Anda di halaman 1dari 11

TUGAS SEMINAR POPULISME

POPULISME AS THE SHADOW OF DEMOCRACY


MARGARET CANOVAN

KELOMPOK V

Arman Djuan Djawa (18.75.6294)

Falentinus Keo Muga (18.75.6334)

Melkior Sari Eku (18.75.6396)

Paskalis Erwin Taram (18.75.6412)

Yosef Antonius Laki Ara (18.75.6486)

SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK


LEDALERO
1. Pendahuluan
Populisme menjadi topik pembicaraan politik yang membayangi kehidupan
demokrasi di banyak negara saat ini . Fenomena –fenomena politik yang mengusung
gerakan populisme hampir digunakan oleh semua pemimpin dengan tujuan untuk
memenangkan elektabilitas pemilu. Fakta nyata ditemukan pada Presiden Donal Trump yang
berhasil menggunakan isu populisme kanan untuk memenangkan pemilu Presiden Amerika
Serikat. Kemudian di Indonesia sendiri sebagai negara yang berdemokrasi juga Jokowi
berhasil memenangkan Pemilu yang dibayangi oleh populisme agama.
Populisme akan menjadi kekuatan gerakan bagi suatu kelompok masyarakat yang
menganggap diri mereka sebagai “people” untuk menumpas kaum elit yang berkuasa atau
yang bukan termasuk dalam kelompok mereka . Konsep tentang populisme juga diidentifikasi
dengan karakter yang berbeda oleh para ahli politik. Daniel Stockhemer mendefinisikan
populisme sebagai sebuah diskursus/strategi dan “thin ideology” atau ideologi tipis. Cas
Mude kemudian melihat populisme sebagai ideologi yang memisahkan sebuah masyarakat
ke dalam dua kelompok yang homogen dan antagonistik yakni rakyat kebanyakan yang baik
(pure people) versus elit yang korup. Manuel Anselmi mendefinisikan populisme sebagai
sebuah konfigurasi sosial kekuasaan politik. Sedangkan dalam kasus Germani dan Laclau
mendefinisikan populisme melalui teori dinamika sosial yang berhubungan dengan fenomena
yang diuji. Kemudian, Gita Ionescu dan Ernest Gellner menyebut populisme sebagai sebuah
fenomena politik global yang tidak hanya melanda dunia, tetapi terus menghantuinya
berdasarkan hasil presentasi kelompok sebelumnya.
Di antara berbagai definisi yang berbeda-beda Canovan melihat populisme secara
lebih luas. Ia mencoba untuk melepaskan masalah polisemik konsep tentang populisme ke
dalam satu keluarga atau satu kumpulan dari konsep-konsep yang mirip. Oleh sebab itu,
populisme tidak lagi menjadi konsep yang tertutup, melainkan sebagai suatu ikatan keluarga
yang mirip yang berasal dari berbagai konsep, atau disebut juga sebagai konsep terbuka yang
mirip dengan demokrasi atau ideologi. Dan menurut Canovan ada hubungan yang rumit di
antara fenomena populis dan kedaulatan umum yang akan dijelaskan dalam bagian
selanjutnya. Oleh sebab itu, Canovan menyebut populisme dengan istilah “The Shadow of
Democracy”.
Demokrasi telah menjadi sistem pemerintahan yang ideal sejak abad pertengahan dan
berpuncak setelah peristiwa sejarah abad ke-20 yang menghadirkan penindasan, yang
dilakukan oleh rezim totaliter1. Demokrasi menjadi sistem pemerintahan yang terbaik di abad
modern ini. Beberapa faktor yang mendukung demokrasi sebagai primadona tatanan politik
ialah; pertama, demokrasi memungkinkan adanya kebebasan individual; kedua, demokrasi
menekankan pentingnya prinsip partisipasi warga dalam proses pengambilan keputusan
politik; ketiga, demokrasi bekerja atas prinsip persaingan; keempat, demokrasi
mengedepankan cara-cara efisien, transparan dan fleksibel dalam memecahkan masalah-
masalah sosial. 2
Selanjutnya, menurut Otto Gusti demokrasi juga memiliki kelemahan
sebagai berikut:
“Dalam realitas politik, praktik demokrasi bukan tanpa soal. Demokrasi umumnya sulit untuk
menghadapi bahaya-bahaya yang mengancam. Demokrasi sering bersifat pasif ketika suatu
negara sedang mengalami persoalan jangka panjang yang bisa diprediksi secara amat jelas,
dapat dicarikan solusinya. Demokrasi tidak menuntut dari warga negara untuk memikul
pengorbanan ekstra. ...............Salah satu pertimbangan kritis substansial atas demokrasi ialah
bahwa opini publik dan formasi kehendak politis yang gampang dipengaruhi oleh
manipulasi, disiformasi, dan propaganda”.3
Dalam paper ini kelompok akan menjelaskan konsep populisme menurut Margaret
Canovan dalam hubungannya dengan kehidupan demokrasi yang berlangsung di dalam
sejarah dan masih memiliki keterkaitan dengan kehidupan demokrasi saat ini. Populisme
yang tidak luput dari sebuah mekanisme demokrasi masyarakat hadir sebagai bayang-bayang
bagi demokrasi sendiri.
2. The Shadow of Democracy
Bahan ini diambil dari buku jurnal yang berjudul “Populism An Introduction” yang
ditulis oleh Manuel Anselmi khususnya dalam artikelnya yang memuat tentang “Margaret
Canovan and The Shadow of Demokrasi”, yang mengulas tentang definisi Canovan yang
terkenal tentang populisme dengan istilah “The Shadow of Demokracy” 4. Sebuah metafora
terkenal yang dipakai untuk menggambarkan mekanisme sistem demokrasi yang rumit
melalui definisi yang luas. Selain itu, Canovan mengembangkan sebuah analisa tentang
demokrasi, yang menjadi satu sarana pengujian yang koheren, luas dan teliti tentang
masalah populisme. Sadar akan masalah kompleksitas pendefinisian, Canovan tidak

1
Otto G. Madung, Filsafat Politik Negara dalam Bentangan Diskursus Filosofis (Maumere: Penerbit
Ledalero, 2013), hlm. 101.
2 2
David Held, “Models of Demokracy “, dalam Otto Gusti Madung, Filsafat Politik Negara dalam
Bentangan Diskursus Filosofis (Maumere : Penerbit Ledalero, 2013), ibid.
3
Ibid., hlm. 102.
4
Manuel Anselmi, “Margaret Cannovan and The Shadow of Demokracy”, Jurnal Populism An
Introdution (penerj. Laura Fano Morrisy), (Routledge London and New York: 2018), hlm. 23-29.
menurunkan makna fenomena pluralitas populisme yang historis ke dalam satu kategori,
meskipun ia mengakui ambiguitas teoritis yang ekstrim tentang konsep.
Agar tidak menurunkan arti populisme ke dalam satu istilah yang belum rampung
atau memahaminya hanya dalam satu kategori, Canovan memilih untuk mengadopsi banyak
pendekatan untuk memahami populisme. Menurutnya, godaan untuk mengatasi konsep
intrinsik yang polisemik dengan menguji kesatuan masing-masing definisi harus ditolak.
Canovan memakai teori Ludwig Wittgenstein, “Family Resemblance” tentang sebuah
pohon keluarga populisme yang masing-masing anggotanya memiliki karakter yang mirip
menurut konteks sosial dan sejarah. Menurutnya, memahami spesifiktivitas populisme
secara historis, dengan segala dinamika sosial, sangat penting dan dasariah. Ia menyebutkan
studi sistematis tentang populisme menyangkut unsur sosiologis alamiah sehingga populisme
lebih menjadi kategori sosiologis dari pada kategori sejarah di satu sisi”.
Berawal dari premis-premis historis tersebut, Canovan menggunakan tipologi
populisme, ketika mengetahui bahwa fenomena yang real sering muncul dengan ciri-cirinya
tercampur dari satu atau lebih kategori. Canovan membuat dua kategori besar populisme
yang pernah terjadi di dalam sejarah antaranya ialah populisme agraria dan populisme politik.
“Agrarian populisms” atau populisme agraria yang terjadi melalui para petani di
Amerika ketika ia mengidentifikasi Gerakan Partai Rakyat Amerika dan Gerakan Para Petani
di Eropa Timur atau Russian Populism. Kategori kedua adalah “political populism” atau
populisme politik yang terdiri dari populisme diktator, populisme demokrasi, populisme
reaksioner, dan populisme politisi. Dalam kasus populisme politik, fokusnya lebih kepada
hal-hal politik dari pada agraria. Akan Tetapi, populisme agraria bisa bersifat politik pada
waktu yang sama, atau populisme politik dapat memuat elemen-elemen populisme agraria.
Dalam populisme politik, elemen-elemen seperti dimensi kaum urban, kehadiran pemimpin
karismatik, dan struktural partai itu yang lebih ditonjolkan.
Secara lebih ringkas term-term dari masing- masing tipologi atau tipe dari populisme
politik dapat dijelaskan seperti ini. Tipe pertama, diktator populis yang sekarang dinamakan
autoritarianisme populis atau popular autoritarian (nazi, fasisme). Tipe kedua adalah
demokrasi populis yang mengutamakan peningkatan partisipasi politik dan pemerintahan
rakyat atau disebut juga demokrasi radikal (egalitarian). Tipe selanjutnya ialah populisme
reaksioner yang bersifat anti progresivitas, nasionalis, xenofobia dan tradisionalis. Tipe
terakhir adalah populisme politisi yang menjadi gaya perpolitikan yang dilakukan oleh aktor-
aktor politik dan politik praktis. Canovan kemudian memfokuskan pada rakyat sendiri
sebagai konsep politik yang abstrak tetapi juga sebagai perwakilan dari masyarakat luas yang
mempengaruhi gerakan atau aksi-aksi masyarakat kota. Masing-masing tipe tersebut akan
dijelaskan secara lebih mendalam.
3. Dua Makrokategori
3.1 Populisme Agraria
Margaret Canovan memperkenalkan dua makrokategori populisme. Pertama,
populisme agraria yang muncul dalam gerakan American People’s Party dan Populisme
Rusia. Kedua, Margaret Canovan mendefinisikannya sebagai populisme politik yang dibagi
lagi menjadi empat bagian yaitu; populisme diktator, populis demokrasi, populisme
reaksioner dan populisme politisi.
Dalam kategori populisme agraria, Canovan mencantumkan radikalisme petani
Amerika dan peasant movements Eropa Timur, secara khusus populisme Rusia. Para petani
itu terdiri dari gerakan-gerakan produsen pertanian, yang pada pertengahan abad sembilan
belas di hampir seluruh pedesaan Amerika mengatur beberapa aksi dengan tujuan melakukan
kebijakan otonomi ekonomi. Dalam hal ini para produsen pertanian melakukan pengaturan
harga di luar kebijakan pemerintah. Tujuan pergerakan ini adalah untuk melawan federal
monopolis yang menguasai produksi (distribusi) dimana aturan yang penguasa tetapkan
menguntungkan federal dan merugikan produsen sendiri. Sejak aksi protes pertama, para
petani ini berhasil membuat sebuah komunitas perlawanan yang lebih luas dan dalam jarak
beberapa tahun mereka membangun gerakan the people’s party yang dipengaruhi lewat
kekuatan retorika menggunakan formula (Plain People). Canovan menekankan bagaimna
populisme bukan hanya merupakan sebuah fenomena sosio-ekonomi melainkan juga sebuah
fenomena sosio-politik (sebuah pemberontakan melawan dominasi plutokrat dan politisi
nasional. Ini untuk yang pertama kalinya dalam sejarah, Amerika mampu memperlihatkan
sebuah bentuk demokrasi radikal.
Persoalan Narodnichestvo atau populisme Rusia pada dasarnya berbeda. Ketika
populisme Amerika lahir dalam masyarakat dan dalam tanggapan atas kebutuhan dasar
keterwakilan (finansial dan politik) yang menjadi basis sosial, populisme Rusia merupakan
hasil elaborasi elit intelektual. Ini adalah sebuah populisme intelek atau orang-orang
terpelajar yang terarah pada kelas masyarakat pedesaan yang menekankan kemuliaan gaya
hidup pedesaan (anti modernisasi, pro sosialis) yang berusaha kembali menuju masyarakat
asli (Slavic origins). Jika, di satu sisi populisme Amerika muncul dari rakyat berupa
kesadaran baru yang dibisikan melalui pemberontakan, bentuk populisme Rusia di sisi lain
diprakarsai oleh intelektual muda yang sudah meninggalkan kehidupan urban dan borjuis
untuk bergabung bersama petani-petani dalam upaya menemukan kembali akar budaya dan
ortodoksi mereka. Elaborasi sebuah ideologi yang mana berkontribusi pada pengembangan
perang melawan tsar otokrasi (Aleksander II), berkembang juga dalam konteks ini. Sering
kali hal ini diterjemahkan dalam konteks gerakan teror melawan rezim autokrasi. Akhir dari
pergerakan ini bertepatan dengan penetapan rezim Bolsevic. Jika pada level teori Leninisme
menolak sosialisme populis naif yang menyokong sosialisme ilmuwan radikal Marxis, pada
level praktis Leninisme menerima atau mengasimilasi pergerakan populis ini. Hal ini
menuntun pada pengakuan Bolsevic leader dari kelas pedesaan sebagai aktor populis.
3.2 Populisme Politik
3.2.1 Populis Diktator
Populist Dictatorship merupakan bentuk pertama dari populisme politik yang
dianjurkan oleh Canovan. Populis semacam ini menginginkan seorang pemimpin yang
kharismatik. Pemimpin karismatik ini diharapkan mampu membangun kediktataroran dengan
menggunakan sistem politik gaya lama.5Model populis semacam ini bisa kita lihat di
Indonesia. Menurut Joshua Kurlantzik bahwa Populisme di Indonesia akhir-akhir ini
cendrung otoriter, dimana ia sangat bergantung pada pemimpin yang karismatik baik itu
dikalangan yang sedang berkuasa maupun oposisi yang ingin berkuasa. 6 Di sini Canovan
menyediakan dua contoh paradigma yaitu Argentine Juan Domingo Peron [1895-1974] dan
seorang America Huey P.Long [1893-1935].
Pertama, peronisme, yaitu istilah yang digunakan untuk menyebut tipe populisme
menurut Juan Peron pada era kepemimpinannya. Peron adalah orang yang melopori gerakan
ini dengan memobilisasi massa untuk memperoleh kekuatan politik. Dalam hal ini, Canovan
menggunakan karya Gino Germani, yang mengidentifikasikan proses modernisasi serta
urbanisasi masyarakat petani Amerika Latin sebagai penyebab utama bentuk baru kekuatan
politik ini. Yang menjadi ciri khas dari bentuk populisme model ini ialah kepatuhan rakyat
kepada pemimpin, merujuk pada sebuah kepemimpinan yang populis. Meskipun kadang
hubungan antara pemimpin dan rakyat cendrung manipulatif.7
Kedua, Huey Long, mantan Gubernur Louisiana dieranya. Lahirnya model populisme
ala Long disebabkan oleh krisis induvidu dan ketidak percayaan penduduk Lousiana selama
Great Depretion, dimana politik diwarnai dengan korupsi serta dikuasai oleh kaum oligarki
yang membangun industri dan perkebunan baru.8Keberpihakannya tehadap masyarakat kecil
5
Margaret Canovan, Populism [New York: Harcourt Brace Jovanovic, 1981]. hlm.137.
6
Defbry Margiansyah, “Populisme di Indonesia Kontemporer: Transformasi Persaingan Populisne dan
Konsekuensinya dalam Dinamika Kontestasi Politik Menjelang Pemilu 2019”, Jurnal Penelitian Politik,
16:1 [Juni 2016], hlm. 48.
7
Margaret Canovan, Op.Cit. hlm. 139.
8
Ibid. hlm. 152.
tidak diragukan lagi. Ia begitu radikal selama kepemimpinannya, sampai ia tidak mau
berdamai dengan kaum oligarki yang menjadi musuh besar dari masyarakat populis.9
Dalam kedua kasus tersebut, Canovan menekankan kondisi meluasnya pencabutan
sosial kaum tani sebagai faktor utama yang memihak populisme: suatu disorientasi induvidu
yang meluas yang retorika tentang penebusan yang diajukan oleh pemimpin menarik dan
memungkinkan penyaluran kemarahan sosial yang positif. Ini adalah fenomena antarklas,
anti-elit, yang dicirikan oleh mobilisasi massa yang luar biasa dirangsang oleh kemampuan
yang sama luar biasa juga dari seorang pemimpin karismatik.
Jenis populisme ini memiliki efek yang melemah pada lembaga-lembaga demokrasi
untuk kepentingan personalisasi dimensi politik. Tepatnya karena dinamika konsensus massa
ini, gerakan populisme menjadi mirip dengan fasisme dan nazisisme. Bagaimanapun,
pertimbangan kritis diperlukan berhubungan dengan tipologi ini. Sejauh ini masih merupakan
analisis yang valid yang berlaku untuk banyak kasus populisme akhir-akhir, ada kesulitan
tertentu dalam menerima denominasinya, karena term kediktatoran pada saat ini telah
menjadi term yang semakin ambigu dan tidak tepat dalam ilmu politik. Ekspresi seperti
autoritarianisme atau totalitarianisme lebih cocok untuk disandingkan, mengingat perbedaan
yang mendalam diidentifikasi oleh Linz antara keduanya [Linz, 2000]. Itu akan menjadi lebih
tepat untuk menyebutnya “populist authoritarianism” atau “popular authoritarianism” seperti
Canovan sendiri mendefenisikan lebih dari sekali dalam karyanya.
3.2.2 Populis Demokrasi
Demokasi merupakan sistem politik serta sistem pemerintahan yang lebih baik
diciptakan oleh manusia. Demokrasi dipercaya sebagai tata politik yang sedikit
kekurangannya jika dibandingkan dengan sistem-sistem politik lainnya. Dalam demokrasi
kepentingan masyarakat merupakan tolak ukur tertinggi. Masyarakat semestinya
diperlakukan secara sama dan adil di depan hukum, serta setiap orang berhak atas
kemakmuran yang menunjang kehidupannya.10 Kendati demokrasi merupakan sistem politik
yang baik, tetapi tidak jarang masyarakat kecil menemukan ketidakadilan dalam kebijakan
yang seolah menjadi tujuan dari demokrasi itu sendiri. Pengalaman dan situasi inilah
menuntun masyarakat kecil menghadirkan suatu pergerakan yang dilabelkan sebagai
populisme guna untuk mencapai demokrasi yang benar.11

9
Ibid. hlm.152.
10
Elik Amut, “Demokrasi, Elitisme Kekuasaan [Oligarki], dan Perlawanan Rakyat” Akademika,14:1
[Maumere, Agustus-Desember 2019], hlm. 178-179.
11
Margaret Canovan, Op.Cit. hlm. 172
Demokrasi secara tajam dibedakan dari bentuk pemerintahan lainnya. Demokrasi
berarti "pemerintahan dari rakyat" yang dalam arti harafiahnya pengambilan keputusan harus
oleh rakyat (politik dan peradilan) dalam pertemuan tatap muka warga negara. Populisme
demokrasi juga harus merupakan bentuk populisme yang bertujuan secara signifikan
meningkatkan partisipasi politik dan suatu pemerintahan oleh rakyat. Populisme tidak dilihat
sebagai sesuatu yang mengancam demokrasi melainkan suatu demokrasi yang benar 12 serta
radikal dimana elemen-elemen perwakilan rakyat dan penengah interaksi antara pengatur dan
yang diatur dikurangi hingga memiliki batas. Bagaimana mungkin kita mengatakan bahwa
populisme sesuatu yang lain dari demokrasi jika demokrasi secara luas berarti "government
by the people”. Ideal dari demokrasi radikal ini bertujuan menciptakan sebuah pemerintahan
sendiri yang populer tanpa intervensi elit politik, dan yang secara khas merekomendasikan
penggunaan inisiatif, referendum dan pembatalan untuk menciptakan pemerintah perwakilan
yang demokratis.13
Di sini Canovan memasukkan McCarthyism sebagai contoh dalam kerangka kerja
analisis, yang dipelajari oleh Shils dalam bukunya yang terkenal The Torment of secrecy.
Mcarthyism dianggap sebagai suatu reaksi populis sosial dalam konteks politik elitisme
demokratis: penyebaran mentalitas populer yang menyederhanakan istilah masalah politik
mengadopsi posisi tidak baik dan keras. Contoh lain adalah Swiss yang mewakili kasus
aktual demokrasi populis yang dilembagakan. Menurut Canovan Swiss merupakan satu-
satunya contoh asli populis demokrasi.14Prosedur yang terkandung dalam Konstitusi Swiss
adalah contoh langka dari demokrasi radikal yang dicapai. Orang dapat ikut campur dalam
banyak isu penting dalam kehidupan politik melalui referendum dan bentuk partisipatif.
Alasan dari rezim politik ini, yang hampir dapat dianggap sebagai unicum, adalah kekhasan
pembentukan negara Swiss. Tidak seperti keadaan negara lain yang terbentuk melalui proses
top-down, Swiss dibentuk melalui proses Federal bottom-up antara berbagai daerah.
Canovan juga menggambarkan batas-batas demokrasi populis yang sering disebutkan
oleh kritikus neo-elitis: misalnya, risiko tirani mayoritas, dimana minoritas tidak diwakili
dengan benar; kecenderungan opini publik untuk mempengaruhi pilihan pemerintah dalam
cara yang tidak objektif dan terdistorsi, karena didasarkan pada oversimplifikasi dan
dramatisasi isu-isu politik; hilangnya kewenangan dan legitimasi pemerintah terpilih karena

12
Ibid. hlm.172
13
Ibid. hlm. 173-174
14
Ibid. hlm.
dinamika sosial yang mengagungkan sudut pandang populer; tetapi juga hilangnya wewenang
dan prestise keterampilan, atas dasar egalitarianisme mutlak (Canovan, 1981).
3.2.3 Populisme Reaksioner
Geliat reaksi populisme yang semakin fenomenal hingga saat ini tak pernah terlepas
dari mengglobalnya eksistensi ideologi demokrasi dalam dunia masyarakat. Kebangkitan
populisme meningkat dengan ketidakpuasan publik atas status quo15,yang secara tidak
langsung membagi masyarakat ke dalam dua kubu yang bertentangan antara orang-orang
murni dan elite-elite korup. Populisme seakan-akan hadir sebagai bentuk reaksi representasi
rakyat yang membantu mereka untuk menyalurkan aspirasi atas ketidakstabilan yang terjadi
dalam bidang ekonomi, hak-hak sosial yang telah diabaikan oleh pemerintah, tirani mayoritas
dimana minoritas tidak terwakili dengan baik, dan kecenderungan opini publik untuk
mempengaruhi pilihan-pilihan pemerintah dengan cara yang tidak obyektif. Dalam perspektif
lain populisme juga merupakan cerminan dunia demokrasi yang secara implisit maupun
eksplisit menentukan apa yang diperjuangkan oleh demokrasi. Demikian Canovan seorang
ilmuwan teori politik Inggris mengartikannya dengan The Shadow of Democracy.
Dalam The Shadow of Democracy, Canovan menampilkan beberapa konten sebagai
ciri reaksioner populis atas eksistensi demokrasi seperti: ideologis anti-progresif, nasionalis,
xenofobia perasaan benci (takut, waswas) terhadap orang asing atau sesuatu yang belum
dikenal, dan tradisionalis (Canovan, 1981, hlm. 225-231). Kembalinya rakyat dipahami
sebagai kembalinya ke akar dan sebagai penolakan terhadap semua elemen. Dalam bentuk
populisme ini, ada penjajaran antara basis populer yang mengidentifikasikan diri dengan
bentuk-bentuk kultural yang paling terbelakang dan reaksioner serta elite dan budaya
progresif dan kosmopolitannya. Jenis populisme ini sering kali sangat polemik terhadap para
intelektual dan segala jenis pelopor artistik.
Canovan juga memasukkan McCarthyism ke dalam kerangka analisis ini.
McCarthyisme adalah sebuah pandangan yaag membuat tuduhan subversi atau pengkhianatan
tanpa mempertimbangkan bukti. Istilah ini juga berarti praktik membuat tuduhan tak adil atau
menggunakan teknik penyelidikan tak adil untuk mencegah penolakan dan kritik politik.
McCarthyisme dianggap sebagai reaksi sosial populis dalam konteks politik elitisme

15
Goodhart.& LastraR.Law and Contitusional Democracy,political Studies, volume 5, hlm.405-
424.http://eprints.lse.ac.uk/83164/1/Goodhart%2520et%2520al._Populism%2520and%2520Central
%2520Bank
%2520Independence.pdf&ved=2ahUKEwjO2e26s_nAhV56XMBHUgOCyIQFjAAegQIBRAC&usg=AOvVa
w0eUwjCb5RaInhA3uLDZfMY. Diakses pada 12 Februari 2020.
demokratis: penyebaran mentalitas rakyat yang menyederhanakan ketentuan isu-isu politik
yang mengadopsi posisi tidak sopan dan keras.
3.2.4 Populisme Politisi
Populisme politisi merupakan bagian terakhir dari klasifikasi Canovan tentang
populisme politik. Ciri struktural populisme Politisi adalah sifat taktis populisme, yang terdiri
dari seruan kepada rakyat sebagai cara untuk memperbarui konsensus dan legitimasi sosial,
untuk senantiasa menyelaraskan tindakan politik dengan kebutuhan konteks.
Dalam hal ini terdiri sifat paradoks dari konsep "orang" sangat jelas: jika, di satu sisi,
itu ambigu, samar dan tidak didefinisikan dengan jelas, di sisi lain, justru karena
ketidakjelasan ini, ia memungkinkan bentuk-bentuk inklusi politik di tingkat sosial,
meskipun berumur pendek dan terbatas, yang memperbaharui kekuatan politisi. Pekerjaan
Canovan kemudian berfokus pada orang-orang itu sendiri, sebagai konsep politik abstrak,
tetapi juga sebagai representasi sosial yang meluas yang mengkondisikan tindakan warga.
Populisme diatur dalam kerangka kerja yang lebih luas yang mengacu pada sifat negara
Barat. Oleh karena itu, tidak mungkin untuk memahami populisme sebagai sifat demokrasi
kontemporer jika peran sentral progresif rakyat tidak direkonstruksi dalam istilah silsilah,
serta kedaulatan rakyat dalam bentuk konstitusional, teori politik dan budaya.
Revolusi Inggris, Revolusi Amerika, dan Revolusi Perancis mewakili tahapan
fundamental dari cakrawala sejarah ini. "Rakyat" oleh karena itu adalah konsep sosial yang
tersebar luas di antara warga negara yang tidak hanya melegitimasi otoritas politik tetapi juga
dapat mengubahnya, menurut apa yang Canovan sebut sebagai orang berdaulat sebagai
cadangan. Dimensi yang lebih irasional, walaupun sama pentingnya, harus ditambahkan pada
logika rasionalitas legitimasi yang menopang konstitusionalisme modern. Canovan
menyebut mereka "Myths of sovereign People" (Tudor, 1972). Konsep orang, setelah
diterjemahkan ke dalam representasi sosial, menjadi mitos politik, menurut definisi terkenal
oleh Henry Tudor. Mythicization of people memungkinkan fungsi melegitimasi untuk
diterima secara absolut dan diperkuat, serta banyak sifat konstitutifnya seperti kesetaraan,
redistribusi sosial-ekonomi dan transparansi. Mitos rakyat berdaulat memberi kecenderungan
sosial yang konstan terhadap elit, perwakilan politik dan segala bentuk perantara. Tren ini
menjadi lebih kuat di saat-saat krisis sosial dan kelembagaan. Canovan, melalui analisis
konsep "rakyat", kembali ke ciri-ciri dasar populisme, menggambarkannya sebagai
karakteristik yang melekat pada demokrasi apa pun, sebagai intrinsik bagi interpretasi sosial
dari salah satu pilarnya: kedaulatan rakyat.
4 Penutup
Partisipasi atau keterlibatan masyarakat adalah model yang sedang menjadi bayang-
bayang dari seorang Canovan. Keterlibatan masyarakat berhadapan dengan dimensi politik
merupakan suatu upaya melaraskan kebutuhan masyarakat. Masyarakat diupayakan mampu
melihat aspek-aspek penting partisipasi dalam kategori-kategori sosial yang sudah diutarakan
oleh Canovan dalam mengurangi pluralisme populisme. Seperti yang diutarakan dalam teori
Ludwig Wittengeinstein tentang kemiripan keluarga yang sesuai dengan konteks sosial dan
sejarah.
Canova memberikan sebuah alternatif baru dalam melihat realitas populisme yang
akhir-akhir ini marak terjadi. Kemajemukan definisi populisme kiranya dapat dirangkum
melalui konsep makrokategori populisme Margaret Canovan yaitu populisme agraria dan
populisme politik.
Saran dan kritikan atas makalah ini sangat dibutuhkan untuk menghasilkan ulasan
yang lebih baik tentang populisme. Terimakasih untuk semua pihak yang telah mengambil
bagian dalam membuat ulasan ini.

Anda mungkin juga menyukai