Anda di halaman 1dari 7

Arab Menghijau ,Tanda Kiamat?

Awal Januari tahun 2023 ini kita disuguhkan suatu fenomena langka dan
menarik. Pada 3 Januari lalu, citra satelit dari Arabia Weather menampilkan adanya
beberapa wilayah Arab Saudi bagian barat yang tampak menghijau. Beberapa wilayah
tersebut termasuk Makkah, Madinah, dan Jeddah.
Dataran dan pegunungan yang biasanya tandus, dalam beberapa hari terakhir
tampak ditumbuhi rerumputan. Hal tersebut akibat curah hujan yang tinggi beberapa
hari terakhir. Fenomena tersebut menghasilkan sebuah pemandangan yang indah.
Namun, pemandangan hijau tersebut diprediksi akan kembali berganti tandus setelah
musim hujan usai. Sebenarnya ada beberapa wilayah di Arab Saudi yang memang
hijau di musim panas sekalipun, yaitu di desa Al-Majmal dan Lembah Bardani.
Munculnya fenomena Arab menghijau mendapatkan berbagai tanggapan dari
masyarakat dunia. Ada yang menanggapinya dengan takjub dan mengagumi indahnya
pemandangan tersebut, ada pula yang melihatnya dari sisi sains. Namun, cukup
banyak pula yang mengaitkan pemandangan asri tersebut dengan tanda-tanda kiamat.
Golongan terakhir ini berpegangan pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
banyak Imam, di antaranya adalah Imam Muslim, Imam Ibnu Hibban, Imam Ahmad,
dan Imam Al-Hakim:

‫ َح ىَّت ْخَيُرَج الَّرُج ُل ِبَزَك اِة َم اِلِه َفاَل ِجَي ُد َأَح ًد ا َيْق َبُلَه ا‬، ‫اَل َتُق ْو ُم الَّس اَعُة َح ىَّت َيْك ُثَر اْلَم اُل َوَيِف ْيُض‬
‫ َوَح ىَّت َتُعْو َد َأْر ُض اْلَعَرِب ُمُرْوًج ا َوَأْنَه اًرا‬،‫ِم ْنُه‬
Artinya, “Kiamat tidak akan terjadi sampai harta menjadi banyak, hingga seseorang
keluar membawa zakat lalu tidak menemukan orang yang sah untuk menerimanya,
dan sampai bumi Arab kembali menjadi tanah lapang penuh tumbuhan dan sungai-
sungai mengalir.” (Muslim, Shahih Muslim, [Beirut: Dar Ihya’ut Turatsil ‘Arabi], juz
II, halaman 701).
Hadits di atas menjelaskan bahwa salah satu tanda kiamat adalah bumi Arab
kembali menjadi maraj, yang berarti tanah lapang yang dipenuhi tumbuhan. Untuk
mengetahui bagaimana maksud hadits di atas, kita perlu merujuk penjelasan dari para
ulama. Imam An-Nawawi menjelaskan hadits di atas sebagai berikut:
‫واهلل أعلم أهنم يرتكوهنا ويعرض ون عنها فتبقى مهملة ال تزرع وال تسقى من مياهها وذلك‬
‫لقلة الرجال وكثرة احلروب وتراكم القنت وق رب الساعة وقلة اآلمال و عدم الفراغ لذلك‬
‫واالهتمام‬
Artinya, “Makna tanah Arab menjadi ladang yang hijau—wallahu a’lam—adalah
orang-orang meninggalkannya, tidak ditanami dan disirami dari sungai-sungainya.
Demikian itu sebab jumlah kaum lelaki sedikit, banyaknya peperangan dan
kerusuhan, dekatnya kiamat, minimnya harapan, dan tidak adanya waktu untuk
mengurus hal tersebut.” (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, [Beirut: Dar Ihya’ut
Turatsil ‘Araby], juz VII, halaman 97).
An-Nawawi bukan satu-satunya yang menjelaskan makna hadits tersebut. Imam Al-
Qurthubi sebagaimana dinukil oleh Imam As-Suyuthi juga menjelaskan maknanya,
bahkan dengan penjelasan yang sama sekali berbeda dari paparan An-Nawawi:

‫تنصرف دواعي العرب عن مقتضى عادهتم من انتجاع الغيث واالرحتال عن املواطن للحروب‬
‫والغ ارات ومن عزة النفوس العربية الكرمية األبية إىل أن يتقاعدوا عن ذلك فيش تغلوا بغراس ة‬
‫األرض وعمارهتا وإجراء مياهه‬
Artinya, “Maksud hadits di atas adalah keinginan orang Arab telah beralih dari yang
sebelumnya meminta pertolongan dan berpindah-pindah tempat karena banyak
peperangan dan serangan, mereka menjadi enggan melakukan itu semua, lalu mereka
menyibukan diri dengan bercocok tanam dan mengalirkan air-air sungai.” (Jalaluddin
As-Suyuthi, Syarh Shahih Muslim, [KSA: Dar Ibn ‘Affan, 1996], juz III, halaman
84).
Dari kedua paparan di atas, ada titik temu yang dapat kita simpulkan, bahwa apapun
sebab tanah Arab menghijau, tidak menjadi tanda kiamat jika hanya terjadi dalam
batas waktu tertentu saja.
Penjelasan Ilmiah Tanah Arab Menghijau Tanda Kiamat
Jazirah Arab Zaman Dulu
Alfred Kroner, ahli geologi dari Institute of Geosciences Johannes Gutenberg-
University Jerman, menyebutkan, Jazirah Arab zaman dulu memang merupakan lahan
subur dengan padang rumput dan memiliki banyak sungai sebagaimana digambarkan
dalam buku Mausu'ah al-Ijaz al-Qur'ani karya Nadiah Tharayyarah.
Ia mengatakan, jika tanah di Jazirah Arab digali, akan ditemukan jejak-jejak
yang membuktikan bahwa wilayah tersebut dulunya adalah tanah yang hijau. Salah
satunya pernah ditemukan di wilayah bernama al-Faw di bawah gurun pasir Rub' al-
Khali.Saat ini banyak penelitian arkeologi dilakukan mengenai hal ini. Misalnya,
proyek Green Arabia, di mana para ilmuwan mencari sumber hijau dari daerah
tersebut.
Kroner menjelaskan bukti ilmiah mengapa Jazirah Arab yang dulunya hijau
bisa berubah menjadi gersang dan kemungkinan akan kembali menghijau.
Berdasarkan penelitian sejarah Bumi yang ia lakukan, hal ini terjadi lantaran Jazirah
Arab pernah mengalami fase zaman es.
Fase ini terjadi ketika air laut dalam volume besar berubah menjadi es dan
berkumpul di Kutub Utara yang beku, lalu bergerak perlahan menuju arah selatan.
Pergerakan inilah yang akan memengaruhi keadaan tanah di sekitarnya.
Berdasarkan riset modern, Bumi mengalami zaman es sekitar 100 ribu tahun
yang lalu. Setelah itu, Bumi berada pada periode interglasial atau menghangat yang
berlangsung 10 hingga 20 ribu tahun.
Curah hujan tinggi
Adapun penjelasan ilmiah di balik peristiwa Arab Saudi menghijau baru-baru
ini, disebabkan curah hujan yang tinggi. Menurut ilmuwan iklim dan profesor
hidrologi dari Utrecht University Michelle van Vliet, curah hujan yang tinggi
berkaitan dengan perubahan kondisi cuaca.
"Arab Saudi memiliki iklim gurun dan di beberapa tempat beriklim semi-
kering. Di wilayah sekitar Makkah, rata-rata curah hujan adalah 112 milimeter per
tahun. Biasanya curah hujan relatif sedikit di sekitar Makkah, jauh lebih sedikit
dibandingkan beberapa bulan terakhir ini," ujarnya.
Ia menambahkan, distribusi curah hujan di berbagai wilayah tak hanya
berubah dalam ruang, tetapi juga dalam waktu. Artinya, ketika terjadi curah hujan
yang sangat deras di satu wilayah, di wilayah lain terjadi kekeringan yang sangat
parah."Dan faktanya, cuaca ekstrem menjadi semakin parah juga terkait dengan
perubahan iklim," imbuh Van Vliet.
Juru bicara National Center for Meteorology Kerajaan Arab Saudi Hussain Al-
Qathani menyampaikan, sebagian besar wilayah Arab Saudi diguyur hujan sejak
tanggal 8 hingga 10 Januari 2023.
Sementara itu, The Islamic Information mencatat curah hujan tinggi dalam
durasi yang panjang di Arab Saudi sejak Desember 2022, dengan kecepatan yang
sama dan hampir terus menerus.Hujan tak hanya mengguyur kota Makkah namun di
sejumlah kota lainnya termasuk Jeddah dan Madinah.
Sejarah Menghijaunya Arab
Masih tentang menghijaunya tanah Arab. Pertanyaannya adalah apakah benar
baru pertama kali Arab Saudi mengalami padang rumput hijau dalam sejarah? Kita
ketahui bersama, runtuhnya Romawi dan Negara Barat, kemajuan teknologi beralih
ke Timur Tengah. Setelah tahun 700 M, kebudayaan Islam yang menyumbang hasil-
hasil kebudayaannya kepada dunia. Teknologi untuk mengolah lahan pertanian daerah
jajahan pun tidak mengindahkan aspek-aspek konservasi tanah.
Produktivitas lahan yang awalnya tinggi, secara perlahan menurun karena
proses erosi ribuan tahun. Masalahnya adalah pertanian intensif dan penggembalaan
di daerah berbukit, juga dilakukan di daerah kolonisasinya. Saat itu, Romawi sangat
bertentangan dengan Yaman sampai bendungan Ma’rib tidak lagi keurus dan akhirnya
hancur ditimpa banjir.
Arab Saudi atau Jazirah Arab adalah tempat lahirnya agama Islam dan
kemudian menjadi pusat Islam, merupakan pusat dari peradaban dan perkembangan
Islam. Kebudayaan Islam muncul dengan menyumbangkan hasil-hasil teknologi dan
ilmu pengetahuannya yang jauh lebih rasional dan ilmiah dibandingkan dengan
kebudayaan-kebudayaan sebelumnya.
Tanah jazirah Arab, yaitu Arabia Felix, yaitu negri Yaman, Tanahnya subur
menghijau atau negeri bahagia dan sentosa serta dijadikan tanah produktif sejak
beribu tahun yang silam dan memiliki kota-kota maupun perkampungan yang ramai
dihuni. Mereka menggunakan patokan bulan dalam bercocok tanam.
Keterpencilan tanah Arab karena faktor alam telah memberi petunjuk kepada
kita. Mengapa kemurniaan turunan Smith (Arab) terpelihara dan karakteristik mereka
terhindar dari pengaruh unsur-unsur asing. Tanah Arab didiami oleh dua kelompok
bangsa Arab, yaitu bangsa Arab badawi (kampung) dan bangsa Arab kota.
Bangsa Arab badawi adalah mereka yang tinggal di padang pasir. Mereka
hidup sebagai pengembala yang gemar berperang satu sama lain suka saling
menyerbu. Pola hidup mereka dari generasi ke generasi sampai abad ke XIX M masih
saja tetap seperti abad ke VI, yakni belum muncul adanya perubahan pola kehidupan
yang berarti.
Sedangkan, bangsa Arab penduduk kota, mereka adalah orang-orang yang
tinggal di kota-kota yang aktif dengan pertanian dan perdagangan, sehingga mereka
berhasil meraih kekayaan dan keuntungan besar.
Salah satu orang Eropa pertama yang mengenal keadaan negri Arab seperti ini
dan menggambarkannya secara mendetail adalah seorang pengembara Inggris yang
bernama Palgrave telah berkelana di Wilayah Jazirah pada tahun 1826 M. Ia
menggambarkan bahwa negeri Nejed merupakan wilayah dataran rendah tandus yang
luas dengan Riyadh sebagai ibu kotanya.
Namun terlepas dari itu semua, sebenarnya, satu aspek penting perekonomian
Arab pra-Islam adalah pertanian. Sejarah mengatakan, 200 tahun sebelum kenabian
Muhammad, masyarakat Arab sudah mengenal peralatan pertanian semi-modern
seperti, alat bajak, cangkul, dan tongkat kayu untuk menanam.
Penggunaan hewan ternak seperti unta, keledai, dan sapi jantan sebagai
penarik bajak dan garu serta pembawa tempat air juga sudah dikenal. Mereka juga
telah mampu membuat bendungan raksasa yang dinamakan al-Ma’arib. Namun
setelah bendungan tersebut rusak dan tidak berfungsi era kesejahteraan mereka juga
perlahan-lahan hancur.Demikian halnya dengan sistem irigasi. Mereka
mempraktekannya pada saat itu. Untuk menyuburkan tanah,masyarakat Arab pra-
Islam telah menggunakan apa yang sekarang disebut pupuk alami, seperti pupuk
kandang, kotoran manusia, dan binatang tanah tertentu.
Tiga sistem yang saat itu dipakai oleh pemilik ladang atau sawah dalam
mengelola pertanian pada saat itu. Pertama, mereka menggunakan sistem sewa
menyewa dengan emas, logam, gandum, atau produk pertanian sebagai alat
pembayarannya.
Kedua, sistem bagi hasil produk, misalnya separuh untuk pemilik dan separuh
untuk penggarap, dengan bibit dan ongkos penggarapan dari pemilik. Ketiga, sistem
pendigo, yaitu seluruh modal datang dari pemilik, sementara pengairan, pemupukan,
dan perawatannya dikerjakan oleh penggarap.
Dari sini jelas, hemat penulis, jika mengacu kepada pendapat sejarah bahwa
aspek terpenting dari Arab pra-Islam adalah pertanian (otomatis dulu mengalami
hijau rumput bukan hanya sekarang). Dengan argumen, jauh sebelum kenabian Nabi
Muhammad masyarakat Arab sudah mengenal dan mengerti peralatan-peralatan
pertanian seperti, alat bajak, cangkul, dan tongkat kayu untuk menanam.
Melansir dari Kompas.com, dikutip dari Ancient Origins, (2/9/2021),
penggalian arkeologi pada 2021 telah mengungkapkan setidaknya 5 ekspansi
hominini ke semenanjung mulai sekitar 400.000 tahun hingga 55.000 tahun yang lalu.
Masing-masing bertepatan dengan munculnya curah hujan yang menyebabkan
tumbuhan bermekaran atau disebut “jendela hijau”. Ini menunjukkan bahwa
sebenarnya jazirah Arab dulu tidak gersang.Bahkan, curah hujan yang intens yang
menyebabkan pembentukan ribuan danau, kolam, oasis, lahan basah, dan sungai.
Sumber air itu terletak berselang-seling melintasi semenanjung Arab yang sebagian
besar berpasir.
Di atasnya terbentuk jalur migrasi bagi manusia dan hewan, seperti kuda nil.
Wilayah Nefud, misalnya, adalah padang rumput yang subur untuk jangka waktu
sementara. Sedangkan saat ini menjadi salah satu tempat yang paling tidak layak huni
di bumi.
Kondisi ini yang kemudian membuat ilmuwan lain takjub dan tidak
menyangka bahwa dulunya jazirah Arab merupakan wilayah yang hijau yang
berkebalikan dengan kondisi sekarang. “Luar biasa, setiap kali basah (hujan), orang-
orang ada di sana. pekerjaan ini menempatkan Arab di peta global untuk prasejarah
manusia,” ujar pemimpin proyek Prof. Michael Petraglia, dari Max Planck Institute
for the Science of Human History, Jerman.

Anda mungkin juga menyukai