Anda di halaman 1dari 14

KALENDER JAWA

Kalender Jawa atau Penanggalan Jawa adalah sistem penanggalan


yang digunakan oleh Kesultanan Mataram dan berbagai kerajaan pecahannya
serta yang mendapat pengaruhnya. Penanggalan ini memiliki keistimewaan
karena memadukan sistem penanggalan Islam, sistem Penanggalan Hindu, dan
sedikit penanggalan Julian yang merupakan bagian budaya Barat.
Sistem kalender Jawa memakai dua siklus hari: siklus mingguan yang
terdiri dari tujuh hari (Ahad sampai Sabtu) dan siklus pekan pancawara yang
terdiri dari lima hari pasaran. Pada tahun 1625 Masehi (1547 Saka), Sultan
Agung dari Mataram berusaha keras menanamkan agama Islam di Jawa. Salah
satu upayanya adalah mengeluarkan dekret yang mengganti penanggalan Saka
yang berbasis perputaran matahari dengan sistem kalender kamariah atau lunar
(berbasis perputaran bulan). Uniknya, angka tahun Saka tetap dipakai dan
diteruskan, tidak menggunakan perhitungan dari tahun Hijriyah (saat itu 1035 H).
Hal ini dilakukan demi asas kesinambungan, sehingga tahun saat itu yang adalah
tahun 1547 Saka diteruskan menjadi tahun 1547 Jawa.
Dekret Sultan Agung berlaku di seluruh wilayah Kesultanan Mataram:
seluruh pulau
Jawa dan Madura kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi (=Balambangan).
Ketiga daerah terakhir ini tidak termasuk wilayah kekuasaan Sultan Agung.
Pulau Bali dan Palembang yang mendapatkan pengaruh budaya Jawa, juga tidak
ikut mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini.

DAFTAR BULAN JAWA ISLAM


Di bawah ini disajikan nama-nama bulan Jawa Islam. Sebagian nama
bulan diambil dari Kalender Hijriyah, dengan nama-nama Arab, namun beberapa
di antaranya menggunakan nama dalam bahasa Sanskerta seperti Pasa, Sela
dan kemungkinan juga Sura. Sedangkan nama Apit dan Besar berasal
dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Nama-nama ini adalah nama bulan
kamariah atau candra (lunar). Penamaan bulan sebagian berkaitan dengan hari-
hari besar yang ada dalam bulan hijriah, misalnya Pasa berkaitan dengan puasa
Ramadhan, Mulud berkaitan dengan Maulid Nabi pada bulan Rabi'ul Awal, dan
Ruwah berkaitan dengan Nisfu Sya'ban di mana dianggap amalan dari ruh
selama setahun dicatat.
No Penanggalan Jawa Lama Hari
1 Sura 30
2 Sapar 29
3 Mulud 30
4 Bakda Mulud 29
5 Jumadilawal 30
6 Jumadilakir 29
7 Rejeb 30
8 Ruwah (Arwah, Saban) 29
9 Pasa (Puwasa, Siyam, Ramelan) 30
10 Sawal 29
11 Sela (Dulkangidah, Apit) * 30
12 Besar (Dulkahijjah) 29/(30)
Total 354/(355)

Nama-nama bulan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Warana • Sura, artinya rijal


2. Wadana • Sapar, artinya wiwit
3. Wijangga • Mulud, artinya kanda
4. Wiyana • Bakda Mulud, artinya ambuka
5. Widada • Jumadi Awal, artinya wiwara
6. Widarpa • Jumadi Akhir, artinya rahsa
7. Wilapa • Rejep, artiya purwa
8. Wahana • Ruwah, artinya dumadi
9. Wanana • Pasa, artinya madya
10. Wurana • Sawal, artinya wujud
11. Wujana • Sela, artinya wusana
12. Wujala • Besar, artinya kosong

Keterangan
 Nama alternatif bulan Dulkangidah adalah Sela atau Apit. Nama-nama ini
merupakan peninggalan nama-nama Jawa Kuno untuk nama musim ke-11
yang disebut sebagai Hapit Lemah. Sela berarti batu yang berhubungan
dengan lemah yang artinya adalah “tanah”. Lihat juga di bawah ini.
Daftar bulan Jawa matahari[sunting | sunting sumber]
Pada tahun 1856 Masehi, karena penanggalan kamariah dianggap tidak memadai
sebagai patokan para petani yang bercocok tanam, maka bulan-bulan musim atau
bulan-bulan surya yang disebut sebagai pranata mangsa, dikodifikasikan oleh
Sunan Pakubuwana VII[1] atau penggunaannya ditetapkan secara resmi.
Sebenarnya pranata mangsa ini adalah pembagian bulan yang sudah digunakan
pada zaman pra-Islam, hanya saja disesuaikan dengan penanggalan
tarikh kalender Gregorian yang juga merupakan kalender surya, dan
meninggalkan tarikh Hindu; akibatnya umur setiap mangsa berbeda-beda.

No Penanggalan Jawa Awal Akhir


1 Kasa 23 Juni 2 Agustus
2 Karo 3 Agustus 25 Agustus
3 Katiga (Katelu) 26 Agustus 18 September
4 Kapat 19 September 13 Oktober
5 Kalima 14 Oktober 9 November
6 Kanem 10 November 22 Desember
7 Kapitu 23 Desember 3 Februari
8 Kawolu 4 Februari 1 Maret
9 Kasanga 2 Maret 26 Maret
10 Kadasa 27 Maret 19 April
11 Dhesta* 20 April 12 Mei
12 Sadha* 13 Mei 22 Juni

Keterangan[sunting | sunting sumber]


 Dalam bahasa Jawa Kuno mangsa kesebelas disebut hapit lemah sedangkan
mangsa keduabelas disebut sebagai hapit kayu. Lalu nama dhesta diambil
dari nama bulan ke-11 penanggalan Hindu dari bahasa
Sanskerta jyes.t.ha dan nama sadha diambil dari kata âs.âd.ha yang
merupakan bulan keduabelas.

Siklus windu[sunting | sunting sumber]


Oleh orang Jawa tahun-tahun digabung menjadi satu, yang terdiri dari delapan
tahun Jawa. Setiap satuan ini terdiri atas 8 tahun Jawa dan disebut windu. Windu
sendiri bergulir empat putaran (32 tahun Jawa) : Adi, Kuntara, Sangara, dan
Sancaya. Di bawah disajikan nama-nama tahun dalam satu windu:[2]

# Nama Nama suro Hari

1 Alip Selasa Pon 354

2 Ehe Sabtu Pahing 355

3 Jimawal Kamis Pahing 354

4 Je Senin Legi 354

5 Dal Jumat Kliwon 355

6 Be Rabu Kliwon 354

7 Wawu Ahad Wage 354

8 Jimakir Kamis Pon 355

Total 2835

Jumlah 2835 hari genap dibagi 35 / selapan (hari pasaran)


Nama-nama tahun tersebut adalah sebagai berikut :

1. Purwana • Alip, artinya ada-ada (mulai berniat)


2. Karyana • Ehe, artinya tumandang (melakukan)
3. Anama • Jemawal, artinya gawe (pekerjaan)
4. Lalana • Je, artinya lelakon (proses, nasib)
5. Ngawana • Dal, artinya urip (hidup)
6. Pawaka • Be, artinya bola-bali (selalu kembali)
7. Wasana • Wawu, artinya marang (kearah)
8. Swasana • Jimakir, artinya suwung (kosong)
Pembagian pekan[sunting | sunting sumber]

Simbol siklus pasaran dalam kalender jawa


Orang Jawa pada masa pra Islam mengenal pekan yang lamanya tidak hanya tujuh hari
saja, namun dari 2 sampai 10 hari. Pekan-pekan ini disebut dengan nama-
nama dwiwara, triwara, caturwara, pañcawara
(pancawara), sadwara, saptawara, astawara dan sangawara. Zaman sekarang hanya
pekan yang terdiri atas lima hari dan tujuh hari saja yang dipakai, namun di pulau Bali dan
di Tengger, pekan-pekan yang lain ini masih dipakai.
Pekan yang terdiri atas tujuh hari dihubungkan dengan sistem bulan-bumi. Gerakan
(solah) dari bulan terhadap bumi berikut adalah nama dari ke tujuh nama hari tersebut :

1. Radite • Minggu, melambangkan meneng (diam)


2. Soma • Senin, melambangkan maju
3. Hanggara • Selasa, melambangkan mundur
4. Budha • Rabu, melambangkan mangiwa (bergerak ke kiri)
5. Respati • Kamis, melambangkan manengen (bergerak ke kanan)
6. Sukra • Jumat, melambangkan munggah (naik ke atas)
7. Tumpak • Sabtu, melambangkan temurun (bergerak turun)
Pekan yang terdiri atas lima hari ini disebut sebagai pasar oleh orang Jawa dan terdiri dari
hari-hari:

1. Legi
2. Pahing
3. Pon
4. Wage
5. Kliwon
Hari-hari pasaran merupakan posisi sikap (patrap) dari bulan sebagai berikut :

1. Kliwon • Asih, melambangkan jumeneng (berdiri)


2. Legi • Manis, melambangkan mungkur (berbalik arah kebelakang)
3. Pahing • Pahit, melambangkan madep (menghadap)
4. Pon • Petak, melambangkan sare (tidur)
5. Wage • Cemeng, melambangkan lenggah (duduk)
Kemudian sebuah pekan yang terdiri atas tujuh hari ini, yaitu yang juga dikenal di budaya-
budaya lainnya, memiliki sebuah siklus yang terdiri atas 30 pekan. Setiap pekan disebut
satu wuku dan setelah 30 wuku maka muncul siklus baru lagi. Siklus ini yang secara total
berjumlah 210 hari adalah semua kemungkinannya hari dari pekan yang terdiri atas 7, 6
dan 5 hari berpapasan.
Penampakan bulan dalam penanggalan jawa :

1. Tanggal 1 bulan Jawa, bulan kelihatan sangat kecil-hanya seperti garis, ini
dimaknakan dengan seorang bayi yang baru lahir, yang lama-kelamaan menjadi
lebih besar dan lebih terang.
2. Tanggal 14 bulan Jawa dinamakan purnama sidhi, bulan penuh melambangkan
dewasa yang telah bersuami istri.
3. Tanggal 15 bulan Jawa dinamakan purnama, bulan masih penuh tetapi sudah ada
tanda ukuran dan cahayanya sedikit berkurang.
4. Tanggal 20 bulan Jawa dinamakan panglong, orang sudah mulai kehilangan daya
ingatannya.
5. Tanggal 25 bulan Jawa dinamakan sumurup, orang sudah mulai diurus hidupnya
oleh orang lain kembali seperti bayi layaknya.
6. Tanggal 26 bulan Jawa dinamakan manjing, di mana hidup manusia kembali
ketempat asalnya menjadi rijal lagi.
7. Sisa hari sebanyak empat atau lima hari melambangkan saat di mana rijal akan
mulai dilahirkan kembali kekehidupan dunia yang baru.
Kalender Hijriyah
Kalender Hijriyah atau Kalender Islam (bahasa Arab: ‫ ;التقويم الهجري‬at-taqwim al-
hijri), adalah kalender yang digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam
menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari
penting lainnya. Kalender ini dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun
pertama kalender ini adalah tahun di mana terjadi peristiwa Hijrah-nya
Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Di
beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga
digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Islam
menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender
biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari.

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Penentuan dimulainya sebuah hari dan tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda
dengan Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari dan tanggal
dimulai pada pukul 00.00 dini hari waktu setempat. Namun pada sistem Kalender
Hijriah, sebuah hari dan tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat
tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender
lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus
sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari =
354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih
pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam
Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan
yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon)
di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang
bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion).
Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat
terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi
berada di titik terjauhnya dari Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia
bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan
kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan
(visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi
atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya
Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat
pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30
hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan
mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
Penetapan kalender Hijriyah dilakukan pada zaman Khalifah Umar bin Khatab,
yang menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah.
Kalender Hijriyah juga terdiri dari 12 bulan, dengan jumlah hari berkisar 29-30
hari. Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman Allah Subhana Wata'ala:


Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan
Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.
Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu
dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya
sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya
Allah beserta orang-orang yang bertakwa.

- At Taubah(9):36 -
Sebelumnya, orang Arab pra-kerasulan Rasulullah Muhammad SAW telah
menggunakan bulan-bulan dalam kalender hijriyah ini. Hanya saja mereka tidak
menetapkan ini tahun berapa, tetapi tahun apa. Misalnya saja kita mengetahui
bahwa kelahiran Rasulullah SAW adalah pada tahun gajah.Abu Musa Al-Asyári
sebagai salah satu gubernur pada zaman Khalifah Umar r.a. menulis surat
kepada Amirul Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang
tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan.
Khalifah Umar lalu mengumpulkan beberapa sahabat senior waktu itu. Mereka
adalah Utsman bin Affan r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., Abdurrahman bin Auf r.a.,
Sa’ad bin Abi Waqqas r.a., Zubair bin Awwam r.a., dan Thalhan bin Ubaidillah r.a.
Mereka bermusyawarah mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan
berdasarkan milad Rasulullah saw. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan
pengangkatan Muhammad saw menjadi Rasul. Dan yang diterima adalah usul
dari Ali bin Abi Thalib r.a. yaitu berdasarkan momentum hijrah Rasulullah SAW
dari Makkah ke Yatstrib (Madinah). Maka semuanya setuju dengan usulan Ali r.a.
dan ditetapkan bahwa tahun pertama dalam kalender Islam adalah pada masa
hijrahnya Rasulullah saw. Sedangkan nama-nama bulan dalam kalender hijriyah
ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku pada masa itu di
wilayah Arab.

Nama-nama bulan[sunting | sunting sumber]


Kalender Hijriyah terdiri dari 12 bulan:

No Penanggalan Islam Lama Hari

1 Muharram 30

2 Safar 29

3 Rabiul awal 30

4 Rabiul akhir 29

5 Jumadil awal 30

6 Jumadil akhir 29

7 Rajab 30

8 Sya'ban 29

9 Ramadhan 30

10 Syawal 29

11 Dzulkaidah 30

12 Dzulhijjah 29/(30)
No Penanggalan Islam Lama Hari

Total 354/(355)

Keterangan[sunting | sunting sumber]

 Tanda kurung merupakan tahun kabisat dalam kalender Hijriyah dengan


metode sisa yaitu 2-3-3 yang berjumlah 11 buah yaitu
2,5,8,10,13,16,18,21,24,26 dan 29.

Nama-nama hari[sunting | sunting sumber]


Kalender Hijriyah terdiri dari 7 hari. Sebuah hari diawali dengan terbenamnya
Matahari, berbeda dengan Kalender Masehi yang mengawali hari pada saat
tengah malam. Berikut adalah nama-nama hari:

1. Al-Ahad (Ahad)
2. Al-Itsnayn (Senin)
3. Ats-Tsalaatsa' (Selasa)
4. Al-Arbaa-a / Ar-Raabi' (Rabu)
5. Al-Khamsah (Kamis)
6. Al-Jumu'ah (Jumat)
7. As-Sabt (Sabtu)

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Penentuan kapan dimulainya tahun 1 Hijriah dilakukan 6 tahun setelah wafatnya
Nabi Muhammad saw. Namun, sistem yang mendasari Kalender Hijriah telah ada
sejak zaman pra-Islam, dan sistem ini direvisi pada tahun ke-9 periode Madinah.

Sistem kalender pra-Islam di Arab[sunting | sunting sumber]


Sebelum datangnya Islam, di tanah Arab dikenal sistem kalender berbasis
campuran antara Bulan (komariyah) maupun Matahari (syamsiyah). Peredaran
bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan
penambahan jumlah hari (interkalasi).
Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun dikenal dengan
nama peristiwa yang cukup penting pada tahun tersebut. Misalnya, tahun di
mana Muhammad saw lahir, dikenal dengan sebutan "Tahun Gajah", karena pada
waktu itu, terjadi penyerbuan Ka'bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin
oleh Abrahah, Gubernur Yaman (salah satu provinsi Kerajaan Aksum, kini
termasuk wilayah Ethiopia).

Revisi penanggalan[sunting | sunting sumber]


Pada era kenabian Muhammad saw, sistem penanggalan pra-Islam digunakan.
Pada tahun ke-9 setelah Hijrah, turun ayat 36-37 Surat At-Taubah, yang melarang
menambahkan hari (interkalasi) pada sistem penanggalan.

Penentuan Tahun 1 Kalender Islam[sunting | sunting sumber]


Setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, diusulkan kapan dimulainya Tahun 1
Kalender Islam. Ada yang mengusulkan adalah tahun kelahiran Muhammad saw
sebagai awal patokan penanggalan Islam. Ada yang mengusulkan pula awal
patokan penanggalan Islam adalah tahun wafatnya Nabi Muhammad saw.
Akhirnya, pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal
patokan penanggalan Islam adalah tahun di mana hijrahnya Nabi Muhammad
saw dari Mekkah ke Madinah. Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah
menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9
tahun. Tanggal 1 Muharram Tahun 1 Hijriahbertepatan dengan tanggal 16
Juli 622, dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad saw.
Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad saw terjadi bulan September 622. Dokumen
tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah papirus di Mesir pada
tahun 22 H, PERF 558.

Tanggal-tanggal penting[sunting | sunting sumber]


Tanggal-tanggal penting dalam Kalender Hijriyah adalah:

Penanggalan Hari Keterangan

1 Muharram Tahun Baru Hijriyah Tahun baru umat Islam

 Saat Nabi Adam diciptakan, dan


saat di mana ia bertaubat
10 Muharram Hari Asyura
 Saat bahtera Nabi Nuh mendarat
 Saat Nabi Idris diangkat ke Surga
Penanggalan Hari Keterangan

 Saat Nabi Ibrahim selamat dari


api Namrudz
 dan banyak lagi
Maulud Nabi Muhammad (hari
12 Rabiul Awal
kelahiran Nabi Muhammad)
27 Rajab Isra' Mi'raj
Satu bulan penuh umat Islam
1 Ramadhan Puasa
menjalankan Puasa di bulan Ramadan
17 Ramadhan Nuzulul Qur'an Pertama kali Al Quran diturunkan
10 hari ganjil terakhir Malam penuh kemuliaan di
Lailatul Qadar
Ramadan bulan Ramadhan
1 Syawal Idul Fitri Hari Raya Idul Fitri
 Umat Islam yang berhaji, berangkat
menuju Mina
8 Dzulhijjah Hari Tarwiyah
 Saat Nabi Ibrahim bermimpi
menyembelih anaknya Nabi Ismail
9 Dzulhijjah Wukuf Wukuf di Padang Arafah
10 Dzulhijjah Idul Adha Hari Raya Idul Adha
11, 12, 13 Dzulhijjah Hari Tasyriq

Hisab dan Rukyat[sunting | sunting sumber]


Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni mengamati penampakan
bulan sabit yang pertama kali tampak setelah bulan baru (ijtima). Rukyat dapat
dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.
Apabila hilal terlihat, maka pada petang tersebut telah memasuki tanggal 1.
Sedangkan hisab adalah melakukan perhitungan untuk menentukan posisi bulan
secara matematis dan astronomis. Hisab merupakan alat bantu untuk mengetahui
kapan dan di mana hilal (bulan sabit pertama setelah bulan baru) dapat terlihat.
Hisab seringkali dilakukan untuk membantu sebelum melakukan rukyat.
Penentuan awal bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang
berkaitan dengan ibadah, seperti bulan Ramadan (yakni umat Islam menjalankan
puasa ramadan sebulan penuh), Syawal (yakni umat Islam merayakan Hari
Raya Idul Fitri), serta Dzulhijjah (di mana terdapat tanggal yang berkaitan dengan
ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha). Penentuan kapan hilal dapat terlihat,
menjadi motivasi ketertarikan umat Islam dalam astronomi. Ini menjadi salah satu
pendorong mengapa Islam menjadi salah satu pengembang awal ilmu astronomi
sebagai sains, lepas dari astrologi pada Abad Pertengahan.
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan, adalah
harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara langsung
(rukyatul hilal). Sebagian yang lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan
cukup dengan melakukan hisab (perhitungan matematis), tanpa harus benar-
benar mengamati hilal. Metode hisab juga memiliki berbagai kriteria penentuan,
sehingga seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang
berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadan
atau Hari Raya Idul Fitri.

Rupa-rupa[sunting | sunting sumber]


 Menurut perhitungan, dalam satu siklus 30 tahun Kalender Hijriyah, terdapat
11 tahun kabisat dengan jumlah hari sebanyak 355 hari, dan 19 tahun dengan
jumlah hari sebanyak 354 hari. Dalam jangka panjang, satu siklus ini cukup
akurat hingga satu hari dalam sekitar 2500 tahun. Sedangkan dalam jangka
pendek, siklus ini memiliki deviasi 1-2 hari.
 Microsoft menggunakan Algoritme Kuwait untuk mengkonversi Kalender
Gregorian ke Kalender Hijriyah. Algoritme ini diklaim berbasis analisis statistik
data historis dari Kuwait, namun dalam kenyataannya adalah salah satu
variasi dari Kalender Hijriyah tabular.
 Untuk konversi secara kasar dari Kalender Hijriyah ke Kalender Masehi
(Gregorian), kalikan tahun Hijriyah dengan 0,97, kemudian tambahkan
dengan angka 622.
 Setiap 33 atau 34 tahun Kalender Hijriyah, satu tahun penuh Kalender
Hijriyah akan terjadi dalam satu tahun Kalender Masehi. Tahun 1429 H lalu
terjadi sepenuhnya pada tahun 2008 M.

Kalender Hijriah dan Penanggalan Jawa[sunting | sunting


sumber]
Sistem Kalender Jawa berbeda dengan Kalender Hijriyah, meski keduanya
memiliki kemiripan. Pada abad ke-1, di Jawa diperkenalkan sistem
penanggalan Kalender Saka (berbasis Matahari) yang berasal dari India. Sistem
penanggalan ini digunakan hingga pada tahun 1625 Masehi (bertepatan dengan
tahun 1547 Saka), Sultan Agung mengubah sistem Kalender Jawa dengan
mengadopsi Sistem Kalender Hijriah, seperti nama-nama hari, bulan, serta
berbasis lunar (komariyah). Namun, demi kesinambungan, angka tahun saka
diteruskan, dari 1547 Saka Kalender Jawa tetap meneruskan bilangan tahun dari
1547 Saka ke 1547 Jawa.
Berbeda dengan Kalender Hijriah yang murni menggunakan
visibilitas Bulan (moon visibility) pada penentuan awal bulan (first month),
Penanggalan Jawa telah menetapkan jumlah hari dalam setiap bulannya.

Anda mungkin juga menyukai