Anda di halaman 1dari 2

DARI jenis binatang pra sejarah yang digali di kepulauan kami, ahli‐ahli purbakala membuktikan bahwa

setengah juta tahun yang lalu pulau Jawa sudah didiami orang. Kebudayaan kami adalah kebudayaan
purba. Bukalah buku Ramayana. Di dalamnya orang akan membaca keterangan mengenai "Negeri Suarna
Dwipa yang mempunyai tujuh buah kerajaan besar". Suarna Dwipa, yang berarti pulau‐pulau emas,
adalah nama negeri kami pada waktu ia diabadikan dalam cerita‐cerita klasik Hindu duaribu limaratus
tahun yang lalu. Dari abad kesembilan ketika negeri kami bernama Keradjaan Sriwijaya sampai abad
keempatbelas waktu negeri kami bernama Majapahit, kami punya "negeri yang terkenal makmur telah
mencapai tingkatan ilmu yang demikian tinggi sehingga menjadi pusat ilmu pengetahuan bagi seluruh
dunia beradab". Demikianlah keterangan yang terdapat dalam surat‐surat, gulung perkamen yang
berharga dari negeri Tiongkok dan menurut dugaan adalah bibit dari kebudayaan seluruh Asia. Negeri
kami masih tersohor dalam lingkungan internasional ketika Christopher Columbus mencari kepulauan.
Rempah‐rempah gugusan pulau‐pulau yang sekarang kita namakan Kepulauan Maluku. Seumpama
Columbus tidak berlayar mencari jahe, buah pala, lada dan cengkeh kami dan tidak sesat pula di jalan,
tentu dia tidak akan menemukan benua Amerika. Ketika jalan laut menudju Hindia akhirnya ditemukan
orang, modal asing mengerumuni pantai kami, seperti semut mengerumuni tempat gula. Dari Lisboa
datanglah Vasco'da Gama. Dari negeri Belanda Cornelis de Houtman: Ini merupakan titik tanda
dimulainya "Revolusi Perdagangan" di Eropa.
Kapitalisme ini tumbah hingga ia mengenyangkan lapangan eksploitasi dalam masyarakat mereka sendiri.
Barang‐barang yang sebelumnya diimpor dari Timur, sekarang sudah diekspor ke Timur; jadi Timur
menjadi pasar‐pasar tambahan untuk barang‐barang berlebih. Daerah Timur menjadi suatu pasar untuk
modal berlebih yang tidak lagi bisa memperoleh jalan keluar. Liberalisme dalam ekonomi lalu membawa
Liberalisme dalam politik. Untuk mengendalikan ekonomi dari negara lain, terlebih dulu negara itu harus
ditaklukkan. Pedagang‐pedagang menjadi penakluk; bangsa‐bangsa Asia‐Afrika dijajah dan kelobaan ini
membuka pintu kepada jaman Imperialisme. Jawa diduduki diabad ke 16; Maluku diabad ke 17 dan
lambat laun Negeri Belanda menguasai kepulauan kami secara berturut‐turut hingga ke Bali yang baru
dikuasai di tahun 1906. Dengan cepat kekuasaan asing menanamkan akar‐akarnya. Mereka mengambil
kekayaan kami, mengikis kepribadian kami dan musnalah Putera‐puteri harapan bangsa dari suatu
Bangsa yang Besar yang pandai melukis, mengukir, membuat lagu, menciptakan tari. Kami tidak lagi
dikenal oleh dunia luar, kecuali oleh penghisap‐penghisap dari Barat yang mencari kemewahan di Hindia.
Akibat daripada Imperialisme sungguh jahat sekali. Orang laki‐laki diambil dari rumahnya dan dipaksa
menjadi budak di pulau‐pulau yang jauh, dimana terdapat kekurangan tenaga manusia. Perempuan‐
perempuan dipaksa bekerja di kebun tarum dan mereka tidak boleh menghentikan pekerjaannya,
sekalipun melahirkan
pada waktu menanam. Tempe adalah bungkah yang lunak dan murah terbuat dari kacang kedele yang
diberi ragi. Negeri tempe berarti negeri yang lemah. Itulah kami jadinya. Kami terus‐menerus dikatakan
sebagai bangsa yang mempunyai otak seperti kapas. Kami menjadi pengecut; takut duduk, takut berdiri,
karena apapun yang kami lakukan selalu salah. Kaml menjadi rakyat seperti dodol dengan hati yang kecil.
Kami lemah seperti katak dan lembut seperti kapok. Kami menjadi suatu bangsa yang hanya dapat
membisikkan, "Ya tuan", Sampai sekarang orang Indonesia masih terbawa‐bawa oleh sifat rendah diri,
yang masih saja mereka pegang teguh secara tidak sadar. Hal itu menyebabkan kemarahanku baru‐baru
ini. Wanita‐wanita dari kabinetku selalu menyediakan jualan makanan Eropa. "Kita mempunyai
panganan enak kepunyaan kita sendiri," kataku dengan marah.

Seluruh Asia bangkit dan di abad keduapulah yang megah ini, dalam mana isolasi tidak akan terjadi lagi,
maka bangsa Indonesia yang lemah dan pemalu itupun dapat merasakan gelora daripada kebangkitan
ini. Dalam bulan Mei 1908 para pemimpin di Jawa menyusun partai nasional yang pertama dengan nama
"Budi Utomo", yang artinya "Usaha yang Suci". Di tahun 1912 organisasi ini memberi jalan kepada
Sarekat Islam yang mempunyai anggota sebanyak dua setengah juta orang dibawah pimpinan H.O.S.
Tjokro Aminoto. Bangsa Indonesia yang menderita secara perseorangan sekarang mulai menyatukan diri
dan persatuan nasional mulai tersebar. Ia lahir di Jakarta, akan tetapi sang bayi baru pertamakali
melangkahkan kakinya di Surabaya. Di tahun 1916 maka Surabaya merupakan kota pelabuhan yang
sangat sibuk dan ribut, lebih menyerupai kota New York. Pelabuhannya baik dan menjadi pusat
perdagangan yang aktif. Ia menjadi suatu kota industri yang penting dengan pertukaran yang cepat
dalam perdagangan gula, teh, tembakau, kopi. Ia menjadi kota tempat perlombaan dagang yang kuat
dan orang‐orang Tionghoa yang cerdas ditambah dengan arus yang besar dan para pelaut dan pedagang
yang membawa berita‐berita dari segala penjuru dunia. Penduduknya semakin bertambah, terdiri dari
pekerja pelabuhan dan pekerja bengkel yang masih muda‐muda dan yang bersemangat menyala‐nyala.
la menjadi kota dimana bergolak persaingan, pemboikotan, perkelahian di jalan‐jalan. Kota itu bergolak
dengan ketidakpuasan dari orang‐orang revolusioner. Ke tengah‐tengah kancah yang mendidih demikian
itulah seorang anak ibu berumur 15 tahun masuk dengan menjinjing sebuah tas kecil.

Keluarga Pak Tjokro tinggal di depan; kami yang bayar makan di belakang. Sungguhpun semua kamar
sama melaratnya, akan tetapi anak‐anak yang sudah bertahun‐tahun bayar makan mendapat kamar yang
namanya saja lebih baik. Kamarku tidak pakai jendela sama sekali. Dan tidak berpintu. Di dalam sangat
gelap, sehingga aku terpaksa menghidupkan lampu terus‐menerus sekalipun di siang hari. Duniaku yang
gelap ini mempunyai sebuah meja goyah tempatku menyimpan buku, sebuah kursi kayu, sangkutan baju
dan sehelai tikar rumput. Tidak ada kasur. Dan tidak ada bantal. Surabaya di waktu itu sudah menikmati
kemegahan lampu listrik. Setiap kamar mempunyai fitting dan setiap pembajar‐makan membajar ekstra
untuk lampu. Hanya kamarku yang tidak punya. Aku tidak punya uang untuk membeli bolanya.

Dr. Douwes Dekker Setiabudi adalah seorang patriot yang telah menderita selama bertahun‐tahun dalam
pembuangan. Ketika umurnya sudah lebih dari 50 tahun ia menyampaikan kepada partainya, yaitu
National Indische Partij, "Tuan‐tuan, saya tidak menghendaki untuk digelari seorang veteran. Sampai
saya masuk keliang kubur saya ingin menjadi pejuang untuk Republik Indonesia. Saua telah berjumpa
dengan pemuda Sukarno. Umur saua semakin lanjut dan bilamana datang saatnua saya akan mati, saya
sampaikan kepada tuan‐tuan, bahwa adalah kehendak saya supaya Sukarno yang menjadi pengganti
saya. "Anak muda ini," ia menambahkan, "..akan menjadi 'Juru selamat' dari rakyat Indonesia di masa
yang akan datang. "Ramalan yang kedua keluar dari Pak Tjokro, seorang penganut Islam yang saleh. Dia
banyak mempergunakan waktunya untuk sembahyang dan mendo'a. Setelah beberapa lama melakukan
samadi, ia kembali kepada seluruh keluarganya pada suatu malam yang berhujan dan ia berbicara
dengan kesungguhan hati?, "Ikutilah anak ini. Dia diutus oleh Tuhan untuk menjadi Pemimpin Besar kita.
Aku bangga karena telah memberinya tempat berteduh di rumahku." Sepuluh Juni 1921 aku lulus.
Sebelas Juni rencana yang telah kuperbuat untuk diriku sendiri ditolak mentah‐mentah. Kawan‐kawanku
dan aku bermaksud akan menerus

Anda mungkin juga menyukai