Anda di halaman 1dari 4

Altruism

A. Definisi
Altruisme adalah perilaku yang bertujuan menguntungkan orang lain. Altruistis
perilaku dapat dimotivasi oleh egoisme pribadi, atau dapat didorong oleh keinginan
empatik "murni" untuk menguntungkan orang lain, terlepas dari keuntungan pribadi
(Snyder, C.R & Lopez, S.J, 2007). Altruisme melibatkan manusia perilaku yang
bertujuan untuk mempromosikan kesejahteraan orang lain. Batson dan rekan tidak
menyangkal bahwa beberapa bentuk altruisme mungkin terjadi karena egoisme, tetapi
pandangan mereka bersama adalah bahwa, dalam beberapa keadaan, motif egois ini
tidak dapat menjelaskan bantuan (Batson dalam Snyder, C.R & Lopez, S.J, 2007).
Batson (2011) menjelaskan bahwa altruisme setidaknya sama dengan konsep
empati, altruisme berarti keinginan untuk menguntungkan orang lain untuk keuntungan
dirinya sendiri. Altruisme dapat disandingkan dengan egoisme, yaitu keadaan
motivasional dengan tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan diri sendiri.
Mulyadi, S, dkk (2016) mengatakan bahwa altruisme adalah perhatian terhadap
kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Altruisme dapat dibedakan
dengan perasaan loyalitas dan kewajiban. Altruisme memusatkan perhatian pada
motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa
memperhatikan ganjaran, sementara kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan
moral dari individu tertentu ataupun organisasi. “Altruisme” juga dapat merujuk pada
suatu doktrin etis yang mengklaim bahwa individu-individu secara moral berkewajiban
untuk dimanfaatkan bagi orang lain.
Menurut Myers (dalam Mulyadi, S, dkk, 2016), altruisme adalah respon yang
menimbulkan positive feeling, seperti empati. Seseorang yang altruis memiliki motivasi
altruistik, keinginan untuk selalu menolong orang lain. Motivasi altuistik tersebut muncul
karena ada alasan internal di dalam dirinya yang menimbulkan positive feeling, sehingga
dapat memunculkan tindakan untuk menolong orang lain. Dua alasan internal tersebut
tidak akan memunculkan egoistik motivation (egocentrism).
Baron dan Byrne (2006), altruism mengartikan sebagai kewajiban yang ditujukan
pada kebaikan orang lain. Suatu tindakan altruistic adalah tindakan kasih yang dalam
bahasa Yunani disebut Agape. Agape adalah tindakan mengasihi atau memperlakukan
sesama dengan baik semata-mata untuk tujuan kebaikan orang itu dan tanpa dirasuki
oleh kepentingan orang yang mengasihi. Maka, tindakan altruistik pastilah selalu bersifat
konstruktif, membangun, memperkembangkan dan menumbuhkan kehidupan sesama.
Suatu tindakan altruistik tidak berhenti pada perbuatan itu sendiri, tetapi keberlanjutan
tindakan itu sebagai produknya dan bukan sebagai kebergantungan. Istilah tersebut
disebut disebut moralitas altruistik, dimana tindakan menolong tidak sekedar
mengandung kemurahan hati atau belas kasihan, tertapi diresapi dan dijiwai oleh
kesukaan memajukan sesame tanpa pamrih (Campbell, 2006). Dari hal tersebut
seseorang yang altuistik dituntut memiliki tanggung jawab dan pengorbanan yang tinggi.

B. Karakteristik Sifat Altruisme


Menurut Myers (dalam Mulyadi, S, dkk, 2016) menjelaskan karakteristik seseorang
yang memiliki sifat altruisme yaitu orang yang memiliki lima sifat pada dirinya, sifat
tersebut yaitu
a. Empati Perilaku altruistis akan terjadi dengan adanya empati dalam diri seseorang.
Seseorang yang paling altruis merasa diri mereka paling bertanggung jawab,
bersifat sosial, selalu menyesuaikan diri, toleran, dapat mengontrol diri, dan
termotivasi untuk membuat kesan yang baik.
b. Belief On A Just World (Meyakini Keadilan Dunia) Seorang yang altruis yakin akan
adanya keadilan di dunia (just world), yaitu keyakinan bahwa dalam jangka panjang
yang salah akan dihukum dan yang baik akan dapat hadiah. Orang yang
keyakinannya kuat terhadap keadilan dunia akan termotivasi dengan mudah
menunjukkan perilaku menolong.
c. Sosial Responsibility (Tanggung Jawab Sosial) Setiap orang bertanggung jawab
terhadap apapun yang dilakukan orang lain, sehingga ketika ada orang lain yang
membutuhkan pertolongan orang tersebut harus menolongnya.
d. Kontrol Diri Secara Internal Karakteristik dari perilaku altruistik selanjutnya adalah
mengontrol dirinya secara internal. Hal-hal yang dilakukan dimotivasi oleh kontrol
dari dalam dirinya (misalnya kepuasan diri).
e. Ego yang Rendah Seseorang yang altruis memiliki keegoisan yang rendah. Dia
lebih mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri.

C. Faktor yang mempengaruhi munculnya sifat altruism


Beberapa pengaruh pribadi yang merupakan faktor-faktor terjadinya tingkah laku
prososial / altruisme adalah sebagai berikut: (Sears, Freedman dan Peplau, 1994 dalam
Mulyadi, S, dkk 2016)
1. Faktor kepribadian
Pada faktor kepribadian mengamati bahwa orang yang mempunyai tingkat
kebutuhan yang tinggi untuk diterima secara sosial, lebih cenderung
menyumbangkan uang bagi kepentingan amal dari pada orang yang 47 mempunyai
tingkat kebutuhan rendah untuk diterima secara sosial, tetapi hanya bila orang lain
menyaksikan
2. Faktor personal dan situasional
Faktor personal dan situasional sangat mungkin berpengaruh dalam perilaku
menolong, seseorang lebih suka menolong orang yang disukainya, memiliki
kesamaan dengan dirinya dan membutuhkan pertolongan, faktor–faktor diluar diri
suasana hati, pencapaian reward pada perilaku sebelumnya dan pengamatan
langsung tentang derajat kebutuhan yang ditolong. Seseorang menjadi penolong
lebih sebagai produk lingkungan, penelitian yang pernah ada menunjukkan bahwa
dalam memberikan pertolongan ternyata faktor situasional turut mendorong
seseorang untuk memberikan pertolongan kepada orang lain.
3. Hubungan sosial
Dari pengalaman sehari-sehari kita lebih suka menolong teman dekat atau orang-
orang yang satu kelompok dengan kita dari pada orang asing atau orang-orang yang
baru kita temui.
4. Nilai-nilai agama dan moral Faktor lain yang mempengaruhi seseorang untuk
menolong sanggat tergantung dari penghayatan terhadap nilai-nilai agama dan
moral yang mendorong seseorang dalam melakukan pertolongan .
5. Tanggung jawab Besarnya tangung jawab
Hal ini berkaitan dengan kesadaran dalam diri seseorang bahwa dirinya adalah
bagian dari sebuah komunitas masyarakat yang mengharuskan dirinya untuk
berkerja sama dengan orang lain.
6. Latar belakang keluarga Latar belakang keluarga juga sanggat berpengaruh dalam
terbentuknya perilaku menolong, seorang anak yang dibesarkan dalam sebuah
keluarga yang altruistik tinggi, akan mempengaruhi anak–anak untuk berperilaku 48
altruistik seperti yang didapat di keluarga.
7. Suasana hati Jika suasana hati sedang enak atau suasana hati positif (positif mood)
dapat mempengaruhi individu dalam perilaku menolong dan orang juga akan
terdorong untuk memberikan pertolongan lebih banyak. Maka mengapa pada bulan
Ramadhan saat kita berpuasa atau saat idul fitri atau menjelang natal orang
cenderung memberikan derma atau menyumbang lebih banyak, karena merasakan
suasana hati yang enak maka orang cenderung ingin memperpanjangnya dengan
perilaku yang positif.
8. Norma timbal balik Norma timbal balik mengharuskan orang melakukan perbuatan
menolong atau membantu dikarenakan rasa balas jasa karena pernah di tolong.

Dapus

Batson, C.D. 2011. Altruism in Human. New York. Oxford University Press

Snyder, C.R & Lopez, S.J. 2007. Positive Psychology : The Scientific and Practical Exploration
of Human Strenght. USA. Sage Publication.

Myers, D.G. (2012). Psikologi sosial buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.

Mulyadi, S, Dkk. 2016. Psikologi Sosial. Jakarta, Gunadarma

Anda mungkin juga menyukai