Makalah Zakat Dan Pengembangan Ekonomi U

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

KEUTAMAAN ZAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

OLEH :

KHOZIN ZAKI

14/368139/SV

PROGRAM STUDI BAHASA INGGRIS

DEPARTEMEN BAHASA SENI DAN MANAJEMEN BUDAYA

SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
Membangun Pondasi Ekonomi Umat Islam Indonesia melalui Zakat
Permasalahan ekonomi menjadi suatu hal yang sangat vital terhadap keberlangsungan
suatu umat atau bangsa. Tak terkecuali, umat islam. Permasalahan ekonomi yang dinamis
tentu memerlukan beberapa instrument atau strategi menghadapinya. Hal tersebut tak lepas
masih banyaknya umat islam yang berada di bawah garis kemiskinan, belum produktifnya
umat, sampai permasalahan makro. Saat ini telah berkembang pesat ekonomi islam sebagai
instrument baru dalam usaha mengatasi problematika umat. Ada banyak sekali formula dan
teknik yang dikaji oleh para ilmuwan dan ekonom dalam menghadapi permasalahan
ekonomi. Salah satunya adalah, zakat. Para Ilmuwan dan ekonom sudah sering berkali- kali
mengkaji dan memprediksi apabila instrument zakat ini dioptimalkan maka perannya
terhadap perkembangan dan kemajuan ekonomi umat. Dimana apabila perekenomian sudah
mantap tentu akan mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat secara bertahap menjadi lebih
baik.

 Definisi, Hukum dan Jenis Zakat

Zakat adalah Rukun Islam yang Kelima. Menurut bahasa (lughah), zakat berarti : tumbuh,
berkembang, kesuburan atau bertambah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti
membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah : 10)

Menurut Hukum Islam (istilah syara’), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu
dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada
golongan tertentu (Al Mawardi dalam kitab Al Hawiy)

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi
tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim
yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti
shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur’an dan As
Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat
berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia

. Adapun jenis zakat dibagi menjadi dua, yaitu Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat
fitrah dan Zakat Maal (harta).

Adapun harta (maal) yang wajib di zakati adalah :

 Binatang Ternak
Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba)
dan unggas (ayam, itik, burung).

 Emas Dan Perak


Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang mulia, juga
sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari
waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial)
berkembang. Oleh karena syara’ mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang,
leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu
di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan,
deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan
perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll.
Yang melebihi keperluan menurut syara’ atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan
uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang
berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-
barang tersebut.

 Harta Perniagaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam
berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll.
Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT,
Koperasi, dsb.

 Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis
seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-
rumputan, dedaunan, dll.

 Ma’din dan Kekayaan Laut


Ma’din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan
memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak
bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut
seperti mutiara, ambar, marjan, dll.

 Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun.
Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai
pemiliknya.

 Pengaruh Zakat Terhadap Kesejahteraan Sosial

Ummat Islam adalah ummat yang mulia, ummat yang dipilih Allah untuk mengemban
risalah, agar mereka menjadi saksi atas segala ummat. Tugas ummat Islam adlah
mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada.
Karena itu ummat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Bahwa kenyataan ummat Islam kini jauh dari kondisi ideal, adalah akibat belum
mampu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra’du : 11). Potensi-
potensi dasar yang dianugerahkan Allah kepada ummat Islam belum dikembangkan secara
optimal. Padahal ummat Islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping potensi
sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan
secara seksama, dirangkai dengan potensi aqidah Islamiyah (tauhid), tentu akan diperoleh
hasil yang optimal. Pada saat yang sama, jika kemandirian, kesadaran beragama dan
ukhuwah Islamiyah kaum muslimin juga makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran
akibat kesulitan ekonomi akan makin dapat dipersempit.
Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulanagn
kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan
shadaqah dalam arti seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW
serta penerusnya di zaman keemasan Islam. Padahal ummat Islam sebenarnya memiliki
potensi dana yang sangat besar.

Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, trasendental dan horizontal.
Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan ummat manusia, terutama Islam.
Zakat memiliki banyak hikmah, baik yng berkaitan dengan Sang Khaliq maupun hubungan
sosial kemasyarakatan di antara manusia, antara lain :

1. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah papa dengan
materi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.Dengan kondisi tersebut mereka
akan mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT

2. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang di sekitarnya
berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada
uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya.

3. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, emurnikan jiwa (menumbuhkan
akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil
(kikir) serta serakah. Dengan begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari
tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati.

4. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-
prinsip: Ummatn Wahidan (umat yang satu), Musawah (persamaan derajat, dan dan
kewajiban), Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan Takaful Ijti’ma (tanggung jawab
bersama)

5. Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta (sosial
distribution), dan keseimbangan tanggungjawab individu dalam masyarakat

6. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau
pemerataan karunia Allah SWT dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial,
pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat
persatuan ummat dan bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang
miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat
dengan yang lemah

7. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan


yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi
yang tentram, aman lahir bathin. Dalam masyarakat seperti itu takkan ada lagi kekhawatiran
akan hidupnya kembali bahaya komunisme 9atheis) dan paham atau ajaran yang sesat dan
menyesatkan. Sebab dengan dimensi dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi
kapitalisme dan sosialisme dengan sendirinya sudah terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji
Allah SWT, akan terciptalah sebuah masyarakat yang baldatun thoyibun wa Rabbun Ghafur.
 Tantangan Pengelolaan Zakat

Kalau kita melihat literature mengenai zakat, baik yang ditulis dalam berabad-abad yang
lalu maupun yang ditulis oleh sarjana masa kini, selalu kita dapatkan bahwa pengumpulan
zakat adalah menjadi kewajiban pemerintah di Negara Islam. Penguasa berkewajiban
memaksa warganya yang beragama islam untuk membayar zakat. Salah satu ungkapan di
dalam seminar tentanG zakat yang diadakan The Association of Muslim Social Scientists, AS
beberapa waktu lalu. Prof. Dr. Ilayas Ba-Yunus, guru besar sosiologi di State University of
New York menulis :

“semua diskusi mengenai issue yang bersifat islam, kini pada dasarnya bersifat teoritis, oleh
karena negara islam tidak terwujud dimana saja di dunia. Zakat tidak akan bisa dilaksanakan
dengan sukses di lingkungan sosial dan ekonomi yang non-islam. Zakat hanyalah bagian dari
system islam yang total. Kecuali jika system islam diperkenalkan secara utuh, perkenalan
zakat akan membawa hasil yang kecil”

Menanggapi ungkapan ini, penulis menganggap memang sering kita saksikan terjadinya
frustasi atau kejenuhan kalau berbicara mengenai zakat, dimana hal tersebut hanya berada
diatas kertas. Begitu indahnya ajaran zakat dalam islam. Begitu hebatnya pula tulisan
mengenai zakat. Jadi, kita sadar akan kebaikan ajaran zakat, baik ditinjau dari segi agama
maupun filsafat lain. Namun dengan ketidakpuasan mengumpulkan zakat, pelampiasannya
lari kepada mencela terhadap system yang ada, yaitu karena “belum terwujudnya sistem
sosial dan ekonomi islami”

Menghadapai kenyataan ketidaksuksesan pengumpulan zakat di kalangan umat islam


khususnya Indonesia serta pendayagunaannya, ada beberapa hal yang coba penulis telaah
dimana hal-hal tersebut menjadi tantangan terhadap optimalisasi sektor ini.

Pendekatan atau metode yang digunakan kurang tepat dalam memasyarakatkan ajaran
zakat di kalangan masyarakat islam yang berkewajiban membayar zakat. Hal ini tentunya
meliputi metode dakwah dan pengajaran islam. Sampai pada kurangnya menggunakan
manajemen yang tepat dalam mengkampanyekan zakat. Disamping perlu diadakan penelitian
dan pengembangan untuk dakwah dan pendidikan islam sejak dini secara serius, khususnya
dalam zakat fungsi manajemen menjadi sangat penting. Dimana dengan menggunakan sistem
manajerial yang baik mulai dari Planning, Organizing, Actuating hingga Controlling dapat
mendorong pelayanan zakat yang lebih tersistem dan dinamis.

Setelah ada hasil pengumpulan zakat, pembagian zakat secara tradisional yang bersifat
konsumtif tidak akan membuahkan hasil. Dengan kata lain masih sangat jauh dari usaha
pengentasan kemiskinan. Sebab, begitu harta zakat didapat akan habis selesai dimakan.
Belum lagi terhidung kalau terjadi ketidaktepatan di dalam pengelolaannya, baik oleh panitia
maupun mereka yang dikategorikan berhak menerimanya. Dengan demikian, tidak mustahil
terwujudnya harta hasil dari zakat menjadi penyebab dan menstrukturkan kemalasan yang
berarti mengabadikan kemiskinan. Oleh karena itu, perlu coba kita pikirkan bagaimana zakat
ini dapat juga dialihkan kearaha sektor produktif dimana harta yang dizakatkan dapat menjadi
modal usaha untuk penerima agar suatu saat dapat naik stratanya menjadi orang yang
menyalurkan zakat. Begitu pula dengan pemberian beasiswa atau bantuan pendidikan seperti
seragam, buku, dan peralatan sekolah dimana ketika mereka terdidik mereka dapat
menaikkan taraf hidup mereka di kemudian hari.

Potensi Zakat di Indonesia sungguh luar biasa, akan tetapi potensi ini kadang tidak bisa
dioptimalkan secara baik karena adanya beberapa kendala bai. Indonesia mempunyai sebuah
lembaga khusus untuk menangani permasalahan zakat ini yaitu BAZNAS. Dimana tantangan
dalam merealisasikan tugas barunya sebagai koordinator pengelolaan zakat nasional, Baznas
dihadapkan pada dua tantangan utama, yaitu tantangan internal dan tantangan eksternal.

Secara internal, yang harus mendapat prioritas Baznas saat ini adalah peningkatan
kapasitas kelembagaan dan kapasitas SDM yang dimilikinya. Ini sangat penting karena akan
sangat menentukan kinerja Baznas sebagai koordinator institusi amil resmi.

Secara kelembagaan, harus ada pembedaan antara fungsi operator dengan fungsi
koordinator dalam institusi Baznas. Fungsi operator adalah organ organisasi yang
menjalankan fungsi penghimpunan dan penyaluran zakat secara terbatas.
erbatas maksudnya ada pembagian tugas dan kewenangan untuk melakukan penghimpunan
maupun penyaluran zakat, baik antara Baznas Pusat dengan Baznas Daerah. Misalnya,
Baznas Pusat hanya menghimpun zakat dari PNS pusat dan sumber-sumber lain yang ada di
pusat, sementara untuk PNS daerah dan sumber-sumber lain yang ada di daerah, zakatnya
dikelola oleh daerah Sedangkan untuk fungsi koordinator, Baznas diminta untuk membuat
sejumlah pedoman pengelolaan zakat nasional, antara lain yang terkait dengan perencanaan
dan pelaporan zakat, standarisasi dan pelatihan, serta sertifikasi dan advokasi.

Khusus perencanaan dan pelaporan zakat, Baznas perlu merumuskan standar yang dapat
diaplikasikan secara bersama, baik oleh Baznas daerah maupun LAZ. Ini sangat penting agar
informasi yang disajikan kepada publik sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan
zakat, menjadi jelas, terukur, seragam, tidak multi interpretasi, dan mudah untuk diverifikasi.

Juga agar para stakeholder yang berkepentingan, seperti pemerintah, DPR dan muzakki,
memiliki keseragaman persepsi terhadap informasi dan data pertanggungjawaban yang
disampaikan oleh Baznas dan LAZ sehingga tidak memunculkan kecurigaan
bersama.sehingga rasanya juga perlu didirikan lembaga penyelesaian sengketa
Pengelolaan zakat yang baik sangat tergantung dari tenaga yang mengelolanya, amil. Dalam
hal muzaki maupun amil lalai dalam menjalankan kewajibannya, ataupun mustahik yang
mengadukan belum mendapat bantuan dari zakat, kemana mereka akan mengadukan ? Jika
muzaki lalai menunaikan zakat, siapa yang menindaknya ? Jika amil lalai, siapa yang
menindaknya ? Jika mustahik mengadukan tidak mendapatkan hak zakat, kemana dia
mengadu dan siapa yang akan menangani sengketa antara mustahik dengan amil ? Untuk
itulah perlu dibentuk lembaga penyelesai sengketa.
Masih minimnya lulusan berlatar belakang pendidikan zakat, menjadi salah satu faktor
pendorong belum optimalnya pengelolaan zakat. Untuk itu diperlukan perencanaan yang
strategis dalam rangka menciptakan Sumber Daya Insani yang siap dan professional dibidang
zakat.

Adapun standarisasi dan pelatihan sangat erat kaitannya dengan capacity


building organisasi pengelola zakat (OPZ), seperti bagaimana caranya meningkatkan kualitas
amilin dan amilat yang bekerja di OPZ. Perlu ada standar kode etik amil yang menjadi
rujukan OPZ yang ada.

Untuk mendirikan LAZ tidak semudah dulu. Khususnya untuk LAZ di daerah. Dua
persyaratan yang menurut penulis berat adalah terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan
Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial (pasal 18 ayat 2) dan harus
mendapat izin dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri (pasal 18 ayat 1).
Sebagaimana kita ketahui bahwa penggelola zakat di daerah sebagian besar semuanya
berbasiskan potensi lokal yang belum tentu berbentuk organisasi kemasyaratan Islam bidang
pendidikan, dakwah dan sosial. Sehingga tidak mudah untuk mendirikan sebuah LAZ di
daerah.

Akhirnya, dengan semangat Membangun Peradaban Zakat, kita terus mendorong dunia
perzakatan di Indonesia semakin maju. Bagaimana kiprah para muzaki, mustahik, amil, dan
pemerintah pasca lahirnya UU terdiri dari 47 pasal, 11 bab dan 51 butir ini. Mari kita dukung
bersama.
DAFTAR PUSTAKA

1. Azizy, Prof. A. Qodri, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta : Pustaka


Pelajar, 2004.
2. Rivai, Prof. Veitzhal, Islamic Economic: Ekonomi Syari’ah bukan OPSI, tetapi
SOLUSI ! , Jakarta : Bumi Aksara, 2009.
3. Abu Ubaid al-Qasim, diterjemahkan oleh Budi Utomo, Setiawan, (Al-Amwal)
Ensiklopedia Keuangan Publik, Jakarta : Gema Insani, 2009.
4. Hamid, Dr. Arfin, Hukum Ekonomi Islam di Indonesia: Aplikasi & Prospektifnya,
Bogor : Ghalia Indonesia, 2007
5. Hafidhuddin, Dr Didin, Manajemen Syari’ah dalam Praktik, Jakarta : Gema Insani,
2003.

Anda mungkin juga menyukai