Anda di halaman 1dari 9

Kalender

Jawa
Oleh
Pratiwi Putri Hediana
Hannifah Ike N
Febrina Hanif Addafi
Sukma Nikmatul K
Pengertian
Sistem penanggalan yang digunakan oleh Kesultanan Kalender
Mataram dan berbagai kerajaan pecahannya serta yang
mendapat pengaruhnya. Jawa
Keistimewaan

Perpaduan antara sistem penanggalan Islam, sistem


Penanggalan Hindu, dan sedikit penanggalan Julian yang
merupakan bagian budaya Barat.

Sistem Kalender
Memakai dua siklus hari yaitu saptawara ( siklus tujuh
hari) dan pancawara (siklus lima hari)
Kalender Jawa disebut juga Kalender Sultan
Agungan, dimana kalender ini diciptakan pada masa
pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) yaitu raja ketiga
dari kerajaan Mataram Islam. Pada awalnya masyarakat
Sejarah
menggunakan kalender Saka yang berasal dari India, yang
didasarkan pada pergerakan marahari. Hal tersebut
berbeda dengan kalender Islam yang didasarkan pada
pergerakan bulan. Sehingga perayan adat yang
diselenggarakan oleh keraton tidak selaras dengan
perayaan hari besar Islam.
Sultan Agung menghendaki agar perayaan
tersebut dapat berjalan secara bersamaan sehingga
diciptakan sebuah sistem penanggalan baru yang
merupakan perpaduan antara kalender Saka dan Hijriyah
yang kemudian disebut dengan kalender Jawa. Kalender
ini meneruskan tahun Saka, namun melepaskan sistem
perhitungan yang lama dan menggantikannya dengan
perhitungan berdasar pergerakan bulan.
Siklus Hari

 Saptawara (Siklus Tujuh Hari)


Saptawara, atau padinan, terdiri dari Ngahad (Dite), Senen (Soma),
Selasa (Anggara), Rebo (Buda), Kemis (Respati), Jemuwah (Sukra), dan
Setu (Tumpak). Siklus tujuh hari ini sewaktu dengan siklus mingguan pada
kalender Masehi; Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat,dan Sabtu.

 Pancawara (Siklus Lima Hari)


Pancawara atau pasaran terdiri dari Kliwon (Kasih), Legi (Manis), Pahing
(Jenar), Pon (Palguna), dan Wage (Cemengan). Siklus ini dahulu digunakan
oleh pedagang untuk membuka pasar sesuai hari pasaran yang ada

 Sadwara atau paringkelan (Siklus Enam Hari)


Paringkelan tidak digunakan dalam menghitung jatuhnya waktu upaca-
upacara adat di keraton. Paringkelan terdiri dari Tungle, Aryang,
Warungkung, Paningron, Uwas, dan Mawulu.
Siklus Bulan

Kalender
Jawa memiliki dua
belas bulan. Bulan-
bulan tersebut
memiliki nama
serapan dari bahasa
Arab yang disesuaikan
dengan lidah Jawa.
Siklus Tahun

 Siklus Delapan Tahun (Windu)


Dalam satu windu terdapat delapan
tahun yaitu; Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be,
Wawu, dan Jimakir. Tahun Ehe, Dal, dan
Jimakir memiliki umur 355 hari dan dikenal
sebagai tahun panjang (Taun Wuntu),
sedang sisanya 354 hari dikenal sebagai
tahun pendek (Taun Wastu). Pada tahun
panjang tersebut, bulan Besar sebagai
bulan terakhir memiliki umur 30 hari.

 Siklus Empat Windu (Tumbuk)


Keempat windu dalam siklus itu
diberi nama Kuntara, Sangara, Sancaya, dan
Adi. Tiap windu tersebut memiliki lambang
sendiri, Kulawu dan Langkir. Masing-masing
lambang berumur 8 tahun, sehingga siklus
total dari lambang berumur 16 tahun.
Wuku

Wuku merupakan periode waktu yang dianggap Wuku dan


menentukan watak dari anak yang dilahirkan dan ilmu
perhitungannya disebut pawukon. Terdapat 30 Wuku yang Neptu
masing-masing memiliki umur 7 hari, sehingga satu siklus
Wuku memiliki umur 210 hari yang disebut Dapur Wuku.

Neptu
Neptu yang digunakan untuk melihat nilai dari suatu hari. Ada dua macam
Neptu, Neptu Dina dan Neptu Pasaran. Neptu Dina adalah angka yang
digunakan untuk menandai nilai hari-hari pada saptawara, sedang Neptu
Pasaran digunakan untuk menandai nilai hari-hari pada pancawara. Nilai-nilai
ini digunakan untuk menghitung baik buruknya hari terkait kegiatan tertentu
juga perwatakan seseorang yang lahir pada hari tersebut.
5th February 2008 NCCR 9

Anda mungkin juga menyukai