Anda di halaman 1dari 14

AL-RAZI: BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN FILSAFAT NYA

Oleh: Liska1
Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri Madura
E-mail: liskafaqot@gmail.com

Abstrak
Abu Bakr Muhammad Zakariya al-Razi (864-930 M), seorang
ilmuan besar khususnya dalam bidang kedokteran yang telah
berkontribusi besar dalam dunia science dengan magnum opusnya
Al-Hāwī fī al-Ṭibb. Bukan hanya itu, Al-Razi juga dikenal dengan
sebagai filsuf Islam yang mengenalkan konsep lima kekal (kadim),
yaitu Allah Ta’ala, Jiwa universal, Materi pertama Tempat/ruang
absolut Masa absolut. Dan tidak kalah masyhurnya, pernyataan
tentang kenabian. Bahwa manusia dilahirkan dengan kemampuan
yang sama dan yang membedakannya adalah usaha dan
pendidikannya.
Kata kunci: Al-Razi, Filsafat, Lima kekal

Abstract
Abu Bakr Muhammad Zakariya al-Razi (864-930 AD), was a great
scientist, especially in the field of medicine who contributed greatly
to the world of science with his magnum opus Al-Hāwī fī al-Ṭibb.
Not only that Al-Razi is also known as an Islamic philosopher who
introduced the concept of the five eternal (kadim), namely Allah
Ta'ala, universal soul, first matter, absolute place/space, and
absolute mass. And no less famous, statements about prophethood.
These humans are born with the same abilities and what
distinguishes them is their effort and education.
Kata kunci: Al-Razi, Philosophy, ‎The Five Eternal Principles

1
Mahasiswi Pasca Sarjana IAIN Madura, Program Manajemen Pendidikan Islam

1
Pendahuluan
Islam muncul sebagai agama dengan membawa sistem agama yang
berbeda. Oleh karena itu, perlu dipahami perbedaan antara Islam sebagai
agama dan Islam sebagai peradaban. Munculnya peradaban Islam tidak lepas
dari berbagai proses pemikiran yang berkembang dalam Islam. Berbagai
pemikiran yang muncul tersebut biasa disebut dengan filsafat Islam. Ide-ide
yang berkembang dalam filsafat Islam sebenarnya didorong oleh ide-ide
filosofis Yunani yang meresap ke dalam Islam. Tetapi ini tidak berarti bahwa
filsafat Islam adalah bagian dari filsafat Yunani. Filsafat Islam merupakan
hasil interaksi dengan filsafat Yunani dan lain-lain. Ini karena pemikiran
rasional Muslim sudah mapan sebelum filsafat Yunani diterapkan pada Islam.
Mayoritas filosof muslim klasik eksis di dunia filsafat untuk
menghubungkan dan mendamaikan filsafat dan agama. Misalnya, Al-Farabi
(yang gagasannya dianggap paling ekstrem dan radikal saat itu) adalah tokoh
utama yang dikritik Al-Ghazali dalam bukunya yang terkenal Tahaft Al-
Farasifa. Itu menipu umat Islam saat itu.
Dikembangkan oleh para filosof Muslim Timur, filsafat Islam
melebarkan sayapnya dan melebarkan cakarnya. Dimulai dengan Kindi
sebagai filosof Islam pertama, para filosof lain menyusul. Kindi disebut
sebagai bapak filsafat Islam karena ia adalah filosof pertama. Periode Kindi
diikuti oleh berbagai filsuf, masing-masing mengembangkan karakternya
sendiri. Filsafat kemudian dilanjutkan oleh Al-Razi yang menolak perpaduan
antara agama dan filsafat. Menurutnya, kebenaran sejati adalah kebenaran
yang bersumber dari filsafat. Oleh karena itu, untuk membuat masyarakat
menjadi lebih baik, filsafat perlu dipraktikkan.
Dalam kepenulisan ini, penulis akan membahas tentang biografi Al-
Razi sekaligus pemikiran filsafatnya tentang lima kekal.

2
Biografi dan Pendidikan Al-Razi
Nama lengkap Al-Razi adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria
ibnu Yahya Al-RAzi. Dalam wacana keilmuwan barat dikenal dengan sebutan
Rhasez. Ia dilahirkan di Rayy, sebuah kota tua masa lalu bernama Rhogee,
dekat Teheran, Republik Islam Iran pada tangga; 1 Sya’ban 251 H/865 M.2
Al-Razi merupakan seorang filsuf yang sangat luar biasa. Beliau
sangat suka membaca dan menulis. Setiap buku yang didapatnya pasti dibaca
sampai tuntas, dan mencatat tentang apa yang sudah diperoleh.
Pada masa mudanya ia pernah menjadi tukang intan, penukar uang,
dan pemain kecapi. Kemudian dia menaruh perhatian yang besar terhadap
ilmu kimia dan meninggalkannya setelah matanya terserang penyakit akibat
eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. Setelah itu ia beralih dan
mendalami ilmu kedokteran dan filsafat.3
Selain belajar daras-dasar ilmu agama Islam dari ayahnya yang juga
seorang ulama, Al-Razi mendalami berbagai macam ilmu pengetahuan dari
sejumlah ulama terkemuka pada masanya, diantaranya belajar kepada Ali
Ibnu Rabban al-Thabari, seorang dokter dan filosof dan belajar filsafat kepada
al-Balkhi, menguasai filsafat dan ilmu-ilmu kuno.
perlu diketahui bahwa Al-Razi juga mendapatkan gelar Abu Bakar dan
sekaligus Sebagai penanda pembeda dengan ilmuwan lainnya, seperti Abu
Hatim Al-Razi, Fakhruddin Al-Razi dan Najmuddin Al-Razi.4
Al-Razi terkenal sebagai dokter segala dokter, dan di juluki The
Arabic Galen oleh cendikiawan barat. Yang paling fenomenal dari penemuan
beliau adalah tentang penemuan penyakit cacar dan bisul, sekaligus yang
menganalisis obat dan perbedaan keduanya secara spesifik. Selain itu, beliau

2
M.M. Syarif, The History of Muslim Philosophy (New York: Dovers Publication, 1967), 434.
3
M.M. Syarif, The History of Muslim Philosophy, 434.
4
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2014), 117.

3
juga menemukan kencing batu atau yang kita sebut batu ginjal. Selain itu
beliau juga yang melopori pengobatan penyakit dengan bahan kimia.
Abdul Latif dalam bukunya Sirajuddin berpendapat bahwa Al-Razi
sendiri lebih mementingkan hal-hal besar dari pada hal yang hanya bernilai
materi belaka.5 Beliau menyebutkan hal seperti itu karena ayah Al-Razi
menginginkan Al-Razi untuk mengikuti ayahnya Sebagai pedagang. Ayahnya
sudah membekali ilmu perdagangan kepada Al-Razi sendiri dari sejak ia kecil.
Namun karena keinginannya untuk mendalami ilmu sains dan filsafat lebih
besar, ayahnya pun mendukung penuh terhadap keinginan putranya. Hal ini
membuktikan bahwa ayahnya Al-Razi sangat arif terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan.6
Al-Razi juga Sebagai salah satu ilmuwan sains di bidang Kimia. Di
dalam bukunya Al-Hawi, Al-RAzi menguraikan bagaimana membuat asal
sulfur atau alcohol yang diperoleh dari proses destilasi gula yang telah di ragi.
Sementara penemuan kimiawi di bidang industry adalah berupa penemuan
mesin untuk keperluan senjata dan pengelolahan kertas dari bahan kapas.
Perlu diketahui meskipun bangsa Yunani telah mengenal sejumlah zat kimia,
namun mereka tidak tahu tentang substansi unsur-unsur kimia, seperti
alkohol, asam sulfur, acqua regia, maupun asam nitrat. Yang menemukan itu
semua adalah orab Arab, dan itu bersamaan dengan ditemukannya potassium,
asam moniak, nitrat perak, sublimat korosif, dan preparasi mercuri. Maka
tidak heran lagi jika sebutan penting dalam istilah kimia juga ada yang berasal
dari bahasa Arab, seperti alkohol, alembic, alkali, eliksir, dan kimia itu
sendiri.7
Meskipun beliau seorang dokter yang terkemuka, secara personal
beliau seorang dokter yang cinta dan mengoharmati orang miskin. Al-Razi
5
Sirajuddin Zar, 119.
6
Ibid, 118.
7
Abu Su’ud, Islamolog: Sejarah, Ajaran, dan Perannya dalam peradaban Umat Manusia (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2003), 197.

4
sendiri terkenal Sebagai seorang dokter yang dermawan dan penyayang.
Karena itulah banyak pasiennya yang bisa berobat dengan gratis. Namun
Abdul Latif berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh Al-Razi itu karena
tidak memiliki harta.8 Hal ini dibantah oleh Sirajuddin dan berpendapat
abhwa Abdul Latif terlalu berlebihan dalam pernyatannya tersebut. Karena
kenyataannya Al-Razi sering pulang pergi antara Baghdad dan Rayy. Dan hal
ini-lah yang menunjukkan bahwa Al-Razi memiliki harta (uang).9
Pada masa pemerintahan gubernur Al-mansur ibnu Ishaq, Al-Razi
diangkat menjadi kepala rumah sakit Rayy karena reputasinya di bidang
kedokteran. Setelah itu, dia pindah ke Baghdad dan memimpin rumah sakit di
sana pada masa pemerintahan Khalifah Al-Muktafi. Setelah Al-Muktafi
meninggal, ia kembali ke kota kelahirannya dan kemudian ia berpindah-
pindah dari satu negeri ke negeri yang lainnya. Beliau meninggal dunia pada
tanggal 5 Sya’ban 313 H/27 Oktober 925 M di usia 60 tahun.10 Menurut T.J.
De Boer dalam bukunya Sirajudddin, Al-Razi wafat tahun 923 M.11
Di kala itu, ilmu pengetahuan yang dimiliki Al-Razi sangatlah banyak
sehingga banyak orang-orang yang belajar kepadanya. Ini terlihat dengan
metode penyampaian pemikirannya berbentuk sistem pengembangan daya
intelektual (sistem diskusi). Apabila ada seorang murid yang bertanya maka
pertanyaan itu tidak langsung dijawabnya melainkan dilempar kembali kepada
murid-murid lainnya yang terbagi beberapa kelompok. Apabila kelompok
pertama tidak dapat menjawab maka pertanyaan dilempar pada kelompok
kedua, dan seterusnya. Ketika semuanya tidak dapat menjawab ataupun ada
yang menjawab tetapi jawabannya kurang benar, barulah Al-Razi yang
memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.12

8
Sirajuddin, 119.
9
Ibid
10
Ibid.
11
Ibid.
12
Ibid.

5
Karya-Karya Al-Razi
Al-Razi termasuk seorang filsuf yang rajin belajar dan menulis
sehingga banyak karya yang dihasilkannya. Dalam buku Sirajuddin, Al-Razi
dalam autobiografinya mengatakan, bahwa ia telah menulis tidak kurang dari
200 karya tulis dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. 13 Karya tulisnya
dalam bidang kimia yang terkenal ialah Kitab al-Asrar yang diterjemahkan ke
bahasa Latin oleh Geard fo Cremon. Karya terbesarnya dalam bidang medis
ialah al-Hawi yang merupakan ensikolpedia ilmu kedokteran, dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul Continens yang tersebar
luas menjadi buku pegangan utama di kalangan dokter Eropa sampai abad ke-
17 M.14 bukunya yang lain di bidang kedokteran ialah al-Mansuri Liber al-
Mansoris 10 jilid yang disalin ke dalam berbagai bahasa barat sampai abad
XV M. kitab al-Judar wa al-Hasbah tulisannya yang membahas tetang
penyakit cacar dan campak yang lengkap dengan pencegahannya, yang
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa barat dan terakhir ke dalam bahasa
Inggris tahun 1847 M, bahkan dianggap buku bacaan wajib ilmu kedokteran
pada masa itu. Kemudian buku-bukunya yang lain adalah al-Thibb al-Ruhani,
al-Sirah al-Falsafiah, dan masih banyak lagi. Dari beberapa karya Al-Razi
sudah ada yang dikumpulkan dalam satu kitab yang diberi nama al-Rasail
Falsafiyyat.15
Dari belbagai karyanya, Al-Razi lebih terkenal Sebagai ahli kimia dan
kedokteran dari pada terkenal Sebagai filosof. Ia sangat rajin membaca dan
menulis. Menurut M.M.Syarif, mungkin karena inilah yang menyebabkan
penglihatan Al-Razi berangsur lemah dan buta total. Sayangnya beliau tidak
mau diobati dengan berdalih bahwa sebentar lagi ia akan meninggal.16

13
Ibid, 120.
14
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, Terj. R. Mulyadi Kartanegara (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986),
151.
15
Sirajuddin Zar, 120.
16
M.M. Syarif, The History of Muslim Philosophy, 436.

6
Filsafat Al-Razi
Al-Razi terkenal dengan seorang yang rasionalis, kata beliau pikiran
manusia adalah sebagai penentu. Jadi manusia harus membebaskan
pemikirannya supaya bisa menentukan suatu hal. Yang hal ini juga salah satu
akibat ia dimarjinalkan dari konteks kesejarahan Islam.
a. Filsafat Metafisika
Ada lima teori kekekalan diajukan sebagai yang mewakili
pandangan metafisikanya secara umum, filsafat Al-Razi terkenal dengan
ajaran Lima yang Kekal. Menurut Al-Razi dua dari yang Lima Kekal itu
hidup dan aktif, Tuhan dan roh. Satu daripadanya tidak hidup dan pasif,
yaitu materi. Dua lainnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak pula pasif,
ruang dan masa.
Pertama sekaligus yang kedua, adalah kedua prinsip Pencipta dan
jiwa. Menurut Al-Razi, Allah adalah pencipta dan pengatur seluruh alam.
Alam tidak muncul dari ketiadaan, tetapi dari apa yang sudah ada. Oleh
karena itu alam tidak perlu abadi bahkan jika substansi pertama (Allah)
adalah abadi. Penciptaan di sini adalah dalam hal komposisi materi yang
sudah ada. Di sisi lain, jika Tuhan menciptakan alam dari ketiadaan,
Tuhan pasti akan menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan. Tetapi pada
kenyataannya penciptaan seperti itu tidak mungkin.
Benda-benda alam memiliki kekuatan hidup dan gerakan, tetapi
tidak berbentuk. Dalam hal ini, jiwa adalah roh, zat halus seperti udara,
sangat tidak berwujud dan tidak berwujud sehingga sulit untuk
diketahui.17
Ketiga, materi menurut Al-Razi bahwa itu tidak mesti tersusun dari
kuantum yang diskret dan tak dapat dibagi-bagi, materi baginya bergerak
menurut unsur-unsur materinya masing-masing. Pendapat ini dijelaskan

17
Ibid, hlm. 160.

7
dengan panjang lebar dalam bukunya yang membahas bahwa Tuhan tidak
campur tangan dalam tindakan mahluk. Al-Razi lebih meyakinkan adanya
gerak bawaan dan intrinsik, inilah perbedaan tajam antara fisika
Democritus dan Aristoteles.18
Keabadian materi didemontrasikan dalam dua cara. Penciptaan,
yaitu tindakan materi yang sedang “dalam Pembentukan”, mensyaratkan
(adanya) bukan saja seorang Pencipta yang telah mendahuluinya, tetapi
juga sebuah substratum atau meteri dimana tindakan itu melekat. Selain
itu, konsep yang sebenarnya dari penciptaan ex Nihilo tidak dapat
dipertahankan secara logis, karena jika Tuhan telah mampu menciptakan
sesuatu dari tiada, maka tentu saja ia harus terikat pada penciptaan segala
sesuatu dari tiada, karena hal ini merupakan modus pembuatan yang
paling sederhana dan paling cepat. Tetapi karena tidak demikian halnya,
maka dunia haruslah dikatakan telah diciptakan dari materi tanpa bentuk,
yang telah mendahuluinya sejak semula. Materi memerlukan sebuah locus
tempat ia tinggal, dan ini adalah prinsip yang keempat.19
Keempat, Ruang dipahami oleh Al-Razi, sebagai sebuah konsep
abstrak, yang berbeda dengan “tempat” (tonos) Aristoteles, tidak dapat
dipisahkan secara logis dari tubuh. Keberadaan materi abadi
membutuhkan ruang yang sesuai. Ruang dapat dibagi menjadi dua jenis.
Jadi pertama, ini adalah ruang spesifik/relatif. Ruang terbatas dan dibatasi
oleh bentuk-bentuk yang dimilikinya. Kedua, ruang bersifat
universal/absolut, tidak terikat oleh apapun yang ada, dan tidak memiliki
batas.20
Kelima, Dalam pandangannya tentang waktu, Al-Razi memandang
waktu sebagai semacam gerak atau bilangan dari padanya, waktu adalah

18
Ibid, hlm. 246.
19
Majid Fakry, Sejarah Filsafat Islam (Jakarta : Mizan, 1987), 157.
20
Ibid,. hlm. 158

8
zat yang cair dan abadi. Konsep seperti itu menyebabkan realitas waktu
tergantung secara logis kepada gerakan secara umum dan gerakan segenap
langit secara khusus; tetapi dalam pandangan Al- Razi, gerak tidaklah
menghasilkan tetapi hanyalah menyingkap atau memperlihatkan waktu,
yang karenanya secara esensial tetap berbeda dengannya.
Seperti terhadap ruang lebih lanjut, Al-Razi membaginya menjadi
dua bagian, pertama waktu mutlak. Waktu tidak memiliki awal atau akhir,
itu universal. Itu benar-benar terputus dari alam semesta dan gerakan
Falak. Kedua, waktu bersifat relatif, fana, dan terbatas karena terikat
dengan pergerakan falak, terbit dan terbenamnya matahari. Singkatnya,
karena itu sesuatu yang numerik dan terukur. Mengenai yang terakhir ia
membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman terbatas yaitu antara
al-dahr (duration) dan al-waqt (time). Yang pertama kekal dalam arti tidak
bermula dan tak berakhir, dan kedua disifati oleh angka.21

b. Filsafat Rasionalis (akal)


Harun Nasution dalam bukunya falsafat mistisisme dalam Islam
diungkapkan bahwa; Al-Razi adalah seorang rasionalis yang hanya
percaya pada kekuatan akal dan tidak percaya pada wahyu dan nabi-nabi.
Ia berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui apa yang
baik serta apa yang buruk, untuk tahu pada Tuhan dan untuk mengatur
hidup manusia di dunia ini. Manusia terlahir pada dasarnya telah dibekali
akan sebuah potensi daya berpikir yang sungguh sama besarnya, dan
perbedaan itu timbul karena berlainan pendidikan dan berlainan suasana
perkembangannya. Ia tidak percaya dengan para Nabi karena dia
menganggap para Nabi membawa tradisi berupa upacara-upacara yang
mempengaruhi jiwa rakyat yang pikirannya sederhana. Ia juga berani

21
Ibid

9
menganggap bahwa Al-Qur’an bukan mukjizat. Tetapi yang diutamakan
baginya adalah buku-buku falsafat dan ilmu pengetahuan daripada buku-
buku agama. Walaupun ia menentang agama pada umumnya, ia bukanlah
seorang ateis, akan tetapi ia seorang monoteis yang percaya pada adanya
Tuhan sebagai pengatur alam.22

Dalam hal ini, Badawi menerangkan alasan-alasan Al-Razi dalam


menolak kenabian, adapun alasan-alasannya antara lain: pertama, akal
sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat,
yang berguna dan tidak berguna. Hanya dengan akal semata, manusia
mampu mengetahui Allah yang mengatur kehidupan dengan sebaik-
baiknya. Kedua, tidak ada alasan yang kuat bagi pengistimewaan
beberapa orang untuk membimbing semua orang karena semua orang
lahir dengan kecerdasan yang sama. Perbedaan manusia bukan karena
pembawaan alamiah, tetapi karena pengembangan dan pendidikan.
Ketiga, para Nabi saling bertentangan. Pertentangan tersebut seharusnya
tidak ada jika mereka berbicara atas nama satu Allah.23 Sebagai bukti
sikap Rasionalis yang dimiliki oleh Al-Razi terhadap akal, terlihat dalam
bukunya Ath-Thibb Ar-Ruhani. Dalam Kitab tersebut, ia mengatakan:

”Tuhan, segala puji bagi-Nya, yang telah memberi kita akal agar
dengannya, kita memperoleh sebanyak-banyak manfa’at. Inilah
karunia terbaik Tuhan kepada kita. Dengan akal, kita melihat
segala yang berguna bagi kita dan yang membuat hidup kita baik,
dengan akal kita dapat mengetahui yang gelap, yang jauh, dan yang
tersembunyi dari kita .. dengan akal pula, kita dapat memperoleh
pengetahuan tentang Tuhan, suatu pengetahuan tertinggi yang dapat
kita peroleh ... jika akal sedemikian mulia dan penting; kita tidak boleh
melecehkannya, kita tidak boleh menentukannya, sebab ia adalah
penentu, atau kita tidak boleh mengendalikannya, sebab ia adalah
pengendali, atau memerintahnya, sebab ia adalah pemerintah. Tetapi

22
Harun Nasution, Filsafat dan Mitisisme dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), 24
23
M. M. Syarif, Para Filosof Muslim, 47

10
kita harus merujuk kepadanya dalam segala hal dan menentukan
segala masalah dengannya, kita harus sesuai dengan perintahnya".24

Pernyataan Al-Razi merupakan suatu ungkapkan keagungannya


terhadap akal. Al-Razi memang menentang kenabian wahyu dan
kecendrungan irrasional. Segalanya harus masuk akal ilmiah dan logis.
Sehingga akal sebagai kriteria prima dalam pengetahuan dan prilaku.
Perbedaan manusia adalah disebabkan oleh berbedanyan pemupukan akal
karena ada yang memperhatikan hal tersebut dan ada yang tidak
memperhatikannya, baik dalam segi teoritis maupun yang bersifat
praktis.25

Fenomena yang terjadi, bahwa al-Razi adalah seorang yang selalu


mengagungkan akal, ini terbantah karena pendapat demikian adalah
sebuah tuduhan-tuduhan yang diberikan kepadanya dari lawan-lawan
debatnya. Hal seperti ini lumrah terjadi karena untuk kepentingan politik
semata yang kalah tetapi tidak sadar diri. Dalam bukunya al- Thibb al-
Ruhani tidak ditemukan keterangan bahwa al-Razi mengingkari kenabian
ataupun agama, namun sebaliknya ia mewajibkan untuk menghormati
agama dan berpegang teguh kepada agama, karena dengan agama akan
mendapatkan kenikmatan di akhirat berupa surga dan mendapatkan
keuntungan berupa ridha Allah. Dalam buku tersebut ia mengatakan:

”Mengendalikan hawa nafsu adalah wajib menurut rasio, menurut


semua orang berakal dan menurut semua agama dan wajiblah manusia
yang baik, Manusia yang utama dan yang melaksanakan syari’ah secara
sempurna, tidak perlu takut terhadap kematian. Hal ini disebabkan

24
Seyyed Hosen Nasser & Oliver Leaman (edt), Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam (Bandung: Mizan,
2003), hlm. 669.
25
H. A. Mustofa, Filsafat Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 118

11
syari’ah telah menjanjikan kemenangan dan kelapangan serta
(menjanjikan) bisa mencapai kenikmatan abadi.”26

Selain itu, Al-Razi juga mengakui kenabian sebagaimana ia


nyatakan dengan sebuah kata ”Semoga Allah melimpahkan Shalawat
kepada ciptaan-Nya yang terbaik, Nabi Muhammad dan keluarganya dan
semoga Allah melimpahkan Shalawat kepada Sayid kita, kekasih kita,
dan penolong kita di hari kiamat, yakni Muhammad. Semoga Allah
melimpahkan kepadanya Shalawat dan Salam yang banyak selama-
lamanya.27
Denganh demikian, tuduhan-tuduhan itu terbantahkan, Al-Razi
adalah seorang rasionalis religius, bukan rasionalis liberal karena Al-Razi
masih mengakui dan mendasarkan logikanya kepada agama dan
kewahyuan.

c. Filsafat Jiwa (roh)


Mengenai filsafat tentang jiwa (roh), bermula dari sebuah
pertanyaan yang timbul dari buah pikiran Al-Razi, yakni, sebuah
pertanyaan tentang keabadian lain, setelah kematian? Keabadian lain itu
adalah roh yang akan selalu hidup, tetapi roh itu bodoh. Materi yang juga
kekal, karena kebodohannya roh mencintai materi dan membuat banyak
dirinya untuk memperoleh kebahagiaan materi. Tetapi materi menolak,
akhirnya Tuhan ikut campur untuk membantu roh. Dijadikan lapisan dari
ruh, yakni sebuah jasad yang beragam macam. Kemudian Tuhan
menciptakan sebuah jasad yang sempurna, itulah manusia yang berguna
untuk menggerakkan aktifitas di dunia ini.
Dalam filsafatnya mengenai hubungan manusia denganTuhan, ia
dekat kepada filsafat Pythagoras, yang memandang kesenangan manusia

26
Ahmad Aziz Dahlan, Kitab Al-Razi, Al-Thibb al-Ruhani, dalam Lajnah Ihya’Al-Thurats al-Arabi
(ed) Rasa’il Falsafiyah, (Beirut: Dar al-Falaq al-Jadidah, 1982), 95-96
27
Ahmad Aziz Dahlan, Kitab Al-Razi, Al-Thibb al-Ruhani,185

12
sebenarnya ialah kembali kepada Tuhan dengan meninggalkan alam
materi ini. Untuk kembali ke Tuhan, maka roh harus lebih dahulu
disucikan dan yang dapat menyucikan roh adalah ilmu pengetahuan dan
membuat pantangan dalam mengerjakan beberapa hal tanpa dasar ilmu.
Menurut al-Razi jalan mensucikan roh adalah falsafat. Manusia harus
menjauhi kesenangan yang dapat diperoleh hanya dengan menyakiti orang
lain atau yang bertentangan dengan rasio. Tetapi sebaliknya, manusia
jangan pula sampai tidak makan atau berpakaian, tetapi makanlah dan
berpakaian sekedar untuk memelihara diri.28

Penutup
Al-Razi yang memiliki nama lengkap Abu Bakar Muhammad ibnu
Zakaria ibnu Yahya Al-Razi, lahir di Rhogee, dekat Teheran, Republik
Islam Iran pada tangga; 1 Sya’ban 251 H/865 M. dan wafat pada tanggal 5
Sya’ban 313 H/27 Oktober 925 M di usia 60 tahun. Menurut T.J. De Boer
dalam bukunya Sirajudddin, Al-Razi wafat tahun 923 M.
Filsafat Al-Razi antara lain; filsafat metafisika Lima Kekal, filsafat
logika, dan filsafat roh.

Daftar Pustaka

Dahlan, Ahmad Aziz. Kitab Al-Razi. Al-Thibb al-Ruhani. Dalam Lajnah


Ihya’Al-Thurats al-Arabi (ed) Rasa’il Falsafiyah. Beirut: Dar al-Falaq
al-Jadidah. 1982.

Fakhry, Majid. Sejarah Filsafat Islam, Terj. R. Mulyadi Kartanegara. Jakart:


Pustaka Jaya. 1986.

28
Ibid., hlm.185

13
Harahap, Syahrin. Hasan Bakti Nasution. Ensiklopedia Akidah Islam. Jakarta:
Kencana Media group. 2009.

Mustofa, H. A.. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia. 1999.

Nasution, Harun. Filsafat dan Mitisisme dalam Islam. Jakarta : Bulan


Bintang. 1973.

Nashr, Sayyed Husein. (edt). Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam. Tej. Mizan.
Mizan, Bandung: 2003.

Su’ud, Abu. Islamolog: Sejarah, Ajaran, dan Perannya dalam peradaban


Umat Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2003.

Syarif, M.M.. The History of Muslim Philosophy . New York: Dovers


Publication. 1967.

Zar, Sirajuddin. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: PT Raja


Grafindo. 2014.

14

Anda mungkin juga menyukai