Makalah Filsafat Pendidikan
Makalah Filsafat Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi
atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep
atau miskonsepsi pada diri peserta didik. Tugas filsafat adalah melaksanakan
pemikiran rasional analisis dan teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan
memdasar melalui proses pemikiran yang sistematis, logis, dan radikal (sampai
keakar-akarnya), tentang problema hidup dan kehidupan manusia. Produk
pemikirannya merupakan pandangan dasar yang berintikan kepada “trichotomi”
2
(tiga kekuatan rohani pokok) yang berkembang dalam pusat kemanusiaan manusia
(natropologi centra).
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka rumusan masalah dalam penulisan
makalah yang bejudul pendidikan dalam perspektif filsafat adalah:
BAB II
PEMBAHASAN
1. Filsafat, dalam arti filosofis merupakan satu cara pendekatan yang dipakai
dalam memecahkan proplematika pendidikan dan menyusun teori-teori
pendidikan oleh para ahli.
2. Filsafat, berfungsi member arah bagi teori pendidikan yang telah ada
menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan
yang nyata.
3. Filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori
pendidikan menjadi ilmu pendidikan (paedagogik).
C. Pengertian Eksistensialisme
Kata Eksistensialisme berasal dari kata eks = keluar,
dan sistensi atau sisto yang berarti, menempatkan. Secara umum berarti, manusia
dalam keberadaannya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu
keberadaannya ditentukan oleh akunya. Karena manusia selalu terlihat di
sekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya untuk menjadi miliknya itu
manusia harus berbuat menjadikan - merencanakan, yang berdasar pada
pengalaman yang konkret.
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai
gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada
(bereksistensi) dalam dunia.
Pendapat lain, menyatakan “eksistensialisme” merupakan suatu aliran
dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia yang bertanggung jawab atas
kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar
dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang
5
benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa
kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas
menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Manusia juga dipandang sebagai
suatu mahluk yang harus bereksistensi (berbuat), mengkaji cara manusia berada di
dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme
adalah manusia konkret.
D. Tokoh-tokoh Eksistensialisme
berani mengambil keputusan dan tidak berani berbuat, maka kita tidak
bereksistensi dalam arti sebenarnya.
Kierkegaard membedakan tiga bentuk eksistensi, yaitu estetis, etis, dan
religius.
Eksistensi estetis menyangkut kesenian, keindahan. Manusia hidup dalam
lingkungan dan masyarakat, karena itu fasilitas yang dimiliki dunia dapat
dinikmati manusia sepuasnya. Di sini eksistensi estetis hanya bergelut terhadap
hal-hal yang dapat mendatangkan kenikmatan pengalaman emosi dan nafsu.
Eksistensi ini tidak mengenal ukuran norma, tidak adanya keyakinan akan iman
yang menentukan.
Eksistensi etis. Setelah manusia menikmati fasilitas dunia, maka ia juga
memperhatikan dunia batinnya. Untuk keseimbangan hidup, manusia tidak hanya
condong pada hal-hal yang konkrit saja tapi harus memperhatikan situasi batinnya
yang sesuai dengan norma-norma umum. Sebagai contoh untuk menyalurkan
dorongan seksual (estetis) dilakukan melalui jalur perkawinan (etis).
Eksistensi religius. Bentuk ini tidak lagi membicarakan hal-hal konkrit, tetapi
sudah menembus inti yang paling dalam dari manusia. Ia bergerak kepada yang
absolut, yaitu Tuhan. Semua yang menyangkut Tuhan tidak masuk akal manusia.
Perpindahan pemikiran logis manusia ke bentuk religius hanya dapat dijembatani
lewat iman religius.
3) Teodise
Menurut Kierkegaard, antara Tuhan dengan alam, antara pencipta dan
makhluk terdapat jurang yang tidak terjembatani. Ia menjelaskan bahwa Tuhan itu
berdiri di atas segala ukuran sosial dan etika. Sedangkan manusia jauh berada di
bawah-Nya. Keadaan seperti ini menyebabkan manusia cemas akan eksistensinya.
Tetapi dalam kecemasan ini, seseorang itu dapat menghayati makna hidupnya.
Jika seseorang itu berada dalam kecemasan, maka akan membawa dirinya pada
suatu keyakinan tertentu. Perilaku ini memperlihatkan suatu loncatan yang
dahsyat di mana manusia memeluk hal yang tidak lagi masuk akal.
Selanjutnya ia mengatakan bahwa agama Kristen itu mengambil langkah
yang dahsyat, langkah menuju yang tidak masuk akal. Di sana agama Kristen
mulai. Alangkah bodohnya orang yang ingin mempertahankan agama Kristiani.
8
E. Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar
adalah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantara akibat-
akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Di Amerika Serikat Pragmatisme
mendapat tempatnya yang tersendiri di dalam pemikiran filsafati. William James
(1842-1910) orang yang memperkenalkan gagasan-gagasan pragmatisme kepada
dunia. Pengangan pragmatisme adalah logika pengamatan. Aliran ini bersedia
menerima segala sesuatu, asal saja membawa akibat yang praktis. Pengalaman-
pengalaman pribadi diterimanya, asal bermanfaat, bahkan kebenaran mistis
dipandang sebagai berlaku juga, asal kebenaran mistis itu membawa akibat praktis
yang bermanfaat (Hadiwijono, 1980:130).
Bagi pragmatisme, filsafat adalah alat untuk menolong manusia dalam
hidup sehari-hari maupun dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
mewujudkan dunia teknik. Dalam segalanya itu pelaksanaan atau praktik hiduplah
yang penting dan bukan pendapat atau teori yang hipotesis dan sepihak. Untuk
menilai bermanfaat tidaknya ilmu pengetahuan, anggapan-anggapan hidup
malahan filsafat sendiri pun, perlu diperhatikan segala hasil dan kesimpulan atau
akibat yang terjadi atas dasar hipotesis-hipotesis itu. Yang pokok adalah bahwa
manusia berbuat dan bukan berfikir. Pikiran atau teori merupakan alat yang
“hanya berguna “ untuk memungkinkan timbulnya pengalaman yang semakin ikut
mengembangkan hidup manusia dalam praktik pelaksanaanya (Sutrisno, 1993:99)
9
F. Pengertian Progresivisme
Progresivisme menurut bahasa dapat diartikan sebagai aliran yang
menginginkan kemajuan-kemajuan secara cepat. Dalam konteks filsafat
pendidikan progresivisme adalah suatu aliran yang menekankan, bahwa
pendidikan bukanlah sekedar pemberian sekumpulan pengetahuan kepada subjek
didik, tetapi hendaklah berisi aktivitas-aktivitas yang mengarah pada pelatihan
10
G. Tokoh-Tokoh Progresivisme
1. William James (11 Januari 1842 - 26 Agustus. 1910)
11
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari
eksistensi organik, barns mempunyai fungsi biologic dan nilai kelanjutan hidup.
Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian
dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong
untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di
atas dasar ilmu perilaku.
2. John Dewey (1859 - 1952)
Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih
menekakan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri.
Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child Centered School".
Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum
jelas.
3. Hans Vaihinger (1852 - 1933)
Hans Vaihinger Menurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis.
Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan. Satu-satunya ukuran
bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi
kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata;
jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal
orang tabu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna
saja.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala
dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada
(bereksistensi) dalam dunia.
2. Filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai krisis seperti materialisme, idealisme,
serta situasi dan kondisi dunia.
3. Ciri-ciri aliran eksistensialisme:
Pragmatisme adalah aliran yang memperdepankan praktis ketimbang hanya sekedar
berteori atau berpendapat saja. Pragmatisme timbul akibat pemberontakan melawan
idealisme yang terlau mengunakan intelektual manusia dan bersifat tertutup.
Berdirinya pragmatisme dipengaruhi aliran Empris Inggris dan Jerman Modern, juga
pengalaman sosial rakyat Amerika dalam melaksanakan perekonomian yang
memperdepankan kerja keras dan kebijakan. Pragmatisme diperkenalkan dari gagasan-
gagasan william james (1842-1910) di Amerika, pegangannya adalah logika
pengamatan yakni segala sesuatu dapat masuk asalkan bersifat praktis
Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918.
Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada mass kini mungkin tidak
benar di mass mendatang. Pendidikan hares terpusat pada anak bukan memfokuskan
pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini diantaranya: George
Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas dan Frederick C.
Neff. Progresivisme merupakan pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat:
Fleksibel, Curious, Toleran dan open-minded
13
DAFTAR PUSTAKA