Disusun oleh:
Nama: Npn:
RANGKAS BITUNG
2023
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaanirahiim
Atas izin Allah langit masih menyunting matahari, angin masih setia mengipasi bumi,
dan laut tak pernah bosan mengantar ombak ke tepian. Dan atas izin Allah pula maka makalah
ini dapat dibuat. Maka sudah sepatutnyalah penyusun memanjatkan puji dan syukur yang tak
terbatas ke hadirat-Nya.
Makalah ini dibuat oleh penyusun untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada
mata kuliah sejarah pemikiran islam. Di dalamnya terdapat pembahasan mengenai Pemetaan
pemikiran imam al-ghzali.
“Tak ada gading yang tak retak”, begitu pun dengan makalah ini masih jauh dari
kriteria sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi
improvmentasi penyusun makalah selanjutnya.
Segala kritikan yang membangun senantiasa diharapkan penyusun demi
penyempurnaan makalah ini. Dan semoga dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi pembaca.
Akhirnya penyusun mengucapkan syukur alhamdullilah kehadirat ilahi robbi yang tiada
hentinya atas selesainya proses penyusunan makalah ini.
Amin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
1. Epistemologi ........................................................................................... 14
2. Metafisika ................................................................................................ 15
ii
3. Etika ........................................................................................................ 16
A. kesimpulan ...................................................................................................... 26
B. saran .............................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika filsafat Islam dibicarakan, maka terbayang disana hadir beberapa tokoh yang
disebut sebagai filosof muslim seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al-Ghazali,
dan seterusnya. Kehadiran para tokoh ini memang tidak bisa dihindarkan, karena dari
merekalah kita dapat mengenal filsafat islam, akan tetapi juga karena pada mereka benih-benih
Dalam makalah ini, penulis hanya membatasi pemaparan mengenai Al-Ghazali, seorang
ulama besar yang pemikirannya sangat berpengaruh terhadap Islam dan filsafat Dunia Timur.
Beliau adalah seorang sufi sekaligus seorang teolog yang mendapat julukan Hujjah al- Islam.
Pemikiran Al-Ghazali begitu beragam dan banyak, mulai dari pikiran beliau dalam bidang
teologi (kalam), tasawuf, dan filsafat. Dalam Hal ini akan dibahas tentang filsafat Al-Ghazali
yang berkaitan dengan biografi, hasil karya, pemikirannya dan kritik terhadap filosof Muslim
lainnya.
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penulisan
D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi pembuat makalah
2
BAB II
LANDASAN TEORI
gelar imam besar Abu Hamid Al-GhazaliHujjatul Islam yang dilahirkan pada tahun 450 H atau
1050 M, di suatu kampung bernama Ghazalah, Thusia, suat kota di Khurasan Persia.
Menurut Al-Ghazali, pendekatan belajar dalam mencari ilmu dapat dilakukan dengan
1. Ta’lim insani adalah belajar dengan bimbingan manusia. Yang mana proses ta’lim
Oleh sebab itu terdapat syarat-syarat yang perlu dipenuhi oleh seorang pelajar agar
a. Mendahulukan kebersihan jiwa dari akhlak yang rendah (Dahlan Tamrin 1988).
b. Membersihkan hati. terhindar dari sifat-sifat tercela, seperti riya’, sombong, ghurur,
c. Memiliki sikap rendah hati dan tidak boleh meremehkan pada orang lain, terutama
3
f. Mengetahui nilai-nilai ilmupengetahuan yang dipelajari
h. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suat lmu pengetahuan, yaitu ilmu yang bermanfaat,
l. Membaca realitas dalam setiap dimensinya. Dan selalu berfikir karena menuntut ilmu
Pendekatan ini merupakan belajar dengan bimbingan tuhan.Ada tiga proses yang dilalui
1. Mendedikasikan seluruh disiplin ilmu dengan mengambil bagian yang paling sempurna
2. Melakukan upaya yang diamalkan dalam rangka menaucikan diri. seperti berpuasa,
pengetahuan yang didapatnya, maka dia akan dibukakan gerbang alam gaib.
4
B. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Sejauh penelusuran yang telah
mengenai konsep pemimpin ideal dalam hukum Islam menurut pandangan Imam al-Ghazali.
Namun ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan konsep pemimpin ideal yang penulis
Penelitian ini dilakukan oleh Masykur Hakim pada tahun 2018. Hasil penelitian: Menurut
al-Ghazālī, kehadiran pemimpin sangat penting di suatu negara atau di komunitas untuk
agama bagi umat Islam atau perwakilan mereka untuk memilih pemimpin yang mampu untuk
mendapatkan kepentingan bersama rakyat dan agar perintah agama berjalan sesuai dengan
harapan mereka.
Bahkan Islam 12 mengizinkan ulama Muslim untuk berpartisipasi dalam politik praktis
atau menjadi anggota DPR agar semua program pemerintah dilaksanakan dengan lancar. Jika
para cendekiawan Muslim di negara itu tidak dapat mengkritik ketidakdisiplinan pemerintah
terhadap hukum Islam atau ketidakpatuhannya terhadap peraturan, lebih baik mereka
mengambil peran sebagai oposisi dan menjadi lawan nyata. Masih banyak pemikiran politik
Islam al-Ghazali yang menarik untuk dijabarkan lebih mendalam pada artikel ini.1
Adapun perbedaan dengan penelitian penulis, artikel ini membahas beberapa aspek
5
2. Kepemimpinan dalam Perspektif Islam dan Dasar Konseptualnya
Penelitian ini dilakukan oleh Maimunah pada tahun 2017. Hasil penelitian:
setidaknya empat alasan. Pertama, manusia secara alamiah butuh untuk diatur. Kedua,
beberapa situasi pemimpin diperlukan untuk tampil mewakili kelompoknya. Ketiga, pemimpin
sebagai pengambil alih resiko apabila terjadi tekanan terhadap 1Masykur Hakim, “Konsep
2018), hlm. 39-56. 13 kelompoknya. Keempat, pemimpin dan kepemimpinan sebagai tempat
meletakkan kekuasaan.
Kepemimpinan Islam atau Imamah, sudah tercantum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah,
yang berkaitan dan merupakan aspek dari kebutuhan manusia, mulai kebutuhan pribadi,
keluarga, bahkan sampai pada tingkat kelompok masyarakat. Konsep kepemimpinan dalam Al-
Qur’an dan AsSunnah mencakup penjelasan mengenai cara-cara memimpin untuk tujuan
terlaksananya ajaran Islam, untuk menjamin kehidupan duniawi yang lebih baik, dan untuk
tujuan kehidupan akhirat sebagai tujuan utama kepemimpinan dalam Islam (kepemimpinan
Islam).
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa, kepemimpinan Islam adalah suatu
proses atau kemampuan orang lain untuk mengarahkan dan memotivasi tingkah laku orang
lain, serta ada usaha kerja sama sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis untuk mencapai tujuan
yang diinginkan bersama.2 Adapun perbedaan dengan penelitian penulis, penelitian ini
menganalisa kepemimpinan dalam perspektif Islam dan dasar konseptualnya secara umum,
sedangkan penelitian yang dilakukan penulis menganalisa konsep kepemimpinan ideal dalam
6
3. Konstruksi Pemimpin Ideal untuk Indonesia Penelitian ini dilakukan oleh Ainun Najib,
Hasil penelitian: Dalam penelitian ini dibahas tentang pemilihan umum di Indonesia.
Rakyat Indonesia menghadapi pesta demokrasi (pemilu) setiap lima tahun sekali untuk mencari
pemimpin yang bisa mengayomi dan membawa negara lebih maju serta menciptakan
Pada saat masa kampanye, para kandidat atau calon wakil rakyat berlomba-lomba
sebagai pemimpin negara, dan tentunya membandingkan citra diri dengan calon-calon lainnya.
Tak heran bila beragam cara dilakukan untuk mendapat suara terbanyak pada perhitungan suara
pemilihan umum. Maka yang dapat diharapkan adalah, rakyat jangan sampai salah memilih
pemimpin.
Bagi penulis atau peneliti penelitian ini, pemimpin ideal untuk Indonesia yang plural
masyarakatnya adalah sosok yang memiliki potensi atau talenta kepemimpinan yang
berjiwa semangat jihad (berjuang) yang besar dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan,
serta tetap menjaga karakter atau akhlak mulia pada kepribadian diri sendiri. 3 3Ainun Najib,
S.Th.I, “Konstruksi Pemimpin Ideal untuk Indonesia”, Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia,
Vol. 3 No. 1, (2013). 15 Adapun perbedaan dengan penelitian penulis, penelitian ini
menganalisa pemimpin ideal dalam politik pemilihan umum di Indonesia, sedangkan penelitian
yang dilakukan penulis menganalisa konsep pemimpin ideal dalam hukum Islam.
7
BAB III
PEMBAHASAN
Al ghazali, Nama lengkapnya ialah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad al-Thusi al-Ghazali. lahir pada tahun 450 H/1058 M, di desa Thus, wilayah
Khurasan, Iran. Namanya kadang diucapkan Ghazzali (dua Z), artinya tukang pintal benang,
Karena pekerjaan ayah al-Ghazali ialah tukang pintal benang wol. Sedangkan yang lazim ialah
Ghazali (satu Z), diambil dari kata Ghazalah nama kampung kelahirannya.
Pada mulanya, Al-Ghazali belajar di tempat asalnya, Thus. Disini ia belajar ilmu fiqh
pada seorang ulama yang bernama Ahmad ibn Muhammad Ar-Razakani. Setelah itu, ia belajar
di Jurjan pada Imam Abu Nashr al-Isma’ili, di mana ia menulis suatu ulasan dalam ilmu fiqh.
Al-Ghazali melanjutkan studinya di Naisabur pada seorang ulama terkenal, Imam Al-Haramain
Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini. Di sini, ia belajar mazhab-mazhab fiqh, retorika, logika dan juga
ilmu filsafat, sehingga melebihi kawan-kawannya. Dan setelah Imam Al-Juwaini meninggal
tahun 478 H. Al-Ghazali meninggalkan Naisabur menuju Mu’askar untuk bertemu dengan
Nizhamu’I-Muluk Perdana Menteri Bani Saljuk. Mu’askar adalah suatu lapangan luas di
sebelah Kota Naisabur dimana didirikan barak-barak militer oleh Nizham Al-Muluk. Di sini,
Dengan bantuan Nizhamu’I-Mulk, Al-Ghazali pergi ke kota Baghdad pada tahun 484
H/1090 M. Nizam Al-Muluk akhirnya melantik Al-Ghazali pada tahun 484 H/1091 M, sebagai
guru besar pada perguruan Tinggi Nizamiyah di kota Baghdad. Ia juga mengajar di perguruan
tinggi tersebut. Disamping menjadi guru besar di Nizamiyah, Al-Ghazali diangkat sebagai
mufti untuk membantu pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul
8
dalam masyarakat. Ia melaksanakan tugasnya dengan baik sekali, sehingga banyak para
penuntut ilmu memadati halqahnya. Namanya menjadi lebih dikenal di kawasan itu karena
berbagai fatwa agama yang dikeluarkannya. Di samping mengajar, ia mulai berpikir dan
menulis dalam ilmu fiqh dan Al-Kalam dan juga kitab-kitab yang berisi sanggahan terhadap
Akan tetapi, ia mulai mengalami krisis rohani pada tahun 488 H/1098 M. Yakni krisis
keraguan yang meliputi aqidah dan semua jenis ma’rifah, baik yang empiris maupun yang
rasional. Periode ini menandai perubahan orientasi Al-Ghazali, yang memilih melakukan ritual
mengapa ia meninggalkan karir cemerlang dan berpaling ke tasawuf. Hal itu kemudian ia
jelaskan bahwa kesadarannya meyakinkan dia bahwa tidak ada cara untuk mendapatkan
Kesadaran Al-Ghazali ini juga bisa berkaitan dengan kritiknya terhadap filsafat Islam.
Bahkan, penolakannya terhadap filsafat Islam bukan merupakan sebuah kritisisme dari sudut
pandang theologi orthodoks saja. Pertama, sikap Al-Ghazali terhadap filsafat terlihat
ambivalen. Pada satu sisi, Al-Ghazali menerima beberapa bagian dari filsafat, seperti ilmu alam
dan logika. Al-Ghazali berusaha menguasai filsafat untuk kemudian melakukan kritikan
menyatakan argumen –argumen yang dikemukakan para filosofof metafisis tidak dapat
bertahan dalam pengujian. Namun di sisi lain, ia juga dipaksa mengakui bahwa kepastian-
kepastian agama seperti kebenaran wahyu, alam gaib, dan kenabian tidak dapat diperoleh
masjid Damaskus. Setelah melakukan suluk sufinya, pemikiran Al-Ghazali yang sebelumnya
banyak dihiasi dengan argumentasi teologis dan filsofis mendapatkan warna baru dengan
9
sentuhan sufistik. Hal ini semakin melengkapi konstruk rancang bangun pemikirannya. Atas
Krisis itu tidak lebih dari pada dua bulan. Setelah itu, ia memperdalam studi tentang
sekte-sekte teologi, ilmu kalam, falsafah serta menulis berbagai kitab dalam bidang falsafah,
batiniyyah, fiqh dan lain-lain. Namun, Al-Ghazali tidak merasa puas terhadap kerjanya itu, lalu
ia meninggalkan kota Baghdad menuju Damaskus, di mana ia tinggal selama lebih kurang dua
tahuh. Dalam masa ini, ia menghabiskan waktunya untuk berkhalwah dan beribadah serta
beri’tikaf di Mesjid kota ini, mengurung diri di menara mesjid pada waktu siang hari. Lalu ia
Dalam usia 55 tahun al-Ghazali meninggal dunia di Thus pada 14 Jumadil akhir 550 H,
19 Desember 1111 M dengan dihadapi oleh saudara laki-lakinya Abu ahmad Mujjidduddin.
Polemik Al-Ghazali dengan para filosof, yang ia tuliskan dalam karyanya yang terkenal,
Tahafut al-Falasifah membuat sebagian orang memandang bahwa Al-Ghazali adalah orang
yang anti filsafat, anti rasio, dan seorang ulama orthodoks semata. Dari sini kemudian Al-
Ghazali banyak mendapat kecaman karena dituding sebagai seorang yang bertanggung jawab
memundurkan capaian intelektual umat Islam. Dalam buku tersebut Al-Ghazali menerangkan
kelemahan-kelemahan argumentasi para filosof. Apakah mungkin satu karya yang mengkritik
filsafat dapat disebut sebagai buku filsafat? Al-Ghazali sendiri beberapa kali kesempatan
mengatakan bahwa tujuannya menulis buku tersebut memang untuk merobohkan bangunan
10
filsafat. Lantas apakah mungkin pengarang seperti ini dapat digolongkan sebagai seorang
filosof,
Jawaban dari persoalan ini bisa dilihat dari dua sisi. Pertama apabila filsafat diartikan
sebagai aliran pemikiran Ibnu Sina dan Al-Farabi serta beberapa pemikir sealiran yang
berbicara masalah-masalah ketuhanan, metafisika, jiwa manusia, tanpa melihat proses deduksi
dan metode yang digunakan, maka bisa dikatakan bahwa Al-Ghazali bukanlah seorang filosof
dan buku karyanya tersebut bukanlah buku filsafat, karena berisi hantaman terhadap pemikiran
Dasar dari argumen pertama ini dapat dipertanyakan, yaitu apakah lapangan filsafat
hanyalah apa-apa yang dibicarakan oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina saja? Bagaimana dengan
pendapat para filosof lainnya? Apakah bidang garapan filsafat hanya terbatas pada persoalan
metafisika semata? Lalu jika tujuan berfilsafat adalah dalam rangka mencapai kebenaran lewat
akal, maka apakah yang dilakukan Al-Ghazali bukan sebuah bentuk pencarian kebenaran
melalui logika?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan diatas dapat diuraikan lebih jelas apabila kita
membuka simpul ikatan yang mengunci bidang kajian filsafat terbatas pada masalah ketuhanan
dan metafisika saja. Jika kita perluas pengertian filsafat sebagai usaha untuk menemukan
kebenaran menggunakan akal, maka upaya Al-Ghazali ini bisa dikatakan sebagai upaya
mengherankan apabila dibatasi hanya pada Al-Farabi dan Ibnu Sina, meskipun kita tidak dapat
yang disebutkan oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina penuh dengan kerancuan. Al-Ghazali
melontarkan kritikannya tersebut melalui metode yang sama dengan yang digunakan Ibnu Sina.
Bahkan beberapa penstudi menyatakan bahwa argumentasi yang diberikan Al-Ghazali jauh
11
lebih detail dan mendalam dari Ibnu Sina dan Al-Farabi. Jadi dapat dilihat disini bahwa kritikan
Al-Ghazali bisa digolongkan ke dalam usaha filsofis karena melihat dari metode dan tujuan
Dalam lapangan filsafat, tradisi kritisisme merupakan salah satu tradisi yang lumrah.
Bahkan kritisisme dapat dianggap sebagai inti dari kegiatan berfilsafat, karena mustahil suatu
pemikiran manusia akan tetap berdiri sebagai entitas yang kebenarannya relevan dengan
perubahan masa. Dengan adanya tradisi kritisisme tersebut, maka kesalahan-kesalahan yang
dilakukan para pendahulu dapat dikoreksi dan dibenarkan dengan pemikiran yang datang di
masa terkemudian. Sikap skeptis Al-Ghazali tersebut bisa disamakan dengan kritikan
Aristoteles terhadap teori idea yang dikembangkan gurunya, Plato. Dan apakah dengan kritikan
Aristoteles kepada Plato tersebut lantas Aristoteles bisa dianggap menolak filsafat? Dan apakah
kemudian bangunan filsafat bisa roboh secara keseluruhan? Mungkin pernyataan Aristoteles
bisa kita perhatikan: “Aku mencintai kebenaran. Dan aku mencintai Plato. Aku juga mencintai
kebenaran yang ada pada diri Plato. Namun jika disuruh memilih, aku akan lebih memilih
Selain itu, pernyataan bahwa Al-Ghazali adalah seorang yang gigih menentang filsafat
tidaklah salah sepenuhnya apabila kita hanya menelaah buku tahafut saja. Namun menjadi lain
persoalan jika kita melihat dan membandingkannya dengan karya-karya Al-Ghazali yang lain,
dimana dengan jelas terlihat bahwa pemikir berkebangsaan Persia ini adalah seorang rasionalis
tulen. Kecaman Al-Ghazali terhadap para filosof tidak lantas diartikan bahwa ia seorang anti
rasio. Kritisisme cendekiawan muslim ini sejatinya tidak dalam rangka membunuh kreativitas
intelektual umat Islam karena ia sendiri memberikan apresiasi yang positif terhadap akal
12
C. Corak Tasawuf Al-Gazali
Yang menarik dalam sejarah hidup Al-Gazali adalah kehausannya akan segala macam
pengetahuan serta keinginannya untuk mencapai keyakinan dan mengetahui hakikat sesuatu.
Al-Gazali tidak percaya akan kebenaran semua macam pengetahuan, kecuali yang bersifat
indrawi dan axioma. Akan tetapi akhirnya, terhadap kedua macam pengetahuan itu pun, ia tidak
sikap keragu-raguannya itu hanya berlangsung 2 bulan saja kemudia ia bisa sembuh dari
keragu-raguan itu bukan karena dalil melainkan karena cahaya Tuhan yang dilimpahkan-Nya
dalam hatinya. Cahaya inilah yang menjadi kunci dari segala pengtahuan bagi Al-
Gazali.setelah Al-Gazali mendapatkan cahaya tersebut maka membuka fase kehidupan baru
Tasawuf dengan sikap yang negatif dan asing dari semangat jiwa islam, sebagaimana
yang terlihat pada aliran-aliran tasawuf ektrim, yag menimbulkan reaksi dan kemarahan islam
sunni. Maka datanglah Al-Gazali untuk memasukkan tasawuf dalam pengakuan islam sunni.
Ia memasuki kehidupan tasawuf, namun dirinya tidak melibatkan diri dalam aliran tasawuf
inkarnasi, atau tasawuf panteisme dan buku-buku yag dikarangnya juga tidak pula keluar dari
Pengetahuan yang dimiliki oleh Al-Gazali di dasarkan atas rasa yang memancar dalam
hati, bagaikan sumber air jernih, bukan dari hasil penyelidikan, tidak pula dari argumen-
agama. Sebaliknya ia menganggap upacara tersebut sebagai suatu kewajiban yang harus
cukup dengan pekerjaan-pekerjaan lahiriah, melainkan dengan penuh pengertian akan makna-
13
D. Pemikiran Al-Ghazali
1. Epistimologi
Pada mulanya Al-Gazali beranggapan bahwa pengetahuan itu adalah hal-hal yang bisa
dilihat dengan mata tetapi kemudian ternyata panca indra juga berdusta. Contohnya bayangan
rumah, kelihatannya tak bergerak padahal terbukti bayangan itu berpindah tempat. Demikian
bahwa bintang-bintang itu lebih besar dari bumi. Al-Ghazali kemudian tidak mempercayai alat
indra lagi, kemudian ia meletakkan kepercayaannya kepada akal. Namun, ia juga tidak percaya
kepada akal karena pada saat bermimpi orang melihat hal-hal yang kebenarannya betul-betul,
namun setelah bangun ia sadar bahwa apa yang ia lihat benar itu sebetulnya tidaklah benar.
Al-ghazali dalam proses pencarian ini ada kesan inkoherensi. Ia ingin mencari kebenaran
yang universal melalui keyakinan, namun yang tercapai adalah kebenaran individual melalui
al-dzawq. Dalam menceritakan proses pencariannya ini ia mengajak semua orang untuk
meragukan taklid, indra dan akal untuk mencari sumber pengetahuan baru yang dapat di
gunakan untuk mencapai kebenaran yang universal, tetapi jalan keluar yang di perolehnya
dengan menemukan intuisi atau al-dzawq, menunjukkan bahwa yang di selamatkan dari
keraguan yang telah ia ciptakan itu adalah orang-orang tertentu saja. Sebab, intuisi dan segala
yang di peroleh dari padanya bersifat individual dan di capai oleh orang-orang tertentu.
Menurut Al-ghazali, lapangan filsafat ada enam, yaitu matematika, logika, fisika, etika,
dan metafisika. Hubungan lapangan-lapangan tersebut berbeda dengan agama, ada yag
berlawanan dan ada yang tidak berlawanan. Al-ghazali berpendapat bahwa agama tidak
melarang atau memrintahkan mempelajari matematika karna ilmu ini adalah hasil pembuktian
pemikiran yang tidak bisa di ingkari sesudah di ketahui dan di fahami. Logika menurut al-
ghazali, tidak ada sangkut pautnya dengan agama. Logika besisi penyelidikan tentang dalil-
dalil pembuktian, silogisme, syarat-syarat pembuktian, definisi. Semua persoalan ini tidak
14
perlu di ingkari, sebab masih sejenis dengan di pergunakan mutakallimin. Ilmu fisika Al-
kedokteran sama halnya dengan ilmu fisika tidak perlu untuk di ingkari, kecuali dalam empat
persoalan yaitu yang dapat di simpulkan bahwa alam semesta ini di kuasai oleh tuhan, tidak
bekerja denga dirinya sendiri, tetapi bekerja karna tuhan, dzat penciptanya.
Selanjutnya Al-ghazali membagi filsuf dalam tiga golongan, yaitu materialis, maturalis
dan theis. Menurut Al-ghazali golongan yang pertama yaitu materialis, mereka tidak beragama
karena mereka tidak mempercayai pencipta dan pengatur dunia dan meyakini bahwa dunia ini
telah ada sejak dulu. Peristiwa-peristiwa alam adalah perubahan yag terus menerus. Naturalis
dalam hal kepercayaan surga, neraka dan hari akhirat mereka memandang itu sebagai dongeng
dan khayalan. Menurut Al-ghazali golongan ini juga tidak religius ( zindiq ). Kaum theis
2. Metafisika
karangan Ibnu Sina. Setelah mempelajari filsafat dengan seksama, ia mengambil kesimpulan
mengenai ketuhanan (metafisika), maka disinilah terdapat sebagian besar kesalahan mereka
(para filosof) karena tidak dapat mengemukakan bukti-bukti menurut syarat-syarat yang telah
Al-Ghazali meneliti kerja para filsuf dengan metodenya yang rasional, yang
mengandalkan akal untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan. Dia pun menekuni
bidang filsafat secara otodidak sampai menghasilkan beberapa karya yang mengangkatnya
15
sebagai filsuf. Tetapi hasil kajian ini mengantarkannya kepada kesimpulan bahwa metode
rasional para filsuf tidak bisa dipercaya untuk memberikan suatu pengetahuan yang
meyakinkan tentang hakikat sesuatu di bidang metafisika (ilahiyyat) dan sebagian dari bidang
fisika (thabi’iyat) yang berkenaan dengan akidah Islam. Meskipun demikian, Al-Ghazali tetap
memberikan kepercayaan terhadap kesahihan filsafat-filsafat di bidang lain, seperti logika dan
matematika.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa ada pemikiran tentang filsafat
metafisika yang menurut al-Ghazali sangat berlawanan dengan Islam, dan karenanya para
filosof dinyatakan kafir. Dan berikut ini merupakan persoalan metafisika yang berlawanan
dengan islam dan yg oleh karnanya para filosof harus dinyatakan sebagai orang atheis.
a. Qadimnya alam
3. Etika
Mengenai filsafat etika Al-Ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori tasawufnya
dalam buku Ihya’ ‘Ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika Al-Ghazali adalah teori
tasawufnya itu. Mengenai tujuan pokok dari etika Al-Ghazali kita temui pada semboyan
tasawuf yang terkenal “Al-Takhalluq Bi Akhlaqihi ‘Ala Thaqah al-Basyariyah, atau Al-Ishaf
Bi Shifat al-Rahman ‘Ala Thaqah al-Basyariyah”. Maksudnya adalah agar manusia sejauh
kesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih, pemaaf, dan sifat-
Sesuai dengan prinsip Islam, Al-Ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta yang aktif
berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan rahmat (kebaikan) bagi sekalian alam.
Berbeda dengan prinsip filsafat klasik Yunani yang menganggap bahwa Tuhan sebagai
16
kebaikan yang tertinggi, tetapi pasif menanti, hanya menunggu pendekatan diri dari manusia,
Dalam mempelajari ilmu filsafat baik Yunani maupun dari pendapat-pendapat filosof
Islam, Al Ghazali mendapatkan argumen-argumen yang tidak kuat, bahkan banyak yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, Al Ghazali menyerang banyak argumen
filosof Yunani dan Islam dalam beberapa persoalan. Di antaranya, Al Ghazali menyerang dalil
Aristoteles tentang azalinya alam dan pendapat para filosof yang mengatakan bahwa Tuhan
tidak mengetahui perincian alam dan hanya mengetahui soal-soal yang besar saja. Ia pun
menentang argumen para filosof yang mengatakan kepastian hukum sebab akibat semata-mata,
tidak nyatsa.
mengagumkan terhadap agama Islam, terutama terhadap kaum bthiniyyah dan kaum filosof.
Sosok Al Ghazali mempunyai keistimewaan yang luar biasa. Dia seorang ulama, pendidik, ahli
warisan dari karya ilmiah yang paling besar pengaruhnya terhadap pemikiran umat Islam.
Maqshid Al Falsifah (tujuan-tujuan para filosof), karangan pertama yang berisi masalah-
masalah filsafat.
Tahfut Al Falsifah (kekacauan pikiran para filosof) yang dikarang ketika jiwanya dilanda
keragu-raguan di Baghdad dan Al Ghazali mengecam filsafat para filosof dengan keras.
17
Ihy` 'Ulm Ad Dn (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama), merupakan karya
damaskus,Yerussalem, Hijjz dan Thus yang berisi panduan antara fiqih, tasawuf dan filsafat.
perkembangan alam pikiran Al Ghazali dan merefleksikan sikapnya terhadap beberapa macam
Sebagai seorang ilmuan, alGhazali berhasil menyusun buku-buku beliau kurang lebih
sebanyak 100 buah karangannya meliputi berbagai macam lapangan ilmu pengetahuan, karya
al-Ghazali tidakdi konsumsikan kepada masyarakat secara umun,, tetapi ada klasifikasinya ,
ada yang di peruntukkan kepada orang ahli tazawuf dan ada pula kepada pencinta etika ,oleh
yang seharusnya bisa dicapai Mempengaruhi cara pandang proses pendidikan itu sebagaimana
mestinya . Perlu diketahui bagaimana bahwa pendidikan islam sebagai langkah untuk
menghasilkan pelajar atau peserta didik yang sesuai dengan goal islam.
18
1. Pengertian filsafat pendidikan Islam
Ilmu yang berkaitan dengan masalah mendasar dari segala hal di sebut filsafat. Filsafat
hal-hal prinsip yang membuat realitas ada, dan menjadi pandangan hidup atau pandangan
permulaan filsafat bisa terjadi dan terbentuk Aktivitas filsafat tidak akan terjadi apabila tanpa
adanya ada pertanyaan. Sebagai contoh timbulnya pertanyaan tentang Apa dan Siapa Manusia,
Apakah itu tuhan dan bagaimanakah wujud tuhan? Semuanya akan dijawab oleh aktivitas
filsafat.
Filsafat berkembang menjadi pembicaraan tentang hal-hal yang abstrak dan tidak terlihat.
Hal abstrak ini biasanya seperti nilai-nilai, ide, pemikiran, dan sistem di masyarakat
perkembangan merubah realitas mengenai awal mula terbentknya filsafat . Adanya filsafat
yang berupa realitas abstrak maka mulai muncul pemikiran-pemikiran dari filsafat yang
akhirnya menjadi landasan sebuah kehidupan di masyarakat atau menjadi cara pandang hidup
seseorang.
Menurut Dr. Dardiri, mengatakan di dalam dalam bukunya Humaniora, Filsafat, dan
a. Metafisika, tujuan filsafat dengan membongkar hal-hal yang ada di luar objek. Misalnya
19
c. Metodologi,tujuan Filsafat yang berkenaan dengan cara seseorang bisa menghasilkan
pengetahuan tertentu
e. Etika, tujuan Filsafat yang berkenaan dengan nilai keindahan suatu perilaku
f. Logika, Filsafat yang berkenaan dengan valid atau tidak valid suatu pernyataan atau
pembelajaran yang outputnya adalah adanya perubahan baik dalam hal pengetahuan, perilaku,
ketrampilan, keahlian, atau cara pandang terhadap sesuatu. Pendidikan bertujuan agar siswa
didik maupun mahasiswa atau orang yang didik menunjukkan suatu perubahan yang signifikan
dalam hidupnya untuk bisa melakukan sesuatu yang dituju dengan benar.
Berikut penjelasan ilmuwan yang berbicara dan menyatakan teorinya tentang filsafat
Pendidikan Islam ialah pendidikan Islami, pendidikan yang mempuny karakteristik dan sifat
keislaman, yaitu pendidikan yang didirikan dan dikembangkan di atas dasar ajaran Islam
Menurut Fatah Yasin mengutip pendapat dari HM. Arifin, ilmu pendidikan Islam
merupakan teori, konsep dan atau pengetahuan tentang pendidikan yang berdasarkan Islam.
Menurut Sudiyono, pendidikan Islam sebagian ada yang menitikberatkan pada segi
pembentukan akhlak anak, sebagian lagi menuntut pendidikan teori dan praktik, dan sebagian
20
Berikut adalah penjelasan mengenai hakikat pendidikan islam :
Cara pandang atau dasar-dasar yang mengenai bagaimana islam melalukan proses
pendidikan baik secara formal ataupun informal itulah yang dimaksud dengan filsafat
pendidikan islam secara umum. Filsafat ilmu pendidikan islam pada dasarnya hanya
Akan tetapi, ia mulai mengalami krisis rohani pada tahun 488 H/1098 M. Yakni krisis
keraguan yang meliputi aqidah dan semua jenis ma'rifah, baik yang empiris maupun yang
rasional. Periode ini menandai perubahan orientasi Al-Ghazali, yang memilih melakukan ritual
mengapa ia meninggalkan karir cemerlang dan berpaling ke tasawuf. Hal itu kemudian ia
jelaskan bahwa kesadarannya meyakinkan dia bahwa tidak ada cara untuk mendapatkan
Kesadaran Al-Ghazali ini juga bisa berkaitan dengan kritiknya terhadap filsafat Islam.
Bahkan, penolakannya terhadap filsafat Islam bukan merupakan sebuah kritisisme dari sudut
pandang theologi orthodoks saja. Pertama, sikap Al-Ghazali terhadap filsafat terlihat
ambivalen. Pada satu sisi, Al-Ghazali menerima beberapa bagian dari filsafat, seperti ilmu alam
dan logika. Al-Ghazali berusaha menguasai filsafat untuk kemudian melakukan kritikan
terhadapnya.
Filsafat berkembang menjadi pembicaraan tentang hal-hal yang abstrak dan tidak terlihat.
Hal abstrak ini biasanya seperti nilai-nilai, ide, pemikiran, dan sistem di masyarakat
perkembangan merubah realitas mengenai awal mula terbentknya filsafat . Adanya filsafat
yang berupa realitas abstrak maka mulai muncul pemikiran-pemikiran dari filsafat yang
21
akhirnya menjadi landasan sebuah kehidupan di masyarakat atau menjadi cara pandang hidup
seseorang.
Menurut Dr. Dardiri, mengatakan di dalam dalam bukunya Humaniora, Filsafat, dan
1. Metafisika, tujuan filsafat dengan membongkar hal-hal yang ada di luar objek. Misalnya
pengetahuan tertentu
5. Etika, tujuan Filsafat yang berkenaan dengan nilai keindahan suatu perilaku
6. Logika, Filsafat yang berkenaan dengan valid atau tidak valid suatu pernyataan atau
pembelajaran yang outputnya adalah adanya perubahan baik dalam hal pengetahuan, perilaku,
ketrampilan, keahlian, atau cara pandang terhadap sesuatu. Pendidikan bertujuan agar siswa
didik maupun mahasiswa atau orang yang didik menunjukkan suatu perubahan yang signifikan
dalam hidupnya untuk bisa melakukan sesuatu yang dituju dengan benar.
Berikut penjelasan ilmuwan yang berbicara dan menyatakan teorinya tentang filsafat
22
1. Pendidikan Islam ialah pendidikan Islami, pendidikan yang mempuny karakteristik dan
sifat keislaman, yaitu pendidikan yang didirikan dan dikembangkan di atas dasar ajaran
2. Menurut Fatah Yasin mengutip pendapat dari HM. Arifin, ilmu pendidikan Islam
merupakan teori, konsep dan atau pengetahuan tentang pendidikan yang berdasarkan
Islam.
3. Menurut Sudiyono, pendidikan Islam sebagian ada yang menitikberatkan pada segi
pembentukan akhlak anak, sebagian lagi menuntut pendidikan teori dan praktik, dan
Cara pandang atau dasar-dasar yang mengenai bagaimana islam melalukan proses
pendidikan baik secara formal ataupun informal itulah yang dimaksud dengan filsafat
pendidikan islam secara umum. Filsafat ilmu pendidikan islam pada dasarnya hanya
Akan tetapi, ia mulai mengalami krisis rohani pada tahun 488 H/1098 M. Yakni krisis
keraguan yang meliputi aqidah dan semua jenis ma'rifah, baik yang empiris maupun yang
rasional.
Periode ini menandai perubahan orientasi Al-Ghazali, yang memilih melakukan ritual
mengapa ia.
23
meninggalkan karir cemerlang dan berpaling ke tasawuf. Hal itu kemudian ia jelaskan
bahwa kesadarannya meyakinkan dia bahwa tidak ada cara untuk mendapatkan pengetahuan
Kesadaran Al-Ghazali ini juga bisa berkaitan dengan kritiknya terhadap filsafat Islam.
Bahkan, penolakannya terhadap filsafat Islam bukan merupakan sebuah kritisisme dari sudut
pandang theologi orthodoks saja. Pertama, sikap Al-Ghazali terhadap filsafat terlihat
ambivalen. Pada satu sisi, Al-Ghazali menerima beberapa bagian dari filsafat, seperti ilmu alam
dan logika. Al-Ghazali berusaha menguasai filsafat untuk kemudian melakukan kritikan
terhadapnya.
argumen --argumen yang dikemukakan para filosofof metafisis tidak dapat bertahan dalam
pengujian. Namun di sisi lain, ia juga dipaksa mengakui bahwa kepastian-kepastian agama
seperti kebenaran wahyu, alam gaib, dan kenabian tidak dapat diperoleh dengan pembuktian
nalar.
masjid Damaskus. Setelah melakukan suluk sufinya, pemikiran Al-Ghazali yang sebelumnya
banyak dihiasi dengan argumentasi teologis dan filsofis mendapatkan warna baru dengan
sentuhan sufistik. Hal ini semakin melengkapi konstruk rancang bangun pemikirannya. Atas
Krisis itu tidak lebih dari pada dua bulan. Setelah itu, ia memperdalam studi tentang
sekte-sekte teologi, ilmu kalam, falsafah serta menulis berbagai kitab dalam bidang falsafah,
batiniyyah, fiqh dan lain-lain. Namun, Al-Ghazali tidak merasa puas terhadap kerjanya itu, lalu
ia meninggalkan kota Baghdad menuju Damaskus, di mana ia tinggal selama lebih kurang dua
24
tahuh. Dalam masa ini, ia menghabiskan waktunya untuk berkhalwah dan beribadah serta
beri'tikaf di Mesjid kota ini, mengurung diri di menara mesjid pada waktu siang hari. Lalu ia
Dalam usia 55 tahun al-Ghazali meninggal dunia di Thus pada 14 Jumadil akhir 550 H,
19 Desember 1111 M dengan dihadapi oleh saudara laki-lakinya Abu ahmad Mujjidduddin.
25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al ghazali, Nama lengkapnya ialah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad al-Thusi al-Ghazali. lahir pada tahun 450 H/1058 M, di desa Thus, wilayah
Khurasan, Iran. Namanya kadang diucapkan Ghazzali (dua Z), artinya tukang pintal benang,
Karena pekerjaan ayah al-Ghazali ialah tukang pintal benang wol. Sedangkan yang lazim ialah
Ghazali (satu Z), diambil dari kata Ghazalah nama kampung kelahirannya.
Pada mulanya, Al-Ghazali belajar di tempat asalnya, Thus. Disini ia belajar ilmu fiqh
pada seorang ulama yang bernama Ahmad ibn Muhammad Ar-Razakani. Setelah itu, ia belajar
di Jurjan pada Imam Abu Nashr al-Isma’ili, di mana ia menulis suatu ulasan dalam ilmu fiqh.
Al-Ghazali melanjutkan studinya di Naisabur pada seorang ulama terkenal, Imam Al-Haramain
Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini. Di sini, ia belajar mazhab-mazhab fiqh, retorika, logika dan juga
ilmu filsafat, sehingga melebihi kawan-kawannya. Dan setelah Imam Al-Juwaini meninggal
tahun 478 H. Al-Ghazali meninggalkan Naisabur menuju Mu’askar untuk bertemu dengan
Nizhamu’I-Muluk Perdana Menteri Bani Saljuk. Mu’askar adalah suatu lapangan luas di
sebelah Kota Naisabur dimana didirikan barak-barak militer oleh Nizham Al-Muluk. Di sini,
Polemik Al-Ghazali dengan para filosof, yang ia tuliskan dalam karyanya yang terkenal,
Tahafut al-Falasifah membuat sebagian orang memandang bahwa Al-Ghazali adalah orang
26
yang anti filsafat, anti rasio, dan seorang ulama orthodoks semata. Dari sini kemudian Al-
Ghazali banyak mendapat kecaman karena dituding sebagai seorang yang bertanggung jawab
memundurkan capaian intelektual umat Islam. Dalam buku tersebut Al-Ghazali menerangkan
kelemahan-kelemahan argumentasi para filosof. Apakah mungkin satu karya yang mengkritik
filsafat dapat disebut sebagai buku filsafat? Al-Ghazali sendiri beberapa kali kesempatan
mengatakan bahwa tujuannya menulis buku tersebut memang untuk merobohkan bangunan
filsafat. Lantas apakah mungkin pengarang seperti ini dapat digolongkan sebagai seorang
filosof,
Yang menarik dalam sejarah hidup Al-Gazali adalah kehausannya akan segala macam
pengetahuan serta keinginannya untuk mencapai keyakinan dan mengetahui hakikat sesuatu.
Al-Gazali tidak percaya akan kebenaran semua macam pengetahuan, kecuali yang bersifat
indrawi dan axioma. Akan tetapi akhirnya, terhadap kedua macam pengetahuan itu pun, ia tidak
sikap keragu-raguannya itu hanya berlangsung 2 bulan saja kemudia ia bisa sembuh dari
keragu-raguan itu bukan karena dalil melainkan karena cahaya Tuhan yang dilimpahkan-Nya
dalam hatinya. Cahaya inilah yang menjadi kunci dari segala pengtahuan bagi Al-
Gazali.setelah Al-Gazali mendapatkan cahaya tersebut maka membuka fase kehidupan baru
4 Pemikiran Al-Ghazali
1. Epistimologi
Pada mulanya Al-Gazali beranggapan bahwa pengetahuan itu adalah hal-hal yang bisa
dilihat dengan mata tetapi kemudian ternyata panca indra juga berdusta. Contohnya bayangan
27
rumah, kelihatannya tak bergerak padahal terbukti bayangan itu berpindah tempat. Demikian
bahwa bintang-bintang itu lebih besar dari bumi. Al-Ghazali kemudian tidak mempercayai alat
indra lagi, kemudian ia meletakkan kepercayaannya kepada akal. Namun, ia juga tidak percaya
kepada akal karena pada saat bermimpi orang melihat hal-hal yang kebenarannya betul-betul,
namun setelah bangun ia sadar bahwa apa yang ia lihat benar itu sebetulnya tidaklah benar.
2. Metafisika
karangan Ibnu Sina. Setelah mempelajari filsafat dengan seksama, ia mengambil kesimpulan
4. Etika
Mengenai filsafat etika Al-Ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori tasawufnya
dalam buku Ihya’ ‘Ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika Al-Ghazali adalah teori
tasawufnya itu. Mengenai tujuan pokok dari etika Al-Ghazali kita temui pada semboyan
tasawuf yang terkenal “Al-Takhalluq Bi Akhlaqihi ‘Ala Thaqah al-Basyariyah, atau Al-Ishaf
Bi Shifat al-Rahman ‘Ala Thaqah al-Basyariyah”. Maksudnya adalah agar manusia sejauh
kesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih, pemaaf, dan sifat-
Dalam mempelajari ilmu filsafat baik Yunani maupun dari pendapat-pendapat filosof
Islam, Al Ghazali mendapatkan argumen-argumen yang tidak kuat, bahkan banyak yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, Al Ghazali menyerang banyak argumen
filosof Yunani dan Islam dalam beberapa persoalan. Di antaranya, Al Ghazali menyerang dalil
28
Aristoteles tentang azalinya alam dan pendapat para filosof yang mengatakan bahwa Tuhan
tidak mengetahui perincian alam dan hanya mengetahui soal-soal yang besar saja. Ia pun
menentang argumen para filosof yang mengatakan kepastian hukum sebab akibat semata-mata,
tidak nyatsa.
perkembangan alam pikiran Al Ghazali dan merefleksikan sikapnya terhadap beberapa macam
yang seharusnya bisa dicapai Mempengaruhi cara pandang proses pendidikan itu sebagaimana
mestinya . Perlu diketahui bagaimana bahwa pendidikan islam sebagai langkah untuk
menghasilkan pelajar atau peserta didik yang sesuai dengan goal islam.
Menurut Dr. Dardiri, mengatakan di dalam dalam bukunya Humaniora, Filsafat, dan
a. Metafisika, tujuan filsafat dengan membongkar hal-hal yang ada di luar objek. Misalnya
29
b. Epistemologi,tujuan filsafat dengan bagaimana seseorang bisa
pengetahuan tertentu
e. Etika, tujuan Filsafat yang berkenaan dengan nilai keindahan suatu perilaku
f. Logika, Filsafat yang berkenaan dengan valid atau tidak valid suatu pernyataan atau
B. Saran
Berangkat dari kesimpulan-kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang di ajukan oleh
Secra umum, konsep pemimpin ideal dari imam al-ghzali masih relevan dengan
dalam hukum positif di indonesia. Hal ini demi tujuan agar negara semakin berkembang
maju dan rakyat semakin sejah tera. Oleh karena itu, perlu di upayakan mengelaborasi
30
lebih jauh dan mengusulkan kriteria pemimpin idea pemandangan imam al-ghzali untuk
dapat di terima dan dimasukan dalam hukum positif indonesia, yaitu dalan sarat dan
kriteria calon presiden maupun syarat dan kriteria maupun saran calon kepala daerah.
31
DAFTARPUSTAKA
Abdullah, A. (2002). Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam. Bandung: Mizan. Al-
Ghazali. (1990). Ihya ‘Ulumuddin, terj. Moh Zuhri. (Jilid I). Semarang: CV.
Asy-Syifa’
-------------- (t.t.). Ihya ‘Ulumuddin, (Jilid I). Beirut: Dar al-Kitab al-Islam
Al-Jamaly, M. F. (1986). Filsafat Pendidikan dalam Alquran. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Arifin. (1993). Kapita Selekta Pendidikan Islam (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara
Dakir. (2004). Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT. Rineka Cipta
32
Fujiawati, F.S. (2016). Pemahaman Konsep Kurikulum dan Pembelajaran dengan Peta Konsep
bagi Mahasiswa Pendidikan Seni. Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, 1, 16-28.
33