Anda di halaman 1dari 15

Kabar Mutakhir CSR

Global dan Nasional

Jalal
A+ CSR Indonesia
www.csrindonesia.com
Disampaikan dalam pelatihan
Pelaporan Keberlanjutan Berdasarkan GRI G3
Bogor, 29‐30 September 2010
1
AGENDA

1. ISO 26000 Guidance on Social


Responsibility
2. Global Reporting Initiative
3. Pasal 74 UU Perseroan Terbatas dan
RPP TJSL
4. UU Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
5. Inisiatif pengumpulan dana CSR oleh
Pemerintah

2
FDIS ISO 26000
—Schematic Overview

3
Tujuh Subjek Inti ISO 26000

Community
involvement Human
and deve- Rights
lopment

Organizational

The Labor
Environ- Organization Practices
ment

Governance

Consumer Fair
Issues Operating
Practices

4
Final Draft International Standard ISO 26000, 2010
Kabar Mutakhir
• Draft International Standard (DIS) dibahas di Kopenhagen
mulai tanggal 17 Mei 2010 dan sudah ditetapkan menjadi
Final Draft International Standard (FDIS).
• Ada beberapa butir substansial yang diputuskan dalam
sidang tersebut—misalnya soal orientasi seksual—yang
membuat sidang berjalan cukup alot.
• Sekarang tengah berlangsung pengambilan keputusan atas
FDIS, diperkirakan akan disetujui, dan akan menjadi
dokumen resmi pada November 2010.
• Ketika diberlakukan, akan jadi standar paling penting
untuk ‘menilai’ CSR secara global.

5
2. Global Reporting Initiative
• Akhir Mei 2010 ada sidang GRI di Amsterdam.
• Di antara agenda terpentingnya adalah pembahasan
mengenai perubahan atas Generasi 3 (G3) dan
National Annex.
• Isu mengenai GRI G4 yang konon akan dikeluarkan
pada bulan Oktober 2010 terbukti tidak tepat. Yang
terjadi adalah perbaikan bertahap—di antara yang
pertama adalah pada aspek Society.
• National Annex isinya diusulkan oleh masing‐masing
negara. Negara‐negara berkembang mengusulkan
lebih banyak indikator terkait dengan community
development, dan bagaimana GRI bisa
mengakomodasi kepentingan pelaporan oleh UMKM
dan organisasi lain.
6
3. Pasal 74 Undang Undang Perseroan
Terbatas dan PP TJSL
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan
yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya
Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

7
Komentar atas Proses
• Tidak transparen.
• Minim konsultasi publik.
• Tidak ada naskah akademik yang beredar di
publik.
• Tanpa pemahaman yang memadai tentang CSR
(bdk. Berbagai literatur dan standar terkait CSR).
• Lokasi “studi banding” yang aneh: Belanda,
Cina, Thailand.
• Terburu‐buru, banyak sekali perubahan dalam
waktu yang singkat, tidak matang.

8
Komentar atas Substansi
• Definisi CSR yang sangat sempit (bdk. ISO 26000).
• Pemangku kepentingan yang disentuh terlalu sedikit
(hanya masyarakat lokal dan lingkungan, sementara
pekerja, konsumen, dan banyak pemangku kepentingan
lain tidak dimasukkan).
• Nama “Tanggung jawab sosial dan lingkungan” yang
tidak lazim. Dalam CSR, “social” maksudnya “economic‐
social‐environmental”.
• Frasa “…kepatutan dan kewajaran” adalah ambigu.
Patut dan wajar menurut siapa?
• TJSL bukanlah CSR (untuk penganut “beyond
compliance”) atau maksimum adalah sepertiga CSR
(untuk penganut “within and beyond compliance”).

9
Kemungkinan Dampak
Pemberlakuan
• Berlaku untuk semua perusahaan berbentuk PT, bukan
hanya natural resource based industries.
• Berpotensi membuat privatisasi kewajiban sektor publik
(karena batas‐batas tanggung jawab tidak jelas) serta
sumber korupsi baru.
• Kekuasaan menentukan biaya direncanakan ada di
Pemerintah, dan tidak diketahui bagaimana caranya
Pemerintah akan menghitungnya. Perhitungan
berdasarkan proporsi after profit pernah diajukan DPR
dan Depsos. Cara perhitungan itu salah dan berbahaya.
• Tergantung dari bagaimana PP‐nya dibuat.

10
Kabar Terakhir
• KADIN dan beberapa institusi lain telah mengajukan
judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) di awal 2009.
• Setelah beberapa bulan bersidang, MK memutuskan untuk
menolak permohonan para pemohon.
• Hakim MK yang memutuskan penolakan sesungguhnya
memiliki conflict of interest. Akil Mochtar adalah mantan
anggota DPR yang memimpin panitia pembuatan UU
Perseroan Terbatas.
• RPP sudah ada di Depkumham, dengan isi yang “lebih
masuk akal.” Belum ada proses diskusi antardepartemen.
Belum diketahui kapan akan diselesaikan. Sebelum
diberlakukan, Pasal 74 UUPT sebetulnya tidak bisa
dinyatakan telah berlaku, namun ada banyak “kreativitas”
pemerintah daerah untuk memanfaatkannya.
11
4. UU Nomor 32 Tahun 2009
UU no 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH) diterbitkan tanggal 3 Oktober 2009,
dinyatakan berlaku setahun kemudian: 3 Oktober 2010.
Beberapa hal yg membedakan UU 32/2009 dibandingkan UU
sebelumnya:

1. Prinsip PPLH didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik


2. Kejelasan kewenangan pusat dan daerah
3. Perizinan sebagai instrumen pengedalian
4. Penegakan hukum perdata, administrasi dan pidana yang lebih
jelas
5. Penguatan kewenangan pejabat pengawas LH dan penyidik
pegawai negeri sipil LH
6. Kewenangan yang lebih luas kepada Menteri dan Pemda dalam
PPLH
12
Dampak yang Timbul
dan Perlu Diantisipasi Perusahaan

• Kewajiban AMDAL dan UKL‐UPL


• Perizinan lingkungan
• Instrumen ekonomi lingkungan hidup
• Analisis risiko lingkungan hidup
• Audit lingkungan
• Dana penjaminan pemulihan LH
• Pengelolaan B3 dan limbah B3
• Penaatan baku mutu lingkungan dan baku kerusakan
lingkungan dengan lebih ketat
• Tanggung jawab mutlak pelaku kegiatan
• Sanksi (perdata, administratif dan pidana)

13
5. Inisiatif Lain dari Pemerintah untuk
Memanfaatkan ‘Dana CSR’
• RUU Fakir Miskin, Rancangan Permendagri tentang Kemitraan CSR,
dan inisiatif Kementerian Daerah Tertinggal memiliki ide
memanfaatkan ‘dana CSR’ untuk membiayai pembangunan.
• ‘Bau’ pengumpulan dana sangatlah tercium, dan ini berarti privatisasi
kewajiban pemerintah, dan pemerintah mengelak dari tanggung
jawabnya.
• RUU Fakir Miskin—masuk ke dalam Prolegnas 2010—memuat Pasal
36 Ayat 3 yang menyatakan bahwa perusahaan wajib menyediakan
dana khusus untuk fakir miskin.
• Rancangan Permendagri mewajibkan setiap provinsi, kabupaten dan
kecamatan di seluruh Indonesia membuat forum kemitraan CSR, yang
diketuai kepala daerah masing‐masing. Pemerintah mengawasi dan
menerima laporan pelaksanaan CSR.
• Kementerian Daerah Tertingal menyatakan bahwa potensi dana CSR
di Indonesia adalah Rp9,7 triliun dan akan dipergunakan untuk
membangun daerah tertinggal.
• Sudah banyak pemda yang membuat perda pengumpulan dana CSR,
yang terbaru adalah Jawa Timur, dengan penetapan 4% dari profit. 14
Terima Kasih Banyak!

Jalal
Lingkar Studi CSR
Jalan Danau Sentani Nomor 9
Bogor 16144
www.csrindonesia.com
office@csrindonesia.com
jalal.csri@yahoo.com
+62‐815‐13803616
15

Anda mungkin juga menyukai