Anda di halaman 1dari 103

INSTITUT KESENIAN JAKARTA

Penggunaan Eksposisi Karakter Sebagai Representasi Kasih Ibu pada Film


Semalam Sebelum Selamanya

Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh Ujian
S.1 guna memperoleh Gelar Sarjana Seni

TAMAWAL FRANS MATTHEW


1180150219
SKENARIO

PROGRAM STUDI TELEVISI DAN FILM


FAKULTAS FILM DAN TELEVISI
2022
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH

Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri. Pembuatan skripsi ini didasari

oleh pembimbingan dan sumber referensi yang dikutip maupun dirujuk sudah

ditulis dengan benar

(Tempat, Tanggal Pengesahan)

[Tandatangan Mahasiswa di Atas Materai 10.000]

Tamawal Frans Matthew

1180150219

ii
SURAT PENGALIHAN HAK CIPTA

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Tamawal Frans Matthew

Peminatan : Skenario

Alamat : Taman Kopo Indah 2 Blok C.5 No.67, Bandung, Jawa Barat

Adalah Pihak I selaku pencipta, dengan ini menyerahkan karya ciptaan

saya kepada: Nama : Institut Kesenian Jakarta

Alamat : Jl. Cikini Raya No 73 Menteng Jakarta Pusat - 10330 Adalah Pihak II

selaku Hak Cipta Skripsi, dengan Judul: Penggunaan Eksposisi Karakter

Sebagai Representasi Kasih Ibu pada Film Semalam Sebelum Selamanya

untuk didaftarkan di Direktorat hak Cipta dan Desain Industri, Direktorat

Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia.

Demikianlah surat pengalihan hak cipta ini kami buat, agar dapat dipergunakan

sebagaimana mestinya.

Jakarta, Tanggal/Bulan/Tahun

1. Mahasiswa (Nama dan tanda tangan)

2. Ketua Program Studi Film dan Televisi S.1 (Nama dan tanda tangan)

iii
FAKULTAS FILM DAN TELEVISI

INSTITUT KESENIAN JAKARTA

Jl. Cikini Raya 73 Jakarta Pusat

Institut Kesenian Jakarta


Fakultas Film dan Televisi
Program Studi Televisi dan Film

Peminatan Skenario

Lembar Persetujuan Tugas Akhir


Nama : Tamawal Frans M

NIM : 1180150219

Judul Skripsi : Penggunaan Eksposisi Karakter Sebagai Representasi Kasih Ibu

pada Film Semalam Sebelum Selamanya

Skripsi ini telah siap diujikan dalam Sidang Tugas Akhir pada Agustus 2022

Jakarta,...........

Pembimbing Karya

(Devina Sofiyanti, M.Sn)

Pembimbing Skripsi

(Kusen Dony Hermansyah, S.Sos., S.Sn., M.Sn)

Koordinator Tugas Akhir

(Gilang Haryo, S.Sn)

Ketua Program Studi Televisi dan Film

(Danu Murti, M.Sn)

iv
FAKULTAS FILM DAN TELEVISI

INSTITUT KESENIAN JAKARTA

Jl. Cikini Raya 73 Jakarta Pusat

Institut Kesenian Jakarta

Fakultas Film dan Televisi

Program Studi Televisi dan Film

Peminatan Skenario

Lembar Pengesahaan Tugas Akhir

Nama : Tamawal Frans Matthew

NIM : 1180150219

Judul Skripsi : Penggunaan Eksposisi Karakter Sebagai Representasi Kasih Ibu

pada Film Semalam Sebelum Selamanya

Skripsi ini telah siap diujikan dalam Sidang Tugas Akhir pada Agustus 2022

Jakarta,...........

Pembimbing Karya

(Devina Sofiyanti, M.Sn)

Pembimbing Skripsi

(Kusen Dony Hermansyah, S.Sos., S.Sn., M.Sn)

Ketua Program Studi Televisi dan Film

(Danu Murti, M.Sn)

Dekan FFTV-IKJ

(Hanief Jerry, M.Sn)

v
ABSTRAK

Nama : Tamawal Frans Matthew

NIM : 1180150219

Peminat : Skenario

Judul Karya : Semalam Sebelum Selamanya

Judul Skripsi : Penggunaan Eksposisi Karakter Sebagai Representasi

Kasih Ibu pada Film Semalam Sebelum Selamanya

Jumlah Halaman : 91

Kata Kunci : Karakterisasi, eksposisi karakter, kasih ibu.

Film Semalam Sebelum Selamanya menceritakan arwah seorang ibu yang

berusaha menghapuskan kesedihan anaknya, meskipun ia telah berada di dunia

yang berbeda. Skripsi ini akan membahas bagaimana karakterisasi dan eksposisi

karakter di dalam film Semalam Sebelum Selamanya digunakan untuk

merepresentasikan kasih ibu di tengah masyarakat. Sebagai sebuah hal yang

seringkali tidak dilihat, diabaikan, dan bahkan tidak dipahami oleh masyarakat,

kasih ibu direpresentasikan melalui aksi protagonis dalam film. Aksi kasih dari

sosok arwah ibu yang tidak bisa dilihat oleh anaknya sendiri malah menimbulkan

kesalahpahaman dan menghasilkan ketakutan bagi anaknya. Namun, aksi itu tetap

dilanjutkan oleh protagonis demi bisa mencapai tujuannya, yaitu menghapuskan

kesedihan anaknya. Selayaknya kasih ibu yang selalu ada meskipun tidak dilihat

dan dipahami oleh orang yang menerimanya.

vi
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena telah

memberi jalan dan kesempatan kepada penulis untuk bisa menempuh pendidikan

dan menyelesaikan skripsi di Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta.

Dalam perjalanan menempuh pendidikan, penulis hendak menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa

2. Kedua orang tua penulis yang memungkinkan penulis untuk bisa

menempuh pendidikan di Institut Kesenian Jakarta

3. Melyana Carolina selaku saudari penulis yang telah memberikan

dukungan selama pengerjaan skripsi

4. Ibu Dr. Indah Tjahjawulan, M.Sn. selaku Rektor Institut kesenian Jakarta

5. Bapak Hanief Jerry, M.Sn. selaku Dekan Fakultas Film dan Televisi

Institut Kesenian Jakarta.

6. Bapak Danu Murti, M.Sn. selaku Ketua Program Studi Film dan Televisi

S.1

7. Devina Sofiyanti, M.Sn, selaku Dosen Pembimbing Karya Fakultas Film

dan Televisi Institut Kesenian Jakarta.

vii
8. Bapak Kusen Dony Hermansya, S.Sos., S.Sn., M.Sn. selaku Dosen dan

Pembimbing penulisan skripsi yang telah meluangkan waktunya

unutk membimbing penulis.

9. Ibu Zarah A. Sirait, S.Sn. selaku Koordinator Seminar Karya dan Tugas

Akhir Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta yang telah

memberikan pengarahan kepada penulis dan teman-teman.

10. Bapak Gilang Haryo, S.Sn. selaku Koordinator Seminar Karya dan

Tugas Akhir Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta yang telah

memberikan pengarahan kepada penulis dan teman-teman.

11. Dr. R.B Armantono, M.Sn, sebagai Dosen Skenario yang telah begitu

banyak memberikan ilmu dan mendorong penulis untuk terus berkembang

sebagai seorang penulis skenario.

12. Mohamad Ariansah, M.Sn, Sebagai seorang dosen yang telah mendorong

penulis untuk mempelajari ilmu film dengan lebih giat dan lebih

bertanggung jawab.

13. Seluruh Dosen Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta yang

telah memberikan ilmu kepada penulis.

14. Prananda Adiguna, Sebagai seorang sahabat seperjuangan yang telah

membantu penulis untuk bisa menyelesaikan Mata Kuliah Seminar

Rancangan Tugas Akhir.

15. Rasyid Maulana Kusuma, I Gusti Agung Putu Anom Wibawa, Wilianto,

Gandes Acintya Hapsari, dan Bima Arif yang telah berjuang bersama

untuk menyelesaikan Tugas Akhir.

viii
16. Anggie Clarestya , Khalisa Firly Amani, Saldo Rialis Arkaan, Genevieve

Ribka Wowor, Nurmala Intan, dan Adin Aziz Nugroho yang telah

membulatkan tekad penulis untuk melanjutkan pengerjaan skripsi ini.

17. Teman-teman Anthieves Production yang memberi dukungan kepada

penulis selama bekerja di industri kreatif.

18. Saldo Rialis Arkaan, Ida Bagus Indra Mahardika Pradyana Manuaba,

Ignas Refian, Adha Prilio Perdana, Dhea Devanira, Aju Maulana,

Pusparini Ayu Gayatri, Viola Aprilioni, Achmad Alifatu Mirza dan Indira

Anisa Rosahid selaku teman perantauan penulis yang telah mendukung

pengerjaan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna dan

masih banyak yang harus dipelajari kembali. Maka dari itu penulis bersedia

menerima segala saran dan kritik membangun agar keilmuan yang ada di

dalam skripsi ini dapat terus berkembang. Terima kasih kepada seluruh

pihak yang telah mendukung penulis dalam proses ini.

Jakarta, 29 Juli 2022

Tamawal Frans Matthew

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL…………………………………………………………………………i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH ....................... ii
SURAT PENGALIHAN HAK CIPTA .....................................................................iii
Lembar Persetujuan Tugas Akhir........................................................................ iv
Lembar Pengesahaan Tugas Akhir...................................................................... v
ABSTRAK........................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...........................................................................................vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
BAB 1 .................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Filmmaker’s Statement............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Sistematika penulisan ................................................................................ 4
BAB 2 .................................................................................................................. 6
Teori dan Konsep Film......................................................................................... 6
2.1 Teori Penciptaan dan Tinjauan Karya ........................................................ 6
2.1.1 Teori Karakterisasi dan Eksposisi Karakter .......................................... 6
2.1.2 Teori Berdasarkan Sejarah Film ........................................................ 10
2.1.3 Karakterisasi Untuk Menggambarkan Kasih dalam Film Semalam
Sebelum Selamanya .................................................................................. 13
2.1.4 Eksposisi Karakter Tokoh Ani untuk Merepresentasikan Kasih Ibu
dalam Film Semalam Sebelum Selamanya ................................................ 15
2.2 Konsep Penyutradaraan........................................................................... 22
2.2.1 Konsep Ide ........................................................................................ 22
2.2.2 Director’s Statement .......................................................................... 23
2.2.3 Pendekatan Penyutradaraan ............................................................. 23
2.3 Konsep Naratif ......................................................................................... 24
2.3.1 Cerita ................................................................................................. 25
2.3.2 Segmentasi Plot................................................................................. 26
2.3.3 Karakter ............................................................................................. 27
2.3.4 Dialog ................................................................................................ 30

x
2.3.5 Konflik................................................................................................ 31
2.3.6 Konsep Ruang ................................................................................... 32
2.3.6 Konsep Waktu ................................................................................... 34
2.3.6 Struktur Dramatik ............................................................................... 35
2.4 Konsep Film Style .................................................................................... 39
2.4.1 Mise-en-Scène .................................................................................. 39
2.4.2 Konsep Sinematografi........................................................................ 43
2.4.3 Konsep Editing .................................................................................. 48
2.4.4 Konsep Suara .................................................................................... 58
Daftar Pustaka ................................................................................................... 62
GLOSARIUM ..................................................................................................... 64
LAMPIRAN ........................................................................................................ 69

xi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Filmmaker’s Statement


Film Semalam Sebelum Selamanya diciptakan berdasarkan pemikiran

bahwa kasih selalu ada di dalam setiap hubungan antara manusia. Meskipun

demikian, kehadiran dari kasih seringkali diabaikan atau tidak dapat dimengerti

oleh manusia. Oleh karena itu ketika melihat film ini, penulis ingin penonton

merasakan dampak ironi dari kasih. Sesuatu yang seharusnya bisa membawa

kebahagiaan, tetapi justru menghasilkan ketakutan jika gagal untuk dipahami.

Beberapa tantangan pembuatan film ini termasuk memilih bahasa

sinematik yang tepat agar dapat menghadirkan kasih yang menghasilkan

ketakutan. Saya terinspirasi film Babadook (2014) karya Jennifer Kent untuk

membuat film ini. Dalam film tersebut terdapat adegan Amelia yang melakukan

kekerasan terhadap anaknya atas dasar perlindungan orang tua terhadap

anaknya. Amelia memaksa anaknya, Samuel untuk meminum obat tidur;

mengisolasinya dari dunia luar; dan mengancamnya dengan pisau. Samuel

ketakutan karena tidak mengerti bahasa kasih yang disampaikan oleh Amelia.

Aksi tokoh Amelia merupakan bentuk kasih yang tujuannya adalah untuk

kebahagiaan Samuel. Reaksi tokoh Samuel justru menunjukkan ketakutannya

dan bukan kebahagiaan. Penggambaran kasih seperti di atas menjadi alasan

1
bahwa film ini akan selalu menjadi istimewa bagi penulis. Adanya

penggambaran tersebut, dapat membuat banyak orang belajar untuk bisa

mencoba mengerti sebuah bentuk kasih agar dapat merasakan kebahagiaan dari

kasih tersebut.

Pembuatan film ini, diawali dengan keresahan penulis terhadap posisi

cinta kasih dalam masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari fenomena tentang

kasih seorang ibu yang mulai diabaikan dan dilupakan, terutama dalam wujud

perhatiannya. Kasus-kasus seperti ibu-ibu tua yang dibuang atau diabaikan di

panti jompo menjadi segelintir contoh atas fenomena ini. Pada sisi lain, tidak

sedikit kasus di media yang berisikan seorang ibu yang berkorban nyawa demi

anaknya.

Cukup berat bagi penulis untuk bisa menggambarkan kasih ibu di dalam

film ini. Penulis harus bisa membentuk sebuah karakter sebagai representasi

dari kasih ibu yang tidak dilihat dan diabaikan di masyarakat. Dengan demikian,

penulis berharap agar orang-orang yang menyaksikan film ini dapat merasakan

cinta seorang ibu yang akan selalu ada. Meskipun cinta tersebut tidak dilihat

dan diabaikan oleh masyarakat.

Dalam membentuk adegan di dalam film ini penulis mengambil

referensi dari film A Ghost Story (2017) yang disutradarai oleh David Lowery.

Dalam film ini, terdapat sebuah adegan yang menunjukkan tokoh C dalam

wujud hantu sedang mengelus tubuh tokoh M. Hal tersebut membuat tokoh M

ketakutan karena sesuatu yang tidak terlihat menyentuh tubuhnya. Dengan

menghadirkan sebuah karakter yang tidak dapat dilihat, aksi kasih karakter yang

2
tidak terlihat menjadi sesuatu yang asing bagi karakter lain. Pembentukan

sebuah karakter yang menjadi personifikasi dari kasih ibu yang selalu ada

meskipun tidak terlihat, menjadikan film spesial bagi penulis.

Dalam pengerjaan film ini, penulis bertanggung jawab dalam

mengembangkan sebuah ide hingga menjadi sebuah skenario yang utuh. Proses

pengembangan itu mencangkup pembentukan konsep naratif, pembentukan

adegan, penyusunan plot, dan skenario. melalui film ini penulis berharap

penonton dapat menyadari kehadiran kasih ibu dalam hidup mereka dan lebih

menghargainya. Pengerjaan film ini telah mendorong penulis menjadi penulis

skenario yang lebih baik dengan belajar menciptakan dan membentuk karakter

sebagai sebuah representasi atas kasih sayang ibu. Teori yang akan penulis

gunakan dalam pengerjaan skripsi ini adalah teori karakterisasi dan teori

eksposisi karakter. Alasan penggunaan kedua teori ini adalah untuk

mengelaborasi karakter di dalam film ini yang berfungsi sebagai representasi

kasih ibu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana karakterisasi menggambarkan kasih dalam film Semalam

Sebelum Selamanya?

2. Bagaimana eksposisi karakter tokoh Ani dapat merepresentasikan kasih ibu

dalam film Semalam Sebelum Selamanya?

3
1.3 Sistematika penulisan

Bab 1: Gagasan Pembuat Film

Dalam Bab 1 terdapat tiga subbab yang berisi pembahasan mengenai

gagasan pembuat film, rumusan masalah, dan sistematika penulisan. Subbab 1.1

menjelaskan mengenai gagasan pembuat film secara menyeluruh. Dimulai dari

gagasan secara umum, kemudian dilanjutkan dengan alasan penciptaan karya,

tujuan dari karya tersebut, hingga inspirasi dan keistimewaan idenya.

Sementara untuk subbab 1.2 dijabarkan poin-poin pertanyaan yang akan

dijawab dalam pembahasan. Subbab 1.3 berisi sistematika penulisan berupa

rincian keseluruhan bab dan juga subbab yang tertulis di dalam skripsi.

Bab 2: Teori dan Konsep Film

Bab 2 memiliki dua subbab yang menjelaskan teori dan konsep film.

Subbab 2.1 menjelaskan teori penciptaan dan tinjauan karya yang di dalamnya

terdapat teori sebagai landasan pembuatan film. Sementara pada subbab 2.2

dijabarkan konsep penyutradaraan, konsep naratif, dan konsep gaya film.

Konsep penyutradaraan memaparkan konsep dan gagasan dari sutradara.

Konsep naratif mengulas bentuk film seperti analisis naratif, karakterisasi, dan

lain-lain. Sedangkan konsep gaya film menjelaskan konsep mise en scene,

sinematografi, suara, dan editing.

Bab 3: Proses Penciptaan

4
Bab 3 terdiri dari tiga subbab, di mana subbab pertama adalah 3.1 yang

menjabarkan semua proses penciptaan karya sejak story development hingga

pascaproduksi. Berikutnya pada subbab 3.2 berisi ulasan terhadap analisis teori

dan juga hambatan yang dialami oleh penulis dalam menemukan solusi. Subbab

terakhir, yaitu 3.3 menjabarkan temuan dan hasil dari penerapan teori, serta

laporan tingkat keberhasilan dan kecocokan antara teori yang dihadirkan

dengan praktik dalam pembuatan karya.

Bab 4: Kesimpulan

Penjabaran umum mengenai kesimpulan dan jawaban dari rumusan

masalah skripsi yang didapat dari analisis proses penciptaan karya.

5
BAB 2

Teori dan Konsep Film

2.1 Teori Penciptaan dan Tinjauan Karya


Karakter adalah sarana untuk membawa penonton ke dalam

perjalanan emosinya (Armantono dan Paramita 92). Melalui pembentukan dan

pengungkapannya, karakter dapat membawa penonton dalam memahami segala

sesuatu yang ingin disampaikan oleh pembuat film. Dalam subbab ini, penulis

akan menjelaskan teori karakterisasi dan eksposisi karakter.

2.1.1 Teori Karakterisasi dan Eksposisi Karakter


Karakter merupakan penyebab terjadinya peristiwa dan peristiwa

sendiri pada hakikatnya adalah pengungkapan karakter (Field 54). Proses

pembentukan karakter inilah yang disebut karakterisasi. Untuk membentuk

karakter harus ditentukan seperti apa karakter yang akan dibentuk.

Sebagaimana William James mengatakan dalam esainya bahwa karakter

adalah sebuah penyebab dari terjadinya peristiwa. Pada saat yang bersamaan,

peristiwa yang terjadi juga berperan dalam menggambarkan karakter. Sebagai

contoh di dalam film Thelma & Louise (1991) karya Ridley Scott. Peristiwa

penembakan yang dilakukan oleh Louise menggambarkan karakternya dan di

saat yang bersamaan, ada sebuah bagian dari dalam karakterisasi Louise yang

menyebabkannya menembak Harlan. Satu bagian sudah dirancang dalam

6
proses karakterisasi untuk mencapai karakter Louise yang bisa menyebabkan

penembakan. Karakterlah yang kemudian menggerakkan cerita (57).

Karakter itu sendiri harus dapat dilihat dari cara tokoh beraksi di dalam suatu

peristiwa.

Film adalah medium yang menuturkan cerita kepada penonton

melalui gambar bergerak (Field 59). Oleh karena itu, karakter yang ingin

disampaikan harus bisa terbentuk dari segala sesuatu yang ditampilkan secara

visual agar penonton dapat menerima karakterisasi yang dimaksud oleh

pembuat film. Hal-hal yang dihadirkan di dalam film harus didasari oleh

rancangan karakterisasi yang telah diciptakan oleh pembuat film. Kedua hal

ini berhubungan, namun harus bisa dibedakan antara mengetahui karakter

secara ide dan mengungkapkannya kepada penonton (Field 59). Oleh karena

itu, Syd Field membagi karakterisasi menjadi dua, yaitu interior character

dan exterior character.

Interior character berbicara tentang metode pembentukan karakter

agar pembuat film dapat mengenali karakter yang diciptakan. Salah satu

metodenya adalah dengan membuat biografi tokoh. Dengan membentuk

cerita tokoh mulai dari ia lahir sampai ada di titik awal film, maka

perkembangan karakter dapat dilihat secara utuh. Segala sesuatu yang dialami

oleh tokoh sepanjang masa hidupnya dapat menentukan caranya dalam

menjalankan aksinya di dalam film. Ketika kehidupan karakter telah tertata

hingga titik plot duration dimulai, maka biografi itu dapat simpulkan ke

dalam tiga komponen karakter untuk memudahkan pengungkapan karakter.

7
Ketiga komponen itu adalah komponen profesional, personal, dan pribadi

(Field 62).

Komponen profesional berbicara mengenai kehidupan pekerjaan

tokoh dan cara tokoh bereaksi akan pekerjaan tersebut. Dari komponen ini,

dapat dirancang cara tokoh berinteraksi dengan tokoh lain yang ada di dalam

pekerjaannya. Selain itu, juga cara tokoh menanggapi pekerjaannya. Baik ia

bahagia maupun tidak akan pekerjaannya.

Komponen personal berbicara tentang hubungan intim atau romansa

tokoh dengan tokoh lain. Baik dalam jenjang pernikahan, persahabatan, atau

perceraian. Sementara itu, komponen pribadi berbicara tentang keadaan

emosional tokoh ketika sendirian. Dengan dirumuskannya tiga komponen

tersebut maka terbentuk sebuah konsep karakterisasi yang tidak selesai

dengan perancangan. Karakterisasi harus diungkapkan melalui exterior

character yang merujuk kepada eksposisi karakter atau reveal character.

Pembentukan karakter yang diawali dengan penciptaan biografi

mengibaratkan tokoh tersebut adalah manusia di dunia nyata. Hal ini dapat

membantu pembuat film dalam proses karakterisasi, namun penonton tidak

bisa menerima rancangan karakterisasi hanya dari interior character. Karena

hal tersebut tidak muncul sebagai visual di dalam film. Segala sesuatu yang

diterima penonton adalah hal-hal yang hadir di dalam film. Oleh karena itu,

pada dasarnya dapat dikatakan bahwa karakter adalah hasil dari struktur tanda

yang dihadirkan kepada penonton (Nelmes 205).

8
Dalam medium lain, seperti novel tanda-tanda yang membentuk

karakter dapat diuraikan langsung dalam teks dan bisa mengandung interior

character dan exterior character secara bersamaan. Hal ini dapat terjadi

karena konsepsi karakter di dalam medium novel berbeda dengan film. Dalam

film, pembentukan karakter tidak bergantung pada penjabaran detail fisik,

pemikiran, atau penambahan komentar terhadap peristiwa yang terjadi.

Skenario film adalah suatu dokumen terstruktur yang mengharuskan adanya

konsentrasi khusus terhadap bentuk cerita dan rangkaian peristiwa (Nelmes

203). Peristiwa tersebut harus dihadirkan melalui visual dan suara dan dengan

demikianlah karakter dapat dimunculkan ke permukaan.

Ciri-ciri fisik adalah salah satu karakter yang bisa terlihat di layar.

Seorang tokoh dapat terlihat kurus atau gemuk; tinggi atau pendek; atau

bahkan memiliki cacat fisik yang bisa menjadi karakteristik penting. Selain

ciri-ciri fisik, karakter juga dapat dilihat melalui aksi tokoh. Seorang tokoh

dapat dikatakan baik atau jahat melalui aksi yang mereka lakukan

(Armantono dan Paramita 108). Aksi-aksi kecil seperti menyakiti hewan tidak

bersalah atau mengelus-ngelus pipi anak yang sedang menangis, bisa

menimbulkan informasi tentang baik atau jahatnya seorang karakter tanpa

harus ada peristiwa besar.

Untuk mengungkapkan karakter tokoh, dialog juga dapat digunakan.

Pembicaraan tokoh lain tentang tokoh antagonis, bisa memberikan informasi

yang menggambarkan karakter antagonis sebagai orang yang jahat atau

mengerikan. Dialog dari tokoh itu sendiri juga dapat menjelaskan

9
karakternya, tetapi dialog juga dapat bertentangan dengan aksi tokoh. Jika

seorang tokoh mengatakan bahwa ia orang yang jujur, tetapi aksi yang

dilakukannya adalah mencuri atau menyontek, maka karakter sang tokoh

adalah bukan orang yang jujur. Oleh karena itu, aksi dapat lebih dipercaya

dibandingkan dialog tokoh (Armantono dan Paramita 109-110).

2.1.2 Teori Berdasarkan Sejarah Film


Kehadiran karakter di dalam film dapat terlihat dari film komersial

pertama yang ditayangkan oleh Louis dan Auguste Lumiere di tahun 1895,

berjudul Workers Leaving the Lumière Factory (Dixon 40). Karakter

‘workers’ atau pekerja yang dihadirkan dalam film diungkapkan melalui aksi

mereka yang berjalan keluar dari pabrik dengan penampilan selayaknya

buruh. Sekalipun tidak ada usaha perancangan karakter, namun dapat terlihat

pengungkapan karakternya.

Dalam sejarah sinema, perancangan karakter berhasil diungkapkan

dengan baik yang dapat terlihat pada karya-karya Charles Chaplin. Karakter

The Little Tramp yang muncul dalam film Kid Auto Races At Venice (1914)

dirancang sebagai karakter pemberontak yang menyebalkan dan lucu. Aksi

The Little Tramp menghalang-halangi kamera jurnalis yang sedang berusaha

meliput balapan mengungkapkan karakternya yang menyebalkan. Aksi

tersebut kemudian dilakukannya terus-menerus sekalipun didorong-dorong

oleh petugas keamanan. Pengulangan aksi ini kemudian menjadi cara untuk

mengungkapkan karakter pemberontak yang disertai dengan gestur tubuh

10
yang unik dan kumis kotak. Ciri fisik yang tidak wajar tersebut membuat

karakternya menjadi karakter unik dan lucu.

Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya,

karakterisasi terdiri atas perancangan dan pengungkapan. Usaha perancangan

karakter dapat terlihat di dalam film Seabiscuit (2003), karya Gary Ross.

Karakter Seabiscuit diceritakan sebagai kuda yang lahir salah satu kuda

terhebat, tetapi terlahir sebagai kuda yang lemah. Seabiscuit kemudian

dikirim untuk berlatih dan menjadi partner latihan kuda lain. Hal ini dilakukan

agar kuda lain lebih percaya diri, karena Seabiscuit pasti kalah. Setelah itu,

Seabiscuit pun tumbuh menjadi kuda yang penuh kebencian dan selalu kalah

dalam perlombaan. Dari sini dapat dilihat karakter Seabiscuit dirancang dari

sejak kelahirannya. Tentunya hal tersebut diinformasikan langsung kepada

penonton melalui voice-over narration. Hal tersebut adalah cara

pengungkapan karakter yang dipilih oleh sang pembuat film untuk

mengungkapkan karakter Seabiscuit. Voice-over dalam kritik film seringkali

dianggap tidak pantas karena dilihat sebagai komponen manipulatif dari

literatur (Nelmes 204).

Sebagai medium visual, karakter harus bisa diungkapkan melalui

gambar. Karakter pada dasarnya adalah hasil dari struktur tanda visual. Salah

satu contoh usaha dalam mengungkapkan karakter melalui gambar dapat

dilihat pada film House of Games (1987) karya David Mamet. Karakter

Margaret adalah seorang psikolog sukses dan pecandu yang diungkapkan

kepada penonton melalui aksi dan ciri fisiknya. Margaret selalu digambarkan

11
mengenakan baju yang rapi. Ketika baju tersebut dipadukan dengan aksinya

menandatangani bukunya sendiri, maka hal ini menanamkan kepada penonton

bahwa Margaret adalah seorang yang sukses dan hebat dalam pekerjaannya.

Selain itu, Margaret juga dihadirkan dengan aksi merokok yang terus

berulang. Pengulangan aksi tersebut mengungkapkan kepada penonton

mengenai karakter pecandu di dalam diri Margaret. Karakter itu pula yang

kemudian menggulirkan cerita Margaret yang merasakan candu atas

ketegangan aksi kriminal. Semua karakternya dihadirkan melalui aksi dan

tentunya hal ini telah tertulis di dalam skenario dan bukan sekedar interpretasi

sutradara atas skenario yang tidak visual. Adegan pembuka dalam film House

of Games tertulis sebagai berikut:

“People hurrying to work across a crowded


plaza. Camera moves forward toward a coffee
cart in the background.
A young woman walks into the frame in the
foreground. She takes a book out of her
purse, looks down at the book.”
(Sekelompok orang bergegas berangkat kerja
melewati sebuah plaza yang ramai. Kamera
bergerak ke arah sebuah kios kopi di balik
keramaian.
Seorang wanita muda masuk ke dalam frame. Ia
mengeluarkan buku dari tasnya dan melihat ke
arah buku tersebut.)

Dari penggalan skenario tersebut, dapat dilihat bahwa David Mamet

tidak berusaha memberi karakterisasi langsung. Mamet hanya memberikan

rangkaian aksi yang akan dilihat oleh penonton. Gabungan dari aksi-aksi

tersebutlah yang kemudian bisa membawa fokus penonton kepada suatu

karakter dan mengungkapkan karakter tersebut. Salah satu usahanya terlihat

12
dari caranya menuliskan rangkaian aksi yang membentuk kuleshov effect.

Karakter Margaret yang mudah dipengaruhi oleh penyesalannya diungkapkan

kepada penonton dengan rangkaian aksi pembunuhan yang telah dihadirkan

dalam adegan-adegan sebelumnya. Mamet di dalam penulisan skenarionya

tidak berusaha untuk menjelaskan hal-hal yang dipikirkan oleh Margaret,

tetapi mengkonstruksi karakter tersebut di dalam kepala penonton.

Karakterisasi pada film ini tidak semata-mata menghadirkan penjelasan atas

karakter Margaret dan Mike, tetapi menghadirkan drama antara Mamet dan

penontonnya. pola pikir yang demikian dapat mengungkapkan karakter

dengan efektif kepada penonton dan karakterisasinya menjadi alat bagi

Mamet untuk berkomunikasi kepada penonton (Nelmes 207-210).

2.1.3 Karakterisasi Untuk Menggambarkan Kasih dalam Film Semalam


Sebelum Selamanya
Karakter yang terbentuk di dalam film dapat hadir untuk

merepresentasikan sesuatu yang lebih dari sesuatu yang terlihat dan

terdengar di dalam film. Seperti yang telah dilakukan oleh David Mamet,

karakter dapat digunakan sebagai sarana komunikasi antara pembuat film

dengan penonton. Proses membangun karakter dapat menjadi sebuah proses

membangun pesan di dalam kepala penonton. Proses pembangunan karakter

terdiri dari perancangan karakter dan pengungkapannya.

Syd Field dalam bukunya telah mencantumkan sebuah metode

dalam perancangan karakter, yaitu dengan menciptakan sebuah biografi

tokoh sejak kelahiran tokoh tersebut. Namun, metode tersebut dibentuk

13
sebagai bantuan untuk penulis skenario menentukan aksi apa yang sesuai

dan dapat dipercaya bila dilakukan oleh sang tokoh (59-65). Dengan

demikian, maka biografi yang dikatakan oleh Syd Field hanya hadir untuk

membantu penulis dan bukan untuk membantu penonton memahami

karakter yang dihadirkan dalam film. Oleh karena itu pembentukan biografi

tidak sepenuhnya dibutuhkan dalam karakterisasi pada film pendek.

Pembentukan karakter atau Interior Character dapat dicapai melalui

deskripsi fisionomi, sosiologi, dan psikologi tokoh. Sementara itu, Jill

Nelmes dalam analisisnya terhadap film House of Games ciptaan David

Mamet, menjelaskan rancangan karakter yang dilakukan oleh Mamet

bukanlah hanya untuk diri dari seorang tokoh. Karakterisasi yang tercantum

di dalam skenario digunakan untuk mengkonstruksi sebuah pesan di kepala

penonton (206-209). Dalam film Semalam Sebelum Selamanya, hal inilah

yang dilakukan oleh penulis pada karakterisasi protagonis. Segala

penentuan atas interior dan exterior character Ani didasari oleh segala

sesuatu yang akan direpresentasikan dari karakterisasi tersebut, yaitu

kasih.

Kasih dipahami oleh penulis sebagai sesuatu yang memiliki

maksud positif, tetapi bisa menjadi negatif jika gagal untuk dipahami. Hal

inilah yang kemudian mendasari karakterisasi protagonis di dalam film

Semalam Sebelum Selamanya. Oleh karena itu, penulis membentuk

protagonis sebagai seseorang yang baik, namun dipandang sebagai

seorang yang tidak baik dan bahkan hina oleh masyarakat. Dan tentunya

protagonis yang dihadirkan di dalam film adalah sesosok ibu yang selaras

dengan ide film, yaitu ‘Kasih ibu akan ada sepanjang masa’. Hal ini dimulai

14
dari perancangan deskripsi sosiologi tokoh. Ani dikenal oleh masyarakat

sekitar sebagai seorang perempuan murahan, karena ketahuan telah

melakukan tindak asusila dengan pemilik kontrakannya. Masyarakat sekitar

tidak mengerti bahwa hal-hal yang dilakukan oleh Ani adalah sebuah bentuk

pengorbanan demi bisa menghidupi anaknya. Hanya anaknya, Tono yang

mengerti bahwa segala sesuatu yang dilakukan Ani adalah sebuah bentuk

kasih. Hal tersebut dapat terlihat di dalam doa Tono yang kemudian menjadi

tanda efek positif dari kasih jika orang yang menerimanya mau mencoba

untuk mengerti.

Kasih merupakan sesuatu yang berhubungan dengan orang lain dan

karakter Ani dibentuk menjadi seseorang yang tidak mementingkan diri

sendiri. Semua tujuan Ani adalah untuk Tono dan bukan dirinya sendiri.

Tujuan utamanya adalah menghapuskan kesedihan Tono. Ani tidak

memusingkan dirinya yang kini tidak lagi berwujud manusia, atau kehadiran

sosok makhluk menyeramkan bernama Kunti yang tidak suka dengan

aksinya. Baru ketika hal-hal tersebut mengganggu Tono, ia bergerak untuk

berusaha menghilangkan kesedihan Tono. Namun, selayaknya kasih, usaha

Ani dalam mencapai tujuannya juga seringkali gagal dipahami oleh Tono

dan malah membuat anaknya menjadi ketakutan.

2.1.4 Eksposisi Karakter Tokoh Ani untuk Merepresentasikan Kasih Ibu


dalam Film Semalam Sebelum Selamanya
Pembentukan karakter tidak berhenti sampai proses

perancangannya, tetapi rancangan tersebut harus diungkapkan kepada

15
penonton. Pengungkapan karakter menjadi sebuah hal yang paling penting

dalam menciptakan karakter. Dalam bukunya yang berjudul Analysing the

Screenplay, Jill Nelmes menyebutkan bahwa hampir mustahil untuk dapat

sampai ke intensi awal dari seorang penulis dengan berusaha merekayasa

balik sebuah teks. Elemen-elemen yang bisa digunakan oleh penonton dalam

membangun sebuah karakter adalah yang tercantum di dalam teks (202).

Dengan demikian, maka penentuan hal-hal yang akan ditulis dan yang tidak

ditulis dalam sebuah teks menjadi penting dalam usaha mengkonstruksi

pemahaman di dalam kepala penonton. Lebih penting dibandingkan

menceritakan ulang kehidupan seorang tokoh sebagai usaha untuk

menjabarkan sebuah karakter. Intensi seorang penulis dalam menciptakan

karakter tentunya penting. Hal tersebut dapat dituangkan ke dalam interior

character entah dalam bentuk biografi atau penjabaran deskripsi sosiologi,

psikologi dan fisionomi. Namun, hal tersebut belum tentu akan dihadirkan di

dalam film sebagai sebuah visual. Oleh karena itu hal tersebut tidak dapat

membantu penonton untuk memahami intensi penulis jika tidak melalui

tahap pengungkapan.

Pengungkapan karakter dapat dilakukan melalui ciri-ciri fisik, tata

rias, kostum, properti, aksi, dan dialog (Armantono dan Paramita 106-109).

Susunan dari hal-hal tersebut yang pada akhirnya menciptakan sebuah

karakter yang tentunya tidak hanya digunakan untuk menjelaskan seorang

tokoh. Susunan tersebut, juga untuk menanamkan sebuah pesan di dalam

kepala penonton. Pengungkapan karakter dapat digunakan sebagai sarana

16
mengirimkan pesan atau makna yang menjadi intensi penulis kepada

penonton (Nelmes 209-210). Dalam hal ini, pesan yang ingin disampaikan

terkait dengan pemahaman penulis mengenai kasih ibu yang menurut penulis

sebagai sesuatu yang tidak dianggap atau diabaikan, tetapi selalu ada

sepanjang masa. Hal tersebut harus direpresentasikan ke dalam

pengungkapan karakter Ani.

Menurut Syd Field, karakter adalah aksi (66). Oleh karena itu

penulis memutuskan untuk menggunakan aksi sebagai sarana dominan

dalam merepresentasikan kasih ibu. Aksi pertama yang dilakukan oleh Ani

di dalam film dapat dilihat pada adegan 4. Deskripsi adegan yang dihadirkan

pada skenario menyatakan bahwa Ani terbangun di atas sebuah makam. Ia

melihat anaknya, Tono sedang membaca buku yasin dengan wajahnya

terpampang pada sampul buku tersebut.

“...Ani merangkak perlahan ke arah

nisan. Di sana ia melihat nisan

bertuliskan namanya sendiri. Ia meraba

nisan itu wajah Ani ketakutan, ia

melepaskan tangannya dari nisan dan

memerhatikan tangannya yang perlahan

menjadi tembus pandang.”(Halaman 3,

Scene 4, EXT.PEMAKAMAN-SORE)

Pada kutipan skenario di atas, deskripsi visual yang dihadirkan

menjelaskan informasi bahwa Ani telah bangkit dari kubur dan melewati

17
kematian. Aksi ini menjadi pelambangan gagasan dari ‘Kasih ibu sepanjang

masa’ yang berarti kasih seorang ibu akan tetap ada dan tidak terbatas oleh

batas waktu hidup seseorang. Tentunya, pada titik ini belum ada konstruksi

kasih ibu di kepala penonton. Oleh karena itu, aksi kebangkitan Ani

kemudian disambungkan dengan aksinya yang secara instan mengalihkan

perhatiannya kepada Tono. Ani tidak berusaha untuk mengubah nasibnya

yang kini telah menjadi arwah atau mencoba untuk kembali seperti semula.

Ani justru mencoba untuk berinteraksi dengan Tono. Ketika mengetahui hal-

hal yang dialami oleh anaknya, Ani tergerak untuk menghilangkan kesedihan

anaknya. Hal inilah yang kemudian melambangkan kasih ibu. Dengan

perpaduan kedua aksi tersebut maka terkonstruksi gagasan di atas yang

secara literal dihadirkan sebagai seorang ibu yang bangkit dari kuburnya

untuk mengasihi anaknya.

Pemahaman penulis atas kasih ibu tentunya tidak berhenti sampai di

situ. Penulis juga memahami bahwa kasih di tengah masyarakat diabaikan

dan tidak dilihat. Hal ini kemudian kembali direpresentasikan dalam

pengungkapan karakter melalui aksi. Dengan demikian, maka gagasan yang

serupa dapat dikonstruksi di dalam kepala penonton. Dalam adegan 5, Tono

yang baru saja pulang dari makam ibunya mendapat cibiran dari tetangga-

tetangganya. Nilai dramatik terus meningkat hingga Tono dilempari batu

oleh anak-anak sekitar akibat rumor bahwa ibunya meninggal dalam tindak

asusila. Sebagai representasi dari kasih ibu, tentunya aksi Ani yang

dihadirkan dalam film adalah melindungi Tono.

18
“Salah satu dari anak-anak itu

mengabaikan peringatan laki-laki itu

dan maju untuk melempar batu paling

besar dengan sekuat tenaga ke arah

Tono. Tangan Ani menangkap batu itu.

Ibu-ibu dan bapak-bapak yang

sebelumnya asik sendiri pun bengong

melihat batu itu. Anak yang melempar

batu itu terjatuh ke tanah dengan

wajah ketakutan.” (Halaman 6, Scene 5,

EXT.GANG RUMAH TONO-SORE)

Adegan tersebut dengan jelas membuktikan usaha Ani untuk bisa

menghilangkan kesedihan Tono dan aksi itu menjadi sebuah representasi atas

kasih ibu. Namun, aksi tersebut mengkonstruksi informasi lain di dalam

kepala penonton bahwa aksi tersebut tidak bisa dilihat oleh Tono.

“...Ani tersenyum puas, tetapi ketika

ia memutar tubuhnya ke arah Tono, ia

melihat Tono tersungkur memegangi

kepalanya di tengah jalan yang sepi.

Ani mengerutkan dahinya sambil

meneteskan air mata dan perlahan-lahan

bergerak ke arah Tono. Tono membuka

matanya dan melihat sebuah batu

melayang ke arahnya. Tono berteriak

19
ketakutan dan lari kalang kabut

ketakutan. Ani memasang wajah kecewa

dan perlahan-lahan mengikuti Tono dari

belakang.” (Halaman 6, Scene 5,

EXT.GANG RUMAH TONO-SORE)

Tono yang tidak melihat Ani hanya bisa melihat sebuah batu

melayang ke arahnya. Hal ini yang kemudian membuatnya ketakutan dan lari

dari Ani. Aksi Ani tidak dilihat oleh Tono, karena hal itu tidak dapat

dimengerti oleh Tono sebagaimana kasih ibu tidak dilihat oleh masyarakat.

Dalam deskripsi visual di atas, Tono tidak berusaha untuk memahami

fenomena yang terjadi di hadapannya. Tono lari ketakutan dan aksi Ani atas

hal tersebut kembali merepresentasi kasih ibu. Ani berjalan mengikuti Tono

karena tahu kesedihan Tono belum berakhir.

Hal yang serupa kemudian dihadirkan kembali pada adegan 7

hingga 13. Karena pada dasarnya, karakter terbentuk dari sebuah aksi yang

menjadi kebiasaan (Nelmes 206). Pada adegan tujuh hingga tiga belas, Ani

melindungi Tono yang sedang berdoa dari gangguan Kunti, sesosok hantu

yang ingin mencelakakan Tono. Dalam aksinya, Ani kembali berinteraksi

dengan dunia Tono dengan mengguncangkan barang-barang di kamar

anaknya. Oleh karena wujud Ani tidak bisa dilihat, Tono melihat barang-

barang di kamarnya bergerak sendiri dan kembali menjadi takut. Kali ini ada

usaha dari Tono untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi dan melakukan

interaksi dengan sesuatu yang tidak dipahaminya.

20
“Ani menutup matanya ketakutan. Urat-

urat di tangannya terlihat jelas

sembari ia berusaha untuk melepas

cekikan kuntilanak. Kuntilanak mulai

tertawa-tawa. Lalu TERDENGARLAH SUARA

SEORANG PRIA YANG MEMBACAKAN AYAT

KURSI.” (Halaman 9, Scene 13, INT.

KAMAR TONO(DUNIA HANTU)-MALAM)

Pembacaan ayat Kursi terhadap Ani dan Kunti menyebabkan

terjadinya interaksi dari dunia manusia ke dunia hantu. Hubungan sebab

akibat antara ayat kursi dan terbakarnya Ani dapat dipahami dari rangkaian

gambar yang dirancang untuk film ini. Gambar Joko membaca ayat kursi

disambung dengan Gambar Kunti dan Ani yang mulai terbakar. Kemudian

kembali dihadirkan gambar Joko yang sedang membaca ayat kursi dan

disambung lagi dengan Ani yang terbakar. Dengan demikian maka

terkonstruksi informasi di kepala penonton bahwa ayat kursi yang dibacakan

oleh Joko berpengaruh langsung dengan dunia hantu dan menyebabkan Ani

terbakar. Penonton dapat memahami hubungan sebab akibat tersebut tanpa

harus memahami apa arti dari ayat kursi yang dibacakan.

Aksi yang dilakukan oleh Ani kembali membuat Tono ketakutan.

Namun, kali ini Tono tidak lari dan mencoba untuk melihat peristiwa yang

sebenarnya terjadi. Ani yang terbakar karena ayat Kursi tersebut kemudian

bergerak ke arah Tono dan kembali mencoba untuk menunjukkan kasihnya

21
kepada anaknya. Tono menerima aksi tersebut dan menyadari kehadiran Ani

di saat-saat terakhirnya. Pada akhirnya Tono bisa melihat Ani ketika mencoba

memahami kasih ibu yang diberikan oleh ibunya..

Pengungkapan karakter Ani dalam aksi-aksinya di dunia hantu


merupakan sesuatu yang tidak bisa disadari dan dilihat oleh Tono. Kasih ibu
yang akan terus terabaikan dan tidak terlihat jika tidak ada usaha dari orang-
orang untuk melihat kasih tersebut. Meskipun diabaikan dan tidak dilihat, aksi
Ani di dunia hantu akan terus berjalan selayaknya kasih ibu yang akan ada
sepanjang masa.

2.2 Konsep Penyutradaraan


Konsep merupakan sebuah rancangan untuk ide (Singleton 70),

sedangkan sutradara merupakan seseorang yang bertanggung jawab atas segala

unsur kreatif dalam pembuatan sebuah karya audio visual (Katz 1157). Dengan

demikian, maka konsep penyutradaraan merujuk kepada segala rancangan atas

unsur-unsur kreatif yang dibuat untuk sebuah karya audio visual.

2.2.1 Konsep Ide


Film Semalam Sebelum Selamanya diawali dari tafsiran sutradara

terhadap pepatah, “Kasih ibu sepanjang masa”. Berdasarkan pepatah

tersebut, menurut sutradara seorang ibu akan tetap menunjukkan rasa sayang

kepada anaknya sampai kapan pun. Baik saat masih hidup atau sesudah mati.

Walaupun sangat di sayangkan bahwa dalam masyarakat sendiri tidak

diterapkan sebagaimana mestinya. Sebagai usaha untuk menyamaratakan

22
pandangan masyarakat terhadap pepatah tersebut dibuatlah film Semalam

Sebelum Selamanya. Film ini bercerita tentang seorang ibu yang bangkit dari

kuburnya. Meskipun telah berbeda alam, ia tetap menunjukkan kasih

sayangnya dengan melindungi anaknya, Tono dari rundungan tetangga dan

juga gangguan kuntilanak. Aksi-aksi inilah yang kemudian menjadi

representasi dari kasih ibu yang akan selalu ada sepanjang masa.

2.2.2 Director’s Statement


Kalimat ‘Kasih sayang ibu sepanjang masa’ merupakan sebuah

pepatah yang dikenal luas di dalam masyarakat Indonesia. Hal tersebut

menjadi pertanda bahwa kasih ibu merupakan aspek penting dalam kehidupan

masyarakat di Indonesia. Namun pada prakteknya, penulis melihat bahwa

kasih ibu di dalam masyarakat seringkali tidak dilihat dan bahkan diabaikan.

Kasih ibu tetap ada di tengah masyarakat, tetapi masyarakat memilih untuk

tidak melihatnya dan menjadikan kasih ibu sebagai sesuatu yang tidak terlihat

namun tetap ada untuk selamanya. Keprihatinan terhadap pandangan tentang

kasih ibu mendorong penulis untuk menunjukkan kepada masyarakat

keberadaannya yang selalu gagal untuk mereka sadari.

2.2.3 Pendekatan Penyutradaraan


Film Semalam Sebelum Selamanya menggunakan pendekatan

formalisme. Pendekatan ini tidak berusaha untuk mengimitasi realita,

23
melainkan menggunakan berbagai teknik filmis untuk menghadirkan visi dari

sutradara (Buckland 22). Sinema pada dasarnya adalah montase, yaitu

menggabungkan beberapa shot menjadi sebuah makna. Hal tersebut menjadi

sebuah metode yang tidak bisa dihindari dalam pengungkapan karya audio-

visual karena sinema bertujuan untuk menciptakan sebuah cara efektif dalam

merepresentasikan ide yang abstrak (Eisenstein 29-30).

Film Semalam Sebelum Selamanya juga mengandalkan hubungan

antar shot untuk menyampaikan pesannya kepada penonton. Adegan yang

terjadi di dalam film tidak dihadirkan kepada penonton dengan satu shot yang

panjang, melainkan membaginya ke dalam beberapa shot. Salah satu

contohnya adalah adegan kelima yang menghadirkan shot Ani sedang

menahan batu yang dilemparkan ke arah anaknya. Kemudian shot itu

disambung dengan shot orang-orang yang ketakutan dan kembali disambung

dengan shot batu melayang di udara. Penggabungan shot ini memberikan

informasi kepada penonton bahwa Ani merupakan sesuatu yang tidak bisa

dilihat oleh manusia. Oleh karena itu, mereka hanya melihat batu melayang

di udara dan hal tersebut membuat Ani ditakuti ketika melakukan interaksi

dengan benda-benda di dunia nyata, walaupun maksudnya baik.

2.3 Konsep Naratif


Naratif ada ketika dihadirkan setidaknya pada sebuah rangkaian

kejadian dengan hubungan sebab akibat. Dengan adanya hubungan sebab

akibat, maka dapat dinyatakan bahwa ada keterkaitan ruang dan waktu di dalam

24
rangkaian kejadian itu (Grant 195). Dengan demikian, konsep naratif

merupakan rancangan atas rangkaian kejadian yang terjadi di dalam film.

Rancangan tersebut, meliputi cerita, plot, konflik, karakter, dialog, ruang,

waktu, dan struktur dramatik.

2.3.1 Cerita
Story adalah segala peristiwa dalam naratif, baik yang dilihat,

didengar, serta diasumsikan oleh penonton dan masuk ke dalam story world

(Bordwell et.al. 76). Sementara naratif di sini merujuk pada rangkaian

peristiwa yang dihubungkan berdasarkan sebab-akibat yang berlangsung

dalam ruang dan waktu. Artinya di dalam story tidak hanya meliputi segala

sesuatu yang didengar dan dilihat oleh penonton, tetapi juga segala hal yang

disadari oleh karakter dalam film dan bersifat diegetic. Hal-hal tersebut

kemudian berkaitan satu sama lain di dalam hubungan sebab-akibat yang jelas

(Grant 195).

Dalam film Semalam Sebelum Selamanya, Ani adalah seorang ibu yang

telah meninggal ketika melakukan tindak asusila demi membayar rumah

kontrakan yang ditinggali bersama anak dan suaminya. Karena meninggal

dalam keadaan seperti itu, maka Tono sebagai anaknya kemudian larut dalam

kesedihan dan dianggap rendah oleh masyarakat. Setelah 40 hari, Tono

mendatangi makam ibunya yang kini telah bangkit karena ternyata Tono tidak

bisa merelakan kepergian ibunya.

25
Melihat Tono yang masih bersedih, Ani berusaha untuk kembali

bertemu dengan anaknya demi menghapuskan kesedihannya. Ani juga

berusaha melindungi Tono dari rundungan warga desa dalam usahanya

menghapuskan kesedihan anaknya. Karena Ani tidak bisa dilihat, Tono malah

lari ketakutan dan ia harus kembali mengikuti anaknya serta melindunginya

dari gangguan Kunti. Tokoh tersebut tidak senang karena Ani seenaknya pergi

dari tempat bersemayamnya untuk kembali ke dunia manusia.

Ani bertarung dengan Kunti untuk melindungi Tono. Karena wujud

mereka tidak terlihat, Tono menjadi ketakutan sebab melihat barang-barang

di kamarnya bergerak sendiri. Ia memanggil Joko, ayahnya untuk

membacakan ayat kursi yang menyebabkan Kunti dan Ani terbakar dengan

perlahan. Saat dibacakan ayat kursi, secara bersamaan Ani bisa dilihat oleh

Tono dan tujuannya pun tercapai meski hanya sesaat. Akhirnya Ani harus

kembali menghilang karena habis terbakar api.

2.3.2 Segmentasi Plot


● Ani yang baru saja meninggal dimakamkan oleh keluarganya dan 40 hari

kemudian Ani bangkit dari kuburnya.

● Ani berniat untuk mengobati kesedihan Tono dengan mengabaikan

peringatan Kunti agar tidak pergi keluar dari pemakaman.

● Ani berusaha melindungi Tono dari para perisak, namun justru membuat

Tono ketakutan dan lari.

26
● Ani melindungi Tono dari gangguan Kunti, tetapi karena Tono tidak bisa

melihat keduanya kemudian memanggil ayahnya untuk membacakan ayat

kursi.

● Ani dan Kunti terbakar dan sebelum menghilang ia menyentuh Tono untuk

yang terakhir kalinya agar bisa mengobati kesedihan anaknya.

2.3.3 Karakter
Karakter adalah sarana untuk membawa penonton ke dalam

perjalanan emosinya (Armantono dan Paramita 92). Dengan adanya karakter,

cerita yang sederhana dapat menjadi kompleks. Dalam film ini, karakter yang

ditanamkan dalam protagonis dan karakter pendukung lainnya dapat

mempengaruhi keputusan yang diambil protagonis. Terutama dalam

menghadapi setiap hambatannya, sehingga karakter berpengaruh besar dalam

bergulirnya plot dalam film ini.

A. Ani

Deskripsi fisionomi Ani adalah seorang ibu berumur 45 tahun yang

memiliki tinggi badan 168 cm dengan berat badan 52 kg. Ani memiliki

tubuh ramping dengan kulit pucat dan rambut hitam panjang. Wajah Ani

oval dan matanya berwarna hitam. Dalam film ini, ia dihadirkan

mengenakan jubah putih panjang.

Ani adalah seorang ibu yang begitu menyayangi anaknya, sehingga

berusaha keras untuk bisa bertemu kembali dengan anaknya tersebut.

27
Selain penyayang, Ani juga memiliki sifat cepat dan tanggap ketika

melihat anaknya dalam bahaya. Dalam aspek sosiologi, Ani adalah

seorang perempuan yang hidup dalam kemiskinan bersama suami dan

seorang anaknya. Semasa hidup, ia tinggal di sebuah kontrakan pada

kawasan padat penduduk. Karena tidak mampu membayar kontrakannya,

Ani terpaksa melakukan tindak asusila dengan pemilik kontrakan. Hal

tersebut membuatnya dipandang rendah oleh masyarakat di sekitar

tempat tinggalnya.

B. Tono

Fisionomi Tono digambarkan sebagai seorang anak berumur 10

tahun dengan tinggi 139 cm dan berat badan 28 kg. Postur tubuhnya

ramping, berwajah oval, berkulit sawo matang, dan mata berwarna hitam.

Tono berambut pendek dan berwarna hitam serta dihadirkan dengan

mengenakan baju koko.

Deskripsi psikologi Tono adalah seorang anak yang sangat

bergantung pada ibunya. Karena hal itu, ia menjadi larut dalam kesedihan

setelah ibunya meninggal. Hal ini membuatnya merasa tidak rela ibunya

meninggal dan ingin bertemu kembali.

Deskripsi sosiologinya adalah seorang anak laki-laki yang lahir di

dalam kemiskinan. Tono sangat bergantung dengan ibunya dan ketika

ibunya meninggal, ia harus menerima cacian dan hinaan dari masyarakat.

28
Karena ibunya yang dianggap wanita murahan, maka Tono juga

direndahkan oleh anak-anak sebayanya.

C. Joko

Joko adalah seorang pria berumur 45 tahun dengan tinggi 176 cm.

Ia memiliki berat badan 56 kg dengan postur tubuh kurus, wajah oval,

dan kulit sawo matang. Joko memiliki rambut dan mata yang berwarna

hitam.

Dari segi psikologi, Joko dihadirkan sebagai seorang suami yang

tidak menghargai istrinya. Oleh sebab itu, ia diperlihatkan memiliki

pasangan baru setelah Ani meninggal. Sifat arogan Joko yang sangat

tidak menghargai istrinya, kemudian memperdalam kesedihan Tono

yang membuatnya semakin menderita ketika ditinggal oleh ibunya.

Meskipun demikian, Joko tetap hadir untuk melindungi Tono ketika

dalam bahaya karena perannya sebagai seorang ayah.

Dari segi sosiologi, Joko adalah seorang keturunan Jawa yang

merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib. Ia jatuh miskin dalam

usahanya, karena suka berselingkuh. Hal ini menyebabkan keluarganya

dipandang sebagai keluarga yang tidak baik oleh masyarakat.

D. Kunti

29
Kunti dihadirkan sebagai sesosok makhluk menyerupai perempuan

berumur 50 tahun dengan tinggi badan 176 cm dan berat badan 56 kg.

Wajahnya tirus, rambutnya hitam panjang berantakan dan bola matanya

berwarna hitam. Badannya ramping dengan kulit yang pucat dan

mengenakan kain putih yang kotor.

Dari segi psikologi, Kunti dihadirkan sebagai sebuah makhluk

halus yang pendendam. Ia merupakan bagian dari dunia hantu yang harus

dilawan oleh Ani demi bisa mencapai tujuannya. Hal ini ditunjukkan dari

cara Kunti yang sangat marah ketika melihat Ani dengan seenaknya

keluar dari pemakaman. Oleh karena itu, Kunti mengikuti Ani sampai ke

rumahnya guna mencelakai Tono dan membalaskan dendamnya.

Dari segi sosiologi, Kunti merupakan makhluk yang merasa dirinya

berada di tingkat yang lebih tinggi dari makhluk-makhluk lain di dunia

hantu. Hal ini dapat dilihat dari caranya dalam memaksakan

kehendaknya kepada Ani. Ketika Ani tidak menuruti kehendaknya,

Kunti marah besar dan menaruh dendam kepada Ani.

2.3.4 Dialog
Dialog merupakan pembicaraan antara tokoh-tokoh fiksi (Grant 51).

Dalam film ini, dialog yang digunakan oleh para tokoh dan masyarakat adalah

bahasa Indonesia yang tidak formal. Dialog ini biasa digunakan oleh orang-

orang dengan kelas menengah ke bawah dan dilengkapi dengan dialek orang

Jakarta. Sementara untuk doa dan bacaan-bacaan menggunakan bahasa Arab

30
dan bahasa Indonesia yang formal. Untuk dialog yang digunakan oleh Kunti

dan Penjaga Kuburan, dialognya lugas dan efektif.

2.3.5 Konflik
Konflik merupakan perbenturan antara kehendak dari karakter dengan

hambatan (Armantono dan Paramita 33) Sebagai sebuah bagian sentral dari

cerita, konflik terbagi menjadi man against man, man against environment,

dan man against himself (Dancyger dan Rush 3). Pada sequence kedua,

konflik muncul ketika kehendak tokoh Ani untuk mengejar Tono berbenturan

dengan hambatan dari Kunti yang berupa gertakan dan kemudian

diabaikannya.

Kemudian, pada sequence ketiga terjadi konflik dari perbenturan

kehendak Ani untuk melindungi Tono. Hambatan adalah dengan dirinya

sendiri yang tidak bisa dilihat oleh Tono, sehingga membuat usahanya untuk

melindungi anaknya malah membuat Tono lari ketakutan. Pada sequence

keempat, kehendak Ani untuk menghapuskan kesedihan Tono berbenturan

dengan hambatan berupa kehadiran Kunti yang mengganggu anaknya. Pada

sequence terakhir, kehendak Ani untuk menghilangkan kesedihan Tono

berbenturan dengan hambatan berupa tubuhnya yang terbakar perlahan-lahan.

Hal ini membuat waktunya di dunia semakin sedikit.

31
2.3.6 Konsep Ruang
Ruang di dalam film menjadi faktor penting sebagai tempat terjadinya

peristiwa. Ruang di dalam film mencangkup ruang yang terlihat pada layar

dan yang muncul di benak penonton. Ruang yang muncul di dalam benak

penonton merupakan hasil dari plot yang dihadirkan di dalam layar (Bordwell

et.al. 84).

A. Story Space

Story Space adalah tempat terjadinya peristiwa di dalam cerita film,

baik yang ditunjukkan kepada penonton maupun tidak. Dalam film

Semalam Sebelum Selamanya, story space yang digunakan adalah kota

Jakarta. Hal ini dapat terlihat dari penggambaran kawasan rumah Tono

yang kumuh bersebelahan dengan gedung-gedung tinggi. Kesenjangan

sosial yang tergambar di dalam shot ini menjadi pertanda bahwa cerita

film terjadi di Jakarta.

B. Plot Space

Plot Space merupakan tempat terjadinya peristiwa yang secara

terlihat di dalam film (504). Plot space di dalam film ini meliputi

pemakaman Ani, gang menuju rumah Tono, bagian depan rumah Tono,

dan kamar Tono.

Pemakaman Ani merupakan kawasan pemakaman umum

sederhana. Pemilihan plot space ini adalah untuk menjelaskan aspek

sosiologis Ani yang dirancang sebagai seseorang dari kalangan

32
menengah ke bawah. Gang menuju rumah Tono merupakan sebuah gang

yang sempit dan padat dengan rumah-rumah berdempetan. Rumah yang

dihadirkan berukuran kecil tanpa memiliki halaman.Dindingnya terbuat

dari tembok bata dan semen yang sudah kusam.

Selain untuk mendukung aspek sosiologis, pemilihan kawasan

perumahan yang padat dan berdempetan ini membuat Tono merasakan

tekanan yang berlebih setelah kematian ibunya. Plot space bagian depan

rumah Tono menjadi tempat bagi Ani untuk bersiap-siap masuk kembali

ke dalam kehidupan Tono, guna menghapuskan kesedihan anaknya.

Kamar Tono yang sempit dan sederhana menjadi tempat terakhir bagi

Ani untuk bisa mencapai tujuannya dan menghapuskan kesedihan serta

melindungi anaknya.

C. Screen Space

Screen space merupakan ruang yang terdapat di dalam frame

(Bordwell et.al. 84). Pada plot space pemakaman Ani, screen spacenya

adalah pusara Ani yang digunakan untuk adegan Ani bangkit dari

kuburnya. Untuk bisa keluar dari pemakaman ini dan mengejar anaknya,

Ani harus melewati sebuah gerbang yang menjelaskan bagaimana dunia

Ani dan dunia Tono terpisah dan tidak seharusnya saling berinteraksi.

Pada gang rumah Tono, dihadirkan sebuah gang sempit yang

disekelilingnya terdapat rumah-rumah kecil berdempetan, lokasi ini

menjadi tempat untuk Ani melakukan usahanya menghilangkan

33
kesedihan Tono dengan melindunginya dari serangan anak-anak lain

yang merisak Tono. Lokasi gang yang sempit dan dikelilingi oleh rumah-

rumah tetangganya membuat Tono menjadi terlihat terperangkap di

antara mereka. Screen space bagian depan rumah Tono menempatkan

Ani berhadap-hadapan dengan rumah hijau lamanya untuk

mempersiapkan diri sebelum kembali mencoba untuk berinteraksi

dengan dunia Tono. Kamar Tono yang sempit menjadi lokasi bagi Ani

untuk melindungi Tono dari Kunti dan kembali berinteraksi dengan

dunia Tono. Di saat yang bersamaan Tono bersama ayahnya juga

berinteraksi dengan dunia Ani. Kamar yang sudah dipenuhi dengan

barang-barang Tono yang berantakan membuat karakter di dunia hantu

dan dunia manusia menjadi dekat di dalam sebuah ruang yang sempit.

2.3.6 Konsep Waktu


Waktu yang terjadi di dalam film terkonstruksi berdasarkan plot

yang dihadirkan. Penyajian plot dapat dilakukan secara kronologis maupun

tidak kronologis dan seringkali tidak sepenuhnya menunjukkan detail

peristiwa dalam cerita dari awal hingga akhir (Bordwell et.al. 79). Dengan

demikian, maka konsep waktu di dalam film menjadi sebuah rancangan dari

penyusunan dan pemilihan plot di dalam film untuk membentuk story.

Temporal Order merujuk kepada cara pembuat film menghadirkan

susunan sequence kepada penonton (Bordwell et.al. 79). Film Semalam

Sebelum Selamanya disusun secara kronologis, sehingga tidak menggunakan

34
temporal frequency. Dengan kata lain, cerita tetap terus berjalan tanpa ada

runtutan waktu yang tidak teratur. Tujuan dari pemilihan urutan waktu cerita

yang kronologis adalah agar perkembangan konflik dapat terpapar dengan

jelas kepada penonton. Kehendak Ani yang semakin lama semakin kuat dan

juga hambatan yang semakin kuat tergambar jelas mulai dari sequence

pertama hingga dengan sequence terakhir.

Temporal Duration merujuk kepada berapa lama peristiwa di dalam

film berlangsung. Temporal duration sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu story

duration, plot duration, dan screen duration. Story duration meliputi semua

peristiwa yang terjadi secara diegesis, baik yang ditunjukkan maupun tidak.

Plot duration merupakan satu atau beberapa periode peristiwa dari story

duration yang dihadirkan di dalam film. Sementara screen duration adalah

durasi dari film yang dihadirkan kepada penonton (Bordwell et.al. 80)

Dalam film ini, story duration selama 42 hari. Sementara plot

duration di dalam film ini dimulai dari sequence pertama, yaitu hari

pemakaman Ani hingga sequence terakhir yang bergulir selama 40 hari 18

jam 30 menit. Dari plot duration tersebut kemudian dihadirkan screen

duration selama 13 menit.

2.3.6 Struktur Dramatik


Struktur dramatik berbicara tentang metode penuturan cerita kepada

penonton. Struktur dramatik terdiri dari peristiwa-peristiwa dengan hubungan

sebab akibat yang akan mendorong satu peristiwa ke peristiwa selanjutnya.

35
Mulai dari masalah yang dihadirkan, hingga penyelesaian masalah tersebut

(Armantono dan Paramita 168-169). Struktur yang baik harus menghadirkan

peristiwa-peristiwa yang lebih atraktif dari peristiwa sebelumnya. Dengan

kata lain, susunan peristiwa tersebut harus bergerak maju. Maka dari itu,

peristiwa yang dihadirkan akan terus naik dalam membentuk tangga dramatik

hingga mencapai titik klimaksnya. Tangga dramatik ini dapat dibagi menjadi

tiga bagian yang terdiri atas babak awal, tengah dan akhir. Hal inilah yang

disebut dengan struktur tiga babak.

Victoria Lynn Schmidt menyebut pola tiga babak sebagai traditional

structure. Ia juga menyebutkan beberapa struktur lain yang pada dasarnya

merupakan penambahan terhadap struktur tiga babak, misalnya the roller

coaster ride dan the replay. Struktur the roller coaster ride juga membagi film

ke dalam tiga babak, tetapi di dalamnya terdapat banyak klimaks yang

terbentuk atas reaksi tokoh terhadap peristiwa yang terjadi sepanjang film

(134). Pada dasarnya klimaks yang dimaksud pada struktur ini tidak berbeda

dengan puncak-puncak nilai dramatik yang terdapat pada pola tiga babak.

Kemudian ada juga struktur The Replay yang tetap membagi film ke dalam

tiga babak, tetapi peristiwa yang dialami oleh tokoh merupakan peristiwa

yang serupa dan berulang. Dalam setiap peristiwa yang berulang, penonton

diyakinkan bahwa tokoh dapat mencapai tujuannya jika bertindak dengan cara

yang berbeda (39). Artinya, karakter akan berkembang di dalam film dan nilai

dramatik pun akan semakin naik sampai di akhir film ketika diperlihatkan

tujuan karakter berhasil dicapai atau tidak. Hal ini juga sama seperti struktur

36
tiga babak yang menghadirkan peristiwa yang semakin atraktif. Kemudian

memperlihatkan karakterisasi yang semakin tumbuh hingga akhir cerita

(Armantono dan Paramita 170). Penulis memutuskan untuk menggunakan

struktur tiga babak dalam film Semalam Sebelum Selamanya agar tercipta

susunan peristiwa yang semakin naik nilai dramatiknya. Dengan demikian,

protagonis di dalam film ini bisa tumbuh sepanjang berjalannya film dan

pesan ‘kasih ibu yang tetap ada meskipun tidak terlihat’ dapat tersampaikan.

Karena menggunakan struktur tiga babak, maka film terbagi menjadi babak

awal, tengah, dan akhir.

Babak awal pada film ini menjelaskan karakter utama dan masalah

utama. Pada adegan 1, dijelaskan bahwa Ani adalah seorang wanita yang tidak

dihargai oleh orang-orang sekitarnya. Hal ini ditunjukkan melalui

pemakaman Ani, ketika orang-orang yang melayat tidak menunjukkan

kesedihan sama sekali. Hanya Tono, anaknya yang terlihat menangis histeris.

Dari aksi Tono menangis hingga ponsel Joko berbunyi, tangga dramatik

mengalami tension. Setelah bunyi ponsel yang mengganggu jalannya

pemakaman, tangga dramatik mengalami release.

Tension kembali terjadi pada adegan 4, ketika Ani bangkit dari

kuburnya dan mendapati Tono sedang mengungkapkan kekesalan hatinya.

Dalam screen space pusara, terlihat Ani yang hendak menenangkan Tono

ketika mengungkapkan kekesalan hatinya. Adegan ini yang kemudian

membuat Ani merasa bersalah dan memunculkan kehendak untuk

menghilangkan kesedihan Tono. Dalam adegan tersebut Tono tidak

37
menyadari keberadaan Ani sama sekali. Hal ini menandakan bahwa usaha Ani

untuk menghapuskan kesedihan anaknya tidak bisa tercapai, karena Tono

tidak melihatnya. Titik ini adalah turning point 1 yang kemudian mendorong

karakter untuk bergerak melaksanakan kehendaknya. Untuk melaksanakan

kehendaknya, ia harus keluar dari pemakaman dan mengejar Tono yang lari

dari pemakaman. Pelaksanaan kehendaknya terbentur dengan hambatan yang

berupa peringatan dari makhluk mengerikan bernama Kunti. Ketika Ani

membulatkan tekadnya untuk tidak mengindahkan peringatan Kunti dan

keluar dari pemakaman, tangga dramatik kembali mengalami release.

Pelaksanaan kehendak Ani yang terbentur dengan hambatan merupakan

konflik pertama pada babak awal.

Babak kedua dimulai pada adegan 5 ketika Ani mendapati Tono sedang

dicibir oleh tetangganya. Pada adegan ini, tension dimulai dari cibiran pertama

yang dilontarkan kepada Tono dengan screen space gang yang sempit,

sehingga ia terlihat terperangkap di antara mereka. Nilai dramatiknya terus

naik hingga adegan Ani melindungi Tono dari lemparan batu anak-anak.

Release terjadi ketika semua orang melihat batu melayang di udara dan lari

ketakutan. Adegan inilah yang menunjukkan bagaimana usaha Ani untuk

menunjukkan kasih kepada Tono, malah membuat Tono merasakan ketakutan.

Pada adegan 6, Ani melihat Tono berdoa memohon pengampunan untuk

dirinya dan kemudian terjadi tension ketika Ani melihat anaknya diganggu

oleh Kunti. Peristiwa ini menjadi turning point 2 yang menggerakkan Ani

untuk masuk ke dalam kamar Tono demi melindungi anaknya. Screen space

38
kamar Tono yang sempit kembali menunjukkan Tono yang terlihat kecil ketika

disandingkan dengan aksi Ani yang mencoba untuk melindunginya. Adegan

ini juga kembali menunjukkan bagaimana aksi kasih Ani yang tidak bisa dilihat

oleh Tono malah membuatnya ketakutan. Tangga dramatik terus naik hingga

titik klimaks saat Ani terbakar karena dibacakan ayat kursi. Pada titik ini,

akhirnya Tono dapat melihat keberadaan Ani dengan adanya interaksi atau

gerakan dari dunia manusia untuk berinteraksi dengan dunia hantu. Setelah itu

terjadilah release ketika Ani perlahan menghilang dan meninggalkan anaknya

lagi.

2.4 Konsep Film Style


Pembuat film menciptakan karyanya melalui sebuah medium yang terdiri

dari berbagai teknik kreatif. Pola dalam pemilihan teknik-teknik kreatif itulah

yang kemudian dinamakan style (Bordwell 111). Konsep film style sendiri

merujuk kepada rancangan akan pemilihan teknik-teknik kreatif tersebut.

Dalam subbab ini, penulis akan menjabarkan rancangan atas teknik kreatif di

dalam film Semalam Sebelum Selamanya yang terdiri dari mise-en-scène,

sinematografi, editing, dan suara.

2.4.1 Mise-en-Scène
Mise-en-Scène merupakan sebuah terminologi dari seni teater yang

memiliki arti harfiah menempatkan sesuatu di atas panggung. Ketika dipakai

di dalam film, terminologi ini digunakan untuk menyebutkan segala sesuatu

39
yang terdapat di dalam frame (Gibbs 11). Komponen dari mise-en-scène

adalah setting, lighting, staging, costume dan make-up (Bordwell et.al. 115).

A. Setting

Setting merupakan lingkungan dalam film yang menjadi tempat bagi

naratif terjadi (Barsam dan Monahan 164). Film Semalam Sebelum

Selamanya memiliki empat setting, yaitu pemakaman, gang rumah Tono,

depan rumah Tono dan kamar Tono. Setting pemakaman akan dihadirkan

pada adegan 1, 2, 3, dan 4. Setting pemakaman yang digunakan memiliki

lingkungan kotor dan tidak terawat. Setting ini digunakan sebagai tempat

penguburan hingga kebangkitan Ani. Pada setting ini juga ditunjukkan Tono

yang sedang mengungkapkan kesedihannya. Hal ini berfungsi untuk

menunjukkan status sosial keluarga Ani yang rendah.

Setting kedua adalah gang rumah Tono yang muncul pada adegan

ke 5. Setting ini digunakan untuk menunjukkan keadaan Tono yang semakin

menderita dengan cibiran dan hinaan tetangga-tetangganya setelah

kepergian Ani. Gang rumah yang dimaksud berukuran sempit dan

menunjukkan rumah-rumah kecil yang saling berdempetan. Dengan

demikian maka tercipta informasi bahwa Tono tinggal di daerah dengan

kelas sosial menengah ke bawah.

Setting ketiga adalah bagian depan rumah Tono. Setting ini muncul

pada adegan 6 sebagai tempat untuk Ani mempersiapkan dirinya sebelum

kembali berinteraksi dengan dunia manusia demi menghilangkan kesedihan

40
Tono. Bagian depan rumah Tono dirancang dengan cat berwarna hijau dan

dilengkapi dengan jemuran yang digantung di depan pintu.

Setting terakhir adalah kamar Tono yang muncul pada adegan 7

hingga adegan 14. Kamar Tono dihadirkan sebagai kamar sempit dengan

ukuran 3x3 m2 . Kamar Tono memiliki fungsi penting sebagai tempat Ani

melaksanakan usaha terakhirnya untuk menghilangkan kesedihan Tono.

Pada setting inilah Ani melindungi Tono dari serangan Kunti hingga pada

akhirnya terbakar oleh ayat kursi dan bisa melihat Tono untuk yang terakhir

kalinya.

B. Lighting

Lighting merupakan sebuah komponen dari mise-en-scène yang

menerangi segala sesuatu di dalam setting. Hal tersebut kemudian dirancang

untuk menciptakan mood atau efek tertentu (Pramaggiore dan Wallis 107).

Rancangan lighting di dalam film Semalam Sebelum Selamanya

menggunakan high key lighting dan low key lighting. High key lighting

menciptakan gambar dengan kontras yang kecil antara gelap dan terang.

Sementara low key lighting menghadirkan kontras yang tinggi antara terang

dan gelap pada gambar. Contoh penggunaan high key lighting pada film

Semalam Sebelum Selamanya adalah adegan 1 yang menunjukkan

pemakaman Ani. Sementara contoh penggunaan low key lighting adalah

adegan 7 yang menghadirkan pertengkaran Ani dan Kunti di dalam kamar

Tono.

41
C. Staging

Staging berbicara mengenai penempatan dan pergerakan figur di

dalam frame yang dipadukan dengan pergerakan kamera (Khun 194). Salah

satu penggunaan staging di dalam film ini dapat terlihat pada adegan 5 yang

menempatkan figur Tono di tengah-tengah gang yang sempit. Selain itu ia

juga dikelilingi oleh sekelompok orang yang mencibirnya.

D. Costume dan Make-Up

Costume merujuk kepada segala sesuatu yang dipakai oleh aktor di

dalam film (Khun 224). Sementara make-up merupakan segala sesuatu yang

dipasang pada tubuh aktor untuk mengubah penampilan sesuai dengan

karakter yang diperankan (Khun 307). Film Semalam Sebelum Selamanya

membagi costume dan make up menjadi dua jenis, yaitu untuk tokoh di

dunia manusia dan tokoh di dunia hantu.

Make up pada tokoh dunia hantu memberikan karakter wajah pucat

sebagai pertanda bahwa mereka tidak lagi hidup di dunia manusia. Untuk

karakter Kunti ditambahkan wajah yang hancur setengah dan penambahan

prosthetic perut hamil. Karakter Ani dan Kunti juga dibedakan melalui

rambut mereka. Ani digambarkan memiliki rambut yang lurus, sementara

Kunti memiliki rambut yang berantakan. Costume yang dikenakan oleh Ani

42
dan Kunti sama-sama merupakan gaun putih panjang, tetapi yang

membedakan adalah gaun yang dikenakan Kunti terlihat kotor.

Untuk tokoh pada dunia manusia, contoh costume dan make up

dapat terlihat pada adegan 5 ketika Tono dilempari batu oleh anak-anak di

gang rumahnya. Kostum yang dikenakan oleh Tono berupa baju berwarna

biru dongker dengan celana panjang hitam dan sendal jepit. Kostum yang

gelap ini digunakan untuk menggambarkan perasaan duka Tono setelah

berziarah dari makam ibunya. Kemudian penambahan make up pada adegan

ini berupa luka bekas lemparan batu dari para perisak sebelum akhirnya

diselamatkan oleh Ani.

2.4.2 Konsep Sinematografi


Sinematografi adalah proses menangkap gerak. Dalam proses ini, perlu

ada rancangan dalam menentukan pencahayaan dan penggunaan kamera untuk

produksi film (Kuhn 215). Dengan demikian, maka konsep sinematografi

adalah rancangan atas proses penangkapan gerak, pencahayaan dan

pembingkaian dalam pembuatan film. Perancangan sinematografi terbagi

menjadi dua, yaitu mood and look.

A. Mood

Mood merupakan sesuatu yang dibentuk untuk memandu reaksi penonton

terhadap cerita. Hal ini tercipta dari elemen-elemen di dalam scene (Douglass

dan Harnden 71). Salah satu dari elemen-elemen tersebut adalah pencahayaan

43
yang dirancang oleh sinematografer. Warna dan keputusan atas bagaimana kita

menerangi sebuah adegan akan memberikan informasi dan mood yang berbeda

kepada penonton. Keputusan-keputusan ini, melingkupi tonalitas dan

pencahayaan. Dalam film ini, mood yang hendak dibangun adalah kesedihan dan

ketegangan. Mood kesedihan dihadirkan pada adegan 4 ketika Tono

mengungkapkan kesedihannya di depan kuburan Ani. Sementara ketegangan

dihadirkan pada adegan 7 hingga 14 ketika Ani berusaha untuk melindungi Tono

dari gangguan Kunti.

B. Look

Sebagai sebuah karya seni audio visual, sinematografer berperan untuk

menciptakan look yang sesuai dengan pendekatan, sudut pandang, dan

interpretasi sutradara (Douglass dan Harnden 125). Dalam film ini, unsur visual

yang akan diterapkan untuk look tersebut berupa framing, camera placement,

tonality dan visual composition.

a. Framing

Framing sendiri merujuk kepada cara memilih dan menghadirkan

bagian dari setting atau subjek kepada penonton (Ward 85). Framing

dibentuk dari aspect ratio, type of shot dan camera angle. Aspect ratio

merujuk kepada proporsi tinggi dan lebar dari sebuah gambar bergerak.

Types of shot merupakan jarak antara kamera dengan objek di dalam shot

(Hayward 328). Sementara camera angle berbicara mengenai sudut

44
pengambilan gambar atau di mana kamera ditempatkan untuk mengambil

sebuah gambar (Ward 6).

Aspect ratio dalam film ini adalah 1,85:1 yang memiliki proporsi

ruang luar. Dengan demikian maka informasi yang ingin disampaikan dapat

diterima oleh penonton. Type of Shot dalam film Semalam Sebelum

Selamanya didominasi oleh medium close up. Salah satu contoh

penggunaannya adalah pada shot 4 adegan 1 yang menunjukkan Tono

tengah memeluk kuburan Ibunya. Camera angle pada film ini didominasi

oleh eye level. Salah satu contoh shot yang menggunakan eye level adalah

shot 14 adegan 5 yang menunjukkan Tono lari ketakutan setelah melihat ada

batu yang melayang di udara.

b. Camera Placement

Camera placement merupakan sebuah alat bagi sinematografer untuk

mengarahkan atensi penonton ke sebuah bagian atas aksi dalam film.

Camera placement terdiri dari camera static dan camera movement.

Camera static merupakan camera placement yang tidak menghadirkan

gerakan kamera sama sekali (Bowen 290). Dalam film ini salah satu

penggunaan camera static adalah shot 1 scene 2 yang menghadirkan air

hujan membasahi kuburan Ani. Film ini menggunakan dua camera

movement, yaitu handheld dan panning. Salah satu penggunaan handheld

adalah pada shot 4 adegan 13 yang menunjukkan Ani terbakar oleh ayat

kursi. Sementara penggunaan panning dapat ditemukan pada shot 2 adegan

45
13. Pada adegan ini, diperlihatkan api muncul di tangan kunti dan kamera

pun bergerak ke arah pintu, memperlihatkan Tono dan Joko yang sedang

membaca ayat kursi.

c. Tonality

Tonality merupakan pertimbangan atas cahaya yang dihadirkan di

dalam film (Bordwell et.al 159). Untuk mengatur tonality, aspek yang harus

dirancang di dalamnya antara lain adalah kontras, exposure, dan warna.

Kontras adalah perbandingan antara gelap dan terang di dalam film

(Bordwell et.al. 159-160) sementara exposure merujuk kepada seberapa

banyak cahaya yang masuk ke dalam lensa kamera (Bordwell et.al. 161).

Ketika pencahayaan yang digunakan adalah high key lighting, maka kontras

yang dihasilkan adalah low contrast. Sementara jika pencahayaan yang

digunakan adalah low key lighting, maka kontras yang dihasilkan adalah

high contrast. Film ini menggunakan high key dan low key. Salah satu

penggunaan high key terdapat pada adegan 14 ketika Ani bertemu dengan

Tono untuk yang terakhir kalinya. Sementara contoh penggunaan low key

adalah adegan 6 yang menunjukkan kemunculan Kunti di belakang Tono

ketika ia sedang berdoa. Untuk exposure yang digunakan dalam film ini

adalah balanced exposure yang artinya merekam detail dari bagian yang

paling gelap dan dari bagian yang paling terang. Contoh penggunaan

exposure ini dapat dilihat pada scene 8 shot 1. Shot ini menunjukkan close

up wajah Tono yang ketakutan menggunakan low key lighting. Dengan

46
balance exposure, setiap detail wajah Tono dapat terlihat dengan jelas dan

bisa membangun ketakutan.

Color atau warna memiliki fungsi untuk mengekspresikan kondisi

emosional di dalam gambar (Ward 188). Film ini menggunakan konsep

warna hangat pada degan 5. Sementara warna yang dingin digunakan pada

adegan malam hari.

d. Visual Composition

Visual composition merupakan penyusunan segala elemen visual di

dalam frame (Ward xii). Penyusunan tersebut memiliki tujuan untuk

memandu penonton dalam membaca komponen gambar sesuai dengan yang

diinginkan oleh pembuat film (Barsam dan Monahan 183). Beberapa jenis

visual composition antara lain adalah rule of thirds, frame within a frame,

open and closed frame, dan lain-lain. Dalam film Semalam Sebelum

Selamanya, visual composition yang digunakan adalah rule of thirds dan

frame within a frame.

Rule of thirds merupakan visual composition yang membagi frame

secara vertikal menjadi tiga bagian dan secara horizontal ke dalam tiga

bagian. Titik temu antara garis horizontal dan garis vertikal inilah yang

kemudian membantu sinematografer dalam memvisualisasikan tinggi,

lebar, dan kedalaman ruang sinematik (Barsam dan Monahan 239). Rule of

thirds dalam film Semalam Sebelum Selamanya dapat dilihat pada scene 4

shot 4 yang menempatkan Ani di sebelah kiri frame dan Tono di sebelah

47
kanan frame. Dengan komposisi rule of thirds dapat terlihat Tono dan Ani

duduk berhadapan dan dipisahkan oleh batu nisan. Penyusunan komposisi

ini dilakukan untuk menjelaskan bahwa Ani dan Tono berada di dua dunia

yang terpisah.

Frame within a frame adalah pemanfaatan elemen framing di dalam

frame. Komposisi ini berfungsi untuk bisa memfokuskan perhatian

penonton kepada elemen cerita yang penting (Brown 23). Dalam film ini,

frame within a frame digunakan pada scene 6 shot 5. Shot ini

memperlihatkan Ani berdiri di sebelah jendela kamar Tono dan di dalam

jendela tersebut dapat terlihat Kunti mengganggu Tono. Dengan adanya

jendela sebagai frame, maka perhatian penonton dapat difokuskan kepada

aksi Kunti mengganggu Tono di dalam kamar.

2.4.3 Konsep Editing


Editing merupakan sebuah kegiatan menyusun potongan gambar dan

suara menjadi sebuah cerita yang koheren. Untuk melakukan hal tersebut,

seorang editor harus mengumpulkan, memotong, memperbaiki,

memodifikasi, kemudian menyusun semua materi menjadi sebuah cerita utuh

(Bowen 20). Rancangan atas pemotongan dan penyambungan gambar serta

suara tersebutlah yang kemudian disebut dengan konsep editing.

A. Dimensi Editing

48
Dimensi editing merupakan empat area dasar yang dikontrol oleh

pembuat film. Dimensi editing terdiri dari dimensi spasial, temporal, ritmis,

dan grafis.

a. Dimensi Spasial

Dimensi spasial merujuk pada cara editing untuk dapat membentuk

sebuah ruang di dalam film. Dalam melakukan hal tersebut, editor memiliki

pilihan untuk menggunakan establish atau constructive editing. Establish

berarti menghadirkan keseluruhan ruang secara sekaligus. Sementara

constructive editing hanya menghadirkan komponen-komponen dari sebuah

ruang. Dengan demikian, editing dapat menghadirkan informasi dan

mendorong penonton untuk mengasumsikan spasial (Bordwell et.al. 225-

226).

Contoh dari penggunaan establish di dalam film ini dapat dilihat

pada adegan pertama yang menghadirkan shot orang-orang di pemakaman

Ani secara utuh. Melalui shot ini, keseluruhan setting dan tokoh di

dalamnya dapat dilihat. Kemudian contoh dari constructive editing dapat

dilihat pada adegan 5 yang menghadirkan penyambungan shot batu

melayang dengan shot wajah Tono yang ketakutan. Penyambungan shot ini

menjelaskan bahwa posisi Tono berada di hadapan batu melayang. Namun,

penyambungan shot ini juga menjelaskan bahwa Tono ketakutan akan

kehadiran batu melayang di hadapannya.

49
b. Dimensi Temporal

Dimensi temporal adalah cara waktu adegan dihadirkan di dalam

film. Dengan adanya editing, waktu adegan bisa diperlambat atau

dipercepat. Dalam usaha mempresentasikan waktu, editor dapat

memanfaatkan urutan, durasi, atau pengulangan peristiwa. (Bordwell et.al.

226).

Editing dapat memperpanjang atau memperpendek durasi dari

sebuah peristiwa. Dalam usaha memperpendek durasi, editor dapat

menggunakan elliptical editing. Dengan memperpendek durasi, editor

hanya perlu menghadirkan bagian awal dan akhir dari peristiwa. Hal ini

dapat dilihat juga dalam penyambungan shot akhir adegan 4 dengan adegan

5. Shot Ani yang baru mulai berjalan ke arah gang rumah Tono,

disambungkan dengan adegan Ani yang sudah ada di gang rumah Tono..

c. Dimensi Ritmis

Dimensi ritmis adalah cara manusia memahami waktu melalui gerak

yang terjadi di dalamnya (Pearlman 15). Ritme dalam film merupakan

kombinasi dari ritme temporal dan plastis. Ritme plastis merupakan sebuah

pengulangan objek atau bentuk dalam pola tertentu. Untuk dapat

membangun ritme di dalam film, maka perlu ada pengaturan atas elemen

diegetic di dalamnya dan juga pemilihan waktu pemotongan gambar. Hal

50
ini yang kemudian disebut oleh Jean Mitry sebagai ritme internal dan ritme

eksternal (Frierson 263).

Penggunaan ritme internal di dalam film ini dapat dilihat pada

adegan 1. Ritme pada adegan ini menjadi sangat lambat karena gerak yang

ada di dalamnya juga lambat. Dengan ritme yang lambat, maka adegan

pemakaman Ani terasa lama dan membosankan sebagaimana yang

dirasakan oleh orang-orang yang menghadirinya. Contoh penggunaan ritme

eksternal dapat dilihat dalam adegan 8 yang menghadirkan perkelahian

antara Ani dan Kunti. Durasi setiap shot yang menunjukkan detail

pertengkaran mereka sangat pendek untuk menghadirkan penekanan atas

adegan yang terjadi.

d. Dimensi Grafis

Dalam menyambung shot, terdapat interaksi antara kualitas grafis di

dalamnya. Keberadaan hal tersebut memunculkan potensi grafis dan

kesinambungan antara satu shot dengan shot lainnya. (Bordwell et.al. 220).

Dalam mengatur hubungan kualitas grafis dalam penyambungan shot.

Editor memiliki pilihan untuk melakukan graphic match atau graphic

contrast. Graphic match adalah menyambung dua shot dengan bentuk,

warna, atau gerakan yang serupa. Sementara graphic contrast akan

menghadirkan konflik antara kualitas grafis dari kedua shot yang

digabungkan (Bordwell et.al. 221).

51
Film Semalam Sebelum Selamanya menggunakan graphic match

pada shot terakhir adegan pertama dengan adegan kedua. Shot yang

menunjukkan air mata Tono menetes ke tanah kuburan yang kemudian

disambungkan dengan shot hujan deras yang membasahi kuburan Ani.

Kedua shot ini memiliki sudut pengambilan gambar yang serupa dan bentuk

yang serupa. Sementara graphic contrast dapat terlihat pada adegan 8 yang

menghadirkan shot/reverse shot Ani dan Kunti. Shot ekspresi Ani di kanan

frame disambung dengan shot ekspresi Kunti di kiri frame.

B. Metode Penyambungan

Metode penyambungan gambar merujuk pada cara editor

menyambung bagian akhir dari sebuah shot dengan bagian awal dari shot

lainnya. Cara untuk melakukan penyambungan tersebut terbagi menjadi

dua, yaitu cut dan optical effect. Cut adalah perubahan instan dari shot satu

menuju shot lainnya (Bordwell et.al. 217). Cut terbagi menjadi match cut

dan cutaway. Match cut adalah penyambungan gambar yang menjaga

sebuah elemen dari shot A dalam shot B. Hal ini dapat dilakukan sebagai

penekanan terhadap sesuatu. Penggunaan match cut dapat mendukung

continuity editing yang mengutamakan kesinambungan aksi (Khun 223).

Sementara cutaway adalah sebuah shot yang mengalihkan perhatian

penonton dari peristiwa yang sedang berlangsung (Khun 230).

52
Penggunaan match cut dalam film ini dapat dilihat pada adegan 1.

Shot 2 pada adegan ini menghadirkan pemakaman Ani secara keseluruhan.

Shot tersebut kemudian disambung dengan Shot 2A yang menunjukkan

Tono menangis sambil memeluk papan nisan Ani. Hal ini dilakukan sebagai

penekanan dan memandu fokus penonton kepada kesedihan Tono.

Optical effect adalah penyambungan gambar dengan perubahan

yang perlahan dari shot satu menuju shot lainnya. Hal ini dapat dicapai

dengan fade, dissolve, dan wipe. Dengan menggunakan fade, maka bagian

akhir dari shot akan perlahan memudar hingga menjadi hitam. Dissolve

menghadirkan penumpukan shot A dengan shot B sesaat sebelum

sepenuhnya berubah menjadi shot B. Sementara wipe adalah mengganti shot

A dengan shot B dengan keberadaan garis pembatas yang bergerak

melewati layar. Dalam film ini, optical effect yang digunakan adalah fade

dan dissolve (Bordwell et.al. 217)

Penggunaan dissolve ada pada penyambungan shot 5 di adegan 1

dengan shot pertama adegan 2. Shot tangisan Tono menetes di atas kuburan

Ani dihubungkan dengan shot hujan membasahi kuburan Ani dengan

dissolve untuk memberikan informasi bahwa waktu telah berlalu.

Sementara penggunaan fade dapat dilihat di akhir film pada shot terakhir

adegan 13. Fungsi dari penggunaan fade di sini adalah untuk mengakhiri

film.

C. Pendekatan Editing

53
Dalam melakukan penyusunan gambar, editor memiliki pilihan

untuk menggunakan continuity editing atau alternatives to continuity

editing. Continuity editing merupakan sebuah rancangan penyusunan

gambar yang memiliki tujuan untuk menyampaikan cerita secara halus dan

jelas (Bordwell et.al. 230). Artinya jukstaposisi shot di dalam film

dilakukan dengan tujuan meminimalisir disrupsi (Nelmes 99). Sementara

alternatives to continuity editing merupakan eksplorasi kemungkinan dalam

menyambung gambar. Film Semalam Sebelum Selamanya menggunakan

continuity editing. Dengan pendekatan tersebut, penyambungan gambar

didominasi oleh kejelasan dimensi spasial dan temporal. Oleh karena itu,

dalam penerapan continuity editing harus memperhatikan spatial continuity

dan temporal continuity.

a. Spatial Continuity

Konsep continuity editing didominasi oleh kejelasan dimensi

spasial. Untuk menjaga hal ini, maka usaha-usaha yang dilakukan dalam

perancangan film ini adalah dengan menggunakan kaidah 180 derajat,

establishing shot, eyeline match, shot/reverse shot dan match on action.

Kaidah 180 derajat merupakan panduan bagi pembuat film dalam

membangun ruang di antara garis aksi. Dengan adanya garis aksi, maka

pemilihan shot tidak boleh melewati garis tersebut (Bordwell et.al. 231).

Kehadiran garis aksi ini, kemudian memungkinkan pembuat film untuk

menciptakan shot/reverse shot yang merupakan penyambungan sebuah shot

54
dengan shot yang berada di ujung lain garis aksi (Bordwell et.al. 233). Hal

ini dapat dilihat pada shot 1A dan 1B adegan 8. Adegan ini menunjukkan

Ani yang sedang dicekik oleh Kunti. Shot wajah Ani yang kesakitan karena

dicekik oleh Kunti, kemudian disambung dengan shot yang ada di ujung

lain garis aksi, yaitu wajah Kunti yang sedang mencekik Ani.

Establishing shot adalah sebuah shot lebar yang menunjukkan

keseluruhan lokasi terjadinya peristiwa di dalam film (Bowen 90). Salah

satu contoh penggunaan establishing shot pada film ini adalah shot 2 adegan

1. Shot ini memberi informasi kepada penonton tentang posisi dari setiap

tokoh yang hadir di pemakaman Ani. Selain itu, shot ini juga

memperlihatkan setting tempat dan waktu pemakaman Ani.

Eyeline match adalah kondisi sebuah shot ketika tokoh di dalamnya

melihat sesuatu di luar frame yang kemudian disambungkan dengan shot

dari sesuatu yang dilihat oleh orang tersebut (Bordwell et.al. 234). Contoh

penggunaannya di dalam film ini dapat dilihat pada shot 13 dan 14 adegan

4. Shot ini menunjukkan Ani menoleh ke arah kuburan yang ada di luar

frame dan digabungkan dengan shot kuburan yang dilihat oleh Ani. Dengan

demikian, maka muncul informasi bahwa posisi Ani ada di depan kuburan.

Matching on action merujuk kepada penyambungan sebuah aksi

diantara dua shot yang berbeda (Bordwell et.al. 235). Hal ini dapat dilihat

pada adegan 13. Shot 5 adegan ini menunjukkan medium shot Ani dengan

tangan yang bergerak ke arah Tono untuk mengelus wajahnya. Shot tersebut

55
kemudian disambungkan dengan shot close up wajah Tono dengan tangan

Ani yang mengelus wajah Tono

b. Temporal Continuity

Konstruksi waktu di dalam film ini dilakukan berdasarkan tiga area,

yaitu temporal order, temporal duration dan temporal frequency (Bordwell

et.al 228). Temporal order dalam penyambungan gambar adalah pengaturan

urutan waktu yang ditampilkan di dalam film. Pengaturan urutan waktu di

dalam film dapat berupa urutan kronologis maupun tidak kronologis

(Bordwell et.al. 226). Temporal frequency adalah pengulangan sebuah

peristiwa dalam film yang menyebabkan terjadinya penambahan durasi

adegan (Bordwell et.al. 229). Dalam usaha untuk menjaga kontinuitas

gambar, film Semalam Sebelum Selamanya menggunakan temporal order

yang kronologis. Oleh karena itu tidak dihadirkan flashback maupun

flashforward dalam penyusunan gambar dan tidak menggunakan temporal

frequency.

Temporal duration merupakan keputusan editor dalam

mempresentasikan sebuah peristiwa dengan durasi waktu yang lebih lama

atau lebih cepat di dalam film (Bordwell et.al. 228). Waktu yang terjadi di

dalam film terkonstruksi berdasarkan plot yang dihadirkan.

Temporal Duration merujuk kepada berapa lama peristiwa di dalam

film berlangsung. Temporal duration sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu

story duration, plot duration, dan screen duration. Story duration meliputi

56
semua peristiwa yang terjadi secara diegesis, baik yang ditunjukkan maupun

tidak. Plot duration merupakan satu atau beberapa periode peristiwa dari

story duration yang dihadirkan di dalam film. Sementara screen duration

adalah durasi dari film yang dihadirkan kepada penonton (Bordwell et.al.

80)

Dalam film ini, story duration selama 42 hari. Sementara plot

duration di dalam film ini dimulai dari sequence pertama, yaitu hari

pemakaman Ani hingga sequence terakhir yang bergulir selama 40 hari 18

jam 30 menit. Dari plot duration tersebut kemudian dihadirkan screen

duration selama 13 menit.

D. Metode dan Gaya Editing

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode merupakan cara

yang teratur berdasarkan pemikiran yang matang untuk mencapai sebuah

maksud (1022). Dengan demikian maka metode editing adalah cara yang

digunakan oleh editor dalam menyusun gambar untuk dapat mencapai

maksud tertentu. Sementara gaya editing adalah metode editing yang

dominan digunakan pada sebuah film. Gaya editing yang digunakan dalam

film ini adalah continuity cutting yang mengutamakan kehalusan dalam

menyambung gambar (Frierson 304). Kehalusan ini kemudian dijaga

dengan memerhatikan continuity of content, continuity of movement, dan

continuity of position. Continuity of content adalah kesinambungan aksi

yang terjadi di dalam shot satu dengan yang lainnya. Continuity of

57
movement berhubungan dengan screen direction subjek dan objek di dalam

frame. Continuity of position adalah kesinambungan posisi objek di dalam

satu shot dengan shot lainnya (Bowen 115-118).

Dalam film ini continuity of action dan continuity of position dapat

dilihat pada adegan pertama. Shot kedua adegan ini menunjukkan

pemakaman Ani dengan menampilkan seluruh orang yang hadir di

dalamnya. Shot ini kemudian disambungkan dengan medium shot Tono

yang tengah menangisi makam ibunya dengan posisi dan aksi yang sama

seperti pada shot sebelumnya. Sementara continuity of movement dalam film

ini dapat dilihat pada shot 13 adegan 4 yang menunjukkan Ani bergerak

keluar frame dari kiri ke kanan. Kemudian pada shot 2 adegan 5 Ani masuk

ke dalam frame dari sebelah kiri dan bergerak ke sebelah kanan.

2.4.4 Konsep Suara


Suara di dalam film memiliki fungsi untuk menunjang naratif di

dalam karya audio visual. Suara dapat menyampaikan cerita secara langsung

atau memperkuat cerita secara tidak langsung (Holman xi). Dalam merancang

suara ada tiga unsur suara yang harus diperhatikan, yaitu unsur speech, musik

dan sound effects.

A. Unsur Suara

Speech terdiri dari dialog, monolog, narasi, dan voice over atau

internal monologue. Dalam film ini, unsur speech yang digunakan adalah

58
dialog. Salah satu contoh dari penggunaan dialog ini adalah cibiran dari

tetangga-tetangga Tono pada adegan 5 yang mengungkapkan deskripsi

sosiologi Ani.

Unsur sound effects mencangkup segala suara di luar speech dan

musik yang terdapat di dalam film (Katz 3908). Sound effects dapat berasal

dari benda maupun tokoh di dalam film. Dalam film ini, salah satu contoh

sound effects yang berasal dari tokoh adalah suara langkah kaki yang

dihadirkan pada adegan 5 ketika Tono berjalan menyusuri gang rumahnya.

Sementara sound effects yang berasal dari benda dapat dilihat pada adegan

2 yang menghadirkan suara hujan deras.

Unsur musik di dalam film dapat membantu penonton dalam

menyerap informasi film sebagai sesuatu yang lebih dari sekedar produk

dua dimensi (Kalinak 1). Dalam film Semalam Sebelum Selamanya, musik

yang digunakan adalah musik fungsional. Salah satu contoh dari

penggunaan musik fungsional adalah pada adegan 14 yang menunjukkan

Ani terbakar secara perlahan di hadapan Tono. Adegan ini diiringi dengan

musik yang mendayu-dayu. Referensi dari penciptaan musik ini adalah

Nocturne in C-Sharp Minor karya Frédéric Chopin.

B. Dimensi Suara

Dalam menghubungkan gambar dengan suara, pembuat film tidak

hanya mempertimbangkan unsur tetapi juga dimensi suara. Dimensi suara

di dalam film terbagi menjadi empat, yaitu ritme, fidelity, ruang dan waktu.

59
Ritme merujuk kepada ketukan, tempo, kecepatan, pola, dan aksen. Ritme

di dalam film terlihat di dalam ketiga unsur suara film (Bordwell et.al. 281).

Salah satu contoh penggunaan ritme di dalam film ini adalah adegan 6. Doa

yang diucapkan oleh Tono kepada Tuhan menggunakan ritme yang lambat.

Dimensi fidelity merujuk kepada kesesuaian atas suara yang

dihadirkan dengan gambar yang ditampilkan. Jika visualnya berupa anjing

yang menggonggong, maka suara yang dihadirkan adalah suara

gonggongan anjing. Oleh karena itu, suara sesuai dengan visualnya

(Bordwell et.al. 284). Dalam film ini contoh kesesuaian antara gambar dan

suara dapat ditemukan pada sound effect hujan dengan visual hujan yang

membasahi kuburan Ani di adegan 2.

Dimensi ruang suara di dalam film hadir karena suara tentunya

memiliki sumber suara. Sumber suara yang dimaksud dapat berasal dari

dalam story world yang disebut diegetic sound atau berasal dari luar story

world yang disebut non diegetic sound. Diegetic sound sendiri terbagi

menjadi dua yaitu diegetic on-screen dan diegetic off-screen (Bordwell et.al

285). Contoh penggunaan diegetic on-screen pada film ini adalah suara

dering ponsel Joko pada adegan pertama. Sementara contoh penggunaan

diegetic off-screen pada film ini adalah dialog Joko yang mengucapkan ayat

Kursi selagi Ani melawan Kunti. Dialog tersebut sampai dengan Ani

melihat ke arah Joko yang dihadirkan di dalam shot.

Dimensi waktu dalam film memberikan pilihan bagi pembuat film

untuk merepresentasikan waktu dengan cara yang berbeda-beda. Sama

60
halnya dengan dimensi ruang, suara yang dihadirkan tidak harus sesuai

dengan ruang yang ditampilkan di dalam layar. Sebagai contoh, ketika

dialog yang dihadirkan tidak sesuai dengan mulut tokoh yang berbicara,

maka hal tersebut disebut dengan asynchronous sound. Sementara jika suara

dialog yang dihadirkan mengikuti gerak mulut tokoh, hal tersebut disebut

dengan synchronous sound (Bordwell et.al 295). Dalam film ini, tidak

terdapat penggunaan asynchronous sound, tetapi salah satu contoh

penggunaan synchronous sound dapat dilihat pada adegan 4. Gerak mulut

Tono yang membaca doa pada adegan ini, disesuaikan dengan suara bacaan

doa Tono.

61
Daftar Pustaka

Buku:
Armantono, RB and Suryana Paramita. 2013. Skenario : Teknik Penulisan Struktur
Cerita Film. Jakarta : Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta

Barsam, Richard dan Dave Monahan. 2018. Looking at Movies an Introduction to


Film. 6 Edition. W.W. Norton & Company
th

Block, Bruce. 2021. The Visual Story: Creating The Visual Structure of Film, TV and
Digital Media. New York: Routledge

Bordwell, David, Jeff Smith dan Kristin Thompson. 2019. Film Art : An Introduction.
Newyork, Twelfth Edition : McGraw-Hill

Bowen, J. Christopher. 2018. Grammar of The Edit. New York : Routledge

Brown, Blain. 2016. Cinematography Theory & Practice. New York: Routledge

Buckland, Warren. 2015. Film Studies an Introduction. United Kingdom: John


Murray Learning

Dancyger, Ken and Rush Jeff. 2003. Alternative Scriptwriting Beyond the Hollywood.
Burlington : Focal Press

Dixon, Wheeler Winston dan Gwendolyn Audrey Foster. 2018. A Short History of
Film. New Jersey: Rutgers University Press

Douglass, John S. dan Glenn P. Harnden. 1996. The Art of Technique: An Aesthetic
Approach to Film and Video Production. Boston: Allyn & Bacon

Eisenstein, Sergei. 1949. Film Form Essay in Film Theory. New York: Harcourt
Brace Jovanovich

Field, Syd. 2005. Screenplay : The Foundations of Screenwriting. New York :


Bantam Dell

Frierson, Michael.2018. Film and Video Editing Theory How Editings Creates
Meaning. New York: Routledge

Gibbs, John. 1893. Mise-en-scène Film Style and Interpretation. New York:
Columbia University Press

Grant, Barry Keith. 2006. Schirmer Encyclopedia of Film Vol.2.. Farmington Hills:
Thomson Gale

62
Grant, Barry Keith. 2006. Schirmer Encyclopedia of Film Vol.3. Farmington Hills:
Thomson Gale

Grant, Barry Keith. 2006. Schirmer Encyclopedia of Film Vol.4. Farmington Hills:
Thomson Gale

Hall, Brian. 2015. Understanding Cinematography. Marlborough: The Crowood


Press Ltd

Holman, Tomlinson. 2010. Sound for Film and Television. Burlington: Focal Press

Kalinak, Kathryn. 2010. Film Music A Very Short Introduction. Oxford: Oxford
University Press

Kuhn, Annette. 2012. A Dictionary of Film Studies. Oxford: Oxford University Press

Nelmes, Jill. 2011. Analysing the Screenplay. New York: Routledge

Nelmes, Jill. 2012. Introduction to Film Studies. New York: Routledge

Pearlman, Karen. 2016. Cutting Rhythms Intuitive Film Editing. New York: Focal
Press

Sugono, Dedy, et.al. Kamus Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa, 2008.

Schmidt, Victoria Lynn. 2005. Story Structure Architect. Canada: Writer’s Digest
Book

Ward, Peter.1996. Picture Composition for Film and Television. Oxford: Focal Press

Film:
A Ghost Story (2017)
House of Games (1987)
Kid Auto Races At Venice (1914)
Seabiscuit (2003)
The Babadook (2014)
Thelma & Louise (1991)
Workers Leaving the Lumière Factory (1895)

63
GLOSARIUM

A
Aspect ratio Perbandingan lebar bidang gambar sehingga tinggi
bidang gambar.
Asusila Tidak beradab
Audiovisual Alat peraga yang dapat dilihat dan didengar seperti
film

B
Background Bagian terjauh dalam sebuah frame.

C
Camera Angle Peletakan kamera yang tinggi rendahnya ditentukan
oleh mata karakter.
Camera Placement Pergerakan kamera untuk mendapatkan gambar yang
sesuai dengan perspektif yang diinginkan
Cinemascope Aspect ratio yang berukuran 2.35 : 1
Close up Ukuran gambar yang menunjukkan ekspresi subjek
dari bahu sampai kepala.
Continuity cutting Metode editing yang mendukung kesinambungan
aksi, ruang dan waktu.
Costume Semua yang dipakai oleh tokoh dalam film

D
Diegetic Segala sesuatu yang disadari keberadaannya oleh
tokoh di dalam film

64
E
Editing Proses penyuntingan materi gambar yang sudah di
ambil saat proses syuting untuk menjadi sebuah
bentuk baru.
Elliptical editing Menghadirkan durasi peristiwa lebih pendek dari
peristiwa sebenarnya
Eye level Sudut pengambilan gambar dengan memosisikan
kamera setara dengan mata subjek.
Exposure Ukuran jumlah cahaya yang masuk ke dalam kamera
Establish Menghadirkan keseluruhan ruang secara sekaligus

F
Flashback Menghadirkan sebuah shot atau lebih yang terjadi
sebelum story order
Flashforward Menghadirkan peristiwa yang terjadi di masa depan
kemudian kembali ke masa sekarang
Form Konsep naratif atau penceritaan dari sebuah kejadian
dalam film sesuai dengan ruang dan waktu
Frame Bingkai atau batas dari gambar yang di tangkap oleh
kamera
Framing Pemilihan bagian dari setting atau subjek kepada
penonton

G
Gesture Gerakan yang dilakukan oleh tokoh saat melakukan
aksi

65
Handheld Teknik pergerakan kamera yang dilakukan dengan
cara menggenggam kamera dengan menggunakan
tangan.
High key Teknik pencahayaan yang memiliki kontras yang
rendah.

J
Jukstaposisi Dua shot berbeda yang digabungkan untuk
menciptakan kontras

K
Karakter Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lain
Karakterisasi Proses penanaman karakter ke dalam tokoh
Kuleshov Effect Penyambungan dua shot berisi komponen ruang yang
membuat penonton merasakan keseluruhan ruang di
dalam film.

L
Lighting Pencahayaan di dalam film
Look Tampilan visual hasil gabungan dari elemen - elemen
yang ada di dalam frame.

Long shot Tipe shot yang berukuran lebar sehingga dapat


mengetahui letak karakter berada berdasarkan latar
dan waktu kejadian.
Low key Pencahayaan yang memiliki perbandingan kontras
yang tinggi.

M
Make up Riasan wajah yang digunakan oleh tokoh

66
Medium shot Ukuran shot yang memperlihatkan ujung kepala
hingga pinggang subjek
Match Cut Teknik pemotongan gambar yang menggabungkan
dua shot yang saling berkesinambungan.
Mise en Scene Semua elemen visual yang terlihat dalam sebuah
frame
Mood Emosi dan rasa yang ingin diciptakan pada sebuah
film
Montase Penggabungan beberapa shot yang menciptakan
sebuah makna

N
Naratif Rangkaian peristiwa dengan hubungan sebab akibat
yang terjadi dalam ruang dan waktu

P
Plot Segala sesuatu yang terlihat dan terdengar pada layar,
baik yang bersifat diegetic maupun non-diegetic.
Plot duration Durasi keseluruhan peristiwa yang ada didalam film
Plot space Tempat terjadinya peristiwa yang terlihat di dalam
film
Properti Barang yang berada di dalam setting, berfungsi
sebagai dekorasi dan menunjang cerita

R
Representasi Perwakilan
Rule of third Komposisi gambar yang memposisikan objek dengan
acuan empat titik pertemuan dari dua garis vertikal
dan dua garis horizontal pada frame.

67
Scene Adegan yang mencakup latar, waktu, dan karakter di
dalamnya.
Sequence Gabungan dari beberapa scene
Setting Tempat dan waktu kejadian suatu peristiwa.
Shot Pengambilan gambar yang dimulai dari kamera
merekam sampai kamera berhenti merekam.
Speech Unsur suara berupa tutur kata dari para karakter di
dalam film.
Sound effect Unsur suara selain speech dan musik yang bersumber
dari benda atau tokoh.
Struktur dramatik Metode penuturan cerita kepada penonton
Staging Penempatan tokoh dalam frame
Still Jenis pergerakan kamera yang diam pada satu titik
Style Konsep gaya yang terdiri dari elemen-elemen
pembentuk visual.

T
Tonality Pertimbangan atas cahaya yang dihadirkan di dalam
film
Type of shot Pemilihan ukuran gambar terhadap objek.

V
Visual Composition penyusunan segala elemen visual di dalam frame

68
LAMPIRAN

69
Lampiran 1. Ide Pokok Dan Tema

Ide Pokok

Kasih ibu akan ada sepanjang masa

Tema
Tentang arwah seorang ibu yang hangus terbakar oleh ayat kursi, setelah berusaha
melindungi anaknya dari gangguan kuntilanak.

70
Lampiran 2. Basic Story

Basic Story

Jakarta, 2017. Ani (45), sesosok roh yang baru saja bangkit dari kuburnya
bergentayangan mencari anaknya yang ia tinggalkan di dunia. Ani kembali ke
rumah lamanya dan melihat anaknya Tono (10) sedang sholat. Ani berniat
menemui anaknya, tetapi sebelum ia mendekat, sesosok kuntilanak muncul di
sekitar Tono dan mengganggu sholatnya dengan berbisik ke telinganya. Ani pun
bergerak ke sana dan menutup mulut hantu itu. kuntilanak itu melawan dan
mendorong Ani . Ani dan kuntilanak beterbangan di sekitar kamar Tono. Tono
sontak kaget ketika menyadari barang-barang di kamarnya bergerak sendiri. Ia
berteriak dan lari dari kamar.
Kuntilanak mencekik Ani di pojokan kamar dan terdengarlah suara seorang laki-
laki membacakan ayat kursi. Kuntilanak melepaskan genggamannya dan
perlahan-lahan terbakar. Ia turun ke lantai dan dengan panik mencoba
memadamkan api. Ani yang juga terbakar langsung mencari keberadaan Tono.
Ani menoleh ke pintu dan melihat Tono berdiri di pintu bersama Joko(45),
ayahnya dan Tia(35), ibu tirinya. Ani mendekati Tono dan menunduk di
hadapannya. Ketika Joko hampir selesai membacakan ayat kursi, Tono melihat
Ani yang tersenyum sedih sembari terbakar di hadapannya. Joko selesai
membacakan ayat kursi, Ani pun berdiri dan api menyala di wajahnya. Setitik
cahaya menyinari Ani dari atas. Tono hendak meraih tangan Ani, namun
sebelum tersentuh, roh Ani terbakar habis meninggalkan Tono menangis sedih
bersama orang tua barunya.

71
Lampiran 3. Sinopsis

Sinopsis

Sebuah liang kubur dimasuki oleh mayat seorang perempuan secara perlahan.
Sinar matahari menyinari nisan Ani. Seorang ustad berdiri di samping makam
sembari membacakan doa. Belasan orang berkumpul di sekitar kuburannya yang
dikelilingi oleh pohon-pohon besar dengan puluhan makam lainnya. TONO (10)
tersungkur di sebelah makam ibunya dan meraba makam Ani dengan perlahan
sambil menangis tersedu-sedu. Seorang Ustad membacakan doa beriringan
dengan suara tangisan Tono. JOKO (45), seorang pria kurus berjanggut panjang,
berdiri paling dekat dengan makam istrinya dan mengamini setiap kalimat yang
keluar dari mulut Ustad dengan wajah datar.
Sekumpulan pemuda berdiri di belakang Tono sembari berbisik-bisik sambil
tertawa kecil. Satu orang di antara mereka menunduk sembari memejamkan
matanya. Kepalanya perlahan-lahan semakin turun, lalu ia tersentak dan
terbangun dari kantuknya. Joko yang sedang mengamini doa pak Ustad tampak
terkejut ketika ponsel Joko berbunyi. Orang-orang melihat ke arahnya dan ustad
pun berhenti membacakan doa. Joko mengeluarkan ponselnya dari saku celana
dan melihat ada nama Tia muncul di layar ponselnya. Joko tersenyum lebar. Ia
melihat ke arah Ustad yang menatapnya heran. Joko bergegas meninggalkan
makam istrinya sembari mengangkat telepon. Pandangan semua orang mengikuti
langkahnya,kecuali Tono yang masih menangisi makam ibunya. Tono
menempelkan kepalanya ke tanah kuburan Ibunya. Air mata Tono menetes
membasahi makam Ibunya.
Malam tiba dan hujan pun turun membasahi makam Ani. Malam berganti siang
dan siang berganti menjadi senja. Mata Ani yang tertutup perlahan-lahan terbuka.
Cahaya jingga menyinari wajahnya. ANI (45) terbangun dari posisi tidurnya
mengenakan baju putih panjang di bawah langit sore. Wajahnya terlihat
kebingungan. Sayup-sayup ia mendengar suara seorang anak laki-laki berbicara
dalam bahasa arab. Ia berbalik ke belakang dengan cepat dan ada wajah Tono
tepat di depannya. Ani terperanjat hingga jatuh ke belakang. Ani memperhatikan
anaknya duduk sendirian di samping sebuah makam sembari memegang buku
Yasin dengan foto wajah Ani. Ani merangkak perlahan ke arah batu nisan . Di
sana ia melihat batu nisan bertuliskan namanya sendiri. Wajah Ani ketakutan, ia
melihat kedua tangannya yang perlahan menjadi tembus pandang.
Tono membaca ayat 81. Ani menoleh ke arahnya dan tersenyum tipis. Ani
mencoba untuk berdiri. Namun, ia kesulitan untuk menjaga keseimbangannya
karena kakinya melayang ketika ia berdiri. Setelah berhasil melayang dengan
sempurna, Ani mendekati Tono dan membaca buku Yasinnya dari belakang.
Tangan Ani bergerak perlahan ke arah pundak Tono. Namun, sebelum tangan ani

72
sampai ke pundaknya, Tono berhenti membacakan buku yasin tepat di akhir ayat
82.
Tono menutup buku yasin dan mulai menunduk sembari menangis. Dengan
marah Tono membentak makam ibunya. Tono begitu marah dan tidak rela kalau
ibunya pergi meninggalkan Tono. Tono mengatakan kalau ia merasa sangat
kesepian, ayahnya lebih sibuk dengan kekasih barunya, dan bahkan di empat
puluh hari peringatan kematian ibunya, hanya ia yang datang untuk berziarah.
Setelah meluapkan isi hatinya, Tono beranjak berdiri dan lari ke luar
pemakaman. Ani melayang mengikuti Tono dari belakang. Buku yasin Tono
tertinggal di samping makam ibunya. Tono melewati gerbang pemakaman.
Sementara Ani berhenti sejenak ketika ia melihat dua sosok makhluk berjubah
putih kotor dan rambut panjang berantakan berdiri sambil menunduk di kedua
sisi gerbang kuburan. Ani menatap mereka berdua dan pelan-pelan melayang
melewati mereka. Ketika Ani melewati gerbang, kedua sosok itu secara
bersamaan menoleh ke arah Ani. Ani yang kaget langsung bergegas melayang
lebih cepat ke arah Tono.
Ani mengintip dari balik sebuah rumah. Ia melihat Tono yang berjalan sendirian
sembari menunduk di sebuah gang sempit. Ani mengikutinya perlahan dari
belakang. 2 orang wanita dewasa berdaster sedang duduk di depan rumah mereka
dan berbisik sembari melihat Tono. Mereka menyebutnya sebagai anak pelacur.
Ani menoleh ke arah mereka dengan ekspresi marah. Dari rumah lain terdengar
dua orang bapak-bapak mengatakan ibu Tono meninggal ketika sedang selingkuh
dengan tetangga demi membayar hutang. Mereka pun tertawa terbahak-bahak.
Ani memalingkan kepalanya kepada mereka. Ia melihat Tono yang berdiri
terdiam di sebuah pertigaan. Air mata menetes dari matanya ke tanah. Ekspresi
marah Ani berubah menjadi wajah malu. Sebuah batu melayang ke arah Tono
dan menghantam kepalanya hingga ia terjatuh.
Tono menangis di tanah dengan kepala berdarah. Mata Ani terbuka lebar melihat
anaknya kesakitan. Ia melihat ke jalan di sebelah kirinya dan di sana ada
sekelompok anak mengenakan sarung dan peci. Masing-masing dari mereka
memegang sebuah batu di tangannya. Sambil tertawa mereka meledek Tono.
Mereka berkata kalau pelacur harus dihukum rajam dan karena ibunya sudah
mati, jadi yang dihukum Tono saja. Sekumpulan anak itu mulai melempari Tono
dengan batu dan kerikil. Salah seorang dari bapak-bapak yang sedang bergurau
di sana berdiri dan menyuruh mereka berhenti. Namun, salah satu dari mereka
mengabaikan ucapan bapak itu dan melempar batu paling besar dengan sekuat
tenaga. Tangan Ani menangkap batu itu. Ibu-ibu dan bapak-bapak yang
sebelumnya asik sendiri pun bengong melihat batu itu. Anak yang melempar batu
itu terjatuh ke tanah dengan wajah ketakutan. Mata Tono melotot melihat sebuah
batu besar melayang di hadapannya.
Si Bapak yang sebelumnya menghardik sekumpulan anak itu berteriak dan
langsung diikuti dengan sekumpulan anak di depan Tono lari sambil berteriak
ketakutan, begitu juga dengan orang tua yang tadinya bersenda gurau di depan

73
rumah mereka. Ani tersenyum puas, tetapi ketika ia memutar tubuhnya ke arah
Tono, ia melihat Tono lari kalang kabut ketakutan. Ani memasang wajah kecewa
dan perlahan-lahan mengikuti Tono kembali ke rumahnya.
Ani duduk di atap rumah sambil melihat rumah kecil berwarna hijau di
bawahnya. Sebuah motor supra yang ditumpangi oleh Joko dan seorang
perempuan muda sampai ke depan rumah hijau itu. Ani perlahan-lahan turun ke
depan rumah hijau itu dan perlahan-lahan meraih gagang pintunya. Tangannya
bergetar hebat. Sebelum ia menyentuh gagang pintunya, pintu itu tiba-tiba
terbuka. Joko muncul dari balik pintu. Ani berteriak kecil karena terkejut, tetapi
ia berhasil menahannya dengan menutup mulutnya. Joko melihat ke sekeliling
rumah dan kemudian terdengarlah suara seorang perempuan muda yang
memanggil Joko dari dalam rumah. Joko menjawab suara itu dan menutup
pintunya.
Ani pun membuka mulutnya dan bernafas lega. Ia kemudian mendengar suara
seorang anak laki-laki sedang sholat dari dalam rumah. Ani melayang menuju
jendela kamar Tono. Ani berdiri di samping jendela Tono tanpa melihat ke
dalam. Ia mendengar Tono mengucapkan doa di tahiyat terakhir sholatnya. Tono
bertanya kepada Tuhan kenapa Ani harus dipanggil secepat itu. Tono memohon
pengampunan untuk ibunya dan mengatakan bahwa ibunya orang yang sangat
penyayang dan segala dosa yang ia lakukan hanyalah untuk menghidupi Tono. Ia
meminta agar Tuhan mau mengembalikan ibunya.
Ani tersenyum sedih. Ia mengintip ke dalam kamar Tono dengan perlahan.
Wajah sedihnya berubah menjadi wajah takut. Di dalam kamar Tono yang sangat
kecil hanya ada sebuah tempat tidur, meja belajar dan lemari pakaian kayu.
Lampu Kuning yang menyala di atas kamarnya menyala redup. Di tengah-tengah
kamar itu, KUNTI(50), sesosok perempuan berbaju putih penuh darah dan
rambut berantakan berdiri di belakang Tono. Wajahnya keriput dan dari
mulutnya mengalir darah. Ani bersembunyi di balik dinding. Nafasnya menjadi
berat. Perlahan-lahan ia pun kembali mengintip ke dalam kamar Tono. Tono
sedang menangis tersedu-sedusementara Kunti di belakangnya menunduk ke
telinga Tono. Kunti menyeringai dan tertawa pelan ke telinganya.
Melihat hal itu, Ani pun melompati jendela kamar Tono dan menutup mulut
Kunti . Mata Kunti perlahan melirik ke belakang. Alisnya mengerut marah dan
dengan sekali gerakan, Kunti berbalik mendorong Ani. Kunti itu berteriak dan
menerjang tubuh Ani hingga menabrak pintu.
Mendengar suara pintunya berbunyi keras, Tono membuka matanya. Ia menoleh
ke belakang dan melihat pintunya terbanting-banting dengan sendirinya. Tono
terperanjat dan jatuh ke belakang. Dengan wajah ketakutan, Tono merangkak
mundur dan memanjat ke atas tempat tidurnya.
Kuntilanak mencekik Ani dan membanting-banting kepalanya ke arah pintu. Ani
pun balik mencekik kuntilanak itu dan membantingnya ke lantai. Tono melihat
pintunya berhenti bergerak. Ia pun bergerak perlahan untuk turun dari tempat

74
tidurnya dan bergerak ke arah pintu kamarnya. Tono mencoba untuk membuka
pintunya dan memeriksanya. Tono pun menutup kembali pintunya. Ketika pintu
itu tertutup, buku-buku tulis yang tersusun rapih di atas meja belajar Tono
terjatuh dengan sendirinya.

Ani menggosok-gosok meja Tono menggunakan wajah Kunti. Kunti berteriak


marah dan menyikut Ani. Ani terdorong ke belakang. Kunti pun bangkit dan
kembali mengincar leher Ani. Kali ini Kunti mengangkat tubuh Ani dan
memojokkannya ke pojok kiri atas ruangan sembari mencekiknya dengan kuat.
Kunti membuka mulutnya yang penuh darah dan berteriak kencang ke arah Ani.
Tono melihat seluruh kamarnya berguncang. Lampu kamarnya berkedip berkali-
kali dan pintu lemarinya terbuka dan tertutup dengan keras. Tono pun lari keluar
dari kamarnya sambil berteriak memanggil ayahnya.
Ani menutup matanya ketakutan. Urat-urat di tangannya terlihat jelas sembari ia
berusaha untuk melepas cekikan kuntilanak. Kuntilanak mulai tertawa-tawa. Lalu
terdengarlah suara seorang pria yang membacakan ayat kursi. Kuntilanak itu
berhenti tertawa. Ia pun mundur perlahan dan melihat kulit-kulit tangannya mulai
gosong. Tangan kuntilanak itu terbakar. Ia berteriak kencang. Kuntilanak itu
terjatuh ke lantai dan merangkak keluar melalui jendela kamar Tono
meninggalkan Ani yang masih melayang di atas kamar Tono.
Ani melihat ke arah pintu kamar Tono. Di sana ada Joko yang sedang komat-
kamit membacakan ayat kursi. Di sebelahnya ada TIA (35) seorang wanita muda
yang menggandeng tangan Joko sembari gemetar ketakutan. Sementara Tono
terlihat bersembunyi di balik kaki Joko. Sebuah api muncul di bahu kiri Ani. Ia
terkejut melihatnya. Namun, alih-alih mencoba untuk memadamkannya, Ani
turun ke arah Tono. Ani menunduk dan berlutut dengan satu kakinya di hadapan
Tono yang masih melihat ke arah atap kamarnya. Ani pun menyeka pipi Tono.
Tono terlihat kaget. Ia melihat ke arah Ani. Ani menutup matanya sambil
meneteskan air mata. Ani pun berdiri, api di bahunya menyebar hingga ke
tangannya. Tono memanggil ibunya.

Ani melihat ke arah Tono yang kini sudah bisa melihat nya. Ani bertatapan
dengan Tono, ia tersenyum sembari meneteskan air mata. Separuh wajah Ani
pun terbakar. Tono kembali memanggil ibunya. Kini sambil menangis. Ani
menoleh ke atas dan setitik cahaya jatuh di atasnya. Ani menutup matanya. Tono
kembali memanggil ibunya sambil mencoba untuk menyentuh tangan Ani yang
belum terbakar. Ketika Tono hampir menyentuh jemari Ani, Tubuh Ani terbakar
hangus menjadi abu dan menghilang dari hadapan Tono.
Tono tersungkur di hadapan Joko dan Ani. Joko yang sudah selesai membaca
ayat kursi pun menunduk untuk menenangkan anaknya. Dengan wajah

75
kebingungan, Joko dan Tia saling bertatapan dan mengelus-elus punggung Tono
yang menangis pilu.

76
Lampiran 4. Treatment

Treatment

1. Sebuah liang kubur dimasuki oleh mayat seorang perempuan secara perlahan.
Sinar matahari menyinari nisan Ani. Sekumpulan orang berdiri di belakang
seorang ustad yang membacakan doa di belakang TONO(10), seorang anak laki-
laki yang sedang menangis tersedu-sedu sembari memeluk makam yang ada di
hadapannya. Pemakaman itu dipenuhi oleh makam-makam lain yang dihias
dengan nisan kayu. Beberapa pohon berdiri di pinggiran makam dengan jarak
yang saling berjauhan. JOKO (45), seorang pria kurus berjanggut panjang,
berdiri paling dekat dengan makam istrinya dan mengamini setiap kalimat yang
keluar dari mulut Ustad dengan wajah datar.
Dua orang laki-laki yang berdiri di belakang ustad saling berbisik sembari
tertawa kecil. Di sebelah mereka seorang pria berdiri sambil terkantuk-kantuk. Ia
menunduk sambil memejamkan matanya. Tak lama kemudian terdengar ringtone
hp yang sangat keras. Orang itu terbangun dengan wajah kaget dan melihat ke
depan. Joko mengeluarkan ponselnya dari kantong baju dan tersenyum ke arah
Pak Ustad. Semua mata tertuju kepadanya. Joko melihat ke arah ponselnya yang
menampilkan nama Tia dengan foto profil wajah perempuan muda yang cantik.
Joko tersenyum lebar. Ia melihat ke arah Ustad yang menatapnya heran. Joko
menempelkan ponselnya ke kuping dan berjalan sambil membungkuk melewati
Ustad dan menjauh dari kerumunan. Pandangan semua orang mengikuti
langkahnya, kecuali Tono yang masih menangisi makam ibunya. Tono
menempelkan kepalanya ke tanah kuburan Ibunya. Air mata Tono menetes
membasahi makam Ibunya.
2. Tetesan hujan membasahi tanah makam Ani perlahan. Tetesan air hujan menjadi
semakin deras. Hujan deras disertai petir membasahi pemakaman.
3. Mata hari terbit dan menyinari pemakaman. Perlahan-lahan matahari turun dan
langit berubah menjadi jingga. Sepasang mata perempuan tertutup dengan posisi
berbaring di atas tanah dengan disinari oleh cahaya berwarna jingga.Mata itu
perlahan-lahan terbuka. ANI (45) terbangun dari posisi tidurnya dan duduk
mengenakan baju putih panjang di bawah langit sore. Ani menoleh ke kiri
dengan alis mengerut kebingungan. Sayup-sayup ia mendengar suara seorang
anak
laki-laki berbicara dalam bahasa arab. Ia berbalik ke belakang dengan cepat dan
ada wajah Tono tepat di depannya. Ani terperanjat hingga jatuh ke belakang. Ani
memperhatikan anaknya duduk sendirian di samping sebuah makam sembari
memegang buku Yasin dengan foto wajah Ani. Ani merangkak perlahan ke arah
nisan . Di sana ia melihat nisan bertuliskan namanya sendiri. Ia meraba nisan itu

77
wajah Ani ketakutan, ia melepaskan tangannya dari nisan dan memperhatikan
tangannya yang perlahan menjadi tembus pandang.
Tono membaca surat Yasin ayat 81 yang menceritakan bagaimana segala yang
dikehendaki oleh Tuhan akan terjadi. Ani menoleh ke arahnya dan tersenyum
tipis. Ani bergerak dari posisi duduknya dan mencoba untuk mengangkat
tubuhnya dengan menumpukan kedua tangannya ke tanah. Ani berhasil berdiri,
namun tubuhnya tidak seimbang, sehingga ia harus membentangkan kedua
tangannya untuk menjaga tubuhnya yang perlahan-lahan melayang. Ani
mendekati Tono dan membaca buku Yasinnya dari belakang. Tangan Ani
bergerak perlahan ke arah pundak Tono. Namun, sebelum tangan ani sampai ke
pundaknya, Tono berhenti membacakan buku yasin tepat di akhir ayat 82.
Tono menutup buku yasin dan mulai menunduk sembari menangis. Tono
membentak makam ibunya dan menyebut ibunya jahat karena telah
meninggalkannya sendirian di dunia. Tono mengepalkan tangannya di tanah
kuburan Ani dan menagih janji ibunya untuk langsung pulang setelah bertemu
dengan bapak kontrakan 40 hari yang lalu. Teriakan Tono terhenti ketika suara
seorang laki-laki tua menghardiknya. Tono dan Ani menoleh ke arah suara laki-
laki itu. Di sana ada seorang laki-laki paruh baya mengenakan kaos oblong
sambil memegang sebuah cangkul. Di belakang pria itu melayang KUNTI (50),
sesosok manusia berjubah putih kotor dan rambut berantakan yang menutupi
setengah wajahnya. Kunti memegang pundak laki-laki tua itu dan berbicara
bersamaan dengannya. Dengan marah, mereka menanyakan apa yang sedang
dilakukan oleh Tono dan Ani. Ani mengerutkan alisnya. Ia melayang mundur
perlahan. Tono berlari dari makam Ani ke arah gerbang pemakaman.
Ani melayang mengikuti Tono dari belakang. Buku yasin Tono tertinggal di
samping makam ibunya. Tono berlari melewati gerbang pemakaman. Sementara
Ani berhenti sejenak dan menoleh ke belakang. Kunti dan laki-laki tua berdiri
menghadap ke arah mereka dan menanyakan mereka mau lari ke mana. Ani
berbalik dan melayang melewati gerbang pemakaman, gema teriakan perempuan
terdengar di belakangnya. Ani terdiam. Perlahan-lahan ia menoleh ke belakang
dengan wajah takut. Pemakaman kosong. Ani berbalik dan kembali melayang ke
arah Tono berlari.
4. Langit mulai membiru, Tono berjalan sendirian di sebuah gang sempit. Ani
mengintip Tono dari balik sebuah rumah. Ani mengikutinya perlahan dari
belakang. 2 orang wanita dewasa berdaster sedang duduk di depan rumah mereka
dan berbisik sembari melihat Tono. Mereka menyebutnya sebagai anak pelacur.
Ani menoleh ke arah mereka dengan ekspresi marah. Dari rumah lain terdengar
dua orang bapak-bapak mengatakan ibu Tono meninggal ketika sedang selingkuh
dengan tetangga demi membayar kontrakan. Mereka pun tertawa terbahak-bahak.
Ani memalingkan kepalanya kepada mereka. Ia melihat Tono yang berdiri
terdiam di sebuah pertigaan. Air mata menetes dari matanya ke tanah. Ekspresi

78
marah Ani berubah menjadi wajah malu. Sebuah batu melayang ke arah Tono
dan menghantam kepalanya hingga ia terjatuh.
Tono menangis di tanah dengan kepala berdarah. Mata Ani terbuka lebar melihat
anaknya kesakitan. Ia melihat ke jalan di sebelah kirinya dan di sana ada
sekelompok anak mengenakan sarung dan peci. Masing-masing dari mereka
memegang sebuah batu di tangannya. Sambil tertawa mereka meledek Tono.
Mereka berkata kalau pelacur harus dihukum rajam dan karena ibunya sudah
mati, jadi yang dihukum Tono saja. Sekumpulan anak itu mulai melempari Tono
dengan batu dan kerikil. Salah seorang dari bapak-bapak yang sedang bergurau
di sana berdiri dan menyuruh mereka berhenti. Namun, salah satu dari mereka
malah maju dan melempar batu paling besar dengan sekuat tenaga ke arah Tono.
Tangan Ani menangkap batu itu. Ibu-ibu dan bapak-bapak yang sebelumnya asik
sendiri pun bengong melihat batu itu. Anak yang melempar batu itu terjatuh ke
tanah dengan wajah ketakutan. Mata Tono melotot melihat sebuah batu besar
melayang di hadapannya.
Si Bapak yang sebelumnya menghardik sekumpulan anak itu berteriak dan
langsung diikuti dengan sekumpulan anak di depan Tono lari sambil berteriak
ketakutan, begitu juga dengan orang tua yang tadinya bersenda gurau di depan
rumah mereka. Ani tersenyum puas, tetapi ketika ia memutar tubuhnya ke arah
Tono, ia melihat Tono lari kalang kabut ketakutan. Ani memasang wajah kecewa
dan perlahan-lahan mengikuti Tono kembali ke rumahnya.
5. Dari balik sebuah tiang listrik, Ani memperhatikan Tono masuk ke dalam sebuah
rumah hijau kecil di ujung gang. Ani melayang ke depan pintu rumahnya dan
perlahan-lahan meraih gagang pintunya. Tangannya bergetar hebat. Sebelum ia
menyentuh gagang pintunya, pintu itu tiba-tiba terbuka. Joko muncul dari balik
pintu. Ani berteriak kecil karena terkejut, tetapi ia berhasil menahannya dengan
menutup mulutnya. Joko melihat ke sekeliling rumah dan kemudian terdengarlah
suara seorang perempuan muda yang memanggil Joko dari dalam rumah. Joko
menjawab suara itu dan menutup pintunya.
Ani pun membuka mulutnya dan bernafas lega. Ia kemudian mendengar suara
seorang anak laki-laki sedang sholat dari dalam rumah. Ani melayang menuju
jendela kamar Tono. Ani berdiri di samping jendela Tono tanpa melihat ke
dalam. Ia mendengar Tono mengucapkan doa di tahiyat terakhir sholatnya. Tono
bertanya kepada Tuhan kenapa Ani harus dipanggil secepat itu. Tono memohon
pengampunan untuk ibunya dan mengatakan bahwa ibunya orang yang sangat
penyayang dan segala dosa yang ia lakukan hanyalah untuk menghidupi Tono. Ia
meminta agar Tuhan mau mengembalikan ibunya.
Ani tersenyum sedih. Ia mengintip ke dalam kamar Tono dengan perlahan.
Wajah sedihnya berubah menjadi wajah takut. Di dalam kamar Tono yang sangat
kecil hanya ada sebuah tempat tidur, meja belajar dan lemari pakaian kayu.
Lampu kuning yang menyala di atas kamarnya menyala redup. Di tengah-tengah
kamar itu, Kunti berdiri di belakang Tono. Wajahnya keriput dan dari mulutnya

79
mengalir darah. Ani bersembunyi di balik dinding. Nafasnya menjadi berat.
Perlahan-lahan ia pun kembali mengintip ke dalam kamar Tono. Tono sedang
menangis tersedu-sedu sementara Kunti di belakangnya menunduk ke telinga
Tono. Kunti menyeringai dan tertawa pelan ke telinganya.
6. Melihat hal itu, Ani pun melompati jendela kamar Tono dan menutup mulut
Kunti. Mata Kunti perlahan melirik ke belakang. Alisnya mengerut marah dan
dengan sekali gerakan, Kunti berbalik mendorong Ani. Kunti itu berteriak dan
menerjang tubuh Ani hingga menabrak pintu.
7. Mendengar suara pintunya berbunyi keras, Tono membuka matanya. Ia menoleh
ke belakang dan melihat pintunya terbanting-banting dengan sendirinya. Tono
terperanjat dan jatuh ke belakang. Dengan wajah ketakutan, Tono merangkak
mundur dan memanjat ke atas tempat tidurnya.
8. Kuntilanak mencekik Ani dan membanting-banting kepalanya ke arah pintu. Ani
pun balik mencekik kuntilanak itu dan membantingnya ke lantai.
9. Tono melihat pintunya berhenti bergerak. Ia pun bergerak perlahan untuk turun
dari tempat tidurnya dan bergerak ke arah pintu kamarnya. Tono mencoba untuk
membuka pintunya dan memeriksanya. Tono pun menutup kembali pintunya.
Ketika pintu itu tertutup, buku-buku tulis yang tersusun rapih di atas meja belajar
Tono terjatuh dengan sendirinya.
10. Ani menggosok-gosok meja Tono menggunakan wajah Kunti. Kunti berteriak
marah dan menyikut Ani. Ani terdorong ke belakang. Kunti pun bangkit dan
kembali mengincar leher Ani. Kali ini Kunti mengangkat tubuh Ani dan
memojokkannya ke pojok kiri atas ruangan sembari mencekiknya dengan kuat.
Kunti membuka mulutnya yang penuh darah dan berteriak kencang ke arah Ani.

11. Tono melihat seluruh kamarnya berguncang. Lampu kamarnya berkedip berkali-
kali dan pintu lemarinya terbuka dan tertutup dengan keras. Tono pun lari keluar
dari kamarnya sambil berteriak memanggil ayahnya.

12. Ani menutup matanya ketakutan. Urat-urat di tangannya terlihat jelas sembari ia
berusaha untuk melepas cekikan kuntilanak. Kuntilanak mulai tertawa-tawa. Lalu
terdengarlah suara seorang pria yang membacakan ayat kursi. Kuntilanak itu
berhenti tertawa. Ia pun mundur perlahan dan melihat kulit-kulit tangannya mulai
gosong. Tangan kuntilanak itu terbakar. Ia berteriak kencang. Kuntilanak itu
terjatuh ke lantai dan merangkak keluar melalui jendela kamar Tono
meninggalkan Ani yang masih melayang di atas kamar Tono.

80
13. Ani melihat ke arah pintu kamar Tono. Di sana ada Joko yang sedang komat-
kamit membacakan ayat kursi. Di sebelahnya ada TIA (35) seorang wanita muda
yang menggandeng tangan Joko sembari gemetar ketakutan. Sementara Tono
terlihat bersembunyi di balik kaki Joko. Sebuah api muncul di bahu kiri Ani. Ia
terkejut melihatnya. Namun, alih-alih mencoba untuk memadamkannya, Ani
turun ke arah Tono. Ani menunduk dan berlutut dengan satu kakinya di hadapan
Tono yang masih melihat ke arah atap kamarnya. Ani pun menyeka pipi Tono.
Tono terlihat kaget. Ia melihat ke arah Ani. Ani menutup matanya sambil
meneteskan air mata. Ani pun berdiri, api di bahunya menyebar hingga ke
tangannya.
14. Tono memanggil ibunya. Ani melihat ke arah Tono yang kini sudah bisa melihat
nya. Ani bertatapan dengan Tono, ia tersenyum sembari meneteskan air mata.
Separuh wajah Ani pun terbakar. Tono kembali memanggil ibunya. Kini sambil
menangis. Ani menoleh ke atas dan setitik cahaya jatuh di atasnya. Ani menutup
matanya. Tono kembali memanggil ibunya sambil mencoba untuk menyentuh
tangan Ani yang belum terbakar. Ketika Tono hampir menyentuh jemari Ani,
Tubuh Ani terbakar hangus menjadi abu dan menghilang dari hadapan Tono.
Tono tersungkur di hadapan Joko dan Ani. Joko yang sudah selesai membaca
ayat kursi pun menunduk untuk menenangkan anaknya. Dengan wajah
kebingungan, Joko dan Tia saling bertatapan dan mengelus-elus punggung Tono
yang menangis pilu.

81
Lampiran 5. Skenario

82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92

Anda mungkin juga menyukai