Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH DASAR-DASAR PSIKOLOGI SOSIAL

“PERILAKU PROSOSIAL DAN ALTRUIS”

Desen Pembimbing:

Drs. Muhammad Anas,M.Si

Aswar S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 9

Nur Ainun Bedi (210404502020)

Ridha Amalia (210404500010)

Iszmayanti Syahnur (210404502002)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas Rahmat-Nya
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas kelompok pada mata kuliah Dasar-Dasar Psikologi Sosial yang berjudul
“Perilaku Prososial & Altruis”

Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Dasar-Dasar Psikologi Sosial yaitu Bapak
Drs. Muhammad Anas M.Si dan Bapak Aswar S.Pd,M.Pd atas bimbingannya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk yang
sangat sederhana.

Dalam penulisan makalah ini kami sadar masih terdapat banyak


kekurangan. Oleh karena itu kami sebagai penyusunan makalah mengharapkan
segala bentuk saran, masukkan, dan kritik yang membangun. Akhir kata, kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan tambahan wawasan bagi para
pembacanya.

Makassar, 6 November 2022

Kelompok 9

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................... 2
C. Tujuan ...................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 4

A. Perilaku Prososial ........................................................................ 4


B. Altruisme .................................................................................... 9

BAB III PENUTUP ............................................................................... 15

A. Kesimpulan ................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu dan sosial, namun
perilaku manusia yang mementingkan diri sendiri sering kali terlihat
ketika ada orang yang mengalami kesulitan tidak mendapatkan
bantuan orang lain. Sebagian orang ketika menyaksikan orang lain
dalam kesulitan langsung membantunya sedangkan yang lain diam saja
walaupun mereka sebenarnya mampu membantu. Ada sebagian orang
lain cenderung menimbang-nimbang terlebih dahulu sebelum
bertindak untuk menolong dan ada yang ingin membantu tetapi dengan
motif yang bermacam-macam.
Perilaku prososial merupakan suatu tindakan menolong yang
menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan
langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin
bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong (Baron &
Byrne, 2005).
Meskipun tindakan prososial dimaksudkan untuk memberikan
keuntungan kepada orang lain, namun tindakan ini dapat muncul
karena beberapa alasan. Misalnya, seorang individu mungkin
membantu orang lain karena punya motif untuk mendapatkan
keuntungan pribadi (mendapat hadiah), agar dapat diterima orang lain,
atau karena memang dia benar-benar bersimpati, atau menyayangi
seseorang.
Manusia akan selalu berinteraksi dengan orang yang ada di
sekitarnya, sehingga manusia dituntut untuk mampu berhubungan
baikantar sesama. Kemampuan individu dalam menciptakan hubungan
baik antar sesama ini akan berpengaruh pada kehidupan selanjutnya.
Menjaga hubungan baik dapat dilakukan melalui perilaku yang baik
yaitu dengan cara saling menghargai, menyapa, tolong menolong serta
saling peduli. Perilaku tersebut adalah altruisme.

1
Altruisme merupakan perilaku penting yang harus dilakukan oleh
setiap manusia, karena altruisme sangat dibutuhkan oleh setiap
manusia selama mereka hidup. Altruisme dapat dimiliki seseorang
melalui hasil belajar dari keluarga yang merupakan lingkungan
pertama. Namun, pada kenyataanya justru tidak semua anak dapat
belajar melalui lingkungan pertama yaitu keluarga, hal tersebut salah
satunya dikarenakan mereka sudah tidak memiliki orang tua atau
keluarga. Sehingga anak tersebut dibesarkan dan dididik oleh pihak
lain yaitu Panti Asuhan.
Menurut Depsos RI (2004) (dalam Ifan, 2012) Panti Sosial Asuhan
Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang
mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan
kesejahteraan sosial pada anak terlantar dengan melaksanakan
penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberika pelayanan
pengganti orang tua/wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik,
mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan
yang luas, tepat dan juga memadai bagi pengembangan kepribadiannya
sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus
cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif dalam
bidang pembangunan nasional.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud perilaku prososial & altruisme?
2. Apa saja aspek-aspek prososial & altruisme?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi perilaku prososial?
4. Bagaimana tahap-tahap perilaku prososial?
5. Apa faktor pendorong perilaku altruisme?
6. Bagaimana tahap dalam perilaku altruisme?

2
C. Tujuan
1. Agar dapat memahami apa yang dimaksud prososial & altruisme
2. Agar dapat memahami aspek-aspek prososial & altruisme
3. Agar dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku
prososial
4. Agar dapat memahami tahapan-tahapan perilaku prososial
5. Agar dapat memahami dan mengetahui faktor pendorong dari
perilaku altruisme
6. Agar dapat mengetahui tahapan dalam perilaku altruisme

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perilaku Prososial
1. Pengertian Perilaku Prososial
Perilaku prososial adalah segala tindakan yang ditujukan untuk
memberikan keuntungan bagi seorang atau banyak orang (Batson,
2003). Twenge, Ciarocco, Baumaister dan Bartels (2007)
mendefinisikan perilaku prososial sebagai tindakan yang
menguntungkan orang lain atau masyarakat secara umum. Perilaku
prososial sebagai “voluntary actions are intended to help or benefit
another individual or group of individual”. Bagi Einsenberg dan
Mussen dalam Rahman (2013) perilaku prososial tidak hanya
ditujukan kepada bagi kesejahteraan individu atau kelompok, tapi juga
harus dilakukan secara sukarela.
Passer & Smith (2007) dalam Bashori (2017) mengartikan
prososial sebagai suatu tindakan heroik dengan tujuan untuk menolong
orang lain. Perilaku prososial atau tingkah laku prososial adalah suatu
tindakan yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan
suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan
tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang
menolong (Baron & Byrne, 2005). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa perilaku prososial merupakan segala bentuk
tindakan menolong yang menguntungkan bagi orang lain dan tidak
harus menyediakan keuntungan langsung pada orang yang melakukan
perilaku prososial, dan mungkin melibatkan suatu resiko bagi orang
yang menolong.
Dalam perilaku prososial terdapat maksud untuk mengubah
keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik
menjadi lebih baik. Berbagai upaya yang dilakukan untuk
meringankan beban, memperbaiki keadaan orang lain yang
membutuhkan pertolongan dapat digolongkan sebagai perilaku
prososial. Dapat dikatakan, tingkah laku prososial menimbulkan

4
konsekuensi positif bagi kesejahteraan fisik maupun psikis orang lain
yang dibantu. Perilaku prososial meliputi banyak hal yang dapat
menguntungkan orang lain, dari yang mulai sifatnya sederhana sampai
yang bersifat kompleks seperti meminjamkan uang, memberikan
donasi, bekerja sama dalam membersihkan lingkungan, sosialisasi
informasi mengenai kesehatan, menulis buku inspiratif, menciptakan
lapangan kerja, membangun jembatan dan lain-lain.
Schroeder, Penner, Dovidio, dan Piliavin (1995) menyatakan
bahwa perilaku prososial lebih luas daripada perilaku menolong.
Menurut mereka perilaku prososial terbagi menjadi 3 sub-kategori: ada
perilaku menolong (helping behavior), altruisme, kerja sama
(cooperation). Jadi, perilaku prososial memiliki makna yang sangat
luas dan perilaku menolong hanyalah salah satu bentuk dari perilaku
prososial.

2. Aspek-Aspek Perilaku Prososial


Menurut Mussen, dkk dalam Riadi (2021), terdapat lima aspek
perilaku prososial, yaitu: berbagi (sharing), kerjasama (cooperation),
menolong (helping), kejujuran (honesty), menyumbang (donating).
a. Berbagi (sharing), yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan
orang lain baik suka maupun duka. Sharing diberikan apabila
penerima menunjukkan kesusahan sebelum ada tindakan, meliputi
dukungan variabel dan fisik.
b. Menolong (helping), yaitu kesediaan untuk menolong orang lain
yang sedang berada dalam kesulitan. Menolong meliputi
membantu orang lain, memberitahu, menawarkan bantuan kepada
orang lain atau melakukan sesuatu yang membantu berlangsungnya
kegiatan orang lain.
c. Menyumbang (donating), yaitu kesediaan untuk memberikan
secara sukarela sebagian barang miliknya kepada orang yang
membutuhkan.

5
d. Kerja sama (cooperating), yaitu kesediaan untuk bekerja sama
dengan orang lain guna tercapainya suatu tujuan. Kerja sama
biasanya saling menguntungkan, saling memberi, saling menolong
dan menenangkan.
e. Bertindak jujur (honesty), yaitu kesediaan seseorang untuk
bertindak dan berkata apa adanya, tidak membohongi orang lain
dan tidak melakukan kecurangan terhadap orang lain.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Prososial


Menurut Dayakisni dan Hudaniah (2015), terdapat tiga faktor
utama yang mempengaruhi perilaku perilaku prososial, yaitu sebagai
berikut:
a. Selfgain, yaitu harapan seseorang untuk memperoleh atau
menghindari kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan
pengakuan, pujian atau takut dikucilkan.
b. Personal Values and Norms, yaitu nilai-nilai dan norma sosial
yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi
dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan
tindakan prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran
dan keadilan serta adanya norma timbal balik.
c. Empathy, yaitu kemampuan seseorang untuk ikut merasakan
perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati
ini erat kaitannya dengan pengambilalihan peran. Jadi prasyarat
untuk mampu melakukan empati, individu harus memiliki
kemampuan untuk melakukan pengambilan peran.

Sedangkan menurut Mahmudah (2010), beberapa faktor yang


dianggap berpengaruh terhadap timbulnya sikap atau perilaku
prososial pada seseorang, yaitu sebagai berikut:
a. Situasi sosial
Situasi sosial akan mempengaruhi seseorang menolong atau tidak.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi negatif antara

6
besarnya kelompok atau pemerhati terhadap perbuatan menolong.
Karena dalam situasi kelompok besar terjadi apa yang disebut diffusion
of responsibility (kekaburan tanggung jawab).
b. Karakteristik orang yang terlibat
Terdapat beberapa hal mendasar yang mempengaruhi tindakan
prososial seseorang berkaitan dengan hal ini, yaitu:
1) Persamaan antara penolong dan orang yang ditolong. Semakin
banyak persamaan akan memperpendek jarak sosial antara
keduanya. Makin sedikit jarak sosial makin mudah orang untuk
menolong.
2) Kedekatan hubungan. Orang pada umumnya akan lebih cepat
atau mudah memberi pertolongan kepada orang lain yang
memiliki kedekatan hubungan.
3) Daya tarik. Orang yang memiliki daya tarik lebih
memungkinkan untuk mudah ditolong, karena daya tarik
tersebut dapat menimbulkan rasa senang. Dari rasa ini akan
menimbulkan motivasi positif untuk mendekati atau menolong.
c. Faktor-faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang ada dalam individu yang
bersangkutan. Hal tersebut antara lain mencakup tiga hal, yaitu:
1) Mood, yaitu dorongan yang besar pada orang itu untuk
menolong.
2) Empati, ada hubungan antara besarnya empati pada perilaku
menolong. Makin besar rasa empati maka keinginan menolong
akan menjadi besar.
3) Dorongan atau keinginan pada orang tertentu yang muncul
dengan aktivitas untuk berbuat menolong.
d. Latar belakang kepribadian
Latar belakang kepribadian juga menentukan sikap seseorang untuk
berperilaku prososial. Terdapat tiga hal yang berkaitan dalam hal
tersebut, yaitu:

7
1) Orentasi nilai. Seorang individu yang di dalam pribadinya telah
tertanam jiwa ringan tangan akan lebih suka menolong orang
lain yang sedang membutuhkan.
2) Pemberian atribut. Kecenderungan orang yang paling dominan
untuk lebih berperilaku prososial, menolong orang yang
dikenal baik daripada dengan orang tak dikenal.
3) Sosialisasi. Di samping hal tersebut di atas, peningkatan
melalui sosialisasi juga menumbuhkan sifat menolong atau
sikap prososial. Contohnya adalah setiap mengajarkan sifat
ringan tangan kepada anak-anak sekolah sejak dini.

4. Tahap-Tahap Perilaku prososial


Perilaku prososial tidak terjadi begitu saja. Ketika seseorang
berbaik hati, tindakan tersebut didahului oleh adanya proses psikologis
sampai pada akhirnya menghasilkan keputusan untuk menolong.
Latane & Darley (dalam Arifin 2015) menemukan bahwa respon
individu dalam situasi darurat meliputi lima langkah penting yang
dapat menimbulkan perilaku prososial. Yaitu:
a. Menyadari adanya keadaan darurat, atau tahap perhatian. Untuk
sampai pada perhatian terkadang sering terganggu oleh adanya hal-
hal lain seperti kesibukan, ketergesaan, mendesaknya kepentingan
lain dan sebagainya.
b. Menginterpretasikan keadaan sebagai keadaan darurat. Bila
menginterpretasi suatu kejadian sebagai sesuatu yang membuat
orang membutuhkan pertolongan, maka kemungkinan besar akan
diinterpretasikan sebagai korban yang perlu pertolongan.
c. Mengasumsikan memiliki tanggung jawab untuk menolong. Ketika
sesorang memberi perhatian kepada beberapa kejadian eksternal
dan menginterpretasikannya sebagai suatu situasi darurat, perilaku
prososial akan dilakukan hanya jika orang tersebut mengambil
tanggung jawab untuk menolong.

8
d. Mengetahui apa yang harus dilakukan. Bahkan individu yang
sudah mengasumsikan adanya tanggung jawab, tidak ada hal
berarti yang dapat dilakukan kecuali orang tersebut tahu bagaimana
ia dapat menolong.
e. Mengambil keputusan untuk menolong. Meskipun sudah sampai ke
tahap dimana individu merasa bertanggung jawab memberi
pertolongan pada korban, masih ada kemungkinan ia memutuskan
tidak memberi pertolongan. Berbagai kekhawatiran bisa timbul
yang menghambat terlaksananya pemberian pertolongan.
Pertolongan pada tahap akhir ini dapat dihambat oleh rasa takut
(sering kali merupakan rasa takut yang realistis) terhadap adanya
konsekuensi negatif yang potensial.

B. Altruisme
1. Pengertian Altruisme
Menurut Richard (2015), altruisme berasal dari bahasa latin,
yaitu alter yang berarti orang lain. Kata altruisme ini pertama kali
digunakan oleh Auguste Comte untuk menunjukkan pada hilangnya
keakuan dan egoisme, dan pengabdian hidup untuk kesejahteraan
orang lain. Batson (1991) dalam Richard (2015) mendefinisikan
altruisme sebagai perilaku menolong yang didasari keinginan untuk
mensejahterakan orang lain. Menurut Schroeder, Penner, Dovidio, dan
Piliavin (1995) altruisme sebagai “sejenis perilaku menolong yang
dilakukan tanpa mengharapkan apa-apa”. Menurut Widyarini (2009)
dalam Harjo (2018) perilaku menolong atau altruisme merupakan sifat
yang dimiliki oleh seseorang untuk memberikan pertolongan demi
kesejahteraan orang yang akan ditolong. Menurut Eisenberg & Mussen
altruisme adalah tindakan sukarela untuk memberi manfaat kepada
orang lain yang dimotivasi secara instrinsik (internal) seperti perhatian
dan simpati kepada orang lain, serta nilai dan penghargaan diri.
Dari pengertian di atas menunjukkan bahwa altruisme bisa
merupakan bagian dari perilaku prososial atau perilaku menolong yang

9
memiliki tujuan yang khas, yaitu untuk mensejahterakan orang lain
atau tanpa mengharapkan keuntungan apa-apa atau karena motif-motif
internal.

2. Aspek-aspek Altruisme
Altruisme tidak dapat diukur secara kuantitatif (angka atau
bilangan), namun bisa dianalisis melalui perbuatan-perbuatan yang
dilakukan secara nyata. Menurut Myers (2012), terdapat beberapa
aspek atau karakteristik seseorang yang memiliki sifat altruisme, yaitu:
a. Empati. Perilaku altruisme akan terjadi dengan adanya empati
dalam diri seseorang. Seseorang yang paling altruis merasa diri
mereka paling bertanggung jawab, bersifat sosial, selalu
menyesuaikan diri, toleran, dapat mengontrol diri, dan termotivasi
untuk membuat kesan yang baik.
b. Belief on a just world (meyakini keadilan dunia). Seorang yang
altruis yakin akan adanya keadilan di dunia, yaitu keyakinan bahwa
dalam jangka panjang yang salah akan dihukum dan yang baik
akan dapat hadiah. Orang yang keyakinannya kuat terhadap
keadilan dunia akan termotivasi dengan mudah menunjukkan
perilaku menolong.
c. Sosial responsibility (tanggung jawab sosial). Setiap orang
bertanggung jawab terhadap apapun yang dilakukan orang lain,
sehingga ketika ada orang lain yang membutuhkan pertolongan
orang tersebut harus menolongnya.
d. Kontrol diri secara internal. Karakteristik dari perilaku altruism
selanjutnya adalah mengontrol dirinya secara internal. Hal-hal
yang dilakukan dimotivasi oleh kontrol dari dalam dirinya
(misalnya kepuasan diri).
e. Ego yang rendah. Seseorang yang altruis memiliki keegoisan yang
rendah. Dia lebih mementingkan orang lain dari pada dirinya
sendiri.

10
Sedangkan menurut Dayakisni dan Hudaniyah (2015),
karakteristik altruisme pada seseorang dapat diketahui melalui hal-hal
sebagai berikut:
a. Cooperative (kerja sama). Individu yang memiliki sifat altruis
lebih senang melakukan pekerjaan secara bersama-sama, karena
mereka berfikir dengan bekerja sama mereka dapat lebih
bersosialisasi dengan sesama manusia dan dapat mempercepat
menyelesaikan pekerjaannya.
b. Helping (menolong). Individu yang memiliki sifat altruis senang
membantu orang lain dan memberikan sesuatu yang berguna ketika
orang lain sedang membutuhkan pertolongan karena hal tersebut
dapat menimbulkan perasaan positif dalam diri si penolong.
c. Honesty (kejujuran). Individu yang memiliki sifat altruis memiliki
suatu sikap yang lurus hati, tulus serta tidak curang karena mereka
mengutamakan nilai kejujuran dalam dirinya.
d. Gonerosity (kedermawanan). Individu yang memiliki sifat altruis
memiliki sikap suka beramal dan murah hati terhadap orang lain.

3. Faktor Pendorong Perilaku Altruisme


Menurut Sarwono (1999) dalam Riadi (2020), terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan
altruisme kepada orang lain, yaitu sebagai berikut:
a. Pengaruh Situasi (Eksternal)
Pengaruh situasi merupakan pengaruh eksternal yang diperlukan
sebagai motivasi untuk menimbulkan tindakan altruisme pada
seseorang, yaitu:
1) Kehadiran orang lain. Faktor yang berpengaruh pada perilaku
menolong atau tindakan menolong orang lain yang kebetulan
berada bersama kita ditempat kejadian. Semakin banyak orang
lain, semakin kecil kecenderungan orang untuk menolong.
Begitu juga sebaliknya, orang yang sendirian cenderung lebih
bersedia menolong.

11
2) Menolong jika orang lain menolong. Sesuai dengan prinsip
timbal balik dalam teori norma sosial, adanya individu yang
sedang menolong orang lain akan lebih memicu kita untuk ikut
menolong.
3) Desakan waktu. Biasanya orang yang sibuk dan tergesa-gesa
cenderung untuk tidak menolong, sedangkan orang yang santai
lebih besar kemungkinannya untuk memberi pertolongan
kepada yang memerlukan.
4) Kemampuan yang dimiliki. Bila individu merasa mampu dalam
melakukan pertolongan, ia akan cenderung menolong.
Sebaliknya bila seseorang tidak memiliki kemampuan untuk
menolong, ia tidak akan melakukan perbuatan menolong.
b. Pengaruh dari dalam diri individu (Internal)
Pengaruh dari dalam diri individu sangat berperan dalam
menumbuhkan tindakan altruisme. Terdapat beberapa pengaruh
internal yang menjadi faktor altruisme pada seseorang, yaitu sebagai
berikut:
1) Empati. Empati merupakan tanggapan manusia yang universal
yang dapat diperkuat atau ditekan oleh pengaruh lingkungan.
Manusia memiliki dorongan alamiah untuk mengesampingkan
motif pribadi dalam membantu dan meringankan penderitaan
orang lain.
2) Faktor personal dan situasional. Faktor personal dan situasional
sangat mungkin berpengaruh dalam perilaku menolong,
seseorang lebih suka menolong orang yang disukainya,
memiliki kesamaan dengan dirinya dan membutuhkan
pertolongan, faktor-faktor diluar diri suasana hati, pencapaian
reward pada perilaku sebelumnya dan pengamatan langsung
tentang derajat kebutuhan yang ditolong.
3) Nilai-nilai agama dan moral. Faktor lain yang mempengaruhi
seseorang untuk menolong sangat tergantung dari penghayatan

12
terhadap nilai- nilai agama dan moral yang mendorong
seseorang dalam melakukan pertolongan.
4) Norma tanggung jawab sosial. Tanggung jawab sosial (sosial-
responsibility norm) adalah keyakinan bahwa seseorang harus
menolong mereka yang membutuhkan pertolongan, tanpa
memperdulikan adanya timbal-balik.
5) Suasana hati. Orang lebih terdorong untuk memberikan
bantuan apabila mereka berada dalam suasana hati yang baik.
6) Norma timbal balik. Norma timbal balik (reciprocity norm)
bersifat universal yaitu harapan bahwa menolong orang lain
akan meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan
menolong kita di masa yang akan datang.

4. Tahapan-Tahapan Perilaku Altruisme


Menurut Latane dan Darley dalam (Nurhidayati, 2012), ada lima
tahap dalam perilaku altruisme, yaitu:
a. Perhatian Pada Suatu Kejadian. Individu membantu orang lain
karena adanya rasa kasih sayang, pengabdian, kesetiaan yang
diberikan tanpa ada kegiatan untuk memperoleh imbalan darinya
maupun orang lain.
b. Interpretasi. Pemberian pendapat atau kesan apakah suatu
pertolongan dibutuhkan atau tidak.
c. Tanggung Jawab. Berkewajiban menanggung segala sesuatu untuk
membantu pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditemui.
d. Keputusan Untuk Bertindak. Keputusan yang diberikan dalam
memberikan bantuan pada orang lain, bantuan tersebut akan
diterima atau ditolak.
e. Kesungguhan untuk bertindak. Keyakinan bertindak tersebut
benar-benar akan menolong atau benar-benar tidak melakukan
tindakan untuk menolong.
Dari tahapan-tahapan di atas dapat disimpulkan bahwa
terdapat lima tahapan yang dilalui oleh seorang yang memiliki sifat

13
altruisme yaitu perhatian pada suatu kejadian, interpretasi,
tanggung jawab, keputusan untuk bertindak dan kesungguhan
untuk bertindak.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perilaku prososial merupakan kemauan orang untuk membantu atau
menolong orang lain yang dalam kondisi sedang mengalami kesulitan.
Sedangkan altruisme merupakan bagian dari perilaku prososial, altruisme
adalah tindakan sukarela untuk membantu orang lain tanpa pamrih, atau
sekedar ingin beramal baik. Perbedaan dari perilaku prososial dan
altruisme yaitu jika prososial merupakan tindakan membantu atau
menolong orang lain yang terjadi secara tiba-tiba dilakukan seseorang,
sedangkan altruisme merupakan tindakan membantu orang ikhlas tanpa
pamrih. Singkatnya altruisme adalah salah satu bentuk perilaku prososial.
Perilaku prososial terdiri atas beberapa faktor yang terdiri dari Selfgain,
Personal values and norm, dan Empathy. Perilaku prososial juga memliki
beberapa tahapan-tahapan. Sedangkan perilaku altruisme terdiri atas faktor
situasi dan internal. Serta aspek-aspek altruisme yang tersusun atas
Sharing (memberi), Cooperative (kerja sama), Donating (menyumbang),
Helping (menolong), Honesty (kejujuran), dan Generosity
(kedermawanan).
B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan makalah ini
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca agar nantinya kami dapat
memperbaiki dan meyempurnakan makalah ini serta makalah kedepannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Bambang Syamsul. (2015). Psikologi Sosial. Bandung: CV Pustaka Setia.

Baron, R.A. dan Byrne, D. (2005). Psikologi sosial. Edisi kesepuluh: jilid 2.
Jakarta: Erlangga.

Bashori, K. (2017). Menyemai perilaku prososial di sekolah. Sukma: Jurnal


Pendidikan, 1(1), 57-92.

Dayakisni, T. & Hudaniah. (2015). Psikologi Sosial. (Edisi Revisi). Malang.


UMM Press.

Harjo, I. L. (2018). Perbedaan altruisme berdasarkan jenis kelamin pada relawan


di sanggar alang-alang surabaya. Character: Jurnal Penelitian Psikologi.,
5(2). 1-4

Mahmudah, Siti. (2010). Psikologi Sosial Sebuah Pengentar. Malang: UIN


Malang Press.

Myers, David G. (2012). Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Salemba Humanika.

Nurhidayati. (2012). Empati dan Munculnya Perilaku Altruistik Pada Masa


Remaja. Edu Islamika, 4(1). 103-122.

Rahman, Agus Abdul. (2020). Psikologi Sosial Integrasi Pengetahuan Wahyu dan
Pengetahuan Empirik. Depok: Rajawali Pers

Riadi, M. (2020). Altruisme (Pengertian, Aspek dan Faktor yang


Mempengaruhi). Diakses pada 5 November 2022, dari
https://www.kajianpustaka.com/2020/04/altruisme-pengertian-aspek-dan-
faktor-yang-mempengaruhi.html

Riadi, M. (2021). Perilaku Prososial (Pengertian, Aspek, Tahapan dan Faktor


yang Mempengaruhi). Diakses pada 5 November 2022, dari
https://www.kajianpustaka.com/2021/02/perilaku-prososial.html

16

Anda mungkin juga menyukai