Anda di halaman 1dari 61

PENDIDIKAN PESANTREN DALAM MEMBENTUK KARAKTER

KEPEMIMPINAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN


MIFTAHUL ULUM DURI WETAN KECAMATAN MADURAN
KABUPATEN LAMONGAN

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:
AHMAD BAHA’UDIN
NIM: 201912701200548

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT PESANTREN SUNAN DRAJAT LAMONGAN
2023
PENDIDIKAN PESANTREN DALAM MEMBENTUK KARAKTER
KEPEMIMPINAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN
MIFTAHUL ULUM DURI WETAN KECAMATAN MADURAN
KABUPATEN LAMONGAN

PROPOSAL SKRIPSI

(Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Pendidikan Islam ( S.Pd ) Dalam Ilmu Manajemen Pendidikan Islam)

Oleh:
AHMAD BAHA’UDIN
NIM: 201912701200548

Dosen Pembimbing:
1. Dr. H. Ahmad iwan Zunaih Lc., M.M., M.Pd.I
2. Moh. Hasyim Rosyidi, S.Pd.I., M.Pd.I

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT PESANTREN SUNAN DRAJAT LAMONGAN
2023

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN

Lamongan, 17 Januari 2023


Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Persetujuan Proposal Skripsi

Kepada
Yth. Bapak Ketua Prodi Manajemen Pendidikan Islam
Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD)
Lamongan Jawa Timur

Assalamualaikum Wr. Wb.


Setelah kami baca dan teliti kembali, dan telah diadakan perbaikan
sesuai petunjuk dan arahan kami, maka berpendapat bahwa Proposal
Skripsi saudari :
Nama : Ahmad Baha’Udin
NIM : 201912701200548
Tahun Angkatan : 2019
Program Studi : Manajemen Pendidikan Islam (MPI)
Judul : Pendidikan Pesantren dalam Membentuk Karakter
Kepemimpinan Santri di Pondok Pesantren Miftahul
Ulum Duri Wetan Kecamatan Maduran Kabupaten
Lamongan
Telah memenuhi syarat untuk diajukan dalam Proposal skripsi pada Prodi
Manajemen Pendidikan Islam untuk itu, kami mengharapkan agar
Proposal tersebut dapat segera dimunaqosyahkan.
Demikian, atas perhatian Bapak kami sampaikan banyak terima
kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. H. Ahmad Iwan Zunaid, Lc., M.M., M.Pd.I Moh. Hasyim Rosyidi, S.Pd.I., M.Pd.I
NIY: 2008.127.000 NIY: 2016.127.092

Mengetahui,
Kaprodi Manajemen Pendidikan Islam

Moh. Hasyim Rosyidi, S.Pd.I., M.Pd.I


NIY: 2016.127.092

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.........................................................................................i
HALAMAN JUDUL.............................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................5
D. Kegunaan Penelitian.....................................................................................6
E. Definisi Operasional.....................................................................................7
F. Batasan Penelitian........................................................................................9
G. Penelitian Terdahulu....................................................................................9
H. Sistematika Pembahasan............................................................................13
BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................15
A. Tinjauan Teori Tentang Pendidkan Pesantren...........................................15
1. Pengertian Pendidikan...........................................................................15
2. Pengertian Pendidikan Pesantren..........................................................18
3. Kurikulum Pemdidikan Pesantren.........................................................20
4. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Pesantren..............................................21
5. Pengertian Pondok Pesantren................................................................23
6. Macam-Macam Pondok Pesantren........................................................24
7. Unsur-unsur Pondok Pesantren.............................................................26
8. Peran Pesantren Dalam Pembentukan Karakter....................................27
B. Tinjauan Teori Karakter Kepemimpinan Santri.........................................30
1. Pengertian Karakter...............................................................................30
2. Pengertian Kepemimpinan....................................................................34
3. Gaya dan Ciri-Ciri kepemimpinan........................................................35
4. Pengertian Santri...................................................................................37

iv
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................41
A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian................................................................41
B. Deskripsi Latar Penelitian..........................................................................42
C. Instrument Penelitian.................................................................................43
B. Data dan Sumber Data...............................................................................46
C. Prosedur Pengumpulan Data......................................................................47
D. Teknik Analisis Data..................................................................................48
E. Pemeriksaan Keabsahan Data....................................................................50
DAFTAR PUSTAKA

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu..............................................................................12


Table 3.1 Kisi-Kisi Intrumen Penelitian................................................................44
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara...........................................................45
Tabel 3.3 Kisi-Kisi pedoman dokumentasi...........................................................45

vi
DAFTAR GAMBAR

Bagan 3.1 Teknik Analisis Data............................................................................50

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia lembaga pendidikan Islam terbesar adalah pesantren.

Pesantren tumbuh dan berkembang di banyak tempat di daerah pedesaan

maupun di daerah perkotaan. Di daerah pedesaan pesantren melalui

pendekatan budaya dan pemikiran Islam tradisionalis. Dalam

perkembanganya, ternyata pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tidak

hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang hanya bergelut pada dalam

pendidikan Islam, tetapi pesantren juga melakukan trobosan sehingga dapat

menjawab tantangan dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pesantren, jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah

muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua saat ini dan

dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigineus. Pendidikan ini

semula merupakan pendidikan agama Islam yang dimulai sejak munculnya

masyarakat Islam di Nusantara pada abad ke-13. Beberapa abad kemudian

penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur dengan munculnya tempat-

tempat pengajian (nggon ngaji). Bentuk ini kemudian berkembang dengan

pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri), yang kemudian

disebut pesantren. Meskipun wujudnya sangat sederhana, pada waktu itu

pendidikan pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang

terstruktur.1

1
M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren (Jakarta:
Diva Pustaka, 2003), 1.

1
2

Masa demi masa telah berganti, yang kemudian mengubah wajah

pesantren sebagai lembaga pendidikan dulu dan sekarang berada dalam

kondisi berbeda. Pesantren sekarang menghadapi berbagai perkembangan

yang tentu selain menjadi peluang juga sebagai tantangan atas perubahan

zaman. Stigma bahwa pesantren identik dengan tradisionalitas, kini

dihadapkan dengan modernisasi yang tentu bertentangan dengan tradisi lama

pesantren.0 Tantangan atas perubahan zaman ini membawa dampak pada

perubahan pembelajaran yang ada di pesantren. Model pembelajaran

pesantren yang tradisonalis harus dapat menyesuaikan perkembangan zaman

saat ini.

Globalisasi adalah sebuah keniscayaan yang nyata yang mau tak mau

akan kita hadapi bersama. Menghadapi tantangan ini pesantren dituntut untuk

bertindak bijak. Kalau serta merta menolak globalisasi dengan melestarikan

konstruksi lama dan tidak mau melihat sesuatu yang baru sangat jelas ini akan

merugikan pesantren di kemudian hari, karena orang modern sebagai mana

disebutkan di atas lebih mementingkan nilai-nilai instrumental. Dengan

mengikuti perkembangan zaman, akhir-akhir ini pesantren telah membuka

diri. Jika dahulu pesantren hanya sebagai tempat mengaji ilmu agama melalui

sistem sorogan, wetonan, dan bandungan, maka saat ini telah membuka

pendidikan sistem klasikal dan bahkan program baru yang berwajah modern

dan formal seperti madrasah, sekolah, dan bahkan universitas.0

0
Ahmad Faris, “Kepemimpinan Kiai Dalam Mengembangkan Pendidikan Pesantren,”
’Anil Islam 8, no. 1 (2015): 123–144.
0
Manshur "Kepemimpinan Kiai Dalam Pengembangan Pondok Pesantren Al Urwatul
Wutsqo Jombang” 1, no. 1 (2017): 87 –117.
3

Pesantren modern merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam

yang terkenal juga dengan pendidikan karakter.0 Salah satunya dalam

membentuk karakter kepemimpinan santri-santrinya. Slogan siap memimpin

dan siap dipimpin yang biasa diucapkan pimpinan pesantren modern

merupakan salah satu bukti pentingnya pembentukan karakter kepemimpinan

pada diri santri-santri di pesantren itu. Salah satu tujuan dari pembentukan

karakter kepemimpinan tersebut yakni untuk membekali kemampuan santri

terhadap situasi yang harubs dihadapi dalam perkembangan zaman ini,

sehingga mereka mampu berkiprah di masyarakat dan menjadi seorang

pemimpin yang karismatik dan berkarakter yang tidak mudah goyah akan

bisikan dari nikmatnyanya jabatan yang ia miliki. Tidak sedikit fenomena

seorang pemimpin yang terlena dengan jabatan yang dimilikinya saat itu, baik

dalam organisasi maupun pimpinan negara, sehingga menjadikannya lalai

bakan tugas utama seorang pemimpin dan menjadikan apa yang ia pimpin

tidak sesuai dengan tujuan yang direncanakan dan dijanjikan sebelumnya.0

Oleh karena itu Pondok pesantren adalah tempat atau lembaga

pendidikan yang sangat cocok untuk membentuk karakter kepemimpinan

santri. Menurut Hidayat, ada beberapa hal penting yang bisa ditransfer dari

sistem model pesantren ke lembaga pendidikan umum, seperti keteladanan,

pembiasaan, kepribadian, kepemimpinan, dan kewibawaan. 0 Peran pesantren

untuk menanamkan jiwa kepemimpinan pada santri ternyata sudah terlihat


0
Ahmad Faris, “Kepemimpinan Kyai dalam Mengembangkan Pendidikan Pesantren" Anil
islam 8 no. 1 (juni 2015): 123–144.
0
Gusti Katon et al., “Peran Pesantren Modern Dalam Pembentukan Karakter
Kepemimpinan Santr,” Al-Adabiyah: Jurnal Pendidikan Agama Islam 1, no. 2 (2020): 77–89.
0
Nur Hidayat, "Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pembiasaan Di Pondok
Pesantren" Pamelan Implementasi no 1 vol. 4 (Yogyakarta, 2017), 23.
4

sejak dulu sebelum kemerdekaan republik indonesia,agaknya peran tersebut

perlu tetap di kembangkan guna mejadikan generasi yang mampu

berkontribusi untuk kepentingan bangsa kedepan. Di dalam pesanrten

terdapat kegiatan-kegiatan yang dapat digunakan santri untuk melatih

menjadi seorang pemimpin. Penanaman jiwa kepemimpinan pada santri dapat

diterapkan lewat pendidikan pesantren.

Pendidikan pesantren dapat terwujud dan dapat tercapai tujuannya

apabila semua sudah berjalan dengan semestinya. Karena tujuan dari

pendidikan adalah mempertajam pola berfikir dan membentuk karakter.

Sesuai dengan visi dari Pondok Pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan yakni

Terciptanya santri yang unggul dalam prestasi, santun dalam berbudi,

berwawasan iptek dan imtaq.

Terkait dengan urain di atas yang menjadikan sebuah alasan mengapa

peneliti ingin mengadakan penelitian di pondok pesantren Miftahul Ulum

Duri Wetan, karena kekhasan proyeksinya yang di orientasikan dengan

progam-progam pesantern untuk mencetak kader-kader agama dan bangsa

sebagai uswantun hasanah di masyarakat dan sebagai pemimpin masa depan

bangsa. Lalu, bagaiman pondok pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan

mengembangkan karakter kepemimpinan santrinya dengan pendidikan

pesantren yang ada, Hal ini lah yang mendorong peneliti untuk meneliti peran

pendidikan pesantren dalam membentuk karakter kepemimpinan santri di

pondok pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan, Karena pendidikan pesantren

menjadi suatu hal yang penting dalam menjalankan aktifitas pesantren


5

sebagai roda dalam mewujudkan tujuan dari pondok pesantren tersebut.

Terkait dengan paparan latar belakang di atas, peneliti ingin mengadakan

dalam bentuk penelitian dengan judul PENDIDIKAN PESANTREN

DALAM MEMBENTUK KARAKTER KEPEMIMPINAN SANTRI DI

PONDOK PESANTREN MIFTAHUL ULUM DURI WETAN

MADURAN LAMONGAN.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah penelitian ini, maka dapat dirumuskan

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pendidikan pesantren dalam membentuk karakter

kepemimpinan santri di pondok pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan

Maduran Lamongan?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat pendidikan pesantren pesandalam

membentuk karakter kepemimpinan santri di pondok pesantren Miftahul

Ulum Duri Wetan Maduran Lamongan?

C. Tujuan Penelitian

Untuk menjawab rumusan masalah, maka diperlukan sebuah penelitian

agar memperoleh jawaban dari permasalahan yang ada, dan tujuan penelitian

ini dilaksanakan adalah:

1. Untuk mengetahui pendidikan pesantren dalam membentuk karakter

kepemimpinan santri di pondok pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan

Maduran Lamongan.
6

2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pendidikan

pesantren dalam membentuk karakter kepemimpinan santri di pondok

pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan Maduran Lamongan.

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini,

diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca baik secara teoritis

maupun secara praktis. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini

diantaranya:

1. Kegunaan Teoritis

Dengan penelitian ini, penulis mengharapkan agar penelitian ini

menjadi bahan kajian dan khazanah pengembangan manajemen

pendidikan islam, terkhusus dalam bidang pendidikan pesantren dalam

membentuk karakter kepemimpinan santri, bagi penulis. Penelitian yang

akan datang, mahasiswa, akademisi, dan masyarakat termasuk juga

pengelolah dan santri pondok pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan

Maduran Lamongan.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Pondok Pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan Maduran

Lamongan diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan pertimbangan

pengelola pondok pesantren dan pendidikan pesantren dalam

membentuk karakter kepemimpinan santri.

b. Bagi penulis sendiri, penelitian ini akan dapat menambah pengetahuan

dalam memahami teori-teori yang diterima selama masa perkuliahan


7

dan dapat mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan yang

sesungguhnya.

c. Bagi penelitian mendatang, akan menjadi bahan pertimbangan dan

tambahan pengetahuan agar penelitian mendatang lebih baik dari

penelitian-penelitian sebelumnya.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari perluasan masalah yang akan dibahas, maka perlu

adanya batasan definisi agar lebih mudah dalam memahami yang akan

penulis tuturkan tentang “pendidikan pesantren dalam membentuk

karakter kepemimpinan santri di pondok pesantren Miftahul Ulum Duri

Wetan Maduran Lamongan”. Adapun pengertian dari kata-kata dalam

judul tersebut sebagai berikut:

1. Pendidikan Pesantren

Omar Muhammad Al-Thoumy as-Syalbani dalam Abudin Nata

menyebutkan pendidikan adalah proses dalam mengubah tingkah laku

manusia baik pada kehidupan pribadinya, masyarakat, dan lingkungan

sekitarnya.0

KH. Imam Zarkasih mengartikan pesantren sebagai lembaga

pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kyai sebagai

figur sentral, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan

pengajaran agama Islam di bawah bimbingan kyai yang diikuti santri

sebagai kegiatan utamanya.

0
Ah. Zakki Fuad, Ilmu Pendidikan Islam (Surabaya, UINSA, 2020), 65-88.
8

Berdasarkan uraian di atas pendidikan pesantren adalah lembaga

pendidikan islam untuk mendalami dan menyerbarkan ilmu-ilmu

keislaman dan menekankan pada moral keagamaan sebagai pedoman

hidup sehari-hari.

2. Karakter Kepemimpinan Santri

Menurut R Megawangi karakter memiliki kemiripan makna dengan

akhlak yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik. Al-Ghazali

menggambarkan bahwa akhlak adalah tingkah laku yang berasal dari hati

yang baik. Oleh karena itu pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk

membentuk kebiasaan baik (habit), sehingga sifat anak sudah terukir sejak

kecil.0

Menurut Rich and Hull, Kepemimpinan adalah kemampuan

mempengaruhi pendapat, sikap dan perilaku orang lain. Hal ini memiliki

arti bahwa setiap orang mampu mengatur dan mempengaruhi orang lain

untuk mencapai tujuan bersama dan dapat berfungsi sebagai pemimpin.0

Santri adalah seorang abdi yang mendapat amanat atau tugas untuk

meneruskan ajaran/risalah yang dibawa Rasulullah Saw. Ajaran tersebut

terangkum dalam tiga aspek pokok yaitu; Iman, Islam dan Ihsan. Dalam

proses penyebaran serta pengejawan- tahan tiga ajaran tersebut dibutuhkan

kelihaian dan kemampuan yang maksimal dari seorang santri. Tanpa itu,

0
Katon et al., “Peran Pesantren Modern Dalam Pembentukan Karakter Kepemimpinan
Santri." Al- Fikr: juornal pendidikan Vol 6 no 1 (2020): 27-33.
0
Ibid,. 12.
9

ajaran yang agung tersebut akan mengalami “titik buntu” dalam proses

manifestasi dan pengembangannya.0

Berdasarkan uraian diatas,tujuan pendidikan pesantren adalah untuk

membina kepribadian yang islami dan membentuk karakter santri agar bisa

menjadi pemimpin yang berkualitas di masa depan.

F. Batasan Penelitian

Mengingat akan luasnya permasalahan yang terkait dalam penulisan

tugas akhir ini, penulis tidak dapat membahas semua secara menyeluruh

dikarenakan adanya keterbatasan waktu, tempat, fikiran, tenaga serta materi

yang dimiliki peneliti saat melakukan proses penelitian. Maka peneliti hanya

akan membahas sebagai berikut:

1. Pendidikan pesantren dalam membentuk karakter kepemimpinan santri di

pondok pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan Maduran Lamongan.

2. Faktor pendukung dan penghambat pendidikan pesantren dalam

membentuk karakter kepemimpinan santri di pondok pesantren Miftahul

Ulum Duri Wetan Maduran Lamongan.

G. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, peneliti tidak

menemukan pembahasan yang memiliki objek kajian persis serupa dengan

penelitian ini. Namun, masih terdapat beberapa hasil penelitian yang masih

relevan dengan topik yang diangkat oleh peneliti, antara lain:

0
M. Ulinnuha Khusnan, “Memotret Paradigma Keberagamaan Kaum Santri,” Dialog 32,
no. 2 (2017): 41–64, .
10

1. Penelitian A Rohmanu Fauzi mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan keguruan

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, pada tahun

2018, yang berjudul “Implementasi Kultur Pesantren dalam Pemebentukan

Karakter Kepemimpinan Santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda

Malang” dalam skripsi ini menjelaskan mengenai budaya pesantren yang

dapat membentuk karakter kepemimpinan santri yang diantaranya ada

perencanaan pembentukan karakter kepemimpinan santri melalui kultur

pesantren PPMH, bagaimana pelaksanaan pembentukan karekter

kepemimpinan santri melalui kultur PPMH, dan dampak pelaksanaan

karakter kepemimpinan santri melalui kultur pesantren PPMH. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, lokasi

penelitian adalah Pondok Pesantren Miftahul Huda Malang. Data atau

sumber penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Teknik

pengumpulan data penelitian ini menggunakan observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Proses analisis data dalam penelitian ini mengandung tiga

komponen yaitu: reduksi data, penyajian data, verifikasi data, dan

pengecekan keabsahan data. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukannya

pola pembentukan karakter kepemimpinan santri di Pondok Pesantren

Miftahul Huda Malang. Dengan demikian kultur pesantren berpengaruh

terhadap pembentukkan karakter santri.0

2. Penelitian ini di lakukan oleh saudari Nida Hudia yang berjudul

“Implementasi Kultur Pesantren dalam Membentuk Pendidikan Karakter


0
A Rohmanu Fauzi, "Implementasi Kultur Pesantren Dalam Membentuk Karakter
Kepemimoinan Santri Di Pondok Pesantren Miftahul Huda Malang,".(Skripsi Sarjana,Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan Universitas islam Negri Malang, Malang, 2016), 1.
11

Santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda Bogor”fakus Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Kultur pesantren dalam

pembentukkan pendidikan karakter santri dan untuk mengetahui faktor-

faktor penghambat dalam pembiasaan karakter santri. Penelitian ini

termasuk penelitian kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama pelaksanaan kultur

pesantren di Pondok Pesantren Miftahul Huda Bogor terlihat dari

penerapan program-program khusus (Tahsin dan Tahfidz, Kajian Kitab

Kuning, Bahasa Asing), Program ibadah, ekstrakulikuler, dan Program

khusus kelas akhir. Kedua pembiasaan karakter peserta didik melalui

kultur-kultur pesantren keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah

Islamiyah, kebebasan, kepemimpinan, disiplin, percaya diri, kesabaran.

Ketiga faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pembiasaa karakter

melalui kultur pesantren yaitu kurangnya pembina pada program tahsin

dan tahfidz, kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan pesantren, dan

kurangnya tenaga pendidik profesional.0

3. Penelitian ini di lakukan oleh saudara Gusti katon yang berjudul PERAN

PESANTREN MODERN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER

KEPEMIMPINAN SANTRI ”fakus Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui cara bagaimana peran dari pesantren modern dalam

membentuk karakter kepemimpinan santri-santrinya. Seperti diketahui

banyak lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia khususnya pondok


0
Nida Hudia, "Implementasi Kultur Pesantren dalam Membentuk Pendidikan Karakter
Santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda Bogor. (Skripsi, Institut Ilmu Al Qur An Jakarta,
Jakarta, 2019), 1.
12

pesantren modern memiliki strategi sendiri dalam membentuk karakter

kepemimpinan santrinya. Pembentukan karakter santri ini nantinya akan

berdampak pada alumni yg dihasilkan. Banyak alumni dari pesantren

modern yang menjadi seorang pemimpin yang berkarakter yang telah

memberikan banyak manfaat serta kontribusi pada masyarakat. Sehingga

kami tergerak untuk menulis artikel ini untuk ingin mengetahui lebih

dalam terkait bagaimana pesantren modern dalam membentuk karakter

kepemimpinan santri.

Penelitian ini menggunakan metode kajian literatur (pustaka)

terhadap sumber-sumber yang relevan terkait judul mengenai “Peran

Pesantren Modern dalam Pembentukan Karakter Kepemimpinan Santri”.

Demi terbentuknya pemimpin yang berkarakter, pesantren modern bukan

hanya memanage, teach dan lead secara parsial. Melainkan total

mendidikkan kehidupan secara utuh dan melibatkan dirinya dengan

berbekal iman, ilmu, amal, akhlaq, komunikasi/interaksi dan mental yang

tangguh. Harus menguasai permasalahan, selalu banyak mengambil

inisiatif, tidak menunggu diperintah, mampu menciptakan pekerjaan dan

tidak mencari pekerjaan.0

Tabel 1.1
Penelitian Terdahulu
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan saat ini

No Nama dan Judul Persamaan Perbedaan


1 A Rohmanu Fauzi Mengkaji tentang Perbedaanya
“Implementasi Kultur pembentukan pada variabel
Pesantren dalam karakter bebas dan lokasi
0
Katon et al., “Peran Pesantren Modern Dalam Pembentukan Karakter Kepemimpinan
Santri" Al- Fikr: juornal pendidikan Vol 6 no 1 (2020): 27-28.
13

Pemebentukan Karakter kepemimoinan penelitian


Kepemimpinan Santri di
Pondok Pesantren Miftahul
Huda Malang” keguruan
Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim
Malang
2 Nida hudia “Implementasi Mengkaji tentang Perbedaanya
Kultur Pesantren dalam pembentukan pada variabel
Membentuk Pendidikan karakter bebas dan lokasi
Karakter Santri di Pondok kepemimpinan penelitian
Pesantren Miftahul Huda
Bogor” INSTITUT ILMU
AL-QUR’AN (IIQ)
JAKARTA
3 saudara Gusti katon yang Mengkaji tentang Perbedaannya
berjudul “PERAN pembentukan pada variabel
PESANTREN MODERN karakter bebas dan lokasi
DALAM PEMBENTUKAN kepemimoinan penelitian
KARAKTER
KEPEMIMPINAN
SANTRI ”

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mengetahui gambaran dari proposal skripsi ini, maka disusun

sistematika sebagai berikut:

Bab I : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, dan Tujuan

Penelitian, Kegunaan Penelitian, Definisi Operasional, Batasan

Penelitian, Penelitian Terdahulu, Sistematika Pembahasan.

Bab II : Pada bab ini memuat teori-teori yang berkaitan dengan masalah

yakni pendidikan pesantren dalam membentuk karakter

kemimpinan santri di pondok pesantren Miftahul Ulum Duri

Wetan Maduran Lamongan.


14

Bab III : Jenis dan Pendekatan Penelitian, Deskripsi Latar Penelitian,

Instrumen Penelitian, Data dan Sumber Data, Prosedur

Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Pemeriksaan

Keabsahan Data.

Bab IV : pembahasan hasil penelitian yang berisi tentang paparan data dan

hasil penelitian.

Bab V : yang berisi Implikasi dan saran dari hasil penelitian.


15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Tentang Pendidkan Pesantren

1. Pengertian Pendidikan

Pendidilkan Secara etimologi, kata pendidikan berasal dari kata

“didik” yang merubah menjadi “mendidik” yang berarti membantu anak

untuk menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap.0 Istilah pendidikan

ini semula berasal dari bahasa Yunani “paedagogie”, yang berarti

bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian

diterjemahkan dalam bahasa Inggris “education” yang berarti

pengembangan atau bimbingan.

Dari segi terminologis, Samsul Nizar menyimpulkan dari beberapa

pemikiran ilmuwan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar yang

dilakukan secara bertahap dan simultan (proses), terencana yang dilakukan

oleh orang yang memiliki persyaratan tertentu sebagai pendidik. 0

Sedangkan menurut Omar Muhammad Al-Thoumy as-Syalbani dalam

abudin Nata menyebutkan pendidikan adalah proses dalam mengubah

tingkah laku manusia baik pada kehidupan pribadinya, masyarakat, dan

lingkungan sekitarnya.0 Dengan kata lain pendidikan sebagai proses dan

pendidikan juga hasil yang terjadi karena perubahan dari interaksi manusia

dengan lingkungan yang di sebut dengan perubahan prilaku. Karena


0
Ihsan Hamdani, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Rublik, 2007), 11.
0
Ah. Zakki Fuad, Ilmu Pendidikan Islam (Surabaya, UINSA, 2020), 8.
0
Abudin Nata, Iimu Pendidikan Islam (Jakarta: Pernada Media, 2016), 28.
16

manusia terlahir dalam keadaan tidak memiliki daya dan ilmu

pengetahuan, maka dengan pendidikan lah manusia dapat memliki daya

dan pengetahuan dalam jiwanya.

Dalam perspektif Islam, ada beberapa istilah dalam Bahasa Arab

yang sering digunakan mengenai definisi pendidikan Islam. Diantaranya:

a. At-Tarbiyah

At-Tarbiyah berasal dari kata rabb yang memiliki makna tumbuh,

berkembang, memelihara, mengabtur. Kata at-Tarbiyah berasal dari

kata rabba-yarbu yang berarti tumbuh, Sedangkan istilah at-Tarbiyah

adalah proses informasi ilmu pengetahuan dari pendidik kepada peserta

didik untuk memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga

terbentuk keimanan, ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian yang

luhur.0

b. At-Ta’dib

At-Ta’dib dalam pengertian pendidikan berarti sopan santun, tata

krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral dan etika. Dengan kata lain at-

Ta’dib adalah pendidikan peradaban atau kebudayaan yang artinya

orang berpendidikan adalah orang yang berperadaban. Menurut Abdul

Majid dan Yusuf Mudzakkir at-Ta’dib adalah upaya dalam membentuk

adab (tata krama) yang terbagi atas empat macam yaitu.

1) Ta’dib adab al-haqq yang berarti bentuk pendidikan atau

pengetahuan dalam kebenaran, yang di dalamnya segala yang ada


0
Nida Hudia, "Implementasi Kultur Pesantren dalam Membentuk Pendidikan Karakter
Santri Di Pondok Pesantren Miftahul Huda Bogor. (Skripsi,institut Ilmu Al Qur An Jakarta,
Jakarta, 2019), 29.
17

memiliki kebenaran tersendiri dan dengannya segala sesuatu

diciptakan.

2) Ta’dib adab al-khidmah yang berarti pendidikan dalam

pengabdian. Sebagaimana seorang hamba mengabdi kepada dengan

pencipta.

3) Ta’dib adab al-syari’ah yang berarti pendidikan tata krama

spiritual dalam syariah.

4) Ta’dib adab al-shubhah pendidikan tata krama spiritual dalam

bersahabatan, berupa saling menghormati dan berprilaku mulia

antar sesame mahluk.

c. Riyadhah

Riyadhah secara etimologi berarti pengajaran dan pelatihan.

Menurut al-Bastani Riyadhah dalam konteks pendidikan berarti

mendidik jiwa anak dengan akhlak mulia. Menururt al-Ghazali kata

Riyadhah jika dinisbatkan kepada anak-anak, maka memiliki arti

pelatihan atau pendidikan anak yang menekankan pada psikomotorik

dengan cara melatih. Pelatihan berarti pembiasaan masa kanak-kanak

adalah masa yang paling cocok untuk menerapka pembiasaan atau

membentuk karakter anak. Anak kecil yang terbiasa melakukan

kegiatan yang positif, maka di masa remaja dewasanya lebih mudah

berkepribadian yang baik.0

0
Nida Hudia, "Implementasi Kultur Pesantren dalam Membentuk Pendidikan Karakter
Santri Di Pondok Pesantren Miftahul Huda Bogor. (Skripsi, Institut Ilmu Al Qur An Jakarta,
Jakarta, 2019), 31.
18

Pendidikan sebagai salah satu faktor yang sangat menentukan dan

berpengaruh terhadap kelangsungan sosial. Melalui pendidikan,

diharapkan dapat melahirkan generasi-generasi penerus bangsa yang

berkarakter, bermoral dan berakhlak baik. Dalam pengertian lain

Pendidikan merupakan perkembangan yang terorganisasi dan kelengkapan

dari semua potensi-potensi manusia, moral, inteketual, dan jasmani untuk

kepribadiannya dan bermasyarakat. Selain itu, pendidikan dapat dikatakan

sebagai kebutuhan setiap manusia agar dapat disebut berakal.0

Pendidikan sebagai upaya membina dan mengembangkan pribadi

manusia, aspek spiritual dan fisik, juga harus berlangsung secara bertahap.

Karena tidak ada ciptaan Tuhan yang secara langsung diciptakan dengan

sempurna tanpa melalui proses.

Kematangan dan kesempurnaan yang diharapkan bertitik tolak pada

pengoptimalan kemampuannya dan potensinya. Tujuan yang diharapkan

tersebut mencakup dimensi vertikal sebagai hamba Tuhan; dan dimensi

horisontal sebagai makhluk individual dan sosial. Hal ini dimaknai bahwa

tujuan pendidikan dalam pengoptimalan kemampuan atau potensi manusia

terdapat keseimbangan dan keserasian hidup dalam berbagai dimensi.

Demikian pula yang diharapkan oleh pendidikan agama Islam.0

2. Pengertian Pendidikan Pesantren

Pondok pesantren merupakan salah satu model Pendidikan tertua di

Indonesia. Oleh sebab itu Pendidikan pesantren mewarnai dinamika


0
Ibid., 32.
0
Mahmudi Mahmudi, “Pendidikan Agama Islam Dan Pendidikan Islam Tinjauan
Epistemologi, Isi, Dan Materi,” Ta’dibuna: Jurnal Pendidikan Agama Islam 2, no. 1 (2019), 89.
19

Pendidikan yang ada di Indonesia. Pesantren juga mempunyai andil bagi

negara terutama amanat konstitusi dalam bidang pencerdasan anak bangsa

dan penanaman nilai-nilai karakter bangsa bagi generasi bangsa.0

Berdasarkan susunan katanya, pendidikan agama Islam terdiri dari

dua kata, yaitu pendidikan dan agama. Kata pendidikan berasal dari kata

didik yang berarti pelihara dan latih, yang kemudian mendapat imbuhan

awalan pe- dan akhiran an sehingga menjadi kata kerja pendidikan, yang

berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok

dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan.0

Pendidikan pesantren menurut Abdul Majid dan Dian Andayani

pendidikan pesantren adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan

peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, ajaran agama

islam, dibarengi dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud

kesatuan dan persatuan bangsa,0

Menurut Zakiyah Darajat pendidikan pesantren adalah suatu usaha

untuk membina dan memgasuh peserta didik agar senantiasa dapat

memahami agama islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang

pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan islam sebagai

pandangan hidup. Menurut Tayar Yusuf pendidikan pesantren yaitu usaha

sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan,


0
Eko Eddya Supriyanto, “Kontribusi Pendidikan Pesantren Bagi Pendidikan Karakter di
Indonesia,” Jurnal Pendidikan Nusantara 1, no. 1 (2020), 13–26.
0
Katon et al, “Peran Pesantren Modern Dalam Pembentukan Karakter Kepemimpinan
Santri." Al- Fikr: juornal pendidikan Vol 6 no 1 (2020), 13.
0
Abdul Majid, dkk, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), 130.
20

kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi

manusia bertaqwa kepada Allah SWT.0

Arti Pendidikan pesantren dapat disimpulkan bahwa segala upaya

manusia dalam meningkatkan kualitas diri yang memiliki tujuan mampu

menjadi pribadi yang matang dan berwibawa secara lahir dan batin

sehingga timbul dengan sendirinya rasa ketakwaan, berakal sehat, berilmu,

berakhlak mulia, kreatif, mandiri serta mampu berusaha meraih

kebahagiaan hidup dunia dan akhira.0

3. Kurikulum Pemdidikan Pesantren

Kurikulum sangatlah penting dalam proses belajarnya pendidikan

khazanah pesantren dibidang keilmuan meliputi.0

a. Kajian kitab kuning Kajian

Kitab kuning di pesantren biasanya dilakukan membaca dan

memahami teks-teks kitab klasik atau sorogan. Selain itu kajian kitab

kuning juga dapat dilakukan dengan bahtsul masala (persoalan-

persoalan yang muncul) atau musyawarah.

b. Pendidikan karakter atau akhlak

Pendidikan karakter di pesantren ditanamkan secara langsung

(direct teaching) ataupun secara tidak langsung (indirect teaching).

Pembelajaran langung dilakukan dengan mata pelajaran akhlak dan

tasawwuf dengan pendidikan formal (sekolah atau madrasah) maupun


0
Ibid,. 130.
0
Katon et al, “Peran Pesantren Modern dalam Pembentukan Karakter Kepemimpinan
Santri." Al- Fikr: juornal pendidikan Vol 6 no 1 (2020), 14.
0
Nida Hudia, "Implementasi Kultur Pesantren dalam Membentuk Pendidikan Karakter
Santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda Bogor. (Skripsi, Institut Ilmu Al Qur An Jakarta,
Jakarta, 2019), 26.
21

pendidikan informal (pendidikan yang disampaikan oleh kyai atau

ustadz di masjid). Sedangkan penanaman karakter secara tidak langsung

dilakukan melalui bimbingan tingkah laku santri.

c. Pendidikan Al-Qur’an

Pendidikan di pesantren tidak terlepas dari Pendidikan Al-

Qur’an, Assunah dan kitab kuning berkaitan dengan kualitas dan akhlak

santri. Pendidikan Al-Qur’an di pesantren biasanya dilakukan dengan

Multi Level Learning (MLL). Pendidikan Al-Qur’an dilakukan dengan

membaca Al-Qur’an secara tartil dengan tajwid yang benarTiga pilar

tersebut (kajian kitab kuning, pendidikan karakter atau akhlak, dan

pendidikan Al-Qur’an) merupakan pokok pada kurikulum pendidikan di

pesantren. Selebihnya pesantren dapat mengembangkan kurikulumnya

dengan pelajaran lainnya.

4. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Pesantren

Khozin berpendapat dalam kegiatan belajar mengajar pada

pendidikan pesantren dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kegiatan

pendidikan dan pengajaran yang diselengarakan oleh kyai kepada santri

dan kegiatan belajar serta pelayanan terhadap masyarakat. Kegiatan belajar

mengajar yang terjadi antara kyai dan santri berlangsung sebagaimana

mestinya, kyai menyediakan sarana dan prasarana serta menciptakan

situasi pembelajaran pendidikan Islam yang memiliki tujuan

menjadikansantri sebagai pribadi Muslim yang baik. Sedangkan dalam

pelayanan terhadap masayarakat lembaga pendidikan pesantren


22

memberikan berbagai macam bentuk kegiatan seperti pengajian keislaman

atau majelis tablighhingga memberikan skill pengembangan yang lainnya.

Menurut Tholkah Hasan sebagaimana dikutip oleh Imam Syafi’i

fungsi dari pendidikan pesantren tidak berhenti dan fokus pada aktifitas

transfer ilmu saja, pesantren memiliki fungsi dan tujuan dalam

pendidikannya yang diantaranya adalah, Pesantren sebagai lembaga

pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama dan nilai-nilai

Islam. 0

Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang mampu

melakuakan kontrol sosial; Pesantren sebagai lembaga pendidikan

keagamaan yang mampu melakukan rekayasa sosial (social engineering)

dan perkembangan masyarakat (community devlopment). Hal itu

merupakan tujuan pendidikan pesantren untuk membangun generasi

penerus yang lebih baik. Pesantren memiliki fungsi sebagai Pesantren

memiliki fungsi sebagai lembaga pendidikan syia’ar Islam dan sebagai

lembaga sosial. Tujuan pendidikan Pesantren secara umum dapat dibagi

menjadi dua tujuan yang dapat diasumsikan sebagai berikut.

a. Tujuan umum, yaitu untuk membimbing peserta didik (santri) untuk

menjadi manusia yang berkepribadian Islami yang sanggup

mensyiarkan Islam melalui ilmu dan amalnya.

b. Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para peserta didik (santri) untuk

menjadi manusia yang alim dalam ilmu agama yang telah diajarkan

0
M. Ali Mas’udi, “Peran Pesantren Dalam Pembentukan Karakter Bangsa,” Jurnal
Paradigma 2, no. November (2015), 2.
23

oleh kyai sehingga ia mampu mengamalkan segala ilmunya untuk

menjadi manusia yang bermanfaat bagi agama dan umat.

Adapun sistem pendidikan pesantren memiliki prinsip-prinsip yang

cukup kompleks. Menurut Mastuhu 0 antara lain:

a. Theocentric (sumber kebenaran hanya Tuhan)

b. Sukarela dan pengabdian

c. Kearifan

d. Kesederhanaan

e. Kolektivitas

f. Mengatur kegiatan Bersama

g. Kebebasan terpimpin

h. Mandiri

i. Pesantren tempat mencari ilmu dan mengabdi

j. Pengamalan ajaran agama

k. Tanpa Ijazah

l. Restu Kyai.0

5. Pengertian Pondok Pesantren

Pondok Pesantren merupakan rangkaian kata yang terdiri dari

pondok dan pesantren. Kata pondok (kamar, gubuk, rumah kecil) yang

dipakai dalam bahasa Indonesia dengan menekankan kesederhanaan

bangunannya. Ada pula kemungkinan bahwa kata pondok berasal dari

0
M. Ali Mas’udi, “Peran Pesantren Dalam Pembentukan Karakter Bangsa,” Jurnal
Paradigma 2, no. November (2015), 2.
0
Zainal Arifin, “Budaya Pesantren Dalam Membangun Karakter Santri,” Paper Knowledge
. Toward a Media History of Documents 5, no. 2 (2014): 40–51.
24

bahasa arab “fundūk” yang berarti ruang tempat tidur, wisma atau hotel

sederhana. Pada umumunya pondok memang merupakan tempat

penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya.

Sedangkan kata pesantren berasal dari kata dasar “santri” yang dibubuhi

awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal para santri.z

Menurut beberapa ahli, sebagaimana yang dikutip oleh Zamakhsyari

antara lain: Jhons, menyatakan bahwa kata santri berasal dari bahasa Tamil

yang berarti guru mengaji. Sedangkan CC. Berg berpendapat bahwa istilah

ini berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang

tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci

agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku

suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.0

Dari pernyataan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa pondok

pesantren adalah tempat bermukim bagi santri-santri yang ingin

mendalami ilmu agama islam secara intens, dimana dengan mengikuti

budaya pondok pesantren dan pendidikan pesantren dengan begitu dapat

tertanam moral-moral keagamaan dalam diri.

6. Macam-Macam Pondok Pesantren

Dalam konsistensinya Pesantren sebagai lembaga pendidikan,

dakwah sosial dan budaya yang dengan sistem lama yang seiring

berjalannya waktu telah terpengaruhi oleh sistem modern, secara garis

besar Pesantren dapat dikategorikan kepada tiga macam, diantaranya:

0
Katon et al., “Peran Pesantren Modern Dalam Pembentukan Karakter Kepemimpinan
Santri. Al- Fikr: juornal pendidikan Vol 6 no 1 (2020), 18.
25

a. Pesantren Salafiyah Salafiyah artinya “lama” atau “dahulu” atau

“tradisional”. Pesantren Salafiyah berarti pondok pesantrem yang

menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan sistem tradisional,

sebagaimana yang telah diterapkan dari zaman dulu. Pelajaran-pelajaran

diajarkan dengan sisitem kelompok dengan kitab-kitab kuning, kitab-

kitab berbahasa Arab dengan jenjang pendidikan yang ditentukan oleh

tamatnya mempelajari satu kitab dan kitab lainnya.0

b. Pesantren Khalafiyah Khalaf berarti” kemudian” atau “belakang” atau

“modern”. Pesantren Khalafiyah berarti pondok pesantren yang

menyelenggrakan kegiatan pendidikan dengan sistem modern.0 dengan

satuan pendidikan model formal, baik berupa Madrasah (MI, MTS,

MA, atau MAK) maupun sekolah atau kampus. Pesantren Khalaf ini

menerima hal-hal baru yang dinilai baik dengan mempertahankan

tradisi lama yang sudah menjadi khas setiap pesantren. Pesantren

Khalafiyah mengajarkan pelajaran umum dengan sistem klasikal dan

juga dapat membuka sekolah atau kampus di lingkungan pesantren.

c. Pesantren Campuran atau Kombinasi Sebagian besar pondok pesantren

saat ini adalah pesantren dengan sistem campuran atau kombinasi yang

berada dalam rentangan pomdok salafiyah dan khalafiyah. Seperti

sebagian besar pondok pesantren yang menanamkan diri pesantren

0
A Rohmanu Fauzi, "Implementasi Kultur Pesantren Dalam Membentuk Karakter
Kepemimoinan Santri Di Pondok Pesantren Miftahul Huda Malang,".(Skripsi Sarjana,Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan Universitas islam Negri Malang, Malang, 2016), 16-17.
0
ibid,. 18.
26

salafiyah, pada umumnya juga menyelenggarakan pendididkan secara

klasikal atau berjenjang.

7. Unsur-unsur Pondok Pesantren

Unsur-unsur yang terdapat di dalam pesantren ada tiga, diantaranya.0

a. Kyai sebagai pemimpin dan guru di pondok pesantren Pada umumnya

pendidikan di pondok pesantren kecil langsung ditangani oleh kyai,

sedangkan pesantren yang sudah berkembang dan memiliki banyak

santri kyai dibantu oleh beberapa ustadz- ustadz yang diambil dari

santri-santri senior, ada juga dibantu dengan guru-guru dari luar

pesantren.

b. Santri sebagai murid yang belajar di pesantren Santri yang belajar dan

tidak menetap di pesantren biasanya disebut dengan santri kalong,

sedangkan santri yang menetap di pesantren biasanya disebut dengan

santri mukim.

c. Asrama yang membedakan antara pesantren dan pondok pesantren)

Banyak yang menyamakan makna pesantren dan pondok pesantren

namun teryata berbeda. Suatu lembaga pendidikan masyarakat dapat

menimba ilmu (tafaqquh fiddin) bisa disebut dengan pesantren, namun

belum tentu dapat dikatakan pondok pesantren. Sedangkan lembaga

yang dilengkapi dengan asrama atau kamar maka dapat disebut pondok

pesantren. Karena di asrama itulah para santri dapat berinteraksi dengan

yang lainnya sehingga terbentuk menjadi keluarga yang dikoordinir


0
Nida Hudia, "implementasi kultur pesantren dalam membentuk pendidikan karakter santri
di pondok pesantren miftahul huda bogor. (Skripsi,institut ilmu al qur an jakarta, jakarta, 2019),
19.
27

oleh ustadz-ustadz di pesantren. d) Masjid Masjid di dalam pondok

pesantren memiliki dua fungsi, sebagai tempat ibadah dan

pembelajaran. Menjadi tempat ibadah merupakan fungsi utama

didirikannya masjid, selain fungsi utama tersebut masjid juga berfungsi

sebagai tempat pembelajaran. Masjid di dalam pondok pesantren

biasanya jadi tempat kyai memberikan pegajian baik kepada para santri

maupun masyarakat.

d. Masjid di dalam pondok pesantren memiliki dua fungsi, sebagai tempat

ibadah dan pembelajaran. Menjadi tempat ibadah merupakan fungsi

utama didirikannya masjid, selain fungsi utama tersebut masjid juga

berfungsi sebagai tempat pembelajaran. Masjid di dalam pondok

pesantren biasanya jadi tempat kyai memberikan pegajian baik kepada

para santri maupun masyarakat.

8. Peran Pesantren Dalam Pembentukan Karakter

Pesantren memiliki fungsi ganda (dzu wujuh) dalam pembentukan

sebuah karakter, yaitu sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang

berfungsi untuk menyebar luaskan dan mengembangkan ilmu-ilmu

keagamaan islam serta sebagai lembaga pengkaderan yang berhasil

mencetak kader umat dan kader bangsa.0

Didalam pesantren terdapat pengawasan yang ketat menyangkut tata

norma atau nilai terutama tentang perilaku peribadatan khusus dan

normanorma mu‟amalat tertentu. Bimbingan dan norma belajar supaya

0
Katon et al., “Peran Pesantren Modern Dalam Pembentukan Karakter Kepemimpinan
Santri. Al- Fikr: juornal pendidikan Vol 6 no 1 (2020), 13.
28

cepat pintar dan cepat selesai boleh dikatakan hampir tidak ada. jadi

pendidikan dipesantren titik tekannya bukan pada aspek kognitif, tetapi

justru pada aspek afektif dan psikomotorik.

Karakter pesantren yang demikian itu menjadikan pesantren dapat

dipandang sebagai institusi yang evektif dalam pembangunan akhlak.

Disinilah pesantren mengambil peran untuk menanggulangi

persoalanpersoalan tersebut khususnya krisis moral yang sedang melanda.

karena pendidikan pesantren merupakan pendidikan yang terkenal dengan

pendidikan agama dan seharusnya mampu untuk mencetak generasi-

generasi berkarakter yang sarat dengan nilai-nilai islam.

Strategi pembelajar pendidikan karakter dapat dilihat dalam empat

bantuk interaksi, yaitu:0

a. Interaksi dalam mata pelajaran, pelaksanaan pendidikan karakter

dilakukan secara interaksi ke dalam penyusunan silabus dan indikator

yang merujuk pada standar kompetensi dan kompetensi dasar.

b. Interaksi melalui pembelajaran tematis, pendekatan dalam pembelajaran

yang sengaja mengaitkan atau memadukan beberapa kompetensi dasar

dan indikator dari beberapa mata pelajaran untuk di kemas dalam satu

kesatuan. pembelajaran tematis memiliki ciri-ciri: (1) berpusat pada

peserta didik, (2) memberikan pengalaman langsung, (3) menyajikan

konsep dari berbagai mata pelajaran dalam satu tema, (4) bersifat

0
Agus Zainul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai Dan Etika Di Sekolah (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), 46.
29

fleksibel.(5) hasil pembelajaran dapat berkembang sesui dengan minat

dan kebutuhan pesarta didik.

c. Interaksi melalui pembiasaan, membentuk program-program

pembiasaan yang terintegrasi dalam rangka membantu pembentukan

karakter kepada siswa atau santri. pembiasaan tersebut harus

diupayakan istiqomah pelaksanaannya tidak karena hah-hal sepele

kemudian libur. karena program bisa dikatakan pembiasaan ketika

istiqomah pelaksanaannya tidak jarang-jarang kemudian ada

administrasi yang memantau, baik menggunakan presensi atau lain-

lainnya,

d. Integrasi melalui kegiatan ekstrakulikuler, siswa atau santri akan sering

mengikuti kegiatan ketika kegiatan tersebut di sukai oleh siswa atau

santri, kegiatan ekstrakulikuler termasuk kegiatan yang menampung

bakat siswa sesuai dengan keadaannya, dengan demikian siswa atau

santri lebih aktif dalam kegiatan tersebut. Setidak nya mengurangi

kegiatan siswa yang tidak ada manfaatnya dengan kegiatan

ekstrakulikuler yang terintegrasi dalam rangka pembentukan karakter

santri,

Dengan demikian pondok pesantren diharapkan mampu mencetak

manusia muslim sebagai penyuluh atau pelopor pembangunan yang taqwa,

cakap, berbudi luhur untuk bersama-sama bertanggung jawab atas

pembangunan dan keselamatan bangsa serta mampu menempatkan dirinya

dalam mata rantai keseluruhan sistem pendidikan nasional, baik


30

pendidikan formal maupun non formal dalam rangka membangun manusia

seutuhnya.0

B. Tinjauan Teori Karakter Kepemimpinan Santri

1. Pengertian Karakter

Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa latin character,

yang berarti watak, tabiat, sifat sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian

dan akhlak. Dalam bahasa Arab, karakter diartikan khuluq, sajiyyah, (budi

pekerti, tabiat). Kadang juga diartikan syakhsiyyah yang artinya lebih

dekat dengan personality (kepribadian).0

Kamus Besar Bahasa Indonesia kata karakter diartikan dengan tabiat,

sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang

dengan orang lain, dan watak. Dengan demikian, orang berkarakter berarti

orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, berwatak.0

Secara terminologi, karakter di artikan sebagai sifat manusia pada

umumnya yang bergantung pada faktor kehidupan sendiri. Karakter adalah

sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang

atau sekelompok orang. Karakter juga dapat diartikan sama dengan akhlak

dan budi pekerti sehingga karakter sama dengan akhlak bangsa atau budi

pekerti bangsa. Terdapat sejumlah nilai budaya yang dapat di jadikan

karakter yaitu, keataqwaan, kearifan, keadilan, kesetaraan, harga diri,

percaya diri, harmoni, kemandirian, kepedulian, kerukunan, ketabahan,

0
Mas’udi, “M. Ali Mas‟udi – Peran Pesantren Dalam Pembentukan Karakter Bangsa.
Jurnal Paradigma 2, no. November (2015), 5.
0
Agus Zainul Fitri, “Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah,”
(jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 20.
0
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam (Jakarta: Amzah, 2015), 20.
31

kreatifitas, kompotitif, kerja keras, keuletan, kerhormatan, kedisplinan, dan

keteladanan.0

Karakter dianggap sebagai bagian dari elemen psiko-sosial yang

terkait dengan konteks sekitarnya. Karakter juga bisa dianggap sebagai

unsur perilaku yang menekankan unsur somatopsikis (keadaan tubuh

memengaruhi jiwa) yang dimiliki oleh manusia. Karakter biasanya dilihat

dari perspektif psikologis. Hal ini terkait dengan aspek perilaku., sikap,

cara dan kualitas yang membedakan satu orang dengan orang lain atau

unsur spesifik yang bisa menyebabkan seseorang menjadi lebih menonjol

dari orang lain. Karakter adalah bagian dari elemen spesifik manusia yang

meliputi kemampuan mereka menghadapi tantangan dan kesulitan.0

Penentukan pikiran pribadi seseorang dan tindakan seseorang

dilakukan. Karakter yang baik adalah motivasi batin untuk melakukan apa

yang benar, sesuai dengan standar perilaku tertinggi dalam setiap karakter

itu terkait dengan keseluruhan kinerja seseorang dan interaksi mereka di

sekitarnya.0

Sebagian para ahli mengemukakan tentang karakter, diantaranya:

a. Homby dan Parawell (1972), mendefinisikan karakter adalah mental

atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi.

b. Tadkirotun Musfiroh (2008), karakter mengacu kepada serangkaian

sikap (attitude), perilaku (behavior), motivasi (motivasion), dan

0
Agus Zainul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), 20-21.
0
Ajat Sudrajat, “Mengapa Pendidikan Karakter?,” Jurnal Pendidikan Karakter 1, no. 1
(2011): 47–58.
0
Ibid,. 3.
32

keterampilan (skill).

c. Hermawan Kartajaya (2010), mendefinisikan karakter adalah ciri khas

yang di miliki oleh suatu benda atau individu (manusia). Ciri khas

tersebut adalah asli, dan mengakar pada kepribadian benda atau

individu (manusia) tersebut merupakan mesin pendorong bagaimana

seseorang bertindak, bersikap, berujar, serta merespons sesuatu.

d. Simon Philips (2008), karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju

pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan prilaku yang

ditampilkan.

e. Doni Koesoema A. (2007), memahami karakter sama dengan

kepribadian. Kepribadian dianggap ciri atau karakteristik atau gaya atau

sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan

yang du terima dari lingkungan.0

Dengan demikian, karakter mencakup nilai moral, sikap, dan tingkah

laku. Seseorang dianggap memiliki karakter yang baik dari sikap dan

tindakan yang dilakukan yang mencerminkan karakter tertentu. Oleh

karena itu, karakter terlihat atau tercermin dari kebiasaan seharihari

manusia yang mencerminkan karakter tertentu. Oleh karena itu, karakter

terlihat atau tercermin dari kebiasaan seharihari manusia.

Cronbach mengatakan Karakter, seperti yang disebutkan oleh

Cronbach, bukanlah entitas yang memisahkan kebiasaan dan gagasan.

0
Agus Zainul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), 20.
33

Karakter adalah aspek perilaku, percaya, perasaan, dan tindakan yang

saling terkait satu sama lain sehingga jika seseorang menginginkannya

untuk mengubah karakter tertentu, mereka perlu mengatur ulang elemen

karakter dasar mereka. Berbeda dengan Cronbach, Lickona melihat

karakter dalam tiga elemen terkait; pengetahuan moral, perasaan moral,

dan tindakan moral.0

Berdasarkan ketiga elemen tersebut seseorang dianggap memiliki

karakter yang baik jika mereka mengetahui tentang hal-hal baik

(pengetahuan moral), memiliki ketertarikan terhadap hal-hal baik

(perasaan moral) dan melakukan tindakan baik (tindakan moral). Ketiga

elemen tersebut akan membuat seseorang memiliki kebiasaan berpikir,

perasaan, dan tindakan yang baik yang menuju Tuhan Yang Maha Esa,

wujud individual mereka, orang lain, lingkungan, dan bangsa.

Berdasarkan uraian di atas, karakter adalah suatu nilai yang terpatri

pada diri seseorang yang diperoleh dari pendidikan,pengalaman,

percobaan,pengorbanan dan pengaruh dari lingkungan yang kemudian di

padukan dengan nilai yang ada pada diri seorang individu dan kemudia

menjadi watak atau karakter seseorang.

2. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan atau leadership merupakan wujud terapan dari ilmu-

0
Ajat Sudrajat, “Mengapa Pendidikan Karakter?,” Jurnal Pendidikan Karakter 1, no. 1
(2011): 47–58.
34

ilmu sosial, karena prinsip dan rumusanya diharapkan untuk membawa

manfaat bagi kesejahteraan manusia. Ada banyak pengertian yang

diungkapkan oleh para ahli sesuai dengan pendapat masing-masing,

meskipun pada kenyataannya, definisi yang dijelaskan menunjukkan

serangkaian kesamaan.

Max Weber membagi pola kepemimpinan berdasarkan dengan teori

dominasinya menjadi tiga, yaitu kepemimpinan tradisional, karismatik,

dan rasional. Bryan S. Turner menjelaskan teori Weber ini, bahwa

kepemimpinan legal (rasional) bersumberkan pada keyakinan legalitas atas

dasar aturan dan prosedur yang berlaku, kepemimpinan tradisional

bersumberkan pada otoritas tradisi masyarakat tertentu, sedangkan

kepemimpinan karismatik bersumberkan pada kesucian, kepahlawanan,

dan kualitas (karakter) luar biasa dari pemimpinnya atau menurut Abdul

Gaffar Karim, karisma muncul berdasarkan pada kualitas spiritual seorang

pemimpin.Menurut Swansburg kepemimpinan merupakan proses untuk

mempengaruhi aktifitas suatu kelompok yang terorganisasi dalam

usahanya mencapai penetapan dan pencapaian tujuan.0

George terry mendefinisikan kepemimpinan adalah kegiatan untuk

mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan sukarela dalam

mencapai suatu tujuan kelompok.0

Berdasarkan uraian diatas, kepemimpinan adalah serangkaian

kemampuan seseorang dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya


0
Sri Wintala Achmad, Falsafah Kepemimpinan Jawa (Yogyakarta: Araska, 2018).
0
Ibid., 17.
35

kewibawaan, untuk dijadikan sebagai media dalam rangka meyakinkan

yang dipimpinnya agar dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan

kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta

merasa tidak terpaksa.

3. Gaya dan Ciri-Ciri kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah suatu perwuju dan tingkah laku dari dari

seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. 0

Sondang P. Siagian dalam buku administrasi dan supervisi Pendidikan

menjelaskan lima gaya kepemimpinan beserta ciri-cirinya.

a. Kepemimpinan otokratis

Kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan di mana

seorang pemimpin memiliki kontrol penuh untuk menentukan kebijakan

dan prosedur, memutuskan tujuan apa yang harus dicapai, dan

mengarahkan semua kegiatan organisasi, tanpa partisipasi dari

bawahan. Ciri-ciri kepemimpinan otokratis:

1) Menganggap organisasi yang dipimpinya sebagai pemilik pribadi.

2) Mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.

3) Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata.

4) Tidak mau menerima pendapat, saran, kritik, dari anggotanya.

5) Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya.

6) Caranya menggerakkan bawahan dengan pendekatan paksaan dan

bersifat mencari kesalahan atau menghukum.

0
Ni Luh Putu Wijayanti, dkk, “Gaya Kepemimpinan Perempuan Dalam Jabatan Publik
(Studi Kasus: Lurah Perempuan Kesiman Kecamatan Denpasar Timur)”, Vol.1 No 1, (September
2016), 2.
36

b. Kepemimpinan militeristis

Kepemimpinan militeristis adalah kepemimpinan yang

menggerakkan dan memerintah bawahanya untuk mencapai tujuan dan

memanfaatkan jabatan sebagai tendensi untuk menggerakkan

bawahannya. Ciri-ciri kepemimpinan militeristis:

1) Dalam menggerakan bawahannya menggunakan cara perintah.

2) Dalam menggerakan bawahannya senang bergantung pada pangkat

dan jabatan.

3) Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan.

4) Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya.

5) Sukar menerima kritikan atau saran dari bawahannya.

c. Kepemimpinan paternalistis

Kepemimpinan paternalistis adalah gaya kepemimpinan yang

menganggap bahwa bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.

Ciri-ciri kepemimpinan paternalistis:

1) Bersifat terlalu melindungi.

2) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya dalam

mengambil keputusan.

3) Hampir tidak pernah memberi kesempatan kepada bawahannya

untuk berinisiatif sendiri.

4) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan umtuk

mengembangkan kreasi dan fantasinya.

5) Sering bersikap mahatahu.

d. Kepemimpinan karismatis
37

Kepemimpinan karismatis adalah gaya kepemimpinan yang

menonjolkan atau mengedepankan karisma untuk menarik dan

menginspirasi orang lain. Ciri-ciri kepemimpinan karismatis:

1) Memiliki daya penarik yang sangat besar, karena itu umumnya

memiliki pengikut yang besar.

2) Pengikutnya tidak dapat menjelaskan, mengapa mereka tertarik

mengikuti dan menaati pemimpin itu.

3) Pemimpin seolah-olah memiliki kekuatan gaib (supernatural

power).

4) Karisma yang dimilikinya tidak bergantung pada umur, kekayaan,

kesehatan, ataupun ketampanan pemimpin.

e. Kepemimpinan demokratis

Kepemimpinan demokratis adalah kemampuan untuk

mempengaruhi orang lain sehingga mereka ingin bekerja bersama

dalam mencapai tujuan yang ditetapkan dengan berbagai kegiatan yang

akan dilakukan bersama antara para pemimpin dan bawahan. Ciri-ciri

kepemimpinan demokratis:

4. Pengertian Santri

Menurut Nurcholis Madjid, asal usul kata” santri” dapat dilihat dari

dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa “santri” berasal dari

kata sastri, sebuah kata dari Bahasa Sanskerta yang artinya melek huruf.

Pendapat ini menurut Nurcholis Madjid agaknya di dasarkan atas kaum

santri adalah kelas literasi bagi orang jawa yang berusaha mendalami
38

agama melalui kitab-kitab bertuliskan Bahasa arab. Di sisi lain

Zamakhsyari Dhofier berpendapat, kata santri dalam Bahasa India berarti

orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli

kitabi suci agama hindu.0

Santri adalah seorang abdi yang mendapat amanat atau tugas untuk

meneruskan ajaran/risalah yang dibawa Rasulullah Saw. Ajaran tersebut

terangkum dalam tiga aspek pokok yaitu; Iman, Islam dan Ihsan. Dalam

proses penyebaran serta pengejawantahan tiga ajaran tersebut dibutuhkan

kelihaian dan kemampuan yang maksimal dari seorang santri. Tanpa itu,

ajaran yang agung tersebut akan mengalami “titik buntu” dalam proses

manifestasi dan pengembangannya.0

Pengertian santri lebih tertuju kepada pesantren dengan sistem

pendidikan tradisional sedangkan pada pendidikan modern yang menganut

sistem barat di sebut siswa. Namun dalam pendidikan sistem tradisional

pesantren ada dua macam santri.0 Pertama, Santri Mukim yaitu santri yang

berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren, dan

mereka juga mempunyai tanggung Jawab mengurusi kepentingan

pesantren sehari-hari.0 Kedua, Santri Kalong yaitu santri yang berasal dari

desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap di dalam

pesantren. Untuk mengikuti kegiatan pesantren, mereka pulang pergi dari

0
Yasmadi, Modernisasi Pesantren (ciputat: PT Ciputat Press, 2005), 61.
0
Khusnan, “Memotret Paradigma Keberagamaan Kaum Santri.” 41-64.
0
Abu Anwar, “Karakteristik Pendidikan Dan Unsur-Unsur Kelembagaan Di Pesantren,”
POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam 2, no. 2 (2016): 165.
0
Ibid1,. 75.
39

rumahnya sendiri.0

Keberadaan jumlah santri mukim dan santri kalong menjadi

cerminan besar dan majunya sebuah pondok pesantren. Semaikin besar

jumlah santri mukim, maka semakin besar sebuah pesantren. Dan

pesantren kecil jumlah santri kalongnya lebih banyak dari jumlah santri

mukimnya Keberadaan santri di pondok pesantren dan menetap di asrama

dengan berbagai alasan antar lain:

a. Ia ingin mempelajari kitab-kitab lain yang membahas Islam secara lebih

mendalam di bawah bimbingan kyai yang memimpin pesantren

tersebut.

b. Ia ingin memperoleh pengalaman kehidupan pesantren, baik dalam

bidang pengajaran, keorganisasian maupun hubungan dengan

pesantren-pesantren yang terkenal.

c. Ia ingin memusatkan studinya di pesantren tanpa disibukkan oleh

kewajiban sehari-hari di rumah keluarganya. Di samping itu, dengan

tinggal di pesantren yang sangat jauh letaknya dari rumah tidak

memungkinkannya untuk pulang bolak-balik.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka

meningkatkan peran kepemimpinan santri untuk pembangunan bangsa.

a. para santri harus membekali diri dengan berbagai ilmu dan skill

(keterampilan) yang dibutuhkan karena menghadapi situasi zaman yang

berbeda dan terus berubah. Jadi, selain ilmu agama yang menjadi

0
Ibid1,. 76.
40

‘jangkar’ dari pesantren, mereka juga harus intens mengkaji dan

menguasai ilmu pengetahuan umum.

b. para santri harus inklusif. Dengan kata lain, santri harus melek terhadap

isu kontemporer, terutama isu sosial dan politik. Dengan open minded

(pola pikir yang terbuka), nantinya para santri dapat mengambil

pelajaran (‘ibrah), sehingga mereka memahami di mana akan

memerankan diri pada saatnya harus terjun di dunia nyata.

Maka, mau tidak mau santri harus mempunyai semangat yang

berlipat-lipat dalam rangka menguasai ilmu-ilmu sekaligus memiliki

kepedulian terhadap situasi masyarakat di sekitarnya. Jangan sampai

para santri sibuk dengan dunianya sendiri.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu untuk

mengetahui atau menggambarkan kejadian yang diteliti sehingga

memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka

mengetahui tentang “Pendidikan Pesantren dalam membentuk karakter

kepemimpinan santri di pondok pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan

Maduran Lamongan”.

Pendekatan kualitatif menjadi alasan dalam penelitian ini karena

mempermudah ketika menyajikan secara langsung hubungan antara

peneliti dengan subjek penelitian, dan dapat menyesuaikan diri dengan

banyaknya pengaruh yang dihadapi. Tujuannya adalah untuk menjelaskan

karakteristik atau fenomena yang ada.

Terdapat berbagai istilah pada penelitian ini, yaitu interpretative

research, naturalistic research, atau phenomenological research.0 Denzin

& Lincoln mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian

yang bermaksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan

0
Rukin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Takalar: Yayasan AHMAR Cendikia Indonesia,
2019), 6.

41
42

melibatkan berbagai metode yang ada dengan menggunakan latar

alamiah.0

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif. Penelitian yang mengumpulkan suatu kenyataan yang

terjadi di lapangan agar dapat diperoleh temuan data yang diperlukan

sesuai dengan tujuan penelitian. Temuan data tersebut merupakan

deskripsi tentang Pendidikan Pesantren dalam membentuk karakter

kepemimpinan santri di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan

Maduran Lamongan dan faktor yang mempengaruhinya.

Penelitian deskriptif dapat menjawab atas pertanyaan-pertanyaan

tentang siapa, apa, kapan, dimana dan bagaimana keterkaitan dengan

penelitian tertentu. Penelitian deskriptif digunakan untuk memperoleh

informasi mengenai status fenomena variabel atau kondisi situasi.0

B. Deskripsi Latar Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi lokasi penelitian adalah pondok

pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan Maduran Lamongan, ini sebagai lokasi

penelitian didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pondok Pesantren

Miftahul Ulum Duri Wetan Maduran Lamongan ini merupakan pondok

pesantren yang baru berdiri awal tahun 2017 dan di dirikan oleh yayasan

0
Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bojong Genteng: CV
Jejak, 2018), 7.
0
Ismail Nurdin dan Sri Hartati, Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya: Media Sahabat
Cendekia, 2019), 37.
43

Miftahul Ulum. Pondok Pesantren miftahul ulum terletak di jalan patimura

RT 05 RW 02 desa duri wetan kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan.

C. Instrument Penelitian

Penelitian kualitatif mempunyai pengaturan yang alami sebagai sumber

langsung dari data dan instrument kuncinya ialah peneliti. Dalam penelitian

terus-menerus peneliti harus datang ke lapangan sampai peneliti menemukan

secara rinci apa yang diinginkan.0 Yang diuji dalam penelitian kualitatif

adalah datanya. Peneliti hendaklah memahami bahwa data yang dikumpulkan

itu berarti dalam konteksnya, dan memberi arti sesuai dengan konteksnya itu.

Peneliti melakukan observasi, membuat catatan dan wawancara. Karena

peneliti adalah instrument kunci (key-instrument) dalam penelitian..0

Instrument penelitian harus diuji akurasinya terhadap responden. Apabila

peneliti ingin menghindari kegagalan total dalam pengumpulan data, maka

peneliti harus melakukan uji coba. Instrument harus mampu secara efektif

berperan sebagai peneliti, artinya responden berhadapan langsung dengan

penelitian. Apabila instrument penelitian tidak jelas, maka peneliti akan

memperoleh data yang tidak jelas atau kurang akurat pula. 0 Oleh karena itu,

peneliti dibantu dengan adanya panduan observasi dan wawancara untuk

mengembangkan instrument penelitian sebelum masalah yang diteliti itu

jelas. Hal tersebutlah yang memperkuat hasil observasi, wawancara dan

dokumentasi.

0
Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif., 11.
0
Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif Dan Penelitian Gabungan (Jakarta:
Prenamedia Group, 2017), 332.
0
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, Dan Kebijakan
Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2017), 169.
44

Instrumen penelitian berkaitan dengan kegiatan pengumpulan data dan

pengolahan data, tentang variabel-variabel yang diteliti.

Table 3.1
Kisi-Kisi Intrumen Penelitian

No Metode Instrumen Sumber Data


1 Observasi Dalam observsi penelitian Kiai, pengurus
masuk kelapangan dan pondok, santri
melihat keadaan yang ada
yang akan diperkuat dengan
data data.
2 Wawancara Menggunakan lembar Kiai, pengurus
wawancara yang berisi pondok, santri
pertanyaan yang disiapkan
oleh peneliti dengan alat
bantu Recorder atau rekaman
3. Dokumentasi Menggunakan copy data, Kiai, pengurus
foto, rekaman, dan lain pondok, santri
sebagainnya

Sesuai dengan jenis penelitian yang dilaksanakan (kualitatif deskriptif),

peneliti menggunakan jenis instrumen penelitian sebagai berikut:

1. Observasi

Lembar observasi digunakan peneliti pada saat observasi, berisi kisi-

kisi yang diamati. Agar data-data lebih dapat dipercaya, maka peneliti

melakukan pencatatan atas apa yang dilihat secara langsung atau dari hasil

pengamatan langsung. Adapun peneliti di sini menggunakan observasi

tidak terstruktur. Observasi tidak terstruktuk merupakan teknik yang di

gunakan ketika fokus peneliti belum jelas atau fokus berkembang selama

observasu berlangsung.

2. Wawancara
45

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan

permasalahan yang harus diteliti, dan apabila peneliti ingin mengetahui

hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya

sedikit. Dalam penelitian ini wawanacara dilakukan untuk memperoleh

data secara langsung yang berupa informasi tentang pendidikan pesantren

dalam membentuk karakter kepemimpinan santri. Adapun peneliti

menggunakan wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur

yakni wawancara yang dilakukan dimana peneliti bebas mengajukan

pertanyaan tampa menggunakan pedoman wawancara.

Tabel 3.2
Kisi-Kisi Instrumen Wawancara

No Pertanyaan Hasil
Bagaimana peran pendidikan pesantren
dalam membentuk karakter kepemimpinan
1.
santri di pondok pesantren miftahul ulum
duri?
Bagaimana pendidikan pesantren dalam
2. membina karakter kepemimpinan santri di
pondok pesantren miftahul ulum duri wetan?
Bagaimana pendidikan pesantren dalam
3. mengarahkan santri di pondok pesantren
miftahul ulum duri wetan?
Bagamana faktor pendukung dan
penghambat pendidikan pesantren dalam
4.
membentuk karakter kepemimpinan santri di
pondok pesantren miftahul ulum duri ?

3. Dokumentasi

Dalam penelitian ini dokumentasi digunakan untuk memperoleh data

tambahan, berupa dokumentasi laporan maupun rekaman suara. Metode

dokumentasi digunakan peneliti untuk mendapatkan informasi tentang


46

peran pendidikan pesantren dalam membentuk karakter kepemimpinan

santri.

Tabel 3.3
Kisi-Kisi pedoman dokumentasi
No Data Sumber Data
.
1 Profil pondok pesantren
2 Identitas pondok pesantren
3 Tujuan, Visi, Misi, pondok pesantren
a. Kiai
4 Data santri
b. Pengurus pondok
5 Struktur Organisasi
6 Sarana dan prasarana
7 Jadwal Kegiatan Santri
B. Data dan Sumber Data

1. Data

Data dalam penelitian ini adalah semua data dan informasi yang

diperoleh dari para informan yang dianggap paling mengetahui secara rinci

dan jelas mengenai fokus penelitian yang diteliti, yaitu Pendidikan

pesantren dalam membentuk karakter kepemimpinan santri di pondok

pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan Maduran Lamongan.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber

data primer dan sekunder:

a. Data primer, merupakan data yang langsung didapat dari Pondok

Pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan Maduran Lamongan. Berupa

hasil wawancara dengan narasumber atau informan yaitu orang yang

berpengaruh dalam proses perolehan data yang memegang kunci

sumber data penelitian ini. Dan yang menjadi informan dalam

penelitian ini antara lain: Kiai, pengurus pondok dan Santri di Pondok
47

Pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan Maduran Lamongan., yang

dianggap berpotensi memberikan informasi yang relevan dan

sebenarnya dilapangan.

b. Data sekunder, merupakan sumber data pendukung data primer yang

diperoleh dari literatur dan dokumen yang berhubungan dengan

penelitian ini, seperti buku, artikel, jurnal dan lainnya.

C. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur penelitian kualitatif tidak menekankan pada desain awal yang

sudah dirumuskan. Dalam penelitian kualitatif ini, desain yang sudah

dirumuskan akan mengikuti perkembangan dari setting yang diteliti. Dalam

penelitian kualitatif ini dilakukan kegiatan berupa mengumpulkan dan

mencatat data secara rinci dari berbagai masalah yang berhubungan dengan

objek penelitian. Pelaksanaan dalam pengambilan data dilakukan langsung

oleh peneliti sendiri dengan melakukan pengamatan langsung dan ikut terjun

ke lapangan untuk mencari sejumlah informasi yang dibutuhkan berkenaan

dengan Pendidikan Pesantren dalam membentuk karakter kepemimpinan

santri di Pondok pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan Maduran Lamongan,

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Observasi

Melakukan pengamatan secara sistematis dan terfokus untuk

menemukan kategori pembentukan karakter kepemimpinan santri di


48

Pondok pesantren Miftahul Ulum Duri Wetan Maduran Lamongan.

Setelah itu melakukan observasi pada Pendidikan Pesantren dalam

membentuk karakter kepemimpinan santri di Pondok pesantren Miftahul

Ulum Duri Wetan Maduran Lamongan.

2. Wawancara

Wawancara merupakan cara mengumpulkan data dari subjek yang

diteliti untuk dijadikan informasi penelitian. Pada setiap wawancara perlu

dilakukan pengujian informasi. Selain itu, peneliti juga membuat pedoman

wawancara sesuai kebutuhan penelitian. Peneliti dalam proses wawancara

tidak hanya bertanya sesuai dengan lembar wawancara yang sudah

dipersiapkan, namun peneliti dapat bertanya sesuai dengan jawaban yang

diberikan oleh informan. Sumber yang di wawancara adalah kiai, pengurus

pondok, dan santri, yang ikut berperan dalam pembemtukam karakter

kepemimpinan santri dalam pondok pesantren. Cara ini dilakukan untuk

mendapatkan informasi terkait Pendidikan Pesantren dalam membentuk

karakter kepemimpinan santri di Pondok pesantren Miftahul Ulum Duri

Wetan Maduran Lamongan.

3. Dokumentasi

Peneliti memperoleh informasi atau data tentang profil pondok, visi,

misi, program-program, agenda-agenda, dan hal lain yang berhubungan

dengan penelitian ini. Data dokumentasi digunakan peneliti untuk

melengkapi data yang diperoleh dari observasi dan wawancara.

D. Teknik Analisis Data


49

Teknik analisis data merupakan usaha yang melibatkan segmentasi dan


0
memilah-milah data, serta menyusunya kembali. Dalam pengelolaan data

yang diolah adalah data dan informasi dari hasil observasi, wawancara dan

dokumentasi tentang pendidikan pesantren dalam membentuk karakter

kepemimpinan santri. Karena penelitian ini termasuk penelitian kualitatif,

data yang dihasilkan berupa kata-kata, kalimat, gambar atau yang telah

dideskripsikan dan dianalisis. Dalam mengolah data ada empat tahap yang

harus dilalui yaitu sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah cara yang dilakukan peneliti untuk

memperoleh data melalui observasi, wawancara maupun dokumentasi

untuk mendapatkan data yang lengkap dan sesuai dengan masalah

penelitian.

2. Reduksi Data

Reduksi data merupakan kegiatan merangkum dan memilah yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan pola

data.0 Dalam proses reduksi data, data yang diperoleh cukup banyak

jumlahnya dan perlu dirangkum atau dipilih yang penting. Peneliti dapat

menyederhanakan data yang diperoleh dengan diseleksi relevansinya

dengan masalah penelitian, dan membuang data yang tidak diperlukan

dengan cara membentuk kesimpulan.

3. Penyajian Data
0
John W. Creswell, Research Design, 4th ed. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018), 260.
0
Mardawani, Praktis Penelitian Kualitatif Teori Dasar Dan Analisis Data Dalam
Perspektif Kualitatif (Yogyakarta: Deepublish, 2020), 66.
50

Penyajian data adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyajikan

informasi yang sudah direduksi, dirangkum dan disajikan dengan cara

penarikan kesimpulan. Dengan melihat penyajian data, maka dapat

dipahami apa yang sedang terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan.

4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

menyempurnakan data yang masuk dan dianalisis kebenarannya sehingga

memperoleh simpulan akhir yang lebih jelas. Prosedur penarikan

kesimpulan didasarkan pada penyajian data melalui gambaran informasi

yang tersusun, sehingga penulis dapat melihat apa yang sudah diteliti dan

menentukan kesimpulan terkait objek penelitian.


Teknikdalam
Penarikan kesimpulan Analisis Data
penelitian ini yaitu dengan cara
Pengumpulan Penarikan
penarikan Data
simpulanReduksi
terhadapData Penyajian
simpulan yang Data
diambil dengan Kesimpulan
data dari hasil

pengumpulan data yang diperoleh melalui subjek penelitian dengan

informan penelitian.

Bagan 3.1
Teknik Analisis Data

E. Pemeriksaan Keabsahan Data


51

Dalam memeriksa keabsahan dan kevaliditasan data, penulis

menggunakan berbagai teknik dalam pemeriksaan keabsahan data. Tekniknya

sebagai berikut:

1. Pengamat yang tekun

Pengamat yang tekun maksutnya yaitu menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan, isu atau

masalah yang dicari. Jadi ketekunan pengamat yaitu menyajikan kevalidan

data dan meningkatkan ketekunan dengan membaca referensi buku

maupun hasil yang diteliti.

2. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

digunakan untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu

dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data. Triangulasi dalam

pengujian kreadibilitas di artikan sebagai data dari berbagai sumber

dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat

triangual sumber, teknik dan waktu:

a. Triangulasi sumber, yakni peneliti mengumpulkan informasi melalui

wawancara dari subjek penelitian hingga menemukan jawaban yang

sama dari sumber yang berbeda. Artinya metode ini dapat dicapai

dengan membandingkan pendapat seseorang dari berbagai perspektif

atau dengan membandingkan hasil pengamatan langsung dengan hasil

wawancara.

b. Triangulasi teknik, yakni mengumpulkan data dari sumber yang sama

namun dengan teknik yang berbeda. Triangulasi teknik dapat dilakukan


52

dengan menggabungkan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi

dengan tujuan pengambilan data tersebut tetap sama.

c. Triangulasi waktu, yang dimaksud dengan triangulasi waktu yakni

mengumpulkan data dari sumber yang sama namun waktu sebagai

pembeda. Peneliti melakukan wawancara dipagi hari dan dapat juga

melakukan berulang-ulang di siang hari.0

0
Muh. Fitrah, Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif, Tindakan Kelas & Studi Kasus
(Bojong Genteng: CV Jejak, 2017), 94.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Sri Wintala. Falsafah Kepemimpinan Jawa. Yogyakarta: Araska. 2018.

Anggito, Albi. dan Johan Setiawan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bojong


Genteng: CV Jejak. 2018.

Anwar, Abu. “Karakteristik Pendidikan Dan Unsur-Unsur Kelembagaan Di


Pesantren.” Potensia: Jurnal Kependidikan Islam 2. no. 2. 2016.

Arifin, Zainal. “Budaya Pesantren Dalam Membangun Karakter Santri.” Paper


Knowledge. Toward a Media History of Documents 5. no. 2. 2014.

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi. Ekonomi. Dan


Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya.. Jakarta:
Kencana. 2017.

Fadul, Fabiana Meijon. Implementasi Kultur Pesantren Dalam Membentuk


Pendidikan Karakter Santri Di Pondok Pesantren Miftahul Huda
Bogor Skripsi. 2019.

Faris, Ahmad. Kepemimpinan Kiai Dalam Mengembangkan Pendidikan


Pesantren. Jurnal Anil Islam Vol. 8. No 1. 2015.

Faris. Kepemimpinan Kiai Dalam Pengembangan Pondok Pesantren Al Urwatul


Wutsqo Jombang. Vol 1. No 1. 2017.

Fauzi. A Rohmau. Implementasi Kultur Pesantren Dalam Membentuk Pendidikan


Karakter Santri Di Pondok Pesantren Miftahul Huda Bogor Skripsi.
(Skripsi Sarjana. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Maulana. Malang. 2018.

Fitrah, Muh. Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif. Tindakan Kelas &


Studi Kasus. Bojong Genteng: CV Jejak. 2017.

H. Ah. Zakki Fuad, Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya; UINSA, 2020.

Hidayat. Nur, Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pembiasaan di Pondok


Pesantren Pabelan Implementation. Vol 2. No 1. 2016.

Katon et al. “Peran Pesantren Modern Dalam Pembentukan Karakter


Kepemimpinan Santri.” Vol 1 No 1 2020.

Katon, Gusti. et al.. “Peran Pesantren Modern Dalam Pembentukan Karakter


Kepemimpinan Santri.” AL-ADABIYAH: Jurnal Pendidikan
Agama Islam 1. no. 2. 2020.
Khusnan, M. Ulinnuha. “Memotret Paradigma Keberagamaan Kaum Santri.”
Jurnal Dialog Vol 32. no. 2. 2017.

Khusnan. “Memotret Paradigma Keberagamaan Kaum Santri.” Vol 3 No 2.2009.

M. Ali Mas’udi. “M. Ali Mas‟udi – Peran Pesantren Dalam Pembentukan


Karakter Bangsa.” Jurnal Paradigma 2. no. November. 2015.

Mahmudi, Mahmudi. “Pendidikan Agama Islam Dan Pendidikan Islam Tinjauan


Epistemologi. Isi. Dan Materi.” Ta’dibuna: Jurnal Pendidikan
Agama Islam 2. no. 1. 2019.

Mardawani. Praktis Penelitian Kualitatif Teori Dasar Dan Analisis Data Dalam
Perspektif Kualitatif. Yogyakarta: Deepublish. 2020.

Mas’udi. “M. Ali Mas‟udi – Peran Pesantren Dalam Pembentukan Karakter


Bangsa.” Jurnal paradikma institut;Vol 1 No 1.2014.

Masyhud, M. Sulthon dan Moh. Khusnurdilo. Manajemen Pondok Pesantren,


Jakarta: Diva Pustaka. 2003.

Nurdin, Ismail dan Sri Hartati. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Media
Sahabat Cendekia. 2019.

Rukin. Metodologi Penelitian Kualitatif. Takalar: Yayasan Ahmar Cendikia


Indonesia. 2019.

Sudrajat, Ajat “Mengapa Pendidikan Karakter?.” Jurnal Pendidikan Karakter 1.


no. 1. 2011.

Supriyanto, Eko Eddya “Kontribusi Pendidikan Pesantren Bagi Pendidikan


Karakter Di Indonesia.” Jurnal Pendidikan Nusantara 1. no. 1.
2020.

W. Creswell. John. Research Design. 4th ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2018.

Wijayanti, Ni Luh Putu. dkk. “Gaya Kepemimpinan Perempuan Dalam Jabatan


Publik (Studi Kasus: Lurah Perempuan Kesiman Kecamatan
Denpasar Timur. Vol.1 No 1. September 2016.

Yasmadi. Modernisasi Pesantren. Ciputat: PT Ciputat Press. 2005.

Yusuf, Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif Dan Penelitian Gabungan, Jakarta:


Prenamedia Group. 2017.

Anda mungkin juga menyukai