Anda di halaman 1dari 5

Nama : Apriyadi Tanjung

NPM : 231521006

SUMMARY AKUNTANSI MANAJEMEN LINGKUNGAN

Latar Belakang Akuntansi Manajemen Lingkungan

Belakangan ini, semakin banyak tuntutan agar perusahaan memperhatikan faktor-faktor lingkungan
dalam menjalankan usahanya. Tuntutan ramah lingkungan bukan saja berasal dari pemerintah, yang
semakin banyak mengeluarkan peraturan-peraturan untuk memaksa perusahaan menjadi ramah
lingkungan, namun juga banyak perusahaan yang memasukkan unsur ramah lingkungan sebagai
bagian dari strateji usaha mereka. Perusahaan dituntut untuk menjadi eco-effisien, yang berarti
kemampuan untuk memperoduksi barang untuk memuaskan konsumen dengan biaya yang kompetitif,
namun juga sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan alasan-alasan
tersebut, maka kebutuhan informasi keuangan dan non keuangan mengenai pengelolaan lingkungan
menjadi semakin dibutuhkan perusahaan

Fungsi Akuntansi Manajemen Lingkungan

Menurut IFAC (2005), akuntansi manajemen lingkungan (environmental management accounting)


merupakan pengelolaan lingkungan sekaligus kinerja ekonomi organisasi melalui pengembangan dan
implementasi system dan praktek akuntansi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut. Pada
dasarnya terdapat tiga hal utama dalam akuntansi manajemen lingkungan, yaitu:

1. Kepatuhan (compliance) – dalam hal ini akuntansi manajemen lingkungan harus dapat memberikan
informasi mengenai kepatuhan perusahaan terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan
lingkungan, yang dibuat sendiri oleh perusahaan tersebut maupun yang dibuat oleh pemerintah.

2. Eco-effisien – dalam hal ini akuntansi manajemen lingkungan harus dapat melakukan monitoring
terhadap effisiensi penggunaan sumber daya alam seperti penggunaan bahan baku, bahan bakar, air,
dan lain-lainnya, dan dampaknya terhadap lingkungan dan juga biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan.
3. Posisi stratejik – dalam hal ini organisasi harus membuat program-program yang terkait dengan
lingkungan untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan. Akuntansi manajemen lingkungan
harus dapat memonitor apakah biaya-biaya yang dikeluarkan dapat mencapai tujuan tersebut.

Pengelolaan dan Pengendalian Biaya Lingkungan

Pengelolaan dan pengendalian biaya lingkungan dapat dilakukan dengan membagi biaya yang terkait
dengan biaya lingkungan menjadi empat bagian, yaitu:

1. Biaya lingkungan yang bersifat pencegahan (Environmental prevention costs)

2. Biaya lingkungan yang bersifat pemeriksaan (Environmental appraisal costs)

3. Biaya lingkungan karena adanya kegagalan internal (Environmental internal failure costs)

4. Biaya lingkungan karena adanya kegagalan eksternal (Environmental external failure costs)

Biaya Lingkungan yang Bersifat Pencegahan (Environmental Prevention Costs)

Yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan-
kegiatan yang dapat dipergunakan untuk menjaga agar perusahaan dalam melakukan aktivitasnya
tidak menghasilkan sesuatu yang dapat berdampak negative terhadap lingkungan. Contoh dari
kelompok biaya ini adalah:

1. Memilih dan mengevaluasi pemasok, sehingga didapatkan pemasok yang ramah lingkungan

2. Merancang proses produksi yang ramah lingkungan

3. Memperoleh sertifikasi ISO 14001

4. Merancang produk yang ramah lingkungan

Biaya Lingkungan yang Bersifat Pemeriksaan (Environmental Appraisal Costs)

Biaya-biaya ini dikeluarkan untuk memastikan apakah produk yang dihasilkan perusahaan, ataupun
proses dan aktivitas yang dilakukan perusahaan memang sudah sesuai dengan standar lingkungan
yang terdapat pada peraturan pemerintah ataupun peraturan perusahaan sendiri. Aktivitas-aktivitas ini
dilakukan untuk dapat mendeteksi sedini mungkin jika terdapat produk atau proses yang tidak sesuai
dengan peraturan atau standar tersebut, sehingga jangan sampai dampaknya meluas. Contoh dari
kelompok biaya ini adalah:

1. Melakukan pemeriksaan (audit) terhadap aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan

2. Melakukan inspeksi terhadap produk dan proses yang dilakukan

3. Mengembangkan tolok ukur yang berkaitan dengan lingkungan

4. Melakukan testing untuk melihat apakah terdapat kontaminasi

Biaya Lingkungan karena adanya Kegagalan Internal (Environmental Internal


Failure Costs)

Biaya-biaya ini muncul karena dalam kegiatannya perusahaan menghasilkan elemen-elemen yang
dapat merusak lingkungan, namun elemen-elemen tersebut dapat dikendalikan oleh perusahaan,
sehingga tidak mencemari lingkungan. Contoh dari kelompok biaya ini adalah:

1. Biaya untuk mengamankan dan membuang ekses produksi yang tidak ramah lingkungan.

2. Biaya untuk mengoperasikan dan memelihara peralatan yang berkait dengan polusi.

Biaya Lingkungan karena adanya Kegagalan Eksternal (Environmental External Failure Costs)

Biaya-biaya ini muncul, karena elemen-elemen yang dapat merusak lingkungan yang dihasilkan
perusahaan, ternyata mengkontaminasi lingkungan. Contohnya, adalah kasus kapal tanker pengangkut
minyak yang karam, yang mengakibatkan tumpahan minyak ke laut. Environmental external failure
costs dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Realized external failure costs, dalam hal ini adalah biaya-biaya yang benar benar dikeluarkan
perusahaan, karena adanya kontaminasi atau kerusakan lingkungan akibat kegiatan operasi
perusahaan. Contoh dari biaya-biaya ini adalah:

a. Biaya untuk membersihkan minyak yang tertumpah dilaut karena bocor atau karamnya kapal tanker
pengangkut minyak

b. Biaya untuk membersihkan danau atau sungai yang tercemar

c. Biaya yang dikeluarkan untuk membayar ganti-rugi pada penduduk atau piha ketiga karena
kerusakan lingkungan yang dibuat perusahaan
2. Unrealized external failure (societal) costs, dalam kasus ini kontaminasi dan kerusakan lingkungan
memang berasal dari kegiatan operasi perusahaan, namun biaya yang timbul tidak ditanggung oleh
perusahaan, tapi ditanggung oleh pihak lainnya diluar perusahaan. Contoh dari biaya-biaya ini adalah:

a. Kesehatan penduduk yang menurun karena sungai terkontaminasi

b. Mata pencaharian nelayan yang hilang karena laut terkontaminasi

Pengelolaan Biaya Lingkungan

Pada dasarnya, prinsip pengelolaan biaya lingkungan sama dengan prinsip pengelolaan biaya kualitas
yang telah dibahas dalam modul sebelumnya. Biaya lingkungan terbesar yang dihadapi perusahaan
adalah biaya lingkungan karena adanya kegagalan eksternal. Biaya ini memang tidak sering muncul,
namun jika biaya tersebut muncul, maka akan dapat membebani perusahaan dengan biaya yang amat
besar, bahkan dalam kasus yang ekstrim dapat menimbulkan kebangkrutan perusahaan. Contohnya
adalah kasus lumpur Lapindo. Karena itu untuk mengelola atau mengurangi biaya yang terkait dengan
lingkungan, maka perusahaan harus memperbayak proporsi biaya yang bersifat pencegahan dan
pemeriksaan. Contoh dari laporan yang berkaitan dengan pengelolaan biaya lingkungan dapat dilihat
pada tabel 8.1.

PT Kacau Balau
Laporan Biaya Lingkungan
Untuk Tahun yang Berakhir, 31 Desember 20x3
Biaya Pencegahan Lingkungan
Biaya untuk Melakukan Sertifikasi ISO 14001 Rp300.000.000

Biaya untuk Melakukan Pemilihan Pemasok 100.000.000 Rp400.000.000 5.95%

Biaya Pemeriksaan Lingkungan


Biaya untuk Mengukur tingkat Kontaminsai IAI Rp125.000.000

Biaya untuk Melakukan Pemeriksaan terhadap Proses Produksi 200.000.000 Rp325.000.000 4.83%

Biaya Lingkungan karena adanya Kegagalan Internal


Biaya untuk Membuang “Waste” dari Produksi Rp800.000.000

Biaya untuk Mengoperasikan Peralatan untuk Mengendalikan Polusi 200.000.000 Rp1.000.000.000 14.87%

Biaya Lingkungan karena adanya Kegagalan Eksternal


Biaya untuk membersikan sungai yang terkena polusi Rp1.800.000.000

Biaya untuk membayar ganti-rugi pada penduduk yang terkena dampak polusi 3.200.000.000 Rp6.000.000.000 74.35%

Total Biaya Lingkungan Rp6.725.000.000 100.00%

Pada tabel 8.1., terlihat bahwa perusahaan belum menerapkan pengelolaan biaya lingkungan dengan
baik, hal ini dicerminkan dari tingginya biaya kegagalan baik internal maupun eksternal, serta
rendahnya biaya pencegahan dan pemeriksaan. Bisa saja, perusahaan baru saja mau memulai
memberikan perhatian yang lebih pada lingkungan, dan hal tersebut tercermin dari adanya biaya
untuk memperoleh sertifikasi ISO 14001.

8.5 Triple-Bottom-Accounting

Triple bottom accounting merupakan kerangka akuntansi yang melihat dari tiga sisi, yaitu people
(orang),planet (lingkungan), dan profit. Dalam pelaporan keuangan secara tradisional, biasanya
perusahaan hanya melaporkan profit atau keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Namun demikian,
apa yang terjadi apabila profit tersebut diperoleh dengan kegiatan yang merusak lingkungan ataupun
dengan melakukan outsourcing pada perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan pekerja dibawah
umur. Collin dan Porras (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang
memiliki tujuan utama untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham, biasanya tidak akan
bertahan hidup dalam waktu yang lama. Menurut penelitian tersebut, perusahaan yang dapat bertahan
sukses dalam waktu yang lama adalah perusahaan - perusahaan yang berusaha untuk mencapai
beberapa tujuan (cluster of objectives), dimana memaksimalkan kekayaan pemegang saham hanya
merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai, dan biasanya bukan merupakan tujuan yang utama.

Karena itu pelaporan yang hanya memfokuskan pada kinerja keuangan dianggap tidak cukup, karena
hanya mencerminkan kinerja jangka pendek perusahaan. Kesulitan utama dalam menerapkan konsep
ini adalah menyiapkan laporan yang dapat menggabungkan ketiga elemen ini. Salah satu contoh dari
laporan triple bottom accounting dapat dilihat pada laporan yang dibuat oleh Cascade Engineering,
yang dapat diakses dalam situs www.cascadeng.com/triple-bottom-line.

Anda mungkin juga menyukai