“Mencari rezeki yang halal adalah wajib apabila sudah melaksanakan ibadah fardhu.”
َلْو َاَّنُك ْم َتَت َو َّك ُلوَن َع َلى ِهللا َح َّق َت َو ُّك ِلِه َلَر َز َقُك ْم َك َم ا َي ْر ُز ُق:َس ِمْع ُت َر ُسوَل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َي ُقوُل: َع ْن ُع َمَر َر ِض َي ُهللا َع ْن ُه َقاَل
َتْغ ُد و ِخَم اًصا َو َت ُروُح ِبَط ا اًن, الَّط ْي َر.
Dari Umar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Kalau kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal,
maka niscaya Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada
burung; ia pergi pagi hari dalam keadaan perutnya kosong, lalu pulang pada sore hari dalam
keadaan kenyang”. [HR Tirmidzi, no. 2344; Ahmad (I/30); Ibnu Majah, no. 4164]
“Barangsiapa yang di waktu sore merasa capek (lelah) lantaran pekerjaan kedua tangannya
(mencari nafkah) maka di saat itu diampuni dosa baginya.” (HR. Thabrani)
“Sesungguhnya di antara dosa yang tidak bisa ditebus dengan pahala shalat, sedekah atau haji,
maka bisa ditebus dengan kesusah-payahan dalam mencari nafkah.”
HR. Ath-Thabrani: “Sesudah shalat Subuh maka janganlah kamu tidur sehingga kamu tidak
lalau dalam mencari rezeki.”
HR. Ath-Thabrani dan Al-Bazzar: “Bangunlah di pagi hari untuk mencari rezeki dan
kebutuhanmu. Sesungguhnya pada pagi hari terdapat barakah dan keberuntungan.”
“Sesungguhnya Ruhul Qudus membisikkan bahwa jiwa tidak akan wafat sebelum lengkap dan
sempurna rezekinya. Karena itulah kamu harus bertakwa kepada Allah dan memperbaiki mata
pencaharianmu. Jika datangnya rezeki itu terlambat maka jangan memburunya dengan
bermaksiat karena apa yang ada di sisi Allah hanya bisa diraih dengan taat pada-Nya.”
َم ا َأَك َل َأَح ٌد َط َع اًما َقُّط َخ ْيًر ا ِمْن َأْن َي ْأُك َل ِمْن َع َم ِل َيِدِه َو ِإَّن َن ِبَّي ِهللا َد اُو َد َع َلْيِه الَّس اَل ُم َك اَن َي ْأُك ُل ِمْن َع َم ِل َيِدِه
“Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil
usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud as. memakan makanan
dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Bukhari)
“Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang bekerja dan terampil. Siapa yang bersusah payah
mencari nafkah untuk keluarganya maka ia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah.”
“Sesungguhnya Allah senang melihat hamba-Nya yang bersusah payah dalam mencari rezeki
yang halal.”
7. Hadits riwayat Ahmad:
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu pagi bagi mereka yang bangun di waktu fajar untuk
mencari nafkah.”
“Apabila telah dibukakan bagi seseorang pintu rezeki maka sebaiknya ia melestarikannya.”
َم ا َك َس َب الَّر ُجُل َك ْس ًبا َأْط َيَب ِمْن َع َم ِل َيِدِه َو َم ا َأْن َفَق الَّر ُجُل َع َلى َن ْف ِس ِه َو َأْه ِلِه َو َو َلِدِه َو َخ اِدِمِه َفُهَو َص َد َقٌة
“Tidak ada yang lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali dari hasil tangannya (bekerja)
sendiri. Dan apa saja yang dinafkahkan oleh seorang laki-laki kepada diri, istri, anak dan
pembantunya adalah sedekah.” (HR. Ibnu Majah)
ِإَّن ُمْو َس ى َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم آَج َر َن ْف َس ُه َث َم اِنَي ِس ِنْي َن َأْو َع ْش ًر ا َع َلى ِع َّفِة َفْر ِج ِه َو َط َع اِم َب ْط ِنِه
“Sesungguhnya Nabi Musa as. mempekerjakan dirinya sebagai buruh selama delapan tahun
atau sepuluh tahun untuk menjaga kehormatan dirinya dan untuk mendapatkan makanan (halal)
bagi perutnya.” (HR. Ibnu Majah)
ِإَذ ا َس َّبَب ُهللا َأِلَح ِد ُك ْم ِر ْز ًقا ِمْن َو ْج ٍه َفاَل َي َد ْع ُه َح َّت ى َي َت َغ َّيَر َلُه َأْو َي َتَنَّك َر َلُه
“Jika Allah memberikan jalan bagi seseorang di antara kamu untuk memperoleh rezeki dari
suatu arah, maka janganlah dia meninggalkannya sampai dia berubah atau hilang
darinya.” (HR. Ibnu Majah)
Dari beberapa hadits tersebut perlu diterapkan pada kehidupan kita. Hadits sebagai pedoman
hidup tentu dapat menuntuk kita menuju jalan yang benar. Kita harus mencari rezeki yang halal
dengan cara yang bersih dan jujur serta ikhlas dalam melaksanakannya.
“Bersemangatlah melakukan hal yang bermanfaat untukmu dan meminta tolonglah pada Allah,
serta janganlah engkau malas” (HR. Muslim)
َظ َط ْل ُث َألْن َي ْأُخَذ ََا: َقاَل َر ُسوُل ِهللا: َو َع ْن َاِبى َع ْب ِدِهللا الُّز َب ْي ِر بِن الَع َّو ا َقاَل
َح ُد ُك ْم َاْح ُبَلُه َّم َي ْاِتى ا َج َبَل َفَي ْاِتَى ِبُح ْز َم ٍة ِمْن َح ٍب َع َلى ْه ِر ِخ ِم
َفَي ِبْي َع َه ا َفَي ُك َّف ُهللا ِبَه ا َو ْج َه ُه َخ ْيٌر َلُه ِمْن َاْن َي ْس َأَل الَّن اَس َاْع َط ْو ُه َاْو َم َن ُعْو ُه.
Dari Abi Abdillah (Zubair) bin Awwam Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya, seorang di antara kalian membawa tali-talinya dan pergi ke bukit untuk mencari
kayu bakar yang diletakkan di punggungnya untuk dijual sehingga ia bisa menutup
kebutuhannya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka
memberi atau tidak”. [HR Bukhari, no. 1471].
فإن هللا يقسم أرزاق الناس ما بين طلوع، وال تكوني من الغافلين،يا بنية قومي اشهدي رزق ربك
الفجر إلى طلوع الشمس
Artinya: “Wahai anakku, bangunlah dan hadaplah rezeki Tuhanmu.
Janganlah engkau jadi dari kalangan orang yang lalai. Sesungguhnya
Allah memberikan rezeki manusia di antara terbit fajar hingga terbit
matahari.” (HR. Al-Baihaqi)
َم ا َك َسَب الَّرُجُل َك ْسًبا َأْط َيَب ِم ْن َع َمِل َيِدِه َو َم ا َأْنَفَق الَّرُجُل َع َلى َنْفِسِه َو َأْهِلِه َو َو َلِدِه َو َخ اِدِمِه َفُهَو
َص َد َقٌة
Artinya: “Tidak ada yang lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali
dari hasil tangannya (bekerja) sendiri. Dan apa saja yang dinafkahkan
oleh seorang laki-laki kepada diri, istri, anak dan pembantunya adalah
sedekah.” (HR. Ibnu Majah)
1. TAWAKKAL
2. MENGUTAMAKAN KEHALALAN
3. BERORIENTASI PADA KEBERKAHAN
4. MENGHINDARI PERKARA RIBA
5. JUJUR
6. MENGUTAMAKAN TOLONG-MENOLONG
7. MANDIRI
8. PANTANG MENYERAH
9. BEKERJJA KERAS
10. KREATIF
Wirausaha Islam mengacu pada praktik bisnis yang dijalankan dengan berlandaskan
nilai-nilai Islam. Berikut adalah beberapa karakteristik wirausaha Islam beserta
beberapa hadits yang dapat mendukungnya:
1. Taqwa (Ketakwaan):
Hadits: "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan
memberikan jalan keluar baginya, dan memberikan rezeki dari arah
yang tidak disangka-sangkanya." (QS. At-Talaq [65]: 2-3)
2. Etika Bisnis yang Baik:
Hadits: "Sesungguhnya, sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia." (HR. Ahmad)
3. Keadilan dan Transparansi:
Hadits: "Janganlah kalian merugikan atau menganiaya orang lain, dan
janganlah kalian saling memusuhi, dan jadilah hamba-hamba Allah
yang bersaudara." (HR. Muslim)
4. Berbagi Keuntungan dan Kepedulian Sosial:
Hadits: "Orang beriman kepada seseorang itu mencintainya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Bertanggung Jawab:
Hadits: "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung
jawab atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Inovasi yang Bermakna:
Hadits: "Allah menyukai setiap pekerjaan yang dilakukan dengan
penuh kesungguhan." (HR. Bukhari)
7. Tawakal (Bertawakal kepada Allah):
Hadits: "Tawakallah kepada Allah, sebagaimana tawakalnya anak
burung yang pergi dari sarangnya dengan perut kosong, dan kembali
dengan perut penuh." (HR. Ahmad)
8. Pemberdayaan Ekonomi:
Hadits: "Orang yang bekerja untuk menyambung hidupnya dan
keluarganya adalah seperti seorang mujahid di jalan Allah yang
berperang untuk agama-Nya." (HR. Ibnu Majah)
Tawakkal adalah konsep penting dalam Islam yang berarti bergantung sepenuhnya
pada Allah dan melepaskan diri dari ketergantungan yang berlebihan pada
kemampuan manusia. Dalam konteks usaha, tawakkal mengajarkan untuk berusaha
dengan sungguh-sungguh, tetapi pada akhirnya, hasil usaha tersebut diserahkan
sepenuhnya kepada kehendak Allah. Berikut adalah beberapa aspek tawakkal dalam
usaha:
Meskipun tidak ada hadits yang secara khusus menyebutkan kata "tawakkal dalam
wirausaha," ada beberapa hadits yang mencerminkan konsep tawakkal (bertawakal)
dan prinsip-prinsip bisnis yang relevan. Berikut adalah beberapa hadits yang dapat
dihubungkan dengan konsep tawakkal dalam konteks wirausaha: