Anda di halaman 1dari 20

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Tinjauan Pustaka

3.1.1 Pengertian Fondasi

Fondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban

bangunan ke tanah atau batuan yang ada dibawahnya. Terdapat dua klasifikasi

fondasi, yaitu fondasi dangkal dan fondasi dalam. (Hardiyatmo,2011)

3.1.2 Macam - Macam Tipe Fondasi

Fondasi suatu bangunan berfungsi untuk memindahkan beban-beban

pada struktur atas ke tanah. Fungsi ini dapat berlangsung secara baik apabila

kestabilan fondasi terhadap guling, geser, penurunan, dan daya dukung tanah

terpenuhi. Meskipun kondisi lapisan tanah sangat bervariasi yang membutuhkan

banyak kemungkinan perencanaan fondasi.

Pemilihan tipe fondasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kondisi

tanah, kedalaman tanah keras, beban yang diterima oleh fondasi, biaya dan

metode pelaksanaan. Menurut Hardiyatmo, (2011) terdapat dua klasifikasi

fondasi, yaitu fondasi dangkal dan fondasi dalam. Fondasi dangkal didefinisikan

sebagai fondasi yang mendukung bebannya secara langsung, seperti: fondasi

telapak, fondasi memanjang dan fondasi rakit. Fondasi dalam didefinisikan

sebagai fondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batuan

yang terletak relatif jauh dari permukaan, contohnya fondasi sumuran dan

fondasi tiang. Macam-macam contoh tipe fondasi ditunjukkan dalam Gambar 3.1.

1. Fondasi memanjang (continuous footing) adalah fondasi yang


digunakan untuk mendukung dinding memanjang atau digunakan
untuk mendukung sederetan kolom-kolom yang berjarak sangat dekat,
sehingga bila dipakai fondasi telapak sisi-sisinya akan berimpit satu
sama lain.
2. Fondasi telapak ( ) merupakan fondasi yang berdiri

sendiri dalam mendukung kolom.

III - 1
3. Fondasi rakit ( atau ) adalah fondasi yang

digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah

lunak, atau digunakan bisa susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian

dekat di semua arahnya, sehingga bila pakai fondasi telapak

sisi-sisinya akan berimpit satu sama lain.

4. Fondasi sumuran atau kaison ( ) yang

merupakan bentuk peralihan antara fondasi dangkal dan fondasi tiang,

digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang

relatif dalam.

Gambar 3.1 Macam-macam Fondasi (Hardiyatmo, 2011).


(a) Fondasi Memanjang
(b) Fondasi Telapak
(c) Fondasi Rakit
(d) Fondasi Sumuran
(e) Fondasi Tiang

3.1.3 Fungsi Fondasi Tiang Bor

Menurut Hardiyatmo, (2017) fondasi tiang digunakan untuk beberapa

maksud, antara lain:

III - 2
1. Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak diatas air atau tanah

lunak, ke tanah pendukung yang kuat.

2. Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai

kedalaman tertentu sehingga fondasi bangunan mampu memberikan

dukungan yang cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan

sisi tiang dengan tanah di sekitarnya.

3. Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke

atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.

4. Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring.

5. Untuk mendapatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah

tersebut bertambah.

6. Untuk mendukung fondasi bangunan yang permukaan tanahnya

mudah tergerus air.

3.1.4 Jenis Fondasi Tiang Bor

Ada berbagai jenis fondasi tiang bor yaitu :

1. Tiang bor lurus untuk tanah keras,

2. Tiang bor yang ujungnya diperbesar berbentuk bel,

3. Tiang bor yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium;

4. Tiang bor lurus untuk tanah berbatu-batuan

3.1.5 Metode Pelaksanaan Fondasi Tiang Bor

Pada saat ini ada tiga metode dasar pengeboran (variable-variabel tempat

proyek mungkin juga memerlukan perpaduan beberapa metode), yaitu:

1. Metode Kering ( )

Metode kering cocok digunakan pada tanah di atas muka air yang

ketika dibor dinding lubangnya tidak longsor. Tanah pasir yang

mempunyai sedikit kohesi juga lubangnya tidak mudah longsor jika

dibor. Metode kering juga dapat dilakukan pada tanah-tanah di bawah

muka air, jika tanahnya mempunyai permeabilitas rendah, sehingga

III - 3
ketika dilakukan pengeboran, air tidak masuk ke dalam lubang bor

saat lubang masih terbuka. Pada metode kering, lubang dibuat dengan

menggunakan mesin bor tanpa pipa pelindung (casing). Setelah itu,

dasar lubang bor yang kotor oleh rontokan tanah dibersihkan.

Tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor dan

kemudian di cor

2. Metode Basah

Metode basah umumnya dilakukan bila pengeboran melewati muka

air tanah, sehingga lubang bor biasanya longsor bila dindingnya tidak

ditahan. Agar lubang tidak longsor, di dalam lubang bor diisi dengan

larutan tanah lempung atau polimer, jadi pengeboran dilakukan dalam

larutan. Jika kedalaman yang diinginkan telah tercapai, lubang bor

dibersihkan dan tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam

lubang bor yang masih berisi cairan bentonite ( ). Adukan beton

dimasukkan ke dalam lubang bor dengan pipa treime, larutan

bentonite akan terdesak dan terangkat ke atas oleh adukan beton.

Larutan yang keluar dari lubang bor, ditampung dan dapat digunakan

lagi untuk pengeboran di lokasi selanjutnya.

3. Metode Casing

Casing diperlukan karena tanah ( ) atau dalam

lubang bor dapat terjadi. Perlu dicatat bahwa perlu

dipertahankan sebelum casing masuk. Dalam kondisi tertentu, casing

harus dimasukkan dengan menggunakan alat penggetar

( ).Penggunanaan casing harus cukup panjang dan mencakup

seluruh bagian tanah yang dapat runtuh akibat penggalian dan juga

diperlukan bila terdapat tekanan . Casing juga dibutuhkan pada

pengecoran di atas tanah atau di tengah-tengah air, misalnya pada

pondasi untuk dermaga atau jembatan. Pada metode ini, casing

III - 4
dipakai pada proyek yang mungkin terjadi lekukan atau

yang berlebihan terhadap rongga sumur ( ). Perlu kita

ingat bahwa sebelum casing dimasukkan, digunakan untuk

mempertahankan lubang. Setelah casing dipasang, dikeluarkan

dan sumur diperdalam hingga pada kedalaman yang diperlukan dalam

keadaan kering. Bergantung pada kebutuhan site dan proyek, sumuran

di bawah casing akan dikurangi paling tidak sampai ID casing

umumnya 25 sampai 50 mm kurangnya untuk jarak ruang bor tanah

( ) yang lebih baik

3.2 Landasan Teori

3.2.1 Uji Penetrasi Standar (SPT)

Uji penetrasi standar (SPT) merupakan salah satu pengujian tanah

lapangan yang dilakukan untuk memperoleh parameter fisik maupun kekuatan

tanah. Pada uji SPT akan diperoleh sampel tanah perlapisan tanah dan juga nilai

N. Nilai N merupakan jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk penetrasi tabung

belah standar sedalam 30,48 cm (Hardiyatmo, 2017). Pada perencanaan fondasi,

nilai N dapat dipakai sebagai indikasi kemungkinan model keruntuhan fondasi

yang akan terjadi (Terzaghi dan Peck, 1948).

Data Bor Inti SPT yang diperoleh merupakan data primer yang akan

diinterpretasikan menjadi profil jenis tanah dan kemudian dapat diketahui

parameter Kepadatan Relatif (Dr), Modulus Elastisitas (E) untuk tanah berpasir,

dan Indeks Konsistensi (CI) untuk tanah lempung menggunakan grafik dan

tabel-tabel yang diperoleh penulis melalui studi literatur.

III - 5
Gambar 3.2 Skema Urutan Pengujian Uji Penetrasi Standar

Sumber: (SNI 4153, 2008)

1. Korelasi N-SPT dengan Kepadatan Relatif (Dr) Tanah Pasir

Tabel 3.1 Deskripsi Kualitatif Kerapatan Relatif Tanah Pasir


N-SPT Kepadatan Relatif,

0– 4 Sangat Lepas

4 – 10 Lepas

10 – 30 Menengah

30 – 50 Padat

Over 50 Sangat Padat

Sumber: Terzaghi dan Peck,1967

III - 6
Tabel 3.2 Hubungan antara Parameter Tanah untuk Tanah Pasir
Relative Perkiraan
Density Berat
Perkiraan Perkiraan
Kondisi Volume
(Kepadatan Harga Harga
Kepadatan Jenuh,
Relatif) NSPT (⁰ )
sat

Rd (ton/m3)

Very Loose

(Sangat 0% - 15 % 0– 4 0 – 28 < 1,60


Renggang)

Loose 1,50 –
15% - 35% 4 – 10 28 – 30
(Renggang) 2,0

Medium 1,75 –
35% - 65% 10 – 30 30 – 36
(Menengah) 2,10

Dense 1,75 –
65% - 85% 30 – 50 36 – 41
(Rapat) 2,25

Very Dense

(Sangat 85% - 100% > 50 41*


Rapat)

Sumber: Teng,1962

2. Korelasi N-SPT dengan kohesi (Cu) untuk Tanah Lempung

Szechy dan Varga (1978) memberikan korelasi antara Indeks

Konsistensi (CI), N dan Cu pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Korelasi antara CI, N, dan Cu

N CI Konsistensi Cu (kN/m2)

<2 < 0,5 Sangat Lunak <12,5

III - 7
2– 8 0,5 – 0,75 Lunak ke Sedang 12,5 – 40

8 – 15 0,75 – 1,0 Kaku 40 – 75

15 – 30 1,0 – 1,5 Sangat Kaku 75 -200

>30 >1,5 Keras >200

Sumber: Szechy dan Varga,1978

3. Korelasi N-SPT dengan (Vs)

Tabel 3.4 menyajikan rangkuman dari berbagai sumber korelasi Vs

dengan nilai N-SPT.

Tabel 3.4 Beberapa korelasi Vs (m/s) dengan N


Sumber Jenis Tanah Korelasi

Semua Tanah Vs = 91 N0,337

Imai (1977) Pasir Vs = 80,6 N0,331

Lempung Vs = 80,2 N0,292

Ohta and Goto (1978) Semua Tanah Vs = 85,35 N0,348

Seed and Idriss (1981) Semua Tanah Vs = 61,4 N0,5

Sykora and Stokoe


Pasir Vs = 100,5 N0,29
(1983)

Okamoto et al. (1989) Pasir Vs = 125 N0,3

Pasir Vs = 145 N0,178


Pitilakis et al. (1999)
Lempung Vs = 132 N0,271

III - 8
Kiku et al. (2001) Semua Tanah Vs = 68,3 N0,292

Pasir Vs = 22 N0,77
Jafari et al. (2002)
Lempung Vs = 27 N0,73

Semua Tanah Vs = 99 N0,309


Hasancebi and Ulusay
Pasir Vs = 90,82 N0,319
(2007)
Lempung Vs = 97,89 N0,629

Semua Tanah Vs = 58 N0,39

Pasir Vs = 73 N0,33
Dikmen (2009)
Lanau Vs = 60 N0,36

Lempung Vs = 44 N0,48

3.2.2 Perhitungan Dimensi Penampang Fondasi Tiang Bor


Penentuan diameter tiang (Ds)

A= Qwf'c=Qw0,25 f'c ............................................................................................

.(3.1)

14πDs2=Qw0,25f'c→

Ds=2,257Qwf'c..................................................................(3.2)

Keterangan:

A = Luas Penampang Tiang Bor

Qw = Beban Yang Bekerja Diatas Tiang Bor

f'c = Jarak Horizontal Antar Tulangan Miring

Ds = Diameter Tiang Bor

3.2.9 Teori Kapasitas Dukung Fondasi

Menurut Hardiyatmo, (2015) Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang

dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

1. Tiang dukung ujung ( ) adalah tiang yang kapasitas

dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang

dukung ujung berada dalam zona tanah yang lunak yang berada diatas

III - 9
tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar

atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan

tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang

sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada

di bawah ujung tiang (Gambar 3.8a).

2. Tiang gesek ( ) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih

ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah di

sekitarnya (Gambar 3.8b). Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi

lapisan tanah di bawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas

tiang.

Gambar 3.7 Tiang Ditinjau Dari Cara Mendukung Bebannya

Sumber: (Hardiyatmo,2018)

Secara umum untuk menghitung daya dukung ultimit tiang dapat digunakan

persamaan berikut (Das, 2011) :

Qu = Qp + Qs ....................................................................................... ....(3.19)

Dengan:

Qu = Daya dukung ultimit tiang (kg)

Qp = Daya dukung ujung tiang (kg)

Qs = Tahanan friksi tiang (kg)

3.2.10 Daya Dukung Fondasi Tiang Bor dari Hasil SPT (Metode Reese & Wreight)

III - 10
(SPT) adlah sejenis percobaan dinamis dengan

memasukkan suatu alat yang dinamakan kedalam tanah. Dengan

percobaan ini akan diperoleh kepadatan relative ( ), sudut geser

tanah (Ф) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N).

Perkiraan kapasitas daya dukung fondasi tiang bor pada tanah pasir dan

silt didasarkan pada data uji lapangan SPT, ditentukan dengan perumusan

sebagai berikut:

1. Daya dukung ujung fondasi tiang bor

a. Untuk tanah non kohesif:

Qp = 7 . N . Ap ..............................................................................(3.20)

Dimana:

Ap = Luas penampang tiang bor (m2) .

Nspt = Nilai Nspt pada elevasi dasar tiang (kN/m2) .

Qp = Daya dukung ujung tiang (ton).

Koefien perlawan ujung tiang yang dianjurkan 7

b. Untuk tanah kohesif:

Qp = 9 . Cu . Ap ............................................................................(3.21)

Cu = Nspt x23 x10 ........................................................................(3.22)

Keterangan:

Nspt = Rata-rata Nspt dari 10D sampai 4D

CU =

Qp = Daya dukung ujung tiang (T)

Ap = Luas penampang (m2)

2. Daya dukung selimut fondasi tiang bor

a. Pada tanah non kohesif:

Qs = 0,2 . Nspt . Parimeter . Li .....................................................(3.23)

b. Pada tanah kohesif:

Qs = α . Cu . P . L .........................................................................(3.24)

III - 11
Dimana:

Li = Panjang lapisan tanah (m)

p =K

Qs = Daya dukung selimut tiang (ton).

α = Faktor adhesi

1. berdasarkan penelitian Reese & Wreight (1977) α= 0,55

2. Metode Kulhaway (1984), berdasarkan Grafik

3. Cu = Kohesi tanah (ton/m)

3.2.11 Faktor Aman Fondasi Tiang Bor

Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka diperoleh untuk membagi

kapasitas ultimit dengan factor aman tertentu.

1. Untuk dasar tiang yang dibesarkan dengan d < 2 m

Qa = Qu2,5 ................................................................................................(3.

25)

2. Untuk dasar tiang tanpa pembesaran dibagian bawah

Qa = Qu2 ................................................................................................
(3.26)

3.2.12 Fondasi Tiang Bor Kelompok

Tiang kelompok adalah sekumpulan tiang yang dipasang secara relatif

berdekatan dan diikat menjadi satu bagian dengan menggunakan pile cap.

1. Daya Dukung Kelompok dan Efisiensi Fondasi Tiang

Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan

lempung lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus

diperhitungkan, terutama untuk jarak tiang-tiang yang dekat.

III - 12
Gambar 3.8 Tipe Keruntuhan Dalam Kelompok Tiang;
(a) Tiang Tunggal, (b) Kelompok Tiang
Sumber: (Hardiyatmo,2011)

Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor

efisiensi tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

Qg = Eg . n . Qu .............................................................................. ....(3.27)

Dengan:

Qg = beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan

keruntuhan ............(kg).

Eg = efisiensi kelompok tiang.

n = jumlah tiang dalam kelompok.

Qu = beban ultimit tiang tunggal (kg).

2. Efesiensi kelompok tiang

Menurut Converse-Laborre Formula formasi tiang menentukan besar

kecilnya daya dukung tiang kelompok yang dirumuskan sebagai berikut.

𝐸 𝑔 = 1- θ n-1m+m-1n90mn' ...........................................................
(3.27) keterangan:

𝐸𝑔 = efesiensi kelompok tiang

𝑚 = jumlah baris

𝑛 = jumlah baris tiang dalam satu baris

𝜃 = arc tg d/s dalam derajat

III - 13
S = jarak pusat ke pusat tiang (m)

D = diameter tiang (m)

3.2.13 Penurunan Fondasi Tiang Bor

Besarnya penurunan fondasi tergantung pada karakteristik tanah dan

penyebaran tekanan fondasi ke tanah di bawahnya. Untuk memperkirakan

besarnya penurunan elastis pada fondasi tiang tunggal digunakan metode

semi-empiris dan untuk fondasi tiang kelompok digunakan Metode Meyerhof.

1. Penurunan Tiang Tunggal

Penurunan jangka panjang untuk fondasi tiang tunggal tidak perlu

ditinjau karena penurunan tiang akibat konsolidasi dari tanah relatif

kecil. Hal ini disebabkan karena pondasi tiang direncanakan terhadap

kuat dukung ujung dan kuat dukung friksinya atau penjumlahan dari

keduanya (Hardiyatmo, 2002). Metode semi empiris digunakan untuk

menghitung penurunan tiang tunggal. Penurunan elastis fondasi tiang

tunggal akibat beban vertikal yang bekerja dapat dihitung sebagai

berikut :

S = S1 + S2 + S3.....................................................................................(3.28)

Dengan:

S = penurunan elastis total fondasi tiang tunggal (mm)

S1 = penurunan akibat deformasi aksial tiang tunggal (mm)

S2 = penurunan dari ujung tiang (mm)

S3 = penurunan akibat beban yang dialihkan sepanjang tiang (mm)

S1=Qwp+ ξQwsLAp.Ep ................................................................ ....(3.29)

Dengan:

Qwp = beban yang didukung ujung tiang (kg)

Qws = beban yang didukung selimut tiang (kg)

Ep = modulus elastisitas tiang (kg/cm2)

L = panjang tiang (cm)

III - 14
Ap = luas penampang tiang (cm2)

koefisien dari

Vesic (1977) menyarankan nilai ξ = 0,5 untuk distribusi gesekan

yang berbentuk seragam atau parabolik dan ξ = 0,67 untuk distribusi

gesekan yang berbentuk segitiga.

S2=Qwp.CpD.qp .......................................................................... ....(3.30)

Dengan:

Cp= koefisien empiris (lihat Tabel 3.17)

Qwp = beban yang didukung ujung tiang (kg)

qp = tahanan ujung tiang (kg/cm2)

D = diameter tiang (cm)

Nilai koefisien empiris, (Cp) diberikan pada tabel berikut:

Tabel 3.17 Nilai Koefisien Empiris, Cp

Tiang
Jenis Tanah Tiang Bor
Pancang

Pasir (padat hingga lepas) 0,02 – 0,04 0,09 – 0,18

Lempung (padat hingga


0,02 – 0,03 0,03 – 0,06
lunak)

Lanau (padat hingga lepas) 0,03 – 0,05 0,09 – 0,12

S3 =Qws.CsL.qp ....................................................................... ....(3.31)


Dengan,

Qws = konstanta empiris

Cs =(0,93+0,16 L/D ) Cp ............................................................. ....(3.32)

L = panjang tiang (cm)

2. Penurunan Tiang Kelompok

Penurunan kelompok tiang umumnya lebih besar dibandingkan fondasi

tiang tunggal karena pengaruh tegangan pada daerah yang lebih luas.

III - 15
Vesic (1969) memberikan formula empiris yang sederhana untuk

memperkirakan penurunan tiang kelompok sebagai berikut:

Sg =s BgD ................................................................................... ....(3.33)

Dengan:

Sg = penurunan tiang kelompok (m)

S = penurunan tiang tunggal (m)

Bg = lebar kelompok tiang (m)

D = diameter tiang (m)

3. Penurunan Konsolidasi Primer

Bila tanah lempung jenuh terendam air dibebani mendadak, tekanan

akibat beban tersebut ke tanah selain menyebabkan kompresi elastis

yang menyebabkan penurunan-segera, juga menyebabkan kelebihan

tekanan air pori. Pengurangan kelebihan tekanan air pori, hanya dapat

terjadi jika air meninggalkan rongga pori lapisan tanah tertekan.

Pengurangan volume air di dalam rongga pori, menyebabkan

pengurangan volume tanah. Karena permeabilitas lempung rendah,

perubahan volume tersebut berlangsung lama dan merupakan fungsi

dari waktu. Tanah yang sedang mengalami proses demikian disebut

sedang berkonsolidasi, dan perubahan volume dalam arah vertikalnya

disebut penurunan konsolidasi primer (Hardiyatmo, 2011). Penurunan

konsolidasi primer dihitung dengan menggunakan

persamaan-persamaan:

Sc = Δ e1+e0H=e1-e01+e0H ................................................... ....(3.34)

Dengan:

Δ e = perubahan angka pori akibat pembebanan

e0 = angka pori awal

e1 = angka pori saat berakhirnya konsolidasi

H = tebal lapisan tanah yang ditinjau

III - 16
Untuk lempung :

Δ Sc =Cc . H1+e0logp'0+Δ pp'0 ............................................... ....(3.35)

Untuk lempung dengan p’ 0 + Δ p <pc

Δ Sc =Cr. H1+e0logp'0+Δ pp'0 ............................................... ....(3.36)

Untuk lempung dengan p’ 0 < pc < p’ 0 +Δ p

Δ Sc =Cr. H1+e0logp'cp'0+Cc . H1+e0logp'0+Δ pp'c .......... ....(3.34)

Dengan:

p’ 0 = tegangan efektif rata-rata pada lapisan lempung

Δ p = tambahan tegangan rata-rata pada lapisan lempung akibat beban

konstruksi

pc = tekanan prakonsolidasi

e0 = angka pori awal lapisan lempung

Cc = indeks kompresi

Cr = indeks

H = ketebalan lapisan lempung

4. Penurunan Diizinkan

Penurunan yang diizinkan dari suatu bangunan bergantung pada

beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi jenis, tinggi, kekakuan,

dan fungsi bangunan, serta besar dan kecepatan penurunan serta

distribusinya. Jika penurunan berjalan lambat, semakin besar

kemungkinan struktur untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan

yang terjadi tanpa adanya kerusakan strukturnya oleh pengaruh rangkak

( ). Penurunan izin untuk berbagai jenis bangunan dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 3.18 Penurunan Izin Rata-Rata Untuk Berbagai Bangunan

Penurunan izin rata-rata


Jenis Bangunan
(mm)

III - 17
Bangunan dengan dinding bata
sederhana
80
L/H ≥ 2,5
100
L/H ≤ 1,5
Bangunan dengan dinding bata yang
diperkuat dengan beton bertulang 150

Bangunan rangka 100

Fondasi beton bertulang kokoh, menara


300
atau cerobong asap

3.2.14 Pelat Penutup Tiang ( ) dan Jarak Tiang

Pelat penutup tiang ( ) berfungsi untuk menyebarkan beban dari

kolom ke tiang-tiang. Jumlah minimum tiang dalam satu pelat penutup tiang

umunya 3 tiang. Bila tiang hanya berjumlah 2 tiang dalam 1 kolom, maka pelat

harus dihubungkan dengan balok yang dihubungkan dengan kolom lain.

Balok dibuat yang melewati pusat berat tiang-tiang ke arah tegak lurus

deretan tiang (tegak lurus pelat penutup tiang). Demikian pula, bila pelat penutup

tiang hanya melayani 1 tiang, maka dibutuhkan balok yang menghubungkan

kolom-kolom yang lain. Bila kolom dilayani hanya satu tiang besar, maka bisa

tidak digunakan pelat penutup tiang.

Tebal pelat penutup tiang dipengaruhi oleh tegangan geser ijin beton.

Tegangan geser harus dihitung pada potongan terkritis. Momen lentur pada pelat

penutup tiang harus dihitung dengan menganggap momen tersebut bekerja pada

pusat tiang ke permukaan kolom terdekat. Contoh susunan tiang-tiang dalam

pelat penutup tiang dapat dilihat pada Gambar 3.10. Bila kondisi memungkinkan,

guna menanggulangi tegangan pada pelat penutup tiang yang terlalu besar, tiang-

tiang sebaiknya dipasang dengan bentuk geometri yang baik.

III - 18
Gambar 3.9 Susunan Kelompok Tiang Dalam Pelat Penutup Tiang
Sumber: (Hardiyatmo,2018)
Bila beban sentris, tiang-tiang di dalam kelompoknya akan mendukung

beban aksial yang sama. Dalam hitungan, tanah dibawah pelat penutup tiang

dianggap tidak mendukung beban sama sekali.

Perancangan pelat penutup tiang dilakukan dengan anggapan sebagai

berikut (Teng, 1962) :

1. Pelat penutup tiang sangat kaku.

2. Ujung atas tiang menggantung pada pelat penutup tiang ( ).

Karena itu, tidak ada momen lentur yang diakibatkan oleh pelat penutup

ke tiang.

3. Tiang merupakan kolom pendek dan elastis. Karena itu, distribusi

tegangan dan deformasi membentuk bidang rata.

Pelat penutup tiang harus cukup besar sehingga jarak tiang terluas dengan

pinggir pelat beton minimum kira-kira 10 sampai 15 cm. Biasanya ujung atas

tiang minimum tertancap 15 cm pada pelat penutup tiang dan tulangan beton

diletakkan pada 7,5 cm di atas ujung tiang.

III - 19
Ukuran pelat akan ditentukan oleh banyaknya tiang dalam satu kelompok,

sehingga jarak tiang akan mempengaruhi dimensi pelat penutup tiang. Dalam

praktek, tiang-tiang harus dipasang pada jarak tertentu. Jarak tiang minimum

yang disarankan oleh Teng (1962) ditunjukkan dalam Tabel 3.23.

Tabel 3.19 Jarak Minimum Tiang (d = diameter tiang)


Fungsi Tiang Jarak as-as minimum (m)

Tiang dukung ujung dalam lapisan


2 – 2,5 atau 75 cm
keras

Tiang dukung ujung pada batuan keras 2 atau 60 cm

Tiang gesek 3 – 5 , atau 105 cm

Nilai-nilai dalam tabel hanya sebagai petunjuk awal. Umumnya, kisaran

jarak tiang adalah 2 – 3 ( = diameter tiang). Jarak tiang 2,5 dapat dipakai

untuk tiang dukung ujung yang pendek. Jarak ini harus ditambah untuk tipe tiang

yang mengandalkan gesekan sisi tiang (tiang gesek). Semakin panjang tiang,

semakin besar risiko kerusakan saat pengeboran. Untuk alasan ini, Fellenius

(2006) menyarankan jarak minimum tiang yang merupakan fungsi dari panjang

tiang:

S = 2,5 + 0,02 ........................................................................................... ....(3.35)

Dengan:

= jarak minimum sumbu tiang (m)

I = diameter atau lebar tiang (m)

= kedalaman penetrasi tiang (m)

III - 20

Anda mungkin juga menyukai