Mekanisme atau sistem ini mempengaruhi penetapan dan pencapaian tujuan perusahaan,
pemantauan dan penilaian resiko usaha, memaksimalkan upaya peningkatan kinerja dan
pembentukan serta pengembangan budaya kerja di lingkungan perusahaan
PRINSIP-PRINSIP GCG
Kemandirian Akuntabilitas Pertanggungjawaban
Dikelola secara profesional tanpa Kejelasan fungsi, pelaksanaan Memiliki tekad dan komitmen
benturan-benturan kepentingan dan dan pertanggungjawaban organ manajemen dalam pengelolaan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun sehingga pengelolaan perusahaan perusahaan yang sesuai dengan
terlaksana secara efektif. peraturan perundang undangan
Transparansi Keadilan/Kewajaran
Menerapkan keterbukaan dalam melaksanakan proses Memperlakukan secara adil dan setara di dalam
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan yang
mengungkapkan informasi material dan relevan timbul berdasarkan perjanjian (komitmen tertulis)
mengenai perusahaan. dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
APA TUJUANNYA?
1) Memberi perlindungan yang memadai dan perlakuan yang adil kepada para Pemegang
Saham, pengelola, dan pemangku kepentingan lainnya, melalui peningkatan nilai Pemegang
Saham (shareholder value), secara maksimal.
3) Meningkatkan dan menjaga citra perusahaan melalui pelayanan prima di bidang asuransi.
4) Menjaga sumber dana yang dimiliki dan digunakan untuk usaha perusahaan
LANDASAN HUKUM
Landasan Hukum Implementasi Good Corporate Governance :
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tanggal 19 Juni 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
3. Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN sebagaimana diubah terakhir melalui Peraturan
Menteri BUMN Nomor: PER-09/MBU/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-
01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN.
4. Keputusan Sekretaris Kementerian BUMN Nomor: SK-16/S.MBU/2012 tentang Indikator/Parameter Penilaian dan
Evaluasi atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) pada BUMN.
5. Pedoman Umum Good Corporate Governance yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance tahun
2016.
6. Roadmap Tata Kelola Perusahaan Indonesia yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
UNDANG-UNDANG
SARBANES-OXLEY 2002
Sarbanes Oxley Act adalah hukum federal Amerika Serikat tahun 2002 yang
berisi penetapan suatu standar baru bagi semua dewan dan manajemen
perusahaan publik serta kantor akuntan publik yang sudah go public, mengatur
mulai tanggungjawab tambahan dewan perusahaan hingga ketentuan hukum
pidana
SARBANES-OXLEY ACT OF 2002
Tujuan dari SOX sebenarnya adalah untuk melindungi investor melalui peningkatan
keakuratan dan kepastian pengungkapan dalam laporan keuangan perusahaan. SOX
mewajibkan seperangkat perubahan dalam laporan keuangan perusahaan dan corporate
governance untuk perusahaan yang sudah go public (Engel, Hayes and Wang, 2004)
Sedangkan fokus utama dari SOX adalah untuk meningkatkan integritas proses audit pada
perusahaan yang sudah go public dan kelayakan laporan keuangan yang sudah diaudit.
Artinya kongres Amerika memberi institusi pengadilan dan SEC alat bantu untuk
mengawasi/mengamati laporan keuangan perusahaan publik.
STRUKTUR TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK
● Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah organ tertinggi dalam suatu perusahaan. RUPS terdiri dari para pemegang saham yang
memiliki hak suara untuk menentukan arah perusahaan. RUPS harus bertindak secara profesional dan
bertanggung jawab dalam mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan perusahaan. RUPS juga
harus menjunjung tinggi prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.
Permasalahan pada PT Katarina Utama Tbk ini berhubungan dengan pengendalian Good Corporate
Governance atau GCG yang belum direalisasikan dengan baik. Dimana PT Katarina Utama diduga telah
memanipulasi laporan keuangan audit tahun 2009 dengan memauskkan sejumlah piutang fiktif guna
memperbesar nilai aset perseroan (Murti, n.d.)
STUDI KASUS
INTI PERMASALAHAN
Pada Agustus 2010 lalu, salah satu pemegang saham Katarina, PT Media Intertel Graha (MIG),
dan Forum komunikasi Pekerja Katarina (FKPK) melaporkan telah terjadi penyimpangan dana hasil IPO
yang dilakukan oleh manajemen RINA. Dana yang sedianya akan digunakan untuk membeli peralatan,
modal kerja, serta menambah kantorcabang, tidak digunakan sebagaimana mestinya. Hingga saat ini
manajemen perseroan belum melakukan realisasi sebagaimana mestinya.
Dari dana hasil IPO sebesar Rp 33,66 miliar, yang direalisasikan oleh manajemen ke dalam
rencana kerja perseroan hanya sebesar Rp 4,62 miliar, sehingga kemungkinan terbesar adalah terjadi
penyelewengan dana publik sebesar Rp 29,04 miliar untuk kepentingan pribadi.
STUDI KASUS
INTI PERMASALAHAN (LANJUTAN)
Selain itu, Katarina diduga telah memanipulasi laporan keuangan audit tahun 2009 dengan
memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan. Bahkan Perusahaan Listrik
Negara (PLN) telah memutus aliran listrik ke kantor cabang RINA di Medan, Sumatera Utara, karena
tidak mampu membayar tunggakan listrik sebesar Rp 9 juta untuk tagihan selama 3 bulan berjalan.
Akhirnya Cabang Di Medan ditutup secara sepihak tanpa meyelesaikan hak hak karyawannya.
Bahkan selama ini manajemen tidak menyampaikan secara utuh dana jamsostek yang dipotong dari gaji
karyawan, ada juga karyawan yang tidak mengikuti jamsostek tetapi gajinya juga ikut dipotong. Bursa
menghentikan perdagangan saham RINA sejak awal September 2010. BEI kemudian melimpahkan kasus
ini kepada Bapepam-LK untuk ditindaklanjuti.
STUDI KASUS
DAMPAK - DAMPAK