Anda di halaman 1dari 6

Hukum waris perdata merupakan hukum waris yang mengatur mengenai pembagian harta seseorang

yang telah meninggal kepada ahli waris atau keluarga yang berhak. Hukum waris sering kali tidak
didalami oleh masyarakat Indonesia padahal sangat diperlukan dan bisa menimbulkan konflik jika
penerapan hukum warisnya tidak sesuai.
Untuk hukum waris perdata terdapat 300 pasal yang mengaturnya, dimulai dari pasal 830 sampai
pasal 1130 KUHPerdata. Selain itu, hukum waris perdata juga diatur pada Inpres. No. 1 Tahun 1991.
Pada hukum waris perdata, terdapat tiga unsur yakni, pewaris, ahli waris, dan harta warisan. Dalam
pasal 830 KUHPerdata yang ditentukan sebagai ahli waris adalah:
Keluarga sedarah, baik sah,maupun luar kawin
Suami atau istri yang hidup terlama.
Sementara berdasarkan penafsiran ahli waris menurut UU dibagi dalam empat golongan, yaitu:
Golongan pertama, suami atau istri, dan keturunannya
Golongan kedua, orang tua, saudara, dan keturunan saudara
Golongan ketiga, sanak keluarga lain-lainnya
Golongan keempat, sanak keluarga lainnya dalam garis menyimpang sampai dengan derajat keenam.
Menurut sistem hukum waris perdata, yang diutamakan adalah golongan pertama sebagai ahli waris
yang berhak menerima warisan. Pembagiannya pun tidak membedakan antara bagian laki-laki dan
perempuan dan dilakukan secara berimbang.
Hukum waris perdata merupakan hukum tertua yang ada di Indonesia karena didasarkan pada
Burgerlijk Wetboek voor Indonesie yang berlaku sejak tahun 1848 dengan asas konkordansi. Asas
tersebut memiliki arti di mana apapun peraturan yang diberlakukan di Belanda, maka berlaku juga di
daerah jajahannya termasuk Hindia Belanda atau Indonesia.
Berdasarkan Pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974 disimpulkan bahwa KUHPerdata (BW) masih berlaku
bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa dan Eropa.
Hal ini dipertegas dalam Surat Edaran Mahkamah Agung kepada para Ketua/ HakimPengadilan
Tinggi dan para Ketua/ Hakim Pengadilan Negeri tertanggal 20 Agustus 1975 No.
M.A./Penb/0807/75, tentang petunjuk-petunjuk pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 danPP No. 9
Tahun 1975.
Hal-hal mengenai Hukum Waris sebagaimana terdapat dalam KUHPerdata tsb, tentu saja hanya
berlaku bagi mereka yang tunduk atau menundukkan diri kepada KUHPerdata.
Mereka yang tunduk pada KUHPerdata, khususnya mengenai Hukum Waris adalah Warga Negara
Indonesia keturunan Tionghoa dan Eropa.
Hukum Waris Perdata Barat Kewarisan Berdasarkan UU (Ab-Intestato)Istilah 2 Dalam Kewarisan
Ahli Waris berdasarkan undang2 (ab-interstate):seseorang yang menjadi ahliwaris (menerima
peninggalan dari orang yang meninggal) baik sebagian ataupun seluruhnyakarena memang undang2
menentukan demikian berdasarkan hubungan darah ahli waris ab-intestate (Ps. 832 KUHPer):
a. Para keluarga sedarah baik yang sah ataupun luar kawin yang diakui secara sah.
b.Suami atai isteri yang masih hidup atau hidup terlama.
Ada dua macam ahli waris yang diatur dalam KUHPerdata, yaitu ahli waris berdasarkan hubungan
perkawinan dan hubungan darah, serta ahli waris berdasarkan surat wasiat. Ahli waris yang pertama
disebut dengan nama ahli waris ab intestato. Sementara ahli waris kedua dikenal dengan nama ahli
waris testamentair.
Ahli waris pertama diatur dalam pasal 832 KUHPerdata yang menyatakan kalau yang berhak menjadi
ahli waris adalah anggota keluarga sedarah, baik sah, maupun di luar kawin dan suami dan istri yang
hidup terlama. Apabila tidak ada, maka yang berhak menjadi ahli waris adalah negara.
Berikut pembagian empat golongan ahli waris ab intestato:
Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan
mereka, suami atau istri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama.
Golongan kedua, meliputi orang tua dan saudara pewaris, baik laki-laki atau perempuan, dan
keturunan mereka. Untuk orang tua, ada peraturan khusus yang menjamin kalau bagian mereka tidak
akan kurang dari 1/4 bagian dari harta warisan.
Golongan ketiga, adalah kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas si pewatis.
Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lain hingga
derajat keenam.
Sementara untuk ahli waris testamnetair diatur dalam Pasal 874 KUHPerdata yang menjelaskan kalau
segala harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia adalah kepunyaan ahli warisnya
menurut undang-undang, sekadar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu
ketetapan yang sah.
Terdapat beberapa bentuk surat wasiat, seperti surat wasiat olograpis yang dibuat dan ditulis sendiri
oleh pewaris, surat wasiat umum yang dibuat pewaris di hadapan notaris, dan surat wasiat rahasia
yang dibuat oleh pewaris dan diserahkan pada notaris dalam keadaan tertutup. Hukum waris adalah
hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang
meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Pada asasnya hanya hak-hak dan kewajiban-
kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan/harta benda saja yang dapat diwaris. Dalam hal
mewaris menurut menurut undang-undang dibedakan menjadi, yaitu : Mewaris langsung ialah
orang itu mewaris dalam kedudukan sebagai ahli waris langsung karena diri sendiri (uit eigen
hoofde) dan Mewaris tidak langsung/mewaris karena penggantian “bij plaatsvervulling” ialah
mewaris, yang sebenarnya warisan itu bukan untuk dia tetapi untuk orang yang sudah meninggal
terlebih dulu daripada pewaris. Ia menggantikan ahli waris yang telah meninggal lebih dulu dari si
yang meninggal. Ahli waris pengganti “bij plaatsvervulling” dimungkinkan adanya penggantian
kedudukan seseorang sebagai waris oleh orang tertentu. Penggantian kedudukan ini hanya
dilakukan oleh mereka yang mempunyai hubungan hukum sebagai keturunan sah dari waris yang
digantikan tersebut yang seharusnya mendapat warisan itu. Seseorang dikatakan ahli waris
pengganti “bij plaatsvervulling” adalah seseorang yang menerima harta warisan dari pewaris bukan
karena kedudukannya sendiri, akan tetapi menggantikan kedudukan orang lain yang seharusnya
menerima warisan. Orang lain yang seharusnya menerima warisan telah meninggal lebih dahulu
daripada pewaris, sehingga dalam pewarisan orang yang menggantikan tersebut terpanggil/tampil
untuk menduduki tempat yang lowong karena kematian orang yang digantikan tersebut.

Pasal 832 KUHPerdata menegaskan pihak yang berhak menjadi ahli


waris yaitu, “Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris
ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang
maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup
terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.” Lebih lanjut, “Bila
keluarga sedarah dan suami atau istri yang hidup terlama tidak ada,
maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib
melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga
harta peninggalan mencukupi untuk itu.”
Berdasarkan Pasal tersebut jelas, yang berhak menjadi ahli waris
adalah keluarga sedarah dan suami/istri yang hidup terlama. Bila
keluarga sedarah dan suami atau istri yang hidup terlama tidak ada,
maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib
melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga
harta peninggalan mencukupi untuk itu.

Unsur
1. Adanya pewaris yang meninggal dunia

2. Adanya harta waris yang ditinggalkan baik berupa aset atau hutang

3. Adanya ahli waris yang berhak mendapatkan sesuai peraturan


perundang-undangan

Dasar Hukum Waris Perdata


Hukum waris perdata diatur dalam KUHPerdata dari Pasal 830
KUHPerdata sampai dengan Pasal 1130 KUHPerdata.

Golongan Ahli Waris Yang Berhak


Pembagian golongan dalam ahli waris ini menunjukkan urutan mereka
yang dapat menjadi ahli waris. Apabila golongan III mewaris, maka
harus dipastikan golongan II dan golongan I memang sudah tidak
ada/meninggal dunia.
Cara Mendapatkan Warisan Menurut Hukum Waris Perdata
Terdapat 2(dua) cara untuk mendapatkan warisan menurut
KUHPerdata:
1. Secara Ab Intestato yaitu ahli waris yang berhak berdasarkan Pasal 832
KUHPerdata. Yang berhak menjadi ahli waris adalah para keluarga
sedarah dan suami istri yang hidup terlama. Keluarga sedarah yang
menjadi ahli waris dibagi dalam empat golongan yang masing-masing
merupakan ahli waris golongan pertama, kedua, ketiga dan golongan
keempat.
2. Secara testamentair yaitu ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat
atau testament sebagaimana diatur dalam Pasal 899 KUHPerdata.

Sifat Hukum Waris Perdata


1. Sifat Perseorangan
Sifat perseorangan ini adalah mereka yang bukan kelompok ahli waris,
yaitu individu atau perorangan. Mereka menjadi ahli waris tetapi bukan
tergolong dalam kelompok suku maupun keluarga.
2. Sifat Bilateral
Sifat bilateral adalah sifat yang merujuk pada ahli waris dapat mewarisi
2 pihak. Jadi tidak hanya berhak mewarisi dari ayahnya, tetapi juga dari
ibunya.
Hukum waris perdata bersifat bilateral juga berlaku pada saudara laki –
laki mewarisi dari saudara laki ataupun perempuannya. Baik itu
saudara sekandung ataupun saudara tiri.
3. Sifat Penderajatan
Mengarah pada ahli waris di mana derajatnya lebih dekat pada
pewaris. Oleh sebab itu dapat menutupi peluang ahli waris yang
derajatnya lebih jauh.
Oleh sebab itu, penderajatan ini dikenal akan ungkapan siapa keluarga
sedarah paling dekat, maka warisannya bisa dia dapatkan, sifat ini
sesuai hukum- hukum waris perdata dengan Sistem Ab Intestato.

Bolehkah Meminta Harta Waris?


Sebagaimana dijelaskan sebelumnya dalam Pasal 830 KUHPerdata
bahwa pewarisan hanya terjadi karena adanya kematian. Artinya,
secara hukum tidak diperbolehkan membagi harta warisan sebelum
adanya kematian. Tidak ada satu alasan sekalipun yang membuat Anda
bisa meminta harta ketika ayah ibu masih hidup. Selain menyalahi
hukum, tentu hal ini melanggar norma kepatutan. Pasti pihak keluarga
lainnya juga tidak setuju. Jika Anda ingin menyiapkan pembagian
warisan agar tidak terjadi permasalahan Anda dapat menyewa ahli
hukum untuk membantu Anda membuat surat wasiat.

Hak Waris Anak Di Luar Nikah


Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan diluar perkawinan. Anak
luar kawin berhak untuk mewaris apabila ia diakui secara sah oleh
Pewaris, karena KUHPerdata menganut asas bahwa mereka yang
mempunyai hubungan hukumlah yang berhak untuk mewaris. Pasal
280 KUHPerdata menegaskan, “Dengan pengakuan yang dilakukan
terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan perdata antara
anak dan bapak atau ibunya.” Hal ini berarti, bahwa antara anak luar
kawin dan ayah (biologisnya) maupun ibunya pada asasnya tidak ada
hubungan hukum, hingga mereka memberikan pengakuan, bahwa
anak itu adalah anaknya.
Langkah Hukum Jika Terjadi Permasalahan Mengenai Waris
Jika terdapat permasalahan hukum mengenai waris, maka Anda dapat
menempuh cara kekeluargaan dan membicarakan jalan keluar terbaik
bagi semua ahli waris. Jika tidak tercapai mufakat, Anda dapat
mengajukan gugatan waris sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 834
KUHPerdata guna memperoleh putusan yang adil.

1. Golongan I
Golongan I adalah suami/istri yang hidup terlama dan anak atau
keturunannya. Jika orang yang mewariskan memiliki istri atau suami yang
masih hidup, maka dia yang paling utama menjadi pewaris. Jika mereka
memiliki anak, maka suami/istri yang hidup terlama bersama-sama
mewaris bersama anak-anaknya.
2. Golongan II
Golongan II adalah orang tua atau saudara kandung pewaris.
3. Golongan III
Golongan III adalah keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak/ibu
pewaris.
4. Golongan IV
Golongan IV adalah Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak
maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat
keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta
keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
5. C. Sejarah Kewarisan.
Mula mula pada kebanyakan bangsa di dunia, dalam taraf yang
paling tua dari pertumbuhan manusia, tidak ada pengertian milik,
yang dikenal hanyalah keadaan yang nyata, hak dan fakta masih
bercampur baur. Barulah kemudian orang memperoleh
kesadaran kesusilaan, yang dapat membedakan antara apa yang
ada dengan apa yang seharusnya ada.

Anda mungkin juga menyukai