Anda di halaman 1dari 58

0Pelatihan Teknis Pajak

Dasar Tahun 201


PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
Jalan Sakti Raya No. 1 Kemanggisan Jakarta Barat Telp.
(021)5481155-5481476; Fax. (021) 5481394

PELATIHAN TEKNIS PAJAK DASAR

BAHAN AJAR
KUP

TIM KUP
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PUSDIKLAT PAJAK 2018
KUP
2
PUSDIKLAT PAJAK KEGIATAN BELAJAR 2 KEWAJIBAN MENDAFTARKAN
DIRI
DAN MELAPORKAN USAHA

1
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang KUP memberi pengertian NPWP
adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya. Saat mulai menjadi WP dalam literatur sering disebut
dengan istilah taatbestand yaitu pada saat syarat subjektif bertemu
dengan syarat objektif maka ia sudah memenuhi syarat sebagai Wajib
Pajak. Wajib Pajak yang sudah terdaftar akan mendapatkan Kartu NPWP
dan SKT. Kartu NPWP adalah kartu yang diterbitkan oleh KPP atau
KP2KP yang berisikan NPWP dan identitas lainnya.1 Surat Keterangan
Terdaftar (SKT) yang selanjutnya disingkat menjadi SKT adalah surat
keterangan yang diterbitkan oleh KPP atau KP2KP sebagai
pemberitahuan bahwa Wajib Pajak telah terdaftar pada KPP tertentu yang
berisi NPWP dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. 2
1Paal 1 angka 9 PER-20/PJ/2013 s.t.d.d Per-02/PJ/2018 2Pasal 1 angka 10 PER-20/PJ/2013 s.t.d.d Per-02/PJ/2018
KUP

Pendaftaran untuk memperoleh NPWP dan Pelaporan untuk dikukuhkan


sebagai PKP adalah tahap pertama dalam Circum Navigation Undang-

Undang KUP sebagaimana dalam Gambar 1-1.

Gambar 1-1 Kedudukan NPWP dan PKP dalam CircumNavigation UU

KUPTM

Pendaftaran NPWP dan pengukuhan PKP diatur dalam Pasal 2 Undang-

Undang KUP yang dapat dijelaskan sebagaimana Gambar 1-2.

Gambar 1-2 Skema Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP


PUSDIKLAT PAJAK 3
KUP

1. Kewajiban Mendaftar dan Fungsi NPWP

Secara yuridis taatbestand diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang

KUP yang mengatur bahwa bahwa setiap Wajib Pajak yang telah

memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada

kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat

kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan NPWP.

Sesuai dengan sistem self assessment setiap Wajib Pajak yang telah

memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tersebut wajib mendaftarkan

diri pada kantor DJP untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus

untuk mendapatkan NPWP. Adapun yang dimaksud dengan persyaratan

sbyektif dan obyektif disebutkan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1)


Undang-Undang KUP, sebagai berikut.

▪ Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan

ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak

Penghasilan 1984 dan perubahannya.

PUSDIKLAT PAJAK
4
KUP

▪ Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang

menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk

melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan

Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

Perlu dipahami bahwa meskipun penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-

Undang KUP hanya menjelaskan tentang persyaratan subjektif dan

persyaratan objektif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPh

beserta perubahannya, tetapi ketentuan taatbestand juga berlaku untuk

Undang-undang PPN 1984 dan perubahannya. Alasannya adalah karena

aturan yang berisi norma dalam undang-undang adalah apa yang ada

dalam batang tubuh, penjelasan bukanlah norma yang mengatur tetapi

lebih bersifat penafsiran otentik dari batang tubuhnya. Wajib Pajak

lazimnya dipakai untuk menyebut subyek Pajak Penghasilan, sedangkan

untuk subyek pajak PPN disebut dengan istilah PKP. Pengukuhan PKP

akan dibahas dalam subbab tersendiri.

Perlu ditekankan bahwa fungsi NPWP merupakan sarana dalam


administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri

atau identitas Wajib Pajak, bukan untuk menentukan saat terutangnya

pajak atau saat mulai harus melaporkan pajaknya. Masing-masing orang

mempunyai tanda pengenal diri atau identitas berupa nama, tetapi nama

banyak yang sama atau mirip sehingga menyulitkan dalam administrasi

dan pengawasan perpajakannya. Agar masing-masing identitas Wajib

Pajak unik dan untuk memudahkan administrasi perpajakannya maka

selain nama, juga diberikan NPWP sebagai identitas.

Setiap Wajib Pajak, baik orang pribadi maupun badan hanya diberikan

satu NPWP sepanjang hidupnya, walaupun domisilinya berpindah-pindah.

NPWP juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran

pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal

PUSDIKLAT PAJAK 5
KUP

berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan

mencantumkan NPWP yang dimilikinya.

Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan

NPWP dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.3

2. Subyek Yang Wajib Mendaftarkan Diri untuk Memperoleh NPWP

Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang KUP menyebutkan bahwa


kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin

yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan

keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian

pemisahan penghasilan dan harta. Wanita kawin selain tersebut di atas

dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP atas namanya sendiri

agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi

kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan

suaminya.

Kewajiban mendaftarkan diri bagi wanita kawin dengan dua kondisi

tersebut dalam Undang-Undang KUP tahun 1983 belum diatur secara

khusus. Mulai 1 Januari 19954 diatur bahwa kewajiban mendaftarkan diri

tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara

terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau

dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan

penghasilan dan harta.5 Ketentuan ini juga masih ada dalam perubahan

Undang-Undang KUP tahun 2000. Undang-Undang KUP perubahan tahun

3 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang KUP 4 mulai berlakunya Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan 5 Penjelasan Pasal

2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, ketentuan ini
diatur dalam (batang tubuh) Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 74 Tahun 2011

PUSDIKLAT PAJAK
6
KUP
2007 menambah ketentuan baru bahwa bagi wanita kawin selain dua

kondisi tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP

atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan

hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan

kewajiban perpajakan suaminya.6

Jadi yang harus mendaftarkan diri adalah Wajib Pajak yang telah

memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif, termasuk wanita kawin,7

meliputi:8

a) Wajib Pajak orang pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak

secara terpisah (yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

dan memperoleh penghasilan di atas PTKP) karena:

a. hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim;

b. menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan

penghasilan dan harta; atau

c. memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban

perpajakannya terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat

keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan

penghasilan dan harta,

yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan

memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak;

b) Wajib Pajak orang pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak

secara terpisah (yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas)

6 Penjelasan
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata
Cara Perpajakan 7 Ketentuan ini dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 2 PP No. 74 Tahun 2011 dan Pasal 3

PMK Nomor 147/PMK.03/2017 dan Pasal 2 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 s.t.d.d Per-

02/PJ/2018 8Pasal 2 ayat (3) PER - 20/PJ/2013 s.t.d.d Per-02/PJ/2018

PUSDIKLAT PAJAK 7
KUP
PUSDIKLAT PAJAK 8 karena: a. hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim;
b. menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta; atau
c. memilih melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan terpisah
dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau
tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta,
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
Catatan 1: Wanita kawin yang ingin melaksanakan hak dan
memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban
perpajakan suami harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. 9
Contoh: Bapak Bagus yang telah memiliki NPWP 12.345.678.9-
XXX.000 menikah dengan Ibu Ayu yang belum memiliki NPWP. Ibu
Ayu memperoleh penghasilan dan ingin melaksanakan hak dan
memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari suaminya. Oleh
karena itu, Ibu Ayu harus mendaftarkan diri ke Kantor DJP untuk
memperoleh NPWP dan diberi NPWP baru dengan nomor
98.765.432.1-XXX.000.
Catatan 2: Dalam hal wanita kawin yang ingin melaksanakan hak dan
memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban
perpajakan suami telah memiliki NPWP sebelum kawin, tidak perlu
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. 10 Contoh: Lisa
memperoleh penghasilan dan telah memiliki NPWP dengan nomor
56.789.012.3-XYZ.000. Lisa kemudian menikah dengan Hengki yang
telah memiliki NPWP 78.901.234.5-XYZ.000. Apabila Lisa setelah
9Pasal 2 ayat (4) PP 74 Tahun 2011 10Pasal 2 ayat (5) PP 74 Tahun 2011
KUP
menikah memilih untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban

perpajakan secara terpisah dari suaminya, maka Lisa tidak perlu

mendaftarkan diri lagi untuk memperoleh NPWP dan tetap

menggunakan NPWP 56.789.012.3-XYZ.000 dalam melaksanakan

hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

c) Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai

pembayar pajak, pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk

bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/atau operator di bidang usaha

hulu minyak dan gas bumi;

d) Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan

sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk bentuk kerja

sama operasi (Joint Operation); dan

e) Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Wajib Pajak orang pribadi selain Wajib Pajak tersebut di atas dapat

memilih untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. 11

Pengecualian:

▪ Wanita kawin yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

perpajakan dan tidak hidup terpisah atau tidak melakukan perjanjian

pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis, hak dan kewajiban

perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan

pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya.12 Contoh: Suami istri


11Pasal 3ayat (6) PMK No. 147/PMK.03/2017 jo. Pasal 2 ayat (6) PER - 20/PJ/2013 s.t.d.d Per-

02/PJ/2018 12Pasal 2 ayat (3) PP 74 Tahun 2011

PUSDIKLAT PAJAK 9
KUP
PUSDIKLAT PAJAK 10 berdomisili di Salatiga, karena suami bekerja di Pekanbaru, yang
bersangkutan bertempat tinggal di Pekanbaru sedangkan istri
bertempat tinggal di Salatiga.13
3. Kewajiban Mendaftar NPWP bagi Wanita Kawin dan Anak Yang
Belum Dewasa
Pada prinsipnya sistem administrasi perpajakan di Indonesia
menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, sehingga dalam
satu keluarga hanya terdapat satu NPWP. Dengan demikian, wanita kawin
yang tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya dan anak yang belum
dewasa, harus melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga. 14
Wanita kawin yang telah memiliki NPWP sebelum kawin, wanita kawin
tersebut harus mengajukan permohonan penghapusan NPWP dengan
alasan bahwa pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakan suaminya. Demikian halnya terhadap "anak yang
belum dewasa" sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan 1984 dan perubahannya, yaitu yang belum berumur 18 tahun
dan belum pernah menikah, kewajiban perpajakan anak yang belum
dewasa tersebut digabung dengan orang tuanya. 15
Dalam Hukum Perdata dikenal dua keadaan yang berhubungan dengan
lembaga perkawinan, pertama perkawinan yang hidup terpisah
berdasarkan keputusan hakim, kedua perkawinan yang dikehendaki
secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
13 Penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP Nomor 74 Tahun 2011 14Pasal 2 ayat (5) PER - 20/PJ/2013 s.t.d.d Per-02/PJ/2018 15

Penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP Nomor 74 Tahun 2011


KUP
Perkawinan yang hidup terpisah berdasarkan putusan hakim juga dikenal

dengan istilah perceraian, sedangkan perkawinan dengan perjanjian pisah

penghasilan dan harta status perkawinan masih utuh seperti perkawinan

pada umumnya hanya penghasilan dan hartanya secara yuridis

dipisahkan. Tidak termasuk dalam pengertian hidup terpisah adalah suami

istri yang hidup terpisah antara lain karena tugas, pekerjaan, atau usaha.

Terdapat perbedaan istilah untuk anak yang belum dewasa, penjelasan

Pasal 2 ayat (3) PP Nomor 74 Tahun 2011 untuk anak yang belum

dewasa digabung dengan orang tuanya, sedangkan Pasal 2 ayat (5)

PER-20/PJ/2013 s.t.d.d Per-02/PJ/2018 disebut dengan istilah kepala

keluarga. Penulis setuju menggunakan istilah orang tua bukan kepala

keluarga. Makna kepala keluarga di Indonesia identik dengan suami atau

laki-laki sedangkan orang tua bisa bapak atau ibu. Anak yang belum

dewasa dalam kasus hidup terpisah atau perceraian dapat ikut bapak atau

ibunya, sedangkan kewajiban perpajakannya mengikuti kepada siapa ia

secara nyata yang ditunjuk menjadi wali, bisa bapak atau ibu.

4. Kewajiban NPWP Warisan Yang Belum Terbagi

Undang-Undang KUP tidak mengatur ketentuan NPWP bagi warisan yang

belum terbagi, namun karena Undang-Undang PPh mengakui sebagai

sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak dalam kedudukannya

sebagai subyek pajak maka perlu aturan sebagai dasar hukumnya. PP 74

Tahun 2011 mengatur bahwa warisan yang belum terbagi sebagai satu

kesatuan menggantikan yang berhak dalam kedudukannya sebagai

subjek pajak menggunakan NPWP dari orang pribadi yang meninggalkan

warisan tersebut dan diwakili oleh salah seorang ahli waris, pelaksana
wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan. 16

16 Pasal 3 PP No. 74 Tahun

2011

PUSDIKLAT PAJAK 11
KUP

5. Cara Pendaftaran NPWP

Pendaftaran Wajib Pajak dilakukan dengan mengajukan permohonan

secara :17

a. elektronik atau

Permohonan secara elektronik disampaikan melalui saluran tertentu

yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

b. tertulis.

Permohonan secara tertulis disampaikan secara langsung, melalui pos

dengan bukti pengiriman surat; atau melalui perusahaan jasa ekspedisi

atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.

Berdasarkan permohonan tersebut, KPP atau KP2KP menerbitkan NPWP

dan PKP paling lambat 1 hari kerja terhitung sejak permohonan diterima

secara lengkap.18 Pengukuhan PKP diberikan berdasarkan hasil

penelitian.19 Kartu NPWP dan SKT disampaikan kepada Wajib Pajak

melalui pos tercatat.20


6. Tempat Pendaftaran NPWP

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap Wajib

Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib

mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat

tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan

NPWP. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa selain itu, bagi Wajib

Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, yaitu Wajib Pajak orang pribadi

yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya

17 Pasal 5 PMK 147/PMK.03/2017 18 Pasal 7 dan Pasal

50 ayat (3) PMK No. 147/PMK.03/2017 19 Pasal 50 ayat

(2) PMK No.147/PMK.03/2017 20Pasal 7 ayat (2) PER -

20/PJ/2013 s.t.d.d Per-02/PJ/2018

PUSDIKLAT PAJAK
12
KUP

pedagang elektronik yang mempunyai toko di beberapa pusat

perbelanjaan, di samping wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang

wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak, juga diwajibkan

mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat

kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan. Maksud kantor DJP adalah, 21 KPP

atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat

kedudukan Wajib Pajak, KPP tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan di bidang perpajakan, atau tempat lain yang ditunjuk

oleh Dirjen Pajak. Tempat tinggal atau tempat kedudukan tersebut

merupakan tempat tinggal atau tempat kedudukan menurut keadaan yang

sebenarnya.22

Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak

dapat menetapkan:

a. tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha selain yang

ditetapkan pada ayat (1) dan ayat (2); dan/atau

b. tempat pendaftaran pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi

tempat tinggal dan kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat

kegiatan usaha dilakukan, bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha

tertentu.

7. Penerbitan NPWP Secara Jabatan

Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak

menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan apabila

Wajib Pajak atau PKP tidak melaksanakan kewajibannya untuk

mendaftarkan diri.23 Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data

21Pasal 3 ayat (1) PMK-147/PMK.03/2017 22Pasal 2 ayat (2) PER - 20/PJ/2013 s.t.d.d Per-

02/PJ/2018 23Juga diatur dalam Pasal 8 ayat (1) PMK No. 147/PMK.03/2017 jo Pasal 8 ayat

(1) PER - 20/PJ/2013

PUSDIKLAT PAJAK 13
KUP

yang diperoleh atau dimiliki oleh DJP ternyata orang pribadi atau badan

atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh

NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP. 24 Penerbitan NPWP dan/atau

pengukuhan PKP oleh Kepala KPP atau KP2KP secara jabatan dilakukan

berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi sesuai

data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal

Pajak, termasuk data dan/atau informasi yang diperoleh dari kegiatan

ekstensifikasi.25

Pasal 2 ayat (4a) Undang-Undang KUP mengatur bahwa kewajiban

perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP dan/atau yang

dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak

memenuhi persyaratan subjektif dan objektif seusai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama lima tahun

sebelumnya diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkannya sebagai PKP

secara jabatan tersebut. Ayat ini mengatur bahwa dalam penerbitan

NPWP dan/atau pengukuhan sebagai PKP secara jabatan harus

memperhatikan saat terpenuhinya persyaratan subjektif dan objektif dari

Wajib Pajak yang bersangkutan. Selanjutnya terhadap Wajib Pajak

tersebut tidak dikecualikan dari pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal ini

dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak

maupun Pemerintah berkaitan dengan kewajiban Wajib Pajak untuk

mendaftarkan diri dan hak untuk memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan

sebagai PKP, misalnya terhadap Wajib Pajak diterbitkan NPWP secara


jabatan pada tahun 2008 dan ternyata Wajib Pajak telah memenuhi

persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan

24 Pasal 2 ayat (4) UU KUP 25 Pasal

PMK No. 147/PMK.03/2017

PUSDIKLAT PAJAK
14
KUP
perundang-undangan perpajakan terhitung sejak tahun 2005, kewajiban
perpajakannya timbul terhitung sejak tahun 2005. Penerbitan SKPKB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
Undang KUP.
8. Jangka Waktu Pendaftaran atau Pengukuhan
Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur bahwa jangka waktu
pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan
termasuk penghapusan NPWP dan/atau pencabutan Pengukuhan PKP
diatur dengan atau berdasarkan PMK. 26 Kewajiban mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP dan kewajiban melaporkan usaha untuk
memperoleh pengukuhan PKP dibatasi jangka waktunya karena hal ini
berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak
terutang.27 Ketentuan pasal ini sebetulnya adalah taatbestand. Adapun
jangka waktu pendaftaran adalah sebagaimana dalam Tabel 1-1. 28
Tabel 1-1 Jangka Waktu Pendaftaran NPWP
Wajib Pajak Jangka Waktu
No
1. Wajib Pajak orang pribadi yang
tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas (termasuk wanita
kawin yang dikenai pajak secara terpisah)29
PUSDIKLAT PAJAK 15
paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah penghasilan Wajib Pajak tersebut pada
suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi PTKP 2. Wajib Pajak orang pribadi yang
menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas (termasuk wanita kawin yang
dikenai pajak secara terpisah) 30
paling lama 1 (satu) bulan setelah kegiatan usaha atau pekerjaan bebas mulai
dilakukan.
26 PMK yang mengatur adalah PMK Nomor 147/PMK.03/2017. 27Penjelasan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang KUP 28

Pasal 3 PER - 20/PJ/2013 29 Pasal 4 (1) PMK 147/PMK.03/2017 30 Pasal 4 ayat (2) PMK No. 147/PMK.03/2017
KUP
Wajib Pajak Jangka Waktu
No
3. Wajib Pajak badan31
Untuk yang memiliki kegiatan usaha di beberapa tempat 32 16 PUSDIKLAT PAJAK paling
lama 1 (satu) bulan setelah saat pendirian.
paling lama 1 (satu) bulan setelah adanya suatu kegiatan usaha yang mulai dilakukan
oleh Wajib Pajak di tempat kegiatan usaha tersebut. 4. Bendahara yang ditunjuk
sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak 33
paling lambat sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak
9. Tata Cara Ekstensifikasi Dalam Rangka Pendaftaran NPWP atau
Pengukuhan PKP
Dirjen Pajak dapat melakukan kegiatan ekstensifikasi dalam rangka
pemberian NPWP dan pengukuhan PKP.34 Tata cara pendaftaran dan
pelaporan kegiatan usaha, tata cara pendaftaran, pemberian, dan
penghapusan NPWP, serta pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan
PKP serta kegiatan ekstensifikasi, diatur dengan Peraturan Dirjen Pajak. 35
Ekstensifikasi dilakukan dengan cara: 36
a. Mendatangi Wajib Pajak di lokasi Wajib Pajak
Meminta Wajib Pajak untuk mengisi dan menandatangani Formulir
Pendaftaran dan/atau Formulir Pengukuhan dengan jelas, benar, dan
lengkap, dan melengkapi dokumen yang disyaratkan sebagai
31 Pasal 24 ayat (1) PMK No. 147/PMK.03/2017 32 Pasal 24 ayat (2) PMK No. 147/PMK.03/2017 33 Pasal 34 ayat (2) PMK

No. 147/PMK.03/2017 34 Pasal 2 ayat (11) PMK No. 73/PMK.03/2012 35 Pasal 61 PMK No. 147/PMK.03/2017 Peraturan

Dirjen Pajak yang mengatur adalah PER-35/PJ/2013 kemudian

juga SE-51/PJ/2013 36Pasal 3 PER-35/PJ/2013


KUP

kelengkapan permohonan pendaftaran Wajib Pajak dan/atau

pengukuhan PKP. Dalam hal Wajib Pajak tidak melakukan hal tersebut

atau tidak dapat ditemui, kepada Wajib Pajak diberikan Surat


Himbauan.37

b. Melalui Pemberi Kerja/Bendaharawan Pemerintah

Pemberi Kerja/Bendaharawan Pemerintah wajib membuat Daftar

Nominatif dan menyerahkannya ke KPP tempat Pemberi

Kerja/Bendaharawan Pemerintah terdaftar,38 dengan perincian sebagai

berikut:39

a. Memiliki penghasilan di atas PTKP dan belum ber-NPWP, maka

harus dilengkapi dengan dokumen yang disyaratkan sebagai

kelengkapan permohonan pendaftaran Wajib Pajak. 40 Setiap

Pengurus, Komisaris, Pemegang Saham/Pemilik dan Pegawai

wajib mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran

NPWP.41

b. Memiliki penghasilan di atas PTKP dan telah ber-NPWP;

c. Memiliki penghasilan di bawah PTKP.

c. Mengirimkan Surat Himbauan kepada Wajib Pajak.

Dalam hal ekstensifikasi dilakukan dengan cara mengirimkan Surat

Imbauan kepada Wajib Pajak atau Wajib Pajak diberikan Surat

Imbauan setelah didatangi ke lokasi tidak dapat ditemui, Wajib Pajak

harus memberikan tanggapan paling lama empat belas hari sejak Surat

37Pasal 4 ayat (2)

PER-35/PJ/2013 38Pasal 5 ayat

(1) PER-35/PJ/2013 39Pasal 5

ayat (2) PER-35/PJ/2013 40Pasal


5 ayat (3) PER-35/PJ/2013

41Pasal 5 ayat (4)

PER-35/PJ/2013

PUSDIKLAT PAJAK 17
KUP

Imbauan diterima.42 Tanggapan tersebut adalah Wajib Pajak telah

mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan/atau melaporkan

usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada KPP yang wilayah

kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau

tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.43 Wajib Pajak yang tidak

memberikan tanggapan, terhadap Wajib Pajak tersebut diterbitkan

NPWP dan/atau dikukuhkan PKP secara jabatan.44

10. Penghapusan NPWP

Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapuskan NPWP dari

administrasi Kantor Pelayanan Pajak.45 Pasal 2 ayat (6) Undang-Undang

KUP mengatur bahwa penghapusan NPWP dilakukan oleh Dirjen Pajak

apabila:

a. diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh Wajib Pajak dan/atau

ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan

subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan;
b. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan

usaha;

c. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di

Indonesia; atau

dianggap perlu oleh Dirjen Pajak untuk menghapuskan NPWP dari

Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif

dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.

42Pasal 6 ayat (1) PER-35/PJ/2013 43Pasal 6

ayat (1) PER-35/PJ/2013 44Pasal 6 ayat (1)

PER-35/PJ/2013 45 Pasal 1 angka 17 PMK

No-147/PMK.03/2017

PUSDIKLAT PAJAK
18
KUP

Kepala KPP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dapat

melakukan penghapusan NPWP terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang

sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan

dalam hal 46

a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak

meninggalkan warisan;

b. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk


selama-lamanya;

c. Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP;

d. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris,

pemegang saham atau pemilik dan pegawai yang telah diberikan

NPWP melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan

netonya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak;

e. wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa

membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin

melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah

dari suaminya; atau

f. wanita kawin yang memiliki NPWP berbeda dengan NPWP suami dan
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya

digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban


perpajakan suaminya.

Penghapusan NPWP Wajib Pajak orang pribadi atas permohonan Wajib

Pajak dan secara jabatan dilakukan berdasarkan Pemeriksaan. 47 Selain

dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan, Kepala KPP juga dapat

46 Pasal 12 PMK 147/PMK.03/2017 47 Pasal 13 ayat (6) dan

Pasal 14 ayat (2) PMK 147/PMK.03/2017

PUSDIKLAT PAJAK 19
KUP
melakukan penghapusan NPWP Wajib Pajak orang pribadi secara jabatan

berdasarkan hasil penelitian administrasi terhadap: 48

a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak

meninggalkan warisan;

b. Wajib Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP, tidak termasuk

NPWP cabang; atau

c. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Direktur

Jenderal Pajak.

Penghapusan NPWP Wajib Pajak orang pribadi atas permohonan Wajib

Pajak dan secara jabatan dilakukan berdasarkan Pemeriksaan. 49

Kepala KPP atas permohonan wakil Wajib Pajak atau secara jabatan

dapat melakukan penghapusan NPWP terhadap Wajib Pajak Warisan

Belum Terbagi dalam hal warisan sudah selesai dibagi. 50

Kepala KPP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dapat

melakukan penghapusan NPWP terhadap Wajib Pajak Badan yang sudah

tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam hal

:51

a. Wajib Pajak dilikuidasi atau dibubarkan karena penghentian atau

penggabungan usaha;

b. Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan

usahanya di Indonesia; atau

c. Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP, tidak termasuk

NPWP cabang.
48 Pasal 14 ayat (3) PMK

147/PMK.03/2017

49 Pasal 30 ayat (6) PMK 147/PMK.03/2017

50 Pasal 20 PMK 147/PMK.03/2017 51 Pasal

30 PMK 147/PMK.03/2017

PUSDIKLAT PAJAK
20
KUP

Penghapusan NPWP Wajib Pajak Badan atas permohonan Wajib Pajak

dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan.52 Penghapusan NPWP Wajib

Pajak Badan secara jabatan dilakukan Kepala KPP berdasarkan data

dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktorat

Jenderal Pajak selain dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan juga

dapat melakukan penghapusan NPWP secara jabatan berdasarkan hasil

penelitian administrasi terhadap Wajib Pajak yang memenuhi kriteria

tertentu.53

Selain memperhatikan pemenuhan persyaratan subjektif dan/atau objektif

penghapusan NPWP Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi dilakukan

sepanjang Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. tidak mempunyai utang pajak;

b. tidak sedang dilakukan tindakan:

1. pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan;

2. pemeriksaan bukti permulaan;


3. penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; atau

4. penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan;

c. tidak sedang dalam proses penyelesaian persetujuan bersama

(mutual agreement procedure);

d. tidak sedang dalam proses penyelesaian kesepakatan harga

transfer (advance pricing agreement);

e. seluruh NPWP cabang telah dihapus; dan

f. tidak sedang dalam proses penyelesaian upaya hukum di bidang

perpajakan, berupa:

1. keberatan;

52 Pasal 31 ayat 6 PMK

147/PMK.03/2017

53 Pasal 32 ayat (1) PMK

147/PMK.03/2017

PUSDIKLAT PAJAK 21
KUP
22 PUSDIKLAT PAJAK 2. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi; 3.
pengurangan atau pembatalan SKP;
4. pengurangan atau pembatalan STP;
5. pembatalan hasil pemeriksaan, verifikasi, atau penelitian
PBB;
6. gugatan;
7. banding; dan/atau
8. peninjauan kembali.
Untuk penghapusan NPWP Wajib Pajak bendahara dilakukan sepanjang
Wajib Pajak memenuhi ketentuan a, b dan f.54
Dikecualikan dari pengertian utang di atas meliputi: 55
a. utang pajak yang penagihannya telah daluwarsa; dan/atau
b. utang pajak yang dimiliki oleh:
1. Wajib Pajak yang telah meninggal dunia dengan tidak
meninggalkan warisan; atau
2. Wajib Pajak yang tidak mempunyai harta kekayaan.
10. Jangka Waktu Penghapusan NPWP
Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak
setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas
permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib
Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila
jangka waktu telah terlampaui dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu
keputusan, permohonan penghapusan NPWP dianggap dikabulkan.
Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan, Dirjen Pajak
54 Pasal 42 ayat (1) PMK 147/PMK.03/2017 55 Pasal 22 (2), 32 (2), 42 (2), PMK 147/PMK.03/2017
KUP

harus menerbitkan SK Penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling

lambat satu bulan setelah jangka waktu berakhir. 56

11. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap Wajib

Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-

Undang PPN 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada

kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat

kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk

dikukuhkan menjadi PKP. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan

dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya

menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,

melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud

dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa
dari luar daerah pabean.57 Sedangkan yang dimaksud dengan Pengusaha

Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak

berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan

perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha

Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 58

Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku

melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). 59

56Pasal 13 ayat (8) PMK No.

147/PMK.03/2017 57 Pasal 1 angka 4

Undang-undang KUP 58 Pasal 1 angka 15

Undang-undang KUP 59 Pasal 4 ayat (1) PMK

197/PMK.03/2013

PUSDIKLAT PAJAK 23
KUP

Fungsi pengukuhan PKP dipergunakan sebagai identitas PKP untuk

melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan PPnBM serta untuk

pengawasan administrasi perpajakan. Pengusaha yang telah memenuhi


syarat sebagai PKP, tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan

sebagai PKP dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.60

Kewajiban pengukuhan PKP tidak hanya diatur dalam Undang-Undang

KUP saja, tetapi juga diatur dalam Undang-Undang PPN Tahun 1984

pada Bab IIA Kewajiban Melaporkan Usaha Dan Kewajiban Memungut,

Menyetor Dan Melaporkan Pajak Yang Terutang Pasal 3A Undang-

Undang PPN Tahun 1984 sebagai berikut.

(1) Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h,
kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM
yang terutang. (2) Pengusaha Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat
memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. (3) Pengusaha Kecil yang memilih
untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat (1) huruf d dan/atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf e wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang
yang penghitungan dan tata caranya diatur dengan PMK.

60Penjelasan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang

KUP
PUSDIKLAT PAJAK
24
KUP

11.1. Tempat Melaporkan Usaha untuk Dikukuhkan Sebagai PKP

Penjelasan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang KUP menjelaskan bahwa

pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kantor

DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat

kegiatan usaha dilakukan, sedangkan bagi Pengusaha badan

berkewajiban melaporkan usahanya tersebut pada kantor DJP yang

wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Pengusaha dan tempat

kegiatan usaha dilakukan. Jika pengusaha tersebut mempunyai beberapa

tempat usaha maka ia juga harus melaporkan usahanya pada beberapa

KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha Wajib

Pajak.61 Dalam hal tempat kegiatan usaha menggunakan jasa Kantor

Virtual, Kantor Virtual tersebut dapat digunakan sebagai tempat PKP

dikukuhkan sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut: 62

1) terpenuhinya kondisi pengelola Kantor Virtual sebagai berikut:

a. telah dikukuhkan sebagai PKP;

b. menyediakan ruangan fisik untuk tempat kegiatan usaha bagi

Pengusaha yang akan dikukuhkan sebagai PKP; dan

c. secara nyata melakukan kegiatan layanan pendukung kantor,

dan

2) Pengusaha pengguna jasa Kantor Virtual dimaksud memiliki izin

usaha atau dokumen sejenis lainnya yang diterbitkan oleh pejabat

atau instansi yang berwenang.


61Pasal 44 ayat (5) PMK No.147/PMK.03/2017

62 Pasal 45 ayat (2) PMK No.

147/PMK.03/2017

PUSDIKLAT PAJAK 25
KUP

11.2. Pengukuhan PKP Secara Jabatan

Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak

menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan apabila

Wajib Pajak atau PKP tidak melaksanakan kewajiban pelaporan usaha. 63

Kepala KPP dapat mengukuhkan PKP secara jabatan dalam hal

Pengusaha tidak melaksanakan kewajiban pelaporan usaha dilakukan

berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi, sesuai

dengan data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat

Jenderal Pajak, termasuk data dan/atau informasi yang diperoleh dari

kegiatan ekstensifikasi dan memberikan keputusan pengukuhan PKP

secara jabatan dan Sertifikat Elektronik kepada Pengusaha yang

dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan. 64

Pasal 2 ayat (4a) Undang-Undang KUP mengatur bahwa kewajiban

perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP dan/atau yang

dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak

memenuhi persyaratan subjektif dan objektif seusai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama lima tahun


sebelumnya diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkannya sebagai PKP

secara jabatan tersebut. Ayat ini mengatur bahwa dalam penerbitan

NPWP dan/atau pengukuhan sebagai PKP secara jabatan harus

memperhatikan saat terpenuhinya persyaratan subjektif dan objektif dari

Wajib Pajak yang bersangkutan. Selanjutnya terhadap Wajib Pajak

tersebut tidak dikecualikan dari pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

63Juga diatur dalam Pasal 54 ayat (1) PMK No. 147/PMK.03/2017 jo Pasal 8 ayat (1) PER - 20/PJ/2013

s.t.d.d Per-

02/PJ/2018 64 Pasal 54 ayat (1), (2) dan (3) PMK

147/PMK.03/2017

PUSDIKLAT PAJAK
26
KUP

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada Wajib

Pajak maupun Pemerintah berkaitan dengan kewajiban Wajib Pajak untuk

mendaftarkan diri dan hak untuk memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan

sebagai PKP, misalnya terhadap Wajib Pajak diterbitkan NPWP secara

jabatan pada tahun 2008 dan ternyata Wajib Pajak telah memenuhi

persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan terhitung sejak tahun 2005, kewajiban


perpajakannya timbul terhitung sejak tahun 2005. Penerbitan SKPKB

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) Undang-

Undang KUP.

11.3. Pencabutan Pengukuhan PKP

Pencabutan Pengukuhan PKP adalah tindakan mencabut Pengukuhan

PKP dari administrasi Kantor Pelayanan Pajak. 65

Pasal 2 ayat (8) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Direktur Jenderal

Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat

melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan permohonan dilakukan

berdasarkan hasil Pemeriksaan. Sedangkan pencabutan pengukuhan

PKP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil

penelitian administratif.66

Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan melalui penelitian

administrasi dilakukan terhadap PKP tertentu yang memenuhi kriteria

sebagai berikut:67

1. PKP dengan status Wajib Pajak Non-Efektif;

65 Pasal 1 angka 18 PMK No. 147/PMK.03/2017 66 Pasal 56 ayat

(5) dan Pasal 57 ayat (2) PMK -147/PMK.03/2017 67 Pasal 57

ayat (3) PMK -147/PMK.03/2017

PUSDIKLAT PAJAK 27
KUP

2. PKP yang tempat terutangnya PPN telah dipusatkan di tempat lain;

3. PKP menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan

PKP yang telah mendapatkan putusan pengadilan yang

berkekuatan hukum tetap;

4. PKP yang pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan,

dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lainnya;

5. PKP yang telah dinonaktifkan sementara Sertifikat Elektroniknya

dan tidak melakukan klasifikasi atau klarifikasinya ditolak;

6. PKP dengan keadaan tertentu yang ditetapkan oleh Direktur

Jenderal Pajak.

11.4. Jangka Waktu Pencabutan Pengukuhan PKP

Atas permohonan Wajib Pajak untuk melakukan Pencabutan Pengukuhan

PKP, Dirjen Pajak setelah melakukan verifikasi atau pemeriksaan

harus memberikan keputusan dalam jangka waktu enam bulan sejak

tanggal permohonan diterima secara lengkap.68 Apabila jangka waktu

telah terlampaui dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka

permohonan Pencabutan PengukuhanPKP dianggap dikabulkan. Dalam

hal permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP dianggap dikabulkan,

Dirjen Pajak menerbitkan keputusan mengenai Pencabutan Pengukuhan

PKP dalam jangka waktu paling lambat satu bulan setelah jangka waktu

enam bulan berakhir.69


68 Pasal 56 ayat (6) PMK No.

147/PMK.03/2017 69 Pasal 56 ayat (7) PMK

No. 147/PMK.03/2017

PUSDIKLAT PAJAK
28
KUP

KEGIATAN

BELAJAR 3 PEMBUKUAN DAN PENCATATAN


2
Bab ini akan membahas tentang pembukuan atau

pencatatan yang berhubungan dengan cara agar Wajib Pajak bisa

menghitung atau memperhitungkan pajaknya. Untuk lebih memudahkan

lagi, jika dihubungkan dengan CircumNavigationUU KUP maka dapat

dijelaskan dalam

Gambar 2-1.

Gambar 2-1 Kedudukan Pembukuan atau Pencatatan dalam

CircumNavigation UU KUP
PUSDIKLAT PAJAK 29
KUP

Bab ini akan membahas pembukuan atau pencatatan yang diatur dalam

Pasal 28 Undang-Undang KUP.

1. Pembukuan atau Pencatatan

Untuk dapat menghitung dan juga memperhitungkan maka Wajib Pajak

harus mempunyai semua transaksi usaha yang ia lakukan. Untuk

mengetahui semua transaksi tersebut diwajibkan membuat pencatatan

atau pembukuan. Istilah yang digunakan KUP adalah Pembukuan dan

Pencatatan sedangkan dalam praktek yang banyak digunakan adalah

akuntansi. Ketentuan ini sering menjadikan pertanyaan mengapa disebut

pembukuan bukan akuntansi selain boleh melakukan pencatatan. Salah


satu alasannya adalah, hukum yang berlaku di Indonesia berdasarkan

asas konkordasi berasal dari peninggalan Hindia Belanda, sedangkan

Hindia Belanda mengadopsi hukum Belanda.

PUSDIKLAT PAJAK
30
KUP

Undang-Undang KUP mengatur pembukuan menjadi satu bab dengan

pemeriksaan dalam bab VI tentang Pembukuan dan Pemeriksaan yang

meliputi Pasal 28, Pasal 29, Pasal 29A, Pasal 30, dan Pasal 31.

Pembukuan diatur hanya dalam satu pasal yaitu Pasal 28 Undang-

Undang KUP.

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara

teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi

harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga

perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan

menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk

periode Tahun Pajak tersebut (Pasal 1 angka 29 Undang-Undang KUP).

Dengan demikian laporan keuangan yang harus disusun menurut

Undang-undang KUP hanya berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi.

Adapun yang dimaksud dengan Pencatatan sebagaimana dimaksud

pada Pasal 28 ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur

tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto


sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk

penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang

bersifat final (Pasal 28 (9) Undang-Undang KUP)

2. Kewajiban Pembukuan atau Pencatatan

Informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak

sangat penting untuk dapat mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai

dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Untuk dapat menyajikan

informasi dimaksud, berdasarakan Pasal 28 (1) dan (2), Pembukuan

diwajibkan terhadap Wajib Pajak:

PUSDIKLAT PAJAK 31
KUP

1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan

kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung

penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan

Penghasilan Neto yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang peredaran

brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat

miliar delapan ratus juta rupiah).


2. Wajib Pajak Badan

Namun, disadari bahwa tidak semua Wajib Pajak mampu

menyelenggarakan pembukuan. Semua Wajib Pajak badan dan bentuk

usaha tetap diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Wajib Pajak

orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas

dengan jumlah peredaran bruto tertentu tidak diwajibkan untuk

menyelenggarakan pembukuan.70 Untuk memudahkan dalam memahami

dapat dijelaskan sebagaimana Error! Reference source not found..

70Pasal 14 UU PPh dan

penjelasannya

PUSDIKLAT PAJAK
32
KUP
Gambar 2-2 Kewajiban Pembukuan atau Pencatatan bagi Wajib Pajak

Untuk memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya penghasilan

neto bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau

pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu, Dirjen Pajak

menerbitkan norma penghitungan. Informasi yang benar dan lengkap

tentang penghasilan Wajib Pajak sangat penting untuk dapat mengenakan

pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib

Pajak. Untuk dapat menyajikan informasi dimaksud, Wajib Pajak harus

menyelenggarakan pembukuan.

Oleh karena itu dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang KUP diatur

mengenai Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban

menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan, yaitu:

A. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


PUSDIKLAT PAJAK 33
KUP

undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto

dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (yang

peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), dengan

syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka

waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan, dan

B. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas.

1. Ketentuan Pembukuan dan Pencatatan

Pasal 28 ayat (3), (4), (5), (6), (7), (8) dan 9 Undang-Undang KUP

mengatur mengenai ketentua pembukuan dan pencatatan. Pembukuan

harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Pembukuhan harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad

baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang

sebenarnya.

2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia

dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang

Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa

asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan

stelsel akrual atau stelsel kas.


Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode

pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah

penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode

pembukuan misalnya dalam penerapan stelsel pengakuan

penghasilan, tahun buku, metode penilaian persediaan, atau metode

penyusutan dan amortisasi.

PUSDIKLAT PAJAK
34
KUP

Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan

biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya

diakui pada waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan

itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara tunai.Termasuk dalam

pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan

metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya

dipakai dalam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam

bidang usaha tertentu seperti build operate and transfer (BOT) dan

real estat. Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya

didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar

secara tunai.

Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai

penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam

suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya


apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode

tertentu.Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang

pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan

restoran yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan

penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama.

Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau

jasa ditetapkan pada saat pembayaran dari pelanggan diterima dan

biaya-biaya ditetapkan pada saat barang, jasa, dan biaya operasi lain

dibayar. Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan

penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu

besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan

mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu,

untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas

harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut.

PUSDIKLAT PAJAK 35
KUP
PUSDIKLAT PAJAK 36 a. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus
meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam
menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh
pembelian dan persediaan.
b. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang
dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan
hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
c. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas
(konsisten).
Dengan demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan
dapat juga dinamakan stelsel campuran.
1. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus
mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak. Pada dasarnya metode
pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus sama dengan
tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode
pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode
penyusutan aktiva tetap, dan metode penilaian persediaan. Namun,
perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat
telah mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak. Perubahan metode
pembukuan harus diajukan kepada Dirjen Pajak sebelum dimulainya
tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan yang
logis dan dapat diterima serta akibat yang mungkin timbul dari
perubahan tersebut.
2. Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam
prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke
akrual atau sebaliknya atau perubahan penggunaan metode
pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu sendiri, misalnya
KUP

dalam metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan penyusutan

aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutan tertentu.

Contoh:

Wajib Pajak dalam tahun 2008 menggunakan metode penyusutan garis

lurus atau straight line method. Jika dalam tahun 2009 Wajib Pajak

bermaksud mengubah metode penyusutan aktiva dengan

menggunakan metode penyusutan saldo menurun atau declining

balance method, Wajib Pajak harus minta persetujuan terlebih dahulu

kepada Dirjen Pajak yang diajukan sebelum dimulainya tahun buku

2009 dengan menyebutkan alasan dilakukannya perubahan metode

penyusutan dan akibat dari perubahan tersebut.

Selain itu, perubahan periode tahun buku juga berakibat berubahnya

jumlah penghasilan atau kerugian Wajib Pajak. Oleh karena itu,


perubahan tersebut juga harus mendapat persetujuan Dirjen Pajak.

Tahun Pajak adalah sama dengan tahun kalender kecuali Wajib Pajak

menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama

dengan tahun kalender, penyebutan Tahun Pajak yang bersangkutan

menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk enam bulan pertama

atau lebih. Contoh:

a) Tahun buku 1 Juli 2008 sampai dengan 30 Juni 2009 adalah Tahun
Pajak 2008. b) Tahun buku 1 Oktober 2008 sampai dengan 30 September
2009
adalah Tahun Pajak 2009.

3. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta,

kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan

pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

PUSDIKLAT PAJAK 37
KUP

Dalam penjelasannya disebutkan bahwa pengaturan dalam ayat ini

dimaksudkan agar berdasarkan pembukuan tersebut dapat dihitung

besarnya pajak yang terutang. Selain dapat dihitung besarnya Pajak

Penghasilan, pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan

tersebut. Agar PPN dan PPnBM dapat dihitung dengan benar,


pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai

impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang

yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah

pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari

luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan

Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,

jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat

dikreditkan. Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan

dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya

berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan

perundang-undangan perpajakan menentukan lain

.Pembukan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain

Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin

Menteri Keuangan. Wajib Pajak dapat menyelenggarakan pembukuan

dengan menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang selain

Rupiah yaitu Bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika

Serikat.71 Wajib Pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan

tersebut meliputi:72

a. Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing yang beroperasi

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Penanaman

Modal Asing;

71Pasal 2 PMK 196/PMK.03/2007 s.t.d.t.d dengan PMK Nomor

1/PMK.03/2015 72Pasal 3 PMK 196/PMK.03/2007 s.t.d.t.d dengan PMK

Nomor 1/PMK.003/2015
PUSDIKLAT PAJAK
38
KUP

b. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi

berdasarkan kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi;

c. Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang beroperasi

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

pertambangan minyak dan gas bumi;

d. Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5)

Undang-Undang PPh atau sebagaimana diatur dalam Perjanjian

Penghindaran Pajak Berganda (P3B) terkait;

e. Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian

maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri;

f. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam

denominasi satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah

memperoleh SPT Efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan

Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal;

g. Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di

luar negeri, yaitu perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki

dan/atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company) di luar

negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan huruf b Undang-Undang PPh;

atau
h. Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang

fungsionalnya menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat

sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan

satuan mata uang Dollar Amerika Serikat oleh Wajib Pajak harus terlebih

dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan, kecuali bagi Wajib

PUSDIKLAT PAJAK 39
KUP

Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib Pajak dalam rangka

Kontraktor Kontrak Kerja Sama.73 Izin tertulis tersebut dapat diperoleh

Wajib Pajak dengan mengajukan surat permohonan kepada Kepala

Kantor Wilayah, paling lambat tiga bulan: 74

a. sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan

bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut

dimulai;atau

b. sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak baru untuk Bagian Tahun

Pajak atau Tahun Pajak pertama.

Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan

keputusan atas permohonan paling lama satu bulan sejak permohonan

dari Wajib Pajak diterima secara lengkap.75 Apabila jangka waktu tersebut

telah lewat dan Kepala Kantor Wilayah belum memberikan keputusan

maka permohonan dianggap diterima dan Kepala Kantor Wilayah atas


nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pemberian izin untuk

menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan

satuan mata uang Dollar Amerika Serikat. 76

Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib Pajak Kontraktor

Kontrak Kerja Sama yang sejak pendiriannya menyelenggarakan

pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang

Dollar Amerika Serikat, wajib menyampaikan pemberitahuan secara

tertulis ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat tiga bulan sejak

tanggal pendirian.77 Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib

Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang akan menyelenggarakan

73Pasal 4 ayat (1) PMK 196/PMK.03/2007 s.t.d.t.d dengan PMK Nomor

1/PMK.03/2015 74Pasal 4 ayat (2) PMK 196/PMK.03/2007 s.t.d.t.d dengan PMK

Nomor 1/PMK.03/2015 75Pasal 4 ayat (3) PMK 196/PMK.03/2007 s.t.d.t.d dengan

PMK Nomor 1/PMK.03/2015 76Pasal 4 ayat (4) PMK 196/PMK.03/2007 s.t.d.t.d

dengan PMK Nomor 1/PMK.03/2015 77Pasal 5 ayat (1) PMK 196/PMK.03/2007

s.t.d.t.d dengan PMK Nomor 1/PMK.03/2015

PUSDIKLAT PAJAK
40
KUP

pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang

Dollar Amerika Serikat, wajib menyampaikan pemberitahuan secara

tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling

lambat tiga bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan


menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika

Serikat tersebut dimulai.78

Adapun ketentuan pencatatan terdiri dari :

a. Pembukuhan harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad

baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang

sebenarnya.

b. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia

dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang

Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa

asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

c. pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur

tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan

bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang,

termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai

pajak yang bersifat final. Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi

yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas meliputi

peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan

lainnya, sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima

penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas, pencatatannya

hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan

neto yang merupakan objek Pajak Penghasilan. Di samping itu,

78Pasal 5 ayat (2) PMK 196/PMK.03/2007 s.t.d.t.d dengan PMK Nomor

1/PMK.03/2015
PUSDIKLAT PAJAK 41
KUP
PUSDIKLAT PAJAK 42 pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak
dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. 79
4. Kewajiban Menyimpan Dokumen Dasar Pembukuan atau
Pencatatan
Pasal 28 ayat (11) Undang-Undang KUP mengatur bahwa buku, catatan,
dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib
disimpan selama sepuluh tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan
atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan
Wajib Pajak badan.80 Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan
para pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak,
kewajiban menyimpan dokumen lain meliputi
dokumen dan/atau informasi tambahan untuk
mendukung bahwa transaksi yang dilakukan
dengan pihak yang mempunyai hubungan
istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran
dan kelaziman usaha.81
Buku, catatan, dan dokumen termasuk yang diselenggarakan secara
program aplikasi on-line dan hasil pengolahan data elektronik yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama
sepuluh tahun di Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar apabila Dirjen Pajak
akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau
pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera
disediakan. Kurun waktu sepuluh tahun penyimpanan buku, catatan, dan
79Penjelasan Pasal 28 ayat (9) UU KUP s.t.d.t.d dengan PMK Nomor 1/PMK.03/2015 80Juga diatur dalam Pasal 10 ayat

(1) PP Nomor 74 Tahun 2011 81Pasal 10 ayat (2) PP Nomor 74 Tahun 2011
KUP

dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai

dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penyidikan

tindak pidana di bidang perpajakan. Penyimpanan buku, catatan, dan

dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen


lain termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line harus

dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan

kewajaran penyimpanan.

PUSDIKLAT PAJAK 43
KUP
44
PUSDIKLAT PAJAK KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBAYARAN PAJAK
1. Batas Waktu Pembayaran dan Penyetoran

3
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Menteri
Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran
pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-
masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. Keterlambatan dalam
pembayaran dan penyetoran tersebut berakibat dikenai sanksi
administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Atas kuasa Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang KUP tersebut,
Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dalam
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
242/PMK.03/2014.
2. Batas Waktu Pembayaran dan Penyetoran Pajak Untuk Masa Pajak
Penetapan tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak
sebagaimana Tabel 182
Tabel 1 Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak
No Jenis Setoran Disetor Paling Lama
1 PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan
tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain
oleh Menteri Keuangan.
82 Pasal 2 PMK-242/PMK.03/2014
KUP
No Jenis Setoran Disetor Paling Lama
2 PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
PUSDIKLAT PAJAK 45
tanggal lima belas bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain
oleh Menteri Keuangan 3 PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan yang dipotong/dipungut atau yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak,
sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
4 PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh
tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
5 PPh Pasal 15 yang harus
dibayar sendiri
tanggal lima belas bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir 6 PPh Pasal 21 yang
dipotong oleh Pemotong PPh
tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
7 PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh
tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
8 PPh Pasal 25 tanggal lima belas bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir 9 PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor
harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea
Masuk ditunda atau dibebaskan,
harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
10 PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh DJBC
Dalam jangka waktu satu hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak
11 PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh kuasa pengguna anggaran atau
pejabat penanda tangan Surat Perintah
pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena
Pajak rekanan pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
KUP
No Jenis Setoran Disetor Paling Lama
Membayar sebagai Pemungut PPh Pasal 22,
12 PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara pengeluaran
46
PUSDIKLAT PAJAK paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran
atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah,
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh
bendahara. 13 PPh pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan
tertentu sebagai Pemungut Pajak
tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
14 PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak
tanggal lima belas bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
15 PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan
yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean
tanggal lima belas bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak
16 PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang
pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri
tanggal lima belas bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
17 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat
Penandatangan Surat
pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena
Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
KUP
No Jenis Setoran Disetor Paling Lama
Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN,
18 PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran sebagai
Pemungut PPN
PUSDIKLAT PAJAK 47
disetor paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran kepada
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara. 19 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya
dilakukan oleh Pemungut PPN yang ditunjuk selain Bendahara Pemerintah
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
20 PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak
dalam satu SPT Masa
pada akhir Masa Pajak terakhir
21 Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang
melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa
sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak
3. Batas Waktu Pembayaran Pajak dalam SPT Tahunan
Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Kekurangan
pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan harus dibayar lunas sebelum SPT Pajak Penghasilan
KUP

disampaikan.83 Ketentuan ini berhubungan dengan ketentuan batas waktu

penyampaian SPT sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-

Undang KUP.
4. Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Pembayaran Pajak

Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa pembayaran atau

penyetoran pajak untuk masa pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh

tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi

berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh

tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari

bulan dihitung penuh satu bulan. Untuk jelasnya cara penghitungan bunga

tersebut diberikan contoh sebagai berikut:

Angsuran masa Pajak Penghasilan Pasal 25 PT A tahun 2008 sejumlah

Rp 10.000.000,00 per bulan. Angsuran masa Mei 2008 dibayar tanggal 18

Juni 2008 dan dilaporkan tanggal 19 Juni 2008. Apabila pada tanggal 15

Juli 2008 diterbitkan STP, sanksi bunga dalam STP dihitung satu bulan

sebagai berikut:

1 x 2% x Rp 10.000.000,00 = Rp 200.000,00.

Pasal 9 ayat (2b) Undang-Undang KUP mengatur bahwa atas

pembayaran atau penyetoran pajak untuk Pajak Penghasilan Setahun

yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT

Tahunnan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per

bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT

Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan

penuh satu bulan.

83 Pasal 9 ayat (2) UU KUP


PUSDIKLAT PAJAK
48
KUP

5. Batas Waktu Pembayaran STP, Ketetapan dan Keputusan

Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa STP, SKPKB,

serta SKPKBT, dan SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding,

serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang

harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan

sejak tanggal diterbitkan.

Pasal 9 ayat (3a) Undang-Undang KUP mengatur bahwa bagi Wajib

Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu

pelunasannya dapat diperpanjang paling lama menjadi dua bulan yang

ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PMK. 84

Wajib Pajak usaha kecil terdiri dari Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib

Pajak badan,85 harus memenuhi kreteria sebagai berikut:

1. Wajib Pajak orang pribadi usaha kecil:86

a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri; dan

b. Menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha

atau menerima penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam

Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp600.000.000,00.

2. Wajib Pajak badan usaha kecil:87

a. modal Wajib Pajak badan 100% dimiliki oleh Warga Negara

Indonesia;

b. menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak


sebelumnya tidak lebih dari Rp900.000.000,00.

84 Pasal 7 PMK-242/PMK.03/2014

85 Pasal 7 PMK-242/PMK.03/2014

86 Pasal 7 PMK-242/PMK.03/2014

87 Pasal 7 PMK-242/PMK.03/2014

PUSDIKLAT PAJAK 49

Anda mungkin juga menyukai