Muliadi Kurdi
NASKAH ACEH
2014
i
Kerajaan Daya: Sebuah Kerajaan Berpengaruh di Aceh
PASAL 72
KETENTUAN PIDANA SANKSI PELANGGARAN
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu Ciptaan
atau memberikan izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan/
atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama
7 (tujuah) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau
Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
ii lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pengantar Penerbit
P uji dan syukur kita panjatkan ke hadhirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita. Shalawat
dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad Saw.
Alhamdulillah. Setelah sukses menerbitkan 33 judul buku
ilmiah karya dosen IAIN Ar-Raniry di tahun 2012, 25 judul pada
tahun 2013 kemudian dilanjutkan penerbitan buku, “Rekonstruksi
Fikih Kewarisan: Reposisi Hak-hak Perempuan” karya Prof. Dr.
Al-Yasa’ Abubakar, MA.; buku “Miratuth Thullab” karya Syekh
‘Abdurrauf As-Singkily, versi alih aksara; buku “Falsafah Peusijuek
dalam Masyarakat Aceh”; buku pelajaran, “Belajar Bahasa Arab
Untuk Taman Kanak-kanak Sederajat Vol. 1 & 2”; Buku, “English
for Kindergarten”, buku pelajaran bahasa Inggris untuk murid TK/
RA/TKA/TKQ/Diniah/Sederajat Vol. 1 & 2; serta buku, “Revitalisasi
Pembangunan Hukum di Aceh: Refleksi Pemikiran dan Ancangan
Kebijakan” karya Prof. Dr. H. Syahrizal Abbas, MA. Kini, di awal
tahun 2014, NASA kembali menerbitkan buku, “Kerajaan Daya:
Sebuah Kerajaan Berpengaruh di Aceh.” Secara umum buku ini
menerangkan tentang riwayat hidup Sultan Salatin Alau’ddin
Ri’ayat Syah putra Sultan Inayat Syah dan kontribusinya terhadap
masyarakat Aceh dan Nusantara. Mudah-mudahan uraian singkat
ini akan menambah referensi sejarah Aceh bagi pembaca.
Akhirnya, ucapan terima kasih yang tulus kami sampaikan
kepada para penulis sejarah Aceh, informan tentang Aceh yang
telah berkontribusi baik secara lisan maupun tulisan hingga karya
dapat dipublikasikan.
Banda Aceh, Juni 2014
Penerbit NASA
iii
DAFTAR ISI
Pengantar Penerbit ~ iii
Daftar Isi ~ iv
Pendahuluan ~ 1
Kerajaan Daya Berdiri ~ 3
Asal mula Kerajaan Daya ~9
Lamno ~ 13
Kronik Penaklukan Indra Jaya ~ 17
Sistem Pemerintahan Daya ~ 23
Kemajuan Kerajaan Daya ~ 27
Raja Daya Wafat ~ 29
Daya Menjadi Kerajaan Aceh Darussalam ~ 31
Tradisi Kerajaan Negeri Daya ~ 35
Pelengkapan Upacara ~ 37
Daftar Pustaka ~ 42
Biografi Singkat Penulis ~ 44
iv
1
PENDAHULUAN
1
dapat ditafsirkan, Poteu pada kata itu bermakna “tuan kita” dan
Meureuhom bermakna yang mulia yang telah mendahului kita.
1
Maksudnya. Sultan Salatin Alaidin Ri’ayat Syah yang makamnya
terletak di Kuala Daya (Kandang).
2
2
3
Gambar 3. Keelokan panorama wilayah Aceh Jaya,
dari puncak Gunung Geurutee.
4
Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa hampir semua
sejarawan tak pernah mengalpakan menulis tentang Kerajaan
Daya. Berarti kerajaan itu termasuk kerajaan yang diperhitungkan
di masa sebelum berdiri Kerajaan Aceh Darussalam.
Sejarah menerangkan bahwa raja pertama dari kerajaan daya
adalah Ala’uddin Ri’ayat Syah. Dia itu memiliki hubungan sauda-
ra dengan raja Aceh. Keterangan yang sama juga dikemukakan
oleh HM Zainuddin, Mohammad Said dan lainnya. Setelah diteli-
ti dan diamati dari catatan yang tertulis di batu nisan Raja Daya,
ternyata memang benar ia memiliki hubungan saudara dengan
raja-raja Aceh sekitar tahun menjelang akhir abad XV hingga
abad XVI. Untuk memperkuat data itu, Mohammad Said men-
gutip Hikayat Aceh yang menerangkan bahwa Muzaffar Syah
menjadi Raja Makuta Alam, bersaudara dengan Inayat Syah yang
menjadi Raja Darul Kamal. Keduanya terus berperang yang be-
rakhir dengan kemenangan Sultan Muzaffar Syah. Tidak lanjut
dari kemenangan itu,
Sultan Muzaffar Syah
menyatukan negeri
tersebut dalam satu
kerajaan yang diberi
nama dengan Aceh
Darussalam (Moham-
mad Said, 2007: 134).
B e r d a s a r k a n Gambar 4. Salah seorang keturunan Raja Daya, saat
melangsungkan upacara Seumeuleung.
5
Gambar 5. Bupati Aceh Jaya, Ir. Azhar Abdurrahman bersama Wali Nanggroe
Aceh, Malik Mahmud Al-Haytar, saat menghadiri upacara Seumeuleung.
6
1330 M.). Sebelum wafat ia dipercayakan menggantikan ayahnya
menjadi Sultan Lamuri. Lalu, Syamsu Syah itu dikarunia 2 (dua)
orang putra. Pertama. Raja Ibrahim yang makamnya terdapat
di Kuta Alam (w. 21 Muharram 930 H./30 November 1523 M..
Kedua. Sultan Ali Mughayat Syah, Sulthan Aceh ke-1 (919-936
H./7 Agustus 1536 M.).
Veltman pernah menyebut
tentang era pemerintahan
Muzaffar Syah. Sultan
Ma’ruf Syah dari Pedir telah
menaklukkan penyerangan
hebat pada tahun 1497 M..
Dari penyerangan itu Muzaffar
Syah kalah dan melarikan
diri. Tidak lama kemudian ia
mangkat di desa Bilui (Pekan
Bilui), Aceh Besar. Setelah
Ma’ruf Syah menguasai Aceh,
ia menempatkan wakilnya
di sana. Mungkin saja istri
Munawar Syah adalah kakak
Ma’ruf Syah. Karena itu, ia
mengizinkan kakaknya itu
menjadi raja sebagai simbol Gambar 6. Pedang Aceh, salah satu senjata
saja. Karena sesungguhnya raja penting masa Kerajaan Aceh.
7
yang menjalankan roda pemerintahan harian adalah Syamsu
Syah. Sejak itu pula Syamsu Syah menjadi raja (Mohammad Said,
2007: 137).
Sultan Salathin Alauddin Ri’ayat Sultan Muzaffar Syah Raja Sultan Syamsu Syah,
Syah (Poteu Meureuhom Daya), Meukuta Alam, wafat tahun makamnya dikenal dengan
wafat 7 Rajab 913 H./12 Nov. 902 H./1497 M.. nama Kubeu Poteu
1508 M.. Meureuhom, wafat 14
Muharram 937 H./ 7 Sept.
1530 M..
8
3
9
Gambar 9. Perkebunan Lada di Aceh yang pernah menjadi salah satu komoditi
unggulan yang paling diminati oleh bangsa Eropa dalam sejarah.
10
menjalin hubungan dengan Keuluang maka Portugis tidak lagi
semata-mata murni berdagang. Tapi, mereka memiliki tujuan
lain yaitu hendak menyusup pengaruh terhadap Kerajaan
Keuluang. Akibat pengaruh itu, menurut sejarah, tingkah laku
Pahlawan Syah sebagai Raja Keuluang berubah. Ia lebih besar
mencurahkan perhatian kepada Portugis. Bahkan dia sendiri
telah memposisikan diri sebagai Portugis.
Gambar 10. Lada hitam dan putih, pernah menjadi salah satu pendapatan
negara terbesar dalam sejarah Aceh.
11
Gambar 11. Bupati Aceh Jaya, Ir. Azhar Abdurrahman, bersama Wali Nanggroe
Aceh, keturunan Raja Daya dan pengawal raja, saat upacara Seumeuleung berlang-
sung di Kuala Daya, Aceh Jaya.
12
4
LAMNO
13
Kerajaan Daya berdiri, ada 2
(dua) orang raja memerintah,
seorang di Kluang bernama
Raja Pahlawan Syah dan
seorang lagi di Lamno
bernama Datuk Pagu. Mereka
berdualah penduduk pertama
Daya. Masa itu, datanglah
Poteumeureuhom dari Pedir
Gambar 12. Khas masyarakat Lamno, Aceh Jaya.
melalui Sungai Daya, lalu
ke Gapa. Dari situ Poteumeureuhom meneruskan perjalanan
ke gampong Lam Deurian. Masa itu galah perahu tertancap
terus di tanah. Sejak hari itu hingga sekarang ini tempat itu
dikenal dengan, Trienggalah. Dari penjelasan itu menandakan
bahwa perjalanan Poteumeureuhom dari Gapa ke Lam Deurian
melalui sungai, rakit atau perahu. Galah (alat dayung rakit) yang
tertancap di tanah seperti dikisahkan itu menjadi bukti sejarah
perjalanannya ke Lamno kawasan Daya.
Menurut kepercayaan penduduk setempat, bambu yang
pernah ditancapkan oleh Poteumeureuhom hingga tumbuh
di sana pantang diambil baik untuk membuat rumah apalagi
untuk kandang kerbau. Sebab, kalau juga diambil maka rumah
atau kandang yang dibuat itu diyakini akan terbakar. Namun,
bambu yang bekas tongkat (galah) Poteumeureuhom itu hanya
diizinkan untuk membangun Meunasah atau Mesjid.
14
Beberapa hari kemudian, sejak Poteumeureuhom tiba di
Lamno, menurut riwayat, Datuk Pagu datang menyerahkan diri
dan mau menyatakan Islam dengan catatan jangan dulu diberi-
tahu kepada saudaranya, Pahlawan Syah. Poteumeureuhom ber-
sama Datuk Pagu dalam riwayat terus melanjutkan perjalanan
mereka hingga ke Kuala Daya. Setibanya di sana Datuk Pagu
meminta izin untuk kembali ke desanya. Sementara Poteumeu-
reuhom melanjutkan perjalanannya ke Gampong Mukhan dan
ke Gampong Nusa. Asal kata Nusa sendiri, menurut riwayat,
berkisar (kisa atau Gisa). Seterusnya perjalanan dilanjutkan ke
Glee Jong. Di sini Poteumeureuhom membangun kota perta-
hanan hingga akhirnya tempat tersebut dikenal dengan sebutan
Lam Kuta.
Mendengar Po-
teumeureuhom telah
membuat kota per-
tahanan di Lam Kuta,
Pahlawan Syah gusar,
marah dan menyerang.
Tapi, serangan itu
segera dapat dipatah-
kan oleh Poteumeu-
reuhom. Akhirnya.
Pahlawan Syah kalah
Gambar 13. Jamaluddin (Bang Puteh), salah seorang
dan melarikan diri warga Kuala, Lambeusoe, Lamno Aceh Jaya.
15
Gambar 14. Glee Kapai (Glee Kapai Lem Huda Nai), terletak di desa Kuala,
Lambeuso (Lamno), Aceh Jaya, yang menyimpan legenda sejarah zaman batu.
16
5
KRONIK PENAKLUKAN
INDRA JAYA
17
Gambar 15. Perisai dan pedang Aceh yang digunakan pada masa perang Aceh.
18
Beureuha dan Imuem Katong. Setelah kedua wilayah kekuasaan
Imeum ini dapat ditundukkan oleh Alaiddin maka ia dan pasu-
kannya bermukim selama 3 (tiga) musim panen di wilayah ini.
Ini dilakukannya untuk mempersiap-
kan perbekalan sebelum melancar-
kan serangan ke Indra Jaya. Setelah
tiga musim itu berlalu maka selanjut-
nya Alaiddin meneruskan perjalanan
dengan menggunakan rakit bambu
sebagai sarana transportasi untuk
melewati sungai. Zainuddin menye-
butkan, air sungai itu sangat deras
menuju kewilayah pesisir Negeri In-
dra Jaya.
Tatkala sampai di Lamno maka
terjadilah ketegangan antara Alaiddin
dan Datuk Paghu serta putranya
Muda Perkasa yang waktu itu
berkuasa wilayah ini. Ketengangan
itu tanpa berarti sehingga Sultan
Salatin Alaidin Ri’ayat Syah dengan
mudah dapat mengatasinya.
Akhirnya Datuk Paghu bersama
Gambar 16. Rencong Aceh,
putranya Muda Perkasa takluk salah satu senjata andalan
masa perang Aceh.
kepada Alaiddin.
19
Setelah melewati
Lamno Alaiddin bersama
pasukannya melanjut-
kan perjalanan sampai
mendekati muara sun-
gai, dan beliau mendarat
di gampong Darat yang
waktu itu gampong ini
berada dalam kekuasaan
Raja Johan Pahlawan
(Syeh Johan) sebagai pen-
guasa Kuala Daya. Menu-
rut riwayat setibanya
Alaiddin di wilayah itu
tidak terjadi peperangan
karena persoalan dapat
diselesaikan dengan jalan
Gambar 17. Orang Aceh tempo dulu dengan diplomasi. Akhirnya, Raja
senjata khas di pinggang.
Kuala Daya ini pun tun-
duk di bawah kuasa Alaiddin.
Setelah melakukan penaklukan terhadap 2 (dua) wilayah
kekuasaan itu, posisi Alaiddin semakin kuat, dan ia bersama
pasukan melanjutkan perjalanan ke Keuluang yang pada saat
itu wilayah ini disokong Portugis. Dia mencoba membebaskan
Raja Keuluang dari pengaruh Portugis. Tapi sayang, pikiran
20
raja Keuluang (Datuk Pahlawan Syah) telah terlebih dahulu
dikuasai Portugis. Apalagi konon kabarnya ia telah memilih gaya
hidup seperti Portugis. Namun demikian, Alaiddin senantiasa
mengedepankan komunikasi dan diplomasi sebelum melakukan
penyerangan walau akhirnya diplomasi yang dibangun itu
menjadi sia-sia.
Setelah terjadi kebuntuan diplomasi maka jalan akhir yang
ditempuh oleh Alaiddin adalah melakukan penyerangan terhadap
kubu pertahanan Keuluang maka terjadilah pertempuran. Pada
gelombang pertama pertempuran itu, Kluang mendapat bantuan
Portugis. Portugis dengan segenap pasukannya mendukung
penuh angkatan perang Kluang. Namun, tatkala mereka melihat
pertahanan Kluang mulai melemah akibat dari pukulan pasukan
Sultan Salatin Alaidin Ri’ayat Syah maka Portugis mulai ingkar
janji dan menarik diri. Akhirnya, Portugis melarikan diri
Keuluang kembali ke pangkalan besar di Goa. Sementara Raja
Keuluang, Datuk Pahlawan Syah gugur. Menurut ketarangan
sejarah, sebelum gugur ia sempai menyatakan diri masuk Islam
di hadapan sultan Salatin Alaidin Ri’ayat Syah.
Sebelumnya pernah disinggung, walaupun Kluang harus
menerima kekalahan, namun Sultan Salatin Alaidin Ri’ayat Syah
tetap memperioritaskan Kluang sebagai sebuah kerajaan. Sebagai
pengganti Pahlawan Syah maka Alaiddin mengangkat seorang
waris raja Johan Syah untuk mengatur kembali tata kerajaan
Kluang. Dan, ketentuan ini menurut riwayat juga berlaku bagi 2
21
Gambar 18. Peralatan perang Aceh yang kini masih tersimpan rapi
di Museum Bronbeek, Belanda.
22
6
SISTEM
PEMERINTAHAN DAYA
23
Gambar 19. Peta Kabupaten Aceh Jaya.
24
Alaidin Ri’ayat Syah meleburkan
kerajaan Indra Jaya menjadi
kerajaan Daya maka kini Daya
bertambah kuat. Walaupun
nantinya ia membiarkan kembali
raja-raja yang pernah memipin
dinasti Indra Jaya dulu mengatur
kembali wilayah kekuasaan
mereka masing-masing. Tetapi
dalam bidang upeti (pajak)
maupun persoalan-persoalan
negara yang dianggap penting,
misalnya, itu harus tunduk
dan dilaksanakan atas perintah
dan persetujuan kerajaan Daya.
Misalnya, wilayah Kuala Daya
meliputi Lambeusoe tetap
dikuasai dan diperintahkan
oleh Johan Pahlawan atau Syeh
Johan, wilayah Negeri Kluang
Lamno tetap di kuasai dan Gambar 20. Bendera zaman Kerajaan
diperintahkan oleh waris dari Aceh Darussalam.
25
Gambar 21. Bupati Aceh Jaya, Ir. Azhar Abdurrahman bersama Wali Nanggroe
Aceh, Malik Mahmud al-Haytar dan sejumlah tokoh Aceh Jaya memakai baju adat
Aceh, saat menghadiri upacara Seumeuleung di Kuala Daya, Aceh Jaya.
26
7
27
sektor perekonomian rakyat. Misalnya, mengembangkan usaha
pertanian; membangun irigasi, percetakan sawah baru dan
membuka usaha-usaha perkebunan dengan memfasilitasi modal
usaha yang cukup kepada rakyatnya di sektor perkebunan.
Sebagian program ini, menurut riwayat, telah dirintisnya sejak
baginda mendarat di Beureuha sebelumnya.
Di samping pengembangan bidang pertanian seperti
tersebut di atas, hal lain yang dilakukan sultan adalah berusaha
menumbuh kembangkan sikap solidaritas masyarakat di Negeri
Daya, mendidik generasi muda sebagai tentara dan tenaga pro-
fessional dalam rangka menjaga kedaulatan Negeri dan mendiri-
kan pondok pendidikan Islam rakyat (dayah) agar mereka dapat
kembali belajar mendalami ilmu-ilmu pengetahuan agama.
Gambar 22. Selain lada, kopi Aceh bagian yang paling digemari oleh
bangsa Eropa di masa lampau.
28
8
RAJA DAYA WAFAT
29
Gambar 24. Para penziarah sedang berdoa di Makam Raja Daya.
30
9
DAYA MENJADI KERAJAAN
ACEH DARUSSALAM
31
Gambar 25. Ilustrasi Istana Daruddunia Kerajaan Aceh Darussalam karya
Sayed Dahlan al-Habsyi.
32
Gambar 26. Salah satu bentuk mata uang yang pernah beredar di Kerajaan Aceh.
33
Gambar 27. Makam Jamalul Alam Badrul Munir (Jamalullail) putra Sultan Badrul
Alam Syarif Hasyim Jamaluddin, keturunan Arab di jalan Mohammad Jam Banda
Aceh naik tahta 1703-1726 M.. Sultan inilah dalam sejarah yang menghidupkan
kembali tradisi Seumeuleung di Daya.
Gambar 28. Guci (tempat air) dan Cinu (gayung air dari tempurung kelapa)
terletak di depan pintu gerbang makam Raja Daya, Aceh Jaya.
34
10
TRADISI KERAJAAN
NEGERI DAYA
35
Gambar 29. Tradisi Seumeuleung di Aceh Jaya.
36
11
PELENGKAPAN UPACARA
37
sagoe Daya yaitu Teuku Alue Encek, Teuku Muda Kuala, Teuku
Datok Johan Syah Banda Meunaga (Kuala Daya), Teuku
Datok Perkasa Lamno, dan Keturunan Datok Pahlawan Syah
Keuluang.
7. Pelaksana qurban dilaksanakan oleh pejabat gampong (desa)
Meunaga (Glee Jong).
Adapun tata tertib upacara, Seumuleng dan Peumeunab yang
merupakan upacara kenegaraan, dilaksanakan sebagai berikut:
1. Raja memasuki Balee Rung (Astaka) dengan diiringi Wazir
serta pembantunya yang dikawal oleh panglima.
2. Semua hadirin berdiri menyambut kedatangan Raja dengan
meneriakkan “Daulad Tuanku.”
3. Raja mengambil tempat dan dua Khadam duduk mengipas
raja.
4. Acara pembukaan oleh Wazir dan mempersilahkan raja
untuk menyampaikan amanat kepada rakyatnya dan kepada
para hadirin.
5. Pembacaan Do’a atau Khatam Payang yang dibacakan oleh
Mufti Besar Negeri Daya atau Mahdum Syah Babah Dua, atau
oleh Petua Mahkamah Agama Rantoe XII Keuluang Teunom
yaitu Teungku Chik Rumpet (Sumber: Nuri Angkasa: 1980).
38
Gambar 30. Suasana kemeriahan upacara Seumeuleung di kompleks makam
Raja Daya, Aceh Jaya.
39
DINASTI MEUKUTA ALAM DINASTI DARUL KAMAL
Munawar Syah (raja Meukuta Alam Inayat Syah (raja Darul Kamal
pertama) Dalam Hikayat Aceh pertama) 1480-1490 M.
dinamakan Muzaffar Syah
Firman Syah
I. Ali Mughayat Syah Sultan Ibrahim
(w. 7 Agustus 1530)
X. ‘Alauddin Ri’ayat Syah
Sayyidil Mukammil (1589-
1604)
II. Sultan III. Sultan Alauddin
Salahuddin Ri’ayat Syah Al-Kahhar
(kira-kira 1539-28
Sept. 1571)
Gambar 31. Silsilah keturunan Meukuta Alam Sultan Iskandar Muda yang
bersumber dari Denys Lombard.
40
Gambar 32. Makam Kandang XII di Banda Aceh. Di komplek inilah sebagian besar
raja-raja Aceh dimakamkan termasuk Sultan Ali Mughayat Syah (pendiri kerajaan
Aceh Darussalam). Dalam kaitan dengan sejarah Daya Sultan Ali ini penah kawin
dengan putri Raja Daya, yakni Siti Hur (Putri Nurul Huda).
41
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
42
Banda Aceh. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Suwedi Montana. 1996/1997. Pandangan Lain Tentang
Letak Lamuri Dan Barat (Batu Nisan Abad Ke VII –
VIII Hijriyah di Lamreh dan Lamno, Aceh), dalam
Kebudayaan No 12 th VI. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Teuku Iskandar. 1966. Kesusastraan Klasik Melayu
Sepanjang Abad.
William Marsden. 2013. The History of Sumatra, terj. Tim
Komunitas Bambu, “Sejarah Sumatra” cet. 1. Jakarta:
Komunitas Bambu.
Zakaria Ahmad. 1972. Sekitar Keradjaan Atjeh Dalam tahun
1520-1675. Medan: Monora.
INTERNET
http://acehprov.go.id
http://acehpedia.org
http://id.wikipedia.org
http://seuramoe.acehprov.go.id
www.atjehcyber.net
www.melayuonline.com
43
Biografi Singkat Penulis
44