tm
a l.h
on
si
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
-na
NOMOR HK.01.07/MENKES/85/2023
an
TENTANG
om
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ed
TATA LAKSANA GAGAL JANTUNG PADA ANAK
g-p
tan
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
en
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,k-t
m
s-k
Operasional;
/04
organisasi profesi;
si.
jdih.kemkes.go.id
-2-
l
tm
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
l.h
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
a
on
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
si
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
-na
Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
an
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
om
4. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang
ed
Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Lembaran Negara
g-p
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 229,
tan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5942);
en
5. Peraturan Menteri k-t Kesehatan Nomor
1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar
m
s-k
Anak.
o
inf
MEMUTUSKAN:
.
jdih.kemkes.go.id
-3-
l
tm
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Gagal Jantung Pada
l.h
Anak.
KEDUA : Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
a
on
Gagal Jantung Pada Anak yang selanjutnya disebut
si
PNPK Gagal Jantung Pada Anak merupakan pedoman
-na
bagi dokter sebagai pembuat keputusan klinis di fasilitas
an
pelayanan kesehatan, institusi pendidikan, dan
om
kelompok profesi terkait.
ed
KETIGA : PNPK Gagal Jantung Pada Anak sebagaimana dimaksud
g-p
dalam Diktum KEDUA tercantum dalam Lampiran yang
tan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Menteri ini.
en
KEEMPAT : PNPK Gagal Jantung Pada Anak sebagaimana dimaksud
k-t
dalam Diktum KETIGA harus dijadikan acuan dalam
m
s-k
upaya terbaik.
/04
jdih.kemkes.go.id
-4-
l
tm
ditetapkan.
l.h
Ditetapkan di Jakarta
a
on
pada tanggal 3 Februari 2023
si
-na
MENTERI KESEHATAN
an
REPUBLIK INDONESIA,
om
ttd.
ed
g-p
BUDI G. SADIKIN
tan
en
k-t
m
s-k
ke
en
pm
/ke
/04
23
20
m/
co
si.
ula
o reg
inf
.
ww
//w
ps:
htt
jdih.kemkes.go.id
-5-
LAMPIRAN
l
tm
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
l.h
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.01.07/85/MENKES/2023
a
on
TENTANG
si
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
-na
KEDOKTERAN TATA LAKSANA GAGAL
an
JANTUNG PADA ANAK
om
ed
g-p
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
tan
KEDOKTERAN TATA LAKSANA GAGAL JANTUNG PADA ANAK
en
BAB I k-t
PENDAHULUAN
m
s-k
A. Latar belakang
ke
dalam diagnosis dan tata laksana gagal jantung pada anak disebabkan
oleh hal yang sangat variatif seperti terlihat pada Tabel 1, sehingga
o
inf
anak yang dirawat di rumah sakit adalah Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
ps:
jdih.kemkes.go.id
-6-
l
tm
PJD 8,7%, dan PJB 4,7%.
l.h
Jumlah uji klinis terkait gagal jantung pada anak masih terbatas,
sehingga diagnosis dan tata laksananya sebagian besar mengadopsi dari
a
on
gagal jantung pada dewasa, data penelitian retrospektif, dan konsensus
si
para pakar. Beberapa negara maju dan negara berkembang telah
-na
membuat panduan tentang gagal jantung pada anak yang memiliki
an
banyak kesamaan, namun ada juga perbedaannya, tergantung kondisi
om
dan kemampuan sumber daya di negara tersebut.
ed
Sampai saat ini Indonesia belum memiliki Pedoman Nasional
g-p
Pelayanan Kedokteran (PNPK) diagnosis dan tata laksana gagal jantung
tan
pada anak. Para dokter di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP),
madya, utama, dan paripurna dalam menegakkan diagnosis dan
en
mengobati gagal jantung pada anak mengacu pada Panduan Praktik
k-t
Klinis (PPK) yang menyesuaikan dengan kondisi dan kemampuan
m
s-k
masih harus dirujuk ke Pusat Jantung Nasional (PJN) yaitu Rumah Sakit
/ke
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Harapan Kita atau
/04
dan tidak sedikit kasus meninggal karena menunggu antrian yang terlalu
si.
lama.
ula
pesat, presentasi klinis gagal jantung pada anak yang bervariasi baik
ww
perubahan terhadap PNPK Tata Laksana Gagal Jantung Pada Anak agar
ps:
jdih.kemkes.go.id
-7-
l
tm
Jenis penyakit Contoh
l.h
Penyakit 1. Pirau dari kiri ke kanan
a
jantung bawaan Contoh: ventricular septal defect (VSD), atrial
on
(PJB) septal defect (ASD), atrio-ventricular septal defect
si
-na
(AVSD), aorto-pulmonary septal defect (APSD),
dan patent ductus arteriosus (PDA)
an
2. Lesi konotrunkal
om
Contoh: tetralogy of Fallot (TOF), truncus
ed
arteriosus (TA), transposition of great arteries
g-p
(TGA), dan double outlet right ventricle (DORV)
tan
3. Ventrikel tunggal
en
Contoh: hypoplastic right heart syndrome (HRHS),
k-t
hypoplastic left heart syndrome (HLHS), double
inlet ventricle (DIV)
m
s-k
4. Lesi obstruktif
Contoh: aortic stenosis (AS), pulmonary stenosis
ke
en
5. Gangguan katup
Contoh: congenital mitral regurgitation (MR),
/ke
(ARVC),
ula
(LVNC)
Aritmia Tachycardia induced cardiomyopathy
o
inf
jdih.kemkes.go.id
-8-
l
tm
Pulmonary PH primer
l.h
Hypertension PH sekunder
a
(PH) Sindrom Eisenmenger
on
Infeksi dan Sepsis induced myocardial dysfunction
si
-na
inflamasi Infective endocarditis (IE)
Myocarditis
an
Pericarditis
om
Acute rheumatic fever (ARF) & rheumatic heart
ed
disease (RHD)
g-p
Kawasaki disease
tan
Human immunodeficiency virus (HIV)
en
Toksin Obat-obat kemoterapi
Obat-obat teratogenik
m k-t
yang dikonsumsi selama
kehamilan
s-k
Tansfusi berulang
ke
Lain-lain Anemia
en
Diabetes melitus
pm
Tirotoksikosis
Penyakit neuromuskular
/ke
Hipertensi
/04
Keganasan
23
20
B. Permasalahan
m/
penegakan diagnosis dan tata laksana gagal jantung pada anak umumnya
si.
anak di Indonesia.
.
ww
jdih.kemkes.go.id
-9-
l
tm
saat merujuk kasus gagal jantung pada anak ke FKRTL.
l.h
5. Sistem jaminan kesehatan nasional (JKN) belum memberikan
dukungan pembiayaan optimal dalam penanganan gagal jantung
a
on
pada anak, terutama pada kasus-kasus yang memerlukan intervensi
si
non-bedah maupun bedah.
-na
an
C. Tujuan
om
1. Tujuan Umum
ed
PNPK diagnosis dan tata laksana gagal jantung pada anak ini
g-p
disusun untuk memberikan pedoman bagi para klinisi dan penentu
tan
kebijakan kesehatan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas,
sesuai ilmu kedokteran berbasis bukti terbaru, sehingga morbiditas
en
dan mortalitas gagal jantung pada anak dapat diturunkan.
k-t
2. Tujuan Khusus
m
s-k
kebutuhan.
ww
pada anak
htt
jdih.kemkes.go.id
- 10 -
D. Sasaran
l
tm
1. Seluruh tenaga medis yang terlibat dalam penanganan gagal jantung
l.h
pada anak, yakni dokter umum, dokter spesialis, dan dokter
subspesialis di fasilitas pelayanan kesehatan, serta tenaga kesehatan
a
on
lainnya seperti bidan dan perawat yang memberikan pelayanan
si
kardiologi anak.
-na
2. Penentu kebijakan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan
an
kesehatan, agar dapat melengkapi sumber daya yang dibutuhkan.
om
3. Penyandang dana pembiayaan kesehatan, agar memberikan nilai
ed
klaim yang memadai.
g-p
4. Penentu kebijakan di institusi pendidikan kedokteran, serta
tan
kelompok organisasi profesi, agar menggunakan PNPK ini sebagai
acuan pendidikan.
en
k-t
m
s-k
ke
en
pm
/ke
/04
23
20
m/
co
si.
ula
reg
o
. inf
ww
//w
ps:
htt
jdih.kemkes.go.id
- 11 -
BAB II
l
tm
METODOLOGI PENYUSUNAN PEDOMAN
l.h
A. Penelusuran Pustaka
a
on
Penelusuran pustaka dilakukan secara elektronik melalui Medline
si
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed). Kepustakaan dibatasi pada tiga
-na
puluh tahun terakhir dan berbahasa Inggris. Tahapan penelusuran
an
kepustakaan menggunakan kata kunci sebagai berikut:
om
1. Heart failure, cardiac failure, atau congestive heart failure.
ed
2. Kata kunci pada point 1 ditambah dengan kata fetal, neonatal,
g-p
newborn, infant, child, adolescent, pediatric, atau children
tan
3. Kata kunci pada point 1 dan 2 ditambah dengan kata epidemiology,
etiology, risk factor, clinical manifestation, classification, diagnosis,
en
management, atau prognosis. k-t
4. Kata kunci pada point 1 ditambah dengan kata clinical practice
m
s-k
atau meta-analysis.
en
kardiologi anak, dan bidang lain yang terkait. Setiap artikel ilmiah yang
20
(applicable)?
reg
tahun 2009.
ps:
htt
jdih.kemkes.go.id
- 12 -
l
tm
I. Manfaat sangat lebih besar daripada risiko.
l.h
Prosedur atau pengobatan direkomendasikan atau
diindikasikan.
a
on
IIa. Manfaat lebih besar daripada risiko.
si
Prosedur atau pengobatan dapat dipertimbangkan atau dapat
-na
diindikasikan.
an
IIb. Manfaat sedikit lebih besar atau sama dengan risiko.
om
Prosedur atau pengobatan mungkin dapat dipertimbangkan
ed
atau mungkin dapat diindikasikan.
g-p
III. Manfaat lebih kecil daripada risiko.
tan
Prosedur atau pengobatan tidak direkomendasikan atau
kontraindikasi.
en
k-t
Sedangkan klasifikasi derajat bukti diterjemahkan sebagai berikut:
m
s-k
non-random.
/ke
jdih.kemkes.go.id
- 13 -
BAB III
l
tm
HASIL DAN PEMBAHASAN
l.h
A. Pengertian
a
on
Pada era tahun 1950-an, gagal jantung hanya dipahami sebagai
si
sindrom curah jantung yang rendah (Low Cardiac Output Syndrome,
-na
(LCOS)). Namun dengan perkembangan IPTEK di bidang kardiologi saat
an
ini, telah diketahui adanya keterlibatan sistem neurohormonal dan sistem
om
seluler molekuler dalam patofisiologi terjadinya gagal jantung. Oleh sebab
ed
itu, pemahaman terkini mendefinisikan gagal jantung sebagai suatu
g-p
sindrom klinis yang gejala dan tanda klinisnya berhubungan dengan
tan
gangguan sirkulasi, abnormalitas neurohormonal, serta abnormalitas
seluler dan molekuler.
en
Menurut International Society for Heart and Lung Transplantation
k-t
(ISHLT) tahun 2014, gagal jantung adalah suatu sindrom klinis dan
m
s-k
kompleks, terdiri dari gejala dan tanda klinis khas yang terkait dengan
reg
dan/atau beban akhir (afterload). Definisi ini dipakai dalam Guideline dari
//w
mirip gagal jantung, tetapi tanpa disfungsi jantung, maka tidak termasuk
jdih.kemkes.go.id
- 14 -
dalam kriteria gagal jantung. Namun demikian, kondisi patologis ini dapat
l
tm
menyertai gagal jantung dan memperburuk gagal jantung.
l.h
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
a
on
Perlindungan Anak, definisi anak adalah seseorang yang belum berusia
si
18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
-na
Oleh karena itu, diagnosis dan tatalaksana gagal jantung pada PNPK ini,
an
hanya dibatasi pada kelompok janin (intrauterin), neonatus (0-28 hari),
om
bayi (1 bulan-1 tahun), dan anak usia <18 tahun.
ed
g-p
B. Klasifikasi dan Patofisiologi
tan
Diagnosis gagal jantung secara global menggunakan kode
International Classification of Disease 10 (ICD-10) sebagaimana tercantum
en
dalam (Tabel 2). k-t
Di fasilitas pelayanan kesehatan primer, diagnosis gagal jantung
m
s-k
dan oksimetri nadi oleh dokter umum, sehingga kode ICD yang
en
paripurna dapat menentukan kode ICD yang lebih detail, misalnya I50.1,
.
I50.2, I50.3, I50.8, 150.9 dan seterusnya. Tentu hal ini membuat biaya
ww
jdih.kemkes.go.id
- 15 -
l
tm
Diagnosis Kode
l.h
Heart Failure (HF) I50
a
Left Heart Failure (LHF) I50.1
on
Congestive heart failure, systolic I50.2
si
Unspecified systolic congestive heart failure I50.20
-na
Acute systolic, congestive heart failure I50.21
an
Chronic systolic, congestive heart failure I50.22
om
Acute on chronic systolic, congestive heart failure I50.23
Congestive heart failure, diastolic I50.3
ed
Unspecified diastolic congestive heart failure I50.30
g-p
Acute diastolic, congestive heart failure I50.31
Chronic diastolic, congestive heart failure I50.32
tan
Acute on chronic diastolic, congestive heart failure I50.33
en
Congestive heart failure, combined systolic and diastolic I50.4
mk-t
Unspecified combined systolic and diastolic, congestive heart I50.40
failure
s-k
failure
en
heart failure
Other heart failure I50.8
/ke
Keterangan:
co
1. Klasifikasi Klinis
reg
ada gejala dan tanda kongesti, apakah ada gejala dan tanda
.
ww
jdih.kemkes.go.id
- 16 -
l
tm
dalam tata laksana gagal jantung pada anak.
l.h
Gambar 1. Klasifikasi klinis gagal jantung berdasarkan gejala dan
tanda kongesti serta gejala dan tanda hipoperfusi.
a
on
Keterangan: Tidak ada gejala dan tanda klinis/asimtomatik
si
(kelompok A), ada gejala dan tanda kongesti (kelompok B), ada gejala
-na
dan tanda hipoperfusi (kelompok D), atau ada gejala dan tanda
an
kongesti dan hipoperfusi (kelompok C).
om
ed
g-p
tan
en
k-t
m
s-k
ke
en
pm
/ke
/04
23
20
m/
atau keduanya.
reg
jdih.kemkes.go.id
- 17 -
l
tm
sistolik dan diastolik.
l.h
Perbedaan struktur jantung pada gagal jantung sistolik dan diastolik
dapat dikenali dengan penilaian parameter ekokardiografi, seperti
a
on
terlihat pada Tabel 3.
si
-na
Tabel 3. Perbedaan gagal jantung sistolik dan diastolik
an
Parameter ekokardiografi Gagal jantung sistolik Gagal jantung diastolik
om
EDV Meningkat Tidak berubah atau
ed
menurun
g-p
ESV Meningkat Tidak berubah atau
menurun
tan
LVEF Menurun Normal (preserved)
en
LV mass Meningkat Meningkat
LV wall thickness Tidak berubah k-t Meningkat
LV wall stress Meningkat Menurun
m
Keterangan: EDV = end diastolic volume; ESV = end systolic volume; LV = left
s-k
atau keduanya.
a. Gagal jantung kiri dikaitkan dengan gejala dan tanda kongesti
/04
Pada gagal jantung akut (Acute De Novo Heart Failure (AHF)), sistem
htt
jdih.kemkes.go.id
- 18 -
l
tm
(RAAS)) berperan dalam mempertahankan tekanan darah dan
l.h
volume aliran darah ke sistemik, terutama ke organ-organ vital,
seperti otak, jantung, paru, dan ginjal. Aktivitas neurohormonal ini
a
on
akan meningkatkan kontraktilitas miokard, vasokonstriksi perifer
si
(pasien tampak anemis walaupun kadar hemoglobin normal), retensi
-na
garam dan cairan, sehingga tekanan darah tetap normal. Jika
an
mekanisme kompensasi ini terjadi berlama-lama atau kronik, justru
om
akan memperburuk keadaan gagal jantung. Aktivitas neurohormonal
ed
akan mengakibatkan terjadinya kardiotoksisitas secara langsung,
g-p
sel-sel miokard akan mati karena kehabisan energi yang mengarah
tan
pada terjadinya nekrosis atau percepatan apoptosis. Nekrosis
miokardium akan merangsang proliferasi fibroblas yang
en
menghasilkan kolagen sebagai pengganti
k-t sel-sel miokardium.
Keadaan ini dikenal sebagai dekompensasi akut pada gagal jantung
m
s-k
gagal jantung
Riwayat penyakit Telah diketahui dengan riwayat Tidak diketahui memiliki
23
Manifestasi klinis Gejala dan tanda kongesti Terjadi edema paru akut
ula
syok kardiogenik
Komorbiditas Lebih sering Lebih jarang
//w
jdih.kemkes.go.id
- 19 -
l
tm
Gagal jantung dengan curah jantung (Cardiac Output - CO) normal
l.h
disebut gagal jantung terkompensasi. Sedangkan gagal jantung
dengan CO rendah disebut gagal jantung dekompensasi. Ketika otot
a
on
jantung mengalami cedera, terjadi mekanisme kompensasi melalui
si
SSP dan RAAS, berupa peningkatan denyut jantung (takikardia),
-na
kontraktilitas, preload, afterload, dan berbagai unsur yang
an
mempengaruhi kontraktilitas. Ini menjadi dasar patofisiologi dan
om
penyebab gagal jantung pada anak. Jika mekanisme kompensasi ini
ed
tidak mampu mempertahankan fungsi normal jantung, maka
g-p
berbagai unsur neurohormonal dan molekuler akan menimbulkan
tan
efek toksik bagi jantung, lalu akan terjadi disfungsi miosit secara
progresif, apoptosis, dan nekrosis sel-sel miosit, akibatnya gagal
en
jantung dekompensasi (Gambar 2). k-t
m
s-k
ke
en
pm
/ke
/04
23
20
m/
co
si.
ula
reg
o
. inf
ww
//w
Keterangan:
Renin Angiotensin Aldosterone System (RAAS); Sympathetic Nervous
htt
System (SNS).
jdih.kemkes.go.id
- 20 -
l
tm
Patofisiologi gagal jantung pada anak yang diilustrasikan pada
l.h
Gambar 2, menjadi mekanisme dasar bagi berbagai penyebab gagal
jantung seperti tercantum pada Tabel 5. Peningkatan preload atau beban
a
on
volume berlebih (volume overload) merupakan gangguan pengisian
si
ventrikel sebelum berkontraksi. Sedangkan peningkatan afterload atau
-na
beban tekanan berlebih (pressure overload) merupakan gangguan pada
an
tahanan yang harus dihadapi ventrikel saat kontraksi memompakan
om
darah ke seluruh tubuh. Di samping peningkatan preload dan afterload,
ed
gagal jantung juga bisa terjadi akibat penurunan kontraktilitas dan
g-p
gangguan irama jantung.
tan
Sebagian besar gagal jantung pada anak disebabkan oleh PJB,
kardiomiopati, aritmia, dan hipertensi pulmoner ( pulmonary
en
hypertension, PH). Berbeda pada janin, sebagian besar PJB belum
k-t
mengakibatkan gagal jantung selama masa intrauterine; penyebab paling
m
s-k
1. Volume overload, dapat disebabkan PJB pirau kiri ke kanan (VSD, PDA,
/ke
arteriosklerosis
ula
Keterangan:
//w
jdih.kemkes.go.id
- 21 -
l
tm
ventricular tachycardia
l.h
D. Penyebab Gagal Jantung
a
on
1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
si
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan bawaan yang paling
-na
banyak dijumpai. Insidens PJB diperkirakan antara 8-12 per 1000
an
kelahiran hidup. Secara garis besar, PJB dibagi atas dua kelompok,
om
yakni PJB asianotik dan sianotik (Gambar 3 dan Gambar 4).
ed
g-p
tan
en
k-t
m
s-k
ke
en
pm
Keterangan:
/04
jdih.kemkes.go.id
- 22 -
l
tm
Keterangan:
AVSD = atrioventricular septal defect; cc-TGA = congenital corrected
l.h
transposition of great arteries; DORV = double outlet right ventricle; EA
a
on
= Ebstein anomaly; HLHS = hypoplastic left heart syndrome; HRHS =
si
hypoplastic right heart syndrome; PA-IVS = pulmonary atresia-intact
-na
ventricular septum; PA-VSD = pulmonary atresia-ventricular septal
an
defect; PAH = pulmonary arterial hypertension; PVH = pulmonary
om
venous hypertension; PS = pulmonary stenosis; SV = single ventricle;
ed
TAPVC = total anomaly pulmonary venous connection; TGA-IVS =
g-p
transposition of great arteries-intact ventricular septum; TGA-VSD =
tan
transposition of great arteries-ventricular septal defect; TOF = tetralogy
of Fallot
en
k-t
Pada PNPK ini, sebagian besar nomenklatur jenis PJB disesuaikan
m
s-k
berdasarkan ICD-10
/ke
connections
20
Q21.3
Aorto-pulmonary septal defect (APSD) Q21.4
htt
jdih.kemkes.go.id
- 23 -
l
tm
Congenital malformations of pulmonary and tricuspid Q22
l.h
valves
a
on
Pulmonary valve atresia Q22.0
si
Congenital pulmonary valve stenosis Q22.1
-na
Congenital pulmonary valve insufficiency, absent Q22.2
an
pulmonary valve
om
Ebstein’s anomaly (EA) Q22.5
ed
Hypoplastic right heart syndrome (HRHS) Q22.6
g-p
Congenital malformations of aortic and mitral valves Q23
tan
Congenital aortic valve stenotic Q23.0
en
Hypoplastic left heart syndrome (HLHS)
k-t Q23.4
Other congenital malformations of heart Q24
m
Cortriatriatum Q24.2
s-k
(TAPVC)
reg
prenatal ditemukan bahwa jenis PJB yang paling banyak adalah VSD
ps:
jdih.kemkes.go.id
- 24 -
l
tm
Tabel 7. Jenis-jenis penyakit jantung bawaan yang mengakibatkan
l.h
gagal jantung
a
Masa janin
on
Regurgitasi katup atrioventrikular berat
si
Obstruksi inflow/outflow berat
-na
Penutupan duktus arteriosus dan foramen ovale intrauterin
an
Ebstein anomaly disertai supraventricular tachycardia (SVT)
om
Penyakit jantung bawaan kompleks disertai atrioventricular block
(AVB)
ed
Saat bayi baru lahir atau 3 hari pertama
g-p
Hypoplastic left heart syndrome (HLHS)
tan
Persistent pulmonary hypertension of the newborn (PPHN)
en
Fistula arteri-vena sistemik yang besar
Usia 1 minggu pertama k-t
Transposition of great arteries (TGA)
m
pertama
23
pemeriksaan prenatal
ps:
jdih.kemkes.go.id
- 25 -
l
tm
Patent ductus arteriosus 10%
Tetralogy of Fallot 10%
l.h
Coarctation of the aorta 10%
a
on
Atrial septal defect 5%
si
Transposition of the great arteries 5%
-na
Critical aortic stenosis 5%
an
Tricuspid atresia 1%
om
Pulmonary stenosis 1%
Ebstein anomaly 1%
ed
Interrupted aortic arch 1%
g-p
Hypoplastic left heart syndrome 1%
tan
en
Setelah lahir, sekitar 25% dari seluruh PJB merupakan PJB kritis.
k-t
Klasifikasi PJB kritis terbagi atas PJB kritis tergantung duktus
m
arteriosus dan PJB kritis tidak tergantung duktus arteriosus. Pada
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 26 -
l
tm
baik, namun masalah gagal jantung tetap menjadi perhatian serius,
l.h
baik pra maupun pasca-intervensi. Penyebab gagal jantung pada PJB
pra-intervensi tercantum pada Tabel 1. Sedangkan penyebab gagal
a
on
jantung pada PJB pasca-intervensi adalah:
si
a. Defek atau lesi residual yang signifikan
-na
b. Komplikasi akibat pemakaian cardiopulmonary bypass (CPB)
an
yang terlalu lama atau akibat intervensi bedah berulang
om
terutama pada kasus-kasus PJB kompleks, seperti Blalock-
ed
Taussig Shunt (BTS), central shunt, prosedur Rastelli, koreksi
g-p
total biventrikular, prosedur arterial switch, prosedur Damus -
tan
Kaye Stensel (DKS), prosedur Norwood, Pulmonary Artery
Banding (PAB), Bidirectional Cavopumonary Shunt (BCPS),
en
prosedur Fontan, serta perbaikan atau penggantian katup
k-t
jantung.
m
s-k
e. Aritmia
en
2. Kardiomiopati
/ke
jdih.kemkes.go.id
- 27 -
l
tm
kardiomiopati tanpa adanya PJB akan mengalami disfungsi ventrikel
l.h
dan sekitar 65% kasus gagal jantung memerlukan intervensi
lanjutan.
a
on
Tabel 9. Klasifikasi kardiomiopati berdasarkan ICD-10
si
Diagnosis Kode
-na
Cardiomyopathy I42
an
Dilated cardiomyopathy (DCM) I42.0
om
Hypertrophic obstructive cardiomyopathy (HOCM) I42.1
ed
Other hypertrophic cardiomyopathy (HCM) I42.2
g-p
Endomyocardial (eosinophilic) disease I42.3
tan
Endocardial fibroelastosis I42.4
en
Other restrictive cardiomyopathy I42.5
Alcoholic cardiomyopathy k-t
m
I42.6
Cardiomyopathy due to drug and external agent I42.7
s-k
ke
gagal jantung
htt
jdih.kemkes.go.id
- 28 -
l
tm
l.h
a
sion
-na
an
om
ed
g-p
tan
en
Gambar 6. Gambaran anatomi fenotip pada kardiomiopati
k-t
a. Kardiomiopati Dilatasi
m
s-k
jantung pada bayi dan anak. Insidens DCM sekitar 0,57 per
/04
(Tabel 10), DCM juga dapat diinduksi oleh takikardia yang lama.
ula
reg
Carnitine deficiency
jdih.kemkes.go.id
- 29 -
l
tm
parvovirus, adenovirus, influenza,
Miokarditis
l.h
Epstein-Barr virus,HIV,
cytomegalovirus, varicella, mumps,
a
on
Giant cell disease, Lyme disease,
si
mycoplasma
-na
ALCAPA, penyakit Kawasaki,
an
Iskemia
aneurisma coroner
om
Penyakit jantung Gangguan katup, penyakit jantung
ed
struktural bawaan
g-p
Hipotiroid, penyakit paratiroid,
Kelainan endokrin
tan
feokromositoma
Anemia defisiensi besi, anemia
en
Kelainan hematologi sickle k-tcell, hemokromasitosis,
talasemia
m
s-k
Keterangan:
/04
lupus erythematosus
m/
co
jdih.kemkes.go.id
- 30 -
l
tm
gejala sisa miokarditis virus sebelumnya.
l.h
b. Kardiomiopati Hipertrofi
Kardiomiopati hipertrofi (Hypertrophic Cardiomyopathy-HCM)
a
on
adalah hipertrofi ventrikel kiri tanpa disertai dilatasi, fungsi
si
sistolik normal atau bahkan meningkat. Sebagian besar
-na
penyebab HCM adalah kelainan genetik, seperti kelainan enzim
an
lisosom atau glikogen pada miokard, abnormalitas fosforilasi
om
oksidatif, dan mutasi gen sarkomer.
ed
Manifestasi klinis HCM seringkali muncul saat pasien telah
g-p
remaja atau dewasa. Jika HCM terjadi pada masa bayi dan
tan
anak, umumnya pasien datang dengan gejala dan tanda klinis
gagal jantung sistolik dan diastolik. Gejala sinkop bahkan
en
kematian mendadak terjadi pada masa anak dan remaja,
k-t
disebabkan oleh left ventricle outflow tract obstruction (LVOTO)
m
s-k
c. Kardiomiopati Restriktif
/04
kematian mendadak.
.
d. Kardiomiopati Non-Kompaksi
ww
keduanya.
jdih.kemkes.go.id
- 31 -
e. Kardiomiopati Aritmogenik
l
tm
Seperti kardiomiopati lainnya, kardiomiopati aritmogenik
Right Ventricle Cardiomyopathy-ARVC)
l.h
(Arrhythmogenic
disebabkan oleh kelainan genetik. Pada masa anak, jarang
a
on
muncul gejala dan tanda klinis gagal jantung. Infiltrasi fibro -
si
fatty pada miokardium menjadi penyebab terjadinya aritmia
-na
ventrikel dan disfungsi sistolik biventrikular yang muncul pada
an
masa remaja.
om
3. Aritmia
ed
Aritmia dibagi menjadi bradiaritmia, takiaritmia, sinus aritmia dan
g-p
premature beats. Beberapa jenis aritmia sesuai ICD-10 yang dapat
tan
mengakibatkan gagal jantung tercantum pada Tabel 11. Sinus
aritmia dan premature beats tidak mengakibatkan gagal jantung.
en
Pada aritmia berat dapat terjadi gagal jantung, syok, hingga
k-t
kematian mendadak. Aritmia pada anak dapat disebabkan oleh
m
s-k
dan magnesium.
pm
terjadi SVT (pada anomali Ebstein) dan CAVB (pada single ventricle).
ula
jdih.kemkes.go.id
- 32 -
l
tm
Atrioventricular block, complete I44.2
l.h
Paroxysmal tachycardia I47
a
Atrioventricular reentry tachycardia (AVRT) I47.0
on
Atrioventricular node reentry tachycardia (AVNRT) I47.0
si
Supraventricular tachycardia (SVT) I47.1
-na
Ectopic atrial tachycardia (EAT) I47.1
an
Ventricular tachycardia I47.2
om
Torsades de pointes I47.2
ed
Paroxysmal tachycardia, unspecified I47.9
g-p
Atrial fibrillation and flutter I48
tan
Paroxysmal atrial fibrillation I48.0
en
Persistent atrial fibrillation I48.1
Chronic atrial fibrillation
k-t
m
I48.2
Typical atrial flutter I48.3
s-k
4. Hipertensi Pulmoner
pm
12.
.
ww
//w
ps:
htt
jdih.kemkes.go.id
- 33 -
l
tm
Diagnosis Kode
l.h
Primary pulmonary hypertension I27.0
a
Kyphoscoliotic heart disease I27.1
on
Other secondary pulmonary hypertension I27.2
si
-na
Other specific pulmonary heart disease I23.8
Pulmonary heart disease, unspecified I27.9
an
om
Selain PPHN, penyebab PH pada bayi adalah pirau kiri ke kanan
ed
yang signifikan, seperti pada bronchopulmonary dysplasia (BPD) yang
g-p
merupakan komplikasi lanjut dari hemodynamic significant patent
tan
ductus arteriosus (hs-PDA). Pada hs-PDA terjadi kelebihan beban
en
volume di sirkulasi pulmonal akibat pirau kiri ke kanan, hal ini tidak
k-t
terjadi pada PPHN yang memiliki PVR tinggi. Penyebab PH lain
m
adalah hipoksia, tromboemboli, kelainan bawaan mayor, dan
s-k
manifestasi klinis jari tabuh dan sianosis. Jika terjadi PH pada PJB
20
dengan defek yang kecil, maka perlu dicari penyebab lain. PH pasca-
m/
- Idiopathic
htt
- Drug induced
jdih.kemkes.go.id
- 34 -
l
tm
- Transposition of great arteries with intact ventricular
l.h
septum
- Hypoplastic left heart syndrome with intact atrial septum
a
on
- Obstructed total anomalous pulmonary venous
si
connection
-na
- Common pulmonary vein atresia
an
b. Perinatal pulmonary vascular maladaptation
om
Idiopathic PPHN
ed
PPHN associated with or triggered by
g-p
- Sepsis
tan
- Meconium aspiration
- Congenital heart disease
en
- Congenital diaphragmatic hernia
k-t
- Trisomy 21, 18, 13
m
s-k
- Drugs: Diazoxide
- Hypobaric, hypoxic exposure
ke
pm
Bronchopulmonary dysplasia
Isolated pediatric PH vascular disease or isolated PAH
/ke
system disorders
si.
Keterangan:
ula
jdih.kemkes.go.id
- 35 -
l
tm
berbagai negara. Sekitar 40% gagal jantung pada remaja disebabkan
l.h
oleh ARF dan RHD. Beberapa PJD non-reumatik yang dapat
mengakibatkan gagal jantung adalah:
a
on
a. infeksi: IE, miokarditis akibat virus, dan disfungsi miokard
si
akibat sepsis
-na
b. inflamasi: miokarditis akibat autoimun, perikarditis
an
konstriktiva, penyakit Kawasaki, dan karditis akibat lupus
om
eritematosus.
ed
c. akibat bahan toksin dan paparan obat kemoterapi :
g-p
anthracycline, doxorubicin
tan
d. kelainan hematologi: akibat transfusi berulang pada talasemia,
atau anemia berat
en
e. kelainan endokrin: diabetes, tirotoksikosis, hipotiroid, gangguan
k-t
paratiroid
m
s-k
jantung normal
23
Anemia Anemia
m/
Aritmia Aritmia
co
Kardiomiopati Kardiomiopati
si.
Miokarditis Endokrinopati
ula
Hipertiroid Hipertensi
ww
Penyakit Kawasaki
//w
hipokalsemia)
Neonatal (0 – 28 hari) Anak – remaja
htt
jdih.kemkes.go.id
- 36 -
l
tm
Aritmia Demam reumatik akut
l.h
Arterio-vena Penyakit jantung reumatik
a
malformation Endokarditis
on
Kardiomiopati Anemia
si
Endokrinopati Aritmia
-na
Hipoglikemia Kardiomiopati
an
Hipotiroid Miokarditis
om
Hypoxic ischemic Human immunodeficiency virus (HIV)
ed
encephalopathy Hipertensi
g-p
Infeksi berat dan Cardiorenal syndrome
tan
sepsis Gangguan ginjal akut
Penyakit ginjal kronik
en
Penyakit Kawasaki
k-t
Endokrinopati
m
s-k
Penyakit genetik
en
pm
E. Pendekatan Diagnostik
/ke
Gejala dan tanda klinis gagal jantung pada anak sangat bervariasi.
23
pada anak, yang dibagi atas dua kelompok besar, yakni kelompok
si.
bayi dan balita, serta kelompok anak usia sekolah dan remaja.
ula
Gejala klinis yang hampir selalu ditemukan pada bayi adalah nafas
reg
cepat dan kesulitan minum susu. Sedangkan pada anak dan remaja,
mudah lelah dan intoleransi aktivitas lebih sering terjadi.
o
. inf
Tabel 15. Gejala dan tanda klinis gagal jantung pada anak
ww
ditemukan
jdih.kemkes.go.id
- 37 -
Takiaritmia atau
Janin -
l
tm
bradiaritmia
l.h
Nafas cepat (takipnea)
a
Takikardia
on
Sianosis
Iritabilitas, kesulitan
si
Bayi dan balita Palpitasi
makan atau minum
-na
Sinkop
susu (refluks, muntah,
an
Edema pada wajah
menolak
om
Dependent edema
makan/minum susu)
Asites
ed
Keringat berlebihan
g-p
(diaforesis)
tan
Tampak pucat (anemis)
Mudah lelah (fatigue) Palpitasi
en
Anak usia
Intoleransi aktifitas k-t Nyeri dada
sekolah dasar
Sesak nafas (dispnea) Dependent edema
m
dan remaja
s-k
Ortopnea
Nyeri perut
ke
en
pm
Pada bayi baru lahir dengan prematuritas dan berat bayi lahir
co
jdih.kemkes.go.id
- 38 -
pada PJB dengan lesi sedang sampai berat atau kompleks, waktu
l
tm
munculnya manifestasi klinis gagal jantung pada anak sangat
l.h
bervariasi, seperti terlihat pada Tabel 7.
Walaupun PJB dikelompokkan berdasarkan manifestasi klinis ada
a
on
atau tidak adanya sianosis, namun ada beberapa hal yang perlu
si
difahami dalam proses penegakan diagnosis PJB, yakni:
-na
a. Sianosis tidak hanya disebabkan oleh PJB, beberapa kondisi
an
seperti hipoksemia akibat kelainan paru dan saluran
om
pernafasan, kelainan hematologi, atau kelainan neurologi juga
ed
bisa menimbulkan sianosis
g-p
b. Pada beberapa pasien PJB asianotik dengan pirau kiri ke kanan,
tan
dapat terlihat sianosis jika terjadi PH berat dan pirau berbalik
dari kanan ke kiri (sindrom Eisenmenger).
en
c. Pada PJB asianotik dengan lesi obstruktif seperti PS, AS, dan
k-t
CoA, pasien tidak terlihat sianosis jika derajat lesi ringan.
m
s-k
d. Pada PPHN hanya ditemukan PFO dan atau PDA, namun bayi
/ke
(pink TOF).
co
atau TBA.
g. Pada PJB sianotik dengan anemia relatif, pasien sering tidak
o
inf
jdih.kemkes.go.id
- 39 -
l
tm
gr/dl, sehingga reduced Hb >3 gr/dl.
l.h
Kegagalan pertumbuhan biasanya disebabkan kesulitan makan atau
minum susu yang sering terjadi pada gagal jantung bayi dan balita.
a
on
Anak akan menyelesaikan aktivitas makan atau minum lebih lama
si
(>20 menit), disertai penurunan kemampuan untuk menerima
-na
asupan makanan atau minuman. Anak rewel saat diberi makan atau
an
minum, berkeringat berlebihan, bahkan sering menolak saat diberi
om
makan atau minum. Proses absorbpsi makanan di usus juga dapat
ed
terganggu oleh karena kurangnya perfusi ke organ saluran cerna,
g-p
sehingga terjadi malabsorbsi. Manifestasi klinis yang dapat dijumpai
tan
adalah refluks gastroesofageal, mual, dan muntah. Jika ini terjadi
berlama-lama, berat badan bayi sulit naik dan dalam jangka panjang
en
dapat terjadi gagal tumbuh. Penyebab lain gagal tumbuh adalah
k-t
adanya sitokin proinflamasi, abnormalitas neurohormonal, dan
m
s-k
anak
ww
//w
jdih.kemkes.go.id
- 40 -
l
tm
adekuat. Pada anak dengan gagal tumbuh akibat asupan kalori yang
l.h
rendah, defisiensi protein, masalah gastrointestinal, kelainan
metabolik, atau penyakit kronis lainnya, juga dapat menyebabkan
a
on
disfungsi ventrikel yang mengakibatkan gagal jantung.
si
Murmur yang terdengar saat dilakukan pemeriksaan fisis, bukan
-na
manifestasi klinis spesifik dari gagal jantung, namun hanya
an
merupakan petanda adanya aliran turbulensi. Murmur sering tidak
om
terdengar pada awal-awal masa neonatus, namun setelah beberapa
ed
minggu atau bulan kemudian ketika PVR turun, murmur akibat
g-p
pirau dari kiri ke kanan baru akan terdengar. Tidak adanya
tan
murmur, tidak menyingkirkan kemungkinan PJB, sebaliknya adanya
murmur belum tentu ada PJB. Murmur derajat 1 atau 2 merupakan
en
murmur fisiologis (inosens) atau adanya aliran turbulensi ringan
k-t
yang bisa terjadi pada jantung normal. Sedangkan murmur patologis
m
s-k
Tabel 16.
ula
anak.
jdih.kemkes.go.id
- 41 -
l
tm
Tabel 16. Klasifikasi derajat keparahan gagal jantung pada bayi,
l.h
anak, dan remaja
Derajat Kriteria Ross Kriteria Ross Kriteria NYHA
a
on
keparahan 0 – 1 tahun Anak 1 – 6 tahun Anak > 6 tahun
si
Kelas I Asimtomatik Asimtomatik Asimtomatik
-na
Bayi tampak Anak tampak sesak
Gejala klinis
an
Kelas II mengalami nafas nafas jika
tampak saat
agak cepat, melakukan aktivitas
om
melakukan aktifitas
berkeringat banyak derajat sedang
fisik derajat sedang
ed
saat minum susu sesuai usianya
g-p
Bayi tampak Anak tampak sesak Gejala klinis
Kelas III mengalami nafas nafas jika tampak saat
tan
cepat, berkeringat melakukan aktivitas melakukan
en
banyak saat minum derajat ringan aktivitas fisik
susu k-t
sesuai usianya derajat ringan
Sesak nafas, nafas Sesak nafas, nafas Gejala klinis
m
Kelas IV cepat, retraksi dada, cepat, retraksi dada, tampak saat
s-k
Keterangan:
NYHA = New York Heart Association
/ke
/04
Tabel 17. Kriteria Ross yang dimodifikasi untuk gagal jantung pada
23
anak
20
Skor
Parameter
m/
0 +1 +2
co
Riwayat
si.
istirahat
Takipnea Sangat jarang Jarang Sering
o
inf
Pemeriksaan
.
ww
fisis
Pernafasan Normal Retraksi Dispnea
//w
Usia (tahun)
ps:
Laju nafas
htt
(kali per
jdih.kemkes.go.id
- 42 -
menit):
l
tm
0–1 < 50 50 – 60 > 60
l.h
1–6 < 35 35 – 45 > 45
a
7 – 10 < 25 25 – 35 > 35
on
11 – 14 < 18 18 – 28 > 28
si
-na
Denyut
jantung (per
an
menit):
om
0–1 < 160 160 – 170 > 170
ed
1–6 < 105 105 – 115 > 115
g-p
7 – 10 < 90 90 – 100 > 100
tan
11 – 14 < 80 80 – 90 > 90
en
Hepatomegali <2 2–3 > 3 cm
(cm)
m k-t
Keterangan:
s-k
Total skor 0-2 = bukan gagal jantung; 3-6 = gagal jantung ringan;
ke
derajat
/04
NYHA/Ross
20
jdih.kemkes.go.id
- 43 -
l
C abnormal, disertai adanya gejala klinis Kelas I, II, III, IV
tm
gagal jantung
l.h
Pasien dengan gagal jantung fase lanjut,
a
membutuhkan obat inotropik dan
on
D dukungan ventilasi mekanik yang lama, Kelas IV
si
atau pasien yang sudah memerlukan
-na
transplantasi jantung
an
Keterangan:
om
cc-TGA = congenital corrected transposition of great arteries
ed
g-p
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berfungsi sebagai alat skrining, alat
tan
diagnostik, dan atau alat prognostik. Sebagai alat skrining,
en
pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak yang tidak memiliki
k-t
gejala dan tanda klinis gagal jantung atau tampak sehat. Sebagai
m
alat diagnostik, pemeriksaan penunjang berguna untuk membantu
s-k
a. Oksimeter Nadi
htt
jdih.kemkes.go.id
- 44 -
l
tm
PJB sianotik maupun asianotik yang mungkin menjadi
l.h
penyebab gagal jantung. Pada bayi yang tampak sehat, skrining
PJB kritis dengan oksimeter nadi sebaiknya dilakukan pada
a
on
usia 24-48 jam atau kurang dari 24 jam jika bayinya
si
dipulangkan lebih awal (Gambar 8). Apabila dilakukan pada
-na
usia tersebut, maka nilai sensitivitas dan spesifisitas skrining
an
PJB kritis adalah 73% dan 99%. Pemeriksaan oksimeter nadi ini
om
dilakukan pada ekstremitas kanan atas (pre-ductal) dan
ed
ekstremitas bawah (post-ductal). Jika hasil pemeriksaan skrining
g-p
positif, bayi harus segera dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan
tan
penunjang utama lainnya, terutama ekokardiografi. Oksimeter
nadi yang digunakan harus sesuai dengan kelompok usia,
en
neonatus/bayi, anak, dan remaja. k-t
Pada PJB asianotik, SaO2 umumnya normal. Penurunan SaO2
m
s-k
kiri. Pada PJB sianotik atau PJB kompleks, SaO2 sulit mencapai
/ke
jdih.kemkes.go.id
- 45 -
l
tm
al.h
sion
-na
an
om
ed
g-p
tan
en
k-t
m
s-k
ke
en
pm
/ke
/04
23
jdih.kemkes.go.id
- 46 -
l
tm
lahir dengan sianosis
l.h
Tabel 19. Interpretasi hasil uji hiperoksia
a
on
FiO2 21% FiO2 100%
PaCO2
si
PaO2 SaO2 PaO2 SaO2
-na
(mmHg)
(mmHg) (%) (mmHg) (%)
an
Normal > 70 > 95 > 300 100 Normal
om
Penyakit
50 85 > 150 100 Tinggi
paru
ed
Penyakit
50 85 > 150 100 Tinggi
g-p
neurologi
Methemog
tan
> 70 < 85 > 200 < 85 Normal
lobinemia
en
Penyakit
40 – 60 75 – 93 < 150
k-t 100 Normal
jantung
m
Persistent
s-k
newborn < 40 75
pm
(PPHN)
/ke
b. Laboratorium Rutin
/04
Darah lengkap:
.
ww
PJB sianotik.
htt
jdih.kemkes.go.id
- 47 -
l
tm
• Laju endap darah meningkat pada inflamasi.
l.h
• Lekositosis dapat terjadi akibat stress pada gagal jantung
a
atau menandakan infeksi yang mendasari.
on
Analisa gas darah:
si
Pada gagal jantung akut sering menunjukkan alkalosis
-na
•
an
sering terjadi asidosis metabolik yang merupakan
om
prediktor mortalitas.
ed
Elektrolit darah:
g-p
• Hiponatremia dapat menggambarkan adanya ekspansi
tan
volume cairan ekstra-seluler dan merupakan prediktor
mortalitas.
en
Hipokalemia dapat disebabkan oleh pemberian diuretik
• k-t
berkepanjangan.
m
s-k
Gula darah
/ke
ginjal
reg
•
inf
Keterangan:
ALT = alanine aminotransferase; AST = aspartate aminotransferase;
jdih.kemkes.go.id
- 48 -
l
penyakit jantung bawaan; RDW = red blood cell distribution width
tm
l.h
c. Rontgen Dada
a
on
Kardiomegali yang ditemukan pada saat pemeriksaan rontgen
si
dada merupakan pertanda penting gagal jantung, karena
-na
memiliki nilai prediksi negatif dan sensitivitas tinggi, namun
an
nilai prediksi positif dan spesifisitasnya rendah. Kriteria
om
kardiomegali pada neonatus adalah jika cardiothoracic ratio
ed
(CTR) >0,6; pada bayi usia 1-12 bulan CTR >0.55; sedangkan
g-p
pada anak dan remaja CTR >0,5. Pembesaran timus pada
neonatus sering terlihat mirip dengan kardiomegali, sehingga
tan
gambaran abnormal pada neonatus harus dikonfirmasi dari
en
anamnesis dan pemeriksaan fisis. Gambaran lain yang sering
k-t
menyertai kardiomegali adalah efusi pleura dan tanda-tanda
m
kongesti paru. Walaupun tanpa adanya manifestasi klinis gagal
s-k
ekokardiografi.
/ke
jdih.kemkes.go.id
- 49 -
l
tm
a l.h
on
si
-na
an
om
ed
g-p
tan
Gambar 10. Klasifikasi penyakit jantung bawaan berdasarkan
vaskularisasi paru
en
k-t
Ukuran jantung yang normal bukan berarti tidak adanya
m
s-k
d. Elektrokardiografi
si.
yang sering terjadi pada gagal jantung akut dan jika terjadi
.
jdih.kemkes.go.id
- 50 -
l
tm
beban tekanan berlebihan, beban volume berlebihan, right atrial
enlargement (RAE) atau P pulmonal, left atrial enlargement (LAE)
l.h
atau P mitral, bi-atrial enlargement (BAE), elevasi atau depresi
a
on
segmen ST, serta berbagai jenis gangguan konduksi seperti right
si
bundle branch block (RBBB), left bundle branch block (LBBB),
-na
dan berbagai derajat AVB.
an
Pada gagal jantung yang disertai gangguan elektrolit, EKG
om
berperan sebagai alat konfirmasi diagnosis gangguan elektrolit.
ed
Pada hipokalemia, gelombang T terlihat lebih datar atau adanya
g-p
gelombang U. Gambaran Torsades de pointes dapat terjadi pada
tan
hipokalemia berat (kalium <2,5 mEq/L) atau hipomagnesemia
(magnesium < 1,46 mg/dl). Pada hiperkalemia ringan (kalium
en
5,5-6,5 mEq/L), tampak gelombang
k-t T yang tinggi. Jika
hiperkalemia moderat (kalium 6,5-8,0 mEq/L), diikuti pelebaran
m
s-k
atau BVH sering ditemukan pada VSD besar disertai PH. Pada
ula
jdih.kemkes.go.id
- 51 -
e. Ekokardiografi
l
tm
Ekokardiografi sangat penting dalam penegakan diagnosis gagal
l.h
jantung pada anak, terutama untuk mengidentifikasi
penyebabnya. Indikasi pemeriksaan ini menurut American
a
on
Society of Echocardiography (ASE) tercantum pada Tabel 21.
si
Keterlambatan informasi penyebab gagal jantung
-na
mengakibatkan keterlambatan tata laksana spesifik.
an
Pemeriksaan TTE bersifat non-invasif dan umumnya tidak
om
memerlukan obat-obat sedasi. Namun pada anak yang tidak
ed
kooperatif, obat sedasi seperti kloral hidrat oral dosis 50-100
g-p
mg/kg dapat diberikan sebelum dilakukan pemeriksaan TTE.
tan
Pemberian sedasi harus berhati-hati pada gagal jantung dengan
curah jantung rendah, karena efek obat yang dapat mengganggu
en
kerja katekolamin endogen. k-t
Pemeriksaan TTE meliputi penilaian anatomi ruang-ruang dan
m
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 52 -
l
tm
(heart failure with reduced ejection fraction, HRrEF), dengan
l.h
kriteria LVEF <40%.
2) Gagal jantung dengan perbaikan fraksi ejeksi ventrikel kiri
a
on
(heart failure with improved ejection fraction, HRimpEF),
si
dengan kriteria riwayat LVEF <40%, namun setelah
-na
dilakukan pemantauam, terjadi peningkatan LVEF >40%.
an
3) Gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri
om
yang ringan (heart failure with mildly reduced ejection
ed
fraction, HRmrEF), dengan kriteria LVEF 41-50%.
g-p
4) Gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang
tan
dipertahankan (heart failure with preserved ejection fraction,
HRpEF), dengan kriteria LVEF >50%.
en
k-t
Tabel 21. Indikasi pemeriksaan ekokardiografi pada anak
m
s-k
mendadak
ula
endokarditis
htt
Sianosis sentral
jdih.kemkes.go.id
- 53 -
l
tm
Abnormalitas foto toraks yang memberikan kesan penyakit
l.h
kardiovaskular
a
Abnormalitas elektrokardiografi
on
Genotip positif untuk kardiomiopati
si
Hasil pemeriksaan ekokardiografi normal, namun
-na
an
riwayat anggota keluarga diduga mengalami penyakit
om
jantung bawaan (PJB)
ed
Abnormalitas biomarker jantung
g-p
Abnormalitas barium swallow/bronkoskopi dengan dugaan
tan
vascular ring
Anak dengan penyakit kanker yang mendapat kemoterapi
en
autoimun lainnya
m/
- Distrofi muskular
co
- Hipertensi sistemik
si.
kronik
reg
- Stroke
- Dugaan hipertensi pulmoner
o
inf
keterlibatan kardiovaskular
//w
fetal
-
htt
jdih.kemkes.go.id
- 54 -
l
tm
- Maternal phenylketonuria
l.h
a
Pemeriksaaan TEE umum dilakukan saat intervensi jantung
on
non bedah dan bedah, seperti penilaian dan pemandu prosedur
si
intervensi pada ASD dan VSD atau penilaian katup-katup
-na
jantung saat pembedahan. Pemeriksaan TEE juga diperlukan
an
pada anak yang sulit dilakukan pemeriksaan TTE, misalnya
om
pada anak dengan obesitas. Probe TEE yang digunakan
ed
sebaiknya tersedia sesuai kelompok usia anak (bayi, anak, dan
g-p
dewasa).
tan
Pemeriksaan ekokardiografi fetal bermanfaat untuk menilai
gagal jantung pada janin, kelainan struktural dan irama
en
jantung. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada usia gestasi
k-t
18-22 minggu. Pemeriksaan ekokardiografi fetal merupakan
m
s-k
f. Biomarker Jantung
20
jdih.kemkes.go.id
- 55 -
l
tm
banyak digunakan pada kelompok anak, yakni BNP, NT-pro-
l.h
BNP, dan troponin. Pemeriksaan BNP dan NT-pro-BNP sangat
bermanfaat dalam penegakan diagnosis gagal jantung pada
a
on
anak, karena dapat lebih memastikan kemungkinan gangguan
si
pernafasan disebabkan oleh gagal jantung atau pneumonia atau
-na
kelainan nonkardiak lainnya, dan juga untuk menilai
an
keberhasilan pengobatan.
om
Nilai normal BNP dan NT-pro-BNP seperti pada Tabel 22.
ed
Peningkatan kadar BNP atau NT-pro-BNP pada anak berkorelasi
g-p
signifikan dengan gejala dan tanda klinis gagal jantung serta
tan
penurunan fungsi ventrikel. Kadar NT-pro-BNP >1200 pg/ml
pada anak di atas 1 tahun dapat menjadi parameter gagal
en
jantung disertai PH yang berat. Peranan BNP dan NT-pro-BNP
k-t
dalam menentukan prognosis masih memerlukan penelitian
m
s-k
lebih lanjut.
Tabel 22. Nilai normal BNP dan NT-pro-BNP pada anak
ke
8 – 30 hari 27 9 – 63
20
1 – 12 bulan 19 1 – 53
m/
1 – 12 tahun 14,5 1 – 46
co
BNP
ula
2 – 6 tahun 70 5 – 391
6 – 14 tahun 52 5 – 391
//w
14 – 18 tahun 34 5 – 363
ps:
htt
jdih.kemkes.go.id
- 56 -
Keterangan:
l
tm
usia 12-30 hari, tidak ada data normal NT-pro-BNP
l.h
Peranan biomarker troponin pada anak yang mengalami gagal
jantung masih terbatas, dan batasan nilai normal sangat
a
on
bervariasi pada berbagai kelompok usia. Peningkatan troponin I
si
dapat menggambarkan derajat keparahan kardiomiopati.
-na
Troponin T meningkat pada gagal jantung yang disebabkan
an
miokarditis akut dan pada cedera iskemik akibat anomali
om
koroner. Troponin T yang meningkat setelah beberapa hari
ed
merupakan petanda spesifik telah terjadi nekrosis sel miokard.
g-p
Perubahan nilai troponin tidak menggambarkan keberhasilan
tan
pengobatan, namun peningkatan troponin dapat dijadikan
prediktor mortalitas.
en
Biomarker lainnya seperti vasopressin, epinefrin, norepinefrin,
k-t
interleukin, dan C-Reactive Protein (CRP), belum dapat
m
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 57 -
l
tm
untuk melakukan angiografi tergantung manifestasi klinis dan
l.h
hasil pemeriksaan penunjang lainnya, usia, tujuan
pemeriksaan, serta rencana untuk dilakukan intervensi PJB,
a
on
baik secara non-bedah maupun pembedahan.
si
Indikasi dan risiko paparan radiasi harus dipertimbangkan
-na
sebelum dilakukan pemeriksaan kateterisasi jantung dan
an
angiografi, prosedur ini sebaiknya dihindari bila ada gangguan
om
fungsi ginjal atau infeksi berat. Jika saat prosedur kateterisasi
ed
jantung atau intervensi non bedah terjadi kegawatdaruratan
g-p
kardiovaskular, maka pasca prosedur pasien perlu dirawat di
tan
ICU.
Komplikasi yang dapat terjadi selama dan setelah kateterisasi
en
jantung adalah demam ringan sekitar 4-8 jam pasca-prosedur,
k-t
hematoma pada daerah kanulasi (terutama kanulasi arteri),
m
s-k
kardiomiopati.
ww
//w
ps:
htt
jdih.kemkes.go.id
- 58 -
l
tm
kardiomiopati
l.h
Pemeriksaan Temuan penting Investigasi
a
Urin
on
Keton (gangguan metabolik), pH,
si
Kimia urin awal, sering
-na
concentrating defect
Skrining amino-asiduria primer dan
an
Asam amino awal, sering
sekunder
om
Skrining organic-asiduria. Abnormal
pada gangguan metabolisme piruvat
ed
Asam organic dan laktat, defisiensi karboksilase awal, sering
g-p
multipel, dan eksreksi 3-OH methyl
tan
glutaconic acid pada sindroma Barth
Skrining untuk menyingkirkan
en
kelainan genetik mukulipoidosis awal, sering
Mukopolisakarida k-t
mukopolisakaridosis (tipe I, II, III)
m
Skrining gangguan metabolisme
Oligosakarida awal, sering
s-k
karbohidrat
Kimia darah
ke
metabolism
co
indicator
ula
penyakit ginjal
inf
Kolesterol Lanjutan
ww
sindroma Barth
Penyakit mitokondria, oksidasi asam
//w
Laktat Lanjutan
lemak abnormal, gagal jantung berat
ps:
jdih.kemkes.go.id
- 59 -
l
tm
asidosis metabolic
l.h
Piruvat Defisiensi piruvate dehydrogenase Lanjutan
a
Selenium Penyakit Keshan Lanjutan
on
Skrining defisiensi vitamin D
Vitamin (D, B1, C) Lanjutan
si
(kongenital atau nutritional)
-na
Petanda penyakit autoimun
an
Skrining systemic lupus
ANA Lanjutan
om
erythematosus (SLE)
Marker infeksi untuk sangkaan miokarditis
ed
Parvovirus, adenovirus, ebstein-barr
Darah/jaringan
g-p
virus, cytomegalovirus, influenza A awal, jarang
untuk PCR
dan B, mikoplasma, dan lain-lain
tan
Parvovirus, adenovirus, influenza A, B,
Serologi virus Lanjutan
en
Eibstein-barr virus
Aspirasi trakea
k-t
Imunofluoresensi dan isolasi virus awal, jarang
Coxackievirus, echovirus
m
Feses/swab rektal awal, jarang
s-k
Analisis genomic
Karyotip Identifikasi kelainan kromosom awal, jarang
ke
Biopsi
co
endomiokardial
si.
Keterangan:
.
ww
i. Pemantauan Holter
ps:
jdih.kemkes.go.id
- 60 -
l
tm
Holter pada kardiomiopati adalah jika ditemukan keluhan
l.h
palpitasi, sinkop, atau nyeri dada. Gambaran repolarisasi
berkepanjangan dan variabilitas denyut jantung dapat menjadi
a
on
prediktor mortalitas pada kardiomiopati disertai aritmia.
si
j. Cardiac Computed Tomography (CCT)
-na
Pemeriksaan CCT memiliki indikasi, risiko, dan kontraindikasi
an
yang hampir sama dengan kateterisasi jantung. Pemeriksaan
om
CCT memiliki keunggulan pada kasus-kasus tertentu, yang sulit
ed
mendapatkan informasi rinci dari kateterisasi jantung dan
g-p
angiografi, misalnya pada kasus TOF terkait abnormalitas
tan
anatomi arteri pulmonal dan arteri koroner. Pemeriksaan CCT
juga dapat memberikan informasi berharga terkait adanya
en
kelainan dari struktur organ di luar jantung, misalnya kelainan
k-t
jalan nafas akibat penekanan pembuluh darah besar, atau
m
s-k
Tabel 23.
23
20
Kateterisasi
Parameter Ekokardiografi CCT
si.
jantung
ula
Invasif - + -
reg
Morbiditas - + +
Keterbatasan
o
+ - -
inf
acoustic window
.
Resolusi
ww
3D post
+ + +
htt
processing
jdih.kemkes.go.id
- 61 -
Kateterisasi
Parameter Ekokardiografi CCT
l
tm
jantung
l.h
Ketergantungan
+ - -
a
operator
on
tergantung sangat
si
Waktu akuisisi Lama
operator pendek
-na
Paparan radiasi - + +
an
Risiko zat
om
- + +
kontras
ed
Ketersediaan Banyak Jarang rerata
g-p
Keterangan:
tan
CCT = cardiac computed tomography
en
k. Cardiac Magnetic Resonance (CMR) k-t
m
Pemeriksaan CMR diindikasikan untuk menganalisis
s-k
terjadinya desaturasi.
//w
ps:
htt
jdih.kemkes.go.id
- 62 -
l
tm
Parameter CCT CMR
l.h
Paparan radiasi + -
a
Risiko dari enhancing
on
+ +
agent
si
Keperluan anestesi umum Lebih jarang Lebih sering
-na
Waktu pemeriksaan Singkat (10 – 20 Waktu > 50
an
detik) menit
om
Kontraindikasi terpasang
ed
pacemaker dan - +
g-p
defibrillator
tan
Resolusi spasial (mm) 0,4 – 0,6 1,0 – 2,0
en
Resolusi temporal (ms) 90 – 180 20 – 50
Evaluasi arteri koroner k-t
Lebih baik
m
Terbatas
Evaluasi fungsi jantung Perlu evaluasi Modalitas
s-k
pilihan
pm
airway
20
Evaluasi kalsifikasi
m/
+ Terbatas
conduit
co
Kemudahan akses
Mudah Sulit
reg
emergensi
o
Keterangan:
inf
jdih.kemkes.go.id
- 63 -
l. Biopsi Endomiokardial
l
tm
Pemeriksaan biopsi endomiokardial merupakan pemeriksaan
l.h
invasif dan memiliki risiko efek samping tinggi yang bermakna.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk konfirmasi diagnosis
a
on
klinis miokarditis akut dan memilih tata laksana spesifik
si
miokarditis (seperti giant cell myocarditis). Tujuan yang lain
-na
adalah untuk mendukung diagnosis klinis dengan mengisolasi
an
virus patogen penyebab miokarditis melalui pemeriksaan
om
polymerase chain reaction (PCR), seperti enterovirus, adenovirus,
ed
parvovirus, virus hepatitis C, dan virus herpes.
g-p
tan
F. Tata Laksana Umum
1. Tujuan dan Prinsip Tata Laksana Gagal Jantung
en
Tujuan utama tata laksana gagal jantung pada anak adalah
k-t
menghilangkan penyebab, mengontrol gejala klinis dan mencegah
m
s-k
bervariasi.
.
Pada gagal jantung berat (kriteria NYHA/Ross derajat III dan IV),
//w
inap. Pada gagal jantung sangat berat, anak harus dirawat di ruang
rawat intensif (intensive care unit (ICU)). Kriteria pasien gagal jantung
htt
jdih.kemkes.go.id
- 64 -
l
tm
lain:
l.h
a. gagal jantung modifikasi Ross skor 10-12
b. gagal jantung modifikasi Ross skor > 7 disertai:
a
on
1) hipotensi refrakter dengan skor inotropik vasoaktif ≥ 15
si
2) komorbiditas: pneumonia, gangguan ginjal akut (acute
-na
kidney injury, AKI)
an
c. gagal napas dan/atau syok kardiogenik pada semua kasus gagal
om
jantung
ed
d. semua kasus pasca operasi jantung anak
g-p
e. semua kasus pasca kateterisasi yang tidak dapat diekstubasi di
tan
laboratorium kateterisasi.
Jika klinis membaik (kriteria NYHA/Ross derajat I atau II), anak
en
dapat ditata laksana rawat jalan dengan tetap menghindari aktivitas
k-t
yang berat. Dampak jangka panjang gagal jantung kronis, antara lain
m
s-k
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada pasien usia di bawah 2 (dua)
/ke
bedah dan non bedah, baik sebelum, selama, dan sesudah prosedur.
m/
Tata laksana nutrisi pada bayi dengan gagal jantung lebih sulit
co
indikasi.
Parameter nutrisi yang optimal pada bayi cukup bulan dan bayi
o
inf
prematur dengan PJB, dapat dilihat pada Tabel 26. Jenis dan bentuk
.
jdih.kemkes.go.id
- 65 -
l
tm
jantung bawaan
al.h
on
si
-na
an
om
ed
g-p
tan
en
k-t
m
s-k
ke
en
pm
jdih.kemkes.go.id
- 66 -
l
tm
al.h
sion
-na
an
om
ed
g-p
tan
en
k-t
m
s-k
Keterangan:
en
kasih sayang ibu pada bayinya, ASI lebih mudah diserap, kandungan
ww
jdih.kemkes.go.id
- 67 -
l
tm
defisiensi besi, namun tidak direkomendasikan pada riwayat
l.h
transfusi darah berulang dengan manifestasi klinis kelebihan besi.
Suplementasi vitamin D, Coenzyme Q10 atau ubiquinone, Zink, L-
a
on
carnitine, dapat diberikan pada gagal jantung kronis khususnya
si
akibat DCM, namun manfaatnya untuk memperbaiki prognosis dan
-na
mencegah mortalitas pada anak masih memerlukan penelitian lebih
an
lanjut. Mikronutrien yang berfungsi sebagai antioksidan, seperti
om
vitamin C, vitamin E, beta karoten, tidak terbukti dapat memperbaiki
ed
prognosis dan mencegah mortalitas pada gagal jantung, demikian
g-p
halnya vitamin B dan asam folat, meskipun pada ibu hamil asam
tan
folat terbukti mencegah PJB janin. Makanan serat direkomendasikan
untuk mencegah terjadinya konstipasi yang dapat memperburuk
en
manifestasi klinis gagal jantung. k-t
4. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
m
s-k
menunjukkan kelebihan cairan pada bayi baru lahir dan anak yang
20
derajat III dan IV), anak harus dirawat inap di ICU, sebaiknya
dilakukan pemasangan kateter arteri dan vena sentral, mungkin
o
inf
metabolisme basal.
jdih.kemkes.go.id
- 68 -
l
tm
saat rawat inap. Koreksi gangguan elektrolit diindikasikan terutama
l.h
jika mengakibatkan kegawatdaruratan kardiovaskular. Hipokalemia
akibat pemberian furosemid dapat dicegah dengan memberikan
a
on
substitusi kalium atau dengan menambahkan spironolakton dan
si
ACE-i. Sebaliknya jika terjadi hiperkalemia, spironolakton dan ACE-i
-na
tidak dapat diberikan. Gangguan keseimbangan elektrolit yang
an
menyebabkan instabilitas hemodinamik sebaiknya dirawat di ICU
om
anak.
ed
Cairan saline hypertonic dapat diberikan jika ditemukan
g-p
hiponatremia. Sedangkan restriksi natrium tidak dilakukan pada
tan
anak dengan gagal jantung, kecuali bila terdapat edema yang berat
dan retensi cairan. Kombinasi saline hypertonic dan furosemid dapat
en
mengurangi mortalitas pada gagal jantung akut yang berat. Cairan
k-t
koloid dan albumin dapat digunakan untuk stabilisasi hemodinamik
m
s-k
lung injury, ALI), dan infeksi. Oleh karena itu, pemberian transfusi
jdih.kemkes.go.id
- 69 -
l
tm
simptomatik anemia berat. American College of Physician (ACP)
l.h
menyarankan hanya pada pasien dengan Hb 7-8 g/dL.
5. Terapi Oksigen
a
on
Terapi oksigen sangat bermanfaat pada gagal jantung karena
si
memiliki efek vasodilator, namun jika diberikan berlama-lama akan
-na
menginduksi vasokonstriksi. Oleh karena itu, terapi oksigen jangka
an
panjang tidak direkomendasikan pada gagal jantung kronik.
om
Kebutuhan dan pasokan oksigen pada gagal jantung dipengaruhi
ed
oleh berbagai faktor seperti Gambar 12. Pada curah jantung rendah,
g-p
suplai oksigen ke berbagai organ akan terganggu, sehingga terjadi
tan
hipoksemia yang membutuhkan terapi oksigen.
Rekomendasi terapi oksigen untuk gagal jantung di beberapa negara
en
lebih banyak ditujukan untuk kasus dewasa. Pada anak, terapi
k-t
oksigen tergantung penyebab gagal jantung dan status
m
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 70 -
l
tm
terapi oksigen dosis tinggi dapat memperburuk kondisi klinis, karena
l.h
menginduksi penutupan duktus arteriosus. Jika tidak ada distress
nafas, terapi oksigen sebaiknya dihindari dan jika akan diberikan
a
on
adalah untuk mempertahankan SaO2 > 80% dan target Qp/Qs ~ 1,
si
atau hanya diberikan terapi oksigen Low Flow Nasal Cannula (LFNC).
-na
Pada kondisi SaO2 <75%, terapi oksigen dibutuhkan untuk
an
mencegah metabolism anaerob dan asidosis laktat. Pada distress
om
nafas yang berat atau ancaman gagal nafas, bayi mungkin tetap
ed
memerlukan bantuan ventilasi mekanik. Terapi oksigen High Flow
g-p
Nasal Cannula (HFNC) dapat diberikan pada anak pasca-bedah
tan
jantung setelah dilakukan penyapihan dari ventilasi mekanik.
6. Farmakoterapi
en
Tujuan tata laksana farmakoterapi gagal jantung pada anak adalah
k-t
mengurangi preload dan afterload, meningkatkan curah jantung,
m
s-k
gagal jantung.
pm
/ke
/04
23
20
m/
co
si.
ula
reg
o
. inf
ww
jdih.kemkes.go.id
- 71 -
Keterangan:
l
tm
ACE-i = angiotensin converting enzyme inhibitor; ARB = angiotensin
receptor blocker; BNP = brain natriuretic peptide; NT-pro-BNP = n-
l.h
amino terminal prohormone BNP; RAAS = renin angiotensin
a
on
aldosterone system
si
-na
Tabel 27. Obat-obat yang digunakan pada gagal jantung anak
an
Kelompok wet (capillary wedge pressure > 18 mmHg)
om
Diuretik, mengurangi preload (peringkat rekomendasi I, derajat
ed
bukti C)
g-p
Furosemid
tan
Dosis oral: 0,5 – 1 mg/kg tiap 6 – 12 jam
Dosis intravena bolus: 0,5 – 1 mg/kg tiap 6 – 12 jam
en
Dosis infus kontinu: 0,1 – 0,4 mg/kg/jam
k-t
Hidroklorotiazid. Dosis oral: 1 mg/kg tiap 12 jam
m
s-k
jam
20
jdih.kemkes.go.id
- 72 -
Vasodilator
l
tm
Mengurangi afterload (peringkat rekomendasi IIa, derajat bukti
l.h
B)
a
ACE-i, Kaptopril. Pada neonatus: dosis oral 0,4 – 1,6 mg/kg/hari
on
dibagi 3 dosis;
si
Pada bayi: dosis oral 0,5 – 4 mg/kg/hari dibagi 3 dosis
-na
Enalapril. Dosis oral: 0,1– 0,5 mg/kg/hari dibagi 2 dosis
an
Lisinopril. Dosis oral: 0,07 – 0,1 mg/kg/hari
om
Ramipril. Dosis oral: 2 – 6 mg/m2
ed
ARB, Losartan. Dosis oral: 0,5 – 1,5 mg/kg/hari
g-p
Valsartan. Pada usia 1 – 5 tahun, dosis oral: 0,4 –
tan
3,4mg/kg/hari; Usia 6 – 16 tahun, dosis oral: 1,3 -2,7
mg/kg/hari
en
Sacubitril, dosis oral; 1,6-2,3 mg/kg, 2 kali sehari
k-t
Golongan nitrat
m
s-k
Beta-blocker
/ke
Keterangan:
ula
dewasa; untuk gagal jantung akut (Gambar 14), untuk gagal jantung
//w
jdih.kemkes.go.id
- 73 -
l
tm
al.h
sion
-na
an
om
ed
g-p
tan
Gambar 14. Pilihan farmakoterapi pada gagal jantung akut
en
Keterangan: k-t
ACE-i = angiotensin converting enzyme inhibitor; BNP = brain
m
s-k
ventricle
en
pm
/ke
/04
23
20
m/
co
si.
ula
reg
jdih.kemkes.go.id
- 74 -
gagal jantung dengan gejala dan tanda kongesti disertai perfusi yang
l
tm
rendah. Sedangkan kelompok D (kelompok kering dan dingin) adalah
l.h
kelompok gagal jantung dengan gejala dan tanda perfusi yang rendah
saja. Sedangkan pada gagal jantung kronik, menurut AHA/ACC,
a
on
pilihan obat-obatan didasarkan pada derajat keparahan klinis
si
(Gambar 16).
-na
an
om
ed
g-p
tan
en
k-t
m
s-k
ke
ACC/AHA
pm
Keterangan:
/ke
sodium-glucose cotransporter-2
co
si.
jdih.kemkes.go.id
- 75 -
a. Diuretik
l
tm
Diuretik merupakan lini pertama dalam tata laksana gagal
l.h
jantung pada anak, terutama dengan manifestasi klinis kongesti
pada sirkulasi sistemik, sirkulasi paru, maupun keduanya.
a
on
Tujuan pemberian diuretik adalah mengurangi preload. Efek
si
samping diuretik adalah gangguan keseimbangan elektrolit dan
-na
keseimbangan asam basa. Furosemid merupakan diuretik yang
an
bekerja di loop of Henle dan digunakan sangat luas dalam tata
om
laksana gagal jantung. Furosemid memiliki efek mengurangi
ed
reabsorpsi natrium, kalium, klorida dan air. Pada gagal jantung
g-p
yang berat, diberikan furosemid intravena bolus atau kontinu,
tan
namun penggunaan diuretik yang terlalu agresif dapat
mengaktivasi sistem neurohormonal yang memperburuk derajat
en
keparahan klinis gagal jantung. Pemberian diuretik loop secara
k-t
kontinu intravena dapat dipertimbangkan pada gagal jantung
m
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 76 -
l
tm
antagonis reseptor vasopresin (tolvaptan) dapat meningkatkan
l.h
diuresis dan mencegah hiponatremia, namun masih diperlukan
penelitian lebih lanjut. Prosedur ultrafiltrasi lebih baik
a
on
dibandingkan diuretik dalam mengatasi kelebihan cairan pada
si
gagal jantung akut, terutama pada sindrom kardiorenal namun
-na
belum ada data pada anak.
an
b. Vasodilator
om
Berdasarkan tempat kerjanya, vasodilator dibagi atas
ed
arteriodilator, venodilator, dan keduanya. Pemilihan vasodilator
g-p
sangat tergantung pada kondisi klinis serta tujuan dari tata
tan
laksana gagal jantung, apakah untuk mengurangi afterload,
preload, atau keduanya.
en
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-i) merupakan
k-t
salah satu jenis vasodilator yang paling banyak digunakan
m
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 77 -
l
tm
menghindari beberapa efek samping tersebut, dapat diberikan
angiotensin receptor blocker neprilysin inhibitor (ARNI) sebagai
l.h
alternatif ACE-i. Sediaan ARNI yang banyak digunakan adalah
a
on
kombinasi valsartan dan sacubitril. Namun studi pada populasi
si
anak masih sangat terbatas.
-na
Nitrogliserin intravena dapat dipertimbangkan sebagai salah
an
satu vasodilator pada gagal jantung kongestif yang berat.
om
Nitroprusid merupakan vasodilator intravena yang juga dapat
ed
memperbaiki curah jantung, namun jarang digunakan pada
g-p
anak, karena pemberian berkepanjangan (>72 jam) berisiko
tan
menimbulkan gangguan fungsi ginjal. Vasodilator lain yang juga
jarang diberikan pada anak adalah hidralazin dan nifedipin.
en
c. Penyekat Beta k-t
Terapi penyekat beta (Beta-Blocker (BB)) bertujuan untuk
m
s-k
d. Inotropik
Pilihan inotropik sangat tergantung pada manifestasi klinis dan
htt
jdih.kemkes.go.id
- 78 -
l
tm
derajat ringan (NYHA/Ross I atau II), baik akibat disfungsi
l.h
sistolik ventrikel kiri maupun ventrikel kanan, atau keduanya.
Digoksin merupakan terapi lini pertama pada gagal jantung
a
on
yang disebabkan fibrilasi atrium. Digoksin intravena
si
diindikasikan bila terjadi penurunan curah jantung yang
-na
memerlukan perawatan di rumah sakit. Digoksin memiliki efek
an
mengurangi aktivasi sistem neurohormonal sehingga
om
menurunkan kadar norepinefrin, meningkatkan fungsi
ed
baroreseptor, serta menghambat aktivasi sistem saraf simpatis.
g-p
Efek terapeutik digoksin sangat sempit, dan kadar digoksin
tan
yang tinggi di dalam tubuh dapat meningkatkan mortalitas pada
gagal jantung. Kontraindikasi digoksin adalah pada HOCM, atau
en
jika dijumpai tanda-tanda keracunan digoksin seperti anoreksia,
k-t
mual, muntah, diare, insomnia, vertigo, bradikardia atau
m
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 79 -
l
tm
sering terjadi aritmia, gangguan perfusi distal, dan peningkatan
l.h
kebutuhan oksigen pada organ jantung. Epinefrin merupakan
katekolamin endogen yang bekerja singkat dengan waktu paruh
a
on
beberapa menit saja. Epinefrin meningkatkan frekuensi laju
si
jantung dan tekanan sistolik, serta memiliki efek
-na
vasokonstriktor. Pada kondisi disfungsi sistolik ventrikel,
an
diberikan epinefrin dosis rendah 0,01-0,05 mcg/kg/menit.
om
Norepinefrin merupakan katekolamin yang berfungsi sebagai
ed
neurotransmitter lokal pada sistem saraf adrenergik, memiliki
g-p
efek meningkatkan tekanan sistolik, diastolik, dan tahanan
tan
perifer.
Milrinon memiliki efek inotropik dan meningkatkan relaksasi
en
ventrikel saat diastolik. Milrinon merupakan jenis penghambat
k-t
fosfodiesterase-3 sehingga juga memiliki efek vasodilator, sangat
m
s-k
bermanfaat pada gagal jantung yang disertai SVR dan PVR yang
tinggi. Milrinon menjadi pilihan inotropik utama pada kasus
ke
inotropik alternatif pada gagal jantung akut yang berat. Obat ini
m/
jdih.kemkes.go.id
- 80 -
l
tm
28.
l.h
Tabel 28. Pertimbangan hemodinamik pada tata laksana
a
on
kardiomiopati
si
Pertimbangan
-na
Klasifikasi Optimalisasi di ICU anak
hemodinamik
an
Kontraktilitas menurun Cegah peningkatan SVR
om
Dilatasi ruang jantung Pastikan status volume
DCM
ed
Regurgitasi katup normal
g-p
atrioventricular
Obstruksi jalan keluar Cegah deplesi volume
tan
ventrikel kiri intravaskular
en
Obliterasi rongga ventrikel Pastikan SVR normal
HCM k-t
Sebagian dengan Cegah efek kronotropik
m
komponen restriktif berlebihan
s-k
Myocardial bridging
Disfungsi diastolic Pastikan prelod normal
ke
RCM
Peningkatan PVR obatan/prosedur yang
pm
meningkatkan PVR
/ke
ARVC
Pastikan status volume
20
normal
m/
Rentan terbentuknya
reg
thrombus
Keterangan:
o
inf
jdih.kemkes.go.id
- 81 -
l
tm
Tata laksana pada ADHF dapat dilakukan di berbagai lokasi
l.h
perawatan di rumah sakit. Bila terindikasi perawatan di ICU, maka
keterlibatan berbagai multidisiplin harus dikedepankan sebagai
a
on
standar pelayanan kesehatan tertinggi bagi pasien gagal jantung
si
anak. Pendekatan multidisiplin ini melibatkan berbagai dokter
-na
spesialis dan subspesialis, seperti dokter spesialis anak subspesialis
an
emergensi dan rawat intensif anak (SpA, Subsp. ERIA), dokter
om
spesialis anestesi subspesialis kardiovaskular (SpAn, KAKV), dokter
ed
spesialis anak subspesialis kardiologi (SpA, Subsp. Kardio), dokter
g-p
spesialis jantung dan pembuluh darah subspesialis Kardiologi
tan
Pediatrik dan Penyakit Jantung Bawaan (SpJP, Subsp. KPPJB),
dokter spesialis bedah torak kardiak dan vaskular subspesialis
en
bedah jantung pediatrik (SpBTKV, Subsp. BJP), perawat intensif
k-t
anak dan berbagai keahlian lainnya. Secara epidemiologi pasien
m
s-k
gagal jantung anak meliputi 6% kasus di ICU anak, dan sekitar 60%
kasus ADHF yang dirawat di ICU memerlukan topangan ventilasi
ke
rumah sakit.
/ke
jdih.kemkes.go.id
- 82 -
l
tm
memberi efek samping buruk terhadap performa diastolik dan dapat
l.h
membahayakan hubungan antara pasokan dan kebutuhan oksigen
miokardium.+
a
sion
-na
an
om
ed
g-p
tan
en
k-t
m
s-k
ke
kontraktilitas.
//w
jdih.kemkes.go.id
- 83 -
l
tm
(PEEP), sehingga dapat mengatasi ancaman gangguan hemodinamik
l.h
lebih lanjut. Pada PH, prinsip menurunkan PVR dengan ventilasi
mekanik juga dapat diterapkan, yaitu dengan memberikan volume
a
on
tidal seperti fisiologi pernafasan normal, yang disebut sebagai volume
si
kapasitas residu fungsional (functional residual capacity, FRC). Selain
-na
penerapan tekanan positif, pemberian fraksi oksigen tinggi secara
an
signifikan akan menurunkan PVR. Pada kasus PH strategi ventilasi
om
ditujukan untuk mencegah hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis.
ed
Pemakaian gas nitric oxide (NO) dengan high frequency oscilatory
g-p
ventilation (HFOV) direkomendasikan pada PPHN. Pemakaian HFOV
tan
menempatkan volume tidal pasien pada FRC.
Pemakaian obat sedasi, analgesik dan pelumpuh otot di ICU anak
en
disesuaikan dengan strategi ventilasi yang dipilih. Pemakaian obat-
k-t
obat tersebut juga disesuaikan dengan keseimbangan pasokan dan
m
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 84 -
l
tm
Dalam bab ini dibahas tentang tata laksana khusus penyebab gagal
l.h
jantung yang sering ditemukan, seperti farmakoterapi spesifik, intervensi
non-bedah dan bedah (paliatif maupun definitif).
a
on
1. Bayi Prematur dengan Hemodynamic Significant Patent Ductus
si
Arteriosus (hs-PDA)
-na
Pada bayi prematur, PDA merupakan penyebab gagal jantung yang
an
paling sering dijumpai, dikenal dengan istilah Hemodynamic
om
Significant Patent Ductus Arteriosus (hs-PDA). Selain masalah gagal
ed
jantung, hs-PDA pada bayi prematur sering mengakibatkan
g-p
terjadinya berbagai komorbiditas, seperti Bronchopulmonary
tan
Dysplasia (BPD), PH sekunder, Necrotizing Enterocolitis (NEC), Acute
Kidney Injury (AKI), Intraventricular Hemorrhage (IVH). Kriteria klinis
en
dan ekokardiografi seperti tercantum pada Tabel 29 digunakan
k-t
untuk menentukan keperluan farmakoterapi hs-PDA pada bayi
m
s-k
prematur dibagi atas profilaksis, tata laksana dini, dan tata laksana
en
simtomatis.
pm
berat lahir amat sangat rendah (<1000 gram) saat usia 6-24
/04
b. Tata laksana dini diberikan pada bayi prematur usia <6 hari
m/
dan ekokardiografi.
o
. inf
ww
//w
ps:
htt
jdih.kemkes.go.id
- 85 -
Tabel 29. Beberapa faktor risiko yang menentukan hs-PDA pada bayi
l
tm
prematur.
l.h
Risiko determinan pada Risiko rendah Risiko tinggi
a
on
hs-PDA
si
Takikardia Tidak Ya
-na
Takipnea Tidak Ya
an
Respiratory support Tidak memerlukan Membutuhkan
om
alat bantu nafas alat bantu
ed
atau oksigen, SpO2 nafas, baik
g-p
dan PaO2 stabil invasif atau
tan
non-invasif
Perburukan
en
k-t keadaan
sisten
m
s-k
pernafasan
(contoh:
ke
peningkatan
en
pm
peningkatan
/04
Fi02 pada
20
CPAP, NIV;
m/
MV), dan
co
desaturasi
si.
volume sisa
makan (tanda
o
inf
pre-NEC)
.
ww
NEC,
ps:
gangguan
htt
NIRS yang
jdih.kemkes.go.id
- 86 -
l
tm
hs-PDA
l.h
bervariasi
a
Ekokardiografi, sonografi - LA hanya - LA dilatasi
on
Doppler (serebral, dilatasi ringan, berat,
si
abdominal) LA/Ao ≤ 1,2 LA/Ao ≥ 1,4
-na
- Ukuran LV - Dilatasi LV
an
normal berat
om
- Fungsi sistolik - Disfungsi
ed
LV normal (EF LV sistolik
g-p
≥55%) - Diameter
tan
- Diameter duktus duktus ≥2
≤1 mm (ID mm - 3 mm
en
k-t
tersempit) (ID
- PDA Vmax ≥ 3 tersempit)
m
s-k
maupun duktus
20
diastolik, (Vmax) ≤ 2
m/
umumnya m/s
co
menunjukkan (unrestrictiv
si.
penyempitan e)
ula
(penutupan - Kecepatan
reg
PDA) aliran
- Kecepatan aliran diastolik L-
o
inf
di PA saat R duktus ≥
.
jdih.kemkes.go.id
- 87 -
l
tm
hs-PDA
l.h
diastolic (hanya - Holo-
a
di awal) diastolic
on
retrograde
si
aliran pada
-na
PDA
an
Keterangan:
om
Ao = aorta; AAO = ascending aorta; ACA = anterior cerebral artery;
ed
CPAP = continuous positive airway pressure; CW = continuous wave;
g-p
EF = ejection fraction; Fio2 =fraction of inspired oxygen; HFNC = high-
tan
flow nasal cannula; ID = inner diameter; L-R = left to right shunt;
LA/Ao = left atrium to aortic root diameter ratio; LPA = left
en
k-t
pulmonary artery; MPA = mean pulmonary artery; MV = mechanical
ventilation; NIRS = near-infrared spectroscopy; NIV = non-invasive
m
s-k
Peringkat
Pilihan
/04
Dosis rekomendasi,
farmakoterapi
derajat bukti
23
Tata laksana
12 jamb (dosis tunggal
m/
profilaksis, Indometasina I, A
dapat
usia 6 – 24jam
co
dipertimbangkan)
si.
dan III
10 mg/kg iv atau oral
ps:
jdih.kemkes.go.id
- 88 -
dan III
l
Rescue 15 mg/kg iv, tiap 6
tm
treatment Parasetamol jam, selama 3 – 7 hari I, A
l.h
Keterangan:
a
on
a = infus perlahan selama 30 menit; b = dosis kedua dikonfirmasi
si
berdasarkan ekokardiografi; c = jenis oral dilarutkan dalam 2 ml/kg
-na
air atau susu
an
om
Ibuprofen dan indometasin merupakan cyclooxygenase (COX)
inhibitor yang bekerja menghambat pembentukan prostaglandin E2
ed
sehingga duktus arteriosus dapat menutup. Efektifitas indometasin
g-p
dan ibuprofen tidak berbeda bermakna. Ibuprofen iv merupakan
tan
pilihan utama farmakoterapi hs-PDA pada bayi prematur, sedangkan
en
ibuprofen oral dapat diberikan jika tidak ada gangguan saluran
k-t
cerna. Ibuprofen tidak direkomendasikan digunakan pada usia <24
m
jam (sebagai farmakoterapi profilaksis), karena dapat meningkatkan
s-k
PJB kritis tergantung duktus. Target SaO2 > 70% dapat menjadi
o
jdih.kemkes.go.id
- 89 -
l
tm
rumah sakit rujukan tersier.
l.h
Prostaglandin intravena sebaiknya diberikan saat awal PJB kritis
terdiagnosis dan tetap diberikan selama transportasi neonatus
a
on
maupun saat dirawat di pusat rujukan untuk persiapan tata laksana
si
intervensi. Pemantauan saturasi oksigen secara ketat dengan
-na
oksimeter nadi sangat bermanfaat untuk menentukan perubahan
an
dosis prostaglandin intravena. Pada kondisi sianosis semakin berat
om
dan terjadi asidosis laktat, dosis dapat dinaikkan bertahap setiap 20
ed
menit, dimulai dengan dosis 50 ng/kg/menit sampai maksimal 100
g-p
ng/kg/menit, untuk mencapai target saturasi oksigen 75% - 85%.
tan
Saturasi dapat dipertahankan >70% jika kadar laktat < 2 mmol/liter.
Pemberian prostaglandin dosis tinggi harus berhati-hati, karena
en
menimbulkan efek samping seperti henti nafas, hipotensi, dan syok
k-t
sehingga bayi memerlukan dukungan ventilasi mekanik.
m
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 90 -
l
tm
al.h
on
si
-na
an
om
ed
g-p
tan
en
k-t
m
s-k
ke
tahun 2016).
/ke
Keterangan:
/04
PVRI >5 WU namun masih < 2/3 SVRI atau tekanan arteri
ps:
jdih.kemkes.go.id
- 91 -
l
tm
dengan memasukkan alat penutup defek (occluder) melalui
kateterisasi jantung. ASD occluder memiliki berbagai ukuran
l.h
dan bentuk. Pada ASD sekundum kecil dapat digunakan PFO
a
on
occluder. Jika PVRI >5 wU tetapi <2/3 SVRI atau tekanan
si
arteri pulmonal <2/3 sistemik, dan masih respon terhadap uji
-na
oksigen atau uji vasodilator, intervensi penutupan ASD
an
transkateter masih dapat dilakukan dengan menggunakan ASD
om
occluder fenestrated. Kelebihan intervensi penutupan ASD
ed
secara transkateter dibandingkan intervensi bedah adalah tidak
g-p
menggunakan mesin CPB, tidak ada bekas luka di dada, dan
tan
lama rawatan pasca-prosedur yang relatif lebih singkat.
Intervensi penutupan ASD transkateter juga dapat dilakukan
en
dengan bantuan TEE tanpa fluoroskopi, terutama pada ibu
k-t
hamil untuk menghindari efek radiasi pada janin. Komplikasi
m
s-k
dilakukan pada usia 3-5 tahun, namun jika gagal jantung tidak
ww
jdih.kemkes.go.id
- 92 -
l
tm
ASD primum, ASD sinus venosus, dan ASD sinus koronarius).
l.h
Kontraindikasi intervensi penutupan ASD dengan pembedahan
adalah jika telah terjadi sindrom Eissenmenger. Pada ASD besar
a
on
yang disertai PH berat namun masih reversibel, pembedahan
si
dapat dilakukan dengan menyisakan lubang ASD ataupun PFO,
-na
yang diiringi dengan bantuan inhalasi NO atau illoprost di ICU
an
pasca-bedah jantung. Keberhasilan penutupan ASD, baik secara
om
transkateter maupun pembedahan sangat baik (>95%),
ed
komplikasi serius <1%, dan mortalitas < 1%. Angka mortalitas
g-p
meningkat jika disertai komorbiditas, seperti sepsis, PH berat,
tan
dan kelainan bawaan mayor.
b. Ventricular Septal Defect (VSD)
en
Pada anak dengan gagal jantung yang disebabkan VSD,
k-t
penutupan VSD dapat dilakukan baik secara transkateter
m
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 93 -
l
tm
(terutama regurgitasi katup aorta), tamponade jantung, dan
emboli device. Kontraindikasi penutupan VSD transkateter
l.h
adalah VSD perimembran inlet, prolaps katup aorta derajat
a
on
berat, AR berat, AV-Blok, IE, sindrom Eissenmenger, dan
si
gangguan kontraktilitas.
-na
Intervensi penutupan VSD secara bedah umumnya
an
menggunakan polytetrafluoroethylene (PTFE). Seperti halnya
om
ASD, penutupan VSD dilakukan dengan teknik median
ed
sternotomy, right thoracotomy/midaxillary atau minimally
g-p
invasive. Ada dua pendekatan pembedahan yakni trans-atrial
tan
(pada VSD perimembran, VSD inlet, VSD subaortik, dan VSD
muskular), dan trans-pulmonal (pada VSD subpulmonik atau
en
VSD doubly committed subarterial). Pertimbangan dilakukan
k-t
penutupan VSD secara pembedahan, yakni:
m
s-k
2)
jdih.kemkes.go.id
- 94 -
ini sering dilakukan pada usia < 3 bulan dan berat badan < 5
l
tm
kg. Kelebihan prosedur ini, tidak menggunakan CPB dan luka
l.h
sayatan kecil.
c. Atrioventricular Septal Defect (AVSD)
a
on
Intervensi pada AVSD berupa pembedahan koreksi biventrikular
si
dengan menggunakan single patch atau two patch, serta
-na
rekonstruksi katup trikuspidal dan katup mitral.212-215
an
Pembedahan koreksi AVSD komplit dilakukan pada saat usia 2 -
om
4 bulan. Namun jika gagal jantung tidak dapat dikontrol melalui
ed
terapi suportif, pembedahan dilakukan lebih dini. Pada bayi
g-p
prematur atau telah terjadi PH berat yang berisiko tinggi untuk
tan
pembedahan koreksi, maka dapat dilakukan PAB terlebih
dahulu. Pembedahanjuga dilakukan pada AVSD parsial jika
en
ditemukan overload ventrikel k-t kanan,. Pembedahan dapat
dipertimbangkan pada AVSD disertai PH dengan syarat PVR > 5
m
s-k
WU namun masih < 2/3 SVR atau tekanan arteri pulmonal <
2/3 tekanan arteri sistemik, dan ada bukti FR > 1,5. Penutupan
ke
sindroma Eissenmenger.
pm
Pada anak dengan gagal jantung akibat PDA yang tidak dapat
dikontrol dengan terapi suportif, intervensi penutupan PDA
htt
jdih.kemkes.go.id
- 95 -
l
tm
disertai PH dengan syarat PVR > 5 WU namun masih < 2/3 SVR
l.h
atau tekanan arteri pulmonal < 2/3 tekanan arteri sistemik, dan
ada bukti FR > 1,5. Tetapi penutupan PDA tidak
a
on
direkomendasikan lagi bila telah terjadi sindrom Eissenmenger.
si
Pemilihan berbagai jenis occluder untuk prosedur transkateter
-na
ditentukan berdasarkan ukuran, panjang, dan bentuk duktus,
an
serta ada tidaknya PH. Kini prosedur ini dapat dilakukan pada
om
bayi berat badan < 5 kg atau bayi prematur di ICU dengan
ed
panduan TTE saja. Penutupan PDA transkateter juga dapat
g-p
dilakukan pada PDA residual pasca-ligasi. Kelebihan penutupan
tan
PDA transkateter adalah lama rawatan pasca-prosedur relatif
lebih singkat, kejadian PDA residual lebih jarang, dan tidak ada
en
bekas luka operasi di dada. Komplikasi yang dapat terjadi
k-t
selama atau setelah penutupan PDA transkateter adalah
m
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 96 -
l
tm
asimtomatis, dan total APVC (TAPVC). Pembedahan tidak
l.h
direkomendasikan pada kasus anomali PV tunggal tanpa ASD.
Pembedahan koreksi dapat dilakukan pada usia 2 – 5 tahun,
a
on
untuk mencegah terjadinya PH saat dewasa. Namun
si
pembedahan koreksi APVC dapat dilakukan lebih dini, apabila
-na
terdapat obstruksi aliran PV ataupun terdapat kombinasi
an
kelainan jantung bawaan lainnya. Pembedahan mungkin dapat
om
dipertimbangkan pada APVC disertai PH dengan syarat PVR > 5
ed
WU namun masih < 2/3 SVR atau tekanan arteri pulmonal <
g-p
2/3 tekanan arteri sistemik, dan ada bukti FR > 1,5.
tan
Pembedahan koreksi APVC tidak direkomendasikan pada
kondisi telah terjadi sindroma Eissenmenger.
en
Teknik pembedahan sangat tergantung pada jenis anomali PV,
k-t
apakah mengalir ke SVC, IVC, RA, atau sinus koronarius
m
s-k
yang berat.
m/
jdih.kemkes.go.id
- 97 -
l
tm
stenting. Komplikasi yang dapat terjadi adalah tamponade
jantung, migrasi stent, restenosis pasca PTBPV atau pasca-
l.h
stenting, serta aritmia. Kelebihan PTBPV adalah tidak
a
on
menggunakan mesin CPB, dan tidak ada bekas luka operasi di
si
dada. Namun kekurangannya adalah paparan radiasi yang
-na
relatif lama, komplikasi PR lebih sering terjadi, dan jika gagal
an
prosedur PTBPV, pasien tetap memerlukan pembedahan.
om
Pada PS valvar berat, prosedur bedah valvulotomi pulmonal
ed
dapat dilakukan bila struktur dan fungsi sistolik RV normal.
g-p
Jika saat remaja pasien masih mengalami PS valvar berat, dapat
tan
dipertimbangkan penggantian katup pulmonal (pulmonary valve
implantation, PVI), baik secara non-bedah maupun bedah. Pada
en
PS valvar kritikal, bedah valvulotomi pulmonal dilakukan secara
k-t
transventrikular atau memasang patch transanular. Pada PS
m
s-k
1,8 atau indeks Nakata > 200). Jika syarat tersebut tidak
en
jdih.kemkes.go.id
- 98 -
l
tm
Kriteria AS berat adalah jika kecepatan Doppler maksimum
(maximum Doppler velocity, Vmax) > 4,0 m/detik, perbedaan
l.h
tekanan (pressure gradient, PG) > 50 mmHg, area katup aorta
a
on
(aortic valve area, AVA) < 1,0 cm2, atau indeks area katup aorta
si
(aortic valve aras index, AVAi) < 0,6 cm2/m2. Percutaneous
-na
transluminal balloon aortic valvulotomy (PTBAV) dilakukan pada
an
AS valvar berat, jika struktur dan fungsi sistolik LV normal.
om
Prognosis PTBAV pada AS valvar tidak sebaik PTBPV pada PS
ed
valvar, prosedur PTBAV hanya bersifat paliatif dan pasien
g-p
dipersiapkan untuk prosedur penggantian katup aorta buatan
tan
saat dewasa. Ukuran balon yang digunakan adalah 90 – 100%
dari diameter annulus aorta. Target PTBAV adalah PG turun 20
en
– 25 mmHg. Kontraindikasinya adalah jika disertai sub aortic
k-t
stenosis (SAS), katup bikuspid, unikuspid, atau AR berat. Pada
m
s-k
PDA.
reg
jdih.kemkes.go.id
- 99 -
l
tm
memerlukan pembedahan.
l.h
Bedah valvulotomi aorta maupun reparasi katup aorta pada bayi
atau anak merupakan alternatif prosedur PTBAV. Apabila katup
a
on
aorta tidak dapat diperbaiki, maka dapat dilakukan prosedur
si
Ross. Pada pasien dewasa, dapat dilakukan penggantian katup
-na
aorta menggunakan katup buatan baik mekanikal atau
an
bioprostetik. Keuntungan katup mekanikal adalah lebih tahan
om
lama. Kekurangannya pasien lebih berisiko mengalami
ed
tromboemboli, sehingga harus minum warfarin selamanya dan
g-p
ada risiko perdarahan. Target international normalized ratio (INR)
tan
2.5 – 3.5 dalam 3 bulan pertama, selanjutnya target INR 2.0 –
3.0. Aspirin dosis rendah dapat dikombinasi dengan warfarin
en
untuk mencapai target INR tersebut.
k-t Warfarin bersifat
teratogenik sehingga berbahaya jika diberikan pada perempuan
m
s-k
hamil.
Katup bioprostetik memiliki risiko lebih rendah untuk terjadinya
ke
jdih.kemkes.go.id
- 100 -
l
tm
dapat terjadi adalah regurgitasi katup. Jika katup neo-aorta
l.h
tidak tumbuh, dapat dipertimbangkan dilakukan bedah
valvulotomi aorta saat dewasa. Prognosis prosedur Ross lebih
a
on
baik, dengan mortalitas dini < 5%.
si
Pada SAS yang berat (rerata perbedaan tekanan dengan Doppler
-na
> 50 mmHg) dilakukan reseksi subvalvar atau eksisi membran,
an
dengan atau tanpa miektomi. Pada SAS jenis tunnel, dilakukan
om
prosedur Ross-Konno, yakni prosedur Ross disertai rekonstruksi
ed
subvalvar dan aortic-ventriculotomy. Mortalitas pasca-
g-p
pembedahan pada SAS < 5% dan rekurensi 25% - 30% pasca-
tan
reseksi. Rekurensi menurun jika reseksi agresif dengan
miektomi ekstensif, namun risiko AV-Blok meningkat. Pada AS
en
supravalvar, dilakukan angioplasty dengan memasang Y-patch
k-t
pada daerah stenosis. Intervensi bedah ini dapat dilakukan jika
m
s-k
pada remaja dan dewasa atau jika berat badan > 25 kg.
ww
jdih.kemkes.go.id
- 101 -
l
tm
atau memasang konduit dari aorta asendens ke aorta
l.h
desendens, namun kejadian re-CoA dan aneurisma aorta lebih
tinggi dibandingkan end-to-end anastomosis. Komplikasi lain
a
on
jangka panjang yang jarang terjadi adalah cedera saraf laring,
si
hipertensi persisten, perdarahan intrakranial, atelektasis paru,
-na
dan iskemia tulang belakang. Keberhasilan intervensi cukup
an
baik dengan angka mortalitas < 5%. Prognosis buruk jika CoA
om
disertai PJB kompleks, gangguan fungsi ginjal pasca-
ed
pembedahan atau komorbid berat lainnya.
g-p
i. Tetralogy of Fallot (TOF)
tan
Pada bayi dengan TOF dan PS subvalvar berat, ada beberapa
intervensi paliatif non-bedah, seperti stenting RVOT, atau
en
stenting PDA (bila ada), dengan tujuan memperbaiki aliran
k-t
darah ke arteri pulmonal dan mengurangi kebutuhan prosedur
m
s-k
yang berlebih.
/ke
McGoon < 1,8 atau indeks Nakata < 200) atau usia < 3 bulan
m/
atau berat < 2.5 kg), maka dapat dilakukan prosedur BTS,
co
indeks Nakata > 200, tidak ada anomali arteri koroner, dan
tidak ada gangguan kontraktilitas. Bedah koreksi terdiri dari
htt
jdih.kemkes.go.id
- 102 -
l
tm
transannular). Bedah koreksi TOF pada masa neonatal tidak
l.h
direkomendasikan karena angka mortalitas yang lebih tinggi.
Prosedur Rastelli dilakukan pada PA-VSD, ataupun TOF dengan
a
on
anomali arteri koroner melintang di RVOT sehingga tidak dapat
si
dipasang patch transannular. Implantasi katup pulmonal
-na
buatan (monocusp) atau bioprostesis dapat dipertimbangkan
an
pada bedah koreksi TOF Absent Pulmonary Valve Syndrome
om
(APVS).
ed
Mortalitas pasca-BTS < 5%. sedangkan mortalitas pasca-bedah
g-p
koreksi TOF yang klasik < 3% jika pembedahan dilakukan saat
tan
usia 6 - 18 bulan. Keberhasilan bedah koreksi pada TOF
umumnya 95%. Sekitar 4% - 16% kasus memerlukan prosedur
en
implantasi katup pulmonal akibat regurgitasi pulmonal pasca-
k-t
bedah koreksi yang terjadi setelah 5 - 10 tahun. Implatasi katup
m
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 103 -
Intervensi non-bedah BAS bila hanya ada PFO atau ASD kecil
l
tm
yang tidak adekuat untuk percampuran darah vena sistemik
l.h
dan vena pulmoner di tingkat atrium, dianjurkan ASD yang
terbentuk tidak terlalu besar karena akan menyebabkan pirau
a
on
dari kiri ke kanan besar sehingga aliran darah yang masuk ke
si
LV menjadi sedikit dan volume LV menjadi kecil. Pada beberapa
-na
kasus, kadang BAS tidak dilakukan apabila PDA dapat
an
dipertahankan cukup besar dengan infus PGE1 dan pasien
om
dapat segera dilakukan bedah arterial switch.
ed
Pada TGA-IVS, bedah arterial switch sebaiknya dilakukan
g-p
sebelum usia 4 minggu, untuk menghindari “deconditioning”
tan
ventrikel kiri. Bedah arterial switch, yaitu menukar tempat
aorta dan arteri pulmoner ke tempat yang normal berikut
en
transfer arteri koroner ke aorta yang baru, memindahkan arteri
k-t
pulmoner ke anterior aorta (Lecompte maneuver) dan tutup VSD
m
s-k
yang kecil (bila ada). Ini sebaiknya dilakukan pada usia sekitar
2 minggu dimana pada usia ini dianggap LV masih mampu
ke
arterial switch.
pm
Bila itu terjadi, maka ventrikel kiri perlu dilatih dulu dengan
/ke
jdih.kemkes.go.id
- 104 -
l
tm
minggu. PAB tidak boleh terlalu lama karena dapat
l.h
menyebabkan kerusakan katup pulmoner (regurgitasi) terutama
bila posisinya dekat katup. Harus diingat bahwa katup
a
on
pulmoner ini akan menjadi katup aorta yang baru setelah
si
dilakukan bedah arterial switch. Tahap kedua bedah definitif
-na
arterial switch serta tutup VSD kecil (bila ada) dilakukan bila
an
hasil evaluasi ekokardiografi setiap minggu sudah ditemukan
om
LVMI > 40 gram/m2 dan LVPWD > 3-4 mm. Apabila secara
ed
teknis bedah arterial switch tidak dapat dilakukan maka pada
g-p
usia > 3 bulan dapat dilakukan bedah atrial switch (prosedur
tan
Mustard atau Senning), yaitu aliran vena sistemik diarahkan ke
left atrium (LA) lalu masuk ke LV dan arteri pulmoner, serta
en
aliran vena pulmonalis diarahkan ke right atrium (RA) lalu ke RV
k-t
dan aorta. Kerugian pada jenis bedah ini adalah RV yang tetap
m
s-k
saat PDA mulai mengecil dan menutup. BAS juga tidak perlu
/ke
dilakukan. Pada kasus ini aliran ke paru berlebih dan usia 2-3
/04
timbul tanda dan gejala CHF. Untuk itu harus diberikan obat
20
dilakukan pada usia 2-3 bulan sebelum terjadi PVD. Bila usia
reg
Vaskular paru dianggap masih reaktif bila PARi >8 Wood U.m2
dan dengan test vasodilator paru turun sampai <8 Wood U.m.
htt
jdih.kemkes.go.id
- 105 -
l
tm
ASD kecil atau menutup VSD dengan patch yang berlubang
(perforated patch). Dianggap tidak reaktif lagi bila dengan test
l.h
vasodilator paru ternyata PARi tetap >8 Wood U.m2 yang berarti
a
on
sudah terjadi PVD. Bedah arterial switch serta tutup VSD tidak
si
dianjurkan lagi (konservatif). Obat vasodilator paru (sildenafil)
-na
dapat diberikan untuk memperbaiki kelas fungsional dan
an
kualitas hidup pasien.
om
Pada TGA-VSD, sebaiknya bedah arterial switch dan penutupan
ed
VSD dilakukan pada usia 1-3 bulan, untuk menghindari
g-p
penyakit vaskuler paru yang akan mempersulit penanganan
tan
pasca-operasi, meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Oleh
karena itu, apabila bayi sudah berusia >3 bulan, harus
en
dilakukan kateterisasi jantung terlebih dahulu untuk menilai
k-t
PVR. Jika PH masih reversible, bedah arterial switch dan
m
s-k
<25 mmHg) atau timbul akibat aliran ke paru yang deras (PS
m/
jdih.kemkes.go.id
- 106 -
l
tm
kriteria dan lubang VSD besar serta dekat (committed) dengan
l.h
aorta yang keluar dari RV. Konduit yang dipakai adalah
homograft (bila ada) atau contegra® (vena jugularis sapi).
a
on
Pilihan lain dapat juga dilakukan bedah prosedur REV
si
(réparation à l'Etage Ventriculaire) yaitu tutup VSD dengan
-na
intraventricular baffle, Lecompte maneuver, dan rekonstruksi
an
koneksi RV dengan arteri pulmoner dengan patch. Pada
om
prosedur bedah ini tidak diperlukan pemasangan konduit
ed
berkatup antara RV dan arteri.
g-p
Bila ternyata VSD jauh dari aorta (non-committed) dan tidak
tan
mungkin dilakukan penutupan VSD dengan tunneling patch
maka terpaksa dipilih bedah reparasi uni-ventrikular, yaitu
en
BCPS dan kemudian Fontan. Bila LVOTO sangat berat sehingga
k-t
mengalami spel hipoksia berulang atau diameter arteri
m
s-k
AS, prosedur DKS dilakukan saat usia 1-2 tahun. Pada cc-TGA,
co
jdih.kemkes.go.id
- 107 -
l
tm
pneumonia, atau kelainan bawaan mayor.
Truncus Arteriosus (TrA)
l.h
k.
Prosedur koreksi pada TrA tipe I yang sering dikerjakan adalah
a
on
prosedur Rastelli, berupa rekonstruksi jalan keluar ventrikel
si
kanan, dengan memasang konduit dari ventrikel kanan ke arteri
-na
pulmonalis, serta menutup VSD. Operasi reparasi TrA sebaiknya
an
dilakukan pada usia sekitar 3 bulan, sebelum terjadi PVD.
om
Operasi reparasi ini dapat dilakukan dengan prosedur Rastelli
ed
atau prosedur REV.
g-p
Usia kurang dari 3 bulan
tan
1) Bila terdapat gejala klinis CHF, berikan obat anti gagal
jantung yaitu diuretika (furosemid, spironolakton) dan
en
vasodilator (kaptopril, ramipril,
k-t lisinopril, enalapril,
valsartan).
m
s-k
jantung.
en
valsartan).
ula
jdih.kemkes.go.id
- 108 -
l
tm
terjadi PR yang bermakna. Perlu diantisipasi kejadian krisis
l.h
PH saat perawatan pasca bedah.
5) Bila ternyata tidak reaktif yang berarti sudah terjadi PVD
a
on
lagi maka prosedur reparasi tidak dianjurkan lagi
si
(konservatif). Obat vasodilator paru (sildenafil) dapat
-na
diberikan untuk memperbaiki kelas fungsional dan kualitas
an
hidup.
om
Prosedur ini di senter maju dikerjakan sebelum usia 6 bulan,
ed
tetapi beberapa senter menundanya, dengan harapan bisa
g-p
memasang konduit lebih besar, sehingga dapat menunda
tan
penggantian konduit nantinya. Untuk menghindari terjadinya
penyakit vaskular paru, perlu dilakukan PAB, prosedur ini juga
en
dilakukan pada kasus TrA yang datang terlambat. Prosedur PAB
k-t
dilakukan pada kasus TrA tipe I yang terlambat ditangani (telah
m
s-k
l. Sirkulasi Fontan
20
bayi <6 bulan atau arteri pulmonal terlalu kecil, maka perlu
dilakukan prosedur paliatif terlebih dahulu seperti BTS, BAS,
o
inf
dan PDA stenting. Namun jika usia >6 bulan dan ukuran arteri
.
jdih.kemkes.go.id
- 109 -
l
tm
rerata PA <15 mmHg, PVRI <2,5 U/m2, tekanan diastolik akhir
ventrikel sistemik <12 mmHg, transpulmonary gradient atau
l.h
perbedaan mPAP dengan tekanan LA <5 mmHg, EF normal,
a
on
kooptasi katup atrioventrikular baik (tidak didapatkan
si
regurgitasi katup atrioventrukular derajat berat), tidak ada
-na
hambatan aliran darah ke sirkulasi sistemik, ukuran arteri
an
pulmonal baik, tidak ada MAPCA, tidak ada gangguan saluran
om
pernafasan dan paru, tidak ada tanda-tanda infeksi, aliran vena
ed
kava ke atrium kanan baik, ukuran atrium kanan normal, dan
g-p
irama sinus.
tan
Risiko pada prosedur BCPS dan Fontan adalah trombosis
(>20%), emboli paru, dan stroke (7%), sehingga diperlukan obat
en
antikoagulan setelah prosedur untuk mencegahnya. Risiko yang
k-t
lain adalah efusi pleura, kilotoraks, dan mortalitas pada sekitar
m
s-k
pemasangan pacemaker.
/04
23
jdih.kemkes.go.id
- 110 -
l
tm
dapat menjadi alternatif. Perbaikan struktur jantung lainnya
l.h
dilakukan berdasarkan pertimbangan pra operasi dan temuan
saat operasi.
a
on
Pada MS berat atau AS berat, prosedur BMV atau BAV dapat
si
menjadi alternatif. Sebelum prosedur BMV, diperlukan
-na
pemeriksaan TEE untuk menilai ada atau tidak adanya trombus
an
di LA dan derajat MR, juga selama dan pasca-BMV. Prosedur
om
BMV direkomendasikan pada MS berat dengan struktur katup
ed
mitral baik, tanpa adanya trombus di LA, dan MR ringan atau
g-p
moderat. Jika gagal BMV atau BAV (terjadi regurgitasi katup
tan
berat), harus dilakukan penggantian katup. Prosedur TAVI,
merupakan alternatif prosedur jika pembedahan tidak mungkin
en
dilakukan. Pada efusi perikard massif akibat perikarditis
k-t
reumatik maupun non-reumatik dapat dilakukan prosedur
m
s-k
terdiri dari tata laksana umum dan tata laksana spesifik. Tata
23
laksana umum terdiri dari terapi oksigen bila SpO2 <92% atau paO2
20
<60 mmHg, dan tata laksana umum lainnya untuk gagal jantung,
m/
Peringkat
Efek
//w
jdih.kemkes.go.id
- 111 -
Peringkat
Efek
l
Golongan obat Jenis obat Dosis rekomendasi/
tm
samping
Derajat bukti
l.h
oral Curah
a
Maks : 180 jantung
on
mg/hari/oral rendah
si
Awal: 0,5 Edema
-na
mg/kg/8 perifer
Diltiazem
an
jam/oral Ruam-
om
Maks : 360 ruam di
mg/hari/oral kulit
ed
Hiperplasi
g-p
Awal: 0,1-0,3
a gusi
Amilodipin mg/kg/
Konstipas
tan
hari/oral.
i
en
Maks: 10
mg/hari k-t
m
Sakit
s-k
kepala,
Usia < 1
kongesti
ke
tahun : 0,5 –
nasal
en
agitasi
5 < 20 kg : 10
hipotensi,
/ke
mg/8 jam
gangguan
> 20 kg : 20
/04
penglihata
mg/8 jam
n&
23
pendenga
20
ran,
m/
ereksi
co
Awal: separuh
Hepatotok
si.
dosis
sisitas
ula
pemeliharaan.
Retensi
Dosis
reg
Bosentan cairan
Penghambat pemeliharaan IIa/A
Efek
o
Infertilitas
di Indonesia) 31,25 mg/12 Eisenmenger
lelaki
//w
jam
Menurun
20-40 kg: 62,5
kan kadar
ps:
mg/12 jam
sildenafil
htt
> 40 kg : 125
mg/12 jam
jdih.kemkes.go.id
- 112 -
Peringkat
Efek
l
Golongan obat Jenis obat Dosis rekomendasi/
tm
samping
Derajat bukti
l.h
Dosis awal
Nyeri
a
2,5 mcg – 5
on
Prostasiklin Illoprost kepala, IIa/A
mcg.
si
Inhalasi flushing,
6-9 x
-na
hipotensi
inhalasi/hari
an
om
Intervensi yang dapat dilakukan pada PH berat dan refrakter
ed
meliputi intervensi non-bedah (stenting atrial, dan stenting PDA,
g-p
atrial flow regulator), dan intervensi bedah (ASD creation, Pott shunt).
Lubang yang dibuat di interatrial memungkinkan aliran dari atrium
tan
kanan ke atrium kiri sehingga preload ventrikel kiri cukup dan curah
en
jantung dapat dipertahankan, meskipun dengan risiko terjadi
k-t
hipoksemia. Pada PH sekunder, tata laksana PH adalah mengatasi
m
penyebab PH yang mendasarinya. Misalnya pada PH akibat PJB,
s-k
Pengobatan konservatif terdiri dari terapi fase akut dan terapi kronik.
20
jdih.kemkes.go.id
- 113 -
Terapi akut pada SVT di rumah sakit dengan tanda vital yang
l
tm
tidak stabil atau adanya manifestasi klinis gagal jantung,
l.h
memerlukan prosedur kardioversi. Sedangkan pada tanda vital
yang stabil, segera diberikan adenosin bolus cepat dosis 100
a
on
mcg/kg pada anak atau 150-200 mcg/kg pada bayi.
si
Keterlambatan pemberian adenosin berhubungan dengan
-na
terjadinya SVT refrakter. Efek samping adenosin yang dapat
an
terjadi adalah sinus pause dan AVB, seringkali terjadi pada
om
dosis tinggi (lebih dari 200 mcg/kg). Pada kasus SVT yang
ed
disebabkan AVRT, takiaritmia akan hilang setelah pemberian
g-p
adenosin. Namun jika SVT disebabkan AVNRT, takiaritmia akan
tan
hilang sesaat dan muncul kembali setelah adenosin dihentikan.
Pada kasus AVNRT dapat diberikan antiaritmia yang bekerja
en
lebih panjang seperti propranolol,
k-t digoksin, prokainamid,
verapamil, atau amiodaron. Verapamil dan penghambat kanal
m
s-k
Terapi kronik pada SVT tergantung usia anak, gejala klinis saat
.
jdih.kemkes.go.id
- 114 -
l
tm
transplasental.
l.h
Pada pasien SVT usia >1tahun, terapi profilaksis dapat ditunda
sambil memantau apakah terjadi SVT kembali. Jika SVT
a
on
berulang, dapat diberikan terapi profilaksis sampai usia 5
si
tahun. Pada usia >5 tahun, keputusan untuk memberikan
-na
terapi profilaksis harus mempertimbangkan dampaknya pada
an
kualitas hidup anak. Sebaiknya anak dapat diajarkan untuk
om
melakukan manuver vagal dan menghindari jenis minuman
ed
yang dapat memicu takikardia, seperti kafein.
g-p
Prosedur invasif pada SVT adalah dengan melakukan
tan
radiofrequency ablation (RFA) 500-600 C melalui kateterisasi
jantung selama sekitar 60 detik. Risiko RFA tergantung usia dan
en
lokasi fokus substrat aritmia. Prosedur RFA melalui jalur bypass
k-t
AV yang terletak dekat nodus AV dapat mengakibatkan
m
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 115 -
l
tm
mg/kg. Pada anak usia <6 tahun yang mengalami AVB total,
l.h
dilakukan pemasangan pacemaker dengan single chamber di
epicardium. Sedangkan pada anak usia >6 tahun dilakukan
a
on
pemasangan pacemaker dengan dual chamber (posisi lead di
si
atrium kanan dan ventrikel kanan). Bila pasien mengalami henti
-na
jantung lakukan tatalaksana henti jantung
an
6. Terapi Device dan Transplantasi Jantung.
om
Pada kasus gagal jantung kronis yang sangat berat (derajat D) dan
ed
progresif atau manifestasi klinis tidak dapat dikontrol dengan terapi
g-p
suportif yang optimal, pilihan terapi device atau transplantasi
tan
jantung dapat dipertimbangkan, namun keputusan ini harus melalui
pertimbangan etik dan multidisiplin. Sampai saat ini di Indonesia
en
dan negara-negara berkembang lainnya,
k-t terapi device dan
transplantasi jantung pada anak belum berkembang dan
m
s-k
memerlukan biaya sangat mahal. Salah satu jenis terapi device yang
dilakukan pada anak adalah cardiac resynchronization therapy
ke
Indikasi CRT-P yang lain adalah pada pasien PJB dengan fungsi
/04
disfungsi ginjal atau hati bukan karena gagal jantung dan bersifat
ireversibel, serta pada PH ireversibel.
htt
jdih.kemkes.go.id
- 116 -
l
tm
al.h
on
si
-na
an
om
ed
g-p
tan
en
k-t
Gambar 19. Pilihan tata laksana gagal jantung pada kardiomiopati
m
s-k
1. Umum
23
konseling bagi ibu hamil, serta dukungan orangtua saat bayi akan
jdih.kemkes.go.id
- 117 -
l
tm
bayi, anak-anak sampai usia remaja (Gambar 20).
l.h
a
si on
-na
an
om
ed
g-p
tan
en
k-t
m
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 118 -
l
tm
jantung anak. Ekokardiografi rutin sebaiknya dilakukan selama 1
l.h
tahun pertama pasca-intervensi (umumnya setelah 1 hari, 1 bulan, 3
bulan, dan 6-12 bulan pasca-intervensi).
a
on
Informasi umum yang perlu diketahui oleh orangtua pasien meliputi
si
jadwal evaluasi rutin, obat-obatan yang masih diminum, komplikasi
-na
atau penyulit yang masih dijumpai, imunisasi, serta status tumbuh
an
kembang. Pada kondisi hemodinamik stabil, evaluasi dan
om
pemantauan pasca-intervensi dapat memanfaatkan perangkat
ed
telemedicine, seperti telekonsultasi, teleradiologi, dan
g-p
telekokardiografi. Tidak ada kontraindikasi mutlak untuk imunisasi
tan
pada anak yang mengalami gagal jantung, baik pra maupun pasca-
intervensi, kecuali penundaan pada kondisi hemodinamik belum
en
stabil. Ahli tumbuh kembang, psikologi anak, ahli neurologi anak,
k-t
dan ahli jantung anak perlu berkolaborasi dalam penanganan
m
s-k
yang berkelanjutan.
ula
jdih.kemkes.go.id
- 119 -
l
tm
dan inhalasi prostasiklin atau gas NO.
l.h
2. Spesifik
American College of Cardiology (ACC) tahun 2020 telah membuat
a
on
panduan evaluasi rutin dan pemantauan jangka panjang pada anak-
si
anak pasca-intervensi PJB, terkait dengan indikasi pemeriksaan
-na
penunjang (ekokardiografi, CCT, CMR, fluoroskopi, stress imaging,
an
dan lung-scan) serta waktu yang tepat untuk dilakukan pemeriksaan
om
penunjang, seperti pada Tabel 32.
ed
a. Evaluasi Pasca-Intervensi pada Penyakit Jantung Bawaan
g-p
Asianotik
tan
Penilaian ekokardiografi pasca-penutupan defek meliputi
anatomi dan fungsi katup-katup, fungsi sistolik dan diastolik
en
ventrikel, estimasi tekanan arteri pulmonal, ada tidaknya defek
k-t
residual, serta efusi perikard. Pada pasca-penutupan ASD
m
s-k
posisi occluder, ada tidaknya AR, TR, dan obstruksi jalan keluar
pm
jdih.kemkes.go.id
- 120 -
l
tm
dan AV-block. Jika ditemukan AV-Block, dipertimbangkan untuk
retrieve occluder, dan pemasangan alat pacu jantung jika AV-
l.h
Block menetap. Pada pasca-penutupan PDA, sangat jarang
a
on
terjadinya aritmia. Disfungsi ventrikel ringan dapat terjadi pada
si
beberapa hari pasca-intervensi penutupan defek, namun
-na
umumnya mengalami perbaikan setelah mendapat tata laksana
an
farmakoterapi.
om
Pada pasca-PTBPV, penting dinilai perbedaan tekanan RV - PA.
ed
Jika perbedaan tekanan > 60 mmHg dan ada gejala klinis,
g-p
pasien mungkin memerlukan re-intervensi. Jika ditemukan
tan
regurgitasi katup berat pasca-intervensi, dipertimbangkan
untuk prosedur PVI. Pada pasca-BAV, penting dinilai adanya AS
en
residual, AR dan efusi perikard. Pada kasus re-CoA yang
k-t
signifikan pasca-balloon angioplasty, dapat dipertimbangkan
m
s-k
farmakoterapi.
/ke
U/kg/jam dan target APTT 1,5-2 kali control, selama 3-5 hari
m/
jdih.kemkes.go.id
- 121 -
l
tm
residual, anatomi dan fungsi katup terutama katup triskupid
l.h
dan katup pulmonal, aliran dari ventrikel kanan ke arteri
pulmonal, ada tidaknya stenosis residual arteri pulmonal, serta
a
on
fungsi ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Penilaian defek
si
residual lebih baik dilakukan sedini mungkin di ruang operasi
-na
dengan bantuan pemeriksaan TEE ataupun dengan
an
ekokardiografi epicardial. Jika tidak dapat dilakukan di ruang
om
operasi, maka dapat dilakukan saat pasien dirawat di ICU
ed
pasca-bedah jantung, sebelum terjadi komplikasi lanjutan atau
g-p
infeksi. Jika pasca-total koreksi, ditemukan PR berat dengan
tan
atau tanpa disfungsi ventrikel, dapat dipertimbangkan untuk
PVI, baik secara transkateter maupun pembedahan. Aritmia
en
pasca-intervensi ditatalaksana sesuai jenis aritmianya.
k-t
c. Evaluasi Pasca-Intervensi pada Transposition of Great Arteries
m
s-k
ventrikel kiri.
.
jdih.kemkes.go.id
- 122 -
l
tm
prosedur arterial switch, penting dinilai kontraktilitas kedua
l.h
ventrikel, anastomosis ventrikel kiri dengan neo-aorta,
anastomosis ventrikel kanan dengan neo-pulmonal, fungsi
a
on
katup-katup, ada tidaknya neo-AR dan neo-PR, serta aliran
si
pada kedua arteri koroner.
-na
an
Tabel 32. Indikasi dan keperluan pemeriksaan penunjang pra dan
om
pasca-intervensi
ed
AUC SCORE
g-p
Patent foramen ovale (PFO)
1. Pemeriksaaan rutin pada pasien KS KS KS
tan
PFO yang asimptomatik
en
k-t
Atrial septal defect (ASD), partial anomalous pulmonary venous
connection (PAPVC)
m
Tanpa koreksi ASD atau PAPVC TTE TTE + TEE CMR CCT
s-k
kontras
ke
sekundum terisolasi
//w
dan/atau PAPVC
htt
jdih.kemkes.go.id
- 123 -
l
(dalam 30 hari)
tm
9. Evaluasi akibat perubahan status S M S S S
l.h
klinis dan/atau timbulnya tanda
a
atau gejala baru yang perlu
on
diperhatikan
si
10. Pemeriksaan rutin dalam waktu 1 S KS
-na
minggu setelah penutupan ASD
an
dengan alat pada pasien
om
asimptomatik tanpa atau dengan
sekuele ringan
ed
11. Pemeriksaan rutin dalam waktu 1 S KS
g-p
bulan setelah penutupan ASD
tan
dengan alat pada pasien
asimptomatik tanpa atau dengan
en
sekuele ringan
12. Pemeriksaan rutin dalam waktu 3-
k-t
S
m
KS
6 bulan setelah penutupan ASD
s-k
sekuele ringan
en
sekuele ringan
14. Pemeriksaan rutin dalam waktu 2- S KS
23
sekuele ringan
si.
sekuele ringan
htt
jdih.kemkes.go.id
- 124 -
l
penutupan ASD secara operatif
tm
atau koreksi PAPVC pada pasien
l.h
asimptomatik tanpa atau dengan
a
sekuele ringan
on
18. Pemeriksaan rutin (3-12 bulan) S M M M M
si
setelah penutupan ASD secara
-na
operatif atau penutupan dengan
an
alat pada pasien dengan sisa
om
pirau, disfungsi katup atau
ventrikel aritmia dan/atau
ed
hipertensi pulmonal yang
g-p
signifikan
tan
19. Pemeriksaan rutin (3-12 bulan) S M M M M
setelah koreksi PAPVC pada
en
pasien dengan obstruksi vena
sistemik atau pulmonal, disfungsi
m k-t
katup atau ventrikel, aritmia
s-k
Pasca prosedur: Operasi atau Kateterisasi VSD TTE TEE CMR CCT
jdih.kemkes.go.id
- 125 -
l
hari)
tm
29. Evaluasi akibat perubahan status klinis S M M M
l.h
dan/atau timbulnya tanda atau gejala baru
a
yang perlu diperhatikan
on
30. Pemeriksaan rutin dalam waktu satu tahun S
si
setelah operasi atau penutupan VSD dengan
-na
alat pada pasien asimptomatik tanpa atau
an
dengan sekuele ringan
om
31. Pemeriksaan rutin (2-3 tahun) setelah satu S
tahun penutupan VSD dengan alat pada
ed
pasien asimptomatik tanpa atau dengan
g-p
sekuele ringan
tan
32. Pemeriksaan rutin (setiap tahun) setelah M
satu tahun operasi penutupan VSD pada
en
pasien asimptomatik tanpa atau dengan
sekuele ringan
m k-t
33. Pemeriksaan rutin (2-3 tahun) setelah satu S
s-k
ringan
en
asimptomatik
37. Pemeriksaan rutin (1-2 tahun) pada anak S
.
ww
asimptomatik
Tanpa koreksi AVSD komplit
//w
jdih.kemkes.go.id
- 126 -
l
40. Evaluasi sebelum koreksi terencana S M M M
tm
Pasca operasi semua tipe AVSD
l.h
41. Evaluasi rutin paska prosedur (dalam 30 hari) S
a
42. Evaluasi akibat perubahan status klinis S M M
on
M
dan/atau timbulnya tanda atau gejala baru
si
-na
yang perlu diperhatikan
43. Pemeriksaan rutin dalam waktu satu tahun S
an
setelah koreksi AVSD pada pasien
om
asimptomatik tanpa atau dengan sekuele
ringan
ed
44. Pemeriksaan rutin (1-3 tahun) setelah satu S
g-p
tahun koreksi AVSD pada pasien asimptomatik
tan
tanpa atau dengan sekuele ringan
45. Pemeriksaan rutin (3-12 bulan) pada pasien S M M M
en
dengan sisa pirau, disfungsi katup atau
ventrikel, obstruksi LVOT, aritmia, dan/atau
m k-t
hipertensi pulmonal yang signifikan
s-k
Pasca prosedur: operasi atau kateterisasi TTE TEE CMR CCT Scan
jdih.kemkes.go.id
- 127 -
PDA paru
l
54. Evaluasi rutin paska prosedur (dalam S
tm
30 hari)
l.h
55. Evaluasi akibat perubahan status klinis S M M M M
a
dan/atau timbulnya tanda atau gejala
on
baru yang perlu diperhatikan
si
56. Pemeriksaan rutin (setiap tahun) dalam S
-na
2 tahun setelah penutupan PDA pada
an
pasien asimptomatik tanpa atau dengan
om
sekuele ringan
57. Pemeriksaan rutin (5 tahun) setelah 2 KS
ed
tahun pertama operasi penutupan PDA
g-p
pada pasien asimptomatik tanpa atau
tan
dengan sekuele ringan
58. Pemeriksaan rutin (5 tahun) setelah 2 S
en
tahun pertama penutupan PDA dengan
alat pada pasien asimptomatik tanpa
mk-t
atau dengan sekuele ringan
s-k
prosedur
/04
yang baru
co
Imagin Scan
g
reg
30 hari)
inf
ringan
htt
jdih.kemkes.go.id
- 128 -
l
ringan
tm
67. Pengawasan rutin (3–5 tahun) pada M M
l.h
bayi tanpa gejala atau dengan gejala sisa
a
ringan
si on
-na
Eisenmenger Syndrome (ES) dan Pulmonary Hypertension (PH) terkait
PJB
an
Eisenmenger Syndrome (ES) TTE CMR CCT Stress
om
Imaging
ed
68. Evaluasi awal pada kecurigaan ES S S M M
g-p
69. Evaluasi akibat perubahan klinis dan/atau S S M M
munculnya tanda atau gejala yang baru pada
tan
pasien dengan ES
en
70. Evaluasi karena perubahan terapi target PAH S S M M
pada pasien dengan ES
k-t
71. Pemeriksaan rutin (3 bulan) pada anak yang M S S
m
s-k
oerasi PJB
m/
jdih.kemkes.go.id
- 129 -
l
tm
TTE + Stress
Tidak dikoreksi Ebstein anomali dan TTE kontras TEE CMR CCT Imaging
l.h
displasia katup trikuspid
a
on
82. Pemeriksaan rutin (1-2 tahun) S KS KS
pada bayi atau anak tanpa gejala
si
-na
dengan TR ringan
83. Pemeriksaan rutin (3-5 tahun) S M M M KS
an
pada orang dewasa tanpa gejala
om
dengan TR ringan
84. Pemeriksaan rutin (3-6 bulan) S
ed
pada bayi asimtomatik dengan
g-p
TR sedang tanpa hipoksemia
tan
85. Pemeriksaan ruitn (6-12 bulan) S M M M KS
pada pasien tanpa gejala dengan
en
TR sedang dengan fungsi RV
yang stabil sebelumnya tanpa
m k-t
hipoksemia
s-k
baru
en
hipoksemia
23
perbaikan
Pasca Prosedur: Bedah atau Trans- TTE + Stress
m/
kateter Ebstein Anomali dan Displasia TTE kontras TEE CMR CCT Imaging
co
TV
si.
(dalam 30 hari)
90. Evaluasi karena perubahan klinis S S S S M M
reg
baru
inf
ringan
htt
jdih.kemkes.go.id
- 130 -
l
disfungsi katup, ventrikel, atau
tm
aritmia
l.h
94. Pemeriksaan rutin (1-2 tahun) S M M KS
a
pada orang dewasa dengan
on
disfungsi katup, ventrikel, atau
si
aritmia
-na
95. Pemeriksaan rutin (3-12 bulan) S M KS
an
pada pasien dengan gagal
om
jantung dan/atau aritmia atrium
ed
Pulmonal Stenosis ( P S )
g-p
Tidak dikoreksi PS TTE TEE CMR CCT Stress
tan
Imaging
en
96. Pemeriksaan rutin (3-6 bulan) pada bayi S
tanpa gejala dengan PS ringan k-t
97. Pemeriksaan rutin (1-2 tahun) pada anak S
m
tanpa gejala dengan PS ringan
s-k
PS sedang
101. Pemeriksaan rutin (3-5 tahun) pada orang S M
23
Paska Prosedur: Bedah atau Trans-kateter PS TTE TEE CMR CCT Stress
ula
Imaging
reg
sisa minimal
ps:
sekuel minimal
jdih.kemkes.go.id
- 131 -
l
anak asimtomatis dengan sekuel sedang
tm
hingga berat
l.h
109. Pemeriksaan rutin (1–3 tahun) pada S S M M
a
dewasa asimtomatis dengan sekuel
on
sedang hingga berat
si
110. Pemeriksaan rutin (3–12 bulan) pada S M M
-na
pasien dengan gejala gagal jantung
an
om
Pulmonal Atresia – Intact Ventricular Septum (PA-IVS)
ed
Stress Lung
g-p
Tidak dikoreksi PA-IVS TTE TEE CMR CCT Imaging Scan
111. Evaluasi sebelum dilakukan S M M M M
tan
perbaikan
en
Pasca prosedur paliatif PA-IVS
gejala baru
115. Evaluasi sebelum dilakukan S M M M M
/ke
perbaikan
/04
Stress Lung
Pasca prosedur koreksi komplit PA- TTE TEE CMR CCT Imaging Scan
23
IVS
20
(dalam 30 hari)
co
gejala baru
ula
ringan
htt
jdih.kemkes.go.id
- 132 -
l
122. Pemeriksaan rutin (1-3 tahun) S M S M M
tm
pada orang dewasa tanpa
l.h
gejala dengan gejala sisa yang
a
sedang
on
123. Pemeriksaan rutin (3-12 bulan) S M M
si
pada pasien gejala gagal
-na
jantung
an
om
Penyakit Katup Mitral
ed
Tanpa koreksi mitral stenosis (MS) kongenital TTE TEE CMR C Stress
g-p
CT Imaging
124. Pemeriksaan rutin (1-4 minggu) pada bayi S
tan
< 3 bulan berapapun derajat MS
en
125. Pemeriksaan rutin (3–6 bulan) pada bayi S
3 bulan dengan MS ringan k-t
126. Pemeriksaan rutin (1–3 bulan) pada bayi S
m
3 bulan dengan MS sedang
s-k
jdih.kemkes.go.id
- 133 -
l
E R C Imaging
tm
l
T
u
l.h
o
a
on
r
si
o
-na
139. Evaluasi rutin paska prosedur (dalam 30 S
an
hari)
om
140. Evaluasi paada bayi atau anak akibat S S M M M S
perubahan klinis dan/atau tanda dan
ed
gejala yang baru.
g-p
141. Pemeriksaan rutin (3-6 bulan) pada bayi S
tan
dengan MS ringan atau MR ringan,
dan tanpa disfungsi ventrikel kiri
en
142. Pemeriksaan rutin (1-3 bulan) pada bayi S KS KS KS
dengan MS sedang atau
mk-t
MR
sedang, dilatasi LV, dan tanpa disfungsi
s-k
ventrikel kiri
143. Pemeriksaan rutin (1-2tahun) pada anak S
ke
kiri
23
Tanpa koreksi aortic stenosis (AS) subvalvar TTE TEE CMR CCT Stress
inf
Imaging
.
ww
jdih.kemkes.go.id
- 134 -
l
anak/dewasa dengan AS subvalvar
tm
sedang dan/ atau AR ringan
l.h
150. Pemeriksaan rutin (3-5 tahun) pada M M
a
dewasa asimtomatik dengan AS
on
subvalvar sedang
si
151. Evaluasi karena perubahan status klinis S M S M M
-na
dan/ tanda atau gejala baru yang perlu
an
diperhatikan
om
152. Evaluasi sebelum tindakan koreksi S S S M M
terencana
ed
Pasca operasi AS subvalvar
g-p
153. Evaluasi rutin pasca operasi (dalam 30 S
tan
hari)
154. Evaluasi karena perubahan status klinis S S M M M
en
dan/ tanda atau gejala baru yang perlu
diperhatikan
k-t
m
155. Pemeriksaan rutin (3-6 bulan) pada bayi S
s-k
sedang
23
Imaging
si.
jdih.kemkes.go.id
- 135 -
l
ringan tanpa dilatasi aorta
tm
165. Pemeriksaan rutin (6-12 bulan) pada S M M M
l.h
anak asimtomatik dengan AS dan/AR
a
sedang
on
166. Pemeriksaan rutin (3-5 tahun) pada S M M
si
anak dengan katup aorta bikuspid dan
-na
disfungsi katup trivial atau ringan,
an
tanpa sinus aorta dan/aorta asenden
om
167. Pemeriksaan rutin (2-3 tahun) pada S S M
anak dengan sinus aorta dan/dilatasi
ed
aorta asenden dengan nilai z-score stabil
g-p
168. Pemeriksaan rutin (6-12 bulan) pada S S S
tan
anak dengan sinus aorta dan/dilatasi
aorta asenden dengan peningkatan z-
en
scores
169. Evaluasi karena perubahan status klinis
mk-t S M S S M
dan/ tanda atau gejala baru yang perlu
s-k
diperhatikan
170. Evaluasi sebelum tindakan koreksi S S S S KS
ke
terencana
en
Pasca tindakan operasi atau berbasis TTE TEE CMR CCT Stress Fluoro
pm
kateterisasi* Imaging
/ke
diperhatikan
m/
jdih.kemkes.go.id
- 136 -
l
tm
176. Pemeriksaan rutin (6-12 bulan) S M M M M
pada anak dengan AS dan/AR
l.h
sedang
a
on
177. Pemeriksaan rutin (3-12 bulan) S M M M
pada anak dengan gejala gagal
si
-na
jantung dan/disfungsi
ventrikel
an
Tanpa koreksi AS supravalvar TTE TEE CMR CCT Stress
om
Imaging
178. Pemeriksaan rutin 3-6 bulan) bayi S
ed
dengan berbagai derajat AS
g-p
supravalvar
tan
179. Pemeriksaan rutin (1-2 tahun) pada S
anak/ dewasa yang asimtomatik
en
dengan AS supravalvar ringan
k-t
180. Pemeriksaan rutin (6-12 bulan) pada S
m
anak / dewasa yang asimtomatik
s-k
AS supravalvar sedang
pm
terencana
20
(dalam 30 hari)
si.
pasien tanpa/dengan AS
inf
supravalvar ringan
.
ww
Imaging
jdih.kemkes.go.id
- 137 -
l
bayi dengan CoA ringan tanpa PDA
tm
189. Pemeriksaan rutin (1-2 tahun) pada S KS KS
l.h
anak/ dewasa dengan CoA ringan
a
190. Pemeriksaan rutin (3-5 tahun) pada S S
on
anak/dewasa dengan CoA ringan
si
191. Evaluasi karena perubahan status S M S S M
-na
klinis dan/ tanda atau gejala baru
an
yang perlu diperhatikan
om
192. Evaluasi sebelum tindakan koreksi S S S
terencana
ed
Pasca Tindakan Operasi atau Intervensi TTE TEE CMR CCT Fluoro
g-p
Berbasis Kateterisasi CoA atau IAA
tan
193. Pemeriksaan rutin paska operasi S KS KS
(dalam 30 hari)
en
194. Evaluasi karena perubahan status S M S S M
klinis dan/ tanda atau gejala baru
m k-t
yang perlu diperhatikan
s-k
Pasca Tindakan Operasi atau Intervensi TTE TEE CMR CCT Fluoro
Berbasis Kateterisasi CoA atau IAA
ke
jdih.kemkes.go.id
- 138 -
l
tm
Tanpa koreksi anomali arteri koroner TTE TEE CMR CCT
201. Pemeriksaan rutin (tahunan) pada pasien KS KS
l.h
asimptomatik dengan anomali arteri koroner
a
on
kanan dari sinus aortikus kiri
202. Pemeriksaan rutin (2-5 tahun) pada pasien S KS KS S
si
-na
asimptomatik dengan anomali arteri koroner
kanan dari sinus aortikus kiri
an
203. Pemeriksaan rutin (tahunan) pada pasien KS KS
om
asimptomatik dengan fistula arteri koroner
kecil
ed
204. Pemeriksaan rutin (2-5 tahun) pada pasien S KS KS KS
g-p
asimptomatik dengan fistula arteri koroner
tan
kecil
205. Pemeriksaan rutin (1-2 tahun) pada pasien S M M M
en
asimptomatik dengan fistula arteri koroner k-t
sedang/besar
m
206. Evaluasi karena perubahan status klinis dan S S S S
s-k
Imaging
/ke
perhatian
210. Evaluasi dalam setahun paska tindakan baik S M M M
m/
jdih.kemkes.go.id
- 139 -
l
tm
Tetralogy of Fallot (TOF)
l.h
Tanpa Koreksi TOF TTE TEE CMR CCT
216. Pemeriksaan rutin (1-3 bulan) pada bayi sebelum S
a
on
reparasi bedah
si
217. Pemeriksaan rutin (1-3 bulan) pada bayi paska S
-na
valvuloplasti, stent PDA dan atau RVOT atau
pembuatan pirau sebelum reparasi bedah
an
218. Evaluasi karena perubahan status klinis dan atau S M M
om
tanda dan gejala baru yang perlu perhatian
ed
219. Evaluasi sebelum tidakan reparasi terencana S KS M M
g-p
Pasca operasi koreksi awal TOF TTE TEE CMR CCT Stres Lung
s Scan
tan
Imagi
ng
en
220. Evaluasi paska operasi rutin (dalam S k-t
30 hari)
m
221. Evaluasi karena perubahan status S M S M M M
s-k
derajat apapun
/04
baik
ula
pulmonal terencana
Pasca PVR pembedahan atau TTE TEE CMR CCT Stres Lung
.
ww
ng
ps:
jdih.kemkes.go.id
- 140 -
l
gejala baru yang perlu perhatian
tm
229.Evaluasi 1 tahun paska S M M M
l.h
penggantian katup pulmonal
a
transkateter atau bedah
on
230. Evaluasi rutin bulan ke 1 dan 6 S KS KS
si
pada pasien asimptomatik paska
-na
penggantian katup pulmonal
an
transkateter
om
231. Evaluasi rutin (tahunan)pada S KS KS
pasien asimptomatik paska
ed
penggantian katup pulmonal
g-p
transkateter
tan
232. Evaluasi rutin (tahunan) pada S KS KS KS
pasien asimptomatik tanpa atau
en
dengan sekuele ringan
233. Pemeriksaan rutin (6-12 bulan) S
m k-t
KS M M M
pada pasien dengan disfungsi
s-k
gagal jantung
reg
jdih.kemkes.go.id
- 141 -
l
R s Scan
tm
Imagi
l.h
ng
a
241. Evaluasi paska operasi rutin (dalam 30 S
on
hari)
si
242. Evaluasi karena perubahan status S M S S M M
-na
klinis dan atau tanda dan gejala baru
an
yang perlu perhatian
om
243. Pemeriksaan rutin (6 bulan) pada S
tahun pertama setelah reparasi pada
ed
bayi asimptomatik atau anak tanpa
g-p
atau dengan sekuele ringan.
tan
244. Pemeriksaan rutin (1-2 tahun) pada S
pasien asimptomatik tanpa atau
en
dengan sekuele ringan.
245. Pemeriksaan rutin (3-12 bulan) pada S
k-t
m
M M M M M
pasien dengan gangguan katup atau
s-k
s Scan
Imagi
.
ww
ng
250. Evaluasi paska operasi rutin (dalam 30 S
//w
hari)
ps:
jdih.kemkes.go.id
- 142 -
l
pasien asimptomatik
tm
253. Pemeriksaan rutin (1-3 bulan) pada S
l.h
bayi asimtomatik dengan sekuele
a
sedang
on
254. Pemeriksaan rutin (3-6 bulan) pada S
si
bayi asimptomatik tanpa atau dengan
-na
sekuele
an
255. Pemeriksaan rutin (3-12 bulan) pada S M M M M
om
anak atau dewasa dengan gangguan
katup atau ventrikel sedang, obstruksi
ed
LVOT atau RVOT, stenosis cabang
g-p
arteri pulmonalis, aritmia, atau
tan
menggunakan conduit RV-PA
256. Pemeriiksaan rutin (1-2 tahun) pada S M M KS KS
en
anak atau dewasa asimptomatik
tanpa atau dengan sekuele ringan
k-t
m
257. Pemeriksaan rutin (3-5 tahun) pada M S S M M
s-k
pasien asimptomatik
258. Pemeriksaan rutin (1-2 tahun) pada S KS S S
ke
E E R T Stres Lung
s Scan
20
Imagi
m/
ng
co
hari)
ula
jdih.kemkes.go.id
- 143 -
l
tm
265. Pemeriksaan rutin (3-5 tahun) pada S S S
pasien asimptomatik
l.h
266. Pemeriksaan rutin (3-12 bulan) pada S M M KS M
a
on
pasien dengan gangguan katup atau
ventrikel sedang, obstruksi LVOT a,
si
-na
stenosis cabang arteri pulmonalis,
aritmia, atau menggunakan conduit
an
RV-PA
om
267. Pemeriksaan rutin (3-12 bulan) pada S M M M
pasien dengan keluhan gagal jantung
ed
Pasca operasi: Operasi Atrial Switch TT TTE TE CM CC Stres
g-p
E + E R T s
tan
kont Imagi
ras ng
en
268. Evaluasi karena perubahan status S M M S S M
klinis dan atau tanda dan gejala baru
k-t
m
yang perlu perhatian
s-k
pasien asimptomatik
23
Imaging
274. Evaluasi karena perubahan status klinis S M S S M
.
ww
tanpa gejala
ps:
jdih.kemkes.go.id
- 144 -
l
278. Pengawasan rutin (3–5 tahun) pada pasien S M S S M
tm
tanpa gejala
l.h
279. Pengawasan rutin (3-12 bulan) pada pasien S M M
a
dengan gejala gagal jantung
on
280. Evaluasi sebelum perbaikan yang S S S S
si
direncanakan
-na
Pasca operasi: koreksi anatomi ccTGA T TTE TEE CM CCT Stress
an
T + R Imaging
om
E kont
ras
ed
281. Evaluasi rutin pasca operasi (dalam 30 S M
g-p
hari)
tan
282. Evaluasi karena perubahan status klinis S M M S S M
dan/atau baru mengenai tanda atau
en
gejala
283. Pengawasan rutin (3-6 bulan) dalam satu S
k-t
m
tahun setelah perbaikan pada pasien
s-k
T + Imaging
en
E kont
pm
ras
/ke
ringan
285. Surveilans rutin (6-12 bulan) pada pasien S KS S S M
20
Pasca operasi reparasi fisiologis Dengan TTE TEE CMR CCT Stress
inf
jdih.kemkes.go.id
- 145 -
291. Pengawasan rutin (1-2 tahun) pada pasien S M R (3) R (3) R (3)
l
tanpa gejala atau gejala sisa ringan
tm
292. Surveilans rutin (3–5 tahun) pada pasien S M S S M
l.h
tanpa gejala atau gejala sisa ringan
a
293. Surveilans rutin (3-12 bulan) pada pasien S M S S M
on
dengan regurgitasi katup AV sistemik
si
moderat, disfungsi RV sistemik, dan/atau
-na
disfungsi saluran LV-ke-PA
an
294. Pengawasan rutin (3-12 bulan) pada pasien S M M
om
dengan gejala gagal jantung
ed
Truncus Arteriosus
g-p
Tidak dikoreksi Truncus Arteriosus TTE CMR CCT
tan
295. Evaluasi karena perubahan status klinis dan/atau tanda S S S
en
atau gejala baru
296. Evaluasi sebelum perbaikan yang direncanakan k-t S S S
Pasca operasi Truncus Arteriosus TTE TEE CMR CCT Stres Lun
m
s g
s-k
Imagi Sca
ke
ng n
en
hari)
298. Evaluasi akibat perubahan status klinis S
/ke
gejala
299. Pengawasan rutin (1–3 bulan) dalam S KS
23
tubuh sedang
jdih.kemkes.go.id
- 146 -
l
dengan VSD residual yang diketahui,
tm
adanya saluran RV-ke-PA, atau obstruksi
l.h
cabang PA
a
Keterangan:
on
AUC = area under the curve; S = sesuai; M = mungkin sesuai; KS = kurang
si
-na
sesuai
an
om
ed
g-p
tan
en
k-t
m
s-k
ke
en
pm
/ke
/04
23
20
m/
co
si.
ula
o reg
.inf
ww
//w
ps:
htt
jdih.kemkes.go.id
- 147 -
BAB IV
l
tm
RANGKUMAN PERINGKAT BUKTI DAN DERAJAT REKOMENDASI
l.h
a
Rekomendasi Pendekatan Klinis Diagnostik Gagal Jantung Pada Anak
on
Rekomendasi Kelas Derajat
si
-na
Bukti
Bayi baru lahir dengan gagal jantung dan gangguan hemodinamik I A
an
signifikan, direkomendasikan untuk skrining pemeriksaan jantung
om
termasuk ekokardiografi untuk mengetahui penyebabnya.
Malnutrisi dan gagal tumbuh dapat dipertimbangkan sebagai salah satu IIa A
ed
manifestasi klinis gagal jantung kronis, setelah kemungkinan penyebab
g-p
lain disingkirkan, seperti asupan kalori yang rendah, defisiensi protein,
tan
masalah gastrointestinal, kelainan metabolik, atau penyakit kronis
lainnya
en
k-t
Rekomendasi Pengklasifikasian Gagal Jantung pada Anak
m
Rekomendasi Kelas Derajat
s-k
Bukti
ke
Bukti
ula
PJB kritis pada semua bayi baru lahir usia 24 – 48 jam atau sebelum
dipulangkan
o
inf
Pemeriksaan oksimeter nadi pada bayi dan anak dapat dipertimbangkan IIa C
untuk menegakkan diagnosis penyebab gagal jantung, namun harus
.
ww
jdih.kemkes.go.id
- 148 -
l
tm
Rekomendasi Kelas Derajat
Bukti
l.h
Pemeriksaan hemoglobin direkomendasikan, karena anemia I A
a
on
merupakan penyebab atau dapat memperburuk gagal jantung kronik;
polisetemia sering menyertai PJB sianotik
si
-na
Pemeriksaan trombosit direkomendasikan karena trombositopenia dan I C
trombositosis sering terjadi pada PJB sianotik
an
Pemeriksaan leukosit dan LED direkomendasikan, untuk I C
om
menyingkirkan adanya infeksi
Pemeriksaan analisis gas darah direkomendasikan untuk menentukan I C
ed
beratnya gagal jantung dan tatalaksana lebih lanjut gagal jantung akut
g-p
Pemeriksaan elektrolit darah (Na+, K+ dan Cl+) direkomendasikan, I A
tan
untuk menentukan hiponatremia, hipo atau hiperkalemia
Pemeriksaan fungsi ginjal direkomendasikan dapat menjadi prediktor I A
en
mortalitas k-t
Pemeriksaan albumin direkomendasikan, hipoalbuminemia I A
m
merupakan faktor prediktor mortalitas
s-k
Bukti
co
Bukti
Semua anak dengan manifestasi klinis atau diduga gagal jantung, I B
ps:
jdih.kemkes.go.id
- 149 -
l
pemeriksaan TTE berkala walaupun belum ditemukan manifestasi klinis
tm
gagal jantung.
l.h
Semua anak yang telah didiagnosis gagal jantung direkomendasikan I C
a
pemeriksaan TTE berkala untuk menilai respon pengobatan terhadap
on
derajat keparahan gagal jantung dan status hemodinamik
si
Penilaian fungsi sistolik ventrikel kiri secara berkala dengan mengukur I A
-na
EF, dimensi ruang-ruang jantung dan ketebalan dinding ventrikel kiri
an
melalui metode M-mode atau metode Simpson direkomendasikan pada
om
semua anak yang mengalami gagal jantung
Penilaian berkala fungsi sistolik ventrikel kanan dengan TAPSE I A
ed
direkomendasikan pada semua anak dengan gagal jantung kanan
g-p
Pemeriksaan ekokardiografi untuk menilai stroke volume dan cardiac I C
tan
output direkomendasikan pada pasien gagal jantung yang dirawat di ICU
Penilaian fungsi diastolik ventrikel kiri, seperti pengukuran MV E/A IIa C
en
ratio dapat dipertimbangkan pada semua anak dengan gagal jantung,
k-t
namun perlu diingat bahwa pada kondisi fungsi diastolik menurun
m
secara progresif dapat dijumpai hasil pseudo-normal
s-k
Penilaian fungsi sistolik dan diastolik pada kedua ventrikel dengan IIb C
pm
PJB atau disritmia, dan dilakukan pemeriksaan dini TTE pada saat bayi
si.
Bukti
inf
jdih.kemkes.go.id
- 150 -
l
tm
Rekomendasi Pemeriksaan Penunjang Kateterisasi dan Angiografi
l.h
Rekomendasi Kelas Derajat
a
on
Bukti
si
Kateterisasi jantung dan angiografi direkomendasikan jika pemeriksaan I C
-na
non-invasif tidak dapat membuktikan adanya kelainan jantung yang
dicurigai penyebab gagal jantung
an
Kateterisasi jantung direkomendasikan untuk konfirmasi diagnosis PAH I C
om
dan bertujuan untuk mendukung tata laksana gagal jantung yang
ed
disebabkan PAH
g-p
Kateterisasi jantung direkomendasikan pada PJB pasca-intervensi yang I C
mengalami gagal jantung dan pemeriksaan non-invasif sulit untuk
tan
menentukan penyebabnya
en
Rekomendasi Pemeriksaan Genetik k-t
Rekomendasi Kelas Derajat
m
s-k
Bukti
Investigasi awal pemeriksaan genetik dan skrining penyakit metabolik I C
ke
jdih.kemkes.go.id
- 151 -
l
tm
Rekomendasi Kelas Derajat
Bukti
l.h
Pemeriksaan CCT direkomendasikan sebagai alternatif untuk I C
a
on
menegakkan diagnosis penyebab gagal jantung yang lebih rinci dan
evaluasi pasca-intervensi bedah yang masih mengalami gagal jantung
si
-na
atau komplikasi kardiak lainnya
Pemeriksaan CMR dapat dipertimbangkan sebagai alternatif untuk IIa B
an
membantu menegakkan diagnosis kardiomiopati dan miokarditis
om
dengan penyebab tidak diketahui
ed
g-p
Rekomendasi Pemeriksaan Biopsi Endomiokardial
Rekomendasi Kelas Derajat
tan
Bukti
en
Biopsi endomiokardial pada anak dapat dipertimbangkan untuk IIa C
konfirmasi diagnosis klinis miokarditis dan k-t
mendukung upaya
pengobatan spesifik
m
Biopsi endomiokardial tidak direkomendasikan pada anak dengan berat III C
s-k
Anak
/ke
Vitamin C, vitamin E, beta karoten, vitamin B dan asam folat tidak III A
inf
jdih.kemkes.go.id
- 152 -
l
terjadinya aritmia akibat ketidakseimbangan elektrolit
tm
Pemberian cairan koloid dan albumin dapat dipertimbangkan untuk IIa B
l.h
stabilisasi hemodinamik pada anak dengan gagal jantung, baik pada
a
kasus non-bedah maupun bedah
on
Pemberian cairan saline hipertonik dapat dipertimbangkan pada anak IIa A
si
yang mengalami gagal jantung disertai hiponatremia yang dirawat di
-na
rumah sakit
an
Suplemen kalium enteral atau parenteral, dapat dipertimbangkan pada IIa B
om
anak yang mengalami gagal jantung disertai hipokalemia
Preparat patiromer, sodium zirconium sulfate (SZS), dan sodium IIa A
ed
polystyrene sulfate (SPS) dapat dipertimbangkan sebagai terapi kronik
g-p
pada gagal jantung disertai hiperkalemia
tan
Transfusi darah tidak direkomendasikan pada anak dengan penyakit III C
jantung, kecuali jika kadar hemoglobin < 9 gr/dl atau kadar hematokrit
en
<30% dengan memperhatikan respon kontraktilitas jantung dan status
hemodinamik
k-t
m
Oksigen
s-k
Terapi oksigen (O2) dapat dipertimbangkan pada anak gagal jantung IIa C
disertai hipoksemia, jenis terapi oksigen tergantung penyebab gagal
ke
Terapi O2 high flow nasal cannula (HFNC) dapat dipertimbangkan pada IIa B
23
Bukti
reg
Diuretik
Diuretik direkomendasikan sebagai lini pertama farmakoterapi gagal I A
o
inf
jdih.kemkes.go.id
- 153 -
hipertensi sistemik
l
Prosedur ultrafiltrasi dapat dipertimbangkan untuk mengatasi IIa A
tm
kelebihan cairan pada gagal jantung akut, terutama pada sindrom
l.h
kardiorenal, karena terbukti lebih baik dibandingkan diuretik
a
Vasodilator
on
Penggunaan kaptopril dan ACE-i lainnya dapat dipertimbangkan IIa B
si
pada anak dengan gagal jantung kronik, diawali dosis rendah dan
-na
dinaikkan bertahap sambil memantau efek sampingnya
an
Sediaan ARNI (sacubitril/valsartan) dapat dipertimbangkan sebagai IIa A
om
alternatif pengobatan gagal jantung kronik, jika ada kontraindikasi atau
efek samping ACE-i
ed
Nitrogliserin intravena dapat dipertimbangkan sebagai salah satu IIa C
g-p
vasodilator pada gagal jantung kongestif yang berat
tan
Sediaan CCB, seperti nifedipin, mungkin dipertimbangkan pada gagal IIb A
jantung disertai gangguan fungsi ginjal atau sindroma kardiorenal
en
Penyekat beta (beta-blocker)
k-t
Sediaan, seperti carvedilol, bisoprolol, metoprolol, dan propranolol,
m
IIa A
dapat dipertimbangkan untuk terapi gagal jantung kongestif disertai
s-k
Pada anak dengan gagal jantung yang disebabkan ASD primum, ASD I C
jdih.kemkes.go.id
- 154 -
l
penutupan ASD secara pembedahan
tm
Bedah penutupan ASD dapat dipertimbangkan pada anak dengan gagal IIa C
l.h
jantung yang disebabkan ASD saat usia 3 – 5 tahun, namun jika gagal
a
jantung tidak dapat dikontrol dengan terapi suportif, intervensi
on
dilakukan lebih dini, baik secara paliatif atau definitif
si
Penutupan ASD mungkin dapat dipertimbangkan pada ASD disertai PH IIb C
-na
dengan syarat PVRI > 5 WU namun masih < 2/3 SVRI atau tekanan
an
arteri pulmonal < 2/3 tekanan arteri sistemik, dan ada bukti FR > 1,5
om
Intervensi penutupan ASD tidak direkomendasikan pada kondisi telah III C
terjadi sindrom Eissenmenger
ed
g-p
Rekomendasi Intervensi VSD
tan
Rekomendasi Kelas Derajat
Bukti
en
Intervensi penutupan VSD secara transkateter maupun pembedahan,
k-t I A
direkomendasikan pada anak dengan gagal jantung akibat VSD yang
m
tidak teratasi dengan terapi suportif
s-k
inlet, VSD disertai prolaps katup aorta AR berat atau progresif, serta
en
Intervensi penutupan VSD gagal jantung yang disebabkan VSD dapat IIa C
/ke
pada bayi usia < 3 bulan dan berat badan < 5 kg dengan gagal jantung
m/
PH dengan syarat PVRI > 5 WU namun masih < 2/3 SVRI atau tekanan
ula
arteri pulmonal < 2/3 tekanan arteri sistemik, dan ada bukti FR > 1,5
reg
Bukti
Pembedahan dilakukan pada AVSD komplit saat usia 2 - 4 bulan. I C
ps:
Namun jika gagal jantung tidak dapat dikontrol dengan terapi suportif,
htt
jdih.kemkes.go.id
- 155 -
l
overload ventrikel kanan
tm
Pembedahan koreksi disertai perbaikan katup dilakukan pada AVSD I C
l.h
disertai regurgitasi katup mitral berat dan simtomatis, atau pada kasus
a
asimtomatis namun ditemukan LVESd > 45 mm dan EF < 60%, kecuali
on
ditemukan disfungsi ventrikel kiri
si
Pembedahan koreksi dapat dipertimbangkan pada AVSD disertai PH IIa C
-na
dengan syarat PVR > 5 WU namun masih < 2/3 SVR atau tekanan arteri
an
pulmonal < 2/3 tekanan arteri sistemik, dan ada bukti FR > 1,5.
om
Pembedahan penutupan AVSD tidak direkomendasikan pada kondisi III C
telah terjadi sindroma Eissenmenger.
ed
g-p
Rekomendasi Intervensi APVC
tan
Rekomendasi Kelas Derajat
Bukti
en
Pembedahan koreksi APVC dapat dipertimbangkan pada anak usia 2 – 5
k-t IIa C
tahun, namun jika bila terdapat gagal jantung yang tidak dapat
m
dikontrol melalui terapi suportif, pembedahan paliatif atau definitif
s-k
dengan syarat PVR > 5 WU namun masih < 2/3 SVR atau tekanan arteri
pulmonal < 2/3 tekanan arteri sistemik, dan ada bukti FR > 1,5
pm
Rekomendasi Intervensi PS
23
Bukti
m/
kanan normal.
inf
Intervensi BT-shunt, stenting PDA, BAS atau stenting atrial dapat IIa C
jdih.kemkes.go.id
- 156 -
l
dan fungsi sistolik ventrikel kanan. Jika usia > 6 bulan dapat
tm
dipertimbangkan dilakukan prosedur BCPS untuk persiapan prosedur
l.h
Fontan pada usia > 3 tahun.
a
on
Rekomendasi Intervensi AS
si
-na
Rekomendasi Kelas Derajat
Bukti
an
Intervensi bedah katup aorta dapat dilakukan pada anak dengan AS IIa C
om
valvar kritikal jika struktur dan fungsi sistolik ventrikel kiri normal.
ed
Intervensi PTBAV mungkin dapat dipertimbangkan pada AS valvar IIb C
g-p
kritikal, jika intervensi bedah katup aorta tidak dapat dilakukan,
dengan syarat struktur dan fungsi sistolik ventrikel kiri normal.
tan
Intervensi pembedahan berupa reseksi subvalvar, eksisi membran, atau IIa C
en
rekonstruksi subvalvar dapat dilakukan pada AS subvalvar berat (PG >
50 mmHg) dengan syarat struktur dan fungsi sistolik ventrikel kiri
k-t
normal.
m
Intervensi pembedahan berupa angioplasty dengan memasang Y-patch IIa C
s-k
tekanan dengan Doppler pre dan post-stenotic > 50 mmHg atau jika
en
Bukti
ula
Intervensi stenting CoA dapat dipertimbangkan CoA berat pada remaja IIa A
htt
jdih.kemkes.go.id
- 157 -
l
tm
Rekomendasi Kelas Derajat
Bukti
l.h
Intervensi non-bedah (stenting RVOT, stenting PDA), atau pembedahan IIa C
a
on
(BT-shunt) dapat dilakukan pada ToF dengan PS subvalvar berat
dengan syarat struktur dan fungsi sistolik ventrikel kanan normal, dan
si
-na
setelah 3 – 6 bulan dilakukan evaluasi untuk indikasi koreksi total
Bedah koreksi pada ToF direkomendasikan pada usia 6 – 18 bulan I C
an
dengan syarat ukuran arteri pulmonal dan cabang-cabangnya baik,
om
rasio McGoon > 1,8, indeks Nakata > 200, dan tidak ada gangguan
kontraktilitas
ed
Bedah koreksi pada ToF dapat dipertimbangkan pada usia >18 bulan IIa C
g-p
dengan syarat ukuran arteri pulmonal dan cabang-cabangnya baik,
tan
rasio McGoon > 1,8, indeks Nakata > 200, dan tidak ada gangguan
kontraktilitas
en
k-t
Rekomendasi Intervensi Transposition of Great Arteries
m
Rekomendasi Kelas Derajat
s-k
Bukti
ke
Prosedur BAS atau atrial stenting dilakukan pada bayi dengan TGA-IVS I C
en
bedah arterial-switch.
Prosedur PDA stenting atau BT-shunt dapat dipertimbangkan pada bayi IIa C
/ke
dengan TGA jika ditemukan obstruksi jalan keluar ventrikel yang berat
/04
Bedah arterial switch dilakukan pada bayi usia < 2 bulan dengan TGA- I C
IVS atau usia 1 – 3 bulan pada bayi dengan TGA-VSD
23
atau Rastelli pada saat anak berusia 1 – 2 tahun, namun jika syarat
tidak terpenuhi dapat dipertimbangkan untuk prosedur BCPS dan
si.
prosedur Fontan
ula
Pada TGA-VSD disertai AS berat dapat dilakukan prosedur DKS pada IIa C
reg
saat anak berusia 1 – 2 tahun, namun jika syarat tidak terpenuhi dapat
dipertimbangkan untuk prosedur BCPS dan prosedur Fontan
o
inf
Pada cc-TGA dapat dipertimbangkan prosedur Senning pada usia > 1 IIa C
tahun jika ditemukan regurgitasi trikuspid dan disfungsi ventrikel
.
ww
kanan
//w
ps:
htt
jdih.kemkes.go.id
- 158 -
l
tm
Rekomendasi Kelas Derajat
Bukti
l.h
Prosedur Rastelli dapat dilakukan pada TrA tipe I saat usia < 6 bulan. IIa C
a
on
Jika usia > 6 bulan dapat dilakukan kateterisasi jantung terlebih
dahulu untuk menilai resistensi vaskular paru. Jika ditemukan
si
-na
resistensi vaskular paru yang tinggi dapat dipertimbangkan prosedur
PAB terlebih dahulu
an
Prosedur unifokalisasi mungkin dapat dipertimbangkan pada TrA IIb C
om
dengan tidak ditemukan PA native, namun ditemukan arteri kolateral
multipel
ed
g-p
tan
en
k-t
m
s-k
ke
en
pm
/ke
/04
23
20
m/
co
si.
ula
reg
o
. inf
ww
//w
ps:
htt
jdih.kemkes.go.id
- 159 -
BAB V
l
tm
KESIMPULAN
l.h
Beberapa kesimpulan tentang diagnosis dan tata laksana gagal jantung
a
on
pada anak:
si
A. Gagal jantung pada anak memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi,
-na
serta penyebab yang sangat bervariasi, sehingga dalam PNPK diagnosis
an
dan tata laksana gagal jantung pada anak harus holistik, komprehensif
om
dan kolaboratif.
ed
B. Diagnosis gagal jantung pada anak berdasarkan manifestasi klinis dan
g-p
pemeriksaan penunjang yang terdiri dari pemeriksaan penunjang utama
tan
dan pemeriksaan penunjang tambahan. Pemeriksaan penunjang utama
dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, madya,
en
utama, dan paripurna sesuai ketersediaan pemeriksaan penunjang
k-t
utama. Sedangkan pemeriksaan penunjang tambahan sesuai indikasi
m
s-k
C. Tata laksana gagal jantung pada anak terdiri dari dari tata laksana
en
D. Indikasi rawat jalan jika gagal jantung asimtomatik atau derajat ringan,
m/
sedangkan indikasi rawat inap jika gagal jantung derajat sedang, berat,
co
dan sangat berat. Pada gagal jantung sangat berat, anak sebaiknya
si.
jdih.kemkes.go.id
- 160 -
l
tm
bersifat umum serta evaluasi dan pemantauan jangka panjang yang
l.h
bersifat spesifik berdasarkan masalah kardiak dan non-kardiak yang
ditemukan.
a
sion
-na
MENTERI KESEHATAN
an
REPUBLIK INDONESIA,
om
ed
ttd.
g-p
tan
BUDI G. SADIKIN
en
k-t
m
s-k
ke
en
pm
/ke
/04
23
20
m/
co
si.
ula
oreg
inf
.
ww
//w
ps:
htt
jdih.kemkes.go.id