Anda di halaman 1dari 18

ISU-ISU KONTEMPORER DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM PADA

LEVEL MAKRO (Nasional) MIKRO (Sekolah/madrasah)

Moh. Aufani, DKK


Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura
Email: mohaufany@gmail.com

ABSTRACT

Pendidikan merupakan proses yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan


manusia, peningkatan mutu Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan
menjadi fokus pembangunan diera globbalisasi ini. Upaya pemerintah untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang telah mempertegas kewajiban
pemerinah dan pemerintah daerah. Kebijkan yang diklurkan oleh pemerintah
merupakan kebijakan untuk pembangunan maupun pembaharuan. Dalam penulisan
ini peneliti menggunakan metode penelitian pustaka (library research) dengan
pendekatan kualitatif, dengan mengganalisi dari beberapa sumber seperti diskusi
Bersama, catatan, traskip, buku, surat kabar, majalah, internet, artikel, dan
sebagainya. Dari hasil menunjukkan kebijakan Pendidikan islam sebagai berikut; (1)
actor kebijakan public, (2) Faktor penentu kebijakan (3) implemenasi kebijakan (4)
revolusi industry
Kata kunci: kebijakan, actor, implementasi, revolusi

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Hampir seluruh


dimensi kehidupan manusia terlibat dalam proses pendidikan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir memiliki
makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar
dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama di dalam proses
pendidikan itu. Hal ini engandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan
sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem
pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus
menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap
dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah mati, tidak memerlukan lagi suatu proses
Pendidikan Masalah pendidikan adalah masalah yang tidak pernah tuntas dibicarakan.
Pendidikan Islam telah dikembangkan sejak masa permulaan Islam dengan berbagai
1
bentuk pendekatan pada proses belajar dan mengajarnya. Tantangan terus berlangsung
dalam pelaksanaan pendidikan Islam, gagasan mengenai pembaharuan pendidikan
Islam harus diakomodasi untuk menjadikan pendidikan Islam tersebut relevan dengan
perkembangan zaman1.

Aktor dan pelaku pembuat kebijakan publik dan pendidikan merupakan orang /
kelompok orang yang bertugas menganalisis/merumuskan/menyusun
kebijakan. Pejabat pembuat kebijakan adalah orang yang mempunyai wewenang yang
sah untuk ikut serta dalam formulasi hingga penetapan kebijakan publik, walau dalam
kenyataannya beberapa orang yang mempunyai wewenang sah untuk bertindak
dikendalikan oleh orang lain. Kebijakan pendidikan adalah kebijakan publik di bidang
Pendidikan. Salah satu argument utamanya adalah bahwa globalisasi membawa nilai
demokrasi. Demokrasi yang memberikan hasil adalah demokrasi yang didukung oleh
pendidikan. Pejabat pembuat kebijakan terbagi menjadi dua, yaitu pembuat kebijakan
primer dan pembuat kebijakan suplementer/sekunder/pendukung. Pembuat kebijakan
primer adalah aktor-aktor atau stakeholder yang mempunyai wewenng konstitusional
langsung untuk bertindak , misalnya wewenang bertindak di parlemen yang tidak harus
tergantung pada unit pemerintah lainnya. Sedangkan pembuat kebijakan suplementer/
sekunder/pendukung (tak resmi), seperti instansi administrasi, harus mendapat
wewenang untuk bertindak dari lembaga yang lainnya(pembuat kebijakan primer) dan
karena itu, paling tidak secara potensial, ia tergantung atau dapat dikendalikan oleh
pembuat kebijakan primer2

Adapun pengimplementasian area digunakan para peserta implementasi


kebijakan untuk memainkan perannya. Arena ini bisa di level nasional, dapat juga di
level operasional dan teknikal. Lembaga-lembaga perwakilan, mulai dari tingkat
nasional sampai tingkat daerah tingkat dua adalah arena yang sering digunakan.
Demikian juga birokrasi, mulai dari pusat sampai dengan ke bawah adalah gelanggang
bagi implementasi kebijakan. Di arena ini, para peserta implementasi kebijakan

1
Sedya santoso, rosnaen “isu-isu kontemporer dalam Pendidikan islam di madrasah ibtidaiyah bellu
kebupaten bone” JURNAL BASICEDU: vol 5 no 5 2021. 51.
2 2
https://silvanadewi09.blogspot.com/2017/01/aktor-dan-pelaku-pembuat-kebijakan.html. accessed
at 04:09 15/10/2023
pendidikan dapat menggunakan kewenangan yang mereka miliki. Berkaitan dengan
wewenang tersebut, Weber (dalam Imron, 2012:72) menggolongkannya menjadi tiga
bagian. Pertama, kewenangan tradisional, yaitu kewenangan yang didasarkan atas
tradisi atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kedua, kewenangan legal-
rasional atau birokratis ialah kewenangan yang didasarkan atas peraturan-peraturan
yang berlaku. Ketiga, kewenangan karismatis adalah kewenangan yang didasarkan
atas adanya jalinan emosional para pengikut terhadap para pemimpinnya.

METODE

Penelian ini merupakan penelitian pustaka (library research) dengan


pendekatan kualitattif. Penelitian pustakaan merupakan suatu cara pengumpulan data
dengan menelaah buku catatan, literatur, artikel serta berbagai laporan lainnya yang
sesuai dengan masalah yang ingin dipecahkan. Dengan kata lain penelitian pustaka
atau kepustakaan merupakan penelitian yang dilakukan dengan menelaah karya-karya
yang berkaitan dengan pemasalahan yang dikaji serta mencatat bagian penting yang
ada hubungannya dengan topik permasalahan. Sumber data dari penelitian ini ada
sekunder berasal dari buku dan penelitan yang relavan. Adapun tehnik yang digunakan
untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menelaah kepustakaan yaitu
mencari data mengani hal-hal yang berupa hasil pemikirran, diskusi Bersama, catatan,
traskip, buku, surat kabar, majalah, internet, artikel, dan sebagainya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. AKTOR KEBIJAKAN PUBLIK

Aktor formulasi kebijakan publik adalah aktor sebagai pembuat kebijakan


resmi dan peserta non pemerintahan. Pembuat kebijakan resmi adalah pemilik
kewenangan legal untuk terlibat dalam perumusan kebijakan publik seperti
legislatif, eksekutif, badan administratif, serta pengadilan.3

Kajian terhadap aktor perumus kebijakan merupakan hal yang penting. Para
aktor merupakan penentu isi kebijakan dan pemberi warna dinamika tahapan-

3 3
Prasetyo, Orientasi Aktor dalam Perumusan Kebijakan Publik, Jurnal Masyarakat
Kebudayaan dan Politik (Volume 21, Nomor 2 2011) 115-130
tahapan proses kebijakan. Jika tipe kebijakan berpengaruh terhadap tingkat
kesulitan yang dapat terjadi dalam proses formulasi kebijakan, maka aktor-aktor
pelaksana dan hubungan antar aktor berpengaruh langsung terhadap keberhasilan
proses formulasi kebijakan.Para aktor tersebut masing-masing mempunyai
karakteristik yang menunjukkan kekuatannya mempengaruhi proses kebijakan.4

Aktor-aktor yang terlibat dalam formulasi pun memiliki peran yang berbeda
dengan evaluasi rancangan kebijakan. Aktor-aktor dalam formulasi adalah individu
atau kelompok yang memiliki kepentingan dengan kebijakan yang dibuat dan
berasal dari berbagai kalangan. Dalam formulasi paling tidak, stakeholders bisa
berasal dari legislatif, eksekutif maupun kelompok kepentingan. Ketiganya berada
dalam kepentingan yang sama dalam pengambilan keputusan sedangkan dalam
evaluasi rancangan kebijakan,aktor-aktor yang terlibat dalam eksekutif tetapi
berasal dari tingkat pemerintahan yang berbeda.

Hubungan antar aktor ini bisa bersifat horizontal (layers), vertikal (levels),
maupun antar lembaga (locus-loci). Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin
banyak aktor (layers, levels, loci) yang terlibat dalam formulasi sebuah kebijakan,
maka akan semakin sulit pula kebijakan tersebut diimplementasikan dan mencapai
tujuan yang diharapkan. Hal ini mudah dipahami karena semakin banyak aktor yang
terlibat, maka akan semakin banyak pula biaya koordinasi yang dibutuhkan,
semakin banyak pula kepentingan yang bersaing untuk didahulukan, belum lagi
masalah kewenangan dan tanggung jawab antar aktor yang mesti diperjelas terlebih
dahulu.

Secara umum aktor-aktor atau yang terlibat dalam proses formulasi


kebijakan dibagi dalam dua kategori besar yakni.5

1. Aktor Inside Government, pada umumnya meliputi: a) Eksekutif (Presiden;


Staf Penasihat Presiden; para Menteri, para Kepala Daerah) yang umumnya

4
Winarno, Budi. Teori dan Proses Kebijakan Publik.Yogyakarta (Media Pressindo.
2005) 31
5
Jones, Ricky Ismanto, Charles. Pengantar Kebijakan Pubik, (PT. Raja Grafindo4
Persada. 2007) 43
merupakan jabatan politis; b) Anggota-anggota dari badan perwakilan rakyat
(Lembaga Legislatif); c) Badan dan orang-orang Yudikatif secara parsial; dan
d) Birokrasi

2. Aktor Outside Government, pada umumnya meliputi: a) Kelompok-kelompok


kepentingan (interest groups) yang bisa berwujud LSM (NGO).
Kelompok/ikatan profesional, kelompok bisnis, perserikatan buruh, bahkan
organisasi atau lembaga keagamaan; b) Akademisi, peneliti dan konsultan,
pihak swasta (perusahaan) memberikan layanan sesuai permintaan
pemerintah); c) Politisi; d) Media massa; e) Opini publik; f).Kelompok sasaran
kebijakan (beneficiaries); g) Lembaga-lembaga donor.

Orang-orang yang terlibat dalam formulasi kebijakan publik tersebut sebagai


aktor formulasi kebijakan publik. Sebutan lain bagi aktor adalah partisipan, peserta
perumusan kebijakan publik. Oleh karena kebijakan publik mempunyai tingkatan-
tingkatan (nasional, umum, khusus, dan teknis), maka para aktor formulasi kebijakan
di setiap tingkatan tingkatan tersebut berbeda.

Tentunya agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan


masyarakat, salah satu alternatif yang dilakukan adalah kemauan pemerintah untuk
membangun jaringan dengan aktor di luar pemerintah, yaitu aktor privat dan aktor civil
society. Pemerintah sudah tidak tepat lagi memandang aktor-aktor tidak resmi
sebagai ”lawan politik” tetapi sudah saatnya pemerintah menjadikan aktor-aktor itu
sebagai ”sahabat” dalam membicarakan produk-produk kebijakan publik di daerah.

B. FAKOR-FAKTOR PENENTU KEBIJAKAN


1. Pengaruh atau hubungan pendanaan terhadap sistem pendidikan islam

Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan kualitas


sumber daya manusia. Pendidikan mempengaruhi secara penuh ekonomi suatu
bangsa. Negara yang memiliki penduduk dengan pendidikan yang tinggi akan
mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat. Oleh karena itu, pembiayaan
pendidikan menjadi suatu hal yang sangat penting. Dalam sejarah perkembangan
pendidikan Islam, terdapat sumber dana pendidikan selain yang berasal 5 dari
pemerintah, orangtua, siswa, yaitu lembaga wakaf. Lembaga wakaf akan mampu
mengentaskan umat dari kebodohan dan keterbelakangan melalui pendidikan dan
pengembangan ilmu yang memiliki komitmen pada kesempurnaan risalah
islamiyah menuju khaira ummah (umat yang utama).6

Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan


potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam
kajian manajemen pendidikan.Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu
sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-
kegiatan proses belajar-mengajar di sekolah bersama komponen-komponen
lainnya. Dengan kata lain setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan
biaya, baik itu disadari maupun tidak disadari. Komponen keuangan dan
pembiayaan ini perlu dikelola sebaik-baiknya, agar dana-dana yang ada dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk tercapainya tujuan pendidikan.

Keuangan dan pembiayaan sangat menentukan ketercapaian tujan


pendidikan di sekolah, yang memerlukan sejumlah investasi dari anggaran
pemerintah dan dana masyarakat. Investasi tersebut harus dikelola secara efektif
dan efisien dan diarahkan lansung terhadap pencapaian tujuan. Hal ini merupakan
kegiatan menajemen keungan yang mengatur penerimaan, pengalokasian, dan
pertanggungjawaban keuangan untuk menunjang pelaksanaan program
pengajaran.7 Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditehaui bahwa pendanaan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sistem pendidikan Islam.

2. Pengaruh atau hubungan Manajemen terhadap Sistem Pendidikan Islam


“Wajah dan Perilaku” Pendidikan Islam di Indonesia harus mereformasi diri
sejalan dengan globalisasi atau modernisme. Hal tersebut ditengarai oleh tiga
faktor penting:

6
M. Indris, Pendanaan Pendidikan Islam: Sebuah Tinjauan Historis, Lentera Pendidikan, Jurnal Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Vol. 11, No. 2, 152-166.
7 6
Syamsudin, pendanaan pendidikan islam, jurnal pendidikan islam STAI YASTIS Padang, Vol. 1, No.
14, 1-13.
Pertama, sosial demand, permintaan masyarakat Indonesia yang sedang dalam
“menghadapi krisis”. Kedua, man power (ketenagakerjaan), output pendidikan
belum dapat diserap oleh peluang kerja yang tersedia. Ketiga, pamantapan
ideologi, bagaimana membangun bangsa Indonesia yang religius, toleran dan
fungsional. Agar supaya Pendidikan Islam di Indonesia dapat menyelam dalam
tantangan globalisasi, maka sistem Pendidikan Islam di Indonesia perlu
dirumuskan kembali (rekonstruksi) berdasarkan tantangan kecenderungan global;
tantangan kecenderungan regional (nasional); tantangan internal sistem
pendidikan nasional, meliputi: Kurikulum dan program pendidikan, Guru dan
tenaga kependidikan, Persoalan pendidikan hubungannya dengan pendidikan
tinggi.8
3. Pengaruh atau hubungan Lembaga Pendidikan terhadap Sistem
Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan sebagai bentuk institusi yang memadukan semua
kepentingan melalui penetapan konsensus tentang tujuan utama organisasi maka
selayaknyaseorang pimpinan menerapkan tipe-tipe atau gaya kepemimpinan yang
disesuaikan dengan situasi kondisi ; demikian pula dalam mengaplikasikan model
manajemennya. Namun tentunya lebih mengutamakan sistem manajerial yang
bersifat manusiawi.Karena dalam lembaga pendidikan, manusia adalah objek
kajian utama.Eksistensi manusia bukan hanya ikut serta membangun sistem
pendidikan yang baik, tetapi lebih dari itu, manusia menciptakan dan menentukan
sistem pendidikan yang terpadu.
Lahirnya reformasi mengandaikan sebuah perubahan mendasar di semua
bidang, termasuk dalam bidang pendidikan. Namun demikian, dikarenakan
kondisi sosial-politik dan keamanan di awal-awal masa reformasi yang tidak stabil
sebagai buntut dari prosesi penurunan Soeharto dari kekuasaannya, bidang
pendidikan belum mampu dilakukan pembaruan ke arah yang lebih baik. Masa
kepemimpinan Habibie dan awal kepemimpinan Abdurrahman Wahid lebih
banyak digunakan untuk menciptakan stabilitas negara dan membangun bangunan

8
A. tidjani, manajemen lembaga pendidikan islam menghadapi tantangan globalisasi, jurnal 7
reflektika, vol. 13, no. 1, 96-126.
dasar pelaksanaan dan arah reformasi. Baru pada akhir periode kepemimpinan
Abdurrahman Wahid dan kepemimpinan Megawati, bidang pendidikan mendapat
giliran reformasi/pembaruan. Hal ini dapat dilihat dari produk kebijakan yang
lahir, yaitu Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003. Meski begitu,
kerangka kebijakan ini sudah ada sejak masa-masa sebelum pemerintahan
Megawati, yang salah satunya dapat dilihat bahwa UU ini dipengaruhi juga oleh
kebijakan yang ditandatangani Presiden Habibie tentang pemerintahan daerah dan
perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah.
Munculnya UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 ini merupakan jawaban atas
tuntutan reformasi. Sistem pendidikan yang diatur dalam UU Nomor 2 tahun 1989
dirasa masih belum mewakili amanat kemerdekaan yang tertuang dalam UUD
1945. Masalah pemerataan, sentralisasi, kurikulum, pendanaan dan lain-lain
dirasa masih menjadi persoalan dalam dunia pendidikan di Indoneisa. Itulah
sebabnya diperlukan payung hukum kebijakan untuk mengatasi persoalan-
persoalan tersebut, dan UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 ini dirasa menjadi
payung hukum yang paling lengkap dan merupakan upaya untuk merealisasikan
amanat yang ada dalam UUD 1945. Sebagai negara dengan mayoritas
penduduknya beragama Islam, UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 ini juga
merupakan angin segar bagai keberlangsungan pendidikan Islam di Indonesia.
Setidaknya ada tiga hal yang termuat dalam UU Sisdiknas Sisdiknas tahun 2003
yang berkaitan dengan pendidikan Islam, yaitu diakuinya kelembagaan
pendidikan Islam seperti madrasah dan pesantren, diakuinya pendidikan Islam
sebagai mata pelajaran baik di sekolah atau madrasah, dan diakuinya Islam
sebagai seperangkat nilai-nilai dalam Sistem Pendidikan Nasional.9

C. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PENGERTIAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Istilah implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti
pelaksanaan atau penerapan.10 Istilah implementasi biasanya dikaitkan dengan

9
Maghfuri, analisis kebijakan pendidikan islam pada awal era reformasi, jurnal manajemen
pendidikan islam, vol. 8, no. 1, 14-26. 8
10
KBBI
suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Kamus Webster
merumuskan secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to
provide the means for carryingout(menyediakan sarana untuk melaksanakan
sesuatu), to give practical effect (menimbulkan dampak atau akibat terhadap
sesuatu).
Menurut Nurdin Usman Implementasi adalah “bermuara pada aktivitas, aksi,
tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem, implemantasi bukan sekedar
aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan
kegiatan”.11
Sedangkan Menurut Hanifah yang telah dikutip oleh Harsono telah
mengemukakan pendapatnya implementasi adalah “suatu proses untuk
melaksanakan kegiatan menjadi tindakan kebijakan dari politik kedalam
administrasi”.12
Implementasi kebijakan adalah suatu proses dinamis, dimana pelaksana
kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan
mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu
sendiri. Implementasi kebijakan publik terjadi karena tindakan-tindakan
pemerintahan dalam mengatasi masalah yang timbul dalam masyarakat sehingga
melahirkan keputusan-keputusan tersebut. Kebijakan ini dipandang sebagai proses
perumusan kebijakan yang diterapkan, dilaksanakan dan dievaluasi melalui
tahapan-tahapan.13
Dari pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi
bermuara pada mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti
bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana
dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk
mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi
dipengaruhi oleh obyek berikutnya yaitu kurikulum.

11
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, (Yogyakarta: Insan Media, 2002), 70.
12
Harsono, Implementasi Kebijakan dan Politik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002), 67
13 9
Elih Yuliah, Implementasi Kebijakan Pendidikan, Jurnal at-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan
Volume 30 Nomor 2 Tahun 2020. 135
Sedangkan Implementasi kebijakan pendidikan merupakan bagian proses
untuk pembuatan kebijakan, yang ada seperti dinyatakan oleh (Hasbuallah,2015)
bahwasanya di dalam proses pembuatan kebijakan yang berlangsung dalam
beberapa tahap pembuatan kebijakan politik dimana aktivitas politik yang sedang
berlangsung dalam tahapan membuat kebijakan dan di visualkan sebagai
serangkaian dari tahap yang saling mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain
yang dapat di atur berdasarkan urutan waktu dan seperti penyusunan agenda,
formulasi,adoptasi dan implementasi kebijakan pendidikan mengilustrasikan secara
rinci pada fase dan karakter pembuat kebijakan itu dan dimana implementasi adalah
bagian yang ada di dalamnya.14

Tujuan Implementasi Kebijakan Pendidikan

Implementasi kebijakan memiliki tujuan untuk menentukan serta menetapkan


arah dari realisasi tujuan kebijakan, dalam prosesnya implementasi kebijakan dapat
dimulai apabila tujuan dari kebijakan telah ditentukan atau ditetapkan,
programprogram yang direncanakan sudah disahkan serta dana yang dialokasikan
telah turun untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Dalam penerapan tujuan
implementasi kebijakan sebagai suatu proses interaksi anatra tujuan dan Tindakan
yang mampu meraih hal yang diinginkan. Penerapan dari kemampuan ini berguna
untuk menciptakan hubungan lebih lanjut dalam serangkaian sebab akibat antara
Tindakan yang dilakukan dengan tujuan yang diharapkan.

Tujuan dari implementasi kebijakan perlu diaplikasikan sesuai dengan rencana


pada prakteknya karena implementasi kebijakan tidak boleh hanya focus atau terbatas
pada tingkah laku dari unit birokrasi yang bertanggung jawabakan tetapi dalam
pelaksanaan program-programnya harus sesuai dengan target tujuan yang telah dibuat,
akan tetapi yang lebih penting dari itu semua ialah kuatnya jaringan politik social
ekonomi yang tentu memiliki pengaruh dalam perilaku semua pihak yang terlibat pada
pelaksanaan implementasi kebijakan Pendidikan.(Rasyidin, 2018) Pada tahap
perumusan tujuan serta pembentukan kebijakannya perlu memperhatikan beberapa hal

Fatih Azza N, Implementasi Kebijakan Pendidikan, Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran,10
14

Volume 4 Nomor 2, Desember 2021. 363


yang mungkin menjadi konsekuensi karena apabila suatu kebijakan yang dibuat
dengan tidak tepat tentu akan berakhir dengan kegagalan dan ketidak berlakuan
kebijakan tersebut. Bahkan mungkin, kebijakan yang telah dipersiapkan sedemikian
rupa masih memiliki kemungkinan untuk gagal, semua itu kembali pada bagaimana
pencipta kebijakan menentukan strategi dan cara yang efisien untuk pengaplikasian
kebijakan. Selain dariitu, kebijakan yang berhasil tentu yang bisa di aplikasikan
dengan sempurna atau dapat diterima oleh khalayak umum, kemudian yang dapat di
ukur tingkat efektivitasnya dan kemudian dapat dilihat perubahan setelah diberlakukan
kebijakan tersebut.15

D. KONDISI FINANSIAL
Terdapat beberapa prosedur pemecahan masalah dalam memastikan kondisi
finansial agar tetap dalam kondisi baik dan stabil, antara lain; memahami secara
konsep dan teori yang terkait dengan implementasi kebijakan pendidikan dan
financial resources. Menganalisis mekanisme dan kaitan financial resources
dalam menentukan implementasi kebijakan pendidikan.
1. Analisis Financial Resources sebagai Faktor Penentu dalam Implementasi
Kebijakan Pendidikan
Analisis financial resources sebagai faktor penentu dalam implementasi
kebijakan pendidikan dilakukan berdasarkan teori Carl V. Patton & David
S. Sawicki (1986:25) terdiri dari enam langkah. Analisis ini dimulai dari
verifikasi, perumusan dan perincian masalah financial resources
sebagai faktor penentu dalam implementasi kebijakan pendidikan.
Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan yang memeprsoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisis
masalah dan memasuki proses pembautan kebijakan melalui penyusunan
agenda. Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi
yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan
tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan
yang bertentanagan dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru

15 11 2,
Elisa Putri Kholifah, Implementasi Kebijakan Pendidikan , Jurnal Al-Muaddib, Volume 4 Nomor
Oktober 2022, 168.
sebelum implementasikebijakan pendidikan dilaksanakan. Masalah sumber
daya finansial dalam implementasi kebijakan pendidikan meliputi (1) dana
pemerintah, orang tua dan masyarakat, (2) SDM seperti guru, siswa, komite,
dan lain-lain, (3) sarana dan prasarana sekolah, (4) stakeholders.
2. Kriteria Evaluasi Financial Resources sebagai Faktor Penentu dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan.
Patton & Sawicki (1986:25) mengatakan bahwa penetapan kriteria
evaluasi dimaksudkan untuk melakukan perbandingan, pengukuran dan
pemilihan alternatif yang harus diputuskan diperlukan kriteria evaluasi yang
sesuai. Secara umum dipakai pengukuran atas biaya, keuntungan,
efektivitas, efesiensi, keadilan, legalitas dan akseptabilities secara politis.
Dalam pembahasan sumber daya finansial dalam implementasi kebijakan
pendidikan, maka ditetapkan evaluasi yang terkait dengan dana pemerintah,
orang tua dan masyarakat, (2) sumberdaya manusia (SDM) seperti pimpinan,
guru, siswa, komite, dan lain-lain, (3) sarana dan prasarana pendidikan, (4)
stakeholders.
3. Identifikasi Alternatif Financial Resources sebagai Faktor Penentu dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan.
Dalam tahapan ini dilakukan proses pengurutan sejumlah alternatif
yang cocok dengan rumusan permasalahan. Hal ini juga berkaitan dengan
keragaman dan berbagai kemungkinan dari alternatif yang
dipertimbangkan. Dalam kajian ini alternatif yang perlu dipertimbang adalah
besarnya dana yang ada baik dari pemerintah, orang tua dan masyarakat terkait
imlementasi kebijakan pendidikan karena tanpa dana implementasi
kebijakan pendidikan tidak dapat berjalan dengan baik. Selain itu,
kebutuhan guru, siswa dan stakeholders harus diperhatikan dalam
implementasi kebijakan pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan juga
harus menjadi pertimbangan dalam implementasi kebijakan pendidikan.
4. Evaluasi Alternatif Financial Resources sebagai Faktor Penentu dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan.
Berdasarkan kriteria-kriteria evaluasi yang di atas, maka evaluasi
12
financial resources sebagai faktor penentu implementasi kebijakan
pendidikan difokuskan pada faktor yang terkait dengan sumber dana, SDM
dan stakeholders. Sumber dana, kompetensi SDM dan stakeholders
merupakan tiga faktor utama dalam implementasi kebijakan pendidikan
sebab tanpa ketiga faktor tersebut implementasi kebijakan pendidikan tidak
jalan dengan lancar.
5. Memilih Alternatif Financial Resources sebagai Faktor Penentu dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan.
Alternatif financial resources sebagai faktor penentu dalam
implementasi kebijakan pendidikan harus mempertimbangkan faktor
sumber dana, SDM dan stakeholders. Implementasi kebijakan pendidikan
setidaknya akan tetap berjalan jika ada ketiga faktor tersebut, meskipun
untuk sempurnanya juga perlu faktor sarana dan prasarana pendidikan.
6. Monitoring dampak Financial Resources sebagai Faktor Penentu dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan.
Dampak yang dimaksud dalam kajian ini adalah dampak yang timbul
jika dalam implementasi kebijakan pendidikan tidak mempertimbangkan
faktor sumber dana, SDM dan stakeholders. Dampak jika ketiga faktor
tersebut tidak diperhatikan dalam implementasi kebijakan pendidikan adalah
implementasinya tidak jalan. Dampak lain jika salah satu faktor: stakeholders
yang diperhatikan, maka implementasi kebijakan pendidikan masih berjalan
namun tidak berjalan dengan lancar. Akan tetapi, jika faktor sumber dana
dan SDM atau salah satunya yang tidak diperhatikan, maka kebijakan
pendidikan tidak akan berjalan sama sekali.

E. REVOLUSI INDUSTRI 4.0


Revolusi industri 4.0 sering juga disebut dengan cyber physical system.
Revolusi ini menitikberatkan pada otomatisasi dan mengkolaborasikannya dengan
teknologi cyber. Ciri utama dari revolusi industri ini adalah penggabungan
informasi dan teknologi komunikasi dalam bidang industri. Munculnya revolusi
industri menyebabkan adanya perubahan dalam berbagai sektor. Jika semula
membutuhkan pekerja yang cukup banyak, namun kini segala sesuatu 13bisa
digantikan dengan penggunaan mesin teknologi. Revolusi industri 4.0 membuat
semua hal menjadi lebih efektif mudah dijangkau serta meminimalisir pemborosan.
Contohnya dalam produksi makanan, jika semula membutuhkan tenaga manusia
untuk mengelola dan memproduksinya, kini bisa menggunakan teknologi canggih
untuk membuatnya.
Definisi dan penjabaran makna mengenai industri 4.0 beragam karena masih
dalam tahap penelitian dan pengembangan. Pengertian revolusi industri 4.0 adalah
bentuk industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi
cyber. Ini merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi
manufaktur. Termasuk sistem cyber-fisik, Internet of Thing (IoT), Komputasi awan,
dan komputasi kognitif. Konselir Jerman, Angela Merker berpendapat bahwa
industri 4.0 adalah transformasi komprehensif dari keseluruh aspek produksi di
industri melalui penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri
konvensional.
Menurut Herman dkk mengatakan bahwa revolusi industri 4.0 adalah sebuah
era industri digital dimana seluruh bagian yang ada didalamnya saling
berkolaborasi dan berkomunikasi secara real time dimana saja dan kapan saja
dengan pemanfaatan IT (teknologi informasi) berupa internet dan CPS, IoT, dan IoS
guna menghasilkan inovasi baru atau optimasi lainnya yang lebih efektif dan
efisien.16
Istilah industri 4.0 secara resmi lahir di Jerman tepatnya saat diadakan
Hannover Fair pada tahun 2011. Dimana negara Jerman memiliki kepentingan yang
besar terkait hal ini. dan disitu pulalah industri 4.0 menjadi bagia dari kebijakan
rencaan pembangunan yang disebut High-Tech Strategy 2020. Kemudian,
kebijakan itu digunakan untuk mempertahankan Jerman agar selalu menjadi negara
terdepan dalam dunia manufaktur.
Di berbagai negara lain juga turut serta dalam mewujudkan konsep industri 4.0.
keseluruhannya memiliki tujuan yang sama yaitu meningkatkan daya saing tiap

16 14
Elih Yuliah, Implementasi Kebijakan Pendidikan, Jurnal at-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan
Volume 30 Nomor 2 Tahun 2020. 135
negara dalam menghadapi pasar global yang sangat dinamis. Kondisi ini dikaitkan
dengan maraknya laju perkembangan teknologi digiltal di berbagai bidang.

Teknologi Digital

Seiring dengan pesatnya inovasi dan perkembangan teknologi, masyarakat kini


telah beralih dari berbagai sistem manual kepada sistem yang lebih praktis dan
fleksibel. Kehadiran beberapa instrumen teknologi menjadikan masyarakat modern
meletakkan titik ketergantungan terhadap keseluruhan komponen. Teknologi dengan
segala kecanggihannya mampu merubah intensitas tolak pandang manusia menjadi
lebih luas dan menyeluruh. Hal ini dikarenakan masyarakat modern yang sudah tidak
asing lagi dengan jejaring internet.

Internet sendiri masuk ke Indonesia pada era tahun 1990-an. Saat itu, jaringan
internet di Indonesia lebih dikenal sebagai paguyuban network, di mana semangat
kerjasama dan gotong royong sangat hangat diantara para penggunanya. Setelah
beberapa tahun internet masuk dalam kehidupan masyarakat Indonesia, hingga saat ini
diperkirakan ada kurang lebih 143 juta pengguna internet di seluruh Indonesia,
menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Nilai tersebut didapatkan
dari kontribusi penghasilan mitra pengemudi Go-Jek sebesar Rp 8,2 triliun dan melalui
mitra UMKM sebesar Rp 1,7 triliun setiap tahunnya. Tidak hanya itu, satu dari sekian
macam fitur online di Indonesia yang bisa memudahkan setiap aktivitas masyarakat di
Indonesia, fitur online ini secara tidak sengaja mengurangi tingkat pengangguran di
Indonesia dan memunculkan banyak UMKM yang secara perlahan akan membuat
yang tadinya hanya UMKM akan bisa jadi perusahaan besar bahkan membawa nama
Industri Indonesia semakin besar kearah Internasional.

Internet of Thing (IoT) adalah sebuah konsep dimana suatu objek yang
memiliki kemampuan untuk mentransfer data melalui jaringan tanpa memerlukan
interaksi manusia ke manusia atau manusia ke komputer. IoT telah berkembang dari
konvergensi teknologi nirkabel, micro-electromrchanical system (MEMS), dan
internet. Menurut Casagras (Coordinator and support action for global RFID – related
activities and standadisation) mendefinisikan IoT sebagai sebuah infrastruktur jaringan
global, yang menghubungkan benda-benda fisik dan virtual melalui eksploitasi15
data
capture dan kemampuan komunikasi. Infrastruktur terdiri atas jaringan yang telah ada
dan internet. Semua ini akan menawarkan identifikasi objek, sensor kemampuan
koneksi sebagai dasar untuk pengembangan layanan dan aplikasi k0-operatif yang
independen.

Agar Indonesia dapat bersaing dengan negara lain di bidang industri, Indonesia
juga harus mengikuti tren. Revolusi industri 4.0 merupakan upaya tranformasi menuju
perbaikan dengan mengintegrasikan dunia online dan lini produksi di industri, dimana
semua proses produksi berjalan dengan internet sebagai penopang utama (Airlangga
Hartanto).

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan di atas ada 5 point penting dalam pembahasan kali ini.
Yang pertama adalah tentang aktor-aktor kebijakan public yang memiliki pengaruh
langsung terhadap keberhasilan proses formulasi, aktor-aktor Hubungan antar aktor ini
bisa bersifat horizontal (layers), vertikal (levels), maupun antar lembaga (locus-loci).
Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin banyak aktor (layers, levels, loci) yang
terlibat dalam formulasi sebuah kebijakan, maka akan semakin sulit pula kebijakan
tersebut diimplementasikan dan mencapai tujuan yang diharapkan namun secara
umum aktor yang terlibat dalam proses formulasi kebijakan dibagi menjadi dua. (1)
aktor insiden government yang miluputi president, anggot dari dewan perwakilan
rakyat, yudikatif dan birokrasi. (2) aktor Ouside government yang meliputi interest
group, akademis, politisi, media, opini public, beneficiaries dan Lembaga honor.

Dalam faktor penentu kebijakan ada pengaruh pendanaan terhadap sistem


Pendidikan islam, Pendidikan yang tinggi memelukan pendanaan yang cukup tinggi
karena pendanaan sangat menentukan keberhasilan suatu Pendidikan karena terjadinya
proses belajar mengajar ada penunjang yang berupa pendanaan,

Implementasi kebijakan suatu proses aktivitas atau kegiatan sehingga pada


akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran
kebijakan itu sendiri. Pada para pembuat tujuan perlu pengaplikasian yan sesuai
dengan rencana dan prakteknnya karena implementasi kebijakan tidak boleh hanya
16
focus atau terbatas pada tingkah laku dari unit birokrasi yang bertanggung jawabakan
tetapi dalam pelaksanaan program-programnya harus sesuai dengan target tujuan yang
telah dibuat

Ada beberapa cara dalam memecahkan masalah dalam memastikan finasial


yang pertama adalam memhami analisis financial resource sebagai faktor penetu
dalam implemtasi kebijakan Pendidikan. Yang kedua memhami keriteria financial
resource sebagai faktor penentu dalam implementasi kebijakan, yang ketiga
Identifikasi Alternatif Financial Resources sebagai Faktor Penentu dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan yang ke empat Evaluasi Alternatif Financial
Resources sebagai Faktor Penentu dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan, yang
ke liama Memilih Alternatif Financial Resources sebagai Faktor Penentu dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan, yang ke enam Monitoring dampak Financial
Resources sebagai Faktor Penentu dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Sedya santoso, rosnaen “isu-isu kontemporer dalam Pendidikan islam di madrasah
ibtidaiyah bellu kebupaten bone” JURNAL BASICEDU: vol 5 no 5 2021
https://silvanadewi09.blogspot.com/2017/01/aktor-dan-pelaku-pembuat-
kebijakan.html. accessed at 04:09 15/10/2023

Prasetyo, Orientasi Aktor dalam Perumusan Kebijakan Publik, Jurnal


Masyarakat Kebudayaan dan Politik (Volume 21, Nomor 2 2011)
Winarno, Budi. Teori dan Proses Kebijakan Publik.Yogyakarta (Media
Pressindo. 2005)
Jones, Ricky Ismanto, Charles. Pengantar Kebijakan Pubik, (PT. Raja
Grafindo Persada. 2007)
M. Indris, Pendanaan Pendidikan Islam: Sebuah Tinjauan Historis, Lentera
Pendidikan, Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Vol. 11, No. 2.
Syamsudin, pendanaan pendidikan islam, jurnal pendidikan islam STAI YASTIS
Padang, Vol. 1, No. 14.
A . tidjani, manajemen lembaga pendidikan islam menghadapi tantangan globalisasi,
jurnal reflektika, vol. 13, no. 1.
Maghfuri, analisis kebijakan pendidikan islam pada awal era reformasi, jurnal
manajemen pendidikan islam, vol. 8, no. 1
KBBI Online accessed at 10:30 14/10/2023 17
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, (Yogyakarta: Insan
Media, 2002).
Harsono, Implementasi Kebijakan dan Politik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002).
Elih Yuliah, Implementasi Kebijakan Pendidikan, Jurnal at-Tadbir: Media Hukum
dan Pendidikan Volume 30 Nomor 2 Tahun 2020.
Fatih Azza N, Implementasi Kebijakan Pendidikan, Jurnal Review Pendidikan dan
Pengajaran, Volume 4 Nomor 2, Desember 2021
Elisa Putri Kholifah, Implementasi Kebijakan Pendidikan , Jurnal Al-Muaddib,
Volume 4 Nomor 2, Oktober 2022

18

Anda mungkin juga menyukai