Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muhammad Haekal

Kelas : Perpajakan EA-E

NIM : 142210136

Point perubahan pada UU KUP (Ketentuan umum dan tata cara perpajakan) No. 28 Tahun 2007 pada
UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) No. 7 Tahun 2021

1. NIK Sebagai NPWP (UU HPP Bab 2 pasal 2 Ayat 1a) bisa dibilang merupakan hal yang baik bagi
Wajib Pajak, karena menerapkan asas Kesederhanaan, kini Wajib Pajak orang pribadi (tetap
melihat syarat secara objektif dan subjektif) hanya perlu mengingat NIK karena nomor NPWP
nya sudash tergabung dengan NIK, hal ini merupakan awal menuju single identity number.
Merubah : UU KUP Tahun 2007 Pasal 1 ayat 6. Namun, hal ini juga masih memilik dampak
negatifnya. Dalam UU HPP bab 2 Pasal 2 Ayat 10, dikatakan NIK diintegrasikan dengan basis
data perpajakan. Selama ini kita pasti jika ingin melakukan travelling, kita pasti memerlukan
KTP. Nah, ketika diintegrasi maka pihak pajak bisa tau bahwa kita pergi ke sebuah daerah, ke
hotel, maupun kemana kita bepergian. Hal ini juga membuat seakan posisi kita bisa ditracking
oleh pihak perpajakan

2. Besaran sanksi

 Sanksi penerimaan (UU HPP BAB II Pasal 13), bagi yang tidak menyampaikan Surat
Pembayaran Tahunan (SPT) atau melakukan pembukuan, nanti akan terkena sanksi
Merubah : UU KUP Tahun 2007 pasal 13 Ayat 3.

Perubahan ini terjadi karena disesuaikan suku bunga acuan, dan UU cipta kerja

 Sanksi setelah upaya hukum (UU HPP Pasal 25 ayat 9, 27 ayat 5d, ), jika Wajib Pajak
melakukan banding, keberatan ke pengadilan dan keputusannya menghasilkan bahwa
DJP direktur jenderal pajak lebih kuat
Merubah : UU KUP Tahun 2007 Pasal 25 ayat 9 dan Pasal 27 ayat 5d
 Sanksi kerugian negara
Merubah : UU KUP Tahun 2007 Pasal 13A

3. Pajak Internasional UU HPP Bab II pasal 20A (Menambah aturan) Ada beberapa Wajib Pajak
yang mungkin posisinya tidak sedang di Indonesia, dan sekarang sudah ada penagihan pajak
antar negara yang bersifat timbal balik, jadi negara lain juga dapat meminta bantuan Indonesia
untuk menagih Wajib Pajaknya.

4. Kuasa Hukum Pajak (UU HPP Bab II pasal 32) Merubah : UU KUP Tahun 2007 Pasal 32 ayat 3a,
Persyaratan Kuasa wajib pajak diatur pada PMK NO 22 THN 2014 : Yang intinya kuasa hukum
pajak hanya bisa diisi oleh konsultan atau perusahaan. Tapi sekarang sudah bisa diisi oleh
siapapun selama tetap Memenuhi persyaratan, yaitu berkompeten menguasai bidang
perpajakan. Namun jika kuasa diberi kepada keluarga sedarah atau pasangan (suami,istri ) tidak
perlu memenuhi syarat untuk menguasai kompetensi di bidang perpajakan

5. Penegakan Hukum Pidana Pajak UU HPP Pasal 44C (Menambah aturan) Tujuannya Pemulihan
kerugian pendapatan negara Menambah wewenang penyidik pajak untuk melakukan penyitaan
dan pemblokiran harta kekayaan tersangka tindak pidana pajak dan mempermudah Wajib Pajak
untuk mengajukan ultimum remedium dipermudah sampai tahap persidangan untuk
mengembalikan kerugian, berbeda dengan sebelumnya yang hanya sampai tahap sebelum
persidangan.

6. Wajib pajak kini hanya punya kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian
surat pembayaran Tahunan (SPT) sepanjang DJP belum menyampaikan Surat pemberitahuan
hasil pemeriksaan (SPHP) (UU HPP Bab II Pasal 8 Ayat 4) Merubah : UU KUP Tahun 2007 pasal 8
Ayat 4, yang isinya dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran SPT meski telah diperiksa
sepanjang DJP belum menerbitkan surat ketetapan pajak (SKP)

7. Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemotong/Pemungut Pajak (UU HPP Bab II Pasal 32A) Menkeu
berwenang menunjuk pihak lain sebagai pemotong/pemungut pajak. Merubah : UU KUP Tahun
2007 Pasal 32 ayat 3, di mana hanya orang pribadi atau badan yang dapat melakukan
penunjukan dengan surat kuasa.

Anda mungkin juga menyukai