Anda di halaman 1dari 21

Filsafat Islam Al Razi 1

PEMIKIRAN FILSAFAT AL-RAZI:


Oleh : ahmad ardianto, mustapa kamal dan tri wulandari*
"berbahagialah, wahai binatang buas, karena engkau telah
menemukan al-razi yang memuliakanmu dengan menyembelihmu"
(sokhi huda)

A. Pendahuluan
Kalaupun Islam muncul sebagai sistem peradaban yang mandiri,
maka hal itu merupakan realitas sejarah yang tentu saja bukan untuk arah
utama Islam sebagai agama yang hadir. Dalam arti, Allah mengutus
Muhammad membawa Islam tentulah “tidak direncanakan” untuk muncul
sebagai sebuah peradaban. Islam muncul sebagai sebuah agama dengan
membawa aneka sistem keagamaan. Oleh karenanya, harus dipahami
perbedaan Islam sebagai agama dengan Islam sebagai peradaban.
Peradaban Islam muncul tidak lepas dari berbagai pemikiran yang
berkembang dalam Islam. Berbagai pemikiran yang muncul tersebut biasa
disebut filsafat Islam. Pemikiran yang berkembang dalam filsafat Islam
memang didorong oleh pemikiran filsafat Yunani yang masuk ke Islam.
Namun, hal itu tidak berarti bahwa filsafat Islam adalah nukilan dari filsafat
Yunani. Filsafat Islam adalah hasil interaksi dengan filsafat Yunani dan yang
lainnya.hal itu dikarenakan pemikiran rasional umat islam telah mapan
sebelum terjadinya transmisi filsafat yunanike dalam islam.
Filsafat Islam yang dipelopori oleh para filosof muslim timur telah
mengembangkan sayapnya dan menancapkan cakarnya dengan kuat. Dimulai
dari al-Kindi sebagai filosof Islam pertama kali, kemudian disusul oleh para
filosof yang lainnya. Karena merupakan filosof yang pertama kali, maka al-
Kindi dijuluki sebagai bapak filsafat Islam. Setelah masa al-Kindi, kemudian
dilanjutkan oleh berbagai filosof yang masing-masing mengembangkan
karakternya masing-masing. Setelah itu, filsafat dilanjutkan oleh al-Razi yang
menolak perpaduan antara agama dengan filsafat. Karena menurutnya
kebenaran yang sejati ini adalah kebenaran yang diperoleh dari filsafat.
Sedangkan agama saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya.
Maka dari itu, untuk memperbaiki masyarakat, maka harus mengamalkan
filsafat.

B. Biografi Intelektual Al-Razi


Nama Lengkap Al-Razi adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria
ibnu Yahya Al-Razi1. dalam wacana keilmuan barat dikenal dengan sebutan

1
Ada beberapa nama tokoh yang juga disebut Ar-Razi, yakni Abu
Hatim Ar-Razi , Fakhruddin Ar-Razi dan Najmuddin Ar-Razi. Untuk
membedakan Ar-Razi yang merupakan sang filosof dari tokoh lain yang juga
bernama Ar-Razi, maka digunakan nama kunyahnya, yaitu Abu Bakar.
2 Filsafat Islam Al Razi

Rhazes2. Ia dilahirkan di Rayy, subuah kota tua yang masa lalu bernama
Rhogee, dekat Teheran, Republik Islam Iran pada tanggal 1 Sya’ban 251
M/865 M.3
Pada masa mudanya, ia menjadi tukang intan dan suka pada musik
(kecapi). Ia cukup respek terhadap ilmu kimia, sehingga tidak mengherankan
apabila kedua matanya buta akibat dari eksperimen yang dilakukannya.
Namun, para sarjana berpendapat bahawa al-Razi mengalami sakit mata dan
kemudiannya buta pada penghujung hayat-nya. Al-Razi menderita akibat
ketekunannya menulis dan membaca yang terlalu banyak. Ia juga belajar ilmu
kedoktoran (obat-obatan) dengan sangat tekun pada seorang dokter dan
filosof yang lahir di Merv pada Tahun 192 H/808 M yang bernama Ali Ibnu
Robban al-Thabari. Kemungkinan guru ini pula yang menumbuhkan minat Al
Razi untuk bergulat dengan filsafat agama, karena ayah guru tersebut adalah
seorang pendeta Yahudi yang ahli dalam kitab-kitab suci.4
Sebenarnya ayahnya berharap agar Al-Razi mengikuti profesinya
sebagai pedagang. oleh karena itu, ayahnya telah membekali diri Al-Razi
dengan ilmi-ilmu perdagangan. Namun, ternyata Al-Razi lebih memilih
bidang intelektual dari pada pedagang. Hal ini, menurutAbdul Latif
Muhammad Al-‘Abd, merupakan indikasi bahwa ia memilih perkara-perkara
yang lebih besar ketimbang hanya mementingkan materi belaka. Akan tetapi,
ayahnya tidak pernah menghalangi bakat Al-Razi menjadi seorang
intelektual. Hal ini juga dapat dijadikan bukti bahwa ayahnya sangat arif
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.5
Perlu pula diingat tentang lingkungan Al-Razi tempat ia berdomisili.
Telah dimaklumi bahwa Iran, yang sebelumnya terkenal dengan sebutan
persia, sejak lama sudah terkenal dengan sejarah peradaban manusia. kota ini
merupakan tempat pertemuan barbagai peradaban, terutama peradaban
yunani dan persia. dalam bidang penyatuan kebudayaan persia dan yunani
inilah terletaknya salah satu jasa dari Alexander yang Agung pada tahun 331
SM. Oleh karena itu, peradaban yang tinggi jauh sebelum bangsa arab
mengenalnya. agaknya suasana lingkungan ini termasuk yang mendorong
bakat Al-Razi tampil sebagai seorang intelektual.
A-Razi terkenal sebagai seorang dokte r yang dermawan, penyayang
kepada pasien-pasiennya, karena itu ia sering memberikan pengobatan
Cuma-Cuma kepada orang-orang miskin. Namun, ungkapan Abdul Latif
Muhammad Al-‘Abd terlalu berlebihan yang mengatakan bahwa Al-Razi

2
Yunasir Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam (Jakarta: Bumi
Aksara, 1991),.35
3 M.M. Syarif, The History Of Muslim Philosophy, (Bandung:Penerbit

Mizan,1993),.31
4 A. Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung:Pustaka Setia, 1997),.115
5 Sirajuddin Zar, Filsafat IslamFilosof dan Filsafatnya, (Jakarta:Raja

Grafindo Persada, 2012),.114


Filsafat Islam Al Razi 3

tidak memiliki harta sampai ia meninggal dunia. kenyataannya ia sering


pulang pergi antar Baghdad dan Rayy. hal ini menunjukkan bahwa ia masih
mempunyai uang.
Karena reputasinya di bidang kedokteran ini, Al-Razi pernah
diangkat menjadi kepala rumah sakit Rayy pada masa pemerintahan
Gubernur Al-Mansur ibnu Ishaq. Kemudian ia pindah ke Baghdad dan
memimpin rumah sakit di sana pada masa pemerintahan Khalifah Al-
Muktafi. Setelah Al-Muktafi meninggal, ia kembali ke kota kelahirannya,
kemudian ia berpindah-pindah dari satu negeri dan negeri lainnya dan
meninggal dunia pada tanggal 5 Sya’ban 313 H/ 27 Oktober 925 M dalam usia
60 Tahun.6
Informasi yang di kemukakan Al-Qifti dan Usaibi’ah sulit dipercaya.
Menurutnya Al-Razi berguru kepada Ali Ibnu Rabban al-Tabari, seorang
dokter dan filosof. Padahal Al-Razi lahir sepuluh tahun setelah Ali ibnu
Rabban Al-Tabari meninggal duni. menurut Al-Nadim yang benar adalah Al-
Razi belajar filsafat kepada Al-Balkhi, menguasai filsafat dan ilmu-ilmu kuno.
Ia juga belajar Matematika, Astronomi, Sastra serta Kimia.7
Disiplin ilmu Al-Razi meliputi ilmu falak, matematika, kimia,
kedokteran, dan filsafat. Ia lebih terkenal sebagai ahli kimia dan ahli
kedokteran dibanding sebagai filosof. Ia sangat rajin menulis dan membaca,
agaknua inilah yang menyebabkan penglihatannya berangsur-angsur
melemah dan akhirnya buta total. Sewaktu didesak supaya dilakukan operasi,
karena mungkin akan berhasil, ia pun tetap menolak sambil berkata bahwa ia
telah banyak menyaksikan dunia dan telah muwak terhadapnya8.
Karya Tulisnya
Al-Razi termasuk seorang filosof yang rajin belajar dan menulis
sehingga tidak mengherankan ia banyak menghasilkan karya tulis. dalam
autobiografinya pernah ia katakan bahwa ia telah menulis tidak kurang dari
200 buah karya tuis dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.9 Karya
tulisnya dalam bidang kimia yang terkenl ialah Kitab al-Asrar yang
diterjemahkan kedalam bahasa latin oleh Geard fo Cremon. Dalam bidang
medis karyanya yang terbesar ialah al-Hawi yang merupakan ensiklopedia
ilmu kedokteran, diterjemahkan ke dalam bahasa latin dengan judul Continens

6
Menurut T.J. De Boer Al-Razi wafat tahun 923 M. Lihat bukunya:
Tarikh al-Falsafat fi al-islam, diterjemahkan. ke dalam bahasa arab oleh
Muhammad ‘Abd Al-Hady Abu Zaidah, (Kairo: Mathba’ah Lajnat al-Ta’lif wa
al-Tarjamat wal al-Nasyar, 1954),115
7 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media

Pratama, 1999), 24.


8 Yoesoef Sou’yb, Pemikiran Islam Merobah Dunia, (Bandung: Firma

Madju).73.
9 M.M. Syarif, The History Of Muslim Philosophy, (Bandung:Penerbit

Mizan,1993),436
4 Filsafat Islam Al Razi

yang tersebar luas dan menjadi buku pegangan utama di kalangan kedokteran
Eropa sampai abad ke 17 M. Bukunya dibidang kedokteran juga ialah al-
Mansuri Liber al-Mansoris 10 jilid disalin ke dalam berbagai bahasa barat sampai
akhir abad XV M. Kitab al-Judar wa al-Hasbab tulisannya yang berisikan analisis
tentang penyakit cacar dan campak beserta pencegahannya, diterjemahkan
orang ke dalam berbagai bahasa barat dan terakhir ke dalam bahasa inggris
tahun 1847 M, dan dianggap buku bacaan wajib ilmu kedokteran barat.
kemudian buku-bukunya yang lain ialah al-Thibb al-Ruhani, al-Sirah al-Falsafiah,
dan lainnya. Sebagian karya tulisnya telah dikumpulkan menjadi satu kitab
yang bernama al-Rasa’il falsafiyyat yang banyak dikutip dalam buku ini.
Amat disayangkan karya tulis Al-Razi lebih banyak yang hilang dari
pada yang masih ada sehingga sulit mencantumkan nama buku dan isinya
satu per satu.

C. Menyorot dan Menimbang Rasionalitas al-Razi


Al-Razi adalah seorang rasionalis yang hanya percaya pada kekuatan
akal dan tidak percaya pada wahyu dan nabi-nabi. Ia berkeyakinan bahwa
akal manusia kuat untuk mengetahui apa yang baik serta apa yang buruk,
untuk tahu pada Tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini.
Manusia terlahir pada dasarnya telah dibekali akan sebuah potensi daya
berpikir yang sungguh sama besarnya, dan perbedaan itu timbul karena
berlainan pendidikan dan berlainan suasana perkembangannya. Ia tidak
percaya dengan para Nabi karena dia menganggap para Nabi membawa
tradisi berupa upacara-upacara yang mempengaruhi jiwa rakyat yang
pikirannya sederhana. Ia juga berani menganggap bahwa al-Qur’an bukan
mukjizat. Tetapi yang diutamakan baginya adalah buku-buku falsafat dan
ilmu pengetahuan daripada buku-buku agama. Walaupun ia menentang
agama pada umumnya, ia bukanlah seorang ateis, akan tetapi ia seorang
monoteis yang percaya pada adanya Tuhan sebagai pengatur alam.10

Dalam hal ini, Badawi menerangkan alasan-alasan al-Razi dalam


menolak kenabian, adapun alasan-alasannya antara lain: pertama, akal sudah
memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat, yang berguna
dan tidak berguna. Hanya dengan akal semata, manusia mampu mengetahui
Allah yang mengatur kehidupan dengan sebaik-baiknya. Kedua, tidak ada
alasan yang kuat bagi pengistimewaan beberapa orang untuk membimbing
semua orang karena semua orang lahir dengan kecerdasan yang sama.
Perbedaan manusia bukan karena pembawaan alamiah, tetapi karena
pengembangan dan pendidikan. Ketiga, para Nabi saling bertentangan.
Pertentangan tersebut seharusnya tidak ada jika mereka berbicara atas nama
satu Allah.11

10 Harun Nasution, Filsafat dan Mitisisme dalam Islam . 24


11
M. M. Syarif, Para Filosof Muslim. 47
Filsafat Islam Al Razi 5

Sebagai bukti sikap Rasionalis yang dimiliki oleh al-Razi terhadap


akal, terlihat dalam bukunya Ath-Thibb Ar-Ruhani. Dalam Kitab tersebut, ia
mengatakan:
”Tuhan, segala puji bagi-Nya, yang telah memberi kita akal agar
dengannya, kita memperoleh sebanyak-banyak manfa’at. Inilah karunia
terbaik Tuhan kepada kita. Dengan akal, kita melihat segala yang berguna
bagi kita dan yang membuat hidup kita baik, dengan akal kita dapat
mengetahui yang gelap, yang jauh, dan yang tersembunyi dari kita .. dengan
akal pula, kita dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, suatu
pengetahuan tertinggi yang dapat kita peroleh ... jika akal sedemikian mulia
dan penting; kita tidak boleh melecehkannya, kita tidak boleh
menentukannya, sebab ia adalah penentu, atau kita tidak boleh
mengendalikannya, sebab ia adalah pengendali, atau memerintahnya, sebab ia
adalah pemerintah. Tetapi kita harus merujuk kepadanya dalam segala hal
dan menentukan segala masalah dengannya, kita harus sesuai dengan
perintahnya".12
Pernyataan al-Razi merupakan suatu ungkapkan keagungannya
terhadap akal. Al-Razi memang menentang kenabian wahyu dan
kecendrungan irrasional. Segalanya harus masuk akal ilmiah dan logis.
Sehingga akal sebagai kriteria prima dalam pengetahuan dan prilaku.
Perbedaan manusia adalah disebabkan oleh berbedanyan pemupukan akal
karena ada yang memperhatikan hal tersebut dan ada yang tidak
memperhatikannya, baik dalam segi teoritis maupun yang bersifat praktis.13
Fenomena yang terjadi, bahwa al-Razi adalah seorang yang selalu
mengagungkan akal, ini terbantah karena pendapat demikian adalah sebuah
tuduhan-tuduhan yang diberikan kepadanya dari lawan-lawan debatnya. Hal
seperti ini lumrah terjadi karena untuk kepentingan politik semata yang
kalah tetapi tidak sadar diri. Dalam bukunya al- Thibb al-Ruhani tidak
ditemukan keterangan bahwa al-Razi mengingkari kenabian ataupun agama,
namun sebaliknya ia mewajibkan untuk menghormati agama dan berpegang
teguh kepada agama, karena dengan agama akan mendapatkan kenikmatan di
akhirat berupa surga dan mendapatkan keuntungan berupa ridha Allah.
Dalam buku tersebut ia mengatakan:
”Mengendalikan hawa nafsu adalah wajib menurut rasio, menurut
semua orang berakal dan menurut semua agama dan wajiblah manusia yang
baik, Manusia yang utama dan yang melaksanakan syari’ah secara sempurna,
tidak perlu takut terhadap kematian. Hal ini disebabkan syari’ah telah

12
Seyyed Hosen Nasser & Oliver Leaman (edt), Ensiklopedi Tematis
Filsafat Islam, (Bandung: Mizan, 2003), . 669
13 H. A. Mustofa, Filsafat Islam.118
6 Filsafat Islam Al Razi

menjanjikan kemenangan dan kelapangan serta (menjanjikan) bisa mencapai


kenikmatan abadi.14
Selain itu, al-Razi juga mengakui kenabian sebagaimana ia nyatakan
dengan sebuah kata ”Semoga Allah melimpahkan Shalawat kepada ciptaan-
Nya yang terbaik, Nabi Muhammad dan keluarganya dan semoga Allah
melimpahkan Shalawat kepada Sayid kita, kekasih kita, dan penolong kita di
hari kiamat, yakni Muhammad. Semoga Allah melimpahkan kepadanya
Shalawat dan Salam yang banyak selama-lamanya.15 Denganh demikian,
tuduhan-tuduhan itu terbantahkan, al-Razi adalah seorang rasionalis religius,
bukan rasionalis liberal karena al-Razi masih mengakui dan mendasarkan
logikanya kepada agama dan kewahyuan.

D. Kenabian dan Agama


Teori kenabian al-Razi merupakan teori yang sangat controversial
tetapi ini tidak dapat menjadi acuan bagi siapapun untuk menanggapinya
dengan menyesatkan dirinya. Al-Razi hanya berbeda dalam memahami
konsep kenabian, dan itu tidak memberi pengaruh bahwa kemudian dia
menolak Islam dan ajaran-ajarannya. Al-Razi tetaplah bertuhan dan
menyembah Allah, hanya saja dia menolak kenabian, karena kenabian
menurut al-Razi membuat umat malas dan enggan berjuang serta bekerja
keras. Sepertinya yang ingin dikritik al-Razi bukan pada keberadaan Nabi,
tetapi pada kebiasaan umat yang salah mempersepsikan ajaran Nabi dan
membuaikan dirinya pada syafa'at Nabi.16
Fahamnya ini dapat dipahami, karena al-Razi adalah seorang yang
dikenal ulet, tegas dan pekerja keras. Al-Razi beranggapan bahwa untuk
keteraturan kehidupan manusia tidak
memerlukan seorang Nabi. Cukup dengan akal, setiap manusia dapat
memberikan keteraturan dalam kehidupan ini, akal adalah anugerah terbesar
dari Tuhan untuk manusia. Akal dapat membantu manusia membedakan
baik dan buruk, memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya dan memberikan
informasi pada manusia.17
Meskipun Al-Razi seorang rasionalis murni ia tetap bertuhan hanya
ia tidak mengakui adanya wahyu dan kenabiam Berikut gaya dan pokok-
pokok penolakan Al-Razi. Bantahan Al-Razi terhada kenabian dengan alasan:18

14
Ahmad Aziz Dahlan, Kitab Al-Razi, Al-Thibb al-Ruhani, dalam
Lajnah Ihya’Al-Thurats al-Arabi (ed) Rasa’il Falsafiyah, (Beirut: Dar al-Falaq
al-Jadidah, 1982), 95-96
15 Ahmad Aziz Dahlan, Kitab Al-Razi, Al-Thibb al-Ruhani, dalam

Lajnah Ihya’Al-Thurats al-Arabi (ed) Rasa’il Falsafiyah, (Beirut: Dar al-Falaq


al-Jadidah, 1982). 95-96
16 Achmad Gholib, Filsafat Islam,(Jakarta:Faza Media, 2009),70
17 Achmad Gholib, Filsafat Islam,(Jakarta:Faza Media, 2009).71
18 A. Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung:Pustaka Setia, 1997)124
Filsafat Islam Al Razi 7

1. Bahwa akal sudah memadai untuk mcmbcdakan antara yang baik dan
yang buruk, yang bcnar dan yang jahat yang berguna dan yang tak
berguna, Melalui akal manusia dapat mengetahui Tuhan dan mengatur
kchidupan kita scbaik-baiknya, Kemudian mengapa masih dibutuhkan
nabi?
2. Tidak ada keistimewaan bàgi beberapa orang untuk membimbing semua
orang, sebab setiap orang lahir dengan kecerdasan yang sama
perbedaannya bukanlah karena pembawaan alamiah, tetapi karena
pengembangan dan pendidikan (eksperimen).
3. Para nabi saling bertentangan, Apabila mereka berbicara atas nama satu
Tuhan mengapa implementasi mereka terhadap pertentangan? Setelah
menolak kenabian kemudian Al-Razi mengkritik agama secara umum. la
menjelaskan kontradiksi-kontradiksi kaum Yahudi Kristen atau pun
Majusi. Pengikatan manusia terhadap agama adalah karena meniru dan
kebiasaan, kekuasaan ulama yang mengabdi negara dan manifestasi
lahiriah agama, upacara-upacara, dan peribadatan yang mempengaruhi
mereka yang sederhana dan naif.
Al-Razi mengkritik secara sistematis kitab-kitab wahyu Al-Quran
dan injil. la mencoba mengkritik yang satu dengan menggunakan yang
lainnya, Misalnya ia mengkritik agama Yahudi dengan paham-paham Kristen
dan Islam. Kemudian ia mengkritik Al-Quran dengan Injil.
Pertama ia menolak mu'jizatnya Al-uran baik karena gayanyq maupun isinya
dan menegaskan adanya kemungkinan menulis kitab yang lebih baik dalam
gaya yang lebih baik.
Al-Razi lebih suka terhadap buku-buku ilmiah dari pada kitab suci,
sebab buku-buku ilmiah lebih berguna bagi kehidupan manusia dari pada
kitab-kitab suci. Buku-buku kedokteran, astronomi, geometri dan logika
lebih berguna dari pada Injil dan Al-Quran. Penulis-penulis buku ilmiah ini
telah menemukan kenyataan dan kebenaran melalui kecerdasan mereka
sendiri tanpa bantuan para nabi:
Ilmu pengetahuan berasal dari tiga sumber yaitu: pemikiran yang
didasarkan pada logika, tradisi dari para pendahulu kepada para.
pengganti yang didasarkan pada bukti menyakinkan dan akurat
seperti dalam sejarah dan naluri yang menuntun manusia tanpa memerlukan
banyak pemikiran.
oleh karena itu tidak masuk akal apabila tuhan mengutus para nabi,
karena banyak melakukan kemudharatan. adanya peperangan yang terjadi
antara berbagai bangsa adalah sebagai akibat percaya kepada mereka tanpa
reserve dengan mempercayai ajaran-ajaran yang dibawa mereka, kemudian
saling bertentangan akhirnya timbul peperangan yang bersifat keagamaan di
dunia.
Dengan demikian, terlihat al-Razi adalah seorang yang
mengkultuskan akal, sehingga dijuluki rasionalis murni.Pandangannya
mengenai keagungan akal dan keraguannya terhadap kenabian diutrakannya
8 Filsafat Islam Al Razi

dalam Naqdal-Adyan awfi al-Nubuwwah. Dikatakannya bahwa seorang Nabi


tidak berhak mengklaim dirinya sebagai seorang yang memiliki
keistimewaan khusus, karena semua orang lahir dengan kecerdasan yang
sama, dan fithrah yang sama, perbedaan antara satu dengan lainnya
disebabkan pengembangan potensi dilakukan oleh setiap individu.19
Al-Razi juga menegaskan bahwa terdapat kekeliruan di dalam kitab-
kitab suci, baik itu dalam Islam, Nasrani, Yahudi atau bahkan
Manichaenisme. Al-Razi mencoba mengkritik setiap ajaran dalam kitab suci
dengan ajaran kitab suci agama lainnya, sehingga baginya tidak ada yang
sempurna di dalam kitab suci.20 Lebih lanjut, keberlangsungan agama
hanyalah tradisi, kepentingan ulama-ulama yang didukung oleh penguasa.
Agama dalam beberapa hal hanya menyebabkan manusia menjadi malas dan
bodoh, apalagi jika penguasa menndoktrinkannya dengan berbagai aturan
yang membuat manusia semakin terperangkap dan tidak memperbaharui
dirinya. Yang paling buruk dari agama, adalah penganut agama mengklaim
dia-lah yang paling benar. Sehingga setiap agama menyulitkan dirinya untuk
bertoleransi dengan agama lainnya, akibatnya seringkali terjadi pertengkaran
dan perpecahan atas nama agama.Al-Razi pun menolak mu’jizat al-Qur’an
dari segi kebahasaan, karena mungkin saja seseorang dapat menulis yang
lebih baik dari al-Our'an. Bagi al-Razi, buku-buku ilmiah jauh lebih
menawarkan kecerdasan daripada al-Qur'an. Dan terbukti para pendahulu
(filosof Yunani) telah mendapat kecerdasan mereka sendiri tanpa bantuan
para Nabi.21
Menurutnya, ilmu pengetahuan berasal dari tiga sumber yakni
pemikiran yang didasarkan pada logika, tulisan atau warisan ilmiah para
penulis terdahulu yang telah ditelaah dan diketahui bukti-bukti keilmuannya
secara akurat, serta naluri yang menuntun manusia tanpa perlu
menggunakan pemikiran terlebih dahulu. Warisan ilmiah dari para
pendahulu termasuk di dalamnya sejarah yang terjadi yang kemudian diambil
ibrahnya,22 Ide-ide rasionalitasnya yang agak berlebihan inilah yang
kemudian membuatnya berhadapan dengan banyak intelektual muslim yang
membela teori kenabian. Misalnya saja Abu Hatim al-Razi, seorang muhaddis
yang juga pendakwah yang menulis responnya dalam A’lam al-Nubuwwah;
Abu Qasim al-Balkhi, tokoh mu’tazilah yang merespon teori waktunya al-
Razi dalam buku ‘llm Ulahi; Abu Bakr Husain al-Tammar, seorang tabib yang
menerangkan perbedaannya dari al-Razi mengenai materi.23
Terlepas dari segala kekurangan dan kelebihan al-Razi, dia tetaplah
seorang filosof muslim yang melepaskan ide-idenya dengan baik. Bahkan

19
Achmad Gholib, Filsafat Islam,(Jakarta:Faza Media, 2009),72
20
Achmad Gholib, Filsafat Islam,(Jakarta:Faza Media, 2009).73
21 Achmad Gholib, Filsafat Islam,(Jakarta:Faza Media, 2009).74
22 Achmad Gholib, Filsafat Islam,(Jakarta:Faza Media, 2009).75
23 Achmad Gholib, Filsafat Islam,(Jakarta:Faza Media, 2009),.76
Filsafat Islam Al Razi 9

pengetahuan kimia dan kedokterannya yang memukau membantunya untuk


menjelaskan pemikiran metafisika. Al-Razi adalah nuansa baru dalam filsafat
Islam yang liberal, rasionalis dan reformis. Karena sebelum dan sesudahnya
tak ada seorang pemikir muslim yang seberani dirinya.
Bagi al-Razi, akal menjadi kompas utama dalam kehidupan setiap
manusia. Akal diberikan oleh Tuhan kepada setiap insan dalam kekuatan
yang sama. Perbedaan timbul karena pengaruh pendidikan, lingkungan dan
suasana. Manusia bebas untuk menerima ilmu pengetahuan dari manapun
sumbernya. Sebab, ilmu itulah yang akan menyucikan jiwanya, untuk dapat
kembali kepada Tuhannya. Al-Razi tidak percaya kepada para Nabi. Sebab,
mereka dipandangnya hanya membawa kehancuran bagi manusia. Kebenaran
wahyu yang didakwahkannya, tidak benar adanya. Oleh karenanya, al-Qur’an
dengan uslubnya tidak merupakan mu’jizat bagi Muhammad. Ia hanya sebagai
buku biasa. Nikmat akal lebih kongkret daripada wahyu. Oleh karena itu,
kegiatan membaca buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya lebih
berarti daripada membaca buku-buku agama.24 Selanjutnya, dalam hubungan
kenabian dan agama, al-Razi menegaskan bahwa para Nabi tidak berhak
mengklaim bahwa mereka memiliki keistimewaan khusus, baik rasional
maupun spiritual, karena semua manusia sama. Padahal keadilan dan
kemahahakiman Tuhan memastikan untuk menolak memberikan
keistimewaan kepada seseorang di atas orang lain.25
Ar-Razi tidak percaya kepada nabi-nabi, sebab nabi-nabi itu hanyalah
membawa kehancuran bagi manusia, ajaran nabi-nabi itu saling
bertentangan, pertengkaran ini akan membawa kehancuran manusia. Wahyu
yang didakwahkan oleh para nabi kebenarannya tidaklah benar adanya.
Justru itu al-quran dengan gaya bahasanya tidaklah merupakan mukjizat bagi
nabi Muhammad, ia hanya sebagai buku biasa. Nikmat akal lebih konkrit dari
wahyu, oleh sebab itu membaca buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan
lainnya lebih berarti daripada membaca buku-buku agama. Bagi Ar-Razi
agama itu hanyalah warisan tradisional yang diikuti oleh masyarakat karena
tradisi belaka. Karena pandangan demikianlah maka Ar-Razi mengritik
semua agama. Tetapi apakah Ar-Razi seorang ateis, tetapi adalah seorang
monoteis sejati yang mengaku adanya Tuhan pencipta, Yang Maha Esa, hanya
bagi Ar-Razi nabinya adalah akalnya sendiri.26
Tetapi Dr. Abdul Latief Muhammad Al-Abd, dosen Filsafat islam di
Fakultas Darul-Ulum - Cairo University telah membantah tentang
ketidakpercayaan Ar-Razi terhadap nabi-nabi. Hal ini sebenarnya adalah
tuduhan yang dilontarkan oleh musuh-musuhnya, terutama sekali oleh Abu

Yunasir Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam (Jakarta: Bumi


24

Aksara, 1991),35-36
25
Amroeni drajat, filsafat islam buat yang pengen tau (jakarta; erlangga 2006)
Yunasir Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam (Jakarta: Bumi
26

Aksara, 1991),.36
10 Filsafat Islam Al Razi

Hatim Ar-Razi seorang penganut mazhab Syi'ah Ismailiah. Orang


mengetahui bahwa Ar-Razi menyangkal tentang wahyu dan kenabian
hanyalah melalui tulisan-tulisan Abu Hatim, sedangkan tulisan Ar-Razi yang
asli tidak ditemukan lagi karena sudah dimusnahkan oleh pendengki-
pendengkinya. Betapa mungkin kita akan mempercayai tuduhan musuh-
musuhnya terhadap dirinya? Betapa kita akan membenarkan seseorang yang
mempercayai adanya Tuhan dan syarak (agama) dikatakan menyangkal
wahyu dan kenabian.

E. Filsafat Lima Wujud Kekal


Perhatian utama filsafat al-Razi adalah jiwa, kemudian lima yang
kekal. Setelah itu, moral, kenabian dan agama, yang merupakan sisi
pengembangan daya kritik intelektualnya.
Perhatian utama filsafat al razi adalah jiwa, kemudian lima yang
kekal.27 Setelah itu moral kenabian dan agama. Yang merupakan sisi
penegembangan daya kritik intelektualnya.
Jiwa merupakan ttik kesamaan perhatian al-razi dan plato. Unntuk
ini ada ilustrasi indah untuk menggambarrkan substansi pokok filsafatplato
(platonik) sebagaimana di ungkapkan ooleh gardeer "suatu kerinduan untuk
kembali ke alam jiwa.."28
Dalam dunia filsafat Al-Razi mansyur dengan "Prinsip tentang lima
yang abadi" (Al-qudama ul-khamsah). Lima yang abadi itu ialah:
1. Al-Bari Ta'ala, Tuhan pencipta Yang Maha Tinggi dan Maha
Sempurna.
2. An-Nafsul-Kulliyah, jiwa yang universal yang hidup dari jasad ke
jasad sampai suatu waktu menemukan kebebasan yang hakiki.
3. Al-Hayulal-Ula, materi pertama yang daripadanya Tuhan
menciptakan dunia. Materi pertama ini terdiri dari atom-atom yang
mempunyai volume. Atom-atom ini mengisi ruang sesuai dengan
kepadatannya. Atom tanah adalah yang paling padat, kemudian
menyusul air, hawa dan api.
4. Al-Makanul-Mutlaq, ruang yang absolut, abadi, tanpa awal dan
tanpa akhir.
5. Az-Zamanul-Mutlaq, masa yang absolut, abadi, tanpa awal dan tanpa
akhir
Benda-benda tidak terlepas dari yang lima ini sebab:
a. Setiap benda perlu ada yang menciptakannya. Sebab itu ia perlu
kepada Tuhan Pencipta
b. Di antara benda ada yang hidup. Hidup memerlukan roh. Sebab itu
perlu adanya roh.

27 Mahmud mausu`ah, a`alam al-falsafah, beirut-lebanon 1992, 155


28 Jostein gardeer, dunia sophie:sebuah novel filsafat(bandung:mizan) 1996,
98
Filsafat Islam Al Razi 11

c. Benda adalah materi, yang dengannya ia dapat diinderai.


d. Materi mengalami perubahan, perubahan terjadi dalam waktu.
Dari Lima kekekalan itu ada dua yang hidup dan bergerak yakni,
Tuhan dan ruh yang pasif dan tidak hidup adalah materi pembentuk setiap
wujud dan dua lagi yang tidak hidup, tidak bergerak dan tidak pasif yaitu
kehampaan dan keberlangsungan. Berikut ini uraian singkat mengenai lima
kekekalan itu:
1) Tuhan
Tuhan bersifat sempurna. Tidak ada kebijakan yang tidak sengaja,
oleh karena itu ketidaksengajaan tidak bisa disifatkan kepada-Nya.
Kehidupan berasal dari-Nya, sebagaimana sinar datang dari matahari (ingat
teori Al Farabi tentang al faidh = emanasi). Ia mempunyai kepandaian yang
sempurna dan murni. kehidupan ini adalah mengalir dari ruh. Tuhan
menciptakan segala sesuatu tak ada yang bisa menandingi dan tak ada yang
bisa menolak kehendak-Nya. Tuhan maha mengetahu, Ia mengetahui segala
sesuatu. Tetapi ruh hanya mengetahui apa yang berasal dari eksperimen.29 Ia
mempunyai kepandaian sempurna dan murni. Kehidupan ini mengalir dari
ruh. Tuhan menciptakan segala sesuatu, tiada bisa menandingi-Nya, dan tak
sesuatu pun dapat menolak kehendak-Nya. Tuhan mengetahui sepenuhnya
segala sesuatu. tetapi ruh hanya mengetahui apa yang berasal dari
pengalaman. Tuhan mengetahui bahwa ruh cenderung kepada materi dan
membutuhkan kesenangan bendawi, kemudian ruh mengikatkan dirinya
pada materi; Tuhan dengan kebijakan-Nya mengatur ikatan tersebut supaya
dapat tercapai jalan paling sempurna. Setelah itu Tuhan memberikan
kepandaian dan kemampuan pengamatan kepada ruh. Inilah sebabnya
kenapa ruh mengingat dunia nyatanya, dan mengetahui bahwa selama ia
berada di dunia benda, Iya takkan pernah bebas dari rasa sakit. jika ruh
mengetahui hal itu, Dan juga mengetahui bahwa di dunia nyata ia akan
mempunyai kebahagiaan tanpa rasa sakit, maka ia mengharapkan dunia itu,
dan begitu ia terpisah dari materi, maka ia akan tinggal di sana untuk
selamanya dengan penuh bahagia.30
Dengan begitu seluruh keraguan tentang kekekalan dunia dan
maujudnya kejahatan dapat dihilangkan. Bila kita mengakui adanya
kebijakan sang pencipta, maka kita harus mengakui pula bahwa dunia ini
diciptakan. Bila orang bertanya kenapa dunia diciptakan pada saat ini atau
itu, kita jawab, karena ruh mengikatkan dirinya pada materi pada saat itu.
Tuhan tahu bahwa pengikatan ini merupakan sebab kejahatan, tetapi setelah
hal itu terjadi, Tuhan mengarahkannya ke jalan yang sebaik mungkin. Akan
tetapi beberapa kejahatan tetap ada; sumber seluruh kejahatan, susunan ruh
dan materi ini sepenuhnya tak dapat dimurnikan.

29
Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung:Pustaka Setia,1997),.120
30M.M. Syarif, The History Of Muslim Philosophy, (Bandung:Penerbit
Mizan,1993),.43
12 Filsafat Islam Al Razi

2) Ruh
Menurut Al Razi, Tuhan tidak menciptakan dunia lewat desakan apa
pun, tetapi ia memutuskan untuk menciptakannya setelah pada mulanya
tidak berkehendak menciptakannya. Siapakah yang membuat-Nya
melakukan yang demikian itu? harus ada keabadian lain yang membuat ya
memutuskan hal itu.31
Keabadian lain ini ialah ruh yang hidup, tetapi ia bodoh. materi juga
kekal. karena kebodohannya. Ruh mencintai materi dan membuat bentuk
darinya untuk memperoleh kebahagiaan bendawi. Tetapi materi menolak;
sehingga Tuhan campur-tangan untuk membantu Ruh. bantuan inilah,
Tuhan membuat dunia dan menciptakan didalam bentuk-bentuk yang kuat,
yang di dalamnya dapat memperoleh kebahagiaan jasmani. kemudian Tuhan
menciptakan manusia dan dari zat ketuhanan-Nya, Ia menciptakan
Inteligensi manusia guna menyadarkan ruh dan menunjukkan kepadanya
bahwa dunia ini bukanlah dunia sejatinya.
Tetapi manusia tidak dapat mencapai dunia sejati kecuali dengan
filsafat. Mereka yang mempelajari filsafat dan mengetahui dunia sejatinya dan
memperoleh pengetahuan akan selamat dari keadaan buruknya. Ruh-ruh
tetap berada di dunia ini sampai mereka disadarkan oleh filsafat akan rahasia
dirinya dan diarahkan kepada dunia sejati.
3) Materi
Kemutlakan materi pertama terdiri atas atom-atom. setiap atom
mempunyai volume; kalau tidak, maka dengan pengumpulan atom-atom itu,
tiada dapat dibentuk. bila dunia dihancurkan, maka ia juga terpisah-pisah
dalam bentuk atom-atom. dengan demikian, materi berasal dari kekekalan,
karena tidak mungkin menyatakan bahwa sesuatu berasal dari ketiadaan.32
Apa yang lebih padat menjadi unsur bumi, apa yang lebih renggang
daripada unsur bumi menjadi unsur air. apa yang lebih renggang lagi menjadi
unsur udara, dan yang jauh lebih jarang lagi menjadi unsur api.
wujud lingkungan juga terdiri atas partikel-partikel materi, tetapi
susunannya berbeda dengan susunan wujud lain. buktinya, gerak lingkungan
tidak menuju ke pusat dunia, tetapi ke garis kelilingnya. wujud ini tidak
begitu padat, sebagaimana bumi, tidak begitu renggang sebagaimana api atau
air.
Kualitas-kualitas seperti berat, ringan, gelap, terang, dapat dijelaskan
dengan kelebihan atau kekurangan-hampaan yang ada di dalam materi.
kualitas adalah suatu kejadian yang disebabkan oleh unsur wujud, dan unsur
wujud adalah materi.

31
M.M. Syarif, The History Of Muslim Philosophy, (Bandung:Penerbit
Mizan,1993),43
32 M.M. Syarif, The History Of Muslim Philosophy, (Bandung:Penerbit

Mizan,1993),.44
Filsafat Islam Al Razi 13

Al Razi memberikan dua bukti untuk memperkuat pendapatnya


tentang kekekalan materi. Pertama, penciptaan adalah bukti; dengan
demikian mesti ada penciptanya. apa yang diciptakan itu ialah materi yang
terbentuk. Tetapi, Mengapa kita membuktikan bahwa pencipta ada terlebih
dahulu dari yang dicipta? dan bukannya yang diciptakan itu yang lebih
dahulu ada? bila benar bahwa wujud tercipta (atau lebih tepat: dibuat
(masnu')) dari sesuatu dengan kekuatan agent, maka kita dapat mengatakan,
apabila agen ini kekal dan tak dapat diubah dengan kehendak-Nya, maka
yang menerima tindak kekuatan ini tentu kekal sebelum ia menerima tindak
tersebut. penerimanya adalah materi. jadi, materi itu kekal.
Bukti kedua berlandaskan ketidakmungkinan penciptaan dari
ketiadaan. Penciptaan, Katakanlah, yang membuat sesuatu dari ketiadaan,
lebih mudah daripada menyusunnya. diciptakannya manusia oleh Tuhan
dalam sekejap lebih muda daripada menyusun mereka dalam empat puluh
tahun. inilah premis pertama. Pencipta yang bijak tidak lebih menghendaki
melaksanakan apa yang lebih jauh dari tujuan-Nya daripada yang lebih dekat,
kecuali apabila dia tidak mampu melakukan apa yang lebih mudah dan lebih
dekat. Ini adalah premis kedua. kesimpulan dari premis-premis ini adalah
bahwa keberadaan segala sesuatu pasti disebabkan oleh pencipta dunia lewat
penciptaan dan bukan lewat penyusunan. Tetapi apa yang kita lihat terbukti
sebaliknya. Segala suatu di dunia ini dihasilkan oleh susunan dan bukan oleh
penciptaan. Bila demikian maka, ia tidak mampu menciptakan dari ketiadaan,
dan dunia ini mewujud melalui susunan sesuatu yang asalnya adalah materi.
Al Razi menambahkan bahwa induksi alam-semesta membuktikan hal
ini. Bila tiada sesuatupun wujud di dunia ini kecuali sesuatu yang lain, maka
berarti alam ini dibuat dari sesuatu yang lain, dan sesuatu yang lain ini adalah
materi. karenanya materi itu kekal; pada dasarnya ia bukan tersusun tetapi
tersendiri.
4) Ruang
Sebagaimana telah dibuktikan bahwa materi itu kekal, dan karena
materi menempati ruang, Maka ada ruang yang kekal. Alasan ini hampir
serupa dengan alasan al-IranSyahri. Tetapi al-iransyahri mengatakan bahwa
ruang merupakan kekuasaan nyata Tuhan. Al-razi tak mengikuti definisi
yang kabur dari gurunya. Bagi dia ruang adalah tempat keberadaan materi.33
Al razi membedakan ruang menjadi dua macam: Ruang universal atau
mutlak, dan ruang tertentu atau relatif. Yang pertama tak terbatas dan tidak
bergantung kepada dunia dan segala yang ada di dalamnya.
Kehampaan ada di dalam ruang, dan karenanya, Ia berada di dalam
materi. Sebagai bukti dari ketidakterbatasan ruang, al-iransyahri dan al Razi
mengatakan, bahwa wujud yang memerlukan ruang tidak dapat maujud
tanpa adanya ruang, meski ruang bisa maujud tanpa adanya wujud tersebut.

M.M. Syarif, The History Of Muslim Philosophy, (Bandung:Penerbit


33

Mizan,1993),45
14 Filsafat Islam Al Razi

Ruang tak lain adalah tempat bagi wujud-wujud yang membutuhkan ruang.
Yang berisi keduanya, yaitu wujud, atau bukan wujud. Bila wujud, maka ia
harus berada di dalam ruang, dan diluar wujud ini adalah ruang atau tiada-
ruang; bila tiada ruang, maka ia adalah wujud dan terbatas. Bila bukan wujud,
Ia berarti ruang. Karenanya, ruang itu tak terbatas, bila orang berkata bahwa
ruang mutlak ini berbatas, maka ini berarti bahwa batasnya adalah wujud.
Karena setiap wujud itu terbatas, sedang setiap wujud berada di dalam ruang,
maka ruang bagaimanapun tak berbatas. Yang tak berbatas itu adalah kekal,
karenanya ruang itu kekal.
Kehampaan mempunyai kekuatan menarik wujud-wujud; karena itu,
air tetap berada di dalam botol yang dimasukkan ke dalam air, meskipun
botol tersebut terbuka dan terbalik.
5) Waktu
Menurut Al Razi, waktu itu kekal. Ia merupakan substansi yang
mengalir (Jauhar yajri). Al-razi menentang mereka (Aristoteles dan pengikut-
pengikutnya) yang berpendapat bahwa waktu adalah Jumlah gerak benda,
karena jika demikian, maka tidak mungkin bagi dua benda yang bergerak
untuk bergerak dalam waktu yang sama dengan dua jumlah yang berbeda.34
Al Razi Membagi waktu menjadi dua macam, yaitu: waktu mutlak
dan waktu terbatas (Mahsur). waktu mutlak adalah keberlangsungan (al-dhar).
Ia Kakak dan bergerak. Sedang waktu terbatas adalah gerak lingkungan-
lingkungan. Matahari dan bintang-gemintang. Bila anda berpikir tentang
gerak keberlangsungan, maka anda dapat membayangkan waktu mutlak, Dan
ia itu kekal. Jika anda membayangkan gerak bola bumi, berarti anda
membayangkan waktu terbatas.

F. Kritik atas pemikiran filsafat al-Razi


Kritik terhadap al-Razi, dengan cara yang tajam pernah disampaikan
oleh Abu al-Hatim al-Razi (w. 330 H.) –seorang yang sezaman dan senegara
dengan al-Razi— dalam kitabnya A’lam al-Nubuwwah Di dalamnya tidak
ditegaskan nama al-Razi, akan tetapi cukup mengarahkan kritiknya kepada
orang yang disebutnya al-Mulhid (sang ateis). Namun ada indikasi pasti yang
menunjukkan bahwa sang ateis ini bukan orang lain selain al-Razi. Buku
tersebut memuat protes fundamental yang diarahkan oleh al-Razi kepada
kenabian dan pengaruhnya secara sosial. Protes-protes ini, secara global,
mendekati semua protes yang sebelumnya telah dikobarkan oleg al-Rowandi.
Seakan kedua tokoh tersebut mengulangi nada yang sama.35
Melihat apa yang mengantarkan Ar-Razi sampai pada suatu
kesimpulan bahwa kenabian tidak perlu, dan cukuplah akal yang menjadi

34
M.M. Syarif, The History Of Muslim Philosophy, (Bandung:Penerbit
Mizan,1993),46
35 Sokhi (UIN Sunan Ampel Surabaya) Huda, “Buah Filsafat Al-Razi:

Lima Kekal, Jiwa, Moral, Kenabian, Dan Agama,” no. February (1999): 13.
Filsafat Islam Al Razi 15

penunjuk bagi manusia, maka hal ini bertentangan dengan kemanusiaan itu
sendiri. Artinya, manusia itu sendiri masih lupa siapa yang menganugrahinya
akal, yang dengannya ia sendiri berfikir dan ada saat ini dan sebagainya.
Secara lansung dan tidak lansung, ini juga mengantarkan pada satu
kesimpulan sederhana akan tidak lepasnya akal pada bimbingan yang
Mahaagung, dalam hal ini melalui para rasul utusan-Nya.36
Berkaitan dengan ini, menarik apa yang dikatakan oleh al-Mawardi
dalam A’laam an-Nubuwah, bahwa para rasul atau utusan Allah yang diutus
kepada hamba-hamba Allah, yang membawa segala perintah dan larangan,
yang dengannya manusia mengetahui apa yang mesti dilakukan, sebagaimana
yang dikehedaki Allah. Karena kalau hanya dengan nalarnya atau akalnya
sendiri, manusia tidak mengetahui kemaslahatan yang diberikan untuknya.19
Dari pernyataan ini, dapat disimpulkan bagaimana nalar atau akal manusia
tidak lepas dari bimbingan wahyu, dalam hal ini wahyu melalui lisan para
nabi Allah.37
Menurut Imam Fakhruddin Ar-Razi, sangat jelas kenapa Allah swt
mengirim nabi dan rasul kepada umat manusia. Hal ini bisa dilihat dari
beberapa hal. Pertama, bahwa sesungguhnya Allah swt menciptakan manusia
untuk beribadah kepada-Nya, dan wajiblah bagi Allah untuk memberikan
manusia jalan dan petunjuk dalam beribadah kepada-Nya, maka keberadaan
para nabi dan rasul tentunya menjelaskan cara ibadah tersebut, karena akal
manusia tidak mencapai hal tersebut. Kedua, bahwa manusia adalah mahluk
yang lalai dan pelupa, maka Allah mengutus mereka para nabi dan rasul
untuk mengingatkan manusia. Dan yang ketiga, akal manusia memang
mencapai dan mengetahui keimanan dan kekufuran, namun tidak
mengetahui setiap perbuatan buruk dan perbuatan yang baik masing-masing
memiliki balasan, maka melalui para nabi dan rasul Allah menjelaskannya
kepada manusia.38
Menurut Badwi, pemikiran Abu Bakar Ar-Razi menolak kenabian
yang bersifat metafisik ini dikarenakan “nabi” jika ditelaah menggunakan
aspek nyata yaitu akal dan sejarah dalam kehidupan manusia dianggapnya
cukup untuk mewakili manusia dalam membedakan perkara-perkara
lahiriyah dan batiniyah. Sehingga, hal ini menyebabkan munculnya pemikiran
atas penolakan kenabian karena Nabi pada tugas dan fungsinya dapat
diwakilkan oleh akal manusia. Dilihat dari berbagai segi, pandangan Abu
Bakar Ar-Razi diatas tidak dapat dibenarkan, khususnya dari segi aqidah

36
Firdausi Nuzula, “Kenabian Dalam Pandangan Abu Bakar Ar-Razi,”
Pendidikan Dan Kajian Keislaman V, no. 2 (2012).
37Firdausi Nuzula, “Kenabian Dalam Pandangan Abu Bakar Ar-Razi,”

Pendidikan Dan Kajian Keislaman V, no. 2 (2012).


38 Firdausi Nuzula, “Kenabian Dalam Pandangan Abu Bakar Ar-Razi,”

Pendidikan Dan Kajian Keislaman V, no. 2 (2012).


16 Filsafat Islam Al Razi

islam. Adapun dari segi pemikiran, hal ini sangat jauh dari pemikiran Islam
yang diajarkan ulama-ulama Islam teradahulu.
Sama halnya dengan Ahmad ibn al-Ruwandi, tokoh berkebangsaan
Yahudi ini menulis beberapa buku yang secara garis besar mengingakari
kenabian pada umumnya dan kenabian Nabi Muhammad Saw khususnya.
Menurutnya, Nabi sebenarnya tidak diperlukan manusia karena Tuhan telah
mengkaruniakan akal kepada manusia tanpa terkecuali. Akal manusia dapat
mengetahui Tuhan beserta segala nikmat-Nya dan dapat mengetahui
perbuatan baik dan buruk secara sendirinya, bahkan lebih dari itu, Ibn
Ruwandi mengatakan bahwa ajaran agama dapat meracuni prinsip akal.
Karena agama bersifat kaku dan dinggap sebagai dogma manusia.39 Pemikiran
tentang konsep kenabian menurut Abu bakar Ar-Razi dan Ibn Al-Ruwandi
memiliki kesamaan dalam kesalahan berfikir. Hal yang ditakutkan yaitu
kesalahfahaman berfikir dan implementasi yang tidak baik dan dapat
merusak aqidah islam para ilmuwan dan cendikiawan Muslim.
Pemikiran kedua tokoh ini bertentangan dengan pemikiran ulama
Muslim dan kemanusiaan sendiri. Dalam tokoh Muslimnya misalnya,
pandangan Fakhruddin Ar-Razi tentang kenabian yang menjadi dasar dari
filsafat kenabiannya. Menurut Fakhruddin Ar-Razi tujuan Allah Swt
mengutus Nabi dan Rasul ke bumi sangatlah jelas. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai hal. Pertama, pengutusan Nabi dan Rasul tidaklah terlepas dari
tujuan utama penciptaan manusia yaitu beribadah kepada Allah Swt.
Sesungguhnya Allah Swt menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya
dan hikmah dari pengutusan Nabi dan Rasul adalah untuk memberikan
manusia jalan dan petunjuk dalam beribadah kepada-Nya. Artinya,
keberadaan Nabi dan Rasul tidaklain untuk menjelaskan cara beribadah
dengan benar, karena akal manusia tidak dapat menjangkau kebenaran itu
secara mutlak kecuali dengan bimbingan Nabi dan Rasul melalui ajarannya.
Kedua, bahwa manusia adalah makhluk yang lalai dan pelupa, maka Allah
mengutus mereka para Nabi dan Rasul untuk mengingatkan manusia. Ketiga,
akal manusia memang mencapai dan mengetahui keimanan dan kekufuran,
namun tidak mengetahui setiap perbuatan buruk dan perbuatan yang baik
masing-masing memiliki balasan, maka melalui para Nabi dan Rasul Allah
menjelaskan kepada manusia.40 Pemikiran Fakhruddin Ar-Razi telah
menguraikan tentang alasan kenapa Allah Swt mengirim para Nabi dan
Rasul. Tidaklain untuk membimbing manusia dengan akalnya untuk berfikir

39
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
1999), . 34-39

40
Fakhruddin Muhammad bin Umar al-Khathib ar-Razi, Masholu
Afkaari al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akhiriin mina al-Ulamaa wa al-Hukamaa wa al-
Mutakallimiin, (Kairo: Maktabatu al-Kulliyat al-Azhariyyah, tanpa tahun), .
214
Filsafat Islam Al Razi 17

dengan baik. Risalah dan Nubuwwah merupakan pemberian Allah Swt


kepada para Nabi dan Rasul atas kelebihan yang dimiliki untuk dakwah
kepada manusia agar mengakui ke Esaan Allah Swt.
Sedangkan apa yang menjadi mazhab dari seorang Abu Bakar Ar-Razi
mengenai pandangannya berkaitan dengan masalah kenabian, yang
menurutnya bertentangan dengan akal, jelas merupakan kesalahan fatal yang
tidak berdasar. Inipun, jika benar bahwa Ar-Razi adalah seorang rasionalis
murni yang mengingkari kenabian, dan mengutamakan akal dalam segala hal,
sebagaimana yang diucapkannya dalam Ath-Thibb Ar- Ruhani.
“Sang pencipta yang Mahamulia memberi dan menganugrahkan akal
hanya agar kita mendapatkan dan sampai pada kehidupan di dunia
dan di akhirat sebagai tujuan yang dapat diperoleh dan dicapai oleh
kita. Akal merupakan nikmat Allah yang paling agung yang ada pada
kita, dan merupakan yang paling berguna pada diri kita. Dengan akal
kita menangkap yang berguna dan mengantarkan kita pada tujuan
kita. Dengan akal kita mengenal sang pencipta azza wa jalla, yang
merupakan sesuatu paling agung untuk digapai. Jika demikian nilai,
kedudukan, urgensi, dan agungnya akal, maka sudah selayaknya bagi
kita untuk tidak menjatuhkan dan menurunkan posisinya dari
tingkatannya, tidak menjadikannya dikuasai sementara ia adalah
penguasa, tidak pula menjadikannya dikendalikan sementara ia
sebenanya kendali, tidak pula menjadikannya pengikut sementara ia
yang diikuti. Justru kita harus menjadikannya sebagai rujukan bagi
segala sesuatu, memberikan pertimbangan mengenai segal sesuatu
melalui dia, menjadikannya sebagai tumpuan. Kita melakukan
sesuatu atas persetujuannya dan menghentikannya atas
persetujuannya juga,,,”41
Dari potongan pernyataan di atas, tidak didapatkan kalimat yang
secara khusus mengindikasikan adanya penafian kenabian, namun
pernyataan yang mengarah kepada pengingkaran tersebut adalah ,”dengan
akal kita dapat mengenal sang pencipta azza wa jalla”. Pernyataaan ini,
menurut Badawi, memastikan bahwa kenabian menjadi tidak memiliki
justifikasi selama seorang dapat mengetahui segala sesuatu melalui akal, baik
yang bersifat etika maupun ketuhanan. Sebab, kenabian berfungsi tidak lebih
dari itu. Penempatan akal yang berlebihan oleh Ar-Razi melebihi siapapun,
termasuk tokoh-tokoh rasionalis di sepanjang zaman. Karena para filosof,
meskipun mengakui otoritas akal, masih menyediakan tempat bagi wahyu
dan ilham.
Jadi, menurut hemat penulis mengambil kesimpulan bahwa pada
dasarnya belum didapati bukti yang valid yang menyebutkan bahwa Abu
Bakar Ar Razi adalah seorang yang mengingkari kenabian. Hal ini tidak lain

41
Firdausi Nuzula, “Kenabian Dalam Pandangan Abu Bakar Ar-Razi,”
Pendidikan Dan Kajian Keislaman V, no. 2 (2012).
18 Filsafat Islam Al Razi

karena kecendrungan yang mengarah kepada pernyataan tentang


pengingkaran tersebut hanya didapatkan dari cuplikan- cuplikan dan
riwayat-riwayat yang menjelaskan posisi Ar-Razi, namun tidak didapatkan
teks asli yang menyebutkan mazhab Ar-Razi secara jelas. Yang mana dari
teks-teks tersebut didapatkan bahwa Ar-Razi tidak mengimani kenabian.42

G. Penutup
Al-Razi adalah pemikir bebas non-kompmmis, yang justru lebih
menonjol dikenal di bidang kedoktcmn daripada filsafat, karena karyanva al-
Hawi. Perhatian utama filsafatnya:adalah jiwa universal, yang menjadi titik
sentral-logis penjelasannya tentang kejadian dunia dan adanya Sang Pencipta
Bahkan pada sisi ini al-Razi menawarkan teori berani dan original tertang
jiwa,43
Bahkan dalam sejarah Al-Razi adalah seorang yang dikenal sebagai
seorang rasional murni dan sangat mempercayai akal, bebas dari prasangka
serta terlalu berani dalam mengeluarkan gagasan filosofinya walaupun itu
bertentangan dengan faham ytang duanut umat Islam, yakni :
a. Tidak percaya adanya wahyu,
b. Qur’an tidak mukjizat,
c. Tidak percaya pada Nabi-nabi, dan
d. Adanya hal-hal yang kekal dalam arti tidak bermula dan tidak berakhir
selain Tuhan.
Selain itu fasafatnya terkenal doktrin “Lima Yang Kekal” ,yang telah
memberikan solusi dalam persoalan penciptaan dunia merupakan jasa yang
berharga, bagi para filosof Islam setelahnya. Bagi filosof Islam sesudahnya, al-
Razi telah membuka jalan bagi mereka untuk mengembangkan persoalan
proses penciptaan dunia.
Konsepsi filsafat al-Razi yang paling menonjol, dan karenanya
menjadi ajaran pokok, adalah prinsip lima yang kekal, sebagai tengara
keplatonikannya. Tetapi, prinsipnya buhwu dunia diclptakan dalam wuktu
dan bersifat sementara, membedakannya dari konsep Plato yang
mempercayai bahwa dunia diciptakan dan bersifat (dalam waktu) abadi.
Keduanya betternu keabadian jiwa dan Pencipta, sebagai pernyutaan
aksiomatik.
Konsep tilsafat al-Razi tentang moral ter-breakdown oleh
konsep''transmigrasi jiwa"-nya. dengan konsep moral ini al-razi bermaksud
memuliakan hewan-hewan buas untuk diangkat ke tempat yang lebih baik,
dengan cara membunuhnya. konsepnya mengenai kenabian dan agama,
berintikan

42Firdausi
Nuzula, “Kenabian Dalam Pandangan Abu Bakar Ar-Razi,”
Pendidikan Dan Kajian Keislaman V, no. 2 (2012).
43 Madhakur, filsafat islam 115
Filsafat Islam Al Razi 19

penolakan kepadu para Nabi dun sakralisasi kepada ukal. Konsep ini
merupakan bukti keberaniannya sehingga dikenal sebagai pemikir bebas non-
kompromi.
Keselułuhan konsep yang ditawarkan al-Razi memperlihatkan
bahwa dia adalah seorang ateis sekaligus monoteis; dua titik berlawanan
yang menyatu secara unłk-pelik. Dalam peta filsafat dunia Islam, ciri platonik
al-Razi membedakannya dari al-Kindi yang Arestotelik dan al-Farabi yang
Neo-Platonik (mendamaikan filsafat antara Aristoteles dan Plato). Selain itu,
konsep "lima kekal” al-Razi yang telah memberikan solusi dalam persoalan
penciptaan dunia merupakan jasa yang berharga, tidak saja bagi filosof sejak
Plato, akan tetapi juga para filosof Islam setelahnya. Bagi filosof Islam
sesudahnya, al-Razi telah membuka jalan bagi mereka untuk
mengembangkanpersoalan proges penciptaan dunia.44

44
Fahri majid sejarah filsafat islam .150
20 Filsafat Islam Al Razi

DAFTAR PUSTAKA

Yunasir Ali (2009), Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam (Jakarta: Bumi
Aksara, )

M.M. Syarif, (1993 )The History Of Muslim Philosophy, (Bandung:Penerbit


Mizan,)

A. Mustofa,(1997) Filsafat Islam, (Bandung:Pustaka Setia, )

Sirajuddin Zar,( 2012) Filsafat IslamFilosof dan Filsafatnya, (Jakarta:Raja


Grafindo Persada, )

Hasyimsyah Nasution,(1999) Filsafat Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media


Pratama, )

Yoesoef Sou’yb,(2009) Pemikiran Islam Merobah Dunia, (Bandung: Firma Madju)

Achmad Gholib, Filsafat Islam,(Jakarta:Faza Media, )

Sokhi (UIN Sunan Ampel Surabaya) Huda,(1999 )“Buah Filsafat Al-Razi:


Lima Kekal, Jiwa, Moral, Kenabian, Dan Agama,” no. February
){Formatting Citation}

Dahlan, Abdul Aziz, 2003, Pemikiran Falsafi dalam Islam, Jakarta, Karya
Unipress

Fahri majid,(1987) sejarah filsafat islam .mulyadi karta negara. Jakarta: pusataka
jaya. 1987

Madhakor, ibrahim,(1988) filsafat islam:metode dan penerapannya, bagian


pertama, jakarta:rajawali press,.

Hasyimsyah Nasution, (1999) Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama,)

Fakhruddin Muhammad bin Umar al-Khathib ar-Razi, Masholu Afkaari al-


Mutaqaddimiin wa al-Muta’akhiriin mina al-Ulamaa wa al-Hukamaa wa al-
Mutakallimiin, (Kairo: Maktabatu al-Kulliyat al-Azhariyyah, tanpa
tahun)

Seyyed Hosen Nasser & Oliver Leaman (edt),(2003) Ensiklopedi Tematis


Filsafat Islam, (Bandung: Mizan, ),
Filsafat Islam Al Razi 21

Jostein gardeer,(1996 )josten dunia sophie:sebuah novel filsafat (bandung:


mizan)

Mahmud mausu`ah, (1992) a`alam al-falsafah al muktasarah, beirut-lebanon


1992, h 155
Amroeni drajat, ( 2006 )filsafat islam buat yang pengen tau (jakarta; erlangga)

Firdausi Nuzula, 2012 “Kenabian Dalam Pandangan Abu Bakar Ar-Razi,”


Pendidikan Dan Kajian Keislaman V, no. 2 ).

Anda mungkin juga menyukai