil dapat dilakukan oleh mahluk.
Bagaimana mungkin menghindarkan diri dari Allah atau menjauhi-Nya, sedangkan Allah bersama kamu
dimanapun kamu berada. Oleh karena itu perlu disiapkan kata atau kalimat untuk meluruskan maknanya. Misalnya,
kata siksa atau yang semakna dengannya, sehingga perintah bertaqwa mengandung arti perintah untuk
menghindarkan diri dari siksa Allah.
Jamaah tarwih yang berbahagia …
Dengan demikian, puasa dibutuhkan oleh semua manusia, kaya ataupun miskin, pandai ataupun bodoh,
untuk kepentingan pribadi atau masayarakat, yakni pengendalian diri. hal ini mengisyaratkan bahwa dengan
berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal meneladani sifat-sifat Allah. nabi bersabda:
“Takhallaqu bi akhlaq Allah” Teladanilah sifat-sifat Allah. Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan
yang terpenting adalah kebutuhan fa’ali, yaiut makan, minum, dan hububgab suami-istri. ketiga kebutuhan itu tidak
dibutuhkan oleh Allah SWT.
Disamping itu puasa bertujuan mempertinggi rasa persaudaraan dan kepedulian sosial, ibadah puasa
mengasah dan mengasuh manusia agar memiliki sifat sabar dan jujur.
Semoga Ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya di bulan ramadhan ini nantinya dapat melahirkan nilai-
nilai ketaqwaan, nilai-nilai persaudaraan, kebaran dan kejujuran. Wa Allah A’lam bi al-Shawab.[cp]

ALQURAN DAN PENCERAHAN HATI NURANI


Alquran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Melalui melainkan Jibril
sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi umat manusia. Alquran pada dasarnya adalah kitab petunjuk, diturunkan
sebagai petunjuk dan pembimbing bagi umat manusia dalam kehidupan mereka di muka bumi. Fazlur Rahman
mengatakan bahwa, sebagai kitab petunjuk, alquran itu bersifat antropologis dalam arti sangat dekat dengan
manusia. Alquran menyebut dirinya, antara lain:
Hudan li al-nas (petunjuk bagi manusia). Allah swt. Berfirman di dalam Q.s. al-Baqarah 2: 185:
               
                    
          
Yang artinya:
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al
Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
4
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur.
Syifa’ li ma fi al-shudur (obat atau penawar penyakit yang ada dalam hati manusia). Allah swt. Berfirman
di dalam Q.s. Yunus 10:57, berbunyi:
              
Yang artinya:
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-
penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Rahmatan li al-mu’minin (rahmat bagi orang-orang beriman Allah swt. Berfirman di dalam Q.s. Bani Israil 17:82,
berbunyi:
            
 
Yang artinya:
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan
Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
Sebagai muslim kita harus berusaha untuk mendapat petunjuk Allah lewat Alquran, sehingga kita dapat
hidup di bawah bimbingan dan petunjuk-Nya. Menurut Sayyid Qutub, umtuk mendapat petunjuk dan pencerahan
hati dari alquran itu secara konsisten, al-ma’rifah’ala tha riq al-mustaqin. Usaha itu harus secara sungguh-sungguh
dilakukan sebab tanpa itu, pencerahan alquran (cahaya Ilahi) tidak dapat masuk ke dalam hati nurani manusia.
Menurut al-Gazali, ada tiga faktor yang dapat menghambat masuknya cahaya Ilahi ke dalam jiwa manusia.
Al-dzunub wa al-ma’ashi (dosa-dosa dan maksiat). Dalam paham sufi, dosa-dosa itu dipandang sebagai
penghalang atau tabir yang akan menjauhkan manusia dari Tuhan. Semakin banyak orang berbuat dosa, maka
semakin tebal dinding yang menghalangi dirinya dari Tuhan. Ketika itu, cahaya Tuhan tidak dapat masuk ke dalam
jiwanya karena terhalang oleh kabut dosa.’
Berhala-berhala kehidupan, Berhala adalah sesuatu yang dipertahankan oleh manusia, atau mendominasi
manusia sehingga lupa kepada Allah swt. Setiap zaman, kata al-Gazali, memiliki berhala-berhalanya sendiri yang
disembah dan dipertuhankan oleh manusia selain allah. Pada masa Nabi saw, berhala-berhala itu berupa Lata,
Uzza, dan Manata. Pada zaman sekarang, berhala-berhala itu bisa berupa tahta, harta, dan wanita. Berhala-berhala
tersebut telah membuat manusia lalai dan lupa kepada Allah swt. Jadi berhala-berhala itu telah menjadi penghalang
yang efektif bagi masuknya cahaya Tuhan ke dalam jiwa manusia.
Yang disebabkan oleh letak dan posisi hati yang berlawan dengan sumber cahaya, yaitu Tuhan. Karena
posisi yang berlawan dan bertolak belakang ini, maka pencerahan Tuhan tidak dapat berlangsung. Itulah hati
orang-orang kafir yang secara sadar dan sengaja menolak eksistensi dan keberadaan Tuhan. Mereka adalah orang-
orang yang mata dan hatinya ditutup oleh allah swt, sebagaimana firman-Nya di didalam Q.s. al-Baqarah 2:6-7,
berbunyi:
              
           
Yang artinya:
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan,
mereka tidak juga akan beriman.
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa
yang amat berat.
Untuk menghilangkan faktor-faktor masuknya pencerahan Tuhan tersebut dan agar manusia dapat
menerima pencerahan Tuhan, maka manusia harus melakukan pula tiga hal, yaitu:
Taubat, dosa-dosa yang selama ini menjadi penghalang dapat kebersihan sehingga diharapkan pencerahan
dapat berlangsung.
Memperkuat komunikasi dan hubungan denagn Allah swt. Komunikasi dan hubungan ini dibangun dengan
memperbanyak ibadah dan mengingat kepada Allah (dzikrullah), sehingga hubungan manusia yang selama ini
renggang karena berhala-berhala kehidupan dapat menguat kembali dan terjadi pencerahan seperti sedia kala.
Keimanan dan ketaqwaan, keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan semesta alam,
sumber dari segala sesuatu dan tempat kembali atas segala sesuatu mengantarkan kepada manusia untuk
menyadari, seperti firman Allah di dalam Q.s. al-An’am 6:162-163, berbunyi:
                
  
Yang artinya:
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam.
Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-
tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.

5
Dengan demikian, pencerahan Tuhan itu dapat berlangsung mana kalah kita sebagai muslim selalu
berpegang kepada petunjuk Allah, meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa dan kemaksiatan memperbanyak
ibadah dn amal shaleh, serta meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Inilah salah satiu makna firman
allah swt. Di dalam Q.s. ali Imran 3:101, berbunyi:
               
  
Yang artinya:
DemiBagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-
Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka
sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
sekian, semoga Allah swt. Memberikan pencerahan hati kepada kita semua. Amin.

MEMBUMIKAN ALQURAN DAN AS-SUNNAH HARAPAN DAN TANTANGAN

Segala puji da puji hanya kepada Allah, Tuhan semesta alam. Semoga salam dan salawat dan shalawat
dilimpahkan kepada Rasul-Nya sebagai Nabi terakhir, mahluk termulia, juga keluarga, sahabat, dan segenap
pengikutnya sampai pada hari akhir.
Sebagai seorang muslim, harus memiliki tanggung jawab tidak sekedar pengakuan sebagai muslim dengan
beraksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan beraksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, tetapi setelah
mengakui Allah sebagai satu-satunya Tuhan, Muhammad adalah Rasul-Nya dan Islam sebagai pedoman hidup,
maka sejak itu kita telah memikul tugas-tugas dan kewajiban.
Apa saja kewajiban itu? Kewajiban seorang muslim tidak hanya terbatas pada pengakuan iman kepada
Allah, malikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, serta hari pembalasan saja.tidak pula hanya
mendirika Shalat, melakukan shiyam, membayar zakat dan menunaikan haji. Kewajiban itu tidak pula berakhir
hanya dengan menjalankan ajaran-ajaran Islam yang berhubungan dengan kelahiran, pernikahan, perceraian,
kematian dan warisan belakan.
Namun, selai itu semua tugas-tugas dan kewajiban itu, masih ada hal yang sangat penting yaitu: harus
meyakini dengan sebenar-benarnya iman, kebenaran dari apa yang telah diperintahkan dan dilarang oleh Allah
Swt. Dan Rasul-Nya, kemudian menegakkan dengan cara mengamalkan dan memperjuankan terus-menerus tanpa
henti; sebagai firman-Nya: (QS. Al-An’am 6:153:
                
  
Yang artinya:

6
dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian
itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.
 Qs. Al-Maidah 5: 8:
                
             
Yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
QS. Ar-Ra’d 13: 1:
                

Yang artinya:
Alif laam miim raa. Ini adalah ayat-ayat Al Kitab (Al Quran). Dan Kitab yang diturunkan kepadamu daripada
Tuhanmu itu adalah benar: akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya).
QS. Al-Maidah 5:67:
                 
          
Yang artinya:
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan)
manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Setiap muslim, tidak hanya sebagai individu, harus menegakkan Islam dalam kehidupan pribadinya, tapi
juga sebagai anggota masyarakat, harus menerapkan dan memperjuangkan Islam dalamkehidupan sosial mereka.
Dienul Islam harus dijalankan pada etiap tempat dan waktu, apakah di lingkungnan rumah tangga, dalam
masyarakat, bangsa, bernegara, dan dalam seluruh kebijakan pemerintah.
Islam memberikan pedoman kepada umat manusia dalam bidang pemikiran dan keyakinana, moralitas dan
tingkah laku, kebudayaan dan peradaban,ilmu ekonomi dan bisnis perdagangan. Selai itu juga diberi pedoman
dalam bidang yurisprudensi dan yuridis, politik, dan administrasi. Itulah yang dimaksud dengan syari’at Islam, jadi
syari’at Islam atau syari’atullah adalah Alquran dan Sunah Rasull-nya. Islam bukan sekedar way life saja, tetapi
bahkan mencakup totalitas kehidupan manusia, berupa tuntunan Allah terhadap hamba-Nya yaitu Alquran yang
diaplikasikan atau dijabarkan oleh Rasul-Nya dalam Sunnahnya dan hal ini merupakan tugas dan tantangan yang
harus disampaikan kepada umat.
Perlu diketahui bahwa tugas meyakini kebenaran, mengamalkan dan memperjuangkan atau membumikan
Alquran dan As-Sunnah tetap dibebankan kepada seluruh umat dan merupakan kewajiban bagi setiap anggotanya
sebagaimana Firman Allah Swt. Berikut. QS. Al-Hujurat 49:15:
             
     
Yang artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan
Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.
QS. Ali-Imran 3:110:
               
         
Yang artinya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka,
di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Disamping kewajiban menyampaikan syari’at Allah ini atas umat secara keseluruhan, juga diwajibkan agar
ada satu kelompok/ organisasi diantara mereka yang harus memikul tugas ini. Allah Swt berfirman.QS. Al-Imran
3:104:
            
  
Yang artinya:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

7
Untuk itu perlu diinformasikan dan ditegaskan betapa pentingnya perjuangan adanya formalitas atas
penegakan syari’at Islam, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya di Sulawesi Selatan karena tanpa
adanya undang-undang negara yang mengatur tentang pengakuan atas pemberlakuan syari’at Islam di negeri i ni,
maka tidak mungkin kita dapat menjalankan Alquran dan as-Sunnah secara keseluruhan (kaffah), itu hal mustahil.
Sedang Allah swt. Telah memerintahkan kita memasuki Islam secara keseluruhan
Sebagai firman-Nya: QS. Al-Baqarah 2:208:
               

Yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-
langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Sebagai orang muslim, maka menjadi satu keharusan untuk menerima segala ketentuan (sistem) Agama
Islam secara keseluruhan atau secara kaffah, tidak ada istilah segian yang dan sebagian nanti dulu, tapi mutlak
harus melaksanakan segala yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang sesuai dengan tuntunan dan
tuntunan Alquran dan As-Sunnah. QS. Al-Maidah 5:92:
             

Yang artinya:
Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling,
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan
terang.
Dan Allah swt. Telah menawarkan, bagi orang-orang yang bersedia menyambut seruan-Nya, yaitu
menegakkan hukum Allah Swt, agar dapat selamat baik di dunia maupun di akhirat dengan firman_Nya: Qs. Ash-
Shaff 61: 10,11 dan 12.
              
                
               
Yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu
dari azab yang pedih?. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan
harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-
dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan
kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.
Umat Islam bangsa Indonesia sebagian masih belum yakin kepada hukum Allah yang maha adil, maka
marilah kita meyakini bahwa satu-satunya solusi untuk memecahkan kebutuhan masalah masyarakat di bumi
Indonesia ini adalah hukum Allah Swt, setelah meyakini mar, kita amalka dan perjuangkan kemudian bertawakal
kepada-Nya, pasti Allah akan menolong dan menurunkan rahmat-Nya kepada bangsa dan negara ini sesuai firman-
Nya: QS. Muhammad 47: 7:
         
Yang artinya:
Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu.
QS. Al-A’raf 7: 96:
               
  
Yang artinya:
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.
QS. Ath-Thalaq 65:2 dan 3:
               
                      
                  
Yang Artinya:
Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka
dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan
kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
8
Itulah jaminan dari Allah Rabbul ‘Alamin. Siapa yang dengan sungguh-sumgguh meyakini jaminan dari
Allah ini, bahwa jika kamu bertakwa dan bertawakkal, Allah akan memberikan jalan keluar dari seluruh krisis yang
kamu hadapi, dijamin kemana serta katentraman hidupnya dan akan dipulihkan situasi ekonominya yang morat-
marit, selain itu Allah berjanji akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Syaratnya yakin
akan kebenaran syariat’Nya kemudian bertakwat kepada Allah, serta menjalankan Alquran dan as-Sunnah dengan
sungguh-sungguh secara keseluruhan, totakitas atau secara kaffah.
Sebab keyakinan dan ketakwaan itulah yang mampu membangkitkan kesadaran di dalam hati, sehingga
siap menunaikan kewajiban demi menaati Allah dan memperoleh keridhaan-Nya. Ketakwaan itu pula yang mampu
menciptakan sensivitas hati, kepekaan rasa, responsif dan hati-hati untuk menjaga manusia dari duri-duri
kehidupan yang penuh kesenangan, ambisi serta harapan-harapan palsu.
Apa bila bangsa Indonesia benar-benar ingin terbebas dari segala akibat bencana yang telah menimpa
negeri ini, tidak ada cara lain kecuali bertakwa kepada Allah denagn cara melaksanakan hukum Allah,
memberlakukan syari’at-Nya dalam kehidupan pribadi, masyarkat, bangsa dan negara.
Untuk itu mari bersatu, rapatkan barisan, leruskan shaf, satukan niat, satukan visi dan misi untuk
melaksanakan syari’at Islam, khusus di bumi Sulawesi selatan yang dikenal sebagai Serambi Madinah dengan
menuntut Otomoni Khusus Tentang Pemberlakuan Syari’at Islam. Mari mencari ridha Allah, janganlah terlena
dengan keindahan, kegemerlapan dan kecemerlangan dunia yang dapat menyebabkan kita kekal di dalam neraka,
tapi sebaliknya semoga dengan perjuangan ini mengantarkan cita-cita dan harapan bangsa ini ke dalam masyarakat
adil dan makmur yang diridhai oleh Allah Swt. Dan di akhirat mengantarkan kita ke dalam surga-Nya

ZAKAT DAN PAJAK

Istilah yang merupaka nama dari salah satu bentuk ibadah dalam Islam, berasal dari huruf’’ dan yang
berarti penyician atau pembersihan dan pertumbuhan. Pertumbuhan disini, menurut Al-Raghib al-Asfahaniy
dimaksudkan bahwa zakat itu menumbuhkan ekonomi umat karena adanya berkat Allah. Secara termonilogi zakat
adalah meng eluarkan sejumlah tertentu dari harta yang hukumnya wajib untuk diserah kepada sejumlah pihak
tertentu yang disebut mustahik sesuai dengan ketentuan Syariat yang diatur dalam alquran dan Sunnah.
Kata zakat dan segala bentuk jadiannya di dalam Alquran ditemukan sebanyak 59 kali, baik dalam ayat-
ayat Makkiyah (11 kali) maupun dalam surah-surah Madaniyah (21 kali). Jadi sebenarnya, konsep zakat sudah
dikenal dalam Islam  sejak sebelum Rasulullah saw. Hijrah. Bahkan, menurut Alquran dapat pula dikatakan bahwa
kewajiban zakat terdapat dalam syariat terdahulu. Ini dapat dipahami misalnya dari Q.S. Al-Bayyinah (98): 5,
berbunyi:
              
  
Yang Artinya:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus.
Fungsi-fungsi zakat
Islam secara prinsipil mengajarkan umatnya untuk dapat hidup bahagia dunia dan akhirat. Itu berarti, Islam
menghendaki umatnya menbangun peradaban yang makmur dan bermoral, jauh dari kesan kemiskinan.Dalam
Islam diajarkan kegiatan dan ibadah tertentu yang mempunyai dampak langsung dan tidak langsung terhadap
pengentasan kemiskinan. Di antara ialah ajaran mengenai zakat, infaq dan shadakah (ZIS). Selain itu, Islam juga
mengaruskan umatnya bekerja keras dan meningkatkan etos kerjanya; mengharapkan agar penguasa (pemerintah)
Islam memberi kemungkinan berkembangnya tatanan kehidupan yang menguntungkan rakyat banyak; dan
mengajak agar setiap orang meninggalkan kebiasaan buruk yang menjatuhkannya kejurang kemiskina , misalnya
boros (mubazzir) dan judi.
Pemanfaatan Zakat secara Umum
Zakat mempunyai fungsi sosial yang sangat berat artinya bagi pengentasan kemiskinan. Ciri utama suatu
kelompok miskin ialah ketidak mampun mereka memenuhi kebutuhan pokok makanannya. Maka dalil yang paling
tegas menyebut penggunaan zakat sebagai makanan pokok adalah menyangkut zakat fitri, yakn i riwayat yang ai
sampaikan oleh Ibnu Abbas yang menyatakan dua hal, yakni thuhrat li as-sha’im dan thu’mat li al-masakin

9
(pemberisan bagi orang  yang berpuasa dari ucapan tak benar dan kotor dan bagian makana  bagi orang-orang
miskin). Secara lengkap, hadis itu berbunyi:
 saja berguna sebagai makanan bagi orang-orang miskin, tetapi juga seharusnya di bagi kepada delapan
ashnaf yang disebutkan dalam Al-Quran:‘’Sesungguhnya sakat-sakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mua’allaf (yang dinujuk hatinya), untuk memerdekakan budak, untuk jalan
Allah dan ibn sabil, sebagai ketentuan yang diwajibkan Allah; dan Allah maha mengetahui dan maha bijaksana’’.
 delapan ashnaf. Pandangan ini juga dianut oleh Sayyid Sabiq, penulis kitab Fiqh al-Sunnah; bahwa lebih
dari itu ia mengungkapkan bahwa Al-Zuhriy, Abu Hanifa, Muhammad dan Abu Syabramah menbolehkan zakat
fitri itu dibagikan kepada kaum zimmi berdasarkan pengertian umum dari Q.s. al-Mumtahanah/60: 8, berbunyi:
               
      
yang artinya:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil.
Sehubungan dengan ini Al-Syaikh Ali Ahmad Al-Jarjawiy, penulis kitab Hikmat al-Tasyri wa Falsafatuh,
juga menerima pandangan yang menbolehkan pembahagian zakat fitri kepada orang  zimmi. Namun, ia kembali
menegaskan bahwa ayat 8 dari surah Al-Mumtahanah di atas, meskipun membuka jalan untuk bagian kaum zimmi,
harus diakui bahwa zakat itu selayaknya diperuntuhkan kepeda orang-orang Muslim saja. Alasannya ialah hadis
dari Mu’az, yakni sabda Rasulullah SAW:Ambillah zakat dari orang-orang kaya mereka (orang muslim), dan
kembalikan pula kepada orang-orang miskin mereka (orang muslim).
Yang jelas bahwa adanya jalan untuk memberi zakat kepada kaum zimmi menunjukkan bahwa upaya
mengentasan kemiskinan dalam Islam tidaklah bersifat eksklusif; tidak hanya untuk umat Islam, tetapi segenap
bahagian masyarakat yang pantas menerimanya. Golongan yang membolehkan kaum zimmi menerima zakat firti
disamping berdasar pada arti umum Q>S> Al-Mumtahannah: 8 juga surah Al-Tawbah: 160, tentang sasaran zakat,
yang salah satu di antaranya ialah al-mu;allafat qulubuhun (kaum mualaf).
Kata mualaf, yang biasa di pahami dalam arti orang-orang yang baru masuk Islam dan perlu dujinakkan
agar tidak menimbulkan fitnah (ancaman) terhadap Islam dan dengan harapan agar mereka dapat menganut agama
Islam.
Aspek Sosial Pemanfaatan Zakat Fitridipahami dari redaksi yang menyangkut zakat fitri khususnya, yang
menekankan oada kalimat tha’am (thu’mah) dan masakin atau fuqara’ yang semunya mengacu kepada perlunya
pembnerian makanan bagi orang miskin, dan terangkum dalam satu kata yakni fithr (berbuka) yang menjadi nama
khas dari zakat tersebut.
Berdasarkan hadis Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Bukhari bahwa zakat fitri harus ditunaikan sebelum
shalat ‘Id, ad alah bertujuan agar para orang kafir tidak lagi berkeliaran mencari makanan pada hari itu,
sebagaimana yang diharapkan Nabi SAW menurut riwayatnya Ibn ‘Ady danAl-Darquthni dari hadis Ibn Unar,
dengan menegaskan: ‘’cukupkanlah makannya, sehingga tidak lagi berkeliling mencari makanan pada hari Raya
‘Id ini’’.
Dari sini kita dapat mengerti bahwa orang miskin adalah orang-orang yang susah memperoleh makanan,
sehingga diantara mereka ada yang terpaksa menjadi pengemis. Keadaan seperti ini juga, diisyaratka oleh firman
Allah swt. Di dalam Q.s. al-Hajj/22:28, berbunyi:
                 
   
Yang artinya:
‘’Dan upaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada
hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka
makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara
dan fakir.
Adanya kaum miskin dan fakir dalam pengertian di atas, secara historis diduga keras terdapat –dan masih
merajalela – dizaman permulaan Islam. Hipotesis ini menjadi kuat jika kita ingat bahwa perintah menbayar zakat
fitri itu telah ada sejak tahun kedua Hijriyah, mendahului kewajiban zakat lain. Mungkin saja sesudah itu, seiring
dengan kemajuan Islam itu sendiri, orang miskin dalam arti sudah memperoleh makanan sudah tidak ditemukan,
dan karena itu pula sudah jarang dari mereka ditemukan menjadi pengemis. Akibatnya, engertian ‘’miskin’’ sudah
berubah pula. Perkataan tersebut tidak lagi dikenakan secara khusus terhadap orang-orang yang susah memperoleh
makanan, tapi sudah mencakup pula orang-orang yang yang memiliki harta, namun belum memenuhi kebutuhan
primernya yang lain. Hadis riwayat Bukhari menegaskan:  ‘’yang disebut miskin bukanlah orang-orang yang
mendatangi manusia dan meminta sesuap atau dua suap makanan, sebiji atau dua biji kurma, tetapi yang disebut
miskin ialah orang yang tidak memiliki harta yang mencukupi hidupnya, orang lain tidak memberikan perhatian
untuk bersedekah kepadanya, dan tidak pula ia meminta orang lain untuk itu’’.
Sejalan dendan hadist tersebut, Al-Syafi’iy kemudian memahami pengertian ‘’miskin’’ bebbeda dengan
pengertian faqir. Baginya, fakir ialah orang yang tidak punya harta dan tidak punya pekerjaan yang
10
menghidupinya, baik mengemis maupun tidak, sedangkan miskin ialah orang yang punya harta atau pekerjaan
namun tidak mencukupi hidupnya, baik meminta atau tidak.
Pengertian ‘’miskin’’, ternyata mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Masalahnya, apakah tujuan
zakat fitri juga bergeser dari sifatnya sebagai thu’mah (makanan) menjadi alat pemenuhan kebutuhan lain di luar 
makanan itu? Tujuan utama zakat fitri sebagai makanan bagi orang miskin, tidak dapat dihapus, akan tetapi tidak
berarti tujuan zakat fitri terpaku pada soal itu saja. Pengertian kata thu’mah yakni makanan untuk memenuhi
kebutuhan perut yang sedang lapar, mungkin masih cocok bagi masyarakat yang masih sangat melarat. Namun,
dalam masyarakat yang sudah berkembang atau yang sudah maju, pengertian demikian tidak relevan lagi.
Perkataan tu’mah dalam kontes masyarakat yang sudah maju, lebih tepat jika diartikan menjadi komsumsi secara
luas, mencakup segala hajat hidup orang miskin (ekonomi lemah) di luar pangan.
Dalam pembendaharaan bahasa syariat, perkataan ‘’makan’’ selai diungkap dengan kata-kata thu’mah atau
tha’am, juga terkadang diungkap dengan kata akala (al-akl) dalam kata jadian: ta’kul atau ya’kul. Misalnya
larangan memakan harta anak yatim diungkap dengan kata tersebut:mereka itu menelan api sepenuh perutnya, dan
mereka itu akan masuk ke dalam api neraka’’. Larangan makan riba juga diungkap dengan kata tersebut:‘’ hai
orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan terlipat ganda’’.
Kata ‘’ya’kulun’’ dan ta’kulun yang berarti ‘’memakan’’, tidaklah berarti bahwa pemanfaatan harta anak
yatim dan perolehan riba hanya berlaku dalam proses makan (dalam arti mengisi perut). Larangan mengkonsumsi
dalam arti luas, mencakup pemanfaatan harta anak yatim dan segala jenis peroleh riba. Dalam kontes pengertian
konsumsi secara luas itulah, kita mencoba memahami makna yang terkandung dalam thu’mah. Bahwa untuk
ukurang masyarakat yang sudah berkembang dan maju, zakat fitri dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
golongan ekonomi lemah, diluar kebutuhan makan (pangan) mereka. Maka dengan sendirinya zakat fitri juga tidak
mesti di bayar dalam bentuk bahan makanan sepeti gandung, tamar dan anggur (di zaman Nabi SAW) atau beras
dan jagung (bagi masyarakat Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya). Dalam kontes ini, terasa ada benarnya
pendapat Abu Hanifah yang membolehkan pembayaran zakat dalam bentuk qimah (nilai) yang sesuai dengan kadar
zakat yang wajib baginya. Baginya, tradisi kita di Indonesia, cara ini tidak menjadi asing lagi. Meskipun diketahui
bahwa sebahagiaan besar umat Islam di Indonesia mengaku bermaszhab Al-Syafi’iy, ternyata cara pembayaran
zakat fitri dengan uang, menurut jaln yang di anjurkan  Abu Hanufah, semakin populer.
Hal yang perlu dipahami disini, ialah apa yang mendorong cara tersebut menjadi semakin populer. Ternyata
hal yang mendoromg kearah itu adalah tingkat kehidupan masyarakat Islam di Indonesia, yang tidak lagi susah
makan, tetapi ‘’miskin’’ dalam arti belum mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, seperti yang
diisyaratkan oleh hadis Bukhari yang telah di kutip di muka. Dalam skala yang lebih luas, konsep ‘’miskin’’ tidak
lagi berorientasi pada individu, tetapi lebih bersifat kolektif. Dari sinilah timbulnya istilah masyarakat miskin, atau
negara-negara miskin, yang artinya mengacu kepada negara atau masyarakat yang terkebelakang. Dalam
masyarakat atau negara miskin, mungkin saja masalah kekurangan pangan tidak lagi menjadi isu, tetapi digantikan
oleh kekurangan lapangan kerja. Dengan demikian sumber zakat, termasuk zakat fitri sudah layak jika
pengunaannya ditujukan kepada aspek kehidupan lain dalam proses pembangunan umat, dengan tetap mengingat
sasaran pendayagunaan zakat yang mencakup delapan ashnaf.
Membangkitkan Solidaritas Islam
Pembayaran ZIS hendaknya tidak dipahami sebagai perintah ubudiyah semata, tetapi sangat jelas efek
solidaritasnya antara sesama umat Islam. Bahwa menurut Ibn Khaldun, stata sosial masyarakat yang paling atas
menjadi lapisan yang paling rawan, sebab secara sosiologis, masyarakat tingkat atas itu tidak lagi mempunyai rasa
solidaeitas yang kuat, akibat kepedulian sosialnya semaking kurang. Bagi masyarakat Islam, prediksi Ibn Khaldun
itu dapat ditangkal dengan tetap tumbuhnya solidaritas orang-orang yang sudah berkehidupan makmur (masyarakat
hadharah), tidak akan mudah kehilangan rasa solidaritas, asal saja tetap menngamalkan dan menghayati makna
ibadah zakat yang mengandung pesan untuk membantu mereka yang dilanda penderitaan. Dengan demikian, kita
tidak perlu takut mengejar kemajuan dan  mewujudkan masyarakat makmur sebab kemakmuran yang dijanjikan
Islam bukanlah kemakmuran kapitalistik yang mengunakan kekayaan menindas orang miskin agar semakin miskin,
melainkam kemakmuran yang membawah berkah bagi orang-orang miskin sekitarnya. Salah satu hikmah ajaran
zakat adalah agar harta itu tidak hanya dinikmati oleh orang-orang kaya, sebagaimana firman Tuhan dalam Q.S.
Al-Hasyr I(59):7:
             
               
          
Yang Artinya:
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari
penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

11
Dewasa ini, sebahagian umat kita terjebak oleh kemiskinan struktural. Mereka miskin bukan hanya karena
kemalasannya, melainkan karena kondisi sosial yang menepatkan mereka beradadalam stata paling bawah,
kurangnya lapangan kerja, serakahnya orang-orang berada, penekanan yang berlebihan pada sektor pertumbuhan
ekonomi. Hal demikian dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk bersaing dalam mengaadakan kolusi
memperoleh proyek-proyek raksasa, walaupun rakyat kecil harus digusur, ditambah lagi dengan belum
maksimalkan pemerataan yang ditimbulkan kecemburuan sosial yang terpendam.
Maka untuk melepaskan umat dari kondisi yang demikian diperlukan pemikiran yang mendasar dan
langkah konkret dengan menggalang solidaritas di antara mereka serta diperlukan adanya keberanian dan kearifan
dari pemerintah yang menyusun kebijakan dari atas   untuk lebih memperhatikan nasib orang kecil; mengajak
secara bijaksana para konglomerat untuk lebih bersifat manusiawi, mengelolah bisnis untuk kepentingan bersama,
bukan bisnis untuk kerajaan bisnis semata-mata.
Mendorong Etos Kerja Umat
Sebenarnya, sebhagian orang-orang miskin itu mengalami kemiskinannya adalah disebabkan oleh
perilakudan pola hidupnya sendiri ang cenderung malas, pemboros,  tanpa perhitungan. Untuk mereka yang
keadaannya demikian, kita perlu membangkitkan semangat kerja. Pada dasarnya Islam lebih menyenangi orang-
orang yang tangannya diatas  (suka memberi) dari pada yang tangannya di bawah (hanya tau minta tolong). Untuk
itu Islam sangat menganjurkan kerja keras agar hidup seseorang semakin baik. Dalam salah satu hadis Riwayat Al-
Bukhariy, Rasulullah SAW menegaskan: ‘’tidaklah seseorang itu memakan makanan yang lebih baik dari hasil
usahanya sendiri dan sesungguhnya Daud AS memakan dari hasil kerja tangannya’’.
Dalam mendorong umatnya untuk bekerja keras, kama Rasulullah SAW pernah pula menyatakan bahwa
tiap petani yang tanamanya dapat dinikmati oleh burung atau hewang ternak dan apalagi manusia, akan dicatat
sebagai sedekah baginya. Teks hadist itu berbunyi: Hadis ini bermaksud untuk mendorong etos kerja di kalangan
petani agar tiap jengkal tanah pertanian diusahakannya menjadi lahan yang produktif.
Kemalasan dikalangan umat juga disebabkan oleh adanya paham bahwa semakin kaya seseorang semakin
sulit masuk sorga,sebab ia harus lebih banyak mempertanggung jawabkan harta kekayaannya. Apa lagi, jika
dikaitka dengan riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW akan masuk sorga bersama dengan orang-orang
miskin. Paham seperti ini hendaknya diperbaiki, jangan disalahgunakan. Sebaiknya jika kita baik, bahwa
sebenarnya Islam mewajibkan kita berusaha menjadi kaya sebab hanya orang kaya  lah yang dapat memenuhi
perintah Tuhan untuk menbayar zakat. Hanya orang kayalah yang dapat berjihad fi sabilillah di zaman modern ini
untuk menegakkan da’wah Islam yang semakin menbutuhkan fasilitas dan dana yang banyak.
Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Kemalasan akan semakin sempurna jika sebahagian masyarakat masih dilanda kebodohan. Kebodohan
menyebabkan seseorang menjadi tidak tahu apa yang ia hharus perbuat demi kehidupannya. Karena itu, umat Islam
sekarang sangat membutuhkanperbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan. Untuk itu, harapan agar lembaga-
lembaga da’wah dan pendidikan Islam mau berupaya untuk mencurahkan perhatiannya pada pemberian
kesempatan yang lebih luas bagi generasi muslim untuk mengecap pendidikan, antara lain dengan memberikan bea
siswa sebagai upaya konkret  mengentaskan kemiskinan. ‘’berilah kail, dan jangan hanya memberikan ikan’’.
Untuk menberikan beasiswa maupun perbaikan sarana pendidikan, maka umat Islam dapat memanfaatkan zakat
sebagai sumber dana pembiayaan. Upaya untuk itu memang telah dilakukan pemerintah, tapi umat Islam harus
sadar bahwa tanpa menggali potensi umat sendiri berupa zakat disertai kesadaran untuk membantu sesama, nasib
sebagai generasi muslim yang cerdas dan berprestasi akan kandas karena kelemahan ekonomi.
Pajak dan Pelaksanaannya menurut Hukum Ialam
Dalam Islam, istilah yang relevan dengan pajak adalah jizyah atau kharaj. Dua  istilah ini masig-masing
terdapat dalam nash sebagai brikut: ‘’pangilang orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak
(pula)kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-
Nya dan tidak beragama dengan  agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan al kitab
kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk’’. ‘’atau
kamu meminta upah kepada mereka?, maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan Dia adalah pemberi rezki
yang paling baik.
Dua ayat di atas digunakan oleh Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam al-Sulthaniyah untuk
mengambarkan adanya pungutan pembayar di luar zakat. Bedanya dengan zakat ialah bahwa zakat dipungut dari
umat Islam, sedang jizyah dipungut dari kalangan non muslim. Adapun kharaj dipungut dari non muslim dan
muslim yang mengerjakan lahan tertentu. Jizyah adalah pungutan yang khusus diambil dari kaum musyrikin (non
muslim atau dzimmi), dan sama sekali tidak dipungut dari mereka yang sudah muslim. Hal ini di sebut dalam
Hadis Riwayat Abi Dawud sbb:. ‘’dari Ibni Abbas berkata, sabda Rasulullah Saw: tidak ada kewajiban jizyah atas
umat Islam; telah memberikan kepada kami Ibn Katsir berkata, Sufyan ditanya tentang pemahaman soal ini, lalu ia
berkata: jika ia telah masuk Islam maka tidak berlaku ada jizyah.
Dan tebih tegas lagi hadis riwayat Al-Turmudzi sebagai berkut:‘’yahya Ibn Aktam memberitakan kepada
kami, telah memberitakan kami Qabus bin Abi Zhubyan dari bapaknya dari Ibn Abbas berkata, bersabda
Rasulullah SAW tidaak pantas dua kiblat pada satu biumi, dan tidak pantas kaum Muslimin dikenakan jizyah
(upeti)……………………..dan pengamalan soal ini di kalangan ulama bahwa kaum Nashrani, jika memeluk Islam
12
maka lepaslah kewajiban membayar jizyah, dan perkataan Nabi saw.: ‘’tidak ada kewajiban membayar persepuluh
yakni jizyah (semacan pajak), dan dalam hadis dipahami hal ini ketika ia berkata pajak (persepuluh) itu hanya atas
Yahudi dan Nahrani, dan tidak ada kewajiban usyur atas umat Islam. Adapun kharaj (jenis pajak lain) biasanya
dikenakan atas diri seorang yang diserani mengelola lahan pertanian. Lahan ini akan kalanya direbut dari tangan
non muslim secara paksa atau tidak. Tanah yang direbut dari non muslim kemudian pengelolaannya diserahkan
kepada non muslim tadi, dikenakan pembayar pajak (usyur) yang sekaligus merupakan jizyah. Tetapi jika ia
memeluk Islam, maka jizyahnya gugur kemudian hanya dikenakan kharaj (pajak)yang jumlahnya tidak sebesar
jizyah tadi.
Penerapan Zakat dan Pajak atas Umat Islam
Dalam zaman modern, khususnya di negara kita Indonesia, setiap warga yang memenuhi perhitungannya
diwajibkan membayar pajak. Dengan demikian, umat Islam mengalami pembayaran dua jenis, yakni pajak dan
zakat sekaligus, sehingga terkesan agak memberatkan. Banyak orang yang berusaha menemukan jalan agar umat
islam tidak terkena beban pembayaran yang memberatkan tersebut.
 Untuk memecahkan masalah ini, kita dapat memilih salah satu dari empat alternatif berikut:
 Umat Islam di sampin membayar pajak sesuai perhitungannya, juga harus membayar zakat sesuai dengan
perhitungan nisabnya.
 Umat Islam hanya membayar zakat dan dibebaskan dari pembayarak pajak sama sekali;
Jika pajaknya lebih besar  dari zakat, maka pajak yang dibayar adalah selisih lebih dari zakat yang sudah
dibayarkan sebelumnya. Tetapi jika zakat lebih besar dari pajak, maka zakat yang dibayar adalah selisih lebih dari
jumlah pajak yang sudah dibayar sebelumnya.
Umat Islam membayar pajak dari harta yang sudah dizakati, atau hanya membayar zakat dari harta yang
sudah dibayar pajaknya. Alternatif pertama merupakan alternatif yang menarik dana pembangunan umat dan
bangsa sebesar mungkin, tetapi terasa memberatkan dan rasanya tidak memecahkan persoalan. Meskipun
demikian, terserah kepada setiap warga negara muslim, jika mereka ingin memberikan dana yang lebih besar bagi
pembangunan bangsa dan umat.
Alternatif kedua merupakan contoh model yang menyamai medol pemungutan dana sesuai yang disebutkan
dalam sejarah Islam. Tetapi kita harus memahami secara arif bahwa kita hidup dalam negara yang warganya cukup
heterogen, bercampur antara umat Islam dengan non Muslim. Jika umat Islam dibebaskan dari pajak, dan hanya
membayar zakat, maka dibutuhkan suatu undang-undang yang mengharuskan negara yang mengelola zakat itu
sebagai dana pembangunan untuk semua warganya. (Lihat UU No. 38 tahun 1999).
Barangkali jalan yang moderat yang dapat ditempuh ialah memilih antara alternatif ketiga atau ke empat
diatas. Alternatif ketiga menunjukkan bahwa pembayaran dilakukan secara inklusif  (qiran), sehingga setiap orang
pembayarannya berfungsi sebagai zakat dan pajak sekaligus. Sedangkan alternatif keempat menunjukkan bahwa
umat Islam membayarkan zakatnya, kemudian pembayarak pajak hanya diperhitungkan dari harta yang benar-
benar telah bersih dari zakat. Atau sebaliknya, umat Islam terlebih dahulu membayar pajaknya, dan setelah itu
barulah dihitung zakat dari harta yang bersih dari pajak itu.
Untuk menetapkan mana alternatif yang layak dipilih perlu upaya memproduk undang-undang atau
peraturan yang mendukungnya. Wallahu a’lam bi al-Shawab.[cp]

13
TUNTUNAN ZAKAT FITRI

Perhatikanlah bahkan namanya adalah semua hadis yang menjadi sumber bagi zakat ini menggunakan kata.
Mengubah kata menjadi berakibat berubahnya makna dan hakekat fithri itu. Maknanya makanan, sedang
makananya bentuk asli manusia jadi maknanya zakat makanan, sedang maknanya zakat orang, perhatikanlah akibat
dari perubahan nama itu. Di bawah ini dicantumkan sebuah hadis yang secara jelas, menyebut nama zakat
sebagai:‘’dari Ibnu Umar ra. Berkata: ‘Rasulullah saw. Mewajibkan zakat al-Fithri, 1sha’ kurma, atau 1 sha
gandum, bagi budak dan merdeka, lelaki dan perempuan, kecil dan besar yang Islam. Dan beliau (nabi)
perintahkanlah supaya dilaksanakan sebelum keluar orang-orang  (dari rumahnya) ke (mushalla untuk) shalat ‘Id’’
(Muttafaq ‘Alaih).
Zakat fithri diwajibkan oleh Rasulullah saw. bukan Allah swt. Yang mensyari’atkanny. Karena itu maka
sumber hukum bagi zakat fitri adalah hadis tidak ada dalam Alquran.
Zakat Al-Fithri
Zakat al-Fithri  disyari’atkan pada tahun kedua hijriyah yaitu pada tahun disyari’atkannya puasa
Ramadhan.Hukumnya, wajib atas segenap anggota keluarga yang beragama Islam, termasuk pembantunya,
masing-masing satu sha’. (lihat hadis di atas).Yang Mustahiq, atau yang berhak menerima, hanya orang-orang
miskin saja yang diantarkan langsung oleh Muzakki yang mengeluarkan zakat.
Tujuan zakat al-Fithri:
‘’untuk mensucikan orang-orang berpuasa daripada kesia-siaan dan kata-kata kotor’’.‘’Untuk makan orang-
orang miskin’’
Ada perintah Rasulullah saw:‘’Cukupkanlah mereka (orang-orang miskin) jangan berkeliling (mencari
makanan) pada hari ini (Id al-Fithri)’’.
Yang di zakatkan kurmaatau gandum atau kismis, atau akit, ataupun makanan lain seperti beras, jagung,
sagu dsb.Ukurannya sebanyak 1 sha’ setiap orang. 1 sha’ =4 mud.1 mud =4 x sepenuh dua belah tangan.Waktunya,
di lakukan pada waktu malam Idul Fithri, mulai terbenam matahari, sampai pagi sebelum orang-orang keluar dari
rumahnya  menuju (mushallla/ lapangan di luar kota) untuk shalat al-‘Id.
Rasulullah saw.:‘’Dan Rasulullah saw. memerintahkan agar zakat Fothri dilaksanakan sebelum keluar
orang-orang (dari rumahnya) ke (kushhallah) untuk shalat ‘Id’’.
Di bawah ini saya kutipkan sebuah contoh yang dibuat oleh Dr. S. Majidi tentang pelaksanaa zakat fithri
dalam sebuah buku yang berjudul ‘’Zakat al-Fithri’’ yang disaling oleh Dr. H. Subari Damopolii.
Contoh:  Seorang kepala rumah tangga kaya maupun miskin beranggotakan keluarga: seorang isteri,
seorang anak laki-laki dan perempuan, sudah besar atau bayi dan seorang pelayan, yang jumlah seluruhnya 5
orang.
Zakat Fithri seorang 1 sha’x 5 orang = 5 sha’
Pada malam Idul Fithri…tidak ada berasnya sama sekali, yang ada Cuma sedikit saja hanya cukup untuk
dimakan sekeluarga, esok harinya lebaran dan ada lebihnya tapi tidak sampai 1 sha’, tidak wajib zakat fithri.
14
Tidak mampu, tidak ada kewajiban =(a). Kalau mampu, boleh beli beras pada malam itu, di bawah ke
rumah untuk zakat fithri.Ada kemampuan, ada kewajiban =(b)Kewajiban sekedar kemaampuan (c). Ia miskin, jadi
ia mustahiq.
Jika menerima Zakat Fithri, orang:
 1 sha’, cukup dimakan sekeluarga. Belum cukup wajib zakat Fithri. =(a).
 2 shs’, dizakatkan 1 sha’ bagi diriny =(c)
 3 sha’, dikeluarkan 2 sha’ baginya dan isterinya = (c)
 4 sha’, keluar 3 bersama anak lelakinya =(c)
 5 sha’, 4 dengan anak perempuannya =(c)
 6 sha’, 5 segenap kelusrganya = (b)
Zakat Fithri disampaikan langsung :
 1 sha’ pertama kepada miskin terdekat.
 1 sha’ kedua kepada yang dekat.
 Sha’ ketiga, keempat dan kelima kepada seterusnya.

Sumber bacaan :Al-Fiqhu al-Islami Wa Adillatuhu : Dr. Wahhab Az-Zuhaili; Bulugh al-Maram : al-Hafizd Ibn
Hajar al-Asqalani; Zakat al-Fithri : Dr. S. Majidi.[cp]

15

Anda mungkin juga menyukai