Anda di halaman 1dari 102

BAB -1.

MATRIKS

1.1. Pendahuluan

Mata kuliah ini merupakan dasar dari mata kuliah yang


berkaitan dengan analisa rangkaian dan sistem tenaga listrik secara
umum . Pokok-pokok bahasan yang akan diuraikan adalah tentang
Matriks yang meliputi operasi dasar dari matriks yaitu penjumlahan
dan pengurangan matriks, perkalian antara matriks dengan matriks,
transpose matriks dan invers matriks.
Materi bahasan lain adalah determinan meliputi definisi,
Determinan orde 2 dan orde 3 serta sifat-sifat determinan
Selanjutnya juga berisikan bahasan materi funsi Trigonometri turunan
/ diferensial funsi trigonometri, fungsi eksponensial dan difrensial
parsial. Integral funsi trigonometri, integral fungsi eksponensial dan
Integral parsial.
Mata kuliah ini berusaha sedapat mungkin untuk
menghubung-kan pokok bahasan dengan materi kuliah yang lain
seperti rangkaian listrik dan mesin-mesin listrik.

Definisi.
Matriks adalah sederet bilangan berbentuk persegi panjang yang
diapit oleh sepasang kurung siku yang dapat digambarkan sebagai
berikut:

1
 A11 A12  A1n 
A A22  A2 n 
A=  21

    
 
 Am1 Am 2 Amn 

Bilangan-bilangan A11, A 12, ….Amn yang menyusun rangkaian itu


disebut elemen atau unsur dari matriks itu. Indeks pertama dari
elemen menunjukkan baris dan indeks kedua menunjukkan kolom di
mana elemen itu berada. Untuk menuliskan matriks beserta elemen-
elemennya dipergunakan tanda kurung siku seperti yang
diperlihatkan pada persamaan di atas; sedangkan, sebuah huruf yang
dicetak tebal (misalnya, A) dapat digunakan juga untuk menyatakan
sebuah matriks. Bentuk penyajian lain untuk sebuah matriks adalah
dengan menuliskan elemen umumnya dalam sebuah kurung siku;
maka matriks A pada persamaan di atas dapat juga ditulis [ A ij ] atau
[A]

Orde atau ukuran sebuah matriks ditentukan oleh banyaknya baris


dan kolomnya; maka matriks A pada persamaan di atas mempunyai
ordo m dan n, biasanya ditulis m x n. Matriks bujur sangkar adalah
matriks yang jumlah baris dan kolomnya sama (m = n) dan dikatakan
berorde n. Elemen-elemen dari matriks bujur sangkar mulai dari
ujung kiri atas sampai ujung kanan bawah secara diagonal (yaitu
elemen-elemen A11, A22 … Amn) disebut diagonal utama matriks.
Elemen-elemen dari kiri bawah sampai kanan atas (An1,…. A1n)
dinamakan diagonal kedua.
Sebuah vektor dapat dipandang sebagai sebuah matriks khusus yang
hanya mempunyai satu baris atau satu kolom saja. Sebuah vektor

2
baris yang terdiri dari n elemen adalah sebuah matriks berorde 1 x n
(matriks baris), dan sebuah vektor kolom yang mempunyai n elemen
adalah sebuah matriks berorde n x 1 (matriks kolom). Sampai saat ini
matriks A yang telah dibicarakan mempunyai elemen-elemen yang
berupa bilangan. Dalam hal yang Iebih umum lagi, elemen-elemen
suatu matriks dapat terdiri atas pernyataan-pernyataan matematika,
seperti fungsi-fungsi trigonornetri, pernyataan-pernyataan aljabar,
turunan, integral atau bahkan matriks-matriks.

1.2 Operasi-Operasi Matriks

Aturan-aturan operasi matematika (seperti penjumlahan dan


perkalian) untukmatriks agak intuitif dan telah dirumuskan
sedemikian agarberguna untuk perhitungan-perhitungan praktis.
Hubungan yang paling sederhana adalah kesamaan dua matriks. Agar
dua buah matriks dapat dikatakan sama, mereka harus berorde sama
dan elemen-elemen yang bersesuaian harus sama. Maka, jika A = B,
di mana A dan B masing-masing adalah matriks persegi panjang yang
berordo m x n, haruslah berlaku hubungan Aij = Bij untuk i dari 1
sampai m dan j dari 1sampai n.

1.2.1 Penjumlahan dan Pengurangan


Penjumlahan dua buah matriks A dan B dapat berlangsung jika kedua
matriks itu berorde sama. Matriks-matriks seperti itu disebut
matniks-matriks yang sesuai untuk penjumlahan. Jumlah dua buah
matriks adalah matriks lain yang berorde sama yang elemen-
elemennya merupakan jumlah dari elemen-elemen yang bersesuaian

3
dari kedua matriks asal. Dengan kata lain, jika A+B=C maka tiap
elemen C akan mempunyai bentuk:
Aij + Bij = Cij
Untuk jelasnya perhatikan contoh di bawah ini:

1 − 2 3 6 5 − 2
A= B=
− 1 0 4
 0 0 4 

 7 3 1
A+ B =C = 
− 1 0 8

Dari contoh di atas tampak bahwa penjumlahan matriks bersifat


komutatif dan assosiatif; atau A + B = B + A dan A + (B + C) = (A +
B) + C. Artinya penjumlahan matriks dapat dilakukan untuk
sembarang urutan dan dapat dikelompokkan dalam berbagai susunan.

Pengurangan matriks mempunyai syarat yang sama dengan


penjumlahan. Sebagai contoh, jika A - B = D di mana A dan B adalah
matriks pada contoh terdahulu,
− 5 −7 5
maka A − B = D = 
− 1 0 0

Suatu matriks dapat dikalikan dengan suatu bilangan skalar yaitu


dengan mengalikan setiap elemennya dengan bilangan skalar itu.
Maka bila A adalah matriks berorde m x n dan β adalah sebuah
skalar, hasil kali βA adalah matriks C yang berorde m x n di mana Cij
= β x Aij. Dengan menggunakan matrik C di atas sebagai contoh,
maka:

4
21 9 3  7 3 1 
3C =  yang mana C =  .
24
,
− 3 0  − 1 0 8

1.2.2 Perkalian matriks.

Ada banyak cara untuk mengalikan dua buah matriks, antara lain
misalnya hanya mengalikan elemen-elemen yang bersesuaian. Akan
tetapi, definisi perkalian matriks seperti itu tidak akan bermanfaat
dalam penggunaan praktis. Sejak banyak masalah yang menggunakan
matriks berkaitan dengan jawab suatu sistem persamaan linear dan
penggantian peubah-peubah baru dengan transformasi linear, maka
perkalian matriks telah dirumuskan sedemikian rupa untuk
mendukung kemudahan penggunaan matriks itu.

Untuk menunjukkan hubungan antara perkalian matriks dengan


penggunaan tersebut di atas, perhatikan dua buah persamaan berikut
ini:

A11 x1 + A12 x 2 = D1
A21 x 2 + A22 x 2 = D 2
di mana x1 dan x2 adalah harga-harga yang belum diketahui sedang
A11, A12, A21, A22, D1 dan D2 adalah konstanta-konstanta. Untuk
menuliskan persamaan itu dalam bentuk matriks, perlu diperkenalkan
tiga buah matriks; matriks pertama terdiri atas koefisien-koefisien
yang ada di ruas kiri, matriks kedua terdiri atas harga-harga yang

5
belum diketahui itu, dan matniks ketiga berisi konstanta di ruas
kanan. Matriks-matriks itu adalah:

 A11 A12   x1   D1 
A= , x=  D= 
 A21
 
A22  x2 
  D2 
 

Jika perkalian matriks dilakukan dengan cara yang tepat, maka


persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks, yaitu
Ax = D , sehingga

 A11 A12   x 1   D1 
  =
 A21 A22   x 2   D 2  ,

juga berlaku AB = C untuk :

 A11 A12   B11 B12  C 11 C 12 


  = 
 A21 A22   B 21 B 22  C 21 C 22 

 A11 A12   B11 B12 


  =
 21
A A 22 
  21 22 
B B
 A11 B11 + A12 B21 A11B12 + A12 B22 
 
 21 11
A B + A B
22 21 A 21
B12 + A22 22 
B 

6
C11 C12   A11B11 + A12 B21 A11B12 + A12 B22 
Bila  = ,
C 21 C 22   A21 B11 + A22 B21 A21 B12 + A22 B22 
maka
C11 = A11B11 + A12 B21
C12 = A11B12 + A12 B22
C21 = A21B11 + A22 B21
C22 = A21B12 + A22 B22

Contoh-1:
Hitunglah hasil kali AB untuk matriks A dan B berikut:

 − 3
4 − 1 0 
A=  , B =  3 
2 5 − 3  1 
 − 3
4 − 1 0    4(−3) + (−1)3 + 0(1)  − 15
2 5 − 3. 3  = 2(−3) + 5(3) + (−3).1 =  6 
   1    
 
Contoh-2:
Hitunglah hasil kali A dan B matriks berikut:

1 2 4
4 −1 0
A= B = − 2 − 3 0 
− 3
,
2 5
0 6 1 

7
Jawab :
1 2 4 
4 − 1 0    = 4 + 2 + 0 8 + 3 + 0 16 + 0 + 0 
2 5 − 3 
. − 2 − 3 0   
  0 6 1 2 − 10 + 0 4 − 15 − 18 8 + 0 − 3
 
6 11 16 
= 
− 8 − 29 5
Contoh-3:
Hitung hasil kali matriks AB dan BA dari:

2 1
1 2
, B = − 2 0 ,
0
A= 
− 1 1 3
4 5

2 1
1 2  10 11
0  = 
0
AB =  . −2
− 1 1 3   8 14 
4 5

2 1 1 1 7
1 2 
B. A = − 2 0 . − 4 
0
= −2 0
−1 1 3  
4 5  − 1 5 23 

A.B  B. A

8
1.2.3 Transpose Matriks.
Transpos matriks didefinisikan sebagai sebuah matriks baru yang
dibentuk dengan menukar baris-baris dan kolom-kolom dari matriks
asal; yaitu, baris pertama dari matriks asal menjadi kolom pertama
dari matriks transpos, baris kedua menjadi kolom kedua dan
seterusnya. Jika matriks A adalah matriks asal yang berordo m x n,
seperti yang tampak di bawah ini

 A11 A12  A1n 


A A22  A2 n 
A=  21

    
 
 Am1 Am 2  Amn 
maka matriks transposnya, ditulis AT, akan berordo n x m:

 A11 A21  Am1 


A A22  Am 2 
A =
T  12

    
 
 A1n A2 n  Amn 

Dari definisi matriks transpos, jelas bahwa jika matriks transpos


ditransposkan akan kembali menjadi matriks asli lagi; maka:

1). (AT)T = A
Juga, matriks transpos dari jumlah 2 buah matriks sama dengan
jumlah matriks-matriks transposnya
2). (A1 +A2)T =A1T +A2T
9
Aturan ini dapat dinyatakan dalam bentuk umum untuk
penjumlahan beberapa buah matniks seperti berikut ini:

3). ( A1 + A2 +  + An ) = A1 + A2 + ... An
T T T T

Selanjutnya, matriks transpos dan perkalian 2 buah matriks


sama dengan hasil kali matriks transposnya, tetapi dengan
susunan yang terbalik:

4). ( A1 A2 ) = A2T A1T ………..


T

Dalam aljabar matriks, matriks satuan mempunyai arti yang


hampir sama dengan angka 1 (satuan) dalam aljabar skalar.
Matriks satuan disebut juga matriks identitas sebab perkalian
antara sebuah matriks dengan matriks ini akan menghasilkan
matriks yang sama. Kembali jika A matriks bujur sangkar
berorde n, maka :

5). I n . A = A.I n = A.I n . A = A.I n = A

Demikian pula untuk matniks persegi panjang B yang berordo


m x n berlaku hubungan kesamaan sebagai berikut:

6).I n .B = B.I n = B.

1.2.4 Invers Matriks

Invers matriks A =
A jk yang berukuran n x n dinyatakan

dengan A −1
Dan merupakan matriks n x n sehingga :

10
1). AA −1 = A−1 A = I

Dengan I matriks satuan n x n.


Jika mempunyai invers, maka A disebut matriks tak singular.
• Jika A tidak mempunyai invers, maka A disebut matriks
singular.
• Jika A mempunyai invers maka inversnya unik. Tentu saja
jika B dan C adalah invers dari A, maka AB = I dan CA = I sehingga
diperoleh bentuk keunikan:

a11 a12 
A=
Jika matriks
a 21 a 22  ,
−1 1 a 22 − a12 
maka A =  
Det A − a 21 a11 
Det A = a11 .a 22 − a12 .a 21

Demikian pula untuk matrik diagonal tak singular kita hanya


mempunyai

a11 . 0   1 a11 0 
   
A= , maka A = 
−1 
   
   
0 ann  0 1
ann 

Rumus-rumus untuk invers matriks:


11
1. Invers dari hasil kali. Invers dari hasil kali AC dapat dihitung
dengan mencari invers masing-masing factor secara terpisah dan
mengalikan hasilnya dalam urutan yang terbalik
( AC ) −1 = C −1 . A −1 ……..

2. Invers dari invers suatu matriks adalah matriks yang diketahui


(misal A).

( A −1 ) −1 = A
3. Nilai hasil kali matriks dikali dengan inversnya sama denmgan
matriks identitas

AC .( AC ) −1 = I

1.3 Soal - soal Tugas Bab 1

1. Hitung penjumlahan matriks berik

5 − 4 3 6 5 − 2
A=  B=
− 1 0 3  0 0 4 
A + B = ......
2. Hitunglah hasil kali AB untuk matriks A dan B berikut:

 − 3
5 − 1 0 
A= , B =  3 
 2 5 − 3  1 
3. Tentukan invers dari
3 1
A=
2 4

4.
A−1 = ..........
12
4. Diketahui matriks berikut:

2 1  − 2 0 3 2 0  2 6 0
A =  ; B =   ; C = 1 0 4  ; D = 3 5 0 
1 3   3 4    

Tentukan pernyataan berikut atau berikan alasan mengapa matriks-


matriks itu tak terdefinisi
A + B dan B + A
a) 2A -3B +5C - 2D
b) A – B dan B – A
c) 4A – 2B dan 2(2A – B)
d) A + D dan D + A-8D
e) 6A + 7B +8C
f) 3B-5C
g) 5A-6B-7C
h) 2A+7C
i) 6C + 6D dan (6 (C + D)
j) Tentukan transpos matriks : A; B; C dan D
k) Tentukan invers matriks : A; B; C dan D
l) Tentukan hasil kali matriks: A.B; B.A; C.D; D.A;
B.D; D.C;

 2 2 − 1 1 3 3 0 2 6 0
5. A= ; B =  3 4 ; C = 1 1 4  ; D =  2 4 0
1 4       
Hitung lah :
a. 2A – B dan 3B – A
b. 4A – 2B dan 2(2A – B)
c. 6A + 2D dan D + A-3D

13
d. 5A + 6B +2C
e. B-5C
f. Tentukan transpos matriks : 2 A; 8 B; 5C dan 4D
g. Tentukan invers matriks : 2A; -B; 3C dan 3D
h. Tentukan hasil kali matriks: 3A.B; 6 B.A; 2C.D; -
2D.A; 3B.D; 2D.C;

14
BAB-2 DETERMINAN DAN SISTEM PERSAMAAN LINIER

2.1. Pendahuluan
Materi bahasan pada bagian ini merupakan dasar dari mata kuliah
yang berkaitan dengan analisa rangkaian listrik dan sistem tenaga
listrik secara umum dengan Pokok bahasan meliputi pengertian dan
simbol, hubungan antara determinan dan matriks aserta syarat
sebuah matriks yang memiliki nilai determinan. Juga diuraikan cara
menuliskan persamaan linier dari sebuah rangkain listrik berdasarkan
KCL atau KVL. Selanjutnya diuraikan determinant orde 2 dan orde
3, sifat-sifat determinan serta metode atau cara yang dgunakan dalam
penyelesaikan ilai determinan adalah tentang Matriks yang meliputi
operasi dasar dari matriks yaitu penjumlahan dan pengurangan
matriks, perkalian antara matriks dengan matriks, transpose matriks
dan invers matriks.

2.2. Determinan Orde Dua

a1 b1
Simbol
a2 b2

Terdiri dari 4 angka a1, a2, b1,b2 yang disusun kedalam dua baris dua
kolom, disebut determinan orde dua atau determinan orde ke dua.
Empat angka tersebut disebut elemen dari determinan.

Definisi:
a1 b1
= a1b2 − b1a2
a2 b2

15
Maka:

2 3
a). = 2(−4) − 3(−1) = −8 + 3 = −5
−1 − 4

Disini elemen 2 dan 3 berada di baris pertama, elemen -1 dan -4 di


baris ke dua. Elemen 2 dan -1 berada di kolom pertama dan elemen 3
da -4 berada di kolom ke dua.

6 3
= 6(3) − 3(−4) = 18 + 12 = 30
−4 3
b

Determinan orde satu adalah bilangan itu sendiri.


Sistim dua persamaan linier dengan dua variabel yang belum
diketahui dapat diselesaikan dengan menggunakan determinan orde
dua. Bila persamaan-persamaan itu adalah:

a1x + b1y = c1
a2x +b2y = c2

c1b2 − b1c2 a1c2 − c1a2


maka x = , dan y=
a1b2 − b1a2 a1b2 − b1a2
Harga x dan y dapat ditulis dalam bentuk determinan orde dua
sebagai berikut:

16
c1 b1 a1 c1
c2 b2 a2 c2
x= dan y =
a1 b1 a1 b1
a2 b2 a2 b2

Bentuk determinan mudah diingat dengan mengingat hal-hal seperti


berikut:
1). Penyebut dalam persamaan dua diberikan oleh determinan
a1 b1
dimana elemen-elemennya adalah koefisien “x dan y”
a2 b2

yang tersusun seperti pada persamaan pertama. Determinan ini


biasanya ditunjukkan sebagai  disebut determinan koefisien.
2). Pembilang dalam jawaban untuk variabel yang belum diketahui,
serupa dengan determinan koefisien  dan ada perkecualian
dimana kolom dari koefisien yang belum diketahui ditentukan
dengan mengganti kolom yang sama pada sebelah kanan dari
persamaan (1)
Contoh: Cari x dan y dari:
2x + 3y = 8
x - 2y = -3
Penyebut untuk x dan y adalah 
2 3
 = = −4 − 3 = −7
1 − 2
8 3
−3 − 2 − 16 + 9
x = = =1
− 7 − 7
2 8
1 −3 − 6 −8
y = = = 2
− 7 − 7

17
Penyelesaian persamaan linier dengan determinan tersebut, disebut
dengan cara Cramer

2.3. Determinan Orde Tiga


a1 b1 c1
Simbol: a2 b2 c2
a3 b3 c3

= a1 (b2c3 − c 2b3) − b1(2c3 − c 2a3) + c1(a 2b3 − b2a3)

= a 2(b1c3 − c1a3) − b2(a1c3 − c1a3) + c 2(a1b3 − b1a3)

a = 3(b1c 2 − c1b2) − b3(a1c3 − c1a3) + c3(a1b2 − b1a 2)


tiga baris dan tiga kolom, disebut determinan orde tiga. Dengan
definisi tersebut maka harga determinan tersebut.
Ini merupakan perluasan determinan. Untuk mempermudah dalam
mengingat definisi ini, diberikan skema seperti dibawah. Tulis
kembali dua kolom yang pertama disebelah kanan determinan seperti
: Terdiri dari 9 bilangan yang disusun dalam
a1 b1 c1 a1 b1
a2 b2 c2 a2 b2
a3 b3 c3 a3 b3

1). Kalikanlah bilangan-bilangan yang tèrdapat pada diagonal-


diagonal arah kanan dengan tanda positif
2). Kalikan bilangan-bilangan yang terdapat diagonal arah kiri
dengan tanda negatif.
3). Jawab dari 6 perkalian aljabar dari 1 dan 2 merupakan perluasan
determinan.
Contoh:
18
3 −2 2 3 −2 2 3 −2
6 1 −1 ditulis ulang menjadi 6 1 −1 6 1
−2 −3 2 −2 −3 2 −2 −3
= 3.1.2 + (−2)(−1(−2) + 2.6.(−3) − 2.1.(−2) − 3.(−1).(−3) − (−2).6.2
= 6 − 4 − 36 + 4 − 9 + 24
= −15

Cara Cramer untuk persamaan linier untuk 3 bilangan yang belum


diketahui adalah cara untuk menyelesaikan persamaan-persamaan
berikut, untuk x, y dan z dengan determinan
a1 x b1 y c1 z = d1

a 2 x b2 y c 2 z = d 2
a x b y c z = d
 3 3 3 3

Ini merupakan perluasan cara Cramer untuk persamaan linier


dengan dua bilangan yang belum diketahui. Bila kita
menyelesaikan persamaan (3) dengan cara tersebut, kita dapatkan:
d1b2c3 + c1d 2b3 + b1c2 d3 − c1b2 d3 − b1d 2c3 − d1 c2b3
x=
a1b2c3 + b1c2 d3 + c1a2 d3 − c1b2 a3 − b1a2c3 − a1c2b3

a1d 2c3 + c1a2b3 + d1c2 a3 − c1d 2 a3 − d1a2c3 − a1 c2 d3


y=
a1b2c3 + b1c2 d3 + c1a2 d3 − c1b2 a3 − b1a2c3 − a1c2b3

a1b2 d3 + d1a2b3 + b1d 2 a3 − d1b2 a3 − b1a2 d3 − a1 d 2b3


z=
a1b2c3 + b1c2 d3 + c1a2 d3 − c1b2 a3 − b1a2c3 − a1c2b3

2.4. Determinan Orde n

Susunan bilangan bulat terjadi inversi bilamana satu bilangan bulat


mendahului bilangan bulat yang lebih kecil. Sebagai contoh, dalam 4,
19
3, 1, 5, 2 bilangan 4 mendahului 3, 1 dan 2; bilangan 3 mendahului 1
dan 2; bilangan 5 mendahului 2, maka ada 6 inversi. Serupa dengan
hal tersebut diatas, inversi dari susunan huruf-huruf dalam abjad
terjadi bila satu huruf lainnya yang lebih awal dalam susunan abjad.
Determinan Orde n

a1 b1 c1 ...........m1
a2 b2 c2 .........m2
a3 b3 c3 ..........m3
Simbol
... ... ... ........ ...
... ... ... ......... ...
an bn cn ...... mn

Terdiri dari n2 angka ( disebut elemen ) yang tersusun dalam n baris


dan n kolom, disebut determinan orde n. Simbol ini merupakan
singkatan untuk jumlah aijabar dan semua hasil perkalian yang
memungkinkan, masing-masing terdiri n faktor, dimana:
1. Masing-masing hasil perkalian mempunyai satu faktor dan hanya
satu elemen dari masing-masing baris dan masing-masing kolom.
Jadi dengan demikian hasilnya menjadi n!
2. Masing-masing hasil perkalian digabungkan dengan tanda (+)
atau (-) berdasarkan jumlah inversi yang ada genap atau ganjil,
setelah huruf-huruf dalam hasil perkalian, telah ditulis dalam orde
yang ada dalam baris pertama di dalam determinan.
Hitung aljabar yang diketemukan seperti tersebut diatas, disebut
perluasan dari harga determinan itu. Masing-masing hasil perkalian
dalam perluasan yang telah dihubungkan dengan tanda (+) atau (-)
disebut term dalam perluasan dari determinan itu.

20
Kadang-kadang determinan orde ke n ditulis seperti di bawah.

a11 a12 a13  a1n


a21 a22 a23  a2 n
a31 a32 a33  a3n

an1 an 2 an 3  ann

Dalam notasi masing-masing elemen ditunjukkan dengan dua


indek,indek pertama menunjukkan baris dan yang kedua
menunjukkan kolom. Maka a23 adalah elemen yang berda di baris ke
dua kolom ke tiga.

2.5. Sifat-Sifat Determinan

1. Perubahan letak baris dan kolom suatu determinan tidak


merubah harga determinan itu.
Contoh :
a1 b1 c1 a1 a1 a1
a2 b2 c2 = b1 b2 b3
a3 b3 c3 c1 c2 c3

2. Bila masing-masing elemen dalam satu baris atau kolom adalah


0, harga determinan menjadi 0.

Contoh :

21
a1 0 c1
a2 0 c2 = 0
a3 0 c3

3. Perubahan dua baris atau dua kolom mengubah tanda determinan.


Contoh :
a1 b1 c1 a3 b3 c3
a2 b2 c2 =− b1 b2 b3
a3 b3 c3 a1 b1 c1

4. Bila dua baris atau dua kalom dari determinan sama/identik,


harga determinan adalah 0.
Contoh:
a1 b1 a1
a2 b2 a2 =0
a3 b3 a3

5. Bila masing-masing elemen dalam satu baris atau satu kolom


dikalikan dengan bilangan yang sama p, harga determinan
terkalikan dengan p.
Contoh:
pa1 b1 c1 a1 b1 c1
pa 2 b2 c2 =p b2 b2 c2
pa3 b3 c3 a3 b3 c3

6. Bila masing-masing elemen dari satu baris atau satu kolom


dinyatakan dalam dua atau lebih penjumlahan, maka
determinan dapat dinyatakan sebagai jumlah dari dua atau lebih
determinan.

22
Contoh:

a1 + a1' b1 c1 a1 b1 c1 a1' b1 c1
a2 + a '2 b2 c2 = a2 b2 c2 + a '2 b2 c2
a3 + a3' b3 c3 a3 b3 c3 a3' b3 c3

7. Bila kepada masing-masing elemen dari satu baris atau satu


kolom dari determinan ditambahkan M kali dengan elemen pada
baris/kolom lainnya, harga determinan tidak berubah.
Contoh :
a1 + Mb1 b1 c1 a1 b1 c1
a2 + Mb2 b2 c2 = a2 b2 c2
a3 + Mb3 b3 c3 a3 b3 c3

Sifat-sifat ini dapat dibuktikan untuk hal-hal yang istimewa baik yang
terdapat pada determinan orde dua ataupun orde tiga dengan
menggunakan metoda perluasan determinan.
Minor suatu elemen dalam determinan orde n adalah determinan dari
orde n-1 didapat dengan menghapus baris dan kolom yang berisi
elemen yang bersangkutan. Sebagai contoh, minor dari b 2 dalam
determinan orde 3.

a1 b1 c1
a1 c1
a2 b2 c2 adalah
a3 c3
a3 b3 c3

Didapat dengan menghapus elemen yang bersesuaian dengan baris


dan kolom yang berisi b2 yaitu elemen baris 2 kolom 2.
Minor suatu elemen dinyatakan dengan huruf besar. Maka minor dari
a1 c1
elemen b2 adalah B2. B2 adalah
a3 c3

23
Harga Determinan dapat diperoieh dalam bentuk minor seperti
berikut:
1). Pilihlah beberapa baris/kolomnya.
2). Kalikan masing-masing elemen dalam baris/kolom dengan minor
yang bersangkutan dengan didahului tanda (+) atau (-)
berdasarkan jumlah kolom dan baris, genap atau ganjil. Minor
elemen dengan gabungan tanda-tanda tersebut disebut kofaktor
dari elemen.
3). Tambahkan hasil pada 2 secara aljabar.
Sebagai contoh marilah kita selesaikan determinan:
a1 b1 c1 d1
a2 b2 c2 d2
a3 b3 c3 d3
a4 b4 c4 d4

Dengan elemen dalam baris ke 3. Minor a 3, b3, c3, d3 adalah A3, B3,
C3 D3, tanda-tanda yang berhubungan dengan elemen a 3 adalah (+)
karena berada di kolom ke 1 dan baris ke 3 maka 1 + 3 = 4 adalah
genap. Dengan jalan yang sama, tanda-tanda untuk b3, c3 dan d3,
adalah ( - ) ,( + ), ( - ). Maka harga determinan adalah:
a3A3 - b3B3 + c3C3 - d3D3.
Sifat ke-7 berguna untuk menyelesaikan baris atau kolom yang
hasilnya 0. Sifat ini digabung dengan perluasan minor agar
mempermudah penyelesaian determinan. Cara Cramer untuk
menyelesaikan n persamaan linier tersamar dengan n bilangan yang
belum diketahui adalah analog dengan cara yang diberikan bila n
= 2 dan n = 3. Jika n persamaan linier dengan n bilangan yang belum
diketahui
x1, x2, x3, ……………….xn
24
a11 x1 + a12 x2 + a13 x3 +  a1n xn = r1
a12 x1 + a21 x2 + a23 x3 +  a2 n xn = r2
........................................................
........................................................
an1 x1 + an 2 x2 + an 3 x3 +  ann x n = rn

Maka  = Determinan koefisien dari x1, x2, x3,... xn

a11 a12 a13  a1n


a21 a22 a23  a2 n
 = 

an1 an 2 an 3  ann
Penunjukan k determinan  dengan kolom ke k ( yang berkaitan
dengan koefisien bilangan yang belum diketahui x k) diganti dengan
kolom dari koeffisien pada bagian sebelah kanan dari (1), maka:
Bila   0, hanya ada satu jawaban saja.
Bila  = 0 sistem persamaan itu mungkin punya/mungkin tidak
punya jawaban.
Persamaan yang tidak mempunyai jawaban disebut inconsistent/tak
tentu. Bila  = 0 dan pada keadaan tersedikit dari determinan 1,
2… n  0, sistem yang diberikan adalah tak tentu. Jika  = 1 = 2
=n……= 0, sistem mungkin tak tentu atau mungkin tertentu.
Persamaan yang mempunyai jumlah jawaban yang tak terbatas
disebut dependent. Bila suatu sistim persamaan adalah dependent, 
= 0, dan semua determinan 1, 2, ……… n = 0 walaupun tak selalu
tepat/benar.
Persamaan linier homogen. Bila r1, r2… rn dalam persamaan (1)
semuanya 0, sistim ini dikatakan homogen.
Dalam hal ini 1 = 2 =n……= 0.
25
Sistim persamaan dengan n bilangan yang belum diketahui, mungkin
punya penyelesaian, mungkin tidak.
Contoh.
Pada bagian ini diberikan contoh soal-soal dan latihan yang
mencakup semua materi sub pokok bahasan sebagai berikut:
1. Cari x dan y dari:
4x + 3y = 8
2x - 2y = -3
2. Carilah x, y z dari:
 x + 2 y − z = −3

3x + y + z = 4
x − y + 2z = 6

1 2 −1 1 2
= 3 1 1 3 1 = 2 + 2 + 3 + 1 + 1 − 12 = −3
1 −1 2 1 −1

− 3 2 −1 − 3 2
4 1 1 4 1
6 −1 2 6 −1 − 6 + 12 + 4 + 6 − 3 − 16
x= = =1
−3 −3
1 − 3 −1 1 − 3
3 4 1 3 4
1 6 2 1 6 8 − 3 − 18 + 4 − 6 + 18
y= = = −1
−3 −3
1 2 −3 1 2
3 1 4 3 1
1 −1 6 1 −1 6 + 8 + 9 + 3 + 4 − 36
z= = =2
−3 −3

26
3. Tentukan matniks C untuk pernyataan berikut ini:
C = 3A - 2B
jika matriks-matniks A dan B adalah
2 − 1  4 − 3
A = 0 3  B = 1 2
− 4 1 − 2 5

Hitung determinan dari matriks C


4. Tentukan C untuk pernyataan berikut ini:
-5A + 2C = B, tentukan pula determinannya
jika matriks-matniks A dan B adalah
7 − 2  − 3 4 
A= B=
4 5  2 5
5. Hitunglah hasil kali AB untuk matriks-matriks A dan B yang
diberikan di bawah ini dan tentukan determinannya:
3 
 − 2
4 0 − 2 1 
A=  B= 
3 − 2 4 3  1 
 
4 
6. Kalikan matriks B pada soal di atas dengan matriks berikut ini:
− 2 1 0 1
A = 3 − 1 2 4 
0 − 2 0 − 3 

2.6. Soal Tugas Bab 2


Tentukan nilai variable berikut dengan Metode Determinan;
1. 2x + 4y - 6z = 9; x + 5y + 7z = 3; 3x + 5y + 3z = 4
2. 2x + y - 6z = 8; x + 6y + 7z = 7; 4x + 5y + 3z = 3

27
3. 2x + 4y = 9; x + 5y + 5z = 4; 3x + 3y + 8z = 2
4. 2x + 4y - 6z = 2; x + 5y + 7z = - 6; 3x + 5y + 3z = 2
5. 2x + 4y - 6z = 3; x + 5y + 7z = - 4; 3x + 5y + 3z = -1
6. 2x + 4y - 6z = 4; x + 5y + 7z = 2; 3x + 5y + 3z = -5
7. 2x + 4y - 6z = 5; x + 5y + 7z = 0; 3x + y + 3z = -2
8. 2x + 4y - 6z = 9; x + 5y + 7z = 3; 3x + 5y + 3z = 4

28
BAB-3 FUNGSI TRIGONOMETRI

3.1 Pendahuluan
Sejauh ini kita telah mempelajari berbagai fungsi serta
operasinya, diantaranya adalah fungsi trigonometri. Hanya saja yang
kita pelajari selama ini baru terbatas pada pembicaraan fungsi dalam
konteks matematika.
Pada bab ini pembahasan dikembangkan pada berbagai hal,
khususnya hubungan fungsi trigonometri dengan kuat arus dan
tegangan listrik Sehingga pengertian-pengertian di luar matematika
seperti amplitudo, fase sudut, frekwensi dan periode diperlukan untuk
mendukung pembicaraan pada bab ini.

Mengukur sudut
Dalam kehidupan sehari-hari,sudut dinyatakan dalam satuan
derajad. Dimana 360⁰ ekivalen dengan satu putaran penuh,
sedangkan sudut 90⁰ menggambarkan sudut siku-siku yang senilai
1
dengan putaran penuh. Dalam pengukuran sudut,dapat juga
4

digunakan satuan radian(rad). Sudut yang dibentuk oleh juring


bersudut Ө (theta), pada lingkaran berjari-jari r, dan panjang busur s
adalah
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑢𝑠𝑢𝑟 𝑠
Ө= =𝑟
𝑗𝑎𝑟𝑖−𝑗𝑎𝑟𝑖

29
Ө s

Gambar 3.1 panjang busur lingkaran


Karena keliling lingkaran berjari-jari r adalah 2πr, maka 2π
menggambarkan 1 putaran penuh. Sehingga 360⁰ = 2π rad atau 180⁰=
π rad
Ini berarti kita dapat mengkonversikan satuan derajad ke satuan
radian dengan perhitungan yang ekuivalen dengan nilai tersebut,
yaitu
𝜋 (𝑟𝑎𝑑)
Ө (rad) = Ө(⁰) x = Ө(⁰) x 0.01745 rad/⁰ dan
180⁰
180⁰
Ө(⁰) = Ө (rad) x = Ө (rad) x 57.30⁰/ rad
𝜋 (𝑟𝑎𝑑)

Sudut sebesar 1 radian sama nilainya dengan sudut 57.30⁰


Contoh :
1. Nyatakan sudut 7⁰ dalam radian

2. Nyatakan sudut 3.5 rad dalam derajat

3. Nyatakan sudut 90⁰ dalam radian

4. Nyatakan sudut 3π/2 rad dalam derajad

Penyelesaian :
1. Ө = 7⁰ x 0.01745 rad/⁰ =0.12 rad

2. Ө = 3.5 rad x 57.3 rad/⁰ = 200.55⁰


𝜋 𝑟𝑎𝑑 𝜋
3. Ө = 90⁰ x = rad
180⁰ 2

3𝜋 180⁰
4. Ө = rad x 𝜋 𝑟𝑎𝑑 = 270⁰
2
30
3.2. Fungsi Trigonimetri

Segitiga siku-siku (right triangle) adalah sebuah segitiga yang


kedua sisinya saling tegak lurus. Sisi yang berhadapan dengan sudut
siku-siku disebut hipotenusa (hypotenuse). (Gambar 3.2)

c
a

Gambar 3.2 Segitiga siku-siku

𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡


Sin Ө = 𝑐 = 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔
𝑏 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡
cos Ө = 𝑐 = 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔
𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡
tg Ө = 𝑏 = 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡

Contoh :
Tentukan sin Ө, cos Ө, dan tg Ө segitiga dibawah ini

5
3

Penyelesaian :
3
Sin Ө = = 0.6
5

31
4
cos Ө = 5 = 0.8
3
tg Ө = 4 = 0.75

Invers dari suatu fungsi trigonometri adalah suatu sudut yang nilai
fungsinya telah diberikan. Sehingga invers dari sin Ө adalah Ө.
Tulisan berikut akan memberikan gambaran yang lebih jelas.
Jika sin Ө = y, maka Ө = arc sin y = sin-1 y
Jika cos Ө = x, maka Ө = arc cos x = cos -1 x
Jika tg Ө dan ϒ = z, maka z = arc tg Ө = tg -1 x
Contoh :
Tentukan α, β, dan ϒ jika sin α = 0.35, cos β = -0.17, dan tg ϒ = 0.75
pada [0,π]
Penyelesaian:
α = arc sin 0.35 = 20.49⁰
β = arc cos (-0.17) = 99.79⁰
ϒ = tg-1 0.75 = 36.87⁰

3.3 Nilai Fungsi Pada Kwadran


Ada kalanya kita menghitung nilai fungsi trigonometri yang
sudut – sudutnya lebih besar dari 90⁰. Sebelum kita menentukan nilai
– nilai tersebut diperlukan pengertian kwadran (domain). Dalam hal
ini satu putaran penuh dibagi menjadi empat kwadran, kwadran I
dengan domain [0⁰,90⁰], kwadran II dengan domain [90⁰,180⁰],
kwadran III dengan domain [180⁰,270⁰], dan kwadran IV dengan
domain [270⁰,360⁰]. Adapun nilai – nilai fungsinya ditunjukan oleh
table 1.

32
Tabel 3.1 Kwadran

Kwadran Kwadran II Kwadran III Kwadran IV


I

Sin Ө sin (180⁰ - Ө) sin (180⁰ + sin (- Ө) = - sin


= sin Ө Ө) = - sin Ө Ө

Cos Ө cos (180⁰ - cos (180⁰ + cos (- Ө) = cos


Ө) = - cos Ө Ө) = - cos Ө Ө

Tg Ө tg (180⁰ - Ө) tg (180⁰ + Ө) tg (- Ө) = - tg Ө
= - tg Ө = tg Ө

Ctg ctg (180⁰ - Ө) ctg (180⁰ + ctg (- Ө) = - tg


= - tg Ө Ө) = tg Ө Ө

Contoh
1. Jika sin 30⁰ = ½, tentukan sin 150⁰, sin 210⁰, dan sin (-30⁰)

2. Jika tg 60⁰ = √3, tentukan tg 120⁰, tg 240⁰, dan tg (-60⁰)

Penyelesaian :
1. Sin 150⁰ = sin (180⁰ - 30⁰) = sin 30⁰ = ½

Sin 210⁰ = sin(180⁰ + 30⁰) = - sin 30⁰ = - ½


Sin (- 30⁰) = - sin 30⁰ = - ½
2. Tg 120⁰ = tg(180⁰ - 60⁰) = -tg 60⁰ = -√3

Tg 240⁰ = tg(180⁰ - 60⁰) = - tg 60⁰ = √3


Tg (-60⁰) = - tg 60⁰ = √3

3.4. Teorema Phytagoras


Teorema phytagoras merupakan teorema yang bermafaat
ketika dihadapkan dengan segitiga siku – siku. Teorema tersebut
menyatakan bahwa jumlah kuadran sisi pendek dengan kwadran sisi
33
panjang sama dengan kwadran sisi miringnya (hypotenuse). Untuk
lebih jelasnya perhatikan gambar 3.3

α
c
a

Gambar 3. 3 segitiga siku-siku


Dari segitiga siku-siku diatas maka kita peroleh rumus phytagoras
yaitu :

c2 = a2 + b2

Contoh
1. Tentukan sisi a dan b pada gambar 3.3 dan sudut α
jika c = 8 dan Ө = 30⁰.

2. Tentukan c, Ө, dan α pada gambar 3.3 jika a = 7, dan


b = 10

3. Tentukan b, Ө dan α pada gambar 3.3 jika a = 3, dan c


=9

Penyelesaian:
1. Perhitungan di mulai dari sisi a
𝑎
Sin Ө =
𝑐
𝑎
Sin 30⁰ = ↔a=8x½=4
8
Untuk menentukan sisi b kita dapat menghitung lewat dua cara,
yaitu

34
𝑏
Cos Ө = ↔ b = cos 30⁰ x c = 8 x 0.866 = 6.93
𝑐
Cara lain kita dapat mengunakan teorema Pythagoras sebagai
berikut :
c2 = a2 + b2 ↔ b2 = c2 – a2
b = √𝑐 2 − 𝑎2 = √82 − 42 = √48 = 6.93
𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 6,93
Karena sin α = = = 0.866,
𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔 8

maka α = arc sin 0.866 = 60⁰


2. Dengan teorema phytagoras diperoleh nilai c

c = √𝑎2 + 𝑏2 = √72 + 92 = √49 + 100 = √149 = 12,2


Untuk memperoleh Ө,
𝑎 7
tan Ө= = = 0.7
𝑏 9

Ө = tan-1 0.7 = 35⁰


Karena Ө = 35⁰,
maka α = 90⁰ - 35⁰ = 55⁰
3. Dengan teorema phytagoras diperoleh nilai b

b = √𝑐 2 − 𝑎2 = √92 − 32 = √72 = 8.5


𝑎 3
sin Ө = = = 0.333
𝑐 9

Ө = arc sin 0.333 = 19⁰


α = 90⁰ - Ө = 90⁰ -19⁰ = 71⁰

Soal
1. Ekspresikan sudut – sudut berikut dalam radian

a) 23.5⁰
35
b) 80.5⁰
c) 120⁰
d) 300⁰
e) 1,5 putaran
f) 2,5 putaran
2. Ekspresikan sudut – sudut berikut dalam derajat :

a)0.1 rad b)0.5 rad c)4.3 rad d)π/3 rad e)3π rad
3. Ekspresikan sudut-sudut berikut dalam decimal

a)50⁰6’12’’ b)140⁰20’30’’ c)225⁰50’55’’


4. Ekspresikan sudut-sudut berikut dalam derajad, menit, detik

a)1.75⁰ b)15.63⁰ c)70.81⁰ d)165.23⁰


e)320.270⁰

3.5. Periode
Jika diperhatikan, harga-harga fungsi sinus dan cosinus akan
kembali pada harga tertentu setelah suatu interval tertentu. Maka
fungsi yang demikian disebut sebagai fungsi periodi dan interval
tertentu tersebut disebut sebagai periode.
Pada fungsi y = sin A dan y = cos A harga akan sama (berulang)
setelah 3600 atau 2. Maka fungsi y = sin A dan y = cos A dikatakan
punya periode 3600. Demikian juga fungsi y = sin 2A dan y = cos 2A
akan akan kembali pada harga semula setelah 1800 atau  kemudian.
Sehingga fungsi y = sin 2A atau fungsi y = cos 2A dikatakan punya
periode 1800 atau . Dan secara sama periode dari fungsi-fungsi y =
sin ½ A dan y = cos ½ A adalah 7200 atau 4 Secara umum fungsi y
= sin pA atau y = cos pA
berperiode P = 2/p.
36
3.6. Leading and Lagging Angle
Grafik fungsi y = sin (A  ) dan y = cos (A  )
Grafik fungsi y = sin A dan y = cos A selalu melalui 0. Bagaimana
dengan grafik y = sin (A + ) dan y = cos (A + ) ? Grafik fungsi y
= sin (A + ) jika digambar akan sejajar dengan y = sin A dengan
jarak  Untuk selanjutnya  disebut sebagai sudut fase (phase angle).
Jika fase sudut positip, yaitu  > 0, maka grafik mendahului
(leading) y = sin A. Jika sudut fase negatip, yaitu  < 0 maka y = sin
(x + ) mengikuti (lagging) y = sin A.

3.7. Amplitudo Phasor, Waktu Periodik dan Frekuensi


Amplitudo adalah suatu bilangan yang menyatakan simpangan (nilai)
terbesar dari sebuah gelombang. Amplitudo dari fungsi y = sin A, y =
sin 2A, dan y = sin ½ A adalah 1. Demikian juga fungsi y = cos A, y
= cos 2A dan y = cos ½ A mempunyai amplitudo 1. Bagaimana
dengan fungsi y = 3 sinA, y = 3 sin 2A dan y = 3 sin ½ A ? Fungsi-
fungsi ini mempunyai amplitudo 3, karena harga terbesar dari
simpangannya adalah 3. Secara umum fungsi-fungsi y = K sin pA
atau y = K cos pA mempunyai amplitudo K.

Pada gambar 3.4, OA menyatakan sebuah vektor yang berputar bebas


mengitari titik O berlawanan arah jarum jam dengan kecepatan
sudut  rad/dt. Maka vektor yang berputar tersebut disebut sebagai
phasor.

37
B
amplitudo

c 0 90 180
A

Gambar.3.4 Phasor
Setelah waktu t detik vektor OA akan berputar menempuh t radian
(dalam gambar ditunjukkan oleh AOB). Jika garis BC diproyeksikan
tegak lurus garis OA sebagai ditunjukkan gambar, maka:
BC
sin  t =
OB sehingga BC = OB sin t
Apabila semua komponen vertikal yang diproyeksikan dinyatakan
sebagai y dengan variabel bebas t, maka y akan membentuk sebuah
gelombang sinus sebagai ditunjukkan oleh gambar (3.5).
Waktu Periodik

Waktu periodik adalah waktu yang diperlukan oleh vektor OA untuk


menempuh satu kali putar. Sehingga jika direpresentasikan dalam
grafik, waktu periodik adalah waktu yang diperlukan untuk
menempuh satu gelombang penuh (dalam gambar waktu periodik
adalah 2 radian). Jika waktu periodik dinotasikan sebagai T, maka
2 = T atau
2
T=

Frekuensi
Frekwensi yang ditulis dengan f didefinisikan sebagai jumlah putaran
perdetik.
38
jumlah putaran 1 
f= = = Hz
det ik T 2

Kecepatan Sudut
Kecepatan sudut :  = 2 f
Secara umum jika diberikan fungsi periodik sinus sebagai
y = A sin (t + ),
dengan:
A = amplitudo
 = kecepatan sudut (rad)
waktu periodik, T = (2)/ detik
frekwensi f = / (2)

Contoh-contoh Soal
Contoh 1:
Sebuah tegangan listrik (a.c.) pada waktu t diberikan oleh v = 60 sin
(200 t - 0,25) volt. Tentukan:
a. Amplitudo, waktu periodik, frekwensi dan sudut fase.

b. Tegangan saat t = 0

c. Waktu t, saat V = 0

d. Waktu t, saat pertama kali tegangan mencapai


maksimum,

e. Waktu t, saat kedua kali tegangan mencapai


maksimum,

f. Waktu t, saat ketiga kali tegangan mencapai


maksimum,

39
Penyelesaian:
V = 60 sin (200 t - 0,25) volt.
Maka :
a. amplitudo, A = 60 volt

kecepatan sudut  = 200 


waktu periodik T = 2/ = 2/200  = 0,01 detik
frekwensi f = 1/T = 1/0,01 = 100 Hz
sudut fase  = 0,25 rad atau 140 191 mengikuti sin 200 t
Teruskan sebagai latihan
Contoh 2:
Sebuah arus listrik (a.c.) dalam sebuah rangkaian, setelah waktu t
diberikan oleh
i = 75,0 sin (100 t + 0,320) Ampere
Tentukan:
a. amplitudo, waktu periodik, frekwensi dan sudut fase

b. harga arus saat t = 0,

c. harga arus saat t = 0,006 dt,

d. waktu, pada saat arus mencapai 50,0 amper yang pertama,

e. waktu pada saat arus mencapai maksimum yang pertama.

Penyelesaian:
a. amplitudo, A = 75,0 amper

waktu periodik T = 2/= 2/100 = 0,02 dt


frekwensi f = 1/T = 1/0,02 = 50 Hz
sudut fase  = 0,320 radian (atau 180 201) mendahului
75,0 sin 100t.
b. Pada saat t = 0, i = 75,0 sin (0 + 0,320)
40
i = 75,0 sin 0,320
= 75,0 sin 180 201
= 75,0 (0,3146)
= 23,6 amper
c. Pada saat t = 0,006 dt,

i = 75,0 sin [100 (0,006) + 0,320]


= 75,0 sin [0,6 + 0,320]
= 75,0 sin 2,205
= 75,0 sin (126,34)0
= 75,0 (0,8055)
=60,4 amper
d. Pada saat i = 50,0 Ampere, maka:

50,0 = 75,0 sin (100 t + 0,320)


50,0/75,0 = sin (100 t + 0,320)
0,6667 = sin (100 t + 0,320)
(100 t + 0,320) = arc sin (0,6667) = 411 490
= 0,7298 radian
100 t = 0,7298 - 0,320
= 0,4098
Jadi t = 0,4098/ 100 = 0,0013 dt.
e. Ketika i maksimum, i = amplitudo = 75,0 amper

75,0 = 75,0 sin (100 t + 0,320)


1 = sin (100 t + 0,320)
(100 t + 0,320) = arc sin 1
= 900 atau /2
= 1,5708

41
100 t = 1,5708 - 0,320
= 1,2508
Jadi t = 1,2508/ (100) = 0,004 dt.

Kesimpulan :
Secara umum jika diberikan fungsi periodik sinus: y = A sin (t + ),
maka:
amplitudo =A
kecepatan sudut =  radian
waktu periodik, T = (2)/ detik
frekwensi f = / (2) Hz.
sudut fase 

3.8. Soal-soal bab3:


Pada soal 1 sampai dengan 4 berikut ini tentukan amplitudo dan
waktu periodik gelombang fungsi yang diberikan !
1. a) y = 2 sin 3A b) y = sin 5A/2 c) y = 8
sin 3x

2. a) y = 4 cos (/2) b) y = 2,5 cos (3/8) c) y = 9


cos (7t/3)

3. a) y = 5 sin2 4A b) y = 2,4 cos2 (2A/3) c) y =


(1/3) 7 cos2 5A/6

4. a) y = 3,6 cos (4x - 300) b) y = 5 sin [4t/9 + /4] c) y = 8


sin2 [2 /3 - /3]

Gambarlah grafik masing-masing fungsi berikut ini !

42
5. a) y = sin 3t b) y = 3 sin 3t c) y = 4 sin (1/3) t
6. a) y = 3 cos 2t b) y = 3 cos 4 t c) y = 4 cos (1/3) t
7. a) y = sin (3t + 900) b) y = 3 sin (3t + 900)

c) y = 4 sin (1/3 t + 900)

8. a) y = cos (2t - 900) b) y = 3 cos (4 t - )

c) y = 4 cos (1/3 t - 3/2)

Pada soal 9 sampai dengan 12 berikut tentukan amplitudo, waktu


periodik, frekwensi dan sudut fase
9. i = 60 sin (50 t + 0,36)

10. v = 25 sin (400 t - 0,231)

11. y = 35 sin (40 t - 0,6)

12. x = 10 sin (314,2 t + 0,568)

13. Sebuah arus sinus mempunyai harga maksimum 25 A dan


frekwensi 60 Hz. Pada saat t = 0, kuat arus adalah 0. Tuliskan
kuat arus i dalam bentuk i = A sin t.

14. Sebuah oskilasi mekanis mempunyai perpindahan maksimum


4,0 m dan frekwensi 50 Hz. Pada saat t = 0 perpindahannya
adalah 120 cm. Tuliskan perpindahan tersebut dalam bentuk A
sin (t  )

15. Sebuah tegangan a.c. v mempunyai waktu periodik 0,01 dt dan


maksimum 30 volt. Pada saat t = 0, didapat v = -20 volt.
Tuliskan voltase tersebut dalam bentuk v = A sin (t  )

43
BAB 4. BILNGAN KOMPLEKS

4.1. Pendahuluan
Pokok bahasan yang akan diuraikan pada bagian ini berkaitan
dengan mata kuliah rangkaian listrik arus bolak balik dan mesin
listrik bolak balik. Pada bagian ini akan diuraikan munculnya bagian
imajiner. Selanjutnya bentuk bentuk bilangan kompleks yaitu
rectanguler, bentuk polar dan bentuk eksponensial.
Pada ketiga bentuk bilangan kompleks tersebut diuraikan cara
melakukan operasi aritmetika ( penjumlahan/pengurangan, perkalian,
pembagian dan pangkat.
Bilangan kompleks ialah bilangan yang terdiri dari bagian ril dan
bagian imajiner. Bilangan kompleks ini khususnya bagian imajiner
berkaitan erat dengan persamaan kuadrat (PK). Persamaan Kuadrat
dengan bentuk umum ax2 + bx + c = 0. Persamaan kuadrat memiliki
dua buah akar-akar persamaan. Untuk menentukan akar-akar
persamaan kuadrat tersebut salah satu cara yang paling
memungkinkan ialah dengan rumus abc. Bentuk umum rumus abc
yaitu :

−b b 2 − 4ac
x12 =
2a

44
Dengan rumus ini akan diperoleh salah satu dari tiga kemungkinan
bentuk akar-akar persamaan yaitu :
1. Akar ril dan berbeda, bila b2 – 4 ac > 0.
2. Akar kembar, bila b2 – 4 ac = 0.
3. Akar kompleks konyuget, bila b2 – 4 ac < 0.
Sebagai contoh, jia 2x2 + 9x + 7 = 0, maka kita peroleh:

−9 9 2 − 4 . 2 .7
x12 =
4
−9 81 − 56
x12 =
4
−9 25 −95
x12 = =
4 4
x1 = −1 dan x2 = −3,5

Ini tidak ada masalah, tetapi jika kita coba memecahkan


persamaan 5x2-6x+5 = 0 dengan cara yang sama diperoleh:

6  36 − 100
x12 =
10
6  ( −64 )
x12 =
10

Sekarang langkah selanjutnya adalah menentukan akar dari (-64).


Apakah ini sama dengan
i). 8
ii). -8

45
iii). Bukan keduanya.
Jelas bukan kedua-duanya, karena +8 dan -8 adalah akar dari 64,
bukan akar dari (-64). Namun kita tahu bahwa -64 = -1 X 64 dan
dapat ditulis:

(−64 ) = (− 1x64) = (− 1). 64 = 8 (− 1)

Tentu kita masih menggunakan (−1) yang mana tidak dapat

dihitung seperti pada bilangan nyata, tetapi kita tulis j sebagai

pengganti (−1) , maka (−64 ) = − 1 .8 = j 8.

Walaupun kita tidak dapat menghitung (−1) kita dapat


menyatakan dengan j, sehingga membuat pekerjaan lebih sederhana.
Sekarang kita telah mempunyai cara penyelesaian persamaan kuadrat
dari 5x2 + 6x + 5=0, yaitu:

6 36 − 100
x 12
=
10
6  j8
x 12
= = 0,6  j 0.8
10

Simbol j menunjukkan bahwa bilangan ini adalah bagian imajiner


yang nilainya 0.8, sedangkan bagian rilnya adalah 0.6.

Pangkat- Pangkat dari j

46
Setelah j diganti dengan (−1) , maka kita lihat beberapa

pangkat dari j

J= (−1) , maka pangkat dari j diperoleh sebagai berikut.

J2 = -1
j3=j2.. j = -1 . j = - j
j4= j2 . j2 = (-1) . (-1) = 1
j5 = j dan j10 = (j5)2 =j2 = -1
j25…../ j50…….?. j500…? j1000……?

4.2. Bentuk bentuk Bilangan kompleks

Berdasarkan bentuknya bilangan kompleks dibagi menjadi 3 bentuk


yaitu :
i. Bentuk Rectanguler Z= (a + jb)
ii. Bentuk Polar

Z = r o
Z = r (Cos + jSin )

iii. Bentuk Eksponensi al Z = r.e j Radian

4.2.1 Bilangan Kompleks Bentuk Rectanguler

Bilangan kompleks banyak sekali digunakan dalam bidang


keteknikan, untuk itu kita harus mengetahui operasi-operasi
aritmetikanya yang umum. Untuk bilangan kompleks bentuk

47
rectangular a + jb dimana a bagian ril dan b bagian imajiner berlaku
beberapa operasi aritmetika sebagai berikut :

4.2.1a Penjumlahan dan Pengurangan

Misalkan (4 + j5) + (3 – j2), tentukan bagian ril dan imajinernya.


Mula-mula kita harus membuka tanda kurung dari seluruh faktor
tersebut, kemudian menjumlahkan atas faktor-faktor yang sama.
(4 + j5) + (3 – j2) = 4 + j5 + 3 – j2
(4 + j5) + (3 – j2) = (4 + 3) + j (5-2)
Jadi (4 + j5) + (3 – j2) = 7 + j3

Dalam bentuk umumnya ( a + jb) + (c + jd) = ( a + c ) + j (b + d)


Penjumlahan dan pengurangan bilangan kompleks bentuk polar juga
dapat dilakukan dengan penjumlahan dan pengurangan secara
vector.

4.2.1b Perkalian

Operasi perkalian dalam bilangan kompleks di atas dilakukan dengan


memperkalikan setiap faktor-faktornya lalu disederhanakan.
Bentuk suku-suku hasil perkalian dari:
i. 2 suku sebelah kiri
ii. 2 suku di dalamnya
iii. 2 suku di luarnya
iv. 2 suku sebelah kanan
Contoh:
(3 + j4).(2 + j5) = 6 + j8 + j15 + j220

48
= 6 + j23 – 20
= -14 + j23
Untuk (4 - j5).(3 + j2) = 12 + j(8-15) + 10
Jadi (4 - j5).(3 + j2) = 22 + j7.
Jika pernyataan tersebut berisi lebih dari 2 faktor maka kita kalikan
bersama-sama sebagai berikut:
(3 + j4) ( 2 – j5) (1 – j2) = 6 + j8 –j15 – j220 (1 – j2)
(3 + j4) ( 2 – j5) (1 – j2) = 6 + 20 – j7 (1 – j2)
(3 + j4) ( 2 – j5) (1 – j2) = (26 – j7).(1 – j2)
(3 + j4) ( 2 – j5) (1 – j2) = 26 – 14 – j59
Jadi (3 + j4) ( 2 – j5) (1 – j2) = 12 – j59
Untuk ( 3 + j2 ) ( 3 - j2 ) = 9 + j6 – j6 +4 = 13

Pasangan bilangan kompleks di atas disebut bilangan kompleks


konjuget. Hasil perkalian bilangan kompleks konjuget selalu
menghasilkan bilangan ril.
Lihat cara lain:
(a + jb) . (a – jb) = a2 + b2,
perbedaan dua bentuk kuadrat seperti di atas,
(5 + j8) (5 – j8) = 52 – (j8)2
(5 + j8) (5 – j8) = 52 – (j282)
(5 + j8) (5 – j8) = 25 – (-64)
Jadi (5 + j8) (5 – j8)= 89

Catatan:

Konjuget bilangan kompleks semuanya adalah identik, kecuali ada


tanda-tanda lain yang terdapat di dalam kurung.
49
(4 + j5) (4 – j5), keduanya konjugate bilangan kompleks.
(a + jb) (a – jb), keduanya konjugate bilangan kompleks
(6 + j2) ( 2 + j6), keduanya bukan suatu konjugate bilangan kompleks
(5 + j3 ) (- 5 - j3), keduanya bukan suatu konjugate bilangan
kompleks

3.2.1c Pembagian

Pembagian bilangan kompleks rectangular dengan bilangan nyata


cukup mudah dilakukan, yakni dengan membagi masing-masing suku
sukunya. Namun untuk pembagian bilangan kompleks bentuk
rectangular dengan bilangan kompleks bentuk rectangular, dilakukan
dengan mengalikan masing-masing pembilang dan penyebutnya
dengan pasangan konjugasi penyebutnya. Setelah itu
disederhanakan.
Contoh:
3 + j5 (3 + j 5).(3 − j 8)
=
3 + j8 (3 + j 8).(3 − j 8)
3 + j5 9 + j (15 − 24) + 40
=
3 + j8 9 + 64

3 + j5 49 − j 9
=
3 + j8 73
3 + j5 49 9
Jadi = − j
3 + j8 73 73

Soal Latihan-1

50
1. Sederhanakan: (i). j12 (ii). J15 (ii). J23 (iv). J1000
2. Sederhanakan: (i). (5 – j9) – (2 – j6) + (3 + j4)
(ii). (6 + j3) (2 + j5) (6 + j2), (iii). (4 – j3)2
(iv). 6 + j8) (4 + j5) (7 – j4)
(v). 6 + j3)3 (4 – j3)4 (6 + j12)
3. Kalikan (4 – j3) dengan faktor yang sesuai untuk bilangan nyata.
4. Sederhanakan:
(3 + j 5
i ).
( 2 − j 6)
(3 − j 9).(4 + j 6)
ii ).
3 − j5
(3 − j 9) + ( 4 + j 6)
iii).
(3 − j 5) 2

4.2.1d Kesamaan Bilangan Kompleks

Kita tinjau dua buah bilangan kompleks yang mempunyai


bentuk yang sama. Jika bilangan-bilangan kompleks itu (a + jb) dan
(c + jd), maka kita dapatkan (a + jb) = (c + jd) dan dapat dituliskan a
– c = j(d – b).
Dalam pernyataan terakhir ini, jumlah suku pada sisi kiri seluruhnya
merupakan bilangan ril, dan pada sisi kanannya seluruhnya
merupakan bilangan imajiner. Dalam pernyataan ini jumlah bilangan
rilnya sama dengan jumlah bilangan imajinernya. Rupa-rupanya
dalam pernyataan tersebut di atas sulit sekali dikatakan benar, tetapi
dalam keistimewaannya untuk menyatakan kebenarannya pernyataan
tersebut apabila masing-masing ruas (sisi) = 0.
Jadi a – c = j(d - b)

51
atau a – c = 0 sehingga a = c dan d – b = 0 sehingga d = b.
Maka dari pernyataan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan:
jika 2 bilangan kompleks mempunyai kesamaan, maka:

i). Kedua bagaian rilnya harus sama.

ii). Kedua bagian imajinernya harus sama.

Contoh:

Jika x + jy = 5 + j4 maka x = 5 dan y =4


Jika a + jb = 3 – j6 maka a = 3 dan b = -6

4.3. Bilangan Kompleks Bentuk Polar


Kadangkala sangat tepat menyatakan bilangan kompleks a +
jb dalam bentuk lain. Dalam diagram argand, OP adalah vector a +
jb , dimana r = panjang vector dan  = sudut antara vektor tersebut
dengan OX

P
j
r


o X
a

Gambar 4.1 Bentuk Polar Bilangan Kompleks

52
maka r 2 = a2 + b2 → r = (a 2
+ b2 )
b b
dan tgn = →  = tgn−1
a a
juga a = r cos  dan b = r sin 
karenanya z = a + jb dapat kita tuliskan menjadi :
z = r cos  + j r sin 
z = r (cos  + j sin )
dimana
b
r = a2 + b2 dan  = tgn −1
a

Contoh :
Nyatakan z = 4 + j3 kedalam bentuk polar
Pertama-tama gambar vektor-vektor untuk membantu.

p
j
r 3
P

o
4 x
Gambar 4.2 Contoh Bentuk Polar Bilangan Kompleks

53
Dari segi tiga opx sapat dilihat bahwa :
(i ). r 2 = 4 2 + 32 = 16 + 9 = 25, sehingga r = 5.

(ii ). tgn  =
3
= 0,75
4
 = tgn −1 0.75 = 36 52'

Z = a + jb = r ( cos  + j sin )
Jadi z = 5 ( cos 36o 52’ + j sin 36o 52’
Kita mempunyai nama khusus untuk r dan 
Z = a + jb = r ( cos  + j sin )
i. r kita sebut Modulus bilangan komplek, z dan sering
disingkat dengan “Mod z” atau ditulis dengan  z 
Jadi z = 2 + j5, maka modulus

z = 2 2 + 52 = 29
ii.  kita sebut Argument bilangan kompleks z dapat
dituliskan dengan “arg z”.
Jadi z = 2 + j5, maka arg z = 68o 12’

Contoh, nyatakan dalam bentuk polar

Soal-soal latihan:
1. Sederhanakan: (i) . j3 ; (ii) ; (iii) . j12 ; (iv) . j14.
2. Nyatakan dalarn bentuk a +. jb.
(i). (4 - j7) (2 j3).
(ii). (-1 + j)2.
(iii). (5 + j2) (2 + j3)

54
(iv).
(4 + j3)
(2 − j )
3. Nyatakan dalam bentuk polar:
(i). (3 + j5).
(ii). (-6 + j3).
(iii). (-4 - j5).
4. Nyatakan dalarn bentuk a + jb:
(i). 5 (cos 225o + j sin 2250)
(ii). 4330o
5. Carilah harga-harga x dan y dari
(x + y) + j (x - y) = 14,8 + j 6,3.
6. Nyatakan dalam bentuk eksponensial.
(i). z1 =  37°15’.
(ii). Z2 =  332° 45’.
(iiI). Z3 =  338° 65’

1+ j
7. Nyatakan z = e 2
dalam bentuk a + jb.

4.3.1. Operasi aritmetika pada bilangan kompleks bentuk polar

Kita telah mempelajari operasi-operasi aritmetika pada


bilangan kompleks bentuk rectangular (a + jb). Sekarang kita akan
membahas operasi-operasi tersebut pada bilangan kompleks bentuk
polar yang juga berlaku pada bilangan kompleks bentuk
eksponensial.

4.3.1.a Penjumlahan dan pengurangan

55
Untuk operasi aritmetika ini, kita harus mengubah bilangan
kompleksnya menjadi bentuk rectangular (a + jb).

Contoh:
Diketahui:
Z1 = 230 0
Z 2 = 460 0
Hitung a ). Z1 + Z 2
b ). Z1 − Z 2
Penyelesaian:
Z1= 2 (Cos 300+jsin300)
Z1= 2 (0,866 +j0,5) ………. (1)
Z1 = 1,732 + j
Z2 = 4(Cos 600 + j Sin 600)
Z2 = 4 (0,5 + j 0,866)
Z2 = 2 + j 3,464…………….(2)
Sehingga:
Z1+Z2 = (1,732 + j) + (2 + j 3,464)
Z1+Z2 = 3,732 + j 4,464
Z1 - Z2 = (1,732 + j) - (2 + j 3,464)
Jadi Z1 - Z2 = - 0,268 – j 2,464
Jika:
j
Z1 = 2,5 e 4

j
Z2 = 6 e 2

Hitung Z1 + Z2
Penyelesaian:
Z1=2,5 e j/4
56
Z1=2,5 (cos 450+jsin 450)
Z1=2,5 ( 0,707 + j 0,707)
Z1=1,768 + j 1,768
Z2= 6 (cos 900 + jdin 900)
Z2= 6 (0 + j )
Z2= j 6
Sehingga:
Z1+Z2 = (1,768 + j 1,768) + j6
Jadi Z1+Z2 = 1,768 + j7,768
Kesimpulan: Untuk operasi penjumlahan dan pengurangan kita harus
mengubah bentuk polar dan eksponensial kedalam bentuk rectangular
(a+jb),lalu kemudian dilakukan penjumlahan/pengurangan.

4.3.1b. Perkalian

Misalkan kita akan mengalikan dua buah bilangan kompleks dalam


bentuk
Z1 = r1 (cos 1+ jsin 1) dan
Z2 = r2 (cos 2+ jsin 2)
Maka:
Z1.Z2 = [r1 (cos 1+ jsin 1) . r2 (cos 2+ jsin 2)]
= r1r2 [cos 1 cos 2+j(sin 1cos 2+sin 2 cos 1) + j2 sin
1 sin 2)]
= r1r2 [cos 1 cos 2 - sin 1 sin 2 + j(sin 1cos 2+sin 2
cos 1)]
Z1.Z2 = r1r2 [cos (1+2) + j sin (1 + 2)]

Sehingga Z1Z 2 = r1r2(1 +  2 )


57
Dari Geniometri diketahui:
Cos (1 + 2) = cos 1 cos 2 - sin 1 sin 2
Sin (1 + 2) = sin 1 cos 2 + sin 2 cos 1
Contoh:
Z1 = 2(cos 30 + j sin 30 ) ; Z 2 = 3(cos 40 + j sin 40 )
Z1Z 2 = r1r2 cos (1 +  2 ) + j sin (1 +  2 )
Z1Z 2 = 2.3 cos (30 + 40 ) + j sin (30 + 40 )
Z1Z 2 = 6 (cos 70 + j sin 70 )
Z1Z 2 = 6  70

4.3.1c Pembagian
Untuk pembagian kita menggunakan cara yamg sama seperti operasi
pembagian bilangan kompleks bentuk rectangular a + jb, yaitu
dengan mengalikan penyebut dengan kompleks konjugasinya.
Misalkan
Z1 = r1 (cos1 + j sin 1 ) dan Z 2 = r2 (cos 2 + j sin  2 )
Z1 r (cos1 + j sin 1 )(cos 2 − j sin  2 )
Maka = 1
Z2 r2 (cos 2 + j sin  2 )(cos 2 − j sin  2 )
Z1 r  cos1 cos 2 + sin 1 sin  2 + j (sin 1 cos 2 − cos1 sin  2 
= 1  
Z2 r2  (cos2  2 + sin 2  2 ) 

Z1 r  cos (1 −  2 ) + j (sin 1 −  2 


= 1  
Z2 r2  1 
Z1 r
= 1  (1 −  2 )
Z2 r2

Z1 = 2(cos 30 + j sin 30 ) ; Z 2 = 3(cos 40 + j sin 40 )

= 1 cos (1 −  2 ) + j sin (1 −  2 )


Z1 r
Z2 r2

= [ cos (30 − 40 ) + j sin (30 − 40 )]


Z1 2
Z2 3

= 0,66 (cos ( −10) + j sin ( −10) )


Z1
Z2
Z1
Jadi = 0,66  − 10
Z2

58
j1
Jika Z1 = 5e dan
j 2
Z 2 = 2e
Z1 5 j (1 − 2 ) Rad
Maka  = e
Z2 2
Z1 j (1 − 2 ) Rad
jadi = 2,5e
Z2

4.3.1d Pangkat

Hubungan di atas juga berlaku untuk:

Z 1 .Z 2 .Z 3 .Z 4 =
bila Z1 = Z 2 = Z 3 = Z 4 = Z
maka
Z .Z .Z .Z = r.r.r.r cos(1 +  2 +  3 +  4 ) + jSin(1 +  2 +  3 +  4 )
Z 4 = r 4 Cos( +  +  +  ) + jSin( +  +  +  )
Z 4 = r 4 Cos 4 + jSin4
Z 4 = r 4 4

Bentuk Umum

Z n = r n n.

Bentuk umum di atas sangat penting dan disebut Teorema De Moivre


yaitu untuk memangkatkan bilangan kompleks bentuk polar dengan
pangkat n dengan cara kita pangkatkan r dengan n (rn) dan
mengalikan  dengan n
.
59
Contoh:
Hitung Z4 bila Z= 2 (cos 370+ j sin 370).
Z4 =24 (cos 4x370 + jsin 4x370).
Z4 =16 (cos 1480 + jsin 1480).

4.3.1.e Akar

Pada butir 1.2.2d kita telah mulai mencari akar suatu bilangan
kompleks, yaitu bila  < n < 1. Sekarang kita akan mendalami
bagaimana memilih akar dari suatu bilangan kompleks.

Contoh:
Carilah akar pangkat tiga dari Z= 8 (cos 120o + jsin 120o)
Z1/3= 81/3(cos 120o/3 + jsin 120o/3)
Z1/3 = 2 (cos 40o + jsin 40o)
Disini ada 3 buah vektor akar (akar pangkat 3) yang terdistribusi
secara merata dalam diagram Argand dengan sudut interval sebesar
3600
= 1200
3
Bila dimisalkan
Z1 = 240 0 , maka Z 2 = 240 0 + 120 0 = 2160 0 , Z 3 = 2280 0

60
Z2=2<400
Z2=2<1600

Sb x positif

Z1=2< 2800

Gambar 4. 3 Diagram Argand

Akar Utama
Kita telah mempelajari cara mencari akar suatu bilangan kompleks,
yaitu dengan:
1. Memakai teorema De Moivre untuk mencari akar pertama dari
akar pangkat n
2. Akar-akar yang lain akan terdistribusi pada diagram Argand
dengan interval sudut sebesar 3600/n, dimana n adalah pangkat
akarnya.
Akar utama adalah vektor yang terdekat dengan sumbu x positif.
CATATAN: Akar Pangkat n suatu bilangan adalah sama dengan
pangkat 1/n dari bilangan tersebut.
Jika
Z=2<30O, Hitung Akar Pangkat 5 Dari Z
Z=20,2<6o=1,14<6o
n=5 berarti ada 5 buah vector akar akar yang terdistribusi secara
merata dengan sudut interval sebesar 360o/5= 72o, maka misalkan
Z1=1,14<6o
61
Z2=1,14<((72+6)=1,14<78o, Z3=1,14<(78+72)=1,14<150o,
Z4=1,14<222o
Z5=1,14<294o
Akar utamanya adalah Z1=1,14<6o paling dekat ke sb x positif

4.4. Bilangan Kompleks Bentuk Eksponensial.


Disini masih ada cara lain menyatakan bilangan kompleks yang
mana tergantung pada penggunaannya. Kita akan mulai dari cara
dibawah ini. Banyak fungsi yang dapat dinyatakan dalam bentuk
deret antara yaitu:

x 2 x3 x 4 x5
e x =1 + x + + + + + 
2! 3! 4! 5!
x3 x5 x 7 x9
sin x = x − + − + − 
3! 5! 7! 9!
x2 x 4 x6
cos x = 1−! + − + 
2! 4! 6!
Jika kita mengambil deret untuk e x dan menggantikan x dengan j
didapat:
j 2 2 j 3 3 j 4 4
e j = 1 + j  + + + +  
2! 3! 4!
2 3 4
= 1 + j − − j + + 
2! 3! 4!

62
 2 4   3 5 
e j = 1 − + −  + j  − + − 
 2! 4!   3! 5! 
j
Jadi e = cos  + j sin 

Karena itu r(cos  + j sin ) dapat dituliskan menjadi rej. Bentuk ini
disebut bentuk eksponensial bilangan kompleks. Bentuk ini dengan
mudah dapat dihasilkan dari bentuk polar, karena notasi r adalah
sama dan sudut  kita ubah dari derajat pada bentuk polar menjadi
radian untuk bentuk eksponensial.
Tiga cara untuk menyatakan bilangan kompleks adalah:
(i). z = a + jb ………………………. bentuk Rectanguler
(ii). z = r(cos  + j sin ) …………… bentuk polar.
(iii). z = r ej ………………………… bentuk eksponensial.

(i) Untuk harga r disini sama dengan pada masing-masing


bentuk (polar dan eksponensial).
(ii) Untuk sudutnya juga sama pada masing-masing bentuk,
tetapi dalam bentuk eksponensial sudutnya harus diubah
lebih dahulu kedalam radian.

Dengan cara seperti diatas ubahlah kedalam bentuk eksponensial dari


z = 5 (cos 60° + j sin 60°)

yaitu: 5 (cos 60° + j sin 60°), dimana r = 5 dan  = 60° = radian.
3

j
Jadi bentuk eksponensialnya adalah: 5 e 3 .
Sekarang kita membicarakan tentang sudut negative.
Kita ketahui bahwa:
ej = cos  + j sin , jika kita tukar  dengan - 
63
maka kita dapatkan:
e-j = cos (-) + j sin (-),
e-j = cos  - j sin .
dengan demikian diperoleh:
e- j = cos (-) + j sin (-),
e- j = cos  - j sin .
Masih ada operasi aljabar yang tidak dapat bentuk a + jb. Operasi itu
adalah mencari digunakan pada bilangan kompleks dengan logaritma
bilangan kompleks. Tetapi untuk bilangan kompleks dalam bentuk
eksponensial operasi itu dapat dikerjakan, karena dalam bentuk
eksponensial terdiri atas parkalian dan pangkat.
Jika kita mempunyai
z = r ej
maka dapat kita katakan : In z = In r + j.
karena In eX = x
jika z = 6,42 ej1,57
maka In z = In 6,42 + j 1,57.
ln z = 1, 8594 + j 1,57..
Hasilnya merupakan bilangan kompleks.
Jika z = 3,8 e-j 0,236 maka In z = In 3,8 - j 0,236.
ln z = 1,335 - j 0,236.
Akhirnya, disini sebuah contoh dalam bentuk yang berbeda,
perhatikanlah cara pemecahannya.
Jika e1-j/4 dinyatakan dalam bentuk a + jb, Maka pemecahannya
adalah sebagai berikut :
z= e1-j/4 adalah sama dengan
Z= e.e-j/4=e (cos /4 – jsin /4)

64
Z= e (cos 450-sin 450)
Z= e (0,707- j0,707)a atau

Z =
e
2
( 2 − j 2 )

4.5. Soal-soal tugas bab 4


Selesaikan setiap permasalahan berikut ini:
1. Jika Z = x + j y dimana x dan y bilangan nyata dan
37 37 4
+ = ,
1− j j 3− j

Carilah harga-harga x dan y.


2. Nyatakan 2 + j3 dan 1 - j2 dalam bentuk polar dan gunakan
teorema De Moivre untuk menghitung:

(2 +j 3)
4

1− j2
dan nyatakan hasilnya dalam bentuk
a. a + jb
b. eksponensial
c. polar
3. Diketahui Z = -3 + j3.
Carilah 5
Z dalam bentuk polar dan eksponensial.
4. Nyatakan 5 + j12 dalam bentuk polar dan hitunglah akar utama
5
5 + j12 nyatakan dalam bentuk a + jb dan r ej

4 (−16 )
5. Carilah nyatakan dalam bentuk

i. a + jb
ii. bentuk polar

65
iii. eksponensial
6. Carilah 5
(−1) , nyatakan dalam bentuk polar.

Tentukan akar utamanya dan nyatakan dalam bentuk r ej


7. Carilah akar-akar persarnaan x3 + 64 = 0 dalam bentuk a + jb
dimana a dan b adalah bilangan-bilangan ril.

8. Hitunglah 2− j berikan hasilnya dalam bentuk modulus


3
2+ j

dan argument. Nyatakan akar utamanya dalam bentuk a + jb.


9. Jika Z = 1+j5, tentukan bentuk polar dan eksponensial.
10. Nyatakan dalam bentuk polar dan eksponensial dari
(3+j4)(3+j2)2
11. Tentukan akar pangkat 7 dari soal no.9
12. Tentukan akar utama dan gambarkan diagram argand dari soal
no.9
13. Tentukan 5
2 − j5 nyatakan dalam bentuk modulus dan

argumen. Nyatakan akar utamanya dalam bentuk a + jb dan rej.


14. Selesaikan persamaan Z2 + 2c 1+ j Z + 2 = 0, berikan dalam
bentuk a + jb, dimana a dan b mempunyai ketelitian 2 angka
dibelakang koma.
15. Nyatakan e1− j / 2 dalam bentuk a + jb .

16. Hitunglah 2+ j berikan hasilnya dalam bentuk modulus


6
2− j

dan argument. Nyatakan akar utamanya dalam bentuk a + jb.


Dan bentuk polar

66
8+ j
17. Hitunglah 4 berikan hasilnya dalam bentuk modulus
6− j

dan argument. Nyatakan akar utamanya dalam bentuk a + jb.


Dan bentuk polar
18. Nyatakan 5 - j10 dalam bentuk polar dan
19. Tentukan akar utama 5 5 + j12 nyatakan dalam bentuk

a). a + jb b). r ej c). bentuk polar.


5 + j2
20. Hitunglah 6
2− j

Nyatakan hasilnya dalam bentuk polar dan rectangular.


21. Tentukan akar utamanya
22. Gambarkan diagram Argandnya
1− j  / 3
23. Jika
z = e
Tentukan akar pangkat 3 dari z
24. Nyatakan 5 + j12 dalam bentuk polar. dan hitunglah akar utama
5
5 + j12 nyatakan dalam bentuk a + jb dan r ej

4 (−16 )
25. Carilah nyatakan dalam bentuk a + jb. Tentukan

akar utamanya.
26. Tentukan akar pangkat 5 untuk soal no.15
27. Nyatakan dalam bentuk polar dan eksponensial dari
(i). Z2 =  332° 45’ (ii) 25 + j125

28. Hitunglah 6 + j 7 , Nyatakan dalam bentuk polar dan


8
3 − j5

eksponensial
29. Tentukan akar utamanya soal nomor 28
30. Gambarkan diagram Argandnya 24 dan 28

67
31. Jika Z= 6 + j5
8 Tentukan akar utamanya
3 + j5

32. Gambarkan diagram Argandnya no. 31


33. Jika Z =  332° 45’ berapa bentuk rectangulernya
34. Z=25 + j125 nyatakan dalam bentuk polar dan eksponensial
35. Rentukan akar pangkat 3 dri soal no.34 di atas .

68
BAB 5. DIFERENSIAL (TURUNAN)

5.1. Pendahuluan

Pada bagian ini diuraikan tentang pengertian dasar dari


turunan suatu fungsi, derivative, turunan sebagai perubahan rata rata,
turunan fungsi trigonometri, turunan fungsi eksponensial dan turunan
parsial.

Pertambahan x dari suatu perubah atau variabel x adalah perubahan-


perubahan pada x, yaitu bertambah atau berkurang pada satu harga x
= x0 terhadap harga lain x = x1 didalam daerahnya.
Disini x = x1 - x0 dan kita tuliskan x1= x0 + x. Jika variabel x
memberikan pertambahan x dari x = x0 (yaitu, jika x berubah
dari x = x0 ke x = x0 + x dari suatu fungsi y = f(x) yang
memberikan suatu pertambahan y = f(x0+x) - f(x0) dari y = y0,
pembagian :
y perubahan pada y
=
x perubahan pada x
disebut perubahan rata-rata harga fungsi pada Interval antara x = x0
& x = x0+ x

69
y f ( x0 + x) − f ( x0 ) y
= , m = tan  =
x x x

Gambar 5.1 Perubahan rata-rata harga fungsi

Ketika x memberikan pertambahan x = 0.5 pada x0 = 1,


fungsi y = f(x) = x2 + 2x memberikan pertambahan y =
f(1+0,5) - f(1) = 5,25 – 3.
y = 2,25. Jadi perubahan rata-rata harga pada interval antara x = 1
y 2,25
dan x = 1,5 adalah = = 4,5
x 0,5
Contoh-2:
Diberikan y = f(x) = x2 + 5x - 8, carilah y dan y/x sebagai
perubahan pada x:
i). Dari x0 = 1 ke x1 = x0+x = 1,2
ii).Dari x0 = 1 ke x1 = 0,8
Jawab:
i). x = x1 - x0 =1,2 - 1 = 0,2
y = f(x0 + x) - f(x0) = f(1,2) - f(1)

70
y = -0,56-(-2)
y = 1,44
y 1,44
= = 7,2
x 0,2
ii). x = x1 - x0 = 0,8 – 1 = -0,2
y = f(0,8) - f(1) = -3,36 – (-2) = -1,36.
y − 1,36
= = 6,8
x − 0,2

5.2. Derivatif

Derivatif sebuah fungsi y = f(x) dengan memperhatikan x pada


titik x = x0 adalah terdefinisi sebagai:
y f ( x0 + x) − f ( x0 )
Lim = Lim
x → 0 x x →0 x
memberikan adanya limit. Limit disebut juga perubahan harga sesaat
pada y dengan memperhatikan x pada x = x0.
Contoh-1.
Carilah derivatif dari y =f(x) = x2 + 3x dengan memperhatikan x
pada x = x0. Pergunakanlah untuk mencari harga derivatif pada:
(a). x0 = 2 dan (b). x0 = -4
Penyelesaian:
y0 = f(x0) x02 + 3x0.
y + y = f ( x0 + x) = ( x0 + x) 2 + 3( x0 + x)
y + y = xo + 2 x0 x + (x) 2 + 3 x0 + 3x
2

y = f ( x0 + x) − f ( x0 )
y = 2 x0 x + 3x + (x) 2

71
y f ( x0 + x) − f ( x0 )
=
x x
y 2 x0 x + 3x + (x) 2
= = 2 x0 + 3 + (x)
x x

5.2.1. Diferensial (Turunan) Sebagai Suatu Perubahan Rata-Rata

Konsep tentang kecepatan dalam gerak lurus bersesuaian


dengan konsep yang lebih umum dari perubahan harga setiap saat.
Sebagai contoh, jika sebuah partikel bergerak sepanjang suatu garis
lurus menurut persamaan gerak. s = f(t), kita lihat bahwa kecepatan
partikel pada t satuan dari waktu di tentukan oleh turunan dari s
sebagai fungsi dari t. Karena kecepatan dapat dianggap sebagai suatu
perubahan harga jarak per satuan perubahan waktu, kita lihat bahwa
turunan s terhadap t adalah perubahan harga dari s per satuan
perubahan t.
Dengan jalan yang sama, jika suatu kuantitas y merupakan fungsi
dari suatu kuantitas x, kita dapat menyatakan perubahan harga dari y
per satuan perubahan x. Pembicaraannya analog dengan pembicaraan
dari gradien garis singgung ke suatu kurva dan kecepatan sesaat dari
sebuah partikel yang bergerak sepanjang suatu garis lurus.
Jika hubungan fungsi antara y dan x diberikan sebagai y = f(x) dan
jika x berubah dari harga x0 ke x0 + x, kemudian y berubah dari
f(x0) ke f(x0 + x). Demikian juga perubahan pada y, yang
dinotasikan dengan y, adalah f(x0 + x) – f(x0), pada waktu
perubahan x adalah x. Perubahan rata-rata harga y, per satuan

72
perubahan harga x, sebagai x berubah dan x0 ke x0 + x, sebagai
berikut:
f ( x0 + x) − f ( x0 ) y
= .
x x
Jika limit dari pembagian itu ada untuk x → 0 . Limit ini sebagai
apa yang kita definisikan pada perubahan harga setiap saat dari y, per
satuan perubahan dalam x pada x0. Berdasarkan hal itu, kita peroleh
definisi berikut.

5.2.2 Diferen.siasi
Sebuah fungsi dikatakan diferensiasi terhadap x = x 0, jika
disitu mempunyai turunan. Sebuah fungsi disebut diferensiasi pada
suatu interval, jika dapat dideferensir pada sebuah titik dari interval.
Fungsi dari kalkulus elementer bersifat diferensial, kecuali ada
kemungkinan pada titik tertentu yang dipisahkan (diasingkan) pada
interval yang terdefinisi.

5.2.3. Rumus-Rumus Diferensial


Dalam rumus-rumus berikut; u, v, w adalah diferensiasi
fungsi-fungsi x.
d
1). (c ) = 0 → c konstanta
dx
d
2). ( x) = 1
dx
d d d d
3). (u + v + w + ....) = (u ) + (v ) + ( w) + ......
dx dx dx dx
d d
4). (cU ) = c (U )
dx dx
d d d d
5). (uvw) = uv ( w) + uw (v ) + vw (u )
dx dx dx dx
d d d
6). (uv) = u (v ) + v (u )
dx dx dx
d u 1 d
7). ( ) = (u ) → c konstanta
dx c c dx

73
d c d 1
8). ( )=c
dx u dx u
d d
v (u ) − u (v )
d u
9). ( ) = dx dx ;v  0
dx v v2
d d
10). (u m ) = m.u m −1 (u )
dx dx

11). y=
(3 − 2 x ) maka turunannya adalah y' =
u ' v − uv'
(3 + 2 x ) v2
− 2(3 + 2 x) − (3 − 2 x) 2
sehingga y' =
(3 + 2 x ) 2
− 6 − 4x − 6 + 4x
y' =
(3 + 2 x) 2
− 12
Jadi y' =
(3 + 2 x) 2

5.3. Derivatif Tingkat Tinggi

' '
Jika f adalah turunan fungsi f, maka f juga sebagai fungsi,
dan merupakan turunan pertama dari f, yang kadang-kadang
'
ditunjukkan sebagai turunan fungsi pertama. Jika turunan f ada
maka disebut turunan kedua dari f, atau fungsi turunan ke dua dan
dinotasikan dengan f ' ' (dibaca: “f double aksen”). Dengan cara
yang serupa, kita definisikan turunan ke tiga dari f, atau fungsi
turunan ke tiga, dimana turunan dari f ' ' ada. Kita notasikan turunan
ketiga dari f, dengan f ' ' ' (dibaca dengan, triple aksen).
Turunan ke n fungsi f, dimana n adalah bilangan bulat yang lebih
besar dari 1 adalah turunan pertama dari turunan (n-1) dari f. kita
n n
notasikan turunan ke n dari f tersebut dengan f , Jadi, jika f
merupakan turunan fungsi ke n, dengan begitu kita dapat menuliskan
fungsi f dengan f(0). Simbol lain untuk turunan ke n dari f adalah :
74
Dxnf. Jika fungsi f didefinisikan sebagai persamaan y = f(x), kita
dapat menuliskan turunan ke n dari f, dengan Dxy.

Contoh-1:
Tentukan semua turunan dari fungsi f(x) = 8x4 + 5x3 – x2 + 7
Penyelesaian :
f ' ( x) = 32 x 3 + 15 x 2 − 2 x
f '' ( x) = 96 x 2 + 30 x
f ''' ( x) = 192 x + 30
f ( 4 ) ( x) = 192
f ( 5) ( x) = 0
f ( n ) ( x) = 0, untuk n  5.

Contoh-2:
Tentukan semua turunan dari f(x) = x sin x
Penyelesaian:
f ' ( x) = sin x + x cos x ( gunakan rumus y = u.v)
f '' ( x) = cos x + cox − x sin x = 2 cos x − x sin x
f ''' ( x) = −2 sin x − sin x − x cos x = −3 sin x − x cos x
f ( 4 ) ( x) = −3 cos x − cos x + x sin x = −4 cos x + x sin x
f ( 5) ( x) = 4 sin x + sin x + x cos x = 5 sin x + x cos x
  n sin x  x cos x 
f ( n ) ( x) =  
  n cos x  x sin x 
Contoh-3:
Sebuah partikel bergerak sepanjang garis sesuai dengan persamaan
gerak
s = 2t3- t2 + t + 2 dimana s = f(t) adalah adalah jarak tempuh
partikel dari titik asal pada t detik. Jka v ft/sec adalah kecepatan
75
sesaat pada t detik dan a ft/sec 2 adalah percepatan sesaat pada t
detik, tentukan t, s dan v ketika a = 0.
Penyelesaian:
s = 2t 3 - t 2 + t + 2
ds
v= = 6t 2 − 2t + 1
dt
dv
a= = 12t − 2
dt
1
suntuk a = 0, maka 12t − 2 = 0 → Jadi t = ; sehingga :
6
3 2
1 1 1
s = 2  −   + + 2
6 6 6
 1  1 1
s = 2 − + +2
 216  36 6
2 6 36 432 476
s= + + + = = 2,20 ft
216 216 216 216 216
2
1 1
v = 6  − 2  + 1
6 6
1 2 6 5 ft
v = − + = = 0,83
6 6 6 6 sec

5.4. Penggunaan Dalil Rantai pada Diferensial Fungsi.


Bila akan mendiferensialkan sebuah fungsi explisit, fungsi
satu variabel, di sebut x, adalah mendiferensialkan ke x, namun bila
mendiferensialkan sebuah fungsi implisit, terlebih dahulu
mendiferensialkan dengan variabel y, ke variabel lain yaitu x, hal mi
disebut penggunaan dalil rantai dari diferensial.

76
du du dy
= x .
dx dy dx
Contoh :
Diferensialkan y2 ke x.
Misalkan u = y 2
du
maka = 2y
dy
Dengan menggunakan dalil rantai diperoleh:
d 2 du dy
(y ) = x
dx dy dx
d 2 dy
(y ) = 2y
dx dx
Bila akan mendiferensialkan sebuah fungsi kita sebut y ke x adalah:
i). Diferensialkan fungsi y ke x
dy
ii). Selalu dikalikan dengan
dx
Aturan ini dapat dinyatakan secara matematis dengan
d
 f ( y) = d  f ( y) x dy .
dx dy dx

Bila bentuknya berupa perkalian atau pembagian dari dua


buah fungsi x, untuk mendiferensialkannya perlu mencari diferensial
koefisien. Caranya sama untuk bentuk variabe1 f(x,y) (dua variabel).

5.5. Turunan Fungsi Trigonometri

77
a ). y = sin x
dy sin( x + x) − sin x
= Lim
dx x → 0 x
dy sin x cos x + cos x sin x − sin x
= Lim
dx x → 0 x
dy  sin x (cos x − 1) sin x 
= Lim  + cos x 
dx x → 0  x x 
dy
= 0 + cos x.1
dx
dy
= cos x
dx

b). y = cos x
dy cos x ( x + x) − cos x
= Lim
dx x → 0 x
dy cos x cos x − sin x sin x − cos x
= Lim
dx x → 0 x
dy  cos x (cos x − 1) sin x 
= Lim  + sin x 
dx x→0  x x 
dy dy
= 0. cos x − sin x.1  = − sin x
dx dx

c). y = tan x
dy d  sin x  dy cos x. cos x − sin x(− sin x)
=    =
dx dx  cos x  dx cos 2 x
dy cos 2 x + sin 2 x
=
dx cos 2 x
dy 1 dy
= 2
 = sec 2 x
dx cos x dx

78
d ). y = cot x
dy d  cos x 
=  
dx dx  sin x 
dy − sin x. sin x − cos x(cos x)
=
dx sin 2 x

dy − sin 2 x − cos 2 x
=
dx sin 2 x
dy −1 dy
= 2
 = − cos ec 2 x
dx sin x dx

dy
y = sin x = cos x
dx
dy
y = cos x = − sin x
dx
dy
y = tan x = sec2 x
dx
dy
y = cot x = − cos ec 2 x
dx
Contoh
Diferensialkan sin(6x+1)
Penyelesaian: Misalkan y = sin (6x+1)
u = 6x+1 , maka y = sin u

79
dy du
= cos u =6
du dx
Gunakan diferensial dengan rumus subtitusi
dy dy du
= .
dx du dx
dy
= cos u.6 = 6 cos u
dx
dy
= 6 cos (6 x + 1)
dx
dy du
= cos u =6
du dx
Gunakan diferensial dengan rumus subtitusi
dy dy du
= .
dx du dx
dy
= cos u.6 = 6 cos u
dx
dy
= 6 cos (6 x + 1)
dx

Contoh lain
a ). y = 3 x 3 sin x
Misal u = 3 x 3 dan v = sin x
du dv
= 9 x 2 dan = cos x
dx dx
dy
= sin x.(9 x 2 ) + 3 x 3 . cos x
dx
dy
= 9 x 2 sin x + 3 x 3 . cos x
dx
dy
= 3 x 2 (9 sin x + x cos x)
dx

80
BAB 6. INTEGRAL

6.1. Pendahuluan
Pada bagian ini diuraikan tentang proses pengintegralan,
pengertian dasar dari integral fungsi trigonometri, integral funsi
eksponensial dan perinsip pnyelesaian integral bagian Intgral
merupakan pook bahasan yang berkaitan dengan materi rangkaian
listrik mesin mesin listrik, dan power electronic Dret Fourier, juga
merupakan dasar penyelesaian yang berkaitan dengan Transformasi
Laplace.
Proses pengintegralan kebalikan dari proses pendiferensialan. Jika
f(x) = x2 maka f ( x) = 2 x . Pengintegralan kebalikan dari
'

pendiferensialan yaitu kebalikan dari proses tebentuknya


f ( x) ke f ' ( x) .
Penyelesaian umum dari Integral dalam bentuk:
x n+1
1).  x dx =
n
+ C. (5.1)
n +1
Yang penting dalam integral x n
- Bertambah pangkat dari x dengan dari pangkat x n menjadi x n +1
- Dibagi dengan bentuk baru dari x n yaitu xn +1 , dan
- Penjumlahan dengan konstanta yang bebas dari integral yaitu c.
(n bilangan positif, nol dan negatif, n  - 1)
 2 x 5+1 3 x 3+1 
Contoh : Integral dari  (2x 5 + 3 x 3 ) dx =  +  + c
 5 +1 3 +1 
2 x 6 3x 4
Jadi  (2x + 3x ) dx =
5 3
+ +C
6 4

81
2).
1
 cos ax dx = a sin ax + C (5.2)

3).
1
 sin ax dx = − a cos ax + C (5.3)

4).  sec ax dx = a tan ax + C


2 1
(5.4)

5).
1
 cosec ax dx = − a cotan ax + C
2
(5.5)

6).  cos ec ax cot ax


1
dx = − cosec ax + C (5.6)
a
7). e
ax
dx =
1 ax
e +C (5.8)
a
8).
a
x dx = ln ax + C = ln x + ln a + C (5.9)

1. Integral dengan variable


a. 4 cos 3x; b. 7 sin2x; c. 3 sec25t
1  4
a.  4 cos 3x dx = 4  3 sin 3x  + c = 3 sin 3x + c
 1 
b.  7 sin 2 x dx = 7  − 2 cos 2 x  + c = −3,5 cos 2 x + c
1 
 3 sec 5t dt = 3  5 tan 5t  + c = 0,6 tan 5t + c
2
c.

6.2. Integral Bagian


Mendiferensialkan hasil kali uv, dimana kedua fungsi u dan v
keduanya fungsi x, maka :
d du dv
(uv) = v +u
dx dx dx
Dapat diubah menjadi:

82
dv d du
u = uv − v
dx dx dx

Integrasi ke x bagi kedua ruas diperoleh:


dv d du
 u dx =  dx (uv)dx −  v dx dx
Setelah disederhanakan menjadi:

 udv = uv −  vdu (4.10 )


Bentuk di atas disebut Integral Bagian.

Penggunaan Rumus Integral Bagian


Contoh:

 xe dx
x
1). Carilah

Dalam menggunakan rumus integral bagian kita harus menentukan


salah satu fungsi hasil kali sebagai u dan fungsi yang lain sebagai dv.
Misalkan u = x dan dv = ex dx, maka :
du
= 1 atau du = dx
dx
dv
= e x → v = e x , sehingga :
dx

 xe dx = xe −  e dx
x x x
1.

 xe dx = xe − e + c
x x x

 xe dx = x(e − 1) + c
x x

2. Carilah  x sin x dx
83
Misal u = x du = dx
dv = sinx dx

 dv =  sin x dx
v = − cos x

 x sin x dx = − x cos x −  − cos x dx


 x sin x dx = − x cos x + sin xC
1
3. Hitunglah  2 x e3 x dx
0

Misal u = 2x du = 2 dx

Misal u = 2 x maka du = 2dx


1
dv = e 3 x → v = e 3 x
3
1
2 3x 2 3x
0 2 x.e dx = 3 x.e −  3e dx
3x

2 3x 2 3x
= x.e − e
3 9
2 2 2
= (1)e 3 − 0 − e 3 + e 0
3 9 9
4 2
= e3 +
9 9
= 8,9269 + 0,2222 = 9,149


2
4. Hitunglah  3t cos 2t dt
0

Penyelesaian:
Misal u = 3t dan du = cos 2t dt

84
du
= 3 atau du = 3 dt
dt
1
 dv =  cos 2t dt maka v =
2
sin 2t

1 
 3t cos 2t dt = 3t  2 sin 2t  −  2 sin 2t (3 dt )
1

6.3. Soal soal tugas bab 6


1). Selesaikan Integral dengan Variabel fungsi berikut
a. 5 cos 4x; b. 5 sin4x; c. 5 sec25t

2
2). Selesaikan  x cos x dx 3). Hitunglah  4 x e3 x dx
0


4). Hitunglah  2t cos 3t dt
0

5). Carilah : a). sin 4t cos 4t dt b). cos 2 x sin 6 x dx

phi

6)  4 x Sinx dx
0

x
2
7). cos x dx

 3x
3
8). cos in x dx

9)  2t cos 6t
0
dt

 2e
− 2t
10). cos 3t dt
0

85
DAFTAR PUSTAKA

Gager William, A. 1968. Contemporary College Algebra and


Trigonometry. The Macmillan Company New-York, Collier-
Macmillan Canada, LTD. Toronto, Ontario.

Gere, M. James, William Weaver, Jr.1983. Matriks Untuk Para


Insinyur, Erlangga Jakarta.

Josph. Edminister,M.S.ETheory and Problem of Electric Circuit. MC


Graw Hill Company.

Hutauruk ,T.S 1985. Transmisi Daya Listri, Erlangga Jakarta.


Leon.J. Steven. 2001. Aljabar Linier dan Aplikasinya. Edisi ke 5,
Erlangga
Jakarta.
Kreyzig, Erwin. 1986. Matematika Teknik Lanjutan Jilid 1, Erlangga
Jakarta.

Mismail, Budiono. 1998. Dasar-Dasar Rangkaian Logika Digital.


Penerbit ITB Bandung, Hal. 19 – 59

Stroud, KA dan Erwin Sucipto. 1990. Matematika Untuk Teknik.


Edisi ke Tiga, Erlangga Jakarta

Sokolnikoff, Redhffer. 1958. Mathematics Of Physics and Modern


Engineering. McGraw-Hill International Book Company.

Spigel, Murray, R. Pantur Silaban. 1984. Kalkulus Lanjutan, Seri


Buku Schaum, teori dan Soal-Soal. Penerbit Erlangga, Jakarta.

86
LAMPIRAN

87
BIODATA PENYUSUN
A. Identitas Diri Anggota Tim Pelaksana
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Ir. Tadjuddin , M.T.
2 Jabatan Fungsional Lektor Kepala
3 Jabatan struktural -
4 NIP/NIK/Identitas Lainnya 19620102 198803 1 003
5 NIDN 000201 62 03
6 Tempat dan Tanggal Lahir Salobundang , 2 Januari 1962
7 Alamat Rumah Jl.Bangkala 2 no.34 blok 1 Perumnas
Antang Makassar
8 Nomor HP 085242608020
9 Alamat Kantor Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10
Tamalanrea, Makassar
10 Nomor Telepon/Faks 0411-585365, 585 356, 585368/0411-
586043
11 Email tadjuddin246@yahoo.com
12 Lulusa yang dihasilkan D3 = 1609 orang, D4 = 102 orang
13 Matakuliah yang diampuh 1. Sistem Distrbusi Dya Listrik
2. Matematika Teknik
3. Matematika Terapan
4. Ilmu Bahan Listrik

B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2
Nama Perguruan Universitas Hasanuddin Institut Teknologi
Tinggi Makassar Sepuluh Nopember
Surabaya
Bidang Ilmu Teknik Elektro Teknik Elektro
Tahun Masuk-Lulus 1980-1986 1996-1999
Judul Studi Pentanahan Menara Analisis Pengaruh
Skripsi/Thesis/Disertasi Transmisi Bakaru – Tello Tahanan Jenis Tanah
Makassar Terhadap Tegangan
Permukaan dan
Tahanan Pentanahan
Sistem Grid – Rod pada
Struktur Tanah Dua
Lapis

88
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir
Pendanaan
No Tahun Judul Penelitian Jumlah
Sumber
(Juta Rp)
Peningkatan proses Pemintalan dan
Penggulungan benang sutera untuk DIKTI
2010 34
1 meningkatkan produksi 89ndustry
kecil persuteraan daerah ( anggota)
Melaksanakan Penelitian Tentang
Dana
Analisis Automatic Transfer Switch
2012 Rutin 6
2 (ATS) Berbasis Programmable Logic
POLTEK
Contrller (PLC),sebagai anggota
Melaksanakan Penelitian dengan
Dana
Judul "Studi Kasus Penghematan
Rutin
2013 Pemakaian Energi Listrik Rumah 7
3 POLTEK
Tangga dengan menggunakan Alat
Penghemat Listrik (anggota).
Melaksanakan Penelitian dengan
Dana
Judul Analisis Penerapan Sistem Grid
2015 Rutin 7
4 unequally Spaced pada Pembumian
POLTEK
Gardu Induk (Ketua).
2016 Perancangan dan pemanfaatan Dikti
solar cell sebagai sumber energy 50
5
listrik saat beban puncak PLN

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun


Terakhir
Pendanaan
N Jumlah
Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
o Sumber (Juta
Rp)
2010 Kelompok masyarakat yang belum Dana Rutin 45
1
menikmati listrik (anggota). Politeknik
2011 Perawatan & Perbaikan Instalasi Rumah Dana Rutin 6
dan upaya mencegah bahaya akibat Politeknik
2
Listrik (anggota).
2016 IbM Implementasi Alat pengusi tikus Dana Rutin 5
Eelektronik Sebagai satu Solusi untuk Politeknik
3
mengurangi Populasi Tikus Sawah dan
Rumah
2016 IbM Pemberdayaan Pemuda Kampung di Dikti 49,5
4.
Kelurahan Jennae Soppeng

89
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam Jurnal Dalam 5 Tahun
Terakhir
Volume/Nomor/
No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal
Tahun
Pengujian dan persiapan
pengoperasian Gardu Distribusi Januari 2012 ELEKTRIKA
1 pada Lab. Tegangan Menengah No.1 Tahun ke Jurusan Teknik
Prodi Teknik Listrik Pliteknik 11 Januari 2012 Elektro PNUP
Negri Ujung Pandang
Januari 2012
Penerapan kesehatan dan ELEKTRIKA
No.1 Tahun ke
2 keselamatan kerja dalam bidang Jurusan Teknik
11
kerja kelistrikan Elektro PNUP
Januari 2012
Faktor- factor penyebab
berubahnya tegangan sentuh Oktober 2013
4 Pada Pembumian system grid- No.1 Tahun ke SINERGI PNUP
rod dalam struktur tanah dua 11 Oktober 2013
lapis
Januari 2015
Analisis jatuh tegangan pada ELEKTRIKA
No.1 Tahun ke
4 jaringan distribusi P.T PLN Jurusan Teknik
13
(Persero) Rayon Takalar Elektro PNUP
Januari 2015
Analisis Penerapan Sistem Grid Prosiding Uppm
5 unequally Spaced pada Maret 2017 Politeknik Negeri
Pembumian Gardu Induk Ujung Pandang

Makassar, Desember 2019

Ir.Tadjuddin, M.T

90
CURRICULUM VITAE
B. Identitas Diri Anggota Tim Pelaksana
1 Nama Lengkap (dengan Bakhtiar, S.T., M.T.
gelar)
2 Jabatan Fungsional Lektor
3 Jabatan Struktural -
4 NIP/NIK/Identitas Lainnya 19700323 199601 1 001
5 NIDN 0023037001
6 Tempat dan Tanggal Lahir Cacaleppeng Jennae, 23 Maret 1970
7 Alamat Rumah Jl.Dg. Ramang, Perumahan Permata
Sudiang Raya blok K2/10B
8 Nomor Telpon/Hp 081343733755/08157114080
9 Alamat Kantor Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10
Tamalanrea, Makassar 90 245
10 Nomor Telepon/Faks 0411-585365, 585356, 585367/0411-
586043
11 Email bakhtiar_poltekup@yahoo.com
12 Lulusan yang dihsasilkan D3=1609 orang D4= 102 orang
1. Pebangkit dan Gardu Listrik
2. Transmisi dan Distrbusi Tenaga
Listrik
13. Mata Kuliah yang Diampuh
3. Rangkaian Listrik Dasar
4. Perawatan dan Perbaikan
5.Mesin Mesin Listrik

C. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2

Nama Perguruan Universitas Institut Teknologi Bandung


Tinggi Hasanuddin
Makassar
Bidang Ilmu Teknik Tenaga Teknik Tenaga

Tahun Masuk- 1988-1994 2002-2005


Lulus

91
Judul Upaya Perhitungan Faktor Pengali k
Skripsi/Thesis/Di Peningkatan dengan Rasio R/X Jaringan dari
sertasi Efesiensi Sumber ke Gangguan Hubung
Pemakaian Energi Singkat
Listrik di Semen
Tonasa

D. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir


Pendanaan
No Tahun Judul Penelitian Jumlah
Sum
(Juta
ber
Rp)
2009 Perancangan Pembumian Mesin Listrik
1 dan Peralatan Laboratorium Politeknik Rutin
4
Negeri Ujung Pandang (PNUP) Polte
k
Melaksanakan Penelitian dengan Judul
Rutin
2 Analisis Penerapan Sistem Grid unequally
POLT
2015 Spaced pada Pembumian Gardu Induk
7
EK
(Ketua).
2016 Perancangan dan pemanfaatan solar cell Dikti
3 sebagai sumber energy listrik saat 50
beban puncak PLN

E. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun


Terakhir
Pendanaan
Jumlah
No Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Sum
(Juta
ber
Rp)
Pemanfaatan Teknologi Solar Cell di
1 2009 Desa Sumabu Kecamatan Bajo Dikti 49
Kabupaten Luwu (Ketua)
Pemanfaatan Teknologi Solar Cell di
2009 Kampung Luppe Kecamatan Lilirilau Dikti 50
2
Kabupaten Soppeng (Anggota)
3 2012 IbM Masyarakat Pegunungan (Anggota) Dikti 40
92
Penyuluhan Perawatan Perbaikan dan Ruti
Pelatihan Pemasangan Instalasi listrik n
4 2014 6
Rumah tinggal di P Balang Lompo POL
(anggota) TEK

F. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam Jurnal Dalam 5 Tahun


Terakhir.
No Volume/Nomor/
Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal
. Tahun
Perhitungan Faktor Pengali k
dengan Rasio R/X Jaringan
1 Januari Elektrika
dari Sumber ke Titik
Gangguan Hubung Singkat
Perancangan Pembumian
Mesin Listrik dan Peralatan Prosiding Hasil
2 Agustus
Laboratorium Politeknik Penelitian
Negeri Ujung Pandang
Faktor- factor penyebab
Oktober 2013
berubahnya tegangan sentuh SINERGI
No.1 Tahun ke
3 Pada Pembumian system grid- Jurusan Teknik
11
rod dalam struktur tanah dua Mesin PNUP
Oktober 2013
lapis
Analisis penerapan system
Prosiding Uppm
grid un equally spaced pada Maret 2017
Politeknik
pembumian gardu induk

Makassar, Desember 2019

Bakhtiar, S.T,M.T

93
CURRICULUM VITAE
A. Identitas Diri Anggota Tim Pelaksana
1 Nama Lengkap (dengan Ahmad Rosyid Idris , S.T., M.T.
gelar)
2 Jabatan Fungsional Lektor
3 Jabatan Struktural -
4 NIP/NIK/Identitas 19860404 2015041 001
Lainnya
5 NIDN 0023037001
6 Tempat dan Tanggal Sinjai, ,04April 1986
Lahir
7 Alamat Rumah Jl.Dg. Ramang, Perumahan Permata
Sudiang Raya blok K2/10B
8 Nomor Telpon/Hp 081343733755/08157114080
9 Alamat Kantor Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10
Tamalanrea, Makassar 90 245
10 Nomor Telepon/Faks 0411-585365, 585356, 585367/0411-
586043
11 Email bakhtiar_poltekup@yahoo.com
12 Lulusan yang dihsasilkan D3=1609 orang D4= 102 orang
1. Elektronika Daya
13. Mata Kuliah yang Diampuh 2. Matematika Teknik
3. Matematika Terapan

B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2
Nama Perguruan Universitas Hasanuddin Institut Teknologi
Tinggi Makassar Bandung
Bidang Ilmu Teknik Tenaga Teknik Tenaga
Tahun Masuk-Lulus 1988-1994 2002-2005
Judul Upaya Peningkatan Perhitungan Faktor
Skripsi/Thesis/Disertasi Efesiensi Pemakaian Pengali k dengan
Energi Listrik di Semen Rasio R/X Jaringan
Tonasa dari Sumber ke
Gangguan Hubung
Singkat
94
C. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun
Terakhir
Pendanaan
Judul Pengabdian Kepada
No Tahun Jumlah
Masyarakat Sumber
(Juta Rp)
Pemanfaatan Teknologi Solar Cell di
1 2009 Desa Sumabu Kecamatan Bajo Dikti 49
Kabupaten Luwu (Ketua)
Pemanfaatan Teknologi Solar Cell di
Kampung Luppe Kecamatan
2009 Dikti 50
2 Lilirilau Kabupaten Soppeng
(Anggota)
IbM Masyarakat Pegunungan
3 2012 Dikti 40
(Anggota)
Penyuluhan Perawatan Perbaikan
dan Pelatihan Pemasangan Instalasi Rutin
4 2014 POLTE 6
listrik Rumah tinggal di P Balang K
Lompo (anggota)

Makassar, Desember 2019

Ahmad Rosyid Idris , S.T,M.T

95
CURRICULUM VITAE
A. Identitas Diri Anggota Tim Pelaksana
1 Nama Lengkap(dengan Kazman Riyadi , S.T., M.T.
gelar)
2 Jabatan Fungsional -
3 Jabatan Struktural -
4 NIP/NIK/Identitas Lainnya 19831010201903 1 008
5 NIDN 0910108301
6 Tempat dan Tanggal Lahir Tanjung Pinang, 1Oktober 1983
7 Alamat Rumah Jl.Kemajuan No.29 Kel .Sudiang
8 Nomor Telpon/Hp 081343733755/08157114080
9 Alamat Kantor Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10
Tamalanrea, Makassar 90 245
10 Nomor Telepon/Faks 0411-585365, 585356, 585367/0411-
586043
11 Email Kazman riady @gmail.com
12 Lulusan yang dihsasilkan

13. Mata Kuliah yang Diampuh

D. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2
Nama Perguruan Universitas Universitas
Tinggi Muhammadiyah Hasanuddin
Makassar Makassar
Bidang Ilmu Teknik Tenaga Listrik Teknik Te Elektro
Tahun Masuk-Lulus 1988-1994 2002-2005
Judul
Skripsi/Thesis/Disertasi

Makassar, Desember 2019

Kazman Riyadi, S.T, M.T

96
97
98
99
100
101
102

Anda mungkin juga menyukai