Anda di halaman 1dari 6

JURNAL KESEHATAN – PROCEEDING 1STANDALAS INTERNATIONAL CONFERENCE OF MIDWIFERY (AICM)

MEDICAL FACULTY, UNIVERSITAS ANDALAS AUGUST 2022

Available online at : http://ejurnal.stikesprimanusantara.ac.id/

Jurnal Kesehatan
| ISSN (Print) 2085-7098 | ISSN (Online) 2657-1366 |

Penelitian

Pelaksanaan Pelayanan Kebidanan Komplementer


Pada Praktik Mandiri Bidan
Siti Khadijah1, Lili Dariani2, Rosa Mesalina3, Evi Susanti4
1,2,3
Prodi D3 Kebidanan Bukittinggi, Poltekkes Kemenkes Padang, Sumatera Barat, Indonesia
4
Fakultas Kebidanan, Universitas Prima Nusantara Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia.

INFORMASI ARTIKEL A B S T R A K
Received: Juli, 4, 2022 Latar Belakang Masalah: Pelayanan kebidanan komplementer semakin diminati masyarakat
Revised: Agustus, 4, 2022 global. Di Indonesia, pemanfaatn kebidanan komplementer merupakan bagian dari pelayanan
kesehatan tradisional yang dapat diintegrasikan pada pelayanan kesehatan konvensional.
Accpeted: Agustus, 10, 2022 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan pelayanan kebidanan komplementer
Available online: 12, 30, 2022 pada Praktek Mandiri Bidan di Kota Bukittinggi
Metode Penelitian dilakukan di Kota Bukittinggi terhadap bidan yang memiliki Praktek Mandiri
Bidan. Metode yang digunakan adalah fenomenology sekuensial dengan analisis kualitatif/tekstual.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah terhadap
KATA KUNCI informan yang mengetahui dengan baik tentang pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer di
Kompelenter; Asuhan Kebidanan; Praktik Mandiri Kota Bukittinggi. Data dianalisa dengan analisa tekstual sehingga menghasilkan tema-tema yang
dapat dirumuskan menjadi model pendekatan pemecahan masalah..
Bidan
Hasil Pada penelitian ini terkonfirmasi ada 9 komponen dalam analisis pelaksanaan pelayanan
kebidanan komplementer yaitu kebijakan, SDM, sarana prasarana, pembinaan dan dukungan, jenis
pelayanan, mekanisme pelaksanaan, faktor penghambat dan pendukung, harapan dan rata-rata
KORESPONDENSI kunjungan.
Kesimpulan: Kebidanan komplementer sudah diimplementasikan dalam pelayanan kebidanan. Tapi
masih banyak keterbatasan pada analisis input, proses dan output. Disarankan untuk bidan dapat
Siti Khadijah melakukan optimkasisasi layanan dengan peningkatan pengetahuan dan pelatihan dan diharapkan
kepada organisasi profesi untuk dapat memfasilitasi optimalisasi penggunakaan asuhan kebidanan
E-mail: gadis.erman@gmail.com komplementer

Background: Complementary implementation in midwifery care increasingly in demand by the global


community. In Indonesia, the use of complementary midwifery is part of traditional health services
that can be integrated into conventional health services. The purpose of this study was to determine
the application of complementary midwifery services to midwives' independent practice in the city of
Bukittinggi
Methods The research was carried out in the City of Bukittinggi towards midwives who have
Midwives' Independent Practices. The method used was sequential phenomenology with
qualitative/textual analysis. Data collection was carried out by means of in-depth interviews, focus
group discussions with informants who knew well about the implementation of complementary
midwifery care in the city of Bukittinggi. The data is analyzed using textual analysis to produce themes
that can be formulated into problem-solving approach models.
Results In this study it was confirmed that there were 9 components in the analysis of the
implementation of complementary midwifery services, namely policies, human resources,
infrastructure, coaching and support, types of services, implementation mechanisms, inhibiting and
supporting factors, expectations and average visits.
Conclusion: Complementary midwifery has been implemented in midwifery services. But there are
still many limitations on the analysis of input, process and output. It is recommended that midwives
can optimize services by increasing knowledge and training and it is hoped that professional
organizations will be able to facilitate optimizing the use of complementary midwifery cares.

PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih menjadi permasalahan utama dalam
pembangunan kesehatan Indonesia. AKI atau Maternal Mortality Rate (MMR) merupakan indikator tingkat kesehatan
perempuan yang menggambarkan tingkat akses, integritas dan efektifitas sektor kesehatan. Oleh karena itu AKI
digunakan sebagai salah satu indikator tingkat kesejahteraan dari suatu negara. (Tajmiati, Nurjasmi, & Zaitun, 2020)
Menurut Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) tahun 2015, angka kematian ibu berkisar 305 per 100.000 per kelahiran

DOI: http://dx.doi.org/10.35730/jk.v13i0.903 Jurnal Kesehatan is licensed under CC BY-SA 4.0


© Jurnal Kesehatan
KHADIJAH, SITI, ET AL/ JURNAL KESEHATAN - PROCEEDING 1STANDALAS INTERNATIONAL CONFERENCE OF MIDWIFERY (AICM)
MEDICAL FACULTY, UNIVERSITAS ANDALAS AUGUST 2022

hidup. Angka kematian neonatal adalah 15 per 1000 kelahiran hidup. (Ditjen Kesehatan Masyarakat, 2019). AKI di
Propinsi Sumatera Barat secara umum juga masih tinggi. Data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat menyebutkan
bahwa di tahun 2017 terdapat 113 kasus kematian ibu. Jumlah tersebut bahkan meningkat dibandingkan tahun 2016
silam dengan jumlah 108 kasus. Kasus kematian ibu dan bayi di Sumatera Barat terjadi hampir merata di 17 kabupaten
kota (Haluan, 2019).
Dewasa ini diperlukan suatu pendekatan pelayanan kebidanan yang bersifat holistik yang memperhatikan budaya
lokal/kearifan lokal dan terbukti secara ilmiah. Issue terkini, paradigma pelayanan kebidanan saat ini telah mengalami
pergeseran (Kostania, 2015). Upaya mengintegrasikan pelayanan kebidanan konvensional dan pelayanan komplementer
dalam satu dekade terakhir telah dilaksanakan di berbagai negara. (Septiani & Lestari, 2019). Menurut World Health
Organization (WHO), 80% praktisi kesehatan di negara berkembang lebih memilih pengobatan alternatif dibanding
obat kimia. WHO merekomendasikan pengobatan tradisional yang merupakan bagian dari teknik komplementer dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan yang sifatnya mendukung pelayanan konvensional.
(WHO, 2013). WHO merekomendasikan upaya implementasi Traditional Medicine Strategy melalui pemanfaatan
secara potensial pelayanan komplementer untuk kesehatan, kebugaran, perawatan kesehatan yang berpusat pada
manusia dan mempromosikan penggunaan pelayanan komplementer yang aman dan efektif melalui regulasi, penelitian
dan integrasi produk ke dalam sistem kesehatan sebagaimana mestinya. (WHO, 2013).
Hasil penelitian terbaru, menunjukkan bahwa di negara berkembang 5-74,8% orang menggunakan metode terapi
komplementer. Di Iran, 66,3% menggunakan terapi komplementer (Masoumeh Abedzadeh-Kalahroudi, 2014). Di
Amerika Serikat, 38% menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif (CAM) dalam 12 bulan sebelumnya.
(National Center for Complementary and Integrative Health, 2016). Di Afrika, 20%-80% menggunakan terapi
komplementer bahkan diberikan oleh penyedia asuransi kesehatan. Demikian pula dengan sebuah penelitian systematic
reviewdi Inggris, terjadi peningkatan pemanfaatan pelayanan komplementer dan terapi alternatif. (Erry, Susyanty,
Raharni, & Rini, 2014). Di Skotlandia, 61.4% ibu hamil menggunakan pelayanan komplementer selama trimester
III.(Pallivalapila et al., 2015).
Di Indonesia, penggunaan praktik komplementer bukanlah sesuatu yang baru dan cenderung meningkat. Hasil
Riskesdas tahun 2013, pemanfaatan upaya kesehatan tradisonal ini cenderung meningkat. Rumah tangga yang
memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional adalah 30.4% dan meningkat menjadi 31.4% pada Riskesdas tahun 2018
dengan rincian ramuan jadi (48%), ramuan buatan sendiri (31.8%), keterampilan manual (65.3%), keterampilan olah
pikir (1.9%) dan keterampilan energi (2.1%). (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Bidan merupakan profesi kesehatan
dengan fokus utama kesehatan ibu dan anak. Dalam melaksanakankan tugasnya bidan memberikan pelayanan yang
disebut dengan pelayanan kebidanan yaitu suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan secara mandiri, kolaborasi, dan/atau rujukan. Bidan dapat
melakukan integrasi pelayanan kebidanan konvensional dengan pelayanan komplementer sebagai pelengkap dalam
mengatasi masalah kesehatan ibu dan anak. Saat ini pelayanan yang diharapkan masyarakat tak sekedar menyembuhkan
namun juga rasa nyaman yang didapat tanpa efek samping. (Septiani & Lestari, 2019).
Namun demikian, belum semua praktek mandiri bidan yang melakukan pelayanan kebidanan komplementer.
Hasil penelitian menunjukkan banyak faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer
seperti usia, masa kerja, sumber informasi tentang praktik komplementer dan pelatihan yang pernah didapat. (Septiani
& Lestari, 2019). Penelitian di Klaten menunjukkan umur, pendidikan terakhir, pengetahuan bidan, lama berpraktek
mempengaruhi pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer. (Kostania, 2015).
DOI: http://dx.doi.org/10.35730/jk.v13i0.903 Khadijah, Siti, et al 55
KHADIJAH, SITI, ET AL/ JURNAL KESEHATAN - PROCEEDING 1STANDALAS INTERNATIONAL CONFERENCE OF MIDWIFERY (AICM)
MEDICAL FACULTY, UNIVERSITAS ANDALAS AUGUST 2022
Berdasarkan paparan diatas diperlukannya upaya integrasi pelayanan kebidanan konvesional dengan pelayanan
kebidanan komplementer untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak, bukti ilmiah tentang manfaat praktik
komplementer dalam mendukung pelayanan kebidanan baik secara promotif dan preventif bahkan kuratif dan
rehabilitatif, diperlukannya plattform yang sesuai untuk pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer di PMB Kota
Bukittinggi, maka penelitian ini menjadi penelitian yang sangat dibutuhkan untuk dilaksanakan dan dikembangkan
dalam menginisiasi lahirnya regulasi dan penerapan pelayanan kebidanan komplementer di Kota Bukittinggi.

METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi. Penelitian ini dilakukan
di Kota Bukittinggi yang terdiri dari 3 kecamatan. Informan penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu informan kunci
(key informan) dan informan utama (main informan). Informan kunci (key informan) adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota
Bukittinggi, pengurus IBI cabang Bukittinggi dan informan utama (main informan) adalah bidan pelaksana. Penelitian
kualitatif data dikumpulkan melalui wawancara dan diskusi kelompok terarah dilakukan setelah hasil analisis kuantitatif
dilaksanakan. Teknik yang digunakan adalah observasi, wawancara, telaah dokumentasi, dan gabungan/triangulasi. Untuk
data hasil wawancara dan diskusi kelompok terbuka melalui tahapan reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan
dan verifikasi serta validasi data.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pelaksanaan penelitian yang telah dicapai adalah Analisis Pelaksanaan Pelayanan Kebidanan Komplementer
pada Praktek Bidan Komplementer di Kota Bukittinggi tahun

Tabel 1 Karakteristik Informan FGD


Inisial Usia Pekerjaan Pendidikan Suku Bangsa Lama Berpraktik
IF1 55 tahun Bidan praktek D4 Minang 30 tahun
IF2 54 tahun Bidan praktek D3 Minang 30 tahun
IF3 24 tahun IRT SMA Minang -
IF3 28 tahun IRT SMA Batak -
IF3 43 tahun IRT SMA Minang -
IF3 38 tahun IRT SMA Minang -
IF3 26 tahun IRT SMA Minang -
IF3 24 tahun IRT SMK Jawa -
IF3 33 tahun IRT SMA Minang -
IF3 33 tahun IRT SMP Mandailing -

Dari tabel 1 diatas dapat kita lihat bahwa informan pada penelitian ini bidan yang memiliki praktek mandiri bidan
dan aktif melakukan pelayanan kebidanan dan sekelompok masayarakat penerima manfaat pelayanan kebidanan
komplementer yang terdiri dari perempuan dengan berbagai siklus reproduksi. Informan pengamat dalam penelitian ini
adalah kepala dinas kesehatan Kota Bukittinggi dan pengurus organisasi Ikatan Bidan Indonesia cabang Bukittinggi,
yang dapat dilihat dibawah ini:
Tabel 2 Karakteristik Informan Indepth Interview
Inisial Usia Pekerjaan Pendidikan Jabatan Masa Kerja
IF4 31 tahun Swasta S2 Dosen 8 tahun
IF5 44 tahun PNS S1 Kasie. Kesga 20 tahun

56 Khadijah, Siti, et al DOI: http://dx.doi.org/10.35730/jk.v13i0.903


KHADIJAH, SITI, ET AL/ JURNAL KESEHATAN - PROCEEDING 1STANDALAS INTERNATIONAL CONFERENCE OF MIDWIFERY (AICM)
MEDICAL FACULTY, UNIVERSITAS ANDALAS AUGUST 2022

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa informan pengamat pada penelitian ini adalah informan yang memberikan
informasi tentang orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal kepada peneliti. Pada penelitian ini terkonfirmasi ada 9
komponen dalam analisis pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer yaitu kebijakan, SDM, sarana prasarana,
pembinaan dan dukungan, jenis pelayanan, mekanisme pelaksanaan, faktor penghambat dan pendukung, harapan dan
rata-rata kunjungan, yang dijelaskan sebagai berikut:
Pada tahapan kebijakan didapatkan Belum ada kebijakan secara tertulis maupun tidak tertulis tentang pelaksanaan
kebidanan komplementer. Organisasi profesi mendukung pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer yang
dilaksanakan oleh anggota sebagai upaya pencirian bidan dan peluang wirausaha. Di Indonesia, penggunaan praktik
komplementer bukanlah sesuatu yang baru dan cenderung meningkat. Hasil Riskesdas tahun 2013, pemanfaatan upaya
kesehatan tradisonal ini cenderung meningkat. Rumah tangga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional
adalah 30.4% dan meningkat menjadi 31.4% pada Riskesdas tahun 2018 dengan rincian ramuan jadi (48%), ramuan
buatan sendiri (31.8%), keterampilan manual (65.3%), keterampilan olah pikir (1.9%) dan keterampilan energi (2.1%).
(Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Menurut WHO terapi komplementer dan alternative (Complementary and Alternative Medicine/CAM) sebagai
rangkaian praktik kesehatan yang bukan bagian tradisi negara itu sendiri dan tidak terintegrasi dalam sistem pelayanan
kesehatan utama. (Evi & Hainun, 2020). Menurut PP nomor 103 tahun 2014 pelayanan kesehatan tradisional
komplementer adalah penerapan kesehatan tradisional yang memanfaatkan ilmu biomedis dan biokultural dalam
penjelasannya serta manfaat dan keamanannya terbukti secara ilmiah.(Kementerian Hukum dan HAM RI, 2014).
Pelayanan kebidanan komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai pendukung
pengobatan medis/konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain di luar pengobatan medis yang konvensional.
(Rizka, 2020).
Pelayanan kebidanan komplementer merupakan bagian dari penerapan pengobatan komplementer dan alternative
dalam tatanan kebidanan. WHO merekomendasikan pengobatan tradisional merupakan bagian dari teknik komplementer
dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit terutama untuk penyakit kronis,
penyakit degenerative dan kanker/ WHO juga mendukung upaya peningkatan keamanan dan khasiat dari obat-obatan
tradisional. (Febriati, Rahayu, & Zakiyah, 2020). Pada tahapan input Kualifikasi SDM, didapatkan SDM yang
melaksanakan pelayanan kebidanan komplementer belum memenuhi standar seperti pengalaman pelatihan. Pelatihan
kebidanan komplementer merupakan aspek legal yang menjadi dasar untuk pelaksanaan kebidanan komplementer.
Pelatihan adalah proses untuk mempertahankan atau memperbaiki keterampilan pelaksana untuk menghasilkan
pekerjaan yang efektif. Pelatihan merujuk kepada cara untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian-keahlian sebagai
sebuah hasil dari pembelajaran mengenai kejuruan atau keahlian-keahlian praktis dan pengetahuan yang berhubungan
kepada kompetensi-kompetensi spesifik yang berguna.Pelatihan adalah proses melatih karyawan baru atau karyawan
yang akan memperoleh penempatan baru dengan ketrampilan dasar yang diperlukanya untuk melaksanakan pekerjaan.
(Febriati et al., 2020).
Pelatihan sebagai salah satu upaya pengembangan kemampuan teoritis dan keterampilan dalam melakukan
pekerjaannya. Sejalan dengan penelitian Erlina (2011) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara pelatihan
dengan kinerja bidan. Pelatihan juga bertujuan untuk menutupi kesenjangan kompetensi petugas dengan tugas pokonya.
Pelatihan juga memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu secara rinci.
(Septiani & Lestari, 2019). Menurut peneliti, keikutsertaan dalam pelatihan kebidanan komplementer merupakan aspek

DOI: http://dx.doi.org/10.35730/jk.v13i0.903 Khadijah, Siti, et al 57


KHADIJAH, SITI, ET AL/ JURNAL KESEHATAN - PROCEEDING 1STANDALAS INTERNATIONAL CONFERENCE OF MIDWIFERY (AICM)
MEDICAL FACULTY, UNIVERSITAS ANDALAS AUGUST 2022
penting untuk menunjang pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer di lingkup praktik mandiri bidan. Selain itu
pelatihan merupakan upaya peningkatan kemampuan khusus terhadap komptensi tertentu petugas kesehatan.
Pada tahapan input sarana dan prasarana, didapatkan Pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer
memerlukan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan. Bagi PMB yang tidak melaksanakan pelayanan kebidanan
komplementer maka tidak menyediakan sarana dan prasarana pendukung. Pada tahapan input Pembinaan dan Dukungan
Organisasi Profesi, didapatkan Secara teknis belum ada pembinaan yang komprehensif dari organisasi profesi terhadap
anggota yang melaksanakan pelayanan kebidanan komplementer. Pada tahapan proses Jenis Pelayanan Kebidanan
Komplementer, didapatkan jenis pelayanan kebidanan komplementer yang dilaksanakan sudah cukup banyak, namun
tidak pada semua praktek bidan. Sebagian kelompok masyarakat tidak mengetahui tentang pelayanan kebidanan
komplementer.
Pada tahapan proses mekanisme pelaksanaan, didapatkan Belum ada keseragaman pelaksanaan kegiatan pada
praktek mandiri bidan yang melaksanakan pelayanan kebidanan komplementer. Pada tahapan proses Faktor penghambat
dan Pendukung, didapatkan Secara umum dapat disimpulkan bahwa point penting sebagai faktor pendukung dan
penghambat adalah pelaksanaan kegiatan pelatihan kebidanan komplementer. Pada tahapan proses harapan, didapatkan
Harapan informan penelitian saling terkait dengan kesimpulan bahwa pelayanan kebidanan komplementer dibutuhkan
sesuai dengan prinsip ilmiah dan keselamatan pasien. Pada tahapan output rata-rata kunjungan, didapatkan Persentase
pelayanan kebidanan komplementer relatif besar setiap bulannya. Selain dari pengembangan pelayanan juga sebagai
peluang kewirausahaan.

SIMPULAN
Kebidanan komplementer sudah diimplementasikan dalam pelayanan kebidanan. Analisis pelaksanaan pelayanan
kebidanan komplementer yaitu kebijakan, SDM, sarana prasarana, pembinaan dan dukungan, jenis pelayanan, mekanisme
pelaksanaan, faktor penghambat dan pendukung, harapan dan rata-rata kunjungan. Disarankan untuk bidan dapat
melakukan optimkasisasi layanan dengan peningkatan pengetahuan dan pelatihan dan diharapkan kepada organisasi
profesi untuk dapat memfasilitasi optimalisasi penggunakaan asuhan kebidanan komplementer

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kepada Poltekkes Kemenkes Padang, Universitas Prima Nusantara Bukittinggi, tim peneliti
pembantu dan informan yang telah mendukung segala kegiatan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Betty, D. K. A. (2019). Edukasi Terapi Komplementer Pada Pasien Stroke Di Rumah akit Umum Kabupaten
Tangerang Relationship Between Knowledge With Attitude of Nurses To Give Complementary Alternative
Medicine Education To Stroke Patients in Tangerang District General Hospital Pe. Edudharma Journal, 3(2), 56–
63.
[2] Ditjen Kesehatan Masyarakat. (2019). Rakernas 2019 - Strategi Penurunan AKI dan AKB. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI. Retrieved from http://www.kesmas.kemkes.go.id/portal/konten/~rilis-berita/021517-di-rakesnas-
2019_-dirjen-kesmas-paparkan-strategi-penurunan-aki-dan-neonatal
[3] Erry, Susyanty, A. L., Raharni, & Rini, S. (2014). Kajian Implementasi Kebijakan Pengobatan Komplementer
Alternatif dan Dmpaknya terhadap Perijinan Tenaga Kesehatan Praktek Pengobatan Komplementer Alternatif

58 Khadijah, Siti, et al DOI: http://dx.doi.org/10.35730/jk.v13i0.903


KHADIJAH, SITI, ET AL/ JURNAL KESEHATAN - PROCEEDING 1STANDALAS INTERNATIONAL CONFERENCE OF MIDWIFERY (AICM)
MEDICAL FACULTY, UNIVERSITAS ANDALAS AUGUST 2022

Akupunktur. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 17(3), 275–284.


[4] Evi, N. A., & Hainun, N. (2020). Mengenal Terapi Komplementer dalam Kebidanan pada Ibu Nifas, Ibu Menyusui,
Bayi dan Balita. (C. Putri, Ed.). Jakarta: Trans Info Media.
[5] Febriati, L. D., Rahayu, P. P., & Zakiyah, Z. (2020). Hubungan Karakteristik dengan Praktik Komplementer
Kebidanan. In Seminar Nasional UNRIYO (pp. 211–219). Yogyakarta.
[6] Gong, H., Ni, C., Shen, X., Wu, T., & Jiang, C. (2015). Yoga for prenatal depression: A systematic review and
meta-analysis. BMC Psychiatry, 15(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/s12888-015-0393-1
[7] Ika, F. A. (2019). Kebidanan Komplementer Terapi Komplementer dalam Kebidanan. Yogyakarta: PT. PUSTAKA
BARU.
[8] Jong, E. I. F., Jansen, D. E. M. C., Baarveld, F., & Spelten, E. (2015). Determinants of use of care provided by
complementary and alternative health care practitioners to pregnant women in primary midwifery care : a
prospective cohort study. BMC Pregnancy & Childbirth, 15(40), 1–11. https://doi.org/10.1186/s12884-015-0555-7
[9] Jumiatun, S. A. N. (2020). Analisis kesiapan bidan dalam pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer. SMART
Kebidanan, 7(2), 71–75.
[10] Kementerian Hukum dan HAM RI. (2014). PP RI No. 103 Tahun 2014. Pelayanan Kesehatan Tradisional. Jakarta:
Sekretariat Negara RI. Retrieved from http://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/peraturan-pemerintah-
nomor-103-tahun-2014-tentang-pelayanan-kesehatan-tradisional.pdf
[11] Kementerian Kesehatan. (2015). Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
[12] Kementerian Kesehatan RI. (2018). HASIL UTAMA RISKESDAS 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
[13] Kostania, G. (2015). Pelaksanaan Pelayanan Kebidanan Komplementer pada Bidan Praktek Mandiri di Kabupaten
Klaten, XII(1), 46–72.
[14] Masoumeh Abedzadeh-Kalahroudi. (2014). Complementary and Alternative Medicine in Midwifery. Journal of
Clinical Psychiatry, 2. https://doi.org/10.4088/JCP.10f06161blu
[15] Maulana, H. D. (2009). Promosl Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran - EGC.
[16] National Center for Complementary and Integrative Health. (2016). The Use of Complementary and Alternative
Medicine in the United States | NCCIH. NCCIH Clearinghouse. Retrieved from
https://nccih.nih.gov/research/statistics/2007/camsurvey_fs1.htm
[17] Pallivalapila, A. R., Stewart, D., Shetty, A., Pande, B., Singh, R., & McLay, J. S. (2015). Use of complementary
and alternative medicines during the third trimester. Obstetrics and Gynecology, 125(1), 204–211.
https://doi.org/10.1097/AOG.0000000000000596
[18] Peprah, P., Abalo, E. M., Nyonyo, J., Okwei, R., & Amankwaa, G. (2017). Complementary and Alternative
Medicine in Midwifery: A qualitative exploration of perceptions and utilisation of CAM among trained midwives
in rural Ghana. Evidence Based Midwifery, 15(4), 135–142.
[19] Tajmiati, A., Nurjasmi, E., & Zaitun, Z. (2020). Pengembangan Panduan Praktik Asuhan Kebidanan Komplementer
Dalam Pencapaian Pembangunan Kesehatan Ibu Dan Anak. Media Informasi, 15(2), 143–153.
https://doi.org/10.37160/bmi.v15i2.398
[20] WHO. (2013). WHO Traditional Medicine Strategy 2014-2023. Hongkong, China. Retrieved from
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/92455/9789241506090_eng.pdf;jsessionid=3573BC36B3918124
6BC06D0AB145DDAE?sequence=1

DOI: http://dx.doi.org/10.35730/jk.v13i0.903 Khadijah, Siti, et al 53

Anda mungkin juga menyukai