Anda di halaman 1dari 9

UTS STUDI HADIS

Nama : Hurriyatul Ifadhah

NIM : 22380042021

Dosen Pengampu : Prof, Dr. M. Asy’ari, S.Ag

1. Deskripsikan dan terangkan pemahaman anda tentang fungsi hadis terhadap Al-Qur’an

Fungsi Hadis menurut Syuhudi Ismail dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Hadits,
itu setidak-tidaknya ada tiga dan itu yang paling pokok. Di dalam bukunya tersebut, Syuhudi
mengutip hasil kajian yang dilakukan oleh Musthafa As-Siba’iy yaitu terdiri dari pertama,
sebagai penguat Al-Qur’an. Kedua, memperjelas Al-Qur’an. Ketiga, menetapkan hukum yang
tidak disebut di dalam Al-Qur’an. Kemudian, Syuhudi menambah penjelasan mengenai fungsi
Hadits dengan mengemukakan pendapat ulama ahlu ra’yi.

a. Bayan Taqrir

Maksudnya adalah, Hadits sebagai pengokoh atas apa-apa yang terkandung di dalam
Al-Qur’an. Dalam Hadits yang diriwayatkan Bukhari-Muslim, Nabi mengokohkan hal-ihwal
puasa yang sudah diterangkan di dalam Al-Qur’an.

“Berpuasalah kamu sesudah melihat bulan dan dan berbukalah kamu sesudah melihat
bulan”. (Riwayat Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah).

Haditst ini adalah penguat atau pengokoh dari QS. Al-Baqarah: 185 yang berbunyi:

ْ‫ا اَو‬8‫ْض‬
ً ‫انَ َم ِري‬8‫ ْمهُ َۗو َم ْن َك‬8‫ص‬ ُ َ‫ ْه َر فَ ْلي‬8‫الش‬
َّ ‫ت ِّمنَ ْاله ُٰدى َو ْالفُرْ قَا ۚ ِن فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم‬ ِ َّ‫ضانَ الَّ ِذيْٓ اُ ْن ِز َل فِ ْي ِه ْالقُرْ ٰانُ هُدًى لِّلن‬
ٍ ‫اس َوبَيِّ ٰن‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
َ‫ع َٰلى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِّم ْن اَي ٍَّام اُ َخ َر ۗي ُِر ْي ُد هّٰللا ُ بِ ُك ُم ْاليُ ْس َر َواَل ي ُِر ْي ُد بِ ُك ُم ْال ُع ْس َر ۖ َولِتُ ْك ِملُوا ْال ِع َّدةَ َولِتُ َكبِّرُوا هّٰللا َ ع َٰلى َما ه َٰدى ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن‬

b. Bayan Tafsir

Hadits sebagai penjelasan atau penerang terhadap ayat-ayat yang mujmal atau global
atau musytarak (satu lafaz memiliki beberapa makna). Misalnya pada Hadits yang berbunyi:

“Salatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku bersalat” (Riwayat Bukhari-Muslim).


Hadits ini sebagai penjelas atas perintah-perintah Allah SWT tentang salat yang
terkandung di dalam Al-Qur’an. Salah satu ayat misalnya dalam QS. Al-Baqarah: 43
yang berbunyi;

َ‫َواَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ َوارْ َكعُوْ ا َم َع ال ٰ ّر ِك ِع ْين‬

c. Bayan Tadbil dan Bayan Nasakh

Ulama ahlu Ra’yi menerangkan bahwa, Hadits juga berfungsi sebagai pengganti
suatu hukum atau menghapus suatu hukum. M Syuhudi dalam pembahasan ini mengutip
Hadits yang diriwayatkan Abud Daud, Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad yang berbunyi;

“Dari Abu Amamah: Saya telah mendengar Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya Allah telah
menentukan hak tiap-tiap ahli waris, maka dengan ketentuan itu tidak ada hak wasiat lagi
bagi seorang ahli waris.” (Riwayat Abud Daud, Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Hadits ini disebut sebagai pengganti terhadap hukum (bukan atas ayat Al-Qur’an) terhadap
hukum wasiat yang terkandng di QS. Al-Baqarah: 180 yang berbunyi;

َ‫ف َحقًّا َعلَى ْال ُمتَّقِ ْين‬


ِ ۚ ْ‫صيَّةُ لِ ْل َوالِ َدي ِْن َوااْل َ ْق َربِ ْينَ بِ ْال َم ْعرُو‬
ِ ‫ك خَ ْيرًا ۖ ْۨال َو‬ ُ ْ‫ض َر اَ َح َد ُك ُم ْال َمو‬
َ ‫ت اِ ْن تَ َر‬ َ ‫ب َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َح‬
َ ِ‫ۗ ُكت‬

2. Deskripsikan dan terangkan pemahaman anda tentang Ilm dan Struktur Hadis

Menurut Mahmud al-Thahhan dalam bukunya yang berjudul Taisir Musthalahal al-Hadits, dari segi
bahasa ilmu hadis terdiri dari dua kata, yaitu ilmu dan hadis. Secara sederhana ilmu artinya
pengetahuan, knowledge, dan science. Sedangkan hadis artinya segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, baik dari perkataan, perbuatan, maupun persetujuan. Dengan
demikian ilmu hadis dapat diartikan dengan pengetahuan yang menjelaskan mengenai segala
sesuatu yang berkaitan dengan periwayatan hadis, yang kemudian dapat diketahui diterima atau
tidaknya suatu hadis.

Kemudian struktur hadis terdiri atas tiga bagian yang diantaranya adalah Sanad atau isnad
(rantai penutur), matan (redaksi hadis), dan mukharij (rawi).

Sanad secara bahasa berasal dari kata dasar “‫ند‬88‫ند يس‬88‫ " س‬artinya adalah sandaran, tempat
bersandar, dan tempat berpegang, sebab hadis selalu bersandar kepadanya dan selalu dipegangi
kebenarannya. Sedangkan menurut istilah adalah silsilah mata rantai orang-orang yang
mengubungkan kepada matan hadis. Artinya bahwa sanad itu merupakan susunan rantai
pencerita hadis mulai dari Muhammad SAW sampai kepada perawi terakhir.

Matan menurut bahasa memiliki makna “tanah yang keras yang meninggi”. Sedangkan
secara istilah memiliki ungkapan/redaksi yang substansi maknanya sama, yaitu isi kandungan
atau lafad hadis itu sendiri.

Mukharrij (Rawi) adalah orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa-
apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang (gurunya).

3. Apa yang anda ketahui tentang Ilmu Jarh wa al-Ta’dil

Ilmu al jarh wa al Ta’dil adalah ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang
dihadapkan kepada perawi dan tentang penta’dilannya (memandang adil para perawi) dengan
memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat- martabat kata-kata itu.

Dari segi bahasa, jarh terambil dari kata dasar ja-ra-ha, artinya melukai. Sedang menurut
pengertian ahli hadits, jarh artinya mencela atau mengkritik perawi hadis dengan ungkapan-
ungkapan yang menghilangkan keadilan ataupun kedhabitannya. Al jarh menurut istilah ialah
terlihatnya sifat pada seorang perawi yang dapat menjatuhkan ke’adalahannya dan merusak
hafalan dan ingatan sehingga menyebabkan gugur riwayatnya atau sampai melemahkannya
kemudian ditolak. Sebaliknya, ta’dil menurut para ulama hadis adalah memuji perawi (tazkiyah
alrawi) dan menetapkannya sebagai seorang yang adil dan dhabit.

Adil di sini tentu bukan adil dalam konteks hukum dan kriminal, tetapi lebih merupakan
penggambaran atas kualitas moral, spiritual, dan relegiusitas seorang perawi. Sedangkan istilah
dhabit sendiri merupakan gambaran atas kapasitas intelektual sang perawi yang benar-benar
prima. Periwayat yang kapasitas intelektualnya memenuhi syarat keshahihan sanad hadits
disebut sebagai periwayat yang dhabit, yang artinya periwayat yang hafal dengan sempurna
hadits yang diterimanya dan mampu menyampaikannya dengan baik yang dihafalkannya itu
kepada orang lain.

Jarh wa al-Ta’dil adalah salah satu metode yang digunakan oleh ulama hadis dalam meneliti
rawi. Metode tersebut yakni mengomentari perawi apakah ia termasuk kategori rawi yang ‘adil
dan dabit atau tidak. Munculnya ilmu ini seiring dengan penyebaran hadits hingga keluar
kawasan arab. Dampak negatif dari penyebaran itu adalah banyak sekali informasi atau kabar
yang mengatasnamakan hadits dari nabi Muhammad SAW. Hal itulah yang kemudian
menyebabkan munculnya hadits-hadits da’if di tengah masyarakat. Ilmu Jarh wa Ta’dil
didalamnya mengupas seluk beluk sejarah hidup perawi secara spesifik, yakni bagaimana
kualitas intelektual maupun kualitas moral perawi (dhabit atau tidak, jujur atau tidak), tsiqqah
atau tidak). Jadi, Ilmu Jarh wa Ta’dil adalah ilmu yang membicarakan kebaikan maupun
keburukan orang-orang yang namanya tercantum dalam sanad sebuah hadis.

4. Jelaskan dan beri contoh Ilm Mukhtalaf

Dalam kaidah bahasa Arab, kata mukhtalif al-hadits adalah susunan dua kata yakni mukhtalif
dan al-hadits. Menurut bahasa, mukhtalif, merupakan isim fa’il dari kata ikhtilafa artinya lawan
dari kata sepakat (intifaq). Makna dari hadist mukhtalif adalah hadits-hadits yang sampai kepada
kita, namun satu sama lain bertentangan maknanya. Dengan kata lain maknanya saling
kontradiktif. Sedangkan menurut istilahnya mukhtalif merupakan hadist maqbul yang
bertentangan dari hadist yang semisal, namun memiliki peluang untuk di-jama’
(dikompromikan) diantara keduanya. Yaitu bisa berupa hadist shahih atau hadist hasan, lalu ada
hadist lain yang derajat dan kekuatannya sama, akan tetapi seara zhahir maknanya bertentangan.
Menurut istilahnya dari (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Al Basis Al-hadits; syarah Ikhtishar ‘Ulum
AL-Hadits) ilmu mukhtalif Al-hadits ialah ilmu yang membahas hadits-hadits, yang menurut
lahirnya bertentangan atau berlawanan, kemudian pertentangan tersebut dihilangkan atau
dikompromikan antara keduanya, sebagaimana membahas hadits-hadits yang sulit di pahami
kandungannya dengan menghilangkan kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya.
Kata mukhtalif al-hadith secara bahasanya dapat di pahami dengan hadist-hadist yang
bertentangan. Sedangkan dalam dunia ‘Ulum al-hadith istilah ini diperuntukkan nama dari
adanya dua hadist yang sama-sama shahih yang sacara zahir terlihat bertentangan namun pada
substansinya tidak. Definisi ini menegaskan bahwa dua hadist dapat dikatakan bertentangan
apabila status dari keduanya sama, kedua-duanya shahih. Lain halnya jika dua hadist yang
diperselisihkan tidak sama kualitasnya yang satu shahih yang lainnya dhaif maka hal itu tidak
dikatagorikan dalam hadist yang mukhtalif karena tidak memenuhi syarat.
Mukhtalif secara bahasa berasal dari kata khalafa-khalfan-khilafan yang artinya mengganti,
memberi ganti. Dalam kaidah Bahasa mukhtalaf dan Al-hadist. Mukhtalaf sendiri adalah isim
maf’ul dari kata khilafa yang berarti perselisihan dua hal atau ketidak sesuaian dari dua hal.
Secara umum apabila ada dua hal yang bertentangan, hal tersebut bisa dikatakan mukhtalaf atau
ikhtilaf, sedangkan dalam istilah ahli hadist, tampak saling bertentangan dengan hadist lainnya.
Dan dengan dibaca fathah lam’nya adalah dua hadist yang secara makna saling brtentangan. Jadi
dari dua definisi di atas bisa disimpulkan bahwa mukhtalif Al-hadist adalah esensi hadist itu
sendiri, sedangkan mukhtalaf Al-hadist adalah pertentangannya.
Adapun contoh hadist mukhtalif yang diselesaikan dengan cara Jam’u wal taufiq adalah
sebagai berikut : Contoh aplikasi dari metode al-jam’u wa at-taufîq adalah hadits tentang cara
berwudhu Rasulullah SAW. Hadis pertama menyatakan bahwa Rasulullah SAW. Berwudhu’
dengan cara membasuh wajah dan kedua tangannya, serta mengusap kepala satu kali,
sebagaimana tampak dalam hadits berikut ini:

،‫ َع ْن َز ْي ِد ْب ِن أَ ْسلَ َم‬، ‫يز ْب ُن ُم َح َّم ٍد‬ َ َ ‫ َق‬، ‫ِي‬


ِ ‫ أ ْخ َب َرنَا َع ْب ُد ْال َع ِز‬: ‫ال‬ ‫ أَ ْخ َب َر َنا‬: ‫ال‬
ُّ ‫ ْال َّشا ِفع‬# َ ‫ َق‬، ‫َح َّد َثنَا ْال َّر ِب ْي ُع‬
، ‫ضأَ َو ْج َه ُه َو َي َد ْي ِه‬َّ ‫صلَّى اللَّ ُه َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو‬ َ ‫ول اللَّ ِه‬َ ‫ أَ َّن َر ُس‬،‫اس‬ ٍ ‫ َع ِن ا ْب ِن َعَّب‬،‫ار‬ ٍ ‫َع ْن َع َطا ِء ْب ِن َي َس‬
٦ ‫ ص‬١ ‫ اختالف الحديث – ج‬.‫َو َم َس َح ِب َر ْأ ِس ِه َم َّر ًة َم َّر ًة‬

“Ar-Rabi’ telah bercerita kepada kami, dia berkata: Imam asy-Syafi’i memberi kabar kepada
kami, Ia berkata: Abdul Aziz ibn Muhammad telah memberi kabar kepada kami dari Zaid ibn
Aslam dari Atha’ ibn Yasar dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah s.a.w. berwudhu membasuh
wajah dan kedua tangannya, serta mengusap kepala satu kali-satu kali.” (H.R. asy-Syafi’i)

Sementara dalam riwayat lain dinyatakan bahwa Nabi SAW. Berwudhu dengan membasuh wajah
dan kedua tangannya, serta mengusap kepala tiga kali, sebagaimana terbaca dalam hadits berikut ini:

َ ‫ َع ْن ُح ْم َر‬، ‫ َع ْن أَِبي ِه‬، ‫ام ْب ِن ُع ْر َو َة‬


‫ان‬ َ
ِ ‫ َع ْن ِه َش‬، ‫ان ْب ُن ُع َي ْي َنة‬ ُ ‫ أَ ْخ َب َرنَا ُس ْف َي‬: ‫ال‬
َ ‫ َق‬، ‫ِي‬ ُّ ‫أَ ْخ َب َرنَا ْال َّشا ِفع‬
‫اختالف الحديث – ج‬.‫ال ًثا‬ َ ‫ال ًثا َث‬َ ‫ضأَ َث‬َّ ‫صلَّى اللَّ ُه َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َت َو‬َ ‫ أَ َّن النَّ ِب َّي‬، ‫ان‬ َ ‫َم ْولَى ُع ْث َم‬
َ ‫ان ْب ِن َع َّف‬
٧‫ ص‬١

“Imam Asy-Syafi’i telah memberi kabar kepada kami, dia berkata Sufyan ibn
‘Uyainah telah memberi kabar kepada kami, dari Hisyam bin ‘Urwah dari ayahnya,
dari Hamran maula “Utsman ibn ‘Affan bahwa Nabi s.a.w. berwudhu dengan
mengulangi tiga kali (dalam membasuh dan mengusap).” (HR Asy-Syafi’i).
Kedua riwayat tersebut tampak bertentangan namun keduanya sama-sama shahih dan
akhirnya diselesaikan dengan metode al-Jam’u wa At-Taufîq dengan komentar Imam Asy-
Syafi’i dalam kitab Ikhtilâf Al- Hadîts :

ُ ‫ِع َل فِي َها َي ْخ َتل‬


ْ ‫ِف م‬
‫ِن‬ َّ ‫ َولَك‬،‫ِف ُم ْطلَ ًقا‬
ْ ‫ِن ْالف‬ ٌ ‫ ُم ْخ َتل‬:‫ِيث‬ َ ‫ِن َه ِذ ِه‬
ِ ‫األ َحاد‬ ْ ‫ِش ْي ٍء م‬ ُ ‫ال يُ َق‬
َ ‫ال ل‬ َ ‫ َو‬:‫ِي‬ َّ ‫ال‬
ُّ ‫الشا ِفع‬ َ ‫َق‬
َ ‫ أَ َق ُّل َما َي ْج ِزي م‬:‫ال‬
‫ِن‬ ُ ‫ِن يُ َق‬ َ ‫ َو‬، ‫ام‬
ْ ‫ َولَك‬،‫األ ْم ِر َوالنَّ ْه ِي‬ # ْ َ ‫ف ْال َح‬
ِ ‫ال ِل َوال َح َر‬ َ ‫ال ْخ ِت‬
ِ ‫ال‬ ِ ‫اح‬ٌ ‫َو ْج ِه أَنَّ ُه ُم َب‬
٧‫ ص‬١ ‫ اختالف الحديث – ج‬.‫ال ٌث‬ َ ‫ضو ِء َث‬ُ ‫ِن ْال ُو‬ ُ ‫ َوأَ ْك َم ُل َما َي ُك‬،‫ضو ِء َم َّر ٌة‬
َ ‫ون م‬ ُ ‫ْال ُو‬

Dengan terjemahan bebasnya adalah Imam asy-Syafi’i berkata: “hadits-hadits itu tidak
bisa dikatakan sebagai hadits yang benar–benar kontradiktif. Akan tetapi bisa dikatakan bahwa
berwudhu dengan membasuh wajah dan kedua tangannya, serta mengusap kepala satu kali,sudah
mencukupi, sedangkan yang lebih sempurna dalam berwudhu adalah mengulanginya tiga kali
(dalam hal membasuh wajah dan mengusap tangan serta mengusap kepala).
5. Bagaimana cara membedakan hadis segi kauntitas dan segi kualitas? Berikan contohnya?

Yang dimaksud segi kuantitasnya adalah penggolongan hadis ditinjau dari banyaknya rawi


yang meriwayatkan hadis. Sedangkan hadis berdasarkan kuali-tasnya adalah
penggolongan hadis dilihat dari aspek diterima atau ditolaknya. Hadis berdasarkan kuantitas
Rawi, Hadis ditinjau dari sedikit banyaknya rawi yang menjadi sumber berita terbagi menjadi
dua macam yaitu hadis mutawatir dan ahad. Mengutip dari tulian Sintia Paramita, Hadis
mutawatir secara bahasa merupakan isim fa’il dari kata al-tawatur yang bermakna al-tatabu
(berturut-turut) atau datangnya sesuatu secara berturutturut dan bergantian tanpa ada yang
menyela. Hadis Ahad, secara bahasa kata ahad atau wahid berarti satu. Maka hadis ahad atau
hadis wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang. Ulama lain mendefinisikan
dengan hadis yang sanadnya shahih dan bersambung hingga sampai kepada sumbernya (Nabi
Muhammad SAW) tetapi kandungannya memberikan pengertian zhanni dan tidak sampai kepada
qath’i atau yakin.

Contoh:
‫ْأ‬
ِ َّ‫ب عَلي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَ َّو َم ْق َع َدهُ ِمنَ الن‬
‫ار‬ َ ‫َم ْن َك ّذ‬
“Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah ia mempersiapkan
tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari)
Menurut Abu bakar Al-Bazzar, Hadis tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat.
Sebagian ulama mengatakan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh 62 orang sahabat. Hadis
tersebut terdapat pada sepuluh kitab Hadis.
Pembagian hadis berdasarkan kualitas hadis terbagi menjadi tiga maca yaitu sahih, hasan,
dann dhaif. Contoh hadis sahih :
Hadis sahih: hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari
Al-Hasan bin Urfah Al-Maharibi dari Muhammad bin Amr dari Abu salamah dari Abi Hurairah,
bahwa Nabi SAW bersabda :

َ ِ‫َأ ْع َما ُراُ َّمتِي َما بَ ْينَ ال ِّستِّ ْينَ اِل َي ال َّس ْب ِع ْينَ َوَأقَلُّهُ ْم َم ْن يَجُوْ ُز َذال‬
‫ك‬
“Usia umatku antara 60 sampai 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi demikian
itu”
Hadis shahih terbagi menjadi dua, yaitu shahih li dzatih dan shahih li ghairih. Sahih li
dzatih adalah hadis sahih yang memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal, seperti yang telah
disebutkan di atas. Adapun hadis shahih li ghairih adalah hadis shahih yang tidak memenuhi
syarat-syaratnya secara maksimal. Misalnya, rawinya yang adil tidak sempurna ke-dzabit-annya
(kapasitas intelektualnya rendah). Bila jenis ini dikukuhkan oleh jalur lain semisal, maka ia
menjadi shahih lil ghairih. Dengan demikian, shahih li ghairih adalah hadis yang keshahihannya
disebabkan oleh faktor lain karena memenuhi syarat-syarat secara maksimal. Misalnya, hadis
hasan yang diriwayatkan melalui beberapa jalur, bisa naik derajat dari derajat hasan ke derajat
sahih.

Contoh hadis sahih li-dzatihi

‫ ع َْن َأبِي‬،‫ار‬ٍ ‫ ع َْن َعطَا ِء ب ِْن يَ َس‬،‫ص ْف َوانَ ب ِْن ُسلَي ٍْم‬َ ‫ ع َْن‬،‫ك‬ ٍ ِ‫ت َعلَى َمال‬ ُ ‫ قَ َرْأ‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫َح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ يَحْ يَى‬
‫اجبٌ َعلَى ُكلِّ ُمحْ تَلِ ٍم‬ ِ ‫«ال ُغ ْس ُل يَوْ َم ْال ُج ُم َع ِة َو‬
ْ :‫ال‬ َ ِ‫ َأ َّن َرسُو َل هللا‬،‫ي‬
َ َ‫ ق‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِّ ‫َس ِعي ٍد ْال ُخ ْد ِر‬

Artinya:

“telah mengabarkan kepadaku yahya bin yahya, ia berkata: aku membacakan kepada
malik, dari safwan bin sulaim, dari atha’ bin yasar, dari sa’id al-khudri, bahwasanya
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “mandi pada hari jum’at hukumnya
wajib, yakni bagi yang telah bermimpi (yang telah balig)” (HR. Muslim)
Contoh hadis sahih lil ghairih

‫) ؛ فكان‬2( "‫ "ابتع علينا إبالً بقالئص من قالئص الصدقة إلى محلها‬:‫فقال النبي صلّى هللا عليه وسلّم‬
‫يأخذ البعير بالبعيرين والثالثة‬
Artinya:

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “juallah kepada kami seekor unta
dengan beberapa ekor unta muda dari unta zakat sesuai dengan hitungannya”, maka
ia mengambil seekor unta jantan ditukar dengan dua ekor unta muda atau tiga ekor
unta betina” (HR. Ahmad dan Baihaqi)

Sebagaimana hadis sahih, hadis hasan pun terbagi atas hasan li dzatih dan hasan li ghairih .
Hadis yang memenuhi segala syarat-syarat hadis hasan disebut hadis hasan li dzatih. Syarat
unutk hadis hasan adalah sebagaimana hadis sahih, kecuali bahwa para perawinya hanya
termasuk kelompok ke empat (shaduq) atau istilah lain yang setaraf atau sama dengan tingkatan
rersebut. Adapun hadis li ghairih adalah hadis dhaif yang bukan dikarenakan perawinya pelupa,
banyak salah dan orang fasik yang mempunya mutabi’ dan syahid hadis dhaif yang karena
rawinya buruk hafalannya, tidak di kenal identitasnya, dan menyembunyikan cacat dapat naik
drajatnya menjadi hadis hasan li ghairih karena dibantu oleh hadis-hadis lain yang semisal dan
semakna atau karena banyak rawi yang meriwayatkannya.
Contoh hadis hasab li-dzatihi
‫ عن‬،‫وني‬88‫ران الج‬88‫ عن أبي عم‬،‫بعي‬88‫ حدثنا جعفر بن سليمان الض‬،‫ "حدثنا قتيبة‬:‫ما أخرجه الترمذي قال‬
‫ه‬88‫لى هللا علي‬88‫ول هللا ص‬88‫ال رس‬88‫ ق‬:‫ سمعت أبي بحضرة العدو يقول‬:‫ قال‬8‫أبي بكر بن أبي موسى األشعري‬
‫ "إن أبواب الجنة تحت ظالل السيوف‬:‫وسلم‬
Artinya:

“apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi, ia berkata: qutaibah telah menceritakan kepada
kami, ja’far bin sulaiaman adh dhab’i telah menceritakan kepada kami, dari abi imran al
jauni, dari abi bakar bin musa al asy’ari ia telah berkata: aku telah mendengar bapakku
berkata tatkala berhadapan dengan musuh: “rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda: “sesungguhnya pintu-pintu surga ada dibawah bayangan pedang...”

At tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Dr mahmud thahan mengatakan
bahwa hadits ini hasan karena para rawinya tsiqah kecuali ja’far bin sulaiam adh dhab’i, oleh
sebab itu hadits ini turun derajadnya dari shahih menjadi hasan
Contoh hadis hasan li-ghairihi

‫رَأةً ِم ْن بَنِي‬8َ 8‫ ِه َأ َّن ا ْم‬8‫ ةَ ع َْن َأبِي‬8‫ا ِم ِر ب ِْن َربِي َع‬88‫ َد هَّللا ِ ْبنَ َع‬8‫ْت َع ْب‬ ُ ‫ ِمع‬8‫ال َس‬88َ‫ص ِم ب ِْن ُعبَ ْي ِد هَّللا ِ ق‬ِ ‫َح َّدثَنَا ُش ْعبَةُ ع َْن عَا‬
ْ َ‫ك بِنَ ْعلَي ِْن قَال‬
‫ت نَ َع ْم‬ ِ ‫ت ِم ْن نَ ْف ِس‬
ِ ِ‫ك َو َمال‬ ِ ‫ضي‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ َر‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ت َعلَى نَ ْعلَي ِْن فَق‬ ْ ‫فَزَا َرةَ تَ َز َّو َج‬
ُ‫ال فََأ َجازَ ه‬
َ َ‫ق‬
Artinya:

telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari ‘Ashim bin ‘Ubaidullah berkata; saya


telah mendengar Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah dari Bapaknya bahwa ada seorang
wanita dari bani Fazarah menikah dengan mahar berupa sepasang sandal. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Apakah kamu rela atas diri dan hartamu dengan
dua sandal ini?” Dia menjawab; “Ya.” (‘Amir bin Rabi’ah) berkata; (Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam) membolehkannya.

Dalam sanad hadits itu ada seorang perawi bernama ‘Ashim bin ‘Ubaidullah. Ia adalah
seorang perawi yang lemah (dha’if). Karena dia orang yang lemah hafalannya. Maka hadits ini
merupakan hadits yang dha’if.

Contoh hadis daif

‫لى‬88‫ان وص‬88‫ وشراب من حالل صلت عليه المالئكة في ساعات شهر رمض‬8‫ على طعام‬8‫من فطر صائما‬
‫عليه جبرائيل ليلةالقدر‬
Artinya:

“Barangsiapa memberi hidangan berbuka puasa dengan makanan dan minuman yang
halal, para malaikat bershalawat kepadanya selama bulan Ramadhan dan Jibril
bershalawat kepadanya di malam lailatul qadar.”

SEKIAN, TERIMA KASIH


SEMOGA PROF DENGAN KELUARGA SEHAT SELALU

Anda mungkin juga menyukai