Anda di halaman 1dari 47

PENDISTRIBUSIAN ZAKAT MELALUI PROGRAM KAMPUNG ZAKAT

MANDIRI DALAM MENDORONG EKONOMI


WARGA RW 05 KEDUNG JAYA CIREBON

SKRIPSI

SISKA MARIAWATI
NIM: 3.01.19.028

FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM CIREBON
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
PENDISTRIBUSIAN ZAKAT MELALUI PROGRAM KAMPUNG ZAKAT
MANDIRI DALAM MENDORONG EKONOMI
WARGA RW 05 KEDUNG JAYA CIREBON

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada
Jurusan

SISKA MARIAWATI
NIM: 3.01.19.028

FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM CIREBON
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
PERSETUJUAN

PENDISTRIBUSIAN ZAKAT MELALUI PROGRAM KAMPUNG ZAKAT


MANDIRI DALAM MENDORONG EKONOMI
WARGA RW 05 KEDUNG JAYA CIREBON

SISKA MARIAWATI

NIM : 3.01.19.028

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

(…………………………..) (…………………………..)
NOTA DINAS
Kepada
Yth. Ketua Jurusan Ekonomi Syariah
IAIC di
Cirebon

Assalamualaikum Wr. Wb

Setelah melakukan bimbingan, telaah, arahan, dan koreksi terhadap penulisan


skripsi sebagai berikut ini :
Nama : SISKA MARIAWATI
NIM : 3.01.19.028
Judul : PENDISTRIBUSIAN ZAKAT MELALUI PROGRAM KAMPUNG
ZAKAT MANDIRI DALAM MENDORONG EKONOMI WARGA RW 05
KEDUNG JAYA CIREBON

Kami berpendapat bahwa skripsi terebut sudah dapat diajukan kepada Jurusan
Ekonomi Syariah IAIC Cirebon untuk dimunaqasahkan.

Wassalmualaikum Wr. Wb
Cirebon, ………………………
Pembimbing I Pembimbing II

(…………………………..) (…………………………..)
PERNYATAAN KEASLIAN

Bismillahirrahmaanirrahiim

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : SISKA MARIAWATI

NIM : 3.01.19.028

Judul : PENDISTRIBUSIAN ZAKAT MELALUI PROGRAM KAMPUNG


ZAKAT MANDIRI DALAM MENDORONG EKONOMI WARGA RW 05
KEDUNG JAYA CIREBON

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis yang diajukan untuk memenuhi
salah satu pernyataan memperoleh gelar sarjana (S-1) di IAIC Cirebon
2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini telah
dicantumkan sesuai ketentuan atu pedoman karya tulis ilmiah; dan
3. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini sebagian maupun
seluruh isinya merupakan karya plagiat, maka penulis bersedia menerima
sanksi yang berlaku di IAIC Cirebon

Cirebon, ………………….

Materai

6000

SISKA MARIAWATI
3.01.19.028
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “PENDISTRIBUSIAN ZAKAT MELALUI PROGRAM
KAMPUNG ZAKATMANDIRI DALAM MENDORONG EKONOMI WARGA
RW 05 KEDUNG JAYA CIREBON” oleh SISKA MARIAWATI, NIM :
3.01.19.028 telah dimunaqosahkan pada tanggal ……………, di hadapan dewan
penguji dan dinyatakan lulus. Skripsi ini telah memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar …………….. pada Jurusan Ekonomi Syariah Institut Agama
Islam Cirebon.
Cirebon, …………….
Panitia Munaqosah
Ketua Sidang Tanggal Tanda tangan
……………………. ……………………. ………………………….
Sekretaris Sidang
……………………. ……………………. ………………………….
Penguji I
……………………. ……………………. ………………………….
Penguji II
……………………. ……………………. ………………………….
Pembimbing I
……………………. ……………………. ………………………….
Pembimbing II
……………………. ……………………. ………………………….

Mengetahui,
Ketua Jurusan Ekonomi Syariah

………………………..
RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat

dan karunia-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul “ PENDISTRIBUSIAN ZAKAT MELALUI PROGRAM

KAMPUNG ZAKATMANDIRI DALAM MENDORONG EKONOMI WARGA

RW 05 KEDUNG JAYA CIREBON ”. Sholawat dan salam semoga tercurah

kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya hingga akhir zaman, Amin.

Dalam Penyusunan skripsi ini penulis mengalami berbagai hambatan,

namun berkat rahmat dan taufik dari Allah SWT serta bantuan dan dorongannya

dari berbagai pihak Alhamdulillah akhirnya segala hambatan dan kesulitan dapat

diatasi oleh penulis.

Dalam kesempatan ini ijinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih

yang tak terhingga kepada yang terhormat :

1. Bapak Drs. Ahmad Dahlan, M.Ag, Rektor Institut Agama Islam Cirebon

2. Bapak Masyari, Lc., M.H.I, Ketua Jurusan Syariah Institut Agama Islam

Cirebon

3. Bapak Dr. Alex Suheriyawan, SP, M.Pd. I, dosen pembimbing I

4. Bapak Masyari, Lc., M.H.I, dosen pembimbing II

5. Warga Desa RW 5 Kedung Jaya Cirebon

6. Bapak dan ibuku tercinta, serta keluarga yang telah banyak memberikan

semangat, dorongan dan doa.


Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan dorongan dan bantuan sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini

banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca serta dapat menjadi

kontribusi bagi para pendidik.

Cirebon, …………………….

Penulis
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN

NOTA DINAS

PERNYATAAN KEASLIAN

PENGESAHAN

RIWAYAT HIDUP

ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Perumusan masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

A. Zakat

B. Pendistribusian Zakat
C. Penyaluran Zakat, Infaq dan Shadaqah

D. Infaq dan Shadaqah

E. Anak Yatim Sebagai Mustahik Zakat

F. Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah berdasarkan UU No. 23 Tahun

2011 Tentang Pengelolaan Zakat

G. Tujuan Pengelolaan Zakat

BAB III PEMBAHASAN

A. Desa Kedungjaya Kedawung Cirebon

1. Sejarah singkat pembentukan desa Kedungjaya

2. Struktur Pemerintahan Desa

3. Visi, Misi, dan Program Desa Visi

4. Geografis Desa

5. Jumlah Penduduk Desa

6. Pembagian Wilayah per-Dusun Desa Kedungjaya


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zakat adalah salah satu ibadah maaliyyah ijtima‟iyyah yang memiliki

kedudukan strategis dan juga vital dalam upaya pemberdayaan ekonomi yang

bertumpu pada asas solidaritas. Zakat termasuk salah satu rukun (rukun ketiga)

dari rukun Islam yang lima, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai hadits

Nabi sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma‟luum minad-diin bidh-

dharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak

dari keislaman seseorang.

Zakat, ialah nama atau sebutan dari hak Allah ta’ala yang di keluarkan

seseorang kepada fakir miskin. Menunaikan zakat adalah urusan individu sebagai

pemenuhan kewajiban seorang muslim.

Zakat merupakan salah satu bukti identitas keislaman seseorang dan

pembayarnya berhak atas persaudaraan dengan kaum muslimin. Kewajiban

menunaikan zakat sendiri dalam ayat-ayat Al-Qur’an kerap diiringi dengan

kalimat perintah menunaikan shalat. Perintah tersebut menurut ulama

mengandung pengertian bahwa kedudukan zakat dan shalat memiliki kesetaraan.

Zakat terbagi menjadi dua bagian yaitu zakat fitrah yang dikeluarkan oleh setiap

orang muslim di bulan ramadhan dan zakat maal (harta) yang dikeluarkan oleh

setiap muslim yang memiliki kelebihan harta dan berlaku syarat tertentu. Zakat
fitrah dan zakat maal wajib diserahkan kepada yang berhak menerimanya,

sebagaimana dalam Surat

At-Taubah ayat 60 :3

۞ ‫ِإَّنَم ا الَّص َد َقاُت ِلْلُفَقَر اِء َو اْلَم َس اِكيِن َو اْلَع اِمِليَن َع َلْيَها َو اْلُم َؤ َّلَفِة ُقُلوُبُهْم َو ِفي‬

‫الِّر َقاِب َو اْلَغاِر ِم يَن َو ِفي َس ِبيِل ِهَّللا َو اْبِن الَّس ِبيِل ۖ َفِر يَض ًة ِم َن ِهَّللاۗ َو ُهَّللا َع ِليٌم َحِكيٌم‬

Artinya:

“ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang

miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu‟allaf yang dibujuk hatinya, untuk

(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan

untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang

diwajibkan Allah, dan Allah Maka mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Dilihat dari sudut pandang ajaran Islam maupun dari aspek pembangunan

kesejahteraan umat, manfaat zakat sangat penting dan strategis. Ini dibuktikan

dalam sejarah perkembangan Islam yang diawali sejak masa kepemimpinan

Rasulullah SAW. Selain menjadi sumber pendapatan keuangan Negara, zakat juga

memiliki peranan sangat penting, Direktorat Pemberdayaan Zakat, Pedoman

Peningkatan Kompetensi Amil Zakat, yaitu sebagai sarana pengembangan agama

Islam, pengembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, pengembangan

infrastruktur, penyediaan layanan bantuan untuk kepentingan kesejahteraan sosial

masyarakat yang kurang mampu seperti fakir miskin serta bantuan lainnya.
Pengelolaan zakat seperti perbankan Islam dan lembaga pengelola zakat

lahir secara menjamur. Untuk fenomena di Indonesia sendiri, dunia perbankan

Islam dan lembaga pengumpul zakat menunjukkan perkembangan yang cukup

pesat. Pemerintah memberikan dukungannya melalui UU No. 23 Tahun 2011

tentang pengelolaan zakat bahwa Badan Amil Zakat Nasional (selanjutnya disebut

BAZNAS) adalah lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat

secara nasional. Untuk membantu BAZNAS melaksanakan tugasnya dalam

pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat

membentuk Lembaga Amil Zakat (selanjutnya disebut LAZ).

Dengan adanya undang-undang ini diharapkan mampu meningkatkan

perekonomian umat Islam terutama di negara Indonesia. Namun, undang-undang

pengelolaan zakat tersebut tampaknya belum mampu menghentak kesadaran

masyarakat dan tidak mampu mengikat secara yuridis dalam menerapkan fungsi-

fungsi pengelolaan zakat. Lemahnya sistem pengawasan dalam pengelolaan zakat

dan rentannya penyelewengan dana zakat memupuk rasa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap sistem pengelolaan zakat yang ada. Selain itu, menguatnya

kultur masyarakat yang sudah terbiasa melakukan pembayaran zakat secara

langsung kepada mustahiq terutama zakat fitrah, turut menambah permasalahan

zakat. Permasalahan tersebut membuat pemetaan dalam pendistribusian menjadi

marjinal, tidak merata dan maksimal. Di samping itu juga melupakan fungsi dari

BAZNAS dalam menghimpun dan mendistribusikan zakat.

Manajemen pendistribusian zakat juga menjadi hal penting yang perlu

diperhatikan, karena pendistribusian dilaksanakan untuk meningkatkan ekonomi


kerakyatan, kesehatan, bencana alam, dan bantuan langsung baik konsumtif

maupun produktif. Manajemen pendistribusian sangat penting dalam suatu

lembaga yang berorientasi pada pengumpulan dan pengelolaan serta

pendistribusian zakat karena dalam hal ini nantinya yang akan dilihat oleh para

muzakki adalah manajemen pendistribusian yang membuat mereka percaya dan

akhirnya membayarkan zakatnya kepada lembaga tersebut.

Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu tidak mudah. Dalam upaya

mencapai tujuan tersebut, diperlukan fungsi-fungsi manajemen untuk mengatur

dan mengarahkan agar kegiatan yang dilakukan dalam pendistribusian zakat

sesuai dengan apa yang direncanakan untuk mencapai tujuan.

Dalam UU No. 23 tahun 2011 disebutkan bahwa dalam melaksanakan

tugas sebagai pengelola zakat, BAZNAS menyelenggarakan fungsi perencanaan,

pelaksanaan, pengendalian pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan

zakat serta pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

Untuk lebih memfokuskan penelitian, maka BAZNAS merupakan salah

satu badan resmi pengelola zakat yang keberadaannya diatur berdasarkan Undang-

undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2011 dan di kukuhkan dengan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 14 tahun 2014 tentang

pelaksanaan Undangundang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2011.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “ PENDISTRIBUSIAN ZAKAT MELALUI PROGRAM


KAMPUNG ZAKAT MANDIRI DALAM MENDORONG EKONOMI WARGA

RW 05 KEDUNG JAYA CIREBON ”.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana manajemen pendistribusian zakat di WARGA RW 05

KEDUNG JAYA CIREBON ?

2. Apa saja faktor penghambat dan pendukung pendistribusian zakat di

WARGA RW 05 KEDUNG JAYA CIREBON ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada dasarnya merupakan titik tujuan yang akan dicapai

seseorang melalui kegiatan penelitian yang akan dilakukan. Maka dari itu tujuan

penelitian yang akan dilakukan harus mempunyai rumusan yang tegas, jelas

terperinci serta operasional. Maka berdasarkan uraian tersebut, yang menjadi

tujuan penelitian ialah :

1) Untuk mengetahui perencanaan yang dilakukan dalam pencapaian

pengumpulan zakat dan penditrbusian zakat.

2) Untuk mengetahui pengorganisasian yang ada di Baznas (BAZIS) dalam

pendistribusian zakat.

3) Untuk mengetahui proses pelaksanaan distribusi zakat di BAZNAS (BAZIS).


4) Untuk mengetahui bagaimana pengawasan yang dilakukan pada tahap

pelaporan distribusi di BAZNAS (BAZIS) yang dapat meningkatkan

kepercayaan muzakki.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi penulis

pribadi tetapi juga bermanfaat bagi orang lain, baik manfaat secara teoritis

maupun praktis, diantaranya sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah kepustakaan

serta mengembangkan khasanah dalam ilmu pengetahuan yang utamanya

mengenai peran lembaga amil zakat dalam melakukan program-programnya

untuk kesejahteran keluarga kurang mampu.

2. Manfaat Praktis

1) Bagi WARGA RW 05 KEDUNG JAYA CIREBON

Penulis berharap penelitian ini mampu menjadi bahan evaluasi bagi

WARGA RW 05 KEDUNG JAYA CIREBON dalam menjalankan

programnya. Serta memberikan motivasi kepada lembaga yang berperan

mengembangkan program yang menjadi lebih berinovasi lagi.

2) Bagi Penulis
Harapan bagi penulis dengan penelitian ini mampu memberikan wawasan

yang lebih luas dan memperoleh bukti nyata terhadap masalah yang diteliti

sehingga mampu menambah pengetahuan penulis mengenai peran

lembaga amil zakat dalam melaksanakan programprogram kerjanya

berdasarkan kejadian yang terjadi dilapangan sebagai pengalaman.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Zakat

Zakat adalah salah satu ibadah yang memiliki fungsi yang sangat penting,

selain dilihat dari sisi vertical yaitu hubungannya dengan Allah juga secara

horizontal yaitu hubungannya dengan makhluk social lainnya. Hingga tidak heran

bahwa zakat disebut sebagai ibadah namun disisi lain juga digolongan sebagai

muamalah. Sebenarnya zakat lebih dilihat dari pengaruhnya terhadap ketaatan

kepada Allah sebagai syari’ dan juga implikasinya terhadap kesejahteraan

masyarakat sekitarnya. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu

rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang lima, sebagaimana diungkapkan

dalam berbagai hadits Nabi, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’lûm

min ad-dîn bi adh-dharurah atau hukum zakat itu dapat difahami dan diketahui

tanpa susah payah dengan berijtihad namun dapat secara mudah didapatkan dan

menjadi simpulan hukum dan zakat juga merupakan bagian mutlak dari keislaman

seseorang.
B. Pendistribusian Zakat

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendistribusian memiliki arti

proses, cara, dan perbuatan mendistribusikan. Pendistribusian berasal dari kata

“distribusi” yang dapat diartikan sebagai berikut:

1. penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau ke

beberapa tempat;

2. pembagian barang keperluan sehari-hari (terutama dalam masa darurat)

oleh pemerintah kepada pegawai negeri, penduduk, dsb;

3. persebaran benda dalam suatu wilayah geografi tertentu

Pendistribusian zakat merupakan penyaluran atau pembagian dana zakat

kepada mereka yang berhak. Distribusi zakat mempunyai sasaran dan tujuan.

Sasaran di sini adalah pihak-pihak yang diperbolehkan menerima zakat,

sedangkan tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam

bidang perekonomian, serta bidang lain, sehingga dapat memperkecil kelompok

masyarakat kurang mampu, dan pada akhirnya akan meningkatkan kelompok

muzaki.

Inovasi pendistribusian untuk pendayagunaan zakat, dapat dikategorikan

dalam empat bentuk berikut :

1. Distribusi bersifat „konsumtif tradisional‟, yaitu zakat dibagikan kepada

mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah yang

diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau

zakat mal yang dibagikan kepada para korban bencana alam. Pola
pendistribusiannya dapat diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan pokok

yang dapat meningkatkan gizi, seperti mendistribusikan susu berkualitas

tinggi, madu, vitamin, dan sebagainya.

2. Distribusi bersifat „konsumtif kreatif‟, yaitu zakat diwujudkan dalam

bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-

alat sekolah, beasiswa, dan lainnya atau bantuan sarana ibadah seperti

mukena, sajadah, sarung, dan sebagainya.

3. Distribusi bersifat „produktif tradisional‟, di mana zakat diberikan dalam

bentuk barang-barang produktif seperti kambing, sapi, alat cukur, alat

pertukangan dan lain sebagainya. Pemberian dalam bentuk ini akan dapat

menciptakan suatu usaha yang membuka lapangan kerja bagi fakir miskin.

4. Distribusi dalam bentuk „produktif kreatif‟, yaitu zakat diwujudkan dalam

bentuk permodalan baik untuk membangun proyek sosial. Misalnya untuk

pembangunan sekolah, tempat ibadah, sarana kesehatan atau menambah

modal pedagang pengusaha kecil.

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam pendistribusian zakat ini. Pertama:

Pendekatan secara parsial. Dalam hal ini ditujukan kepada orang miskin dan

lemah serta dilaksanakan secara langsung dan bersifat insidental.

Dengan cara ini masalah kemiskinan mereka dapat diatasi untuk sementara.

Pendekatan ini sesuai dengan distribusi zakat yang bersifat konsumtif. Kedua :

Pendekatan secara struktural. Cara seperti ini lebih mengutamakan pemberian

pertolongan secara berkesinambungan yang bertujuan agar mustahik zakat dapat


mengatasi masalah kemiskinan dan diharapkan nantinya mereka menjadi muzaki.

Sedangkan pendekatan struktural, lebih kearah distribusi bersifat produktif.

Pendistribusian dana zakat setidak-tidaknya menangani empat pekerjaan berikut

ini

1. Mendata dan meneliti mustahik yang ada, mulai dari jumlah rumah tangga

dan anggota keluarga masing-masing rumah tangga.

2. Mendata dan meneliti ragam kebutuhan mustahik yang terdaftar sekaligus

menyusun skala prioritasnya.

3. Membagi dana kepada masing-masing mustahik dengan asas keadilan dan

pemerataan dan senantiasa berpedoman kepada skala prioritas.

4. Mengupayakan agar pendistribusian tidak hanya terbatas pada pola

konsumtif murni tetapi sebagian dengan pola konsumtif kreatif.

5. Menyerahkan bagian masing-masing mustahik dengan cara

mengantarkannya ketempat merea masing-masing, bukan justru

memanggil para mustahik ke kantor organisasi pengelola zakat.

C. Penyaluran Zakat, Infaq dan Shadaqah

Syarat mengeluarkan zakat diantaranya adalah mencapai nishab, haul, dan

sesuai kadar. Nishab adalah syarat jumlah minimum aset yang dapat dikategorikan

sebagai aset wajib zakat.5 Haul adalah kepemilikan aset wajib zakat selama

setahun penuh. 6 Satu tahun disini harus berdasarkan perhitungan kalender hijriah.

Kadar adalah persentase zakat yang harus dikeluarkan. Kadar zakat ditentukan

berdasarkan kategori aset wajib zakat.


Allah SWT telah berbicara dengan tegas dalam menentukan golongan-

golongan yang berhak menerima zakat. Perintah tersebut terdapat dalam Q.S At-

Taubah [9] ayat 60:

۞ ‫ِإَّنَم ا الَّص َد َقاُت ِلْلُفَقَر اِء َو اْلَم َس اِكيِن َو اْلَع اِمِليَن َع َلْيَها َو اْلُم َؤ َّلَفِة ُقُلوُبُهْم‬
‫َو ِفي الِّر َقاِب َو اْلَغ اِر ِم يَن َو ِفي َس ِبيِل ِهَّللا َو اْبِن الَّس ِبيِل ۖ َفِريَض ًة ِم َن ِهَّللاۗ َو ُهَّللا‬
‫َع ِليٌم َح ِكيٌم‬
“ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang

miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk

(memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan

orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang

diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. “

Berikut adalah orang-orang yang berhak untuk menerima zakat:

1. Fakir. Menurut mazhab Syafi‟i dan Hanbali, orang fakir adalah orang

yang tidak memiliki harta benda dan pekerjaan untuk mencukupi

kebutuhannya sehari-hari. Orang fakir adalah orang yang amat sengsara

hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga serta fasilitas sebagai alat

untuk memenuhi kebutuhan pokok/dasarnya.

2. Miskin. Orang miskin adalah orang yang memiliki kemampuan untuk

mendapatkan biaya hidup, tetapi tidak cukup memenuhi kebutuhan

hidupnya dan kekurangan. Termasuk golongan fakir/miskin ialah anak

yatim yang tidak memiliki harta waris cukup sehingga menjadi

fakir/miskin, para lanjut usia yang tidak mampu lagi berusaha, orang yang
terkena musibah kehilangan harta benda, baik karena bencana alam atau

hal lain, gelandangan, anak-anak terlantar dan lain sebagainya.

3. Panitia Zakat (Al-‘Amil). Panitia zakat adalah orang-orang yang bekerja

memungut zakat. Panitia harus memiliki sifat kejujuran dan menguasai

hukum zakat. Tugas panitia zakat adalah mengambil zakat (al-‘asyir);

penulis (al-katib); pembagi zakat untuk para mustahik; penjaga harta yang

dikumpulkan; orang yang ditugasi untuk mengumpulkan pemilik harta

kekayaan (al-hasyir); orang yang ditugasi menaksir orang yang telah

memiliki kewajiban untuk zakat (al-‘arif); penghitung binatang ternak;

tukang takar; tukang timbang; dan penggembala.

4. Muallaf. Kelompok muallaf terdiri dari orang-orang yang lemah niatnya

untuk memasuki Islam atau ingin dimantapkan hatinya dalam Islam, juga

dikhawatirkan akan berbuat jahat terhadap orang Islam. Tujuan diberinya

zakat untuk mereka, agar niat mereka memasuki Islam menjadi kuat.

Muallaf dikelompokkan sebagai berikut :

1) Masih kafir: (a) Kafir yang diharap akan beriman dengan diberikan

pertolongan; (b) Kafir yang ditakuti berbuat jahat. Kepadanya

diberikan hak muallaf untuk menolak kejahatannya

2) Sudah muslim: (a) Yang masih lemah imannya. Diharap dengan

pemberian zakat imannya menjadi teguh; (b) Pemuka (Kepala suku)

yang memiliki kerabat atau sahabat orang kafir; (c) Orang Islam yang

berkediaman di perbatasan agar tetap membela isi negeri dari serangan


musuh; (d) Orang yang diperlukan untuk menarik zakat dari mereka

yang tidak mau mengeluarkannya tanpa perantara orang tersebut.

5. Budak (Riqab). Budak yang dimaksud jumhur ulama, adalah perjanjian

seorang muslim (budak belian) untuk mengabdi kepada majikannya, di

mana pengabdian itu dapat dibebaskan bila si budak belian memenuhi

kewajiban pembayaran sejumlah uang, namun si budak belian tersebut

tidak memiliki kecukupan materi untuk membayar tebusan atas dirinya.

6. Orang yang berutang (Al-Gharimin). Menurut mazhab Abu Hanifah,

gharim adalah orang yang mempunyai utang dan hartanya tidak

mencukupi untuk memenuhi utangnya. Sedangkan Imam Maliki, Syafi‟i,

dan Ahmad menyatakan bahwa orang yang mempunyai utang terbagi

menjadi dua golongan, yaitu: Pertama, orang yang berutang untuk

kemaslahatan diri dan keluarganya. Misalnya, untuk membiayai dirinya

dan keluarganya yang sakit, atau membiyai pendidikan anaknya. Kedua,

orang yang berutang untuk kemaslahatan orang atau pihak lain. Misalnya,

hutang karena mendamaikan dua pihak yang bertengkar, atau untuk

menjalankan misi kemanusiaan (memenuhi kebutuhan suatu lembaga).

7. Orang yang berjuang di jalan Allah (Fisabilillah). Sabilillah ialah jalan

yang baik berupa kepercayaan, maupun berupa amal, yang menyampaikan

kita kepada keridhaan Allah. Dalam perkembanganya, sabilillah dapat

mencakup seluruh kegiatan yang berhubungan dengan kemaslahatan umat

Islam. Termasuk di dalamnya adalah memberikan uang zakat untuk

keperluan pendidikan.
8. Orang-orang yang sedang dalam perjalanan (Ibnu Sabil). Yaitu musafir

yang kehabisan bekal atau tiada perbekalan dalam perjalanan. Selama

perjalanan dari negaranya mendatangkan kebaikan kepada Islam dan

umatnya, serta bukan perjalanan maksiat. Termasuk anak-anak yang

ditinggalkan oleh keluarganya di tengah perjalanan (anak buangan).

D. Infaq dan Shadaqah

Berbeda dengan zakat yang penerimanya harus berasal dari delapan asnaf,

infaq dan shadaqah boleh diberikan kepada siapapun. Namun, ada ketentuan

orang yang paling berhak dan wajib didahulukan untuk menerima harta tersebut.

Paling utama adalah wajib diberikan kepada kedua orang tua terlebih dahulu.

Berdasarkan firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 215 :

‫َيْس َأُلوَنَك َم اَذ ا ُيْنِفُقوَن ۖ ُقْل َم ا َأْنَفْقُتْم ِم ْن َخْيٍر َفِلْلَو اِلَد ْيِن َو اَأْلْقَر ِبيَن َو اْلَيَتاَم ٰى‬

‫َو اْلَم َس اِكيِن َو اْبِن الَّس ِبيِل ۗ َو َم ا َتْفَع ُلوا ِم ْن َخْيٍر َفِإَّن َهَّللا ِبِه َع ِليٌم‬

“ Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja

harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum

kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang

dalam perjalanan.” dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya

Allah Maha mengetahuinya.”

Menurut ayat tersebut, golongan yang berhak menerima infak adalah :

 Kedua orang tua, karena merekalah paling besar jasanya

 Para kerabat
 Anak-anak yatim

 Orang-orang miskin

 Dan orang-orang yang dalam perjalanan (yang kehabisan bekal).

Pemberian sedekah tidak terbatas pada materi/harta dan bisa dengan apapun

sesuai kemampuan seseorang dan apapun yang dimilikinya. Misalnya

menyingkirkan rintangan di jalan, menuntun orang buta, memberikan senyuman

dan wajah yang manis kepada saudaranya, bisa dikategorikan sedekah. Selain itu,

shadaqah kepada keluarga terdekat adalah yang paling utama.

E. Anak Yatim Sebagai Mustahik Zakat

Anak yatim digambarkan sebagai anak yang lemah dan patut dipelihara karena

hilangnya sosok pelindung di dalam keluarganya. Apalagi jika orang tuanya tidak

meninggalkan harta yang cukup untuk menghidupi kebutuhannya.

Nama yatim dipergunakan untuk anak yang ayahnya telah meninggal dunia.

Sedangkan apabila yang meninggal adalah bapak dan ibu disebut yatim piatu.

Batas seorang anak disebut yatim adalah ketika anak tersebut belum baligh.

Dalam Islam diperintahkan, baik anak yatim maupun yatim piatu berhak

mendapatkan perhatian khusus. Baik itu selalu berbuat baik kepada mereka,

mengurus dan memelihara mereka hingga dewasa dan mampu memenuhi hajat

hidupnya.
Terdapat delapan kelompok yang berhak menerima zakat. Diantaranya adalah

fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharim, fisabilillah, dan ibnu sabil. Anak yatim

tidak termasuk kedalam mustahik. Boleh tidaknya anak yatim mendapat zakat

bukan dilihat dari status keyatimannya, namun dari kondisi hidupnya karena ada

anak yatim yang kaya karena ayahnya meninggalkan cukup banyak harta, dan ada

yang fakir miskin. Anak yatim boleh mendapatkan zakat jika termasuk kedalam

kelompok mustahik. Anak yatim yang termasuk kedalam mustahik adalah

kebutuhannya tidak tercukupi dan tidak memiliki harta peninggalan yang cukup

untuk kelangsungan hidupnya. Misalnya termasuk ke dalam kelompok mustahik

fakir atau miskin.

Lain halnya dengan infaq dan shadaqah. Dalam surah Al Baqarah ayat 215

diterangkan bahwa infaq maupun shadaqah dapat diberikan kepada kedua orang

tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam

perjalana. Infak maupun sedekah dapat dikeluarkan oleh siapa saja sewaktu-

waktu, menyesuaikan kemampuan dan keadaan si pemberi. Sedangkan sedekah

boleh diberikan dalam bentuk materi, nonmateri maupun dukungan moril untuk

mengurangi kesedihan dan beban yang dirasakan anak yatim maupun yatim piatu

ketika ditinggal oleh orang tuanya.

Jika anak yatim termasuk kedalam mustahik yaitu kelompok fakir dan miskin,

maka berhak menerima dana zakat. Dalam hal ini, amil dapat mengelola dana

yang diberikan untuk anak yatim. Ada sanksi tegas bagi orangorang yang

menyalahgunakan harta anak yatim. Sebagaimana dalam firman Allah SWT

dalam Q.S An-Nisa [4] ayat10:


‫ِإَّن اَّلِذ يَن َيْأُك ُلوَن َأْم َو اَل اْلَيَتاَم ٰى ُظْلًم ا ِإَّنَم ا َيْأُك ُلوَن ِفي ُبُطوِنِهْم َناًراۖ َو َسَيْص َلْو َن‬

‫َسِع يًرا‬

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara lalim

sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke

dalam api yang menyala-nyala (neraka).

Hal ini diperjelas kembali dalam firman Allah surat Al-An‟am [6] ayat 152:

‫َو اَل َتْقَر ُبوا َم اَل اْلَيِتيِم ِإاَّل ِباَّلِتي ِهَي َأْح َس ُن َح َّتٰى َيْبُلَغ َأُش َّد ُهۖ َو َأْو ُفوا اْلَك ْيَل َو اْلِم يَز اَن‬

‫ِباْلِقْس ِط ۖ اَل ُنَك ِّلُف َنْفًسا ِإاَّل ُو ْس َعَهاۖ َو ِإَذ ا ُقْلُتْم َفاْع ِد ُلوا َو َلْو َك اَن َذ ا ُقْر َبٰى ۖ َو ِبَع ْهِد ِهَّللا‬

‫َأْو ُفواۚ َٰذ ِلُك ْم َو َّصاُك ْم ِبِه َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُروَن‬

Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang

terbaik, (dan hendaklah pemeliharaan yang terbaik itu berlanjut) hingga dia

mencapai kedewasaannya.

Berdasarkan tafsir Quraish Shihab, ayat tersebut menegaskan bahwa

janganlah kamu (wali) menggunakan harta anak yatim secara tidak sah, kecuali

dengan cara yang terbaik sehingga dapat menjamin keberadan, bahkan

pengembangan harta itu, dan hendaklah pemeliharaan itu berlanjut hingga anak
yatim mencapai kedewasaannya dan menerima harta mereka untuk dikelola

sendiri. Dilarang mendekati harta anak yatim, karena mereka merupakan kaum

yang lemah. Hal ini dikarenakan mereka tidak mampu melindungi diri dari

ketidakadilan dan penganiayaan sebab tidak adanya sosok ayah.

Dana anak yatim harus disalurkan sesuai amanah donatur dan tidak boleh

disalahgunakan. Misalnya digunakan untuk kepentingan pribadi dan diluar

kepentingan anak yatim. Dana tersebut boleh dipergunakan untuk program

pemberdayaan anak yatim dan pihak pengelola dana harus mengatakan terlebih

dahulu kepada donatur, dan donatur menyetujuinya.

Seperti dalam firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa‟ [4] ayat 58:

۞ ‫ِإَّن َهَّللا َيْأُم ُر ُك ْم َأْن ُتَؤ ُّد وا اَأْلَم اَناِت ِإَلٰى َأْهِلَها َو ِإَذ ا َح َك ْم ُتْم َبْيَن الَّناِس َأْن َتْح ُك ُم وا‬

‫ِباْلَع ْد ِل ۚ ِإَّن َهَّللا ِنِعَّم ا َيِع ُظُك ْم ِبِهۗ ِإَّن َهَّللا َك اَن َسِم يًعا َبِص يًرا‬

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang

berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia

hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang

memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha

Melihat.

Allah melarang dana anak yatim dikelola oleh orang yang tidak mampu

mengelolanya. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah Q.S An-Nisa‟ ayat 5:


‫َو اَل ُتْؤ ُتوا الُّس َفَهاَء َأْم َو اَلُك ُم اَّلِتي َجَعَل ُهَّللا َلُك ْم ِقَياًم ا َو اْر ُز ُقوُهْم ِفيَها َو اْك ُسوُهْم َو ُقوُلوا‬

‫َلُهْم َقْو اًل َم ْعُروًفا‬

Dan janganlah kamu menyerahkan kepada orang-orang yang belum sempurna

akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah

sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja (dalam harta itu) dan pakaian

serta ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.

Ayat ini melarang wali atau semua orang memberi harta kepada pemiliknya

yang tidak mampu mengelola hartanya dengan baik. Allah memerintahkan, dan

janganlah kamu, wahai para wali, suami atau siapa saja yang menyerahkan harta

kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, baik yatim, anak kecil, orang

dewasa, pria ataupun wanita, harta kamu atau harta mereka yang masih dalam

kekuasaan atau wewenang kamu (wali), karena harta itu yang dijadikan Allah

sebagai pokok kehidupan, sehingga harus dipelihara dan tidak boleh diboroskan,

atau digunakan bukan pada tempatnya. Harta tidak akan berkembang dan

bermanfaat jika diberikan kepada orang yang tidak mampu mengelolanya. Harta

harus dikelola dengan baik dan bijaksana sehingga kebutuhan dasar tidak

terabaikan.

F. Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah berdasarkan UU No. 23 Tahun

2011 Tentang Pengelolaan Zakat

Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,

yang dimaksud dengan pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,


pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat. Pengelolan zakat tersebut harus berasaskan pada: syariat

Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan

akuntabilitas.

Pengelolaan zakat harus dikelola berdasarkan syari‟at Islam dan dapat

dipercaya, serta untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik

dengan pendistribusiannya dilakukan secara adil, dan memberi jaminan kepastian

hukum bagi mustahik dan muzaki. Adanya hierarki organisasi pengelola zakat,

yaitu BAZNAS dan LAZ, dalam upaya meningkatkan pengumpulan,

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, yang dapat dipertanggung jawabkan

dan diakses oleh masyarakat.

Kepengurusan BAZNAS harus melibatkan unsur masyarakat yang terdiri dari

ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam. Unsur masyarakat

tersebut ditunjuk dari Kementerian/Instansi yang berkaitan dengan pengelolaan

zakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2014 Tentang

Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, unsur

masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat

pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Sedangkan unsur

pemerintah terdiri atas unsur kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang agama, kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintah di bidang dalam negeri, dan kementerian yang menyelenggarakan di

urusan pemerintahan di bidang keuangan.


Untuk membantu tugas BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.

Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 86/PUU-X/2012 tanggal 31 Oktober

2013 perihal Pengujian Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan

Zakat, MK masih memberikan ruang gerak terhadap perizinan pembentukan LAZ

serta para amil tradisional yang sudah ada sebelum UU No. 23/2011 diundangkan.

Melalui putusan tersebut, MK mengabulkan sebagian permohonan terkait pasal

18, pasal 38 dan pasal 41 UU No. 23/2011 tentang Pengelolaan

Zakat. MK menyatakan, syarat terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan

Islam dan berbentuk lembaga berbadan hukum untuk LAZ harus dibaca

merupakan pilihan atau alternatif. Selain itu, pengawas syariah untuk LAZ harus

dimaknai internal atau eksternal, dan MK memperlonggar syarat pendirian LAZ

dan membuka lebar peran pengelolaan zakat oleh lembaga milik masyarakat, serta

pengecualian keharusan perizinan untuk amil zakat perkumpulan orang atau

perseorangan (pengurus/takmir masjid/mushalla) yang belum terjangkau BAZ dan

LAZ, sepanjang “memberitahukan kegiatan pengelolaan zakat kepada pejabat

yang berwenang”.

Menurut PP No. 14/2014 Pasal 73, LAZ wajib menyampaikan laporan

pelaksanaan Pengelolaan ZIS dan dana sosial keagamaan lainnya yang telah

diaudit syariat dan keuangan kepada BAZNAS dan pemerintah daerah setiap

enam bulan dan akhir tahun. Audit syariat dilakukan oleh kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama dan audit keuangan

dilakukan oleh akuntan publik.

Terkait pengelolaan zakat, pengumpulan zakat diatur dalam Pasal 21Pasal 24

UU No. 23/2011. Pasal 21 mengatur tentang tata cara muzaki dalam

membayarkan zakat. Baik itu menghitung sendiri kewajiban wajib zakatnya atau

meminta bantuan organisasi pengelola zakat dalam menghitung. Kemudian di

dalam Pasal 22 dan Pasal 23 diatur bahwa zakat yang dibayarkan oleh muzaki

kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak, untuk

kemudian bukti setoran zakat tersebut dapat dijadikan bukti sebagai pengurang

penghasilan pajak.

Selain menerima zakat, BAZNAS dan LAZ juga dapat menerima infak,

sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Dalam hal pendistribusian dana ZIS

yang diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26 UU No. 23/2011, zakat wajib

didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam, dan dilakukan

berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan,

dan kewilayahan. Pendistribusian harus dilakukan sesuai dengan peruntukkan

yang diikrarkan oleh pemberi (muzakki atau donatur) terlebih dahulu. Ketentuan

mengenai bentuk pendistribusian, maupun program-program pemberdayaan zakat

tidak dijelaskan di dalam UU ini dan bersifat global. Bahkan di dalam PP No. 14

Tahun 2014, tidak ada pasal yang membahas mengenai pendistribusian zakat.

Pendayagunaan zakat diatur dalam Pasal 27 UU No. 23/2011. Dalam hal

pendayagunaan, zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka


penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Asalkan kebutuhan dasar

mustahik yang meliputi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan

kesehatan telah terpenuhi. Hal-hal yang berkaitan dengan pendayagunaan zakat,

diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Agama No. 52 Tahun 2014 tentang

Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta

Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif.

G. Tujuan Pengelolaan Zakat

Tujuan utama dari pembuatan syariat Islam adalah untuk membangun dan

menjaga kemaslahatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Kemaslahatan dapat tercapai dengan mengusahakan segala perbuatan yang dapat

menciptakan kemaslahatan, dengan menghindarkan diri dari segala halhal berbau

mafsadah (kerusakan) bagi manusia. Kemaslahatan yang akan dicapai tidak hanya

untuk individu melainkan untuk seluruh manusia, sepanjang waktu dan sepanjang

kehidupan manusia.

Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan, para ahli ushul fikih menetapkan

ada lima unsur pokok yang harus diperhatikan. Kelima pokok tersebut bersumber

dari Al-Qur‟an dan merupakan tujuan syari‟ah (maqashid al-syari’ah). Kelima

pokok tersebut merupakan suatu hal yang harus selalu dijaga dalam kehidupan ini

untuk mencapai maslahah. al-Syathibi membagi maqashid al-syari’ah menjadi

dlaruriyah, hajiyah, dan tahsiniyah:

1. Dlaruriyah adalah penegakan kemaslahatan agama dan dunia. Artinya,

ketika dlaruriyah itu hilang maka kemaslahatan dunia dan bahkan akhirat
juga akan hilang. Dlaruriyah terbagi menjadi lima poin yang apabila salah

satunya tidak terpenuhi, maka kehidupan di dunia tidak akan bisa berjalan

dengan sempurna dan berdampak negatif bagi kelangsungan hidup

seseorang. Lima poin tersebut dikenal dengan al-kulliyat al-khamsah,

yaitu:

1) Penjagaan terhadap agama (Hifz al-Din). Memelihara agama

menempati urutan pertama karena keseluruhan ajaran syariat

mengarahkan manusia untuk berbuat sesuai dengan kehendak dan

keridaan Allah. Melalui imannya, manusia patuh kepada Allah dan

berterima kasih kepada-Nya yang diwujudkan dalam bentuk ibadah.

Realisasi dari memelihara agama adalah dengan mendirikan salat dan

menunaikan zakat.

2) Penjagaan terhadap jiwa (Hifz al-Nafs). Lantaran pentingnya

pemeliharaan jiwa, maka syariat dengan tegas mengharamkan

pembunuhan termasuk perbuatan bunuh diri. Maka dari itu, Islam

menerapkan hukum qisas bagi seseorang yang menghilangkan nyawa

orang lain.

3) Penjagaan terhadap akal (Hifz al-‘Aql). Setelah itu, manusia dituntut

untuk selalu memelihara akalnya agar sehat dan berpikiran jernih.

Dengan akal, manusia dapat membangun kehidupan yang berbudaya,

memanfaatkan sumber daya alam untuk kemakmuran hidup, saling

bertukar informasi, bermusyawarah, dan lainnya. Untuk itu, manusia


dilarang untuk memunium khamr dan mabuk-mabukan, berbohong,

berkhayal tanpa dasar, percaya pada peramal, dan lain sebagainya.32

4) Penjagaan terhadap keturunan (Hifz al-Nasl). Selanjutnya adalah

pemeliharaan keturunan. Syariat mengatur hukum yang mencakup

perintah membangun keluarga di atas landasan pernikahan yang sah,

ketentuan orang yang ingin dinikahi, serta perintah-perintah, nafkah,

talak, cerai, dll.

5) Penjagaan terhadap harta benda (Hifz al-Mal). Memelihara harta

menjadi salah satu tujuan syariat, dalam arti mendorong manusia untuk

memperolehnya dan mengatur pemanfaatannya. Keharusan

memperoleh harta sebagai sarana kehidupan terkait dengan

kemampuan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam. Syariat

juga mewajibkan manusia untuk tidak salah dalam mengelola alam dan

tidak berbuat boros. Realiasi memelihara harta adalah dengan

memperoleh harta tersebut secara halal dan terhindar dari kecurangan.

Selanjutnya dengan mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah yang

bertujuan sebagai pembersih harta dari hal-hal syubhat yang tidak

disadari, dan membersihkan harta dari hak-hak pihak lain, misalnya

fakir miskin.

2. Hajiyah dapat didefinisikan sebagai hal-hal yang dibutuhkan untuk

mewujudkan kemudahan dan menghilangkan kesulitan yang dapat

menyebabkan bahaya dan ancaman. Hajiyah juga dimaknai dengan


keadaan di mana jika suatu kebutuhan dapat terpenuhi, maka akan bisa

menambah value kehidupan manusia.

3. Tahsiniyah adalah melakukan kebiasaan-kebiasaan baik dan menghindari

yang buruk sesuai dengan apa telah diketahui oleh akal sehat. Ketika

menginjak keadaan ini berarti telah mencapai keadaan di mana bisa

memenuhi kebutuhan yang bisa meningkatkan kepuasan dalam hidupnya.

Tahsiniyat juga biasa dikenali dengan kebutuhan tersier.

Sesuai tujuan pengelolaan zakat yang tercantum dalam Pasal 3 UU

No.23/2011, pengelolaan zakat bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi

pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan meningkatkan manfaat zakat untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Akar

dari penunaian zakat, infak, dan sedekah adalah untuk menciptakan kesejahteraan,

kemakmuran, dan kemaslahatan, sama seperti halnya tujuan dari maqasid al-

syari’ah. ZIS merupakan salah satu jalan untuk memberi jaminan sosial terhadap

umat manusia. Oleh karena itu, maka dalam pengelolaan ZIS harus

memperhatikan maqashid al-syari’ah. Terutama ketika melaksanakan

pendistribusian dana ZIS kepada mustahik dan masyarakat, sehingga

merealisasikan kemaslahatan dan meminimalisir kejahatan di masyarakat.

Distribusi pendapatan maupun kekayaan sangat berpengaruh terhadap

kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraaan umat Islam di dunia dan akhirat dapat

terealisasikan jika kebutuhan dasar masyarakat bisa terpenuhi dengan baik.

Dengan terpenuhinya kebutuhan pokok setiap keluarga, maka akan bisa


meminimalisasi segala macam kejahatan. Oleh karena itu, Islam berusaha keras

untuk menegakkan distribusi yang adil di antara masyarakat.

Tujuan lain dari membayarkan ZIS adalah mampu merubah mustahik menjadi

muzaki. Setelah kebutuhan pokok mustahik terpenuhi, dana ZIS dapat digunakan

untuk membentuk suatu usaha. Misalkan, disalurkan untuk tujuan produktif yang

hasilnya dapat dimanfaatkan secara terus menerus oleh mustahik, digunakan

sebagai modal usaha, pelatihan entrepreneurship (kewirausahaan), pengadaan alat

kerja, pengadaan fasilitas kesehatan, serta membiayai pendidikan.

Jadi jelaslah bahwa dana ZIS sangat berguna untuk memberdayakan rumah

tangga miskin, terlebih jika hal tersebut dikelola oleh lembaga. Antara lain,

mengubah masyarakat dari kemiskinan kepada hidup yang berkecukupan, dari

kebodohan kepada kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban, dari

keterbelakangan kepada kemajuan dan modernisasi, sejalan dengan tujuan

pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, material

dan spiritual.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Desa Kedungjaya Kedawung Cirebon

1. Sejarah singkat pembentukan desa Kedungjaya


Awal mula terjadinya Desa Kedungjaya adalah hasil dari pemekaran

Desa Kedungdawa pada Tahun 1983 dari desa induk yang mempunyai 3

blok yaitu Blok Silorog, Kebon Kunir, dan Blok Siledu. Pada saat itu dijabat

oleh Bapak M. SUMADI juru tulis Kedungdawa.

Adapun secara historis daftar nama-nama kuwu Desa Kedungjaya dapat

diketahui sebagaimana pada tabel 8 di bawah ini:

Tabel 8 Daftar Nama Kuwu Kedungjaya dari Masa ke Masa

NO NAMA KUWU MASA JABATAN


1 Pj. M. SUMADI Tahun 1983 – 1984
2 CASIMAN Tahun 1984 – 1985
3 Pj. SURJO SISWANTO Tahun 1985 – 1990
4 E.MADINA Tahun 1990 – 1998
5 Pj. SUTANI Tahun 1998 – 2000
6 SUJANA KERTANIAGA Tahun 2000 – 2006
7 Pj. ENDA PRADESA Tahun 2006 – 2010
8 SUDRADJAT .P.SONDJAJA,SAP Tahun 2010 – 2016
9 Pj. TASIDI Tahun 2016 – 2017
10 SUSILOWADI Tahun 2018 – Sekarang
Sumber: Profil Desa Kedungjaya 2020

2. Struktur Pemerintahan Desa

Secara umum pemerintahan desa merupakan penyelenggara urusan-

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, yang dipimpin

oleh Kuwu sebagai Kepala Pemerintah Desa dibantu Perangkat Desa

sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa.


Adapun struktur organigram pemerintahan desa Kedawung dapat dilihat

pada gambar berikut ini:

BP Kepala
H. Bambang
D Susilowa
Desa
Saptono di

Sekretari
Kasi Kasi Kasi Kusyoto
s
Pemerintaha
e Kesr
e Ekban
e Sudika
Iwan
n Abdul
a Nur
g
Ruswandi Rachman KaurProgra KauKeuanga KauUmu
Yunus
Astrm
Hanifa M.F.
r n r Tary
m
i h Ramadhan o

Kadus Kadus Kadus


I Liat Nana
II Afdhal
III Dzikri
a Markana H

Gambar 10 Struktur Pemerintahan Desa Kedungjaya

Kedawung Cirebon

3. Visi, Misi, dan Program Desa Visi

“Terbangunnya tata kelola pemerintahan Desa Kedungjaya guna

meningkatkan kehidupan masyarakat desa yang adil, makmur, rukun dan

sejahtera”.

Misi

1. Melanjutkan program-program yang telah dilaksanakan

pemerintahan desa Kedungjaya periode yang lalu,sebagaimana

tercantum dalam dokumen RPJMDes Desa Kedungjaya

Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon.


2. Meningkatkan profesionalisme aparat desa dalam melayani

masyarakat.

3. Meningkatkan Kesejahteraan masyarakat dengan mewujudkan

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang telah terbentuk dan

program lain untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat

desa, serta meningkatkan produktifitas warga.

4. Meningkatkan kemitraan dan optimalisasi kerjasama dengan

lembagalembaga terkait.

5. Meningkatkan pembenahan sarana dan prasarana.

6. Mengoptimalisasikan generasi muda melalui wadah karang

taruna, untuk menumbuh kembangkan minat dan hasratnya

supaya turut serta dan berperan aktip dalam membangun desa.

Program

1. Program Pelayanan

2. Program Pembangunan

3. Program Kepemudaan

4. Geografis Desa

Letak Geografis dan Batas Wilayah Desa Desa Kedungjaya adalah salah

desa yang berada di wilayah Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon

dengan luas wilayah 56 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 9.241 jiwa


yang terdiri dari 4.629 laki-laki dan 4.612 perempuan dengan jumlah kepala

keluarga 2.985 kepala keluarga.

Adapun batas wilayah Desa Kedungjaya adalah sebagai berikut:

Tabel 9 Batas Kedungjaya dengan Desa Lainnya

Batas Desa Kecamatan

Sebelah Utara Pilangsari Kedawung

Sebelah Timur Kedawung/Sutawinangun Kedawung

Sebelah Selatan Tuk/Kedungdawa Kedawung

Sebelah Barat Gesik/Kedungdawa Tengah Tani/Kedawung

Sumber: Profil Desa Kedungjaya 2020

Dilihat dari topografi dan kontur tanah Desa Kedungjaya Kecamatan

Kedawung secara umum berupa tanah seluas 56 Ha, tanah darat seluas 46,80 Ha ,

yang berada pada ketinggian laut antara 0 m s/d 2,4 m diatas permukaan laut

dengan suhu berkisar antara 27 derajat celcius. Desa Kedungjaya terdiri dari 3

Dusun, dengan 11 RW dan 49 RT.

Adapun orbitasi/jarak Desa Kedungjaya ke Pusat-pusat

Pemerintahan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 10 Orbitasi/Jarak Desa ke Kota/Daerah Lainnya

Orbitasi/Jarak Tempuh J arak

Jarak ke ibukota Kecamatan 2 Km

Lama jarak tempuh ke ibukota kecamatan dengan 10 Menit


kendaraan motor

Jarak ke ibu kota Kabupaten 8 Km

Lama jarak tempuh ke ibukota kabupaten dengan


40 Menit
kendaraan motor

Jarak ke ibukota provinsi 130 Km

Lama jarak tempuh ke ibukota provinsi dengan


Jam
kendaraan motor 3

Sumber: Profil Desa Kedungjaya 2020

5. Jumlah Penduduk Desa

Penduduk desa Kedungjaya laki-laki dan perempuan sesuai dengan Kartu

Keluarga dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 11 Jumlah Penduduk Desa Kedungjaya

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 4.629 50,1 %

2 Perempuan 4.612 49,9 %

Jumlah total 9.241 100

Jumlah kepala keluarga 2.985 Orang

Sumber: Profil Desa Kedungjaya 2020

Dari tabel di atas, jumlah penduduk didominiasi oleh jenis laki-laki 50,1

%, sementara jenis perempuan hanya 49,9 % selisih 0,1 % dari jumlah

keseluruhan penduduk 9.241 orang. Adapun jumlah kepala keluarga adalah

2.985 KK yang tercatat resmi.


6. Pembagian Wilayah per-Dusun Desa Kedungjaya

Desa Kedungjaya terbagi menjadi 3 Dusun, 11 RW dan 49 RT dengan jumlah

9.241 jiwa. Dengan perincian sebagai berikut :

- Dusun I = RW 01, RW 02, RW 05, RW 11

- Dusun II = RW 03, RW 04, RW 07, RW 08

- Dusun III = RW 06, RW 09, RW 10

Untuk lebih rincinya sebaran jumlah penduduk di masing-masing RW

dan RT dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 12 Sebaran Penduduk berbasis pada RW/RT


JUMLA
DUSUN

RW

NO JUMLAH JUMLAH JIWA DLAM


H RT

KEPALA KELUARGA

KELUARGA LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 I 01 4 322 595 610 1.205

2 I 02 7 413 735 596 1.331

3 II 03 4 223 225 251 476

4 II 04 4 224 227 254 481

5 I 05 4 273 538 558 1.096

6 III 06 4 242 368 391 759

7 II 07 4 239 336 359 695

8 II 08 4 246 431 452 883

9 III 09 4 256 540 575 1.115

10 III 10 6 363 634 647 1.281


11 I 11 4 184 189 235 424

Jumlah 49 2.985 4.818 4.928 9.746

Sumber: Profil Desa Kedung jaya 2021

Anda mungkin juga menyukai