Anda di halaman 1dari 11

wwwww e-ISSN: 2550-0813 | p-ISSN: 2541-657X | Vol 10 No 3 Tahun 2023 Hal.

: 1105-1115
-

NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial


available online http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/index

“SERBA AUTOPOIESIS” PUDARNYA PERAN MEDIA MASSA


DALAM PANDANGAN TEORI SISTEM NIKLAS LUHMANN1

Noveri Faikar Urfan

Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Bisnis dan Humaniora,

Universitas Teknologi Yogyakarta

Abstrak

Fokus studi ini adalah pada masalah sistemik orientasi media massa ditinjau dari teori sistem
Niklas Luhmann. Luhmann berpandangan bahwa sistem media massa mempunyai karakteristik
yang autopoiesis. Sistem autopoiesis ini mengandaikan bahwa suatu sistem memiliki kemampuan
untuk mendefinisikan kodenya sendiri untuk menghindari kompleksitasnya terhadap faktor
eksternal, yaitu lingkungan. Kemampuan ini membuat media massa cenderung mengabaikan
faktor terpenting dalam demokrasi, yaitu bagaimana media massa mampu berperan dalam
wacana kesejahteraan. Tulisan Luhmann sebenarnya berangkat dari kritiknya terhadap ahli teori
sistem Talcott Parsons. Parsons melihat sistem dalam konteks keharusannya untuk memiliki
tujuan dalam menjaga keseimbangan. Namun, Luhmann justru melihat sistem bergerak tanpa
keseimbangan, karena sistem berjalan dengan kodenya masing-masing. Pandangan Niklass
Luhmann yang menjelaskan ciri-ciri sistem autopoiesis juga menuai kritik. Kritik terutama datang
dari punggawa madzhab Frankfurt, Jurgen Habermas. Habermas menganggap bahwa teori harus
menyumbangkan jalan untuk membebaskan (emansipasi) masyarakat dari masalah yang
dihadapinya, tidak seperti Luhmann yang hanya menjelaskan masalah. Pada bagian kesimpulan
dan diskusi, tulisan ini menawarkan sebuah alternatif, bahwa media harus dilihat posisinya yang
penting dalam demokrasi, dan memiliki kesempatan untuk meningkatkan demokrasi dengan
mempromosikan media publik.

Kata Kunci: Media Massa, Autopoiesis, Niklass Luhmann, Media Publik.

*Correspondence Address : veriurfan@gmail.com


DOI : 10.31604/jips.v10i3.2023.1105-1115
© 2023UM-Tapsel Press
1105
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 10 (3) (2023): 1105-1115

PENDAHULUAN penting dan perlunya demokrasi.


Pasca runtunya rezim diktator di Namun, demokrasi juga mengandung
berbagai belahan dunia, demokrasi berbagai persoalan di sisi yang lain.
diangap sebagai sistem politik paling Beberapa persoalan tersebut seperti
paripurna, karena hanya dengan sistem gagalnya demokrasi dalam menyediakan
politik demokrasi, resiko atas lahirnya kesejahteraan dan terjebak dalam
pemerintahan diktator yang membawa demokrasi elektoral-prosedural yang
kerusakan dapat dibendung (Suseno, sempit.
2008). Sebab itu, banyak negara Sementara itu, media massa
disibukkan dalam perjuangan mempunyai peran signifikan dalam
mengambil kembali hak politik dari demokrasi, dengan cirinya sebagai
rezim otoriter menuju kedaulatan politik kontrol sosial dan memunculkan wacana
yang tidak terpusat, mengakui terkait problem-problem kehidupan
kesetaraan hak dalam bersuara dan pada demokrasi. Tulisan ini bermaksud untuk
intinya mengembalikan konsep mendiskusikan problem demokrasi
kedaulatan pada rakyat. Perjuangan dalam kaitannya dengan media masa.
inipun dilakukan dengan cara yang Ada kecenderungan media massa di
berdarah-darah dan memakan banyak Indonesia terlalu mewacanakan
korban jiwa. demokrasi dalam perspektif libertarian,
Kemudian, mengapa sistem sehingga kehilangan wacana terkait
demokrasi layak diperjuangkan? Sebab antagonisme dan oposisi, padahal dua
dalam sistem demokrasi, visi tentang hal ini penting dalam tradisi demokrasi
kedaulatan rakyat atas negara akan yang demokratik. Karena wacana dalam
diakui secara penuh. Seperti yang media massa cenderung libertarian,
diungkapkan oleh presiden ke 16 maka problem penciptaan kesejahteraan
Amerika Serikat, Abraham Lincoln menghilang dalam wacana. Tulisan ini
tentang demokrasi yaitu sebuah berusaha mengaitkan pudarnya peran
pemerintahan yang dijalankan oleh media massa dalam sistem demokrasi,
rakyat dan dilaksanakan untuk karena sifatnya yang autopoiesis
memenuhi kepentingan rakyat (autopoietic).
(Syahputra, 2013). Sementara Robert A Sifat sistem autopoiesis sendiri
Dahl dalam karyanya yang penting, berasal dari pemikiran Niklas Luhmann,
berjudul On Democracy, menyebut yang berargumen bahwa sebuah sistem
bahwa demokrasi mempunyai beberapa dapat memproduksi dan memelihara diri
kriteria penting yaitu : sendiri. Ini yang pada akhirnya
Demokrasi menyediakan peluang menjadikan media massa sebagai entitas
untuk: partisipasi efektif; kesetaraan yang tidak terkendali dan kurang
dalam pemilihan umum; meningkatkan mendukung sistem demokrasi.
pemahaman yang tercerahkan; kontrol Pemikiran Niklas Luhmann sebenarnya
penuh atas agenda dan inklusi bagi orang adalah kritik pada teori sistem Talcott
dewasa (Dahl, 1998). Parsons, di mana Parsons melihat bahwa
sistem memiliki tujuan untuk mencapai
Ibarat dua sisi mata uang, sebuah keseimbangan. Luhmann sendiri
demokrasi memang menyajikan harapan juga mendapat kritikan karena dianggap
di satu sisi, seperti pengakuan partisipasi tidak menyediakan solusi dan hanya
warganegara untuk memilih pemimpin menyingkap problemnya saja. Untuk itu,
yang akan menentukan kebijakan, pers pada bagian diskusi nantinya, akan
bebas, pluralisme, dan perlihndungan disajikan tawaran terkait pemanfaatan
HAM. Harapan-harapan inilah yang media publik di tengah kondisi sistem
memagari kebimbangan orang atas yang serba autopoiesis.
1106
Noveri Faikar Urfan
“serba autopoiesis” pudarnya peran media massa dalam pandangan teori system…………….….(Hal 1105-1115)

METODE PENELITIAN yang lain, dan ia harus ikut menjaga


Penelitian ini menggunakan stabilitas.
metode studi kepustakaan (library Skema AGIL yang dijelaskan
research) untuk menemukan poin-poin Parsons memang tampak ideal.
penting dalam kajian tentang teori Meskipun dalam realitanya, fungsi-
autopoiesis Niklass Luhmann dan fungsi tersebut sering tidak bekerja
pemanfaatan media publik sebagai dengan semestinya. Problem itu
tawaran alternatif solusi di tengah disebabkan karena pada hakikatnya
kondisi ekosistem media yang serba sistem-sistem cenderung berkehendak
autopoiesis. Studi kepustakaan sendiri untuk menentukan jalannya sendiri. Hal
menurut Mestika Zed, dalam bukunya ini yang menjadi celah dari analisis
Metode Penelitian Kepustakaan, Parsons, bahwa sistem cenderung sulit
merupakan sebuah kegiatan penelitian untuk dikontrol dan memiliki kemauan
yang berkaitan dengan pengumpulan untuk menciptakan aturan mainnya
data kepustakaan, baik berupa buku, sendiri (self-creation). Kondisi ini yang
jurnal, atau sumber-sumber lain yang membuat teoretisi sistem Niklas
relevan untuk mendukung argumen yang Luhmann, melayangkan kritiknya atas
diajukan oleh peneliti (Zed, 2004). Untuk teori sistem Talcot Parsons. Luhmann
itu, sumber data dari penelitian ini secara menganggap bahwa dalam masyarakat
umum adalah sumber sekunder yang modern, sistem selalu memiliki berbagai
diperoleh dari telaah buku-buku dan kemungkinan, dan dalam realita
jurnal. kinerjanya bisa jadi berbeda jauh dari
tujuan idealnya (contingency), keadaan
HASIL DAN PEMBAHASAN ini disebabkan karena sistem memiliki
Sistem dalam Pandangan kemampuan untuk merujuk pada diri
Talcott Parsons dan Nicklas Luhmann sendiri (self-reference) (Luhmann, 2000).
Dalam pandangan teori sistem Konsep AGIL yang dijelaskan
Talcott Parsons, sistem negara harus Parsons agaknya cocok jika diterapkan
mempunyai tujuan bersama. Tujuan itu untuk menganalisis keadaan di mana
yang harusnya didukung oleh seluruh terdapat kekuasaan yang mengontrol
fungsi di setiap elemen dalam sistem secara kuat, yang sedapat mungkin
bernegara. Karena itulah, Parsons sering mampu memelihara dan mengendalikan
disebut sebagai tokoh aliran jalannya sebuah sistem untuk mencapai
fungsionalisme struktural, karena tujuan bersama. Di Indonesia, keadaan
menekankan pentingnya fungsi dalam ini pernah terjadi di masa Orde Baru, saat
sistem. Parsons kemudian itu kekuasaan yang terpusat dapat
mengetengahkan skema AGIL. Bahwa mengendalikan dan mengontrol jalannya
jika sebuah negara ingin bertahan, ia sistem-sistem untuk menjalankan
harus menjalankan tujuan (goal program negara. Dalam konteks ini,
attainment), mampu beradaptasi Parsons menilai bahwa kekuasaan
(adaptation), elemen-elemen dalam mempunyai sisi positif untuk menjaga
sistem harus terintegrasi (integration), rencana-rencana bersama agar dapat
dan menjaga pola untuk memelihara terlaksana tanpa ada gangguan. Seperti
stabilitas (latency)(Ritzer, 2015). yang dijelaskan oleh Parsons berikut ini :
Begitupun dengan media massa, ia harus Kekuasaan adalah kapasitas
mempunyai tujuan yang jelas dan tidak umum untuk mengamankan kinerja
boleh berseberangan dengan tujuan kewajiban yang mengikat pada unit-unit
negara, mampu beradaptasi dengan dalam sistem organisasi kolektif, ketika
situasi, dan tidak enggan untuk kewajiban dilegitimasi dengan mengacu
diintegrasikan bersama sub-sub sistem pada tujuan kolektif, dan di mana terjadi

1107
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 10 (3) (2023): 1105-1115

pembangkangan ada penegakan oleh sejumlah kegagalan negara dalam


sanksi situasional negatif apapun mengatasi problem demokrasi
lembaga penegaknya. Parsons dalam sebenarnya adalah kegagalan yang
Budiarjo (Budiarjo, 2008). bersifat sistemik, artinya tidak ada
Pemikiran yang diungkapkan kekompakan antara satu sistem dengan
oleh Parsons tampak ideal, ketika pada sistem yang lain untuk menjalankan
era otoritarianisme Orde Baru, dominasi tujuan bersama (goal attainment)
pemerintah dalam mengontrol negara. Kegagalan bisa terjadi karena
masyarakat masih begitu kuat dan sistem tidak memenuhi salah satu
mengakar, bahkan mereka elemen AGIL dalam teori Parsons.
menggunakan apparatus represif Sementara itu, menurut teoretisi sistem
(militer) untuk menakut-nakuti warga Niklas Luhmann, kegagalan ini justru
negara. Karena Orde Baru menganggap, terletak pada sifat dasar dari sistem itu
setiap bagian dalam sistem harusnya sendiri. Sifat ini yang disebut oleh
berjalan senada dengan tujuan negara Luhmann sebagai autopoiesis, sifat yang
dan diperlukan kontrol kuat untuk memberi kemampuan pada sistem untuk
menjaganya. Jika terdapat resistensi di memproduksi dirinya sendiri
dalam sistem, maka sanksi bisa diambil (Suhardiyah & Siswanto, 2020), oleh
sebagai wujud pengelolaan terhadap karena itu Luhmann melihat sistem itu
sistem tersebut. Negara yang menganut sendiri selalu dalam keadaan kacau
sistem seperti ini cenderung (chaotic).
memakasakan kehendaknya, sebab Secara historis sebenarnya
penguasa mempunyai segala instrumen Luhmann telah mengkritik teori Parson,
untuk mengontrol dan mengendalikan yang menjadikan keseimbangan
kekuasaan. (equilibrium), sebagai tujuannya
Namun, tipe sistem seperti ini (Luhtinanti, 2022). Sedangkan dalam
cenderung beresiko dan meningkatkan masyarakat modern, sistem menurut
peluang pengekangan hak-hak paling Luhmann dilihat memiliki menakinisme
mendasar dari masyarakat, misalkan internal untuk mengatur dan
terkait dengan pelanggaran HAM dan membentuk dirinya sendiri. Itulah
KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) sebabnya, Luhmann cenderung
yang dihalalkan asalkan sesuai dengan menganggap hubungan antara satu
keinginan penguasa. Untuk itulah, sistem dengan sistem-sistem yang lain
sebenarnya Indonesia telah berusaha selalu berada dalam kondisi chaotic, atau
untuk lepas dari rezim otoriter yang tidak seimbang, karena masing-masing
bercokol selama 32 tahun yang dimotori sistem memiki kehendak sendiri.
oleh peristiwa reformasi 1998, dan Niklas Luhmann mulanya
menuju negara demokratis yang mencetuskan konsep autopoiesis dari
ditegaskan dengan pemilihan umum perbedaan dalam sistem sel-sel biologis,
langsung atas jabatan presiden di tahun kemudian ia terapkan untuk
2004 dan 2014. Akan tetapi, usaha menganalisis sistem-sistem lain, seperti
demokratisasi sejak 1998 memang sulit, sistem ekonomi, hukum, saintifik,
berbagai perkara pelik dalam mengelola birokrasi politik, hingga media massa.
demokrasi mulai bermunculan. Seperti Tulisan ini, berusaha melihat bagaimana
korupsi, ketidakpercayaan masyarakat Luhmann memandang sistem dalam
akan aparat negara, dan tidak adanya bukunya Die Realitat der Massenmcdien
usaha serius dalam menciptakan yang terbit tahun 1996, dan
pemerataan kesejahteraan diterjemahkan dalam bahasa Inggris
Dalam perspektif teori sistem menjadi buku The Reality of Mass Media,
Talcott Parsosns, bisa diandaikan bahwa yang terbit tahun 2000. Dalam buku ini
1108
Noveri Faikar Urfan
“serba autopoiesis” pudarnya peran media massa dalam pandangan teori system…………….….(Hal 1105-1115)

luhmann mengkhususkan dirinya dan batas-batas dari stuktur internalnya


mengkaji sistem media massa. Di dalam sendiri (self-organizing); ketiga, sistem
karya ini juga, Luhmann memandang menetapkan dirinya sendiri sebagai
bahwa media massa adalah tempat acuan dan menetapkan nilai yang
bercermin dan acuan bagi masyarakat relevan bagi dirinya sendiri (self-
untuk menentukan pilihan-pilihan referential); keempat, sistem autopoietic
sikapnya. adalah sistem tertutup, artinya sistem
tidak mempunyai kaitan langsung
Media Massa yang Autopoiesis dengan lingkungannya (Ritzer, 2015).
Dalam buku The Reality of Mass Empat karakteristik sistem
Media, Luhmann menilai bahwa media inilah yang dijelaskan oleh Luhmann
massa adalah sebuah sistem dengan untuk memotret realitas media massa.
seperangkat rekursif, yakni semacam Jika begitu, lantas bagaimana sistem
proses pendefinisian objek dengan diri media massa jika dikaitkan dengan iklim
sendiri sebagai cerminan (Luhmann, demokrasi sekarang?. Sementara ada
2000). Untuk mendefinisikan dirinya anggapan bahwa media massa memiliki
sendiri, sebuah sistem membutuhkan fungsi yang penting yaitu menjalankan
apa yang disebut dengan kode (code). kontrol sosial. Apakah ditengah iklim
Sayangnya, menurut Luhmann kode demokrasi seperti sekarang, fungsi itu
dalam sistem media massa tidak telah memudar?. Tulisan ini mencoba
ditentukan oleh nilai-nilai yang diambil mendiskusikan hal itu dengan
dari lingkungan, seperti disiplin mengetengahkan ciri khas sistem yang
verifikasi, keberpihakan pada publik, dan autopoiesis.
kebenaran, akan tetapi kode media Pertama-tama Luhmann
massa diciptakan dari pemilahan oposisi menggunakan istilah kode (code) untuk
biner antara yang disebut informasi dan memberikan distingsi terhadap aspek-
non-informasi. Hal ini memungkinkan aspek mana yang diakui untuk masuk
media untuk melakukan seleksi atas kedalam sistem dan aspek mana yang
informasi dengan dasar kriteria yang harus dibuang. Menurut Luhmann, kode
dibangunnya sendiri, dan digunakan untuk menetapkan batas dan
mengkomunikasikan informasi tersebut kemungkinan dari bentuk komunikasi
sesuai dengan refleksifitas mereka. yang akan dilakukan oleh sistem,
Artinya sistem bekerja atas dasar sehingga bentuk komunikasi tersebut
kebutuhan mereka sendiri, dan bisa dilihat sebagai sebuah seleksi.
mengembangkannya untuk merespons Luhmann membahasakannya demikian:
problem mereka sendiri (Wahyuni, kode diputuskan sebagai duplikasi buatan
2021). yang mengandung berbagai
Karakter inilah yang kemungkinan dengan konsekuensi bahwa
menjustifikasi bahwa media massa setiap elemen bisa ditampilkan sebagai
adalah sistem autopoiesis. Untuk itu sebuah seleksi (Luhmann, 2000). Dalam
tulisan ini terlebih dulu akan istilah lain, kode dapat diartikan juga
menjelaskan ciri-ciri sistem autopoiesis sebagai “pokok pikiran” atau bahasa
menurut Niklas Luhmann. Luhmann yang digunakan oleh sebuah sistem
menyebutkan empat karaktetistik dalam untuk membedakan dirinya dengan
sistem autopoiesis, sebagaimana yang sistem yang lain.
disebutkan oleh George Ritzer, yaitu: Dalam sistem hukum misalnya,
pertama sistem autopoiesis kode yang dianut adalah pembedaan
menghasilkan elemen dasar yang antara yang legal dan yang illegal.
membentuknya sendiri (self-creation); Sementara sistem ekonomi mengikuti
kedua sistem mengorganisasikan diri kode pemisahan antara yang transaksi

1109
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 10 (3) (2023): 1105-1115

dan non transaksi. Kode juga dipakai sistem akan mereduksi berbagai
untuk memberikan batas terkait jenis kompleksitas dari lingkungan yaitu
komunikasi seperti apa yang diizinkan publik, sejauh hal itu tidak mengurangi
dan tidak diizinkan oleh sistem, jika relevansinya dengan kode yang sudah
komunikasi tidak termasuk dalam kode ditetapkan. Sistem autopoiesis menurut
yang relevan maka komunikasi itu pandangan Luhmann, adalah sistem yang
dianggap bukan bagian dari sistem tertutup. Maksudnya, sistem akan
tersebut. mengolah tangkapan representasi dari
Lantas kode apa yang dianut lingkungan sejauh representasi itu
oleh media massa?. Luhmann menyebut sesuai dengan kode mereka. Maka, dapat
bahwa kode yang dianut oleh media ditarik kesimpulan bahwa publik
massa terkait dengan pemilahan apa menjadi lingkungan bagi media massa,
yang disebut informasi dan non akan tetapi kerumitannya akan
informasi. Kode ini yang menjadikan disederhanakan sejauh hal itu relevan
media massa mampu menyeleksi dengan kode media massa, yaitu
informasi dan membuang yang non informasi dan non informasi. Dari sini,
informasi serta mengkomunikasikannya bisa ditarik sebuah penafsiran bahwa
sesuai dengan kriteria yang mereka publik dalam sistem autopoiesis media
bangun sendiri. Kode inilah yang massa, ditempatkan dalam hubungan
kemudian menjadi dasar kerja media sejauh ia relevan dengan produk-produk
massa di tengah masyarakat, di mana informasi media massa.
informasi dijadikan sebagai positive Akan tetapi, pandangan
value yang membantu media massa Luhmann ini agaknya bertentangan
untuk meredusir kompleksitasnya dari dengan prinsip-prinsip ideal demokrasi,
lingkungan. di mana media massa memiliki posisi
Dalam pengertian ini, media penting yakni untuk mengakomodasi
massa sebagai sebuah sistem dengan dan menyuarakan kepentingan publik.
kodenya, telah melakukan Seperti keyakinan umum bahwa media
penyederhanaan atas lingkungan yang massa (khususnya pers) dianggap
kompleks. Luhmann berpendapat bahwa sebagai pilar keempat dalam sistem
sistem memiliki kehendaknya sendiri demokrasi, setelah eksekutif, legislatif,
dan berusaha untuk selalu menjadi lebih dan yudikatif. Dalam ideal ini,
sederhana dari lungkungannya (Ritzer, seharusnya media massa mampu
2015). Artinya, informasi dan non menempatkan publik bukan sebagai
informasi menjadi kode atau panduan sesuatu yang harus direduksi, melainkan
dari refleksifitas media massa untuk bagaimana media massa dapat
menghindari kompleksitas lingkungan. mengakomodirnya sebagai bagian dari
Lantas merujuk pada hal apakah pembentukan wacana berdemokrasi.
lingkungan itu?. Dalam karya The Reality Akan tetapi, jika kembali pada pemikiran
of Mass Media, Luhmann menyebutkan Niklass Luhmann, media massa dengan
sebuah bab yang diberi judul The Public. sifat autopoiesisnya justru mereduksi
Dalam bab itu Luhmann berpendapat publik hanya sejauh apakah itu relevan
bahwa kompleksitas lingkungan dengan kode informasi dan non
sebenarnya menyangkut hajat hidup informasi, atau dengan kata lain media
atau kepentingan publik (Luhmann, massa berhak menentukan kelayakan
2000). informasi dan menentukannya untuk
Luhmann berpendapat bahwa menjadi sebuah berita.
sistem akan beroperasi dengan Sampai di sini bisa dipahami
menyederhanakan lingkungannya. bahwa media massa sebagai sistem
Untuk itu, media massa sebagai sebuah autopoiesis menciptakan kodenya
1110
Noveri Faikar Urfan
“serba autopoiesis” pudarnya peran media massa dalam pandangan teori system…………….….(Hal 1105-1115)

sendiri. Dalam kaitan dengan publik Dari penjelasan di atas,


sebagai lingkungannya, media massa jika dikaitkan dengan publik sebagai
memiliki kehendak untuk membatasi diri lingkungan media massa, yang
dari kompleksitasnya sejauh hal itu kompleksitasnya sudah direduksi sejauh
relevan dengan dengan kode mereka. berhubungan dengan kode informasi dan
Artinya media massa memiliki non informasi, maka wajar jika banyak
kekuasaan untuk menyeleksi mana yang persoalan yang luput dari perhatian
layak dan tidak layak untuk diangkat media massa, padahal persoalan itu
sebagai informasi dan menjadikannya penting untuk diwacanakan. Sayangnya
sebagai berita. Akan tetapi, meskipun dalam negara demokrasi seperti
kode media massa disusun atas Indonesia, problem kesejahteraan
pemilahan mana yang informasi dan sebagai wacana yang sangat penting bagi
bukan informasi. Lantas apa kriteria publik, justru direduksi oleh media
kelayakan sebuah isu akan dianggap massa.
sebagai informasi dan layak diberitakan
oleh media?. Di sinilah, media massa Demokrasi di Tengah
akan menyusun apa yang mereka sebut Ketidakjelasan Orientasi Media Massa
dengan kriteria newsworthiness (kriteria Kecenderungan sistem
layak berita). Maka, jangan heran jika autopoiesis media massa, membuatnya
isu-isu yang diberitakan oleh media, bebas menentukan kode sendiri dan
banyak yang tidak menyentuh substansi mereduksi kompleksitasnya terhadap
demokrasi, seperti berita tentang kabar lingkungan. Dalam pandangan sosiolog
terbaru dari para artis. Karena memang Briyan S. Turner, ciri khas sistem
begitulah cara media menentukan autopoiesis dalam pemikiran Luhmann,
kelayakan berita (informasi), seperti berfungsi untuk meminimalisir resiko
diungkapkan Luhmann, mereka atau “kegaduhan” dari lingkungan
menyusun kode mereka sendiri. (Turner, 2006). Jika begitu, maka wajar
Studi lain juga melihat krisis bila kemudian publik dianggap terlalu
dalam pewacanaan demokrasi di media gaduh, dan perlu direduksi dengan
massa. Seperti yang diungkapkan oleh saringan kode mereka. Dalam konteks ini
Subono, dkk (2012) bahwa demokrasi dapat dipahami bahwa reduksi media
yang dimediasi-massal oleh media massa massa atas kompleksitas lingkungannya,
di Indonesia sangat condong ke arah menunjukkan bahwa demokrasi tidak
tradisi demokrasi libertarian. Wacana ini didukung secara serius oleh peranan
mengesampingkan pentingnya oposisi media massa.
dan antagonisme, sehingga persoalan Dari telaah yang dilakukan oleh
terkait pemerataan kesejahteraan tidak Subono, dkk, wacana demokrasi yang
dianggap sebagai problem sistemik. dimediasi oleh media massa,
Studi ini juga menganggap bahwa telah menunjukkan dominasi wacana
terjadi normalisasi atas problem libertarian dan posisi ini justru
kesejahteraan, yang membuatnya mengancam demokrasi karena hilangnya
kehilangan tempat dalam wacana antagonisme dan opoisisi (Subono et al.,
demokrasi di media massa (Subono, 2012). Sebab hilangnya wacana tentang
Polimpung, & Prasojo, 2012). Kajian itu antagonisme dan oposisi justru
menegaskan pula bahwa demokrasi yang menunjukkan bahwa demokrasi
di mediasi oleh media massa, hanya Indonesia mengarah pada sebentuk
mirip retorika belaka, dan justru otoriatarinisme jenis baru. Keadaan ini
menunjukkan betapa gagalnya justru memperlihatkan tidak adanya
demokrasi dalam mengupayakan usaha serius yang dilakukan oleh media
pemerataan kesejahteraan. massa dalam memunculkan kritik, dan

1111
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 10 (3) (2023): 1105-1115

beusaha menumbuhkan wacana tentang bersifat sebagai hiburan. Selain itu,


pemerataan kesejahteraan. kepemilikan media yang terkonsentrasi
Dalam kenyataan demokrasi di pada segelintir pihak juga
Indonesia, ketimpangan ekonomi masih mengindikasikan persoalan. Ada
menjadi persoalan yang belum ditangani ketakutan tersendiri di kalangan awak
secara serius. Namun, jika media massa media jika mereka kritis terhadap
terjerembab dalam tradisi libertarian di pemilik media dan tidak bisa berbuat
mana akses ekonomi bebas tidak lagi apa-apa ketika media tersebut
diperdebatkan, maka media massa pada dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
akhirnya hanya menjadi agen yang Dua persoalan ini (ekonomi dan politik)
membenarkan terjadinya ketidakadilan. adalah penyebab dari kacaunya orientasi
Inilah yang justru berlawanan dengan media massa. Orientasi media massa
tradisi demokrasi yang demokratik, di yang berlebihan pada kepentingan pasar
mana untuk melawan penindasan dan politik pada akhirnya akan
kapitalisme dalam bentuk yang semakin menghadirkan resiko terbengkalainya
maju, diperlukan peran-peran kepentingan publik. Sikap media massa
antagonisme (Laclau & Mouffe, 2008). yang menunjukkan kecenderungan never
Sebab itu, sebenarnya media massa ending capital and politcal interest telah
memiliki posisi penting dalam tradisi menyebabkan sistem demokrasi
demokrasi yang demokratik, yaitu untuk kehilangan substansinya.
membangun kesadaran bersama tentang Dari pembacaan ini, terlihat
pentingnya kesetaraan atau chain of bahwa Luhmann memberikan
equavalence (jalinan kesetaraan), dan pandangan yang cerdas terhadap krisis
sikap kritis untuk mewacanakan yang dialami oleh masyarakat modern
ketidakmerataan kesejahteraan. dalam mengelola sistem demokrasi.
Akan tetapi, mengingat bahwa Namun, Luhmann hanya melihat dari sisi
sistem media massa adalah sistem bahwa kondisi chaotic itu terjadi karena
autopoiesis di mana konstruksi realitas sistem-sistem dibiarkan bebas, tanpa
dibangun dengan menyederhanakan kontrol, dan semaunya menetapkan
nilai-nilai lingkungan (publik), inilah kode-kode internalnya sendiri tanpa
yang justru menyebabkan kekacauan mempertimbangkan kompleksitas
dalam sistem negara demokrasi. Artinya, lingkungan eksternal. Padahal dalam
tidak terdapat kepaduan antara sistem berbagai literatur tentang jurnalisme
media massa dengan sistem yang lain disebutkan bahwa pada intinya media
sehingga tujuan dari sistem besar massa harus mampu menjaga jarak
demokrasi itu sendiri tidak dapat dengan pasar dan kepentingan politik.
dicapai. Luhmann sendiri melihat Luhmann tampaknya telah
fenomena itu sebagai semcaam krisis mengabaikan aspek penting tentang
dalam masyarakat modern, di mana bagaimana idealnya media massa
media begitu dipercaya bahkan sebagai membangun kodenya. Ia hanya
sumber referensi diri, padahal informasi memberikan penjelasan bahwa sistem
yang dihasilkannya telah melalui media massa menyusun kodenya sendiri
serangkaian proses seleksi, dan dan tidak menjelaskan bagaimana
konstruksi realitasnya kadang-kadang seharusnya media menetapkan batas-
tidak memperhatikan prinsip batas tertentu di tengah pusaran arus
objektivitas dan kebenaran. politik dan pasar. Padahal, pasar dan
Tafsir ini dapat dimengerti di politik adalah bagian dari kompleksitas
tengah maraknya informasi di media lingkungan yang menjadi dasar bagi
massa yang cenderung ditujukan untuk media massa menetapkan kodenya.
memuaskan selera pasar dan hanya
1112
Noveri Faikar Urfan
“serba autopoiesis” pudarnya peran media massa dalam pandangan teori system…………….….(Hal 1105-1115)

KESIMPULAN DAN DISKUSI Idealnya, dalam sistem


Mewacanakan Media Publik demokrasi media massa memiliki peran
Niklas Luhmann telah yang amat penting, yaitu mengupayakan
menyajikan skema analitis untuk terwujudnya “market place of ideas”.
bagaimana memandang sistem dalam Sebuah terminologi yang bukan merujuk
masyarakat modern. Dalam pada konsep ekonomi atau pasar, namun
pandangannya sistem tampak mengacu pada semacam wadah aspirasi
mempunyai kehendak sendiri atau bagi warga negara, abstraksi ini yang
autopoiesis, sehingga muncullah disebut oleh Jurgen Habermas dengan
kekacauan dalam sistem masyarakat “delinguistified steering media”. Sejalan
modern. Akan tetapi, Luhmann dengan pemikiran Habermas dalam
sebetulnya juga mendapat kritikan konsep public sphere, Richard Bustch
karena analisisnya dipandang tidak menyebut bahwa media seharusnya
membantu dalam upaya memperbaiki menjadi ruang publik, yang berarti
kondisi masyarakat. sebuah wilayah netral yang mengakui
Kritik terhadap Luhmann, kesetaraan, di mana publik memiliki
utamanya dilayangkan oleh penerus akses dan hak yang sama dalam
tradisi kritis Madzab Frankfurt, Jurgen partisipasinya di dalam wacana publik
Habermas. Habermas melihat bahwa (Bustch, 2007). Sehingga demokrasi
teori sosial seharusnya menyajikan deliberasi (deliberated democracy) atau
sesuatu yang konstruktif untuk demokrasi yang dikonsultasikan secara
membantu memperbaiki kondisi rasional (deliberated) menjadi mungkin
masyarakat, bukan hanya untuk terselenggara.
memperlihatkan hal-hal yang kacau Meskipun, konsep ini memang
sebagai sesuatu yang tidak ada solusinya masih jauh dari realita. Mengingat
(Ritzer, 2015). Inilah yang menjadi kunci keadaan media massa di Indonesia yang
pemikiran Habermas terkait pentingnya masih diributkan dengan persoalan
sisi emasipasi atas teori, artinya akumulasi kapital dan kepentingan
Habermas melihat bahwa teori harus politik, sehingga harapan untuk
mampu menyumbang alternatif terakomodasinya kepentingaan pubik
pembebasan (emansipasi) atas problem melalui media belum terlaksana dengan
dan belenggu yang dihadapi oleh baik. Usaha yang mungkin relevan untuk
masyarakat. mengupayakan demokratisasi penyiaran
Dari pemikiran Niklas Luhmann, adalah dengan menguatkan media
paling tidak kekacauan orientasi media publik. Selama ini media swasta memang
massa dalam sistem demokrasi, sudah berorientasi pada penumpukan
cukup dipahami. Lantas bagaimana keuntungan, dan itu tidak bisa dihindari.
seharusnya memperbaiki situasi itu?. Begitu juga dengan kepemilikan media,
Hari ini media massa adalah faktor tidak dapat dibatasi dengan regulasi.
penting yang harus dilibatkan dalam Yang paling mungkin dilakukan adalah
demokrasi. Tanpa media massa, menguatkan media publik.
demokrasi tidak akan berjalan maju dan Di Indonesia istilah media publik
malah justru berjalan mundur. Jika sudah memang belum tercantum dalam
diketahui bahwa masalah utamanya regulasi, istilah yang ada dalam regulasi
adalah kebimbangan orientasi media adalah Lembaga Penyiaran Publik, yang
dalam demokrasi, di mana orientasi berbeda dengan Lembaga Penyiaran
media terlalu condong ke arah logika Swasta, Komunitas, dan Berlangganan.
ekonomi dan politik, maka yang harus Jika mengacu pada regulasi, UU. No. 32
diperbaiki adalah orientasinya itu tahun 2002, istilah Lembaga Penyiaran
sendiri. Publik adalah lembaga penyiaran yang

1113
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 10 (3) (2023): 1105-1115

berbentuk badan hukum, independen, dalam sistem demokrasi?. Tulisan ini


netral, dan tidak komesial, dan bertugas mengusulkan untuk mengembalikan
memberi layanan untuk kepentingan kontrol kepada publik, salah satunya
masyarakat. Regulasi ini penting karena dengan memanfaatkan media publik.
mencerminkan semangat untuk Pertama, regulasi harus mendefinisikan
melayani kepentingan publik. Sementara media publik secara lebih luas,
UNESCO juga sudah mengakomodir mengingat hari ini penggunaan media
media penyiaran publik, dengan sudah mengarah pada internitasasi dan
menyebutkan bahwa media penyiaran digitalisasi. Kedua, media publik
publik adalah penyiaran yang dibuat, sebaiknya tidak lagi memanfaatkan dana
dibiayai, dikendalikan oleh publik, dan dari APBN dan kembali pada sistem
untuk publik (Darmanto, 2020). berbayar (iuran) agar publik memiliki
Akan tetapi, definisi ini juga kontrol.
belum mencukupi mengingat definisi Dua hal ini menjadi poin penting,
tersebut hanya mencakup media mengingat media merupakan salah satu
penyiaran, yaitu televisi dan radio. elemen penting dalam demokrasi. Tanpa
Sementara penggunaan media sekarang media massa, demokrasi justru berjalan
mengarah pada internetisasi dan mundur dan akan kembali ke
digitalisasi. Jadi, dibutuhkan definisi otoritarianisme. Upaya ini penting untuk
yang lebih luas untuk mengakomodir dilakukan agar demokrasi yang sudah
keragaman dalam mengakses jenis dibangun dengan susah payah tidak
media. Selain itu, peranan publik dalam tergerus dengan sifat sistem-sistem yang
media publik juga sangat penting. Ambil serba autopoiesis, dan pemerintah
contoh BBC, sebagai media informasi maupun masyarakat harusnya segera
publik milik rakyat Inggris, di mana mewacanakan isu ini.
terdapat sistem bayar dari pelanggan,
dengan begitu pelanggan dapat
mengontrol informasi yang disajikan DAFTAR PUSTAKA
oleh BBC (Masduki, 2017). Ini Budiarjo, M. (2008). Dasar-Dasar Ilmu
menunjukkan bahwa publik atau Politik. Jakarta: Gramedia.
pelanggan memiliki kontrol dan Bustch, R. (2007). Media and Public
kekuatan dalam akses informasi di media Sphere (R. Butsch, ed.). New York: Palgrave
publik. Sayangnya, hal ini belum terjadi Macmillan.
di Indonesia, di mana penyiaran publik
(RRI dan TVRI) masih memanfaatkan Dahl, R. A. (1998). On Democracy (1st
ed.). Yale: Yale University Press.
dana dari APBN yang penganggarannya
penuh dengan kepentingan politik. Darmanto. (2020). Dinamika Penyiaran
Jadi, apa yang bisa disimpulkan?. Publik di Indonesia. Yogyakarta: Samudra Biru.
Bahwa dalam teori sistem Niklas
Luhmann, media massa dianggap Laclau, E., & Mouffe, C. (2008).
Hegemoni dan Strategi Sosialis, Postmarxisme dan
memiliki kehendak sendiri dan berhak Gerakan Sosial Baru. Yogyakarta: Resist Book.
menentukan kodenya sendiri, dengan
mendefinisikan kode informasi dan non Luhmann, N. (2000). The Reality of the
informasi. Ini menyebabkan sistem Mass Media. Stanford: Stanford University Press.
demokrasi berada dalam situasi chaotic,
Luhtinanti, U. A. (2022). Mengurai
karena sistem-sistem yang lain dalam Kompleksitas Masyarakat di Masa Pandemi:
demokrasi juga mempunyai sifat serupa, Labirin Menuju Pendekatan Sistemik Perspektif
alias tidak bisa dikendalikan. Lantas Sistem Sosial Luhmann. Jurnal Ilmu Sosial Dan
upaya apa yang harusnya dilakukan Humaniora, 11(2), 294–309.
untuk mengatasi situasi yang chaotic https://doi.org/https://doi.org/10.23887/jish.v

1114
Noveri Faikar Urfan
“serba autopoiesis” pudarnya peran media massa dalam pandangan teori system…………….….(Hal 1105-1115)

11i2.44440

Masduki. (2017). Tata Kelola Lembaga


Penyiaran Publik Dunia. Yogyakarta: Samudra
Biru.

Ritzer, G. (2015). Teori Sosiologi


Modern (7th ed.). Jakarta: Kencana.

Subono, N. I., Polimpung, H. Y., &


Prasojo. (2012). Oposisi Demokratik, Di Era
Mediasi-Massal Demokrasi. Jakarta: UI Press.

Suhardiyah, M., & Siswanto, A. H.


(2020). KOMUNIKASI NIKLAS LUHMANN
DALAM MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR
UMAT BERAGAMA DI WILAYAH PERKOTAAN.
Indonesian Journal of Islamic Communication,
3(1), 23–39.
https://doi.org/https://doi.org/https://doi.org/
10.35719/ijic.v3i1.811

Suseno, F. M. (2008). Etika Kebangsaan,


Etika Kemanusiaan. Yogyakarta: Impulse.

Syahputra, I. (2013). Rezim Media:


Pergulatan Demokrasi, Jurnalisme dan
Infotainment dalam Industri Televisi. Jakarta:
Gramedia.

Turner, B. S. (2006). Runtuhnya


Universalisme Sosiologi Barat. Yogyakarta: Arruz
Media.

Wahyuni, H. I. (2021). KOMUNIKASI


AUTOPOIESIS SEBAGAI ENERGI ADAPTASI
SISTEM SOSIAL: RESPON, RESONANSI,
(R)EVOLUSI. Retrieved from
https://fisipol.ugm.ac.id/wp-
content/uploads/sites/1056/2021/11/Pidato-
GB-Prof.-Hermin-Indah-Wahyuni-09-Nov-
2021.pdf

Zed, M. (2004). Metode Penelitian


Kepustakaan (Cetakan Ke V). Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.

1115

Anda mungkin juga menyukai