Mata Kuliah
Fiqh
i
BUKU AJAR MATA KULIAH FIQH
Penulis
Reno Ismanto, Lc., MIRKH
Editor :
Priyanggo K.R
Ukuran :
vi+ 174 hlm., Uk: 14,8x21 cm
Cetakan Pertama :
April 2022
ii
KATA PENGANTAR
ٱلر ۡح َٰم ِن ه
ٱلر ِح ِيم ِ ِب ۡس ِم ه
ٱَّلل ه
وجعل علم الفقه عمادا هلذا،احلمد هلل الذي رفع ابلعلم أانسا وأذل ابجلهل آخرين
وأصلي وأسلم على سيدان حممد سيد املرسلني وعلى آله وصحبه أمجعني ومن،الدين
: اََّما بَ ْعد.تبعهم إىل يوم الدين
Alhamdulillah atas bimbingan dan segala kemudahan yang Allah
berikan, sehingga penulisan Buku Ajar Fiqh ini dapat
dirampungkan. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah
kepada Baginda Nabi Muhammad saw. beserta keluarga, shahabat,
pengikut, dan ummatnya di manapun berada.
iii
Buku ini disusun secara ringkas, dengan harapan menjadi
gerbang pengantar sebelum seorang thālibu al-’ilmi mengarungi
samudera ilmu fiqh yang luas dan dalam. Tema-tema utama seperti
definisi fiqh dan syariat, sejarah perkembangan fiqh, dalil fiqh,
imam mazhab fiqh, ijtihad, fatwa, taqlīd dan perbedaan pendapat di
kalangan fuqāha, dijelaskan secara ringkas dan dengan bahasa
sederhana dalam buku ini.
Semoga Buku Ajar Mata Kuliah Fiqh yang ringkas ini dapat
bermanfaat.
iv
DAFTAR ISI
v
Bab IV. Dalil-Dalil Fiqh Yang Diperselisihkan ........................ 88
A. Qoul As-Sahābi ........................................................................... 89
B. Maslahah Mursalah .................................................................. 91
C. Saddu Adz-Dzarī’ah .................................................................. 96
D. Al-‘Urf .............................................................................................. 97
E. Istihsān ........................................................................................... 100
F. Syar’u Man Qoblanā ................................................................. 102
G. Istishāb .......................................................................................... 105
H. Evaluasi ........................................................................................ 108
I. Referensi ...................................................................................... 109
vi
BAB I
SYARIAH DAN FIQH
A. Definisi Syariah
1. Jalan yang lurus. Contoh untuk arti ini firman Allah Swt:
َ َث ُ َّم َج َع ْلنَاك..."
"..علَى ش َِري َع ٍة ِمنَ ْاْل َ ْم ِر فَات َّ ِب ْع َها
1
“…Kemudian kami jadikan engkau berada di jalan yang
lurus, maka ikutilah…” (Al-Jatisyah (45): 19)
2. Sumber mata air yang mengalir yang dijadikan tempat
minum. Orang arab menyebut:
البٍ ُل
ٍ تْ ع
َ ش َر
َ
“Onta telah mendatangi mata air”.
2
Syariat Islam meliputi semua aspek hukum yang ada
dalam agama Islam baik itu aspek keimanan, akhlak. maupun amal
perbuatan. Berikut penjelasannya secara ringkas:
B. Definisi Fiqh
3
" فَ َما ِل َهؤ ََُل ِء ْالقَ ْو ِم ََل يَكَادُونَ يَ ْفقَ ُهونَ َحدِيثًا..."
“…Mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan (sedikitpun)”.
4
C. Hubungan Antara Syariah dan Fiqh
Objek atau hal yang dibahas dalam ilmu fiqh adalah perbuatan
mukallaf. Seperti praktek jual beli, memakan suatu jenis makanan,
memakai suatu jenis pakaian, dan lain sebagainya. Perbuatan-
perbuatan inilah yang menjadi objek kajian fiqh. Sehingga, pada
contoh hewan babi, maka yang menjadi objek kajian dalam fiqh
adalah hukum memakan dagingnya, memanfaatkan kulitnya, dsb.
Babinya sendiri tidak dikenakan hukum. Hukum muncul pada
5
seseorang berkaitan dengan hewan babi, jika seorang mukallaf
melakukan suatu perbuatan terhadapnya.
6
َ َو َما َكانَ ْال ُمؤْ ِمنُونَ ِليَ ْن ِف ُروا كَافَّةً فَلَ ْو ََل نَف ََر ِم ْن ُك ِل فِ ْرقَ ٍة ِم ْن ُه ْم
ٌطائِفَة
َِين َو ِليُ ْنذ ُِروا قَ ْو َم ُه ْم ِإذَا َر َجعُوا ِإلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّ ُه ْم َيحْ ذَ ُرون
ِ ِل َيتَفَقَّ ُهوا ِفي الد
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya”.
E. Prinsip-Prinsip Syariat
8
terkait beberapa hal sebagai rahmat bagi kalian maka janganlah
kalian pertanyakan”.
9
langsung menetapkan hukum yang bertolak belakang dengan
kondisi sosial masyakat arab saat itu, maka akan terjadi
penolakan. Karena perubahan yang drastis sulit untuk dilakukan
atau diterima manusia.
10
rajam bagi pezina yang sudah menikah dan cambuk bagi pezina
yang bujang.
11
gembira jangan membuat ketakutan, dan persatukan jangan buat
perpecahan”. Juga hadis Nabi saw, bahwa Nabi Saw. ketika
memilih antara dua hal memilih yang paling mudah selama itu
bukan dosa”.
12
Dalam bidang ibadat, contohnya puasa Ramadhan
diwajibkan oleh Allah hanya sekali dalam setahun pada bulan
Ramadhan. Dan bagi orang yang mengalami kesusahan karena
kondisi tertentu seperti sakit atau safar, dibolehkan untuk tidak
berpuasa dan mengganti di hari lain. Contoh lain, keringanan
melakukan sholat duduk bagi orang yang tidak bisa
melakukannya secara berdiri, berbaring bagi orang yang tidak
mampu melaksanakanya secara berdiri atau duduk, keringanan
menjama atau mengqasar shalat bagi musafir, dan lain sebagainya.
َٰٓ َّ َٰيََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ََل ت َۡأ ُكلُ َٰٓواْ أَمۡ َٰ َولَ ُكم بَ ۡينَ ُكم ِب ۡٱل َٰبَ ِط ِل ِإ
َ ً َل أَن تَ ُكونَ تِ َٰ َج َرة
عن
ت ََراض ِمن ُك ۡم
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu”.
13
perbuatan yang dilakukan mukallaf dalam hubungan dirinya
dengan Tuhannya. Sedangkan muamalat adalah perbuatan-
perbuatan yang dilakukannya dalam interaksi terhadap sesama.
1. Fiqh Ibadah
Fiqh ibadah adalah fiqh yang membahas hukum-hukum
berkaitan dengan peribadatan yang dikerjakan untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Fiqh Ibadah adalah
penjabaran dari limar rukun Islam seperti sholat, puasa,
zakat, haji dan hal-hal yang termasuk dalam kategori
ibadah mahdah.
2. Fiqh Muamalah
Fiqh Muamalah adalah fiqh yang membahas hukum-
hukum berkaitan dengan semua yang dilakukan oleh
seorang mukallaf dalam interaksinya dengan orang lain.
Pembahasan Fiqh Muamalah sangat luas karena sebagian
besar waktu manusia terpakai dalam interaksinya dengan
sesama. Fiqh Muamalah terbagi ke dalam berbagai cabang
ilmu sebagai berikut:
a. Fiqh yang membahas tentang hubungan pernikahan,
khitbah, tanggung jawab dan kewajiban suami istri,
talak, ruju’, nafkah, masa iddah, nasab, hak
pengasuhan, dan lain sebagainya, disebut dengan fiqh
munakahat atau ahwal syakhshiyyah.
b. Fiqh yang membahas tentang jual beli, sewa menyewa,
kerja sama, hutang piutang, riba, dan lain sebagainya,
dikenal dengan fiqh muamalat.
c. Fiqh yang membahas tindakan-tindakan criminal serta
sanksinya, dikenal dengan fiqh jinayat.
14
d. Fiqh yang mengatur tentang hubungan antara
pemimpin dan rakyat, perjanjian damai, karakter
hubungan negara Islam dengan negara lainnya dan
lain sebagainya dikenal dengan fiqh siyasah.
e. Fiqh yang berkaitan dengan peradilan, pembuktian,
kesaksian, tuduhan, dan lain sebagainya dikenal
dengan Fiqh al-Qadha.
G. Evaluasi
H. Referensi
15
Az-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus,
Dar Al-Fikir, t.t,
16
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN FIQH
17
metode istinbath hukum yang kemudian dikembangkan oleh
murid-muridnya. Dan sampailah hingga kini fiqh tetap dinamis,
mampu merespon semua peristiwa-peristiwa yang ditemui oleh
manusia di setiap zaman dan generasi.
18
Secara sosial, Mekkah dan Madinah memiliki keunikan
sendiri. Mekkah adalah pusat perdagangan dan peribadatan
masyarakat Jazirah Arab. Mekkah mempunyai hubungan bisnis
dengan negeri-negeri yang ada di sekitarnya yaitu Syam (Siria)
Yaman dan Irak. Hubungan bisnis masyarakat Arab Mekkah ini
disinggung oleh Allah dalam Al-Quran pada surat Qurays.
Sementara itu Madinah merupakan negara agraris. Kebanyakan
pendudukna beprofesi sebagai petani. Disamping bangsa Arab,
ada juga entitias Yahudi yang berdiam di Madinah dan melakoni
profesi sebagai pengrajin. Tentang keahlian Yahudi dalam seni
kerajinan ini dapat kita temukan dari kepemilikan mereka
terhadap berbagai alat perang.
19
berlangsung selama 23 tahun secara bertahap (tadarruj). Tiga
belas tahun di Mekkah dan sepuluh tahun di Madinah. Syariat di
Mekkah dan di Madinah memiliki karakteristik yang berbeda. Fase
awal Mekkah atau disebut juga dengan fase sebelum hijrah fokus
pada masalah akidah dan akhlak. Akidah dan akhlak adalah
pondasi utama dari aspek-aspek syariat yang lain. Setelah itu
pensyaritan di Madinah atau fase setelah hijrah. Pada fase ini
mulai turun secara berangsur hukum-hukum berkaitan dengan
praktik kehidupan masyrakat Islam.
Pensyariatan di Mekkah
20
mata rantai dari ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi-nabi
sebelum Nabi Muhammad. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt
dalam surat Al-Anbiya ayat 25.
ُون
ِ ٱعبُد َٰٓ َّ َل ِإ َٰلَهَ ِإ
ۡ ََل أَن َ۠ا ف َٰٓ َ ُي ِإلَ ۡي ِه أَنَّ ۥه ُ س ۡلنَا ِمن قَ ۡبلِكَ ِمن َّر
ِ ُسو ٍل ِإ ََّل ن
َٰٓ وح َ َو َما َٰٓ أَ ۡر
Artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum
kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak
ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku".
علَ ۡي ُك ۡ ۖۡم أَ ََّل ت ُ ۡش ِر ُكواْ بِِۦه ش َۡئ ٗٔ ۖۡا َوبِ ۡٱل َٰ َو ِلدَ ۡي ِن
َ قُ ۡل تَعَالَ ۡواْ أَ ۡت ُل َما َح َّر َم َربُّ ُك ۡم
َٰ َٰ
ش َ س ٗن ۖۡا َو ََل ت َۡقتُلُ َٰٓواْ أَ ۡولَ َد ُكم ِم ۡن ِإمۡ لَق نَّ ۡحنُ ن َۡر ُزقُ ُك ۡم َو ِإيَّاه ۡ ُۖۡم َو ََل ت َۡق َربُواْ ۡٱلف َٰ ََو ِح
َ َٰ ِإ ۡح
ق َٰذَ ِل ُك ۡم ِ ٱَّللُ ِإ ََّل ِب ۡٱل َح
َّ س ٱلَّتِي َح َّر َم َ ط ۖۡنَ َو ََل ت َۡقتُلُواْ ٱلنَّ ۡف
َ َظ َه َر ِم ۡن َها َو َما ب َ َما
َص َٰى ُكم بِِۦه لَعَلَّ ُك ۡم تَعۡ ِقلُون َّ َو
Artinya: Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan
atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap
kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak
kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki
kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan
22
sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan
kepadamu supaya kamu memahami(nya) (Al-Anam: 151)
23
Pensyariatan di Madinah
َو ََل ت َۡأ ُكلُ َٰٓواْ أَمۡ َٰ َولَ ُكم بَ ۡينَ ُكم ِب ۡٱل َٰبَ ِط ِل َوت ُ ۡدلُواْ ِب َها َٰٓ ِإلَى ۡٱل ُح َّك ِام ِلت َۡأ ُكلُواْ فَ ِر ٗيقا ِم ۡن
َٱل ۡث ِم َوأَنت ُ ۡم تَعۡ لَ ُمون
ِ ۡ ِاس ب ِ َّأَمۡ َٰ َو ِل ٱلن
Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
24
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui.
25
Ulama telah menjelaskan perbedaan atau karakteristik
pada ayat makkiyah dan madaniyyah. berdasarkan berdasarkan
waktu turunnya ayat-ayat Alquran maka ayat-ayat Alquran
terbagi menjadi dua yaitu ayat Makkiyah ah dan ayat madaniyah.
ayat Makkiyah adalah ayat yang diturunkan kan sebelum hijrah
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam Adapun ayat madaniyah
merupakan ayat yang diturunkan setelah hijrah baik ketika Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam di Madinah ataupun di Mekah seperti
dalam peristiwa Fathul Mekah Haji Wada Maupun peristiwa
lainnya.
26
kalimat sumpah dengan makhluk-makhluk Allah seperti
langit, bumi, fajar, dan lain-lain untuk menjelaskan kepada
kaum kafir akan kehebatan ciptaan, sehingga mereka
dapat menerima eksestensi dan kehebatan sang Pencipta
(Allah).
6. Semua ayat yang ada sajadah atau ada kalimat “kalla”
merupakan ayat-ayat Makkiyah.
Metode Pensyariatan
27
dikenal dengan istilah fatwa pada zaman sekarang. Contoh
pertanyaan para sahabat tentang harta rampasan perang, tentang
khamr, tentang haid, sedekah dan lain-lain. Contoh dari hadis
jawaban Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam terhadap
pertanyaan sahabat tentang wudhu dengan air laut. Rasulullah
saw menjawab: “laut itu airnya suci dan bangkainya halal untuk
dimakan”.
Sumber Hukum
1. Al-Quran
28
perincian detail tekhnsi pelaksanaan perintah-perintah tersbut
termuat dalam hadis atau As-Sunnah.
2. As-Sunnah
Ijtihad Rasulullah
29
pertimbangan oleh Rasulullah saw. Ada hikmah atau pengajaran
yang dapat diambil dari ijtihad Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam, antaranya:
30
dua pahala kalaupun salah engkau mendapatkan satu
pahala”.
31
Karakteristik Pensyariatan Pada Fase Kenabian
32
B. Fase Sahabat Dan Tabiin (Fase Pengasasan)
Kondisi politik
33
pembukaan negeri-negeri baru bahkan melampaui jaziratul Arab
seperti negeri Syam (romawi), Mesir dan Persia. Ummat Islam
menemukan menemukan tradisi dan kebudayaan-kebudayaan
baru pada wilayah yang baru dibuka. Tradisi atau budaya-budaya
ini tentu merupakan suatu yang harus direspon oleh fiqh,
sehingga fiqh bisa tetap hidup dan hadir menjadi pedoman atau
aturan dalam kehidupan masyarakat muslim.
Metode Pensyariatan
34
Sumber Hukum
Pada masa Khulafaur Rasyidin ada empat sumber hukum yaitu Al-
Quran, As-Sunnah, ijma dan pendapat. Adanya sumber-sumber
hukum yang baru, yang tidak ada pada pada fase kenabian adalah
suatu keniscayaan. Karena wahyu telah terputus dan masyarakat
muslim menemukan tradisi dan fenomena sosial yang berbeda
yang harus direspon. Keterangan ringkas sumber-sumber hukum
pada masa sahabat
35
sisanya adalah hadis yang bukan mutawatir. Ini berbeda
dengan Al-Quran yang semuanya mutawatir. Begitu juga
para periwayat atau rowi hadits, ada yang kuat atau tsiqoh
namun ada juga yang tidak. Karena itulah Abu Bakar dan
Umar sangat selektif dalam menerima riwayat Hadits,
untuk menghindari terjadinya pendustaan atas Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam. Karena itu Abu Bakar dan
Umar tidak menerima suatu hadis kecuali ada dua orang
yang lain yang memberikan kesaksian bahwa mereka
memang mendengar hadits tersebut dari Rasulullah.
Dengan maksud yang sama Ali Bin Abi Thalib mengambil
sumpah dari orang yang meriwayatkan hadis sebagai
jaminan akan kebenaran hadits yang diriwayatkan
tersebut.
3. Ijma. Ijma atau kesepakatan kaum muslimin atas hukum
suatu permasalahan di fase Sahabat atau Khulafaur
Rasyidin merupakan sesuatu yang dapat tercapai dengan
mudah. hal ini karena para sahabat yang ahli fiqh masih
banyak yang tinggal di Madinah. Di sisi lain, Umar bin Al-
Khattab memiliki kebijakan tersendiri di mana para
sahabat tidak diperkenankan meninggalkan Madinah
kecuali dalam kondisi darurat. Pada masa Utsman bin
Affan mulai banyak sahabat yang keluar ataupun
meninggalkan Madinah.
4. Rasio atau penalaran mulai banyak digunakan dalam
menetapkan suatu hukum permasalahan pada fase
Khulafaur Rasyidin. Penggunaan rasio dalam penentuan
hukum yaitu berupa metode analogy (qiyas), istihsan dan
sadd zaroi.
Ada banyak contoh penggunaan ijtihad atau Nalar
dalam menyimpulkan hukum pada fase Khulafa Rasyidin,
diantaranya adalah penentuan Khilafah pengganti
36
kepemimpinan pasca wafatnya Rasulullah. Sebagaimana
diketahui, tidak ada keterangan atau nash di dalam Al-
Quran maupun hadis tentang siapa yang ditunjukkan
menggantikan Rasulullah. Maka disinilah para sahabat
menggunakan nalar atau analogy, yaitu penunjukan Abu
Bakar menggantikan Rasulullah dalam masalah imam
shalat.
Kedua keputusan perang terhadap orang yang
murtad. Pada masa Khilafah Abu Bakar As Siddiq beberapa
kabilah yang pada awalnya tunduk kepada pemerintahan
Madinah di bawah kepemimpinan Rasulullah mulai
membangkang dan menolak untuk membayarkan zakat
yang dibayarkan. Pada masa itu para Sahabat berbeda
pendapat tentang bagaimana tindakan yang harus diambil
terhadap mereka. Karena tidak ada keterangan di dalam
Al-Quran ataupun hadis tentang hal ini. Abu Bakar
berpendapat mereka harus diperangi dan hal ini tidak
disetujui oleh Umar. Umar Umar menyampaikan protes
kepada Abu Bakar dan bertanya “mana mungkin kita
memerangi mereka, sementara Rasulullah telah
mengatakan “aku hanya diperintahkan untuk memerangi
orang-orang kafir sampai mereka ucapkan syahadat ketika
mereka sudah bersahabat maka darah dan harta tidak
boleh diganggu kecuali dengan haknya”?. Abu Bakar
menjawab, “bukankah Rasulullah mengatakan kecuali
dengan haknya dan termasuk dari haknya syahadat itu
adalah penunaian zakat dan pendirian salat”.
Di kalangan para sahabat cukup banyak terkenal
sebagai tokoh banyak menggunakan nalar dalam
penentuan hukum, diantaranya Abu Bakar, Umar, Zaid bin
Tsabit dan Ibnu Mas'ud. Tentu yang paling terkenal adalah
Umar. Umar dikenal banyak menggunakan rasio dalam
37
penentuan hukum dan tidak terlalu terikat dengan nash-
nash ataupun redaksi ayat Al-Quran ataupun hadits. Umar
melihat makna atau kandungan dari nash-nash tersebut.
Karenanya kita mendapati Umar menentukan beberapa
kebijakan yang mungkin dipahami salah oleh sebagian
orang. Diantaranya adalah tidak memberikan bagian zakat
kepada mualafmualaf. Beliau berpendapat bahwa para
mualaf ini diberi bagian dari zakat karena tuntutan situasi
pada saat itu, yaitu untuk menarik orang kepada agama
Islam. Sementara pada masa beliau Islam itu sudah berdiri
tegak dan jadi ikutan banyak orang. Contoh lain yang
dilakukan Umar adalah tidak memberlakukan hukuman
potong tangan kepada pencuri pada musim paceklik.
38
Sementara Ali dan Ibnu Abbas mengatakan masa iddahnya adalah
masa yang paling lama diantara dua masa iddah, yaitu melahirkan
atau empat bulan sepuluh hari.
39
kalangan sahabat masih berada di satu tempat atau
wilayah yaitu Madinah.
3. Sahabat sangat hati-hati dalam mengeluarkan fatwa.
Mereka biasanya lebih mendahulukan orang lain untuk
memberikan fatwa.
4. Banyak peristiwa dan tradisi baru yang dihadapi kaum
muslimin.
5. Periwayatan hadis belum terlalu gencar dilakukan. Hal ini
didorong oleh kehati-hatian atau kekhawatiran untuk
menisbatkan sesuatu terhadap Rasulullah saw.
Karakteristik Fiqh
40
hukum syar’i. Beberapa sahabat sangat berhati-hati
karena merasa khawatir menentukan hukum yang salah
dalam agama.
41
Perbedaan Pendapat
42
menjadikan mereka sangat bergantung terhadap fatwa-
fatwa dan riwayat-riwayat yang disampaikan kepada
mereka. Karena itu setiap wilayah atau Negeri memiliki
ahli fatwa dan ahli fiqh tersendiri. Sebagai contoh di
Madinah para penduduknya mengikuti pendapat pendapat
Abdullah bin Umar dan Abdullah Ibnu Abbas serta murid-
murid mereka seperti Mujahid, Atho bin Abi Rabah dan
Tawus. Sementara penduduk Kufah mereka sangat
bergantung kepada pendapat Ibnu Mas'ud serta muridnya
seperti Alqomah, Aswad bin Yazid dan Ibrahim An-Nakha'i.
Sementara penduduk Bashro yang menjadi rujukan dalam
fatwa dan pendapat adalah Abu Musa Al-Asy'ari dan
sahabat nabi Anas bin Malik, serta tabi’in Muhammad Ibnu
Sirin. Di wilayah Syam sahabat nabi Muadz Bin Jabal dan
Uadah bin Somit menjadi rujukan. Adapun di Mesir, adalah
sahabat nabi Abdullah bin Amru bin Ash menjadi rujukan
utama dalam fiqh.
Periwayatan Hadis
43
Ada ada beberapa hal yang muncul seiring dengan
maraknya periwayatan hadis, yaitu:
44
Di Fase ini, dua kecenderungan ini semakin menguat dan
masing-masing dari kecenderungan ini memiliki karakteristik
sendiri. Dua model kecenderungan ini mempunyai metodologi
tersendiri serta pengikut (talamidz).
45
1. Karena Madinah adalah tempat tinggalnya
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan
sahabat.
2. Tidak banyak peristiwa baru yang terjadi. Tidak
ada perubahan yang mencolok yang terjadi di
negeri Hijaz (Madinah) dibanding dengan kondisi
ketika Rasulullah ada. Sehingga tidak ada masalah
masalah baru yang memerlukan kepada ijtihad
atau pensyariatan.
3. Penduduk kota Madinah sangat dipengaruhi oleh
tokoh-tokoh dari para sahabat yang sangat
berpegang teguh kepada hadis dan atsar, serta
sangat berhati-hati dalam menggunakan pendapat,
seperti Zaid Bin Tsabit, Abdullah bin Umar dan
Ibnu Abbas.
46
2. Kedua Irak adalah negeri yang tidak banyak
periwayatan hadits dibanding dengan Kota
Madinah. Disisi lain munculnya kelompok-
kelompok seperti Syiah dan Khawarij menjadi
faktor munculnya hadis-hadis palsu, sehingga
memaksa ulama-ulama Irak meletakkan syarat
ketat terhadap diterimanya satu hadis. Sehingga, di
Irak dan wilayah sekitarnya, tidak banyak hadis
yang dapat memenuhi syarat-syarat tersebut dan
dapat digunakan.
3. Faktor lain adalah pengaruh kehidupan kota yang
yang mengelilingi kota Irak seperti peradaban
Persia dan Yunani.
47
bahwa walaupun ulama Irak, sangat terbuka terhadap rasio atau
akal, bukan berarti meletakkan akal di atas hadis-hadis sahih.
Bahkan beberapa ulama Irak terkenal mengedepankan hadis atau
atsar seperti Syarhabil bin Amir.
Beberapa tokoh dari sahabat dan tabiin dikenal cukup aktif dalam
memberikan pandangan terkait hukum syar’I dan mengeluarkan
fatwa terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul.
Mereka tersebut antara lain:
48
1. Di madinah: Aisyah binti Abu Bakkar As-Shiddiq,
Abdullah bin Umar, Abu Hurairah, Said bin Al-
Musayyib, Urwah bin Zubair bin Al-Awam, Abu
bakkar bin Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam,
Salim bin Abdullah bin Umar, Nafi Maula Abdullah
bin Umar, Muhammad bin Muslim (Ibn Syihab Az-
Zuhri), Yahya bin Said dan lainnya.
2. Di Mekkah: Abdullah bin Abbas, Mujahid bin Jubr,
Atha bin Rabah, Abu Zubair bin Muhammad bin
Muslim bin Tadarrus Maula Hakim bin Huzam.
3. Di Kufah: Alqomah bin Qais An-Nakho’I, Masruq
bin Al-Ajda’, Syuraih bin harits Al-Kindi, Said bin
Jubair, Amir bin Syarhabil As-Sya’bi dan lainnya.
4. Di Bashrah: Malik bin Anas (khadim Nabi saw.),
Muhammad bin Sirin, Qatadah bin Diamah Ad-
Dausi dan lainnya.
5. Di Syam: Abdurrahman bin Ghanm Al-Asy’ari, Abu
Idris Al-Khulani, Makhul bin Abi Muslim, Umar bin
Abdul Aziz dan lainnya.
6. Di Mesir: Abdullah bin Amru bin ‘Ash, Abul Khair
Martsaad bin Abdullah Al-Yazani
7. Di Yaman: Tawus bin Kaisan, Wahab bin Munabbih
As-Shan’ani, Yahya bin Abi Katsir dan lainnya.
49
dan kekuasaan terhadap negeri-negeri di bawahnya. Fase ini
dinamakan dengan berbagai penamaan, antara lain masa
keemasan fiqh, masa kejayaan fiqh, fase kodifikasi (tadwin) dan
fase Imam mujtahidin.
50
menjadi pedoman bagi para Mufti dalam mengeluarkan
fatwa.
2. Bentuk lain dari kontribusi para Khilafah dalam
perkembangan keilmuan dan fiqh pada fase ini adalah
kebebasan pendapat. Para pemimpin Dinasti Abbasiyah
memberikan kebebasan bagi para Mufti dan juga ahli fiqh
untuk berpendapat dan menyimpulkan isi melalui ijtihad,
bagi para ulama yang telah memenuhi syarat mujtahid.
Adanya kebebasan berpendapat dorong para fuqaha untuk
aktif dalam mengembangkan dan mendokumentasikan
pandangan-pandangan mereka dalam berbagai bidang
keilmuan.
3. Faktor lain dari kemajuan keilmuan berbagai bidang yang
di Fase ini adalah semakin luasnya wilayah Islam.
Dicatatkan wilayah Islam pada saat itu terbentang dari
Spanyol sampai dengan Cina. Masing-masing wilayah atau
negeri ini memiliki tradisi budaya dan sistem sosial yang
berbeda-beda, yang kesemuanya mendorong mujtahidin
atau ulama yang mendiami wilayah tersebut memberikan
fatwa dan juga pandangan-pandangannya yang sesuai bagi
penduduk wilayah tersebut. Dari banyaknya masalah-
masalah yang baru yang muncul menjadikan pembahasan
fiqh semakin meluas dan mendalam (tafri al-masail).
4. Tampilnya orang non Arab (mawāli) dalam Kancah di
ilmuwan. Orang non Arab ini sebelumnya merupakan
orang-orang yang hidup atau berinteraksi dengan
peradaban-peradaban dan ilmu-ilmu lama seperti filsafat
dan logika. Kemampuan mereka terhadap ilmu-ilmu ini
menjadikan mereka mempunyai kemampuan membahas
permasalahan-permasalahan secara sangat mendalam.
Karena itu di Fase ini banyak sekali ilmuwan-ilmuwan
berbagai bidang keilmuan seperti filsafat, logika, ilmu
51
bahasa, ilmu Perbandingan Agama, Fiqh, hadis dan
sebagainya.
5. Kodifikasi dan terjemahan ilmu jadi salah satu
karakteristik tersendiri yang ada pada fase ini. Kodifikasi
ilmu-ilmu seperti hadis, fiqh, ushul al-fiqh, tafsir dan lain-
lain, serta penerjemahan ilmu-ilmu dari luar Islam mulai
digerakkan secara masif. Pembukuan sunnah telah mulai
dilakukan pada masa Dinasti Abbasiyah diantaranya yang
dilakukan oleh Sufyan At-Tsauri di Kufah, Laits bin Said di
Mesir, Imam Malik bin Anas di Madinah dan lain
sebagainya. Walaupun yang sampai ke kita tidak banya Di
abad ke-2 Hijriyyah pembukuan hadis menampakan corak
baru. Dalam pembukuan As-Sunnah dilakukan
pengkategorian antara pendapat sahabat dan ucapan Nabi
saw. Hal ini berlanjut dalam pembukuan hadis dengan
metode penulisan berdasarkan urutan-urutan dala
pembahasan fiqh. Pengkajian hadis-hadis secara
mendalam dari segi kualitas (kesahihan) juga banyak
dilakukan. Beberapa contoh kitab terkenal yang dikarang
dalam model ini yaitu Sahih Bukhari, Sahih Muslim Sunan
At-Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibnu Majah,
Musnad Imam Ahmad.
6. Penterjemahan ilmu-ilmu dari Yunani, Persia dan India.
Gerakan penerjemahan ini memicu terjadinya
perbincangan dan perdebatan di kalangan ulama dalam
berbagai bidang ilmu. Dalam bidang fiqh, hal ini justru
memperkaya dan memperkuat kaidah-kaidah dalam
ijtihad dan istinbath hukum.
52
Sumber Hukum
53
mujtahid, tapi karena imam mujtahid mengajarkan
metode keilmuan kepada para murid dan murid-murid
mereka yang menyebarkan, mematangkan dan
memperkokoh pondasi-pondasi metodologi Imam
mujtahid neraka.
3. Kemunculan mazhab-mazahab dalam fiqh, utamanya,
adalah hasil dari perbedaan pendapat terkait dengan
sumber hukum. Satu pandangan atau satu hukum
disimpulkan melalui dalil ataupun sumber hukum.
4. Di sisi lain salah satu sisi lain karakteristik yang juga
terlihat di fase ini adalah sikap negara ataupun Dinasti
Abbasiyah yang memasukkan pendapat-pendapat fiqh
sebagai undang-undang ataupun peraturan dalam
bernegara.
54
berpikir. Penamaan ini sifatnya ijtihadi, dan tidak sepenuhnya
mewakili keadaan yang terjadi. Meskipun di fase ini tidak banyak
mujtahid-mujtahid mutlak yang secara independen
menyimpulkan hukum melalui sumber atau dalilnya langsung,
namun karya-karya mereka dalam Fiqh memberikan kontribusi
besar bagi terjaganya bangunan fiqh.
55
kepercayaan diri dalam ijtihad disebabkan oleh banyak faktor,
antara lain:
56
seperti yang menghalang ulama pada fase ini untuk
berijtihad secara mandiri.
57
Tidak dipungkri bahwa karya-karya para ulama mazhab di
fase ini banyak berjasa dalam menjaga mazhab-mazhab tersebut
dari kepunahan. Imam-imam mazhab yang tidak menuliskan
pendapatnya dan tidak mempunyai murid yang mempelajari
metodlogi istinbath hukumnya, fiqhnya cenderung hilang seiring
dengan perputaran waktu. Karena itu, tidak bisa dikatakan
sepenuhnya bahwa fase ini adalah fase kemunduran dan kelesuan
berpikir. Paling jauh yang dapat dikatakan, ulama pada fase ini
cenderung untuk taqlid dan mengembangkan mazhab fiqh yang
mereka ikuti.
58
ulama atau tokoh yang menyeru untuk menghidupkan kembali
tradisi imam mujtahidin yang tidak terikat dengan mazhab
tertentu dan tidak enggan untuk berijtihad atau beristinbath
langsung dari sumber hukum utama. Antara lain Ibnu Taimiyyah,
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dan Asy-Syaukani.
Faktor-faktor Kemunduran
59
yang gemar melakukan pengembaraan dalam mencari
ilmu. Sebut saja Imam Syafii, Imam Abu Yusuf dari mazhab
Hanafi, dan lainnya. Adapun di fase ini, hubungan antar
ulama tidak seperti dulu, tidak banyak rihlah ilmiah yang
dilakukan para ulama.
2. Ijtihad banyak dijauhi oleh para ulama. Para ulama
berpaling dari ijtihad, baik karena kebencian atau tidak
sanggaup menerima kritik, sebagaimana terjadi pada
Imam Ibnu Taimiyyah. Atau karena kemalasan,
kecenderungan untuk menerima seadanya atau karena
banyaknya pembahasan fiqh yang diterima dari imam-
imam mazhab.
3. Adanya kesulitan dalam mencerna karya-karya fiqh para
ulama mujtahidin. Disebabkan karya-karya pada fase ini
yang berbentuk susunan kalimat yang sulit untuk
dipahami dan sebagian malah berbentuk teka-teki
(alghos).
60
pandangan ini diteliti secara mendalam dan disiknronkan antara
satu dengan yang lain, kemudian diambil atau ditetapkan
pendapat yang lebih sesuai dengan konteks masyarakat,
perkembangan zaman serta kemaslahatan yang dzahir. Di
berbagai negara berdiri berbagai fatwa dan lembaga kajian fiqh,
seperti majma’ al-buhuts al-Islamiyyah di Mesir, al-lajnah ad-
daimah llibuhuts wal ifta di Saudi Arabiah dan lain sebaganya.
Penulisan eknsklopedia dalam bidang fiqh mulai marak, seperti
al-mausuah al-fiqhiyyah al-kuwaiytiyyah. Banyak muncul tokoh-
tokoh ulama dan fuqaha.
F. Evaluasi
61
8. Pada fase yunior sahabat dan tabiin, fiqh mengalami
perkembangan. Jelaskan faktor-faktor yang mendorong
perkembangan fiqh!
9. Jelaskan apa yang dimaksud madrosatu al-hadits dan
madrosatu ar-ra’yi!
10. Jelaskan faktor yang mempengaruhi fuqaha Madinah
dalam berpegang kepada nash-nash dan sangat sedikit
berijtihad menggunakan rasio!
11. Jelaskan faktor yang mempengaruhi kecenderungan
fuqaha irak banyak menggunakan rasio dalam
menetapkan hukum!
12. Jelaskan gambaran ringkas mengenai fase kematangan
dan kesempurnaan fiqh!
13. Pada fase taqlid mazhab, sedikit sekali fuqaha yang
merasa mampu berijtihad dan tidak terikat dengan
mazhab tertentu. Jelaskan hal-hal yang mendorong
keadaan ini!
14. Pasca keruntuhan Dinasti Abbasiyyah dinilai sebagai fase
kejumudan fiqh dan kelesuan berpikir. Jelaskan gambaran
ringkas dari fase ini
G. Referensi
62
Al-Khadri, Muhammad, Tarīkh At-Tasyrī’ Al-Islāmi, Kairo, Dār At-
tauzī’ wa An-Nasyr Al-Islāmiyyah, 2006.
63
BAB III
DALIL-DALIL FIQH YANG DISEPAKATI
A. Al-Quran
Definisi
Al-Quran adalah kalam Allah swt. yang yang diturunkan Allah swt.
melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. yang
membacanya dihitung ibadah. Definisi ini adalah definisi yang
64
lebih sederhana. Ada juga definisi lain yang lebih lengkap, yaitu:
kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang
tertulis dalam mushaf-mushaf, berawal dengan surat Al-Fatihah
dan berakhir dengan surat An-Nas, disampaikan secara
bersambung dan membacanya terhitung ibadah.
Kandungan Al-Quran
65
masalah keluarga, pernikahan, jual beli, sewa menyewa, hutang,
tindakan kejahatan dan sanksinya, peradilan, kesaksian, sistem
bernegara, kepemimpinan, hubungan internasional dan banyak
lagi.
66
ُ ورةٍ ِم ْن ِمثْ ِل ِه َوا ْد
عوا َ سُ ِع ْب ِدنَا فَأْتُوا ب
َ علَى َ ب ِم َّما ن ََّز ْلنَاٍ ﴿ َوإِ ْن ُك ْنت ُ ْم فِي َر ْي
َ َّللا ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم
﴾ َصا ِدقِين ِ َّ ُونِ ش َه َدا َء ُك ْم ِم ْن د
ُ
“Dan jika kamu meragukan Al Quran yang kami turunkan kepada
hamba kami (Muhammad saw) maka buatlah satu surat semisal
dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah swt, jika
kamu orang-orang yang Benar”. (Al Baqarah: 23)
67
اط ِل َوت ُ ْدلُوا بِ َها إِلَى ْال ُح َّك ِام ِ َوَل تَأ ْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب
َ ﴿
﴾ َالثْ ِم َوأَ ْنت ُ ْم تَ ْعلَ ُمون
ِ ْ اس ِب ِ َِّلتَأ ْ ُكلُوا فَ ِريقًا ِم ْن أَ ْم َوا ِل الن
“Dan janganlah kamu memakan harta di antara
kamu dengan cara yang batil, dan janganlah kamu
menyuap hakim dengan harta itu, dengan maksud
agar kamu dapat memakan sebagaian harta orang
lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu
mengetahui”. (Al Baqarah: 188)
III. Perintah menepati perjanjian. Firman Allah swt:
﴾ ..ِ﴿ يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا أَ ْوفُوا بِ ْالعُقُود
“Wahai orang-orang beriman, penuhilah janji-
janji..”. (Al Maidah: 1)
2. Hukum tidak terperinci, yaitu ayat-ayat yang menyebut
hukum masalah tertentu namun tidak memberikan
perincian cara dan penjelasannya.
Contoh:
I. Kewajiban haji: firman Allah swt:
ً ِسب
﴾..يَل َ ع إِلَ ْي ِه
َ طا ِ اس ِح ُّج ْالبَ ْي
َ َت َم ِن ا ْست ِ َّعلَى الن ِ َّ ِ ﴿ َو
َ َّلل
“Dan diantara kewajiban manusia terhadap Allah
adalah melaksanakan ibdah haji ke baitullah, yaitu
bagi orang yang mampu”. (Ali Imran: 98). Al Quran
tidak menjelaskan tatacara, syarat dan rukun haji.
Penjelasan semuanya ada dalam sunnah, baik
melalui ucapan Nabi saw. maupun contoh
langsung.
II. Kewajiban shalat dan zakat. Di dalam Al Quran
tidak dijelaskan secara detail bagaimana cara
pelaksanaan shalat;, berapa rakaat, syarat dan
lain-lain. Begitu juga zakat, kadar dan nisabnya
tidak ada penjabarannya dalam Al Quran. Tentang
shalat dan zakat, Al Quran hanya menyebut tanpa
68
memberi perincian, misalnya: “dirikanlah shalat,
tunaikan zakat dan rukuklah bersama orang-orang
yang rukuk”. (Al Baqarah: 43)
3. Hukum yang disebutkan secara terperinci. Misalnya
penjelasan tentang wanita-wanita yang haram dinikahi,
hudud, pembagian harta waris dan lain sebagainya. Jumlah
ayat yang berbentuk seperti ini tidak banyak. Dan
kebanyakan terkait masalah akidah dan akhlak. Adapun
hukum yang terkait amalan, kebanyakan ayatnya
berbentuk umum dan penjelasannya ada dalam sunnah.
69
(An-Nisa: 13). Kata “setengah” dalam ayat ini adalah setengah,
tanpa ada pemaknaan lain.
َ ﴿ َو ْال ُم
﴾.. ٍطلَّقَاتُ َيت ََربَّصْنَ ِبأ َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَ ََلثَةَ قُ ُروء
“… dan istri-istri yang ditalak itu wajib menahan diri (menunggu)
selama tiga kali quru”. (Al-Baqarah: 228). Kata quru’ di dalam
bahasa arab mempunyai dua arti yaitu suci dan haid. Maka, ada
mujtahid yang memaknai waktu iddah itu dengan tiga kali suci
dan ada juga yang memahaminya dengan tiga kali haid.
B. As-Sunnah
70
2. Sunnah ucapan (qauliyyah), yaitu sunnah yang berbentuk
kata-kata yang diucapkan atau disampaikan oleh Nabi saw.
Sunnah ucapan disebut dengan hadis. Contoh, sabda Nabi
saw: “tidak boleh (haram) membahayakan diri sendiri dan
orang lain”.
3. Sunnah perbuatan (fi’liyyah), yaitu perbuatan yang
dilakukan oleh Nabi saw. seperti shalat, tatacara ibadah
haji, keputusan Nabi saw. dengan satu orang saksi dan
sumpah (pengingkaran) dari tertuduh.
71
سولُهُ أَ ْم ًرا أَ ْن يَ ُكونَ لَ ُه ُم َّ ضى
ُ َّللاُ َو َر َ َ﴿ َو َما َكانَ ِل ُمؤْ ِم ٍن َو ََل ُمؤْ ِمنَ ٍة إِذَا ق
﴾ ض ََل ًَل ُم ِبينًا
َ ض َّلَ سولَهُ فَقَ ْد َّ ص
ُ َّللاَ َو َر ِ ْال ِخ َي َرة ُ ِم ْن أَ ْم ِر ِه ْم َو َم ْن َي ْع
“Dan tidaklah pantas bagi orang mukmin lelaki atau perempuan,
jika Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu keputusan,
mereka ada pilihan lain bagi mereka tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia
telah tersesat dengan kesesatan yang nyata”. (Al-Ahzab [33]: 36)
72
sebagai seorang Nabi, tetapi sebagai manusia biasa, atau
sesuatu yang khusus untuk Nabi saw.
Sunnah yang bukan syariat dapat dikelompokkan dalam
beberapa kelompok:
I. Yang dilakukan oleh Nabi saw. atas dorongan
sifat manusiawinya, seperti makan, minum,
tidur, duduk, dan lain sebagainya. hal-hal ini
tidak termasuk syariat, sehingga jika tidak
diikuti tidak berdosa. Akan tetapi cara-cara
Nabi saw. dalam melakukan hal-hal tersebut
dianjurkan untuk diikuti.
II. Yang dilakukan oleh Nabi saw. karena
pengalaman atau percobaannya dalam perihal
keduniawian, seperti cara berdagang, cara
mengatur pasukan, strategi perang dan lain
sebagainya. Ini tidak termasuk syariat. Contoh
perubahan strategi perang pada perang Badar.
Nabi merubah tempat markas kaum muslimin
atas masukan dari soerang Sahabat.
III. Hal-hal yang khusus untuk Nabi saw. seperti
puasa wisol, menikah lebih dari empat,
kewajiban tahajjud dan lain sebagainya.
Contoh-contoh ini tidak boleh diikuti dan tidak
berlaku bagi selain Nabi saw.
73
atau ada pengubahan dan penyelewengan, sehingga Al-Quran
sifatnya qat’i at-tsubut. Sementara As-Sunnah, tidak semuanya
periwayatannya seperti Al-Quran.
74
diamalkan, karena penisbatannya kepada Rasulullah saw.
sah atau benar.
75
Sunnah memberikan batasan bahwa tangan yang
dipotong adalah tangan kanan, sedang bagian yang
dipotong adalah pergelangan.
3. Hukum baru yang tidak ada dalam Al-Quran, seperti
keharaman memakai emas bagi lelaki, kemaraman
binatang bertaring, keharaman menikahi perempuan dan
bibinya dalam satu waktu, kebolehan gadai (rahn) dalam
keadaan muqim, hak waris bagi nenek, sanksi rajam bagi
pezina yang sudah menikah dan lain-lain. Hukum-hukum
ini wajib diamalkan, seperti hukum yang ada di dalam Al-
Quran. Rasulullah saw menjelaskan, “Aku telah diberi Al-
Quran dan -bersamanya- sesuatu (hadis) yang serupa
dengannya”. Maksudnya serupa dari segi wajib untuk
diikuti hukum-hukumnya.
C. Al- Ijma
Definisi Ijma
Kata ijma dari segi bahasa mempunyai dua arti. Pertama, azam
untuk melakukan sesuatu. Contoh sabda Nabi saw.
76
setelah kewafatan Rasulullah saw. terhadap hukum suatu
permasalahan”.
Rukun Ijma
Dari definisi ijma tadi, suatu ijma (konsensus) hanya akan terjadi
jika empat hal berikut terpenuhi:
77
4. Yang disepakati adalah hukum syar’i, seperti halal, haram,
wajib, sah, fasid, dan sebagainya. Karena ijma yang
dimaksud oleh ulama ushul adalah ijma sebagai sumber
syariat. Maka ijma hanya terkait dengan hukum syar’i.
Selain dari itu tidak dianggap sebagai ijma dalam term
ulama ushul fiqh.
غي َْرَ سو َل ِم ْن َب ْع ِد َما تَ َبيَّنَ لَهُ ْال ُهدَى َو َيت َّ ِب ْعُ الر َّ ق ِ ِ﴿ َو َم ْن يُشَاق
﴾ يرا ً ص ِ ت َم ْ ُسبِي ِل ْال ُمؤْ ِمنِينَ نُ َو ِل ِه َما ت ََولَّى َون
َ ص ِل ِه َج َهنَّ َم َو
ْ سا َء َ
“Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas
kebenaran bagianya dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang beriman, kami biarkan dia dalam kesesatan
yang telah dilakukannya itu dan akan kami masukkan dia
ke dalam neraka jahanna dan itu seburuk-buruk tempat
kembali”. (An-Nisa [4]: 115)
Berdasarkan ayat ini orang yang mengikuti selain jalan
orang beriman dianggap sebagai sesat dan diancam
dengan neraka jahannam. Makna yang dikandung adalah
mengikuti jalan orang beriman hukumnya wajib. Ijma
termasuk salahsatu ‘jalan orang beriman’, maka ijma
mempunyai kekuatan untuk dijadikan sumber hukum dan
diikuti.
78
2. Hadis Nabi saw: “Umatku tidak akan bersepakatan dalam
suatu kesesatan” dan hadis “Apa yang dipandang orang-
orang muslim baik, maka dipandang baik di sisi Allah swt”.
Landasan Ijma
Jenis-jenis Ijma
79
1. Ijma Sarih (jelas), yaitu kesepakatan semua mujtahidin
dengan metode semua mujtahidin tersebut
menyampaikan pandangannya secara jelas, lalu semuanya
sepakat menetapkan satu hukum bagi permasalahan
tersebut.
2. Ijma Sukuti, yaitu kesepakatan sebagian mujtahidin
dalam suatu permasalahan dengan pemaparan langsung,
sementara sebagian mujtahid yang lain walaupun
mengetahui permasalahn tersebut tidak memberikan
pandangan yang dapat dinilai sebagai persetujuan atau
penolakan. Jika ada sesuatu yang dapat dianggap atau
mewakili persetujuan, dari mujtahidin yang tidak
menyampaikan pandangannya secara langsung, maka
ijmanya menjadi sarih. Adapun jika ada sesuatu yang
bernilai bantahan, maka ijma menjadi batal. Artinya tidak
ada ijma, tetap sebagai permasalahan yang diperdebatkan.
80
mudah tercapai. Sebagai contoh: ijma untuk memerangi orang
yang menolak membayar zakat, pengumpulan ayat-ayat Al-Quran
dalam satu mushaf, pemberian hak waris seperenam bagi nenek,
tidak membagikan wilayah/lahan yang dibuka (al-ardhu al-
maftuhah) kepada tentara kaum muslimin, dan lain sebagainya.
D. Al-Qiyas
81
dinamakan qiyas karena menyamakan hukum kedua masalah atas
dasar illat hukum pada keduanya sama.
Kedua: masalah yang tidak ada nashnya yaitu masalah yang ingin
diketahui hukumnya dengan cara diqiyaskan kepada masalah
yang ada nashnya. Dalam contoh tadi, al-far’u diwakili oleh
narkoba.
82
Contoh Qiyas
83
bagi permasalahan-permasalahan baru yang tidak ada nashnya.
Namun perlu dipahami bahwa qiyas adalah salahsatu metode
dalam ijtihad. Karena menentukan hukum yang tidak ada nash
adalah termasuk dalam kategor ijtihad. Kesimpulan hukumnya
sifatnya ijthadi. Konsekwensinya, kesimpulan hukum dengan
qiyas dapat ditolak jika ternyata ada nash dalam permasalahan
dan nash tersebut menjadi dalil atas ketidakabsahan qiyas
tersebut. Juga, hukum yang dihasilkan dengan qiyas tidak bisa
dipaksakan/diwajibkan terhadap orang yang mempunyai
pandangan berlainan.
84
apakah jika ibumu punya hutang, engkau dapat
membayarkan untuknya? Perempuan itu menjawab,
“iya”. Lalu Nabi saw berkata kepadanya, “Berpuasalah
untuk menggantikan puasa ibumu”. Dalam riwayat lain
disebut tambahan kalimat “karena hutang Allah lebih
berhak untuk dilunasi”.
3. Para sahabat juga menggunakan qiyas. Contohnya
pengangkatan Abu Bakar sebagai khilafah
menggantikan Rasulullah saw. dalam memimpin
Negara, diqiyaskan dengan kepemimpinannya
menggantikan Rasulullah saw. dalam shalat.
4. Secara logika, Islam sebagai penutup syariat harus bisa
memberikan ketetapan hukum bagi permasalahan-
permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Akan tetapi
nash-nash syariat terbatas dan sudah berakhir dengan
terputusnya wahyu. Maka, diperlukan sumber-sumber
hukum lain, selain nash, yang dapat menjawab keadaan
ini. Qiyas dapat menjadi sumber hukum karena semua
hukum yang ada nashnya dalam Islam ada illat-nya.
Permasalahan-permasalahan baru dapat dicarikan
ketentuan hukumnya dengan melihat kepada illat-
illatnya, jika ada kesamaan dengan illat yang ada pada
masalah—masalah ushul, maka dapat disimpulkan
hukum yang sama. Dengan qiyas Islam dapat menjawab
semua problematika hukum yang terus muncul tanpa
henti yang dihadapi manusia.
E. Evaluasi
85
2. Jelaskan tiga model penjelasan Al-Quran terhadap hukum
baik terkait akidah, akhlak, atau amal perbuatan!
3. Jelaskan definisi dan bentuk-bentuk As-Sunnah!
4. Apakah semua yang dilakukan Nabi adalah syariat?
Jelaskan dan berikan contoh!
5. Jelaskan pembagian As-Sunnah berdasarkan tingkatan
kekuatan periwayatan!
6. Jelaskan kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Quran!
7. Apa yang dimaksud dengan ijma?
8. Jelaskan dalil-dalil atau argumentasi tentang kehujjahan
ijma!
9. Jelaskan jenis-jenis Ijma!
10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan qiyas dan berikan
contoh!
11. Jelaskan dalil-dalil atau argumentasi tentang kehujjahan
qiyas!
F. Referensi
86
Al-Qattan, Mannā’, Tarikh At-Tasyri Al-Islāmi, Ar-Riyadh,
Maktabah Al-Maā’rif linnasyri wa At-Tauzī’, 1996.
87
BAB IV
DALIL-DALIL FIQH YANG DIPERSELISIHKAN
88
A. Qoul As-Sohābi/Pendapat Sahabat
Definisi
89
mengetahui banyak tentang hukum dan hikmah syariat. Contoh
untuk kategori ini adalah pemberian hak waris seperenam
(sudus) kepada nenek.
90
B. Maslahah Mursalah
Definisi
Jenis-jenis maslahat
91
Maslahat atau kebaikan yang merupakan tujuan manusia
dapat dibagai menjadi tiga jenis:
92
hukum berdasarkan maslahat, seorang faqih akan menemukan
realitas bahwa suatu kejadian dengan kejadian lain dapat berbeda
kesimpulan hukumnya. hal ini bisa dipengaruhi oleh kondisi social
suatu daerah, ataupun adaya pertimbangan-pertimbangan lain.
93
cerai tiga yang diucapkan dengan satu lafaz, membentuk
kementerian, membangun penjara, di zaman Umar.
Pendapat mazhab Hanafi membolehkan karantina atau
tahanan rumah terhadap mufti yang ceroboh dalam
berfatwa, pendapat malikiyyah yang membolehkan
menahan tertuduh serta pemberian hukum dengan
maksud agar mengaku, serta contoh-contoh lainnya.
94
Sebagian ulama berpandangan bahwa maslahah mursalah
tidak bisa jadi hujjah. Adapun argumentasi atas pendapat ini
sebagai berikut:
95
C. Sadd Adz-Dzari’ah
Definisi
96
Sementara itu sebagian ulama syafiiyyah bependapat
bahwa sadd adz-dzari’ah tidak termasuk salahsatu dalil syari yang
dijadikan dasar penetapan hukum. Dengan argumentasi bahwa
dalil-dalil syar’I hanyalah Al-Quran, hadis, ijma atau qiyas yang
mengandung maslahat di dalamnya. Namun, jika diteliti,
perbedaan ini tidak subtansial. Karena ulama yang menerima sadd
adz-dzari’ah sebagai dalil juga melihat adanya kemaslhatan dalam
menetapkan hukum tersebut. Dalam istilah ulama, perbedaan
seperti disebut perbedaan lafaz (ikhtilaf lafzi).
D. Al-‘Urf (Tradisi)
Kata ‘urf seakar dengan kata ma’ruf yang artinya sesuatu yang
baik atau dikenal. Ma’ruf biasanya juga diposisikan sebagai
anonim dari kata munkar. Dalam istilah, ‘urf, yang disejajarkan
dengan al-‘adah, diartikan sebagai sesuatu yang menjadi
kebiasaan atau tradisi dan diterima oleh akal dan tabiat yang
sehat.
97
Dari segi substansi, ulama membagi ‘urf menjadi dua jenis
yaitu ‘urf sahih dan ‘urf fasid. ‘Urf sahih adalah kebiasaan atau
tradisi yang tidak bertentangan dengan nash Al-Quran atau hadis,
tidak menimbulkan mudharrat atau menghilangkan maslahat
yang jelas. Contoh ‘urf sahih, akad istishna atau akad preorder,
membagi pembayaran mahar dalam beberapa tahap, hadiah
ketika khitbah dan lain-lain.
Adapaun urf fasid adalah lawan dari urf sahih, yaitu apa
yang menjadi kebiasaan atau tradisi, namun hal ini menyalahi
aturan syariat, karena adanya unsur maksiat atau kemungkaran di
dalamnnya. Contohnya tradisi masyarakat bertransaksi riba
(hutang berbunga), perlombaan yang mengandung judi dan lain-
lain.
98
kebiasaan telah menjadi bagian dari kebutuhan. Atas dasar ini,
ulama melihat urf sebagai salahsatu dalil dalam menentukan
hukum syar’I serta dalam mengeluarkan fatwa-fatwa. Salahsatu
dalil atau dasar adalah hadis Nabi saw, “apa yang dipandang baik
oleh kaum muslimin, maka dia baik pada pandangan Allah”. Dari
ini kemudian lahir kaidah ushul fiqh yang terkenal “al-‘adah
muhakkamah”.
99
E. Istihsan
Definisi
Jenis-jenis Istihsan
100
Salahsatu contoh hukum yang dihasilkan dengan metode
istihsan jenis ini adalah kebolehan transaksi yang tidak
ada objeknya seperti akad istihsna, salam, ijaroh,
muzaroah dan lain-lain. Secara kaidah, transaksi-transaksi
seperti ini dilarang dalam Islam. Akan tetapi ulama
membolehkan dengan dasar dianggap baik, baik karena
adanya maslahat pada akad tersebut atau karena akad
tersebut sudah menjadi bagian dari ‘urf masyarakat.
101
Adapun sebagian ulama yang menentang istihsan,
memandang bahwa istihsan adalah metode penetapan hukum
yang berdasarkan hawa nafsu dan memilih yang “enak”
(taladzzuz). Imam Syafii adalah salahsatu ulama yang dikenal
keras menentang penggunaan istihsan dalam menentukan hukum.
Dalam Ar-Risalah beliau menyebut, “perumpamaan orang yang
berhukum dengan cara istihsan seperti orang yang dalam
shalatnya menghadap ke arah yang menurut anggapan baik dia
adalah arah kakbah, tanpa adanya dalil yang diakui syariat dalam
menentukan arah kiblat”.
Definisi
102
Ketegori Syar’u Man Qoblana
103
contohnya adalah syariat qishas yang disebut Allah
swt dalam surat Al-Maidah ayat 45.
َ َ س ِبالنَّ ْف ِس َو ْال َعيْنَ ِب ْال َعي ِْن َواْل
نف َ علَ ْي ِه ْم فِي َها أَ َّن النَّ ْف
َ َو َكتَ ْبنَا
اصٌ ص َ ِِن بِالس ِِن َو ْال ُج ُرو َح ق َّ نف َواْلُذُنَ بِاْلُذُ ِن َوالس ِ َ بِاْل
Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan
ulama.
Pendapat pertama: syar’u man qoblana termasuk
salahsatu sumber hukum, sehingga wajib diikuti dan
dilaksanakan. Ini merupakan pandangan mazhab
Hanafi, hanbali, sebagian maliki dan syafii. Ada
beberapa yang menjadi dasar, antaranya firman Allah
swt:
َّ أُولَئِكَ الَّذِينَ َهدَى
َّللاُ فَ ِب ُهدَا ُه ُم ا ْقتَ ِد ْه
Berdasarkan ayat ini, Allah memerintahkan untuk
iqtida’ (mencontoh) umat terdahulu. Selain itu Nabi
saw mencontohkan sendiri, dalam kasus rajam Yahudi
untuk melihat keterangan yang ada dalam kitab
Taurat.
Pendapat kedua: syar’u man qoblana tidak
termasuk salahsatu dari dalil syar’i. Karena syariat
umat terdahulu adalah syariat untuk mereka secara
khusus. Dan syariat Islam menghapus/menggantikan
syariat-syariat terdahulu, kecuali yang diakui sebagai
bagian dari syariat kita.
Menurut Syaikh Abdul Wahab Kholaf, pendapat
yang rajih adalah pendapat pertama dengan dasar
bahwa syariat Islam hanya menghapus syariat-syariat
terdahulu yang bertentangan. Dan apa yang disebut
dalam Aquran tanpa adanya keterangan
penasakhannnya, adalah bagian dari syariat kita
secara tidak langsung. Karena itu adalah hukum
104
Tuhan disampaikan oleh Rasul dan tidak ada dalil
yang membatalkannya. Di satu sisi, Al-Quran
berfungsi membenarkan apa yang ada dalam Taurat
dan Injil. Apa yang tidak dinasakh oleh Al-Quran
berarti sebaliknya adalah diakui bagian dari
kandungan Al-Quran.
G. Istishāb
Definisi
105
Pendapat pertama: Istishāb dapat menjadikan dalil baik
dalam bentuk menetapkan atau menafikan, ketika tidak ada dalil
lain. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama seperti ulama
mazhab maliki, hanbali dan kebanyakan ulama dalam mazhab
syafii. Argumentasi dari pandangan ini adalah bahwa semua
hukum syar’i baik berupa kewajiban, kebolehan ataupun larangan
yang telah ditetapkan berdasarkan dalil, tetap dalam keadaan
tersebut sampai ada dalil lain yang menyatakan sebaliknya.
106
Jenis-jenis Istishāb
107
2. Al-yaqīn la yazūlu bi asy-syakki (Keyakinan tidak hilang
dengan keraguan)
3. Al-ashlu barōatu adz-dzimmah (Hukum asal adalah tidak
beban tanggung jawab)
4. Al-ashlu baqōu mā kāna ‘alā ma kāna (Hukum asal adalah
berlakunya kondisi yang pernah ada)
H. Evaluasi
108
13. Jelaskan pandangan ulama dalam masalah kehujjahan
istishab!
I. Referensi
109
Khalaf, Abdul Wahab, Al-Ijtihad fi Asy-Syariah Al-Islamiyyah,
Kairo, Dar Al-Fikr Al-Arabi, 2007.
110
BAB V
IMAM MUJTAHIDIN DAN MAZHAB FIQH
111
A. Imam Abu Hanifah
112
fiqh-fiqh perkiraan (membahas masalah furu-furu yang belum
terjadi). Ketika ada beberapa permasalahan baru, mereka tidak
hanya melakukan istinbath hukum, tetapi mengkaji illat-illat
(dasar hukum) dari nash yang dijadikan dalil. Lalu mereka
mengaplikasikan illat tersebut pada permasalahan-permasalahn
lain dan menetapkan hukum serupa jika kesamaan illat tersebut
ada.
113
sahih, bukanlah berarti meninggalkan hadis atau mendahulukan
qiyas dari hadis.
Metode Pengajaran
114
ungkapannya: “Dalam masalah Fiqh orang-orang semuanya
kembali kepada Abu Hanifah”.
Fiqh hanafi tidak ditulis dan dibukukan langsung oleh Imam Abu
Hanifah. Pendapat-pendapat fiqh Imam Abu Hanifah dinaql
kepada kita oleh murid-muridnya seperti Abu Yusuf dan
Muhammad bin Hasan. Murid-muridnya yang menyebarkan
pendapat Imam Abu Hanifah dan membukukannya.
115
mazhab hanafi terjadi percampuran pendapat Imam Abu Hanifah
dan muridnya. Semuanya dimuat. Bahkan tidak jarang muridnya
menyatakan pandangan yang berbeda dengan apa yang
disampaikan oleh Imam Abu Hanifah.
116
2. Muhammad bin Hasan As-Syaibani. Nama lengkapnya
Muhammad bin Al-Hasan bin Farqod As-Syaibani. Lahir di
Wasit, sebuah daerah di Irak, tumbuh di Kufah dan wafat
pada tahun 189 H. Belajar dan mengambil metode ilmu fiqh
dari Imam Abu Hanifah. Tapi kebersamaanya dengan Imam
Abu Hanifah tidak lama. Ia kemudian belajar dengan Abu
Yusuf dan Imam Malik di Madinah selama tiga tahun. Ketika
Imam Syafii datang ke kota Baghdad, ia belajar dengan
Muhammad bin Hasan As-Syaibani. Tejadi diskusi antara
mereka dalam banyak permasalahan. Perjumpaanya dengan
Imam Malik dan Imam Syafii memberikan pengaruh
kepadanya. Tetapi beliau tetap konsisten dengan fiqh dan
metode istinbath hukum mazhab hanafi. Muhammad bin Al-
Hasan As-Syaibani mempunyai jasa yang besar dalam
penulisan dan penyusunan mazhab hanafi. Semua karyanya
sampai kepada masyarakat. Diantaranya: Al-Mabsuth, Al-
Jaami’ As-Saghir, Al-Jaami’ Al-Kabir, As-Sair As-Saghir, As-
Sair Al-Kabir dan Az-Ziyadat.
Nama lengkap Anas bin Malik bin Abi ‘Amir Al-Asbahi. Bernasab
kepada Dzi Asbah, yaitu sebuah kabilah di Yaman. Salah seorang
kakeknya ‘merantau’ lalu menetap di Madinah. Kakeknya yang
paling jauh adalah Abu ‘Amir, seorang sahabat Nabi Saw. yang
mulia, yang menyertai Nabi saw. dalam semua peperangan kecuali
satu yaitu perang Badar.
117
melakukan perjalan keluar (meninggalkan) Madinah kecuali ke
Mekkah untuk melaksanakan haji.
118
setelah kewafatannya, muncul pendapat-pendapat muridnya yang
berbeda dengan pendapat Imam Malik.
119
genarasi, sehingga bisa disamakan seperti hadis/sunnah
mutawatir.
120
3. Maslahah mursalah: Maslahah mursalah adalah maslahat-
maslahat yang tidak dinyatakan batil ataupun diakui
(masyru’) secara tegas oleh syariat dengan nash . Jika
maslahat tersebut termasuk objek yang “diinginkan” oleh
Al-Quran, hadis maupun ijma, maka masalah ini dapat
diamalkan. Sebagai contoh, suami yang hilang. Imam Malik
berpendapat bahwa seorang istri dapat menikah lagi
setelah berlalu empat tahun, dengan dasar mengutamakan
kemaslahatan istri yang jelas ada atas maslahat suami
yang tidak ada/hilang.
Imam Malik tinggal di Madinah dan tidak pernah keluar dari kota
Madinah kecuali ke Mekkah untuk haji. Bahkan ketika Harun Ar-
Rasyid memintanya mengajar kedua anaknya Amin dan Ma’mun
di Baghdad, beliau menolak. Kemasyhuran beliau dalam fiqh dan
hadis membuat banyak orang berdatangan untuk berguru
kepadanya.
121
Kitab-kitab Fiqh Maliki
Ada dua jenis kitab yang menjadi referensi utama dalam mazhab
maliki. Pertama, yang dikarang oleh Imam Malik sendiri yaitu
kitab Al-Muwatta dan kitab yang ditulis oleh murid-muridnya,
diantaranya kitab Al-Mudawwanah. Berikut secara ringkas
tentang kedua kitab ini.
122
Malik tidak memuat satu hadispun dan hanya
menyebutkan fatwa-fatwanya.
2. Al-Mudawwanah: Kitab Al-Mudawwanah mempunyai
sejarah panjang. Diawali dari Asad bin Furat yang
melakukan rihlah ilmiah dan belajar kepada Abu Yusuf
dan Muhammad bin Hasan. Setelah belajar kepada
gurunya, muncul keinginan Asad bin Furat untuk
mengetahui pendapat imam Malik dalam permasalahan-
permasalahan yang didengarnya. Namun karena Imam
Malik telah meninggal, dia akhirnya ke Mesir menemui
Abdullah bin Wahab, murid Imam Malik. Abdullah bin
Wahab tidak mau merespon. Ia kemudian menemui
Abdurrahman bin Al-Qasim. Al-Qasim merespon dengan
baik keinginan tersebut, lalu menyampaikan pendapat
Imam Malik dalam setiap permasalahan yang ditanyakan.
Jawaban-jawaban Al-Qasim tersebut dihimpun oleh Asad
bin Furat dalam kitab yang dia beri nama Al-Asadiyyah.
Kitab ini dibawa oleh Asad bin Furat ke Qoirawan dan di
sana ia bertemu dengan Abdussalam bin Said At-Tanukhi
atau lebih dikenal dengan nama Sahnun. Sahnun pernah
belajar kepada Al-Qasim, Abdullah bin Wahab dan Asyhab.
Semuanya murid Imam Malik. Lalu Asad bin Furat
memeriksakan kitabnya kepada Sahnun. Sahnun
kemudian menemui langsung Al-Qasim. Di sinilah Al-
Qasim mengevaluasi kembali isi kitab Al-Asadiyyah dan
mengeluarkan pendapat yang diragukan merupakan
pendapat Imam Malik. Apa yang didengar oleh Sahnun
dituliskan dibukukan dalam kitab yang dinamanya Al-
Mudawwanah. Dalam kitab Al-Mudawwanah dikumpulkan
pendapat-pendapat Imam Malik yang didengar oleh
muridnya Al-Qasim. Kitab ini juga memuat pendapat-
pendapat yang disimpulkan dari dasar-dasar mazhab
123
maliki serta pendapat-pendapat ulama mazhab maliki
yang bertentangan dengan pendapat Imam Malik, dan di
setiap permasalahan fiqh disebutkan hadis-hadis dan
atsar yang berkaitan.
C. Imam As-Syafii
124
Pada tahun 188 H Imam Syafii melakukan pengembaraan
keilmuan ke Mesir. Antara waktu itu sampai tahun 198 atau 199 H,
Imam Syafii berpindah-pindah antara Mesir dan Baghdad. Sampai
akhirnya, Imam Syafii menetap di Mesir sampai kewafatan beliau
pada tahun 204 H.
125
zahir hadis tersebut. Jika ada beberapa hadis saling bertentangan,
maka yang paling utama adalah yang paling benar sanadnya.
Hadis yang terputus (mursal) tidak bisa dijadikan dasar, kecuali
(dari) Said bin Musayyab. Qiyas tidak dilakukan antara asal
(masalah pokok) dengan asal. Terhadap asal tidak bisa
dipertanyakan ‘kenapa’ dan ‘bagaimana’. Masalah turunan (far’u)
yang bisa ditanyakan “kenapa”. Sekiranya far’u telah benar
qiyasnya terhadp asal, maka ia menjadi hujjah…”.
126
2. Pendapat sahabat: Imam Syafii tidak menjadikan pendapat
sahabat sebagai salahsatu dasar dalam mazhabnya, karena
bisa jadi itu adalah hasil ijtihad yang berpotensi salah.
3. Qiyas: Imam Syaffi moderat dalam menggunakan qiyas,
tidak terlalu berlebihan seperti mazhab hanafi dan tidak
juga terlalu ketat seperti dalam mazhab maliki. Qiyas bisa
dipakai jika illatnya tegas dan konsisten serta tidak ada
hadis sahih –sekalipun khobar wahid- dalam
permasalahan.
4. Istihsan: imam Syafii tidak berhujjah dengan istihsan.
Beliau mengarang satu kitab yang berjudul “Ibthalul
Istihsan”.
5. Praktek penduduk Madinah: berbeda dengan Imam Malik,
bagi Imam Syafii praktek penduduk madinah tidak bisa
dijadikan dalil syar’i.
6. ‘Urf dan Istishab: dua dalil ini digunakan oleh imam Syafii
dalam mazhab fiqhnya.
127
2. Kitab-kitab yang ditulis oleh murid-muridnya. Murid-murid
Imam Syafii terbagi menjadi dua; dari kalangan penduduk Irak
dan dari Mesir. Dari Irak yang paling terkenal diantaranya Al-
Hasan bin Muhammad yang dikenal dengan Az-Za’faroni dan
Abul Husain bin Ali yang dikenal dengan Al-Karobisi. Pendapat-
pendapat imam Syafii ketika di Irak dikenal sebagai mzhab
qadim atau mazhab lama. Sedangkan pendapat-pendapatnya
yang dirubah ketika beliau di Mesir dikenal dengan mazhab
jadid/baru. Dari murid-murid Imam Syafii di Mesir, ada tiga
yang paling berjasa dalam menyebarkan mazhab fiqhnya yaitu
Ismail bin Yahya Al-Muzni, Abu Ya’kub Yusuf bin Yahya Al-
Buwaiti dan Rabi bin Sulaiman.
Nama lengkapnya Abu Abdullah bin Ahmad bin Hanbal bin Hilal
bin Asad As-Syaibani. Beliau dilahirkan di Baghdad pada tahun
164 H dan wafat di sana pada tahun 241 H. Beliau melakukan
perjalanan mencari ilmu ke Kufah, Basrah, Mekkah, Madinah,
Syam dan Yaman. Ketika kembali ke Baghdah, Imam Ahmad bin
Hanbal belajar fiqh kepada Imam Syafii, yaitu dari tahun 195-197
H. Imam Ahmad bin Hanbal adalah salahsatu murid imam Syafii
yang hebat.
128
Dasar-dasar Fiqh Imam Ahmad bin Hanbal
129
fuqaha, akan tetapi dalam kalangan muhadditisin. Termasuk, Ibnu
Qutaibah dalam kitabnya Al-Maarif, tidak meletakkan nama imam
Ahmad bin Hanbal dalam kalangan fuqaha. Tetapi sebenarnya
imam Ahmad bin Hanbal adalah imam mazhab fiqh. Hal ini jelas
dari uraiannya terhadap permasalahan-permasalahan fiqh. Imam
Ahmad adalah faqih dan pada waktu yang sama adalah seorang
muhaddits.
130
Pada periode selanjutnya muncul Muhammad bin Abdul
Wahhab yang membawa aliran wahhabiyah yang secara fiqh
bermazhab kepada fiqh imam Ahmad bin Hanbal. Keberhasilan
dakwah beliau di negeri Najed menjadikan mazhab hanbali
sebagai mazhab resmi kerajaan Arab Saudi hingga sekarang.
Selain itu mazhab hanbali tersebar di Kuwait, Siria, Irak, Imarat
dan negera teluk.
131
dalam mencari ilmu. Beliau sangat kuat berpegang dengan hadis
dan kurang dalam menggunakan rasio dan qiyas. Karena itulah
imam Al-Awza’i digolongkan dalam kalangan ulama madrosatul
hadis. Mazhab Al-Awza’i tersebar di Syam tapi dalam waktu yang
tidak lama, kemudian berangsur hilang digantikan oleh mazhab
Syafii. Pandangan-pandangan imam Al-Awzai kini hanya tertulis
dalam kitab-kitab.
132
4. Mazhab Dawud Az-Zahiri
Ahli fiqh yang lahir di Kufah pada tahun 202 H ini bernama
lengkap Abu Sulaiman Dawud bin Ali Kholaf Al-Asfahani. Beliau
berguru dengan banyak syaikh guru, antara lain Abu Tsaur,
Sulaiman, Ibn Harb, Amru bin Katsir dan lainnya. Beliau menuntut
ilmu ke Naisabur dan mendengar hadis dengan Ishaq bin Rohawih.
Nama beliau Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ar-Thobari (w. 310
H). Imam At-Thobari mengambil ilmu dari Imam Syaffi dan Imam
Malik serta mempelajari fiqh ahli Irak. Meskipun belajar kepada
imam-imam mazhab fiqh, namun beliau tidak menjadi muqallid
kepada salahsatu dari mazhab tersebut. Beliau membangun
mazhab sendiri dan hanya terikat dengan dalil (mujtahid).
133
Mazhabnya diikuti oleh orang akan mazhabnya tetapi tidak
bertahan lama dan menghilang dalam waktu yang cukup singkat
setelah beliau wafat.
F. Evaluasi
134
6. Sebutkan karakteristik yang membedakan Imam Malik
dengan imam yang lain terkait dalil atau sumber hukum
7. Jelaskan secara singkat biografi Imam Asy-Syafii!
8. Sebutkan karakteristik yang membedakan Imam Asy-
Syafii dengan imam yang lain terkait dalil atau sumber
hukum
9. Tuliskan nama lengkap Imam Ahmad dan jelaskan dasar-
dasar fiqh beliau
10. Jelaskan bagaimana proses ta’lif (penulisan) mazhab fiqh
hanbali
11. Sebutkan empat mazhab fiqh yang telah hilang, yang anda
ketahui
G. Referensi
135
BAB VI
IJTIHAD, FATWA DAN TAQLID
136
ijtihad dan fatwa, urgensi itjtihad dan syarat-syarat yang harus
terpenuhi bagi seorang mujtahid. Dan akan dijelaskan juga apa
yang dimaksud dengan taqlid, serta jenis-jenis taqlid dan
hukumnya.
A. Ijtihad
Definisi
Secara Bahasa kata ijtihad berakar dari kata al-juhdu yang berarti
kemampuan (at-thaqqah) dan kesusahan (al-masyaqqah). Dari
kata al-juhdu terbentuk banyak sekali kata yang semakna
dengannya, seperti jihad, mujahadah, dan ijtihad, Secara
terminology, ijtihad artinya mengeluarkan segenap usaha dan
kemampuan yang dilakukan oleh seorang faqih untuk
mengetahui/memperoleh hukum syar’I dengan meneliti dan
melihat pada dalil-dalil.
137
Objek Ijtihad
138
Pada hakikatnya hukum-hukum yang bukan wilayah
ijtihad jumlahnya sedikit dan terbatas. Di luar daripada itu,
semuanya adalah objek ijtihad. Secara ringkasnya ada tiga jenis
objek ijtihad.
Syarat Mujtahid
139
cukup moderat dan ada juga yang terlalu longgar dalam
menetapkan syarat-syarat tersebut.
140
10. Adil atau dikenal baik agamanya. Karena hakikatnya
ijtihad adalah kesaksian. Dalam Islam kesaksian hanya
diterima dari orang yang dikenal baik agamanya. Dalam
artian bukan pelaku dosa besar, dan tidak terus menerus
dalam melakukan dosa kecil.
Ijtihad Parsial
141
Dalam konteks kontemporer ijtihad parsial ini dapat kita
lihat pada ulama-ulama, professor, ahli pakar, misalnya, yang
menfokus penguasaan ilmunya pada bidang tertentu (spesialisasi).
Seperti ulama bidang ekonomi dan keuangan syariah, ulama di
bidang hukum keluarga Islam, ulama bidang politik Islam, ulama
bidang tafsir dan seterusnya. Ulama-ulama model seperti ini layak
dan mempunyai kapasitas untuk berijtihad dan mengeluarkan
pendapat-pendapat dalam bidang yang merupakan kepakarannya.
Perubahan Ijtihad
142
seorang ulama telah berfatwa tentang hukum transaksi kredit
perumahan melalui bank dengan akad ijarah muntahiyah
bittamlik dan memfatwakan haram dengan penilaiannya pada
saat itu. Lalu, masalah yang sama ditanyakan kembali, dan
mujtahid melakukan analis ulang dan evaluasi terhadap fatwa
sebelumnya.
143
3. Perubahan situasi, kondisi dan adat masyarakat. Seperti
pada banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan
transaksi (muamalah).
4. Perubahan pada maslahat dan mudharrat pada fatwa atau
ijtihad yang telah dipraktikkan.
5. Tidak terpenuhinya alasan (‘illat/manat) pada suatu
hukum, sehingga tidak ada tuntutan untuk penerapan
hukum tersebut. Seperti tidak diberlakukannya hukum
potong tangan di masa packeklik pada zaman Umar bin
Khattab, dengan dasar (dugaan kuat) pencurian yang
terjadi didorong oleh kondisi/keterpaksaan.
144
Urgensi Ijtihad Kontemporer
145
Yaitu model atau karakteristik ijtihad yang moderat, seimbang,
yang memadukan antara nash-nash syari dan melihat secara
mendalam maqasid syariah. Sehingga masalah-masalah sekunder
hasil ijtihad tidak kontrakdiktif dengan kaidah umum hukum
syariat, tidak menabrak nash yang qath’I, ijma, maslahat atau
kepentingan ummat dan tuntutan zaman.
Ijtihad Kolektif
146
memberikan ruang terbuka kepada ijtihad kolektiv, dan
memposisikannya di atas ijtihad individu.
B. Fatwa
Fatwa adalah bagian dari ijtihad. Fatwa lebih khusus dari ijtihad,
karena ijtihad artinya proses menyimpulkan hukum syar’i
melalui dalil-dallil, baik karena ada atau tidak adanya pertanyaan.
Sedangkan fatwa, dilakukan karena adanya pertanyaan terkait
hukum suatu masalah atau kejadian. Karena itu fatwa banyak
didefinisikan sebagai menyampaikan hukum syar’i atau
menjawab pertanyaan dari penanya (mustafti) tentang hukum
syar’I suatu masalah atau perbuatan.
147
Secara khusus kata fatwa digunakan untuk “menjelaskan
hukum-hukum Allah terkait permasalahan agama”. Orang yang
boleh berfatwa haruslah orang yang alim. Baik dalam level
mujtahid mutlak, artinya dapat mengambil hukum dari dalil-dalil
syar’i secara langsung, atau ahli fiqh yang menguasai mazhab
tertentu.
Rukun-rukun Fatwa
Fatwa terdiri dari empat unsur yaitu mufti, mustafti, mustafta fiihi
dan hukum. Berikut penjelasan secara detail syarat dan ketentuan
setiap rukun:
1. Mufti
148
mujtahid mutlak, yaitu orang yang dapat berijtihad dalam semua
permasalahan fiqh. Di fase setelah abad ke-empat Hijriyyah,
seorang mufti tidak harus mujtahid mutlak, tetapi dapat berupa
mujtahid yang terikat dengan mazhab tertentu yang mampu
melakukan istinbath hukum, melakukan tarjih dan membangun
hukum-hukum baru berdasarkan hukum-hukum yang telah ada
(takhrij). Sementara di zaman sekarang, seorang mufti cukup
seorang ahli fiqh yang mempelajari dan mendalami mazhab fiqh
tertentu, yang ditunjuk secara resmi dan menjadi rujukan
masyarakat dalam bertanya tentang hukum syar’i.
2. Mustafti
149
Mustafti artinya orang yang meminta fatwa atau bertanya tentang
hukum suatu permasalahan. Orang yang bertanya tentang suatu
hukum syar’I haruslah jujur dalam bertanya, tidak memberikan
gambaran keliru atau berlebihan dalam menyampaikan tentang
apa yang ditanyakan.
3. Mustafta fihi
150
kepada dua orang mufti yang berbeda. Dalam kondisi ini ada
perbedaan di antara ulama apakah seorang mustafti harus
mengikuti pendapat dari mufti yang lebih alim dan lebih
terpercaya atau dia bebas memilih pendapat yang sesuai dengan
keadaannya.
C. Taqlid
Kata taqlid seakar dengan kata qiladah yang artinya rantai atau
kalung. Secara istilah taqlid diartikan dengan beramal
berdasarkan pendapat orang lain (ulama) tanpa melalui proses
istidlal selayaknya dari dalil-dalil syar’i. Dari definisi ini maka
orang yang menerima pendapat orang lain atau beramal dengan
pendapat orang lain, baik dia mengetahui dalilnya atau tidak,
maka disebut sebagai muqallid. Muqallid juga bisa disematkan
kepada selain mujtahid.
Objek Taqlid
151
lain. Dalam hal ini ulama membagi hukum syariat menjadi dua
macam.
152
2. Ijma ulama terhadap praktik keberagamaan di
masyarakat muslim, di mana orang muslim bertanya
kepada orang yang lebih tahu lalu hukum dijelaskan
kepada mereka tanpa memaparkan dasar atau dalil-
dalilnya secara detail.
3. Tidak ada nash yang jelas, yang mewajibkan agar
semua orang Islam harus mampu berijtihad. Jika hal
ini diwajibkan, maka akan terjadi ketimpangan dalam
tata kehidupan karena semua orang memfokuskan
pada ilmu agama untuk sampai pada tingkat mujtahid
dan aspek lain kehidupan akan terlalaikan.
Jenis-jenis Taqlid
Dalam praktik taqlid ada satu istilah yang disebut dengan talfiq.
Kata talfiq secara Bahasa diartikan dengan melipat. Talfiq secara
153
istilah adalah mencampuradukkan pandangan beberapa ulama
atau mazhab pada satu permasalahan yang terbagi dalam bagian-
bagian berupa rukun. Sebagai contoh masalah rukun wudhu dan
pembatal wudhu.
D. Evaluasi
154
4. Apakah ada mujtahid pada satu bidang ilmu tertentu saja?
Jelaskan!
5. Ijtihad sangat penting dalam kehidupan kontemporer
sekarang ini. Jelaskan pernyataan ini!
6. Apa yang dimaksud dengan fatwa?
7. Apa syarat seorang mufti (pemberi fatwa)?
8. Apa yang dimaksud taqlid dan apa hukumnya?
9. Apa yang dimaksud talfiq dan apa hukumnya?
10. Apa yang dimaksud tatabbu’u ar-rukhas dan apa
hukumnya?
E. Referensi
155
Zaidan, Abdul Karim, Al-Madkhal lidirāsti Asy-Syariah Al-
Islamiyyah, Lebanon, Muassasah Ar-Risalah Littibā’ah wa An-
Nasyr wa At-Tauzī’, 2003.
156
BAB VII
PERBEDAAN PENDAPAT DALAM FIQH
157
A. Hakikat Perbedaan Pendapat Dalam Fiqh
158
(maksud) yang ada dalam ayat ataupun hadis yang bersifat
dzhanni.
159
sampai ke orang lain. Amat sulit untuk seseorang mengetahui
semua hadis Nabi saw. Orang yang mengetahui hadis dapat
beramal dengan hadis yang diketahuinya, sementara yang tidak
tahu akan berusaha berijtihad. Dari sinilah terjadi perbedaan
pendapat.
160
Suatu hadis bisa dinilai shahih oleh sebagian, namun sebagian
lainnya menilainya lemah karena alasan tertentu.
161
Akal atau kemampuan para mujtahidin dalam memahami nash
dan menyimpulkan hukum darinya berbeda satu dengan lainnya.
Dari sini berpangkal multi pandangan dalam berbagai
permasalahan. Perbedaan juga bisa muncul karena dalil itu
sendiri, misalnya karena maknanya tidak tunggal. Atau karena
kecenderungan mujtahid, misalnya sebagian memilih dzahir nash,
sebagian lagi memilih batin nash (makna atau maksud).
Lebih terperinci lagi, terkait faktor ini ada lima pembahasan yaitu:
162
masalah selalu muncul dan tidak berhenti seiring dengan
perputaran zaman. Maka dalam merespon berbagai masalah ini,
tidak semuanya bisa didapatkan nash yang secara ekplisit. Di
sinilah peran ijtihad dan qiyas untuk memberikan ketentuan
hukum.
163
Contoh: jual beli aroya, yaitu jual beli rutob (kurma basah)
yang masih di pohon dengan tamr yang sudah dipetik. Atau
anggur basah yang masih di pohonnya dengan anggur kering.
Perbedaan ini muncul karena adanya kontradiksi antara dalil
umum dan khusus.
Contohnya kata: al-qur’u. Secara bahasa artinya bisa suci atau haid.
Maka terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, terkait lama
waktu iddah perempuan yang dicerai. Yaitu tiga kali haidh dan
tiga kali suci.
Dalam bahasa arab, lafaz itu bisa hakikat bisa majaz. Lafaz hakikat
adalah apabila yang dipakai memang ditujukan untuk maksud
yang terkandung dalam kata tersebut. Misalnya kata harimau
164
pada kalimat “harimau buas itu tinggal di hutan”. Sedangkan kata
majaz adalah kata yang dipakai tetapi bukan untuk makna atau
maksud yang dibawa oleh kata tersebut. Contoh kata singa pada
kalimat, “singa itu berpidato dengan suara yang lantang”.
165
Seperti dijelaskan sebelumnya, perbedaan pendapat adalah suatu
keniscayaan dalam fiqh karena adanya berbagai faktor.
Perbedaan-perbedaan pendapat ini kemudian membentuk
mazhab-mazhab fiqh. Cara berinteraksi dengan dalil maupun
ketiadaan dalil, seiring dengan waktu menjadikan masing-masing
mazhab mempunyai metode tersendiri dalam menggali atau
menetapkan hukum. Hal inilah yang menjadikan sebagian mazhab
tetap eksis dan sebagian lagi hilang seiring dengan berlalunya
zaman. Maka, hampir tidak bisa seseorang dalam berfiqh terlepas
dari mazhab-mazhab yang sudah ada (eksis) hingga sekarang.
166
dalam menetapkan hukum-hukum untuk masalah furu’iyyah.
Kaidah inilah yang menjadi metode-metode dalam melakukan
istinbath hukum sehingga menjadi mazhab fiqh yang diikuti dan
dikembangkan oleh ulama.
167
Ada beberapa alasan kenapa bermazhab itu tidak sampai
menjadi kewajiban bagi orang yang mampu berijtihad.
168
kemampuan untuk mentelaah berbagai pandangan mazhab fiqh,
seharusnya memang mengikuti atau satu mazhab yang umum di
tempat dia berada. Tujuannya adalah agar memudahkan dia
dalam beramal dan terhindar dari kebingungan karena adanya
bermacam pendapat dalam permasalahan-permasalahan fiqh.
Dengan mendalami dan mengikuti satu mazhab tertentu, maka
akan lebih mudah dan terarah dalam beramal.
D. Evaluasi
E. Referensi
169
Al-Khadri, Muhammad, Tarīkh At-Tasyrī’ Al-Islāmi, Kairo, Dār At-
tauzī’ wa An-Nasyr Al-Islāmiyyah, 2006.
170
REFERENSI
172