Anda di halaman 1dari 7

TADZKIROH

DEWAN SYARI‟AH PUSAT PARTAI KEADILAN SEJAHTERA


NOMOR: 11/TK/DSP-PKS/1431H

TENTANG

MENCARI KEBERKAHAN DALAM BERUSAHA

Pandangan Islam Terhadap harta :

Harta adalah salah satu dari kebutuhan asasi manusia, dengan harta seseorang bisa
makan, minum, dan menopang kehidupannya, dengan harta ia dapat berzakat,
berinfak dan bershadaqah, dengan harta juga ia bisa memberi nafkah keluarga, bahkan
dengan harta pula ia bisa berjihad di jalanNya. Allah swt berfirman :

            

   

"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna


akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah
sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu)
dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik" .(QS.An-Nisa: 5)
Begitu pentingnya kedudukan harta dalam Islam, sehingga banyak sekali ayat Al-
Qur‟an maupun hadits nabi membicarakan tentang harta, baik cara mencari,
menginfakkan maupun bagaimana berinteraksi dengannya.
Allah swt berfirman :

        

"...dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-
Nya kepadamu." (QS. An-nur: 33)

1
Dalam ayat tersebut Allah swt. menyandarkan kata "Mal" (harta) kepada kata "Allah",
karena pada prinsipnya harta adalah milik Allah yang harus diusahakan dan
didistribusikan sesuai dengan petunjuk dan aturan Allah.
Dan dalam hadits Rasulullah saw banyak mengingatkan umatnya tentang harta,
bahwa di antara pertanyaan yang diajukan di akhirat adalah terkait dengan harta,
bagaimana cara mencarinya dan bagaimana pula cara membelanjakannya, dengan
sabdanya :

،ُٓ‫ََب أَفَْْب‬ِٞ‫ع َُشِِٓ ف‬


ُ َِْ‫ َٗع‬،ُٓ‫ََب أَثْال‬ِٞ‫ عَِْ شَجَبثِِٔ ف‬:ٍ‫غَْأهَ عَِْ َأسْثَع‬َٝ َٚ‫َبٍَخِ حَز‬ِٞ‫ًََْ٘ اىْق‬ٝ ٍ‫ىِ َرضُٗهَ قَ َذٍَب عَجْذ‬
ّٜ‫سٗآ اىطجشا‬."َُٔ‫ََب أَّْفَق‬ِٞ‫ َٗف‬،َُٔ‫َِْ امْ َزغَج‬َٝ‫َٗعَِْ ٍَبىِِٔ ٍِِْ أ‬
“Tidak akan tergelincir kedua kaki seorang hamba di hari Kiamat, sehingga ditanya
empat hal: tentang masa mudanya untuk apa digunakan, tentang umurnya kemana
dihabiskan, tentang hartanya dari mana didapatkannya dan untuk apa ia
dibelanjakan” (HR At-Thabrani)

Mencari harta adalah kebutuhan sekaligus kewajiban :

Berusaha, bekerja, dan melakukan aktifitas ekonomi adalah suatu kewajiban sekaligus
tuntutan kehidupan, bahkan Islam menganggapnya sebagai ibadah Apapun bentuk
pekerjaannya apabila tidak bertentangan dengan ketentuan agamanya.

Hal itu sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw :

ٔ‫حت اىَؤٍِ اىَحزشف (أخشج‬ٝ ‫ إُ اهلل‬: ‫ٔ ٗعيٌ قبه‬ٞ‫ اهلل عي‬ٚ‫ صي‬ٜ‫عِ اثِ عَش عِ اىْج‬
)‫ اىَعجٌ األٗعط‬ٜ‫ ف‬ّٜ‫اىطجشا‬
Dari Ibnu Umar ra, dari rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah swt mencintai
seorang mu'min yang mempunyai keahlian." (HR. Thabrani)

Dan telah dicontohkan oleh beliau langsung dengan berdagang, juga dicontohkan oleh
para nabi terdahulu, seperti yang disebutkan dalam hadits-hadits berikut :

ً‫ٔ اىغال‬ٞ‫ "مبُ داٗد عي‬: ‫ٔ ٗعيٌ قبه‬ٞ‫ اهلل عي‬ٚ‫ اهلل عْٔ أُ سع٘ه اهلل صي‬ٜ‫شح سض‬ٝ‫ ٕش‬ٜ‫عِ أث‬
ٛ‫ذٓ" سٗآ اىجخبس‬ٝ ‫أمو إال ٍِ عَو‬ٝ ‫ال‬
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Daud as. dulu tidak pernah
makan kecuali dari hasil kerjanya sendiri.” (HR. Bukhori)

ٌ‫ٔ اىغالً ّجبسا " سٗآ ٍغي‬ٞ‫ب عي‬ٝ‫ " مبُ صمش‬: ‫ٔ ٗعيٌ قبه‬ٞ‫ اهلل عي‬ٚ‫ٗعْٔ أُ سع٘ه اهلل صي‬
Dan dari Abu Hurairah juga bahwa Rasulullah saw bersabda: “Zakariya as. dulu
adalah tukang kayu.” (HR. Muslim)

Dianggap Ibadah karena Rasulullah saw. pernah bersabda :

2
ٙ‫ٔ ٗعيٌ سجو فشأ‬ٞ‫ اهلل عي‬ٚ‫ صي‬ٜ‫ اىْج‬ٚ‫ ٍش عي‬: ‫ اهلل عْٔ قبه‬ٜ‫عِ معت ثِ عجشح سض‬
ٜ‫ب سع٘ه اهلل ى٘ مبُ ٕزا ف‬ٝ : ‫ فقبى٘ا‬،ٔ‫ٔ ٗعيٌ ٍِ جيذٓ ّٗشبط‬ٞ‫ اهلل عي‬ٚ‫أصحبة سع٘ه اهلل صي‬
ٖ٘‫ ٗىذٓ صغبسا ف‬ٚ‫ عي‬ٚ‫غع‬ٝ ‫ "إُ مبُ خشج‬: ٌ‫ٔ ٗعي‬ٞ‫ اهلل عي‬ٚ‫ فقبه سع٘ه اهلل صي‬،‫و اهلل‬ٞ‫عج‬
ُ‫ ٗإُ مب‬،‫و اهلل‬ٞ‫ عج‬ٜ‫ِ فٖ٘ ف‬ٝ‫ش‬ٞ‫ِ مج‬ٞ‫خ‬ٞ‫ِ ش‬ٝ٘‫ أث‬ٚ‫ عي‬ٚ‫غع‬ٝ ‫ ٗإُ مبُ خشج‬،‫و اهلل‬ٞ‫ عج‬ٜ‫ف‬
ٜ‫بء ٍٗفبخشح فٖ٘ ف‬ٝ‫ س‬ٚ‫غع‬ٝ ‫ ٗإُ مبُ خشج‬،‫و اهلل‬ٞ‫ عج‬ٜ‫عفٖب فٖ٘ ف‬ٝ ٔ‫ ّفغ‬ٚ‫ عي‬ٚ‫غع‬ٝ ‫خشج‬
)63/3 ‫ت‬ٕٞ‫ت ٗاىزش‬ٞ‫ح (اىزشغ‬ٞ‫ ٗسجبىٔ سجبه اىصح‬ّٜ‫طبُ" سٗآ اىطجشا‬ٞ‫و اىش‬ٞ‫عج‬
Dari Ka‟ab bin Ujrah ra. berkata : ada seorang laki-laki lewat di hadapan
Rasulullah saw. dan para sahabat melihat kegigihan dan semangatnya, maka mereka
berkata : Ya Rasulullah, seyogyanya semangat seperti ini di jalan Allah, maka Rasul
pun menjawab: ”Apabila ia keluar mencari rizqi untuk anak-anaknya yang masih
kecil maka ia di jalan Allah, apabila ia keluar mencari rizqi untuk kedua orang
tuanya yang sudah tua maka ia di jalan Allah, apabila ia keluar mencari rizqi
untuk dirinya untuk menjaga kehormatan dirinya sendiri maka ia di jalan Allah,
dan apabila ia keluar mencari rizqi karena riya dan berbangga-bangga maka ia di
jalan syetan. (HR. Thabrani di targhib wa tarhib)

Nilainya harta itu ada pada keberkahan, dan keberkahan itu ada pada yang
halal :

Karena mencari harta adalah kewajiban, maka tidak boleh dilakukan secara
serampangan, tanpa mempedulikan halal dan haram. Karena nilainya harta itu ada
pada keberkahan, dan keberkahan itu hanya ada pada yang halal. Oleh karena itu,
setiap kita hendak berusaha mencari rizki maka yang yang harus ada dibenak kita
pertama kali adalah kehalalan. Karena Rasulullah saw. bersabada :

ٚ‫ " طيت اىحاله ٗاجت عي‬: ‫ٔ ٗعيٌ قبه‬ٞ‫ اهلل عي‬ٚ‫ اهلل عْٔ أُ سع٘ه اهلل صي‬ٜ‫عِ أّظ سض‬
ِ‫ ٗإعْبدٓ حغ‬: ٛ‫ قبه اىَْزس‬،ّٜ‫مو ٍغيٌ " سٗآ اىطجشا‬
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda : „Mencari yang halal itu
wajib bagi setiap muslim‟ (HR. Thabrani)

Dan dalam hadits yang lain Rasulullah saw. bersabda :

ٓ‫ عجذ‬ٙ‫ش‬ٝ ُ‫حت أ‬ٝ ٚ‫ "إُ اهلل رعبى‬: ‫ٔ ٗعيٌ قبه‬ٞ‫ اهلل عي‬ٚ‫ صي‬ٜ‫ مشً اهلل ٗجٖٔ أُ اىْج‬ٜ‫عِ عي‬
َٜ‫ي‬ٝ‫ ٗاىذ‬ّٜ‫ طيت اىحاله" سٗآ اىطجشا‬ٜ‫ ف‬ٚ‫غع‬ٝ
Dari Ali ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah swt. senang
melihat hamba-Nya berjalan mencari yang halal.” (Kanzul Ummal 4/9200)

Imam Suyuti berkata: “Setiap kata 'baroka' atau 'tabaroka' selalu disandarkan kepada
kata 'Allah', hal itu menunjukkan bahwa keberkahan itu hanya bisa didapat dengan
upaya menselaraskan usaha dan kerja kita dengan ajaran dan syariat Allah swt.
Dengan memastikan kehalalan usaha yang dilakukan, dan hasil yang didapatkan.

3
Imam Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata : “Aku membaca ayat ini :

)ِٞ‫طبُ إّٔ ىنٌ عذٗ ٍج‬ٞ‫جب ٗال رزجع٘ا خط٘اد اىش‬ٞ‫ األسض حالال ط‬ٜ‫ٖب اىْبط مي٘ا ٍَب ف‬ٝ‫ب أ‬ٝ (
168 ‫اىجقشح‬
„Hai manusia makanlah dari bumi yang halal dan baik dan janganlah kalian
mengikuti langkah-langkah syaitan sesungguhnya ia bagi kalian adalah musuh yang
nyata‟ (QS. Al-Baqarah :168)

Maka Sa‟ad bin Abi Waqqas berdiri dan berkata : Ya Rasulullah doakan aku agar
Allah menjadikan aku orang yang selalu diterima doanya, maka Rasulullah pun
bersabda : ‟Ya Sa‟ad, perbaikilah makananmu maka engkau menjadi orang yang
dikabulkan doanya, demi Dzat yang dimana diriku berada dalam kekuasaannya,
sesungguhnya seseorang yang memasukkan sesuap makanan yang haram ke
dalam perutnya tidak akan diterima doanya selama 40 hari, dan setiap daging yang
tumbuh dari harta yang haram dan riba maka neraka lebih layak baginya.‟ (HR.
Thabrani, 14/261)

‫جشَ َح‬ ْ ُ‫َب َمعْتُ ثَِْ ع‬ٝ َ‫عيٌََ قَبه‬ َ َٗ َِْٔٞ‫عي‬


َ َُٔ‫ اىي‬َٚ‫صي‬ َ َِٔ‫عَِْ جَب ِثشِ ثِِْ عَجْذِ اىئَِ قَبهَ حَذَثََْب أََُ َسعُ٘هَ اىي‬
َ‫خو‬َ َ‫ ٍَِْ د‬ِٛ‫نَُُُّ٘٘ ٍِِْ َثعْذ‬َٞ َ‫َب َسعُ٘هَ اىئَِ قَبهَ ُأ ٍَشَاءٌ ع‬ٝ َ‫ ُزكَ ثِبىئَِ ٍِِْ ِإٍَبسَحِ اىغُ َفَٖبءِ قَبهَ ٍََٗب رَاك‬ِٞ‫أُع‬
َ‫َ اىْحَْ٘ض‬َٜ‫عي‬ َ ‫شِدُٗا‬َٝ ٌَْ‫ ََٗىغْذُ ٌٍُِْْٖ َٗى‬ٍِِْٜ ‫غُ٘ا‬ْٞ َ‫ظ ْي ٌَِِْٖ َفي‬ ُ َٚ‫عي‬ َ ٌَُّْٖ ‫ ِثٌِْٖ َٗأَعَب‬ِٝ‫ٌِْٖ فَصَذَ َقٌُْٖ ثِحَذ‬ْٞ َ‫عي‬
َ
َ‫ َٗأََّب ٌٍُِْْٖ َٗأُٗىَ ِئل‬ٍِِْٜ َ‫ظ ْي ٌَِِْٖ فَأُٗىَ ِئل‬
ُ َٚ‫عي‬ َ ٌُِْْٖ‫ع‬ُٝ ٌَْ‫ ِثٌِْٖ َٗى‬ِٝ‫ُصَذِ ْقٌُْٖ ثِحَذ‬ٝ ٌَْ‫ٌِْٖ َٗى‬ْٞ َ‫عي‬
َ ْ‫خو‬ ُ ْ‫َذ‬ٝ ٌَْ‫ٍََِْٗ ى‬
‫ئَخَ َمََب‬ِٞ‫خط‬ َ ْ‫صيَبحُ ُقشْثَبٌُ َٗاىصًَُْ٘ جَُْخٌ َٗاىصَذَقَخُ ُرطْفِئُ اى‬ َ ‫جشَحَ اى‬ ْ ُ‫َب َمعْتُ ثَِْ ع‬ٝ َ‫َ اىْحَْ٘ض‬َٜ‫عي‬ َ َُُٗ‫شِد‬َٝ
‫َب‬ٝ ِِٔ‫ ث‬َٚ‫حَُُٔ ٍِِْ عُحْذٍ اىَْبسُ أَ ْٗى‬ ْ َ‫خوُ اىْجََْخَ ٍَِْ َّجَذَ ى‬ ُ ْ‫َذ‬ٝ ‫جشَحَ ىَب‬ْ ُ‫َب َمعْتُ ثَِْ ع‬ٝ َ‫طْفِئُ ا ْىََبءُ اىَْبس‬ُٝ
َُٔ‫َبُِ َفغَبدٍ ثَبئِعٌ َّ ْفغَُٔ ٍَُٗ٘ ِثقٌ سَقَجَزَُٔ َٗغَبدٍ ٍُجْزَبعٌ َّ ْفغَُٔ َٗ ٍُعْ ِزقٌ سَقَجَز‬ِٝ‫جشَحَ اىَْبطُ غَبد‬ ْ ُ‫َمعْتُ ثَِْ ع‬
)296/30 ‫(ٍغْذ أحَذ‬
Dari Jabir bin Abdillah berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda : ”Ya Ka‟ab bin
Ujrah, aku mintakan perlindungan kepada Allah untukmu dari kepemimpinan orang-
orang yang bodoh, ia bertanya: Siapakah itu ya Rasulullah? Beliau bersabda:
“Mereka adalah para pemimpin yang akan datang setelahku, barang siapa yang
masuk kepada mereka kemudian membenarkan apa yang dikatakannya, dan
menolongnya atas kezhaliman yang dilakukannya maka ia bukan termasuk golongaku
dan aku bukan dari golongannya dan ia tidak akan singgah di telagaku. Dan barang
siapa yang tidak masuk kepada mereka, tidak mempercayai ucapan mereka, dan tidak
menolong atas kezhaliman yang dilakukan maka ia termasuk golonganku dan aku
bagian darinya dan ia akan bisa menyambangi telagaku. Ya Ka‟ab, shalat itu bisa
mendekatkan diri kepada Allah, puasa itu perisai, dan shadaqah itu bisa menghapus
kesalahan sebagaimana air bisa menyiram api. Ya Ka‟ab, tidak akan masuk sorga
orang yang dagingnya tumbuh dari barang haram, dan neraka lebih baik baginya.
Ya Ka‟ab, manusia itu dipagi hari ada dua macam, ada yang menjual dan
membinasakan dirinya, dan ada yang membeli dan memerdekakan dirinya. (HR.
Ahmad 30/296)

Dan dalam hadits yang lain disebutkan :

4
‫َقْ َجوُ ِإىَب‬ٝ ‫ِتٌ ىَب‬َٞ‫َٖب اىَْبطُ إَُِ اىئََ ط‬ُٝ َ‫عيٌََ أ‬ َ َٗ َِْٔٞ‫عي‬
َ ٌَٖ‫ اىي‬َٚ‫صي‬ َ َِٔ‫شَحَ قَبهَ قَبهَ َسعُ٘هُ اىي‬ْٝ َ‫ ُٕش‬ِٜ‫عَِْ أَث‬
‫ع ََيُ٘ا‬
ْ ‫ِجَبدِ َٗا‬َٞ‫عوُ ُميُ٘ا ٍَِِ اىط‬ ُ ‫َٖب اى ُش‬ُٝ َ‫َب أ‬ٝ ( َ‫َِ فَقَبه‬ِٞ‫عي‬َ ‫َِ ِثََب َأ ٍَشَ ثِِٔ ا ْى َُ ْش‬ٍِِْٞ‫ِجًب َٗإَُِ اىئََ َأ ٍَشَ ا ْىَُ ْؤ‬َٞ‫ط‬
َ‫ِجَبدِ ٍَب َسصَقَْْبمٌُْ ) ثٌَُ َر َمش‬َٞ‫َِ آٍَُْ٘ا ُميُ٘ا ٍِِْ ط‬ِٝ‫َٖب اىَز‬ُٝ َ‫َب أ‬ٝ ( َ‫ٌٌ ) َٗقَبه‬ِٞ‫عي‬ َ َُُ٘‫ ِثََب َر ْع ََي‬ِِّٜ‫صَبىِحًب إ‬
ًٌ‫حشَا‬َ ُُٔ‫ششَث‬ ْ ٍَ َٗ ًٌ‫حشَا‬ َ َُُٔ‫ط َع‬
ْ ٍَ َٗ ِ‫َب سَة‬ٝ ِ‫َب سَة‬ٝ ِ‫غََبء‬ َ ‫ اى‬َٚ‫ِْٔ ِإى‬َٝ‫َذ‬ٝ ُ‫َُذ‬َٝ َ‫شعَثَ أَغْ َجش‬ ْ ‫وُ اىغَ َفشَ َأ‬ِٞ‫ط‬ُٝ َ‫جو‬ ُ َ‫اىش‬
*1686 ٌ‫غْزَجَبةُ ىِ َزىِل َسٗآ ٍغي‬ُٝ ََّٚ‫حشَاًِ فَأ‬ َ ْ‫َ ثِبى‬ِٛ‫حشَاًٌ َٗغُز‬ َ ُُٔ‫َٗ ٍَيْ َجغ‬
Dari Abu Hurairah ra beliau berkata: Rasulalloh saw bersabda : “Hai manusia
sesungguhnya Allah swt itu baik, tidak menerima kecuali sesuatu yang baik, dan
sesungguhnya Allah memerintahkan orang orang beriman dengan apa yang Dia
perintahkan kepada para Rasul, maka Dia berfirman :

„Wahai Rasul makanlah dari yang baik-baik dan berbuatlah yang sholih
sesungguhnya saya Maha Mengetahi apa yang kalian kerjakan‟
Dan Dia juga berfirman :

‟Hai orang orang yang beriman makanlah yang baik dari rizki yang telah Kami
berikan kepada kalian‟
Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang bepergian jauh, rambutnya awut-
awutan dan penuh debu, yang mengangkat kedua tangannya ke atas langit seraya
berkata : ‟Ya Rabbi ya Rabbi sedangkan makanannya haram, minumannya haram,
pakaiannya juga haram dan dia diberi makan dengan sesuatu yang haram, maka dari
mana dia akan bisa dikabulkan (doanya) ?” (HR. Muslim 1686 ).

Pada prinsipnya semua jenis usaha (muamalat) itu dihalalkan sampai ada unsur
yang mengharamkan :
Dengan semakin majunya teknologi informasi, ada banyak ragam jenis usaha yang
tidak disebutkan dalam buku-buku fiqh klasik, dan belum dibahas oleh para ulama,
baik yang berkaitan dengan jual-beli, maupun yang berkaitan dengan jenis usaha
lainnya, seperti halnya jual-beli dengan cara MLM. yang tentunya diperlukan adanya
kejelian dalam memahami, agar bisa memposisikan dan memastikan kehalalan bisnis
tersebut. Tidak tasyaddud dengan menutup diri dari berbagai macam bisnis, karena
takut terperangkap dalam bisnis atau usaha yang diharamkan, dan tidak tasahul
dengan menganggap bahwa ini adalah tuntutan zaman, sehingga tidak perlu
memastikan kehalalan dan keharaman.
Keduanya jatuh dalam sikap ifrath (berlebihan) dan tafrith (gegabah), sementara
Islam adalah agama wasathi (moderat), mengajarkan umatnya untuk mengambil jalan
tengah, dengan mempersilahkan umatnya terjun dibidang usaha seluas-luasnya,
memanfaatkan teknologi modern semaksimal mungkin, dengan tetap memperhatikan
hukum halal haram. Karena pada prinsipnya semua jenis muamalah itu dihalalkan
sampai adanya dalil yang mengharamkan. Sesuai dengan kaidah fiqh :

‫ اىَعبٍالد اإلثبحخ‬ٜ‫األصو ف‬
5
Oleh karena itu, wajib bagi seseorang yang akan terjun dibidang usaha, untuk
mempelajari hukum jenis usaha yang akan dilakukannya, agar usaha yang dia lakukan
itu benar, dan keuntungan yang ia dapatkan juga halal sehingga memberikan
keberkahan.
Hal itu seperti yang diriwayatkan dari Umar bin al-Khatthab ra. bahwa ia selalu
keliling pasar seraya mengatakan :
"ٚ‫فقٔ ٗإال أمو اىشثب شبء أً أث‬ٝ ٍِ ‫ ع٘قْب إال‬ٜ‫جع ف‬ٝ ‫"ال‬
"Tidak boleh berjualan di pasar kami kecuali orang yang memahami hukum jual beli,
jika tidak, ia akan makan riba, disadari atau tidak".

Beberapa penyebab diharamkannya sebuah usaha :


Berdasarkan kaidah muamalah di atas, maka semua jenis usaha itu dihalalkan, kecuali
jika di dalamnya terdapat salah satu dari unsur berikut :
1- Kezhaliman. Yaitu adanya salah satu pihak yang dirugikan, atau dizhalimi.
Seperti jual beli dengan menyembunyikan cacat barang (ghisy), atau
menaikkan harga barang dengan tujuan agar orang lain mau membelinya
(najsy), menjual atau membeli barang yang disedang dijual atau dibeli oleh
orang lain, menimbun kebutuhan pokok manusia untuk dijual dengan harga
yang mahal, melakukan pemalsuan produk, dan semua transaksi usaha yang
menjanjikan keuntungan kepada pihak tertentu dengan mengorbankan pihak
lainnya.
2- Gharar (tipuan). Yaitu setiap transaksi yang mengandung gharar (tipuan)
yang disebabkan karena adanya al-jahalah (ketidakjelasan) baik pada produk
barang yang dijual-belikan maupun pada harga. Seperti jual beli atau transaksi
bisnis dimana produk yang menjadi obyek jual beli tidak jelas; fisik barangnya
tidak jelas, sifat dan ukurannya juga tidak jelas, bahkan produknya tidak bisa
diserahterimakan.
3- Riba. Yaitu setiap transaksi yang didalamnya terdapat bunga apapun nama dan
istilahnya, seperti transaksi usaha antara kedua belah pihak dengan
menjanjikan keuntungan pasti setiap bulannya sekian persen kepada salah satu
pihak baik dalam keadaan untung maupun rugi. Transaksi seperti ini juga
mengandung kezhaliman, karena bisa menzhalimi pihak lain. Oleh karena itu,
Allah swt melarang dengan firmanNya :

            

     

”Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari

6
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya.”
4. Maisir (gambling), yaitu semua transaksi yang mengandung spekulasi
(mukhothoroh), seperti undian berhadiah, sms berhadiah, perlombaan dengan
hadiah yang diberikan dari dana iuran peserta.

Perlunya dihidupkan kembali semangat bertanya :


Setiap muslim mengharapkan agar semua yang dilakukannya bisa bernilai ibadah,
mendapatkan ridha dan pertolongan Allah swt. Untuk itu, semangat berusaha untuk
mencari harta harus dibarengi dengan semangat untuk tetap berada dalam ridha Allah
swt, agar hidupnya selalu dalam keberkahan. Hal itu dengan cara menghidupkan
kembali bashiroh (mata hati) untuk melihat bahwa bisnis atau usaha yang digelutinya
benar-benar halal, tidak ada unsur syubhat apalagi yang diharamkan. Tidak mudah
terjebak dengan banyaknya keuntungan yang dijanjikan. Dan jika hal itu tidak bisa
dilakukan, maka semangat "yas'alunak" (semangat bertanya) kepada yang memiliki
kafaah harus tetap dilakukan. Allah swt berfirman :

َُ٘‫فبعأى٘ا إٔو اىزمش إُ مْزٌ ال رعي‬


Wallahu A'lam bish-showab

Jakarta, 27 Januari 2010/ 11 Shafar 1431

DEWAN SYARI‟AH PUSAT


PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

DR. KH. SURAHMAN HIDAYAT, MA


KETUA

Anda mungkin juga menyukai