Anda di halaman 1dari 59

PERAN MAJELIS DZIKIR AL-KHIDMAH DALAM

PEMBINAAN KERUKUNAN DAN MORALITAS


MASYARAKAT DI DESA BOJONGBATA KECAMATAN
PEMALANG

PROPOSAL SKRIPSI

Proposal yang Ditulis untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Pengajuan Skripsi

MUHAMMAD ADE SULAIMAN

NIM: 3190017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) PEMALANG
2023

i
LEMBAR PERSETUJUAN

PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING


DIPERSYARATKAN UNTUK SEMINAR PROPOSAL

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Hj. Amiroh, M.Ag. Ridwan, S.Th.I., M.Si.


NIDN. 2111106301 NIDN. 2110127801
Tanggal………………. Tanggal………………….

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 PAI
STIT PEMALANG

Nisrokha, S.Pd.I., M.Pd.


NIDN. 2101108102
Tanggal……………….

Nama : Muhammad Ade Sulaiman


No. Registrasi : 3190017
Angkatan : 2019/2020
Judul Skripsi : “PERAN MAJELIS DZIKIR AL-KHIDMAH DALAM
PEMBINAAN KERUKUNAN DAN MORALITAS
MASYARAKAT DI DESA BOJONGBATA
KECAMATAN PEMALANG”

ii
KATA PENGANTAR

‫الر ِحي ِْم‬


َّ ‫الر ْح ٰم ِن‬
َّ ‫ّٰللا‬
ِ ‫بِ ْس ِم ه‬
Alhamdulillah wasyukurillah, segala puji bagi Allah Subhanallahu Wata’ala
yang telah memberikan sebuah kenikmatan kepada kita yang luarbiasa besar
kepada hambanya sampai sekarang. Sholawat besertakan salam semoga selalu
senantiasa tercurah limpahkan kepada baginda agung Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga penulis dapat menempuh dan melewati
perjalanan akademisnya, serta dapat menyusun proposal skripsi ini dengan judul
“Peran Majelis Dzikir Al-Khidmah dalam Pembinaan Kerukunan dan Moralitas
Masyarakat di Desa Bojongbata Kecamatan Pemalang” dengan baik.
Dalam proses penyusunan hingga terselesaikannya proposal skripsi ini,
tentunya banyak pihak yang memberikan kontribusi, baik masukan, semangat
maupun bantuan, salah satunya memberikan fasilitas sehingga skripsi ini berjalan
lancar ditengah keterbatasan peneliti. Oleh karenanya, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Hj. Amiroh, M.Ag. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
(STIT) Pemalang, sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah meluangkan
waktunya dan membimbing, mengarahkan, serta memotivasi dalam
penyusunan proposal skripsi ini.
2. Ibu Nisrokha, S.Pd.I., M.Pd. selaku Kaprodi PAI yang telah banyak
memberikan bantuan dalam keberlangsungan proposal skripsi ini untuk
menjalankan perkuliahan.
3. Bapak Ridwan, S.Th.I., M.Si. selaku pembimbing II yang telah meluangkan
waktu dalam membimbing, mengarahkan dan memotivasi dalam penyusunan
proposal skripsi ini.
4. Bapak Ibu Dosen dan Staf Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Pemalang
yang telah banyak memberikan kesempatan kepada penulis untuk meminjam
buku di perpustakaan dan yang berhubungan dengan keberlangsungan
penyusunan proposal skripsi ini.

iii
5. Bapak Subandi dan Ibu Rochyatun selaku orang tua, serta kakak, adik dan
saudara tercinta yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam
proses perkuliahan sampai sekarang.
6. Bapak Ustadz M Nur Ikhsan dan Ibu Munati selaku guru dan pembimbing
penulis yang telah memberikan dukungan dan fasilitasnya untuk
keberlangsungan proposal skripsi ini.
7. Pengurus Daerah Al-Khidmah Kabupaten Pemalang dan Pengurus
Kecamatan Al-Khidmah Pemalang yang telah memberikan izin, dukungan dan
arahan kepada penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
8. Kepada sahabati Husna Dianti Putri dan sahabat-sahabati lainnya yang
tergabung di PMII Ki Patih Sampun STIT Pemalang yang telah memberikan
semangat, dukungan dan bantuannya, sehingga proposal skripsi ini dapat
terselesaikan.
9. Kepada teman-teman yang tergabung di organisasi Dewan Eksekutif
Mahasiswa (DEMA) STIT Pemalang periode 2022-2023 yang telah
memberikan semangat dan dukungan dalam penyusunan proposal skripsi ini.
10. Kepada sahabat perjuangan tiga pejuang aktivis (M Adi Saputra, Santo
Pranowo dan M Ade Sulaiman) yang telah bersama-sama berjuang dalam
penyusunan dan support secara penuh yang tidak pernah putus.
11. Almamaterku STIT Pemalang.
Penulis menyadari dalam penulisan proposal ini masih banyak kekurangan
dan masih jauh dari kata sempurna, maka itu penulis mengharap adanya saran dan
kritik untuk membangun lebih baik lagi. Semoga proposal yang telah dibuat oleh
penulis ini, dapat memberikan manfaat dan keberkahan untuk kita semua. Amiin.

Pemalang, 9 Juli 2023


Penulis,

Muhammad Ade Sulaiman


NIM. 3190017

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................1
B. Fokus Penelitian ...........................................................................................12
C. Rumusan Masalah ........................................................................................12
D. Tujuan Penelitian ..........................................................................................12
E. Manfaat Penelitian ........................................................................................13
BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA ..................................14
A. Deskripsi Konseptual Fokus Penelitian ........................................................14
1. Konsep Majelis Dzikir ...............................................................................14
2. Konsep Kerukunan .....................................................................................19
3. Konsep Moralitas/Akhlaq ..........................................................................25
4. Majelis Dzikir Al-Khidmah .......................................................................33
B. Hasil Penelitian yang Relevan ......................................................................36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................39
A. Jenis Penelitian .............................................................................................39
B. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................40
C. Data dan Sumber Data ..................................................................................40
1. Sumber Data Primer ...................................................................................40
2. Sumber Data Skunder.................................................................................41
D. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data .....................................................41
1. Observasi (pengamatan) .............................................................................41
2. Interview (wawancara) ...............................................................................42
3. Dokumentasi...............................................................................................43
E. Prosedur Analisis Data .................................................................................43
1. Reduksi Data (Data Reduction) .................................................................44

v
2. Penyajian Data (Data Display) ..................................................................45
3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi (Conclusion drawing/veritication) ....45
F. Pemeriksaan Keabsahan Data.......................................................................46
1. Kredibilitas (credibility). ............................................................................46
2. Transferabilitas (Transferability) ...............................................................47
3. Dependabilitas (dependability) ..................................................................47
4. Konfirmabilitas (confirmability). ...............................................................48
G. Sistematika Penulisan ...................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................51

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Di zaman yang semakin maju seperti saat ini, yaitu pesatnya arus
modernisasi dan perubahan budaya populer seperti yang terjadi saat ini
seringkali dapat merusak nilai-nilai religi suatu masyarakat. Agama-agama
yang mengajarkan nilai-nilai luhur, nilai moral dan juga tata krama seringkali
diremehkan oleh generasi milenial karena pesatnya modernisasi. Pengaruh
yang dialami oleh masyarakat, tentu menjadi suatu hal yang harus
diperhatikan, secara bimbingan kemanusiaan dan rohani melalui pendidikan
agama Islam menggunakan kitab suci Al-Qur’an. Dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, kerukunan, kebersamaan dan moralitas. Hal ini akan
menimbulkan pemikiran bahwa Islam merupakan agama yang sakral, ketika
masuk dan diamalkan oleh manusia ia menjadi realitas praktik agama atau
kegiatan keagamaan yang profan yang dapat diamati melalui indera.
Dalam hal ini, praktik agama yang dimaksud ialah pelaksanaan kegiatan
Majelis Dzikir Al-Khidmah di desa Bojongbata yang dijadikan momentum
sekaligus wadah untuk mendapat ketenangan dan ketentraman secara rohani.
Karena di dalamnya menyajikan amaliah yang telah dikonsep dan diajarkan
oleh para guru tarekat, seperti pembacaan tawasul, istigasah, yasin, manaqib,
tahlil, doa, maulidurrasul, doa maulid, dan tausiah oleh kiai. Dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut, dirasa sudah komplit untuk membimbing
secara rohani masyarakat. Dari kegiatan tersebut, juga menjadikan penguatan
masyarakat dalam hal amaliah kepada Allah, sehingga fungsi keagamaan
dapat terjalin dengan sendirinya dalam masyarakat, dan menjadi satu elemen
penting bagi kehidupan masyarakat tersebut. Dalam ini masyarakat dengan
satu agama dan amaliah yang sama, akan menunjukkan kekompakan yang
lebih besar, karena mereka memiliki kepentingan yang sama, dan diantara

1
2

mereka terjadi hubungan saling menguntungkan, saling menolong diantara


satu dengan yang lain.1
Berdasarkan hasil penelitian yang relevan tentang peran Majelis Dzikir Al-
Khidmah dalam pembentukan akhlak dan ukhuwah Islamiah masyarakat Desa
Trisono Babadan Ponorogo,2 yaitu dengan selalu konsisten dan khusyuk
dalam mengikuti kegiatan seperti berdzikir bersama, bersholawat, memahami
sejarah Nabi Muhammad dan wali Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, dan doa
bersama. Maka Majelis Dzikir Al-Khidmah bisa membentuk akhlak kepada
Allah SWT menjadi lebih baik, dengan bertambahnya kualitas dan kuantitas
ibadah dan akhlak kepada Rasulullah bertambah baik dengan selalu mengikuti
suri tauladan Rasul, serta pembentukan akhlak pada masyarakat Desa Trisono
Babadan Ponorogo yaitu masyarakat menjadi lebih tenang dan tentram,
masyarakat berperilaku sopan santun, ramah dan menghargai orang lain, maka
akan timbul ketenangan hati di setiap diri para jama’ah dan bertambahnya
wawasan ilmu tentang akhlak Rasulullah. Dengan demikian tertanamlah pada
diri jama’ah tersebut akhlak yang terpuji, akhlak yang bernilai positif
menjadikan kebaikan bersama diranah rumah tangga para jama’ah dan
masyarakat sekitar. Dengan berdzikir yang terus menerus ditanamkan dalam
hati maka secara tidak langsung akhlak pribadi jama’ah akan menjadi lebih
baik, sebab terdapat kontrol diri dan merasa diawasi oleh Allah SWT, serta
merasa malu melakukan perkara yang tidak bermanfaat atau kemaksiatan
karena dalam diri pribadinya sudah tertanam wawasan dan nilai-nilai religius.
Seiring berkembangannya zaman, juga menjadi sebuah faktor yang
membuat menurunnya semangat untuk hadir dalam kegiatan keagamaan. Hal
tersebut dirasakan oleh sebagian masyarakat Indonesia, terlebih di masyarakat
Pemalang. Buktinya dari sekian banyaknya kegiatan-kegiatan spiritual,
kehadiran jama’ah tidak sepenuhnya merata, baik dikalangan pemuda maupun

1 Khadziq, Islam dan Budaya Lokal: Belajar Memahami Realita Agama dalam Masyarakat,
Yogyakarta: Penerbit Teras, 2009,hlm., 126
2 Anita Kusumawati, Peran Majlis Dzikir Al-Khidmah Dalam Membentuk Akhlak Dan

Ukhuwah Islamiah Masyarakat Desa Trisono Babadan Ponorogo . Diss. IAIN Ponorogo, 2021,
hlm. 1-2.
3

orang tua. Kegiatan yang dimaksud yaitu kegiatan haflah Majelis dzikir yang
dilaksanakan di Desa Bojongbata, tidak semua hadir menjadi jama’ah. Dari
jama’ah yang mengikuti kegiatan tersebut, didominasi dari kalangan orang tua
dan sebagian berdomisili diluar desa Bojongbata. Dari pernyataan tersebut,
tentunya menjadi sebuah catatan bahwa pengaruh lingkungan dan
kecanggihan teknologi sangat berdampak pada kebiasaan masyarakat yang
seharusnya mengikuti kegiatan keagamaan. Namun yang menjadi menarik dan
nilai positif dalam pelaksanaan Majelis dzikir yang bertempat di desa
Bojongbata yaitu dari sekian banyaknya jama’ah yang berasal dari masing-
masing daerah, berkumpul dalam satu tempat untuk melakukan doa dan dzikir
bersama. Hal tersebut mencerminkan sebuah keharmonisan dan kerukunan
yang terpancar dalam majelis dzikir yang dilaksanakan. Budaya spiritual ini
perlu dipertahankan, dengan adanya pembinaan yang sesuai pada kebutuhan
masyarakat dalam mengikuti kegiatan.
Berdasarkan uraian masalah dan dampak dari penyelenggaraan kegiatan
di atas berdasarkan data dan fakta, dilihat dari substansinya, sebuah penelitian
hendaklah berupa masalah yang pemecahannya memberikan kontribusi
ataupun sumbangan kepada bangunan pengetahua dibidang keagamaan.
Seorang peneliti hendaklah dapat menunjukkan bahwa hasil penelitian
memiliki tempat untuk membangun sebuah pengetahuan keagamaan dalam
rangka mengisi kekosongan, memantapkan, melengkapi atau mengevaluasi
penelitian sebelumnya. Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan memiliki
kontribusi dan relevansi bagi pengembangan ilmu, sehingga tujuan penulisan
yang hendak dicapai pun, menjadi jelas. Yaitu untuk menemukan dan
mengetahui peran majelis dzikir Al-Khidmah dalam pembinaan kerukunan
dan moralitas masyarakat di Desa Bojongbata Kecamatan Pemalang, serta
menelaah sebuah dampak dari majelis dzikir Al-Khidmah dalam pembinaan
kerukunan dan moralitas masyarakat di Desa Bojongbata Kecamatan
Pemalang.
Perkembangan jama’ah Al-Khidmah sangat pesat sampai ke penjuru
dunia, hal itu dibuktikan dengan pelaksanaan majelis-majelis dzikir diberbagai
4

wilayah. Terlebih di daerah Kabupaten Pemalang yang didominasi


masyarakatnya memiliki budaya religius tinggi yaitu dengan terbiasa
menyelenggarakan kegiatan keagamaan seperti kegiatan Majelis Dzikir.
Kegiatan itu diselenggarakan oleh segenap pengurus Al-Khidmah wilayah
atau Kecamatan, yang ada kontribusi masyarakat Pemalang dalam suksesnya
kegiatan tersebut, baik sebagai petugas, penjamu tamu, konsumsi, tukang
parkir dan jama’ah.
Nama Al-Khidmah digunakan oleh KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi, karena
beliau tidak menginginkan nama Jama’ahnya terlalu tinggi. Al-Khidmah
sebenarnya ialah cerminan dari kerendahan hati beliau yang memiliki arti
melayani. Dari istilah kata melayani itu, maka Jama'ah Al Khidmah siap
melayani semua lapisan masyarakat yang membutuhkan siraman rohani
dengan dilakukan cara berdzikir.3
Kegiatan Majelis Dzikir merupakan amaliah dari Al-Khidmah, yang masih
dalam garis naungan dari thoriqoh Qadiriyah wan Naqsabandiyah Al-
Ustmaniyah. Thoriqoh tersebut lantaran silsilahnya dipertalikan dengan Syekh
Ahmad Khatib Sambas dari KH. Muhammad Ustman, Jatipurwo, Surabaya.
Menurut pimpinan Thoriqoh, tujuan penambahan kata “Al Ustmaniyah” bukan
untuk membuat Thoriqoh baru, melainkan hanya untuk menegaskan bahwa
Thoriqoh ini melintasi jalur kemursyidan KH. Muhammad Utsman, Jatipurwo,
Surabaya. Dari garis keturunan Kiai Muhammad Utsman lahir putranya, yaitu
KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy menjadi mursyid.4
Peranan dzikir dalam kehidupan beragama umat Islam sangat penting,
sebab menjadi sarana berkomunikasi dengan Allah SWT. Berdzikir tidaklah
sekedar melafalkan wirid-wirid, melainkan tuntunan-tuntunan pada
menghayati apa yang kita ucapkan. Dzikir merupakan menyebut Asma Allah

3M Dermawan, Sejarah Lahir dan Berkembangnya Perkumpulan Jama'ah Al Khidmah dalam


Menyiarkan Ajaran-Ajaran Kh. Ahmad Asrori Al-Ishaqy di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya
pada Tahun 2005-2014 (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016), hlm. 46.
4
Iksan Kamil Sahri dan Muallifah, Haul Dan Perilaku Keagamaan: Studi Motivasi Jamaah
Haul Akbar Tarekat Qodiriyah Wan Naqsabandiyah Al Ustmaniyah Di Pondok Pesantren Assalafi
Al Fithrah Kedinding Lor Surabaya, Kaca (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu
Ushuluddin, Volume 11, Nomor 1 (Februari 2021), hlm. 99.
5

dengan membaca tasbih, tahlil, tahmid, taqdis, takbir, hauqalah, habalah dan
membaca doa-doa yang ma’tsur, yaitu doa yang diterima dari Nabi SAW. 5

َ ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الَّ ِذ ْي َن ٰا َمنُوا ا ْذ ُك ُروا ه‬


ً ‫﴾ َّو َس ِب ُح ْو ُه بُ ْك َرة‬١٤﴿ ‫ّٰللا ِذ ْك ًرا َكثِ ْي ًرا‬
﴾١٤﴿ ‫ص ْي ًًل‬
ِ َ ‫َّوا‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah,
dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya. Dan ber-tasbih-lah
kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-42)6

Ayat tersebut menjelaskan mengenai perintah buat berdzikir, menyebut


Allah dan mengingat-Nya, serta menegaskan bahwa dzikir itu suatu rangka
berasal rangkaian iman (Islam) yang wajib disempurnakan pembinaannya
oleh seluruh umat Islam di dunia. Dengan hal tersebut akan membawa hati
seseorang menjadi tenang dan tentram, sehingga amal perbuatannya tidak
meninggalkan dari perintah-perintah-Nya, serta menjauhkan diri dari
perbuatan-perbuatan yang dimurkai-Nya (taqwa).
Lantaran berdzikir kepada Allah SWT, membuat hati seseorang akan
semakin tenang dan damai. Sebab perlu diketahui bahwa hal tadi, termasuk
kedalam keistimewaan hati (qolbu). Yang mana dengan keistimewaan itu,
manusia berhak mendekatkan diri kepada Allah melalui sarana ilmu
(pengetahuan) dan iradah (kehendak). Dengan sarana tersebut, yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya salah satunya manusia
mempunyai fikiran atau akal yang dapat mencerna ilmu secara baik.
Jika akibat yang ditimbulkan dari suatu perkara itu menghasilkan kebaikan
(kemaslahatan), maka ada kehendak untuk melakukannya dan ada keinginan
untuk menempuhnya (Iradah).7 Kondisi tersebut merupakan hikmah dan
fadilah dari berdzikir kepada Allah, karena apabila seseorang mengucapkan
dzikir dari lidah kemudian dihayati di hati, maka akan mempengaruhi pola

5 M Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,
2010, hlm. 2.
6 Mushaf Masjidil Aqsha, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Cahaya Qur’an, 2011, hlm.

423.
7 Imam Al-Ghazali, Membangkitkan Energi Qolbu, Surabaya: Mitrapress, 2008, hlm. 31.
6

fikir dan tindakan seseorang selalu dalam lingkaran kebaikan, baik sosial
maupun individu.
Kerukunan diartikan sebagai hidup bersama dalam masyarakat dengan
“sehati” dan “kesepakatan” untuk tidak memancing pertengkaran dan
perkelahian. Kerukunan adalah istilah yang sarat makna baik dan damai. Pada
dasarnya, hidup bersama dalam masyarakat dengan "satu hati" dan "setuju",
bukan untuk memancing pertengkaran dan pertengkaran. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa kerukunan berarti hidup tentram dan damai, saling
toleransi antar pemeluk agama yang sama atau berbeda, kesediaan mereka
untuk menerima perbedaan keyakinan dengan orang atau kelompok lain, dan
membiarkan orang lain mengamalkan ajaran-ajaran keyakinan dari masing-
masing komunitas, dan kemampuan untuk menerima perbedaan. Harmoni
berarti menyepakati perbedaan-perbedaan yang ada dan menjadikannya
sebagai titik tolak untuk memajukan kehidupan sosial yang saling memahami
dan menerima dengan tulus dan sepenuh hati. Harmoni mencerminkan
hubungan timbal balik yang ditandai dengan saling percaya, saling
menghormati dan menghargai, serta sikap saling memahami. 8
Pembinaan masyarakat untuk menciptakan kerukunan yang baik, tentu
harus terus dilakukan secara intens, karena akan berdampak pada kesenjangan
di lingkungan masyarakat. Walaupun masyarakat dalam konteks kemanusiaan,
dibentuk dan membentuk dengan sendirinya, akan tetapi harus dapat
diselaraskan dengan tujuan untuk saling menguatkan, saling menolong, dan
saling menyempurnakan.9 Konsep dzikir bersama, yang dimulai untuk
memberikan suasana kebersamaan antar individu dengan yang lainnya.
Menurut Ibnu Taimiyah berkata dalam Al-Fatwa: “Berkumpul untuk
membaca Al-Qur’an, untuk berdzikir dan berdoa adalah baik dan disukai, asal
jangan dijadikan adat kebiasaan, sehingga dipandang suatu suruhan dan

8 Ibnu Rusydi dan Siti Zolehah, Makna Kerukunan Antar Umat Beragama dalam konteks
Keislaman dan Keindonesiaan, Al-Afkar Jurnal for Islamic Studies. Vol. 1 No. 1, Januari 2018,
hlm. 172.
9 Nanih Machendrawaty dan agus Ahmad S, Pengembangan masyarakat Islam: Dari

Ideologi, Strategi Sampai Tradisi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, hlm. 5


7

jangan disertai bid’ah. Dan sekiranya imam dan makmum berdoa pada satu-
satu tempo sesudah shalat karena ada keperluan, tiadalah yang demikian
dipandang menyalahi sunnah, asal saja jangan dikekalkan. 10 Artinya bahwa
sangatlah disukai apabila kita mengadakan halaqah-halaqah (tempat-tempat)
yang ditentukan untuk berdzikir dan membiasakan berdzikir di tempat-tempat
itu. Nabi SAW, bersabda:

ُُ ََ‫اَ ُسو‬
َ َََ‫ّٰللا َويَت‬
ِ َّ ‫َاب‬َ ‫ون ِكت‬ َ ُ‫ّٰللا يَتْل‬
ِ َّ ‫ت‬ ِ ‫ت ِم ْن بُيُو‬ ٍ ‫اجت َ َم َع قَ ْو ٌم فِي بَ ْي‬ ْ ‫َو َما‬
‫الر ْح َمةُ َو َحفَّتْ ُه ُم‬
َّ ‫ت َعلَ ْي ِه ُم ال َّس ِكينَةُ َو َغ ِش َيتْ ُه ُم‬ْ َ‫َب ْينَ ُه ْم ِإ ََّّل ََزَ ل‬
ُ َّ ‫ْال َم ًَلئِ َكةُ َوذَ َك َرهُ ُم‬
‫ّٰللا فِي َم ْن ِع ْن ََ ُه‬
Artinya: “.....Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari
rumah–rumah Allah (masjid), membaca kitabullah, saling mengajarkan
diantara mereka, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, diliputi
oleh rahmat dan dinaungi oleh para malaikat serta Allah akan menyebut-
nyebut mereka di hadapan makhluk yang berada di sisiNya....” (HR.
Muslim)11

Dalam hadis di atas, Nabi menjelaskan bahwa tidaklah suatu kaum


berkumpul disalah satu rumah diantara rumah-rumah Allah, yaitu masjid
dengan membaca kitabullah, saling mengajarkan sebuah ilmu dan
mengerakan amal kebaikan diantara mereka terdapat keutamaan berkumpul
dalam membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya di dalam masjid, dan
demikian menjadi sebab turunya ketenangan dan ketentraman kepada mereka,
yaitu mendapat jernih atau bersihnya hati dengan cahaya Al-Qur’an dan
hilangnya kegelapan dalam jiwanya, serta diliputi oleh rahmat Allah. Artian
dari “dinaungi oleh para malaikat”, yaitu yang dimaksud para malaikat
mengelilingi mereka sebagai bentuk menghormati seorang yang berbuat
kebaikan. “Serta Allah akan menyebut-nyebut mereka dihadapan makhluk
yang berada disisi-Nya”, dan para malaikat dari derajat yang teratas, Allah
menyebut-nyebut seseorang yang berbuat kebaikan dikarenakan cinta dan
bangga kepada mereka.12 Hal ini, bertujuan agar mendapatkan keridhaan

10 M Hasbi ash-Shiddieqy, Op.Cit, hlm. 24.


11 Ahmad Fauzi dan Alfiah, Urgensi Dan Keutamaan Serta Kedudukan Ilmu Yang
Bermanfaat Sebagai Aset Akhirat, JETE : VOL 2, NO 2, Oktober, 2021, hlm., 129.
12 Ibid., hlm. 138.
8

Allah SWT. Dalam konteks Majelis dzikir juga masih selaras dengan tempat
yang mulia, yaitu sesuai dengan apa yang dilakukan di dalamnya.
Melalui istiqomah mengikuti kegiatan majelis dzikir yang
diselenggarakan, tentunya akan memberikan pengaruh yang baik pula,
terutama dalam perilaku masyarakat dan pola berfikir individu. Hubungan
antara individu dengan yang lain, tentunya memberikan timbal balik yang
berbeda. Akan tetapi dengan melalui tempat dan tujuan yang sama, akan
menjadi media untuk persatuan umat. Setiap orang mempunyai pengaruh pada
masyarakatnya walaupun tidak terlihat jelas oleh mata kita, jika rambut-
rambut yang lain dikumpulkan menjadi satu, maka bayangan itu semakin
nampak jelas. Dampak seseorang pada masyarakatnya sangat variatif
tergantung perbedaan tingkatannya dalam hal kebaikan atau keburukan, maju
dan merosotnya suatu masyarakat adalah ukuran perilaku setiap individunya. 13
Manusia telah lama memahami makna persaudaraan universal, maka
hubungan antar bangsa semakin erat dan banyak memberikan manfaat, kerja
sama yang diadakan semakin meluas dalam segala bidang seperti kesepakatan
bidang pos, telegram dan kereta api. Hal tersebut adalah gambaran keadaan
masyarakat sosial yang setiap individunya merupakan bagian dari masyarakat
dan tidak seorang pun yang dapat terlepas dari masyarakat luas, setiap
individu adalah anggota dalam keluarga, di kota atau desa, sebuah bangsa dan
dunia seluruhnya.14 Artinya bahwa masyarakat dalam berbangsa dan
beragama, tidak terlepas dari kehidupan simbiosis mutualisme, yaitu saling
membutuhkan satu sama lain.
Moralitas merupakan watak atau sifat khusus seseorang dalam berperilaku
santun dan menghormati orang lain, yang tercermin dalam perilaku dan
kehidupannya. Pada dasarnya moralitas didasarkan pada suara hati nurani
seseorang. Meskipun sifat suara hati nurani manusia bersifat universal, sulit
untuk mengatakannya dengan pasti. Suara hati nurani seseorang hanya dapat
dikenali dari manifestasinya, baik dalam bentuk tingkah laku maupun dalam

13 Ahmad Amin, Kitab Akhlak Wasiat Terakhir Gus Dur, Surabaya: QUNTUM Media, 2012,

hlm. 72.
14 Ibid., hlm. 74.
9

perkataan yang diucapkannya. Oleh karena itu, menangkap suara hati nurani
harus dilakukan dengan usaha yang cermat dan telaten.15
Maka dari itu upaya dalam pembinaan moralitas harus terus dilaksanakan,
yaitu dengan setiap masyarakat ikut serta dalam kegiatan religiusitas, demi
terbentuknya pribadi muslim yang bertakwa dan berbudi luhur. Hal ini
dikarenakan pembinaan moral merupakan hal yang sangat krusial dalam
kehidupan bermasyarakat, dikarenakan pelatihan moral ini artinya bagian
berasal pelatihan umum pada lembaga manapun yang bersifat fundamental
serta menyeluruh, sebagai akibatnya mencapai sasaran yang diperlukan yaitu
terbentuknya pribadi manusia yang (manusia kamil) memiliki karakteristik
yang seimbang antara aspek duniawi maupun ukhrawi (tawazun). Dan yang
menjadi dasar pembinaan moral adalah kebaikan moral itu sendiri. 16
Dalam hal pembinaan moral setiap manusia, satu-satunya Nabi yang dapat
mengimplementasikan akhlak dengan luhur yaitu Rasulullah SAW yang
memberikan Rahmat ke seluruh alam. Hal tersebut dalam Al-Qur’an
dijelaskan di surah Al-Ahzab ayat 21:

َ‫ّٰللا‬ َ ‫ّٰللا ا ُ ْس َوة ٌ َح َسنَةٌ ِل َم ْن َك‬


‫ان يَ ْر ُجوا ه‬ ِ ‫ان لَ ُك ْم فِ ْي ََ ُس ْو ِل ه‬
َ ‫لَقَ َْ َك‬
﴾٤٤﴿ ‫ّٰللا َكثِ ْي ًرا‬ ٰ ْ ‫َو ْاليَ ْو َم‬
َ ‫اَّل ِخ َر َوذَ َك َر ه‬
Artinya: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengaharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat serta yang banyak mengingat Allah.”17

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa sosok Rasulullah SAW merupakan
barometer dalam kehidupan dan sebagai suri tauladan bagi manusia. Sebagai
pembawa pesan Allah SWT Beliau sukses menghidupkan pesan tersebut
dalam diri suri tauladannya dan bagi orang sekitarnya, baik sifat, sikap dan

15 Sahmiar Pulungan, Membangun Moralitas Melalui Pendidikan Agama , Jurnal Al-hikmah


Vol. 8, No. 1, April 2011, hlm. 13.
16 Audah Mannan, "Pembinaan moral dalam membentuk karakter remaja (Studi kasus remaja

peminum tuak di Kelurahan Suli Kecamatan Suli Kabupaten Luwu)." Aqidah-Ta: Jurnal Ilmu
Aqidah 3.1, 2017, hlm. 59-72.
17 Mushaf Masjidil Aqsha, Op.Cit, hlm. 420.
10

nilai-nilai yang dibawa beliau merupakan representasi dari ajaran-ajaran Al-


Qur’an.18
Dari uraian tadi ada hubungan erat terkait perlunya bimbingan terhadap
masyarakat pada hal perumusan serta pengembangan bentuk dari peranan
Majelis Dzikir terhadap perubahan setiap individu rakyat lebih memadai
menjadi media dakwah serta organisasi sosial kemasyarakatan, sehingga dapat
menjawab dilema kerukunan dan moralitas pada masyarakat yang
membutuhkan kedamaian.
Maka dari itu manfaat Majelis sebagai media untuk berkumpul sangat
relevan, kini hanya persoalan bagaimana pengelolaan dalam mengatur konsep
kegiatan sebagai bagian dari dakwah tersebut. Konsepsi dakwah pada
umumnya berkembang dikalangan masyarakat, berangkat dari masyarakat
sebagai objek (mad’u) yang harus diubah dan dituntun karena ke-dhaif-an dan
potensi untuk bertindak jahil.
Berdasarkan asumsi ini, tugas asal dai atau kiai dan organisasi Islam
merupakan menjaga masyarakat supaya permanen berpijak pada jalan yang
benar, lurus serta diridhai Allah SWT.19 Dengan demikian, masyarakat
ditempatkan pada wadah yang harus diisi dengan cairan-cairan yang
diharapkan akan membuat masyarakat sehat dan kuat secara jasmani serta
rohani. Karena tugas aktif bukan bagian dari masyarakat, akan tetapi tugas
dari kiai dan pengurus organisasi masyarakat.
Berasal sekian banyaknya Majelis dzikir sebagai media berdakwah di
Indonesia, memberikan respon baik serta akibat yang baik juga terhadap
pembangunan manusia pada hal sikap dan moral warga. Maka dari itu tingkat
relevansi dakwah dan syiar yang dilakukan oleh jajaran pengurus organisasi
Al-Khidmah dalam menyajikan program-program yang mengarah pada
perubahan masyarakat, dalam hal ini perubahan kebiasaan dan sikap.

18 Fitrah Sugiarto, dan Indana Ilma Ansharah. "Penafsiran Quraish Shihab Tentang
Pendidikan Akhlak Dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat 21 Pada Tafsir Al-Misbah." Al Furqan:
Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir 4.2, 2021, hlm. 95-105.
19 Nanih Machendrawaty dan agus Ahmad S, Pengembangan Masyarakat Islam: Dari

Ideologi, Strategi Sampai Tradisi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, hlm. 178.
11

Tentunya mengandung nilai untuk mentransformasikan sikap yang belum baik


menuju baik. Maka dari itu, penelitian ini tertuju pada minset jama’ah dan
masyarakat yang beranggapan bahwa hadirnya Majelis dzikir merupakan
kegiatan pengajian biasa yang dilaksanakan sampai larut malam. Lalu perihal
perseteruan arus politik, sehingga memandang keberadaan majelis dzikir
menjadi perkumpulan sosialisasi politik. Dan lebih menariknya, berkaitan
dengan kebersamaan atau penerapan konsep “memanusiakan manusia”, juga
diterapkan oleh segenap kepengurusan atau pelaksana dalam menyukseskan
Majelis dzikir.
Penjelasan di atas menjadi alasan kuat peneliti untuk melakukan penelitian
pada penyelenggaraan Majelis Dzikir yang melibatkan seluruh elemen rakyat,
baik berasal kalangan tokoh kepercayaan, pemerintah serta masyarakat umum.
Dan terkait masing-masing elemen tersebut memiliki peran dan tugas
tersendiri, tentang tersebut menjadi komponen yang sangat penting dalam
penyelenggaraannya. Seperti petugas dekorasi, petugas pengantar tamu
menuju lokasi, parkir, penataan sandal, shaf jama’ah, penjamu tamu, petugas
konsumsi dan akomodir mic, MC serta tim pembaca. Dapat dilihat bahwa
bentuk organisir, kontribusi dan sumbangsih masyarakat sangat besar, serta
konsep humaniora dalam penyelenggaraan majelis dzikir pun sangat nampak
jelas. Dengan adanya manajemen tersebut, juga menjadi tawaran solusi yang
tepat untuk dipertahankan disetiap Majelis dzikir, karena sebagai ajang saling
kontribusi dan menjaga persatuan satu sama lain, demi suksesnya acara
Majelis dzikir.
Dzikir yang peneliti maksud yaitu Majelis Dzikir Al-Khidmah yang
berada di Desa Bojongbata Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang.
Majelis ini adalah bagian berasal program kerja organisasi Al-Khidmah
Kecamatan Pemalang yang diselenggarakan menyesuaikan waktu dan tempat
yang disepakati.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti ingin mengkaji
tentang bagaimana peran Majelis Dzikir Al-Khidmah dalam Pembinaan
Kerukunan dan Moralitas Masyarakat di Desa Bojongbata Kecamatan
12

Pemalang. Kemudian Apa dampak adanya Majelis Dzikir Al-Khidmah dalam


Pembinaan Kerukunan dan Moralitas Masyarakat di Desa Bojongbata
Kecamatan Pemalang. Dengan Judul Penelitian: Peran Majelis Dzikir Al-
Khidmah dalam Pembinaan Kerukunan dan Moralitas Masyarakat di
Desa Bojongbata Kecamatan Pemalang.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan fokus dari penelitian ini, dilihat dari identifikasi masalah di
atas, maka peneliti dalam hal ini lebih memfokuskan penelitian pada Peran
Majelis Dzikir Al-Khidmah dalam Pembinaan Kerukunan dan Moralitas
Masyarakat di Desa Bojongbata Kecamatan Pemalang.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan yang dikemukakan dari latar belakang di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana peran Majelis Dzikir Al-Khidmah dalam pembinaan
kerukunan dan moralitas masyarakat di Desa Bojongbata Kecamatan
Pemalang?
2. Apa dampak adanya Majelis Dzikir Al-Khidmah dalam pembinaan
kerukunan dan moralitas masyarakat di Desa Bojongbata Kecamatan
Pemalang?

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sesebagai
berikut:
13

1. Untuk mengetahui peran Majelis Dzikir Al-Khidmah dalam pembinaan


kerukunan dan moralitas masyarakat di Desa Bojongbata Kecamatan
Pemalang.
2. Untuk mengetahui dampak dari Majelis Dzikir Al-Khidmah dalam
pembinaan kerukunan dan moralitas masyarakat di Desa Bojongbata
Kecamatan Pemalang.

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
Manfaat menurut peneliti secara teori ataupun literasi, yaitu untuk
menambah dalam penguasaan wacana dan literasi berfikir bagi pembaca,
sebagai sarana penerapan ilmu yang bersifat teori atau tertulis yang sudah
di pelajari dan diharapkan dapat menjadi sumber literasi tambahan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di sosial masyarakat.
2. Secara Praktis
Manfaat selanjutnya, yaitu secara praktis bagi Majelis Dzikir Al-Khidmah
Kecamatan Pemalang, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukkan dan acuan yang dapat memberikan manfaat dan mengandung
tingkat relevansi terhadap pengembangan kegiatan keagamaan dalam
rangka pendampingan serta pembinaan kerukunan dan moralitas
masyarakat Desa Bojongbata Kecamatan Pemalang dimasa mendatang.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Konseptual Fokus Penelitian
1. Konsep Majelis Dzikir
a. Pengertian Majelis Dzikir
Secara etimologi kata “Majelis” berasal dari kosa kata Bahasa
Arab, berasal dari kata “jalasa” yang berarti duduk. Kata tersebut
menempati isim makan yang menjadi “Majlis” dan memiliki arti
tempat duduk atau tempat pertemuan.20
Sedangkan secara terminologi, Majelis adalah pertemuan atau
kumpulan orang banyak yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu.
Majelis juga dapat berupa lembaga masyarakat non pemerintah yang
terdiri atas para ulama’ islam, antara lain yang bertugas memberikan
fatwa dan ada juga yang berupa lembaga pemerintah yang terdiri atas
Majelis-Majelis perwakilan rakyat dan sebagainya.
Sementara dzikir adalah segala gerak-gerik dan aktivitas yang
berobsesi pada kedekatan atau taqarrub kepada Allah. Mengucapkan
kata-kata tertentu yang mengandung unsur ingat kepada Allah juga
termasuk dzikir.21 Yaitu dengan membaca tasbih, tahlil, tahmid, taqdis,
takbir, hauqalah, hasbalah dan membaca doa-doa yang ma’tsur.22
Dzikir merupakan bentuk komitmen dan kontinuitas untuk
menginggalkan kondisi lupa kepada Allah SWT dan meninggalkan
wilayah musyahadah (persaksian), dan untuk mengalahkan rasa takut
bersamaan dengan rasa kecintaan yang mendalam, serta seorang
menjadi tenang dan tentram dalam menjalankan hidup.

20 Anita Kusumawati, Peran Majlis Dzikir Al-Khidmah Dalam Membentuk Akhlak dan
Ukhuwah Islamiah Masyarakat Desa Trisono Babadan Ponorogo , PhD Thesis, IAIN Ponorogo,
2021, hlm., 15.
21 Fadila Rohmania, Peran Majlis Dzikir Al-Khidmah Dalam Meningkatkan Religiusitas

Remaja Desa Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan , Diss. IAIN Kudus, 2019, hlm., 15.
22 M Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,

2010, hlm., 2.

14
15

‫ّٰللاِ ت َْط َم ِٕى ُّن‬ ‫الَّ ِذ ْي َن ٰا َمنُ ْوا َوت َْط َم ِٕى ُّن قُلُ ْوبُ ُه ْم ِب ِذ ْك ِر ه‬
‫ّٰللاِ ا َ ََّل ِب ِذ ْك ِر ه‬
﴾٤٢﴿ ‫ب‬ ُ ‫ْالقُلُ ْو‬
Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah hati menjadi tenteram. (Q.S Ar-Ra’d/28)23

Pengertian majelis dzikir sangat beragam, diantaranya Imam Asy-


Syathibi menjelaskan bahwa Majelis dzikir yang sebenarnya adalah
Majelis yang mengajarkan Al-Qur’an, ilmu-ilmu syar’i (agama),
mengingatkan umat tentang sunnah-sunnah Rasul agar mereka
mengamalkannya.24
Hujjatul Islam (Al-Ghazali) mengatakan yang dimaksud dengan
Majelis dzikir adalah tadabbur Al-Qur’an, mempelajari agama dan
menghitung-hitung atau mengingat serta mensyurkuri nikmat yang
telah Allah berikan kepada kita.
b. Tujuan Majelis Dzikir
Adapun tujuan Majelis dzikir dapat memiliki rumusan yang
berbeda-beda. Tuti Alawiyah merumuskan tujuan Majelis dzikir adalah
fungsional, yaitu:25
1) Tujuan Majelis Dzikir yang berfungsi sebagai tempat belajar
adalah untuk memperluas pengetahuan dan keyakinan agama yang
mendorong mengalami ajaran agama.
2) Berfungsi sebagai tempat kontak sosial, sehingga tujuannya adalah
silaturahmi.
3) Berfungsi untuk mencapai kepentingan sosial, bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan lingkungan rumah dan
masyarakat.

23 Mushaf Masjidil Aqsha, Op.Cit, hlm. 252.


24 Tia Mar’atus Sholiha, Peran Majelis Dzikir dalam Pembinaan Akhlak Remaja Putri , Diss.
Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2013, hlm., 11.
25 Sarifa Halijah, Peran Majelis Zikir Azzikra dalam Membina Karakter Peduli Sosial dan

Peduli Lingkungan, Al-Qayyimah, Vol. 2 No. 1 Juni 2019, hlm. 141.


16

Sederhananya, seperti yang telah disebutkan di atas, tujuan


diadakannya Majelis dzikir adalah untuk mengajak masyarakat untuk
berdoa bersama, berdzikir bersama, belajar tentang ilmu agama dan
menjalin silahturahmi untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya
agama di lingkungan masyarakat atau masyarakat sekitar. Peran agama
dalam kehidupan sehari-hari.
c. Manfaat Majelis Dzikir
Majelis dzikir memiliki beberapa manfaat, diantaranya:
1) Memelihara ingatan atau mengingat Allah SWT, yang merupakan
perintah Allah dalam surah Al-Ahzab ayat 41,

َ ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الَّ ِذ ْي َن ٰا َمنُوا ا ْذ ُك ُروا ه‬


﴾١٤﴿‫ّٰللا ِذ ْك ًرا َكثِ ْي ًرا‬
Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah
dengan dzikir sebanyak-banyaknya”.26

2) Turunnya sakinah (ketenangan), Imam Nawawi berkata: yang


dimaksud dengan sakinah yaitu rahmat. Pendapat lain, sakinah
adalah ketenangan dan ketentraman. Hal tersebut dijelaskan dalam
firman Allah dalam surat Ar-Ra’d ayat 28,

‫ّٰللا ت َْط َم ِٕى ُّن‬ ‫الَّ ِذ ْي َن ٰا َمنُ ْوا َوت َْط َم ِٕى ُّن قُلُ ْوبُ ُه ْم ِب ِذ ْك ِر ه‬
ِ ‫ّٰللاِ ا َ ََّل ِب ِذ ْك ِر ه‬
﴾٤٢﴿ ‫ب‬ ُ ‫ْالقُلُ ْو‬
Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. (Q.S Ar-
Ra’d/28)

3) Memiliki cahaya kalbu yang menerangi, guna meraih pengetahuan


dan hikmah.27

26 Mushaf Masjidil Aqsha, Op.Cit, hlm. 423.


27 Muhamad Amir Yusuf, Pengaruh Majelis Dzikir Terhadap Keharmonisan Keluarga (Studi
Kasus Majelis Dzikir Al-Khidmah Di Pondok Pesantren Hidayatul Falah Bantul Yogyakarta) ,
Diss. Uin Sunan Kalijaga, 2014, hlm., 14.
17

d. Macam-macam Majelis Dzikir


1) Majelis Dzikir Syadziliyah
Majelis Dzikir tarekat Syadziliyah berperan aktif dalam
membimbing individu-individu untuk memimpin tarekat yang
tujuan utamanya adalah mencari ridha Allah SWT. Berbagai upaya
menitikberatkan pada amalan untuk mensucikan jiwa dan
memberikan ketaatan yang diperlukan untuk mencapai Ma'rifat
kepada Allah SWT. Berlatih di urutan pertama Syadziliyah, Bai'at.
Dalam hal ini, inisiasi merupakan langkah awal bagi seseorang
untuk bergabung dengan Tarekat Sadziliyah. Menurut tradisi
Tarekat, seorang pengabdi Tarekat tidak dapat mengamalkan
ajaran Tarekat kecuali ia telah mendapat persetujuan (bai'at) dari
seorang mursyid (guru) yang diberi wewenang untuk mengesahkan
pemeluk baru. Kedua, khususiyah atau Khataman adalah upacara
ritual yang dipimpin oleh seorang Mursyid. Ketiga, manaqiban,
metode manaqib yang dilakukan setiap tanggal 11 hijriyah untuk
memperingati wafatnya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Keempat,
Uzlah mengasingkan diri dari keramaian atau interaksi sosial untuk
menghindari godaan untuk hanya memikirkan dunia dan fokus
pada ibadah.
2) Majelis Dzikrul Ghofilin
Dzikrul Ghofilin Sesuai namanya, berarti wirid untuk
mengingatkan orang-orang yang telah lupa atau sengaja melupakan
Allah SWT. Jadi, tujuannya adalah semata-mata untuk
mengingatkan orang-orang yang lupa atau sengaja melupakan
Allah melalui dzikir, wirid ini muncul sebagai respon atas gejala-
gejala perilaku amoral yang dilakukan oleh sebagian umat,
khususnya yang dilakukan oleh generasi muda yang dianggap
18

sebagai efek dari arus modernisasi misalnya mabuk-mabukan,


pergaulan bebas, perjudian dan sebagainya.
3) Majelis Dzikir Qodiriyah wan Naqsabandiyah Al-Utsmaniyah
Majelis Dzikir dari tarekat ini, merupakan gabungan dari dua
organisasi ini menjadi satu kesatuan yang berbeda melalui
kodifikasi yang unik, terkhusus dari segi ritual, seperti manaqiban
dan diba‟an. Tarekat Qadiriyah wan Naqsabandiyah didirikan oleh
seorang ulama asal Indonesia yang bermukim di Mekkah, yaitu
Syekh Ahmad Khatib ibn Abdul Ghaffar Al-Sambasi. Beliau
memulai pendidikan agamanya di Sambas. Setelah itu, ia pergi ke
Mekkah dan tidak kembali lagi ke tanah air. Keberadaannya di
Mekkah, ia menjadi rujukan para Hujjaj (orang yang telah
menunaikan ibadah haji), dari nusantara sehingga perngaruhnya
begitu besar.28
Tarekat Qadiriyah wan Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah yaitu
tarekat Qadiriyah wan Naqsabandiyah yang dinisbatkan silsilahnya
kepada Syekh Ahmad Khatib Sambas dari jalur KH. Muhammad
Ustman, Jatipurwo, Surabaya. Kata Al-Ustmaniyah bukanlah
hendak untuk membuat tarekat baru tapi hanya menegaskan bahwa
tarekat ini melalui jalur kemursyidan KH. Muhammad Ustman,
Jatipurwo, Surabaya. Dari jalur Kiai Muhammad Utsman inilah
sang putra, yaitu KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy mendapatkan
kemursyidannya. Dalam penyajian rangkaian amaliah di Majelis
ini, antara lain:
a) Tawasul
b) Istigasah
c) Yasin
d) Manaqib
e) Maulid

28 Iksan Kamil Sahri dan Muallifah, Op.Cit. hlm. 98.


19

f) Doa
Dari rangkaian amaliah-amaliah dalam Majelis tersebut,
merupakan program dari organisasi Al-Khidmah yang disajikan
dalam pelaksanaan haflah majelis dzikir dan maulidurrasul SAW.
Adapun klasifikasi dzikir dalam arti khusus ini terbagi dua,
yakni dzikir jahr dan dzikir khafi:
1) Dzikir jahr
Dzikir jahr yaitu dzikir yang dikeraskan, baik melalui suara
maupun gerakan. Dengan membaca kalimat toyibah yakni
“Lailaha illAllah” secara lisan dengan suara keras dan dengan
cara-cara tertentu. Pada kalimat ini, terdapat hal yang
menafikkan yang lain daripada Allah dan mengitsbatkan Allah.
Meski pun dzikir ini makanan utama lisan, tapi harus
diresapkan pengakuan di dalam hati, tidak ada Tuhan
melainkan Allah.29
2) Dzikir khafi
Dzikir Khafi merupakan mengingat Allah dengan diam-diam
mengingat nama "Allah" secara sirr di dalam hatinya. Orang
yang mengamalkan dzikir khafi atau dzikir hati merasakan
kehadiran Tuhan. Ketika mereka ingin melakukan suatu
tindakan atau perbuatan, mereka percaya dalam hati bahwa
Tuhan selalu bersama mereka. Dzikir ini adalah makanan
utama hati, karena ia bergerak-gerak Allah, Allah dalam hati.
Dzikir “khafi” dapat disebut dzikir “ismu dzat” karena ia
langsung berdzikir dengan menyebut nama Dzat. 30
2. Konsep Kerukunan
a. Pengertian Kerukunan
Kerukunan merupakan budaya Indonesia yang telah tertanam dan
berurat-berakar dalam tradisi dan hubungan antar sesama masyarakat

29 M. Zainul Abdullah, Dzikir dan Tasawwuf, Surakarta: Qaula, 2007, hlm. 96.
30 Ibid., hlm. 97.
20

Nusantara yang majemuk sejak dahulu kala, jauh sebelum negara-


bangsa (nation-state) Indonesia terbentuk. Hal tersebut dikarenakan
keragaman dan kemajemukan Indonsia yang tiada tara, siapa pun yang
ditakdirkan menjadi penguasa di negeri ini pasti memiliki perhatian
khusus terhadap kerukunan, baik kerukunan antar suku maupun
kerukunan antar agama. 31

Kerukunan berasal dari kata dasar “rukun”, yang berarti “baik dan
damai atau tidak bertengkar”. Dalam konteks kerukunan umat
beragama kata “kerukunan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
menunjuk kepada rukun yang berarti baik, damai dan tidak
bertentangan, misalnya “kita hendaknya hidup rukun dengan
tetangga;” serta bersatu hati, bersepakat misalnya “penduduk kampung
rukun sekali.”32
Jamak dari kata rukun adalah “arkan” yang artinya suatu bangunan
sederhana yang kokoh, terdiri dari berbagai unsur. Dari kata “arkan”
diperoleh pengertian, bahwa kerukunan merupakan satu kesatuan yang
terdiri dari berbagai unsur yang berlainan saling menguatkan satu sama
lain. Kesatuan yang dimaksud tidak akan terwujud jika ada diantara
unsur tersebut yang tidak berfungsi.33 Dari pengertian tersebut,
menunjukan bahwa peran manusia sebagai makhluk sosial sangat
nampak dan jelas. Dilihat dari sifat dan perilaku manusia dalam
berinteraksi satu sama lain, yaitu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain dengan membawa kerukunan dan kedamaian, baik dalam
bermasyarakat maupun beragama.
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Kementrian Agama
mendefinisikan Kerukunan Hidup Umat Beragama berarti perihal
hidup rukun yaitu hidup dalam suasana baik dan damai, tidak

31 Zainul Bahri, Membangun Kerukunan Umat Beragama: Sebuah Pengantar, Jakarta:


Himpunan Peminat Ilmu-ilmu Usuluddin, 2016, hlm., 1.
32 Ibid., hlm., 5.
33 Bambang Ardiansah, "Kerukunan Umat Beragama Menurut Al-Qur’an.", Tulungagung:

Kampus IAIN Tulungagung, 2017, hlm. 10.


21

bertengkar, bersatu hati dan bersepakat antar umat yang berbeda-beda


agamanya, atau antar umat dalam satu agama.
b. Tujuan Kerukunan
Kondisi kerukunan umat beragama yang berada di Indonesia pada
kenyataannya bervariasi dari satu tempat ketempat yang lainnya.
Secara garis besar kondisi kerukunan dapat dibagi menjadi dua, antara
lain:
1) Kerukunan yang berifat pasif atau minimal, yaitu kerukunan yang
terwujud sebatas dalam bentuk tumbuhnya sikap toleransi dan
saling menghormati.
2) Kerukunan yang bersifat aktif, yaitu kerukunan yang bersifat
aktif, artinya bukan saja terlihat dari sikap toleransi dan
menghormati diantara pemeluk agama saja. Lebih dari itu,
kerukunan telah terwujud dalam bentuk kerjasama antar pemeluk
agama yang berbeda, baik berupa kegiatan atau aktifitas bersama
(sosial atau ekonomi), maupun munculnya wadah yang dapat
memfasilitasi kerjasama itu dalam bentuk perkumpulan atau
asosiasi yang beranggotakan pemeluk berbagai agama. 34
Adapun tujuan dari kerukunan dapat ditinjau dari dua kondisi yang
ada di atas, yaitu kerukunan pasif dan aktif yang bertujuan untuk
menjalin kerjasama dan persaudaraan (ukhwah), sehingga menjadikan
persatuan bersama. Persaudaraan tidak akan terwujud bagi setiap
anggota masyarakat yang tidak diikat dengan ikatan kerjasama dan
kasih sayang serta persatuan yang sebenarnya. Allah SWT,
mencurahkan rahmat-Nya kepada umatnya apabila satu sama lain
memelihara persaudaraan (ukhwah) diantara mereka. Ali Nurdin

34 Rudi Harisyah Alam dan Daniel Rabitha, Panduan Bina Desa Model Kerukunan, Jakarta:

Litbangdiklat Press, 2020, hlm, 5.


22

menyimpulkan bahwasanya ada beberapa kode etik atau tujuan


memelihara kerukunan antar umat beragama, antara lain:35
1) Tidak boleh melecehkan dan menghina, karena boleh jadi yang
melecehkan itu tidak lebih baik dari yang melecehkan, hal tersebut
terdapat dalam firman Allah SWT QS Al-Hujurat/49 ayat 11.
2) Sesama makhluk yang beriman tidak boleh saling berprasangka
buruk, atau berprasangka baik (khuznudzon).
3) Sebagai makhluk sosial sudah menjadi hak setiap pribadi manusia
untuk saling tolong menolong sesama.
4) Menegakkan perdamaian, yaitu apabila diantara sesama muslim
ada yang berselisish, maka anggota masyarakat lainnya harus
berusaha mendamaikannya, karena sudah menjadi kewajiban umat
muslim untuk menciptakan perdamaian di lingkungan masyarakat.
Kemudian output dari kerukunan dalam bermasyarakat dan
beragama, pertama yaitu menumbuhkan sikap saling pengertian antara
sesama umat beragama. Peran ini bisa dilakukan melalui dialog secara
intens. Kedua, yaitu dengan mengerahkan usaha-usaha pengembangan
sikap-sikap demokratis, puralis dan toleran kepada umat beragama
sejak dini melalui lembaga pendidikan. Ketiga, mengerahkan semangat
bersama untuk mewujudkan cita-cita bersama membangun masyarakat
yang rukun damai.36
c. Pembinaan Kerukunan dalam masyarakat
Kata pembinaan berasal dari kata “bina” yang berarti bentuk,
mendapat tambahan “pem” dan akhiran “an” yanng berarti rangkaian
pekerjaan membuat (membentuk) sesuatu, baik dalam bentuk barang
ataupun sistem kehidupan masyarakat.37 Istilah pembinaan dalam hal

35 Fil Isnaeni, Mempererat Kerukunan Beragama Melui Sikap Toleransi, Pamulang: Prosiding
Seminar Nasional, Harmonisasi Keberagaman dan Kebangsaan Bagi Generasi Milenial, Lembaga
Kajian Keagamaan, 2019, hlm, 29.
36 Ibid., hlm. 30.
37 A. Sulaeman Rahmadi, Peran Kaum Muslimin Dalam Pembinaan Kerukunan Hidup

Antarumat Beragama Di Kota Surakarta (Studi Di Fkub Kota Surakarta) , Surakarta: Diss.
Universitas Muhammadiyah, 2012, hlm., 5.
23

kerukunan lebih tertuju pada tanggungjawab pemerintah ataupun da’i


yang harus membina, dalam arti mengajari masyarakat tentang
kerukunan.
d. Dalil Al-Qur’an dan Hadits tentang kerukunan
1) Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 10

‫ّٰللا لَعَلَّ ُك ْم‬ ْ َ ‫اََِّ َما ْال ُمؤْ ِمنُ ْو َن اِ ْخ َوة ٌ فَا‬
َ ‫ص ِل ُح ْوا بَ ْي َن اَخ ََو ْي ُك ْم َواتَّقُوا ه‬

﴾٤١﴿ ‫ت ُ ْر َح ُم ْو َن‬
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Karena
itu, damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih),
dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapatkan
rahmat.”38

Ayat diatas merupakan kelanjutan sekaligus penegasan dari


perintah ayat sebelumnya untuk mendamaikan orang-orang
beriman yang bertikai. Ini adalah solusi untuk perbedaan pendapat.
Namun, Islam juga menyediakan sarana untuk mencegah
perselisihan. Misalnya dalam dua ayat berikutnya, Allah SWT.
melarang perilaku tertentu yang dapat menimbulkan pertengkaran,
seperti mengolok-olok satu sama lain dan mencela orang lain. Hal
ini terkandung dalam surah Al-Hujurat ayat 11,

‫ٰ ٰٓيا َ ُّي َها الَّ ِذ ْي َن ٰا َمنُ ْوا ََّل َي ْسخ َْر قَ ْو ٌم ِم ْن قَ ْو ٍم َع ٰ ٰٓسى ا َ ْن َّي ُك ْوَُ ْوا‬
‫َخ ْي ًرا ِم ْن ُه ْم َو ََّل َِ َس ۤا ٌء ِم ْن َِ َس ۤاءٍ َع ٰ ٰٓسى ا َ ْن يَّ ُك َّن َخ ْي ًرا ِم ْن ُه َّن‬
َ ْ‫َو ََّل ت َْل ِم ُز ْٰٓوا ا َ َْفُ َس ُك ْم َو ََّل تَنَابَ ُز ْوا بِ ْاَّلَ ْلقَابِ بِئ‬
‫س ا َِّل ْس ُم‬
‫ول ِٕى َك هُ ُم ه‬ ٰۤ ُ ُ َّ
‫الظ ِل ُم ْو َن‬ ‫ب فَا‬ ْ ‫ان َو َم ْن ل ْم يَت‬ ِ ْ ََ‫ْالفُ ُس ْو ُق بَ ْع‬
ِ ‫اَّل ْي َم‬
﴾٤٤﴿
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum
mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka
(yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan
(mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi
perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari
38 Mushaf Masjidil Aqsha, Op.Cit, hlm. 516.
24

perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling


mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil
dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan
barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim.”
Dalam ayat tersebut sangat jelas, bahwa terjadinya perselisihan
atau pertikaian yaitu berawal dari sesuatu yang saling merugikan,
seperti mengolok-olok, menghina, sombong dan mencela orang
dengan tujuan untuk menjatuhkan satu sama lain. Hal tersebut
harus diketahui, sehingga hal-hal yang menjadi indikasi pertikaian
dapat dicegah, maka itu Islam memperintah untuk mencegah dari
perbuatan tersebut kepada sesama orang mukmin, karena dari hal
itu akan mengakibatkan pertumpahan sesama saudara.
Perihal persaudaraan, sudah dijelaskan dalam firman-Nya
dalam surah Al-Hujurat ayat 10, yang pada intinya siapapun,
asalkan Mukmin, adalah bersaudara. Sebab, dasar ukhuwwah
(persaudaraan) adalah kesamaan dalam akidah. Ayat ini
menujukkan bahwa ukhuwwah umat Mukmin harus benar-benar
kuat, sehingga dengan kekuatan persaudaraan akan menimbulkan
persatuan umat Islam. Tentunya di dalamnya terdapat sikap yang
menunjukkan saling menghargai dan menjaga satu sama lain
(kerukunan).
2) Hadits Riwayat Bukhari

‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِ ُ َو َسلَّ َم قَا َل أِ َّن‬


َ ِ ‫َع ْن أ َ ِبي ُم َسى َع ِن النَّ ِبي‬
‫ْال ُمؤْ ِم َن ِل ْل ُمؤْ ِم ِن‬ (‫ان َي ُشَُّ )أخرج ُ البخاَي‬ ِ ‫َك ْال ُب ْن َي‬
َ َ ‫ضا َو َش َّب َك أ‬
‫صا ِبع‬ ً ‫ض ُُ َب ْع‬ُ ‫َب ْع‬
Artinya:”Abu Musa meriwayatkan, Nabi SAW bersabda:
“kaum mukmin adalah bersaudara satu sama lain ibarat
(bagian-bagian dari) suatu bangunan satu bagian memperkuat
bagian lainnya.” dan beliau menyelibkan jari-jari disatu tangan
25

dengan tangan yang lainnya agar kedua tangannya tergabung."


(HR. Bukhori). 39

Riwayat dan penafsiran di atas telah menggambarkan bahwa


sifat melecehkan, apalagi menghina sesembahan (Tuhan) agama
orang lain, sangat dilarang dalam Islam. Karena ketika seorang
muslim menghina Tuhan seorang non muslim, maka ia akan
menghina Allah, atau sebaliknya ketika kita menghina dan mencela
orang lain, itu sama saja kita menyelakai diri sendiri. Maka dalam
hadits di atas menjelaskan, bahwa sesama muslim diibaratkan
menjadi sistem bangunan yang saling memperkuat, dan seperti satu
tubuh, yang meliputi beberapa bagian yang saling membutuhkan
dan saling berkaitan satu sama lain. Dengan demikian, untuk
membina persatuan dan kesatuan di negeri tercinta ini, langkah
awalnya adalah harus saling mengenal, saling menghargai, dan
bertoleransi di antara kita. Bukan saling menutup diri, melecehkan,
menghina, membangga-banggakan kelompok, suku bangsa,
maupun daerah masing- masing.40
3. Konsep Moralitas/Akhlaq
a. Pengertian Moralitas
Moral jika dilihat asal muasal kata atau etimologi berasal dari kata
“mores” berarti tata cara, kebiasaan atau istiadat. Moral juga dimaknai
sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan diri pada
kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik
sesuai dengan nilai yang berlaku dalam lingkunganya. Moral dapat
juga diartikan pangkal ide tentang tingkah laku hidup dengan warna
dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam
lingkunganya tertentu. 41

39 Afidiah Nur Ainun, dkk, Mengenal Aqidah Dan Akhlak Islami, Lampung: CV. IQRO,
2018, hlm., 291.
40 Ibid., hlm. 192.
41 Sarbaini, Apa Yang Sebaiknya Dilakukan? Pendidikan Moral Dan Karakter

Kewarganegaraan, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2017, hlm., 1.


26

Menurut Muchtar Samad, kata moral berasal dari bahasa latin


mores dengan asal kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat dan
kelakuan, dengan demikian kata moral dapat diberikan makna
kesusilaan. Seseorang (individu) yang tingkah lakunya menaati
kaedah-kaedah yang berlaku dalam masyarakat disebut baik secara
moral, dan jika sebaliknya jika tidak baik adalah amoral (immoral). 42

Beberapa konsep berkaitan dengan moral, yaitu tertuju pada


kebiasaan atau perilaku setiap manusia. Konsep moral yang
memerlukan penjelasan antara lain:
1) Perilaku moral (moral behavior), yaitu perilaku moral yang
mengikuti kode moral keompok masyarakat tertentu. Moral dalam
hal ini berarti adat kebiasaan atau tradisi. 43
2) Perilaku tidak bermoral (immoral behavior), yaitu perilaku yang
gagal mematuhi harapan kelompok tersebut.
3) Perilaku di luar kesadaran moral (unmoral behavior), yaitu
perilaku yang menyimpang dari harapan kelompok sosial yang
lebih disebabkan oleh ketidakmampuan yang bersangkutan dalam
memahami harapan kelompok sosial.
4) Perkembangan moral (moral development) itu sendiri, yaitu
Perkembangan moral bergantung pada perkembangan intelektual
seseorang.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa moral merupakan
standar kualitas perbuatan manusia yang dapat dikatakan bahwa
perbuatan tersebut benar atau salah, baik atau buruk, dalam ukuran tata
nilai yang bersumber pada hati nurani manusia, sebagai fitrah dari
Tuhan. 44

42 Suyatno, Nilai, Norma, Moral, Etika Dan Pandangan Hidup Perlu Dipahami Oleh Setiap
Warga Negara Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Berneg ara, PKn Progresif, Vol. 7 No. 1 Juni
2012, hlm, 41.
43 Akrim dan Gunawan, Integrasi Etika Dan Moral Spirit dan Kedudukannya dalam

Pendidikan Islam, Yogyakarta: Bildung, 2020, hlm. 15.


44 Sahmiar Pulungan, Membangun Moralitas Melalui Pendidikan Agama , Medan: Jurnal Al-

hikmah Vol. 8, No. 1, April 2011 ISSN 1412-5382


27

Dalam kehidupan sehari-hari selain moral dikenal juga moralitas.


Moralitas merupakan watak atau tabiat khusus seseorang untuk berbuat
sopan dan menghargai pihak lain yang tercermin dalam perilaku dan
kehidupannya. Sedangkan watak itu merupakan keseluruhan dorongan,
sikap, keputusan, kebiasaan, dan nilai moral seseorang yang baik, yang
dicakup dalam satu istilah sebagai kebajikan.
Moralitas merupakan pedoman yang dimiliki setiap individu atau
kelompok mengenai apa yang benar dan salah berdasarkan standar
moral yang berlaku dalam masyarakat. Predikat moral mensyaratkan
adanya kebaikan yang berkesinambungan, sejak munculnya kehendak
yang baik, dan karena itu orang yang bertindak atau bertingkah laku
baik kadang-kadang belum dapat disebut sebagai orang yang bermoral.
Meskipun kebenaran tata nilai bersifat relatif antar beberapa kelompok
masyarakat, namun kebenaran moralitas lebih bersifat universal. Hal
ini dikarenakan pada karakteristik moral itu sendiri yang bersumberkan
pada suara hati nurani manusia.45
Hal tersebut ajaran agama Islam dalam konteks moralitas,
sebenarnya Islam telah menunjukkan ajaran yang tegas dan otentik.
Misalnya pengajaran tentang tauhid, penghayatan dan pengalaman
agama Islam terbagi kedalam tiga aspek yaitu iman, Islam, dan ihsan.
Dari ketiga aspek tersebut, melahirkan tiga macam orientasi
keagamaan dalam epistemologi Islam:
1) Aspek iman telah mendapatkan kajian secara sistematis yang
melahirkan ilmu kalam.
2) Aspek Islam telah memformulasikan hukum-hukum Islam secara
terorganisir dengan melahirkan ilmu fiqh.
3) Aspek Ihsan membentuk persepsi keagamaan lebih bersifat
intuitif, lebih menekankan pentingnya penghayatan melalui
pengamalan-pengamalan nyata oleh rohani.
b. Teori- teori tentang moralitas

45 Ibid., hlm. 11
28

Pada abad-abad sebelum ilmu pengetahuan melakukan studi


terhadap anak, para filosof telah memikirkan tentang apakah moral dan
bagaimana moral berkembang. Banyak dari pandangan mereka
mendahului pandangan sekarang dan ditemukan dalam teori-teori
terkini mengenai moral. Adapun teori-teori yang digunakan untuk
memberikan wacana tentang moralitas pada manusia, antara lain:46
1) Teori moral perspektif kalangan Biologi: Moralitas adalah berakar
dalam diri manusia
Teori ini memajukan gagasan bahwa secara moral perilaku-
perilaku manusia termasuk kerja sama, menolong, dan respon-
respon prososial yang lain sesuai dan berakar dalam warisan turun-
temurun dari manusia. Hal yang mungkin bahwa perilaku prososial
manusia telah berakar secara biologis, meskipun bukti untuk
hipotesis ini jarang. Moralitas perspektif biologis adalah satu yang
bermanfaat, untuk mengingatkan kita agar dapat menyesuaikan diri
secara signifikan dari tindakan moral dan mengkehendaki berbagai
gagasan yang membangkitkan minat tentang landasan evolusi dan
empati.
2) Teori moral perspektif kalangan Behavior: Moralitas adalah adopsi
dari norma-norma masyarakat
Teori perspektif kalangan Behavior memandang perkembangan
moral sebagai adopsi dari standar-standar untuk perilaku yang
melakukan penyesuaian dengan petunuk-petunjuk masyarakat
untuk perilaku atau norma-norma yang baik.47 Pendekatan behavior
terhadap pendekatan moral tidak memandang fungsi moral untuk
menjadi bentuk khusus dari aktivitas manusia mengikuti jalan yang
unik dari perkembangan. Cukup, perilaku moral dipandang sebagai
suatu yang hanya memperoleh seperti seperangkat hal-hal lain dari

46 Sarbaini, Op.Cit. hlm. 21.


47 Ibid, hlm. 24.
29

respon-respon, melalui belajar mekanisme penguatan dan


pemodelan.48
3) Teori Moral Perspektif Perkembangan Kognitif; Moralitas adalah
Pemahaman Sosial
Perkembangan kognitif terhadap moralitas adalah unik dalam
pandangannya terhadap anak sebagai orang yang berpikir moral
(thinking moral being) secara bagus tentang baik dan benar dan
secara aktif menyelidiki kebenaran moral. Moralitas menurut
perspektif perkembangan kognitif terdiri dari terutama tradisi
penelitian perkembangan kognitif dalam perkembangan moral.
Perkembangan kognitif mempelajari bagaimana penalaran
moral berubah sesuai dengan usia. Mereka percaya bahwa
meningkatkan kematangan kognitif dan pengalaman sosial secara
bertahap membawa anak kepada diperolehnya pemahaman yang
lebih baik terhadap tatanan-tatanan kerja sama sosial yang
mengatur tangungjawab-tanggungjawab moral.
c. Unsur-unsur moralitas
Adapun unsur-unsur moral menurut Durkheim ada tiga unsur, antara
lain:
1) Semangat Disiplin
Moralitas menurut Durkheim meliputi konsistensi, keteraturan
perilaku, selain itu moralitas juga meliputi pengertian wewenang.
Akan tetapi disiplin tidak dipandang sebagai paksaan semata.
Disiplin merupakan masyarakat yang dilihat sebagai ayah, yang
memerintah kita, mendorong kita melakukan kewajiban.
2) Keterkaitan atau identifikasi dengan kelompok
Moralitas berarti suatu orientasi aktifitas yang impersonal.
Tindakan demi kepentingan diri sendiri tidak pernah dianggap
bersifat moral. Tetapi jika perilaku yang dianggap bersifat moral
adalah perilaku yang berada diluar diri sendiri, yaitu perilaku

48 Ibid, hlm. 31.


30

kelompok atau masyarakat. Unsur kedua, moralitas berupa


keterkaitan dengan identifikasi kelompok yang merupakan dua
aspek dari satu hal, yaitu masyarakat. Keterkaitan pada kelompok
mengimplikasikan masyarakat sebagai ibu, citra kebaikan, yang
menarik hati kita.
3) Otonomi Diri
Otonomi adalah mrnyangkut keputusan pribadi dengan
mengetahui sepenuhnya konsekuensi-konsekuensi dari berbagai
tindakan itu. Jadi untuk dapat berperilaku berdasarkan otonomi,
maka seseorang harus mempunyai pengetahuan yang dapat
diandalkan, sehingga mempunyai kemampuan untuk memprediksi
secara tepat konsekuensi dari berbagai alternative tindakan.
Karena itu otonomi terhadap moralitas bukanlah didasarkan atas
penundukan diri yang didasari oleh penundukan mutlak tanpa dasar
pengetahuan apa yang dipatuhinya, akan tetapi didasari oleh
penentuan sendiri yang didasari oleh pengetahuan.49
d. Dalil Al-Qur’an dan Hadits tentang moralitas
1) Dalil Al-Qur’an tentang Akhlak
a) Q.S Al-Ahzab ayat 21

َ ‫ان لَ ُك ْم فِي ََ ُسو ِل اللَّـ ِ ُ أ ُ ْس َوة ٌ َح َسنَةٌ ِل َمن َك‬


‫ان َي ْر ُجو‬ َ ‫لَّقَ َْ َك‬
﴾٤٤﴿ ‫يرا‬ ً ِ‫اللَّـ َُ َو ْاليَ ْو َم ْاْل ِخ َر َوذَ َك َر اللَّـ َُ َكث‬
Artinya: “Sungguh, telah ada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-
Ahzab[33]: 21)50
b) Q.S Al-Insan ayat 9

﴾٩﴿ ‫ّٰللا ََّل َُ ِر ْيَُ ِم ْن ُك ْم َجزَ ۤا ًء َّو ََّل ُش ُك ْو ًَا‬


ِ ‫اََِّ َما َُ ْط ِع ُم ُك ْم ِل َو ْج ِ ُ ه‬

49 Ibid., hlm. 12-13.


50 Mushaf Masjidil Aqsha, Op.Cit, hlm. 420.
31

Artinya: “Sesungguhnya kami memberi makanan


kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan
Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan
tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insan[76]:
9)

c) Q.S Al-Qalam ayat 4

ٍ ُ‫َواََِّ َك لَ َع ٰلى ُخل‬


﴾١﴿ ‫ق َع ِظ ْي ٍم‬
Artinya: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar
berbudi pekerti yang luhur.”51

Ayat tersebut, dinilai sebagai konsideran pengangkatan


Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul. Ini pula satu pujian
yang paling tinggi yang tidak ada taranya, diberikan oleh Allah
kepada Rasul-Nya Muhammad SAW. Walaupun secara fisik
dan nalurinya sama dengan manusia biasa, tetapi dalam
kepribadian dan mentalnya bukanlah seperti manusia pada
umumnya, karena Rasulullah diutus Allah untuk menjadi
pemandu dan teladan bagi umat manusia seluruhnya. 52

2) Hadits Nabi SAW tentang Akhlak


a) HR. Bukhari

َ ‫ت ِِلُت َِم َم‬


ِ ‫صا ِل َح ْاِل َ ْخ ًَل‬
‫ق‬ ُ ْ‫ِإََّ َما بُ ِعث‬
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang saleh.” (HR. Bukhari).

Penjelasan dari hadits di atas, nyata dan tegas bahwa manusia


merupakan insan yang memiliki keharusan melakukan dan
menyelesaikan dalam hal akhlakul karimah dalam angkatan demi
angkatan yang dipimpin langsung oleh para Rasul pada zamannya.
Maka dari itu sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan
dirinya sebagai pengantar tugas para umatnya dengan cara

51Ibid., hlm. 564.


52 Fatira Wahidah, Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, Shautut Tarbiyah Ed. 21. Th. Xiv.
September 2008,hlm. 17.
32

langsung diberi contoh atau teladan dalam melaksanakan tugas-


tugas sucinya.53

b) HR. Bukhari

ََ ‫ّٰللا َعلَ ْي ِ ُ َو َسلَّ َم أ َ ْج َو‬


ُ َّ ‫صلَّى‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫ان النَّ ِب‬َ ‫اس َك‬ٍ َّ‫قَا َل ا ْب ُن َعب‬
ُ ُ ‫ان َوقَا َل أَبُو ذَ ٍَ لَ َّما بَلَ ََغ‬ َ ‫ض‬ َ ‫ون فِي ََ َم‬ ُ ‫اس َوأ َ ْج َو َُ َما يَ ُك‬ ِ َّ‫الن‬
‫ب إِلَى‬ ْ ‫اَ َك‬ ْ ُ ِ ‫ّٰللا َعلَ ْي ِ ُ َو َسلَّ َم قَا َل ِِل َ ِخي‬ ُ َّ ‫صلَّى‬َ ِ ‫ث النَّبِي‬ ُ َ‫َم ْبع‬
‫هَذَا ْال َوا َِي فَا ْس َم ْع ِم ْن قَ ْو ِل ِ ُ فَ َر َج َع فَقَا َل ََأ َ ْيتُ ُُ يَأ ْ ُم ُر‬
ِ ‫اَ ِم ْاِل َ ْخ ًَل‬
‫ق‬ ِ ‫بِ َم َك‬
Artinya: “Ibnu ‘Abbas meriwayatkan bahwa Nabi saw adalah
orang paling dermawan. Beliau menjadi lebih dermawan lagi di
bulan Ramadhan. Dan Abu Dzar berkata bahwa ketika ia
mendengar kedatangan Nabi Muhammad Alaihisalam, ia
berkata kepada saudara laki-lakinya, “Pergilah ke lembah itu
dan dengarkan apa yang ia katakan.” Saudaranya kembali dan
berkata, “Aku melihat ia memerintahkan orang-orang kepada
moral dan perilaku (akhlak) yang paling mulia.” (HR. Bukhari)

Dari hadits di atas, menjelaskan bahwa Rasulullah SAW,


memerintahkan umatnya untuk berakhlak mulia. Jika berbicara
tentang akhlak atau moral manusia, Al-Ghazali membuat
pembedaan dengan membagi manusia menjadi empat tingkatan.
Pertama, terdiri dari orang-orang yang tidak bisa membedakan
antara kebenaran dan kepalsuan, atau baik dan jahat. Secara
jasmani kelompok ini semakin kuat, karena tidak menyerah kepada
mereka. Kedua, terdiri dari orang-orang yang mengetahui dengan
baik kejahatan dari perilaku buruk, tetapi tidak menahan diri
darinya. Ketiga, Orang yang menganggap bahwa perbuatan buruk
yang dilakukannya itu benar dan baik. Keempat, orang-orang

53 Rubini, Pendidikan Moral dalam Perspektif Islam, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan

Islam, Volume 8, Nomor 1, Juni 2019,hlm., 249.


33

dengan sengaja melakukan perbuatan yang buruk atas dasar


keyakinannya.54

4. Majelis Dzikir Al-Khidmah


a. Sejarah Majelis Dzikir Al-Khidmah
Majelis Dzikir Al-Khidmah adalah sekelompok orang yang
mengikuti kegiatan yang didirikan dan dipraktikkan oleh guru At-
tarekat. KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy adalah pelopor dan
pengembang kajian dan peristiwa Al-Khidmah di Surabaya dan Gresik
sejak tahun 1987. Saat itu upacara masih bernama "Orong-Orang". Ia
kemudian mengumpulkan beberapa komunitas untuk mengadakan
dzikir, atau temu ilmu, yang dimulai dari rumah ke rumah, desa ke
desa, dan sampai desa ke kota. Dalam setiap acara KH. Achmad Asrori
Al-Ishaqy selalu menganjurkan dan mengajak jamaah untuk datang
pada acara selanjutnya di tempat lain yang dekat dengan tempat acara.
Selain itu, KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy juga selalu menghimbau
masyarakat untuk mengundang saudara, tetangga dan sahabat yang
belum hadir pada acara selanjutnya.
Jama’ah KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy berkembang sehingga
menyebar ke luar Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Sesuai
dengan perkembangan dan penyebaran jama’ah ini, setiap kegiatan
yang melibatkan ratusan bahkan ribuan umat membutuhkan arahan dan
kepemimpinan khusus dan profesional untuk menyamakan dan
menyatukan langkah perjuangan antara pengurus dan sesepuh lainnya
serta KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy.
b. Visi
Visi Al-Khidmah adalah “mewujudkan yang shaleh-shalehah,
sejahtera lahir dan bathin, yang pandai bersyukur, dapat
menyenangkan hati keluarganya, ornag tuanya, guru-gurunya, hingga

54 Ibid., hlm., 262.


34

kepada Nabi Muhammad SAW. Sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan


Hadis serta akhlak para Shalafusshalih.”

c. Misi
1) Mewujudkan keluarga yang shalih-shalihah sejahtera lahir batin,
yang senang berkumpul dalam majelis dzikir, maulid dan manaqib
serta kirim doa kepada orang tua.
2) Mewujudkan masyarakat yang shalih-shalihah sejahtera lahir
bathin, yang senang berkumpul dalam Majelis dzikir, maulid dan
manaqib serta kirim doa kepada orang tua.
3) Mewujudkan pejabat yang shalih-shalihah sejahtera lahir bathin,
yang senang berkumpul dalam majelis dzikir, maulid dan manaqib
serta kirim doa kepada orang tua.
4) Mewujudkan pengurus Al-khidmah yang mampu memfasilitasi
terselenggaranya majelis dzikir, maulid dan manaqib serta kirim
doa kepada orang tua.
5) Mewujudkan Al-Khidmah diseluruh tanah air dan dibeberapa
negara tetangga.
6) Mewujudkan usaha-usaha yang dapat mewujudkan kesejahteraan
masyarakat, sehingga lebih istiqomah beribadah.
7) Kegiatan
Peran utama kegiatan Al-Khidmah adalah menjadi semacam event
organizer (EO) yang menyelenggarakan pertemuan dzikir, pertemuan
khotmil Quran, Maulid dan Manaqib serta mengirimkan doa kepada orang
tua, leluhur dan guru. Acara lain yang diadakan jamaah Al-Khidmah
antara lain sholat malam, pertemuan kelas, tingkepan dan lain-lain.
35

Kegiatan-kegiatan Al-Khidmah diyakini akan membawa kebaikan pada


masyarakat. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan, antara lain:55
a. Dzikir, Maulid dan Manaqib serta Tausiyah Agama
Majelis ini merupakan pertemuan untuk menyajikan amaliah-
amaliah berupa Al-fatihah, istigasah, pembacaan Maulid Nabi
Muhammad SAW dan manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani.
Adapun rangkaian dalam pelaksanaan Majelis dzikir yaitu pembacaan
Tawasul, Al-Fatihah, Istigasah, Surat Yasin beserta Doa, Manaqib
beserta Doa, Tahlil beserta Doa, Maulid beserta Doa, Ceramah Agama,
dan Doa.
b. Majelis Haul
Majelis Haul tersebut merupakan haflah dzikir, peringatan
Maulidur Rasul SAW dan mengirimkan doa kepada para guru, serta
mengirim doa kepada orang tua, orang tua dan jiwa Muslim pria dan
wanita beriman. Agenda ini dilakukan dalam ruang, waktu dan tempat
terbatas yang akan ditentukan bersama oleh Dewan Penasehat,
Direktur Thoriqah dan Direktur Al-Khidmah.
c. Majelis Khotmil Qur’an
Majelis ini juga merupakan Majelis yang menyajikan disetiap
rangkaiannya berupa pembacaan Al-Qur’an yang dilakukan bersama-
sama setiap satu orang satu juz. Dengan urutannya yaitu pembacaan
Al-Fatihah, istigasah, pembacaan Al-Qur’an 30 juz, doa khotmil
Qur’an, pembacaan tahlil beserta, doa kepada orang tua dan doa
bihaqqil fatihah.
d. Majelis Walimatul Hamli
Majelis ini dilakukan saat janin berusia tujuh bulan dalam
kandungan. Adapun urutan pembacaan acara ialah pembacaan Al-
Fatihah, istigasah, pembacaan Al-Qur’an (Surah Muhammad, Surah

55 Anitia Kusumawati, Peran Majlis Dzikir Al-Khidmah dalam Membentuk Akhlak dan

Ukhuwah Islamiah Masyarakat Desa Trisono Babadan Ponorogo, Ponorogo: IAIN Ponorogo,
2021, hlm. 48.
36

Yusuf, Surah Maryam), Pembacaan Maulid Rasul SAW, Sambutan


tuan rumah, Ceramah agama, dan doa penutup.
Dalam semua kegiatan Majelis Dzikir Al-Khidmah pelaksanaannya
sama sesuai dengan peraturan pengurus pusat. Dalam setiap rutinitas
Majelis Dzikir Al-Khidmah, jama’ah dihimbau untuk mengenakan pakaian
berwarna putih. Hal ini karena warna putih itu suci dan tidak mengganggu
konsentrasi jamaah serta tidak sesuai dengan sunnah Nabi dan falsafah
bunga melati. Diikutsertakan dalam setiap rutinitas karena bunga melati
memiliki bau yang khas dan tahan lama karena Rasulullah menyukai bau
yang harum. Kemudian diakhir acara mereka selalu mendapatkan piring
atau makanan untuk kegiatan itu karena masuk akal.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam melakukan penelitian menemukan beberapa skripsi yang memeiliki
kemiripan secara objek penelitian ataupun judul yang akan penulis teliti, oleh
karena itu peneliti melakukan kajian ulang terhadap penelitian-penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini bertujuan agar dapat melihat dari
segi relevansi dan sumber-sumber data yang dijadikan sebagai rujukan dalam
penelitian ini, serta untuk menghindari duplikasi terhadap penelitian ini.
Adapun judul skripsi tersebut, antara lain:
1. Skripsi dari Anita Kusumawati56 dengan judul Peran Majelis Dzikir Al-
Khidmah dalam Membentuk Akhlak dan Ukhuwah Islamiah Masyarakat
Desa Trisono Babadan Ponorogo pada tahun 2021. Skripsi ini membahas
peran Majelis dzikir Al-Khidmah dalam membentuk akhlak dan ukhuwah
Islamiah masyarakat di desa Trisono Babadan Ponorogo dengan
pelaksanaan Majelis dzikir yang dilaksanakan oleh segenap pengurus Al-
Khidmah wilayah tersebut dan dihadiri oleh segenap masyarakat Desa
Trisono. Kegiatan tersebut menyajikan derdzikir, berdoa bersama,
pembacaan maulid, manaqib, tausiyah agama dan doa. Dalam pelaksanaan
kegiatan tersebut dihadiri oleh jama’ah dengan istiqomah dan penuh

56 Anitia Kusumawati, Peran Majlis Dzikir Al-Khidmah dalam Membentuk Akhlak dan

Ukhuwah Islamiah Masyarakat Desa Trisono Babadan Ponorogo, Ponorogo: IAIN Ponorogo,
2021.
37

kekhusuan sehingga dapat menjadikan jama’ah yang lebih tenang. Peran


tersebut, apabila berjalan dengan rutinitas akan membentuk akhlak kepada
Allah menjadi lebih baik, yaitu dengan bertambahnya kualitas dan
kuantitas ibadah, akhlak kepada Rasulullah bertambah baik dengan
mengikuti sunnah-sunnahnya. Pembentukan akhlak pada masyarakat Desa
Trisono Babadan Ponorogo yaitu masyarakat lebih tenang, tentram,
berperilaku sopan santun, ramah, menghargai orang lain dan ukhuwah
Islamiah semakin terjalin dengan baik, karena dalam Majelis Dzikir Al-
Khidmah kepedulian antar sesama terus terjaga.
2. Skripsi dari Iqbal Maulana Putera57 dengan judul Peran Majelis Dzikir Al-
Khidmah dalam Meningkatkan Perilaku Keagamaan pemuda di Desa
Gemenggeng Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Skripsi ini
membahas tentang peran Majelis Dzikir Al-Khidmah dalam meningkatkan
perilaku keagamaan pemuda di desa Gemenggeng yaitu sebagai pioner
atau pelopor yang sifatnya mengajak, mengawali dan merangkul para
pemuda untuk bersama-sama meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita
kepada Allah SWT. Dengan adanya Majelis Dzikir Al-Khidmah sebagai
tempat pendidikan informal yang mengajarkan pada pengetahuan agama
Islam dan sebagai sumber ketenangan jiwa. Sehingga perubahan yang
dialami para pemuda desa Gemenggeng setelah mengikuti kegiatan
tersebut yakni meningkatnya semangat para jama’ah untuk melakukan
kewajiban seperti sholat dan puasa, meningkatnya rasa hormat kepada
orang tua, sikap tawadhu’ kepada masyarakat sekitar, pemahaman agama
para pemuda dan meningkatnya ketenangan hati seseorang.
3. Skripsi dari Fadila Rohmania58 yang berjudul Peran Majelis Dzikir “Al-
Khidmah” dalam Meningkatkan Religiusitas Remaja di Desa Ngroto
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan. Dalam skripsi ini fokus

57 Iqbal Maulana Putera, Peran Majelis Dzikir Al-Khidmah dalam Meningkatkan Perilaku
Keagamaan pemuda di Desa Gemenggeng Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk , Kediri: IAIN
Kediri, 2022.
58 Fadila Rohmania, Peran Majlis Dzikir “Al-Khidmah” dalam Meningkatkan Religiusitas

Remaja di Desa Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan., Kudus: IAIN Kudus, 2019.
38

penelitiannya yaitu pada peran Majelis dzikir Al-Khidmah dalam


meningkatkan relifiusitas remaja di Desa Ngroto Kecamatan Gubug
Kabupaten Grobogan yaitu memperhatikan kondisi moral pada remaja
desa Ngroto, dalam hal ini banyak remaja yang terpengaruh negatif oleh
alat komunikasi yang serba canggih, sehingga terjadi penyimpangan sosial
yang dilakukan oleh remaja. Namun dalam kondisi tersebut faktor yang
sangat berpengaruh yaitu pantauan orang tua, maka itu dengan dorongan
dari orang tua untuk mengikuti Majelis dzikir dapat dilakukan.
Berdasarkan penelitian dari skripsi tersebut bahwa kondisi remaja di desa
Ngroto pada dasarnya sama halnya dengan remaja lain. Tetapi dengan
adanya Majelis dzikir Al-Khidmah ini, bisa membantu remaja untuk
bersikap dan berperilaku yang baik dalam menghormati orang tua, bisa
mencontoh suri tauladan para ulama, kyai, dan orang-orang sholeh yang
berada di Desa Ngroto, dengan ini bisa merasakan ketenangan dan
meminimalisir dari kenakalan remaja dan mencegah dari pergaulan bebas.
Majelis dzikir Al-Khidmah berperan dalam meningkatkan religiusitas
remaja karena sebagai pengontrol remaja supaya tetap dalam keadaan
iman dari pengaruh-pengaruh yang negatif, itu para informan ketika
menghadiri Majelis Dzikir Al-Khidmah merasakan ketenangan saat
berdzikir, membaca sholawat Nabi Muhammad SAW secara bersama-
sama. Dan bersikap lebih baik.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, suatu penelitian
yang prosedurnya menghasilkan sebuah data deskriptif berupa kata-kata
tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dilihat secara informal
dan terbuka. Dalam penelitian ini, seorang peneliti melakukan pengamatan
dan survei kegiatan yang dilaksanakan yaitu Majelis dzikir Al-Khidmah dari
persiapan acara hingga selesai acara, serta peneliti melakukan wawancara
kepada narasumber yang merupakan pimpinan Majelis, pengurus Majelis dan
jama’ah Majelis. Sasaran dalam penelitian ini, pada dasarnya tidak dibatasi
pada bidang tertentu. Ini mencakup banyak aspek kehidupan kita, yakni
manusia sebagai tokoh besar, profil ulama, guru ideal, dan seterusnya. Data
yang diperoleh dalam bentuk kalimat, yang pengolahannya dilakukan melalui
proses berfikir tertentu, secara kritis, analitik yang tuntas.59
Hasil penelitian akan dikumpulkan oleh peneliti berupa catatan lapangan
yang pada nantinya akan dialami dan dilihat oleh peneliti dalam rangka proses
pengumpulan data yang ada pada penelitian. Penelitian ini menggunakan
pendekatan alami sebagai sumber data langsung proses, yang diutamakan dari
analisis dalam penelitian kualitatif yang cenderung dilakukan secara analisis
induktif. Hal tersebut dikarenakan bertolak dari data yang bersifat individual
sebagai suatu kasus yang bersifat khusus, selanjutnya untuk merumuskan
pemahaman yang mendalam tentang suatu kasus yang diungkap menggunakan
riset.60 Penelitian ini akan mencari data tentang Peran Majelis Dzikir Al-
Khidmah dalam Pembinaan Kerukunan dan Moralitas Masyarakat, yaitu suatu
deskripsi intensif dan analisis fenomena tertentu atau suatu kondisi sosial, dan
kelompok masyarakat.

59 Abdul Qodir, Metodologi Penelitian Kualitatif Aplikasi Dalam Pendidikan, Yogyakarta:

Parama Ilmu, 2021, hlm. 144


60 Ibid., hlm. 147.

39
40

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bojongbata Kecamatan Pemalang
Kabupaten Pemalang. Adapun waktu penelitian direncanakan selama 8 bulan
Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst
Observasi
Lapangan
Pembuatan
Proposal
Seminar
Proposal
Pembuatan
Skripsi dan
Analisis Data
Ujian
Munaqosah
Tabel. I Waktu Penelitian
C. Data dan Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ini, berupa kata atau
tindakan, sering digunakan dalam menghasilkan teori yang bersifat generating
theory, sehingga teori yang dihasilkan berupa teori substantif. 61 Adapun
sumber data dalam penelitian ini, meliputi sumber data primer dan skunder.
1. Sumber Data Primer
Data Primer atau data utama yang diperoleh dari tangan pertama yaitu
data yang dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya.
Dalam hal ini data yang didapat dari informan sebagai subjek dalam
peneitian. Informan adalah orang yang mempunyai hubungan erat dengan
saty atau dua orang terhormat dan berpengetahuan dalam langkah awal
penelitian. Terdapat dua persyaratan penting dalam menunjukkan orang
sebagai informan suatu penelitian. Orang tersebut disamping mempunyai
syarat dihormati, hendaknya juga berpengetahuan luas tentang situasi dan
kondisi masyarakatnya.62

61 Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2018, hlm. 36.
62 Abdul Qodir, Op.Cit, hlm. 54
41

2. Sumber Data Skunder


Data sekunder adalah data yang didapatkan bukan dari sumber
pertama, tetapi peneliti mendapatkannya dari sumber kedua atau melalui
perantara orang lain. Walaupun data sekunder secara fisik telah tersedia,
tetapi peneliti tidak boleh mengambil dan menggunakan secara
serampangan. Untuk memperoleh data yang tepat dan sesuai dengan
tujuan penelitian, peneliti membutuhkan banyak pertimbangan.63 Sumber
data sekunder yang peneliti teliti ini diperoleh melalui data kepustakaan
dan dokumentasi atau data lapangan yang telah tersedia dapat berubah
buku, jurnal dan lainnya.
D. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian
kualitatif. Teknik pengumpulan atau pengambilan data merupakan langkah
yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan. Apabila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data
dapat menggunakan sumper primer, dan sumber skunder.
Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka
teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan),
interview (wawancara), dan dokumentasi64

1. Observasi (pengamatan)
Observasi merupakan pengamatan untuk memperoleh data pada objek
yang diteliti, baik secara partisipasi maupun non partisipasi.65 Peranan
yang paling penting dalam menggunakan metode observasi adalah
pengamat. Pengamat harus jeli dalam mengamati adalah menatap kejadian,

63 Asep Kurniawan, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


2018, hlm. 227.
64 Hardani, dkk, Metode Penelitian Kualitatif & Kuntitatif, Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu,

2020, hlm. 121.


65 Siti Fadjarajani, dkk, Metodologi Penelitian Pendekatan Multidisipliner, Gorontalo: Ideas

Publishing, 2020, hlm. 133.


42

gerak atau proses. Mengamati bukanlah pekerjaan yang mudah karena


manusia banyak dipengaruhi oleh minat dan kecenderungan yang ada
padanya.
Dalam hal ini peneliti menerapkan langkah observasi dengan
partisipasi pasif yaitu peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang
yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian,
serta peneliti terlibat dalam kegiatan tersebut. Dengan melihat secara
langsung interaksi masyarakat dalam situasi Majelis Dzikir Al-Khidmah di
masjid Al-Amin Desa Bojongbata Kecamatan Taman Kabupaten
Pemalang. Observasi ditujukan pada imam Majelis dzikir dan ada 60
masyarakat yang tergabung menjadi jama’ah yang didominasi oleh
jama’ah Ibu-ibu.

2. Interview (wawancara)
Interview merupakan teknik pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan atau meminta komentar pada narasumber atau informan.
Wawancara dibedakan menjadi dua, pertama wawancara terstruktur dan
wawancara tak terstruktur. Dalam melakukan interview, peneliti harus
memperhatikan sikap pada waktu datang, sikap duduk, kecerahan wajah,
tutur kata, keramahan, kesabaran serta keseluruhan penampilan, akan
sangat berpengaruh terhadap isi jawaban responden yang diterima oleh
peneliti. Maka itu, perlu adanya latihan yang intensif bagi calon
interviewer.66
Berdasarkan jenis-jenis wawancara di atas, proses yang dilakukan
dalam penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur. Yaitu suatu
pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai
check-list. Alasan dalam penggunaan jenis wawancara terstruktur yaitu
karena responden terdiri atas yang terpilih saja. Responden dalam
penelitian ini adalah ketua Al-Khidmah Kecamatan Pemalang, Imam
Majelis Dzikir dan jama’ah Majelis Dzikir yang kurang lebih ada 60 laki-

66 Sandu Sitoyo dan M Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Literasi Media

Publishing, 2015, hlm. 77


43

laki dan perempuan di Desa Bojongbata Kecamatan Taman Kabupaten


Pemalang yang memiliki pengetahuan dan mendalami situasi, dan lebih
mengetahui informasi yang diperlukan.
Peneliti melakukan test wawancara secara langsung dengan melakukan
tanya jawab pada beberapa narasumber ataupun informan. Narasumber
yang akan diwawancarai yaitu ketua Majelis Al-Khidmah Kecamatan
Pemalang dan jama’ah Majelis Dzikir Al-Khidmah di Desa Bojongbata
Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang.

3. Dokumentasi
Metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Dengan metode
dokumentasi yang diamati bukan benda hidup, akan tetapi benda mati.
Seperti telah dijelaskan dalam menggunakan metode dokumentasi ini
peneliti memegang check-list untuk mencari variabel yang sudah
ditentukan.67 Dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan di Majelis
Dzikir Al-Khidmah yang bertempat di Masjid Al-Amin Desa Bojongbata
Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang.
E. Prosedur Analisis Data
Teknik Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data
kualitatif. Analisis data kualitatif dimulai dari fakta empiris, terjun ke
lapangan, mempelajari, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan
dari fenomena yang ada di lapangan.68 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan suatu keadaan atau peristiwa. Setelah data terkumpul,
kemudian disusun, dijelaskan dan dianalisis untuk sampai pada suatu
kesimpulan data berupa catatan wawancara. Metode ini juga disebut sebagai
prosedur yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan
subjek atau objek penelitian pada saat tertentu berdasarkan fakta-fakta yang
terjadi.

67 Ibid., hlm. 78.


68 Margono, Op.Cit, hlm. 38.
44

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis


berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi
hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut,
selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya
dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan
data yang terkumpul.69 Akan tetapi dalam penelitian ini, dilakukan secara
interaktif dan berkesinambungan hingga akhir, sehingga data menjadi jenuh.
Aktivitas analisis data dibagi menjadi tiga langkah: reduksi data, display data,
dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Dimana setelah data diperoleh maka
dilakukan reduksi data yaitu merangkum, menganalisis point penting agar
mudah. Lalu setelah data direduksi maka dilakukanlah penyajian data, dimana
data tersebut ditata agar tersusun. Tahap terakhir dalam teknik analisis data
yaitu, penarikan kesimpulan dimana penelitian dapat ditarik apa maksud dari
data tersebut.
Berdasarkan tahapan di atas dapat dijabarkan bahwa prosedur analisis data
antara lain:

1. Reduksi Data (Data Reduction)


Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul
dari catatan-catatan lapangan. Sebenarnya reduksi data sudah tampak pada
saat penelitian memutuskan kerangka konseptual, wilayah penelitian,
permasalahan penelitian, dan pendekatan penelitian dengan metode
pengumpulan data yang dipilih.70 Dengan demikian data yang telah
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan dan selanjutnya, dan mencarinya
bila diperlukan. Dalam hal ini peneliti mencari data ke lapangan secara
langsung yang berada di Majelis Dzikir Al-Khidmah Desa Bojongbata
Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Setelah data diperoleh peneliti

69 Hardani, dkk, Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2020,

hlm. 162.
70 Ibid., hlm. 164.
45

akan mereduksinya yaitu dengan merangkum dan memilah data yang


diperoleh sehinga memfokuskan hal yang penting saja.

2. Penyajian Data (Data Display)


Penyajian yang paling sering digunakan pada data kualitatif pada
masa yang lalu adalah bentuk teks naratif. Teks tersebut terpencar-pencar,
bagian demi bagian dan bukan simultan, tersusun kurang baik, dan sangat
berlebihan. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowcard
dan sejenisnya.71 Melalui penyajian data tersebut, maka data dapat
terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin
mudah difahami. Pada tahap ini, setelah mengumpulkan dan meringkas
materi, peneliti secara sistematis mengorganisasikan data sedemikian rupa
sehingga memungkinkan untuk mengorganisasikan informasi yang
diperoleh. Peneliti lebih mudah meringkas dan menyusun data yang
diperoleh di lapangan Majelis Dzikir Al-Khidmah Desa Bojongbata.

3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi (Conclusion drawing/veritication)


Langkah ketiga dari analisis data kualitatif yaitu penarikan simpulan
dan verifikasi. Simpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat
yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi
apabila pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
simpulan yang dikemukakan merupakan simpulan yang kredibel. 72 Tahap
akhir setelah data diterima oleh peneliti dari informan Majelis Dzikir Al-
Khidmah di Bojongbata Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang, maka
selanjutnya peneliti melakukan penarikan kesimpulan dalam rangka untuk
mengetahui maksud dan tujuan dalam menganalisis, mencari makna dari
data yang ada melalui proses penelitian yang dilakukan.

71 Ibid., hlm. 68.


72 Ibid., hlm. 171.
46

F. Pemeriksaan Keabsahan Data


Keabsahan data dalam penelitian kualitatif yang diperoleh dari lapangan
diperiksa melalui kriteria dan teknik tertentu. Linclon, Guba dan Moleong
mengemukakan bahwa ada empat kriteria yang dapat digunakan untuk
memeriksa keabsahan data, yaitu derajat Kredibilitas (Credibility),
Transferabilitas (Transferability), Dependabilitas (Dependability), dan
Konfirmabilitas (confirmability).
Adapun pemeriksaan keabsahan data yang dilakukan, antara lain:
1. Kredibilitas (credibility).
Kredibilitas merupakan penetapan hasil penelitian kualitatif yang
kredibel atau dapat dipercaya dari perspektif partisipan dari penelitian
yang dilakukan. Karena dari perspektif ini tujuannya untuk
mendeskripsikan atau memahami fenomena yang menarik perhatian dari
sudut pandang partisipan. Partisipan yang dimaksud merupakan seseorang
yang dapat menilai secara sah kredibilitas hasil penelitian. Kemudian
untuk memenuhi standar kredibilitas data, dilakukan kegiatan, antara
lain:73
a. Memperpanjang waktu di lapangan
Untuk memperoleh informasi yang diberikan sesuai dengan tujuan
penelitian, diperlukan waktu yang cukup panjang. Dengan waktu yang
cukup panjang, peneliti dapat mengecek kebenaran data yang telah
diperoleh dari informan, sesuai dengan tujuan penelitian

b. Melakukan peer debriefing


Hasil penelitian atau temuan yang didapat dari lapangan didiskusikan
dengan teman-teman sejawat yang pernah atau sedanga penelitian
dengan tema yang hampir mirip. Kemudian selanjutnya hasil temuan
juga didiskusikan dengan orang-orang yang banyak mengetahui
tentang topik yang sedang diteliti.

73 Salim dan Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Citapustaka Media, 2007,

hlm. 191.
47

c. Melakukan Tringulasi
Langkah tringulasi dilaksanak dengan menggunakan cross ceck baik
terhadap sumber data, data secara teknik pengumpulan data. Sumber
data dicek dengan menggunakan snow ball dalam pemilihan informan.
Selanjutnya informan yang terpilih diminta untuk menunjuk dua
informan lain, yang dapat memberikan informasi yang serupa kepada
peneliti. Sedangkan kebenaran data dicek dengan membandingkan data
yang telah diperoleh dengan data yang diungkapkan informan
berikutnya.

d. Melakukan member check terhadap temuan lapangan


Hasil temuan di lapangan yang telah ditulis dalam bentuk disertasi,
diserahkan kepada aktor yang terlibat sehubungan dengan topik
penelitian, untuk mengecek kebenarannya sesuai dengan pengalaman
aktor tersebut.
2. Transferabilitas (Transferability)
Transferabilitas merujuk pada tingkat kemampuan hasil penelitian
kualitatif untuk dapat digeneralisasikan atau ditransfer pada konteks atau
setting yang lain. Penelitian kualitatif dapat meningkatkan transferabilitas
dengan melakukan suatu pekerjaan mendeskripsikan konteks penelitian
dan asumsi yang menjadi sentral pada penelitian tersebut. Untuk
memenuhi kriteria ini, diupayakan informasi dan deskripsi dengan uraian
terinci, sehingga pembaca laporan peneliti dapat memperoleh gambaran
tentang temuan yang telah diperoleh di lapangan.
3. Dependabilitas (dependability)
Dependabilitas menekankan perlunya peneliti untuk memperhitungkan
konteks yang berubah-ubah dalam penelitian yang dilakukan. Maka
peneliti bertanggung jawab untuk menjelaskan perubahan-perubahan yang
terjadi melalui pendekatan yang dilakukan oleh peneliti di lapangan.
48

4. Konfirmabilitas (confirmability).
Konfirmabilitas atau objektivitas merujuk pada tingkat kemampuan,
data penemuan yang dikonfirmasi oleh orang lain. Maka berdasarkan dari
pengertian tersebut, memberikan sejumlah strategi untuk meningkatkan
konfirmabilitas. Kemudian peneliti dapat mendokumentasikan prosedur
atau teknik untuk mengecek kembali seluruh data penelitian yang
diperoleh di lapangan, serta peneliti dapat mendeskripsikan contoh-contoh
negatif yang bertentangan dengan pengamatan sebelumnya.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan setiap bab dirinci dalam beberapa sub bab sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
BAB II : LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini, meliputi:
a. Deskripsi konseptual fokus penelitian, yaitu landasan teori
yang berisi tentang pembahasan pengertian konsep Majelis
dzikir, kerukunan, moralitas dan Majelis Dzikir Al-Khidmah.
b. Hasil penelitian relevan, yang berisi tentang hasil-hasil
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti mengemukakan metode penelitian yang
digunakan dalam proses penelitiannya. Agar tersusun secara
sistematis, bab metode penelitian ini terdiri dari:
a. Jenis penelitian, dalam hal ini peneliti menjelaskan jenis
penelitian, pendekatan dan metode apa yang digunakan dalam
penelitian.
b. Tempat dan waktu penelitian. Peneliti menjelaskan dimana dan
kapan peneliti melakukan penelitiannya.
49

c. Data dan sumber data. Peneliti menjelaskan informasi atau data


yang dikumpulkan yang berhubungan dengan fokus penelitian.
d. Teknik dan prosedur pengumpulan data. Peneliti menjelaskan
teknik dan prosedur apa saja yang digunakan dalam
penelitiannya.
e. Prosedur analisis data. Peneliti menjelaskan prosedur analisis
data, baik selama proses pengumpulan data maupun setelah
data terkumpul.
f. Pemeriksaan keabsahan data yang meliputi: kredibilitas,
transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas.
g. Sistematika penulisan.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini terdiri atas gambaran hasil penelitian dan pembahasan hasil
penelitian. Agar tersusun dengan baik, maka disusun sebagai
berikut:
a. Gambaran umum tentang lokasi penelitian, artinya
menggambarkan dan menguraikan tentang latar sosial, historis,
budaya, ekonomi, demografi, dan lingkungan sebagai
gambaran umum penelitian yang melatari penelitian temuan.
b. Temuan penelitian. Dalam hal ini, peneliti menjelaskan hasil
analisis dan temuan penelitian. sesuai dengan fokus penelitian.
c. Pembahasan temuan penelitian, peneliti membahas temuan
penelitiannya seperti yang talah dideskripsikan pada hasil
penelitian.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan, rekomendasi dan saran. Kesimpulan dapat
dituliskan dengan proposisi-proposisi atau tema-tema sebagai hasil
interpretasi atau verifikasi temuan dengan konsep-konsep dan teori-
teori yang sesuai dengan fokus penelitian. Rekomendasi dituliskan
dengan peneliti mengemukakan rekomendasi tentang perlunya
penelitian lanjutan dan implementasi temuan penelitian tersebut
50

dalam pemecahan masalah praktis. Sedangkan saran dapat dituliskan


dengan mencantumkan
a. Jalan keluar untuk mengatasi masalah dan kelemahan yang
ada. Dan pada Bagian akhir skripsi ini berisi Daftar Pustaka
dan lampiran.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Zainul, 2007, Dzikir dan Tasawwuf, Surakarta: Qaula.


Akrim dan Gunawan, 2020, INTEGRASI ETIKA DAN MORAL: Spirit dan
Kedudukannya dalam Pendidikan Islam, Yogyakarta: Bildung.
Alam, Rudi Harisyah dan Daniel Rabitha, 2020, Panduan Bina Desa Model
Kerukunan, Jakarta: LITBANGDIKLAT PRESS.
Al-Ghazali Imam, 2008, Membangkitkan Energi Qolbu. Surabaya: Mitrapress.
Amin Ahmad, 2012, Kitab Akhlak Wasiat Terakhir Gus Dur, Surabaya:
QUNTUM Media.
Ardiansah Bambang, 2017, "Kerukunan Umat Beragama Menurut Al-Qur’an.",
Tulungagung: Kampus IAIN Tulungagung.
Ash-Shiddieqy M Hasbi, 2010, Pedoman Dzikir dan Doa. Semarang: PT.
PUSTAKA RIZKI PUTRA.
Bahri Zainul, 2016, Membangun Kerukunan Umat Beragama: Sebuah Pengantar,
Jakarta: Himpunan Peminat Ilmu-ilmu Usuluddin.
Dermawan M, 2016, Sejarah Lahir dan Berkembangnya Perkumpulan Jama'ah Al
Khidmah dalam Menyiarkan Ajaran-Ajaran Kh. Ahmad Asrori Al-Ishaqy
di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya pada Tahun 2005-2014. Doctoral
dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Fadjarajani Siti, dkk, 2020, Metodologi Penelitian Pendekatan Multidisipliner,
Gorontalo: Ideas Publishing.
Fauzi Ahmad dan Alfiah, 2021, Urgensi Dan Keutamaan Serta Kedudukan Ilmu
Yang Bermanfaat Sebagai Aset Akhirat, dalam Jurnal JETE: Edisi 2,
Volume 2.
Halijah Sarifa, 2019, Peran Majelis Zikir Azzikra dalam Membina Karakter
Peduli Sosial dan Peduli Lingkungan, dalam jurnal Al-Qayyimah, Edisi 1
Vol. 2.
Hardani, dkk, 2020, Metode Penelitian Kualitatif & Kuntitatif, Yogyakarta: CV.
Pustaka Ilmu.
Isnaeni Fil, 2019, Mempererat Kerukunan Beragama Melui Sikap Toleransi,
Pamulang: Prosiding Seminar Nasional, Harmonisasi Keberagaman dan
Kebangsaan Bagi Generasi Milenial, Lembaga Kajian Keagamaan.
Khadziq, 2009, Islam dan Budaya Lokal: Belajar Memahami Realita Agama
dalam Masyarakat, Yogyakarta: Penerbit Teras.
Kurniawan Asep, 2018, Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Kusumawati Anita, 2021, Peran Majelis Dzikir Al-Khidmah Dalam Membentuk
Akhlak Dan Ukhuwah Islamiah Masyarakat Desa Trisono Babadan
Ponorogo, Ponorogo: PhD Thesis. IAIN Ponorogo.
Machendrawaty Nanih dan Ahmad Agus S, 2001, Pengembangan masyarakat
Islam: Dari Ideologi, Strategi Sampai Tradisi, Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA.
Mannan Audah, 2017, "Pembinaan moral dalam membentuk karakter remaja
(Studi kasus remaja peminum tuak di Kelurahan Suli Kecamatan Suli
Kabupaten Luwu) dalam jurnal Aqidah-Ta: Jurnal Ilmu Aqidah, Edisi 1
Volume 3.
Margono, 2018, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Mushaf Masjidil Aqsha, 2011, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Cahaya
Qur’an.
Pulungan Sahmiar, 2011, Membangun Moralitas Melalui Pendidikan Agama,
Jurnal Al-hikmah Vol. 8. No. 1. ISSN 1412-5382.
Putera Iqbal Maulana, 2022, Peran Majelis Dzikir Al-Khidmah dalam
Meningkatkan Perilaku Keagamaan pemuda di Desa Gemenggeng
Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk, Kediri: IAIN Kediri.
Qodir Abdul, 2021, Metodologi Penelitian Kualitatif Aplikasi Dalam Pendidikan,
Yogyakarta: Parama Ilmu.
Rahmadi A. Sulaeman, 2012, Peran Kaum Muslimin Dalam Pembinaan
Kerukunan Hidup Antarumat Beragama Di Kota Surakarta (Studi Di Fkub
Kota Surakarta), Surakarta: Diss. Universitas Muhammadiyah.
Rohmania Fadila, 2019, Peran Majelis Dzikir Al-Khidmah Dalam Meningkatkan
Religiusitas Remaja Desa Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten
Grobogan, Kudus: Diss. IAIN Kudus.
Rusydi Ibnu dan Siti Zolehah, 2018, Makna Kerukunan Antar Umat Beragama
dalam konteks Keislaman dan Keindonesiaan. dalam Jurnal Al-Afkar
Jurnal for Islamic Studies, Edisi I, Volume. 1.
Sahri Iksan Kamil dan Muallifah, 2021, Haul Dan Perilaku Keagamaan: Studi
Motivasi Jamaah Haul Akbar Tarekat Qodiriyah Wan Naqsabandiyah Al-
Ustmaniyah Di Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Kedinding Lor
Surabaya, KACA (Karunia Cahaya Allah) dalam Jurnal Dialogis Ilmu
Ushuluddin, Edisi I, Volume 11.
Salim dan Syahrum, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:
Citapustaka Media.
Sarbaini, 2017, Apa Yang Sebaiknya Dilakukan? Pendidikan Moral Dan Karakter
Kewarganegaraan, Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Sholiha, Tia Mar’atus, 2013, Peran Majelis Dzikir dalam Pembinaan Akhlak
Remaja Putri, Diss. UIN Jakarta.
Sitoyo Sandu dan M Ali Sodik, 2015, Dasar Metodologi Penelitian, Yogyakarta:
Literasi Media Publishing.
Sugiarto, Fitrah dan Indana Ilma Ansharah, 2021, "Penafsiran Quraish Shihab
Tentang Pendidikan Akhlak Dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat 21
Pada Tafsir Al-Misbah." Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir 4.2.
Suyatno, 2012, Nilai, Norma, Moral, Etika Dan Pandangan Hidup Perlu
Dipahami Oleh Setiap Warga Negara Dalam Kehidupan Berbangsa Dan
Bernegara, dalam Jurnal PKn Progresif, Edisi I, Volume 7.
Yusuf Muhamad Amir, 2014, Pengaruh Majelis Dzikir Terhadap Keharmonisan
Keluarga (Studi Kasus Majelis Dzikir Al-Khidmah Di Pondok Pesantren
Hidayatul Falah Bantul Yogyakarta), Yogyakarta: Diss. UIN Sunan
Kalijaga.

Anda mungkin juga menyukai