Anda di halaman 1dari 52

EKONOMI MIKRO

PASAR MONOPOLI

Disusun guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Ekonomi Mikro
Pengampu : Dr. Maimun Sholeh, M.Si.

Disusun Oleh
Lita Apriani Rustian 16719251009
Dwi Oktaviani Ogara 16719251013
Muhammad Ansori 16719251017
Liao Yuting 16719254001

PENDIDIKAN EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Monopoli bukanlah hal yang asing lagi dalam dunia industri, baik monopoli yang
terjadi karena praktik monopoli maupun monopoli yang dilakukan secara legal dengan
persetujuan pemerintah. Monopoli sebagai praktik monopoli maksudnya yaitu terjadi
monopoli pada industri tertentu yang tidak dikehendaki oleh konsumen karena akan
merugikan konsumen atas tindakan monopoli tersebut. Kerugian konsumen disebabkan oleh
penetapan harga yang tinggi oleh perusahaan karena perusahaan tersebut memiliki kekuatan
pasar yang besar dan dapat menentukan harga sendiri. Selanjutnya monopoli legal yaitu
monopoli yang sengaja dibentuk untuk kepentingan hajat hidup orang banyak, selain itu
monopoli dimaksudkan agar biaya yang dikeluarkan untuk produksi lebih ekonomis
dibandingkan ada perusahaan lain yang masuk ke dalam pasar akan tetapi biaya yang
dikeluarkan perusahaan tersebut jauh lebih besar dibandingkan penerimaan yang diperoleh.

Pada pasar persaingan sempurna terjadi kompetisi di antara produsen-produsen dan


harga yang ditawarkan oleh produsen yaitu harga yang terbentuk oleh pasar sebagai efek dari
permintaan dan penawaran. Sedangkan pada pasar monopoli, tidak terjadi kompetisi antar
perusahaan. Meskipun pada kenyataannya tetap saja ada persaingan yaitu persaingan pada
perusahaan yang menyediakan barang substitusi meskipun tidak sempurna. Kemudian terkait
harga yang ditawarkan pada pasar monopoli yaitu harga yang ditawarkan oleh perusahaan,
karena perusahaan memiliki kekuatan untuk menentukan harga. Sruktur pasar yang sangat
bertentangan ciri-cirinya dengan persaingan sempurna adalah pasar monopoli. Biasanya
keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan monopoli adalah keuntungan melebihi normal
dan ini diperoleh karena terdapat hambatan yang sangat tangguh (barriers to entry) yang
dihadapi perusahaan-perusahaan lain untuk memasuki industri tersebut.

Sebagai perusahaan tunggal dalam pasar monopoli tentu saja memiliki kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan dengan adanya monopoli yaitu perusahaan yang diberi hak monopoli
akan menghasilkan output bagi kepentingan hajat hidup orang banyak, sehingga mudah
dikontrol dalam pelaksanaannya sehingga konsumen atau masyarakat tidak dirugikan dan
tidak keberatan. Kelemahan dari adanya pasar monopoli yaitu masyarakat hanya dapat pasrah
terhadap kebijakan yang ditetapkan oleh oleh perusahaan monopoli tersebut. Untuk lebih
jelasnya mengenai karakteristik pasar monopoli akan dibahas dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pasar Monopoli


Monopoli bukan kata yang asing bagi masyarakat dan ketika mendengar monopoli
maka yang terlintas dipikiran kita adalah dominasi suatu perusahaan atas produk atau barang
tertentu. Salvatore (2006:162) mengemukakan bahwa “monopoli murni adalah bentuk
organisasi pasar di mana terdapat perusahaan tunggal yang menjual komoditi yang tidak
mempunyai substitusi sempurna”. Kemudian Case dan Fair (2007:318) mengemukakan
bahwa “kita mendefinisikan monopoli murni (pure monopoly) sebagai suatu industry (1)
dengan satu perusahaan tunggal yang memproduksi satu produk di mana tidak ada barang
substitusi yang menerupai dan (2) di mana terdapat hambatan masuk yang signifikan yang
mencegah perusahaan lain ikut serta industry tersebut untuk bersaing mendapatkan laba”. Hal
yang sama juga dikemukakan oleh Pindyck (2014:389) yaitu bahwa “monopoli merupakan
pasar yang hanya memiliki satu penjual tetapi dengan banyak pembeli”. Sebagai produsen
tunggal maka monopoli memiliki kekuatan besar untuk menentukan harga dan memperoleh
keuntungan yang maksimal tanpa perlu mengkhawatirkan adanya pesaing yang akan
mengurangi hasil penjualannya. Lebih lanjut lagi Pindyck (2014:389) juga menjelaskan
bahwa “sebenarnya monopoli murni jarang sekali terjadi, tetapi di banyak pasar hanya ada
segelintir perusahaan yang bersaing satu sama lain”. Berdasarkan pendapat tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa monopoli adalah pasar dengan produsen tunggal tetapi dalam
jangka panjang monopoli murni sudah terpecah menjadi beberapa kepemilikan, misalnya saja
PT. KAI (Kereta Api Indonesia) meskipun PT tersebut memang monopoli dalam jasa
transportasi kereta api yang dimiliki oleh pemerintah tetapi saat ini pemerintah telah menjual
saham kepada sektor swasta sehingga pemerintah tidak hanya sebagai pemiliki tunggal, tetapi
juga ada pemilik lain yaitu perusahaan swasta. Selain itu yang dimaksud denegan segelintir
perusahaan yang bersaing satu sama lain juga dapat diambil contoh misalnya antara operator
GSM yang ada di Indonesia yaitu hanya beberapa saja misalnya Telkomsel, Indosat dan
Excelcomindo. Selanjutnya dapat pula diambil contoh mengenai industri sepeda motor matic
ada Yamaha, Honda dan Suzuki.

2.2. Ciri-Ciri Pasar Monopoli


Berdasarkan pengertian monopoli yang telah diuraikan pada pembahasan di atas,
maka dengan demikian ciri-ciri dari pasar monopoli yaitu sebagai berikut:
a. Pasar monopoli adalah industri satu perusahaan
b. Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip
c. Tidak terdapat kemungkinan untuk masuk kedalam industri
d. Dapat mempengaruhi penentuan harga
e. Promosi iklan kurang diperlukan

2.3. Faktor-Faktor Yang Menimbulkan Monopoli


Berikut ini diuraikan mengenai faktor-faktor yang menimbulkan adanya monopoli
beserta penjelasannya, yaitu:
a. Mempunyai sumberdaya yang unik
Perusahaan monopoli mempunyai sumber daya tertentu yang unik dan tidak dimiliki
oleh perusahaan lain. Sumber daya unik tersebut yaitu sumber daya yang tidak dapat dimiliki
dengan mudah, hal tersebut misalnya dikarenakan modal yang terlalu besar untuk
memperolehnya ataupun memang keadaan lingkungan yang tidak mendukung untuk
memiliki sumber daya tersebut.
b. Dapat menikmati skala ekonomi
Perusahaan monopoli pada umumnya dapat menikmati skala ekonomi hingga ke
tingkat produksi yang sangat tinggi. Telah dijelaskan bahwa monopoli merupakan perusahaan
tunggal atau perusahaan yang mendominasi sehingga untuk memenuhi kebutuhan atau
permintaan masyarakat perusahaan tersebut dapat memproduksi dengan jumlah yang tinggi
karena tidak ada perusahaan pesaing.
c. Kekuasaan monopoli yang diperoleh melalui peraturan pemerintah
Monopoli wujud dan bekembang melalui undang-undang, yaitu pemerintah member
hak monopoli kepada perusahaan tersebut.
a) Peraturan paten dan hak cipta
Perkembangan ekonomi yang pesat ditimbulakan oleh perkembangan teknologi. Oleh
sebab itu, peraturan paten dan hak cipta dilakukan agar kegiatan dan pengeluaran untuk
mengenbangkan teknologi tidak akan dilakukan perusahaan apabila hasil jerih payah mereka
dengan mudah di jiplak oleh perusahaan lain.
b) Hak usaha eksklusif
Untuk menciptakan keadaan seperti ini secara serentak pemerintah harus menjalankan
dua langkah :
(i) Memberikan hak monopoli kepada suatu perusahaan dalm suatu kegiatan tertentu
(ii) Menentukan harga atau tarif yang rendah ke barang atau jasa yang diproduksikan.
2.4. Kekuatan Monopoli
Meskipun monopoli memiliki kekuatan untuk mengatur harga dan memperoleh
keuntungan yang besar tetapi bukan berarti perusahaan monopoli dapat seenaknya
menetapkan harga sesuai keinginannya. Menurut Pindyck (2014:390) “untuk memaksimalkan
laba, monopolis pertama-tama harus menentukan biaya dan karakteristik permintaan pasar
…. untuk memilih tingkat output yang memaksimalkan laba, monopolis juga perlu
mengetahui pendapatan marginalnya”. Maksud dari penjelasan tersebut yaitu, monopoli
memiliki kekuatan untuk menentukan harga, sebagai produsen laba yang diinginkan adalah
laba yang maksimal, sehingga untuk memaksimalkan harga tersebut, monopoli harus
menentukan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dan bagaimana keadaan pasar atas
output yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Selanjutnya untuk memilih tingkat output
yang memaksimallkan laba, monopolis juga perlu mengetahui pendapatan marginalnya, yaitu
perubahan pendapatan baik kenaikan ataupun penurunan sebagai akibat dari penambahan
output yang diproduksi. Pindyck (2014:405) “perhatikan bahwa kekuatan monopoli yang
besar tidak serta merta menyiratkan laba yang tinggi. Laba bergantung pada biaya rata-rata
yang dibandingkan dengan harga. Perusahaan A mungkin memiliki lebih banyak kekuatan
monopoli daripada perusahaan B tetapi memperoleh laba yang lebih rendah karena biaya
rata-rata yang lebih tinggi”. Kita telah mengetahui bahwa monopoli adalah perusahaan yang
mendominasi sehingga semakin banyak jumlah output yang diproduksi tidak berarti
keuntungan yang diperoleh oleh monopoli semakin besar akan tetapi jelas terlihat bahwa
kekuatan monopoli dari perusahaan tersebut memang besar berdasarkan jumlah output yang
terjual oleh perusahaan tersebut. Lebih lanjut lagi Pindyck (2016:411) mengemukakan bahwa
di sisi lain, perusahaan-perusahaan tersebut mungkin tidak terlalu ketat bersaing.
Mereka bahkan bisa saja berkolusi (dengan melanggar undang-undang antimonopoli),
dengan menyepakati bahwa mereka akan membatasi output dan menaikkan harga.
Karena menaikkan harga berdasarkan kesepakatan alih-alih sendiri-sendiri cenderung
lebih menguntungkan, maka kolusi akan menghasilkan kekuatan monopoli yang
besar.
Selanjutnya Case dan Fair (2007:333) juga mengemukakan hal yang sama terkait
persekongkolan perusahaan atau kolusi yaitu “… anggap pemilik perusahaan individu hanya
memutuskan untuk bekerja sama dalam upaya membatasi persaingan dan meningkatkan laba
bersama, perilaku yang disebut dengan kolusi. Dalam kasus ini, hasilnya akan persis sama
dengan hasil pelaku monopoli dalam industri”. Berdasarkan hal tersebut jelaslah bahwa
persekongkolan antar perusahaan sejenis mengakibatkan kerugian bagi masyarakat karena
perusahaan tersebut bermaksud untuk menghilangkan persaingan sehingga dapat menetapkan
harga yang tinggi untuk keuntungan yang lebih tinggi pula.
2.5. Equilibrium Produsen Monopolist
2.5.1 Produsen Menerima Excess Profit (Untung atau Laba lebih)

P,C,R
MC
Laba

A
PE AC
B
C

0 AR=D
QE MR Q
Gambar 2.1 Equlibrium Produsen

Produsen Equilibrium saat memproduksi sebanyak 0QE dengan harga setinggi 0PE.
AR=QEA, TAR=0QEAPE.
AC=QEB, TAC=0QEBC.
AR>AC dan TAR>TAC.
Laba sebesar CBAPE.
2.5.2. Produsen Menerima Normal Profit

P,C,R

MC

AC
A
PE 1.

0 AR=D
QE MR Q

Gambar 2.2. Normal Profit

AR=QEA, TAR=0QEAPE
AC=QEA, TAC=0QEAPE
AR=AC dan TAR=TAC
Produsen mengalami impas (normal profit)
2.5.3. Produsen Mengalami Rugi

a. Produsen keluar dari Pasar

P,C,R

MC
AC

B
C AVC
D

A
PE

AR=D

0 MR
QE Q

Gambar 2.3. Produsen Keluar dari Pasar

AR=QEA TAR=0QEAPE
AC=QEB TAC=0QEBC
AC>AR dan TAC>TAR
Rugi sebesar PEABC
AFC=DB
Rugi rata-rata=AB
ATC>AFC
Keluar dari Pasar
b. Produsen Dapat Bertahan di Pasar

P,C,R

MC AC
C
D

B
PE AVC
A

0 AR=D
QE MR Q

Gambar 2.5. Kerugian Produsen

AR=QEB ; AC=QEC
AC>AR
Rugi sebesar BC (PEBCD)
AFC=AC ; ATC=BC
ATC<AFC
Dapat bertahan di pasar

2.6. Diskriminasi Harga Pasar Monopoli


Diskriminasi harga adalah menaikkan laba dengan cara menjual barang yang sama
dengan harga berbeda untuk konsumen yang berbeda atas dasar alasan yang tidak berkaitan
dengan biaya. Diskriminasi harga terjadi saat produsen memberlakukan harga yang sama
karena alasan yang tidak ada kaitannya dengan perbedaan biaya, tetapi tidak semua
perbedaan harga mencerminkan diskriminasi harga.
Tujuan utama pelaku usaha melakukan diskriminasi harga yaitu untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih tinggi tersebut diperoleh dengan
cara merebut surplus konsumen. Surplus konsumen adalah selisih harga tertinggi yang
bersedia dibayar konsumen dengan harga yang benar-benar dibayar oleh konsumen.
Diskriminasi harga / price discrimination didasari adanya kenyataan bahwa konsumen
sebenarnya bersedia untuk membayar lebih tinggi, maka perusahaan akan berusaha merebut
surplus konsumen tersebut dengan cara melakukan diskriminasi harga
Adakalanya terbuka kemungkinan kepada perusahaan monopoli untuk menjual
barangnya di dalam dua pasar (misalnya pasar dalam dan luar negeri) yang sangat berbeda
sifatnya. Biasanya sifat permintaan di kedua pasar itu juga sangat berbeda. Untuk
memaksimumkan keuntungannya perusahaan monopoli dapat menjalankan
kebijakan diskriminasi harga.

2.7. Syarat – Syarat Diskriminasi Harga


Tidak semua perusahaan monopoli dapat melakukan diskriminasi harga. Hanya dalam
keadaan-keadaan tertentu diskriminasi harga dapat di jalankan dengan sukses. Di bawah ini
dijelaskan beberapa keadaan yang memungkinkan perusahaan melakukan diskriminasi harga.
1. Barang tidak dapat di pindahkan dari satu pasar ke pasar lain. Sekiranya terdapat
kemungkinan barang dapat di bawa dari pasar yang lebih murah ke pasar yang lebih
mahal, maka kebijakan diskriminasi harga tidak akan efektif. Barang dari pasar yang
lebih murah akan di jual lagi di pasar yang lebih mahal dan perusahaan tidak dapat
menjual lagi barang yang di sediakan untuk pasar tersebut.
2. Sifat barang atau jasa itu memungkinkan dilakukan diskriminasi harga. Barang-
barang atau jasa tertentu dapat dengan mudah di jual dengan harga yang berbeda.
Barang seperti itu biasanya berbentuk jasa perseorangan seperti jasa seorang dokter,
ahli hukum, penata rambut dan sebagainya. Mereka dapat menetapkan tarif mereka
berdasarka kemampuan langganan untuk membayar, orang kaya di kenakan tarif yang
tinggi, sebaliknya orang miskin di beri potongan diskon.
3. Sifat permintaan dan elastisitas permintaan di masing-masing pasar haruslah sangat
berbeda Kalau permintaan dan elastisistas adalah sangat bersamaan di kedua pasar
tersebut, keuntungan tidak akan di peroleh dari kebijakan tersebut. Biasanya
diskriminasi harga di jalankan apabila elastisitas permintaan di masing-masing pasar
sangat berbeda. Apabila permintaan tidak elastis, harga akan di tetapkan pada tingkat
yang relatif tinggi, sedangkan di pasar yang permintaannya lebih elastis, harga di
tetapkan pada tingkat yang rendah. Dengan cara ini penjualan dapat di perbanyak dan
keuntungan di maksimumkan.
4. Kebijakan diskriminasi harga tidak memerlukan biaya yang melebihi tambahan
keuntungan yang di peroleh tersebut. Adakalanya melaksanakan kebijakan
diskriminasi harga harus mengeluarkan biaya. Apabila kejadian tersebut di lakukan di
dua daerah yang berbeda, maka biaya untuk mengangkut barang harus di keluarkan.
Dan sekiranya dilakukan di daerah yang sama, biaya yang di keluarkan mungkin
dalam bentuk iklan. Apabila biaya yang di keluarkan adalah melebihi pertambahan
keuntungan yang di peroleh dari diskriminasi harga, tidak ada manfaatnya untuk
menjalakan kebijakan tersebut.
5. Produsen dapat mengeksploiter beberapa sikap tidak rasional
konsumen. Ini misalnya dilakukan dengan menjual barang yang sama tetapi dengan
pembungkusan, merek, cap, dan kampanye iklan yang berbeda. Dengan cara ini
produsen dapat menjual barang yang dikatakannya bermutu tinggi kepada konsumen
kaya dan sisanya kepada golongan masyarakat lainnya. Cara yang lain adalah menjual
barang yang sama, tetapi dengan harga berbeda pada daerah pertokoan yang berbeda.
Di daerah pertokoan yang kaya harganya lebih di mahalkan dari pada di daerah
pertokoan orang yang miskin.

2.8. Contoh-Contoh Kebijakan Diskriminasi Harga


a) Kebijakan diskriminasi harga oleh perusahaan monopoli
pemerintah. Perusahaan listrik Negara misalnya menggunakan tarif yang berbeda
untuk listrik yang di pakai rumah tangga dan yang di pakai perusahaan.
b) Kebijakan diskriminasi harga oleh jasa-jasa profesional. Dokter spesialis, dokter
praktek umum, ahli hokum dan guru kursus privat adalah beberapa golongan
professional yang sering menjalankan diskriminasi harga dari jasa yang mereka
berikan. Mereka biasanya mempunyai tarif yang fleksibel. Kepada orang yang relative
tak mampu mereka mengenakan tarif yang rendah, sedangkan kepada orang kaya
tarifnya di tinggikan.
c) Kebijakan diskriminasi harga di pasar internasional. Dalam aspek ini perushaan
membedakan di antara harga yang di jual di dalam negeri dengan harga untuk
penjualan ke luar negeri. Harga penjualan ke luar negeri pada umumnya lebih rendah
karena di pasaran internasional terdapat banyak saingan, dan untuk mempertinggi
kemampuannya untuk bersaingan perusahaan perlu menekan harga hingga ke tingkat
yang serendah mungkin.
2.9. Jenis Diskriminasi Harga
2.9.1. Diskriminasi Harga Derajat I
Diskriminasi harga derajat I dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda-
beda untuk setiap konsumen berdasarkan reservation price (Willingness To Pay) masing-
masing konsumen dibedakan pada kemampuan daya beli masing-masing konsumen.
Walaupun harga yang ditetapkan berbeda-beda, tetapi biaya yang dikeluarkan oleh produsen
adalah sama. Diskriminasi harga derajat 1 juga dijelaskan kedalam grafik yang tersaji pada
gambar 2.2.

Gambar 2.5 Grafik Diskriminasi Harga Derajat 1

Pada gambar 2.2 menjelaskan tentang grafik diskriminasi harga derajat 1. Pada grafik
tersebut terdapat hubungan antara P (harga) dan Q (output) yang dimisalkan harga terdapat
P1, P2 dan P3 dan output terdapat Q1, Q2 dan Q3. Pada grafik terlihat apabila P tinggi maka
Q rendah. Hal ini apabila dikaitkan pada kemampuan daya beli konsumen berarti apabila
produsen menawarkan harga yang tinggi maka terdapat sedikit konsumen yang akan membeli
produk tersebut. Dan begitu sebaliknya, apabila produsen menawarkan harga yang rendah
maka terdapat banyak konsumen yang dapat membeli barang tersebut. Jadi, dalam hal ini
perusahaan harus mengetahui kemampuan daya beli pada masing-masing konsumen.
Diskriminasi harga derajat 1 dapat merugikan konsumen karena terdapat surplus konsumen
yang diterima oleh produsen, biaya yang harusnya diterima oleh konsumen namun menjadi
milik produsen. Diskriminasi harga derajat 1 juga disebut perfect price discrimination karena
memperoleh surplus konsumen paling besar.
Contoh dari diskriminasi harga adalah pelayanan dokter dan tiket pesawat terbang.
Jika si dokter mengetahui bahwa tingkat ekonomi pasien lemah, dokter bisa meminimalkan
biaya bahkan bisa menggratiskan biaya. Harga yang ditetapkan untuk pasien yang mampu
secara ekonomi dapat dikenakan tarif. Biaya yang dikeluarkan oleh dokter untuk menangani
setiap pasien sama. Tetapi karena mempertimbangkan kemampuan ekonomi pasien, dokter
tidak menerapkan beban biaya yang sama kepada setiap pasiennya.
Tiket pesawat pun memakai konsep diskriminasi harga derajat I. Harga Tiket Pesawat
Sriwijaya Air dari Jakarta menuju Banjarmasin kelas ekonomi berangkat tanggal 5 Febuari
2013 pukul 10.10 jika dipesan tanggal 4 Febuari 2013, harga tiketnya adalah Rp. 500.000,00.
Sedangkan jika dipesan pada hari H yaitu tanggal 5 Febuari 2013 (pesawat yang sama)
harganya menjadi Rp. 1.400.000,00. Kenaikan harganya hampir 150%. Dalam satu pesawat
yang sama, kemungkinan setiap orang membayar berbeda untuk harga tiket pesawatnya,
padahal biaya yang dikeluarkan produsen untuk setiap konsumen sama. Inilah contoh-contoh
kasus diskriminasi harga derajat I, ketika perbedaan harga dibedakan berdasarkan daya beli
setiap konsumen.

2.9.2. Diskriminasi Harga Derajat II


Diskriminasi harga derajat 2 dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda-
beda pada jumlah batch atau lot produk yang dijual. Diskriminasi harga ini dilakukan karena
perusahaan tidak memiliki informasi mengenai reservation price konsumen. Contoh:
perbedaan harga per unit pada pembelian grosir dan pembelian eceran, pembeli yang
membeli mie instan 1 bungkus dan 1 kardus akan berbeda harganya. Diskriminasi harga
derajat 2 juga dijelaskan kedalam grafik yang tersaji pada gambar 2.3.

Gambar 2.6 Grafik diskriminasi harga derajat II


Berikut adalah contoh diskriminasi produk, pada produk mie instan produksi PT.
Indofood sukses makmur, yang di jual di Carrefour Indonesia, sebagai berikut :
Tabel 2.1 Perbandingan Harga Indomie Pada Pembelian Kardus Dan Eceran
Nama produk Harga per Harga satuan Harga satuan Selisih
Kardus bila membeli eceran Harga
(Rp) 1 Kardus ( Rp ) (Rp)
(Rp)
Indomie Ayam bawang 51.500 1.287,5 1.400 112,5
Indomie Soto 51.500 1.287,5 1.400 112,5
Indomie Kari ayam 57.500 1.437,5 1.600 162,5
Indomie Goreng 56.500 1.412,5 1.600 187,5
Indomie Goreng 56.500 1.412,5 1.600 187,5
rending
Keterangan :. 1 Kardus mie instan isi 40 pcs

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat perbedaan harga pembelian eceran dan pembelian
banyak (kardusan). Selisih harga yang terjadi berkisar antara Rp 112,5 sampai dengan
Rp187,5. Perbedaan harga antara penjualan secara kardus dan secara eceran sebenarnya
menguntungkan baik bagi produsen maupun konsumen. Ketika membeli secara kardus,
produsen mendapatkan keuntungan pembelian 40 pcs secara langsung walaupun secara
nominal lebih sedikit dengan keuntungan pembelian 40 pcs secara eceran. Konsumen pun
merasa diuntungkan dengan harga yang lebih murah bila membeli banyak (kardus). Bagi
konsumen yang tidak memerlukan mie instan dalam jumlah banyak, pembelian secara eceran
sangat menguntungkan konsumen. Bagi produsen pun, penjualan secara eceran akan
menambah keuntungan.
Kebijakan diskriminasi harga derajat II dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen
karena jumlah output bertambah dan harga jual semakin murah. Hal ini dikarenakan pelaku
usaha menggunakan sistem perbedaan harga per unit pada pembelian grosir dan pembelian
eceran. Harga eceran lebih tinggi dari pada harga per kardus, sehingga konsumen lebih baik
membeli barang langsung per kardus daripada membeli barang eceran.

2.9.3. Diskriminasi Harga Derajat III


Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda
untuk setiap kelompok konsumen berdasarkan reservation price masing-masing kelompok
konsumen. Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan karena perusahaan tidak mengetahui
reservation price masing-masing konsumen, tapi mengetahui reservation price kelompok
konsumen.
Contoh kasus dari diskriminasi harga derajat ketiga adalah perbedaan harga yang
ditawarkan oleh pedagang minuman dan makanan ringan. Untuk jenis produk yang sama,
harga makanan yang di jual di warung pinggir jalan dan di Bandara Soekarno Hatta
mengalami perbedaan sebesar Rp 5.000,00, sedangkan untuk harga minuman berbeda Rp.
2.000,00. Perbedaan harga ini disebabkan karena menurut produsen, terjadi perbedaan
kemampuan atau daya beli antara dua lokasi tersebut. Produsen menganggap bahwa bandara
merupakan kawasan yang cukup elit, sehingga produsen menganggap bahwa konsumen
mampu membeli dengan harga yang lebih tinggi. Dari segi biaya variabel, beban biaya antara
di warung klontongan dan di Bandara Soekarno Hatta adalah sama. Tetapi karena daya
belinya yang berbeda, harga yang ditawarkan pun berbeda.

2.10. Studi Kasus


2.10.1. PT. Kereta Api Indonesia
Pada pembahasan di atas sudah diterangkan mengenai karakteristik pasar monopoli
selanjutnya akan diuraikan mengenai studi kasus yang terjadi terkait dengan psar monopoli.
Pertama yaitu mengenai PT. Kereta Api Indonesia dengan judul Aspek Keseimbangan Pasar
Pada Fenomena Kenaikan Tiket Angkutan Umum Kereta Api Pada Masa Lebaran Tahun
2009 Oleh Rudy Badrudin dan Ina Hamsinahs. Kita mengetahui bahwa PT Kereta Api
Indonesia merupakan perusahaan monopoli dalam jasa perkeretaapian secara legal yaitu
dengan pemberian hak monopoli oleh pemerintah, alasan pemberian hak monopoli oleh
pemerintah yaitu karena akan lebih efisien bila hanya satu perusahaan saja yang
memproduksi produk yang sama. Jika skala ekonomis yang sangat besar dimungkinkan, tidak
masuk akal bila memiliki banyak perusahaan kecil yang memproduksi hal yang sama dengan
biaya yang jauh lebih tinggi. PT. KAI tidak memiliki pesaing langsung dalam usahanya atau
dengan kata lain sebagai satu satunya perusahaan yang bergerak dalam bidang perkeretaapian
sehingga memungkinkan memperoleh keuntungan mutlak. Meskipun demikian dalam
kehidupan perekonomian yang faktual, sangat jarang mendapatkan penjual yang tidak
menghadapi persaingan dari penjual lain. Meskipun dalam suatu pasar misalnya hanya
terdapat satu penjual sehingga tidak ada persaingan secara langsung dari penjual lain, tetapi
penjual tunggal tersebut akan menghadapi persaingan secara tidak langsung dari penjual lain
yang menghasilkan produk yang dapat merupakan alternative produk pengganti yang tidak
sempurna.
Monopoli yang dilakukan PT KAI mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp 196
miliar pada tahun 2008 sebagai dampak kebijakan manajemen PT. KAI untuk menaikkan
harga tiket lebaran untuk seluruh jenis kereta api. Menurut data posko layanan lebaran 2009,
penumpang jasa angkutan kereta api mengalami lonjakan dari tahun-tahun sebelumnya rata-
rata sebesar 400.000 penumpang. Berdasarkan pendapat masyarakat bahwa kereta api
merupakan angkutan umum Lebaran yang dianggap aman dan murah bagi pemudik. PT KAI
sebagai penyelenggara jasa angkutan kereta api adalah monopoli maka pemudik tidak
mempunyai pilihan untuk mudik dengan jasa angkutan kereta api lainnya. Jadi, meskipun
ketika lebaran harga tiket yang ditetapkan oleh PT. KAI jauh lebih mahal masyarakat akan
tetap membeli tiket tersebut. Berikut ini alasan mengapa PT. KAI menaikkan tarif tiket, pada
masa lebaran terjadi ketidakseimbangan pasar angkutan kereta api karena permintaan kursi
kereta api untuk pemudik lebih besar daripada penawaran kursi kereta api dari PT KAI. PT
KAI lebih kuat dalam melakukan negosiasi pasar dengan cara menaikkan tarif angkutan
lebaran sebesar 10% untuk tarif kereta api ekonomi dan antara 50% - 100% untuk kereta api
bisnis dan eksekutif. Perbedaan kenaikan harga pada ekonomi, bisnis dan eksekutif sebagai
contoh dari pemberlakuan diskriminasi harga, khususnya diskriminasi harga derajat tiga
Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda untuk
setiap kelompok konsumen berdasarkan reservation price masing-masing kelompok
konsumen. Fenomena kenaikan tiket angkutan umum kereta api pada masa lebaran tahun
2009 disebabkan faktor ketidakseimbangan pasar, yaitu pasar angkutan kereta api mengalami
kelebihan permintaan sehingga bargaining power PT KAI lebih kuat daripada pemudik
sehingga harga akan terus naik menjadi lebih mahal sampai pada posisi kelebihan permintaan
sebesar nol (0) pada harga PE. Kenaikan harga tiket lebaran menjadi semakin tinggi karena
PT KAI adalah perusahaan monopoli sehingga pemudik tidak mempunyai pilihan untuk
mudik dengan kereta api lain karena memang tidak ada pesaing PT KAI. Pemudik hanya
dapat menerima berapapun kenaikan tiket lebaran tanpa dapat melakukan penawaran harga
tiket.

2.10.2. Kepemilikan Silang Indosat dan Telkomsel


Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi BUMN, BUMD,
Badan Usaha Swasta dan Koperasi dapat menyelenggarakan jaringan dan jasa
telekomunikasi. Sedangkan penyelenggara telekomunikasi khusus dapat diselenggarakan oleh
perorangan, instansi pemerintah dan badan hukum selain penyelenggara jaringan dan atau
jasa telekomunikasi. Dengan berlakunya undang-undang tersebut maka terjadi proses
liberalisasi industri telekomunikasi di Indonesia. Dalam UU ini juga terdapat pelarangan
kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha yang
tidak sehat. Dalam perkembangannya kemudian muncul 3 operator yang dominan dalam
industri ini terutama dalam bisnis telepon seluler berbasis GSM, yaitu Telkomsel, Indosat dan
Excelcomindo. Selanjutnya pada tahun 2002 pemerintah memutuskan untuk melakukan
privatisasi dan divestasi Indosat dengan menjual 41,94 persen saham pemerintah di Indosat
dan yang kemudian dimenangkan oleh Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT)
yang merupakan perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Singapura yang 100 persen
sahamnya dimiliki Temasek. Sebelumnya Group Temasek melalui SingTel juga telah
menguasai 35 persen saham Telkomsel.
Kepemilikan silang dan penguasaan atas pangsa pasar yang tinggi dapat
mengakibatkan mekanisme pasar tidak dapat bekerja secara optimal dan terjadi praktek-
praktek persaingan usaha yang tidak sehat, yang bertentangan dengan tujuan liberalisasi
sektor telekomunikasi ini yang melanggar UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jika ditinjau pangsa pasar menurut jumlah
pelanggan per September 2006, jumlah pelanggan telepon GSM di Indonesia telah mencapai
hampir 53 juta pelanggan. Telkomsel menguasai 56,72 persen pangsa pasar, Indosat sebesar
27,71 persen, dan Exelcomindo sebesar 15,57 persen. Pangsa pasar telepon seluler di
Indonesia didominasi oleh Telkomsel dan Indosat. Kedua operator tersebut menguasai 84,4%
pangsa pasar telepon seluler GSM. Berikut ini disajikan tabel terkait pangsa pasar
berdasarkan jumlah pelanggan.
Berdasarkan tabel di atas jelas terlihat bahwa Telkomsel menduduki peringkat pertama,
Indosat ke dua dan selanjutnya sebagai peringkat ke tiga yaitu Exelcomindo.
Selanjutnya mengenai apakah Telkomsel dan Indosat melakukan kolusi untuk
memonopoli pasar dapat diterangkan sebagai berikut. Dari hasil pengujian ekonometri
diperoleh hasil bahwa tingkat konsentrasi berpengaruh positif terhadap derajat kolusi. Secara
teori dapat dikatakan bahwa yang berlaku pada kasus industri telekomunikasi seluler di
Indonesia adalah market power theory, di mana terkonsentrasinya suatu industri
mengakibatkan perusahaan dalam industry tersebut berkolusi untuk mendapatkan tingkat
keuntungan yang lebih tinggi dan memungkinkan dengan mengorbankan konsumen. Namun
demikian dari hasil ini belum bisa menunjukkan letak kolusinya, apakah pada penetapan
harga, pembagian pasar atau yang lainnya.
Pola tarif para operator yang berada di bawah Temasek Holding (Telkomsel dan
Indosat) menarik untuk lebih lanjut dianalisa karena terlihat adanya pola yang sama dalam
pecahan nominal tarif antara Indosat dan Telkomsel pada layanan pasca bayar yaitu Rp 450,
Rp 531, Rp 775, Rp 938 dan untuk layanan pra bayar yaitu Rp 300 dan Rp 1500. Hal yang
sama juga ditemukan pada pembagian waktu pada layanan pra-bayar yaitu masa peak antara
waktu 07.00-22.59 dan masa off peak antara waktu 23.00-06-59. Bagi pihak yang saling
bersaing satu sama seharusnya lebih menonjolkan keunggulan kompetitif dan bukan justru
menyamakan apa yang dilakukan oleh kompetitornya. Sebagai perbandingan, tarif
Excelcomindo ternyata mempunyai nominal berbeda dengan Telkomsel dan Indosat, yaitu Rp
325, Rp 337, Rp 581, Rp 810 dan Rp 935 dan relatif lebih murah daripada tarif yang
dibebankan oleh Telkomsel dan Indosat.
Dari gambar di atas, terlihat bahwa pola tarif antara Telkomsel dan Indosat yang
cenderung memiliki kecenderungan sama, sehingga dapat diduga bahwa tidak terjadi
persaingan harga dan bahkan cenderung mengarah kepada penetapan harga diantara
keduanya. Praktek ini menjadi rasional dalam rangka memaksimalkan keuntungan Temasek
di dua perusahaan tersebut dengan menghindari terjadinya perang harga antara dua
penyelenggara telekomunikasi bergerak seluler terbesar di Indonesia. Di sisi lain,
Excelcomindo selalu menetapkan tingkat tarif yang lebih rendah dan kebijakan untuk
menaikkan tarif mengikuti kenaikan tariff yang dilakukan oleh Telkomsel dan Indosat. Hal
ini merupakan dampak lain dari adanya praktek penetapan harga antara Telkomsel dan
Indosat yang dimotori oleh Temasek dimana Excelcomindo sebagai operator seluler ketiga
terbesar telah memanfaatkan tindakan price fixing yang dilakukan Telkomsel dan Indosat
untuk juga mengambil keuntungan dengan menetapkan harga di atas harga kompetitif yang
merugikan konsumen.
BAB III
PENUTUP

Berdasarkan pemaparan dalam makalah maka dapat disimpulkan bahwa pasar


monopoli merupakan pasar dengan perusahaan tunggal yang menguasai pangsa pasar karena
memiliki kekuatan pasar yang dan dapat mempengaruhi harga. Meskipun demikian pasar
monopoli secara tidak langsung juga memiliki pesaing, yaitu pesaing untuk barang substitusi
sejenis meskipun tidak sempurna, contohnya kereta api memiliki pesaing misalnya bus
umum, meskipun bukan kereta api tetapi sama-sama transportasi yang dapat digunakan
secara umum. Selanjutnya terbentuknya pasar monopoli dapat terjadi secara legal dengan
pemberian hak monopoli oleh pemerintah ataupun pemberian hak paten. Monopoli secara
tidak langsung juga dapat terjadi ketika ada perusahaan-perusahaan yang saling bekerja sama
atau melakukan kolusi untuk menguasai pasar dengan menghilangkan persaingan pasar
sehingga dapat menentukan harga yang tinggi atas output perusahaan tersebut. Kolusi
tersebut juga memiliki kekuatan yang sama dengan monopoli karena hasil yang diperoleh
sama dan akan merugikan masyarakat karena harus membayar lebih tinggi dari harga yang
seharusnya.
Pasar monopoli dapat memakasimalkan laba dari output yang diproduksinya,
meskipun pasar monopoli memproduksi output sedikit tetapi dapat memperoleh laba yang
maksimum. Semua perusahaan, termasuk perusahaan monopoli, meningkatkan output selama
penerimaan marjinal lebih besar daripada biaya marjinal. Meskipun demikian pasar
monoploli juga dapat menderita kerugian dan dapat pula keluar dari pasar atau gulung tikar.
Ketika penerimaan marjinal lebih kecil dari biaya marjinal maka perusahaan monopoli akan
mengalami kerugian. Kemudian dalam upaya menaikkan keuntungan, monoplis juga
menerapkan diskriminasi harga yaitu menaikkan laba dengan cara menjual barang yang sama
dengan harga berbeda untuk konsumen yang berbeda atas dasar alasan yang tidak berkaitan
dengan biaya. Diskriminasi harga terjadi saat produsen memberlakukan harga yang sama
karena alasan yang tidak ada kaitannya dengan perbedaan biaya, tetapi tidak semua
perbedaan harga mencerminkan diskriminasi harga. Tujuan utama pelaku usaha melakukan
diskriminasi harga yaitu untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dan keuntungan
yang lebih tinggi tersebut diperoleh dengan cara merebut surplus konsumen.
Daftar Pustaka

Case, Karl E. dan Fair, Ray C. 2007. Edisi Kedelapan Prinsip-Prinsip Ekonomi Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.

Badrudin, Rudy dan Hamsinah, Ina. Aspek Keseimbangan Pasar Pada Fenomena Kenaikan
Tiket Angkutan Umum Kereta Api Pada Masa Lebaran Tahun 2009.
http://www.stieykpn.ac.id/downloads/journal/jeb/jeb_vol_3_no_3_november_2009.pd
f. Diakses pada 19 November 2016.

Hasan, M. Fadhil dan Afifah, Evi Noor. Kepemilikan Silang, Pola Tarif dan Persaingan
Usaha pada Industri Telepon Seluler di Indonesia.
http://www.docsengine.com/pdf/1/jurnalstruktur-pasar-monopoli.html#. Diakses pada
17 November 2016.

Pindyck Robert S. dan Rubinfeld Daniel L. 2014. Mikroekonomi Edisi Kedelapan. Jakarta:
Erlangga.

Salvatore, Dominick. 2006. Teori dan Soal-Soal Mikroekonomi Edisi Keempat. Jakarta:
Erlangga.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jurnal PT. Kereta Api
Lampiran 2. Jurnal Kepemilikan Silang

Anda mungkin juga menyukai