DI NUSANTARA
ALBERTO Y. T. PAYONG
X MIPA 1
Kata Pengantar
Puji syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan karena hanya berkat dan
anugerahNya sajalah makalah ini dapat hadir di tangan anda.
Sejarah merupakan peristiwa penting yang terjadi pada masa lalu. Sebagai seorang
manusia, hidup kita tak pernah lepas dari kata ‘sejarah’. Sejarah adalah memiliki
kesinambungan antara masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang.
Masa Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara merupakan masa yang tak dapat
dilepaskan bagi perkembangan Nusantara. Kita patut bersyukur, karena sejarah kita
begitu kaya dan beragam.
Saya mengucapkan terimakasih kepada semua orang, yang dengan caranya masing-
masing dapat membantu saya dalam membuat makalah ini. Terlepas dari semuanya,
saya berharap agar makalah ini dapat membantu kita dalam proses belajar mengajar
kedepannya.
Akhir kata, selamat membaca.
Salam Jas Merah.
A. Latar Belakang
Sejarah merupakan hal yang tak terpisahkan dari manusia. Manusia selalu
berhubungan dengan sejarah. Masa Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
merupakan bagian dari sejarah. Masa ini memiliki dampak bagi keberadaan
bangsa Indonesia saat ini. Dari kerajaan-kerajaan ini pulalah agama dan
kebudayaan Islam dapat masuk dan menyebar di Nusantara hingga menjadi
agama mayoritas di Indonesia sekarang.
B. Tujuan
Tujuan dari hadirnya makalah ini adalah untuk mengetahui kerajaan-kerajaan
Islam yang pernah ada di Nusantara.
Bab 2
Pembahasan
3. Kesultanan Jambi
Kesultanan Jambi adalah Kerajaan Islam yang berkedudukan di
Provinsi Jambi. Kerajaan ini berbatasan dengan Kerajaan Indragiri dan
kerajaan-kerajaan lain di Minangkabau, seperti Siguntur dan Lima Kota
di utara. Di selatan, kerajaan ini berbatasan dengan Kesultanan
Palembang.
Kesultanan Jambi dipimpin oleh raja yang bergelar Sultan. Kediaman
Sultan Jambi berada di Dusun Tengah, Kabupaten Batanghari. Raja ini
dipilih dari empat perwakilan (suku), yaitu suku Keraton, Kedipan,
Perban, dan Raja Empat Puluh. Selain memilih raja, keempat suku
tersebut juga memilih pangeran ratu, yang mengendalikan jalannya roda
pemerintahan sehari-hari. Dalam menjalankan pemerintahan, pangeran
ratu dibantu oleh para menteri dan dewan penasehat yang anggotanya
berasal dari keluarga bangsawan. Sultan berfungsi sebagai pemersatu
dan mewakili negara di dunia luar.
4. Kesultanan Palembang
Kesultanan Palembang berdiri sekitar abad ke-15 M. Palembang pada
awalnya merupakan daerah taklukan Kerajaan Majapahit. Pendiri
Kerajaan Islam Palembang adalah putra dari Prabu Brawijaya dan Sri
Kertabumi, yang bernama Raden Fatah. Setelah Majapahit runtuh,
Palembang berada di bawah Kerajaan Demak dan Pajang, kemudian
berada di bawah Kerajaan Mataram selama 71 tahun. Penguasa Demak
di Palembang adalah Pangeran Sedo Ing Lautan, keturunan Raden
Fatah. Pangeran Sedo Ing Lautan wafat di Jawa saat mengantarkan
upeti ke Demak.
Ketika pertikaian antara Demak dan Pajang terjadi, rombongan
berjumlah 24 orang meninggalkan tanah Jawa. Kepala rombongan
tersebut adalah Kiai Gedeh Ing Suro. Beliau adalah putra dari Pangeran
Sedo Ing Lautan. Kiai Gedeh Ing Suro Tuo tidak mempunyai anak.
Saudarinya, Nyai Gedeh Ilir, mempunyai seorang Putra yang bernama
Kiai Mas Anom Adipati Ing Suro, yang biasa disebut Kiai Gedeh Ing Suro
Mudo.
Penguasa Demak di Palembang berjumlah 4 orang yaitu :
a. Pangeran Sedo Ing Lautan (1547-1552)
b. Kiai Gedeh Ing Suro Tuo (1552-1573)
c. Kiai Gedeh Ing Suro Mudo (1573-1590)
d. Kiai Mas Adipati (1590-1595)
Sementara itu, Penguasa Mataram di Palembang berjumlah 6 orang :
a. Pangeran Madi Ing Angkoso (1595-1630)
b. Pangeran Madu Ali (1629-1633)
c. Pangeran Sedo Ing Puro (1630-1639)
d. Pangeran Sedo Ing Kenanyan (1639-1650)
e. Pangeran Sedo Ing Pasarean (1651-1652)
f. Pengaran Sedo Ing Rajek (1652-1659)
Pada masa pemerintahan Pangeran Ario Kesumo, Palembang
memutuskan hubungan dengan Mataram. Pangeran Ario Kesumo
mendirikan Kesultanan Palembang Darussalam. Sebagai Sultan
pertama, beliau bergelar Sultan Abdurrahman Kholifatul Mukminin
Sayyidul Iman, yang memerintah dari tahun 1659-1706. Pengganti raja
selanjutnya adalah sebagai berikut.
a. Sultan Muhammad Mansur Jayo Ing Lago (1706-1714)
b. Sultan Agung Komaruddin Sri Truno (1714-1724)
c. Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wirokramo (1724-1758)
d. Sultan Ahmad Najamuddin I (1758-1776)
e. Sultan Muhammad Bahaudin (1776-1803)
f. Sultan Badaruddin II (1803-1821)
Baru sewindu memegang tampuk pemerintahan, datanglah Inggris
menyerbu Palembang (1811). Sultan Mahmud Badaruddin II hijrah ke
pedalaman meneruskan perang gerilya, setelah mewakilkan
pemerintahan kesultanan kepada adiknya, Pangeran Adipati, dengan
gelar Sultan Mudo. Inggris mengakuinya sebagai raja Palembang dengan
gelar Sultan Ahmad Najamuddin II, memerintah dari tahun 1812-1813.
Pada 1813, Sultan Mahmud Badaruddin II kembali ke Palembang.
Beliau memegang tampuk pemerintahan kesultanan pada 1813-1821.
Saat itu, Sultan Mahmud Badaruddin II menobatkan putra sulungnya
menjadi raja dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu
(1819-1821), kemudian Sultan Mahmud Badaruddin bergelar susuhan.
Setelah Sultan Ahmad Badaruddin II diasingkan (1821), beliau
digantikan putra sulung Sultan Ahmad Najamuddin II yang bernama
Raden Ahmad, dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom
(1821-1823).
Sultan ini juga melakukan perlawanan terhadap Belanda. Beliau
ditangkap, kemudian dibuang ke Banda, lalu ke Manado. Sampai saat
ini, makamnya belum ditemukan. Dengan adanya perlawanan para
Sultan Palembang terhadap Belanda, tahun 1825 Belanda
membubarkan Kesultanan Palembang Darussalam.
Gambar 1.4 Kesultanan Palembang
3. Kesultanan Banten
Kesultanan Banten merupakan Kerajaan Islam yang terletak di
provinsi Banten. Awalnya, Kesultanan Banten berada di bawah
kekuasaan Demak. Namun, Kesultanan Banten berhasil melepaskan diri
ketika Kerajaan Demak mengakmi kemunduran. Pemimpin Kesultanan
Banten pertama adalah Sultan Hasanuddin, memerintah tahun 1522-
1570. Sultan Hasanuddin berhasil membuat Banten sebagai pusat
perdagangan dengan memperluas sampai ke daerah Lampung, sebagai
penghasil lada di Sumatera Selatan. Tahun 1570 Sultan Hasanuddin
meninggal, kemudian dilanjutkan anaknya, Maulana Yusuf (1570-1580),
yang berhasil menaklukkan Kerajaan Pajajaran tahun 1579. Setelah itu,
dilanjutkan oleh Maulana Muhammad (1585-1596) yang meninggal
akibat penaklukan Palembang sehingga tidak berhasil mempersempit
gerakan Portugis di Nusantara.
Kesultanan Banten mengalami kemunduran akibat perselisihan
antara Sultan Ageng Tirtayasa dan putranya, Sultan Haji, atas dasar
perebutan kekuasaan. Situasi ini dimanfaatkan oleh VOC dengan
berpihak pada Sultan Haji. Sultan Ageng bersama dua putranya yang
lain, yaitu Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf, terpaksa mundur dan
pergi ke arah pedalaman Sunda. Tanggal 14 Maret 1683 Sultan Ageng
Tirtayasa berhasil ditangkap dan ditahan di Batavia. Selanjutnya,
tanggal 14 Desember 1683 Syekh Yusuf berhasil ditawan oleh VOC dan
pangeran Purbaya menyerahkan diri.
4. Kesultanan Cirebon
Kerajaan Cirebon didirikan oleh Fatahilah. Beliau adalah seorang
penyebar agama Islam, ahli perang, politikus, dan dan negarawan yang
sebelumnya pernah mengabdi di Kerajaan Demak. Berkat kegigihannya,
agama Islam dapat menyebar ke sebagian besar wilayah Jawa Barat.
Pada masa pemerintahan Fatahillah, Cirebon menjalin hubungan baik
dengan Kerajaan Mataram Islam. Kerajaan Mataram menghormati
Cirebon sebagai Kerajaan Islam yang didirikan oleh Walisongo. Berkat
kecakapan Fatahilah, Cirebon berkembang menjadi kerajaan besar.
Daerah ibukota kerajaan dibangun jalan-jalan yang lebar, luas, dan
bersih. Pemerintah Fatahilah tidak berlangsung lama karena beliau lebih
menekuni bidang keagamaan. Fatahilah kemudian menyerahkan takhta
kerajaan kepada cucunya, yaitu Panembahan Ratu. Fatahillah lalu
menyingkir ke Gunung Jati, kemudian lebih dikenal sebagai Sunan
Gunung Jati.
2. Kerajaan Banjar
Kerajaan Banjar merupakan kerajaan Islam di Pulau Kalimantan,
tepatnya di Kalimantan Selatan. Kerajaan Banjar sudah muncul sejak
kerajaan-kerajaan bercorak Hindu, yaitu Negara Dipa, Daha, dan
Kahuripan yang pusatnya di hulu Sungai Nagara. Kerajaan Dipa pernah
menjalin hubungan dengan Kerajaan Majapahit, sebagaimana tercatat
dalam Kitab Negarakertagama.
Pada waktu menghadapi peperangan dengan Daha, Raden Samudera
minta bantuan Kerajaan Demak, sehingga mendapatkan kemenangan.
Sejak itulah Raja Samudera menjadi pemeluk Islam dengan gelar Sultan
Suryanullah dari kata Surya (matahari) dan Syah (raja). Sementara itu,
yang mengajarkan ajaran Islam kepada Raden Samudera, Patih, dan
rakyatnya adalah seorang penghulu Demak. Menurut sumber lain,
ternyata A.A Cense, Islamisasi terjadi tahun 1550. Sultan Suryanullah
meluaskan kekuasaannya sampai Sambas, Batanglawai, Sukadana,
Kotawaringin, Sampit, Madawi, dan Sambangan.
Pada 1546 Sultan Suryanullah wafat dan digantikan oleh anak
tertuanya yaitu Sultan Rahmatullah. Sultan Rahmatullah digantikan
oleh putranya yang bergelar Sultan Hidayatullah. Pada tahun 1595
Raden Hidayatullah meninggal dan digantikan oleh Sultan Marhum yang
bergelar Sultan Mustain Billah. Sultan inilah yang memindahkan
ibukota kerajaan ke Amuntai. Pemerintahan Sultan Mustain Billah
sangat ditakuti oleh kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Begitu kuatnya
Kerajaan Banjar sehingga dapat membendung pengaruh politik dari
Tuban, Arosbaya, dan Mataram, di samping itu menguasai daerah-
daerah di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah.
Gambar 3.2 kesultanan Banjar.
2. Kerajaan Bone
Sebelum masuk wilayah Kerajaan Bone, para ulama Islam lebih awal
mengislamkan Kerajaan Gowa. Khatib Tunggal merupakan ulama yang
dikenal sebagai ulama pertama yang datang ke Makassar dan menyebar
Islam. Kerajaan Bone di bawah pemerintahan Raja Bone XII dikenal
sebagai kerajaan paling besar di antara kerajaan-kerajaan lainnya dalam
wilayah suku Bugis. Raja Gowa yang lebih dulu masuk Islam dikenal
sangat bersemangat dalam memperjuangkan Islam, begitu pula dengan
rakyatnya. Beliau berniat untuk menyampaikan dakwah kepada
kerajaan-kerajaan di sekitarnya, termasuk raja Bone. Raja Gowa
menyampaikan pesan kepada Raja Bone bahwa ia akan dipandang dan
dihormati sebagai raja yang setara, apabila Raja Bone menganut ajaran
agama Islam
Gambar 4.2 kerajaan Bone
2. Kesultanan Tidore
Kesultanan Tidore merupakan salah satu kerajaan Islam yang ada di
kepulauan Maluku. Kesultanan ini berpusat di wilayah kota Tidore,
Maluku Utara. Masa kejayaan kesultanan Tidore terjadi sekitar abad ke-
16 sampai abad ke-18. Pada masa kejayaannya, kerajaan ini menguasai
sebagian besar Halmahera Selatan, Pulau Buru, Ambon, dan banyak
pulau di pesisir Papua Barat. Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari
Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan
Ternate. Kesultanan Ternate adalah saingannya kesultanan Tidore dan
telah bersekutu dengan Portugis. Spanyol mundur dari wilayah Tidore
tahun 1663 karena protes dari pihak Portugis sebagai pelanggaran
terhadap Perjanjian Tordesillas 1494. Tidore menjadi salah satu kerajaan
paling independen di wilayah Maluku. Di bawah kepemimpinan Sultan
Saifuddin (1657-1689), Kesultanan Tidore berhasil menolak penguasaan
VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga
akhir abad ke-18.
Kesultanan Tidore adalah kerajaan yang bercorak Islam sehingga
masyarakatnya menggunakan hukum Islam dalam kehidupan. Hal itu
dapat dilihat saat Sultan Nuku dari Tidore dan De Mesquita dari
Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah di bawah
kitab suci Al-Qur’an. Sultan kedua Tidore adalah Almansur, yang naik
takhta pada 1512. Beliau menetapkan Marauke sebagai pusat
pemerintahan. Beliau adalah Sultan yang menerima kedatangan bangsa
Spanyol di Kesultanan Tidore untuk bersekutu. Spanyol tiba di Tidore
tanggal 8 November 1521, turut serta dalam armada Magellan dan
Pigafetta.
• Kesimpulan
Setelah mengetahui Kerajaan-kerajaan Islam yang pernah ada di Indonesia,
maka kita dapat mengerti bahwa sejarah sangat penting dan ada dampak nyata
dalam kehidupan kita. Kerajaan-kerajaan tersebut menyebar di hampir seluruh
wilayah di Nusantara. Ada banyak pengaruh yang dapat kita rasakan dari
hadirnya Kerajaan-kerajaan tersebut. Salah satunya adalah perkembangan
agama dan budaya Islam yang berkembang pesat di Indonesia.
• Saran
Sebagai seorang manusia, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu saya memohon saudara-saudari untuk
memberikan saran dan masukan yang berguna bagi saya.
Daftar Pustaka