Anda di halaman 1dari 79

SYEKH YUSUF AL-MAKASSARI TUANTA SALAMAKA

(HIDUP DAN PERJUANGANNYA)

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Humaniora (S.Hum) Pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar

Oleh

Syamsu Alam
NIM: 40200114061

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2021
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Syamsu Alam

Nim : 40200114061

Tempat/Tanggal Lahir : Borong Karamasa, 24 Juni 1994

Fakultas/Program : Adab dan Humaniora/Sarjana

Alamat : Borong Karamasa

Judul : Syekh Yusuf Al- Makassari Tuanta Salamaka

(Hidup dan Perjuangannya)

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia

merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau

seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Gowa,4 Agustus 2021

Penyusun

Syamsu Alam
Nim. 40200114061

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

‫ن ال َّر ِحيم‬ َِّ ‫س ِِم‬


ِِ ‫َللاِ ال َّر ْح َم‬ ْ ِ‫ب‬

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ucapan rasa syukur yang tidak terhingga kepada Tuhan pemilik alam semesta

Allah swt atas segala limpahan rahmat, taufiq dan hidayahnya, sehingga penulis

berhasil menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Syekh Yusuf Al-Makassari

Tuanta Salamaka (Hidup dan Perjuangannya)”

Salawat serta salam tidak hentinya kita peruntukkan kepada junjungan kita

Nabi Muhammad Rasulullah saw, beserta keluarga, sahabat, serta orang yang

mengikuti ajarannya. Dialah Nabi yang patut dijadikan sebagai inspirator sejati

dalam segala aspek kehidupan terutama dalam mengembangkan dakwah untuk

menyebar luaskan agama Allah yaitu agama Islam. Skripsi ini diajukan kepada

Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1). Dalam

proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bimbingan dan motivasi dari

berbagai pihak, sebaik secara moral maupun material. Oleh karena itu, dengan

tulus dari hati penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Handan Juhanis M.A, Ph.D. selaku Rektor UIN Alauddin

Makassar dan Wakil Rektor I, II, dan III, serta segenap staf Rektorat UIN

Alauddin Makassar.

2. Dr. Hasyim Haddade, S.Ag., M.Ag. selaku Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, dan Wakil

iv
Dekan I, II, dan III Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin

Makassar.

3. Dr. Abu Haif, M.Hum dan Dr. Syamhari, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua dan

Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam. Dengan segenap rasa

tulus memberikan kontribusi selama penulis menempuh kuliah berupa

ilmu, motivasi, nasihat, serta pelayanan sampai penulis dapat

menyelesaikan kuliah dan mendapat gelar sarjana S1.

4. Dr. Susmihara, M.Pd. dan Nur Akhsan Syakur, S.Ag., M.Si selaku

pembimbing I dan II yang sedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran

untuk mengarahkan dan membimbing penulis sehingga skripsi ini selesai

dengan baik.

5. Segenap dosen dan seluruh staf Fakultas Adab dan Humaniora atas ilmu,

motivasi, nasihat dan pelayanannya selama penulis kuliah. Terkhusus staf

jurusan Sejarah Peradaban Islam yang selalu bersedia memberikan

pelayanan dan mengarahkan penulis dalam proses perkuliahan dan

penyelesaian skripsi.

6. Kepada Pemerintah Kabupaten Gowa dalam hal ini Bagian BAPEDA

yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan

penelitian ini.

7. Kepada Muh. Hasan, S.H., M.H. Widyawaty T. S.Sos., M.H. selaku

Kepala dan Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi

Sulawesi Selatan yang telah memberikan izin kepada penulis sehingga

penelitian ini bisa diselesaikan. Juga terima kasih kepada Kepala Bidang

Perpustakaan dan Kearsipan, yaitu Drs. Yulianto M.M dan Pataraia

v
Burhan G.S., S.Sos yang membantu penulis untuk mendapatkan data yang

dibutuhkan dalam penelitian.

8. Kepada kedua orang tua penulis Almarhum Padda Daeng Sore. dan Ibunda

tercinta Syahuri Daeng Dadi yang mendidik dan membimbing penulis

semasa kecil. Beliau dan Ibunda adalah guru abadi penulis yang takkan

pernah tergantikan. Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada

saudara saya keluarga terdekat saya yang selalu memberikan semangat dan

dorongan.

9. Teman-teman seperjuangan di Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam

angkatan 2014, kita telah melewati suka duka bersama selama kuliah,

kebersamaan kita adalah kecerian kita bersama dengan satu kata yang

selalu terucap “SKI bersatu”..

10. Serta kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebut satu persatu

yang telah membantu untuk menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, hanya kepada Allah swt penulis memohon dan berserah

diri semoga melimpahkan rahamt dan rezeki-Nya kepada semua pihak

yang telah membantu.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gowa,4 Agustus 2021

Penulis

Syamsu Alam
Nim. 40200114061

vi
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASKEASLIAN SKRIPSI ...................................................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................ii

PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................................................iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................iv

DAFTAR ISI .......................................................................................................vii

ABSTRAK .............................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 3

C. FokusPenelitian dan Deskripsi Fokus .........................................................3

D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 5

E. Metodologi Penelitian ………................................................................... 6

F. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….................................................... 12

BAB II LATAR BELAKANG KEHIDUPAN SYEKH YUSUF Al-

MAKASARI TUANTA SALAMAKA

A. Sekilas Tentang Syekh Yusuf Al-Makassari Tuanta Salamaka ................14

B. Karya-Karya Syekh Yusuf Al-Makassari Tuanta Salamaka..................... 23

C. Kehidupan Keluarga Syekh Yusuf Al-Makassari Tuanta Salamaka ....... 28

BAB III USAHA-USAHA SYEKH YUSUF AL-MAKASSARI TUANTA

SALAMAKA DALAM MENGEMBANGKAN AGAMA ISLAM

vii
A. Usaha Menyiarkan Agama Islam .............................................................. 37

B. Proses Masuknya Islam Di Gowa ............................................................ 42

BAB IV POLA PENDIDIKAN, AJARAN-AJARAN DAN PERJUANGAN

SYEKH YUSUF AL-MAKASSARI TUANTA SALAMAKA

A. Pola Pendidikan Ajaran-Ajaran Syekh Yusuf Al-Makassari Tuanta

Salamka di Gowa...................................................................................... 46

B. Perjuangan Melawan Kaum Penjajah ...................................................... 50

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 62

B. Saran ….................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA

viii
ABSTRAK

Nama : Syamsu Alam

Nim : 40200114061

Jurusan : Sejarah Peradaban Islam

Judul : Syekh Yusuf Al-Makasari Tuanta Salamaka (Hidup dan Perjuangan)


________________________________________________________
Skripsi ini membahas tentang kisah “Syekh Yusuf Al- Makassari Tuanta
Salamka” (Hidup dan Perjuangannya). Syekh Yusuf digelar dan di daulat oleh
Masyarakat Gowa Makassar sebagai Tuanta Salamka karena Syekh Yusuf pada
masa itu diyakini dapat mendo’akan masyarakat dan sebagai penghantar
keinginan masyarakat. Penulis skripsi ini mencoba mengangkat ketokohan Syekh
Yusuf dan kisah kehidupan Syekh Yusuf baik dalam menyiarkan agama islam,
proses masuknya islam di Gowa dan perjuangan dalam membela tanah air dari
penjajahan colonial Belanda sertah pola pendidikan dan ajarannya .
Syekh Yusuf adalah seorang ulama, sufi dan negarawan ulung yang
dihormati dan dikagumi, bukan hanya di Gowa akan tetapi hingga pelosok Negeri
bahkan sampai Afrika dan Srilangka (Ceylon) Syekh Yusuf di kenang sebagai
tokoh pejuang. Hal ini tidak terlepas dari kepribadiannya dalam membelah,
mengembangkan agama islam sertah bertarung melawan penjajah Belanda. Syekh
Yusuf adalah seorang tokoh tasawuf (tarekat) khalwatiyah yang mempunyai
segudang ilmu dan dikenal sebagai pahlawan yang bersenjatahkan tabih. Ilmu
pengetahuan Syekh Yusuf di dapatkan dari belajar kepada para Syeikh yang tidak
diragukan, yang berasal dari daerah lokal hingga kenegeri timur tengah. Isi ajaran
Syekh Yusuf bertitik tolak dalam penguatan aqidah ketuhanan yang mana
ketahanan batin dalam menghadapi hidup ini. Syekh Yusuf kembangkan dan
ajarakan kepada para muridnya dan seluruh pengikutnya hingga kenegeri Ceylon
Srilangka dan dikenang sebagai pejuang nasional.

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penulisan biografi seseorang merupakan salah satu upaya untuk

menghargai dan menghormati jasa-jasanya. Baik sebagai pemimpin dan pejuang

kemerdekaan guna melestarikan jiwa dan semangat serta nilai kepribadian. nilai

kepahlawanan dan nilai patriotisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

Mengungkapkan pula kisah tokoh pejuang dan para pahlawan kita sebagai tokoh

skenario kemerdekaan bangsa dan negara ini merupakan konsekuensi menelusuri

perjuangan seorang tokoh, pemimpin sebagai bentuk counter terhadap penjajahan

para kolonial dan penjajah negara ini. sehingga tcrciptanya kemerdekaan. Di

samping itu kita dapat Mengetahui dan memahami tokoh dan perjuangan sebagai

manusia (mahluk sosial) yang selalu berintergrasi dengan masyarakat sekitar dan

khayala umum.1

Pada zaman moderen ini. penulisan biografi merupakan salah satu

upaya dalam mengenang para tokoh pejuang dan pemimpin bangsa ini yang

menempati posisi yang sangat penting dimasyarakat. Hal ini dimungkinkan

adanya kecenderungan peranan mereka sebagai pemimpin bangsa. sebagai

pejuang di zaman revolusi. sebagai pemimpin politik di masyarakat sekaligus

sebagai skanator perjuangan dalam membelah bangsa dan negara dalam

membawa perubahan zaman kemerdekaan. Oleh karena itu untuk

1
Abu Hamid. Syekh Yusuf Seorang Ulama Sufi Dan Pejuang (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,1994). H.85

1
2

mengantisipasi adanya kemerdekaan tersebut diperlukan penggolongan dan

pengembangan dalam penulisan biografi seorang tokoh. 2

Adapun tokoh seorang pejuang yang penulis angkat adalah seorang

tokoh masyarakat Sulawesi Selatan yang telah dikenal oleh rakyat kawasan

Sulawesi Selatan bahkan hingga pelosok negeri, bahkan hingga duniapun

mengenal sosok pejuang dan pemimpin tanah air Indonesia. Adanya

kecenderungan generasi muda saat ini yang kurang memahami serta tidak

mengenal siapa-siapa tokoh-tokoh pejuang dan pemimpin didaerahnya dan

bahkan hingga tidak pemah mengenal jasa-jasa mereka. Ini terjadi karena

kurangnya buku-buku yang memberikan kontribusi langsung tentang siapa tokoh-

tokoh pejuang dan pemimpin di daerahnya. Tokoh yang penulis coba angkat

dalam penulisan skripsi ini adalah sosok Syekh Yusuf, seorang pejuang dan

pemimpin serta cendikiawan muslim terkemuka pada zamannya.

Syekh Yusuf dikenal sebagai seorang ulama sufi, ahli tasatvuf dan digelar

Maulana Yusuf Tajkhalwati. Ia adalah seorang putra suku bangsa Makassar yang

lahir di daerah Makassar Sulawesi Selatan pada tanggal 3 juli 1626 M. Syekh

Yusuf adalah seorang pejuang bangsa dan negara sekaligus pejuang agama pada

abad XVII-XVIII M. Ia tekenal di kalangan kaum muslim Sulawesi Selatan

khususnya Indonesia pada umumnya bahkan sampai Negara- negara lain. ia

terkenal sebagai seorang sufi, wali. juga sebagai pengajar tarekat khalwatiya.

Sebagai masyarakat Islam Sulawesi Selatan memandang Syekh Yusuf sebagai

seorang yang mempunyai kekeramatan, bukan manusia biasa, ma'sum para nabi

juga seorang waliullah.

2
M. Sewang, Ahmad, Islamisasi Kerajaan Gowa Abad XVII Sampai Abad XVII\, (Cet.1,
Jakarta; Yayasan Obor Indonesia 2003) h.56
3

Syekh Yusuf dianggap sebagai seorang yang keramat disebabkan karena

dalam dirinya terdapat keajaiban luar biasa, seperti dapat berjalan di atas air, dapat

membakar rokok pada air danau dan menghidupkan ikan yang sudah mati. Selain

itu beliau juga sebagai sosok bangsawan sekaligus negarawan. Ia selalu tampil

dalam kegiatan pemerintahan maupun didalam peperangan melawan Colonial

belanda, ketika ia berada di banten. Syekh Yusuf membantu sultan Banten dalam

membendung serangan-serangan dari Sultan Hajji yang beraliansi dengan belanda

dan Batavia, hingga beliau pada gilirannya dibuang keluar negeri dan wafat

dinegeri orang.3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang di kemukakan di atas.

maka permasalahan pokok penulisan ini, adalah bagaimana kehidupan perjuangan

Syekh Yusuf Al-Makassari Tuatan Salamaka, masalah pokok tersebut akan

dibagi dan dibahas dalam sub-sub masalah sebagai berikut:

1. Siapakah Syekh Yusuf Al-Makassari Tuanta Salamaka ?

2. Bagaimana usaha-usaha Syekh Yusuf Al-Makkassari Tuanta Salamaka

dalam mengembangkan agama islam ?

3. Bagaimana pola pendidikan, ajaran-ajaran, dan perjuangan Syekh Yusuf

Al-Makkassari Tuanta Salamaka digowa ?

C. Fokus Penelitian dan Diskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan pemusatan konsentrasi terhadap tujuan penelitian

3
Jirong Basang, Riwayat Syekh Yusuf Dan Kissa Ammakku Ta’nang Daeng Mammutung
(Jakarta: 1981), h.27
4

yang sedang dilakukan. Fokus penelitian ini harus diungkapkan secara eksplisit

untuk mempermudah peneliti sebelum melakukan observasi.

Penelitian ini difokuskan pada perjuangan Syekh Yusuf Al-Makassari Tuanta

Salamaka dalam membela Agama, Bangsa dan Negara sewaktu berada di

Kabupaten Gowa.

Sebelum penulis mendeskripsikan apa yang menjadi fokus pada penelitian ini.

terlebih dahulu penulis mendeskripsikan siapakah sosok Syekh Yusuf Al-

Makassari Tuanta Salamaka itu sebagai input dari penelitian ini.

Setelah pembahasan fokus tersebut. peneliti juga mengutarankan karya-karya

dari Syekh Yusuf Al-Makssari Tuanta Salamaka.

2. Deskripsi Fokus

Adapun deskripsi fokiis ialah sebagai berikut

a. Syekh Yusuf Al-Makassari Tuanta Salamaka adalah seorang ulama

sufi, mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan agama islam

pada umumnya. dan juga pejuang yang melawan kompeni Belanda di

Nusantara Yang lahir pada tahun 1626 M. Kerajaan Tallo.4

b. Hidup yang dimaksud disini yaitu riwayat hidup Syekh Yusuf Al-

Makassari Tuanta Salamaka. yakni segalah sesuatu yang dialaminya

selama beliau hidup.

c. Perjuangan adalah pertarungan (merebut sesuatu), peperangan, teman

seperjuangan, kawanan berjuang, teman berjuang atau diperjuangkan

4
Abu Hamid,. H.85
5

(peperangan).

Berdasarkan uraian-uraian yang penulis kemukakan di atas. maka adapun

defeinsi operasional dari Judul tulisan yaitu sebagai upaya mendeskripsikan secara

menyeluruh sosok pribadi salah seorang tokoh ”Syekh Yusuf Al-Makassari

Tuanta Salamaka (hidup dan perjuangaimya).5

D.Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan usaha untuk menunjukkan sumber-

sumber yang terkait dengan, judul skripsi ini, sekaligus menelusuri tulisan atau

penelitian terdahulu tentang masalah yang terkait dan juga untuk membantu

penulisan dalam menemukan sebagai bahan perbandingan. supaya data yang

dikaji lebih jelas.

Tinjauan pustaka yang dimaksud skripsi ini adalah bahwa pokoh

masalah yang akan dibahas dalam skirpsi ini ditunjang olah beberapa literature.

antara lain :

1) Buku yang berjudul Syekh Yusuf seorang ulama sufi dan pejuang oleh

Abu Hamid, Dalam buku tersebut banyak membahas tentang kehidupan

Syekh Yusuf Al-Makassari Tuanta Salamaka, akan tetapi penulisan pada

buku ini bersifat umum dan menyeluruh, sedangkan penulis nantinya

hanya akan menfokuskan pada perjuangan Syekh Yusuf Al-Makassari

Tuanta Salamaka di Kcbupaten Gowa.

2) Buku yang berjudul Dakwah Sufisme Syekh Yusuf Al-Makassari oleh Dr

Mustari Mustafa. Dalam buku ini bnnyak menjelaskan tentang bagniinana


5
W.J.S Poewardarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta,
1978.,h. 424.
6

dakwah yang dilakukan oleh Syekh Yusuf serta ajaran yang dibawahnya.

Buku ini digunakan penulis untuk melihat pemikiran Syekh Yusuf dalam

perjuangan Agama.

3) Buku Syekh Yusuf Menuntun Kita Ke Surga oleh H.M Siradjuddin

Bantang Dalam buku ini banyak membantu penulis utamanya dalam

mengungkapkan riwayat pendidikan Syekh Yusuf Al-Makassari Tuanta

Salamaka yang dipaparkan didalamnya berguna atau mendapatkan

pengetahuannya dengan jalan belajar sampai kenegeri Yaman dan

Damaskus Palestine.

E. METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara atau suatu aturan untuk mendapatkan

informasi dan data dalam rangka penulisan skripsi ini. Metode penelitian yaitu

berisi ulasan tentang metode-metode yang penulis gunakan dalam tahap-tahap

penelitian antara lain.

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian sejarah. yakni penelitian yang

bertujuan untuk merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif,

dengan cara mengumpulkan. mengevaluasi, memverifikasi. Serta mensistesiskan

bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.

Jenis penelitian ini ketika dilihat dari tempat memperoleh data maka

penelitian ini adalah penelitian Library Research. yaitu cara memperoleh data

dengan mempelajari buku-buku diperpustakaan yang merupakan hasil dari para

peneliti dahulu.

Jenis penelitian ini ketika dilihat dari aspek penyajian data, maka
7

penelitian ini adalah penelitian kualitatif yakni data yang dinyatakan dalam bentuk

kata-kata. Data ini menjelaskan karakteristik atau sifat berupa tulisan. Data

diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data misalnya wawancara,

analisis dokumen, diskusi terfokus, atau observasi yang telah dituangkan dalam

catatan lapangan (transkrip). Bentuk lain data kualitatif adalah gambar yang

diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video.

2. Pendekatan penelitian

a. Pendekatan Historis

Pendekatan Historis adalah suatu pendekatan yang berusaha

mencari fakta-fakta yang pernah terjadi pada masa lampu terutama yang

mengenai Sejarah tentang bagainana hidup dan perjuangan Syekh Yusuf

AI-Makassari Tuanta Salamaka dalam menyiarkan agama Islam dan sikap

nasionalismenya dalam membela negara. Pendekatan ini merupakan

rangkaian peristiwa-peristiwa yang dilalui manusia sebagai objek kajian

tertentu. Melalui pendekatan Historis ini, seseorang di ajak unmk

memasuki keadaan yang sebenarnya dengan penerapan suatu peristiwa.

b. Pendekatan Politik

Pendekatan politik merupakan politik menyangkut kegiatan yang

berhubungan dengan negara dan pemerintahan. Fokus perhatian ilmu

politik. karenanya. lebih tertuju pada gejala-gejala masyarakat seperti

pengaruh dan kekuasaan, Apabila politik diartikan sebagai polity

(kebijakan), maka definisi politik lebih dikaitkan dengan pola distribusi

kekuasaan. Jelas pula bahwa pola pembagian kekuasaan akan dipengaruhi


8

oleh faktor-faktor seperti sosial, ekonomi, dan kultural. Posisi sosial, status

ekonomi, dan otoritas kepemimpinan seseorang dapat memberi peluang

untuk memperoleh kekuasaan.

c. Pendekatan Antrapologi.

Pendekatan antrapologi merupakan pendekatan yang berusaha

melakukan penetrasi dengan melihat kebudayaan yang terjadi dimasyarakat

sebagai bentuk peninggalan yang telah diajarkan oleh tokoh yang akan

kami tulis.

d. Pendekataan Sosiologi

Pendekatan Sosiologi merupakan pendekatan yang berfokus pada

adanya sifa keteraturan dan keseimbangan pada masyarakat. serta

memfokuskan pada perubahan. konflik dan paksaan pada struktur sosial.

3. Sumber Data

Untuk memperoleh data,penulis menggunakan dua sumber data, yaitu data

primer dan data sekunder. Berikut penjelasannya anatara keduanya:

a. Data Primer

Data primer diperoleh secara langsung dengan melakukan wawancara

kepada beberapa informan yang terlibat secara lembaga dan diluar

lembaga sertah dianggap mempunyai pengetahuan dan kapabilitas dengan

objek penelitian.

b. Data sekunder diperoleh melalui telaan pustaka, dokumen dan arsip yang

berkaitan dengan pokok masalah penelitian. Beberapa diantaranya berupa


9

buku-buku, dokumen dan foto-foto dokumentasi yang berkaitan dengan

pokok masalah.

4. Langkah-langkah Penelitian

a. Heuristik
Heuristik yakni kegiatan mencari dan mengumpulkan data sumbersejarah

sebanyak mungkin yang berhubungan dengan skripsi ini tanpa memberikan

penilai sumber itu asli atau bukan6.

b. Kritik Sumber

Kritik adalah suatu teknik yang ditempuh dengan menilai data yang

telah dikumpulkan. Dalam kritik ini ditempuh dua tahap yaitu kritik ekstern

dan Kritik intern. Adapun kritik ekstern adalah pengujian terhadap asli atau

tidaknya sumber dari segi fisik atau penampilan luar. Sedangkan kritik intem

adalah isi yang terdapat dalam sumber data yang ada adalah valid atau

menentukan keabsahan suatu sumber.

c. Interpretasi

Tahap ketiga dalam sebuah metode sejarah ini ialah interpretasi.

Sebelum sampai pada tahap historiografi terlebih dahulu fakta sejarah tersebut

digabungkan dan dijelaskan atau beri penafsiran terhadap sumber yang

sudah melalui kritik dimana penulis berupaya membandingkan data yang ada

dan menentulan data yang berhubungan dengan fakta yang diperoleh.

kemudian mengambil sebuah kesimpulan.

6
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (cet. V.Jakarta: Logos Wacana
Ilmu,1999), h, 55.
10

Pada tahap ini dituntut kecermatan dan sikap objektif peneliti,

terutama dalam hal interpretasi subjektif terhadap fakta sejarah. Agar

ditemukan kesimpulan atau gambaran sejarah yang ilmiah.

d. Historiografi

Historiografi merupakan tahapan paling akhir dari seluruh rangkaian

penulisan karya ilmiah tersebut. pada tnhap ini penulis berusaha menyusun

fakta- fokta ilmiah dari berbagai sumber ilmiah yang telah diseleksi

sehingga menghasilkan suatu bentuk penulisan sejarah yang sistematis.

5. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan library research (pustaka).

yaitu mengumpulkan beberapa literatur yang berkaitan dengan masalah-masalah

yang akan dibahas dan yang akan dijadiknn bahan acuan dalam penulisan ini.

Penulisan melalui kepustakaan. Yakni literatur-literatur yang

berkaitan dengan sejarah islam, sumber-sumber penunjang lain yang diantaranya

dokumen-dokumen atau buku-buku yang berkaitan dengan prespektif sejarah

Islam dan kaitannya dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini.

Teknik yang digunakan dalam library reseacrh (pustaka) adalah sebagai berikut:

1) Kutipan Langsung, yaitu mengutip suatu materi, pendapat toko, tulisan dengan

tidak mengubah redaksinya.

2) Kutipan tidak langsung. yaitu mengutip materi atau pendapat tokoh dengan

menggunakan ikhtisar atau ulasan, sejauh tidak mengurangi sebagian garis

besar redaksinya berbeda dengan aslinya.


11

6. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Dalam pengolahan data, penulis menggunakan tiga macam metode.

Sebab data yang digunakan dalam pembahasan ini bersifat kualitatif deskriptif.

karenanya untuk mencapai apa yang diinginkan, maka penulis mengolah data

yang selanjutnya diinterpretasikan dalam bentuk konsep yang dapat mendukung

objek pembahasan dalam penulisan ini. Metode penulisan yang digunakan dalam

pengolahan data tersebut sebagai berikut:

1. Metode induktif yaitu menganalisis data yang bertolak dari hal-hal yang

bersifat khusus untuk selanjutnya mengambil kesimpulan ke hal-hal yang

bersifat umum.

2. Metode deduktif yakni analisis data yang didasarkan pada hal-hal yang

bersifat umum. kemudian menjambil kesimpulan yang bersifat khusus.

3. Metode kompratif yaitu metode yang memecahkan masalah yang

membandingkan antara satu data dengan data yang lain dan kemudian

menarik kesimpulan.

7. Pengujian Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh, penulis menggunakan

metode trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik memeriksa keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar daripada data itu sendiri yang berfungsi

sebagai data pembanding terhadap data yang diperoleh7. Metode ini merupakan

cara untuk mengkroscek kebenaran suatu data dan informasi yang diperoleh dari

berbagai pendapat yang berbeda-beda dan dari disiplin ilmu yang berbeda pula
7
J. Lexi Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Penerbit UI, 1992), h. 45.
12

dengan cara mengurangi perbedaan yang terjadi pada saat pengumpulan data dan

analisis data.

Dalam penelitian ini menggunakan observasi, dokumentasi, dan

wawancara dengan narasumber untuk mendapatkan data. Untuk menguji

keabsahan data di peroleh maka penulis menggunakan trianggulasi sumber data

dengan cara memeriksa sumber-sumber data yang ada dan membandingkan hasil

data yang telah diperoleh dari hasil pengamatan dengan data yang lainnya.

Pada intinya dalam pengujian ini adalah bagaimana cara seorang peneliti

memadukan dan membangdingkan data, baik itu berupa dokumentasi, observasi,

wawancara dan buku-buku guna melihat persamaan dan perbedaan serta menarik

sebuah kesimpulan untuk dijadikan sebuah konsep kesimpulan terhadap data yang

ada.

F.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Pembahasan pada bagian ini akan dijelaskan mengenai tujuan yang

ingin di capai oleh peneliti terhadap masalah yang ditelitinya. Ini juga

merupakan tujuan untuk mengjawab semua rumusan masalah yang diteliti oleh

peneliti. Tujan penelitian dijabarkan sebagai berikut :

a. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana perjuangan Syekh Yusuf Al-Makassari

Tuanta Salamaka dalam menyiarkan Agama islam semasa hidupnya ?

2. Untuk mendeskripsikan dan menggambarkan bagaimana perjuangan Syekh

Yusuf Al-Makkassari Tuanta Salamaka dalam melawan kaum penjajah ?

3. Untuk mendeskripsikan dan menguraikan bagaimana pola pendidikan dan


13

ajaran-ajaran Syekh Yusuf Al-Makkassari Tuanta Salamaka digowa ?

b. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan teoritis

Dapat memberikan informasi yang valid bahwa Syekh Yusuf Al-

Makassari Tuanta Salamaka tidak hanya di kenal sebagai seorang ulama sufi

yang mendalami ilmu agamanya diberbagai tempat, tapi beliau juga sangat

berpengaruh dalam memperjuangkan bangsa dan negara melawan kaum penjajah.

Setelah penulisan ini selasai diharapkan bisa memberikan kontribusi

baik itu sebagai referensi atau acuan. maupun akan di kembangkan nantinya

pada penulisan-penulisan berikutnya.

Diharapkan pula dapat menjadi pemicu dan pijakan awal bagi penulis

sendiri untuk lebih bisa mengembangkan tulisan nantinya menjadi tulisan

yang lebih tajam. Sebagai karya ilmiah. diharapkan tulisan ini bisa lebih

melengkapai sejarah yang selama ini kita ketahui tentang apa yang penulis

bahas dalam tulisan ini dan dapat dijadikan sebagai bacaan untuk umum.

untuk dapat mengembangkan atau menghasilkan karya-karya ilmiah yang

akan datang.

2. Kegunaan Praktis

Penggarapan judul ini diharapkan para pembaca dapat memahami secara praktis

bahwa perjuangan seorang tokoh dalam memimpin berbagai pertempuran menjadi

bukti bagi kejeniusan dan perjuangan mereka.Sebagai bahan renungan terhadap

masyarakat luas untuk meneladani pahlawan nasional Indonesia yang telah

berjuangan melawan pen jajah.


14

.
BAB II

LATAR BELAKANG KEHIDUPAN SYEKH YUSUF AL- MAKASSARI

TUANTA SALAMAKA

A. Sekilas tentang Syekh Yusuf Al-Makassari Tuanta Salamaka

1. Riwayat hidup Syekh Yusuf

Syekh Yusuf Tuanta Salamaka nama kecilnya adalah Muhammad Yusuf

lahir dikerajaan gowa pada tanggal 8 syawal 1036 H bertepatan dengan tanggal 3

juli 1626 M, hasil dari perkawinan putri Gallarang Moncong Loe yang bernama

Aminah Itubianai Dg Kunjung dengan seorang tua yang tidak diketahui dari mana

berasal dan tiba-tiba muncul ditengah kebun seorang petani yang bernama

Ko’marak didaerah tallo, kemudian orang tua tersebut diambil sebagai menantu

Ahmad Dg Leo Gallarang Moncong Loe mangkabumi kerajaan gowa pada

masanya, mengenai siapa sebenarnya ayah dari Syekh Yusuf belum diketahui

secara pasti apakah ayahnya seorang nabi (Khidir as) atau seorang petani biasa

bahkan ada pendapat lain bahwa ayahnya adalah Sultan Alauddin. Ada beberapa

versi tentang siapakah ayah dari Syekh Yusuf yang dapat diambil sebagai penguat

tulisan ini, sebagai berikut:

a. Dikalangan orang awan di Gowa ada yang mengatakan bahwa Syekh

Yusuf lahir dari hasil perkawinan antara seorang Tomanurung (Putra

dari kayangan) dengan putri Daengta Gallarang Monccong Loe yang

bernama Aminah Itubiani Dg Kunjung.

b. H. Raden Kamaluddin Daeng Tombong mengatakan bahwa

SyekhYusuf adalah seorang putra yang lahir dari perkawinan Nabi

14
15

Khidir as.dengan putri Gallarang Moncong Loe.1

c. Andi Makkaraus Amansyah mengatakan bahwa ayah Syekh Yusuf

bekerja sebagai seorang petani yaitu dari kalangan orang biasa.2

Dari beberapa pendapat diatas, bahwa ayah Syekh Yusuf adalah waliyullah dan

dikenal sebagai Nabi Khidir a.s. ini dibuktikan dengan pandangan dan cerita

rakyat gowa.Dalam hal ini, Abu Hamid menyebutkan bahwa Syekh Yusuf tidak

ditemukan secara jelas, akan tetapi yang ditemukan dalan lontarak bahwa ayah

Syekh Yusuf adalah seorang tua yang menyamar diri menjadi seorang petani, dan

kemudian diyakini sebagai Nabi Khidir a.s. karena orang tua tersebut memiliki

keanehan ketika berjalan tidak sampai kaki ditanah, dan tidak diketahui asal usul

negeri kedatangannya.3 Ini tidak menutup kemungkinan akan terbentuk kekaburan

dalam memahami siapa ayah Syekh Yusuf apakah masih hidup atauka sudah

wafat sedangkan manusia tidak ada yang hidup abadi didunia ini, kecuali sang

pencipta Allah Swt. Dalam hal ini Abu Hayyamal-Adalusi dengan tegas

mengatakan yang dikutip dari Sahib Sultan bahwa: “adalah pendapat mayoritas

bahwa Khidir as telah wafat”. Kemudian pendapat ini dikuatkan dengan ayat 34

Surat Al-Anbiyai:

‫ت فَهُ ُم ْٱل َٰ َخلِ ُدونَ َو َما‬


َّ ‫ك ْٱل ُخ ْل َد ۖ أَفَإ ِ ۟ين ِّم‬ ٍ ‫َج َع ْلنَا لِبَش‬
َ ِ‫َر ِّمن قَ ْبل‬

Artinya:

“kami tidak menciptakan, menjadikan hidup abadi bagi seorang

manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka karena jikalau kamu mati, maka
1
H.Raden Kamaluddin Daeng Tombong, Riwayakna Syekh Yusuf dan Silsilah
Keturunannya (Takalar: Tulisan Tangan,T.Th) h.2
2
A. Makkarausu Amansyah, Lontarak Syekh Yusuf Tajul Al-Khalwati (Ujung Pandang:
Perpustakaan UNHAS, 1975) h.4
3
Abu Hamid,Op.Ci
16

mereka akan kekal”.4

Ayat diatas, mengungkapkan bahwa manusia pada hakekatnya tidak ada yang

hidup abadi, dan akan menghadapi yang namanya kematian. Memang kita

sepatutnya tidak dapat memungkiri bahwa, bahwa manusia pada hakekatnya tidak

dapat mengakui kesombongannya terhadap posisinya sebagai manusi yang

pastinya tidak ada yang diberi kehidupan yang lebih dan melebihi kesempurnaan

dan umur yang panjang dari manusia terdahulu. Tetapi bukan berarti bahwa tidak

ada manusia yang diangakat derajatnya dan ditangguhkan ajalnya oleh Allah

sampai akhir zaman ini terbukti dengan pernyataan beberapa Ahli Shufi bahwa

Nabi Khadir as masih hidup sampai akhir zaman.

kemudian menurut Hamka, ayah Syekh Yusuf adalah Abdullah sedangkan

menurut lontarak (Riwayat Tuanta Salamaka ri Gowa) bahwa ayah Syekh Yusuf

adalah Gallarang Moncong Loe sedangkan ibunya bernama Aminah, putri

Dampara Ko’marak. Lalu dalam cerata lontarak versi Gowa penuh ungkapan-

ungkapan sakti dan keistimewaan atas kelahiran Syekh Yusuf. Seolah-olah

kejadiannya melebihi manuasi biasa dan tahap-tahap kehidupannya selalu diatuar

oleh yang maha gaib. Sifat mistis dan jalan ceritanya melambangkan kondisi

tradisi budaya pada masanya, diperkuat oleh rasa hormat dan pemujaan terhadap

orang-orang yang memiliki sifat-sifat sakti.

Namun Gelar Syekh Yusuf diterimanya menurut tradisi ahli tasawuf

setelah ia diberi izin oleh gurunya mengajarkan tarekat kepada orang lain. Gelar

haji karena dia telah mengerjakan rukun kelima. Atau disesuaikan dengan nama

aslinya. Hal itu terdapat dalam tradisi menyusaikan nama dengan gelar yang

4
Al-Qur’an Karim dan Terjemahannya
17

masih terdapat dimakassar sampai sekarang. Seumpama “Bebasa Daeng Lalo”.

Bebasa artinya bebas! Daeng artinya tuan dan Lalo artinya lalu. Yaitu lalu saja

tidak terhambat-hambat, sebab dia bebas! Atau Andi Sultan Daeng Raja. Sudah

sama diketahui maksud menyesuaikan nama Sultan gelar raja.

Kemudian setelah beliau lulus dan mencapai derajat yang tinggi dalam

ilmu tasawuf, terutama dalam Tarekat Khalwatiya, gurunya memberi gelar “Taju’l

Khalwati”. Mahkota dari Thariqat Khalwatiya, ditambah lagi dengan sebutan

Hadiyyatullah; anugrah Allah! Pemberian “luqab” yang demikian bukanlah secara

sembarangan. Mungkin beliau sudah mencapai (wushul) dalam khalwatnya,

pernah merasa fanah kedalam baqabnya Illahi! Maka dari itu ia pun bergelar Haji,

sebab sudah pernah kemekkah. Dan “ Al-Makassari” ialah tanah asalnya,


5.
Makassar.

2 . Masa-Masa Kanak-Kanak Hingga Dewasa

Sudah dikatakan bahwa sejak kecil Syekh Yusuf hidup dalam lingkungan

istana raja ibunya adalah salah seorang keturunan dari putri Gallarang Moncong

Loe, tergolong keturunan hartawan. Maka dalam diri Syekh Yusuf mengalir dua

cabang keturunan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dipihak keluarga

bapaknya mengalir titisan darah saudagar. Dari dua cabang keturunanyang

berpadu itu, ulama dan saudagar lahirlah Syekh Yusuf yang mengganungkan dua

bakat pada dirinya serta tambahan kehidupan dalam lingkungan istana raja. Taat

pada kebenaran dan cinta pada agama, juga keteguhan iman dan kuat

kepercayaannya akan mencapai cita-ciitanya adalah pembawaan yang diperoleh

5
Pro.Dr.Hamka, Syekh Yusuf Tajul Khalwati Tuanta Salamaka, (cet. 1, Jl.Asri Raya No.
01: Griya Asri, 2018), h. 70-72.
18

sabagai turunan alim ulama. Demikian pada cintanya pada ilmu tarekat serta

karya-karyanya dan salah satu diantaranya yang kemudian berkembang hingga

kini dikalangan masyarakat Sulawesi Selatan adalah tarekat Khalwatiyah.

Keyakinan pada agama dan ilmu memberikan iman yang teguh kepadanya,

sehingga beliau sanggup menghadapi segala suasana kritis dan teganh ; penderitan

dengan cobaan dengan jiwa yang tenang dan hati yang sabar. Kesemuanya itu

adalah merupakan warisan langsung dari titisan daerah ayahandanya. Sedangkan

pengaruh keturunan ibunya kelihatan cintanya dalam soal kekayaan yang banyak ;

dibidang pertanian cukup banyak pengaruh gabungan ini, yaitu antara keturunan

ulama dari pihak saudagar dan ibunya membuat beliau menjadi seorang yang ulet,

teliti, rajin, tenang, taat dan saleh serta memegang teguh akan waktu. Semuanya

ini merupakan bekal yang amat berharga kelak baginya dalam ikut mendarma

baktikan dirinya pada perujuangan menentang kehadiran kolonialisme dan

imperealisme Belanda untuk kepentingan nusa dan bangsa.

Sudah dikatakan bahwa sejak kecil Yusuf diasuh dan didik oleh Sultan Gowa

hingga dewasa, maka tidaklah aneh dan wajar bila dianggap sebagai putera

sendiri. Tidak berapa lama pemaisuri Raja Gowa sendiri melahirkan seorang

puteri, yang diberi nama Sitti Daeng Nisanga. Akhirnya bersama-sama Syekh

Yusuf sudi menikahi atau menyuntingnya. Syekh Yusuf amat menyadari keadaan

pada dirinya sehingga serta tawaran Sitti Daeng Nisanga ditolaknya secara halus

dan sopan. Namaun sebaliknya penolakan itu ditanggapi oleh putri raja Gowa

dengan perasaan yang lain, dan lebih lanjut putri raja menyatakan bahwa “jika

tidak mengawini saya, maka engkau akan kutagih diakhirat dan kukendarai

engkau sebagai beban dihari kiatamat kelak (Massiara, 1983 : 10-11). Setelah
19

mendengar ucapan putri raja maka Syekh Yusuf terdiam dan kemudian Syekh

Yusuf pergi membaringkan dirinya dan larut dalam pikiran akan ucapan putri raja

Gowa tersebut.6

Pada suatu hari Syekh Yusuf teringat kembali akan ucapan putri raja Gowa

yang menyatakan dirinya untuk menjadi isteri Yusuf. Ucapan-ucapan inilah yang

selalu mengganggu pikirannya sehingga Syekh yusuf menyampaikan secara

langsung kepada Gallarang Mangasa dan Gallarang Tombolo agar sudi meminang

putri raja Gowa itu meskipun kedua Gallarang itu menyadari bahwa maksud

Syekh Yusuf tersbut akan ditolak oleh Raja Gowa, namaun mengingat bahwa Sitti

Daeng Nisanga Daeng Syekh Yusuf pernah dipelihara dalam istana kerajaan

Gowa, akhirnya berangkatlah kedua Gallarrang tersebut sebagai utusan Syekh

Yusuf untuk menghadap ke istana kerajaan Gowa, dan menyampaikan maksud

dari Syekh Yusuf. Setelah sang raja Gowa berkata kepada utusan dari SyekhYusuf

tersebut sebagai suatu jawaban atas pinangan mereka.”Tamasalai naiyajiya ataya,

atatoniya, naiya nikanaya karaeng, karaeng tongjiiya” artinya “bahwa yang

namanya budak (hamba) maka tetap budak (hamba) yang namanya karaeng

(bangsawan) maka tetap karaeng.” Demikianlah jawaban raja Gowa yaitu Sultan

Maliku Said (1639-1653) atas penolakan halus pinangan saudara angkatnya atas

adiknya7

Setelah pinangan Syekh Yusuf ditolak, maka dari itu Syekh Yusuf berkata

kepada kedua Gallarang bahwa bukan salah ku dan berarti bebanku sudah lepas.

Kemudian Syekh Yusuf lanjut berksata kepada kedua Gallarran itu. “maka

6
Drs.Darwas Rasyid, Biografi Syekh Yusuf, Departemen Pendidikan dan Rektorat
Jenderal Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, (Ujung Pandang,1995/1996)
h.10-11
7
Ibid
20

menjadi saksilah Daengta berdua bahwa kuharamkan diriku menginjak kembali

tanah Gowa sebelum aku menjadi Sufi (Massiara 1983, 14). Dan beberapa waktu

kemudian, baginda Sultran Maliku Said menanyakan kepada Gallarrang Mangasa

dan Gallarrang Tombolo, mengapa Stekh Yusuf tidak kelihatan lagi di istana.

Kedua gallarrang mengjawab bahwa kemungkinan karena pinangannya ditolak

terhadap putri Raja.8

Mendengar ucapan itu rajapun meminta kepada Gallarang Mangngasa supaya

membuka “Lontara”. Maka “Lontarak” dimaksud disini dibaca sebagai berikut:

“Ada tiga macam yang mengangkat deraja seseorang”

- Pertama karena dia berilmu

- Kedua karena dia kaya

- Ketiga karena dia berani

Mendengar bunyi “Lontarak” yang dibaca tadik, berkatalah Raja Gowa

kepada Gallarang Mangasa “dimana Syekh Yusuf sekarang”. Dijawab, bahwa dia

sekarang berdia dikampung baru. Maka raja menyuruh panggil Syekh Yusuf

sambil berkata :

“pergilah daengta suruh panggil Syekh Yusuf kemari karena akan kunikahkan dia

dengan putriku”. Setelah suruhan Gallarang Mangngasa kepada Syekh Yusuf,

berkatalah Syekh Yusuf. “sampaikan kepada daengta, bahwa bukanlah aku sudah

bersumpah tidak akan menginjak bumi Gowa kembali, bila aku belum menjadi.

“Sufi”.

Setelah dua tiga kali Syekh Yusuf dipanggil oleh raja Gowa, Syekh Yusuf

tetap tidak datang, maka berkatalah Raja Gowa : “Hai Gallarang I Sitti Daeng

8
H.A. Massiara, Syekh Yusuf Tuanta Salamaka dari Gowa, Yayasan “Lakipadada” ( Cet
1, Jakarta: 1883), h.14
21

Nisanga kekampung baru dan nikahkanlah dia dengan Syekh Yusuf “. Setelah itu

Gallarang membawa putri raja Gowa dan dia dinikahkan dengan Syekh Yusuf

setelah sabda itu keluar, maka putri raja Gowa yang sudah menjadi gadis cantik

jelita itu dibawahlah kekampung baru dan disana dinikahkan dengan kekasihnya

Syekh Yusuf.9

Beberapa waktu lamanya Syekh Yusuf kawin dengan putri raja

Gowa,bergegaslah Syekh Yusuf untuk berangkat ketanah suci mekkah.

Sebelumnya ia suruh antar istrinya I Sitti Daeng Nisanga kembali ke istana. Ia

hanya turut mengantar setengah jalan, kemudian kembali lagi ketempat

kediamannya di kampong baru.10

Setelah semua persiapan rampung, saat dan hari yang ia senangi tiba, maka

Syekh Yusuf bersama I Lo’Mo’ ri Antang mulai berlayar meninggalkan kampong

baru. Genap tujuh hati tujuh malam perahu itu mengarungi lautan, terjadilah

peristiwa dikapal itu. Peristiwanya adalah bahwa pada hari itu juru mudi kapal

meminjam sebilah pisau dari juru batu untuk dipake memotong kuku. Tiba-tiba

tanpa sengaja pisau tersebut terlepas dari tangan juru mudi dan jatuh kedalam laut

mendengar bahwa pisau miliknya jatuh ke laut, marahlah juru batu kepada juru

mudi. Keduanya bertengkar dan hendak berkelahi.maka perahupun oleng karena

haluannya tidak tetap, kemudian tidak terkendali lagi oleh juru mudi yang sedang

bertengkar dengan juru batu.

Karena haluan perahu tidak menetap Syekh Yusuf menanyakan hal itu

kepada juru mudi apa sebabnya terjadi pertengkaran. Setelah mendengar kisah

juru mudi bertanyalahh Syekh Yusuf kepada para penumpang siapa gerangan

9
H.A Massiara, Op. Cit., h.15
10
Ibid.,h.15
22

yang membawa sepotong ikan kering. Mendengar permintaan itu, bangkitlah

seorang diatara penumpang lalu menyerahkan sepotong ikan kering seperti yang

dimminta oleh Syekh Yusuf.

Ikan kering itu adalah jenis ande-ande. Syehk Yusuf panggil juru batu, lalu iya

serahkan ikan kering itu sambil berkata.”buanglah ikan itu tepat pada tempat

pisaumu jatuh, yaitu dibelakang tempat kemudi”.juru batu mengambil ikan kering

dari tangan Syekh Yusuf kemudian pergi ketempat pisaunya jatuh keair, selepas

dari tangan juru mudik. Sebelum diserahkan kepada juru batu,mulut ikan kering

itu ditiup sambil berdo’a kepada tuhan yang maha kuasa.

Semua penumpang dan awak kapal berkumpul menyaksikan apa yang akan

terjadi. Dengan kodrat illahi, tidak lama kemudian muncullah seekor ikan diatas

permukaan air.para penumpang dan awak kapal heran melihat peristiwa tersebut,

diantara mereka ada yang berkata, “hai Syekh Yusuf buat apalagi tuaku pergi ke

mekkah sebab ilmu tuanku sudah cukup padat. Lebih baik kembali saja ke Gowa”.

Syekh Yusuf berkata : “Tidak begitu, kesmpurnaan ilmu di tanah suci mekkah

sebab itu harus meneruskan perjalanan ini”. Maka perahu itupun berlayar terus

kebarat sampai kejakarta dan dari sana dengan perahu yang lain menuju sailon,

kemudian dengan naik kapal berlayar menuju jeddah. Beberapa hari kemudian

dalam perjalanan menujuh jeddah, berkatalah kapten kapal itu kepada I Lo’mo’.

Hei Lo’mo, saya melihat Yusuf mempunyai ilmu-ilmu gaib. “menjawablah I

Lo’mo”. Benar, memang ia menggunakan ilmu gaib. Maka sejak hari itu kapten

dan sejumlah penumpang kapal agak benci terhadap Syekh Yusuf yang

dianggapnya mempunyai ilmu gaib.


23

B. Karya-Karya Syekh Yusuf

Cara hidup utama yang ditekankan oleh Syekh Yusuf dalam mengajari

kepada murid-muridnya ialah kesucian batin dari segala perbuatan maksiat dengan

segala bentuknya. Dorongan berbuat maksiat dipengaruhi oleh kecenderungan

mengikuti keinginan hawa nafsu semata-mata, yaitu keinginan memperoleh

kemewahan dan kenikmatan dunia. Hawa nafsu itulah yang menjadi sebab utama

dari segala perilaku yang buruk. Tahap pertama yang harus ditempuh oleh seorang

murid (salik) adalah mengosongkan diri dari sikap dan perilaku yang menunjutkan

kemewahan duniawi. Ajaran Syekh Yusuf mengenai proses awal penyucian batin

menempuh cara-cara moderat. Kehidupan dunia ini bukanlah harus ditinggalkan

dan hawa nafsu harus dimatikan sama sekali. Melaikan hidup ini harus

dimanfaatakan guna menuju tuhan. Gejolak hawa nafsu harus dikuasai melalui

tata tertib hidup,disiplin diri dan penguasaan diri atas dasar orientasi ketuhana

yang senang tiasa melengkapi kehidupan manusia hidup dalam pandangan Syekh

Yusuf, bukan hanya menciptakan keseimbangan antara dunia dan akhirak. Namun

kehidupan ini harus dibarengi dengan cita-cita dan tujuan hidup menuju

pencapaian anugerah Tuhan. Dengan demikian Syekh Yusuf mengajarkan kepada

muridnya untuk menemukan kebebasan dalam menempatkan Allah Yang Maha

Esa sebagai pusat orentasi dan inti dari cinta, karena hal ini akan memberi tujuan

hidup itu sendiri.

Kemudian kebanyakan seorang alim dan cendikiawan muslim pastilah

krtika meninggalkan dunia yang mana ini ada bekas nyata dapat dilahab dan

sebagai referensi hidup dalam beraktivitas didunia menuju akhirak yang abadi.

Apalagi ia adalah seorang cendikiawan muslim terkemuka baik pada zamannya


24

maupun sesudahnya. Dalam peninggalan atau warisan yang utama dari seorang

cendikiawan tentunya tiada lain adalah ilmu yang kita dapatkan, baik yang

berbahasa Bugis, Makassar, Jawa, bahkan banyak yang kita dapatakan adalah

berbahasa Arab. Syekh Yusuf merupakan cendikiawan muslim terkemuka pada

zamannya, Syekh Yusuf ketika meninggalkan dunia, menaruh bekas nyata berupa

karya-karyanya yang sampai saat ini dapat kita lihat dari beberapa sumber dan

para muridnya yang masi menyimpan warisan ilmu Syekh Yusuf. Syekh Yusuf

adalah seorang cendikiawan yang seharusnya patut kita teladani dengan

keshufiannya dan kesuciannya. Inilah warisan yang harus kita teladani. Adapun

warisan atau karya-karyanya sebagai berikut:

1. Al- Barakat Al- Sailaniyah

Artinya: berkat dari Ceilon, risalah ini membahas tentang beberapa konsep

dzikir dan Risalah ini beliau tulis di negeri Ceylon antara tahun 1683-

1693.11

2. Biadayat Al- Mubtadi

Artinya: Awal mula sutau adab dalam berzikir dan membahas tentang

sifat-sifat Allah dan keimanan, kepercayaan (keyakinan) dan karya beliau

ini juga ditulis di Ceylon antara tahun 1683-1693

3. Al-fawa’ih Al-Usufiyah fi bayan tahqiq Al-Shufiyah

Artinya: ungkapan-ungkapan Syekh Yusuf didalam menerangkan tentang

hakekat shufi, syarat-syarat menjadi wali dan tata cara berdzikir.

Kemudian risalah beliau ini ditulis oleh salah satu muridnya. Dan tahun

penlisannya tidak disebutkan.12

11
Op.cit. Sahibsultan, h. 85
12
Ibid
25

4. Hasyiyyah fi kitab Al-Ambah fi i’rab Lailaaha illaallah.

Artinya: Hasyiyyah didalam kitab yang menerangkan kaidah-kaidah

kalimat tauhid “Lailaaha Illaallah” artinya beliau menegaskan pentingnya

meniadakan sifat-sifat musyrik dengan meniadakan tuhan selain Allah,

seperti berhala, patung-patung, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain.

Sebab dikalangan kafir benda-benda yang ada dilangit dan dibumi dapat

memberikan sifat ketuhanan padahal barang-barang atau benda tersebut

sangat tidak memberikan manfaat sedikitpun.13

5. Kaifiyyah Al-Nafy Wal Al- Itsbat bi Al- Hadits Al-Qudsy

Artinya: meniadakan dan menempatkan dengan hadis qudsi. Naskah ini

menerangkan tentang dzikir, dan tulisan di Ceylon atas permintaan para,

tanpa sahabatnya ada penyebutan tahun penulisannya.14

6. Mathalib Al- Salikin

Artinya: yang dicari para salik. Tulisan ini pada tahun 1221 H / 1806 H

dan berlanjut pada tahun 1186 H/1772 H DAN keduanya merupakan

kutipan. Dan risalah ini merangkan tentang tauhid, ma’rifh dan syariat dan

kesemuanya terkupas secara mendalam.

7. Al- Nafahat Al-Sailaniyya

Artinya: Hembusan dari Ceylon menurut tujimah dikutib dari Sahib

Sultan bahwa risalah ini disarikan dari karangan-karangan Syekh Yusuf.

Penulis risalah ini membahas tentang jalan menuju sifat-sifat ketuhana

“fana fillah dan baqa billah atau sampainya salik keujung suluk

13
Ibid.
14
Ibid.
26

(perjalanan) yang menjadikan manusia bergantung kepada-Nya.

8. Qurrat Al-Ain

Artinya: penyerahan diri. Isinya menerangkan tentang dzikir dan tafakkur

kepada sifat-sifat Allah dan mahluk ciptaan-Nya.

9. Sirr Al-Asrar

Artinya: Rahasia dari segala rahasia. Dan isi dari risalah ini membahas

tentang ma’rifat kepada Allah dan anjuran memperbanyak dzikir kepada

Allah.

10. Shorah

Artinya: Gambar (wajah tauhid) tahun 1221 H / 1806 M adalah tahun

selesai pengutipan. Isinya tulisan singkat tentang Allah, alam dan manusia.

Antara lain dikatakan, bahwa Allah itu berdiri sendiri, sedangkan Roh

berdiri dengan Allah, badan berdiri dengan Roh, lahir berdiri dengan batin,

seperti Alam berdiri dengan Allah, tidak karena tempat dan waktu. Allah

penciptaanya segala sesuatu (tudjimah, halaman 72-73, nomor 10).

Dari 10 karya Syekh Yusuf yang disebutkan diatas, hanya sebagian karya

beliau yang masih dapat kita lihat, akan tetapi akan tetapi masih banyak karya

Syekh Yusuf yang lain yang tidak dapat disebutkan, mengingat keterbatasan

penulis. Apalagi menurut para penulis buku atau karangan, masih banayak risalah

atau karangan Syekh Yusuf yang masih tersimpan pada museum di belanda.

Syekh Yusuf dilihat dari keseluruhan risalah yang Syekh Yusuf tulis

diatas, menandakan Syekh Yusuf adalah seorang ulama shufi dan sekaligus

cendikiawan muslim terkemuka, dari sekian ulama nusantara yang bukan


27

berbangsa Arab, hanya Syekh Yusuf yang paling banayak menulis risalah yang

berbahasa arab dengan baik. Dalam penulisan risalah ini hanya memakan waktu

yang relatif singakat, yang sanagat mengagungkan bahwa Syekh Yusuf ketika

menulis risalah-risalah tersebut kedudukan Syekh Yusuf sebagai mufti pada

kerajaan banten dan sebagai panglima perang yang memerlukan banayak waktu

untuk urusan tugasnya ketika menghadapi penjajah belanda. Kemudian Syekh

Yusuf lebih pro aktif menulis ketika Syekh Yusuf berada dalam pengasingan

kenegeri Ceylon (Srilangka).

Kealiman Syekh Yusuf terkesan dalam keseluruhan risala yang Syekh

Yusuf tulis yang menerangkan tentang Uluhiyyah (ketuhanan), yang sebagian

besar isinya tentang ma’rifah (mempererat hubungan kepada Allah dan jalan

mendekatkan diri kepada-Nya15.

Konsep ajaran tasawuf Syekh Yusuf yang utama adalah mengenai

pemurnian ajaran tentang konsep ketuhana (tauhid) meng-Esakan Tuhan

dibandingkan kepada yang lain. Ajaran Syekh Yusuf tentang tauhid adalah

merupakan komponen terpenting dalam islam, menurut Syekh Yusuf bahwa orang

yang tidak percaya akan adanya keesaan Tuhan adalah kafir, yang tidak terampuni

dosanya. Dalam konsep ajaran tersebut Syekh Yusuf menguraikan bahwa semua

ciptaan tuhan adalah wujud ciptaan bayangan Tuhan dan bukan ciptaan kasar.

Yang terkadang dapat membuat manusia angkuh melebihi keesaan Tuhan. Syekh

Yusuf memandang bahwa ungkapan Tuhan dalam firmannya (Al-Qur’an)

mengenai pencipta bukanlah kehadiran fisik akan tetapi merupakan nyata bagi

yang meyakini tentang dan makna tauhid.16

15
Lihat Azyumardi Azyra.,h.276
16
Ibid, h. 287-289.
28

C. Kehidupan Keluaraga Syekh Yusuf Al-Makassari Tuanta Salamaka

1. Silsilah Keturunan Syekh Yusuf.

Pada dasarnya untuk memahami seorang tokoh agama maupun tokoh

pejuang, tidak terlepas dari kengintahuan kita dari mana asal-usul keluarga dan

keturunannya. Istilah silsilah berarti setujuh dengan tentetan atau garis keturunan,

hubungan nasab,salah satu metode mengenali silsilah seorang tokoh terlebih

dahulu kita telusuri keluarga atau orang sebelumnya hingga pribadinnya. Adaya

gari nasab tersebut, maka akan mempermudah dalam penulisan geografi

seseorang tokoh.

Berdasarkan pertimbangan diatas, maka penulis menganggap penting

untuk memaparkan secara menyeluruh silsilah keturunan atau garis nasab tokoh

yang akan dikaji. Tokoh yang penulis coba angkat dalam penulisan ini ialah

Syekh Yusuf dalam perjuangannya baik dalam mengembangkan agama islam dan

perjuangannya dalam membelah tanah air indonesia dari penjajahan para colonial

belanda. Sertah pola pendidikan, ajaran-ajarannya, dan awal pemujaan Syekh

Yusuf ditanah makassar atau Gowa.

Syekh Yusuf yang nama kecilnya adalah muhammad Yusuf yang lahir

ditengah kerajaan kembar Tallo – Gowa. Nama ini diberikan kepada Yusuf

kecilnya berdasarkan nama seorang nabi yang gagah, elok wajahnya, kesuciannya

dan kejujurannya sertah komitmen dalam beragama. Harapan orang tua

muhammad Yusuf kelak belau menjadi seperti apa yang akan dimiliki oleh

Nabiullah Yusuf as.Syekh Yusuf dikenal dikalang kalangan rakyat sulawesi

selatan terutama digowa sebagai seorang yang dapat membawa keselamatan

dalam artian lewat do’a-do’a Syekh Yusuf lebih cepat tersambung kehadirak sang
29

illahi,walaupun mereka mampu berdo’a. Muhammad Yusuf yang nama gelarnya

adalah Syekh Yusuf Al-Hajji Yusuf Al-Makassari Hidayatullah Tajul Al-

Makassari, yang diartikan dalam bahasa indonesia adalah “Syekh Yusuf yang

memiliki beribu kebajikan yang mendapatkan hidayah Allah yang berasal dari
17
makassar”. kemudian gelar Syekh Yusuf yang disandang oleh beliau bukan

sembarang gelar, gelar ini Syekh Yusuf dapatkan dari buah belajar Syekh Yusuf

bertahun-tahun dan orang yang suci sertah yang tinggi ilmu agamanya (ilmu

tasawuf) yang berhak mendapatkan gelar ini.

Syekh Yusuf dilahirkan dari rahim putri Gallarang Moncong Loe yang

bernama Aminah Itubiani Daeng Kunjung dan ayahnya bernama Abdullah Khidir,

walaupun terdapat beberapa versi tentang ayahnya yang masi dipertanyakan

sampai saat ini oleh masyarakat sulawesi selatan, akan tetapi berdasarkan cerita

rakyat Gowa Makassar bahwa

ayah Syekh Yusuf adalah seorang tua yang datang tiba-tiba berupa cahaya yang

gemerlap (Tomanurun).

Syekh Yusuf kalau ditelusuri dari keturunan lahirnya ia juga termasuk

keturunan bangsawan, karena Syekh Yusuf lahir dari rahim seorang putri

bangsawan dari kerajaan Tallo yang bernama Amirah dalam gelar kebangsawana

Makassar dia dipanggil Biani Daeng Kunjung anak dari pasangan Ahmad Daeng

Leo yang digelari Daengta Gallarang Moncong Loe. Maka lahirlah Syekh Yusuf

dari hasil perkawinan Abdullah Khidir dengan Aminah Itubiani Daeng Kunjung,

menurut cerita rakyat ada beberapa versi tentang kehadiran ayah dari Syekh Yusuf

bahwa ia adalah seseorang yang tidak diketahui dari mana datangnya dan tiba-tiba

17
Sahib Sulthan, Allah dan Jalan Mendekatkan Diri Kepada-Nya Dalam Konsep Syekh
Yusuf (Cet.III; YAPMA: Makassar 2006) h. 1-2
30

hadir ditengah masyarakat Negeri Moncong Loe, ada pula yang mengatakan

Syekh Yusuf datang dari menjalawi, akan tetapi menurut kesepakatan dari cerita

rakyat bahwa ayah Syekh Yusuf adalah Nabi Abdullah Khidir as, yang datang

kemakassar dan berayah seorang tua berjenggot putih dan menyamar sebagai

seorang petani di Negeri Moncong Loe, yang mempunyai keanehan terhadap

fisik. Beliau berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain, dan memilikki

ketekunan bekerja, budi bahasa yang santun dan tekun beribadah dan memiliki

kedalaman ilmu agama, sehingga itu yang menjdi faktor utama tertariknya

Daengta Gallarang Moncocng Loe untuk dikawinkan dengan putrinya Aminah

Itubiani Daeng Kunjug. Syekh Yusuf selaain gelar kebangsawaan, ia juga lahir

ditengah-te18ngah kerajaan kembar Tallo-Gowa ia juga seorang Syeikh yang

mempunyai kedalaman ilmu agama (Tasawuf) dan Syekh Yusuf seorang yang

dikenal dengan orang yang keramat, kata lain adalah orang yang mendapatkan

tempat, disisi Allah Swt (wali Allah) 17. Kemudian berikut akan diutarankan kisah

kedatangan ayah seorang Syekh Yusuf untuk membenarkan cerita rakyat Gowa

bahwa ayah Syekh Yusuf adalah seorng tua yang diyakini sebagai Tomanurung,

yang mempunyai keanehan dalam dirinya dan tekun beribadah sertah memiliki

persammaan sifat-sifat para Nabiullah yang dititip untuk membangun nilai-nilai

agama (aqidah) di dunia. Pada suatu malam kokmarak (nama orang) duduk

dirumah kecil ditengah ditengah kebunnya, tiba-tiba datang dan muncul sebuah

cahaya yang jatuh tepat dihadapannya, maka seketika itu pula kokmarak jatuh

pingsan, ketika terbangung dilihatlah seorang tua Berjenggot dihadapatnya dan

berkata “Izinkanlah saya untuk tinggal bersama tuan digubuk ini dan saya

18
Sahib Sulthan, Op, Cit.,h. 5-7
31

bersedia membantu tua menjaga kebun ini, “saya sangat bersedia bila anda sudi

untuk tinggal dan membantu saya menjaga kebun ini” 19

Peristiwa kedua yang dapat menguatkan siapa sebenarnya bapak Syekh

Yusuf adalah sebagai berikut: pada suatu ketika orang tua Syekh Yusuf dipanggil

oleh raja Gowa untuk menetap diistana, maka seketika itu, seorang tua (ayahanda

Syekh Yusuf) meninggalka ibundanya, seorang tua tersebut menghilang setelah

turun dari tangga istana, maka raja menyuruh pengawalnya untuk mengikuti arah

perginya si orang tua (Nabi Khidir as). Akan tetapi pengawal tidak mendapati

kemana arah perginya orang tua tersebut, maka seketika itu pula sang raja

mengatakan dalam bahasa lontaraknya: yang dikutip dari bukunya Sahib Sulthan

yang tertulis: “kateai antu tau bawang-bawang iami anjo Nabbi Hillere ampa

lahereku kalenna, apaji nanipinawanmo sanggena timungan lompoa assulu

natenamo nacini natena tommi sibuntulu”.19

Artinya: “dia itu bukan orang biasa, dia adalah Nabi Khidir (Nabi Hellere dalam

sebutan bahasa lokal ) yang menampakkan dirinya (ikuti dan lihatlah keadaanya ).

Maka diikutilah sampai keluar di pintu gerbang, menghilanglah dia dari

pandangan orang yang mengikutinya (suruhan Raja Manrabiya Sultan Alauddin;

Raja Gowa abad XVII-XVIII).

Dari panggalan cerita rakyat diatas, menandakan bahwa Syekh Yusuf

bukan saja ,keturunan bangsawan, tetapi ia juga mempunyai sifat-sifat yang

sempurna yang tentunya buah dari seorang ayah yang suci hati yang mempunyai

nilai dan tempat disisi Allah Swt. Inilah yang mempengaruhi seorang Syekh
19
Sahid Sulthan, Allah dan Jalan Mendekatkan Diri Kepadanya dalam Konsepsi Sykh
Yusuf ( Cet.III; YAPMA 2006)., h.11
32

Yusuf mulai dari pendudukan dan keagamaannya mencapai puncak dan mendapat

hidaya karunia dari Allah Swt. Kemudian ia juga ditopan dari keturunannya

nenek sang raja pemimpin negeri Tallo yang mempunyai pengaruh penting pada

waktu hari itu. Awal kelahiran Syekh Yusuf menuai kepedihan yang sangat

menyehdihkan, karena Syekh Yusuf tidak dapat menyaksikan langsung wajah dari

sang ayah dan bagaimana bentuk dan kepribadian sang ayah, sehingga Syekh

Yusuf dipelihara oleh Raja Gowa (Imalingkaing Daeng Manrabiya dalam bahasa

arab adalah Sultan Alauddin). Tetapi akan sangat berbeda sentuhan sang ayah

darah dagingnya dengan seorang ayah angkat, walaupun iya dipelihara sebaik-

baiknya dengan penuh kasih sayang seperti anak sendiri, tetapi sangat berbeda

kalau disentuh langsung dengan ayah sendiri yang entah kemana perginya.

Hidup sebagai anak yatim sangat berbedah dengan hidupnya orang yang

lengkap dalam keluarganya yang masih hidup kedua orang tuanya. Disinilah telah

nampak seorang pemimpin agama dan seorang pembesar, ulama sertah sufi

dengan kemandiriannya. Syekh Yusuf tidak manja, pemalas, cengeng, dan merasa

bodoh dengan situasi lingkungan.

Dari salah satu karya terdapat tulisan bahwa dari kecilnya Syekh Yusuf

telah memperlihatkan bakat-bakat akan menjadi seorang pengajar islam sertah

pejuang yang besar dikemudian hari. Dengan cepat dan singkat Syekh Yusuf telah

menamatkan mengaji (Al-Qur’an) pada salah satu Syeikh di Cikoang, dan ilmu

bahasa Arab sertah Fiqih. Dari kisah diatas, jelas bahwa Syekh Yusuf seorang

tokoh pembaharuan dan pembangkit islam pada masanya.

Kemudian dalam kajian ini juga menjelaskan dan meramu dari berbagai

sumber, seperti lontarak riwayatnya Tuata Salamaka ri Gowa, versi Gowa dan
33

Tallo, dan dari pustaka asing yang ditulis oleh para sarjana dan orientaris.

Sumber-sumber yang didapat dalam pengambilan para penulis, dari dokumen,

arsip, dan catatan komponi (belanda), dan lontarak riwayatnya Tuanta Salamaka ri

Gowa. Berdasarkan dari dua sumber yang dikumpulkan, dan masi ditemukan serta

kesulitan mencari data tentang ayahnya dan ibu yang melahirkannya. Antara

pustaka yang satu dengan pustaka lainnya berbeda-beda untuk menarik pertalian

keturunannya, oleh karena mungkin perbedaan dari sumber-sunber yang di

dapatkan itu amat rumit karena disebabkan dokumen belanda tidak tercatat dan

sengaja dikaburkan. Catatan lontarak pada mulanya ditulis dari sumber lisan yang

mungkin diperoleh sipenulis, karena Syekh Yusuf kawing dengan keturunan di

luar Sulawesi Selatan. Dan Syekh Yusuf menikah pertama kali diusia 18 tahun,

tuju hari sebelum merantau untuk menuntut ilmu di Saudi Arabia.

Berdasarkan pembagian dalam pelapisan masyarakat Sulawesi Selatan

khususnya Gowa, Syekh Yusuf termasuk golongan keturunan karang karena ia

lahir dikerajaan Gowa, Ibu Syekh Yusuf adalah seorang putri bangsawan kerajaan

Gowa yang bernama Itubiani Daeng Kunjung putri seorang pembesar kerajaan

Tallo yang bernama Karaeng Moncong Loe yang pernah di angkat menjadi

mangkubumi kerajaan Gowa, Kemudian kedudukan ini dikuatkan dengan

berbagai cerita rakyat tentang asal-usul Syekh Yusuf berada20.

2. Sikap dan Kepribadian Keluargaya

Pembahasan sebelumnya telah dibahas tentang sil-silah keturunan Syekh

Yusuf Al-Makassari Tuanta Salamaka, dalam memahami lebih jauh, tentang

20
Ahmad M Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa Abad XVI sampai Abad XVII
(Cet.I,ed.II; Jakarta:2005) h.31-33
34

kepribadian Syekh Yusuf . penulis menganggap penting untuk mengukapkan

kepribadian keluarganya agar lebih terarah dalam membahas masalah penelitian

hingga penyusunan skripsi ini.

Syekh Yusuf berdasarkan cerita rakyat dan informasi baik dari media

maupun cerita rakyat bahwa Syekh Yusuf merupakan seorang tokoh yang

mempunyai kepribadian mulia dan bijaksana dalam menentukan sikap

agamaisnya maupun dalam pemerintahan, tentunya ini tidak terlepas dari

kepribadian bapaknya yang konon ia adalah sorang Nabi Khidir as, walaupun

dalam sejarah masih kabur tentang kebenarannya, ini merupakan buah

penghormatan penulis untuk membenarkan bahwa Syekh Yusuf, kalau dilihat

kepribadiannya ia tidak terlepas dari kema’suman para Nabi21, dan tentunya sesuai

dengan kepribadian ayahnya.

Kisah tentang kedatangan sorang tua yang tidak diketahui dari mana

asalnya dan tiba-tiba muncul begitu saja berupa cahaya yang kemudian berwujud

seorang tua Kemudian orang tua tersebut dikawinkan dengan putri Ahmad Daeng

Leo Gallarang Moncong Loe Mangkubumi kerajaan tallo pada masa itu . dalam

beberapa bulan kemudian lahirlah Muhammad Yusuf. Hal yang menarik dari

kelahiran Syekh Yusuf adalah ketika ia dilahirkan dari rahim ibunya terpancar

cahaya gemerlap menerangi negeri Tallo hingga kenegeri Gowa, yang membuat

masyarakat bahkan hingga seluruh pejabat kerajaan terkagum dengan kejadian

tersebut. Ini menandahkan bahwa awal dari akan hadir seorang tokoh agamawan

dan sekaligus pemimpin dinegeri kerajaan kembar Tallo-Gowa. Kejelasan tentang

21
Lihat Sejarah Nabi Muhammad,
Kema shuman adalah sebuah kata yang disandangkan kepada Nabiullah Muhammad
Saw, karena beliau adalah seorang manusia yang disucikan dari segala perbuatan yang melanggar
aturan agama (Maksiat). Kata ma’suman adalah sebuah gelaran kemuliaan yang langsung dari
Allah atas kesucian ummat pilihannya.
35

kepribadian Syekh Yusuf tentunya berasal dari keturunan bangsawan dan seorang

Tomanurung yang mempunyai keanehan dalam dirinya yang tidak dipunyai orang

kebanyakan. Ini menandahkan bahwa kepribadian Syekh Yusuf dan keluarganya

nampak dari perilaku-perilaku yang sangat mulia dan kemudian ditopang dari

awal masuknya di Gowa yang dimulai dengan masuknya islam dikerajaan, yang

kemudian menjadi alat politik islamisasi terkuat dalam kanca pengembangan

islam di Sulawesi Selatan.22

Syekh Yusuf memang mempunyai kepribadian yang sangat menarik.

Sekalipun ia hidup dalam kedisplinan kerajaan Gowa yang serba ada, namu

hatinya tetap tidak cenderung berada pada kesenangan dan kemewahan.

Siapakah tokoh muslim maupun masyarakat muslim awan indonesia yang

tidak kenal Nabi Khidir as. Walaupun hanya sekedar mendengar cerita para Dai,

bahwasanya Nabi Khidir as, merupakan Nabi yang dikenal luas dalam mendalami

ilmu agamanya dan ilmu mantik sertah ilmu lainya yang diberikan Allah Swt

kepadanya, bahkan sampai Allah menyuruh Nabi Musa as, berguru kepadanya

tentang pengetahuan yang tidak dimilikinya.

Syekh Yusuf Al-Makassari merupakan seorang ulama tasawuf dari

makassar. Yang mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam mengembangkan

dakwah islam ia juga mendapat Iajzah tarekat khalwatiyah. Sehingga iya disebut

dengan Syekh Yusuf Taj Al-Makassari.23 selain itu, pada saat Syekh Yusuf ini

muncul di Sulawesi Selatan, islam yang ada di sana semakin kuat sehingga

membuat para penguasa-penguasa kerajaan baru untuk masuk islam, mereka


22
Op.Cit, Ahmad M. Sewang, h. 124-125
23
Mustari Mustafa, Agama dan Bayang-Bayang Etis Syekh Yusuf Al-Makassari
(Yogyakarta: LKIS,2011), h.20.
36

menerjemahkan doktrin syariat kepada organisasi sosial politik. Misalnya jabatan-

jabatan keagamaan mulai dimunculkan di kerajaan seperti imam khatib dan lain-

lain. Adapun penguasa-penguasa yang menpunyai jabatan tersebut hanya dalam

ruang lingkup keluarga bangsawan saja.

Syekh Yusuf Al-Makassari menikah tujuh kali selama hidupnya, pertama

Syekh Yusuf menikah dengan Siti Daeng Nisanga (putri Raja Gowa Manga’rangi

Daeng Manrabbia). Kedua, ia menikah dengan Siti Hdijah (putri Imam Syafi’i).

Ketiga, ia menikah dengan Daengta Kare Sitaba. Keempat, ia menikah dengan

Kare Kontu (putri Sultan Ageng Tirtayasa). Kelima, ia menikah dengan Kare Pane

(putri Imam Banten). Keenam, ia menikah dengan Hafilah (putri Sunan Giri).

Ketujuh, ia menikah dengan Hafifah (putri Sayed Ahmad Semarang).

Syekh Yusuf Al-Makassari meninggal pada 23 Mei 1699 M di Afrika

Selatan pada usia 73 tahun. Makamnya kemudian menjadi keramat dan juga

dianggap sebagai tempat yang suci. Selain itu, banyak warga Indonesia ia juga

berkunjung ke makam Syekh Yusuf.

Kemudian berbagai literatur menggambarkan pribadi Syekh Yusuf yang

begitu agaung. Di Makassar atau di Gowa sosoknya dikenal sebagai pribadi yang

impresif. Meskipun lahir dari keluarga berada di dalam lingkungan istana, Syekh

Yusuf senantiasa tampil sebagai orang biasa.


BAB III

USAHA SYEKH YUSUF AL- MAKASSARI DALAM MENGEMBANKAN

AGAMA ISLAM

A. Usaha Menyiarkan Agama Islam

Sejarah panjang perjuangan, jelas selalu para pejuang dan pahlawan

nasional maupun komunitas-komunitas tersendiri, perjuangan itu tentu usahanya

dalam memperoleh, memperjuankan, dan mempertahankan kemerdekaan seratah

hal soal yang mejadi landasan perubahan kemanusiaan yang didalamnya

menanamkan dan mengembangkan semangat kebangsaan, kemanusiaan, dan

keagamaan yang tidak terlepas dari cinta terhadap bangsa dan tanah air.

Setiap bangsa mempunyai historis tersendiri, sejarah mempunyai nilai

pendidikan baik kebangsaan maupun keberagaman dan merupakan sumber

aspirasi dalam membangun bangsa dan negara. Seperti halnya dalam melawan

kaum penjajah dan khususnya yang merupakan pokok pembahasan skripsi ini

adalah perjuangan seorang tokoh yang menembus dunia internasional dalam

menyiarkan agama dan melawan penjajah kemanusiaan di indonesia terutama di

Gowa dan bukan hanya di indonesia akan tetapi sampai keluar negeri yaitu Afrika

dan Ceylon beliau adalan Syekh Yusuf Al-Makassari Tuanta Salamaka.

Dalam hal ini penulis memcoba membawa ketokohannya Syekh Yusuf

dalam memperjuangkan, mengamalkan, dan mengembangkan agama islam. Letak

dan pondasi terkuat Syekh Yusuf dalam menjalankan agama islam baik di

Nusantara ini hingga ke Negeri Ceylon (Srilangka) dan Afrika, jelas bahwa nilai-

nilai akidah yang Syekh Yusuf tanamkan dan ajarkan kepada masyarakat pada

jamannya bahkan sampai saat ini Syekh Yusuf masih berbekas dan digelar tokoh

37
38

shufi,pahlawan Nasional dan Internasional. Perjuangan Syekh Yusuf tidak

terlepas dari beberapa poin terpenting dalam mengembangkan dan mengajarkan

nilai-nilai agama islam untuk masyarakat. Hal ini akidah Islamiah adalah dasar

ajaran Syekh Yusuf. Mengajarkan nilai ketuhanan dan kemanusiaan sesuci dengan

apa yang Syekh Yusuf pernah lalui dalam mencari ilmu sedalam dan setinggihnya

dari tokoh guru-guru tashawuf sertah tarekat, kemudian ia digelar Syekh Yusuf

Al-Khalwatiyah.

Dalam hal ini Syekh Yusuf Menekankan kepada murid dan pengikutnya

bahwasanya akidah terkuat adalah penanaman dalam hati dan gerak langkah

selalu disertai dalam kehidupan kalimat Laailaha Illaallah, tidak ada yang diimani

kecuali kepada Allah Swt, dan Muhammad adalah Rasul Allah yang terakhir dan

patut kita imani dan yakini. Dengan mencintai Allah, maka Allah dan Rasulnya

akan mencintai kita pula.1

Cara-cara hidup utama yang ditekankan oleh Syekh Yusuf dalam

mengajari kepada murid-muridnya ialah kesucian batain dari segala perbuatan

maksiat dengan segala bentuknya. Dorongan berbuat maksiat dipengaruhi oleh

kecenderungan mengikuti keinginan hawa nafsu semata-mata, yaitu keinginan

memperoleh kemewahan dan kenikmatan dunia. Hawa nafsu itulah yang menjadi

sebab utama dari segala perilaku yang buruk. Tahap pertama yang harus ditempuh

oleh seorang murid (Salik) adalah mengosongkan diri dari sikap dan perilaku

yang menunjukkan kemewahan duniawi. Ajaran Syekh Yusuf mengenai proses

awal penyucian batin menempuh cara-cara moderat. Kehidupan dunia ini

bukanlah harus ditinggalkan dan hawa nafsu harus dimatikan sanma sekali.

1
Drs.Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, Cet 5, 1997).
39

Melaikan hidup ini harus dimanfaatkan guna menuju Tuhan. Gejolak hawa nafsu

harus dikuasai melalui tatab tertib hidup,displin diri dan penguasaan diri atas

dasar orientasi ketuhanan yang senantiasa melingkupi kehidupan manusia.

Hidup dalam pandangan Syekh Yusuf, bukan hanya untuk menciptakan

keseimbanagn anatra dunia dan akhirak. Namun kehidupan ini harus dikandungi

cita-cita dan tujuan hidup menuju pencapaian anugerah Tuhan.

Dalam menyiarkan agama Islam Pada hakikatnya, dzikirlah yang

merupakan buah dari keimanan dalam Islam. Dzikir yang pertama adalah

keyakinan teguh untukmengakui hanya Allah sebagai Tuhan yang patut disembah

dan tempat bergantung. Zikir ini disebut penetapan, yaitu untuk menekankan

pentingnya pengetahuan bahwa hanya Allah yang menjadi Tuhan. Sementara

penolakan terhadap tuhan-tuhan kecil menunjukkan pandangan dasar filosofi

tauhid bahwa kebenaran adalah hanya dengan mengakui Tuhan Yang Satu.Dzikir

yang kedua penekanannya hanya menyebut nama Tuhan (Allah), karena tahapan

dzikir ini lebih tinggi dari dzikir yang pertama, yaitu menghujamkan keyakinan

bahwa hanya TuhanAllah-lah kebenaran yang satu. Menurut Syaikh Yusuf, dzikir

ini merupakan pelatihan untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Mutlak

dalam konsepsi ontologis tentang Tuhan dan manusia. Dzikir yang ketiga adalah

dzikir yang telah menghujam dalam dada dan hidup di dalam keyakinan seorang

muslim tentang ontologisme Tuhan dan hubungannya dengan hamba.

Pengucapannya menjadi lebih ringkas karena merujuk hanya kepada Dia yang

dalam bahasa Arab disebut Huwa; tidak lagi menyebut nama. Hal ini karena

kedekatan hati, dan kedekatan ini merupakan konsep yang sangat rahasia. Karena

itulah, dzikir ini disebut rahasia hati. Pada akhirnya, tidak ada yang maujud secara
40

hakikat, kecuali Allah. Pelaku dzikir yang pertama disebut ahl al-Bidaya min al.

Kemudian dalam menyiarkan Agama Islam etika Syaikh Yusuf

menekankan tiga hal:

(1) Etikayang berkaitan dengan pencarian kebahagiaan

(2) Etika yan berhubungan dengan rasionalitas dan ilmu

(3) Etika sebagai pengobatan rohani.

Sementara itu, etika dalam melaksanakan syari'at untuk mencapai makrifat

adalah:

(1) Menjalin persahabatan dengan orang-orang fakir melalui sikap tawadlu

(2) Memilikisikap yang baik

(3) Dermawan

(4) Mampu mengendalikan hawa nafsu, karena makhluk yang paling dekat

dengan Allah adalah orang yang memiliki akhlak, dan sebaik-baik perbuatan

adalah menjaga hati agar tidak berpaling kepada Allah.2

Kemudian penyiaran atau Penyebaran Islam di Nusantara berlangsung

tidak merata. Ajaran agama dari Jazirah Arab ini tidaklah masuk secara

bersamaan ke seluruh penjuru Nusantara. Masuknya Islam ke Sulawesi Selatan,

termasuk Kerajaan Gowa contohnya, bisa dikatakan terlambat dibandingkan

dengan wilayah Sumatera dan Jawa. Jika di kedua wilayah tersebut Islam telah

berkembang pesat sejak abad ke-10, pengaruh Islam di Sulawesi baru muncul

sekitar abad ke-16. Penyebabnya adalah kegiatan dagang di sana baru ramai akhir

2
Dr. Mustari Mustafa, Agama dan Bayang-Bayang Syekh Yusuf Al-Makassari

(Yogyakarta: PT. Lkis Printing Cemerlang, 2011), h. 48-52


41

abad ke-16 hingga permulaan abad ke-17.

Dijelaskan Ahmad M. Sewang dalam Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad

XVI sampai Abad XVII, para pedagang Muslim dari berbagai daerah di

Nusantara, serta pedagang Eropa baru ramai mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di

Sulawesi Selatan pada periode abad tersebut. Aktifitas dagang inilah yang

mempengaruhi tumbuhnya Islam di Jawa dan Sumatera. Sehingga ketika Sulawesi

mulai ramai dikunjungi, persebaran Islam di Gowa pun mulai meningkat.3

Menurut Mattulada dalam “Islam di Sulawesi Selatan” dimuat dalam

Agama dan Perubahan Sosial karya Taufik Abdullah, keberadaan pemukiman

Muslim pertama di Makassar diketahui pada masa pemerintahan Raja Gowa X

Tonipalangga (1546-1565). Penduduk Muslim pertama di Sulawesi Selatan itu

mayoritas berasal dari Campa, Patani, Johor, dan Minangkabau. Mereka adalah

para pedagang yang melakukan aktifitas dagang di pelabuhan Makassar, yang

ketika itu dikenal sebagai tempat singgah para pelaut yang ingin ke Maluku

ataupun ke Sumatera 4.

Tersebarnya Islam di kalangan penguasa Gowa tidak terlepas dari peran

datuk tallua. Tiga datuk tersebut di antaranya: Abdul Makmur (Khatib Tunggal),

dikenal juga dengan nama Datuk ri Bandang; Sulaiman (Khatib Sulung), dikenal

juga dengan nama Datuk Patimang; Abdul Jawad (Khatib Bungsu), dikenal juga

dengan nama Datuk ri Tiro. Begitu tiba di Makassar (Gowa), ketiganya tidak

langsung menjalankan misi agamanya. Mereka lebih banyak berinteraksi dengan

3
Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa Abad XVI Sampai Abad XVII, Cet.I,

(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003).


4
Mattulada, Mnyusuri Makassar daiam Sejarah ( Cet. I ; Yogyakarta: Ombak, 2011).
42

orang-orang Melayu dan pedagang Muslim yang sudah lebih dahulu tinggal di

Sulawesi Selatan. Para mubalig ini berusaha mendekati para penguasa yang paling

dihormati agar penyebaran ajaran Islam lebih mudah dilakukan.5

Dikisahkan dalam Lontara Pattorioloang dan Lontara Bilang, ketiga datuk

kemudian pergi menuju Luwu untuk mendekati penguasa di sana. Berdasar

informasi yang didapat, penguasa Luwu lebih terbuka terhadap keberadaan Islam.

Akhirnya pada 1605, penguasa Luwu Daeng Parabung berhasil diislamkan. Ia

mengganti namanya menjadi Sultan Muhammad. Sebagai raja Luwu, Sultan

Muhammad cukup dihormati di kalangan raja-raja Sulawesi.

B. Proses Masuknya Islam di Gowa

Kerajaan terbesar sesudah kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit adalah

kerajaan Gowa yang terletak di Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa berdiri sekitar

tahun 1.300 Masehi, ketika itu sembilang Raja (Bate Salapang) yaitu pemengang

panji-panji pada daerahnya masing-masing untuk mengangkat seorang gadis

untuk dijadikan Raja Gowa yang pertama, dan dinobatkan menjadi Raja dengan

gelar Tumanurung. Raja Tumanurung menerima pengangkatan ini dengan syarat

Bate Salapang (sembilang Raja) di ubah menjadi “kasuwiyang Salapang artinya

Sembilang Raja pelaksana. Dengan syarat berarti kesatuan komando berada dalam

gemgaman sorang Raja Gowa.

Kerajaan tersebut mula-mula menerima Islam di Sulawesi Selatan sebagai

agama resmi yaitu kerajaan kembar Gowa-Tallo. Raja pertama menerima Islam

5
Abu Hamid, Syekh Yusuf Seorang Ulama, Sufi dan Pejuang (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 1994)
43

adalah Raja Tallo I Malingkang Daeng Nyongri, dan Beliau merangkap sebagai

mangkubumi di kerajaan Gowa dan setelah memeluk agama islam dan Raja

Gowa I Manggarangi Daeng Manrabia dengan gelar Sultan Abdullah, dan malam

jum’at 9 jumadil Awal 1014 H atau 22 September 1605 M. Dan setelah kerajaan

Gowa dan Tallo menjadi sebuah kerajaan Islam dan Raja-Rajanya memperoleh

Sultan, maka kerajaan itu telah menjadi pusat pengislaman di seluruh Sulawesi

Selatan. Dan Raja Gowa menyuruh kepada raja-raja lain yang ada di Sulawesi

Selatan, supaya mereka bisa menerima masuknya ajaran Islam.

Agama Islam masuk pada Raja Gowa IX, dibawa oleh para pedagang-

pedagang dari surabaya dan orang-orang melayu dari sumatera. Raja Gowa IX

pada saat itu belum memeluk agama Islam, tetapi beliau telah bersimpati dan

membolehkan membangun mesjid yang pertama di kerajaan Gowa yang berlokasi

di Manggalekan (Katangka) sekitar tahun 1538 Masehi. Ketika orang-orang

portugis yang dipimpin oleh Antonic De Pyva datang dikerajaan Gowa dan

mengajak raja Gowa untuk memeluk agama Nasrani, raja Gowa dengan tegas

menolak langsung ajakan tersebut. Sekitar tahun 1583 Masehi, datanglah Sultan

Babullah ke kerajaan Gowa, dan memerintah kerajaan Gowa yaitu Tamijallo.

Kedatangan Sultan Babullah di Gowa ada maksud tertentu yaitu:

1. Memperbaiki hubunga dengan cara menyerahkan kembali pulau Selayar

kepada Gowa

2. Sultan Babullah mengajak Raja Gowa dan seluruh rakyatnya untuk

menerima agama islam

Raja Tallo setelah masuk Islam dan dibri gelar Sultan Abdullah awal Al

Islam sebab pejabat negara yang pertama mengucapkan dua kalimat Syahadat.
44

Atas inisiatif para muslim dan persetujuan Sultan Alauddin, raja mendatangkan 3

ulama yaitu:

1. Khatib Tunggal Abdul Makmur sebagai Dato’ ri Bandang yang

menyebarkan Islam di daerah sekitar Makassar.

2. Khatib Sulaiman sebagai Dato ri Patimang yang menyebarkan Islam di

daerah Luwu.

3. Khatib Bungsu sebagai Dato ri Tiro yang menyebarkan Islam kepada

penduduk di Kabupaten Bulukumba.

Kerajaan Gowa merupakan yang memegang supremasi di bagaian Selatan

dari pulau Sulawesi. Kerajaan kembar Gowa dan Luwu telah menerima Islam dan

menjadikan sebagai agama kerajaan. Dan kerajaan Gowa mengajak raja-raja

Bugis lainnya, raja Gowa memandang Islam sebagai jalan yang baik dan benar

juga harus disampaikan pada raja-raja Bugis lainya. Atas usaha raja Gowa yang

tidak mengenal lelah, dan berhasillah raja Gowa untuk meyakinkan raja-raja

Bugis.

Pada tahun 1609 Masehi di daeah Sidenreng dan Soppeng mula-mulanya

menerima Islam adalah Datuk Soppeng yang bernama Beoe dengan

mengucapkan Dua Kalimat Syahadat. Pada tahun 1610 Masehi di daerah Wajo

menerima islam, dan raja Wajo yang bernama Arung Matowa Wajo XV La

Sangkuru Patau masuk Islam, setelah masuk Islam dia diberi gelar Sultan

Abdulrahman. Pada tahun 1611 Masehi Raja Bone XI yaitu La Titriruwe

Matinroe ri Bantaeng yang diberi gelar sebagai Sultan Adam karena ia telah

masuk Islam. Kejadian Raja Bone XI masuk Islam ini ternyata tidak disetujui

oleh anggota adat kerajaan yang disebut Arung Pitu. Karena kejadian ini Raja
45

Bone XI diturunkan dari tahta. Atas kejadian terebut raja Gowa murka dan

terpaksa mengangkat senjata memerangi bone. Pada tanggal 23 Nopember 1611

Masehi Bone kalah dan langsung menyatakan diri masuk Islam. Dan beberapa

tahun kemudian, datanglah utusan karaeng tujuh kepada Raja Gowa untuk

memohon supaya dikirim guru agama Islam. Atas perintah raja Gowa

dikirimkanlah raja Bone XI yaitu Sultan Adam ke Bantaeng. Lalu Sultan Adam

mengajar Islam kepada penduduk Bantaeng, dan sampai beliau wafat di daerah ini

dan dimakamkan di kampung Lembang Cina, kecematan Bantaeng. Beliau

dikenal dengan nama Sultan Adam La Tanriruwe Mantinroe ri Bantaeng.

Suasana masyarakat Makassar atau Gowa dalam memeluk Islam, secara

berangsur-angsur Raja dan juga kerabat kerajaan mulai mempelajari Islam juga.

Ketiga datuk diatas mengajarkan Islam kepada masyarakat dengan hati-hati. Jika

muncul permasalahan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku di kerajaan

maka Rajalah yang memiliki kekuasaan untuk memutuskan dengan memberikan

kebijaksanaan agar terhindar dari semua pertentangan. Maka dua kerajaan kembar

yaitu kerajaan Gowa dan Tallo sudah memproklamirkan bahwa islam sebagai

agama “negara” Langkah selanjutnya bukan hanya masyarakat saja melainkan

Raja juga berpartisipasi untuk mengajak kepada negara tetangga Sulawesi Selatan

memeluk Islam.
BAB IV

POLA PENDIDIKAN, AJARAN-AJARAN DAN PERJUANGAN SYEKH


YUSUF AL- MAKASSARI TUANTA SALAMAKA

A. Pola Pendidikan dan Ajaran-Ajaran Syekh Yusuf Al- Makassari Tuanta

Salamaka di Gowa.

Sebelum melangkah lebih jauh penulis sdikit menyinggung tentang teori

pendidikan dalam pengembangan kecerdasan anak bangsa pada umumnya.

Pendidikan adalah salah satu usaha sadar dalam mengembangkan dan membina

nilai kemanusiaan pada hakekatnya dan proses pengembangan baik di lakukan di

luar sekolah formal maupun non formal baik pula didapatkan dari proses interaksi

sosial. Pendidikan pada dasarnya sudah menjadi kebutuhan masyarakat dan

bangsa pada umumnya sertah suatu kewajiban manusia pada umumnya dan

ummat muslim pada khususnya, sebagaimana diwajibkan agama islam pada setiap

pemeluknya.

Uraian diatas, maka jelas bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang

dibentuk bagi setiap individu untuk mencapai suatu ilmu yang tertentu baik, yang

didapatkan dari pendidikan formal dai tingakat dasar hingga perguruan tinggi,

maupun pendidikan yang terbentuk secara sadar dan terencana. Pendidikan yang

dilaksanakan secara sadar merupakan suatu nilai tatanan masyarakat yang harus

dicapai hingga akhirnya. Dan ini sangat erat kaitannya dengan struktur sosial

dilingkungannya sekitarnya, hingga kepelosok dunia, sebagaiman kita melihat dan

mendengar di berbagai media, berbagai macam pendidikan yang ditawarkan

hingga mendapat kesadaran duniawi dan ukhrawi. Sebagaimana dalam falsafah

pancasila bahwa:

46
47

“pendidikan nasional adalah suatu usaha sadar untuk membangau

manusia seutuhnya, yakni manusia yang bertakwah kepada tuhan yang maha esa.

Nilai budaya pengetahuan, keterampilan, daya estetik (keindahan) dan kesehatan

jasmani hingga dapat mengembangkan diri pribadi sesama manusia dan alam

sekitarnya.”1

Dasar inilah menjadikan suatu bangsa baik secara pribadi, ini dapat

membentuk suatu tatanan sosial demi kemajuan bangsa seutuhnya, yang tentunya

dalam kurun waktu yang tak terhingga. Dari uraian diatas, ini dapat terlihat pada

diri Syekh Yusuf dibina (di didik) dalam suasana pendidikan dan kedisplinan ala

kerajaan Gowa dengan ideologi dan koridor ajaran Islam yang kuat, dan ini

mencerminkan dalam diri Syekh Yusuf sendiri, hingga Syekh Yusuf belajar pada

seorang ulama. Namun usaha yang dilakukan Syekh Yusuf diluar dari ketentuan

kerajaan, Syekh Yusuf menemukan pendidikan dengan sifatnya non formal, sebab

pada masa abad ke XVII belum ada ketentuan pendidikan non formal bagi

pribumi belum merata bahkan di Sulawesi Selatan belum ada, yang disebabkan

gowa pada masa itu masih dalam kungkungan penjajah, jadi masih ada

keterbatasan untuk mendapatkan pendidikan formal. Syekh Yusuf pada masa

kecilnya dibesarkan dan di didik dalam lingkungan kerajaan, tidak heran kalau

Syekh Yusuf menjadi seorang pemimpin agama dan bangsa, sebagai seorang yang

mendalam ilmu agamanya, tentu misi yang dibawahnya adalah sesuai dengan

ajaran dan ideologi Islam.

1
H.Abd Rahman, Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar dengan Pendekatan Islam (Ujung
Pandang: IAIN Alauddin 1987)., h. 14
48

Syekh Yusuf pada masa kecilnya digembleng dengan cara hidup yang

islami, dia diajar mengaji oleh seorang guru yang bernama Daeng Ri Tasammang

sampai tamat. Di usianya ke- 15, Syekh Yusuf mencari Ilmu ditempat lain,

mengunjungi ulama terkenal di Cikoang (Takalar) yang bernama Syekh

Jalaluddin Al-Aidit, yang mendirikan pengajian kepada tahun 1640. Kemudian

pembelajaran Syekh Yusuf dilanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu bahasa

arab, nahwu sharaf dan mantik dan lainnya yang diajarkan oleh Sayyed Ba’lawi

Bin Muhammad Abdullah Al-Alamah Tahir di Bontoala sejak tahun 1643 juga

termasuk ilmu fiqih dan tauhid dan dalam tempo beberapa tahun saja Syekh

Yusuf sudah tamat mempelajari ilmu fiqih. Namun yang menarik bagi Syekh

Yusuf adalah bidang tasawuf. Tidak lama kemudian Syekh Yusuf melanjutkan

pembelajaran tentang ilmu-ilmu tasawuf. Pertama kali di ajarkan oleh dua orang

guru yaitu Datuk Ri Pa’gentungang dan Lo’mo ri Antang. Kedua guru inilah

yang membimbing dan membawa Syekh Yusuf ke gunung Bawakaraeng,

Latimojong, dan Bulusaraung. Sesampainya disana pada puncak gunung, mereka

bertemu dengan seorang wali dan langsung berguru kepadanya dan wali tersebut

tidak disebutkan namanya (dalam laporan masuknya islam di Sulawesi Selatan,

pada tahun 1985-1986).

Setelah gurunya menganggap bahwa pelajarannya telah selesai, dan Syekh

Yusufpun diberi pesan. Hai Yusuf cukuplah ilmumu telah selesai di Negeri

Makassar ini. Namun aku berpesan kepadamu supaya kamu melanjutkan ketanah

suci untuk memperdalam ilmu pengetahuannya dan memantapkan

pemahamannya. Pada masa itu kerajaan Gowa yang sedang berkembang

memerlukan seorang ilmuan yang berkualitas dalam bidang agama islam pada
49

masa yang akan datang. Karena itu beberapa pembesar kerajaan menganjurkan

Syekh Yusuf meluaskan pengetahuannya ke negeri lain, seperti ke Mekkah dan

sebagainya.

Pada waktu berusia 18 tahun dan baru saja dikawinkan dengan, putri raja

Gowa yang bernama I Sitti Daeng Nisanga. Atas nasehat gurunya Syekh Yusuf

meninggalkan istrinya yang tercinta dan tanah kelahirannya Makassar dan

bertolak dari pelabuhan Tallo pada tanggal 22 september 1644, ia berlayar menuju

Banten. Pada waktu Syekh Yusuf sampai ke Banten dan raja pertama Banten

adalah Sultan Abu Al- Mufakhir Mahmud Abdul Qadir (1596-1651). Syekh

Yusuf yang ramah dan tampan sertah memiliki bekal ilmu agama dalam bidang

Aqidah, Syari’ah, akhlak, dan gramatika bahasa arab disambut gembira oleh

Sultan Abdul Al-Qadir, Syekh Yusuf cepat sekali akrab dan bersahabat dengan

Abdul Al- Fattah Bin Abu Alma’ali Bin Abu Al Mufakhir, putra Mahkota yang

akan menjadi Raja Banten dengan gelar Sultan Agen Tirtayasa.

Pada tanggal 22 Desember 1645 Syekh Yusuf meninggalkan pelabuhan

Tallo (Makassar) berangkat menuju Mekkah. Di samping untuk menunaikan

ibadah haji, keberangkatan ke kota suci itu dimaksudkan untuk memperdalam

ilmu pengetahuan agama, dalam perjalanannya ke Aceh. Syekh Yusuf bertemu

dengan Syekh Nuruddin Al Raniri yang mengajari tarekat Qadariyya sampai

memperoleh ijazah. Setelah itu ia melanjutkan perjalanannya ke Yaman. Di

Yaman dia berguru kepada Syekh Abdullah Muhammad Abd Al Baqi’ dalam
50

tarekat Naqsyabaniyyah, dan masi di Yaman tepatnya di Zabid dia juga

mendalami Tarekat Al Sa’adat Al Ba’lawiyyah gurunya bernama Sayyid Ali.2

Dari Yaman dia berangkat ke Mekkah untuk menunaikan Ibadah

Haji.setelah itu ia berangkat ke madinah. Di Madinah dia bermukmin (tinggal)

untuk menuntut ilmu. Disinilah pertama kali bertemu dengan tarekat Syatariah.

Setelah itu ia berangkat ke Suriah (Syiria) dan berguru kepada Syekh Abu ibn

Ahmad Al Khawati Al Quraisyi, ulama inilah yang memberi nama / gelar Al

Syekh Yusuf Taj Al-Khawaty Hidayatulla. Setelah lama menuntut ilmu, dia

kemudian pulang ke Negeri kelahirannya. Dan disitulah di beri gelar “Tuanta

Salamaka ( Tuan yang selamat dan mendapat berkah). Dia juga dikenal sebagai

pejuang Islam di Banten, Sri Langka, dan Afrika Selatan. Selama menetap di

Banten dia terus berdakwah dan mengajarkan ilmu agama islam.

Kemudian di Banten dia menjalin hubungan erat dengan Sultan Ageng

Tirtayasa dan keluarganya, maka di angkatnya Syekh Yusuf sebagai menantu oleh

Sultan, dan dikawinkanlah Syekh Yusuf dengan seorang putri Sultan yaitu

Syarifah atau Sitti Aminah.

B. Perjuangan Melawan Kaum Penjajah

Setelah hampir 20 tahun menutut ilmu, Syekh Yusuf pulang kekampung

halamannya, Gowa. Tapi Syekh Yusuf sangat kecewa karena saat itu Gowa baru

kalah perang melawan Belanda. Di bawah Belanda maksiat merajalelah dimana-

mana. Peperangan Hasanuddin dengan Belanda dan berpihaknya Aru Palaka

2
Drs. Badri Yatim, M.A, Sejarah Islam Indonesia (Direktorak Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka Cet I, 1998), h. 156.
51

kepada kompeni dan perjanjian Bongaya yang terkenal, diantara Sultan

Hasanuddin dengan Speelman, menyebabkan kemerdekaan Gowa telah terbatas.

Meskipun kerajaan Gowa masi ada, namun belanda telah berkuasa di

dalam kota makassar dan telah mendirikan bentengnya yang kuat. Jika orang lain

meninjau hal itu dari sudut pandangan politik, maka tuan Syekh Yusuf melihatnya

dari sudut ilmu kerohanian. Kerusakan negara bukanlah semata-mata serangan

musuh dari luar, melaikan akhlak umatlah yang telah rusak binasa. Demikian

pendapat Beliau. Kemudian juga Syekh Yusuf melihat Yaman, Hejaz dan Syam

(Damaskus) dan telah melihat Stanbul juga. Islam masi baru dalam Negerinya,

belum cukup seratus tahun. Raja-Raja mesti bersungguh-sungguh dan berupaya

sekeras-kerasnya memasukkan pengaruh islam kedalam hati anak negeri.

Perbuatan yang maungkar mesti di berantas dengan kuasa raja. Tetapi sayang,

yang dilihatnya justru yang menjadikan banyaknya perbuatan maksiat malah

anak-anak Raja sendiri. Kebiasaan mengadu ayam masi berlaku seperti zaman

jahiliyah. Orang makassar masih belum dapat meninggalkan kebiasaan minum

“Ballo” yaitu Tuak. Dan orang berani bermain judi ditempat yang ramai atau di

gelanggang ramai.

Pernah disampaikan permohonan kepada raja supaya dengan kuasa

baginda, adat kebiasaan yang buruk itu dilarang. Dia menghadap sendiri ke istana.

Dia tidak segang menyampaikan kepada raja. Pertama karena Syekh Yusuf masih
52

keluarga kerajaan, kedua pengaruhnya kepada umat mulai besar, karena sejak

Syekh Yusuf di luar negeri namanya sudah harum juga sampai ke kampung3.

Maka terjadilah perbedaan pandangan antara Syekh Yusuf dengan raja

dalam satu soal. Raja menjawab, bagindah tidak dapat sekaligus menghapuskan

kebiasaan buruk itu. Kata baginda:

“Meminum “Ballo”adalah untuk menimbulkan kegagahan dan

keberanian berperang!

Senantiasa melihat ayam berlaga dan mati berdarah karena tajinya,

menghilangkan rasa ngeri dan mabuk melihat darah! Dan judi di izinkan di balai

dan gelanggang supaya gelanggang itu jadi ramai dan pemuda siap selalu

apabilah titah datang.”

Syekh Yusuf menyatakan pula terus terang pendapatnya dari sudut

pandang kerohanian. “inilah pangkal kejatuhan Gowa! Gowa akan hancur pecah

berderai laksana pekapuran ini.” Kata beliau sambil menghempaskan tempat

kapur sirih dari tangannya ke lantai hingga hancur.

Demikianlah cerita orang tua-tua Makassar (Gowa).

Kemudian pada saat perjuangan melawan penjajah Terjadinya perpecahan

di kalangan bangsawan Kerajaan Gowa pasca dicapainya perjanjian Bongaya

untuk mengakhiri perang Makassar 1667, mengakibatkan golongan bangsawan

anak karaeng ri Gowa merasa lemah kedudukannya. Kelemahan itu terutama

3
Prof.Dr. Hamaka, Dari perbendaharaan Lama (Cet.I; Bandung: SEGA ARSY 2018).,

h.76-78.
53

karena kehilangan supremasi kekuasaan di Sulawesi Selatan serta kehilangan

daerah-daerah yang merupakan sumber ekonomi kerajaan. Selain itu, lapisan anak

karaeng ri Gowa juga kehilangan lapangan kegiatan ekonomi, politik yang ikut

menentukan kedudukan sosial mereka. Kelompok lapisan anak karaeng ri Gowa

menuduh bangsawan Dewan Bate Salapang sebagai penyebab terjadinya

perjanjian Bongaya tersebut yang sangat merugikan Kerajaan Gowa. Sementara

itu, pihak Dewan Bate Salapang menilai bahwa perjanjian Bongaya harus segera

dilaksanakan mengingat bahwa sudah terlalu besar jumlah pasukan Kerajaan

Gowa yang gugur dan binasa dalam Perang Makassar tersebut.

Untuk mengakhiri perpecahan tersebut, mendorong pihak-pihak tertentu

dalam kerajaan berusaha mempersatukan kembali demi menjamin ketertiban dan

ketentraman. Usaha itu dicetuskan pada masa pemerintahan raja Gowa Sultan

Abdul Djalil lewat usaha perkawinan lintas politik antara Kerajaan Gowa dan

Kerajaan Bone. Anak dari hasil perkawinan itu nantinya direncanakan untuk

diangkat menjadi raja di Gowa. Namun ketika rencana tersebut belum

dilaksanakan, muncul ide lain, yaitu untuk mengembalikan seorang ulama besar

dan terkenal yang berasal dari Tanah Makassar yang diasingkan oleh Belanda ke

Sailon karena memihak pada Sultan Agung (Sultan Banten) dalam perang

melawan Sultan Haji yang dibantu oleh VOC- Belanda. Gagasan pengembalian

ini nampaknya sangat unik sebab ulama itu tidak bergiat di Sulawesi Selatan dan

seorang penentang ulung VOC, namun pihak Kerajaan Gowa mengajukan suatu

permohonan untuk mengembalikan beliau ke Tanah Makassar.

Rencana untuk mengembalikan Syekh Yusuf ke tanah Makassar sudah

dirancang dengan matang yang dibuktikan dengan terkumpulnya sejumlah uang


54

yang diharapkan akan dipergunakan sebagai biaya pemulangan tokoh tersebut dari

pengasingannya. Sejumlah uang 2.000 ringgit (rijksdaalder) (Andaya, 2004: 346),

kemudian diantar ke Fort Rotterdam untuk diberikan kepada Ketua VOC Willem

Hartsink. Kehadiran Raja Gowa Sultan Abdul Djalil bersama bangsawan tinggi

Kerajaan Gowa disambut baik oleh Hartsink dan beliau berjanji akan

memperjuangkan permohonan tersebut ke Pemerintah VOC di Batavia.

Kesanggupan ketua VOC tersebut tanpa mempertimbangkan siapa tokoh yang

akan dikembalikan itu. Sementara itu, rombongan raja Gowa dan bangsawan

tinggi kerajaan sangat gembira atas persetujuan ketua VOC tersebut.

Menurut Willem Hartsink, kini saatnya untuk menjalin hubungan baik

dengan pihak Kerajaan Gowa yang selama ini berada pada posisi yang kurang

menguntungkan akibat karena terlalu banyak hak prerogatif yang diberikan oleh

VOC kepada Arung Palakka. Sebaliknya Hartsink bertindak tegas terhadap

kebebasan dari Arung Palakka sehubungan dengan prerogatifnya. Oleh sebab itu,

Hartsink secepatnya mengajukan permohonan untuk pengembalian itu ke Batavia.

Namun ketika penyampaian permohonan pengembalian itu diterima oleh pejabat

VOC di Batavia, mereka `menjadi marah dan mengecam Hartsink yang telah

menerima dan mengabulkan permohonan itu. Pihak pejabat VOC di Batavia

menolak memenuhinya sebab curiga ada maksud politik di balik permohonan

untuk mengembalikan Syekh Yusuf ke tanah kelahirannya, Makassar. Pejabat

VOC menduga bahwa rencana itu tak lain adalah untuk menjadikan tokoh tersebut

sebagai pemersatu kekuatan untuk menentang dan membinasakan kekuasaan

VOC di Makassar (Andaya: 2004).Penolakan pejabat VOC di Batavia, ditantang

balik oleh Hartsink dan membalas pernyataan penolakan itu dan menyatakan
55

bahwa keadaan di Makassar sangat rawan terjadinya konflik, karena itu jika

pemerintah VOC di Batavia menolak permohonan itu pasti akan terjadi huru hara

dimana-mana. Lebih tegas lagi dikatakan oleh Hartsink bahwa jika permohonan

itu ditolak, maka wakil-wakil Kerajaan Gowa yang mengajukan permohonan itu

akan ditahan di benteng Ford Rotterdam hingga bantuan datang dari Batavia,

bantuan yang diharapkan di Makassar tidak ada sebab rakyat secara umum yang

sangat menjunjung tinggi dan mencintai Syekh Yusuf. Akibat pembangkangan

yang dilakukan, ketua VOC di Makassardiberhentikan lalu ditarik ke Batavia.

Sebagai penggantinya, diangkat Francois Frins (1690-1694).

Setelah Hartrsink diganti oleh Francois, pemerintah VOC-Belanda di

Batavia mengirim Dirk de Hans sebagai utusannya ke Makassar untuk

menyelidiki alasan pengembalian itu. Ketika de Hans menanyakan alasan

pengembalian itu kepada Sultan Abdul Djalil, beliau menjawab bahwa alasan

utamanya adalah karena Syekh Yusuf termasuk keluarga raja-raja Gowa, saudara

tiri dari Karaeng Bisei Sultan Muhammad Ali raja Gowa ke-18, dan juga tentunya

saudara tiri Sultan Abdul Djalil sendiri. Tetapi alasan itu tidak benar seperti yang

nampak dalam usaha dari Cense untuk mencari kebenaran hubungan keluarga

antara Syekh Yusuf dan dua orang raja Gowa itu. Menurut Andaya (2004: 177-

178), hal itu memang sesungguhnya tidak perlu dibuktikan bila kita

memperhatikan jangka waktu antara kehadiran pengikut-pengikut Syekh Yusuf

yang dipulangkan ke Makassar tahun 1684 dan yang menyebarkan berita tentang

keharuman nama dari Syekh Yusuf dengan munculnya permohonan pengembalian

dari delegasi Kerajaan Gowa yang baru terjadi 5 tahun kemudian, yaitu pada 11

Maret 1689, atau setelah 6 tahun Syekh Yusuf diasingkan ke Sailon. Jangka waktu
56

itu dapat menunjukkan kepada kita bahwa Syekh Yusuf bukanlah keluarga raja-

raja Gowa. Sebab bila terdapat hubungan maka dengan sendirinya ketika

pengikut-pengikut Syekh Yusuf itu berada di Makassar mereka akan segera

melaporkan kepada keluarganya tentang perihal Syekh Yusuf.

Hubungan keluarga yang dimaksud itu, sebenarnya memang sangat sulit

untuk dibuktikan kebenarannya kalau kita melihat ketetapan Sultan Abdul Djalil

menyangkut hak keluarga Syekh Yusuf. Itu jelas menunjukkan bahwa tokoh itu

dan keluarganya hanya diterima sebagai bagian keluarga raja-raja Gowa. Jika ia

adalah keluarga bangsawan Gowa, maka secara otomatis hak-hak istimewanya

telah dijamin menurut aturan sosial yang berlaku yang ditentukan berdasar derajat

dan kebangsawanannya. Bahkan jika diperhatikan ketentuan-ketentuan hak

istimewa yang diberikan kepada keluarga Syekh Yusuf itu, jelas bahwa hak-hak

istimewa itu umumnya berlaku bagi lapisan bangsawan anak karaeng ri Gowa.

Dalam ketentuan itu, Sultan Abdul Djalil menyatakan:” bahwa suatukaraeng pasti

akan tertimpa kutukan apabila karaeng itu suatu saat sampai berani kiranya

menyebut salah satu dari keturunan Syekh Yusuf sebagai budak belian, sekalipun

umpamanya orang itu lahir dari perkawinan dengan seorang wanita budak belian.

Keturunan-keturunan Syekh Yusuf boleh bertempat tinggal di manapun, dan akan

mendapat kebebasan dari bea dan pajak, dan lainlain iuran serta kerja rodi (Cense,

1996: 177).

Sikap penyesalan yang dinampakkan oleh pihak Kerajaan Gowa atas

penolakan untuk mengembalikan Syekh Yusuf ke tanah kelahirannya, disikapi

pula pejabat VOC di Batavia dengan mengembalikan beberapa daerah yang telah

direbut oleh VOC kepada Kerajaan Gowa atas persetujuan dari Francois Prins dan
57

Dirk de Haan. Selain itu, mereka juga bersedia memenuhi beberapa permintaan

dari Sultan Abdul Djalil untuk mengembalikan beberapa daerah bekas kekuasaan

Kerajaan Gowa (Patunru, 1969: 72). Dan sebagian lagi dari tuntutan Sultan Abdul

Djalil tidak dipenuhi oleh ketua VOC di Makassar, sebab hal itu memerlukan

pertimbangan lain dari pejabat VOC di Batavia.4

Setelah berhasil meyakinkan Sultan untuk meluruskan pelaksanaan Syariat

Islam di Makassar Gowa, Syekh Yusuf kembali merantau. Tahun 1672 ia

berangkat ke Banten. Saat itu pangerang Surya sudah naik tahta dengan gelar

Sultan Ageng Tirtayasa. Di Banteng ia dipercaya sebagai Mufti kerajaan dan guru

bidang agama dalam mengajar dan mendidik keluarga Sultan Tirtayasa dalam

bimbingan keagamaan. Beritah terdengar oleh keluarga Syekh Yusuf di Gowa

Makassar, maka Syekh Yusuf dipanggil pulang kekampung halamannya. Akan

tetapi Syekh Yusuf menolaknya dengan alasannya sebelum Beliau dalam

upayanya memperdalam ilmu-ilmu agama mencapai kesempurnaan. Sebagai

gantinya Syekh Yusuf mengirim salah satu muridnya Abdul Basyir Al- Dariry

yang telah mengikuti Syekh Yusuf dari Mekkah ke Banten. Bahkan ia dinikahkan

dengan anak Sultan, Siti Syarifah. Seperti banyak daerah lainnya saat itu, Banten

jugatelah gigih melawan Belanda.

Salah satu murid yang paling menonjol dari buah pengajaran Syekh Yusuf

adalah Putra Mahkota Abd. Al- Qahar yang bergelar Sultan Hajji. Puncak dari

peperangan internal kerajaan berawal dari sepulangnya Sultan Hajji dari mekkah

4
Syahril Kila, Syekh Yusuf Tuanta Salamaka Pemujaan di Tanah Makassar (Makassar:

Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013)., h. 5-6
58

beliau menyuruh seluruh rakyatnya berpakaian ala Arab, kemudian ini ditentang

oleh ayah Sultan Tirtayasa yang kemudian menjadi awal keretakan hubungan

antara pemegang mahkota dengan putra mahkota. Apalagi setelah Sultan Hajji

mengetahui pengangkatan pangeran Urbaya untuk menggantikan kedudukan

ayahnya sebagai pemegang mahkota kerajaan Banten. Maka berkacamuk

kemarahan Sultan Hajji, Beliau langsung merangkul Belanda untuk menopang

kepeminpinamnya dalam merebut tahta kerajaan.

Setelah itu Sultan Hajji memaksa Sultan Tirtayasa besertah pangeran

Purbaya untuk mengundurkan diri dari jabatannya dan menduduki sendiri tahta

tersebut. Permusuhan meruncing, sampai akhirnya meletus perlawanan bersenjata

antara Sultan Ageng di satu pihak dan Sulta Hajji besertah kompeni di pihak lain.

Dan pada tahun 1092 / awal 1682 perang akhirnya pecah pada situasi yang sulit

Syekh Yusuf besertah pangeran purbaya bergabung bersama Sultan Tirtayasa

dalam mengepung Sultan Hajji, kemudian menyadari kedudukannya terancam,

Sultan Hajji meminta bantuan kepada belanda di batavia, dengan berjanji akan

memberikan seluruh keuntungan perdagangan kepada VOC.

Pada tanggal 19 Desember tahun 1682 pasukan Belanda menyerang

Sultan Tirtayasa, tetapi Syekh Yusuf dan pangeran purbaya berhasil meloloskan

diri, dan setelah terus menerus melakukan pengepungan dan pengejaran

berlangsung akhirnya akhirnya Sultan Tirtayasa berhasil ditangkap oleh Belanda

dan akhirnya dia dibuang ke Batavia dan meninggal disana pada tahun 1692.

Setelah Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap dengan tipu muslihat, maka

Belanda berhasil menangkap Syekh Yusuf, karena lama menetap dan Berjuang di
59

Banten dan diberi nama Al- Batani, sehingga nama berubah yaitu “Syekh Al-Hajj

Yusuf Abu Mahasin Hidayatullah Tajul Al-Makassari Al-Bantani.

Pada tanggal 12 september 1684, dia dibuang ke Sri Langka, dan dia

kemudian berdakwah dan menyebarkan ajaran Islam. Pada tanggal 7 juli 1693 dia

besertah rombongannya yang berjumlah 49 orang pengikutnya di buang dibuang

ke Tanjung Harapan. Disitulah dia berdakwah dan menyebarkan agama islam. Di

pembuangan terakhir Syekh Yusuf meninggal (wafat) pada tanggal 23 mei 1699

M, tepatnya di Cape Town Afrika Selatan.5

Namun atas permintaan Sultan Abdul Jalil mengembalikan Syekh Yusuf

ketanah kelahirannya, ketua VOC Willem Hartsink sangat gembira dengan

gagasan Raja Gowa bersama pembesarnya untuk mengembalikan Syekh Yusuf

dari pengasingan ketanah kelahiran, (Makassar). Perasaan gembira Willem

Hartsink di buktikan dengan diterimanya raja Gowa Sultan Abdul Jalil dan

rombongannya yang datang menghadap ke Benteng Fort Roterdam pada tanggal

11 mei 1689 Alasannya Willem Hartsink menerima Raja Gowa Sultan Abdul Jalil

Bersama rombongannya yang datang menghadap dan dibuktikan oleh ketua VOC

inging memperbaiki hubungan dengan pihak kerajaan Gowa yang dikatakan

dalam keadaan penuh penderitaan dan kesengsaraan kehadiran bangsawan-

bangsawan Gowa diharapkan oleh Hartsik akan dapat memperbaiki hubungan

antara mereka tanpa terduga adanya maksud sesunggunnya dari kunjungan itu,

dasar permohonan untuk mengembalikan Syekh Yusuf sebagai tokoh pemersatu

oleh kareana Hartsik berkeras untuk mengembalikan Syekh Yusuf sehingga

5
Drs. Badri Yatim, Op. Cit. H. 157
60

pejabab VOC di Batavia menjatuhkan sanksi kepada ketua VOC di Makassar

dengan baru VOC yaitu Francois Frins (1690-1694). 6

Dan kecurigaan pejabat VOC di Batavia tidak dapat mengasilkan

kebenaran oleh karena itu pada kekuatan untuk menentang dan membinasakan

VOC di Makassar, dengan mendatankan Syekh Yusuf dan di harapkan dia dapat

ditampilkan sebagai pemimpin untuk mempersatukan kekuasaan dengan

menggunakan kedudukannya sebagai Ulama Agama Islam yang suci.

Samping itu kepemimpinan yang dimilikinya dapat memperluas

pengaruhnya sehingga dukungan dan bantuan untuk merealisasikan rencana untuk

menentang dan membinasakan VOC yang menghambat dari berbagai pihak.

Menurut pengakuan Sultan Abdul Jalil kepada De Hans pada tahun 1691 bahwa

usaha untuk mengembalikan Syekh Yusuf dari Sailon ketanah kelahirannya

(Makassar) hanyalah merupakan suatu alasan tetap menjamin kerahasiaan untuk

tujuan dari permohonan untuk menampilkan Syekh Yusuf sebagai tokoh yang suci

dapat mempersatukan kekuatan untuk menentang VOC di Makassar. Jika

kehadiran pengikut-pengikutnya dipulangkan oleh Belanda ke Makassar pada

tahun 1684 dan menyebar keharuman nama Syekh Yusuf. Untuk mengembalikan

Syekh Yusuf oleh delegasi kerajaan Gowa yang berjangka lima tahun kemudian,

yaitu 11 Mei 1689 setelah enam tahun Syekh Yusuf berada di pengasingannya di

Sailon.

6
Buletin Triwulan, Media Informasi Sejarah dan Budaya Sul Sel (Ujung Pandang:
Departemen Pendidikan direktorak Jenderal Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional, 1997) ., h. 15-16
61

Membuktikan bahwa Syekh Yusuf sebenarnya bukan saudara tiri Karaeng

Bisei Sultan Muhammad Ali dan juga bukan saudara tiri Sultan Abdul Jalil. Akan

tetapi Syekh Yusuf diterima menjadi anggota keluarga raja-raja Gowa, sebab bila

berhubungan maka ketika pengikut-pengikut Syekh Yusuf berada di Makassar

segera melaporkan kepada keluarganya. Disamping itu hak-hak istimewa di jamin

oleh aturan-aturan sosial yang berlaku dan dimiliki oleh Syekh Yusuf seperti

“anak Karaeng ri Gowa” (Anak Raja Gowa).7 Dan atas perjuangan dan jasa-jasa

Syekh Yusuf pemerintah Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1995, memberikan

“Bintang Mahaputra Pradana dan gelar sebagai Pahlawan Nasional” kepada

Syekh Yusuf Al- Makassari.

7
Ibid
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Syekh Yusuf adalah seorang ulama dan shufi dari golongan Asyariyah

Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dan tarekat Khalwatiyah yang telah

memperoleh ijazah dari guru-gurunya di Arab Saudi (Jazirah Arab),

mengenai murid-muridnya Syekh Yusuf yang menganut tarekat

Khalwatiyah terdapat di Nusantara antara lain: Banten dan tersebar luas ke

Makassar (Gowa) Sulawesi Selatan hingga ke Negeri Ceylon (Srilangka)

dan Cap Town (Afrika).

2. Perana yang dilakukan oleh Syekh Yusuf dalam penyebaran agama Islam,

khususnya di Gowa hingga ke Banten, Srilangka dan Afrika Syekh Yusuf

tempu dengan jalan tasawuf dengan metode perana aqidah kepada

pengikutnya dan seluruh murid-muridnya, itupun Syekh Yusuf menemai

gerakan pengembangan aqidah sebagai tumbuh perjuangan melawan kaum

penjajah Belanda sehingga Syekh Yusuf sangat ditakuti dan disegani oleh

para penjajah.

3. Pada tanggal 12 september 1684 Syekh Yusuf di buang ke Srilangka,

disana Syekh Yusuf tidak putus-putus perjuanganya dalam

mengembangkan agama islam, dan Syekh Yusuf sempat mengawini putri

Ceylon Sitti Hafifah. Tidak lama perjalanan Syekh Yusuf dalam

pengembangan agama di tempat pengasingan, karena Belanda merasa

Syekh Yusuf masih kuat pengaruh keshufihannya dan akan memberontak

sewaktu-waktu, maka Syekh Yusuf dipindahkan tempat pengasingannya di

62
63

Tanjung Harapan (Afrika Selatan) yang diikuti oleh 49 pengikut dan

muridnya sertah anggota keluarga, yang kemudian tempat itu diberi nama

bukit Makassar. Dan Syekh Yusuf wafat di tanjung harapan pada tanggal

23 Mei 1699 dalam usia 74 tahun dan kemudian Syekh Yusuf dikenal

sebagai pahlawan Nasional oleh negara tersebut.

Dari pokok perjuangan Syekh Yusuf dalam pengembangan agama Islam

yang Syekh Yusuf kembangkan lewat dakwah, antara lain:

1. Aqidah, keimanan atau ketetapan Allah yang fitrah, selalu bersandar kepada

kebenaran (haq) tidak pernah berubah dan terikat para hati manusia.

2. Tasawwuf, Ilmu yang menerangkan hal-hal tentang tata cara mensuci

bersihkan jiwa.

3. Tarekat Khalwatiyah, jalan atau sistem yang dilakukan dengan berkhalawat

menuju keridhaan Allah semata-mata dan tarekat ini pula merupakan saluran

dari ilmu tasawwuf.

4. Dengan jasa-jasa Syekh Yusuf, dan Syekh Yusuf sebagai seorang shufi dan

pejuang bangsa, sehingga patutlah Syekh Yusuf mendapat gelar pahlawan

Nasional hingga bangga orang memberi gelar pejuang dunia.

B. Saran

1. Disarankan kepada para penulis dan pengkaji sejarah baik lokal maupun

wacana sejarah nusantara, baik mengkaji tokoh-tokoh pejuang dalam

pengembangan agama islam maupun pejuang nasional. Agar supaya bisa

memperkenalkan kepada publik para tokoh pejuang lokal yang belum di

publikasikan.
64

2. Di sarankan kepada seluruh pembaca dan penuis buku agar kiranya dapat

memperbanyak seluruh buku-buku sejarah-sejarah lokal tentang tokoh-

tokoh pejuang. Baik dalam pengembangan agama islam dan berjuang

melawan penjajah Belanda maupun pola-pola dalam pendidikannya dan

juga ajaran-ajarannya. Agar para peminat dan pembaca sejarah-sejarah

baik nasional maupun sejarah lokal sehingga, dapat menambah wawsan

baru tentang para pejuang dalam sejarah.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakiek, Edisi Ke

lV;Jakarta Rineka Cipta, 1984.

Azra, Azyumardi. Islam Nusantara, Jaringan Global Cet. I; Mizan: Bandung,

2002,

Bantang, H.M Siradjuddin, Syekh Yusuf Menuntun Kita Ke Surga Makassar: Pustaka

Tefleksi.2008

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Te;jemahannya. Cet.V; Toha Putra,

Semarang, 1992.

Hamid, Abu. Syekh Yusuf Seorang Ulama Shufi dan Pejuang. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 1994.

Hamka, Sejarah Umat Islam lV. Cet. II, Jakarta: Bulan Bintang 1976.

Iskandar, Salman. 55 Tokoh Mwlim Indonesia Paling Berpengaruh. Solo: Tinta

Medina. 2011.

Lontara Riwaya’na Tuanta Salamaka ri Gowa

M Sewang, Ahmad, Islamisasi Kerajaan Gowa Abad XVII Sampai Abad XVIII,

Cet. I, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 2003.

Mustafa, Mustari. Dakwah Sufisme Syekh Yusuf Al-Makassari.Makassar: Pustaka

Refleksi. 2010

Nata H, Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta! PT. Raja Grafindo

2004.

Soeri. Soeroto. Pemahaman Sejarah Indonesia, Sebelum dan Sesudah Revolusi

Cet. II: Jakarta: Pustaka LP3S 2005


Team Penyusun. Syekh Yusu Tuanta Salamaka Perjuangan dan Tarekatnya

Edisi, IV Makassar: Tabloid Bawakaraeng, 2008

Basang Jirong, Riwayat Syekh Yusuf Dan Kissa Ammakku Ta’nang Daeng

Mammutung , Jakarta: 1981.

Poewardarmita, W.J.S Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

1978.

Daeng Tombong Kamaluddin H.Raden, Riwayakna Syekh Yusuf dan Silsilah

Keturunannya, Takalar: Tulisan Tangan,T.Th.

Amansyah A. Makkarausu , Lontarak Syekh Yusuf Tajul Al-Khalwati, Ujung

Pandang: Perpustakaan UNHAS, 1975.

Hamka, Dr. Pro, Syekh Yusuf Tajul Khalwati Tuanta Salamaka, cet. 1, Jl.Asri

Raya No. 01: Griya Asri, 2018.

Darwas Rasyid Darwas Drs, Biografi Syekh Yusuf, Ujung Pandang: Departemen

Pendidikan dan Rektorat Jenderal Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan

Nilai Tradisional 1995/1996.

Massiar. A. H, Syekh Yusuf Tuanta Salamaka dari Gowa, Cet 1. Jakarta: Yayasan

Lakipadada, 1883.

Sultha Sahib, Allah dan Jalan Mendekatkan Diri Kepada-Nya Dalam Konsep

Syekh Yusuf , Cet.III; Makssar: YAPMA 2006.

Mustafa Mustari, Agama dan Bayang-Bayang Etis Syekh Yusuf Al-Makassari

Yogyakarta: LKIS ,2011.

Abdurrahman Dudung, Metode Penelitian Sejarah Cet V, Jakarta: Logos Wacana

Ilmu,1999

J. Lexi Meleong Lexi J, Metodologi Penelitian Kualitatif , Jakarta: UI, 1992.


Zuhairini Drs, Sejarah Pendidikan Islam Cet 5. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Mustari Mustafa Mustari. Dr, Agama dan Bayang-Bayang Syekh Yusuf Al-

Makassari Yogyakarta: PT. Lkis Printing Cemerlang, 2011.

Mattulada, Mnyusuri Makassar daiam Sejarah. Cet. I ; Yogyakarta: Ombak 2011

Hamaka Dr. Pro, Dari perbendaharaan Lama. Cet.I; Bandung: SEGA ARSY 2018

Kila Syahril, Syekh Yusuf Tuanta Salamaka Pemujaan di Tanah Makassar

Makassar: Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan 2013.

Triwulan Buletin, Media Informasi Sejarah dan Budaya Sul Sel Ujung Pandang:

Departemen Pendidikan direktorak Jenderal Kebudayaan Balai Kajian Sejarah

dan Nilai Tradisional, 1997.

H.Abd Rahman Abd. H, Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar dengan Pendekatan

Islam Ujung Pandang: IAIN Alauddin 1987

M. A Badri Yatim Badri Drs, Sejarah Islam Indonesia Cet I; Direktorak Jenderal

Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka 1998.


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Syamsu Alam, lahir Borongkaramasa, desa Toddotoa

pada tanggal 24 Juni 1994 . Peneliti merupakan anak

kedua dari tiga bersaudara, buah hati dari pasangan

Bapak Alm. Padda Daeng Sore dan Ibu Syahuri Daeng

Dadi. Pada saat ini peneliti berdomisili di Dusun

Borongkaramasa, Desa Toddotoa Kecamatan Pallangga

Kabupaten Gowa. Peneliti mulai memasuki jenjang

pendidikan di SD Inpres Borongkaramasa pada tahun 2002 dan selesai pada tahun

2008. Kemudian peneliti melanjutkan pendidikan di SMPN 5 Pallangga pada

tahun 2008 sampai tahun 2011. Selanjutnya, pada tahun 2011 peneliti melanjutkan

pendidikan di SMAN 1 Pallangga, mengambil jurusan IPS sampai tahun 2014.

Selanjutnya pada tahun yang sama peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang

Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur Mandiri di Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar dan di terima di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan

Sejarah Peradaban Islam (SPI) S1 pada Tahun 2014.

Berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan doa restu serta cinta kasih

orang tua, keluarga dan sahabat maka peneliti dapat menyelesaikan studi dan

menyusun sebuah skripsi yang berjudul “Syekh Yusuf Al – Makassari Tuanta

Salamaka (Hidup dan Perjuangannya)”

Anda mungkin juga menyukai