MAKALAH
Penyusunan makalah ini diajukan guna memenuhi tugas Mata Kuliah Fikih
Kontemporer
Dosen Pengampu,
Assalamualaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami kesehatan, taufiq
dan inayah sehingga kami kembali menulis karya dengan keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW berkat suri tauladan beliaulah kita sekarang berada pada zaman
yang di rahmati oleh Allah SWT. Kami ucapkan terima kasih kepada Dosen mata
kuliah Fikih Kontemporer yaitu Bapak Dr. H. Mundir, M. Pd. Berkat bimbingan
beliau kami bisa menulis karya yaitu berupa MAKALAH YANG MEMBAHAS
TENTANG ISTIMNA’ (ONANI DAN MASTURBASI). Apabila di dalam
penulisan karya ini terjadi salah kata dalam pengetikan, kami selaku penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya
Wassalamualaikum Wr Wb.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian istimna’ 2
2. Macam-macam istimna’ 4
3. Pandangan hukum islam dan hukum indonesia mengenai istimna’ 6
4. Batasan-batasan pelaku istimna’ dalam hukum syariah 8
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan 10
b. Kritik dan Saran 10
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kamus besar arab, ” kata Istimna’ ” berarti mengeluarkan seperma
dengan tangannya, kemudian istimna’ apabila sering dilakukan akan
menjadinya sebagai adat dan kebiasaan bagi yang melakukannnya, sehingga
lahirlah makna baru yaitu “ Al-Adah As-Sirriyah ” yang artinya adat atau
kebiasaan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Kemudian di dalam buku-buku fiqh dan fatwa para ulama, akan dijumpai
bahwa mayoritas ulama seperti Imam Syafi’i, Imam Maliki, Ibnu Taimiyah bin
Baz, Yusuf Qardhawi dan lainnya mengharamkannya, dengan menggunakan
dalil firman Allah WT yang tertera di dalam Qs. Al-Mu’minun ayat 5-7 yang
artinya : “ Dan orang-orang yang memelihara kemaluan mereka kecuali
terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka
sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa berkehendak selain
dari yang demikian itu, maka mereka itu adalah orang-orang yang melewati
batas ”. 1
B. Rumusan masalah
1. Jelaskan pengertian istimna’ secara rinci.?
2. Jelaskan secara rinci macam-macam istimna’.?
3. Bagaimana pandangan hukum islam dan hukum indoensia mengenai
istimna’.?
4. Jelaskan batasan-batasan pelaku istimna’ dalam hukum syariah.?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian onani istimna’ secara rinci
2. Untuk mengetahui macam-macam istimna’
3. Untuk mengetahui pandangan hukum islam dan hukum indonesia mengenai
onani dan masturbasi
4. Untuk mengetahui batasan-batasan pelaku istimna’ dalam hukum syariah.
1
Saidna Zulfiqar bin Tahir, “ HUKUM ONANI DALAM ISLAM,” ISLAM HOUSE, no. 1
(Februari, 2011) : 1.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN ISTIMNA’
Onani atau masturbasi (dalam bahasa inggris disebut onanism,
masturbation dalam bahasa arab disebut sebagai al-istimna’ atau jaldu
‘umairoh atau al-‘adab as-sirriyah atau kadang juga disebut al-khadkhadbab
adalah masalah yang sering dihadapi oleh anak remaja, pemudan dan kadang
juga orang dewasa. Onani dilakukan karena dorongan seksual yang menggebu-
gebu, sedang ia sendiri belum siap untuk menikah atau jauh dari istrinya.
Konon, menurut penjelasan secara psikologi, sebagian besar remaja laki-laki
melakukan praktek tak terpuji ini, dan sedikit wanita juga mempraktekan
masturbasi.2
Istilah martubusi ini berasal dari bahasa inggris, masturbation. Menurut
ahli hukum islam, martubusi ini disebut dengan istilah al-istimna’, yang berarti
onani atau perancapan. Kata ini sebenarnya berasal dari isim (kata benda) al-
maniyy (air mani), kemudian dialihkan menjadi fi’il (kata kerja) istimna
yastamni lalu menjadi istimna’, yang berarti mengeluarkan air mani.
Pengertian onani ini sebenarnya adalah mengeluarkan air mani dengan
cara menggunakan salah satu anggota badan (tangan misalnya) untuk mendapat
3
kepuasan seks. Bicara tentang onani dan masturbasi, pada prinsipnya adalah
sebuah tindakan yang berfungsi sebagai cara merangsang alat kelamin dengan
tangan atau benda lainnya untuk mendapat suatu taraf orgasme. Pada
umumnya, onani dan masturbasi menyangkut rangsangan dan pemuasan diri
sendiri, walaupun demikian onani dan masturbasi lumrah dilakukan oleh dua
orang dalam kapasitas hubungan heteroseksual.4
2
Ali Trigiyatno, “ HUKUM ONANI : PERSPEKTIF PERBANDINGAN MAZHAB,” JURNAL
HUKUM ISLAM (JHI), no.1 (Februari, 2015) : 36.
3
Kutbuddin Aibak, KAJIAN FIQH KONTEMPORER (Yogyakarta : KALIMEDIA Cet. I, 2017),
101-102.
4
M. Inzah, “ IBN HAZM DAN IMAM SYAFI’I MEMBINCANG ISTIMNA’,” Asy-Syari’ah,
no.2 (Januari,2016) : 171-172.
2
3
5
Arum Dwi Anjani dan Dinda Zahara, “ KEJADIAN YANG MEMPENGARUHI REMAJA
LAKI-LAKI DALAM MELAKUKAN MASTURBASI,” KEBIDANAN, no.2 (April, 2020) : 223.
4
Hal ini, sering terjadi ketika mereka dalam keadaan kurang mendapatkan
pengarahan dan pendidikan yang benar.6
2. MACAM-MACAM ISTIMNA’
Berdasarkan cara melakukannya mastrubasi dapat dibedakan menjadi 3
macam7:
A. Mastrubasi sendiri (Auto Mastrubation); stimulasi genital dengan
menggunakan tangan, jari atau mengesek-gesekkannya pada suatu objek.
B. Mastrubasi bersama (Mutual Mastrubation); stimulasi genital yang
dilakukan secara berkelompok.
C. Mastrubasi pisikis; pencapaian orgasme melalui fantasi dan rangsangan
audio visual.
Pendapat seperti ini dapat menjadi solusi penting ketika ada kekhawatiran
yang kuat akan terjatuh dalam perbuatan– perbuatan yang terlarang. Namun
cara yang terbaik adalah mengikuti petunjuk Rasul dalam sebuah hadist beliau
bersabda yang artinya : “hai para pemuda, barang siapa di antara kamu sudah
ada kemampuan, maka kawinlah sebab dia itu dapat menundukkan pandangan
dan memelihara kemaluan; tetapi barang siapa yang tidak mampu maka
hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu baginya merupakan pelindung.8
Dari berbagai uraian pendapat diatas, macam – macam aktivitas istimna’/
onani dapat di bagi menjadi dua, yaitu :
I. Istimna’ secara aktif, yaitu aktifitas istimna’ atau onani dengan media
tangan sendiri dan atau dengan menggunakan alat bantu namun tanpa
bantuan tangan orang lain.
II. Istimna’ secara pasif, yaitu aktifitas istimna’ atau onani dengan media
tangan orang lain dan atau alat bantu bisa disebut dengan bantuan orang
lain.
Mastrubasi tidak memberikan kepuasan yang sebenarnya seperti halnya
yang terjadi ketika senggama antara suami dan istri. Senggama (jima’) adalah
6
EMA ARIDLHOTUL LICHYATI, “ Onani/masturbasi dan upaya penanggulangannya menurut
kartini kartono “ (Skripsi, IAIN WALISONGO SEMARANG, 2009),16.
7
Nina Sutiretna, Remaja dan Problema Seks Tinjauan Islam dan Medis, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 206), 61.
8
Ahsin.W. Al- Hafidz, Fikih Kesehatan (Jakarta: Amzah, 2007), 242
5
a) Faktor Internal
6
Artinya :
Sesuatu yang diperbolehkan karena darurat hanya boleh sekadarnya saja.
Kaidah fiqh tersebut berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat
Al-Baqarah ayat 173 yang berbunyi :
)173( اغ َوالَ عَا ٍد فَآل أِ ْث َم َعلَ ْي ِه أِ َّن هللاَ َغفُوْ ٌر َّر ِح ْي ٌم
ٍ َفَ َم ِن ْا ضْ طُرَّا َغي َْر ب
Artinya :
Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada
dosa baginya. Sesungguhnya Allah maha pegampun lagi maha penyayang.9
D. Pendapat keempat dari ungkapan Abdul Qadir Audah menjelaskan didalam
kitabnya At-Tasyri’ Al-Jina’i Fi Al-Islam pendapat Ibnu Hazm sebagai
berikut :
“ Ibnu Hazm berpendapat, “ Onani itu di makruhkan karena ia tidak
termasuk kemuliaan akhlak dan bukan termasuk keutamaan ”.10
Sedangkan menurut hukum yang berlaku di indonesia maka istimna’
(onani dan masturbasi) ini diatur di dalam UNDANG-UNDANG NOMOR 44
TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI. Dalam hal ini, istimna’ (onani dan
9
Kutbuddin Aibak, KAJIAN FIQH KONTEMPORER (Yogyakarta : KALIMEDIA Cet. I, 2017),
101-102.
10
Ali Trigiyatno, “ HUKUM ONANI : PERSPEKTIF PERBANDINGAN MAZHAB,” JURNAL
HUKUM ISLAM (JHI), no.1 (Februari, 2015) : 37.
8
a. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat kita ketahui bahwa istimna’
merupakan pemuasan nafsu seksual yang dilakukan dengan menggunakan
tangan, yaitu berupa menggesek-gesekan bagian alat kelamin hingga mencapai
orgasme. Perilaku istimna’ ini termasuk perbuatan yang menyimpang karena
di dalam konteks pandangan hukum islam dan indonesia sudah diatur. Maka
sebagai seorang muslim mari kita upayakan untuk menghindari perbuatan
istimna’ ini supaya kita dapat terhindar dari perilaku-perilaku yang
menyimpang dari norma-norma agama dan norma-norma sosial.
b. Kritik dan saran
Apabila di dalam proses pengerjakan makalah ini tedapat salah kata dalam
penulisan atau kurang dalam proses pencarian sumber-sumber data , kami
selaku penulis mohon maaf karena saya juga perlu banyak belajar dalam
penyusunan makalah yang benar. Kami selaku penulis juga berharap untuk
mendapatkan kritik dari bapak dosen dan para mahasiswa sebagai bahan
evaluasi untuk lebih memperluas wawasan mengenai proses penyusunan
makalah.
Sebagai generasi muda yang baik kita upayakan bersama-sama untuk
mencari wawasan yang luas karena dengan ilmu pengetahuan kita dapat
menggapai masa depan yang cerah dan semoga makalah yang penulis buat
dapat bermanfaat bagi para pembacanya khussunya di kalangan mahasiswa
UIN KHAS Jember dan masyarakat umum.
10
DAFTAR PUSTAKA