Anda di halaman 1dari 10

1

LAPORAN OBSERVASI

PERILAKU PROSOSIAL ANAK PADA PROSES BELAJAR

I. LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial.


Sebagai makhluk individu, manusia mempunyai keunikan tersendiri
dan berbeda-beda setiap individu. Dan sebagai makhluk sosial,
manusia membutuhkan manusia lainnya untuk saling memberi dan
saling mengambil manfaat. Manusia tidak akan lepas dari interaksi.
Komunikasi antar manusia muncul karena berawal dari interaksi dan
interaksi pun sudah ada sejak di masa kandungan. Interaksi yang ada
pada masa kanak-kanak akan lebih kompleks jika sudah dewasa nanti.
Anak-anak umumnya berinteraksi dengan teman sebayanya dan
lingkungan sekitarnya. Interaksi manusia dengan manusia lainnya
menjadi meningkat sekitar 30 persen pada masa kanak-kanak akhir dan
menengah (Widiatmoko, 2017). Interaksi pada masa kanak-kanak
sangatlah penting karena akan membangun keterampilan sosial anak
seperti rasa empati dan perkembangan perilaku sosial anak. Menurut
Bierhoff (dalam Susanti, dkk, 2013) perilaku prososial adalah
sekumpulan perilaku sukarela yang bertujuan untuk menguntungkan
orang lain.
Perkembangan moral yang disebut juga sebagai perilaku prososial
yang mencakup perilaku seperti empati, kedermawaan, kerjasama,
peduli, dan lain-lain. Proses perkembangan perilaku prososial menurut
sudut pandang Social Learning Theory ditekankan pada perkembangan
respon yang nampak dan diperoleh selama kehidupan anak. Menurut
para ahli tersebut, sebagian besar perilaku manusia dipelajari,
dibentuk, dan ditentukan oleh kejadian-kejadian dalam lingkungannya,

1
2

terutama reward, punishment dan modeling. Perilaku prososial yang


ditunjukkan oleh anak-anak dengan teman sebayanya akan berbeda
karena adanya perkembangan moral dan tingkat empati anak yang
berbeda-beda. Namun, sekarang banyak berita mengenai penurunan
moral pada anak-anak contohnya bullying, padahal seharusnya di masa
itu anak-anak sedang di tahap perkembangan moral mereka, contohnya
perilaku prososial. Karena umumnya di masa pertengahan hingga akhir
usia sekolah dasar anak-anak merasa bahwa kesetaraan kadangkala
berarti bahwa setiap orang memiliki wewenang khusus untuk
pelayanan yang khusus (Santrock, 2012).
Perkembangan perilaku prososial akan terus berjalan seiring waktu
dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, pola asuh orang tua,
kepribadian individu, keadaan situasional, dan lain-lain. Dengan begitu
ajaran moral setiap individu dapat terbentuk karena lingkungannya.

II. TUJUAN

 Tujuan dilakukannya observasi agar observer dapat melihat apakah


anak sudah mampu untuk melakukan perilaku prososial di lingkungan
tempat ia menempuh pendidikan dengan cara mengamati perilaku
prososial anak ketika bersama teman sebayanya

III. DASAR TEORI


A. Pengertian Perilaku Prososial
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu tindakan yang
dapat diamati. Menurut Passer dan Smith (dalam Bashori, 2017) Prososial
sendiri pun diartikan sebagai suatu aksi heroik yang bertujuan untuk
memberikan pertolongan pada orang lain. Perilaku prososial adalah suatu
tindakan yang bertujuan untuk menolong orang lain dengan maksud
memberikan keuntungan terhadap orang yang ditolong tanpa harus pelaku
mendapatkan keuntungan secara langsung (Bashori K. , 2017).

1
3

Sementara itu perilaku prososial mencakup segala tindakan yang


direncanakan untuk menolong orang lain dengan mengabaikan motif dan
keinginan dari orang yang menolong (Baron R. A., 2009). Pengertian lain
menurut Baron dan Byrne (dalam Darmawan, 2015), bahwa perilaku
prososial merupakan tindakan menolong yang memberi manfaat terhadap
orang lain tanpa perlu menyediakan keuntungan langsung pada orang yang
menolong dan mungkin menyebabkan beberapa risiko bagi yang
menolong.
Menurut Dayakisni dan Hudaniah (dalam Darmawan, 2015) juga
menyatakan bahwa perilaku prososial adalah perilaku yang dimaksudkan
untuk memperbaiki keadaan fisik atau psikologis seseorang secara materi
atau psikis.
Berdasarkan dari definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan
orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada
orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bisa melibatkan
suatu resiko bagi orang yang menolongnya.

B. Aspek-Aspek Perilaku Prososial


Aspek-aspek perilaku prososial menurut Eisenberg & Mussen
(dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2009: hlm. 175) mengemukakan bahwa
perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan berikut:
a. Berbagi (Sharing), yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan
orang lain dalam suka maupun duka. Berbagi diberikan bila penerima
menujukkan kesukaran sebelum ada tindakan, meliputi dukungan verbal
dan fisik.
b. Menolong (Helping), yaitu kesediaan untuk menolong orang lain yang
sedang berada dalam kesulitan. Menolong meliputi membantu orang lain,
memberitahu, menawarkan, bantuan kepada orang lain atau melakukan
sesuatu yang menjunjang berlangsungnya kegiatan orang lain

1
4

c. Kedermawanan (Generosity), yaitu kesediaan untuk memberikan secara


suka rela sebagian barang miliknya kepada orang lain yang membutuhkan.
d. Kerjasama (Cooperating), yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan
orang lain demi tercapainya tujuan. Kerjasama biasanya saling
menguntungkan, saling memberi, saling menolong dan menenangkan.
e. Jujur (Honesty), yaitu kesediaan untuk tidak berbuat curang terhadap
orang lain di sekitarnya.
f. Menyumbang (Donating), kesediaan untuk membantu dengan pikiran,
tenaga maupun materi kepada orang lain yang membutuhkan.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial


Menurut Staub (dalam Dayaksini & Hudaniah, 2015) terdapat
beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial,
yaitu:
a. Self-Gain
Harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari
kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan,
pujian atau takut dikucilkan.
b. Personal Values and Norms
Adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh
individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai
serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti
berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya
norma timbal balik.
c. Empathy
Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau
pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat
kaitannya dengan pengambilalihan peran. Jadi prasyarat untuk
mampu melakukan empati, individu harus memiliki kemampuan
untuk melakukan pengambilan peran.

1
5

Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi perilaku prososial,


yaitu:
a. Faktor situasi yang terdiri dari :
1. Kehadiran orang lain
Kehadiran orang lain kadang-kadang dapat menghambat
usaha untuk menolong, karena kehadiran orang yang begitu
banyak menyebabkan penyebaran tanggung jawab.
2. Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan juga mempengaruhi kesediaan untuk
membantu keadaan fisik ini meliputi cuaca, ukuran kota,
dll.
3. Tekanan waktu
Terkadang seseorang berada dalam keadaan tergesa untuk
menolong. Keadaan ini menekan individu untuk tidak
melakukan tindakan menolong karena memperhitungkan
keuntungan dan kerugian.
b. Faktor karakteristik penolong yang terdiri dari :
1. Kepribadian
Kepribadian tiap individu sangatlah berbeda, salah satunya
adalah kepribadian individu yang mempunyai kebutuhan
tinggi untuk dapat diakui oleh lingkungannya. Kebutuhan
ini akan memberikan corak yang berbeda dan memotivasi
individu untuk memberikan pertolongan.
2. Suasana hati
Dalam suasana hati yang buruk dapat menyebabkan kita
memusatkan perhatian pada diri kita sendiri yang
menyebabkan mengurangi kemungkinan untuk membantu
orang lain.
3. Rasa bersalah
Rasa bersalah merupakan perasaan gelisah yang timbul bila
kita melakukan sesuatu yang kita anggap salah. Keinginan

1
6

untuk mengurangi rasa bersalah dapat menyebabkan kita


menolong orang yang kita rugikan atau berusaha bertindak
dengan usaha yang lebih baik.
4. Distress diri dan rasa empatik
Distress diri adalah reaksi pribadi terhadap penderitaan
orang lain, perasaan cemas, prihatin, atau perasaan apapun
yang dialami. Empatik adalah perasaan simpati dan
perhatian terhadap orang lain.
Faktor lain yang sangat memengaruhi perilaku prososial pada anak
adalah perkembangan moral. Perkembangan moral adalah perkembangan
yang melibatkan pikiran, perasaan, dan tindakan yang mempertimbangkan
aturan mengenai hal-hal yang dilakukan ketika seseorang berinteraksi
dengan orang lain (Santrock, 2012). Terdapat 2 tahap perkembangan
moral yang terjadi pada masa kanak-kanak menurut piaget (dalam
Santrock, 2012), yaitu:
1. Tahap Moralitas Heteronom
Tahap perkembangan moral ini berlangsung pada usia 4 sampai
7 tahun. Pada tahap imi, anak menilai kebenaran atau kebaikan
tingkah laku berdasarkan konsekuensinya, bukan niat dari
orang yang melakukan. Anak juga percaya bahwa aturan tidak
bisa diubah dan diturunkan oleh sebuah otoritas berkuasa.
Anak berfikir bahwa mereka tidak berhak membuat peraturan
sendiri, melainkan dibuatkan aturan oleh orang dewasa. Orang
dewasa perlu memberikan kesempatan pada anak untuk
membuat peraturan, agar anak menyadari bahwa peraturan
berasal dari kesepakatan dan dapat diubah.
2. Tahap Moralitas Otonom
Tahap perkembangan moral ini berlangsung dari usia 10 tahun
atau lebih. Pada tahap ini anak sudah menyadari bahwa
hukum-hukum dan aturan-aturan hanya diciptakan oleh

1
7

manusia dan dalam menilai suatu tindakan, seseorang harus


mempertimbangkan konsekuensinya.
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2012), perubahan perkembangan moral
ini dapat terjadi melalui relasi dengan teman sebaya yang saling memberi dan
menerima. Dalam kelompok teman sebaya, setiap anggota memiliki kekuasaan
dan status yang sama, merencanakan sesuatu dengan merundingkannya,
ketidaksetujuan diungkapkan dan pada akhirnya disepakati. Relasi antara orang
tua dan anak, orangtua memiliki kekuasaan, sementara anak tidak, tampaknya
kurang mengembangkan pemikiran moral, karena aturan selalu diteruskan dengan
cara otoriter (Santrock, 2012).

IV. PERILAKU TARGET


Dalam observasi tentang perilaku prososial ini, pengamat sepakat untuk
menggunakan dua aspek dari 6 aspek perilaku prososial yang telah
disampaikan oleh Eisenberg dan Mussen yang telah dibahas. Pengamat
menggunakan aspek Helping (Membantu) dan Cooperating (Kerjasama) untuk
memudahkan proses observasi karena aspek-aspek lainnya cukup sulit untuk
diamati dan beberapa aspek memiliki kesamaan yang cukup sulit untuk
dibedakan untuk diamati.
Berikut Breakdown perilaku sesuai aspek perilaku prososial yang akan
diamati.

Aspek Indikator Definisi Operasional Metode Pencatatan


Berdiri dalam deretan Anecdotal Records
Cooperating Mengantre kebelakang sambil Event Sampling
(kerjasama) menunggu giliran atas (frekuensi
sesuatu yang ingin
dicapai (pulang)

1
8

Tindakan yang Anecdotal Records


Membersihkan dilakakukan untuk
menghilangkan
kotoran yang ada pada
area atau tempat
tertentu
Sikap duduk tenang Anecdotal Records
Tertib saat dengan merapatkan
berdoa kedua telapak tangan
layaknya seseorang
sedang meminta
sesuatu
Menawarkan Ungkapan yang Anecdotal Records
Helping bantuan disampaikan Event sampling
(Membantu) seseorang kepada (frekuensi)
lawan bicara yang
menurutnya
membutuhkan bantuan
Meminjamkan Memberikan sesuatu Anecdotal Records
barang kepada kepada seseorang
teman yang untuk digunakan
membutuhkan sementara, dan
dikembalikan sesuai
tenggat waktu
tertentu.

1
9

Memberi tahu Mengatakan sesuatu Anecdotal Records


yang seharusnya Event sampling
dilakukan atau (frekuensi)
mengatakan sesuatu
yang bertujuan untuk
membuat seseorang
mengerti.

V. METODE

Observasi dilakukan dengan menggunakan jenis participant


observation, yaitu pengamatan yang melibatkan pengamat ketika
sedang mengambil data observasi dan menjadi bagian dari kegiatan
subjek observasi, sehingga observasi yang dilakukan akan terhindar
dari rekayasa. Observasi ini juga menggunakan 2 metode pencatatan,
yaitu Anecdotal Records dan Event Sampling.
 Metode pencatatan anecdotal record
Tipe pencatatan yang bersifat objektif dengan cara menuliskan seluruh
rangkaian observasi secara berurutan tanpa adanya interpretasi dari
observer.
 Metode pencatatan event sampling
Tipe pencatatan kuantitatif yang berfokus pada kejadian saat
munculnya perilaku-perilaku penting yang diamati pada situasi yang
tertentu.
Dengan menggunakan kedua metode-metode diatas dapat
disimpulkan hasil observasi tepat sesuai dengan yang terjadi di
lapangan dan akurat.

1
10

PUSTAKA ACUAN

Asih, & Pratiwi. (2010). Perilaku prososial ditinjau dari empati dan
kematangan emosi (Vol. I).
Baron, R. A. (2009). psikologi sosial. jakarta: erlangga.
Baron, R. A. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.
Bashori, K. (2017). Menyemai perilaku prososial di sekolah. SUKMA : Jurnal
Pendidikan, 57-92.
Bashori, K. (2017). Menyemai perilaku prososial di sekolah. SUKMA : Jurnal
Pendidikan, 57-92.
Dahriani, A. (2007). Perilaku prososial terhadap pengguna jalan.
Darmawan, C. W. (2015). Hubungan antara konsep diri dengan perilaku
prososial siswa SMA Muhammadiyah 1 Malang. Psikovidya, 19(2), 94-
105.
Dayaksini, T., & Hudaniah. (2015). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.
Matondang, E. S. (2016). Perilaku prososial (prosocial behavior) anak usia
dini dan pengelolaan kelas melalui pengelompokkan usia rangkap
(mulitiage group). EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar, 34-47.
Santrock, J. W. (2012). Life-span development : Perkembangan masa hidup (13
ed., Vol. 1). (B. Wisdyasinta, Trans.) Jakarta: Erlangga.
Susanti, Siswanti, & Astuti, T. P. (2013). Perilaku prososial : Studi kasus pada
anak prasekolah. Jurnal Psikologi Undip, 1-8.
Widiatmoko, A. (2017). Pengaruh kemampuan empati terhadap perilaku
prososial siswa sekolah dasar. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
904-914.

Anda mungkin juga menyukai