Anda di halaman 1dari 58

PEMBENTUKAN KARAKTER ENTREPRENEUR

DALAM PENDIDIKAN ISLAM


( Kajian Kopseptual Hadits Tarbawi)

PROPOSAL TESIS

Oleh :

As’adi

NIM : 20222209017

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT DIROSAT ISLAMIYAH AL-AMIEN PRENDUAN

SUMENEP

2023
PEMBENTUKAN KARAKTER ENTREPRENEUR
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
( Kajian Kopseptual Hadits Tarbawi)

Diajukan kepada

Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan Sumenep

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Agama Islam (M. Pd.I)

Oleh :

As’adi

NIM: 20222209017

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT DIROSAT ISLAMIYAH AL-AMIEN PRENDUAN
SUMENEP
2023

i
PERSETUJUAN
Proposal Tesis As’adi ini telah disetujui
Pada tanggal September 2023

Oleh
Pembimbing,

Dr. KH. Muhtadi Abdul Mun’im, MA.

ii
PENGESAHAN
Proposal penelitian ini telah dipertahankan di depan tim penguji sidang proposal
Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan Sumenep dan diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Magister pada
Fakultas Tarbiyah Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam (MPAI) pada
:

Hari : 2023 M
1444 H

TIM PENGUJI

1. [Penguji I] (............................)

2. [Penguji II] (............................)

3. [Penguji III] (............................)

Mengesahkan
Direktur PascasarjanaProgram Magister

Dr. KH. Musleh Wahid, M.Pd


NIDN:

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT yang telah memberikan

rahmat kepada seluruh makhluk yang ada di muka bumi. Allah SWT telah

menciptakan manusia sebagai pemimpin kehidupan yang mengatur dan menjaga

kehidupan alam ini. Atas rahmat dan karunia-Nya pula saya dapat menyelesaikan

Proposal Penelitian ini.

Sholawat beserta salam senantiasa terhaturkan kepada junjungan kita

baginda Nabi besar Muhammad SAW, yang telah bersusah payah merintis dari

zaman kegelapan menuju zaman terang benderang yaitu agama Islam. Beliau

adalah satu-satunya suri tauladan yang dapat kita contoh secara lengkap dalam

kehidupan. Semoga kita dapat mengambil tauladan darinya dalam mengarungi

hidup di dunia untuk bekal kita kelak di akhirat.

Bersamaan dengan ini, tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih

yang sangat mendalam dari lubuk hati kepada :

1. Kedua Orang tuaku yang penulis sangat sayangi, Bapak Ahmad (alm) dan

Ibunda Sayuti.

2. Saudara kandung, Abd. Rahman, dan Moh. Sulhan, yang telah membantuku

baik itu dari segi dana, semangat, motivasi maupun pikiran.

3. Istri tercinta Karimah, yang selalu memberi motivasi dalam setiap

langkahku.

4. Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan,

KH. Dr. Ahmad Fauzi Tidjani, MA.

5. Ketua Senat IDIA Prenduan, KH. Dr.Ghozi Mubarok, MA.

iv
6. Rektor IDIA Prenduan, KH. Dr. Muhtadi Abdul Mun’im, MA.

7. Pembimbing, BapakDr. KH. Abdul Mun’im, MA, yang telah mendampingi

dengan sabar dan mengarahkan saya sehingga dapat menyelesaikan Proposal

Penelitian ini dengan baik.

8. Direktur Pascasarjana IDIA Prenduan Dr. Musleh Wahid,M.Pd.

9. Ketua Kaprodi Program Pascasarjana IDIA Prenduan Dr.Moh.Wardi,M.Pd

10. Panutan Hidup di lembaga IDIA, KH.Dr.Gozi Mubarok, MA, beliau adalah

sosok murabbi bagi saya serta panutan di tanah Madura.

Tentunya masih banyak lagi ucapan terimakasih yang tidak bisa diucapkan

oleh penulis satu persatu, akan tetapi tidak mengurangi rasa syukur dan ucapan

terimakasih pada semua pihak yang telah membantu saya, memberikan semnagat

serta mengarahkan saya, semoga menjadi amal kebaikan yang akan dibalas oleh

Allah SWT.Akhirnya, penulis berdo’a dan berharap, semoga segala amal dan

perbuatan termasuk karya tulis ini dapat memberikan manfaat dan bernilai ibadah

di sisi Allah SWT. Terimakasih atas perhatiannya dan mohon maaf atas segala

kekhilafan.

Prenduan, September 2023


Penulis,

As’adi

v
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
PERSETUJUAN ........................................................................................i
PENGESAHAN .........................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................iii
DAFTAR ISI...............................................................................................v
A. Judul Proposal Penelitian .................................................................... 1
B. Konteks Penelitian ................................................................................ 1
C. Fokus Penelitian ................................................................................... 9
D. Tujuan Penelitian ................................................................................. 9
E. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 10
1. Manfaat Teoritis .................................................................................. 10
2. Manfaat Praktis ................................................................................... 11
F. Definisi Istilah ....................................................................................... 12
G. Kajian Pustaka ..................................................................................... 16
1. Kajian Teoretik ................................................................................... 16
a.Pendidikan Enterpreneurship............................................................ 17
b.PengertianPenumbuhan Jiwa Kewirausahaan.......................................... 22
2. Kajian Penelitian Terdahulu................................................................. 23
H. Metode Penelitian.................................................................................. 27
a. Pendekatan dan Jenis Penelitian............................................................ 27
b. Kehadiran Peneliti................................................................................. 28
c. Lokasi Penelitian................................................................................29
d. Sumber Data.......................................................................................... 30
e. Prosedur Pengumpulan Data................................................................. 31
f. Analisis Data.......................................................................................... 33
g. Pengecekan Keabsahan data................................................................. 36
h. Tahap-Tahap Penelitian........................................................................... 37
I. Daftar Rujukan.......................................................................................

vi
A. Judul Penelitian
Pembentukan Karakter Entrepreneur dalam Pendidikan Islam (Kajian
Kopseptual Hadits Tarbawi).
B. Konteks Penelitian
Berbicara kegiatan Entrepreneur (wirausaha) sama halnya dengan
membicarakan arah kehidupan yang lebih sempurna. Karna dengan adanya
jiwa wirauasa semua kegiatan kewirausahaan bisa berjalan maksimal.
Namun, sebelum kita membahas lebih jauh mengenai wirausaha, kita
terlebih dahulu harus tahu apa sebenarnya wirausaha itu. Karena secara
faktual, ketika kita mendengar kata wirausaha sering kali mengartikan dan
mengkaitkan dengan kegiatan perekonomian, lebih-lebih usaha
perdagangan. Sebenarnya tidak demikian, karena hal itu pengertian secara
sempit saja.
Namun kewirausahaan juga dapat dipahami dalam pengertian luas. Ia
diartikan sebagai perilaku dan watak yang berorientasi kemajuan, positif,
dan bisa memberi dampak sosial dan ekonomi yang besar. Oleh sebab itu,
pendidikan kewirausahaan tidak terbatas pada proses penyiapan pribadi-
pribadi untuk membangun kreasi dan inovasi di dunia ekonomi bisnis. Lebih
dari itu, pendidikan kewirausahaan juga menyiapkan pondasi kreativitas
(kemampuan mencipta), inovasi (kemampuan menemukan jalan atau cara-
cara baru dalam melakukan sesuatu), kepercayaan diri, dan kepemimpinan
yang juga berguna di dalam konteks pengembangan masyarakat yang lazim
disebut sebagai ‘wirausaha sosial’ (sosial Entrepreneur).1
Mengenai konsepsi kewirausahaan, Joseph Schumpeter menempati
posisi paling depan. Ia secara khusus menawarkan konsepsi kewirausahaan
sebagai suatu kualitas keunggulan individu pelaku wirausaha
(Entrepreneur). Menurutnya, seorang wirausaha adalah “seseorang yang
berkehendak dan mampu mengubah sebuah gagasan atau temuan baru
menjadi suatu terobosan yang berhasil.” Dalam konsepsi ini, Schumpeter

1
Dr. R. Lukman Fauroni, M.Ag., dkk. “PTKI Entrepreneur, Gagasan dan Praktik”, Kurnia Kalam
Semesta 2016, 78

7
secara implisit, seorang wirausaha memiliki karakter yang kreatif,
keberanian mengambil resiko dan memiliki ketekunan untuk memastikan
ide dan temuan barunya menghasilkan suatu terobosan yang berhasil.2
Penting digaris bawahi bahwa, kewirausahaan tidak terbatas pada
ekonomi atau pelaku ekonomi. Dari sudut pandang psikologi kewirausahaan
dilihat sebagai refleksi dari kualitas karakter seseorang. Menurut Hirsch
et.al., karakter dasar wirausaha adalah mereka yang selalu didorong oleh
kekuatan kebutuhan untuk mencapai atau mendapat sesuatu, melakukan
percobaan, atau didorong oleh keinginan melepaskan diri dari otoritas orang
lain.3
Bagi sekelompok orang, seseorang dengan karakter seperti ini dapat
dipersepsi sebagai ancaman atau kompetitor yang agresif. Sebaliknya, bagi
kelompok lainnya, seseorang dengan karakter tersebut dapat dipandang
sebagai sekutu potensial, pelanggan, atau seseorang yang menciptakan
peluang kekayaan untuk orang lain yang mampu menemukan cara yang
lebih baik untuk menggunakan sumber daya atau menciptakan pekerjaan.4
Dari pengertian itu, Hirsch menawarkan suatu alternatif pengertian
kewirausahaan yang tidak terbatas pada konteks bisnis. Karakter wirausaha
sesungguhnya merupakan kualitas dasar yang ditemukan pada siapa dan
profesi apa saja termasuk dalam bidang pendidikan, kedokteran, pekerja
sosial, arsitektur, pemerintahan dan lainlain.5
Hirsch et.al., menemukan tiga unsur karakter wirausaha yang bisa
ditemukan pada pelbagai definisi mengenai kewirausahaan. Ketiga
karakteristik wirausahawan tersebut yaitu; (1) pengambil insiatif; (2)
mampu mengorganisasikan mekanisme sosial dan ekonomi untuk mengubah
sumber daya menjadi sesuatu yang baru; dan (3) penerimaan terhadap resiko
kegagalan.

2
Ibid, Dr. R. Lukman Fauroni, M.Ag., dkk., 25
3
Ibid, 29
4
Ibid,
5
Ibid,

8
Sejalan dengan tiga karakter personal wirausaha, maka
“kewirausahaan adalah suatu proses penciptaan sesuatu yang baru dan
bernilai dengan mengerahkan waktu dan usaha yang dibutuhkan, disertai
kemampuan menerima resikoresiko keuangan, psikologis dan sosial serta
menerima hadiah yang dihasilkannya baik itu bersifat financial maupun
kepuasanp ribadi dan kemandirian.”6
Selanjutnya, setelah memahami apa itu kewirausahaan, maka penulis
akan menfokuskan penelitian ini pada kegiatan wirausaha di bidang
perekonomian yang sering dienal dengan kegiatan perdagangan. Ketika kita
berbicara kegitan wirausaha tentunya akan membicarakan karakter yang
harus dibangun dalam dirinya sehingga ia mampu mengelola kegiatan yang
dilakukan dengan baik. Diantara salah satu langkah untuk membangun jiwa
itu adalah melalui pendidikan. Tentunya melalai pendidikan kewirausahaan.
Pendidikan kewirausahaan kini telah diterima sebagai suatu
kebutuhan strategis guna mendorong pembangunan sosial dan ekonomi
nasional dengan membangkitkan karakter kewirausahaan dalam dirinnya.
Karena karakter perilaku kewirausahaan tersebut tentu bukanlah sifat
bawaan semata, melainkan sifat yang bisa dipelajari, dilatih dan diajarkan.
Dengan kata lain, seorang wirausahawan tidaklah dilahirkan
melainkan diciptakan melalui proses dan mekanisme pendidikan serta
mengikuti proses menjadi melalui pelbagai pengalaman sepanjang hidupnya.
Maka siapa pun sesungguhnya memiliki potensi dan kesempatan yang sama
untuk mempelajari sifatsifat kewirausahaan dan selanjutnya menjadi
wirausahawan jika ia belajar dan menggunakan pengalamannya untuk terus
memperbaiki diri. Oleh sebab itu, pengetahuan, nilainilai, dan keterampilan
wirausaha dapat disemaikan melalui pendidikan, tetapi perlu ditumbuhkan
dan dirawat terus melalui proses pelaksanaan dan penerapan gagasangagasan
kreatif dan inovatifnya serta selalu mengambil pelajaran dari ruparupa
pengalaman hidupnya.7

6
Ibid, Dr. R. Lukman Fauroni, M.Ag., dkk., 30
7
Ibid, 8

9
Dikaitkan dengan karakter kewirausahaan (Entrepreneur), Islam
merupakan agama yang menjadi pedoman hidup bagi manusia sebagai
pemeluknya melalui dua asas fundamental yakni al-Qur’an as-Sunnah.
Namun dalam hal ini, islam bukan hanya sebagai pedoman untuk mecapai
kesempurnaan hidup akhirat saja, melainkan juga sebagai pedoman
mendapatkan kehidupan yang sempurna di dunia sebagai bekal qadratnya
menjadi khalifah di muka bumi.
Dari sinilah kita harus sedikit membuka wawasan kita agar tidak
menutup diri, karena islam hadir bukan haya untuk menciptakan kebahagian
hidup di dunia melaikan juga untuk kebahagiaan hidup di dunia, jadi dalam
urusan dunia dan akhirat harus sama-sama seimbang, sebagaimana hal ini
telah disinggung oleh Allah dalam Q.S al-qashash 77 “Dan carilah pada
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.”
Agar bisa sama-sama berjalan dengan baik, antara keduanya, maka
islam memerintahkan kita untuk selalu berikhtiar untuk mendapatkan
anugerah Allah yang telah dibentangkan di muka bumi ini, tentunya bisa di
dapat dengan cara kita berusaha. Dalam berusaha kita bisa memilih berbagai
macam jalan yang berbeda untuk mendapatkan hidup yang layak di dunia,
mulai dari penjadi tetani, peternak, sampai menjadi pengusaha.
Namun dari sekian banyak pekerjaan, wirausaha (Entrepreneur)
meruapakan pekerjaan yang sagat berpontensi. Disinilah pentingnya kita
harus memiliki motivasi yang tinggi agar membangkitkan jiwa wirausaha.
Wirausaha dalam bidang perdagangan menjadi pilihan terbaik bagi manusia,
selain mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara kaffah juga bisa
memberikan kontrbusi kepada masyarakat dalam penyediaan lapangan
pekerjaan.

10
Nabi Muhammad saw. adalah seorang nabi dan Rasul memiliki
kompleksitas sebagai seorang pembisnis yang patut untuk dijadikan teladan
atas segala prilakunya. Rasulullah SAW adalah seorang teladan yang agung.
Seperti ditulis Teguh Sutanto bahwa , kehidupan rasulullah SAW memiliki
kelengkapan dalam kaitannya dengan keteladanan beliau menyikapi harta
kekayaan. Penerapan bisnis Rasulullah tidak lepas dari Shiddiq artinya
adalah berkata benar dan jujur. Amanah yaitu sifat kepercayaan baik dari
dari sisi internal maupun eksternal. Amanah dan Tabligh yaitu kemampuan
menyampaikan, kemampuan berkomunikasi efektif. Sifat fathonah
merupakan memiliki kecerdasan dalam berbisnis. Nilai-nilai etos kerja
dalam pandangan Islam yang pernah diaplikasikan oleh rasululah adalah
pertama, nilai ketauhidan yang meliputi aspek uluhiyah, aspek Rububiyah,
dan aspek mulkiyah. Kedua, nilai jihad yang intrepretasinya tidak hanya
berkaitan dengan peperangan tetapi bisa meliputi bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidupanya dengan konsep kehalalan.
Disampong itu, Nabi Muhammad berdagang dengan menonjolkan
karakteristik yang unik yakni akhlaqul karimah. Ada banyak nilai-nilai yang
dapat dipetik dari prilaku bisnis Rasul yang memikat yaitu: kejujuran,
kepercayaan (trust), spirit, bisnis yang benar-benar bersih, beretiket, dan
berprospek cerah, rajin, mandiri, pantang menyerah, kuat yang selalu siap
mengambil keputusan pada saat-saat sulit, danmemiliki pribadi yang
egaliter.8
Rahman sebagaimana dikutip oleh Irham Sya’roni dalam Motivasi
Islami Dosis Tinggi, menegaskan bahwa Islam itu agama aksi, agama kerja,
agama gerak. Artinya agama yang menekankan aktivitas dan mencegah
pasivitas. Agama Islam adalah agama yang mendorong pemeluknya untuk
senantiasa bergerak.
Berkaitan dengan pendidikan dan entrepreunership atau mental
berwirausaha. Bahwa jiwa kewirausahaan itu membimbing dan menyokong

8
Muhammad Nur Adnan Saputra “Mengembangkan Jiwa Entrepreneurship Perspektif Al-Qur’an”
ANWARUL : Jurnal Pendidikan dan Dakwah Volume 1, Nomor 1, Desember 2021, hlm. 66.

11
meraih kesuksesan. Jiwa kewirausahaan pula yang memberi semangat ketika
tujuan tidak tercapai, dapat mengobati hati ketka terjatuh dalam kegagalan,
usaha serta kepahitan-kepahitan ketika meniti karir. Dalam dunia
pendidikan, jiwa enterpreunership menjadi penentu keberhasilan di
kemudian hari.
Seorang muslim diidealkan menjadi orang yang mengalirkan hidup,
bagi siapa yang membutuhkan dan memberikan cahaya kehidupan bagi yang
tersendat kesulitan. Seorang muslim juga menjadi sosok yang mampu
menghidupkan gairah kehidupan seseorang, yang mampu menjadikan hidup
lebih hidup, lebih bersemangat dan bermakna, lebih aktif. Potensi-potensi
sadar dan usaha yang diberikan kepada manusia akan dapat mengubah suatu
keadaan yang lebih baik. Hal tersebut menuntut setiap jiwa untuk dapat
mengembangkan potensinya berkaitan dengan potensi kerja untuk meraih
kesempurnaan hidup.
Namun, pada kenyataannya berwirausaha kadang-kadang mengalami
kerugian bahkan kegagalan. Dengan demikian, dibutuhkan motivasi untuk
membangkitkan semangat dan memperbaiki niat seorang wirausaha dalam
menjalankan aktivitas wirausahanya. Dengan motivasi yang kuat dan niat
baik yang tertanam dalam diri seorang wirausha, maka aktivitas wirausaha
yang dijalankan bukan hanya mendapatkan keuntungan, akan tetapi memilki
nilai ibadah disisi Allah Swt.
Jika ditarik ke sejarah, bangsa Indonesia sudah mengenal konsep
ekonomi kesejahteraan rakyat, sebagaimana yang dilakukan oleh
Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari dari Jombang Jawa Timur, bahwasanya pada
tahun 1919, ketika booming informasi dan wacana tentang koperasi sebagai
bentuk kerjasama ekonomi di tengah-tengah masyarakat, maka
Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari tampil degan gagasan briliannya, sehingga
terbentuklah sebuah badan semacam koperasi yang disebut Syirkatul Inan Li
Murabathati Ahli al-Tujjar. Di badan ini umat muslim terpancing untuk

12
meningkatkan kesejahteraan hidup dan memulai hidup baru dengan spirit
baru.9
Namun, umat Islam Indonesia sepertinya tidak begitu tertarik dengan
berwirausaha. Tidak sedikit yang lebih condong menjadi pegawai.
Akibatnya, sebagai umat mayoritas, umat Islam Indonesia jauh tertinggal
dari umat lain. Padahal, menurut McClelland jika suatu negara ingin
makmur harus memiliki 2 persen dari jumlah penduduk. Bahkan Singapura
memiliki 2,7 persen enterpreneur dari jumlah warga negaranya. survei
tersebut dilakukan pada tahun 2005.10
Berdasarkan survei, Indonesia hanya memiliki 0,18 persen
enterpreneur dari 220 juta jumlah penduduk, jika dari survei tersebut
ditelisik lebih jauh lagi, jumlah enterpreneur yang hanya 2 persen tersebut
secara umum, jumlah enterpreneur yang beragama Islam atau enterpreneur
muslim secara khusus jauh lebih sedikit, padahal seharusnya sudah saatnya
bermunculan generasi enterpreneur dari kalangan kaum muslim. Dengan
demikian, setiap individu umat Islam harus mulai berpikir dan berinteraksi
dengan individu atau kelompok untuk berwirausaha dan menjalin kerjasama
dalam bentuk kemitraan maupun persaingan. Dengan kata lain, wirausaha
penting untuk dilakukan oleh setiap individu umat Islam.11
Islam sebagai agama yang sempurna memberikan petunjuk kepada
manusia tentang bidang usaha yang halal, cara berusaha dan bagaimana
manusia harus mengatur hubungan kerja dengan sesama mereka supaya
memberikan manfaat yang baik bagi kepentingan bersama dan dapat
menciptakan kesejahteraan serta kemakmuran hidup bagi segenap manusia.
Islam tidak hanya menyuruh manusia bekerja bagi kepentingan dirinya
sendiri secara halal, tetapi juga memerintahkan manusia menjalin hubungan
kerja dengan orang lain bagi kepentingan dan keuntungan kehidupan
manusia di bumi ini. Rasulullah saw adalah seorang pedagang dan beliau

9
Fikri Maulana, “Pendidikan Kewirausahaan dalam Islam”, IQ (Ilmu Al-qur’an): Jurnal
Pendidikan Islam Volume 2 No. 01 2019,32
10
Ibid,
11
Ibid,

13
memuji serta mendoakan para pedagang yang jujur dalam berniaga. Dalam
hadist: “Pedagang yang jujur dan terpercaya akan dibangkitkan bersama
para Nabi, orang-orang shiddiq dan para syuhada” (HR. Tirmidzi). Hal ini
membuktikan bahwa pekerjaan wirausaha atau berdagang adalah profesi
yang mulia dalam Islam.

C. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka Fokus penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana konsep hadits yang relevan dengan pembentukan karakter
Entrepreneur dalam pendidikan islam ?
2. Bagaimana Hadits tersebut menggambarkan karakter Entrepreneur ?
3. Bagaimana Pula Hadits tersebut memberikan motivasi terhadap
kegitan Entrepreneur ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
1. Untuk konsep hadits yang relevan dengan pembentukan karakter
Entrepreneur dalam pendidikan islam
2. Untuk mengetahui Hadits yang menggambarkan karakter
Entrepreneur
3. Untuk mengetahui bagaimana Hadits tersebut memberikan motivasi
terhadap kegitan Entrepreneur ?
E. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua manfaat, yaitu; manfaat teoritis dan
manfaat secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
a) Dapat mengetahui karakter Entrepreneur dalam islam;
b) Dapat mengetahui tentang tata cara Entrepreneur yang dilarang
dan diperbolehkan secara syariat islam;
c) Dapat mengetahui berbagai motivasi Entrepreneur melalui
pendidikan islam.

14
2. Manfaat Teoritis
a) Bagi pengusaha, agar mampu mengaplikasikan karakter
Entrepreneur dalam kegiatan usahanya.
b) Bagi masyarakat umum dan penulis, agar bisa termotivasi dan
mampu melakukan kegitan interpreneur sesuai tuntunan agama,
sehingga bisa memperoleh keberkahan dari kegiatan usaha yang
dilakukan.

F. Devinisi Istilah
Untuk menghindari kesalahfahaman tentang arti istilah dalam
penelitian ini, peneliti mendefinisikan istilah sebagai berikut:
1. Definisi Konseptual

a) Pendidikan Islam

Pendidikan Islam adalah suatu proses pembelajaran yang bertujuan

untuk mengembangkan pemahaman, keimanan, nilai-nilai, dan praktik-

praktik yang sesuai dengan ajaran Islam. Tujuan utama pendidikan Islam

adalah membentuk individu yang berakhlak baik, berpengetahuan luas

tentang Islam, serta mampu mengaplikasikan nilai-nilai moral dan etika

Islam dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Islam juga bertujuan

untuk memahamkan tentang sejarah, budaya, dan tradisi Islam, serta

membentuk pribadi yang berkontribusi positif terhadap masyarakat dan

umat Islam secara keseluruhan.

b) Karakter Enterpreneur

Karakter Entrepreneur adalah kumpulan sifat, nilai, sikap, dan kualitas

pribadi yang dimiliki oleh individu yang berperan sebagai wirausaha

atau pengusaha. Karakter ini mencerminkan kemampuan individu untuk

15
menghadapi tantangan, mengambil risiko, berinovasi, dan memimpin

dalam konteks bisnis. Karakter Entrepreneur juga mencakup integritas,

ketekunan, kreativitas, dan semangat untuk menciptakan nilai ekonomi

dan sosial melalui usaha mereka.

2. Definisi Operasional

a) Pendidikan Islam

Pendidikan Islam dalam praktiknya melibatkan sejumlah komponen

operasional yang berperan dalam mencapai tujuan konseptual di atas.

Diantara Kompoen tersebut seperti; simtem tujuan, arah, proses, dan

manajement pendidikan islam. Dalam pelaksanaannya, pendidikan Islam

tidak dari perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits.

b) Karakter Entrepeneur

Karakter Entrepreneur dalam praktiknya terdiri dari sejumlah komponen

operasional yang dapat diamati dan dikembangkan. Berikut adalah

beberapa komponen operasional dalam karakter Entrepreneur menurut

Suryana (2004) dalam Hasanah :12

1) Memiliki Motif Berprestasi Tinggi


2) Memiliki Perspektif ke Depan
3) Memiliki Kreativitas Tinggi
4) Memiliki Sifat Inovasi Tinggi
5) Komitmen, memiliki etos kerja & Tanggung Jawab
6) Memiliki Kemandirian atau Ketidaktergantungan terhadap Orang
Lain
12
Dr. Ir. Hasanah, M.T, ” Entrepreneurship : Membangun Jiwa Entrepreneur Anak Melalui
Pendidikan Kejuruan”, Makassar : CV. Misvel Aini Jaya, 2015, 28

16
7) Memiliki Keberanian Menghadapi Risiko
8) Selalu Mencari Peluang
9) Memiliki Jiwa Kepemimpinan
10) Memiliki Kemampuan Manajerial
11) Memiliki Kemampuan Personal
Dengan memiliki karakter Entrepreneur yang kuat, individu akan

lebih mampu meraih kesuksesan dalam dunia bisnis dan berkontribusi

pada pertumbuhan ekonomi serta inovasi dalam masyarakat.

G. Kajian Pustaka
1. Pendidikan Islam
Apabila mendengar kata pendidikan islam, tentunya dalam benak
kita akan terlintas kalau itu merupakan sistem pendidikan yang
berasaskan Al-Qur’an dan Hadits dan tentunya banyak membahas
tentang bagaimana mencapai keselamatan di akhirat kelak. Namun tidak
cukup itu, sebenanarnya kajian pendidikan islam sangat luas sekali.
Untuk lebih memahami secara mendalam mengenai pendidikan islam
maka penulis akan menjelaskan lebih detail dan terperinci.
1.1 Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam bukan sekedar proses pengajaran, tapi meliputi usaha
penanaman (internalisasi) nilai-nilai Islam ke dalam diri. Pendidikan dalam
Islam menggunakan beberapa istilah yaitu tarbiyah, ta’lim, ta’dzib dan
tazkiyah.13
Pendidikan Islam diwakili oleh istilah taklim dan tarbiyah yang berasal
dari kata dasar allama dan rabba yang mengandung arti memelihara,
memebesarkan dan mendidik serta sekaligus bermakna mengajar (allama).
Sementara Naquib Alatas dalam bukunya Islam dan Secularisme yang
dikutip Jusuf Amir Feisal, menegajukan istilah lain yaitu ta’dib yang ada
hubungan dengan kata adab (susunan), artinya mendidik adalah membentuk

13
Wajidi Sayadi, Hadis Tarbawi : Pesan-pesan Nabi SAW tentang Pendidikan, Jakarta : Pustaka
Firdaus, 2011, hlm. 11.

17
manusia untuk menempati tempatnya yang tepat dalam susunan masyarakat
dan perilaku secara proporsional sesuai dengan susunan ilmu dan teknologi
yang dikuasainya.14
Penegasan istilah tarbiyah dapat diartikan sebagai proses penyampaian
atau pendampingan (asistensi) terhadap anak yang diampu sehingga dapat
mengantarkan masa kanak-kanak ke arah yang lebih baik. Dalam hal ini
pendapat An-Nahlawi yang dikutip oleh Wajidi Sayadi, bahwa tarbiyah
terdiri dari empat unsur. Pertama, menjaga dan memelihara fitrah anak
hingga baligh. Kedua, mengembangkan seluruh potensi. Ketiga,
mengarahkan fitrah dan seluruh potensi menuju kesempurnaan, dan
keempat, dilaksanakan secara bertahap.15
Kemudian arti taklim berarti proses transformasi ilmu. Perubahan
bentuk ‘alima menjadi ‘allama mengandung arti Pertama, menjadikan
sesuatu mempunyai tanda atau identitas untuk dikenali. Kedua, pencapaian
pengetahuan yang sebenarnya. Ketiga, menjadikan orang lain yang tidak
mengetahui menjadi tahu. Sedang kata ta’dib berarti perilaku dan sopan
santun. Seperti pendapat Syed Muhammad Naquib Al-Attas yang dikutip
oleh Wajidi Sayadi, bahwa ta’dib dalam arti pendidikan Islam untuk
menjelaskan proses penanaman adab kepada manusia. Sedangkan arti yang
terakhir tazkiyah yang berarti suci, bersih, tumbuh dan berkembang
berdasarkan berkah dari Allah. Syekh Muhammad al-Gazali dalam Wajidi
Jayadi, mengatakan bahwa kata tazkiyah maknanya dekat dan menunjukkan
tarbiyah, bahkan keduanya hampir sama dalam memperbaiki nafs (diri),
mendidik tabiat dan menguatkan manusia kepada derajat yang tertinggi.16
Sedang M Yusuf Qardhawi yang dikutip Azyumardi Azra,
memberikan pengertian bahwa pendidkan Islam adalah pendidikan manusia
seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan
ketrampilannya. Sedangkan Hasan langgulung merumuskan pendidikan
Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,
14
Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 1995, hlm. 94.
15
Ibid, Wajidi Sayadi, hlm. 11-12.
16
Ibid, hlm. 12-13.

18
memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan
fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnay di akherat.17
1.2 Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan yang akan dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah
suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi
manusia. Nilai-nilai ideal yang dimaksud adalah bercorak Islami. Hal ini
mengandung bahwa tujuan pendidikan Islam adalah merealisasikan idealitas
Islami. Idealitas Islami hakekatnya mengandung nilai perilaku manusia yang
didasari atau dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber
kekuasaan mutlak yang harus ditaati.18
Mujayyin Arifin menegaskan bahwa dimensi kehidupan yang
mengandung nilai ideal Islami adalah : (a) Dimensi yang mengandung nilai
yang meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia. Artinya
mengelola dan memanfaatkan dunia untuk mnejadi bekal atau sarana
menuju kehidupan akherat; (b) Dimensi yang mengandung nilai yang
mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan akherat yang
membahagiakan; (c) Dimensi yang mengandung nilai yang dapat
memadukan antara kepentingan hidup duniawi dan ukhrawi. Keseimbangan
dan keserasian keduanya dapat menjadi daya tangkal terhadap pengaruh
negatif dari berbagai gejolak kehidupan, yang menggoda ketenangan hidup,
baik yang bersifat spiritual, sosial, kultural, ekonomis maupun ideologis
dalam hidup pribadi manusia.19
Sementara M. Athiyah Al-Abrasyi berpendapat bahwa tujuan utama
pendidikan Islam identitk dengan pembentukan akhlak atau moral yang
tinggi. Para pendidik telah berusaha menanamkan akhlak yang mulia,
meresapkan fadhilah dalam jiwa siswa, membiasakan rela berpegang pada
moral yang tinggi, menghindari yang tercela, berfikir secara rohaniah dan

17
Azis, “Pendidikan Islam Dan Enterpreneurship”, AL MURABBI, Volume 3, Nomor 1, Juli
2016, hlm. 22
18
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2009, hlm. 108
19
Ibid, hlm. 109

19
insaniah (perikemanusiaan) dan mempelajari ilmu dunia dan ilmu
keagamaan.20
1.3 Arah Pendidikan Islam
Pendidikan dalam Islam melibatkan potensi kalbu dan akal secara
integral. Bahwa pendidikan Islam tidak semata-mata mengedepankan aspek
profesional fisik dan material belaka sebagaimana konsep education. 21 Arah
pendidikan Islam di arahkan pada al-Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 1-5, yang
pertama kali diturunkan Allah kepada Nabi adalah Iqra. Yang artinya :
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Membaca
dengan menggunakan fasilitas akal berarti berusaha mengembangkan
intelektualitas. Dan sekalugus mengembangkan jiwa (kalbu) dalam
membaca, meneliti, memahami dan memperhatikan dengan segalan
kemampuan akal dan hatinya, sehingga akal dan jiwanya akan semakin
tunduk dan tenang.22
1.4 Proses Sistem Pendidikan Islam
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Ada beberapa kritisi dari konsep pendidikan menurut undang-undang
tersebut adalah : (a) Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, hal ini
berarti proses pendidikan tidak dilaksanakan asal-asalan dan
untunguntungan, tapi proses yang bertujuan pada pencapaian tujuan; (b)
20
M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1993,
hlm. 10-11.
21
Wajidi Sayadi, Hadis Tarbawi : Pesan-pesan Nabi SAW tentang Pendidikan, Jakarta : Pustaka
Firdaus, 2011, hlm. 13-14.
22
Ibid, hlm. 14-15

20
Proses pendidikan yang terencana diarahkan untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran; (3) Suasana belajar dan pembelajaran
diarahkan agar peserta didik mengembangkan potensi dirinya, ini berarti
proses pendidikan harus berorientasi kepada siswa (student active learning);
(4) Akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan anak memiliki
kekautan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan,
akhlak mulia, dan ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.23
Hasan Langgulung memberikan solusi pendidikan di abad ke-21,
bahwa sistem pendidikan adalah pola yang menyeluruh suatu masyarakat
dalam lembaga formal, agen-agen dan organisasi yang memindahkan
pengetahuan dan warisan kebudayaan, yang mempengaruhi pertumbuhan
sosial, spiritual dan intelektual.24
1.5 Manajemen Pendidikan Islam
Banyak orang mengira bahwa yang bertanggung jawab melaksanakan
menajemen pendidikan adalah hanya kepala sekolah dan staff tata usaha.
Pendapat ini tentu saja keliru. Dalam kegiatan belajar mengajar, manajemen
berfungsi melancarkan proses tersebut, atau membantu telaksananya
kegiatan mencapai tujuan agar diperoleh secara efektif dan efisien. Dalam
lingkungan kelas, guru juga harus melaksanakan manajemen, kemudian
dilingkungan sekolah, kepala sekolah administrator, artinya manajemen
adalah pengelolaan, manajemen, Setelah memhamai manajemen dari
berbagai sudut di atas, maka diterapkan langkah-langkah yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, komunikasi dan
pengawasan. Demikian juga berlaku pada manajemen personil, manajemen
sarana, manajemen kurikulum dan sebagainya.25

23
Azis, “Pendidikan Islam Dan Enterpreneurship”, AL MURABBI, Volume 3, Nomor 1, Juli
2016, hlm. 24
24
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad Ke-21, Jakarta : PT. Al Husna Zikra, 2001,
hlm. 4.
25
Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, “Manajemen Pendidikan”, Yogyakarta : Aditya Media
FIP UNY, 2012, hlm. 7-8

21
2. Entrepreneurship (Kewirausahaan)
Salah satu permasalahan yang sangat urgent dan berpengaruh terhadap
semua lini kehidupan manusia adalah ekonomi. Untuk menjawab
permasalahan itu, berbagai teori dan strategi dimunculkan salah satunya
lewat Entrepreneurship (kewirausahaan). Entrepreneurship menjadi kajian
dan praktik menarik karena dianggap dapat menimalisir permasalahan-
permasalahan kehidupan yang dihasilkan dari ekonomi, sehingga menjadi
sangat sentral dalam kehidupandan pembangunan suatu bangsa.26
Entrepreneurship merupakan salah satu hal diminati banyak orang,
walaupun banyak pula orang yang gagal dalam menjalankannya. Tapi
anehnya ketika mereka gagal banyak yang beranggapan kalau dirinya
memang tidak bakat dalam hal itu. Padahal tidak demikian, bisa saja karena
mereka belum banyak tahu tentang entrepreneuship, sehingga mereka asal-
asalan dalam menjalankannya. Untuk itu, penulis saat ini akan mengajak
untuk mengetahui lebih mendalam tentang apa dan bagaimana seharusnya
kegiatan Entrepreneurship itu dijalankan, karena dalam kegiatan
Entrepreneurship selain harus memahami apa pengertiannya, harus tahu
juga beberapa elemen-elemen penting lainnya dimiliki dan dikuasai oleh
seorang Entrepreneur.

2.1 Konsep Dasar Entrepreneurship (kewirausahaan)


Istilah Entrepreneurship berasal dari terjemahan kewirausahaan, yang
dapat diartikan sebagai “the backbone of economy”, yaitu syaraf pusat

26
Dr. Kabul Wahyu Utomo, M.Si, dkk. “Islamic Entrepreneurship: Konsep Berwirausah
Ilahiyah, Jakarta Timur : Edu Pustaka, 2021, hlm. 1

22
perekonomian atau sebagai “tailbone of economy”, yaitu pengendali
perekonomian suatu bangsa.27
Kewirausahaan atau Entrepreneurhip menurut Suryana adalah suatu
disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan dan perilaku
seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang
dengan berbagai resiko yang mungkin dihadapinya. 28 Entrepreneurhip
adalah kemampuan kreatif, inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber
daya untuk mencari peluang menuju sukses.29
Sedangkan menurut Nasution (2007: 4) bahwa Entrepreneurhip adalah
segala hal yang berkaitan dengan sikap, tindakan, dan proses yang dilakukan
oleh para Entrepreneur dalam merintis, menjalankan dan mengembangkan
usaha mereka. Entrepreneurhip adalah cara individu dan organisasi
menciptakan dan melaksanakan ide-ide dengan cara baru, responsif dan
proaktif terhadap lingkungan dan perubahan-perubahan yang terjadi.30
Lebih lanjut, Sunyoto & Wahyuningsih mengatakan bahwa
Entrepreneurhip adalah mental dan sikap, jiwa yang selalu aktif berusaha
meningkatkan hasil karyanya dalam arti meningkatkan penghasilan.31
Sedangkan, istilah Entrepreneur (wirausaha) sering tumpang-tindih
dengan istilah wiraswasta. Di dalam banyak literatur dapat dilihat bahwa
pengertian Entrepreneur sama dengan wiraswasta. Namun bila dikaji secara
semantik nampak ada sedikit perbedaan. Entrepreneur atau wirausaha
merupakan gabungan dari kata Wira (gagah, berani, perkasa) dan usaha
(bisnis) sehingga Entrepreneur dapat diartikan sebagai orang yang berani
atau perkasa dalam usaha/bisnis.32

27
Dr. Ir. Hasanah, M.T, ” Entrepreneurship : Membangun Jiwa Entrepreneur Anak Melalui
Pendidikan Kejuruan”, Makassar : CV. Misvel Aini Jaya, 2015, hlm. 13
28
Suryana, “Entrepreneur: Pedoman praktis, kiat dan Proses menuju sukses”. Jakarta: Salemba
Empat, 2008, hlm. 10.
29
Ibid, hlm. 8
30
Nasution, A.H., Arifin, B.N., & Suef, Mukh. “Entrepreneurship, membangun spirit
teknopreneurship”. Yogyakarta: Andi Offset. 2007, hlm. 4.
31
Sunyoto Danang & Ambar Wahyuningsih. (2009) Panduan Entrepreneur: Teori, evaluasi &
Entrepreneur mandiri), Bogor: Jelajah Nusa, 2009, hlm. 2.
32
Nasution, A.H., Arifin, B.N., & Suef, Mukh. “Entrepreneurship, membangun spirit
teknopreneurship”. Yogyakarta: Andi Offset. 2007, hlm. 2.

23
Sedangkan menurut Buchari Alma bahwa Wiraswasta terdiri atas tiga
kata: Wira, swa, dan sta, masing-masing berarti: wira adalah manusia
unggul, teladan, berbudi luhur, berjiwa besar, berani, pahlawan/pendekar
kemajuan, dan memiliki keagungan watak; swa artinya sendiri; dan sta
artinya berdiri. Bertolak dari ungkapan etimologis di atas, maka wiraswasta
berarti keberanian, keutamaan serta keperkasaan dalam memenuhi
kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang
ada pada diri sendiri. Dengan demikian wiraswasta terkesan lebih
berorientasi kepada kepemilikan dan atau kemampuan sendiri. Sedangkan
wirausaha lebih bertujuan kepada keuntungan, bukan hanya keuntungan
finansial yang menjadi orientas, melainkan seluruh aspek yang mempunyai
nilai lebih; lebih positif, lebih baik, lebih banyak dan lebih bermanfaat.33
Lebih jauh Nasution mengatakan bahwa Entrepreneur adalah seorang
inovator yang menggabungkan teknologi yang berbeda dan konsepkonsep
bisnis untuk menghasilkan produk atau jasa baru yang mampu mengenali
setiap kesempatan yang menguntungkan, menyusun strategi, dan yang
berhasil menerapkan ide-idenya. Selain itu, Entrepreneur adalah mereka
yang mampu memajukan perekonomian masyarakat, berani mengambil
resiko, mengorganisasi kegiatan, mengelola modal atau sarana produksi,
mengenalkan fungsi produk baru, serta memiliki respon kreatif dan inovatif
terhadap perubahan yang terjadi. Entrepreneur merujuk pada kepribadian
yang mulia yang mampu berdiri diatas kemampuan sendiri, mampu
mengambil keputusan, serta mampu menerapkan tujuan yang dicapai atas
dasar pertimbangannya sendiri.34
Entrepreneur bukanlah sekedar pedagang, namun bermakna jauh lebih
dalam, yaitu berkenaan dengan mental manusia, rasa percaya diri, efisiensi
waktu, kreatifitas, ketabahan, keuletan, kesungguhan, dan moralitas dalam
menjalankan usaha mandiri. Tujuan akhirnya adalah untuk mempersiapkan
setiap individu maupun masyarakat agar dapat hidup layak sebagai manusia.
33
Alma, Buchori. “Entrepreneur”. Bandung: Alfabeta, 2000, hlm. 17
34
Nasution, A.H., Arifin, B.N., & Suef, Mukh. “Entrepreneurship, membangun spirit
teknopreneurship”. Yogyakarta: Andi Offset. 2007, hlm. 4.

24
Kehadirannya ditujukan untuk mengembangkan dirinya, masyarakat, alam,
serta kehidupan dengan semua aktivitasnya.35
Oleh karena itu, jiwa dan perilaku Entrepreneur tidak hanya dijumpai
dalam konteks bisnis, tetapi juga dalam semua organisasi dan profesi, baik
yang bersifat waralaba maupun nirlaba seperti pendidikan, kesehatan,
penelitian, hukum, arsitektur, teknik, pekerjaan sosial, dan distribusi.36
Dari beberapa pandangan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
Entrepreneurhip (kewirausahaan) adalah kemampuan dalam berfikir kreatif
dan berperilaku inovatif yang dijadikan sebagai dasar, sumber daya, tenaga
penggerak, tujuan, siasat, kiat, dan proses dalam menghadapi tantangan
hidup.37
2.2 Karakteristik Entrepreneurship (kewirausahaan)
Entrepreneur meliputi semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta
maupun pemerintah. Entrepreneur adalah mereka yang melakukan usaha-
usaha kreatif dengan jalan mengembangkan ide dan meramu sumber daya
untuk menemukan peluang dan perbaikan hidup. Jadi jelaslah bahwa
Entrepreneur pada dasarnya merupakan jiwa dari seseorang yang
diekspresikan melalui sikap dan perilaku yang kreatif dan inovatif untuk
melakukan sesuatu kegiatan. Adapun orang yang memiliki jiwa tersebut
tentu saja dapat melakukan kegiatan Entrepreneur atau menjadi pelaku
Entrepreneur atau lebih dikenal dengan sebutan Entrepreneur.38 Disamping
kreatif dan inovatif, sebenarnya seorang Entrepreneur mempunyai sifatsifat,
karakteristik atau ciri-ciri tertentu.
Para ahli mengemukakan konsep Entrepreneur dengan konsep yang
berbeda-beda. Karakteristik Entrepreneur menurut Sunyoto dikenal dengan
istilah 10D, sebagai berikut:39

35
Dr. Ir. Hasanah, M.T, ” Entrepreneurship : Membangun Jiwa Entrepreneur Anak Melalui
Pendidikan Kejuruan”, Makassar : CV. Misvel Aini Jaya, 2015, hlm. 17
36
Ibid
37
Ibid, hlm. 18.
38
Suherman, Eman. “Desain pembelajaran kewirausahaan”. Bandung : ALFABETA, 2008, 9
39
Sunyoto Danang & Ambar Wahyuningsih. “Panduan Entrepreneur: Teori, evaluasi &
Entrepreneur mandiri”, Bogor: Jelajah Nusa, 2009, 6

25
a) Dream, seorang Entrepreneur mempunyai visi masa depan pribadi dan
bisnisnya serta mampu untuk mewujudkan impiannya;
b) Decisivenes, seorang Entrepreneur adalah orang yang tidak bekerja
lambat. Mereka membuat keputusan secara cepat penuh perhitungan.
Kecepatan dan ketepatan mengambil keputusan adalah faktor kunci
dalam kesuksesan bisnisnya;
c) Doer, seorang Entrepreneur dalam membuat keputusan akan langsung
menindaklanjutinya. Mereka melaksanakan kegiatannya secepat
mungkin dan tidak menunda-nunda waktu;
d) Determination, seorang Entrepreneur melaksanakan kegiatannya
dengan penuh perhatian dengan penuh tanggung jawab;
e) Dedication, dedikasi terhadap bisnisnya sangat tinggi, kadang-kadang
mengorbankan kepentingan keluarga;
f) Devotion, tidak mengenal lelah dan fokus terhadap usahanya;
g) Details, sangat memperhatikan faktor-faktor kritis secara rinci dan
teliti;
h) Destiny, bertanggung jawab terhadap nasib dan tujuan yang hendak
dicapai, tidak tergantung pada orang lain;
i) Dollars, tidak mengutamakan mencapai kekayaan. Motivasinya bukan
semata-mata karena uang. Uang dianggap sebagai ukuran atau hasil
dari kesuksesan bisnisnya;
j) Distribute, bersedia mendistribusikan kepemilikan bisnisnya kepada
orang-orang kepercayaannya yang mempunyai tujuan yang sama.
Soeryanto mengemukakan ciri dan sifat Entrepreneur ditunjukkan
pada Tabel 2.1. Selanjutnya, Arthur Kuriloff dan John M. Mempil
mengemukakan karakteristik Entrepreneur dalam bentuk nilai-nilai dan
perilaku Entrepreneur seperti pada Tabel 2.2.40
Tabel 2.1 Ciri dan Sifat Entrepreneur
N CIRI SIFAT

40
Dr. Ir. Hasanah, M.T, ” Entrepreneurship : Membangun Jiwa Entrepreneur Anak Melalui
Pendidikan Kejuruan”, Makassar : CV. Misvel Aini Jaya, 2015, 24

26
O
1 Percaya diri dan Memiliki kepercayaan diri yang kuat,
optimis ketidak tergantungan pada orang lain,
dan individualistik

2 Berorientasi pada Kebutuhan untuk berprestasi ,


tugas dan hasil berorientasi laba, mempunyai dorongan
kuat, energik, tekun dan tabah, tekad
kerja keras, serta inisiatif

3 Berani mengambil resiko Mampu mengambil resiko yang wajar


dan menyukai tantangan

4 Kepemimpinan Berjiwa kepemimipinan, mudah


beradaptasi dengan orang lain, dan
terbuka pada saran dan kritik

5 Keorisinilannya Inovatif, kreatif dan fleksibel

6 Berorientasi masa Memiliki visi dan perspektif terhadap


depan masa depan

7 Jujur dan tekun Mengutamakan kejujuran dalam bekerja


dan tekun dalam menyelesaikan
pekerjaan

Ciri-ciri Entrepreneur yang dikemukakan oleh para ahli tersebut


menunjukkan bahwa intisari karakteristik seorang Entrepreneur ialah
“kreativitas”. Jadi, seorang Entrepreneur pastilah merupakan orang yang
kreatif. Jika tidak kreatif, berarti dia bukan seorang Entrepreneur. Dalam hal
profesi apapun, ada ciri-ciri tertentu yang khas dan yang dapat membedakan
antara satu profesi dengan profesi lainnya. Sebagai satu profesi,
Entrepreneur tentunya mempunyai karakteristik tersendiri.

Tabel 2.2 Nilai-nilai dan Perilaku Entrepreneur


NO NILAI-NILAI PERILAKU
1 Komitmen Menyelesaikan tugas hingga selesai

27
2 Resiko moderat Tidak melakukan spekulasi melainkan
berdasarkan perhitungan yang matang

3 Melihat peluang Memanfaatkan peluang yang ada sebaik


mungkin

4 Objektivitas Melakukan pengamatan secara nyata


untuk memperoleh kejelasan

5 Umpan balik Menganalisis data kinerja waktu untuk


memandu kegiatan

6 Optimisme Menunjukkan kepercayaan diri yang


besar walaupun berada dalam situasi
berat

7 Uang Melihat uang sebagai suatu sumber


daya, buka tujuan akhir

8 Manajemen pro Mengelola berdasarkan perencanaan


aktif masa depan

Dengan karakteristik yang dimiliki oleh profesional, biasanya dapat


bisa langsung diketahui apakah seorang profesional di bidang tertentu atau
bukan. Suherman mengintisari bahwa karakteristik Entrepreneur di
antaranya meliputi: 1) mandiri dan jujur (ManJur), 2) mempunyai
profesionalisme bisnis, 3) Disiplin, inisiatif kreatif dan inovatif (DIKI), 4)
berorientasi pada prestasi dan masa depan, 5) ulet, optimis dan bertanggung
jawab, 6) enerjik dan mampu beradaptasi dengan lingkungan sosial, 7)
terampil dalam pengorganisasian, 8) mempunyai perencanaan yang realistik
dan obyektif, 9) berani mengambil resiko melalui integrasi pribadi yang
antisipatif, 10) senang dan mampu menghadapi tantangan, 11) memiliki
teknik produksi.41 Dari ke sebelas karakteristik yang disampaikan tersebut,
maka Suherman merinci ada lima karakteristik inti yang biasa disingkat

41
Suherman, Eman. “Desain pembelajaran kewirausahaan”. Bandung : ALFABETA, 2008, 177

28
DAKIP, yaitu: (1) Disiplin; (2) Aktif; (3) Kreatif; (4) Inovatif; dan (5)
Produktif.42
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan, bahwa seorang
Entrepreneur dapat dibentuk, bukan lahir begitu saja. Entrepreneur dapat
diajarkan kepada siapapun, tidak hanya bagi calon pebisnis. Apapun
profesinya, apabila ia bekerja didasari oleh karakteristik Entrepreneur
sebagai cerminan sikap dan perilakunya, maka dia adalah seorang
Entrepreneur. Ciputra mengatakan bahwa seorang Entrepreneur pasti
menjadi seorang pengusaha tetapi tidak semua pengusaha adalah
Entrepreneur. Seorang dapat menjadi pengusaha bisnis karena warisan,
pemberian, atau fasilitas khusus. Tidak demikian dengan seorang
Entrepreneur, ia memulai dari “nol”. Dengan bermodal impian masa depan
yang indah, daya inovasi, dan keberanian mengambil resiko yang telah
diperhitungkan ia berhasil melahirkan dan membesarkan sebuah usaha
bisnis.43
Dalam bahasa sederhana Ciputra, seorang “Entrepreneur berhasil
mengubah kotoran dan ronsokan menjadi emas”. Kualitas manusia seperti
itu pasti bukan terjadi dalam satu malam. Seorang Entrepreneur sejati lahir
melalui proses pembelajaran yang panjang dalam kehidupannya, yang
sepatutnya sudah dialami ketika berada dibangku sekolah.
Berdasarkan pengalaman hidup Ciputra bahwa untuk membentuk
seorang etrepreneur yang mampu mengubah kotoran dan rongsokan menjadi
emas terdapat 3L yang menentukan, yaitu lahir, lingkungan dan latihan.44
Pertama, karena lahirnya. Seseorang yang datang dari keluarga
Entrepreneur memiliki keuntungan besar karena akan menginternalisasi
nilai-nilai kewirausahaan sejak dini secara kaya. Ia mengalami atmosfer
kewirausahaan dalam jangka waktu panjang. Tidak heran bila ia tidak

42
Ibid, 181
43
Ciputra. “Kewirausahaan mengubah Masa depan bangsa dan masa depan Anda”, Jakarta: PT
Alex Media Kompetindo, 2008, 61-61
44
Ibid, 53

29
merasa asing dengan dunia Entrepreneur dan karena itu lebih mudah
menjadi Entrepreneur.
Faktor kedua, lingkungan. Mungkin seseorang tidak lahir dari keluarga
Entrepreneur namun berada dalam lingkungan sosial atau pertemanan yang
sangat kondusif terhadap kewirausahaan. Nilai-nilai dan kebiasaan para
Entrepreneur tentunya akan masuk dan terserap melalui pergaulan sehari-
hari. Para professional yang bekerja di perusahaan-perusahaan selama
bertahun-tahun bekerja, jiwa dan kecakapan Entrepreneurship akan tertanam
karena lingkungan seperti itulah yang mereka jumpai setiap hari.
Ketiga, latihan atau pendidikan. Ini adalah upaya sengaja yang
terstruktur untuk membangun mindset atau cara pandang Entrepreneur dan
kecakapan untuk melakukan tindakan-tindakan yang Entrepreneurial. Bila
seseorang yang dalam hidupnya melewati 3-L tersebut, ia akan siap lahir
jadi Entrepreneur yang sukses. Sebaliknya, bila mereka sama sekali tidak
memiliki 3-L itu, maka bagaimana mereka bisa menjadi Entrepreneur yang
sukses. Kalaupun itu bisa, tanpaknya hanya sebuah kebetulan dan tidak bisa
menggantungkan masa depan dengan berharap pada serangkaian kebetulan-
kebetulan.
Menjadi seorang pencipta kerja tidaklah terlalu sulit. Setidaknya ada
dua alasan. Pertama, pola pikir, kebiasaan, dan kecakapan Entrepreneurhip
harus sudah tertanam sejak dini (masa muda). Kedua, harus terlatih
melakukan penciptaan bisnis (business creation). Penciptaan bisnis atau
pengambilan keputusan tentang bisnis apa yang akan dilakukan adalah salah
satu bagian tersulit dalam berwirausaha. 45 Dengan terciptanya pola pikir,
kebiasaan dan kecakapan Entrepreneurhip serta terlatih melakukan
penciptaan bisnis melalui pembelajaran kewirausahaan, maka insya Allah
akan terbentuk jiwa Entrepreneur generasi muda yang mandiri, dapat
menciptakan lapangan kerja baik buat dirinya sendiri maupun untuk orang
lain, sehingga kehidupan di masa depan akan lebih baik.

45
Ciputra. “Kewirausahaan mengubah Masa depan bangsa dan masa depan Anda”, Jakarta: PT
Alex Media Kompetindo, 2008, 54-55

30
Menurut Suryana karakteristik Entrepreneur dapat di kelompokkan
menjadi 11 kelompok dan dijelaskan sebagai berikut:46
a) Motif Berprestasi Tinggi
Para ahli mengemukakan bahwa seseorang memiliki minat
berEntrepreneur karena adanya motif tertentu, yaitu motif berprestasi
(achievement motive). Menurut Gede Anggan Suhanda (dalam Suryana,
2003:32) Motif berprestasi ialah suatu nilai sosial yang menekankan pada
hasrat untuk mencapai yang terbaik guna mencapai kepuasan secara pribadi.
Faktor dasarnya adalah kebutuhan yang harus dipenuhi. Seperti yang
dikemukakan oleh Maslow (1934) tentang teori motivasi yang dipengaruhi
oleh tingkatan kebutuhan kebutuhan sesuai dengan tingkatan pemuasannya,
yaitu kebutuhan fisik (physiological needs), kebutuhan akan keamanan
(security needs), kebutuhan harga diri (esteem needs), dan kebutuhan akan
aktualisasi diri (self-actualiazation needs). Menurut Teori Herzberg, ada dua
faktor motivasi, yaitu:
Keberhasilan
Pengajuan
Faktor Pendorong Kreativitas
Tanggung Jawab

Lingkungan Kerja
Insentif Kerja
Faktor Pemelihara Hubungan Kerja
Keselamatan Kerja

Kebutuhan berprestasi seorang Entrepreneur terlihat dalam bentuk


tindakan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien
dibandingkan sebelumnya. Entrepreneur yang memiliki motif berprestasi
pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut.47
46
Dr. Ir. Hasanah, M.T, ” Entrepreneurship : Membangun Jiwa Entrepreneur Anak Melalui
Pendidikan Kejuruan”, Makassar : CV. Misvel Aini Jaya, 2015, 28
47
Suryana, “Entrepreneur: Pedoman praktis, kiat dan Proses menuju sukses”. Jakarta: Salemba
Empat, 2008, 33-34.

31
1) Ingin mengatasi sendiri kesulitan dan persoalanpersoalan yang timbul
pada dirinya.
2) Selalu memerlukan umpan balik yang segera untuk melihat
keberhasilan dan kegagalan.
3) Memiliki tanggung jawab personal yang tinggi.
4) Berani menghadapi resiko dengan penuh perhitungan.
5) Menyukai tantangan dan melihat tantangan secara seimbang

Jika tugas yang diembannya sangat ringan, maka Entrepreneur merasa


kurang tantangan, tetapi selalu menghindari tantangan yang paling sulit yang
memungkinkan pencapaian keberhasilan sangat rendah.
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang
dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu
itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak
menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam
konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang
motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan
pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan
upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Uraian di atas menunjukkan bahwa setidak-tidaknya ada dua indikator
dalam motivasi berprestasi (tinggi), yaitu kemampuan dan usaha. Namun,
bila dibandingkan dengan atribusi intrinsik dari Wainer, ada tiga indikator
motivasi berprestasi tinggi yaitu: kemampuan, usaha, dan suasana hati
(kesehatan). Berdasarkan uraian di atas, hakikat motivasi berprestasi dalam
buku ini adalah rangsanganrangsangan atau daya dorong yang ada dalam diri
yang mendasari kita untuk belajar dan berupaya mencapai prestasi belajar
yang diharapkan.
b) Memiliki Perspektif ke Depan

32
Seorang Entrepreneur hendaknya seorang yang mampu menatap masa
dengan dengan lebih optimis. Melihat ke depan dengan berfikir dan
berusaha. Usaha memanfaatkan peluang dengan penuh perhitungan. Orang
yang berorientasi ke masa depan adalah orang yang memiliki persepktif dan
pandangan kemasa depan. Karena memiliki pandangan jauh ke masa depan
maka ia akan selalu berusaha untuk berkarsa dan berkarya.48
Kuncinya pada kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru
serta berbeda dengan yang sudah ada. Walaupun dengan risiko yang
mungkin dapat terjadi, seorang yang perspektif harus tetap tabah dalam
mencari peluang tantangan demi pembaharuan masa depan. Pandangan yang
jauh ke depan membuat Entrepreneur tidak cepat puas dengan karsa dan
karya yang sudah ada. Karena itu ia harus mempersiapkannya dengan
mencari suatu peluang.
c) Memiliki Kreativitas Tinggi
Entrepreneur yang unggul selalu menghadapi perubahan dengan cepat,
berhubungan dengan imajinasi, berfikir kreatif secara sistemik dan
kemampuan berproses secara logis. Kombinasi tersebut merupakan kunci
sukses Entrepreneur. Merupakan keharusan bagi Entrepreneur untuk
berfikir kreatif dan inovatif. Menurut Kuratko & Hodgetts kreatif
merupakan ide umum yang menghasilkan efisiensi atau efektivitas dalam
sebuah sistem.49
Kreativitas menurut Santrock adalah kemampuan berfikir tentang
sesuatu dengan cara baru dan tak biasa dan menghasilkan solusi yang unik
atas sesuatu problem. Apakah kecerdasan dan kreativitas saling terkait.
Tidak selamanya murid yang cerdas itu juga kreatif. Sebagian besar murid
kreatif sangat cerdas (berdasarkan tes IQ konvensional), tetapi adakalanya
beberapa murid sangat cerdas ternyata sangat tidak kreatif. Salah satu tujuan
penting pembelajaran adalah membantu murid menjadi lebih kreatif.

48
Suryana, “Entrepreneur: Pedoman praktis, kiat dan Proses menuju sukses”. Jakarta: Salemba
Empat, 2008, 23.
49
Dr. Ir. Hasanah, M.T, ” Entrepreneurship : Membangun Jiwa Entrepreneur Anak Melalui
Pendidikan Kejuruan”, Makassar : CV. Misvel Aini Jaya, 2015, 32

33
Menurut Rickards, Strenberg & Lubart strategi yang bisa mengilhami
kreativitas murid antara lain: 1) brainstorming, 2) memberi murid
lingkungan yang memicu kreativitas, 3) tidak terlalu mengatur murid, 4)
mendorong motivasi internal, 5) mendorong pemikiran yang fleksibel dan
menarik, dan 6) memperkenalkan murid dengan orang-orang kreatif.50
d) Memiliki Perilaku Inovatif Tinggi
Inovasi (innovation) menurut Suryana adalah kemampuan menerapkan
kreativitas dalam rangka memecahkan masalah dan menemukan peluang
(doing new thing).51 Menurut Zimmerer bahwa inovasi (innovation) adalah
kemampuan untuk menerapkan solusi kreatif terhadap masalah dan peluang
untuk meningkatkan atau untuk memperkaya kehidupan orang-orang. Proses
inovasi Entrepreneur dihasilkan dari keyakinan, pemahaman tujuan yang
jelas untuk menghasilkan kesempatan. Proses dapat dilihat dari kehidupan
nyata. Drucker 1998 mengungkapkan proses inovasi didahului dengan pergi,
melihat keluar, bertanya dan mendengar apa yang terjadi dan akan terjadi di
lingkungan usaha. Menurut Koratko & Hodgetts ada empat macam tipe
inovasi yang membangkitkan pertumbuhan Entrepreneur dalam memulai
kegiatan usaha, menghasilkan barang ataupun jasa yaitu: (1) invention.
Menciptakan produk baru, jasa atau proses. Konsep tersebut memiliki
kecenderungan revolusioner, (2) extention. Ekspansi atau perluasan produk,
jasa atau proses yang berhubungan dengan eksistensi. Konsep tersebut
membuat aplikasi yang berbeda dengan ide awal, (3) duplication. Proses
melakukan replikasi terhadap produk, jasa atau proses yang sudah ada.
Duplikasi dilakukan terhadap produk dengan melakukan penambahan nilai
dan manfaat produk, seperti kemasan, assesoris, penambahan bentuk
produk, vasilitas. Duplikasi tidak hanya sekedar melakukan peniruan tetapi
Entrepreneur harus menciptakan daya saing yang lebih baik, (4) synthesis.
Proses sintetis merupakan proses melakukan kombinasi produk, jasa atau
proses yang sudah ada dengan memasukkan formulasi baru sehingga
50
Ibid,
51
Suryana, “Entrepreneur: Pedoman praktis, kiat dan Proses menuju sukses”. Jakarta: Salemba
Empat, 2008, 2.

34
memiliki kemampuan daya saing yang lebih tinggi, contohnya, pembayaran
pulsa melalui ATM.52
Potensi Entrepreneur dapat digali atau membutuhkan penggalian
inovasi secara nyata. Entrepreneur dapat belajar, mengkombinasikan dengan
kesempatan yang ada pada lingkungan. Menurut Kristanto bahwa beberapa
langkah prinsip memotivasi keinovasian guna mempercepat proses
Entrepreneur adalah: 1) orientasi pada tindakan, 2) membuat produk, proses
atau jasa secara sederhana, 3) membuat produk, proses atau jasa berdasarkan
keinginan konsumen, 4) memulai dari hal-hal yang kecil, 5) memiliki tujuan
yang jelas, cita-cita tinggi, 6) mencoba, menguji, dan memperbaiki, 7)
belajar dari kegagalan, 8) memiliki skedul kerja yang teratur, 9) menghargai
aktivitas dan melakukan kegiatan dengan semangat tinggi, 10) bekerja,
bekerja, dan bekerja.53
Inovasi dan kreativitas berhubungan sangat erat, namun sesungguhnya
berbeda makna. Kreativitas berarti berfikir sungguh-sungguh mendapatkan
ide-ide baru untuk menghasilkan keuntungan. Sedangkan inovasi adalah
proses mengubah ide-ide tersebut menjadi kenyataan yang menguntungkan.
Kreativitas tanpa inovasi adalah buang waktu, tetapi tidak mungkin
berinovasi tanpa melalui kreativitas. Harus diakui bahwa hingga saat ini
sistem sekolah belum sepenuhnya dapat mengembangkan dan menghasilkan
para lulusannya untuk menjadi individuindividu yang kreatif. Para peserta
didik lebih cenderung disiapkan untuk menjadi seorang tenaga juru yang
mengerjakan hal-hal teknis dari pada menjadi seorang yang visioner. Apa
yang dibelajarkan di sekolah seringkali kurang memberikan manfaat bagi
kehidupan peserta didik dan kurang selaras dengan perkembangan
lingkungan yang terus berubah dengan pesat dan sulit diramalkan. Begitu
pula, proses pembelajaran yang dilakukan tampaknya masih lebih
menekankan pada pembelajaran “what is” yang menuntut peserta didik

52
Dr. Ir. Hasanah, M.T, ” Entrepreneurship : Membangun Jiwa Entrepreneur Anak Melalui
Pendidikan Kejuruan”, Makassar : CV. Misvel Aini Jaya, 2015, 33
53
Kristanto Heru. ”Kewirausahaan, entrepreneurship : Pendekatan manajemen dan praktik”,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, 9

35
untuk menghafalkan fakta-fakta, dari pada pembelajaran “what can be”,
yang dapat mengantarkan peserta didik untuk menjadi dirinya sendiri secara
utuh dan orisinal.54
Oleh karena itu, betapa pentingnya pengembangan kreativitas di
sekolah agar proses pendidikan di sekolah benar-benar dapat memiliki
relevansi yang tinggi dan menghasilkan para lulusannya yang memiliki
kreativitas tinggi. Sekolah seyogyanya dapat menyediakan kurikulum yang
memungkinkan para peserta didik dapat berfikir kritis dan kreatif, serta
memiliki keterampilan pemecahan masalah, sehingga pada gilirannya
mereka dapat merespons secara positif setiap kesempatan dan tantangan
yang ada serta mampu engelola resiko untuk kepentingan kehidupan pada
masa sekarang maupun mendatang.55
Dari beberapa pendapat ahli yang telah dijelaskan tersebut, bahwa
untuk membentuk jiwa Entrepreneur dibutuhkan pemikiran kreatif dan
inovatif. Entrepreneur dengan spirit of kewirausahaan berarti akan selalu
berorientasi pada penciptaan hal baru (different value added) dengan
mengimplementasikan kreativitas, inovasi, dan kekuatan. Prijosaksono
mengatakan, jika kita mengimplementasikan kreativitas dan inovasi pada
bisnis, maka akan terjadi antara lain: (1) akselerasi atau percepatan
pertumbuhan bisnis, (2) transformasi bisnis dari kecil menjadi besar, (3)
pengembangan dan multiplikasi bisnis, (4) kontrol terhadap perubahan
perilaku konsumen dan pesaing, (5) kontrol terhadap setiap perubahan yang
terjadi pada lingkungan bisnis.56
Beberapa orang kalah bertindak karena terlalu lama berpikir atau
terlalu banyak teori. Sebaliknya Entrepreneur yang sukses umumnya
tanggap, berpikir praktis, dan cepat mengambil keputusan untuk bertindak.
Keterlambatan bertindak dapat berarti kerugian yang tidak ternilai, hal ini
berlaku bagi semua orang yang ingin maju. Waktu, momentum, dan
54
Dr. Ir. Hasanah, M.T, ” Entrepreneurship : Membangun Jiwa Entrepreneur Anak Melalui
Pendidikan Kejuruan”, Makassar : CV. Misvel Aini Jaya, 2015, 34
55
Ibid, 35
56
Dr. Ir. Hasanah, M.T, ” Entrepreneurship : Membangun Jiwa Entrepreneur Anak Melalui
Pendidikan Kejuruan”, Makassar : CV. Misvel Aini Jaya, 2015, 35

36
kesempatan benar-benar sangat penting dan menentukan perjalanan
seseorang. Kegagalan sering dialami oleh seseorang atau perusahaan karena
ketika usul diajukan momennya telah berubah akibat keterlambatan. Oleh
karena itu, kecakapan sangat diperlukan dalam keadaan yang mendesak.57
Ciri utama Entrepreneur menurut Peter Drucker yang dimuat dalam
bukunya innovation dan kewirausahaan, adalah mereka yang selalu mencari
perubahan, berusaha mengikuti dan menyesuaikan pada perubahan itu, serta
memanfaatkannya sebagai peluang serta mampumemilih dan mengambil
keputusan alternatif yang paling tinggi memberikan produktivitas. Terdapat
9 ciri pokok keberhasilan, dan bukan merupakan ciri-ciri pribadi. Ciri-ciri
tersebut, yang umum dijumpai pada Entrepreneur yang berhasil di seluruh
dunia adalah sebagai berikut:58
1) Dorongan berprestasi yang tinggi. Semua Entrepreneur yang berhasil
memiliki keinginan besar untuk mencapai suatu prestasi.
2) Bekerja keras, tidak pernah tinggal diam. Sebagian besar
Entrepreneurwan “mabuk kerja” demi mencapai sasaran yang ingin
dicita-citakan.
3) Memperhatikan kualitas produknya, baik berupa barang maupun jasa.
Entrepreneur menangani dan mengawasi sendiri bisninya sampai
mandiri sebelum ia mulai dengan usaha baru lagi.
4) Bertanggung jawab penuh. Entrepreneur sangat bertanggung jawab
atas usaha mereka, baik secara moral, legal, maupun mental.
5) Berorientasi pada imbalan wajar. Entrepreneur mau berprestasi, kerja
keras, dan bertanggung jawab, dan mereka mengharapkan imbalan
sepadan dengan usahanya. Imbalan itu tidak hanya berupa uang, tetapi
juga pengakuan dan penghormatan.
6) Optimis, berkewajiban akan berhasil. Entrepreneur hidup dengan
pedoman bahwa semua waktu baik untuk bisnis maupun untuk
pribadinya harus berhasil secara se-imbang.

57
Ibid, 36
58
Ibid,

37
7) Berorientasi pada hasil kerja yang baik (excellence oriented).
Seringkali Entrepreneur ingin mencapai sukses yang menonjol, dan
menuntut segala yang kelas pertama (first class). Mereka selalu tidak
puas atas karya yang dihasilkan.
8) Mampu mengorganisasikan. Kebanyakan Entrepreneur mampu
memadukan bagian-bagian dari usahanya dalam upaya mencapai hasil
maksimal bagi usahanya. Mereka umumnya diakui sebagai
“komandan” yang berhasil.
9) Berorientasi pada uang. Uang yang dikejar oleh para Entrepreneur
tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan
pengembangan usaha saja, tetapi juga dilihat sebagai ukuran prestasi
kerja dan keberhasilan.

Semangat jiwa Entrepreneur pada setiap individu perlu kita


kembangkan dan perlu kita pupuk terus. Dengan semangat jiwa
Entrepreneur kemajuan dan kebahagiaan akan diperoleh. Penderitaan dan
kesengsaraan akan diakhiri. Masa depan bangsa dan Negara ditentukan oleh
masa sekarang. Seorang Entrepreneur yang kreatif dan inovasi akan mampu
menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi bisnis pada zaman sekarang.
Entrepreneur meningkatkan inovasi yang lahir dari hasil penelitian serius
dan terarah karena adanya kesempatan peluang-peluang bisnis. Inovasi-
inovasi yang berhasil adalah yang sederhana dan terfokuskan. Inovasi
produk dan pelayanan harus terarah secara spesifik, jelas, dan memiliki
desain yang dapat diterapkan dengan kebaradaan inovasi itu sendiri.59

Yang dijadikan dasar untuk meningkatkan kemampuan inovasi di


bidang produk dan pelayanan adalah sebagai berikut:60
1) Mulailah belajar berinovasi dari pengalaman;
2) Menghargai karyawan yang memiliki gagasan inovasi;
59
Dr. Ir. Hasanah, M.T, ” Entrepreneurship : Membangun Jiwa Entrepreneur Anak Melalui
Pendidikan Kejuruan”, Makassar : CV. Misvel Aini Jaya, 2015, 38
60
Ibid,

38
3) Berorientasi kepada tindakan untuk berinovasi;
4) Menentukan tujuan dalam berinovasi;
5) Buatlah produk dengan penuh inovasi dengan proses secara sederhana;
6) Mulailah membuat produk dengan inovasi yang terkecil;
7) Menjalankan uji coba dan merevisinya;
8) Mengikuti jadwal yang sudah ditentukan di dalam berinovasi;
9) Bekerja dengan semangat, mempunyai keyakinan dan dengan penuh
inovasi dan resiko;

Kemampuan inovasi seorang Entrepreneur merupakan proses


mengubah peluang suatu gagasan dan ide-ide yang dapat dijual. Oleh karena
itu, jika seorang Entrepreneur ingin sukses di dalam usahanya, ia harus
membuat produk-produknya dengan inovasi-inovasi baru karena inovasi
faktor penting dalam proses produk dan pelayanan. Dalam dunia bisnis pada
zaman sekarang produk-produk dan pelayanannya tanpa adanya inovasi
tidak akan berkembang, bahkan tidak akan sukses dalam berwirausaha.61
Dalam era globalisasi persoalan-persoalan yang muncul dari dunia
bisnis dan perdagangan harus diantisipasi dengan inovasi-inovasi terhadap
produk. Seorang Entrepreneur merupakan inovator yang merasakan gerakan
perekonomian pada zaman sekarang. Untuk itu seorang Entrepreneur pada
dasarnya dituntut untuk memilki mitos dalam meningkatkan kemampuan
inovasi diantaranya :62
1) Teknologi merupakan kekuatan pendorong terhadap inovasi dan
kesuksesan. Teknologi memang merupakan salah satu sumber inovasi,
akan tetapi bukanlah satu-satunya. Kenyataannya desakan pasar dan
konsumen merupakan keberhasilan untuk berinovasi.
2) Proyek yang besar akan lebih mengembangkan masalah inovasi dari
pada proyek kecil. Akan tetapi, dalam kenyataanya, mitos ini sudah
tidak terpakai lagi. Pada zaman era globalisasi sekarang ini, semakin

61
Ibid
62
Ibid, 39

39
banyak perusahaan kecil cenderung membuat tim-tim kecil yang
mempermudah para pegawainya untuk menelorkan gagasan-gagasan,
ide-ide, dan sebagainya.
3) Spesifikasi teknis sebaiknya dipersiapkan secara lengkap. Akan tetapi
kenyataannya sering menggunakan pendekatan dengan uji coba dan
revisinya.
4) Inovasi harus direncanakan terlebih dahulu dan dapat diperkirakan.
Tetapi kenyataannya tidak dapat diprediksi dan dapat dilakukan oleh
setiap orang dalam melakukan inovasi.
5) Ada kreativitas yang tergantung pada mimpi-mimpi dan
gagasangagasan yang mengawang-ngawang. Akan tetapi,
kenyataannya seorang inovator adalah orang yang sangat praktis
mengambil peluang peluang yang tercecer dari realitas dan bukan
impian.

Pada zaman sekarang perubahan lingkungan bisnis semakin cepat dan


penuh persaingan. Begitu juga selera masyarakat, masalah permintaan,
masalah pemasaran, adalah sesuatu yang harus diantisipasi oleh para
Entrepreneur agar survive dan sukses. Adanya perubahan dan inovasi-
inovasi baru, menjadi karakteristik penting di dalam system bisnis modern.
Sukses berwirausaha hanya dicapai oleh yang yakin apa yang dikerjakannya,
serta tidak membiarkan hal-hal lain untuk meraihnya.63
e) Komitmen, memiliki etos kerja & Tanggung Jawab
Keinginan semua orang untuk terus maju dan berprestasi tidak dapat
dihindari. Seorang Entrepreneur harus berbuat dan bekerja prestatif.
Prestatif artinya seorang Entrepreneur selalu berambisi ingin maju
(ambition drive). Di sini seorang Entrepreneur memiliki komitmen tinggi
terhadap pekerjaannya atau tugasnya dan setiap saat pikirannya tidak lepas
dari bisnisnya. Seorang Entrepreneur yang ingin berhasil di dalam usahanya
janganlah loyo, pasrah diri, tidak mau berjuang, tetapi harus bersemangat

63
Ibid, 40

40
tinggi, berjuang dan berambisi ingin maju dengan komitmen tinggi terhadap
pekerjaannya. Dengan berbuat dan bekerja prestatif terhadap bisnisnya,
Entrepreneur tersebut akan berhasil di dalam kegiatan usahanya. Berbuat
dan bekerja secara prestatif merupakan modal dasar untuk keberhasilan
seorang Entrepreneur. Seorang Entrepreneur yang berhasil selalu
menempuh saat-saat di mana ia harus bekerja keras, membanting tulang
dalam merintis bisnisnya. Seorang Entrepreneur yang mempunyai semangat
tinggi, mau berjuang untuk kemajuan bisnisnya. Seorang Entrepreneur yang
mempunyai semangat tinggi, mau berjuang untuk maju berbisnis. Ia yang
berbuat dan bekerja secara prestatif dan selalu gigih dalam menghadapi
pekerjaan serta tantangan yang dihadapinya biasanya selalu berhasil di
dalam usahanya. Apapun jenis pekerjaan yang dilakukan, profesi apapun
yang dijalankan, seorang Entrepreneur harus mampu melihat ke depan dan
berjuang untuk mencapai keberhasilan dalam bisnisnya. Entrepreneur yang
bekerja secara prestatif, kegemeranannya atau kegilagilaannya pada
pekerjaan usahanya.64

\Menurut Zimmerer, karakteristik Entrepreneur yang berhasil karena


bekerja secara prestatif adalah sebagai berikut :65
1) Memiliki komitmen tinggi terhadap tugasnya atau pekerjaannya. Boleh
dikata setiap saat pikirannya tidak lepas dari perusahaannya.
2) Mau bertanggungjawab. Apa saja tindakan yang dilakukan selalu
diikuti dengan rasa penuh tanggung jawab.
3) Keinginan bertanggungjawab, erat hubungannya dengan
mempertahankan internal locus of control yaitu minat Entrepreneur
dalam dirinya.
4) Peluang untuk mencapai obsesi. Seorang Entrepreneur harus
mempunyai obsesi untuk mencapai prestasi tinggi dan bisa
diciptakannya.

64
Ibid, 41
65
Ibid,

41
5) Toleransi untuk mencapai resiko kebimbangan dan ketidakpastian
6) Yakin pada dirinya
7) Kreatif dan fleksibel
8) Ingin memperoleh balikan dengan segera. Dia mempunyai keinginan
yang kuat untuk menggunakan pengetahuan dan pengalaman guna
memperbaiki penampilannya.
9) Enerjik seorang Entrepreneur lebih baik dibandingkan rata-rata orang
lain.
10) Motivasi untuk lebih unggul. Seorang Entrepreneur mempunyai
motivasi untuk bekerja lebih tinggi dan lebih unggul dari apa yang
sudah dikerjakan.
11) Berorientasi ke masa depan.
12) Mau belajar dari kegagalan. Seorang Entrepreneur tidak takut gagal,
dia memusatkan perhatiannya pada kesuksesannya di masa depan dan
menggunakan kegagalannya ini sebagai guru yang berharga.
13) Kemampuan memimpin. Seorang Entrepreneur harus mampu menjadi
pemimpin yang baik dalam memimpin sumber daya non manusia dan
harus dikelola sebaik-baiknya.
Seorang Entrepreneur harus memiliki jiwa komitmen dalam usahanya
dan tekad yang bulat didalam mencurahkan semua perhatianya pada usaha
yang akan digelutinya, didalam menjalankan usaha tersebut seorang
Entrepreneur yang sukses terus memiliki tekad yang mengebu-gebu dan
menyala-nyala (semangat tinggi) dalam mengembangkan usahanya, ia tidak
setengah-setengah dalam berusaha, berani menanggung resiko, bekerja
keras, dan tidak takut menghadapi peluang-peluang yang ada dipasar. Tanpa
usaha yang sungguh-sunguh terhadap pekerjaan yang digelutinya maka
Entrepreneur sehebat apapun pasti menemui jalan kegagalan dalam
usahanya. Oleh karena itu penting sekali bagi seorang Entrepreneur untuk
komit terhadap usaha dan pekerjaannya.66
f) Mandiri

66
Ibid, 42

42
Sesuai dengan inti dari jiwa Entrepreneur yaitu kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create new and different)
melaui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang
dalam menghadapi tantangan hidup, maka seorang Entrepreneur harus
mempunyai kemampuan kreatif didalam mengembangkangkan ide dan
pikiranya terutama didalam menciptakan peluang usaha didalam dirinya, dia
dapat mandiri menjalankan usaha yang digelutinya tanpa harus bergantung
pada orang lain, seorang Entrepreneur harus dituntut untuk selalu
menciptakan hal yang baru dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber
yang ada disekitarnya, mengembangkan teknologi baru, menemukan
pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan
jasa yang baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah
ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada
konsumen.67

g) Berani Menghadapi Risiko


Entrepreneur dalam mengambil tindakan hendaknya tidak didasari
oleh spekulasi, melainkan perhitungan yang matang. Ia berani mengambil
risiko terhadap pekerjaannya karena sudah diperhitungkan. Oleh sebab itu,
Entrepreneur selalu berani mengambil risiko yang moderat, artinya risiko
yang diambil tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Menurut Suryana
keberanian menghadapi risiko yang didukung komitmen yang kuat,
mendorong Entrepreneur untuk terus berjuang mencari peluang sampai
memperoleh hasil. Hasil-hasil itu harus nyata/jelas dan objektif, dan
merupakan umpan balik (feedback) bagi kelancaran kegiatannya.68
Kemauan dan kemampuan untuk mengambil risiko merupakan salah
satu nilai utama dalam Entrepreneur. Entrepreneur yang tidak mau

67
Ibid, 43
68
Ibid, 44

43
mengambil risiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Entrepreneur adalah
orang yang lebih menyukai usaha-usaha yang lebih menantang untuk lebih
mencapai kesuksesan atau kegagalan daripada usaha yang kurang
menantang. Oleh sebab itu, Entrepreneur kurang menyukai risiko yang
terlalu rendah atau terlalu tinggi. Keberanian untuk menanggung risiko yang
menjadi nilai Entrepreneur adalah pengambilan risiko yang penuh dengan
perhitungan dan realistis. Kepuasan yang besar diperoleh apabila berhasil
dalam melaksanakan tugastugasnya secara realistis. Entrepreneur
menghindari situasi risiko yang rendah karena tidak ada tantangan, dan
menjauhi situasi risiko yang tinggi karena ingin berhasil. Pengambilan risiko
berkaitan dengan kepercayaan diri sendiri. Artinya, semakin besar keyakinan
seseorang pada kemampuan sendiri, maka semakin besar keyakinan orang
tersebut akan kesanggupan mempengaruhi hasil dan keputusan, dan semakin
besar pula kesediaan seseorang untuk mencoba apa yang menut orang lain
sebagai risiko.69

h) Selalu Mencari Peluang


Esensi Entrepreneur yaitu tanggapan yang positif terhadap peluang
untuk memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan atau pelayanan yang
lebih baik pada pelanggan dan masyarakat, cara yang etis dan produktif
untuk mencapai tujuan, serta sikap mental untuk merealisasikan tanggapan
yang positif tersebut. Pengertian itu juga menampung Entrepreneur yang
pengusaha, yang mengejar keuntungan secara etis serta Entrepreneur yang
bukan pengusaha, termasuk yang mengelola organisasi nirlaba yang
bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat.
Entrepreneur itu adalah seseorang yang merasakan adanya peluang,
mengejar peluang-peluang yang sesuai dengan situasi dirinya, dan percaya
bahwa kesuksesan merupakan suatu hal yang dapat dicapai.70

69
Ibid, 44
70
Ibid, 45

44
i) Memiliki Jiwa Kepemimpinan
Seorang Entrepreneur yang berhasil selalu memiliki sifat
kepemimpinan, kepeloporan dan keteladanan. Ia selalu ingin tampil berbeda,
lebih dahulu, lebih menonjol. Dengan menggunakan kemampuan kreativitas
dan inovasi, ia selalu menampilkan barang dan jasa-jasa yang dihasilkanya
lebih cepat, lebih dahulu dan segera berada dipasar. Ia selalu menampilkan
produk dan jasa-jasa baru dan berbeda sehingga ia menjadi pelopor yang
baik dalam proses produksi maupun pemasaran. Ia selalu memamfaatkan
perbedaan sebagai suatu yang menambah nilai. Karena itu, perbedaan bagi
sesorang yang memiliki jiwa Entrepreneur merupakan sumber pembaharuan
untuk menciptakan nilai. Selalu ingin bergaul untuk mencari peluang,
terbuka untuk menerima kritik dan saran yang kemudian dijadikan peluang.
Leadership Ability adalah kemampuan dalam kepemimpinan.
Entrepreneur yang berhasil memiliki kemampuan untuk menggunakan
pengaruh tanpa kekuatan (power), seorang pemimpin harus memiliki taktik
mediator dan negosiator daripada diktaktor. Semangat, perilaku dan
kemampuan Entrepreneur tentunya bervariasi satu sama lain dan atas dasar
itu Entrepreneur dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yaitu: Entrepreneur
andal, Entrepreneur tangguh, Entrepreneur unggul. Entrepreneur yang
perilaku dan kemampuannya lebih menonjol dalam memobilisasi sumber
daya dan dana, serta mentransformasikannya menjadi output dan
memasarkannya secara efisien lazim disebut Administrative Entrepreneur.
Sebaliknya, Entrepreneur yang perilaku dan kemampuannya menonjol
dalam kreativitas, inovasi serta mengantisipasi dan menghadapi resiko lazim
disebut Innovative Entrepreneur.71
j) Memiliki Kemampuan Manajerial
Salah satu jiwa Entrepreneur yang harus dimiliki seorang wirausaha
adalah kemampuan untuk memanagerial usaha yang sedang digelutinya,
seorang Entrepreneur harus memiliki kemampuan perencanaan usaha,
mengorganisasikan usaha, visualisasikan usaha, mengelola usaha dan

71
Ibid, 46

45
sumber daya manusia, mengontrol usaha, maupun kemampuan
mengintergrasikan operasi perusahaanya yang kesemuanya itu adalah
merupakan kemampuan managerial yang wajib dimiliki dari seorang
Entrepreneur tanpa itu semua maka bukan keberhasilan yang diperoleh
tetapi kegagalan uasaha yang diperoleh. Untuk menuju terwujudnya
wawasan Entrepreneur, maka salah satu kuncinya adalah menciptakan
“perusahaan” (lembaga) yang dinamis dan fleksibel, manajer bervisi ke
depan, serta lingkungan kerja yang kondusif.72
k) Memiliki Keterampilan Personal
Menurut Suryana bahwa seorang Entrepreneur andal memiliki ciri-ciri
dan cara-cara sebagai berikut:73
1) Percaya diri dan mandiri yang tinggi untuk mencari penghasilan dan
keuntungan melalui usaha yang dilaksanakannya.
2) Mau dan mampu mencari dan menangkap peluang yang
menguntungkan dan memanfaatkan peluang tersebut.
3) Mau dan mampu bekerja keras dan tekun untuk menghasilkan barang
dan jasa yang lebih tepat dan efisien.
4) Mau dan mampu berkomunikasi, tawar menawar dan musyawarah
dengan berbagai pihak, terutama kepada pembeli.
5) Menghadapi hidup dan menangani usaha dengan terencana, jujur,
hemat, dan disiplin.
6) Mencintai kegiatan usahanya dan perusahaannya secara lugas dan
tangguh tetapi cukup luwes dalam melindunginnya.
7) Mau dan mampu meningkatkan kapasitas diri sendiri dan kapasitas
perusahaan dengan memanfaatkan dan memotivasi orang lain
(leadership/ managerialship) serta melakukan perluasan dan
pengembangan usaha dengan resiko yang moderat.

72
Ibid,
73
Ibid, 47

46
8) Berusaha mengenal dan mengendalikan lingkungan serta menggalang
kerjasama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak yang
berkepentingan dgn perusahaan.

3. Hadits Tarbawi
Menurut Al-Maliki dalam Nurdin & Shodik pengertian hadis dikaji
secara bahasa merupakan sesuatu yang baru, atau juga bisa diartikan sebagai
sebuah berita. Dan sebagian ulama memaknainya sama dengan istilah
sunnah atau rekam jejak Nabi. Menurut Al-Thahan tiga aspek yang
disematkan kepada makna hadis yaitu perkataan, perbuatan dan ketetapan
atau sifat Nabi. Sedangkan menurut istilah hadis adalah segala apa yang
diperbuat, diucapkan, dan ditetapkan oleh Nabi Muhammad, pengertian ini
merupakan perspektif ulama ahli hadis, sedangkan menurut ahli ushul fiqih,
hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an yang berasal dari
perkataan, perbuataan atau ketetapan Nabi Muhammad. Lalu ulama fiqih
memaknai sebagai sumber hukum selain fardhu.74
Istilah tarbawi dalam Imroatun & Ilzamudin dapat dimaknai sebagai
bidang pendidikan. Jika kata tarbiyah yang merupakan masdar dari kata
rabba-yarubbu yang memiliki makna pendidikan, pengasuhan maupun
pemeliharaan. Kedua istilah ini merupakan istilah yang selalu digunakan
dalam konteks pembelajaran. Namun kedua istilah ini saja yang dipakai,
masih ada istilah lain yang sering dimaknai juga sebagai pendidikan seperti
tazkiyah, ta’lim, maupun ta’dib. Oleh karena itu maksud dari istilah tarbawi
adalah bidang pendidikan yang mencakup ketiga ranah tersebut yaitu
tazkiyah atau penyucian jiwa/pemeliharaan jiwa, ta’lim atau pembelajaran
dan pengajaran, sedangkan ta’dib atau pendidikan yang cakupannya lebih
komprehensif karena meliputi ta’lim maupun tarbiyah.75 Istilah lainnya
dalam Mas’udah yaitu tadris yang bermakna tilawah atau membaca, istilah
ini juga sering digunakan dalam konteks pembelajaran atau tarbiyah. Di
74
Arbain Nurdin, M.Pd.I & M. Uzaer Damairi, M.Th.I. “Hadis Tarbawi:Nilai-nilai Pendidikan
dalam Hadis Nabi, CV. Lintas Nalar : Yogyakarya, 2021,1
75
Ibid, 2

47
dalam Al-Qur’an banyak ditemukan istilah tadris ini dengan beragam bentuk
katanya seperti pada Q.S. Al-A’raf ayat 169, Q.S. Ali Imran ayat 79, Q.S.
Saba’ ayat 44, Q.S. Al-An’am ayat 105 dan 156.76
Menurut pandangan Abudin Nata dalam Qomariyah bahwa istilah
yang memiliki pemaknaan sama dengan istilah tarbiyah juga ditemukan di
dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi. Beberapa istilah tersebut seperti
almuwaidzah, tadabbur, tafakkur, ta’aqqul, tafaqquh, tabyin, irsyad, tahzib
dan lain sebagainya. Istilah-istilah ini tentu memiliki keberagaman makna
secara teks namun tetap sama secara esensinya yaitu pendidikan.77
Berdasarkan pemaknaan kedua istilah di atas yaitu hadis dan tarbawi,
maka dapat disimpulkan bahwa hadis tarbawi ialah segala perkataan,
perbuatan dan ketetapan Nabi yang memiliki nilai pendidikan atau dengan
kata lain hadis-hadis Nabi yang relevan pada aspek pendidikan dalam hal ini
merujuk kepada keempat term yang digunakan yaitu tazkiyah, tilawah,
ta’lim dan ta’dib.78

H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dengan
pendekatan kualitatif (qualitative research) menurut Sukmadinata (2011,
hlm. 60) merupakan suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan
dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan,
persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Beberapa
deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang
mengarah pada penyimpulan. Penelitian dengan pendekatan kualitatif
bersifat induktif, dimana peneliti membiarkan permasalahan-permasalahan
muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk interpretasi. Data dihimpun
76
Ibid
77
Ibid,
78
Ibid,

48
dengan pengamatan yang seksama, mencakup deskripsi dalam konteks yang
mendetil disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam, serta
hasil analisis dokumen dan catatan-catatan. Penelitian dengan pendekatan
kualitatif mempunyai dua tujuan utama. Pertama, menggambarkan dan
mengungkap (to describe and to explore), dan kedua menggambarkan dan
menjelaskan (to describe and explain).
Kemudian, metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode
deskriptif. Menurut Sukmadinata (2011, hlm. 72), penelitian dengan metode
deskriptif baik dengan pendekatan kuantitatif maupun kualitatif, ditujukan
untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena apa adanya.
Dalam penelitian tesis ini, penulis menggunakan jenis penelitian
kepustakaan (library research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan
denganmetode pengumpulan data pustaka (Mahmud, 2011, hlm.31).
Menurut AbdulRahman Sholeh, penelitian kepustakaan (library research)
ialah penelitian yangmengunakan cara untuk mendapatkan data informasi
dengan menempatkan fasilitas yang ada di perpus, seperti buku, majalah,
dokumen, catatan kisah-kisah sejarah (2003,hlm, 63). Atau penelitian
kepustakaan murni yang terkait dengan obyek penelitian.

2. Sumber Data

Dalam penelitian kepustakaan (library research) ini, sumber data yang


merupakan bahan tertulis terdiri atas sumber data primer dan sumber
data
sekunder sebagai berikut :
1.2.1.Sumber Data Primer
Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari subyek
penelitian sebagai sumber informasi yang dicari. Data ini disebut juga
dengan data tangan pertama (Saifuddin, 2009, hlm,95) . Atau data yang
langsung yang berkaitan dengan obyek riset. Sumber data dalam

49
penelitan ini adalah Al-Quran dan Hadist.
1.2.2.Sumber Data Sekunder
Adapun sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat
pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek
penelitiannya. Dalam studi ini data sekundernya adalah buku-buku yang
mendukung penulis untuk melengkapi isi serta interpretasi dari Al-Quran
dan Hadist maupun buku dari sumber data primer . Selain dari itu
peneliti
juga mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
paradigma pendidikan inklusif dalam perspektif islam, seperti buku
Paradigma Islam: Analisis Historis, kebijakan dan keilmuawan Karya
Prof. Dr. Faisal, MA, Buku Fiqih Disabilitas Karya Lembaga Bahtsul
Masail (LBM) PBNU, Jurnal Pendidikan Inklusif, Jurnal Pendidikan
dalam Islam dan literatur-literatur yang relevan dengan penilitian ini.

Sumber utama data dalam penelitian ini adalah hadits tengtang


Entrepreneur, dan didukung dengan berbagai referensi lain yang relevan
dengan pembahasan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data Sugiyono (2011, hlm. 308)
menjelaskan bahwa “teknik pengumpulan dilakukan dalam berbagai
setting,
berbagai sumber, dan berbagai cara”. Penelitian ini termasuk ke dalam
penelitian studi kepustakaan. Oleh karena itu peneliti melakukan proses
pengumpulan data berupa dokumen atau buku-buku, peneliti
mengumpulkan
beberapa hadist dan ayat dalam alqur’an, beberapa buku penunjang dari
berbagai tempat, yaitu perpustakaan UPI, toko-toko buku dan e-book,
serta
beberapa jurnal.
Sedangkan setting tempat teknik pengumpulan data yang digunakan

50
peneliti dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yaitu dengan cara
mencari data yang berkaitan dengan pembahasan. Data-data sebagai
penjabaran dari pertanyaan-pertanyaan penelitian paradigma pendidikan
inklusif dalam perspektif islam.
Setelah dilakukan pengumpulan data untuk memahami data-data
tersebut dapat digunakan teknik tertentu, yaitu teknik yang paling umum
digunakan adalah (content analysis) atau “kajian isi”, dapat dikemukaan
disini
beberapa pengertian tentang konsep content analysis atau kajian isi
tersebut ,
yaitu :
1. Barelson mendefinisikan kajian isi sebagai teknik penelitian untuk
keperluan mendeskripsikan secara objektif, sistematis dan kuantitatif
tentang manifestasi komunikasi.
2. Weber menyatakan bahwa kajian isi adalah metodologi penelotisn
ysng
memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang
shahih dari sebuah buku atau dokumentasi.
3. Krippendorff, kajian isi adalah teknik penelitian yang dimanfaatkan
untuk
menarik kesimpulan yang replikatif dan shahih dari data atas dasar
konteknya, dan
4. Holsti menyatakan bahwa kajian isi adalah teknik apapun yang
digunakan
untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik
pesan,
dan dilakukan secara objektif dan sistematis.

Dalam penelitian ini kajian isi atau content analysis menurut pengertian
terakhir yang digunakan. Dalam teknik pengumpulan content analysis

51
setidaknya ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan oleh seorang
peneliti yaitu :
1. Penentuan unit analisis
Pengadaan data sebuah karya, dilakukan melalui pembacaan secara
cermat. Pembacaan berulang-berulang akan membantu peneliti
mengadakan data. Dari semua bacaan harus dipilah-pilahkan kedalam
unit
kecil, agar mudah dianalisis. Data tersebut harus dicari yang benar-benar
releven dengan objek penelitian. Unit-unit itu merupakan fenomena
menarik yang akan menjadi sampel penelitian. Berkaitan dengan hal ini,
maka teks tertulis yang termuat dalam Al-Quran dan Hadist, khususnya
pada bab yang membahas tentang disabilitas dan pendidikan dalam
perspektif islam, adalah yang menjadi fokus kajian.
2. Penentuan sampel
Penentuan sampel, dapat melakukan tahap-tahap penentuan sampel
dengan mengetahui ayat dan tafsir dalam Al-Qur’an sebuah sejarah
,tema,genre,dan seterusnya. Tahapan-tahapan penentuan sampel
demikian
disebut penentuan sampel berstrata (Ibid., hlm. 163). Sampel dalam studi
kali ini adalah ayat-ayat Al-Quran, Hadist dan Fiqih yang membahas
penjelasan tentang disabilitas dan pendidikan dalam perspektif islam.
3. Pencataan data
Dalam melakukan pencataan data, haruslah disertai seleksi data atau
reduksi data. Yakni, data-data yang tidak relevan dengan konstruk
penelitian ditinggalkan. Sedangkan data yang eleven, diberi penekanan,
agar memudahkan peneliti dalam menentukan indikator (Ibid., hlm.
163).

Menurut Nazir (dalam Ainin, 2017, hlm. 42), studi pustaka merupakan
teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaah terhadap
buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang

52
ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Teknik ini
digunakan untuk memperoleh dasar-dasar dan pendapat secara tertulis
yang dilakukan
dengan cara mempelajari berbagai literatur yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti. Hal ini juga dilakukan untuk mendapatkan data
sekunder yang akan digunakan sebagai landasan perbandingan antara
teori
dan praktiknya di lapangan. Data sekunder melalui metode ini diperoleh
dengan cara browsing di internet, membaca berbagai literatur, hasil
kajian
dari peneliti terdahulu, catatan perkuliahan, serta sumber-sumber lain
yang
relevan.
Dalam pengumpulan data, peneliti melakukan proses pengumpulan data
berupa dokumen atau buku-buku, peneliti mengumpulkan beberapa
hadist dan ayat dalam alqur’an, beberapa buku penunjang dari berbagai
tempat, yaitu perpustakaan, toko-toko buku dan e-book, serta beberapa
jurnal.
4. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini dimulai dengan menela’ah
data yang tersedia yaitu Hadist. Dalam penelitian ini menggunakan
analisis data deduktif yaitu pemikiran yang bertolak pada fakta-fakta
yang umum kemudian ditarik pada suatu kesimpulan yang bersifat
khusus. Selain itu analisis data induktif yaitu mengambil suatu konklusi
atau kesimpulan dari situasi yang kongkrit menuju pada hal-hal yang
abstrak, atau dari pengertian yang khusus menuju pengertian yang
bersifat umum.

Menurut Siyoto dan Sodik (2015, hlm. 120-121), analisis data


merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam
pola,

53
kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema, dan
dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Pekerjaan
analisis data dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan,
memberikan kode, dan mengkategorikannya. Analisis data dalam
penelitian
dengan pendekatan kualitatif dilakukan secara induktif, dimana
prosesnya
tidak dimulai dari deduksi teori, melainkan dimulai dari fakta empiris.
Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari, menganalisis, menafsirkan, dan
menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan. Peneliti akan
dihadapkan kepada data yang diperoleh dari lapangan. Dari data
tersebut,
peneliti harus menganalisis sehingga menemukan makna, yang
kemudian
makna itulah yang menjadi hasil dari penelitian.
Moleong (dalam Siyoto dan Sodik, 2015, hlm. 122) memaparkan,
bahwa proses analisis data dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif
dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber
seperti wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan
lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan
sebagainya.
Melengkapi pemaparan Moleong, Siyoto dan Sodik (2015, hlm. 121)
mengemukakan, bahwa tujuan analisis data dalam penelitian dengan
pendekatan kualitatif ialah mencari makna di balik data, melalui
pengakuan
subjek pelakunya. Peneliti dihadapkan kepada berbagai objek penelitian
dengan data yang membutuhkan analisis, untuk kemudian dapat
diungkap

54
kaitan antara satu data dan data lainnya secara jelas, sehingga pada
akhirnya
menjadi pemahaman umum.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model interaktif Miles dan
Huberman untuk menganalisis data hasil penelitian. Namun, sebelum
penarikan kesimpulan dilakukan, peneliti menggunakan triangulasi data,
agar peneliti dapat meningkatkan pemahaman peneliti terkait data dan
fakta.

3.6. Analisis Data


Proses analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan menela’ah data
yang tersedia yaitu, Al-Qur’an dan Hadist. Dalam penelitian ini menggunakan
analisis data deduktif yaitu pemikiran yang bertolak pada fakta-fakta yang
umum kemudian ditarik pada suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Selain itu
analisis data induktif yaitu mengambil suatu konklusi atau kesimpulan dari
situasi yang kongkrit menuju pada hal-hal yang abstrak, atau dari pengertian
yang khusus menuju pengertian yang bersifat umum.
Prosesnya adalah membaca, mengumpulkan data. Setelah dibaca,
dipelajari dan ditela’ah, maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi
data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Langkah selanjutnya
adalah menyusunnya dalam satuan-satuan dalam bab-bab yang sesuai dengan
urutan pola berpikir. Satuan –satuan tersebut kemudian dikategorikan pada
langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan dengan pembuatan koding
data (usaha penyederhanaan data penelitian).
Tahap akhir dari proses analisis data ini adalah mengadakan
pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahapan ini, lalu dimulai tahap
penafsiran (interpretasi) data dalam mengolah hasil sementara mejadi teori
subtantif dengan menggunakan metode tertentu. Penafsiran data mempunyai
tujuan yang akan dicapainya, menurut Schalztman dan Strauss dalam Syamsul
Ma‟arif, (2009, hlm 25) ialah salah satu dari tiga berikut ini : deskripsi
sematamata, deskripsi analitik, atau teori substantif.

55
Namun demikian, tujuan utama penafsiran data ialah mencari teori
substantif. Penyusunan teori substantif adalah untuk memperoleh teori yang
baru yaitu teori dari dasar (grounded theory), analisis menampakkan metafora
atau rancangan yang telah dikerjakannya dalam analisis, kemudian
mentransformasikan metafora itu kedalam bahasa disiplinnya (misalnya
disiplin penelitian ini adalah guru dalam perspektif pendidikan islam).
Langkah pertama dalam penafsiran data ialah menemukan kategori dan
kawasannya. Data ditafsirkan menjadi kategori yang berarti telah menjadi
bagian teori dan dilengkapi dengan penyusunan hipotesis kerjanya sebagai
teori yang nantinya diformulasikan, baik secara deskriptif maupun secara
secara proporsial. Kategori dan hubungannya diberi label dengan pernyataan
sederhana berupa proporsisi (rancangan usulan) yang menunjukkan hubungan.
Proses ini dilanjutkan hingga diperoleh hubungan yang cukup,
diperhatikan dari yang paling relevan, relevan, dan cukup relevan sampai
analisis menemukan petunjuk metafora atau krangka berfikir umum.
Hubungan ini berfungsi sebagai aturan tetap untuk digunakan sebagai
kriteria inklusi-eksklusi. Setelah menyelesaikan tahap penyusunan kategori
dan hipotesis, langkah selanjutnya adalah menuliskan teori tersebut dengan
bahasa disiplin ilmu masing-masing dengan memilih salah satu di antara
beberapa cara penulisan. Cara penulisan teori tersebut adalah cara argumentasi,
deskripsi, pembandingan (komparasi), analisis proses, analisis sebab-akibat
dan pemanfaatan analogi. Untuk membantu, mempermudah dan memperdalam
dan memperdalam serta memperkaya pemahaman dalam teks, maka
dibutuhkan beberapa pendekatan, yaitu pendektan strukturalis,
pendekatnhistoris, dan pendekatan ideologis.
Pendekatan strukturalis (bun-yawiyah) ialah dengan mengkaji
penafsiran tentang ayat-ayat Al-Qur’an, sebagai sebuah totalitas, yang
diarahkan oleh berbagai konstan dan diperkaya dengan berbagai bentuk
transformasi yang didukung oleh pemikiran penulis yang berkutat pada poros
yang sama. Pada dasarnya, pemikiran penulis harus difokuskan pada
problematika utama yang mampu menerima berbagai bentuk transformasi

56
sebagai wadah bagi beroperasinya pemikiran penulis, sehingga seluruh
gagasannya mendapatkan tempat alami dalam totalitasnya.
Pendekatan historis (tarikhiyyah) yaitu dengan berupaya mengaitkan
ayat-ayat Al-Quran dan Hadist-hadist yang diriwayatkan, dengan historitas
kebudayaan, politik,ideologi dan sosial. Melibatkan konteks ini adalah suatu
kemestian. Bukan hanya untuk mendapatkan pemahamn historis tentang yang
dikaji tapi juga untuk menguji validitas model strukturalis.
Pendekatan terakhir adalah ideologis, yaitu dengan pembauran fungsi
ideologis yang berisi suatu pemikiran, tentang konsep paradigma pendidikan
inklusi dalam perspektif islam, dengan jalan mengisi atau diisi dalam bidang
kognitif yang menjadi salah satu bagian dari penelitian.
Pendekatan ketiga ini berfungsi sebagai pelengkap atas kedua
pendekataan di atas, sebab dengan muatan ideologi sebuah pemikiran dapat
menjadi kontemporer pada dirinya sendiri dan juga mengaitkan pemikiran
tersebut dengan dunianya sendiri.
Dengan demikian peneliti dalam metode ini menganalisa berdasarkan
kajian tekstual yang ada dalam literatur tentang paradigma pendidikan inklusif
dalam perspektif islam. Setelah mendapatkan hasil analisis langkah terakhir
adalah penarikan kesimpulan.

57

Anda mungkin juga menyukai