Anda di halaman 1dari 17

MEMPERKENALKAN FALSIFIKASIONISME

(untuk memenuhi Take Home Exam Mata Kuliah Filsafat Ilmu dan Manusia)

Oleh:

Nama : Frensen Salim


NPM : 18512377
Kelas : SMPS 04
Dosen Pengampu : Dr. Jacobus Blikololong

PROGRAM TERPADU SARJANA-MAGISTER (SARMAG)


MAGISTER SAINS PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI
PASCASARJANA MAGISTER SOSIAL DAN BUDAYA
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2016
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

2. PENGERTIAN FALSIFIKASIONISME .................................................... 1

3. HAL-HAL LOGIS YANG MENDUKUNG FALSIFIKASIONIS ............ 2

4. FALSIFIABILITAS SEBAGAI KRITERIA UNTUK TEORI ................. 3

5. DERAJAT FALSIFIABILITAS, KEJELASAN DAN KECERMATAN . 5

6. FALSIFIKASIONIS DAN KEMAJUAN ILMU ......................................... 9

7. KESIMPULAN ............................................................................................ 15

ii
MEMPERKENALKAN FALSIFIKASIONISME

1. Pendahuluan

Aliran Falsifikasionisme memiliki beberapa pandangan yang dapat


dijadikan sebagai batasan dalam mengenalinya, antara lain:

a. Observasi dibimbing oleh teori dan pra-anggapan. Falsifikasionisme dengan


mudah mengklaim bahwa teori dapat dibangun dengan benar atas pembuktian
dasar melalui observasi.
b. Teori merupakan dugaan atau tebakan spekulatif dan coba-coba, yang
diciptakan secara bebas oleh intelek (kecerdasan) manusia untuk mengatasi
problema (permasalahan) yang dijumpai oleh teori-teori terdahulu, dan untuk
memberikan keterangan yang tepat mengenai beberapa aspek dunia atau alam
semesta.
c. Teori akan diuji dengan keras melalui observasi dan eksperimen. Teori yang
gagal akan dibuang dan diganti dengan yang baru, contohnya: Semua orang
yang melihat warna merah akan meningkat nafsu makannya, apabila ditemukan
orang yang tidak meningkat nafsu makannya setelah melihat warna merah maka
teori itu akan runtuh kemudian digantikan oleh teori yang lain.
d. Ilmu berkembang melalui ‘trial and error’

2. Pengertian falsifikasionisme

Falsifikasionisme berasal dari bahasa Inggris “falsificationism”.


Falsificationism adalah paham yang meyakini bahwa suatu teori harus ada
peluang di dalam teori tersebut untuk dapat disalahkan. Karl Raymund
Popper adalah orang yang mengembangkan paham falsificationisme ini.
Menurut Popper, tujuan dari suatu penelitian ilmiah adalah untuk

1
membuktikan kesalahan (falsify) hipotesis, bukan untuk membuktikan
kebenarannya.

Falsifikasionisme memiliki pandangan bahwa fokus penelitian sains


bukan lah pembuktian positif, namun pembuktian negatif. Artinya fokus
penelitian adalah untuk membuktikan bahwa suatu teori umum adalah salah
dengan menyodorkan sebuah bukti yang membuktikan bahwa ia salah. Hal ini
membuat penelitian ilmiah lebih efisien karena teori langsung dapat dipastikan
gugur hanya dengan sebuah fakta.

Popper menawarkan suatu metode alternatif untuk menjustifikasi suatu


teori. Popper meyakini bahwa observasi selalu diawali oleh teori. Proses ilmu
pengetahuan berawal dari observasi yang berhadapan dengan teori yang mapan
atau prakonsepsi.

Teori yang ada dilakukan observasi atau eksperimen, dari hasil yang
observasi atau eksperimen yang didapatkan ternyata teori tersebut gagal,
sehingga harus diganti secara keseluruhannya dengan teori lain, tidak bisa
hanya sebagian (ad hock). Teori yang ada dilakukan observasi atau eksperimen,
lalu berhasil, setelahnya dilakukan konfirmasi dan justifiabel, dan teori
tersebut bertahan.

3. Hal-hal logis yang mendukung falsifikasionis

Menurut Falsifikasionisme, beberapa teori dapat ditunjukkan sebagai


salah dengan meminta bantuan pada hasil observasi dan eksperimen. Adanya
kemungkinan untuk melakukan deduksi-deduksi logis yang bertolak dari
keterangan-observasi tunggal sebagai premis, untuk menunjukkan
ketidakbenaran hukum-hukum dan teori-teori universal dengan deduksi logis.
Misalnya, apabila kita menerima keterangan “seekor burung gagak yang bukan
hitam, diobservasi di tempat x dan pada musim m”, maka secara logis

2
penyimpulan pernyataan “semua burung gagak adalah bukan hitam” tidaklah
benar. Ini berarti bahwa argument:

Premise : Seekor burung gagak yang bukan hitam, telah diobservasi


di tempat x pada musim m.

Kesimpulan : Tidak semua burung gagak hitam.

Merupakan suatu deduksi yang sah secara logis. Apabila premise itu dibenarkan
dan kesimpulannya disangkal, maka terjadi suatu kontradiksi.

4. Falsifiabilitas sebagai kriteria untuk Teori

Para falsifikasionis memandang ilmu sebagai suatu perangkat hipotesa


yang dikemukakan secara coba-coba (trial) dengan tujuan menggambarkan
perilaku suatu aspek dunia atau alam semesta secara akurat. Apabila hipotesa
akan menjadi bagian dari ilmu, maka suatu hipotesa harus falsifiabel (dapat
dinyatakan sebagai tidak benar atau salah).

Ada beberapa contoh keterangan sederhana yang falsifiabel dalam


pengertian yang dimaksud itu:
1. Tidak pernah turun hujan pada hari Rabu.
2. Semua zat memuai bila dipanasi.
3. Benda-benda berat, misalnya sebuah batu bata, bila dilepaskan dekat
permukaan bumi, akan jatuh lurus ke bawah apabila tidak terhalang.
4. Bila suatu sinar cahaya dipantulkan dari cermin yang datar, maka
sudutnya (sinar menyentuh cermin) sama dengan sudut pantulannya.

3
Pernyataan 1 falsifiabel, karena ia dapat difalsifikasi bila menyaksikan
hujan turun di hari Rabu. Pernyataan 2 adalah falsifiabel. Ia akan menjadi keliru
bila ada keterangan-observasi yang menunjukkan fakta bahwa ada suatu zat X
yang tidak memuai ketika dipanasi. Air yang mendekati titik beku dapat
membuktikan pernyataan 2 keliru. Pernyataan 1 dan 2, kedua-duanya falsifiabel
dan salah. Pernyataan 3 dan 4 bisa saja benar. Sekalipun demikian, pernyatan 3
dan 4 adalah falsifiabel dalam pengertian yang dimaksud itu. Secara logis tidak
mungkin batu bata yang dilepaskan akan “jatuh” ke atas. Tidak ada kontradiksi
logis yang terlibat dalam pernyataan “batu bata itu akan jatuh ke atas bila
dilepaskan”, walaupun boleh jadi tidak ada pernyataan semacam itu pernah
didukung oleh observasi. Pernyataan 4 adalah falsifiabel, karena suatu sinar
jatuh di atas suatu cermin pada suatu sudut yang miring, dapat dipantulkan ke
arah yang tegak lurus dari cermin itu. Hal ini tidak akan pernah terjadi apabila
hukum pemantulan cahaya itu benar, namun tidak ada kontradiksi logis terlibat
kalaupun hal ini terjadi. Pernyataan 3 dan 4 kedua-duanya falsifiabel, walaupun
mereka boleh jadi benar.

Suatu hipotesa akan falsifiabel apabila terdapat suatu keterangan


observasi atau suatu perangkat keterangan-observasi yang tidak konsisten
dengannya, yakni apabila ia dinyatakan benar maka ia akan memfalsifikasikan
hipotesa tersebut.

Berikut ada beberapa contoh yang tidak memenuhi persyaratan


falsifikasi, dan karenanya menyebabkan tidak falsifiabel.

5. Di Bandung sedang hujan ataupun sedang tidak hujan.


6. Semua titik di atas suatu lingkaran Ilmu Ukur sama jaraknya dari
titik pusat.
7. Keberuntungan mungkin terjadi dalam permainan judi.

4
Tidak ada keterangan-obserasi logis yang dapat menyalahkan
pernyataan 5. Pernyataan tersebut selalu benar bagaimanapun keadaan cuaca di
Bandung. Pernyataan 6 pun juga benar, karena begitulah definisi lingkaran
dalam Ilmu Ukur. Apabila titik-titik di atas lingkaran itu tidak sama jaraknya
dari titik pusat, maka gambar itu bukan lingkaran dalam Ilmu Ukur. “Semua
bujangan belum kawin” pun tidak falsifiabel karena alasan yang sama, yaitu
definisi bujangan. Pernyataan 7 dikutip dari horoskop dalam suatu surat kabar.
Ia merupakan tipifikasi strategi bandar judi yang berbelit-belit. Pernyataan itu
tidak falsifiabel. Ia sama saja dengan berkata kepada pembaca bahwa apabila ia
taruhan hari ini, ia mungkin akan menang, dan pernyataan ini akan tetap benar
apakah ia bertaruhan atau tidak, dan apabila ia taruhan, maka ia mungkin
menang atau kalah.

Para falsifikasionis menuntut bahwa hipotesa-hipotesa ilmiah harus


falsifiabel. Dalam hal ini bersikap mendesak, karena hanya dengan
mengenyampingkan segala perangkat keterangan-observasi logis, suatu hukum
atau teori barulah informatif. Apabila suatu pernyataan tidak falsifiabel, maka
dunia dapat memiliki apapun, dapat bertindak bagaimanapun, tanpa
bertentangan dengan pernyataan itu. Pernyataan 5, 6, dan 7 tidak seperti
pernyataan 1, 2, 3, dan 4 yang tidak memberitahukan kita apa-apa tentang dunia.
Suatu hukum atau teori ilmiah harus secara ideal, sehingga dapat memberikan
kita informasi tentang bagaimana dunia ini berprilaku dalam kenyataan, dan
dengan mengenyampingkan pernyataan-pernyataan tentang kemungkinan-
kemungkinan dunia secara logis yang dapat berprilaku padahal dalam
kenyataan sebenarnya tidak bisa. Hukum bahwa “semua planet bergerak dalam
garis ellips mengelilingi matahari” adalah ilmiah karena hukum tersebut
mengklaim bahwa planet-planet dalam kenyataannya bergerak dalam bentuk
ellips, dan mengenyampingkan orbit-orbit yang berbentuk persegi atau oval.
Justru oleh karena hukum itu membuat klaim yang pasti tentang orbit-otbit
planet, maka ia mengandung nilai informatif dan falsifiabel.

5
Beberapa hukum yang bisa dianggap sebagai komponen tipikal dan
teori-teori ilmiah akan menunjukkan bahwa teori-teori tersebut memiliki
kriteria falsifiabilitas. “Kutub-kutub magnet yang berlainan akan saling tarik-
menarik”, “asam ditambahkan pada basa (zat kimia) menghasilkan garam dan
air” dan hukum-hukum lain yang serupa dengan mudah dapat dijelaskan
sebagai falsifiabel. Akan tetapi, para falsifikasionis mempertahankan beberapa
teori, yang mungkin secara nampak memiliki ciri-ciri teori yang ilmiah, yang
dalam kenyataannnya hanya terlihat memiliki ciri-ciri teori yang ilmiah, karena
mereka tidak falsifiabel dan harus ditentang.

5. Derajat falsifiabilitas, kejelasan dan kecermatan

Suatu hukum atau teori ilmah yang baik adalah falsifiabel.


Sehingga dari situlah dengan sendirinya timbul ungkapan bahwa makin
falsifiabel suatu teori makin baiklah teori tersebut. Teori yang baik adalah teori
yang mengemukakan klaim yang sangat luas jangkauannya tentang dunia, dan
yang konsekuensinya paling tinggi falsifiabilitasnya dan dapat bertahan
terhadap falsifikasi jika ia diuji.

Hal ini dapat diilustrasikan dengan contoh yang sederhana. Perhatikan


dua contoh ini:

a. Mars bergerak dalam bentuk ellips mengelilingi matahari.


b. Semua planet bergerak dalam bentuk ellips mengelilingi matahari.

Pernyataan b memiliki status lebih tinggi daripada pernyataan a


sebagaimana suatu pengetahuan ilmiah. Pernyataan b memberitahukan kepada
kita segala yang diberitahukan oleh pernyataan a dan banyak hal lainnya.
Pernyataan b adalah pernyataan yang lebih disukai, dikarenakan lebih
falsifiabel daripada pernyataan a. Apabila pengamatan terhadap Mars ternyata
memfalsifikasikan pernyataan a, maka ia pasti juga akan memfalsifikasikan

6
pernyataan b. setiap falsifikasi terhadap pernyataan a akan memfalsifikasikan
pernyataan b, tetapi kebalikannya tidak demikian. Keterangan-keterangan
observasi mengenai orbit Venus, Jupiter, dsb, bisa memfalsifikasikan
pernyataan b, dan tidak relevan terhadap pernyataan a. apabila kita mengikuti
Popper dan menunjuk pada berbagai perangkat keterangan-observasi yang
dapat digunakan untuk memfalsifikasi suatu hukum atau teori sebagai faktor
falsifikasi potensial dari hukum atau teori itu, maka kita dapat berkata bahwa
faktor falsifikasi potensial daripada pernyataan a yang membentuk suatu khas
yang merupakan sub-khas dari faktor falsifikasi potensial pernyataan b.
Pernyataan b lebih falsifiabel daripada pernyataan a, yang sma artinya bahwa ia
mengemukakan klaim lebih banyak, bahwa ia adalah hukum yang lebih baik.

Teori-teori yang sangat tinggi falsifiabilitasnya akan lebih baik daripada


yang rendah falsifiabilitasnya, asalkan belum pernah difaksifikasi. Kualifikasi
ini penting bagi kaum falsifikasionis. Teori-teori yang pernah difalsifikasi harus
ditolak. Ilmu harus mengandung unsur hipotesa-hipotesa yang tinggi
falsifiabilitasnya, kemudian diikuti dengan usaha-usaha yang matang dan tekun
untuk memfalsifikasikannya. Seperti yang diungkapkan oleh Popper:

“Dengan senang hati saya mengakui bahwa falsifikasionis seperti saya


sendiri jauh lebih suka berusaha memecahkan persoalan yang menarik
dengan melakukan dugaan yang berani, walaupun (dan terutama)
apabila tidak lama kemudian ternyata salah, daripada mengulang suatu
rangkaian kebenaran basi yang tidak relevan. Kami lebih suka ini
karena kami percaya bahwa begitulah caranya kita dapat belajar dari
kesalahan-kesalahan kita, dan setelah mengetahui bahwa dugaan kita
salah, kita akan belajar banyak tentang kebenaran, dan akan makin
mendekati kebenaran.”

7
Kita belajar dari kesalahan-kesalahan kita. Ilmu berkembang maju
dengan percobaan-percoban dan kesalahan-kesalahan (trial and eror). Oleh
karena itu, situasi logis lah yang membuat penarikan hukum-hukum dan teori-
teori universal dari keterangan-keterangan observasi yang tidak mungkin, tetapi
membuat deduksi tentang ketidakbenaran, maka falsifikasi-falsifikasi menjadi
pedoman yang penting, yang menjadi faktor utama dalam perkembangan ilmu.

Ilmu bertujuan untuk mencapai teori-teori yang mengandung banyak


informasi. Menurut tokoh-tokoh tertentu, hanya teori-teori yang dapat
dibuktikan kebenarannya dapat diterima sebagai ilmu. Para falsifikasionis
mengakui keterbatasan induksi dan kedudukan rendah pada observasi terhadap
teori. Rahasia-rahasia alam hanya dapat diungkap dengan bantuan teori yang
kreatif dan mendasar. Makin besar jumlah pendugaan teori yang
dikonfrontasikan dengan realitas dunia, dan semakin besar spekulasi pendugaan
itu, makin besarlah kesempatan untuk kemajuan yang penting dalam
perkembangan ilmu.

Tuntutan bahwa teori harus lebih tinggi falsifiabilitasnya mempunyai


konsekuensi yang menarik bahwa teori harus dinyatakan dengan jelas dan
cermat. Apabila suatu teori yang diajukan samar sehingga tidak jelas apa
sebenarnya yang ingin dinyatakan, maka bila diuji dengan observasi atau
eksperimen lain, ia dapat diinterpretasikan demikian rupa sehingga selalu
konsisten dengan hasil pengujian. Dengan demikian, ia dapat dibela dalam
menghadapi falsifikasi. Misalnya, Goethe menulis tentang listrik bahwa:

itu kosong, nol, hanya titik belaka, walaupun begitu, ia berada dalam
segala macam keadaan, dan pada waktu yang sama ia pun merupakan
titik asal dan darinya – dengan sedikit stimulus – tampil perwujudan
kembar dengan sendirinya, penampilan yang hanya menyatakan diri
untuk menghilang. Kondisi-kondisi yang melahirkan manifestasi ini
beraneka-ragam tanpa batas sesuai dengan pembawaan benda-benda
tertentu.

8
Apabila kita menerima kutipan diatas tanpa menelitinya lebih lanjut
sangatlah sulit melihat kemungkinan perangkat keadaan fisik apa yang dapat
digunakan untuk memfalsifikasikannya. Justru dikarenakan demikian samar
dan tidak menentu maka ia tidak falsifiabel. Tuntutan falsifiabilitas yang tinggi
mengenyampingkan manuver-manuver semacam itu. Para falsifikasionis
menuntut teori dirumuskan dengan cukup jelas untuk menghadapi risiko di
falsifikasi.

Situasi yang serupa terdapat dalam hubungannya dengan ketelitian.


Makin teliti suatu teori dirumuskan, semakin ia menjadi falsifiabel. Apabila kita
menerima bahwa makin falsifiabel suatu teori adalah makin baik (asalkan
belum difalsifikasi), kita harus terima bahwa makin teliti tuntutan suatu teori
maka ia semakin baik pula. Contoh:

Rumusan pertama:

“Planet-planet bergerak dalam bentuk ellips mengelilingi matahari”.

Rumusan kedua:

“Planet-planet bergerak dalam bentuk lingkaran bertali bulat mengelilingi


matahari”.

Rumusan pertama lebih teliti daripada rumusan kedua dan karenanya


rumusan pertama lebih falsifiabel. Suatu orbit yang oval akan memfalsifikasi
rumusan pertama tetapi tidak dengan rumusan kedua, sedangkan bentuk orbit
apapun yang memfalsifikasi rumusan kedua akan memfalsifikasikan juga
rumusan pertama. Para falsifikasionis lebih suka pada rumusan pertama.

Eratnya tuntutan untuk mengekspresikan ketelitian dan kejelasan,


kedua-duanya sudah tentu merupakan kelanjutan dari pandangan para
falsifikasionis tentang ilmu.

9
6. Falsifikasionisme dan kemajuan ilmu

Kemajuan ilmu, sebagaimana para falsifikasionis melihatnya, dapat


diringkas sebagai berikut. Ilmu bertolak dengan problema-problema. Problema-
problema yang berhubungan dengan keterangan tentang perilaku beberapa
aspek dunia atau alam semesta. Hipotesa-hipotesa yang falsifiabel diusulkan
para ilmuwan untuk memecahkan problema-problema itu. Lalu hipotesa-
hipotesa pendugaan itu dikritik dan diuji. Beberapa di antaranya mungkin
segera gugur, sedangkan lainnya mungkin lebih tahan uji. Dan mereka semua
harus dikritik dan diuji lebih lanjut dan lebih keras lagi. Bilamana suatu hipotesa
mampu tahan uji setelah mengalami ujian yang luas dan berat, dan akhirnya
difalsifikasi, maka lahirlah problema baru, yang diharapkan sudah terpisah jauh
dari persoalan semula yang sudah dipecahkan. Persoalan baru ini menuntut
penemuan hipotesa-hipotesa baru, diikuti dengan kritik-kritik dan ujian-ujian
yang baru. Dan demikianlah proses berlanjut tanpa batas. Tidak pernah suatu
teori dapat dikatakan mutlak benar, betapa pun baiknya ia bertahan dari segala
ujian berat, tetapi dapat dikatakan dengn penuh harapan bahwa teori yang
sedang berlaku itu lebih superior daripada pendahulu-pendahulunya, dalam
pengertian bahwa ia telah bertahan dalam ujian-ujian yang telah memfalsifikasi
pendahulu-pendahulunya.

“Ilmu bertolak belakang dengan peoblema-problema”. Ada beberapa


persoalan yang pernah menantang para ilmuwan masa lampau. 1) Bagaimana
kelalawar dapat terbang dengan tangkas pada waktu malam hari, walaupun
dalam kenyataan mereka hanya memiliki mata yang kecil dan lemah? 2)
Mengapa ketinggian suatu barometer yang sederhana menunjukkan lebih
rendah di tempat yang tinggi daripada di tempat yang rendah? 3) Mengapa
lempeng film di dalam laboratorium Rontgen terus menerus menjadi hitam? 4)
Mengapa jarak titik terdekat planet Merkurius dengan matahari terus maju?
Problema-problema ini sedikit banyak timbul dari observasi-observasi.

10
Dengan bersikap tegas bahwa ilmu bertolak dengan problema-
problema, apakah ini tidak berarti bagi para falsifikasionis dengan para
induktivis yang mengatakan bahwa ilmu bertolak lewat observasi? Jawabannya
adalah “Tidak”. Observasi-observasi di atas yang dikatakan telah melahirkan
problema-problema, hanyalah menjadi problmatis dalam rangka suatu teori.
Persoalan 1 menjadi problematis dalam rangka teori bahwa organisme hidup
“melihat” dengan matanya. Persoalan 2 menjadi problematis bagi para
pendukung teori Galileo karena ia bertentangan dengan teori “daya vakum”
yang mereka terima sebagai keterangan mengapa air raksa yang berada di dalam
tabung barometer itu tidak jatuh. Persoalan 3 menjadi problematis bagi Rotgen
karena orang mengira bahwa tidak ada radiasi atau penyinaran yang
bagaimanapun dapat menempus kotak penyimpanan lempengan film dan
membuatnya hitam. Persoalan 4 menjadi problematis karena tidak sesuai
dengan teori Newton. Klaim bahwa ilmu bertolak belakang dengan problema-
problema sesuai sepenuhnya dengan prioritas teori mengenai observasi dan
keterangan-keterangan observasi. Ilmu tidak bertolak dengan observasi yang
kaku.

Bertolak dengan problema-problema yang ada. Kelelawar dapat terbang


dengan santai dan cepat, ia dapat terbang tanpa menabrk cabang atau ranting
pepohonan, kabel-kabel telepon, kawat-kawat berduri, sesame kelelawar dan
sebagainya, dan sekaligus dapat menangkap serangga. Padahal, kelelawar
memiliki mata yang lemah, dan umumnya ia terbang malam. Hal ini
menimbulkan satu problema, karena ia jelas menyalahi suatu teori yang masuk
akal bahwa binatang, seperti manusia, juga melihat dengan mata. Seorang
falsifikasionis akan berusaha memecahkan problema ini dengan membuat satu
dugaan atau hipotesa. Mungkin ia akan mengemukakan bahwa walaupun mata
kelelawar lemah, tetapi dengan suatu cara yang belum kita ketahui, kelelawar
dapat melihat secara efisien di malam hari dengan menggunakan matanya.
Hipotesa ini dapat diuji. Percobaan pada sebagian kelelawar dilepaskan dalam
suatu ruangan gelap berisi berbagai macam rintangan. Ternyata mereka

11
mempunyai kemampuan untuk menghindari rintangan-rintangan dengan suatu
cara tertentu. Kemudian, kelelawar-kelelawar yang sama ditutup matanya dan
sekali lagi dilepaskan dalam ruangan gelap itu. Sebelum melakukan percobaan,
penguji dapat melakkukan deduksi sebagai berikut. Satu premise dalam
deduksinya adalah hipotesa yang dirumuskan dengan jelas, berbunyi:
“Kelelawar dapat terbang menghindari rintangan-rintangan dengan
menggunakan matanya, dan ia tidak dapat berbuat demikian tanpa
menggunakan matanya”. Premise kedua adalah uraian mengenai kerangka
percobaan yang akan dilakukan, yang berbunyi: “Kelelawar-kelelawar dengan
percobaan ditutup matanya, sehingga tidak dapat menggunakan mata mereka”.
Dari dua premise ini, penguji dapat menarik kesimpulan deduktif bahwa
kelelawar-kelelawar dalam percobaan ini tidak akan dapat menghindari
rintangan-rintangan dalam laboratorium percobaan secara efisien. Ketika
percobaan dilakukan, ternyata kelelawar-kelelawar itu dapat menghindari
rintangan-rintangan seefektif seperti sebelumnya. Dengan demikian
hipotesanya telah difalsifikasi. Perlu digunakan daya imajinasi yang baik
terhadap pendugaan atau hipotesa baru. Mungkin ada seorang ilmuwan yang
mengemukakan bahwa dengan suatu cara tertentu, telinga kelelawar terlibat
dalam kemampuannya untuk menghindari rintangan-rintangan. Hipotesa ini
dapat diuji dengan menyumbat telinga kelelawar sebelum dilepaskan ke dalam
ruangan laboratorium. Hasil percobaan kali ini menunjukkan bahwa
kemampuan menghindari rintangan banyak berkurang. Dengan demikian,
hipotesa tersebut diterima atau mendapat dukungan. Para falsifikasionis
sekarang harus mencoba membuat satu hipotesa yang lebih cermat sehingga ia
semakin menjadi falsifiabel. Dikemukakan bahwa kelelawar dapat mendengar
gema suaranya sendiri yang dipantulkan kembali dari benda-benda yang padat.
Dan ini diuji lagi dengan menyumbat rapat telinga kelelawar sebelum
dilepaskan. Sekali lagi kelelawar-kelelawar itu menabrak rintangan-rintangan
dan dengan demikian hipotesanya sekali lagi diperkuat. Para falsifikasionis
sekarang nampaknya telah mencapai satu pemecahan lewat percobaan terhadap
problemanya, walaupun ia tidak mengganggap dirinya telah membuktikan

12
lewat percobaan bagaimana kelelawar menghindari rintangan ketika terbang.
Beberapa faktor mungkin timbul untuk menunjukkan kepadanya bahwa mereka
telah keliru. Mungkin kelelawar itu mencari gema-gema bukan dengan
telinganya, melainkan dengan bagian-bagian peka di dekat telinganya, dan
fungsinya berkurang bila telinganya disumbat. Atau mungkin kelelawar jenis
lain mencari rintangan dengan cara yang berbeda sekali sehingga kelelawar
yang digunakan dalam percobaan itu tidak representatif.

Perkembangan kemajuan fisika dari Aristoteles melalui Newton sampai


ke Einstein memberikan contoh dalam skala lebih besar. Pandangan
falsifikasionis tentang perkembangan kemajuan ilmu itu kira-kira seperti
berikut. Fisika Aristoteles dalam batas-batas tertentu cukup berhasil dengan
baik. Ia dapat menerangkan mengapa benda-benda berat jatuh ke tanah (mencari
tempat alamiah ke pusat alam semesta), ia dapat menerangkan gerakan tabung
semprotan dan pompa (keterangannya didasarkan pada ketidakmungkinan
vakum), dan sebagainya. Akan tetapi, akhirnya fisika Aristoteles difalsifikasi
dengan berbagai cara. Batu yang dijatuhkan dari puncak tiang layar perahu yang
bergerak dengan kecepatan yang sama, jatuh di kaki tiang layar perahu yang
bergerak dengan kecepatan yang sama, jatuh di kaki tiang layar itu dan bukan
di suatu tempat yang terpisah dari tiang itu sebagaimana yang diprediksikan
oleh teori Aristoteles. Bulan-bulan (satelit-satelit) di planet Jupiter dapat dilihat
mengorbit planet Jupiter dan bukan Bumi. Sebagian besar falsikasionis lain
telah terakumulasi selama abad ke-17. Akan tetapi, fisika Newton, sekali
diciptakan dan dikembangkan dengan cara mengadakan pendugaan seperti yang
dilakukan Galileo dan Newton, ternyata lebih superior daripada teori-teori
Aristoteles, dan juga dapat menerangkan fenomena yang menjadi persoalan
bagi kaum Aristotelian. Di samping itu, teori Newton dapat menerangkan
fenomena yang tidak terjangkau oleh teori Aristoteles, misalnya, korelasi antara
pasang surut air laut dengan lokasi bulan, dan variasi gaya gravitasi dengan
ketinggian di atas permukaan laut. Untuk dua abad lamanya teori Newton
berhasil. Artinya, usaha-usaha mengfalsifikasikannya dengan menunjuk pada

13
fenomena baru yang diprediksikan dengan bantuan falsifikasi tidak berhasil.
Teori itu bahkan menghasilkan penemuan sebuah planet baru, yaitu Neptunus.
Tetapi walaupun ia berhasil, usaha terus menerus untuk memfalsifikasikannya
berlangsung tiada henti, dan akhirnya usaha itu berhasil juga. Teori Newton
telah difalsifikasikan dengan berbagai cara. Teori Newton tidak dapat
menerangkan secara terperinci orbit planet Merkurius dan tidak dpaat
menerangkan massa variabel electron-elektron yang bergerak cepat di dalam
tabung-tabung discharge, pelepas listrik. Para ahli fisika menghadapi tantangan
problema-problema itu menuntut kehadiran hipotesa-hipotesa baru untuk
mengatasinya dengan cara-cara yang lebih mutakhir. Einstein dapat
membuktikan tuntutan tersebut. Teori relavitasnya dapat menerangkan
fenomena yang memfalsifikasi teori Newton, ia pun dapat menggungguli teori
Newton dalam bidang-bidang dimana teori Newton sangat berhasil. Teori
Einstein berhasil meramalkan bahwa massa harus merupakan fungsi dari
kecepatan dan bahwa massa dan energi dapat saling mentransformasikan dari
yang satu menjadi yang lain, dan teorinya meramalkan bahwa sinar-sinar
cahaya mesti menjadi lengking oleh medan gravitasi yang kuat. Usaha-usaha
untuk menyalahkan teori Einstein dengan menyebut fenomena baru mengalami
kegagalan. Memfalsifikasi teori Einstein masih tetap merupakan suatu
tantangan bagi para ahli fisika modern. Kesuksesan mereka dapat menandakan
suatu langkah kemajuan yang baru dalam perkembangan ilmu fisika.

Konsep tentang kemajuan dan perkembangan ilmu adalah konsep yang


merupakan inti pandangan falsifikasionis tentang ilmu.

14
7. Kesimpulan

Falsifikasionisme memiliki pandangan tersendiri terhadap suatu teori


dan kriteria teori agar dapat falsifiabel, hal tersebut mampu memberi
sumbangan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan sekaligus menjadi batasan
terhadap falsifikasionisme. Selama falsifikasi sejalan dengan proses revolusi
pengetahuan maka teori tersebut selalu probable. Popper dengan falsifikasinya
tidak mengatakan bahwa semua ilmu itu 'akan' salah. Tetapi dengan lantang
beliau mengatakan bahwa semua ilmu itu 'bisa' salah. Dan memang begitu
adanya, sejalan dengan teori Relativitas Khusus Einstein dari segi fisisnya.
Tegasnya beliau mengatakan bahwa dengan sistem induktifikasi, semua hal
menjadi probable. Dan itu menjadi tugas Falsifikasi atau Metode Deduksifikasi
untuk menguji setiap teori-teori yang kabur tersebut.

Falsifikasionisme bermanfaat dalam menyediakan cara pandang yang


lebih objektif terhadap suatu hal, apabila diaplikasikan dalam kehidupan sosial
yang multikultural maka membuat kita memiliki pandangan yang lebih luas dan
dapat diterima secara kolektif. Hal itu dapat membantu kita memahami
fenomena yang ada dalam sebuah kehidupan sosial multikultural.

15

Anda mungkin juga menyukai