Anda di halaman 1dari 1379

l

tm
g.h
n tan
-te
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

22
NOMOR HK.01.07/MENKES/1186/2022

20
TENTANG

86
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN

s11
KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

ke
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

en
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
7m
10
k0
r-h

Menimbang : a. bahwa dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat


mo

pertama memiliki peranan penting dalam melakukan


-no

penapisan rujukan pelayanan kesehatan sesuai dengan


mk

standar pelayanan dan standar prosedur operasional;


b. bahwa untuk memberikan acuan bagi fasilitas pelayanan
6/k

kesehatan tingkat pertama dalam menyusun standar


2/0

prosedur operasional perlu mengesahkan panduan


02

praktik klinis yang disusun oleh organisasi profesi;


z/2

c. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


.xy

HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik


na

Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


lya

Tingkat Pertama sudah tidak sesuai dengan


perkembangan dan kebutuhan hukum serta pelayanan
mu

kesehatan, sehingga perlu diganti;


na

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


.ai

dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu


ww

menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang


//w

Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas


ps:

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;


htt

jdih.kemkes.go.id
-2-

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

l
tm
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

g.h
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);

tan
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

n
-te
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

22
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik

20
Indonesia Nomor 5063);

86
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

s11
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran

ke
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana

en
7m
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
10
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
k0

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik


r-h

Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran


mo

Negara Republik Indonesia Nomor 5679);


-no

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga


mk

Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun


2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik
6/k

Indonesia Nomor 5607);


2/0

5. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang


02

Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik


z/2

Indonesia Tahun 2021 Nomor 83);


.xy

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medik;
na
lya

7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1438/Menkes/Per/2010 tentang Standar Pelayanan
mu

Kedokteran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun


na

2010 Nomor 464);


.ai

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


ww

2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan


//w

Pelaksanan Praktik Kedokteran (Berita Negara Republik


ps:

Indonesia Tahun 2011 Nomor 671);


9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012
htt

tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

jdih.kemkes.go.id
-3-

Perorangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

l
tm
2012 Nomor 122);

g.h
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

tan
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

n
-te
2022 Nomor 156);

22
11. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 Tahun

20
2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia

86
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor

s11
342);

ke
MEMUTUSKAN:

en
7m
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PANDUAN
PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN
10
KESEHATAN TINGKAT PERTAMA.
k0
r-h

KESATU : Menetapkan Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas


mo

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya


-no

disebut PPK Dokter sebagaimana tercantum dalam Lampiran


mk

I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan


Menteri ini.
6/k

KEDUA : PPK Dokter sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU


2/0

merupakan pedoman bagi dokter dalam melaksanakan


02

praktik kedokteran di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat


z/2

pertama baik milik Pemerintah maupun masyarakat yang


.xy

berorientasi kepada kendali mutu dan kendali biaya dalam


na

rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sekaligus


lya

menurunkan angka rujukan.


KETIGA : Dalam melaksanakan praktik kedokteran sesuai dengan PPK
mu

Dokter sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA,


na

diperlukan keterampilan klinis sesuai dengan Panduan


.ai

Keterampilan Klinis bagi dokter sebagaimana tercantum


ww

dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan


//w

dari Keputusan Menteri ini.


ps:

KEEMPAT : PPK Dokter sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU


dan Panduan Keterampilan Klinis sebagaimana dimaksud
htt

dalam Diktum KETIGA harus dijadikan acuan dalam

jdih.kemkes.go.id
-4-

penyusunan standar prosedur operasional di setiap fasilitas

l
tm
pelayanan kesehatan tingkat pertama.

g.h
KELIMA : Kepatuhan terhadap PPK Dokter sebagaimana dimaksud
dalam Diktum KESATU dan Panduan Keterampilan Klinis

tan
sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA dapat

n
-te
menjamin pemberian pelayanan kesehatan dengan upaya

22
terbaik.

20
KEENAM : Modifikasi terhadap pelaksanaan PPK Dokter dapat dilakukan

86
oleh dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama

s11
hanya berdasarkan keadaan tertentu untuk kepentingan
pasien dan harus tercantum dalam rekam medis.

ke
KETUJUH : Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Diktum

en
7m
KEENAM meliputi keadaan khusus pasien, kedaruratan,
keterbatasan sumber daya,10 dan perkembangan ilmu
kedokteran dan teknologi berbasis bukti (evidance based).
k0

KEDELAPAN : Penatalaksanaan pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional


r-h

(JKN) harus menggunakan obat yang tercantum dalam


mo

Formularium Nasional.
-no

KESEMBILAN : Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan


mk

pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan


dan pengawasan terhadap pelaksanaan PPK Dokter
6/k

berdasarkan kewenangan masing-masing dan dapat


2/0

melibatkan organisasi profesi sesuai dengan ketentuan


02

peraturan perundang-undangan.
z/2

KESEPULUH : Pada saat Keputusan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan


.xy

Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015


na

tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas


lya

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama dicabut dan


dinyatakan tidak berlaku.
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-5-

KESEBELAS : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal

l
tm
ditetapkan.

g.h
Ditetapkan di Jakarta

tan
pada tanggal 31 Mei 2022

n
-te
22
MENTERI KESEHATAN

20
REPUBLIK INDONESIA,

86
s11
ttd.

ke
BUDI G. SADIKIN

en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-6-

LAMPIRAN I

l
tm
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN

g.h
NOMOR HK.01.07/MENKES/1186/2022
TENTANG

tan
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER

n
-te
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

22
TINGKAT PERTAMA

20
86
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER

s11
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

ke
BAB I

en
7m
PENDAHULUAN
10
A. Latar Belakang
k0

Terwujudnya kondisi kesehatan masyarakat yang baik adalah tugas


r-h

dan tanggung jawab dari negara sebagai bentuk amanah Undang-Undang


mo

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaannya


-no

negara berkewajiban menjaga mutu pelayanan kesehatan terhadap


mk

masyarakat. Mutu pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh fasilitas


kesehatan serta tenaga kesehatan yang berkualitas. Untuk mewujudkan
6/k

tenaga kesehatan yang berkualitas, negara sangat membutuhkan peran


2/0

organisasi profesi tenaga kesehatan yang memiliki peran menjaga


02

kompetensi anggotanya.
z/2

Bagi tenaga kesehatan dokter, Ikatan Dokter Indonesia yang


.xy

mendapat amanah untuk menyusun standar profesi bagi seluruh


na

anggotanya, dimulai dari standar etik (Kode Etik Kedokteran Indonesia–


lya

KODEKI), standar kompetensi yang merupakan standar minimal yang


harus dikuasasi oleh setiap dokter ketika selesai menempuh pendidikan
mu

kedokteran, kemudian disusul oleh Standar Pelayanan Kedokteran yang


na

harus dikuasai ketika berada di lokasi pelayanannya, terdiri atas


.ai

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran dan Standar Prosedur


ww

Operasional.
//w

Standar Pelayanan Kedokteran merupakan implementasi dalam


ps:

praktek yang mengacu pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)


yang telah diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11
htt

Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia.

jdih.kemkes.go.id
-7-

Dalam rangka penjaminan mutu pelayanan, dokter wajib mengikuti

l
tm
kegiatan Pendidikan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB)

g.h
dalam naungan IDI.
Tingkat kemampuan dokter dalam pengelolaan penyakit di dalam

tan
SKDI dikelompokan menjadi 4 tingkatan, yakni : tingkat kemampuan 1,

n
-te
tingkat kemampuan 2, tingkat kemampuan 3A, tingkat kemampuan 3B,

22
dan tingkat kemampuan 4A serta tingkat kemampuan 4B.

20
Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan

86
Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinis

s11
penyakit, dan mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan
informasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut, selanjutnya

ke
menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter juga

en
7m
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk 10
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinis terhadap penyakit
k0

tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan


r-h

pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti


mo

sesudah kembali dari rujukan.


-no

Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal,


mk

dan merujuk
3A. Bukan gawat darurat
6/k

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinis dan memberikan


2/0

terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat.


02

Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi


z/2

penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu


.xy

menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.


na

3B. Gawat darurat


lya

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinis dan memberikan


terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi
mu

menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau


na

kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan


.ai

yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan


ww

dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.


//w
ps:

Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan


secara mandiri dan tuntas
htt

jdih.kemkes.go.id
-8-

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinis dan melakukan

l
tm
penatalaksanaan penyakit tersebut secara m mandiri dan tuntas.

g.h
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip

tan
dan/atau Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)

n
-te
Pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012, dari 736

22
daftar penyakit terdapat 144 penyakit yang harus dikuasai penuh oleh

20
para lulusan karena diharapkan dokter di fasilitas pelayanan kesehatan

86
tingkat pertama dapat mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan

s11
secara mandiri dan tuntas. Selain itu terdapat 275 keterampilan klinis
yang juga harus dikuasai oleh lulusan program studi dokter. Selain 144

ke
dari 726 penyakit, terdapat 261 penyakit yang harus dikuasai lulusan

en
7m
untuk dapat mendiagnosisnya sebelum kemudian merujuknya, baik
merujuk dalam keadaaan gawat darurat maupun bukan gawat darurat.
10
Kondisi saat ini, kasus rujukan ke pelayanan kesehatan sekunder
k0

untuk kasus-kasus yang seharusnya dapat dituntaskan di fasilitas


r-h

pelayanan tingkat pertama masih cukup tinggi. Berbagai faktor yang


mo

mempengaruhi diantaranya kompetensi dokter, pembiayaan, dan sarana


-no

prasarana yang belum mendukung. Perlu diketahui pula bahwa sebagian


mk

besar penyakit dengan kasus terbanyak di Indonesia berdasarkan


Riskesdas 2007 dan 2010 termasuk dalam kriteria 4A.
6/k

Dengan menekankan pada tingkat kemampuan 4, maka dokter di


2/0

fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dapat melaksanakan


02

diagnosis dan menatalaksana penyakit dengan tuntas. Namun bila pada


z/2

pasien telah terjadi komplikasi, adanya penyakit kronis lain yang sulit
.xy

dan pasien dengan daya tahan tubuh menurun, yang seluruhnya


na

membutuhkan penanganan lebih lanjut, maka dokter di fasilitas


lya

pelayanan kesehatan tingkat pertama secara cepat dan tepat harus


membuat pertimbangan dan memutuskan dilakukannya rujukan.
mu

Melihat kondisi ini, diperlukan adanya panduan bagi dokter di


na

fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang merupakan bagian


.ai

dari standar pelayanan kedokteran. Panduan ini selanjutnya menjadi


ww

acuan bagi seluruh dokter di fasilitas pelayanan tingkat pertama dalam


//w

menerapkan pelayanan yang bermutu bagi masyarakat.


ps:

Panduan ini diharapkan dapat membantu dokter untuk dapat


meningkatkan mutu pelayanan sekaligus menurunkan angka rujukan
htt

dengan cara:

jdih.kemkes.go.id
-9-

1. Memberi pelayanan sesuai bukti sahih terkini yang cocok dengan

l
tm
kondisi pasien, keluarga dan masyarakatnya;

g.h
2. Menyediakan fasilitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan standar
pelayanan;

tan
3. Meningkatkan mawas diri untuk mengembangkan pengetahuan dan

n
-te
keterampilan profesional sesuai dengan kebutuhan pasien dan

22
lingkungan; dan

20
4. Mempertajam kemampuan sebagai gatekeeper pelayanan kedokteran

86
dengan menapis penyakit dalam tahap dini untuk dapat melakukan

s11
penatalaksanaan secara cepat dan tepat sebagaimana mestinya
layanan tingkat pertama.

ke
Panduan Praktik Klinis (PPK) bagi Dokter di fasilitas pelayanan

en
7m
kesehatan tingkat pertama ini memuat penatalaksanaan penyakit untuk
dilaksanakan oleh seluruh dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
10
pertama. Penyusunan panduan ini berdasarkan data klinis untuk kasus
k0

individu yang mengacu pada referensi terbaru yang ditemukan tim


r-h

penyusun, dan dapat berubah seiring kemajuan pengetahuan ilmiah.


mo

Panduan ini tidak memuat seluruh teori tentang penyakit, maka sangat
-no

disarankan setiap dokter untuk mempelajari penyakit tersebut dengan


mk

menggunakan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.


Kepatuhan terhadap panduan ini tidak menjamin kesembuhan
6/k

dalam setiap kasus, tetapi merupakan pemberian pelayanan kesehatan


2/0

dengan upaya terbaik. Setiap dokter bertanggung jawab terhadap


02

pengelolaan pasiennya, berdasarkan data klinis pasien, pilihan diagnostik


z/2

dan pengobatan yang tersedia. Dokter harus merujuk pasien ke fasilitas


.xy

pelayanan lain yang memiliki sarana prasarana yang dibutuhkan, bila


na

sarana prasarana yang dibutuhkan tidak tersedia, meskipun penyakit


lya

yang ditangani masuk dalam kategori penyakit dengan tingkat


kemampuan dokter menangani dengan tuntas dan mandiri (tingkat
mu

kemampuan 4). Walaupun tidak dicantumkan dalam panduan ini,


na

skrining terhadap risiko penyakit merupakan tugas dokter di fasilitas


.ai

pelayanan kesehatan tingkat pertama.


ww
//w

B. Tujuan
ps:

Dengan menggunakan panduan ini diharapkan, dokter di fasilitas


pelayanan kesehatan tingkat pertama dapat:
htt

jdih.kemkes.go.id
-10-

1. mewujudkan pelayanan kedokteran yang sadar mutu sadar biaya

l
tm
yang dibutuhkan oleh masyarakat.

g.h
2. memiliki pedoman baku minimum dengan mengutamakan upaya
maksimal sesuai kompetensi dan fasilitas yang ada.

tan
3. memiliki tolok ukur dalam melaksanakan jaminan mutu pelayanan.

n
-te
22
C. Sasaran

20
Sasaran buku Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas Pelayanan

86
Kesehatan Tingkat Pertama ini adalah seluruh dokter yang memberikan

s11
pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. Fasilitas
pelayanan kesehatan tidak terbatas pada fasilitas milik pemerintah, tetapi

ke
juga fasilitas pelayanan swasta.

en
D. Ruang Lingkup
7m
10
PPK ini meliputi pedoman penatalaksanaan terhadap penyakit yang
k0

dijumpai di layanan tingkat pertama. Jenis penyakit mengacu pada


r-h

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang


mo

Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Penyakit dalam Pedoman ini


-no

adalah penyakit dengan tingkat kemampuan dokter 4A, 3B dan 3A


mk

terpilih, dimana dokter diharapkan mampu mendiagnosis, memberikan


penatalaksanaan dan rujukan yang sesuai. Beberapa penyakit yang
6/k

merupakan kemampuan 2, dimasukkan dalam pedoman ini dengan


2/0

pertimbangan prevalensinya yang cukup tinggi di Indonesia.


02

Pemilihan penyakit pada PPK ini berdasarkan kriteria:


z/2

1. Penyakit yang prevalensinya cukup tinggi.


.xy

2. Penyakit dengan risiko tinggi.


na

3. Penyakit yang membutuhkan pembiayaan tinggi.


lya

Dalam penerapan PPK ini, diharapkan peran serta aktif seluruh


pemangku kebijakan kesehatan untuk membina dan mengawasi
mu

penerapan standar pelayanan yang baik guna mewujudkan mutu


na

pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Adapun stakeholder kesehatan


.ai

yang berperan dalam penerapan standar pelayanan ini adalah:


ww

1. Kementerian Kesehatan, sebagai regulator di sektor kesehatan.


//w

Mengeluarkan kebijakan nasional dan peraturan terkait guna


ps:

mendukung penerapan pelayanan sesuai standar. Selain dari itu,


dengan upaya pemerataan fasilitas dan kualitas pelayanan
htt

diharapkan standar ini dapat diterapkan di seluruh Indonesia.

jdih.kemkes.go.id
-11-

2. Ikatan Dokter Indonesia, sebagai satu-satunya organisasi profesi

l
tm
dokter. Termasuk di dalamnya peranan IDI Cabang dan IDI Wilayah,

g.h
serta perhimpunan dokter layanan primer dan spesialis terkait.
Pembinaan dan pengawasan dalam aspek profesi termasuk di

tan
dalamnya standar etik menjadi ujung tombak penerapan standar

n
-te
yang terbaik.

22
3. Dinas Kesehatan tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sebagai

20
penanggungjawab urusan kesehatan pada tingkat daerah.

86
4. Organisasi profesi kesehatan lainnya seperti Persatuan Dokter Gigi

s11
Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI),
Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan

ke
Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) serta organisasi profesi

en
7m
kesehatan lainnya. Keberadaan tenaga kesehatan lain sangat
mendukung terwujudnya pelayanan kesehatan terpadu.
10
5. Sinergi seluruh pemangku kebijakan kesehatan menjadi kunci
k0

keberhasilan penerapan standar pelayanan medik dokter di fasilitas


r-h

pelayanan kesehatan tingkat pertama.


mo
-no

E. Cara Memahami Panduan Praktik Klinis


mk

Panduan ini memuat pengelolaan penyakit mulai dari penjelasan


hingga penatalaksanaan penyakit tersebut. Panduan Praktik Klinis (PPK)
6/k

Dokter di Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama disusun berdasarkan


2/0

pedoman yang berlaku secara global yang dirumuskan oleh organisasi


02

profesi dan di sahkan oleh Menteri Kesehatan.


z/2

1. Judul Penyakit
.xy

Judul penyakit berdasarkan daftar penyakit terpilih di SKDI 2012,


na

namun beberapa penyakit dengan karakterisitik yang hampir sama


lya

dikelompokkan menjadi satu judul penyakit.


Pada setiap judul penyakit dilengkapi:
mu

a. Kode penyakit
na

1) Kode International Classification of Primary Care (ICPC),


.ai

menggunakan kode ICPC-2 untuk diagnosis.


ww

2) Kode International Classification of Diseases (ICD),


//w

menggunakan kode ICD-10 versi 10.


ps:

Penggunaan kode penyakit untuk pencatatan dan pelaporan di


fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama mengacu pada
htt

ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

jdih.kemkes.go.id
-12-

b. Tingkat kemampuan dokter dalam penatalaksanaan penyakit

l
tm
berdasarkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11

g.h
Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
2. Masalah Kesehatan

tan
Masalah kesehatan berisi pengertian singkat serta prevalensi

n
-te
penyakit di Indonesia. Substansi dari bagian ini diharapkan dapat

22
memberikan pengetahuan awal serta gambaran kondisi yang

20
mengarah kepada penegakan diagnosis penyakit tersebut.

86
3. Hasil Anamnesis (Subjective)

s11
Hasil Anamnesis berisi keluhan utama maupun keluhan penyerta
yang sering disampaikan oleh pasien atau keluarga pasien.

ke
Penelusuran riwayat penyakit yang diderita saat ini, penyakit lainnya

en
7m
yang merupakan faktor risiko, riwayat keluarga, riwayat sosial, dan
riwayat alergi menjadi informasi lainnya pada bagian ini. Pada
10
beberapa penyakit, bagian ini memuat informasi spesifik yang harus
k0

diperoleh dokter dari pasien atau keluarga pasien untuk menguatkan


r-h

diagnosis penyakit.
mo

4. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana


-no

(Objective)
mk

Bagian ini berisi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


yang spesifik, mengarah kepada diagnosis penyakit (pathognomonis).
6/k

Meskipun tidak memuat rangkaian pemeriksaan fisik lainnya,


2/0

pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik menyeluruh tetap


02

harus dilakukan oleh dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat


z/2

pertama untuk memastikan diagnosis serta menyingkirkan diagnosis


.xy

banding.
na

5. Penegakan Diagnosis (Assesment)


lya

Bagian ini berisi diagnosis yang sebagian besar dapat ditegakkan


dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa penyakit
mu

membutuhkan hasil pemeriksaan penunjang untuk memastikan


na

diagnosis atau karena telah menjadi standar algoritma penegakkan


.ai

diagnosis. Selain itu, bagian ini juga memuat klasifikasi penyakit,


ww

diagnosis banding, dan komplikasi penyakit.


//w

6. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


ps:

Bagian ini berisi sistematika rencana penatalaksanaan berorientasi


pada pasien (patient centered) yang terbagi atas dua bagian yaitu
htt

penatalaksanaan non farmakologi dan farmakologi. Selain itu, bagian

jdih.kemkes.go.id
-13-

ini juga berisi edukasi dan konseling terhadap pasien dan keluarga

l
tm
(family focus), aspek komunitas lainnya (community oriented) serta

g.h
kapan dokter perlu merujuk pasien (kriteria rujukan).
Dokter akan merujuk pasien apabila memenuhi salah satu dari

tan
kriteria “TACC” (Time-Age-Complication-Comorbidity) berikut:

n
-te
a. Time: jika perjalanan penyakit dapat digolongkan kepada

22
kondisi kronis atau melewati Golden Time Standard.

20
b. Age: jika usia pasien masuk dalam kategori yang dikhawatirkan

86
meningkatkan risiko komplikasi serta risiko kondisi penyakit

s11
lebih berat.
c. Complication: jika komplikasi yang ditemui dapat memperberat

ke
kondisi pasien.

en
7m
d. Comorbidity: jika terdapat keluhan atau gejala penyakit lain
yang memperberat kondisi pasien. 10
e. Selain empat kriteria di atas, kondisi fasilitas pelayanan juga
k0

dapat menjadi dasar bagi dokter untuk melakukan rujukan


r-h

demi menjamin keberlangsungan penatalaksanaan dengan


mo

persetujuan pasien.
-no

7. Peralatan
mk

Bagian ini berisi komponen fasilitas pendukung spesifik dalam


penegakan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit tersebut.
6/k

Penyediaan peralatan tersebut merupakan kewajiban fasilitas


2/0

pelayanan kesehatan disamping peralatan medik wajib untuk


02

pemeriksaan umum tanda vital.


z/2

8. Prognosis
.xy

Kategori prognosis sebagai berikut:


na

a. Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses


lya

kehidupan.
b. Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap
mu

fungsi organ atau fungsi manusia dalam melakukan tugasnya.


na

c. Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh


.ai

total sehingga dapat beraktivitas seperti biasa.


ww

Prognosis digolongkan sebagai berikut:


//w

a. Sanam: sembuh
ps:

b. Bonam: baik
c. Malam: buruk/jelek
htt

d. Dubia: tidak tentu/ragu-ragu

jdih.kemkes.go.id
-14-

e. Dubia ad sanam: tidak tentu/ragu-ragu, cenderung

l
tm
sembuh/baik

g.h
f. Dubia ad malam: tidak tentu/ragu-ragu, cenderung
memburuk/jelek

tan
Untuk penentuan prognosis sangat ditentukan dengan kondisi

n
-te
pasien saat diagnosis ditegakkan.

22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-15-

BAB II

l
tm
DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN

g.h
MASALAH DAN PENYAKIT

tan
A. Kelompok Umum

n
-te
1. Tuberkulosis (TB) Paru

22
No ICPC-2 : A70 Tuberkulosis

20
No ICD-10 : A15 Respiratory tuberkulosis, bacteriologically and

86
histologically confirmed

s11
Tingkat Kemampuan 4A

ke
a. Tuberkulosis (TB) Paru pada Dewasa

en
7m
Masalah Kesehatan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang
10
disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberkulosis.
k0

Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun dapat juga


r-h

mengenai organ tubuh lainnya.Indonesia merupakan negara


mo

yang termasuk sebagai 5 besar dari 22 negara di dunia dengan


-no

beban TB. Kontribusi TB di Indonesia sebesar 5,8%. Saat ini


mk

timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan TB, yaitu TB


Resisten Obat (Multi Drug Resistance/ MDR).
6/k

Hasil Anamnesis (Subjective)


2/0

Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB.


02

Gejala umum TB Paru adalah batuk produktif lebih dari 2


z/2

minggu, yang disertai:


.xy

1) Gejala pernapasan (nyeri dada, sesak napas, hemoptisis)


na

dan/atau
lya

2) Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan


berat badan, keringat malam dan mudah lelah).
mu

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


na

Pemeriksaan Fisik
.ai

Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru.


ww

Pada awal permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit


//w

sekali menemukan kelainan. Pada auskultasi terdengar suara


ps:

napas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah


di apex paru, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
htt

mediastinum.

jdih.kemkes.go.id
-16-

Pemeriksaan Penunjang

l
tm
1) Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb

g.h
turun.
2) Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan

tan
Asam/BTA) ataukultur kuman dari spesimen

n
-te
sputum/dahak sewaktu-pagi-sewaktu.

22
3) Untuk TB non paru, spesimen dapat diambil dari bilas

20
lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun

86
biopsi jaringan.

s11
4) Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran

ke
bercak-bercak awan dengan batas yang tidak jelas atau bila

en
7m
dengan batas jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran
lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa
10
cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi
k0

pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).


r-h
mo

Penegakan Diagnosis (Assessment)


-no

Diagnosis Pasti TB
mk

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes
6/k

tuberkulin pada anak).


2/0

Kriteria Diagnosis
02

Berdasarkan International Standards for Tuberkulosis Care (ISTC


z/2

2014)
.xy
na

Standar Diagnosis
lya

1) Untuk memastikan diagnosis lebih awal, petugas kesehatan


harus waspada terhadap individu dan grup dengan faktor
mu

risiko TB dengan melakukan evaluasi klinis dan


na

pemeriksaaan diagnostik yang tepat pada mereka dengan


.ai

gejala TB.
ww

2) Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung


//w

selama ≥ 2 minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus


ps:

dievaluasi untuk TB.


3) Semua pasien yang diduga menderita TB dan mampu
htt

mengeluarkan dahak, harus diperiksa mikroskopis

jdih.kemkes.go.id
-17-

spesimen apusan sputum/dahak minimal 2 kali atau 1

l
tm
spesimen sputum untuk pemeriksaan Xpert MTB/RIF*,

g.h
yang diperiksa di laboratorium yang kualitasnya terjamin,
salah satu diantaranya adalah spesimen pagi. Pasien

tan
dengan risiko resistensi obat, risiko HIV atau sakit parah

n
-te
sebaiknya melakukan pemeriksan Xpert MTB/RIF* sebagai

22
uji diagnostik awal. Uji serologi darah dan interferon-gamma

20
release assay sebaiknya tidak digunakan untuk

86
mendiagnosis TB aktif.

s11
4) Semua pasien yang diduga tuberkulosis ekstra paru,
spesimen dari organ yang terlibat harus diperiksa secara

ke
mikrobiologis dan histologis. Uji Xpert MTB/RIF

en
7m
direkomendasikan sebagai pilihan uji mikrobiologis untuk
pasien terduga meningitis
10 karena membutuhkan
penegakan diagnosis yang cepat.
k0

5) Pasien terduga TB dengan apusan dahak negatif, sebaiknya


r-h

dilakukan pemeriksaan Xpert MTB/RIF dan/atau kultur


mo

dahak. Jika apusan dan uji Xpert MTB/RIF* negatif pada


-no

pasien dengan gejala klinis yang mendukung TB, sebaiknya


mk

segera diberikan pengobatan antituberkulosis setelah


pemeriksaan kultur.
6/k
2/0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


02

Penatalaksanaan
z/2

Tujuan pengobatan:
.xy

1) Menyembuhkan, mengembalikan kualitas hidup dan


na

produktivitas pasien.
lya

2) Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.


3) Mencegah kekambuhan TB.
mu

4) Mengurangi penularan TB kepada orang lain.


na

5) Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularannya


.ai
ww

Prinsip-prinsip terapi:
//w

1) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam


ps:

bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah


cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
htt

Hindari penggunaan monoterapi.

jdih.kemkes.go.id
-18-

2) Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tepat (KDT) / Fixed Dose

l
tm
Combination (FDC) akan lebih menguntungkan dan

g.h
dianjurkan.
3) Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam keadaan perut

tan
kosong.

n
-te
4) Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis

22
mengemban tanggung jawab kesehatan masyarakat.

20
5) Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang

86
belum pernah diobati harus diberi paduan obat lini

s11
pertama.
6) Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai,

ke
diperlukan suatu pendekatan yang berpihak kepada pasien

en
7m
(patient centered approach) dan dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment)
10
oleh seorang pengawas menelan obat.
k0

7) Semua pasien harus dimonitor respons pengobatannya.


r-h

Indikator penilaian terbaik adalah pemeriksaan dahak


mo

berkala yaitu pada akhir tahap awal, bulan ke-5 dan akhir
-no

pengobatan.
mk

8) Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons


bakteriologis dan efek samping harus tercatat dan
6/k

tersimpan.
2/0
02

Tabel 1.1 Dosis obat antituberkulosis KDT/FDC


z/2

Berat Fase Intensif Fase Lanjutan


.xy

Badan Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu


na

(R/H/Z/E) (R/H/Z) (R/H/Z) (R/H) (R/H)


lya

150/75/400/275 150/75/40 150/150/500 150/75 150/150


30-37 2 2 2 2 2
mu

38-54 3 3 3 3 3
na

55-70 4 4 4 4 4
.ai

>71 5 5 5 5 5
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-19-

Tabel 1.2 Dosis obat TB berdasarkan berat badan (BB)

l
tm
Rekomendasi dosis dalam mg/kgBB

g.h
Obat Harian 3x seminggu
INH 5(4-6) max 300mg/hr 10(8-12) max 900 mg/dosis

tan
RIF 10 (8-12) max 600 mg/hr 10 (8-12) max 600 mg/dosis

n
-te
PZA 25 (20-30) max 1600 mg/hr 35 (30-40) max 2400 mg/dosis

22
EMB 15 (15-20) max 1600 mg/hr 30 (25-35) max 2400 mg/dosis

20
86
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan

s11
lanjutan

ke
1) Tahap awal menggunakan paduan obat rifampisin,

en
isoniazid, pirazinamid dan etambutol.

7m
a) Pada tahap awal pasien mendapat pasien yang terdiri
dari 4 jenis obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan
10
etambutol), diminum setiap hari dan diawasi secara
k0

langsung untuk menjamin kepatuhan minum obat dan


r-h

mencegah terjadinya kekebalan obat.


mo

b) Bila pengobatan tahap awal diberikan secara adekuat,


-no

daya penularan menurun dalam kurun waktu 2


mk

minggu.
6/k

c) Pasien TB paru BTA positif sebagian besar menjadi


BTA negatif (konversi) setelah menyelesaikan
2/0

pengobatan tahap awal. Setelah terjadi konversi


02

pengobatan dilanujtkan dengan tahap lanjut.


z/2

2) Tahap lanjutan menggunakan panduan obat rifampisin dan


.xy

isoniazid
na

a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat 2 jenis obat


lya

(rifampisin dan isoniazid), namun dalam jangka waktu


mu

yg lebih lama (minimal 4 bulan).


b) Obat dapat diminum secara intermitten yaitu
na

3x/minggu (obat program) atau tiap hari (obat non


.ai

program).
ww

c) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman


//w

persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-20-

Panduan OAT lini pertama yang digunakan oleh Program

l
tm
Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah sebagai

g.h
berikut :
1) Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

tan
Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan

n
-te
tiap hari dan tahap lanjutan selama 4 bulan diberikan 3

22
kali dalam seminggu. Jadi lama pengobatan seluruhnya 6

20
bulan.

86
2) Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

s11
Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh,
gagal pengobatan, putus berobat/default). Pada kategori 2,

ke
tahap awal pengobatan selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan

en
7m
RHZE ditambah suntikan streptomisin, dan 1 bulan HRZE.
Pengobatan tahap awal diberikan setiap hari. Tahap
10
lanjutan diberikan HRE selama 5 bulan, 3 kali seminggu.
k0

Jadi lama pengobatan 8 bulan.


r-h

3) OAT sisipan : HRZE


mo

Apabila pemeriksaan dahak masih positif (belum konversi)


-no

pada akhir pengobatan tahap awal kategori 1 maupun


mk

kategori 2, maka diberikan pengobatan sisipan selama 1


bulan dengan HRZE.
6/k

Konseling dan Edukasi


2/0

1) Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang


02

penyakit tuberkulosis
z/2

2) Pengawasan ketaatan minum obat dan kontrol secara


.xy

teratur.
na

3) Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan


lya

Kriteria Rujukan
1) Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak
mu

menunjukkan perbaikan setelah pengobatan dalam jangka


na

waktu tertentu
.ai

2) Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)


ww

3) Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu


//w

tertentu
ps:

4) TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan


komorbid)
htt

jdih.kemkes.go.id
-21-

5) Suspek TB – MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-

l
tm
MDR.

g.h
Peralatan
1) Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.

tan
2) Radiologi

n
-te
3) Uji Gen Xpert-Rif Mtb jika fasilitas tersedia

22
Prognosis

20
Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi

86
sesuai dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan

s11
komorbid, prognosis menjadi kurang baik.
Kriteria hasil pengobatan:

ke
1) Sembuh : pasien telah menyelesaikan

en
7m
pengobatannya secara lengkap
dan pemeriksaan apusan dahak
10
ulang (follow up), hasilnya
k0

negatif pada foto toraks AP dan


r-h

pada satu pemeriksaan


mo

sebelumnya.
-no

2) Pengobatan lengkap : pasien yang telah


mk

menyelesaikan pengobatannya
secara lengkap tetapi tidak ada
6/k

hasil pemeriksaan apusan


2/0

dahak ulang pada foto toraks


02

AP dan pada satu pemeriksaan


z/2

sebelumnya.
.xy

3) Meninggal : pasien yang meninggal dalam


na

masa pengobatan karena sebab


lya

apapun.
4) Putus berobat (default) : pasien yang tidak berobat 2
mu

bulan berturut-turut atau lebih


na

sebelum masa pengobatannya


.ai

selesai.
ww

5) Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan


//w

dahaknya tetap positif atau


ps:

kembali menjadi positif pada


bulan ke lima atau selama
htt

pengobatan.

jdih.kemkes.go.id
-22-

6) Pindah (transfer out) : pasien yang dipindah ke unit

l
tm
pencatatan dan pelaporan

g.h
(register) lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.

tan
Referensi

n
-te
1) Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. PDPI.

22
Jakarta. 2011. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,

20
2011)

86
2) Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

s11
Lingkungan. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2011. (Direktorat

ke
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

en
7m
Lingkungan, 2011)
3) Panduan tata laksana tuberkulosis sesuai ISTC dengan
10
strategi DOTS untuk praktik dokter swasta (DPS).
k0

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Ikatan


r-h

DOkter Indonesia. Jakarta. 2012. (Kementerian Kesehatan


mo

Republik Indonesia, 2012)


-no

4) Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. International


mk

standards for tuberkulosis tare (ISTC), 3nd Ed. Tuberkulosis


Coalition for Technical Assistance. The Hague. 2014.
6/k

(Tuberculosis Coalition for Technical Assistance , 2014)


2/0

5) Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L. et al.


02

Mycobacterial disease: Tuberkulosis. Harrisson’s: principle of


z/2

internal medicine. 17th Ed. New York: McGraw-Hill


.xy

Companies. 2009: hal. 1006 - 1020. (Braunwald, et al.,


na

2009)
lya

b. Tuberkulosis (TB) Paru pada Anak


mu

Masalah Kesehatan
na

Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB


.ai

baru di Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan


ww

menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun. World


//w

Health Organization memperkirakan bahwa TB merupakan


ps:

penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian


pada anak dan orang dewasa. Kematian akibat TB lebih banyak
htt

daripada kematian akibat malaria dan AIDS. Pada wanita,

jdih.kemkes.go.id
-23-

kematian akibat TB lebih banyak daripada kematian karena

l
tm
kehamilan, persalinan, dan nifas. Jumlah seluruh kasus TB

g.h
anak dari tujuh Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia
selama 5 tahun (1998−2002) adalah 1086 penyandang TB

tan
dengan angka kematian yang bervariasi dari 0% hingga 14,1%.

n
-te
Kelompok usia terbanyak adalah 12−60 bulan (42,9%),

22
sedangkan untuk bayi <12 bulan didapatkan 16,5%.

20
Hasil Anamnesis (Subjective)

86
Anak kecil seringkali tidak menunjukkan gejala walaupun

s11
sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto toraks.
Gejala sistemik/umum TB pada anak:

ke
1) Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai

en
7m
gagal tumbuh (failure to thrive).
2) Masalah Berat Badan (BB): 10
a) BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa
k0

sebab yang jelas, ATAU


r-h

b) BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya


mo

perbaikan gizi yang baik ATAU


-no

c) BB tidak naik dengan adekuat.


mk

3) Demam lama (≥ 2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab


yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih,
6/k

malaria, dan lain lain). Demam umumnya tidak tinggi


2/0

(subfebris) dan dapat disertai keringat malam.


02

4) Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.


z/2

5) Batuk lama atau persisten ≥ 3 minggu, batuk bersifat non-


.xy

remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama


na

semakin parah) dan penyebab batuk lain telah disingkirkan


lya

6) Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja


apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum
mu

lain bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak


na
.ai

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


ww

Pemeriksaan Fisik
//w

Pemeriksaan fisik pada anak tidak spesifik tergantung seberapa


ps:

berat manifestasi respirasi dan sistemiknya.


Pemeriksaan Penunjang
htt

1) Uji Tuberkulin

jdih.kemkes.go.id
-24-

Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan

l
tm
menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU,

g.h
secara intrakutan di bagian volar lengan bawah.
Pembacaan dilakukan 48−72 jam setelah penyuntikan.

tan
Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul,

n
-te
bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan

22
cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai

20
dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi

86
diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya

s11
dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi
sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan

ke
hanya dilaporkan sebagai negatif. Selain ukuran indurasi,

en
7m
perlu dinilai tebal tipisnya indurasi dan perlu dicatat jika
ditemukan vesikel hingga bula. Secara umum, hasil uji
10
tuberkulin dengan diameter indurasi ≥10 mm dinyatakan
k0

positif tanpa menghiraukan penyebabnya.


r-h

2) Foto toraks
mo

Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-


-no

kelainan radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada


mk

penyakit lain. Foto toraks tidak cukup hanya dibuat secara


antero-posterior (AP), tetapi harus disertai dengan foto
6/k

lateral, mengingat bahwa pembesaran KGB di daerah hilus


2/0

biasanya lebih jelas. Secara umum, gambaran radiologis


02

yang sugestif TB adalah sebagai berikut:


z/2

a) Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal


.xy

dengan/tanpa infiltrat
na

b) Konsolidasi segmental/lobar
lya

c) Milier
d) Kalsifikasi dengan infiltrat
mu

e) Atelektasis
na

f) Kavitas
.ai

g) Efusi pleura
ww

h) Tuberkuloma
//w

3) Mikrobiologis
ps:

Pemeriksaan di atas sulit dilakukan pada anak karena


sulitnya mendapatkan spesimen berupa sputum. Sebagai
htt

gantinya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung (gastric

jdih.kemkes.go.id
-25-

lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil

l
tm
pemeriksaan mikroskopik langsung pada anak sebagian

g.h
besar negatif, sedangkan hasil biakan M. tuberculosis
memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6−8 minggu.

tan
Saat ini ada pemeriksaan biakan yang hasilnya diperoleh

n
-te
lebih cepat (1−3 minggu), yaitu pemeriksaan Bactec, tetapi

22
biayanya mahal dan secara teknologi lebih rumit.

20
86
Penegakan Diagnosis (Assessment)

s11
Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan
utama, yaitu:

ke
1) Investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien

en
7m
TB dewasa aktif dan menular.
2) Anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala
10
dan tanda klinis yang mengarah ke TB. (Gejala klinis TB
k0

pada anak tidak khas).


r-h

Sistem skoring (scoring system) diagnosis TB membantu tenaga


mo

kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis


-no

maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga


mk

diharapkan dapat mengurangi terjadinya underdiagnosis


maupun overdiagnosis.
6/k

Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau


2/0

lebih. Namun demikian, jika anak yang kontak dengan pasien


02

BTA positif dan uji tuberkulinnya positif namun tidak


z/2

didapatkan gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH


.xy

terutama anak balita


na

Catatan:
lya

1) Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan


dievaluasi selama 1 bulan.
mu

2) Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak


na

membaik setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi


.ai

di puskesmas
ww

3) Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa:


//w

pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa


ps:

infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier,


kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.
htt

jdih.kemkes.go.id
-26-

4) Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat

l
tm
imunisasi BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB

g.h
anak.
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis

tan
yang meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit

n
-te
untuk evaluasi lebih lanjut.

22
20
Tabel 1.3 Sistem Skoring TB Anak

86
Parameter 0 1 2 3 Skor

s11
Kontak TB Tidak Laporan BTA (+)
jelas keluarga, BTA

ke
(-) atau BTA

en
7m
tidak
jelas/tidak
10
tahu
k0

Uji (-) (+)


r-h

Tuberkulin (≥10mm,
mo

(Mantoux) atau ≥5mm


-no

pd
mk

keadaan
immunoco
6/k

mpromised
2/0

Berat badan/ BB/TB < Klinis gizi


02

keadaan gizi 90% atau buruk atau


z/2

BB/U < 80% BB/TB <70%


.xy

atau BB/U <


na

60%
lya

Demam yang > 2 minggu


mu

tidak
diketahui
na

penyebabnya
.ai

Batuk kronik ≥3 minggu


ww

Pembesaran >1 cm,


//w

kelenjar limfe Lebih dari 1


ps:

kolli, aksila, KGB,


htt

inguinal tidak nyeri

jdih.kemkes.go.id
-27-

Parameter 0 1 2 3 Skor

l
tm
Pembengka- Ada

g.h
kan tulang/ pembeng-
sendi kakan

tan
panggul

n
-te
lutut, falang

22
Foto toraks Norm Gambaran

20
al, sugestif TB

86
kelai

s11
nan
tidak

ke
en
jelas

7m
Skor Total
10
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
k0
r-h
mo

Diagnosis TB dengan pemeriksaan selengkap mungkin


(Skor ≥ 6 sebagai entry point)
-no

Beri OAT
mk

2 bulan terapi
6/k

Ada perbaikan klinis Tidak ada perbaikan klinis


2/0

Terapi TB Terapi TB diteruskan Untuk RS fasilitas terbatas,


02

diteruskan sambil rujuk ke RS dgn fasilitas lebih


mencaripenyebabnya lengkap
z/2
.xy

Tabel 1.4 OAT Kombinasi Dosis Tepat (KDT) pada anak (sesuai
na

rekomendasi IDAI)
lya

Berat badan 2 bulan tiap hari 3KDT 4 bulan tiap hari


mu

(kg) Anak 2KDT Anak


RHZ (75/50/150) RH (75/50)
na

5-9 1 tablet 1 tablet


.ai

10-14 2 tablet 2 tablet


ww

15-19 3 tablet 3 tablet


//w

20-32 4 tablet 4 tablet


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-28-

Keterangan:

l
tm
1) Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg harus dirujuk ke

g.h
rumah sakit
2) Anak dengan BB >33 kg, harus dirujuk ke rumah sakit.

tan
3) Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah.

n
-te
4) OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh

22
atau digerus sesaat sebelum diminum.

20
86
Sumber Penularan Dan Case Finding TB Anak

s11
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus
dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut

ke
tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa yang

en
7m
menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut.
Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan
10
radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal).
k0

Evaluasi Hasil Pengobatan


r-h

Sebaiknya pasien kontrol setiap bulan. Evaluasi hasil


mo

pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi


-no

pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi


mk

klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang


terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau
6/k

membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal


2/0

pengobatan, misalnya penambahan BB yang bermakna,


02

hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan,


z/2

dan lain-lain. Apabila respons pengobatan baik, maka


.xy

pengobatan dilanjutkan. Seperti yang telah diuraikan


na

sebelumnya, OAT dapat menimbulkan berbagai efek samping.


lya

Efek samping yang cukup sering terjadi pada pemberian


isoniazid dan rifampisin adalah gangguan gastrointestinal,
mu

hepatotoksisitas, ruam dan gatal, serta demam.


na

Kriteria Rujukan
.ai

1) Tidak ada perbaikan klinis dalam 2 bulan pengobatan.


ww

2) Terjadi efek samping obat yang berat.


//w

3) Putus obat yaitu bila berhenti menjalani pengobatan selama


ps:

>2 minggu.
Peralatan
htt

1) Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.

jdih.kemkes.go.id
-29-

2) Mantoux test (uji tuberkulin).

l
tm
3) Radiologi.

g.h
Referensi
Rahajoe NN, Setyanto DB. Diganosis tuberculosis pada anak.

tan
Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editor. Buku ajar

n
-te
respirologi anak. Edisi I. Jakarta: IDAI;2011.p. 170-87.

22
20
2. TB Dengan HIV

86
TB:

s11
No ICPC-2 : A70 Tuberkulosis
No ICD-10 : A15 Respiratory tuberkulosis, bacteriologiccaly and

ke
histologically confirmed

en
7m
HIV:
No. ICPC-2 : B90 HIV-infection/AIDS 10
No. ICD-10 : Z21 Asymptomatic human immunodeficiency virus
k0

(HIV) infection status


r-h

Tingkat Kemampuan 3A
mo
-no

Masalah Kesehatan
mk

TB meningkatkan progresivitas HIV karena penderita TB dan HIV


sering mempunyai kadar jumlah virus HIV yang tinggi. Pada keadaan
6/k

koinfeksi terjadi penurunan imunitas lebih cepat dan pertahanan


2/0

hidup lebih singkat walaupun pengobatan TB berhasil. Penderita


02

TB/HIV mempunyai kemungkinan hidup lebih singkat dibandingkan


z/2

penderita HIV yang tidak pernah kena TB. Obat antivirus HIV (ART)
.xy

menurunkan tingkat kematian pada pasien TB/HIV.


na

Hasil Anamnesis (Subjective)


lya

Batuk tidak merupakan gejala utama pada pasien TB dengan HIV.


Pasien diindikasikan untuk pemeriksaan HIV jika:
mu

a. Berat badan turun drastis


na

b. Sariawan/Stomatitis berulang
.ai

c. Sarkoma Kaposi
ww

d. Riwayat perilaku risiko tinggi seperti


//w

1) Pengguna NAPZA suntikan


ps:

2) Homoseksual
3) Waria
htt

4) Pekerja seks

jdih.kemkes.go.id
-30-

5) Pramuria panti pijat

l
tm
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

g.h
Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada

tan
awal permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali

n
-te
menemukan kelainan.

22
Pemeriksaan Penunjang

20
a. Pemeriksaan darah lengkap dapat dijumpai limfositosis/

86
monositosis, LED meningkat, Hb turun.

s11
b. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/
BTA) atau kultur kuman dari spesimen sputum/ dahak

ke
sewaktu-pagi-sewaktu.

en
7m
c. Untuk TB non paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung,
cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
10
d. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
k0

e. Pemeriksaan kadar CD4.


r-h

f. Uji anti-HIV
mo
-no

Penegakan Diagnostik (Assessment)


mk

Pada daerah dengan angka prevalensi HIV yang tinggi pada populasi
dengan kemungkinan koinfeksi TB-HIV maka konseling dan
6/k

pemeriksaan HIV diindikasikan untuk seluruh pasien TB sebagai


2/0

bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalensi


02

HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan HIV diindikasi pada


z/2

pasien TB dengan keluhan dan tanda-tanda yang diduga


.xy

berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat risiko


na

terpajan HIV.
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-31-

l
tm
Tabel 1.5 Gambaran TB-HIV

g.h
Infeksi dini Infeksi lanjut
(CD4 > 200/mm3) (CD4 < 200/mm3)

tan
Dahak mikroskopis Sering positif Sering negatif

n
-te
TB ekstraparu Jarang Umum/banyak

22
Mikobakterimia Tidak ada Ada

20
Tuberkulin Positif Negatif

86
Foto toraks Reaktivasi TB, Tipikal primer TB

s11
kavitas di puncak milier/interstisial
Adenopati Tidak ada Ada

ke
hilus/mediastinum

en
7m
Efusi pleura Tidak ada Ada
10
Diagnosis Banding
k0

a. Kriptokokosis
r-h

b. Pneumocystic carinii pneumonia (PCP)


mo

c. Aspergillosis
-no

Komplikasi
mk

a. Limfadenopati
b. Efusi pleura
6/k

c. Penyakit perikardial
2/0

d. TB Milier
02

e. Meningitis TB
z/2
.xy

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


na

Penatalaksanaan
lya

a. Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB


tanpa HIV/AIDS
mu

b. Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa


na

jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis serta jangka waktu
.ai

yang tepat.
ww

c. Pasien dengan koinfeksi TB-HIV, segera diberikan OAT dan


//w

pemberian ARV dalam 8 minggu pemberian OAT tanpa


ps:

mempertimbangkan kadar CD4.


htt

d. Perlu diperhatikan, pemberian secara bersamaan membuat


pasien menelan obat dalam jumlah yang banyak sehingga dapat

jdih.kemkes.go.id
-32-

terjadi ketidakpatuhan, komplikasi, efek samping, interaksi obat

l
tm
dan Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome.

g.h
e. Setiap penderita TB-HIV harus diberikan profilaksis
kotrimoksasol dengan dosis 960 mg/hari (dosis tunggal) selama

tan
pemberian OAT.

n
-te
f. Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya

22
karena akan menyebabkan efek toksik berat pada kulit.

20
g. Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat

86
suntik sekali pakai yang steril.

s11
h. Desensitisasi obat (INH/Rifampisin) tidak boleh dilakukan
karena mengakibatkan efek toksik yang serius pada hati.

ke
i. Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons

en
7m
terhadap pengobatan, selain dipikirkan terdapatnya malabsorbsi
obat. Pada pasien HIV/AIDS 10terdapat korelasi antara
imunosupresi yang berat dengan derajat penyerapan, karenanya
k0

dosis standar yang diterima suboptimal sehingga konsentrasi


r-h

obat rendah dalam serum.


mo
-no

Konseling dan Edukasi


mk

Konseling dilakukan pada pasien yang dicurigai HIV dengan merujuk


pasien ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing).
6/k

Kriteria Rujukan
2/0

a. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak


02

menunjukkan perbaikan setelah pengobatan dalam jangka


z/2

waktu tertentu
.xy

b. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)


na

c. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu


lya

tertentu
d. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
mu

e. Suspek TB–MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB–MDR .


na

Peralatan
.ai

a. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin


ww

b. Mantoux test
//w

c. Radiologi
ps:

Prognosis
htt

jdih.kemkes.go.id
-33-

Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi

l
tm
sesuai dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid,

g.h
prognosis menjadi kurang baik.
Referensi

tan
a. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. PDPI.

n
-te
Jakarta. 2011.

22
b. Panduan Tata laksana Tuberkuloasis ISTC dengan strategi

20
DOTS unutk Praktek Dokter Swasta (DPS), oleh Kementerian

86
Kesehatan Republik Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia

s11
Jakarta 2012.

ke
3. Morbili

en
7m
No. ICPC-2 : A71 Measles.
No. ICD-10 : B05.9 Measles without complication (Measles NOS).
10
Tingkat Kemampuan 4A
k0
r-h

Masalah Kesehatan
mo

Morbili adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Measles.


-no

Nama lain dari penyakit ini adalah rubeola atau campak. Morbili
mk

merupakan penyakit yang sangat infeksius dan menular lewat udara


melalui aktivitas bernafas, batuk, atau bersin. Pada bayi dan balita,
6/k

morbili dapat menimbulkan komplikasi yang fatal, seperti


2/0

pneumonia dan ensefalitis.


02

Salah satu strategi menekan mortalitas dan morbiditas penyakit


z/2

morbili adalah dengan vaksinasi. Namun, berdasarkan data Survei


.xy

Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007, ternyata cakupan


na

imunisasi campak pada anak-anak usia di bawah 6 tahun di


lya

Indonesia masih relatif lebih rendah(72,8%) dibandingkan negara-


negara lain di Asia Tenggara yang sudah mencapai 84%. Pada tahun
mu

2010, Indonesia merupakan negara dengan tingkat insiden tertinggi


na

ketiga di Asia Tenggara. World Health Organization melaporkan


.ai

sebanyak 6300 kasus terkonfirmasi Morbili di Indonesia sepanjang


ww

tahun 2013.
//w

Dengan demikian, hingga kini, morbili masih menjadi masalah


ps:

kesehatan yang krusial di Indonesia. Peran dokter di fasilitas


pelayanan kesehatan tingkat pertama sangat penting dalam
htt

jdih.kemkes.go.id
-34-

mencegah, mendiagnosis, menatalaksana, dan menekan mortalitas

l
tm
morbili.

g.h
Hasil Anamnesis (Subjective)
a. Gejala prodromal berupa demam, malaise, gejala respirasi atas

tan
(pilek, batuk), dan konjungtivitis.

n
-te
b. Pada demam hari keempat, biasanya muncul lesi makula dan

22
papula eritem, yang dimulai pada kepala daerah perbatasan

20
dahi rambut, di belakang telinga, dan menyebar secara

86
sentrifugal ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas, dan

s11
mencapai kaki pada hari ketiga.
c. Masa inkubasi 10-15 hari.

ke
d. Belum mendapat imunisasi campak

en
7m
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
10
a. Demam, konjungtivitis, limfadenopati general.
k0

b. Pada orofaring ditemukan koplik spot sebelum munculnya


r-h

eksantem.
mo

c. Gejala eksantem berupa lesi makula dan papula eritem, dimulai


-no

pada kepala pada daerah perbatasan dahi rambut, di belakang


mk

telinga, dan menyebar secara sentrifugal dan ke bawah hingga


muka, badan, ekstremitas, dan mencapai kaki
6/k

d. Pada hari ketiga, lesi ini perlahan-lahan menghilang dengan


2/0

urutan sesuai urutan muncul, dengan warna sisa coklat


02

kekuningan atau deskuamasi ringan. Eksantem hilang dalam 4-


z/2

6 hari.
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w

Gambar 1.1 Morbili


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-35-

Pemeriksaan Penunjang

l
tm
Pada umumnya tidak diperlukan. Pada pemeriksaan sitologi dapat

g.h
ditemukan sel datia berinti banyak pada sekret. Pada kasus tertentu,
mungkin diperlukan pemeriksaan serologi IgM anti-Rubella untuk

tan
mengkonfirmasi diagnosis.

n
-te
22
Penegakan Diagnosis (Assessment)

20
a. Diagnosis umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis dan

86
pemeriksaan fisik.

s11
b. Diagnosis banding:
1) Erupsi obat

ke
2) Eksantem virus yang lain (rubella, eksantem subitum),

en
7m
3) Scarlet fever
4) Mononukleosis infeksiosa 10
5) Infeksi Mycoplasma pneumoniae
k0

Komplikasi
r-h

Komplikasi lebih umum terjadi pada anak dengan gizi buruk, anak
mo

yang belum mendapat imunisasi, dan anak dengan imunodefisiensi


-no

dan leukemia. Komplikasi berupa otitis media, pneumonia,


mk

ensefalitis, trombositopenia. Pada anak HIV yang tidak diimunisasi,


pneumonia yang fatal dapat terjadi tanpa munculnya lesi kulit.
6/k
2/0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


02

Penatalaksanaan
z/2

a. Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan


.xy

mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.


na

b. Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan


lya

antipiretik. Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan


antibiotik.
mu

c. Suplementasi vitamin A diberikan pada:


na

1) Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2


.ai

dosis.
ww

2) Usia 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.


//w

3) Usia di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.


ps:

4) Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama


sesuai usia, dilanjutkan dosis ketiga sesuai usia yang
htt

diberikan 2-4 minggu kemudian.

jdih.kemkes.go.id
-36-

Konseling dan Edukasi

l
tm
Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit

g.h
yang menular. Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi
dapat sembuh sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.

tan
Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari

n
-te
diare/emesis.

22
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin

20
campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan. Vaksin

86
efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan penderita.

s11
Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan
imun, bayi usia 6 bulan -1 tahun, bayi usia kurang dari 6 bulan

ke
yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.

en
Kriteria Rujukan
7m
10
Perawatan di rumah sakit untuk campak dengan komplikasi
k0

(superinfeksi bakteri, pneumonia, dehidrasi, croup, ensefalitis).


r-h

Peralatan
mo

Tidak diperlukan peralatan khusus untuk menegakkan diagnosis


-no

morbili.
mk

Prognosis
Prognosis pada umumnya baik karena penyakit ini merupakan
6/k

penyakit self-limiting disease.


2/0
02

Referensi
z/2

a. Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit


.xy

dan Kelamin, 5th Ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.


na

(Djuanda, et al., 2007)


lya

b. James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrew’s Diseases of the


Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier. Canada.
mu

2000. (James, et al., 2000)


na

c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Pedoman


.ai

Pelayanan Medik. 2011. (Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit


ww

dan Kelamin, 2011)


//w
ps:

4. Varisela
No. ICPC-2 : A72 Chickenpox
htt

No. ICD-10 : B01.9 Varicella without complication (Varicella NOS)

jdih.kemkes.go.id
-37-

Tingkat Kemampuan 4A

l
tm
Masalah Kesehatan

g.h
Infeksi akut primer oleh virus Varicella zoster yang menyerang kulit
dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit

tan
polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Masa inkubasi

n
-te
14-21 hari. Penularan melalui udara (air-borne) dan kontak

22
langsung.

20
86
Hasil Anamnesis (Subjective)

s11
Keluhan
Demam, malaise, dan nyeri kepala. Kemudian disusul timbulnya lesi

ke
kulit berupa papul eritem yang dalam waktu beberapa jam berubah

en
7m
menjadi vesikel. Biasanya disertai rasa gatal.
Faktor Risiko 10
a. Anak-anak.
k0

b. Riwayat kontak dengan penderita varisela.


r-h

c. Keadaan imunodefisiensi.
mo
-no

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


mk

Pemeriksaan Fisik
Tanda Patognomonis
6/k

Erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa


2/0

jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan
02

embun (tear drops). Vesikel akan menjadi keruh dan kemudian


z/2

menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi


.xy

vesikel-vesikel baru yang menimbulkan gambaran polimorfik khas


na

untuk varisela. Penyebaran terjadi secara sentrifugal, serta dapat


lya

menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas atas.


mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-38-

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
Gambar 1.2 Varisela

86
s11
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan, pemeriksaan mikroskopis dengan menemukan sel

ke
Tzanck yaitu sel datia berinti banyak.

en
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
7m
10
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
k0

Diagnosis Banding
r-h

a. Variola
mo

b. Herpes simpleks disseminata


-no

c. Coxsackievirus
mk

d. Rickettsialpox
6/k

Komplikasi
2/0

Pneumonia, ensefalitis, hepatitis, terutama terjadi pada pasien


02

dengan gangguan imun. Varisela pada kehamilan berisiko untuk


z/2

menyebabkan infeksi intrauterin pada janin, menyebabkan sindrom


.xy

varisela kongenital.
na
lya

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
mu

a. Gesekan kulit perlu dihindari agar tidak mengakibatkan


na

pecahnya vesikel. Selain itu, dilakukan pemberian nutrisi TKTP,


.ai

istirahat dan mencegah kontak dengan orang lain.


ww

b. Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin


//w

dihindari karena dapat menyebabkan Reye’s syndrome.


ps:

c. Losio kalamin dapat diberikan untuk mengurangi gatal.


d. Pengobatan antivirus oral, antara lain:
htt

jdih.kemkes.go.id
-39-

1) Asiklovir: dewasa 5 x 800 mg/hari, anak-anak 4 x 20

l
tm
mg/kgBB (dosis maksimal 800 mg), atau

g.h
2) Valasiklovir: dewasa 3 x 1000 mg/hari.
Pemberian obat tersebut selama 7-10 hari dan efektif diberikan pada

tan
24 jam pertama setelah timbul lesi.

n
-te
22
Konseling dan Edukasi

20
Edukasi bahwa varisella merupakan penyakit yang self-limiting pada

86
anak yang imunokompeten. Komplikasi yang ringan dapat berupa

s11
infeksi bakteri sekunder. Oleh karena itu, pasien sebaiknya menjaga
kebersihan tubuh. Penderita sebaiknya dikarantina untuk mencegah

ke
penularan.

en
7m
Kriteria Rujukan
a. Terdapat gangguan imunitas 10
b. Mengalami komplikasi yang berat seperti pneumonia, ensefalitis,
k0

dan hepatitis.
r-h

Peralatan
mo

Lup
-no

Prognosis
mk

Prognosis pada pasien dengan imunokompeten adalah bonam,


sedangkan pada pasien dengan imunokompromais, prognosis
6/k

menjadi dubia ad bonam.


2/0

Referensi
02

a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit


z/2

dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas


.xy

Kedokteran Universitas Indonesia.


na

b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s


lya

Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.


Saunders Elsevier.
mu

c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman


na

Pelayanan Medik. Jakarta.


.ai
ww

5. Malaria
//w

No. ICPC-2 : A73 Malaria


ps:

No. ICD-10 : B54 Unspecified malaria


Tingkat Kemampuan 4A
htt

jdih.kemkes.go.id
-40-

Masalah Kesehatan

l
tm
Merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang

g.h
disebabkan oleh parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit
dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam

tan
darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran

n
-te
limpa.

22
20
Hasil Anamnesis (Subjective)

86
Keluhan

s11
Demam hilang timbul, pada saat demam hilang disertai dengan
menggigil, berkeringat, dapat disertai dengan sakit kepala, nyeri otot

ke
dan persendian, nafsu makan menurun, sakit perut, mual muntah,

en
7m
dan diare.
10
Faktor Risiko
k0

a. Riwayat menderita malaria sebelumnya.


r-h

b. Tinggal di daerah yang endemis malaria.


mo

c. Pernah berkunjung 1-4 minggu di daerah endemik malaria.


-no

d. Riwayat mendapat transfusi darah.


mk

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
6/k

a. Tanda Patognomonis
2/0

1) Pada periode demam:


02

a) Kulit terlihat memerah, teraba panas, suhu tubuh


z/2

meningkat dapat sampai di atas 400C dan kulit kering.


.xy

b) Pasien dapat juga terlihat pucat.


na

c) Nadi teraba cepat


lya

d) Pernapasan cepat (takipneu)


2) Pada periode dingin dan berkeringat:
mu

a) Kulit teraba dingin dan berkeringat.


na

b) Nadi teraba cepat dan lemah.


.ai

c) Pada kondisi tertentu bisa ditemukan penurunan


ww

kesadaran.
//w

b. Kepala : Konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir sianosis,


ps:

dan pada malaria serebral dapat ditemukan kaku


kuduk.
htt

c. Toraks : Terlihat pernapasan cepat.

jdih.kemkes.go.id
-41-

d. Abdomen : Teraba pembesaran hepar dan limpa, dapat juga

l
tm
ditemukan asites.

g.h
e. Ginjal : bisa ditemukan urin berwarna coklat kehitaman,
oligouri atau anuria.

tan
f. Ekstermitas : akral teraba dingin merupakan tanda-tanda

n
-te
menuju syok.

22
20
Pemeriksaan Penunjang

86
a. Pemeriksaan hapusan darah tebal dan tipis ditemukan parasit

s11
Plasmodium.
b. Rapid Diagnostic Test untuk malaria (RDT).

ke
Penegakan Diagnosis (Assessment)

en
7m
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (Trias Malaria: panas –
10
menggigil – berkeringat), pemeriksaan fisik, dan ditemukannya
k0

parasit plasmodium pada pemeriksaan mikroskopis hapusan darah


r-h

tebal/tipis.
mo
-no

Klasifikasi
mk

a. Malaria falsiparum, ditemukan Plasmodium falsiparum.


b. Malaria vivaks ditemukan Plasmodium vivax.
6/k

c. Malaria ovale, ditemukan Plasmodium ovale.


2/0

d. Malaria malariae, ditemukan Plasmodium malariae.


02

e. Malaria knowlesi, ditemukan Plasmodium knowlesi.


z/2

Diagnosis Banding
.xy

a. Demam Dengue
na

b. Demam Tifoid
lya

c. Leptospirosis
d. Infeksi virus akut lainnya
mu
na

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


.ai

Penatalaksanaan
ww

Pengobatan Malaria falsiparum


//w

a. Lini pertama: dengan Fixed Dose Combination (FDC) yang terdiri


ps:

dari Dihydroartemisinin (DHA) + Piperakuin (DHP) tiap tablet


mengandung 40 mg Dihydroartemisinin dan 320 mg Piperakuin.
htt

Untuk dewasa dengan Berat Badan (BB) sampai dengan 59 kg

jdih.kemkes.go.id
-42-

diberikan DHP per oral 3 tablet satu kali per hari selama 3 hari

l
tm
dan Primakuin 2 tablet sekali sehari satu kali pemberian,

g.h
sedangkan untuk BB > 60 kg diberikan 4 tablet DHP satu kali
sehari selama 3 hari dan Primaquin 3 tablet sekali sehari satu

tan
kali pemberian. Dosis DHA = 2-4 mg/kgBB (dosis tunggal),

n
-te
Piperakuin = 16-32 mg/kgBB (dosis tunggal), Primakuin =

22
0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).

20
b. Lini kedua (pengobatan malaria falsiparum yang tidak respon

86
terhadap pengobatan DHP): Kina + Doksisiklin/ Tetrasiklin +

s11
Primakuin. Dosis kina = 10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7
hari), Doksisiklin = 3,5 mg/kgBB per hari ( dewasa, 2x/hari

ke
selama7 hari) , 2,2 mg/kgBB/hari ( 8-14 tahun, 2x/hari selama

en
7m
7 hari) , T etrasiklin = 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hari selama 7
hari). 10
Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovale
k0

a. Lini pertama: Dihydroartemisinin (DHA) + Piperakuin (DHP),


r-h

diberikan peroral satu kali per hari selama 3 hari,


mo

p r i m a k u i n = 0 , 2 5 mg/kgBB/hari (selama 14 hari).


-no

b. Lini kedua (pengobatan malaria vivax yang tidak respon


mk

terhadap pengobatan DHP): Kina + Primakuin. Dosis kina =


10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), Primakuin =
6/k

0,25 mg/kgBB (selama 14 hari).


2/0

c. Pengobatan malaria vivax yang relaps (kambuh):


02

1) Diberikan lagi regimen DHP yang sama tetapi dosis


z/2

primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.


.xy

2) Dugaan relaps pada malaria vivax adalah apabila


na

pemberian Primakiun dosis 0,25 mg/kgBB/hari sudah


lya

diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali


dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai
mu

3 bulan setelah pengobatan.


na

Pengobatan Malaria malariae


.ai

Cukup diberikan DHP 1 kali perhari selama 3 hari dengan dosis


ww

sama dengan pengobatan malaria lainnya dan dengan dosis sama


//w

dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan Primakuin.


ps:

Pengobatan infeksi campuran antara Malaria falsiparum dengan


Malaria vivax/ Malaria ovale dengan DHP
htt

jdih.kemkes.go.id
-43-

Pada penderita dengan infeksi campuran diberikan DHP 1 kali per

l
tm
hari selama 3 hari, serta DHP 1 kali per hari selama 3 hari serta

g.h
Primakuin dosis 0,25 mg/kgBB selama 14 hari.
Pengobatan malaria pada ibu hamil

tan
a. Trimester pertama: Kina tablet 3 x 10mg/ kg BB + Klindamycin

n
-te
10mg/kgBB selama 7 hari.

22
b. Trimester kedua dan ketiga diberikan DHP tablet selama 3 hari.

20
c. Pencegahan/profilaksis digunakan Doksisiklin 1 kapsul 100

86
mg/hari diminum 2 hari sebelum pergi hingga 4 minggu setelah

s11
keluar/pulang dari daerah endemis.
Pengobatan di atas diberikan berdasarkan berat badan penderita.

ke
Komplikasi

en
7m
a. Malaria serebral.
b. Anemia berat. 10
c. Gagal ginjal akut.
k0

d. Edema paru atau ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome).


r-h

e. Hipoglikemia.
mo

f. Gagal sirkulasi atau syok.


-no

g. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan


mk

atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi


intravaskular.
6/k

h. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam pendidngan pada


2/0

hipertermia.
02

i. Asidemia (pH darah <7.25)atau asidosis (biknat plasma < 15


z/2

mmol/L).
.xy

j. Makroskopik hemoglobinuria karena infeksi malaria akut.


na
lya

Konseling dan Edukasi


a. Pada kasus malaria berat disampaikan kepada keluarga
mu

mengenai prognosis penyakitnya.


na

b. Pencegahan malaria dapat dilakukan dengan :


.ai

1) Menghindari gigitan nyamuk dengan kelambu atau repellen


ww

2) Menghindari aktivitas di luar rumah pada malam hari


//w

3) Mengobati pasien hingga sembuh misalnya dengan


ps:

pengawasan minum obat


htt

jdih.kemkes.go.id
-44-

Kriteria Rujukan

l
tm
a. Malaria dengan komplikasi

g.h
b. Malaria berat, namun pasien harus terlebih dahulu diberi dosis
awal Artemisinin atau Artesunat per Intra Muskular atau Intra

tan
Vena dengan dosis awal 3,2mg /kg BB.

n
-te
Peralatan

22
Laboratorium sederhana untuk pembuatan apusan darah,

20
pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan mikroskopis.

86
Prognosis

s11
Prognosis bergantung pada derajat beratnya malaria. Secara umum,
prognosisinya adalah dubia ad bonam. Penyakit ini dapat terjadi

ke
kembali apabila daya tahan tubuh menurun.

en
7m
Referensi
a. Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L. et
10
al.Harrisson’s: Principle of Internal Medicine. 17th Ed. New York:
k0

McGraw-Hill Companies. 2009.


r-h

b. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.


mo

Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Depkes


-no

RI. Jakarta. 2008. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,


mk

2008)
6/k

6. Leptospirosis
2/0

No. ICPC-2 : A78 Infection disease other/ NOS


02

No. ICD-10 : A27.9 Leptospirosis, unspecified


z/2

Tingkat Kemampuan 4A
.xy
na

Masalah Kesehatan
lya

Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang menyerang manusia


disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans dan memiliki
mu

manifestasi klinis yang luas. Spektrum klinis mulai dari infeksi yang
na

tidak jelas sampai fulminan dan fatal. Pada jenis yang ringan,
.ai

leptospirosis dapat muncul seperti influenza dengan sakit kepala dan


ww

myalgia.Tikus adalah reservoir yang utama dan kejadian


//w

leptospirosis lebih banyak ditemukan pada musim hujan.


ps:

Hasil Anamnesis (Subjective)


htt

Keluhan:

jdih.kemkes.go.id
-45-

Demam disertai menggigil, sakit kepala, anoreksia, mialgia yang

l
tm
hebat pada betis, paha dan pinggang disertai nyeri tekan. Mual,

g.h
muntah, diare dan nyeri abdomen, fotofobia, penurunan kesadaran

tan
Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang sederhana (Objective)

n
-te
PemeriksaanFisik

22
a. Febris

20
b. Ikterus

86
c. Nyeri tekan pada otot

s11
d. Ruam kulit
e. Limfadenopati

ke
f. Hepatomegali dan splenomegali

en
7m
g. Edema
h. Bradikardi relatif 10
i. Konjungtiva suffusion
k0

j. Gangguan perdarahan berupa petekie, purpura, epistaksis dan


r-h

perdarahan gusi
mo

k. Kaku kuduk sebagai tanda meningitis


-no
mk

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
6/k

a. Darah rutin: jumlah leukosit antara 3000-26000/μL, dengan


2/0

pergeseran ke kiri, trombositopenia yang ringan terjadi pada


02

50% pasien dan dihubungkan dengan gagal ginjal.


z/2

b. Urin rutin: sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau


.xy

granular) dan proteinuria ringan, jumlah sedimen eritrosit


na

biasanya meningkat.
lya

Penegakan Diagnostik (Assessment)


mu

Diagnosis Klinis
na

Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien dengan demam tiba-tiba,


.ai

menggigil terdapat tanda konjungtiva suffusion, sakit kepala,


ww

mialgia, ikterus dan nyeri tekan pada otot. Kemungkinan tersebut


//w

meningkat jika ada riwayat bekerja atau terpapar dengan lingkungan


ps:

yang terkontaminasi dengan kencing tikus.


htt

jdih.kemkes.go.id
-46-

Diagnosis Banding

l
tm
a. Demam dengue,

g.h
b. Malaria,
c. Hepatitis virus,

tan
d. Penyakit rickettsia.

n
-te
22
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

20
Penatalaksanaan

86
a. Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi

s11
dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan
gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis.

ke
b. Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin.Pada

en
7m
kasus-kasus ringan dapat diberikan antibiotik oral seperti
doksisiklin, ampisilin, amoksisilin atau eritromisin. Pada kasus
10
leptospirosis berat diberikan dosis tinggi penisilin injeksi.
k0

Komplikasi
r-h

a. Meningitis
mo

b. Distress respirasi
-no

c. Gagal ginjal karena renal interstitial tubular necrosis


mk

d. Gagal hati
e. Gagal jantung
6/k
2/0

Konseling dan Edukasi


02

a. Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat


z/2

sulit, karena banyaknya hospes perantara dan jenis serotipe.


.xy

Bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular


na

leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa pakaian


lya

khusus yang dapat melindunginya dari kontak dengan bahan-


bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang
mu

reservoir.
na

b. Keluarga harus melakukan pencegahan leptospirosis dengan


.ai

menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar


ww

dari tikus, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan,


//w

mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun


ps:

setelah bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan


tempat tempat yang tercemar lainnya.
htt

jdih.kemkes.go.id
-47-

Rencana Tindak Lanjut

l
tm
Kasus harus dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.

g.h
Kriteria Rujukan
Pasien segera dirujuk ke pelayanan sekunder (spesialis penyakit

tan
dalam) yang memiliki fasilitas hemodialisa setelah penegakan

n
-te
diagnosis dan terapi awal.

22
Peralatan

20
Pemeriksaan darah dan urin rutin

86
Prognosis

s11
Prognosis jika pasien tidak mengalami komplikasi umumnya adalah
dubia ad bonam.

ke
en
7m
Referensi
a. Zein, Umar. Leptospirosis. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
10
III edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
k0

dalam FKUI. 2006. Hal 1823-5. (Sudoyo, et al., 2006)


r-h

b. Cunha, John P. Leptospirosis. 2007. Available at: (Cunha, 2007)


mo

c. Dugdale, David C. Leptospirosis. 2004.Available at:


-no

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001376.htm.
mk

Accessed December 2009. (Dugdale, 2004)


6/k

7. Filariasis
2/0

No. ICPC-2 : D96 Woms/other parasites


02

No. ICD-10 : B74 Filariasis


z/2

B74.0 Filariasis due to Wuchereria bancrofti


.xy

B74.1 Filariasis due to Brugia malayi


na

B74.2 Filariasis due to Brugia timori


lya

Tingkat Kemampuan 4A
mu

Masalah Kesehatan
na

Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit menular yang


.ai

disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis


ww

nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak


//w

mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap


ps:

berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan


maupun laki-laki.
htt

jdih.kemkes.go.id
-48-

WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global untuk mengeliminasi

l
tm
filariasis pada tahun 2020 (The Global Goal of Elimination of

g.h
LymphaticFilariasis as a Public Health problem by The Year 2020).
Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan massal dengan

tan
DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun di lokasi

n
-te
yangendemis serta perawatan kasus klinis baik yang akut maupun

22
kronis untuk mencegah kecacatandan mengurangi penderitaannya.

20
Indonesia melaksanakan eliminasi penyakit kaki gajah secara

86
bertahap yang telah dimulai sejak tahun 2002 di 5 kabupaten.

s11
Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap tahun.
Penyakit kaki gajah disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria, yaitu:

ke
Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Vektor penular

en
7m
di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk
dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes, dan Armigeres yang
10
dapat berperan sebagai vektor penular penyakit kaki gajah.
k0

Hasil Anamnesis (Subjective)


r-h
mo

Keluhan
-no

Gejala filariasis bancrofti sangat berbeda dari satu daerah endemik


mk

dengan daerah endemik lainnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh


perbedaan intensitas paparan terhadap vektor infektif didaerah
6/k

endemik tersebut.
2/0

Manifestasi akut, berupa:


02

a. Demam berulang ulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang


z/2

bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat.


.xy

b. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah


na

lipatan paha, ketiak (lymphadentitis) yang tampak kemerahan,


lya

panas, dan sakit.


c. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan
mu

sakit menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah


na

ujung (retrograde lymphangitis).


.ai

d. Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan


ww

kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah


//w

serta darah.
ps:

e. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong zakar yang


terlihat agak kemerahan dan terasa panas (Early Imphodema).
htt

jdih.kemkes.go.id
-49-

Manifestasi kronik, disebabkan oleh berkurangnya fungsi saluran

l
tm
limfe terjadi beberapa bulan sampai bertahun-tahun dari episode

g.h
akut. Gejala kronis filariasis berupa: pembesaran yang menetap
(elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar

tan
(elephantiasis skroti) yang disebabkan oleh adanya cacing dewasa

n
-te
pada sistem limfatik dan oleh reaksi hiperresponsif berupa occult

22
filariasis.

20
Perjalanan penyakit tidak jelas dari satu stadium ke stadium

86
berikutnya tetapi bila diurut dari masa inkubasi maka dapat dibagi

s11
menjadi:
a. Masa prepaten, yaitu masa antara masuknya larva infektif

ke
hingga terjadinya mikrofilaremia berkisar antara 37 bulan.

en
7m
Hanya sebagian saja dari penduduk di daerah endemik yang
menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik ini
10
pun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat
k0

bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimptomatik


r-h

amikrofilaremik dan asimptomatik mikrofilaremik.


mo

b. Masa inkubasi, masa antara masuknya larva infektif sampai


-no

terjadinya gejala klinis berkisar antara 8 – 16 bulan.


mk

c. Gejala klinis akut merupakan limfadenitis dan limfangitis


disertai panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya
6/k

unilateral. Penderita dengan gejala klinis akut dapat


2/0

amikrofilaremik maupun mikrofilaremik.


02

d. Gejala menahun, terjadi 10 – 15 tahun setelah serangan akut


z/2

pertama. Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini,


.xy

sedangkan adenolimfangitis masih dapat terjadi. Gejala


na

menahun ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu


lya

aktivitas penderita serta membebani keluarganya.


mu

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


na

Pemeriksaan Fisik
.ai

Pada manifestasi akut dapat ditemukan adanya limfangitis dan


ww

limfadenitis yang berlangsung 3 – 15 hari, dan dapat terjadi


//w

beberapa kali dalam setahun. Limfangitis akan meluas kedaerah


ps:

distal dari kelenjar yang terkena tempat cacing ini tinggal.


Limfangitis dan limfadenitis berkembang lebih sering di ekstremitas
htt

jdih.kemkes.go.id
-50-

bawah daripada atas. Selain pada tungkai, dapat mengenai alat

l
tm
kelamin, (tanda khas infeksi W.bancrofti) dan payudara.

g.h
Manifestasi kronik, disebabkan oleh berkurangnya fungsi saluran
limfe. Bentuk manifestasi ini dapat terjadi dalam beberapa bulan

tan
sampai bertahun-tahun dari episode akut. Tanda klinis utama yaitu

n
-te
hidrokel, limfedema, elefantiasis dan chyluria yang meningkat sesuai

22
bertambahnya usia.

20
Manifestasi genital di banyak daerah endemis, gambaran kronis yang

86
terjadi adalah hidrokel. Selain itu dapat dijumpai epedidimitis kronis,

s11
funikulitis, edema karena penebalan kulit skrotum, sedangkan pada
perempuan bisa dijumpai limfedema vulva. Limfedema dan

ke
elefantiasis ekstremitas, episode limfedema pada ekstremitas akan

en
7m
menyebabkan elefantiasis di daerah saluran limfe yang terkena
dalam waktu bertahun-tahun. Lebih sering terkena ekstremitas
10
bawah. Pada W.bancrofti, infeksi didaerah paha dan ekstremitas
k0

bawah sama seringnya, sedangkan B.malayi hanya mengenai


r-h

ekstremitas bawah saja.


mo

Pada keadaan akut infeksi filariasis bancrofti, pembuluh limfe alat


-no

kelamin laki-laki sering terkena, disusul funikulitis, epididimitis, dan


mk

orkitis. Adenolimfangitis inguinal atau aksila, sering bersama dengan


limfangitis retrograd yang umumnya sembuh sendiri dalam 3 –15
6/k

hari dan serangan terjadi beberapa kali dalam setahun. Pada


2/0

filariasis brugia, limfadenitis paling sering mengenai kelenjar


02

inguinal, sering terjadi setelah bekerja keras. Kadang-kadang disertai


z/2

limfangitis retrograd. Pembuluh limfe menjadi keras dan nyeri dan


.xy

sering terjadi limfedema pada pergelangan kaki dan kaki. Penderita


na

tidak mampu bekerja selama beberapa hari. Serangan dapat terjadi


lya

12 x/tahun sampai beberapa kali perbulan. Kelenjar limfe yang


terkena dapat menjadi abses, memecah, membentuk ulkus dan
mu

meninggalkan parut yang khas, setelah 3 minggu sampai 3 bulan.


na

Pada kasus menahun filariasis bancrofti, hidrokel paling banyak


.ai

ditemukan. Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh tungkai


ww

atas, tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dan ukuran
//w

pembesaran di tungkai dapat 3 kali dari ukuran asalnya. Chyluria


ps:

terjadi tanpa keluhan, tetapi pada beberapa penderita menyebabkan


penurunan berat badan dan kelelahan. Filariasis brugia, elefantiasis
htt

terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah, dan

jdih.kemkes.go.id
-51-

ukuran pembesaran ektremitas tidak lebih dari 2 kali ukuran

l
tm
asalnya.

g.h
Pemeriksaan Penunjang

tan
a. Identifikasi mikrofilaria dari sediaan darah. Cacing filaria dapat

n
-te
ditemukan dengan pengambilan darah tebal atau tipis pada

22
waktu malam hari antara jam 10 malam sampai jam 2 pagi yang

20
dipulas dengan pewarnaan Giemsa atau Wright. Mikrofilaria

86
juga dapat ditemukan pada cairan hidrokel atau cairan tubuh

s11
lain (sangat jarang).
b. Pemeriksaan darah tepi terdapat leukositosis dengan eosinofilia

ke
sampai 10-30% dengan pemeriksaan sediaan darah jari yang

en
7m
diambil mulai pukul 20.00 waktu setempat.
c. Bila sangat diperlukan dapat dilakukan Diethylcarbamazine
10
provocative test.
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Gambar 1.3 Filariasis


02

Penegakan Diagnostik (Assessment)


z/2

Diagnosis Klinis
.xy

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


na

pemeriksaan penunjang identifikasi mikrofilaria.


lya

Didaerah endemis, bila ditemukan adanya limfedema di daerah


mu

ekstremitas disertai dengankelainan genital laki-laki pada penderita


na

dengan usia lebih dari 15 tahun, bila tidak ada sebablain seperti
.ai

trauma atau gagal jantung kongestif kemungkinan filariasis sangat


ww

tinggi.
//w

Diagnosis Banding
ps:

a. Infeksi bakteri, tromboflebitis atau trauma dapat mengacaukan


htt

adenolimfadenitis filariasis akut

jdih.kemkes.go.id
-52-

b. Tuberkulosis, lepra, sarkoidosis dan penyakit sistemik

l
tm
granulomatous lainnya.

g.h
Komplikasi
Pembesaran organ (kaki, tangan, skrotum atau bagian tubuh

tan
lainnya) akibat obstruksi saluran limfe.

n
-te
22
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

20
Penatalaksanaan

86
Terapi filariasis bertujuan untuk mencegah atau memperbaiki

s11
perjalanan penyakit, antara lain dengan:
a. Memelihara kebersihan kulit.

ke
b. Fisioterapi kadang diperlukan pada penderita limfedema kronis.

en
7m
c. Obatantifilaria adalah Diethyl carbamazine citrate (DEC) dan
Ivermektin (obat ini bermanfaat apabila diberikan pada fase
10
akut yaitu ketika pasien mengalami limfangitis).
k0

d. DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa.


r-h

Ivermektin merupakan antimikrofilaria yang kuat, tetapi tidak


mo

memiliki efek makrofilarisida.


-no

e. Dosis DEC 6 mg/kgBB, 3 dosis/hari setelah makan, selama 12


mk

hari, pada TropicalPulmonary Eosinophylia (TPE) pengobatan


diberikan selama tiga minggu.
6/k

f. Efek samping bisa terjadi sebagai reaksi terhadap DEC atau


2/0

reaksi terhadap cacing dewasa yang mati. Reaksi tubuh


02

terhadap protein yang dilepaskan pada saat cacing dewasa mati


z/2

dapat terjadi beberapa jam setelah pengobatan, didapat 2


.xy

bentuk yang mungkin terjadi yaitu reaksi sistemik dan reaksi


na

lokal:
lya

1) Reaksi sistemik berupa demam, sakit kepala, nyeri badan,


pusing, anoreksia, malaise, dan muntah-muntah. Reaksi
mu

sistemik cenderung berhubungan dengan intensitas infeksi.


na

2) Reaksi lokal berbentuk limfadenitis, abses, dan transien


.ai

limfedema. Reaksi lokal terjadi lebih lambat namun


ww

berlangsung lebih lama dari reaksi sistemik.


//w

3) Efek samping DEC lebih berat pada penderita


ps:

onchorcerciasis, sehingga obat tersebut tidak diberikan


dalam program pengobatan masal didaerah endemis
htt

filariasis dengan ko-endemis Onchorcercia valvulus.

jdih.kemkes.go.id
-53-

g. Ivermektin diberikan dosis tunggal 150 ug/kgBB efektif

l
tm
terhadap penurunan derajat mikrofilaria W.bancrofti, namun

g.h
pada filariasis oleh Brugia spp. penurunan tersebut bersifat
gradual. Efek samping ivermektin sama dengan DEC,

tan
kontraindikasi ivermektinyaitu wanita hamil dan anak kurang

n
-te
dari 5 tahun. Karena tidak memiliki efek terhadap cacing

22
dewasa, ivermektin harus diberikan setiap 6 bulan atau 12

20
bulan untuk menjaga agar derajat mikrofilaremia tetap rendah.

86
h. Pemberian antibiotik dan/atau antijamur akan mengurangi

s11
serangan berulang, sehingga mencegah terjadinya limfedema
kronis.

ke
i. Antihistamin dan kortikosteroid diperlukan untuk mengatasi

en
7m
efek samping pengobatan. Analgetik dapat diberikan bila
diperlukan. 10
j. Pengobatan operatif, kadang-kadang hidrokel kronik
k0

memerlukan tindakan operatif, demikian pula pada chyluria


r-h

yang tidak membaik dengan terapi konservatif.


mo
-no

Konseling dan Edukasi


mk

Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya mengenai


penyakit filariasis terutama dampak akibat penyakit dan cara
6/k

penularannya. Pasien dan keluarga juga harus memahami


2/0

pencegahan dan pengendalian penyakit menular ini melalui:


02

a. Pemberantasan nyamuk dewasa


z/2

b. Pemberantasan jentik nyamuk


.xy

c. Mencegah gigitan nyamuk


na
lya

Rencana Tindak Lanjut


Setelah pengobatan, dilakukan kontrol ulang terhadap gejala dan
mu

mikrofilaria, bila masih terdapat gejala dan mikrofilaria pada


na

pemeriksaan darahnya, pengobatan dapat diulang 6 bulan


.ai

kemudian.
ww
//w

Kriteria rujukan
ps:

Pasien dirujuk bila dibutuhkan pengobatan operatif atau bila gejala


tidak membaik dengan pengobatan konservatif.
htt

Peralatan

jdih.kemkes.go.id
-54-

Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan mikrofilaria.

l
tm
g.h
Prognosis
Prognosis pada umumnya tidak mengancam jiwa. Quo ad fungsionam

tan
adalah dubia ad bonam, sedangkan quo ad sanationam adalah

n
-te
malam.

22
Prognosis penyakit ini tergantung dari:

20
a. Jumlah cacing dewasa dan mikrofilaria dalam tubuh pasien.

86
b. Potensi cacing untuk berkembang biak.

s11
c. Kesempatan untuk infeksi ulang.
d. Aktivitas RES.

ke
Pada kasus-kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila

en
7m
pasien pindah dari daerah endemik. Pengawasan daerah endemik
tersebut dapat dilakukan dengan
10 pemberian obat serta
pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus lanjut terutama
k0

dengan edema pada tungkai, prognosis lebih buruk.


r-h
mo

Referensi
-no

a. Behrman, R.E. Jenson, H.B. Kliegman, R.M. Lymphatic Filariasis


mk

(Brugria Malayi, Brugria timori, Wuchereria Bancrofti) in Nelson


Textbook of Pediatric.18thEd.2007: 1502-1503. (Behrman, et al.,
6/k

2007)
2/0

b. Rudolph Colin, D. Rudolph, A.M. Parasitic Disease in Rudolphs


02

Pediatrics Textbook of Pediatric. 21stEd. 2007: 1106-1108.


z/2

(Rudolph, et al., 2007)


.xy

c. Soedarmo Sumarmo S.P.Garna, H. Sri Rezeki, S.H.Hindra


na

Irawan S. FilariasisdalamBuku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Ed-.


lya

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2010: 400-407.


(Sumarmo, et al., 2010)
mu
na

8. Infeksi Pada Umbilikus


.ai

No. ICPC-2 : A94 Perinatal morbidity other


ww

No. ICD-10 :P38 Omphalitis of newborn with or without mild


//w

haemorrhage
ps:

Tingkat Kemampuan 4A
htt

Masalah Kesehatan

jdih.kemkes.go.id
-55-

Tali pusat biasanya lepas pada hari ke-7 setelah lahir dan luka baru

l
tm
sembuh pada hari ke-15. Infeksi pada tali pusat atau jaringan kulit

g.h
di sekitar perlu dikenali secara dini dalam rangka mencegah sepsis.
Hasil Anamnesis (Subjective)

tan
Keluhan

n
-te
Panas, rewel, tidak mau menyusu.

22
Faktor Risiko

20
a. Imunitas seluler dan humoral belum sempurna

86
b. Luka umbilikus

s11
c. Kulit tipis sehingga mudah lecet
Faktor Predisposisi

ke
Pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril

en
7m
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
10
Pemeriksaan Fisik
k0

a. Ada tanda tanda infeksi di sekitar tali pusat seperti kemerahan,


r-h

panas, bengkak, nyeri, dan mengeluarkan pus yang berbau


mo

busuk.
-no

b. Infeksi tali pusat lokal atau terbatas: bila kemerahan dan


mk

bengkak terbatas pada daerah kurang dari 1cm di sekitar


pangkal tali pusat.
6/k

c. Infeksi tali pusat berat atau meluas: bila kemerahan atau


2/0

bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm atau kulit di


02

sekitar tali pusat bayi mengeras dan memerah serta bayi


z/2

mengalami pembengkakan perut.


.xy

d. Tanda sistemik: demam, takikardia, hipotensi, letargi, somnolen,


na

ikterus
lya

Pemeriksaan Penunjang: -
mu

Penegakan Diagnostik (Assessment)


na

Diagnosis Klinis
.ai

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


ww

Adanya tanda-tanda infeksi disekitar umblikus seperti bengkak,


//w

kemerahan dan kekakuan. Pada keadaan tertentu ada lesi berbentuk


ps:

impetigo bullosa.
Diagnosis Banding
htt

jdih.kemkes.go.id
-56-

a. Tali pusat normal dengan akumulasi cairan berbau busuk, tidak

l
tm
ada tanda tanda infeksi (pengobatan cukup dibersihkan dengan

g.h
alkohol)
b. Granuloma-delayed epithelialization/ Granuloma keterlambatan

tan
proses epitelisasi karena kauterisasi

n
-te
Komplikasi

22
a. Necrotizing fasciitis dengan tanda-tanda: edema, kulit tampak

20
seperti jeruk (peau d’orange appearance) disekitar tempat infeksi,

86
progresivitas cepat dan dapat menyebabkan kematian maka

s11
kemungkinan menderita
b. Peritonitis

ke
c. Trombosis vena porta

en
7m
d. Abses
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 10
Penatalaksanaan
k0

a. Perawatan lokal
r-h

1) Pembersihan tali pusat dengan menggunakan larutan


mo

antiseptik (Klorheksidin atau iodium povidon 2,5%) dengan


-no

kain kasa yang bersih delapan kali sehari sampai tidak ada
mk

nanah lagi pada tali pusat.


2) Setelah dibersihkan, tali pusat dioleskan dengan salep
6/k

antibiotik 3-4 kali sehari.


2/0

b. Perawatan sistemik
02

Bila tanpa gejala sistemik, pasien diberikan antibiotik seperti


z/2

kloksasilin oral selama lima hari. Bila anak tampak sakit, harus
.xy

dicek dahulu ada tidaknya tanda-tanda sepsis. Anak dapat


na

diberikan antibiotik kombinasi dengan aminoglikosida. Bila


lya

tidak ada perbaikan, pertimbangkan kemungkinan Meticillin


Resistance Staphylococcus aureus (MRSA).
mu

Kontrol kembali bila tidak ada perbaikan atau ada perluasan


na

tanda-tanda infeksi dan komplikasi seperti bayi panas, rewel


.ai

dan mulai tak mau makan.


ww

Rencana tindak lanjut: -


//w

Kriteria Rujukan
ps:

a. Bila intake tidak mencukupi dan anak mulai tampak tanda


dehidrasi
htt

b. Terdapat tanda komplikasi sepsis

jdih.kemkes.go.id
-57-

Peralatan

l
tm
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit

g.h
infeksi pada umbilikus.
Prognosis

tan
Prognosis jika pasien tidak mengalami komplikasi umumnya dubia

n
-te
ad bonam.

22
Referensi

20
a. Ikatan Dokter Anak Indonesia.2003. Infeksi Tali Pusat dalam

86
Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir. Jakarta.

s11
Departemen Kesehatan RI. (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2003)
b. Peadiatrics Clerkship University. The University of Chicago.

ke
en
7m
9. Kandidiasis Mulut
No. ICPC-2 : A78 Infectious desease other
10
No. ICD-10 : B37.9 Candidiasis unspecified
k0

Tingkat Kemampuan 4A
r-h
mo

Masalah Kesehatan
-no

Infeksi Candida albicans ini menyerang kulit, mukosa maupun organ


mk

dalam, sedangkan pada bayi dapat terinfeksi melalui vagina saat


dilahirkan, atau karena dot yang tidak steril
6/k

Hasil Anamnesis (Subjective)


2/0

Keluhan:
02

Rasa gatal dan perih di mukosa mulut, rasa metal, dan daya kecap
z/2

penderita yang berkurang


.xy

Faktor Risiko: imunodefisiensi


na

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


lya

Pemeriksaan Fisik
a. Bercak merah, dengan maserasi di daerah sekitar mulut, di
mu

lipatan (intertriginosa) disertai bercak merah yang terpisah di


na

sekitarnya (satelit).
.ai

b. Guam atau oral thrush yang diselaputi pseudomembran pada


ww

mukosa mulut.
//w

Pemeriksaan Penunjang
ps:

Sel ragi dapat dilihat di bawah mikroskop dalam pelarut KOH 10%
atau pewarnaan Gram.
htt

Penegakan Diagnostik (Assessment)

jdih.kemkes.go.id
-58-

Diagnosis Klinis

l
tm
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

g.h
dan penunjang.
Diagnosis Banding

tan
Peradangan mukosa mulut yang disebabkan oleh bakteri atau virus.

n
-te
Komplikasi

22
Diare karena kandidiasis saluran cerna.

20
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

86
Penatalaksanaan

s11
a. Memperbaiki status gizi dan menjaga kebersihan oral
b. Kontrol penyakit predisposisinya

ke
c. Gentian violet 1% (dibuat segar/baru) atau larutan nistatin

en
7m
100.000 – 200.000 IU/ml yang dioleskan 2 – 3 kali sehari
selama 3 hari 10
Rencana Tindak Lanjut
k0

a. Dilakukan skrining pada keluarga dan perbaikan lingkungan


r-h

keluarga untuk menjaga tetap bersih dan kering.


mo

b. Pasien kontrol kembali apabila dalam 3 hari tidak ada


-no

perbaikan dengan obat anti jamur.


mk

Kriteria Rujukan
Bila kandidiasis merupakan akibat dari penyakit lainnya, seperti
6/k

HIV.
2/0

Peralatan
02

Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan KOH


z/2

Prognosis
.xy

Prognosis pada pasien dengan imunokompeten umumnya bonam.


na

Referensi
lya

Pengobatan dasar di Puskesmas. 2007. Jakarta. Kementerian


Kesehatan RI. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2007)
mu
na

10. Lepra
.ai

No. ICPC-2 : A78 Infectious disease other/NOS


ww

No. ICD-10 : A30 Leprosy [Hansen disease]


//w

Tingkat Kemampuan 4A
ps:

Masalah Kesehatan
htt

jdih.kemkes.go.id
-59-

Lepra adalah penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh

l
tm
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Penularan

g.h
kemungkinan terjadi melalui saluran pernapasan atas dan kontak
kulit pasien lebih dari 1 bulan terus menerus. Masa inkubasi rata-

tan
rata 2,5 tahun, namun dapat juga bertahun-tahun.

n
-te
Hasil Anamnesis (Subjective)

22
Keluhan

20
Bercak kulit berwarna merah atau putih berbentuk plakat, terutama

86
di wajah dan telinga. Bercak kurang/mati rasa, tidak gatal. Lepuh

s11
pada kulit tidak dirasakan nyeri. Kelainan kulit tidak sembuh
dengan pengobatan rutin, terutama bila terdapat keterlibatan saraf

ke
tepi.

en
7m
Faktor Risiko
a. Sosial ekonomi rendah 10
b. Kontak lama dengan pasien, seperti anggota keluarga yang
k0

didiagnosis dengan lepra


r-h

c. Imunokompromais
mo

d. Tinggal di daerah endemik lepra


-no
mk

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
6/k

Tanda Patognomonis
2/0

a. Tanda-tanda pada kulit


02

Perhatikan setiap bercak, bintil (nodul), bercak berbentuk


z/2

plakat dengan kulit mengkilat atau kering bersisik. Kulit tidak


.xy

berkeringat dan berambut. Terdapat baal pada lesi kulit, hilang


na

sensasi nyeri dan suhu, vitiligo. Pada kulit dapat pula


lya

ditemukan nodul.
b. Tanda-tanda pada saraf
mu

Penebalan nervus perifer, nyeri tekan dan atau spontan pada


na

saraf, kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota gerak,


.ai

kelemahan anggota gerak dan atau wajah, adanya deformitas,


ww

ulkus yang sulit sembuh.


//w

Kerusakan saraf tepi biasanya terjadi pada saraf yang


ps:

ditunjukkan pada gambar 1.4.


c. Ekstremitas dapat terjadi mutilasi
htt

jdih.kemkes.go.id
-60-

Untuk kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik,

l
tm
simbol-simbol pada gambar 1.5 digunakan dalam penulisan di

g.h
rekam medik.
Pemeriksaan Penunjang

tan
Pemeriksaan mikroskopis kuman BTA pada sediaan kerokan

n
-te
jaringan kulit.

22
20
86
s11
ke
en
7m
10
Gambar 1.4 Saraf tepi yang perlu diperiksa pada lepra/kusta
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya

Gambar 1.5 Penulisan kelainan pemeriksaan fisik pada rekam medik


mu

Penegakan Diagnosis (Assessment)


na

Diagnosis Klinis
.ai

Diagnosis ditegakkan apabila terdapat satu dari tanda-tanda utama


ww

atau kardinal (cardinal signs), yaitu:


a. Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa
//w

b. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf


ps:

c. Adanya basil tahan asam (BTA) dalam kerokan jaringan kulit


htt

(slit skin smear)

jdih.kemkes.go.id
-61-

Sebagian besar pasien lepra didiagnosis berdasarkan pemeriksaan

l
tm
klinis.

g.h
Klasifikasi Lepra terdiri dari 2 tipe, yaitu Pausibasilar (PB) dan Multibasilar
(MB)

tan
Tabel 1.6 Tanda utama lepra tipe PB dan MB

n
-te
Tanda Utama PB MB

22
Bercak Kusta Jumlah 1-5 Jumlah >5

20
Penebalan saraf tepi disertai Hanya 1 saraf Lebih dari 1 saraf

86
gangguan fungsi (mati rasa

s11
dan/ atau kelemahan otot, di
daerah yang dipersarafi saraf

ke
en
yang bersangkutan)

7m
Kerokan jaringan kulit BTA negatif BTA positif
10
Tabel 1.7 Tanda lain klasifikasi lepra
k0

PB MB
r-h

Distribusi Unilateral atau Bilateral simetris


mo

bilateral asimetris
-no

Permukaan bercak Kering, kasar Halus, mengkilap


mk

Batas bercak Tegas Kurang tegas


6/k

Mati rasa pada Jelas Biasanya kurang jelas


bercak
2/0

Deformitas Proses terjadi lebih Terjadi pada tahap


02

cepat lanjut
z/2

Ciri-ciri khas - Mandarosis, hidung


.xy

pelana, wajah singa


na

(facies leonina),
lya

ginekomastia pada pria


mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-62-

l
Tanda utama

tm
g.h
Ada Ragu Tidak ada

n tan
-te
Kusta Tersangka Bukan Kusta

22
20
• Jumlah bercak BTA Atau Observasi
• Penebalan saraf & 3–6

86
bulan
gangguan fungsi
• BTA

s11
Tanda

ke
utama
Bercak 1 – 5 Bercak >

en
Saraf 1 5
BTA (-) Saraf > 1

7m
BTA (+)
Ada Tidak Ragu Rujuk
ada 10
PB MB
k0
r-h

Gambar 1.6 : Alur diagnosis dan klasifikasi kusta


mo
-no

Diagnosis Banding
mk

Bercak eritema
a. Psoriasis
6/k

b. Tinea circinata
2/0

c. Dermatitis seboroik
02

Bercak putih
z/2

a. Vitiligo
.xy

b. Pitiriasis versikolor
na

c. Pitiriasis alba
lya

Nodul
a. Neurofibromatosis
mu

b. Sarkoma Kaposi
na

c. Veruka vulgaris
.ai

Komplikasi
ww

a. Arthritis.
//w

b. Sepsis.
ps:

c. Amiloid sekunder.
d. Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada
htt

perjalanan yang sangat kronis. Reaksi ini merupakan reaksi

jdih.kemkes.go.id
-63-

hipersensitivitas seluler (tipe 1/reversal) atau hipersentitivitas

l
tm
humoral (tipe 2/eritema nodosum leprosum/ENL).

g.h
Tabel 1.8 Faktor pencetus reaksi tipe 1 dan tipe 2

tan
Reaksi Tipe 1 Reaksi Tipe 2

n
-te
Pasien dengan bercak multipel dan Obat MDT, kecuali

22
diseminata, mengenai area tubuh Lampren

20
yang luas serta keterlibatan saraf

86
multiple

s11
Bercak luas pada wajah dan lesi BI >4+
dekat mata, berisiko terjadinya

ke
lagoftalmos karena reaksi

en
7m
Saat puerpurium (karena Kehamilan awal (karena
peningkatan CMI). Paling tinggi 6 stress mental), trisemester
10
bulan pertama setelah melahirkan/ ke-3, dan puerpurium
k0

masa menyusui (karena stress fisik), setiap


r-h

masa kehamilan (karena


mo

infeksi penyerta)
-no

Infeksi penyerta: Hepatitis B dan C Infeksi penyerta:


mk

streptokokus, virus, cacing,


filarial, malaria
6/k

Neuritis atau riwayat nyeri saraf Stres fisik dan mental


2/0

Lain-lain seperti trauma,


02

operasi, imunisasi
z/2

protektif, tes Mantoux


.xy

positif kuat, minum


na

kalium hidroksida
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-64-

Tabel 1. 9 Perbedaan reaksi tipe 1 dan 2 kusta

l
tm
No Gejala Tanda Reaksi tipe 1 Reaksi tipe 2

g.h
1. Tipe kusta Dapat terjadi pada kusta Hanya pada kusta tipe
tipe PB maupun MB MB

tan
2. Waktu Biasanya segera setelah Biasanya setelah

n
-te
timbulnya pengobatan mendapat pengobatan

22
yang lama, umumnya

20
lebih dari 6 bulan

86
3. Keadaan Umumnya baik, demam Ringan sampai berat

s11
umum ringan (sub-febris) atau disertai kelemahan
tanpa demam umum dan demam

ke
en
tinggi

7m
4. Peradangan di Bercak kulit lama Timbul nodus
kulit menjadi lebih meradang 10kemerahan, lunak dan
(merah), bengkak, nyeri tekan. Biasanya
k0

berkilat, hangat. Kadang- pada lengan dan


r-h

kadang hanya pada tungkai. Nodus dapat


mo

sebagian lesi. Dapat pecah.


-no

timbul bercak baru


mk

5. Saraf Sering terjadi, umumnya Dapat terjadi


6/k

berupa nyeri saraf dan


atau gangguan fungsi
2/0

saraf. Silent neuritis (+)


02

6. Udem pada (+) (-)


z/2

ekstrimitas
.xy

7. Peradangan Anastesi kornea dan Iritis, iridosiklitis,


na

pada mata lagoftalmos karena galucoma, katarak, dll


lya

keterlibatan N. V dan N.
mu

VII
8. Peradangan Hampir tidak ada Terjadi pada testis,
na

pada organ sendi, ginjal, kelenjar


.ai

lain getah bening, dll


ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-65-

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

l
tm
Penatalaksanaan

g.h
a. Pasien diberikan informasi mengenai kondisi pasien saat ini,
serta mengenai pengobatan dan pentingnya kepatuhan untuk

tan
eliminasi penyakit.

n
-te
b. Kebersihan diri dan pola makan yang baik perlu dilakukan.

22
c. Pasien dimotivasi untuk memulai terapi hingga selesai terapi

20
dilaksanakan.

86
d. Terapi menggunakan Multi Drug Therapy (MDT) pada:

s11
1) Pasien yang baru didiagnosis kusta dan belum pernah
mendapat MDT.

ke
2) Pasien ulangan, yaitu pasien yang mengalami hal-hal di

en
7m
bawah ini:
a) Relaps 10
b) Masuk kembali setelah default (dapat PB maupun MB)
k0

c) Pindahan (pindah masuk)


r-h

d) Ganti klasifikasi/tipe
mo

e. Terapi pada pasien PB:


-no

1) Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat


mk

diminum di depan petugas) terdiri dari: 2 kapsul Rifampisin


@ 300 mg (600 mg) dan 1 tablet Dapson/DDS 100 mg.
6/k

2) Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet


2/0

Dapson/DDS 100 mg. 1 blister obat untuk 1 bulan.


02

3) Pasien minum obat selama 6-9 bulan (± 6 blister).


z/2

4) Pada anak 10-15 tahun, dosis Rifampisin 450 mg, dan DDS
.xy

50 mg.
na

f. Terapi pada Pasien MB:


lya

1) Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat


diminum di depan petugas) terdiri dari: 2 kapsul Rifampisin
mu

@ 300 mg (600 mg), 3 tablet Lampren (klofazimin) @ 100 mg


na

(300 mg) dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg.


.ai

2) Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet


ww

lampren 50 mg dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg. 1 blister


//w

obat untuk 1 bulan.


ps:

3) Pasien minum obat selama 12-18 bulan (± 12 blister).


4) Pada anak 10-15 tahun, dosis Rifampisin 450 mg, Lampren
htt

150 mg dan DDS 50 mg untuk dosis bulanannya,

jdih.kemkes.go.id
-66-

sedangkan dosis harian untuk Lampren 50 mg diselang 1

l
tm
hari.

g.h
g. Dosis MDT pada anak <10 tahun dapat disesuaikan dengan
berat badan:

tan
1) Rifampisin: 10-15 mg/kgBB

n
-te
2) Dapson: 1-2 mg/kgBB

22
3) Lampren: 1 mg/kgBB

20
h. Obat penunjang (vitamin/roboransia) dapat diberikan vitamin

86
B1, B6, dan B12.

s11
i. Tablet MDT dapat diberikan pada pasien hamil dan menyusui.
Bila pasien juga mengalami tuberkulosis, terapi rifampisin

ke
disesuaikan dengan tuberkulosis.

en
7m
j. Untuk pasien yang alergi dapson, dapat diganti dengan lampren,
untuk MB dengan alergi, terapinya hanya 2 macam obat
10
(dikurangi DDS).
k0
r-h

Tabel 1.10 Efek samping obat dan penanganannya


mo

Masalah Nama Obat Penanganan


-no

Ringan
mk

Air seni berwarna Rifampisin Reassurance


(Menenangkan penderita
6/k

dengan penjelasan yang


2/0

benar) Konseling
02

Perubahan warna kulit Clofazimin Konseling


z/2

menjadi coklat
.xy

Masalah Semua obat (3 obat Obat diminum bersamaan


na

gastrointestinal dalam MDT) dengan makanan (atau


lya

setelah makan)
mu

Anemia Dapson Berikan tablet Fe dan


Asam folat
na

Serius
.ai

Ruam kulit yang gatal Dapson Hentikan Dapson, Rujuk


ww

Alergi urtikaria Dapson atau Hentikan keduanya,


//w

Rifampisin Rujuk
ps:

Ikterus (kuning) Rifampisin Hentikan Rifampisin,


htt

Rujuk

jdih.kemkes.go.id
-67-

Syok, purpura, gagal Rifampisin Hentikan Rifampisin,

l
tm
ginjal Rujuk

g.h
Terapi untuk reaksi kusta ringan, dilakukan dengan pemberian

tan
prednison dengan cara pemberian:

n
-te
a. 2 Minggu pertama 40 mg/hari (1x8 tab) pagi hari sesudah

22
makan

20
b. 2 Minggu kedua 30 mg/hari (1x6 tab) pagi hari sesudah makan

86
c. 2 Minggu ketiga 20 mg/hari (1x4 tab) pagi hari sesudah makan

s11
d. 2 Minggu keempat 15 mg/hari (1x3 tab) pagi hari sesudah
makan

ke
e. 2 Minggu kelima 10 mg/hari (1x2 tab) pagi hari sesudah makan

en
7m
f. 2 Minggu keenam 5 mg/hari (1x1 tab) pagi hari sesudah makan
g. Bila terdapat ketergantungan terhadap
10 Prednison, dapat
diberikan Lampren lepas
k0

Konseling dan Edukasi


r-h

a. Individu dan keluarga diberikan penjelasan tentang lepra,


mo

terutama cara penularan dan pengobatannya.


-no

b. Dari keluarga diminta untuk membantu memonitor pengobatan


mk

pasien sehingga dapat tuntas sesuai waktu pengobatan.


c. Apabila terdapat tanda dan gejala serupa pada anggota keluarga
6/k

lainnya, perlu dibawa dan diperiksakan ke pelayanan


2/0

kesehatan.
02
z/2

Rencana tindak lanjut:


.xy

a. Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat.


na

b. Bila terlambat, paling lama dalam 1 bulan harus dilakukan


lya

pelacakan.
c. Release From Treatment (RFT) dapat dinyatakan setelah dosis
mu

dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium.


na

d. Pasien yang sudah RFT namun memiliki faktor risiko: cacat


.ai

tingkat 1 atau 2, pernah mengalami reaksi, BTA pada awal


ww

pengobatan >3 (ada nodul atau infiltrat), maka perlu dilakukan


//w

pengamatan semiaktif.
ps:

e. Pasien PB yang telah mendapat pengobatan 6 dosis (blister)


htt

dalam waktu 6-9 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus


pemeriksaan laboratorium.

jdih.kemkes.go.id
-68-

f. Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 12 dosis

l
tm
(blister) dalam waktu 12-18 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus

g.h
pemeriksaan laboratorium.
g. Default

tan
Jika pasien PB tidak mengambil/minum obatnya lebih dari 3

n
-te
bulan dan pasien MB lebih dari 6 bulan secara kumulatif (tidak

22
mungkin baginya untuk menyelesaikan pengobatan sesuai

20
waktu yang ditetapkan), maka yang bersangkutan dinyatakan

86
default. Pasien defaulter tidak diobati kembali bila tidak

s11
terdapat tanda-tanda klinis aktif. Namun jika memiliki tanda-
tanda klinis aktif (eritema dari lesi lama di kulit/ ada lesi baru/

ke
ada pembesaran saraf yang baru).

en
7m
Bila setelah terapi kembali pada defaulter ternyata berhenti
setelah lebih dari 3 bulan, maka dinyatakan default kedua. Bila
10
default lebih dari 2 kali, perlu dilakukan tindakan dan
k0

penanganan khusus.
r-h
mo

Kriteria Rujukan
-no

a. Terdapat efek samping obat yang serius.


mk

b. Reaksi kusta dengan kondisi:


1) ENL melepuh, pecah (ulserasi), suhu tubuh tinggi, neuritis.
6/k

2) Reaksi tipe 1 disertai dengan bercak ulserasi atau neuritis.


2/0

3) Reaksi yang disertai komplikasi penyakit lain yang berat,


02

misalnya hepatitis, DM, hipertensi, dan tukak lambung


z/2

berat.
.xy

Peralatan
na

Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan BTA


lya

Prognosis
Prognosis untuk vitam umumnya bonam, namun dubia ad malam
mu

pada fungsi ekstremitas, karena dapat terjadi mutilasi, demikian


na

pula untuk kejadian berulangnya.


.ai
ww

Referensi
//w

a. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


ps:

Lingkungan. 2012. Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit


Kusta. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (Direktorat Jenderal
htt

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan , 2012)

jdih.kemkes.go.id
-69-

b. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Buku Ajar Ilmu

l
tm
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit

g.h
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (Djuanda, et al.,
2007)

tan
n
-te
11. Keracunan Makanan

22
No. ICPC-2 : A86Toxic Effect Non Medical Substance

20
No. ICD-10 : T.62.2 Other Ingested (parts of plant(s))

86
Tingkat Kemampuan 4A

s11
Masalah Kesehatan

ke
Keracunan makanan merupakan suatu kondisi gangguan

en
7m
pencernaan yang disebabkan oleh konsumsi makanan atau air yang
terkontaminasi dengan zat patogen dan atau bahan kimia, misalnya
10
Norovirus, Salmonella, Clostridium perfringens, Campylobacter, dan
k0

Staphylococcus aureus.
r-h
mo

Hasil Anamnesis (Subjective)


-no

Keluhan
mk

a. Diare akut.
Pada keracunan makanan biasanya berlangsung kurang dari 2
6/k

minggu.
2/0

Darah atau lendir pada tinja; menunjukkan invasi mukosa usus


02

atau kolon.
z/2

b. Nyeri perut.
.xy

c. Nyeri kram otot perut; menunjukkan hilangnya elektrolit yang


na

mendasari, seperti pada kolera yang berat.


lya

d. Kembung.
mu

Faktor Risiko
na

a. Riwayat makan/minum di tempat yang tidak higienis


.ai

b. Konsumsi daging/unggas yang kurang matang dapat dicurigai


ww

untuk Salmonella spp, Campylobacter spp, toksin Shiga E coli,


//w

dan Clostridium perfringens.


ps:

c. Konsumsi makanan laut mentah dapat dicurigai untuk Norwalk-


like virus, Vibrio spp, atau hepatitis A.
htt

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective )

jdih.kemkes.go.id
-70-

Pemeriksaan Fisik Patognomonis

l
tm
Pemeriksaan fisik harus difokuskan untuk menilai keparahan

g.h
dehidrasi.
a. Diare, dehidrasi, dengan tanda–tanda tekanan darah turun,

tan
nadi cepat, mulut kering, penurunan keringat, dan penurunan

n
-te
output urin.

22
b. Nyeri tekan perut, bising usus meningkat atau melemah.

20
Pemeriksaan Penunjang

86
a. Lakukan pemeriksaan mikroskopis dari feses untuk telur cacing

s11
dan parasit.
b. Pewarnaan Gram, Koch dan metilen biru Loeffler untuk

ke
membantu membedakan penyakit invasifdari penyakitnon-

en
7m
invasif.
10
Penegakan Diagnostik (Assessment)
k0

Diagnosis Klinis
r-h

Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan


mo

penunjang.
-no

Diagnosis Banding
mk

a. Intoleransi
b. Diare spesifik seperti disentri, kolera dan lain-lain.
6/k

Komplikasi
2/0

Dehidrasi berat
02
z/2

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.xy

Penatalaksanaan
na

a. Karena sebagian besar kasus gastroenteritis akut adalah self-


lya

limiting, pengobatan khusus tidak diperlukan. Dari beberapa


studi didapatkan bahwa hanya 10% kasus membutuhkan terapi
mu

antibiotik. Tujuan utamanya adalah rehidrasi yang cukup dan


na

suplemen elektrolit. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian


.ai

cairan rehidrasi oral (oralit) atau larutan intravena (misalnya,


ww

larutan natrium klorida isotonik, larutan Ringer Laktat).


//w

Rehidrasi oral dicapai dengan pemberian cairan yang


ps:

mengandung natrium dan glukosa. Obat absorben (misalnya,


kaopectate, aluminium hidroksida) membantu memadatkan
htt

feses diberikan bila diare tidak segera berhenti.

jdih.kemkes.go.id
-71-

b. Jika gejalanya menetap setelah 3-4 hari, etiologi spesifik harus

l
tm
ditentukan dengan melakukan kultur tinja. Untuk itu harus

g.h
segera dirujuk.
c. Modifikasi gaya hidup dan edukasi untuk menjaga kebersihan

tan
diri.

n
-te
Konseling dan Edukasi

22
Edukasi kepada keluarga untuk turut menjaga higiene keluarga dan

20
pasien.

86
Kriteria Rujukan

s11
a. Gejala keracunan tidak berhenti setelah 3 hari ditangani dengan
adekuat.

ke
b. Pasien mengalami perburukan.

en
7m
Dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder dengan spesialis penyakit
dalam atau spesialis anak. 10
Peralatan
k0

a. Cairan rehidrasi (NaCl 0,9%, RL, oralit )


r-h

b. Infus set
mo

c. Antibiotik bila diperlukan


-no
mk

Prognosis
Prognosis umumnya bila pasien tidak mengalami komplikasi adalah
6/k

bonam.
2/0

Referensi
02

a. Panduan Pelayanan Medik. PAPDI.


z/2

b. Panduan Puskesmas untuk keracunan makanan. Depkes:


.xy

Jakarta. 2007. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,


na

2007)
lya

12. Alergi Makanan


mu

No. ICPC-2 : A92 Allergy/ allergic reaction NOS


na

No. ICD-10 : L27.2 Dermatitis due to ingested food


.ai

Tingkat Kemampuan 4A
ww
//w

Masalah Kesehatan
ps:

Makanan dapat menimbulkan beraneka ragam gejala yang


ditimbulkan reaksi imun terhadap alergen asal makanan. Reaksi
htt

tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi atau non alergi. Reaksi

jdih.kemkes.go.id
-72-

alergi makanan terjadi bila alergen makanan menembus sawar

l
tm
gastro intestinal yang memacu reaksi IgE. Gejala dapat timbul dalam

g.h
beberapa menit sampai beberapa jam, dapat terbatas pada satu atau
beberapa organ, kulit, saluran napas dan cerna, lokal dan sistemik.

tan
Alergen makanan yang sering menimbulkan alergi pada anak adalah

n
-te
susu,telur, kacang tanah, soya, terigu, dan ikan laut. Sedangkan

22
yang sering menimbulkan alergi pada orang dewasa adalah kacang

20
tanah, ikan laut, udang, kepiting, kerang, dan telur.

86
Alergi makanan tidak berlangsung seumur hidup terutama pada

s11
anak. Gejala dapat hilang, namun dapat kambuh pada keadaan
tertentu seperti infeksi virus, nutrisi yang tidak seimbang atau

ke
cedera muskulus gastrointestinal.

en
7m
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan 10
a. Pada kulit: eksim dan urtikaria.
k0

b. Pada saluran pernapasan: rinitis dan asma.


r-h

c. Keluhan pada saluran pencernaan: gejala gastrointestinal non


mo

spesifik dan berkisar dari edema, pruritus bibir, mukosa pipi,


-no

mukosa faring, muntah, kram, distensi,dan diare.


mk

d. Diare kronis dan malabsorbsi terjadi akibat reaksi


hipersensitivitas lambat non Ig-E-mediated seperti pada
6/k

enteropati protein makanan dan penyakit seliak


2/0

e. Hipersensitivitas susu sapi pada bayi menyebabkan occult


02

bleeding atau frank colitis.


z/2

Faktor Risiko
.xy

Terdapat riwayat alergi di keluarga


na
lya

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
mu

Pemeriksaan fisik pada kulit dan mukosa serta paru.


na

Pemeriksaan Penunjang: -
.ai

Penegakan Diagnostik (Assessment)


ww

Diagnosis Klinis
//w

Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik


ps:

Diagnosis Banding
Intoksikasi makanan
htt

Komplikasi

jdih.kemkes.go.id
-73-

Reaksi alergi berat

l
tm
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

g.h
Penatalaksanaan
Medika mentosa

tan
Riwayat reaksi alergi berat atau anafilaksis:

n
-te
a. Hindari makanan penyebab

22
b. Jangan lakukan uji kulit atau uji provokasi makanan

20
Rencana Tindak Lanjut

86
a. Edukasi pasien untuk kepatuhan diet pasien

s11
b. Menghindari makanan yang bersifat alergen secara sengaja
mapun tidak sengaja (perlu konsultasi dengan ahli gizi)

ke
c. Perhatikan label makanan

en
7m
d. Menyusui bayi sampai usia 6 bulan menimbulkan efek protektif
terhadap alergi makanan 10
k0

Kriteria Rujukan
r-h

Pasien dirujuk apabila pemeriksaan uji kulit, uji provokasi dan


mo

eliminasi makanan terjadi reaksi anafilaksis.


-no

Peralatan : -
mk

Prognosis
Umumnya prognosis adalah dubia ad bonam bila medikamentosa
6/k

disertai dengan perubahan gaya hidup.


2/0
02

Referensi
z/2

a. Sichere, S.H. Sampson, H.A. Food Allergy. J Allergy Clin


.xy

Immunol. 2010; 125: 116-25. (Sichere & Sampson, 2010)


na

b. Prawirohartono, E.P. Makanan Sebagai Penyebab Alergi dalam


lya

Alergi Makanan.Ed. Djuffrie. Yogyakarta: Gajah Mada


Universitas Press. 2001. (Prawirohartono, 2001)
mu

c. Davies, R.J. Seri Kesehatan Bimbingan Dokter pada Alergi.


na

Jakarta: Dian Rakyat. 2003. (Davies, 2003)


.ai
ww

13. Syok
//w

No. ICPC-2 : K99 Cardiovascular disease other


ps:

No. ICD-10 : R57.9 Shock, unspecified


Tingkat Kemampuan 3B
htt

jdih.kemkes.go.id
-74-

Masalah Kesehatan

l
tm
Syok merupakan salah satu sindroma kegawatan yang

g.h
memerlukanpenanganan intensif dan agresif. Syok adalah suatu
sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal atau

tan
sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsimultipel

n
-te
organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen

22
sistemik yang tidak adekuat tak mampu memenuhi kebutuhan

20
metabolisme sel. Karakteristik kondisi ini, yaitu: 1) ketergantungan

86
suplai oksigen, 2) kekurangan oksigen, 3) Asidosis jaringan sehingga

s11
terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi
organ vital dan kematian.

ke
Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, penyebab dan

en
7m
karakteristik pola hemodinamik yang ditimbulkan, yaitu:
a. Syok Hipovolemik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen
10
disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler
k0

sebesar >20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut,


r-h

dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat


mo

sekunder dilatasi arteri dan vena.


-no

b. Syok Kardiogenik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen


mk

disebabkan oleh adanya kerusakan primer fungsi atau


kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung
6/k

semenit, berkaitan dengan terganggunya preload, afterload,


2/0

kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme jantung. Penyebab


02

terbanyak adalah infark miokard akut, keracunan obat,


z/2

infeksi/inflamasi, gangguan mekanik.


.xy

c. Syok Distributif yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen


na

disebabkan oleh menurunnya tonus vaskuler mengakibatkan


lya

vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan redistribusi aliran


darah. Penyebab dari kondisi tersebut terutama komponen
mu

vasoaktif pada syok anafilaksis; bakteria dan toksinnya pada


na

septik syok sebagai mediator dari SIRS; hilangnya tonus


.ai

vaskuler pada syok neurogenik.


ww

d. Syok Obstruktif yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen


//w

berkaitan dengan terganggunya mekanisme aliran balik darah


ps:

oleh karena meningkatnya tekanan intratorakal atau


terganggunya aliran keluar arterial jantung (emboli pulmoner,
htt

emboli udara, diseksi aorta, hipertensi pulmoner, tamponade

jdih.kemkes.go.id
-75-

perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya oleh

l
tm
karena obstruksi mekanis.

g.h
e. Syok Endokrin, disebabkan oleh hipotiroidisme, hipertiroidisme
dengan kolaps kardiak dan insufisiensi adrenal. Pengobatannya

tan
dengan tunjangan kardiovaskular sambil mengobati

n
-te
penyebabnya. Insufisiensi adrenal mungkin kontributor

22
terjadinya syok pada pasien sakit gawat. Pasien yang tidak

20
respon pada pengobatan harus tes untuk insufisiensi adrenal.

86
s11
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan

ke
Pasien datang dengan lemas atau dapat tidak sadarkan diri.

en
7m
Gejala klinis juga tergantung etiologi penyebabnya, yang sering
terjadi adalah tromboemboli paru, tamponade jantung, obstruksi
10
arterioventrikuler, tension pneumotoraks.
k0

Untuk identifikasi penyebab, perlu ditanyakan faktor predisposisi


r-h

seperti karena infark miokard antara lain: umur, diabetes melitus,


mo

riwayat angina, gagal jantung kongestif, infark anterior. Tanda awal


-no

iskemi jantung akut yaitu nyeri dada, sesak nafas, diaforesis, gelisah
mk

dan ketakutan, nausea dan vomiting dan gangguan sirkulasi lanjut


menimbulkan berbagai disfungsi endorgan. Riwayat trauma untuk
6/k

syok karena perdarahan atau syok neurogenik pada trauma servikal


2/0

atau high thoracic spinal cord injury. Demam dan riwayat infeksi
02

untuk syok septik. Gejala klinis yang timbul setelah kontak dengan
z/2

antigen pada syok anafilaktik.


.xy

Syok obstruktif, tampak hampir sama dengan syok kardiogenik dan


na

hipovolemik.
lya

Faktor Risiko: -
mu

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


na

Pemeriksaan Fisik
.ai

Keadaan umum:
ww

a. Hipotensi dan penyempitan tekanan denyutan (adalah tanda


//w

hilangnya cairan yang berat dan syok).


ps:

b. Hipertermi, normotermi, atau hipotermi dapat terjadi pada syok.


Hipotermia adalah tanda dari hipovolemia berat dan syok septik.
htt

c. Detak jantung naik, frekuensi nafas naik, kesadaran turun.

jdih.kemkes.go.id
-76-

d. Produksi urin turun. Produksi urin merupakan penunjuk awal

l
tm
hipovolemia dan respon ginjal terhadap syok.

g.h
e. Gambaran klinis syok kardiogenik tampak sama dengan gejala
klinis syok hipovolemik, ditambah dengan adanya disritmia,

tan
bising jantung, gallop.

n
-te
f. Gejala klinis syok septik tak dapat dilepaskan dari keadaan

22
sepsis sendiri berupa sindroma reaksi inflamasi sistemik (SIRS)

20
dimana terdapat dua gejala atau lebih:

86
1) Temperatur > 380C atau < 360C.

s11
2) Heart rate > 90x/mnt.
3) Frekuensi nafas > 20x/mn atau PaCO2 < 4,3 kPa.

ke
4) Leukosit >12.000 sel/mm atau <4000sel/mm atau >10%

en
7m
bentuk imatur.
g. Efek klinis syok anafilaktik mengenai sistem pernafasan dan
10
sistem sirkulasi, yaitu:
k0

Terjadi edema hipofaring dan laring, konstriksi bronkus dan


r-h

bronkiolus, disertai hipersekresi mukus, dimana semua


mo

keadaan ini menyebabkan spasme dan obstruksi jalan nafas


-no

akut.
mk

h. Syok neurogenik ditandai dengan hipotensi disertai bradikardi.


Gangguan neurologis: paralisis flasid, refleks ekstremitas hilang
6/k

dan priapismus.
2/0

i. Syok obstruktif, tampak hampir sama dengan syok kardiogenik


02

dan hipovolemik. Gejala klinis juga tergantung etiologi


z/2

penyebabnya, yang sering terjadi adalah tromboemboli paru,


.xy

tamponade jantung, obstruksi arterioventrikuler, tension


na

pneumothorax. Gejala ini akan berlanjut sebagai tanda-tanda


lya

akut kor pulmonal dan payah jantung kanan: pulsasi vena


jugularis, gallop, bising pulmonal, aritmia. Karakteristik
mu

manifestasi klinis tamponade jantung: suara jantung menjauh,


na

pulsus altemans, JVP selama inspirasi. Sedangkan emboli


.ai

pulmonal: disritmia jantung, gagal jantung kongesti.


ww

Pemeriksaan Penunjang
//w

1) Pulse oxymetri
ps:

2) EKG
htt

jdih.kemkes.go.id
-77-

Penegakan Diagnostik (Assessment)

l
tm
Diagnosis Klinis

g.h
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan penunjang.

tan
Diagnosis Banding:-

n
-te
Komplikasi

22
Kerusakan otak, koma,kematian.

20
86
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

s11
Penatalaksanaan
a. Pengenalan dan restorasi yang cepat dari perfusi adalah kunci

ke
pencegahan disfungsi organ multipel dan kematian.

en
7m
b. Pada semua bentuk syok, manajemen jalan nafas dan
pernafasan untuk memastikan 10 oksigenasi pasien baik,
kemudian restorasi cepat dengan infus cairan.
k0

c. Pilihan pertama adalah kristaloid (Ringer laktat/Ringer asetat)


r-h

disusul darah pada syok perdarahan. Keadaan hipovolemi


mo

diatasi dengan cairan koloid atau kristaloid sekaligus


-no

memperbaiki keadaan asidosis.


mk

d. Pengobatan syok sebelumnya didahului dengan penegakan


diagnosis etiologi. Diagnosis awal etiologi syok adalah esensial,
6/k

kemudian terapi selanjutnya tergantung etiologinya.


2/0

e. Tindakan invasif seperti intubasi endotrakeal dan


02

cricothyroidotomy atau tracheostomy dapat dilakukan hanya


z/2

untuklife saving oleh dokter yang kompeten.


.xy

Syok Hipovolemik:
na

a. Infus cepat kristaloid untuk ekspansi volume intravaskuler


lya

melalui kanula vena besar (dapat lebih satu tempat) atau


melalui vena sentral.
mu

b. Pada perdarahan maka dapat diberikan 3-4 kali dari jumlah


na

perdarahan. Setelah pemberian 3 liter disusul dengan transfusi


.ai

darah. Secara bersamaan sumber perdarahan harus dikontrol.


ww

c. Resusitasi tidak komplit sampai serum laktat kembali normal.


//w

Pasien syok hipovolemik berat dengan resusitasi cairan akan


ps:

terjadi penumpukan cairan di rongga ketiga.


d. Vasokonstriksi jarang diperlukan pada syok hipovolemik murni.
htt

jdih.kemkes.go.id
-78-

Syok Obstruktif:

l
tm
a. Penyebab syok obstruktif harus diidentifikasi dan segera

g.h
dihilangkan.
b. Pericardiocentesis atau pericardiotomi untuk tamponade

tan
jantung.

n
-te
c. Dekompressi jarum atau pipa thoracostomy atau keduanya pada

22
tension pneumothorax.

20
d. Dukungan ventilasi dan jantung, mungkin trombolisis, dan

86
mungkin prosedur radiologi intervensional untuk emboli paru.

s11
e. Abdominal compartment syndrome diatasi dengan laparotomi
dekompresif.

ke
Syok Kardiogenik:

en
7m
a. Optimalkan pra-beban dengan infus cairan.
b. Optimalkan kontraktilitas jantung dengan inotropik sesuai
10
keperluan, seimbangkan kebutuhan oksigen jantung. Selain itu,
k0

dapat dipakai dobutamin atau obat vasoaktif lain.


r-h

c. Sesuaikan pasca-beban untuk memaksimalkan CO. Dapat


mo

dipakai vasokonstriktor bila pasien hipotensi dengan SVR


-no

rendah. Pasien syok kardiogenik mungkin membutuhkan


mk

vasodilatasi untuk menurunkan SVR, tahanan pada aliran


darah dari jantung yang lemah. Obat yang dapat dipakai adalah
6/k

nitroprusside dan nitroglycerin.


2/0

d. Diberikan diuretik bila jantung dekompensasi.


02

e. PACdianjurkan dipasang untuk penunjuk terapi.


z/2

f. Penyakit jantung yang mendasari harus diidentifikasi dan


.xy

diobati.
na

Syok Distributif:
lya

a. Pada SIRS dan sepsis, bila terjadi syok ini karena toksin atau
mediator penyebab vasodilatasi. Pengobatan berupa resusitasi
mu

cairan segera dan setelah kondisi cairan terkoreksi, dapat


na

diberikan vasopresor untuk mencapai MAP optimal. Sering


.ai

terjadi vasopresor dimulai sebelum pra-beban adekuat tercapai.


ww

Perfusi jaringan dan oksigenasi sel tidak akan optimal kecuali


//w

bila ada perbaikan pra-beban.


ps:

b. Obat yang dapat dipakai adalah dopamin, norepinefrin dan


vasopresin.
htt

c. Dianjurkan pemasangan PAC.

jdih.kemkes.go.id
-79-

d. Pengobatan kausal dari sepsis.

l
tm
Syok Neurogenik:

g.h
a. Setelah mengamankan jalan nafas dan resusitasi cairan, guna
meningkatkan tonus vaskuler dan mencegah bradikardi

tan
diberikan epinefrin.

n
-te
b. Epinefrin berguna meningkatkan tonus vaskuler tetapi akan

22
memperberat bradikardi, sehingga dapat ditambahkan dopamin

20
dan efedrin. Agen antimuskarinikatropin dan glikopirolat juga

86
dapat untuk mengatasi bradikardi.

s11
c. Terapi definitif adalah stabilisasi Medulla spinalis yang terkena.

ke
Rencana Tindak Lanjut

en
7m
Mencari penyebab syok dan mencatatnya di rekam medis serta
memberitahukan kepada pasien dan keluarga untuk tindakan lebih
10
lanjut yang diperlukan.
k0

Konseling dan Edukasi


r-h

Keluarga perlu diberitahukan mengenai kemungkinan terburuk yang


mo

dapat terjadi pada pasien dan pencegahan terjadinya kondisi serupa.


-no

Kriteria Rujukan
mk

Setelah kegawatan pasien ditangani, pasien dirujuk ke pelayanan


kesehatan sekunder.
6/k

Peralatan
2/0

a. Infus set
02

b. Oksigen
z/2

c. NaCl 0,9%
.xy

d. Senter
na

e. EKG
lya

Prognosis
mu

Prognosis suatu syok amat tergantung dari kecepatan diagnosa dan


na

pengelolaannya sehingga pada umumnya adalah dubia ad bonam.


.ai
ww

Referensi
//w

a. Karyadi, W. Update on Shock. Pertemuan Ilmiah Terpadu-1.


ps:

Surabaya: FK Universitas Airlangga. 6-7 Mei 2000. (Karyadi, et


al., 2000)
htt

jdih.kemkes.go.id
-80-

b. Rahardjo, E. Update on Shock. Pertemuan Ilmiah Terpadu-

l
tm
1.Surabaya: FK Universitas Airlangga. 6-7 Mei 2000.

g.h
c. Suryohudoyo, P. Update on Shock, Pertemuan Ilmiah Terpadu-1.
Surabaya: FK Universitas Airlangga. 6-7 Mei 2000.

ntan
-te
14. Reaksi Anafilaktik

22
No. ICPC-2 : A92 Allergy/allergic reaction NOS

20
No. ICD-10 : T78.2 Anaphylactic shock, unspecified

86
Tingkat Kemampuan 4A

s11
Masalah Kesehatan

ke
Anafilaktik adalah reaksi hipersensitifitas generalisata atau sistemik

en
7m
yang beronset cepat, serius, dan mengancam. Jika reaksi tersebut
cukup hebat dapat menimbulkan syok yang disebut sebagai syok
10
anafilaktik. Syok anafilaktik membutuhkan pertolongan cepat dan
k0

tepat. Untuk itu diperlukan pengetahuan serta keterampilan dalam


r-h

pengelolaan syok anafilaktik.


mo

Insidens syok anafilaktik 40–60% adalah akibat gigitan serangga, 20–


-no

40% akibat zat kontras radiografi, dan 10–20%akibat pemberian obat


mk

penisilin. Data yang akurat dalam insiden dan prevalensi terjadinya


syok anafilaktik masih sangat kurang. Anafilaksis yang fatal hanya
6/k

kira-kira 4 kasus kematian dari 10 juta masyarakat pertahun.


2/0

Sebagian besar kasus yang serius anafilaktik adalah akibat


02

pemberian antibiotik seperti penisilin dan bahan zat radiologis.


z/2

Penisilin merupakan penyebab kematian 100 dari 500 kematian


.xy

akibat reaksi anafilaksis.


na
lya

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
mu

Gambaran atau gejala klinis suatu reaksi anafilakis berbeda-beda


na

gradasinya sesuai berat ringannya reaksi antigen-antibodi atau


.ai

tingkat sensitivitas seseorang, namun pada tingkat yang berat


ww

barupa syok anafilaktik gejala yang menonjol adalah gangguan


//w

sirkulasi dan gangguan respirasi. Kedua gangguan tersebut dapat


ps:

timbul bersamaan atau berurutan yang kronologisnya sangat


bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa jam. Pada dasarnya
htt

makin cepat reaksi timbul makin berat keadaan penderita.

jdih.kemkes.go.id
-81-

Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau

l
tm
batuk saja yang kemudian segera diikuti dengan sesak napas.

g.h
Gejala pada kulit merupakan gejala klinis yang paling sering
ditemukan pada reaksi anafilaktik. Walaupun gejala ini tidak

tan
mematikan namun gejala ini amat penting untuk diperhatikan sebab

n
-te
ini mungkin merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala

22
yang lebih berat berupa gangguan nafas dan gangguan sirkulasi.

20
Oleh karena itu setiap gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan

86
harus diwaspadai untuk kemungkinan timbulnya gejala yang lebih

s11
berat. Manifestasi dari gangguan gastrointestinal berupa perut
kram,mual,muntah sampai diare yang juga dapat merupakan gejala

ke
prodromal untuk timbulnya gejala gangguan nafas dan sirkulasi.

en
7m
Faktor Risiko:
Riwayat Alergi 10
k0

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


r-h

Pemeriksaan Fisik
mo

Pasien tampak sesak, frekuensi napas meningkat, sianosis karena


-no

edema laring dan bronkospasme. Hipotensi merupakan gejala yang


mk

menonjol pada syok anafilaktik. Adanya takikardia, edema


periorbital, mata berair, hiperemi konjungtiva. Tanda prodromal
6/k

pada kulit berupa urtikaria dan eritema.


2/0
02

Penegakan Diagnostik (Assessment)


z/2

Diagnosis Klinis
.xy

Untuk membantu menegakkan diagnosis maka World Allergy


na

Organization telah membuat beberapa kriteria di mana reaksi


lya

anafilaktik dinyatakan sangat mungkin bila:


a. Onset gejala akut (beberapa menit hingga beberapa jam) yang
mu

melibatkan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (misal:


na

urtikaria generalisata, pruritus dengan kemerahan,


.ai

pembengkakan bibir/lidah/uvula) dan sedikitnya salah satu


ww

dari tanda berikut ini:


//w

1) Gangguan respirasi (misal: sesak nafas, wheezing akibat


ps:

bronkospasme, stridor, penurunan arus puncak


ekspirasi/APE, hipoksemia).
htt

jdih.kemkes.go.id
-82-

2) Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan

l
tm
dengan kegagalan organ target (misal: hipotonia, kolaps

g.h
vaskular, sinkop, inkontinensia).
b. Atau, dua atau lebih tanda berikut yang muncul segera

tan
(beberapa menit hingga beberapa jam) setelah terpapar alergen

n
-te
yang mungkin (likely allergen), yaitu:

22
1) Keterlibatan jaringan mukosa dan kulit

20
2) Gangguan respirasi

86
3) Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan

s11
dengan kegagalan organ target
4) Gejala gastrointestinal yang persisten (misal: nyeri kram

ke
abdomen, muntah)

en
7m
c. Atau, penurunan tekanan darah segera (beberapa menit atau
jam) setelah terpapar alergen yang telah diketahui (known
10
allergen), sesuai kriteria berikut:
k0

1) Bayi dan anak: Tekanan darah sistolik rendah (menurut


r-h

umur) atau terjadi penurunan > 30% dari tekanan darah


mo

sistolik semula.
-no

2) Dewasa: Tekanan darah sistolik <90 mmHg atau terjadi


mk

penurunan>30% dari tekanan darah sistolik semula.


6/k

Diagnosis Banding
2/0

a. Beberapa kelainan menyerupai anafilaksis


02

1) Serangan asma akut


z/2

2) Sinkop
.xy

3) Gangguan cemas / serangan panik


na

4) Urtikaria akut generalisata


lya

5) Aspirasi benda asing


6) Kelainan kardiovaskuler akut (infark miokard, emboli paru)
mu

7) Kelainan neurologis akut (kejang, stroke)


na

b. Sindrom flush
.ai

1) Perimenopause
ww

2) Sindrom karsinoid
//w

3) Epilepsi otonomik
ps:

4) Karsinoma tiroid meduler


c. Sindrom pasca-prandial
htt

jdih.kemkes.go.id
-83-

1) Scombroidosis, yaitu keracunan histamin dari ikan,

l
tm
misalnya tuna, yang disimpan pada suhu tinggi.

g.h
2) Sindrom alergi makanan berpolen, umumnya buah atau
sayur yang mengandung protein tanaman yang

tan
3) bereaksi silang dengan alergen di udara

n
-te
4) Monosodium glutamat atau Chinese restaurant syndrome

22
5) Sulfit

20
6) Keracunan makanan

86
d. Syok jenis lain

s11
1) Hipovolemik
2) Kardiogenik

ke
3) Distributif

en
7m
4) Septik
e. Kelainan non-organik 10
1) Disfungsi pita suara
k0

2) hiperventilasi
r-h

3) Episode psikosomatis
mo

f. Peningkatan histamin endogen


-no

1) Mastositosis / kelainan klonal sel mast


mk

2) Leukemia basofilik
g. Lainnya
6/k

1) Angioedema non-alergik, misal: angioedema herediter tipe I,


2/0

II, atau III, angioedema terkait ACE-inhibitor)


02

2) Systemic capillary leak syndrome


z/2

3) Red man syndrome akibat vancomycin


.xy

4) Respon paradoksikal pada feokromositoma


na

Komplikasi
lya

a. Koma
b. Kematian
mu
na

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.ai

Penatalaksanaan
ww

a. Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai


//w

diangkat (diganjal dengan kursi) akan membantu menaikkan


ps:

venous return sehingga tekanan darah ikut meningkat.


htt

jdih.kemkes.go.id
-84-

b. Pemberian Oksigen 3–5 liter/menit harus dilakukan, pada

l
tm
keadaan yang sangat ekstrim tindakan trakeostomi atau

g.h
krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
c. Pemasangan infus, cairan plasma expander (Dextran)

tan
merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume

n
-te
intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak tersedia,

22
Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai cairan

20
pengganti. Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan

86
sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.

s11
d. Adrenalin 0,3 – 0,5 ml dari larutan 1 : 1000 diberikan secara
intramuskuler yang dapat diulangi 5–10 menit. Dosis ulangan

ke
umumnya diperlukan, mengingat lama kerja adrenalin cukup

en
7m
singkat. Jika respon pemberian secara intramuskuler kurang
efektif, dapat diberi secara intravenous setelah 0,1 – 0,2 ml
10
adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis,
k0

diberikan perlahan-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya


r-h

dihindari pada syok anafilaktik karena efeknya lambat bahkan


mo

mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga


-no

absorbsi obat tidak terjadi.


mk

e. Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila


bronkospasme belum hilang dengan pemberian adrenalin. 250
6/k

mg aminofilin diberikan perlahan-lahan selama 10 menit


2/0

intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus


02

bila dianggap perlu.


z/2

f. Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua


.xy

setelah adrenalin. Kedua obat tersebut kurang manfaatnya pada


na

tingkat syok anafilaktik, dapat diberikan setelah gejala klinis


lya

mulai membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berupa


serum sickness atau prolonged effect. Antihistamin yang biasa
mu

digunakan adalah difenhidramin HCl 5–20 mg IV dan untuk


na

golongan kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5–10


.ai

mg IV atau hidrokortison 100–250 mg IV.


ww

g. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP), seandainya terjadi henti


//w

jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi


ps:

kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah


ABC dan seterusnya. Mengingat kemungkinan terjadinya henti
htt

jantung pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka

jdih.kemkes.go.id
-85-

sewajarnya di setiap ruang praktek seorang dokter tersedia

l
tm
selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya juga

g.h
perangkat resusitasi (Resuscitation kit) untuk memudahkan
tindakan secepatnya.

tan
h. Algoritma Penatalaksanaan Reaksi Anafilaksis (Lihat Penjelasan

n
-te
1)

22
20
Rencana Tindak Lanjut

86
Mencari penyebab reaksi anafilaktik dan mencatatnya di rekam

s11
medis serta memberitahukan kepada pasien dan keluarga.
Konseling dan Edukasi

ke
Keluarga perlu diberitahukan mengenai penyuntikan apapun

en
7m
bentuknya terutama obat-obat yang telah dilaporkan bersifat antigen
(serum,penisillin, anestesi lokal, dll) harus selalu waspada untuk
10
timbulnya reaksi anafilaktik. Penderita yang tergolong risiko tinggi
k0

(ada riwayat asma, rinitis, eksim, atau penyakit-penyakit alergi


r-h

lainnya) harus lebih diwaspadai lagi. Jangan mencoba menyuntikkan


mo

obat yang sama bila sebelumnya pernah ada riwayat alergi


-no

betapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti dengan preparat lain yang


mk

lebih aman.
Kriteria Rujukan
6/k

Kegawatan pasien ditangani, apabila dengan penanganan yang


2/0

dilakukan tidak terdapat perbaikan, pasien dirujuk ke layanan


02

sekunder.
z/2

Peralatan
.xy

a. Infus set
na

b. Oksigen
lya

c. Adrenalin ampul, aminofilin ampul, difenhidramin vial,


deksametason ampul
mu

d. NaCl 0,9%
na

Prognosis
.ai

Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan


ww

diagnosa dan pengelolaannya karena itu umumnya adalah dubia ad


//w

bonam.
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-86-

Referensi

l
tm
a. Haupt,M.T. Fujii, T.K. et al.Anaphylactic Reactions. In:Text Book

g.h
of Critical care. Eds: Ake Grenvvik.Stephen, M.Ayres.Peter,
R.William, C.Shoemaker. 4th Ed.Philadelpia: WB Saunders

tan
Company. 2000: p. 246-56.

n
-te
b. Koury, S.I. Herfel, L.U. Anaphylaxis and acute allergic reactions.

22
In:International edition Emergency Medicine.Eds:Tintinalli.

20
Kellen. Stapczynski. 5thEd. New York: McGrraw-Hill. 2000: p.

86
242-6.

s11
c. Rehatta, M.N.Syok anafilaktik patofisiologi dan penanganan
dalam Update on Shock.Pertemuan Ilmiah Terpadu.Fakultas

ke
Kedoketran Universitas Airlangga Surabaya. 2000.

en
15. Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue
7m
10
No. ICPC-2 : A77 Viral disease other/NOS
k0

No. ICD-10 : A90 Dengue fever


r-h

A91 Dengue haemorrhagic fever


mo

Tingkat Kemampuan 4A
-no
mk

Masalah Kesehatan
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi salah satu
6/k

masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Tingkat insiden


2/0

penyakit DBD Indonesia merupakan yang tertinggi diantara negara-


02

negara Asia Tenggara. Sepanjang tahun 2013, Kementerian


z/2

Kesehatan mencatat terdapat 103.649 penderita dengan angka


.xy

kematian mencapai 754 orang. Keterlibatan dokter di fasilitas


na

pelayanan kesehatan tingkat pertama sangat dibutuhkan untuk


lya

menekan tingkat kejadian maupun mortalitas DBD.


mu

Hasil Anamnesis (Subjective)


na

Keluhan
.ai

a. Demam tinggi, mendadak, terus menerus selama 2 – 7 hari.


ww

b. Manifestasi perdarahan, seperti: bintik-bintik merah di kulit,


//w

mimisan, gusi berdarah, muntah berdarah, atau buang air


ps:

besar berdarah.
c. Gejala nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital.
htt

jdih.kemkes.go.id
-87-

d. Gejala gastrointestinal, seperti: mual, muntah, nyeri perut

l
tm
(biasanya di ulu hati atau di bawah tulang iga)

g.h
e. Kadang disertai juga dengan gejala lokal, seperti: nyeri menelan,
batuk, pilek.

tan
f. Pada kondisi syok, anak merasa lemah, gelisah, atau mengalami

n
-te
penurunan kesadaran.

22
g. Pada bayi, demam yang tinggi dapat menimbulkan kejang.

20
Faktor Risiko

86
a. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, misalnya: timbunan

s11
sampah, timbunan barang bekas, genangan air yang seringkali
disertai di tempat tinggal pasien sehari-hari.

ke
b. Adanya jentik nyamuk Aedes aegypti pada genangan air di

en
7m
tempat tinggal pasien sehari-hari.
c. Adanya penderita demam berdarah dengue (DBD) di sekitar
10
pasien.
k0
r-h

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


mo

Pemeriksaan Fisik
-no

Tanda patognomonik untuk demam dengue


mk

a. Suhu > 37,5 derajat celcius


b. Ptekie, ekimosis, purpura
6/k

c. Perdarahan mukosa
2/0

d. Rumple Leed (+)


02

Tanda Patognomonis untuk demam berdarah dengue


z/2

a. Suhu > 37,5 derajat celcius


.xy

b. Ptekie, ekimosis, purpura


na

c. Perdarahan mukosa
lya

d. Rumple Leed (+)


e. Hepatomegali
mu

f. Splenomegali
na

g. Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa tanda-


.ai

tanda efusi pleura dan asites.


ww

h. Hematemesis atau melena


//w

Pemeriksaan Penunjang :
ps:

a. Darah perifer lengkap, yang menunjukkan:


1) Trombositopenia (≤ 100.000/µL).
htt

2) Kebocoran plasma yang ditandai dengan:

jdih.kemkes.go.id
-88-

a) peningkatan hematokrit (Ht) ≥ 20% dari nilai standar

l
tm
data populasi menurut umur

g.h
b) Ditemukan adanya efusi pleura, asites
c) Hipoalbuminemia, hipoproteinemia

tan
3) Leukopenia < 4000/µL.

n
-te
b. Serologi Dengue, yaitu IgM dan IgG anti-Dengue, yang titernya

22
dapat terdeteksi setelah hari ke-5 demam.

20
Penegakan Diagnosis (Assessment)

86
Diagnosis Klinis

s11
Diagnosis Klinis Demam Dengue
a. Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus,

ke
bifasik.

en
7m
b. Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti
petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
10 perdarahan gusi,
hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji tourniquet
k0

positif.
r-h

c. Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital.


mo

d. Adanya kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di


-no

sekitar rumah.
mk

e. Leukopenia < 4.000/mm3


f. Trombositopenia < 100.000/mm3
6/k

Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau


2/0

lebih tanda dan gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat
02

ditegakkan.
z/2

Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue


.xy

a. Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus


na

(kontinua)
lya

b. Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti


petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
mu

hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji Tourniquette


na

yang positif
.ai

c. Sakit kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital


ww

d. Adanya kasus demam berdarah dengue baik di lingkungan


//w

sekolah, rumah atau di sekitar rumah


ps:

1) Hepatomegali
2) Adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan salah
htt

satu:

jdih.kemkes.go.id
-89-

a) Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan

l
tm
awal atau dari data populasi menurut umur

g.h
b) Ditemukan adanya efusi pleura, asites
c) Hipoalbuminemia, hipoproteinemia

tan
3) Trombositopenia <100.000/mm3

n
-te
Adanya demam seperti di atas disertai dengan 2 atau lebih

22
manifestasi klinis, ditambah bukti perembesan plasma dan

20
trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis Demam

86
Berdarah Dengue.

s11
Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya syok pada penderita Demam Berdarah Dengue.

ke
en
7m
Klinis Demam turun tetapi keadaan anak
memburuk 10
Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
k0

Muntah persisten
r-h

Letargi, gelisah
mo

Perdarahaan mukosa
-no

Pembesaran hati
mk

Akumulasi cairan
Oliguria
6/k

Laboratorium Peningkatan kadar hematokrit bersamaan


2/0

dengan penurunan cepat jumlah


02

trombosit
z/2

Hematokrit awal tinggi


.xy
na

Kriteria Diagnosis Laboratoris


lya

Kriteria Diagnosis Laboratoris diperlukan untuk survailans


epidemiologi, terdiri atas:
mu

Probable Dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil


na

pemeriksaan serologi antidengue.


.ai

Confirmed Dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat dengan deteksi


ww

genome virus Dengue dengan pemeriksaan RT-PCR, antigen dengue


//w

pada pemeriksaan NS1, atau apabila didapatkan serokonversi


ps:

pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif menjadi positif) pada


htt

pemeriksaan serologi berpasangan.

jdih.kemkes.go.id
-90-

Isolasi virus Dengue memberi nilai yang sangat kuat dalam

l
tm
konfirmasi diagnosis klinis, namun karena memerlukan teknologi

g.h
yang canggih dan prosedur yang rumit pemeriksaan ini bukan
merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan.

tan
Diagnosis Banding

n
-te
a. Demam karena infeksi virus (influenza , chikungunya, dan lain-

22
lain)

20
b. Idiopathic thrombocytopenic purpura

86
c. Demam tifoid

s11
Komplikasi
Dengue Shock Syndrome (DSS), ensefalopati, gagal ginjal, gagal hati

ke
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

en
7m
Penatalaksanaan pada Pasien Dewasa
a. Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik (Parasetamol
10
3x500-1000 mg).
k0

b. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi


r-h

1) Alur penanganan pasien dengan demam dengue/demam


mo

berdarah dengue, yaitu:pemeriksaan penunjang Lanjutan


-no

2) Pemeriksaan Kadar Trombosit dan Hematokrit secara serial


mk

5% defisit cairan
6/k

Terapi awal cairan intravena kristaloid 6 – 7 ml/kgBB/jam


2/0

Evaluasi
3 – 4 jam
02

PERBAIKAN TIDAK MEMBAIK


z/2

Ht dan frekuensi nadi turun,tekanan Ht dan frekuensi nadi meningkat, tekanan


darah membaik,produksi urin meningkat darah menurun < 20 mmHg, produksi urin
menurun
.xy

Kurangi infus kristaloid TANDA VITAL & Infus kristaloid


na

5 ml/kgBB/jam HEMATOKRIT MEMBURUK 10 ml/kgBB/jam


lya

PERBAIKAN
PERBAIKAN TIDAK MEMBAIK
mu

Kurangi infus kristaloid Infus kristaloid


na

3 ml/kgBB/jam 15 ml/kgBB/jam
.ai

PERBAIKAN KONDISI MEMBURUK


ww

Tanda syok
//w

Terapi cairan dihentikan Tatalaksana sesuai protokol


24 – 48 jam syok dan perdarahan
ps:

PERBAIKAN
htt

jdih.kemkes.go.id
-91-

Gambar 1.7 Alur penanganan pasien dengan demam dengue/demam

l
tm
berdarah

g.h
Konseling dan Edukasi

tan
a. Pinsip konseling pada demam berdarah dengue adalah

n
-te
memberikan pengertian kepada pasien dan keluarganya tentang

22
perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga pasien dapat

20
mengerti bahwa tidak ada obat/medikamentosa untuk

86
penanganan DBD, terapi hanya bersifat suportif dan mencegah

s11
perburukan penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai dengan
perjalanan alamiah penyakit.

ke
b. Modifikasi gaya hidup

en
7m
1) Melakukan kegiatan 3M: menguras, mengubur, menutup.
2) Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
10
makanan bergizi dan melakukan olahraga secara rutin.
k0

Kriteria Rujukan
r-h

a. Terjadi perdarahan masif (hematemesis, melena).


mo

b. Dengan pemberian cairan kristaloid sampai dosis 15 ml/kg/jam


-no

kondisi belum membaik.


mk

c. Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti


kejang, penurunan kesadaran, dan lainnya.
6/k

Penatalaksanaan pada Pasien Anak


2/0

Demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok


02

a. Bila anak dapat minum


z/2

1) Berikan anak banyak minum


.xy

a) Dosis larutan per oral: 1 – 2 liter/hari atau 1 sendok


na

makan tiap 5 menit.


lya

b) Jenis larutan per oral: air putih, teh manis, oralit, jus
buah, air sirup, atau susu.
mu

2) Berikan cairan intravena (infus) sesuai dengan kebutuhan


na

untuk dehidrasi sedang. Berikan hanya larutan kristaloid


.ai

isotonik, seperti Ringer Laktat (RL) atau Ringer Asetat (RA),


ww

dengan dosis sesuai berat badan sebagai berikut:


//w

a) Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam


ps:

b) Berat badan 15 – 40 kg : 5 ml/kgBB/jam


c) Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
htt

jdih.kemkes.go.id
-92-

b. Bila anak tidak dapat minum, berikan cairan infus kristaloid

l
tm
isotonik sesuai kebutuhan untuk dehidrasi sedang sesuai

g.h
dengan dosis yang telah dijelaskan di atas.
c. Lakukan pemantauan: tanda vital dan diuresis setiap jam,

tan
laboratorium (DPL) per 4-6 jam.

n
-te
1) Bila terjadi penurunan hematokrit dan perbaikan klinis,

22
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan

20
klinis stabil.

86
2) Bila terjadi perburukan klinis, lakukan penatalaksanaan

s11
DBD dengan syok.
d. Bila anak demam, berikan antipiretik (Parasetamol 10 – 15

ke
mg/kgBB/kali) per oral. Hindari Ibuprofen dan Asetosal.

en
7m
e. Pengobatan suportif lain sesuai indikasi.
Demam berdarah dengue (DBD) dengan syok 10
a. Kondisi ini merupakan gawat darurat dan mengharuskan
k0

rujukan segera ke RS.


r-h

b. Penatalaksanaan awal:
mo

1) Berikan oksigen 2 – 4 liter/menit melalui kanul hidung


-no

atau sungkup muka.


mk

2) Pasang akses intravena sambil melakukan pungsi vena


untuk pemeriksaan DPL.
6/k

3) Berikan infus larutan kristaloid (RL atau RA) 20 ml/kg


2/0

secepatnya.
02

4) Lakukan pemantauan klinis (tanda vital, perfusi perifer,


z/2

dan diuresis) setiap 30 menit.


.xy

5) Jika setelah pemberian cairan inisial tidak terjadi


na

perbaikan klinis, ulangi pemberian infus larutan kristaloid


lya

20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau


pertimbangkan pemberian larutan koloid 10 – 20
mu

ml/kgBB/jam (maksimal 30 ml/kgBB/24 jam).


na

6) Jika nilai Ht dan Hb menurun namun tidak terjadi


.ai

perbaikan klinis, pertimbangkan terjadinya perdarahan


ww

tersembunyi. Berikan transfusi darah bila fasilitas tersedia


//w

dan larutan koloid. Segera rujuk.


ps:

7) Jika terdapat perbaikan klinis, kurangi jumlah cairan


hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2 – 4 jam. Secara bertahap
htt

jdih.kemkes.go.id
-93-

diturunkan tiap 4 – 6 jam sesuai kondisi klinis dan

l
tm
laboratorium.

g.h
8) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan
setelah 36 – 48 jam. Hindari pemberian cairan secara

tan
berlebihan.

n
-te
c. Pengobatan suportif lain sesuai indikasi.

22
Rencana Tindak Lanjut

20
Demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok

86
a. Pemantauan klinis (tanda vital, perfusi perifer, diuresis)

s11
dilakukan setiap satu jam.
b. Pemantauan laboratorium (Ht, Hb, trombosit) dilakukan setiap

ke
4-6 jam, minimal 1 kali setiap hari.

en
7m
c. Pemantauan cairan yang masuk dan keluar.
Demam berdarah dengue (DBD) dengan syok 10
Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama merujuk
k0

pasien ke RS jika kondisi pasien stabil.


r-h

Persyaratan perawatan di rumah


mo

a. Persyaratan untuk pasien dan keluarga


-no

1) DBD non-syok(tanpa kegagalan sirkulasi).


mk

2) Bila anak dapat minum dengan adekuat.


3) Bila keluarga mampu melakukan perawatan di rumah
6/k

dengan adekuat.
2/0

b. Persyaratan untuk tenaga kesehatan


02

1) Adanya 1 dokter dan perawat tetap yang bertanggung


z/2

jawab penuh terhadap tatalaksana pasien.


.xy

2) Semua kegiatan tatalaksana dapat dilaksanakan dengan


na

baik di rumah.
lya

3) Dokter dan/atau perawat mem-follow up pasien setiap 6 – 8


jam dan setiap hari, sesuai kondisi klinis.
mu

4) Dokter dan/atau perawat dapat berkomunikasi seara


na

lancar dengan keluarga pasien sepanjang masa


.ai

tatalaksana.
ww

Kriteria Rujukan
//w

a. DBD dengan syok (terdapat kegagalan sirkulasi).


ps:

b. Bila anak tidak dapat minum dengan adekuat, asupan sulit,


walaupun tidak ada kegagalan sirkulasi.
htt

jdih.kemkes.go.id
-94-

c. Bila keluarga tidak mampu melakukan perawatan di rumah

l
tm
dengan adekuat, walaupun DBD tanpa syok.

g.h
Konseling dan Edukasi

tan
a. Penjelasan mengenai diagnosis, komplikasi, prognosis, dan

n
-te
rencana tatalaksana.

22
b. Penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya (warning signs) yang

20
perlu diwaspadai dan kapan harus segera ke layanan

86
kesehatan.

s11
c. Penjelasan mengenai jumlah cairan yang dibutuhkan oleh anak.
d. Penjelasan mengenai diet nutrisi yang perlu diberikan.

ke
e. Penjelasan mengenai cara minum obat.

en
7m
f. Penjelasan mengenai faktor risiko dan cara-cara pencegahan
yang berkaitan dengan perbaikan higiene personal, perbaikan
10
sanitasi lingkungan, terutama metode 4M plus seminggu sekali,
k0

yang terdiri atas:


r-h

1) Menguras wadah air, seperti bak mandi, tempayan, ember,


mo

vas bunga, tempat minum burung, dan penampung air


-no

kulkas agar telur dan jentik Aedes aegypti mati.


mk

2) Menutup rapat semua wadah air agar nyamuk Aedes


aegypti tidak dapat masuk dan bertelur.
6/k

3) Mengubur atau memusnahkan semua barang bekas yang


2/0

dapat menampung air hujan agar tidak menjadi sarang dan


02

tempat bertelur nyamuk Aedes aegypti.


z/2

4) Memantau semua wadah air yang dapat menjadi tempat


.xy

nyamuk Aedes aegypti berkembang biak.


na

5) Tidak menggantung baju, menghindari gigitan nyamuk,


lya

membubuhkan bubuk abate, dan memelihara ikan.


Peralatan
mu

a. Poliklinis set (termometer, tensimeter, senter)


na

b. Infus set
.ai

c. Cairan kristaloid (RL/RA) dan koloid


ww

d. Lembar observasi / follow up


//w

e. Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin


ps:

Prognosis
Prognosis jika tanpa komplikasi umumnya dubia ad bonam, karena
htt

hal ini tergantung dari derajat beratnya penyakit.

jdih.kemkes.go.id
-95-

Referensi

l
tm
a. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Pedoman

g.h
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

tan
b. Chen, K. Pohan, H.T, Sinto, R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada

n
-te
Demam Berdarah Dengue. Medicinus. Jakarta. 2009: Vol 22;

22
p.3-7.

20
c. WHO. Dengue Haemorrhagic Fever: diagnosis, treatment,

86
prevention and control. 2nd Edition. Geneva. 1997

s11
d. Tim Adaptasi Indonesia, 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit: Pedoman bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat

ke
Pertama di Kabupaten / Kota. 1 ed. Jakarta: World Health

en
7m
Organization Country Office for Indonesia.
e. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
10
Pedoman Diagnosis dan tata laksana infeksi virus dengue pada
k0

anak, Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2014.


r-h
mo

B. Darah, Pembentukan Darah dan Sistem Imun


-no

1. Anemia Defisiensi Besi


mk

No. ICPC-2 : B80 Iron Deficiency Anaemia


No. ICD-10 : 280 Iron Deficiency Anemias
6/k

Tingkat Kemampuan 4A
2/0
02

Masalah Kesehatan
z/2

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah


.xy

massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk


na

membawa oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer. Anemia


lya

merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinis di


seluruh dunia. Diperkirakan >30% penduduk dunia menderita
mu

anemia dan sebagian besar di daerah tropis. Oleh karena itu anemia
na

seringkali tidak mendapat perhatian oleh para dokter di klinis.


.ai

Hasil Anamnesis (Subjective)


ww

Keluhan
//w

Pasien datang ke dokter dengan keluhan:


ps:

a. Lemah
b. Lesu
htt

c. Letih

jdih.kemkes.go.id
-96-

d. Lelah

l
tm
e. Penglihatan berkunang-kunang

g.h
f. Pusing
g. Telinga berdenging

tan
h. Penurunan konsentrasi

n
-te
i. Sesak nafas

22
Faktor Risiko

20
a. Ibu hamil

86
b. Remaja putri

s11
c. Status gizi kurang
d. Faktor ekonomi kurang

ke
e. Infeksi kronik

en
7m
f. Vegetarian
10
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
k0

Pemeriksaan Fisik
r-h

a. Gejala umum
mo

Pucat dapat terlihat pada: konjungtiva, mukosa mulut, telapak


-no

tangan, dan jaringan di bawah kuku.


mk

b. Gejala anemia defisiensi besi


1) Disfagia
6/k

2) Atrofi papil lidah


2/0

3) Stomatitis angularis
02

4) Koilonikia
z/2

Pemeriksaan Penunjang
.xy

a. Pemeriksaan darah: hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), leukosit,


na

trombosit, jumlah eritrosit, morfologi darah tepi (apusan darah


lya

tepi), MCV, MCH, MCHC, feses rutin, dan urin rutin.


b. Pemeriksaan Khusus (dilakukan di layanan sekunder)
mu

Serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.


na
.ai

Penegakan Diagnostik (Assessment)


ww

Diagnosis Klinis
//w

Anemia adalah suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh penyakit


ps:

dasar sehingga penting menentukan penyakit dasar yang


menyebabkan anemia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
htt

jdih.kemkes.go.id
-97-

anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan darah dengan

l
tm
kriteria Hb darah kurang dari kadar Hb normal.

g.h
Nilai rujukan kadar hemoglobin normal menurut WHO:
a. Laki-laki: >13 g/dL

tan
b. Perempuan: >12 g/dL

n
-te
c. Perempuan hamil: >11 g/dL

22
Diagnosis Banding

20
a. Anemia defisiensi vitamin B12

86
b. Anemia aplastik

s11
c. Anemia hemolitik
d. Anemia pada penyakit kronik

ke
Komplikasi

en
7m
a. Penyakit jantung anemia
b. Pada ibu hamil: BBLR dan IUFD 10
c. Pada anak: gangguan pertumbuhan dan perkembangan
k0
r-h

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mo

Penatalaksanaan
-no

Prinsip penatalaksanaan anemia harus berdasarkan diagnosis


mk

definitif yang telah ditegakkan. Setelah penegakan diagnosis dapat


diberikan sulfas ferrosus 3 x 200 mg (200 mg mengandung 66 mg
6/k

besi elemental).
2/0

Rencana Tindak Lanjut


02

Untuk penegakan diagnosis definitif anemia defisiensi besi


z/2

memerlukan pemeriksaan laboratorium di layananan sekunder dan


.xy

penatalaksanaan selanjutnya dapat dilakukan di layanan tingkat


na

pertama.
lya

Konseling dan Edukasi


mu

a. Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga tentang


na

perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga


.ai

meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam berobat serta


ww

meningkatkan kualitas hidup pasien.


//w

b. Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat berupa


ps:

mual, muntah, heartburn, konstipasi, diare, serta BAB


kehitaman.
htt

jdih.kemkes.go.id
-98-

c. Bila terdapat efek samping obat maka segera ke pelayanan

l
tm
kesehatan.

g.h
Kriteria Rujukan
a. Anemia tanpa gejala dengan kadar Hb <8 g/dL.

tan
b. Anemia dengan gejala tanpa melihat kadar Hb segera dirujuk.

n
-te
c. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb <7 g/dL).

22
d. Anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi

20
dokter di layanan tingkat pertama misalnya anemia aplastik,

86
anemia hemolitik dan anemia megaloblastik.

s11
e. Jika didapatkan kegawatan (misal perdarahan aktif atau distres
pernafasan) pasien segera dirujuk.

ke
Peralatan

en
7m
Pemeriksaan laboratorium sederhana (darah rutin, urin rutin, feses
rutin). 10
Prognosis
k0

Prognosis umumnya dubia ad bonam karena sangat tergantung pada


r-h

penyakit yang mendasarinya. Bila penyakit yang mendasarinya


mo

teratasi, dengan nutrisi yang baik anemia defisiensi besi dapat


-no

teratasi.
mk

Referensi
6/k

a. Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L. et


2/0

al.Harrisson’s: Principle of Internal Medicine. 17th Ed. New York:


02

McGraw-Hill Companies. 2009. (Braunwald, et al., 2009)


z/2

b. Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S.


.xy

Eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4thEd. Vol. III. Jakarta:
na

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.


lya

(Sudoyo, et al., 2006)


c. Bakta IM. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. Dalam: Sudoyo
mu

AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar


na

Ilmu Penyakit Dalam. 4thEd. Vol II. Jakarta: Pusat Penerbitan


.ai

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. hlm 632-36.


ww

(Sudoyo, et al., 2006)


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-99-

2. HIV/AIDS Tanpa Komplikasi

l
tm
No. ICPC-2 : B90 HIV-infection/AIDS

g.h
No. ICD-10 : Z21 Asymptomatic Human Immunodeficiency
Virus (HIV) infection status

tan
Tingkat Kemampuan 4A

n
-te
22
Masalah Kesehatan

20
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam

86
Indonesia dan banyak negara di dunia serta menyebabkan krisis

s11
multidimensi. Berdasarkan hasil estimasi Departemen Kesehatan
tahun 2006 diperkirakan terdapat 169.000-216.000 orang dengan

ke
HIV dan AIDS di Indonesia. Program bersama UNAIDS dan WHO

en
7m
memperkirakan sekitar 4,9 juta orang hidup dengan HIV di Asia.
10
Hasil Anamnesis (Subjective)
k0

Keluhan
r-h

Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan gejala atau


mo

keluhan tertentu. Pasien datang dapat dengan keluhan:


-no

a. Demam (suhu >37,5OC) terus menerus atau intermiten lebih


mk

dari satu bulan.


b. Diare yang terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan.
6/k

c. Keluhan disertai kehilangan berat badan (BB) >10% dari berat


2/0

badan dasar.
02

d. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang menyertainya.


z/2

Faktor Risiko
.xy

a. Penjaja seks laki-laki atau perempuan


na

b. Pengguna NAPZA suntik


lya

c. Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki dan


transgender
mu

d. Hubungan seksual yang berisiko atau tidak aman


na

e. Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual


.ai

(IMS)
ww

f. Pernah mendapatkan transfusi darah


//w

g. Pembuatan tato dan atau alat medis/alat tajam yang tercemar


ps:

HIV
h. Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS
htt

i. Pasangan serodiskordan – salah satu pasangan positif HIV

jdih.kemkes.go.id
-100-

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana(Objective)

l
tm
Pemeriksaan Fisik

g.h
a. Keadaan Umum
1) Berat badan turun

tan
2) Demam

n
-te
b. Kulit

22
1) Tanda-tanda masalah kulit terkait HIV misalnya kulit

20
kering dan dermatitis seboroik

86
2) Tanda-tanda herpes simpleks dan zoster atau jaringan

s11
parut bekas herpes zoster
c. Pembesaran kelenjar getah bening

ke
d. Mulut: kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, keilitis angularis

en
7m
e. Dada: dapat dijumpai ronki basah akibat infeksi paru
f. Abdomen: hepatosplenomegali, nyeri, atau massa
10
g. Anogenital: tanda-tanda herpes simpleks, duh vagina atau
k0

uretra
r-h

h. Neurologi: tanda neuropati dan kelemahan neurologis


mo
-no

Pemeriksaan Penunjang
mk

a. Laboratorium
1) Hitung jenis leukosit :
6/k

Limfopenia dan CD4 hitung <350 (CD4 sekitar 30% dari


2/0

jumlah total limfosit)


02

2) Tes HIV menggunakan strategi III yatu menggunakan 3


z/2

macam tes dengan titik tangkap yang berbeda, umumnya


.xy

dengan ELISA dan dikonfirmasi Western Blot


na

3) Pemeriksaan DPL
lya

b. Radiologi: X-ray torak


Sebelum melakukan tes HIV perlu dilakukan konseling
mu

sebelumnya.
na

Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV


.ai

1) Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary


ww

Counseling and Testing)


//w

2) Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan


ps:

(TIPK – PITC = Provider-Initiated Testing and Counseling)


htt

jdih.kemkes.go.id
-101-

Penegakan Diagnostik (Assessment)

l
tm
Diagnosis Klinis

g.h
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
hasil tes HIV. Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal

tan
dan setiap kali kunjungan.

n
-te
22
Tabel 2.1. Stadium klinis HIV

20
Stadium 1 Asimptomatik

86
1. Tidak ada penurunan BB

s11
2. Tidak ada gejala atau hanya limfadenopati generalisata persisten
Stadium 2 Sakit Ringan

ke
en
1. Penurunan BB bersifat sedang yang tidak diketahui penyebabnya (<10%

7m
dari perkiraan BB atau BB sebelumnya)
2. ISPA berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis media, faringitis)
10
3. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
k0

4. Keilitis angularis
r-h

5. Ulkus mulut yang berulang


mo

6. Ruam kulit yang gatal (Papular pruritic eruption)


-no

7. Dermatitis seboroik
mk

8. Infeksi jamur pada kuku


6/k

Stadium 3 Sakit Sedang


1. Penurunan berat badan yang tak diketahui penyebabnya (> 10% dari
2/0

perkiraan BB atau BB sebelumnya)


02

2. Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan


z/2

3. Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya


.xy

4. Kandidiasis pada mulut yang menetap


na

5. Oral hairy leukoplakia


lya

6. Tuberkulosis paru
mu

7. Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningitis,


piomiositis, infeksi tulang atau sendi, bakteriemia, penyakit inflamasi
na

panggul yang berat)


.ai

8. Stomatitis nekrotikans ulseratif akut, ginggivitis atau periodontitis


ww

9. Anemia yang tak diketahui penyebabnya (Hb <8g/dL), neutropeni (<0,5 x


//w

10 g/L) dan/atau trombositopenia kronis (<50 x 10 g/L)


ps:

Stadium 4 Sakit Berat (AIDS)


htt

jdih.kemkes.go.id
-102-

1. Sindrom wasting HIV 11. Pneumonia

l
tm
2. Pneumonia kriptokokus

g.h
pneumocystis jiroveci ekstrapulmoner,
3. Pneumonia bakteri termasuk meningitis

tan
berat yang berulang 12. Infeksi mikobakterium

n
-te
4. Infeksi herpes non tuberkulosis yang

22
simpleks kronis menyebar

20
(orolabial, genital, 13. Leukoencephalopathy

86
atau anorektal multifocal progresif

s11
selama lebih dari 1 14. Kriptosporidiosis
bulan atau viseral di kronis

ke
bagian manapun) 15. Isosporiasis kronis

en
7m
5. Kandidiasis esofageal 16. Mikosis diseminata
(atau kandidiasis (histoplasmosis,
10
trakea, bronkus atau coccidiomycosis)
k0

paru) 17. Septikemi yang


r-h

6. Tuberkulosis ekstra berulang (termasuk


mo

paru Salmonella non-tifoid)


-no

7. Sarkoma kaposi 18. Limfoma (serebral atau


mk

8. Penyakit Sel B non-Hodgkin)


sitomegalovirus 19. Karsinoma serviks
6/k

(retinitis atau infeksi invasif


2/0

organ lain, tidak 20. Leishmaniasis


02

termasuk hati, limpa diseminata atipikal


z/2

dan kelenjar getah 21. Nefropati atau


.xy

bening) kardiomiopati terkait


na

9. Toksoplasmosis di HIV yang simtomatis


lya

sistem saraf pusat


10.Ensefalopati HIV
mu
na

Diagnosis Banding
.ai

Penyakit gangguan sistem imun


ww
//w

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


ps:

Penatalaksanaan
htt

Tatalaksana HIV di layanan tingkat pertama dapat dimulai apabila


penderita HIV sudah dipastikan tidak memiliki komplikasi atau

jdih.kemkes.go.id
-103-

infeksi oportunistik yang dapat memicu terjadinya sindrom pulih

l
tm
imun. Evaluasi ada tidaknya infeksi oportunistik dapat dengan

g.h
merujuk ke layanan sekunder untuk pemeriksaan lebih lanjut
karena gejala klinis infeksi pada penderita HIV sering tidak spesifik.

tan
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan

n
-te
jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV.

22
a. Tidak tersedia pemeriksaan CD4

20
Penentuan mulai terapi ARV didasarkan pada penilaian klinis.

86
b. Tersedia pemeriksaan CD4

s11
1) Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4
<350 sel/mm3 tanpa memandang stadium klinisnya.

ke
2) Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif,

en
7m
ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang
jumlah CD4 10
k0

Tabel 2.2. Panduan lini pertama yang direkomendasikan pada orang


r-h

dewasa yang belum mendapat terapi ARV (treatment naïve)


mo

Populasi Pilihan yang


Catatan
-no

target direkomendasikan
Dewasa dan AZT atau TDF + 3TC (atau Merupakan pilihan paduan yang
mk

anak FTC) + EVF atau NVP sesuai untuk sebagian besar pasien
6/k

Gunakan FDC jika tersedia


2/0

Perempuan AZT + 3TC + EFV atau Tidak boleh menggunakan EFV


02

hamil NVP pada trimester pertama


z/2

TDF bisa merupakan pilihan


.xy
na

Ko-infeksi AZT atau TDF + 3TC Mulai terapi ARV segera setelah
lya

HIV/TB (FTC) + EFV terapi TB dapat ditoleransi (antara


2 minggu hingga 8 minggu)
mu

Gunakan NVP atau tripel NRTI bila


na

EFV tidak dapat digunakan


.ai
ww

Ko-infeksi TDF + 3TC (FTC) + EFV Pertimbangkan pemeriksaan HbsAG


HIV/Hepatitis atau NVP terutama bila TDF merupakan
//w

B kronik aktif paduan lini pertama. Diperlukan


ps:

penggunaan 2 ARV yang memiliki


htt

aktivitas anti-HBV

jdih.kemkes.go.id
-104-

Tabel. 2.3. Dosis antiretroviral untuk ODHA dewasa

l
tm
Golongan/ Nama Obat Dosis a

g.h
Nucleoside RTI
Lamivudine (3TC) 150 mg setiap 12 jam atau 300 mg sekali sehari

tan
40 mg setiap 12 jam
Stavudine (d4T)

n
(30 mg setiap 12 jam bila BB <60 kg)

-te
Zidovudine (ZDV atau AZT) 300 mg setiap 12 jam

22
20
Nucleotide RTI

86
300 mg sekali sehari, (Catatan: interaksi obat

s11
Tenofovir (TDF)
dengan ddI perlu mengurangi dosis ddI)

ke
Non-nucleoside RTIs

en
Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari

7m
200 mg sekali sehari selama 14 hari, kemudian
Nevirapine(NVP) (Neviral®)
200 mg setiap 12 jam
10
k0

Protease inhibitors
r-h
mo

400 mg/100 mg setiap 12 jam, (533 mg/133 mg


Lopinavir/ritonavir (LPV/r)
-no

setiap 12 jam bila dikombinasi dengan EFV atau


NVP)
mk
6/k

ART kombinasi
AZT -3TC (Duviral ®) Diberikan 2x sehari dengan interval 12 jam
2/0
02

Rencana Tindak Lanjut


z/2

a. Pasien yang belum memenuhi syarat terapi ARV


.xy

Monitor perjalanan klinis penyakit dan jumlah CD4-nya setiap 6


na

bulan sekali.
lya

b. Pemantauan pasien dalam terapi antiretroviral


mu

1) Pemantauan klinis
Dilakukan pada minggu 2, 4, 8, 12 dan 24 minggu sejak
na

memulai terapi ARV dan kemudian setiap 6 bulan bila


.ai

pasien telah mencapai keadaan stabil.


ww

2) Pemantauan laboratorium
//w

a) Pemantauan CD4 secara rutin setiap 6 bulan atau


ps:

lebih sering bila ada indikasi klinis.


htt

b) Pasien yang akan memulai terapi dengan AZT maka


perlu dilakukan pengukuran kadar Hemoglobin (Hb)

jdih.kemkes.go.id
-105-

sebelum memulai terapi dan pada minggu ke 4, 8 dan

l
tm
12 sejak mulai terapi atau ada indikasi tanda dan

g.h
gejala anemia
c) Bila menggunakan NVP untuk perempuan dengan

tan
CD4 antara 250–350 sel/mm3 maka perlu dilakuan

n
-te
pemantauan enzim transaminase pada minggu 2, 4, 8

22
dan 12 sejak memulai terapi ARV (bila

20
memungkinkan), dilanjutkan dengan pemantauan

86
berdasarkan gejala klinis.

s11
d) Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan untuk pasien
yang mendapatkan TDF.

ke
en
7m
Konseling dan Edukasi
a. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual
10
(IMS), dan kelompok risiko tinggi beserta pasangan seksualnya,
k0

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


r-h

b. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang


mo

penyakit HIV/AIDS. Pasien disarankan untuk bergabung


-no

dengan kelompok penanggulangan HIV/AIDS untuk


mk

menguatkan dirinya dalam menghadapi pengobatan


penyakitnya.
6/k

Kriteria Rujukan
2/0

a. Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk ke


02

Pelayanan Dukungan Pengobatan untuk menjalankan


z/2

serangkaian layanan yang meliputi penilaian stadium klinis,


.xy

penilaian imunologis dan penilaian virologi.


na

b. Pasien HIV/AIDS dengan komplikasi.


lya

Peralatan
Layanan VCT
mu

Prognosis
na

Prognosis sangat tergantung kondisi pasien saat datang dan


.ai

pengobatan. Terapi hingga saat ini adalah untuk memperpanjang


ww

masa hidup, belum merupakan terapi definitif, sehingga prognosis


//w

pada umumnya dubia ad malam.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-106-

Referensi

l
tm
a. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

g.h
Lingkungan. Pedoman Nasional Tatalaksana Infeksi HIV dan
Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa.Jakarta: Kemenkes.

tan
2011. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)

n
-te
b. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam: Sudoyo

22
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar

20
Ilmu Penyakit Dalam. 4thEd. Vol II. Jakarta: Pusat Penerbitan

86
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. hlm 1825-30.

s11
(Sudoyo, et al., 2006)

ke
3. Lupus Eritematosus Sistemik

en
7m
No. ICPC-2 : L99 Systemic Lupus Erythematosus
No. ICD-10 : M32 Systemic Lupus Erythematosus
10
Tingkat Kemampuan 3A
k0
r-h

Masalah Kesehatan
mo

Lupus Eritematosus Sistemik (LES) telah menjadi salah satu


-no

penyakit reumatik utama di dunia dalam 30 tahun terakhir.


mk

Prevalensi LES di berbagai negara sangat bervariasi antara


2,9/100.000-400/100.000 dan terutama menyerang wanita usia
6/k

reproduktif yaitu 15-40 tahun. Rasio wanita dibandingkan pria


2/0

berkisar antara (5,5-9):1. Berdasarkan penelitian di RS Cipto


02

Mangunkusumo Jakarta antara tahun 1988-1990 insidensi rata-rata


z/2

adalah 37,7 per 10.000 perawatan.


.xy
na

Hasil Anamnesis (Subjective)


lya

Keluhan
Manifestasi klinis LES sangat beragam dan seringkali tidak terjadi
mu

saat bersamaan. Keluhan awal dapat berupa:


na

a. Kelelahan
.ai

b. Nyeri sendi yang berpindah-pindah


ww

c. Rambut rontok
//w

d. Ruam pada wajah


ps:

e. Sakit kepala
f. Demam
htt

g. Ruam kulit setelah terpapar sinar matahari

jdih.kemkes.go.id
-107-

h. Gangguan kesadaran

l
tm
i. Sesak

g.h
j. Edema anasarka
Keluhan-keluhan tersebut akhirnya akan berkembang sesuai

tan
manifestasi organ yang terlibat pada LES.

n
-te
Faktor Risiko

22
Pasien dengan gejala klinis yang mendukung dan memiliki riwayat

20
keluarga yang menderita penyakit autoimun meningkatkan

86
kecurigaan adanya LES.

s11
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

ke
Pemeriksaan Fisik

en
7m
Hampir seluruh sistem organ dapat terlibat dalam LES. Manifestasi
yang umum didapatkan antara lain: 10
a. Gejala konstitusional, misalnya: kelelahan, demam (biasanya
k0

tidak disertai menggigil), penurunan berat badan, rambut


r-h

rontok, bengkak, dan sakit kepala.


mo

b. Manifestasi muskuloskeletal dijumpai lebih dari 90%, misalnya:


-no

mialgia, artralgia atau artritis (tanpa bukti jelas inflamasi sendi).


mk

c. Manifestasi mukokutaneus, misalnya ruam malar/ruam kupu-


kupu, fotosensitifitas, alopecia, dan ruam diskoid.
6/k

d. Manifestasi paru, misalnya pneumonitis (sesak, batuk kering,


2/0

ronkhi di basal), emboli paru, hipertensi pulmonum, dan efusi


02

pleura.
z/2

e. Manifestasi kardiologi, misalnya Pleuropericardial friction rubs,


.xy

takipneu, murmur sistolik, gambaran perikarditis, miokarditis


na

dan penyakit jantung koroner.


lya

f. Manifestasi renal dijumpai pada 40-75% penderita setelah 5


tahun menderita lupus, misalnya hipertensi, hematuria, edema
mu

perifer, dan edema anasarka.


na

g. Manifestasi gastrointestinal umumnya merupakan keterlibatan


.ai

berbagai organ dan akibat pengobatan, misalnya mual,


ww

dispepsia, nyeri perut, dan disfagi.


//w

h. Manifestasi neuropsikiatrik misalnya kejang dan psikosis.


ps:

i. Manifestasi hematologi, misalnya leukopeni, lymphopenia,


anemia atau trombositopenia.
htt

jdih.kemkes.go.id
-108-

Pemeriksaan Penunjang

l
tm
a. Laboratorium

g.h
1) Pemeriksaan DPL (darah perifer lengkap) dengan hitung
diferensial dapat menunjukkan leukopeni, trombositopeni,

tan
dan anemia.

n
-te
2) Pemeriksaan serum kreatinin menunjukkan peningkatan

22
serum kreatinin.

20
3) Urinalisis menunjukkan adanya eritrosit dan proteinuria.

86
b. Radiologi

s11
X-ray Thoraks dapat menunjukkan adanya efusi pleura.
Penegakan Diagnosis (Assessment)

ke
Diagnosis Klinis

en
7m
Diagnosis LES dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
laboratorium. Berdasarkan American College of Rheumatology (ACR)
10
tahun 1997, LES dapat ditegakkan bila didapatkan 4 dari 11 kriteria
k0

yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.


r-h
mo

Tabel. 2.4 Kriteria Diagnosis LES berdasarkan American College of


-no

Rheumatology
mk

Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema menetap, datar atau menonjol, pada malar eminence
6/k

dan lipat nasolabial.


2/0

Ruam diskoid Bercak eritema menonjol dengan gambaran LES keratotik dan
02

sumbatan folikular. Pada LES lanjut dapat ditemukan parut


z/2

atrofik.
Fotosensitifitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar
.xy

matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh


na

dokter pemeriksa.
lya

Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat
mu

oleh dokter pemeriksa.


Artritis non-erosif Melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai oleh rasa
na

nyeri, bengkak dan efusi.


.ai

Pleuritis a. Pleuritis-riwayat nyeri pleuritik atau pleuritic friction rub


ww

atau perikarditis yang didengar oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi pleura
//w

atau
b. Perikarditis-bukti rekaman EKG atau pleuritic friction rub
ps:

yang didengar oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi


htt

perikardial.

jdih.kemkes.go.id
-109-

Kriteria Batasan

l
tm
Gangguan renal a. Protein urin menetap >0,5 gram per hari atau >3+ atau
b. Cetakan selular- dapat eritrosit, hemoglobin, granular,

g.h
tubular atau gabungan.

tan
Gangguan neurologi a. Kejang- tanpa disebabkan obat-obatan atau gangguan

n
metabolik, misalnya uremia, ketoasidosis, atau

-te
ketidakseimbangan elektrolit atau

22
b. Psikosis-tanpa disebabkan obat-obatan atau gangguan

20
metabolik, misalnya uremia, ketoasidosis, atau

86
ketidakseimbangan elektrolit.

s11
Gangguan a. Anemia hemolitik dengan retikulosis atau
hematologic b. Leukopenia- <4.000/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau

ke
c. Limfopenia- <1.500/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau

en
d. Trombositopenia- <100.000/mm3 tanpa disebabkan obat-

7m
obatan. 10
Gangguan a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA dengan titer yang
k0

imunologik abnormal atau


r-h

b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear Sm


mo

atau
c. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang
-no

didasarkan atas: 1) kadar serum antibodi antikardiolipin


mk

abnormal baik IgG atau IgM, 2) Tes lupus antikoagulan


6/k

positif menggunakan metoda standar, atau 3) hasil tes


positif palsu paling tidak selama 6 bulan dan dikonfirmasi
2/0

dengan tes imobilisasi Treponema pallidum atau tes


02

fluoresensi absorbsi antibodi treponemal.


z/2

Antibodi antinuklear Titer positif dari antibodi antinuklear berdasarkan


.xy

positif (ANA) pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat


pada setiap kurun waktu perjalanan penyakit tanpa
na

keterlibatan obat.
lya
mu

Diagnosis Banding
na

a. Mixed connective tissue disease


.ai

b. Sindrom vaskulitis
ww

Komplikasi
a. Anemia hemolitik
//w

b. Trombosis
ps:

c. Lupus serebral
htt

d. Nefritis lupus

jdih.kemkes.go.id
-110-

e. Infeksi sekunder

l
tm
g.h
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan

tan
Penatalaksanaan berupa terapi konservatif

n
-te
Pemberian analgetik sederhana atau obat antiinflamasi non steroid,

22
misalnya parasetamol 3-4 x 500-1000 mg, atau ibuprofen 400-800

20
mg 3-4 kali perhari, natrium diklofenak 2-3 x 25-50 mg/hari pada

86
keluhan artritis, artralgia dan mialgia.

s11
Rencana Tindak Lanjut
a. Segera dirujuk ke layanan sekunder untuk penegakan diagnosis

ke
pasti kecuali pada lupus berat misalnya yang mengancam

en
7m
nyawa dapat dirujuk ke layanan tersier terdekat.
b. Pemeriksaan laboratorium dan follow-up secara berkelanjutan
10
diperlukan untuk memonitor respon atau efek samping terapi
k0

serta keterlibatan organ baru.


r-h

c. Keterlibatan berbagai organ pada LES memerlukan penanganan


mo

dari berbagai bidang misalnya spesialis reumatologi, neurologi,


-no

nefrologi, pulmonologi, kardiologi, dermatologi, serta hematologi.


mk

Konseling dan Edukasi


Konseling dan edukasi diberikan oleh dokter setelah menerima
6/k

rujukan balik dari layanan sekunder


2/0

a. Intervensi psikososial dan penyuluhan langsung pada pasien


02

dan keluarganya.
z/2

b. Menyarankan pasien untuk bergabung dalam kelompok


.xy

penyandang lupus
na

c. Pasien disarankan untuk tidak terlalu banyak terpapar sinar


lya

matahari dan selalu menggunakan krem pelindung sinar


matahari, baju lengan panjang serta menggunakan payung.
mu

d. Pemantauan dan penjelasan mengenai efek penggunaan steroid


na

jangka panjang terhadap pasien.


.ai

e. Pasien diberi edukasi agar berobat teratur dan bila ada keluhan
ww

baru untuk segera berobat.


//w

Kriteria Rujukan
ps:

a. Setiap pasien yang di diagnosis sebagai LES atau curiga LES


harus dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam atau spesialis
htt

anak untuk memastikan diagnosis

jdih.kemkes.go.id
-111-

b. Pada pasien LES manifestasi berat atau mengancam nyawa

l
tm
perlu segera dirujuk ke pelayanan kesehatan tersier bila

g.h
memungkinkan.
Peralatan

tan
a. Laboratorium untuk pemeriksaan DPL, urinalisis, dan fungsi

n
-te
ginjal

22
b. Radiologi: X-ray Thoraks

20
Prognosis

86
Prognosis pasien LES sangat bervariasi bergantung pada keterlibatan

s11
organnya. Sekitar 25% pasien dapat mengalami remisi selama
beberapa tahun, tetapi hal ini jarang menetap. Prognosis buruk (50%

ke
mortalitas dalam 10 tahun) terutama berkaitan dengan keterlibatan

en
7m
ginjal. Penyebab utama mortalitas umumnya gagal ginjal, infeksi,
serta tromboemboli. 10
k0

Referensi
r-h

a. Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer


mo

A (ed). Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis


-no

Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen IPD


mk

FKUI. Jakarta. 2008. hlm 127-128. (Rani, et al., 2008)


b. Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, Setiyohadi B. Lupus
6/k

Eritematosus Sistemik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.


2/0

Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. Jakarta. 2006.


02

(Sudoyo, et al., 2006)


z/2

c. Longmore M, Wilkinson I, Turmezei T, Cheung CK (ed). Oxford


.xy

handbook of clinical medicine. 7th edition. Oxford University Press.


na

Oxford. 2008. hlm 540-541. (Longmore, et al., 2008)


lya

d. Fauci AS (ed). Harrison’s Manual of Medicine. 17th edition.


McGraw Hill Medical. USA. 2009. hlm 885-886. (Braunwald, et
mu

al., 2009)
na

e. Petri M, et al. derivation and validation of the Systemic Lupus


.ai

International Collborating Clinics classification criteria for


ww

systemic lupus eritematosus. Arthritis and Rheumatism. 2012


//w

Aug;64(8):2677-86. (Petri, et al., 2012)


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-112-

4. Limfadenitis

l
tm
No ICPC-2 : L04.9 Acute lymphadenitis, unspecified

g.h
No ICD-10 : B70 Lymphadenitis Acute
Tingkat Kemampuan 4A

ntan
-te
Masalah Kesehatan

22
Limfadenitis adalah peradangan pada satu atau beberapa kelenjar

20
getah bening. Limfadenitis bisa disebabkan oleh infeksi dari berbagai

86
organisme, yaitu bakteri, virus, protozoa, riketsia atau jamur. Secara

s11
khusus, infeksi menyebar ke kelenjar getah bening dari infeksi kulit,
telinga, hidung atau mata.

ke
Bakteri Streptokokus, Stafilokokus, dan Tuberkulosis adalah

en
7m
penyebab paling umum dari Limfadenitis, meskipun virus, protozoa,
riketsia, jamur juga dapat menginfeksi kelenjar getah bening.
10
Hasil Anamnesis (Subjective)
k0

Keluhan:
r-h

a. Pembengkakan kelenjar getah bening


mo

b. Demam
-no

c. Kehilangan nafsu makan


mk

d. Keringat berlebihan,
e. Nadi cepat
6/k

f. Kelemahan
2/0

g. Nyeri tenggorok dan batuk bila disebabkan oleh infeksi saluran


02

pernapasan bagian atas.


z/2

h. Nyeri sendi bila disebabkan oleh penyakit kolagen atau penyakit


.xy

serum (serum sickness)


na

Faktor Risiko:
lya

a. Riwayat penyakit seperti tonsilitis yang disebabkan oleh bakteri


streptokokus, infeksi gigi dan gusi yang disebabkan oleh bakteri
mu

anaerob.
na

b. Riwayat perjalanan dan pekerjaan ke daerah endemis penyakit


.ai

tertentu, misalnya perjalanan ke daerah-daerah Afrika dapat


ww

menunjukkan penyebab limfadenitis adalah penyakit


//w

Tripanosomiasis. Sedangkan pada orang yang bekerja di hutan


ps:

Limfadenitis dapat terkena Tularemia.


c. Paparan terhadap infeksi/kontak sebelumnya kepada orang
htt

dengan infeksi saluran nafas atas, faringitis oleh Streptococcus,

jdih.kemkes.go.id
-113-

atau Tuberkulosis turut membantu mengarahkan penyebab

l
tm
limfadenopati.

g.h
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

tan
Pemeriksaan Fisik

n
-te
a. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) leher bagian posterior

22
(belakang) terdapat pada infeksi rubela dan mononukleosis.

20
Sedangkan pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya

86
bilateral (dua sisi-kiri/kiri dan kanan) dengan ukuran normal

s11
bila diameter 0,5cm, dan lipat paha bila diameternya >1,5 cm
dikatakan abnormal).

ke
b. Nyeri tekan bila disebabkan oleh infeksi bakteri

en
7m
c. Kemerahan dan hangat pada perabaan mengarah kepada infeksi
bakteri sebagai penyebabnya 10
d. Fluktuasi menandakan terjadinya abses
k0

e. Bila disebabkan keganasan tidak ditemukan tanda-tanda


r-h

peradangan tetapi teraba keras dan tidak dapat digerakkan dari


mo

jaringan sekitarnya.
-no

f. Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar berjalan


mk

mingguan-bulanan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi


fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah.
6/k

g. Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada


2/0

tonsil, bintik-bintik merah pada langit-langit mengarahkan


02

infeksi oleh bakteri streptokokus.


z/2

h. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit


.xy

yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan


na

pada jaringan lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada


lya

infeksi oleh bakteri Difteri.


i. Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa mengarahkan
mu

kepada infeksi Epstein Barr Virus.


na

j. Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik


.ai

mengarahkan kepada Campak.


ww

k. Adanya bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak


//w

hilang dengan penekanan), pucat, memar yang tidak jelas


ps:

penyebabnya, disertai pembesaran hati dan limpa mengarahkan


kepada leukemia.
htt

jdih.kemkes.go.id
-114-

Pemeriksaan Penunjang

l
tm
Pemeriksaan skrining TB: BTA Sputum, LED, Mantoux Test.

g.h
Laboratorium: Darah perifer lengkap

tan
Penegakan Diagnostik (Assessment)

n
-te
Diagnosis Klinis

22
Limfadenititis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

20
fisik.

86
Diagnosis Banding

s11
a. Mumps
b. Kista Duktus Tiroglosus

ke
c. Kista Dermoid

en
7m
d. Hemangioma
Komplikasi 10
a. Pembentukan abses
k0

b. Selulitis (infeksi kulit)


r-h

c. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)


mo

d. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)


-no

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mk

Penatalaksanaan
a. Pencegahan dengan menjaga kesehatan dan kebersihan badan
6/k

bisa membantu mencegah terjadinya berbagai infeksi.


2/0

b. Untuk membantu mengurangi rasa sakit, kelenjar getah bening


02

yang terkena bisa dikompres hangat.


z/2

c. Tata laksana pembesaran KGB leher didasarkan kepada


.xy

penyebabnya.
na

1) Penyebab oleh virus dapat sembuh sendiri dan tidak


lya

membutuhkan pengobatan apa pun selain dari observasi.


2) Pengobatan pada infeksi KGB oleh bakteri (limfadenitis)
mu

adalah antibiotik oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2


na

hari pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali sehari.


.ai

Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik golongan penisilin


ww

dapat diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500


//w

mg) tiga kali sehari atau eritromisin 15 mg/kg (sampai 500


ps:

mg) tiga kali sehari.


3) Bila penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis maka
htt

diberikan obat anti tuberculosis.

jdih.kemkes.go.id
-115-

4) Biasanya jika infeksi telah diobati, kelenjar akan mengecil

l
tm
secara perlahan dan rasa sakit akan hilang. Kadang-

g.h
kadang kelenjar yang membesar tetap keras dan tidak lagi
terasa lunak pada perabaan.

tan
Konseling dan Edukasi

n
-te
a. Keluarga turut menjaga kesehatan dan kebersihan sehingga

22
mencegah terjadinya berbagai infeksi dan penularan.

20
b. Keluarga turut mendukung dengan memotivasi pasien dalam

86
pengobatan.

s11
Rencana follow up:
Pasien kontrol untuk mengevaluasi KGB dan terapi yang diberikan.

ke
Kriteria rujukan

en
7m
a. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dirujuk untuk
mencari penyebabnya (indikasi untuk dilaksanakan biopsi
10
kelenjar getah bening).
k0

b. Biopsi dilakukan bila terdapat tanda dan gejala yang


r-h

mengarahkan kepada keganasan, KGB yang menetap atau


mo

bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis


-no

belum dapat ditegakkan.


mk

Peralatan
a. Alat ukur untuk mengukur beasarnya kelenjar getah bening
6/k

b. Mikroskop
2/0

c. Reagen BTA dan Gram


02

Prognosis
z/2

Prognosis pada umumnya bonam.


.xy

Referensi
na

Price, A. Sylvia. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


lya

EGC. 2006.
mu

C. Digestive
na

1. ULKUS MULUT (AFTOSA, HERPES)


.ai

No ICPC-2 : D83. Mouth / tongue / lip disease


ww

No ICD-10 : K12. Stomatitis and related lesions


//w

K12.0. Recurrent oral aphtae


ps:

K12.1. Other form of stomatitis


Tingkat Kemampuan 4A
htt

jdih.kemkes.go.id
-116-

Masalah Kesehatan

l
tm
Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)

g.h
Stomatitis aftosa rekurens (SAR) merupakan penyakit mukosa mulut
tersering dan memiliki prevalensi sekitar 10 – 25% pada populasi.

tan
Sebagianbesar kasus bersifat ringan, self-limiting, dan seringkali

n
-te
diabaikan oleh pasien. Namun, SAR juga dapat merupakan gejala

22
dari penyakit-penyakit sistemik, seperti penyakit Crohn, penyakit

20
Coeliac, malabsorbsi, anemia defisiensi besi atau asam folat,

86
defisiensi vitamin B12, atau HIV. Oleh karenanya, peran dokter di

s11
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam mendiagnosis
dan menatalaksana SAR sangat penting.

ke
Stomatitis Herpes

en
7m
Stomatitis herpes merupakan inflamasi pada mukosa mulut akibat
infeksi virus Herpes simpleks tipe 1 (HSV 1). Penyakit ini cukup
10
sering ditemukan pada praktik layanan tingkat pertama sehari-hari.
k0

Beberapa diantaranya merupakan manifestasi dari kelainan


r-h

imunodefisiensi yang berat, misalnya HIV. Amat penting bagi para


mo

dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk dapat


-no

mendiagnosis dan memberikan tatalaksana yang tepat dalam kasus


mk

stomatitis herpes.
6/k

Hasil Anamnesis (Subjective)


2/0

Keluhan
02

Aftosa/Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)


z/2

a. Luka yang terasa nyeri pada mukosa bukal, bibir bagian dalam,
.xy

atau sisi lateral dan anterior lidah.


na

b. Onset penyakit biasanya dimulai pada usia kanak-kanak, paling


lya

sering pada usia remaja atau dewasa muda, dan jarang pada
usia lanjut.
mu

c. Frekuensi rekurensi bervariasi, namun seringkali dalam interval


na

yang cenderung reguler.


.ai

d. Episode SAR yang sebelumnya biasanya bersifat self-limiting.


ww

e. Pasien biasanya bukan perokok atau tidak pernah merokok.


//w

f. Biasanya terdapat riwayat penyakit yang sama di dalam


ps:

keluarga.
g. Pasien biasanya secara umum sehat. Namun, dapat pula
htt

ditemukan gejala-gejala seperti diare, konstipasi, tinja berdarah,

jdih.kemkes.go.id
-117-

sakit perut berulang, lemas, atau pucat, yang berkaitan dengan

l
tm
penyakit yang mendasari.

g.h
h. Pada wanita, dapat timbul saat menstruasi.

tan
Stomatitis Herpes

n
-te
a. Luka pada bibir, lidah, gusi, langit-langit, atau bukal, yang

22
terasa nyeri.

20
b. Kadang timbul bau mulut.

86
c. Dapat disertai rasa lemas (malaise), demam, dan benjolan pada

s11
kelenjar limfe leher.
d. Sering terjadi pada usia remaja atau dewasa.

ke
e. Terdapat dua jenis stomatitis herpes, yaitu:

en
7m
1) Stomatitis herpes primer, yang merupakan episode tunggal.
2) Stomatitis herpes rekurens, bila pasien telah mengalami
10
beberapa kali penyakit serupa sebelumnya.
k0

f. Rekurensi dapat dipicu oleh beberapa faktor, seperti: demam,


r-h

paparan sinar matahari, trauma, dan kondisi imunosupresi


mo

seperti HIV, penggunaan kortikosteroid sistemik, dan


-no

keganasan.
mk

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


6/k

Aftosa/Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)


2/0

Terdapat 3 tipe SAR, yaitu: minor, mayor, dan herpetiform.


02
z/2

Tabel 3.1 Tampilan klinis ketiga tipe SAR


.xy

Aftosa minor Aftosa mayor Aftosa herpetiform


Paling sering Jarang Jarang
na

Mukosa non- Mukosa non-keratin dan Mukosa non-


lya

keratin (bukal, sisi mukosa mastikatorik keratin


mu

dalam bibir, sisi (gingiva dan sisi dorsum


na

lateral dan anterior lidah)


.ai

lidah)
ww

Satu atau beberapa Satu atau beberapa Banyak, bahkan


hingga ratusan
//w

Dangkal Lebih dalam dari tipe minor Dangkal


ps:

Bulat, berbatas Bulat, berbatas tegas Bulat, namun


htt

tegas dapat

jdih.kemkes.go.id
-118-

berkonfluensi

l
tm
satu sama lain
membentuk

g.h
tampilan ireguler,

tan
berbatas tegas

n
Diameter 5 – 7 mm Diameter lebih besar dari Diameter 1 – 2

-te
tipe minor mm

22
Tepi eritematosa Kadang menyerupai Mukosa sekitar

20
keganasan eritematosa

86
Bagian tengah Dapat bertahan beberapa

s11
berwarna putih minggu hingga bulan
kekuningan

ke
Dapat temukan skar

en
7m
Pemeriksaan fisik 10
a. Tanda anemia (warna kulit, mukosa konjungtiva)
k0

b. Pemeriksaan abdomen (distensi, hipertimpani, nyeri tekan)


r-h

c. Tanda dehidrasi akibat diare berulang


mo

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain:


-no

a. Darah perifer lengkap


mk

b. MCV, MCH, dan MCHC


Stomatitis Herpes
6/k

Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan:


2/0

a. Lesi berupa vesikel, berbentuk seperti kubah, berbatas tegas,


02

berukuran 2 – 3 mm, biasanya multipel, dan beberapa lesi


z/2

dapat bergabung satu sama lain.


.xy

b. Lokasi lesi dapat di bibir (herpes labialis) sisi luar dan dalam,
lidah, gingiva, palatum, atau bukal.
na
lya

c. Mukosa sekitar lesi edematosa dan hiperemis.


d. Demam
mu

e. Pembesaran kelenjar limfe servikal


na

f. Tanda-tanda penyakit imunodefisiensi yang mendasari


.ai

Pemeriksaan penunjang
ww

Tidak mutlak dan tidak rutin dilakukan.


//w
ps:

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
htt

jdih.kemkes.go.id
-119-

Diagnosis SAR dapat ditegakkan melalui anamnesis dan

l
tm
pemeriksaan fisik. Dokter perlu mempertimbangkan kemungkinan

g.h
adanya penyakit sistemik yang mendasari.
Diagnosis Banding

tan
a. Herpes simpleks

n
-te
b. Sindrom Behcet

22
c. Hand, foot, and mouth disease

20
d. Liken planus

86
e. Manifestasi oral dari penyakit autoimun (pemfigus, SLE, Crohn)

s11
f. Kanker mulut
Stomatitis Herpes

ke
Diagnosis stomatitis herpes dapat ditegakkan melalui anamnesis dan

en
7m
pemeriksaan fisik.
Diagnosis banding: 10
a. SAR tipe herpetiform
k0

b. SAR minor multipel


r-h

c. Herpes zoster
mo

d. Sindrom Behcet
-no

e. Hand, foot, and mouth disease


mk

f. Manifestasi oral dari penyakit autoimun (pemfigus, SLE, Crohn)


6/k

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


2/0

Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)


02

Pengobatan yang dapat diberikan untuk mengatasi SAR adalah:


z/2

a. Larutan kumur chlorhexidine 0,2% untuk membersihkan rongga


.xy

mulut. Penggunaan sebanyak 3 kali setelah makan, masing-


na

masing selama 1 menit.


lya

b. Kortikosteroid topikal, seperti krim triamcinolone acetonide 0,1%


in ora base sebanyak 2 kali sehari setelah makan dan
mu

membersihkan rongga mulut.


na

Konseling dan Edukasi


.ai

Pasien perlu menghindari trauma pada mukosa mulut dan makanan


ww

atau zat dalam makanan yang berpotensi menimbulkan SAR,


//w

misalnya: kripik, susu sapi, gluten, asam benzoat, dan cuka.


ps:

Kriteria Rujukan
Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama perlu
htt

merujuk ke layanan sekunder, bila ditemukan:

jdih.kemkes.go.id
-120-

a. Gejala-gejala ekstraoral yang mungkin terkait penyakit sistemik

l
tm
yang mendasari, seperti:

g.h
1) Lesi genital, kulit, atau mata
2) Gangguan gastrointestinal

tan
3) Penurunan berat badan

n
-te
4) Rasa lemah

22
5) Batuk kronik

20
6) Demam

86
7) Limfadenopati, Hepatomegali, Splenomegali

s11
b. Gejala dan tanda yang tidak khas, misalnya:
1) Onset pada usia dewasa akhir atau lanjut

ke
2) Perburukan dari aftosa

en
7m
3) Lesi yang amat parah
4) Tidak adanya perbaikan dengan tatalaksana kortikosteroid
10
topikal
k0

c. Adanya lesi lain pada rongga mulut, seperti:


r-h

1) Kandidiasis
mo

2) Glositis
-no

3) Perdarahan, bengkak, atau nekrosis pada gingiva


mk

4) Leukoplakia
5) Sarkoma Kaposi
6/k

Stomatitis Herpes
2/0

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu:


02

a. Untuk mengurangi rasa nyeri, dapat diberikan analgetik seperti


z/2

Parasetamol atau Ibuprofen. Larutan kumur chlorhexidine 0,2%


.xy

juga memberi efek anestetik sehingga dapat membantu.


na

b. Pilihan antivirus yang dapat diberikan, antara lain:


lya

1) Acyclovir, diberikan per oral, dengan dosis:


a) dewasa: 5 kali 200 – 400 mg per hari, selama 7 hari
mu

b) anak: 20 mg/kgBB/hari, dibagi menjadi 5 kali


na

pemberian, selama 7 hari


.ai

2) Valacyclovir, diberikan per oral, dengan dosis:


ww

a) dewasa: 2 kali 1 – 2 g per hari, selama 1 hari


//w

b) anak : 20 mg/kgBB/hari, dibagi menjadi 5 kali


ps:

pemberian, selama 7 hari


3) Famcyclovir, diberikan per oral, dengan dosis:
htt

jdih.kemkes.go.id
-121-

a) dewasa: 3 kali 250 mg per hari, selama 7 – 10 hari

l
tm
untuk episode tunggal3 kali 500 mg per hari, selama 7

g.h
– 10 hari untuk tipe rekurens
b) anak : Belum ada data mengenai keamanan dan

tan
efektifitas pemberiannya pada anak-anak

n
-te
Dokter perlu memperhatikan fungsi ginjal pasien sebelum

22
memberikan obat-obat di atas. Dosis perlu disesuaikan pada pasien

20
dengan penurunan fungsi ginjal. Pada kasus stomatitis herpes akibat

86
penyakit sistemik, harus dilakukan tatalaksana definitif sesuai

s11
penyakit yang mendasari.
Pencegahan rekurensi pada stomatitis herpes rekurens

ke
Pencegahan rekurensi dimulai dengan mengidentifikasi faktor-faktor

en
7m
pencetus dan selanjutnya melakukan penghindaran. Faktor-faktor
yang biasanya memicu stomatitis herpes rekurens, antara lain
10
trauma dan paparan sinar matahari.
k0

Peralatan
r-h

a. Kaca mulut
mo

b. Lampu senter
-no

Prognosis
mk

Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)


a. Ad vitam : Bonam
6/k

b. Ad functionam : Bonam
2/0

c. Ad sanationam : Dubia
02

Stomatitis Herpes
z/2

a. Ad vitam : Bonam
.xy

b. Ad functionam : Bonam
na

c. Ad sanationam : Dubia
lya

Referensi
a. Cawson, R. & Odell, E., 2002. Diseases of the Oral Mucosa: Non-
mu

Infective Stomatitis. In Cawson’s Essentials of Oral Pathology


na

and Oral Medicine. Spain: Elsevier Science Limited, pp. 192–195.


.ai

(Cawson & Odell, 2002)


ww

b. Scully, C., 1999. Mucosal Disorders. In Handbook of Oral


//w

Disease: Diagnosis and Management. London: Martin Dunitz


ps:

Limited, pp. 73–82. (Scully, 1999)


htt

jdih.kemkes.go.id
-122-

c. Woo, SB & Sonis, S., 1996. Recurrent Aphtous Ulcers: A Review

l
tm
of Diagnosis and Treatment. Journal of The American Dental

g.h
Association, 127, pp.1202–1213. (Woo & Sonis, 1996)
d. Woo, Sook Bin & Greenberg, M., 2008. Ulcerative, Vesicular, and

tan
Bullous Lesions. In M. Greenberg, M. Glick, & J. A. Ship, eds.

n
-te
Burket’s Oral Medicine. Ontario: BC Decker, p. 41. (Woo &

22
Greenberg, 2008).

20
86
2. Refluksgastroesofageal

s11
No ICPC-2 : D84 Oesphagus disease
No ICD-10 : K21.9Gastro-oesophageal reflux disease

ke
without oesophagitis

en
7m
Tingkat Kemampuan 4A
10
Masalah Kesehatan
k0

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah mekanisme refluks


r-h

melalui sfingter esofagus.


mo

Hasil Anamnesis (Subjective)


-no

Keluhan
mk

Rasa panas dan terbakar di retrosternal atau epigastrik dan dapat


menjalar ke leher disertai muntah, atau timbul rasa asam di mulut.
6/k

Hal ini terjadi terutama setelah makan dengan volume besar dan
2/0

berlemak. Keluhan ini diperberat dengan posisi berbaring terlentang.


02

Keluhan ini juga dapat timbul oleh karena makanan berupa saos
z/2

tomat, peppermint, coklat, kopi, dan alkohol. Keluhan sering muncul


.xy

pada malam hari.


na

Faktor risiko
lya

Usia > 40 tahun, obesitas, kehamilan, merokok, konsumsi kopi,


alkohol, coklat, makan berlemak, beberapa obat di antaranya nitrat,
mu

teofilin dan verapamil, pakaian yang ketat, atau pekerja yang sering
na

mengangkat beban berat.


.ai
ww

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


//w

Pemeriksaan Fisik
ps:

Tidak terdapat tanda spesifik untuk GERD. Tindakan untuk


pemeriksaan adalah dengan pengisian kuesioner GERD. Bila
htt

jdih.kemkes.go.id
-123-

hasilnya positif, maka dilakukan tes dengan pengobatan PPI (Proton

l
tm
Pump Inhibitor).

g.h
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis

tan
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat.

n
-te
Kemudian untuk di fasilitas pelayanan tingkat pertama, pasien

22
diterapi dengan PPI test, bila memberikan respon positif terhadap

20
terapi, maka diagnosis definitif GERD dapat disimpulkan.

86
Standar baku untuk diagnosis definitif GERD adalah dengan

s11
endoskopi saluran cerna bagian atas yaitu ditemukannya mucosal
break di esophagus namun tindakan ini hanya dapat dilakukan oleh

ke
dokter spesialis yang memiliki kompetensi tersebut.

en
7m
Diagnosis Banding
Angina pektoris, Akhalasia, Dispepsia,
10 Ulkus peptik, Ulkus
duodenum, Pankreatitis
k0

Komplikasi
r-h

Esofagitis, Ulkus esophagus, Perdarahan esofagus, Striktur


mo

esophagus, Barret’s esophagus, Adenokarsinoma, Batuk dan asma,


-no

Inflamasi faring dan laring, Aspirasi paru.


mk

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


6/k

Penatalaksanaan
2/0

a. Terapi dengan medikamentosa dengan cara memberikan Proton


02

Pump Inhibitor (PPI) dosis tinggi selama 7-14 hari.Bila terdapat


z/2

perbaikan gejala yang signifikan (50-75%) maka diagnosis dapat


.xy

ditegakkan sebagai GERD. PPI dosis tinggi berupa omeprazol 2 x


na

20 mg/hari dan lansoprazol 2 x 30 mg/hari.


lya

b. Setelah ditegakkan diagnosis GERD, obat dapat diteruskan


sampai 4 minggu dan boleh ditambah dengan prokinetik seperti
mu

domperidon 3 x 10 mg.
na

c. Pada kondisi tidak tersedianya PPI, maka penggunaan H2


.ai

Blocker 2 x / hari: simetidin 400-800 mg atau ranitidin 150 mg


ww

atau famotidin 20 mg.


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-124-

ALGORITME TATA LAKSANA GERD PADA

l
tm
PELAYANAN KESEHATAN LINI PERTAMA

g.h
GEJALA KHAS GERD

tan
Gejala alarm
Umur > 40 th Tanpa gejala alarm

n
-te
Terapi empirik
Tes PPI

22
Respon menetap Respon baik
Endoskopi

20
Terapi min-4 minggu
kambuh

86
Konsensus Gerd ,2004 On demand therapy

s11
Gambar 3.1 Algoritme tatalaksana GERD (Refluks esofageal)

ke
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada fasilitas layanan sekunder

en
(rujukan) untuk endoskopi dan bila perlu biopsi

7m
Konseling dan Edukasi 10
Edukasi untuk melakukan modifikasi gaya hidup yaitu dengan
k0

mengurangi berat badan, berhenti merokok, tidak mengkonsumsi zat


r-h

yang mengiritasi lambung seperti kafein, aspirin, dan alkohol. Posisi


mo

tidur sebaiknya dengan kepala yang lebih tinggi. Tidur minimal


-no

setelah 2 sampai 4 jam setelah makanan, makan dengan porsi kecil


mk

dan kurangi makanan yang berlemak.


Kriteria Rujukan
6/k

a. Pengobatan empirik tidak menunjukkan hasil


2/0

b. Pengobatan empirik menunjukkan hasil namun kambuh


02

kembali
z/2

c. Adanya alarm symptom:


.xy

1) Berat badan menurun


2) Hematemesis melena
na
lya

3) Disfagia (sulit menelan)


4) Odinofagia (sakit menelan)
mu

5) Anemia
na
.ai

Peralatan
ww

Kuesioner GERD
//w

Prognosis
ps:

Prognosis umumnya bonam tetapi sangat tergantung dari kondisi


pasien saat datang dan pengobatannya.
htt

Referensi

jdih.kemkes.go.id
-125-

Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks

l
tm
Gastroesofageal (Gastroesofageal Reflux Disease/GERD) Indonesia.

g.h
2004.

tan
3. Gastritis

n
-te
No ICPC-2 : D07 Dyspepsia/indigestion

22
No ICD-10 : K29.7 Gastritis, unspecified

20
Tingkat Kemampuan 4A

86
s11
Masalah Kesehatan
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan

ke
submukosa lambung sebagai mekanisme proteksi mukosa apabila

en
7m
terdapat akumulasi bakteri atau bahan iritan lain. Proses inflamasi
dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
10
k0

Hasil Anamnesis (Subjective)


r-h

Keluhan
mo

Pasien datang ke dokter karena rasa nyeri dan panas seperti


-no

terbakar pada perut bagian atas. Keluhan mereda atau memburuk


mk

bila diikuti dengan makan, mual, muntah dan kembung.


Faktor Risiko
6/k

a. Pola makan yang tidak baik: waktu makan terlambat, jenis


2/0

makanan pedas, porsi makan yang besar


02

b. Sering minum kopi dan teh


z/2

c. Infeksi bakteri atau parasit


.xy

d. Pengunaan obat analgetik dan steroid


na

e. Usia lanjut
lya

f. Alkoholisme
g. Stress
mu

h. Penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks empedu, penyakit


na

autoimun, HIV/AIDS, Chron disease


.ai
ww

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


//w

Pemeriksaan Fisik Patognomonis


ps:

a. Nyeri tekan epigastrium dan bising usus meningkat.


b. Bila terjadi proses inflamasi berat, dapat ditemukan pendarahan
htt

saluran cerna berupa hematemesis dan melena.

jdih.kemkes.go.id
-126-

c. Biasanya pada pasien dengan gastritis kronis, konjungtiva

l
tm
tampak anemis.

g.h
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis dengan melakukan

tan
pemeriksaan:

n
-te
a. Darah rutin.

22
b. Untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori: pemeriksaan

20
Ureabreath test dan feses.

86
c. Rontgen dengan barium enema.

s11
d. Endoskopi.

ke
Penegakan Diagnosis (Assessment)

en
7m
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
10
Untuk diagnosis definitif dilakukan pemeriksaan penunjang.
k0

Diagnosis Banding
r-h

a. Kolesistitis
mo

b. Kolelitiasis
-no

c. Chron disease
mk

d. Kanker lambung
e. Gastroenteritis
6/k

f. Limfoma
2/0

g. Ulkus peptikum
02

h. Sarkoidosis
z/2

i. GERD
.xy
na

Komplikasi
lya

a. Pendarahan saluran cerna bagian atas


b. Ulkus peptikum
mu

c. Perforasi lambung
na

d. Anemia
.ai
ww

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


//w

Penatalaksanaan
ps:

Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain: H2 Bloker 2x/hari
(Ranitidin 150 mg/kali, Famotidin 20 mg/kali, Simetidin 400-800
htt

jdih.kemkes.go.id
-127-

mg/kali), PPI 2x/hari (Omeprazol 20 mg/kali, Lansoprazol 30

l
tm
mg/kali), serta Antasida dosis 3 x 500-1000 mg/hari.

g.h
Konseling dan Edukasi
Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu

tan
terjadinya keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu, makan

n
-te
sering dengan porsi kecil dan hindari dari makanan yang

22
meningkatkan asam lambung atau perut kembung seperti kopi, teh,

20
makanan pedas dan kol.

86
Kriteria rujukan

s11
a. Bila 5 hari pengobatan belum ada perbaikan.
b. Terjadi komplikasi.

ke
c. terdapat alarm symptoms

en
7m
Peralatan : -
Prognosis 10
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,
k0

komplikasi, dan pengobatannya. Umumnya prognosis gastritis


r-h

adalah bonam, namun dapat terjadi berulang bila pola hidup tidak
mo

berubah.
-no

Referensi
mk

Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. eds.


Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat
6/k

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. (Sudoyo,


2/0

et al., 2006).
02
z/2

4. Intoleransi Makanan
.xy

No. ICPC-2 : D29 Digestive syndrome/complaint other


na

No. ICD-10 : K90.4 Malabsorption due to intolerance


lya

Tingkat Kemampuan 4A
mu

Masalah Kesehatan
na

Intoleransi makanan adalah gejala-gejala yang terjadi akibat reaksi


.ai

tubuh terhadap makanan tertentu. Intoleransi bukan merupakan


ww

alergi makanan. Hal ini terjadi akibatkekurangan enzim yang


//w

diperlukan untuk mencerna makanan tertentu. Intoleransi terhadap


ps:

laktosa gula susu, penyedap Monosodium Glutamat (MSG), atau


terhadap antihistamin yang ditemukan di keju lama, anggur, bir,
htt

jdih.kemkes.go.id
-128-

dan daging olahan. Gejala intoleransi makanan kadang-kadang mirip

l
tm
dengan gejala yang ditemukan pada alergi makanan.

g.h
Hasil Anamnesis
Gejala-gejala yang mungkin terjadi adalah tenggorokan terasa gatal,

tan
nyeri perut, perut kembung, diare, mual, muntah, atau dapat

n
-te
disertai kram perut.

22
Faktor predisposisi

20
Makanan yang sering menyebabkan intoleransi, seperti:

86
a. Terigu dan gandum lainnya yang mengandung gluten

s11
b. Protein susu sapi
c. Hasil olahan jagung

ke
d. MSG

en
7m
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
10
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan abdomen,
k0

bising usus meningkat dan mungkin terdapat tanda-tanda dehidrasi.


r-h

Pemeriksaan Penunjang : -
mo

Penegakan Diagnostik (Assessment)


-no

Diagnosis Klinis
mk

Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Diagnosis Banding
6/k

Pankreatitis, Penyakit Chrons pada illeum terminalis, Sprue Celiac,


2/0

Penyakit whipple, Amiloidosis, Defisiensi laktase, Sindrom Zollinger-


02

Ellison, Gangguan paska gasterektomi, reseksi usus halus atau


z/2

kolon
.xy

Komplikasi
na

Dehidrasi
lya

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mu

Penatalaksanaan dapat berupa


na

a. Pembatasan nutrisi tertentu


.ai

b. Suplemen vitamin dan mineral


ww

c. Suplemen enzim pencernaan


//w

Rencana Tindak Lanjut


ps:

Setelah gejala menghilang, makanan yang dicurigai diberikan


kembali untuk melihat reaksi yang terjadi. Hal ini bertujuan untuk
htt

memperoleh penyebab intoleransi.

jdih.kemkes.go.id
-129-

Konseling dan Edukasi

l
tm
Memberi edukasi ke keluarga untuk ikut membantu dalam hal

g.h
pembatasan nutrisi tertentu pada pasien dan mengamati keadaaan
pasien selama pengobatan.

tan
Kriteria Rujukan

n
-te
Perlu dilakukan konsultasi ke layanan sekunder bila keluhan tidak

22
menghilang walaupun tanpa terpapar.

20
86
Peralatan

s11
Laboratorium rutin

ke
Prognosis

en
7m
Pada umumnya, prognosis tidak mengancam jiwa, namun
fungsionam dan sanasionamnya adalah dubia ad bonam karena
10
tergantung pada paparan terhadap makanan penyebab.
k0
r-h

Referensi
mo

Syam, Ari Fachrial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke
-no

4. Jakarta: FK UI. 2006. Hal 312-3. (Sudoyo, et al., 2006).


mk

5. Malabsorbsi Makanan
6/k

No. ICPC-2 : D29 Digestive syndrome/complaint other


2/0

No. ICD-10 : K90.9 Intestinal malabsorbtion, unspecified


02

Tingkat Kemampuan 3A
z/2
.xy

Masalah Kesehatan
na

Malabsorbsi adalah suatu keadaan terdapatnya gangguan pada


lya

proses absorbsi dan digesti secara normal pada satu atau lebih zat
gizi. Pada umumnya pasien datang dengan diare sehingga kadang
mu

sulit membedakan apakah diare disebabkan oleh malabsorbsi atau


na

sebab lain. Selain itu kadang penyebab dari diare tersebut tumpang
.ai

tindih antara satu sebab dengan sebab lain termasuk yang


ww

disebabkan oleh malabsorbsi.


//w

Berbagai hal dan keadaan dapat menyebabkan malabsorbsi dan


ps:

maldigesti pada seseorang. Malabsorbsi dan maldigesti dapat


disebabkan oleh karena defisiensi enzim atau adanya gangguan pada
htt

mukosa usus tempat absorbsi dan digesti zat tersebut.

jdih.kemkes.go.id
-130-

Hasil Anamnesis (Subjective)

l
tm
Keluhan

g.h
Pasien dengan malabsorbsi biasanya datang dengan keluhan diare
kronis, biasanya bentuk feses cair mengingat gangguan pada usus

tan
halus tidak ada zat nutrisi yang terabsorbsi sehingga feses tak

n
-te
berbentuk. Jika masalah pasienkarena malabsorbsi lemak maka

22
pasien akan mengeluh fesesnya berminyak (steatore).

20
Anamnesis yang tepat tentang kemungkinan penyebab dan

86
perjalanan penyakit merupakan hal yang penting untuk menentukan

s11
apa terjadi malabsorbsi.
Faktor Risiko: -

ke
en
7m
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik 10
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda anemia (karena
k0

defisiensi besi, asam folat, dan B12): konjungtiva anemis, kulit


r-h

pucat, status gizi kurang. Dicari tanda dan gejala spesifik tergantung
mo

dari penyebabnya.
-no

Pemeriksaan Penunjang
mk

a. Darah perifer lengkap: anemia mikrositik hipokrom karena


defisiensi besi atau anemia makrositik karena defisiensi asam
6/k

folat dan vitamin B12.


2/0

b. Radiologi: foto polos abdomen


02
z/2

Penegakan Diagnostik (Assessment)


.xy

Diagnosis Klinis
na

Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


lya

penunjang.
Diagnosis Banding
mu

a. Pankreatititis
na

b. Penyakit Chrons pada illeum terminalis


.ai

c. Sprue Celiac
ww

d. Penyakit whipple
//w

e. Amiloidosis
ps:

f. Defisiensi laktase
g. Sindrom Zollinger-Ellison
htt

h. Gangguan paska gasterektomi, reseksi usus halus atau kolon

jdih.kemkes.go.id
-131-

Komplikasi

l
tm
Dehidrasi

g.h
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan

tan
Perlu dilakukan konsultasi ke spesialis penyakit dalam untuk

n
-te
mencari penyebab malabsorbsi kemudian ditatalaksana sesuai

22
penyebabnya.

20
a. Tatalaksana tergantung dari penyebab malabsorbsi

86
b. Pembatasan nutrisi tertentu

s11
c. Suplemen vitamin dan mineral
d. Suplemen enzim pencernaan

ke
e. Tata laksana farmakologi: Antibiotik diberikan jika malabsorbsi

en
7m
disebakan oleh overgrowth bakteri enterotoksigenik: E. colli, K.
Pneumoniae dan Enterrobacter cloacae.
10
Rencana Tindak Lanjut
k0

Perlu dipantau keberhasilan diet atau terapi yang diberikan kepada


r-h

pasien.
mo

Konseling dan Edukasi


-no

Memberi edukasi ke keluarga untuk ikut membantu dalam hal


mk

pembatasan nutrisi tertentu pada pasien dan mengamati keadaaan


pasien selama pengobatan.
6/k

Kriteria Rujukan
2/0

Perlu dilakukan konsultasi ke spesialis penyakit dalam untuk


02

mencari penyebab malabsorbsi kemudian ditatalaksana sesuai


z/2

penyebabnya.
.xy
na

Peralatan
lya

Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah perifer lengkap.


mu

Prognosis
na

Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,


.ai

komplikasi, dan pengobatannya. Pada umumnya, prognosis tidak


ww

mengancam jiwa, namun fungsionam dan sanationamnya adalah


//w

dubia ad bonam.
ps:

Referensi
Syam, Ari Fachrial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke
htt

4. Jakarta: FK UI. 2006. hal 312-3. (Sudoyo, et al., 2006)

jdih.kemkes.go.id
-132-

6. Demam Tifoid

l
tm
No ICPC-2 : D70 Gastrointestinal infection

g.h
No ICD-10 : A01.0 Typhoid fever
Tingkat Kemampuan 4A

ntan
-te
Masalah Kesehatan

22
Demam tifoid banyak ditemukan di masyarakat perkotaan maupun

20
di pedesaan. Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas higiene

86
pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Di Indonesia

s11
bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Dari telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia, tersangka

ke
demam tifoid menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke

en
7m
tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dan
angka kematian antara 0.6–5% (KMK, 2006). Selain tingkat insiden
10
yang tinggi, demam tifoid terkait dengan berbagai aspek
k0

permasalahan lain, misalnya: akurasi diagnosis, resistensi antibiotik


r-h

dan masih rendahnya cakupan vaksinasi demam tifoid.


mo
-no

Hasil Anamnesis (Subjective)


mk

Keluhan
a. Demam turun naik terutama sore dan malam hari dengan pola
6/k

intermiten dan kenaikan suhu step-ladder. Demam tinggi


2/0

dapatterjadi terus menerus (demam kontinu) hingga minggu


02

kedua.
z/2

b. Sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di area


.xy

frontal
na

c. Gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus


lya

atau diare, mual, muntah, nyeri abdomen dan BAB berdarah


d. Gejala penyerta lain, seperti nyeri otot dan pegal-pegal, batuk,
mu

anoreksia, insomnia
na

e. Pada demam tifoid berat, dapat dijumpai penurunan kesadaran


.ai

atau kejang.
ww

Faktor Risiko
//w

a. Higiene personal yang kurang baik, terutama jarang mencuci


ps:

tangan.
b. Higiene makanan dan minuman yang kurang baik, misalnya
htt

makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi, sayuran

jdih.kemkes.go.id
-133-

yang dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar

l
tm
debu atau sampah atau dihinggapi lalat.

g.h
c. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
d. Adanya outbreak demam tifoid di sekitar tempat tinggal sehari-

tan
hari.

n
-te
e. Adanya carrier tifoid di sekitar pasien.

22
f. Kondisi imunodefisiensi.

20
86
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

s11
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum biasanya tampak sakit sedang atau sakit berat.

ke
b. Kesadaran: dapat compos mentis atau penurunan kesadaran

en
7m
(mulai dari yang ringan, seperti apatis, somnolen, hingga yang
berat misalnya delirium atau koma) 10
c. Demam, suhu > 37,5oC.
k0

d. Dapat ditemukan bradikardia relatif, yaitu penurunan frekuensi


r-h

nadi sebanyak 8 denyut per menit setiap kenaikan suhu 1oC.


mo

e. Ikterus
-no

f. Pemeriksaan mulut: typhoid tongue, tremor lidah, halitosis


mk

g. Pemeriksaan abdomen: nyeri (terutama regio epigastrik),


hepatosplenomegali
6/k

h. Delirium pada kasus yang berat


2/0

Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut


02

a. Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa apatis


z/2

dengan kesadaran seperti berkabut. Bila klinis berat, pasien


.xy

dapat menjadi somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala


na

psikosis (organic brain syndrome).


lya

b. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.


c. Nyeri perut dengan tanda-tanda akut abdomen
mu

Pemeriksaan Penunjang
na

a. Darah perifer lengkap beserta hitung jenis leukosis


.ai

Dapat menunjukkan: leukopenia / leukositosis / jumlah


ww

leukosit normal, limfositosis relatif, monositosis,


//w

trombositopenia (biasanya ringan), anemia.


ps:

b. Serologi
1) IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex-TF)®
htt

jdih.kemkes.go.id
-134-

a) Hanya dapat mendeteksi antibody IgM Salmonella

l
tm
typhi

g.h
b) Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
2) Enzyme Immunoassay test (Typhidot®)

tan
a) Dapat mendeteksi IgM dan IgG Salmonella typhi

n
-te
b) Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam

22
3) Tes Widal tidak direkomendasi

20
a) Dilakukan setelah demam berlangsung 7 hari.

86
b) Interpretasi hasil positif bila titer aglutinin O minimal

s11
1/320 atau terdapat kenaikan titer hingga 4 kali lipat
pada pemeriksaan ulang dengan interval 5 – 7 hari.

ke
c) Hasil pemeriksaan Widal positif palsu sering terjadi

en
7m
oleh karena reaksi silang dengan non-typhoidal
Salmonella, enterobacteriaceae, daerah endemis infeksi
10
dengue dan malaria, riwayat imunisasi tifoid dan
k0

preparat antigen komersial yang bervariasi dan


r-h

standaridisasi kurang baik. Oleh karena itu,


mo

pemeriksaan Widal tidak direkomendasi jika hanya


-no

dari 1 kali pemeriksaan serum akut karena terjadinya


mk

positif palsu tinggi yang dapat mengakibatkan over-


diagnosis dan over-treatment.
6/k

c. Kultur Salmonella typhi (gold standard)


2/0

Dapat dilakukan pada spesimen:


02

1) Darah : Pada minggu pertama sampai akhir


z/2

minggu ke-2 sakit, saat demam tinggi


.xy

2) Feses : Pada minggu kedua sakit


na

3) Urin : Pada minggu kedua atau ketiga sakit


lya

4) Cairan empedu : Pada stadium lanjut penyakit, untuk


mendeteksi carriertyphoid
mu

d. Pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi klinis, misalnya:


na

SGOT/SGPT, kadar lipase dan amilase


.ai

Penegakan Diagnosis (Assessment)


ww

Suspek demam tifoid (Suspect case)


//w

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam,


ps:

gangguan saluran cerna dan petanda gangguan kesadaran.


Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada fasilitas pelayanan
htt

kesehatan tingkat pertama.

jdih.kemkes.go.id
-135-

Demam tifoid klinis (Probable case)

l
tm
Suspek demam tifoid didukung dengan gambaran laboratorium yang

g.h
menunjukkan tifoid.
Diagnosis Banding

tan
Demam berdarah dengue, Malaria, Leptospirosis, infeksi saluran

n
-te
kemih, Hepatitis A, sepsis, Tuberkulosis milier, endokarditis infektif,

22
demam rematik akut, abses dalam, demam yang berhubungan

20
dengan infeksi HIV.

86
Komplikasi

s11
Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga demam. Komplikasi
antara lain perdarahan, perforasi usus, sepsis, ensefalopati, dan

ke
infeksi organ lain.

en
7m
a. Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati)
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi
10
yang disertai dengan kekacauan mental hebat, kesadaran
k0

menurun, mulai dari delirium sampai koma.


r-h

b. Syok septik
mo

Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala


-no

toksemia yang berat. Selain itu, terdapat gejala gangguan


mk

hemodinamik seperti tekanan darah turun, nadi halus dan


cepat, keringat dingin dan akral dingin.
6/k

c. Perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis)


2/0

Komplikasi perdarahan ditandai denganhematoschezia. Dapat


02

juga diketahui dengan pemeriksaan feses (occult blood test).


z/2

Komplikasi ini ditandai dengan gejala akut abdomen dan


.xy

peritonitis. Pada foto polos abdomen 3 posisi dan pemeriksaan


na

klinis bedah didapatkan gas bebas dalam rongga perut.


lya

d. Hepatitis tifosa
Kelainan berupa ikterus, hepatomegali, dan kelainan tes fungsi
mu

hati.
na

e. Pankreatitis tifosa
.ai

Terdapat tanda pankreatitis akut dengan peningkatan enzim


ww

lipase dan amilase. Tanda ini dapat dibantu dengan USG atau
//w

CT Scan.
ps:

f. Pneumonia
Didapatkan tanda pneumonia yang diagnosisnya dibantu
htt

dengan foto polos toraks

jdih.kemkes.go.id
-136-

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

l
tm
Penatalaksanaan

g.h
a. Terapi suportif dapat dilakukan dengan:
1) Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi

tan
2) Menjaga kecukupan asupan cairan, yang dapat diberikan

n
-te
secara oral maupun parenteral.

22
3) Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan

20
protein, rendah serat.

86
4) Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas

s11
5) Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi,
suhu, kesadaran), kemudian dicatat dengan baik di rekam

ke
medik pasien

en
7m
b. Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan
mengurangi keluhan gastrointestinal. 10
c. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini
k0

pertama untuk demam tifoid adalah Kloramfenikol, Ampisilin


r-h

atau Amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil),


mo

atau Trimetroprim-sulfametoxazole (Kotrimoksazol).


-no

d. Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak


mk

efektif, dapat diganti dengan antibiotik lain atau dipilih


antibiotik lini kedua yaitu Seftriakson, Sefiksim, Kuinolon (tidak
6/k

dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai mengganggu


2/0

pertumbuhan tulang).
02
z/2

Tabel 3.2 Antibiotik dan dosis penggunan untuk tifoid


.xy

ANTIBIOTIKA DOSIS KETERANGAN


Kloramfeni- Dewasa: 4x500 mg selama Merupakan obat yang sering
na

kol 10 hari digunakan dan telah lama dikenal


lya

Anak 100 mg/kgBB/hari, efektif untuk tifoid


mu

per oral atau intravena, Murah dan dapat diberikan peroral


na

dibagi 4 dosis, selama 10-14 serta sensitivitas masih tinggi


.ai

hari Pemberian PO/IV


ww

Tidak diberikan bila lekosit


<2000/mm3
//w

Seftriakson Dewasa: 2-4gr/hari selama Cepat menurunkan suhu, lama


ps:

3-5 hari pemberian pendek dan dapat dosis


htt

Anak: 80 mg/kgBB/hari, IM tunggal serta cukup aman untuk

jdih.kemkes.go.id
-137-

ANTIBIOTIKA DOSIS KETERANGAN

l
tm
atau IV, dosis tunggal anak.
selama 5 hari Pemberian PO/IV

g.h
tan
Ampisilin & Dewasa: (1.5-2) gr/hr selama Aman untuk penderita hamil

n
Amoksisilin 7-10 hari Sering dikombinasi dengan

-te
Anak: 100 mg/kgbb/hari per kloramfenikol pada pasien kritis

22
oral atau intravena, dibagi 3 Tidak mahal

20
dosis, selama 10 hari. Pemberian PO/IV

86
Kotrimok- Dewasa: 2x(160-800) selama Tidak mahal

s11
sazole (TMP- 7-10 hari Pemberian per oral

ke
SMX) Anak: Kotrimoksazol 4-6

en
mg/kgBB/hari, per oral,

7m
dibagi 2 dosis, selama 10
hari. 10
Kuinolon Ciprofloxacin 2x500 mg Pefloxacin dan Fleroxacin lebih
k0

selama 1 minggu cepat menurunkan suhu


r-h

Ofloxacin 2x(200-400) Efektif mencegah relaps dan


mo

selama 1 minggu kanker


Pemberian peroral
-no

Pemberian pada anak tidak


mk

dianjurkan karena efek samping


6/k

pada pertumbuhan tulang


Sefiksim Anak: 20 mg/kgBB/hari, per Aman untuk anak
2/0

oral, dibagi menjadi 2 dosis, Efektif


02

selama 10 hari Pemberian per oral


z/2

Thiamfenik Dewasa: 4x500 mg/hari Dapat dipakai untuk anak


.xy

ol Anak: 50 mg/kgbb/hari selama dan dewasa


5-7 hari bebas panas Dilaporkan cukup sensitif
na

pada beberapa daerah


lya
mu

Rencana Tindak Lanjut


na

a. Bila pasien dirawat di rumah, dokter atau perawat dapat


.ai

melakukan kunjungan follow up setiap hari setelah dimulainya


ww

tatalaksana.
b. Respon klinis terhadap antibiotik dinilai setelah penggunaannya
//w

selama 1 minggu.
ps:

Indikasi Perawatan di Rumah


htt

a. Persyaratan untuk pasien

jdih.kemkes.go.id
-138-

1) Gejala klinis ringan, tidak ada tanda-tanda komplikasi atau

l
tm
komorbid yang membahayakan.

g.h
2) Kesadaran baik.
3) Dapat makan serta minum dengan baik.

tan
4) Keluarga cukup mengerti cara-cara merawat dan tanda-

n
-te
tanda bahaya yang akan timbul dari tifoid.

22
5) Rumah tangga pasien memiliki dan melaksanakan sistem

20
pembuangan eksreta (feses, urin, cairan muntah) yang

86
memenuhi persyaratan kesehatan.

s11
6) Keluarga pasien mampu menjalani rencana tatalaksana
dengan baik.

ke
b. Persyaratan untuk tenaga kesehatan

en
7m
1) Adanya 1 dokter dan perawat tetap yang bertanggung
jawab penuh terhadap tatalaksana pasien.
10
2) Dokter mengkonfirmasi bahwa penderita tidak memiliki
k0

tanda-tanda yang berpotensi menimbulkan komplikasi.


r-h

3) Semua kegiatan tata laksana (diet, cairan, bed rest,


mo

pengobatan) dapat dilaksanakan secara baik di rumah.


-no

4) Dokter dan/atau perawat mem-follow up pasien setiap hari.


mk

5) Dokter dan/atau perawat dapat berkomunikasi secara


lancar dengan keluarga pasien di sepanjang masa
6/k

tatalaksana.
2/0

Konseling dan Edukasi


02

Edukasi pasien tentang tata cara:


z/2

a. Pengobatan dan perawatan serta aspek lain dari demam tifoid


.xy

yang harus diketahui pasien dan keluarganya.


na

b. Diet, jumlah cairan yang dibutuhkan, pentahapan mobilisasi,


lya

dan konsumsi obat sebaiknya diperhatikan atau dilihat


langsung oleh dokter, dan keluarga pasien telah memahami
mu

serta mampu melaksanakan.


na

c. Tanda-tanda kegawatan harus diberitahu kepada pasien dan


.ai

keluarga supaya bisa segera dibawa ke rumah sakit terdekat


ww

untuk perawatan.
//w

Pendekatan Community Oriented


ps:

Melakukan konseling atau edukasi pada masyarakat tentang aspek


pencegahan dan pengendalian demam tifoid, melalui:
htt

a. Perbaikan sanitasi lingkungan

jdih.kemkes.go.id
-139-

b. Peningkatan higiene makanan dan minuman

l
tm
c. Peningkatan higiene perorangan

g.h
d. Pencegahan dengan imunisasi
Kriteria Rujukan

tan
a. Demam tifoid dengan keadaan umum yang berat (toxic typhoid).

n
-te
b. Tifoid dengan komplikasi.

22
c. Tifoid dengan komorbid yang berat.

20
d. Telah mendapat terapi selama 5 hari namun belum tampak

86
perbaikan.

s11
Peralatan

ke
Poliklinis set dan peralatan laboratorium untuk melakukan

en
7m
pemeriksaan darah rutin dan serologi.
10
Prognosis
k0

Prognosis adalah bonam, namun adsanationam dubia ad bonam,


r-h

karena penyakit dapat terjadi berulang.


mo
-no

Referensi
mk

a. Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 364/Menkes/SK/V/2006


tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. (Kementerian
6/k

Kesehatan Republik Indonesia, t.thn.)


2/0

b. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds.


02

Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat
z/2

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.


.xy

(Sudoyo, et al., 2006)


na

c. Feigin RD, Demmler GJ, Cherry JD, Kaplan SL. Textbook of


lya

pediatric infectious diseases. 5th ed. Philadelphia: WB


Saunders; 2004. (Feigin, et al., 2004)
mu

d. Long SS, Pickering LK, Prober CG. Principles and practice of


na

pediatric infectious diseases. 2nd ed. Philadelphia: Churchill &


.ai

Livingstone; 2003. (Long, et al., 2003)


ww

e. Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL. Krugman’s infectious disease of


//w

children. 11th ed. Philadelphia: Mosby; 2004. (Gershon, et al.,


ps:

2004)
htt

jdih.kemkes.go.id
-140-

f. Pomerans AJ, Busey SL, Sabnis S. Pediatric decision making

l
tm
strategies. WB Saunders: Philadelphia; 2002. (Pomerans, et al.,

g.h
2002)
g. CDC. Typhoid fever. 2005.

tan
www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/typhoidfever_g.htm

n
-te
(Center for Disease and Control, 2005)

22
h. Kalra SP, Naithani N, Mehta SR, Swamy AJ. Current trends in

20
the management of typhoid fever. MJAFI. 2003;59:130-5. (Kalra,

86
et al., 2003)

s11
i. Tam FCH, King TKW, Wong KT, Leung DTM, Chan RCY, Lim PL.
The TUBEX test detects not only typhoid-specific antibodies but

ke
also soluble antigens and whole bacteria. Journal of Medical

en
7m
Microbiology. 2008;57:316-23. (Tam, et al., 2008)
j. Beig FK, Ahmadz F, Ekram M, Shukla I. Typhidot M and Diazo
10
test vis-à-vis blood culture and Widal test in the early diagnosis of
k0

typhoid fever in children in a resource poor setting. Braz J Infect


r-h

Dis. 2010;14:589-93. (Beig, et al., 2010)


mo

k. Summaries of infectious diseases. Dalam: Red Book Online


-no

2009. Section 3.
mk

http://aapredbook.aappublications.org/cgi/content/full/2009/1/
3.117 (Anon., 2009)
6/k
2/0

7. Gastroenteritis (Kolera Dan Giardiasis)


02

No. ICPC-2 : D73 Gastroenteritis presumed infection


z/2

No. ICD-10 : A09 Diarrhoea and gastroenteritis of presumed


.xy

infection origin
na

Tingkat Kemampuan 4A
lya

Masalah Kesehatan
mu

Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus


na

halus yang ditandai dengan diare dengan frekuensi 3 kali atau lebih
.ai

dalam waktu 24 jam. Apabila diare > 30 hari disebut kronis. WHO
ww

(World Health Organization) mendefinisikan diare akut sebagai diare


//w

yang biasanya berlangsung selama 3 – 7 hari tetapi dapat pula


ps:

berlangsung sampai 14 hari. Diare persisten adalah episode diare


yang diperkirakan penyebabnya adalah infeksi dan mulainya sebagai
htt

jdih.kemkes.go.id
-141-

diare akut tetapi berakhir lebih dari 14 hari, serta kondisi ini

l
tm
menyebabkan malnutrisi dan berisiko tinggi menyebabkan kematian

g.h
Gastroenteritis lebih sering terjadi pada anak-anak karena daya
tahan tubuh yang belum optimal. Diare merupakan salah satu

tan
penyebab angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak di

n
-te
bawah umur lima tahun di seluruh dunia, yaitu mencapai 1 milyar

22
kesakitan dan 3 juta kematian per tahun. Penyebab gastroenteritis

20
antara lain infeksi, malabsorbsi, keracunan atau alergi makanan dan

86
psikologis penderita.

s11
Infeksi yang menyebabkan GE akibat Entamoeba histolytica disebut
disentri, bila disebabkan oleh Giardia lamblia disebut giardiasis,

ke
sedangkan bila disebabkan oleh Vibrio cholera disebut kolera.

en
7m
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan 10
Pasien datang ke dokter karena buang air besar (BAB) lembek atau
k0

cair, dapat bercampur darah atau lendir, dengan frekuensi 3 kali


r-h

atau lebih dalam waktu 24 jam. Dapat disertai rasa tidak nyaman di
mo

perut (nyeri atau kembung), mual dan muntah serta tenesmus.


-no

Setiap kali diare, BAB dapat menghasilkan volume yang besar (asal
mk

dari usus kecil) atau volume yang kecil (asal dari usus besar). Bila
diare disertai demam maka diduga erat terjadi infeksi.
6/k

Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber
2/0

yang kurang higienenya, GE dapat disebabkan oleh infeksi. Riwayat


02

bepergian ke daerah dengan wabah diare, riwayat intoleransi laktosa


z/2

(terutama pada bayi), konsumsi makanan iritatif, minum jamu, diet


.xy

cola, atau makan obat-obatan seperti laksatif, magnesium


na

hidroklorida, magnesium sitrat, obat jantung quinidine, obat gout


lya

(kolkisin), diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik, organofosfat),


insektisida, kafein, metil xantine, agen endokrin (preparat
mu

pengantian tiroid), misoprostol, mesalamin, antikolinesterase dan


na

obat-obat diet perlu diketahui.


.ai

Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid


ww

perlu diidentifikasi.
//w

Pada pasien anak ditanyakan secara jelas gejala diare:


ps:

a. Perjalanan penyakit diare yaitu lamanya diare berlangsung,


kapan diare muncul (saat neonatus, bayi, atau anak-anak)
htt

untuk mengetahui, apakah termasuk diare kongenital atau

jdih.kemkes.go.id
-142-

didapat, frekuensi BAB, konsistensi dari feses, ada tidaknya

l
tm
darah dalam tinja

g.h
b. Mencari faktor-faktor risiko penyebab diare
c. Gejala penyerta: sakit perut, kembung, banyak gas, gagal

tan
tumbuh.

n
-te
d. Riwayat bepergian, tinggal di tempat penitipan anak merupakan

22
risiko untukdiare infeksi.

20
Faktor Risiko

86
a. Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.

s11
b. Riwayat intoleransi laktosa, riwayat alergi obat.
c. Infeksi HIV atau infeksi menular seksual.

ke
en
7m
Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik 10
a. Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu
k0

tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan


r-h

darah.
mo

b. Mencari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus,


-no

dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya:


mk

ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak,


ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah
6/k

kering atau basah.


2/0

c. Pernapasan yang cepat indikasi adanya asidosis metabolik.


02

d. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat


z/2

hipokalemia.
.xy

e. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill


na

dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.


lya

f. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan


dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat
mu

badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan


na

menggunakan kriteria. Pada anak menggunakan kriteria WHO


.ai

1995.
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-143-

Tabel 3.3 Pemeriksaan derajat dehidrasi

l
tm
Gejala Derajat Dehidrasi
Minimal (< 3% Ringan sampai Berat (> 9% dari

g.h
dari berat badan) sedang (3-9% berat badan)
dari berat badan)

tan
Status mental Baik, sadar penuh Normal, lemas, Apatis, letargi, tidak
atau gelisah, sadar

n
iritabel

-te
Rasa haus Minum normal, Sangat haus, Tidak dapat minum
mungkin menolak sangat ingin

22
minum minum
Denyut jantung Normal Normal sampai Takikardi, pada

20
meningkat kasus berat

86
bradikardi
Kualitas Normal Normal sampai Lemah atau tidak

s11
denyut nadi menurun teraba
Pernapasan Normal Normal cepat Dalam
Mata

ke
Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Menurun Tidak ada

en
Mulut dan Basah Kering Pecah-pecah
lidah

7m
Turgor kulit Baik < 2 detik > 2 detik
Isian kapiler Normal Memanjang 10 Memanjang,
minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin
k0
Output urin Normal sampai Menurun Minimal
r-h

menurun
mo

Metode Pierce
-no

Dehidrasi ringan= 5% x Berat badan (kg)


mk

Dehidrasi sedang= 8% x Berat badan (kg)


6/k

Dehidrasi berat= 10% x Berat badan (kg)


2/0

Tabel 3.4 Skor penilaian klinis dehidrasi


Klinis Skor
02

Rasa hasus/ muntah 1


z/2

Tekanan Darah sistolik 60 -90 mmHg 1


Tekanan darah sistolik <60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 x/menit 1
.xy

Kesadaran apati 1
Kesadaran somnolen, spoor atau koma 2
na

Frekuensi napas > 30x/ menit 1


Facies Cholerica 2
lya

Vox Cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer woman’s hand 1
mu

Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50 – 60 tahun -1
na

Umur > 60 tahun -2


.ai
ww

Tabel 3.5. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995


Penilaian A B C
//w

Lihat :
ps:

Keadaan Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai,


htt

umum atau tidak sadar

jdih.kemkes.go.id
-144-

Normal Cekung Sangat cekung

l
tm
Mata dan kering

g.h
Ada Tidak ada
Air mata Basah Kering Sangat kering

tan
Mulut dan Minum biasa *haus ingin *malas minum

n
-te
lidah tidak haus minum banyak atau tidak bias

22
Rasa haus minum

20
Periksa Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat

86
turgor kulit lambat

s11
Hasil Tanpa Dehidrasi Dehidrasi berat
pemeriksaan dehidrasi ringan/sedang Bila ada 1 tanda

ke
Bila ada 1 tanda (*) ditambah 1

en
7m
(*) ditambah 1 atau lebih tanda
atau lebih tanda lain
10
lain
k0

Terapi Rencana Rencana Terapi Rencana Terapi C


r-h

Terapi A B
mo
-no

Rencana terapi A, B, dan C dapat dilihat pada Penjelasan 6, 7, 8


mk

Penegakan Diagnosis (Assessment)


6/k

Diagnosis Klinis
2/0

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair lebih dari 3


02

kali sehari) dan pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda


z/2

hipovolemik dan pemeriksaan konsistensi BAB). Untuk diagnosis


.xy

defenitif dilakukan pemeriksaan penunjang.


na

Diagnosis Banding
lya

Demam tifoid, Kriptosporidia (pada penderita HIV), Kolitis


pseudomembran
mu

Komplikasi
na

Syok hipovolemik
.ai
ww

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


//w

Penatalaksanaan pada Pasien Dewasa


ps:

Pada umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh cepat dengan
htt

sendirinya melalui rehidrasi dan obat antidiare, sehingga jarang


diperlukan evaluasi lebih lanjut.

jdih.kemkes.go.id
-145-

Terapi dapat diberikan dengan

l
tm
a. Memberikan cairan dan diet adekuat

g.h
1) Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang
adekuat untuk rehidrasi.

tan
2) Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi laktase

n
-te
transien.

22
3) Hindari juga minuman yang mengandung alkohol atau

20
kafein, karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi

86
usus.

s11
4) Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak
mengandung gas, dan mudah dicerna.

ke
b. Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat

en
7m
antidiare untuk mengurangi gejala dan antimikroba
untuk terapi definitif. 10
Pemberian terapi antimikroba empirik diindikasikan pada pasien
k0

yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, traveller’s diarrhea,


r-h

dan imunosupresi. Antimikroba: pada GE akibat infeksi diberikan


mo

antibiotik atau antiparasit, atau antijamur tergantung penyebabnya.


-no

Obat antidiare, antara lain:


mk

a. Turunan opioid: Loperamid atau Tinktur opium.


b. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri
6/k

yang disertai demam, dan penggunaannya harus dihentikan


2/0

apabila diare semakin berat walaupun diberikan terapi.


02

c. Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunokompromais,


z/2

seperti HIV, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya


.xy

bismuth encephalopathy.
na

d. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2 tablet/ hari atau


lya

smectite 3x1 sachet diberikan tiap BAB encer sampai diare stop.
e. Obat antisekretorik atau anti enkefalinase: Racecadotril 3x1
mu

Antimikroba, antara lain:


na

a. Golongan kuinolonyaitu Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama


.ai

5-7 hari, atau


ww

b. Trimetroprim/Sulfametoksazol 160/800 2x 1 tablet/hari.


//w

c. Apabila diare diduga disebabkan oleh Giardia, Metronidazol


ps:

dapat digunakan dengan dosis 3x500 mg/ hari selama 7 hari.


d. Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi disesuaikan
htt

dengan etiologi.

jdih.kemkes.go.id
-146-

Apabila terjadi dehidrasi, setelah ditentukan derajat dehidrasinya,

l
tm
pasien ditangani dengan langkah sebagai berikut:

g.h
a. Menentukan jenis cairan yang akan digunakan

tan
Pada diare akut awal yang ringan, tersedia cairan oralit yang

n
-te
hipotonik dengan komposisi 29 gr glukosa, 3,5 gr NaCl, 2,5 gr

22
Natrium bikarbonat dan 1,5 KCl setiap liter. Cairan ini

20
diberikan secara oral atau lewat selang nasogastrik. Cairan lain

86
adalah cairan ringer laktat dan NaCl 0,9% yang diberikan secara

s11
intravena.
b. Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan

ke
Prinsip dalam menentukan jumlah cairan inisial yang

en
7m
dibutuhkan adalah: BJ plasma dengan rumus:
Defisit cairan : BJ plasma – 1,025 X Berat badan X 4 ml
10
0,001
k0

Kebutuhan cairan = Skor X 10% X kgBB X 1 liter


r-h

15
mo

c. Menentukan jadwal pemberian cairan:


-no

a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total


mk

kebutuhan cairan menurut BJ plasma atau skor Daldiyono


diberikan langsung dalam 2 jam ini agar tercapai rehidrasi
6/k

optimal secepat mungkin.


2/0

b. Satu jam berikutnya/jam ke-3 (tahap ke-2) pemberian diberikan


02

berdasarkan kehilangan selama 2 jam pemberian cairan


z/2

rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atauskor


.xy

Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral.


na

c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan


lya

kehilangan cairan melalui tinja dan insensible water loss.


Kondisi yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada diare akut
mu

apabila ditemukan:
na

a. Diare memburuk atau menetap setelah 7 hari, feses harus


.ai

dianalisa lebih lanjut


ww

b. Pasien dengan tanda-tanda toksik (dehidrasi, disentri, demam ≥


//w

38,5oC, nyeri abdomen yang berat pada pasien usia di atas 50


ps:

tahun
c. Pasien usia lanjut
htt

d. Muntah yang persisten

jdih.kemkes.go.id
-147-

e. Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable

l
tm
f. Terjadinya outbreak pada komunitas

g.h
g. Pada pasien yang immunokompromais.
Konseling dan Edukasi

tan
Pada kondisi yang ringan, diberikan edukasi kepada keluarga untuk

n
-te
membantu asupan cairan. Edukasi juga diberikan untuk mencegah

22
terjadinya GE dan mencegah penularannya.

20
Kriteria Rujukan

86
a. Tanda dehidrasi berat

s11
b. Terjadi penurunan kesadaran
c. Nyeri perut yang signifikan

ke
d. Pasien tidak dapat minum oralit

en
7m
e. Tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas pelayanan
Penatalaksanaan pada Pasien Anak 10
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita
k0

adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang


r-h

didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi


mo

WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare


-no

tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat


mk

penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan


gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare.
6/k

Adapun program LINTAS DIARE yaitu:


2/0

a. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah


02

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai


z/2

dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas


.xy

rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga


na

seperti larutan air garam. Oralit saat ini yang beredar di


lya

pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang


rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit
mu

merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk


na

mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum


.ai

harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat


ww

pertolongan cairan melalui infus.


//w

Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes


ps:

RI, 2011).
1) Diare tanpa dehidrasi
htt

jdih.kemkes.go.id
-148-

a) Umur < 1 tahun: ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret

l
tm
(50–100 ml)

g.h
b) Umur 1 – 4 tahun: ½-1 gelas setiap kali anak mencret
(100–200 ml)

tan
c) Umur diatas 5 Tahun: 1–1½ gelas setiap kali anak

n
-te
mencret (200– 300 ml)

22
2) Diare dengan dehidrasi ringan sedang

20
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg

86
bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit

s11
seperti diare tanpa dehidrasi.
3) Diare dengan dehidrasi berat

ke
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera

en
7m
dirujuk ke Puskesmas untuk diinfus.
Tabel 3.6 Kebutuhan Oralit per Kelompok Umur 10
Umur Jumlah oralit yang Jumlah oralit yang disediakan
k0

diberikan tiap BAB di rumah


r-h

< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari ( 2 bungkus)


1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari ( 3-4
mo

bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5
-no

bungkus)
Dewasa 300-400 ml 1200-2800 ml/hari
mk

Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan


6/k

dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit.


2/0

Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih


02

besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah


z/2

hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-


.xy

lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini


dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.
na
lya

b. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut


Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama
mu

dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air


na

besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan


.ai

kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.


ww

Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc


//w

segera saat anak mengalami diare.


ps:

Dosis pemberian Zinc pada balita:


1) Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari.
htt

2) Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.

jdih.kemkes.go.id
-149-

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah

l
tm
berhenti.

g.h
Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok
makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak

tan
diare.

n
-te
c. Teruskan pemberian ASI dan Makanan

22
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan

20
gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan

86
tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang

s11
masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang
minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.

ke
Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah

en
7m
mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih
10
sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
k0

diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan


r-h

beratbadan
mo

d. Antibiotik Selektif
-no

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya


mk

kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri.


Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan
6/k

darah (sebagian besar karena Shigellosis) dan suspek kolera


2/0

Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak


02

yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat


z/2

anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-


.xy

obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan


na

status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek


lya

samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti


protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit
mu

(amuba, giardia).
na

e. Nasihat kepada orang tua/pengasuh


.ai

Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus


ww

diberi nasehat tentang:


//w

1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah


ps:

2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas


kesehatan bila :
htt

a) Diare lebih sering

jdih.kemkes.go.id
-150-

b) Muntah berulang

l
tm
c) Sangat haus

g.h
d) Makan/minum sedikit
e) Timbul demam

tan
f) Tinja berdarah

n
-te
g) Tidak membaik dalam 3 hari.

22
Konseling dan Edukasi

20
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Departemen

86
Kesehatan RI (2006) adalah sebagai berikut:

s11
a. Pemberian ASI
b. Pemberian makanan pendamping ASI

ke
c. Menggunakan air bersih yang cukup

en
7m
d. Mencuci tangan
e. Menggunakan jamban 10
f. Membuang tinja bayi dengan benar
k0

g. Pemberian imunisasi campak


r-h

Kriteria Rujukan
mo

a. Anak diare dengan dehidrasi berat dan tidak ada fasilitas rawat
-no

inap dan pemasangan intravena.


mk

b. Jika rehidrasi tidak dapat dilakukan atau tercapai dalam 3 jam


pertama penanganan.
6/k

c. Anak dengan diare persisten


2/0

d. Anak dengan syok hipovolemik


02
z/2

Peralatan
.xy

Infus set, cairan intravena, peralatan laboratorium untuk


na

pemeriksaan darah rutin, feses dan WIDAL


lya

Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,
mu

ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya, sehingga umumnya


na

prognosis adalah dubia ad bonam. Bila kondisi saat datang dengan


.ai

dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi dubia ad malam.


ww
//w

Referensi
ps:

a. Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman pemberantasan


penyakit diare. Jakarta: Ditjen PPM dan PL. (Kementerian
htt

Kesehatan Republik Indonesia, 2009)

jdih.kemkes.go.id
-151-

b. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Panduan sosialisasi

l
tm
tatalaksana diare pada balita. Jakarta: Ditjen PP dan PL

g.h
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
c. Simadibrata, M. D. Diare akut. In: Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B.

tan
Alwi, I. Simadibrata, M.D. Setiati, S. Eds. Buku ajar ilmu

n
-te
penyakit dalam. 5th Ed. Vol. I. Jakarta: Pusat Penerbitan

22
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009: p. 548-556.

20
d. Makmun, D. Simadibrata, M.D. Abdullah, M. Syam, A.F. Fauzi,

86
A. Konsensus Penatalaksanaan Diare Akut pada Dewasa di

s11
Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia.
2009.

ke
Setiawan, B. Diare akut karena Infeksi. In: Sudoyo, A.W.

en
e.

7m
Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S.Eds. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. 4thEd. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan
10
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: p. 1794-1798.
k0

f. Sansonetti, P. Bergounioux, J. Shigellosis. In: Kasper.


r-h

Braunwald. Fauci. et al. Harrison’s Principles of Internal


mo

Medicine.Vol II. 17thEd. McGraw-Hill. 2009: p. 962-964.


-no

(Braunwald, et al., 2009)


mk

g. Reed, S.L. Amoebiasis dan Infection with Free Living Amoebas.


In: Kasper. Braunwald. Fauci. et al. Harrison’s Principles of
6/k

Internal Medicine.Vol I. 17thEd. McGraw-Hill. 2009: p. 1275-


2/0

1280.
02
z/2

8. Disentri Basiler Dan Disentri Amuba


.xy

No. ICPC-2 : D70 Gastrointestinal infection


na

No. ICD-10 : A06.0 Acute amoebic dysentery


lya

Tingkat Kemampuan 4A
mu

Masalah Kesehatan
na

Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali


.ai

menyebabkan kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang


ww

lain.
//w

Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri disentri basiler yang


ps:

disebabkan oleh shigellosis dan amoeba (disentri amoeba).


Hasil Anamnesis (Subjective)
htt

Keluhan

jdih.kemkes.go.id
-152-

a. Sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar encer

l
tm
secara terus menerus bercampur lendir dan darah

g.h
b. Muntah-muntah
c. Sakit kepala

tan
d. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh

n
-te
S. dysentriae dengan gejalanya timbul mendadak dan berat, dan

22
dapat meninggal bila tidak cepat ditolong.

20
Faktor Risiko

86
Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.

s11
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

ke
Pemeriksaan Fisik

en
7m
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:
a. Febris 10
b. Nyeri perut pada penekanan di bagian sebelah kiri
k0

c. Terdapat tanda-tanda dehidrasi


r-h

d. Tenesmus
mo

Pemeriksaan Penunjang
-no

Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab.


mk

Penegakan Diagnostik (Assessment)


6/k

Diagnosis Klinis
2/0

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


02

dan pemeriksaan penunjang.


z/2

Diagnosis Banding
.xy

a. Infeksi Eschericiae coli


na

b. Infeksi Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)


lya

c. Infeksi Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)


Komplikasi
mu

a. Haemolytic uremic syndrome (HUS)


na

b. Hiponatremia berat
.ai

c. Hipoglikemia berat
ww

d. Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rektal,


//w

peritonitis dan perforasi


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-153-

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

l
tm
Penatalaksanaan

g.h
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
b. Tirah baring

tan
c. Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan

n
-te
rehidrasi oral

22
d. Bila rehidrasi oral tidak mencukupi dapat diberikan cairan

20
melalui infus

86
e. Diet, diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang

s11
dari 5 kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila
ada kemajuan.

ke
f. Farmakologis:

en
7m
1) Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis
pasien diobati dengan antibiotik. Jika setelah 2 hari
10
pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan
k0

selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotik diganti


r-h

dengan jenis yang lain.


mo

2) Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal


-no

Fluorokuinolon seperti Siprofloksasin atau makrolid


mk

Azithromisin ternyata berhasil baik untuk pengobatan


disentri basiler. Dosis Siprofloksasin yang dipakai adalah 2
6/k

x 500 mg/hari selama 3 hari sedangkan Azithromisin


2/0

diberikan 1 gram dosis tunggal dan Sefiksim 400 mg/hari


02

selama 5 hari. Pemberian Siprofloksasin merupakan


z/2

kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.


.xy

3) Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman


na

S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten terhadap obat-obat,


lya

diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari


selama 5 hari. Tidak ada antibiotik yang dianjurkan dalam
mu

pengobatan stadium karier disentribasiler.


na

4) Untuk disentri amuba diberikan antibiotik Metronidazol


.ai

500mg 3x sehari selama 3-5 hari


ww
//w

Rencana Tindak Lanjut


ps:

Pasien perlu dilihat perkembangan penyakitnya karena memerlukan


waktu penyembuhan yang lama berdasarkan berat ringannya
htt

penyakit.

jdih.kemkes.go.id
-154-

Konseling dan Edukasi

l
tm
a. Penularan disentri amuba dan basiler dapat dicegah dan

g.h
dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih
seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang

tan
tidak terkontaminasi serta penggunaan jamban yang bersih.

n
-te
b. Keluarga ikut berperan dalam mencegah penularan dengan

22
kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti membersihkan

20
tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi,

86
penggunaan jamban yang bersih.

s11
c. Keluarga ikut menjaga diet pasien diberikan makanan lunak
sampai frekuensi BAB kurang dari 5 kali/hari, kemudian

ke
diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.

en
Kriteria Rujukan
7m
10
Pada pasien dengan kasus berat perlu dirawat intensif dan
k0

konsultasi ke pelayanan kesehatan sekunder (spesialis penyakit


r-h

dalam).
mo

Peralatan
-no

Laboratorium untuk pemeriksaan tinja


mk

Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,
6/k

ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya. Pada umumnya


2/0

prognosis dubia ad bonam.


02

Referensi
z/2

a. Sya’roni Akmal. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke
.xy

4. Jakarta: FK UI.2006. Hal 1839-41.


na

b. Oesman, Nizam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi III.


lya

Jakarta: FKUI.2006.
c. Kroser, A. J. Shigellosis. 2007. Diakses dari
mu

www.emedicine.com/med/topic2112.htm.
na
.ai

9. Perdarahan Gastrointestinal
ww

No. ICPC-2 : D14 Haematemesis/vomiting blood


//w

D15 Melaena
ps:

D16 Rectal Bleeling


No. ICD-10 : K92.2 Gastrointestinal haemorrhage, unspecified
htt

K62.5 Haemorrhage of anus and rectum

jdih.kemkes.go.id
-155-

Tingkat Kemampuan 3B

l
tm
g.h
a. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
Masalah Kesehatan

tan
Manifestasi perdarahan saluran cerna bervariasi mulai dengan

n
-te
perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan

22
samar yang tidak dirasakan. Hematemesis menunjukkan

20
perdarahan dari saluran cerna bagian atas, proksimal dari

86
ligamentum Treitz. Melena biasanya akibat perdarahan saluran

s11
cerna bagian atas, meskipun demikian perdarahan dari usus
halus atau kolon bagian kanan, juga dapat menimbulkan

ke
melena.

en
7m
Di Indonesia perdarahan karena ruptur varises gastroesofagus
merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%, gastritis
10
erosif sekitar 25-30%,tukak peptik sekitar 10-15% dan karena
k0

sebab lainnya <5%. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi


r-h

yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa


mo

mencapai 60% sedangkan kematian pada perdarahan non


-no

varises sekitar 9-12%.


mk

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
6/k

Pasien dapat datang dengan keluhan muntah darah berwarna


2/0

hitam seperti bubuk kopi (hematemesis) atau buang air besar


02

berwarna hitam seperti ter atau aspal (melena).


z/2

Gejala klinis lainya sesuai dengan komorbid, seperti penyakit


.xy

hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal


na

dsb.
lya

Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit


hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat mengkonsumsi NSAID,
mu

obat rematik, alkohol, jamu- jamuan, obat untuk penyakit


na

jantung, obat stroke, riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit


.ai

paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat


ww

muntah-muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat


//w

mendukung kemungkinan adanya sindroma Mallory Weiss.


ps:

Faktor Risiko
Konsumsi obat-obat NSAID
htt

Faktor Predisposisi

jdih.kemkes.go.id
-156-

Riwayat sirosis hepatis

l
tm
Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang sederhana (Objective)

g.h
Pemeriksaan Fisik
1) Penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi)

tan
2) Evaluasi jumlah perdarahan.

n
-te
3) Pemeriksaan fisik lainnyayaitu mencari stigmata penyakit

22
hati kronis (ikterus, spider nevi, asites, splenomegali,

20
eritema palmaris, edema tungkai), massa abdomen, nyeri

86
abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit

s11
jantung, penyakit rematik dll.
4) Rectal toucher

ke
5) Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari

en
7m
Naso Gastric Tube (NGT). Aspirat berwarna putih keruh
menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna
10
merah marun menandakan perdarahan masif sangat
k0

mungkin perdarahan arteri.


r-h

Pemeriksaan Penunjang di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat


mo

pertama
-no

1) Laboratorium darah lengkap


mk

2) X ray thoraks
Penegakan diagnostik (Assessment)
6/k

Diagnosis Klinis
2/0

Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik


02

dan penunjang.
z/2

Diagnosis Banding
.xy

Hemoptisis, Hematokezia
na

Komplikasi
lya

Syok hipovolemia, Aspirasi pneumonia, Gagal ginjal akut,


Anemia karena perdarahan
mu

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


na

Penatalaksanaan
.ai

1) Stabilkan hemodinamik.
ww

a) Pemasangan IV line
//w

b) Oksigen sungkup/kanula
ps:

c) Mencatat intake output, harus dipasang kateter urin


d) Memonitor tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan
htt

keadaan lainnya sesuai dengan komorbid yang ada.

jdih.kemkes.go.id
-157-

2) Pemasangan NGT (nasogatric tube)

l
tm
Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam

g.h
tindakan endoskopi.
3) Tirah baring

tan
4) Puasa/diet hati/lambung

n
-te
a) Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa

22
proton (PPI)

20
b) Sitoprotektor: sukralfat 3-4 x1 gram

86
c) Antasida

s11
d) Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati
kronis

ke
Rencana Tindak Lanjut

en
7m
Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi pasien dapat
mengalamiperdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakukan
10
asesmen yang lebih akurat untuk memprediksi perdarahan
k0

ulang dan mortalitas.


r-h

Konseling dan Edukasi


mo

Keluarga ikut mendukung untuk menjaga diet dan pengobatan


-no

pasien.
mk

Kriteria Rujukan
1) Terhadap pasien yang diduga kuat karena ruptura varises
6/k

esophagus di rujuk ke pelayanan kesehatan sekunder


2/0

2) Bila perdarahan tidak berhenti dengan penanganan awal di


02

layanan tingkat pertama


z/2

3) Bila terjadi anemia berat


.xy

Peralatan
na

1) Kanula satu sungkup oksigen


lya

2) Naso Gastric Tube (NGT)


3) Sarung tangan
mu

4) EKG
na

5) Laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap, fungsi


.ai

hati, dan fungsi ginjal.


ww

Prognosis
//w

Prognosis untuk kondisi ini adalah dubia, mungkin tidak


ps:

sampai mengancam jiwa, namun ad fungsionam dan


sanationam umumnya dubia ad malam.
htt

jdih.kemkes.go.id
-158-

Referensi

l
tm
1) Soewondo. Pradana. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid

g.h
III. Edisi ke 4. Jakarta: FK UI. 2006: Hal 291-4.
2) Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

tan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2004:Hal

n
-te
229. (Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI RSCM, 2004)

22
3) Galley, H.F. Webster, N.R. Lawler, P.G.P. Soni, N. Singer,

20
M,Critical Care. Focus 9 Gut. London: BMJ Publishing

86
Group. 2002. (Galley, et al., 2002)

s11
4) Elta, G.H.Approach to the patient with gross gastrointestinal
bleeding in Yamada, T.Alpers, D.H. Kaplowitz, N. Laine, L.

ke
Owyang, C. Powell, D.W.Eds. Text Book of Gastroenetrology.

en
7m
4tEd. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins. 2003.
(Elta, 2003) 10
5) Rockey, D.C.Gastrointestinal bleeding in Feldman, M.
k0

Friedman, L.S. Sleisenger, M.H.Eds.Sleisenger & Fordtran’s


r-h

Gastrointestinal and Liver Disease. 7thEd. Philadelphia: W.B.


mo

Sauders.2002. (Rockey, 2002)


-no

6) Gilbert, D.A. Silverstein, F.E.Acute upper gastrointestinal


mk

bleeding in Sivak, M.V.Ed.Gastroenterologic endoscopy.


Philadelphia: WB Sauders. 2000. (Gilbert & Silverstein,
6/k

2000)
2/0
02

b. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah


z/2

Masalah Kesehatan
.xy

Perdarahan saluran cerna bagian bawah umumnya


na

didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari usus di


lya

sebelah bawah ligamentum Treitz. Hematokezia diartikan darah


segar yang keluar melalui anus dan merupakan manifestasi
mu

tersering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah.


na

Penyebab tersering dari saluran cerna bagian bawah antara lain


.ai

perdarahan divertikel kolon, angiodisplasia dan kolitis iskemik.


ww

Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang kronik dan


//w

berulang biasanya berasal dari hemoroid dan neoplasia kolon.


ps:

Hasil Anamnesis (Anemnesis)


Keluhan
htt

jdih.kemkes.go.id
-159-

1) Pasien datang dengan keluhan darah segar yang keluar

l
tm
melalui anus (hematokezia).

g.h
2) Umumnya melena menunjukkan perdarahan di saluran
cerna bagian atas atau usus halus, namun demikian

tan
melena dapat juga berasal dari perdarahan kolon sebelah

n
-te
kanan dengan perlambatan mobilitas.

22
3) Perdarahan dari divertikulum biasanya tidak nyeri. Tinja

20
biasanya berwarna merah marun, kadang-kadang bisa juga

86
menjadi merah. Umumnya terhenti secara spontan dan

s11
tidak berulang.
4) Hemoroid dan fisura ani biasanya menimbulkan

ke
perdarahan dengan warna merah segar tetapi tidak

en
7m
bercampur dengan faeces.
5) Pasien dengan perdarahan samar saluran cerna kronik
10
umumnya tidak ada gejala atau kadang hanya rasa lelah
k0

akibat anemia.
r-h

6) Nilai dalam anamnesis apakah bercampur dengan feses


mo

(seperti terjadi pada kolitis atau lesi di proksimal rektum)


-no

atau terpisah/menetes (terduga hemoroid), pemakaian


mk

antikoagulan, atau terdapat gejala sistemik lainnya seperti


demam lama (tifoid, kolitis infeksi), menurunnya berat
6/k

badan (kanker), perubahan pola defekasi (kanker), tanpa


2/0

rasa sakit (hemoroid intema, angiodisplasia), nyeri perut


02

(kolitis infeksi, iskemia mesenterial), tenesmus ani (fisura,


z/2

disentri).
.xy
na

Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang sederhana (Objective)


lya

Pemeriksaan Fisik
1) Pada colok dubur ditemukan darah segar
mu

2) Nilai tanda vital, terutama ada tidaknya renjatan atau


na

hipotensi postural (Tilt test).


.ai

3) Pemeriksaan fisik abdomen untuk menilai ada tidaknya


ww

rasa nyeri tekan (iskemia mesenterial), rangsang peritoneal


//w

(divertikulitis), massa intraabdomen (tumor kolon,


ps:

amuboma, penyakit Crohn).


htt

jdih.kemkes.go.id
-160-

Pemeriksaan Penunjang

l
tm
Pemeriksaan darah perifer lengkap, feses rutin dan tes darah

g.h
samar.

tan
Penegakan diagnostik (Assessment)

n
-te
Diagnosis Klinis

22
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

20
fisik dan pemeriksaan penunjang.

86
Diagnosis Banding

s11
Haemorhoid, Penyakit usus inflamatorik, Divertikulosis,
Angiodisplasia, Tumor kolon

ke
Komplikasi

en
7m
1) Syok hipovolemik
2) Gagal ginjal akut 10
3) Anemia karena perdarahan
k0
r-h

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mo

Penatalaksanaan
-no

1) Stabilkan hemodinamik
mk

a) Pemasangan IV line
b) Oksigen sungkup/kanula
6/k

c) Mencatat intake output, harus dipasang kateter urin


2/0

d) Memonitor tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan


02

keadaan lainnya sesuai dengan komorbid yang ada.


z/2

2) Beberapa perdarahan saluran cerna bagian bawah dapat


.xy

diobati secara medikamentosa. Hemoroid fisura ani dan


na

ulkus rektum soliter dapat diobati dengan bulk-forming


lya

agent, sitz baths, dan menghindari mengedan.


3) Kehilangan darah samar memerlukan suplementasi besi
mu

yaitu Ferrosulfat 325 mg tiga kali sehari.


na

Konseling dan Edukasi


.ai

Keluarga ikut mendukung untuk menjaga diet dan pengobatan


ww

pasien.
//w

Kriteria Rujukan
ps:

Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang terus menerus


htt

jdih.kemkes.go.id
-161-

Rujuk ke pelayanan kesehatan sekunder untuk diagnosis

l
tm
definitif bila tidak dapat ditegakkan di fasilitas pelayanan

g.h
kesehatan tingkat pertama
Peralatan

tan
1) Laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap dan faeces

n
-te
darah samar

22
2) Sarung tangan

20
Prognosis

86
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,

s11
ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya.

ke
Referensi

en
7m
1) Abdullah. Murdani, Sudoyo. Aru, W. dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
10
Dep. IPD. FKUI.2007. (Sudoyo, et al., 2006)
k0

2) Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:


r-h

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2004.Hal


mo

234. (Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI RSCM, 2004)


-no
mk

10. Hemoroid Grade 1-2


6/k

No. ICPC-2 : D95 Anal fissure/perianal abscess


2/0

No. ICD-10 : I84 Haemorrhoids


02

Tingkat Kemampuan 4A
z/2

Masalah Kesehatan
.xy

Hemoroid adalah pelebaran vena-vena didalam pleksus hemoroidalis.


na

Hasil Anamnesis (Subjective)


lya

Keluhan
a. Perdarahan pada waktu defekasi, darah berwarna merah segar.
mu

Darah dapat menetes keluar dari anus beberapa saat setelah


na

defekasi.
.ai

b. Prolaps suatu massa pada waktu defekasi. Massa ini mula-mula


ww

dapat kembali spontan sesudah defekasi, tetapi kemudian harus


//w

dimasukkan secara manual dan akhirnya tidak dapat


ps:

dimasukkan lagi.
c. Pengeluaran lendir.
htt

d. Iritasi didaerah kulit perianal.

jdih.kemkes.go.id
-162-

e. Gejala-gejela anemia (seperti : pusing, lemah, pucat).

l
tm
Faktor Risiko

g.h
a. Penuaan
b. Lemahnya dinding pembuluh darah

tan
c. Wanita hamil

n
-te
d. Konstipasi

22
e. Konsumsi makanan rendah serat

20
f. Peningkatan tekanan intraabdomen

86
g. Batuk kronik

s11
h. Sering mengedan
i. Penggunaan toilet yang berlama-lama (misal : duduk dalam

ke
waktu yang lama di toilet)

en
7m
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
10
Pemeriksaan Fisik
k0

a. Periksa tanda-tanda anemia


r-h

b. Pemeriksaan status lokalis


mo

1) Inspeksi:
-no

a) Hemoroid derajat 1, tidak menunjukkan adanya suatu


mk

kelainan diregio anal.


b) Hemoroid derajat 2, tidak terdapat benjolan mukosa
6/k

yang keluar melalui anus, akan tetapi bagian


2/0

hemoroid yang tertutup kulit dapat terlihat sebagai


02

pembengkakan.
z/2

c) Hemoroid derajat 3 dan 4 yang besar akan segera


.xy

dapat dikenali dengan adanya massa yang menonjol


na

dari lubang anus yang bagian luarnya ditutupi kulit


lya

dan bagian dalamnya oleh mukosa yang berwarna


keunguan atau merah.
mu

2) Palpasi:
na

a) Hemoroid interna pada stadium awal merupaka


.ai

pelebaran vena yang lunak dan mudah kolaps


ww

sehingga tidak dapat dideteksi dengan palpasi.


//w

b) Setelah hemoroid berlangsung lama dan telah prolaps,


ps:

jaringan ikat mukosa mengalami fibrosis sehingga


hemoroid dapat diraba ketika jari tangan meraba
htt

sekitar rektum bagian bawah.

jdih.kemkes.go.id
-163-

Pemeriksaan Penunjang

l
tm
Pemeriksaan darah rutin, bertujuan untuk mengetahui adanya

g.h
anemia dan infeksi.
Penegakan Diagnostik (Assessment)

tan
Diagnosis Klinis

n
-te
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

22
pemeriksaan penunjang.

20
Klasifikasi hemoroid, dibagi menjadi :

86
a. Hemoroid internal, yang berasal dari bagian proksimal dentate

s11
line dan dilapisi mukosa
Hemoroid internal dibagi menjadi 4 grade, yaitu :

ke
1) Grade 1 : hemoroid mencapai lumen anal kanal

en
7m
2) Grade 2 : hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak
pada saat pemeriksaan
10 tetapi dapat masuk
kembali secara spontan.
k0

3) Grade 3 : hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya


r-h

dapat masuk kembali secara manual oleh pasien.


mo

4) Grade 4 : hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke


-no

anal kanal meski dimasukkan secara manual


mk

b. Hemoroid eksternal, berasal dari bagian dentate line dan dilapisi


oleh epitel mukosa yang telah termodifikasi serta banyak
6/k

persarafan serabut saraf nyeri somatik.


2/0
02

Diagnosis Banding
z/2

Kondiloma Akuminata, Proktitis, Rektal prolaps


.xy

Komplikasi
na

Anemia
lya

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan Hemoroid di layanan tingkat pertama hanya untuk
mu

hemoroid grade 1 dengan terapi konservatif medis dan menghindari


na

obat-obat anti-inflamasi non-steroid, serta makanan pedas atau


.ai

berlemak.
ww

Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengurangi rasa nyeri dan
//w

konstipasi pada pasien hemoroid.


ps:

Konseling dan Edukasi


Melakukan edukasi kepada pasien sebagai upaya pencegahan
htt

hemoroid. Pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan cara:

jdih.kemkes.go.id
-164-

a. Konsumsi serat 25-30 gram perhari. Hal ini bertujuan untuk

l
tm
membuat feses menjadi lebih lembek dan besar, sehingga

g.h
mengurangi proses mengedan dan tekanan pada vena anus.
b. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari.

tan
c. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segerakan ke kamar

n
-te
mandi saat merasa akan buang air besar, jangan ditahan

22
karena akan memperkeras feses. Hindari mengedan.

20
Kriteria Rujukan:

86
Hemoroid interna grade 2, 3, dan 4 dan hemoroid eksterna

s11
memerlukan penatalaksanaan di pelayanan kesehatan sekunder.
Peralatan

ke
Sarung tangan

en
7m
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam 10
k0

Referensi
r-h

a. Thornton, Scott. Giebel, John. Hemorrhoids. Emedicine.


mo

Medscape. Update 12 September 2012. (Thornton & Giebel,


-no

2012)
mk

b. Chong, PS & Bartolo, D.C.C. Hemorrhoids and Fissure in Ano.


Gastroenterology Clinics of North America. 2008.
6/k
2/0

11. Hepatitis A
02

No. ICPC-2 : D72 Viral Hepatitis


z/2

No. ICD-10 : B15 Acute Hepatitis A


.xy

Tingkat Kemampuan 4A
na
lya

Masalah Kesehatan
Hepatitis A adalah infeksi akut di liver yang disebabkan oleh hepatitis
mu

A virus (HAV), sebuah virus RNA yang disebarkan melalui rute fekal
na

oral. Lebih dari 75% orang dewasa simtomatik, sedangkan pada anak
.ai

<6 tahun 70% asimtomatik. Kurang dari 1% penderita hepatitis A


ww

dewasa berkembang menjadi hepatitis A fulminan.


//w
ps:

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
htt

a. Demam

jdih.kemkes.go.id
-165-

b. Mata dan kulit kuning

l
tm
c. Penurunan nafsu makan

g.h
d. Nyeri otot dan sendi
e. Lemah, letih, dan lesu.

tan
f. Mual dan muntah

n
-te
g. Warna urine seperti teh

22
h. Tinja seperti dempul

20
Faktor Risiko

86
a. Sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang tidak

s11
terjaga sanitasinya.
b. Menggunakan alat makan dan minum dari penderita hepatitis.

ke
en
7m
Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik 10
a. Febris
k0

b. Sklera ikterik
r-h

c. Hepatomegali
mo

d. Warna urin seperti teh


-no

Pemeriksaan Penunjang
mk

a. Tes laboratorium urin (bilirubin di dalam urin)


b. Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam darah,
6/k

kadar SGOT dan SGPT ≥ 2x nilai normal tertinggi, dilakukan


2/0

pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang lebih


02

lengkap.
z/2

c. IgM anti HAV (di layanan tingkat lanjutan)


.xy
na

Penegakan Diagnostik (Assessment)


lya

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
mu

dan pemeriksaan penunjang.


na

Diagnosis Banding
.ai

Ikterus obstruktif, Hepatitis B dan C akut, Sirosis hepatis


ww

Komplikasi
//w

Hepatitis A fulminan, Ensefalopati hepatikum, Koagulopati


ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


htt

Penatalaksanaan

jdih.kemkes.go.id
-166-

a. Asupan kalori dan cairan yang adekuat

l
tm
b. Tirah baring

g.h
c. Pengobatan simptomatik
1) Demam: Ibuprofen 2 x 400 mg/hari.

tan
2) Mual: antiemetik seperti Metoklopramid 3 x 10 mg/hari

n
-te
atau Domperidon 3 x 10mg/hari.

22
3) Perut perih dan kembung: H2 Bloker (Simetidin 3 x 200

20
mg/hari atau Ranitidin 2 x 150 mg/hari) atau Proton Pump

86
Inhibitor (Omeprazol 1 x 20 mg/hari).

s11
Rencana Tindak Lanjut

ke
Kontrol secara berkala untuk menilai hasil pengobatan.

en
7m
Konseling dan Edukasi
a. Sanitasi dan higiene mampu mencegah penularan virus.
10
b. Vaksinasi Hepatitis A diberikan kepada orang-orang yang
k0

berisiko tinggi terinfeksi.


r-h

c. Keluarga ikut menjaga asupan kalori dan cairan yang adekuat,


mo

dan membatasi aktivitas fisik pasien selama fase akut.


-no

Kriteria Rujukan
mk

a. Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan penunjang


laboratorium
6/k

b. Penderita Hepatitis A dengan keluhan ikterik yang menetap


2/0

disertai keluhan yang lain.


02

c. Penderita Hepatitis A dengan penurunan kesadaran dengan


z/2

kemungkinan ke arah ensefalopati hepatik.


.xy
na

Peralatan
lya

Laboratorium darah rutin, urin rutin dan pemeriksaan fungsi hati


mu

Prognosis
na

Prognosis umumnya adalah bonam.


.ai
ww

Referensi
//w

a. Dienstaq, J.L. Isselbacher, K.J. Acute Viral Hepatitis. In:


ps:

Braunwald, E. et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine,


16thEd.New York: McGraw-Hill. 2004.
htt

jdih.kemkes.go.id
-167-

b. Sherlock, S. Hepatitis B virus and hepatitis delta virus. In:

l
tm
Disease of Liver and Biliary System. Blackwell Publishing

g.h
Company. 2002: p.285-96. (Sherlock, 2002)
c. Sanityoso, Andri. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi

tan
ke 4. Jakarta: FK UI. 2006: Hal 429-33.

n
-te
d. Soemohardjo, Soewignjo. Gunawan, Stephanus. Buku Ajar Ilmu

22
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke 4. Jakarta: FK UI. 2006:Hal

20
435-9.

86
e. Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

s11
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2004:Hal15-17.

ke
12. Hepatitis B

en
7m
No. ICPC-2 : D72 Viral Hepatitis
No. ICD-10 : B16 Acute Hepatitis B
10
Tingkat Kemampuan 3A
k0
r-h

Masalah Kesehatan
mo

Hepatitis B adalah virus yang menyerang hati, masuk melalui darah


-no

ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi. Virus ini


mk

tersebar luas di seluruh dunia dengan angka kejadian yang berbeda-


beda. Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi
6/k

berkisar 2,5% di Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, sehingga


2/0

termasuk dalam kelompok negara dengan endemisitas sedang


02

sampai tinggi.
z/2

Infeksi hepatitis B dapat berupa keadaan yang akut dengan gejala


.xy

yang berlangsung kurang dari 6 bulan. Apabila perjalanan penyakit


na

berlangsung lebih dari 6 bulan maka kita sebut sebagai hepatitis


lya

kronik (5%). Hepatitis B kronik dapat berkembang menjadi sirosis


hepatis, 10% dari penderita sirosis hepatis akan berkembang
mu

menjadihepatoma.
na
.ai

Hasil Anamnesis (Subjective)


ww

Keluhan
//w

a. Umumnya tidak menimbulkan gejala terutama pada anak-anak.


ps:

b. Gejala timbul apabila seseorang telah terinfeksi selama 6


minggu, antara lain:
htt

jdih.kemkes.go.id
-168-

1) gangguan gastrointestinal, seperti: malaise, anoreksia,

l
tm
mual dan muntah;

g.h
2) gejala flu: batuk, fotofobia, sakit kepala, mialgia.
c. Gejala prodromal seperti diatas akan menghilang pada saat

tan
timbul kuning, tetapi keluhan anoreksia, malaise, dan

n
-te
kelemahan dapat menetap.

22
d. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap.

20
Pruritus (biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika

86
ikterus meningkat. Pada saat badan kuning, biasanya diikuti

s11
oleh pembesaran hati yang diikuti oleh rasa sakit bila ditekan di
bagian perut kanan atas. Setelah gejala tersebut akan timbul

ke
fase resolusi.

en
7m
Faktor Risiko
a. Mempunyai hubungan kelamin yang tidak aman dengan orang
10
yang sudah terinfeksi hepatitis B.
k0

b. Memakai jarum suntik secara bergantian terutama kepada


r-h

penyalahgunaan obat suntik.


mo

c. Menggunakan alat-alat yang biasa melukai bersama-sama


-no

dengan penderita hepatitis B.


mk

d. Orang yang bekerja pada tempat-tempat yang terpapar dengan


darah manusia.
6/k

e. Orang yang pernah mendapat transfusi darah sebelum


2/0

dilakukan pemilahan terhadap donor.


02

f. Penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis.


z/2

g. Anak yang dilahirkan oleh ibu yang menderita hepatitis B.


.xy
na

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


lya

Pemeriksaan Fisik
a. Konjungtiva ikterik
mu

b. Pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati


na

c. Splenomegali dan limfadenopati pada 15-20% pasien


.ai

Pemeriksaan Penunjang
ww

a. Tes laboratorium urin (bilirubin di dalam urin)


//w

b. Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam darah,


ps:

kadar SGOT dan SGPT ≥ 2x nilai normal tertinggi, dilakukan


pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang lebih
htt

lengkap.

jdih.kemkes.go.id
-169-

c. HBsAg (di pelayanan kesehatan sekunder)

l
tm
g.h
PenegakanDiagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis

tan
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

n
-te
dan pemeriksaan penunjang.

22
Diagnosis Banding

20
Perlemakan hati, penyakit hati oleh karena obat atau toksin,

86
hepatitis autoimun, hepatitis alkoholik, obstruksi akut traktus

s11
biliaris
Komplikasi

ke
Sirosis hepar, Hepatoma

en
7m
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan 10
a. Asupan kalori dan cairan yang adekuat
k0

b. Tirah baring
r-h

c. Pengobatan simptomatik
mo

1) Demam: Ibuprofen 2 x 400 mg/hari.


-no

2) Mual: antiemetik seperti Metoklopramid 3 x 10 mg/hari


mk

atau Domperidon 3 x 10 mg/hari.


3) Perut perih dan kembung: H2 Bloker (Simetidin 3 x 200
6/k

mg/hari atau Ranitidin 2 x 150 mg/hari) atau Proton Pump


2/0

Inhibitor (Omeprazol 1 x 20 mg/hari).


02
z/2

Rencana Tindak Lanjut


.xy

Kontrol secara berkala untuk menilai hasil pengobatan.


na

Kriteria Rujukan
lya

a. Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan penunjang


laboratorium di pelayanan kesehatan sekunder
mu

b. Penderita hepatitis B dengan keluhan ikterik yang menetap


na

disertai keluhan yang lain.


.ai

Konseling dan Edukasi


ww

a. Memberi edukasi pada keluarga untuk ikut mendukung pasien


//w

agar teratur minum obat karena pengobatan jangka panjang.


ps:

b. Pada fase akut, keluarga ikut menjaga asupan kalori dan cairan
yang adekuat, dan membatasi aktivitas fisik pasien.
htt

jdih.kemkes.go.id
-170-

c. Pencegahan penularan pada anggota keluarga dengan

l
tm
modifikasi pola hidup untuk pencegahan transmisi dan

g.h
imunisasi.

tan
Peralatan

n
-te
Laboratorium darah rutin, urin rutin dan pemeriksaan fungsi hati

22
Prognosis

20
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,

86
ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya. Pada umumnya,

s11
prognosis pada hepatitis B adalah dubia, untuk fungtionam dan
sanationamdubia ad malam.

ke
en
7m
Referensi
a. Dienstaq, J.L. Isselbacher, K.J. Acute Viral Hepatitis. In:
10
Braunwald, E. et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine.
k0

16th Ed. McGraw-Hill. New York. 2004.


r-h

b. Sherlock, S. Hepatitis B virus and hepatitis delta virus. In:


mo

Disease of Liver and Biliary System. Blackwell Publishing


-no

Company. 2002: p.285-96.


mk

c. Sanityoso, Andri. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi


ke 4. Jakarta: FK UI. 2006: Hal 429-33.
6/k

d. Soemohardjo, Soewignjo. Gunawan, Stephanus. Buku Ajar Ilmu


2/0

Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke 4. Jakarta: FK UI. 2006:Hal


02

435-9.
z/2

e. Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:


.xy

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2004. Hal 15-


na

17.
lya

13. Kolesistitis
mu

No. ICPC-2 : D98 Cholecystitis/cholelithiasis


na

No. ICD-10 : K81.9 Cholecystitis, unspecified


.ai

Tingkat Kemampuan 3B
ww
//w

Masalah Kesehatan
ps:

Kolesistitis adalah reaksi inflamasi akut atau kronisdinding kandung


empedu. Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis
htt

adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding

jdih.kemkes.go.id
-171-

kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu

l
tm
kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang

g.h
menyebabkan stasis cairan empedu.
Hasil Anamnesis (Subjective)

tan
Keluhan

n
-te
Kolesistitis akut:

22
a. Demam

20
b. Kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium dan

86
teralihkan ke bawah angulus scapula dexter, bahu kanan atau

s11
yang ke sisi kiri, kadang meniru nyeri angina pektoris,
berlangsung 30-60 menit tanpa peredaan, berbeda dengan

ke
spasme yang cuma berlangsung singkat pada kolik bilier.

en
7m
c. Serangan muncul setelah konsumsi makanan besar atau
makanan berlemak di malam hari. 10
d. Flatulens dan mual
k0

Kolesistitis kronik
r-h

a. Gangguan pencernaan menahun


mo

b. Serangan berulang namun tidak mencolok.


-no

c. Mual, muntah dan tidak tahan makanan berlemak


mk

d. Nyeri perut yang tidak jelas disertai dengan sendawa.


Faktor Risiko
6/k

a. Wanita
2/0

b. Usia >40 tahun


02

c. Sering mengkonsumsi makanan berlemak


z/2

d. Adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.


.xy
na

Hasil Pemeriksaan dan Penunjang Sederhana (Objective)


lya

Pemeriksaan Fisik
a. Ikterik bila penyebab adanya batu di saluran empedu
mu

ekstrahepatik
na

b. Teraba massa kandung empedu


.ai

c. Nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal, tanda Murphy


ww

positif
//w

Pemeriksaan Penunjang
ps:

Laboratorium darah menunjukkan adanya leukositosis


htt

Penegakan Diagnostik (Assessment)

jdih.kemkes.go.id
-172-

Diagnosis Klinis

l
tm
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

g.h
dan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis Banding

tan
Angina pektoris, Apendisitis akut, Ulkus peptikum perforasi,

n
-te
Pankreatitis akut

22
Komplikasi

20
Gangren atau empiema kandung empedu, Perforasi kandung

86
empedu, Peritonitis umum, Abses hepar

s11
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan

ke
a. Tirah baring

en
7m
b. Puasa
c. Pemasangan infus 10
d. Pemberian anti nyeri dan anti mual
k0

e. Pemberian antibiotik:
r-h

1) Golongan penisilin: Ampisilin injeksi 500 mg/6 jam dan


mo

Amoksilin 500 mg/8 jam IV, atau


-no

2) Sefalosporin: Seftriakson 1 gram/ 12 jam, Sefotaksim 1


mk

gram/ 8 jam, atau


3) Metronidazol 500 mg/ 8 jam
6/k

Konseling dan Edukasi


2/0

Keluarga diminta untuk mendukung pasien untuk menjalani diet


02

rendah lemak dan menurunkan berat badan.


z/2

Rencana Tindak Lanjut


.xy

a. Pada pasien yang pernah mengalami serangan kolesistitis akut


na

dan kandung empedunya belum diangkat kemudian


lya

mengurangi asupan lemak dan menurunkan berat badannya


harus dilihat apakah terjadi kolesistitis akut berulang.
mu

b. Perlu dilihat ada tidak indikasi untuk dilakukan pembedahan.


na

Kriteria rujukan
.ai

Pasien yang telah terdiagnosis kolesistitis dirujuk ke layanan


ww

sekunder (spesialis penyakit dalam) sedangkan bila terdapat indikasi


//w

untuk pembedahan pasien dirujuk pula ke spesialis bedah.


ps:

Peralatan
htt

Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin

jdih.kemkes.go.id
-173-

Prognosis

l
tm
Prognosis umumnya dubia ad bonam, tergantung komplikasi dan

g.h
beratnya penyakit.

tan
Referensi

n
-te
a. Soewondo, P. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke 4.

22
Jakarta: FK UI. 2006: Hal 1900-2.

20
b. Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

86
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2004: Hal 240.

s11
14. APENDISITIS AKUT

ke
No. ICPC-2 : S87 (Appendicitis)

en
7m
No. ICD-10 : K.35.9 (Acute appendicitis)
Tingkat Kemampuan 3B 10
k0

Masalah Kesehatan
r-h

Apendisitis akut adalah radang yang timbul secara mendadak pada


mo

apendik, merupakan salahsatu kasus akut abdomen yang paling


-no

sering ditemui, dan jika tidak ditangani segera dapat menyebabkan


mk

perforasi.
Penyebab:
6/k

a. Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan


2/0

apendisitis akut
02

b. Erosi mukosa usus karena parasit Entamoeba hystolitica dan


z/2

benda asing lainnya


.xy
na

Hasil Anamnesis(Subjective)
lya

Keluhan
Nyeri perut kanan bawah, mula-mula daerah epigastrium kemudian
mu

menjalar ke Mc Burney. Apa bila telah terjadi inflamasi (>6 jam)


na

penderita dapat menunjukkan letak nyeri karena bersifat somatik.


.ai

Gejala Klinis
ww

a. Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi nervus vagus.


//w

b. Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam


ps:

sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul


saat permulaan.
htt

jdih.kemkes.go.id
-174-

c. Disuria juga timbul apabila peradangan apendiks dekat dengan

l
tm
vesika urinaria.

g.h
d. Obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita
mengalami diare, timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal

tan
yang merangsang daerah rektum.

n
-te
e. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu

22
antara 37,50C - 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah

20
terjadi perforasi.

86
f. Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan

s11
nyeri somatik yang beragam. Sebagai contoh apendiks yang
panjang dengan ujung yang mengalami inflamasi di kuadran kiri

ke
bawah akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut, apendiks

en
7m
retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung,
apendiks pelvikal akan menyebabkan nyeri pada supra pubik
10
dan apendiks retroileal bisa menyebabkan nyeri testikuler,
k0

mungkin karena iritasi pada arteri spermatika dan ureter.


r-h
mo

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


-no

Pemeriksaan Fisik
mk

Inspeksi
a. Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya
6/k

yang sakit
2/0

b. Kembung bila terjadi perforasi


02

c. Penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler


z/2

abses.
.xy

Palpasi
na

Terdapat nyeri tekan McBurney


lya

a. Adanya rebound tenderness (nyeri lepas tekan)


b. Adanya defans muscular
mu

c. Rovsing sign positif


na

d. Psoas signpositif
.ai

e. Obturator Signpositif
ww

Perkusi
//w

Nyeri ketok (+)


ps:

Auskultasi
Peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena
htt

peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.

jdih.kemkes.go.id
-175-

Colok dubur

l
tm
Nyeri tekan pada jam 9-12

g.h
Tanda Peritonitis umum (perforasi) :
a. Nyeri seluruh abdomen

tan
b. Pekak hati hilang

n
-te
c. Bising usus hilang

22
Apendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering terjadi

20
dengan gejala-gejala sebagai berikut:

86
a. Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam

s11
b. Demam tinggi lebih dari 38,5oC
c. Lekositosis (AL lebih dari 14.000)

ke
d. Dehidrasi dan asidosis

en
7m
e. Distensi
f. Menghilangnya bising usus 10
g. Nyeri tekan kuadran kanan bawah
k0

h. Rebound tenderness sign


r-h

i. Rovsing sign
mo

j. Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal


-no

Pemeriksaan Penunjang
mk

a. Laboratorium darah perifer lengkap


1) Pada apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai
6/k

leukosit dan neutrofil akan meningkat.


2/0

2) Pada anak ditemuka lekositosis 11.000-14.000/mm3,


02

dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran


z/2

ke kiri hampir 75%.


.xy

3) Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka


na

umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis.


lya

4) Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi


dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan
mu

nyeri abdomen.
na

5) Pengukuran kadar HCG bila dicurigai kehamilan ektopik


.ai

pada wanita usia subur.


ww

b. Foto polos abdomen


//w

1) Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen


ps:

tidak banyak membantu..


2) Pada peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka
htt

usus pada bagian kanan bawah akan kolaps.

jdih.kemkes.go.id
-176-

3) Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak

l
tm
pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara.

g.h
4) Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain.
5) Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan

tan
menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke

n
-te
kanan.

22
6) Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak

20
akan tampak udara bebas di bawah diafragma.

86
7) Foto polos abdomen supine pada abses appendik kadang-

s11
kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level pada
posisi berdiri/LLD (dekubitus), kalsifikasi bercak rim-like

ke
(melingkar) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari

en
7m
appendik.
10
Penegakan Diagnostik (Assessment)
k0

Diagnosis Klinis
r-h

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik masih merupakan dasar


mo

diagnosis apendisitis akut.


-no

Diagnosis Banding
mk

a. Kolesistitis akut
b. Divertikel Mackelli
6/k

c. Enteritis regional
2/0

d. Pankreatitis
02

e. Batu ureter
z/2

f. Cystitis
.xy

g. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)


na

h. Salpingitis akut
lya

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mu

Pasien yang telah terdiagnosis apendisitis akut harus segera dirujuk


na

ke layanan sekunder untuk dilakukan operasi cito.


.ai

Penatalaksanaan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama


ww

sebelum dirujuk:
//w

a. Bed rest total posisi fowler (anti Trandelenburg)


ps:

b. Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan


apapun melalui mulut.
htt

jdih.kemkes.go.id
-177-

c. Penderita perlu cairan intravena untuk mengoreksi jika ada

l
tm
dehidrasi.

g.h
d. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar
mengurangi distensi abdomen dan mencegah muntah.

tan
Komplikasi

n
-te
a. Perforasi apendiks

22
b. Peritonitis umum

20
c. Sepsis

86
Kriteria Rujukan

s11
Pasien yang telah terdiagnosis harus dirujuk ke layanan sekunder
untuk dilakukan operasi cito.

ke
Peralatan

en
7m
Labotorium untuk pemeriksaan darah perifer lengkap
Prognosis 10
Prognosis pada umumnya bonam tetapi bergantung tatalaksana dan
k0

kondisi pasien.
r-h

Referensi
mo

a. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon,


-no

dan Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta,
mk

2005,hlm.639-645.
b. Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah,
6/k

Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. (Seymour, 2000).


2/0
02

15. Peritonitis
z/2

No. ICPC-2 : D99 Disease digestive system, other


.xy

No. ICD-10 : K65.9 Peritonitis, unspecified


na

Tingkat Kemampuan 3B
lya

Masalah Kesehatan
mu

Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum. Peritonitis dapat


na

disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan


.ai

penyulitnya misalnya perforasi apendisitis, perforasi tukak lambung,


ww

perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh


//w

karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen.


ps:

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
htt

jdih.kemkes.go.id
-178-

a. Nyeri hebat pada abdomen yang dirasakan terus-menerus

l
tm
selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun

g.h
tersebar di seluruh abdomen. Intensitas nyeri semakin kuat
saat penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau

tan
mengejan.

n
-te
b. Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita

22
akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita

20
tampak letargik dan syok.

86
c. Mual dan muntah timbul akibat adanya kelainan patologis

s11
organ visera atau akibat iritasi peritoneum.
d. Kesulitan bernafas disebabkan oleh adanya cairan dalam

ke
abdomen, yang dapat mendorong diafragma.

en
7m
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
10
Pemeriksaan Fisik
k0

a. Pasien tampak letargik dan kesakitan


r-h

b. Dapat ditemukan demam


mo

c. Distensi abdomen disertai nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen


-no

d. Defans muskular
mk

e. Hipertimpani pada perkusi abdomen


f. Pekak hati dapat menghilang akibat udara bebas di bawah
6/k

diafragma
2/0

g. Bising usus menurun atau menghilang


02

h. Rigiditas abdomen atau sering disebut perut papan


z/2

i. Pada colok dubur akan terasa nyeri di semua arah, dengan


.xy

tonus muskulus sfingter ani menurun dan ampula rekti berisi


na

udara.
lya

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan di layanan tingkat pertama
mu

untuk menghindari keterlambatan dalam melakukan rujukan.


na

Penegakan Diagnostik (Assessment)


.ai

Diagnosis Klinis
ww

Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik dari


//w

tanda-tanda khas yang ditemukan pada pasien.


ps:

Diagnosis Banding: -
Komplikasi
htt

a. Septikemia

jdih.kemkes.go.id
-179-

b. Syok

l
tm
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

g.h
Penatalaksanaan
Pasien segera dirujuk setelah penegakan diagnosis dan

tan
penatalaksanaan awal seperti berikut:

n
-te
a. Memperbaiki keadaan umum pasien

22
b. Pasien puasa

20
c. Dekompresi saluran cerna dengan pipa nasogastrik atau

86
intestinal

s11
d. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan
secara intravena

ke
e. Pemberian antibiotik spektrum luas intravena.

en
7m
f. Tindakan-tindakan menghilangkan nyeri dihindari untuk tidak
menyamarkan gejala 10
Kriteria Rujukan
k0

Rujuk ke layanan sekunder yang memiliki dokter spesialis bedah.


r-h

Peralatan
mo

Nasogastric Tube
-no

Prognosis
mk

Prognosis untuk peritonitis adalah dubia ad malam.


Referensi
6/k

a. Wim de jong. Sjamsuhidayat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.


2/0

Jakarta: EGC. 2011.


02

b. Schwartz. Shires. Spencer. Peritonitis dan Abses Intraabdomen


z/2

dalam Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta:


.xy

EGC. 2000.
na

c. Rasad, S. Kartoleksono, S. Ekayuda, I. Abdomen Akut, dalam


lya

Radiologi Diagnostik. Jakarta: Gaya Baru. 1999. (Rasad, et al.,


1999)
mu

d. Schrock, T.R. Peritonitis dan Massa abdominal dalam


na

IlmuBedah. Ed7.Alih bahasa dr. Petrus Lukmanto. Jakarta:


.ai

EGC. 2000. (Shrock, 2000)


ww
//w

16. Parotitis
ps:

No. ICPC-2 : D71. Mumps / D99. Disease digestive system,


other
htt

No. ICD-10 : B26. Mumps

jdih.kemkes.go.id
-180-

Tingkat Kemampuan 4A

l
tm
g.h
Masalah Kesehatan
Parotitis adalah peradangan pada kelenjar parotis. Parotitis dapat

tan
disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, atau kelainan

n
-te
autoimun, dengan derajat kelainan yang bervariasi dari ringan

22
hingga berat. Salah satu infeksi virus pada kelenjar parotis, yaitu

20
parotitis mumps (gondongan) sering ditemui pada layanan tingkat

86
pertama dan berpotensi menimbulkan epidemi di komunitas. Dokter

s11
di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dapat berperan
menanggulangi parotitis mumps dengan melakukan diagnosis dan

ke
tatalaksana yang adekuat serta meningkatkan kesadaran

en
7m
masyarakat terhadap imunisasi, khususnya MMR.
10
Hasil Anamnesis (Subjective)
k0

Keluhan
r-h

a. Parotitis mumps
mo

1) Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang


-no

bawah
mk

2) Bengkak berlangsung tiba-tiba


3) Rasa nyeri pada area yang bengkak
6/k

4) Onset akut, biasanya < 7 hari


2/0

5) Gejala konstitusional: malaise, anoreksia, demam


02

6) Biasanya bilateral, namun dapat pula unilateral


z/2

b. Parotitis bakterial akut


.xy

1) Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang


na

bawah
lya

2) Bengkak berlangsung progresif


3) Onset akut, biasanya < 7 hari
mu

4) Demam
na

5) Rasa nyeri saat mengunyah


.ai

c. Parotitis HIV
ww

1) Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang


//w

bawah
ps:

2) Tidak disertai rasa nyeri


3) Dapat pula bersifat asimtomatik
htt

jdih.kemkes.go.id
-181-

d. Parotitis tuberkulosis

l
tm
1) Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang

g.h
bawah
2) Onset kronik

tan
3) Tidak disertai rasa nyeri

n
-te
4) Disertai gejala-gejala tuberkulosis lainnya

22
5) Parotitis autoimun (Sjogren syndrome)

20
6) Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang

86
bawah

s11
7) Onset kronik atau rekurens
8) Tidak disertai rasa nyeri

ke
9) Dapat unilateral atau bilateral

en
7m
10) Gejala-gejala Sjogren syndrome, misalnya mulut kering,
mata kering 10
11) Penyebab parotitis lain telah disingkirkan
k0

Faktor Risiko
r-h

a. Anak berusia 2–12 tahun merupakan kelompok tersering


mo

menderita parotitis mumps


-no

b. Belum diimunisasi MMR


mk

c. Pada kasus parotitis mumps, terdapat riwayat adanya penderita


yang sama sebelumnya di sekitar pasien
6/k

d. Kondisi imunodefisiensi
2/0

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


02

Pemeriksaan Fisik
z/2

a. Keadaan umum dapat bervariasi dari tampak sakit ringan


.xy

hingga berat
na

b. Suhu meningkat pada kasus parotitis infeksi


lya

c. Pada area preaurikuler (lokasi kelenjar parotis), terdapat:


1) Edema
mu

2) Eritema
na

3) Nyeri tekan (tidak ada pada kasus parotitis HIV,


.ai

tuberkulosis, dan autoimun)


ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-182-

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
86
Gambar 3.2 Edema pada area preaurikuler dan mandibula kanan pada

s11
kasus parotitis mumps

ke
d. Pada kasus parotitis bakterial akut, bila dilakukan masase

en
7m
kelanjar parotis dari arah posterior ke anterior, nampak saliva
purulen keluar dari duktur parotis. 10
Pemeriksaan Penunjang
k0

Pada kebanyakan kasus parotitis, pemeriksaan penunjang biasanya


r-h

tidak diperlukan. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk


mo

menentukan etiologi pada kasus parotitis bakterial atau parotitis


-no

akibat penyakit sistemik tertentu, misalnya HIV, Sjogren syndrome,


mk

tuberkulosis.
Penegakan Diagnostik (Assessment)
6/k

Diagnosis Klinis
2/0

Diagnosis parotitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


02

pemeriksaan fisik.
z/2

Komplikasi
.xy

a. Parotitis mumps dapat menimbulkan komplikasi berupa:


na

Epididimitis, Orkitis, atau atrofi testis (pada laki-laki), Oovaritis


lya

(pada perempuan), ketulian, Miokarditis, Tiroiditis, Pankreatitis,


Ensefalitis, Neuritis
mu

b. Kerusakan permanen kelenjar parotis yang menyebabkan


na

gangguan fungsi sekresi saliva dan selanjutnya meningkatkan


.ai

risiko terjadinya infeksi dan karies gigi.


ww

c. Parotitis autoimun berhubungan dengan peningkatan insiden


//w

limfoma.
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-183-

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

l
tm
Penatalaksanaan

g.h
a. Parotitis mumps
1) Nonmedikamentosa

tan
a) Pasien perlu cukup beristirahat

n
-te
b) Hidrasi yang cukup

22
c) Asupan nutrisi yang bergizi

20
2) Medikamentosa

86
Pengobatan bersifat simtomatik (antipiretik, analgetik)

s11
b. Parotitis bakterial akut
1) Nonmedikamentosa

ke
a) Pasien perlu cukup beristirahat

en
7m
b) Hidrasi yang cukup
c) Asupan nutrisi yang bergizi
10
2) Medikamentosa
k0

a) Antibiotik
r-h

b) Simtomatik (antipiretik, analgetik)


mo

c. Parotitis akibat penyakit sistemik (HIV, tuberkulosis, Sjogren


-no

syndrome)
mk

Tidak dijelaskan dalam bagian ini.


Konseling dan Edukasi
6/k

a. Penjelasan mengenai diagnosis, penyebab, dan rencana


2/0

tatalaksana.
02

b. Penjelasan mengenai pentingnya menjaga kecukupan hidrasi


z/2

dan higiene oral.


.xy

c. Masyarakat perlu mendapatkan informasi yang adekuat


na

mengenai pentingnya imunisasi MMR untuk mencegah epidemi


lya

parotitis mumps.
Kriteria Rujukan
mu

a. Parotitis dengan komplikasi


na

b. Parotitis akibat kelainan sistemik, seperti HIV, tuberkulosis, dan


.ai

Sjogren syndrome.
ww

Prognosis
//w

a. Ad vitam : Bonam
ps:

b. Ad functionam : Bonam
c. Ad sanationam : Bonam
htt

jdih.kemkes.go.id
-184-

Peralatan

l
tm
a. Termometer

g.h
b. Kaca mulut

tan
Referensi

n
-te
Fox, P. C. & Ship, J. A., 2008. Salivary Gland Diseases. Dalam: M.

22
Greenberg, M. Glick & J. A. Ship, penyunt. Burket's Oral Medicine.

20
Hamilton: BC Decker Inc, pp. 191-222. (Fox & Ship, 2008)

86
s11
17. Askariasis (Infeksi Cacing Gelang)
No. ICPC II : D96 Worms/ other parasites

ke
No. ICD X : B77.9 Ascariaris unspecified

en
7m
Tingkat Kemampuan 4A
10
Masalah Kesehatan
k0

Askariasis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infestasi


r-h

parasit Ascaris lumbricoides.


mo

Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak.


-no

Frekuensinya antara 60-90%. Diperkirakan lebih dari 1 milyar orang


mk

di dunia terinfeksi Ascaris lumbricoides.


Hasil Anamnesis(Subjective)
6/k

Keluhan
2/0

Nafsu makan menurun, perut membuncit, lemah, pucat, berat


02

badan menurun, mual, muntah.


z/2

Gejala Klinis
.xy

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing


na

dewasa dan migrasi larva.


lya

Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat larva berada


diparu. Pada orang yang rentan, terjadi perdarahan kecil pada
mu

dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai


na

dengan batuk, demam, dan eosinofilia. Pada foto thoraks tampak


.ai

infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini


ww

disebut sindroma Loeffler.


//w

Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan, dan


ps:

sangat tergantung dari banyaknya cacing yang menginfeksi di usus.


Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan
htt

seperti mual, nafsu makan berkurang, diare, atau konstipasi.

jdih.kemkes.go.id
-185-

Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorpsi

l
tm
sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Gejala klinis yang paling

g.h
menonjol adalah rasa tidak enak di perut, kolik akut pada daerah
epigastrium, gangguan selera makan, mencret. Ini biasanya terjadi

tan
pada saat proses peradangan pada dinding usus. Pada anak kejadian

n
-te
ini bisa diikuti demam. Komplikasi yang ditakuti (berbahaya) adalah

22
bila cacing dewasa menjalar ketempat lain (migrasi) dan

20
menimbulkan gejala akut. Pada keadaan infeksi yang berat, paling

86
ditakuti bila terjadi muntah cacing, yang akan dapat menimbulkan

s11
komplikasi penyumbatan saluran nafas oleh cacing dewasa. Pada
keadaan lain dapat terjadi ileus oleh karena sumbatan pada usus

ke
oleh massa cacing, ataupun apendisitis sebagai akibat masuknya

en
7m
cacing ke dalam lumen apendiks. Bisa dijumpai penyumbatan
ampulla Vateri ataupun saluran empedu dan terkadang masuk ke
10
jaringan hati.
k0

Gejala lain adalah sewaktu masa inkubasi dan pada saat cacing
r-h

menjadi dewasa di dalam usus halus, yang mana hasil metabolisme


mo

cacing dapat menimbulkan fenomena sensitisasi seperti urtikaria,


-no

asma bronkhial, konjungtivitis akut, fotofobia dan terkadang


mk

hematuria. Eosinofilia 10% atau lebih sering pada infeksi dengan


Ascaris lumbricoides, tetapi hal ini tidak menggambarkan beratnya
6/k

penyakit, tetapi lebih banyak menggambarkan proses sensitisasi dan


2/0

eosinofilia ini tidak patognomonis untuk infeksi Ascaris lumbricoides.


02

Faktor Risiko
z/2

a. Kebiasaan tidak mencuci tangan.


.xy

b. Kurangnya penggunaan jamban.


na

c. Kebiasaan menggunakan tinja sebagai pupuk.


lya

d. Kebiasaan tidak menutup makanan sehingga dihinggapi lalat


yang membawa telur cacing
mu
na

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


.ai

Pemeriksaan Fisik
ww

a. Pemeriksaan tanda vital


//w

b. Pemeriksaan generalis tubuh: konjungtiva anemis, terdapat


ps:

tanda-tanda malnutrisi, nyeri abdomen jika terjadi obstruksi.


Pemeriksaan Penunjang
htt

jdih.kemkes.go.id
-186-

Pemeriksaan penunjang untuk penyakit ini adalah dengan

l
tm
melakukan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam

g.h
tinja memastikan diagnosis Askariasis.

tan
Penegakan Diagnostik (Assessment)

n
-te
Diagnosis Klinis

22
Penegakan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan

20
fisik dan ditemukannya larva atau cacing dalam tinja.

86
Diagnosis Banding: jenis kecacingan lainnya

s11
Komplikasi: anemia defisiensi besi
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

ke
Penatalaksanaan

en
7m
a. Memberi pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya
kebersihan diri dan lingkungan, antara lain:
10
1) Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
k0

2) Menutup makanan
r-h

3) Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga


mo

4) Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk


-no

5) Kondisi rumah dan lingkungan dijaga agar tetap bersih dan


mk

tidak lembab.
6/k

b. Farmakologis
2/0

1) Pirantel pamoat 10 mg/kg BB/hari, dosis tunggal, atau


02

2) Mebendazol, dosis 100 mg, dua kali sehari, diberikan


z/2

selama tiga hari berturut-turut, atau


.xy

3) Albendazol, pada anak di atas 2 tahun dapat diberikan 2


na

tablet (400 mg) atau 20 ml suspensi, dosis tunggal. Tidak


lya

boleh diberikan pada ibu hamil


Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal
mu

pada masyarakat. Syarat untuk pengobatan massal antara lain:


na

a. Obat mudah diterima dimasyarakat


.ai

b. Aturan pemakaian sederhana


ww

c. Mempunyai efek samping yang minimal


//w

d. Bersifat polivalen, sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa


ps:

jenis cacing
e. Harga mudah dijangkau
htt

jdih.kemkes.go.id
-187-

Konseling dan Edukasi

l
tm
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai

g.h
pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, yaitu antara
lain:

tan
a. Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga. Sehingga

n
-te
kotoran manusia tidak menimbulkan pencemaran pada tanah

22
disekitar lingkungan tempat tinggal kita.

20
b. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk.

86
c. Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja

s11
manusia.
d. Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola

ke
limbah/sampah.

en
7m
e. Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktifitas
dengan menggunakan sabun dan air mengalir.
10
f. Kondisi rumah dan lingkungan dijaga agar tetap bersih dan
k0

tidak lembab.
r-h

Kriteria Rujukan: -
mo
-no

Peralatan
mk

Peralatan laboratorium mikroskopik sederhana untuk pemeriksaan


spesimen tinja.
6/k
2/0

Prognosis
02

Pada umumnya prognosis adalah bonam, karena jarang


z/2

menimbulkan kondisi yang berat secara klinis.


.xy
na

Refensi
lya

a. Gandahusada, S. 2000. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga.


Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
mu

Indonesia. (Gandahusada, 2000)


na

b. Written for World Water Day. 2001. Reviewed by staff and experts
.ai

from the cluster on Communicable Diseases (CDS) and Water,


ww

Sanitation and Health unit (WSH), World Health Organization


//w

(WHO).
ps:

c. King CH. Hookworms. In: Berhman RE, Kliegman RM, Arvin AM,
editors. Nelson’s Tetxbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia:
htt

W.B.Saunders Company; 2012. p.1000-1.

jdih.kemkes.go.id
-188-

18. Ankilostomiasis (Infeksi Cacing Tambang)

l
tm
No. ICPC II : D96 Worms/other parasites

g.h
No. ICD X : B76.0 Ankylostomiasis
B76.1 Necatoriasis

tan
Tingkat Kemampuan 4A

n
-te
22
Masalah Kesehatan

20
Penyakit cacing tambang adalah suatu penyakit yang disebabkan

86
oleh infestasi parasit Necator americanus dan Ancylostoma

s11
duodenale. Di Indonesia infeksi oleh N. americanus lebih sering
dijumpai dibandingkan infeksi oleh A.duodenale. Hospes parasit ini

ke
adalah manusia, cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan

en
7m
ankilostomiasis. Diperkirakan sekitar 576 – 740 juta orang di dunia
terinfeksi dengan cacing tambang. Di Indonesia insiden tertinggi
10
ditemukan terutama didaerah pedesaan khususnya perkebunan.
k0

Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung berhubungan


r-h

dengan tanah, mendapat infeksi lebih dari 70%. Dari suatu


mo

penelitian diperoleh bahwa separuh dari anak-anak yang telah


-no

terinfeksi sebelum usia 5 tahun, 90% terinfeksi pada usia 9 tahun.


mk

Intensitas infeksi meningkat sampai usia 6-7 tahun dan kemudian


stabil.
6/k

Hasil Anamnesis (Subjective)


2/0

Keluhan
02

Migrasi larva
z/2

a. Sewaktu menembus kulit, bakteri piogenik dapat terikut masuk


.xy

pada saat larva menembus kulit, menimbulkan rasa gatal pada


na

kulit (ground itch). Creeping eruption (cutaneous larva migrans),


lya

umumnya disebabkan larva cacing tambang yang berasal dari


hewan seperti kucing ataupun anjing, tetapi kadang-kadang
mu

dapat disebabkan oleh larva Necator americanus ataupun


na

Ancylostoma duodenale.
.ai

b. Sewaktu larva melewati paru, dapat terjadi pneumonitis, tetapi


ww

tidak sesering oleh larva Ascaris lumbricoides.


//w

Cacing dewasa
ps:

Cacing dewasa umumnya hidup di sepertiga bagian atas usus halus


dan melekat pada mukosa usus. Gejala klinis yang sering terjadi
htt

jdih.kemkes.go.id
-189-

tergantung pada berat ringannya infeksi; makin berat infeksi

l
tm
manifestasi klinis yang terjadi semakin mencolok seperti :

g.h
a. Gangguan gastro-intestinal yaitu anoreksia, mual, muntah,
diare, penurunan berat badan, nyeri pada daerah sekitar

tan
duodenum, jejunum dan ileum.

n
-te
b. Pada pemeriksaan laboratorium, umumnya dijumpai anemia

22
hipokromik mikrositik.

20
c. Pada anak, dijumpai adanya korelasi positif antara infeksi

86
sedang dan berat dengan tingkat kecerdasan anak.

s11
Bila penyakit berlangsung kronis, akan timbul gejala anemia,
hipoalbuminemiadan edema. Hemoglobin kurang dari 5 g/dL

ke
dihubungkan dengan gagal jantung dan kematian yang tiba-tiba.

en
7m
Patogenesis anemia pada infeksi cacaing tambang tergantung pada 3
faktor yaitu: 10
a. Kandungan besi dalam makanan
k0

b. Status cadangan besi dalam tubuh pasien


r-h

c. Intensitas dan lamanya infeksi


mo

Faktor Risiko
-no

a. Kurangnya penggunaan jamban keluarga


mk

b. Kebiasaan menggunakan tinja sebagai pupuk


c. Tidak menggunakan alas kaki saat bersentuhan dengan tanah
6/k

d. Perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang.


2/0
02

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


z/2

Gejala dan tanda klinis infestasi cacing tambang bergantung pada


.xy

jenis spesies cacing, jumlah cacing, dan keadaan gizi penderita.


na

Pemeriksaan Fisik
lya

a. Konjungtiva pucat
b. Perubahan pada kulit (telapak kaki) bila banyak larva yang
mu

menembus kulit, disebut sebagai ground itch.


na

Pemeriksaan Penunjang
.ai

Pemeriksaan mikroskopik pada tinja segar ditemukan telur atau


ww

larva atau cacing dewasa.


//w
ps:

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
htt

jdih.kemkes.go.id
-190-

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

l
tm
dan pemeriksaan penunjang.

g.h
Klasifikasi:
a. Nekatoriasis

tan
b. Ankilostomiasis

n
-te
Diagnosis Banding: -

22
Komplikasi: anemia, jika menimbulkan perdarahan.

20
86
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

s11
Penatalaksanaan
a. Memberi pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya

ke
kebersihan diri dan lingkungan, antara lain:

en
7m
1) Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga.
2) Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
10
3) Menggunakan alas kaki, terutama saat berkontak dengan
k0

tanah.
r-h

b. Farmakologis
mo

1) Pemberian Pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB,


-no

atau
mk

2) Mebendazole 100 mg, 2 x sehari, selama 3 hari berturut-


turut, atau
6/k

3) Albendazole untuk anak di atas 2 tahun 400 mg, dosis


2/0

tunggal, sedangkan pada anak yang lebih kecil diberikan


02

dengan dosis separuhnya. Tidak diberikan pada wanita


z/2

hamil. Creeping eruption: tiabendazol topikal selama 1


.xy

minggu. Untuk cutaneous laeva migrans pengobatan


na

dengan Albendazol 400 mg selama 5 hari berturut-turut.


lya

4) Sulfasferosus
Konseling dan Edukasi
mu

Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai


na

pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, yaitu antara


.ai

lain:
ww

a. Sebaiknya masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga.


//w

Sehingga kotoran manusia tidak menimbulkan pencemaran


ps:

pada tanah disekitar lingkungan tempat tinggal kita.


b. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk.
htt

jdih.kemkes.go.id
-191-

c. Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja

l
tm
manusia.

g.h
d. Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola
limbah/sampah.

tan
e. Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukkan aktifitas

n
-te
dengan menggunakan sabun dan air mengalir.

22
f. Menggunakan alas kaki saat berkontak dengan tanah.

20
Kriteria Rujukan: -

86
Peralatan

s11
a. Peralatan laboratorium mikroskopis sederhana untuk
pemeriksaan spesimen tinja.

ke
b. Peralatan laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah

en
7m
rutin.
10
Prognosis
k0

Penyakit ini umumnya memiliki prognosis bonam, jarang


r-h

menimbulkan kondisi klinis yang berat, kecuali terjadi perdarahan


mo

dalam waktu yang lama sehingga terjadi anemia.


-no
mk

Referensi
a. Gandahusada, S. 2000. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga.
6/k

Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas


2/0

Indonesia. (Gandahusada, 2000)


02

b. Written for World Water Day. 2001. Reviewed by staff and


z/2

experts from the cluster on Communicable Diseases (CDS) and


.xy

Water, Sanitation and Health unit (WSH), World Health


na

Organization (WHO).
lya

c. King CH. Hookworms. In: Berhman RE, Kliegman RM, Arvin AM,
editors. Nelson’s Tetxbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia:
mu

W.B.Saunders Company; 2012. p.1000-1.


na
.ai

19. Skistosomiasis
ww

No. ICPC II : D96 Worm/outer parasite


//w

No. ICD X : B65.9 Skistosomiasisunspecified


ps:

B65.2 Schistomiasis due to S. japonicum


Tingkat Kemampuan 4A
htt

jdih.kemkes.go.id
-192-

Masalah Kesehatan

l
tm
Skistosoma adalah salah satu penyakit infeksi parasit yang

g.h
disebabkan oleh cacing trematoda dari genus schistosoma (blood
fluke). Terdapat tiga spesies cacing trematoda utama yang menjadi

tan
penyebab skistosomiasis yaitu Schistosoma japonicum, Schistosoma

n
-te
haematobium dan Schistosoma mansoni. Spesies yang kurang dikenal

22
yaitu Schistosoma mekongi dan Schistosoma intercalatum. Di

20
Indonesia spesies yang paling sering ditemukan adalah Schistosoma

86
japonicum khususnya di daerah lembah Napu dan sekitar danau

s11
Lindu di Sulawesi Tengah. Untuk menginfeksi manusia, Schistosoma
memerlukan keong sebagai intermediate host. Penularan

ke
Schistosoma terjadi melalui serkaria yang berkembang dari host dan

en
7m
menembus kulit pasien dalam air. Skistosomiasis terjadi karena
reaksi imunologis terhadap telur cacing yang terperangkap dalam
10
jaringan. Prevalensi Schistosomiasis di lembah Napu dan danau
k0

Lindu berkisar 17% hingga 37%.


r-h
mo

Hasil Anamnesis (Subjective)


-no

Keluhan
mk

a. Pada fase akut, pasien biasanya datang dengan keluhan


demam, nyeri kepala, nyeri tungkai, urtikaria, bronkitis, nyeri
6/k

abdominal. Biasanya terdapat riwayat terpapar dengan air


2/0

misalnya danau atau sungai 4-8 minggu sebelumnya, yang


02

kemudian berkembang menjadi ruam kemerahan (pruritic rash).


z/2

b. Pada fase kronis, keluhan pasien tergantung pada letak lesi


.xy

misalnya:
na

1) Buang air kecil darah (hematuria), rasa tak nyaman hingga


lya

nyeri saat berkemih, disebabkan oleh urinary


schistosomiasis biasanya disebabkan oleh S. hematobium.
mu

2) Nyeri abdomen dan diare berdarah biasanya disebabkan


na

oleh intestinal skistosomiasis, biasanya disebabkan oleh S.


.ai

mansoni, S. Japonicum juga S. Mekongi.


ww

3) Pembesaran perut, kuning pada kulit dan mata disebabkan


//w

oleh hepatosplenic skistosomiasis yang biasanya


ps:

disebabkan oleh S. Japonicum.


htt

jdih.kemkes.go.id
-193-

Faktor Risiko:

l
tm
Orang-orang yang tinggal atau datang berkunjung ke daerah

g.h
endemik di sekitar lembah Napu dan Lindu, Sulawesi Tengah dan
mempunyai kebiasaan terpajan dengan air, baik di sawah maupun

tan
danau di wilayah tersebut.

n
-te
22
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

20
Pemeriksaan Fisik

86
a. Pada skistosomiasis akut dapat ditemukan:

s11
1) Limfadenopati
2) Hepatosplenomegaly

ke
3) Gatal pada kulit

en
7m
4) Demam
5) Urtikaria 10
Buang air besar berdarah (bloody stool)
k0

b. Pada skistosomiasiskronik bisa ditemukan:


r-h

1) Hipertensi portal dengan distensi abdomen,


mo

hepatosplenomegaly
-no

2) Gagal ginjal dengan anemia dan hipertensi


mk

3) Gagal jantung dengan gagal jantung kanan


4) Intestinal polyposis
6/k

5) Ikterus
2/0

Pemeriksaan Penunjang
02

Penemuan telur cacing pada spesimen tinja dan pada sedimen urin.
z/2

Penegakan Diagnostik (Assessment)


.xy

Diagnosis Klinis
na

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan juga


lya

penemuan telur cacing pada pemeriksaan tinja dan juga sedimen


urin.
mu

Diagnosis Banding: -
na

Komplikasi:
.ai

a. Gagal ginjal
ww

b. Gagal jantung
//w
ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
htt

jdih.kemkes.go.id
-194-

a. Pengobatan diberikan dengan dua tujuan yakni untuk

l
tm
menyembuhkan pasien atau meminimalkan morbiditas dan

g.h
mengurangi penyebaran penyakit.
b. Prazikuantel adalah obat pilihan yang diberikan karena dapat

tan
membunuh semua spesies Schistosoma. Walaupun pemberian

n
-te
single terapi sudah bersifat kuratif, namun pengulangan setelah

22
2 sampai 4 minggu dapat meningkatkan efektifitas pengobatan.

20
Pemberian prazikuantel dengan dosis sebagai berikut:

86
s11
Tabel 3.7. Dosis Prazikuantel
Spesies Schistosoma Dosis Prazikuantel

ke
S. mansoni, S. haematobium, 40 mg/kg badan per hari oral dan

en
S. intercalatum dibagi dalam dua dosis perhari.

7m
S. japonicum, S. mekongi 60 mg/kg berat badan per hari oral
10
dan dibagi dalam tiga dosis perhari.
k0
r-h

Rencana Tindak Lanjut


mo

a. Setelah 4 minggu dapat dilakukan pengulangan pengobatan.


-no

b. Pada pasien dengan telur cacing positif dapat dilakukan


pemeriksaan ulang setelah satu bulan untuk memantau
mk

keberhasilan pengobatan.
6/k

Konseling dan Edukasi


2/0

a. Hindari berenang atau menyelam di danau atau sungai di


02

daerah endemik skistosomiasis.


z/2

b. Minum air yang sudah dimasak untuk menghindari penularan


lewat air yang terkontaminasi.
.xy

Kriteria Rujukan
na

Pasien yang didiagnosis dengan skistosomiasis (kronis) disertai


lya

komplikasi.
mu

Peralatan
na

Peralatan laboratorium sederhana untuk pemeriksaan tinja dan


.ai

sedimen urin (pada S.haematobium).


ww
//w

Prognosis
Pada skistosomiasis akut, prognosis adalah dubia ad bonam,
ps:

sedangkan yang kronis, prognosis menjadi dubia ad malam.


htt

jdih.kemkes.go.id
-195-

Referensi

l
tm
a. Gandahusada, S. 2000. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga.

g.h
Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

tan
b. Centers for Disease Control and Prevention. Schistosomiasis.

n
-te
July 25, 2013. http://www.cdc.gov/parasites/schistosomiasis.

22
(Center for Disease and Control, 2013)

20
c. World Health Organization. Schistosomiasis. July 25, 2013.

86
http://www.who.int/topics/shcistosomiasis/end (World Health

s11
Organization, 2013)
d. Kayser, F.H., Bienz, K.A., Eckert, J., Zinkernagel, R.M. 2005.

ke
Schistosoma in Medical Microbiology. Germany. Thieme.

en
7m
Stutgart. (Kayser, et al., 2005)
e. Sudomo, M., Pretty, S. 2007. Pemberantasan Schistosomiasis di
10
Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol. 35, No. 1. (Sudomo
k0

& Pretty, 2007)


r-h

f. King CH. Hookworms. In: Berhman RE, Kliegman RM, Arvin AM,
mo

editors. Nelson’s Tetxbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia:


-no

W.B.Saunders Company; 2012. p.1000-1.


mk

20. Taeniasis
6/k

No. ICPC II : D96 Worms/other parasites


2/0

No. ICD X : B68.9 Taeniasis


02

Tingkat Kemampuan 4A
z/2
.xy

Masalah Kesehatan
na

Taeniasis adalah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan oleh


lya

cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia saginata,


Taenia solium, dan Taenia asiatica) pada manusia.
mu

Taenia saginata adalah cacing yang sering ditemukan di negara yang


na

penduduknya banyak makan daging sapi/kerbau. Infeksi lebih


.ai

mudah terjadi bila cara memasak daging setengah matang.


ww

Taenia solium adalah cacing pita yang ditemukan di daging babi.


//w

Penyakit ini ditemukan pada orang yang biasa memakan daging babi
ps:

khususnya yang diolah tidak matang. Ternak babi yang tidak


dipelihara kebersihannya, dapat berperan penting dalam penularan
htt

cacing Taenia solium. Untuk T. solium terdapat komplikasi

jdih.kemkes.go.id
-196-

berbahaya yakni sistiserkosis. Sistiserkosis adalah kista T.solium

l
tm
yang bisa ditemukan di seluruh organ, namun yang paling

g.h
berbahaya jika terjadi di otak.

tan
Hasil Anamnesis (Subjective)

n
-te
Keluhan

22
Gejala klinis taeniasis sangat bervariasi dan tidak khas. Sebagian

20
kasus tidak menunjukkan gejala (asimptomatis). Gejala klinis dapat

86
timbul sebagai akibat iritasi mukosa usus atau toksin yang

s11
dihasilkan cacing. Gejala tersebut antara lain:
a. Rasa tidak enak pada lambung

ke
b. Mual

en
7m
c. Badan lemah
d. Berat badan menurun 10
e. Nafsu makan menurun
k0

f. Sakit kepala
r-h

g. Konstipasi
mo

h. Pusing
-no

i. Pruritus ani
mk

j. Diare
Faktor Risiko
6/k

a. Mengkonsumsi daging yang dimasak setengah matang/mentah,


2/0

dan mengandung larva sistiserkosis.


02

b. Higiene yang rendah dalam pengolahan makanan bersumber


z/2

daging.
.xy

c. Ternak yang tidak dijaga kebersihan kandang dan makanannya.


na
lya

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
mu

a. Pemeriksaan tanda vital.


na

b. Pemeriksaan generalis: nyeri ulu hati, ileus juga dapat terjadi


.ai

jika cacing membuat obstruksi usus.


ww

Pemeriksaan Penunjang
//w

a. Pemeriksaan laboratorium mikroskopik dengan menemukan


ps:

telur dalam spesimen tinja segar.


b. Secara makroskopik dengan menemukan proglotid pada tinja.
htt

jdih.kemkes.go.id
-197-

c. Pemeriksaan laboratorium darah tepi: dapat ditemukan

l
tm
eosinofilia, leukositosis, LED meningkat.

g.h
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis

tan
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

n
-te
dan pemeriksaan penunjang.

22
Diagnosis Banding:-

20
Komplikasi: Sistiserkosis

86
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

s11
Penatalaksanaan
a. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan, antara lain:

ke
1) Mengolah daging sampai matang dan menjaga kebersihan

en
7m
hewan ternak.
2) Menggunakan jamban keluarga. 10
b. Farmakologi:
k0

1) Pemberian albendazol menjadi terapi pilihan saat ini


r-h

dengan dosis 400 mg, 1 x sehari, selama 3 hari berturut-


mo

turut, atau
-no

2) Mebendazol 100 mg, 3 x sehari, selama 2 atau 4 minggu.


mk

Pengobatan terhadap cacing dewasa dikatakan berhasil bila


ditemukan skoleks pada tinja, sedangkan pengobatan
6/k

sistiserkosis hanya dapat dilakukan dengan melakukan


2/0

eksisi.
02
z/2

Konseling dan Edukasi


.xy

Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai


na

pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, yaitu antara


lya

lain:
a. Mengolah daging sampai matang dan menjaga kebersihan
mu

hewan ternak
na

b. Sebaiknya setiap keluarga memiliki jamban keluarga.


.ai

Kriteria Rujukan
ww

Bila ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada sistiserkosis.


//w
ps:

Peralatan
Peralatan laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah dan
htt

feses.

jdih.kemkes.go.id
-198-

Prognosis

l
tm
Prognosis pada umumnya bonam kecuali jika terdapat komplikasi

g.h
berupa sistiserkosis yang dapat mengakibatkan kematian.
Referensi

tan
a. Gandahusada, S. 2000. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga.

n
-te
Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

22
Indonesia.

20
b. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 424 Tahun 2006

86
tentang Pedoman Pengendalian Kecacingan.

s11
c. King CH. Hookworms. In: Berhman RE, Kliegman RM, Arvin AM,
editors. Nelson’s Tetxbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia:

ke
W.B.Saunders Company; 2012. p.1000-1.

en
21. Strongiloidiasis
7m
10
No. ICPC II : D96 Worms/other parasites
k0

No. ICD X : B78.9 Strongyloidiasis


r-h

Tingkat Kemampuan 4A
mo
-no

Masalah Kesehatan
mk

Strongiloidiasis adalah penyakit kecacingan yang disebabkan oleh


Strongyloides stercoralis, cacing yang biasanya hidup di kawasan
6/k

tropik dan subtropik. Sekitar 100 juta orang diperkirakan terkena


2/0

penyakit ini di seluruh dunia. Infeksi cacing ini bisa menjadi sangat
02

berat dan berbahaya pada mereka yang dengan status imun


z/2

menurun seperti pada pasien HIV/AIDS, transplantasi organ serta


.xy

pada pasien yang mendapatkan pengobatan kortikosteroid jangka


na

panjang.
lya

Hasil Anamnesis (Subjective)


mu

Keluhan
na

Pada infestasi ringan Strongyloides pada umumnya tidak


.ai

menimbulkan gejala khas.


ww

Gejala klinis
//w

a. Rasa gatal pada kulit


ps:

b. Pada infeksi sedang dapat menimbulkan gejala seperti ditusuk-


tusuk di daerah epigastrium dan tidak menjalar
htt

c. Mual, muntah

jdih.kemkes.go.id
-199-

d. Diare dan konstipasi saling bergantian

l
tm
Faktor Risiko

g.h
a. Kurangnya penggunaan jamban.
b. Tanah yang terkontaminasi dengan tinja yang mengandung

tan
larva Strongyloides stercoralis.

n
-te
c. Penggunaan tinja sebagai pupuk.

22
d. Tidak menggunakan alas kaki saat bersentuhan dengan tanah.

20
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

86
Pemeriksaan Fisik

s11
a. Timbul kelainan pada kulit “creeping eruption” berupa papul
eritema yang menjalar dan tersusun linear atau berkelok-kelok

ke
meyerupai benang dengan kecepatan 2 cm per hari.Predileksi

en
7m
penyakit ini terutama pada daerah telapak kaki, bokong, genital
dan tangan. 10
b. Pemeriksaan generalis: nyeri epigastrium.
k0

Pemeriksaan Penunjang
r-h

a. Pemeriksaan laboratorium mikroskopik: menemukan larva


mo

rabditiform dalam tinja segar, atau menemukan cacing dewasa


-no

Strongyloides stercoralis.
mk

b. Pemeriksaan laboratorium darah: dapat ditemukan eosinofilia


atau hipereosinofilia, walaupun pada banyak kasus jumlah sel
6/k

eosinofilia normal.
2/0
02

Penegakan Diagnostik (Assessment)


z/2

Diagnosis Klinis
.xy

Penegakan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan


na

fisik dan ditemukannya larva atau cacing dalam tinja.


lya

Diagnosis Banding: -
Komplikasi: -
mu

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


na

Penatalaksanaan
.ai

a. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan, antara lain:


ww

1) Menggunakan jamban keluarga.


//w

2) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktifitas.


ps:

3) Menggunakan alas kaki.


4) Hindari penggunaan pupuk dengan tinja.
htt

b. Farmakologi

jdih.kemkes.go.id
-200-

1) Pemberian Albendazol menjadi terapi pilihan saat ini

l
tm
dengan dosis 400 mg, 1-2 x sehari, selama 3 hari, atau

g.h
2) Mebendazol 100 mg, 3 x sehari, selama 2 atau 4 minggu.
Konseling dan Edukasi

tan
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai

n
-te
pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, yaitu antara

22
lain:

20
a. Sebaiknya setiap keluarga memiliki jamban keluarga.

86
b. Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja

s11
manusia.
c. Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola

ke
limbah/sampah.

en
7m
d. Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktifitas
dengan menggunakan sabun. 10
e. Menggunakan alas kaki.
k0

Kriteria Rujukan: -
r-h

Pasien strongyloidiasis dengan keadaan imunokompromais seperti


mo

penderita AIDS
-no
mk

Peralatan
Peralatan laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah dan
6/k

feses.
2/0

Prognosis
02

Pada umumnya prognosis penyakit ini adalah bonam, karena jarang


z/2

menimbulkan kondisi klinis yang berat.


.xy

Referensi
na

a. Gandahusada, S. 2000. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga.


lya

Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia.
mu

b. Ganesh S, Cruz RJ. Review Strongyloidiasis: a multifaceted


na

diseases. Gastroenetrology & hepatology 2011;7:194-6. (Ganesh


.ai

& Cruz, 2011)


ww

c. King CH. Hookworms. In: Berhman RE, Kliegman RM, Arvin AM,
//w

editors. Nelson’s Tetxbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia:


ps:

W.B.Saunders Company; 2012. p.1000-1.


htt

jdih.kemkes.go.id
-201-

D. Mata

l
tm
1. Mata Kering/Dry Eye

g.h
No. ICPC-2 : F99 Eye/adnexa disease, other
No. ICD-10 : H04.1 Otherdisorders of lacrimal gland

tan
Tingkat Kemampuan 4A

n
-te
22
Masalah Kesehatan

20
Mata kering adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan

86
konjungtiva yang diakibatkan berkurangnya produksi komponen air

s11
mata (musin, akueous, dan lipid). Mata kering merupakan salah satu
gangguan yang sering pada mata dengan insiden sekitar 10-30% dari

ke
populasi dan terutama dialami oleh wanita berusia lebih dari 40

en
7m
tahun. Penyebab lain adalah meningkatnya evaporasi air mata akibat
faktor lingkungan rumah, kantor atau akibat lagoftalmus.
10
Hasil Anamnesis (Subjective)
k0

Keluhan
r-h

Pasien datang dengan keluhan mata terasa gatal dan seperti


mo

berpasir. Keluhan dapat disertai sensasi terbakar, merah, perih dan


-no

silau. Pasien seringkali menyadari bahwa gejala terasa makin berat


mk

di akhir hari (sore/malam).


Faktor Risiko
6/k

a. Usia > 40 tahun


2/0

b. Menopause
02

c. Penyakit sistemik, seperti: sindrom Sjogren, sklerosis sistemik


z/2

progresif, sarkoidosis, leukemia, limfoma, amiloidosis, dan


.xy

hemokromatosis
na

d. Penggunaan lensa kontak


lya

e. Penggunaan komputer dalam waktu lama


mu

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


na

Pemeriksaan Fisik
.ai

a. Visus normal
ww

b. Terdapat foamy tears pada konjungtiva forniks


//w

c. Penilaian produksi air mata dengan tes Schirmer menunjukkan


ps:

hasil <10 mm (nilai normal ≥20 mm).


htt

jdih.kemkes.go.id
-202-

l
tm
g.h
ntan
-te
22
Gambar 4.1. Tes Schirmer

20
Penegakan Diagnostik (Assessment)

86
Diagnosis Klinis

s11
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:

ke
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

en
b. Tes Schirmer bila diperlukan

7m
Komplikasi 10
a. Keratitis
k0

b. Penipisan kornea
r-h

c. Infeksi sekunder oleh bakteri


mo

d. Neovaskularisasi kornea
-no

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mk

Penatalaksanaan
6/k

Pemberian air mata buatan, yaitu tetes mata karboksimetilselulosa


2/0

atau sodium hialuronat.


02

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan


z/2

Umumnya tidak diperlukan


Konseling dan Edukasi
.xy

Keluarga dan pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah


na

keadaan menahun dan pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada


lya

kasus ringan, saat perubahan epitel pada kornea dan konjungtiva


mu

masih reversibel.
na

Kriteria Rujukan
.ai

Dilakukan rujukan ke spesialis mata jika keluhan tidak berkurang


ww

setelah terapi atau timbul komplikasi.


//w

Peralatan
ps:

a. Lup
htt

b. Strip Schirmer (kertas saring Whatman No. 41)

jdih.kemkes.go.id
-203-

l
tm
Prognosis

g.h
a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Bonam

tan
c. Ad sanationam : Bonam

n
-te
22
20
86
Referensi

s11
a. Gondhowiardjo, T. D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen
Klinis Perdami. 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006. (Gondhowiardjo

ke
& Simanjuntak, 2006)

en
7m
b. James, Brus.dkk. Lecture Notes Oftalmologi.Jakarta:Erlangga.
2005. (Brus, 2005) 10
c. Riordan, Paul E. Whitcher, John P. Vaughan & Asbury
k0

Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta: EGC. 2009. (Riordan &


r-h

Whitcher, 2009)
mo

d. Sastrawan, D. dkk. Standar Pelayanan Medis Mata.Palembang:


-no

Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP M. Hoesin. 2007.


mk

(Sastrawan, 2007)
e. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V.Jakarta: Balai
6/k

Penerbit FK UI. 2008. (Ilyas, 2008)


2/0

f. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan I.Jakarta:


02

Widya Medika. 2000. (Vaughn, 2000)


z/2

g. Sumber
.xy

Gambar:http://www.thevisioncareinstitute.co.uk/library/
na
lya

2. Buta Senja
mu

No. ICPC-2 : F99 Eye/adnexa disease other


na

No. ICD-10 : H53.6 Night blindness


.ai

Tingkat Kemampuan 4A
ww
//w

Masalah Kesehatan
ps:

Buta senja atau rabun senja, disebut juga nyctalopia atau


hemarolopia, adalah ketidakmampuan untuk melihat dengan baik
htt

pada malam hari atau pada keadaan gelap. Kondisi ini lebih

jdih.kemkes.go.id
-204-

merupakan tanda dari suatu kelainan yang mendasari. Hal ini

l
tm
terjadi akibat kelainan pada sel batang retina yang berperan pada

g.h
penglihatan gelap. Penyebab buta senja adalah defisiensi vitamin A
dan retinitis pigmentosa.

tan
Hasil Anamnesis (Subjective)

n
-te
Keluhan

22
Penglihatan menurun pada malam hari atau pada keadaan gelap,

20
sulit beradaptasi pada cahaya yang redup. Pada defisiensi vitamin A,

86
buta senja merupakan keluhan paling awal.

s11
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik

ke
Dapat ditemukan tanda-tanda lain defisiensi vitamin A:

en
7m
a. Kekeringan (xerosis) konjungtiva bilateral
b. Terdapat bercak bitot pada konjungtiva
10
c. Xerosis kornea
k0

d. Ulkus kornea dan sikatriks kornea


r-h

e. Kulit tampak xerosis dan bersisik


mo

f. Nekrosis kornea difus atau keratomalasia


-no
mk

Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan.
6/k

Penegakan Diagnostik (Assessment)


2/0

Diagnosis Klinis
02

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


z/2

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.xy

Penatalaksanaan
na

a. Pada defisiensi vitamin A, diberikan vitamin A dosis tinggi.


lya

b. Lubrikasi kornea.
c. Pencegahan terhadap infeksi sekunder dengan tetes mata
mu

antibiotik.
na
.ai

Konseling dan Edukasi


ww

a. Memberitahu keluarga bahwa rabun senja disebabkan oleh


//w

kelainan mendasar, yaitu defisiensi vitamin A dan retinitis


ps:

pigmentosa.
htt

jdih.kemkes.go.id
-205-

b. Pada kasus defisiensi vitamin A, keluarga perlu diedukasi untuk

l
tm
memberikan asupan makanan bergizi seimbang dan

g.h
suplementasi vitamin A dosis tinggi.

tan
Peralatan

n
-te
a. Lup

22
b. Oftalmoskop

20
86
Prognosis

s11
a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Dubia Ad bonam

ke
c. Ad sanasionam : Bonam

en
Referensi
7m
10
a. Gerhard, K.L. Oscar, Gabriele. Doris, Peter. Ophtalmology a short
k0

textbook. 2nd Ed. New York: Thieme Stuttgart. 2007. (Gerhard,


r-h

et al., 2007)
mo

b. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen


-no

Klinis Perdami. 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006.


mk

c. James, Brus. dkk. Lecture Notes Oftalmologi.Jakarta: Erlangga.


2005.
6/k

d. Riordan, P.E. Whitcher, J.P. Vaughan & Asbury Oftalmologi


2/0

Umum. Ed.17.Jakarta: EGC. 2009.


02

e. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Ed. III. Cetakan V. Jakarta: Balai


z/2

Penerbit FK UI. 2008.


.xy

f. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Cetakan I.Jakarta:


na

Widya Medika. 2000.


lya

3. HORDEOLUM
mu

No. ICPC-2 : F72 Blepharitis/stye/chalazion


na

No. ICD-10 : H00.0 Hordeolum and other deep inflammation of


.ai

eyelid
ww

Tingkat Kemampuan 4A
//w
ps:

Masalah Kesehatan
Hordeolum adalah peradangan supuratif kelenjar kelopak mata.
htt

Biasanya merupakan infeksi Staphylococcus pada kelenjar sebasea

jdih.kemkes.go.id
-206-

kelopak. Dikenal dua bentuk hordeolum internum dan eksternum.

l
tm
Hordeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau

g.h
Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang
terletak di dalam tarsus. Hordeolum mudah timbul pada individu

tan
yang menderita blefaritis dan konjungtivitis menahun.

n
-te
Hasil Anamnesis (Subjective)

22
20
86
Keluhan

s11
Pasien datang dengan keluhan kelopak yang bengkak disertai rasa
sakit. Gejala utama hordeolum adalah kelopak yang bengkak dengan

ke
rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan, serta

en
7m
perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
10
Pemeriksaan Fisik Oftalmologis
k0

Ditemukan kelopak mata bengkak, merah, dan nyeri pada perabaan.


r-h

Nanah dapat keluar dari pangkal rambut (hordeolum eksternum).


mo

Apabila sudah terjadi abses dapat timbul undulasi.


-no
mk

Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
6/k

Penegakan Diagnostik (Assessment)


2/0

Diagnosis Klinis
02

Penegakan diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


z/2

Diagnosis Banding
.xy

a. Selulitis preseptal
na

b. Kalazion
lya

c. Granuloma piogenik
Komplikasi
mu

a. Selulitis palpebra
na

b. Abses palpebra
.ai
ww

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


//w

Penatalaksanaan
ps:

a. Mata dikompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit setiap


kalinya untuk membantu drainase. Tindakan dilakukan dengan
htt

mata tertutup.

jdih.kemkes.go.id
-207-

b. Kelopak mata dibersihkan dengan air bersih atau pun dengan

l
tm
sabun atau sampo yang tidak menimbulkan iritasi, seperti

g.h
sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat proses penyembuhan.
Tindakan dilakukan dengan mata tertutup.

tan
c. Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat

n
-te
menimbulkan infeksi yang lebih serius.

22
d. Hindari pemakaian make-up pada mata, karena kemungkinan

20
hal itu menjadi penyebab infeksi.

86
e. Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan

s11
infeksi ke kornea.
f. Pemberian terapi topikal dengan Oxytetrasiklin salep mata atau

ke
kloramfenikol salep mata setiap 8 jam. Apabila menggunakan

en
7m
kloramfenikol tetes mata sebanyak 1 tetes tiap 2 jam.
g. Pemberian terapi oral sistemik dengan Eritromisin 500 mg pada
10
dewasa dan anak sesuai dengan berat badan.
k0
r-h

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan


mo

Tidak diperlukan
-no

Konseling dan Edukasi


mk

Penyakit hordeolum dapat berulang sehingga perlu diberi tahu


pasien dan keluarga untuk menjaga higiene dan kebersihan
6/k

lingkungan.
2/0

Rencana Tindak Lanjut


02

Bila dengan pengobatan konservatif tidak berespon dengan baik,


z/2

maka prosedur pembedahan mungkin diperlukan untuk membuat


.xy

drainase pada hordeolum.


na

Kriteria rujukan
lya

a. Bila tidak memberikan respon dengan pengobatan konservatif


b. Hordeolum berulang
mu

Peralatan
na

Peralatan bedah minor


.ai

Prognosis
ww

a. Ad vitam : Bonam
//w

b. Ad functionam : Bonam
ps:

c. Ad sanationam : Bonam
htt

Referensi

jdih.kemkes.go.id
-208-

a. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen

l
tm
Klinis Perdami, 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006.

g.h
b. Riordan, Paul E. Whitcher, John P. Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 2009.

tan
c. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V.

n
-te
Jakarta:Balai Penerbit FK UI. 2008.

22
d. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Cetakan I. Jakarta:

20
Widya Medika. 2000.

86
4. Konjungtivitis

s11
Konjungtivitis infeksi
No. ICPC-2 : F70 Conjunctivitis infectious

ke
No. ICD-10 : H10.9 Conjunctivitis, unspecified

en
7m
Konjungtivitis alergi
No. ICPC-2 : F71 Conjunctivitis allergic
10
No ICD-10 : H10.1 Acute atopic conjunctivitis
k0

Tingkat Kemampuan 4A
r-h
mo

Masalah Kesehatan
-no

Konjungtivitis adalah radang konjungtiva yang dapat disebabkan


mk

oleh mikroorganisme (virus, bakteri), iritasi, atau reaksi alergi.


Konjungtivitis ditularkan melalui kontak langsung dengan sumber
6/k

infeksi. Penyakit ini dapat menyerang semua umur.


2/0
02

Hasil Anamnesis (Subjective)


z/2

Keluhan
.xy

Pasien datang dengan keluhan mata merah, rasa mengganjal, gatal


na

dan berair, kadang disertai sekret. Keluhan tidak disertai penurunan


lya

tajam penglihatan.
Faktor Risiko
mu

a. Daya tahan tubuh yang menurun


na

b. Adanya riwayat atopi


.ai

c. Penggunaan kontak lens dengan perawatan yang tidak baik


ww

d. Higiene personal yang buruk


//w
ps:

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
htt

a. Visus normal

jdih.kemkes.go.id
-209-

b. Injeksi konjungtival

l
tm
c. Dapat disertai edema kelopak, kemosis

g.h
d. Eksudasi; eksudat dapat serous, mukopurulen, atau purulen
tergantung penyebab

tan
e. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan folikel, papil atau

n
-te
papil raksasa, flikten, membrane, atau pseudomembran.

22
20
86
Pemeriksaan Penunjang (bila diperlukan)

s11
a. Sediaan langsung swab konjungtiva dengan perwarnaan Gram
atau Giemsa

ke
b. Pemeriksaan sekret dengan perwarnaan biru metilen pada

en
7m
kasus konjungtivitis gonore
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k

Gambar 4.2. Konjungtivitis


2/0

Penegakan Diagnostik (Assessment)


02

Diagnosis Klinis
z/2

Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


.xy

Klasifikasi Konjungtivitis
na

a. Konjungtivitis bakterial: Konjungtiva hiperemis, sekret purulen


lya

atau mukopurulen dapat disertai membran atau


mu

pseudomembran di konjungtiva tarsal. Curigai konjungtivitis


gonore, terutama pada bayi baru lahir, jika ditemukan
na
.ai

konjungtivitis pada dua mata dengan sekret purulen yang


ww

sangat banyak.
b. Konjungtivitis viral: Konjungtiva hiperemis, sekret umumnya
//w

mukoserosa, dan pembesaran kelenjar preaurikular


ps:

c. Konjungtivitis alergi: Konjungtiva hiperemis, riwayat atopi atau


htt

alergi, dan keluhan gatal.

jdih.kemkes.go.id
-210-

Komplikasi

l
tm
Keratokonjuntivitis

g.h
Penatalaksanaan Komprehensif(Plan)

tan
Penatalaksanaan

n
-te
Pemberian obat mata topikal

22
a. Pada infeksi bakteri: Kloramfenikol tetes sebanyak 1 tetes 6 kali

20
sehari atau salep mata 3 kali sehari selama 3 hari.

86
b. Pada alergi: Flumetolon tetes mata dua kali sehari selama 2

s11
minggu.
c. Pada konjungtivitis gonore: Kloramfenikol tetes mata 0,5-

ke
1%sebanyak 1 tetes tiap jam dan suntikan pada bayi diberikan

en
7m
50.000 U/kgBB tiap hari sampai tidak ditemukan kuman GO
pada sediaan apus selama 3 hari berturut-turut.
10
d. Pada konjungtivitis viral: Salep Acyclovir 3%, 5 kali sehari
k0

selama 10 hari.
r-h
mo

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan


-no

Umumnya tidak diperlukan, kecuali pada kecurigaan konjungtivitis


mk

gonore, dilakukan pemeriksaan sediaan apus dengan pewarnaan


Gram
6/k
2/0

Konseling dan Edukasi


02

a. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah


z/2

membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus


.xy

mencuci tangannya bersih-bersih.


na

b. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan


lya

penghuni rumah lainnya.


c. Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitar.
mu
na

Kriteria rujukan
.ai

a. Jika terjadi komplikasi pada kornea


ww

b. Bila tidak ada respon perbaikan terhadap pengobatan yang


//w

diberikan
ps:

Peralatan
a. Lup
htt

b. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan Gram

jdih.kemkes.go.id
-211-

Prognosis

l
tm
a. Ad vitam : Bonam

g.h
b. Ad functionam : Bonam
c. Ad sanationam : Bonam

ntan
-te
Referensi

22
a. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen

20
Klinis Perdami, 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006.

86
b. James,Brus.dkk.Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta.

s11
2005
c. Riordan. Paul, E. Whitcher, John P. Vaughan & Asbury

ke
Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta: EGC. 2009.

en
7m
d. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V.Jakarta:Balai
Penerbit FK UI. 2008. 10
e. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan
k0

I.Jakarta:Widya Medika. 2000.


r-h

f. http://www.advancedvisioncare.co.uk/wpcontent/uploads/201
mo

3/09/conjunctivitis0.jpg,
-no
mk

5. Blefaritis
No. ICPC-2 : F72 Blepharitis/stye/chalazion
6/k

No. ICD-10 : H01.0 Blepharitis


2/0

Tingkat Kemampuan 4A
02
z/2

Masalah Kesehatan
.xy

Blefaritis adalah radang pada tepi kelopak mata (margo palpebra)


na

yang dapat disertai terbentuknya ulkus dan dapat melibatkan folikel


lya

rambut.
mu

Hasil Anamnesis (Subjective)


na

Keluhan
.ai

a. Gatal pada tepi kelopak mata


ww

b. Rasa panas pada tepi kelopak mata


//w

c. Merah/hiperemia pada tepi kelopak mata


ps:

d. Terbentuk sisik yang keras dan krusta terutama di sekitar dasar


bulu mata
htt

jdih.kemkes.go.id
-212-

e. Kadang disertai kerontokan bulu mata (madarosis), putih pada

l
tm
bulu mata (poliosis), dan trikiasis

g.h
f. Dapat keluar sekret yang mengering selama tidur, sehingga
ketika bangun kelopak mata sukar dibuka

ntan
-te
Faktor Risiko

22
a. Kelainan kulit, misalnya dermatitis seboroik

20
b. Higiene personal dan lingkungan yang kurang baik

86
s11
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik

ke
a. Skuama atau krusta pada tepi kelopak.

en
7m
b. Bulu mata rontok.
c. Dapat ditemukan tukak yang dangkal pada tepi kelopak mata.
10
d. Dapat terjadi pembengkakan dan merah pada kelopak mata.
k0

e. Dapat terbentuk krusta yang melekat erat pada tepi kelopak


r-h

mata. Jika krusta dilepaskan, bisa terjadi perdarahan.


mo

Pemeriksaan Penunjang
-no

Tidak diperlukan
mk

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
6/k

Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan


2/0

pemeriksaan fisik.
02

Komplikasi
z/2

a. Blefarokonjungtivitis
.xy

b. Madarosis
na

c. Trikiasis
lya

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mu

Penatalaksanaan
na

a. Non-medikamentosa
.ai

1) Membersihkan kelopak mata dengan lidi kapas yang


ww

dibasahi air hangat


//w

2) Membersihkan dengan sampo atau sabun


ps:

3) Kompres hangat selama 5-10 menit


b. Medikamentosa
htt

jdih.kemkes.go.id
-213-

Apabila ditemukan ulkus pada kelopak mata, dapat diberikan

l
tm
salep atau tetes mata antibiotik hingga gejala menghilang.

g.h
Konseling dan Edukasi
a. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga bahwa kulit

tan
kepala, alis mata, dan tepi palpebra harus selalu dibersihkan

n
-te
terutama pada pasien dengan dermatitis seboroik.

22
b. Memberitahu pasien dan keluarga untuk menjaga higiene

20
personal dan lingkungan.

86
Kriteria Rujukan

s11
Pasien dengan blefaritis perlu dirujuk ke layanan sekunder (dokter
spesialis mata) bila terdapat minimal satu dari kelainan di bawah ini:

ke
a. Tajam penglihatan menurun

en
7m
b. Nyeri sedang atau berat
c. Kemerahan yang berat atau kronis 10
d. Terdapat keterlibatan kornea
k0

e. Episode rekuren
r-h

f. Tidak respon terhadap terapi


mo

Peralatan
-no

a. Senter
mk

b. Lup
Prognosis
6/k

a. Ad vitam : Bonam
2/0

b. Ad functionam : Bonam
02

c. Ad sanationam : Bonam
z/2

Referensi
.xy

a. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen


na

Klinis Perdami, 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006.


lya

b. Riordan. Paul, E. Whitcher, John P. Vaughan & Asbury


Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta: EGC. 2009.
mu

c. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V. Jakarta:


na

Balai Penerbit FK UI. 2008.


.ai

d. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan I. Jakarta:


ww

Widya Medika. 2000.


//w
ps:

6. Perdarahan Subkonjungtiva
No. ICPC-2 : F75 Contusion/ haemorrhage eye
htt

jdih.kemkes.go.id
-214-

No. ICD-10 : H57.8 Other specified disorders of eye

l
tm
and adnexa

g.h
Tingkat Kemampuan 4A

tan
Masalah Kesehatan

n
-te
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat ruptur

22
pembuluh darah dibawah lapisan konjungtiva yaitu pembuluh darah

20
konjungtivalis atau episklera. Sebagian besar kasus perdarahan

86
subkonjungtiva merupakan kasus spontan atau idiopatik, dan hanya

s11
sebagian kecil kasus yang terkait dengan trauma atau kelainan
sistemik. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua

ke
kelompok umur. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi

en
7m
unilateral (90%).
Hasil Anamnesis (Subjective) 10
Keluhan
k0

a. Pasien datang dengan keluhan adanya darah pada sklera atau


r-h

mata berwarna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal).


mo

b. Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan


-no

dengan perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada


mk

bagian sklera.
c. Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah
6/k

itu kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena


2/0

diabsorpsi.
02

Faktor Risiko
z/2

a. Hipertensi atau arterosklerosis


.xy

b. Trauma tumpul atau tajam


na

c. Penggunaan obat, terutama pengencer darah


lya

d. Manuver valsava, misalnya akibat batuk atau muntah


e. Anemia
mu

f. Benda asing
na

g. Konjungtivitis
.ai
ww

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


//w

Pemeriksaan Fisik
ps:

a. Pemeriksaan status generalis


b. Pemeriksaan oftalmologi:
htt

jdih.kemkes.go.id
-215-

1) Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah

l
tm
terang (tipis) atau merah tua (tebal).

g.h
2) Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan umumnya 6/6,
jika visus <6/6 maka dicurigai terjadi kerusakan selain di

tan
konjungtiva

n
-te
3) Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap

22
penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat

20
trauma.

86
s11
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan

ke
Penegakan Diagnostik (Assessment)

en
7m
Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
10
k0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


r-h

Penatalaksanaan
mo

a. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam


-no

1-2 minggu tanpa diobati.


mk

b. Pengobatan penyakit yang mendasari bila ada.


Pemeriksaan penunjang lanjutan
6/k

Tidak diperlukan
2/0

Konseling dan Edukasi


02

Memberitahu keluarga bahwa:


z/2

a. Tidak perlu khawatir karena perdarahan akan terlihat meluas


.xy

dalam 24 jam pertama, namun setelah itu ukuran akan


na

berkurang perlahan karena diabsorpsi.


lya

b. Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan


angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva sehingga
mu

diperlukan pengontrolan tekanan darah pada pasien dengan


na

hipertensi.
.ai
ww

Kriteria rujukan
//w

Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata


ps:

jika ditemukan penurunan visus.


Peralatan
htt

a. Snellen chart

jdih.kemkes.go.id
-216-

b. Oftalmoskop

l
tm
Prognosis

g.h
a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Bonam

tan
c. Ad sanationam : Bonam

n
-te
22
Referensi

20
a. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen

86
Klinis Perdami, 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006.

s11
b. James, Brus.dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta.
2005.

ke
c. Riordan. Paul, E. Whitcher, John P. Vaughan & Asbury

en
7m
Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta: EGC. 2009.
d. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V. Jakarta:
10
Balai Penerbit FK UI. 2008.
k0

e. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan I. Jakarta:


r-h

Widya Medika. 2000.


mo
-no

7. Benda Asing di Konjungtiva


mk

No. ICPC-2 : F76 Foreign body in eye


No. ICD-10 : T15.9 Foreign body on external eye, part unspecified
6/k

Tingkat Kemampuan 4A
2/0
02

Masalah Kesehatan
z/2

Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan


.xy

normal tidak dijumpai di konjungtiva dandapat menyebabkan iritasi


na

jaringan. Pada umumnya kelainan ini bersifat ringan, namun pada


lya

beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing


yang bersifat asam atau basa dan bila timbul infeksi sekunder.
mu
na

Hasil Anamnesis (Subjective)


.ai

Keluhan
ww

Pasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam


//w

konjungtiva atau matanya. Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri,


ps:

mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia.


Faktor Risiko
htt

jdih.kemkes.go.id
-217-

Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung,

l
tm
seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong keramik, pekerja yang

g.h
terkait dengan bahan-bahan kimia (asam-basa).

tan
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

n
-te
Pemeriksaan Fisik

22
a. Visus biasanya normal.

20
b. Ditemukan injeksi konjungtiva tarsal dan/atau bulbi.

86
c. Ditemukan benda asing pada konjungtiva tarsal superior

s11
dan/atau inferiordan/atau konjungtiva bulbi.
Pemeriksaan Penunjang

ke
Tidak diperlukan.

en
7m
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis 10
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
k0

Diagnosis banding
r-h

Konjungtivitis akut
mo

Komplikasi
-no

a. Ulkus kornea
mk

b. Keratitis
Terjadi bila benda asing pada konjungtiva tarsal menggesek
6/k

permukaan kornea dan menimbulkan infeksi sekunder. Reaksi


2/0

inflamasi berat dapat terjadi jika benda asing merupakan zat kimia.
02

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


z/2

Penatalaksanaan
.xy

a. Non-medikamentosa: Pengangkatan benda asing


na

Berikut adalah cara yang dapat dilakukan:


lya

1) Berikan tetes mata Tetrakain 0,5% sebanyak 1-2 tetes pada


mata yang terkena benda asing.
mu

2) Gunakan kaca pembesar (lup) dalam pengangkatan benda


na

asing.
.ai

3) Angkat benda asing dengan menggunakan lidi kapas atau


ww

jarum suntik ukuran 23G.


//w

4) Arah pengambilan benda asing dilakukan dari tengah ke


ps:

tepi.
5) Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan Povidon Iodin pada
htt

tempat bekas benda asing.

jdih.kemkes.go.id
-218-

b. Medikamentosa

l
tm
Antibiotik topikal (salep atau tetes mata), misalnya

g.h
Kloramfenikol tetes mata, 1 tetes setiap 2 jam selama 2 hari

tan
Konseling dan Edukasi

n
-te
a. Memberitahu pasien agar tidak menggosok matanya agar tidak

22
memperberat lesi.

20
b. Menggunakan alat/kacamata pelindung pada saat bekerja atau

86
berkendara.

s11
c. Menganjurkan pasien untuk kontrol bila keluhan bertambah
berat setelah dilakukan tindakan, seperti mata bertambah

ke
merah, bengkak, atau disertai dengan penurunan visus.

en
Kriteria Rujukan
7m
10
a. Bila terjadi penurunan visus
k0

b. Bila benda asing tidak dapat dikeluarkan, misal: karena


r-h

keterbatasan fasilitas
mo
-no

Peralatan
mk

a. Lup
b. Lidi kapas
6/k

c. Jarum suntik 23G


2/0

d. Tetes mata Tetrakain HCl 0,5%


02

e. Povidon Iodin
z/2

Prognosis
.xy

a. Ad vitam : Bonam
na

b. Ad functionam : Bonam
lya

c. Ad sanationam : Bonam
mu

Referensi
na

a. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen


.ai

Klinis Perdami, 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006.


ww

b. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V. Jakarta:


//w

Balai Penerbit FK UI. 2008.


ps:

c. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan I. Jakarta:


Widya Medika. 2000.
htt

jdih.kemkes.go.id
-219-

8. Astigmatisme

l
tm
No. ICPC-2 : F91 Refractive error

g.h
No. ICD-10 : H52.2 Astigmatisme
Tingkat Kemampuan 4A

ntan
-te
Masalah Kesehatan

22
Astigmatisme adalah keadaan di mana sinar sejajar tidak dibiaskan

20
pada satu titik fokus yang sama pada semua meridian. Hal ini

86
disebabkan oleh kelengkungan kornea atau lensa yang tidak sama

s11
pada berbagai meridian.
Hasil Anamnesis (Subjective)

ke
Keluhan

en
7m
Pasien biasanya datang dengan keluhan penglihatan kabur dan
sedikit distorsi yang kadang juga menimbulkan sakit kepala. Pasien
10
memicingkan mata, atau head tilt untuk dapat melihat lebih jelas.
k0

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


r-h

Pemeriksaan Fisik
mo

Keadaan umum biasanya baik.


-no

Pemeriksaan visus dengan Snellen Chart akan menunjukkan tajam


mk

penglihatan tidak maksimal dan akan bertambah baik dengan


pemberian pinhole.
6/k
2/0

Penegakan Diagnostik (Assessment)


02

Diagnosis Klinis
z/2

Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan


.xy

pemeriksaan refraksi. Tajam penglihatan akan mencapai maksimal


na

dengan pemberian lensa silindris.


lya

Diagnosis Banding
Kelainan refraksi lainnya.
mu
na

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.ai

Penatalaksanaan
ww

Penggunaan kacamata lensa silindris dengan koreksi yang sesuai.


//w

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan


ps:

Tidak diperlukan.
Konseling dan Edukasi
htt

jdih.kemkes.go.id
-220-

Memberitahu keluarga bahwa astigmatisma merupakan gangguan

l
tm
penglihatan yang dapat dikoreksi.

g.h
Kriteria Rujukan

tan
Pasien perlu dirujuk ke layanan sekunder bila:

n
-te
a. koreksi dengan kacamata tidak memperbaiki visus, atau

22
b. ukuran lensa tidak dapat ditentukan (misalnya astigmatisme

20
berat).

86
Peralatan

s11
a. Snellen Chart
b. Satu set lensa coba (trial frame dan trial lenses)

ke
c. Pinhole

en
Prognosis
7m
10
a. Ad vitam : Bonam
k0

b. Ad functionam : Bonam
r-h

c. Ad sanationam : Bonam
mo
-no

Referensi
mk

a. Gerhard, K.L. Oscar, Gabriele. Doris, Peter. Ophtalmology a short


textbook. 2nd Ed. New York. Thieme Stuttgart. 2007.
6/k

b. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen


2/0

Klinis Perdami, 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006.


02

c. James, Brus.dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta.


z/2

2005.
.xy

d. Riordan. Paul, E. Whitcher, John P. Vaughan & Asbury


na

Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta: EGC. 2009.


lya

e. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V. Jakarta:


Balai Penerbit FK UI. 2008.
mu

f. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan I. Jakarta:


na

Widya Medika. 2000.


.ai
ww

9. Hipermetropia
//w

No. ICPC-2 : F91 Refractive error


ps:

No. ICD-10 : H52.0 Hypermetropia ringan


Tingkat Kemampuan 4A
htt

jdih.kemkes.go.id
-221-

Masalah Kesehatan

l
tm
Hipermetropia (rabun dekat) merupakan keadaan gangguan

g.h
kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup
kuat dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.

tan
Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan

n
-te
jenis kelamin.

22
Hasil Anamnesis (Subjective)

20
Keluhan

86
a. Penglihatan kurang jelas untuk objek yang dekat.

s11
b. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada
penggunaan mata yang lama dan membaca dekat. Penglihatan

ke
tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila

en
7m
melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas
pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton TV dan lain-
10
lain.
k0

c. Mata sensitif terhadap sinar.


r-h

d. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia.


mo

Mata juling dapat terjadi karena akomodasi yang berlebihan


-no

akan diikuti konvergensi yang berlebihan pula.


mk

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


6/k

Pemeriksaan Fisik
2/0

Pemeriksaan visus dengan Snellen Chart


02

Pemeriksaan refraksi dengan trial lens dan trial frame


z/2
.xy

Pemeriksaan Penunjang
na

Tidak diperlukan
lya

Penegakan Diagnostik (Assessment)


mu

Diagnosis Klinis
na

Penegakan diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan refraksi.


.ai

Komplikasi
ww

a. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya


//w

melakukan akomodasi
ps:

b. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada


badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata
htt

c. Ambliopia

jdih.kemkes.go.id
-222-

l
tm
Penatalaksanaan Komprehensif(Plan)

g.h
Penatalaksanaan
Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam

tan
penglihatan terbaik.

n
-te
Konseling dan Edukasi

22
Memberitahu keluarga jika penyakit ini harus dikoreksi dengan

20
bantuan kaca mata. Karena jika tidak, maka mata akan

86
berakomodasi terus menerus dan menyebabkan komplikasi.

s11
Kriteria rujukan
Rujukan dilakukan jika timbul komplikasi.

ke
en
7m
Peralatan
a. Snellen chart 10
b. Satu set trial frame dan trial frame
k0
r-h

Prognosis
mo

a. Ad vitam : Bonam
-no

b. Ad functionam : Bonam
mk

c. Ad sanationam : Bonam
6/k

Referensi
2/0

a. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen


02

Klinis Perdami, 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006.


z/2

b. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V.


.xy

Jakarta:Balai Penerbit FK UI. 2008.


na

c. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Cetakan I. Jakarta:


lya

Widya Medika. 2000


mu

10. Miopia Ringan


na

No. ICPC-2 : F91 Refractive error


.ai

No. ICD-10 : H52.1 Myopia


ww

Tingkat Kemampuan 4A
//w
ps:

Masalah Kesehatan
htt

jdih.kemkes.go.id
-223-

Miopia ringan adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang

l
tm
masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan

g.h
dibiaskan ke titik fokus di depan retina.

tan
Hasil Anamnesis (Subjective)

n
-te
Keluhan

22
Penglihatan kabur bila melihat jauh, mata cepat lelah, pusing dan

20
mengantuk, cenderung memicingkan mata bila melihat jauh. Tidak

86
terdapat riwayat kelainan sistemik, seperti diabetes mellitus,

s11
hipertensi, serta buta senja.
Faktor Risiko

ke
Genetik dan faktor lingkungan meliputi kebiasaan melihat/membaca

en
7m
dekat, kurangnya aktivitas luar rumah, dan tingkat pendidikan yang
lebih tinggi. 10
k0

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


r-h

Pemeriksaan Fisik
mo

Pemeriksaan visus dengan Snellen Chart


-no
mk

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
6/k

Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


2/0

refraksi.
02
z/2

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.xy

Penatalaksanaan
na

Koreksi dengan kacamata lensa sferis negatif terlemah yang


lya

menghasilkan tajam penglihatan terbaik


Konseling dan Edukasi
mu

a. Membaca dalam cahaya yang cukup dan tidak membaca dalam


na

jarak terlalu dekat.


.ai

b. Kontrol setidaknya satu kali dalam setahun untuk pemeriksaan


ww

refraksi, bila ada keluhan.


//w

Kriteria rujukan
ps:

a. Kelainan refraksi yang progresif


b. Kelainan refraksi yang tidak maju dengan koreksi atau tidak
htt

ditemukan ukuran lensa yang memberikan perbaikan visus

jdih.kemkes.go.id
-224-

c. Kelainan yang tidak maju dengan pinhole.

l
tm
g.h
Peralatan
a. Snellen char

tan
b. Satu set lensa coba dan trial frame

n
-te
22
Prognosis

20
a. Ad vitam : Bonam

86
b. Ad functionam : Bonam

s11
c. Ad sanationam : Bonam

ke
Referensi

en
7m
a. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen
Klinis Perdami, 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006.
10
b. Grosvenor,T. Primary Care Optometry. 2nd Ed. New York:
k0

Fairchild Publication. 1989. (Grosvenor, 1989)


r-h

c. Casser, L. Atlas of Primary Eyecare Procedures. 2ndEd. Stamfort


mo

Connecticut: Appleton&Lange. 1997. (Casser, 1997)


-no

d. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V.


mk

Jakarta:Balai Penerbit FK UI. 2008. (Ilyas, 2008)


e. Soewono, W. Kuliah ilmu penyakit mata. RSUD Dr.Soetomo.
6/k

Surabaya. 1999. (Soewono, 1999)


2/0

f. RSUD Dr.Soetomo. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF


02

Ilmu Penyakit Mata. 3rd Ed. 2006 (Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata
z/2

RSUD Dr. Soetomo, 2006)


.xy

g. Pan C-W, Ramamurthy D & Saw S-M. Worldwide prevalence and


na

risk factors for myopia. Ophthalmic Physiol Opt 2012, 32, 3–16.
lya

(Pan, et al., 2012)


mu

11. Presbiopia
na

No. ICPC-2 : F91 Refractive error


.ai

No. ICD-10 : H52.4 Presbyopia


ww

Tingkat Kemampuan 4A
//w
ps:

Masalah Kesehatan
Presbiopia adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan usia
htt

dimana penglihatan kabur ketika melihat objek berjarak dekat.

jdih.kemkes.go.id
-225-

Presbiopia merupakan proses degeneratif mata yang pada umumnya

l
tm
dimulai sekitar usia 40 tahun. Kelainan ini terjadi karena lensa mata

g.h
mengalami kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk berubah
bentuk.

tan
Hasil Anamnesis (Subjective)

n
-te
Keluhan

22
a. Penglihatan kabur ketika melihat dekat.

20
b. Gejala lainnya, setelah membaca mata terasa lelah, berair, dan

86
sering terasa perih.

s11
c. Membaca dilakukan dengan menjauhkan kertas yang dibaca.
d. Terdapat gangguan pekerjaan terutama pada malam hari dan

ke
perlu sinar lebih terang untuk membaca.

en
7m
Faktor Risiko
Usia lanjut umumnya lebih dari 40 tahun. 10
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
k0

Pemeriksaan Fisik
r-h

a. Pemeriksaan refraksi untuk penglihatan jarak jauh dengan


mo

menggunakan Snellen Chart dilakukan terlebih dahulu.


-no

b. Dilakukan refraksi penglihatan jarak dekat dengan


mk

menggunakan kartu Jaeger. Lensa sferis positif (disesuaikan


usia - lihat Tabel 1) ditambahkan pada lensa koreksi
6/k

penglihatan jauh, lalu pasien diminta untuk menyebutkan


2/0

kalimat hingga kalimat terkecil yang terbaca pada kartu. Target


02

koreksi sebesar 20/30.


z/2

Pemeriksaan Penunjang
.xy

Tidak diperlukan
na

Penegakan Diagnostik (Assessment)


lya

Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
mu
na

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.ai

Penatalaksanaan
ww

Koreksi kacamata lensa positif


//w

Tabel 4.1 Koreksi lensa positif disesuaikan usia


ps:

USIA KOREKSI LENSA


htt

40 tahun +1,0 D

jdih.kemkes.go.id
-226-

45 tahun +1,5 D

l
tm
50 tahun +2,0 D

g.h
55 tahun +2,5 D
60 tahun +3,0 D

ntan
-te
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan

22
Tidak diperlukan

20
Konseling dan Edukasi

86
a. Memberitahu pasien dan keluarga bahwa presbiopia merupakan

s11
kondisi degeneratif yang dialami hampir semua orang dan dapat
dikoreksi dengan kacamata.

ke
en
b. Pasien perlu kontrol setiap tahun, untuk memeriksa apakah

7m
terdapat perubahan ukuran lensa koreksi.
10
k0

Peralatan
r-h

a. Kartu Jaeger
mo

b. Snellen Chart
-no

c. Satu set lensa coba dan trial frame


mk
6/k

Prognosis
a. Ad vitam : Bonam
2/0

b. Ad functionam : Bonam
02

c. Ad sanationam : Bonam
z/2

Referensi
.xy

a. Gerhard, K.L. Oscar, Gabriele. Doris, Peter. Ophtalmology a short


na

textbook. 2nd Ed. New York. Thieme Stuttgart. 2007. (Gerhard,


lya

et al., 2007)
mu

b. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen


Klinis Perdami, 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006. (Gondhowiardjo
na

& Simanjuntak, 2006)


.ai

c. James, Brus.dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta.


ww

2005.
//w

d. Riordan. Paul, E. Whitcher, John P. Vaughan & Asbury


ps:

Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta: EGC. 2009.


htt

e. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V. Jakarta:


Balai Penerbit FK UI. 2008.

jdih.kemkes.go.id
-227-

f. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan I. Jakarta:

l
tm
Widya Medika. 2000.

g.h
12. Katarak Pada Pasien Dewasa

tan
No. ICPC-2 : F92 Cataract

n
-te
No. ICD-10 : H26.9 Cataract, unspecified

22
Tingkat Kemampuan 2

20
86
Masalah Kesehatan

s11
Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang menyebabkan
penurunan tajam penglihatan (visus). Katarak paling sering

ke
berkaitan dengan proses degenerasi lensa pada pasien usia di atas

en
7m
40 tahun (katarak senilis). Selain katarak senilis, katarak juga dapat
terjadi akibat komplikasi glaukoma, uveitis, trauma mata, serta
10
kelainan sistemik seperti diabetes mellitus, riwayat pemakaian obat
k0

steroid, dan lain-lain. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun


r-h

dapat juga pada satu mata (monokular).


mo

Hasil Anamnesis (Subjective)


-no

Keluhan
mk

Pasien datang dengan keluhan penglihatan menurun secara


perlahan seperti tertutup asap/kabut. Keluhan disertai ukuran
6/k

kacamata semakin bertambah, silau, dan sulit membaca.


2/0

Faktor Risiko
02

a. Usia lebih dari 40 tahun


z/2

b. Riwayat penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus


.xy

c. Pemakaian tetes mata steroid secara rutin


na

d. Kebiasaan merokok dan pajanan sinar matahari


lya

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


mu

Pemeriksaan Fisik
na

a. Visus menurun yang tidak membaik dengan pemberian pinhole


.ai

b. Pemeriksaan shadow test positif


ww

c. Terdapat kekeruhan lensa yang dapat dengan jelas dilihat


//w

dengan teknik pemeriksaan jauh (dari jarak 30 cm)


ps:

menggunakan oftalmoskop sehingga didapatkan media yang


keruh pada pupil. Teknik ini akan lebih mudah dilakukan
htt

jdih.kemkes.go.id
-228-

setelah dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata Tropikamid

l
tm
0.5% atau dengan cara memeriksa pasien pada ruang gelap.

g.h
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan.

ntan
-te
Penegakan Diagnostik (Assessment)

22
Diagnosis Klinis

20
Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan

86
pemeriksaan visus dan pemeriksaan lensa

s11
Komplikasi
Glaukoma dan uveitis

ke
en
7m
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan 10
Pasien dengan katarak yang telah menimbulkan gangguan
k0

penglihatan yang signifikan dirujuk ke layanan sekunder yang


r-h

memiliki dokter spesialis mata untuk mendapatkan penatalaksanaan


mo

selanjutnya. Terapi definitif katarak adalah operasi katarak.


-no

Konseling dan Edukasi


mk

a. Memberitahu keluarga bahwa katarak adalah gangguan


penglihatan yang dapat diperbaiki.
6/k

b. Memberitahu keluarga untuk kontrol teratur jika sudah


2/0

didiagnosis katarak agar tidak terjadi komplikasi.


02

Kriteria Rujukan
z/2

a. Katarak matur
.xy

b. Jika pasien telah mengalami gangguan penglihatan yang


na

signifikan
lya

c. Jika timbul komplikasi


Peralatan
mu

a. Senter
na

b. Snellen chart
.ai

c. Tonometri Schiotz
ww

d. Oftalmoskop
//w

Prognosis
ps:

a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Dubia ad bonam
htt

c. Ad sanationam : Dubia ad bonam

jdih.kemkes.go.id
-229-

l
tm
Referensi

g.h
a. Gerhard, K.L. Oscar, Gabriele. Doris, Peter. Ophtalmology a
short textbook. 2ndEd. New York: Thieme Stuttgart. 2007.

tan
b. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen

n
-te
Klinis Perdami, 1th Ed.Jakarta: CV Ondo. 2006.

22
c. James, Brus. dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta: Erlangga.

20
2005.

86
d. Riordan, P.E, Whitcher, J.P. Vaughan & Asbury Oftalmologi

s11
Umum. Ed17.Jakarta: EGC. 2009.
e. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Ed III. Cetakan V. Jakarta: Balai

ke
Penerbit FK UI. 2008.

en
7m
f. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Cetakan I. Jakarta:
Widya Medika. 2000. 10
k0

13. Glaukoma Akut


r-h

No. ICPC-2 : F93 Glaucoma


mo

No. ICD-10 : H40.2 Primary angle-closure glaucoma


-no

Tingkat Kemampuan 3B
mk

Masalah Kesehatan
6/k

Glaukoma akut adalah glaukoma yang diakibatkan peninggian


2/0

tekanan intraokular yang mendadak. Glaukoma akut dapat bersifat


02

primer atau sekunder. Glaukoma primer timbul dengan sendirinya


z/2

pada orang yang mempunyai bakat bawaan glaukoma, sedangkan


.xy

glaukoma sekundertimbul sebagai penyulit penyakit mata lain


na

ataupun sistemik. Umumnya penderita glaukoma telah berusia


lya

lanjut, terutama bagi yang memiliki risiko. Bila tekanan intraokular


yang mendadak tinggi ini tidak diobati segera akan mengakibatkan
mu

kehilangan penglihatan sampai kebutaan yang permanen.


na
.ai

Hasil Anamnesis (Subjective)


ww

Keluhan
//w

a. Mata merah
ps:

b. Tajam penglihatan turun mendadak


c. Rasa sakit atau nyeri pada mata yang dapat menjalar ke kepala
htt

d. Mual dan muntah (pada tekanan bola mata yang sangat tinggi)

jdih.kemkes.go.id
-230-

Faktor Risiko

l
tm
Bilik mata depan yang dangkal

g.h
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
a. Visus turun

tan
b. Tekanan intra okular meningkat

n
-te
c. Konjungtiva bulbi: hiperemia kongesti, kemosis dengan injeksi

22
silier, injeksi konjungtiva

20
d. Edema kornea

86
e. Bilik mata depan dangkal

s11
f. Pupil mid-dilatasi, refleks pupil negatif

ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no

Gambar 4.3. Injeksi silier pada glaukoma


mk

Pemeriksaan Penunjang
6/k

Tidak dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.


2/0

Penegakan Diagnostik (Assessment)


02

Diagnosis Klinis
z/2

Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan


.xy

pemeriksaan oftalmologis.
Diagnosis Banding:
na
lya

a. Uveitis Anterior
b. Keratitis
mu

c. Ulkus Kornea
na
.ai

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


ww

Penatalaksanaan
//w

Penatalaksanaan kasus glaukoma pada layanan tingkat pertama


ps:

bertujuan menurunkan tekanan intra okuler sesegera mungkin dan


kemudian merujuk ke dokter spesialis mata di rumah sakit.
htt

a. Non-Medikamentosa

jdih.kemkes.go.id
-231-

Pembatasan asupan cairan untuk menjaga agar tekanan intra

l
tm
okular tidak semakin meningkat

g.h
b. Medikamentosa
1) Asetazolamid HCl 500 mg, dilanjutkan 4 x 250 mg/hari.

tan
2) KCl 0.5 gr 3 x/hari.

n
-te
3) Timolol 0.5%, 2 x 1 tetes/hari.

22
4) Tetes mata kombinasi kortikosteroid + antibiotik 4-6 x 1

20
tetes sehari

86
5) Terapi simptomatik.

s11
Konseling dan Edukasi
Memberitahu keluarga bahwa kondisi mata dengan glaukoma akut

ke
tergolong kedaruratan mata, dimana tekanan intra okuler harus

en
7m
segera diturunkan
Kriteria Rujukan 10
Pada glaukoma akut, rujukan dilakukan setelah penanganan awal di
k0

layanan tingkat pertama.


r-h

Peralatan
mo

a. Snellen chart
-no

b. Tonometri Schiotz
mk

c. Oftalmoskopi
Prognosis
6/k

a. Ad vitam : Bonam
2/0

b. Ad functionam : Dubia ad malam


02

c. Ad sanationam : Dubia ad malam


z/2

Referensi
.xy

a. Gerhard, K.L. Oscar, Gabriele. Doris, Peter. Ophtalmology a short


na

textbook. 2ndEd. New York: Thieme Stuttgart. 2007.


lya

b. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen


Klinis Perdami, 1th Ed.Jakarta: CV Ondo. 2006.
mu

c. James, Brus. dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta: Erlangga.


na

2005.
.ai

d. Riordan, P.E, Whitcher, J.P. Vaughan & Asbury Oftalmologi


ww

Umum. Ed17.Jakarta: EGC. 2009.


//w

e. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Ed III. Cetakan V. Jakarta: Balai


ps:

Penerbit FK UI. 2008.


f. Vaughan, D.G.Oftalmologi Umum. Edisi 14. Cetakan I. Jakarta:
htt

Widya Medika. 2000.

jdih.kemkes.go.id
-232-

g. Sumber Gambar http://www.studyblue.com

l
tm
g.h
14. GLAUKOMA KRONIS
No. ICPC-2 : F93 Glaucoma

tan
No. ICD-10 : H40.2 Primary angle-closure glaucoma

n
-te
Tingkat Kemampuan 3B

22
20
Masalah Kesehatan

86
Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang umumnya ditandai

s11
kerusakan saraf optik dan kehilangan lapang pandang yang bersifat
progresif serta berhubungan dengan berbagai faktor risiko terutama

ke
tekanan intraokular (TIO) yang tinggi. Glaukoma merupakan

en
7m
penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak.
Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada
10
kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Umumnya
k0

penderita glaukoma telah berusia lanjut, terutama bagi yang


r-h

memiliki risiko. Hampir separuh penderita glaukoma tidak


mo

menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut.


-no

Hasil Anamnesis (Subjective)


mk

Keluhan
6/k

Pasien datang dengan keluhan yang bervariasi dan berbeda


2/0

tergantung jenis glaukoma.


02

Glaukoma kronis dapat dibagi menjadi glaukoma kronis primer dan


z/2

sekunder.
.xy

a. Umumnya pada fase awal, glaukoma kronis tidak menimbulkan


na

keluhan, dan diketahui secara kebetulan bila melakukan


lya

pengukuran TIO
b. Mata dapat terasa pegal, kadang-kadang pusing
mu

c. Rasa tidak nyaman atau mata cepat lelah


na

d. Mungkin ada riwayat penyakit mata, trauma, atau pemakaian


.ai

obat kortikosteroid
ww

e. Kehilangan lapang pandang perifer secara bertahap pada kedua


//w

mata
ps:

f. Pada glaukoma yang lanjut dapat terjadi penyempitan lapang


pandang yang bermakna hingga menimbulkan gangguan,
htt

seperti menabrak-nabrak saat berjalan.

jdih.kemkes.go.id
-233-

Faktor Risiko

l
tm
a. Usia 40 tahun atau lebih

g.h
b. Ada anggota keluarga menderita glaukoma
c. Penderita miopia, penyakit kardiovaskular, hipertensi, hipotensi,

tan
vasospasme, diabetes mellitus, dan migrain

n
-te
d. Pada glaukoma sekunder, dapat ditemukan riwayat pemakaian

22
obat steroid secara rutin, atau riwayat trauma pada mata.

20
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

86
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh trias glaukoma,

s11
yang terdiri dari:
a. Peningkatan tekanan intraokular

ke
b. Perubahan patologis pada diskus optikus

en
7m
c. Defek lapang pandang yang khas.
Pemeriksaan Oftalmologis 10
a. Visus normal atau menurun
k0

b. Lapang pandang menyempit pada tes konfrontasi


r-h

c. Tekanan intra okular meningkat


mo

d. Pada funduskopi, rasio cup / disc meningkat (rasio cup / disc


-no

normal: 0.3)
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu

Gambar 4. 4. Kelainan diskus optik akibat komplikasi glaukoma


Pemeriksaan Penunjang
na

Tidak dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.


.ai

Penegakan Diagnostik (Assessment)


ww

Diagnosis Klinis
//w

Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan


ps:

pemeriksaan oftalmologis.
htt

Diagnosis Banding:
a. Katarak

jdih.kemkes.go.id
-234-

b. Kelainan refraksi

l
tm
c. Retinopati diabetes / hipertensi

g.h
d. Retinitis pigmentosa
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

tan
Penatalaksanaan

n
-te
Penatalaksanaan kasus glaukoma pada layanan tingkat pertama

22
bertujuan mengendalikantekanan intra okuler dan merujuk ke

20
dokter spesialis mata di rumah sakit.

86
Pengobatan umumnya medikamentosa dengan obat-obat glaukoma,

s11
contohnya Timolol 0.5%, 2 x 1 tetes/hari. Jenis obat lain dapat
diberikan bila dengan 1 macam obat TIO belum terkontrol

ke
Konseling dan Edukasi

en
7m
a. Memberitahu keluarga bahwa kepatuhan pengobatan sangat
penting untuk keberhasilan pengobatan glaukoma.
10
b. Memberitahu pasien dan keluarga agar pasien dengan riwayat
k0

glaukoma pada keluarga untuk memeriksakan matanya secara


r-h

teratur.
mo
-no

Kriteria Rujukan
mk

Pada glaukoma kronik, rujukan dilakukan segera setelah penegakan


diagnosis.
6/k

Peralatan
2/0

a. Snellen chart
02

b. Tonometer Schiotz
z/2

c. Oftalmoskop
.xy

Prognosis
na

a. Ad vitam : Bonam
lya

b. Ad functionam : Dubia ad malam


c. Ad sanationam : Dubia ad malam
mu
na

Referensi
.ai

a. Gerhard, K.L. Oscar, Gabriele. Doris, Peter. Ophtalmology a


ww

short textbook. 2ndEd. New York: Thieme Stuttgart. 2007.


//w

b. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen


ps:

Klinis Perdami, 1th Ed.Jakarta: CV Ondo. 2006.


c. James, Brus. dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta: Erlangga.
htt

2005.

jdih.kemkes.go.id
-235-

d. Riordan, P.E, Whitcher, J.P. Vaughan & Asbury Oftalmologi

l
tm
Umum. Ed17.Jakarta: EGC. 2009.

g.h
e. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Ed III. Cetakan V. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI. 2008.

tan
f. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Cetakan I. Jakarta:

n
-te
Widya Medika. 2000.

22
g. Sumber Gambar:http://www.onmedica.com/

20
86
15. Trikiasis

s11
No ICPC-2 : F99. Eye / adnexa disease, other
No ICD-10 : H02. Entropion and trichiasis of eyelid

ke
Tingkat Kemampuan 4A

en
Masalah Kesehatan
7m
10
Trikiasis adalah kondisi di mana bulu mata tumbuh mengarah ke
k0

dalam, yaitu ke arah permukaan bola mata, sehingga dapat


r-h

menggores kornea atau konjungtiva dan menyebabkan berbagai


mo

komplikasi, seperti nyeri, erosi, infeksi, dan ulkus kornea. Data


-no

mengenai tingkat prevalensi penyakit ini di Indonesia tidak ada.


mk

Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus


memiliki kompetensi menangani kasus trikiasis karena pasien-
6/k

pasien yang mengalami tanda maupun komplikasi dari trikiasis


2/0

sangat mungkin mencari pertolongan di layanan tingkat pertama


02

terlebih dahulu.
z/2
.xy

Hasil Anamnesis (Subjective)


na

Keluhan
lya

a. Keluhan pasien dapat bermacam-macam, misalnya: mata berair,


rasa mengganjal, silau bila terpapar cahaya, atau kelilipan.
mu

Penglihatan dapat terganggu bila sudah timbul ulkus pada


na

kornea.
.ai

b. Keluhan dapat dialami pada satu atau kedua mata.


ww

c. Bila telah terjadi inflamasi, dapat timbul keluhan mata merah.


//w

d. Terdapat riwayat penyakit yang berkaitan dengan faktor


ps:

predisposisi, misalnya: blefaritis, trakoma, trauma mekanik


htt

atau kimiawi, herpes zoster oftalmik, dan berbagai kelainan


yang menyebabkan timbulnya sikatriks dan entropion.

jdih.kemkes.go.id
-236-

e. Keluhan dapat dialami oleh pasien dari semua kelompok usia.

l
tm
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

g.h
a. Beberapa atau seluruh bulu mata berkontak dengan permukaan
bola mata.

tan
b. Dapat ditemukan entropion, yaitu terlipatnya margo palpebra ke

n
-te
arah dalam.

22
c. Bila terdapat inflamasi atau infeksi, dapat ditemukan injeksi

20
konjungtival atau silier.

86
d. Kelainan pada kornea, misalnya: abrasi, ulkus, nebula / makula

s11
/ leukoma kornea.
e. Bila telah merusak kornea, dapat menyebabkan penurunan

ke
visus.

en
7m
f. Bila terdapat ulkus pada kornea, uji fluoresein akan memberi
hasil positif. 10
g. Pemeriksaan harus dilakukan pada kedua mata, terlepas dari
k0

ada tidaknya keluhan.


r-h
mo

Penegakan Diagnosis (Assessment)


-no

Diagnosis trikiasis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan


mk

fisik sebagaimana disebutkan sebelumnya. Tes fluoresens dapat


menunjukkan erosi atau ulkus kornea.
6/k

Diagnosis banding: Penyebab inflamasi lain pada mata


2/0
02

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


z/2

Penatalaksanaan
.xy

a. Non-medikamentosa
na

Epilasi, yaitu pencabutan bulu mata dengan pinset. Hal ini


lya

bertujuan mengurangi gejala dan mencegah komplikasi pada


bola mata. Namun, bulu mata akan tumbuh kembali dalam
mu

waktu 4 – 6 minggu, sehingga epilasi perlu diulang kembali.


na

b. Medikamentosa
.ai

Pengobatan topikal diberikan sesuai indikasi, misalnya: salep


ww

atau tetes mata antibiotik untuk mengatasi infeksi.


//w
ps:

Konseling dan Edukasi


htt

jdih.kemkes.go.id
-237-

a. Pasien perlu diinformasikan untuk menjaga kebersihan

l
tm
matanya dan menghindari trauma pada mata yang dapat

g.h
memperparah gejala.
b. Dokter perlu menjelaskan beberapa alternatif pilihan terapi,

tan
mulai dari epilasi dan pengobatan topikal yang dapat dilakukan

n
-te
oleh dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama

22
hingga operasi yang dilakukan oleh spesialis mata di layanan

20
sekunder. Terapi yang akan dijalani sesuai dengan pilihan

86
pasien.

s11
Kriteria Rujukan

ke
a. Bila tatalaksana di atas tidak membantu pasien, dapat

en
7m
dilakukan rujukan ke layanan sekunder
b. Bila telah terjadi penurunan visus 10
c. Bila telah terjadi kerusakan kornea
k0

d. Bila pasien menghendaki tatalaksana langsung di layanan


r-h

sekunder
mo

Peralatan
-no

a. Lampu senter
mk

b. Snellen Chart
c. Pinset untuk epilasi
6/k

d. Lup
2/0

e. Dapat pula disediakan kertas fluoresein dan larutan NaCl 0.9%


02

untuk ter fluoresein


z/2

f. Lampu biru (bisa berasal lampu biru pada oftalmoskop)


.xy
na

Prognosis
lya

a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Dubia
mu

c. Ad sanationam : Malam
na
.ai

Referensi
ww

a. Carter, S.R., 1998. Eyelid Disorders: Diagnosis and Management.


//w

American Family Physician, 57(11), pp.2695–702. Available at:


ps:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9636333.Ilyas, S., 2005.


b. Ilmu Penyakit Mata 3rd ed., Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
htt

jdih.kemkes.go.id
-238-

16. Episkleritis

l
tm
No ICPC-2 : F99. Eye / adnexa disease, other

g.h
No ICD-10 : H15.1. Episcleritis
Tingkat Kemampuan 4A

tan
n
-te
Masalah Kesehatan

22
Episkleritis merupakan reaksi radang pada episklera, yaitu jaringan

20
ikat vaskular yang terletak di antara konjungtiva dan permukaan

86
sklera. Penyakit ini termasuk dalam kelompok “mata merah dengan

s11
penglihatan normal”. Tidak ada data yang spesifik mengenai tingkat
insiden episkleritis di Indonesia. Episkleritis umumnya terjadi pada

ke
usia 20-50 tahun dan membaik dalam beberapa hari sampai

en
7m
beberapa minggu. Umumnya, episkleritis bersifat ringan, namun
dapat pula merupakan tanda adanya penyakit sistemik, seperti
10
tuberkulosis, reumatoid artritis, dan systemic lupus erythematosus
k0

(SLE).
r-h
mo

Hasil Anamnesis (Subjective)


-no

Keluhan
mk

a. Mata merah merupakan gejala utama atau satu-satunya


b. Tidak ada gangguan dalam ketajaman penglihatan
6/k

c. Keluhan penyerta lain, misalnya: rasa kering, nyeri, mengganjal,


2/0

atau berair. Keluhan-keluhan tersebut bersifat ringan dan tidak


02

mengganggu aktifitas sehari-hari. Bila keluhan dirasakan amat


z/2

parah, maka perlu dipikirkan diagnosis lain


.xy

d. Keluhan biasanya mengenai satu mata dan dapat berulang pada


na

mata yang sama atau bergantian


lya

e. Keluhan biasanya bersifat akut, namun dapat pula berlangsung


beberapa minggu hingga beberapa bulan
mu

f. Dapat ditemukan gejala-gejala terkait penyakit dasar, di


na

antaranya: tuberkulosis, reumatoid artritis, SLE, alergi (misal:


.ai

eritema nodosum), atau dermatitis kontak


ww
//w

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


ps:

Episkleritis terbagi menjadi dua tipe, yaitu nodular dan simpel.


Secara umum, tanda dari episkleritis adalah:
htt

jdih.kemkes.go.id
-239-

a. Kemerahan hanya melibatkan satu bagian dari area episklera.

l
tm
Pada penyinaran dengan senter, tampak warna pink seperti

g.h
daging salmon, sedangkan pada skleritis warnanya lebih gelap
dan keunguan.

tan
b. Kemerahan pada episkleritis disebabkan oleh kongesti pleksus

n
-te
episklera superfisial dan konjungtival, yang letaknya di atas dan

22
terpisah dari lapisan sklera dan pleksus episklera profunda di

20
dalamnya. Dengan demikian, pada episkleritis, penetesan Fenil

86
Efedrin 2,5% akan mengecilkan kongesti dan mengurangi

s11
kemerahan; sesuatu yang tidak terjadi pada skleritis.
c. Pada episkleritis nodular, ditemukan nodul kemerahan berbatas

ke
tegas di bawah konjungtiva. Nodul dapat digerakkan. Bila nodul

en
7m
ditekan dengan kapas atau melalui kelopak mata yang
dipejamkan di atasnya, akan timbul rasa sakit yang menjalar ke
10
sekitar mata.
k0

d. Hasil pemeriksaan visus dalam batas normal.


r-h

e. Dapat ditemukan mata yang berair, dengan sekret yang jernih


mo

dan encer. Bila sekret tebal, kental, dan berair, perlu dipikirkan
-no

diagnosis lain.
mk

f. Pemeriksaan status generalis harus dilakukan untuk


memastikan tanda-tanda penyakit sistemik yang mungkin
6/k

mendasari timbulnya episkleritis, seperti tuberkulosis,


2/0

reumatoid artritis, SLE, eritema nodosum, dermatitis kontak.


02

Kelainan sistemik umumnya lebih sering menimbulkan


z/2

episkleritis nodular daripada simpel.


.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww

(a) (b)
//w

Gambar 4.5 Tampilan episkleritis simpel (a) dan nodular (b)


ps:

Penegakan Diagnosis (Assessment)


htt

jdih.kemkes.go.id
-240-

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan

l
tm
fisik sebagaimana dijelaskan dalam bagian sebelumnya.

g.h
Diagnosis banding:
a. Konjungtivitis

tan
b. Skleritis

n
-te
Cara membedakan episkleritis dengan skleritis adalah dengan

22
melakukan tes Fenil Efrin 2,5% (tetes mata), yang merupakan

20
vasokonstriktor. Pada episkleritis, penetesan Fenil Efrin 2,5% akan

86
mengecilkan kongesti dan mengurangi kemerahan (blanching /

s11
memucat); sedangkan pada skleritis kemerahan menetap.

ke
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

en
7m
Penatalaksanaan
a. Non-medikamentosa 10
1) Bila terdapat riwayat yang jelas mengenai paparan zat
k0

eksogen, misalnya alergen atau iritan, maka perlu


r-h

dilakukan avoidance untuk mengurangi progresifitas gejala


mo

dan mencegah rekurensi.


-no

2) Bila terdapat gejala sensitifitas terhadap cahaya,


mk

penggunaan kacamata hitam dapat membantu.


b. Medikamentosa
6/k

1) Episkleritis simpel biasanya tidak membutuhkan


2/0

pengobatan khusus.
02

2) Gejala ringan hingga sedang dapat diatasi dengan tetes air


z/2

mata buatan.
.xy

3) Gejala berat atau yang memanjang dan episkleritis nodular


na

dapat diatasi dengan tetes mata kortikosteroid, misalnya:


lya

Prednisolon 0,5%, atau Betametason 0,1%.


4) Episkleritis nodular yang tidak membaik dengan obat
mu

topikal, dapat diberikan anti-inflamasi non-steroid (NSAID),


na

misalnya Ibuprofen.
.ai
ww

Konseling dan Edukasi


//w

Dokter perlu memberikan informasi kepada pasien mengenai


ps:

penyakit yang dideritanya, serta memberikan reassurance dan


informasi yang relevan, di antaranya tentang natur penyakit yang
htt

jdih.kemkes.go.id
-241-

ringan, umumnya self-limited, dan hal-hal yang pasien dapat

l
tm
lakukan untuk menyembuhkan penyakitnya.

g.h
Peralatan

tan
a. Snellen chart

n
-te
b. Lampu senter

22
c. Kapas bersih

20
d. Tetes mata vasokontriktor: Fenil Efrin 2,5%

86
s11
Prognosis
a. Ad vitam : Bonam

ke
b. Ad functionam : Bonam

en
7m
c. Ad sanationam : Dubia ad bonam
10
Referensi
k0

a. Galor, A. & Jeng, B.H., 2008. Red Eye for the Internist: When to
r-h

Treat, When to Refer. Cleveland Clinic Journal of Medicine,


mo

75(2), pp.137–44. Available at:


-no

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18290357. (Galor &


mk

Jeng, 2008)
b. Ilyas, S., 2005. Ilmu Penyakit Mata 3rd ed., Jakarta: Balai
6/k

Penerbit FKUI.
2/0

c. Sims, J., 2012. Scleritis: Presentations, Disease Associations


02

and Management. Postgraduate Medical Journal, 88(1046),


z/2

pp.713–8. Available at:


.xy

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22977282 [Accessed
na

May 27, 2014]. (Sims, 2012)


lya

d. Watson, P., Hayreh, S. & Awdry, P., 1968. Episcleritis and


Scleritis I. British Journal Ophthalmology, 52, pp.278–279.
mu

(Watson, et al., 1968)


na

e. Sumber Gambar : http://www.studyblue.com


.ai
ww

17. Trauma Kimia Mata


//w

No. ICPC-2 : F79 Injury eye other


ps:

No. ICD-10 : T26Burn and corrosion confined to eye and


adnexa
htt

Tingkat Kemampuan 3A

jdih.kemkes.go.id
-242-

l
tm
Masalah Kesehatan

g.h
Trauma kimia mata adalah salah satu kasus kedaruratan mata,
umumnya terjadi karena masuknya zat-zat kimia ke jaringan mata

tan
dan adneksa di sekitarnya. Keadaan ini memerlukan penanganan

n
-te
cepat dan segera oleh karena dapat mengakibatkan kerusakan berat

22
pada jaringan mata dan menyebabkan kebutaan. Zat kimia penyebab

20
dapat bersifat asam atau basa. Trauma basa terjadi dua kali lebih

86
sering dibandingkan trauma asam dan umumnya menyebabkan

s11
kerusakan yang lebih berat pada mata. Selain itu, beratnya
kerusakan akibat trauma kimia juga ditentukan oleh besarnya area

ke
yang terkena zat kimia serta lamanya pajanan.

en
7m
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan 10
a. Mata merah, bengkak dan iritasi
k0

b. Rasa sakit pada mata


r-h

c. Penglihatan buram
mo

d. Sulit membuka mata


-no

e. Rasa mengganjal pada mata


mk

Faktor Risiko
Pajanan terhadap zat kimia yang sering menjadi penyebab trauma
6/k

antara lain detergen, desinfektan, pelarut kimia, cairan pembersih


2/0

rumah tangga, pupuk, pestisida, dan cairan aki. Anamnesis perlu


02

dilakukan untuk mengetahui zat kimia penyebab trauma, lama


z/2

kontak dengan zat kimia, tempat dan kronologis kejadian, adanya


.xy

kemungkinan kejadian kecelakaan di tempat kerja atau tindak


na

kriminal, serta penanganan yang sudah dilakukan sebelumnya.


lya

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


mu

Pemeriksaan Fisik
na

Dengan bantuan senter dan lup, dapat ditemukan kelainan berikut


.ai

ini:
ww

a. Hiperemia konjungtiva
//w

b. Defek epitel kornea dan konjungtiva


ps:

c. Iskemia limbus kornea


d. Kekeruhan kornea dan lensa
htt

jdih.kemkes.go.id
-243-

Pemeriksaan visus menunjukkan ada penurunan ketajaman

l
tm
penglihatan. Bila tersedia, dapat dilakukan tes dengan kertas lakmus

g.h
untuk mengetahui zat kimia penyebab
a. Bila kertas lakmus terwarnai merah, maka zat penyebab bersifat

tan
asam

n
-te
b. Bila kertas lakmus terwarnai biru, maka zat penyebab bersifat

22
basa

20
Pemeriksaan Penunjang

86
Tidak diperlukan

s11
Penegakan Diagnostik (Assessment)

ke
Diagnosis Klinis

en
7m
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Komplikasi 10
a. Simblefaron
k0

b. Hipotoni bola mata


r-h

c. Ptisis bulbi
mo

d. Entropion
-no

e. Katarak
mk

f. Neovaskularisasi kornea
6/k

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


2/0

Penatalaksanaan
02

a. Segera lakukan irigasi mata yang terkena zat kimia dengan


z/2

cairan mengalir sebanyak mungkin dan nilai kembali dengan


.xy

kertas lakmus. Irigasi terus dilakukan hingga tidak terjadi


na

pewarnaan pada kertas lakmus.


lya

b. Lakukan eversi pada kelopak mata selama irigasi dan


singkirkan debris yang mungkin terdapat pada permukaan bola
mu

mata atau pada forniks.


na

c. Setelah irigasi selesai dilakukan, nilai tajam penglihatan,


.ai

kemudian rujuk segera ke dokter spesialis mata di fasilitas


ww

sekunder atau tersier.


//w

Konseling & Edukasi


ps:

Anjuran untuk menggunakan pelindung (kacamata / goggle, sarung


tangan, atau masker) pada saat kontak dengan bahan kimia
htt

Kriteria Rujukan

jdih.kemkes.go.id
-244-

Setelah penanganan awal dengan irigasi, rujuk pasien ke dokter

l
tm
spesialis mata untuk tatalaksana lanjut

g.h
Peralatan

tan
a. Lup

n
-te
b. Senter

22
c. Lidi kapas

20
d. Kertas lakmus (jika memungkinkan)

86
e. Cairan fisiologis untuk irigasi

s11
Prognosis

ke
a. Ad vitam : Bonam

en
7m
b. Ad functionam : Dubia
c. Ad sanationam : Dubia 10
k0

Referensi
r-h

a. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V. Jakarta:


mo

Balai Penerbit FK UI. 2008.


-no

b. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan I. Jakarta:


mk

Widya Medika. 2000.


c. Ehlers JP, Shah CP, editors. The Wills Eye Manual-office and
6/k

emergency room diagnosis and treatment of eye disease. 5th


2/0

edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2008.


02

(Ehlers & Shah, 2008)


z/2
.xy

18. Laserasi Kelopak Mata


na

No. ICPC-2 : F79 Injury eye other


lya

No. ICD-10 : S01.1Open wound of eyelid and


periocular area
mu

Tingkat Kemampuan 3B
na
.ai

Masalah Kesehatan
ww

Laserasi kelopak adalah terpotongnya jaringan pada kelopak mata.


//w

Penyebab laserasi kelopak dapat berupa sayatan benda tajam,


ps:

trauma tumpul (kecelakaan lalu lintas atau olahraga), maupun


gigitan hewan. Laserasi pada kelopak perlu ditangani segera agar
htt

fungsi dan kosmetik kelopak dapat dipertahankan.

jdih.kemkes.go.id
-245-

l
tm
Hasil Anamnesis (Subjective)

g.h
Keluhan
a. Terdapat rasa nyeri periorbita

tan
b. Perdarahan dan bengkak pada kelopak

n
-te
c. Mata berair

22
d. Tidak terdapat penurunan tajam penglihatan bila cedera tidak

20
melibatkan bola mata

86
Faktor Risiko

s11
Terdapat riwayat trauma tajam maupun tumpul

ke
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

en
7m
Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan refleks pupil dan tajam penglihatan
10
b. Pemeriksaan mata dengan lup dan senter untuk
k0

mengidentifikasi:
r-h

1) Luas dan dalamnya laserasi pada kelopak, termasuk


mo

identifikasi keterlibatan tepi kelopak, kantus medial atau


-no

kantus lateral. Pemeriksa dapat menggunakan lidi kapas


mk

selama pemeriksaan.
2) Adanya benda asing
6/k

3) Keterlibatan bola mata


2/0

Pemeriksaan Penunjang
02

Tidak diperlukan
z/2
.xy

Penegakan Diagnostik (Assessment)


na

Diagnosis Klinis
lya

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Diagnosis banding
mu

Tidak ada
na

Komplikasi
.ai

Trauma pada sistem lakrimal


ww
//w

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


ps:

Penatalaksanaan
a. Bersihkan luka apabila diyakini bola mata intak
htt

b. Pertimbangkan pemberian profilaksis tetanus

jdih.kemkes.go.id
-246-

c. Berikan antibiotik sistemik

l
tm
d. Segera rujuk ke dokter spesialis mata untuk mendapatkan

g.h
penanganan secepatnya
Konseling dan Edukasi

tan
a. Memberitahu pasien bahwa luka pada kelopak perlu menjalani

n
-te
pembedahan (menutup luka)

22
b. Menggunakan alat / kacamata pelindung pada saat bekerja

20
atau berkendara.

86
c. Anjurkan pasien untuk kontrol bila keluhan bertambah berat

s11
setelah dilakukan tindakan, seperti mata bertambah merah,
bengkak atau disertai dengan penurunan visus.

ke
Kriteria Rujukan

en
7m
Setelah dilakukan penatalaksanaan awal, pasien segera dirujuk ke
dokter spesialis mata. 10
k0

Peralatan
r-h

a. Lup
mo

b. Senter
-no

c. Lidi kapas
mk

Prognosis
6/k

a. Ad vitam : Bonam
2/0

b. Ad functionam : dubia
02

c. Ad sanationam : dubia
z/2
.xy

Referensi
na

a. Karesh JW. The evaluation and management of eyelid trauma.


lya

Dalam : Duane’s Clinical Ophthalmology, Volume 5.


Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2006. (Karesh,
mu

2006)
na

b. Ehlers JP, Shah CP, editors. The Wills Eye Manual-office and
.ai

emergency room diagnosis and treatment of eye disease. 5th


ww

edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2008.


//w
ps:

19. Hifema
No. ICPC-2 : F75 Contusion/haemorrhage eye
htt

No. ICD-10 : H21.0Hyphaema

jdih.kemkes.go.id
-247-

Tingkat Kemampuan 3A

l
tm
g.h
Masalah Kesehatan
Hifema adalah terdapatnya akumulasi darah pada bilik mata depan.

tan
Hifema dapat terjadi akibat trauma atau terjadi spontan. Hifema

n
-te
dapat disertai dengan abrasi kornea, iritis, midriasis, atau gangguan

22
struktur lain pada mata akibat trauma penyebabnya. Hifema

20
spontan jarang ditemui. Hifema spontan dapat menjadi penanda

86
terdapatnya rubeosis iridis, gangguan koagulasi, penyakit herpes,

s11
masalah pada lensa intraokular (IOL), retinoblastoma, serta
leukemia.

ke
en
7m
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan 10
a. Nyeri pada mata
k0

b. Penglihatan terganggu (bila darah menutupi aksis visual)


r-h

c. Fotofobia/silau
mo

Faktor Risiko
-no

a. Hifema akibat trauma sering ditemui pada laki-laki usia muda


mk

b. Hifema spontan disebabkan oleh neovaskularisasi iris (seperti


pada pasien diabetes dan oklusi vena retina), koagulopati, dan
6/k

pemakaian antikoagulan
2/0
02

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


z/2

Pemeriksaan Fisik
.xy

a. Visus umumnya turun


na

b. Tampak darah di bilik mata depan. Darah dapat tertampung di


lya

bagian inferior bilik mata depan atau dapat memenuhi seluruh


bilik mata depan (hifema penuh).
mu

c. Perhatikan apakah ada trauma pada bagian mata yang lain


na

Pemeriksaan Penunjang
.ai

Pemeriksaan tekanan intraokular dengan Tonometer Schiotz


ww
//w

Penegakan Diagnostik (Assessment)


ps:

Diagnosis Klinis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
htt

jdih.kemkes.go.id
-248-

a. Anamnesis untuk mengidentifikasi gejala, riwayat trauma, serta

l
tm
kemungkinan adanya faktor risiko lain.

g.h
b. Pemeriksaan tajam penglihatan
c. Pemeriksaan mata dengan senter dan lup untuk melihat adanya

tan
darah di bilik mata, menilai lebar pupil, serta mengidentifikasi

n
-te
kelainan kornea atau struktur lain akibat trauma.

22
d. Pemeriksaan tekanan intraokular dengan tonometer Schiotz bila

20
tidak terdapat defek pada kornea

86
Diagnosis banding

s11
Tidak ada
Komplikasi

ke
Prognosis umumnya baik pada hifema tanpa komplikasi.

en
7m
Komplikasi hifema antara lain:
a. Perdarahan ulang (rebleeding), umumnya terjadi antara 2-5 hari
10
setelah trauma
k0

b. Glaukoma sekunder
r-h

c. Atrofi saraf optik


mo

d. Corneal blood staining


-no
mk

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
6/k

a. Pembatasan aktivitas fisik


2/0

b. Pelindung mata (protective shield)


02

c. Analgesik yang tidak mengandung NSAID (Non-Steroidal Anti


z/2

Inflammatory Drug)
.xy

d. Rujuk segera ke dokter spesialis mata di pelayanan kesehatan


na

tingkat sekunder atau tersier


lya
mu

Konseling dan Edukasi


na

a. Memberitahukan ke pasien bahwa kemungkinan pasien perlu


.ai

dirawat dan bed rest


ww

b. Posisi tidur dengan elevasi kepala


//w

Kriteria Rujukan
ps:

Semua pasien yang didiagnosis dengan hifema perlu dirujuk ke


dokter spesialis mata
htt

jdih.kemkes.go.id
-249-

Peralatan

l
tm
a. Snellen chart

g.h
b. Lup
c. Senter

tan
d. Tonometer Schiotz

n
-te
22
Prognosis

20
a. Ad vitam : Bonam

86
b. Ad functionam : Bonam

s11
c. Ad sanationam : Bonam

ke
Referensi

en
7m
a. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan I. Jakarta:
Widya Medika. 2000 10
b. Ehlers JP, Shah CP, editors. The Wills Eye Manual-office and
k0

emergency room diagnosis and treatment of eye disease. 5th


r-h

edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2008.


mo
-no

20. Retinopati Diabetik


mk

No. ICPC-2 : F83 Retinopathy


No. ICD-10 : H36.0 Diabetic retinopathy
6/k

Tingkat Kemampuan 2
2/0
02

Masalah Kesehatan
z/2

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati yang mengenai


.xy

prekapiler retina, kapiler dan venula, sehingga menyebabkan oklusi


na

mikrovaskuler dan kebocoran vaskuler, akibat kadar gula darah


lya

yang tinggi dan lama. Retinopati diabetik dapat menyebabkan


penurunan visus dan kebutaan, terutama akibat komplikasi seperti
mu

edema makula, perdarahan vitreus, ablasio retina traksional dan


na

glaukoma neovaskular.
.ai

Retinopati diabetik adalah penyebab kebutaan ke 5 terbesar secara


ww

global (WHO, 2007). Setidaknya terdapat 171 juta penduduk dunia


//w

yang menyandang diabetes melitus, yang akan meningkat menjadi


ps:

dua kali lipat pada tahun 2030 menjadi 366 million. Setelah 15
tahun, sekitar 2% penyandang diabetes dapat menjadi buta, dan
htt

sekitar 10% mengalami gangguan penglihatan berat. Setelah 20

jdih.kemkes.go.id
-250-

tahun, retinopati diabetik dapat ditemukan pada 75% lebih

l
tm
penyandang diabetes.

g.h
Terdapat dua tahap retinopati diabetik yaitu non-proliferative diabetic
retinopathy (NPDR) dan proliferative diabetic retinopathy (PDR).

n tan
-te
Hasil Anamnesis (Subjective)

22
Keluhan

20
a. Tidak ada keluhan penglihatan

86
b. Penglihatan buram terjadi terutama bila terjadi edema makula

s11
c. Floaters atau penglihatan mendadak terhalang akibat
komplikasi perdarahan vitreus dan / atau ablasio retina

ke
traksional

en
7m
Faktor Risiko
a. Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dengan baik
10
b. Hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik
k0

c. Hiperlipidemia
r-h
mo

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


-no

Pemeriksaan Fisik
mk

a. Riwayat diabetes mellitus (tipe I / tipe II).


b. Mata tenang dengan atau tanpa penurunan visus.
6/k

c. Pada pemeriksaan funduskopi pupil lebar pada retina dapat


2/0

ditemukan perdarahan retina, eksudat keras, pelebaran vena,


02

dan mikroaneurisma (pada NPDR), yang pada kondisi lebih


z/2

lanjut disertai neovaskularisasi di diskus optik atau di tempat


.xy

lain di retina (pada PDR).


na

d. Pada keadaan berat dapat ditemukan neovaskularisasi iris


lya

(rubeosis iridis).
e. Refleks cahaya pada pupil normal, pada kerusakan retina yang
mu

luas dapat ditemukan RAPD (Relative Aferent Pupilary Defect),


na

serta penurunan refleks pupil pada cahaya langsung dan tak


.ai

langsung normal.
ww

Pemeriksaan Penunjang
//w

Tidak ada
ps:

Penegakan Diagnostik (Assessment)


htt

Diagnosis Klinis

jdih.kemkes.go.id
-251-

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik,

l
tm
teruttama funduskopi.

g.h
Diagnosis banding
a. Oklusi vena retina

tan
b. Retinopati hipertensi

n
-te
Komplikasi

22
a. Perdarahan vitreus

20
b. Edema makula diabetik

86
c. Ablasio retina traksional

s11
d. Glaukoma neovaskular

ke
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

en
7m
Penatalaksanaan
a. Setiap pasien yang terdiagnosis diabetes melitus perlu segera
10
dilakukan pemeriksaan mata, sekalipun belum ada keluhan
k0

mata.
r-h

b. Apabila tidak didapatkan tanda-tanda retinopati, pasien harus


mo

diperiksa ulang dalam waktu 1 tahun (follow-up).


-no

c. Apabila didapatkan tanda-tanda retinopati, pasien perlu


mk

dirujuk ke dokter spesialis mata.


6/k

Konseling dan Edukasi


2/0

a. Kontrol gula darah dan pengendalian faktor sistemik lain


02

(hipertensi, hiperlipidemia) penting untuk memperlambat


z/2

timbulnya atau progresifitas retinopati diabetik.


.xy

b. Setiap pasien diabetes perlu menjalani pemeriksaan mata awal


na

(skrining), diikuti pemeriksaan lanjutan minimal 1 kali dalam


lya

setahun.
c. Menjelaskan bahwa bila dirujuk, kemungkinan memerlukan
mu

terapi fotokoagulasi laser, yang bertujuan mencegah


na

progresifitas retinopati diabetik. Pada kondisi berat (perdarahan


.ai

vitreus, ablasio retina) kemungkinan perlu tindakan bedah.


ww

Kriteria Rujukan
//w

Setiap pasien diabetes yang ditemukan tanda-tanda retinopati


ps:

diabetik sebaiknya dirujuk ke dokter mata.


htt

Peralatan

jdih.kemkes.go.id
-252-

a. Snellen chart

l
tm
b. Oftalmoskop

g.h
c. Tropikamid 1% tetes mata untuk melebarkan pupil

tan
Prognosis

n
-te
a. Ad vitam : Dubia ad bonam

22
b. Ad functionam : Dubia ad malam

20
c. Ad sanationam : Dubia ad malam

86
s11
Referensi
a. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan I. Jakarta:

ke
Widya Medika. 2000.

en
7m
b. World Health Organization. Global initiative for the elimination
of avoidable blindness. Action Plan 2006–2011
10 (World Health
Organization, 2012)
k0

c. Ehlers JP, Shah CP, editors. The Wills Eye Manual-office and
r-h

emergency room diagnosis and treatment of eye disease. 5th


mo

edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2008.


-no
mk

E. Telinga
1. Otitis Eksterna
6/k

No. ICPC-2 :H70.Otitis externa


2/0

No. ICD-10 : H60.9.Otitis externa, unspecified


02

Tingkat Kemampuan 4A
z/2
.xy

Masalah Kesehatan
na

Otitis eksternaadalah radang pada liang telinga luar. Penyakit ini


lya

banyak ditemukan di layanan kesehatan tingkat pertama sehingga


dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus
mu

memiliki kemampuan mendiagnosis dan menatalaksana secara


na

komprehensif.
.ai

Klasifikasi otitis eksterna (OE):


ww

a. OE akut
//w

1) OE akut difus
ps:

2) OE akut sirkumskripta, yaitu infeksi folikel rambut yang


menimbulkan furunkel di liang telinga luar.
htt

b. OE kronik

jdih.kemkes.go.id
-253-

c. OE ekzematoid, yang merupakan manifestasi dari kelainan

l
tm
dermatologis, seperti dermatitis atopik, psoriasis, atau SLE.

g.h
d. OE nekrotikans

tan
Hasil Anamnesis (Subjective)

n
-te
Keluhan

22
a. Rasa sakit pada telinga (otalgia), yang bervariasi dari ringan

20
hingga hebat, terutama saat daun telinga disentuh dan

86
mengunyah

s11
b. Rasa penuh pada telinga
c. Pendengaran dapat berkurang

ke
d. Terdengar suara mendengung (tinnitus)

en
7m
e. Keluhan biasanya dialami pada satu telinga dan sangat jarang
mengenai kedua telinga dalam waktu bersamaan
10
f. Keluhan penyerta lain yang dapat timbul: demam atau meriang,
k0

telinga terasa basah


r-h

Faktor Risiko
mo

a. Riwayat sering beraktifitas di air, misalnya: berenang,


-no

berselancar, mendayung.
mk

b. Riwayat trauma yang mendahului keluhan, misalnya:


membersihkan liang telinga dengan alat tertentu, memasukkan
6/k

cotton bud, memasukkan air ke dalam telinga.


2/0

c. Riwayat penyakit sistemik, seperti: diabetes mellitus, psoriasis,


02

dermatitis atopik, SLE, HIV.


z/2
.xy

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


na

Pemeriksaan Fisik
lya

a. Nyeri tekan pada tragus


b. Nyeri tarik daun telinga
mu

c. Otoskopi:
na

1) OE akut difus: liang telinga luar sempit, kulit liang telinga


.ai

luar hiperemis dan edem dengan batas yang tidak jelas,


ww

dan dapat ditemukan sekret minimal.


//w

2) OE akut sirkumskripta: furunkel pada liang telinga luar


ps:

d. Tes garputala: Normal atau tuli konduktif


Pemeriksaan Penunjang
htt

Tidak diperlukan

jdih.kemkes.go.id
-254-

Penegakan Diagnostik (Assessment)

l
tm
Diagnosis Klinis

g.h
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding

tan
Perikondritis yang berulang, Kondritis, Otomikosis

n
-te
Komplikasi

22
Jika pengobatan tidak adekuat, dapat timbul abses, infeksi kronik

20
liang telinga, jaringan parut, dan stenosisliang telinga.

86
s11
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan

ke
a. Non-medikamentosa:

en
7m
1) Membersihkan liang telinga secara hati-hati dengan
pengisap atau kapas yang dibasahi dengan H2O2 3%.
10
2) Bila terdapat abses, dilakukan insisi dan drainase.
k0

b. Medikamentosa:
r-h

1) Topikal
mo

a) Larutan antiseptik povidon iodine


-no

b) OE akut sirkumskripta pada stadium infiltrat:


mk

− Salep ikhtiol, atau


− Salep antibiotik: Polymixin-B, Basitrasin.
6/k

c) OE akut difus: Tampon yang telah diberi campuran


2/0

Polimyxin-B, Neomycin, Hidrocortisone, dan anestesi


02

topikal.
z/2

2) Sistemik
.xy

a) Antibiotik sistemik diberikan bila infeksi cukup berat.


na

b) Analgetik, seperti Paracetamol atau Ibuprofen dapat


lya

diberikan.
mu

Konseling dan Edukasi


na

Pasien dan keluarga perlu diberi penjelasan, di antaranya:


.ai

a. Tidak mengorek telinga baik dengan cotton bud atau alat lainnya
ww

b. Selama pengobatan pasien tidak boleh berenang


//w

c. Penyakit dapat berulang sehingga harus menjaga liang telinga


ps:

agar dalam kondisi kering dan tidak lembab


htt

jdih.kemkes.go.id
-255-

Kriteria Rujukan

l
tm
a. Otitis eksterna dengan komplikasi

g.h
b. Otitis eksterna maligna

tan
Peralatan

n
-te
a. Lampu kepala

22
b. Corong telinga

20
c. Aplikator kapas

86
d. Otoskop

s11
Prognosis

ke
a. Ad vitam : Bonam

en
7m
b. Ad functionam : Bonam
c. Ad sanationam : Bonam 10
k0

Referensi
r-h

a. Hafil, F., Sosialisman, Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku


mo

Ajar, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-6. Fakultas


-no

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. (Hafil, et al.,


mk

2007)
b. Adam, G.L. Boies, L.R. Higler, Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Ed.
6/k

ke-6. Jakarta: EGC. 1997. (Adam & Boies, 1997)


2/0

c. Sander, R. Otitis Externa: A Practical Guide to Treatment and


02

Prevention. Am Fam Physician. 2001. Mar 1; 63(5):927-937.


z/2

(Sander, 2001)
.xy

d. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed.


na

Ke-8. McGraw-Hill. 2003. (Lee, 2003)


lya

2. Otitis Media Akut


mu

No. ICPC-2 : H71. Acute otitis media/myringitis


na

No. ICD-10 : H65.0. Acute serous otitis media


.ai

H65.1. Other acure nonsuppurative otitis media


ww

H66.0 Acute suppurative otitis media


//w

Tingkat Kemampuan 4A
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-256-

Masalah Kesehatan

l
tm
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh

g.h
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel
mastoid yang terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.

tan
n
-te
Hasil Anamnesis (Subjective)

22
Keluhan (tergantung stadium OMA yang sedang dialami)

20
a. Stadium oklusi tuba

86
Telinga terasa penuh atau nyeri, pendengaran dapat berkurang.

s11
b. Stadium hiperemis
Nyeri telinga makin intens, demam, rewel dan gelisah (pada bayi

ke
/anak), muntah, nafsu makan hilang, anak biasanya sering

en
7m
memegang telinga yang nyeri.
c. Stadium supurasi 10
Sama seperti stadium hiperemis
k0

d. Stadium perforasi
r-h

Keluar sekret dari liang telinga


mo

e. Stadium resolusi
-no

Setelah sekret keluar, intensitas keluhan berkurang (suhu


mk

turun, nyeri mereda, bayi / anak lebih tenang. Bila perforasi


permanen, pendengaran dapat tetap berkurang.
6/k

Faktor Risiko
2/0

a. Bayi dan anak


02

b. Infeksi saluran napas atas berulang


z/2

c. Menyusu dari botol dalam posisi berbaring telentang


.xy

d. Kelainan kongenital, misalnya: sumbing langit-langit, sindrom


na

Down
lya

e. Paparan asap rokok


f. Alergi
mu

g. Tingkat sosio-ekonomi yang rendah


na
.ai

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


ww

Pemeriksaan Fisik
//w

a. Suhu dapat meningkat


ps:

b. Otoskopi
htt

jdih.kemkes.go.id
-257-

Tabel 5.1 Hasil otoskopi pada OMA

l
tm
Stadium OMA Tampilan

g.h
Stadium oklusi tuba Membran timpani suram, retraksi,
dan refleks cahayanya hilang

tan
Stadium hiperemis Membran timpani hiperemis dan

n
-te
edema

22
Stadium supurasi Membran timpani menonjol ke arah

20
luar (bulging) berwarna kekuningan

86
s11
Stadium perforasi • Perforasi membran timpani
• Liang telinga luar basah atau

ke
en
dipenuhi sekret

Stadium resolusi
7m
• Membran timpani tetap perforasi
10
atau utu
k0

• Sekret di liang telinga luar sudah


r-h

berkurang atau mengering


mo
-no
mk

c. Tes penala
6/k

Dapat ditemukan tuli konduktif, yaitu: tes Rinne (-) dan tes
Schwabach memendek pada telinga yang sakit, tes Weber terjadi
2/0

lateralisasi ke telinga yang sakit.


02

Pemeriksaan Penunjang
z/2

Audiometri nada murni, bila fasilitas tersedia


.xy
na

Penegakan Diagnostik (Assessment)


lya

Diagnosis Klinis
mu

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Diagnosis Banding
na

Otitis media serosa akut, Otitis eksterna


.ai

Komplikasi
ww

a. Komplikasi intra-temporal: Labirinitis, Paresis nervus fasialis,


//w

Petrositis, Hidrosefalus otik


ps:

b. Komplikasi ekstra-temporal / intrakranial: Abses subperiosteal,


htt

Abses epidura, Abses perisinus, Abses subdura, Abses otak,


Meningitis, Trombosis sinus lateral, Sereberitis

jdih.kemkes.go.id
-258-

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

l
tm
Penatalaksanaan

g.h
Medikamentosa
a. Topikal

tan
1) Pada stadium oklusi tuba, terapi bertujuan membuka

n
-te
kembali tuba eustachius. Obat yang diberikan adalah:

22
a) Berikan tetes mata Tetrakain-HCl 2% sebanyak 1-2

20
tetes pada mata yang terkena benda asing.

86
b) Gunakan kaca pembesar (lup) dalam pengangkatan

s11
benda asing.
c) Angkat benda asing dengan menggunakan lidi kapas

ke
atau jarum suntik ukuran 23G.

en
7m
d) Arah pengambilan benda asing dilakukan dari tengah
ke tepi. 10
e) Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan Povidon Iodin
k0

pada tempat bekas benda asing.


r-h

2) Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga:


mo

a) H2O2 3%, 3 kali sehari, 4 tetes di telinga yang sakit,


-no

didiamkan selama 2 – 5 menit.


mk

b) Asam asetat 2%, 3 kali sehari, 4 tetes di telinga yang


sakit.
6/k

c) Ofloxacin, 2 kali sehari, 5 – 10 tetes di telinga yang


2/0

sakit, selama maksimal 2 minggu


02

b. Oral Sistemik: antibiotik, antihistamin (bila terdapat tanda-


z/2

tanda alergi), dekongestan, analgetik / antipiretik


.xy

Konseling dan Edukasi


na

1) Untuk bayi / anak, orang tua dianjurkan untuk memberikan


lya

ASI minimal 6 bulan sampai 2 tahun.


2) Menghindarkan bayi / anak dari paparan asap rokok.
mu
na

Pencegahan
.ai

Imunisasi Hib dan PCV perlu dilengkapi, sesuai panduan Jadwal


ww

Imunisasi Anak tahun 2014 dari IDAI.


//w

Tabel 5.2. Daftar antibiotik untuk terapi OMA


ps:

Obat Dewasa Anak


htt

Amoxicillin 3 x 500 25 – 50 mg/kgBB/hari, dibagi 3

jdih.kemkes.go.id
-259-

mg/hari dosis per hari

l
tm
selama 10-

g.h
14 hari
Trimetoprim – 2 x 160 mg 8 – 20 mg TMP/kgBB/hari,

tan
Sulfametoksazol TMP/hari dibagi 2 dosis per hari

n
-te
22
Amoxicillin – 3 x 500 mg 25 – 50 mg/kgBB/hari, dibagi 3

20
Asam / hari dosis per hari

86
Clavulanat

s11
Erithromycin 4 x 500 25 – 50 mg/kgBB/hari, dibagi 4
mg/hari dosis per hari

ke
Kriteria Rujukan

en
7m
a. Jika terdapat indikasi miringotomi.
b. Bila terjadi komplikasi dari otitis media akut.
10
k0

Peralatan
r-h

a. Lampu kepala
mo

b. Corong telinga
-no

c. Otoskop
mk

d. Aplikator kapas
e. Garputala
6/k

f. Suction
2/0
02

Prognosis
z/2

a. Ad vitam : Bonam
.xy

b. Ad functionam : Bonam
na

c. Ad sanationam : Bonam
lya

Referensi
mu

a. Adam, GL. Boies LR. Higler, Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Ed.
na

ke-6. Jakarta: EGC. 1997.


.ai

b. Hafil, F., Sosialisman, Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku


ww

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher.


//w

Ed. ke-6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.


ps:

2007.
htt

c. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed.


Ke-8. McGraw-Hill. 2003.

jdih.kemkes.go.id
-260-

d. Revai, Krystal et al. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis

l
tm
Complicating Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of

g.h
Age. PEDIATRICS Vol. 119 No. 6 June 2007, pp. e1408-
e1412.2007. (Reyai, 2007)

ntan
-te
3. Otitis Media Supuratif Kronik

22
No. ICPC-2 : H74. Chronic otitis media

20
No. ICD-10 : H66.1. Chronic tubotympanic suppurative otitis media

86
H66.2. Chronic atticoantral suppurative otitis media

s11
H66.3. Other chronic suppurative otitis media
Tingkat Kemampuan 3A

ke
en
7m
Masalah Kesehatan
Survei Nasional Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran
10
(1993-1996) di 8 provinsi Indonesia menunjukkan angka
k0

morbiditas THT sebesar 38,6%. Otitis media supuratif kronik


r-h

merupakan penyebab utama gangguan pendengaran yang


mo

didapat pada anak-anak terutama pada negara berkembang.


-no

Pada tahun 1990, sekitar 28.000 kematiandi seluruh dunia


mk

disebabkan oleh komplikasi otitis media.


Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah peradangan kronik
6/k

telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat


2/0

keluarnya sekret dari telinga lebih dari 2 bulan, baik terus


02

menerus maupun hilang timbul. Terdapat dua tipe OMSK, yaitu


z/2

OMSK tipe aman (tanpa kolesteatoma) dan tipe bahaya (dengan


.xy

kolesteatoma).
na
lya

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
mu

a. Keluar cairan dari liang telinga secara terus menerus atau


na

hilang timbul lebih dari 2 bulan


.ai

b. Riwayat pernah keluar cairan dari liang telinga sebelumnya.


ww

c. Cairan dapat berwarna kuning / kuning-kehijauan / bercampur


//w

darah / jernih / berbau


ps:

d. Gangguan pendengaran
htt

jdih.kemkes.go.id
-261-

Faktor Risiko

l
tm
Higienitas kurang dan gizi buruk, infeksi saluran nafas atas

g.h
berulang, daya tahan tubuh yang rendah, dan penyelam.

tan
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

n
-te
Pemeriksaan Fisik

22
Otoskopi:

20
a. OMSK tipe aman (tubotimpani)

86
1) Perforasi pada sentral atau pars tensa berbentuk ginjal

s11
atau bundar
2) Sekret biasanya mukoid dan tidak terlalu berbau

ke
3) Mukosa kavum timpani tampak edema, hipertrofi,

en
7m
granulasi, atau timpanosklerosis
b. OMSK tipe bahaya 10
1) Perforasi atik, marginal, atau sental besar (total)
k0

2) Sekret sangat berbau, berwarna kuning abu-abu, purulen,


r-h

dan dapat terlihat kepingan berwarna putih mengkilat


mo

3) Kolesteatoma
-no
mk

Pemeriksaan Penunjang
a. Tes garputala Rinne, Weber, Schwabach menunjukkan jenis
6/k

ketulian yang dialami pasien


2/0

b. Audiometri nada murni


02

c. Foto mastoid (bila tersedia)


z/2
.xy

Penegakan Diagnosis (Assessment)


na

Diagnosis Klinis
lya

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Komplikasi
mu

a. Komplikasi intratemporal: Labirinitis, Paresis nervus fasialis,


na

Hidrosefalus otik, Petrositis


.ai

b. Komplikasi intrakranial Abses (subperiosteal, epidural,


ww

perisinus, subdura, otak), Trombosis sinus lateralis, Sereberitis


//w
ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


a. Non-Medikamentos
htt

jdih.kemkes.go.id
-262-

Membersihkan dan mengeringkan saluran telinga dengan kapas

l
tm
lidi atau cotton bud. Obat cuci telinga dapat berupa NaCl 0,9%,

g.h
Asam Asetat 2%, atau Hidrogen Peroksida 3%.
b. Medikamentosa

tan
1) Antibiotik topikal golongan Ofloxacin, 2 x 4 tetes per hari di

n
-te
telinga yang sakit

22
2) Antibiotik oral:

20
a) Dewasa:

86
(1) Lini pertama : Amoxicillin 3 x 500 mg per

s11
hariselama 7 hari, atauAmoxicillin-Asam
clavulanat 3 x 500 mg per hari selama 7 hari,

ke
atauCiprofloxacin 2 x 500 mg selama 7 hari.

en
7m
(2) Lini kedua : Levofloxacin 1 x 500 mg per hari
selama 7 hari,atauCefadroxil 2 x 500 – 100 mg
10
per hari selama 7 hari.
k0

b) Anak:
r-h

(1) Amoxicillin – Asam clavulanat 25 – 50


mo

mg/kgBB/hari, dibagi menjadi 3 dosis per hari,


-no

atau
mk

(2) Cefadroxil 25 – 50 mg/kgBB/hari, dibagi menjadi


2 dosis per hari.
6/k
2/0

Rencana Tindak Lanjut


02

Respon atas terapi dievaluasi setelah pengobatan selama 7 hari.


z/2

Konseling dan Edukasi


.xy

a. Menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-ngorek telinga


na

dengan benda tajam.


lya

b. Menjaga agar telinga tidak kemasukan air.


c. Menjelaskan bahwa penyakit ini merupakan penyakit infeksi
mu

sehingga dengan penanganan yang tepat dapat disembuhkan


na

tetapi bila dibiarkan dapat mengakibatkan hilangnya


.ai

pendengaran serta komplikasi lainnya.


ww

Kriteria Rujukan
//w

a. OMSK tipe bahaya


ps:

b. Tidak ada perbaikan atas terapi yang dilakukan


c. Terdapat komplikasi ekstrakranial maupun intrakranial
htt

d. Perforasi menetap setelah 2 bulan telinga kering

jdih.kemkes.go.id
-263-

Peralatan

l
tm
a. Lampu kepala

g.h
b. Spekulum telinga
c. Otoskop

tan
d. Aplikator kapas

n
-te
e. Kapas

22
f. Cairan irigasi telinga

20
g. Suction

86
h. Wadah ginjal (nierbekken)

s11
i. Irigator telinga (spuit 20 - 50 cc + cateter wing needle)
j. Garputala frekuensi 512 – 1024 Hz

ke
en
7m
Prognosis
a. Ad Vitam : Bonam 10
b. Ad functionam : Bonam
k0

c. Ad sanationam : Bonam
r-h
mo

Referensi
-no

a. Acuin J. Chronic suppurative otitis media: Burden of Illness and


mk

Management Options. WHO Library Cataloguing in publication


data. 2004. (J, 2004)
6/k

b. Verhoeff M, Van der Veen EL, Rovers MM, Sanders EAM,


2/0

Schilder AGM. Chronic suppurative otitis media: A review.


02

International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology (2006) 70,


z/2

1-12. (Verhoeff, et al., 2006)


.xy

c. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala


na

Leher. FKUI. 2001


lya

4. Benda Asing Di Telinga


mu

No. ICPC-2 : H76. Foreign body in ear


na

No. ICD-10 : T16. Foreign body in ear


.ai

Tingkat Kemampuan 3A
ww
//w

Masalah Kesehatan
ps:

Meatus akustikus eksternus (MAE) merupakan salah satu bagian


tubuh yang sering dimasuki benda asing, yang dapat berupa:
htt

jdih.kemkes.go.id
-264-

a. Benda asing reaktif, misal: batere, potongan besi. Benda asing

l
tm
reaktif berbahaya karena dapat bereaksi dengan epitel MAE dan

g.h
menyebabkan edema serta obstruksi hingga menimbulkan
infeksi sekunder. Ekstraksi harus segera dilakukan.

tan
b. Benda asing non-reaktif (inert). Benda asing ini tidak bereaksi

n
-te
dengan epitel dan tetap ada di dalam MAE tanpa menimbulkan

22
gejala hingga terjadi infeksi.

20
c. Benda asing serangga, yang dapat menyebabkan iritasi dan

86
nyeri akibat pergerakannya.

s11
Hasil Anamnesis (Subjective)

ke
Keluhan

en
7m
a. Riwayat jelas benda asing masuk ke telinga secara sengaja
maupun tidak 10
b. Telinga terasa tersumbat atau penuh
k0

c. Telinga berdengung
r-h

d. Nyeri pada telinga


mo

e. Keluar cairan telinga yang dapat berbau


-no

f. Gangguan pendengaran
mk

Faktor Risiko
6/k

a. Anak-anak
2/0

b. Retardasi mental
02
z/2

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


.xy

Pemeriksaan Fisik
na

Pemeriksaan MAE dengan senter / lampu kepala / otoskop


lya

menunjukkan adanya benda asing, edema dan hiperemia liang


telinga luar, serta dapat disertai sekret.
mu
na

Penegakan Diagnosis (Assessment)


.ai

Diagnosis Klinis
ww

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


//w

pemeriksaan fisik.
ps:

Komplikasi
Ruptur membran timpani, perdarahan liang telinga, otitis eksterna,
htt

tuli konduktif

jdih.kemkes.go.id
-265-

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

l
tm
a. Non-medikamentosa: Ekstraksi benda asing

g.h
1) Pada kasus benda asing yang baru, ekstraksi dilakukan
dalam anestesi lokal.

tan
2) Pada kasus benda asing reaktif, pemberian cairan dihindari

n
-te
karena dapat mengakibatkan korosi.

22
3) Pada kasus benda asing berupa serangga:

20
a) Dilakukan penetesan alkohol, obat anestesi lokal

86
(Lidokain spray atau tetes), atau minyak mineral

s11
selama ± 10 menit untuk membuat serangga tidak
bergerak dan melubrikasi dinding MAE.

ke
b) Setelah serangga mati, serangga dipegang dan

en
7m
dikeluarkan dengan forceps aligator atau irigasi
menggunakan air sesuai suhu tubuh.
10
b. Medikamentosa
k0

1) Tetes telinga antibiotik hanya diberikan bila telah


r-h

dipastikan tidak ada ruptur membran timpani.


mo

2) Analgetik untuk mengurangi rasa nyeri


-no

Konseling dan Edukasi


mk

Orang tua disarankan untuk menjaga lingkungan anak dari


bendbenda yang berpotensi dimasukkan ke telinga atau hidung.
6/k

Kriteria Rujukan
2/0

Bila benda asing tidak berhasil dikeluarkan.


02
z/2

Peralatan
.xy

a. Lampu kepala
na

b. Otoskop
lya

c. Pengait serumen
d. Aplikator kapas
mu

e. Forceps aligator
na

f. Spuit 20 cc yang telah disambung dengan selang wing needle


.ai

g. Suction
ww
//w

Prognosis
ps:

a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Bonam
htt

c. Ad sanationam : Bonam

jdih.kemkes.go.id
-266-

Referensi

l
tm
a. Bernius M, Perlin D. Pediatric Ear, Nose, Throat Emergencies.

g.h
Pediatric Clinics of North America 53 (2006) 195-214. (Bernius
& Perlin, 2006)

tan
b. Heim SW, Maughan KL. Foreign Bodies in The Ear, Nose and

n
-te
Throat. American Family Physician. 2007 Oct 15:76(8):1185-

22
1189. (Heim & Maughan, 2007)

20
c. Davies PH, Benger JR. Foreign bodies in the nose and ear: a

86
review of technique for removal in the emergency department.

s11
Emergency Medicine Journal.2000;17:91-94. (Davies & Benger,
2000)

ke
d. Sosialisman, Hafil AF, Helmi. Kelainan Telinga Luar. Buku Ajar

en
7m
Ilmu Kesehatan THT KL. FKUI. Jakarta.
10
5. Serumen Prop
k0

No. ICPC-2 : H81 Excessive ear wax


r-h

No. ICD-10 : H61.2 Impacted cerumen


mo

Tingkat Kemampuan 4A
-no
mk

Masalah Kesehatan
Serumen adalah sekret kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel
6/k

kulit yang terlepas, dan partikel debu yang terdapat pada bagian
2/0

kartilaginosa liang telinga. Bila serumen ini berlebihan maka dapat


02

membentuk gumpalan yang menumpuk di liang telinga, dikenal


z/2

dengan serumen prop.


.xy
na

Hasil Anamnesis (Subjective)


lya

Keluhan
a. Rasa penuh pada telinga
mu

b. Pendengaran berkurang
na

c. Rasa nyeri pada telinga


.ai

d. Keluhan semakin memberat bila telinga kemasukan air


ww

(sewaktu mandi atau berenang)


//w

e. Beberapa pasien juga mengeluhkan adanya vertigo atau tinitus


ps:

Faktor Risiko
a. Dermatitis kronik liang telinga luar
htt

b. Liang telinga sempit

jdih.kemkes.go.id
-267-

c. Produksi serumen banyak dan kering

l
tm
d. Kebiasaan mengorek telinga

g.h
Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

tan
Pemeriksaan Fisik

n
-te
a. Otoskopi: obstruksi liang telinga luar oleh material berwarna

22
kuning kecoklatan atau kehitaman. Konsistensi dari serumen

20
dapat bervariasi.

86
b. Tes penala: normal atau tuli konduktif

s11
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang

ke
en
7m
Penegakan diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis 10
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
k0

Diagnosis Banding
r-h

Benda asing di liang telinga.


mo

Komplikasi
-no

a. Otitis eksterna
mk

b. Trauma pada liang telinga dan atau membran timpani saat


mengeluarkan serumen
6/k
2/0

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


02

Penatalaksanaan
z/2

a. Non-medikamentosa: Evakuasi serumen


.xy

1) Bila serumen lunak, dibersihkan dengan kapas yang


na

dililitkan pada pelilit kapas.


lya

2) Bila serumen keras, dikeluarkan dengan pengait atau


kuret. Apabila dengan cara ini serumen tidak dapat
mu

dikeluarkan, maka serumen harus dilunakkan lebih


na

dahulu dengan tetes Karbogliserin 10% atau H2O2 3%


.ai

selama 3 hari.
ww

3) Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang


//w

telinga sehingga dikuatirkan menimbulkan trauma pada


ps:

membran timpani sewaktu mengeluarkannya, dikeluarkan


dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhunya
htt

disesuaikan dengan suhu tubuh.

jdih.kemkes.go.id
-268-

b. Medikamentosa

l
tm
Tetes telinga Karbogliserin 10% atau H2O2 3% selama 3 hari untuk

g.h
melunakkan serumen.
Konseling dan Edukasi

tan
a. Menganjurkan pasien untuk tidak membersihkan telinga secara

n
-te
berlebihan, baik dengan cotton bud atau alat lainnya.

22
b. Menganjurkan pasien untuk menghindari memasukkan air atau

20
apapun ke dalam telinga

86
Kriteria rujukan:

s11
Bila terjadi komplikasi akibat tindakan pengeluaran serumen.

ke
Peralatan

en
7m
a. Lampu kepala
b. Spekulum telinga 10
c. Otoskop
k0

d. Serumen hook (pengait serumen)


r-h

e. Aplikator kapas
mo

f. Kapas
-no

g. Cairan irigasi telinga


mk

h. Forsep aligator
i. Suction
6/k

j. Pinset bayonet
2/0

k. Wadah ginjal (nierbekken)


02

l. Irigator telinga (spuit 20 - 50 cc + cateter wing needle)


z/2

m. Alkohol 70%
.xy
na

Prognosis
lya

a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Bonam
mu

c. Ad sanationam : Bonam
na
.ai

Referensi
ww

a. Adam, GL. Boies LR. Higler,.Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Ed.
//w

ke-6. Jakarta: EGC. 1997.


ps:

b. Hafil, F., Sosialisman, Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku


Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher.
htt

jdih.kemkes.go.id
-269-

Ed. ke-6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

l
tm
2007.

g.h
c. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed.
Ke-8. McGraw-Hill. 2003.

ntan
-te
F. Kardiovaskuler

22
1. Angina Pektoris Stabil

20
No. ICPC-2 : K74 Ischaemic heart disease with angina

86
No. ICD-10 : I20.9 Angina pectoris, unspecified

s11
Tingkat Kemampuan 3B

ke
Masalah Kesehatan

en
7m
Angina pektoris stabil merupakan tanda klinis pertama pada sekitar
50% pasien yang mengalami penyakit jantung koroner. Angina
10
pektoris dilaporkan terjadi dengan rata-rata kejadian 1,5%
k0

tergantung pada jenis kelamin, umur, dan faktor risiko. Data dari
r-h

studi Framingham pada tahun 1970 menunjukkan prevalensi sekitar


mo

1,5% untuk wanita dan 4,3% untuk pria berusia 50 – 59 tahun.


-no
mk

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
6/k

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada yang khas, yaitu seperti
2/0

rasa ditekan atau terasa seperti ditimpa beban yang sangat berat.
02

Diagnosis seringkali berdasarkan keluhannyeri dada yang


z/2

mempunyai ciri khas sebagai berikut:


.xy

a. Letak
na

Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di


lya

bawah sternum (substernal: tidak dapat melokalisasi), atau


dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri,
mu

dapat menjalar ke punggung, rahang, leher, atau ke lengan


na

kanan. Nyeri dada juga dapat timbul di tempat lain seperti di


.ai

daerah epigastrium, leher, rahang, gigi, dan bahu.


ww

b. Kualitas
//w

Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat,


ps:

atau seperti diperas atau terasa panas, kadang-kadang hanya


mengeluh perasaan tidak enak di dada karena pasien tidak
htt

dapat menjelaskan dengan baik.

jdih.kemkes.go.id
-270-

c. Hubungan dengan aktivitas

l
tm
Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat

g.h
melakukan aktivitas, misalnya sedang berjalan cepat, tergesa-
gesa, atau sedang berjalan mendaki atau naik tangga. Pada

tan
kasus yang berat aktivitas ringan seperti mandi atau menggosok

n
-te
gigi, makan terlalu kenyang atau emosi, sudah dapat

22
menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada tersebut segera hilang bila

20
pasien menghentikan aktivitasnya. Serangan angina yang

86
timbul pada waktu istirahat atau pada waktu tidur malam

s11
sering akibat angina pektoris tidak stabil
d. Lamanya serangan

ke
Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-

en
7m
kadang perasaan tidak enak di dada masih terasa setelah nyeri
hilang. Bila nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit,
10
mungkin pasien mengalami sindrom koroner akut dan bukan
k0

angina pektoris biasa. Pada angina pektoris dapat timbul


r-h

keluhan lain seperti sesak napas, perasaan lelah, kadang-


mo

kadang nyeri dada disertai keringat dingin.


-no

e. Nyeri dada bisa disertai keringat dingin, mual, muntah, sesak


mk

dan pucat.
6/k

Faktor Risiko
2/0

Faktor risiko yang tidak dapat diubah:


02

a. Usia
z/2

Risiko meningkat pada pria di atas 45 tahun dan wanita diatas


.xy

55 tahun (umumnya setelah menopause)


na

b. Jenis kelamin
lya

Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki


dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini
mu

berkaitan dengan estrogen endogen yang bersifat protektif pada


na

perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan


.ai

cepat dan akhirnya setara dengan laki-laki pada wanita setelah


ww

masa menopause.
//w

c. Riwayat keluarga
ps:

Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah


usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun.
htt

Faktor risiko yang dapat diubah:

jdih.kemkes.go.id
-271-

a. Mayor

l
tm
1) Peningkatan lipid serum

g.h
2) Hipertensi
3) Merokok

tan
4) Konsumsi alkohol

n
-te
5) Diabetes Melitus

22
6) Diet tinggi lemak jenuh, kolesterol dan kalori

20
b. Minor

86
1) Aktivitas fisik kurang

s11
2) Stress psikologik
3) Tipe kepribadian

ke
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

en
7m
Pemeriksaan Fisik
a. Sewaktu terjadi serangan angina dapat tidak menunjukkan
10
kelainan. Walau jarang pada auskultasi dapat terdengar derap
k0

atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks.


r-h

Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau


mo

meningkat pada waktu serangan angina.


-no

b. Dapat ditemukan pembesaran jantung.


mk

Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
6/k

Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan


2/0

angina sering masih normal. Gambaran EKG dapat


02

menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard di


z/2

masa lampau. Kadang-kadang menunjukkan pembesaran


.xy

ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan angina, dapat pula


na

menunjukkan perubahan segmen ST atau gelombang T yang


lya

tidak khas. Pada saat serangan angina, EKG akan


menunjukkan depresi segmen ST dan gelombang T dapat
mu

menjadi negatif.
na

Gambaran EKG penderita angina tak stabil/ATS dapat berupa


.ai

depresi segmen ST, inversi gelombang T, depresi segmen ST


ww

disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan


//w

cabang berkas His dan bisa tanpa perubahan segmen ST dan


ps:

gelombang T. Perubahan EKG pada ATS bersifat sementara dan


masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun
htt

bersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina

jdih.kemkes.go.id
-272-

dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan

l
tm
angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut

g.h
menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka
disebut sebagai Infark Miokard Akut (IMA).

tan
b. X ray thoraks

n
-te
X ray thoraks sering menunjukkan bentuk jantung yang normal.

22
Pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan

20
kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.

86
s11
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis

ke
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

en
7m
dan penunjang.
Klasifikasi Angina: 10
a. Stable Angina Pectoris (angina pektoris stabil)
k0

Keluhan nyeri dada timbul bila melakukan suatu pekerjaan,


r-h

sesuai dengan berat ringannya pencetus, dibagi atas beberapa


mo

tingkatan:
-no

1) Selalu timbul sesudah latihan berat.


mk

2) Timbul sesudah latihan sedang (jalan cepat 1/2 km)


3) Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)
6/k

4) Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa)


2/0

b. Unstable Angina Pectoris (angina pektoris tidak stabil/ATS)


02

Angina dapat terjadi pada saat istirahat maupun bekerja. Pada


z/2

patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard yang


.xy

mempunyai ciri tersendiri.


na

c. Angina prinzmetal (Variant angina)


lya

Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan sering


timbul pada waktu beristirahat atau tidur. Pada
mu

angina prinzmetal terjadi spasme arteri koroner yang


na

menimbulkan iskemi jantung di bagian hilir. Kadang-kadang


.ai

tempat spasme berkaitan dengan arterosklerosis.


ww
//w

Klasifikasi Angina Pektoris menurut Canadian Cardiovascular


ps:

Society Classification System:


htt

jdih.kemkes.go.id
-273-

a. Kelas I : Pada aktivitas fisik biasa tidak mencetuskan angina.

l
tm
Angina akan muncul ketika melakukan peningkatan aktivitas

g.h
fisik (berjalan cepat, olahraga dalam waktu yang lama).
b. Kelas II : Adanya pembatasan aktivitas sedikit/aktivitas

tan
sehari-hari (naik tangga dengan cepat, jalan naik, jalan setelah

n
-te
makan, stres, dingin).

22
c. Kelas III : Benar-benar ada pembatasan aktivitas fisik karena

20
sudah timbul gejala angina ketika pasien baru berjalan 1 blok

86
atau naik tangga 1 tingkat.

s11
d. Kelas IV : Tidak bisa melakukan aktivitas sehari-sehari, tidak
nyaman, untuk melakukan aktivitas sedikit saja bisa kambuh,

ke
bahkan waktu istirahat juga bisa terjadi angina.

en
7m
Diagnosis Banding
Gastroesofageal Refluks Disease (GERD), Gastritis akut, Nyeri
10
muskuloskeletal, Pleuritis, Herpes di dada, Trauma, Psikosomatik
k0

Komplikasi
r-h

Sindrom koroner akut


mo

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


-no

Penatalaksanaan
mk

Terapi farmakologi:
a. Oksigen dimulai 2 L/menit
6/k

b. Nitrat dikombinasikan dengan β-blocker atau Calcium Channel


2/0

Blocker (CCB) non dihidropiridin yang tidak meningkatkan


02

denyut jantung (misalnya verapamil, diltiazem). Pemberian dosis


z/2

pada serangan akut :


.xy

1) Nitrat 5 mg sublingual dapat dilanjutkan dengan 5 mg


na

peroral sampai mendapat pelayanan rawat lanjutan di


lya

pelayanan sekunder.
2) Beta bloker:
mu

a) Propanolol 20-80 mg dalamdosis terbagi atau


na

b) Bisoprolol 2,5-5 mg per 24 jam.


.ai

3) Calcium Channel Blocker (CCB) non dihidropiridine


ww

Dipakai bila Beta Blocker merupakan kontraindikasi,


//w

misalnya:
ps:

a) Verapamil 80 mg (2-3 kali sehari)


b) Diltiazem 30 mg (3-4 kali sehari)
htt

c. Antipletelet

jdih.kemkes.go.id
-274-

Aspirin 160-320 mg sekali minum pada serangan akut.

l
tm
Konseling dan Edukasi

g.h
Menginformasikan individu dan keluarga untuk melakukan
modifikasi gaya hidup antara lain:

tan
a. Mengontrol emosi dan mengurangi kerja berat dimana

n
-te
membutuhkan banyak oksigen dalam aktivitasnya

22
b. Mengurangi konsumsi makanan berlemak

20
c. Menghentikan konsumsi rokok dan alkohol

86
d. Menjaga berat badan ideal

s11
e. Mengatur pola makan
f. Melakukan olah raga ringan secara teratur

ke
g. Jika memiliki riwayat diabetes tetap melakukan pengobatan

en
7m
diabetes secara teratur
h. Melakukan kontrol terhadap kadar serum lipid
10
i. Mengontrol tekanan darah
k0
r-h

Kriteria Rujukan
mo

Dilakukan rujukan ke layanan sekunder (spesialis jantung atau


-no

spesialis penyakit dalam) untuk tatalaksana lebih lanjut.


mk

Peralatan
6/k

a. Elektrokardiografi (EKG)
2/0

b. Radiologi (X ray thoraks)


02

Prognosis
z/2

Prognosis umumnya dubia ad bonamjika dilakukan tatalaksana dini


.xy

dan tepat.
na
lya

Referensi
a. Isselbacher, J Kurt. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam
mu

Edisi 13 Volume 3. Jakarta: EGC. 2000. (Isselbacher, 2000)


na

b. O’Rouke., Walsh., Fuster. Hurst’s The Heart Manual of


.ai

Cardiology.12th Ed. McGraw-Hill. 2009. (O'Rouke, et al., 2009)


ww

c. Priori, S. G., Blanc, J. J., (France), Budaj., A., Camm, J., Dean,
//w

V., Deckers, J., Dickstein. K., Lekakis, J., McGregor. K., Metra.
ps:

M., Morais. J., Osterspey. A., Tamargo, J., Zamorano, J. L.,


Guidelines on the management of stable angina pectoris, 2006,
htt

jdih.kemkes.go.id
-275-

European Heart Journal doi:10.1093/eurheartj/ehl002 ESC

l
tm
Committee for Practice Guidelines (CPG). (Priori, et al., 2006)

g.h
d. Sudoyo, W. Aaru, Bambang Setiyohadi. Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI.2007.c (Sudoyo, et al., 2006)

ntan
-te
2. Infark Miokard

22
No. ICPC-2 : K75 Acute Myocardial Infarction

20
No. ICD-10 : I21.9 Acute Myocardial Infarction, Unspecified

86
Tingkat Kemampuan 3B

s11
Masalah Kesehatan

ke
Infark miokard (IM) adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot

en
7m
jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kritis antara
suplai oksigen dan kebutuhan miokardium. Umumnya disebabkan
10
ruptur plak dan trombus dalam pembuluh darah koroner dan
k0

mengakibatkan kekurangan suplai darah ke miokardium.


r-h

Hasil Anamnesis (Subjective)


mo

Keluhan
-no

a. Nyeri dada retrosternum seperti tertekan atau tertindih benda


mk

berat.
b. Nyeri menjalar ke dagu, leher, tangan, punggung, dan
6/k

epigastrium. Penjalaran ke tangan kiri lebih sering terjadi.


2/0

c. Disertai gejala tambahan berupa sesak, mual, muntah, nyeri


02

epigastrium, keringat dingin, dan cemas.


z/2

Faktor Risiko
.xy

Yang tidak dapat diubah:


na

a. Usia
lya

Risiko meningkat pada pria diatas 45 tahun dan wanita diatas


55 tahun (umumnya setelah menopause)
mu

b. Jenis kelamin
na

Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki


.ai

dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini


ww

berkaitan dengan estrogen endogen yang bersifat protektif pada


//w

perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan


ps:

cepat dan akhirnya setara dengan laki-laki pada wanita setelah


masa menopause.
htt

c. Riwayat keluarga

jdih.kemkes.go.id
-276-

Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah

l
tm
usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun.

g.h
Yang dapat diubah:
a. Mayor

tan
1) Peningkatan lipid serum

n
-te
2) Hipertensi

22
3) Merokok

20
4) Konsumsi alkohol

86
5) Diabetes Melitus

s11
6) Diet tinggi lemak jenuh,kolesterol dan kalori
b. Minor

ke
1) Aktivitas fisik kurang

en
7m
2) Stress psikologik
3) Tipe kepribadian 10
k0

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


r-h

Pemeriksaan Fisik
mo

a. Pasien biasanya terbaring dengan gelisah dan kelihatan pucat


-no

b. Hipertensi/hipotensi
mk

c. Dapat terdengar suara murmur dan gallop S3


d. Ronki basah disertai peningkatan vena jugularis dapat
6/k

ditemukan pada AMI yang disertai edema paru


2/0

e. Dapat ditemukan aritmia


02

Pemeriksaan Penunjang
z/2

EKG:
.xy

a. Pada ST Elevation Myocardial infarct (STEMI), terdapat elevasi


na

segmen ST diikuti dengan perubahan sampai inversi gelombang


lya

T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di dua


sadapan.
mu

b. Pada NonST Elevation Myocardial infarct (NSTEMI), EKG yang


na

ditemukan dapat berupa depresi segmen ST dan inversi


.ai

gelombang T, atau EKG yang normal.


ww
//w

Penegakan Diagnostik (Assessment)


ps:

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
htt

penunjang.

jdih.kemkes.go.id
-277-

Kriteria diagnosis pasti jika terdapat 2 dari 3 hal di bawah ini:

l
tm
a. Klinis: nyeri dada khas angina

g.h
b. EKG: ST elevasi atau ST depresi atau T inverted.
c. Laboratorium: peningkatan enzim jantung

tan
Klasifikasi

n
-te
a. STEMI

22
b. NSTEMI/UAP

20
Diagnosis Banding

86
Angina pektoris prinzmetal, Unstable angina pectoris, Ansietas,

s11
Diseksi aorta, Dispepsia, Miokarditis, Pneumothoraks, Emboli paru
Komplikasi

ke
a. Aritmia letal

en
7m
b. Perluasan infark dan iskemia paska infark
c. Disfungsi otot jantung 10
d. Ruptur miokard
k0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


r-h

Penatalaksanaan
mo

Segera rujuk setelah pemberian :


-no

a. Oksigen 2-4 liter/menit


mk

b. Nitrat, ISDN 5-10 mg sublingual maksimal 3 kali


c. Aspirin, dosis awal 320 mg dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 x
6/k

160 mg
2/0

d. Dirujuk dengan terpasang infus dan oksigen


02

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan


z/2

EKG serial
.xy

Konseling dan Edukasi


na

a. Edukasi untuk kemungkinan kegawatan dan segera dirujuk


lya

b. Modifikasi gaya hidup


Kriteria Rujukan
mu

Segera dirujuk ke layanan sekunder dengan spesialis jantung atau


na

spesialis penyakit dalam.


.ai
ww

Peralatan
//w

a. Tabung oksigen
ps:

b. Masker oksigen
c. Elektrokardiografi
htt

jdih.kemkes.go.id
-278-

Prognosis

l
tm
Prognosis umumnya dubia, tergantung pada pada tatalaksana dini

g.h
dan tepat.

tan
Referensi

n
-te
a. Panduan Pelayanan Medik, PAPDI, 2009 (Departemen Ilmu

22
Penyakit Dalam FKUI RSCM, 2004)

20
b. Isselbacher, J Kurt. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam

86
Edisi 13 Volume 3. Jakarta: EGC.2000 (Isselbacher, 2000)

s11
c. O’Rouke., Walsh., Fuster. Hurst’s The Heart Manual of
Cardiology.12th Ed.McGrawHill.2009. (Isselbacher, 2000)

ke
d. Sudoyo, W. Aaru, Bambang Setiyohadi. Ilmu Penyakit Dalam

en
7m
Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI.2007. (Sudoyo, et al., 2006)
10
3. Takikardia
k0

No. ICPC-2 : K79 Paroxysmal Tachicardy


r-h

No. ICD-10 : R00.0 Tachicardy Unspecified


mo

I47.1 Supraventicular Tachicardy


-no

I47.2 Ventricular Tachicardy


mk

Tingkat Kemampuan 3B
6/k

Masalah Kesehatan
2/0

Takikardi adalah suatu kondisi dimana denyut jantung istirahat


02

seseorang secara abnormal lebih dari 100 kali per menit.


z/2

Sedangkan supraventikular takikardi (SVT) adalah takikardi


.xy

yang berasal dari sumber di atas ventrikel (atrium atau AV


na

junction), dengan ciri gelombang QRS sempit (< 0,12ms) dan


lya

frekuensi lebih dari 150 kali per menit.


Ventrikular Takikardi (VT) adalah takikardi yang berasal dari
mu

ventrikel, dengan ciri gelombang QRS lebar (> 0,12ms) dan


na

frekuensi biasanya lebih dari 150 kali per menit. VT ini bisa
.ai

menimbulkan gangguan hemodinamik yang memerlukan


ww

tindakan resusitasi.
//w
ps:

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
htt

Gejala utama meliputi:

jdih.kemkes.go.id
-279-

a. Palpitasi

l
tm
b. Sesak napas

g.h
c. Mudah lelah
d. Nyeri atau rasa tidak nyaman di dada

tan
e. Denyut jantung istirahat lebih dari 100 kali per menit

n
-te
f. Penurunan tekanan darah dapat terjadi pada kondisi yang tidak

22
stabil

20
g. Pusing

86
h. Sinkop

s11
i. Berkeringat
j. Penurunan kesadaran bila terjadi gangguan hemodinamik

ke
Faktor Risiko

en
7m
a. Penyakit Jantung Koroner
b. Kelainan Jantung 10
c. Stress dan gangguan kecemasan
k0

d. Gangguan elektrolit
r-h

e. Hipertiroid
mo

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective )


-no

Pemeriksaan Fisik Patognomonis


mk

a. Denyut jantung melebihi 100 kali per menit dan bisa menjadi
sangat cepat dengan frekuensi > 150 kali per menit pada
6/k

keadaan SVT dan VT


2/0

b. Takipnea
02

c. Hipotensi
z/2

d. Sering disertai gelisah hingga penurunan kesadaran pada


.xy

kondisi yang tidak stabil


na

Pemeriksaan Penunjang
lya

EKG
a. SVT: kompleks QRS sempit (< 0,12ms) dengan frekuensi > 150
mu

kali per menit. Gelombang P bisa ada atau terkubur dalam


na

kompleks QRS.
.ai

b. VT: terdapat kompleks QRS lebar (>0,12ms), tiga kali atau lebih
ww

secara berurutan. Frekuensi nadi biasanya > 150 kali per menit
//w
ps:

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
htt

jdih.kemkes.go.id
-280-

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

l
tm
dan penunjang.

g.h
Diagnosis Banding: -
Komplikasi

tan
Dapat menyebabkan kematian

n
-te
22
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

20
Penatalaksanaan

86
Tata Laksana Takikardia Tidak Stabil

s11
Keadaan ini merupakan keadaan yang mengancam jiwa terutama
bila disertai hemodinamik yang tidak stabil. Bila hemodinamik tidak

ke
stabil (tekanan darah sistolik < 90 mmHg) dengan nadi melemah,

en
7m
apalagi disertai penurunan kesadaran bahkan pasien menjadi tidak
responsif harus dilakukan kardioversi baik dengan obat maupun
10
elektrik. Kondisi ini harus segera dirujuk dengan terpasang infus
k0

dan resusitasi jantung paru bila tidak responsif. Oksigen diberikan


r-h

dengan sungkup O2 10-15 liter per menit.


mo

Pada kondisi stabil, SVT dapat diatasi dengan dilakukan vagal


-no

manuver (memijat arteri karotis atau bola mata selama 10-15 menit).
mk

Bila tidak respon, dilanjutkan dengan pemberian adenosin 6 mg


bolus cepat. Bila tidak respon boleh diulang dengan 12 mg sebanyak
6/k

dua kali. Bila tidak respon atau adenosin tidak tersedia, segera rujuk
2/0

ke layanan sekunder. Pada VT, segera rujuk dengan terpasang infus


02

dan oksigen O2 nasal 4 liter per menit.


z/2

Takikardia Stabil
.xy

Tatalaksana tergantung penyebab, bila sinus takikardia, istirahatkan


na

pasien, dan berikan oksigen, evaluasi penyebab (kardiak atau


lya

ekstrakardiak seperti nyeri, masalah paru, cemas) bila tidak ada


perubahan maka dapat dirujuk.
mu

Konseling dan Edukasi


na

Edukasi kepada keluarga bahwa keadaan ini dapat mengancam jiwa


.ai

dan perlu dilakukan rujukan karena membutuhkan penanganan


ww

yang cepat dan tepat.


//w

Kriteria Rujukan
ps:

Segera rujuk setelah pertolongan pertama dengan pemasangan infus


dan oksigen.
htt

jdih.kemkes.go.id
-281-

Peralatan

l
tm
a. EKG

g.h
b. Bag valve mask

tan
Prognosis

n
-te
Prognosis dalam kondisi ini umumnya dubia, tergantung dari

22
penatalaksanaan selanjutnya.

20
86
Referensi

s11
Panduan Pelayanan Medik, PAPDI, 2009

ke
4. Gagal Jantung Akut Dan Kronik

en
7m
No. ICPC-2 : K77 Heart failure
No. ICD-10 :I50.9 Heart failure, unspecified
10
Tingkat Kemampuan
k0

Gagal jantung akut 3B


r-h

Gagal jantung kronik 3A


mo

Masalah Kesehatan
-no

Gagal jantung (akut dan kronik) merupakan masalah kesehatan yang


mk

menyebabkan penurunan kualitas hidup, tingginya rehospitalisasi


karena kekambuhan yang tinggi dan peningkatan angka kematian.
6/k

Prevalensi kasus gagal jantung di komunitas meningkat seiring


2/0

dengan meningkatnya usia yaitu berkisar 0,7% (40-45 tahun), 1,3%


02

(55-64 tahun), dan 8,4% (75 tahun ke atas). Lebih dari 40% pasien
z/2

kasus gagal jantung memiliki fraksi ejeksi lebih dari 50%. Pada usia
.xy

40 tahun, risiko terjadinya gagal jantung sekitar 21% untuk lelaki


na

dan 20,3% pada perempuan.


lya

Hasil Anamnesis (Subjective)


mu

Keluhan
na

a. Sesak pada saat beraktifitas (dyspneu d’effort)


.ai

b. Gangguan napas pada perubahan posisi (ortopneu)


ww

c. Sesak napas malam hari (paroxysmal nocturnal dyspneu)


//w

Keluhan tambahan: lemas, mual, muntah dan gangguan mental


ps:

pada orangtua
Faktor Risiko
htt

a. Hipertensi

jdih.kemkes.go.id
-282-

b. Dislipidemia

l
tm
c. Obesitas

g.h
d. Merokok
e. Diabetes melitus

tan
f. Riwayat gangguan jantung sebelumnya

n
-te
g. Riwayat infark miokard

22
20
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

86
Pemeriksaan Fisik:

s11
a. Peningkatan tekanan vena jugular
b. Frekuensi pernapasan meningkat

ke
c. Kardiomegali

en
7m
d. Gangguan bunyi jantung (gallop)
e. Ronki pada pemeriksaan paru 10
f. Hepatomegali
k0

g. Asites
r-h

h. Edema perifer
mo

Pemeriksaan Penunjang
-no

a. X Ray thoraks untuk menilai kardiomegali dan melihat


mk

gambaran edema paru


b. EKG (hipertrofi ventrikel kiri, atrial fibrilasi, perubahan
6/k

gelombang T, dan gambaran abnormal lain).


2/0

c. Darah perifer lengkap


02
z/2

Penegakan Diagnostik (Assessment)


.xy

Diagnosis Klinis
na

Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria Framingham yaitu


lya

minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.


Kriteria Mayor:
mu

a. Sesak napas tiba-tiba pada malam hari (paroxysmal nocturnal


na

dyspneu)
.ai

b. Distensi vena-vena leher


ww

c. Peningkatan tekanan vena jugularis


//w

d. Ronki basah basal


ps:

e. Kardiomegali
f. Edema paru akut
htt

g. Gallop (S3)

jdih.kemkes.go.id
-283-

h. Refluks hepatojugular positif

l
tm
Kriteria Minor:

g.h
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam

tan
c. Dyspneu d’effort (sesak ketika beraktifitas)

n
-te
d. Hepatomegali

22
e. Efusi pleura

20
f. Penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari normal

86
g. Takikardi >120 kali per menit

s11
Diagnosis Banding
a. Penyakit paru: obstruktif kronik (PPOK), asma, pneumonia,

ke
infeksi paru berat (ARDS), emboli paru

en
7m
b. Penyakit Ginjal: Gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
c. Sirosis hepatik 10
d. Diabetes ketoasidosis
k0

Komplikasi
r-h

a. Syok kardiogenik
mo

b. Gangguan keseimbangan elektrolit


-no
mk

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
6/k

a. Modifikasi gaya hidup


2/0

1) Pembatasan asupan cairan maksimal 1,5 liter (ringan),


02

maksimal 1 liter (berat)


z/2

2) Berhenti merokok dan konsumsi alkohol


.xy

b. Aktivitas fisik
na

1) Pada kondisi akut berat: tirah baring


lya

2) Pada kondisi sedang atau ringan:batasi beban kerja sampai


60% hingga 80% dari denyut nadi maksimal (220/umur)
mu

c. Penatalaksanaan farmakologi
na

Pada gagal jantung akut:


.ai

a. Terapi oksigen 2-4 liter per menit


ww

b. Pemasangan iv line untuk akses dilanjutkan dengan pemberian


//w

furosemid injeksi 20 s/d 40 mg bolus dapat diulang tiap jam


ps:

sampai dosis maksimal 600 mg/hari.


c. Segera rujuk.
htt

Pada gagal jantung kronik:

jdih.kemkes.go.id
-284-

a. Diuretik: diutamakan loop diuretic (furosemid) bila perlu dapat

l
tm
dikombinasikan Thiazid, bila dalam 24 jam tidak ada respon

g.h
rujuk ke layanan sekunder.
b. ACE Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensine II receptor blocker (ARB)

tan
mulai dari dosis terkecil dan titrasi dosis sampai tercapai dosis

n
-te
yang efektif dalam beberapa minggu. Bila pengobatan sudah

22
mencapai dosis maksimal dan target tidak tercapai segera

20
dirujuk.

86
c. Digoksin diberikan bila ditemukan takikardi untuk menjaga

s11
denyut nadi tidak terlalu cepat.

ke
Konseling dan Edukasi

en
7m
a. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit gagal
jantung kronik misalnya tidak terkontrolnya tekanan darah,
10
kadar lemak atau kadar gula darah.
k0

b. Pasien dan keluarga perlu diberitahu tanda-tanda kegawatan


r-h

kardiovaskular dan pentingnya untuk kontrol kembali setelah


mo

pengobatan di rumah sakit.


-no

c. Patuh dalam pengobatan yang telah direncanakan.


mk

d. Menjaga lingkungan sekitar kondusif untuk pasien beraktivitas


dan berinteraksi.
6/k

e. Melakukan konferensi keluarga untuk mengidentifikasi faktor-


2/0

faktor pendukung dan penghambat penatalaksanaan pasien,


02

serta menyepakati bersama peran keluarga pada masalah


z/2

kesehatan pasien.
.xy

Kriteria Rujukan
na

a. Pasien dengan gagal jantung harus dirujuk ke fasilitas peayanan


lya

kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis jantung atau


spesialis penyakit dalam untuk perawatan maupun
mu

pemeriksaan lanjutan seperti ekokardiografi.


na

b. Pada kondisi akut, dimana kondisi klinis mengalami


.ai

perburukan dalam waktu cepat harus segera dirujuk layanan


ww

sekunder atau layanan tertier terdekat untuk dilakukan


//w

penanganan lebih lanjut.


ps:

Peralatan
a. EKG
htt

b. Radiologi (X ray thoraks)

jdih.kemkes.go.id
-285-

c. Laboratorium untuk pemeriksaan darah perifer lengkap

l
tm
g.h
Prognosis
Tergantung dari berat ringannya penyakit, komorbid dan respon

tan
pengobatan.

n
-te
22
Referensi

20
a. Panduan Pelayanan Medik. PAPDI. 2009.

86
b. Usatine, R.P. The Color Atlas Of Family Medicine. 2009.

s11
(Usatine, et al., 2008)
c. Rakel, R.E. Rakel, D.P.Textbook Of Family Medicine.2011. (RE &

ke
Rakel, 2011)

en
7m
10
5. Cardiorespiratory ARREST
k0

No. ICPC-2 : K80 cardiac arrhytmia NOS


r-h

No. ICD-10 : R09.2 Respiratory arrest/ Cardiorespiratory


mo

failure
-no

Tingkat Kemampuan 3B
mk

Masalah Kesehatan
6/k

Cardiorespiratory Arrest (CRA) adalah kondisi kegawatdaruratan


2/0

karena berhentinya aktivitas jantung paru secara mendadak yang


02

mengakibatkan kegagalan sistem sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh


z/2

malfungsi mekanik jantung paru atau elektrik jantung. Kondisi yang


.xy

mendadak dan berat ini mengakibatkan kerusakan organ.


na

Henti jantung adalah konsekuensi dari aktivitas otot jantung yang


lya

tidak terkoordinasi. Dengan EKG, ditunjukkan dalam bentuk


Ventricular Fibrillation (VF). Satu menit dalam keadaan persisten VF,
mu

aliran darah koroner menurun hingga tidak ada sama sekali. Dalam
na

4 menit, aliran darah katoris tidak ada sehingga menimbulkan


.ai

kerusakan neurologi secara permanen.


ww

Jenis henti jantung


//w

a. Pulseless Electrical Activity (PEA)


ps:

b. Takikardia Ventrikel
c. Fibrilasi Ventrikel
htt

d. Asistole

jdih.kemkes.go.id
-286-

Hasil Anamnesis (Subjective)

l
tm
Keluhan

g.h
Pasien dibawa karena pingsan mendadak dengan henti jantung dan
paru. Sebelumnya, dapat ditandai dengan fase prodromal berupa

tan
nyeri dada, sesak, berdebar dan lemah.

n
-te
Hal yang perlu ditanyakan kepada keluarga pasien adalah untuk

22
mencari penyebab terjadinya CRA antara lain oleh:

20
a. 5 H (hipovolemia, hipoksia, hidrogen ion atau asidosis, hiper

86
atau hipokalemia dan hipotermia)

s11
b. 5 T (tension pneumothorax, tamponade, tablet atau overdosis
obat, trombosis koroner, dan thrombosis pulmoner), tersedak,

ke
tenggelam, gagal jantung akut, emboli paru, atau keracunan

en
7m
karbon monoksida.
10
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
k0

Pemeriksaan Fisik
r-h

Pada pemeriksaan tanda vital ditemukan:


mo

a. Pasien tidak sadar


-no

b. Tidak ada nafas


mk

c. Tidak teraba denyut nadi di arteri-arteri besar (karotis dan


femoralis).
6/k

Pemeriksaan Penunjang
2/0

EKG
02

Gambaran EKG biasanya menunjukkan gambaran VF (Ventricular


z/2

Fibrillation). Selain itu dapat pula terjadi asistol, yang survival rate-
.xy

nya lebih rendah daripada VF.


na
lya

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
mu

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik sedangkan


na

anamnesis berguna untuk mengidentifikasi penyebabnya.


.ai

Diagnosis Banding: -
ww

Komplikasi
//w

Konsekuensi dari kondisi ini adalah hipoksia ensefalopati, kerusakan


ps:

neurologi permanen dan kematian.


htt

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

jdih.kemkes.go.id
-287-

Penatalaksanaan

l
tm
a. Melakukan resusitasi jantung paru pada pasien, sesegera

g.h
mungkin tanpa menunggu anamnesis dan EKG.
b. Pasang oksigen dan IV line

tan
Konseling dan Edukasi

n
-te
Memberitahu keluarga mengenai kondisi pasien dan tindak lanjut

22
dari tindakan yang telah dilakukan, serta meminta keluarga untuk

20
tetap tenang pada kondisi tersebut.

86
Rencana Tindak Lanjut

s11
Monitor selalu kondisi pasien hingga dirujuk ke spesialis.
Kriteria rujukan

ke
Setelah sirkulasi spontan kembali (Return of Spontaneous

en
7m
Circulation/ROSC) pasien dirujuk ke layanan sekunder untuk
tatalaksana lebih lanjut. 10
Peralatan
k0

a. Elektrokardiografi (EKG)
r-h

b. Tabung oksigen
mo

c. Bag valve mask


-no
mk

Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad malam, tergantung pada waktu
6/k

dilakukannya penanganan medis.


2/0
02

Referensi
z/2

a. Bigatello, L.M. et al. Adult and Pediatric Rescucitation in Critical


.xy

Care Handbook of the Massachusetts General Hospital. 4Ed.


na

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2006. p: 255-279.


lya

(Bigatello, 2006)
b. O’Rouke. Walsh. Fuster. Hurst’s The Heart Manual of
mu

Cardiology.12th Ed.McGraw Hill. 2009.


na

c. Sudoyo, W. Aaru, B.S. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
.ai

Jakarta: FKUI. 2007.


ww
//w

6. Hipertensi Esensial
ps:

No ICPC-2 : K86 Hypertension uncomplicated


No ICD-10 : I10 Essential (primary) hypertension
htt

Tingkat Kemampuan 4A

jdih.kemkes.go.id
-288-

Masalah Kesehatan

l
tm
Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui

g.h
penyababnya. Hipertensi menjadi masalah karena meningkatnya
prevalensi, masih banyak pasien yang belum mendapat pengobatan,

tan
maupun yang telah mendapat terapi tetapi target tekanan darah

n
-te
belum tercapai serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang

22
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

20
86
Hasil Anamnesis (Subjective)

s11
Keluhan
Mulai dari tidak bergejala sampai dengan bergejala. Keluhan

ke
hipertensi antara lain:

en
7m
a. Sakit atau nyeri kepala
b. Gelisah 10
c. Jantung berdebar-debar
k0

d. Pusing
r-h

e. Leher kaku
mo

f. Penglihatan kabur
-no

g. Rasa sakit di dada


mk

Keluhan tidak spesifik antara lain tidak nyaman kepala, mudah lelah
dan impotensi.
6/k

Faktor Risiko
2/0

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:


02

a. Umur
z/2

b. Jenis kelamin
.xy

c. Riwayat hipertensi dan penyakit kardiovaskular dalam keluarga.


na

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:


lya

a. Riwayat pola makan (konsumsi garam berlebihan)


b. Konsumsi alkohol berlebihan
mu

c. Aktivitas fisik kurang


na

d. Kebiasaan merokok
.ai

e. Obesitas
ww

f. Dislipidemia
//w

g. Diabetus Melitus
ps:

h. Psikososial dan stres


Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana(Objective)
htt

Pemeriksaan Fisik

jdih.kemkes.go.id
-289-

a. Pasien tampak sehat, dapat terlihat sakit ringan-berat bila

l
tm
terjadi komplikasi hipertensi ke organ lain.

g.h
b. Tekanan darah meningkat sesuai kriteria JNC VII.
c. Pada pasien dengan hipertensi, wajib diperiksa status

tan
neurologis dan pemeriksaan fisik jantung (tekanan vena jugular,

n
-te
batas jantung, dan ronki).

22
Pemeriksaan Penunjang

20
a. Laboratorium

86
Urinalisis (proteinuria), tes gula darah, profil lipid, ureum,

s11
kreatinin
b. X raythoraks

ke
c. EKG

en
7m
d. Funduskopi
10
Penegakan Diagnosis (Assessment)
k0

Diagnosis Klinis
r-h

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


mo
-no

Tabel 6.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan Joint National


mk

Committee VII (JNC VII)


Klasifikasi TD Sistolik TD
6/k

Diastolik
2/0

Normal < 120 mmHg < 80 mm


02

Hg
z/2

Pre-Hipertensi 120-139 mmHg 80-89


.xy

mmHg
na

Hipertensi stage -1 140-159 mmHg 80-99


lya

mmHg
mu

Hipertensi stage -2 ≥ 160 mmHg ≥ 100


mmHg
na
.ai

Diagnosis Banding
ww

White collar hypertension, Nyeri akibat tekanan intraserebral,


//w

Ensefalitis
ps:
htt

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan

jdih.kemkes.go.id
-290-

Peningkatan tekanan darah dapat dikontrol dengan perubahan gaya

l
tm
hidup dan terapi farmakologis.

g.h
Tabel 6.2 Modifikasi gaya hidup untuk hipertensi

tan
Modifikasi Rekomendasi Rerata penurunan TDS

n
-te
Penurunan berat Jaga berat badan ideal (BMI: 5 – 20 mmHg/ 10 kg

22
badan 18,5 - 24,9 kg/m2)

20
Dietary Approaches Diet kaya buah, sayuran, 8 – 14 mmHg
to Stop Hypertension produk rendah lemak dengan

86
(DASH) jumlah lemak total dan lemak

s11
jenuh yang rendah

ke
Pembatasan asupan Kurangi hingga <100 mmol per 2 – 8 mmHg

en
natrium hari (2.0 g natrium atau 6.5 g

7m
natrium klorida atau 1 sendok
teh garam perhari)
10
Aktivitas fisik aerobic Aktivitas fisik aerobik yang 4 – 9 mmHg
k0

teratur (mis: jalan cepat) 30


r-h

menit sehari, hampir setiap hari


mo

dalam seminggu
-no

Stop alkohol 2 – 4 mmHg


mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-291-

l
tm
KONDISI
MEMBURUK

g.h
Tanda syok

tan
Target tekanan darah tidak tercapai
<140/90 mmHg, ATAU <130/80 mmHg pada pasien
DM, penyakit ginjal kronik, memiliki > 3 faktor

n
risiko, ada penyakit tertentu

-te
Dengan indikasi

22
khusus

20
Tanpa indikasi Modifikasi gaya hidup
khusus

86
s11
Stage I Stage II Obat-obatan untuk
indikasi khusus
Diuretik tiazid, Kombinasi 2 tersebut

ke
dapat obat ditambah obat
dipertimbangkan Biasanya antihipertensi lain

en
ACEi, BB, CCB, diuretik dengan (diuretik, ACEi, BB,
atau kombinasi ACEi, BB, atau CCB) sesuai
CCB

7m
kebutuhan

10
Target tekanan darah belum
k0
tercapai
r-h

Optimalkan dosis atau tambahkan obat


mo

antihipertensi lain. Pertimbangkan konsultasi


dokter spesialis
-no

Gambar 6.1 Algoritme tata laksana hipertensi


mk

a. Hipertensi tanpa compelling indication


6/k

1) Hipertensi stage1 dapat diberikan diuretik (HCT 12.5-50


2/0

mg/hari, atau pemberian penghambat ACE (captopril


02

3x12,5-50 mg/hari), atau nifedipin long acting 30-60


z/2

mg/hari) atau kombinasi.


2) Hipertensi stage2
.xy

Bila target terapi tidak tercapai setelah observasi selama 2


na

minggu, dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya


lya

golongan diuretik, tiazid dan penghambat ACE atau


mu

penyekat reseptor beta atau penghambat kalsium.


na

3) Pemilihan anti hipertensi didasarkan ada tidaknya


.ai

kontraindikasi dari masing-masing antihipertensi diatas.


ww

Sebaiknya pilih obat hipertensi yang diminum sekali sehari


//w

atau maksimum 2 kali sehari.


Bila target tidak tercapai maka dilakukan optimalisasi
ps:

dosis atau ditambahkan obat lain sampai target tekanan


htt

darah tercapai.

jdih.kemkes.go.id
-292-

l
tm
Tabel 6.3 Obat yang direkomendasikan untuk hipertensi

g.h
Indikasi Obat yang direkomendasikan
khusus Diuretik Penyekat Penghamba Antagonis Penghamba Antagonis

tan
beta (BB) t ACE reseptor t kanal aldosteron

n
(ACEi) AII (ARB) kalsium

-te
(CCB)

22
Gagal √ √ √ √ √

20
jantung

86
Paska infark √ √ √

s11
miokard akut

ke
Risiko tinggi √ √ √ √

en
penyakit

7m
coroner
DM √ √ √ 10 √ √
Penyakit √ √
k0

ginjal kronik
r-h

Pencegahan √ √
mo

stroke
-no

berulang
mk

b. Kondisi khusus lain


6/k

1) Lanjut Usia
2/0

a) Diuretik (tiazid) mulai dosis rendah 12,5 mg/hari.


b) Obat hipertensi lain mempertimbangkan penyakit
02
z/2

penyerta.
2) Kehamilan
.xy

a) Golongan metildopa, penyekat reseptor β, antagonis


na

kalsium, vasodilator.
lya

b) Penghambat ACE dan antagonis reseptor AII tidak


mu

boleh digunakan selama kehamilan.


na

Komplikasi
.ai

a. Hipertrofi ventrikel kiri


ww

b. Proteinurea dan gangguan fungsi ginjal


c. Aterosklerosis pembuluh darah
//w

d. Retinopati
ps:

e. Stroke atau TIA


htt

jdih.kemkes.go.id
-293-

f. Gangguan jantung, misalnya infark miokard, angina pektoris,

l
tm
serta gagal jantung

g.h
Konseling dan Edukasi

tan
a. Edukasi tentang cara minum obat di rumah, perbedaan antara

n
-te
obat-obatan yang harus diminum untuk jangka panjang

22
(misalnya untuk mengontrol tekanan darah) dan pemakaian

20
jangka pendek untuk menghilangkan gejala (misalnya untuk

86
mengatasi mengi), cara kerja tiap-tiap obat, dosis yang

s11
digunakan untuk tiap obat dan berapa kali minum sehari.
b. Pemberian obat anti hipertensi merupakan pengobatan jangka

ke
panjang. Kontrol pengobatan dilakukan setiap 2 minggu atau 1

en
7m
bulan untuk mengoptimalkan hasil pengobatan.
c. Penjelasan penting lainnya adalah tentang pentingnya menjaga
10
kecukupan pasokan obat-obatan dan minum obat teratur
k0

seperti yang disarankan meskipun tak ada gejala.


r-h

d. Individu dan keluarga perlu diinformasikan juga agar


mo

melakukan pengukuran kadar gula darah, tekanan darah dan


-no

periksa urin secara teratur. Pemeriksaan komplikasi hipertensi


mk

dilakukan setiap 6 bulan atau minimal 1 tahun sekali.


6/k

Kriteria Rujukan
2/0

a. Hipertensi dengan komplikasi


02

b. Resistensi hipertensi
z/2

c. Hipertensi emergensi (hipertensi dengan tekanan darah sistole


.xy

>180)
na
lya

Peralatan
a. Laboratorium untuk melakukan pemeriksaan urinalisis dan
mu

glukosa
na

b. EKG
.ai

c. Radiologi (X ray thoraks)


ww
//w

Prognosis
ps:

Prognosis umumnya bonam apabila terkontrol.


htt

jdih.kemkes.go.id
-294-

Referensi

l
tm
Direktorat Penyakit Tidak Menular. Buku Pedoman Pengendalian

g.h
Hipertensi. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2013. (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013)

n tan
-te
G. Muskuloskeletal

22
1. Fraktur Terbuka

20
No. ICPC-2 : L76 fracture other

86
No. ICD-10 : T14 fracture of unspecified body

s11
Tingkat Kemampuan 3B

ke
Masalah Kesehatan

en
7m
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial.
10
Fraktur terbuka adalah suatu fraktur yang terdapathubungan
k0

dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi


r-h

bakteri dan dapat menimbulkan komplikasi infeksi.


mo
-no

Hasil Anamnesis (Subjective)


mk

Keluhan
a. Adanya patah tulang terbuka setelah terjadinya trauma
6/k

b. Nyeri
2/0

c. Sulit digerakkan
02

d. Deformitas
z/2

e. Bengkak
.xy

f. Perubahan warna
na

g. Gangguan sensibilitas
lya

h. Kelemahan otot
Faktor Risiko: -
mu
na

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


.ai

Pemeriksaan Fisik
ww

a. Inspeksi (look)
//w

Adanya luka terbuka pada kulit yang dapat berupa tusukan


ps:

tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar oleh
karena tertembus, misalnya oleh peluru atau trauma langsung
htt

dengan fraktur yang terpapar dengan dunia luar.

jdih.kemkes.go.id
-295-

b. Palpasi (feel)

l
tm
1) Robekan kulit yang terpapar dunia luar

g.h
2) Nyeri tekan
3) Terabanya jaringan tulang yang menonjol keluar

tan
4) Adanya deformitas

n
-te
5) Panjang anggota gerak berkurang dibandingkan sisi yang

22
sehat

20
c. Gerak (move)

86
Umumnya tidak dapat digerakkan

s11
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi, berupa: Foto polos dilakukan pemeriksaan

ke
dalam proyeksi AP dan lateral

en
Penegakan Diagnostik (Assessment)
7m
10
Diagnosis klinis
k0

Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan


r-h

penunjang.
mo

Klasifikasi
-no

Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga kelompok:


mk

a. Grade I
1) Fraktur terbuka dengan luka kulit kurang dari 1 cm dan
6/k

bersih
2/0

2) Kerusakan jaringan minimal, frakturnya simple atau


02

oblique dan sedikit kominutif .


z/2

b. Grade II
.xy

1) Fraktur terbuka dengan luka robek lebih dari 1 cm, tanpa


na

ada kerusakan jaringan lunak,


lya

2) Flap kontusio avulsi yang luas serta fraktur kominutif


sedang dan kontaminasi sedang.
mu

c. Grade III
na

Fraktur terbuka segmental atau kerusakan jaringan lunak yang


.ai

luas atau amputasi traumatic, derajad kontaminasi yang berat


ww

dan trauma dengan kecepatan tinggi.


//w

Fraktur grade III dibagi menjadi tiga, yaitu:


ps:

1) Grade IIIa: Fraktur segmental atau sangat kominutif


penutupan tulang dengan jaringan lunak cukup adekuat.
htt

jdih.kemkes.go.id
-296-

2) Grade IIIb: Trauma sangat berat atau kehilangan jaringan

l
tm
lunak yang cukup luas, terkelupasnya daerah periosteum

g.h
dan tulang tampak terbuka,serta adanya kontaminasi yang
cukup berat.

tan
3) Grade IIIc: Fraktur dengan kerusakan pembuluh darah.

n
-te
22
Diagnosis Banding: -

20
Komplikasi

86
Perdarahan, syok septik sampai kematian, septikemia, toksemia oleh

s11
karena infeksi piogenik, tetanus, gangrene, perdarahan sekunder,
osteomielitis kronik, delayed union, nonunion dan malunion,

ke
kekakuan sendi, komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama

en
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
7m
10
Prinsip penanganan fraktur terbuka
k0

a. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi dengan


r-h

metode ATLS
mo

b. Lakukan irigasi luka


-no

c. Lakukan imobilisasi fraktur


mk

d. Pasang cairan dan berikan antibiotika intra vena yang sesuai


dan adekuat kemudian segera rujuk kelayanan sekunder.
6/k

Penatalaksanaan
2/0

a. Pembersihan terhadap luka fraktur, dengan cara irigasi dengan


02

NaCl fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing


z/2

yang melekat.
.xy

b. Balut luka untuk menghentikan perdarahan, pada fraktur


na

dengan tulang menonjol keluarsedapat mungkin dihindari


lya

memasukkan komponen tulang tersebut kembali kedalam luka.


c. Fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi
mu

eksterna.
na

d. Pemberian antibiotika: merupakan cara efektif mencegah


.ai

terjadinya infeksi pada fraktur terbuka. Antibiotika yang


ww

diberikan sebaiknya dengan dosis yang besar. Untuk fraktur


//w

terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah golongan


ps:

cephalosporin, dan dikombinasi dengan golongan


aminoglikosida.
htt

jdih.kemkes.go.id
-297-

e. Pencegahan tetanus: semua penderita dengan fraktur terbuka

l
tm
perlu diberikan pencegahan tetanus. Pada penderita yang telah

g.h
mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian tetanus
toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus

tan
imunoglobulin.

n
-te
Kriteria Rujukan

22
Pasien segera dirujuk setelah kondisi lebih stabil dengan tetap

20
mengawasi tanda vital.

86
s11
Peralatan
Bidai, set bedah minor

ke
en
7m
Prognosis
Prognosis quo ad fungsionam adalah dubia ad bonam, tergantung
10
pada kecepatan dan ketepatan tindakan yang dilakukan.
k0
r-h

Referensi
mo

a. Schaller, T.M. Calhoun, J.H. Open Fracture. E-medicine. Medscape.


-no

Update 21 May. 2011. (Schaller & Calhoun, 2011)


mk

b. Chairuddin, R. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Fraktur Terbuka.


Edisi 3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2007. Hal: 332 - 334.
6/k

(Chairuddin, 2007)
2/0
02

2. Fraktur Tertutup
z/2

No. ICPC-2 : L76 fracture other


.xy

No. ICD-10 : T14 fracture of unspecified body


na

Tingkat Kemampuan 3B
lya

Masalah Kesehatan
mu

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,


na

tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial.


.ai

Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak berhubungan


ww

dengan lingkungan luar.


//w

Hasil Anamnesis (Subjective)


ps:

Keluhan
a. Adanya riwayat trauma (terjatuh, kecelakaan, dll)
htt

b. Nyeri

jdih.kemkes.go.id
-298-

c. Sulit digerakkan

l
tm
d. Deformitas

g.h
e. Bengkak
f. Perubahan warna

tan
g. Gangguan sensibilitas

n
-te
h. Kelemahan otot

22
Faktor Risiko:

20
Osteoporosis

86
s11
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik

ke
a. Inspeksi (look)

en
7m
Adanya deformitas dari jaringan tulang, namun tidak menembus
kulit. Anggota tubuh tdak dapat digerakkan.
10
b. Palpasi (feel)
k0

1) Teraba deformitas tulang jika dibandingkan dengan sisi


r-h

yang sehat.
mo

2) Nyeri tekan.
-no

3) Bengkak.
mk

4) Perbedaan panjang anggota gerak yang sakitdibandingkan


dengan sisi yang sehat.
6/k

c. Gerak (move)
2/0

Umumnya tidak dapat digerakkan


02

Pemeriksaan Penunjang
z/2

Pemeriksaan radiologi berupa foto polos dilakukan pemeriksaan


.xy

dalam proyeksi AP dan lateral.


na
lya

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
mu

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


na

penunjang.
.ai

Diagnosis Banding : -
ww

Komplikasi : Compartemen syndrome


//w
ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Prinsip penatalaksanaan dilakukan dengan:
htt

a. Semua fraktur dikelola secara emergensi dengan metode ATLS

jdih.kemkes.go.id
-299-

b. Lakukan stabilisasi fraktur dengan bidai, waspadai adanya

l
tm
tanda-tanda compartemen syndrome seperti edema, kulit yang

g.h
mengkilat dan adanya nyeri tekan.
c. Rujuk segera kelayanan sekunder

tan
Kriteria Rujukan:

n
-te
Pasien segera dirujuk setelah kondisi lebih stabil dengan tetap

22
mengawasi tanda vital.

20
86
Peralatan

s11
a. Bidai
b. Jarum kecil

ke
en
7m
Prognosis
Prognosis umumnya bonam, namun quo ad fungsionam adalah dubia
10
ad bonam. Hal ini bergantung kepada kecepatan dan ketepatan
k0

tindakan yang dilakukan.


r-h
mo

Referensi
-no

Chairuddin, R. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Fraktur Tertutup.


mk

Edisi 3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2007. Hal:327-332.


6/k

3. Polimialgia Reumatik
2/0

No. ICPC-2 : L99 Musculosceletal disease other


02

No. ICD-10 : M53.3 Polymyalgia rheumatica


z/2

Tingkat Kemampuan 3A
.xy
na

Masalah Kesehatan
lya

Poly Myalgia Rheumatica (PMR) adalah suatu sindrom klinis dengan


etiologi yang tidak diketahui yang mempengaruhi individu usia
mu

lanjut. Hal ini ditandai dengan myalgia proksimal dari pinggul dan
na

gelang bahu dengan kekakuan pagi hari yang berlangsung selama


.ai

lebih dari 1 jam.


ww
//w

Hasil Anamnesis (Subjective)


ps:

Keluhan
Pada sekitar 50% pasien berada dalam kesehatan yang baik sebelum
htt

onset penyakit yang tiba-tiba. Pada kebanyakan pasien, gejala

jdih.kemkes.go.id
-300-

muncul pertama kali pada bahu. Sisanya, pinggul atau leher yang

l
tm
terlibat saat onset. Gejala terjadi mungkin pada satu sisi tetapi

g.h
biasanya menjadi bilateral dalam beberapa minggu.
Gejala-gejala termasuk nyeri dan kekakuan bahu dan pinggul.

tan
Kekakuan mungkin begitu parah sehingga pasien mungkin

n
-te
mengalami kesulitan bangkit dari kursi, berbalik di tempat tidur,

22
atau mengangkat tangan mereka di atas bahu tinggi. Kekakuan

20
setelah periode istirahat (fenomena gel) serta kekakuan pada pagi

86
hari lebih dari 1 jam biasanya terjadi. Pasien juga mungkin

s11
menggambarkan sendi distal bengkak atau yang lebih jarang berupa
edema tungkai. Carpal tunnel syndrome dapat terjadi pada beberapa

ke
pasien.

en
7m
Faktor Risiko: -
10
Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang sederhana (Objective )
k0

Pemeriksaan Fisik Patognomonis


r-h

Tanda-tanda dan gejala polymyalgia rheumatic tidak spesifik, dan


mo

temuan obyektif pada pemeriksaan fisik sering kurang.


-no

Gejala umumsebagai berikut:


mk

a. Penampilan lelah
b. Pembengkakan ekstremitas distal dengan pitting edema.
6/k

Temuan muskuloskeletal sebagai berikut:


2/0

a. Kekuatan otot normal, tidak ada atrofi otot


02

b. Nyeri pada bahu dan pinggul dengan gerakan


z/2

c. Sinovitis transien pada lutut, pergelangan tangan, dan sendi


.xy

sterno klavikula.
na

Pemeriksaan Penunjang
lya

Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)


mu

Penegakan Diagnostik(Assessment)
na

Diagnosis Klinis
.ai

Diagnosis ditegakkan berdasarkan satu set kriteria diagnostik


ww

berikut, yaitu:
//w

a. Usia onset 50 tahun atau lebih tua


ps:

b. Laju endap darah ≥ 40 mm / jam


c. Nyeri bertahan selama ≥ 1 bulan dan melibatkan 2 dari daerah
htt

berikut: leher, bahu, dan korset panggul

jdih.kemkes.go.id
-301-

d. Tidak adanya penyakit lain dapat menyebabkan gejala

l
tm
muskuloskeletal

g.h
e. Kekakuan pagi berlangsung ≥ 1 jam
f. Respon cepat terhadap prednison (≤ 20 mg)

tan
Diagnosis Banding

n
-te
Amiloidosis, AA (Inflammatory), Depresi, Fibromialgia, Giant Cell

22
Arteritis, Hipotiroidism, Multipel mieloma, Osteoartritis, Sindroma

20
paraneoplastik, Artritis reumatoid.

86
Komplikasi : -

s11
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan

ke
a. Prednison dengan dosis 10-15 mg peroral setiap hari, biasanya

en
7m
menghasilkan perbaikan klinis dalam beberapa hari.
b. ESR biasanya kembali ke normal selama pengobatan awal,
10
tetapi keputusan terapi berikutnya harus berdasarkan status
k0

ESR dan klinis.


r-h

c. Terapi glukokortikoid dapat diturunkan secara bertahap dengan


mo

dosis pemeliharaan 5-10 mg peroral setiap hari tetapi harus


-no

dilanjutkan selama minimal 1 tahun untuk meminimalkan


mk

risiko kambuh.
Konsultasi dan Edukasi
6/k

Edukasi keluarga bahwa penyakit ini mungkin menimbulkan


2/0

gangguan dalam aktivitas penderita, sehingga dukungan keluarga


02

sangatlah penting.
z/2

Kriteria Rujukan
.xy

Setelah ditegakkan dugaan diagnosis, pasien dirujuk ke pelayanan


na

kesehatan sekunder.
lya

Peralatan
mu

Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah


na

Prognosis
.ai

Prognosis adalah dubia ad bonam, tergantung dari ada/tidaknya


ww

komplikasi.
//w
ps:

Referensi
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. 2009.
htt

jdih.kemkes.go.id
-302-

4. Artritis Reumatoid

l
tm
No. ICPC-2 : L99 Musculosceletal disease other

g.h
No. ICD-10 : M53.3 Polymyalgia rheumatica
Tingkat Kemampuan 3A

tan
n
-te
Masalah Kesehatan

22
Penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif

20
simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian,

86
seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya.

s11
Hasil Anamnesis (Subjective)

ke
Keluhan

en
7m
Gejala pada awal onset
Gejala prodromal: lelah (malaise), anoreksia, seluruh tubuh terasa
10
lemah yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
k0

Gejala spesifik pada banyak sendi (poliartrikular) secara simetris,


r-h

dapat mengenai seluruh sendi terutama sendi PIP (proximal


mo

interphalangeal), sendi MCP (metacarpophalangeal) atau MTP


-no

(metatarsophalangeal), pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki.


mk

Sendi DIP (distal interphalangeal) umumnya tidak terkena.


Gejala sinovitis pada sendi yang terkena: bengkak, nyeri yang
6/k

diperburuk dengan gerakan sehingga gerakan menjadi terbatas,


2/0

kekakuan pada pagi hari > 1 jam.


02

Gejala ekstraartikular: mata (episkleritis), kardiovaskular (nyeri dada


z/2

pada perikarditis), hematologi (anemia).


.xy

Faktor Risiko
na

a. Wanita,
lya

b. Faktor genetik.
c. Hormon seks.
mu

d. Infeksi
na

e. Merokok
.ai
ww

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


//w

Pemeriksaan Fisik
ps:

Manifestasi artikular:
Bengkak/efusi sendi, nyeri tekan sendi, sendi teraba hangat,
htt

deformotas (swan neck, boutonniere, deviasi ulnar)

jdih.kemkes.go.id
-303-

Manifestasi ekstraartikular:

l
tm
a. Kulit: terdapat nodul rheumatoid pada daerah yg banyak

g.h
menerima penekanan, vaskulitis.
b. Soft tissue rheumatism, seperti carpal tunnel syndrome atau

tan
frozen shoulder.

n
-te
c. Mata dapat ditemukan kerato-konjungtivitis sicca yang

22
merupakan manifestasi sindrom Sjorgen, episkleritis/ skleritis.

20
Konjungtiva tampak anemia akibat penyakit kronik.

86
d. Sistem respiratorik dapat ditemukan adanya radang sendi

s11
krikoaritenoid, pneumonitis interstitial, efusi pleura, atau
fibrosis paru luas.

ke
e. Sistem kardiovaskuler dapat ditemukan perikarditis konstriktif,

en
7m
disfungsi katup, fenomena embolisasi, gangguan konduksi,
aortritis, kardiomiopati. 10
k0

Pemeriksaan Penunjang
r-h

Pemeriksaan laju endap darah (LED)


mo

Pemeriksaan di pelayanan kesehatan sekunder atau rujukan


-no

horizontal:
mk

a. Faktor reumatoid (RF) serum.


b. Radiologi tangan dan kaki. Gambaran dini berupa
6/k

pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis juxta-


2/0

articular dan erosi pada bare area tulang. Keadaan lanjut


02

terlihat penyempitan celah sendi, osteoporosis difus, erosi


z/2

meluas sampai daerah subkondral.


.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 6.2 Radiologi tangan pada Artritis Rheumatoid


htt

c. ACPA (anti-cyclic citrullinated peptide antibody) / anti-CCP

jdih.kemkes.go.id
-304-

d. CRP

l
tm
e. Analisis cairan sendi

g.h
f. Biopsi sinovium/ nodul rheumatoid

tan
Penegakan Diagnosis (Assessment)

n
-te
Diagnosis Klinis

22
Diagnosis RA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan

20
radiografis.

86
s11
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan ACR-EULAR 2010:

ke
Dibuat skor dari beberapa poin dibawah ini :

en
7m
a. Jumlah sendi yang terlibat
1) 1 sendi besar 10 :0
2) 2-10 sendi besar :1
k0

3) 1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa sendi besar) : 2


r-h

4) 4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa sendi besar): 3


mo

5) >10 sendi dengan minimal 1 sendi kecil :5


-no

Sendi DIP, MTP I, carpometacarpal I tidak termasuk dalam


mk

kriteria
Yang dimaksud sendi kecil adalah MCP, PIP, MTP II-V, ibu jari,
6/k

dan pergelangan tangan


2/0

Yang dimaksud sendi besar adalah bahu, siku, lutut, pangkal


02

paha, dan pergelangan kaki.


z/2

b. Acute phase reactants : LED dan CRP


.xy

LED atau CRP naik : 1


na

c. RF atau anti CCP


lya

1) RF dan anti CRP (-) : 0


2) RF atau anti CRP naik < 3 batas atas normal (BAN):
mu

2
na

3) RF atau CRP naik > 3 BAN : 3


.ai

d. Durasi
ww

1) Lebih dari 6 Minggu : 1


//w

2) Kurang dari 6 Minggu : 0


ps:

Skor 6 atau lebih dapat dibuat diagnosis RA


htt

jdih.kemkes.go.id
-305-

l
tm
Tabel 6.4 Sistem penilaian klasifikasi kriteria RA (American College of

g.h
Rheumatology/European League Against Rheumatism, 2010)
Kriteria Klasifikasi untuk RA (algoritma berdasarkan skor:

tan
tambahkan skor dari kategori A-D; dari total skor 10, jika didapatkan

n
-te
jumlah skor ≥ 6 adalah definisi pasti RA)3

22
1. Keterlibatan sendi

20
1 sendi besar5 0

86
2-10 sendi besar 1

s11
1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)6 2
4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)3 3

ke
en
>10 sendi (min.1 sendi kecil)7 5

7m
2. Serologi (min.1 hasil tes yang dibutuhkan untuk klasifikasi)8
RF (-) dan ACPA (-) 0
10
k0
RF (+) rendah dan ACPA (+) rendah 2
r-h

RF (+) tinggi dan ACPA (+) tinggi 3


3. Reaktan fase akut (min.1 hasil tes yang dibutuhkan untuk
mo

klasifikasi)9
-no

CRP normal dan LED normal 0


mk

CRP tidak normal dan LED tidak normal 1


6/k

4. Durasi dari gejala10


2/0

< 6 minggu 0
≥ 6 minggu 1
02
z/2

Catatan:
.xy

a. Kriteria tersebutditujukan untuk klasifikasi pasien baru.


na

Sebagai tambahan, pasien dengan penyakit erosif tipikal RA


lya

dengan riwayat yang sesuai dengan kriteria 2010 ini harus


mu

diklasifikasikan ke dalam RA. Pasien dengan penyakit lama,


na

termasuk yang tidak aktif (dengan atau tanpa pengobatan), yang


.ai

berdasarkan data retrospektif yang dimiliki memenuhi kriteria


ww

2010 ini harus diklasifikasikan ke dalam RA.


b. Diagnosis banding bervariasi diantara pasien dengan
//w

manifestasi yang berbeda, tetapi boleh memasukkan kondisi


ps:

seperti SLE, artritis psoriatic, dan gout. Jika diagnosis banding


htt

masih belum jelas, hubungi ahli reumatologi.

jdih.kemkes.go.id
-306-

c. Walaupun pasien dengan skor < 6 dari tidak diklasifikasikan ke

l
tm
dalam RA, status mereka dapat dinilai ulang dan kriteria ini

g.h
bisa dipenuhi secara kumulatif seiring waktu.
d. Keterlibatan sendi merujuk pada sendi yang bengkak atau nyeri

tan
pada pemeriksaan, yang dikonfirmasi oleh bukti pencitraan

n
-te
akan adanya sinovitis. Sendi interfalang distal, sendi

22
karpometakarpal I, dan sendi metatarsofalangeal I tidak

20
dimasukkan dalam pemeriksaan. Kategori distribusi sendi

86
diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan jumlah sendi yang

s11
terlibat, ditempatkan ke dalam kategori tertinggi berdasarkan
pola keterlibatan sendi.

ke
e. Sendi-sendi besar merujuk pada bahu, siku, pinggul, lutut, dan

en
7m
pergelangan kaki.
f. Sendi-sendi kecil merujuk pada sendi metakarpofalangeal, sendi
10
interfalang proksimal, sendi metatarsophalangeal II-V, sendi
k0

interfalang ibujari, dan pergelangan tangan.


r-h

g. Dalam kategori ini, minimal 1 dari sendi yg terlibat harus sendi


mo

kecil; sendi lainnya dapat berupa kombinasi dari sendi besar


-no

dan sendi kecil tambahan, seperti sendi lainnya yang tidak


mk

terdaftar secara spesifik dimanapun (misal temporomandibular,


akromioklavikular, sternoklavikular dan lain-lain).
6/k

h. Negatif merujuk pada nilai IU yg ≤ batas atas nilai normal (BAN)


2/0

laboratorium dan assay; positif rendah merujuk pada nilai IU


02

yang ≥ BAN tetapi ≤ 3x BAN laboratorium dan assay; positif


z/2

tinggi merujuk pada nilai IU yg > 3x BAN laboratorium dan


.xy

assay. Ketika RF hanya dapat dinilai sebagai positif atau negatif,


na

hasil positif harus dinilai sebagai positif rendah untuk RA. ACPA
lya

= anti-citrullinated protein antibody.


i. Normal/tidak normal ditentukan oleh standar laboratorium
mu

setempat. CRP (C-reactive protein); LED (Laju Endap Darah).


na

j. Durasi gejala merujuk pada laporan dari pasien mengenai


.ai

durasi gejala dan tanda sinovitis (misal nyeri, bengkak, dan


ww

nyeri pada penekanan) dari sendi yang secara klinis terlibat


//w

pada saat pemeriksaan, tanpa memandang status pengobatan.


ps:

Diagnosis Banding
Penyebab arthritis lainnya, Spondiloartropati seronegatif, Lupus
htt

eritematosus istemik, Sindrom Sjogren

jdih.kemkes.go.id
-307-

Komplikasi

l
tm
a. Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar)

g.h
b. Sindrom terowongan karpal (TCS)
c. Sindrom Felty (gabungan gejala RA, splenomegali, leukopenia,

tan
dan ulkus pada tungkai; juga sering disertai limfadenopati dan

n
-te
trombositopenia)

22
20
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

86
Penatalaksanaan

s11
a. Pasien diberikan informasi untuk memproteksi sendi, terutama
pada stadium akut dengan menggunakan decker.

ke
b. Pemberian obat anti inflamasi non-steroid, seperti: diklofenak

en
7m
50-100 mg 2x/hari, meloksikam 7,5–15 mg/hari, celecoxib 200-
400 mg/sehari. 10
c. Pemberian golongan steroid, seperti: prednison atau metil
k0

prednisolon dosis rendah (sebagai bridging therapy).


r-h

d. Fisioterapi, tatalaksana okupasi, bila perlu dapat diberikan


mo

ortosis.
-no
mk

Kriteria rujukan
a. Tidak membaik dengan pemberian obat anti inflamasi dan
6/k

steroid dosis rendah.


2/0

b. RA dengan komplikasi.
02

c. Rujukan pembedahan jika terjadi deformitas.


z/2
.xy

Peralatan
na

Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah.


lya

Prognosis
mu

Prognosis adalah dubia ad bonam, sangat tergantung dari perjalanan


na

penyakit dan penatalaksanaan selanjutnya.


.ai
ww

Referensi
//w

a. Lipsky, P.E. Rheumatoid Arthritis. In: Braunwald. Fauci. Hauser.


ps:

Eds. Harrison’s Principals of Internal Medicine. 17thEd. USA:


McGraw-Hill. 2008: p. 2083-92.
htt

jdih.kemkes.go.id
-308-

b. Daud, R. Artritis Reumatoid. Dalam: Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B.

l
tm
Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S.Eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit

g.h
Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006: p. 1184-91.

tan
c. Panduan Pelayanan Medis Departemen Penyakit Dalam. Jakarta:

n
-te
RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. 2007

22
20
5. ARTRITIS, OSTEOARTRITIS

86
No. ICPC-2 : L91 Osteoarthrosis other

s11
No. ICD-10 : M19.9 Osteoarthrosis other
Tingkat Kemampuan 3A

ke
en
7m
Masalah Kesehatan
Penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
10 dengan kerusakan
kartilago sendi. Pasien sering datang berobat pada saat sudah ada
k0

deformitas sendi yang bersifat permanen.


r-h
mo

Hasil Anamnesis (Subjective)


-no

Keluhan
mk

a. Nyeri sendi
b. Hambatan gerakan sendi
6/k

c. Kaku pagi
2/0

d. Krepitasi
02

e. Pembesaran sendi
z/2

f. Perubahan gaya berjalan


.xy

Faktor Risiko
na

a. Usia > 60 tahun


lya

b. Wanita, usia >50 tahun atau menopouse


c. Kegemukan/ obesitas
mu

d. Pekerja berat dengen penggunaan satu sendi terus menerus


na
.ai

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


ww

Pemeriksaan Fisik
//w

Tanda Patognomonis
ps:

a. Hambatan gerak
b. Krepitasi
htt

c. Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris

jdih.kemkes.go.id
-309-

d. Tanda-tanda peradangan sendi

l
tm
e. Deformitas sendi yang permanen

g.h
f. Perubahan gaya berjalan

tan
Pemeriksaan Penunjang

n
-te
Radiografi

22
20
Penegakan Diagnosis (Assessment)

86
Diagnosis Klinis

s11
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan radiografi.
Diagnosis Banding

ke
Artritis Gout, Rhematoid Artritis

en
7m
Komplikasi
Deformitas permanen 10
k0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


r-h

Penatalaksanaan
mo

a. Pengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana


-no

yang terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena.


mk

b. Pengobatan bertujuan untuk mencegah progresifitas dan


meringankan gejala yang dikeluhkan.
6/k

c. Modifikasi gaya hidup, dengan cara:


2/0

1) Menurunkan berat badan


02

2) Melatih pasien untuk tetap menggunakan sendinya dan


z/2

melindungi sendi yang sakit


.xy

d. Pengobatan Non Medikamentosa : Rehabilitasi Medik


na

/Fisioterapi
lya

e. Pengobatan Medikamentosa
1) Analgesik topikal
mu

2) NSAID (oral):
na

a) non selective: COX1 (Diklofenak, Ibuprofen,


.ai

Piroksikam, Mefenamat, Metampiron)


ww

b) selective: COX2 (Meloksikam)


//w

Kriteria Rujukan
ps:

a. Bila ada komplikasi, termasuk komplikasi terapi COX 1


b. Bila ada komorbiditas
htt

c. Bila nyeri tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

jdih.kemkes.go.id
-310-

d. Bila curiga terdapat efusi sendi

l
tm
g.h
Peralatan
Tidak terdapat peralatan khusus yang digunakan mendiagnosis

tan
penyakit arthritis

n
-te
22
Prognosis

20
Prognosis umumnya tidak mengancam jiwa, namun fungsi sering

86
terganggu dan sering mengalami kekambuhan.

s11
Referensi
Braunwald. Fauci. Hauser. Eds. Harrison’s Principals of Internal

ke
Medicine. 17thEd. USA: McGraw-Hill. 2008.

en
6. VULNUS
7m
10
No. ICPC-2 : S.16 Bruise / Contusion
k0

S.17 Abration / Scratch / Blister


r-h

S.18 Laceration / Cut


mo

No. ICD-10 : T14.1 Open wound of unspecified body region


-no

Tingkat Kemampuan:
mk

a. Vulnus laceratum, punctum 4A


b. Vulnus perforatum, penetratum 3B
6/k
2/0

Masalah Kesehatan
02

Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna


z/2

melindungi diri dari trauma luar serta masuknya benda


.xy

asing.Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan


na

luka/vulnus.Luka tersebut dapat merusak jaringan, sehingga


lya

terganggunya fungsi tubuh serta dapat mengganggu aktifitas sehari-


hari.
mu

Keadaan terjadinya diskontinuitas jaringan, dapat ditimbulkan oleh


na

berbagai macam akibat yaitu trauma, meliputi luka robek (laserasi),


.ai

luka akibat gesekan (abrasi), luka akibat tarikan (avulsi), luka


ww

tembus (penetrasi), gigitan, luka bakar, dan pembedahan.


//w

Etiologi
ps:

Berdasarkan mekanisme trauma, terdiri dari :


Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka, misalnya :
htt

a. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)

jdih.kemkes.go.id
-311-

Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang

l
tm
masuk ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar

g.h
tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang
mengenai abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka

tan
tembus).

n
-te
b. Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)

22
Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau

20
jarum merupakan luka terbuka akibat dari terapi untuk

86
dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.

s11
c. Vulnus Schlopetorum (Luka Tembak)
Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka

ke
tampak kehitam-hitaman, bisa tidak teratur kadang ditemukan

en
7m
corpus alienum.
d. Vulnus Morsum (Luka Gigitan) 10
Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan
k0

infeksi besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi


r-h

e. Vulnus Perforatum (Luka Tembus)


mo

Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol.


-no

Penyebab oleh karena panah, tombak atau proses infeksi yang


mk

meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.


f. Vulnus Amputatum (Luka Terpotong)
6/k

Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran


2/0

besar/berat, gergaji. Luka membentuk lingkaran sesuai dengan


02

organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi,


z/2

terdapat gejala pathom limb.


.xy

Trauma tumpul yang menyebabkan luka tertutup (vulnus occlusum),


na

atau luka terbuka (vulnus apertum), misalnya :


lya

a. Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)


Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda
mu

tumpul, dengan ciri luka tepi luka tidak rata dan perdarahan
na

sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.


.ai

b. Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)


ww

Penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang


//w

menyebabkan lecet pada permukaan kulit merupakan luka


ps:

terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit.


c. Vulnus Contussum (Luka Kontusio)
htt

jdih.kemkes.go.id
-312-

Penyebab: benturan benda yang keras. Luka ini merupakan

l
tm
luka tertutup, akibat dari kerusakan pada soft tissue dan

g.h
ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan berdarah
(hematoma) bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di

tan
sekitarnya jika organ dalam terbentur dapat menyebabkan

n
-te
akibat yang serius.

22
Trauma termal, (Vulnus Combustion-Luka Bakar), yaitu kerusakan

20
kulit karena suhu yang ekstrim, misalnya air panas, api, sengatan

86
listrik, bahan kimia, radiasi atau suhu yang sangat dingin (frostbite).

s11
Jaringan kulit rusak dengan berbagai derajat mulai dari lepuh (bula),
sampai karbonisasi (hangus). Terdapat sensasi nyeri dan atau

ke
anesthesia.

en
7m
Patofisiologi
Vulnus terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tubuh yang
10
bisa disebabkan oleh trauma mekanis dan perubahan suhu (luka
k0

bakar). Vulnus yang terjadi dapat menimbulkan beberapa tanda dan


r-h

gejala seperti bengkak, krepitasi, shock, nyeri, dan deformitas atau


mo

bisa juga menimbulkan kondisi yang lebih serius. Tanda dan gejala
-no

yang timbul tergantung pada penyebab dan tipe vulnus.


mk

Macam-macam Luka
Menurut tipenya luka dibedakan menjadi 4 tipe luka yaitu :
6/k

a. Luka bersih (Clean wound)


2/0

Luka bersih adalah luka karena tindakan operasi dengan tehnik


02

steril, misalnya pada daerah dinding perut, dan jaringan lain


z/2

yang letaknya lebih dalam (non contaminated deep tissue),


.xy

misalnya tiroid, kelenjar, pembuluh darah, otak, tulang.


na

b. Luka bersih-kontaminasi (Clean contaminated wound)


lya

Merupakan luka yang terjadi karena benda tajam, bersih dan


rapi, lingkungan tidak steril atau operasi yang mengenai daerah
mu

usus halus dan bronchial.


na

c. Luka kontaminasi (Contaminated wound)


.ai

Luka ini tidak rapi, terkontaminasi oleh lingkungan kotor,


ww

operasi pada saluran terinfeksi (usus besar, rektum, infeksi


//w

bronkhial, saluran kemih)


ps:

d. Luka infeksi (Infected wound)


Jenis luka ini diikuti oleh adanya infeksi, kerusakan jaringan,
htt

serta kurangnya vaskularisasi pada jaringan luka.

jdih.kemkes.go.id
-313-

Hasil Anamnesis (Subjective)

l
tm
Terjadi trauma, ada jejas, memar, bengkak, nyeri, rasa panas

g.h
didaerah trauma.

tan
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

n
-te
Inspeksi: adanya kerusakan jaringan didaerah trauma, ada

22
perdarahan, edema sekitar area trauma, melepuh, kulit warna

20
kemerahan sampai kehitaman.

86
Palpasi: nyeri tekan, atau anestesi.

s11
Pemeriksaan Penunjang : -

ke
Penegakan Diagnostik (Assessment)

en
7m
a. Gejala Lokal
1) Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris.
10
Intensitas atau derajat rasa nyeri berbeda-beda tergantung
k0

pada berat/luas kerusakan ujung-ujung saraf, etiologi dan


r-h

lokasi luka.
mo

2) Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada lokasi


-no

luka, jenis pembuluh darah yang rusak.


mk

3) Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling


melebar
6/k

4) Gangguan fungsi, fungsi anggota badan akan terganggu


2/0

baik oleh karena rasa nyeri atau kerusakan tendon.


02

b. Gejala umum
z/2

Gejala/tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat


.xy

penyulit/komplikasi yang terjadi seperti syok akibat nyeri dan


na

atau perdarahan yang hebat.


lya

Pada kasus vulnus diagnosis pertama dilakukan secara teliti


untuk memastikan apakah ada pendarahan yang harus
mu

dihentikan. Kemudian ditentukan jenis trauma apakah trauma


na

tajam atau trauma tumpul, banyaknya kematian jaringan,


.ai

besarnya kontaminasi dan berat jaringan luka.


ww

Diagnosis Klinis
//w

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


ps:

dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan.


htt

jdih.kemkes.go.id
-314-

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

l
tm
a. Pertama dilakukan anestesi setempat atau umum, tergantung

g.h
berat dan letak luka, serta keadaan penderita, luka dan sekitar
luka dibersihkan dengan antiseptik. Bahan yang dapat dipakai

tan
adalah larutan yodium povidon 1% dan larutan klorheksidin

n
-te
½%, larutan yodium 3% atau alkohol 70% hanya digunakan

22
untuk membersih kulit disekitar luka.

20
b. Kemudian daerah disekitar lapangan kerja ditutup dengan kain

86
steril dan secara steril dilakukan kembali pembersihan luka dari

s11
kontaminasi secara mekanis, misalnya pembuangan jaringan
mati dengan gunting atau pisau dan dibersihkan dengan

ke
bilasan, atau guyuran NaCl.

en
7m
c. Akhirnya dilakukan penjahitan bila memungkinkan, dan luka
ditutup dengan bahan yang dapat mencegah lengketnya kasa,
10
misalnya kasa yang mengandung vaselin ditambah dengan kasa
k0

penyerap dan dibalut dengan pembalut elastis.


r-h

Komplikasi Luka
mo

a. Penyulit dini seperti : hematoma, seroma, infeksi


-no

b. Penyulit lanjut seperti : keloid dan parut hipertrofik dan


mk

kontraktur
6/k

Peralatan
2/0

Alat Bedah Minor : gunting jaringan, pinset anatomis, pinset sirurgis,


02

gunting benang, needle holder, klem arteri, scalpel blade & handle.
z/2
.xy

Prognosis
na

Tergantung dari luas, kedalaman dan penyebab dari trauma.


lya

7. LIPOMA
mu

No. ICPC-2 : S78 Lipoma


na

No. ICD-10 : D17.9 Benign lipomatous neoplasm


.ai

Tingkat Kemampuan 4A
ww
//w

Masalah Kesehatan
ps:

Lipoma adalah suatu tumor (benjolan) jinak yang berada di bawah


kulit yang terdiri dari lemak. Biasanya lipoma dijumpai pada usia
htt

lanjut (40-60 tahun), namun juga dapat dijumpai pada anak-anak.

jdih.kemkes.go.id
-315-

Lipoma kebanyakan berukuran kecil, namun dapat tumbuh hingga

l
tm
mencapai lebih dari diameter 6 cm.

g.h
Hasil Anamnesis

tan
Keluhan

n
-te
Benjolan di kulit tanpa disertai nyeri.

22
Biasanya tanpa gejala apa-apa (asimptomatik). Hanya dikeluhkan

20
timbulnya benjolan yang membesar perlahan dalam waktu yang

86
lama. Bisa menimbulkan gejala nyeri jika tumbuh dengan menekan

s11
saraf. Untuk tempat predileksi seperti di leher bisa menimbulkan
keluhan menelan dan sesak.

ke
Faktor Risiko

en
7m
a. Adiposisdolorosis
b. Riwayat keluarga dengan lipoma 10
c. Sindrom Gardner
k0

d. Usia menengah dan usia lanjut


r-h
mo

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


-no

Pemeriksaan Fisik Patologis


mk

Keadaan Umum : tampak sehat bisa sakit ringan - sedang


Kulit: ditemukan benjolan, teraba empuk, bergerak jika ditekan.
6/k

Pemeriksaan Penunjang
2/0

Dapat dilakukan tusukan jarum halus untuk mengetahui isi massa.


02
z/2

Penegakan Diagnostik
.xy

Diagnosis Klinis
na

Massa bergerak di bawah kulit, bulat, yang memiliki karakteristik


lya

lembut, terlihat pucat. Ukuran diameter kurang dari 6 cm,


pertumbuhan sangat lama.
mu

Diagnosis Banding
na

Epidermoid kista, Abses, Liposarkoma, Limfadenitis tuberkulosis


.ai

Pemeriksaan Penunjang
ww

Pemeriksaan penunjang lain merupakan pemeriksaan rujukan,


//w

seperti biopsi jarum halus.


ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


htt

Penatalaksanaan

jdih.kemkes.go.id
-316-

Biasanya Lipoma tidak perlu dilakukan tindakan apapun.

l
tm
a. Pembedahan

g.h
Dengan indikasi : kosmetika tanpa keluhan lain.
Cara eksisi Lipoma dengan melakukan sayatan di atas benjolan,

tan
lalu mengeluarkan jaringan lipoma

n
-te
b. Terapi pasca eksisi: antibiotik, anti nyeri

22
Simptomatik: obat anti nyeri

20
Kriteria rujukan:

86
a. Ukuran massa > 6 cm dengan pertumbuhan yang cepat.

s11
b. Ada gejala nyeri spontan maupun tekan.
c. Predileksi di lokasi yang berisiko bersentuhan dengan pembuluh

ke
darah atau saraf.

en
Prognosis
7m
10
Prognosis umumnya adalah bonam, namun ini tergantung dari letak
k0

dan ukuran lipoma, serta ada/tidaknya komplikasi.


r-h

Referensi
mo

a. Syamsuhidayat, R. Wim De Jong. Neoplasma in: Buku Ajar Ilmu


-no

Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005.


mk

b. Scoot, L. Hansen. Stephen, J. Mathes.Eds. Soft Tissue Tumor in:


Manual of Surgery. 8th Ed. New York:McGraw-Hill Company.
6/k

2006.
2/0

c. Gerard, M. Lipoma In: Current Essentials of Surgery. New York:


02

Lange Medical Book. 2005.


z/2
.xy

H. NEUROLOGI
na

1. TENSION HEADACHE
lya

No. ICPC-2 : N95 Tension Headache


No. ICD-10 : G44.2 Tension–type headache
mu

Tingkat Kemampuan 4A
na
.ai

Masalah Kesehatan
ww

Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri


//w

kepala tipe tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering
ps:

dijumpai dan sering dihubungkan dengan jangka waktu dan


peningkatan stres. Sebagian besar tergolong dalam kelompok yang
htt

mempunyai perasaan kurang percaya diri, selalu ragu akan

jdih.kemkes.go.id
-317-

kemampuan diri sendiri dan mudah menjadi gentar dan tegang. Pada

l
tm
akhirnya, terjadi peningkatan tekanan jiwa dan penurunan tenaga.

g.h
Pada saat itulah terjadi gangguan dan ketidakpuasan yang
membangkitkan reaksi pada otot-otot kepala, leher, bahu, serta

tan
vaskularisasi kepala sehingga timbul nyeri kepala.

n
-te
Nyeri kepala ini lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan

22
laki-laki dengan perbandingan 3:1. TTH dapat mengenai semua usia,

20
namun sebagian besar pasien adalah dewasa muda yang

86
berusiasekitar antara 20-40 tahun.

s11
Hasil Anamnesis (Subjective)

ke
Keluhan

en
7m
Pasien datang dengan keluhan nyeri yang tersebar secara difus dan
sifat nyerinya mulai dari ringan hingga sedang. Nyeri kepala tegang
10
otot biasanya berlangsung selama 30 menit hingga 1 minggu penuh.
k0

Nyeri bisa dirasakan kadang-kadang atau terus menerus. Nyeri pada


r-h

awalnya dirasakan pasien pada leher bagian belakang kemudian


mo

menjalar ke kepala bagian belakang selanjutnya menjalar ke bagian


-no

depan. Selain itu, nyeri ini juga dapat menjalar ke bahu. Nyeri kepala
mk

dirasakan seperti kepala berat, pegal, rasakencang pada daerah


bitemporal dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala.
6/k

Nyeri kepala tipe ini tidak berdenyut.


2/0

Pada nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah tetapi
02

anoreksia mungkin saja terjadi. Gejala lain yang juga dapat


z/2

ditemukan seperti insomnia (gangguan tidur yang sering


.xy

terbangunatau bangun dini hari), nafas pendek, konstipasi, berat


na

badan menurun, palpitasi dan gangguan haid.


lya

Pada nyeri kepala tegang otot yang kronis biasanya merupakan


manifestasi konflik psikologis yang mendasarinya seperti kecemasan
mu

dan depresi.
na

Faktor Risiko: -
.ai
ww

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


//w

Pemeriksaan Fisik
ps:

Tidak ada pemeriksaan fisik yang berarti untuk mendiagnosis nyeri


kepalategang otot ini. Pada pemeriksaan fisik, tanda vital harus
htt

normal, pemeriksaan neurologis normal.Pemeriksaan yang dilakukan

jdih.kemkes.go.id
-318-

berupa pemeriksaan kepala dan leher serta pemeriksaan neurologis

l
tm
yang meliputi kekuatan motorik, refleks, koordinasi, dan sensoris.

g.h
Pemeriksaan mata dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan
tekanan pada bola mata yang bisa menyebabkan sakit kepala.

tan
Pemeriksaan daya ingat jangka pendek dan fungsi mental pasien

n
-te
juga dilakukan dengan menanyakan beberapa pertanyaan.

22
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan berbagai penyakit

20
yang serius yang memiliki gejala nyeri kepala seperti tumor atau

86
aneurisma dan penyakit lainnya.

s11
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan

ke
en
7m
Penegakan Diagnostik(Assessment)
Diagnosis Klinis 10
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
k0

yang normal. Anamnesis yang mendukung adalah adanya faktor


r-h

psikis yang melatarbelakangi dan karakteristik gejala nyeri kepala


mo

(tipe, lokasi, frekuensi dan durasi nyeri) harus jelas.


-no

Klasifikasi
mk

Menurut lama berlangsungnya, nyeri kepala tegang otot ini dibagi


menjadi nyeri kepala episodik jika berlangsungnya kurang dari 15
6/k

hari dengan serangan yang terjadi kurang dari1 hari perbulan (12
2/0

hari dalam 1 tahun). Apabila nyeri kepala tegang otot tersebut


02

berlangsung lebih dari 15 hari selama 6 bulan terakhir dikatakan


z/2

nyeri kepala tegang otot kronis.


.xy

Diagnosis Banding
na

a. Migren
lya

b. Cluster-type hedache (nyeri kepala kluster)


Komplikasi : -
mu
na

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.ai

Penatalaksanaan
ww

a. Pembinaan hubungan empati awal yang hangat antara dokter


//w

dan pasien merupakan langkah pertama yang sangat penting


ps:

untuk keberhasilan pengobatan. Penjelasan dokter yang


meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam
htt

jdih.kemkes.go.id
-319-

rongga kepala atau otaknya dapat menghilangkan rasa takut

l
tm
akan adanya tumor otak atau penyakit intrakranial lainnya.

g.h
b. Penilaian adanya kecemasan atau depresi harus segera
dilakukan. Sebagian pasien menerima bahwa kepalanya

tan
berkaitan dengan penyakit depresinya dan bersedia ikut

n
-te
program pengobatan sedangkan pasien lain berusaha

22
menyangkalnya. Oleh sebab itu, pengobatan harus ditujukan

20
kepada penyakit yang mendasari dengan obat anti cemas atau

86
anti depresi serta modifikasi pola hidup yang salah, disamping

s11
pengobatan nyeri kepalanya.
c. Saat nyeri timbul dapat diberikan beberapa obat untuk

ke
menghentikan atau mengurangi sakit yang dirasakan saat

en
7m
serangan muncul. Penghilang sakit yang sering digunakan
adalah: acetaminophen dan NSAID seperti Aspirin, Ibuprofen,
10
Naproxen, dan Ketoprofen. Pengobatan kombinasi antara
k0

acetaminophen atau aspirin dengan kafein atau obat sedatif


r-h

biasa digunakan bersamaan. Cara ini lebih efektif untuk


mo

menghilangkan sakitnya, tetapi jangan digunakan lebih dari 2


-no

hari dalam seminggu dan penggunaannya harus diawasi oleh


mk

dokter.
d. Pemberian obat-obatan antidepresi yaitu Amitriptilin.
6/k
2/0

Tabel 8.1 Analgesik nonspesifik untuk TTH


02

Regimen analgesik NNT*


z/2

Aspirin 600-900 mg + 3,2


.xy

metoklopramid
na

Asetaminofen 1000 mg 5,2


lya

Ibuprofen 200-400 mg 7,5


mu

*Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual menjadi ringan


atau hilang dalam 2 jam).
na

Konseling dan Edukasi


.ai

a. Keluarga ikut meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan


ww

kelainan fisik dalam rongga kepala atau otaknya dapat


//w

menghilangkan rasa takut akan adanya tumor otak atau


ps:

penyakit intrakranial lainnya.


htt

jdih.kemkes.go.id
-320-

b. Keluarga ikut membantu mengurangi kecemasan atau depresi

l
tm
pasien, serta menilai adanya kecemasan atau depresi pada

g.h
pasien.
Kriteria Rujukan

tan
a. Bila nyeri kepala tidak membaik maka dirujuk ke fasilitas

n
-te
pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis

22
saraf.

20
b. Bila depresi berat dengan kemungkinan bunuh diri maka pasien

86
harus dirujuk ke pelayanan sekunder yang memiliki dokter

s11
spesialis jiwa.

ke
Peralatan

en
7m
Obat analgetik
Prognosis 10
Prognosis umumnya bonam karena dapat terkendali dengan
k0

pengobatan pemeliharaan.
r-h

Referensi
mo

a. Sadeli H. A. Penatalaksanaan Terkini Nyeri Kepala Migrain


-no

dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II


mk

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga


University Press. Surabaya. 2006. (Sadeli, 2006)
6/k

b. Blanda, M. Headache, tension. Available from:


2/0

www.emedicine.com. 2008. (Blanda, 2008)


02

c. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 Jilid kedua.


z/2

Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 2000.


.xy

(Mansjoer, 2000)
na

d. Millea, Paul J, MD. 2008. Tension Type Headache. Available


lya

from: www.aafp.com. (Millea, 2008)


e. Tension headache. Feb 2009. Available from:
mu

www.mayoclinic.com.
na
.ai

2. MIGREN
ww

No. ICPC-2 : N89 Migraine


//w

No. ICD-10 : G43.9 Migraine, unspecified


ps:

Tingkat Kemampuan 4A
htt

jdih.kemkes.go.id
-321-

Masalah Kesehatan

l
tm
Migren adalah suatu istilah yang digunakan untuk nyeri kepala

g.h
primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali unilateral yang
diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan depresi.

tan
Serangan seringkali berulang dan cenderung tidak akan bertambah

n
-te
parah setelah bertahun-tahun. Migren bila tidak diterapi akan

22
berlangsung antara 4-72 jam dan yang klasik terdiri atas 4 fase yaitu

20
fase prodromal (kurang lebih 25 % kasus), fase aura (kurang lebih

86
15% kasus), fase nyeri kepala dan fase postdromal.

s11
Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan
skala 2:1. Wanita hamil tidak luput dari serangan migren, pada

ke
umumnya serangan muncul pada kehamilan trimester I.

en
7m
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab
migren, diduga sebagai gangguan10 neurobiologis, perubahan
sensitivitas sistem saraf dan avikasi sistem trigeminal-vaskular,
k0

sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala primer.


r-h
mo

Hasil Anamnesis (Subjective)


-no

Keluhan
mk

Suatu serangan migren dapat menyebabkan sebagian atau seluruh


tanda dan gejala, sebagai berikut:
6/k

a. Nyeri moderat sampai berat, kebanyakan penderita migren


2/0

merasakan nyeri hanya pada satu sisi kepala, namun sebagian


02

merasakan nyeri pada kedua sisi kepala.


z/2

b. Sakit kepala berdenyut atau serasa ditusuk-tusuk.


.xy

c. Rasa nyerinya semakin parah dengan aktivitas fisik.


na

d. Rasa nyerinya sedemikian rupa sehingga tidak dapat melakukan


lya

aktivitas sehari-hari.
e. Mual dengan atau tanpa muntah.
mu

f. Fotofobia atau fonofobia.


na

g. Sakit kepalanya mereda secara bertahap pada siang hari dan


.ai

setelah bangun tidur, kebanyakan pasien melaporkan merasa


ww

lelah dan lemah setelah serangan.


//w

h. Sekitar 60 % penderita melaporkan gejala prodormal, seringkali


ps:

terjadi beberapa jam atau beberapa hari sebelum onset dimulai.


Pasien melaporkan perubahan mood dan tingkah laku dan bisa
htt

juga gejala psikologis, neurologis atau otonom.

jdih.kemkes.go.id
-322-

Faktor Predisposisi

l
tm
a. Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau

g.h
sebelumnya/ perubahan hormonal.
b. Puasa dan terlambat makan

tan
c. Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan.

n
-te
d. Cahaya kilat atau berkelip.

22
e. Banyak tidur atau kurang tidur

20
f. Faktor herediter

86
g. Faktor kepribadian

s11
Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

ke
Pemeriksaan Fisik

en
7m
Pada pemeriksaan fisik, tanda vital harus normal, pemeriksaan
neurologis normal. Temuan-temuan yang abnormal menunjukkan
10
sebab-sebab sekunder, yang memerlukan pendekatan diagnostik dan
k0

terapi yang berbeda.


r-h

Pemeriksaan Penunjang
mo

a. Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan, pemeriksaan ini


-no

dilakukan jika ditemukan hal-hal, sebagai berikut:


mk

1) Kelainan-kelainan struktural, metabolik dan penyebab lain


yang dapat menyerupai gejala migren.
6/k

2) Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit penyerta yang


2/0

dapat menyebabkan komplikasi.


02

3) Menentukan dasar pengobatan dan untuk menyingkirkan


z/2

kontraindikasi obat-obatan yang diberikan.


.xy

b. Pencitraan (dilakukan di rumah sakit rujukan).


na

c. Neuroimaging diindikasikan pada hal-hal, sebagai berikut:


lya

1) Sakit kepala yang pertama atau yang terparah seumur


hidup penderita.
mu

2) Perubahan pada frekuensi keparahan atau gambaran klinis


na

pada migren.
.ai

3) Pemeriksaan neurologis yang abnormal.


ww

4) Sakit kepala yang progresif atau persisten.


//w

5) Gejala-gejala neurologis yang tidak memenuhi kriteria


ps:

migren dengan aura atau hal-hal lain yang memerlukan


pemeriksaan lebih lanjut.
htt

6) Defisit neurologis yang persisten.

jdih.kemkes.go.id
-323-

7) Hemikrania yang selalu pada sisi yang sama dan berkaitan

l
tm
dengan gejala-gejala neurologis yang kontralateral.

g.h
8) Respon yang tidak adekuat terhadap terapi rutin.
9) Gejala klinis yang tidak biasa.

tan
n
-te
Penegakan Diagnostik(Assessment)

22
Diagnosis Klinis

20
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan

86
pemeriksaan fisik umum dan neurologis.

s11
Kriteria Migren:
Nyeri kepala episodik dalam waktu 4-72 jam dengan gejala dua dari

ke
nyeri kepala unilateral, berdenyut, bertambah berat dengan gerakan,

en
7m
intensitas sedang sampai berat ditambah satu dari mual atau
muntah, fonofobia atau fotofobia. 10
Diagnosis Banding
k0

Arteriovenous Malformations, Atypical Facial Pain, Cerebral


r-h

Aneurysms, Childhood Migraine Variants, Chronic Paroxysmal


mo

Hemicrania, Cluster-type hedache (nyeri kepala kluster)


-no
mk

Komplikasi
a. Stroke iskemik dapat terjadi sebagai komplikasi yang jarang
6/k

namun sangat serius dari migren. Hal ini dipengaruhi oleh


2/0

faktor risiko seperti aura, jenis kelamin wanita, merokok,


02

penggunaan hormon estrogen.


z/2

b. Pada migren komplikata dapat menyebabkan hemiparesis.


.xy
na

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


lya

Penatalaksanaan
a. Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari
mu

stimulasi sensoris berlebihan.


na

b. Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang


.ai

dengan dikompres dingin.


ww

1) Perubahan pola hidup dapat mengurangi jumlah dan


//w

tingkat keparahan migren, baik pada pasien yang


ps:

menggunakan obat-obat preventif atau tidak.


2) Menghindari pemicu, jika makanan tertentu menyebabkan
htt

sakit kepala, hindarilah dan makan makanan yang lain.

jdih.kemkes.go.id
-324-

Jika ada aroma tertentu yang dapat memicu maka harus

l
tm
dihindari. Secara umum pola tidur yang reguler dan pola

g.h
makan yang reguler dapat cukup membantu.
3) Berolahraga secara teratur, olahraga aerobik secara teratur

tan
mengurangi tekanan dan dapat mencegah migren.

n
-te
4) Mengurangi efek estrogen, pada wanita dengan migren

22
dimana estrogen menjadi pemicunya atau menyebabkan

20
gejala menjadi lebih parah, atau orang dengan riwayat

86
keluarga memiliki tekanan darah tinggi atau stroke

s11
sebaiknya mengurangi obat-obatan yang mengandung
estrogen.

ke
5) Berhenti merokok, merokok dapat memicu sakit kepala

en
7m
atau membuat sakit kepala menjadi lebih parah
(dimasukkan di konseling). 10
6) Penggunaan headache diary untuk mencatat frekuensi
k0

sakit kepala.
r-h

7) Pendekatan terapi untuk migren melibatkan pengobatan


mo

akut (abortif) dan preventif (profilaksis).


-no

c. Pengobatan Abortif: Melihat kembali rujukan yang ada .


mk

1) Analgesik spesifik adalah analgesik yang hanya bekerja


sebagai analgesik nyeri kepala. Lebih bermanfaat untuk
6/k

kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID.


2/0

Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan


02

Triptan yang merupakan agonis selektif reseptor serotonin


z/2

pada 5-HT1.
.xy

2) Ergotamin dan DHE diberikan pada migren sedang sampai


na

berat apabila analgesik non spesifik kurang terlihat


lya

hasilnya atau memberi efek samping. Kombinasi ergotamin


dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
mu

ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan,


na

hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler serta


.ai

gagal ginjal.
ww

3) Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotobia dan


//w

fonofobia. Obat ini diberikan pada migren berat atau yang


ps:

tidak memberikan respon terhadap analgesik non spesifik.


Dosis awal 50 mg dengan dosis maksimal 200 mg dalam 24
htt

jam.

jdih.kemkes.go.id
-325-

4) Analgesik non spesifik yaitu analgesik yang dapat diberikan

l
tm
pada nyeri lain selain nyeri kepala, dapat menolong pada

g.h
migren intensitas nyeri ringan sampai sedang.

tan
Tabel 8.2. Regimen analgesik untuk migren

n
-te
Regimen analgesik NNT*

22
Aspirin 600-900 mg + 3,2

20
metoclopramide

86
Asetaminofen 1000 mg 5,2

s11
Ibuprofen 200-400 mg 7,5
*Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang

ke
en
dalam 2 jam)

7m
Domperidon atau Metoklopropamid sebagai antiemetik dapat
diberikan saat serangan nyeri kepala atau bahkan lebih awal
10
yaitu pada saat fase prodromal.
k0

d. Pengobatan preventif:
r-h

Pengobatan preventif harus selalu diminum tanpa melihat


mo

adanya serangan atau tidak. Pengobatan dapat diberikan dalam


-no

jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut), atau jangka


mk

panjang (kronis). Pada serangan episodik diberikan bila faktor


6/k

pencetus dikenal dengan baik, sehingga dapat diberikan


analgesik sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek diberikan
2/0

apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal


02

dalam jangka waktu tertentu, misalnya migren menstrual.


z/2

Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa bulan bahkan


.xy

tahun tergantung respon pasien.


na
lya

Farmakoterapi pencegahan migren


mu

Tabel 8.3. Farmakoterapi pencegah migren


Nama Obat Dosis
na

Propranolol 40-240 mg/hr


.ai

Metoprolol 50-100 mg/hr


ww

Timolol 20-60 mg/hr


//w

Atenolol 50-100 mg/hr


ps:

Amitriptilin 10-200 mg/hr


Fluoksetin 10-80 mg/hr
htt

Mirtazapin 15-45 mg/hr

jdih.kemkes.go.id
-326-

Nama Obat Dosis

l
tm
Valproat 500-1000 mg/hr
Topiramat 50-200 mg/hr

g.h
Gabapentin 900-3600 mg/hr

tan
Verapamil 80-640 mg/hr

n
-te
Flunarizin 5-10 mg/hr
Nimodipin 30-60 mg/hr

22
20
Komplikasi

86
a. Obat-obat NSAID seperti Ibuprofen dan Aspirin dapat

s11
menyebabkan efek samping seperti nyeri abdominal, perdarahan

ke
dan ulkus, terutama jika digunakan dalam dosis besar dan

en
jangka waktu yang lama.

7m
b. Penggunaan obat-obatan abortif lebih dari dua atau tiga kali
10
seminggu dengan jumlah yang besar, dapat menyebabkan
k0

komplikasi serius yang dinamakan rebound.


r-h
mo

Konseling dan Edukasi


-no

a. Pasien dan keluarga dapat berusaha mengontrol serangan.


b. Keluarga menasehati pasien untuk beristirahat dan
mk

menghindari pemicu, serta berolahraga secara teratur.


6/k

c. Keluarga menasehati pasien jika merokok untuk berhenti


2/0

merokok karena merokok dapat memicu sakit kepala atau


02

membuat sakit kepala menjadi lebih parah.


z/2

Kriteria Rujukan
.xy

Pasien perlu dirujuk jika migren terus berlanjut dan tidak hilang
na

dengan pengobatan analgesik non-spesifik. Pasien dirujuk ke


lya

layanan sekunder (dokter spesialis saraf).


mu
na

Peralatan
.ai

a. Alat pemeriksaan neurologis


ww

b. Obat antimigren
//w

Prognosis
ps:

Prognosis pada umumnya bonam, namun quo ad sanationam adalah


htt

dubia karena sering terjadi berulang.

jdih.kemkes.go.id
-327-

Referensi

l
tm
a. Sadeli H. A. Penatalaksanaan Terkini Nyeri Kepala Migrain.

g.h
Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga

tan
University Press. Surabaya.2006.

n
-te
b. Purnomo H. Migrainous Vertigo. Dalam Kumpulan Makalah

22
Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis

20
Saraf Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya.2006.

86
(Purnomo, 2006)

s11
c. Migraine. Available at:
www.mayoclinic/disease&condition/topic/migraine.htm

ke
en
7m
3. Vertigo
No. ICPC-2 : N17 Vertigo/dizziness
10
No. ICD-10 : R42 Dizziness and giddiness
k0

Tingkat Kemampuan 4A
r-h

(Vertigo Vestibular/ Benign Paroxismal Positional Vertigo (BPPV))


mo
-no

Masalah Kesehatan
mk

Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau


lingkungan sekitarnya. Persepsi gerakan bisa berupa:
6/k

a. Vertigo vestibular adalah rasa berputar yang timbul pada


2/0

gangguan vestibular.
02

b. Vertigo non vestibular adalah rasa goyang, melayang,


z/2

mengambang yang timbul pada gangguan sistem proprioseptif


.xy

atau sistem visual


na

Berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo vestibular, yaitu:


lya

a. Vertigo vestibular perifer.


Terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis
mu

b. Vertigo vestibular sentral.


na

Timbul pada lesi di nukleus vestibularis batang otak, thalamus


.ai

sampai ke korteks serebri.


ww

Vertigo merupakan suatu gejala dengan berbagai penyebabnya,


//w

antara lain: akibat kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian


ps:

dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke otak


dan lain-lain.
htt

Secara spesifik, penyebab vertigo, adalah:

jdih.kemkes.go.id
-328-

a. Vertigo vestibular

l
tm
Vertigo perifer disebabkan oleh Benign Paroxismal Positional

g.h
Vertigo (BPPV), Meniere’s Disease, neuritis vestibularis, oklusi
arteri labirin, labirhinitis, obat ototoksik, autoimun, tumor

tan
nervus VIII, microvaskular compression, fistel perilimfe.

n
-te
Vertigo sentral disebabkan oleh migren, CVD, tumor, epilepsi,

22
demielinisasi, degenerasi.

20
b. Vertigo non vestibular

86
Disebabkan oleh polineuropati, mielopati, artrosis servikalis,

s11
trauma leher, presinkop, hipotensi ortostatik, hiperventilasi,
tension headache, penyakit sistemik.

ke
BPPV adalah gangguan klinis yang sering terjadi dengan

en
7m
karakteristik serangan vertigo di perifer, berulang dan singkat,
sering berkaitan dengan perubahan posisi kepala dari tidur,
10
melihat ke atas, kemudian memutar kepala.
k0

BPPV adalah penyebab vertigo dengan prevalensi 2,4% dalam


r-h

kehidupan seseorang. Studi yang dilakukan oleh Bharton 2011,


mo

prevalensi akan meningkat setiap tahunnya berkaitan dengan


-no

meningkatnya usia sebesar 7 kali atau seseorang yang berusia


mk

di atas 60 tahun dibandingkan dengan 18-39 tahun. BPPV lebih


sering terjadi pada wanita daripada laki-laki.
6/k

Hasil Anamnesis (Subjective)


2/0

Keluhan
02

Vertigo vestibular
z/2

Menimbulkan sensasi berputar, timbulnya episodik, diprovokasi oleh


.xy

gerakan kepala, bisa disertai rasa mual atau muntah.


na

Vertigo vestibular perifer timbulnya lebih mendadak setelah


lya

perubahan posisi kepala dengan rasa berputar yang berat, disertai


mual atau muntah dan keringat dingin. Bisa disertai gangguan
mu

pendengaran berupa tinitus, atau ketulian, dan tidak disertai gejala


na

neurologik fokal seperti hemiparesis, diplopia, perioralparestesia,


.ai

paresis fasialis.
ww

Vertigo vestibular sentral timbulnya lebih lambat, tidak terpengaruh


//w

oleh gerakan kepala. Rasa berputarnya ringan, jarang disertai rasa


ps:

mual dan muntah, tidak disertai gangguan pendengaran. Keluhan


dapat disertai dengan gejala neurologik fokal seperti hemiparesis,
htt

diplopia, perioralparestesia, paresis fasialis.

jdih.kemkes.go.id
-329-

Vertigo non vestibular

l
tm
Sensasi bukan berputar, melainkan rasa melayang, goyang,

g.h
berlangsung konstan atau kontinu, tidak disertai rasa mual dan
muntah, serangan biasanya dicetuskan oleh gerakan objek

tan
sekitarnya seperti di tempat keramaian misalnya lalu lintas macet.

n
-te
Pada anamnesis perlu digali penjelasan mengenai:

22
Deskripsi jelas keluhan pasien. Pusing yang dikeluhkan dapat

20
berupa sakit kepala, rasa goyang, pusing berputar, rasa tidak stabil

86
atau melayang.

s11
a. Bentuk serangan vertigo:
1) Pusing berputar

ke
2) Rasa goyang atau melayang

en
7m
b. Sifat serangan vertigo:
1) Periodik 10
2) Kontinu
k0

3) Ringan atau berat


r-h

c. Faktor pencetus atau situasi pencetus dapat berupa:


mo

1) Perubahan gerakan kepala atau posisi


-no

2) Situasi: keramaian dan emosional


mk

3) Suara
d. Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo:
6/k

1) Mual, muntah, keringat dingin


2/0

2) Gejala otonom berat atau ringan


02

e. Ada atau tidaknya gejala gangguan pendegaran seperti : tinitus


z/2

atau tuli
.xy

f. Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti:


na

streptomisin, gentamisin, kemoterapi


lya

g. Tindakan tertentu: temporal bone surgery, transtympanal


treatment
mu

h. Penyakit yang diderita pasien: DM, hipertensi, kelainan jantung


na

i. Defisit neurologis: hemihipestesi, baal wajah satu sisi, perioral


.ai

numbness, disfagia, hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia


ww

serebelaris
//w

Gambaran klinis BPPV:


ps:

Vertigo timbul mendadak pada perubahan posisi, misalnya miring ke


satu sisi Pada waktu berbaring, bangkit dari tidur, membungkuk.
htt

atau menegakkan kembali badan, menunduk atau menengadah.

jdih.kemkes.go.id
-330-

Serangan berlangsung dalam waktu singkat, biasanya kurang dari

l
tm
10-30 detik. Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai

g.h
rasa mual, kadang-kadang muntah. Setelah rasa berputar
menghilang, pasien bisa merasa melayang dan diikuti disekulibrium

tan
selama beberapa hari sampai minggu. BPPV dapat muncul kembali.

n
-te
22
Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

20
Pemeriksaan Fisik

86
a. Pemeriksaan umum

s11
b. Pemeriksaan sistem kardiovaskuler yang meliputi pemeriksaan
tekanan darah pada saat baring, duduk dan berdiri dengan

ke
perbedaan lebih dari 30 mmHg.

en
7m
c. Pemeriksaan neurologis
1) Kesadaran: kesadaran baik untuk vertigo vestibuler perifer
10
dan vertigo non vestibuler, namun dapat menurun pada
k0

vertigo vestibuler sentral.


r-h

2) Nervus kranialis: pada vertigo vestibularis sentral dapat


mo

mengalami gangguan pada nervus kranialis III, IV, VI, V


-no

sensorik, VII, VIII, IX, X, XI, XII.


mk

3) Motorik: kelumpuhan satu sisi (hemiparesis).


4) Sensorik: gangguan sensorik pada satu sisi (hemihipestesi).
6/k

5) Keseimbangan (pemeriksaan khusus neurootologi):


2/0

a) Tes nistagmus:
02

Nistagmus disebutkan berdasarkan komponen cepat,


z/2

sedangkan komponen lambat menunjukkan lokasi


.xy

lesi: unilateral, perifer, bidireksional, sentral.


na

b) Tes Romberg:
lya

Jika pada keadaan berdiri dengan kedua kaki rapat


dan mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan
mu

kelainan pada serebelum. Jika saat mata terbuka


na

pasien tidak jatuh, tapi saat mata tertutup pasien


.ai

cenderung jatuh ke satu sisi, kemungkinan kelainan


ww

pada sistem vestibuler atau proprioseptif (Tes Romberg


//w

positif).
ps:

c) Tes Romberg dipertajam (sharpen Romberg/tandem


Romberg):
htt

jdih.kemkes.go.id
-331-

Jika pada keadaan berdiri tandem dengan mata

l
tm
terbuka pasien jatuh, kemungkinan kelainan pada

g.h
serebelum. Jika pada mata tertutup pasien cenderung
jatuh ke satu sisi, kemungkinan kelainan pada system

tan
vestibuler atau proprioseptif.

n
-te
d) Tes jalan tandem: pada kelainan serebelar, pasien

22
tidak dapat melakukan jalan tandem dan jatuh ke

20
satu sisi. Pada kelaianan vestibuler, pasien akan

86
mengalami deviasi.

s11
e) Tes Fukuda(Fukuda stepping test), dianggap abnormal
jika saat berjalan ditempat selama 1 menit dengan

ke
mata tertutup terjadi deviasi ke satu sisi lebih dari 30

en
7m
derajat atau maju mundur lebih dari satu meter.
f) Tes past pointing, pada kelainan vestibuler ketika mata
10
tertutup maka jari pasien akan deviasi ke arah lesi.
k0

Pada kelainan serebelar akan terjadi hipermetri atau


r-h

hipometri.
mo
-no

Pemeriksaan Penunjang
mk

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan etiologi.


6/k

Penegakan diagnostik(Assessment)
2/0

Diagnosis Klinis
02

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik umum


z/2

dan neurologis.
.xy
na

Tabel 8.4. Perbedaan vertigo vestibuler dan non vestibuler


lya

Gejala Vertigo Vertigo non


vestibuler vestibuler
mu

Sensasi Rasa berputar Melayang, goyang


na

Tempo serangan Episodik Kontinu, konstan


.ai

Mual dan muntah Positif Negatif


ww

Gangguan Positif atau Negatif


//w

pendengaran negative
ps:

Gerakan pencetus Gerakan kepala Gerakan objek visual


htt

jdih.kemkes.go.id
-332-

Tabel 8.5. Perbedaan vertigo perifer dengan vertigo sentral

l
tm
Gejala Perifer Sentral

g.h
Bangkitan Lebih Lebih
mendadak lambat

tan
Beratnya vertigo Berat Ringan

n
-te
Pengaruh gerakan kepala ++ +/-

22
Mual/muntah/keringatan ++ +

20
Gangguan pendengaran +/- -

86
Tanda fokal otak - +/-

s11
Diagnosis Banding :

ke
en
Seperti tabel di bawah ini, yaitu:

Tabel 8.6. Diagnosis banding gangguan neurologi


7m
10
Keadaan
k0

Gangguan otologi Gangguan neurologi


lain
r-h

Penyakit meniere Migraine associated Kecemasan


mo

dizziness
-no

Neuritis vestibularis Insufisiensi Gangguan


mk

vertebrobasiler panik
6/k

Labirhinitis Penyakit Vertigo


demielinisasi servikogenik
2/0

Superior canal dehi- Lesi susunan saraf Efek


02

scence syndrome pusat samping


z/2

obat
.xy

Vertigo pasca Hipotensi


na

trauma postural
lya
mu

Penatalaksanaan Komprehensif(Plan)
Penatalaksanaan
na

a. Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan


.ai

metode BrandDaroff.
ww

b. Pasien duduk tegak di pinggir tempat tidur dengan kedua


//w

tungkai tergantung, dengan kedua mata tertutup baringkan


ps:

tubuh dengan cepat ke salah satu sisi, pertahankan selama 30


htt

detik. Setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik, baringkan


dengan cepat ke sisi lain. Pertahankan selama 30 detik, lalu

jdih.kemkes.go.id
-333-

duduk kembali. Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan

l
tm
malam hari masing-masing diulang 5 kali serta dilakukan

g.h
selama 2 minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi dan sore
hari.

tan
c. Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita sering

n
-te
kali merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut,

22
seringkali menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya

20
pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat

86
dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang

s11
sering digunakan:
a. Antihistamin (Dimenhidrinat atau Difenhidramin)

ke
1) Dimenhidrinat lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Obat

en
7m
dapat diberi per oral atau parenteral (suntikan
intramuskular dan intravena), dengan dosis 25 mg – 50 mg
10
(1 tablet), 4 kali sehari.
k0

2) Difenhidramin HCl. Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam,


r-h

diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali


mo

sehari per oral.


-no

3) Senyawa Betahistin (suatu analog histamin):


mk

a) Betahistin Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari


per oral.
6/k

b) Betahistin HCl dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari.


2/0

Maksimum 6 tablet dibagi dalam beberapa dosis.


02

b. Kalsium Antagonis
z/2

Cinnarizine, mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular dan


.xy

dapat mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan linier.


na

Dosis biasanya ialah 15-30 mg, 3 kali sehari atau 1x75 mg sehari.
lya

Terapi BPPV:
a. Komunikasi dan informasi:
mu

b. Karena gejala yang timbul hebat, pasien menjadi cemas dan


na

khawatir akan adanya penyakit berat seperti stroke atau tumor


.ai

otak. Oleh karena itu, pasien perlu diberikan penjelasan bahwa


ww

BPPV bukan sesuatu yang berbahaya dan prognosisnya baik


//w

serta hilang spontan setelah beberapa waktu, namun kadang-


ps:

kadang dapat berlangsung lama dan dapat kambuh kembali.


htt

jdih.kemkes.go.id
-334-

c. Obat antivertigo seringkali tidak diperlukan namun apabila

l
tm
terjadi dis-ekuilibrium pasca BPPV, pemberian betahistin akan

g.h
berguna untuk mempercepat kompensasi.
Terapi BPPV kanal posterior:

tan
a. Manuver Epley

n
-te
b. Prosedur Semont

22
c. Metode Brand Daroff

20
Rencana Tindak Lanjut

86
Vertigo pada pasien perlu pemantauan untuk mencari penyebabnya

s11
kemudian dilakukan tatalaksana sesuai penyebab.
Konseling dan Edukasi

ke
a. Keluarga turut mendukung dengan memotivasi pasien dalam

en
7m
mencari penyebab vertigo dan mengobatinya sesuai penyebab.
b. Mendorong pasien untuk teratur melakukan latihan vestibular.
10
Kriteria Rujukan
k0

a. Vertigo vestibular tipe sentral harus segera dirujuk.


r-h

b. Tidak terdapat perbaikan pada vertigo vestibular setelah diterapi


mo

farmakologik dan non farmakologik.


-no
mk

Peralatan
a. Palu refleks
6/k

b. Sphygmomanometer
2/0

c. Termometer
02

d. Garpu tala (penala)


z/2

e. Obat antihistamin
.xy

f. Obat antagonis kalsium


na
lya

Prognosis
Pada BPPV, prognosis umumnya baik, namun BPPV sering terjadi
mu

berulang.
na
.ai

Referensi
ww

a. Kelompok Studi Vertigo. Pedoman Tatalaksana Vertigo.


//w

Pehimpunan Dokter Spesialis Neurologi (Perdossi). 2012.


ps:

(Kelompok Studi Vertigo, 2012)


b. Sura, D.J. Newell, S. Vertigo-Diagnosis and management in
htt

primary care. BJMP. 2010;3(4):a351. (Sura & Newell, 2010)

jdih.kemkes.go.id
-335-

c. Lempert, T. Neuhauser, H. Epidemiology of vertigo, migraine and

l
tm
vestibular migraine. Journal Neurology. 2009:25:333-338.

g.h
(Lempert & Neuhauser, 2009)
d. Labuguen, R.H. Initial Evaluation of Vertigo.Journal American

tan
Family Physician. 2006.; Vol73(2). (Labuguen, 2006)

n
-te
e. Mardjono, M. Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian

22
Rakyat. 2008. (Mardjono & Sidharta, 2008)

20
f. Turner, B. Lewis, N.E. Symposium Neurology:Systematic

86
Approach that Needed for establish of Vertigo. The Practitioner.

s11
2010; 254 (1732) p. 19-23. (Turner & Lewis, 2010)
g. Chain, T.C. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the

ke
Patient with Dizziness and Vertigo. Illinois: Wolter Kluwer

en
7m
Lippincot. William and Wilkins. 2009 (Chain, 2009)
10
4. Tetanus
k0

No. ICPC-2 : N72 Tetanus


r-h

No. ICD-10 : A35 Other tetanus


mo

Tingkat Kemampuan 4A
-no
mk

Masalah Kesehatan
Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang disebabkan oleh
6/k

tetanospasmin. Penyakit ini ditandai dengan spasme tonik persisten,


2/0

disertai serangan yang jelas dan keras. Tetanospasmin adalah


02

neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanospasmin


z/2

menghambat neurotransmiter GABA dan glisin, sehingga tidak


.xy

terjadi hambatan aktivitas refleks otot. Spasme otot dapat terjadi


na

lokal (disekitar infeksi), sefalik (mengenai otot-otot cranial), atau


lya

umum atau generalisata (mengenai otot-otot kranial maupun


anggota gerak dan batang tubuh). Spasme hampir selalu terjadi pada
mu

otot leher dan rahang yang mengakibatkan penutupan rahang


na

(trismus atau lockjaw), serta melibatkan otot otot ekstremitas dan


.ai

batang tubuh.
ww

Di Amerika Serikat, sekitar 15% kasus tetanus adalah penyalahguna


//w

obat yang menggunakan suntikan.


ps:

Hasil Anamnesis (Subjective)


htt

Keluhan

jdih.kemkes.go.id
-336-

Manifestasi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat,

l
tm
trismus, sampai kejang yang hebat. Manifestasi klinis tetanus terdiri

g.h
atas 4 macam yaitu:
a. Tetanus lokal

tan
Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai

n
-te
rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal

22
dapat berkembang menjadi tetanus umum.

20
b. Tetanus sefalik

86
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa

s11
inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah
kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa trismus,

ke
disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial.

en
7m
Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus
umum dan prognosisnya biasanya jelek.
10
c. Tetanus umum/generalisata
k0

Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan


r-h

leher, susah menelan, kekakuan dada dan perut (opistotonus),


mo

rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang
-no

dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan


mk

sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.


d. Tetanus neonatorum
6/k

Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya


2/0

infeksi tali pusat, Gejala yang sering timbul adalah


02

ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable, diikuti


z/2

oleh kekakuan dan spasme.


.xy

Faktor Risiko: -
na
lya

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
mu

Dapat ditemukan: kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang


na

yang hebat.
.ai

a. Pada tetanus lokal ditemukan kekakuan dan spasme yang


ww

menetap.
//w

b. Pada tetanus sefalik ditemukan trismus, rhisus sardonikus dan


ps:

disfungsi nervus kranial.


c. Pada tetanus umum/generalisata adanya: trismus, kekakuan
htt

leher, kekakuan dada dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi

jdih.kemkes.go.id
-337-

lengan serta ekstensi tungkai, kejang umum yang dapat terjadi

l
tm
dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan

g.h
dengan kesadaran yang tetap baik.
d. Pada tetanus neonatorum ditemukan kekakuan dan spasme

tan
dan posisi tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung

n
-te
menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal.

22
Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan

20
tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari

86
mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi

s11
pada pergelangan dan fleksi jari-jari kaki.
Pemeriksaan Penunjang

ke
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik.

en
Penegakan Diagnostik (Assessment)
7m
10
Diagnosis Klinis
k0

Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat


r-h

imunisasi.
mo

Tingkat keparahan tetanus:


-no

Kriteria Pattel Joag


mk

a. Kriteria 1: rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan


kekakuan otot tulang belakang
6/k

b. Kriteria 2: Spasme, tanpa mempertimbangkan frekuensi


2/0

maupun derajat keparahan


02

c. Kriteria 3: Masa inkubasi ≤ 7hari


z/2

d. Kriteria 4: waktu onset ≤48 jam


.xy

e. Kriteria 5: Peningkatan temperatur; rektal 100ºF ( > 400 C), atau


na

aksila 99ºF ( 37,6 ºC ).


lya

Grading
a. Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu kriteria, biasanya
mu

Kriteria 1 atau 2 (tidak ada kematian)


na

b. Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria, biasanya Kriteria 1


.ai

dan 2. Biasanya masa inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih
ww

dari 48 jam (kematian 10%)


//w

c. Derajat 3 (kasus berat), terdapat 3 Kriteria, biasanya masa


ps:

inkubasi kurang dari 7 hari atau onset kurang dari 48 jam


(kematian 32%)
htt

jdih.kemkes.go.id
-338-

d. Derajat 4 (kasus sangat berat), terdapat minimal 4 Kriteria

l
tm
(kematian 60%)

g.h
e. Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk puerpurium dan
tetanus neonatorum (kematian 84%).

tan
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi

n
-te
Albleet’s:

22
a. Grade 1 (ringan)

20
Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada

86
penyulit pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada

s11
disfagia.
b. Grade 2 (sedang)

ke
Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang

en
7m
namun singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.
c. Grade 3 (berat) 10
d. Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama
k0

dan sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang


r-h

spontan yang sering dan terjadi refleks, penyulit pernafasan


mo

disertai dengan takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf


-no

otonom sedang yang terus meningkat.


mk

e. Grade 4 (sangat berat)


f. Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat,
6/k

sering kali menyebabkan “autonomic storm”.


2/0
02

Diagnosis Banding
z/2

Meningoensefalitis, Poliomielitis, Rabies, Lesi orofaringeal, Tonsilitis


.xy

berat, Peritonitis, Tetani (timbul karena hipokalsemia dan


na

hipofasfatemia di mana kadar kalsium dan fosfat dalam serum


lya

rendah), keracunan Strychnine, reaksi fenotiazine


Komplikasi
mu

a. Saluran pernapasan
na

Dapat terjadi asfiksia, aspirasi pneumonia, atelektasis akibat


.ai

obstruksi oleh sekret, pneumotoraks dan mediastinal emfisema


ww

biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.


//w

b. Kardiovaskuler
ps:

Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara


lain berupa takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer dan
htt

rangsangan miokardium.

jdih.kemkes.go.id
-339-

c. Tulang dan otot

l
tm
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi

g.h
perdarahan dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktura
kolumna vertebralis akibat kejang yang terus-menerus terutama

tan
pada anak dan orang dewasa. Beberapa peneliti melaporkan

n
-te
juga dapat terjadi miositis ossifikans sirkumskripta.

22
d. Komplikasi yang lain

20
Laserasi lidah akibat kejang, dekubitus karena penderita

86
berbaring dalam satu posisi saja, panas yang tinggi karena

s11
infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan
mengganggu pusat pengatur suhu.

ke
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

en
7m
Penatalaksanaan
a. Manajemen luka 10
Pasien tetanus yang diduga menjadi port de entry masuknya
k0

kuman C. tetani harus mendapatkan perawatan luka. Luka


r-h

dapat menjadi luka yang rentan mengalami tetanus atau luka


mo

yang tidak rentan tetanus dengan kriteria sebagai berikut:


-no
mk

Tabel 8.7 Manajemen luka tetanus


Luka rentan tetanus Luka yang tidak
6/k

rentan tetanus
2/0

> 6-8 jam < 6 jam


02

Kedalaman > 1 cm Superfisial < 1 cm


z/2

Terkontaminasi Bersih
.xy

Bentuk stelat, avulsi, atau Bentuknya linear,


na

hancur (irreguler) tepi tajam


lya

Denervasi, iskemik Neurovaskular intak


mu

Terinfeksi (purulen, Tidak infeksi


jaringan nekrotik)
na
.ai

b. Rekomendasi manajemen luka traumatik


ww

1) Semua luka harus dibersihkan dan jika perlu dilakukan


//w

debridemen.
ps:

2) Riwayat imunisasi tetanus pasien perlu didapatkan.


htt

jdih.kemkes.go.id
-340-

3) TT harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari

l
tm
10 tahun jika riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat

g.h
diberikan.
4) Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang

tan
lalu, maka tetanus imunoglobulin (TIg) harus diberikan.

n
-te
Keparahan luka bukan faktor penentu pemberian TIg

22
c. Pengawasan, agar tidak ada hambatan fungsi respirasi.

20
d. Ruang Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara,

86
cahaya-ruangan redup dan tindakan terhadap penderita.

s11
e. Diet cukup kalori dan protein 3500-4500 kalori per hari dengan
100-150 gr protein. Bentuk makanan tergantung kemampuan

ke
membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan

en
7m
dapat diberikan per sonde atau parenteral.
f. Oksigen, pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu.
10
g. Antikonvulsan diberikan secara titrasi, sesuai kebutuhan dan
k0

respon klinis. Diazepam atau Vankuronium 6-8 mg/hari. Bila


r-h

penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan


mo

diazepam dosis 0,5 mg/kgBB/kali i.v. perlahan-lahan dengan


-no

dosis optimum 10mg/kali diulang setiap kali kejang. Kemudian


mk

diikuti pemberian Diazepam per oral (sonde lambung) dengan


dosis 0,5/kgBB/kali sehari diberikan 6 kali. Dosis maksimal
6/k

diazepam 240 mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat


2/0

berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik,


02

dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/hari dengan


z/2

bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tanpa kurarisasi.


.xy

Magnesium sulfat dapat pula dipertimbangkan digunakan bila


na

ada gangguan saraf otonom.


lya

h. Anti Tetanus Serum (ATS) dapat digunakan, tetapi sebelumnya


diperlukan skin tes untuk hipersensitif. Dosis biasa 50.000 iu,
mu

diberikan IM diikuti dengan 50.000 unit dengan infus IV lambat.


na

Jika pembedahan eksisi luka memungkinkan, sebagian


.ai

antitoksin dapat disuntikkan di sekitar luka.


ww

i. Eliminasi bakteri, penisilin adalah drug of choice: berikan


//w

prokain penisilin, 1,2 juta unit IM atau IV setiap 6 jam selama


ps:

10 hari. Untuk pasien yang alergi penisilin dapat diberikan


Tetrasiklin, 500 mg PO atau IV setiap 6 jam selama 10 hari.
htt

jdih.kemkes.go.id
-341-

Pemberian antibiotik di atas dapat mengeradikasi Clostridium

l
tm
tetani tetapi tidak dapat mempengaruhi proses neurologisnya.

g.h
j. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika
spektrum luas dapat dilakukan. Tetrasiklin, Eritromisin dan

tan
Metronidazol dapat diberikan, terutama bila penderita alergi

n
-te
penisilin. Tetrasiklin: 30-50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis.

22
Eritromisin: 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.

20
Metronidazol loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5

86
mg/KgBB tiap 6 jam.

s11
k. Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan
bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang

ke
berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan

en
7m
dengan dosis inisial 0,5 ml toksoid intramuskular diberikan 24
jam pertama. 10
l. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar
k0

terhadap tetanus selesai.


r-h

m. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.


mo
-no

Konseling dan Edukasi


mk

Peran keluarga pada pasien dengan risiko terjadinya tetanus adalah


memotivasi untuk dilakukan vaksinasi dan penyuntikan ATS.
6/k

Rencana Tindak Lanjut


2/0

a. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar


02

terhadap tetanus selesai. Pengulangan dilakukan 8 minggu


z/2

kemudian dengan dosis yang sama dengan dosis inisial.


.xy

b. Booster dilakukan 6-12 bulan kemudian.


na

c. Subsequent booster, diberikan 5 tahun berikutnya.


lya

d. Laporkan kasus Tetanus ke dinas kesehatan setempat.


Kriteria Rujukan
mu

a. Bila tidak terjadi perbaikan setelah penanganan pertama.


na

b. Terjadi komplikasi, seperti distres sistem pernapasan.


.ai

c. Rujukan ditujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder


ww

yang memiliki dokter spesialis neurologi.


//w
ps:

Peralatan
a. Sarana pemeriksaan neurologis
htt

b. Oksigen

jdih.kemkes.go.id
-342-

c. Infus set

l
tm
d. Obat antikonvulsan

g.h
Prognosis

tan
Tetanus dapat menimbulkan kematian dan gangguan fungsi tubuh,

n
-te
namun apabila diobati dengan cepat dan tepat, pasien dapat sembuh

22
dengan baik. Tetanus biasanya tidak terjadi berulang, kecuali

20
terinfeksi kembali oleh C. tetani.

86
s11
Referensi
a. Kelompok studi Neuroinfeksi, Tetanus dalam Infeksi pada

ke
sistem saraf. Perdossi. 2012. (Kelompok Studi Neuroinfeksi,

en
7m
2012)
b. Ismanoe, Gatot. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
10
Edisi ke 4. Jakarta: FK UI. Hal 1799-1806. (Sudoyo, et al.,
k0

2006)
r-h

c. Azhali, M.S. Garna, H. Aleh. Ch. Djatnika, S. Penyakit Infeksi


mo

dan Tropis. Dalam: Garna, H. Melinda, H. Rahayuningsih, S.E.


-no

Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.Ed3.


mk

Bandung: FKUP/RSHS. 2005; 209-213. (Azhali, et al., 2005)


d. Rauscher, L.A. Tetanus. Dalam:Swash, M. Oxbury, J.Eds.
6/k

Clinical Neurology. Edinburg: Churchill Livingstone. 1991; 865-


2/0

871.(Rauscher, 1991)
02

e. Behrman, R.E.Kliegman, R.M.Jenson, H.B. Nelson Textbook of


z/2

Pediatrics. Vol 1. 17thEd. W.B. Saunders Company. 2004.


.xy

(Behrman, et al., 2004)


na

f. Poowo, S.S.S. Garna, H. Hadinegoro. Sri Rejeki, S.Buku Ajar


lya

Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi & Penyakit Tropis. Ed 1. Ikatan


Dokter Anak Indonesia. (Poowo, et al., t.thn.)
mu

g. WHO News and activities. The Global Eliination of neonatal


na

tetanus: progress to date. Bull: WHO. 1994; 72: 155-157. (World


.ai

Health Organization, 1994)


ww

h. Aminoff MJ, So YT. Effects of Toxins and Physical Agents on the


//w

Nervous System. In Darrof RB et al (Eds). Bradley’s Neurology in


ps:

Clinical Practice. Vol 1: Principles of Diagnosis and Management.


6th ed. Elsevier, Philadelphia, 2012:1369-1370. (Aminoff & So,
htt

2012)

jdih.kemkes.go.id
-343-

l
tm
5. Rabies

g.h
No. ICPC-2 : A77 Viral disease other/NOS
No. ICD-10 : A82.9 Rabies, Unspecified

tan
Tingkat Kemampuan 3B

n
-te
22
Masalah Kesehatan

20
Rabies adalah infeksi virus yang menjalar ke otak melalui saraf

86
perifer. Perjalanan virus untuk mencapai sistem saraf pusat,

s11
biasanya mengambil masa beberapa bulan. Masa inkubasi dari
penyakit ini 1-3 bulan, tapi dapat bervariasi antara 1 minggu sampai

ke
beberapa tahun, tergantung juga pada seberapa jauh jarak

en
7m
masuknya virus ke otak. Penyakit infeksi akut sistem saraf pusat
(ensefalitis) ini disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus
10
Lyssa-virus, family Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia,
k0

terutama melalui gigitan hewan yang terinfeksi (anjing, monyet,


r-h

kucing, serigala, kelelawar). Beberapa kasus dilaporkan infeksi


mo

melalui transplantasi organ dan paparan udara (aerosol). Rabies


-no

hampir selalu berakibat fatal jika post-exposure prophylaxis tidak


mk

diberikan sebelum onset gejala berat.


Hasil Anamnesis(Subjective)
6/k

Keluhan
2/0

a. Stadium prodromal
02

Gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri di


z/2

tenggorokan selama beberapa hari.


.xy

b. Stadium sensoris
na

Penderita merasa nyeri, merasa panas disertai kesemutan pada


lya

tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas, dan


reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensoris.
mu

c. Stadium eksitasi
na

Tonus otot dan aktivitas simpatis menjadi meninggi dan gejala


.ai

hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi.


ww

Hal yang sangat khas pada stadium ini adalah munculnya


//w

macam-macam fobia seperti hidrofobia. Kontraksi otot faring


ps:

dan otot pernapasan dapat ditimbulkan oleh rangsangan


sensoris misalnya dengan meniupkan udara ke muka penderita.
htt

Pada stadium ini dapat terjadi apneu, sianosis, konvulsan, dan

jdih.kemkes.go.id
-344-

takikardia. Tindak tanduk penderita tidak rasional kadang

l
tm
maniakal disertai dengan responsif. Gejala eksitasi terus

g.h
berlangsung sampai penderita meninggal.
d. Stadium paralisis

tan
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium

n
-te
sebelumnya, namun kadang ditemukan pasien yang tidak

22
menunjukkan gejala eksitasi melainkan paresis otot yang terjadi

20
secara progresif karena gangguan pada medulla spinalis.

86
Pada umumnya rabies pada manusia mempunyai masa inkubasi 3-8

s11
minggu. Gejala-gejala jarang timbul sebelum 2 minggu dan biasanya
timbul sesudah 12 minggu. Mengetahui port de entry virus tersebut

ke
secepatnya pada tubuh pasien merupakan kunci untuk

en
7m
meningkatkan pengobatan pasca gigitan (post exposure therapy).
Pada saat pemeriksaan, luka gigitan mungkin sudah sembuh bahkan
10
mungkin telah dilupakan. Tetapi pasien sekarang mengeluh tentang
k0

perasaan (sensasi) yang lain ditempat bekas gigitan tersebut.


r-h

Perasaan itu dapat berupa rasa tertusuk, gatal-gatal, rasa terbakar


mo

(panas), berdenyut dan sebagainya.


-no

Anamnesis penderita terdapat riwayat tergigit, tercakar atau kontak


mk

dengan anjing, kucing, atau binatang lainnya yang:


a. Positif rabies (hasil pemeriksaan otak hewan tersangka)
6/k

b. Mati dalam waktu 10 hari sejak menggigit bukan dibunuh)


2/0

c. Tak dapat diobservasi setelah menggigit (dibunuh, lari, dan


02

sebagainya)
z/2

d. Tersangka rabies (hewan berubah sifat, malas makan, dan lain-


.xy

lain).
na

Masa inkubasi rabies 3-4 bulan (95%), bervariasi antara 7 hari


lya

sampai 7 tahun. Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh dalam


dan besarnya luka gigitandan lokasi luka gigitan (jauh dekatnya ke
mu

sistem saraf pusat, derajat patogenitas virus dan persarafan daerah


na

luka gigitan). Luka pada kepala inkubasi 25-48 hari, dan pada
.ai

ekstremitas 46-78 hari.


ww

Faktor Risiko : -
//w
ps:

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
htt

jdih.kemkes.go.id
-345-

a. Pada saat pemeriksaan, luka gigitan mungkin sudah sembuh

l
tm
bahkan mungkin telah dilupakan.

g.h
b. Pada pemeriksaan dapat ditemukan gatal dan parestesia pada
luka bekas gigitan yang sudah sembuh (50%), mioedema

tan
(menetap selama perjalanan penyakit).

n
-te
c. Jika sudah terjadi disfungsi batang otak maka terdapat:

22
hiperventilasi, hipoksia, hipersalivasi, kejang, disfungsi saraf

20
otonom, sindroma abnormalitas ADH, paralitik/paralisis flaksid.

86
d. Pada stadium lanjut dapat berakibat koma dan kematian.

s11
e. Tanda patognomonis
f. Encephalitis Rabies: agitasi, kesadaran fluktuatif, demam tinggi

ke
yang persisten, nyeri pada faring terkadang seperti rasa tercekik

en
7m
(inspiratoris spasme), hipersalivasi, kejang, hidrofobia dan
aerofobia. 10
k0

Pemeriksaan Penunjang
r-h

Hasil pemeriksaan laboratorium kurang bermakna.


mo
-no

Penegakan Diagnostik (Assessment)


mk

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan dengan riwayat gigitan (+) dan hewan yang
6/k

menggigit mati dalam 1 minggu.


2/0

Gejala fase awal tidak khas: gejala flu, malaise, anoreksia, kadang
02

ditemukan parestesia pada daerah gigitan.


z/2

Gejala lanjutan: agitasi, kesadaran fluktuatif, demam tinggi yang


.xy

persisten, nyeri pada faring terkadang seperti rasa tercekik


na

(inspiratoris spasme), hipersalivasi, kejang, hidrofobia dan aerofobia.


lya

Diagnosis Banding
Tetanus, Ensefalitis, lntoksikasi obat-obat, Japanese encephalitis,
mu

Herpes simplex, Ensefalitis post-vaksinasi.


na

Komplikasi
.ai

a. Gangguan hipotalamus: diabetes insipidus, disfungsi otonomik


ww

yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipo/hipertermia,


//w

aritmia dan henti jantung.


ps:

b. Kejang dapat lokal atau generalisata, sering bersamaan dengan


aritmia dan dyspneu.
htt

Penatalaksanaan Komprehensif(Plan)

jdih.kemkes.go.id
-346-

Penatalaksanaan

l
tm
a. Isolasi pasien penting segera setelah diagnosis ditegakkan untuk

g.h
menghindari rangsangan-rangsangan yang bisa menimbulkan
spasme otot ataupun untuk mencegah penularan.

tan
b. Fase awal: Luka gigitan harus segera dicuci dengan air sabun

n
-te
(detergen) 5-10 menit kemudian dibilas dengan air bersih,

22
dilakukan debridement dan diberikan desinfektan seperti

20
alkohol 40-70%, tinktura yodii atau larutan ephiran. Jika

86
terkena selaput lendir seperti mata, hidung atau mulut, maka

s11
cucilah kawasan tersebut dengan air lebih lama; pencegahan
dilakukan dengan pembersihan luka dan vaksinasi.

ke
c. Fase lanjut: tidak ada terapi untuk penderita rabies yang sudah

en
7m
menunjukkan gejala rabies. Penanganan hanya berupa
tindakan suportif berupa penanganan gagal jantung dan gagal
10
nafas.
k0

d. Pemberian Serum Anti Rabies (SAR) bila serumheterolog (berasal


r-h

dari serum kuda) Dosis 40 IU/ kgBB disuntikkan infiltrasi pada


mo

luka sebanyak-banyaknya, sisanya disuntikkan secara IM. Skin


-no

test perlu dilakukan terlebih dahulu. Bila serum homolog


mk

(berasal dari serum manusia) dengan dosis 20 IU/ kgBB,


dengan cara yang sama.
6/k

e. Pemberian serum dapat dikombinasikan dengan Vaksin Anti


2/0

Rabies (VAR) pada hari pertama kunjungan.


02

f. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dalam waktu 10 hari


z/2

infeksi yang dikenal sebagai post-exposure prophylaxis atau


.xy

“PEP”VAR secara IM pada otot deltoid atau anterolateral paha


na

dengan dosis 0,5 ml pada hari 0, 3, 7,14, 28 (regimen Essen


lya

atau rekomendasi WHO), atau pemberian VAR 0,5 ml pada hari


0, 7, 21 (regimen Zagreb/rekomendasi Depkes RI).
mu

g. Pada orang yang sudah mendapat vaksin rabies dalam waktu 5


na

tahun terakhir, bila digigit binatang tersangka rabies, vaksin


.ai

cukup diberikan 2 dosis pada hari 0 dan 3, namun bila gigitan


ww

berat vaksin diberikan lengkap.


//w

h. Pada luka gigitan yang parah, gigitan di daerah leher ke atas,


ps:

pada jari tangan dan genitalia diberikan SAR 20 IU/kgBB dosis


tunggal. Cara pemberian SAR adalah setengah dosis infiltrasi
htt

pada sekitar luka dan setengah dosis IM pada tempat yang

jdih.kemkes.go.id
-347-

berlainan dengan suntikan SAR, diberikan pada hari yang sama

l
tm
dengan dosis pertama SAR.

g.h
Konseling dan Edukasi

tan
a. Keluarga ikut membantu dalam halpenderita rabies yang sudah

n
-te
menunjukan gejala rabies untuk segera dibawa untuk

22
penanganan segera ke fasilitas kesehatan. Pada pasien yang

20
digigit hewan tersangka rabies, keluarga harus menyarankan

86
pasien untuk vaksinasi.

s11
b. Laporkan kasus rabies ke dinas kesehatan setempat.

ke
Kriteria Rujukan

en
7m
a. Penderita rabies yang sudah menunjukkan gejala rabies.
b. Dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
10 sekunder yang
memiliki dokter spesialis neurolog.
k0
r-h

Peralatan
mo

a. Cairan desinfektan
-no

b. Serum Anti Rabies


mk

c. Vaksin Anti Rabies


6/k

Prognosis
2/0

Prognosis pada umumnya buruk, karena kematian dapat mencapai


02

100% apabila virus rabies mencapai SSP. Prognosis selalu fatal


z/2

karena sekali gejala rabies terlihat, hampir selalu kematian terjadi


.xy

dalam 2-3 hari sesudahnya, sebagai akibat gagal napas atau henti
na

jantung. Jika dilakukan perawatan awal setelah digigit anjing


lya

pengidap rabies, seperti pencucian luka, pemberian VAR dan SAR,


maka angka survival mencapai 100%.
mu
na

Referensi
.ai

a. Harijanto, Paul N dan Gunawan, Carta A. Buku Ajar Ilmu


ww

Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke 4. Jakarta: FKUI. 2006. Hal


//w

1736-9.
ps:

b. Dennis MD, Eugene B. MD.Infection Due to RNA viruses:


Harrisons Internal Medicine 16th edition. McGraw Hill. Medical
htt

Publishing Division. 2005. (Braunwald, et al., 2009)

jdih.kemkes.go.id
-348-

c. The Merk Manual of Medical information.Rabies, brain and

l
tm
spinal cord disorders, infection of the brain and spinal cord.2006.

g.h
p: 484-486.
d. Jackson, A.C. Wunner, W.H.Rabies. Academic Press. 2002. p.

tan
290. (Jackson & Wunner, 2002)

n
-te
e. Davis L.E. King, M.K. Schultz, J.LFundamentals of neurologic

22
disease. Demos Medical Publishing, LLc. 2005. p: 73. (Davis, et

20
al., 2005)

86
f. Reynes J-M, D.L. Buchy P, et al. A reliable diagnosis of human

s11
rabies based on analysis of skin biopsy specimens.Clin Infect Dis
47 (11): 1410-1417. 2008. (Reynes and Buchy, 2008)

ke
g. Diagnosis CDC Rabies. USA: Centers for Disease Control and

en
7m
Prevention. 2007. Diunduh dari
http://www.cdc.gov/RABIES/diagnosis.html.
10 Retrieved 2008-
02-12. (Centers for Disease Control and Prevention , 2007)
k0

h. Kumar.Clark. Rhabdoviruses Rabies. Clinical Medicine. W.B


r-h

Saunders Company Ltd. 2006. Hal 57-58. (Kumar, 2006)


mo

i. Ranjan. Remnando. Rabies, tropical infectious disease


-no

epidemiology, investigation, diagnosis and management. 2002.


mk

Hal 291-297. (Beckham, et al., t.thn.)


j. Beckham JD, Solbrig MV, Tyler KL. Infection of the Nervous
6/k

System. Viral Encephalitis and Meningitis. In Darrof RB et al


2/0

(Eds). Bradley’s Neurology Clinical Practice. Vol 1: Principles of


02

Diagnosis and Management. 6th ed. Elsevier, Philadelphia, pp.


z/2

1252-1253.
.xy
na

6. Malaria Serebral
lya

No. ICPC-2 : A73 Malaria


No.ICD-10 : Plasmodium falciparum with cerebral
mu

complication
na

Tingkat Kemampuan 3B
.ai
ww

Masalah Kesehatan
//w

Malaria Serebral merupakan salah satu komplikasi infeksi dari


ps:

Plasmodium falciparum dan merupakan komplikasi berat yang


paling sering ditemukan serta penyebab kematian utama pada
htt

malaria. Diperkirakan sekitar 1-3 juta orang meninggal diseluruh

jdih.kemkes.go.id
-349-

dunia setiap tahunnya karena malaria serebral, terutama pada anak-

l
tm
anak.

g.h
Hasil Anamnesis (Subjective)

tan
Keluhan

n
-te
Pasien dengan malaria Serebral biasanya ditandai oleh

22
a. Trias malaria (menggigil, demam, berkeringat)

20
b. Penurunan kesadaran berat

86
c. Disertai kejang

s11
Faktor Risiko:
a. Tinggal atau pernah berkunjung ke daerah endemik malaria

ke
b. Riwayat terinfeksi Plasmodium falciparum

en
7m
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
10
Pemeriksaan Fisik
k0

Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai:


r-h

a. Penurunan kesadaran yang dapat didahului mengantuk,


mo

kebingungan, disorientasi, delirium atau agitasi namun kaku


-no

kuduk dan rangsang meningeal lain tidak ditemukan dan dapat


mk

berlanjut menjadi koma.


b. Kaku kuduk biasanya negatif, hiperekstensi leher terjadi pada
6/k

kasus berat
2/0

c. Pada pemeriksaan mata dapat dijumpai nistagmus dan deviasi


02

conjugee
z/2

d. Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan retina yang pucat,


.xy

perdarahan retina (6-37% kasus), edema papil dan cotton wool


na

spots.
lya

e. Gejala neurologi yang sering adalah lesi upper motor neuron,


tonus otot dan reflex tendon meningkat (tetapi dapat juga
mu

normal ataupun menurun), refleks babinsky positif


na

Pemeriksaan Penunjang
.ai

a. Pemeriksaan apusan darah


ww

Bisa ditemukan adanya Plasmodium falciparum aseksual pada


//w

penderita yang mengalami penurunan kesadaran


ps:

b. Pemeriksaan darah rutin dan gula darah


htt

jdih.kemkes.go.id
-350-

Penegakan Diagnostik(Assessment)

l
tm
Diagnosis Klinis

g.h
Diagnosis malaria serebral ditegakkan dengan ditemukannya
Plasmodium falciparum bentuk aseksual pada pemeriksaan apusan

tan
darah tepi pasien dengan penurunan kesadaran berat (koma),

n
-te
walaupun semua gangguan kesadaran (GCS<15) harus dianggap dan

22
diterapi sebagai malaria berat. Gangguan kesadaran pada malaria

20
dapat pula disebabkan oleh demam yang tinggi, hipoglikemia, syok,

86
ensefalopati uremikum, ensefalopati hepatikum, sepsis. Semua

s11
penderita dengan demam dan penurunan kesadaran seyogyanya
didiagnosis banding sebagai malaria serebral, khususnya jika

ke
penderita tinggal atau pernah berkunjung ke daerah endemik

en
7m
malaria.
Diagnosis Banding: 10
Infeksi virus, bakteri, jamur (cryptococcal), protozoa (African
k0

Trypanosomiasis), Meningoensefalitis, Abses serebral, Trauma


r-h

kepala, Stroke, intoksikasi, gangguan metabolik


mo

Komplikasi:
-no

Gagal ginjal akut, ikterus, asidosis metabolik, hipoglikemia,


mk

hiperlaktemia, hipovolemia, edema paru, sindrom gagal nafas akut


6/k

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


2/0

Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan:


02

Semua pasien yang didiagnosis dengan malaria serebral harus


z/2

dipastikan jalan nafas lancar dan pernafasan dibantu dengan


.xy

oksigen, setelah penatalaksanaan suportif seperti pemberian cairan


na

agar segera dirujuk ke fasilitas layanan kesehatan sekunder


lya

Kriteria Rujukan:
mu

Pasien dengan Malaria Serebral agar segera dirujuk ke RS


na

Edukasi dan Konseling:


.ai

a. Konsultasi ke dokter untuk penggunaan kemoprofilaksis bagi


ww

mereka yang hendak berkunjung ke daerah endemic malaria


//w

b. Malaria bisa dicegah dengan menghindari kontak dengan


ps:

nyamuk anopheles baik dengan menggunakan kelambu


maupun reppelen
htt

jdih.kemkes.go.id
-351-

c. Hindari aktivitas di malam hari khususnya bagi mereka yang

l
tm
tinggal atau bepergian ke daerah endemik malaria

g.h
Peralatan

tan
a. Laboratorium untuk pemeriksaan apusan darah tebal

n
-te
b. Laboratoriumuntuk pemeriksaan darah rutin dan gula darah

22
c. Termometer

20
d. Stetoskop

86
e. Tensi

s11
f. Senter
g. Palu reflex

ke
h. Funduskopi

en
7m
Prognosis
a. Ad Vitam: Dubia ad Malam 10
b. AdFunctionam: Dubia et Malam
k0

c. Ad Sanationam: Dubia
r-h
mo

Referensi
-no

Gunawan C, Malaria Serebral dan penanganannya dalam Malaria


mk

dari Molekuler ke Klkinis EGC. Jakarta 2012. (Gunawan, 2012)


6/k

7. EPILEPSI
2/0

No. ICPC-2 : N88 Epilepsy


02

No. ICD-10 : G40.9 Epilepsy, unspecified


z/2

Tingkat Kemampuan 3A
.xy
na

Masalah Kesehatan
lya

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh


bangkitan epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul
mu

tanpa provokasi. Sedangkan yang dimaksud dengan bangkitan


na

epilepsi adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh aktivitas


.ai

listrik yang abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron di


ww

otak.
//w

Etiologi epilepsi:
ps:

a. Idiopatik: tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit


neurologis dan diperkirakan tidak mempunyai predisposisi
htt

genetik dan umumnya berhubungan dengan usia.

jdih.kemkes.go.id
-352-

b. Kriptogenik: dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum

l
tm
diketahui, termasuk disini sindromaWest, sindroma Lennox-

g.h
Gastaut, dan epilepsi mioklonik.
c. Simptomatik: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi

tan
struktural pada otak, misalnya cedera kepala, infeksi SSP,

n
-te
kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran

22
darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan

20
neurodegeneratif.

86
s11
Hasil Anamnesis (Subjective)
Ada tiga langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu:

ke
a. Langkah pertama: memastikan apakah kejadian yang bersifat

en
7m
paroksismal merupakan bangkitan epilepsi. Pada sebagian
besar kasus, diagnosis epilepsi dapat ditegakkan berdasarkan
10
informasi yang diperoleh dari anamnesis baik auto maupun allo-
k0

anamnesis dari orang tua maupun saksi mata yang lain.


r-h

1) Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan


mo

a) Keadaan penyandang saat bangkitan: duduk/ berdiri/


-no

bebaring/ tidur/ berkemih.


mk

b) Gejala awitan (aura, gerakan/ sensasi awal/ speech


arrest).
6/k

c) Pola/bentuk yang tampak selama bangkitan: gerakan


2/0

tonik/klonik, vokalisasi, otomatisme, inkontinensia,


02

lidah tergigit, pucat berkeringat, deviasi mata.


z/2

d) Keadaan setelah kejadian: bingung, terjaga, nyeri


.xy

kepala, tidur, gaduh gelisah, Todd’s paresis.


na

e) Faktor pencetus: alkohol, kurang tidur, hormonal.


lya

f) Jumlah pola bangkitan satu atau lebih, atau terdapat


perubahan pola bangkitan.
mu

2) Penyakit lain yang mungkin diderita sekarang maupun


na

riwayat penyakit neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik


.ai

maupun penyakit sistemik yang mungkin menjadi


ww

penyebab.
//w

3) Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, interval


ps:

terpanjang antar bangkitan.


4) Riwayat terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap
htt

terapi (dosis, kadar OAE, kombinasi terapi).

jdih.kemkes.go.id
-353-

5) Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.

l
tm
6) Riwayat keluarga dengan penyakit neurologik lain, penyakit

g.h
psikitrik atau sistemik.
7) Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran dan

tan
perkembangan bayi/anak.

n
-te
8) Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam.

22
9) Riwayat trauma kepala, infeksi SSP.

20
b. Langkah kedua: apabila benar terdapat bangkitan epilepsi,

86
maka tentukan bangkitan tersebut bangkitan yang mana

s11
(klasifikasi ILAE 1981).
c. Langkah ketiga: menentukan etiologi, sindrom epilepsi, atau

ke
penyakit epilepsi apa yang diderita pasien dilakukan dengan

en
7m
memperhatikan klasifikasi ILAE 1989. Langkah ini penting
untuk menentukan prognosis dan respon terhadap OAE (Obat
10
Anti Epilepsi).
k0
r-h

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


mo

Pemeriksaan Fisik
-no

Pemeriksaan fisik umum pada dasarnya adalah mengamati adanya


mk

tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi


seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan
6/k

kongenital, kecanduan alkohol atau obat terlarang, kelainan pada


2/0

kulit, kanker, defisit neurologik fokal.


02

Pemeriksaan neurologis
z/2

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologik sangat tergantung


.xy

dari interval antara dilakukannya pemeriksaan dengan bangkitan


na

terakhir.
lya

a. Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan


maka akan tampak tanda pasca iktal terutama tanda fokal
mu

seperti todds paresis (hemiparesis setelah kejang yang terjadi


na

sesaat), trans aphasic syndrome (afasia sesaat) yang tidak jarang


.ai

dapat menjadi petunjuk lokalisasi.


ww

b. Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan terakhir


//w

berlalu, sasaran utama adalah menentukan apakah ada tanda-


ps:

tanda disfungsi system saraf permanen (epilepsi simptomatik)


dan walaupun jarang apakah ada tanda-tanda peningkatan
htt

tekanan intrakranial.

jdih.kemkes.go.id
-354-

Pemeriksaan Penunjang

l
tm
Dapat dilakukan di layanan sekunder yaitu EEG, pemeriksaan

g.h
pencitraan otak, pemeriksaan laboratorium lengkap dan
pemeriksaan kadar OAE.

tan
n
-te
Penegakan Diagnostik (Assessment)

22
Diagnosis Klinis

20
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik umum

86
dan neurologis.

s11
Diagnosis Banding
Sinkop, Transient Ischemic Attack, Vertigo, Global amnesia, Tics dan

ke
gerakan involunter

en
7m
Komplikasi : -
10
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
k0

Penatalaksanaan
r-h

Sebagai dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, bila


mo

pasien terdiagnosis sebagai epilepsi, untuk penanganan awal pasien


-no

harus dirujuk ke dokter spesialis saraf.


mk

a. OAE diberikan bila:


1) Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
6/k

2) Pastikan faktor pencetus dapat dihindari (alkohol, stress,


2/0

kurang tidur, dan lain-lain)


02

3) Terdapat minimum 2 bangkitan dalam setahun


z/2

4) Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima


.xy

penjelasan terhadap tujuan pengobatan


na

5) Penyandang dan/atau keluarganya telah diberitahu


lya

tentang kemungkinan efek samping yang timbul dari OAE


b. Terapi dimulai dengan monoterapi menggunakan OAE pilihan
mu

sesuai dengan jenis bangkitan (tabel 1) dan jenis sindrom


na

epilepsi:
.ai
ww

Tabel 8.8. Obat Anti Epilepsi (OAE) pilihan sesuai dengan jenis
//w

bangkitan epilepsi
ps:

Bangkitan
OAE Fokal Umum Tonik Lena Mioklonik
htt

sekunder klonik

jdih.kemkes.go.id
-355-

Phenytoin + + + - -

l
tm
Carbamazepine + + + - -
Valproic acid + + + + +

g.h
Phenobarbital + + + 0 ?+

tan
Gabapentin + + ?+ 0 ?-

n
Lamotrigine + + + + +

-te
Topiramate + + + ? ?+

22
Zonisamide + + ?+ ?+ ?+

20
Levetiracetam + + ?+ ?+ ?+

86
Oxcarbazepine + + + - -

s11
ke
en
Tabel 8.9. Dosis Obat Anti Epilepsi (OAE)

OAE Dosis Dosis Jumlah


7m Waktu Waktu
10
k0
Awal Rumatan Dosis/hari Paruh Steady
r-h

(mg/hr) (mg/hr) Plasma State


Carbamazepine 400-600 400-1600 2-3 15-25 2-7 hari
mo

mg mg (untuk CR jam
-no

2)
mk

Titrasi Mulai 100/200 mg/hr ditingkatkan sampai target dalam 1-


6/k

Carbamazepine 4 minggu
Phenytoin 200-300 200-400 1-2 10-80 3-15 hari
2/0

mg mg jam
02

Titrasi Mulai 100 mg/hr ditingkatkan sampai target dalam 3-7


z/2

Phenytoin hari
.xy

Valproic Acid 500-1000 500-2500 2-3 12-18 2-4 hari


na

mg mg (untuk CR jam
lya

1-2)
mu

Titrasi Valproic Mulai 500 mg/hr ditingkatkan bila perlu setelah 7 hari
na

Acid
.ai

Phenobarbital 50-100 50-200 1 50-170 8-30 hari


ww

mg mg jam
Titrasi Mulai 30-50 mg malam hari ditingkatkan bila perlu setelah
//w

Phenobarbital 10-15 hari


ps:

Clonazepam 1 mg 4 mg 1 atau 2 20-60 2-10 hari


htt

jam

jdih.kemkes.go.id
-356-

OAE Dosis Dosis Jumlah Waktu Waktu

l
tm
Awal Rumatan Dosis/hari Paruh Steady

g.h
(mg/hr) (mg/hr) Plasma State
Clobazam 10 mg 10-30 mg 1-2 8-15 jam 2-4 hari

tan
Titrasi Mulai 10 mg/hr bila perlu ditingkatkan sampai 20 mg/hr

n
-te
Clobazam setelah 1-2 minggu

22
Oxcarbazepine 600-900 600-3000 2-3 8-15 jam 2-4 hari

20
mg mg

86
Titrasi Mulai 300 mg/hr ditingkatkan sampai target dalam 1-3

s11
Oxcarbazepine minggu
Levetiracetam 1000- 1000- 2 6-8 jam 2 hari

ke
en
2000 mg 3000 mg

7m
Titrasi Mulai 500/1000 mg/hr bila perlu setelah 2 minggu
Levetiracetam 10
Topiramate 100-400 20-30
k0
r-h

100 mg mg 2 jam 2-5 hari


Titrasi Mulai 25 mg/hr ditingkatkan 25-50 mg/hr bila perlu tiap
mo

Topiramate 2 minggu
-no

Gabapentin 900-1800 900-3600


mk

mg mg 2-3 2 hari
6/k

Titrasi Mulai 300-900 mg/hr ditingkatkan sampai target dalam 5-


Gabapentine 10 hari
2/0

50-100 50-200 15-35


02

Lamotrigine mg mg 1-2 jam 2-6 hari


z/2

Titrasi Mulai 25 mg/hr selama 2 minggu ditingkatkan sampai 50


.xy

Lamotrigine mg/hr selama 2 minggu


na

Zonisamide 100-200 100-400


lya

mg mg 1-2 60 jam 7-10 hari


mu

Titrasi Mulai 200-400 mg/hr ditingkatkan sampai 1-2 minggu


na

Zonisamide
.ai

Pregabalin 50-75 mg 50-600 2-3 6,3 jam 1-2 hari


ww

mg
//w

c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap


ps:

sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping. Kadar obat
htt

dalam darah ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis

jdih.kemkes.go.id
-357-

efektif. Bila diduga ada perubahan farmakokinetik OAE (kehamilan,

l
tm
penyakit hati, penyakit ginjal, gangguan absorpsi OAE), diduga

g.h
penyandang epilepsi tidak patuh pada pengobatan. Setelah
pengobatan dosis regimen OAE, dilihat interaksi antar OAE atau obat

tan
lain. Pemeriksaan interaksi obat ini dilakukan rutin setiap tahun pada

n
-te
penggunaan phenitoin.

22
d. Bila pada penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol

20
bangkitan, maka dapat dirujuk kembali untuk mendapatkan

86
penambahan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi,

s11
maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off) perlahan-lahan.
e. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan di layanan sekunder atau

ke
tersier setelah terbukti tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis

en
7m
maksimal kedua OAE pertama.
f. Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk
10
dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi yaitu bila:
k0

1) Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG.


r-h

2) Pada pemeriksaan CT-Scan atau MRI Otak dijumpai lesi yang


mo

berkorelasi dengan bangkitan: meningioma, neoplasma otak,


-no

AVM, abses otak, ensephalitis herpes.


mk

3) Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah


pada adanya kerusakan otak.
6/k

4) Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan


2/0

orang tua).
02

5) Riwayat bangkitan simptomatik.


z/2

6) Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko tinggi seperti JME


.xy

(Juvenile Myoclonic Epilepsi).


na

7) Riwayat trauma kepala disertai penurunan kesadaran, stroke,


lya

infeksi SSP.
8) Bangkitan pertama berupa status epileptikus.
mu

9) Namun hal ini dapat dilakukan di pelayanan kesehatan


na

sekunder
.ai

g. Efek samping perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan


ww

interaksi farmakokinetik antar OAE.


//w

h. Strategi untuk mencegah efek samping:


ps:

1) Mulai pengobatan dengan mempertimbangkan keuntungan dan


kerugian pemberian terapi
htt

2) Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang

jdih.kemkes.go.id
-358-

3) Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil

l
tm
mengacu pada sindrom epilepsi dan karaktersitik penyandang

g.h
epilepsi
i. OAE dapat dihentikan pada keadaan:

tan
1) Setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan.

n
-te
2) Gambaran EEG normal.

22
3) Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari

20
dosis semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.

86
4) Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai

s11
dari 1 OAE yang bukan utama.
5) Keputusan untuk menghentikan OAE dilakukan pada tingkat

ke
pelayanan sekunder/tersier.

en
7m
j. Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar
kemungkinannya pada keadaan sebagai berikut: 10
1) Semakin tua usia, kemungkinan kekambuhan semakin tinggi.
k0

2) Epilepsi simptomatik.
r-h

3) Gambaran EEG abnormal.


mo

4) Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan.


-no

5) Penggunaan lebih dari satu OAE.


mk

6) Mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi.


7) Mendapat terapi setelah 10 tahun.
6/k
2/0

Tabel 8.10. Efek samping Obat Anti Epilepsi (OAE)


02

Obat Efek Samping Mengancam Efek Samping Minor


z/2

Jiwa
.xy

Carbamazepine Anemia aplastik, hepato- Dizziness, ataksia, diplopia,


na

toksitas, sindrom Steven- mual, kelelahan, agranulo-


lya

Johnson, Lupus like sitosis, leukopeni, trombo-


syndrome. sitopeni, hiponatremia, ruam,
mu

gangguan perilaku, tiks,


na

peningkatan berat badan,


.ai

disfungsi seksual, disfungi


ww

hormon tiroid, neuropati


//w

perifer.
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-359-

Obat Efek Samping Mengancam Efek Samping Minor

l
tm
Jiwa

g.h
Phenytoin Anemia aplastik, gangguan Hipertrofi gusi, hirsutisme,
fungsi hati, sindrom Steven ataksia, nistagmus, diplopia,

tan
Johnson, lupus like ruam, anoreksia, mual,

n
-te
syndrome, makroxytosis, neuropati

22
pseudolymphoma. perifer, agranu-lositosis,

20
trombositopenia, disfungsi

86
seksual, disfungsi serebelar,

s11
penurunan ab-sorpsi kalsium
pada usus.

ke
en
Phenobarbital Hepatotoksik,gangguan Mengantuk ataksia, nistag-

7m
jaringan ikat dan sum-sum mus, ruam kulit, depresi,
tulang, sindrom steven hiperaktif
10 (pada anak),
Johnson. gangguan belajar (pada
k0

anak), disfungsi seksual.


r-h

Valproate Acid Hepatotoksik, Mual, muntah, rambut


mo

hiperamonemia, leukopeni, menipis, tremor, amenore,


-no

trombositopenia, peningkatan berat badan,


mk

pancreatitis. konstipasi, hirsutisme, alo-


pesia pada perempuan,
6/k

Polycystic Ovary Syndrome


2/0

(POS).
02

Levetiracetam Belum diketahui. Mual, nyeri kepala, dizziness,


z/2

kelemahan, me-ngantuk,
.xy

gangguan peri-laku, agitasi,


na

anxietas, trombositopenia,
lya

leukopenia.
mu

Gabapentin Teratogenik. Somnolen, kelelahan, ataksia,


dizziness, peningkatan berat
na

badan, gangguan perilaku


.ai

(pada anak)
ww

Lamotrigine Syndrome steven Johnson, Ruam, dizziness, tremor,


//w

gangguan hepar akut, ataksia, diplopia, pandang-an


ps:

kegagalan multi-organ, kabur, nyeri kepala, mual,


htt

teratogenik. muntah, insomnia,

jdih.kemkes.go.id
-360-

Obat Efek Samping Mengancam Efek Samping Minor

l
tm
Jiwa

g.h
nistagmus, ataxia trunkal,
Tics

tan
n
-te
Oxcarbazepine Ruam, teratogenik. Dizzines, ataksia, nyeri

22
kepala, mual, kelelahan,

20
hiponatremia, insomnia,

86
tremor, disfungsi vital.

s11
Topiramate Batu Ginjal, hipohidrosis, Gangguan kognitif, kesulitan

ke
en
gangguan fungsi hati, menemukan kata, dizziness,

7m
teratogenik ataksia, nyeri kepala,
10kelelahan, mual, penurunan
berat badan, paresthesia,
k0

glaucoma
r-h

Zonisamide Batu ginjal, hipohidrosis, Mual, nyeri kepala, dizziness,


mo

anemia aplastik, skin rash kelelahan, paresthesia, ruam,


-no

gangguan berbahasa,
mk

glaucoma, letargi, ataksia


6/k

Pregabalin Belum diketahui Peningkatan berat badan


2/0

Kriteria Rujukan
02

Setelah diagnosis epilepsi ditegakkan maka pasien segera dirujuk ke


z/2

pelayanan sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf.


.xy
na

Peralatan
lya

Tersedia Obat Anti Epilepsi


mu

Konseling dan Edukasi


a. Penting untuk memberi informasi kepada keluarga bahwa
na

penyakit ini tidak menular


.ai

b. Kontrol pengobatan merupakan hal penting bagi penderita


ww

c. Pendampingan terhadap pasien epilepsi utamanya anak-anak


//w

perlu pendampingan sehingga lingkungan dapat menerima


ps:

dengan baik
htt

d. Pasien epilepsi dapat beraktifitas dengan baik


Dilakukan untuk individu dan keluarga

jdih.kemkes.go.id
-361-

Prognosis

l
tm
Prognosis umumnya bonam, tergantung klasifikasi epilepsi yang

g.h
dideritanya, sedangkan serangan epilepsi dapat berulang, tergantung
kontrol terapi dari pasien.

ntan
-te
Referensi

22
Kelompok Studi Epilepsi. Pedoman Tatalaksana Epilepsi,

20
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2012. (Kelompok

86
Studi Epilepsi, 2012)

s11
8. TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK (TIA)

ke
No. ICPC-2 : K89 Transient cerebral ischaemia

en
7m
No.ICD-10 :G45.9 Transient cerebral ischaemic attack, unspecified
Tingkat Kemampuan 3B 10
k0

Masalah Kesehatan
r-h

TIA atau serangan iskemik otak sepintas (SOS) adalah penurunan


mo

aliran darah yang berlangsung sepintas (tidak menetap atau tidak


-no

permanen) ke area tertentu dari otak, sehingga mengakibatkan


mk

disfungsi neurologis yang berlangsung singkat (kurang dari 24 jam).


Jika gejala nerologik menetap (irreversible), dan berlangsung lebih
6/k

lama (lebih dari 24 jam), maka dikategorikan sebagai stroke iskemik


2/0

(infark). Defisit neurologis yang berlangsung lebih lama dari 24 jam,


02

tapi tidak menetap (reversible,) dan dalam waktu kurang dari 2


z/2

minggu sembuh total tanpa gejala sisa, disebut reversible ischemic


.xy

neurological deficit (RIND).


na

Serangan TIA terjadi secara tiba-tiba (akut), dan biasanya


lya

berlangsung singkat (beberapa menit), jarang sampai lebih dari 1-2


jam, diikuti kesembuhan total tanpa gejala sisa. Pada pasien yang
mu

mengalami serangan TIA lebih dari 3 jam, dengan pemeriksaan MRI,


na

lebih dari 50% diantaranya ditemukan gambaran infark di otak.


.ai

Pasien yang pernah mengalami TIA, mempunyai risiko lebih besar


ww

untuk terserang stroke iskemik (infark). Sekitar 15-26% pasien


//w

stroke, pernah mengalami TIA sebelumnya. Sehingga TIA termasuk


ps:

faktor risiko stroke, dan disebut sebagai warning sign (tanda


peringatan) terjadinya stroke. Setelah TIA, antara 10-15% pasien
htt

mengalami stroke iskemik dalam waktu 3 bulan, dan sebagian besar

jdih.kemkes.go.id
-362-

diantaranya terjadi dalam waktu 48 jam setelah terjadinya TIA.

l
tm
Karena itu, TIA maupun stroke iskemik, keduanya merupakan

g.h
kedaruratan medik yang mempunyai kesamaan mekanisme
patogenesis, dan memerlukan prevensi sekunder, evaluasi, dan

tan
penatalaksanaan yang hampir sama.

n
-te
22
Hasil Anamnesis(Subjective)

20
Keluhan

86
Secara umum, gejala neurologis yang diakibatkan oleh TIA

s11
tergantung pada pembuluh darah otak yang mengalami gangguan,
yaitu sistem karotis atau vertebrobasilaris.

ke
a. Disfungsi neurologis fokal yang sering ditemukan berupa:

en
7m
1) Kelemahan atau kelumpuhan salah satu sisi wajah, lengan,
dan tungkai (hemiparesis, hemiplegi)
10
2) Gangguan sensorik pada salah satu sisi wajah, lengan, dan
k0

tungkai (hemihipestesi, hemi-anesthesi)


r-h

3) Gangguan bicara (disartria)


mo

4) Gangguan berbahasa (afasia)


-no

5) Gejala neurologik lainnya:


mk

a) Jalan sempoyongan (ataksia)


b) Rasa berputar (vertigo)
6/k

c) Kesulitan menelan (disfagia)


2/0

d) Melihat ganda (diplopia)


02

e) Penyempitan lapang penglihatan (hemianopsia,


z/2

kwadran-anopsia)
.xy

b. Gangguan tersebut terjadi mendadak, dan biasanya


na

berlangsung dalam waktu yang singkat (beberapa menit), jarang


lya

sampai lebih dari 1-2 jam, diikuti kesembuhan total tanpa


gejala sisa.
mu

c. Diperlukan anamnesis yang teliti tentang faktor risiko


na

TIA/stroke
.ai
ww

Tabel: 8.11. Faktor risiko TIA/stroke


//w

Non Modifiable Modifiable, well- Potentially modifiable, less


ps:

documented well-documented
htt

jdih.kemkes.go.id
-363-

Non Modifiable Modifiable, well- Potentially modifiable, less

l
tm
documented well-documented

g.h
• Umur • Hipertensi • Migren dengan aura
• Jenis • Merokok • Sindroma metabolik

tan
kelamin • Diabetes • Alkohol

n
-te
• Berat • Dislipidemia • Salah guna obat

22
badan lahir • Fibrilasi Atrial • Gangguan nafas (sleep-

20
rendah • Stenosis karotis disordered breathing)

86
• Ras asimtomatik • Hiperhomosisteinemia

s11
• Riwayat • Penyakit sel sickle • Hiperlipoprotein-a Lp(a)

ke
keluarga • Terapi hormon • Hiperkoagulabilitas

en
stroke/TIA pasca menopause • Inflamasi dan infeksi

7m
• Kontrasepsi oral
• Diet/nutrisi
10
k0
• Inaktivitas fisik
r-h

• Obesitas
mo

• Penyakit
kardiovaskuler
-no

(penyakit jantung
mk

koroner, penyakit
6/k

pembuluh darah
2/0

tepi)
02

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana(Objective)


z/2

Pemeriksaan Fisik
.xy

Meliputi pemeriksaan umum dan neurologis.


na

Pemeriksaan Umum
lya

Terutama pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi dan


mu

pernafasan, jantung, bising karotis/subklavia, dan tanda vital


na

lainnya.
.ai

Pemeriksaan neurologis
ww

Terutama untuk menemukan adanya tanda defisit neurologis berupa


status mental, motorik, sensorik sederhana dan kortikal luhur,
//w

fungsi serebelar, dan otonomik.


ps:

Pemeriksaan Penunjang :-
htt

jdih.kemkes.go.id
-364-

Pemeriksaan standar dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan

l
tm
sekunder:

g.h
a. CT scan kepala (atau MRI)
b. EKG (elektrokardiografi)

tan
c. Kadar gula darah

n
-te
d. Elektrolit serum

22
e. Tes faal ginjal

20
f. Darah lengkap

86
g. Faal hemostasis

s11
Catatan: CT scan atau MRI kepala pada pasien TIA biasanya tidak
menunjukkan kelainan, kecuali dengan teknik khusus, misalnya

ke
perfusion CT, atau diffusion weighted MRI (DWI).

en
7m
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi):
a. Foto toraks 10
b. Tes faal hati
k0

c. Ekokardiografi (jika diduga emboli kardiogenik)


r-h

d. TCD (transcranial Doppler)


mo

e. EEG (elektro-ensefalografi)
-no
mk

Penegakan Diagnostik(Assessment)
Diagnosis Klinis
6/k

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik


2/0

neurologis dan CT scan kepala (bila diperlukan)


02

Diagnosis Banding:
z/2

a. Stroke iskemik (infark)


.xy

b. Stroke hemoragik
na

c. Gangguan fungsi otak yang menyerupai TIA/stroke, misalnya:


lya

1) Cedera otak traumatik: hematoma epidural/subdural


2) Tumor otak
mu

3) Infeksi otak: abses, tuberkuloma


na

4) Todd’s paralysis (hemiparesis pasca serangan kejang)


.ai

5) Gangguan metabolik: hipo/hiperglikemia


ww

Komplikasi:
//w

Antara 10-15% pasien mengalami stroke iskemik dalam waktu 3


ps:

bulan, dan sebagian besar diantaranya terjadi dalam waktu 48 jam


setelah terjadinya TIA.
htt

jdih.kemkes.go.id
-365-

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

l
tm
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan:

g.h
Bila mendapat serangan TIA, pasien harus segera dibawa ke rumah
sakit agar mendapatkan pemeriksaan untuk menemukan penyebab

tan
dan penanganan lebih lanjut. Bila skor ABCD2 > 5, pasien harus

n
-te
segera mendapat perawatan seperti perawatan pasien stroke iskemik

22
akut. Tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan penyakit

20
gangguan darah harus segera diterapi. Untuk mencegah berulangnya

86
TIA dan serangan stroke, perlu diberikan obat antiplatelet, misalnya

s11
asetosal, clopidogrel, dipyridamole, cilostazol. Pada stenosis karotis,
mungkin diperlukan tindakan carotid endarterectomy atau carotid

ke
angioplasty. Jika ada fibrilasi atrial, mungkin diperlukan

en
7m
antikoagulan oral, misalnya warfarin, rifaroxaban, dabigatran,
apixaban. 10
Tabel 8.12 Skor ABCD2 untuk TIA
k0
r-h

Age (umur) > 60 tahun 1


mo

B P ( tekanan darah) > 140/90 1


-no

C linical features (gambaran klinis)


mk

• Kelemahan unilateral 2
• Gangguan bahasa tanpa kelemahan motorik 1
6/k
2/0

D uration (lama berlangsungnya TIA)


➢ 60 menit 2
02

➢ 10 – 59 menit 1
z/2
.xy

D iabetes 1
na
lya

Kriteria Rujukan
mu

Pasien segera dirujuk ke RS untuk penanganan lebih lanjut.


na

Peralatan
.ai

Laboratorium: darah lengkap dan kimia darah


ww

Pemeriksaan radiologi: foto toraks


//w

Pasien membutuhkan CT scan atau MRI di layanan sekunder


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-366-

Prognosis

l
tm
Prognosis bonam bila faktor risiko dapat teratasi dan penanganan

g.h
cepat dilakukan. Pemberian obat antiplatelet dan antikoagulan dapat
mencegah berulangnya TIA dan serangan stroke iskemik.

ntan
-te
Referensi

22
a. Fitzsimmons BFM. Cerebrovascular Disease: Ischemic Stroke. In

20
Brust JCM (Ed). Current Diagnosis and Treatment in Neurology.

86
McGraw Hill, New York, 2007:100-25. (Fitzsimmons, 2007)

s11
b. Romano JG, Sacco RL. Prevention of Recurrent Ischemic Stroke.
In Goldstein LB (Ed). A Primer on Stroke Prevention and

ke
Treatment. Wiley-Blackwell, Dallas, 2009: 85-99. (Romano &

en
7m
Sacco, 2009)
c. Biller J, Love BB, Schnek MJ. Vascular Diseases of the Nervous
10
System. Ischemic Cerebrovascular Disease. In Darrof RB et al
k0

(Eds). Bradley’s Neurology in Clinical Practice. Vol 1: Principles of


r-h

Diagnosis and Management. 6th ed. Elsevier, Philadelphia,


mo

2012:1003-1053. (Biller, et al., 2012)


-no

d. Furie K et al. Guidelines for the Prevention of Stroke in Patients


mk

With Stroke or Transient Ischemic Attack : A Guideline for


Healthcare Professionals From the American Heart
6/k

Association/American Stroke Association. Stroke 2011; 42:227-


2/0

276 (Furie, 2011)


02

e. National Stroke Association. Transient Ischemic Attack (TIA).


z/2

www.stroke.org
.xy
na

9. STROKE
lya

No. ICPC-2 : K90 Stroke/cerebrovascular accident


No. ICD-10 : I63.9 Cerebral infarction, unspecified
mu

Tingkat Kemampuan 3B
na
.ai

Masalah Kesehatan
ww

Stroke adalah defisit neurologis fokal (atau global) yang terjadi


//w

mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam dan disebabkan oleh faktor


ps:

vaskuler. Secara global, saat ini stroke merupakan salah satu


penyebab kematian utama, dan penyebab utama kecacatan pada
htt

orang dewasa. Dari laporan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar)

jdih.kemkes.go.id
-367-

Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007, stroke

l
tm
merupakan penyebab kematian utama di Indonesia.

g.h
Hasil Anamnesis(Subjective)

tan
Keluhan:

n
-te
Gejala awal serangan stroke terjadi mendadak (tiba-tiba), yang sering

22
dijumpai adalah

20
a. Kelemahan atau kelumpuhan salah satu sisi wajah, lengan, dan

86
tungkai (hemiparesis, hemiplegi)

s11
b. Gangguan sensorik pada salah satu sisi wajah, lengan, dan
tungkai (hemihipestesi, hemianesthesi)

ke
c. Gangguan bicara (disartria)

en
7m
d. Gangguan berbahasa (afasia)
e. Gejala neurologik lainnya seperti jalan sempoyongan (ataksia),
10
rasa berputar (vertigo), kesulitan menelan (disfagia), melihat
k0

ganda (diplopia), penyempitan lapang penglihatan (hemianopsia,


r-h

kwadran-anopsia)
mo

Catatan:
-no

Kebanyakan penderita stroke mengalami lebih dari satu macam gejala


mk

diatas. Pada beberapa penderita dapat pula dijumpai nyeri kepala,


mual, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang pada saat terjadi
6/k

serangan stroke.
2/0

Untukmemudahkan pengenalan gejala stroke bagi masyarakat


02

awam, digunakan istilah FAST (Facial movement, Arm Movement,


z/2

Speech, Time: acute onset). Maksudnya, bila seseorang mengalami


.xy

kelemahan otot wajah dan anggota gerak satu sisi, serta gangguan
na

bicara, yang terjadi mendadak, patut diduga mengalami serangan


lya

stroke. Keadaan seperti itu memerlukan penanganan darurat agar


tidak mengakibatkan kematian dan kecacatan. Karena itu pasien
mu

harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk


na

penanganan tindakan darurat bagi penderita stroke.


.ai

Seperti halnya TIA, pada stroke diperlukan anamnesis yang teliti


ww

tentang faktor risiko TIA/stroke.


//w

Faktor Risiko
ps:

Beberapa faktor risiko yang dapat mempermudah terjadinya


serangan stroke, misalnya usia tua, jenis kelamin (laki-laki), berat
htt

badan lahir rendah, faktor herediter (familial), ras (etnik), memang

jdih.kemkes.go.id
-368-

tidak bisa dihindari atau diubah (non modifiable risk factors).

l
tm
Sedangkan faktor risiko lainnya mungkin masih bisa dihindari,

g.h
diobati atau diperbaiki (modifiable risk factors).

ntan
-te
Tabel 8.13 Faktor risiko stroke

22
Potentially modifiable,

20
Non Modifiable Modifiable,well documented less well-documented

86
• Umur • Hipertensi • Migren dengan aura

s11
• Jenis • Merokok • Sindroma metabolik

ke
kelamin • Diabetes • Alkohol

en
• Berat • Dislipidemia • Salah guna obat

7m
badan lahir • Fibrilasi Atrial • Gangguan nafas
10
rendah • Stenosis karotis asimtomatik (sleep-disordered
k0
• Ras • Penyakit sel sickle breathing)
r-h

• Riwayat • Terapi hormon pasca • Hiperhomosisteinemia


mo

keluarga menopause • Hiperlipoprotein-a


-no

stroke/TIA • Kontrasepsi oral Lp(a)


• Diet/nutrisi • Hiperkoagulabilitas
mk

• Inaktivitas fisik • Inflamasi dan infeksi


6/k

• Obesitas
2/0

• Penyakit kardiovaskuler
02

(penyakit jantung koroner,


z/2

penyakit pembuluh darah


.xy

tepi
na

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


lya

a. Pemeriksaan tanda vital: pernapasan, nadi, suhu, tekanan


mu

darah harus diukur kanan dan kiri


na

b. Pemeriksaaan jantung paru


.ai

c. Pemeriksaan bruitkarotis dan subklavia


ww

d. Pemeriksaan abdomen
//w

e. Pemeriksaan ekstremitas
ps:

f. Pemeriksaan neurologis
1) Kesadaran: tingkat kesadaran diukur dengan
htt

menggunakan Glassgow Coma Scale (GCS)

jdih.kemkes.go.id
-369-

2) Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda Laseque,

l
tm
Kernig, dan Brudzinski

g.h
3) Saraf kranialis: terutama Nn. VII, XII, IX/X,dan saraf
kranialis lainnya

tan
4) Motorik: kekuatan, tonus, refleks fisiologis, refleks patologis

n
-te
5) Sensorik

22
6) Tanda serebelar: dismetria, disdiadokokinesia, ataksi,

20
nistagmus

86
7) Pemeriksaan fungsi luhur, terutama fungsi kognitif

s11
(bahasa, memori dll)
8) Pada pasien dengan kesadaran menurun, perlu dilakukan

ke
pemeriksaan refleks batang otak:

en
7m
a) Pola pernafasan: Cheyne-Stokes, hiperventilasi
neurogenik sentral, apneustik, ataksik
10
b) Refleks cahaya (pupil)
k0

c) Refleks kornea
r-h

d) Refleks muntah
mo

e) Refleks okulo-sefalik (doll’s eyes phenomenon)


-no

Pemeriksaan Penunjang:
mk

Pemeriksaan pendukung yang diperlukan dalam penatalaksanaan


stroke akut di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut
6/k

a. Pemeriksaan standar:
2/0

1) CT scan kepala (atau MRI)


02

2) EKG (elektrokardiografi)
z/2

3) Kadar gula darah


.xy

4) Elektrolit serum
na

5) Tes faal ginjal


lya

6) Darah lengkap
7) Faal hemostasis
mu

b. Pemeriksaan lain (sesuai indikasi):


na

1) Foto toraks
.ai

2) Tes faal hati


ww

3) Saturasi oksigen, analisis gas darah


//w

4) Toksikologi
ps:

5) Kadar alkohol dalam darah


6) Pungsi lumbal (pada perdarahan subaraknoid)
htt

7) TCD (transcranial Doppler)

jdih.kemkes.go.id
-370-

8) EEG (elektro-ensefalografi.

l
tm
g.h
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis klinis

tan
Diagnosis awal ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

n
-te
fisik.Cara skoring ROSIER (Recognition of Stroke in Emergency Room)

22
dapat digunakan pada stroke akut.

20
86
Tabel 8.14 Skor ROSIER untuk stroke

s11
Yes No

ke
Loss of consciousness or syncope -1 0

en
Seizure -1 0

7m
Asymetric facial weakness
10 +1 0
k0
Asymetric arm weakness +1 0
r-h

Asymetric leg weakness +1 0


mo

Speech disturbances +1 0
-no

Visual field defect +1 0


mk

Total (-2 to +5)


6/k
2/0

Stroke is unlikely but non completely excluded if total score are < 0
02

Klasifikasi
z/2

Stroke dibedakan menjadi:


.xy

a. Stroke hemoragik biasanya disertai dengan sakit kepala hebat,


na

muntah, penurunan kesadaran, tekanan darah tinggi.


lya

b. Stroke iskemik biasanya tidak disertai dengan sakit kepala


mu

hebat, muntah, penurunan kesadaran dan tekanan darah tidak


tinggi.
na

Diagnosis Banding
.ai

Membedakan stroke iskemik dan stroke hemoragik sangat penting


ww

untuk penatalaksanaan pasien.


//w

Komplikasi
ps:

Komplikasi stroke yang harus diwaspadai karena dapat


htt

mengakibatkan kematian dan kecacatan adalah komplikasi medis,


antara lain komplikasi pada jantung, paru (pneumonia), perdarahan

jdih.kemkes.go.id
-371-

saluran cerna, infeksi saluran kemih, dekubitus, trombosis vena

l
tm
dalam, dan sepsis. Sedangkan komplikasi neurologis terutama

g.h
adalah edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang,
serta transformasi perdarahan pada infark.

tan
Pada umumnya, angka kematian dan kecacatan semakin tinggi, jika

n
-te
pasien datang terlambat (melewati therapeutic window) dan tidak

22
ditangani dengan cepat dan tepat di rumah sakit yang mempunyai

20
fasilitas pelayanan stroke akut.

86
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

s11
Pertolongan pertama pada pasien stroke akut.
a. Menilai jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi

ke
b. Menjaga jalan nafas agar tetap adekuat

en
7m
c. Memberikan oksigen bila diperlukan
d. Memposisikan badan dan kepala lebih tinggi (head-and-trunk up)
10
20-30 derajat
k0

e. Memantau irama jantung


r-h

f. Memasang cairan infus salin normal atau ringer laktat (500


mo

ml/12 jam)
-no

g. Mengukur kadar gula darah (finger stick)


mk

h. Memberikan Dekstrose 50% 25 gram intravena (bila


hipoglikemia berat)
6/k

i. Menilai perkembangan gejala stroke selama perjalanan ke


2/0

rumah sakit layanan sekunder


02

j. Menenangkan penderita
z/2
.xy

Rencana Tindak Lanjut


na

a. Memodifikasi gaya hidup sehat


lya

1) Memberi nasehat untuk tidak merokok atau menghindari


lingkungan perokok
mu

2) Menghentikan atau mengurangi konsumsi alkohol


na

3) Mengurangi berat badan pada penderita stroke yang obes


.ai

4) Melakukan aktivitas fisik sedang pada pasien stroke


ww

iskemik atau TIA. Intensitas sedang dapat didefinisikan


//w

sebagai aktivitas fisik yang cukup berarti hingga


ps:

berkeringat atau meningkatkan denyut jantung 1-3 kali


perminggu.
htt

b. Mengontrol faktor risiko

jdih.kemkes.go.id
-372-

1) Tekanan darah

l
tm
2) Gula darah pada pasien DM

g.h
3) Kolesterol
4) Trigliserida

tan
5) Jantung

n
-te
c. Pada pasien stroke iskemik diberikan obat-obat antiplatelet:

22
asetosal, klopidogrel

20
Konseling dan Edukasi

86
a. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya agar tidak

s11
terjadi kekambuhan atau serangan stroke ulang
b. Jika terjadi serangan stroke ulang, harus segera mendapat

ke
pertolongan segera

en
7m
c. Mengawasi agar pasien teratur minum obat.
d. Membantu pasien menghindari faktor risiko.
10
k0

Tabel 8.15 Membedakan stroke iskemik dan stroke hemoragik


r-h
mo

Gambaran Stroke Stroke Perdarahan Perdarahan


-no

klinis Trombotik Embolik Intraserebral Subaraknoid


mk
6/k

Serangan Saat Saat Saat melakukan Nyeri kepala sangat


istirahat/tidu aktivitas aktivitas hebat, mendadak,
2/0

r, malam sehari- biasanya saat


02

Sering hari, tidak aktivitas


z/2

didului saat tidur


.xy

TIA/SOS
na

Gangguan Fokal, sering Fokal, Fokal, sangat akut Defisit neurologik


lya

fungsi otak memberat seringkali disertai tanda fokal jarang


mu

(defisit secara maksimal peningkatan dijumpai


na

neurologik) gradual saat tekanan Dijumpai tanda


.ai

serangan intrakranial (nyeri rangsangan selaput


ww

kepala, muntah, otak (kaku kuduk)


kesadaran
//w

menurun, kejang,
ps:

dll)
htt

Tekanan Hipertensi Normotensi Hipertensi berat Hipertensi (jarang)

jdih.kemkes.go.id
-373-

darah (sering) (sering) (sering)

l
tm
Temuan Penyakit Aritmia Penyakit jantung Perdarahan

g.h
khusus jantung / jantung, hipertensif, subhyaloid/
lainnya pembuluh fibrilasi retinopati preretinal

tan
darah arterio- atrial, hipertensif Perdarahan pada

n
-te
sklerotik kelainan likuor serebrospinal

22
katup

20
jantung,

86
bising

s11
karotis
atau tanda

ke
sumber

en
7m
emboli lain
CT scan Area Area Area 10 hiperdens Area hiperdens di
kepala hipodens hipodens. intraserebral/intrav sisterna basalis
k0

Pada entricular
r-h

infark
mo

hemoragik,
-no

tampak
mk

pula area
hiperdens
6/k
2/0

Kriteria Rujukan
02

Semua pasien stroke setelah ditegakkan diagnosis secara klinis dan


z/2

diberikan penanganan awal, segera mungkin harus dirujuk ke


.xy

fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter


na

spesialis saraf, terkait dengan angka kecacatan dan kematian yang


lya

tinggi. Dalam hal ini, perhatian terhadap therapeutic window untuk


penatalaksanaan stroke akut sangat diutamakan.
mu

Peralatan
na

a. Alat pemeriksaan neurologis.


.ai

b. Senter
ww

c. Infus set.
//w

d. Oksigen.
ps:

Prognosis
htt

jdih.kemkes.go.id
-374-

Prognosis adalah dubia, tergantung luas dan letak lesi. Untuk stroke

l
tm
hemoragik sebagian besar dubia ad malam. Penanganan yg lambat

g.h
berakibat angka kecacatan dan kematian tinggi.

tan
Referensi

n
-te
a. Misbach J dkk. Kelompok Studi Stroke. Guideline Stroke 2011.

22
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI),

20
Jakarta, 2011. (Misbach, 2011)

86
b. Jauch EC et al. Guidelines for the Early Management of Patients

s11
with Acute Ischemic Stroke. A Guideline for Healthcare
Professionals From the American Heart Association/American

ke
Stroke Association. Stroke 2013; 44:870-947.(Jauch, 2013)

en
7m
c. Morgenstern LB et al. Guidelines for the Management of
Spontaneous Intracerebral Hemorrhage.
10 Guideline for
Healthcare Professionals From the American Heart
k0

Association/American Stroke Association. Stroke 2010;41:1-23.


r-h

(Morgenstern, 2010)
mo

d. Furie K et al. Guidelines for the Prevention of Stroke in Patients


-no

With Stroke or Transient Ischemic Attack : A Guideline for


mk

Healthcare Professionals From the American Heart


Association/American Stroke Association. Stroke 2011;42:227-
6/k

276. (Furie, 2011)


2/0
02

10. Bells’ Palsy


z/2

No. ICPC-2 : N91 Facial paralysis/Bells’ palsy


.xy

No. ICD-10 : G51.0 Bells’ palsy


na

Tingkat Kemampuan 4A
lya

Masalah Kesehatan
mu

Bells’palsy adalah paralisis fasialis perifer idiopatik, yang merupakan


na

penyebab tersering dari paralisis fasialis perifer unilateral. Bells’


.ai

palsy muncul mendadak (akut), unilateral, berupa paralisis saraf


ww

fasialis perifer, yang secara gradual dapat mengalami perbaikan pada


//w

80-90% kasus. Bells’ palsy merupakan salah satu dari penyakit


ps:

neurologis tersering yang melibatkan saraf kranialis, dan penyebab


tersering (60-75%) dari kasus paralisis fasialis unilateral akut di
htt

dunia. Bells’ palsy lebih sering ditemukan pada usia dewasa, orang

jdih.kemkes.go.id
-375-

dengan DM, dan wanita hamil. Peningkatan kejadian berimplikasi

l
tm
pada kemungkinan infeksi HSV type I dan reaktivasi herpes zoster

g.h
dari ganglia nervus fasialis. Penyebab Bells’ palsy tidak diketahui
(idiopatik), dan diduga penyakit ini merupakan bentuk polineuritis

tan
dengan kemungkinan penyebabnya virus, inflamasi, auto imun dan

n
-te
faktor iskemik.

22
20
Hasil Anamnesis (Subjective)

86
Keluhan

s11
Pasien datang dengan keluhan:
a. Paralisis otot fasialis atas dan bawah unilateral, dengan onset

ke
akut (periode 48 jam)

en
7m
b. Nyeri auricular posterior atau otalgia, ipsilateral
c. Peningkatan produksi air mata (epifora), yang diikuti penurunan
10
produksi air mata yang dapat mengakibatkan mata kering (dry
k0

eye), ipsilateral
r-h

d. Hiperakusis ipsilateral
mo

e. Penurunan rasa pengecapan pada lidah, ipsilateral


-no

Gejala awal:
mk

a. Kelumpuhan otot otot fasialis unilateral, yang mengakibatkan


hilangnya kerutan dahi ipsilateral, tidak mampu menutup mata
6/k

ipsilateral, wajah merot/tertarik ke sisi kontralateral, bocor saat


2/0

berkumur, tidak bisa bersiul.


02

b. Nyeri tajam pada telinga dan mastoid (60%)


z/2

c. Penurunan rasa pengecapan pada lidah, ipsilateral (30-50%)


.xy

d. Hiperakusis ipsilateral (15-30%)


na

e. Gangguan lakrimasi ipsilateral (60%)


lya

f. Gangguan sensorik wajah jarang ditemukan, kecuali jika


inflamasi menyebar ke saraf trigeminal.
mu

Awitan (onset)
na

Awitan Bells’ palsy mendadak, dan gejala mencapai puncaknya


.ai

kurang dari 48 jam. Gejala yang mendadak ini membuat pasien


ww

khawatir dan mencemaskan pasien. Mereka sering berpikir terkena


//w

stroke atau tumor otak dapat yang mengakibatkan distorsi wajah


ps:

permanen. Karena kondisi ini terjadi secara mendadak dan cepat,


pasien sering datang langsung ke IGD. Kebanyakan pasien
htt

jdih.kemkes.go.id
-376-

menyatakan paresis terjadi pada pagi hari. Kebanyakan kasus

l
tm
paresis mulai terjadi selama pasien tidur.

g.h
Faktor Risiko:
a. Paparan dingin (kehujanan, udara malam, AC)

tan
b. Infeksi, terutama virus (HSV tipe 1)

n
-te
c. Penyakit autoimun

22
d. Diabetes mellitus

20
e. Hipertensi

86
f. Kehamilan

s11
ke
Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

en
7m
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang teliti pada kepala, telinga, mata, hidung dan
10
mulut harus dilakukan pada semua pasien dengan paralisis fasial.
k0

a. Kelemahan atau paralisis yang melibatkan saraf fasial (N VII)


r-h

mengakibatkan kelemahan wajah (atas dan bawah)satu sisi


mo

(unilateral). Pada lesi UMN (lesi supra nuclear/di atas nukleus


-no

fasialis di pons), wajah bagian atas tidak mengalami


mk

kelumpuhan. Hal ini disebabkan muskuli orbikularis, frontalis


dan korrugator, diinervasi bilateral oleh saraf kortikobulbaris.
6/k

Inspeksi awal pasien memperlihatkan hilangnya lipatan


2/0

(kerutan) dahi dan lipatan nasolabial unilateral.


02

b. Saat pasien diminta untuk tersenyum, akan tampak


z/2

kelumpuhan otot orbikularis oris unilateral, dan bibir akan


.xy

tertarik ke sisi wajah yang normal (kontralateral).


na

c. Pada saat pasien diminta untuk mengangkat alis, sisi dahi yang
lya

lumpuh terlihat datar.


d. Pada fase awal, pasien juga dapat melaporkan adanya
mu

peningkatan salivasi.
na

Jika paralisis hanya melibatkan wajah bagian bawah saja, maka


.ai

harus dipikirkan penyebab sentral (supranuklear). Apalagi jika


ww

pasien mengeluh juga tentang adanya kelumpuhan anggota


//w

gerak (hemiparesis), gangguan keseimbangan (ataksia),


ps:

nistagmus, diplopia, atau paresis saraf kranialis lainnya,


kemungkinan besar BUKAN Bell’s palsy. Pada keadaan seperti
htt

itu harus dicurigai adanya lesi serebral, serebelar, atau batang

jdih.kemkes.go.id
-377-

otak, oleh karena berbagai sebab, antara lain vaskular (stroke),

l
tm
tumor, infeksi, trauma, dan sebagainya.

g.h
Pada Bell’s palsy, progresifitas paresis masih mungkin terjadi,
namun biasanya tidak memburuk setelah hari ke 7 sampai 10.

tan
Jika progresifitas masih berlanjut setelah hari ke 7-10, harus

n
-te
dicurigai diagnosis lain (bukan Bell’s palsy).

22
Pasien dengan kelumpuhan fasial bilateral harus dievaluasi

20
lebih lanjut, karena dapat disebabkan oleh Sindroma Guillain-

86
Barre, penyakit Lyme, meningitis (terutama tuberkulosa),

s11
penyakit autoimun (multiple sclerosis, neurosarcoidosis) dan
lain-lain.

ke
Manifestasi Okular

en
7m
Komplikasi okular unilateral pada fase awal berupa:
a. Lagoftalmus (ketidakmampuan untuk menutup mata secara
10
total)
k0

b. Penurunan sekresi air mata


r-h

c. Kedua hal diatas dapat mengakibatkan paparan kornea (corneal


mo

exposure), erosi kornea, infeksi dan ulserasi kornea


-no

d. Retraksi kelopak mata atas


mk

Manifestasi okular lanjut


a. Ringan: kontraktur pada otot fasial, melebarnyacelah palpebral.
6/k

b. Regenerasi aberan saraf fasialis dengan sinkinesis motorik.


2/0

c. Sinkinesis otonom (air mata buaya, berupa menetesnya air mata


02

saat mengunyah).
z/2

d. Dua pertiga pasien mengeluh masalah air mata. Hal ini terjadi
.xy

karena penurunan fungsi orbicularis okuli dalam membantu


na

ekskresi air mata.


lya

Nyeri auricular posterior


Separuh pasien dengan Bells’ palsy mengeluh nyeri auricular
mu

posterior. Nyeri sering terjadi simultan dengan paresis, tapi nyeri


na

mendahului paresis 2-3 hari sekitar pada 25% pasien. Pasien perlu
.ai

ditanya apakah ada riwayat trauma, yang dapat diperhitungkan


ww

menjadi penyebab nyeri dan paralisis fasial. Sepertiga pasien


//w

mengalami hiperakusis pada telinga ipsilateral paralisis, sebagai


ps:

akibat kelumpuhan sekunder otot stapedius.


Gangguan pengecapan
htt

jdih.kemkes.go.id
-378-

Walaupun hanya sepertiga pasien melaporkan gangguan

l
tm
pengecapan, sekitar 80% pasien menunjukkan penurunan rasa

g.h
pengecapan. Kemungkinan pasien gagal mengenal penurunan rasa,
karena sisi lidah yang lain tidak mengalami gangguan. Penyembuhan

tan
awal pengecapan mengindikasikan penyembuhan komplit.

n
-te
Pemeriksaan Penunjang

22
Laboratorium darah: Darah lengkap, gula darah sewaktu, tes faal

20
ginjal (BUN/kreatinin serum)

86
s11
Penegakan Diagnostik(Assessment)
Diagnosis Klinis

ke
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

en
7m
umum dan neurologis (saraf kranialis, motorik, sensorik, serebelum).
Bells’ palsy adalah diagnosis eksklusi. 10
Gambaran klinis penyakit yang dapat membantu membedakan
k0

dengan penyebab lain dari paralisis fasialis:


r-h

a. Onset yang mendadak dari paralisis fasial unilateral


mo

b. Tidak adanya gejala dan tanda pada susunan saraf pusat,


-no

telinga, dan penyakit cerebellopontin angle (CPA).


mk

Jika terdapat kelumpuhan pada saraf kranial yang lain,


kelumpuhan motorik dan gangguan sensorik, maka penyakit
6/k

neurologis lain harus dipikirkan (misalnya: stroke, GBS,


2/0

meningitis basilaris, tumor Cerebello Pontine Angle).


02

Gejala tumor biasanya kronik progresif. Tumor CPA seringkali


z/2

didahului gangguan pendengaran (saraf VIII), diikuti gangguan


.xy

saraf VII, dan V, gangguan keseimbangan (serebelar). Pasien


na

dengan paralisis progresif saraf VII lebih lama dari 3 minggu


lya

harus dievaluasi kemungkinan penyebab lain, misalnya


neoplasma, penyakit autoimun, dan sebagainya.
mu

Klasifikasi
na

Sistem grading ini dikembangkan oleh House and Brackmann dgn


.ai

skala I sampai VI.


ww

a. Grade I adalah fungsi fasial normal.


//w

b. Grade II disfungsi ringan. Karakteristiknya adalah sebagai


ps:

berikut:
1) Kelemahan ringan saat dilakukan inspeksi secara detil.
htt

2) Sinkinesis ringan dapat terjadi.

jdih.kemkes.go.id
-379-

3) Simetris normal saat istirahat.

l
tm
4) Gerakan dahi sedikit sampai baik.

g.h
5) Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan sedikit
usaha.

tan
6) Sedikit asimetri mulut dapat ditemukan.

n
-te
c. Grade III adalah disfungsi moderat, dengan karekteristik:

22
1) Asimetri kedua sisi terlihat jelas, kelemahan minimal.

20
2) Adanya sinkinesis, kontraktur atau spasme hemifasial

86
dapat ditemukan.

s11
3) Simetris normal saat istirahat.
4) Gerakan dahi sedikit sampai moderat.

ke
5) Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan usaha.

en
7m
6) Sedikit lemah gerakan mulut dengan usaha maksimal.
d. Grade IV adalah disfungsi moderat sampai berat, dengan
10
tandanya sebagai berikut:
k0

1) Kelemahan dan asimetri jelas terlihat.


r-h

2) Simetris normal saat istirahat.


mo

3) Tidak terdapat gerakan dahi.


-no

4) Mata tidak menutup sempurna.


mk

5) Asimetris mulut dilakukan dengan usaha maksimal.


e. Grade V adalah disfungsi berat. Karakteristiknya adalah sebagai
6/k

berikut:
2/0

1) Hanya sedikit gerakan yang dapat dilakukan.


02

2) Asimetris juga terdapat pada saat istirahat.


z/2

3) Tidak terdapat gerakan pada dahi.


.xy

4) Mata menutup tidak sempurna.


na

5) Gerakan mulut hanya sedikit.


lya

f. Grade VI adalah paralisis total. Kondisinya yaitu:


1) Asimetris luas.
mu

2) Tidak ada gerakan otot otot wajah.


na

Dengan sistem ini, grade I dan II menunjukkan hasil yang baik,


.ai

grade III dan IV terdapat disfungsi moderat, dan grade V dan VI


ww

menunjukkan hasil yang buruk. Grade VI disebut dengan paralisis


//w

fasialis komplit. Grade yang lain disebut sebagai inkomplit. Paralisis


ps:

fasialis inkomplit dinyatakan secara anatomis dan dapat disebut


dengan saraf intak secara fungsional. Grade ini seharusnya dicatat
htt

jdih.kemkes.go.id
-380-

pada rekam medik pasien saat pertama kali datang memeriksakan

l
tm
diri.

g.h
Diagnosis Banding
Penyakit-penyakit berikut dipertimbangkan sebagai diagnosis

tan
banding, yaitu:

n
-te
a. Stroke vertebrabasilaris (hemiparesis alternans)

22
b. Acoustic neuroma danlesi cerebellopontine angle

20
c. Otitis media akut atau kronik

86
d. Sindroma Ramsay Hunt (adanya lesi vesicular pada telinga atau

s11
bibir)
e. Amiloidosis

ke
f. Aneurisma a. vertebralis, a. basilaris, atau a. Carotis

en
7m
g. Sindroma autoimun
h. Botulismus 10
i. Karsinomatosis
k0

j. Cholesteatoma telinga tengah


r-h

k. Malformasi congenital
mo

l. Schwannoma n. Fasialis
-no

m. Infeksi ganglion genikulatum


mk

n. Penyebab lain, misalnya trauma kepala


6/k

Penatalaksanaan Komprehensif(Plan)
2/0

Penatalaksanaan
02

Prognosis pasien Bells’ palsy umumnya baik. Karena penyebabnya


z/2

idiopatik, pengobatan Bell’s palsy masih kontroversi. Tujuan


.xy

pengobatan adalah memperbaiki fungsi saraf VII (saraf fasialis) dan


na

mencegah kerusakan saraf lebih lanjut.


lya

Pengobatan dipertimbangkan untuk mulai diberikan pada pasien


dalam fase awal 1-4 hari onset.
mu

Hal penting yang perlu diperhatikan:


na

a. Pengobatan inisial
.ai

1) Kortikosteroid (Prednison), dosis: 1 mg/kg atau 60 mg/day


ww

selama 6 hari, diikutipenurunan bertahap total selama 10


//w

hari.
ps:

2) Steroid dan asiklovir (dengan prednison) mungkin efektif


untuk pengobatan Bells’ palsy (American Academy
htt

Neurology/AAN, 2011).

jdih.kemkes.go.id
-381-

3) Steroid kemungkinan kuat efektif dan meningkatkan

l
tm
perbaikan fungsi saraf kranial, jika diberikan pada onset

g.h
awal (ANN, 2012).
4) Apabila tidak ada gangguan gungsi ginjal, antiviral

tan
(Asiklovir)dapat diberikan dengan dosis 400 mg oral 5 kali

n
-te
sehari selama 7-10 hari. Jika virus varicella zoster

22
dicurigai, dosis tinggi 800 mg oral 5 kali/hari.

20
b. Lindungi mata

86
Perawatan mata: lubrikasi okular topikal dengan air mata

s11
artificial (tetes air mata buatan) dapat mencegah corneal
exposure. (lihat bagian pembahasan dry eye)

ke
c. Fisioterapi atau akupunktur dapat dilakukan setelah melewati

en
7m
fase akut (+/- 2 minggu).
Rencana Tindak Lanjut 10
Pemeriksaan kembali fungsi nervus facialis untuk memantau
k0

perbaikan setelah pengobatan.


r-h

Kriteria Rujukan
mo

a. Bila dicurigai kelainan lain (lihat diagnosis banding)


-no

b. Tidak menunjukkan perbaikan


mk

c. Terjadi kekambuhan atau komplikasi


6/k

Peralatan
2/0

a. Stetoskop (loudness balance test) untuk mengetahui hiperakusis


02

b. Palu reflex
z/2

c. Tes pengecapan
.xy

d. Tes lakrimasi (tes Schirmer)


na

e. Kapas
lya

f. Obat steroid
g. Obat antiviral
mu
na

Prognosis
.ai

Prognosis pada umumnya baik, kondisi terkendali dengan


ww

pengobatan pemeliharaan. Kesembuhan terjadi dalam waktu 3


//w

minggu pada 85% pasien.


ps:

Dapat meninggalkan gejala sisa (sekuale) berupa kelemahan fasial


unilateral atau kontralateral, sinkinesis, spasme hemifasialis, dan
htt

jdih.kemkes.go.id
-382-

terkadang terjadi rekurensi, sehingga perlu evaluasi dan rujukan

l
tm
lebih lanjut.

g.h
Referensi

tan
a. Rucker JC. Cranial Neuropathy. In Darrof RB et al (Eds).

n
-te
Bradley’s Neurology in Clinical Practice. Vol 1: Principles of

22
Diagnosis and Management. 6th ed. Elsevier, Philadelphia,

20
2012:1754-1757. (Rucker, 2012)

86
b. Gooch C, Fatimi T. Peripheral Neuropathy. In Brust JCM (Ed).

s11
Current Diagnosis and Treatment in Neurology. McGraw Hill, New
York, 2007:286-288. (Gooch & Fatimi, 2007)

ke
c. Taylor, D.C. Keegan, M. Bells’ Palsy Medication. Medscape.

en
7m
d. Medscape: Empiric Therapy Regimens.
10
11. Status Epileptikus
k0

No. ICPC II : N88 Epilepsy


r-h

No. ICD X : G41.9 Status epilepticus, unspecified


mo

Tingkat Kemampuan 3B
-no
mk

Masalah Kesehatan
Status epileptikus adalah bangkitan yang terjadi lebih dari 30 menit
6/k

atau adanya dua bangkitan atau lebih dimana diantara bangkitan-


2/0

bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran.


02

Status epileptikus merupakan keadaan kegawatdaruratan yang


z/2

memerlukan penanganan dan terapi segera guna menghentikan


.xy

bangkitan (dalam waktu 30 menit). Diagnosis pasti status epileptikus


na

bila pemberian benzodiazepin awal tidak efektif dalam menghentikan


lya

bangkitan.
mu

Hasil Anamnesis(Subjective)
na

Keluhan
.ai

Pasien datang dengan kejang, keluarga pasien perlu ditanyakan


ww

mengenai riwayat penyakit epilepsi dan pernah mendapatkan obat


//w

antiepilepsi serta penghentian obat secara tiba-tiba.


ps:

Riwayat penyakit tidak menular sebelumnya juga perlu ditanyakan,


seperti Diabetes Melitus, stroke, dan hipertensi.
htt

jdih.kemkes.go.id
-383-

Riwayat gangguan imunitas misalnya HIV yang disertai infeksi

l
tm
oportunistik dan data tentang bentuk dan pola kejang juga perlu

g.h
ditanyakan secara mendetil.

tan
Faktor Risiko: -

n
-te
22
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

20
Pemeriksaan Fisik

86
Pada pemeriksaan dapat ditemukan adanya kejang atau gangguan

s11
perilaku, penurunan kesadaran, sianosis, diikuti oleh takikardi dan
peningkatan tekanan darah, dan sering diikuti hiperpireksia.

ke
Pemeriksaan Penunjang

en
7m
Laboratorium: pemeriksaan gula darah sewaktu
Penegakan Diagnostik (Assessment) 10
Diagnosis Klinis
k0

Diagnosis Status Epileptikus (SE) ditegakkan dari anamnesis dan


r-h

pemeriksaan fisik.
mo

Diagnosis Banding
-no

Pseudoseizure
mk

Komplikasi
Asidosis metabolik, aspirasi, trauma kepala
6/k
2/0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


02

Penatalaksanaan
z/2

Pasien dengan status epilektikus, harus dirujuk ke fasilitas


.xy

pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf.


na

Pengelolaan SE sebelumsampaifasilitas pelayanan kesehatan


lya

sekunder.
a. Stadium I (0-10 menit)
mu

1) Memperbaiki fungsi kardiorespirasi


na

2) Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi bila


.ai

perlu
ww

3) Pemberian benzodiazepin rektal 10 mg


//w

b. Stadium II (1-60 menit)


ps:

1) Pemeriksaan status neurologis


2) Pengukuran tekanan darah, nadi dan suhu
htt

3) Pemeriksaan EKG (bila tersedia)

jdih.kemkes.go.id
-384-

4) Memasang infus pada pembuluh darah besar dengan NaCl

l
tm
0,9 %.

g.h
Rencana Tindak Lanjut

tan
Melakukan koordinasi dengan PPK II dalam hal pemantauan obat

n
-te
dan bangkitan pada pasien.

22
20
Konseling dan Edukasi

86
Memberikan informasi penyakit kepada individu dan keluarganya,

s11
tentang:
a. Penyakit dan tujuan merujuk

ke
b. Pencegahan komplikasi terutama aspirasi

en
7m
c. Pencegahan kekambuhan dengan meminum OAE secara teratur
dan tidak menghentikannya secara tiba-tiba
10
d. Menghindari aktifitas dan tempat-tempat berbahaya
k0
r-h

Kriteria Rujukan
mo

Semua pasien dengan status epileptikus setelah ditegakkan


-no

diagnosis dan telah mendapatkan penanganan awal segera dirujuk


mk

untuk:
a. Mengatasi serangan
6/k

b. Mencegah komplikasi
2/0

c. Mengetahui etiologi
02

d. Pengaturan obat
z/2
.xy

Peralatan
na

a. Oksigen
lya

b. Kain kasa
c. Infus set
mu

d. Spatel lidah
na

e. Alat pengukur gula darah sederhana


.ai
ww

Prognosis
//w

Prognosis umumnya dubia ad bonam untuk quo ad vitam dan


ps:

fungsionam, namun dubia ad malam untuk quo ad sanationam.


htt

jdih.kemkes.go.id
-385-

Referensi

l
tm
a. Kelompok Studi Epilepsi. Pedoman Tatalaksana Epilepsi,

g.h
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2012.
(Kelompok Studi Epilepsi, 2012)

tan
b. Darto Saharso. Status Epileptikus. Divisi Neuropediatri Bag/SMF

n
-te
Ilmu Kesehatan Anak – FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya.

22
c. Appleton, P.R. Choonara, I. Marland, T. Phillips, B. Scott, R.

20
Whitehouse, W. The treatment of convulsive status epilepticus in

86
children.; 83:415-19.Arch Dis Child. 2000.

s11
d. Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status epilepticus 48:683-
94. Pediatric Clin North America. 2001

ke
en
7m
12. Delirium
No. ICPC II : P71 Organic psychosis other
10
No. ICD X : F05.9 Delirium, unspecified
k0

Tingkat Kemampuan 3A
r-h
mo

Masalah Kesehatan
-no

Delirium adalah gangguan kesadaran yang ditandai dengan


mk

berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan


mengalihkan perhatian.
6/k
2/0

Hasil Anamnesis (Subjective)


02

Keluhan
z/2

Pasien datang dengan penurunan kesadaran, ditandai dengan:


.xy

a. Berkurangnya atensi
na

b. Gangguan psikomotor
lya

c. Gangguan emosi
d. Arus dan isi pikir yang kacau
mu

e. Gangguan siklus bangun tidur


na

f. Gejala diatas terjadi dalam jangka waktu yang pendek dan


.ai

cenderung berfluktuasi dalam sehari


ww

Hasil yang dapat diperoleh pada autoanamnesis, yaitu:


//w

a. Pasien tidak mampu menjawab pertanyaan dokter sesuai


ps:

dengan apa yang diharapkan, ditanyakan.


b. Adanya perilaku yang tidak terkendali.
htt

jdih.kemkes.go.id
-386-

Alloanamnesis, yaitu adanya gangguan medik lain yang mendahului

l
tm
terjadinya gejala delirium, misalnya gangguan medik umum, atau

g.h
penyalahgunaan zat.
Faktor Risiko

tan
Adanya gangguan medik umum, seperti:

n
-te
a. Penyakit SSP (trauma kepala, tumor, pendarahan, TIA)

22
b. Penyakit sistemik, seperti: infeksi, gangguan metabolik, penyakit

20
jantung, COPD, gangguan ginjal, gangguan hepar

86
c. Penyalahgunaan zat

s11
Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

ke
Pemeriksaan Fisik

en
7m
Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik generalis terutama sesuai
penyakit utama. 10
Pemeriksaan penunjang
k0

Tidak dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.


r-h

Pemeriksaan yang dilakukan untuk delirium, adalah:


mo

a. Mini-mental State Examination (MMSE).


-no

b. Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mencari Diagnosis


mk

penyakit utama, yaitu:


Hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, gula darah, elektrolit
6/k

(terutama natrium), SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, urinalisis,


2/0

analisis gas darah, foto toraks, elektrokardiografi, dan CT Scan


02

kepala, jika diperlukan.


z/2
.xy

Penegakan Diagnostik(Assessment)
na

Diagnosis Klinis
lya

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik.
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-387-

Onset akut dan berfluktuasi

l
tm
g.h
Gangguan perhatian/
konsentrasi (inattention)

n tan
-te
Gangguan proses Perubahan kesadaran

22
berpikir

20
86
SINDROM DELIRIUM

s11
ke
Gambar 8.1 Confusion Assessment Method (Algoritma)

en
7m
Kriteria Diagnosis untuk delirium dalam DSM-IV-TR (Diagnosis and
10
Statistical Manual for Mental Disorder – IV – Text Revised), adalah:
k0
a. Gangguan kesadaran disertai dengan menurunnya kemampuan
r-h

untuk memusatkan, mempertahankan, dan mengubah


mo

perhatian;
b. Gangguan Perubahan kognitif (seperti defisit memori,
-no

disorientasi, gangguan berbahasa) atau perkembangan


mk

gangguan persepsi yang tidak berkaitan dengan demensia


6/k

sebelumnya, yang sedang berjalan atau memberat;


2/0

c. Perkembangan dari gangguan selama periode waktu yang


singkat (umumnya jam sampai hari) dan kecenderungan untuk
02

berfluktuasi dalam perjalanan hariannya;


z/2

d. Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium,


.xy

bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh: (a) kondisi medis


na

umum, (b) intoksikasi, efek samping, putus obat dari suatu


lya

substansi.
mu

Diagnosis Banding
na

Demensia, psikosis fungsional, kelainan neurologis.


.ai
ww

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Tujuan Terapi
//w

a. Mencari dan mengobati penyebab delirium


ps:

b. Memastikan keamanan pasien


htt

jdih.kemkes.go.id
-388-

c. Mengobati gangguan perilaku terkait delirium, misalnya agitasi

l
tm
psikomotor

g.h
Penatalaksanaan

tan
a. Kondisi pasien harus dijaga agar terhindar dari risiko

n
-te
kecelakaan selama perawatan.

22
b. Apabila pasien telah memperoleh pengobatan, sebaiknya tidak

20
menambahkan obat pada terapi yang sedang dijalanin oleh

86
pasien.

s11
c. Bila belum mendapatkan pengobatan, pasien dapat diberikan
obat anti psikotik. Obat ini diberikan apabila ditemukan gejala

ke
psikosis dan atau agitasi, yaitu: Haloperidol injeksi 2-5 mg

en
7m
IntraMuskular (IM)/ IntraVena (IV). Injeksi dapat diulang setiap
30 menit, dengan dosis maksimal 20 mg/hari.
10
k0

Konseling dan Edukasi


r-h

Memberikan informasi terhadap keluarga/ care giver agar mereka


mo

dapat memahami tentang delirium dan terapinya.


-no
mk

Kriteria Rujukan
Bila gejala agitasi telah terkendali, pasien dapat segera dirujuk ke
6/k

fasilitas pelayanan rujukan sekunder untuk memperbaiki penyakit


2/0

utamanya.
02
z/2

Peralatan : -
.xy
na

Prognosis
lya

Prognosis delirium dapat diprediksi berdasarkan dari penyakit yang


mendasarinya.
mu
na

Referensi
.ai

a. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical


ww

Manual for Mental Disorder. Text Revision 4th Ed. Washington


//w

DC: APA. 2000.


ps:

b. CH Soejono. Sindrom Delirium (Acute Confusional State). Dalam:


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V. Interna
htt

Publishing. 2009.

jdih.kemkes.go.id
-389-

c. Inouye, S.K. van Dyck, C.H. Alessi, C.A. et al. Clarifying

l
tm
confusion: the confusion Assessment method;113:941-8: a new

g.h
method for detection of delirium.Ann Intern Med. 1990
d. Josephson, S.A. Miller, B.L. Confusion and delirium. Dalam:

tan
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th Ed. New York:

n
-te
McGraw-Hill. 2008.

22
e. Kane, R.L. Ouslander, J.G. Abrass, I.B. Resnick, B. Essentials of

20
Clinical Geriatrics. 6th Ed. McGraw-Hill Co. 2009.

86
f. Amir, N. Pamusu, D. dkk. Pedoman Nasional Pelayanan

s11
Kesehatan (PNPK) Jiwa/Pskiatri. Pengurus Pusat Persatuan
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI). 2012.

ke
g. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik: Perhimpunan Dokter

en
7m
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta. 2008.
h. DEPKES RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Dasar di
10
Puskesmas. 2004.
k0

i. Dinkes Provinsi Jabar. Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit


r-h

berdasarkan kewenangan tingkat Pelayanan Kesehatan. 2012


mo
-no

13. Kejang Demam


mk

No. ICPC-2 : N07 Convulsion/Seizure


No. ICD-10 : R56.0 Febrile convulsions
6/k

Tingkat Kemampuan 4A
2/0
02

Masalah Kesehatan
z/2

Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada


.xy

kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38o C) akibat dari suatu proses
na

ekstra kranial. Kejang berhubungan dengan demam, tetapi tidak


lya

disebabkan infeksi intrakranial atau penyebab lain seperti trauma


kepala, gangguan kesimbangan elektrolit, hipoksia atau
mu

hipoglikemia.
na
.ai

Hasil Anamnesis (Subjective)


ww

Keluhan
//w

Keluhan utama adalah kejang. Anamnesis dimulai dari riwayat


ps:

perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang. Perlu deskripsi kejang


seperti tipe kejang, lama, frekuensi dan kesadaran pasca kejang.
htt

kemudian mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau

jdih.kemkes.go.id
-390-

penyebab kejang. Umumnya kejang demam terjadi pada anak dan

l
tm
berlangsung pada permulaan demam akut. Sebagian besar berupa

g.h
serangan kejang klonik umum atau tonik klonik, singkat dan tidak
ada tanda-tanda neurologi post iktal.

tan
Penting untuk ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis

n
-te
yang berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala infeksi, keluhan

22
neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang. Riwayat kejang demam

20
dalam keluarga juga perlu ditanyakan.

86
Faktor Risiko

s11
a. Demam
1) Demam yang berperan pada KD, akibat:

ke
a) Infeksi saluran pernafasan

en
7m
b) Infeksi saluran pencernaan
c) Infeksi THT 10
d) Infeksi saluran kencing
k0

e) Roseola infantum/infeksi virus akut lain.


r-h

f) Paska imunisasi
mo

2) Derajat demam:
-no

a) 75% dari anak dengan demam ≥ 390C


mk

b) 25% dari anak dengan demam > 400C


b. Usia
6/k

1) Umumnya terjadi pada usia 6 bulan–6tahun


2/0

2) Puncak tertinggi pada usia 17–23 bulan


02

3) Kejang demam sebelum usia 5–6 bulan mungkin


z/2

disebabkan oleh infeksi SSP


.xy

4) Kejang demam diatas umur 6 tahun, perlu


na

dipertimbangkan febrile seizure plus (FS+).


lya

c. Gen
1) Risiko meningkat 2–3x bila saudara sekandung mengalami
mu

kejang demam
na

2) Risiko meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang


.ai

demam
ww
//w

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


ps:

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda-tanda vital dan kesadaran.
htt

Pada kejang demam tidak ditemukan penurunan kesadaran.

jdih.kemkes.go.id
-391-

Pemeriksaan umum ditujukan untuk mencari tanda-tanda infeksi

l
tm
penyebab demam. Pemeriksaan neurologi meliputi kepala, ubun-

g.h
ubun besar, tanda rangsang meningeal, pupil, saraf kranial, motrik,
tonus otot, refleks fisiologis dan patologis.

tan
Pemeriksaan penunjang

n
-te
Pemeriksaan penunjang lebih ditujukan untuk mencari penyebab

22
demam. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :

20
a. Pemeriksaan hematologi rutin dan urin rutin

86
b. Pemeriksaan lain atas indikasi : glukosa, elektrolit, pungsi

s11
lumbal.

ke
Penegakan Diagnostik (Assessment)

en
7m
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
10
Klasifikasi kejang demam terbagi menjadi 2, yaitu:
k0

a. Kejang demam sederhana


r-h

1) Kejang umum tonik, klonik atau tonik-klonik.


mo

2) Durasi < 15 menit


-no

3) Kejang tidak berulang dalam 24 jam.


mk

b. Kejang demam kompleks


1) Kejang fokal atau fokal menjadi umum.
6/k

2) Durasi > 15 menit


2/0

3) Kejang berulang dalam 24 jam.


02

Diagnosis Banding
z/2

a. Meningitis
.xy

b. Epilepsi
na

c. Gangguan metabolik, seperti: gangguan elektrolit.


lya

Komplikasi dan prognosis


Kejang demam suatu kondis yang jinak/benign, tidak menyebabkan
mu

kematian. Sebagian besar akan menghilang pada usia 5-6 tahun.


na

Faktor risiko epilepsi di kemudian hari tergantung dari: (1) kejang


.ai

demam kompleks, (2) riwayat epilepsi dalam keluarga, (3) terdapat


ww

defisit neurologis.
//w
ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
htt

jdih.kemkes.go.id
-392-

a. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai

l
tm
kejang demam dan prognosisnya.

g.h
b. Farmakoterapi ditujukan untuk tatalaksana kejang akut dan
tatalaksana profilaksis untuk mencegah kejang berulang.

tan
c. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejang akut adalah

n
-te
dengan:

22
1) Diazepam per rektal (0,5mg/kgBB) atau BB < 10 kg

20
diazepam rektal 5 mg , BB > 10 kg diazepam rektal 10 mg,

86
atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus segera diberikan jika

s11
akses intravena tidak dapat diperoleh dengan mudah. Jika
akses intravena telah diperoleh diazepam lebih baik

ke
diberikan intravena dibandingkan rektal. Dosis pemberian

en
7m
IV 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan maksimum pemberian 20
mg. Jika kejang belum berhenti diazepam rektal/IV dapat
10
diberikan 2 kali dengan interval 5 menit. Lorazepam
k0

intravena, setara efektivitasnya dengan diazepam intravena


r-h

dengan efek samping yang lebih minimal (termasuk depresi


mo

pernapasan) dalam pengobatan kejang akut.


-no

2) Jika dengan 2 kali pemberian diazepam rektal/intravena


mk

masih terdapat kejang dapat diberikan fenitoin IV dengan


dosis inisial 20 mg/kgBB, diencerkan dalam NaCl 0,9%
6/k

dengan pengenceran 10 mg fenitoin dalam 1 ml NaCl 0,9%,


2/0

dengan kecepatan pemberian 1mg/kgBB/menit,


02

maksimum 50 mg/menit, dosis inisial maksimum adalah


z/2

1000 mg. Jika dengan fenitoin masih terdapat kejang,


.xy

dapat diberikan fenobarbital IV dengan dosis inisial 20


na

mg/kgBB, tanpa pengenceran dengan kecepatan pemberian


lya

20 mg/menit. Jika kejang berhenti dengan fenitoin maka


lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam kemudian
mu

dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Jika kejang


na

berhenti dengan fenobarbital, maka lanjutkan dengan


.ai

pemberian rumatan 12 jam kemudian denagn dosis 4-6


ww

mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.


//w

d. Pemberian farmakoterapi untuk profilaksis untuk mencegah


ps:

berulangnya kejang di kemudian hari.


a. Profilaksis intermiten dengan diazepam oral/rektal, dosis 0,3
htt

mg/kgBB/kali tiap 8 jam, hanya diberikan selama episode

jdih.kemkes.go.id
-393-

demam, terutama dalam waktu 24 jam setelah timbulnya

l
tm
demam.

g.h
b. Profilaksis kontinyu dengan fenobarbital dosis 4-6
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis atau asam valproat dengan dosis

tan
15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis. Profilaksis hanya

n
-te
diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti kejang demam

22
dengan status epileptikus, terdapat defisit neurologis yang nyata

20
seperti cerebral palsy. Profilaksis diberikan selama 1 tahun.

86
s11
Tabel 8.16 Farmakoterapi untuk mengatasi kejang
Obat Intra Vena (IV) Per rektal

ke
Diazepam 0,3 mg-0,5 mg/kg dengan 0,5 mg/kg atau.BB < 10

en
7m
kecepatan pemberian 2 kg dosis 5 mg, BB > 10
mg/mnt, tanpa kg dosis 10 mg.
10
pengenceran.Maksimum
k0

pemberian 20 mg.
r-h

Lorazepam 0,05 – 0,1 mg/kg dalam 1-2 0,1 mg/kg (maks 4 mg


mo

mnt (maks 4 mg per dosis) per dosis), dilarutkan


-no

dengan air 1:1 sebelum


mk

Fenitoin Inisial 20 mg/kgBB digunakan.


diencerkan dengan NaCl 0,9%
6/k

10 mg fenitoin dalam 1 ml
2/0

NaCl 0,9%, kecepatan


02

pemberian 1 mg/kgBB/menit,
z/2

maksimum 50 mg/menit.
.xy

Rumatan 5-7 mg/kgBB/hari


na

dibagi 2 dosis
lya

Fenobarbita Inisial 20 mg/kgBB tanpa


mu

l pengenceran, kecepatan
na

pemberian 20 mg/menit.
.ai

Rumatan 4-6 mg/kgBB/hari


ww

dibagi 2 dosis
//w

Indikasi EEG
ps:

Tidak terdapat indikasi pemeriksaan EEG pada kejang demam,


htt

kecuali jika ditemukan keragu-raguan apakah ada demam sebelum


kejang.

jdih.kemkes.go.id
-394-

Indikasi pencitraan (CT-scan/MRI kepala)

l
tm
Pemeriksaan pencitraan hanya dilakukan jika terdapat kejang

g.h
demam yang bersifat fokal atau ditemukan defisit neurologi pada
pemeriksaan fisik.

tan
Konseling dan Edukasi

n
-te
Konseling dan edukasi dilakukan untuk membantu pihak keluarga

22
mengatasi pengalaman menegangkan akibat kejang demam dengan

20
memberikan informasi mengenai:

86
a. Prognosis dari kejang demam.

s11
b. Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau
kesulitan intelektual akibat kejang demam.

ke
c. Kejang demam kurang dari 30 menit tidak mengakibatkan

en
7m
kerusakan otak.
d. Risiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan.
10
e. Rendahnya risiko terkena epilepsi dan tidak adanya manfaat
k0

menggunakan terapi obat antiepilepsi dalam mengubah risiko


r-h

itu.
mo

Kriteria Rujukan
-no

a. Apabila kejang tidak membaik setelah diberikan obat


mk

antikonvulsan sampai lini ketiga (fenobarbital).


b. Jika diperlukan pemeriksaan penunjang seperti EEG dan
6/k

pencitraan (lihat indikasi EEG dan pencitraan).


2/0
02

Peralatan
z/2

Tabung oksigen dan kelengkapannya, infus set, diazepam


.xy

rektal/intravena, lorazepam, fenitoin IV, fenobarbital IV, NaCl 0,9%.


na
lya

Referensi
a. Esau, R. et al. 2006. British Columbia’s Children’s Hospital
mu

Pediatric Drug Dosage Guidelines. 5th edition.Vancouver.


na

Department of Pharmacy Children’s and Women’s Health Centre


.ai

of British Columbia. (Esau, 2006)


ww

b. Guidelines and protocol febrile seizures. September, 2010.


//w

c. Lau, E. et al. 2007. Drug Handbook and Formulary 2007-2008.


ps:

Toronto. The Department of Pharmacy, The Hospital for Sick


Children. (Lau, 2008)
htt

jdih.kemkes.go.id
-395-

d. McEvoy, GK. et al. 2009. AHFS Drug Information 2009.

l
tm
Bethesda. American Society of Health-System Pharmacists, Inc.

g.h
(McEvoy, 2009)
e. Konsensus kejang demam. UKK Neurologi IDAI. 2006 (UKK

tan
Neurologi IDAI, 2006)

n
-te
22
14. Tetanus Neonatorum

20
No. ICPC-2 : N72 Tetanus

86
No. ICD -10 : A33 Tetanus Neonatorum

s11
Tingkat Kemampuan 3B

ke
Masalah Kesehatan

en
7m
Secara global hampir 14% penyebab kematian neonatus adalah
tetanus neonatorum. Tetanus neonatorum
10 bertanggung jawab
terhadap 50% kematian neonatus yang disebabkan oleh penyakit
k0

yang dapat dicegah dengan imunisasi. Tetanus neonatorum dapat


r-h

dicegah dengan imunisasi dan atau pelayanan persalinan dan pasca


mo

persalinan yang bersih. Beberapa penelitian komunitas di awal


-no

tahun 1970 dan 1980 di Negara Amerika Latin dan beberapa Negara
mk

berkembang menunjukkan kematian neonatal antara <5 sampai 60


kasus per 1000 kelahiran hidup. Di beberapa negara berkembang
6/k

kematian tetanus neonatorum merupakan 23-72% dari total


2/0

kematian neonatal.
02
z/2

Hasil Anamnesis ( Subjective )


.xy

Keluhan
na

Gejala klinis timbul setelah toksin mencapai susunan saraf. Masa


lya

inkubasi umumnya berkisar antara 3-10 hari. Trismus akibat


spasme otot masseter ditemukan pada lebih dari separuh penderita,
mu

diikuti kekauan otot leher, kesulitan menelan dan mulut mencucu


na

seperti mulut ikan. Spasme otot punggung dan otot perut. Spasme
.ai

dapat terjadi spontan atau terhadap rangsangan dengan frekuensi


ww

yang bervariasi. Kesadaran masih intak.


//w

Anamnesis, meliputi :
ps:

a. Penolong persalinan apakah tenaga medis/paramedis/non


medis/dukun bayi
htt

b. Telah mendapat pelatihan atau belum

jdih.kemkes.go.id
-396-

c. Alat yang dipakai memotong tali pusat

l
tm
d. Ramuan apa yang dibubuhkan pada perawatan tali pusat

g.h
e. Status imunisasi TT ibu sebelum dan selama kehamilan
f. Sejak kapan bayi tidak dapat menetek (incubation period)

tan
g. Berapa lama selang waktu antara gejala-gejala tidak dapat

n
-te
menetek dengan gejala spasme pertama (period of onset)

22
Faktor Risiko : -

20
86
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

s11
Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran intak

ke
b. Trismus

en
7m
c. Kekakuan otot leher, punggung, perut
d. Mulut mencucu seperti mulut ikan 10
e. Kejang
k0

Pemeriksaan Penunjang
r-h

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk tetanus


mo

neonatorum. Diagnosis utamanya ditegakkan dengan adanya gejala


-no

klinis seperti trismus, disfagia, kekakuan otot (muscular rigidity).


mk

Penegakan Diagnostik (Assessment)


6/k

Diagnosis Klinis
2/0

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


02

penunjang.
z/2

Diagnosis Banding
.xy

Semua penyebab kejang neonatus seperti Kongenital (cerebral


na

anomalies ), perinatal (komplikasi persalinan, trauma perinatal &


lya

atau perdarahan intracranial) dan postnatal (Intervensi & gangguan


metabolik)
mu

Komplikasi
na

Fraktur, dislokasi mandibular, hipoksia dan pneumonia aspirasi,


.ai

Long bone fractures


ww
//w

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


ps:

Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan :


a. Eradikasi kuman
htt

jdih.kemkes.go.id
-397-

1) Tali pusat dibersihkan dengan alcohol 70% atau providon

l
tm
iodin.

g.h
2) Antibiotik
3) Penisilin prokain 50.000 IU/kg/kali IM, tiap 12 jam, atau

tan
4) Ampisilin 50 mg/kg/dosis, atau

n
-te
a) Usia gestasi (UG) < 37 minggu

22
(1) n< 28 hari tiap 12 jam

20
(2) > 28 hari tiap 8 jam

86
b) UG > 37 minggu

s11
(1) < 7 hari tiap 12 jam
(2) > 7 hari tiap 8 jam

ke
5) Metronidazole loading dose 15mg/kg/dosis, selanjutnya

en
7m
7,5mg/kg/dosis, atau
6) Interval 10
a) Usia < 28 hari tiap 12 jam
k0

b) Usia > 28 hari tiap 8 jam


r-h

7) Pemberian dosis rumatan


mo

a) UG < 37 minggu 24 jam setelah loading dose


-no

b) UG > 37 minggu 12 jam setelah loading dose


mk

8) Eritromisin 15-25 mg/kg/dosis tiap 8 jam


Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan sefotaksim 50
6/k

mg/kg/dosis
2/0

1) UG < 30 minggu
02

a) <28 hari tiap 12 jam


z/2

b) >28 hari tiap 8 jam


.xy

2) UG > 30 minggu
na

b. < 14 hari tiap 12 jam


lya

> 14 hari tiap 8 jam


c. Netralisasi toksin
mu

1) ATS 50.000 – 100.000 IU, setengah dosis IM, setengahnya


na

IV, dilakukan uji kulit lebih dahulu.


.ai

2) Bila tersedia dapat diberikan HTIG 3000-6000 IU IM


ww

d. Memberikan pelemas otot untuk mengatasi spasme otot


//w

Diazepam 20-40 mg/kgBB/hari, drip, dilarutkan dalam larutan


ps:

dekstrose 5% menggunakan syringe pump. Obat dibagi menjadi


empat sediaan untuk menghindari efek pengendapan obat
htt

diazepam. Hati-hati terjadi henti napas dalam pemberiannya.

jdih.kemkes.go.id
-398-

Bila diazepam telah mencapai dosis maksimal tetapi spasme

l
tm
tetap tidak teratasi dianjurkan pemberian pelumpuh otot

g.h
pankuronium 0,05-0,1 mg/kgBB/kali dan penggunaan
ventilator mekanik.

tan
e. Terapi suportif

n
-te
1) Pemberian oksigen

22
2) Pembersihan jalan nafas

20
3) Keseimbangan cairan, elektrolit dan kalori

86
f. Imunisasi

s11
Diberikan imunisasi Tetanus Toksoid sesuai dengan jadwal
imunisasi diberikan pada saat penderita pulang.

ke
en
7m
Konseling dan Edukasi :
a. Pencegahan tetanus neonatorum dapat dilakukan dengan
10
menjaga proses persalinan tetap aseptic termasuk pada saat
k0

pemotongan tali pusat.


r-h

b. Imunisasi aktif wanita hamil dengan 2 dosis Tetanus Toksoid


mo

0,5 ml dengan jarak penyuntikan 2 bulan dapat mencegah


-no

terjadinya penyakit tetanus neonatroum.


mk

Kriteria Rujukan : -
6/k

Peralatan :-
2/0
02

Prognosis
z/2

a. Ad Vitam : dubia
.xy

b. Ad Functionam : dubia
na

c. Ad Sanationam : dubia
lya

Referensi
mu

a. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


na

Udayana. 2004. Tetanus dalam Standar Pelayanan Medis


.ai

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD. Denpasar. (Bagian Ilmu


ww

Kesehatan Anak FK Universitas Udayana, 2004)


//w

b. Wibowo, T. Tetanus Neonatorum dalam Buletin Jendela Data


ps:

dan Informasi. 2012. Volume 1. Jakarta. Kementrian Kesehatan


RI. (Wibowo, 2012)
htt

jdih.kemkes.go.id
-399-

I. Psikiatri

l
tm
1. Gangguan Somatoform

g.h
No ICPC-2 : P75. Somatization disorder
No ICD-10 : F45 Somatoform disorders

tan
Tingkat Kemampuan 4A

n
-te
22
Masalah Kesehatan

20
Gangguan somatoform merupakan suatu kelompok kelainan

86
psikiatrik yang manifestasinya dapat berupa berbagai gejala fisik

s11
yang dirasakan signifikan oleh pasien namun tidak ditemukan
penyebabnya secara medis. Tidak ada data yang pasti mengenai

ke
prevalensi gangguan ini di Indonesia. Satu penelitian di Jakarta

en
7m
mendapatkan prevalensi gangguan jiwa yang terdeteksi di
Puskesmas sebesar 31,8%. Pada penelitian ini, jenis gangguan yang
10
tersering adalah neurosis, yaitu sebesar 25,8%, dan di dalamnya
k0

termasuk psikosomatik. Walaupun tidak ada kondisi medis yang


r-h

serius, gejala-gejala yang dirasakan oleh pasien dengan gangguan


mo

somatoform sangat mengganggu dan berpotensi menimbulkan


-no

distres emosional. Peran dokter di fasilitas pelayanan kesehatan


mk

tingkat pertama pada kasus gangguan somatoform sangat penting.


Keberhasilan dokter dalam mengeksklusi kelainan medis,
6/k

mendiagnosis gangguan somatoform dengan tepat, dan


2/0

menatalaksana akan sangat membantu meningkatkan kualitas


02

hidup pasien, mengurangi rujukan yang tidak perlu, dan


z/2

menghindarkan pasien dari pemeriksaan medis yang berlebihan atau


.xy

merugikan.
na
lya

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
mu

Pasien biasanya datang dengan keluhan fisik tertentu. Dokter harus


na

mempertimbangkan diagnosis gangguan somatoform bila terdapat


.ai

beberapa karakteristik berikut ini:


ww

a. Keluhan atau gejala fisik berulang,


//w

b. Dapat disertai dengan permintaan pemeriksaan medis,


ps:

c. Hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya kelainan


yang dapat menjelaskan keluhan tesebut,
htt

jdih.kemkes.go.id
-400-

d. Onset dan kelanjutan dari keluhan berhubungan erat dengan

l
tm
peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau konflik-

g.h
konflik,
e. Pasien biasanya menolak upaya untuk membahas kemungkinan

tan
adanya penyebab psikologis,

n
-te
f. Dapat terlihat perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama

22
pada pasien yang tidak puas karena tidak berhasil membujuk

20
dokter menerima persepsinya bahwa keluhan yang dialami

86
merupakan penyakit fisik dan memerlukan pemeriksaan lebih

s11
lanjut.
Selain untuk menegakkan diagnosis, anamnesis dilakukan

ke
untuk menggali pemahaman dan persepsi pasien mengenai

en
7m
kondisi yang dialaminya. Seringkali tujuan ini baru dapat
dicapai setelah beberapa kali
10 pertemuan. Dokter harus
mengklarifikasi keluhan-keluhan pasien hingga dicapai
k0

kesamaan persepsi. Selain itu, perlu pula digali harapan dan


r-h

keinginan pasien, keyakinan dan ketakutan yang mungkin


mo

pasien miliki, serta stresor psikososial yang mungkin dialami


-no

dan menjadi penyebab gangguan.


mk

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


6/k

Tidak ada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang spesifik


2/0

yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis gangguan


02

somatoform. Pemeriksaan fisik dan penunjang dilakukan untuk


z/2

mengeksklusi kelainan organik yang dianggap relevan dengan


.xy

keluhan pasien. Pemeriksaan penunjang yang terlalu berlebihan


na

perlu dihindari agar tidak menambah kekhawatiran pasien.


lya

Penegakan Diagnosis (Assessment)


mu

Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus


na

memikirkan diagnosis gangguan somatoform bila pada pasien


.ai

terdapat keluhan dengan karakteristik sebagaimana yang telah


ww

dijelaskan pada halaman sebelumnya (lihat poin Hasil Anamnesis


//w

(Subjective)). Dalam praktik sehari-hari, dokter dapat menggunakan


ps:

kuesioner khusus sebagai alat bantu skrining gangguan somatoform.


Salah satu contohnya adalah Patient Health Questionnaire 15 (PHQ-
htt

15). Berikut ini adalah langkah-langkah pendekatan terhadap

jdih.kemkes.go.id
-401-

keluhan fisik pasien hingga dokter sampai pada kesimpulan

l
tm
diagnosis gangguan somatoform:

g.h
a. Mengeksklusi kelainan organik
Keluhan dan gejala fisik yang dialami oleh pasien perlu

tan
ditindaklanjuti sesuai dengan panduan tatalaksana medis

n
-te
terkait, dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

22
pemeriksaan penunjang yang relevan.

20
b. Mengeksklusi gangguan-gangguan psikiatri yang tergolong

86
dalam kelompok dan blok yang hirarkinya lebih tinggi.

s11
Penegakkan diagnosis gangguan psikiatrik dilakukan secara
hirarkis. Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

ke
Gangguan Jiwa III, gangguan somatoform memiliki kode F45

en
7m
dan merupakan blok penyakit yang termasuk dalam kelompok
F40-F48, yaitu gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan
10
gangguan yang berkaitan dengan stres. Dengan demikian, pada
k0

kasus gangguan somatoform, dokter perlu mengeksklusi


r-h

gangguan mental organik (F00-F09), gangguan mental dan


mo

perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F10-F19),


-no

skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham (F20-


mk

F29), serta gangguan suasana perasaan atau mood atau afektif


(F30-F39). Pada blok F40-F48 sendiri, dokter perlu terlebih
6/k

dahulu memastikan ada tidaknya tanda-tanda gangguan


2/0

ansietas (F40-F41), obsesif kompulsif (F42), reaksi stres dan


02

gangguan penyesuaian (F43), dan gangguan disosiatif atau


z/2

konversi (F44). Gangguan somatoform tidak dapat ditegakkan


.xy

bila gejala dan tanda pada pasien memenuhi kriteria diagnostik


na

gangguan di hirarki yang lebih tinggi.


lya

c. Mengeksklusi kondisi factitious disorder dan malingering


Pada kondisi factitious disorder, pasien mengadopsi keluhan-
mu

keluhan fisik, tanpa ia sadari, sebagai upaya memperoleh


na

keuntungan internal, misalnya: untuk mendapat perhatian lebih


.ai

dari orang-orang tertentu di sekitarnya. Berbeda halnya dengan


ww

kondisi malingering, di mana pasien sengaja atau berpura-pura


//w

sakit untuk memperoleh keuntungan eksternal, misalnya: agar


ps:

terhindar dari tanggung jawab atau kondisi tertentu, atau untuk


memperoleh kompensasi uang tertentu). Pada gangguan
htt

somatoform, tidak ada keuntungan yang coba didapat oleh

jdih.kemkes.go.id
-402-

pasien. Keluhan-keluhan yang disampaikan juga bukan sesuatu

l
tm
yang disengaja, malahan adanya keluhan-keluhan tersebut

g.h
dipicu, dipertahankan, dan diperparah oleh kekhawatiran dan
ketakutan tertentu (Oyama et al. 2007).

tan
d. Menggolongkan ke dalam jenis gangguan somatoform yang

n
-te
spesifik

22
Blok gangguan somatoform terdiri atas:

20
a. F45.0. Gangguan somatisasi

86
b. F45.1. Gangguan somatoform tak terinci

s11
c. F45.2. Gangguan hipokondrik
d. F45.3. Disfungsi otonomik somatoform

ke
e. F45.4. Gangguan nyeri somatoform menetap

en
7m
f. F45.5. Gangguan somatoform lainnya
g. F45.6. Gangguan somatoform yang tidak tergolongkan (YTT)
10
k0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


r-h

Penatalaksanaan
mo

Tujuan dari tatalaksana gangguan somatoform adalah mengelola


-no

gejala dan bukan menyembuhkan, karena pada dasarnya tidak


mk

ada kelainan medis yang dialami oleh pasien. Berikut ini adalah
prinsip-prinsip dasar pengelolaan pasien dengan gangguan
6/k

somatoform:
2/0

a. Dokter harus menerima bahwa pasien memang betul-betul


02

merasakan gejala pada tubuhnya dan memahami bahwa gejala-


z/2

gejala tersebut mengganggu pasien. Dokter perlu melatih diri


.xy

untuk tidak terlalu prematur menganggap pasien berpura-pura


na

(malingering) tanpa didukung bukti yang kuat. Kunci utama


lya

tatalaksana gangguan somatoform adalah membangun


kemitraan dengan dan kepercayaan dari pasien.
mu

b. Bila terdapat kecurigaan adanya gangguan somatoform, dokter


na

perlu mendiskusikan kemungkinan ini sedini mungkin dengan


.ai

pasien. Bila diagnosis gangguan somatoform sudah ditegakkan,


ww

dokter perlu mendiskusikannya dengan pasien.


//w

c. Dokter perlu mengedukasi pasien mengenai gangguan yang


ps:

dialaminya dengan berempati dan menghindari konfrontasi.


Dokter harus menunjukkan kesungguhan untuk membantu
htt

jdih.kemkes.go.id
-403-

pasien sebaik-baiknya, tanpa memaksa pasien untuk menerima

l
tm
pendapat dokter.

g.h
d. Pemeriksaan medis dan rujukan ke layanan sekunder yang
tidak perlu harus dihindari. Bila ada gejala baru, dokter perlu

tan
berhati-hati dalam menganjurkan pemeriksaan atau rujukan.

n
-te
e. Dokter harus memfokuskan penatalaksanaan pada fungsi

22
pasien sehari-hari, bukan gejala, serta pada pengelolaan gejala,

20
bukan penyembuhan.

86
f. Dokter perlu menekankan modifikasi gaya hidup dan reduksi

s11
stres. Keluarga pasien dapat dilibatkan dalam tatalaksana bila
memungkinkan dan diperlukan. Pasien mungkin perlu dibantu

ke
untuk mengindentifikasi serta mengelola stres secara efektif,

en
7m
misalnya dengan relaksasi, breathing control. Peningkatan
aktifitas fisik dapat disarankan untuk mengurangi fatigue dan
10
nyeri muskuloskeletal
k0

g. Bila gangguan somatoform merupakan bagian dari kelainan


r-h

psikiatrik lain, dokter harus mengintervensi dengan tepat.


mo

h. Dokter perlu menjadwalkan pertemuan yang reguler sebagai


-no

follow-up. Pertemuan dapat singkat saja, misalnya 1 kali setiap


mk

bulan selama 5 – 10 menit, terutama untuk memberi dukungan


dan reassurance. Dokter perlu membatasi dan menghindari
6/k

konsultasi via telepon atau kunjungan-kunjungan yang bersifat


2/0

mendesak.
02

i. Dokter perlu berkolaborasi dengan psikiater bila diperlukan,


z/2

misalnya saat penegakan diagnosis yang sulit, menentukan


.xy

adanya komorbid psikiatrik lain, atau terkait pengobatan.


na

Non-medikamentosa
lya

Cognitive behavior therapy (CBT) merupakan salah satu tatalaksana


yang efektif untuk mengelola gangguan somatoform. Dalam CBT,
mu

dokter memposisikan diri sebagai mitra yang membantu pasien.


na

Tahap awal dari CBT adalah mengkaji masalah pasien dengan tepat
.ai

dan membantu pasien mengidentifikasi hal-hal yang selama ini


ww

menimbulkan atau memperparah gejala fisik yang dialami, misalnya


//w

distorsi kognitif, keyakinan yang tidak realistis, kekhawatiran, atau


ps:

perilaku tertentu. Tahap selanjutnya adalah membantu pasien


mengidentifikasi dan mencoba alternatif perilaku yang dapat
htt

jdih.kemkes.go.id
-404-

mengurangi atau mencegah timbulnya gejala-gejala fisik, yang

l
tm
dikenal sebagai behavioral experiments.

g.h
Medikamentosa
Penggunaan obat harus berdasarkan indikasi yang jelas. Hanya

tan
sedikit studi yang menunjukkan efektifitas yang signifikan dari

n
-te
penggunaan obat-obat untuk tatalaksana gangguan somatoform.

22
Antidepresan dapat diberikan bila terdapat gejala-gejala depresi atau

20
ansietas yang mengganggu.

86
s11
Prognosis
a. Ad vitam : Bonam

ke
b. Ad functionam :Dubia

en
7m
c. Ad sanationam :Dubia
Sebagian pasien tidak menunjukkan respon positif atas tatalaksana
10
yang dilakukan dan gangguan somatoform terus berlanjut bahkan
k0

hingga seumur hidup. Kondisi ini diperkirakan terjadi pada 0,2 –


r-h

0,5% anggota populasi. Diagnosis dan tatalaksana dini dapat


mo

memperbaiki prognosis dan mengurangi hambatan pada fungsi


-no

sosial dan okupasi sehari-hari.


mk

Peralatan
Untuk keperluan skrining, dapat disediakan lembar PHQ-15 di ruang
6/k

praktik dokter. Selain itu, tidak ada peralatan khusus yang


2/0

diperlukan terkait diagnosis dan tatalaksana gangguan somatoform.


02
z/2

Referensi
.xy

a. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993. F45


na

Gangguan Somatoform. In Pedoman Penggolongan dan Diagnosis


lya

Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Direktorat Jenderal


Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
mu

pp. 209–221.
na

b. Gill, D. & Bass, C., 1997. Somatoform and Dissociative


.ai

Disorders: Assessment and Treatment. Advances in Psychiatric


ww

Treatment, 3(1), pp.9–16. Available at:


//w

http://apt.rcpsych.org/cgi/doi/10.1192/apt.3.1.9 [Accessed
ps:

May 26, 2014].


htt

jdih.kemkes.go.id
-405-

c. Hidayat, D. et al., 2010. Penggunaan Metode Dua Menit ( M2M )

l
tm
dalam Menentukan Prevalensi Gangguan Jiwa di Pelayanan

g.h
Primer. Majalah Kedokteran Indonesia, 60(10), pp.448–453.
d. Oyama, O., Paltoo, C. & Greengold, J., 2007. Somatoform

tan
Disorders. American Family Physician, 76, pp.1333–1338.

n
-te
Available at: www.aafp.org/afp.

22
e. PHQ Screeners, Physical Symptoms (PHQ-15). Patient Health

20
Questionnaire (PHQ) Screeners. Available at:

86
http://www.phqscreeners.com/pdfs/04_PHQ-15/English.pdf

s11
[Accessed May 24, 2014].
f. Ravesteijn, H. Van et al., 2009. Detecting Somatoform Disorders

ke
in Primary Care with the PHQ-15. Annals of Family Medicine, 7,

en
7m
pp.232–238. Available at:
http://www.annfammed.org/content/7/3/232.full.pdf+html.
10
k0

2. Demensia
r-h

No. ICPC-2 : P70 Dementia


mo

No. ICD-10 : F03 Unspecified dementia


-no

Tingkat Kemampuan 3A
mk

Masalah Kesehatan
6/k

Demensia merupakan sindrom akibat penyakit otak yang bersifat


2/0

kronik progresif, ditandai dengan kemunduran fungsi kognitif


02

multiple, termasuk dayaingat (memori), daya pikir, daya tangkap


z/2

(komprehensi), kemampuan belajar, orientasi, kalkulasi,


.xy

visuospasial, bahasa dan daya nilai. Gangguan kognitif biasanya


na

diikuti dengan deteriorasi dalam kontrolemosi, hubungan sosial dan


lya

motivasi.
Pada umumnya terjadi pada usia lanjut, ditemukan pada penyakit
mu

Alzhaimer, penyakit serebrovaskular, dan kondisi lain yang secara


na

primer dan sekunder mempengaruhi otak.


.ai
ww

Hasil Anamnesis (Subjective)


//w

Keluhan
ps:

Keluhan utama adalah gangguan daya ingat, mudah lupa terhadap


kejadian yang baru dialami, dan kesulitan mempelajari informasi
htt

baru. Diawali dengan sering lupa terhadap kegiatan rutin, lupa

jdih.kemkes.go.id
-406-

terhadap benda-benda kecil, pada akhirnya lupa mengingat nama

l
tm
sendiri atau keluarga.

g.h
Faktor Risiko
Usia> 60 tahun (usialanjut).

tan
Riwayat keluarga.

n
-te
Adanya penyakit Alzheimer, serebrovaskular (hipertensi, penyakit

22
jantung), atau diabetes mellitus.

20
86
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

s11
Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran sensorium baik.

ke
b. Penurunan dayaingat yang bersifat kronik dan progresif.

en
7m
Gangguan fungsi otak terutama berupa gangguan fungsi
memori dan bahasa, seperti afasia, aphrasia, serta adanya
10
kemunduran fungsi kognitif eksekutif.
k0

c. Dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya gangguan


r-h

neurologik atau penyakit sistemik


mo

Pemeriksaan penunjang
-no

Pemeriksaan laboratorium dilakukan jika ada kecurigaan adanya


mk

kondisi medis yang menimbulkan dan memper berat gejala. Dapat


dilakukan Mini Mental State Examination (MMSE).
6/k
2/0

Penegakan Diagnostik (Assessment)


02

Diagnosis Klinis
z/2

Pemeriksaan dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


.xy

pemeriksaan penunjang.
na

Kriteria Diagnosis
lya

a. Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang


sampai mengganggu kegiatan harian seseorang
mu

b. Tidak ada gangguan kesadaran


na

c. Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit enam


.ai

bulan
ww

Klasifikasi
//w

a. Demensia pada penyakit Alzheimer


ps:

b. Demensia Vaskular (Demensia multiinfark)


c. Demensia pada penyakit Pick (Sapi Gila)
htt

d. Demensia pada penyakit Creufield-Jacob

jdih.kemkes.go.id
-407-

e. Demensia pada penyakit Huntington

l
tm
f. Demensia pada penyakit Parkinson

g.h
g. Demensia pada penyakit HIV/AIDS
h. Demensia tipe Alzheimer prevalensinya paling besar (50-60%),

tan
disusul demensia vaskular (20-30%)

n
-te
Diagnosis Banding

22
Delirium, Depresi, Gangguan Buatan, Skizofrenia

20
86
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

s11
Penatalaksanaan
a. Non farmakologi

ke
1) Modifikasi faktor resiko yaitu kontrol penyakit fisik,

en
7m
lakukan aktifitas fisik sederhana seperti senam otak,
stimulasi kognitif dengan permintaan, kuis, mengisi teka-
10
teki silang, bermain catur.
k0

2) Modifikasi lingkungan sekitar agar lebih nyaman dan aman


r-h

bagi pasien.
mo

3) Rencanakan aktivitas hidup sehari-hari (mandi, makan,


-no

dan lain-lain) untuk mengoptimalkan aktivitas independen,


mk

meningkatkan fungsi, membantu adaptasi dan


mengembangkan keterampilan, serta meminimalisasi
6/k

kebutuhan akan bantuan.


2/0

4) Ajarkan kepada keluarga agar dapat membantu mengenal


02

barang milik pribadinya, mengenal waktu dengan


z/2

menggunakan jam besar, kalender harian, dapat


.xy

menyebutkan namanya dan anggota keluarga terdekat,


na

mengenal lingkungan sekitar, beri pujian jika dapat


lya

menjawab dengan benar, bicara dengan kalimat sederhana


dan jelas (satu atau dua tahap saja), bila perlu gunakan
mu

isyarat atau sentuhan lembut.


na

b. Farmakologi
.ai

1) Jangan berikan inhibitor asetilkolinesterase (seperti:


ww

donepzil, galantamine dan rivastigmine) atau memantine


//w

secara rutin untuk semua kasus demensia. Pertimbangkan


ps:

pemberiannya hanya pada kondisi yang memungkinkan


diagnosis spesifik penyakit Alzheimer ditegakkan dan
htt

jdih.kemkes.go.id
-408-

tersedia dukungan serta supervisi adekuat oleh spesialis

l
tm
serta pemantauan efek samping oleh pelaku rawat.

g.h
2) Bila pasien berperilaku agresif, dapat diberikan antipsikotik
dosis rendah, seperti Haloperidol 0,5 – 1 mg/hari.

tan
Kriteria Rujukan

n
-te
a. Pasien dirujuk untuk konfirmasi diagnosis dan

22
penatalaksanaan lanjutan.

20
b. Apabila pasien menunjukkan gejala agresifitas dan

86
membahayakan dirinya atau orang lain.

s11
Peralatan

ke
Tidak ada Peralatan khusus

en
Prognosis
7m
10
Prognosis umumnya ad vitam adalah dubia ad bonam, sedangkan
k0

fungsi adalah dubia ad malam. Ad sanationam adalah ad malam.


r-h
mo

Referensi
-no

a. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan


mk

Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, cetakan pertama,


1993. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1993)
6/k

b. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia.


2/0

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa/Psikiatri, 2012.


02

(Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia,


z/2

2012)
.xy

c. World Health Organization. MH gap Intervention Guide for


na

Mental, Neurological and Substance Use Disorders in Non-


lya

Specialized Health Settings, 2010. (World Health Organization,


2010)
mu
na

3. Insomnia
.ai

No. ICPC-2 : P06 Sleep disturbance


ww

No. ICD-10 : F51 Insomnia non organik pada psikiatri


//w

Tingkat Kemampuan 4A
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-409-

Masalah Kesehatan

l
tm
Insomnia adalah gejala atau gangguan dalam tidur, dapat berupa

g.h
kesulitan berulang untuk mencapai tidur, atau mempertahankan
tidur yang optimal, atau kualitas tidur yang buruk. Pada

tan
kebanyakan kasus, gangguan tidur adalah salah satu gejala dari

n
-te
gangguan lainnya, baik mental (psikiatrik) atau fisik.

22
Secara umum lebih baik membuat diagnosis gangguan tidur yang

20
spesifik bersamaan dengan diagnosis lain yang relevan untuk

86
menjelaskan secara kuat psikopatologi dan atau patofisiologinya.

s11
Hasil Anamnesis (Subjective)

ke
Keluhan

en
7m
Sulit masuk tidur, sering terbangun di malam hari atau
mempertahankan tidur yang optimal, atau kualitas tidur yang
10
buruk.
k0
r-h

Faktor Risiko
mo

a. Adanya gangguan organik (seperti gangguan endokrin, penyakit


-no

jantung).
mk

b. Adanya gangguan psikiatrik seperti gangguan psikotik,


gangguan depresi, gangguan cemas, dan gangguan akibat zat
6/k

psikoaktif.
2/0
02

Faktor Predisposisi
z/2

a. Sering bekerja di malam hari .


.xy

b. Jam kerja tidak stabil.


na

c. Penggunaan alkohol, cafein atau zat adiktif yang berlebihan.


lya

d. Efek samping obat.


e. Kerusakan otak, seperti: encephalitis, stroke, penyakit
mu

Alzheimer
na
.ai

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


ww

Pemeriksaan Fisik
//w

Pada status generalis, pasien tampak lelah dan mata cekung. Bila
ps:

terdapat gangguan organik, ditemukan kelainan pada organ.


Pemeriksaan Penunjang
htt

Pemeriksaan spesifik tidak diperlukan.

jdih.kemkes.go.id
-410-

Penegakan Diagnostik (Assessment)

l
tm
Diagnosis Klinis

g.h
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis.
Pedoman Diagnosis

tan
a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan

n
-te
tidur atau kualitas tidur yang buruk

22
b. Gangguan terjadi minimal tiga kali seminggu selama minimal

20
satu bulan.

86
c. Adanya preokupasi tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan

s11
terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari.
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur

ke
menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan

en
7m
mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan.
Diagnosis Banding 10
Gangguan Psikiatri, Gangguan Medik umum, Gangguan Neurologis,
k0

Gangguan Lingkungan, Gangguan Ritme sirkadian.


r-h

Komplikasi
mo

Dapat terjadi penyalahgunaan zat.


-no
mk

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
6/k

a. Pasien diberikan penjelasan tentang faktor-faktor risiko yang


2/0

dimilikinya dan pentingnya untuk memulai pola hidup yang


02

sehat dan mengatasi masalah yang menyebabkan terjadinya


z/2

insomnia.
.xy

b. Untuk obat-obatan, pasien dapat diberikan Lorazepam 0,5 – 2


na

mg atau Diazepam 2-5 mg pada malam hari. Pada orang yang


lya

berusia lanjut atau mengalami gangguan medik umum


diberikan dosis minimal efektif.
mu

Konseling dan Edukasi


na

Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga agar mereka


.ai

dapat memahami tentang insomnia dan dapa tmenghindari pemicu


ww

terjadinya insomnia.
//w

Kriteria Rujukan
ps:

Apabila setelah 2 minggu pengobatan tidak menunjukkan perbaikan,


atau apabila terjadi perburukan walaupun belum sampai 2 minggu,
htt

jdih.kemkes.go.id
-411-

pasien dirujuk kefasilitas kesehatan sekunder yang memiliki dokter

l
tm
spesialis kedokteran jiwa.

g.h
Peralatan

tan
Tidak ada Peralatan khusus

n
-te
22
Prognosis

20
Prognosis pada umumnya bonam

86
Referensi

s11
a. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, cetakan pertama,

ke
1993.

en
7m
b. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia.
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa/Psikiatri, 2012.
10
c. World Health Organization. MH gap Intervention Guide for
k0

Mental, Neurological and Substance Use Disorders in Non-


r-h

Specialized Health Settings, 2010.


mo
-no

4. Gangguan Campuran Anxietas Dan Depresi


mk

No. ICPC-2 : P74Anxiety Disorder (anxiety state)


No. ICD-10 : F41.2 Mixed Anxiety and Depression Disorder
6/k

Tingkat Kemampuan 3A
2/0
02

Masalah Kesehatan
z/2

Gangguan yang ditandai oleh adanya gejala-gejala anxietas


.xy

(kecemasan) dan depresi bersama-sama, dan masing-masing gejala


na

tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup beratuntuk dapat


lya

ditegakannya suatu diagnosis tersendiri. Untuk gejala anxietas,


beberapa gejala autonomik harus ditemukan, walaupun tidak
mu

terusmenerus, di samping rasa cemas atauk hawatir berlebihan.


na
.ai

Hasil Anamnesis (Subjective)


ww

Keluhan
//w

Biasanya pasien datang dengan keluhan fisik seperti: nafas


ps:

pendek/cepat, berkeringat, gelisah, gangguan tidur, mudah lelah,


jantung berdebar, gangguan lambung, diare, atau bahkan sakit
htt

kepala yang disertai dengan rasa cemas/khawatir berlebihan.

jdih.kemkes.go.id
-412-

Allo dan Auto Anamnesis tambahan:

l
tm
a. Adanya gejala seperti minat dalam melakukan

g.h
aktivitas/semangat yang menurun, merasa sedih/ murung,
nafsu makan berkurang atau meningkat berlebihan, sulit

tan
berkonsentrasi, kepercayaan diri yang menurun, pesimistis.

n
-te
b. Keluhan biasanya sering terjadi, atau berlangsung lama, dan

22
terdapat stresor kehidupan.

20
c. Menyingkirkan riwayat penyakit fisik dan penggunaan zat

86
(alkohol, tembakau, stimulan, dan lain-lain)

s11
Faktor Risiko
a. Adanya faktorbiologis yang mempengaruhi, antara lain hiper

ke
aktivitas sistem noradrenergik, faktorgenetik.

en
7m
b. Ciri kepribadian tertentu yang imatur dan tidak fleksibel, seperti
ciri kepribadian dependen, skizoid,
10 anankastik, cemas
menghindar.
k0

c. Adanya stres kehidupan.


r-h

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


mo

Pemeriksaan Fisik
-no

Respirasi meningkat, tekanan darah dapat meningkat, dan tanda


mk

lain sesuai keluhan fisiknya.


Pemeriksaan penunjang
6/k

Laboratorium dan penunjang lainnya tidak ditemukan adanya tanda


2/0

yang bermakna. Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk


02

menyingkirkan diagnosis banding sesuai keluhan fisiknya.


z/2
.xy

Penegakan Diagnostik (Assessment)


na

Diagnosis Klinis
lya

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Kriteria diagnosis berdasarkan ICD 10, yaitu:
mu

adanya gejala-gejala kecemasan dan depresi yang timbul bersama-


na

sama, dan masing-masing gejala tidak menunjukkan rangkaian


.ai

gejala yang cukup beratuntuk dapat ditegakkannya suatu diagnosis


ww

tersendiri.
//w

a. Gejala-gejala kecemasan antara lain:


ps:

1) Kecemasan atau khawatir berlebihan, sulit berkonsentrasi


2) Ketegangan motorik: gelisah, sakit kepala, gemetaran,
htt

tegang, tidak dapat santai

jdih.kemkes.go.id
-413-

3) Aktivitas autonomik berlebihan: palpitasi, berkeringat

l
tm
berlebihan, sesak nafas, mulut kering,pusing, keluhan

g.h
lambung, diare.
b. Gejala-gejala depresi antara lain: suasana perasaan

tan
sedih/murung, kehilangan minat/kesenangan (menurunnya

n
-te
semangat dalam melakukan aktivitas), mudah, lelah, gangguan

22
tidur, konsentrasi menurun, gangguan pola makan,

20
kepercayaan diri yang berkurang, pesimistis, rasa tidak

86
berguna/rasa bersalah

s11
Diagnosis Banding
Gangguan Cemas (Anxietas) Organik, Gangguan Mental dan Perilaku

ke
Akibat Penggunaan Zat, Gangguan Depresi, Gangguan Cemas

en
7m
Menyeluruh, Gangguan Panik, Gangguan Somatoform
10
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
k0

Penatalaksanaan
r-h

a. Non-farmakologi
mo

1) Konseling dan edukasi pada pasien dan keluarga


-no

a) Karena gangguan campuran cemas depresi dapat


mk

mengganggu produktivitas pasien, keluarga perlu


memahami bahwa hal ini bukan karena pasien malas
6/k

atau tidak mau mengerjakan tugasnya, melainkan


2/0

karena gejala-gejala penyakitnya itu sendiri, antara


02

lain mudah lelah serta hilang energi. Oleh sebab itu,


z/2

keluarga perlu memberikan dukungan agar pasien


.xy

mampu dan dapat mengatasi gejala penyakitnya.


na

b) Gangguan campuran anxietas dan depresi kadang-


lya

kadang memerlukan pengobatan yang cukup lama,


diperlukan dukungan keluarga untuk memantau agar
mu

pasien melaksanakan pengobatan dengan benar,


na

termasuk minum obat setiap hari.


.ai

2) Intervensi Psikososial
ww

a) Lakukan penentraman (reassurance) dalam


//w

komunikasi terapeutik, dorong pasien untuk


ps:

mengekspresikan pikiran perasaan tentang gejala dan


riwayat gejala.
htt

jdih.kemkes.go.id
-414-

b) Beri penjelasan adanya pengaruh antara faktor fisik

l
tm
dan psikologis, termasuk bagaimana faktor perilaku,

g.h
psikologik dan emosi berpengaruh mengeksaserbasi
gejala somatik yang mempunyai dasar fisiologik.

tan
c) Bicarakan dan sepakati rencana pengobatandan

n
-te
follow-up, bagaimana menghadapi gejala, dan dorong

22
untuk kembali keaktivitas normal.

20
d) Ajarkan teknik relaksasi (teknik nafas dalam)

86
e) Anjurkan untuk berolah raga teratur atau melakukan

s11
aktivitas yang disenangi serta menerapkan perilaku
hidup sehat.

ke
f) Ajarkan untuk selalu berpikir positif dan manajemen

en
7m
stres dengan baik.
b. Farmakologi: 10
1) Untuk gejala kecemasan maupun depresinya, diberikan
k0

antidepresan dosis rendah, dapat dinaikkan apabila tidak


r-h

ada perubahan yang signifikan setelah 2-3 minggu:


mo

fluoksetin 1x10-20 mg/hari atau sertralin 1 x 25-50


-no

mg/hari atau amitriptilin 1x12,5-50 mg/hari atau


mk

imipramin1-2x10-25 mg/hari. Catatan: amitriptilin dan


imipramin tidak boleh diberikan pada pasien dengan
6/k

penyakit jantung, dan pemberian berhati-hati untuk pasien


2/0

lansia karena efek hipotensi ortostastik (dimulai dengan


02

dosis minimal efektif).


z/2

2) Pada pasien dengan gejala kecemasan yang lebih dominan


.xy

dan atau dengan gejala insomnia dapat diberikan


na

kombinasi fluoksetin atau sertralin dengan antianxietas


lya

benzodiazepin. Obat-obatan antianxietas jenis


benzodiazepin yaitu: diazepam 1x2-5 mg atau lorazepam 1-
mu

2 x 0,5-1 mg atau klobazam 2x5-10 mg atau alprazolam 2x


na

0,25-0,5mg. Setelah kira-kira 2-4 minggu benzodiazepin


.ai

ditappering-off perlahan, sementara antidepresan


ww

diteruskan hingga 4-6 bulan sebelum ditappering-off. Hati-


//w

hati potensi penyalahgunaan pada alprazolam karena


ps:

waktu paruh yang pendek.


htt

jdih.kemkes.go.id
-415-

Kriteria Rujukan

l
tm
Pasien dapat dirujuk setelah didiagnosis mengalami gangguan ini,

g.h
terutama apabila gejala progresif dan makin bertambah berat yang
menunjukkan gejala depresi seperti pasien menolak makan, tidak

tan
mau merawat diri, ada ide/tindakan bunuh diri; atau jika tidak ada

n
-te
perbaikan yang signifikan dalam 2-3 bulan terapi.

22
20
Peralatan

86
Tidak ada peralatan khusus.

s11
Prognosis

ke
Pada umumnya prognosis gangguan ini adalah bonam.

en
Referensi
7m
10
a. Kaplan and Sadock, Synopsis of psychiatry, 7th edition, William
k0

and Wilkins.
r-h

b. Departemen Kesehatan RI.Pedoman penggolongan dan diagnosis


mo

Gangguan jiwa di Indonesia III, cetakan pertama, 1993.


-no

c. World Health Organization. Diagnostic and management


mk

guidelines for mental disorders in primary care: ICD-10 chapter V,


primary care version. Seattle: Hogrefe & Huber Publishers.
6/k

(World Health Organization, t.thn.)


2/0

d. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia.


02

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa/ Psikiatri, 2012


z/2
.xy

5. Gangguan Psikotik
na

No. ICPC-2 : P98 Psychosis NOS/other


lya

No. ICD-10 PC : F20 Chronic Psychotic Disorder


Tingkat Kemampuan 3A
mu
na

Masalah Kesehatan
.ai

Gangguan yang ditandai dengan ketidakmampuan atau hendaya


ww

berat dalam menilai realita, berupa sindroma (kumpulan gejala),


//w

antara lain dimanifestasikan dengan adanya halusinasi dan waham.


ps:

Hasil Anamnesis (Subjective)


htt

Keluhan

jdih.kemkes.go.id
-416-

Pasien mungkin datang dengan keluhan:

l
tm
a. Sulit berpikir/sulit berkonsentrasi

g.h
b. Tidak dapat tidur, tidak mau makan
c. Perasaan gelisah, tidak dapat tenang, ketakutan

tan
d. Bicara kacau yang tidak dapat dimengerti

n
-te
e. Mendengar suara orang yang tidak dapat didengar oleh orang

22
lain

20
f. Adanya pikiran aneh yang tidak sesuai realita

86
g. Marah tanpa sebab yang jelas, kecurigaan yang berat, perilaku

s11
kacau, perilaku kekerasan
h. Menarik diri dari lingkungannya dan tidak merawat diri dengan

ke
baik

en
7m
Alo dan Auto Anamnesis tambahan:
Singkirkan adanya kemungkinan penyakit fisik (seperti demam
10
tinggi, kejang, trauma kepala) dan penggunaan zat psikoaktif sebagai
k0

penyebab timbulnya keluhan.


r-h

Faktor Risiko
mo

a. Adanya faktor biologis yang mempengaruhi, antara lain


-no

hiperaktivitas sistem dopaminergik dan faktor genetik.


mk

b. Ciri kepribadian tertentu yang imatur, seperti ciri kepribadian


skizoid, paranoid, dependen.
6/k

c. Adanya stresor kehidupan.


2/0
02

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


z/2

Pemeriksaan Fisik
.xy

Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menyingkirkan penyebab


na

organik dari psikotiknya (gangguan mental organik). Selain itu


lya

pasien dengan gangguan psikotik juga sering terdapat gangguan fisik


yang menyertai karena perawatan diri yang kurang.
mu

Pemeriksaan Penunjang
na

a. Dilakukan jika dicurigai adanya penyakit fisik yang menyertai


.ai

untuk menyingkirkan diagnosis banding gangguan mental


ww

organik.
//w

b. Apabila ada kesulitan dalam merujuk ke fasilitas pelayanan


ps:

kesehatan tingkat lanjut maka pada fasilitas pelayanan


kesehatan tingkat pertama yang mampu perlu dilakukan
htt

pemeriksaan penunjang yang sesuai seperti: darah perifer

jdih.kemkes.go.id
-417-

lengkap, elektrolit, gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal, serta

l
tm
radiologi dan EKG.

g.h
Penegakan Diagnostik (Assessment)

tan
Diagnosis Klinis

n
-te
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

22
pemeriksaan fisik. Kriteria diagnosis berdasarkan ICD 10-PC, yaitu:

20
a. Halusinasi (terutama halusinasi dengar); merupakan gangguan

86
persepsi (persepsi palsu), tanpa adanya stimulus sensori

s11
eksternal. Halusinasi dapat terjadi pada setiap panca indra,
yaitu halusinasi dengar, lihat, cium, raba, dan rasa.

ke
b. Waham (delusi); merupakan gangguan pikiran, yaitu keyakinan

en
7m
yang salah, tidak sesuai dengan realita dan logika, namun tetap
dipertahankan dan tidak dapat dikoreksi dengan cara apapun
10
serta tidak sesuai dengan budaya setempat. Contoh: waham
k0

kejar, waham kebesaran, waham kendali, waham pengaruh.


r-h

c. Perilaku kacau atau aneh


mo

d. Gangguan proses pikir (terlihat dari pembicaraan yang kacau


-no

dan tidak dimengerti)


mk

e. Agitatif
f. Isolasi sosial (social withdrawal)
6/k

g. Perawatan diri yang buruk


2/0

Diagnosis Banding
02

a. Gangguan Mental Organik (Delirium, Dementia, Psikosis


z/2

Epileptik)
.xy

b. Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan Zat (Napza)


na

c. Gangguan Afektif Bipolar/ Gangguan Manik


lya

d. Gangguan Depresi (dengan gejala psikotik)


mu

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


na

Penatalaksanaan
.ai

a. Intervensi Psikososial
ww

1) Informasi penting bagi pasien dan keluarga


//w

a) Agitasi dan perilaku aneh merupakan gejala gangguan


ps:

mental, yang juga termasuk penyakit medis.


b) Episode akut sering mempunyai prognosis yang baik,
htt

tetapi perjalanan penyakit jangka panjang sulit

jdih.kemkes.go.id
-418-

diprediksi. Pengobatan perlu dilanjutkan meskipun

l
tm
setelah gejala mereda.

g.h
c) Gejala-gejala dapat hilang timbul. Diperlukan
antisipasi dalam menghadapi kekambuhan. Obat

tan
merupakan komponen utama dalam pengobatan.

n
-te
Minum obat secara teratur akan mengurangi gejala-

22
gejala dan mencegah kekambuhan.

20
d) Dukungan keluarga penting untuk ketaatberobatan

86
(compliance) dan rehabilitasi.

s11
e) Organisasi masyarakat dapat menyediakan dukungan
yang berharga untuk pasien dan keluarga.

ke
2) Konseling pasien dan keluarga

en
7m
f) Bicarakan rencana pengobatan dengan anggota
keluarga dan minta dukungan mereka. Terangkan
10
bahwa minum obat secara teratur dapat mencegah
k0

kekambuhan. Informasikan bahwa obat tidak dapat


r-h

dikurangi atau dihentikan tiba-tiba tanpa persetujuan


mo

dokter. Informasikan juga tentang efek samping yang


-no

mungkin timbul dan cara penanggulangannya.


mk

g) Dorong pasien untuk melakukan fungsinya dengan


seoptimal mungkin di pekerjaan dan aktivitas harian
6/k

lain.
2/0

h) Dorong pasien untuk menghargai norma dan harapan


02

masyarakat (berpakaian, berpenampilan dan


z/2

berperilaku pantas).
.xy

i) Menjaga keselamatan pasien dan orang yang


na

merawatnya pada fase akut:


lya

(1) Keluarga atau teman harus menjaga pasien.


(2) Pastikan kebutuhan dasar terpenuhi (misalnya
mu

makan dan minum).


na

(3) Jangan sampai mencederai pasien.


.ai

j) Meminimalisasi stres dan stimulasi:


ww

(1) Jangan mendebat pikiran psikotik (anda boleh


//w

tidak setuju dengan keyakinan pasien, tetapi


ps:

jangan mencoba untuk membantah bahwa


pikiran itu salah). Sedapat mungkin hindari
htt

konfrontasi dan kritik.

jdih.kemkes.go.id
-419-

(2) Selama masa gejala-gejala menjadi lebih berat,

l
tm
istirahat dan menghindari stres dapat

g.h
bermanfaat.
k) Agitasi yang berbahaya untuk pasien, keluarga dan

tan
masyarakat memerlukan rawat inap atau pengamatan

n
-te
ketat di tempat yang aman.

22
b. Farmakologi

20
1) Berikan obat antipsikotik: Haloperidol 2-3 x 2-5 mg/hari

86
atau Risperidon 2x 1-3 mg/hari atau Klorpromazin 2-3 x

s11
100-200 mg/hari. Untuk haloperidol dan risperidon dapat
digabungkan dengan benzodiazepin (contoh: diazepam 2-3

ke
x 5 mg, lorazepam 1-3 x 1-2 mg) untuk mengurangi agitasi

en
7m
dan memberikan efek sedasi. Benzodiazepin dapat
ditappering-off setelah 2-4 minggu. Catatan: klorpromazin
10
memiliki efek samping hipotensi ortostatik.
k0

2) Intervensi sementara untuk gaduh gelisah dapat diberikan


r-h

injeksi intra muskular haloperidol kerja cepat (short acting)


mo

5 mg, dapat diulangi dalam 30 menit - 1 jam jika belum


-no

ada perubahan yang signifikan, dosis maksimal 30


mk

mg/hari. Atau dapat juga dapat diberikan injeksi intra


muskular klorpromazin 2-3 x 50 mg. Untuk pemberian
6/k

haloperidol dapat diberikan tambahan injeksi intra


2/0

muskular diazepam untuk mengurangi dosis ntipsikotiknya


02

dan menambah efektivitas terapi. Setelah stabil segera


z/2

rujuk ke RS/RSJ.
.xy

3) Untuk pasien psikotik kronis yang tidak taat berobat, dapat


na

dipertimbangkan untuk pemberian injeksi depo (jangka


lya

panjang) antipsikotik seperti haloperidol decanoas 50 mg


atau fluphenazine decanoas 25 mg. Berikan injeksi I.M ½
mu

ampul terlebih dulu untuk 2 minggu, selanjutnya injeksi 1


na

ampul untuk 1 bulan. Obat oral jangan diberhentikan


.ai

dahulu selama 1-2 bulan, sambil dimonitor efek samping,


ww

lalu obat oral turunkan perlahan.


//w

4) Jika timbul efek samping ekstrapiramidal seperti tremor,


ps:

kekakuan, akinesia, dapat diberikan triheksifenidil 2-4 x 2


mg; jika timbul distonia akut berikan injeksi diazepam atau
htt

difenhidramin, jika timbul akatisia (gelisah, mondar mandir

jdih.kemkes.go.id
-420-

tidak bisa berhenti bukan akibat gejala) turunkan dosis

l
tm
antipsikotik dan berikan beta-blocker, propranolol 2-3 x 10-

g.h
20 mg.
c. Kunjungan Rumah (home visit)

tan
Kunjungan rumah dilakukan sesuai indikasi untuk:

n
-te
1) Memastikan kepatuhan dan kesinambungan pengobatan

22
2) Melakukan asuhan keperawatan

20
3) Melakukan pelatihan bagi pelaku rawat

86
s11
Kriteria Rujukan
a. Pada kasus baru dapat dirujuk untuk konfirmasi diagnostik ke

ke
fasyankes sekunder yang memiliki pelayanan kesehatan jiwa

en
7m
setelah dilakukan penatalaksanaan awal.
b. Kondisi gaduh gelisah yang membutuhkan perawatan inap
10
karena berpotensi membahayakan diri atau orang lain segera
k0

dirujuk setelah penatalaksanaan awal.


r-h
mo

Peralatan
-no

a. Alat restraint (fiksasi)


mk

b. Alat transportasi untuk merujuk (bila tersedia).


6/k

Prognosis
2/0

Untuk ad Vitam adalahbonam, ad fungsionam adalah dubia, dan ad


02

sanationam adalah dubia.


z/2
.xy

Referensi
na

a. Kaplan and Sadock.Synopsis of psychiatry. 7thEd. William and


lya

Wilkins.
b. Departemen Kesehatan RI.Pedoman penggolongan dan diagnosis
mu

gangguan jiwa di Indonesia III. Ed 1. 1993.


na

c. World Health Organization. Diagnostic and management


.ai

guidelines for mental disorders in primary care: ICD-10 chapter


ww

V, primary care version. Seattle: Hogrefe & Huber Publishers.


//w

d. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia.


ps:

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa/Psikiatri. 2012.


htt

jdih.kemkes.go.id
-421-

J. Respirasi

l
tm
1. Influenza

g.h
No. ICPC-2 : R80 Influenza
No. ICD-10 : J11 Influenza, virus not identified

tan
Tingkat Kemampuan 4A

n
-te
22
Masalah Kesehatan

20
Influenza, sering dikenal dengan flu adalah penyakit menular

86
disebabkan oleh virus RNA yaitu virus influenza A, B dan lebih

s11
jarang C. Virus influenza terus mengalami perubahan, sehingga
dalam beberapa waktu akan mengakibatkan wabah (pandemik) yang

ke
parah. Virus ini menyerang saluran napas atas dan paru-paru.

en
Hasil Anamnesis (Subjective)
7m
10
Keluhan
k0

Keluhan yang sering muncul adalah demam, bersin, batuk, sakit


r-h

tenggorokan, hidung meler, nyeri sendi dan badan, sakit kepala,


mo

lemah badan.
-no

Faktor Risiko
mk

a. Daya tahan tubuh menurun


b. Kepadatan hunian dan kepadatan penduduk yang tinggi
6/k

c. Perubahan musim/cuaca
2/0

d. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


02

e. Usia lanjut
z/2
.xy

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


na

Pemeriksaan Fisik
lya

Tanda Patognomonis
a. Febris
mu

b. Rinore
na

c. Mukosa hidung edema


.ai

Pemeriksaan penunjang: tidak diperlukan


ww
//w

Penegakan Diagnostik (Assessment)


ps:

Diagnosis Klinis
htt

jdih.kemkes.go.id
-422-

Penegakan diagnosis influenza membutuhkan ketelitian, karena

l
tm
keluhannya hampir sama dengan penyakit saluran pernapasan

g.h
lainnya.
Influenza dapat didiagnosis berdasarkan 4 kriteria berikut:

tan
a. Terjadi tiba-tiba/akut

n
-te
b. Demam

22
c. Gejala saluran pernapasan seperti batuk, tidak ada lokasi

20
spesifik dari keluhan yang timbul

86
d. Terdapat penyakit serupa di lingkungan penderita

s11
Ketika terdapat kasus influenza di masyarakat, semua pasien dengan
keluhan influenza harus didiagnosis secara klinis. Pasien disarankan

ke
kembali untuk tindak lanjut jika keluhan yang dialami bertambah

en
7m
buruk atau tidak ada perbaikan dalam waktu 72 jam.
Diagnosis Banding 10
Faringitis, Tonsilitis, Laringitis
k0

Komplikasi
r-h

Infeksi sekunder oleh bakteri, Pneumonia


mo
-no

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


mk

Penatalaksanaan
a. Tatalaksana influenza umumnya tanpa obat (self-limited
6/k

disease). Hal yang perlu ditingkatkan adalah daya tahan tubuh.


2/0

Tindakan untuk meringankan gejala flu adalah beristirahat 2-3


02

hari, mengurangi kegiatan fisik berlebihan, meningkatkan gizi


z/2

makanan dengan makanan berkalori dan protein tinggi, serta


.xy

buah-buahan yang tinggi vitamin.


na

b. Terapi simptomatik per oral


lya

1) Antipiretik. Pada dewasa yaitu parasetamol 3-4 x 500


mg/hari (10-15 mg/kgBB), atau ibuprofen 3-4 x 200-400
mu

mg/hari (5-10 mg/kgBB).


na

2) Dekongestan, seperti pseudoefedrin (60 mg setiap 4-6 jam)


.ai

3) Antihistamin, seperti klorfeniramin 4-6 mg sebanyak 3-4


ww

kali/hari, atau difenhidramin, 25-50 mg setiap 4-6 jam,


//w

atau loratadin atau cetirizine 10 mg dosis tunggal (pada


ps:

anak loratadin 0,5 mg/kgBB dan setirizin 0,3 mg/kgBB).


4) Dapat pula diberikan antitusif atau ekspektoran bila
htt

disertai batuk.

jdih.kemkes.go.id
-423-

Konseling dan Edukasi

l
tm
a. Edukasi

g.h
1) Edukasi terutama ditujukan untuk individu dan
lingkungannya. Penyebaran penyakit ini melalui udara

tan
sehingga lingkungan rumah harus memenuhi persyaratan

n
-te
rumah sehat terutama ukuran jendela untuk pencahayaan

22
dan ventilasi serta kepadatan hunian. Untuk mencegah

20
penyebaran terhadap orang-orang terdekat perlu diberikan

86
juga edukasi untuk memutuskan mata rantai penularan

s11
seperti etika batuk dan pemakaian masker.
2) Selain edukasi untuk individu, edukasi terhadap keluarga

ke
dan orang-orang terdekat juga penting seperti peningkatan

en
7m
higiene dan sanitasi lingkungan
b. Pencegahan 10
1) Imunisasi influenza, terutama bagi orang-orang risiko
k0

tinggi.
r-h

2) Harus diwaspadai pasien yang baru kembali dari daerah


mo

terjangkit epidemi influenza


-no

Rujukan
mk

Bila didapatkan tanda-tanda pneumonia (panas tidak turun 5 hari


disertai batuk purulen dan sesak napas)
6/k
2/0

Prognosis
02

Prognosis pada umumnya bonam.


z/2

Peralatan: -
.xy
na

Referensi
lya

a. Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L.et al.


Harrisson’s: Principle of Internal Medicine. 17thed. New York:
mu

McGraw-Hill Companies. 2009. p: 1006 - 1020.


na

b. WHO. Pedoman Interim WHO. Pencegahan dan Pengendalian


.ai

Infeksi Saluran Pernapasan Atas yang Cenderung Menjadi


ww

Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2007.


//w
ps:

2. Faringitis Akut
No. ICPC-2 : R74.Upper respiratory infection acute
htt

No. ICD-10 : J02.9 Acute pharyngitis, unspecified

jdih.kemkes.go.id
-424-

Tingkat Kemampuan 4A

l
tm
g.h
Masalah Kesehatan
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan

tan
oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-

n
-te
lain. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3-5 kali

22
infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis setiap

20
tahunnya.

86
s11
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan

ke
a. Nyeri tenggorokan, terutama saat menelan

en
7m
b. Demam
c. Sekret dari hidung 10
d. Dapat disertai atau tanpa batuk
k0

e. Nyeri kepala
r-h

f. Mual
mo

g. Muntah
-no

h. Rasa lemah pada seluruh tubuh


mk

i. Nafsu makan berkurang


6/k

Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu:


2/0

a. Faringitis viral (umumnya oleh Rhinovirus): diawali dengan


02

gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis.


z/2

Gejala lain demam disertai rinorea dan mual.


.xy

b. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang demam


na

dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk, dan seringkali


lya

terdapat pembesaran KGB leher.


c. Faringitis fungal:terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
mu

d. Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering,


na

gatal dan akhirnya batuk yang berdahak.


.ai

e. Faringitis kronik atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal


ww

serta mulut berbau.


//w

f. Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak


ps:

berespon dengan pengobatan bakterial non spesifik.


g. Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika,
htt

ditanyakan riwayat hubungan seksual, terutama seks oral.

jdih.kemkes.go.id
-425-

Faktor Risiko

l
tm
a. Usia 3 – 14 tahun.

g.h
b. Menurunnya daya tahan tubuh.
c. Konsumsi makanan dapat mengiritasi faring

tan
d. Gizi kurang

n
-te
e. Iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, makanan, refluks

22
asam lambung, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring.

20
f. Paparan udara yang dingin.

86
s11
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik

ke
a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil

en
7m
hiperemis, eksudat (virus influenza, coxsachievirus,
cytomegalovirus tidak menghasilkan
10 eksudat). Pada
coxsachievirus dapat timbul lesi vesikular di orofaring dan lesi
k0

kulit berupa maculopapular rash.


r-h

b. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar,


mo

faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di


-no

permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak


mk

petechiaepada palatum dan faring. Kadang ditemukan kelenjar


limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada
6/k

penekanan.
2/0

c. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di


02

orofaring dan pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya


z/2

hiperemis.
.xy

d. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan


na

tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan hiperplasia


lya

lateral band. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding


posterior tidak rata dan bergranular (cobble stone).
mu

e. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa


na

faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak
.ai

mukosa kering.
ww

f. Faringitis tuberkulosis, pada pemeriksaan tampak granuloma


//w

perkejuan pada mukosa faring dan laring


ps:

g. Faringitis luetika tergantung stadium penyakit:


1) Stadium primer
htt

jdih.kemkes.go.id
-426-

Pada lidah palatum mole, tonsil, dan dinding posterior

l
tm
faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut

g.h
timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada
genitalia yaitu tidak nyeri. Juga didapatkan pembesaran

tan
kelenjar mandibula

n
-te
2) Stadium sekunder

22
Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat

20
eritema yang menjalar ke arah laring.

86
3) Stadium tersier

s11
Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum.
Pemeriksaan Penunjang

ke
a. Pemeriksaan darah lengkap.

en
7m
b. Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Gram.
c. Pada dugaan adanya infeksi jamur, dapat dilakukan dengan
10
pemeriksaan mikroskopik swab mukosa faring dengan
k0

pewarnaan KOH.
r-h
mo

Penegakan Diagnostik (Assessment)


-no

Diagnosis Klinis
mk

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
6/k

Klasifikasi faringitis
2/0

a. Faringitis Akut
02

1) Faringitis Viral
z/2

Dapat disebabkan oleh rinovirus, adenovirus, Epstein Barr


.xy

Virus (EBV), virus influenza, coxsachievirus,


na

cytomegalovirus, dan lain-lain. Pada adenovirus juga


lya

menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak.


2) Faringitis Bakterial
mu

Infeksi grup A stereptokokus beta hemolitikus merupakan


na

penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan


.ai

pada anak (30%).


ww

Faringitis akibat infeksi bakteri streptokokkus group A


//w

dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria,


ps:

yaitu :
a) Demam
htt

b) Anterior Cervical lymphadenopathy

jdih.kemkes.go.id
-427-

c) Eksudat tonsil

l
tm
d) Tidak ada batuk

g.h
Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor 1. Bila skor 0-1 maka
pasien tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptokokkus

tan
group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40%

n
-te
terinfeksi streptokokkus group A dan bila skor 4 pasien memiliki

22
kemungkinan 50% terinfeksi streptokokkus group A.

20
3) Faringitis Fungal

86
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan

s11
faring.
4) Faringitis Gonorea

ke
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak

en
7m
orogenital
b. Faringitis Kronik 10
1) Faringitis Kronik Hiperplastik
k0

Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan


r-h

mukosa dinding posterior faring.


mo

2) Faringitis Kronik Atrofi


-no

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan


mk

rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak


diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan
6/k

rangsangan serta infeksi pada faring.


2/0

c. Faringitis Spesifik
02

1) Faringitis Tuberkulosis
z/2

Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru.


.xy

2) Faringitis Luetika
na

Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah


lya

faring, seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran


klinis tergantung stadium penyakitnya.
mu

Komplikasi
na

Tonsilitis, Abses peritonsilar, Abses retrofaringeal, Gangguan fungsi


.ai

tuba Eustachius, Otitis media akut, Sinusitis, Laringitis, Epiglotitis,


ww

Meningitis, Glomerulonefritis akut, Demam rematik akut, Septikemia


//w
ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
htt

a. Istirahat cukup

jdih.kemkes.go.id
-428-

b. Minum air putih yang cukup

l
tm
c. Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat

g.h
kumur antiseptik untuk menjaga kebersihan mulut. Pada
faringitis fungal diberikan Nistatin 100.000-400.000 IU, 2

tan
x/hari. Untuk faringitis kronik hiperplastik terapi lokal dengan

n
-te
melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan

22
Nitras Argentin 25%

20
d. Untuk infeksi virus, dapat diberikan anti virus Isoprinosine

86
dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 x/hari pada

s11
orang dewasa dan pada anak <5 tahun diberikan 50 mg/kgBB
dibagi dalam 4-6 x/hari

ke
e. Untuk faringitis akibat bakteri terutama bila diduga

en
7m
penyebabnya Streptococcus group A, diberikan antibiotik
Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 x/hari selama 10 hari
10
dan pada dewasa 3x500 mg selama 6-10 hari atau Eritromisin
k0

4x500 mg/hari.
r-h

f. Pada faringitis gonorea, dapat diberikan Sefalosporin generasi


mo

ke-3, seperti Seftriakson 2 gr IV/IM single dose.


-no

g. Pada faringitis kronik hiperplastik, penyakit hidung dan sinus


mk

paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi


pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi. Sedangkan, pada
6/k

faringitis kronik hiperplastik dilakukan kaustik 1 x/hari selama


2/0

3-5 hari.
02

h. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau


z/2

ekspektoran.
.xy

i. Analgetik-antipiretik
na

j. Selain antibiotik, Kortikosteroid juga diberikan untuk menekan


lya

reaksi inflamasi sehingga mempercepat perbaikan klinis. Steroid


yang diberikan dapat berupa Deksametason 3 x 0,5 mg pada
mu

dewasa selama 3 hari dan pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari


na

dibagi dalam 3 x/hari selama 3 hari.


.ai

Konseling dan Edukasi


ww

Memberitahu pasien dan keluarga untuk:


//w

a. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan


ps:

bergizi dan olahraga teratur.


b. Berhenti merokok bagi anggota keluarga yang merokok.
htt

c. Menghindari makan makanan yang dapat mengiritasi tenggorok.

jdih.kemkes.go.id
-429-

d. Selalu menjaga higiene mulut dan tangan

l
tm
Kriteria Rujukan

g.h
a. Faringitis luetika
b. Bila terjadi komplikasi

ntan
-te
Prognosis

22
a. Ad vitam : Bonam

20
b. Ad functionam : Bonam

86
c. Ad sanationam : Bonam

s11
Peralatan

ke
a. Lampu kepala

en
7m
b. Spatula lidah
c. Lidi kapas 10
k0

Referensi
r-h

a. Adam, G.L. Boies, L.R. Higler. Boies.Buku Ajar Penyakit THT. Ed.
mo

ke-6. Jakarta: EGC. 1997.(Adam dan Boies, 1997)


-no

b. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed. Ke-


mk

8. McGraw-Hill. 2003.(Lee, 2003)


c. Rusmarjono. Soepardi, E.A.Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi
6/k

Adenoid dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,


2/0

Tenggorok, KepaladanLeher. Ed. ke-6.Jakarta:Fakultas


02

Kedokteran Universitas Indonesia. 2007(Hafil, et al., 2007)


z/2
.xy

3. Laringitis Akut
na

No. ICPC-2 : R77. Laryngitis/tracheitis acute


lya

No. ICD-10 : J04.0 Acute laryngitis


Tingkat Kemampuan 4A
mu
na

Masalah Kesehatan
.ai

Laringitis adalah peradangan pada laring yang dapat disebabkan


ww

oleh virus, bakteri, atau jamur. Laringitis juga merupakan akibat


//w

dari penggunaan suara yang berlebihan, pajanan terhadap polutan


ps:

eksogen, atau infeksi pada pita suara. Refluks gastroesofageal,


bronkitis, dan pneumonia juga dapat menyebabkan laringitis.
htt

Laringitis pada anak sering diderita oleh anak usia 3 bulan hingga 3

jdih.kemkes.go.id
-430-

tahun, dan biasanya disertai inflamasi pada trakea dan bronkus dan

l
tm
disebut sebagai penyakit croup. Penyakit ini seringkali disebabkan

g.h
oleh virus, yaitu virus parainfluenza, adenovirus, virus influenza A
dan B, RSV, dan virus campak. Selain itu, M. pneumonia juga dapat

tan
menyebabkan croup.

n
-te
22
Hasil Anamnesis (Subjective)

20
Keluhan

86
a. Pasien datang dengan keluhan suara serak atau hilang suara

s11
(afonia).
b. Gejala lokal seperti suara parau, seperti suara yang kasar atau

ke
suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah

en
7m
dari suara yang biasa/normal bahkan sampai tidak bersuara
sama sekali (afoni). Hal ini terjadi karena gangguan getaran
10
serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan
k0

kanan.
r-h

c. Sesak nafas dan stridor.


mo

d. Nyeri tenggorokan, terutama nyeri ketika menelan atau


-no

berbicara.
mk

e. Gejala radang umum, seperti demam, malaise.


f. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental.
6/k

g. Gejala common cold, seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok


2/0

hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri


02

kepala, batuk dan demam dengan temperatur yang tidak


z/2

mengalami peningkatan dari 38o C.


.xy

h. Obstruksi jalan nafas apabila ada edema laring diikuti edema


na

subglotis yang terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering


lya

terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah, nafas berbunyi,


air hunger, sesak semakin bertambah berat.
mu

i. Laringitis kronik ditandai dengan afonia yang persisten. Pada


na

pagi hari, biasanya tenggorokan terasa sakit namun membaik


.ai

pada suhu yang lebih hangat. Nyeri tenggorokan dan batuk


ww

memburuk kembali menjelang siang. Batuk ini dapat juga


//w

dipicu oleh udara dingin atau minuman dingin.


ps:

Faktor Risiko
a. Penggunaan suara yang berlebihan.
htt

jdih.kemkes.go.id
-431-

b. Pajanan terhadap zat iritatif seperti asap rokok dan minum-

l
tm
minuman alkohol.

g.h
c. Adanya refluks laringofaringeal, bronkitis, dan pneumonia.
d. Rhinitis alergi.

tan
e. Perubahan suhu yang tiba-tiba.

n
-te
f. Malnutrisi.

22
g. Keadaan menurunnya sistem imun atau daya tahan tubuh.

20
86
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

s11
Pemeriksaan Fisik
Laringoskopi indirek (khusus untuk pasien dewasa):

ke
a. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang

en
7m
hiperemis dan membengkak terutama di bagian atas dan bawah
pita suara. 10
b. Biasanya terdapat tanda radang akut di hidung atau sinus
k0

paranasal.
r-h

c. Pada laringitis kronik, dapat ditemukan nodul, ulkus dan


mo

penebalan mukosa pita suara.


-no
mk

Pemeriksaan Penunjang (bila diperlukan)


a. Foto rontgen soft tissue leher AP lateral: bisa tampak
6/k

pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini


2/0

ditemukan pada 50% kasus.


02

b. Foto toraks AP.


z/2

c. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap.


.xy
na

Penegakan Diagnostik (Assessment)


lya

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
mu

dan pemeriksaan penunjang jika diperlukan.


na

Klasifikasi:
.ai

a. Laringitis Akut
ww

Laringitis akut adalah radang akut laring, dapat disebabkan


//w

oleh virus dan bakteri. Keluhan berlangsung <3 minggu dan


ps:

pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A


dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirusdan adenovirus.
htt

Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae,

jdih.kemkes.go.id
-432-

Branhamellacatarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus

l
tm
aureus, dan Streptococcuspneumoniae.

g.h
b. Laringitis Kronik
Laringitis kronik dapat terjadi setelah laringitis akut yang

tan
berulang, dan juga dapat diakibatkan oleh sinusitis kronis,

n
-te
deviasi septum berat, polip hidung, bronkitis kronik, refluks

22
laringofaring, merokok, pajanan terhadap iritan yang bersifat

20
konstan, dan konsumsi alkohol berlebih. Tanda dari laringitis

86
kronik ini yaitu nyeri tenggorokan yang tidak signifikan, suara

s11
serak, dan terdapat edema pada laring. Mungkin juga
disebabkan penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti

ke
berteriak-teriak atau bicara keras.

en
7m
c. Laringitis Kronik Spesifik
1) Laringitis tuberkulosa 10
Penyakit ini disebabkan tuberkulosis paru. Setelah diobati,
k0

biasanya tuberkulosis paru sembuh namun laringitis


r-h

tuberculosis menetap (membutuhkan pengobatan yang


mo

lebih lama), karena struktur mukosa laring sangat lekat


-no

pada kartilago serta vaskularisasi tidak sebaik paru.


mk

Terdapat 4 stadium:
a) Stadium Infiltrasi
6/k

Mukosa laring membengkak, hiperemis (bagian


2/0

posterior), dan pucat. Terbentuk tuberkel di daerah


02

submukosa, tampak sebagai bintik-bintik kebiruan.


z/2

Tuberkel membesar, menyatu sehingga mukosa di


.xy

atasnya meregang. Bila pecah akan timbul ulkus.


na

b) Stadium Ulserasi
lya

Ulkus membesar, dangkal, dasarnya ditutupi


perkejuan dan terasa nyeri oleh pasien
mu

c) Stadium Perikondritis
na

Ulkus makin dalam mengenai kartilago laring, paling


.ai

sering terkena kartilago aritenoid, dan epiglottis.


ww

Terbentuk nanah yang berbau sampai terbentuk


//w

sekuester. Pada stadium ini keadaan pasien buruk


ps:

dan dapat meninggal. Bila bertahan maka berlanjut ke


stadium akhir yaitu stadium fibrotuberkulosis
htt

d) Stadium Fibrotuberkulosis

jdih.kemkes.go.id
-433-

Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior,

l
tm
pita suara, dan subglotik.

g.h
2) Laringitis luetika
Radang menahun ini jarang ditemukan.

tan
n
-te
Diagnosis Banding

22
Benda asing pada laring, Faringitis, Bronkiolitis, Bronkitis,

20
Pneumonia, Tumor pada laring, Kelumpuhan pita suara

86
Komplikasi

s11
Obstruksi jalan napas atas, Pneumonia, Bronkhitis

ke
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

en
7m
Penatalaksanaan
a. Non-medikamentosa 10
1) Istirahat suara (vocal rest).
k0

2) Rehabilitasi suara (voice therapy), bila diperlukan.


r-h

3) Meningkatkan asupan cairan.


mo

4) Bila terdapat sumbatan laring dilakukan pemasangan pipa


-no

endotrakea, atau trakeostomi.


mk

b. Medikamentosa
1) Parasetamol atau Ibuprofen sebagai antipiretik dan
6/k

analgetik.
2/0

2) Pemberian antibiotik dilakukan bila peradangan dari paru


02

dan bila penyebab berupa Streptokokus grup A ditemukan


z/2

melalui kultur. Pada kasus ini, antibiotik yang dapat


.xy

digunakan yaitu golongan Penisilin.


na

3) Proton Pump Inhibitor pada laringitis yang disebabkan oleh


lya

refluks laringofaringeal.
4) Kortikosteroid dapat diberikan jika laringitis berat.
mu

5) Laringitis tuberkulosis: obat antituberkulosis.


na

6) Laringitis luetika: penisilin dengan dosis tinggi.


.ai
ww

Rencana Tindak Lanjut


//w

Pemeriksaan laringoskopi indirek kembali untuk memeriksa


ps:

perbaikan organ laring.


Konseling dan Edukasi
htt

Memberitahu pasien dan keluarga untuk:

jdih.kemkes.go.id
-434-

a. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan

l
tm
bergizi dan olahraga teratur.

g.h
b. Menghentikan merokok.
c. Mengistirahatkan pasien berbicara dan bersuara atau tidak

tan
bersuara berlebihan.

n
-te
d. Menghindari makanan yang mengiritasi atau meningkatkan

22
asam lambung.

20
86
Kriteria Rujukan

s11
Indikasi rawat rumah sakit apabila:
a. Terdapat tanda sumbatan jalan nafas atas.

ke
b. Usia penderita dibawah 3 tahun.

en
7m
c. Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau exhausted.
d. Ada kecurigaan tumor laring. 10
Prognosis
k0

a. Ad vitam : Bonam
r-h

b. Ad functionam : Bonam
mo

c. Ad sanationam : Bonam
-no
mk

Peralatan
a. Lampu kepala
6/k

b. Kaca laring
2/0

c. Kassa steril
02

d. Lampu spiritus
z/2
.xy

Referensi
na

a. Adam, GL. Boies LR. Higler. Boies.Buku Ajar Penyakit THT. Ed.
lya

ke-6. Jakarta: EGC. 1997.


b. Hermani,B. Abdurrachman, H. Cahyono, A. Kelainan Laring
mu

dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,


na

Kepala dan Leher. Ed. ke-6.Jakarta:Fakultas Kedokteran


.ai

Universitas Indonesia. 2007.


ww

c. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed. Ke-


//w

8. McGraw-Hill. 2003.
ps:

4. Tonsilitis Akut
htt

No. ICPC-2 : R76. Tonsillitis acute

jdih.kemkes.go.id
-435-

No. ICD-10 : J03. Acute tonsillitis

l
tm
J35. Chronic tonsilitis

g.h
Tingkat Kemampuan 4A

tan
Masalah Kesehatan

n
-te
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian

22
dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan jaringan

20
limfoid yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal

86
(adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal

s11
lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s
tonsil).Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak berusia 3 sampai

ke
10 tahun.

en
Hasil Anamnesis (Subjective)
7m
10
Keluhan
k0

a. Rasa kering di tenggorokan sebagai gejala awal.


r-h

b. Nyeri pada tenggorok, terutama saat menelan. Rasa nyeri


mo

semakin lama semakin bertambah sehingga anak menjadi tidak


-no

mau makan.
mk

c. Nyeri dapat menyebar sebagai referred pain ke telinga.


d. Demam yang dapat sangat tinggi sampai menimbulkan kejang
6/k

pada bayi dan anak-anak.


2/0

e. Sakit kepala, badan lesu, dan nafsu makan berkurang.


02

f. Plummy voice / hot potato voice: suara pasien terdengar seperti


z/2

orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas.


.xy

g. Mulut berbau (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum


na

oris akibat nyeri telan yang hebat (ptialismus).


lya

h. Pada tonsilitis kronik, pasien mengeluh ada penghalang /


mengganjal di tenggorok, tenggorok terasa kering dan
mu

pernafasan berbau (halitosis).


na

i. Pada Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa) gejala


.ai

yang timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan
ww

kepala, sakit tenggorokan, badan lemah, gusi mudah berdarah


//w

dan hipersalivasi.
ps:

Faktor Risiko
a. Faktor usia, terutama pada anak.
htt

b. Penurunan daya tahan tubuh.

jdih.kemkes.go.id
-436-

c. Rangsangan menahun (misalnya rokok, makanan tertentu).

l
tm
d. Higiene rongga mulut yang kurang baik.

g.h
e. Riwayat alergi

tan
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

n
-te
Pemeriksaan Fisik

22
a. Tonsilitis akut:

20
1) Tonsil hipertrofik dengan ukuran ≥ T2.

86
2) Hiperemis dan terdapat detritus di dalam kripti yang

s11
memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel,
lakuna, atau pseudomembran. Bentuk tonsillitis akut

ke
dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila

en
7m
bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur
alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
10
3) Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk
k0

membran semu (pseudomembran) yang menutupi ruang


r-h

antara kedua tonsil sehingga tampak menyempit. Temuan


mo

ini mengarahkan pada diagnosis banding tonsilitis difteri.


-no

4) Palatum mole, arkus anterior dan arkus posterior juga


mk

tampak udem dan hiperemis.


5) Kelenjar limfe leher dapat membesar dan disertai nyeri
6/k

tekan.
2/0

b. Tonsilitis kronik:
02

1) Tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak


z/2

rata, kriptus melebar dan berisi detritus.


.xy

2) Pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang


na

mengalami perlengketan.
lya

c. Tonsilitis difteri:
1) Tampak tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor
mu

yang makin lama makin meluas


na

2) Tampak pseudomembran yang melekat erat pada dasar


.ai

tonsil sehingga bila diangkat akan mudah berdarah.


ww

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan


//w

mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan


ps:

jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran


tonsil dapat dibagi menjadi:
htt

a. T0: tonsil sudah diangkat.

jdih.kemkes.go.id
-437-

b. T1: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

l
tm
atau batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak

g.h
pilar anterior uvula.
c. T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume

tan
orofaringatau batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar

n
-te
anterior-uvula sampai ½ jarak pilar anterior-uvula.

22
d. T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume

20
orofaring atau batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar

86
anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterior-uvula.

s11
e. T4: > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
atau batas medial tonsilmelewati ¾ jarak pilar anterior-uvula

ke
sampai uvula atau lebih.

en
7m
Pemeriksaan Penunjang: bila diperlukan
a. Darah lengkap 10
b. Swab tonsil untuk pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan
k0

Gram
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar 10.1. Gradasi pembesaran tonsil


na
lya

Penegakan Diagnostik (Assessment)


mu

Diagnosis Klinis
na

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


.ai

dan untuk diagnosis definitif dengan pemeriksaan penunjang.


ww

Diagnosis Banding
Infiltrat tonsil, limfoma, tumor tonsil
//w

Komplikasi
ps:

a. Komplikasi lokal
htt

1) Abses peritonsil (Quinsy)

jdih.kemkes.go.id
-438-

2) Abses parafaringeal

l
tm
3) Otitis media akut

g.h
4) Rinosinusitis
b. Komplikasi sistemik

tan
1) Glomerulonephritis

n
-te
2) Miokarditis

22
3) Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik

20
86
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

s11
Penatalaksanaan
a. Istirahat cukup

ke
b. Makan makanan lunak dan menghindari makan makanan yang

en
7m
mengiritasi
c. Menjaga kebersihan mulut 10
d. Pemberian obat topikal dapat berupa obat kumur antiseptik
k0

e. Pemberian obat oral sistemik


r-h

1) Tonsilitis viral.
mo

Istirahat, minum cukup, analgetika / antipiretik (misalnya,


-no

Paracetamol), dan antivirus diberikan bila gejala berat.


mk

Antivirus Metisoprinol diberikan pada infeksi virus dengan


dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6
6/k

kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak < 5


2/0

tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali


02

pemberian/hari.
z/2

2) Tonsilitis bakteri
.xy

Bila diduga penyebabnya Streptococcus group A, diberikan


na

antibiotik yaitu Penisilin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM


lya

dosis tunggal atau Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3


kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg
mu

selama 6-10 hari atau Eritromisin 4 x 500 mg/hari. Selain


na

antibiotik juga diberikan Kortikosteroid karena steroid telah


.ai

terbukti menunjukkan perbaikan klinis yang dapat


ww

menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan


//w

berupa Deksametason 3 x 0,5 mg pada dewasa selama 3


ps:

hari dan pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi 3 kali


pemberian selama 3 hari. Analgetik / antipiretik, misalnya
htt

Paracetamol dapat diberikan.

jdih.kemkes.go.id
-439-

3) Tonsilitis difteri

l
tm
Anti Difteri Serum diberikan segera tanpa menunggu hasil

g.h
kultur, dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung umur
dan jenis kelamin. Antibiotik penisilin atau eritromisin 25-

tan
50 mg/kgBB/hari. Antipiretik untuk simptomatis dan

n
-te
pasien harus diisolasi. Perawatan harus istirahat di tempat

22
tidur selama 2-3 minggu.

20
4) Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)

86
Antibiotik spektrum luas diberikan selama 1 minggu, dan

s11
pemberian vitamin C serta vitamin B kompleks.

ke
Indikasi dan Kontraindikasi Tonsilektomi

en
7m
Menurut Health Technology Assessment Kemenkes tahun 2004,
indikasi tonsilektomi, yaitu: 10
k0

Tabel 10.1 Indikasi Tonsilektomi


r-h

Indikasi Absolut Indikasi Relatif


mo

1. Pembengkakan tonsil yang 1. Terjadi 3 episode atau lebih


-no

menyebabkan obstruksi saluran infeksi tonsil per tahun


mk

nafas, disfagia berat, gangguan dengan terapi antibiotik


tidur dan komplikasi adekuat
6/k

kardiopulmonar 2. Halitosis akibat tonsilitis


2/0

2. Abses peritonsil yang tidak kronik yang tidak membaik


02

membaik dengan pengobatan dengan pemberian terapi


z/2

medis dan drainase medis


.xy

3. Tonsilitis yang menimbulkan 3. Tonsilitis kronik atau


na

kejang demam berulang pada karier


lya

4. Tonsilitis yang membutuhkan streptococcus yang tidak


biopsi untuk menentukan membaik dengan pemberian
mu

patologi anatomi antibiotik laktamase resisten.


na
.ai
ww

Kontraindikasi relatif tonsilektomi:


//w

a. Gangguan perdarahan
ps:

b. Risiko anestesi atau penyakit sistemik yang berat


htt

c. Anemia
Konseling dan Edukasi

jdih.kemkes.go.id
-440-

Memberitahu individu dan keluarga untuk:

l
tm
a. Menghindari pencetus, termasuk makanan dan minuman yang

g.h
mengiritasi
b. Melakukan pengobatan yang adekuat karena risiko

tan
kekambuhan cukup tinggi.

n
-te
c. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan

22
bergizi dan olahraga teratur.

20
d. Berhenti merokok.

86
e. Selalu menjaga kebersihan mulut.

s11
f. Mencuci tangan secara teratur.

ke
Rencana Tindak Lanjut

en
7m
Memberikan laporan ke dinas kesehatan setempat jika terdapat
kasus tonsilitis difteri. 10
Kriteria Rujukan
k0

Segera rujuk jika terjadi:


r-h

a. Komplikasi tonsilitis akut: abses peritonsiler, septikemia,


mo

meningitis, glomerulonephritis, demam rematik akut.


-no

b. Adanya indikasi tonsilektomi.


mk

c. Pasien dengan tonsilitis difteri.


6/k

Peralatan
2/0

a. Lampu kepala
02

b. Spatula lidah
z/2

c. Lidi kapas
.xy

d. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah lengkap


na

e. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan mikrobiologi


lya

dengan pewarnaan Gram


mu

Prognosis
na

a. Ad vitam : Bonam
.ai

b. Ad functionam : Bonam
ww

c. Ad sanationam : Bonam
//w
ps:

Referensi
a. Adam, GL. Boies LR. Higler. Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Ed.
htt

ke-6. Jakarta: EGC. 1997

jdih.kemkes.go.id
-441-

b. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed. Ke-

l
tm
8. McGraw-Hill. 2003.

g.h
c. Rusmarjono. Soepardi, E.A. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi
Adenoid dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,

tan
Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed. ke-6. Fakultas Kedokteran

n
-te
Universitas Indonesia. Jakarta. 2007.

22
20
5. Bronkitis Akut

86
No. ICPC II : R78 Acute bronckitis /bronchiolitis

s11
No. ICD X : J20.9 Acute bronchitis, unspecified
Tingkat Kemampuan 4A

ke
Masalah Kesehatan

en
7m
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke
paru-paru). Radang dapat berupa hipersekresi mukus dan batuk
10
produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun
k0

atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang


r-h

diketahui tidak terdapat penyebab lain. Bronkitis akut dapat


mo

disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: infeksi virus, infeksi bakteri,


-no

rokok dan asap rokok, paparan terhadap iritasi, bahan-bahan yang


mk

mengeluarkan polusi, penyakit gastrofaringeal refluk dan pekerja


yang terekspos dengan debu atau asap. Bronkitis akut dapat
6/k

dijumpai pada semua umur, namun paling sering didiagnosis pada


2/0

anak-anak muda dari 5 tahun, sedangkan bronkitis kronis lebih


02

umum pada orang tua dari 50 tahun.


z/2
.xy

Hasil Anamnesis (Subjective)


na

Keluhan
lya

a. Batuk (berdahak maupun tidak berdahak) selama 2-3 minggu.


b. Dahak dapat berwarna jernih, putih, kekuning-kuningan atau
mu

kehijauan.
na

c. Demam (biasanya ringan)


.ai

d. Rasa berat dan tidak nyaman di dada.


ww

e. Sesak nafas.
//w

f. Sering ditemukan bunyi nafas mengi atau “ngik”, terutama


ps:

setelah batuk.
g. Bila iritasi saluran terjadi, maka dapat terjadi batuk darah.
htt

Faktor Risiko:-

jdih.kemkes.go.id
-442-

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

l
tm
Pemeriksaan Fisik

g.h
Pada pemeriksaan paru dapat ditemukan:
Inspeksi : Pasien tampak kurus dengan barrel shape chest (diameter

tan
anteroposterior dada meningkat).

n
-te
Palpasi : fremitus taktil dada normal

22
Perkusi : sonor, peranjakan hati mengecil, batas paru

20
hati lebih rendah

86
Auskultasi : suara nafas vesikuler atau bronkovesikuler,

s11
dengan ekpirasi panjang, terdapat ronki basah
kasar yang tidak tetap (dapat hilang atau

ke
pindah setelah batuk), wheezing dengan

en
7m
berbagai gradasi (perpanjangan ekspirasi
hingga mengi) dan krepitasi.
10
k0

Pemeriksaan Penunjang
r-h

a. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan Gram akan banyak


mo

didapat leukosit PMN dan mungkin pula bakteri.


-no

b. Foto thoraks pada bronkitis kronis memperlihatkan tubular


mk

shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari


hilus menuju apex paru dan corakan paru yang bertambah.
6/k

c. Tes fungsi paru dapat memperlihatkan obstruksi jalan napas


2/0

yang reversibel dengan menggunakan bronkodilator.


02
z/2

Penegakan Diagnostik (Assessment)


.xy

Diagnosis Klinis
na

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


lya

dan penunjang.
Diagnosis Banding
mu

a. Epiglotitis, yaitu suatu infeksi pada epiglotis, yang bisa


na

menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan.


.ai

b. Bronkiolitis, yaitu suatu peradangan pada bronkiolus (saluran


ww

udara yang merupakan percabangan dari saluran udara utama),


//w

yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus.


ps:

c. Influenza, yaitu penyakit menular yang menyerang saluran


napas, dan sering menjadi wabah yang diperoleh dari
htt

menghirup virus influenza.

jdih.kemkes.go.id
-443-

d. Sinusitis, yaitu radang sinus paranasal yaitu rongga-rongga

l
tm
yang terletak disampig kanan - kiri dan diatas hidung.

g.h
e. PPOK, yaitu penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif

tan
nonreversibel parsial.

n
-te
f. Faringitis, yaitu suatu peradangan pada tenggorokan (faring)

22
yang disebabkan oleh virus atau bakteri.

20
g. Asma, yaitu suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang

86
saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat

s11
peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiale sehingga
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya

ke
seseorang mengalami sesak nafas.

en
7m
h. Bronkiektasis, yaitu suatu perusakan dan pelebaran (dilatasi)
abnormal dari saluran pernafasan yang besar.
10
k0

Komplikasi
r-h

a. Bronkopneumoni.
mo

b. Pneumonia.
-no

c. Pleuritis.
mk

d. Penyakit-penyakit lain yang diperberat seperti:jantung.


e. Penyakit jantung rematik.
6/k

f. Hipertensi.
2/0

g. Bronkiektasis
02
z/2

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.xy

Penatalaksanaan
na

a. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala-gejala


lya

tidak hanya pada fase akut, tapi juga pada fase kronik, serta
dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari sesuai dengan pola
mu

kehidupannya.
na

b. Mengurangi laju perkembangan penyakit apabila dapat


.ai

dideteksi lebih awal.


ww

c. Oksigenasi pasien harus memadai.


//w

d. Istirahat yang cukup.


ps:

e. Pemberian obat antitusif (penekan batuk): Kodein (obat Doveri)


dapat diberikan 10 mg, diminum 3 x/hari, bekerja dengan
htt

menekan batuk pada pusat batuk di otak. Antitusif tidak

jdih.kemkes.go.id
-444-

dianjurkan pada kehamilan, ibu menyusui dan anak usia 6

l
tm
tahun ke bawah. Pada penderita bronkitis akut yang disertai

g.h
sesak napas, pemberian antitusif perlu umpan balik dari
penderita. Jika penderita merasa tambah sesak, maka antitusif

tan
dihentikan.

n
-te
f. Pemberian ekspektoran (obat batuk pengencer dahak) yang

22
lazim digunakan diantaranya: GG (Glyceryl Guaiacolate),

20
bromheksin, ambroksol, dan lain-lain.

86
g. Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan

s11
sejenisnya, digunakan jika penderita demam.
h. Bronkodilator (melonggarkan napas), diantaranya: salbutamol,

ke
terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini

en
7m
digunakan pada penderita yang disertai sesak napas atau rasa
berat bernapas, sehingga obat ini tidak hanya untuk obat asma,
10
tetapi dapat juga untukbronkitis. Efek samping obat
k0

bronkodilator perlu diketahui pasien, yakni: berdebar, lemas,


r-h

gemetar dan keringat dingin.


mo

i. Antibiotika hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi


-no

oleh kuman berdasarkan pemeriksaan dokter. Antibiotik yang


mk

dapat diberikan antara lain: ampisilin, eritromisin, atau


spiramisin, 3 x 500 mg/hari.
6/k

j. Terapi lanjutan: jika terapi antiinflamasi sudah dimulai,


2/0

lanjutkan terapi hingga gejala menghilang paling sedikit 1


02

minggu. Bronkodilator juga dapat diberikan jika diperlukan.


z/2
.xy

Rencana Tindak Lanjut


na

Pasien kontrol kembali setelah obat habis, dengan tujuan untuk:


lya

a. Mengevaluasi modifikasi gaya hidup.


b. Mengevaluasi terapi yang diberikan, ada atau tidak efek
mu

samping dari terapi.


na

Konseling dan Edukasi


.ai

Memberikan saran agar keluarga dapat:


ww

a. Mendukung perbaikan kemampuan penderita dalam


//w

melaksanakan aktivitas sehari-hari sesuai dengan pola


ps:

kehidupannya.
b. Memotivasi pasien untuk menghindari merokok, menghindari
htt

iritan lainnya yang dapat terhirup, mengontrol suhu dan

jdih.kemkes.go.id
-445-

kelembaban lingkungan, nutrisi yang baik, dan cairan yang

l
tm
adekuat.

g.h
c. Mengidentifikasigejala efek samping obat, seperti bronkodilator
dapat menimbulkan berdebar, lemas, gemetar dan keringat

tan
dingin.

n
-te
22
Kriteria Rujukan

20
Pada pasien dengan keadaan umum buruk, perlu dirujuk ke rumah

86
sakit yang memadai untuk monitor secara intensif dan konsultasi ke

s11
spesialis terkait.
Peralatan

ke
Oksigen

en
Prognosis
7m
10
Prognosis umumnya dubia ad bonam.
k0
r-h

Referensi
mo

a. Carolin. Elizabeth, J.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.


-no

2002.
mk

b. Danusantoso. Halim.Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta:


EGC.1998.
6/k

c. Harrison: Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13.Volume


2/0

ketiga. Jakarta.2003.
02

d. Nastiti, N. Rahajoe.Supriyanto, B. Bronkitis Akut dalam Buku


z/2

Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama, cetakan kedua. 2010. Hal:


.xy

337.
na

e. Snell. Richard S. Anatomi Klinis Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006.


lya

f. Soeparman. Waspadji, S.Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta:


Penerbit FKUI. 1998.
mu
na

6. Asma Bronkial (Asma Stabil)


.ai

No. ICPC-2 : R96 Asthma


ww

No. ICD-10 : J45 Asthma


//w

Tingkat Kemampuan 4A
ps:

a. Asma Pada Dewasa


htt

Masalah Kesehatan

jdih.kemkes.go.id
-446-

Asma adalah penyakit heterogen, selalu dikarakteristikkan

l
tm
dengan inflamasi kronis di saluran napas. Terdapat riwayat

g.h
gejala respirasi seperti mengi, sesak, rasa berat di dada dan
batuk yang intensitasnya berberda-beda berdasarkan variasi

tan
keterbatasan aliran udara ekspirasi

n
-te
Hasil Anamnesis (Subjective)

22
Gejala khas untuk Asma, jika ada maka meningkatkan

20
kemungkinan pasien memiliki Asma, yaitu :

86
1) Terdapat lebih dari satu gejala (mengi, sesak, dada terasa

s11
berat) khususnya pada dewasa muda
2) Gejala sering memburuk di malam hari atau pagi dini hari

ke
3) Gejala bervariasi waktu dan intensitasnya

en
7m
4) Gejala dipicu oleh infeksi virus, latihan, pajanan allergen,
perubahan cuaca, tertawa 10 atau iritan seperti asap
kendaraan, rokok atau bau yang sangat tajam
k0
r-h

Tabel 10.2 Faktor risiko asma bronkial


mo

Faktor Pejamu Prediposisi genetik


-no

Atopi
mk

Hiperesponsif jalan napas


Jenis kelamin
6/k

Ras/etnik
2/0

Faktor lingkungan Alergen di dalam ruangan (mite


02

mempengaruhi domestic, biantang, kecoa, jamur)


z/2

berkembangnya asma pada Alergen di luar ruangan (tepung sari


.xy

individu dengan predisposisi bunga, jamur)


na

asma Bahan di lingkungan kerja (Asap rokok


lya

pada perokok aktif dan pasif)


Polusi udara(dalam dan luar ruangan)
mu

Infeksi pernapasan (Hipotesis higiene)


na

Infeksi parasit
.ai

Status sosioekonomi
ww

Besar keluarga
//w

Diet dan obat


ps:

Obesitas
htt

jdih.kemkes.go.id
-447-

Faktor lingkungan Alergen di dalam dan di luar ruangan

l
tm
mencetuskan eksaserbasi dan Polusi udara di dalam dan di luar

g.h
atau menyebabkan gejala- ruangan
gejala asma menetap Infeksi pernapasan

tan
Exercise dan hiperventilasi

n
-te
Perubahan cuaca

22
Sulfur dioksida

20
Makanan, aditif (pengawet, penyedap,

86
pewarna makanan), obat-obatan

s11
Ekspresi emosi yang berlebihan
Asap rokok

ke
Iritan (a.l. parfum, bau-bauan

en
7m
merangsang, household spray)
10
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
k0

Pemeriksaan Fisik
r-h

Pemeriksaan fisik pasien asma biasanya normal. Abnormalitas


mo

yang paling sering ditemukan adalah mengi ekspirasi saat


-no

pemeriksaan auskultasi, tetapi ini bisa saja hanya terdengar


mk

saat ekspirasi paksa. Mengi dapat juga tidak terddengan selama


eksaserbasi asma yang berat karena penurunan aliran napas
6/k

yang dikenal dengan “silent chest”.


2/0

Pemeriksaan Penunjang
02

1) Arus Puncak Ekspirasi (APE) menggunakan Peak Flowmeter


z/2

2) Pemeriksaan darah (eosinofil dalam darah)


.xy

Penegakan Diagnosis (Assessment)


na

Diagnosis Klinis
lya

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang, yaitu terdapat kenaikan ≥15
mu

% rasio APE sebelum dan sesudah pemberian inhalasi


na

salbutamol.
.ai

Klasifikasi
ww
//w

Tabel 10.3 Klasifikasi asma bronkial


ps:

Gejala
Derajat Asma Gejala Faal Paru
htt

Malam

jdih.kemkes.go.id
-448-

Gejala
Derajat Asma Gejala Faal Paru

l
tm
Malam

g.h
I. Intermiten Bulanan APE ≥ 80%
Gejala< ≤ 2 kali VEP1≥ 80% nilai

tan
1x/minggu sebulan prediksi

n
-te
Tanpa gejala APE ≥ 80% nilai

22
diluar serangan terbaik

20
Serangan Variabiliti APE <

86
singkat 20%

s11
II. Persisten Mingguan APE > 80%
ringan Gejala> 1 >2 kali VEP1≥ 80% nilai

ke
en
x/minggu, sebulan prediksi

7m
tetapi< 1 x/hari
Serangan dapat 10 APE ≥ 80% nilai
mengganggu terbaik
k0

aktivitas dan
r-h

tidur Variabiliti APE 20%


mo

- 30%
-no

III. Persisten Harian APE 60 – 80%


mk

sedang Gejala setiap >1 VEP160 – 80%


6/k

hari x/seminggu nilaiprediksi


Serangan APE 60 – 80% nilai
2/0

mengganggu terbaik
02

aktivitas dan
z/2

tidur
.xy

Membutuhkan Variabiliti APE >


na

bronkodilator 30%
lya

setiap hari
mu

IV. Kontinyu APE ≤ 60%


Persisten Gejala terus Sering VEP1≤ 60% nilai
na

berat menerus prediksi


.ai

Sering kambuh APE ≤ 60% nilai


ww

terbaik
//w

Aktivitas fisik Variabiliti APE >


ps:

terbatas 30%
htt

Catatan: bila spirometri tersedia digunakan penilaian VEP1

jdih.kemkes.go.id
-449-

l
tm
Penilaian Derajat Kontrol Asma

g.h
Tabel 10.4 Penilaian derajat kontrol asma
A. Penilaian klinis (4 minggu terakhir)

tan
Karakteristik Terkontrol Terkontrol Tidak

n
-te
(tidak ada sebagian terkontrol

22
gejala) (terdapat

20
salah satu

86
gejala)

s11
Gejala harian Tidak ada > 2 /minggu Tiga atau
(≤ 2/minggu ) lebih

ke
en
Keterbatasan Tidak ada Ada gambaran

7m
aktivitas asma
Gejala Tidak ada Ada 10 terkontrol
malam/terbangun sebagian *,**
k0

Butuh pelega/ Tidak ada > 2 /minggu


r-h

pemakaian inhaler (≤ 2 /minggu)


mo

Fungsi paru Normal < 80 %


-no

(APE atau KVP1 )*** prediksi atau


mk

nilai yang
6/k

terbaik
B. Penilaian risiko di masa akan datang (risiko eksaserbasi,
2/0

ketidakseimbangan, penurunan fungsi paru, efek samping)


02

Gambaran yang dihubungkan dengan peningkatan risiko yang


z/2

lebih parah di masa depan termasuk :


.xy

Kontrol klinis yang buruk, jumlah eksaserbasi pertahun, riwayat


na

perawatan karena asma, pajanan asap rokok, penggunaan obat


lya

dosis tinggi)
mu

* Semua eksaserbasi terjadi dalam pengobatan yang adekuat


** Berdasarkan definisi, eksaserbasi di minggu apapun membuat asma
na

tidak terkontrol
.ai
ww

*** Tanpa pemberian bronkodilator


//w

Fungsi paru tidak untuk anak 5 tahun atau lebih muda


ps:

Diagnosis Banding
htt

jdih.kemkes.go.id
-450-

Disfungsi pita suara, Hiperventilasi, Bronkiektasis, Kistik

l
tm
fibrosis, Gagal jantung, Defisiensi benda asing

g.h
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan

tan
1) Pasien disarankan untuk mengidentifikasi serta

n
-te
mengendalikan faktor pencetusnya.

22
2) Perlu dilakukan perencanaan dan pemberian pengobatan

20
jangka panjang serta menetapkan pengobatan pada

86
serangan akut sesuai tabel di bawah ini.

s11
Tabel 10.5 Penatalaksanaan asma berdasarkan beratnya keluhan

ke
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat

en
7m
untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari
Berat Medikasi Alternatif / Pilihan 10 Alternatif
Asma pengontrol lain lain
k0

harian
r-h

Asma Tidak perlu ---- ----


mo

Intermiten
-no

Asma Glukokortikost • Teofilin lepas lambat


mk

Persisten eroid inhalasi • Leukotriene modifiers


Ringan (200-400 µg ----
6/k

BB/hari atau
2/0

ekuivalennya)
02

Asma Kombinasi • Glukokortikosteroid • Ditamba


z/2

Persisten inhalasi inhalasi (400-800 µg h agonis


.xy

Sedang glukokortikost BB atau beta-2


na

eroid (400- ekuivalennya) kerja


lya

800 µg ditambah Teofilin lama


mu

BB/hari atau lepas lambat, atau oral,


ekuivalennya) • Glukokortikosteroid atau
na

dan agonis inhalasi (400-800 µg • Ditamba


.ai

beta-2 kerja BB/hari atau h teofilin


ww

lama ekuivalennya) lepas


//w

ditambah agonis beta- lambat


ps:

2 kerja lama oral,


htt

atau

jdih.kemkes.go.id
-451-

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat

l
tm
untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari

g.h
Berat Medikasi Alternatif / Pilihan Alternatif
Asma pengontrol lain lain

tan
harian

n
-te
• Glukokortikosteroid

22
inhalasi dosis tinggi

20
(>800 µg BB atau

86
ekuivalennya) atau

s11
• Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800 µg

ke
en
BB atau

7m
ekuivalennya)
ditambah leukotriene
10
modifiers
k0

Asma Kombinasi Prednisolon/


r-h

Persisten inhalasi metilprednisolon oral


mo

Berat glukokortikost selang sehari 10 mg


-no

eroid (> 800 ditambah agonis beta-2


mk

µg BB atau kerja lama oral,


ekuivalennya) ditambah teofilin lepas
6/k

dan agonis lambat


2/0

beta-2 kerja
02

lama.
z/2

Diambah ≥ 1
.xy

di bawah ini :
na

a) Teofilin
lya

lepas lambat
b) Leukotri
mu

ene
na

modifiers
.ai

c) Glukokortik
ww

osteroid oral
//w

Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan


ps:

terapi paling tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap


htt

sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi

jdih.kemkes.go.id
-452-

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat

l
tm
untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari

g.h
Berat Medikasi Alternatif / Pilihan Alternatif
Asma pengontrol lain lain

tan
harian

n
-te
asma tetap terkontrol

22
20
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan (bila diperlukan)

86
1) Foto toraks

s11
2) Uji sensitifitas kulit

ke
3) Spirometri

en
4) Uji provokasi bronkus

7m
Komplikasi
10
Pneumotoraks, Pneumomediastinum, Gagal napas, Asma
k0
resisten terhadap steroid.
r-h

Konseling dan Edukasi


mo

1) Memberikan informasi kepada individu dan keluarga


-no

mengenai seluk beluk penyakit, sifat penyakit, perubahan


penyakit (apakah membaik atau memburuk), jenis dan
mk

mekanisme kerja obat-obatan dan mengetahui kapan harus


6/k

meminta pertolongan dokter.


2/0

2) Kontrol secara teratur antara lain untuk menilai dan


monitor berat asma secara berkala (asthma control test/
02

ACT)
z/2

3) Pola hidup sehat.


.xy

4) Menjelaskan pentingnya melakukan pencegahan dengan:


na

a) Menghindari setiap pencetus.


lya

b) Menggunakan bronkodilator/ steroid inhalasi sebelum


mu

melakukan exercise untuk mencegah exercise induced


na

asthma.
.ai
ww

Kriteria rujukan
1) Bila sering terjadi eksaserbasi.
//w

2) Pada serangan asma akut sedang dan berat.


ps:

3) Asma dengan komplikasi.


htt

Persiapan dalam melakukan rujukan bagi pasien asma, yaitu:

jdih.kemkes.go.id
-453-

1) Terdapat oksigen.

l
tm
2) Pemberian steroid sistemik injeksi atau inhalasi disamping

g.h
pemberian bronkodilator kerja cepat inhalasi.
3) Pasien harus didampingi oleh dokter/tenaga kesehatan

tan
terlatih selama perjalanan menuju ke pelayanan sekunder.

n
-te
22
Peralatan

20
1) Asthma control test

86
2) Tabung oksigen

s11
3) Kanul hidung
4) Masker sederhana

ke
5) Nebulizer

en
7m
6) Masker inhalasi
7) Peak flow meter 10
8) Spirometri
k0
r-h

Prognosis
mo

1) Ad sanasionam : bonam
-no

2) Ad fungsionam : bonam
mk

3) Ad vitam : bonam
6/k

Referensi
2/0

1) Global strategy for asthma management and prevention.


02

GINA. 2014.(Global Initiatives for Asthma, 2011)


z/2

2) Global strategy for asthma management and prevention.


.xy

GINA. 2006.(Global Initiatives for Asthma, 2006)


na

3) Perhimpunan dokter paru Indonesia.Asma. Pedoman


lya

diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.


2004.(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2004)
mu
na

b. Asma Pada Anak


.ai

Masalah Kesehatan
ww

Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan


//w

karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung


ps:

pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas


fisik, serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien
htt

dan/atau keluarganya. Inflamasi ini juga berhubungan dengan

jdih.kemkes.go.id
-454-

hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan.

l
tm
Prevalens total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada

g.h
dewasa dan 10% pada anak).
Hasil Anamnesis (Subjective)

tan
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat agar didapatkan

n
-te
riwayat penyakit yang akurat mengenai gejala sulit bernapas,

22
mengi atau dada terasa berat yang bersifat episodik dan

20
berkaitan dengan musim serta terdapat riwayat asma atau

86
penyakit atopi pada anggota keluarga. Walaupun informasi

s11
akurat mengenai hal-hal tersebut tidak mudah didapat,
beberapa pertanyaan berikut ini sangat berguna dalam

ke
pertimbangan diagnosis asma :

en
7m
1) Apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan
mengi berulang? 10
2) Apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?
k0

3) Apakah anak mengalami mengi atau batuk setelah


r-h

berolahraga?
mo

4) Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa berat,


-no

atau batuk setelah terpajan alergen atau polutan?


mk

5) Apakah jika mengalami pilek, anak membutuhkan >10 hari


untuk sembuh?
6/k

6) Apakah gejala klinis membaik setelah pemberian pengobatan


2/0

anti-asma?
02
z/2

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


.xy

Pemeriksaan Fisik
na

Pada pemeriksaan fisik, umumnya tidak ditemukan kelainan


lya

saat pasien tidak mengalami serangan. Pada sebagian kecil


pasien yang derajat asmanya lebih berat, dapat dijumpai mengi
mu

di luar serangan. Dengan adanya kesulitan ini, diagnosis asma


na

pada bayi dan anak kecil (di bawah usia 5 tahun) hanya
.ai

merupakan diagnosis klinis (penilaian hanya berdasarkan gejala


ww

dan pemeriksaan fisik dan respons terhadap pengobatan). Pada


//w

kelompok usia ini, tes fungsi paru atau pemeriksaan untuk


ps:

mengetahui adanya hiperresponsivitas saluran napas tidak


mungkin dilakukan dalam praktek sehari-hari. Kemungkinan
htt

asma perlu dipikirkan pada anak yang hanya menunjukkan

jdih.kemkes.go.id
-455-

batuk sebagai satu-satunya gejala dan pada pemeriksaan fisik

l
tm
tidak ditemukan mengi, sesak, dan lain-lain. Pada anak yang

g.h
tampak sehat dengan batuk malam hari yang rekuren, asma
harus dipertimbangkan sebagai probable diagnosis. Beberapa

tan
anak menunjukkan gejala setelah berolahraga.

n
-te
22
Pemeriksaan Penunjang

20
Arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flow meter. Metode

86
yang dianggap merupakan cara mengukur nilai diurnal APE

s11
terbaik adalah pengukuran selama paling sedikit 1 minggu dan
hasilnya dinyatakan sebagai persen nilai terbaik dari selisih

ke
nilai APE pagi hari terendah dengan nilai APE malam hari

en
7m
tertinggi. Jika didapatkan variabilitas APE diurnal > 20%
(petanda adanya perburukan asma) maka diagnosis asma perlu
10
dipertimbangkan.
k0

Penegakan Diagnosis (Assessment)


r-h

Asma Stabil
mo

Jika gejala dan tanda klinis jelas serta respons terhadap


-no

pemberian obat asma baik, pemeriksaan lebih lanjut tidak perlu


mk

dilakukan. Jika respons terhadap obat asma tidak baik,


sebelum mengganti obat dengan yang lebih poten, harus dinilai
6/k

lebih dulu apakah dosis sudah adekuat, cara dan waktu


2/0

pemberian sudah benar, serta ketaatan pasien baik. Bila semua


02

aspek tersebut sudah dilakukan dengan baik dan benar,


z/2

diagnosis bukan asma perlu dipikirkan.


.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-456-

Klasifikasi asma pada anak menurut PNAA 2004

l
tm
Parameter klinis, Asma episodik Asma episodik Asma persisten

g.h
kebutuhan obat jarang sering (Asma berat)
dan faal paru (Asma ringan) (Asma sedang)

tan
Frekuensi < 1 x/bulan >1 x/bulan Sering

n
-te
serangan

22
Lama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir sepanjang

20
tahun tidak ada

86
remisi

s11
Diantara Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
serangan malam

ke
en
Tidur dan Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

7m
aktivitas
Pemeriksaan fisik Normal (tidak ada Mungkin 10 Tidak pernah
di luar serangan kelainan) terganggu (ada normal
k0

kelainan)
r-h

Obat pengendali Tidak perlu Nonsteroid/steroid Steroid


mo

(anti inflamasi) hirupan dosis hirupan/oral


-no

rendah
mk

Uji faal paru (di PEF/VEP1 > 80 % PEF/VEP1 60-80% PEF/VEP1 < 60 %
6/k

luar serangan)* Variabilitas 20-30


%
2/0

Variabilitas faal Variabilitas > 15 Variabilitas > 30 Variabilitas > 50


02

paru (bila ada % % %


z/2

serangan)*
.xy

*jika fasilitas tersedia


na
lya

Asma Eksaserbasi
mu

Eksaserbasi (serangan) asma adalah episode perburukan gejala-


gejala asma secara progresif. Gejala yang dimaksud adalah
na

sesak napas, batuk, mengi, dada rasa tertekan, atau berbagai


.ai
ww

kombinasi gejala tersebut. Pada umumnya, eksaserbasi disertai


distres pernapasan. Serangan asma ditandai oleh penurunan
//w

PEF atau FEV1. Pengukuran ini merupakan indikator yang lebih


ps:

dapat dipercaya daripada penilaian berdasarkan gejala.


htt

Sebaliknya, derajat gejala lebih sensitif untuk menunjukkan

jdih.kemkes.go.id
-457-

awal terjadinya ekaserbasi karena memberatnya gejala biasanya

l
tm
mendahului perburukan PEF. Derajat serangan asma bervariasi

g.h
mulai dari yang ringan sampai yang mengancam jiwa,
perburukan dapat terjadi dalam beberapa menit, jam, atau hari.

tan
Serangan akut biasanya timbul akibat pajanan terhadap faktor

n
-te
pencetus (paling sering infeksi virus atau allergen atau

22
kombinasi keduanya), sedangkan serangan berupa perburukan

20
yang bertahap mencerminkan kegagalan pengelolaan jangka

86
panjang penyakit.

s11
Parameter Ringan Sedang Berat

ke
klinis, Tanpa Ancaman

en
7m
fungsi paru, ancaman henti henti
laboratoriu napas
10 napas
m
k0

Sesak Berjalan Berbicara Istirahat


r-h

(breathless) Bayi: Bayi : Bayi: tidak mau


mo

menangis tangis pendek minum/makan


-no

keras dan lemah


mk

kesulitan
menyusu/mak
6/k

an
2/0

Posisi Bisa Lebih suka Duduk


02

berbaring duduk bertopang


z/2

lengan
.xy

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata


na

Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya Kebingun


lya

iritable iritable irritable gan


Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
mu

Mengi Sedang. Nyaring, Sangat nyaring, Sulit/


na

Sering sepanjang terdengar tanpa tidak


.ai

hanya ekspirasi ± stetoskop terdengar


ww

pada inspirasi sepanjang


//w

akhir ekspirasi dan


ps:

ekspirasi inspirasi
htt

Penggunaan Biasanya Biasanya ya Ya Gerakan

jdih.kemkes.go.id
-458-

Parameter Ringan Sedang Berat

l
tm
klinis, Tanpa Ancaman

g.h
fungsi paru, ancaman henti henti
laboratoriu napas napas

tan
m

n
-te
otot bantu tidak paradox

22
respiratorik torako-

20
abdomina

86
l

s11
Retraksi Dangkal, Sedang, Dalam, Dangkal/
retraksi ditambah diatambah hilang

ke
interkosta retraksi napas cuping

en
7m
l suprasternal hidung
Frekuensi Takipnea Takipnea Takipnea
10 Bradipne
napas a
k0

Pedoman nilai baku laju napas pada anak sadar:


r-h

Usia Frekuensi napas normal


mo

< 2 bulan < 60 / menit


-no

2-12 bulan < 50 / menit


mk

1-5 tahun < 40 / menit


6-8 tahun < 30 / menit
6/k

Frekuensi Normal takikardi Takikardi


2/0

nadi Bradikardi
02

Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak:


z/2

Usia Laju nadi normal


.xy

2-12 bulan < 160 / mnt


na

1-2 tahun < 120 / mnt


lya

3-8 tahun < 110 / mnt


mu

Pulsus Tidak ada Ada Ada Tidak


paradoksus < 10 10-20 mmHg > 20 mmHG ada,
na

(pemeriksaan mmHg tanda


.ai

ya tidak kelelahan
ww

praktis) otot
//w

napas
ps:

VEP atau KVP1 (% nilai prediksi/ % nilai terbaik)


htt

Pra > 60% 40-60% < 40%

jdih.kemkes.go.id
-459-

Parameter Ringan Sedang Berat

l
tm
klinis, Tanpa Ancaman

g.h
fungsi paru, ancaman henti henti
laboratoriu napas napas

tan
m

n
-te
bronkodilator

22
Pasca > 80% 60-80% < 60%

20
bronkodilator Respons < 2

86
jam

s11
SaO2 % > 95 % 91-95% ≤ 90%
PaO2 Normal > 60 mmHg < 60 mmHg

ke
(biasanya

en
7m
tidak
perlu 10
diperiksa)
k0

PaCO2 < 45 < 45 mmHg > 45 mmHg


r-h

mmHg
mo
-no

# pada matrik klinis, setiap pasien asma harus dicantumkan diagnosis


mk

asma secara lengkap berdasarkan kekerapan serangan maupun drajat


berat serangan misalnya asma episodik jarang serangan Ryan, asma
6/k

episodik sering di luar serangan.


2/0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


02

Asma Stabil
z/2

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat


.xy

pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda


na

terkadang juga disebut sebagai obat pelega atau obat serangan.


lya

Obat kelompok ini digunakan untuk meredakan serangan atau


gejala asma yang sedang timbul. Jika serangan sudah teratasi
mu

dan gejala sudah menghilang, obat ini tidak digunakan lagi.


na

Kelompok kedua adalah obat pengendali yang sering disebut


.ai

sebagai obat pencegah atau profilaksis. Obat ini digunakan


ww

untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik


//w

saluran napas. Dengan demikian, obat ini dipakai terus


ps:

menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, bergantung


htt

pada derajat penyakit asma dan responsnya terhadap


pengobatan.

jdih.kemkes.go.id
-460-

Obat pereda : β-agonis atau teofilin (hirupan atau oral) bila perlu

l
Asma episodik jarang

tm
Respons 4-6 minggu > 3x dosis/ mengi ≤ 3x dosis/ mengi P

g.h
E

tan
Tambahkan obat pengendali : *) steroid hirupan dosis rendah

Respon 6-8 minggu (-) N

n
(+)

-te
G
Pertimbangkan alternatif penambahan salah satu obat :

22
Asma episodik sering β-agonis kerja panjang (LABA)
H
• Teofilin lepas lambat

20
• Antileukotrien
Atau dosis steroid hirupan ditingkatkan (tinggi)
I

86
Respon 6-8 minggu (-) (+) N

s11
Steroid dosis medium ditambahkan salah satu obat : D
• β-agonis kerja panjang (LABA)

ke
Asma persisten
• Teofilin lepas lambat A

en
Antileukotrien
Atau dosis steroid hirupan ditingkatkan (tinggi) R

7m
Respon 6-8 minggu (-) (+)
A
10
Obat steroid oral N
k0
r-h
mo

Tatalaksana Asma Stabil


-no
mk

Asma Eksaserbasi
Global initiative for asthma (GINA) membagi tatalaksana
6/k

serangan asma menjadi dua yaitu tatalaksana di rumah dan di


2/0

rumah sakit. Tatalaksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau


02

orang tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh


z/2

pasien yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur


.xy

dan mempunyai pendidikan yang cukup. Pada panduan


na

pengobatan di rumah, disebutkan bahwa terapi awal adalah


lya

inhalasi B2agonis kerja cepat sebanyak 2 kali dengan selang


waktu 20 menit. Bila belum ada perbaikan, segera mencari
mu

pertolongan ke dokter atau sarana kesehatan.


na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-461-

l
tm
Nilai derajat serangan

g.h
tan
Tatalaksana awal
• nebulisasi B2agonis 1-2x, selang 20 menit

n
• nebulisasi kedua + antikolinergik jika serangan sedang/berat

-te
• nebulisasi langsung dengan B2agonis+antikolinergik

22
20
86
Serangan ringan Serangan sedang Serangan berat
(nebulisasi 1x, respons baik) (nebulisasi 2x, respons parsial) (bila telah nebulisasi 3x, respons

s11
• Observasi 1-2 jam • Berikan oksigen buruk)
• Jika efek bertahan, boleh • Nilai kembali derajat serangan, • Sejak awal berikan O2 saat/di
pulang jika sesuai dengan serangan luar nebulisasi

ke
• Jika gejala timbul lagi, sedang, observasi di Ruang • Pasang jalur parenteral, nilai
perlakukan sebagai Rawat Sehari ulang keadaan klinis, jika

en
serangan sedang • Berikan steroid oral seuai dgn serangan berat,
• Pasang jalur parenteral

7m
rawat di Ruang Rawat Inap
• Foto rontgen toraks
10
k0
r-h

Boleh pulang Ruang rawat sehari/observasi Ruang rawat inap


• Bekali dengan obat β-agonis • Teruskan pemberian oksigen • Teruskan oksigen
mo

(hirupan/oral) • Lanjutkan steroid oral • Atasi dehidrasi dan asidosis jika


• Jika sudah ada obat • Nebulisasi tiap 2 jam ada
-no

• Steroid IV tiap 6-8 jam


pengendali, teruskan • Bila dalam 12 jam perbaikan
• Nebulisasi tiap 1-2 jam
• Jika pencetusnya adalah klinis stabil, boleh pulang.
• Aminofilin IV awal, lanjutkan
mk

infeksi virus, dapat Tetapi jika klinis tetap belum rumatan


diberikan steroid oral membaik/memburuk, alih • Jika membaik dalam 4-6x
• Dalam 24-48 jam control ke rawat ke Ruang rawat inap. nebulisasi, interval jadi 4-6 jam
6/k

klinis rawat jalan. • Jika dalam 24 jam perbaikan


klinis stabil, boleh pulang
• Jika dengan steroid dan
2/0

aminofilin parenteral tidak


membaik, bahkan timbul
02

ancaman henti napas, alih


Catatan: rawat ke Ruang rawat
• Jika menurut penilaian serangannya sedang/berat, nebulisasi pertama kali intensif
z/2

langsung dengan β-agonis + antikolinergik


• Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif
.xy

• Jika alat nebulisasi tidak tersedia, nebulisasi dapat diganti dengan


adrenalin subkutan 0,01 ml/kgBB/kali, maksimal 0,3 ml/kali
• Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit
na

diberikan sejak awal, termasuk pada saat nebulisasi


lya
mu

Tatalaksana Asma Eksaserbasi


na
.ai

Tatalaksana Asma Eksaserbasi


ww

1) Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda


//w

berupa bronkodilator -agonis hirupan kerja pendek (Short


ps:

Acting B2-Agonist, SABA) atau golongan xantin kerja cepat


hanya apabila perlu saja, yaitu jika ada gejala/serangan.
htt

Pada alur tatalaksana jangka panjang (Gambar 3.6.1),

jdih.kemkes.go.id
-462-

terlihat bahwa jika tatalaksana asma episodik jarang sudah

l
tm
adekuat, tetapi responsnya tetap tidak baik dalam 4-6

g.h
minggu, tatalaksananya berpindah ke asma episodik
sering.

tan
2) Asma episodik sering

n
-te
Penggunaan B2-agonis hirupan lebih dari 3x per minggu

22
(tanpa menghitung penggunaan pra-aktivitas fisik), atau

20
serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam

86
sebulan, merupakan indikasi penggunaan anti-inflamasi

s11
sebagai pengendali. Obat steroid hirupan yang sering
digunakan pada anak adalah budesonid, sehingga

ke
digunakan sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan

en
7m
adalah 100-200 g/hari budesonid (50-100 g/hari
flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan
10
200-400 g/hari budesonid (100-200 g/hari flutikason)
k0

untuk anak berusia di atas 12 tahun. Pada penggunaan


r-h

beklometason atau budesonid dengan dosis 100-200 g/hari


mo

atau setara dengan flutikason 50-100 g, belum pernah


-no

dilaporkan adanya efek samping jangka panjang. Jika


mk

setelah pengobatan selama 8-12 minggu dengan steroid


dosis rendah tidak timbul respons (masih terdapat gejala
6/k

asma atau gangguan tidur atau aktivitas sehari-hari),


2/0

pengobatan dilanjutkan dengan tahap kedua, yaitu


02

menaikkan dosis steroid hirupan sampai dengan 400


z/2

g/hari yang termasuk dalam tatalaksana asma persisten.


.xy

Jika tatalaksana suatu derajat penyakit asma sudah


na

adekuat, tetapi responsnya tetap tidak baik dalam 8-12


lya

minggu, derajat tatalaksananya berpindah ke yang lebih


berat (step up). Sebaliknya, jika asma terkendali dalam 8-
mu

12 minggu, derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step


na

down). Jika memungkinkan, steroid hirupan dihentikan


.ai

penggunaannya.
ww

Sebelum melakukan step-up, harus dilakukan evaluasi


//w

terhadap pelaksanaan penghindaran pencetus, penggunaan


ps:

obat, serta faktor komorbid yang mempersulit pengendalian


asma seperti rinitis dan sinusitis.
htt

3) Asma persisten

jdih.kemkes.go.id
-463-

Bergantung pada kasusnya, steroid hirupan dapat

l
tm
diberikan mulai dari dosis tinggi lalu diturunkan sampai

g.h
dosis rendah selama gejala masih terkendali, atau
sebaliknya, mulai dari dosis rendah sampai dosis tinggi

tan
hingga gejala dapat dikendalikan. Pada keadaan tertentu,

n
-te
khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan

22
untuk menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid

20
oral jangka pendek (3-5 hari).

86
Kriteria Rujukan

s11
1) Asma eksaserbasi sedang-berat
2) Asma tidak terkontrol

ke
3) Asma mengancam jiwa

en
7m
4) Asma Persisten
10
Pencegahan
k0

Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 6


r-h

bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik,


mo

pengurangan pajanan terhadap tungau debu rumah dan


-no

rontokan bulu binatang, telah terbukti mengurangi timbulnya


mk

alergi makanan dan khususnya dermatitis atopik pada bayi.


6/k

Komplikasi
2/0

1) Pneumotoraks
02

2) Pneumomediastinum dan emfisema subkutis


z/2

3) Atelektasis
.xy

4) Gagal napas
na

5) Bronkitis
lya

6) Fraktur iga
Peralatan
mu

1) Alat tiup APE


na

2) Pemeriksaan darah rutin


.ai

3) Radiologi (jika fasilitas tersedia)


ww

4) Oksigen
//w

Prognosis
ps:

Prognosis tergantung pada beratnya penyakit dan ketepatan


penanganan.
htt

Referensi

jdih.kemkes.go.id
-464-

1) Konsensus Nasional Asma Anak. Unit Koordinasi Kerja

l
tm
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2001.

g.h
2) Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku ajar
respirologi anak. Edisi pertama. Indonesia IDAI. 2010.

tan
3) Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma

n
-te
Management and Prevention. National Institute of Health.

22
www.ginasthma.com/download.asp?intId=214 . 2006

20
86
7. Status Asmatikus (Asma Akut Berat)

s11
No. ICPC-2 : R03. Wheezing
No. ICD-10 : J45.902 Unspecified asthma with status

ke
asthmaticus

en
7m
Tingkat Kemampuan 3B
10
Masalah Kesehatan
k0

Asma akut berat (serangan asma atau asma eksaserbasi) adalah


r-h

episode peruburukan gejala yang progresif dari sesak, batuk, mengi,


mo

atau rasa berat di dada, atau kombinasi gejala-gejala tersebut.


-no
mk

Hasil Anamnesis (Subjective)


Riwayat singkat serangan meliputi gejala, pengobatan yang telah
6/k

digunakan, respons pengobatan, waktu mula terjadinya dan


2/0

penyebab/ pencetus serangan saat itu, dan ada tidaknya risiko


02

tinggi untuk mendapatkan keadaan fatal/ kematian yaitu:


z/2

a. Riwayat serangan asma yang membutuhkan intubasi/ ventilasi


.xy

mekanis
na

b. Riwayat perawatan di rumah sakit atau kunjungan ke darurat


lya

gawat dalam satu tahun terakhir


c. Saat serangan, masih dalam glukokortikosteroid oral, atau baru
mu

saja menghentikan salbutamol atau ekivalennya


na

d. Dengan gangguan/ penyakit psikiatri atau masalah psikososial


.ai

termasuk penggunaan sedasi


ww

e. Riwayat tidak patuh dengan pengobatan (jangka panjang) asma.


//w
ps:

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pada fasilitas layanan kesehatan sederhana dengan kemampuan
htt

sumber daya manusia terbatas, dapat hanya menekankan kepada :

jdih.kemkes.go.id
-465-

a. Posisi penderita

l
tm
b. Cara bicara

g.h
c. Frekuensi napas
d. Penggunaan otot-otot bantu napas

tan
e. Nadi

n
-te
f. Tekanan darah (pulsus paradoksus)

22
g. Ada tidak mengi

20
Pemeriksaan Penunjang

86
a. Pada serangan asma, APE sebaiknya diperiksa sebelum

s11
pengobatan, tanpa menunda pemberian pengobatan.
Pemeriksaan ini dilakukan jika alat tersedia.

ke
b. Saturasi oksigen dengan pulse oxymetry dapat dilakukan bila

en
7m
alat tersedia.
c. Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan jika fasilitas tersedia.
10
Penegakan Diagnostik (Assessment)
k0

Diagnosis Klinis
r-h

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


mo

dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan.


-no
mk

Tabel 10.6 Serangan akut asma


Gejala dan Berat serangan akut Keadaan
6/k

tanda Ringan Sedang Berat mengancam


2/0

jiwa
02

Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat


z/2

Posisi Dapat tidur Membungkuk Duduk


.xy

telentang membungkuk
na

Cara bicara Satu Beberapa Kata demi


lya

kalimat kata kata


mu

Kesadaran Mungkin Gelisah Gelisah Mengantuk,


gelisah gelisah,
na

kesadaran
.ai

menurun
ww

Frekuensi < 20/menit 20-30/menit >30/menit


//w

napas
ps:

Nadi <100 100-120 >120 Bradikardia


htt

Pulsus - 10 mmHg +/- 10-20 + > 25 mmHg Kelelahan otot

jdih.kemkes.go.id
-466-

Paradoksus mmHg

l
tm
Otot bantu - + + Torakoabdominal

g.h
napas dan paradoksal
retraksi

tan
Mengi Akhir Akhir Inspirasi dan Silent chest

n
-te
ekspirasi ekspirasi ekspirasi

22
paksa

20
APE 80 % 60-80 % < 60 %

86
PaO2 > 80 mmHg 80-60 mmHg < 60 mmHg

s11
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

ke
SaO2 > 95 % 91-95 % < 95 %

en
7m
Diagnosis banding
a. Obstruksi saluran napas atas
10
b. Benda asing di saluran napas
k0
r-h

c. PPOK eksaserbasi
d. Penyakit paru parenkimal
mo

e. Disfungsi pita suara


-no

f. Gagal jantung akut


mk

g. Gagal ginjal akut


6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-467-

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

l
tm
Penatalaksanaan

g.h
Penilaian berat serangan
Anamnesis, pemeriksaan fisik ( auskultasi, penggunaan otot bantu, nadi, laju

tan
napas, APE, saturasi oksigen, analisa gas darah jika pasien sangat buruk)

n
-te
Terapi Awal

22
Oksigen untuk mencapai saturasi ≥ 0%
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat secara kontinyu dalam 1 jam

20
Glukokortikosteroid sistemik jika pasien tak ada respons segera atau sebelumnya

86
pasien telah mendapat glukokortikosteroid oral atau jika serangan hebat

s11
Re-evaluasi setelah 1 jam → pemeriksaan fisis, APE, saturasi

ke
Respon Baik Respon Buruk

en
Gejala (batuk/ berdahak/ sesak/ mengi) Gejala menetap atau bertambah berat

7m
membaik. APE < 60% prediksi / nilai terbaik
Perbaikan dengan agonis beta-2 dan
1. Agonis B-2 diulang
10
bertahan selama 4 jam. APE > 80%
2. Tambahkan glukokortikosteroid
prediksi / nilai terbaik
k0
sistemik
r-h

Respon Baik
1. Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap
mo

3–4 jam untuk 24 – 48 jam


Alternatif : Bronkodilator oral setiap 6 –
-no

8 jam
2. Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis
mk

tinggi (bila sedang menggunakan RUJUK


steroid inhalasi) selama 2 minggu, kmd
6/k

kembali ke dosis sebelumnya


2/0

Gambar 10.2. Status Asmatikus (Asma Akut Berat)


02
z/2

Catatan: Jika algoritma di atas tidak dapat digunakan, dokter dapat


.xy

menggunakan obat-obatan alternatif pada tabel Daftar Obat-obat Asma.


na
lya

Tabel 10.7 Pengobatan asma berdasarkan berat serangan dan tempat


pengobatan
mu
na

SERANGAN PENGOBATAN TEMPAT


.ai

PENGOBATAN
ww
//w

RINGAN Terbaik: Di rumah


ps:

Aktiviti relatif normal Inhalasi agonis beta-2


htt

Berbicara satu kalimat kerja singkat tunggal Di praktek

jdih.kemkes.go.id
-468-

dalam satu napas atau dikombinasikan dokter/

l
tm
Nadi <100 dengan antikolinergik klinis/ puskesmas

g.h
APE > 80%
Alternatif:

tan
Kombinasi oral agonis

n
-te
beta-2

22
dan aminofilin /

20
teofilin

86
s11
SEDANG Terbaik Darurat Gawat/
Jalan jarak jauh Nebulisasi agonis RS

ke
timbulkan gejala beta-2 tiap 4 jam Klinis

en
7m
Berbicara beberapa Alternatif: Praktek dokter
kata dalam satu napas -Agonis beta-2 Puskesmas
10
Nadi 100-120 subkutan
k0

APE 60-80% -Aminofilin IV


r-h

-Adrenalin 1/1000
mo

0,3ml SK
-no
mk

Oksigen bila mungkin


Kortikosteroid
6/k

sistemik
2/0
02

BERAT Terbaik Darurat Gawat/


z/2

Sesak saat istirahat Nebulisasi agonis RS


.xy

Berbicara kata perkata beta-2 tiap 4 jam Klinis


na

dalam satu napas Alternatif:


lya

Nadi >120 -Agonis beta-2 SK/ IV


APE<60% atau -Adrenalin 1/1000
mu

100 l/dt 0,3ml SK


na
.ai

Aminofilin bolus
ww

dilanjutkan drip
//w

Oksigen
ps:

Kortikosteroid IV
htt

jdih.kemkes.go.id
-469-

MENGANCAM JIWA Seperti serangan akut Darurat Gawat/

l
tm
Kesadaran berubah/ berat RS

g.h
menurun Pertimbangkan ICU
Gelisah intubasi dan

tan
Sianosis ventilasi mekanis

n
-te
Gagal napas

22
20
Rencana tindak lanjut

86
Kriteria untuk melanjutkan observasi (di klinis, praktek dokter/

s11
puskesmas) tergantung kepada fasiliti yang tersedia :
a. Respons terapi tidak adekuat dalam 1-2 jam

ke
b. Obstruksi jalan napas yang menetap (APE < 30% nilai terbaik/

en
7m
prediksi)
c. Riwayat serangan asma berat, perawatan rumah sakit/ ICU
10
sebelumnya
k0

d. Dengan risiko tinggi (lihat di riwayat serangan)


r-h

e. Gejala memburuk yang berkepanjangan sebelum datang


mo

membutuhkan pertolongan saat itu


-no

f. Pengobatan yang tidak adekuat sebelumnya


mk

g. Kondisi rumah yang sulit/ tidak menolong


h. Masalah/ kesulitan dalam transport atau mobilisasi ke rumah
6/k

sakit
2/0
02

Kriteria Pulang
z/2

Pertimbangan untuk memulangkanpada penderita di layanan tingkat


.xy

pertama:
na

a. Bila terjadi perbaikan klinis, yaitu: keluhan berkurang,


lya

frekuensi napas kembali normal, mengi menghilang, nadi dan


tekanan darah kembali normal, pasien dapat bernapas tanpa
mu

otot-otot bantu napas, pasien dapat berbicara lebih lancar atau


na

berjalan, atau kesadaran membaik.


.ai

b. Bila APE pasca tatalaksana awal 40-60% nilai terbaik/ prediksi


ww

dengan pengawasan ketat di komunitas.


//w

c. Bila APE pasca tatalaksana awal > 60% nilai terbaik/ prediksi
ps:

dan pasien dapat menggunakan obat inhalasi atau oral dengan


htt

patuh.
d. Penderita dirawat inap

jdih.kemkes.go.id
-470-

Kriteria Rujukan

l
tm
Tidak respons dengan pengobatan, ditandai dengan:

g.h
a. Tidak terjadi perbaikan klinis
b. Bila APE sebelum pengobatan awal < 25% nilai terbaik/

tan
prediksi; atau APE pasca tatalaksana < 40% nilai terbaik/

n
-te
prediksi.

22
c. Serangan akut yang mengancam jiwa

20
d. Tanda dan gejala tidak jelas (atipik), atau masalah dalam

86
diagnosis banding, atau komplikasi atau penyakit penyerta

s11
(komorbid); seperti sinusitis, polip hidung, aspergilosis (ABPA),
rinitis berat, disfungsi pita suara, refluks gastroesofagus dan

ke
PPOK.

en
7m
e. Dibutuhkan pemeriksaan/ uji lainnya di luar pemeriksaan
standar, seperti uji kulit (uji alergi), pemeriksaan faal paru
10
lengkap, uji provokasi bronkus, uji latih (kardiopulmonary
k0

exercise test), bronkoskopi dan sebagainya.


r-h

Konseling dan Edukasi


mo

a. Meningkatkan kebugaran fisik


-no

b. Berhenti merokok
mk

c. Menghindari pencetus di lingkungan sehari-hari


6/k

Peralatan
2/0

a. Tabung oksigen
02

b. Kanul hidung
z/2

c. Sungkup sederhana
.xy

d. Sungkup inhalasi
na

e. Nebulizer
lya

f. Peak flow meter


g. Pulse oxymeter
mu

h. Analisis gas darah


na

i. Tensimeter
.ai
ww

Prognosis
//w

a. Ad vitam : Dubia ad bonam


ps:

b. Ad functionam : Bonam
c. Ad sanationam : Dubia ad bonam
htt

jdih.kemkes.go.id
-471-

Referensi

l
tm
a. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma. Pedoman diagnosis

g.h
dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI. Jakarta. 2004
b. Global Initiative For Asthma. Global strategy for asthma

tan
management and prevention. GINA. 2012.

n
-te
22
8. Pneumonia Aspirasi

20
No. ICPC-2 : R99 Respiratory disease other

86
No. ICD-10 : J69.0 Pneumonitis due to food and vomit

s11
Tingkat Kemampuan 3B

ke
Masalah Kesehatan

en
7m
Pneumonia aspirasi (Aspiration pneumonia) adalah pneumonia yang
disebabkan oleh terbawanya bahan yang ada diorofaring pada saat
10
respirasi ke saluran napas bawah dan dapat menimbulkan
k0

kerusakan parenkim paru. Secara spesifik, pneumonia aspirasi


r-h

didefinisikan dengan ditemukannya bukti radiografi berupa


mo

penambahan infiltrat di paru pada pasien dengan faktor risiko


-no

aspirasi orofaring.
mk

Hasil Anamnesis (Subjective)


6/k

Kejadian aspiration pneumonia biasanya tidak dapat diketahui waktu


2/0

terjadinya dan paling sering pada orang tua. Keluhannya berupa :


02

Batuk
z/2

a. Takipnea
.xy

b. Tanda-tanda dari pneumonia


na

Faktor Risiko:
lya

a. Pasien dengan disfagi neurologis.


b. Pasien dengan irupsi dari gastroesophageal junction.
mu

c. Terdapat abnormalitas anatomis dari traktus aerodigestifus


na

atas.
.ai
ww

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


//w

Pemeriksaan fisik serupa pada pneumonia umumnya. Temuan


ps:

pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru.


Inspeksi : dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas
htt

Palpasi : fremitus dapat mengeras pada bagian yang sakit

jdih.kemkes.go.id
-472-

Perkusi : redup di bagian yang sakit

l
tm
Auskultasi :terdengar suara napas bronkovesikuler sampai

g.h
bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian
menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

tan
Pemeriksaan Penunjang

n
-te
a. Foto toraks

22
b. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap

20
86
Penegakan Diagnostik (Assessment)

s11
Diagnosis Klinis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

ke
penunjang.

en
7m
Diagnosis Banding :-
Aspiration pneumonitis: - 10
k0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


r-h

Penatalaksanaan
mo

a. Pemberian oksigen
-no

b. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila cairan parenteral).


mk

Jumlah cairan sesuai berat badan, peningkatan suhu dan


derajat dehidrasi.
6/k

c. Pemberian antibiotik tergantung pada kondisi :


2/0

1) Pneumonia komunitas : levofloksasin (500 mg/hari) atau


02

seftriakson (1-2 gr/hari)


z/2

2) Pasien dalam perawatan di rumah sakit : levofloksasin (500


.xy

mg/hari)atau piperasilin tazobaktam (3, 375 gr/6 jam) atau


na

seftazidim (2 gr/8 jam)


lya

3) Penyakit periodontal berat, dahak yang busuk atau


alkoholisme : piperasilin-tazobaktam (3, 375 gr/6 jam) atau
mu

imipenem (500 mg/8 jam sampai 1 gr/6 jam) atau


na

kombinasi dua obat : levofloksasin (500 mg/hari) atau


.ai

siprofloksasin (400 mg/12 jam) atau seftriakson (1-2


ww

gr/hari) ditambah klindamisin (600 mg/8 jam) atau


//w

metronidazol (500 mg/8jam)


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-473-

Kriteria Rujukan

l
tm
Penilaian status keparahan serupa dengan pneumonia biasa.

g.h
Peralatan

tan
Tabung oksigen beserta nasal kanul atau masker

n
-te
22
Prognosis

20
Prognosis pada umumnya bonam.

86
s11
Referensi
a. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia. PDPI. Jakarta

ke
2013.(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2013)

en
7m
b. Marik PE. Aspiration pneumonitis and aspiration pneumonia. N
Eng J Med. 2001;3:665-71.(Marik, 2001)
10
k0

9. Pneumonia, Bronkopneumonia
r-h

No. ICPC-2 : R81 Pneumonia


mo

No. ICD-10 : J18.0 Bronchopneumonia, unspecified


-no

J18.9 Pneumonia, unspecified


mk

Tingkat Kemampuan 4A
6/k

Masalah Kesehatan
2/0

Pneumonia adalah peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari


02

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan


z/2

alveoli, sertamenimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan


.xy

pertukaran gas setempat. Sebagian besar disebabkan oleh


na

mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh


lya

hal lain (aspirasi, radiasi dll). Pneumonia yang dimaksud di sini tidak
termasuk dengan pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
mu

tuberculosis. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan


na

mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan


.ai

hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2


ww

juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian


//w

besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan


ps:

nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian


balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori,
htt

terutama pneumonia. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan

jdih.kemkes.go.id
-474-

prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa

l
tm
Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi

g.h
Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan
Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%) berdasarkan RISKESDAS 2013.

ntan
-te
a. Pneumonia pada Pasien Dewasa

22
Hasil Anamnesis (Subjective)

20
Gambaran klinis biasanya ditandai dengan :

86
1) Demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi

s11
40°C
2) Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang

ke
disertai darah

en
7m
3) Sesak napas
4) Nyeri dada 10
k0

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


r-h

Pemeriksaan fisik
mo

Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di


-no

paru.
mk

Inspeksi : dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal


waktu bernapas
6/k

Palpasi : fremitus dapat mengeras pada bagian yang


2/0

sakit
02

Perkusi : redup di bagian yang sakit


z/2

Auskultasi : terdengar suara napas bronkovesikuler


.xy

sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang


na

kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.


lya

Pemeriksaan Penunjang
1) Pewarnaan gram
mu

2) Pemeriksaan lekosit
na

3) Pemeriksaan foto toraks jika fasilitas tersedia


.ai

4) Kultur sputum jika fasilitas tersedia


ww

5) Kultur darah jika fasilitas tersedia


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-475-

Penegakan Diagnosis (Assessment)

l
tm
Diagnosis Klinis

g.h
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Untuk diagnosis defenitif dilakukan pemeriksaan

tan
penunjang.

n
-te
Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto

22
toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah

20
dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:

86
1) Batuk-batuk bertambah

s11
2) Perubahan karakteristik dahak / purulen
3) Suhu tubuh > 38°C (aksila) / riwayat demam

ke
4) Pemeriksaan fisik : ditemukan tanda-tanda konsolidasi,

en
7m
suara napas bronkial danronki
5) Leukosit > 10.000 atau < 4500 10
k0

Komplikasi
r-h

Efusi pleura, Empiema, Abses paru, Pneumotoraks, gagal


mo

napas, sepsis.
-no
mk

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
6/k

Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan


2/0

keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada


02

indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada


z/2

tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat


.xy

meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen


na

yang spesifik.
lya

1) Pengobatan suportif / simptomatik


a) Istirahat di tempat tidur
mu

b) Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi


na

c) Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat


.ai

penurun panas
ww

d) Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran


//w

2) Terapi definitif dengan pemberian antibiotik yang harus


ps:

diberikan kurang dari 8 jam.


Pasien Rawat Jalan
htt

jdih.kemkes.go.id
-476-

1) Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak ada risiko kebal

l
tm
obat ;

g.h
a) Makrolid: azitromisin, klaritromisin atau eritromisin
(rekomendasi kuat)

tan
b) Doksisiklin (rekomendasi lemah)

n
-te
2) Terdapat komorbid seperti penyakit jantung kronik, paru,

22
hati atau penyakit ginjal, diabetes mellitus, alkoholisme,

20
keganasan, kondisi imunosupresif atau penggunaan obat

86
imunosupresif, antibiotik lebih dari 3 bulan atau faktor

s11
risiko lain infeksi pneumonia :
a) Florokuinolon respirasi : moksifloksasisn, atau

ke
levofloksasin (750 mg) (rekomendasi kuat)

en
7m
b) β-lactam + makrolid : Amoksisilin dosis tinggi (1 gram,
3x1/hari) atau amoksisilin-klavulanat
10 (2 gram,
2x1/hari) (rekomendasi kuat)
k0

Alternatif obat lainnya termasuk ceftriakson,


r-h

cefpodoxime dan cefuroxime (500 mg, 2x1/hari),


mo

doksisiklin
-no

Pasien perawatan, tanpa rawat ICU


mk

1) Florokuinolon respirasi (rekomendasi kuat)


2) β-laktam+makrolid (rekomendasi kuat)
6/k

Agen β-laktam termasuk sefotaksim, seftriakson, dan ampisilin;


2/0

ertapenem untuk pasien tertentu; dengan doksisiklin sebagai


02

alternatif untuk makrolid.


z/2

Florokuinolon respirasi sebaikanya digunakan untuk pasien


.xy

alergi penisilin.
na

Konseling dan Edukasi


lya

1) Edukasi
Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga mengenai
mu

pencegahan infeksi berulang, pola hidup sehat termasuk


na

tidak merokok dan sanitasi lingkungan.


.ai

2) Pencegahan
ww

Vaksinasi influenza dan pneumokokal, terutama bagi


//w

golongan risiko tinggi (orang usia lanjut atau penderita


ps:

penyakit kronis).
htt

jdih.kemkes.go.id
-477-

Kriteria Rujukan

l
tm
1) Kriteria CURB

g.h
(Conciousness, kadar Ureum, Respiratory rate>30 x/menit,
tekanan darah: sistolik<90 mmHg dan diastolik <60 mmHg;

tan
masing masing bila ada kelainan bernilai 1).

n
-te
Dirujuk bila total nilai 2.

22
2) Kriteria PORT (patient outcome research team)

20
86
Penilaian Derajat Keparahan Penyakit

s11
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komuniti
dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut

ke
hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team

en
7m
(PORT).
10
Tabel 10.8 Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT
k0

Karakteristik penderita Jumlah poin


r-h

Faktor demografi
mo

• Usia : laki-laki Umur (tahun)


-no

perempuan Umur (tahun) – 10


mk

• Perawatan di rumah +10


6/k

• Penyakit penyerta
Keganasan +30
2/0

Penyakit hati +20


02

Gagal jantung kongestif +10


z/2

Penyakit serebrovaskuler +10


.xy

Penyakit ginjal +10


na

Pemeriksaan fisik
lya

• Perubahan status mental +20


mu

• Pernapasan ≥ 30 kali/menit +20


• Tekanan darah sistolik ≤ 90 +20
na

+15
.ai

mmHg
+10
ww

• Suhu tubuh < 35°C atau > 40°C


• Nadi ≥ 125 kali/menit
//w

Hasil laboratorum/ radiologi


ps:

• Analisis gas darah arteri :pH 7, +30


htt

35 +20

jdih.kemkes.go.id
-478-

Karakteristik penderita Jumlah poin

l
tm
• BUN > 30 mg/dL +20

g.h
• Natrium < 130 mEq/liter +10
• +10

tan
Glukosa > 250 mg/dL
• Hematokrit < 30 % +10

n
-te
• PO2 ≤ 60 mmHg +10

22
• Efusi pleura

20
86
Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk

s11
indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah :

ke
1) Skor PORT > 70

en
2) Bila skor PORT < 70 maka penderita tetap perlu dirawat

7m
inap bila dijumpai salah satudari kriteria dibawah ini :
a) Frekuensi napas > 30/menit
10
k0
b) Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
r-h

c) Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral


d) Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
mo

e) Tekanan diastolik < 60 mmHg


-no

f) Tekanan sistolik < 90 mmHg


mk

3) Pneumonia pada pengguna NAPZA


6/k

4) Menurut ATS (American Thoracic Society) kriteria


pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih'
2/0

kriteria di bawah ini.


02

a) Kriteria minor:
z/2

(1) Frekuensi napas > 30/menit


.xy

(2) Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg


na

(3) Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral


lya

(4) Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus


mu

(5) Tekanan sistolik < 90 mmHg


(6) Tekanan diastolik < 60 mmHg
na
.ai

b) Kriteria mayor adalah sebagai berikut :


ww

(1) Membutuhkan ventilasi mekanik


(2) Infiltrat bertambah > 50%
//w

(3) Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-479-

(4) Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2

l
tm
mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal

g.h
atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif

tan
adalah penderita yang mempunyai:

n
-te
1) Satu dari dua gejala mayor tertentu (membutuhkan

22
ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor >4 jam

20
[syok sptik]) atau

86
2) Dua dari tiga gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari

s11
250 mmHg, foto toraks parumenunjukkan kelainan
bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg).

ke
Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi

en
7m
untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.
10
b. Bronkopneumonia pada Pasien Anak
k0

Hasil Anamnesis (Subjective)


r-h

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar


mo

antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja.


-no

Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan


mk

mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan


di rumah sakit.
6/k

Beberapa faktor yang memengaruhi gambaran klinis pneumonia


2/0

pada anak adalah:


02

1) Imaturitas anatomik dan imunologik


z/2

2) Mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang


.xy

kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi


na

3) Etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering


lya

4) Faktor patogenesis
5) Kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang
mu

menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda,


na

sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana


.ai

pneumonia.
ww
//w

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


ps:

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung


pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah
htt

sebagai berikut:

jdih.kemkes.go.id
-480-

1) Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah,

l
tm
malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal

g.h
seperti mual, muntah atau diare; kadang-kadang
ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

tan
2) Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas,

n
-te
retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger,

22
merintih, dan sianosis.

20
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti

86
pekak perkusi, suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi

s11
pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih
beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan

ke
auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.

en
7m
Pemeriksaan Penunjang
Pewarnaan gram, pemeriksaan lekosit, pemeriksaan foto toraks,
10
kultur sputum serta kultur darah (bila fasilitas tersedia)
k0
r-h

Penegakan Diagnosis (Assessment)


mo

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis


-no

dan/atau serologis sebagai dasar terapi yang optimal. Akan


mk

tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena


memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh
6/k

karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis


2/0

berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan


02

sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling


z/2

kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari


.xy

satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas


na

cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.


lya

WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana


yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk
mu

Pelayanan Kesehatan tingkat pertama, dan sebagai pendidikan


na

kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Gejala


.ai

klinis sederhana tersebut meliputi napas cepat, sesak napas,


ww

dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke


//w

pelayanan kesehatan. Napas cepat dinilai dengan menghitung


ps:

frekuensi napas selama satu menit penuh ketika bayi dalam


keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya
htt

tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik

jdih.kemkes.go.id
-481-

napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2

l
tm
bulan–5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran

g.h
menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi
berusia di bawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,

tan
kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa

n
-te
dingin.

22
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman WHO adalah:

20
a. Bayi dan anak berusia 2 bulan–5 tahun

86
a) Pneumonia berat

s11
(1) Ada sesak napas
(2) Harus dirawat dan diberikan antibiotik.

ke
b) Pneumonia

en
7m
(1) Tidak ada sesak napas
(2) Ada napas cepat dengan laju napas:
10
>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan–1 tahun
k0

>40 x/menit untuk anak >1–5 tahun


r-h

(3) Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.


mo

c) Bukan pneumonia
-no

(1) Tidak ada napas cepat dan sesak napas


mk

(2) Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik,


hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti
6/k

penurun panas
2/0

b. Bayi berusia di bawah 2 bulan


02

a) Pneumonia
z/2

(1) Ada napas cepat (>60 x/menit) atau sesak napas


.xy

(2) Harus dirawat dan diberikan antibiotik.


na

b) Bukan pneumonia
lya

(1) Tidak ada napas cepat atau sesak napas


(2) Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan
mu

simptomatis.
na
.ai

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


ww

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap.


//w

Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya


ps:

penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau


makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi,
htt

dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan

jdih.kemkes.go.id
-482-

bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat

l
tm
inap.

g.h
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan
kausal dengan antibiotik yang sesuai dan pengobatan suportif

tan
yang meliputi :

n
-te
1) Pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi

22
terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit,

20
dan gula darah

86
2) Untuk nyeri dan demam dapat diberikan

s11
analgetik/antipiretik
3) Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif

ke
4) Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat

en
7m
5) Komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan
diatasi 10
Pneumonia Rawat Jalan
k0

Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik


r-h

lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau


mo

kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat


-no

diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang


mk

mencapai 90%. Penelitian multisenter di Pakistan menemukan


bahwa pada pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan
6/k

kotrimoksazol dua kali sehari mempunyai efektifitas yang sama.


2/0

Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB,


02

sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP − 20


z/2

mg/kgBB sulfametoksazol.
.xy

Penumonia Rawat Inap


na

Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik


lya

golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang


tidak responsif terhadap beta-laktam dan kloramfenikol, dapat
mu

diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau


na

sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.


.ai

Sebaiknya segera dirujuk jika tidak tersedia antibiotik yang


ww

sesuai.
//w

Kriteria Rujukan
ps:

1) Pneumonia berat
2) Pneumonia rawat inap
htt

jdih.kemkes.go.id
-483-

Pencegahan

l
tm
1) Pemberian imunisasi Pemberian vitamin A

g.h
2) Menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara
3) Membiasakan cuci tangan

tan
4) Isolasi penderita

n
-te
5) Menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian

22
umum

20
6) Pemberian ASI

86
7) Menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan

s11
penderita ISPA
Komplikasi

ke
Empiema torakis, Perikarditis purulenta, Pneumotoraks, Infeksi

en
7m
ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta
10
Peralatan
k0

1) Termometer
r-h

2) Tensimeter
mo

3) Pulse oxymeter (jika fasilitas tersedia)


-no

4) Pemeriksaan pewarnaan gram


mk

5) Pemeriksaan darah rutin


6) Radiologi (jika fasilitas tersedia)
6/k

7) Oksigen
2/0
02

Prognosis
z/2

Prognosis tergantung pada beratnya penyakit dan ketepatan


.xy

penanganan.
na
lya

Referensi
1) Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti.
mu

Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.


na

Jakarta. 2011.(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011)


.ai

2) Mandell Al, Wunderink RG, Bartlett JG, Campbell GD,


ww

Dean NC, Dowell SE, etc. Infectious diseases society of


//w

America/American thoracic society consensus guidelines on


ps:

the management of community-acquired pneumonia in


adults. Clinical Infectious Diseases 2007; 44:S27–
htt

72(Mandel, et al., 2007)

jdih.kemkes.go.id
-484-

3) Said M. Pneumonia. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto

l
tm
DB, editor. Buku ajar respirologi anak. Edisi I. Jakarta:

g.h
IDAI;2011.p. 310-33. (Said, 2011)

tan
10. PNEUMOTORAKS

n
-te
No. ICPC-2 : R99 Respiratory Disease Other

22
No. ICD-10 : J93.9 Respiratory Disease other

20
Tingkat Kemampuan 4A

86
s11
Masalah Kesehatan
Pneumotoraks adalah kondisi dimana terdapat udara bebas dalam

ke
rongga pleura. Insiden pneumotoraks sulit diketahui karena

en
7m
episodenya banyak yang tidak diketahui. Umumnya pria lebih
banyak dari wanita. 10
Terdapat 2 jenis pneumotoraks, yaitu:
k0

a. Pneumotoraks spontan primer adalah pneumotoraks yang


r-h

terjadi tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya ataupun


mo

trauma, dan dapat terjadi pada individu yang sehat. Terutama


-no

lebih sering pada laki, tinggi dan kurus, dan perokok.


mk

b. Pneumotoraks spontan sekunder adalah pneumotoraks yang


terjadi pada penderita yang memiliki riwayat penyakit paru
6/k

sebelumnya seperti PPOK, TB paru dan lain-lain.


2/0
02

Hasil Anamnesis (Subjective)


z/2

Keluhan
.xy

a. Pneumotoraks dapat menimbulkan keluhan atau tidak. Keluhan


na

yang dapat timbul adalah sesak napas, yang dapat disertai nyeri
lya

dada pada sisi yang sakit. Nyeri dada tajam, timbul secara tiba-
tiba, dan semakin nyeri jika menarik napas dalam atau
mu

terbatuk. Keluhan timbul mendadak ketika tidak sedang


na

aktivitas.
.ai

b. Faktor risiko, di antaranya:


ww

1) Infeksi, misalnya: tuberkulosis, pneumonia


//w

2) Trauma
ps:

3) Merokok
htt

jdih.kemkes.go.id
-485-

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

l
tm
Pemeriksaan Fisik

g.h
Gejala klinis :
a. Hiperkapnia

tan
b. Hipotensi

n
-te
c. Takikardi

22
d. Perubahan status mental

20
e. Pemeriksaan fisik paru :

86
1) Inspeksi paru, tampak sisi yang sakit lebih menonjol dan

s11
tertinggal pada pernapasan
2) Palpasi paru, suara fremitus menurun di sisi yang sakit

ke
3) Perkusi paru, ditemukan suara hipersonor dan pergeseran

en
7m
mediastinum ke arah yang sehat
4) Auskultasi paru, didapatkan suara napas yang melemah
10
dan jauh
k0

Pemeriksaan Penunjang:
r-h

a. Foto toraks, didapatkan garis penguncupan paru yang sangat


mo

halus (pleural line), dan gambaran avaskuler di sisi yang sakit.


-no

Bila disertai darah atau cairan lainnya, akan tampak garis


mk

mendatar yang merupakan batas udara dan cairan (air fluid


level).
6/k

b. Pulse oxymetry. Pemeriksaan ini tidak untuk menegakkan


2/0

diagnosis, namun untuk menilai apakah telah terjadi gagal


02

napas.
z/2
.xy

Penegakan Diagnostik (Assessment)


na

Diagnosis Klinis
lya

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan untuk diagnosis definitif dengan pemeriksaan penunjang.
mu
na

Komplikasi
.ai

a. Kegagalan respirasi
ww

b. Kegagalan sirkulasi
//w

c. Kematian
ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


htt

a. Oksigen

jdih.kemkes.go.id
-486-

b. Jika ada tanda kegagalan sirkulasi, dilakukan pemasangan IV

l
tm
line dengan cairan kristaloid

g.h
c. Rujuk
Konseling dan Edukasi

tan
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai:

n
-te
a. Bahaya dan komplikasi pneumotoraks

22
b. Pertolongan kegawatdaruratan pada pneumotoraks

20
c. Perlunya rujukan segera ke RS

86
Kriteria Rujukan

s11
Segera rujuk pasien yang terdiagnosis pneumotoraks, setelah
dilakukan penanggulangan awal.

ke
en
7m
Peralatan
a. Infus set 10
b. Abbocath 14
k0

c. Tabung oksigen
r-h

d. Kanul hidung
mo

e. Sungkup sederhana
-no

f. Lidocaine 2%
mk

g. Spuit 3 cc, 5 cc, 10 cc, 20 cc, 50 cc


h. Three-way
6/k

i. Botol bervolume 500 cc


2/0
02

Prognosis
z/2

a. Ad vitam : Dubia
.xy

b. Ad functionam : Dubia
na

c. Ad sanationam : Dubia
lya

Referensi
mu

a. Astowo P. Pneumotoraks. Dalam: Pulmonologi intervensi dan


na

gawat darurat napas. Swidarmoko B, Susanto AD, editor.


.ai

Jakarta: Dep. Pulmonologi dan Ked. Respirasi. 2010: 54-


ww

71.(Astowo, 2010)
//w

b. MacDuff A, Arnold A, Harvey J. Management of spontaneous


ps:

pneumothorax: British Thoracic Society pleural diseases


guideline 2010. Thorax. 2010; 65:18-31.(MacDuff, et al., 2010)
htt

jdih.kemkes.go.id
-487-

11. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)

l
tm
No. ICPC-2 : R95 Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

g.h
No. ICD-10 : J44.9 Chronic Obstructive Pulmonary Diseasesm
unspecified

tan
Tingkat Kemampuan PPOK eksaserbasi akut 3B

n
-te
22
Masalah Kesehatan

20
PPOK adalah penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan diobati,

86
dikarakteristikkan dengan hambatan aliran udara yang persisten,

s11
progresif dan berhubungan dengan peningkatan respons inflamasi
kronis di paru terhadap partikel dan gas berbahaya. Eksaserbasi dan

ke
komorbid berkontribusi terhadap keseluruhan keparahan tiap

en
7m
individu. Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur
(10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, dan
10
Sulawesi Selatan masing-masing 6,7 persen. PPOK lebih tinggi pada
k0

laki-laki dibanding perempuan dan lebih tinggi di perdesaan


r-h

dibanding perkotaan. Prevalensi PPOK cenderung lebih tinggi pada


mo

masyarakat dengan pendidikan rendah dan kuintil indeks


-no

kepemilikan terbawah.
mk

Hasil Anamnesis (Subjective)


6/k

a. Keluhan
2/0

1) Sesak napas
02

2) Kadang-kadang disertai mengi


z/2

3) Batuk kering atau dengan dahak yang produktif


.xy

4) Rasa berat di dada


na

b. Faktor risiko
lya

1) Genetik
2) Pajanan partikel
mu

a) Asap rokok
na

b) Debu kerja, organik dan inorganik


.ai

c) Polusi udara dalam rumah dari pemanas atau


ww

biomassa rumah tangga dengan ventilasi yang buruk


//w

d) Polusi udara bebas


ps:

3) Pertumbuhan dan perkembangan paru


4) Stres oksidatif
htt

5) Jenis kelamin

jdih.kemkes.go.id
-488-

6) Umur

l
tm
7) Infeksi paru

g.h
8) Status sosial-ekonomi
9) Nutrisi.

tan
10) Komorbiditas

n
-te
c. Penilaian severitas gejala

22
Penilaian dapat dilakukan dengan kuesioner COPD Assesment

20
Test (CAT) yang terdiri atas 8 pertanyaan untuk mengukur

86
pengaruh PPOK terhadap status kesehatan pasien.

s11
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

ke
Pemeriksaan fisik

en
7m
a. Inspeksi
1) Sianosis sentral pada membran
10 mukosa mungkin
ditemukan
k0

2) Abnormalitas dinding dada yang menunjukkan hiper inflasi


r-h

paru termasuk iga yang tampak horizontal, barrel chest


mo

(diameter antero - posterior dan transversal sebanding) dan


-no

abdomen yang menonjol keluar


mk

3) Hemidiafragma mendatar
4) Laju respirasi istirahat meningkat lebih dari 20 kali/menit
6/k

dan pola napas lebih dangkal


2/0

5) Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu),


02

laju ekspirasi lebih lambat memungkinkan pengosongan


z/2

paru yang lebih efisien


.xy

6) Penggunaan otot bantu napas adalah indikasi gangguan


na

pernapasan
lya

7) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena


jugularis di leher dan edema tungkai
mu

b. Palpasi dan Perkusi


na

1) Sering tidak ditemukan kelainan pada PPOK


.ai

2) Irama jantung di apeks mungkin sulit ditemukan karena


ww

hiperinflasi paru
//w

3) Hiperinflasi menyebabkan hati letak rendah dan mudah di


ps:

palpasi
c. Auskultasi
htt

jdih.kemkes.go.id
-489-

1) Pasien dengan PPOK sering mengalami penurunan suara

l
tm
napas tapi tidak spesifik untuk PPOK

g.h
2) Mengi selama pernapasan biasa menunjukkan
keterbatasan aliran udara. Tetapi mengi yang hanya

tan
terdengar setelah ekspirasi paksa tidak spesifik untuk

n
-te
PPOK

22
3) Ronki basah kasar saat inspirasi dapat ditemukan

20
4) Bunyi jantung terdengar lebih keras di area xiphoideus

86
Pemeriksaan Penunjang

s11
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah uji jalan 6
menit yang dimodifikasi. Untuk di Puskesmas dengan sarana

ke
terbatas, evaluasi yang dapat digunakan adalah keluhan lelah yang

en
7m
timbul atau bertambah sesak.
Pemeriksaan-pemeriksaan ini dapat dilakukan bila fasilitas tersedia:
10
a. Spirometri
k0

b. Peak flow meter (arus puncak respirasi)


r-h

c. Pulse oxymetry
mo

d. Analisis gas darah


-no

e. Foto toraks
mk

f. Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit)


6/k

Penegakan Diagnostik (Assessment)


2/0

Diagnosis Klinis
02

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


z/2

penunjang.
.xy
na

Tabel 10.9 Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK


lya

Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat
mu

seiring berjalannya waktu)


na

Bertambah berat dengan aktivitas


.ai

Persisten (menetap sepanjang hari)


ww

Pasien mengeluh, “Perlu usaha untuk


//w

bernapas”
ps:

Berat, sukar bernapas, terengah-engah


htt

Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak

jdih.kemkes.go.id
-490-

Gejala Keterangan

l
tm
berdahak

g.h
Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat
mengindikasikan PPOK

tan
Riwayat terpajan faktor Asap rokok

n
-te
risiko Debu

22
Bahan kimia di tempat kerja

20
Asap dapur

86
Riwayat keluarga

s11
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

ke
en
Tujuan penatalaksanaan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat

7m
Pertama:
a. Mengurangi laju beratnya penyakit 10
b. Mempertahankan PPOK yang stabil
k0

c. Mengatasi eksaserbasi ringan


r-h

d. Merujuk ke spesialis paru atau rumah sakit


mo

Penatalaksanaan PPOK stabil


-no

a. Obat-obatan dengan tujuan mengurangi laju beratnya penyakit


mk

dan mempertahankan keadaan stabil.


6/k

b. Bronkodilator dalam bentuk oral, kombinasi golongan β2 agonis


(salbutamol) dengan golongan xantin (aminofilin dan teofilin).
2/0

Masing-masing dalam dosis suboptimal, sesuai dengan berat


02

badan dan beratnya penyakit. Untuk dosis pemeliharaan,


z/2

aminofilin/teofilin 100-150 mg kombinasi dengn salbutamol 1


.xy

mg.
na

c. Kortikosteroid digunakan dalam bentuk inhalasi, bila tersedia.


lya

d. Ekspektoran dengan obat batuk hitam (OBH)


mu

e. Mukolitik (ambroxol) dapat diberikan bila sputum mukoid.


Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut ringan
na

a. Oksigen (bila tersedia)


.ai

b. Bronkodilator
ww

Pada kondisi eksaserbasi, dosis dan atau frekuensi


//w

bronkodilator kerja pendek ditingkatkan dan dikombinasikan


ps:

dengan antikolinergik. Bronkodilator yang disarankan adalah


htt

dalam sediaan inhalasi. Jika tidak tersedia, obat dapat

jdih.kemkes.go.id
-491-

diberikan secara injeksi, subkutan, intravena atau perdrip,

l
tm
misalnya:

g.h
Adrenalin 0,3 mg subkutan, digunakan dengan hati-hati
Aminofilin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran) harus

tan
perlahan (10 menit) utk menghindari efek samping.dilanjutkan

n
-te
dengan perdrip 0,5-0,8 mg/kgBB/jam.

22
c. Kortikosteroid

20
Diberikan dalam dosis 30 mg/hari diberikan maksimal selama 2

86
minggu. Pemberian selama 2 minggu tidak perlu tapering off.

s11
d. Antibiotik yang tersedia di Puskesmas
e. Pada kondisi telah terjadi kor pulmonale, dapat diberikan

ke
diuretik dan perlu berhati-hati dalam pemberian cairan.

en
Konseling dan Edukasi
7m
10
a. Edukasi ditujukan untuk mencegah penyakit bertambah berat
k0

dengan cara menggunakan obat-obatan yang tersedia dengan


r-h

tepat, menyesuaikan keterbatasan aktivitas serta mencegah


mo

eksaserbasi.
-no

b. Pengurangan pajanan faktor risiko


mk

c. Berhenti merokok
d. Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat,
6/k

dapat diberikan dalam porsi kecil tetapi sering.


2/0

e. Rehabilitasi
02

1) Latihan bernapas dengan pursed lip breathing


z/2

2) Latihan ekspektorasi
.xy

3) Latihan otot pernapasan dan ekstremitas


na

f. Terapi oksigen jangka panjang


lya

Kriteria Rujukan:
a. Untuk memastikan diagnosis dan menentukan derajat PPOK
mu

b. PPOK eksaserbasi sedang - berat


na

c. Rujukan penatalaksanaan jangka panjang


.ai
ww

Peralatan
//w

a. Spirometer
ps:

b. Peak flow meter


c. Pulse oxymeter
htt

d. Tabung oksigen

jdih.kemkes.go.id
-492-

e. Kanul hidung

l
tm
f. Sungkup sederhana

g.h
g. Sungkup inhalasi
h. Nebulizer

tan
i. Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin

n
-te
22
Prognosis

20
a. Ad vitam : Dubia

86
b. Ad functionam : Dubia

s11
c. Ad sanationam : Dubia

ke
Referensi

en
7m
a. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif
kronik. Diagnosis dan penatalaksanaan.
10 Jakarta. 2011.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011)
k0

b. Global strategy for the diagnosis, management and prevention of


r-h

chronic obstructive pulmonary disease. GOLD, Inc.


mo

2013.(GLobal Initiatives for COPD, 2013)


-no

c. Global strategy for the diagnosis, management and prevention of


mk

chronic obstructive pulmonary disease. GOLD, Inc. 2006.(Global


Initiatives for COPD, 2006)
6/k
2/0

ALGORITMA PENGOBATAN PPOK EKSASERBASI AKUT


02

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan


z/2

dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat


.xy

disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara,


na

kelelahan atau timbulnya komplikasi.


lya

Gejala eksaserbasi :
a. Sesak bertambah
mu

b. Produksi sputum meningkat


na

c. Perubahan warna sputum


.ai

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :


ww

a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas


//w

b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas


ps:

c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah


infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab
htt

lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan

jdih.kemkes.go.id
-493-

frekuensi pernapasan > 20% baseline , atau frekuensi nadi >

l
tm
20% baseline

g.h
tan
PPOK Eksaserbasi

n
-te
22
20
PPOK Eksaserbasi Ringan PPOK Eksaserbasi Sedang-Berat

86
s11
• Pemberian oksigen
• Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan

ke
mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan

en
dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebulizer
• Memberikan mukolitik & ekspektoran

7m
• Memberikan steroid oral
• Memberikan antibiotik bila ada infeksi 10
• Memberikan diuretik bila cairan berlebih
k0
r-h

Sembuh atau Perbaikan Gejala


mo
-no

Lanjutkan tatalaksana, Tidak ada


mk

kurangi jika mungkin → RUJUK


perbaikan
boeh pulang
6/k

Gambar 10.3 Algoritma Pengobatan PPOK Eksaserbasi Akut


2/0
02

12. Epistaksis
z/2

No. ICPC-2 : R06. Nose bleed/epistaxis


.xy

No. ICD-10 : R04.0 Epistaxis


na

Tingkat Kemampuan 4A
lya
mu

Masalah Kesehatan
na

Epistaksis adalah perdarahan yang mengalir keluar dari hidung yang


.ai

berasal dari rongga hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu


ww

penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan. Hampir 90%


epistaksis dapat berhenti sendiri. Perdarahan dari hidung dapat
//w

merupakan gejala yang sangat mengganggu. Faktor etiologi dapat


ps:

lokal atau sistemik. Sumber perdarahan harus dicari dan dikoreksi


htt

untuk mengobati epistaksis secara efektif.

jdih.kemkes.go.id
-494-

Klasifikasi

l
tm
a. Epistaksis Anterior

g.h
Epistaksis anterior paling sering berasal dari pleksus
Kiesselbach, yang merupakan sumber perdarahan paling sering

tan
dijumpai pada anak-anak. Selain itu juga dapat berasal dari

n
-te
arteri etmoidalis anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri

22
(spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.

20
b. Epistaksis Posterior

86
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri

s11
sfenopalatina atau arteri etmoidalis posterior. Epistaksis
posterior sering terjadi pada orang dewasa yang menderita

ke
hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit kardiovaskuler.

en
7m
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
10
Hasil Anamnesis (Subjective)
k0

Keluhan
r-h

a. Keluar darah dari hidung atau riwayat keluar darah dari


mo

hidung.
-no

b. Harus ditanyakan secara spesifik mengenai :


mk

1) Lokasi keluarnya darah (depan rongga hidung atau ke


tenggorok)
6/k

2) Banyaknya perdarahan
2/0

3) Frekuensi
02

4) Lamanya perdarahan
z/2

Faktor Risiko
.xy

a. Trauma
na

b. Adanya penyakit di hidung yang mendasari, misalnya:


lya

rinosinusitis, rinitis alergi.


c. Penyakit sistemik, seperti kelainan pembuluh darah, nefritis
mu

kronik, demam berdarah dengue.


na

d. Riwayat penggunaan obat-obatan seperti NSAID, aspirin,


.ai

warfarin, heparin, tiklodipin, semprot hidung kortikosteroid.


ww

e. Tumor, baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus


//w

paranasal, atau nasofaring.


ps:

f. Kelainan kongenital, misalnya: hereditary hemorrhagic


telangiectasia / Osler's disease.
htt

g. Adanya deviasi septum.

jdih.kemkes.go.id
-495-

h. Pengaruh lingkungan, misalnya tinggal di daerah yang sangat

l
tm
tinggi, tekanan udara rendah, atau lingkungan dengan udara

g.h
yang sangat kering.
i. Kebiasaan

n tan
-te
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

22
Pemeriksaan Fisik

20
a. Rinoskopi anterior

86
Pemeriksaan harus dilakukan secara berurutan dari anterior ke

s11
posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding
lateral hidung dan konka inferior harus diperiksa dengan

ke
cermat untuk mengetahui sumber perdarahan.

en
7m
b. Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting
10
pada pasien dengan epistaksis berulang untuk menyingkirkan
k0

neoplasma.
r-h

c. Pengukuran tekanan darah


mo

Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis


-no

hipertensi, karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis


mk

posterior yang hebat dan sering berulang.


6/k

Pemeriksaan Penunjang
2/0

Bila diperlukan:
02

a. Darah perifer lengkap


z/2

b. Skrining terhadap koagulopati (bleeding time, clotting time)


.xy
na

Penegakan Diagnostik (Assessment)


lya

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
mu

dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan.


na

Diagnosis Banding
.ai

Hemoptisis, Varises oesofagus yang berdarah, Perdarahan di basis


ww

cranii, Karsinoma nasofaring, Angiofibroma hidung.


//w

Komplikasi
ps:

a. Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis


(karena ostium sinus tersumbat) dan sumbatan duktus
htt

lakrimal.

jdih.kemkes.go.id
-496-

b. Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media,

l
tm
haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan sudut bibir

g.h
bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang
ditarik.

tan
c. Akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia.

n
-te
22
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

20
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu :

86
a. Menghentikan perdarahan

s11
b. Mencegah komplikasi
c. Mencegah berulangnya epistaksis

ke
Penatalaksanaan

en
7m
a. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam
posisi duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan
10
syok, pasien bisa berbaring dengan kepala dimiringkan.
k0

b. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan


r-h

dapat dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan,


mo

kemudian cuping hidung ditekan ke arah septum selama 3-5


-no

menit (metode Trotter).


mk

c. Bila perdarahan berhenti, dengan spekulum hidung dibuka dan


dengan alat pengisap (suction) dibersihkan semua kotoran
6/k

dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah


2/0

membeku.
02

d. Bila perdarahan tidak berhenti, masukkan kapas yang dibasahi


z/2

ke dalam hidung dengan larutan anestesi lokal yaitu 2 cc


.xy

larutan Lidokain 2% yang ditetesi 0,2 cc larutan Adrenalin


na

1/1000. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit dan


lya

membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan


dapat berhenti sementara untuk mencari sumber perdarahan.
mu

Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan


na

dan dilakukan evaluasi.


.ai

e. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat


ww

dengan jelas, dilakukan kaustik dengan lidi kapas yang dibasahi


//w

larutan Nitras Argenti 15 – 25% atau asam Trikloroasetat 10%.


ps:

Sesudahnya area tersebut diberi salep antibiotik.


f. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus
htt

berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior dengan

jdih.kemkes.go.id
-497-

kapas atau kain kasa yang diberi Vaselin yang dicampur betadin

l
tm
atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat

g.h
dari kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm,
diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak

tan
rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan tempat

n
-te
asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 2 x 24 jam.

22
Selama 2 hari dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari

20
faktor penyebab epistaksis. Selama pemakaian tampon,

86
diberikan antibiotik sistemik dan analgetik.

s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo

Gambar 10.4 Tampon anterior hidung


-no
mk

g. Untuk perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon


6/k

posterior, yang disebut tampon Bellocq. Tampon ini terbuat dari


kasa padat berbentuk bulat atau kubus berdiameter kira-kira 3
2/0

cm. Pada tampon ini terdapat 3 buah benang, yaitu 2 buah


02

pada satu sisi dan sebuah pada sisi lainnya. Tampon harus
z/2

dapat menutupi koana (nares posterior). Teknik pemasangan


.xy

tampon posterior, yaitu:


na

1) Masukkan kateter karet melalui nares anterior dari hidung


lya

yang berdarah sampai tampak di orofaring, lalu tarik


mu

keluar melalui mulut.


2) Ikatkan ujung kateter pada 2 buah benang tampon Bellocq,
na

kemudian tarik kembali kateter itu melalui hidung.


.ai

3) Tarik kedua ujung benang yang sudah keluar melalui nares


ww

anterior dengan bantuan jari telunjuk, dorong tampon ke


//w

nasofaring. Jika dianggap perlu, jika masih tampak


ps:

perdarahan keluar dari rongga hidung, maka dapat pula


htt

dimasukkan tampon anterior ke dalam kavum nasi.

jdih.kemkes.go.id
-498-

4) Ikat kedua benang yang keluar dari nares anterior pada

l
tm
sebuah gulungan kain kasa di depan lubang hidung,

g.h
supaya tampon yang terletak di nasofaring tidak bergerak.
5) Lekatkan benang yang terdapat di rongga mulut dan terikat

tan
pada sisi lain dari tampon Bellocq pada pipi pasien.

n
-te
Gunanya adalah untuk menarik tampon keluar melalui

22
mulut setelah 2-3 hari.

20
6) Berikan juga obat hemostatik selain dari tindakan

86
penghentian perdarahan itu.

s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no

Gambar 10.5 Tampon posterior (Bellocq) untuk hidung


mk

Rencana Tindak Lanjut


6/k

Setelah perdarahan dapat diatasi, langkah selanjutnya adalah


2/0

mencari sumber perdarahan atau penyebab epistaksis.


02

Konseling dan Edukasi


z/2

Memberitahu pasien dan keluarga untuk:


a. Mengidentifikasi penyebab epistaksis, karena hal ini merupakan
.xy

gejala suatu penyakit, sehingga dapat mencegah timbulnya


na

kembali epistaksis.
lya

b. Mengontrol tekanan darah pada penderita dengan hipertensi.


mu

c. Menghindari membuang lendir melalui hidung terlalu keras.


na

d. Menghindari memasukkan benda keras ke dalam hidung,


.ai

termasuk jari sehingga dibutuhkan pengawasan yang lebih


ww

ketat pada pasien anak.


//w

e. Membatasi penggunaan obat-obatan yang dapat meningkatkan


perdarahan seperti aspirin atau ibuprofen.
ps:

Pemeriksaan penunjang lanjutan


htt

Pemeriksaan radiologi: Foto sinus paranasal bila dicurigai sinusitis.

jdih.kemkes.go.id
-499-

Kriteria Rujukan

l
tm
a. Bila perlu mencari sumber perdarahan dengan modalitas yang

g.h
tidak tersedia di layanan Tingkat Pertama, misalnya naso-
endoskopi.

tan
b. Pasien dengan epistaksis yang curiga akibat tumor di rongga

n
-te
hidung atau nasofaring.

22
c. Epistaksis yang terus berulang atau masif

20
86
Prognosis

s11
a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Bonam

ke
c. Ad sanationam : Bonam

en
Peralatan dan Bahan Medis Habis Pakai
7m
10
a. Lampu kepala
k0

b. Spekulum hidung
r-h

c. Alat penghisap (suction)


mo

d. Pinset bayonet
-no

e. Tampon anterior, Tampon posterior


mk

f. Kaca rinoskopi posterior


g. Kapas dan kain kassa
6/k

h. Lidi kapas
2/0

i. Nelaton kateter
02

j. Benang kasur
z/2

k. Larutan Adrenalin 1/1000


.xy

l. Larutan Pantokain 2% atau Lidokain 2%


na

m. Larutan Nitras Argenti 15 – 25%


lya

n. Salep vaselin, Salep antibiotik


mu

Referensi
na

a. Adam, G.L. Boies, L.R. Higler. Boies.Buku Ajar Penyakit THT. Ed.
.ai

ke-6. Jakarta: EGC. 1997.


ww

b. Iskandar, M. Teknik Penatalaksanaan Epistaksis. In: Cermin


//w

Dunia Kedokteran. No. 132. 2001. p. 43-4(Iskandar, 2001)


ps:

c. Mangunkusumo, E. Wardani, R.S.Epistaksisdalam Buku Ajar


Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala&Leher. Ed.
htt

ke-6. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.

jdih.kemkes.go.id
-500-

13. Benda Asing Di Hidung

l
tm
No. ICPC-2 : R87. Foreign body nose/larynx/bronch

g.h
No. ICD-10 : T17.1 Foreign body in nostril
Tingkat Kemampuan: 4A

ntan
-te
Masalah Kesehatan

22
Kasus benda asing di hidung sering ditemui oleh dokter di fasilitas

20
pelayanan kesehatan Tingkat Pertama. Kasus ini paling sering

86
dialami oleh anak dan balita. Terdapat dua jenis benda asing, yaitu

s11
benda hidup (organik) dan benda mati (anorganik). Contoh benda
asing organik, antara lain lintah, lalat, larva, sedangkan benda asing

ke
anorganik, misalnya manik-manik, kertas, tisu, logam, baterai kecil,

en
7m
kacang-kacangan, dan lain-lain.
Hasil Anamnesis (Subjective) 10
k0

Keluhan
r-h

a. Hidung tersumbat
mo

b. Onset tiba-tiba
-no

c. Umumnya unilateral
mk

d. Hiposmia atau anosmia


e. Setelah 2 – 3 hari, keluar sekret mukoid / mukopurulen dan
6/k

berbau di satu sisi hidung.


2/0

f. Dapat timbul rasa nyeri


02

g. Bila benda asing organik, terasa ada yang bergerak-gerak di


z/2

dalam rongga hidung. Khusus untuk lintah, sumbatan pada


.xy

hidung semakin memberat setiap hari.


na

h. Adanya laporan dari pasien atau orang tua mengenai adanya


lya

benda yang masuk atau dimasukkan ke rongga hidung.


mu

Faktor Risiko
na

Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan masuknya benda


.ai

asing ke dalam rongga hidung:


ww

a. Umur: biasanya anak ≤ 5 tahun


//w

b. Adanya kegagalan mekanisme proteksi yang normal, misal:


ps:

keadaan tidur, kesadaran menurun, alkoholisme, epilepsi


c. Adanya masalah kejiwaan, emosi, dan gangguan psikiatrik
htt

jdih.kemkes.go.id
-501-

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

l
tm
Pemeriksaan Fisik

g.h
Pada rinoskopi anterior, nampak:
a. Benda asing

tan
b. Sekret purulen (bila sudah berlangsung 2 – 3 hari)

n
-te
22
Pemeriksaan Penunjang:

20
Foto Rontgen kranium (Schedel) posisi AP dan lateral, bila diperlukan

86
dan fasilitas tersedia.

s11
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis

ke
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

en
7m
Diagnosis Banding
Rinolit 10
k0

Komplikasi
r-h

a. Obstruksi jalan napas akut akibat masuknya benda asing ke


mo

saluran napas yang lebih distal (laring, trakea).


-no

b. Pada benda asing organik berupa larva / ulat / lintah, dapat


mk

terjadi destruksi mukosa dan kartilago hidung.


c. Benda asing baterai cepat merusak mukosa sehingga dapat
6/k

masuk ke dalam septum atau konka inferior dalam beberapa


2/0

jam dan menyebabkan perforasi septum.


02

d. Pada benda asing berupa lalat (miasis hidung), dapat terjadi


z/2

invasi ke intrakranium dan, walaupun jarang, dapat


.xy

menyebabkan meningitis yang fatal.


na
lya

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
mu

a. Non Medikamentosa
na

1) Tindakan ekstraksi benda asing secara manual dengan


.ai

menggunakan pengait tumpul atau pinset. Dokter perlu


ww

berhati-hati agar tidak sampai mendorong benda asing


//w

lebih dalam sehingga masuk ke saluran napas bawah.


ps:

2) Untuk lintah, sebelum ekstraksi, teteskan air tembakau ke


dalam rongga hidung dan biarkan 5 menit hingga lintah
htt

terlebih dahulu terlepas dari mukosa hidung.

jdih.kemkes.go.id
-502-

b. Medikamentosa

l
tm
Pemberian antibiotik per oral selama 5 hari bila telah terjadi

g.h
infeksi sekunder.
Konseling dan Edukasi

tan
a. Reassurance bahwa tidak ada kondisi berbahaya bila segera

n
-te
dilakukan ekstraksi.

22
b. Sebelum tindakan dilakukan, dokter perlu menjelaskan

20
mengenai prosedur ekstraksi dan meminta persetujuan pasien /

86
orang tua (informed consent).

s11
c. Setelah benda asing berhasil dikeluarkan, dokter dapat memberi
beberapa saran yang relevan untuk mencegah berulangnya

ke
kejadian kemasukan benda asing ke hidung di kemudian hari,

en
7m
misalnya:
1) Pada orang tua, dapat lebih berhati-hati dalam meletakkan
10
benda-benda yang mudah atau sering dimasukkan ke
k0

dalam rongga hidung.


r-h

2) Pada anak, dapat diingatkan untuk menghindari


mo

memasukkan benda-benda ke dalam hidung.


-no

3) Pada pekerja yang sering terpapar larva atau benda-benda


mk

organik lain, dapat menggunakan masker saat bekerja.


6/k

Kriteria Rujukan
2/0

a. Pengeluaran benda asing tidak berhasil karena perlekatan atau


02

posisi benda asing sulit dilihat.


z/2

b. Pasien tidak kooperatif.


.xy
na

Prognosis
lya

a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Bonam
mu

c. Ad sanationam : Bonam
na
.ai

Peralatan
ww

a. Lampu kepala
//w

b. Spekulum hidung
ps:

c. Pengait tumpul(blunt hook)


d. Pinset
htt

e. Forsep aligator

jdih.kemkes.go.id
-503-

f. Suction

l
tm
g. Xylocaine 2% spray

g.h
h. Formulir informed consent

tan
Referensi

n
-te
a. Efiaty, A. Nurbaiti, I. Jenny, B. Ratna, D. Buku Ajar Ilmu

22
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th Ed.

20
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.

86
b. Buku Modul Hidung: Benda Asing 1st ed. Jakarta: Kolegium Ilmu

s11
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher.
2008. (Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL, 2008)

ke
en
7m
14. Furunkel Pada Hidung
No. ICPC-2 : R73. Boil/abscess nose
10
No. ICD-10 : J34.0 Abscess, furuncle and carbuncle of nose
k0

Tingkat Kemampuan 4A
r-h
mo

Masalah Kesehatan
-no

Furunkel adalah infeksi dari kelenjar sebasea atau folikel rambut


mk

hidung yang melibatkan jaringan subkutan. Biasanya disebabkan


oleh Staphylococcus aureus. Penyakit ini memiliki insidensi yang
6/k

rendah. Belum terdapat data spesifik yang menunjukkan prevalensi


2/0

furunkel. Furunkel umumnya terjadi paling banyak pada anak-anak,


02

remaja sampai dewasa muda.


z/2
.xy

Hasil Anamnesis (Subjective)


na

Keluhan
lya

a. Bisul di dalam hidung, disertai rasa nyeri dan perasaan tidak


nyaman.
mu

b. Kadang dapat disertai gejala rinitis.


na

Faktor Risiko
.ai

a. Sosio ekonomi rendah


ww

b. Higiene personal yang buruk


//w

c. Rinitis kronis, akibat iritasi dari sekret rongga hidung.


ps:

d. Kebiasaan mengorekrinitisbagian dalam hidung.


htt

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

jdih.kemkes.go.id
-504-

Pemeriksaan Fisik

l
tm
Pada lubang hidung tampak furunkel. Paling sering terdapat pada

g.h
lateral vestibulum nasi yang mempunyai vibrissae (rambut hidung).
Pemeriksaan Penunjang:

tan
Tidak diperlukan

n
-te
22
Penegakan Diagnostik (Assessment)

20
Diagnosis Klinis

86
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

s11
Diagnosis Banding:-
Komplikasi

ke
a. Penyebaran infeksi ke vena fasialis, vena oftalmika, lalu ke sinus

en
7m
kavernosus sehingga menyebabkan tromboflebitis sinus
kavernosus. 10
b. Abses.
k0

c. Vestibulitis.
r-h
mo

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


-no

Penatalaksanaan
mk

a. Non Medikamentosa
1) Kompres hangat
6/k

2) Insisi dilakukan jika telah timbul abses


2/0

b. Medikamentosa
02

1) Antibiotik topikal, seperti salep Bacitrasin dan Polimiksin B


z/2

2) Antibiotik oral selama 7-10 hari, yaitu Amoksisilin 3 x 500


.xy

mg/hari, Sefaleksin 4 x 250 – 500 mg/hari, atau


na

Eritromisin 4 x 250 – 500 mg/hari.


lya

Konseling dan Edukasi


a. Menghindari kebiasaan mengorek-ngorek bagian dalam hidung.
mu

b. Tidak memencet atau melakukan insisi padafurunkel.


na

c. Selalu menjaga kebersihan diri.


.ai

Kriteria Rujukan: -
ww

Prognosis
//w

a. Ad vitam : Bonam
ps:

b. Ad functionam : Bonam
c. Ad sanationam : Bonam
htt

jdih.kemkes.go.id
-505-

Peralatan dan Bahan Medis Habis Pakai

l
tm
a. Lampu kepala

g.h
b. Spekulum hidung
c. Skalpel atau jarum suntik ukuran sedang (untuk insisi)

tan
d. Kassa steril

n
-te
e. Klem

22
f. Pinset Bayonet

20
g. Larutan Povidon Iodin 7,5%

86
s11
Referensi
a. Adam, G.L. Boies L.R. Higler.Boies.Buku Ajar Penyakit THT. Ed.

ke
ke-6. Jakarta: EGC. 1997.

en
7m
b. Wardani, R.S. Mangunkusumo, E.Infeksi Hidung dalam Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala&Leher.
10
Ed. ke-6. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
k0

2007.
r-h
mo

15. Rinitis Akut


-no

No. ICPC-2 : R74. Upper respiratory infection acute


mk

No. ICD-10 : J00. Acute nasopharyngitis (common cold)


Tingkat Kemampuan: 4A
6/k
2/0

Masalah Kesehatan
02

Rinitis akut adalah peradangan pada mukosa hidung yang


z/2

berlangsung akut (<12 minggu). Hal ini dapat disebabkan oleh


.xy

infeksi virus, bakteri, ataupun iritan. Radang sering ditemukan


na

karena manifestasi dari rinitis simpleks (common cold), influenza,


lya

penyakit eksantem (seperti morbili, variola, varisela, pertusis),


penyakit spesifik, serta sekunder dari iritasi lokal atau trauma.
mu
na

Hasil Anamnesis (Subjective)


.ai

Keluhan
ww

a. Keluar ingus dari hidung (rinorea)


//w

b. Hidung tersumbat
ps:

c. Dapat disertai rasa panas atau gatal pada hidung


d. Bersin-bersin
htt

e. Dapat disertai batuk

jdih.kemkes.go.id
-506-

Faktor Risiko

l
tm
a. Penurunan daya tahan tubuh.

g.h
b. Paparan debu, asap, atau gas yang bersifat iritatif.
c. Paparan dengan penderita infeksi saluran napas.

ntan
-te
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

22
Pemeriksaan Fisik

20
a. Suhu dapat meningkat

86
b. Rinoskopi anterior:

s11
1) Tampak kavum nasi sempit, terdapat sekret serous atau
mukopurulen, mukosa konka udem dan hiperemis.

ke
2) Pada rinitis difteri tampak sekret yang bercampur darah.

en
7m
Membran keabu-abuan tampak menutup konka inferior
dan kavum nasi bagian bawah, membrannya lengket dan
10
bila diangkat mudah berdarah.
k0

Pemeriksaan Penunjang: Tidak diperlukan


r-h
mo

Penegakan Diagnostik (Assessment)


-no

Diagnosis Klinis
mk

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Klasifikasi berdasarkan etiologi:
6/k

a. Rinitis Virus
2/0

1) Rinitis simplek (pilek, selesma, common cold, coryza)


02

Rinitis simplek disebabkan oleh virus. Infeksi biasanya


z/2

terjadi melalui droplet di udara. Beberapa jenis virus yang


.xy

berperan antara lain, adenovirus, picovirus, dan


na

subgrupnya seperti rhinovirus, dan coxsackievirus. Masa


lya

inkubasinya 1-4 hari dan berakhir dalam 2-3 minggu.


2) Rinitis influenza
mu

Virus influenza A, Batau C berperan dalam penyakit ini.


na

Tanda dan gejalanya mirip dengan common cold.


.ai

Komplikasi berhubungan dengan infeksi bakteri sering


ww

terjadi.
//w

3) Rinitis eksantematous
ps:

Morbili, varisela, variola, dan pertusis, sering berhubungan


dengan rinitis, dimana didahului dengan eksantema sekitar
htt

jdih.kemkes.go.id
-507-

2-3 hari. Infeksi sekunder dan komplikasi lebih sering

l
tm
dijumpai dan lebih berat.

g.h
b. Rinitis Bakteri
1) Infeksi non spesifik

tan
a) Rinitis bakteri primer. Infeksi ini tampak pada anak

n
-te
dan biasanya akibat dari infeksi pneumococcus,

22
streptococcus atau staphylococcus. Membran putih

20
keabu-abuan yang lengket dapat terbentuk di rongga

86
hidung, dan apabila diangkat dapat menyebabkan

s11
pendarahan / epistaksis.
b) Rinitis bakteri sekunder merupakan akibat dari infeksi

ke
bakteri pada rinitis viral akut.

en
7m
2) Rinitis Difteri
Disebabkan oleh Corynebacterium
10 diphteriae, dapat
berbentuk akut atau kronik dan bersifat primer pada
k0

hidung atau sekunder pada tenggorokan. Harus dipikirkan


r-h

pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak


mo

lengkap. Penyakit ini semakin jarang ditemukan karena


-no

cakupan program imunisasi yang semakin meningkat.


mk

c. Rinitis Iritan
Disebabkan oleh paparan debu, asap atau gas yang bersifat
6/k

iritatif seperti ammonia, formalin, gas asam dan lain-lain. Dapat


2/0

juga disebabkan oleh trauma yang mengenai mukosa hidung


02

selama masa manipulasi intranasal, contohnya pada


z/2

pengangkatan corpus alienum. Pada rinitis iritan terdapat reaksi


.xy

yang terjadi segera yang disebut dengan “immediate


na

catarrhalreaction” bersamaan dengan bersin, rinore, dan hidung


lya

tersumbat. Gejalanya dapat sembuh cepat dengan


menghilangkan faktor penyebab atau dapat menetap selama
mu

beberapa hari jika epitel hidung telah rusak. Pemulihan akan


na

bergantung pada kerusakan epitel dan infeksi yang terjadi.


.ai
ww

Diagnosis Banding
//w

Rinitis alergi pada serangan akut, Rinitis vasomotor pada serangan


ps:

akut
Komplikasi
htt

a. Rinosinusitis

jdih.kemkes.go.id
-508-

b. Otitis media akut.

l
tm
c. Otitis media efusi

g.h
d. Infeksi traktus respiratorius bagian bawah seperti laringitis,
trakeobronkitis, pneumonia.

ntan
-te
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

22
Penatalaksanaan

20
a. Non medikamentosa

86
1) Istirahat yang cukup

s11
2) Menjaga asupan yang bergizi dan sehat
b. Medikamentosa

ke
1) Simtomatik: analgetik dan antipiretik (Paracetamol),

en
7m
dekongestan topikal, dekongestan oral (Pseudoefedrin,
Fenilpropanolamin, Fenilefrin). 10
2) Antibiotik: bila terdapat komplikasi seperti infeksi sekunder
k0

bakteri, Amoksisilin, Eritromisin, Sefadroksil.


r-h

3) Untuk rinitis difteri: Penisilin sistemik dan anti-toksin


mo

difteri.
-no
mk

Rencana Tindak Lanjut


Jika terdapat kasus rinitis difteri dilakukan pelaporan ke dinas
6/k

kesehatan setempat.
2/0

Konseling dan Edukasi


02

Memberitahu individu dan keluarga untuk:


z/2

a. Menjaga tubuh selalu dalam keadaan sehat.


.xy

b. Lebih sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh


na

wajah.
lya

c. Memperkecil kontak dengan orang-orang yang telah terinfeksi.


d. Menutup mulut ketika batuk dan bersin.
mu

e. Mengikuti program imunisasi lengkap, sepertivaksinasi


na

influenza, vaksinasi MMR untuk mencegah terjadinya rinitis


.ai

eksantematosa.
ww

f. Menghindari pajanan alergen bila terdapat faktor alergi sebagai


//w

pemicu.
ps:

g. Melakukan bilas hidung secara rutin.


htt

jdih.kemkes.go.id
-509-

Peralatan

l
tm
a. Lampu kepala

g.h
b. Spekulum hidung
c. Suction

tan
n
-te
Prognosis

22
a. Ad vitam : Bonam

20
b. Ad functionam : Bonam

86
c. Ad sanationam : Bonam

s11
Referensi

ke
a. Adam, G.L. Boies, L.R. Higler.Boies.Buku Ajar Penyakit THT. Ed.

en
7m
ke-6. Jakarta: EGC. 1997.
b. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed. Ke-
10
8. McGraw-Hill. 2003.
k0

c. Wardani, R.S. Mangunkusumo, E.Infeksi Hidung dalam Buku


r-h

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan


mo

Leher. Ed. ke-6.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas


-no

Indonesia. 2007.
mk

16. Rinitis Vasomotor


6/k

No. ICPC-2 : R97 Allergic rhinitis


2/0

No. ICD-10 : J30.0 Vasomotor rhinitis


02

Tingkat Kemampuan 4A
z/2
.xy

Masalah Kesehatan
na

Rinitis vasomotor adalah salah satu bentuk rinitis kronik yang tidak
lya

diketahui penyebabnya (idiopatik), tanpa adanya infeksi, alergi,


eosinofilia, perubahan hormonal, dan pajanan obat (kontrasepsi oral,
mu

antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin, dan obat topikal


na

hidung dekongestan). Rinitis non alergi dan mixed rhinitis lebih


.ai

sering dijumpai pada orang dewasa dibandingkan anak-anak, lebih


ww

sering dijumpai pada wanita dan cenderung bersifat menetap.


//w
ps:

Hasil Anamnesis(Subjective)
Keluhan
htt

jdih.kemkes.go.id
-510-

a. Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi

l
tm
tidur pasien, memburuk pada pagi hari dan jika terpajan

g.h
lingkungan non-spesifik seperti perubahan suhu atau
kelembaban udara, asap rokok, bau menyengat.

tan
b. Rinore yang bersifat serosa atau mukus, kadang-kadang

n
-te
jumlahnya agak banyak.

22
c. Bersin-bersin lebih jarang dibandingkan rinitis alergika.

20
d. Lebih sering terjadi pada wanita.

86
Faktor Predisposisi

s11
a. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf
simpatis antara lain: Ergotamin, Klorpromazine, obat anti

ke
hipertensi, dan obat vasokonstriktor topikal.

en
7m
b. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin,
kelembaban udara yang tinggi, serta bau yang menyengat
10
(misalnya, parfum).
k0

c. Faktor endokrin, seperti kehamilan, masa pubertas, pemakaian


r-h

kontrasepsi oral, dan hipotiroidisme.


mo

d. Faktor psikis, seperti rasa cemas, tegang, dan stress.


-no
mk

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
6/k

Rinoskopi anterior:
2/0

a. Tampak gambaran konka inferior membesar (edema atau


02

hipertrofi), berwarna merah gelap atau merah tua atau pucat.


z/2

Untuk membedakan edema dengan hipertrofi konka, dokter


.xy

dapat memberikan larutan Epinefrin 1/10.000 melalui tampon


na

hidung. Pada edema, konka akan mengecil, sedangkan pada


lya

hipertrofi tidak mengecil.


b. Terlihat adanya sekret serosa dan biasanya jumlahnya tidak
mu

banyak. Akan tetapi pada golongan rinore tampak sekret serosa


na

yang jumlahnya sedikit lebih banyak dengan konka licin atau


.ai

berbenjol-benjol.
ww
//w

Pemeriksaan Penunjang
ps:

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan


kemungkinan rinitis alergi. Pemeriksaan dilakukan bila
htt

jdih.kemkes.go.id
-511-

diperlukan dan fasilitas tersedia di layanan Tingkat Pertama,

l
tm
yaitu:

g.h
a. Kadar eosinofil pada darah tepi atau sekret hidung
b. Tes cukit kulit (skin prick test)

tan
c. Kadar IgE spesifik

n
-te
22
Penegakan Diagnostik (Assessment)

20
Diagnosis Klinis

86
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

s11
dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3

ke
golongan, yaitu:

en
7m
a. Golongan bersin (sneezer): gejalabiasanya memberikan respon
baik dengan terapi antihistamin dan glukokortikoid topikal.
10
b. Golongan rinore (runners): gejala rinore yang jumlahnya banyak.
k0

c. Golongan tersumbat (blockers): gejala kongesti hidung dan


r-h

hambatan aliran udara pernafasan yang dominan dengan rinore


mo

yang minimal.
-no
mk

Diagnosis Banding
Rinitis alergi, Rinitis medikamentosa, Rinitis akut
6/k
2/0

Komplikasi
02

Anosmia, Rinosinusitis
z/2
.xy

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


na

Penatalaksanaan
lya

a. Non medikamentosa
Kauterisasi konka yang hipertofi dapat menggunakan larutan
mu

AgNO3 25% atau trikloroasetat pekat.


na
.ai

b. Medikamentosa
ww

1) Tatalaksana dengan terapi kortikosteroid topikal dapat


//w

diberikan, misalnya Budesonide 1-2 x/hari dengan dosis


ps:

100-200 mcg/hari. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400


mcg/hari. Hasilnya akan terlihat setelah pemakaian paling
htt

sedikit selama 2 minggu. Saat ini terdapat kortikosteroid

jdih.kemkes.go.id
-512-

topikal baru dalam aqua seperti Fluticasone Propionate

l
tm
dengan pemakaian cukup 1 x/hari dengan dosis 200 mcg

g.h
selama 1-2 bulan.
2) Pada kasus dengan rinorea yang berat, dapat ditambahkan

tan
antikolinergik topikal Ipratropium Bromide.

n
-te
3) Tatalaksana dengan terapi oral dapat menggunakan

22
preparat simpatomimetik golongan agonis alfa

20
(Pseudoefedrin, Fenilpropanolamin, Fenilefrin) sebagai

86
dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi

s11
antihistamin.

ke
Konseling dan Edukasi

en
7m
Memberitahu individu dan keluarga untuk:
a. Mengidentifikasi dan menghindari faktor pencetus, yaitu iritasi
10
terhadap lingkungan non-spesifik.
k0

b. Berhenti merokok.
r-h

Kriteria Rujukan
mo

Jika diperlukan tindakan operatif


-no

Prognosis
mk

a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Bonam
6/k

c. Ad sanationam : Bonam
2/0
02

Peralatan dan Bahan Medis Habis Pakai


z/2

a. Lampu kepala
.xy

b. Spekulum hidung
na

c. Tampon hidung
lya

d. Epinefrin 1/10.000
mu

Referensi
na

a. Adam, G.L. Boies, L.R. Higler.Boies.Buku Ajar Penyakit THT. Ed.


.ai

ke-6. Jakarta: EGC. 1997.


ww

b. Irawati, N., Poerbonegoro, NL., Kasakeyan, E. Rhinitis Vasomotor


//w

dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,


ps:

Kepala & Leher. Ed ke-6. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. Jakarta. 2007.
htt

jdih.kemkes.go.id
-513-

c. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed.

l
tm
Ke-8. McGraw-Hill. 2003.

g.h
17. RINITIS ALERGI

tan
No. ICPC-2 : R97 Allergic rhinitis

n
-te
No. ICD-10 : J30.4 Allergic rhinitis, unspecified

22
Tingkat Kemampuan 4A

20
86
Masalah Kesehatan

s11
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh

ke
alergen yang sama serta dilepaskan suatu mediator kimia ketika

en
7m
terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. Menurut
WHO ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma), 2001, rinitis
10
alergi adalah kelainan pada gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal
k0

dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang


r-h

diperantai oleh Ig E.
mo

Rinitis ditemukan di semua ras manusia, pada anak-anak lebih


-no

sering terjadi terutama anak laki-laki. Memasuki usia dewasa,


mk

prevalensi laki-laki dan perempuan sama. Insidensi tertinggi terdapat


pada anak-anak dan dewasa muda dengan rerata pada usia 8-11
6/k

tahun, sekitar 80% kasus rinitis alergi berkembang mulai dari usia
2/0

20 tahun. Insidensi rinitis alergi pada anak-anak 40% dan menurun


02

sejalan dengan usia sehingga pada usia tua rinitis alergi jarang
z/2

ditemukan.
.xy
na

Hasil Anamnesis (Subjective)


lya

Keluhan
Pasien datang dengan keluhan keluarnya ingus encer dari hidung
mu

(rinorea), bersin, hidung tersumbat dan rasa gatal pada hidung (trias
na

alergi). Bersin merupakan gejala khas, biasanya terjadi berulang,


.ai

terutama pada pagi hari. Bersin lebih dari lima kali sudah dianggap
ww

patologik dan perlu dicurigai adanya rinitis alergi dan ini


//w

menandakan reaksi alergi fase cepat. Gejala lain berupa mata gatal
ps:

dan banyak air mata.


Faktor Risiko
htt

a. Adanya riwayat atopi.

jdih.kemkes.go.id
-514-

b. Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi merupakan faktor

l
tm
risiko untuk untuk tumbuhnya jamur, sehingga dapat timbul

g.h
gejala alergis.
c. Terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat

tan
tidur, suhu yang tinggi.

n
-te
22
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

20
Pemeriksaan Fisik

86
a. Perhatikan adanya allergic salute, yaitu gerakan pasien

s11
menggosok hidung dengan tangannya karena gatal.
b. Wajah:

ke
1) Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan

en
7m
berhubungan dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung.
2) Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease)
10
yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat
k0

kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.


r-h

3) Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang


mo

tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan


-no

pertumbuhan gigi-geligi (facies adenoid).


mk

c. Faring: dinding posterior faring tampak granuler dan edema


(cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal.
6/k

Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).


2/0

d. Rinoskopi anterior:
02

1) Mukosa edema, basah, berwarna pucat atau kebiruan


z/2

(livide), disertai adanya sekret encer, tipis dan banyak. Jika


.xy

kental dan purulen biasanya berhubungan dengan


na

sinusitis.
lya

2) Pada rinitis alergi kronis atau penyakit granulomatous,


dapat terlihat adanya deviasi atau perforasi septum.
mu

3) Pada rongga hidung dapat ditemukan massa seperti polip


na

dan tumor, atau dapat juga ditemukan pembesaran konka


.ai

inferior yang dapat berupa edema atau hipertropik. Dengan


ww

dekongestan topikal, polip dan hipertrofi konka tidak akan


//w

menyusut, sedangkan edema konka akan menyusut.


ps:

e. Pada kulit kemungkinan terdapat tanda dermatitis atopi.


htt

jdih.kemkes.go.id
-515-

Pemeriksaan Penunjang

l
tm
Bila diperlukan dan dapat dilakukan di layanan Tingkat Pertama.

g.h
a. Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung.
b. Pemeriksaan Ig E total serum

ntan
-te
Penegakan Diagnostik (Assessment)

22
Diagnosis Klinis

20
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

86
dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan.

s11
Rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and it’s
Impact on Asthma), 2001, rinitis alergi dibagi berdasarkan sifat

ke
berlangsungnya menjadi:

en
7m
a. Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau
kurang dari 4 minggu. 10
b. Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau
k0

lebih dari 4 minggu.


r-h

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi


mo

dibagi menjadi:
-no

a. Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan


mk

aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan


hal-hal lain yang mengganggu.
6/k

b. Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari
2/0

gangguan tersebut di atas.


02

Diagnosis Banding
z/2

Rinitis vasomotor, Rinitis akut


.xy

Komplikasi
na

Polip hidung, Sinusitis paranasal, Otitis media


lya

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mu

Penatalaksanaan
na

a. Menghindari alergen spesifik


.ai

b. Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah


ww

diketahui berkhasiat dalam menurunkan gejala alergis


//w

c. Terapi topikal dapat dengan dekongestan hidung topikal melalui


ps:

semprot hidung. Obat yang biasa digunakan adalah


oxymetazolin atau xylometazolin, namun hanya bila hidung
htt

jdih.kemkes.go.id
-516-

sangat tersumbat dan dipakai beberapa hari (< 2 minggu) untuk

l
tm
menghindari rinitis medikamentosa.

g.h
d. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung
akibat respons fase lambat tidak dapat diatasi dengan obat lain.

tan
Obat yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal:

n
-te
beklometason, budesonid, flutikason, mometason furoat dan

22
triamsinolon.

20
e. Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida yang

86
bermanfaat untuk mengatasi rinorea karena aktivitas inhibisi

s11
reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor.
f. Terapi oral sistemik

ke
1) Antihistamin

en
7m
a) Anti histamin generasi 1: difenhidramin,
klorfeniramin, siproheptadin.
10
b) Anti histamin generasi 2: loratadin, cetirizine
k0

2) Preparat simpatomimetik golongan agonis alfa dapat


r-h

dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau


mo

tanpa kombinasi antihistamin. Dekongestan oral:


-no

pseudoefedrin, fenilpropanolamin, fenilefrin.


mk

g. Terapi lainnya dapat berupa operasi terutama bila terdapat


kelainan anatomi, selain itu dapat juga dengan imunoterapi
6/k
2/0

Konseling dan Edukasi


02

Memberitahu individu dan keluarga untuk:


z/2

a. Menyingkirkan faktor penyebab yang dicurigai (alergen).


.xy

b. Menghindari suhu ekstrim panas maupun ekstrim dingin.


na

c. Selalu menjaga kesehatan dan kebugaran jasmani. Hal ini dapat


lya

menurunkan gejala alergi.


mu

Pemeriksaan penunjang lanjutan


na

Bila diperlukan, dilakukan:


.ai

a. Uji kulit atau Prick Test, digunakan untuk menentukan alergen


ww

penyebab rinitis alergi pada pasien.


//w

b. Pemeriksaan radiologi dengan foto sinus paranasal.


ps:

Kriteria Rujukan
htt

a. Bila perlu dilakukan Prick Test untuk mengetahui jenis alergen.

jdih.kemkes.go.id
-517-

b. Bila perlu dilakukan tindakan operatif.

l
tm
Peralatan

g.h
a. Lampu kepala / senter
b. Spekulum hidung

tan
c. Spatula lidah

n
-te
22
Prognosis

20
a. Ad vitam : Bonam

86
b. Ad functionam : Bonam

s11
c. Ad sanationam : Dubia ad bonam

ke
Referensi

en
7m
a. Adam, GL. Boies LR. Higler, Boies Buku Ajar Penyakit THT. Ed.
ke-6. Jakarta: EGC. 1997. 10
b. Bousquet, J. Cauwenberge, P. ARIA (Allergic Rhinitis and Its
k0

Impact on Asthma Initiative).


r-h

c. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed.


mo

Ke-8. McGraw-Hill. 2003.


-no

d. Irawati, N. Kasakeyan, E. Rusmono, N.Rhinitis Alergi dalam


mk

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala &


Leher. Ed. ke-6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6/k

Jakarta. 2007
2/0
02

18. SINUSITIS (RINOSINUSITIS)


z/2

No ICPC-2 : R75. Sinusitis acute / chronic


.xy

No ICD-10 : J01. Acute sinusitis


na

J32. Chronic sinusitis


lya

Tingkat Kemampuan 4A (Rinosinusitis akut)


3A (Rinosinusitis kronik)
mu
na

Masalah Kesehatan
.ai

Rinosinusitis adalah penyakit akibat peradangan pada mukosa sinus


ww

paranasal dan rongga hidung. Dokter di fasilitas pelayanan


//w

kesehatan Tingkat Pertama harus memiliki keterampilan yang


ps:

memadai untuk mendiagnosis, menatalaksana, dan mencegah


berulangnya rinosinusitis. Tatalaksana rinosinusitis yang efektif dari
htt

dokter di fasilitas pelayanan kesehatan Tingkat Pertama dapat

jdih.kemkes.go.id
-518-

meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan, menurunkan

l
tm
biaya pengobatan, serta mengurangi durasi dan frekuensi absen

g.h
kerja.

tan
Hasil Anamnesis (Subjective)

n
-te
Keluhan

22
a. Gejala yang dialami, sesuai dengan kriteria pada tabel 10.10

20
b. Onset timbulnya gejala, dibagi menjadi:

86
1) Akut : < 12 minggu

s11
2) Kronis : ≥ 12 minggu
c. Khusus untuk sinusitis dentogenik:

ke
1) Salah satu rongga hidung berbau busuk

en
7m
2) Dari hidung dapat keluar ingus kental atau tidak beringus
3) Terdapat gigi di rahang atas yang berlubang / rusak
10
k0

Tabel 10.10. Kriteria diagnosis rinosinusitis menurut American


r-h

Academy of Otolaryngology
mo

Faktor mayor Faktor minor


-no

Hidung tersumbat Sakit kepala


mk

Keluar sekret dari hidung atau Demam


post-nasal discharge yang Halitosis
6/k

purulen
2/0

Nyeri pada wajah Rasa lemah (fatigue)


02

Hiposmia / anosmia Sakit gigi


z/2

Sakit atau rasa penuh di


.xy

telinga
na

Batuk
lya

Faktor Risiko
Keluhan atau riwayat terkait faktor risiko, terutama pada kasus
mu

rinosinusitis kronik, penting untuk digali. Beberapa di


na

antaranya adalah:
.ai

a. Riwayat kelainan anatomis kompleks osteomeatal, seperti


ww

deviasi septum
//w

b. Rinitis alergi
ps:

c. Rinitis non-alergi, misalnya vasomotor, medikamentosa


htt

d. Polip hidung
e. Riwayat kelainan gigi atau gusi yang signifikan

jdih.kemkes.go.id
-519-

f. Asma bronkial

l
tm
g. Riwayat infeksi saluran pernapasan atas akut yang sering

g.h
berulang
h. Kebiasaan merokok

tan
i. Pajanan polutan dari lingkungan sehari-hari

n
-te
j. Kondisi imunodefisiensi, misalnya HIV/AIDS

22
k. Riwayat penggunaan kokain

20
86
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

s11
a. Suhu dapat meningkat
b. Pemeriksaan rongga mulut

ke
Dapat ditemukan karies profunda pada gigi rahang atas.

en
7m
c. Rinoskopi anterior
Rinoskopi anterior dapat dilakukan
10 dengan atau tanpa
dekongestan topikal. Pada rinosinusitis akut dapat ditemukan:
k0

1) Edema dan / atau obstruksi mukosa di meatus medius


r-h

2) Sekret mukopurulen. Bila sekret tersebut nampak pada


mo

meatus medius, kemungkinan sinus yang terlibat adalah


-no

maksila, frontal, atau etmoid anterior. Pada sinusitis


mk

dentogenik, dapat pula tidak beringus.


3) Kelainan anatomis yang mempredisposisi, misalnya: deviasi
6/k

septum, polip nasal, atau hipertrofi konka.


2/0

d. Rinoskopi posterior
02

Bila pemeriksaan ini dapat dilakukan, maka dapat ditemukan


z/2

sekret purulen pada nasofaring. Bila sekret terdapat di depan


.xy

muara tuba Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus bagian


na

anterior (maksila, frontal, etmoid anterior), sedangkan bila


lya

sekret mengalir di belakang muara tuba Eustachius, maka


berasal dari sinus-sinus bagian posterior (sfenoid, etmoid
mu

posterior).
na

e. Otoskopi
.ai

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya


ww

komplikasi pada telinga, misalnya tuba oklusi, efusi ruang


//w

telinga tengah, atau kelainan pada membran timpani (inflamasi,


ps:

ruptur).
f. Foto polos sinus paranasal dengan Water’s view (AP / lateral),
htt

bila fasilitas tersedia.

jdih.kemkes.go.id
-520-

Pada posisi ini, sinus yang dapat dinilai adalah maksila, frontal,

l
tm
dan etmoid.

g.h
g. Temuan yang menunjang diagnosis rinosinusitis antara lain:
penebalan mukosa (perselubungan), air-fluid level, dan

tan
opasifikasi sinus yang terlibat. Foto polos sinus tidak

n
-te
direkomendasikan untuk anak berusia di bawah 6 tahun. Pada

22
pasien dewasa, pemeriksaan ini juga bukan suatu keharusan,

20
mengingat diagnosis biasanya dapat ditegakkan secara klinis.

86
Laboratorium, yaitu darah perifer lengkap, bila diperlukan dan

s11
fasilitas tersedia.

ke
Penegakan Diagnosis (Assessment)

en
7m
Rinosinusitis Akut (RSA)
Dasar penegakkan diagnosis RSA dapat dilihat pada tabel berikut ini.
10
k0

Tabel 10.11. Dasar Penegakkan Diagnosis Rinosinusitis Akut (RSA)


r-h

Pada orang dewasa Pada anak


mo

Dasar Klinis Klinis


-no

penegakan
mk

diagnosis
6/k

Kriteria Sekurangnya 2 faktor Sekurangnya 2 faktor


2/0

mayor, di mana salah mayor, di mana salah


02

satu harus: satu harus:


z/2

• hidung tersumbat, • hidung tersumbat,


.xy

atau atau
na

• keluar sekret dari • keluar sekret dari


lya

hidung atau post- hidung atau post-nasal


mu

nasal discharge yang discharge yang purulen


purulen • dan dapat disertai:
na

• dan dapat disertai: • nyeri pada wajah


.ai

• nyeri pada wajah • batuk (sepanjang hari)


ww

• hiposmia / anosmia
//w

Onset Tiba-tiba Tiba-tiba


ps:

gejala
htt

Durasi • < 12 minggu • < 12 minggu

jdih.kemkes.go.id
-521-

Pada orang dewasa Pada anak

l
tm
gejala • Bila rekurens, • Bila rekurens,

g.h
terdapat interval terdapat interval
bebas gejala yang bebas gejala yang

tan
jelas jelas

n
-te
Pemeriksa Rinoskopi anterior: Rinoskopi anterior (bila

22
an fisik • Edema dan dapat dilakukan):

20
hiperemia konka • Edema dan hiperemia

86
• Sekret mukopurulen konka

s11
• Sekret mukopurulen

ke
Inspeksi rongga mulut:

en
• Sekret pada faring

7m
• Eksklusi infeksi pada
gigi
10
k0
Pemeriksa Umumnya tidak perlu. Tidak dianjurkan.
r-h

an Indikasi pemeriksaan:
penunjang • Severitas berat
mo

(foto • Pasien
-no

Rontgen) imunodefisien
mk

• Adanya tanda
6/k

komplikasi
2/0

Rinosinusitis akut dapat dibedakan lagi menjadi:


02

a. Rinosinusitis akut viral (common cold): Bila durasi gejala < 10


z/2

hari
.xy

b. Rinosinusitis akut pasca-viral:


na

1) Bila terjadi peningkatan intensitas gejala setelah 5 hari,


lya

atau
mu

2) Bila gejala persisten > 10 hari namun masih < 12 minggu


na

c. Rinosinusitis akut bakterial:


.ai

Bila terdapat sekurangnya 3 tanda / gejala berikut ini:


ww

a. Sekret berwarna atau purulen dari rongga hidung


b. Nyeri yang berat dan terlokalisasi pada wajah
//w

c. Demam, suhu > 38oC


ps:

d. Peningkatan LED / CRP


htt

jdih.kemkes.go.id
-522-

e. Double sickening, yaitu perburukan setelah terjadi perbaikan

l
tm
sebelumnya

g.h
Rinosinusitis Kronis (RSK)
Dasar penegakkan diagnosis RSK dapat dilihat pada tabel 5.5 di

tan
lampiran

n
-te
22
Tabel 10.12. Dasar Penegakkan Diagnosis Rinosinusitis Kronik (RSK)

20
Pada orang dewasa dan anak

86
Dasar penegakan diagnosis Klinis

s11
Kriteria Sekurangnya 2 faktor mayor, di

ke
mana salah satu harus:

en
7m
• hidung tersumbat, atau
• keluar 10 sekret dari hidung
atau post-nasal discharge
k0

yang purulen
r-h

dan dapat disertai:


mo

• nyeri pada wajah


-no

• hiposmia / anosmia
mk
6/k

Durasi gejala ≥ 12 minggu


Pemeriksaan fisik Rinoskopi anterior:
2/0

• Edema konka, dapat disertai


02

hiperemia
z/2

• Sekret mukopurulen
.xy

Inspeksi rongga mulut:


na

• Sekret pada faring


lya

• Eksklusi infeksi pada gigi


mu

Pemeriksaan penunjang Dianjurkan, bila tidak sembuh


na
.ai

(foto Rontgen) setelah 2 minggu terapi


ww

Pemeriksaan lain Elaborasi faktor risiko yang


//w

mendasari
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-523-

Diagnosis Banding

l
tm
Berikut ini adalah diagnosis banding dari rinosinusitis akut dan kronis:

g.h
Tabel 10.13. Diagnosis banding Rinosinusitis Akut (RSA) dan
Rinosinusitis Kronik (RSK)

tan
Rinosinusitis Akut (RSA) Rinosinusitis Kronis (RSK)

n
-te
Episode akut (rekurens) pada Refluks gastro-esofageal

22
rinosinusitis kronik Tumor ganas rongga hidung

20
Bronkitis akut Tumor ganas nasofaring

86
Rinitis akut Tumor ganas sinus

s11
Asma bronkial Benda asing pada saluran
Influenza napas

ke
Cluster headache Fibrosis kistik

en
7m
Migrain Sinusitis jamur
10
Komplikasi
k0

a. Kelainan orbita
r-h

Penyebaran infeksi ke orbita paling sering terjadi pada sinusitis


mo

etmoid, frontal, dan maksila. Gejala dan tanda yang patut


-no

dicurigai sebagai infeksi orbita adalah: edema periorbita,


mk

selulitis orbita, dan nyeri berat pada mata. Kelainan dapat


mengenai satu mata atau menyebar ke kedua mata.
6/k

b. Kelainan intrakranial
2/0

Penyebaran infeksi ke intrakranial dapat menimbulkan


02

meningitis, abses ekstradural, dan trombosis sinus kavernosus.


z/2

Gejala dan tanda yang perlu dicurigai adalah: sakit kepala


.xy

(tajam, progresif, terlokalisasi), paresis nervus kranial, dan


na

perubahan status mental pada tahap lanjut.


lya

c. Komplikasi lain, terutama pada rinosinusitis kronik, dapat


berupa: osteomielitis sinus maksila, abses subperiosteal,
mu

bronkitis kronik, bronkiektasis.


na
.ai

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


ww

Rinosinusitis Akut (RSA)


//w

Tujuan penatalaksanaan RSA adalah mengeradikasi infeksi,


ps:

mengurangi severitas dan durasi gejala, serta mencegah komplikasi.


htt

Prinsip utama tatalaksana adalah memfasilitasi drainase sekret dari

jdih.kemkes.go.id
-524-

sinus ke ostium di rongga hidung. Tatalaksana RSA dapat dilihat

l
tm
dalam gambar Algoritma tatalaksana RSA

g.h
Konseling dan Edukasi :
a. Pasien dan atau keluarga perlu mendapatkan penjelasan yang

tan
adekuat mengenai penyakit yang dideritanya, termasuk faktor

n
-te
risiko yang diduga mendasari.

22
b. Dokter bersama pasien dapat mendiskusikan hal-hal yang dapat

20
membantu mempercepat kesembuhan, misalnya:

86
1) Pada pasien perokok, sebaiknya merokok dihentikan.

s11
Dokter dapat membantu pasien berhenti merokok dengan
melakukan konseling (dengan metode 5A) atau anjuran

ke
(metode pengurangan, penundaan, atau cold turkey, sesuai

en
7m
preferensi pasien).
2) Bila terdapat pajanan polutan sehari-hari, dokter dapat
10
membantu memberikan anjuran untuk meminimalkannya,
k0

misalnya dengan pasien menggunakan masker atau ijin


r-h

kerja selama simtom masih ada.


mo

3) Pasien dianjurkan untuk cukup beristirahat dan menjaga


-no

hidrasi.
mk

4) Pasien dianjurkan untuk membilas atau mencuci hidung


secara teratur dengan larutan garam isotonis (salin).
6/k
2/0

Rencana Tindak Lanjut


02

a. Pasien dengan RSA viral (common cold) dievaluasi kembali


z/2

setelah 10 hari pengobatan. Bila tidak membaik, maka diagnosis


.xy

menjadi RSA pasca viral dan dokter menambahkan


na

kortikosteroid (KS) intranasal ke dalam rejimen terapi.


lya

b. Pasien dengan RSA pasca viral dievaluasi kembali setelah 14


hari pengobatan. Bila tidak ada perbaikan, dapat
mu

dipertimbangkan rujukan ke spesialis THT.


na

c. Pasien dengan RSA bakterial dievaluasi kembali 48 jam setelah


.ai

pemberian antibiotik dan KS intranasal. Bila tidak ada


ww

perbaikan, dapat dipertimbangkan rujukan ke spesialis THT.


//w
ps:

Kriteria Rujukan
Pada kasus RSA, rujukan segera ke spesialis THT dilakukan bila:
htt

jdih.kemkes.go.id
-525-

a. Terdapat gejala dan tanda komplikasi, di antaranya: Edema /

l
tm
eritema periorbital, perubahan posisi bola mata, Diplopia,

g.h
Oftalmoplegia, penurunan visus, sakit kepala yang berat,
pembengkakan area frontal, tanda-tanda iritasi meningeal,

tan
kelainan neurologis fokal.

n
-te
b. Bila tidak terjadi perbaikan pasca terapi adekuat setelah 10 hari

22
(RSA viral), 14 hari (RSA pasca viral), dan 48 jam (RSA

20
bakterial).

86
Rinosinusitis Kronis

s11
Strategi tatalaksana RSK meliputi identifikasi dan tatalaksana faktor
risiko serta pemberian KS intranasal atau oral dengan/tanpa

ke
antibiotik. Tatalaksana RSK dapat dilihat pada Algoritma tatalaksana

en
7m
RSK.
Konseling dan Edukasi 10
a. Dokter perlu menjelaskan mengenai faktor risiko yang
k0

mendasari atau mencetuskan rinosinusitis kronik pada pasien


r-h

beserta alternatif tatalaksana untuk mengatasinya.


mo

b. Pencegahan timbulnya rekurensi juga perlu didiskusikan antara


-no

dokter dengan pasien.


mk

Kriteria Rujukan
Rujukan ke spesialis THT dilakukan apabila:
6/k

a. Pasien imunodefisien
2/0

b. Terdapat dugaan infeksi jamur


02

c. Bila rinosinusitis terjadi ≥ 4 kali dalam 1 tahun


z/2

d. Bila pasien tidak mengalami perbaikan setelah pemberian terapi


.xy

awal yang adekuat setelah 4 minggu.


na

e. Bila ditemukan kelainan anatomis ataupun dugaan faktor risiko


lya

yang memerlukan tatalaksana oleh spesialis THT, misalnya:


deviasi septum, polip nasal, atau tumor.
mu

Sinusitis Dentogenik
na

a. Eradikasi fokus infeksi, misal: ekstraksi gigi


.ai

b. Irigasi sinus maksila


ww

c. Antibiotik
//w
ps:

Prognosis
Rinosinusitis Akut
htt

a. Ad vitam : Bonam

jdih.kemkes.go.id
-526-

b. Ad functionam : Bonam

l
tm
c. Ad sanationam : Bonam

g.h
Rinosinusitis Kronis

tan
a. Ad vitam : Bonam

n
-te
b. Ad functionam : Dubia ad bonam

22
c. Ad sanationam : Dubia ad bonam

20
Sinusitis Dentogenik

86
a. Ad vitam : Bonam

s11
b. Ad functionam : Bonam
c. Ad sanationam : Bonam

ke
en
7m
Peralatan
a. Termometer 10
b. Spekulum hidung
k0

c. Kaca rinoskop posterior


r-h

d. Kassa steril
mo

e. Lampu kepala
-no

f. Lampu Bunsen / spiritus dan korek api


mk

g. Otoskop
h. Suction
6/k

i. Lampu baca x-ray


2/0

j. Formulir permintaan pemeriksaan radiologi


02

k. Formulir rujukan
z/2
.xy

Referensi
na

a. Fokkens, W et.al, 2012. European Position Paper on


lya

Rhinosinusitis and Nasal Polyps. Rhinol Suppl, 23, pp.1-298.


Available at: http://www.rhinologyjournal.com [Accessed June
mu

24, 2014]. (Fokkens, 2012)


na

b. Departemen Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala –


.ai

Leher FKUI / RSCM. Panduan Pelayanan Medis Rinosinusitis.


ww

c. Desrosiers, M et.al, 2011. Canadian Clinical Practice Guidelines


//w

for Acute and Chronic Rhinosinusitis. Allergy, Asthma, & Clinical


ps:

Immunology, 71, pp.1-38. Available at:


http://www.aacijournal.com/content/7/1/2 [Accessed June 6,
htt

2014]. (Desrosier et.al, 2011)

jdih.kemkes.go.id
-527-

d. Hwang, PH & Getz, A, 2014. Acute Sinusitis and Rhinosinusitis

l
tm
in Adults: Treatment. UpToDate Wolters Kluwer Health.

g.h
Available at: www.uptodate.com [Accessed June 6, 2014].
(Hwang & Getz, 2014)

tan
e. Chow, AW et.al, 2012. IDSA Clinical Practice Guideline for Acute

n
-te
Bacterial Rhinosinusitis in Children and Adults. Clinical

22
Infectious Diseases, pp.e1-e41. Available at:

20
http://cid.oxfordjournals.org/ [Accessed June 6, 2014]. (Chow

86
et.al, 2012)

s11
f. Fagnan, LJ, 1998. Acute Sinusitis: A Cost-Effective Approach to
Diagnosis and Treatment. American Family Physician, 58(8),

ke
pp.1795-1802. Available at:

en
7m
http://www.aafp.org/afp/1998/1115/p1795.html [Accessed
June 6, 2014]. (Fagnan, 1998) 10
k0

K. KULIT
r-h

1. MILIARIA
mo

No. ICPC-2 : S92 Sweat gland disease


-no

No. ICD-10 : L74.3 Miliaria, unspecified


mk

Tingkat Kemampuan 4A
6/k

Masalah Kesehatan
2/0

Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi keringat yang ditandai


02

oleh adanya vesikel milier. Sinonim untuk penyakit ini adalah biang
z/2

keringat, keringat buntet, liken tropikus, prickle heat. Berdasarkan


.xy

survey yang dilakukan di Jepang didapatkan 5000 bayi baru lahir


na

menderita miliaria. Survey tersebut mengungkapkan bahwa miliaria


lya

kristalina terjadi pada 4,5% nenonatus dengan usia rata-rata 1


minggu dan miliaria rubra terjadi pada 4% neonatus dengan usia
mu

rata-rata 11-14 hari. Dari sebuah survey yang dilakukan di Iran


na

ditemukan insiden miliaria pada 1,3% bayi baru lahir. Miliaria


.ai

umumnya terjadi di daerah tropis dan banyak diderita pada mereka


ww

yang baru saja pindah dari daerah yang beriklim sedang ke daerah
//w

yang beriklim tropis.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-528-

Hasil Anamnesis (Subjective)

l
tm
Keluhan yang dirasakan adalah gatal yang disertai timbulnya vesikel

g.h
atau bintil, terutama muncul saat berkeringat, pada lokasi
predileksi, kecuali pada miliaria profunda.

tan
Faktor Risiko

n
-te
a. Tinggal di lingkungan tropis, panas, kelembaban yang tinggi.

22
b. Pemakaian baju terlalu ketat.

20
86
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

s11
Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonis

ke
Tergantung pada jenis atau klasifikasi miliaria.

en
7m
Klasifikasi miliaria :
a. Miliaria kristalina 10
1) Terdiri atas vesikel miliar (1-2 mm), sub korneal tanpa
k0

tanda inflamasi, mudah pecah dengan garukan, dan


r-h

deskuamasi dalam beberapa hari.


mo

2) Predileksi pada badan yang tertutup pakaian.


-no

3) Gejala subjektif ringan dan tidak memerlukan pengobatan.


mk

b. Milaria rubra
1) Jenis tersering, terdiri atas vesikel miliar atau papulo
6/k

vesikel di atas dasar eritematosa sekitar lubang keringat,


2/0

tersebar diskret.
02

2) Gejala subjektif gatal dan pedih pada di daerah predileksi.


z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww

Gambar 11.1 Miliaria rubra


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-529-

c. Miliaria profunda

l
tm
1) Merupakan kelanjutan miliaria rubra, berbentuk papul

g.h
putih keras berukuran 1-3 mm, mirip folikulitis, dapat
disertai pustul.

tan
2) Predileksi pada badan dan ekstremitas.

n
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
Gambar 11.2 Miliaria profunda
10
d. Miliaria pustulosa
k0

Berasal dari miliaria rubra, dimana vesikelnya berubah menjadi


r-h

pustul.
mo

Pemeriksaan Penunjang
-no

Tidak diperlukan.
mk

Penegakan Diagnostik (Assessment)


6/k

Diagnosis Klinis
2/0

Ditegakkan ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaaan


02

fisik.
z/2

Diagnosis Banding
.xy

Campak / morbili, Folikulitis, Varisela, Kandidiasis kutis, Erupsi


na

obat morbiliformis
lya

Komplikasi
Infeksi sekunder
mu
na

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.ai

Penatalaksanaan
ww

Prinsipnya adalah mengurangi pruritus, menekan inflamasi, dan


//w

membuka retensi keringat. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan


ps:

adalah:
a. Melakukan modifikasi gaya hidup, yaitu:
htt

1) Memakai pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat.

jdih.kemkes.go.id
-530-

2) Menghindari panas dan kelembaban yang berlebihan

l
tm
3) Menjaga kebersihan kulit

g.h
4) Mengusahakan ventilasi yang baik
b. Memberikan farmakoterapi, seperti:

tan
1) Topikal

n
-te
a) Bedak kocok: likuor faberi atau bedak kocok yang

22
mengandung kalamin dan antipruritus lain (mentol

20
dan kamfora) diberikan 2 kali sehari selama 1 minggu.

86
b) Lanolin topikal atau bedak salisil 2% dibubuhi mentol

s11
¼-2% sekaligus diberikan 2 kali sehari selama 1
minggu. Terapi berfungsi sebagai antipruritus untuk

ke
menghilangkan dan mencegah timbulnya miliaria

en
7m
profunda.
2) Sistemik (bila gatal dan bila diperlukan)
10
c) Antihistamin sedatif: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg
k0

per hari selama 7 hari atau setirizin 1 x 10 mg per


r-h

hari selama 7 hari


mo

d) Antihistamin non sedatif: loratadin 1 x 10 mg per hari


-no

selama 7 hari.
mk

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan


6/k

Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.


2/0

Konseling dan Edukasi


02

Edukasi dilakukan dengan memberitahu keluarga agar dapat


z/2

membantu pasien untuk:


.xy

a. Menghindari kondisi hidrasi berlebihan atau membantu pasien


na

untuk memakai pakaian yang sesuai dengan kondisinya.


lya

b. Menjaga ventilasi udara di dalam rumah.


c. Menghindari banyak berkeringat.
mu

d. Memilih lingkungan yang lebih sejuk dan sirkulasi udara


na

(ventilasi) cukup.
.ai

e. Mandi air dingin dan memakai sabun.


ww

Kriteria Rujukan
//w

Tidak ada indikasi rujukan


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-531-

Peralatan

l
tm
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit

g.h
miliaria.

tan
Prognosis

n
-te
Prognosis umumnya bonam, pasien dapat sembuh tanpa komplikasi.

22
20
Referensi

86
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit

s11
dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

ke
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s

en
7m
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10 th Ed. Canada.
Saunders Elsevier. 10
c. Levin, N.A. 2014. Dermatologic manifestation of miliaria.
k0

Medscape. May 21, 2014.


r-h

http://emedicine.medscape.com/article/1070840-
mo

overview#a0199
-no

d. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman


mk

Pelayanan Medik. Jakarta.


6/k
2/0

2. VERUKA VULGARIS
02

No. ICPC-2 : S03Warts


z/2

No. ICD-10 : B07 Viral warts


.xy

Tingkat Kemampuan 4A
na
lya

Masalah Kesehatan
Veruka vulgaris merupakan hiperplasia epidermis yang disebabkan
mu

oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu. Sinonim penyakit ini
na

adalah kutil atau common wart. Penularan melalui kontak langsung


.ai

dengan agen penyebab. Veruka ini sering dijumpai pada anak-anak


ww

dan remaja.
//w
ps:

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
htt

Adanya kutil pada kulit dan mukosa.

jdih.kemkes.go.id
-532-

Faktor Risiko

l
tm
1. Biasanya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa sehat.

g.h
2. Pekerjaan yang berhubungan dengan daging mentah.
3. Imunodefisiensi.

ntan
-te
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

22
Pemeriksaan Fisik

20
Tanda Patognomonis

86
Papul berwarna kulit sampai keabuan dengan permukaan verukosa.

s11
Papul ini dapat dijumpai pada kulit, mukosa dan kuku. Apabila
permukaannya rata, disebut dengan veruka Plana. Dengan goresan

ke
dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena Koebner).

en
7m
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan 10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k

Gambar 11.3 Veruka vulgaris


2/0
02

Penegakan Diagnosis (Assessment)


z/2

Diagnosis Klinis
.xy

Diagnosis klinis dapat ditambahkan sesuai dengan bentuk klinis


na

atau lokasi, yaitu:


lya

a. Veruka vulgaris
mu

b. Veruka Plana
c. Veruka Plantaris
na
.ai

Diagnosis Banding
ww

Kalus, Komedo, Liken planus, Kondiloma akuminatum, Karsinoma


sel skuamosa
//w
ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


htt

Tatalaksana

jdih.kemkes.go.id
-533-

a. Pasien harus menjaga kebersihan kulit.

l
tm
b. Pengobatan topikal dilakukan dengan pemberian bahan kaustik,

g.h
misalnya dengan larutan AgNO3 25%, asam trikloroasetat 50%
atau asam salisilat 20% - 40%.

tan
n
-te
Komplikasi

22
Efek samping dari penggunaan bahan kaustik dapat menyebabkan

20
ulkus.

86
Konseling dan Edukasi

s11
Edukasi pasien bahwa penyakit ini seringkali residif walaupun diberi
pengobatan yang adekuat.

ke
Kriteria Rujukan

en
7m
Rujukan sebaiknya dilakukan apabila:
a. Diagnosis belum dapat ditegakkan. 10
b. Tindakan memerlukan anestesi/sedasi.
k0
r-h

Peralatan
mo

Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit


-no

veruka vulgaris.
mk

Prognosis
6/k

Pada 90% kasus sembuh spontan dalam 5 tahun sehingga prognosis


2/0

umumnya bonam.
02
z/2

Referensi
.xy

a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit


na

dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas


lya

Kedokteran Universitas Indonesia.


b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s
mu

Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10 th Ed. Canada.


na

Saunders Elsevier.
.ai

c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman


ww

Pelayanan Medik. Jakarta.


//w
ps:

3. Herpes Zoster
No. ICPC-2 : S70 Herpes Zoster
htt

No. ICD-10 : B02.9 Zoster without complication

jdih.kemkes.go.id
-534-

Tingkat Kemampuan Herpes Zoster tanpa komplikasi 4

l
tm
Masalah Kesehatan

g.h
Herpes Zoster adalah infeksi kulit dan mukosa yang disebabkan oleh
virus Varisela-zoster. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang

tan
terjadi setelah infeksi primer. Herpes Zoster jarang terjadi pada

n
-te
anak-anak dan dewasa muda, kecuali pada pasien muda dengan

22
AIDS, limfoma, keganasan, penyakit imunodefisiensi dan pada

20
pasien yang menerima transplantasi sumsum tulang atau ginjal.

86
Penyakit ini terjadi kurang dari 10% pada pasien yang berusia

s11
kurangdari 20 tahun dan hanya 5% terjadi pada pasien yang berusia
kurang dari 15 tahun.Insiden herpes zoster meningkat seiring

ke
dengan pertambahan usia. Prevalensi penyakit ini pada pria dan

en
7m
wanita sama.
10
Hasil Anamnesis (Subjective)
k0
r-h

Keluhan
mo

Nyeri radikular dan gatal terjadi sebelum erupsi. Keluhan dapat


-no

disertai dengan gejala prodromal sistemik berupa demam, pusing,


mk

dan malaise. Setelah itu timbul gejala kulit kemerahan yang dalam
waktu singkat menjadi vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan
6/k

edema.
2/0

Faktor Risiko
02

a. Umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama orang tua.


z/2

b. Imunodefisiensi
.xy
na

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


lya

Pemeriksaan Fisik
Sekelompok vesikel dengan dasar eritem yang terletak unilateral
mu

sepanjang distribusi saraf spinal atau kranial. Lesi bilateral jarang


na

ditemui, namun seringkali, erupsi juga terjadi pada dermatom di


.ai

dekatnya.
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-535-

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
Gambar 11.4 Herpes zoster

s11
Pemeriksaan Penunjang
Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.

ke
en
Penegakan Diagnosis (Assessment)

7m
Diagnosis Klinis 10
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
k0

Catatan untuk diperhatikan:


r-h

a. Herpes zoster hemoragik, yaitu jika vesikel mengandung darah.


mo

b. Herpes zoster generalisata, yaitu kelainan kulit unilateral dan


-no

segmental ditambah kelainan kulit generalisata berupa vesikel


soliter yang berumbilikasi.
mk

Keduanya merupakan tanda bahwa pasien mengalami


6/k

imunokompromais.
2/0

c. Herpes zoster oftalmikus, yaitu infeksi cabang pertama nervus


02

trigeminus sehingga menimbulkan kelainan pada mata, di


z/2

samping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan


.xy

kelainan kulit pada daerah persarafannya.


d. Herpes zoster abortif, yaitu penyakit yang hanya berlangsung
na

dalam waktu singkat dan kelainan kulit hanya berupa beberapa


lya

vesikel dan eritem.


mu

Diagnosis Banding
na

a. Herpes simpleks
.ai

b. Dermatitis venenata
ww

c. Pada saat nyeri prodromal, diagnosis dapat menyerupai migrain,


//w

nyeri pleuritik, infark miokard, atau apendisitis.


Komplikasi
ps:

a. Neuralgia pasca-herpetik
htt

jdih.kemkes.go.id
-536-

b. Ramsay Hunt Syndrome: herpes pada ganglion genikulatum,

l
tm
ditandai dengan gangguan pendengaran, keseimbangan dan

g.h
paralisis parsial.
c. Pada penderita dengan imunodefisiensi (HIV, keganasan, atau

tan
usia lanjut), vesikel sering menjadi ulkus dengan jaringan

n
-te
nekrotik dapat terjadi infeksi sistemik.

22
d. Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi ptosis paralitik,

20
keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, serta neuritis optik.

86
e. Paralisis motorik.

s11
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

ke
Penatalaksanaan

en
7m
a. Terapi suportif dilakukan dengan menghindari gesekan kulit
yang mengakibatkan pecahnya vesikel, pemberian nutrisi TKTP,
10
istirahat dan mencegah kontak dengan orang lain.
k0

b. Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin


r-h

dihindari oleh karena dapat menyebabkan Reye’s syndrome.


mo

c. Pengobatan topikal:
-no

Stadium vesikel: bedak salisil 2% atau bedak kocok kalamin


mk

agar vesikel tidak pecah.


Apabila erosif, diberikan kompres terbuka. Apabila terjadi
6/k

ulserasi, dapat dipertimbangkan pemberian salep antibiotik.


2/0

d. Pengobatan antivirus oral, antara lain dengan:


02

1) Asiklovir: dewasa 5 x 800 mg/hari, anak-anak 4 x 20


z/2

mg/kgBB (dosis maksimal 800 mg), selama 7 hari, atau


.xy

2) Valasiklovir: dewasa 3 x 1000 mg/hari.


na

Pemberian obat tersebut selama 7-10 hari dan efektif diberikan


lya

pada 24 jam pertama setelah timbul lesi.


mu

Konseling dan Edukasi


na

Konseling dan edukasi dilakukan kepada pasien mengenai:


.ai

a. Edukasi tentang perjalanan penyakit Herpes Zoster.


ww

b. Edukasi bahwa lesi biasanya membaik dalam 2-3 minggu pada


//w

individu imunokompeten.
ps:

c. Edukasi mengenai seringnya komplikasi neuralgia pasca-


herpetik.
htt

jdih.kemkes.go.id
-537-

Kriteria Rujukan

l
tm
Pasien dirujuk apabila:

g.h
a. Penyakit tidak sembuh pada 7-10 hari setelah terapi.
b. Terjadi pada pasien bayi, anak dan geriatri (imunokompromais).

tan
c. Terjadi komplikasi.

n
-te
d. Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka.

22
20
Peralatan

86
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit

s11
Herpes Zoster.

ke
Prognosis

en
7m
Pasien dengan imunokompeten, prognosis umumnya adalah bonam,
sedangkan pasien dengan imunokompromais, prognosis menjadi
10
dubia ad bonam.
k0
r-h

Referensi
mo

a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit


-no

dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas


mk

Kedokteran Universitas Indonesia.


b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s
6/k

Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.


2/0

Saunders Elsevier.
02

c. Janniger, C.K. Eastern, J.S., Hispenthal, D.R., Moon, J.E. 2014.


z/2

Herper zoster. Medscape. June 7, 2014.


.xy

http://emedicine.medscape.com/article/1132465-
na

overview#a0156
lya

d. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman


Pelayanan Medik. Jakarta.
mu
na

4. Herpes Simpleks
.ai

No. ICPC-2 : S71 Herpes Simplex


ww

No. ICD-10 : B00.9 Herpesviral infection, unspecified


//w

Tingkat Kemampuan Herpes Simpleks tanpa komplikasi 4A


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-538-

Masalah Kesehatan

l
tm
Infeksi akut yang disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks tipe 1 atau

g.h
tipe 2, yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah mukokutan.

tan
Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab. Infeksi

n
-te
primer oleh Virus Herpes Simpleks (HSV) tipe 1 biasanya dimulai

22
pada usia anak-anak, sedangkan HSV tipe 2 biasanya terjadi pada

20
dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas

86
seksual.

s11
Diperkiraan ada 536 juta orang yang berusia 15-49 tahun yang
terinfeksi HSV-2 di seluruh dunia pada tahun 2003 atau sekitar16%

ke
dari populasi dunia pada rentang usia tersebut. Prevalensi penyakit

en
7m
ini lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria dan umumnya
lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju.
10
k0

Hasil Anamnesis (Subjective)


r-h

Keluhan
mo

Infeksi primer HSV-1 biasanya terjadi pada anak dan subklinis pada
-no

90% kasus, biasanya ditemukan perioral. Pada 10% sisanya, dapat


mk

terjadi gingivostomatitis akut.


Infeksi primer HSV-2 terjadi setelah kontak seksual pada remaja dan
6/k

dewasa, menyebabkan vulvovaginitis akut dan atau peradangan


2/0

pada kulit batang penis. Infeksi primer biasanya disertai dengan


02

gejala sistemik seperti demam, malaise, mialgia, nyeri kepala, dan


z/2

adenopati regional. Infeksi HSV-2 dapat juga mengenai bibir.


.xy

Infeksi rekuren biasanya didahului gatal atau sensasi terbakar


na

setempat pada lokasi yang sama dengan lokasi sebelumnya.


lya

Prodromal ini biasanya terjadi mulai dari 24 jam sebelum timbulnya


erupsi.
mu

Faktor Risiko
na

a. Individu yang aktif secara seksual.


.ai

b. Imunodefisiensi.
ww
//w

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


ps:

Pemeriksaan Fisik
Papul eritema yang diikuti oleh munculnya vesikel berkelompok
htt

dengan dasar eritem. Vesikel ini dapat cepat menjadi keruh, yang

jdih.kemkes.go.id
-539-

kemudian pecah, membasah, dan berkrusta. Kadang-kadang timbul

l
tm
erosi/ulkus.

g.h
Tempat predileksi adalah di daerah pinggang ke atas terutama
daerah mulut dan hidung untuk HSV-1, dan daerah pinggang ke

tan
bawah terutama daerah genital untuk HSV-2. Untuk infeksi

n
-te
sekunder, lesi dapat timbul pada tempat yang sama dengan lokasi

22
sebelumnya.

20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h

Gambar 11.51 Herpes simpleks


mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2

Gambar 11.6 Herpes simplek pada kelamin


.xy
na

Pemeriksaan Penunjang
lya

Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.


mu

Penegakan Diagnosis (Assessment)


na

Diagnosis Klinis
.ai

Herpes simpleks tipe 1


ww

Herpes simpleks tipe 2


//w

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


ps:

Catatan untuk diperhatikan:


a. Infeksi primer.
htt

jdih.kemkes.go.id
-540-

b. Fase laten: tidak terdapat gejala klinis, tetapi HSV dapat

l
tm
ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.

g.h
c. Infeksi rekurens.
Diagnosis Banding

tan
a. Impetigo vesikobulosa.

n
-te
b. Ulkus genitalis pada penyakit menular seksual.

22
Komplikasi

20
Dapat terjadi pada individu dengan gangguan imun, berupa:

86
a. Herpes simpleks ulserativa kronik.

s11
b. Herpes simpleks mukokutaneus akut generalisata.
c. Infeksi sistemik pada hepar, paru, kelenjar adrenal, dan sistem

ke
saraf pusat.

en
7m
d. Pada ibu hamil, infeksi dapat menular pada janin, dan
menyebabkan neonatal herpes yang sangat berbahaya.
10
k0

Penatalaksana Komprehensif (Plan)


r-h

Penatalaksanaan
mo

a. Terapi diberikan dengan antiviral, antara lain:


-no

1) Asiklovir, dosis 5 x 200 mg/hari selama 5 hari, atau


mk

2) Valasiklovir, dosis 2 x 500 mg/hari selama 7-10 hari.


b. Pada herpes genitalis: edukasi tentang pentingnya abstinensia
6/k

pasien harus tidak melakukan hubungan seksual ketika masih


2/0

ada lesi atau ada gejala prodromal.


02

c. Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin


z/2

dihindari oleh karena dapat menyebabkan Reye’s syndrome.


.xy

Konseling dan Edukasi


na

Edukasi untuk infeksi herpes simpleks merupakan infeksi swasirna


lya

pada populasi imunokompeten. Edukasi untuk herpes genitalis


ditujukan terutama terhadap pasien dan pasangannya, yaitu berupa:
mu

a. Informasi perjalanan alami penyakit ini, termasuk informasi


na

bahwa penyakit ini menimbulkan rekurensi.


.ai

b. Tidak melakukan hubungan seksual ketika masih ada lesi atau


ww

gejala prodromal.
//w

c. Pasien sebaiknya memberi informasi kepada pasangannya


ps:

bahwa ia memiliki infeksi HSV.


d. Transmisi seksual dapat terjadi pada masa asimtomatik.
htt

jdih.kemkes.go.id
-541-

e. Kondom yang menutupi daerah yang terinfeksi, dapat

l
tm
menurunkan risiko transmisi dan sebaiknya digunakan dengan

g.h
konsisten.
Kriteria Rujukan

tan
Pasien dirujuk apabila:

n
-te
a. Penyakit tidak sembuh pada 7-10 hari setelah terapi.

22
b. Terjadi pada pasien bayi dan geriatrik (imunokompromais).

20
c. Terjadi komplikasi.

86
d. Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka.

s11
Peralatan

ke
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit

en
7m
herpes simpleks.
10
Prognosis
k0

Prognosis umumnya bonam, namun quo ad sanationam adalah dubia


r-h

ad malam karena terdapat risiko berulangnya keluhan serupa.


mo
-no

Referensi
mk

a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit


dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
6/k

Kedokteran Universitas Indonesia.


2/0

b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s


02

Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10 th Ed. Canada.


z/2

Saunders Elsevier.
.xy

c. Looker, K. J., Garnett, G. P. & Schmid, G. P. 2008. An Estimate


na

Of The Global Prevalence And Incidence Of Herpes Simplex Virus


lya

Type 2 Infection. World Health Organization. Bulletin Of The


World Health Organization, 86, 805-12, A. June 8, 2014.
mu

http://search.proquest.com/docview/229661081/fulltextPDF?a
na

ccountid=17242
.ai

d. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman


ww

Pelayanan Medik. Jakarta.


//w
ps:

5. Moluskum Kontagiosum
No. ICPC-2 : S95 Molluscum contagiosum
htt

No. ICD-10 : B08.1 Molluscum contagiosum

jdih.kemkes.go.id
-542-

Tingkat Kemampuan 4A

l
tm
g.h
Masalah Kesehatan
Moluskum kontagiosum adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

tan
poks yang menginfeksi sel epidermal. Penyakit ini terutama

n
-te
menyerang anak dan kadang-kadang juga orang dewasa. Pada orang

22
dewasa, penyakit ini digolongkan kedalam penyakit akibat hubungan

20
seksual. Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab.

86
s11
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan

ke
Adanya kelainan kulit berupa papul miliar. Masa inkubasi

en
7m
berlangsung satu sampai beberapa minggu.
Faktor Risiko 10
a. Terutama menyerang anak dan kadang-kadang juga orang
k0

dewasa.
r-h

b. Imunodefisiensi.
mo
-no

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


mk

Pemeriksaan Fisik
Papul miliar, kadang-kadang lentikular dan berwarna putih seperti
6/k

lilin, berbentuk kubah yang kemudian di tengahnya terdapat


2/0

lekukan (delle). Jika dipijat akan tampak keluar massa yang


02

berwarna putih seperti nasi. Lokasi predileksi adalah daerah muka,


z/2

badan, dan ekstremitas, sedangkan pada orang dewasa di daerah


.xy

pubis dan genitalia eksterna. Kadang-kadang dapat timbul infeksi


na

sekunder sehingga timbul supurasi.


lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 11.7 Moluskum kontagiosum


htt

jdih.kemkes.go.id
-543-

Pemeriksaan Penunjang

l
tm
Bila diperlukan, melakukan tindakan enukleasi pada papul untuk

g.h
menemukan badan moluskum.

tan
Penegakan Diagnosis (Assessment)

n
-te
Diagnosis Klinis

22
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

20
Diagnosis Banding

86
Komedo, Miliaria, Karsinoma sel basal nodular

s11
Komplikasi
Lesi dapat mengalami infeksi sekunder. Jika moluskum mengenai

ke
kelopak mata (jarang terjadi), dapat terjadi konjungtivitis kronis.

en
7m
Pada individu dengan AIDS, moluskum seringkali tidak mudah
dikenali, banyak, dan penatalaksanaannya
10 membutuhkan
ketrampilan khusus.
k0
r-h

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mo

Penatalaksanaan
-no

a. Pasien perlu menjaga higiene kulit.


mk

b. Pengobatan dilakukan dengan mengeluarkan massa yang


mengandung badan moluskum dengan menggunakan alat
6/k

seperti ekstraktor komedo, jarum suntik, atau alat kuret kulit.


2/0

Konseling dan Edukasi


02

Penyebaran dalam keluarga sangat jarang terjadi. Dengan demikian,


z/2

anggota keluarga tidak perlu terlalu khawatir terhadap


.xy

anak/individu dengan penyakit ini.


na

Kriteria Rujukan
lya

a. Tidak ditemukan badan moluskum.


b. Terdapat penyakit komorbiditas yang terkait dengan kelainan
mu

hematologi.
na

c. Pasien HIV/AIDS.
.ai
ww

Peralatan
//w

a. Lup
ps:

b. Ekstraktor komedo, jarum suntik atau alat kuret kulit


htt

jdih.kemkes.go.id
-544-

Prognosis

l
tm
Prognosis pada umumnya bonam karena penyakit ini merupakan

g.h
penyakit yang self-limiting.

tan
Referensi

n
-te
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit

22
dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas

20
Kedokteran Universitas Indonesia.

86
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s

s11
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.
Saunders Elsevier.

ke
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman

en
7m
Pelayanan Medik. Jakarta.
10
k0

6. REAKSI GIGITAN SERANGGA


r-h

No. ICPC-2 : S12 Insect bite/sting


mo

No. ICD-10 : T63.4 Venom of other arthropods


-no

Tingkat Kemampuan 4A
mk

Masalah Kesehatan
6/k

Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi


2/0

hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan


02

terhadap sengatan/stings) dan kontak dengan serangga. Gigitan


z/2

hewan serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan kutu, yang
.xy

dapat menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai


na

sistemik.
lya

Hasil Anamnesis (Subjective)


mu

Keluhan
na

Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa tidak nyaman, nyeri,


.ai

kemerahan, nyeri tekan, hangat atau bengkak pada daerah tubuh


ww

yang digigit, umumnya tidak tertutup pakaian.


//w

Kebanyakan penderita datang sesaat setelah merasa digigit serangga,


ps:

namun ada pula yang datang dengan delayed reaction, misalnya 10-
14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan kadang-kadang diikuti
htt

dengan reaksi sistemik gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan

jdih.kemkes.go.id
-545-

angioedema, serta dapat berkembang menjadi suatu ansietas,

l
tm
disorientasi, kelemahan, GI upset (cramping, diarrhea, vomiting),

g.h
dizziness, sinkop bahkan hipotensi dan sesak napas. Gejala dari
delayed reaction mirip seperti serum sickness, yang meliputi demam,

tan
malaise, sakit kepala, urtikaria, limfadenopati dan poliartritis.

n
-te
Faktor Risiko

22
a. Lingkungan tempat tinggal yang banyak serangga.

20
b. Riwayat atopi pada diri dan keluarga.

86
c. Riwayat alergi.

s11
d. Riwayat alergi makanan.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

ke
Pemeriksaan Fisik

en
7m
Tanda Patognomonis
a. Urtika dan papul timbul secara simultan di tempat gigitan,
10
dikelilingi zona eritematosa.
k0

b. Di bagian tengah tampak titik (punctum) bekas tusukan/gigitan,


r-h

kadang hemoragik, atau menjadi krusta kehitaman.


mo

c. Bekas garukan karena gatal.


-no

Dapat timbul gejala sistemik seperti takipneu, stridor, wheezing,


mk

bronkospasme, hiperaktif peristaltic, dapat disertai tanda-tanda


hipotensi orthostatik
6/k

Pada reaksi lokal yang parah dapat timbul eritema generalisata,


2/0

urtikaria, atau edema pruritus, sedangkan bila terdapat reaksi


02

sistemik menyeluruh dapat diikuti dengan reaksi anafilaksis.


z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w

Gambar 11.8Reaksi Gigitan serangga


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-546-

Pemeriksaan Penunjang

l
tm
Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.

g.h
Penegakan Diagnosis (Assessment)

tan
Diagnosis Klinis

n
-te
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

22
Klasifikasi berdasarkan waktu terjadinya:

20
a. Reaksi tipe cepat.

86
Terjadi segera hingga 20 menit setelah gigitan, bertahan sampai

s11
1-3 jam.
b. Reaksi tipe lambat.

ke
Pada anak terjadi lebih dari 20 menit sampai beberapa jam

en
7m
setelah gigitan serangga.
Pada orang dewasa dapat muncul 3-5 hari setelah gigitan.
10
c. Reaksi tidak biasa.
k0

Sangat segera, mirip anafilaktik.


r-h
mo

Klasifikasi berdasarkan bentuk klinis:


-no

a. Urtikaria iregular.
mk

b. Urtikaria papular.
c. Papulo-vesikular, misalnya pada prurigo.
6/k

d. Punctum (titik gigitan), misalnya pada pedikulosis kapitis atau


2/0

phtirus pubis.
02

Diagnosis Banding
z/2

Prurigo
.xy

Komplikasi
na

a. Infeksi sekunder akibat garukan.


lya

b. Bila disertai keluhan sistemik, dapat terjadi syok anafilaktik


hingga kematian.
mu
na

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.ai

Tatalaksana
ww

a. Prinsip penanganan kasus ini adalah dengan mengatasi respon


//w

peradangan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Reaksi


ps:

peradangan lokal dapat dikurangi dengan sesegera mungkin


mencuci daerah gigitan dengan air dan sabun, serta kompres es.
htt

jdih.kemkes.go.id
-547-

b. Atasi keadaan akut terutama pada angioedema karena dapat

l
tm
terjadi obstruksi saluran napas. Penanganan pasien dapat

g.h
dilakukan di Unit Gawat Darurat. Bila disertai obstruksi saluran
napas diindikasikan pemberian epinefrin sub kutan.

tan
Dilanjutkan dengan pemberian kortikosteroid prednison 60-80

n
-te
mg/hari selama 3 hari, dosis diturunkan 5-10 mg/hari.

22
Dalam kondisi stabil, terapi yang dapat diberikan yaitu:

20
a. Sistemik

86
1) Antihistamin sedatif: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per

s11
hari selama 7 hari atau setirizin 1 x 10 mg per hari selama
7 hari.

ke
2) Antihistamin non sedatif: loratadin 1 x 10 mg per hari

en
7m
selama 7 hari.
b. Topikal 10
Kortikosteroid topikal potensi sedang-kuat: misalnya krim
k0

mometason furoat 0,1% atau krim betametason valerat 0,5%


r-h

diberikan selama 2 kali sehari selama 7 hari.


mo
-no

Konseling dan Edukasi


mk

Keluarga diberikan penjelasan mengenai:


a. Minum obat secara teratur.
6/k

b. Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, memakai baju


2/0

berlengan panjang dan celana panjang, pada beberapa kasus


02

boleh memakai mosquito repellent jika diperlukan, dan lain-lain


z/2

agar terhindar dari gigitan serangga.


.xy
na

Kriteria rujukan
lya

Jika kondisi memburuk, yaitu dengan makin bertambahnya patch


eritema, timbul bula, atau disertai gejala sistemik atau komplikasi.
mu
na

Peralatan
.ai

a. Alat resusitasi
ww

b. Tabung dan masker oksigen


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-548-

Prognosis

l
tm
Prognosis umumnya bonam. Quo ad sanationam untuk reaksi tipe

g.h
cepat dan reaksi tidak biasa adalah dubia ad malam, sedangkan
reaksi tipe lambat adalah bonam.

ntan
-te
Referensi

22
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit

20
dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas

86
Kedokteran Universitas Indonesia.

s11
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10 th Ed. Canada.

ke
Saunders Elsevier.

en
7m
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman
Pelayanan Medik. Jakarta. 10
k0

7. Skabies
r-h

No. ICPC-2 : S72 Scabies/other acariasis


mo

No. ICD-10 : B86 Scabies


-no

Tingkat Kemampuan 4A
mk

Masalah Kesehatan
6/k

Skabies adalah penyakit yang disebabkan infestasi dan sensitisasi


2/0

kulit oleh tungau Sarcoptes scabiei dan produknya. Penyakit ini


02

berhubungan erat dengan higiene yang buruk. Prevalensi skabies


z/2

tinggi pada populasi yang padat. Dari hasil penelitian di Brazil,


.xy

prevalensi skabies dua kali lebih tinggi di daerah kumuh perkotaan


na

yang padat penduduk daripada di masyarakat nelayan dimana


lya

mereka tinggal di tempat yang lebih luas.


Penularan dapat terjadi karena:
mu

a. Kontak langsung kulit dengan kulit penderita skabies, seperti


na

menjabat tangan, hubungan seksual, atau tidur bersama.


.ai

b. Kontak tidak langsung (melalui benda), seperti penggunaan


ww

perlengkapan tidur bersama dan saling meminjam pakaian,


//w

handuk dan alat-alat pribadi lainnya, tidak memiliki alat-alat


ps:

pribadi sendiri sehingga harus berbagi dengan temannya.


Tungau hidup dalam epidermis, tahan terhadap air dan sabun dan
htt

tetap hidup bahkan setelah mandi dengan air panas setiap.

jdih.kemkes.go.id
-549-

Hasil Anamnesis (Subjective)

l
tm
Gejala klinis:

g.h
a. Pruritus nokturna, yaitu gatal yang hebat terutama pada malam
hari atau saat penderita berkeringat.

tan
b. Lesi timbul di stratum korneum yang tipis, seperti di sela jari,

n
-te
pergelangan tangan dan kaki, aksila, umbilikus, areola mammae

22
dan di bawah payudara (pada wanita) serta genital eksterna

20
(pria).

86
Faktor Risiko:

s11
a. Masyarakat yang hidup dalam kelompok yang padat seperti
tinggal di asrama atau pesantren.

ke
b. Higiene yang buruk.

en
7m
c. Sosial ekonomi rendah seperti di panti asuhan, dan sebagainya.
d. Hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas.
10
k0

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


r-h

Pemeriksaan Fisik
mo

Lesi kulit berupa terowongan (kanalikuli) berwarna putih atau abu-


-no

abu dengan panjang rata-rata 1 cm. Ujung terowongan terdapat


mk

papul, vesikel, dan bila terjadi infeksi sekunder, maka akan


terbentuk pustul, ekskoriasi, dan sebagainya.Pada anak-anak, lesi
6/k

lebih sering
2/0

berupa vesikel disertai infeksi sekunder akibat garukan sehingga lesi


02

menjadi bernanah.
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w

Gambar 11.9 Skabies


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-550-

Pemeriksaan Penunjang

l
tm
Pemeriksaan mikroskopis dari kerokan kulit untuk menemukan

g.h
tungau.
Penegakan Diagnosis (Assessment)

tan
Diagnosis Klinis

n
-te
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

22
Terdapat 4 tanda kardinal untuk diagnosis skabies, yaitu:

20
a. Pruritus nokturna.

86
b. Penyakit menyerang manusia secara berkelompok.

s11
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus

ke
atau berkelok-kelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung

en
7m
terowongan ditemukan papul atau vesikel.
d. Ditemukannya tungau dengan pemeriksaan mikroskopis.
10
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda tersebut.
k0

Diagnosis Banding
r-h

Skabies adalah penyakit kulit yang disebut dengan the great imitator
mo

dari kelainan kulit dengan keluhan gatal. Diagnosis bandingnya


-no

adalah: Pioderma, Impetigo, Dermatitis, Pedikulosis korporis


mk

Komplikasi
Infeksi kulit sekunder terutama oleh S. aureus sering terjadi,
6/k

terutama pada anak. Komplikasi skabies dapat menurunkan kualitas


2/0

hidup dan prestasi belajar.


02

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


z/2

Penatalaksanaan
.xy

a. Melakukan perbaikan higiene diri dan lingkungan, dengan:


na

1) Tidak menggunakan peralatan pribadi secara bersama-


lya

sama dan alas tidur diganti bila ternyata pernah digunakan


oleh penderita skabies.
mu

2) Menghindari kontak langsung dengan penderita skabies.


na

b. Terapi tidak dapat dilakukan secara individual melainkan harus


.ai

serentak dan menyeluruh pada seluruh kelompok orang yang


ww

ada di sekitar penderita skabies. Terapi diberikan dengan salah


//w

satu obat topikal (skabisid) di bawah ini:


ps:

1) Salep 2-4 dioleskan di seluruh tubuh, selama 3 hari


berturut-turut, dipakai setiap habis mandi.
htt

jdih.kemkes.go.id
-551-

2) Krim permetrin 5% di seluruh tubuh. Setelah 10 jam, krim

l
tm
permetrin dibersihkan dengan sabun.

g.h
Terapi skabies ini tidak dianjurkan pada anak < 2 tahun.
Konseling dan Edukasi

tan
Dibutuhkan pemahaman bersama agar upaya eradikasi skabies bisa

n
-te
melibatkan semua pihak. Bila infeksi menyebar di kalangan santri di

22
sebuah pesantren, diperlukan keterbukaan dan kerjasama dari

20
pengelola pesantren. Bila sebuah barak militer tersebar infeksi,

86
mulai dari prajurit sampai komandan barak harus bahu membahu

s11
membersihkan semua benda yang berpotensi menjadi tempat
penyebaran penyakit.

ke
en
7m
Kriteria Rujukan
Pasien skabies dirujuk apabila keluhan masih dirasakan setelah 1
10
bulan paska terapi.
k0
r-h

Peralatan
mo

a. Lup
-no

b. Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan sediaan langsung


mk

kerokan kulit.
6/k

Prognosis
2/0

Prognosis umumnya bonam, namun tatalaksana harus dilakukan


02

juga terhadap lingkungannya.


z/2
.xy

Referensi
na

a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit


lya

dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.
mu

b. Heukelbach, J. & Feldmeier, H. 2006. Scabies. The Lancet, 367,


na

1767-74. June 8, 2014.


.ai

http://Search.Proquest.Com/Docview/199054155/Fulltextpdf/
ww

Afbf4c2fd1bd4016pq/6?Accountid=17242
//w

c. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s


ps:

Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10 th Ed. Canada.


Saunders Elsevier.
htt

jdih.kemkes.go.id
-552-

d. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman

l
tm
Pelayanan Medik. Jakarta.

g.h
8. Pedikulosis Kapitis

tan
No. ICPC-2 : S73 Pediculosis/skin infestation other

n
-te
No. ICD-10 : B85.0 Pediculosis due to Pediculus humanus

22
capitis

20
Tingkat Kemampuan 4A

86
s11
Masalah Kesehatan
Pedikulosis kapitis adalah infeksi dan infestasi kulit kepala dan

ke
rambut manusia yang disebabkan oleh kutu kepala Pediculus

en
7m
humanus var capitis. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak
usia muda dan cepat meluas dalam lingkungan hidup yang padat,
10
misalnya di asrama atau panti asuhan. Ditambah pula dalam
k0

kondisi higiene yang tidak baik, misalnya jarang membersihkan


r-h

rambut atau rambut yang relatif susah dibersihkan (rambut yang


mo

sangat panjang pada wanita).


-no

Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab, melalui:


mk

a. Kontak fisik erat dengan kepala penderita, seperti tidur


bersama.
6/k

b. Kontak melalui fomite yang terinfestasi, misalnya pemakaian


2/0

bersama aksesori kepala, sisir, dan bantal juga dapat


02

menyebabkan kutu menular.


z/2
.xy

Hasil Anamnesis (Subjective)


na

Keluhan
lya

Gejala yang paling sering timbul adalah gatal di kepala akibat reaksi
hipersensitivitas terhadap saliva kutu saat makan maupun terhadap
mu

feses kutu. Gejala dapat pula asimptomatik


na

Faktor Risiko
.ai

a. Status sosioekonomi yang rendah.


ww

b. Higiene perorangan yang rendah


//w

c. Prevalensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pria,


ps:

terutama pada populasi anak usia sekolah.


htt

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

jdih.kemkes.go.id
-553-

Pemeriksaan Fisik

l
tm
Lesi kulit terjadi karena bekas garukan, yaitu bentuk erosi dan

g.h
ekskoriasi. Bila terdapat infeksi sekunder oleh bakteri, maka timbul
pus dan krusta yang menyebabkan rambut bergumpal, disertai

tan
dengan pembesaran kelenjar getah bening regional. Ditemukan telur

n
-te
dan kutu yang hidup pada kulit kepala dan rambut. Telur P.

22
humanus var. capitis paling sering ditemukan pada rambut di daerah

20
oksipital dan retroaurikular.

86
Pemeriksaan Penunjang

s11
Tidak diperlukan.

ke
Penegakan Diagnosis (Assessment)

en
7m
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
10
dengan menemukan kutu atau telur kutu di kulit kepala dan
k0

rambut.
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02

Gambar 11.10 Telur Pediculus humanus capitis


z/2
.xy

Diagnosis Banding
na

Tinea kapitis, Impetigo krustosa (pioderma), Dermatitis seboroik


lya

Komplikasi
mu

Infeksi sekunder bila pedikulosis berlangsung kronis.


na
.ai

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


ww

Penatalaksanaan
Pengobatan bertujuan untuk memusnahkan semua kutu dan telur
//w

serta mengobati infeksi sekunder.


ps:

a. Sebaiknya rambut pasien dipotong sependek mungkin,


htt

kemudian disisir dengan menggunakan sisir serit, menjaga

jdih.kemkes.go.id
-554-

kebersihan kulit kepala dan menghindari kontak erat dengan

l
tm
kepala penderita.

g.h
b. Pengobatan topikal merupakan terapi terbaik, yaitu dengan
pedikulosid dengan pengobatan Permetrin 1% dalam bentuk

tan
cream rinse, dibiarkan selama 2 jam

n
-te
Pedikulosid sebaiknya tidak digunakan pada anak usia kurang

22
dari 2 tahun.

20
Cara penggunaan: rambut dicuci dengan shampo, kemudian

86
dioleskan losio/krim dan ditutup dengan kain. Setelah

s11
menunggu sesuai waktu yang ditentukan, rambut dicuci
kembali lalu disisir dengan sisir serit.

ke
c. Pada infeksi sekunder yang berat sebaiknya rambut dicukur,

en
7m
diberikan pengobatan dengan antibiotik sistemik dan topikal
telebih dahulu, lalu diberikan obat di atas dalam bentuk
10
shampo.
k0
r-h

Konseling dan Edukasi


mo

Edukasi keluarga tentang pedikulosis penting untuk pencegahan.


-no

Kutu kepala dapat ditemukan di sisir atau sikat rambut, topi, linen,
mk

boneka kain, dan upholstered furniture, walaupun kutu lebih memilih


untuk berada dalam jarak dekat dengan kulit kepala, sehingga harus
6/k

menghindari pemakaian alat-alat tersebut bersama-sama. Anggota


2/0

keluarga dan teman bermain anak yang terinfestasi harus diperiksa,


02

namun terapi hanya diberikan pada yang terbukti mengalami


z/2

infestasi. Kerjasama semua pihak dibutuhkan agar eradikasi dapat


.xy

tercapai.
na
lya

Kriteria Rujukan
Apabila terjadi infestasi kronis dan tidak sensitif terhadap terapi
mu

yang diberikan.
na
.ai

Peralatan
ww

Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit


//w

pedikulosis kapitis.
ps:

Prognosis
htt

Prognosis umumnya bonam.

jdih.kemkes.go.id
-555-

Referensi

l
tm
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit

g.h
dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

tan
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s

n
-te
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10 th Ed. Canada.

22
Saunders Elsevier.

20
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman

86
Pelayanan Medik. Jakarta.

s11
9. Pedikulosis Pubis

ke
No. ICPC-2 : S 73 Pediculosis/skin infestation other

en
7m
No.ICD-10 : B 85.3 Pthiriasis
Tingkat Kemampuan 4A 10
k0

Masalah Kesehatan
r-h

Pedikulosis pubis adalah penyakit infeksi pada rambut di daerah


mo

pubis dan sekitarnya yang disebabkan oleh Phthirus pubis. Penyakit


-no

ini menyerang orang dewasa dan dapat digolongkan dalam penyakit


mk

akibat hubungan seksual dan menular secara langsung. Infeksi juga


bisa terjadi pada anak-anak yang berasal dari orang tua mereka dan
6/k

terjadi di alis, atau bulu mata.


2/0
02

Hasil Anamnesis (Subjective)


z/2

Keluhan
.xy

Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas sampai ke


na

daerah abdomen dan dada. Gejala patognomonik lainnya adalah


lya

adanya black dot yaitu bercak-bercak hitam yang tampak jelas pada
celana dalam berwarna putih yang dilihat penderita pada waktu
mu

bangun tidur. Bercak hitam tersebut adalah krusta berasal dari


na

darah yang sering diinterpretasikan salah sebagai hematuria.


.ai

Faktor Risiko:
ww

a. Aktif secara seksual


//w

b. Higiene buruk
ps:

c. Kontak langsung dengan penderita


htt

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

jdih.kemkes.go.id
-556-

Pemeriksaan Fisik

l
tm
Pada inspeksi ditemukan bercak-bercak yang berwarna abu-abu

g.h
atau kebiruan yang disebut makula serulae pada daerah pubis dan
sekitarnya. Kutu dapat dilihat dengan mata telanjang dan juga bisa

tan
didapatkan pembengkakan kelenjar getah bening sekitar.

n
-te
Pemeriksaan Penunjang

22
Mencari telur atau bentuk dewasa P. pubis

20
86
Penegakan Diagnostik (Assessment)

s11
Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan

ke
pemeriksaan penunjang.

en
7m
Gambar 11.11 Pedikulosis pubis
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Diagnosis Banding:
02

a. Dermatitis seboroik
z/2

b. Dermatomikosis
.xy

Komplikasi: -
na

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


lya

Penatalaksanaan
mu

Pengobatan topikal :
na

emulsi benzil benzoat 25% yang dioleskan dan didiamkan selama 24


.ai

jam. Pengobatan diulangi 4 hari kemudian, jika belum sembuh


ww

Rencana Tindak Lanjut :


//w

Mitra seksual juga diperiksa dan diobati


ps:

Konseling dan Edukasi


a. Menjaga kebersihan badan
htt

b. Sebaiknya rambut kelamin dicukur

jdih.kemkes.go.id
-557-

c. Pakaian dalam direbus atau diseterika

l
tm
Kriteria Rujukan : -

g.h
Peralatan

tan
Tidak diperlukan perlatan khusus untuk mendiagnosis penyakit

n
-te
pedikulosis pubis.

22
20
Prognosis

86
Bonam

s11
Referensi

ke
a. Cho B.S., Kim H.S., Pediculosis of The Pubis. Available from

en
7m
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMicm0707428 (10
Juni 2014) 10
b. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit
k0

dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas


r-h

Kedokteran Universitas Indonesia.


mo

c. Guenther L. Pediculosis. Available from http://e-


-no

medicine.medscape.com (10 Juni 2014)


mk

10. DERMATOFITOSIS
6/k

No. ICPC-2 : S74 Dermatophytosis


2/0

No. ICD-10 : B35 Dermatophytosis


02

B35.0 Tinea barbae and tinea capitis


z/2

B35.1 Tinea unguium


.xy

B35.2 Tinea manuum


na

B35.3 Tinea pedis


lya

B35.4 Tinea corporis


B35.5 Tinea imbricate
mu

B35.6 Tinea cruris


na

B35.8 Other dermatophytoses


.ai

Tingkat Kemampuan 4A
ww
//w

Masalah Kesehatan
ps:

Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofita yang memiliki sifat


mencernakan keratin di jaringan yang mengandung zat tanduk,
htt

misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku.

jdih.kemkes.go.id
-558-

Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan agen penyebab.

l
tm
Sumber penularan dapat berasal dari manusia (jamur antropofilik),

g.h
binatang (jamur zoofilik) atau dari tanah (jamur geofilik).
Klasifikasi dermatofitosis yang praktis adalah berdasarkan lokasi,

tan
yaitu antara lain:

n
-te
a. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.

22
b. Tinea barbae, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.

20
c. Tinea kruris, pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong,

86
dan perut bagian bawah.

s11
d. Tinea pedis et manum, pada kaki dan tangan.
e. Tinea unguium, pada kuku jari tangan dan kaki.

ke
f. Tinea korporis, pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5

en
7m
tinea di atas. Bila terjadi di seluruh tubuh disebut dengan tinea
imbrikata. 10
Tinea pedis banyak didapatkan pada orang yang dalam kehdupan
k0

sehari-hari banyak memakai sepatu tertutup disertai perawatan kaki


r-h

yang buruk dan para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering
mo

basah. Tinea kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering
-no

dilihat di Indonesia.
mk

Hasil Anamnesis (Subjective)


6/k

Keluhan
2/0

Pada sebagian besar infeksi dermatofita, pasien datang dengan


02

bercak merah bersisik yang gatal. Adanya riwayat kontak dengan


z/2

orang yang mengalami dermatofitosis.


.xy

Faktor Risiko
na

a. Lingkungan yang lembab dan panas


lya

b. Imunodefisiensi
c. Obesitas
mu

d. Diabetes Melitus
na
.ai

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


ww

Pemeriksaan Fisik
//w

Gambaran umum:
ps:

Lesi berbentuk infiltrat eritematosa, berbatas tegas, dengan bagian


tepi yang lebih aktif daripada bagian tengah, dan konfigurasi
htt

jdih.kemkes.go.id
-559-

polisiklik. Lesi dapat dijumpai di daerah kulit berambut terminal,

l
tm
berambut velus (glabrosa) dan kuku.

g.h
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan

tan
KOH, akan ditemukan hifa panjang dan artrospora.

n
-te
Penegakan Diagnosis (Assessment)

22
Diagnosis Klinis

20
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

86
Bila diperlukan dilakukan pemeriksaan penunjang.

s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no

Gambar 11.12 Dermatofitosis


mk

Diagnosis Banding
6/k

Tinea Korporis:
2/0

Dermatitis numularis, Pytiriasis rosea, Erythema annulare


02

centrificum, Granuloma annulare


z/2

Tinea Kruris:
Kandidiasis, Dermatitis intertrigo, Eritrasma
.xy

Tinea Pedis:
na

Hiperhidrosis, Dermatitis kontak, Dyshidrotic eczema


lya

Tinea Manum:
mu

Dermatitis kontak iritan, Psoriasis


na

Tinea Fasialis:
.ai

Dermatitis seboroik, Dermatitis kontak


ww

Komplikasi
//w

Jarang ditemukan, dapat berupa infeksi bakterial sekunder.


ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


htt

Penatalaksanaan

jdih.kemkes.go.id
-560-

a. Higiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian

l
tm
secara bersamaan harus dihindari.

g.h
b. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:
antifungal topikal seperti krim klotrimazol, mikonazol, atau

tan
terbinafin yang diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2

n
-te
minggu kemudian untuk mencegah rekurensi.

22
c. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi

20
topikal, dilakukan pengobatan sistemik dengan:

86
1) Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g per hari

s11
untuk orang dewasa dan 0,25 – 0,5 g per hari untuk anak-
anak atau 10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis.

ke
2) Golongan azol, seperti Ketokonazol: 200 mg/hari;

en
7m
Itrakonazol: 100 mg/hari atau Terbinafin: 250 mg/hari
Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi hari setelah
10
makan.
k0
r-h

Konseling dan Edukasi


mo

Edukasi mengenai penyebab dan cara penularan penyakit. Edukasi


-no

pasien dan keluarga juga untuk menjaga higiene tubuh, namun


mk

penyakit ini bukan merupakan penyakit yang berbahaya.


Kriteria rujukan
6/k

Pasien dirujuk apabila:


2/0

a. Penyakit tidak sembuh dalam 10-14 hari setelah terapi.


02

b. Terdapat imunodefisiensi.
z/2

c. Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka.


.xy
na

Peralatan
lya

a. Lup
b. Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan KOH
mu
na

Prognosis
.ai

Pasien dengan imunokompeten, prognosis umumnya bonam,


ww

sedangkan pasien dengan imunokompromais, quo ad sanationamnya


//w

menjadi dubia ad bonam.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-561-

Referensi

l
tm
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit

g.h
dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

tan
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s

n
-te
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.

22
Saunders Elsevier.

20
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman

86
Pelayanan Medik. Jakarta.

s11
11. PITIRIASIS VERSIKOLOR/ TINEA VERSIKOLOR

ke
No. ICPC-2 : S76 Skin infection other

en
7m
No. ICD-10 : B36.0 Pityriasis versicolor
Tingkat Kemampuan 4A 10
k0

Masalah Kesehatan
r-h

Tinea versikolor adalah penyakit infeksi pada superfisial kulit dan


mo

berlangsung kronis yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur.


-no

Prevalensi penyakit ini tinggi pada daerah tropis yang bersuhu


mk

hangat dan lembab.


6/k

Hasil Anamnesis (Subjective)


2/0

Keluhan
02

Pasien pada umumnya datang berobat karena tampak bercak putih


z/2

pada kulitnya. Keluhan gatal ringan muncul terutama saat


.xy

berkeringat, namun sebagian besar pasien asimptomatik.


na

Faktor Risiko
lya

a. Sering dijumpai pada dewasa muda (kelenjar sebasea lebih aktif


bekerja).
mu

b. Cuaca yang panas dan lembab.


na

c. Tubuh yang berkeringat.


.ai

d. Imunodefisiensi
ww
//w

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


ps:

Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonis
htt

jdih.kemkes.go.id
-562-

Lesi berupa makula hipopigmentasi atau berwarna-warni,

l
tm
berskuama halus, berbentuk bulat atau tidak beraturan dengan

g.h
batas tegas atau tidak tegas. Skuama biasanya tipis seperti sisik dan
kadangkala hanya dapat tampak dengan menggores kulit (finger nail

tan
sign).

n
-te
Predileksi di bagian atas dada, lengan, leher, perut, kaki, ketiak, lipat

22
paha, muka dan kepala. Penyakit ini terutama ditemukan pada

20
daerah yang tertutup pakaian dan bersifat lembab.

86
s11
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan lampu Wood menampakkan pendaran (fluoresensi)

ke
kuning keemasan pada lesi yang bersisik.

en
7m
b. Pemeriksaan mikroskopis sediaan kerokan skuama lesi dengan
KOH. Pemeriksaan ini akan tampak campuran hifa pendek dan
10
spora-spora bulat yang dapat berkelompok (spaghetti and
k0

meatball appearance).
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2

Gambar 11.13 Tinea versikolor


.xy
na

Penegakan Diagnosis (Assessment)


lya

Diagnosis Klinis
mu

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


na

Diagnosis Banding
.ai

Vitiligo, Dermatitis seboroik, Pitiriasis alba, Morbus hansen,


ww

Eritrasma
Komplikasi
//w

Jarang terjadi.
ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


htt

Penatalaksanaan

jdih.kemkes.go.id
-563-

a. Pasien disarankan untuk tidak menggunakan pakaian yang

l
tm
lembab dan tidak berbagi penggunaan barang pribadi dengan

g.h
orang lain.
b. Pengobatan terhadap keluhannya dengan:

tan
1) Pengobatan topikal

n
-te
a) Suspensi selenium sulfida 1,8%, dalam bentuk

22
shampo yang digunakan 2-3 kali seminggu. Obat ini

20
digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 15-30

86
menit sebelum mandi.

s11
b) Derivat azol topikal, antara lain mikonazol dan
klotrimazol.

ke
2) Pengobatan sistemik diberikan apabila penyakit ini

en
7m
terdapat pada daerah yang luas atau jika penggunaan obat
topikal tidak berhasil. Obat tersebut, yaitu:
10
a) Ketokonazol per oral dengan dosis 1x200 mg sehari
k0

selama 10 hari, atau


r-h

b) Itrakonazol per oral dengan dosis 1 x 200 mg sehari


mo

selama 5-7 hari (pada kasus kambuhan atau tidak


-no

responsif dengan terapi lainnya).


mk

Konseling dan Edukasi


6/k

Edukasi pasien dan keluarga bahwa pengobatan harus dilakukan


2/0

secara menyeluruh, tekun dan konsisten, karena angka


02

kekambuhan tinggi (± 50% pasien). Infeksi jamur dapat dibunuh


z/2

dengan cepat tetapi membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk


.xy

mengembalikan pigmentasi ke normal. Untuk pencegahan,


na

diusahakan agar pakaian tidak lembab dan tidak berbagi dengan


lya

orang lain untuk penggunaan barang pribadi.


Kriteria Rujukan
mu

Sebagian besar kasus tidak memerlukan rujukan.


na
.ai

Peralatan
ww

a. Lup
//w

b. Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan KOH


ps:

Prognosis
htt

Prognosis umumnya bonam.

jdih.kemkes.go.id
-564-

Referensi

l
tm
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit

g.h
dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

tan
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s

n
-te
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.

22
Saunders Elsevier.

20
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman

86
Pelayanan Medik. Jakarta.

s11
12. Pioderma

ke
No. ICPC-2 : S84 Impetigo

en
7m
S76 Skin infection other
No. ICD-10 : L01 Impetigo 10
L02 Cutaneous abscess, furuncle and carbuncle
k0

L08.0 Pyoderma
r-h

Tingkat Kemampuan: Folikulitis superfisialis 4A


mo

Furunkel, Furunkulosis dan Karbunkel 4A


-no

Impetigo krustosa (impetigo contagiosa) dan


mk

Impetigo bulosa 4A
Ektima (impetigo ulseratif) 4A
6/k
2/0

Masalah Kesehatan
02

Pioderma adalah infeksi kulit (epidermis, dermis dan subkutis) yang


z/2

disebabkan oleh bakteri gram positif dari golongan Stafilokokus dan


.xy

Streptokokus. Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai.


na

Di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran


lya

Universitas Indonesia, insidennya menduduki peringkat ketiga, dan


berhubungan erat dengan keadaaan sosial ekonomi. Penularannya
mu

melalui kontak langsung dengan agen penyebab.


na
.ai

Hasil Anamnesis (Subjective)


ww

Keluhan
//w

Pasien datang mengeluh adanya koreng atau luka di kulit


ps:

a. Awalnya berbentuk seperti bintil kecil yang gatal, dapat berisi


cairan atau nanah dengan dasar dan pinggiran sekitarnya
htt

jdih.kemkes.go.id
-565-

kemerahan. Keluhan ini dapat meluas menjadi bengkak disertai

l
tm
dengan rasa nyeri.

g.h
b. Bintil kemudian pecah dan menjadi keropeng/koreng yang
mengering, keras dan sangat lengket.

tan
Faktor risiko:

n
-te
a. Higiene yang kurang baik

22
b. Defisiensi gizi

20
c. Imunodefisiensi (CD4 dan CD8 yang rendah)

86
s11
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Folikulitis adalah peradangan folikel rambut yang ditandai dengan

ke
papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau perih.

en
7m
Furunkel adalah peradangan folikel rambut dan jaringan sekitarnya
berupa papul, vesikel atau pustul perifolikuler dengan eritema di
10
sekitarnya dan disertai rasa nyeri.
k0

Furunkulosis adalah beberapa furunkel yang tersebar.


r-h

Karbunkel adalah kumpulan dari beberapa furunkel, ditandai dengan


mo

beberapa furunkel yang berkonfluensi membentuk nodus bersupurasi


-no

di beberapa puncak.
mk

Impetigo krustosa (impetigo contagiosa) adalah peradangan yang


memberikan gambaran vesikel yang dengan cepat berubah menjadi
6/k

pustul dan pecah sehingga menjadi krusta kering kekuningan seperti


2/0

madu. Predileksi spesifik lesi terdapat di sekitar lubang hidung, mulut,


02

telinga atau anus.


z/2

Impetigo bulosa adalah peradangan yang memberikan gambaran


.xy

vesikobulosa dengan lesi bula hipopion (bula berisi pus). Ektima adalah
na

peradangan yang menimbulkan kehilangan jaringan dermis bagian atas


lya

(ulkus dangkal).
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 11.14 Furunkel


htt

jdih.kemkes.go.id
-566-

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
86
Gambar 11.15 Ektima

s11
ke
Pemeriksaan Penunjang

en
a. Pemeriksaan dari apusan cairan sekret dari dasar lesi dengan

7m
pewarnaan Gram
b. Pemeriksaan darah rutin
10 kadang-kadang ditemukan
k0
leukositosis.
r-h

Penegakan diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
mo

a. Folikulitis
-no

b. Furunkel
mk

c. Furunkulosis
6/k

d. Karbunkel
e. Impetigo bulosa dan krustosa
2/0

f. Ektima
02

Komplikasi
z/2

a. Erisipelas adalah peradangan epidermis dan dermis yang ditandai


.xy

dengan infiltrat eritema, edema, berbatas tegas, dan disertai


na

dengan rasa panas dan nyeri. Onset penyakit ini sering didahului
lya

dengan gejala prodromal berupa menggigil, panas tinggi, sakit


mu

kepala, mual muntah, dan nyeri sendi. Pada pemeriksaan darah


rutin dapat dijumpai leukositosis 20.000/mm3 atau lebih.
na

b. Selulitis adalah peradangan supuratif yang menyerang subkutis,


.ai
ww

ditandai dengan peradangan lokal, infiltrate eritema berbatas tidak


tegas, disertai dengan rasa nyeri tekan dan gejala prodromal
//w

tersebut di atas.
ps:

c. Ulkus
htt

d. Limfangitis

jdih.kemkes.go.id
-567-

e. Limfadenitis supuratif

l
tm
f. Bakteremia (sepsis)

g.h
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

tan
Penatalaksanaan

n
-te
a. Terapi suportif dengan menjaga higiene, nutrisi TKTP dan

22
stamina tubuh.

20
b. Farmakoterapi dilakukan dengan:

86
1) Topikal:

s11
a) Bila banyak pus/krusta, dilakukan kompres terbuka
dengan permanganas kalikus (PK) 1/5.000 atau

ke
yodium povidon 7,5% yang dilarutkan 10 kali.

en
7m
b) Bila tidak tertutup pus atau krusta, diberikan salep
atau krim asam fusidat 2% atau mupirosin 2%,
10
dioleskan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.
k0

2) Antibiotik oral dapat diberikan dari salah satu golongan di


r-h

bawah ini:
mo

a) Penisilin yang resisten terhadap penisilinase, seperti:


-no

kloksasilin.
mk

(1) Dosis dewasa: 3 x 250-500 mg/hari, selama 5-7


hari, selama 5-7 hari.
6/k

(2) Dosis anak: 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4


2/0

dosis, selama 5-7 hari.


02

b) Amoksisilin dengan asam klavulanat.


z/2

(1) Dosis dewasa: 3 x 250-500 mg


.xy

(2) Dosis anak: 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3


na

dosis, selama 5-7 hari


lya

c) Klindamisin 4 x 150 mg per hari, pada infeksi berat


dosisnya 4 x 300-450 mg per hari.
mu

d) Eritromisin: dosis dewasa: 4 x 250-500 mg/hari, anak:


na

20-50 mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis, selama 5-7 hari.


.ai

e) Sefalosporin, misalnya sefadroksil dengan dosis 2 x


ww

500 mg atau 2 x 1000 mg per hari.


//w

3) Insisi untuk karbunkel yang menjadi abses untuk


ps:

membersihkan eksudat dan jaringan nekrotik.


htt

jdih.kemkes.go.id
-568-

Konseling dan Edukasi

l
tm
Edukasi pasien dan keluarga untuk pencegahan penyakit dengan

g.h
menjaga kebersihan diri dan stamina tubuh.
Kriteria Rujukan

tan
Pasien dirujuk apabila terjadi:

n
-te
a. Komplikasi mulai dari selulitis.

22
b. Tidak sembuh dengan pengobatan selama 5-7 hari.

20
c. Terdapat penyakit sistemik (gangguan metabolik endokrin dan

86
imunodefisiensi).

s11
Peralatan

ke
Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin dan

en
7m
pemeriksaan Gram
10
Prognosis
k0

Apabila penyakit tanpa disertai komplikasi, prognosis umumnya


r-h

bonam, bila dengan komplikasi, prognosis umumnya dubia ad


mo

bonam.
-no
mk

Referensi
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit
6/k

dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas


2/0

Kedokteran Universitas Indonesia.


02

b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s


z/2

Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.


.xy

Saunders Elsevier.
na

c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman


lya

Pelayanan Medik. Jakarta.


mu

13. Erisipelas
na

No. ICPC-2 : S 76Skin infection order


.ai

No. ICD-10 : A 46 Erysipelas


ww

Tingkat Kemampuan 4A
//w
ps:

Masalah Kesehatan
Erisipelas adalah penyakit infeksi bakteri akut, biasanya disebabkan
htt

oleh Streptococcus, melibatkan dermis atas dengan tanda khas

jdih.kemkes.go.id
-569-

meluas ke limfatik kutaneus superfisial. Erisipelas pada wajah

l
tm
kebanyakan disebabkan oleh streptococcus grup A, sedangkan

g.h
erisipelas pada ekstremitas bawah kebanyakan disebabkan oleh
streptococcus non grup A. Di perkirakan 85% kasus erisipelas terjadi

tan
pada ekstremitas bawah.

n
-te
Erisipelas kebanyakan terjadi pada wanita, akan tetapi pada usia

22
muda lebih sering terjadi pada pria. Insidens tertinggi dilaporkan

20
pada pasien berusia 60 – 80 tahun khususnya pada pasien dengan

86
gangguan saluran limfatik.

s11
Hasil Anamnesis (Subjective)

ke
Keluhan

en
7m
Terdapat gejala konstitusi seperti demam dan malaise sebelum
terjadinya lesi pada kulit. Gejala umum pada lesi didapatkan gatal,
10
rasa terbakar, nyeri dan bengkak. Didahului trauma atau riwayat
k0

faringitis.
r-h

Faktor Risiko:
mo

a. Penderita Diabetes Mellitus


-no

b. Higiene buruk
mk

c. Gizi kurang
d. Gangguan saluran limfatik
6/k
2/0

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


02

Pemeriksaan Fisik
z/2

Lokasi : kaki, tangan dan wajah


.xy

Efloresensi : eritema yang berwarna merah cerah, berbatas


na

tegas, dan pinggirnya meninggi dengan tanda-tanda radang akut.


lya

Dapat disertai edema, vesikel dan bula.


mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-570-

l
tm
g.h
tan
n
-te
22
20
Gambar 11.16Erisipelas pada wajah

86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h

Gambar 11.17 Erisipelas pada kaki


mo
-no

Pemeriksaan Penunjang
mk

Pemeriksaan darah didapatkan leukositosis


6/k

Penegakan Diagnostik(Assessment)
2/0

Diagnosis Klinis
02

Penegakan diagnosis melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan


z/2

pemeriksaan penunjang.
.xy

Diagnosis Banding:
na

Selulitis, Urtikaria
lya
mu

Komplikasi:
Ganggren, Edema kronis, terjadi scar, sepsis, demam Scarlet,
na

Pneumonia, Abses, Emboli, Meningitis


.ai
ww

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


//w

Penatalaksanaan
ps:

a. Istirahat
htt

b. Tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan

jdih.kemkes.go.id
-571-

Pengobatan sistemik :

l
tm
a. Analgetik antipiretik

g.h
b. Antibiotik :
1) Penisilin 0,6 – 1,5 mega unit 5-10 hari

tan
2) Sefalosporin 4 x 400 mg selama 5 hari

n
-te
Rencana tindak lanjut :

22
a. Memantau terjadinya komplikasi

20
b. Mencegah faktor risiko

86
Konseling dan Edukasi

s11
a. Bagi penderita diabetes, tetap mengontrol gula darah
b. Menjaga kebersihan badan

ke
Kriteria Rujukan

en
7m
Jika terjadi komplikasi
10
Peralatan
k0

Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin.


r-h
mo

Prognosis
-no

Dubia ad bonam
mk

Referensi
6/k

a. DavisL.Erysipelas. Available from http://e-


2/0

medicine.medscape.com (10 Juni 2014)


02

b. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit


z/2

dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Fakultas Kedokteran


.xy

Universitas Indonesia.
na

c. Pereira de Godoy JM, et al. Epidemiological Data And


lya

Comorbidities Of 428 Patients Hospitalized With Erysipelas.


Angiology. Jul 2010;61(5):492-4
mu
na

14. DERMATITIS SEBOROIK


.ai

No. ICPC-2 : S86 Dermatitis seborrhoeic


ww

No. ICD-10 : L21 Seborrhoeic dermatitis


//w

Tingkat Kemampuan 4A
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-572-

Masalah Kesehatan

l
tm
Dermatitis seboroik (DS) merupakan istilah yang digunakan untuk

g.h
segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi
(predileksi di tempat-tempat kelenjar sebum). Dermatitis seboroik

tan
berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea.

n
-te
22
Hasil Anamnesis (Subjective)

20
Keluhan

86
Pasien datang dengan keluhan munculnya bercak merah dan kulit

s11
kasar. Kelainan awal hanya berupa ketombe ringan pada kulit kepala
(pitiriasis sika) sampai keluhan lanjut berupa keropeng yang berbau

ke
tidak sedap dan terasa gatal.

en
7m
Faktor Risiko
Genetik, faktor kelelahan, stres emosional , infeksi, defisiensi imun,
10
jenis kelamin pria lebih sering daripada wanita, usia bayi bulan 1
k0

dan usia 18-40 tahun, kurang tidur


r-h
mo

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


-no

Pemeriksaan Fisik
mk

Tanda patognomonis
a. Papul sampai plak eritema
6/k

b. Skuama berminyak agak kekuningan


2/0

c. Berbatas tidak tegas


02

Lokasi predileksi
z/2

Kulit kepala, glabela, belakang telinga, belakang leher, alis mata,


.xy

kelopak mata, liang telinga luar, lipat naso labial, sternal, areola
na

mammae, lipatan bawah mammae pada wanita, interskapular,


lya

umbilikus, lipat paha, daerah angogenital


Bentuk klinis lain
mu

Lesi berat: seluruh kepala tertutup oleh krusta, kotor, dan berbau
na

(cradle cap).
.ai

Pemeriksaan Penunjang
ww

Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-573-

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
Gambar 11.18 Dermatitis seboroik pada kulit kepala

86
s11
Penegakan Diagnostik (Assessment)

ke
Diagnosis Klinis

en
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

7m
Diagnosis Banding
10
Psoriasis (skuamanya berlapis-lapis, tanda Auspitz, skuama tebal
k0
seperti mika), Kandidosis (pada lipat paha dan perineal, eritema
r-h

bewarna merah cerah berbatas tegas dengan lesi satelit


mo

disekitarnya), Otomikosis, Otitis eksterna.


Komplikasi
-no

Pada anak, lesi bisa meluas menjadi penyakit Leiner atau


mk

eritroderma.
6/k
2/0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
02

a. Pasien diminta untuk memperhatikan faktor predisposisi


z/2

terjadinya keluhan, misalnya stres emosional dan kurang tidur.


.xy

Diet juga disarankan untuk mengkonsumsi makanan rendah


na

lemak.
lya

b. Farmakoterapi dilakukan dengan:


mu

1) Topikal
na

Bayi:
.ai

a) Pada lesi di kulit kepala bayi diberikan asam salisilat


ww

3% dalam minyak kelapa atau vehikulum yang larut


air atau kompres minyak kelapa hangat 1 kali sehari
//w

selama beberapa hari.


ps:

b) Dilanjutkan dengan krim hidrokortison 1% atau lotion


htt

selama beberapa hari.

jdih.kemkes.go.id
-574-

c) Selama pengobatan, rambut tetap dicuci.

l
tm
Dewasa:

g.h
a) Pada lesi di kulit kepala, diberikan shampo selenium
sulfida 1,8 atau shampo ketokonazol 2%, zink pirition

tan
(shampo anti ketombe), atau pemakaian preparat ter

n
-te
(liquor carbonis detergent) 2-5 % dalam bentuk salep

22
dengan frekuensi 2-3 kali seminggu selama 5-15 menit

20
per hari.

86
b) Pada lesi di badan diberikan kortikosteroid topikal:

s11
Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat
digunakan fluosinolon asetonid krim 0,025%) selama

ke
maksimal 2 minggu.

en
7m
c) Pada kasus dengan manifestasi dengan inflamasi yang
lebih berat diberikan kortikosteroid kuat misalnya
10
betametason valerat krim 0,1%.
k0

d) Pada kasus dengan infeksi jamur, perlu


r-h

dipertimbangkan pemberian ketokonazol krim 2%.


mo

2) Oral sistemik
-no

a) Antihistamin sedatif yaitu: klorfeniramin maleat 3 x 4


mk

mg per hari selama 2 minggu, setirizin 1 x 10 mg per


hari selama 2 minggu.
6/k

b) Antihistamin non sedatif yaitu: loratadin 1x10


2/0

mgselama maksimal 2 minggu.


02
z/2

Konseling dan Edukasi


.xy

a. Memberitahukan kepada orang tua untuk menjaga kebersihan


na

bayi dan rajin merawat kulit kepala bayi.


lya

b. Memberitahukan kepada orang tua bahwa kelainan ini


umumnya muncul pada bulan-bulan pertama kehidupan dan
mu

membaik seiring dengan pertambahan usia.


na

c. Memberikan informasi bahwa penyakit ini sukar disembuhkan


.ai

tetapi dapat terkontrol dengan mengontrol emosi dan psikisnya.


ww
//w

Kriteria Rujukan
ps:

Pasien dirujuk apabila tidak ada perbaikan dengan pengobatan


standar.
htt

jdih.kemkes.go.id
-575-

Peralatan: -

l
tm
Prognosis

g.h
Prognosis pada umumnya bonam, sembuh tanpa komplikasi.

tan
Referensi

n
-te
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit

22
dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas

20
Kedokteran Universitas Indonesia.

86
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s

s11
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.
Saunders Elsevier.

ke
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman

en
7m
Pelayanan Medik. Jakarta.
10
15. DERMATITIS ATOPIK
k0

No. ICPC-2 : S87 Dermatitis/atopic eczema


r-h

No. ICD-10 : L20 Atopic dermatitis


mo

Tingkat Kemampuan Dermatitis atopik (kecuali recalcitrant) 4A


-no
mk

Masalah Kesehatan
Dermatitis Atopik (DA) adalah peradangan kulit berulang dan kronis
6/k

dengan disertai gatal. Pada umumnya terjadi selama masa bayi dan
2/0

anak-anak dan sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE


02

dalam serum serta riwayat atopi pada keluarga atau penderita.


z/2

Sinonim dari penyakit ini adalah eczema atopik, eczema


.xy

konstitusional, eczema fleksural, neurodermatitis diseminata,


na

prurigo Besnier.
lya

Hasil Anamnesis (Subjective)


mu

Keluhan
na

Pasien datang dengan keluhan gatal yang bervariasi lokasinya


.ai

tergantung pada jenis dermatitis atopik (lihat klasifikasi).


ww

Gejala utama DA adalah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang


//w

hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya


ps:

penderita akan menggaruk.


Pasien biasanya juga mempunyai riwayat sering merasa cemas,
htt

egois, frustasi, agresif, atau merasa tertekan.

jdih.kemkes.go.id
-576-

Faktor Risiko

l
tm
a. Wanita lebih banyak menderita DA dibandingkan pria (rasio 1,3

g.h
: 1).
b. Riwayat atopi pada pasien dan atau keluarga (rhinitis alergi,

tan
konjungtivitis alergi/vernalis, asma bronkial, dermatitis atopik,

n
-te
dan lain-lain).

22
c. Faktor lingkungan: jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu

20
semakin tinggi, penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke

86
kota, dan meningkatnya penggunaan antibiotik.

s11
d. Riwayat sensitif terhadap wol, bulu kucing, anjing, ayam,
burung, dan sejenisnya.

ke
Faktor Pemicu

en
7m
a. Makanan: telur, susu, gandum, kedelai, dan kacang tanah.
b. Tungau debu rumah 10
c. Sering mengalami infeksi di saluran napas atas (kolonisasi
k0

Staphylococus aureus)
r-h
mo

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


-no

Pemeriksaan Fisik
mk

Tanda patognomonis
Kulit penderita DA:
6/k

a. Kering pada perabaan


2/0

b. Pucat/redup
02

c. Jari tangan teraba dingin


z/2

d. Terdapat papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudasi


.xy

dan krusta pada lokasi predileksi


na

Lokasi predileksi:
lya

a. Tipe bayi (infantil)


1) Dahi, pipi, kulit kepala, leher, pergelangan tangan dan
mu

tungkai, serta lutut (pada anak yang mulai merangkak).


na

2) Lesi berupa eritema, papul vesikel halus, eksudatif, krusta.


.ai

b. Tipe anak
ww

1) Lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian dalam,


//w

kelopak mata, leher, kadang-kadang di wajah.


ps:

2) Lesi berupa papul, sedikit eksudatif, sedikit skuama,


likenifikasi, erosi. Kadang-kadang disertai pustul.
htt

c. Tipe remaja dan dewasa

jdih.kemkes.go.id
-577-

1) Lipat siku, lipat lutut, samping leher, dahi, sekitar mata,

l
tm
tangan dan pergelangan tangan, kadang-kadang ditemukan

g.h
setempat misalnya bibir mulut, bibir kelamin, puting susu,
atau kulit kepala.

tan
2) Lesi berupa plak papular eritematosa, skuama, likenifikasi,

n
-te
kadang-kadang erosi dan eksudasi, terjadi hiperpigmentasi.

22
Berdasarkan derajat keparahan terbagi menjadi:

20
a. DA ringan : apabila mengenai < 10% luas permukaan kulit.

86
b. DA sedang : apabila mengenai 10-50% luas permukaan

s11
kulit.
c. DA berat : apabila mengenai > 50% luas permukaan kulit.

ke
Tanpa penyulit (umumnya tidak diikuti oleh infeksi sekunder).

en
7m
Dengan penyulit (disertai infeksi sekunder atau meluas dan menjadi
rekalsitran (tidak membaik dengan pengobatan standar).
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Gambar 11.19 Dermatitis atopik


02

Pemeriksaan Penunjang
z/2

Pemeriksaan IgE serum (bila diperlukan dan dapat dilakukan di


.xy

fasilitas pelayanan Tingkat Pertama)


na
lya

Penegakan Diagnostik (Assessment)


mu

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
na
.ai

harus terdiri dari 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor dari kriteria
ww

Williams (1994) di bawah ini.


Kriteria mayor:
//w

a. Pruritus
ps:

b. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak


htt

c. Dermatitis di fleksura pada dewasa

jdih.kemkes.go.id
-578-

d. Dermatitis kronis atau berulang

l
tm
e. Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

g.h
Kriteria minor:
a. Xerosis

tan
b. Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus atau virus herpes

n
-te
simpleks)

22
c. Iktiosis/ hiperliniar palmaris/ keratosis piliaris

20
d. Pitriasis alba

86
e. Dermatitis di papilla mamae

s11
f. White dermogrhapism dan delayed blanch response
g. Kelilitis

ke
h. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan

en
7m
i. Konjungtivitis berulang
j. Keratokonus 10
k. Katarak subskapsular anterior
k0

l. Orbita menjadi gelap


r-h

m. Muka pucat atau eritem


mo

n. Gatal bila berkeringat


-no

o. Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak


mk

p. Aksentuasi perifolikular
q. Hipersensitif terhadap makanan
6/k

r. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan


2/0

atau emosi
02

s. Tes kulit alergi tipe dadakan positif


z/2

t. Kadar IgE dalam serum meningkat


.xy

u. Mulai muncul pada usia dini


na

Pada bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi menjadi:


lya

a. Tiga kriteria mayor berupa:


1) Riwayat atopi pada keluarga
mu

2) Dermatitis pada muka dan ekstensor


na

3) Pruritus
.ai

b. Serta tiga kriteria minor berupa:


ww

1) Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris, aksentuasi


//w

perifolikular
ps:

2) Fisura di belakang telinga


3) Skuama di scalp kronis
htt

jdih.kemkes.go.id
-579-

Diagnosis banding

l
tm
Dermatitis seboroik (terutama pada bayi), Dermatitis kontak,

g.h
Dermatitis numularis, Skabies, Iktiosis , Psoriasis (terutama di
daerah palmoplantar), Sindrom Sezary, Dermatitis herpetiformis

tan
Pada bayi, diagnosis banding, yaitu Sindrom imunodefisiensi

n
-te
(misalnya sindrom Wiskott-Aldrich), Sindrom hiper IgE

22
Komplikasi

20
a. Infeksi sekunder

86
b. Perluasan penyakit (eritroderma)

s11
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

ke
Penatalaksanaan

en
7m
a. Penatalaksanaan dilakukan dengan modifikasi gaya hidup,
yaitu: 10
1) Menemukan faktor risiko.
k0

2) Menghindari bahan-bahan yang bersifat iritan termasuk


r-h

pakaian seperti wol atau bahan sintetik.


mo

3) Memakai sabun dengan pH netral dan mengandung


-no

pelembab.
mk

4) Menjaga kebersihan bahan pakaian.


5) Menghindari pemakaian bahan kimia tambahan.
6/k

6) Membilas badan segera setelah selesai berenang untuk


2/0

menghindari kontak klorin yang terlalu lama.


02

7) Menghindari stress psikis.


z/2

8) Menghindari bahan pakaian terlalu tebal, ketat, kotor.


.xy

9) Pada bayi, menjaga kebersihan di daerah popok, iritasi oleh


na

kencing atau feses, dan hindari pemakaian bahan-bahan


lya

medicatedbaby oil.
10) Menghindari pembersih yang mengandung antibakteri
mu

karena menginduksi resistensi.


na

b. Untuk mengatasi keluhan, farmakoterapi diberikan dengan:


.ai

1) Topikal (2 kali sehari)


ww

a) Pada lesi di kulit kepala, diberikan kortikosteroid


//w

topikal, seperti: Desonid krim 0,05% (catatan: bila


ps:

tidak tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonid


krim 0,025%) selama maksimal 2 minggu.
htt

jdih.kemkes.go.id
-580-

b) Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan

l
tm
hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan

g.h
betametason valerat krim 0,1% atau mometason furoat
krim 0,1%.

tan
c) Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan

n
-te
pemberian antibiotik topikal atau sistemik bila lesi

22
meluas.

20
2) Oral sistemik

86
a) Antihistamin sedatif: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg

s11
per hari selama maksimal 2 minggu atau setirizin 1 x
10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.

ke
b) Antihistamin non sedatif: loratadin 1x10 mg per hari

en
7m
selama maksimal 2 minggu.
10
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan (bila diperlukan)
k0

Pemeriksaan untuk menegakkan atopi, misalnya skin prick test/tes


r-h

uji tusuk pada kasus dewasa.


mo

Konseling dan Edukasi


-no

a. Penyakit bersifat kronis dan berulang sehingga perlu diberi


mk

pengertian kepada seluruh anggota keluarga untuk menghindari


faktor risiko dan melakukan perawatan kulit secara benar.
6/k

b. Memberikan informasi kepada keluarga bahwa prinsip


2/0

pengobatan adalah menghindari gatal, menekan proses


02

peradangan, dan menjaga hidrasi kulit.


z/2

c. Menekankan kepada seluruh anggota keluarga bahwa


.xy

modifikasi gaya hidup tidak hanya berlaku pada pasien, juga


na

harus menjadi kebiasaan keluarga secara keseluruhan.


lya

Rencana tindak lanjut


a. Diperlukan pengobatan pemeliharaan setelah fase akut teratasi.
mu

Pengobatan pemeliharaan dengan kortikosteroid topikal jangka


na

panjang (1 kali sehari) dan penggunaan krim pelembab 2 kali


.ai

sehari sepanjang waktu.


ww

b. Pengobatan pemeliharaan dapat diberikan selama maksimal 4


//w

minggu.
ps:

c. Pemantauan efek samping kortikosteroid. Bila terdapat efek


samping, kortikosteroid dihentikan.
htt

jdih.kemkes.go.id
-581-

Kriteria Rujukan

l
tm
a. Dermatitis atopik luas dan berat

g.h
b. Dermatitis atopik rekalsitran atau dependent steroid
c. Bila diperlukan skin prick test/tes uji tusuk

tan
d. Bila gejala tidak membaik dengan pengobatan standar selama 4

n
-te
minggu

22
e. Bila kelainan rekalsitran atau meluas sampai eritroderma

20
86
Peralatan

s11
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit ini.

ke
Prognosis

en
7m
Prognosis pada umumnya bonam, dapat terkendali dengan
pengobatan pemeliharaan. 10
k0

Referensi
r-h

a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit


mo

dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas


-no

Kedokteran Universitas Indonesia.


mk

b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s


Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.
6/k

Saunders Elsevier.
2/0

c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman


02

Pelayanan Medik. Jakarta.


z/2
.xy

16. Dermatitis Numularis


na

No. ICPC-2 : S87 Dermatitis/atopic eczema


lya

No. ICD-10 : L20.8 Other atopic dermatitis


Tingkat Kemampuan 4A
mu
na

Masalah Kesehatan
.ai

Dermatitis numularis adalah dermatitis berbentuk lesi mata uang


ww

(koin) atau lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa


//w

papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah


ps:

(oozing/madidans). Penyakit ini pada orang dewasa lebih sering


terjadi pada pria daripada wanita. Usia puncak awitan pada kedua
htt

jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun, pada wanita usia puncak

jdih.kemkes.go.id
-582-

terjadi juga pada usia 15 sampai 25 tahun. Dermatitis numularis

l
tm
tidak biasa ditemukan pada anak, bila ada timbulnya jarang pada

g.h
usia sebelum satu tahun, umumnya kejadian meningkat seiring
dengan meningkatnya usia.

n tan
-te
Hasil Anamnesis (Subjective)

22
Keluhan

20
Bercak merah yang basah pada predileksi tertentu dan sangat gatal.

86
Keluhan hilang timbul dan sering kambuh.

s11
Faktor Risiko
Pria, usia 55-65 tahun (pada wanita 15-25 tahun), riwayat trauma

ke
fisis dan kimiawi (fenomena Kobner: gambaran lesi yang mirip

en
7m
dengan lesi utama), riwayat dermatitis kontak alergi, riwayat
dermatitis atopik pada kasus dermatitis numularis anak, stress
10
emosional, minuman yang mengandung alkohol, lingkungan dengan
k0

kelembaban rendah, riwayat infeksi kulit sebelumnya


r-h
mo

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


-no

Pemeriksaan Fisik
mk

Tanda patognomonis
a. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3 – 1 cm),
6/k

berbentuk uang logam, eritematosa, sedikit edema, dan


2/0

berbatas tegas.
02

b. Tanda eksudasi karena vesikel mudah pecah, kemudian


z/2

mengering menjadi krusta kekuningan.


.xy

c. Jumlah lesi dapat satu, dapat pula banyak dan tersebar,


na

bilateral, atau simetris, dengan ukuran yang bervariasi.


lya

Tempat predileksi terutama di tungkai bawah, badan, lengan,


termasuk punggung tangan.
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-583-

l
tm
g.h
tan
n
-te
22
20
Gambar 11.20 Dermatitis numularis

86
Pemeriksaan Penunjang

s11
Tidak diperlukan, karena manifestasi klinis jelas dan klasik.

ke
en
Penegakan Diagnostik (Assessment)

7m
Diagnosis Klinis 10
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
k0

Diagnosis Banding
r-h

Dermatitis kontak, Dermatitis atopi, Neurodermatitis sirkumskripta,


mo

Dermatomikosis
-no

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mk

Penatalaksanaan
6/k

a. Pasien disarankan untuk menghindari faktor yang mungkin


2/0

memprovokasi seperti stres dan fokus infeksi di organ lain.


02

b. Farmakoterapi yang dapat diberikan, yaitu:


z/2

1) Topikal (2 kali sehari)


a) Kompres terbuka dengan larutan permanganas
.xy

kalikus 1/10.000, menggunakan 3 lapis kasa bersih,


na

selama masing-masing 15-20 menit/kali kompres


lya

(untuk lesi madidans/basah) sampai lesi mengering.


mu

b) Kemudian terapi dilanjutkan dengan kortikosteroid


na

topikal: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak


.ai

tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonid krim


ww

0,025%) selama maksimal 2 minggu.


//w

c) Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan


hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan
ps:

Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason


htt

furoat krim 0,1%).

jdih.kemkes.go.id
-584-

d) Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan

l
tm
pemberian antibiotik topikal atau sistemik bila lesi

g.h
meluas.
2) Oral sistemik

tan
a) Antihistamin sedatif: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg

n
-te
per hari selama maksimal 2 minggu atau setirizin 1 x

22
10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.

20
b) Antihistamin non sedatif: loratadin 1x10 mg per hari

86
selama maksimal 2 minggu.

s11
3) Jika ada infeksi bakteri dapat diberikan antibiotik topikal
atau antibiotik sistemik bila lesi luas.

ke
Komplikasi

en
7m
Infeksi sekunder
10
Konseling dan Edukasi
k0

a. Memberikan edukasi bahwa kelainan bersifat kronis dan


r-h

berulang sehingga penting untuk pemberian obat topikal


mo

rumatan.
-no

b. Mencegah terjadinya infeksi sebagai faktor risiko terjadinya


mk

relaps.
6/k

Kriteria Rujukan
2/0

a. Apabila kelainan tidak membaik dengan pengobatan topikal


02

standar.
z/2

b. Apabila diduga terdapat faktor penyulit lain, misalnya fokus


.xy

infeksi pada organ lain, maka konsultasi danatau disertai


na

rujukan kepada dokter spesialis terkait (contoh: gigi mulut, THT,


lya

obgyn, dan lain-lain) untuk penatalaksanaan fokus infeksi


tersebut.
mu
na

Peralatan
.ai

Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit


ww

dermatitis numularis.
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-585-

Prognosis

l
tm
Prognosis pada umumnya bonam apabila kelainan ringan tanpa

g.h
penyulit, dapat sembuh tanpa komplikasi, namun bila kelainan berat
dan dengan penyulit prognosis menjadi dubia ad bonam.

n tan
-te
Referensi

22
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit

20
dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas

86
Kedokteran Universitas Indonesia.

s11
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.

ke
Saunders Elsevier.

en
7m
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman
Pelayanan Medik. Jakarta. 10
k0

17. LIKEN SIMPLEKS KRONIK (NEURODERMATITIS SIRKUMKRIPTA)


r-h

No. ICPC-2 : S87 Dermatitis/atopic eczema


mo

No. ICD-10 : L28.0 Lichen simplex chronicus


-no

Tingkat Kemampuan 3A
mk

Masalah Kesehatan
6/k

Liken simpleks kronik atau yang sering disebut juga dengan


2/0

neurodermatitis sirkumkripta adalah kelainan kulit berupa


02

peradangan kronis, sangat gatal berbentuk sirkumskrip dengan


z/2

tanda berupa kulit tebal dan menonjol menyerupai kulit batang kayu
.xy

akibat garukan dan gosokan yang berulang-ulang. Penyebab


na

kelainan ini belum diketahui. Prevalensi tertinggi penyakit ini pada


lya

orang yang berusia 30-50 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria.
mu
na

Hasil Anamnesis (Subjective)


.ai

Keluhan
ww

Pasien datang dengan keluhan gatal sekali pada kulit, tidak terus
//w

menerus, namun dirasakan terutama malam hari atau waktu tidak


ps:

sibuk. Bila terasa gatal, sulit ditahan bahkan hingga harus digaruk
sampai luka baru gatal hilang untuk sementara.
htt

jdih.kemkes.go.id
-586-

Faktor Risiko

l
tm
Wanita lebih sering ditemukan dibandingkan pria, dengan puncak

g.h
insidens 30-50 tahun.

tan
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

n
-te
Pemeriksaan Fisik

22
Tanda Patognomonis

20
a. Lesi biasanya tunggal, namun dapat lebih dari satu.

86
b. Dapat terletak dimana saja yang mudah dicapai tangan.

s11
Biasanya terdapat di daerah tengkuk, sisi leher, tungkai bawah,
pergelangan kaki, kulit kepala, paha bagian medial, lengan

ke
bagian ekstensor, skrotum dan vulva.

en
7m
c. Awalnya lesi berupa eritema dan edema atau kelompok papul,
kemudian karena garukan berulang, bagian tengah menebal,
10
kering, berskuama serta pinggirnya mengalami hiperpigmentasi.
k0

Bentuk umumnya lonjong, mulai dari lentikular sampai plakat.


r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02

Gambar 11.21 Liken simpleks kronis


z/2
.xy

Pemeriksaan Penunjang
na

Tidak diperlukan
lya

Penegakan Diagnostik (Assessment)


mu

Diagnosis Klinis
na

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


.ai

Diagnosis Banding
ww

Dermatitis atopik, Dermatitis kontak, Liken planus, Dermatitis


//w

numularis
ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


htt

Penatalaksanaan

jdih.kemkes.go.id
-587-

a. Pasien disarankan agar tidak terus menerus menggaruk lesi

l
tm
saat gatal, serta mungkin perlu dilakukan konsultasi dengan

g.h
psikiatri.
b. Prinsip pengobatan yaitu mengupayakan agar penderita tidak

tan
terus menggaruk karena gatal, dengan pemberian:

n
-te
1) Antipruritus: antihistamin dengan efek sedatif, seperti

22
hidroksisin 10-50 mg setiap 4 jam, difenhidramin 25-50 mg

20
setiap 4-6 jam (maksimal 300 mg/hari), atau klorfeniramin

86
maleat (CTM) 4 mg setiap 4-6 jam (maksimal 24 mg/hari).

s11
2) Glukokortikoid topikal, antara lain: betametason
dipropionat salep/krim 0,05% 1-3 kali sehari,

ke
metilprednisolon aseponat salep/krim 0,1% 1-2 kali sehari,

en
7m
atau mometason furoat salep/krim 0,1% 1 kali sehari.
Glukokortikoid dapat dikombinasi dengan tar untuk efek
10
antiinflamasi.
k0
r-h

Konseling dan Edukasi


mo

a. Memberitahu keluarga mengenai kondisi pasien dan


-no

penanganannya.
mk

b. Menyarankan pasien untuk melakukan konsultasi dengan


psikiatri dan mencari kemungkinan penyakit lain yang
6/k

mendasari penyakit ini.


2/0
02

Kriteria Rujukan
z/2

Rujukan dilakukan dengan tujuan untuk mengatasi penyebab lain


.xy

yang mendasari penyakit dengan berkonsultasi kepada psikiatri atau


na

dokter spesialis kulit.


lya

Peralatan
mu

Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit


na

liken simpleks kronik.


.ai
ww

Prognosis
//w

Prognosis pada umumnya bonam, namun quo ad sanationamnya


ps:

adalah dubia ad bonam.


htt

jdih.kemkes.go.id
-588-

Referensi

l
tm
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit

g.h
dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

tan
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s

n
-te
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.

22
Saunders Elsevier.

20
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman

86
Pelayanan Medik. Jakarta.

s11
18. DERMATITIS KONTAK ALERGIK

ke
No. ICPC-2 : S88 Dermatitis contact/allergic

en
7m
No. ICD-10 : L23 Allergic contact dermatitis
Tingkat Kemampuan 3A 10
k0

Masalah Kesehatan
r-h

Dermatisis kontak alergik (DKA) adalah reaksi peradangan kulit


mo

imunologik karena reaksi hipersensitivitas. Kerusakan kulit terjadi


-no

didahului oleh proses sensitisasi berupa alergen (fase sensitisasi)


mk

yang umumnya berlangsung 2-3 minggu. Bila terjadi pajanan ulang


dengan alergen yang sama atau serupa, periode hingga terjadinya
6/k

gejala klinis umumnya 24-48 jam (fase elisitasi). Alergen paling


2/0

sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-
02

1000 Da. DKA terjadi dipengaruhi oleh adanya sensitisasi alergen,


z/2

derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit.


.xy
na

Hasil Anamnesis (Subjective)


lya

Keluhan
Keluhan kelainan kulit berupa gatal. Kelainan kulit bergantung pada
mu

keparahan dermatitis. Keluhan dapat disertai timbulnya bercak


na

kemerahan.
.ai

Hal yang penting ditanyakan adalah riwayat kontak dengan bahan-


ww

bahan yang berhubungan dengan riwayat pekerjaan, hobi, obat


//w

topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetik, bahan-


ps:

bahan yang dapat menimbulkan alergi, serta riwayat alergi di


keluarga
htt

Faktor Risiko

jdih.kemkes.go.id
-589-

a. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan alergen.

l
tm
b. Riwayat kontak dengan bahan alergen pada waktu tertentu.

g.h
c. Riwayat dermatitis atopik atau riwayat atopi pada diri dan
keluarga

ntan
-te
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

22
Pemeriksaan Fisik

20
Tanda Patognomonis

86
Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada

s11
umumnya tergantung pada kondisi akut atau kronis. Lokasi dan
pola kelainan kulit penting diketahui untuk mengidentifikasi

ke
kemungkinan penyebabnya, seperti di ketiak oleh deodoran, di

en
7m
pergelangan tangan oleh jam tangan, dan seterusnya.
Faktor Predisposisi 10
Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang
k0

bersifat alergen.
r-h

Pemeriksaan Penunjang
mo

Tidak diperlukan
-no
mk

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
6/k

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


2/0

Diagnosis Banding
02

Dermatitis kontak iritan.


z/2

Komplikasi
.xy

Infeksi sekunder
na

Gambar 11.22 Dermatitis kontak alergik


lya
mu
na
.ai
ww
//w

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


ps:

Penatalaksanaan
htt

a. Keluhan diberikan farmakoterapi berupa:

jdih.kemkes.go.id
-590-

1) Topikal (2 kali sehari)

l
tm
a) Pelembab krim hidrofilik urea 10%.

g.h
b) Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak
tersedia dapat digunakan Fluosinolon asetonid krim

tan
0,025%).

n
-te
c) Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan

22
hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan

20
Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason

86
furoat krim 0,1%).

s11
d) Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan
pemberian antibiotik topikal.

ke
2) Oral sistemik

en
7m
a) Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama
maksimal 2 minggu, atau10
b) Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2
k0

minggu.
r-h

b. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-


mo

bahan yang bersifat alergen, baik yang bersifat kimia, mekanis,


-no

dan fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung


mk

pelembab serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari


kontak alergen saat bekerja.
6/k
2/0

Konseling dan Edukasi


02

a. Konseling untuk menghindari bahan alergen di rumah saat


z/2

mengerjakan pekerjaan rumah tangga.


.xy

b. Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan


na

dan sepatu boot.


lya

c. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja.


Kriteria rujukan
mu

a. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test.


na

b. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu setelah


.ai

pengobatan standar dan sudah menghindari kontak.


ww
//w

Peralatan
ps:

Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit


dermatitis kontak alergi.
htt

jdih.kemkes.go.id
-591-

Prognosis

l
tm
Prognosis pada umumnya bonam, sedangkan quo ad sanationam

g.h
adalah dubia ad malam (bila sulit menghindari kontak dan dapat
menjadi kronis).

ntan
-te
Referensi

22
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit

20
dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas

86
Kedokteran Universitas Indonesia.

s11
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.

ke
Saunders Elsevier.

en
7m
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman
Pelayanan Medik. Jakarta. 10
k0

19. Dermatitis Kontak Iritan


r-h

No. ICPC-2 : S88 Dermatitis contact/allergic


mo

No. ICD-10 : L24 Irritant contact dermatitis


-no

Tingkat Kemampuan 4A
mk

Masalah Kesehatan
6/k

Dermatisis kontak iritan (DKI) adalah reaksi peradangan kulit non-


2/0

imunologik. Kerusakan kulit terjadi secara langsung tanpa didahului


02

oleh proses sensitisasi. DKI dapat dialami oleh semua orang tanpa
z/2

memandang usia, jenis kelamin, dan ras. Penyebab munculnya


.xy

dermatitis jenis ini adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya


na

bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk


lya

kayu yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan.


mu

Hasil Anamnesis (Subjective)


na

Keluhan
.ai

Keluhan di kulit dapat beragam, tergantung pada sifat iritan. Iritan


ww

kuat memberikan gejala akut, sedangkan iritan lemah memberikan


//w

gejala kronis. Gejala yang umum dikeluhkan adalah perasaan gatal


ps:

dan timbulnya bercak kemerahan pada daerah yang terkena kontak


bahan iritan. Kadang-kadang diikuti oleh rasa pedih, panas, dan
htt

terbakar.

jdih.kemkes.go.id
-592-

Faktor Risiko

l
tm
a. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan iritan

g.h
b. Riwayat kontak dengan bahan iritan pada waktu tertentu
c. Pasien bekerja sebagai tukang cuci, juru masak, kuli bangunan,

tan
montir, penata rambut

n
-te
d. Riwayat dermatitis atopik

22
20
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

86
Pemeriksaan Fisik

s11
Tanda patognomonis
Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada

ke
umumnya, tergantung pada kondisi akut atau kronis. Selengkapnya

en
7m
dapat dilihat pada bagian klasifikasi.
Faktor Predisposisi 10
Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang
k0

bersifat iritan.
r-h

Pemeriksaan Penunjang
mo

Tidak diperlukan
-no
mk

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
6/k

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na

Gambar 11.23 Dermatitis kontak iritan


.ai

Klasifikasi
ww

Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tertentu, DKI


//w

dibagi menjadi:
ps:

a. DKI akut:
htt

jdih.kemkes.go.id
-593-

1) Bahan iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat (H2SO4)

l
tm
atau asam klorida (HCl), termasuk luka bakar oleh bahan

g.h
kimia.
2) Lesi berupa: eritema, edema, bula, kadang disertai

tan
nekrosis.

n
-te
3) Tepi kelainan kulit berbatas tegas dan pada umumnya

22
asimetris.

20
b. DKI akut lambat:

86
1) Gejala klinis baru muncul sekitar 8-24 jam atau lebih

s11
setelah kontak.
2) Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI tipe ini

ke
diantaranya adalah podofilin, antralin, tretionin, etilen

en
7m
oksida, benzalkonium klorida, dan asam hidrofluorat.
3) Kadang-kadang disebabkan10 oleh bulu serangga yang
terbang pada malam hari (dermatitis venenata), penderita
k0

baru merasa pedih keesokan harinya, pada awalnya terlihat


r-h

eritema, dan pada sore harinya sudah menjadi vesikel atau


mo

bahkan nekrosis.
-no

c. DKI kumulatif/ DKI kronis:


mk

1) Penyebabnya adalah kontak berulang-ulang dengan iritan


lemah (faktor fisis misalnya gesekan, trauma minor,
6/k

kelembaban rendah, panas atau dingin, faktor kimia seperti


2/0

deterjen, sabun, pelarut, tanah dan bahkan air).


02

2) Umumnya predileksi ditemukan di tanganterutama pada


z/2

pekerja.
.xy

3) Kelainan baru muncul setelah kontak dengan bahan iritan


na

berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-


lya

tahun kemudian sehingga waktu dan rentetan kontak


merupakan faktor penting.
mu

4) Kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada


na

kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus-


.ai

menerus dengan deterjen. Keluhan penderita umumnya


ww

rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisur). Ada kalanya
//w

kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa


ps:

eritema, sehingga diabaikan oleh penderita.


htt

jdih.kemkes.go.id
-594-

d. Reaksi iritan:

l
tm
1) Merupakan dermatitis subklinis pada seseorang yang

g.h
terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut
dan pekerja logam dalam beberapa bulan pertama,

tan
kelainan kulit monomorfik (efloresensi tunggal) dapat

n
-te
berupa eritema, skuama, vesikel, pustul, dan erosi.

22
2) Umumnya dapat sembuh sendiri, namun menimbulkan

20
penebalan kulit, dan kadang-kadang berlanjut menjadi DKI

86
kumulatif.

s11
e. DKI traumatik:
1) Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas

ke
atau laserasi.

en
7m
2) Gejala seperti dermatitis numularis (lesi akut dan basah).
3) Penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu.
10
4) Lokasi predileksi paling sering terjadi di tangan.
k0

f. DKI non eritematosa:


r-h

Merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai dengan perubahan


mo

fungsi sawar stratum korneum, hanya ditandai oleh skuamasi


-no

ringan tanpa disertai kelainan klinis lain.


mk

g. DKI subyektif/ DKI sensori:


Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa seperti
6/k

tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah kontak dengan


2/0

bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat.


02

Diagnosis Banding
z/2

Dermatitis kontak alergi


.xy

Komplikasi
na

Infeksi sekunder.
lya

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mu

Penatalaksanaan
na

a. Keluhan dapat diatasi dengan pemberian farmakoterapi, berupa:


.ai

1) Topikal (2 kali sehari)


ww

a) Pelembab krim hidrofilik urea 10%.


//w

b) Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak


ps:

tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonid krim


0,025%).
htt

jdih.kemkes.go.id
-595-

c) Pada kasus DKI kumulatif dengan manifestasi klinis

l
tm
likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan

g.h
golongan betametason valerat krim 0,1% atau
mometason furoat krim 0,1%).

tan
d) Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan

n
-te
pemberian antibiotik topikal.

22
2) Oral sistemik

20
a) Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama

86
maksimal 2 minggu, atau

s11
b) Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2
minggu.

ke
b. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-

en
7m
bahan yang bersifat iritan, baik yang bersifat kimia, mekanis,
dan fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung
10
pelembab, serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari
k0

kontak iritan saat bekerja.


r-h
mo

Konseling dan Edukasi


-no

a. Konseling untuk menghindari bahan iritan di rumah saat


mk

mengerjakan pekerjaan rumah tangga.


b. Edukasi untuk menggunakan alat pelindung diri seperti sarung
6/k

tangan dan sepatu boot.


2/0

c. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja.


02
z/2

Kriteria Rujukan
.xy

a. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test


na

b. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan


lya

standar dan sudah menghindari kontak.


mu

Peralatan
na

Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit


.ai

dermatitis kontak iritan.


ww
//w

Prognosis
ps:

Prognosis pada umumnya bonam. Pada kasus DKI akut dan bisa
menghindari kontak, prognosisnya adalah bonam (sembuh tanpa
htt

jdih.kemkes.go.id
-596-

komplikasi). Pada kasus kumulatif dan tidak bisa menghindari

l
tm
kontak, prognosisnya adalah dubia.

g.h
Referensi

tan
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit

n
-te
dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas

22
Kedokteran Universitas Indonesia.

20
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s

86
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.

s11
Saunders Elsevier.
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman

ke
Pelayanan Medik. Jakarta.

en
20. Napkin Eczema (Dermatitis Popok)
7m
10
No. ICPC-2 : S89 Diaper rash
k0

No. ICD-10 : L22 Diaper (napkin) dermatitis


r-h

Tingkat Kemampuan 4A
mo
-no

Masalah Kesehatan
mk

Napkin eczema sering disebut juga dengan dermatitis popok atau


diaper rash adalah dermatitis di daerah genito-krural sesuai dengan
6/k

tempat kontak popok. Umumnya pada bayi pemakai popok dan juga
2/0

orang dewasa yang sakit dan memakai popok. Dermatitis ini


02

merupakan salah satu dermatitis kontak iritan akibat isi napkin


z/2

(popok).
.xy
na

Hasil Anamnesis (Subjective)


lya

Keluhan
Pasien datang dengan keluhan gatal dan bercak merah berbatas
mu

tegas mengikuti bentuk popok yang berkontak, kadang-kadang


na

basah dan membentuk luka.


.ai

Faktor Risiko
ww

a. Popok jarang diganti.


//w

b. Kulit bayi yang kering sebelum dipasang popok.


ps:

c. Riwayat atopi diri dan keluarga.


d. Riwayat alergi terhadap bahan plastik dan kertas.
htt

jdih.kemkes.go.id
-597-

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

l
tm
Pemeriksaan Fisik

g.h
Tanda patognomonis
a. Makula eritematosa berbatas agak tegas (bentuk mengikuti

tan
bentuk popok yang berkontak)

n
-te
b. Papul

22
c. Vesikel

20
d. Erosi

86
e. Ekskoriasi

s11
f. Infiltran dan ulkus bila parah
g. Plak eritematosa (merah cerah), membasah, kadang pustul, lesi

ke
satelit (bila terinfeksi jamur).

en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Gambar 11.24 Napkin eczema


02
z/2

Pemeriksaan Penunjang
.xy

Bila diduga terinfeksi jamur kandida, perlu dilakukan pemeriksaan


na

KOH atau Gram dari kelainan kulit yang basah.


lya

Penegakan Diagnostik (Assessment)


mu

Diagnosis Klinis
na

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


.ai

Diagnosis Banding
ww

a. Penyakit Letterer-Siwe
//w

b. Akrodermatitis enteropatika
ps:

c. Psoriasis infersa
d. Eritrasma
htt

Komplikasi

jdih.kemkes.go.id
-598-

Infeksi sekunder

l
tm
g.h
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan

tan
a. Untuk mengurangi gejala dan mencegah bertambah beratnya

n
-te
lesi, perlu dilakukan hal berikut:

22
1) Ganti popok bayi lebih sering, gunakan pelembab sebelum

20
memakaikan popok bayi.

86
2) Dianjurkan pemakaian popok sekali pakai jenis highly

s11
absorbent.
b. Prinsip pemberian farmakoterapi yaitu untuk menekan

ke
inflamasi dan mengatasi infeksi kandida.

en
7m
1) Bila ringan: krim/salep bersifat protektif (zinc
oxide/pantenol) dipakai 2 kali sehari selama 1 minggu atau
10
kortikosteroid potensi lemah (hidrokortison salep 1-2,5%)
k0

dipakai 2 kali sehari selama 3-7 hari.


r-h

2) Bila terinfeksi kandida: berikan antifungal nistatin sistemik


mo

1 kali sehari selama 7 hari atau derivat azol topikal


-no

dikombinasi dengan zinc oxide diberikan 2 kali sehari


mk

selama 7 hari.
6/k

Konseling dan Edukasi


2/0

a. Memberitahu keluarga mengenai penyebab dan menjaga higiene


02

kulit.
z/2

b. Mengajarkan cara penggunaan popok dan mengganti secepatnya


.xy

bila popok basah.


na

c. Mengganti popok sekali pakai bila kapasitas telah penuh.


lya

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan


Biasanya tidak perlu dilakukan, hanya dilakukan untuk mengekslusi
mu

diagnosis banding.
na
.ai

Rencana Tindak Lanjut


ww

Bila gejala tidak menghilang setelah pengobatan standar selama 1


//w

minggu, dilakukan:
ps:

a. Pengobatan dapat diulang 7 hari lagi.


b. Pertimbangkan untuk pemeriksaan ulang KOH atau Gram.
htt

jdih.kemkes.go.id
-599-

Kriteria Rujukan

l
tm
Bila keluhan tidak membaik setelah pengobatan standarselama 2

g.h
minggu.
Peralatan

tan
Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan KOH dan Gram

n
-te
22
Prognosis

20
Prognosis umumnya bonam dan dapat sembuh tanpa komplikasi.

86
s11
Referensi
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit

ke
dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas

en
7m
Kedokteran Universitas Indonesia.
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s
10
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.
k0

Saunders Elsevier.
r-h

c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman


mo

Pelayanan Medik. Jakarta.


-no
mk

21. Dermatitis Perioral


No. ICPC-2 : S99 Skin disease other
6/k

No. ICD-10 : L71.0 Perioral dermatitis


2/0

Tingkat Kemampuan 4A
02
z/2

Masalah Kesehatan
.xy

Dermatitis perioral adalah erupsi eritematosa persisten yang terdiri


na

dari papul kecil dan papulo-pustul yang berlokasi di sekitar mulut.


lya

Dermatitis perioral dapat terjadi pada anak dan dewasa. Dalam


populasi dewasa, penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita
mu

daripada pria. Namun, selama masa kanak-kanak persentase pasien


na

pria lebih besar. Pada anak-anak, penyakit ini memiliki


.ai

kecenderungan untuk meluas ke periorbita atau perinasal. Beberapa


ww

agen penyebab terlibat dalam patogenesis penyakit ini diantaranya


//w

penggunaan kosmetik dan glukokortikoid. Studi case control di


ps:

Australia memperlihatkan bahwa pemakaian kombinasi foundation,


pelembab dan krim malam meningkatkan risiko terjadinya dermatitis
htt

perioral secara signifikan. Penggunaan kortikosteroid merupakan

jdih.kemkes.go.id
-600-

penyebab utama penyakit ini pada anak-anak. Beberapa faktor

l
tm
lainnya yang juga diidentifikasai diantaranya infeksi, faktor

g.h
hormonal, pemakaian pil kontrasepsi, kehamilan, fluoride dalam
pasta gigi, dan sensitasi merkuri dari tambalan amalgam. Demodex

tan
folliculorum dianggapmemainkan peran penting dalam patogenesis

n
-te
dermatitis perioral terutama pada anak dengan imunokompromais.

22
Namun, laporan terbaru menunjukkan bahwa density dari

20
D.folliculorum merupakan fenomena sekunder penyebab dermatitis

86
perioral.

s11
Hasil Anamnesis (Subjective)

ke
Keluhan yang dirasakan pasien adalah gatal dan rasa panas disertai

en
7m
timbulnya lesi di sekitar mulut.
Faktor Risiko 10
a. Pemakaian kortikosteroid topikal.
k0

b. Pemakaian kosmetik.
r-h

c. Pasien imunokompromais
mo
-no

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


mk

Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonis
6/k

Erupsi eritematosa yang terdiri dari papul, papulopustul atau


2/0

papulovesikel, biasanya tidak lebih dari 2 mm. Lesi berlokasidi


02

sekitar mulut, namun pada anak lesi dapat meluas ke perinasal atau
z/2

periorbita.
.xy

Pemeriksaan Penunjang
na

Umumnya tidak diperlukan.


lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 11.25 Dermatititis perioral


htt

jdih.kemkes.go.id
-601-

Penegakan Diagnostik (Assessment)

l
tm
Diagnosis Klinis

g.h
Ditegakkan ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaaan
fisik.

tan
Diagnosis Banding

n
-te
Dermatitis kontak, Dermatitis seboroik, Rosasea, Akne, Lip-licking

22
cheilitis, Histiocytosis , Sarkoidosis

20
Komplikasi

86
Infeksi sekunder

s11
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

ke
Penatalaksanaan

en
7m
Untuk keberhasilan pengobatan, langkah pertama yang dilakukan
adalah menghentikan penggunaan
10 semua kosmetik dan
kortikosteroid topikal. Jika tidak diobati, bentuk klasik dermatitis
k0

perioral memiliki kecenderungan untuk bertahan, terutama jika


r-h

pasien terbiasa menggunakan pelembab atau krim malam.


mo

Dalam kasus resisten, dermatitis perioral membutuhkan


-no

farmakoterapi, seperti:
mk

a. Topikal
1) Klindamisin krim 1%, satu atau dua kali sehari
6/k

2) Eritromisin krim 2-3% satu atau dua kali sehari


2/0

3) Asam azelaik krim 20% atau gel 15%, dua kali sehari
02

4) Adapalene gel 0,1%, sekali sehari selama 4 minggu


z/2

b. Sistemik
.xy

1) Tetrasiklin 250-500 mg, dua kali sehari selama 3 minggu.


na

Jangan diberikan pada pasien sebelum usia pubertas.


lya

2) Doksisiklin 100 mg per hari selama 3 minggu. Jangan


diberikan pada pasien sebelum usia pubertas.
mu

3) Minosiklin 100 mg per hari selama 4 minggu. Jangan


na

diberikan pada pasien sebelum usia pubertas.


.ai

4) Eritromisin 250 mg, dua kali sehari selama 4-6 minggu


ww

5) Azytromisin 500 mg per hari, 3 hari berturut-turut per


//w

minggu selama 4 minggu.


ps:

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan


htt

jdih.kemkes.go.id
-602-

Pada pasien yang menderita dermatitis perioral dalam waktu lama,

l
tm
pemeriksaan mikroskopis lesi dapat disarankan untuk mengetahui

g.h
apakah ada infeksi bakteri, jamur atau adanya Demodex folliculorum.

tan
Konseling dan Edukasi

n
-te
Edukasi dilakukan terhadap pasien dan pada pasien anak edukasi

22
dilakukan kepada orangtuanya. Edukasi berupa menghentikan

20
pemakaian semua kosmetik, menghentikan pemakaian kortikostroid

86
topikal. Eritema dapat terjadi pada beberapa hari setelah

s11
penghentian steroid.

ke
Kriteria rujukan

en
7m
Pasien dirujuk apabila memerlukan pemeriksaan mikroskopik atau
pada pasien dengan gambaran klinis yang tidak biasa dan perjalanan
10
penyakit yang lama.
k0
r-h

Peralatan
mo

Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit


-no

dermatitis perioral.
mk

Prognosis
6/k

Prognosis umumnya bonam jika pasien menghentikan penggunaan


2/0

kosmetik atau kortikosteroid topikal.


02
z/2

Referensi
.xy

a. Caputo, R. & Barbareschi, M. 2007. Current And Future


na

Treatment Options For Perioral Dermatitis. Expert Review Of


lya

Dermatlogy, 2, 351-355. Available from


http://Search.Proquest.Com/Docview/912278300/Fulltextpdf/
mu

Dc34942e98744010pq/5?Accountid=17242(7 Juni 2014)..


na

b. Green, B. D. O. & Morrell, D. S. M. D. 2007. Persistent Facial


.ai

Dermatitis: Pediatric Perioral Dermatitis. Pediatric Annals,


ww

36,pp.796-8. Available from


//w

http://search.proquest.com/docview/217556989/fulltextPDF?a
ps:

ccountid=17242 (7 Juni 2014).


c. Weber, K. & Thurmayr, R. 2005. Critical Appraisal Of Reports
htt

On The Treatment Of Perioral Dermatitis. Dermatology, 210,

jdih.kemkes.go.id
-603-

300-7. Available from

l
tm
http://search.proquest.com/docview/275129538/DC34942E98

g.h
744010PQ/1?accountid=17242#(7 Juni 2014).

tan
22. Pitiriasis Rosea

n
-te
No. ICPC-2 : S90 Pityriasis rosea

22
No. ICD-10 : L42 Pityriasis rosea

20
Tingkat Kemampuan 4A

86
s11
Masalah Kesehatan
Penyakit ini belum diketahui sebabnya, dimulai dengan sebuah lesi

ke
inisial berbentuk eritema dan skuama halus (mother patch),

en
7m
kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan
paha atas, yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit. Penyakit ini
10
biasanya sembuh dalam waktu 3-8 minggu. Pitiriasis rosea didapati
k0

pada semua usia, terutama antara 15-40 tahun, dengan rasio pria
r-h

dan wanita sama besar.


mo
-no

Hasil Anamnesis (Subjective)


mk

Keluhan
Pasien datang dengan keluhan lesi kemerahan yang awalnya satu
6/k

kemudian diikuti dengan lesi yang lebih kecil yang menyerupai


2/0

pohon cemara terbalik. Lesi ini kadang-kadang dikeluhkan terasa


02

gatal ringan.
z/2

Faktor Risiko
.xy

Etiologi belum diketahui, ada yang mengatakan hal ini merupakan


na

infeksi virus karena merupakan self limited disease.


lya

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


mu

Pemeriksaan Fisik
na

Gejala konstitusi pada umumnya tidak terdapat, sebagian penderita


.ai

mengeluh gatal ringan. Penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald


ww

patch), umumnya di badan, soliter, berbentuk oval, dan anular,


//w

diameternya sekitar 3 cm. Lesi terdiri atas eritema dan skuama halus
ps:

di atasnya. Lamanya beberapa hari sampai dengan beberapa minggu.


Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama dengan
htt

gambaran serupa dengan lesi pertama, namun lebih kecil,

jdih.kemkes.go.id
-604-

susunannya sejajar dengan tulang iga, sehingga menyerupai pohon

l
tm
cemara terbalik. Tempat predileksi yang sering adalah pada badan,

g.h
lengan atas bagian proksimal dan paha atas.

ntan
-te
22
20
86
s11
Gambar 11.26 Pitiriasis rosea

ke
en
7m
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan, pemeriksaan mikroskopis KOH dilakukan untuk
10
menyingkirkan Tinea Korporis.
k0
r-h

Penegakan Diagnostik (Assessment)


mo

Diagnosis Klinis
-no

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


mk

Diagnosis Banding
Tinea korporis, Erupsi obat
6/k

Komplikasi
2/0

Tidak ada komplikasi yang bermakna.


02

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


z/2

Penatalaksanaan
.xy

Pengobatan bersifat simptomatik, misalnya untuk gatal diberikan


na

antipruritus seperti bedak asam salisilat 1-2% atau mentol 0,25-


lya

0,5%.
Konseling dan Edukasi
mu

Edukasi pasien dan keluarga bahwa penyakit ini swasirna.


na

Kriteria Rujukan
.ai

Tidak perlu dirujuk


ww
//w

Peralatan
ps:

Lup
Prognosis
htt

jdih.kemkes.go.id
-605-

Prognosis pada umumnya bonam karena penyakit sembuh spontan

l
tm
dalam waktu 3-8 minggu.

g.h
Referensi

tan
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit

n
-te
dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas

22
Kedokteran Universitas Indonesia.

20
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s

86
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.

s11
Saunders Elsevier.
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman

ke
Pelayanan Medik. Jakarta.

en
23. Eritrasma
7m
10
No. ICPC-2 : S76 Skin infection other
k0

No. ICD-10 : L08.1 Erythrasmay


r-h

Tingkat Kemampuan 4A
mo
-no

Masalah Kesehatan
mk

Eritrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneumyang


disebabkan oleh Corynebacterium minutissimum. Eritrasma terutama
6/k

terjadi pada orang dewasa, penderita diabetes, dan banyak


2/0

ditemukan di daerah tropis. Eritrasma dianggap tidak begitu


02

menular karena didapatkan bahwa pasangan suami istri tidak


z/2

mendapatkan penyakit tersebut secara bersama-sama. Secara global,


.xy

insidens eritrasma dilaporkan 4% dan lebih banyak ditemukan di


na

daerah iklim tropis dan subtropis. Selain itu insidensnya lebih


lya

banyak ditemukan pada ras kulit hitam. Eritrasma terjadi baik pria
maupun wanita, pada pria lebih banyak ditemukan eritrasma pada
mu

daerah kruris, sedangkan pada wanita di daerah interdigital.


na

Berdasarkan usia, insidens eritrasma bertambah seiring dengan


.ai

pertambahan usia dengan pasien termuda yang pernah ditemukan


ww

yaitu usia 1 tahun.


//w
ps:

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
htt

jdih.kemkes.go.id
-606-

Eritrasma kadang tidak menimbulkan keluhan subyektif, tetapi ada

l
tm
juga pasien datang dengan keluhan gatal dengan durasi dari bulan

g.h
sampai tahun.
Faktor Risiko:

tan
Penderita Diabetes Mellitus, iklim sedang dan panas, maserasi pada

n
-te
kulit, banyak berkeringat, kegemukan, higiene buruk, peminum

22
alkohol

20
86
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

s11
Pemeriksaan Fisik
Lokasi : lipat paha bagian dalam, sampai skrotum, aksilla, dan

ke
intergluteal

en
7m
Efloresensi : eritema luas berbatas tegas, dengan skuama
halus dan kadang erosif. Kadang juga didapatkan likenifikasi dan
10
hiperpigmentasi.
k0

Pemeriksaan Penunjang
r-h

a. Pemeriksaan dengan lampu Wood


mo

b. Sediaan langsung kerokan kulit dengan pewarnaan gram


-no
mk

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
6/k

Penegakan diagnosis melalui hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.


2/0

Pada pemeriksaan dengan lampu Wood didapatkan fluoresensi


02

merah bata (coral pink).


z/2
.xy

Diagnosis Banding
na

Pitiriasis versikolor, Tinea kruris, Dermatitis seboroik, Kandidiasis


lya

Komplikasi: -
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
mu

Penatalaksanaan
na

a. Pengobatan topikal: salep Tetrasiklin 3%


.ai

b. Pengobatan sistemik: Eritromisin 1 g sehari (4 x 250mg) untuk


ww

2-3 minggu.
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-607-

l
tm
g.h
tan
n
-te
22
Gambar 11.27 Eritrasma

20
Rencana Tindak Lanjut: -

86
Konseling dan Edukasi

s11
a. Bagi penderita diabetes, tetap mengontrol gula darah
b. Menjaga kebersihan badan

ke
c. Menjaga agar kulit tetap kering

en
d. Menggunakan pakaian yang bersih dengan bahan yang

7m
menyerap keringat. 10
e. Menghindari panas atau kelembaban yang berlebih
k0

Kriteria Rujukan: -
r-h
mo

Peralatan
-no

a. Lampu Wood
mk

b. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan KOH dan


pewarnaan gram
6/k
2/0

Prognosis
02

Bonam
z/2
.xy

Referensi
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit
na

dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Fakultas Kedokteran


lya

Universitas Indonesia.
mu

b. Kibbi A.G.Erythrasma. Available from http://e-


na

medicine.medscape.com (10 Juni 2014)


.ai

c. Morales-Trujillo ML, Arenas R, Arroyo S. Interdigital Erythrasma:


ww

Clinical, Epidemiologic, And Microbiologic Findings. Actas


//w

Dermosifiliogr. Jul-Aug 2008;99(6):469-73


d. Sarkany I, Taplin D, Blank H. Incidence And Bacteriology Of
ps:

Erythrasma.Arch Dermatol. May 1962;85:578-82


htt

jdih.kemkes.go.id
-608-

24. Skrofuloderma

l
tm
No. ICPC-2 : A 70 Tuberculosis

g.h
No. ICD-10 : A 18.4 Tuberculosis of skin and subcutaneous tissue
Tingkat Kemampuan 4A

ntan
-te
Masalah Kesehatan

22
Skrofuloderma adalah suatu bentuk reaktivasi infeksi tuberkulosis

20
akibat penjalaran per kontinuitatum dari organ di bawah kulit

86
seperti limfadenitis atau osteomielitis yang membentuk abses dingin

s11
dan melibatkan kulit di atasnya, kemudian pecah dan membentuk
sinus di permukaan kulit.

ke
en
7m
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan 10
Skrofuloderma biasanya dimulai dengan pembesaran kelenjar getah
k0

bening tanpa tanda-tanda radang akut. Mula-mula hanya beberapa


r-h

kelenjar diserang, lalu makin banyak sampai terjadi abses memecah


mo

dan menjadi fistel kemudian meluas menjadi ulkus. Jika


-no

penyakitnya telah menahun, maka didapatkan gambaran klinis yang


mk

lengkap.
6/k

Faktor Risiko
2/0

Sama dengan TB Paru


02
z/2

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


.xy

Pemeriksaan Fisik
na

Lokasi : leher, ketiak, lipat paha


lya

Efloresensi : pembesaran kelenjar getah bening tanpa radang


akut kecuali tumor dengan konsistensi bermacam-macam,
mu

periadenitis, abses dan fistel multipel, ulkus-ulkus khas, sikatriks-


na

sikatriks yang memanjang dan tidak teratur serta jembatan kulit.


.ai

Pemeriksaan Penunjang
ww

1) Pemeriksaan dahak
//w

2) Pemeriksaan biakan Mycobacterium tuberculosis


ps:

Penegakan Diagnostik (Assessment)


htt

Diagnosis Klinis

jdih.kemkes.go.id
-609-

Penegakan diagnosis melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan

l
tm
pemeriksaan penunjang.

g.h
n tan
-te
22
20
86
s11
ke
Gambar 11.28 Skrofuloderma

en
7m
Diagnosis Banding
Limfosarkoma, Limfoma maligna,
10 Hidradenitis supurativa,
k0
Limfogranuloma venerum
r-h

Komplikasi :-
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
mo

Penatalaksanaan
-no

Sama dengan TB Paru


mk

Pengobatan sistemik:
6/k

Sama dengan TB Paru


2/0

Rencana tindak lanjut:


02

Memantau kriteria penyembuhan skrofuloderma, antara lain:


z/2

a. Semua fistel dan ulkus sudah menutup


.xy

b. Seluruh kelenjar limfe sudah mengecil (< 1 cm, konsistensi


na

keras)
lya

c. Sikatriks tidak eritematous


mu

d. Laju Endap Darah menurun


Konseling dan Edukasi
na

Sama dengan TB Paru


.ai
ww

Peralatan
//w

a. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan laju endap darah


ps:

dan pemeriksaan BTA


htt

b. Tes tuberkulin

jdih.kemkes.go.id
-610-

Prognosis

l
tm
Bonam

g.h
Referensi

tan
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit

n
-te
dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas

22
Kedokteran Universitas Indonesia.

20
b. Kementerian Kesehatan RI. 2008. Diagnosis dan Tata Laksana

86
TB Pada Anak. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI.

s11
c. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI.

ke
en
7m
25. HIDRADENITIS SUPURATIF
No. ICPC-2 : S92 Sweat gland disease
10
No. ICD-10 : L73.2 Hidradenitis suppurativa
k0

Tingkat Kemampuan 4A
r-h
mo

Masalah Kesehatan
-no

Hidradenitis supuratif atau disebut juga akne inversa adalah


mk

peradangan kronis dan supuratif pada kelenjar apokrin. Penyakit ini


terdapat pada usia pubertas sampai usia dewasa muda. Prevalensi
6/k

keseluruhan adalah sekitar 1%. Rasio wanita terhadap pria adalah


2/0

3:1. Dari beberapa penelitian epidemiologi diketahui bahwa sepertiga


02

pasien hidradenitis supuratif memiliki kerabat dengan hidradenitis.


z/2

Merokok dan obesitas merupakan faktor risiko untuk penyakit ini.


.xy

Penyakit ini juga sering didahului oleh trauma atau mikrotrauma,


na

misalnya banyak keringat, pemakaian deodorant atau rambut ketiak


lya

digunting.
Beberapa bakteri telah diidentifikasi dalam kultur yang diambil dari
mu

lesi hidradenitis supuratif, diantaranya adalah Streptococcusviridans,


na

Staphylococcus aureus, bakteri anaerob (Peptostreptococcus spesies,


.ai

Bacteroides melaninogenicus, dan Bacteroides corrodens),


ww

Coryneformbacteria, dan batang Gram-negatif.


//w
ps:

Hasil Anamnesis (Subjective)


htt

jdih.kemkes.go.id
-611-

Keluhan awal yang dirasakan pasien adalah gatal, eritema, dan

l
tm
hiperhidrosis lokal. Tanpa pengobatan penyakit ini dapat

g.h
berkembang dan pasien merasakan nyeri di lesi.
Faktor Risiko

tan
Merokok, obesitas, banyak berkeringat, pemakaian deodorant,

n
-te
menggunting rambut ketiak

22
20
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

86
Pemeriksaan Fisik

s11
Ruam berupa nodus dengan tanda-tanda peradangan akut,
kemudian dapat melunak menjadi abses, dan memecah membentuk

ke
fistula dan disebut hidradenitis supuratif. Pada yang menahun dapat

en
7m
terbentuk abses, fistel, dan sinus yang multipel. Terdapat
leukositosis. 10
Lokasi predileksi di aksila, lipat paha, gluteal, perineum dan daerah
k0

payudara. Meskipun penyakit ini di aksila seringkali ringan, di


r-h

perianal sering progresif dan berulang.


mo

Ada dua sistem klasifikasi untuk menentukan keparahan


-no

hidradenitis supuratif, yaitu dengan sistem klasifikasi Hurley dan


mk

Sartorius.
a. Hurley mengklasifikasikan pasien menjadi tiga kelompok
6/k

berdasarkan adanya dan luasnyajaringan parutdan sinus.


2/0

1) Tahap I : lesi soliter atau multipel, ditandai dengan


02

pembentukan abses tanpa saluran sinus atau


z/2

jaringan parut.
.xy

2) Tahap II : lesi single atau multipel dengan abses


na

berulang, ditandai dengan pembentukan


lya

saluran sinus dan jaringan parut.


3) Tahap III : tahap yang palingparah, beberapa saluran
mu

saling berhubungan dan abses melibatkan


na

seluruh daerah anatomi (misalnya ketiak atau


.ai

pangkal paha).
ww

b. Skor Sartorius. Skor didapatkan dengan menghitung jumlah lesi


//w

kulit dan tingkat keterlibatan di setiap lokasi anatomi. Lesi yang


ps:

lebih parah seperti fistula diberikan skor yang lebih tinggi dari
pada lesi ringan seperti abses. Skor dari semua lokasi anatomi
htt

ditambahkan untuk mendapatkan skor total.

jdih.kemkes.go.id
-612-

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
Gambar 11.29 Hidradenitis supuratif

86
s11
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap

ke
en
7m
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis 10
Ditegakkan ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaaan
k0

fisik.
r-h

Diagnosis Banding
mo

Furunkel, karbunkel, kista epidermoid atau kista dermoid,


-no

Erisipelas, Granuloma inguinal, Lymphogranuloma venereum,


mk

Skrofuloderma
Komplikasi
6/k

a. Jaringan parut di lokasi lesi.


2/0

b. Inflamasi kronis pada genitofemoral dapat menyebabkan


02

striktur di anus, uretra atau rektum.


z/2

c. Fistula uretra.
.xy

d. Edema genital yang dapat menyebabkan gangguan fungsional.


na

e. Karsinoma sel skuamosa dapat berkembangpada pasien dengan


lya

riwayat penyakit yang lama, namun jarang terjadi.


mu

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


na

Penatalaksanaan
.ai

a. Pengobatan oral:
ww

1) Antibiotik sistemik
//w

Antibiotik sistemik misalnya dengan kombinasi rifampisin 600


ps:

mg sehari (dalam dosis tunggal atau dosis terbagi) dan


klindamisin 300 mg dua kali sehari menunjukkan hasil
htt

pengobatan yang menjanjikan. Dapson dengan dosis 50-

jdih.kemkes.go.id
-613-

150mg/hari sebagai monoterapi, eritromisin atau tetrasiklin

l
tm
250-500 mg 4x sehari, doksisilin 100 mg 2x sehari selama 7-14

g.h
hari.
2) Kortikosteroid sistemik

tan
Kortikosteroid sistemik misalnya triamsinolon, prednisolon atau

n
-te
prednison

22
b. Jika telah terbentuk abses, dilakukan insisi.

20
86
Konseling dan Edukasi

s11
Edukasi dilakukan terhadap pasien, yaitu berupa:
a. Mengurangi berat badan untuk pasien obesitas.

ke
b. Berhenti merokok.

en
7m
c. Tidak mencukur di kulit yang berjerawat karena mencukur
dapat mengiritasi kulit. 10
d. Menjaga kebersihan kulit.
k0

e. Mengenakan pakaian yang longgar untuk mengurangi gesekan


r-h

f. Mandi dengan menggunakan sabun dan antiseptik atau


mo

antiperspirant.
-no
mk

Kriteria Rujukan
Pasien dirujuk apabila penyakit tidak sembuh dengan pengobatan
6/k

oral atau lesi kambuh setelah dilakukan insisi dan drainase.


2/0
02

Peralatan
z/2

Bisturi
.xy
na

Prognosis
lya

Prognosis umumnya bonam, tingkat keparahan penyakit bervariasi


dari satu pasien dengan pasien lainnya.
mu
na

Referensi
.ai

a. Alhusayen, R. & Shear, N. H. 2012. Pharmacologic Interventions


ww

For Hidradenitis Suppurativa. American Journal Of Clinical


//w

Dermatology, 13,pp 283-91. Available from


ps:

http://search.proquest.com/docview/1030722679/fulltextPDF/
2D2BD7905F304E87PQ/6?accountid=17242#(7 Juni 2014).
htt

jdih.kemkes.go.id
-614-

b. American Academy of Dermatology. Hidradenitis suppurativa.

l
tm
Available from http://www.aad.org/dermatology-a-to-

g.h
z/diseases-and-treatments/e---h/hidradenitis-suppurativa(7
Juni 2014).

tan
c. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit

n
-te
dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas

22
Kedokteran Universitas Indonesia.

20
d. Herrington, S. (2007). Hidradenitis suppurativa. In M. R. Dambro

86
(Ed.), Griffith’s 5 minute clinical consult.14th Ed. Philadelphia.

s11
Lippincott Williams and Wilkins, pp. 570–572.
e. Jovanovic, M. 2014. Hidradenitis suppurativa. Medscape. June

ke
7, 2014. http://emedicine.medscape.com/article/1073117-

en
7m
overview.
f. Sartorius, K., Emtestam, L., Lapins, J. & Johansson, O. 2010.
10
Cutaneous PGP 9.5 Distribution Patterns In Hidradenitis
k0

Suppurativa. Archives of Dermatological Research, 302,pp. 461-


r-h

8. Available from:
mo

g. http://search.proquest.com/docview/521176635?accountid=17
-no

242(7 Juni 2014)..


mk

h. Shah, N. 2005. Hidradenitus suppurative: A treatment


challenge. American Family Physician, 72(8), pp. 1547-1552.
6/k

Available from
2/0

i. http://www.aafp.org/afp/2005/1015/p1547.html#afp20051015
02

p1547-t2(7 Juni 2014).


z/2
.xy

26. Akne Vulgaris Ringan


na

No. ICPC-2 : S96 Acne


lya

No. ICD-10 : L70.0 Acne vulgaris


Tingkat Kemampuan 4A
mu
na

Masalah Kesehatan
.ai

Akne vulgaris adalah penyakit peradangan kronis dari folikel


ww

pilosebasea yang diinduksi dengan peningkatan produksi sebum,


//w

perubahan pola keratinisasi, peradangan, dan kolonisasi dari bakteri


ps:

Propionibacterium acnes. Sinonim untuk penyakit ini adalah jerawat.


Umumnya insidens terjadi pada wanitausia 14-17 tahun, pria16-19
htt

tahun lesi yang utama adalah komedo dan papul dan dapat dijumpai

jdih.kemkes.go.id
-615-

pula lesi beradang. Pada anak wanita,akne vulgaris dapat terjadi

l
tm
pada premenarke. Setelah masa remaja kelainan ini berangsur

g.h
berkurang, namun kadang-kadang menetap sampai dekade ketiga
terutama pada wanita. Ras oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih

tan
jarang menderita akne vulgaris dibandingkan dengan ras kaukasia

n
-te
(Eropa, Amerika).

22
20
Hasil Anamnesis (Subjective)

86
Keluhan berupa erupsi kulit polimorfi di lokasi predileksi, disertai

s11
rasa nyeri atau gatal namun masalah estetika umumnya merupakan
keluhan utama.

ke
Faktor Risiko:

en
7m
Usia remaja, stress emosional, siklus menstruasi, merokok, ras,
riwayat akne dalam keluarga, banyak makan makanan berlemak dan
10
tinggi karbohidrat
k0
r-h

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


mo

Pemeriksaan Fisik
-no

Tanda patognomonis
mk

Komedo berupa papul miliar yang ditengahnya mengandung


sumbatan sebum, bila berwarna hitam disebut komedo hitam (black
6/k

comedo, open comedo) dan bila berwarna putih disebut komedo putih
2/0

atau komedo tertutup (white comedo, close comedo). Erupsi kulit


02

polimorfi dengan gejala predominan salah satunya, komedo, papul


z/2

yang tidak beradang dan pustul, nodus dan kista yang beradang.
.xy

Tempat predileksi adalah di muka, bahu, dada bagian atas, dan


na

punggung bagian atas. Lokasi kulit lain misalnya di leher, lengan


lya

atas, dan kadang-kadang glutea.


Gradasi yang menunjukan berat ringannya penyakit diperlukan bagi
mu

pilihan pengobatan. Gradasi akne vulgaris adalah sebagai berikut:


na

a. Ringan, bila:
.ai

1) Beberapa lesi tak beradang pada satu predileksi


ww

2) Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi


//w

3) Sedikit lesi beradang pada satu predileksi


ps:

b. Sedang, bila:
1) Banyak lesi tak beradang pada satu predileksi
htt

2) Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari satu predileksi

jdih.kemkes.go.id
-616-

3) Beberapa lesi beradang ada satu predileksi

l
tm
4) Sedikit lesi beradang pada lebih dari satu predileksi

g.h
c. Berat, bila:
1) Banyak lesi tak beradang pada lebih dari satu predileksi

tan
2) Banyak lesi beradang pada satu atau lebih predileksi

n
-te
Keterangan:

22
Sedikit bila kurang dari 5, beberapa bila 5-10, banyak bila lebih dari

20
10 lesi

86
Tak beradang : komedo putih, komedo hitam, papul

s11
Beradang : pustul, nodus, kista
Pada pemeriksaan ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan

ke
sebum dengan komedo ekstraktor (sendok Unna) ditemukan sebum

en
7m
yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin
atau massa lebih lunak seperti nasi yang ujungnya kadang berwarna
10
hitam.
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Gambar: 11.30 Lesi beradang


02
z/2
.xy
na
lya
mu

Gambar : 11.31 Komedo hitam


na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-617-

Gambar 11.32 Akne vulgaris ringan Lesi campuran

l
tm
g.h
Pemeriksaan Penunjang
Umumnya tidak diperlukan.

tan
Penegakan Diagnostik (Assessment)

n
-te
Diagnosis Klinis

22
Ditegakkan erdasarkan anamnesis dan pemeriksaaan fisik.

20
Diagnosis Banding

86
Erupsi akneiformis, Akne venenata, Rosasea, Dermatitis perioral

s11
Penatalaksanaan (Plan)
Penatalaksanaan meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi

ke
(preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi

en
7m
(kuratif).
Pencegahan yang dapat dilakukan : 10
a. Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipid sebum dan
k0

perubahan isi sebum dengan cara :


r-h

1) Diet rendah lemak dan karbohidrat. Meskipun hal ini


mo

diperdebatkan efektivitasnya, namun bila pada anamnesis


-no

menunjang, hal ini dapat dilakukan.


mk

2) Melakukan perawatan kulit dengan membersihkan


permukaan kulit.
6/k

b. Menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya akne, misalnya


2/0

:
02

3) Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga, sesuai


z/2

kondisi tubuh, hindari stress.


.xy

4) Penggunaan kosmetika secukupnya, baik banyaknya


na

maupun lamanya.
lya

5) Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalnya minuman


keras, makanan pedas, rokok, lingkungan yang tidak sehat
mu

dan sebagainya.
na

6) Menghindari polusi debu, pemencetan lesi yang tidak lege


.ai

artis, yang dapat memperberat erupsi yang telah terjadi.


ww

Pengobatan akne vulgaris ringan dapat dilakukan dengan


//w

memberikan farmakoterapi seperti :


ps:

a. Topikal
htt

jdih.kemkes.go.id
-618-

Pengobatan topikal dilakukan untuk mencegah pembentukan

l
tm
komedo, menekan peradangan dan mempercepat penyembuhan

g.h
lesi. Obat topikal terdiri dari :
1) Retinoid

tan
Retinoidtopikal merupakan obat andalan untuk pengobatan

n
-te
jerawat karena dapat menghilangkan komedo, mengurangi

22
pembentukan mikrokomedo, dan adanya efek

20
antiinflamasi. Kontraindikasi obat ini yaitu pada wanita

86
hamil, dan wanita usia subur harus menggunakan

s11
kontrasepsi yang efektif. Kombinasi retinoid topikal dan
antibiotik topikal (klindamisin) atau benzoil peroksida lebih

ke
ampuh mengurangi jumlah inflamasi dan lesi non-inflamasi

en
7m
dibandingkan dengan retinoid monoterapi. Pasien yang
memakai kombinasi terapi juga menunjukkan tanda-tanda
10
perbaikan yang lebih cepat.
k0

2) Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (peeling),


r-h

misalnya sulfur (4-8%), resorsinol (1-5%), asam salisilat (2-


mo

5%), peroksida benzoil (2,5-10%), asam vitamin A (0,025-


-no

0,1%), asam azelat (15-20%) atau asam alfa hidroksi (AHA)


mk

misalnya asma glikolat (3-8%). Efek samping obat iritan


dapat dikurangi dengan cara pemakaian berhati-hati
6/k

dimulai dengan konsentrasi yang paling rendah.


2/0

3) Antibiotik topikal: oksitetrasiklin 1% atau klindamisin


02

fosfat 1%.
z/2

4) Antiperadangan topikal: hidrokortison 1-2,5%.


.xy

b. Sistemik
na

Pengobatan sistemik ditujukan untuk menekan aktivitas jasad


lya

renik disamping juga mengurangi reaksi radang, menekan


produksi sebum. Dapat diberikan antibakteri sistemik, misalnya
mu

tetrasiklin 250 mg-1g/hari, eritromisin 4x250 mg/hari.


na
.ai

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan


ww

Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.


//w

Konseling dan Edukasi


ps:

Dokter perlu memberikan informasi yang tepat pada pasien


mengenai penyebab penyakit, pencegahan, dan cara maupun lama
htt

pengobatan, serta prognosis penyakitnya. Hal ini penting agar

jdih.kemkes.go.id
-619-

penderita tidak mengharap berlebihan terhadap usaha

l
tm
penatalaksanaan yang dilakukan.

g.h
Kriteria rujukan

tan
Akne vulgaris sedang sampai berat.

n
-te
Peralatan

22
Komedo ekstraktor (sendok Unna)

20
Prognosis

86
Prognosis umumnya bonam. akne vulgaris umumnya sembuh

s11
sebelum mencapai usia 30-40 an.

ke
Referensi

en
7m
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
10
Kedokteran Universitas Indonesia.
k0

b. Williams, H. C., Dellavalle, R. P. & Garner, S. 2012. Acne


r-h

Vulgaris. The Lancet, 379, pp. 361-72. Available from


mo

http://search.proquest.com/docview/920097495/abstract?acco
-no

untid=17242#(7 Juni 2014).


mk

c. Simonart, T. 2012. Newer Approaches To The Treatment Of Acne


Vulgaris. American Journal Of Clinical Dermatology, 13, pp. 357-
6/k

64. Available from


2/0

http://search.proquest.com/docview/1087529303/F21F34D00
02

5744CD7PQ/20?accountid=17242# (7 Juni 2014).


z/2
.xy

27. URTIKARIA
na

No. ICPC-2 : S98 Urticaria


lya

No. ICD-10 : L50 Urticaria


L50.9Urticaria, unspecified
mu

Tingkat Kemampuan:
na

Urtikaria akut : 4A
.ai

Urtikaria kronis : 3A
ww
//w

Masalah Kesehatan
ps:

Urtikaria adalah reaksi vaskular pada kulit akibat bermacam-macam


sebab. Sinonim penyakit ini adalah biduran, kaligata, hives, nettle
htt

rash. Ditandai oleh edema setempat yang timbul mendadak dan

jdih.kemkes.go.id
-620-

menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan,

l
tm
meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Dapat

g.h
disertai dengan angioedema. Penyakit ini sering dijumpai pada
semua usia, orang dewasa lebih banyak terkena dibandingkan

tan
dengan usia muda. Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria

n
-te
dibandingkan dengan orang normal. Penisilin tercatat sebagai obat

22
yang lebih sering menimbulkan urtikaria.

20
86
Hasil Anamnesis (Subjective)

s11
Keluhan
Pasien datang dengan keluhan biasanya gatal, rasa tersengat atau

ke
tertusuk. Gatal sedang-berat di kulit yang disertai bentol-bentol di

en
7m
daerah wajah, tangan, kaki, atau hampir di seluruh tubuh. Keluhan
dapat juga disertai rasa panas seperti terbakar atau tertusuk.
10
Kadang-kadang terdapat keluhan sesak napas, nyeri perut, muntah-
k0

muntah, nyeri kepala, dan berdebar-debar (gejala angioedema).


r-h

Faktor Risiko
mo

a. Riwayat atopi pada diri dan keluarga.


-no

b. Riwayat alergi.
mk

c. Riwayat trauma fisik pada aktifitas.


d. Riwayat gigitan/sengatan serangga.
6/k

e. Konsumsi obat-obatan (NSAID, antibiotik – tersering penisilin,


2/0

diuretik, imunisasi, injeksi, hormon, pencahar, dan sebagainya).


02

f. Konsumsi makanan (telur, udang, ikan, kacang, dan


z/2

sebagainya).
.xy

g. Riwayat infeksi dan infestasi parasit.


na

h. Penyakit autoimun dan kolagen.


lya

i. Usia rata-rata adalah 35 tahun.


j. Riwayat trauma faktor fisik (panas, dingin, sinar matahari, sinar
mu

UV, radiasi).
na
.ai

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


ww

Pemeriksaan Fisik
//w

Lesi kulit yang didapatkan:


ps:

a. Ruam atau patch eritema.


b. Berbatas tegas.
htt

c. Bagian tengah tampak pucat.

jdih.kemkes.go.id
-621-

d. Bentuk papul dengan ukuran bervariasi, mulai dari papular

l
tm
hingga plakat.

g.h
e. Kadang-kadang disertai demografisme, berupa edema linier di
kulit yang terkena goresan benda tumpul, timbul dalam waktu

tan
lebih kurang 30 menit.

n
-te
f. Pada lokasi tekanan dapat timbul lesi urtika.

22
g. Tanda lain dapat berupa lesi bekas garukan.

20
Pemeriksaan fisik perlu dilengkapi dengan pemeriksaan lainnya,

86
misalnya pemeriksaan gigi, THT, dan sebagainya untuk

s11
menyingkirkan adanya infeksi fokal.
Tempat predileksi

ke
Bisa terbatas di lokasi tertentu, namun dapat generalisata bahkan

en
7m
sampai terjadi angioedema pada wajah atau bagian ekstremitas.
Pemeriksaan Penunjang 10
a. Pemeriksaan darah (eosinofil), urin dan feses rutin (memastikan
k0

adanya fokus infeksi tersembunyi).


r-h

b. Uji gores (scratch test) untuk melihat dermografisme.


mo

c. Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua


-no

makanan yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu


mk

mencobanya kembali satu per satu.


d. Tes fisik: tes dengan es (ice cube test), tes dengan air hangat
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya

Gambar 11.33 Urtikaria


mu

Penegakan Diagnostik (Assessment)


na

Diagnosis Klinis
.ai

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


ww

Klasifikasi
//w

a. Berdasarkan waktu berlangsungnya serangan, urtikaria


ps:

dibedakan atas urtikaria akut (< 6 minggu atau selama 4


minggu terus menerus) dan kronis (> 6 minggu).
htt

jdih.kemkes.go.id
-622-

b. Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menjadi

l
tm
urtikaria papular (papul), gutata (tetesan air) dan girata (besar-

g.h
besar).
c. Berdasarkan luas dan dalamnya jaringan yang terkena,

tan
urtikaria dibedakan menjadi urtikaria lokal (akibat gigitan

n
-te
serangga atau kontak), generalisata (umumnya disebabkan oleh

22
obat atau makanan) dan angioedema.

20
d. Berdasarkan penyebab dan mekanisme terjadinya, urtikaria

86
dapat dibedakan menjadi:

s11
1) Urtikaria imunologik, yang dibagi lagi menjadi:
a) Keterlibatan IgE → reaksi hipersensitifitas tipe I

ke
(Coombs and Gell) yaitu pada atopi dan adanya antigen

en
7m
spesifik.
b) Keikutsertaan komplemen → reaksi hipersensitifitas
10
tipe II dan III (Coombs and Gell), dan genetik.
k0

c) Urtikaria kontak → reaksi hipersensitifitas tipe 4


r-h

(Coombs and Gell).


mo

2) Urtikaria non-imunologik (obat golongan opiat, NSAID,


-no

aspirin serta trauma fisik).


mk

3) Urtikaria idiopatik (tidak jelas penyebab dan


mekanismenya).
6/k
2/0

Diagnosis Banding
02

Purpura anafilaktoid (purpura Henoch-Schonlein), Pitiriasis rosea


z/2

(lesi awal berbentuk eritema), Eritema multiforme (lesi urtika,


.xy

umumnya terdapat pada ekstremitas bawah).


na

Komplikasi
lya

Angioedema dapat disertai obstruksi jalan napas.


mu

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


na

Prinsip penatalaksanaan
.ai

Tata laksana pada layanan Tingkat Pertama dilakukan dengan first-


ww

line therapy, yaitu memberikan edukasi pasien tentang penyakit


//w

urtikaria (penyebab dan prognosis) dan terapi farmakologis


ps:

sederhana.
Urtikaria akut
htt

jdih.kemkes.go.id
-623-

Atasi keadaan akut terutama pada angioedema karena dapat terjadi

l
tm
obstruksi saluran napas. Penanganan dapat dilakukan di Unit Gawat

g.h
Darurat bersama-sama dengan/atau dikonsultasikan ke dokter
spesialis THT.

tan
Bila disertai obstruksi saluran napas, diindikasikan pemberian

n
-te
epinefrin subkutan yang dilanjutkan dengan pemberian

22
kortikosteroid prednison 60-80 mg/hari selama 3 hari, dosis

20
diturunkan 5-10 mg/hari.

86
Urtikaria kronik

s11
a. Pasien menghindari penyebab yang dapat menimbulkan urtikaria,
seperti:

ke
1) Kondisi yang terlalu panas, stres, alkohol, dan agen fisik.

en
7m
2) Penggunaan antibiotik penisilin, aspirin, NSAID, dan ACE
inhibitor. 10
3) Agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.
k0

b. Pemberian farmakoterapi dengan:


r-h

1) Antihistamin oral nonsedatif, misalnya loratadin 1 x 10 mg per


mo

hari selama 1 minggu.


-no

2) Bila tidak berhasil dikombinasi dengan Hidroksisin 3 x 25 mg


mk

atau Difenhidramin 4 x 25-50 mg per hari selama 1 minggu.


3) Apabila urtikaria karena dingin, diberikan Siproheptadin 3 x 4
6/k

mg per hari lebih efektif selama 1 minggu terus menerus.


2/0

4) Antipruritus topikal: cooling antipruritic lotion, seperti krim


02

menthol 1% atau 2% selama 1 minggu terus menerus.


z/2

5) Apabila terjadi angioedema atau urtikaria generalisata, dapat


.xy

diberikan Prednison oral 60-80 mg mg per hari dalam 3 kali


na

pemberian selama 3 hari dan dosis diturunkan 5-10 mg per


lya

hari.
mu

Konseling dan Edukasi


na

Pasien dan keluarga diberitahu mengenai:


.ai

a. Prinsip pengobatan adalah identifikasi dan eliminasi faktor


ww

penyebab urtikaria.
//w

b. Penyebab urtikaria perlu menjadi perhatian setiap anggota


ps:

keluarga.
c. Pasien dapat sembuh sempurna.
htt

jdih.kemkes.go.id
-624-

Kriteria Rujukan

l
tm
a. Rujukan ke dokter spesialis bila ditemukan fokus infeksi.

g.h
b. Jika urtikaria berlangsung kronik dan rekuren.
c. Jika pengobatan first-line therapy gagal.

tan
d. Jika kondisi memburuk, yang ditandai dengan makin

n
-te
bertambahnya patch eritema, timbul bula, atau bahkan disertai

22
sesak.

20
86
Peralatan

s11
a. Tabung dan masker oksigen
b. Alat resusitasi

ke
c. Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan darah, urin dan

en
7m
feses rutin.
10
Prognosis
k0

Prognosis pada umumnya bonam dengan tetap menghindari faktor


r-h

pencetus.
mo
-no

Referensi
mk

a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit


dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
6/k

Kedokteran Universitas Indonesia.


2/0

b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s


02

Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.


z/2

Saunders Elsevier.
.xy

c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman


na

Pelayanan Medik. Jakarta.


lya

28. Exanthematous Drug Eruption


mu

No. ICPC-2 : S07 Rash generalized


na

No. ICD-10 : L27.0 Generalized skin eruption due to drugs and


.ai

medicament
ww

Tingkat Kemampuan 4A
//w
ps:

Masalah Kesehatan
Exanthematous Drug Eruption adalah salah satu bentuk reaksi alergi
htt

ringan pada kulit yang terjadi akibat pemberian obat yang sifatnya

jdih.kemkes.go.id
-625-

sistemik. Obat yang dimaksud adalah zat yang dipakai untuk

l
tm
menegakkan diagnosis, profilaksis, dan terapi. Bentuk reaksi alergi

g.h
merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV (alergi selular tipe lambat)
menurut Coomb and Gell. Nama lainnya adalah erupsi

tan
makulopapular atau morbiliformis.

n
-te
22
Hasil Anamnesis (Subjective)

20
Keluhan

86
Gatal ringan sampai berat yang disertai kemerahan dan bintil pada

s11
kulit. Kelainan muncul 10-14 hari setelah mulai pengobatan.
Biasanya disebabkan karena penggunaan antibiotik (ampisilin,

ke
sulfonamid, dan tetrasiklin) atau analgetik-antipiretik non steroid.

en
7m
Kelainan umumnya timbul pada tungkai, lipat paha, dan lipat ketiak,
kemudian meluas dalam 1-2 hari. Gejala diikuti demam subfebril,
10
malaise, dan nyeri sendi yang muncul 1-2 minggu setelah mulai
k0

mengkonsumsi obat, jamu, atau bahan-bahan yang dipakai untuk


r-h

diagnostik (contoh: bahan kontras radiologi).


mo

Faktor Risiko
-no

a. Riwayat konsumsi obat (jumlah, jenis, dosis, cara pemberian,


mk

pengaruh pajanan sinar matahari, atau kontak obat pada kulit


terbuka).
6/k

b. Riwayat atopi diri dan keluarga.


2/0

c. Alergi terhadap alergen lain.


02

d. Riwayat alergi obat sebelumnya.


z/2
.xy

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


na

Pemeriksaan Fisik
lya

Tanda patognomonis
a. Erupsi makulopapular atau morbiliformis.
mu

b. Kelainan dapat simetris.


na

Tempat predileksi
.ai

Tungkai, lipat paha, dan lipat ketiak.


ww

Pemeriksaan Penunjang
//w

Biasanya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.


ps:

Penegakan Diagnostik (Assessment)


htt

Diagnosis Klinis

jdih.kemkes.go.id
-626-

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

l
tm
Diagnosis Banding

g.h
Morbili
Komplikasi

tan
Eritroderma

n
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
Gambar 11.34. Exanthematous Drug Eruption
10
k0

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


r-h

Penatalaksanaan
mo

Prinsip tatalaksana adalah menghentikan obat terduga. Pada


-no

dasarnya erupsi obat akan menyembuh bila obat penyebabnya


mk

dapat diketahui dan segera disingkirkan.


Farmakoterapi yang diberikan, yaitu:
6/k

a. Kortikosteroid sistemik: Prednison tablet 30 mg/hari dibagi


2/0

dalam 3 kali pemberian per hari selama 1 minggu.


02

b. Antihistamin sistemik:
z/2

1) Setirizin 2x10 mg/hari selama 7 hari bila diperlukan, atau


.xy

2) Loratadin 10 mg/hari selama 7 hari bila diperlukan


na

c. Topikal:
lya

Bedak salisilat 2% dan antipruritus (Menthol 0.5% - 1%)


mu

Konseling dan Edukasi


na

a. Prinsipnya adalah eliminasi obat penyebab erupsi.


.ai

b. Pasien dan keluarga diberitahu untuk membuat catatan kecil di


ww

dompetnya tentang alergi obat yang dideritanya.


//w

c. Memberitahukan bahwa kemungkinan pasien bisa sembuh


ps:

dengan adanya hiperpigmentasi pada lokasi lesi.


htt

jdih.kemkes.go.id
-627-

Kriteria Rujukan

l
tm
a. Lesi luas, hampir di seluruh tubuh, termasuk mukosa dan

g.h
dikhawatirkan akan berkembang menjadi Sindroma Steven
Johnson.

tan
b. Bila diperlukan untuk membuktikan jenis obat yang diduga

n
-te
sebagai penyebab :

22
1) Uji tempel tertutup, bila negatif lanjutan dengan

20
2) Uji tusuk, bila negatif lanjutkan dengan

86
3) Uji provokasi

s11
c. Bila tidak ada perbaikan setelah mendapatkan pengobatan
standar dan menghindari obat selama 7 hari

ke
d. Lesi meluas

en
Peralatan
7m
10
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit
k0

Exanthematous Drug Eruption.


r-h
mo

Prognosis
-no

Prognosis umumnya bonam, jika pasien tidak mengalami komplikasi


mk

atau tidak memenuhi kriteria rujukan.


6/k

Referensi
2/0

a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit


02

dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas


z/2

Kedokteran Universitas Indonesia.


.xy

b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s


na

Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.


lya

Saunders Elsevier.
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman
mu

Pelayanan Medik. Jakarta.


na
.ai

29. Fixed Drug Eruption


ww

No. ICPC-2 : A85 Adverse effect medical agent


//w

No. ICD-10 : L27.0 Generalized skin eruption due to drugs and


ps:

medicaments
Tingkat Kemampuan 4A
htt

jdih.kemkes.go.id
-628-

Masalah Kesehatan

l
tm
Fixed Drug Eruption (FDE) adalah salah satu jenis erupsi obat yang

g.h
sering dijumpai. Darinamanya dapat disimpulkan bahwa kelainan
akan terjadi berkali-kali pada tempat yang sama. Mempunyai tempat

tan
predileksi dan lesi yang khas berbeda dengan Exanthematous Drug

n
-te
Eruption. FDE merupakan reaksi alergi tipe 2 (sitotoksik).

22
20
Hasil Anamnesis(Subjective)

86
Keluhan

s11
Pasien datang keluhan kemerahan atau luka pada sekitar mulut,
bibir, atau di alat kelamin, yang terasa panas. Keluhan timbul

ke
setelah mengkonsumsi obat-obat yang sering menjadi penyebab

en
7m
seperti Sulfonamid, Barbiturat, Trimetoprim, dan analgetik.
Anamnesis yang dilakukan harus mencakup riwayat penggunaan
10
obat-obatan atau jamu. Kelainan timbul secara akut atau dapat juga
k0

beberapa hari setelah mengkonsumsi obat. Keluhan lain adalah rasa


r-h

gatal yang dapat disertai dengan demam yang subfebril.


mo

Faktor Risiko
-no

a. Riwayat konsumsi obat (jumlah, jenis, dosis, cara pemberian,


mk

pengaruh pajanan sinar matahari, atau kontak obat pada kulit


terbuka)
6/k

b. Riwayat atopi diri dan keluarga


2/0

c. Alergi terhadap alergen lain


02

d. Riwayat alergi obat sebelumnya


z/2
.xy

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


na

Pemeriksaan Fisik
lya

Tanda patognomonis
Lesi khas:
mu

a. Vesikel, bercak
na

b. Eritema
.ai

c. Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular


ww

d. Kadang-kadang disertai erosi


//w

e. Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya, terutama


ps:

pada lesi berulang


Tempat predileksi:
htt

a. Sekitar mulut

jdih.kemkes.go.id
-629-

b. Daerah bibir

l
tm
c. Daerah penis atau vulva

g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
Gambar 11.35 Fixed Drug Eruption (FDE)

ke
en
7m
Pemeriksaan penunjang
Biasanya tidak diperlukan 10
k0

Penegakan Diagnostik (Assessment)


r-h

Diagnosis Klinis
mo

Diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


-no

Diagnosis Banding
mk

Pemfigoid bulosa, Selulitis, Herpes simpleks , SJS (Steven Johnson


Syndrome)
6/k
2/0

Komplikasi
02

Infeksi sekunder
z/2
.xy

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


na

Penatalaksanaan
lya

Prinsip tatalaksana adalah menghentikan obat terduga. Pada


dasarnya erupsi obat akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat
mu

diketahui dan segera disingkirkan.


na

Untuk mengatasi keluhan, farmakoterapi yang dapat diberikan,


.ai

yaitu:
ww

a. Kortikosteroid sistemik, misalnya prednison tablet 30 mg/hari


//w

dibagi dalam 3 kali pemberian per hari


ps:

b. Antihistamin sistemik untuk mengurangi rasa gatal; misalnya


htt

Hidroksisin tablet 10 mg/hari 2 kali sehari selama 7 hari atau


Loratadin tablet 1x10 mg/hari selama 7 hari

jdih.kemkes.go.id
-630-

c. Pengobatan topikal

l
tm
1) Pemberian topikal tergantung dari keadaan lesi, bila terjadi

g.h
erosi atau madidans dapat dilakukan kompres NaCl 0,9%
atau Larutan Permanganas kalikus 1/10.000 dengan 3

tan
lapis kasa selama 10-15 menit. Kompres dilakukan 3 kali

n
-te
sehari sampai lesi kering.

22
2) Terapi dilanjutkan dengan pemakaian topikal kortikosteroid

20
potensi ringan-sedang, misalnya Hidrokortison krim 2,5%

86
atau Mometason furoat krim 0,1%.

s11
Konseling dan Edukasi

ke
a. Prinsipnya adalah eliminasi obat terduga.

en
7m
b. Pasien dan keluarga diberitahu untuk membuat catatan kecil di
dompetnya tentang alergi obat yang dideritanya.
10
c. Memberitahukan bahwa kemungkinan pasien bisa sembuh
k0

dengan adanya hiperpigmentasi pada lokasi lesi. Dan bila alergi


r-h

berulang terjadi kelainan yang sama, pada lokasi yang sama.


mo
-no

Kriteria Rujukan
mk

a. Lesi luas, hampir di seluruh tubuh, termasuk mukosa dan


dikhawatirkan akan berkembang menjadi Sindroma Steven
6/k

Johnson.
2/0

b. Bila diperlukan untuk membuktikan jenis obat yang diduga


02

sebagai penyebab:
z/2

1) Uji tempel tertutup, bila negatif lanjutkan dengan


.xy

2) Uji tusuk, bila negatif lanjutkan dengan


na

3) Uji provokasi.
lya

c. Bila tidak ada perbaikan setelah mendapatkan pengobatan


standar selama 7 hari dan menghindari obat.
mu

d. Lesi meluas.
na
.ai

Peralatan
ww

Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit


//w

Fixed Drug Eruption.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-631-

Prognosis

l
tm
Prognosis umumnya bonam, jika pasien tidak mengalami komplikasi

g.h
atau tidak memenuhi kriteria rujukan.

tan
Referensi

n
-te
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit

22
dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas

20
Kedokteran Universitas Indonesia.

86
b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s

s11
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.
Saunders Elsevier.

ke
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman

en
7m
Pelayanan Medik. Jakarta.
10
30. CUTANEUS LARVA MIGRANS
k0

No. ICPC-2 : D96 Worms/other parasites


r-h

No. ICD-10 : B76.9 Hookworm disease, unspecified


mo

Tingkat Kemampuan 4A
-no
mk

Masalah Kesehatan
Cutaneus Larva Migrans (Creeping Eruption) merupakan kelainan
6/k

kulit berupa peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok,


2/0

menimbul dan progresif, yang disebabkan oleh invasi larva cacing


02

tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Penularan melalui


z/2

kontak langsung dengan larva. Prevalensi Cutaneus Larva Migran di


.xy

Indonesia yang dilaporkan oleh sebuah penelitian pada tahun 2012


na

di Kulon Progo adalah sekitar 15%.


lya

Hasil Anamnesis (Subjective)


mu

Keluhan
na

Pasien mengeluh gatal dan panas pada tempat infeksi. Pada awal
.ai

infeksi, lesi berbentuk papul yang kemudian diikuti dengan lesi


ww

berbentuk linear atau berkelok-kelok yang terus menjalar


//w

memanjang. Keluhan dirasakan muncul sekitar empat hari setelah


ps:

terpajan.
htt

jdih.kemkes.go.id
-632-

Faktor Risiko

l
tm
Orang yang berjalan tanpa alas kaki, atau sering berkontak dengan

g.h
tanah atau pasir.

tan
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

n
-te
Pemeriksaan Fisik Patognomonis

22
Lesi awal berupa papul eritema yang menjalar dan tersusun linear

20
atau berkelok-kelok meyerupai benang dengan kecepatan 2 cm per

86
hari.

s11
Predileksi penyakit ini terutama pada daerah telapak kaki, bokong,
genital dan tangan.

ke
Pemeriksaan Penunjang

en
7m
Pemeriksaan penunjang yang khusus tidak ada.
10
Penegakan Diagnosis (Assessment)
k0

Diagnosis Klinis
r-h

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


mo

Diagnosis Banding
-no

Dermatofitosis, Dermatitis, Dermatosis


mk

Komplikasi
Dapat terjadi infeksi sekunder.
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na

Gambar 11.36. Cutaneous Larva Migrans


lya

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mu

Penatalaksanaan
na

a. Memodifikasi gaya hidup dengan menggunakan alas kaki dan


.ai

sarung tangan pada saat melakukan aktifitas yang berkontak


ww

dengan tanah, seperti berkebun dan lain-lain.


b. Terapi farmakologi dengan Albendazol 400 mg sekali sehari,
//w

selama 3 hari.
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-633-

c. Untuk mengurangi gejala pada penderita dapat dilakukan

l
tm
penyemprotan Etil Klorida pada lokasi lesi, namun hal ini tidak

g.h
membunuh larva.
d. Bila terjadi infeksi sekunder, dapat diterapi sesuai dengan

tan
tatalaksana pioderma.

n
-te
22
Konseling dan Edukasi

20
Edukasi pasien dan keluarga untuk pencegahan penyakit dengan

86
menjaga kebersihan diri.

s11
Kriteria Rujukan

ke
Pasien dirujuk apabila dalam waktu 8 minggu tidak membaik dengan

en
7m
terapi.
10
Peralatan
k0

Lup
r-h
mo

Prognosis
-no

Prognosis umumnya bonam. Penyakit ini bersifat self-limited, karena


mk

sebagian besar larva mati dan lesi membaik dalam 2-8 minggu,
jarang hingga 2 tahun.
6/k
2/0

Referensi
02

a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit


z/2

dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas


.xy

Kedokteran Universitas Indonesia.


na

b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s


lya

Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.


Saunders Elsevier.
mu

c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman


na

Pelayanan Medik. Jakarta.


.ai

d. Heryantoro, L. Soeyoko, Ahmad R.A. 2012. Risk factors of


ww

hookworm related cutaneous larva migrans and definitive host


//w

prevalence on a settlements area in kulon progo district,


ps:

Indonesia. Field Epidemiology Training. Yogyakarta. Universitas


Gadjah Mada.
htt

jdih.kemkes.go.id
-634-

31. LUKA BAKAR DERAJAT I DAN II

l
tm
No. ICPC-2 : S14burn/scald

g.h
No. ICD-10 : T30 burn and corrosion, body region unspecified
T31 burns classified according to extent of body surface involved

tan
T32 corrosions classified according to extent of body surface involved

n
-te
Tingkat Kemampuan 4A

22
20
Masalah Kesehatan

86
Luka bakar (burn injury) adalah kerusakan kulit yang disebabkan

s11
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi.

ke
en
7m
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan 10
Pada luka bakar derajat I paling sering disebabkan sinar matahari.
k0

Pasien hanya mengeluh kulit teras nyeri dan kemerahan. Pada luka
r-h

bakar derajat II timbul nyeri dan bula.


mo
-no

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


mk

Pemeriksaan Fisik
a. Luka bakar derajat I, kerusakan terbatas pada lapisan
6/k

epidermis (superfisial), kulit hanya tampak hiperemi berupa


2/0

eritema denganperabaan hangat, tidak dijumpai adanya bula,


02

terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.


z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 11.37 Luka bakar dangkal (superfisial).


Pada daerah badan dan lengan kanan, luka bakar jenis ini biasanya
htt

memucat dengan penekanan

jdih.kemkes.go.id
-635-

b. Luka bakar derajat II

l
tm
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa

g.h
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bula yang
berisi cairan eksudat dan nyeri karena ujung-ujung saraf

tan
sensorik yang teriritasi.

n
-te
Dibedakan atas 2 bagian :

22
1) Derajat II dangkal/superficial (IIA). Kerusakan mengenai

20
bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.

86
2) Derajat II dalam/deep (IIB). Kerusakan mengenai hampir

s11
seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan epitel masih
sedikit. Organ-oran kulit seperti folikel rambut, kelenjar

ke
keringat dan kelenjar sebasea tinggal sedikit sehingga

en
7m
penyembuhan terjadi lebih dari satu bulan dan disertai
parut hipertrofi. 10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Gambar 11.38 Luka Bakar Superficial Partial Thickness (IIa).


Memucat dengan penekanan, biasanya berkeringat
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na

Gambar 11.39 Luka Bakar Deep Partial Thickness (IIb)


.ai

Permukaan putih, tidak memucat dengan penekanan


ww

Pemeriksaan Penunjang : -
Pemeriksaan darah lengkap : -
//w

Menentukan luas luka bakar berdasarkan rumus “rule of nine”


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-636-

l
tm
g.h
tan
n
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
Gambar 11.40 Luas luka bakar “Rule of nine”
k0
Penegakan Diagnostik (Assessment)
r-h

Diagnosis Klinis
mo

Diagnosis luka bakar derajat I atau II berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik.
-no

Kriteria berat ringannya luka bakar dapat dipakai ketentuan


mk

berdasarkan American Burn Association, yaitu sebagai berikut:


6/k

a. Luka Bakar Ringan


2/0

1) Luka bakar derajat II < 15%


2) Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak
02

3) Luka bakar derajat III < 2%


z/2

b. Luka Bakar Sedang


.xy

1) Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa


na

2) Luka bakar II 10-25% pada anak-anak


lya

3) Luka bakar derajat III < 10%


mu

c. Luka Bakar Berat


na

1) Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa


.ai

2) Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak


ww

3) Luka bakar derajat II 10% atau lebih


4) Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki
//w

dan genitalia/perinerium
ps:

5) Luka bakar dengan cedera inhalasi, disertai trauma lain.


htt

jdih.kemkes.go.id
-637-

Penatalaksanaan (Plan)

l
tm
Penatalaksanaan

g.h
a. Luka bakar derajat 1 penyembuhan terjadi secara spontan
tanpa pengobatan khusus.

tan
b. Penatalaksanaan luka bakar derajat II tergantung luas luka

n
-te
bakar.

22
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal

20
beberapa formula, salah satunya yaitu Formula Baxter sebagai

86
berikut:

s11
a. Hari Pertama:
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas bakar

ke
per 24 jam

en
7m
Anak : Ringer Laktat : Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
10
Kebutuhan faali :
k0

< 1 Tahun : berat badan x 100 cc


r-h

1-3 Tahun : berat badan x 75 cc


mo

3-5 Tahun : berat badan x 50 cc


-no

½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.


mk

½ diberikan 16 jam berikutnya.


b. Hari kedua
6/k

Dewasa : ½ hari I;
2/0

Anak : diberi sesuai kebutuhan faali


02

Formula cairan resusitasi ini hanyalah perkiraan kebutuhan cairan,


z/2

berdasarkan perhitungan pada waktu terjadinya luka bakar, bukan


.xy

pada waktu dimulainya resusitasi. Pada kenyataannya,


na

penghitungan cairan harus tetap disesuaikan dengan respon


lya

penderita. Untuk itu selalu perlu dilakukan pengawasan kondisi


penderita seperti keadaan umum, tanda vital, dan produksi urin dan
mu

lebih lanjut bisa dilakukan pemasangan monitor EKG untuk


na

memantau irama jantung sebagai tanda awal terjadinya hipoksia,


.ai

gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa.


ww

Pemberian antibiotik spektrum luas pada luka bakar sedang dan


//w

berat.
ps:

Komplikasi
Jaringan parut
htt

Konseling dan Edukasi

jdih.kemkes.go.id
-638-

Pasien dan keluarga menjaga higiene dari luka dan untuk

l
tm
mempercepat penyembuhan, jangan sering terkena air.

g.h
Kriteria Rujukan
Rujukan dilakukan pada luka bakar sedang dan berat

tan
n
-te
Peralatan

22
Infus set, peralatan laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap

20
86
Prognosis

s11
Prognosis luka bakar derajat 1 umumnya bonam, namun derajat 2
dapat dubia ad bonam.

ke
en
7m
Referensi
a. Doherty, G.M. 2006. Current surgical diagnosis and & treatment.
10
United State of America. Lange Medical Publication.
k0

b. Kartohatmodjo, S. Luka Bakar (Combustio).


r-h

http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Ilmu%20Kedo
mo

kteran%20Terintegrasi%20-
-no

%20PBL/Materi%20PBL%20IIa%202007-
mk

2008/luka%20bakar%20akut%20text.pdf
c. Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah.
6/k

Edisi ketiga. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.


2/0
02

32. ULKUS PADA TUNGKAI


z/2

No. ICPC-2 : S97Chronic Ulcer Skin


.xy

No. ICD-10 : I83.0 Varicose veins of lower extremities with


na

ulcer
lya

L97 Ulcer of lower limb, notelsewhere classified


Tingkat Kemampuan 4A
mu
na

Masalah Kesehatan
.ai

Ulkus pada tungkai adalah penyakit arteri, vena, kapiler dan


ww

pembuluh darah limfe yang dapat menyebabkan kelainan pada kulit.


//w

Insiden penyakit ini meningkat seiring dengan bertambahnya usia.


ps:

Di negara tropis, insidens ulkus kruris lebih kurang 2% dari populasi


dan didominasi oleh ulkus neurotropik dan ulkus varikosum. Wanita
htt

lebih banyak terserang ulkus varikosum daripada pria, dengan

jdih.kemkes.go.id
-639-

perbandingan 2:1, dengan usia rata-rata di atas 37 tahun untuk

l
tm
prevalensi varises.

g.h
Trauma, higiene yang buruk, gizi buruk, gangguan pada pembuluh
darah dan kerusakan saraf perifer dianggap sebagai penyebab yang

tan
paling sering. Kerusakan saraf perifer biasanya terjadi pada

n
-te
penderita diabetes mellitus dan penderita kusta. Hipertensi juga

22
dikaitkan sebagai salah satu penyebab rusaknya pembuluh darah.

20
Pembagian ulkus kruris dibagi ke dalam empat golongan yaitu, ulkus

86
tropikum, ulkus varikosus, ulkus arterial dan ulkus neurotrofik.

s11
Hasil Anamnesis (Subjective)

ke
Keluhan

en
7m
Pasien datang dengan luka pada tungkai bawah. Luka bisa disertai
dengan nyeri atau tanpa nyeri. Terdapat penyakit penyerta lainnya
10
yang mendukung kerusakan pembuluh darah dan jaringan saraf
k0

perifer.
r-h

Anamnesa:
mo

a. Dapat ditanyakan kapan luka pertama kali terjadi. Apakah


-no

pernah mengalami hal yang sama di daerah yang lain.


mk

b. Perlu diketahui apakah pernah mengalami fraktur tungkai atau


kaki. Pada tungkai perlu diperhatikan apakah ada vena tungkai
6/k

superfisial yang menonjol dengan tanda inkompetensi katup.


2/0

c. Perlu diketahui apakah penderita mempunyai indikator adanya


02

penyakit yang dapat memperberat kerusakan pada pembuluh


z/2

darah.
.xy

Faktor Risiko: usia penderita, berat badan, jenis pekerjaan, penderita


na

gizi buruk, mempunyai higiene yang buruk, penyakit penyerta yang


lya

bisa menimbulkan kerusakan pembuluh darah.


mu

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


na

Pemeriksaan fisik
.ai

Gejala Klinis
ww

Gejala klinis keempat tipe ulkus dapat di lihat pada tabel di bawah
//w

ini.
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-640-

Tabel 11.1 Gejala klinis ulkus pada tungkai

l
tm
Penyebab Gejala Klinis

g.h
Ulkus Trauma, higiene dan gizi Luka kecil terbentuk papula

tan
Tropikum serta infeksi oleh kuman dan menjadi vesikel. Vesikel

n
Bacillus fusiformis dan pecah akan terbentuk ulkus

-te
Borrelia vincentii. kecil. Ulkus akan meluas ke

22
samping dan ke dalam.

20
Ulkus Kelainan pembuluh seperti Ada edema, bengkak pada

86
Varikosum trombosis atau kelainan kaki yang meningkat saat

s11
katup vena yang berasal berdiri. Kaki terasa gatal,

ke
dari luar pembuluh darah pegal, rasa terbakar tidak

en
seperti bendungan daerah nyeri dan berdenyut. Ulkus

7m
proksimal karena tumor di yang 10 terjadi akan
abdomen, kehamilan atau mempunyai tepi yang tidak
k0

pekerjaan yang dilakukan teratur. Dasar ulkus


r-h

berdiri. terdapat jaringan granulasi,


mo

eksudat. Kulit sekitar akan


-no

nampak merah kecoklatan.


Terdapat indurasi,
mk

mengkilat, dan fibrotik pada


6/k

kulit sekitar luka.


2/0

Ulkus Kelainan yang disebabkan Ulkus ini paling sering


02

Arteriosum ateroma. Dibagi menjadi terdapat pada posterior,


z/2

ekstramural, mural dan medial atau anterior. Dapat


intramural. terjadi pada tonjolan tulang.
.xy

Bersifat eritematosa, nyeri,


na

bagian tengah berwarna


lya

kebiruan yang akan menjadi


mu

bula hemoragik. Ulkus yang


na

dalam, berbentuk plon


.ai

(punched out), tepi ulkus


ww

kotor. Rasa nyeri akan


//w

bertambah jika tungkai


diangkat atau dalam
ps:

keadaan dingin. Denyut nadi


htt

pada dorsum pedis akan

jdih.kemkes.go.id
-641-

melemah atau sama sekali

l
tm
tidak ada.

g.h
Ulkus Terjadi karena tekanan Pada tempat yang paling

tan
Neurotrofik atau trauma pada kulit kuat menerima tekanan
yang anestetik. yaitu di tumit dan

n
-te
metatarsal. Bersifat tunggal

22
atau multipel. Ulkus bulat,

20
tidak nyeri dan berisi

86
jaringan nekrotik. Dapat

s11
mencapai subkutis dan

ke
membentuk sinus. Bisa

en
mencapai tulang dan

7m
menimbulkan infeksi
sekunder.
10
k0
r-h

Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap
mo

b. Urinalisa
-no

c. Pemeriksaan kadar gula dan kolesterol


mk

d. Biakan kuman
6/k

Penegakan Diagnostik (Assessment)


2/0

Diagnosis klinis
02

Dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


z/2

pemeriksaan penunjang, Pemeriksaan biakan kuman pada ulkus


.xy

sangat membantu dalam diagnosa dan pemberian terapi.


na
lya

Tabel 11.2. Diagnosa klinis ulkus pada tungkai


mu

Diagnosa
na

Ulkus Tropikum Tungkai bawah, ulkis yang soliter, lesi


.ai

bebentuk satelit, dinding menggaung, dasar


ww

kotor sekret produktif warna kuning


//w

kehijauan, nyeri. Pemeriksaan sediaan


hapus dari sekret untuk mencari Bacillus
ps:

fusiformis dan Borellia vencentii merupakan


htt

hal yang khas.

jdih.kemkes.go.id
-642-

Ulkus Varikosum Tungkai bawah dan betis. Terdapat ulkus

l
tm
di kelilingi eritema dan hiperpigmentasi.

g.h
Ulkus soliter dan bisa multipel. Pada
umumnya tidak terasa nyeri, namun

tan
dengan adanya selulitis dan infeksi

n
-te
sekunder, nyeri akan terasa lebih hebat .

22
Ulkus Arteriosum Tungkai bawah. Ulkus yang timbul

20
berbentuk plong (punched out) adalah ciri

86
khas ulkus ini. Nyeri yang terutama

s11
muncul pada malam hari juga ciri penting
lainnya. Tepi ulkus yang jelas dan kotor.

ke
Bagian distal terasa dingin dibandingkan

en
7m
bagian proksimal atau kaki yang sehat.
Ulkus Neurotrofik Pada telapak kaki, ujung jari, dan sela
10
pangkal jari kaki. Kelainan kulit berupa
k0

ulkuds soliter, bulat, pinggir rata, sekret


r-h

tidak produktif dan tanpa nyeri. Daerah


mo

kulit anhidrosis dan ulkus dapat di tutupi


-no

oleh krusta.
mk

Diagnosis Banding
6/k

Keadaan dan bentuk luka dari keempat jenis ulkus ini sulit di
2/0

bedakan pada stadium lanjut. Pada ulkus tropikum yang kronis


02

dapat menyerupai ulkus varikosum atau ulkus arteriosum.


z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww

Gambar : 11.41 Ulkus Varikosum


//w

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


ps:

Penatalaksanaan
htt

a. Non medikamentosa

jdih.kemkes.go.id
-643-

1) Perbaiki keadaan gizi dengan makanan yang mengandung

l
tm
kalori dan protein tinggi, serta vitamin dan mineral.

g.h
2) Hindari suhu yang dingin
3) Hindari rokok

tan
4) Menjaga berat badan

n
-te
5) Jangan berdiri terlalu lama dalam melakukan pekerjaan

22
b. Medikamentosa

20
Pengobatan yang akan dilakukan disesuaikan dengan tipe dari

86
ulkus tersebut.

s11
1) Pada ulkus varikosum lakukan terapi dengan meninggikan
letak tungkai saat berbaring untuk mengurangi hambatan

ke
aliran pada vena, sementara untuk varises yang terletak di

en
7m
proksimal dari ulkus diberi bebat elastin agar dapat
membantu kerja otot tungkai bawah memompa darah ke
10
jantung.
k0

2) Pada ulkus arteriosum, pengobatan untuk penyebabnya


r-h

dilakukan konsul ke bagian bedah.


mo
-no

Konseling dan Edukasi


mk

a. Edukasi perawatan kaki


b. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal
6/k

c. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia


2/0

dan panas yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis


02

pekerjaan.
z/2

d. Menghentikan kebiasaan merokok.


.xy

e. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :


na

1) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.


lya

2) Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air


mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama
mu

diantara jari-jari kaki.


na

3) Memakai krim kaki yang baik pada kulit yang kering atau
.ai

tumit yang retak-retak. Tidak memakai bedak, sebab ini


ww

akan menyebabkan kering dan retak-retak.


//w

4) Menggunting kuku, lebih mudah dilakukan sesudah


ps:

mandi, sewaktu kuku lembut.


5) Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.
htt

6) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.

jdih.kemkes.go.id
-644-

Tabel 11.3. Penatalaksanaan terapi pada ulkus tungkai

l
tm
Penatalaksanan Terapi

g.h
Sistemik Topikal
Ulkus Penisilin intramuskular selama Salep salisil 2% dan

tan
Tropikum 1 minggu sampai 10 hari, kompres KMnO4

n
-te
dosis sehari 600.000 unit

22
sampai 1,2 juta unit.

20
Tetrasiklin peroral dengan

86
dosis 3x500 mg sehari dapat

s11
juga dipakai sebagai pengganti
penisilin.

ke
Ulkus Seng Sulfat 2 x 200 mg/ hari. Kompres Permanganas

en
7m
Varikosum Kalikus 1:5000 atau
10 larutan perak nitrat 0,5%
atau 0,25%
k0

Ulkus Jika terdapat infeksi dapat di Permanganas Kalikus


r-h

Arteriosum berikan antibotik. Untuk kuman 1:5000, Benzoin peroksida


mo

anaerob diberikan metronidazol. 10% - 20% untuk


-no

Pemberian analgetik dapat merangsang granulasi,


mk

diberikan untuk mengurangi baktersidal, dan


nyeri. melepaskan oksigen ke
6/k

dalam jaringan.
2/0

Penggunaan vasilen boleh


02

diberikan di sekitar ulkus


z/2

yang tidak terkena iritasi.


.xy

Seng oksida akan


na

membantu absorbsi
lya

eksudat dan bakteri.


Ulkus Infeksi yang terjadi dapat diobati Pengobatan topikal seperti
mu

Neurotrofik seperti pengobatan ulkus lainnya. pada ulkus yang lain bisa
na

Memperbaiki sensibilitas akan dilakukan.


.ai

sangat membantu. Konsul ke


ww

bagian penyakit dalam


//w

disarankan untuk dilakukan.


ps:
htt

Komplikasi
a. Hematom dan infeksi pada luka

jdih.kemkes.go.id
-645-

b. Thromboembolisme (resiko muncul akibat dilakukan

l
tm
pembedahan)

g.h
c. Terjadi kelainan trofik dan oedem secara spontan
d. Resiko amputasi jika keadaan luka memburuk

tan
Kriteria Rujukan

n
-te
Respon terhadap perawatan ulkus tungkai akan berbeda. Hal ini

22
terkait lamanya ulkus, luas dari ulkus dan penyebab utama.

20
86
Prognosis

s11
a. Ad vitam : Dubia
b. Ad functionam : Dubia

ke
c. Ad sanationam : Dubia

en
Referensi
7m
10
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit
k0

dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas


r-h

Kedokteran Universitas Indonesia.


mo

b. Sudirman, U. 2002. Ulkus Kulit dalam Ulkus Kulit. Ilmu Penyakit


-no

Kulit. Jakarta. Hipokrates.


mk

c. Cunliff, T. Bourke, J. Brown Graham R. 2012. Dermatologi Dasar


Untuk Praktik Klinis. Jakarta. EGC.
6/k
2/0

33. SINDROM STEVENS-JOHNSON


02

No. ICPC-2 : S99 Skin disease other


z/2

No. ICD-10 : L51.1 Bullous erythema multiforme


.xy

Tingkat Kemampuan 3B
na
lya

Masalah Kesehatan
Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai
mu

kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum


na

yang bervariasi dari ringan hingga berat. SSJ merupakan bentuk


.ai

minor dari toxic epidermal necrolysis (TEN) dengan pengelupasan


ww

kulit kurang dari 10% luas permukaan tubuh. SSJ menjadi salah
//w

satu kegawatdaruratan karena dapat berpotensi fatal. Angka


ps:

mortalitas SSJ berkisar 1-5% dan lebih meningkat pada pasien usia
lanjut. Insiden sindrom ini semakin meningkat karena salah satu
htt

jdih.kemkes.go.id
-646-

penyebabnya adalah alergi obat dan sekarang obat-obatan cenderung

l
tm
dapat diperoleh bebas.

g.h
Hasil Anamnesis (Subjective)

tan
Keluhan

n
-te
Keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Pada fase akut

22
dapat disertai gejala prodromal berupa:demam tinggi, malaise, nyeri

20
kepala, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, arthralgia. Gejala prodromal

86
selanjutnya akan berkembang ke arah manifestasi mukokutaneus.

s11
Faktor Risiko
a. Mengkonsumsi obat-obatan yang dicurigai dapat

ke
mengakibatkan SSJ. Beberapa obat yang yang berisiko tinggi

en
7m
dapat menyebabkan terjadinya SSJ antara lain allopurinol,
trimethoprim-sulfamethoxazol, antibiotik golongan sulfonamid,
10
aminopenisillin, sefalosporin, kuinolon, karbamazepin, fenitoin,
k0

phenobarbital, antipiretik/analgetik (salisil/pirazolon,


r-h

metamizol, metampiron dan parasetamol) dan NSAID. Selain itu


mo

berbagai penyebab dikemukakan di pustaka, misalnya: infeksi


-no

(bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, paska-vaksinasi,


mk

radiasi dan makanan.


b. Sistem imun yang lemah, misalnya pada HIV/AIDS.
6/k

c. Riwayat keluarga menderita SSJ.


2/0
02

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


z/2

Pemeriksaan Fisik
.xy

SSJ memiliki trias kelainan berupa:


na

a. Kelainan kulit
lya

Dapat berupa eritema, papul, purpura, vesikel dan bula yang


memecah kemudian terjadi erosi luas. Lesi yang spesifik berupa lesi
mu

target. Pada SSJ berat maka kelainannya generalisata.


na

Ciri khas lesi di kulit adalah:


.ai

1) ruam diawali dengan bentuk makula yang berubah menjadi


ww

papul, vesikel, bula, plakurtikaria atau eritema konfluens


//w

2) tanda patognomoniknya adalah lesi target


ps:

3) berbeda dengan lesi eritema multiform, lesi SSJ hanya memiliki


2 zona warna, yaitubagian tengah dapat berupa vesikel, purpura
htt

jdih.kemkes.go.id
-647-

atau nekrotik yang dikelilingi oleh tepiberbentuk makular

l
tm
eritema.

g.h
4) lesi yang menjadi bula akan pecah menimbulkan kulit yang
terbuka yang akan rentanterinfeksi

tan
5) lesi urtikaria tidak gatal

n
-te
b. Kelainan selaput lendir di orifisium: tersering adalah pada mulut (90-

22
100%), genitalia (50%), lubang hidung (8%) dan anus (4%). Kelainan

20
berupa vesikel dan bula yang pecah dan mengakibatkan erosi,

86
ekskoriasi, dan krusta kehitaman.

s11
c. Kelainan mata, terjadi pada 80% di antara semua kasus, tersering
adalah konjugtivitis kataralis, konjungtivitis purulen, perdarahan,

ke
simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis.

en
7m
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tidak
10 khas, dapat dilakukan
pemeriksaan darah perifer lengkap, yang menunjukkan hasil
k0

leukositosis yang menunjukkan adanya infeksi atau eosinofilia


r-h

kemungkinan adanya faktor alergi.


mo
-no

Penegakan Diagnosis (Assessment)


mk

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan bila diperlukan
6/k

dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi kulit.


2/0

Diagnosis Banding
02

a. Nekrolisis Epidermal Toksik (NET)


z/2

b. Pemphigus vulgaris
.xy

c. Pemphigus bullosa
na

d. Staphyloccocal Scalded Skin Syndrome (SSSS)


lya

Komplikasi
Komplikasi tersering adalah bronkopneumonia, dapat pula terjadi
mu

gangguan elektrolit hingga syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan.


na
.ai

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


ww

Penatalaksanaan
//w

a. Bila keadaan umum penderita cukup baik dan lesi tidak


ps:

menyeluruh dapat diberikan metilprednisolon 30-40 mg/hari.


b. Mengatur keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi.
htt

jdih.kemkes.go.id
-648-

Setelah dilakukan penegakan diagnosis perlu segera dilakukan

l
tm
penentuan tingkat keparahan dan prognosis dengan

g.h
menggunakan sistem skoring SCORTEN.
Pasien dengan skoring SCORTEN 3 atau lebih sebaiknya segera

tan
ditangani di unit perawatan intensif.

n
-te
22
Tabel 11.5. SCORTEN (Skor keparahan penyakit) pada Sindrom

20
Steven Johnson (SSJ)

86
Parameter SCORTEN Skor SCORTEN Prediksi

s11
Individu (jumlah Mortalitas
skor (%)

ke
individu)

en
7m
Usia >40 tahun Ya: 1 Tidak: 0-1 3,2
0 10
Keganasan Ya: 1 Tidak: 2 12,1
k0

0
r-h

Takikardi >120x/menit Ya: 1 Tidak: 3 35,8


mo

0
-no

Luas awal pelepasan Ya: 1 Tidak: 4 58,3


mk

epidermis >10% 0
Serum urea >10 Ya: 1 Tidak: 5 90
6/k

mmol/L 0
2/0

Serum glukosa >14 Ya: 1 Tidak:


02

mmol/L 0
z/2

Bicarbonat >20 mmol/L Ya: 1 Tidak:


.xy

0
na
lya

Konseling dan Edukasi


Pasien dan keluarga diberikan penjelasan mengenai penyebab SSJ
mu

sehingga faktor pencetus SSJdapat dihindari di kemudian hari.


na

Kriteria Rujukan
.ai

Berdasarkan skoring SCORTEN pasien dengan skor 3 atau lebih


ww

harus dirujuk ke fasiltas pelayanan kesehatan sekunder untuk


//w

mendapatkan perawatan intensif


ps:
htt

Peralatan
Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap.

jdih.kemkes.go.id
-649-

Prognosis

l
tm
a. Bila penangan tepat dan segera maka prognosis cukup baik.

g.h
b. Prognosis malam bila terdapat purpura luas, leukopenia, dan
bronkopneumonia.

n tan
-te
Referensi

22
a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2002. Ilmu Penyakit Kulit

20
dan Kelamin. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

86
Universitas Indonesia.

s11
b. Harr T, French LE. 2010, Toxic epidermal necrolysis and
Stevens-Johnson syndrome.Orphanet Journal of Rare Diseases,

ke
5, 39.

en
7m
c. French LE. 2006. Toxic Epidermal Necrolysis and Stevens
Johnson Syndrome: Our Current Understanding. Allergology
10
International, 55, 9-16
k0
r-h

L. Metabolik Endokrin Dan Nutrisi


mo

1. Obesitas
-no
mk

No. ICPC-2 : T82 obesity, T83 overweight


No. ICD-10 : E66.9 obesity unspecified
6/k

Tingkat Kemampuan 4A
2/0
02

Masalah Kesehatan
z/2

Obesitas merupakan keadaan dimana seseorang memiliki kelebihan


.xy

lemak (body fat) sehingga orang tersebut memiliki risiko kesehatan.


na

Riskesdas 2013, prevalensi penduduk laki-laki dewasa obesitas pada


lya

tahun 2013 sebanyak 19,7% lebih tinggi dari tahun 2007 (13,9%)
dan tahun 2010 (7,8%). Sedangkan pada perempuan di tahun 2013,
mu

prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9 persen, naik


na

18,1 persen dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 persen dari tahun
.ai

2010 (15,5%). WHO, dalam data terbaru Mei 2014, obesitas


ww

merupakan faktor risiko utama untuk penyakit tidak menular seperti


//w

penyakit kardiovaskular (terutama penyakit jantung dan stroke),


ps:

diabetes, gangguan muskuloskeletal, beberapa jenis kanker


(endometrium, payudara, dan usus besar). Dari data tersebut,
htt

jdih.kemkes.go.id
-650-

peningkatan penduduk dengan obesitas, secara langsung akan

l
tm
meningkatkan penyakit akibat kegemukan.

g.h
Hasil Anamnesis (Subjective)

tan
Keluhan

n
-te
Biasanya pasien datang bukan dengan keluhan kelebihan berat

22
badan namun dengan adanya gejala dari risiko kesehatan yang

20
timbul.

86
Penyebab

s11
a. Ketidakseimbangnya asupan energi dengan tingkatan aktifitas
fisik.

ke
b. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan antara lain

en
7m
kebiasaan makan berlebih, genetik, kurang aktivitas fisik, faktor
psikologis dan stres, obat-obatan (beberapa obat seperti steroid,
10
KB hormonal, dan anti-depresan memiliki efek samping
k0

penambahan berat badan dan retensi natrium), usia (misalnya


r-h

menopause), kejadian tertentu (misalnya berhenti merokok,


mo

berhenti dari kegiatan olahraga, dsb).


-no
mk

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
6/k

a. Pengukuran Antropometri (BB, TB dan LP)


2/0

Indeks Masa Tubuh (IMT/Body mass index/BMI) menggunakan


02

rumus
z/2

Berat Badan (Kg)/Tinggi Badan kuadrat (m2)


.xy

Pemeriksaan fisik lain sesuai keluhan untuk menentukan telah


na

terjadi komplikasi atau risiko tinggi


lya

b. Pengukuran lingkar pinggang (pada pertengahan antara iga


terbawah dengan kristailiaka, pengukuran dari lateral dengan
mu

pita tanpa menekan jaringan lunak).


na

Risiko meningkat bila laki-laki >85 cm dan perempuan >80cm.


.ai

c. Pengukuran tekanan darah


ww

Untuk menentukan risiko dan komplikasi, misalnya hipertensi.


//w
ps:

Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan risiko dan komplikasi, yaitu pemeriksaan kadar
htt

gula darah, profil lipid, dan asam urat.

jdih.kemkes.go.id
-651-

Penegakan Diagnostik (Assessment)

l
tm
Diagnosis Klinis

g.h
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang.

ntan
-te
Tabel 12.1 Kategori obesitas

22
Klasifikasi IMT(kg/m2)

20
Underweight < 18,5

86
Normal 18,5 – 22,9

s11
Overweight > 23,0

ke
BB Lebih Dengan Risiko 23,0-24,9

en
Obese I 25,0-29,9

7m
Obese II >30
Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF
10 dalam The Asia-Pacific
k0
Perspective:Redefining Obesity and its Treatment
r-h
mo

Diagnosis Banding:
a. Keadaan asites atau edema
-no

b. Masa otot yang tinggi, misalnya pada olahragawan


mk
6/k

Diagnosis klinis mengenai kondisi kesehatan yang berasosiasi


2/0

dengan obesitas:
a. Hipertensi
02

b. DM tipe 2
z/2

c. Dislipidemia
.xy

d. Sindrom metabolik
na

e. Sleep apneu obstruktif


lya

f. Penyakit sendi degeneratif


mu
na

Komplikasi
.ai

Diabetes Mellitus tipe 2, Hipertensi, penyakit kardiovakular, Sleep


ww

apnoe, abnormalitas hormon reproduksi, Low back pain, perlemakan


hati
//w

Obesitas dikelompokkan menjadi obesitas risiko tinggi bila disertai


ps:

dengan 3 atau lebih keadaan di bawah ini:


htt

a. Hipertensi

jdih.kemkes.go.id
-652-

b. Perokok

l
tm
c. Kadar LDL tinggi

g.h
d. Kadar HDL rendah
e. Kadar gula darah puasa tidak stabil

tan
f. Riwayat keluarga serangan jantung usia muda

n
-te
g. Usia (laki-laki > 45 thn, atau perempuan > 55 thn).

22
20
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

86
Penatalaksanaan

s11
Non –Medikamentosa
a. Penatalaksanaan dimulai dengan kesadaran pasien bahwa

ke
kondisi sekarang adalah obesitas, dengan berbagai risikonya

en
7m
dan berniat untuk menjalankan program penurunan berat
badan 10
b. Diskusikan dan sepakati target pencapaian dan cara yang akan
k0

dipilih (target rasional adalah penurunan 10% dari BB sekarang)


r-h

c. Usulkan cara yang sesuai dengan faktor risiko yang dimiliki


mo

pasien, dan jadwalkan pengukuran berkala untuk menilai


-no

keberhasilan program
mk

d. Penatalaksanaan ini meliputi perubahan pola makan (makan


dalam porsi kecil namun sering) dengan mengurangi konsumsi
6/k

lemak dan kalori, meningkatkan latihan fisik dan bergabung


2/0

dengan kelompok yang bertujuan sama dalam mendukung satu


02

sama lain dan diskusi hal-hal yang dapat membantu dalam


z/2

pencapaian target penurunan berat badan ideal.


.xy

e. Pengaturan pola makan dimulai dengan mengurangi asupan


na

kalori sebesar 300-500 kkal/hari dengan tujuan untuk


lya

menurunkan berat badan sebesar ½-1 kg per minggu.


f. Latihan fisik dimulai secara perlahan dan ditingkatkan secara
mu

bertahap intensitasnya. Pasien dapat memulai dengan berjalan


na

selama 30 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu dan


.ai

dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan


ww

jangka waktu 5 kali seminggu.


//w
ps:

Konseling dan Edukasi


a. Perlu diingat bahwa penanganan obesitas dan kemungkinan
htt

besar seumur hidup. Adanya motivasi dari pasien dan keluarga

jdih.kemkes.go.id
-653-

untuk menurunkan berat badan hingga mencapai BB ideal

l
tm
sangat membantu keberhasilan terapi.

g.h
b. Menjaga agar berat badan tetap normal dan mengevaluasi
adanya penyakit penyerta.

tan
c. Membatasi asupan energi dari lemak total dan gula.

n
-te
d. Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, serta kacang-

22
kacangan, biji-bijian dan kacang-kacangan.

20
e. Terlibat dalam aktivitas fisik secara teratur (60 menit sehari

86
untuk anak-anak dan 150 menit per minggu untuk orang

s11
dewasa)

ke
Kriteria Rujukan

en
7m
a. Konsultasi pada dokter spesialis penyakit dalam bila pasien
merupakan obesitas dengan risiko tinggi dan risiko absolut
10
b. Jika sudah dipercaya melakukan modifikasi gaya hidup (diet
k0

yang telah diperbaiki, aktifitas fisik yang meningkat dan


r-h

perubahan perilaku) selama 3 bulan, dantidak


mo

memberikanrespon terhadap penurunan berat badan, maka


-no

pasien dirujuk ke spesialis penyakit dalam untuk memperoleh


mk

obat-obatan penurun berat badan


6/k

Prognosis
2/0

Terdapat berbagai komplikasi yang menyertai obesitas. Risiko akan


02

meningkat seiring dengan tingginya kelebihan berat badan.


z/2
.xy

Referensi
na

a. Henthorn, T.K. Anesthetic Consideration in Morbidly Obese


lya

Patients. [cite 2010 June 12] Available from:


http://cucrash.com/Handouts04/MorbObese Henthorn.pdf.
mu

b. Sugondo, Sidartawan. Obesitas. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit


na

Dalam. Jilid III. Ed. V. Jakarta. 2006. Hal. 1973-83.


.ai

c. Vidiawati,D. Penatalaksanaan Obesitas.Pedoman Praktik Klinis


ww

untuk Dokter Keluarga. Ikatan Dokter Indonesia. HWS-IDI. 200.


//w

(Trisna, 2008)
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-654-

2. Tirotoksikosis

l
tm
No. ICPC-2 : T85 Hipertiroidisme/tirotoksikosis

g.h
No. ICD-10 : E05.9 Tirotoksikosis unspecified
Tingkat Kemampuan 3B

ntan
-te
Masalah Kesehatan

22
Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis akibat kelebihan hormon

20
tiroid yang beredar disirkulasi. Data Nasional dalam Riskesdas 2013,

86
hipertiroid di Indonesia, terdiagnosis dokter sebesar 0,4%. Prevalensi

s11
hipertiroid tertinggi di DI Yogyakarta dan DKI Jakarta (masing-
masing 0,7%), Jawa Timur (0,6%), dan Jawa Barat (0,5%).

ke
Tiroktosikosis di bagi dalam 2 kategori, yaitu yang berhubungan

en
7m
dengan hipertiroidisme dan yang tidak berhubungan.
Tirotoksikosis dapat berkembang menjadi krisis tiroid yang dapat
10
menyebabkan kematian. Tirotoksikosis yang fatal biasanya
k0

disebabkan oleh autoimun Grave’s disease pada ibu hamil. Janin


r-h

yang dikandungnya dapat mengalami tirotoksikosis pula, dan


mo

keadaaan hepertiroid pada janin dapat menyebabkan retardasi


-no

pertumbuhanm kraniosinostosis, bahkan kematian janin.


mk

Hasil Anamnesis (Subjective)


6/k

Keluhan
2/0

Pasien dengan tirotoksikosis memiliki gejala antara lain:


02

a. Berdebar-debar
z/2

b. Tremor
.xy

c. Iritabilitas
na

d. Intoleran terhadap panas


lya

e. Keringat berlebihan
f. Penurunan berat badan
mu

g. Peningkatan rasa lapar (nafsu makan bertambah)


na

h. Diare
.ai

i. Gangguan reproduksi (oligomenore/amenore dan libido turun)


ww

j. Mudah lelah
//w

k. Pembesaran kelenjar tiroid


ps:

l. Sukar tidur
m. Rambut rontok
htt

jdih.kemkes.go.id
-655-

Faktor Risiko

l
tm
Memiliki penyakit Graves (autoimun hipertiroidisme) atau struma

g.h
multinodular toksik

tan
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

n
-te
Pemeriksaan Fisik

22
a. Benjolan di leher depan

20
b. Takikardia

86
c. Demam

s11
d. Exopthalmus
e. Tremor

ke
Spesifik untuk penyakit Grave :

en
7m
a. Oftalmopati (spasme kelopak mata atas dengan retraksi dan
gerakan kelopak mata yang lamban, eksoftalmus dengan
10
proptosis, pembengkakan supraorbital dan infraorbital)
k0

b. Edema pretibial
r-h

c. Kemosis,
mo

d. Ulkus kornea
-no

e. Dermopati
mk

f. Akropaki
g. Bruit
6/k

Pemeriksaan Penunjang
2/0

a. Darah rutin, SGOT, SGPT, gula darah sewaktu


02

b. EKG
z/2
.xy

Penegakan Diagnostik (Assessment)


na

Diagnosis Klinis
lya

Untukhipertiroidismediagnosis yang tepat adalah dengan


pemeriksaan konsentrasi tiroksin bebas di dalam plasma (serum free
mu

T4 & T3 meningkat dan TSH sedikit hingga tidak ada).


na

Diagnosis tirotoksikosis sering dapat ditegakkan secara klinis melaui


.ai

anamnesis dan pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan laboratorium,


ww

namun untuk menilai kemajuan terapi tanpa pemeriksaan


//w

penunjang sulit dideteksi.


ps:

Diagnosis Banding
a. Hipertiroidisme primer: penyakir Graves, struma multinudosa
htt

toksik, adenoma toksik, metastase karsinoma tiroid fungsional,

jdih.kemkes.go.id
-656-

struma ovari,mutasi reseptor TSH, kelebihan iodium (fenomena

l
tm
Jod Basedow).

g.h
b. Tirotoksikosis tanpa hipotiroidisme: tiroiditis sub akut, tiroiditis
silent, destruksi tiroid, (karena aminoidarone, radiasi, infark

tan
adenoma) asupan hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis

n
-te
faktisia)

22
c. Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi

20
TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi

86
HCG, tirotoksikosis gestasional.

s11
d. Anxietas

ke
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

en
7m
Penatalaksanaan
a. Pemberian obat simptomatis 10
b. Propanolol dosis 40-80 mg dalam 2-4 dosis.
k0

c. PTU 300-600 mg dalam 3 dosis bila klinis Graves jelas


r-h

Rencana Tindak Lanjut


mo

a. Diagnosis pasti dan penatalaksanaan awal pasien tirotoksikosis


-no

dilakukan pada pelayanan kesehatan sekunder


mk

b. Bila kondisi stabil pengobatan dapat dilanjutkan di fasilitas


pelayanan tingkat pertama.
6/k

Konseling dan Edukasi


2/0

a. Pada pasien diberikan edukasi mengenai pengenalan tanda dan


02

gejala tirotoksikosis
z/2

b. Anjuran kontrol dan minum obat secara teratur.


.xy

c. Melakukan gaya hidup sehat


na
lya

Kriteria Rujukan
Pasien dirujuk untuk penegakan diagnosis dengan pemeriksaan
mu

laboratorium ke layanan sekunder.


na
.ai

Peralatan
ww

EKG
//w
ps:

Prognosis
Prognosis tergantung respon terapi, kondisi pasien serta ada
htt

tidaknya komplikasi.

jdih.kemkes.go.id
-657-

Referensi

l
tm
a. Djokomoeljanto, R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi

g.h
ke 4. Jakarta: FK UI. Hal 1961-5.2006.
b. Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

tan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. Hal 37-41.2004.

n
-te
22
3. Diabetes Mellitus Tipe 2

20
No. ICPC-2 : T90 Diabetes non-insulin dependent

86
No. ICD-10 : E11 Non-insulin-dependent diabetes mellitus

s11
Tingkat Kemampuan 4A

ke
Masalah Kesehatan

en
7m
Diabetes Melitus (DM) tipe 2, menurut American Diabetes Association
(ADA) adalah kumulan gejala yang ditandai oleh hiperglikemia akibat
10
defek pada kerja insulin (resistensi insulin) dan sekresi insulin atau
k0

kedua-duanya. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)


r-h

tahun 2013, terjadi peningkatan dari 1,1% (2007) menjadi 2,1%


mo

(2013). Proporsi penduduk ≥15 tahun dengan diabetes mellitus (DM)


-no

adalah 6,9%.WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM


mk

tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International
6/k

Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan


2/0

jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0
02

juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka


z/2

prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan


.xy

jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.


na
lya

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
mu

a. Polifagia
na

b. Poliuri
.ai

c. Polidipsi
ww

d. Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya


//w

Keluhan tidak khas:


ps:

a. Lemah
b. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas)
htt

c. Gatal

jdih.kemkes.go.id
-658-

d. Mata kabur

l
tm
e. Disfungsi ereksi pada pria

g.h
f. Pruritus vulvae pada wanita
g. Luka yang sulit sembuh

tan
Faktor risiko

n
-te
a. Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25 kg/m2)

22
b. Riwayat penyakit DM di keluarga

20
c. Mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam

86
terapi hipertensi)

s11
d. Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah
didiagnosis DM Gestasional

ke
e. Perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome)

en
7m
f. Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) / TGT
(Toleransi Glukosa Terganggu) 10
g. Aktifitas jasmani yang kurang
k0
r-h

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


mo

Pemeriksaan Fisik
-no

a. Penilaian berat badan


mk

b. Mata : Penurunan visus, lensa mata buram


c. Extremitas : Uji sensibilitas kulit dengan mikrofilamen
6/k

Pemeriksaan Penunjang
2/0

a. Gula Darah Puasa


02

b. Gula Darah 2 jam Post Prandial


z/2

c. Urinalisis
.xy
na

Penegakan Diagnosis (Assessment)


lya

Diagnosis Klinis
Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa:
mu

a. Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, polifagi) + glukosa plasma


na

sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu


.ai

merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa


ww

memperhatikan waktu makan terakhir ATAU


//w

b. Gejala Klasik DM+ Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl.


ps:

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan


sedikitnya 8 jam ATAU
htt

jdih.kemkes.go.id
-659-

c. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral

l
tm
(TTGO)> 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan

g.h
standard WHO, menggunakan beban glukosa anhidrus 75 gram
yang dilarutkan dalam air.

tan
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,

n
-te
maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa

22
Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa Teranggu (GDPT)

20
tergantung dari hasil yang diperoleh

86
Kriteria gangguan toleransi glukosa:

s11
a. GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100–125 mg/dl (5,6–6,9 mmol/l)

ke
b. TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO kadar glukosa

en
7m
plasma 140–199 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram (7,8 -11,1 mmol/L) 10
c. HbA1C 5,7 -6,4%
k0

Komplikasi
r-h

a. Akut
mo

Ketoasidosis diabetik, Hiperosmolar non ketotik, Hipoglikemia


-no

b. Kronik
mk

Makroangiopati, Pembuluh darah jantung, Pembuluh darah


perifer, Pembuluh darah otak
6/k

c. Mikroangiopati:
2/0

Pembuluh darah kapiler retina, pembuluh darah kapiler renal


02

d. Neuropati
z/2

e. Gabungan:
.xy

Kardiomiopati, rentan infeksi, kaki diabetik, disfungsi ereksi


na
lya

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
mu

Terapi untuk Diabetes Melitus dilakukan dengan modifikasi gaya


na

hidup dan pengobatan (algoritma pengelolaan DM tipe 2)


.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-660-

Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan toleransi glukosa

l
Keluhan Klinis Diabetes

tm
g.h
Keluhan klasik DM (+) Keluhan klasik-)(

tan
≥ 126 GDP <126 GDP ≥ 126 100- 125 <100 GDP
------- Atau ------- Atau ------- ------------ ------- Atau

n
≥ 200 GDS <200 GDS ≥ 200 140-199 < 140 GDS

-te
22
Ulang GDP atau GDS

20
GDP ≥ 126
? <126 TTGO
Atau ------- -------

86
GD 2 jam
GDS ≥ 200
?200 <200

s11
≥ 200 140-199 <140

ke
en
DIABETES MELITUS TGT GDPT Normal

7m
Evaluasi status gizi
Evaluasi penyulit DM
Nasihat Umum 10
Perencanaan makan
Evaluasi perencanaan Latihan Jasmani
k0
makan sesuai Berat idaman
kebutuhan Belum perlu obat
penurun glukosa
r-h
mo

GDP = Gula Darah Puasa


GDS = Gula Darah Sewaktu
GDPT = Gula Darah Puasa Terganggu
TGT = Toleransi Glukosa Terganggu
-no
mk

Gambar 12.1 Algoritme Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2


6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-661-

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2

Gambar 12.2 Algoritma pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2 tanpa


.xy

komplikasi
na

Catatan: Pemilihan jenis Obat Hipoglikemik oral (OHO) dan insulin


lya

bersifat individual tergantung kondisi pasien dan sebaiknya


mu

mengkombinasi obat dengan cara kerja yang berbeda.


na

Dosis OHO
.ai

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:


ww

a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara


//w

bertahapsesuai respons kadar glukosa darah, dapat


ps:

diberikansampai dosis optimal.


b. Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan.
htt

c. Metformin : sebelum/pada saat/sesudah makan.

jdih.kemkes.go.id
-662-

d. Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan

l
tm
suapanpertama.

g.h
Penunjang Penunjang
a. Urinalisis

tan
b. Funduskopi

n
-te
c. Pemeriksaan fungsi ginjal

22
d. EKG

20
e. Xray thoraks

86
Rencana Tindak Lanjut:

s11
Tindak lanjut adalah untuk pengendalian kasus DM berdasarkan
parameter berikut:

ke
en
7m
Table 12.2 Kriteria pengendalian DM (berdasarkan konsensus DM)

Baik Sedang
10 Buruk
k0
Glukosa darah
80 -99 100-125 ≥ 126
r-h

puasa (mg/dL)
Glukosa darah
mo

80-144 145-179 ≥ 180


2 jam (mg/dL)
-no

A1C (%) < 6,5 6,5 – 8 >8


mk

Kolesterol total
< 200 200-239 ≥ 240
6/k

(mg/dL)
Kolesterol LDL
2/0

< 100 100 – 129 ≥ 130


(mg/dL)
02

Pria >
z/2

Kolesterol HDL 40
.xy

(mg/dL) Wanita >


na

50
lya

Trigliserida
< 150 150-199 ≥ 200
mu

((mg/dL)
na

18, 5 -
IMT (kg/m3) 23-25 > 25
.ai

23
ww

Tekanan darah > 130-140 /


≤130/80 >140/90
(mmHg) >80-90
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-663-

Keterangan:

l
tm
Angka-angka laboratorium di atas adalah hasil pemeriksaan plasma

g.h
vena.
Perlu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler darah

tan
utuh dan plasma vena

n
-te
Konseling dan Edukasi

22
Edukasi meliputi pemahaman tentang:

20
a. Penyakit DM tipe 2 tidak dapat sembuh tetapi dapat dikontrol

86
b. Gaya hidup sehat harus diterapkan pada penderita misalnya

s11
olahraga, menghindari rokok, dan menjaga pola makan.
c. Pemberian obat jangka panjang dengan kontrol teratur setiap 2

ke
minggu

en
7m
Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:
10
a. Karbohidrat 45 – 65 %
k0

b. Protein 15 – 20 %
r-h

c. Lemak 20 – 25 %
mo

Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari.


-no

Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh


mk

(MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poly


Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan
6/k

serat + 25 g/hr, diutamakan serat larut.


2/0

Jumlah kalori basal per hari:


02

a. Laki-laki: 30 kal/kg BB idaman


z/2

b. Wanita: 25 kal/kg BB idaman


.xy

Rumus Broca:*
na

Berat badan idaman = ( TB – 100 ) – 10 %


lya

*Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10 % lagi.
BB kurang : < 90 % BB idaman
mu

BB normal : 90 – 110 % BB idaman


na

BB lebih : 110 – 120 % BB idaman


.ai

Gemuk : >120 % BB idaman


ww

Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari):


//w

a. Status gizi:
ps:

1) BB gemuk - 20 %
2) BB lebih - 10 %
htt

3) BB kurang + 20 %

jdih.kemkes.go.id
-664-

b. Umur > 40 tahun : -5%

l
tm
c. Stres metabolik (infeksi, operasi,dll): + (10 s/d 30 %)

g.h
d. Aktifitas:
1) Ringan + 10 %

tan
2) Sedang + 20 %

n
-te
3) Berat + 30 %

22
e. Hamil:

20
1) trimester I, II + 300 kal

86
2) trimester III / laktasi + 500 kal

s11
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-5 kali seminggu

ke
selama kurang lebih 30-60 menit minimal 150 menit/minggu

en
7m
intensitas sedang). Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke
pasar, menggunakan tangga, berkebun, harus tetap dilakukan.
10
Kriteria Rujukan
k0

Untuk penanganan tindak lanjut pada kondisi berikut:


r-h

a. DM tipe 2 dengan komplikasi


mo

b. DM tipe 2 dengan kontrol gula buruk


-no

c. DM tipe 2 dengan infeksi berat


mk

Peralatan
6/k

a. Laboratorium untuk pemeriksaan gula darah, darah rutin, urin


2/0

rutin, ureum, kreatinin


02

b. Alat Pengukur berat dan tinggi badan anak serta dewasa


z/2

c. Monofilamen test
.xy
na

Prognosis
lya

Prognosis umumnya adalah dubia. Karena penyakit ini adalah


penyakit kronis, quo ad vitam umumnya adalah dubia ad bonam,
mu

namun quo ad fungsionam dan sanationamnya adalah dubia ad


na

malam.
.ai
ww

Referensi
//w

a. Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati,


ps:

S.Eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 4. Vol. III. Jakarta:


Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.
htt

jdih.kemkes.go.id
-665-

b. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan

l
tm
dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2011.

g.h
(Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2006)
c. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI dan Persadia.

tan
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus pada Layanan Primer, ed.2,

n
-te
2012. (Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Indonesia

22
FKUI, 2012)

20
86
4. Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik

s11
No. ICPC-2 : A91 Abnormal result invetigation NOS
No. ICD-10 : R73.9 Hyperglycaemia unspecified

ke
Tingkat Kemampuan 3B

en
Masalah Kesehatan
7m
10
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK) merupakan
k0

komplikasi akut pada DM tipe 2 berupa peningkatan kadar gula


r-h

darah yang sangat tinggi (>600 mg/dl-1200 mg/dl) dan ditemukan


mo

tanda-tanda dehidrasi tanpa disertai gejala asidosis. HHNK biasanya


-no

terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit


mk

penyerta dengan asupan makanan yang kurang. Faktor pencetus


serangan antara lain: infeksi, ketidakpatuhan dalam pengobatan,
6/k

DM tidak terdiagnosis, dan penyakit penyerta lainnya.


2/0
02

Hasil Anamnesis (Subjective)


z/2

Keluhan
.xy

a. Lemah
na

b. Gangguan penglihatan
lya

c. Mual dan muntah


d. Keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang
mu

atau koma.
na

Secara klinis HHNK sulit dibedakan dengan ketoasidosis diabetik


.ai

terutama bila hasil laboratorium seperti kadar gula darah, keton,


ww

dan keseimbangan asam basa belum ada hasilnya.


//w

Untuk menilai kondisi tersebut maka dapat digunakan acuan,


ps:

sebagai berikut:
htt

jdih.kemkes.go.id
-666-

a. Sering ditemukan pada usia lanjut, yaitu usia lebih dari 60

l
tm
tahun, semakin muda semakin berkurang, dan belum pernah

g.h
ditemukan pada anak.
b. Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau

tan
diabetes tanpa pengobatan insulin.

n
-te
c. Mempunyai penyakit dasar lain. Ditemukan 85% pasien HHNK

22
mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskular, pernah

20
ditemukan pada penyakit akromegali, tirotoksikosis, dan

86
penyakit Cushing.

s11
d. Sering disebabkan obat-obatan antara lain Tiazid, Furosemid,
Manitol, Digitalis, Reserpin, Steroid, Klorpromazin, Hidralazin,

ke
Dilantin, Simetidin, dan Haloperidol (neuroleptik).

en
7m
e. Mempunyai faktor pencetus, misalnya penyakit kardiovaskular,
aritmia, perdarahan, gangguan10 keseimbangan cairan,
pankreatitis, koma hepatik, dan operasi.
k0

Dari anamnesis keluarga biasanya faktor penyebab pasien datang ke


r-h

rumah sakit adalah poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, dan


mo

penurunan kesadaran.
-no
mk

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Fisik
6/k

a. Pasien apatis sampai koma


2/0

b. Tanda-tanda dehidrasi berat seperti: turgor buruk, mukosa bibir


02

kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin, denyut


z/2

nadi cepat dan lemah.


.xy

c. Kelainan neurologis berupa kejang umum, lokal, maupun


na

mioklonik, dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat


lya

reversible dengan koreksi defisit cairan


d. Hipotensi postural
mu

e. Tidak ada bau aseton yang tercium dari pernapasan


na

f. Tdak ada pernapasan Kussmaul.


.ai

Pemeriksaan Penunjang
ww

Pemeriksaaan kadar gula darah


//w
ps:

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
htt

jdih.kemkes.go.id
-667-

Secara klinis dapat didiagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik

l
tm
dan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu

g.h
Diagnosis Banding

tan
Ketoasidosis Diabetik (KAD), Ensefalopati uremikum, Ensefalopati

n
-te
karena infeksi

22
20
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

86
Penatalaksanaan

s11
Penanganan kegawatdaruratan yang diberikan untuk
mempertahankan pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lama.

ke
Proses rujukan harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi

en
7m
yang lebih lanjut.
Pertolongan pertama dilayanan tingkat pertama adalah:
10
a. Memastikan jalan nafas lancar dan membantu pernafasan
k0

dengan suplementasi oksigen


r-h

b. Memasang akses infus intravena dan melakukan hidrasi cairan


mo

NaCl 0.9 % dengan target TD sistole > 90 atau produksi urin


-no

>0.5 ml/kgbb/jam
mk

c. Memasang kateter urin untuk pemantauan cairan


d. Dapat diberikan insulin rapid acting bolus intravena atau
6/k

subkutan sebesar 180 mikrounit/kgBB


2/0
02

Komplikasi
z/2

Oklusi vakular, Infark miokard, Low-flow syndrome, DIC,


.xy

Rabdomiolisis
na
lya

Konseling dan Edukasi


Edukasi ke keluarga mengenai kegawatan hiperglikemia dan perlu
mu

segera dirujuk
na

Rencana Tindak Lanjut


.ai

Pemeriksaan tanda vital dan gula darah perjam


ww
//w

Kriteria Rujukan
ps:

Pasien harus dirujuk ke layanan sekunder (spesialis penyakit dalam)


setelah mendapat terapi rehidrasi cairan.
htt

jdih.kemkes.go.id
-668-

Peralatan

l
tm
Laboratorium untuk pemeriksaan glukosa darah

g.h
Prognosis

tan
Prognosis biasanya buruk, sebenarnya kematian pasien bukan

n
-te
disebabkan oleh sindrom hiperosmolar sendiri tetapi oleh penyakit

22
yang mendasari atau menyertainya.

20
86
Referensi

s11
a. Soewondo, Pradana. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III. Edisi ke 4. Jakarta: FK UI. Hal 1900-2.

ke
b. Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

en
7m
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2004. Hal 15-
17. 10
k0

5. Hipoglikemia
r-h

No. ICPC-2 : T87 hypoglycaemia


mo

No. ICD-10 : E16.2 hypoglycaemia unspecified


-no

Tingkat Kemampuan
mk

Hipoglikemia ringan 4A
Hipoglikemia berat 3B
6/k
2/0

Masalah Kesehatan
02

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <60


z/2

mg/dl, atau kadar glukosa darah <80 mg/dl dengan gejala klinis..
.xy

Hipoglikemia merupakan komplikasi akut dari penyandang diabetes


na

melitus dan geriatri.


lya

Hipoglikemia dapat terjadi karena:


a. Kelebihan dosis obat, terutama insulin atau obat hipoglikemia
mu

oral yaitu sulfonilurea.


na

b. Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun; gagal


.ai

ginjal kronik,dan paska persalinan.


ww

c. Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori atau waktu makan


//w

tidak tepat.
ps:

d. Kegiatan jasmani berlebihan.


htt

jdih.kemkes.go.id
-669-

Hasil Anamnesis (Subjective)

l
tm
Keluhan

g.h
Tanda dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi pada setiap individu
dari yang ringan sampai berat, sebagai berikut:

tan
a. Rasa gemetar

n
-te
b. Perasaan lapar

22
c. Pusing

20
d. Keringat dingin

86
e. Jantung berdebar

s11
f. Gelisah
g. Penurunan kesadaran bahkan sampai koma dengan atau tanpa

ke
kejang.

en
7m
Pada pasien atau keluarga perlu ditanyakan adanya riwayat
penggunan preparat insulin atau obat hipoglemik oral, dosis
10
terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis, waktu makan
k0

terakhir, jumlah asupan makanan, dan aktivitas fisik yang


r-h

dilakukan.
mo
-no

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


mk

Pemeriksaan Fisik
a. Pucat
6/k

b. Diaphoresis/keringat dingin
2/0

c. Tekanan darah menurun


02

d. Frekuensi denyut jantung meningkat


z/2

e. Penurunan kesadaran
.xy

f. Defisit neurologik fokal (refleks patologis positif pada satu sisi


na

tubuh) sesaat.
lya

Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa darah sewaktu
mu
na

Penegakan Diagnostik (Assessment)


.ai

Diagnosis Klinis
ww

Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan


//w

hasil pemeriksaan kadar gula darah. Trias whipple untuk


ps:

hipoglikemia secara umum:


a. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia
htt

b. Kadar glukosa plasma rendah

jdih.kemkes.go.id
-670-

c. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat.

l
tm
Diagnosis Banding

g.h
a. Syncope vagal
b. Stroke/TIA

tan
Komplikasi

n
-te
Kerusakan otak, koma, kematian

22
20
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

86
Penatalaksanaan

s11
Stadium permulaan (sadar):
a. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau

ke
sirop/permen atau gula murni (bukan pemanis pengganti gula

en
7m
atau gula diet/ gula diabetes) dan makanan yang mengandung
karbohidrat. 10
b. Hentikan obat hipoglikemik sementara. Pantau glukosa darah
k0

sewaktu tiap 1-2 jam.


r-h

c. Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak


mo

sadar).
-no

d. Cari penyebab hipoglikemia dengan anamnesis baik auto


mk

maupun allo anamnesis.


Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga
6/k

hipoglikemia):
2/0

a. Diberikan larutan dekstrose 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL)


02

bolus intra vena.


z/2

b. Diberikan cairan dekstrose 10 % per infus 6 jam perkolf.


.xy

c. Periksa GDS setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40%


na

1) Bila GDS< 50 mg/dL→bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV.


lya

2) Bila GDS<100 mg/dL→bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV.


3) Bila GDS 100 – 200 mg /dL→ tanpa bolus dekstrosa 40 %.
mu

4) Bila GDS> 200 mg/dL→ pertimbangan menurunkan


na

kecepatan drip dekstrosa 10 %.


.ai

d. Bila GDS> 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut–turut,


ww

pemantauan GDS setiap 2 jam, dengan protokol sesuai diatas,


//w

bila GDs >200 mg/dL – pertimbangkan mengganti infus dengan


ps:

dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %.


e. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, protokol
htt

hipoglikemi dihentikan.

jdih.kemkes.go.id
-671-

Rencana Tindak Lanjut

l
tm
a. Mencari penyebab hipoglikemi kemudian tatalaksana sesuai

g.h
penyebabnya.
b. Mencegah timbulnya komplikasi menahun, ancaman timbulnya

tan
hipoglikemia merupakan faktor limitasi utama dalam kendali

n
-te
glikemi pada pasien DM tipe 1 dan DM tipe 2 yang mendapat

22
terapi ini.

20
86
Konseling dan Edukasi

s11
Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama penderita
diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya

ke
cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten.

en
7m
Kriteria Rujukan
a. Pasien hipoglikemia dengan penurunan
10 kesadaran harus
dirujuk ke layanan sekunder (spesialis penyakit dalam) setelah
k0

diberikan dekstrose 40% bolus dan infus dekstrose 10% dengan


r-h

tetesan 6 jam per kolf.


mo

b. Bila hipoglikemi tidak teratasi setelah 2 jam tahap pertama


-no

protokol penanganan
mk

Peralatan
6/k

a. Laboratorium untuk pemeriksaan kadar glukosa darah.


2/0

b. Cairan Dekstrosa 40 % dan Dekstrosa 10 %


02
z/2

Prognosis
.xy

Prognosis pada umumnya baik bila penanganan cepat dan tepat.


na
lya

Referensi
a. Soemadji, Djoko Wahono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
mu

III. Edisi ke 4. Jakarta: FK UI.2006. Hal 1892-5.


na

b. Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:


.ai

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2004.Hal 18-20.


ww
//w

6. Hiperurisemia-Gout Arthritis
ps:

No. ICPC-2 : T99 Endocrine/metabolic/nutritional disease other


T92 Gout
htt

jdih.kemkes.go.id
-672-

No. ICD-10 : E79.0 Hyperuricemia without signs of

l
tm
inflammatory arthritis and tophaceous disease

g.h
M10 Gout
Tingkat Kemampuan 4A

tan
n
-te
Masalah Kesehatan

22
Kondisi kadar asam urat dalam darah lebih dari 7,0 mg/dl pada pria

20
dan pada wanita 6 mg/dl. Hiperurisemia dapat terjadi akibat

86
meningkatnya produksi ataupun menurunnya pembuangan asam

s11
urat, atau kombinasi dari keduanya.
Gout adalah radang sendi yang diakibatkan deposisi kristal

ke
monosodium urat pada jaringan sekitar sendi.

en
7m
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan 10
a. Bengkak pada sendi
k0

b. Nyeri sendi yang mendadak, biasanya timbul pada malam hari.


r-h

c. Bengkak disertai rasa panas dan kemerahan.


mo

d. Demam, menggigil, dan nyeri badan.


-no

Apabila serangan pertama, 90% kejadian hanya pada 1 sendi dan


mk

keluhan dapat menghilang dalam 3-10 hari walau tanpa pengobatan.


Faktor Risiko
6/k

a. Usia dan jenis kelamin


2/0

b. Obesitas
02

c. Alkohol
z/2

d. Hipertensi
.xy

e. Gangguan fungsi ginjal


na

f. Penyakit-penyakit metabolik
lya

g. Pola diet
h. Obat: aspirin dosis rendah, diuretik, obat-obat TBC
mu
na

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


.ai

Pemeriksaan Fisik
ww

Arthritis monoartikuler dapat ditemukan, biasanya melibatkan sendi


//w

metatarsophalang 1 atau sendi tarsal lainnya. Sendi yang mengalami


ps:

inflamasi tampak kemerahan dan bengkak.


Pemeriksaan Penunjang
htt

jdih.kemkes.go.id
-673-

a. X ray: Tampak pembengkakan asimetris pada sendi dan kista

l
tm
subkortikal tanpa erosi

g.h
b. Kadar asam urat dalam darah > 7 mg/dl.

tan
Penegakan Diagnosis (Assessment)

n
-te
Diagnosis Klinis

22
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

20
untuk diagnosis definitif gout arthritis adalah ditemukannya kristal

86
urat (MSU) di cairan sendi atau tofus.

s11
Gambaran klinis hiperurisemia dapat berupa:
a. Hiperurisemia asimptomatis

ke
Keadaan hiperurisemia tanpa manifestasi klinis berarti.

en
7m
Serangan arthritis biasanya muncul setelah 20 tahun fase ini.
b. Gout arthritis, terdiri dari 3 stadium, yaitu:
10
1) Stadium akut
k0

2) Stadium interkritikal
r-h

3) Stadium kronis
mo

c. Penyakit Ginjal
-no

Diagnosis Banding
mk

Sepsis arthritis, Rheumatoid arthritis, Arthritis lainnya


Komplikasi
6/k

a. Terbentuknya batu ginjal


2/0

b. Gagal ginjal.
02
z/2

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.xy

Penatalaksanaan
na

a. Mengatasi serangan akut dengan segera


lya

Obat: analgetik, kolkisin, kortikosteroid


1) Kolkisin (efektif pada 24 jam pertama setelah serangan
mu

nyeri sendi timbul. Dosis oral 0,5-0.6 mg per hari dengan


na

dosis maksimal 6 mg.


.ai

2) Kortikosteroid sistemik jangka pendek (bila NSAID dan


ww

kolkisin tidak berespon baik) seperti prednisone 2-3x5


//w

mg/hari selama 3 hari


ps:

3) NSAID seperti natrium diklofenak 25-50 mg selama 3-5


hari
htt

b. Program pengobatan untuk mencegah serangan berulang

jdih.kemkes.go.id
-674-

Obat: analgetik, kolkisin dosis rendah

l
tm
c. Mengelola hiperurisemia (menurunkan kadar asam urat) dan

g.h
mencegah komplikasi lain
1) Obat-obat penurun asam urat

tan
Agen penurun asam urat (tidak digunakan selama

n
-te
serangan akut). Pemberian Allupurinol dimulai dari dosis

22
terendah 100 mg, kemudian bertahap dinaikkan bila

20
diperlukan, dengan dosis maksimal 800 mg/hari. Target

86
terapi adalah kadar asam urat < 6 mg/dl.

s11
2) Modifikasi gaya hidup
a) Minum cukup (8-10 gelas/hari).

ke
b) Mengelola obesitas dan menjaga berat badan ideal.

en
7m
c) Hindari konsumsi alkohol
d) Pola diet sehat (rendah purin)
10
k0

Kriteria Rujukan
r-h

a. Apabila pasien mengalami komplikasi atau pasien memiliki


mo

penyakit komorbid
-no

b. Bila nyeri tidak teratasi


mk

Peralatan
6/k

a. Laboratorium untuk pemeriksaan asam urat.


2/0

b. Radiologi
02
z/2

Prognosis
.xy

Quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad fuctionam dubia


na
lya

Referensi
a. Braunwald, Fauci, Hauser, editor. Harrison’s Principals of
mu

Internal Medicine. 17thed. USA: McGraw Hill, 2008.


na

b. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds.


.ai

Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat
ww

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.


//w
ps:

7. LIPIDEMIA
No. ICPC-2 : T93 Lipid disorder
htt

No. ICD-10 : E78.5 Hiperlipidemia

jdih.kemkes.go.id
-675-

Tingkat Kemampuan 4A

l
tm
g.h
Masalah Kesehatan
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan

tan
peningkatan maupun penurunanfraksi lipid dalam darah. Beberapa

n
-te
kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol

22
total, kolesterol LDL, dan atau trigliserida, serta penurunan

20
kolesterol HDL. Dislipidemia merupakan faktor risiko terjadinya

86
aterosklerosis sehingga dapat menyebabkan stroke, Penyakit

s11
Jantung Koroner (PJK), Peripheral Arterial Disease (PAD), Sindroma
Koroner Akut (SKA).

ke
en
7m
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan 10
Pada umumnya dislipidemia tidak bergejala dan biasanya ditemukan
k0

pada saat pasien melakukan pemeriksaan rutin kesehatan (medical


r-h

check-up).
mo
-no

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


mk

Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
6/k

b. Pemeriksaaan antropometri (lingkar perut dan IMT/Indeks


2/0

Massa Tubuh).
02

Cara pengukuran IMT(kg/m2)= BB(kg)/TB2(m)


z/2

Pemeriksaan Penunjang
.xy

Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam


na

menegakkan diagnosa. Pemeriksaan yang dilakukan adalah


lya

pemeriksaan:
a. Kadar kolesterol total
mu

b. Kolesterol LDL
na

c. Kolesterol HDL
.ai

d. Trigliserida plasma
ww
//w

Penegakan Diagnostik (Assessment)


ps:

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
htt

penunjang.

jdih.kemkes.go.id
-676-

Tabel 12.3 Interpretasi kadar lipid plasma berdasarkan NECP (National

l
tm
Cholesterol Education Program)

g.h
Kolesterol LDL
< 100 mg/Dl Optimal

tan
100-129 mg/dL Mendekati optimal

n
-te
130-159 mg/dL Borderline

22
160-189 mg/dL Tinggi

20
≥ 190 mg/dL Sangat tinggi

86
Kolesterol Total

s11
< 200 mg/dL Diinginkan
200-239 mg/dL Borderline

ke
≥ 240 mg/dL Tinggi

en
7m
Kolesterol HDL
< 40 mg/dL Rendah 10
≥ 60 mg/dL Tinggi
k0

Trigeliserida
r-h

< 150 mg/dL Optimal


mo

150-199 mg/dL Borderline


-no

200-499 mg/dL Tinggi


mk

≥ 500 mg/dL Sangat tinggi


6/k

Diagnosis Banding : -
2/0

Komplikasi
02

Penyakit jantung koroner, stroke


z/2
.xy

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


na

Penatalaksanaan
lya

a. Penatalaksanaan dalam dislipidemia dimulai dengan melakukan


penilaian jumlah faktor risiko penyakit jantung koroner pada pasien
mu

untuk menentukan kolesterol-LDL yang harus dicapai.


na

Berikut ini adalah tabel faktor risiko (selain kolesterol LDL) yang
.ai

menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai berdasarkan


ww

NCEP-ATP III:
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-677-

Tabel 12.4 Faktor risiko utama (selain kolesterol LDL) yang

l
tm
menentukan sasaran kolesterol LDL

g.h
Perokok sigaret
Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat obat antihipertensi)

tan
Kolesterol HDL rendah ( <40 mg/dl). Jika didapatkan kolesterol HDL

n
-te
≥60mg/dl maka mengurangi satu faktor risiko dari jumlah total

22
Riwayat keluarga PJK dini yaitu ayah usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun

20
Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun.

86
s11
b. Setelah menemukan banyaknya faktor risiko pada seorang pasien,
maka pasien dibagi kedalam tiga kelompok risiko penyakit arteri

ke
koroner yaitu risiko tinggi, risiko sedang dan risiko tinggi. Hal ini

en
7m
digambarkan pada tabel berikut ini:
10
Tabel 12.5 Tiga kategori risiko yang menentukan sasaran kolesterol LDL
k0

yang ingin dicapai berdasarkan NCEP (Sudoyo, 2006)


r-h

Kategori Risiko Sasaran Kolesterol


mo

LDL (mg/dl)
-no

1. Risiko Tinggi <100


mk

a. Mempunyai Riwayat PJK dan


b. Mereka yang mempunyai risiko yang
6/k

disamakan dengan PJK


2/0

• Diabetes Melitus
02

• Bentuk lain penyakit aterosklerotik


z/2

yaitu stroke, penyakit arteri perifer,


.xy

aneurisma aorta abdominalis


na

• Faktor risiko multipel (> 2 faktor


lya

risiko) yang mempunyai risiko PJK


mu

dalam waktu 10 tahun > 20 %


(lihat skor risiko Framingham)
na
.ai

2. Risiko Multipel (≥2 faktor risiko) dengan <130


ww

risiko PJK dalam kurun waktu 10 tahun <


//w

20% <160
ps:

3. Risiko Rendah (0-1 faktor risiko) dengan


htt

risiko PJK dalam kurun waktu 10 tahun <

jdih.kemkes.go.id
-678-

10 %

l
tm
g.h
c. Selanjutnya penatalaksanaan pada pasien ditentukan berdasarkan
kategori risiko pada tabel diatas. Berikut ini adalah bagan

tan
penatalaksanaan untuk masing-masing kategori risiko:

n
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
htt
ps:
//w
ww
.ai
na
mu
lya
na
.xy
z/2
02
2/0
6/k
mk
-679-

-no
mo
r-h
k0
10
7m
en
ke
s11
86
20
22
-te
n tan

jdih.kemkes.go.id
g.h
tm
l
-680-

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya

Gambar 12.3 Penatalaksanaan untuk masing-masing kategori risiko


mu

d. Terapi non farmakologis


na

1) Terapi nutrisi medis


.ai

Pasien dengan kadar kolesterol LDL tinggi dianjurkan untuk


ww

mengurangi asupan lemak total dan lemak jenuh, dan


//w

meningkatkan asupan lemak tak jenuh rantai tunggal dan


ps:

ganda. Pada pasien dengan trigliserida tinggi perlu dikurangi


asupan karbohidrat, alkohol, dan lemak
htt

2) Aktivitas fisik

jdih.kemkes.go.id
-681-

Pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai

l
tm
kondisi dan kemampuannya.

g.h
e. Tata laksana farmakologis
Terapi farmakologis dilakukan setelah 6 minggu terapi non

tan
farmakologis.

n
-te
22
Tabel 12.6 Obat hipoglikemik dan efek terhadap kadar lipid plasma

20
Jenis Obat Kolesterol LDL Kolesterol Trigliserida

86
HDL

s11
Statin ↓ 18 – 55 % ↑ 5- 15 % ↓ 7 – 30 %
Resin ↓ 15 – 30 % ↑ 3- 5 % -

ke
Fibrat ↓ 5 – 25 % ↑ 10 - 20 % ↓ 20 – 50 %

en
7m
Asam ↓ 5 – 25 % ↑ 15- 35 % ↓ 20 – 50 %
Niko 10
tinat
k0

Ezetimibe ↓ 17 – 18 % ↑ 3- 4 % -
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-682-

Tabel 12.7 Obat Hipolopidemik

l
tm
Jenis Obat Dosis Efek Samping

g.h
Resin
Kolestiramin 4 – 16 gram/hari Konstipasi, gangguan

tan
Golongan Asam

n
-te
Nikotinat

22
Asam Nikotinat Lepas cepat 1,5-3 Flushing,

20
gram/hari hiperglikemia,

86
Lepas lambat 1-2 hiperuricemia,

s11
gram/hari hepatotoksik,
gangguan saluran

ke
cerna

en
7m
Golongan Statin
Fluvastatin 20 – 80 mg malam Miopati, Peningkatan
10
Lovastatin hari SGOT/SGPT,
k0

Pravastatin 5 – 40 mg malam hari Rhabdomiolosis


r-h

Simvastatin 5 – 40 mg malam hari


mo

Atorvastatin 5 – 40 mg malam hari


-no

Rosuvastatin 10 – 80 mg malam
mk

Pitavastatin hari
10 – 40 mg malam
6/k

hari
2/0

1 – 4 mg malam hari
02

Golongan Asam
z/2

Fibrat 145,160 mg 1x/hari Dispepsia, miopati


.xy

Fenofibrat 600 mg 2x/hari Kontraindikasi:


na

Gemfibrozil 900 mg 1x/hari gangguan fungsi hati


lya

dan ginjal berat


Penghambat
mu

Absorbsi Kolesterol
na

Ezetimibe 10 mg 1x/ hari Dispepsia, sakit


.ai

kepala dan punggung


ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-683-

Konseling dan Edukasi

l
tm
a. Perlu adanya motivasi dari pasien dan keluarga untuk mengatur

g.h
diet pasien dan aktivitas fisik yang sangat membantu
keberhasilan terapi.

tan
b. Pasien harus kontrol teratur untuk pemeriksaan kolesterol

n
-te
lengkap untuk melihat target terapi dan maintenance jika target

22
sudah tercapai.

20
Kriteria Rujukan

86
a. Terdapat penyakit komorbid yang harus ditangani oleh spesialis.

s11
b. Terdapat salah satu dari faktor risiko PJK

ke
Peralatan

en
7m
Pemeriksaan kimia darah
10
Prognosis
k0

Dengan penatalaksanaan yang tepat maka dapat dicegah terjadinya


r-h

komplikasi akibat dislipidemia.


mo
-no

Referensi
mk

a. Azwar, B. Dislipidemia sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung


Koroner. Medan: FK USU.2004. (Azwar, 2004)
6/k

b. Darey, Patrick. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga. 2005.


2/0

(Darey, 2005)
02

c. Ganiswarna, Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya


z/2

Baru.2007. (Ganiswarna, 2007)


.xy

d. Sudoyo, A. Setyohadi, B. Alwi, I. Setiati, S.Buku Ajar Ilmu


na

Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.2009.


lya

e. PERKENI, Konsensus Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia.


Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2012
mu

(Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2012)


na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-684-

8. Malnutrisi Energi Protein (MEP)

l
tm
No. ICPC II : T91 Vitamin/nutritional deficiency

g.h
No. ICD-10 Version 2010 : a. E40 Kwashiorkor
b. E 41 Nutritional marasmus

tan
c. E 42 Marasmic Kwashiorkor

n
-te
d. E 44 protein energy malnutrition of

22
moderate and mild degree

20
e. E 44 1 Mild protein calorie malnutrition

86
f. E 44 0 Moderate protein calorie

s11
malnutrition
Tingkat Kemampuan 4A

ke
en
7m
Masalah Kesehatan
MEP adalah penyakit akibat kekurangan energi dan protein,
10
umumnya disertai defisiensi vitamin dan mineral.
k0

Klasifikasi dari MEP adalah:


r-h

a. Gizi Kurang
mo

b. Gizi Buruk, terdiri atas kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-


-no

kwashiorkor
mk

Hasil Anamnesis (Subjective)


6/k

a. Anak tampak kurus atau sangat kurus dibandingkan anak lain


2/0

sesuai usia dan jenis kelaminnya.


02

b. Bisa didapatkan keluhan edema yang bersifat pitting.


z/2

c. Pada dokumen pemantauan pertumbuhan anak tertera berat


.xy

badan menurut panjang atau tinggi badan < -2 SD kurva WHO


na

Tahun 2006 menurut usia dan jenis kelamin.


lya

Faktor risiko
mu

berat badan lahir rendah, infeksi HIV/AIDS, infeksi tuberkulosis,


na

pola asuh termasuk praktek pemberian makan yang salah.


.ai
ww

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


//w

Pemeriksaan Fisik
ps:

Lakukan konfirmasi status gizi dan pola pertumbuhan dengan


mengukur dan menganalisis indeks antropometri BB/U, PB/U atau
htt

TB/U, BB/TB, dan IMT/U.

jdih.kemkes.go.id
-685-

Klasifikasikan menurut kriteria WHO:

l
tm
a. Gizi kurang

g.h
1) BB/PB diantara -2 hingga -3 SD menurut kurva WHO
Tahun 2006 menurut usia dan jenis kelamin

tan
2) LILA >11,5 - 12,5 cm untuk balita 6-59 bulan

n
-te
b. Gizi buruk usia < 6 bulan

22
1) BB/PB <-3 SD menurut kurva WHO Tahun 2006 menurut

20
usia dan jenis kelamin

86
2) Edema yang bersifat pitting

s11
c. Gizi buruk usia 6-59 bulan
1) BB/PB <-3 SD menurut kurva WHO Tahun 2006 menurut

ke
usia dan jenis kelamin

en
7m
2) LILA < 11,5 cm
3) Edema yang bersifat pitting 10
Pemeriksaan fisik juga menunjukkan adanya tanda dan gejala MEP
k0

seperti kehilangan massa otot dan lemak subkutan (Old man’s face,
r-h

iga gambang, atrofi otot), tanda-tanda defisiensi vitamin dan mineral,


mo

dan edema pitting yang simetris (+ sampai +++).


-no
mk

Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium rutin: gula darah, pemeriksaan darah tepi,
6/k

urinalisis, dan feces.


2/0

b. Pemeriksaan laboratorium lain dibutuhkan apabila


02

dipertimbangkan adanya resiko refeeding syndrom perlu


z/2

c. Skor TB dan Uji tuberkulin (jika tersedia)


.xy
na

Penegakan Diagnosis (Assessment)


lya

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil


a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
mu

b. Diagnosis ditegakkan berdasarkan klasifikasi WHO untuk gizi


na

buruk dan gizi kurang


.ai

c. Tampilan klinis sesuai gizi buruk atau gizi kurang


ww
//w

Diagnosis Banding: -
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-686-

Komplikasi

l
tm
Komplikasi medis gizi buruk, apabila disertai satu atau lebih tanda-

g.h
tanda berikut:
a. Anoreksia

tan
b. Dehidrasi berat (muntah terus menerus, diare)

n
-te
c. Letargi atau penurunan kesadaran

22
d. Demam tinggi

20
e. Pneumonia berat (sulit bernafas atau bernafas cepat)

86
f. Anemia berat

s11
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

ke
Tata laksana pasien di rawat inap dan rawat jalan sesuai dengan

en
7m
Bagan dan Petunjuk Teknis Tata Laksana Anak Gizi Buruk tahun
2013 (buku I dan II) dan Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana
10
Gizi Buruk pada Balita tahun 2019.
k0

a. Melakukan 10 langkah tata laksana anak gizi buruk yang


r-h

dibedakan menurut fase yaitu fase stabilisasi, transisi,


mo

rehabilitasi, dan tindak lanjut (gambar 1).


-no

b. Kriteria rujukan:
mk

1) Semua kasus gizi buruk pada bayi usia < 6 bulan dan
balita ≥ 6 bulan dengan Berat Badan < 4 kg dirujuk ke
6/k

FKRTL ditujukan kepada Dokter Spesialis Anak sesuai


2/0

Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada


02

Balita (Gambar 2).


z/2

2) Kasus gizi buruk dengan komplikasi medis (memerlukan


.xy

rawat inap).
na

3) Semua kasus gizi kurang dengan red flags dirujuk.


lya

Konseling dan Edukasi


mu

a. Konseling dilakukan dengan menyampaikan informasi kepada


na

orang tua/pengasuh tentang kondisi MEP dan/atau alasan


.ai

rujukan (jika dirujuk).


ww

b. Edukasi dilakukan dengan memberi anjuran cara pemberian


//w

makan sesuai usia dan kondisi anak, cara menyiapkan formula,


ps:

petunjuk memilih jenis bahan makanan, dan pelaksanaan


aturan makan (feeding rules).
htt

jdih.kemkes.go.id
-687-

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
Gambar 12.4 Tata laksana 10 langkah tindakan pelayanan pada

en
anak gizi buruk.

7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu

Gambar 12.5 Alur penapisan balita gizi buruk/kurang dan jenis


na

pelayanan yang dibutuhkan


.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-688-

l
tm
g.h
tan
n
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0

Gambar 12.6 Alur Penanganan Kasus di Puskesmas


r-h
mo

Tabel 12.8 Penyakit dan kondisi yang termasuk red flag:


-no

Kondisi yang termasuk red flag berdasarkan etiologi penyebab


mk

1. Asupan kalori tidak adekuat:


• Prematuritas atau BBLR
6/k

• Manajemen laktasi yang tidak baik (perlekatan yang buruk,


2/0

volume ASI kurang)


02

• Cara dan takaran pembuatan formula yang tidak benar


z/2

• Koordinasi oromotor yang tidak adekuat


.xy

• Sumbing bibir/langitan
na

• Praktik pemberian makan yang tidak benar


lya

• Gastroesofageal refluks
mu

• Pengetahuan dan parenting skill yang tidak adekuat


na

• Kemiskinan
.ai

• Penelantaran atau penyiksaan anak (neglect dan abuse)


ww

2. Absorpsi zat gizi tidak adekuat/malabsorpsi


• Anemia, defisiensi zat besi
//w

• Alergi susu sapi


ps:

• Atresia bilier
htt

• Kolestasis

jdih.kemkes.go.id
-689-

• Infeksi kronik saluran cerna

l
tm
• Kelainan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism)

g.h
3. Peningkatan kebutuhan kalori
• Penyakit jantung bawaan

tan
• Infeksi kronik (missal: tuberculosis, HIV)

n
-te
• Penyakit paru kronik

22
• Keganasan

20
• Gagal ginjal

86
• Kondisi inflamasi kronik dan atau berulang (contoh: inflammatory

s11
bowel disease, asma)

ke
en
Prognosis

7m
Quo ad vitam Bonam, Quo ad functionam Bonam, Quo ad sanactionam
Bonam
10
k0
r-h

Referensi
a. Bagan dan Petunjuk Teknis Tata Laksana Anak Gizi Buruk
mo

(Buku I dan II), Kemenkes RI, 2013.


-no

b. Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita,


mk

Kemenkes RI, 2019.


6/k

c. Buku Saku Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada


Balita di Layanan Rawat Jalan bagi Tenaga Kesehatan,
2/0

Kemenkes RI, 2020


02

d. Petunjuk Teknis Penggunaan Pangan Olahan untuk Keperluan


z/2

Medis Khusus Bagi Anak Bermasalah Gizi (pemakaian terbatas


.xy

dalam tahap uji coba)


na

e. Bagan dan Petunjuk Teknis Tata Laksana Anak Gizi Buruk


lya

(Buku I)
mu

f. World Health Organization, Updates on the management of severe


acute malnutrition in infants and children. Geneva. WHO. 2013.
na
.ai

g. Homan GI. Failure to Thrive: A Practical Guide. Am Fam


ww

Physician. 2016:94;295-300.
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-690-

9. Failure To Thrive

l
tm
Failure to Thrive/Failure to Gain Weight/Weight Faltering/Slow Weight

g.h
Gain.
No. ICPC II : T10 Growth delay

tan
No. ICD-10 version 2010 : R 62.8 Other lack of expected normal

n
-te
physiological development

22
Tingkat Kemampuan 3

20
86
Masalah Kesehatan

s11
Perlambatan pertumbuhan (faltering) adalah kenaikan berat badan
yang tidak adekuat sesuai dengan umur dan jenis kelamin dan

ke
merupakan tanda awal stunting.

en
Hasil Anamnesis (Subjective)
7m
10
Kenaikan berat badan anak tidak adekuat
k0

Pada dokumen pemantauan pertumbuhan anak, didapatkan pola


r-h

pertumbuhan yang mendatar, menurun, atau kenaikan tidak


mo

adekuat pada kurva BB/U sesuai usia dan jenis kelamin. Anamnesis
-no

untuk mencari red flags kemungkinan disebabkan oleh asupan yang


mk

tidak adekuat, adanya malabsorpsi, serta peningkatan kebutuhan


energi, seperti yang tertera pada tabel 1 tentang penyakit dan kondisi
6/k

yang termasuk red flags.


2/0
02

Hasil Pemeriksaan Fisik (Objective)


z/2

Dilakukan konfirmasi status gizi dan pola pertumbuhan:


.xy

a. Pengukuran ulang dan analisis indeks antropometri BB/U,


na

PB/U atau TB/U, BB/TB, IMT/U, dan LILA.


lya

b. Tabel Weight Increment dan Length Increment (0-24 bulan) di


grafik WHO Tahun 2006.
mu

c. Pemeriksaan fisik untuk identifikasi kemungkinan penyebab


na

asupan yang tidak adekuat, malabsorpsi atau peningkatan


.ai

kebutuhan energi sesuai dengan penyakit dan kondisi yang


ww

termasuk red flags (table 12.8) dan alur penanganan kasus di


//w

Puskesmas (gambar 12.6).


ps:

Pemeriksaan Penunjang
htt

Laboratorium : darah tepi, dan Urinalisis

jdih.kemkes.go.id
-691-

Penegakan Diagnosis (Asessment)

l
tm
Kenaikan berat badan < P5 tabel weight increment WHO tahun 2006

g.h
untuk anak usia 0-24 bulan atau BB/U < - 2 SD kurva WHO (0-5
tahun).

n tan
-te
Diagnosis Banding: -

22
20
Komplikasi

86
Komplikasi sesuai penyakit yang mendasari.

s11
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

ke
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

en
7m
b. Pemeriksaan penunjang dasar
c. Kriteria rujukan: 10
1) apabila terdapat red flags termasuk yang memerlukan
k0

Pangan Olahan Untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK)


r-h

sesuai yang dengan ketentuan peraturan perundang-


mo

undangan mengenai penanggulangan masalah gizi bagi


-no

anak akibat penyakit;


mk

2) jika pemberian makan oral tidak memungkinkan, sehingga


diperlukan pemberian makanan dengan cara lain
6/k

(enteral/parenteral).
2/0

3) bila balita setelah penanganan selama 2 minggu tidak


02

menunjukkan perbaikan; dan


z/2

4) jika pada pemeriksaan juga ditemukan PB/U atau TB/U <-


.xy

2SD.
na

Balita harus dirujuk kepada Dokter Spesialis Anak yang


lya

kemudian akan dilakukan tata laksana sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
mu

penanggulangan masalah gizi bagi anak akibat penyakit.


na
.ai

Konseling dan edukasi


ww

a. Konseling dilakukan dengan menyampaikan informasi kepada


//w

orang tua/pengasuh tentang hasil penilaian pertumbuhan anak


ps:

dan alasan rujukan.


b. Edukasi dilakukan dengan
htt

jdih.kemkes.go.id
-692-

Memberi anjuran cara pemberian makan sesuai usia dan

l
tm
kondisi anak sesuai aturan makan (feeding rules), cara

g.h
menyiapkan, petunjuk memilih jenis bahan makanan, dan
pelaksanaannya.

n tan
-te
Prognosis

22
Quo ad vitam Bonam, Quo ad functionam Bonam, Quo ad sanactionam

20
Bonam

86
s11
Referensi:
a. Permenkes No. 29 Tahun 2019 Tentang Penanggulangan

ke
Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit

en
7m
b. Juknis Penggunaan PKMK bagi Anak Bermasalah Gizi,
Kemenkes 2020 10
c. Permenkes 2 tahun 2020 tetang standar Antropometri Anak
k0

d. Homan GI. Failure to Thrive: A Practical Guide. Am Fam


r-h

Physician. 2016:94;295-300.
mo
-no

10. STUNTING
mk

No. ICPC II : T10 Growth delay dan


T91 Vitamin/nutritional deficiency
6/k

No. ICD-10 Version 2010 : E45 Retarded Development Following


2/0

Protein-Energy Malnutrition. Include


02

Nutritional Short Stature/ Nutritional


z/2

Stunting/ Physical Retardation Due To


.xy

Malnutrition.
na

Tingkat kemampuan 2.
lya

Masalah Kesehatan
mu

Stunting adalah perawakan pendek atau sangat pendek yang


na

disebabkan oleh kekurangan gizi (Weight Faltering/Gizi Kurang/Gizi


.ai

Buruk) kronik. (WHO)


ww
//w

Hasil Anamnesis (Subjective)


ps:

1) Anak tampak lebih pendek dibandingkan anak lain sesuai usia


dan jenis kelaminnya.
htt

jdih.kemkes.go.id
-693-

2) Pada dokumen pemantauan pertumbuhan anak tertera panjang

l
tm
badan (PB) atau tinggi badan (TB) menurut umur dan jenis

g.h
kelamin <-2 SD kurva WHO Tahun 2006.

tan
Hasil Pemeriksaan Fisik (Objective)

n
-te
Lakukan konfirmasi status gizi dan pola pertumbuhan dengan

22
mengukur dan menganalisis indeks antropometri BB/U, PB/U atau

20
TB/U, BB/TB, dan IMT/U.

86
s11
Pemeriksaan Penunjang
tidak perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium dasar.

ke
en
7m
Penegakan Diagnosis (Asesmen)
Pendek (stunted) berdasarkan indeks panjang badan atau tinggi
10
badan menurut usia (PB/U atau TB/U) <-2 SD berdasarkan kurva
k0

WHO Tahun 2006 untuk anak 0-5 tahun.


r-h
mo

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


-no

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik


mk

b. Kriteria rujukan:
Semua anak yang memenuhi kriteria PB/U atau TB/U <-2 SD
6/k

tanpa atau dengan penyakit penyerta harus dirujuk ke fasilitas


2/0

pelayanan Kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang memiliki


02

Dokter Spesialis Anak untuk dicari penyebabnya (red flags) dan


z/2

ditatalaksana segera untuk menyelamatkan fungsi kognitifnya


.xy

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan


na

mengenai penanggulangan masalah gizi bagi anak akibat


lya

penyakit dan standar antropometri anak. (lihat alur penanganan


kasus di Puskesmas (gambar 12.6).
mu

1) apabila terdapat red flags termasuk yang memerlukan


na

Pangan Olahan Untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK)


.ai

sesuai yang dengan ketentuan peraturan perundang-


ww

undangan mengenai penanggulangan masalah gizi bagi


//w

anak akibat penyakit;


ps:

2) jika pemberian makan oral tidak memungkinkan, sehingga


diperlukan pemberian makanan dengan cara lain
htt

(enteral/parenteral).

jdih.kemkes.go.id
-694-

Konseling dan Edukasi

l
tm
a. Konseling dilakukan dengan menyampaikan informasi kepada

g.h
orang tua/pengasuh tentang:
1) hasil penilaian pertumbuhan anak

tan
2) alasan rujukan dan risiko bila tidak dirujuk akan dapat

n
-te
kehilangan kesempatan memperbaiki kecerdasan anak agar

22
mencapai kualitas optimal. Sehingga harus mendapatkan

20
tata laksana segera yang sesuai dengan penyebabnya dan

86
dilakukan terutama untuk anak < 2 tahun.

s11
b. Edukasi dilakukan dengan memberi penjelasan tentang
penyebab stunting pada balita yaitu pola makan yang kurang

ke
energi dan protein hewani menjelaskan komposisi makanan

en
7m
yang benar. Selain itu juga menjelaskan pentingnya pola tidur
karena hormon pertumbuhan bekerja paling baik saat anak
10
deep sleep antara jam 23-00-02,00 malam.
k0
r-h

Prognosis
mo

Quo ad vitam Bonam, Quo ad functionam Bonam, Quo ad sanactionam


-no

Bonam
mk

Referensi
6/k

a. Childhood stunting: challenges and opportunities. Report


2/0

colloquium. Geneva. World Health Organization. 2014. Diunduh


02

pada 2 Januari 2022 dari


z/2

https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/107026/W
.xy

HO_NMH_NHD_GRS_14.1_eng.pdf;jsessionid=FD4090C48564F8
na

5E361BBC823AC99FC3?sequence=1.
lya

b. Permenkes Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri


Anak.
mu

c. Permenkes Nomor 29 Tahun 2019 tentang Penanganan masalah


na

gizi bagi anak akibat penyakit.


.ai

d. Petunjuk Teknis Penggunaan Pangan Olahan untuk Keperluan


ww

Medis Khusus bagi anak bermasalah gizi.


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-695-

M. Ginjal dan Saluran Kemih

l
tm
1. Infeksi Saluran Kemih

g.h
No. ICPC-2 : U71 Cystitis/urinary infection others
No. ICD-10 : N39.0 Urinary tract infection, site not specified

tan
Tingkat Kemampuan 4A

n
-te
22
Masalah Kesehatan

20
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu masalah kesehatan

86
akut yang sering terjadi pada perempuan.Masalah infeksi saluran

s11
kemih tersering adalah sistitis akut, sistitis kronik, dan uretritis.

ke
Hasil Anamnesis (Subjective)

en
7m
Keluhan
Pada sistitis akut keluhan berupa: 10
a. Demam
k0

b. Susah buang air kecil


r-h

c. Nyeri saat di akhir BAK (disuria terminal)


mo

d. Sering BAK (frequency)


-no

e. Nokturia
mk

f. Anyang-anyangan (polakisuria)
g. Nyeri suprapubik
6/k

Pada pielonefritis akut keluhan dapat juga berupa nyeri pinggang,


2/0

demam tinggi sampai menggigil, mual muntah, dan nyeri pada sudut
02

kostovertebra.
z/2
.xy

Faktor Risiko
na

a. Riwayat diabetes melitus


lya

b. Riwayat kencing batu (urolitiasis)


c. Higiene pribadi buruk
mu

d. Riwayat keputihan
na

e. Kehamilan
.ai

f. Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya


ww

g. Riwayat pemakaian kontrasepsi diafragma


//w

h. Kebiasaan menahan kencing


ps:

i. Hubungan seksual
j. Anomali struktur saluran kemih
htt

jdih.kemkes.go.id
-696-

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

l
tm
Pemeriksaan Fisik

g.h
a. Demam
b. Flank pain (Nyeri ketok pinggang belakang/costovertebral angle)

tan
c. Nyeri tekan suprapubik

n
-te
Pemeriksaan Penunjang

22
a. Darah perifer lengkap

20
b. Urinalisis

86
c. Ureum dan kreatinin

s11
d. Kadar gula darah
Pemeriksaan penunjang tambahan (di layanan sekunder) :

ke
a. Urine mikroskopik berupa peningkatan >103 bakteri per lapang

en
7m
pandang
b. Kultur urin (hanya diindikasikan untuk pasien yang memiliki
10
riwayat kekambuhan infeksi salurah kemih atau infeksi dengan
k0

komplikasi).
r-h
mo

Penegakan Diagnostik (Assessment)


-no

Diagnosis Klinis
mk

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang.
6/k

Diagnosis Banding
2/0

Recurrent cystitis, Urethritis, Pielonefritis, Bacterial asymptomatic


02

Komplikasi
z/2

Gagal ginjal, Sepsis , ISK berulang atau kronik kekambuhan


.xy
na

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


lya

Penatalaksanaan
a. Minum air putih minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjal normal.
mu

b. Menjaga higienitas genitalia eksterna


na

c. Pada kasus nonkomplikata, pemberian antibiotik selama 3 hari


.ai

dengan pilihan antibiotik sebagai berikut:


ww

1) Trimetoprim sulfametoxazole
//w

2) Fluorikuinolon
ps:

3) Amoxicillin-clavulanate
4) Cefpodoxime
htt

jdih.kemkes.go.id
-697-

Konseling dan Edukasi

l
tm
Pasien dan keluarga diberikanpemahaman tentang infeksi saluran

g.h
kemih dan hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit infeksi

tan
saluran kemih. Penyebab infeksi saluran kemih yang paling

n
-te
sering adalah karena masuknya flora anus ke kandung kemih

22
melalui perilaku atau higiene pribadi yang kurang baik.

20
Pada saat pengobatan infeksi saluran kemih, diharapkan tidak

86
berhubungan seks.

s11
b. Waspada terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih bagian
atas (nyeri pinggang) dan pentingnya untuk kontrol kembali.

ke
c. Patuh dalam pengobatan antibiotik yang telah direncanakan.

en
7m
d. Menjaga higiene pribadi dan lingkungan.
Kriteria Rujukan 10
a. Jika ditemukan komplikasi dari ISK maka dilakukan ke layanan
k0

kesehatan sekunder
r-h

b. Jika gejala menetap dan terdapat resistensi kuman, terapi


mo

antibiotika diperpanjang berdasarkan antibiotika yang


-no

sensitifdengan pemeriksaan kultur urin


mk

Peralatan
6/k

Pemeriksaan laboratorium urinalisa


2/0
02

Prognosis
z/2

Prognosis pada umumnya baik, kecuali bila higiene genital tetap


.xy

buruk, ISK dapat berulang atau menjadi kronis.


na
lya

Referensi
a. Weiss, Barry.20 Common Problems In Primary Care.
mu

b. Rakel, R.E. Rakel, D.P. Textbook Of Family Medicine. 2011


na

c. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: PB PABDI. 2009


.ai

d. Hooton TM. Uncomplicated urinary tract infection. N Engl J Med


ww

2012;366:1028-37 (Hooton, 2012)


//w
ps:

2. Pielonefritis Tanpa Komplikasi


No ICPC-2 : U70. Pyelonephritis / pyelitis
htt

jdih.kemkes.go.id
-698-

No ICD-10 : N10. Acute tubulo-interstitial nephritis (applicable

l
tm
to: acute pyelonephritis)

g.h
Tingkat Kemampuan 4A

tan
Masalah Kesehatan

n
-te
Pielonefritis akut (PNA) tanpa komplikasi adalah peradangan

22
parenkim dan pelvis ginjal yang berlangsung akut. Tidak ditemukan

20
data yang akurat mengenai tingkat insidens PNA nonkomplikata di

86
Indonesia. Pielonefritis akut nonkomplikata jauh lebih jarang

s11
dibandingkan sistitis (diperkirakan 1 kasus pielonefritis berbanding
28 kasus sistitis).

ke
en
7m
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan 10
a. Onset penyakit akut dan timbulnya tiba-tiba dalam beberapa
k0

jam atau hari


r-h

b. Demam dan menggigil


mo

c. Nyeri pinggang, unilateral atau bilateral


-no

d. Sering disertai gejala sistitis, berupa: frekuensi, nokturia,


mk

disuria, urgensi, dan nyeri suprapubik


e. Kadang disertai pula dengan gejala gastrointestinal, seperti:
6/k

mual, muntah, diare, atau nyeri perut


2/0

Faktor Risiko
02

Faktor risiko PNA serupa dengan faktor risiko penyakit infeksi


z/2

saluran kemih lainnya, yaitu:


.xy

a. Lebih sering terjadi pada wanita usia subur


na

b. Sangat jarang terjadi pada pria berusia <50 tahun, kecuali


lya

homoseksual
c. Koitus per rektal
mu

d. HIV/AIDS
na

e. Adanya penyakit obstruktif urologi yang mendasari misalnya


.ai

tumor, striktur, batu saluran kemih, dan pembesaran prostat


ww

f. Pada anak-anakdapat terjadi bila terdapat refluks vesikoureteral


//w
ps:

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Sederhana (Objective)
htt

jdih.kemkes.go.id
-699-

Tampilan klinis tiap pasien dapat bervariasi, mulai dari yang ringan

l
tm
hingga menunjukkan tanda dan gejala menyerupai sepsis.

g.h
Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda di bawah ini:
a. Demam dengan suhu biasanya mencapai >38,5oC

tan
b. Takikardi

n
-te
c. Nyeri ketok pada sudut kostovertebra, unilateral atau bilateral

22
d. Ginjal seringkali tidak dapat dipalpasi karena adanya nyeri

20
tekan dan spasme otot

86
e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada area suprapubik

s11
f. Distensi abdomen dan bising usus menurun (ileus paralitik)

ke
Pemeriksaan Penunjang Sederhana

en
7m
a. Urinalisis
Urin porsi tengah (mid-stream urine) diambil untuk dilakukan
10
pemeriksaan dip-stick dan mikroskopik. Temuan yang
k0

mengarahkan kepada PNA adalah:


r-h

1) Piuria, yaitu jumlah leukosit lebih dari 5 – 10 / lapang


mo

pandang besar (LPB) pada pemeriksaan mikroskopik tanpa


-no

/ dengan pewarnaan Gram, atau leukosit esterase (LE)


mk

yang positif pada pemeriksaan dengan dip-stick.


2) Silinder leukosit, yang merupakan tanda patognomonik
6/k

dari PNA, yang dapat ditemukan pada pemeriksaan


2/0

mikroskopik tanpa/dengan pewarnaan Gram.


02

3) Hematuria, yang umumnya mikroskopik, namun dapat


z/2

pula gross. Hematuria biasanya muncul pada fase akut


.xy

dari PNA. Bila hematuria terus terjadi walaupun infeksi


na

telah tertangani, perlu dipikirkan penyakit lain, seperti


lya

batu saluran kemih, tumor, atau tuberkulosis.


4) Bakteriuria bermakna, yaitu > 104 koloni/ml, yang nampak
mu

lewat pemeriksaan mikroskopik tanpa /dengan pewarnaan


na

Gram. Bakteriuria juga dapat dideteksi lewat adanya nitrit


.ai

pada pemeriksaan dengan dip-stick.


ww

b. Kultur urin dan tes sentifitas-resistensi antibiotik


//w

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui etiologi dan


ps:

sebagai pedoman pemberian antibiotik dan dilakukan di fasilitas


pelayanan kesehatan rujukan lanjutan.
htt

c. Darah perifer dan hitung jenis

jdih.kemkes.go.id
-700-

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya leukositosis

l
tm
dengan predominansi neutrofil.

g.h
d. Kultur darah
Bakteremia terjadi pada sekitar 33% kasus, sehingga pada

tan
kondisi tertentu pemeriksaan ini juga dapat dilakukan.

n
-te
e. Foto polos abdomen (BNO)

22
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan adanya

20
obstruksi atau batu di saluran kemih.

86
s11
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

ke
pemeriksaan penunjang sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

en
7m
Diagnosis banding:
Uretritis akut, Sistitis akut, Akut abdomen, Appendisitis, Prostatitis
10
bakterial akut, Servisitis, Endometritis, Pelvic inflammatory disease
k0
r-h

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mo

a. Non-medikamentosa
-no

1) Identifikasi dan meminimalkan faktor risiko


mk

2) Tatalaksana kelainan obstruktif yang ada


3) Menjaga kecukupan hidrasi
6/k

b. Medikamentosa
2/0

1) Antibiotika empiris
02

Antibiotika parenteral:
z/2

Pilihan antibiotik parenteral untuk pielonefritis akut


.xy

nonkomplikata antara lain ceftriaxone, cefepime, dan


na

fluorokuinolon (ciprofloxacin dan levofloxacin). Jika


lya

dicurigai infeksi enterococci berdasarkan pewarnaan Gram


yang menunjukkan basil Gram positif, maka ampisillin
mu

yang dikombinasi dengan Gentamisin, Ampicillin


na

Sulbaktam, dan Piperacillin Tazobactam merupakan pilihan


.ai

empiris spektrum luas yang baik.Terapi antibiotika


ww

parenteral pada pasien dengan pielonefritis akut


//w

nonkomplikata dapat diganti dengan obat oral setelah 24-


ps:

48 jam, walaupun dapat diperpanjang jika gejala menetap.


Antibiotika oral:
htt

jdih.kemkes.go.id
-701-

Antibiotik oral empirik awal untuk pasien rawat jalan

l
tm
adalah fluorokuinolon untuk basil Gram negatif. Untuk

g.h
dugaan penyebab lainnya dapat digunakan Trimetoprim-
sulfametoxazole. Jika dicurigai enterococcus, dapat

tan
diberikan Amoxicilin sampai didapatkan organisme

n
-te
penyebab. Sefalosporin generasi kedua atau ketiga juga

22
efektif, walaupun data yang mendukung masih sedikit.

20
Terapi pyeolnefritis akut nonkomplikata dapat diberikan

86
selama 7 hari untuk gejala klinis yang ringan dan sedang

s11
dengan respons terapi yang baik. Pada kasus yang menetap
atau berulang, kultur harus dilakukan. Infeksi berulang

ke
ataupun menetap diobati dengan antibiotik yang terbukti

en
7m
sensitif selama 7 sampai 14 hari.
Penggunaan antibiotik selanjutnya
10 dapat disesuaikan
dengan hasil tes sensitifitas dan resistensi.
k0

2) Simtomatik
r-h

Obat simtomatik dapat diberikan sesuai dengan gejala


mo

klinis yang dialami pasien, misalnya: analgetik-antipiretik,


-no

dan anti-emetik.
mk

Konseling dan Edukasi


6/k

a. Dokter perlu menjelaskan mengenai penyakit, faktor risiko, dan


2/0

cara-cara pencegahan berulangnya PNA.


02

b. Pasien seksual aktif dianjurkan untuk berkemih dan me


z/2

mbersihkan organ kelamin segera setelah koitus.


.xy

c. Pada pasien yang gelisah, dokter dapat memberikan assurance


na

bahwa PNA non-komplikata dapat ditangani sepenuhnya dgn


lya

antibiotik yang tepat.


mu

Rencana Tindak Lanjut


na

a. Apabila respons klinis buruk setelah 48 – 72 jam terapi,


.ai

dilakukan re-evaluasi adanya faktor-faktor pencetus komplikasi


ww

dan efektifitas obat.


//w

b. Urinalisis dengan dip-stick urin dilakukan pasca pengobatan


ps:

untuk menilai kondisi bebas infeksi.


htt

jdih.kemkes.go.id
-702-

Kriteria Rujukan

l
tm
Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama perlu

g.h
merujuk ke layanan tingkat lanjutan pada kondisi-kondisi berikut:
a. Ditemukan tanda-tanda urosepsis pada pasien.

tan
b. Pasien tidak menunjukkan respons yang positif terhadap

n
-te
pengobatan yang diberikan.

22
c. Terdapat kecurigaan adanya penyakit urologi yang mendasari,

20
misalnya: batu saluran kemih, striktur, atau tumor.

86
s11
Peralatan
a. Pot urin

ke
b. Urine dip-stick

en
7m
c. Mikroskop
d. Object glass, cover glass 10
e. Pewarna Gram
k0
r-h

Prognosis
mo

a. Ad vitam : Bonam
-no

b. Ad functionam : Bonam
mk

c. Ad sanationam : Bonam
6/k

Referensi
2/0

a. Achmad, I.A. et al., 2007. Guidelines Penatalaksanaan Infeksi


02

Saluran Kemih dan Genitalia Pria 2007 1st ed., Jakarta:


z/2

Pengurus Pusat Ikatan Ahli Urologi Indonesia. (Achmad, 2007)


.xy

b. Colgan, R. et al., 2011. International Clinical Practice Guidelines


na

for the Treatment of Acute Uncomplicated Cystitis and


lya

Pyelonephritis in Women : A 2010 Update by the Infectious


Diseases Society of America and the European Society for
mu

Microbiology and Infectious Diseases. Clinical Infectious Disease,


na

52, pp.103–120 (Colgan, 2011)


.ai

c. Stamm, W.E., 2008. Urinary Tract Infections, Pyelonephritis,


ww

and Prostatitis. In A. s Fauci et al., eds. Harrison’s Principles of


//w

Internal Medicine. New York: McGraw-Hill, pp. 1820–1825.


ps:

(Stamm, 2008)
htt

jdih.kemkes.go.id
-703-

3. FIMOSIS

l
tm
No. ICPC-2 : Y81 Phimosis

g.h
No. ICD-10 : N47 Phimosis
Tingkat Kemampuan 4A

ntan
-te
Masalah Kesehatan

22
Fimosis adalah kondisi dimana preputium tidak dapat diretraksi

20
melewati glans penis. Fimosis dapat bersifat fisiologis ataupun

86
patalogis. Umumnya fimosis fisiologis terdapat pada bayi dan anak-

s11
anak. Pada anak usia 3 tahun 90% preputium telah dapat diretraksi
tetapi pada sebagian anak preputium tetap lengket pada glans penis

ke
sehingga ujung preputium mengalami penyempitan dan mengganggu

en
7m
proses berkemih. Fimosis patologis terjadi akibat peradangan atau
cedera pada preputium yang menimbulkan parut kaku sehingga
10
menghalangi retraksi.
k0
r-h

Hasil Anamnesis (Subjective)


mo

Keluhan
-no

Keluhan umumnya berupa gangguan aliran urin seperti:


mk

a. Nyeri saat buang air kecil


b. Mengejan saat buang air kecil
6/k

c. Pancaran urin mengecil


2/0

d. Benjolan lunak di ujung penis akibat penumpukan smegma.


02

Faktor Risiko
z/2

a. Hygiene yang buruk


.xy

b. Episode berulang balanitis atau balanoposthitis menyebabkan


na

skar pada preputium yang menyebabkan terjadinya fimosis


lya

patalogis
c. Fimosis dapat terjadi pada 1% pria yang tidak menjalani
mu

sirkumsisi
na
.ai

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


ww

Pemeriksaan Fisik
//w

a. Preputium tidak dapat diretraksi keproksimal hingga ke korona


ps:

glandis
b. Pancaran urin mengecil
htt

c. Menggelembungnya ujung preputium saat berkemih

jdih.kemkes.go.id
-704-

d. Eritema dan udem pada preputium dan glans penis

l
tm
e. Pada fimosis fisiologis, preputium tidak memiliki skar dan

g.h
tampak sehat
f. Pada fimosis patalogis pada sekeliling preputium terdapat

tan
lingkaran fibrotik

n
-te
g. Timbunan smegma pada sakus preputium

22
20
Penegakan Diagnosis (Assessment)

86
Diagnosis Klinis

s11
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan fisik

ke
Diagnosis Banding

en
7m
Parafimosis, Balanitis, Angioedema
Komplikasi 10
Dapat terjadi infeksi berulang karena penumpukan smegma.
k0
r-h

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mo

Penatalaksanaan
-no

a. Pemberian salep kortikosteroid (0,05% betametason) 2 kali


mk

perhari selama 2-8 minggu pada daerah preputium.


b. Sirkumsisi
6/k
2/0

Rencana Tindak Lanjut


02

Apabila fimosis bersifat fisiologis seiring dengan perkembangan maka


z/2

kondisi akan membaik dengan sendirinya


.xy

Konseling dan Edukasi


na

Pemberian penjelasan terhadap orang tua atau pasien agar tidak


lya

melakukan penarikan preputium secara berlebihan ketika


membersihkan penis karena dapat menimbulkan parut.
mu
na

Kriteria Rujukan
.ai

Bila terdapat komplikasi dan penyulit untuk tindakan sirkumsisi


ww

maka dirujuk ke layanan sekunder.


//w
ps:

Peralatan
Set bedah minor
htt

Prognosis

jdih.kemkes.go.id
-705-

Prognosis bonam bila penanganan sesuai

l
tm
g.h
Referensi
a. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Saluran Kemih dan Alat Kelamin

tan
Lelaki. Buku Ajar Imu Bedah.Ed.2. Jakarta: EGC,2004.

n
-te
b. Hayashi Y, Kojima Y, Mizuno K, danKohri K. Prepuce: Phimosis,

22
Paraphimosis, and Circumcision. The Scientific World Journal.

20
2011. 11, 289–301.

86
c. Drake T, Rustom J, Davies M. Phimosis in Childhood. BMJ

s11
2013;346:f3678.
d. TekgülS, Riedmiller H, Dogan H.S, Hoebeke P, Kocvara R,

ke
Nijman R, Radmayr Chr, dan Stein R. Phimosis. Guideline of

en
7m
Paediatric Urology. European Association of Urology. 2013. hlm
9-10 10
k0

4. Parafimosis
r-h

No. ICPC-2 : Y81. Paraphimosis


mo

No. ICD-10 : N47.2 Paraphimosis


-no

Tingkat Kemampuan 4A
mk

Masalah Kesehatan
6/k

Parafimosis merupakan kegawatdaruratan karena dapat


2/0

mengakibatkan terjadinya ganggren yang diakibatkan preputium


02

penis yang diretraksi sampai di sulkus koronarius tidak dapat


z/2

dikembalikan pada kondisi semula dan timbul jeratan pada penis di


.xy

belakang sulkus koronarius.


na
lya

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
mu

a. Pembengkakan pada penis


na

b. Nyeri pada penis


.ai

Faktor Risiko
ww

Penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada laki-


//w

laki yang belum disirkumsisi misalnya pada pemasangan kateter.


ps:

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


htt

Pemeriksaan Fisik

jdih.kemkes.go.id
-706-

a. Preputium tertarik ke belakang glans penis dan tidak dapat

l
tm
dikembalikan ke posisi semula

g.h
b. Terjadi eritema dan edema pada glans penis
c. Nyeri

tan
d. Jika terjadi nekrosis glans penis berubah warna menjadi biru

n
-te
hingga kehitaman

22
20
Penegakan Diagnosis (Assessment)

86
Diagnosis Klinis

s11
Penegakan diagnosis berdasarkan gejala klinis dan peneriksaan fisik
Diagnosis Banding

ke
Angioedema, Balanitis, Penile hematoma

en
7m
Komplikasi
Bila tidak ditangani dengan segera dapat terjadi ganggren
10
k0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


r-h

Penatalaksanaan
mo

a. Reposisi secara manual dengan memijat glans selama 3-5 menit.


-no

Diharapkan edema berkurang dan secara perlahan preputium


mk

dapat dikembalikan pada tempatnya.


b. Dilakukan dorsum insisi pada jeratan
6/k
2/0

Rencana Tindak Lanjut


02

Dianjurkan untuk melakukan sirkumsisi.


z/2

Konseling dan Edukasi


.xy

Setelah penanganan kedaruratan disarankan untuk dilakukan


na

tindakan sirkumsisi karena kondisi parafimosis tersebut dapat


lya

berulang.
Kriteria Rujukan
mu

Bila terjadi tanda-tanda nekrotik segera rujuk ke layanan sekunder.


na
.ai

Peralatan
ww

Set bedah minor


//w
ps:

Prognosis
Prognosis bonam bila penanganan kegawatdaruratan segera
htt

dilakukan.

jdih.kemkes.go.id
-707-

Referensi

l
tm
a. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Saluran kemih dan alat kelamin

g.h
lelaki. Buku Ajar Imu Bedah.Ed.2. Jakarta: EGC,2004.
b. Hayashi Y, Kojima Y, Mizuno K, danKohri K. Prepuce: Phimosis,

tan
Paraphimosis, and Circumcision. The Scientific World Journal.

n
-te
2011. 11, 289–301.

22
c. Drake T, Rustom J, Davies M. Phimosis in Childhood. BMJ

20
2013;346:f3678.

86
d. TekgülS, Riedmiller H, Dogan H.S, Hoebeke P, Kocvara R,

s11
Nijman R, RadmayrChr, dan Stein R. Phimosis. Guideline of
Paediatric Urology. European Association of Urology. 2013. hlm

ke
9-10

en
N. Kesehatan Wanita
7m
10
1. Kehamilan Normal
k0

No. ICPC-2 : W90 Uncomplicated labour/delivery livebirth


r-h

No. ICD-10 : O80.9 Single spontaneous delivery, unspecified


mo

Tingkat Kemampuan 4A
-no
mk

Masalah Kesehatan
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahir. Lama
6/k

kehamilan normal 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terahir


2/0

(HPHT). Untuk menghindari terjadinya komplikasi pada kehamilan


02

dan persalinan, maka setiap ibu hamil dianjurkan untuk melakukan


z/2

pemeriksaan secara rutin minimal 4 kali kunjungan selama masa


.xy

kehamilan.
na
lya

Hasil Anamnesis (Subjective)


a. Haid yang terhenti
mu

b. Mual dan muntah pada pagi hari


na

c. Ngidam
.ai

d. Sering buang air kecil


ww

e. Pengerasan dan pembesaran payudara


//w

f. Puting susu lebih hitam


ps:

Faktor Risiko
Pada kehamilan perlu diwaspadai hal-hal di bawah ini:
htt

jdih.kemkes.go.id
-708-

a. Bila pada kehamilan sebelumnya terdapat riwayat obstetrik

l
tm
sebagai berikut:

g.h
1) Lahir mati atau bayi mati umur < 28 hari
2) > 3 abortus spontan

tan
3) Berat badan bayi < 2500 gram

n
-te
4) Berat badan bayi > 4500 gram

22
5) Dirawat di rumah sakit karena hipertensi, preeklampsia

20
atau eklampsia

86
6) Operasi pada saluran reproduksi khususnya operasi

s11
seksiosesaria
b. Bila pada kehamilan saat ini:

ke
1) Usia ibu di bawah 16 tahun atau di atas 35 tahun

en
7m
2) Ibu memiliki rhesus (-)
3) Ada keluhan perdarahan vagina 10
c. Bila ibu memiliki salah satu masalah kesehatan di bawah ini:
k0

1) Diabetes Mellitus/ kencing manis


r-h

2) Penyakit jantung
mo

3) Penyakit ginjal
-no

4) Penyalahgunaan obat
mk

5) Konsumsi rokok, alkohol dan bahan adiktif lainnya


6) Penyakit menular TB, malaria, HIV/AIDS dan penyakit
6/k

menular seksual,
2/0

7) Penyakit kanker
02
z/2

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


.xy

Pemeriksaan Fisik
na

Periksa tanda vital ibu (tekanan darah, nadi, suhu, frekuensi nafas),
lya

ukur berat badan, tinggi badan, serta lingkar lengan atas (LLA) pada
setiap kedatangan.
mu

Pada trimester 1
na

a. LLA> 33 cm, maka diduga obesitas, memiliki risiko


.ai

preeklampsia dan diabetes maternal, memiliki risiko melahirkan


ww

bayi dengan berat badan lebih


//w

b. LLA< 23 cm, maka diduga undernutrisi atau memiliki penyakit


ps:

kronis, biasanya memiliki bayi yang lebih kecil dari ukuran


normal
htt

jdih.kemkes.go.id
-709-

c. Keadaan muka diperhatikan adanya edema palpebra atau

l
tm
pucat, mata dan konjungtiva dapat pucat,kebersihan mulut dan

g.h
gigi dapat terjadi karies dan periksa kemungkinan pembesaran
kelenjar tiroid.

tan
d. Pemeriksaan payudara: puting susu dan areola menjadi lebih

n
-te
menghitam.

22
e. Pemeriksaan dada:perhatikan suara paru dan bunyi jantung ibu

20
f. Pemeriksaan ekstremitas: perhatikan edema dan varises

86
Pemeriksaan obstetrik :

s11
a. Abdomen:
1) Observasi adanya bekas operasi.

ke
2) Mengukur tinggi fundus uteri.

en
7m
3) Melakukan palpasi dengan manuever Leopold I-IV.
4) Mendengarkan bunyi jantung janin (120-160x/menit).
10
b. Vulva/vagina
k0

1) Observasi varises, kondilomata, edema, haemorhoid atau


r-h

abnormalitas lainnya.
mo

2) Pemeriksaan vaginal toucher: memperhatikan tanda-tanda


-no

tumor.
mk

3) Pemeriksaan inspekulo untuk memeriksa serviks,tanda-


tanda infeksi, ada/tidaknya cairan keluar dari osteum
6/k

uteri.
2/0
02

Tabel 14.1 Tinggi fundus sesuai usia kehamilan


z/2

Tinggi fundus uteri


Usia gestasi
.xy

Dengan palpasi Dengan cm


na

12 minggu Teraba di atas simfisis pubis -


lya

16 minggu Diantara simfisis pubis dan


-
umbilikus
mu

20 minggu Setinggi umbilikus (20 ± 2) cm


na
.ai

22-27 minggu (minggu


ww

- gestasi ± 2)
cm
//w

28 minggu Antara umbilikus dan (28 ± 2) cm


ps:

processus xiphoideus
htt

29-35 minggu - (minggu

jdih.kemkes.go.id
-710-

gestasi ± 2)

l
tm
cm

g.h
36 minggu Pada processus xiphoideus (36 ± 2) cm

tan
Pemeriksaan Penunjang

n
-te
a. Tes kehamilan menunjukkan HCG (+)

22
b. Pemeriksaan darah: Golongan darah ABO dan Rhesus pada

20
trimester 1, Hb dilakukan pada trimester 1 dan 3, kecuali bila

86
tampak adanya tanda-tanda anemia berat.

s11
c. Pemeriksaan lain: kadar glukosa darah dan protein urin sesuai
indikasi.

ke
d. Pada ibu hamil dengan faktor risiko, dianjurkan untuk

en
7m
dilakukan pemeriksaan: BTA, TORCH (toxoplasma, rubella,
cytomegalo virus, herpes and others), sifilis, malaria danHIV
10
dilakukan pada trimester 1 terutama untuk daerah endemik
k0

untuk skrining faktor risiko.


r-h

e. USG sesuai indikasi.


mo
-no

Penegakan Diagnostik (Assessment)


mk

Diagnosis Klinis
Diagnosisi ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
6/k

fisik/obstetrik, dan pemeriksaan penunjang.


2/0

Tanda tak pasti kehamilan: Tes kehamilan menunjukkan HCG (+)


02

Tanda pasti kehamilan:


z/2

a. Bunyi jantung janin/BJJ (bila umur kehamilan/UK> 8 minggu)


.xy

dengan BJJ normal 120-160 kali per menit,


na

b. Gerakan janin (bila UK> 12 minggu)


lya

c. Bila ditemukan adanya janin pada pemeriksaan Ultrasonografi


(USG) dan pemeriksaan obstetrik.
mu

Kehamilan normal apabila memenuhi kriteria dibawah ini:


na

a. Keadaan umum baik


.ai

b. Tekanan darah <140/90 mmHg


ww

c. Pertambahan berat badan sesuai minimal 8 kg selama


//w

kehamilan (1 kg perbulan) atau sesuai Indeks Masa Tubuh (IMT)


ps:

ibu
htt

d. Edema hanya pada ekstremitas


e. BJJ =120-160 x/menit

jdih.kemkes.go.id
-711-

f. Gerakan janin dapat dirasakan setelah usia 18 -20 minggu

l
tm
hingga melahirkan

g.h
g. Ukuran uterus sesuai umur kehamilan
h. Pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas normal

tan
i. Tidak ada riwayat kelainan obstetrik.

n
-te
Diagnosis Banding

22
a. Kehamilan palsu

20
b. Tumor kandungan

86
c. Kista ovarium

s11
d. Hematometra
e. Kandung kemih yang penuh

ke
en
7m
Tabel 14.2 Tatalaksana Pemeriksaan dan tindakan pada kehamilan
pertrimester 10
Pemeriksaan dan Tindakan I II III
k0

Anamnesis
r-h

Riwayat medis lengkap √


mo

Catatan pada kunjungan sebelumnya √ √


-no

Keluhan yang mungkin dialami selama hamil √ √


mk

Pemeriksaan fisik umum


Pemeriksaan fisik umum lengkap √
6/k

Keadaan umum √ √ √
2/0

Tekanan darah √ √ √
02

Suhu tubuh √ √ √
z/2

Tingga badan √
.xy

Berat badan √ √ √
na

LILA √
lya

Gejala anemia (pucat, nadi cepat) √ √ √


Edema √ √ √
mu

Tanda bahaya lainnya (sesak, perdarahan, √ √ √


na

dll)
.ai

Pemeriksaan terkait masalah yang √ √


ww

ditemukan pada kunjungan sebelumnya


//w

Pemeriksaan fisik obstretik


ps:

Vulva/perineum √
htt

Pemeriksaan inspekulo √

jdih.kemkes.go.id
-712-

Tinggi fundus √ √

l
tm
Pemeriksaan obstetri dengan manuver √ √

g.h
Leopold
Denyut jantung janin √ √

tan
Pemeriksaan penunjang

n
-te
Golongan darah ABO dan rhesus √

22
Kadar glukosa darah * * *

20
Kadar Hb √ * √

86
Kadar protein urin * * *

s11
Tes BTA * * *
Tes HIV √* * *

ke
Tes malaria √* * *

en
7m
Tes sifilis * * *
USG 10 * * *
Imunisasi, Suplementasi, dan KIE
k0

Skrining status TT dan vaksinasi sesuai √


r-h

status
mo

Zat besi dan asam folat √ √ √


-no

Aspirin * * *
mk

Kalsium * * *
KIE (sesuai materi) √ √ √
6/k
2/0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


02

Penatalaksanaan
z/2

Non Medikamentosa
.xy

a. Memberikan jadwal pemeriksaan berkala kepada calon ibu


na

selama masa kehamilan


lya

Tabel 14.3 Kunjungan pada pemeriksaan antenatal


mu

Trimester Jumlah Waktu kunjungan yang


na

kunjungan dianjurkan
.ai

minimal
ww

I 1x Sebelum minggu ke 16
//w

II 1x Antara minggu ke 24 – 28
ps:

III 2x Antara minggu ke 30 -32


htt

Antara minggu ke 36 – 38

jdih.kemkes.go.id
-713-

b. Memberikan nasihat dan petunjuk yang berkaitan dengan

l
tm
kehamilan, persalinan, kala nifas dan laktasi.

g.h
c. Tanda-tanda bahaya yang perlu diwaspadai: sakit kepala lebih
dari biasa, perdarahan per vaginam, gangguan penglihatan,

tan
pembengkakan pada wajah/tangan, nyeri abdomen

n
-te
(epigastrium), mual dan muntah berlebihan, demam, janin tidak

22
bergerak sebanyak biasanya.

20
d. Pemberian makanan bayi, air susu ibu (ASI) eksklusif, dan

86
inisiasi menyusu dini (IMD).

s11
e. Penyakit yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin
misalnya hipertensi, TBC, HIV, serta infeksi menular seksual

ke
lainnya.

en
7m
f. Perlunya menghentikan kebiasaan yang beresiko bagi
kesehatan, seperti merokok dan minum alkohol.
10
g. Program KB terutama penggunaan kontrasepsi pascasalin.
k0

h. Minum cukup cairan.


r-h

i. Peningkatan konsumsi makanan hingga 300 kalori/hari dari


mo

menu seimbang. Contoh: nasi tim dari 4 sendok makan beras,


-no

½ pasang hati ayam, 1 potong tahu, wortel parut, bayam, 1


mk

sendok teh minyak goreng, dan 400 ml air.


j. Latihan fisik normal tidak berlebihan, istirahat jika lelah.
6/k

k. Ajarkan metoda mudah untuk menghitung gerakan janin dalam


2/0

12 jam, misalnya dengan menggunakan karet gelang 10 buah


02

pada pagi hari pukul 08.00 yang dilepaskan satu per satu saat
z/2

ada gerakan janin. Bila pada pukul 20.00, karet gelang habis,
.xy

maka gerakan janin baik.


na

Medikamentosa
lya

a. Memberikan zat besi dan asam folat (besi 60 mg/hari dan folat
250 mikogram 1-2 kali/hari), bila Hb<7,0 gr/dl dosis
mu

ditingkatkan menjadi dua kali. Apabila dalam follow up selama 1


na

bulan tidak ada perbaikan, dapatdipikirkan kemungkinan


.ai

penyakit lain (talasemia, infeksi cacing tambang, penyakit


ww

kronis TBC)
//w

b. Memberikan imunisasi TT (Tetanus Toxoid) apabila pasien


ps:

memiliki risiko terjadinya tetanus pada proses melahirkan dan


buku catatan kehamilan.
htt

jdih.kemkes.go.id
-714-

Pada Ibu yang riwayat imunisasi tidak diketahui, pemberian

l
tm
sesuai dengan tabel di berikut ini.

g.h
Tabel 14.4 Pemberian TT untuk ibu yang belum pernah imunisasi

tan
atau tidak mengetahui status imunisasinya

n
-te
Pemberian selang waktu minimal

22
TT1 Sedini mungkin saat kunjungan pertama

20
TT2 4 minggu setelah TT1 (pada kehamilan)

86
TT3 6 Bulan setelah TT2 (pada kehamilan, jika

s11
selang minimal
terpenuhi)

ke
TT4 1 tahun setelah TT3

en
7m
TT5 1 Tahun setelah TT4
10
Dosis booster dapat diberikan pada ibu yang sudah pernah
k0

diimunisasi. Pemberian dosis booster 0,5 ml IM dan disesuaikan


r-h

degan jumlah vaksinani yang telah diterima sebelumnya. Sesuai


mo

dengan tabel di berikut ini.


-no
mk

Tabel 14.5 Pemberian TT untuk ibu yang sudah pernah imunisasi


Pernah Pemberian dan selang waktu minimal
6/k

1 kali TT2, 4 minggu seteleah TT1 (pada kehamilan)


2/0

2 kali TT3, 6 bulan setelah TT2 (pada kehamilan, jika


02

selang waktu minimal terpenuhi)


z/2

3 kali TT4, 1 tahun setelah TT3


.xy

4 kali TT5, 1 tahun setelah TT4


na

5 kali Tidak Perlu lagi


lya

Konseling dan Edukasi


mu

a. Persiapan persalinan, meliputi: siapa yang akan menolong


na

persalinan, dimana akan melahirkan, siapa yang akan


.ai

membantu dan menemani dalam persalinan, kemungkinan


ww

kesiapan donor darah bila timbul permasalahan, metode


//w

transportasi bila diperlukan rujukan, dukungan biaya.


ps:

b. Pentingnya peran suami dan keluarga selama kehamilan dan


htt

persalinan.

jdih.kemkes.go.id
-715-

c. Jika ibu merasakan tanda – tanda bahaya kehamilan, harus di

l
tm
waspadai dan segera mengunjungi pelayanan kesehatan

g.h
terdekat. Tanda bahaya yang wajib diwaspadai :
1) Sakit kepala yang tidak biasanya

tan
2) Keluarnya darah dari jalan lahir

n
-te
3) Terjadi gangguan penglihatan

22
4) Pembengkakan pada wajah / tangan

20
5) Mual dan muntah yang berlebihan

86
6) Demam

s11
7) Gerakan janin yang tidak biasanya atau cenderung tidak
bergerak

ke
d. Keluarga diajak untuk mendukung ibu hamil secara psikologis

en
7m
maupun finansial, bila memungkinkan siapkan suami siaga
e. Dukung intake nutrisi yang seimbang bagi ibu hamil.
10
f. Dukung ibu hamil untuk menghentikan pemberian ASI bila
k0

masih menyusui.
r-h

g. Dukung memberikan ASI eksklusif untuk bayi yang nanti


mo

dilahirkan.
-no

h. Siapkan keluarga untuk dapat menentukan kemana ibu hamil


mk

harus dibawa bila ada perdarahan, perut dan/atau kepala


terasa sangat nyeri, dan tanda-tanda bahaya lainnya, tulis
6/k

dalam buku pemeriksaan alamat rujukan yang dapat dituju bila


2/0

diperlukan.
02

i. Dengan pasangan ibu hamil didiskusikan mengenai aktifitas


z/2

seksual selama kehamilan. Aktifitas seksual biasa dapat


.xy

dilakukan selama kehamilan, posisi dapat bervariasi sesuai


na

pertumbuhan janin dan pembesaran perut. Kalau ibu hamil


lya

merasa tidak nyaman ketika melakukan aktifitas seksual,


sebaiknya dihentikan. Aktifitas seksual tidak dianjurkan pada
mu

keadaan:
na

1) riwayat melahirkan prematur


.ai

2) riwayat abortus
ww

3) perdarahan vagina atau keluar duhtubuh


//w

4) plasenta previa atau plasenta letak rendah


ps:

5) serviks inkompeten
htt

jdih.kemkes.go.id
-716-

Peralatan

l
tm
a. Alat ukur tinggi badan dan berat badan

g.h
b. Meteran
c. Laenec atau Doppler

tan
d. Tempat tidur periksa

n
-te
e. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan tes kehamilan,

22
darah rutin, urinalisa dan golongan darah

20
f. Buku catatan pemeriksaan

86
g. Buku pegangan ibu hamil

s11
Kriteria Rujukan

ke
Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 1 atau 2 bila

en
7m
ditemukan keadaan di bawah ini:
Tabel 14.6 Kriteria rujukan ibu hamil 10
Kondisi Tindakan
k0

Diabetes melitus Rujuk untuk memperoleh


r-h

pelayanan sekunder
mo

Penyakit jantung Konsultasikan dan rawat atas


-no

pengawasan dokter ahli di tingkat


mk

sekunder
Penyakit ginjal Konsultasikan dan rawat atas
6/k

pengawasan dokter ahli di tingkat


2/0

sekunder
02

Epilepsi Nasehati untuk meneruskan


z/2

pengobatan
.xy

Pengguna narkoba, obat Rujuk untuk perawatan khusus


na

terlarang dan bahan adiksi


lya

lainnya
mu

Tanda anemia berat dan Hb <70 Naikkan dosis besi dan rujuk bila
g/l ibu hamil sesak nafas
na

Primigravida Nasehati untuk melahirkan di


.ai

tempat pelayanan kesehatan


ww

Riwayat still birth/lahir mati Konsultasikan dan rawat atas


//w

pengawasan dokter ahli di tingkat


ps:

sekunder
htt

Riwayat (validated IUGR= intra Konsultasikan dan rawat atas

jdih.kemkes.go.id
-717-

Kondisi Tindakan

l
tm
uterin growth retardation) pengawasan dokter ahli di tingkat

g.h
sekunder
Riwayat dirawat untuk eklampsia Konsultasikan dan rawat atas

tan
atau preeklampsia pengawasan dokter ahli di tingkat

n
-te
sekunder

22
Riwayat seksio sesaria Tekankan untuk melahirkan di

20
rumah sakit

86
Tekanan darah tinggi (>140/90 Rujuk untuk di evaluasi

s11
mm Hg)
MUAC (lingkar perut bagian Rujuk untuk evaluasi

ke
en
tengah) (pertimbangkan standar ukuran

7m
yang sesuai untuk kondisi
setempat)
10
k0

Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 1 bila ditemukan


r-h

keadaan di bawah ini:


mo

a. hiperemesis
-no

b. perdarahan per vaginam atau spotting


mk

c. trauma
6/k

Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 2 bila ditemukan


keadaan di bawah ini:
2/0

a. Gejala yang tidak diharapkan


02

b. Perdarahan pervaginam atau spotting


z/2

c. Hb selalu berada di bawah 7 gr/dl


.xy

d. Gejala preeklampsia, hipertensi, proteinuria


na

e. Diduga adanya fetal growth retardation (gangguan pertumbuhan


lya

janin)
mu

f. Ibu tidak merasakan gerakan bayi


Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 3 bila ditemukan
na

keadaan di bawah ini:


.ai

a. Sama dengan keadaan tanda bahaya pada semester 2 ditambah


ww

b. Tekanan darah di atas 130 mmHg


//w

c. Diduga kembar atau lebih


ps:

Prognosis
htt

a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Bonam

jdih.kemkes.go.id
-718-

c. Ad sanationam : Bonam

l
tm
g.h
Referensi
a. Kementerian Kesehatan RI dan WHO.Buku Saku Pelayanan

tan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan

n
-te
Rujukan.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2013

22
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)

20
b. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Rachimhadhi, T. Wiknjosastro

86
Gulardi H. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi

s11
keempat cetakan ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2010(Prawirohardjo, et al., 2010)

ke
en
7m
2. Hiperemesis Gravidarum (Mual dan Muntah Pada Kehamilan)
No. ICPC-2 : W05 Pregnancy vomiting/nausea
10
No ICD-10 : O21.0 Mild hyperemis gravidarum
k0

Tingkat Kemampuan 3B
r-h
mo

Masalah Kesehatan
-no

Mual dan muntah yang terjadi pada awal kehamilan sampai umur
mk

kehamilan 16 minggu. Mual dan muntah yang berlebihan, dapat


mengakibatkan dehidrasi, gangguan asam-basa dan elektrolit dan
6/k

ketosis keadaan ini disebut sebagai keadaan hiperemesis.Mual


2/0

biasanya terjadi pada pagi hari, tapi dapat pula timbul setiap saat
02

dan malam hari. Mual dan muntah ini terjadi pada 60-80%
z/2

primigravida dan 40-60% multigravida. Mual dan muntah


.xy

mempengaruhi hingga > 50% kehamilan. Keluhan muntah kadang-


na

kadang begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum
lya

dimuntahkan sehingga dapat mempengaruhi keadaan umum dan


mengganggu pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi
mu

dan terdapat aseton dalam urin bahkan seperti gejala penyakit


na

appendisitis, pielitis, dan sebagainya.


.ai
ww

Hasil Anamnesis(Subjective)
//w

Keluhan
ps:

a. Mual dan muntah hebat


b. Ibu terlihat pucat
htt

c. Kekurangan cairan

jdih.kemkes.go.id
-719-

Gejala klinis

l
tm
a. Muntah yang hebat

g.h
b. Mual dan sakit kepala terutama pada pagi hari (morning
sickness)

tan
c. Nafsu makan turun

n
-te
d. Beratbadan turun

22
e. Nyeri epigastrium

20
f. Lemas

86
g. Rasa haus yang hebat

s11
h. Gangguan kesadaran

ke
Faktor Risiko

en
7m
Belum diketahui secara pasti namun diperkirakan erat kaitannya
dengan faktor- faktor : 10
a. Peningkatan hormon – hormon kehamilan.
k0

b. Adanya riwayat hiperemesis pada kehamilan sebelumnya.


r-h

c. Status nutrisi: pada wanita obesitas lebih jarang di rawat inap


mo

karena hiperemesis.
-no

d. Psikologis: adanya stress dan emosi.


mk

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


6/k

Pemeriksaan fisik
2/0

a. Pemeriksaan tanda vital: nadi meningkat 100x/mnt, tekanan


02

darah menurun (pada keadaan berat), subfebris, dan gangguan


z/2

kesadaran (keadaan berat).


.xy

b. Pemeriksaan tanda-tanda dehidrasi: mata cekung, bibir kering,


na

turgor berkurang.
lya

c. Pemeriksaan generalis: kulit pucat, sianosis, berat badan


turun> 5% dari berat badan sebelum hamil, uterus besar sesuai
mu

usia kehamilan, pada pemeriksaan inspekulo tampak serviks


na

yang berwarna biru.


.ai

Pemeriksaan Penunjang
ww

Pemeriksaan laboratorium
//w

a. Darah : kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit.


ps:

b. Urinalisa : warna pekat, berat jenis meningkat,


pemeriksaan ketonuria, dan proteinuria.
htt

Penegakan Diagnostik (Assessment)

jdih.kemkes.go.id
-720-

Diagnosis klinis

l
tm
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

g.h
dan pemeriksaan penunjang.
Hiperemesis gravidarum apabila terjadi:

tan
a. Mual muntah berat

n
-te
b. Berat badan turun > 5% dari berat sebelum hamil

22
c. Ketonuria

20
d. Dehidrasi dan Ketidakseimbangan elektrolit

86
Klasifikasi hiperemesis gravidarum secara klinis dibagi menjadi 3

s11
tingkatan, antara lain:
a. Tingkat 1

ke
Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap

en
7m
makanan dan minuman, berat badan menurun, nyeri
epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir dan
10
sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi
k0

meningkat sampai 100 x/mnt, dan tekanan darah sistolik


r-h

menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit


mo

berkurang, dan urin sedikit tetapi masih normal.


-no

b. Tingkat 2
mk

Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum


dimuntahkan, haus hebat, subfebris, nadi cepat lebih dari 100-
6/k

140 x/mnt, tekanan darah sistolik menurun, apatis, kulit pucat,


2/0

lidah kotor, kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan


02

berat badan cepat menurun.


z/2

c. Tingkat 3
.xy

Walaupun kondisi tingkat 3 sangat jarang, yang mulai terjadi


na

adalah gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah


lya

berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus, sianosis,


nistagmus, gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria dalam
mu

urin.
na

Diagnosis Banding
.ai

Ulkus peptikum, Inflammatory bowel syndrome, Acute Fatty Liver,


ww

Diare akut
//w

Komplikasi
ps:

Komplikasi neurologis, Stress related mucosal injury, stress ulcer


pada gaster, Jaundice, Disfungsi pencernaan, Hipoglikemia,
htt

Malnutrisi, Defisiensi vitamin terutama thiamin, komplikasi potensial

jdih.kemkes.go.id
-721-

dari janin, kerusakan ginjal yang menyebabkan hipovolemia,

l
tm
Intrauterine growth restriction (IUGR)

g.h
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

tan
Penatalaksanaan

n
-te
Non Medikamentosa

22
1) Mengusahakan kecukupan nutrisi ibu, termasuk suplemantasi

20
vitamin dan asam folat di awal kehamilan.

86
2) Makan porsi kecil, tetapi lebih sering.

s11
3) Menghindari makanan yang berminyak dan berbau lemak.
4) Istirahat cukup dan hindari kelelahan.

ke
5) Efekasi yang teratur.

en
7m
Medikamentosa
Tatalaksana Umum 10
1) Dimenhidrinat 50-100 mg per oral atau supositoria, 4-6 kali
k0

sehari ATAU Prometazin 5-10 mg 3-4 kali sehari per oral atau
r-h

supositoria.
mo

2) Bila masih belum teratasi, tapi tidak terjadi dehidrasi, berikan


-no

salah satu obat di bawah ini:


mk

a) Klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50-100 mg IM tiap 4-


6 jam
6/k

b) Prometazin 12,5-25 mg per oral atau IM tiap 4-6 jam


2/0

c) Metoklopramid 5-10 mg per oral atau IM tiap 8 jam


02

d) Ondansetron 8 mg per oral tiap 12 jam


z/2

3) Bila masih belum teratasi dan terjadi dehidrasi, pasang kanula


.xy

intravena dan berikan cairan sesuai dengan derajat hidrasi ibu


na

dan kebutuhan cairannya, lalu:


lya

a) Berikan suplemen multi vitamin IV


b) Berikan dimenhidrinat 50 mg dalam 50 ml NaCl 0,9% IV
mu

selama 20 menit, setiap 4-6 jam sekali


na

c) Bila perlu, tambahkan salah satu obat berikut ini:


.ai

(1) Klorpromazin 25-50 mg IV tiap 4-6 jam


ww

(2) Prometazin 12,5-25 mg IV tiap 4-6 jam


//w

(3) Metoklopramid 5-10 mg tiap 8 jam per oral


ps:

d) Bila perlu, tambahkan Metilprednisolon 15-20 mg IV tiap 8


jam ATAU ondansetron 8 mg selama 15 menit IV tiap 12
htt

jam atau 1 mg/ jam terus-menerus selama 24 jam.

jdih.kemkes.go.id
-722-

Konseling dan Edukasi

l
tm
a. Memberikan informasi kepada pasien, suami, dan keluarga

g.h
mengenai kehamilan dan persalinan suatu proses fisiologik.
b. Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang

tan
muntah merupakan gejala fisiologik pada kehamilan muda dan

n
-te
akan hilang setelah usia kehamilan 4 bulan.

22
c. Hindari kelelahan pada ibu dengan aktivitas berlebihan.

20
d. Memperhatikan kecukupan nutrisi ibu, dan sedapat mungkin

86
mendapatkan suplemen asam folat di awal kehamilan.

s11
Kriteria Rujukan

ke
a. Ditemukan gejala klinis dan ada gangguan kesadaran (tingkat 2

en
7m
dan 3).
b. Adanya komplikasi gastroesopagheal reflux disease (GERD),
10
ruptur esofagus, perdarahan saluran cerna atas dan
k0

kemungkinan defisiensi vitamin terutama thiamine.


r-h

c. Pasien telah mendapatkan tindakan awal kegawatdaruratan


mo

sebelum proses rujukan.


-no
mk

Peralatan
a. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutin
6/k

b. Laboratorium urinalisa
2/0
02

Prognosis
z/2

Prognosis umumnya bonam dan sangat memuaskan jika dilakukan


.xy

penanganan dengan baik. Namun jika tidak dilakukan penanganan


na

yang baik pada tingkat yang berat, kondisi ini dapat mengancam
lya

nyawa ibu dan janin.


Ad vitam: Bonam; Ad functionam: Bonam; Ad sanationam: Bonam
mu
na

Referensi
.ai

a. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan


ww

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.


//w

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013(Kementerian


ps:

Kesehatan Republik Indonesia, 2013)


b. World Health Organization, Kementerian Kesehatan,
htt

Perhimpunan Obstetri Dan Ginekologi, Ikatan Bidan Indonesia.

jdih.kemkes.go.id
-723-

Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan

l
tm
Rujukan. Edisi I. Jakarta 2013. Hal 82-3 (Kementerian

g.h
Kesehatan Republik Indonesia, 2013)
c. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Raschimhadhi, T.

tan
Wiknjosastro, G.H, 2010. Ilmu Kebidanan. Ed 4. Cetakan ketiga.

n
-te
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010; Hal

22
814-818. (Prawirohardjo, et al., 2010)

20
d. Wiknjosastro, H.Hiperemesis Gravidarum dalam Ilmu Kebidanan.

86
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005: Hal 275-280.

s11
(Prawirohardjo, et al., 2010)
e. Ronardy, D.H. Ed. Obstetri Williams. Ed 18. Jakarta: Penerbit

ke
Buku Kedokteran EGC. 2006:9, 996. (Ronardy, 2006)

en
3. Anemia Defisiensi Besi Pada Kehamilan
7m
10
No. ICPC-2 : B80 Irondeficiency anaemia
k0

No. ICD-10 : D50 Iron deficiency anaemia


r-h

Tingkat Kemampuan 4A
mo
-no

Masalah Kesehatan
mk

Anemia dalam kehamilan adalah kelainan pada ibu hamil dengan


kadar hemoglobin < 11g/dl pada trimester I dan III atau <10,5 g/dl
6/k

pada trimester II. Penyebab tersering anemia pada kehamilan adalah


2/0

defisiensi besi, perdarahan akut, dan defisiensi asam folat.


02
z/2

Hasil Anamnesis (Subjective)


.xy

Keluhan
na

a. Badan lemah, lesu


lya

b. Mudah lelah
c. Mata berkunang-kunang
mu

d. Tampak pucat
na

e. Telinga mendenging
.ai

f. Pica: keinginan untuk memakan bahan-bahan yang tidak lazim


ww

Faktor Risiko : -
//w

Faktor Predisposisi
ps:

a. Perdarahan kronis
b. Riwayat keluarga
htt

c. Kecacingan

jdih.kemkes.go.id
-724-

d. Gangguan intake (diet rendah zat besi,)

l
tm
e. Gangguan absorbsi besi

g.h
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective )

tan
Pemeriksaan Fisik Patognomonis

n
-te
a. Konjungtiva anemis

22
b. Atrofi papil lidah

20
c. Stomatitis angularis (cheilosis)

86
d. Koilonichia: kuku sendok (spoon nail)

s11
Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar hemoglobin

ke
b. Apusan darah tepi

en
Penegakan Diagnostik (Assessment)
7m
10
Diagnosis Klinis
k0

Kadar Hb < 11 g/dl (pada trimester I dan III) atau< 10,5 g/dl (pada
r-h

trimester II). Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan


mo

pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi sel darah


-no

merah.
mk

Diagnosis Banding
Anemia akibat penyakit kronik, Trait Thalassemia, Anemia
6/k

sideroblastik
2/0

Komplikasi : -
02
z/2

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.xy

Penatalaksanaan
na

a. Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin


lya

dengan memantau pertambahan ukuran janin


b. Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia, berikan
mu

tablet tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental dan 250


na

μg asam folat.Pada ibu hamil dengan anemia, tablet besi


.ai

diberikan 3 kali sehari.


ww

c. Bila tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang, tentukan


//w

penyebab anemia berdasarkan hasil pemeriksaan darah perifer


ps:

lengkap dan apus darah tepi.


Bila tidak tersedia, pasien bisa di rujuk ke pelayanan sekunder
htt

untuk penentuan jenis anemia dan pengobatan awal.

jdih.kemkes.go.id
-725-

Tabel 14.7 Sediaan suplemen besi yang beredar

l
tm
Jenis Sediaan Dosis Sediaan Kandungan

g.h
Besi
Elemental

tan
Sulfas ferosus 325 65

n
-te
Fero fumarat 325 107

22
Fero glukonat 325 39

20
Besi polisakarida 150 150

86
s11
d. Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan pada keadaan:
1) Defisiensi besi: lakukan pemeriksaan ferritin. Apabila

ke
en
ditemukan kadar ferritin < 15 ng/ml, berikan terapi besi

7m
dengan dosis setara 180 mg besi elemental per hari.
Apabila kadar ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan
10
TIBC.
k0

2) Thalassemia: Pasien dengan kecurigaan thalassemia perlu


r-h

dilakukan tatalaksana bersama dokter spesialis penyakit


mo

dalam untuk perawatan yang lebih spesifik


-no

3) Anemia normositik normokrom dapat ditemukan pada


mk

keadaan:
Perdarahan: tanyakan riwayat dan cari tanda dan gejala
6/k

aborsi, mola, kehamilan ektopik, atau perdarahan pasca


2/0

persalinan infeksi kronik


02

4) Anemia makrositik hiperkrom dapat ditemukan pada


z/2

keadaan:
.xy

Defisiensi asam folat dan vitamin B12: berikan asam folat 1


na

x 2 mg dan vitamin B12 1 x 250 – 1000 μg


lya

Konseling dan Edukasi


mu

a. Prinsip konseling pada anemia defisiensi besi adalah


na

memberikan pengertian kepada pasien dan keluarganya tentang


.ai

perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga


ww

meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam berobat serta


//w

meningkatkan kualitas hidup pasien untuk mencegah


ps:

terjadinya anemia defisiensi besi.


htt

b. Diet bergizi tinggi protein terutama yang berasal dari protein


hewani (daging,ikan,susu, telur,sayuran hijau)

jdih.kemkes.go.id
-726-

c. Pemakaian alas kaki untuk mencegah infeksi cacing tambang

l
tm
g.h
Kriteria Rujukan
a. Pemeriksaan penunjang menentukan jenis anemia yang ibu

tan
derita

n
-te
b. Anemia yang tidak membaik dengan pemberian suplementasi

22
besi selama 3 bulan

20
c. Anemia yang disertasi perdarahan kronis, agar dicari sumber

86
perdarahan dan ditangani.

s11
Peralatan

ke
Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin

en
Prognosis
7m
10
Prognosis umumnya adalah bonam, sembuh tanpa komplikasi
k0
r-h

Referensi
mo

Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan


-no

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta


mk

:Kementerian Kesehatan RI. 2013 (Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia, 2013)
6/k
2/0

4. Pre-Eklampsia
02

No. ICPC-2 : W81 Toxaemia of pregnancy


z/2

No. ICD-10 : O14.9 Pre-eclampsia, unspecified


.xy

Tingkat Kemampuan 3B
na
lya

Masalah Kesehatan
Pre-eklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan di atas 20
mu

minggu yang ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon


na

maternal terhadap adanya inflamasi spesifik dengan aktivasi endotel


.ai

dan koagulasi.
ww

Tanda utama penyakit ini adanya hipertensi dan proteinuria. Pre-


//w

eklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki


ps:

tingkat komplesitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya


karena pre-eklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan
htt

melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca-persalinan.

jdih.kemkes.go.id
-727-

Hasil Anamnesis (Subjective)

l
tm
Keluhan

g.h
a. Pusing dan nyeri kepala
b. Nyeri ulu hati

tan
c. Pandangan kurang jelas

n
-te
d. Mual hingga muntah

22
Faktor Risiko

20
a. Kondisi-kondisi yang berpotensi menyebabkan penyakit

86
mikrovaskular (antara lain : diabetes melitus, hipertensi kronik,

s11
gangguan pembuluh darah)
b. Sindrom antibody antiphospholipid (APS)

ke
c. Nefropati

en
7m
d. Faktor risiko lainnya dihubungkan dengan kehamilan itu
sendiri, dan faktor spesifik dari ibu atau janin.
10
1) Umur > 40 tahun
k0

2) Nullipara dan Kehamilan multipel


r-h

e. Obesitas sebelum hamil


mo

f. Riwayat keluarga pre-eklampsia dan eklampsia


-no

g. Riwayat pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya


mk

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


6/k

Pemeriksaan Fisik
2/0

a. Pada pre-eklampsia ringan:


02

1) Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20


z/2

minggu
.xy

2) Tes celup urin menunjukkan proteinuria +1 atau


na

pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil > 300


lya

mg/24 jam
b. Pada pre-eklampsia berat:
mu

1) Tekanan darah > 160/110 mmHg pada usia kehamilan >


na

20 minggu
.ai

2) Tes celup urin menunjukkan proteinuria +2 atau


ww

pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >


//w

5g/24 jam
ps:

3) Atau disertai keterlibatan organ lain:


htt

a) Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis


mikroangiopati

jdih.kemkes.go.id
-728-

b) Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran

l
tm
kanan atas

g.h
c) Sakit kepala, skotoma penglihatan
d) Pertumbuhan janin terhambat, oligohidroamnion

tan
e) Edema paru atau gagal jantung kongestif

n
-te
f) Oligouria (<500cc/24 jam), kreatinin > 1.2 mg/dl

22
20
Penegakan Diagnostik (Assessment)

86
Diagnosis klinis

s11
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjangyang telah dilakukan.

ke
Diagnosis Banding

en
7m
Hipertensi gestasional, Hipertensi Kronik, Hipertensi Kronik dengan
superimposed preeklampsia 10
Komplikasi
k0

Sindrome HELLP, pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat,


r-h

edema paru, kematian janin, koma, kematian ibu


mo
-no

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


mk

Non Medikamentosa
a. Pre-eklampsia ringan
6/k

1) Dapat di rawat jalan dengan pengawasan dan kunjungan


2/0

antenatal yang lebih sering.


02

2) Dianjurkan untuk banyak istirhat dengan baring atau tidur


z/2

miring. Namun tidak mutlak selalu tirah baring


.xy

3) Diet dengan cukup protein dengan rendah karbohidrat,


na

lemak dan garam secukupnya.


lya

4) Pemantuan fungsi ginjal, fungsi hati, dan protenuria


berkala
mu

b. Pre-eklampsia berat
na

segera melakukan perencanaan untuk rujukan segera ke


.ai

Rumah Sakit dan menghindari terjadi kejang dengan pemberian


ww

MgSO4.
//w

Medikamentosa
ps:

a. Pantau keadaan klinis ibu tiap kunjungan antenatal: tekanan


darah, berat badan, tinggi badan, indeks masa tubuh, ukuran
htt

uterus dan gerakan janin.

jdih.kemkes.go.id
-729-

Tabel 14.8Obat Antihipertensi untuk ibu hamil

l
tm
Nama Obat Dosis Keterangan

g.h
Nifedipine 4 x 10-30 mg peroral Dapat
(short acting) meyebabkan

tan
hipotensi pada ibu

n
-te
dan janin, bila

22
diperlukan

20
diberikan

86
sublingual

s11
Nikardipin 5 mg/jam, dapat
dinitarsi 2,5 mg/jam

ke
en
tiap 5 menit hingga

7m
maksimun 10 mg/jam
Metildopa 2 x 250 – 500 10mg
peroral (dosis maksimal
k0

2000 mg/hari)
r-h
mo

Antihipertensi golongan ACE Inhibitor (misalnya kaptopril) , ARB,


-no

(misalnya Valsartan) dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu


mk

hamil.
6/k

• Berikan dosis awal 4g Syarat pemberian MgSO4


2/0

MgSO4 sesuai prosedur • Tersedia Ca Glukonas


02

untuk mencegah kejang 10%


z/2

atau kejang berulang • Ada reflex patella


.xy

• Sambil menunggu • Jumlah urin minimal


na

rujukan, mulai 0,5 ml/Kg BB/jam


lya

dosisrumatan 6 g
mu

MgSO4 dalam 6 jam sesuai prosedur


CARA PEMBERIAN DOSIS AWAL
na

• Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%)


.ai
ww

dan larutkan dengan 10 ml akuades


• Berikan larutan tersebut secra perlahan IV selama
//w

20 menit
ps:

• Jika akses intravena sulit, berikan masing-masing


htt

5 gr MgSO4 (12,5 ml larutan MgSO4 dalam 40%)

jdih.kemkes.go.id
-730-

IM di bokong kiri dan kanan

l
tm
CARA PEMBERIAN DOSIS RUMATAN

g.h
• Ambil 6 gr MgSO4 (15 ml larutan MgSO4) dan

tan
larutkan dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/Ringer

n
Asetat, lalu berikan secra IV dengan kecepatan 28

-te
tetes / meit selama 6 jam, dan diulang hingga 24

22
jam setelah persalinan atau kejang terakhir (bila

20
eklampsia)

86
s11
ke
Gambar 14. 1 Penatalaksanaan Pemberian dosis awal dan rumatan MgSO4

en
pada pasien pre-eklampsia

7m
10
b. Rawat jalan (ambulatoir)
k0
1) Ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring)
r-h

2) Konsumsi susu dan air buah


mo

3) Antihipertensi
a) Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu
-no

mendapatkan terapi antihipertensi.


mk

b) Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada


6/k

pengalaman dokter dan ketersediaan obat.


2/0

Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan


a. Pada ibu dengan preeklampsi berat dengan janin sudah viable
02

namun usia kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen


z/2

ekspektan dianjurkan, asalkan tidak terdapat kontraindikasi.


.xy

b. Pada ibu dengan preeklampsi berat, dimana usia kehamilan 34-


na

37 minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan


lya

tidak terdapat hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ


mu

ibu, dan gawat janin.


na

c. Pada ibu dengan preeklampsi berat yang kehamilannya sudah


.ai

aterm, persalinan dini dianjurkan.


ww

d. Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi


gestasional ringan yang sudah aterm, induksi persalinan
//w

dianjurkan.
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-731-

Konseling dan Edukasi

l
tm
a. Memberikan informasi mengenai keadaan kesehatan ibu hamil

g.h
dengan tekanan darah yang tinggi.
b. Melakukan edukasi terhadapa pasien, suami dan keluarga jika

tan
menemukan gejala atau keluhan dari ibu hamil segera

n
-te
memberitahu petugas kesehatan atau langsung ke pelayanan

22
kesehatan

20
c. Sebelum pemberian MgSO4, pasien terlebih dulu diberitahu

86
akan mengalami rasa panas dengan pemberian obat tersebut.

s11
d. Suami dan keluarga pasien tetap diberi motivasi untuk
melakukan pendampingan terhadap ibu hamil selama proses

ke
rujukan

en
Kriteria Rujukan
7m
10
a. Rujuk bila ada satu atau lebih gejala dan tanda-tanda
k0

preeklampsia berat ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder.


r-h

b. Penanganan kegawatdaruratan harus di lakukan menjadi utama


mo

sebelum dan selama proses rujukan hingga ke Pelayanan


-no

Kesehatan sekunder.
mk

Peralatan
6/k

a. Doppler atau Laenec


2/0

b. Palu Patella
02

c. Obat-obat Antihipertensi
z/2

d. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutin dan


.xy

urinalisa.
na

e. Larutan MgSO4 40%


lya

f. Larutan Ca Glukonas
mu

Prognosis
na

Prognosis pada umumnya dubia ad bonam baik bagi ibu maupun


.ai

janin.
ww
//w

Referensi
ps:

a. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan


Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
htt

jdih.kemkes.go.id
-732-

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013 (Kementerian

l
tm
Kesehatan Republik Indonesia, 2013)

g.h
b. Report on the national high blood pressure education program
working group on high blood pressure in pregnancy. AJOG.2000:

tan
Vol.183. (National High Blood Pressure Education Program

n
-te
Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy, 2000)

22
c. Lana, K. Wagner, M.D. Diagnosis and management of pre-

20
eklampsia. The American Academy of Family Physicians. 2004

86
Dec 15; 70 (12): 2317-2324).(Lana & Wagner, 2004)

s11
d. Cunningham, F.G. et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy.
Williams Obstetrics. 21st Ed. Prentice Hall International Inc.

ke
Connecticut: Appleton and Lange. 2001; p. 653 -

en
7m
694.(Cunningham, et al., 2001)
e. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Rachimhadhi, T. Wiknjosastro
10
Gulardi H. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi
k0

keempat cetakan ketiga. Jakarta :PT Bina Pustaka Sarwono


r-h

Prawirohardjo.. 2010: Hal 550-554.(Prawirohardjo, et al., 2010)


mo

f. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan


-no

Kedokteran: Diagnosis dan Tata Laksana Pre-eklampsia.


mk

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013. (Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia, 2013)
6/k
2/0

5. Eklampsi
02

No. ICPC-2 : W81 Toxaemia of pregnancy


z/2

No. ICD-10 : O15.9 Eclampsia, unspecified as to time period


.xy

Tingkat Kemampuan 3B
na
lya

Masalah Kesehatan
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita pre-eklampsia,
mu

yang disertai dengan kejang menyeluruh dan atau koma. Sama


na

halnya dengan pre-eklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante,


.ai

intra, dan post partum. Eklampsia post partum umumnya hanya


ww

terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan. 50-60%


//w

kejadian eklampsia terjadi dalam keadaan hamil. 30-35% kejadian


ps:

eklampsia terjadi pada saat inpartu, dan sekitar 10% terjadi setelah
persalinan.
htt

jdih.kemkes.go.id
-733-

Pada negara berkembang kejadian ini berkisar 0,3-0,7%. Di

l
tm
Indonesia Pre eklampsia dan eklampsia penyebab kematian ibu

g.h
berkisar 15-25%, sedangkan 45-50% menjadi penyebab kematian
bayi.

ntan
-te
Hasil Anamnesis (Subjective)

22
Keluhan

20
Kejang yang diawali dengan gejala-gejala prodromal eklampsia,

86
antara lain:

s11
a. Nyeri kepala hebat
b. Gangguan penglihatan

ke
c. Muntah-muntah

en
7m
d. Nyeri uluhati atau abdomen bagian atas
e. Kenaikan progresif tekanan darah 10
Faktor Risiko
k0

a. Kondisi-kondisi yang berpotensi menyebabkan penyakit


r-h

mikrovaskular (antara lain: diabetes melitus, hipertensi kronik,


mo

gangguan pembuluh darah dan jaringan ikat)


-no

b. Sindrom antibody antiphospholipid, dan nefropati. Faktor risiko


mk

lainya dihubungkan dengan kehamilan itu sendiri, dan faktor


spesifik dari ibu atau ayah janin.
6/k

c. Riwayat preeklampsia ringan dan berat dalam kehamilan


2/0

sebelumnya.
02
z/2

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana(Objective)


.xy

Pemeriksaan Fisik
na

a. Pemeriksaan keadaan umum: sadar atau penurunan kesadaran


lya

Glasgow Coma Scale dan Glasgow-Pittsburg Coma Scoring


System.
mu

b. Pada tingkat awal atau aura yang berlangsung 30 sampai 35


na

detik, tangan dan kelopak mata bergetar, mata terbuka dengan


.ai

pandangan kosong.
ww

c. Tahap selanjutnya timbul kejang


//w

d. Pemeriksaan tanda vital


ps:

Adanya peningkatan tekanan darah diastol >110 mmHg


e. Sianosis
htt

f. Skotoma penglihatan

jdih.kemkes.go.id
-734-

g. Dapat ditemukan adanya tanda-tanda edema paru dan atau

l
tm
gagal jantung

g.h
Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisa didapatkan proteinuria ≥ 2+

tan
n
-te
Penegakan Diagnostik (Assessment)

22
Diagnosis Klinis

20
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

86
pemeriksaan penunjang.

s11
Diagnosis Banding
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat

ke
penyakit lain, oleh karena itu sebagai diagnosis banding eklampsia

en
7m
antara lain: Hipertensi, perdarahan otak, lesi di otak, Meningitis,
Epilepsi , Kelainan metabolik 10
a. Komplikasi pada ibu: sianosis, aspirasi , pendarahan otak dan
k0

kegagalan jantung, mendadak, lidah tergigit, jatuh dari tempat


r-h

tidur yang menyebabkan fraktur dan luka, gangguan fungsi


mo

ginjal, perdarahan atau ablasio retina, gangguan fungsi hati dan


-no

ikterus
mk

b. Komplikasi pada janin: Asfiksia mendadak disebabkan spasme


pembuluh darah, Solusio plasenta, persalinan prematuritas
6/k
2/0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


02

Penatalaksanaan
z/2

Perawatan dasar eklampsia yang utama adalah terapi supportif


.xy

untuk stabilisasi fungsi vital, dengan pemantauan terhadap Airway,


na

Breathing, Circulation (ABC).


lya

Non Medikamentosa
Pengelolaan Kejang
mu

a. Pemberian obat anti kejang.


na

b. Masukan sudap lidah ke dalam mulut penderita.


.ai

c. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi trendelenburg untuk


ww

mengurangi risiko aspirasi.


//w

d. Katerisasi urine untuk pengukuran cairan dan pemeriksaan


ps:

proteinuria.
e. Beberapa keluarga pasien membantu untuk menjaga pasien
htt

tidak terjatuh dari tempat tidur saat kejang timbul

jdih.kemkes.go.id
-735-

f. Beri O2 4 - 6 liter permenit.

l
tm
Medikamentosa

g.h
a. MgSO4diberikan intravena dengan dosis awal 4 g (10ml MgSO4
40%, larutkan dalam 10 ml akuades) secara perlahan selama 20

tan
menit, jika pemberian secara intravena sulit, dapat diberikan

n
-te
secara IM dengan dosis 5mg masing bokong kanan dan kiri.

22
Adapun syarat pemberian MgSO4

20
1) tersedianya CaGlukonas10%

86
2) ada refleks patella,

s11
3) jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam
4) frekuensi napas 12-16x/menit.

ke
b. Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 g MgSO4

en
7m
(15ml MgSO4 40%, larutkan dalam 500 ml larutan Ringer
Laktat/ Ringer asetat) 28 tetes/ menit selama
10 6 jam dan
diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir.
k0

c. Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya,


r-h

berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke


mo

fasilitas kesehatan sekunder .


-no

d. Diazepam juga dapat dijadikan alternatif pilihan dengan dosis 10


mk

mg IV selama 2 menit (perlahan), namun mengingat dosis yang


dibutuhkan sangat tinggi dan memberi dampak pada janin,
6/k

maka pemberian diazepam hanya dilakukan apabila tidak


2/0

tersedia MgSO4.
02

e. Stabilisasi selama proses perjalanan rujukan


z/2

1) Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan


.xy

darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, refleks


na

patella.
lya

2) Bila frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan/atau tidak


didapatkan refleks tendon patella, danatau terdapat
mu

oliguria (produksi urin <0,5 ml/kg BB/jam), segera


na

hentikan pemberian MgSO4.


.ai

f. Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1 g IV (10 ml


ww

larutan 10%) bolus dalam 10 menit.


//w
ps:

Kriteria Rujukan
Eklampsia merupakan indikasi rujukan yang wajib di lakukan.
htt

jdih.kemkes.go.id
-736-

Peralatan

l
tm
a. Oropharyngeal airway / Guedel

g.h
b. Kateter urin
c. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan urin (menilai kadar

tan
proteinuria).

n
-te
d. Larutan MgSO4 40%

22
e. Ca Glukonas

20
f. Diazepam injeksi

86
g. Palu

s11
Prognosis

ke
Prognosis umumnya dubia ad malam baik untuk ibu maupun janin.

en
Referensi
7m
10
a. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Rachimhadhi, T. Wiknjosastro
k0

Gulardi H. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Edisi


r-h

keempat cetakan ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


mo

Prawirohardjo. 2010: Hal 550-554.(Prawirohardjo, et al., 2010)


-no

b. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan


mk

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan


Rujukan.Jakarta: KementerianKesehatan RI. 2013.(Kementerian
6/k

Kesehatan Republik Indonesia, 2013)


2/0
02

6. Abortus
z/2

No. ICPC-2 : W82 Abortion spontaneous


.xy

No. ICD-10 : O03.9 Unspecified abortion, complete, without


na

complication
lya

No. ICPC-2 : W82 Abortion spontaneous


No. ICD-10 : O06.4 Unspecified abortion, incomplete, without
mu

complication
na

Tingkat Kemampuan
.ai

Abortus komplit 4A
ww

Abortus inkomplit 3B
//w

Abortus insipiens 3B
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-737-

Masalah Kesehatan

l
tm
Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum

g.h
janin dapat hidup diluar kandungan,dan sebagai batasan digunakan
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat anak kurang dari 500

tan
gram.

n
-te
Jenis dan derajat abortus :

22
a. Abortus imminens adalah abortus tingkat permulaan, dimana

20
terjadi perdarahan pervaginam ostium uteri masih tertutup dan

86
hasil konsepsi ma nijksd vbhunjck sih baik dalam kandungan.

s11
b. Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam dimana
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan

ke
tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri.

en
7m
c. Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari
kavum uteri masih ada yang tertinggal.
10
d. Abortus komplit adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari
k0

kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu.


r-h
mo

Hasil Anamnesis (Subjective)


-no

Keluhan yang terdapat pada pasien abortus antara lain:


mk

a. Abortus imminens
1) Riwayat terlambat haid dengan hasil B HCG (+) dengan usia
6/k

kehamilan dibawah 20 minggu


2/0

2) Perdarahan pervaginam yang tidak terlalu banyak, berwarna


02

kecoklatan dan bercampur lendir


z/2

3) Tidak disertai nyeri atau kram


.xy

b. Abortus insipiens
na

1) Perdarahan bertambah banyak, berwarna merah segar


lya

disertai terbukanya serviks


2) Perut nyeri ringan atau spasme (seperti kontraksi saat
mu

persalinan)
na

c. Abortus inkomplit
.ai

1) Perdarahan aktif
ww

2) Nyeri perut hebat seperti kontraksi saat persalinan


//w

3) Pengeluaran sebagian hasil konsepsi


ps:

4) Mulut rahim terbuka dengan sebagian sisa konsepsi tertinggal


5) Terkadang pasien datang dalam keadaan syok akibat
htt

perdarahan

jdih.kemkes.go.id
-738-

d. Abortus komplit

l
tm
1) Perdarahan sedikit

g.h
2) Nyeri perut atau kram ringan
3) Mulut rahim sudah tertutup

tan
4) Pengeluaran seluruh hasil konsepsi

n
-te
Faktor Risiko

22
a. Faktor Maternal

20
1) Penyakit infeksi

86
2) Kelainan hormonal, seperti hipotiroidisme

s11
3) Gangguan nutrisi yang berat
4) Penyakit menahun dan kronis

ke
5) Alkohol, merokok dan penggunaan obat-obatan

en
7m
6) Anomali uterus dan serviks
7) Gangguan imunologis 10
8) Trauma fisik dan psikologis
k0

b. Faktor Janin
r-h

Adanya kelainan genetik pada janin


mo

c. Faktor ayah
-no

Terjadinya kelainan sperma


mk

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


6/k

Pemeriksaan Fisik
2/0

a. Penilaian tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)


02

b. Penilaian tanda-tanda syok


z/2

c. Periksa konjungtiva untuk tanda anemia


.xy

d. Mencari ada tidaknya massa abdomen


na

e. Tanda-tanda akut abdomen dan defans musculer


lya

f. Pemeriksaan ginekologi, ditemukan:


1) Abortus iminens
mu

a) Osteum uteri masih menutup


na

b) Perdarahan berwarna kecoklatan disertai lendir


.ai

c) Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan


ww

d) Detak jantung janin masih ditemukan


//w

2) Abortus insipiens
ps:

a) Osteum uteri terbuka, dengan terdapat penonjolan


kantong dan didalamnya berisi cairan ketuban
htt

b) Perdarahan berwarna merah segar

jdih.kemkes.go.id
-739-

c) Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan

l
tm
d) Detak jantung janin masih ditemukan

g.h
3) Abortus inkomplit
a) Osteum uteri terbuka, dengan terdapat sebagian sisa

tan
konsepsi

n
-te
b) Perdarahan aktif

22
c) Ukuran uterus sesuai usia kehamilan

20
4) Abortus komplit

86
a) Osteum uteri tertutup

s11
b) Perdarahan sedikit
c) Ukuran uterus lebih kecil usia kehamilan

ke
Pemeriksaan Penunjang

en
7m
a. Pemeriksaan USG.
b. Pemeriksaan tes kehamilan (BHCG): biasanya masih positif
10
sampai 7-10 hari setelah abortus.
k0

c. Pemeriksaan darah perifer lengkap


r-h
mo

Penegakan Diagnostik (Assessment)


-no

Diagnosis Klinis
mk

Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaam penunjang.
6/k

Diagnosis Banding
2/0

Kehamilan ektopik, Mola hidatidosa, Missed abortion.


02

Komplikasi
z/2

Komplikasi yang dapat terjadi pada abortus ialah perdarahan, infeksi,


.xy

perforasi, syok.
na

Tabel 14.9 Macam – Macam Abortus


lya

Nyeri Gejala
Diagnosis Perdarahan Uterus Serviks
Perut Khas
mu

Abortus Sedikit Sedang Sesuai Tertutup Tidak


na

iminens usia ada


.ai

gestasi epulsi
ww

jaringan
//w

konsepsi
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-740-

Abortus Sedang- Sedang- Sesuai Terbuka Tidak

l
tm
insipiens banyak hebat usia ada

g.h
kehamil epulsi
an jaringan

tan
konsepsi

n
-te
Abortus Sedang- Sedang- Sesuai Terbuka Epulsi

22
inkomplit banyak hebat dengan sebagian

20
usia jaringan

86
kehamil konsepsi

s11
an
Abosrtus Sedikit Tanpa/ Lebih Terbuka/tertut Epulsi

ke
komplit sedikit kecil up seluruh

en
7m
dari usia jaringan
gestasi 10 konsepsi
k0

Missed Tidak ada Tidak lebih Tertutup Janin


r-h

abortion ada kecil telah


mo

dari usia mati tapi


-no

kehamil tidak ada


mk

an epulsi
jaringan
6/k

konsepsi
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww

Gambar 14.2 Jenis abortus


//w
ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


htt

Penatalaksanaan Umum

jdih.kemkes.go.id
-741-

Pada keadaan abortus kondisi ibu bisa memburuk dan

l
tm
menyebabkan komplikasi. Hal pertama yang harus dilakukan adalah

g.h
penilaian cepat terhadap tanda vital (nada, tekanan darah,
pernasapan dan suhu).

tan
Pada kondisi di jumpai tanda sepsis atau dugaan abortus dengan

n
-te
komplikasi, berikan antibiotika dengan kombinasi:

22
a. Ampicilin 2 gr IV /IM kemudian 1 gr setiap 6 jam

20
b. Gentamicin 5 mg/KgBB setiap 24 jam

86
c. Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam

s11
d. Segera melakukan rujukan ke pelayanan kesehatan Sekunder /
RS

ke
Penatalaksaan Khusus sesuai dengan Jenis Abortus

en
7m
a. Abortus imminens:
1) Pertahankan kehamilan 10
2) Tidak perlu pengobatan khusus
k0

3) Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau


r-h

hubungan seksual
mo

4) Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya


-no

pada pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar


mk

Hb dan USG panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan


penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi
6/k

5) Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan


2/0

USG, nilai kemungkinan adanya penyebab lain.


02

6) Tablet penambah darah


z/2

7) Vitamin ibu hamil diteruskan


.xy

b. Abortus insipiens
na

1) Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko


lya

dan rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi, serta


memberikan informasi mengenai kontrasepsi paska
mu

keguguran.
na

2) Jika usia kehamilan < 16 minggu : lakukan evakuasi isi


.ai

uterus;
ww

Jika evakuasi tidak dapat dilakuka segera: berikan


//w

ergometrin 0.2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian


ps:

bila perlu)
3) Jika usia kehamilan > 16 minggu:
htt

jdih.kemkes.go.id
-742-

Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan

l
tm
evakuasi hasil konsepsi dari dalam uterus. Bila perlu

g.h
berikan infus oksitosin 40 IU dalam 1 L NaCl 0,9% atau RL
dengan kecepatan 40 tetes per menit

tan
4) Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit

n
-te
selama 2 jam, Bila kondisi baik dapat dipindahkan ke

22
ruang rawat.

20
5) Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan

86
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium

s11
6) Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam,
tanda akut abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam selama

ke
24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila kadar Hb >

en
7m
8gr/dl dan keadaan umum baik, ibu diperbolehkan pulang
c. Abortus inkomplit 10
1) Lakukan konseling
k0

2) Observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu, respirasi)


r-h

3) Evaluasi tanda-tanda syok, bila terjadi syok karena


mo

perdarahan, pasang IV line (bila perlu 2 jalur) segera


-no

berikan infus cairan NaCl fisiologis atau cairan ringer laktat


mk

disusul dengan darah.


4) Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan <16
6/k

minggu, gunakan jari atau forcep cincin untuk


2/0

mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks


02

Jika perdarahan berat dan usia kehamilan < 16 minggu,


z/2

lakukan evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM)


.xy

merupakan metode yang dianjurkan. Kuret tajam


na

sebaiknya hanya dilakukan apabila AVM tidak tersedia.


lya

Jika evakuasi tidak dapat dilakuka segera: berikan


ergometrin 0.2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian
mu

bila perlu)
na

5) Jika usia kehamilan > 16 minggu berikan infus oksitosin


.ai

40 IU dalam 1 L NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40


ww

tetes per menit


//w

6) Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit


ps:

selama 2 jam, Bila kondisi baik dapat dipindahkan ke


ruang rawat.
htt

jdih.kemkes.go.id
-743-

7) Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan

l
tm
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium

g.h
8) Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam,
tanda akut abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam selama

tan
24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila kadar Hb >

n
-te
8gr/dl dan keadaan umum baik, ibu diperbolehkan pulang

22
d. Abortus komplit

20
Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila

86
menderita anemia perlu diberikan sulfas ferosus dan dianjurkan

s11
supaya makanannya mengandung banyak protein, vitamin dan
mineral.

ke
en
7m
Pencegahan
a. Pemeriksaan rutin antenatal 10
b. Makan makanan yang bergizi (sayuran, susu,ikan, daging,telur).
k0

c. Menjaga kebersihan diri, terutama daerah kewanitaan dengan


r-h

tujuan mencegah infeksi yang bisa mengganggu proses


mo

implantasi janin.
-no

d. Hindari rokok, karena nikotin mempunyai efek vasoaktif


mk

sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.


e. Apabila terdapat anemia sedang berikan tablet Sulfas Ferosus
6/k

600 mg/hari selama 2 minggu,bila anemia berat maka berikan


2/0

transfusi darah.
02
z/2

Rencana Tindak Lanjut


.xy

a. Melakukan konseling untuk memberikan dukungan emosional


na

b. Menganjurkan penggunaan kontrasepsi pasca keguguran


lya

karena kesuburan dapat kembali kira-kira 14 hari setelah


keguguran. Untuk mencegah kehamilan, Alat Kontrasepsi
mu

Dalam Rahim (AKDR) umumnya dapat dipasang secara aman


na

setelah aborsi spontan atau diinduksi. Kontraindikasi


.ai

pemasangan AKDR pasca keguguran antara lain adalah infeksi


ww

pelvik, abortus septik, atau komplikasi serius lain dari abortus.


//w

c. Follow up dilakukan setelah 2 minggu.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-744-

Kriteria Rujukan

l
tm
Abortus Insipiens, Abortus Inkomplit, perdarahan yang banyak, nyeri

g.h
perut, ada pembukaan serviks, demam, darah cairan berbau dan
kotor

ntan
-te
Peralatan

22
a. Inspekulo

20
b. Laboratorium sederhana untuk pemeriksan tes kehamilan .

86
c. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutin.

s11
d. USG

ke
Prognosis

en
7m
Prognosis umumnya bonam.
10
Referensi
k0

a. Saifuddin, A.B. Ilmu Kebidanan. Perdarahan pada kehamilan


r-h

muda. Ed 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


mo

Prawihardjo.2009: p. 460-474.(Prawirohardjo, et al., 2010)


-no

b. KementerianKesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan


mk

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.


Jakarta: KementerianKesehatan RI. 2013(Kementerian
6/k

Kesehatan Republik Indonesia, 2013)


2/0

c. Saifuddin, A.B. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan


02

Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


z/2

Prawirohardjo. 2001; 146-147.(Saifuddin, 2011)


.xy
na

7. Ketuban Pecah Dini (KPD)


lya

No. ICPC-2 : W92 Complicated labour/delivery livebirth


No. ICD-10 : 042.9 Premature rupture of membrane, unspecified
mu

Tingkat Kemampuan 3A
na
.ai

Masalah Kesehatan
ww

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban


//w

sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu. Bila ketuban


ps:

pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut


ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.
htt

jdih.kemkes.go.id
-745-

Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan

l
tm
mengalami ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini prematur terjadi

g.h
pada 1% kehamilan.
Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh

tan
adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari

n
-te
vagina. Ketuban pecah dini prematur sering terjadi pada

22
polihidramnion, inkompeten serviks, dan solusio plasenta.

20
86
Hasil Anamnesis (Subjective)

s11
Keluhan
a. Terasa keluar air dari jalan lahir

ke
b. Biasanya tanpa disertai dengan kontraksi atau tanda inpartu

en
7m
Adanya riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar
dari vagina yang kadang-kadang disertai tanda-tanda lain dari
10
persalinan.
k0

Pada anamnesis, hal-hal yang perlu digali adalah menentukan usia


r-h

kehamilan, adanya cairan yang keluar dari vagina, warna cairan


mo

yang keluar dari vagina, dan adanya demam.


-no
mk

Faktor Risiko :
Multiparitas, Hidramnion, Kelainan letak ; sungsang atau melintang,
6/k

Kehamilan ganda, Cephalo Pelvic Disproportion, Infeksi, Perdarahan


2/0

antepartum
02
z/2

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


.xy

Pemeriksaan Fisik
na

a. Tercium bau khas ketuban


lya

b. Apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada


bagian yang sudah pecah, lihat dan perhatikan atau terdapat
mu

cairan ketuban padaforniks posterior.


na

c. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan


.ai

ketuban di vagina. Pastikan bahwa cairan tersebut adalah


ww

cairan amnion dengan memperhatikan bau cairan ketuban yang


//w

khas.
ps:

d. Jika tidak ada cairan amnion, dapat dicoba dengan


menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau meminta
htt

pasien batuk atau mengejan

jdih.kemkes.go.id
-746-

e. Tidak ada tanda inpartu

l
tm
f. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai adanya tanda-tanda

g.h
infeksi pada ibu dengan mengukur suhu tubuh (suhu ≥ 380C).
Pemeriksaan Penunjang

tan
a. Pemeriksaan pH vagina (cairan ketuban) dengan kertas lakmus

n
-te
(Nitrazin test) dari merah menjadi biru , sesuai dengan sifat air

22
ketuban yang alkalis

20
b. Pemeriksaan mikroskopis tampak gambaran pakis yang

86
mengering pada sekret serviko vaginal.

s11
c. Dilakukan dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan mengering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan

ke
gambaran daun pakis.

en
7m
d. Pemeriksaan darah rutin, leukosit> 15.000/mm3.
10
Penegakan Diagnostik (Assessment)
k0

Diagnosis Klinis
r-h

Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


mo

penunjang.
-no

Diagnosis Banding : -
mk

Komplikasi yang timbul bergantung pada usia kehamilan


a. Infeksi maternal korioamnionitis dan neonatal
6/k

b. Persalinan prematur
2/0

c. Hipoksia karena kompresi tali pusat


02

d. Deformitas janin
z/2

e. Meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagal persalinan


.xy

normal.
na
lya

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
mu

a. Pembatasan aktivitas pasien.


na

b. Apabila belum inpartuberikan Eritromisin 4 x 250 mg selama 10


.ai

hari.
ww

c. Segera rujuk pasien ke fasilitas pelayanan sekunder


//w

d. Di RS rujukan :
ps:

1) ≥ 34 minggu : lakukan induksi persalinan dengan oksitosin


bila tidak ada kontraindikasi
htt

2) 24-33 minggu:

jdih.kemkes.go.id
-747-

a) Bila terdapat amnionitis, abruptio plasenta, dan

l
tm
kematian janin, lakukan persalinan segera.

g.h
b) Berikan Deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48
jam.

tan
c) Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu

n
-te
dan janin.

22
d) Bayi dilahirkan di usia 34 minggu, bila dapat

20
dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil

86
menunjukan bahwa paru sudah matang.

s11
3) < 24 minggu:
a) Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu

ke
dan janin.

en
7m
b) Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan
mungkin menjadi pilihan. 10
c) Jika terjadi infeksi (koroiamnionitis), lakukan
k0

tatalaksana koriamnionitis.
r-h
mo

Konseling dan Edukasi


-no

a. Memberikan informasi kepada ibu, adanya air ketuban yang


mk

keluar sebelum tanda inpartu


b. Menenangkan ibu dan memberitahu kepada suami dan keluarga
6/k

agar ibu dapat diberi kesempatan untuk tirah baring.


2/0

c. Memberi penjelasan mengenai persalinan yang lebih cepat dan


02

rujukan yang akan dilakukan ke pusat pelayanan sekunder.


z/2
.xy

Kriteria rujukan
na

Ibu hamil dengan keadaan ketuban pecah dini merupakan kriteria


lya

rujukan ke pelayanan kesehatan sekunder.


mu

Peralatan
na

a. Inspekulo
.ai

b. Kertas lakmus (Nitrazin test)


ww

c. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutin


//w
ps:

Prognosis
Prognosis Ibu
htt

a. Ad vitam : Bonam

jdih.kemkes.go.id
-748-

b. Ad functionam : Bonam

l
tm
c. Ad sanationam : Bonam

g.h
Prognosis Janin
a. Ad vitam : Dubia ad bonam

tan
b. Ad functionam : Dubia ad bonam

n
-te
c. Ad sanationam : Dubia ad Bonam

22
20
Referensi

86
a. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Rachimhadhi, T. Wiknjosastro

s11
Gulardi H. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi
keempat cetakan ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono

ke
Prawirohardjo. 2010: Hal 677-680. (Prawirohardjo, et al., 2010)

en
7m
b. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
10
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013 (Kementerian
k0

Kesehatan Republik Indonesia, 2013)


r-h
mo

8. Persalinan Lama
-no

No. ICPC-2 : W92 Life birth


mk

` W93 still birth


No. ICD-10 : O63.9 Long labour
6/k

Tingkat Kemampuan 3B
2/0
02

Masalah Kesehatan
z/2

Persalinan lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18-24


.xy

jam sejak dimulai dari tanda-tanda persalinan.


na

Etiologi:
lya

a. Kepala janin yang besar / hidrosefalus


b. Kembar terkunci
mu

c. Kembar siam
na

d. Disporsi fetopelvik
.ai

e. Malpresentasi dan malposisi


ww

f. Deformitas panggul karena trauma atau polio


//w

g. Tumor daerah panggul


ps:

h. Infeksi virus di perut atau uterus


i. Jaringan arut (dari sirkumsisi wanita)
htt

jdih.kemkes.go.id
-749-

Hasil Anamnesis (Subjective)

l
tm
Pasien datang dalam kondisi fase persalinan Kala 1 atau Kala 2

g.h
dengan status: kelainan pembukaan serviks atau partus macet.
Faktor Risiko:

tan
(“Po, Pa, Pa”atau gabungan 3 P )

n
-te
a. Power : His tidak adekuat (his dengan frekuensi

22
<3x/10 menit dan Durasi setiap

20
kontraksinya <40 detik)

86
b. Passenger : malpresentasi, malposisi, janin besar

s11
c. Passage : panggul sempit, kelainan serviks atau vagina,
tumor jalan lahir

ke
d. Gabungan : dari faktor-faktor di atas

en
7m
Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang sederhana (Objective)
10
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
k0

a. Pada ibu:
r-h

1) Gelisah
mo

2) Letih
-no

3) Suhu badan meningkat


mk

4) Berkeringat
5) Nadi cepat
6/k

6) Pernafasan cepat
2/0

7) Meteorismus
02

8) Bandle ring, edema vulva, oedema serviks, cairan ketuban


z/2

berbau terdapat mekoneum


.xy

b. Pada janin:
na

1) Denyut jantung janin cepat, hebat, tidak teratur, bahkan


lya

negatif
2) Air ketuban terdapat mekoneum kental kehijau-hijauan,
mu

cairan berbau
na

3) Caput succedenium yang besar


.ai

4) Moulage kepala yang hebat


ww

5) Kematian janin dalam kandungan


//w

6) Kematian janin intrapartal


ps:

Kelainan Pembukaan Serviks


a. Persalinan Lama
htt

1) Nulipara:

jdih.kemkes.go.id
-750-

• Kemajuan pembukaan (dilatasi) serviks pada

l
tm
fase aktif< 1,2 cm/jam

g.h
• Kemajuan turunnya bagian terendah < 1 cm/jam
2) Multipara:

tan
• Kemajuan pembukaan (dilatasi) serviks pada

n
-te
• fase aktif<1,5 cm/jam

22
• Kemajuan turunnya bagian terendah <2 cm/jam

20
b. Persalinan Macet

86
1) Nulipara :

s11
• Fase deselerasi memanjang ( > 3 jam )

ke
• Tidak ada pembukaan (dilatasi) > 2 jam

en
• Tidak ada penurunan bagian terendah > 1 jam

7m
• Kegagalan penurunan bagian terendah (Tidak ada
10
penurunan pada fase deselerasi atau kala 2)
k0
2) Multipara:
r-h

• Fase deselerasi memanjang > 1 jam


mo

• Tidak ada pembukaan (dilatasi) > 2 jam


• Tidak ada penurunan bagian terendah > 1 jam
-no

• Kegagalan penurunan bagian terendah (Tidak ada


mk

penurunan pada fase deselerasi atau kala 2)


6/k

Faktor Penyebab
2/0

a. His tidak efisien (in adekuat)


b. Faktor janin (malpresentasi, malposisi, janin besar)
02

c. Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina,


z/2

tumor)
.xy

Faktor Predisposisi
na

a. Paritas dan interval kelahiran


lya

b. Ketuban pecah dini


mu

Pemeriksaan penunjang :
na

a. Partograf
.ai

b. Doppler
ww

c. Urin
d. Darah tepi lengkap
//w
ps:

Penegakan Diagnostik (Assessment)


htt

Diagnosis Klinis

jdih.kemkes.go.id
-751-

Distosia pada kala I fase aktif:

l
tm
Grafik pembukaan serviks pada partograf berada di antara garis

g.h
waspada dan garis bertindak, atau sudah memotong garis bertindak,
atau

tan
Fase ekspulsi (kala II) memanjang:

n
-te
Tidak ada kemajuan penurunan bagian terendah janin pada

22
persalinan kala II. Dengan batasan waktu:

20
Maksimal 2 jam untuk nullipara dan 1 jam untuk multipara, ATAU

86
Maksimal 3 jam untuk nulipara dan 2 jam untuk multipara bila

s11
pasien menggunakan analgesia epidural
Diagnosis Banding : -

ke
en
7m
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan 10
Motivasi pasien dalam proses persalinan dan informasikan rencana
k0

persalinan sesuai dengan perkembangan pasien.


r-h

Penatalaksanaa umum
mo

Segera rujuk ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan seksio


-no

sesarea
mk

Penatalaksanaan khusus
6/k

a. Tentukan sebab terjadinya persalinan lama


2/0

1) Power: his tidak adekuat (his dengan frekuensi <3x/10


02

menit dan durasi tiap kontraksinya < 40 detik).


z/2

2) Passenger: malpresentasi, malposisi, janin besar


.xy

3) Passage : panggul sempit, kelainan serviks atau vagina,


na

tumor jalan lahir


lya

b. Sesuaikan tatalaksana dengan penyebab dan situasi. Prinsip


umum:
mu

1) Lakukan augmentasi persalinan denga oksitosin dan atau


na

amniotomi bila terdapat gangguan power. Pastikan tidak


.ai

ada gangguan passenger atau passage.


ww

2) Lakukan tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio


//w

sesarea) untuk gangguan passenger dan atau passage,


ps:

serta untuk gangguan power yang tidak dapat diatasi


dengan augmentasi persalinan.
htt

jdih.kemkes.go.id
-752-

3) Jika ditemukan obstruksi atau CPD, tatalaksana adalah

l
tm
seksio cesarea.

g.h
c. Berikan antibiotik (kombinasi ampicilin 2 g IV tiap 6 jam dan
gentamisin 5mg/kgBB tiap 24 jam) jika ditemukan:

tan
1) Tanda-tanda infeksi (demam, cairan pervaginam berbau)

n
-te
2) Atau ketuban pecah lebih dari 18 jam

22
3) Usia kehamilan 37 minggu

20
d. Pantau tanda gawat janin

86
e. Catat hasil analisis dan seluruh tindakan dalam rekam medis

s11
lalu jelaskan pada ibu dan keluarga hasil analisis serta rencana
tindakan.

ke
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan : -

en
7m
Komplikasi:
Infeksi intrapartum, Ruptura uteri, Pembentukan fistula, Cedera
10
otot-otot dasar panggul, Kaput suksedaneum, Molase kepala janin,
k0

Kematian ibu dan anak.


r-h

Konseling dan Edukasi


mo

Dibutuhkan dukungan dari suami pasien. Pendekatan yang


-no

dilakukan kepada keluarga sehubungan dengan proses


mk

penyembuhan penyakit pasien maupun pencegahan penularan atau


relaps penyakit ini.
6/k
2/0

Tabel 14.10 Kriteria diagnostik penatalaksanaan distosia


02

Pola persalinan Nulipara Multipara Tindakan Terapi di


z/2

Rumah Sakit
.xy

Kelainan < 1,2 < 1,5 cm/jam - Dukungan


na

pembukaan cm/jam < 2 cm/jam dan terapi


lya

serviks < 1 ekspektatif


- Kemajuan cm/jam - Seksio sesarea
mu

pembukaan bila CPD atau


na

(dilatasi) obstruksi
.ai

serviks pada
ww

fase aktif R
//w

- Kemajuan
ps:

turunnya U
htt

bagian

jdih.kemkes.go.id
-753-

terendah J

l
tm
Partus macet > 3 jam > 1 jam - Infus

g.h
- Fase deselerasi > 2 jam > 2 jam U oksitosin, bila

tan
memanjang > 1 jam > 1 jam tak ada
- Terhentinya Tidak ada Tidak ada K kemajuan,

n
-te
pembukaan penurunan penurunan lakukan

22
(dilatasi) pada fase pada fase seksio sesarea

20
- Terhentinya deselerasi deselerasi - Seksio

86
penurunan atau kala 2 atau kala 2 sesarea bila

s11
bagian CPD atau

ke
terendah obstruksi

en
- Kegagalan

7m
penurunan
bagian
10
k0
terendah
r-h

Kriteria rujukan
Apabila tidak dapat ditangani di fasilitas pelayanan tingkat pertama
mo

atau apabila level kompetensi SKDI dengan kriteria merujuk (<3B)


-no

Prognosis
mk

Prognosis untuk ad vitam adalah dubia ad bonam, namun ad


6/k

fungsionam dan sanationam adalah dubia ad malam.


2/0

Peralatan
02

a. Ruang berukuran minimal 15m2


z/2

b. Tempat tidur bersalin


.xy

c. Tiang infus
na

d. Lampu sorot dan lampu darurat


lya

e. Oksigen dan maskernya


mu

f. Perlengkapan persalinan
g. Alat resusitasi
na

h. Lemari dan troli darurat


.ai
ww

i. Partograf
j. Dopler
//w

k. Ambulans
ps:
htt

Referensi

jdih.kemkes.go.id
-754-

a. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan

l
tm
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.

g.h
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013 (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013)

tan
b. WHO. Managing prolonged and obstructed labour. Education for

n
-te
safe motherhood. 2ndEd. Department of making pregnancy safer.

22
Geneva: WHO. 2006.(World Health Organization, 2006)

20
c. Pedoman penyelenggaraan pelayanan obstetri neonatal

86
emergensi komprehensif (PONEK). 2008. (Kementerian

s11
Kesehatan Republik Indonesia, 2008)

ke
9. Perdarahan Post Partum / Pendarahan Pascasalin

en
7m
ICPC : W17 Post partum bleeding
ICD-10 : 072.1 Other Immediate Postpartum haemorrhage
10
Tingkat Kemampuan 3B
k0
r-h

Masalah Kesehatan
mo

Perdarahan post partum (PPP) adalah perdarahan yang masif yang


-no

berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir,


mk

dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab


kematian ibu disamping perdarahan karena hamil ektopik dan
6/k

abortus. Definisi perdarahan post partum adalah perdarahan pasca


2/0

persalinan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir atau yang


02

berpotensi mengganggu hemodinamik ibu. Berdasarkan saat


z/2

terjadinya, PPP dapat dibagi menjadi PPP primer dan PPP sekunder.
.xy

PPP primer adalah perdarahan post partum yang terjadi dalam 24


na

jam pertama setelah persalinan dan biasanya disebabkan oleh atonia


lya

uteri, robekan jalan lahir, dan sisa sebagian plasenta. Sementara


PPP sekunder adalah perdarahan pervaginam yang lebih banyak dari
mu

normal antara 24 jam hingga 12minggu setelah persalinan, biasanya


na

disebabkan oleh sisa plasenta.


.ai

Kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir,
ww

68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam
//w

dua minggu setelah bayi lahir.


ps:

Hasil Anamnesis (Subjective)


htt

Keluhan dan gejala utama

jdih.kemkes.go.id
-755-

a. Perdarahan setelah melahirkan

l
tm
b. Lemah

g.h
c. Limbung
d. Berkeringatdingin

tan
e. Menggigil

n
-te
f. Pucat

22
Faktor Risiko

20
Perdarahan post partum merupakan komplikasi dari 5-8% kasus

86
persalinan pervaginam dan 6% dari kasus SC.

s11
a. Faktor risiko prenatal:
1) Perdarahan sebelum persalinan

ke
2) Solusio plasenta

en
7m
3) Plasenta previa
4) Kehamilan ganda 10
5) Preeklampsia
k0

6) Khorioamnionitis
r-h

7) Hidramnion
mo

8) IUFD
-no

9) Anemia (Hb< 5,8)


mk

10) Multiparitas
11) Mioma dalam kehamilan
6/k

12) Gangguan faktor pembekuan dan


2/0

13) Riwayat perdarahan sebelumnya serta obesitas


02

b. Faktor risiko saat persalinan pervaginam:


z/2

1) Kala tiga yang memanjang


.xy

2) Episiotomi
na

3) Distosia
lya

4) Laserasi jaringan lunak


5) Induksi atau augmentasi persalinan dengan oksitosin
mu

6) Persalinan dengan bantuan alat (forseps atau vakum)


na

7) Sisa plasenta, dan bayi besar (>4000 gram)


.ai

c. Faktor risiko perdarahan setelah SC :


ww

1) Insisi uterus klasik


//w

2) Amnionitis
ps:

3) Preeklampsia
4) Persalinan abnormal
htt

5) Anestesia umum

jdih.kemkes.go.id
-756-

6) Partus preterm dan postterm

l
tm
Penyebab dibedakan atas:

g.h
a. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta
1) Hipotoni sampai atonia uteri

tan
• Akibat anestesi

n
-te
• Distensi berlebihan (gemeli,anak besar,hidramnion)

22
• Partus lama,partus kasep

20
• Partus presipitatus/partus terlalu cepat

86
• Persalinan karena induksi oksitosin

s11
• Multiparitas

ke
• Riwayat atonia sebelumnya

en
2) Sisa plasenta

7m
• Kotiledon atau selaput ketuban tersisa
• Plasenta susenturiata
10
k0
• Plasenta akreata, inkreata, perkreata.
r-h

b. Perdarahan karena robekan


mo

1) Episiotomi yang melebar


2) Robekan pada perinium, vagina dan serviks
-no

3) Ruptura uteri
mk

c. Gangguan koagulasi
6/k

1) Trombofilia
2) Sindrom HELLP
2/0

3) Pre-eklampsi
02

4) Solutio plasenta
z/2

5) Kematian janin dalam kandungan


.xy

6) Emboli air ketuban


na
lya

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


mu

Pemeriksaan Fisik
na

a. Nilai tanda-tanda syok: pucat, akral dingin, nadi cepat, tekanan


.ai

darah rendah.
ww

b. Nilai tanda-tanda vital: nadi> 100x/menit, pernafasan


hiperpnea, tekanan darah sistolik <90 mmHg, suhu.
//w

Pemeriksaan obstetrik:
ps:

a. Perhatikankontraksi, letak, dan konsistensi uterus


htt

jdih.kemkes.go.id
-757-

b. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai adanya:

l
tm
perdarahan, keutuhan plasenta, tali pusat, dan robekan

g.h
didaerahvagina.

tan
Pemeriksaan Penunjang

n
-te
a. Pemeriksaan darah rutin: terutama untuk menilai kadar Hb < 8

22
gr%.

20
b. Pemeriksaan golongan darah.

86
c. Pemeriksaan waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah

s11
(untuk menyingkirkan penyebab gangguan pembekuan darah).

ke
Penegakan Diagnostik(Assessment)

en
7m
Diagnosis Klinis
Perdarahan post partum bukanlah suatu diagnosis akan tetapi suatu
10
kejadian yang harus dicari penyebabnya:
k0

a. PPP karena atonia uteri


r-h

b. PPP karena robekan jalan lahir


mo

c. PPP karena sisa plasenta


-no

d. PPP akibat retensio plasenta


mk

e. PPP akibat ruptura uteri


f. PPP akibat inversio uteri
6/k

g. Gangguan pembekuan darah


2/0

Komplikasi
02

a. Syok
z/2

b. Kematian
.xy
na

Tabel 14.11 Penyebab perdarahan pada post partum


lya

Penyebab yang
No Gejala dan tanda
harus dipikirkan
mu

1. • Perdarahan segera setelah anak lahir Atonia Uteri


na

• Uterus tidak berkontraksi dan lembek


.ai

2. • Perdarahan segera Robekan Jalan


ww

• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi Lahir


//w

lahir
ps:

3 • Plasenta belum dilahirkan dalam 30 menit Retensio Plasenta


htt

setelah kelahiran bayi

jdih.kemkes.go.id
-758-

Penyebab yang
No Gejala dan tanda

l
tm
harus dipikirkan

g.h
4. • Plasenta atau sebagian selaput (mengandung Sisa Plasenta
pembuluh darah) tidak lengkap

tan
• Perdarahan dapat muncul 6-10 hari post

n
-te
partum disertai subinvolusi uterus

22
5. • Perdarahan segera (Perdarahan intra abdominal Ruptura Uteri

20
dan dari atau pervaginam)

86
• Nyeri perut yang hebat

s11
• Kontraksi yang hilang

ke
6. • Fundus Uteri tidak teraba pada palpasi Inversio uteri

en
abdomen

7m
• Lumen vagina terisi massa
• Nyeri ringan atau berat
10
k0
7. • Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak terlihat Gangguan
r-h

gumpalan sederhana pembekuan


mo

• Kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji darah


pembentukan darah sederhana
-no

• Terdapat faktor predisposisi : solusio placenta,


mk

kematian janin dalam uterus, eklampsia,


6/k

emboli air ketuban


2/0

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


02

Penatalaksanaan
z/2

Penatalaksanaan Awal
.xy

• Segera memanggil bantuan tim


na

• Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.


lya

• Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan


mu

syok.
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-759-

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
Gambar 14. 3 Tatalaksana awal perdarahan pascasalin dengan
Pendekatan Tim 10
a. Berikan oksigen.
k0

b. Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18)
r-h

dan mulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
mo

atau Ringer Asetat) sesuai dengan kondisi ibu.


-no
mk

Tabel 14.12 Jumlah cairan infus pengganti berdasarkan perkiraan


volume kehilangan darah
6/k

Penilaian Klinis Volume Perkiraan Jumlah


2/0

Tekanan Frekuensi Perfusi Perdaraha Kehilangan Cairan Infus


02

Darah Nadi Akral n (% dari Darah (ml) Kristaloid


z/2

Sistolik volume (volume darah Pengganti


.xy

(mmHg) total maternal (2-3 x


na

darah) 100ml/kgBB) Jumlah


lya

Kehilangan
Darah)
mu

120 80x/mnt Hangat <10% <600 ml -


na

(asumsi berat
.ai

badan 60 kg)
ww

100 100x/mnt Pucat ±15% 900 ml 2000-3000


//w

ml
ps:

<90 >120x/m Dingin ±30% 1800 ml 3500-5500


htt

nt ml

jdih.kemkes.go.id
-760-

<60-70 >140x/m Basah ±50% 3000 ml 6000-9000

l
tm
nt hingga ml

g.h
tak
teraba

ntan
-te
c. Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu.

22
d. Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka,

20
dan tinggi fundus uteri.

86
e. Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan

s11
laserasi (jika ada, misal: robekan serviks atau robekan vagina).
f. Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.

ke
g. Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan

en
7m
dengan jumlah cairan yang masuk.
Catatan: produksi urin normal 0.5-1 ml/kgBB/jam atau sekitar 30
10
ml/jam).
k0

h. Jika kadar Hb< 8 g/dl rujuk ke layanan sekunder (dokter spesialis


r-h

obgyn).
mo

i. Jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan lakukan


-no

pemeriksaan: kadar hemoglobin (pemeriksaan hematologi rutin) dan


mk

penggolongan ABO.
j. Tentukan penyebab dari perdarahannya (lihat tabel 14.11) dan
6/k

lakukan tatalaksana spesifik sesuai penyebab.


2/0
02

Penatalaksanaan Lanjutan :
z/2

a. Atonia uteri
.xy

1) Lakukan pemijatan uterus.


na

2) Pastikan plasenta lahir lengkap.


lya

3) Berikan 20-40 unit Oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl


0,9%/ Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan
mu

10 unit IM.
na

4) Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml


.ai

larutanNaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40


ww

tetes/menit hingga perdarahan berhenti.


//w

5) Bila tidak tersedia Oksitosin atau bila perdarahan tidak


ps:

berhenti, berikan Ergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat),


htt

dapat diikuti pemberian 0,2 mg IM setelah 15 menit,

jdih.kemkes.go.id
-761-

danpemberian 0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila

l
tm
diperlukan. Jangan berikan lebih dari 5 dosis (1 mg).

g.h
6) Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat
IV (bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit).

tan
7) Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual

n
-te
internal selama 5 menit.

22
8) Siapkan rujukanke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder

20
sebagai antisipasi bila perdarahan tidak berhenti.

86
Perlu Diingat :

s11
Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang mengandung
oksitosin.

ke
Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi berat/tidak

en
7m
terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit pembuluh darah
tepi. 10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar14.4 Kompresi Bimanual Internal dan Kompresi Bimanual


Eksternal pada atonia uteri
na
lya

b. Robekan Jalan Lahir


mu

Ruptura Perineum dan Robekan Dinding Vagina


na

1) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber


.ai

perdarahan.
ww

2) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan


//w

antiseptik.
ps:

3) Hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian


ikatdengan benang yang dapat diserap.
htt

jdih.kemkes.go.id
-762-

4) Lakukan penjahitan (lihat Materi Luka Perineum Tingkat 1

l
tm
dan 2)

g.h
5) Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g
asamtraneksamat IV (bolus selama 1 menit, dapat diulang

tan
setelah 30 menit).

n
-te
c. Robekan Serviks

22
1) Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri

20
dankanan dari porsio

86
2) Siapkan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder

s11
d. Retensio Plasenta
1) Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutanNaCl

ke
0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit

en
7m
dan 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam
1000 ml larutanNaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan
10
kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
k0

2) Lakukan tarikan tali pusat terkendali.


r-h

3) Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan


mo

plasenta manual secara hati-hati.


-no

4) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (Ampisilin 2 g


mk

IV DAN Metronidazol 500 mg IV).


5) Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila
6/k

terjadi komplikasi perdarahan hebat atau infeksi


2/0

e. Sisa Plasenta
02

1) Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl


z/2

0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit


.xy

dan 10 unit IM. Lanjutkan infus Oksitosin 20 unit dalam


na

1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan


lya

kecepatan 40m tetes/menit hingga pendarahan berhenti.


2) Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan
mu

keluarkan bekuan darah dan jaringan. Bila serviks hanya


na

dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa


.ai

plasenta dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi dan


ww

kuretase.
//w

3) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2 g


ps:

IV dan Metronidazol 500 mg).


4) Jika perdarahan berlanjut, tata laksana seperti kasus
htt

atonia uteri.

jdih.kemkes.go.id
-763-

Inversio Uteri

l
tm
Siapkan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder

g.h
Gangguan Pembekuan Darah
a. Pada banyak kasus kehilangan darah yang akut, koagulopati

tan
dapat dicegah jika volume darah dipulihkan segera.

n
-te
b. Tangani kemungkinan penyebab (solusio plasenta,eklampsia).

22
c. Siapkan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder

20
86
Konseling dan Edukasi

s11
a. Memberikan informasi akan keadaan ibu yang mengalami
perdarahan pascasalin.

ke
b. Memberikan informasi yang tepat kepada suami dan keluarga

en
7m
ibu terhadap tindakan yang akan di lakukan dalam menangani
perdarahan pascasalin. 10
c. Memastikan dan membantu keluarga jika rujukan akan
k0

dilakukan.
r-h
mo

Kriteria Rujukan
-no

a. Pada kasus perdarahan pervaginam > 500 ml setelah persalinan


mk

berpotensi mengakibatkan syok dan merupakan indikasi


rujukan.
6/k

b. Penanganan kegawatdaruratan sebelum merujuk dan


2/0

mempertahankan ibu dalam keadaan stabil selama proses


02

rujukan merupakan hal penting diperhatikan.


z/2
.xy

Peralatan
na

a. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutindan


lya

golongan darah.
b. Inspekulo
mu

c. USG
na

d. Sarung tangan steril


.ai

e. Hecting set
ww

f. Benang catgut
//w
ps:

Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad bonam, tergantung dari jumlah
htt

perdarahan dan kecepatan penatalaksanaan yang di lakukan.

jdih.kemkes.go.id
-764-

Referensi

l
tm
a. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Rachimhadhi, T. Wiknjosastro

g.h
Gulardi H. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi
keempat cetakan ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono

tan
Prawirohardjo. 2010: Hal 522-529. (Prawirohardjo, et al., 2010)

n
-te
b. KementerianKesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan

22
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.

20
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013 (Kementerian

86
Kesehatan Republik Indonesia, 2013)

s11
10. Ruptur Perineum Tingkat 1-2

ke
No. ICPC-2 : W92 Complicated labour/delivery livebirth

en
7m
No. ICD-10 : O70.0 First degree perineal laceration during delivery
Tingkat Kemampuan 4A 10
k0

Masalah Kesehatan
r-h

Ruptur perineum adalah suatu kondisi robeknya perineum yang


mo

terjadi pada persalinan pervaginam. Diperkirakan lebih dari 85%


-no

wanita yang melahirkan pervaginam mengalami ruptur perineum


mk

spontan, yang 60%- 70% di antaranya membutuhkan penjahitan


(Sleep dkk, 1984; McCandlish dkk,1998). Angka morbiditas
6/k

meningkat seiring dengan peningkatan derajat ruptur.


2/0
02

Hasil Anamnesis (Subjective)


z/2

Gejala Klinis
.xy

Perdarahan pervaginam
na

Etiologi dan Faktor Risiko


lya

Ruptur perineum umumnya terjadi pada persalinan, dimana:


a. Kepala janin terlalu cepat lahir
mu

b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya


na

c. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut


.ai

d. Pada persalinan dengan distosia bahu


ww

e. Partus pervaginam dengan tindakan


//w

Pada literatur lain dikatakan faktor risiko ruptur perineum.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-765-

Tabel 14.13: Faktor resiko rupture perineum

l
tm
Faktor risiko ruptur perineum

g.h
Known risk factors Suggested risk factors
Nulipara Peningkatan usia

tan
Makrosomia Etnis

n
-te
Persalinan dengan instrumen terutama
Status nutrisi

22
forsep

20
Malpresentasi Analgesia epidural

86
Malposisi seperti oksiput posterior

s11
Distosia bahu
Riptur perineum sebelumnya

ke
Lingkar kepala yang lebih besar

en
7m
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan fisik 10
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya:
k0

a. Robekan pada perineum,


r-h

b. Perdarahan yang bersifat arterial atau yang bersifat merembes,


mo

c. Pemeriksaan colok dubur, untuk menilai derajat robekan


-no

perineum
mk

Pemeriksaan Penunjang: -
6/k

Penegakan Diagnostik (Assessment)


2/0

Diagnosis Klinis
02

Diagnosis dapat ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan


z/2

fisik yang dapat dilakukan.


.xy

Klasifikasi ruptur perineum dibagi menjadi 4 derajat:


na

a. Derajat I
lya

Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau


tanpa mengenai kulit perineum. Biasa tidak perlu dilakukan
mu

penjahitan.
na

b. Derajat II
.ai

Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea


ww

transversalis, tetapi tidak melibatkan kerusakan otot sfingter ani.


//w

c. Derajat III
ps:

Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani


htt

dengan pembagian sebagai berikut:


IIIa. Robekan < 50% sfingter ani eksterna

jdih.kemkes.go.id
-766-

IIIb. Robekan > 50% sfingter ani ekterna

l
tm
IIIc. Robekan juga meliputi sfingter ani interna

g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
A C

ke
en
7m
10
k0
r-h
mo

B D
-no

Gambar 14. 5 Ruptur Perineum dan Sfingter Ani


mk

Sfingter ani yang intak (ditunjuk oleh tanda panah A) terlihat


6/k

lebih jelas pada pemeriksaan rectal touche (B); Robekan parsial


2/0

sepanjang sfingter ani eksterna (C); Robekan perineum derajat


02

3b dengan sfingter ani yang intak (Internal anal sphincter/IAS).


z/2

Sfingter ani eksterna (External anal sphincter/EAS) dijepit oleh


forseps Allis. Perhatikan perbedaan warna IAS yang lebih pucat
.xy

dibandingkan EAS (D).


na

d. Derajat IV
lya

Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani


mu

dan mukosa rektum.


na
.ai

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


ww

Penatalaksanaan
//w

Non Medikantosa
a. Menghindari atau mengurangi dengan menjaga jangan sampai
ps:

dasarpanggul didahului oleh kepala janin dengan cepat.


htt

jdih.kemkes.go.id
-767-

b. Kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat

l
tm
dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan

g.h
dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia
pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.

tan
Medikamentosa

n
-te
a. Penatalaksanaan farmakologis

22
Dosis tunggal sefalosporin golongan II atau III dapat diberikan

20
intravena sebelum perbaikan dilakukan (untuk ruptur perineum

86
yang berat).

s11
b. Manajemen Ruptur Perineum:
1) Alat-alat yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan

ke
jalan lahir

en
7m
• Retractor Weislander’s
• Forceps gigi (fine & strong)
10
• Needle holder (small and large)
k0

• Forceps Allis (4)


r-h

• Forceps arteri (6)


mo

• Gunting Mitzembaum
-no

• Gunting pemotong jahitan


mk

• Spekulum Sims
6/k

• Retraktor dinding samping dalam vagina



2/0

Forceps pemegang kasa


2) bahan-bahan yang diperlukan untuk perbaikan jalan lahir.
02

• Tampon
z/2

• Kapas besar
.xy

• Povidon Iodine
na

• Lidocain 1% (untuk ruptur perineumderajat I-II)


lya

• Benang catgut / Asam poliglikolik (Dexon, David&Geck


mu

Ltd, UK) / Poliglaktin 910 (Vicryl, Ethicon Ltd,


na

Edinburgh, UK)
.ai

Ruptur perineum harus segera diperbaiki untuk meminimalisir risiko


ww

perdarahan, edema, dan infeksi. Manajemen ruptur perineum untuk


masing-masing derajatnya, antara lain sebagai berikut :
//w

Robekan perineum derajat 1


ps:

Robekan tingkat I mengenai mukosa vagina dan jaringan ikat, tidak


htt

perlu dilakukan penjahitan.

jdih.kemkes.go.id
-768-

Penjahitan robekan perineum derajat 2

l
tm
a. Siapkan alat dan bahan.

g.h
b. Pastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap Lignokain atau
obat-obatan sejenis

tan
c. Suntikan 10 ml Lignokain 0.5% di bawah mukosa vagina, di

n
-te
bawah kulit perineum dan pada otot-otot perineum. Masukan

22
jarum pads ujung laserasi dorong masuk sepanjang luka

20
mengikuti garis tempat jarum jahitnya akan masuk atau keluar.

86
d. Tunggu 2 menit. Kemudian area dengan forsep hingga pasien

s11
tidak merasakan nyeri.
e. Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan benang 2-0, lihat ke

ke
dalam luka untuk mengetahui letak ototnya (penting untuk

en
7m
menjahit otot ke otot agar tidak ada rongga di dalamnya).
f. Carilah lapisan subkutis persis dibawah lapisan kulit, lanjutkan
10
dengan jahitan subkutikuler kembali keatas vagina, akhiri
k0

dengan simpul mati pada bagian dalam vagina.


r-h

g. Potong kedua ujung benang dan hanya sisakan masing-masing


mo

1 cm.
-no

h. Jika robekan cukup luas dan dalam, lakukan colok dubur dan
mk

pastikan tidak ada bagian rektum terjahit.


6/k

CATATAN: Aspirasi penting untuk meyakinkan suntikan lignokain


2/0

tidak masuk dalam pembuluh darah. Jika ada darah pada aspirasi,
02

pindahkan jarum ke tempat lain. Aspirasi kembali. Kejang dan


z/2

kematian dapat terjadi jika lignokain diberikan lewat pembuluh darah


.xy

(intravena).
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w

Gambar A Penjahitan Mukosa Gambar B Penjahitan Otot


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-769-

l
tm
g.h
n tan
-te
Gambar C Penjahitan Kulit

22
Gambar 14.6 Penjahitan Luka Perineum Tingkat 2

20
86
Penjahitan robekan perineum derajat 3

s11
a. Perbaikan robekan harus dilakukan hanya oleh dokter yang

ke
sudah dilatih secara formal (atau dalam supervisi) mengenai

en
perbaikan sfingter ani primer.

7m
Perbaikan harus dilakukan 10 di kamar operasi dengan
pencahayaan yang baik, peralatan yang memadai, dan kondisi
k0

aseptik.
r-h

1) Anestesi umum atau regional (spinal, epidural, kaudal)


mo

menjadi analgesik dan pelemas otot yang bermanfaat dalam


-no

evaluasi luasnya robekan.


2) Luasnya robekan harus dievaluasi melalui pemeriksaan
mk

vagina dan rektal yang berhati-hati.


6/k

3) Jika terdapat kebingungan dalam menentukan derajat


2/0

trauma maka derajat yang lebih tinggi yang harus dipilih.


02

Pada kasus yang jarang ditemui, tipe robekan "buttonhole"


z/2

terisolasi dapat terjadi di rektum tanpa menyebabkan


kerusakan sfingter ani.
.xy

b. Diperbaiki secara transvaginal menggunakan jahitan interrupted


na

dengan benang Vicryl.


lya

2. Untuk mengurangi risiko fistula rektovaginal persisten, selapis jaringan


mu

perlu disisipkan diantara rektum dan vagina. (Dengan aproksimasi


na

fasia rektovaginal).
.ai

3. Kolostomi diindikasikan hanya jika terdapat robekan besar yang


ww

mencapai dasar pelvis atau terdapat kontaminasi feses pada luka.


//w

Penjahitan robekan perineum derajat 4


a. Epitel ani yang mengalami robekan diperbaiki dengan jahitan
ps:

interrupted menggunakan benang Vicryl 3/0 dan disimpul di


htt

dalam lumen ani.

jdih.kemkes.go.id
-770-

Perbaikan epitel ani secara subkutikular melalui pendekatan

l
tm
transvaginal juga diketahui memiliki keefektifan yang sama jika

g.h
simpul terminalnya terikat dengan baik.
b. Otot sfingter diperbaiki dengan 3/0 PDS dyed sutures.

tan
1) Benang monofilamen dipercaya dapat mengurangi risiko

n
-te
infeksi dibandingkan dengan benang braided.

22
2) Benang monofilamen non-absorbable seperti nilon atau

20
Prolene (polypropylene) dipilih oleh beberapa dokter bedah

86
kolorektal dalam perbaikan sekunder robekan sfingter.

s11
3) Benang non-absorbable dapat menyebabkan abses pada
jahitan (terutama pada simpul) dan ujung tajam jahitan

ke
dapat menyebabkan ketidaknyamanan.

en
7m
4) Absorpsi sempurna PDS lebih lama dari Vicryl dan
kekuatan tensilnya bertahan lebih lama dari Vicryl.
10
5) Untuk mengurangi perpindahan jahitan, ujung jahitan
k0

harus dipotong pendek dan tertupi oleh muskulus perinei


r-h

superfisialis.
mo

6) Sebuah RCT menunjukkan tidak ada perbedaan morbiditas


-no

terkait jahitan menggunakan benang Vicryl dan PDS pada


mk

6 minggu post partum.


c. Sfingter ani interna harus diidentifikasi dan jika mengalami
6/k

robekan harus diperbaiki secara terpisah dari sfingter ani


2/0

eksterna.
02

1) Sfingter ani interna tampak pucat seperti daging ikan


z/2

mentah sedangkan sfingter ani eksterna berwarna lebih


.xy

terang, seperti daging merah.


na

2) Ujung-ujung otot yang robek dijepit dengan forsep Allis dan


lya

perbaikan end-to-end dilakukan dengan jahitan interrupted


atau matras menggunakan PDS 3/0.
mu

d. Sfingter ani eksterna harus diidentifikasi dan dijepit dengan


na

forsep Allis karena sfingter ini cenderung mengkerut ketika


.ai

robek.
ww

1) Setelah itu, otot dipisahkan dari lemak iskhioanal


//w

menggunakan gunting Mitzembaum.


ps:

2) Ujung-ujung robekan sfingter ani eksterna kemudian


dijahit menggunakan teknik overlap dengan benang PDS
htt

3/0.

jdih.kemkes.go.id
-771-

3) Teknik overlap akan menyebabkan area kontak otot

l
tm
menjadi lebih luas dibandingkan dengan teknik end-to end.

g.h
4) Wanita dengan perbaikan sfingter ani eksterna secara end-
to-end diketahui dapat tetap kontinen tetapi memiliki risiko

tan
yang lebih tinggi untuk mengalami inkontinensia pada usia

n
-te
yang lebih lanjut.

22
5) Jika operator tidak familiar dengan teknik overlap atau

20
sfingter ani eksterna hanya robek sebagian (derajat 3a/3b)

86
maka perbaikan end-to-end harus dilakukan menggunakan

s11
2-3 jahitan matras, seperti pada perbaikan sfingter ani
interna.

ke
e. Setelah perbaikan sfingter, perineal body perlu direkonstruksi

en
7m
agar dapat mempertahankan sfingter ani yang telah diperbaiki.
1) Perineum yang pendek dapat menyebabkan sfingter ani
10
menjadi lebih rentan terhadap trauma dalam kelahiran per
k0

vaginam berikutnya.
r-h

2) Kulit vagina harus dijahit dan kulit perineum


mo

diaproksimasi dengan jahitan subkutikular menggunakan


-no

benang Vicryl 3/0.


mk

f. Pemeriksaan rektovaginal harus dilakukan untuk memastikan


perbaikan telah sempurna dan memastikan bahwa seluruh
6/k

tampon atau kapas telah dikeluarkan.


2/0

g. Catatan yang lengkap mengenai temuan dan perbaikan harus


02

dibuat.
z/2

Jika tidak terdapat tenaga yang kompeten pasien dirujuk ke fasilitas


.xy

pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis


na

obstetrik dan ginekologi.


lya

Konseling dan Edukasi


mu

Memberikan informasi kepada pasien dan suami, mengenai, cara


na

menjaga kebersihan daerah vagina dan sekitarnya setelah


.ai

dilakukannya penjahitan di daerah perineum, yaitu antara lain:


ww

a. Menjaga perineum selalu bersih dan kering.


//w

b. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum.


ps:

c. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3


sampai 4 kali perhari.
htt

jdih.kemkes.go.id
-772-

d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan

l
tm
lukanya. Ibu harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam

g.h
atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah
lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.

n tan
-te
Kriteria Rujukan

22
Kriteria tindakan pada Fasilitas Pelayanan tingkat pertama hanya

20
untuk Luka Perineum Tingkat 1 dan 2. Untuk luka perineum tingkat

86
3 dan 4 dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder.

s11
Peralatan

ke
a. Lampu

en
7m
b. Kassa steril
c. Sarung tangan steril 10
d. Hecting set
k0

e. Benang jahit catgut


r-h

f. Laboratorium sederhana pemeriksaan darah rutin dan golongan


mo

darah.
-no
mk

Prognosis
Prognosis umumnya bonam.
6/k
2/0

Referensi
02

a. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan


z/2

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.


.xy

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013. (Kementerian


na

Kesehatan Republik Indonesia, 2013)


lya

b. Priyatini T, Ocviyanti D, Kemal A. Ilmu Bedah Dasar Obstetri


dan Ginekologi. Bina Pustaka.2014 (Priyatini, et al., 2014)
mu

c. Cunningham, F.G. Leveno, K.J. Bloom, S.L. Hauth, J.C. Rouse,


na

D.J. Spong, C.Y. Williams Obstectrics. 23rdEd. McGraw-Hill.


.ai

2009.(Cunningham, et al., 2009)


ww

d. Wiknjosastro, H. Ilmu Bedah Kebidanan. Ed 1 Jakarta: Yayasan


//w

Bina Sarwono Prawirohardjo. 2007: Hal 170-6 (Prawirohardjo, et


ps:

al., 2010).
htt

jdih.kemkes.go.id
-773-

11. MASTITIS

l
tm
No. ICPC-2 : X21 Breast symptom/complaint female other

g.h
No. ICD-10 : N61 Inflammatory disorders of breast
Tingkat Kemampuan 4A

n tan
-te
Masalah Kesehatan

22
Mastitis adalah peradangan payudara yang terjadi biasanya pada

20
masa nifas atau sampai 3 minggu setelah persalinan.

86
Kejadian mastitis berkisar 2-33% dari ibu menyusui dan lebih

s11
kurang 10% kasus mastitis akan berkembang menjadi abses
(nanah), dengan gejala yang makin berat.

ke
en
7m
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan 10
a. Nyeri dan bengkak pada daerah payudara, biasa pada salah
k0

satu payudara
r-h

b. Adanya demam >380 C


mo

c. Paling sering terjadi di minggu ke 3 - 4 postpartum


-no
mk

Gejala klinis
a. Demam disertai menggigil
6/k

b. Dapat disertai demam > 380C


2/0

c. Mialgia
02

d. Nyeri didaerah payudara


z/2

e. Sering terjadi di minggu ke–3 dan ke–4 postpartum, namun


.xy

dapat terjadi kapan saja selama menyusui


na

Faktor Risiko
lya

a. Primipara
b. Stress
mu

c. Tehnik menyusui yang tidak benar, sehingga proses


na

pengosongan payudara tidak terjadi dengan baik. (menyusui


.ai

hanya pada satu posisi)


ww

d. Penghisapan bayi yang kurang kuat, dapat menyebabkan statis


//w

dan obstruksi kelenjar payudara.


ps:

e. Pemakaian bra yang terlalu ketat


f. Bentuk mulut bayi yang abnormal (ex: cleft lip or palate), dapat
htt

menimbulkan trauma pada puting susu.

jdih.kemkes.go.id
-774-

g. Terdapat luka pada payudara.

l
tm
h. Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui.

g.h
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan fisik

tan
a. Pemeriksaan tanda vital : nadi meningkat (takikardi).

n
-te
b. Pemeriksaan payudara

22
1) payudara membengkak

20
2) lebih teraba hangat

86
3) kemerahan dengan batas tegas

s11
4) adanya rasa nyeri
5) unilateral

ke
6) dapat pula ditemukan luka pada payudara

en
7m
Pemeriksaan penunjang : -
10
Penegakan Diagnostik(Assessment)
k0

Diagnosis klinis
r-h

Diagnosis klinis dapat di tegakkan dengan anamnesa dan


mo

pemeriksaan fisik.
-no

Berdasarkan tempatnya, mastitis dapat dibedakan menjadi 3


mk

macam, antara lain :


a. Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mammae.
6/k

b. Mastitis ditengah payudara yang menyebabkan abses ditempat


2/0

itu.
02

c. Mastitis pada jaringan dibawah dorsal kelenjar-kelenjar yang


z/2

menyebabkan abses antara payudara dan otot-otot dibawahnya.


.xy

Diagnosis Banding:-
na

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


lya

Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
mu

a. Ibu sebaiknya tirah baring dan mendapat asupan cairan yang


na

lebih banyak.
.ai

b. Sampel ASI sebaiknya dikultur dan diuji sensitivitas.


ww

c. Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas


//w

Medikamentosa
ps:

a. Berikan antibiotika
1) Kloksasilin 500 mg per oral per 6 jam selama 10-14 hari
htt

jdih.kemkes.go.id
-775-

2) ATAU Eritromisin 250 mg per oral 3 x 1 sehari selama10

l
tm
hingga 14 hari

g.h
b. Analgetik parasetamol 3x500 mg per oral
c. Lakukan evaluasi setelah 3 hari.

tan
Komplikasi:

n
-te
a. Abses mammae

22
b. Sepsis

20
86
Konseling dan Edukasi

s11
a. Memberikan pengetahuan akan pentingnya ASI dan mendorong
ibu untuk tetap menyusui,

ke
b. Menyusui dapat dimulai dengan payudara yang tidak sakit.

en
7m
c. Pompa payudara dapat di lakukan pada payudara yang sakit
jika belum kosong setelah bayi menyusui.
10
d. Ibu dapat melakukan kompres dingin untuk mengurangi
k0

bengkak dan nyeri.


r-h

e. Ibu harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk


mo

menghindari infeksi yang tidak diinginkan.


-no
mk

Peralatan
a. Lampu
6/k

b. Kasa steril
2/0

c. Sarung tangan steril


02

d. Bisturi
z/2
.xy

Kriteria Rujukan
na

Jika terjadi komplikasi abses mammae dan sepsis.


lya

Prognosis
mu

Prognosis pada umumnya bonam.


na
.ai

Referensi
ww

a. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Rachimhadhi, T. Wiknjosastro


//w

Gulardi H. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Edisi


ps:

keempat cetakan ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. 2010: Hal 380, 652-653(Prawirohardjo, et al.,
htt

2010)

jdih.kemkes.go.id
-776-

b. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan

l
tm
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan

g.h
Rujukan.Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.

tan
12. Inverted Nipple

n
-te
No. ICPC-2 : W.95 Breast disorder in pregnancy other

22
X.20 Nipple symptom/complaint female

20
No. ICD-10 : O92.02 Retracted nipple associated with the

86
puerperium

s11
O92.03 Retracted nipple associated with lactation
Tingkat kemampuan : 4A

ke
en
7m
Masalah Kesehatan
Terdapat beberapa bentuk puting susu. Pada beberapa kasus
10
seorang ibu merasa putingnya datar atau terlalu pendek akan
k0

menemui kesulitan dalam menyusui bayi. Hal ini bisa berdampak


r-h

bayi tidak bisa menerima ASI dengan baik dan cukup.


mo

Pada beberapa kasus, putting dapat muncul kembali bila di


-no

stimulasi, namun pada kasus-kasus lainnya, retraksi ini menetap.


mk

Hasil Anamnesis (Subjective)


6/k

Keluhan
2/0

a. Kesulitan ibu untuk menyusui bayi


02

b. Puting susu tertarik


z/2

c. Bayi sulit untuk menyusui


.xy

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


na

Pemeriksaan Fisik
lya

Adanya puting susu yang datar atau tenggelam dan bayi sulit
menyusui pada ibu.
mu

Pemeriksaan Penunjang
na

Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang dalam penegakan


.ai

diagnosis
ww
//w

Penegakan Diagnostik (Assessment)


ps:

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
htt

tidak memerlukan pemeriksaan penunjang.

jdih.kemkes.go.id
-777-

Diagnosis klinis ini terbagi dalam :

l
tm
a. Grade 1

g.h
1) Puting tampak datar atau masuk ke dalam
2) Puting dapat dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan

tan
jari pada atau sekitar areola.

n
-te
3) Terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi

22
4) Saluran ASI tidak bermasalah, dan dapat menyusui dengan

20
biasa.

86
b. Grade 2

s11
1) Dapat dikeluarkan dengan menekan areola, namun
kembali masuk saat tekanan dilepas

ke
2) Terdapat kesulitan menyusui.

en
7m
3) Terdapat fibrosis derajat sedang.
4) Saluran ASI dapat mengalami retraksi namun pembedahan
10
tidak diperlukan.
k0

5) Pada pemeriksaan histologi ditemukan stromata yang kaya


r-h

kolagen dan otot polos.


mo

c. Grade 3
-no

1) Puting sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik dan


mk

membutuhkan pembedahan untukdikeluarkan.


2) Saluran ASI terkonstriksi dan tidak memungkinkan untuk
6/k

menyusui
2/0

3) Dapat terjadi infeksi, ruam, atau masalah kebersihan


02

4) Secara histologis ditemukan atrofi unit lobuler duktus


z/2

terminal dan fibrosis yang parah


.xy
na

Komplikasi
lya

Risiko yang sering muncul adalah ibu menjadi demam dan


pembengkakan pada payudara.
mu
na

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.ai

Penatalaksanaan Non-Medikamentosa
ww

Untuk puting datar/tenggelam (inverted nipple) dapat diatasi setelah


//w

bayi lahir, yaitu dengan proses Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebagai
ps:

langkah awal dan harus terus menyusui agar puting selalu tertarik.
Ada dua cara yang dapat digunakan untuk mengatasi puting
htt

datar/terbenam, yaitu:

jdih.kemkes.go.id
-778-

a. Penarikan puting secara manual/dengan tangan. Puting ditarik-

l
tm
tarik dengan lembut beberapa kali hingga menonjol.

g.h
b. Menggunakan spuit ukuran 10-20 ml, bergantung pada besar
puting. Ujung spuit yang terdapat jarum dipotong dan penarik

tan
spuit (spuit puller) dipindahkan ke sisi bekas potongan. Ujung

n
-te
yang tumpul di letakkan di atas puting, kemudian lakukan

22
penarikan beberapa kali hingga puting keluar. Lakukan sehari

20
tiga kali; pagi, siang, dan malam masing-masing 10 kali

86
c. Jika kedua upaya di atas tidak memberikan hasil, ibu dapat

s11
memberikan air susunya dengan cara memerah atau
menggunakan pompa payudara.

ke
d. Jika putting masuk sangat dalam, suatu usaha harus dilakukan

en
7m
untuk mengeluarkan putting dengan jari pada beberapa bulan
sebelum melahirkan. 10
k0

Konseling dan Edukasi


r-h

a. Menarik-narik puting sejak hamil (nipple conditioning exercises)


mo

ataupun penggunaan breast shield dan breast shell. Tehnik ini


-no

akan membantu ibu saat masa telah memasuki masa


mk

menyusui.
b. Membangkitkan rasa percaya diri ibu dan membantu ibu
6/k

melanjutkan untuk menyusui bayi. Posisikan bayi agar


2/0

mulutnya melekat dengan baik sehingga rasa nyeri akan segera


02

berkurang. Tidak perlu mengistirahatkan payudara, tetapi


z/2

tetaplah menyusu on demand


.xy
na

Kriteria Rujukan: -
lya

Prognosis
a. Ad vitam : Bonam
mu

b. Ad functionam : Bonam
na

c. Ad sanationam : Bonam
.ai
ww

Referensi
//w

a. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Rachimhadhi, T. Wiknjosastro


ps:

Gulardi H. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Edisi


keempat cetakan ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
htt

Prawirohardjo. 2010. 379

jdih.kemkes.go.id
-779-

b. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan

l
tm
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan

g.h
Rujukan.Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.
c. Program Manajemen Laktasi, 2004. Buku Bacaan Manajemen

tan
Laktasi. Jakarta.

n
-te
d. http://idai.or.id/public-articles/klinis/asi/manajemen-

22
laktasi.html. 2014

20
86
13. CRACKED NIPPLE

s11
No. ICPC-2 : W.95 Breast disorder in pregnancy other
X.20 Nipple symptom/complaint female

ke
No. ICD-10 : O9212 Cracked nipple associated with the puerperium

en
7m
O9213 Cracked nipple associated with lactation
Tingkat kemampuan 4A 10
k0

Masalah Kesehatan
r-h

Nyeri pada puting merupakan masalah yang sering ditemukan pada


mo

ibu menyusui dan menjadi salah satu penyebab ibu memilih untuk
-no

berhenti menyusui bayinya. Diperkirakan sekitar 80-90% ibu


mk

menyusui mengalami nipple pain dan 26% di antaranya mengalami


lecet pada puting yang biasa disebut dengan nipple crack. Kerusakan
6/k

pada puting mungkin terjadi karena trauma pada puting akibat cara
2/0

menyusui yang salah.


02
z/2

Hasil Anamnesis (Subjective)


.xy

Keluhan
na

Adanya nyeri pada puting susu dan nyeri bertambah jika menyusui
lya

bayi.
Penyebab
mu

Dapat disebabkan oleh teknik menyusui yang salah atau perawatan


na

yang tidak benar pada payudara. Infeksi monilia dapat


.ai

mengakibatkan lecet.
ww
//w

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


ps:

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik didapatkan :
htt

a. Nyeri pada daerah putting susu

jdih.kemkes.go.id
-780-

b. Lecet pada daerah putting susu

l
tm
g.h
tan
n
-te
22
20
86
s11
Gambar 14.7 Crackecd Nipple

ke
Pemeriksaan Penunjang

en
Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang dalam penegakan

7m
diagnosis. 10
k0

Penegakan Diagnostik (Assessment)


r-h

Diagnosis Klinis
mo

Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


-no

fisik.
mk

Komplikasi
6/k

Risiko yang sering muncul adalah ibu menjadi demam dan


2/0

pembengkakan pada payudara.


02
z/2

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


.xy

Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa
na

a. Teknik menyusui yang benar


lya

b. Puting harus kering


mu

c. Mengoleskan colostrum atau ASI yang keluar di sekitar puting


na

susu dan membiarkan kering.


.ai

d. Mengistiraharkan payudara apabila lecet sangat berat selama 24


ww

jam
//w

e. Lakukan pengompresan dengan kain basah dan hangat selama


5 menit jika terjadi bendungan payudara
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-781-

Medikamentosa

l
tm
a. Memberikan tablet Parasetamol tiap 4–6 jam untuk menghilang-

g.h
kan nyeri.
b. Pemberian Lanolin dan vitamin E

tan
c. Pengobatan terhadap monilia

n
-te
Konseling dan Edukasi

22
a. Tetap memberikan semangat pada ibu untuk tetap menyusui

20
jika nyeri berkurang.

86
b. Jika masih tetap nyeri, sebagian ASI sebaiknya diperah.

s11
c. Tidak melakukan pembersihan puting susu dengan sabun atau
zat iritatif lainnya.

ke
d. Menggunakan bra dengan penyangga yang baik.

en
7m
e. Posisi menyusui harus benar, bayi menyusui sampai ke kalang
payudara dan susukan secara bergantian di antara kedua
10
payudara.
k0
r-h

Tabel 14.14 Posisi menyusui yang baik


mo

Posisi tubuh yang baik Posisi menyusui


-no

yang tidak benar


mk

1. Posisi muka bayi menghadap ke 1. Leher bayi terputar


6/k

payudara (Chin to Breast) dan cenderung ke


2/0

2. Perut atau dada bayi menempel pada depan


02

pertu /dada ibu (Chest to Chest) 2. Badan bayi menjauh


z/2

3. Seluruh badan Bai menghadap ke dari ibu


.xy

badan ibu hungga telinga bayi 3. Badan bayi tidak


na

membentuk garis lurus dengan menghadap ke badan


lya

lengan bayi dan leher bayi ibu


4. Seluruh punggung bayi tersanggah 4. Hanya leher dan
mu

dengan bayi kepala tersanggah


na

5. Ada kontak mata antara ibu dengan 5. Tidak ada kontak


.ai

bayi mata anatara ibu dan


ww

6. Pegang belakang bahu, jangan bayi


//w

kepala bayi 6. C – Hold tetap


ps:

7. Kepala terletak di lengan bukan di dipertahankan


htt

daerah siku

jdih.kemkes.go.id
-782-

Kriteria Rujukan

l
tm
Rujukan diberikan jika terjadi kondisi yang mengakibatkan abses

g.h
payudara

tan
Prognosis

n
-te
Ad vitam: Bonam ; Ad functionam: Bonam; Ad sanationam: Bonam

22
20
Referensi

86
a. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Rachimhadhi, T. Wiknjosastro

s11
Gulardi H. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Edisi
keempat cetakan ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono

ke
Prawirohardjo. 2010: Hal 379.

en
7m
b. Utami, R. Yohmi, E. Buku Bedah ASI IDAI
10
O. Penyakit Kelamin
k0

1. Fluor Albus / Vaginal Discharge Non Gonore


r-h

No. ICPC-2 : X14 vaginal discharge


mo

X71 gonore pada wanita


-no

X72 urogenital candidiasis pada wanita


mk

X73 trikomoniasis urogenital pada wanita


X92 klamidia genital pada wanita
6/k

No. ICD-10 : N98.9


2/0

Tingkat Kemampuan 4A
02
z/2

Masalah Kesehatan
.xy

Vaginal discharge atau keluarnya duh tubuh dari vagina secara


na

fisiologis yang mengalami perubahan sesuai dengan siklus


lya

menstruasi berupa cairan kental dan lengket pada seluruh siklus


namun lebih cair dan bening ketika terjadi ovulasi. Masih dalam
mu

batas normal bila duh tubuh vagina lebih banyak terjadi pada saat
na

stres, kehamilan atau aktivitas seksual. Vaginal discharge bersifat


.ai

patologis bila terjadi perubahan-perubahan pada warna, konsistensi,


ww

volume, dan baunya.


//w
ps:

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
htt

jdih.kemkes.go.id
-783-

Biasanya terjadi pada daerah genitalia wanita yang berusia di atas

l
tm
12 tahun, ditandai dengan adanya perubahan pada duh tubuh

g.h
disertai salah satu atau lebih gejala rasa gatal, nyeri, disuria, nyeri
panggul, perdarahan antar menstruasi atau perdarahan paska-

tan
koitus.

n
-te
22
Faktor Risiko

20
Terdapat riwayat koitus dengan pasangan yang dicurigai menularkan

86
penyakit menular seksual.

s11
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana(Objective)

ke
Pemeriksaan Fisik

en
7m
Penyebab discharge terbagi menjadi masalah infeksi dan non infeksi.
Masalah non infeksi dapat karena benda asing, peradangan akibat
10
alergi atau iritasi, tumor, vaginitis atropik, atau prolaps uteri,
k0

sedangkan masalah infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, jamur


r-h

atau virus seperti berikut ini:


mo

a. Kandidiasis vaginitis, disebabkan oleh Candida albicans, duh


-no

tubuh tidak berbau, pH <4,5 , terdapat eritema vagina dan


mk

eritema satelit di luar vagina


b. Vaginosis bakterial (pertumbuhan bakteri anaerob, biasanya
6/k

Gardnerella vaginalis), memperlihatkan adanya duh putih atau


2/0

abu-abu yang melekat di sepanjang dinding vagina dan vulva,


02

berbau amis dengan pH >4,5.


z/2

c. Servisitis yang disebabkan oleh chlamydia, dengan gejala


.xy

inflamasi serviks yang mudah berdarah dan disertai duh


na

mukopurulen
lya

d. Trichomoniasis, seringkali asimtomatik, kalau bergejala, tampak


duh kuning kehijauan, duh berbuih, bau amis dan pH >4,5.
mu

e. Pelvic inflammatory disease (PID) yang disebabkan oleh


na

chlamydia, ditandai dengan nyeri abdomen bawah, dengan atau


.ai

tanpa demam. Servisitis bisa ditandai dengan kekakuan


ww

adneksa dan serviks pada nyeri angkat palpasi bimanual.


//w

f. Liken planus
ps:

g. Gonore
h. Infeksi menular seksual lainnya
htt

jdih.kemkes.go.id
-784-

i. Atau adanya benda asing (misalnya tampon atau kondom yang

l
tm
terlupa diangkat)

g.h
Periksa klinis dengan seksama untuk menyingkirkan adanya
kelainan patologis yang lebih serius.

tan
Pemeriksaan Penunjang

n
-te
Swab vagina atas (high vaginal swab) tidak terlalu berarti untuk

22
diperiksa, kecuali pada keadaan keraguan menegakkan diagnosis,

20
gejala kambuh, pengobatan gagal, atau pada saat kehamilan,

86
postpartum, postaborsi dan postinstrumentation.

s11
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis

ke
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

en
7m
spekulum, palpasi bimanual, uji pH duh vagina dan swab (bila
diperlukan). 10
Diagnosis Banding : -
k0

Komplikasi
r-h

a. Radangpanggul (Pelvic Inflamatory Disease = PID) dapat terjadi


mo

bila infeksi merambah ke atas, ditandai dengan nyeri tekan,


-no

nyeri panggul kronis, dapat menyebabkan infertilitas dan


mk

kehamilan ektopik
b. Infeksi vagina yang terjadi pada saat paska aborsi atau paska
6/k

melahirkan dapat menyebabkan kematian, namun dapat


2/0

dicegah dengan diobati dengan baik


02

c. Infertilitas merupakan komplikasi yang kerap terjadi akibat PID,


z/2

selain itu kejadian abortus spontan dan janin mati akibat sifilis
.xy

dapat menyebabkan infertilitas


na

d. Kehamilan ektopik dapat menjadi komplikasi akibat infeksi


lya

vaginal yang menjadi PID.


mu

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


na

Penatalaksanaan
.ai

Pasien dengan riwayat risiko rendah penyakit menular seksual dapat


ww

diobati sesuai dengan gejala dan arah diagnosisnya.


//w

Vaginosis bakterial:
ps:

a. Metronidazol atau Klindamisin secara oral atau per vaginam.


b. Tidak perlu pemeriksaan silang dengan pasangan pria.
htt

jdih.kemkes.go.id
-785-

c. Bila sedang hamil atau menyusui gunakan metronidazol 400 mg

l
tm
2x sehari untuk 5-7 hari atau pervaginam. Tidak

g.h
direkomendasikan untuk minum 2 gram peroral.
d. Tidak dibutuhkan peningkatan dosis kontrasepsi hormonal bila

tan
menggunakan antibiotik yang tidak menginduksi enzim hati.

n
-te
e. Pasien yang menggunakan IUD tembaga dan mengalami

22
vaginosis bakterial dianjurkan untuk mengganti metode

20
kontrasepsinya.

86
Vaginitis kandidiosis terbagi atas:

s11
a. Infeksi tanpa komplikasi
b. Infeksi parah

ke
c. Infeksi kambuhan

en
7m
d. Dengan kehamilan
e. Dengan diabetes atau immunocompromise 10
Penatalaksanaan vulvovaginal kandidiosis:
k0

a. Dapat diberikan azol antifungal oral atau pervaginam


r-h

b. Tidak perlu pemeriksaan pasangan


mo

c. Pasien dengan vulvovaginal kandidiosis yang berulang


-no

dianjurkan untuk memperoleh pengobatan paling lama 6 bulan.


mk

d. Pada saat kehamilan, hindari obat anti-fungi oral, dan gunakan


imidazol topikal hingga 7 hari.
6/k

e. Hati-hati pada pasien pengguna kondom atau kontrasepsi lateks


2/0

lainnya, bahwa penggunaan antifungi lokal dapat merusak


02

lateks
z/2

f. Pasien pengguna kontrasepsi pil kombinasi yang mengalami


.xy

vulvovaginal kandidiosis berulang, dipertimbangkan untuk


na

menggunakan metoda kontrasepsi lainnya


lya

Chlamydia:
a. Azithromisin 1 gram single dose, atau Doksisiklin 100 mg 2 x
mu

sehari untuk 7 hari


na

b. Ibu hamil dapat diberikan Amoksisilin 500 mg 3 x sehari untuk


.ai

7 hari atau Eritromisin 500 mg 4 x sehari untuk 7 hari


ww

Trikomonas vaginalis:
//w

a. Obat minum nitromidazol (contoh metronidazol) efektif untuk


ps:

mengobati trikomonas vaginalis


b. Pasangan seksual pasien trikomonas vaginalis harus diperiksa
htt

dan diobati bersama dengan pasien

jdih.kemkes.go.id
-786-

c. Pasien HIV positif dengan trikomonas vaginalis lebih baik

l
tm
dengan regimen oral penatalaksanaan beberapa hari dibanding

g.h
dosis tunggal
d. Kejadian trikomonas vaginalis seringkali berulang, namun perlu

tan
dipertimbangkan pula adanya resistensi obat

n
-te
Rencana Tindak Lanjut

22
Pasien yang memiliki risiko tinggi penyakit menular seksual

20
sebaiknya ditawarkan untuk diperiksa chlamydia, gonore, sifilis dan

86
HIV.

s11
Konseling dan Edukasi
a. Pasien diberikan pemahaman tentang penyakit, penularan serta

ke
penatalaksanaan di tingkat rujukan.

en
7m
b. Pasien disarankan untuk tidak melakukan hubungan seksual
selama penyakit belum tuntas diobati.
10
k0

Kriteria Rujukan
r-h

Pasien dirujuk apabila:


mo

a. Tidak terdapat fasilitas pemeriksaan untuk pasangan


-no

b. Dibutuhkan pemeriksaan kultur kuman gonore


mk

c. Adanya arah kegagalan pengobatan


6/k

Peralatan
2/0

a. Ginecology bed
02

b. Spekulum vagina
z/2

c. Lampu
.xy

d. Kertas lakmus
na
lya

Prognosis
Prognosis pada umumnya dubia ad bonam.
mu

Faktor-faktor yang menentukan prognosis, antara lain:


na

a. Prognosis lebih buruk apabila adanya gejala radang panggul


.ai

b. Prognosis lebih baik apabila mampu memelihara kebersihan diri


ww

(hindari penggunaan antiseptik vagina yang malah membuat iritasi


//w

dinding vagina)
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-787-

Referensi

l
tm
a. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare.2012. Clinical

g.h
Guidance 2012: Management of vaginal discharge in non-
genitourinary medicine settings. England: Clinical Effectiveness

tan
Unit. Diunduh dari www.evidence.nhs.uk. (Faculty of Sexual

n
-te
and Reproductive Healthcare, 2012)

22
b. World Health Organization. 2005.Sexually transmitted and other

20
reproductive tract infection. A guide to essential practice. WHO

86
Library Cataloguing in Publication Data. (World Health

s11
Organization, 2005)

ke
2. SIFILIS

en
7m
No. ICPC-2 : Y70 Syphilis male
X70 Syphilis female 10
No. ICD-10 : A51 Early syphilis
k0

A51.0 Primary genital syphilis


r-h

A52 Late syphilis


mo

A53.9 Syphilis, unspecified


-no

Tingkat Kemampuan 3A
mk

Masalah Kesehatan
6/k

Sifilis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh


2/0

Treponema pallidum dan bersifat sistemik. Istilah lain penyakit ini


02

adalah lues veneria atau lues. Di Indonesia disebut dengan raja singa
z/2

karena keganasannya. Sifilis dapat menyerupai banyak penyakit dan


.xy

memiliki masa laten.


na
lya

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
mu

Pada afek primer, keluhan hanya berupa lesi tanpa nyeri di bagian
na

predileksi.
.ai

Pada sifilis sekunder, gejalanya antara lain:


ww

a. Ruam atau beruntus pada kulit, dan dapat menjadi luka, merah
//w

atau coklat kemerahan, ukuran dapat bervariasi, di manapun pada


ps:

tubuh termasuk telapak tangan dan telapak kaki.


b. Demam
htt

c. Kelelahan dan perasaan tidak nyaman.

jdih.kemkes.go.id
-788-

d. Pembesaran kelenjar getah bening.

l
tm
e. Sakit tenggorokan dan kutil seperti luka di mulut atau daerah

g.h
genital.
Pada sifilis lanjut, gejala terutama adalah guma. Guma dapat soliter

tan
atau multipel dapat disertai keluhan demam.

n
-te
Pada tulang gejala berupa nyeri pada malam hari.

22
Stadium III lainnya adalah sifilis kardiovaskular, berupa aneurisma

20
aorta dan aortitis. Kondisi ini dapat tanpa gejala atau dengan gejala

86
seperti angina pektoris.

s11
Neurosifilis dapat menunjukkan gejala-gejala kelainan sistem saraf
(lihat klasifikasi).

ke
Faktor Risiko:

en
7m
a. Berganti-ganti pasangan seksual.
b. Homoseksual dan Pekerja Seks Komersial (PSK).
10
c. Bayi dengan ibu menderita sifilis.
k0

d. Hubungan seksual dengan penderita tanpa proteksi (kondom).


r-h

e. Sifilis kardiovaskular terjadi tiga kali lebih tinggi pada pria


mo

dibandingkan wanita setelah 15–30 tahun setelah infeksi.


-no
mk

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
6/k

Stadium I (sifilis primer)


2/0

Diawali dengan papul lentikuler yang permukaannya segera erosi


02

dan menjadi ulkus berbentuk bulat dan soliter, dindingnya tak


z/2

bergaung dan berdasarkan eritem dan bersih, di atasnya hanya


.xy

serum.Ulkus khas indolen dan teraba indurasi yang disebut dengan


na

ulkus durum. Ulkus durum merupakan afek primer sifilis yang akan
lya

sembuh sendiri dalam 3-10 minggu.


Tempat predileksi
mu

1) Genitalia ekterna, pada pria pada sulkus koronarius, wanita di


na

labia minor dan mayor.


.ai

2) Ekstragenital: lidah, tonsil dan anus.


ww

Seminggu setelah afek primer, terdapat pembesaran kelenjar getah


//w

bening (KGB) regional yang soliter, indolen, tidak lunak, besarnya


ps:

lentikular, tidak supuratif dan tidak terdapat periadenitis di


ingunalis medialis.
htt

jdih.kemkes.go.id
-789-

Ulkus durum dan pembesaran KGB disebut dengan kompleks

l
tm
primer. Bila sifilis tidak memiliki afek primer, disebut sebagai

g.h
syphilis d’embiee.
Stadium II (sifilis sekunder)

tan
S II terjadi setelah 6-8 minggu sejak S I terjadi. Stadium ini

n
-te
merupakan great imitator. Kelainan dapat menyerang mukosa, KGB,

22
mata, hepar, tulang dan saraf.

20
Kelainan dapat berbentuk eksudatif yang sangat menular maupun

86
kering (kurang menular).

s11
Perbedaan dengan penyakit lainnya yaitu lesi tidak gatal dan
terdapat limfadenitis generalisata.

ke
S II terdiri dari SII dini dan lanjut, perbedaannya adalah:

en
7m
S II dini terlihat lesi kulit generalisata, simetrik dan lebih cepat
hilang (beberapa hari – beberapa minggu), sedangkan S II lanjut
10
tampak setempat, tidak simetrik dan lebih lama bertahan (beberapa
k0

minggu – beberapa bulan).


r-h

Bentuk lesi pada S II yaitu:


mo

a. Roseola sifilitika: eritema makular, berbintik-bintik, atau


-no

berbercak-bercak, warna tembaga dengan bentuk bulat atau lonjong.


mk

Jika terbentuk di kepala, dapat menimbulkan kerontokan rambut,


bersifat difus dan tidak khas, disebut alopesia difusa. Bila S II lanjut
6/k

pada rambut, kerontokan tampak setempat, membentuk bercak-


2/0

bercak yang disebut alopesia areolaris.


02

Lesi menghilang dalam beberapa hari/minggu, bila residif akan


z/2

berkelompok dan bertahan lebih lama. Bekas lesi akan menghilang


.xy

atau meninggalkan hipopigmentasi (leukoderma sifilitikum).


na

b. Papul
lya

Bentuk ini paling sering terlihat pada S II, kadang bersama-sama


dengan roseola. Papul berbentuk lentikular, likenoid, atau folikular,
mu

serta dapat berskuama (papulo-skuamosa) seperti psoriasis


na

(psoriasiformis) dan dapat meninggalkan bercak leukoderma


.ai

sifilitikum.
ww

Pada S II dini, papul generalisata dan S II lanjut menjadi setempat


//w

dan tersusun secara tertentu (susunan arsinar atau sirsinar yang


ps:

disebut dengan korona venerik, susunan polikistik dan


korimbiformis).
htt

jdih.kemkes.go.id
-790-

Tempat predileksi papul: sudut mulut, ketiak, di bawah mammae,

l
tm
dan alat genital.

g.h
c. Bentuk papul lainnya adalah kondiloma lata berupa papul
lentikular, permukaan datar, sebagian berkonfluensi, dapat erosif

tan
dan eksudatif yang sangat menular akibat gesekan kulit.

n
-te
Tempat predileksi kondiloma lata: lipat paha, skrotum, vulva,

22
perianal, di bawah mammae dan antar jari kaki.

20
d. Pustul

86
Bentuk ini jarang didapati, dan sering diikuti demam intermiten.

s11
Kelainan ini disebut sifilis variseliformis.
e. Konfluensi papul, pustul dan krusta mirip dengan impetigo atau

ke
disebut juga sifilis impetiginosa. Kelainan dapat membentuk

en
7m
berbagai ulkus yang ditutupi krusta yang disebut dengan ektima
sifilitikum. Bila krusta tebal disebut rupia sifilitikum dan bila ulkus
10
meluas ke perifer membentuk kulit kerang disebut sifilis ostrasea.
k0

S II pada mukosa (enantem) terutama pada mulut dan tenggorok.


r-h

S II pada kuku disebut dengan onikia sifilitikum yaitu terdapat


mo

perubahan warna kuku menjadi putih dan kabur, kuku rapuh


-no

disertai adanya alur transversal dan longitudinal. Bagian distal kuku


mk

menjadi hiperkeratotik sehingga kuku terangkat. Bila terjadi kronis,


akan membentuk paronikia sifilitikum.
6/k

S II pada alat lain yaitu pembesaran KGB, uveitis anterior dan


2/0

koroidoretinitis pada mata, hepatitis pada hepar, periostitis atau


02

kerusakan korteks pada tulang, atau sistem saraf (neurosifilis).


z/2

Sifilis laten dini tidak ada gejala, sedangkan stadium rekurens terjadi
.xy

kelainan mirip S II.


na

Sifilis laten lanjut biasanya tidak menular, lamanya masa laten


lya

adalah beberapa tahun bahkan hingga seusia hidup.


Stadium III (sifilis tersier)
mu

Lesi pertama antara 3 – 10 tahun setelah S I. Bentuk lesi khas yaitu


na

guma.Guma adalah infiltrat sirkumskrip kronis, biasanya lunak dan


.ai

destruktif, besarnya lentikular hingga sebesar telur ayam. Awal lesi


ww

tidak menunjukkan tanda radang akut dan dapat digerakkan,


//w

setelah beberapa bulan menjadi melunak mulai dari tengah dan


ps:

tanda-tanda radang mulai tampak. Kemudian terjadi perforasi dan


keluar cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen atau disertai
htt

jaringan nekrotik. Tempat perforasi menjadi ulkus.

jdih.kemkes.go.id
-791-

Guma umumnya solitar, namun dapat multipel.

l
tm
Bentuk lain S III adalah nodus. Nodus terdapat pada epidermis, lebih

g.h
kecil (miliar hingga lentikular), cenderung berkonfluensi dan tersebar
dengan wana merah kecoklatan. Nodus memiliki skuama seperti lilin

tan
(psoriasiformis).

n
-te
S III pada mukosa biasanya pada mulut dan tenggorok atau septum

22
nasi dalam bentuk guma.

20
S III pada tulang sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur,

86
fibula dan humerus.

s11
S III pada organ dalam dapat menyerang hepar, esophagus dan
lambung, paru, ginjal, vesika urinaria, prostat serta ovarium dan

ke
testis.

en
Pemeriksaan penunjang
7m
10
Pemeriksaan mikroskopis untuk menemukan T. pallidum pada
k0

sediaan serum dari lesi kulit. Pemeriksaan dilakukan tiga hari


r-h

berturut-turut jika pemeriksaan I dan II negatif. Setelah diambil


mo

serum dari lesi, lesi dikompres dengan larutan garam fisiologis.


-no

Pemeriksaan lain yang dapat dirujuk, yaitu:


mk

a. Tes Serologik Sifilis (TSS), antara lain VDRL (Venereal Disease


Research Laboratories), TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination
6/k

Assay), dan tes imunofluoresens (Fluorescent Treponemal Antibody


2/0

Absorption Test – FTA-Abs)


02

b. Histopatologi dan imunologi.


z/2
.xy

Penegakan Diagnosis (Assessment)


na

Diagnosis Klinis
lya

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis.
mu

Klasifikasi
na

a. Sifilis kongenital
.ai

1) Dini (prekoks): bentuk ini menular, berupa bula


ww

bergerombol, simetris di tangan dan kaki atau di badan.


//w

Bentuk ini terjadi sebelum 2 tahun dan disebut juga


ps:

pemfigus sifilitika. Bentuk lain adalah papulo-skuamosa.


Wajah bayi tampak seperti orang tua, berat badan turun
htt

dan kulit keriput. Keluhan di organ lainnya dapat terjadi.

jdih.kemkes.go.id
-792-

2) Lanjut (tarda): bentuk ini tidak menular, terjadi sesudah 2

l
tm
tahun dengan bentuk guma di berbagai organ.

g.h
3) Stigmata: bentuk ini berupa deformitas dan jaringan parut.
Pada lesi dini dapat:

tan
• Pada wajah: hidung membentuk saddle nose (depresi

n
-te
pada jembatan hidung) dan bulldog jaw (maksila lebih

22
kecil daripada mandibula).

20
• Pada gigi membentuk gigi Hutchinson (pada gigi insisi

86
permanen berupa sisi gigi konveks dan bagian

s11
menggigit konkaf). Gigi molar pertama permulaannya
berbintil-bintil (mulberry molar).

ke
en
• Jaringan parut pada sudut mulut yang disebut

7m
regades.
• Kelainan permanen lainnya di fundus okuli akibat
10
koroidoretinitis dan pada kuku akibat onikia.
k0

Pada lesi lanjut:


r-h

Kornea keruh, perforasi palatum dan septum nasi, serta


mo

sikatriks kulit seperti kertas perkamen, osteoporosis gumatosa,


-no

atrofi optikus dan trias Hutchinson yaitu keratitis interstisial,


mk

gigi Hutchinson, dan tuli N. VIII.


6/k

b. Sifilis akuisita
1) Klinis
2/0

Terdiri dari 2 stadium:


02

• Stadium I (S I) dalam 2-4 minggu sejak infeksi.


z/2

• Stadium II (S II) dalam 6-8 minggu sejak S I.


.xy

• Stadium III (S III) terjadi setelah 1 tahun sejak infeksi.


na

2) Epidemiologis
lya

• Stadium dini menular (dalam 1 tahun sejak infeksi),


mu

terdiri dari S I, S II, stadium rekuren dan stadium


laten dini.
na
.ai

• Stadium tidak menular (setelah 1 tahun sejak infeksi),


ww

terdiri dari stadium laten lanjut dan S III.


Klasifikasi untuk neurosifilis:
//w

a. Neurosifilis asimptomatik, tidak menunjukkan gejala karena


ps:

hanya terbatas pada cairan serebrospinal.


htt

b. Sifilis meningovaskular

jdih.kemkes.go.id
-793-

Bentuk ini terjadi beberapa bulan sampai 5 tahun sejak S I.

l
tm
Gejala tergantung letak lesi, antara lain berupa nyeri kepala,

g.h
konvulsi fokal atau umum, papil nervus optikus sembab,
gangguan mental, kelumpuhan nervus kranialis dan seterusnya.

tan
c. Sifilis parenkim

n
-te
1) Tabes dorsalis (8-12 tahun sejak infeksi primer). Keluhan berupa

22
gangguan motorik (ataksia, arefleksia), gangguan visus, retensi dan

20
inkoninensia urin serta gangguan sensibilitas (nyeri pada kulit dan

86
organ dalam).

s11
2) Demensia paralitika (8-10 tahun sejak infeksi primer). Keluhan
diawali dengan kemunduran intelektual, kehilangan dekorum,

ke
apatis, euphoria hingga waham megaloman atau depresif. Selain

en
7m
itu, keluhan dapat berupa kejang, lemah dan gejala pyramidal
hingga akhirnya meninggal. 10
d. Guma
k0

Guma umumnya terdapat pada meningen akibat perluasan dari


r-h

tulang tengkorak. Keluhan berupa nyeri kepala, muntah dan dapat


mo

terjadi konvulsi serta gangguan visus. Pada pemeriksaan terdapat


-no

edema papil karena peningkatan tekanan intrakranial, paralisis


mk

nervus kranialis atau hemiplegi.


Diagnosis Banding
6/k

Diagnosis banding bergantung pada stadium apa pasien tersebut


2/0

terdiagnosis.
02

a. Stadium 1: Herpes simpleks, Ulkus piogenik, Skabies, Balanitis,


z/2

Limfogranuloma venereum, Karsinoma sel skuamosa, Penyakit


.xy

Behcet, Ulkus mole


na

b. Stadium II: Erupsi alergi obat, Morbili, Pitiriasis rosea, Psoriasis,


lya

Dermatitis seboroik, Kondiloma akuminata, Alopesia aerata


c. Stadium III: Tuberkulosis, Frambusia, Mikosis profunda
mu

Komplikasi: Eritroderma
na
.ai

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


ww

Penatalaksanaan
//w

a. Sifilis yang sedang dalam inkubasi dapat diobati dengan


ps:

regimen penisilin atau dapat menggunakan Ampisilin,


Amoksisilin, atau Seftriakson mungkin juga efektif.
htt

jdih.kemkes.go.id
-794-

b. Pengobatanprofilaksis harus diberikan pada pasangan pasien,

l
tm
namun sebaiknya diberikan sejak 3 bulan sebelumnya, tanpa

g.h
memandang serologi.
c. Kontak seksual harus ditelusuri, diketahui dan diobati

tan
d. Pasien perlu diuji untuk penyakit lain yang ditularkan secara

n
-te
seksual (sexually transmitted diseases/STD), termasuk HIV,

22
harus dilakukan pada semua penderita.

20
Pada sifilis dengan kehamilan untuk wanita berisiko tinggi, uji

86
serologis rutin harus dilakukan sebelum trimester pertama dan awal

s11
trimester ketiga serta pada persalinan.
Bila tanda-tanda klinis atau serologis memberi kesan infeksi aktif

ke
atau diagnosis sifilis aktif tidak dapat dengan pasti disingkirkan,

en
7m
maka indikasiuntuk pengobatan.
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan 10
Dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan sekunder
k0
r-h

Konseling dan Edukasi


mo

a. Pasien diberikan pemahaman tentang penyakit, penularan serta


-no

penatalaksanaan di tingkat rujukan.


mk

b. Pasien disarankan untuk tidak melakukan hubungan seksual


selama penyakit belum tuntas diobati
6/k
2/0

Kriteria Rujukan
02

Semua stadium dan klasifikasi sifilis harus dirujuk ke fasilitas


z/2

pelayanan kesehatan yang memiliki dokter spesialis kulit dan


.xy

kelamin.
na
lya

Peralatan :-
mu

Prognosis
na

Prognosis umumnya dubia ad bonam.


.ai
ww

Referensi
//w

a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit


ps:

dan Kelamin.Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.
htt

jdih.kemkes.go.id
-795-

b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000.Andrew’s Diseases

l
tm
of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders

g.h
Elsevier.
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.

tan
Pedoman Pelayanan Medik. Jakarta.

n
-te
22
3. Gonore

20
No. ICPC-2 : X71 Gonorrhoea female, Y71 Gonorrhoea male

86
No. ICD-10 : A54.9 Gonococcal infection, unspecified

s11
Tingkat Kemampuan 4A

ke
Masalah Kesehatan

en
7m
Gonore adalah semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae. Penyakit ini termasuk Penyakit Menular Seksual (PMS)
10
yang memiliki insidensi tinggi.Cara penularan gonore terutama
k0

melalui genitor-genital, orogenital dan ano-genital, namun dapat pula


r-h

melalui alat mandi, termometer dan sebagainya (gonore genital dan


mo

ekstragenital). Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah mukosa


-no

vagina wanita sebelum pubertas.


mk

Hasil Anamnesis (Subjective)


6/k

Keluhan
2/0

Keluhan utama berhubungan erat dengan infeksi pada organ genital


02

yang terkena.
z/2

Pada pria, keluhan tersering adalah kencing nanah. Gejala diawali


.xy

oleh rasa panas dan gatal di distal uretra, disusul dengan disuria,
na

polakisuria dan keluarnya nanah dari ujung uretra yang kadang


lya

disertai darah.Selain itu, terdapat perasaan nyeri saat terjadi


ereksi.Gejala terjadi pada 2-7 hari setelah kontak seksual.
mu

Apabila terjadi prostatitis, keluhan disertai perasaan tidak enak di


na

perineum dan suprapubis, malaise, demam, nyeri kencing hingga


.ai

hematuri, serta retensi urin, dan obstipasi.


ww

Pada wanita, gejala subyektif jarang ditemukan dan hampir tidak


//w

pernah didapati kelainan obyektif. Wanita umumnya datang setelah


ps:

terjadi komplikasi atau pada saat pemeriksaan antenatal atau


Keluarga Berencana (KB).
htt

jdih.kemkes.go.id
-796-

Keluhan yang sering menyebabkan wanita datang ke dokter adalah

l
tm
keluarnya cairan hijau kekuningan dari vagina, disertai dengan

g.h
disuria, dan nyeri abdomen bawah.
Keluhan selain di daerah genital yaitu : rasa terbakar di daerah anus

tan
(proktitis), mata merah pada neonatus dan dapat terjadi keluhan

n
-te
sistemik (endokarditis, meningitis, dan sebagainya pada gonore

22
diseminata – 1% dari kasus gonore).

20
Faktor Risiko

86
a. Berganti-ganti pasangan seksual.

s11
b. Homoseksual dan Pekerja Seks Komersial (PSK).
c. Wanita usia pra pubertas dan menopause lebih rentan terkena

ke
gonore.

en
7m
d. Bayi dengan ibu menderita gonore.
e. Hubungan seksual dengan penderita tanpa proteksi (kondom).
10
k0

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


r-h

Pemeriksaan Fisik
mo

Tampak eritem, edema dan ektropion pada orifisium uretra eksterna,


-no

terdapat duh tubuh mukopurulen, serta pembesaran KGB inguinal


mk

uni atau bilateral.


Apabila terjadi proktitis, tampak daerah anus eritem, edem dan
6/k

tertutup pus mukopurulen.


2/0

Pada pria:
02

Pemeriksaan rectal toucher dilakukan untuk memeriksa prostat:


z/2

pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan dan bila


.xy

terdapat abses akan teraba fluktuasi.


na

Pada wanita:
lya

Pemeriksaan in speculo dilakukan apabila wanita tesebut sudah


menikah. Pada pemeriksaan tampak serviks merah, erosi dan
mu

terdapat secret mukopurulen.


na

Pemeriksaan Penunjang
.ai

Pemeriksaan mikroskopis sediaan langsung duh tubuh dengan


ww

pewarnaan gram untuk menemukan kuman gonokokus gram


//w

negarif, intra atau ekstraseluler. Pada pria sediaan diambil dari


ps:

daerah fossa navikularis, dan wanita dari uretra, muara kelenjar


bartolin, serviks dan rektum.
htt

jdih.kemkes.go.id
-797-

Pemeriksaan lain bila diperlukan: kultur, tes oksidasi dan

l
tm
fermentasi, tes beta-laktamase, tes thomson dengan sediaan urin

g.h
Penegakan Diagnostik (Assessment)

tan
Diagnosis Klinis

n
-te
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

22
dan pemeriksaan penunjang.

20
Klasifikasi

86
Berdasarkan susunan anatomi genitalia pria dan wanita:

s11
a. Uretritis gonore
b. Servisitis gonore (pada wanita)

ke
Diagnosis Banding

en
7m
Infeksi saluran kemih, Faringitis, Uretritis herpes simpleks, Arthritis
inflamasi dan septik, Konjungtivitis, endokarditis, meningitis dan
10
uretritis non gonokokal
k0

Komplikasi
r-h

Pada pria
mo

Lokal : tynositis, parauretritis, litritis, kowperitis.


-no

Asendens : prostatitis, vesikulitis, funikulitis,


mk

vasdeferentitis, epididimitis, trigonitis.


Pada wanita
6/k

Lokal : parauretritis, bartolinitis.


2/0

Asendens: salfingitis, Pelvic Inflammatory Diseases (PID).


02

Disseminata : Arthritis, miokarditis, endokarditis, perkarditis,


z/2

meningitis, dermatitis.
.xy
na

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


lya

Penatalaksanaan
a. Memberitahu pasien untuk tidak melakukan kontak seksual
mu

hingga dinyatakan sembuh dan menjaga kebersihan genital.


na

b. Pemberian farmakologi dengan antibiotik: Tiamfenikol, 3,5 gr


.ai

per oral (p.o) dosis tunggal, atau Ofloksasin 400 mg (p.o) dosis
ww

tunggal, atau Kanamisin 2 gram Intra Muskular (I.M) dosis


//w

tunggal.
ps:

Tiamfenikol, ofloksasin dan siprofloksasin merupakan kontraindikasi


pada kehamilan dan tidak dianjurkan pada anak dan dewasa muda.
htt

Rencana Tindak Lanjut :-

jdih.kemkes.go.id
-798-

Konseling dan Edukasi :-

l
tm
g.h
Kriteria Rujukan
a. Apabila tidak dapat melakukan tes laboratorium.

tan
b. Apabila pengobatan di atas tidak menunjukkan perbaikan

n
-te
dalam jangka waktu 2 minggu, penderita dirujuk ke dokter

22
spesialis karena kemungkinan terdapat resistensi obat.

20
86
Peralatan

s11
a. Senter
b. Lup

ke
c. Sarung tangan

en
7m
d. Alat pemeriksaan in spekulo
e. Kursi periksa genital 10
f. Peralatan laboratorium sederhana untuk pemeriksaan Gram
k0
r-h

Prognosis
mo

Prognosis umumnya tidak mengancam jiwa, namun dapat


-no

menimbulkan gangguan fungsi terutama bila terjadi


mk

komplikasi.Apabila faktor risiko tidak dihindari, dapat terjadi kondisi


berulang.
6/k

Referensi
2/0

a. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit


02

dan Kelamin.Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas


z/2

Kedokteran Universitas Indonesia.


.xy

b. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000.Andrew’s Diseases


na

of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders


lya

Elsevier.
c. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman
mu

Pelayanan Medik. Jakarta.


na
.ai

4. Vaginitis
ww

No. ICPC-2 : X84 Vaginitis


//w

No. ICD-10 : N76.0 Acute Vaginitis


ps:

Tingkat Kemampuan 4A
htt

jdih.kemkes.go.id
-799-

Masalah Kesehatan

l
tm
Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang ditandai dengan

g.h
adanya pruritus, keputihan, dispareunia, dan disuria. Penyebab
vaginitis:

tan
a. Vaginosis bakterialis (bakteri Gardnerella Vaginalis adalah

n
-te
bakteri anaerob yang bertanggung jawab atas terjadinya infeksi

22
vagina yang non-spesifik, insidennya terjadi sekitar 23,6%).

20
b. Trikomonas (kasusnya berkisar antara 5,1-20%).

86
c. Kandida (vaginal kandidiasis, merupakan penyebab tersering

s11
peradangan pada vagina yang terjadi pada wanita hamil,
insidennya berkisar antara 15-42%).

ke
en
7m
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan 10
Bau adalah keluhan yang paling sering dijumpai.
k0

Gejala klinis
r-h

a. Bau
mo

b. Gatal (pruritus)
-no

c. Keputihan
mk

d. Dispareunia
e. Disuria
6/k

Faktor Risiko
2/0

a. Pemakai AKDR
02

b. Penggunaan handuk bersamaan


z/2

c. Imunosupresi
.xy

d. Diabetes melitus
na

e. Perubahan hormonal (misal : kehamilan)


lya

f. Penggunaan terapi antibiotik spektrum luas


g. Obesitas.
mu
na

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


.ai

Pemeriksaan Fisik
ww

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya iritasi, eritema atau


//w

edema pada vulva dan vagina. Mungkin serviks juga dapat tampak
ps:

eritematous.
Pemeriksaan Penunjang
htt

a. Pemeriksaan mikroskopik cairan atau sekret vagina.

jdih.kemkes.go.id
-800-

b. Pemeriksaan pH cairan vagina.

l
tm
c. Pemeriksaan uji whiff: Jika positif berarti mengeluarkan

g.h
mengeluarkan bau seperti anyir (amis) pada waktu
ditambahkan larutan KOH.

n tan
-te
Penegakan Diagnostik (Assessment)

22
Diagnosis Klinis

20
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

86
dan penunjang.

s11
Vaginitis harus dicari penyebabnya, dengan menilai perbedaan tanda
dan gejala dari masing-masing penyebab, dapat pula dengan menilai

ke
secara mikroskopik cairan vagina.

en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-801-

Tabel 15.1 Kriteria diagnostik vagintis

l
tm
Sindroma

g.h
Kriteria Normal Vaginosis Vaginosis Vulvovaginitis
diagnostik Bakterialis Trikomoniasis Kandida

tan
pH Vagina 3,8-4,2 > 4,5 > 4,5 >4,5 (usually)

n
-te
cairan Putih, Tipis, Kuning-hijau, Putih seperti

22
Vagina jernih, halus homogen, berbuih, keju,kadang-

20
putih, abu- lengket, kadang

86
abu, lengket, tambah tambah

s11
sering kali banyak banyak.
bertambah

ke
en
banyak

7m
Uji whiff - + ± -
Bau amis Tidak ada Ada Mungkin ada
10 Tidak ada
(KOH)
k0

KU Tidak ada Keputihan, bau Keputihan Gatal/panas,


r-h

busuk berbuih, bau keputihan


mo

(mungkin busuk,
-no

tambah tidak pruritus vulva,


mk

enak setelah disuria


senggama),
6/k

kemungkinan
2/0

gatal
02

Pemeriksaan Laktobasili, Clue cell Trikomonas, Kuncup


z/2

mikroskopik sel-sel epitel dengan bakteri leukosit > 10 jamur, hifa,


.xy

kokoid yang lapangan pseudohifa


na

melekat, tidak pandangan (preparat


lya

ada leukosit luas basah dengan


KOH)
mu
na

Diagnosis Banding
.ai

Vaginosis bakterialis, Vaginosis trikomonas, Vulvovaginitis kandida


ww

Komplikasi: -
//w
ps:

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


htt

Penatalaksanaan
a. Menjaga kebersihan diri terutama daerah vagina

jdih.kemkes.go.id
-802-

b. Hindari pemakaian handuk secara bersamaan

l
tm
c. Hindari pemakaian sabun untuk membersihkan daerah vagina

g.h
yang dapat menggeser jumlah flora normal dan dapat merubah
kondisi pH daerah kewanitaan tersebut.

tan
d. Jaga berat badan ideal

n
-te
e. Farmakologis:

22
1) Tatalaksana vaginosis bakterialis

20
• Metronidazol 500 mg peroral 2 x sehari selama 7 hari

86
• Metronidazol pervagina 2 x sehari selama 5 hari

s11
• Krim klindamisin 2% pervagina 1 x sehari selama 7
hari

ke
en
2) Tatalaksana vaginosis trikomonas

7m
• Metronidazol 2 g peroral (dosis tunggal)
• Pasangan seks pasien sebaiknya juga diobati
10
3) Tatalaksana vulvovaginitis kandida
k0


r-h

Flukonazol 150 mg peroral (dosis tunggal)


mo

Konseling dan Edukasi


-no

Memberikan informasi kepada pasien, dan (pasangan seks) suami,


mk

mengenai faktor risiko dan penyebab dari penyakit vaginitis ini


6/k

sehingga pasien dan suami dapat menghindari faktor risikonya. Dan


jika seorang wanita terkena penyakit ini maka diinformasikan pula
2/0

pentingnya pasangan seks (suami) untuk dilakukan juga


02

pemeriksaan dan terapi guna pengobatan secara keseluruhan antara


z/2

suami-istri dan mencegah terjadinya kondisi yang berulang.


.xy
na

Peralatan
lya

1. Peralatan laboratorium sederhana untuk pemeriksaan cairan


mu

vagina
2. Kertas lakmus
na
.ai

Prognosis
ww

Prognosis pada umumnya bonam.


//w
ps:

Referensi
htt

a. Anastasia,D. 2006. Aspects Concerning Frequency And Ethiology


Of Vaginitis In Pregnant Women. In:The Two Last Terms Of

jdih.kemkes.go.id
-803-

Pregnancy. Universitary Clinic of Obstetrics and Gynecology

l
tm
“Bega” Timisoara.p.157-159 (D, 2006)

g.h
b. Mochamad, A. Ali, B. Prajitno, P.R. 2011.Ilmu Kandungan. Edisi
ketiga. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

tan
(Mochamad, et al., 2011)

n
-te
22
5. VULVITIS

20
No. ICPC-2 : X84Vaginitis/Vulvitis

86
No. ICD-10 : N76.0 Acute Vaginitis

s11
Tingkat Kemampuan 4A

ke
Masalah Kesehatan

en
7m
Bagi setiap wanita selain masalah keputihan, adapun masalah sering
dihadapi adalah vaginitis dan vulvitis. Vulvitis adalah suatu
10
peradangan pada vulva (organ kelamin luar wanita),sedangkan
k0

vulvovaginitis adalah peradangan pada vulva dan vagina. Gejala yang


r-h

paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal dari


mo

vagina, dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak serta


-no

baunya menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri.


mk

Penyebab :
a. Alergi, khususnya sabun, kertas toilet berwarna, semprotan
6/k

vagina, deterjen, gelembung mandi, atau wewangian


2/0

b. Dermatitis jangka panjang, seborrhea atau eksim


02

c. Infeksi seperti infeksi pedikulosis, atau kudis jamur dan bakteri


z/2
.xy

Hasil Anamnesis (Subjective)


na

Keluhan
lya

Rasa gatal dan perih di kemaluan, serta keluarnya cairan kental dari
kemaluan yang berbau.
mu

Gejala Klinis:
na

a. Rasa terbakar di daerah kemaluan


.ai

b. Gatal
ww

c. Kemerahan dan iritasi


//w

d. Keputihan
ps:

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


htt

Pemeriksaan Fisik

jdih.kemkes.go.id
-804-

Dari inspeksi daerah genital didapati kulit vulva yang menebal dan

l
tm
kemerahan, dapat ditemukan juga lesi di sekitar vulva. Adanya

g.h
cairan kental dan berbau yang keluar dari vagina.
Pemeriksaan Penunjang : -

ntan
-te
Penegakan Diagnostik (Assessment)

22
Diagnosis Klinis

20
Diagnosis klinis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan

86
fisik.

s11
Diagnosis Banding: Dermatitis alergika

ke
Komplikasi

en
7m
Infertilitas, Infeksi sekunder karena sering digaruk, Vulva distrofi
10
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
k0

Penatalaksanaan
r-h

a. Menghindari penggunaan bahan yang dapat menimbulkan


mo

iritasi di sekitar daerah genital.


-no

b. Menggunakan salep kortison. Jika vulvitis disebabkan infeksi


mk

vagina, dapat dipertimbangkan pemberian antibiotik sesuai


penatalaksanaan vaginitis atau vulvovaginitis.
6/k
2/0

Kriteria Rujukan
02

Pasien dirujuk ke dokter spesialis kulit dan kelamin jika pemberian


z/2

salep kortison tidak memberikan respon.


.xy

Peralatan
na

Lup
lya

Prognosis
mu

Prognosis pada umumnya bonam.


na
.ai

Referensi
ww

a. Anastasia,D. 2006. Aspects Concerning Frequency And Ethiology


//w

Of Vaginitis In Pregnant Women. In:The Two Last Terms Of


ps:

Pregnancy. Universitary Clinic of Obstetrics and Gynecology


“Bega” Timisoara.p.157-159
htt

jdih.kemkes.go.id
-805-

b. Mochamad, A. Ali, B. Prajitno, P.R. 2011.Ilmu Kandungan. Edisi

l
tm
ketiga. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

g.h
Penjelasan 1 Alogaritma penatalaksanaan reaksi anafilaktik

n tan
HINDARKAN / HENTIKAN paparan alergen yang diketahui / dicurigai !

-te
22
20
NILAI CAB – MSW dengan segera dan secepat mungkin !
Circulation, Airway, Breathing, Mental Status, Skin, Body Weight

86
s11
simultan

ke
CARI BANTUAN ! EPINEFRIN ! ELEVASI !
Telentangkan pasien dengan tungkai

en
Hubungi 118 (ambulans) Segera injeksikan Epinefrin IM pada
atau RS terdekat mid-anterolateral paha. bawah dielevasi. Posisi pemulihan bila
Dosis 0,01 mg/kgBB (sediaan ampul terjadi distres atau pasien muntah.

7m
1mg/ml); maksimal pada dewasa 0,5 JANGAN BIARKAN PASIEN DUDUK
mg, maksimal pada anak 0,3 mg. ATAU BERDIRI!
10
k0
OBSERVASI !
Ulangi Epinefrin 5 – 15 menit
r-h

kemudian bila belum ada perbaikan


mo

OKSIGEN ! INTRAVENA ! RJP !


Bila ada indikasi, beri Pasang infus (dengan jarum ukuran 14 Di setiap saat, apabila perlu, lakukan
Oksigen 6 – 8 liter / menit – 16 gauge). Bila syok, berikan NaCl Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan
-no

dengan sungkup muka atau 0,9% 1 – 2 liter secara cepat (pada 5 – kompresi jantung yang kontiniu
oro-pharyngeal airway 10 menit pertama, dapat diberikan 5 – (Dewasa: 100 – 120 x/menit,
kedalaman 5 – 6 cm. Anak: 100
mk

(OPA). 10 ml/kgBB untuk dewasa dan 10


ml/kgBB untuk anak) x/menit, kedalaman 4 – 5 cm).
6/k
2/0

MONITOR !
Nilai dan catat TANDA VITAL, STATUS MENTAL, dan OKSIGENASI setiap 5 – 15 menit sesuai kondisi
pasien.
02

Observasi 1 – 3 x 24 jam atau rujuk ke RS terdekat.


Untuk kasus ringan, observasi cukup dilakukan selama 6 jam
z/2

TERAPI TAMBAHAN
.xy

• Kortikosteroid untuk semua kasus berat, berulang, dan pasien dengan


asma
o Methyl prednisolone 125 – 250 mg IV
na

o Dexamethasone 20 mg IV
o Hydrocortisone 100 – 500 mg IV pelan
lya

• Inhalasi short acting β2-agonist pada bronkospasme berat


• Vasopressor IV
• Antihistamin IV
mu

• Bila keadaan stabil, dapat mulai diberikan kortikosteroid dan antihistamin


PO selama 3 x 24 jam
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-806-

Penjelasan 2 Algoritma tatalaksana RSA

l
tm
g.h
tan
RINOSINUSITIS Rujuk segera !
AKUT • Edema / eritema periorbital
• Perubahan posisi bola mata

n
• Diplopia

-te
• Oftalmoplegia
Gejala < 5 hari, atau Gejala persisten > 10 hari atau
• Penurunan visus
membaik setelah 5 hari meningkat setelah 5 hari

22
• Sefalgia frontal uni/bilateral
hebat

20
• Pembengkakan area frontal
Common cold • Severitas • Severitas • Tanda meningitis
• Kelainan neurologis fokal

86
sedang berat
• Gejala / tanda • Gejala / tanda

s11
Terapi simtomatik infeksi infeksi bakteri
• Analgetik bakterial (-) (+)** Lanjutkan
• Irigasi nasal dengan salin terapi hingga

ke
• Dekongestan 7 – 14 hari
RSA pasca RSA bakterial

en
10 hari viral
Perbaikan

7m
+ KS* topikal + antibiotik 48 jam (+)
Perbaikan Perbaikan + KS topikal
10
(+) (-) 14 hari Perbaikan (-)
k0

Perbaika Perbaikan Rujuk ke


r-h

n (+) (-) SpTHT


mo

* KS = Kortikosteroid
** Tanda infeksi bakteri: sekret purulen, nyeri wajah berat, suhu > 38 oC, peningkatan LED / CRP, double
-no

sickening
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-807-

Penjelasan 3 Algoritma tatalaksana RSK

l
tm
g.h
RINOSINUSITIS KRONIS Pertimbangkan diagnosis lain

tan
bila terdapat:
• Gejala unilateral

n
• Epistaksis

-te
• Crusting
KS topikal • Kakosmia

22
Irigasi nasal dengan salin

20
Rujuk segera !
• Edema / eritema periorbital

86
• Perubahan posisi bola mata

s11
Evaluasi setelah 4 minggu • Diplopia
• Oftalmoplegia
• Penurunan visus

ke
• Sefalgia frontal uni/bilateral hebat
• Pembengkakan area frontal

en
• Tanda meningitis
Perbaikan Perbaikan

7m
• Kelainan neurologis fokal
(+) (-)
10
k0

Lanjutkan Rujuk ke
r-h

terapi SpTHT
mo
-no
mk

Penjelasan 4.
Rangkuman pilihan terapi medikamentosa untuk kasus rinosinusitis
6/k
2/0

Dosis
Golongan Obat Penggunaan
02

Dewasa Anak
z/2

Irigasi Nasal Salin fisiologis - - Sebagai ajuvan


(NaCl 0,9%)
.xy
na

Dekongestan Oxymetazoline 2 x 2 spray sehari, 2 x 2 spray sehari, di Tidak lebih dari


lya

topikal 0,05% nasal di tiap rongga tiap rongga hidung 3 x 24 jam


spray hidung
mu
na

Dekongestan Pseudoefedrin 4 x 60 mg / hari • Usia ≥ 2 tahun: Umumnya


.ai

sistemik (per 4 mg/kgBB/hari, pseudoefedrin


ww

oral) dibagi 4 dosis per lepas lambat


hari dikombinasika
//w

• Usia < 2 tahun: n dengan zat


belum ada data aktif lain
ps:

efikasi dan (antihistamin).


htt

keamanan

jdih.kemkes.go.id
-808-

Dosis
Golongan Obat Penggunaan

l
Dewasa Anak

tm
g.h
Analgetik Paracetamol 1500 – 3000 mg / 10 – 15 Bila perlu

tan
hari, dibagi 3 – 4 mg/kgBB/kali, 4 – 4
dosis per hari dosis per hari

n
-te
22
Mukolitik Bromhexin-HCl 3 x 30 mg / hari Belum ada data Bila perlu
efikasi dan keamanan

20
Guaiafenesin 4 x 100 – 400 mg / Belum ada data Bila perlu

86
hari efikasi dan keamanan

s11
Erdostein 2 – 3 x 300 mg / Belum ada data Bila perlu
hari efikasi dan keamanan

ke
en
Kortikosteroi Budesonide 1 – 4 spray/hari/ • Usia < 6 tahun:

7m
d topikal rongga hidung belum ada data
(intranasal)
10 efikasi dan
k0
keamanan
• Usia 6 – 11 tahun: 1
r-h

– 2
mo

spray/hari/rongga
-no

hidung
• Usia ≥ 12 tahun: 1 –
mk

4 spray/hari/rongga
6/k

hidung
Fluticasone 1 – 2 spray/hari/ • Usia < 4
2/0

propionate rongga hidung tahun: belum ada


02

data efikasi dan


keamanan
z/2

• Usia ≥ 4
.xy

tahun: 1 – 2
na

spray/hari/rongga
hidung
lya

Triamcinolone 1 – 2 spray/hari/ • Usia < 2 tahun:


mu

acetonide rongga hidung belum ada data


na

efikasi dan
keamanan
.ai

• Usia 2 – 5 tahun: 1
ww

spray/hari/rongga
//w

hidung
• Usia ≥ 6 tahun: dosis
ps:

dewasa
htt

Mometasone 2 spray/hari/rongga • Usia < 2 tahun:

jdih.kemkes.go.id
-809-

Dosis
Golongan Obat Penggunaan

l
Dewasa Anak

tm
furoate hidung belum ada data

g.h
efikasi dan

tan
keamanan
• Usia 2 – 12 tahun: 1

n
-te
spray/hari/rongga

22
hidung
• Usia ≥ 12 tahun:

20
dosis dewasa

86
s11
Antibiotik
Lini 1 Amoxicillin 3 x 500 mg / hari 25 – 50 Selama 7 – 10

ke
mg/kgBB/hari, 3 hari

en
dosis per hari

7m
TMP-SMX 2 x 160/800 mg / 8 – 20 mg Selama 7 – 10
hari
10
TMP/kgBB/hari, 2 hari
k0
dosis per hari
Eritromisin 4 x 500 mg / hari 50 – 100 Selama 7 – 10
r-h

mg/kgBB/hari, 4 hari
mo

dosis per hari


-no

Lini 2 Amoxicillin – 2 x 2000 mg / hari 25 – 50 Selama 7 – 10


Asam mg/kgBB/hari, 2 hari
mk

Clavulanat dosis per hari


6/k

Ciprofloxacin 2 x 500 mg / hari • Usia < 1 tahun: Selama 7 – 10


belum ada data hari
2/0

efikasi dan
02

keamanan
• Usia ≥ 1 tahun:
z/2

10 – 20
.xy

mg/kgBB/hari, 2
na

dosis per hari


Levofloxacin 1 x 750 mg / hari Belum ada data Selama 7 – 10
lya

efikasi dan keamanan hari


mu

Azithromycin 1 x 500 mg / hari 10 mg/kgBB/hari, 1


na

(untuk 3 hari) atau dosis per hari, untuk


2000 mg dosis 3 hari
.ai

tunggal
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-810-

Penjelasan 5 COPD Assessment Test (CAT/Uji Penilaian PPOK)

l
tm
Berilah jawaban yang tepat untuk menggambarkan kondisi pasien

g.h
saat ini, dengan memberi tanda silang (X) pada kotak. Satu jawaban
untuk masing-masing pertanyaan dan kemudian nilai setiap

tan
pertanyaan dijumlahkan.

n
-te
Interpretasi :

22
• < 10 → Rendah

20
• 10-20 → Medium

86
• 21-30 → Tinggi

s11
• >30 → Sangat tinggi

ke
Saya tidak pernah 0 1 2 3 4 5 Saya selalu batuk

en
batuk

7m
Tidak ada dahak (riak) 0 1 2 3 4 5 Dada saya penuh
sama sekali 10 dengan dahak
(riak)
k0

Tidak ada rasa berat 0 1 2 3 4 5 Dada saya terasa


r-h

(tertekan) di dada berat (tertekan)


mo

sekali
-no

Ketika saya jalan 0 1 2 3 4 5 Ketika saya jalan


mendaki/naik tangga, mendaki/naik
mk

saya tidak sesak tangga, saya


6/k

sangat sesak
2/0

Aktivitas sehari-hari 0 1 2 3 4 5 Aktivitas sehar-


saya di rumah tidak hari saya di
02

terbatas rumah sangat


z/2

terbatas
.xy

Saya tidak kuatir 0 1 2 3 4 5 Saya sangat kuatir


na

keluar rumah keluar rumah


lya

meskipun saya karena paru saya


menderita penyakit
mu

paru
na

Saya dapat tidur 0 1 2 3 4 5 Saya tidak dapat


.ai

dengan nyenyak tidur dengan


ww

nyenyak
Saya sangat 0 1 2 3 4 5 Saya tidak punya
//w

bertenaga tenaga sama


ps:

sekali
htt

jdih.kemkes.go.id
-811-

Penjelasan 6. Rencana Terapi A untuk Terapi Diare tanpa Dehidrasi

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-812-

Penjelasan 7 Rencana Terapi B untuk Terapi Diare Dehidrasi

l
tm
Ringan/Sedang

g.h
tan
n
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-813-

Penjelasan 8 Rencana Terapi C untuk Terapi Diare Dehidrasi Berat

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai

Penjelasan 9. PHQ-15 untuk Skrining Gangguan Somatoform di Layanan


ww

tingkat pertama
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-814-

Selama 4 minggu terakhir, sejauh mana anda terganggu oleh masalah-masalah

l
tm
ini?

g.h
Tidak Sedikit Sangat
terganggu terganggu terganggu

tan
(0) (1) (2)

n
-te
a Sakit perut

22
b Sakit punggung

20
c Sakit pada lengan, tungkai,

86
sendi-sendi (lutut, pinggul, dll)

s11
Untuk perempuan
d Kram saat menstruasi atau

ke
en
masalah menstruasi lainnya

7m
e Sakit kepala
f Sakit dada
10
k0
g Pusing / pening
r-h

h Pingsan
i Jantung berdebar-debar
mo

j Sesak napas
-no

k Sakit atau masalah lain terkait


mk

hubungan seksual
6/k

l Konstipasi, diare
m Mual, perut terasa bergas,
2/0

kembung, atau begah


02

n Merasa lelah atau kurang


z/2

berenergi
.xy

o Gangguan tidur
na

Skor total T _____ = ______ + ______


lya

Gangguan somatoform ditegakkan bila sedikitnya 3 poin dari komponen “a”


mu

hingga “m” tergolong membuat pasien “sangat terganggu” dan tidak ditemukan
na

penyebabnya secara medis.


.ai

Penjelasan 10 Karakteristik Utama Masing-Masing Gangguan


ww

Somatoform
Gangguan Karakteristik utama
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-815-

F45.0 Gangguan • Gejala fisik multipel, berulang, sering

l
tm
somatisasi berubah-ubah

g.h
• Sudah berlangsung ≥ 2 tahun
• Pasien selalu tidak mau menerima nasihat

tan
dari berbagai dokter yang menyatakan tidak

n
-te
ada kelainan medis yang dapat menjelaskan

22
gejala-gejala tersebut

20
• Terdapat hambatan dalam fungsi sosial dan

86
keluarga terkait sifat gejala dan dampaknya

s11
pada perilaku pasien

ke
• Biasanya bermanifestasi sebelum usia 30

en
tahun dan lebih sering pada wanita

7m
F45.1 Gangguan • Gejala fisik multipel, bervariasi, menetap
somatoform
10
• Namun tidak memenuhi kriteria yang khas
tak terinci
k0
dan lengkap untuk gangguan somatisasi
r-h

• Berlangsung ≥ 6 bulan, namun tidak selama


gangguan somatisasi
mo

F45.2 Gangguan • Keyakinan yang menetap bahwa pasien


-no

hipokondrik mengidap sedikitnya satu penyakit serius


mk

sebagai penyebab dari gejala-gejala fisik


6/k

yang dialaminya
• Termasuk dalam gangguan ini adalah:
2/0

− preokupasi, bukan waham, menetap


02

terhadap adanya deformitas tubuh atau


z/2

penampilan (gangguan dismorfik tubuh)


.xy

− ketakutan terhadap satu atau lebih


na

penyakit (nosofobia)
lya

• Penolakan yang menetap dan tidak mau


mu

menerima nasihat atau dukungan


na

penjelasan dari beberapa dokter bahwa


.ai

tidak ditemukan penyakit yang menandai


ww

gejala atau keluhan-keluhannya


F45.3 Disfungsi • Gejala-gejala bangkitan otonomik (palpitasi,
//w

otonomik berkeringat, tremor, muka panas) yang


ps:

somatoform menetap dan mengganggu


htt

• Gejala subjektif tambahan mengacu pada

jdih.kemkes.go.id
-816-

sistem atau organ tertentu, namun tidak

l
tm
khas

g.h
• Preokupasi dan distress terhadap
kemungkinan adanya gangguan yang serius

tan
dari sistem atau organ tertentu, yang tidak

n
-te
terpengaruh oleh hasil pemeriksaan-

22
pemeriksaan berulang, maupun penjelasan

20
dari para dokter

86
• Tidak terbukti adanya gangguan yang

s11
cukup berarti pada struktur / fungsi dari
sistem atau organ yang dimaksud

ke
en
F45.4 Gangguan • Nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang

7m
nyeri tidak dapat dijelaskan sepenuhnya secara
somatoform fisiologis 10
menetap • Nyeri berhubungan dengan konflik
k0

emosional atau problem psikososial yang


r-h

cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan


mo

dalam mempengaruhi terjadinya gangguan


-no

• Dampak berupa meningkatnya perhatian


mk

dan dukungan, baik personal maupun


6/k

medis, untuk yang bersangkutan


F45.5 Gangguan • Keluhan-keluhan tidak melalui sistem saraf
2/0

somatoform otonom
02

lainnya • Keluhan terbatas secara spesifik pada


z/2

bagian tubuh atau sistem tertentu


.xy

• Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan


na

jaringan
lya

• Dapat berupa: globus histerikus, disfagia,


mu

tortikolis psikogenik, pruritus psikogenik,


dismenore psikogenik, dan teeth grinding
na
.ai

F45.6 Gangguan Gangguan somatofom YTT ditegakkan bila


ww

somatoform kriteria untuk F45.1 – F45.5 tidak terpenuhi


YTT
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
-817-

BAB III

l
tm
PENUTUP

g.h
Semoga dengan ditetapkan Panduan Praktik Klinis bagi dokter di fasilitas

tan
pelayanan kesehatan tingkat pertama dapat menjawab kebutuhan akan

n
-te
standar pelayanan kedokteran di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat

22
pertama, yang sesuai dengan permasalahan kesehatan saat ini di Indonesia,

20
dan menjadi acuan bagi dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan yang

86
berkualitas. Harapan ke depan bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia akan

s11
menjadi lebih baik sehingga kondisi kesehatan masyarakat akan lebih
meningkat.

ke
en
7m
MENTERI KESEHATAN
10
REPUBLIK INDONESIA,
k0
r-h

ttd.
mo
-no

BUDI G. SADIKIN
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 818 -

LAMPIRAN II

l
tm
PERATURAN MENTERI KESEHATAN

g.h
NOMOR HK.01.07/MENKES/1186/2022
TENTANG

tan
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER

n
-te
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

22
TINGKAT PERTAMA

20
86
s11
PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS BAGI DOKTER

ke
BAB I

en
7m
PENDAHULUAN
10
A. Latar Belakang
k0

Memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan hak


r-h

setiap warga negara yang harus dihadirkan oleh negara berdasarkan


mo

amanah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka mewujudkan


-no

pelayanan kesehatan yang bermutu, selain sarana prasarana yang


mk

memadai faktor sumber daya manusia kesehatan merupakan faktor


utama. Dalam upaya menghadirkan sumber daya kesehatan yang
6/k

bermutu, Pemerintah berkoordinasi dengan organisasi profesi. Bagi


2/0

dokter, organisasi profesi yang diakui adalah Ikatan Dokter Indonesia


02

(IDI) yang di dalamnya terdapat sejumlah perhimpunan profesi


z/2

berdasarkan jenis spesialisasinya.


.xy

Pasal 24 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


na

Kesehatan menyebutkan bahwa "Tenaga kesehatan harus memenuhi


lya

ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan,


standar pelayanan, dan standar prosedur operasional". Dalam Praktik
mu

kedokteran, hal yang sama juga telah ditetapkan dalam Pasal 44 ayat (1)
na

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,


.ai

bahwa "Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik


ww

kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau


//w

kedokteran gigi". Penjelasan pasal tersebut menerangkan bahwa standar


ps:

pelayanan disusun oleh organisasi profesi namun harus ditetapkan dalam


Peraturan Menteri.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 819 -

Standar pelayanan kedokteran harus juga mengacu kepada standar

l
tm
kompetensi yang disusun oleh masing-masing perhimpunan profesi yang

g.h
terdapat di IDI. Standar kompetensi dan standar pelayanan dokter di
fasilitas pelayanan tingkat pertama disusun oleh Perhimpunan Dokter

tan
Pelayanan Primer (PDPP) yang terdiri dari Perhimpunan Dokter Keluarga

n
-te
Indonesia (PDKI) dan Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI).

22
Diharapkan seluruh pelayanan kedokteran di fasilitas kesehatan

20
pelayanan tingkat pertama dapat mengacu kepada standar ini, walaupun

86
faktor kesiapan sumber daya manusia, sarana prasarana, serta kondisi di

s11
masing-masing daerah sangat menentukan penerapan standar.
Sejak diundangkannya Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)

ke
pada tahun 2006, dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama

en
7m
harus menguasai kompetensi standar dalam melakukan pelayanan
kesehatan di masyarakat. SKDI dilengkapi dengan lampiran daftar
10
masalah kesehatan, penyakit dan keterampilan klinis dengan tingkat
k0

kemampuan yang harus dipenuhi oleh seorang dokter. Pada tahun 2012,
r-h

SKDI direvisi berdasarkan hasil evaluasi terhadap implementasi SKDI


mo

sebelumnya. Pada revisi tersebut diperoleh 433 keterampilan dengan


-no

tingkat kemampuan 4A, 67 keterampilan dengan tingkat kemampuan 3,


mk

84 keterampilan dengan tingkat kemampuan 2, dan 42 keterampilan


dengan tingkat kemampuan 1.
6/k

Tingkat kemampuan 1 (Knows): Mengetahui dan menjelaskan


2/0

Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek


02

biomedik dan psikososial keterampilan tersebut sehingga dapat


z/2

menjelaskan kepada pasien dan keluarganya, teman sejawat, serta profesi


.xy

lainnya tentang prinsip, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul.


na

Tingkat kemampuan 2 (Knows How): Pernah melihat atau


lya

didemonstrasikan.
Lulusan dokter menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini
mu

dengan penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta


na

berkesempatan untuk melihat dan mengamati keterampilan tersebut


.ai

dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada


ww

pasien/masyarakat.
//w

Tingkat kemampuan 3 (Shows): Pernah melakukan atau pernah


ps:

menerapkan di bawah supervisi


Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk
htt

latar belakan biomedik dan dampak psikososial keterampilan tersebut,

jdih.kemkes.go.id
- 820 -

berkesempatan untuk melihat dan mengamati keterampilan tersebut

l
tm
dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada

g.h
pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga
dan/atau standardized patient.

tan
Tingkat kemampuan 4 (Does): Mampu melakukan secara mandiri

n
-te
Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan

22
menguasai seluruh teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara

20
melakukan, komplikasi, dan pengendalian komplikasi.

86
4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter

s11
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip
dan/atau Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)

ke
Dengan demikian di dalam SKDI 2012, tingkat kompetensi

en
7m
keterampilan klinis tertinggi adalah 4A.
Dalam rangka meningkatkan kualitas
10 pelayanan kesehatan,
terutama dalam peningkatan kualitas dokter, maka keterampilan klinis
k0

yang menjadi kompetensi standar dokter di fasilitas pelayanan kesehatan


r-h

tingkat pertama pada SKDI tersebut disusun dalam buku panduan


mo

keterampilan klinis dokter sebagai acuan bagi dokter dalam melakukan


-no

pelayanan kesehatan primer.


mk

B. Tujuan
6/k

Buku panduan keterampilan klinis dokter di fasilitas pelayanan


2/0

kesehatan tingkat pertama bertujuan untuk menjadi acuan dalam


02

melakukan keterampilan klinis yang terstandar sesuai kompetensi dokter,


z/2

sehingga kualitas pelayanan kedokteran yang diberikan dapat meningkat.


.xy
na

C. Sasaran
lya

Sasaran buku Panduan Keterampilan Klinik di fasilitas pelayanan


kesehatan tingkat pertama adalah seluruh dokter yang memberikan
mu

pelayanan kesehatan di tingkat pertama. Fasilitas pelayanan kesehatan


na

tidak terbatas pada fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah,


.ai

Pemerintah Daerah, namun diterapkan juga pada fasilitas pelayanan


ww

kesehatan milik swasta.


//w
ps:

D. Ruang Lingkup
Dalam penerapan Panduan Keterampilan Klinis dokter di fasilitas
htt

pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagai bagian dari standar

jdih.kemkes.go.id
- 821 -

pelayanan, diharapkan peran serta aktif seluruh pemangku kebijakan

l
tm
kesehatan untuk membina dan mengawasi penerapan standar pelayanan

g.h
yang baik guna mewujudkan mutu pelayanan yang terbaik bagi
masyarakat. Adapun pemangku kebijakan kesehatan yang berperan

tan
dalam penerapan standar pelayanan ini adalah:

n
-te
1. Kementerian Kesehatan, sebagai regulator di sektor kesehatan.

22
Mengeluarkan kebijakan nasional dan peraturan terkait guna

20
mendukung penerapan pelayanan sesuai standar. Selain dari itu,

86
dengan upaya pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan dan

s11
kualitas pelayanan, diharapkan standar ini dapat diterapkan di
seluruh Indonesia.

ke
2. Ikatan Dokter Indonesia, sebagai satu-satunya organisasi profesi

en
7m
dokter, termasuk di dalamnya peranan IDI Cabang dan IDI Wilayah,
serta perhimpunan dokter layanan primer dan spesialis terkait.
10
Pembinaan dan pengawasan dalam aspek profesi termasuk di
k0

dalamnya standar etik menjadi ujung tombak penerapan standar


r-h

yang terbaik.
mo

3. Dinas Kesehatan Provinsi maupun Dinas Kesehatan


-no

Kabupaten/Kota, sebagai penanggungjawab urusan kesehatan pada


mk

tingkat daerah.
4. Organisasi profesi kesehatan lainnya seperti Persatuan Dokter Gigi
6/k

Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI),


2/0

Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan


02

Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) serta organisasi profesi


z/2

kesehatan lainnya. Keberadaan tenaga kesehatan lain sangat


.xy

mendukung terwujudnya pelayanan kesehatan terpadu.


na

Sinergisitas seluruh stakeholder kesehatan menjadi kunci


lya

keberhasilan penerapan Panduan Keterampilan Klinik Dokter di fasilitas


pelayanan kesehatan tingkat pertama.
mu
na

E. Cara Memahami Panduan Keterampilan Klinis


.ai

Panduan Keterampilan Klinis memuat keterampilan klinik yang


ww

dilakukan dokter mulai dari langkah-langkah keterampilan yang diikuti


//w

dengan hasil analisis pemeriksaan yang dapat ditemukan oleh pemeriksa.


ps:

1. Keterampilan Pemeriksaan (examining skills)


a. Judul pemeriksaan: berisi judul pemeriksaan klinis sesuai
htt

dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Dalam satu judul

jdih.kemkes.go.id
- 822 -

pemeriksaan dapat terdiri dari satu atau beberapa jenis

l
tm
keterampilan klinis.

g.h
b. Tingkat kemampuan: berisi tingkat kemampuan (level of
competence) bagi dokter pelayanan primer. Apabila dalam satu

tan
pemeriksaan terdiri dari beberapa jenis keterampilan klinis,

n
-te
maka setiap keterampilan yang terkait dalam pemeriksaan

22
disebutkan tingkat keterampilannya satu per satu.

20
c. Tujuan pemeriksaan: berisi tujuan dari keterampilan klinis yang

86
bersangkutan.

s11
d. Alat dan bahan: berisi bahan yang dibutuhkan dalam
pemeriksaan klinis.

ke
e. Teknik pemeriksaan: berisi langkah-langkah pemeriksaan yang

en
7m
dilakukan untuk pemeriksaan terkait secara lege artis sesuai
standar pemeriksaan klinis dari sumber referensi yang umum
10
digunakan oleh profesi dokter.
k0

f. Analisis hasil pemeriksaan: berisi interpretasi dari hasil


r-h

pmeriksanan yang dapat ditemukan dari pemeriksaaan terkait.


mo

2. Keterampilan Prosedural (procedural skills)


-no

a. Judul tindakan: berisi judul tindakan klinis sesuai dengan


mk

Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Dalam satu judul


tindakan dapat terdiri dari satu atau beberapa jenis
6/k

keterampilan klinis.
2/0

b. Tingkat kemampuan: berisi tingkat kemampuan (level of


02

competence) bagi dokter pelayanan primer. Apabila dalam satu


z/2

tindakan terdiri dari beberapa jenis keterampilan klinis, maka


.xy

setiap keterampilan yang terkait dalam tindakan disebutkan


na

tingkat keterampilannya satu per satu.


lya

c. Tujuan tindakan: berisi tujuan dari keterampilan klinis yang


bersangkutan.
mu

d. Alat dan bahan: berisi bahan yang dibutuhkan dalam tindakan


na

prosedural.
.ai

e. Teknik tindakan: berisi langkah-langkah melakukan


ww

keterampilan prosedural terkait secara lege artis sesuai standar


//w

tindakan prosedur klinis dari sumber referensi yang umum


ps:

digunakan oleh profesi dokter.


f. Analisis Tindakan/Perhatian: berisi hal-hal yang perlu
htt

diperhatikan saat ataupun setelah dilakukan tindakan terkait.

jdih.kemkes.go.id
- 823 -

Acuan umum referensi adalah Bates’ Guide to Physical Examination

l
tm
and History Taking, 10th ed.

g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 824 -

BAB II

l
tm
JENIS KETERAMPILAN DALAM PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS

g.h
A. Universal Precaution

tan
1. Cuci Tangan 7 Langkah

n
-te
Tingkat Keterampilan 4A.

22
Tujuan: Dokter mampu melakukan cuci tangan 7 langkah yang baik

20
dan benar untuk perlindungan dokter dan pasien.

86
Alat dan Bahan: -

s11
Teknik Pemeriksaan
a. Basahkan kedua

ke
telapak tangan setinggi

en
7m
pertengahan lengan
dengan air mengalir, 10
kemudian ambil
k0

sabun.
r-h

b. Usap dan gosok kedua


mo

telapak tangan secara


-no

lembut, kemudian
mk

gosok juga kedua


punggung tangan
6/k

secara bergantian.
2/0

c. Gosok sela-sela jari


02

hingga bersih.
z/2
.xy
na

d. Bersihkan ujung jari


lya

secara bergantian
mu

dengan mengatupkan.
na
.ai

e. Gosok dan putar


ww

kedua ibu jari secara


bergantian.
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 825 -

f. Letakkan ujung jari ke

l
tm
telapak tangan

g.h
kemudian gosok
perlahan.

ntan
g. Bilas seluruh bagian

-te
tangan dengan air

22
bersih yang mengalir

20
lalu keringkan

86
memakai handuk atau

s11
tisu. Kemudian,

ke
matikan kran dengan

en
tisu dan tangan bersih

7m
terjaga. Gambar 1. Teknik mencuci
10
tangan
k0
r-h

Antisepsis Tangan untuk Tindakan Operasi


mo

a. Lepaskan cincin, jam tangan, dan gelang sebelum memulai


-no

cuci tangan untuk operasi.


b. Bersihkan debris dari bawah kuku dengan mengunakan
mk

pembersih kuku. Lakukan dibawah air mengalir.


6/k

c. Lakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun antimikroba


2/0

atau hand rub berbahan dasar alkohol sebelum menggunakan


02

sarung tangan steril ketika melakukan tindakan bedah.


z/2

d. Cuci tangan (dengan langkah diatas) dan lengan bawah selama


26 menit (sesuai yang direkomendasikan oleh manufaktur
.xy

sabun antimikroba).
na

e. Jika menggunakan hand scrub berbahan dasar alkohol dengan


lya

aktivitas persisten, ikuti instruksi dari manufakturnya.


mu

Sebelum menggunakan larutan alkohol, cuci tangan dan


na

lengan terlebih dahulu dengan menggunakan sabun non-


.ai

antimikroba lalu keringkan tangan dan lengan bawah. Setelah


ww

menggunakan produk, biarkan tangan dan lengan kering


sempurna sebelum menggunakan sarung tangan steril.
//w
ps:

Analisis Tindakan/Perhatian
htt

a. Penggunaan sabun khusus cuci tangan baik berbentuk batang

jdih.kemkes.go.id
- 826 -

maupun cair sangat disarankan untuk kebersihan tangan yang

l
tm
maksimal.

g.h
b. Tujuh (7) langkah mencuci tangan di atas umumnya
membutuhkan waktu 15 – 20 menit. Mencuci tangan secara

tan
baik dan benar memakai sabun penting untuk mencegah

n
-te
kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke tubuh anda.

22
c. Cuci tangan dilakukan untuk dekontaminasi tangan saat:

20
1) Sebelum kontak langsung dengan pasien.

86
2) Sebelum menggunakan sarung tangan steril.

s11
3) Sebelum memasukkan alat invasif yang tidak
membutuhkan prosedur operasi.

ke
4) Setelah kontak dengan kulit pasien yang intak.

en
7m
5) Setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi,
membran mukosa, kulit yang tidak intak, dan pembalut
10
luka.
k0

6) Saat berpindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke


r-h

bagian yang bersih saat merawat dan memeriksa pasien.


mo

7) Setelah kontak dengan peralatan medis dan benda lainnya


-no

yang berada disekitar pasien.


mk

8) Setelah melepas sarung tangan.


9) Sebelum makan dan setelah menggunakan toilet.
6/k
2/0

Referensi
02

a. World Health Organization. WHO guidelines on Hand hygiene in


z/2

health care. First Global Patient Safety Challenge Clean Care is


.xy

Safer Care. 2009.


na

b. Boyce JM, Pittet D. Guideline for hand hygiene in health-care


lya

settings, recommendations of the healthcare infection control


practices advisory committee and the
mu

HICPAC/SHEA/APIC/IDSA hand hygiene task force. MMWR


na

2002:51(16):19-31.
.ai

c. 3M Health Care. Recommendations from the CDC Guideline for


ww

Hand Hygiene in Healthcare Settings [Internet]. Available at:


//w

http://www.cdc.gov/handhygiene/.
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 827 -

2. Prinsip Aseptik Dan Antiseptik

l
tm
Tingkat Keterampilan: 4A

g.h
a. Definisi
Sterilisasi : tindakan untuk membuat suatu alat/bahan

tan
menjadi bebas hama.

n
-te
Asepsis : keadaan bebas hama/bakteri

22
Antisepsis : tindakan untuk membebas-hamakan suatu

20
bahan, alat ataupun ruangan terhadap

86
bakteri/kuman pathogen untuk mencegah sepsis.

s11
b. Cara sterilisasi
1) Pemanasan, dilakukan tanpa tekanan dan dengan tekanan.

ke
2) Kimiawi dengan menggunakan tablet formalin, gas etilen

en
7m
oksida, larutan antiseptik.
3) Radiasi: menggunakan sinar X dan sinar ultraviolet.
10
c. Antiseptik: zat-zat yang dapat membunuh atau menghambat
k0

pertumbuhan kuman.
r-h

1) Bersifat sporisial dan nonsporisidal.


mo

2) Fungsi:
-no

a) Mensucihamakan kulit sebelum operasi untuk


mk

mencegah infeksi
b) Mencuci tangan sebelum operasi untuk mencegah
6/k

infeksi silang
2/0

c) Mencuci luka, terutama pada luka kotor


02

d) Sterilisasi alat bedah


z/2

e) Mencegah infeksi pada perawatan luka


.xy

f) Irigasi daerah-daerah terinfeksi


na

g) Mengobati infeksi local


lya

3) Antiseptik terbagi atas:


a) Alkohol
mu

b) Halogen dan senyawanya: yodium, povidon yodium,


na

yodoform, klorheksidin
.ai

c) Oksidansia: kalium permanganat, perhidrol


ww

d) Logam berat dan garamnya: merkuri klorida,


//w

merkurokrom
ps:

e) Asam: asam borat


f) Turunan fenol: trinitrofenol, heksaklorofen
htt

g) Basa ammonium kuarterner: etakridin

jdih.kemkes.go.id
- 828 -

Referensi

l
tm
Siegel JD,et al. 2007 guideline for isolation precautions: preventing

g.h
transmission of infectious agents in healthcare settings [Internet].
Available from: http://

tan
www.cdc.gov/ncidod/dhqp/pdf/isolation2007.pdf.

n
-te
22
3. Alat Pelindung Diri

20
Tingkat Keterampilan: 4A

86
Tujuan

s11
Mengetahui indikasi pemakaian alat pelindung diri untuk dokter dan
petugas kesehatan lainnya.

ke
Alat dan Bahan

en
7m
a. Sarung tangan (hand schoen)
b. Gown isolasi 10
c. Proteksi wajah: masker, goggle (kacamata), pelindung wajah.
k0

Indikasi Penggunaan
r-h

a. Masker:
mo

1) Untuk melindungi petugas kesehatan dari kontak dengan


-no

bahan infeksius dari pasien.


mk

2) Ketika petugas kesehatan melakukan prosedur yang


membutuhkan teknik steril untuk melindungi pasien dari
6/k

pajanan agen infeksius yang dibawa mulut dan hidung


2/0

petugas kesehatan.
02

3) Pada pasien yang batuk untuk mencegah penyebaran


z/2

sekret infeksius ke orang lain.


.xy

b. Goggle, pelindung wajah:


na

1) Mencegah pajanan agen infeksius yang ditransmisikan


lya

melalui droplet pernapasan.


2) Digunakan bersama masker dan sarung tangan.
mu

c. Sarung tangan:
na

1) Antisipasi kontak langsung terhadap darah atau cairan


.ai

tubuh pada membrane mukosa, kulit yang tidak intak, dan


ww

bahan infeksius lainnya.


//w

2) Pada orang yang kontak langsung dengan pasien yang


ps:

terinfeksi oleh pathogen yang ditransmisikan melalui


kontak langsung.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 829 -

d. Gown Isolasi:

l
tm
Digunakan untuk melindungi lengan dan bagian tubuh yang

g.h
dapat terpapar dan mencegah kontaminasi darah, cairan tubuh,
dan bahan infeksius lainnya pada baju.

n tan
-te
Referensi

22
Siegel JD,et al. 2007 guideline for isolation precautions: preventing

20
transmission of infectious agents in healthcare settings [Internet].

86
Available from: http://

s11
www.cdc.gov/ncidod/dhqp/pdf/isolation2007.pdf.

ke
B. Keterampilan Komunikasi Komunikasi Dokter-Pasien

en
7m
Bentuk komunikasi dalam profesi dokter dapat dibedakan menjadi 3
bagian berdasarkan sasaran dari komunikasi tersebut, yaitu komunikasi
10
dokter-pasien, dokter-rekan sejawat, dan dokter-komunitas. Dari setiap
k0

bagian dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk komunikasi lainnya,


r-h

yaitu:
mo

1. Komunikasi Dokter – Pasien


-no

a. Proses konsultasi
mk

1) Membuka sesi konsultasi


2) Mengumpulkan informasi
6/k

3) Memberikan penjelasan dan rencana tata laksana


2/0

4) Menutup sesi konsultasi


02

b. Edukasi individu dan kelompok


z/2

c. Konseling
.xy

d. Pertemuan keluarga (Family Conference)


na

e. Menyampaikan kabar buruk (breaking bad news)


lya

f. Meminta persetujuan tindakan medis (informed consent)


2. Komunikasi Dokter - Rekan Sejawat Tenaga Kesehatan
mu

a. Rujukan dan Konsultasi


na

b. Komunikasi interprofesional dalam pelayanan kesehatan


.ai

c. Presentasi di forum ilmiah


ww

3. Komunikasi Dokter – Komunitas


//w

a. Penyuluhan masyarakat
ps:

b. Menyusun tulisan ilmiah


Dalam buku ini, keterampilan komunikasi yang dibahasa adalah
htt

komunikasi dokter dan pasien.

jdih.kemkes.go.id
- 830 -

1. Proses Konsultasi

l
tm
a. Membuka Sesi Konsultasi

g.h
1) Bangun sambung rasa dengan cara menyapa, bersalaman,
memperkenalkan diri dan mengkonfirmasi identitas dan

tan
karakteristik pasien

n
-te
2) Jelaskan tujuan sesi, meminta persetujuan pasien bila

22
diperlukan

20
3) Identifikasi masalah utama pasien atau hal yang ingin

86
dibicarakan pasien menggunakan pertanyaan pembuka

s11
yang sesuai (misal:”ada masalah apa?” atau ”apa yang bisa
saya bantu?” atau “ada keluhan apa?”)

ke
4) Dengarkan dengan penuh perhatian apa yang dikatakan

en
7m
pasien tanpa memotong atau mengarahkan jawaban
pasien. 10
5) Konfirmasi masalah yang ada dan menanyakan adakah
k0

masalah lainnya (mis: ”jadi ada sakit kepala dan capek-


r-h

capek, ada lagi yang lain?” atau “apakah ada perubahan


mo

dengan berat badan?”, dan lain-lain)


-no

b. Mengumpulkan Informasi
mk

1) Dorong pasien menceritakan perjalanan penyakitnya mulai


awal sampai saat ini menggunakan kata-katanya sendiri
6/k

(menggali apa yang menyebabkan kedatangannya hari ini)


2/0

2) Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup dengan tepat,


02

dimulai dengan pertanyaan terbuka dilanjutkan dengan


z/2

pertanyaan tertutup.
.xy

3) Dengarkan pasien dengan penuh perhatian, membiarkan


na

pasien menyelesaikan perkataannya tanpa diinterupsi,


lya

memberikan waktu bagi pasien untuk berpikir sebelum


menjawab, atau meneruskan pembicaraan setelah jeda
mu

sejenak.
na

4) Amati respon pasien secara verbal maupun non-verbal


.ai

(mis: mendorong pasien berbicara, memberikan


ww

kesempatan kepada pasien untuk mengatur apa yang akan


//w

diutarakan, melakukan refleksi isi, membuat interpretasi


ps:

bahasa tubuh, ucapan, ekspresi wajah)


5) Klarifikasi kembali pernyataan pasien bila kurang jelas
htt

atau meminta penjelasan lebih lanjut (misalnya: ”bisa

jdih.kemkes.go.id
- 831 -

dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepala terasa

l
tm
melayang?”)

g.h
6) Rangkum pada akhir satu bagian konsultasi untuk
memastikan bahwa pengertian dokter sama dengan pasien

tan
sebelum pindah ke bagian berikutnya; meminta pasien

n
-te
mengoreksi bila ada interpretasi yang kurang tepat, atau

22
meminta pasien memberikan penjelasan lebih lanjut.

20
Jika membaca, mencatat atau menggunakan komputer,

86
tidak mengganggu jalannya sesi konsultasi.

s11
Saat melakukan pemeriksaan fisik menjelaskan prosesnya
dan meminta izin. Berikan perhatian khusus terhadap hal-

ke
hal sensitif yang dapat membuat pasien merasa malu atau

en
7m
menyakitkan pasien, termasuk pemeriksaan fisik. Jelaskan
alasan pertanyaan atau pemeriksaan fisik yang mungkin
10
dirasa tidak masuk akal.
k0

c. Memberikan Penjelasan & Rencana Tata Laksana


r-h

1) Pastikan apakah
mo

a) Pasien dapat menerima rencana penatalaksanaan


-no

b) Kekhawatiran pasien telah teratasi


mk

2) Negosiasikan rencana yang dapat disepakati kedua belah


pihak:
6/k

a) Informasikan apa yang menjadi pilihan terbaik dari


2/0

beberapa pilihan yang tersedia


02

b) Bantu pasien menentukan pilihan


z/2

3) Jelaskan secara detil pilihan penatalaksanaan.


.xy

4) Berikan kesempatan dan dorong pasien untuk


na

berpartisipasi dalam perencanaan tata laksana: meminta


lya

pasien untuk mengajukan pertanyaan, meminta klarifikasi


serta menyatakan keraguannya, dan dokter merespon
mu

dengan tepat.
na

5) Pastikan pemahaman pasien terhadap informasi (atau


.ai

perencanaan) yang diberikan: misalnya dengan meminta


ww

pasien mengulangi dengan kata-katanya sendiri,


//w

melakukan klarifikasi bila perlu.


ps:

6) Berikan pernyataan dan kalimat yang mudah dimengerti


dan ringkas; hindari penggunaan istilah medis atau
htt

berikan penjelasan istilah tersebut dapat dengan

jdih.kemkes.go.id
- 832 -

menggunakan metode visual untuk menyampaikan

l
tm
informasi: diagram, model, informasi dan petunjuk

g.h
tertulis.
7) Nilai pengetahuan awal pasien: tanyakan apa yang sudah

tan
diketahui pasien sebelumnya pada awal pemberian

n
-te
informasi, tentukan sampai seberapa jauh pasien

22
menginginkan informasi.

20
8) Berikan penjelasan pada waktu yang tepat:

86
hindari memberikan saran, informasi, dan harapan yang

s11
terlalu dini.
9) Berikan informasi yang terukur dan terstruktur dalam

ke
kalimat-kalimat singkat yang dapat dimengerti dan buat

en
7m
urutan yang logis;
pastikan pengertian pasien; gunakan respon pasien sebagai
10
panduan untuk memberikan informasi selanjutnya
k0

d. Menutup Sesi Konsultasi


r-h

1) Tutup sesi dengan ucapan terima kasih dengan


mo

bersalaman.
-no

2) Pastikan terakhir kali apakah pasien setuju dan merasa


mk

nyaman dengan rencana yang telah disusun, tanyakan


apakah masih ada pertanyaan atau hal-hal lain yang masih
6/k

perlu didiskusikan. (Mis: ”ada pertanyaan lagi atau masih


2/0

ada hal yang ingin didiskusikan?”).


02

Antisipasi: jelaskan hal-hal tak terduga yang mungkin


z/2

terjadi, apa yang harus dilakukan jika rencana tidak


.xy

berjalan sebagaimana mestinya, kapan dan bagaimana


na

mencari bantuan dengan menghubungi .


lya

3) Lakukan perjanjian dengan pasien tentang langkah


selanjutnya yang akan dilakukan baik oleh pasien maupun
mu

dokter
na

4) Rangkum sesi secara singkat dan klarifikasi rencana


.ai

penatalaksanaan.
ww

2. Edukasi Individu Dan Kelompok


//w

Edukasi adalah upaya untuk memberikan informasi dan


ps:

pemahaman kepada pasien, keluarga dan masyarakat agar


mempunyai pandangan, sikap, dan perilaku yang lebih sehat.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 833 -

a. Membuka sesi dengan menyapa peserta (membangun sambung

l
tm
rasa)

g.h
b. Memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan edukasi
c. Menyampaikan waktu edukasi dan kapan pertanyaan boleh

tan
diajukan

n
-te
d. Menyampaikan materi edukasi secara ringkas, padat, dan

22
menggunakan bahasa yang sederhana

20
e. Apabila diperlukan dapat menggunakan alat bantu dan media

86
yang sesuai tujuan edukasi

s11
f. Beberapa kali mengecek pemahaman peserta
g. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan

ke
pertanyaan

en
7m
h. Menyampaikan kesimpulan & penutup
Sebagai edukator yang baik, diharapkan: 10
a. Mampu menjalin interaksi yang baik dengan peserta selama
k0

proses berlangsung
r-h

b. Penguasaan materi dengan baik


mo

c. Ekspresi wajah (senyum, kontak mata), bahasa tubuh dan


-no

gerak-gerik sesuai
mk

d. Volume dan Intonasi suara cukup


e. Penggunaan bahasa yang sesuai dengan peserta
6/k

3. Konseling
2/0

Konseling adalah upaya pemberian bantuan informasi yang


02

dibutuhkan pasien dalam rangka mengklarifikasi, memperjelas,


z/2

memberikan motivasi serta memberikan alternatif pilihan yang


.xy

diakibatkan oleh ketidaktahuan/keraguan pasien atau keluarga


na

terhadap status kesehatannya.


lya

Kisi-kisi proses
a. Membangun sambung rasa dengan cara menyapa, bersalaman,
mu

memperkenalkan diri
na

b. Mengkonfirmasi identitas pasien


.ai

c. Menjelaskan tujuan pertemuan serta memberitahukan perannya


ww

d. Memberikan penjelasan tentang beberapa alternatif (misalnya


//w

jenis alat kontrasepsi dan pengobatan) yang dapat dipilih pasien


ps:

untuk menyelesaikan masalahnya. Memberikan penjelasan


yang terorganisir dengan baik.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 834 -

e. Menjelaskan keuntungan dan kerugian dari masing-masing

l
tm
alternatif tersebut secara objektif

g.h
f. Menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti,
tidak menggunakan jargon medik dan kalimat yang

tan
membingungkan

n
-te
g. Menjawab pertanyaan pasien dengan tepat

22
h. Mengecek kembali pemahaman pasien/keluarga tentang hal

20
yang dibicarakan dan menanggapi komunikasi non-verbal

86
pasien dengan tepat

s11
i. Memberi kesempatan/waktu kepada pasien untuk bereaksi
terhadap ucapan petugas kesehatan (berdiam diri sejenak)

ke
j. Mendorong pasien untuk menyampaikan reaksinya,

en
7m
keprihatinannya serta perasaannya serta menyampaikan
penerimaannya terhadap keprihatinan, perasaan dan nilai-nilai
10
pasien.
k0

k. Mendorong pasien untuk menentukan pilihannya dan


r-h

menyatakan dukungan terhadap keputusan pasien


mo

(menyampaikan keprihatinan, pengertian, dan keinginan untuk


-no

membantu)
mk

l. Membuat perencanaan tindak lanjut bersama pasien


4. Menyampaikan Kabar Buruk
6/k

a. Membangun sambung rasa dengan cara menyapa, bersalaman,


2/0

memperkenalkan diri
02

1) Menjelaskan tujuan pertemuan untuk menginformasikan


z/2

berita yang kurang menyenangkan


.xy

2) Memperlihatkan perilaku verbal dan non-verbal kepada


na

pasien yang mengindikasikan bahwa informasi yang akan


lya

disampaikan selanjutnya adalah informasi yang penting


b. Menanyakan pasien ingin mendengarkan sendiri atau perlu
mu

pendampingan
na

c. Menanyakan pasien mengenai hal-hal yang telah diketahui, dan


.ai

perasaannya terhadap masalah yang dialami


ww

d. Menanyakan sejauh mana informasi tentang masalahnya yang


//w

ingin diketahui oleh pasien (apakah pasien ingin mengetahui


ps:

secara umum atau mendalam)


e. Menjelaskan informasi secara sistematis dengan bahasa yang
htt

sederhana, mudah dimengerti dan menunjukkan empati

jdih.kemkes.go.id
- 835 -

f. Menanggapi komunikasi non-verbal yang ditunjukkan oleh

l
tm
pasien dengan mempertimbangkan perasaan, keprihatinan dan

g.h
nilai-nilai yang dianutnya.
g. Memberikan waktu pada pasien untuk bereaksi (dengan cara

tan
hening atau berdiam diri sejenak)

n
-te
h. Mendorong pasien untuk memberikan tanggapan serta

22
mengungkapkan keprihatinan dan perasaannya.

20
i. Menunjukkan perilaku non-verbal yang baik (kontak mata,

86
posisi dan postur tubuh yang sesuai, gerakan tubuh, ekspresi

s11
wajah, suara termasuk kecepatan dan volume)
j. Menyatakan dukungan kepada pasien (contohnya

ke
mengekspresikan keprihatinan, pengertian dan keinginan untuk

en
7m
menolong)
k. Menyusun rencana tindak lanjut bersama pasien
10
k0

5. Persetujuan Tindakan Medik


r-h

Persetujuan Tindakan Medik adalah persetujuan yang diberikan oleh


mo

pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara


-no

lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi baik


mk

proses preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang akan


dilakukan terhadap pasien.
6/k

Tingkat Keterampilan: 4A
2/0

Tujuan
02

Melaksanakan proses persetujuan tindakan medik dengan baik


z/2

Proses
.xy

a. Membangun sambung rasa dengan cara menyapa, bersalaman,


na

memperkenalkan diri kepada pasien dan


lya

pasangan/keluarganya.
b. Menjelaskan tujuan pertemuan
mu

c. Menanyakan pada pasien dan pasangan/keluarganya mengenai


na

hal-hal yang telah diketahui mengenai masalah yang dialami


.ai

d. Memberikan penjelasan mengenai:


ww

1) Tujuan tindakan medis atau tata laksana yang diajukan.


//w

2) Risiko dan manfaat dari tindakan medis atau tata laksana


ps:

yang diajukan termasuk rencana tindak lanjut dan


antisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal di luar estimasi.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 836 -

3) Alternatif pengobatan (harga pengobatan atau tindakan

l
tm
tersebut, dibiayai oleh asuransi atau tidak, dll).

g.h
4) Risiko dan manfaat dari tindakan medis atau tata laksana
alternatif yang diajukan.

tan
5) Risiko dan manfaat bila tidak menjalani atau menjalani

n
-te
pengobatan atau tata laksana.

22
e. Penjelasan tersebut termasuk alasan mengapa akhirnya

20
diputuskan untuk tindakan medis tersebut termasuk

86
komplikasi yang mungkin timbul apabila tindakan tidak

s11
dilakukan.
f. Memastikan bahwa pasien memahami penjelasan yang

ke
diberikan dan menghargai keputusan yang dipilih pasien dan

en
7m
pasangan/keluarganya.
g. Meminta tanda tangan pasien atau pasangan/keluarga sebagai
10
tanda persetujuan atau penolakan terhadap tindakan medis.
k0

h. Mengucapkan terima kasih.


r-h

Penjelasan Kepentingan Persetujuan Tindakan Medis


mo

a. Persetujuan yang diberikan pasien atau pasangan/keluarga


-no

yang berhak, dilakukan setelah memperoleh informasi lengkap


mk

dan memahami tindakan medik atau tata laksana yang akan


dilakukan.
6/k

b. Informed consent merupakan suatu proses.


2/0

c. Informed consent bukan hanya suatu formulir atau selembar


02

kertas, tetapi bukti jaminan informed consent telah terjadi.


z/2

d. Secara hukum informed consent berlaku sejak tahun 1981, PP


.xy

No. 8 Tahun 1981


na

e. Merupakan dialog antara dokter dengan pasien dan


lya

pasangan/keluarga didasari keterbukaan akal pikiran, dengan


bentuk birokratisasi penandatanganan formulir.
mu

f. Informed consent berarti pernyataan kesediaan atau pernyataan


na

penolakan setelah mendapat informasi secukupnya sehingga


.ai

yang diberi informasi sudah cukup mengerti akan segala akibat


ww

dari tindakan yang akan dilakukan terhadapnya sebelum ia


//w

mengambil keputusan.
ps:

g. Berperan dalam mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi


masalah etik, tuntutan, pada intinya adalah dokter harus
htt

berbuat yang terbaik bagi pasien atau klien.

jdih.kemkes.go.id
- 837 -

Referensi

l
tm
a. Ali, M. Sidi. I. P. S. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta:

g.h
Konsil Kedokteran Indonesia. 2006.
b. American Medical Association. 2013. http://www.ama-assn.org.

tan
Diakses pada tanggal 30 Juli 2013.

n
-te
22
C. General Survey

20
1. Penilaian Kesadaran

86
Tingkat Keterampilan: 4A

s11
Tujuan pemeriksaan: Melakukan penilaian kesadaran
Alat dan bahan: -

ke
Teknik Pemeriksaan

en
7m
Penilaian Kesadaran secara Kualitatif
A (Alert): pasien sadar 10
V (Verbal): penderita bereaksi terhadap rangsang bunyi
k0

P (Pain): penderita bereaksi terhadap rangsang nyeri


r-h

U (Unresponsive): penderita tidak bereaksi


mo

Penilaian Kesadaran secara Kuantitatif


-no

Lakukan penilaian kesadaran pasien secara kuantitatif dengan


mk

menggunakan skala koma glasgow (GCS) yang terdiri dari:


Eye (mata)
6/k

a. Nilai apakah pasien dapat membuka mata secara spontan.


2/0

b. Bila mata pasien tertutup, panggil namanya dan minta ia


02

membuka mata.
z/2

c. Bila pasien tidak merespon, rangsang dengan nyeri (dapat


.xy

dilakukan dengan menekan daerah sternum).


na

d. Nilai skornya.
lya

Movement (gerakan)
a. Berikan pasien perintah untuk mengangkat tangan atau
mu

kakinya.
na

b. Bila pasien tidak berespon, gunakan rangsangan nyeri untuk


.ai

menilai respon gerakan pasien.


ww

c. Nilai skornya.
//w

Verbal
ps:

a. Minta pasien menyebutkan nama atau keberadaannya saat ini.


b. Bila pasien tidak merespon, saat pemeiksa memberiksan
htt

rangsangan nyeri, nilai respon verbal pasien.

jdih.kemkes.go.id
- 838 -

c. Nilai skornya.

l
tm
Analisis Hasil Pemeriksaan

g.h
Penilaian tingkat kesadaran dengan skala koma Glasgow (GCS):
Eye (mata)

tan
a. Membuka mata secara spontan tanpa rangsangan : 4

n
-te
b. Membuka mata setelah diperintahkan : 3

22
c. Membuka mata setelah diberikan rangsangan nyeri : 2

20
d. Tidak membuka mata dengan rangsangan nyeri : 1

86
Movement (gerakan)

s11
e. Dapat bergerak mengikuti perintah pemeriksa : 6
f. Dapat melokalisir nyeri (mendekati arah rangsangan): 5

ke
g. Melakukan gerakan menghindar saat diberi

en
7m
rangsangan nyeri : 4
h. Fleksi abnormal lengan atau tungkai saat diberi
10
rangsangan nyeri : 3
k0

i. Ekstensi abnormal lengan atau tungkai saat diberi


r-h

rangsangan nyeri (dekortikasi) : 2


mo

j. Tidak ada respon motorik saat diberi rangsangan


-no

nyeri : 1
mk

Bila ada perbedaan antara kanan dan kiri, gunakan skor terbaik.
Verbal
6/k

a. Dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan benar : 5


2/0

b. Bingung, misalnya adanya disorientasi waktu dan tempat : 4


02

c. Hanya mampu menyebutkan kata, seperti “aduh” : 3


z/2

d. Merespon dengan erangan : 2


.xy

e. Tidak ada respon verbal saat diberi rangsangan nyeri : 1


na
lya

Referensi
a. Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical
mu

Examination and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams &


na

Wilkins, China.
.ai

b. Duijnhoven & Belle 2009, Skills in Medicine: The Pulmonary


ww

Examination.
//w
ps:

2. Penilaian Postur Dan Habitus


Tingkat Keterampilan: 4A
htt

Tujuan pemeriksaan: Melakukan postur dan habitus

jdih.kemkes.go.id
- 839 -

Alat dan bahan: -

l
tm
Teknik Pemeriksaan

g.h
a. Perhatikan gaya berjalan pasien saat memasuki ruang periksa
b. Nilai postur/habitus pasien (atletikus, piknikus, astenikus)

tan
Analisis Hasil Pemeriksaan

n
-te
a. Penilaian gaya berjalan:

22
20
1) Spastic Hemiparesis

86
Postur ini berhubungan dengan lesi pada

s11
traktus kortikospinal, seperti pada
stroke. Satu lengan tergantung kaku di

ke
sisi tubuh dengan fleksi sendi siku,

en
7m
pergelangan tangan dan interphalangs.
Tungkai lurus dengan plantar fleksi.
10
Saat berjalan pasien menyeret salah satu
k0

kaki atau membuat gerakan kaku


r-h

melingkar saat berjalan maju


mo

(circumduction).
-no

Gambar 2. Spastic hemiparesis


mk

2) Berhubungan dengan parese spastis


bilateral dari tungkai, terlihat kaku. Saat
6/k

berjalan, paha cenderung menyilang


2/0

satu sama lain. Langkah-langkah


02

singkat, pasien tampak berjalan seperti


z/2

menyeberang air.
.xy

Gambar 3. Parese spastic bilateral


na

tungkai
lya

3) Steppage Gait
mu

Berhubungan dengan drop foot, biasanya


na

merupakan penyakit lower motor neuron


.ai

sekunder. Pasien-pasien ini juga


ww

menyeret kaki mereka atau mengangkat


kaki tinggi-tinggi, dengan lutut tertekuk
//w

menjatuhkannya dengan keras ke lantai,


ps:

sehingga biasanya muncul saat berjalan


htt

menaiki tangga. Pasien tidak dapat

jdih.kemkes.go.id
- 840 -

berjalan di atas tumit. Kelainan ini

l
tm
mungkin melibatkan kedua sisi.

g.h
Gambar 4. Steppage Gait
4) Sensory Ataxia

tan
Berhubungan dengan hilangnya sensasi

n
-te
posisi pada tungkai, seperti pada

22
polineuropati atau gangguan kolumna

20
posterior. Gaya berjalan tidak stabil

86
(sempoyongan) dengan posisi kedua kaki

s11
melebar. Pasienmelempar kakinya ke
depan dan ke luar dan menjatuhkannya

ke
didahului oleh tumit kemudian jari kaki

en
7m
sehingga terdengar double tapping
sound. Pasien memperhatikan
10 lantai
saat berjalan. Pasien tidak dapat berdiri
k0

seimbang saat menutup mata (Romberg


r-h

sign positif).
mo

Gambar 5. Sensory Ataxia


-no

5) Cerebellar Ataxia
mk

Berhubungan dengan penyakit


cerebellum atau traktus jaras yang
6/k

berhubungan. Postur goyah dan melebar


2/0

di bagian kaki. Saat berputar, pasien


02

mengalami kesulitan yang berlebihan.


z/2

Pasien tidak dapat berdiri seimbang baik


.xy

dengan mata terbuka maupun tertutup.


na
lya

6) Parkinsonian Gait
Berhubungan dengan defek ganglia basal
mu

pada penyakit parkinson. Postur


na

bungkuk, kepala dan leher ke depan,


.ai

pinggul dan lutut sedikit fleksi. Lengan


ww

fleksi pada siku dan pergelangan tangan.


//w

Pasien lambat dalam memulai langkah.


ps:

Langkah-langkah pendek dan menyeret.


Ayunan lengan berkurang dan kaku saat
htt

jdih.kemkes.go.id
- 841 -

berbalik.

l
tm
Gambar 6. Parkinsonian Gait

g.h
7) Gait of Older Age
Merupakan proses penuaan. Kecepatan,

tan
keseimbangan dan kelincahan menurun.

n
-te
langkah pendek-pendek, tidak pasti,

22
bahkan menyeret. Tungkai mungkin

20
fleksi pada panggul dan lutut.

86
s11
b. Postur/Habitus:
1) Astenikus

ke
Bentuk tubuh yang tinggi, kurus, dada rata atau

en
7m
cekung, angulus costae, dan otot – otot tak bertumbuh
dengan baik. 10
2) Atletikus
k0

Bentuk tubuh olahragawan, kepala dan dagu yang


r-h

terangkat ke atas, dada penuh, perut rata, dan lengkung


mo

tulang belakang dalam batas normal.


-no

3) Piknikus
mk

Bentuk tubuh yang cenderung bulat, dan penuh dengan


penimbunan jaringan lemak subkutan.
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai

Gambar 7. Postur tubuh


ww

Piknikus Atletikus Astenikus


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 842 -

Referensi

l
tm
a. Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical

g.h
Examination and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams &
Wilkins, China.

tan
b. Duijnhoven & Belle 2009, Skills in Medicine: The Pulmonary

n
-te
Examination.

22
20
3. Penilaian Status Gizi Anak Dan Dewasa

86
a. Penilaian Status Gizi Anak

s11
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan pemeriksaan: Melakukan penilaian status gizi pada

ke
anak

en
7m
Alat dan bahan
1) Stature meter atau neonatal stadiometer
10
2) Meteran kain
k0

3) Timbangan atau baby scale


r-h

4) Pita LILA
mo

5) Tabel BB dan TB WHO sesuai jenis kelamin dan usia anak


-no

6) Tabel LILA sesuai jenis kelamin dan usia anak


mk

7) Kalkulator
Teknik Pemeriksaan
6/k

1) Jelaskan kepada ibu pasien atau wali mengenai jenis dan


2/0

prosedur pemeriksaan yang dilakukan.


02

2) Ukur panjang/tinggi badan anak dengan menggunakan


z/2

neonatal stadiometer/ meteran sesuai usia pasien.


.xy

Apabila pemeriksa menggunakan neonatal stadiometer:


na

a) Baringkan anak di atas neonatal stadiometer.


lya

b) Minta orang tua atau asisten untuk memegang kepala


bayi agar tidak bergerak.
mu

c) Rentangkan kaki hingga lurus sempurna.


na

d) Ukur panjang badan dimulai dari ujung kaki ke


.ai

kepala.
ww

e) Lakukan pengukuran sebanyak 3 kali dan diambil


//w

rata-rata untuk mendapatkan hasil yang akurat.


ps:

Apabila pemeriksa menggunakan meteran:


a) Tempatkan meteran pada dinding.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 843 -

b) Minta pasien berdiri tegak dengan tumit menempel

l
tm
pada lantai dan pandangan lurus kedepan.

g.h
c) Ukur tinggi badan pasien dan mata pemeriksa harus
sejajar atau lebih tinggi dari tinggi badan pasien,

tan
kemudian catat hasilnya.

n
-te
3) Petakan tinggi badan pasien pada kurva tinggi badan

22
sesuai jenis kelamin dan usia.

20
4) Ukur rasio tinggi badan menurut tinggi badan ideal sesuai

86
usia.

s11
TB (%) = TB terukur saat itu x 100%

ke
U TB standar sesuai usia

en
7m
5) Ukur berat badan pasien menggunakan timbangan/baby
scale sesuai usia pasien. 10
Apabila pemeriksaan menggunakan baby scale:
k0

a) Sebelum pasien ditempatkan di atas baby scale,


r-h

letakkan di tempat datar dan dikalibrasi di titik nol.


mo

b) Minta orang tua untuk melepas jaket dan popok sekali


-no

pakai pasien. Idealnya pada pemeriksaan ini, bayi


mk

tidak mengenakan pakaian.


c) Tempatkan bayi di atas baby scale.
6/k

d) Ukur berat badan bayi dan catat hasilnya.


2/0

Apabila pemeriksaan dilakukan menggunakan timbangan.


02

a) Minta pasien untuk mengenakan pakaian seminimal


z/2

mungkin dengan melepas alas kaki, jaket atau tas


.xy

yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran.


na

b) Minta pasien naik ke atas timbangan. Posisi tubuh


lya

berdiri tegak, pandangan lurus ke depan.


c) Ukur berat badan anak dan catat hasilnya.
mu

6) Petakan berat badan pasien pada kurva berat badan sesuai


na

jenis kelamin dan usia.


.ai

7) Ukur rasio berat badan menurut tinggi badan:


ww

BB (%) = __BB terukur saat itu ____________ x 100%


//w

TB BB standar sesuai untuk TB terukur


ps:

8) Ukur lingkar lengan atas pasien dengan menggunakan pita


htt

LILA.

jdih.kemkes.go.id
- 844 -

Cara pengukuran yaitu:

l
tm
a) Tentukan letak akromion dan olecranon pada lengan

g.h
yang tidak aktif dalam posisi lengan difleksikan
b) Untuk pengukuran ini ambil diameter lengan terbesar.

tan
9) Petakan LILA pasien terhadap umur pada tabel.

n
-te
10) Dokumentasi harus mencakup tanggal hasil pemeriksaan.

22
11) Interpretasikan hasil yang didapatkan.

20
Cara Menggunakan Grafik Pertumbuhan Who

86
1) Tentukan umur, panjang badan (anak di bawah 2

s11
tahun)/tinggi badan (anak di atas 2 tahun), dan berat
badan.

ke
2) Tentukan angka yang berada pada garis

en
7m
horisontal/mendatar pada kurva. Garis horisontal pada
beberapa kurva pertumbuhan WHO menggambarkan umur
10
dan panjang/tinggi badan.
k0

3) Tentukan angka yang berada pada garis vertikal/lurus


r-h

pada kurva. Garis vertikal pada kurva pertumbuhan WHO


mo

menggambarkan panjang/berat badan, umur, dan IMT.


-no

4) Hubungkan angka pada garis horisontal dengan angka


mk

pada garis vertikal hingga mendapat titik temu (plotted


point). Titik temu ini merupakan gambaran perkembangan
6/k

anak berdasarkan kurva pertumbuhan WHO.


2/0

Cara Menginterpretasikan Kurva Pertumbuhan Who


02

1) Garis 0 pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan


z/2

median, atau rata-rata


.xy

2) Garis yang lain dinamakan garis z-score. Pada kurva


na

pertumbuhan WHO garis ini diberi angka positif (1, 2, 3)


lya

atau negatif (-1, -2, -3). Titik temu yang berada jauh dari
garis median menggambarkan masalah pertumbuhan.
mu

3) Titik temu yang berada antara garis z-score -2 dan -3


na

diartikan di bawah -2.


.ai

4) Titik temu yang berada antara garis z-score 2 dan 3


ww

diartikan di atas 2.
//w

5) Untuk menginterpretasikan arti titik temu ini pada kurva


ps:

pertumbuhan WHO dapat menggunakan tabel berikut ini.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 845 -

Tabel 1. Kurva pertumbuhan berdasarkan WHO

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
Catatan:
1)
7m
Anak dalam kelompok ini berperawakan tubuh tinggi. Hal
10
ini masih tidak normal. Singkirkan kelainan hormonal
k0

sebagai penyebab perawakan tinggi.


r-h

2) Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah


mo

pertumbuhan tapi lebih baik jika diukur menggunakan


-no

perbandingan berat badan terhadap panjang/ tinggi atau


mk

IMT terhadap umur.


3) Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukkan
6/k

berisiko gizi lebih. Jika makin mengarah ke garis Z-skor 2


2/0

risiko gizi lebih makin meningkat.


02

4) Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau


z/2

sangat pendek memiliki gizi lebih.


.xy

5) Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul


pelatihan IMCI (Integrated Management of Childhood Illness
na
lya

in-service training. WHO, Geneva, 1997).


Analisis Hasil Pemeriksaan
mu

Pemeriksaan Tinggi Badan


na

Tinggi badan dipetakan pada kurva:


.ai

1) Laki-laki
ww

Grafik 1. Panjang badan dan usia pada 0-6 bulan


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 846 -

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
86
s11
ke
Grafik 2. Panjang badan dan usia pada 6 bulan-2 tahun

en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2

Grafik 3. Panjang badan dan usia pada 0-2 tahun


.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 847 -

Grafik 4. Panjang badan dan usia pada 0-5 tahun

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
Grafik 5. Tinggi badan dan usia pada 2-5 tahun
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2

2) Perempuan
.xy

Grafik 6. Panjang badan dan usia pada 0-6 bulan


na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 848 -

Grafik 7. Panjang badan dan usia pada 6 bulan-2 tahun

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
Grafik 8. Panjang badan dan usia pada 0-2 tahun
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Grafik 9. Panjang badan dan usia pada 0-5 tahun


na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 849 -

Grafik 10. Tinggi badan dan usia pada 2-5 tahun

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
Interpretasi hasil pengukuran TB/TB sesuai usia (%):
a. 90-110% : baik/normal
10
k0
b. 70-89% : tinggi kurang
r-h

c. < 70% : tinngi sangat kurang


mo

Pemeriksaan Berat Badan


Penilaian status gizi berdasarkan presentase TB/BB:
-no

a. > 120% : obesitas


mk

b. 110 - 120% : gizi lebih


6/k

c. 90 – 110% : normal
2/0

d. 70 – 90% : gizi kurang


e. 70% : gizi buruk
02
z/2

Penilaian status gizi berdasarkan LILA


.xy

Tabel 2. Lingkar lengan atas berdasarkan usia (perempuan)


na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 850 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no

Tabel 3. Lingkar lengan atas berdasarkan usia (laki-laki)


mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 851 -

Referensi

l
tm
World Health Organization.

g.h
Matondang cs, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis pada
Anak. Ed 2. Jakarta: Sagung Seto, 2000; p32-34.

n tan
-te
b. Penilaian Status Gizi Dewasa

22
Tingkat Keterampilan: 4A

20
Tujuan pemeriksaan: Melakukan penilaian status gizi pada

86
dewasa

s11
Alat dan bahan
1) Stature meter

ke
2) Timbangan

en
7m
3) Pita LILA
4) Meteran 10
5) Kalkulator
k0
r-h

Teknik Pemeriksaan
mo

1) Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan


-no

yang dilakukan.
mk

2) Tempatkan meteran pada dinding. Minta pasien berdiri


tegak dengan tumit menempel pada lantai dan pandangan
6/k

lurus kedepan.
2/0

3) Ukur tinggi badan pasien dan catat hasilnya.


02

4) Kemudian minta pasien berdiri di atas timbangan. Posisi


z/2

pasien berdiri tegak dengan pandangan lurus ke depan.


.xy

Saat melakukan pemeriksaan berat badan, pasien harus


na

melepas alas kaki, jaket, tas serta benda-benda lain yang


lya

dapat mempengaruhi hasil timbangan.


5) Ukur berat badan pasien dan catat hasilnya.
mu

6) Tentukan indeks masa tubuh (BMI) pasien dengan


na

menggunakan rumus:
.ai

Berat Badan (kg)


ww

Pengukuran Lingkar Perut Tinggi (m)2


//w

Sebelum melakukan pengukuran (dengan pita pengukur), orang


ps:

yang diukur diminta untuk berdiri tegak dengan kedua tungkai


dilebarkan 20-30 cm dan bernafas normal, tidak menahan
htt

perutnya/ nafasnya.

jdih.kemkes.go.id
- 852 -

1) Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah

l
tm
2) Beri tanda titik batas tepi tulang rusuk bagian bawah

g.h
menggunakan spidol/ pulpen
3) Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah

tan
4) Beri tanda titik batas tepi tulang rusuk bagian bawah

n
-te
menggunakan spidol/ pulpen

22
5) Tetapkan batas atas ujung lengkung tulang pangkal

20
panggul

86
6) Beri titik pada batas atas ujung lengkung tulang pangkal

s11
panggul
7) Tetapkan dan beri tanda titik tengan antara batas tepi

ke
tulang rusuk paling bawah dengan titik batas atas ujung

en
7m
lengkung tulang pangkal panggul
8) Lakukan pada kedua sisi tubuh orang yang diukur
10
9) Pengukuran pada saat akhir ekspirasi (mengeluarkan
k0

nafas) norma
r-h

10) Lakukan pengukuran lingkar perut mulai dari titik tengan


mo

bagian kanan, secara sejajar horizontal melingkar pinggang


-no

dan titik tengan bagian kiri melewati bagian perut dan


mk

kembali menuju ke titik tengan bagian kanan tubuh orang


yang diukur.
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 8. Pengukuran lingkar perut


htt

jdih.kemkes.go.id
- 853 -

Analisis Hasil Pemeriksaan

l
tm
Tabel 4. Interpretasi hasil pemeriksaan indeks massa tubuh untuk orang

g.h
Asia-Pacific

tan
Klasifikasi IMT

n
-te
Berat badan kurang (underweight) <18,5

22
Normal 18,5-22,9

20
Berat badan lebih (overweight) ≥ 23,0

86
Berisiko 23,0-24,9

s11
Obese I 25,0-29,9
Obese II > 30,0

ke
en
7m
Tabel 5. Interpretasi hasil pemeriksaan lingkar pinggang (Indonesia)
10
No Lingkar Pinggang Jenis Kelamin Resiko Penyakit
k0
r-h

1 >90 cm Laki-laki Meningkat


2 >80 cm Perempuan Meningkat
mo

Rasio lingkar perut dengan panggul >1 → risiko untuk penyakit


-no

kardiovaskular
mk

Referensi
6/k

About BMI for adults 2013, dilihat 12 maret 2014,


<http://www.cdc.gov/healthyweight/assessing/bmi/adult_bmi/index.ht
2/0

ml>
02
z/2

D. Tanda Vital
.xy

1. Pemeriksaan Tekanan Darah


na

Tingkat Keterampilan: 4A
lya

Tujuan: Mengukur tekanan darah


mu

Alat dan Bahan


a. Sphygmomanometer
na
.ai

b. Stetoskop
ww

c. Kursi atau meja periksa


Teknik Pemeriksaan
//w

a. Siapkan alat dan bahan.


ps:

b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


htt

akan dilakukan.

jdih.kemkes.go.id
- 854 -

c. Mempersilahkan pasien untuk istirahat paling tidak 5 menit

l
tm
dalam posisi pemeriksaan (posisi duduk).

g.h
d. Pastikan ruang pemeriksaan tenang dan nyaman.
e. Lengan yang akan diperiksa harus bebas dari pakaian. Pastikan

tan
pada lengan tersebut tidak terdapat cimino untuk dialisis, bekas

n
-te
luka yang disebabkan putusnya arteri brachial sebelumnya

22
maupun limfaoedem.

20
f. Lakukan palpasi pada arteri brakhialis untuk memastikan

86
terabanya denyut.

s11
g. Posisikan lengan pasien sedemikian rupa sehingga arteri
brakhialis sejajar dengan jantung. Apabila pasien dengan posisi

ke
duduk maka letakkan lengan pada meja sedikit diatas pinggul.

en
7m
h. Tentukan ukuran manset. Bila manset terlalu besar untuk
lengan pasien, seperti pada anak-anak, maka pembacaannya
10
akan lebih rendah dari tekanan sebenarnya. Bila manset terlalu
k0

kecil, misalnya pada penggunaan manset standar pada pasein


r-h

obes, maka pembacaan tekanan akan lebih tinggi dibanding


mo

tekanan sebenarnya.
-no

i. Pasang manset dengan membalutkannya dengan kencang dan


mk

lembut pada lengan atas. Batas bawah manset berada pada 2.5
cm di atas fossa antecubiti, dan balon manset harus berada di
6/k

tengah arteri brakialis.


2/0

j. Posisikan lengan pasien sedemikan rupa sehingga siku sedikit


02

fleksi.
z/2

k. Pompa manset hingga mengembang. Untuk menentukan


.xy

seberapa tinggi tekanan manset, pertama-tama perkirakan


na

tekanan sistolik dengan palpasi. Raba arteri radialis dengan


lya

satu tangan, kembangkan manset secara cepat sampai dengan


pulsasi arteri radialis menghilang. Baca tekanan yang terbaca
mu

pada manometer, lalu tambahkan 30 mmHg. Gunakan jumlah


na

ini sebagai target untuk mengembangkan manset sehingga


.ai

mengurangi ketidaknyamanan karena manset yang terlalu


ww

kencang.
//w

l. Kempiskan manset dan tunggu 15-30 detik.


ps:

m. Tempatkan membran stetoskop pada arteri brachialis.


n. Kembangkan manset secara cepat sampai dengan tekanan yang
htt

telah ditentukan sebelumnya.

jdih.kemkes.go.id
- 855 -

o. Kempiskan secara perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per

l
tm
detik.

g.h
p. Dua bunyi pertama yang terdengar adalah tekanan sistolik
pasien.

tan
q. Turunkan tekanan 10-20 mmHg.

n
-te
r. Kemudian kempiskan manset secara cepat hingga nol.

22
s. Titik dimana bunyi terdengar menghilang merupakan tekanan

20
diastolik pasien.

86
t. Tunggu selama 2 menit, kemudian ulangi pemeriksaan untuk

s11
mendapatkan nilai rata-rata.

ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Gambar 9. Teknik pemeriksaan tekanan darah


02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 856 -

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h

mmHg
mo
-no

Gambar 10. Bunyi sistolik dan diastolik


mk
6/k

Analisis Hasil Pemeriksaan


2/0

Bunyi pertama yang terdengar pada auskultasi arteri brakhialis saat


02

manset dikempiskan adalah tekanan darah sistolik (fase korotkof


z/2

I).Bunyi terkahir yang masih dapat terdengar adalah tekanan


.xy

diastolic (fase korotkof II).


na
lya

Tabel 6. Klasifikasi tekanan darah dewasa (> 18 th) menurut JNC VII
mu

Kategori Sistolik Diastolik (mm Hg)


na

(mm Hg)
.ai

Normal <120 <80


ww

Prehipertensi 120-139 80-89


//w

Hipertensi
ps:

Stage 1 140-159 90-99


htt

Stage 2 ≥160 ≥100

jdih.kemkes.go.id
- 857 -

Catatan: target tekanan darah pada pasien

l
tm
dengan hipertensi, DM atau penyakit ginjal

g.h
<130/80 mmHg

tan
Apabila tekanan darah sistolik dan diastolik berada pada kategori

n
-te
yang berbeda, gunakan kategori yang tertinggi. Misalnya, tekanan

22
darah 170/92 mmHg berada pada kategori hipertensi stage II;

20
tekanan darah 135/100 mmHg berada pada kategori hipertensi stage

86
I.

s11
Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik ≥ 20
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 10 mmHg setelah pasien

ke
en
berdiri sampai dengan 3 menit.

7m
Referensi
a. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination
10
and history taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott
k0

Williams&Wilkins, 2009.
r-h

b. Douglas G, Nicol S, Robertson C. Macleod’s clinical examination.


mo

Ed 13. Edenburg: Elsevier. 2013.


-no
mk

2. Pemeriksaan Denyut Nadi


Tingkat Keterampilan: 4A
6/k

Tujuan: Menilai sirkulasi perifer


2/0

Alat dan Bahan: Meja Periksa


02

Teknik Pemeriksaan
z/2

a. Pasien dalam posisi terlentang


.xy

b. Dengan menggunakan telunjuk dan jari tengah, tekan arteri


na

radialis sampai dengan terdeteksi denyut maksimal. Yang perlu


lya

dinilai adalah frekuensi, irama dan kuat angkat.


c. Apabila didapatkan frekuensi denyut dan irama normal, maka
mu

hitung frekuensi selama 30 detik lalu kalikan 2. Jika frekuensi


na

denyut nadi sangat cepat atau sangat lambat, hitung selama 60


.ai

detik.
ww

d. Untuk menilai irama, rasakan denyut radialis. Apabila


//w

didapatkan irama ireguler, cek kembali irama dengan


ps:

menempelkan stetoskop pada apeks jantung.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 858 -

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
Gambar 11. Pemeriksaan A. radialis

86
s11
ke
Analisis Hasil Pemeriksaan

en
a. Frekuensi

7m
Frekuensi nadi normal adalah antara 50 – 90 x/menit.
10
Frekuensi nadi kurang dari 50 x/menit disebut bradikardia.
k0
Frekuensi nadi lebih dari 100 x/menit disebut takikardia.
r-h

b. Irama
mo

Untuk menilai irama, rasakan denyut arteri radialis. Apabila


denyut teraba ireguler, periksa kembali irama dengan
-no

mendengarkan detak jantung pada apeks kordis dengan


mk

menggunakan stetoskop. Apakah irama jantung reguler atau


6/k

ireguler? Apabila didapatkan irama jantung ireguler, identifikasi


2/0

polanya.
1) Apakah terdapat detak jantung tambahan pada irama yang
02

reguler?
z/2

2) Apakah irama ireguler berubah secara konstan sesuai


.xy

respirasi pasien?
na

3) Apakah irama ireguler total?


lya

Irama ireguler dapat disebabkan oleh fibrilasi atrial dan


mu

kontraksi prematur atrial atau ventrikel. Untuk seluruh pola


na

denyut arteri ireguler diperlukan pemeriksaan EKG untuk


.ai

mengidentifikasi aritmia.
ww

Referensi
//w

a. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and


ps:

history taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott


htt

Williams&Wilkins, 2009.

jdih.kemkes.go.id
- 859 -

b. Douglas G, Nicol S, Robertson C. Macleod’s clinical examination.

l
tm
Ed 13. Edenburg: Elsevier. 2013.

g.h
3. Pemeriksaan Pernapasan

tan
Tingkat Keterampilan: 4A

n
-te
Tujuan: Melakukan penilaian pernapasan dan kelainan yang dapat

22
ditemukan

20
Alat dan Bahan: -

86
Teknik Pemeriksaan

s11
a. Pasien paling baik dalam posisi berdiri dengan pemeriksa
berada berhadapan dengan pasien. Bila tidak bisa, pasien dapat

ke
duduk di meja periksa atau dalam posisi berbaring. Posisi

en
7m
pemeriksa paling baik berada di ujung kaki pasien.
b. Nilai: 10
1) Tipe pernapasan
k0

2) Frekuensi napas
r-h

3) Dalamnya pernapasan
mo

4) Regularitas
-no

5) Rasio antara inspirasi dan ekspirasi


mk

6) Adanya batuk atau bunyi napas tambahan


7) Adanya dipsnoe
6/k

c. Nilai juga adanya postur tubuh tertentu dan penggunaan otot


2/0

bantu napas.
02

d. Nilai adanya sianosis sentral dan/atau perifer.


z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 12. Pemeriksaan respirasi


htt

jdih.kemkes.go.id
- 860 -

Analisis Hasil Pemeriksaan

l
tm
a. Penilaian pernapasan:

g.h
1) Tipe pernapasan:
Pada keadaan normal, tipe pernapasan pada wanita

tan
biasanya adalah pernapasan dada, sedangkan pada laki-

n
-te
laki biasanya tipe pernapasan abdominal.

22
2) Frekuensi napas:

20
Frekuensi pernapasan normal dewasa saat istirahat antara

86
14-20 kali/menit dan sampai dengan 44 x/menit pada

s11
bayi. Bila terdapat kesulitan bernapas, maka frekuensi
napas juga akan meningkat (takipnea). Frekuensi napas

ke
juga dapat berkurang (bradipnea), misalnya akibat

en
7m
stimulasi saraf.
3) Dalam pernapasan: 10
Saat keadaan istirahat, pernapasan biasanya cukup
k0

dangkal, namun kedalamannya akan meningkat saat


r-h

latihan. Pernapasan yang sangat cepat dan adanya nyeri


mo

dada, misalnya pada fraktur iga, pernapasan biasanya


-no

dangkal.
mk

4) Regularitas:
Pada keadaan normal, pernapasan biasanya teratur, bila
6/k

terdapat gangguan pada pusat napas, misalnya,


2/0

pernapasan dapat memiliki jeda yang cukup lama (apnoe).


02

5) Hubungan inspirasi dan ekspirasi:


z/2

Normalnya masa inspirasi lebih pendek dari ekspirasi


.xy

dengan rasio 5:6. Pada serangan asma, fase ekspirasi


na

memanjang (biasanya disertai wheezing). Pada obstruksi


lya

jalan napas atas, misalnya saat tersedak, fase inspirasi


dapat memanjang (disertai stridor)
mu

6) Batuk atau suara napas tambahan


na

Apabila pasien batuk, tentukan apakah merupakan batuk


.ai

kering atau batuk produktif. Normalnya, saat bernapas


ww

tidak terdengar adanya suara, namun pada keadaan


//w

patologis dapat terdengar suara wheezing, ronkhi atau


ps:

rattling.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 861 -

7) Dispnoe

l
tm
Bila ditemukan adanya dispnoe, tentukan derajat kesulitan

g.h
bernapas. Napas yang pendek saat olahraga disebut
exertional dyspnoea. Kesualitan bernapas saat beristirahat

tan
disebut dyspnoea at rest.

n
-te
8) Postur tertentu dan penggunaan otot bantu napas.

22
Pasien dengan pernapasan yang memendek biasanya

20
sedikit lean (misalnya di meja). Biasanya mereka

86
menggunakan otot bantu napas tambahan seperti

s11
pektoralis mayor, skalenus, sternokleidomastoideus dan
otot nasalis.

ke
9) Bibir atau lidah yang kebiruan atau ungu.

en
7m
Gejala ini merupakan tanda sianosis sentral. Keadaan ini
dapat terjadi bila darah kekurangan oksigen.
10
b. Kelainan laju dan irama pernapasan.
k0

1) Takipnea
r-h

Pernapasan dangkal dan cepat, dapat disebabkan oleh


mo

penyakit paru restriktif, pleuritis dan elevated diaphragm.


-no

2) Hiperventilasi
mk

Pernapasan yang cepat, dapat disebabkan oleh latihan,


kecemasan dan asidosis metabolik. Pada pasien koma,
6/k

pertimbangkan infark, hipoksia atau hipoglikemia yang


2/0

mempengaruhi otak tengah atau pons. Kussmaul adalah


02

pernapasan cepat dan dalam karena asidosis metabolik.


z/2

3) Bradipnea
.xy

Pernapasan lambat, mungkin secara tidak langsung terjadi


na

pada koma diabeteikum, drug induced, depresi


lya

pernapasan, dan peningkatan tekanan intrakranial.


4) Cheyne–Stokes Breathing
mu

Pernapasan yang dalam kemudian berubah menjadi


na

periode apnea (tidak bernapas). Anak-anak dan orang tua


.ai

mungkin menunjukkan pola ini saat tidur. Penyebab


ww

lainnya meliputi gagal jantung, uremia, drug-induced,


//w

depresi pernapasan, dan kerusakan otak (biasanya pada


ps:

kedua hemisfer atau diencephalon).


5) Ataxic Breathing (Biot’s Breathing)
htt

jdih.kemkes.go.id
- 862 -

Pernapasan ini ditandai dengan ketidakteraturan napas

l
tm
yang tidak terduga. Napas mungkin dangkal atau dalam

g.h
dan berhenti untuk periode yang singkat. Penyebabnya
antara lain depresi pernapasan dan kerusakan otak,

tan
biasanya pada tingkat medula.

n
-te
6) Sighing Respiration

22
Pernapasan diselingi dengan periode mendesah, pemeriksa

20
harus waspada dengan kemungkinan sindroma

86
hiperventilasi – penyebab umum dispnea dan pusing.

s11
Desahan yang jarang, normal terjadi.
7) Obstructive Breathing

ke
Pada penyakit paru obstruktif, ekspirasi memanjang

en
7m
disebabkan oleh menyempitnya saluran napas
meningkatkan hambatan aliran udara. Penyebabnya antara
10
lain asma, bronkhitis kronis dan COPD.
k0
r-h

Referensi
mo

a. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and


-no

history taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott


mk

Williams&Wilkins, 2009.
b. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary
6/k

Examination. 2009.
2/0

c. Douglas G, Nicol S, Robertson C. Macleod’s clinical examination.


02

Ed 13. Edenburg: Elsevier. 2013.


z/2
.xy

4. Pemeriksaan Suhu
na

Tingkat Keterampilan: 4A
lya

Tujuan
a. Mampu melakukan pengukuran suhu
mu

b. Mampu menentukan letak-letak untuk mengukur suhu pada


na

bayi dan anak


.ai

Alat dan Bahan


ww

a. Termometer raksa atau termometer digital


//w

b. Kapas alkohol
ps:

Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan suhu di aksilla
htt

jdih.kemkes.go.id
- 863 -

a. Pemeriksa menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan dan

l
tm
prosedurnya.

g.h
b. Siapkan termometer (air raksa, digital, dll).
c. Cuci tangan terlebih dahulu.

tan
d. Bersihkan termometer dengan kapas alcohol.

n
-te
e. Pastikan ketiak tidak basah agar tidak terjadi kesalahan dalam

22
hasil pemeriksaan suhu.

20
f. Selipkan di ketiak dan tunggu selama 10 menit (pada

86
termometer digital sampai bunyi).

s11
Pemeriksaan suhu oral
a. Bersihkan termometer dengan kapas alkohol.

ke
b. Minta anak untuk membuka mulutnya dan angkat lidahnya.

en
7m
c. Selipkan termometer di bawah lidah.
d. Minta pasien untuk menutup mulutnya kembali.
10
e. Tunggu selama 10 menit
k0
r-h

Pemeriksaan suhu rektal


mo

a. Bersihkan termometer dengan kapas alkohol.


-no

b. Minta ibu untuk membukakan celana atau popok bayi.


mk

c. Posisikan bayi miring dengan fleksi pada panggul.


d. Olesi termometer dengan lubrikan.
6/k

e. Masukkan termometer pada anus bayi dengan kedalaman 3-4


2/0

cm dengan arah menuju umbilikus, pastikan bahwa bayi tidak


02

sedang mengalami diare.


z/2

f. Tunggu selama 10 menit.


.xy

Pemeriksaan suhu membran timpani


na

a. Pastikan kanalis auditori eksternus bebas dari serumen.


lya

b. Posisikan probe pada kanalis sehingga sinar infrared mengarah


ke membran timpani (bila tidak, pengukuran tidak akan tepat).
mu

c. Tunggu 2-3 detik sampai termometer digital terbaca.


na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 864 -

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
86
Gambar 13. Alat pengukur suhu dari telinga

s11
ke
en
Analisis Hasil Pemeriksaan

7m
a. Usia 0-3 bulan sebaiknya dilakukan pengukuran suhu di rectal.
10
b. Usia 3 bulan-4 tahun sudah mulai bisa dilakukan di aksila.
k0
c. Usia 4 tahun keatas sudah mulai bisa dilakukan di oral.
r-h

d. Pada pemeriksaan suhu oral, suhu didapatkan dari aliran darah


mo

arteri karotis eksterna.


e. Pemeriksaan suhu di rektal merupakan yang paling akurat
-no

karena mendekati suhu inti tubuh.


mk

f. 36.1-37.20C = normal.
6/k

g. 37.8 - 38.9 0C = low-grade fever.


2/0

h. >39.5 0C = high-grade fever.


Demam atau pireksia adalah peningkatan suhu tubuh diatas
02

normal. Hiperpireksia adalah peningkatan suhu tubuh diatas 41,1oC.


z/2

Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh abnormal dibawah 35oC


.xy

per rektal.
na

Penyebab demam antara lain infeksi, trauma (seperti operasi atau


lya

cedera kompresi), keganasan, kelainan darah (seperti anemia


mu

hemolitik akut), reaksi obat dan gangguan imunitas (seperti collagen


na

vascular disease).
.ai

Penyebab utama hipotermia adalah paparan terhadap dingin.


ww

Penyebab predisposisi lain termasuk menurunnya pergerakan seperti


pada paralisis, vasokonstriksi seperti pada sepsis, konsumsi alkohol
//w

berlebih, kelaparan, hipotiroidisme dan hipoglikemia. Orang tua


ps:

merupakan golongan yang rentan terhadap hipotermia dan lebih


htt

sedikit terjadi demam.

jdih.kemkes.go.id
- 865 -

Referensi

l
tm
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and

g.h
History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China.
2009. p 759.

tan
n
-te
E. Sistem Saraf

22
1. Pemeriksaan Rangsang Meningeal

20
Tingkat Keterampilan: 4A

86
Tujuan

s11
a. Melakukan penilaian kaku kuduk
b. Melakukan pemeriksaan Lasegue

ke
c. Melakukan pemeriksaan Kernig

en
7m
d. Melakukan pemeriksaan Brudzinski I
e. Melakukan pemeriksaan Brudzinski II 10
Alat dan Bahan: -
k0

Teknik Pemeriksaan
r-h

a. Siapkan alat dan bahan.


mo

b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


-no

dilakukan.
mk

c. Cuci tangan dahulu.


d. Pemeriksaan kaku kuduk.
6/k

1) Pasien dalam posisi berbaring tanpa menggunakan bantal


2/0

kepala.
02

2) Pemeriksa berdiri di sebelah kiri pasien.


z/2

3) Tangan kiri pemeriksa ditempatkan dibelakang kepala


.xy

pasien.
na

4) Tempatkan tangan kanan pemeriksa pada sternum pasien,


lya

untuk memfiksasi tubuh pasien.


5) Dengan hati-hati, putar kepala pasien ke kanan dan kiri.
mu

6) Selanjutnya, dengan hati-hati, fleksikan kepala pasien


na

sehingga dagu pasien menyentuh dada.


.ai

7) Nilai adakah nyeri atau tahanan pada leher saat


ww

pemeriksaan ini dilakukan.


//w

e. Pemeriksaan lasegue
ps:

1) Pasien dalam posisi berbaring tanpa menggunakan bantal


kepala dengan kedua tungkai diekstensikan (lurus).
htt

jdih.kemkes.go.id
- 866 -

2) Pemeriksa mengangkat salah satu kaki dengan fleksi pada

l
tm
sendi panggul.

g.h
3) Nilai adanya tahanan atau rasa nyeri.
4) Lakukan pemeriksaan pada tungkai lainnya dan

tan
bandingkan hasilnya.

n
-te
f. Pemeriksaan kernig

22
1) Pasien dalam posisi berbaring tanpa menggunakan bantal

20
kepala dengan kedua tungkai diekstensikan (lurus).

86
2) Pemeriksa memfleksikan sendi panggul dan lutut sehingga

s11
membentuk sudut 90 derajat.
3) Kemudian tungkai bawah diekstensikan.

ke
4) Nilai adanya tahanan maupun rasa nyeri.

en
7m
5) Lakukan pemeriksaan pada tungkai lainnya dan
bandingkan hasilnya. 10
g. Tanda Brudzinski I
k0

1) Saat dilakukan prosedur pemeriksaan kaku kuduk, nilai


r-h

posisi kaki pasien.


mo

2) Adakah fleksi pada kedua tungkai.


-no

h. Tanda Brudzinski II
mk

1) Pasien dalam posisi berbaring tanpa menggunakan bantal


kepala dengan kedua tungkai diekstensikan (lurus).
6/k

2) Tungkai difleksikan pada sendi panggul dan lutut.


2/0

3) Nilai tungkai lainnya, adakah fleksi yang terjadi.


02

4) Lakukan pemeriksaan pada tungkai lainnya dan


z/2

bandingkan hasilnya.
.xy

Analisis Hasil Pemeriksaan


na

a. Pemeriksaan kaku kuduk


lya

Saat kepala digerakkan ke kanan dan ke kiri, normalnya tidak


ada tahanan maupun rasa nyeri. Tahanan dan rasa nyeri dapat
mu

terjadi pada arthrosis dan myalgia. Saat kepala difleksikan,


na

normalnya tidak terdapat tahanan sehingga dagu pasien dapat


.ai

bergerak maksimum mendekati dada pasien. Adanya tahanan


ww

terdapat pada kondisi arthrosis, iritasi meningeal dan


//w

negativisme.
ps:

b. Pemeriksaan Lasegue
Pada saat tungkai difleksikan, normalnya tungkai dapat
htt

mencapai sudut 70 derajat dari permukaan horizontal sebelum

jdih.kemkes.go.id
- 867 -

terdapat tahanan atau rasa sakit. Bila tahanan atau rasa sakit

l
tm
ini timbul sebelum mencapai sudut tersebut, maka dikatakan

g.h
lasegue positif. Lasegue positif dapat ditemukan pada rangsang
selaput otak, isialgia dan iritasi pleksus lumbosakral.

ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
Gambar 14. Pemeriksaan Laseque
10
c. Pemeriksaan Kernig
k0

Pada saat tungkai bawah diekstensikan, normalnya tungkai


r-h

dapat mencapai sudut 135 derajat dari tungkai atas sebelum


mo

terdapat tahanan atau rasa sakit. Bila tahanan atau rasa sakit
-no

ini timbul sebelum mencapai sudut tersebut, maka dikatakan


mk

kernig positif. Lasegue positif dapat ditemukan pada rangsang


selaput otak, isialgia dan iritasi pleksus lumbosakral.
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai

Gambar 15. Pemeriksaan Kernig


ww

d. Tanda Brudzinski I
//w

Pemeriksaan ini dikatakan positif bila terdapat fleksi pada salah


satu atau kedua tungkai. Perlu diketahui adanya kelumpuhan
ps:

pada tungkai sebelum pemeriksaan, karena tungkai yang


htt

lumpuh tidak akan terjadi fleksi.

jdih.kemkes.go.id
- 868 -

l
tm
g.h
tan
n
-te
22
20
86
Gambar 16. Pemeriksaan Brudzinski I

s11
e. Tanda Brudzinski II

ke
Pemeriksaan ini dikatakan positif bila saat salah satu tungkai

en
difleksikan, tungkai lainnya terjadi fleksi. Pada tungkai yang

7m
lumpuh tidak terjadi fleksi.
10
k0
r-h
mo
-no
mk

Gambar 17. Pemeriksaan Brudzinski II


6/k
2/0

Referensi
a. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination
02

and History Taking, 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins,


z/2

China, 2009.
.xy

b. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Neurology


na

Examination. 2009.
lya

c. Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.


mu

Jakarta. Balai penerbit FKUI. 2008. p18-20.


na
.ai

2. Pemeriksaan Nervus Kranialis


ww

Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan : menilai fungsi ke-12 saraf kranial.
//w

Alat dan Bahan


ps:

a. Bubuk kopi
htt

b. Teh

jdih.kemkes.go.id
- 869 -

c. Tembakau

l
tm
d. Gula

g.h
e. Garam
f. Jeruk

tan
g. Pen light

n
-te
h. Kartu Snellen

22
i. Ophtalmoskop

20
j. Kapas dipilin ujungnya

86
k. Garpu tala

s11
Teknik Pemeriksaan
a. Siapkan alat dan bahan.

ke
b. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan

en
7m
dan prosedurnya.
c. Pastikan pasien tidak mengalami sistem penghidu (contoh pilek)
10
d. Memeriksa N.I: olfaktorius.
k0

1) Minta pasien untuk menutup kedua matanya dan menutup


r-h

salah satu lubang hidung. Pemeriksaan dilakukan dari


mo

lubang hidung sebelah kanan.


-no

2) Dekatkan beberapa benda di bawah lubang hidung yang


mk

terbuka, seperti kopi, teh, dan sabun.


3) Tanyakan kepada pasien apakah ia menghidu sesuatu, bila
6/k

ya, tanyakan jenisnya. Pemeriksa juga dapat memberikan


2/0

pilihan jawaban bila pasien merasa menhidu sesuatu


02

namun tidak dapat mengenalinya secara spontan, seperti,


z/2

“Apakah ini kopi, atau teh?”


.xy

4) Kemudian lakukan prosedur yang sama pada lubang


na

hidung yang lain.


lya

e. Melakukan pemeriksaan pupil (N. II):


1) Pasien diminta berbaring.
mu

2) Inspeksi kedua pupil dan catat ukuran dan bentuknya.


na

3) Bandingkan kanan dan kiri.


.ai

4) Tempatkan tangan diantara kedua mata.


ww

5) Minta pasien untuk memfiksasi pandangan ke depan.


//w

Sinari salah satu mata dari arah tepi (pasien tidak boleh
ps:

melihat kearah sinar dan sumber cahaya harus cukup


terang)
htt

6) Catat reaksi pupil baik langsung maupun tidak langsung.

jdih.kemkes.go.id
- 870 -

7) Lakukan prosedur yang sama pada mata yang lain.

l
tm
f. Prosedur pemeriksaan lapang pandang (N. II):

g.h
1) Untuk pemeriksaan ini, pemeriksa dan pasien duduk
berhadapan dengan lutut pemeriksa hampir bersentuhan

tan
dengan lutut pasien. Tinggi mata pemeriksa sama dengan

n
-te
pasien.

22
2) Pemeriksaan dilakukan satu per satu (monokuler), dimulai

20
dengan mata kanan.

86
3) Pada saat memeriksa mata kanan, pasien diminta menutup

s11
mata kiri dengan telapak tangan pasien, tidak ditekan.
Sedangkan pemeriksa menutup mata kanannya.

ke
4) Tempatkan tangan pemeriksa yang bebas di bidang

en
7m
imajiner antara lutut pasien dan pemeriksa. Jarak antara
bidang imajiner ini dengan mata pemeriksa sama dengan
10
jaraj bidang imajiner dengan mata pasien.
k0

5) Pemeriksa dan pasien saling bertatapan, pasien diminta


r-h

untuk memfiksasi pandangannya kedepan. Kemudian


mo

pemeriksa menggerakkan tangannya pada bidang imajiner


-no

tersebut dari tepi ke tengah bidang. Saat melakukan ini,


mk

pemeriksa dapat menggerakan jari-jarinya atau diam dan


minta pasien menyebutkannya. Tanyakan kepada pasien
6/k

apakah ia dapat melihat tangan pemeriksa atau tidak.


2/0

Lakukan pemeriksaan pada empat kuadran kuadran


02

(temoral atas, nasal bawah, nasal atas, temporal bawah).


z/2

6) Lakukan prosedur yang sama terhadap mata yang lain.


.xy

g. Pemeriksaan fundus mata (N. II):


na

1) Untuk memeriksa fundus, pupil harus cukup berdilatasi,


lya

sehingga sebelum melakukan pemeriksaan pasien dapat


diberikan cairan midriatikum.
mu

2) Cahaya pada ruang periksa diredupkan.


na

3) Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan.


.ai

4) Nyalakan oftalmoskop.
ww

5) Atur lensa pada oftalmoskop (sesuaikan bila pemeriksa


//w

memiliki kelainan refraksi). Atur dioptri funduskopi sesuai


ps:

dengan visus pasien, mata pemeriksa harus normal atau


menggunakan kacamata sesuai visus.
htt

6) Atur jenis cahaya pada jenis lingkaran penuh.

jdih.kemkes.go.id
- 871 -

7) Pasien diminta memfiksasi pandangan jauh melewati bahu

l
tm
pemeriksa.

g.h
8) Saat memeriksa mata kanan pasien, pemeriksa meletakkan
oftalmoskop di depan mata kanannya, dipegang dengan

tan
tangan kanan. Sedangkan tangan kiri pemeriksa

n
-te
memfiksasi kepala pasien.

22
9) Amati ke dalam pupil dengan sudut aksis 0o untuk melihat

20
diskus optikus dan pembuluh darah retina. Nilai retina,

86
diskus optikus, cup-disc ratio dan pembuluh darah retina.

s11
Kemudian arahkan 15o ke temporal untuk menilai daerah
sekitarnya.

ke
10) Lakukan prosedur yang sama terhadap mata lainnya.

en
7m
11) Pemeriksaan refleks cahaya dilakukan bersama dengan
pemeriksaan N III. 10
h. Pemeriksaan NIII (Occulomotorius):
k0

Inspeksi kelopak mata


r-h

1) Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan


mo

2) Amati kedua kelopak mata pasien, bandingkan kanan dan


-no

kiri.
mk

3) Amati bila pasien menengadahkan kepala atau mengangkat


alisnya untuk mempertahankan mata tetap terbuka.
6/k

4) Apabila pemeriksa mencurigai adanya ptosis pada mata


2/0

kanan, kiri atau kedua mata, minta pasien menutup


02

matanya beberapa menit kemudian buka mata pasien dan


z/2

nilai kembali.
.xy

i. Menilai posisi bola mata:


na

1) Inspeksi posisi kedua mata


lya

2) Nilai bila mata pasien juling.


3) Tanyakan apakah pasien memiliki keluhan pandangan
mu

ganda.
na

4) Apabila pemeriksa tidak yakin bila pasien memiliki


.ai

strabismus, sinari mata dari jarak 30 cm dengan letak


ww

tepat di tengah antara kedua mata dan minta pasien


//w

melihat ke sumber cahaya.


ps:

5) Lihat refleksi cahaya pada kedua mata pasien. Normalnya


refleksi cahaya berada tepat di tengah pupil.
htt

j. Pemeriksaan reaksi konvergensi:

jdih.kemkes.go.id
- 872 -

1) Persiapkan pasien dalam posisi berbaring.

l
tm
2) Minta pasien untuk memfiksasi penglihatan pada jari anda

g.h
yang berjarak 1 m di depan wajah pasien. Tangan
pemeriksa yang lain dapat digunakan untuk mengangkat

tan
kelopak mata atas pasien agar pupil lebih terlihat.

n
-te
3) Sambil memperhatikan ukuran pupil pasien, pemeriksa

22
secara perlahan mendekatkan jarinya mendekati pasien ke

20
titik antara kedua alis pasien.

86
4) Minta pasien untuk mengikuti pergerakan tangan

s11
pemeriksa.
5) Amati reaksi pupil selama pemeriksaan kovergensi ini.

ke
k. Pemeriksaan pergerakan bola mata (NIII, IV, VI):

en
7m
1) Persiapkan pasien dalam posisi berbaring.
2) Pemeriksa mengangkat telunjuknya didepan mata pasien
10
dan minta pasien untuk memfiksasi penglihatannya pada
k0

ujung jari pemeriksa dan untuk mengikuti pergerakan


r-h

tangan pemeriksa.
mo

3) Minta pasien untuk memfiksasi kepalanya sehingga hanya


-no

bola matanya saja yang bergerak.


mk

4) Pemeriksa menggerakkan tangannya ke kanan dan kiri, kiri


atas, kanan atas, kiri bawah dan kanan bawah serta atas
6/k

bawah melewati titik tengah (6 arah).


2/0

5) Pada saat melakukan pemeriksaan ini, sudut penglihatan


02

tidak boleh lebih dari 45o.


z/2

6) Tanyakan kepada pasien apakah ia merasakan adanya


.xy

penglihatan ganda pada saat mengikuti gerakan jari.


na

7) Bila ya, tanyakan di arah mana saja.


lya

8) Kembali periksa arah dimana pasien merasakan adanya


penglihatan ganda, lalu tutup salah satu mata secara
mu

bergantian.
na

9) Tanyakan pada mata sebelah mana pasien tidak dapat


.ai

melihat tangan pemeriksa.


ww

l. Pemeriksaan refleks kornea (N. V):


//w

1) Persiapkan pasien dalam posisi berbaring. Pemeriksa


ps:

berada di sisi pasien.


2) Angkat kelopak mata atas pasien, kemudian minta pasien
htt

untuk melirik ke sisi berlawanan dari tempat peeriksa.

jdih.kemkes.go.id
- 873 -

3) Sentuh sklera dengan ujung kapas dari sisi ke arah kornea

l
tm
tanpa menyentuh bulu mata maupun konjungtiva.

g.h
4) Perhatikan adanya refleks mengedip dari pasien.
5) Lakukan pemeriksaan pada mata lainnya dan bandingkan

tan
hasilnya.

n
-te
6) Pemeriksaan N V juga digunakan untuk menilai lesi pada

22
herpes di V.1 V.2 dan V.3

20
m. Penilaian otot temporal dan masseter.

86
1) Minta pasien untuk mengatupkan rahangnya sekuat

s11
mungkin.
2) Pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan

ke
masseter pasien. Kemudian nilai kekuatan tonusnya.

en
7m
n. Penilaian kesimetrisan wajah (N. VII):
1) Amati wajah pasien dan nilai kesimetrisannya sisi kanan
10
dan kiri. Adanya ketidaksimetrisan yang ringan pada saat
k0

istirahat bersifat fisiologis.


r-h

2) Minta pasien untuk:


mo

a) Mengangkat kedua alis


-no

b) Menutup kedua mata dengan kuat


mk

c) Menggembungkan pipi
d) Mencucu
6/k

e) Memperlihatkan gigi-giginya
2/0

3) Amati apakah pasien dapat melakukan seluruh gerakan


02

yang diminta dan nilai kesimetrisannya.


z/2

4) Amati seluruh mimik spontan pada pasien, seperti


.xy

tersenyum atau tertawa dan nilai kesimetrisannya.


na

Pemeriksaan simetris wajah. dibedakan atas dan bawah


lya

untuk membedakan tipe sentral dan perifer.


5) Periksa pula refleks dan sensori khusus di lidah 2/3
mu

anterior.
na

o. Penilaian sensasi wajah (N. V):


.ai

1) Persiapkan pasien dalam posisi duduk atau berbaring.


ww

2) Pemeriksaan awal pasien dengan mata terbuka sehingga ia


//w

dapat melihat stimulus apa yang akan ia identifikasi.


ps:

3) Sentuh pasien di daerah wajah dengan kapas di beberapa


tempat, bandingkan kanan dan kiri.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 874 -

4) Kemudian dengan mata tertutup, tanyakan apakah pasien

l
tm
merasakan stimuli sentuhan yang diberikan dan minta ia

g.h
mengidentifikasi letak stimuli. Bandingkan kanan dan kiri.
5) Perhatikan adanya penurunan fungsi sensoris yang

tan
ditandai dengan adanya perbedaan sensasi stimuli pada

n
-te
pasien. Walaupun pasien dapat menyebutkan seluruh letak

22
stimuli sehingga perlu ditanyakan apakah ia merasakan

20
adanya perbedaan sensasi dari setiap stimuli yang

86
diberikan.

s11
p. Penilaian indra pendengaran: lateralisasi, konduksi udara dan
tulang (N. VIII) lihat materi tentang INDERA: Tes

ke
Pendengaran

en
7m
q. Pemeriksaan nistagmus:
1) Persiapkan pasien dalam 10posisi duduk di hadapan
pemeriksa.
k0

2) Minta pasien memfiksasi matanya pada jari anda yang


r-h

berjarak 75 cm di depan wajah pasien dan minta ia


mo

mengikuti gerakan tangan anda tanpa menggerakkan


-no

kepala.
mk

3) Sundut pandang mata tidak lebih dari 45o. Nistagmus yang


terjadi pada sudut pandang yang lebih besar dapat bersifat
6/k

fisiologis.
2/0

4) Amati timbulnya nistagmus. Tentukan arah nistagnus,


02

lamanya, dan apakah terjadi pada fase cepat atau lambat.


z/2

5) Perlu disebutkan apakah kelainan bersifat sentral dan


.xy

perifer, vestibuler dan non vestibuler.


na

r. Inspeksi palatum:
lya

1) Minta pasien untuk membuka mulutnya dan nilai posisi


arkus palatum
mu

2) Minta pasien mengatakan “aa”.


na

3) Nilai apakah arkus palatum berkontaksi secara simetris.


.ai

s. Penilaian otot sternomastoid dan trapezius (N. XI):


ww

Otot Sternocleidomastoideus:
//w

1) Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan letakkan tangan


ps:

kanan pada rahang bawah kanan pasien.


2) Minta pasien untuk mendorong tangan anda dengan
htt

menggerakkan kepala ke sisi kanan.

jdih.kemkes.go.id
- 875 -

3) Dengan cara ini, nilai kekuatan otot

l
tm
sternocleidomastoideus kiri.

g.h
4) Lakukan prosedur ini terhadap rahang kiri untuk menilai
kekuatan otot sternocleidomastoideus kanan.

tan
Otot Trapezius:

n
-te
1) Pemeriksa berada di belakang pasien.

22
2) Minta pasien mengangkat kedua bahunya.

20
3) Tempatkan kedua tangan pemeriksa diatas behu pasien

86
dan coba untuk menurunkannya.

s11
4) Nilai kekuatan otot trapezius dan bandingkan kanan dan
kiri.

ke
t. Pemeriksaan lidah (N. XII):

en
7m
1) Minta pasien untuk membuka mulutnya.
2) Nilai bentuk dan kedudukan lidah di dalam rongga mulut.
10
3) Nilai apakah lidah merapat kearah kanan atau kiri.
k0

4) Minta pasien menekan pipi kanan dan kiri menggunakan


r-h

lidah sedangkan pemeriksa mendorong lidah pipi luar.


mo

5) Nilai kekuatan lidah dan bandingkan kanan dan kiri.


-no

6) Nilai ada tidaknya atrofi (lidah terlihat licin) dan fasikulasi


mk

(gelombang pada otot-otot lidah).


7) Minta pasien menjulurkan lidah.
6/k

8) Nilai bentuk dan posisi lidah saat dijulurkan. Apakah lurus


2/0

ditengah, deviasi ke arah kanan atau kiri.


02

Analisis Hasil Pemeriksaan


z/2

a. Pemeriksaan N I:
.xy

Kehilangan kemampuan menghidu dapat disebabkan oleh


na

beberapa hal, termasuk penyakit pada rongga hidung, trauma


lya

kepala, akibat merokok, proses penuaan, dan pengguanaan


kokain. Kelaianan ini dapat juga bersifat kongenital.
mu

b. Pemeriksaan N II :
na

Refleks pupil:
.ai

Normalnya ukuran pupil kanan dan kiri sama besar. Saat


ww

diberikan rangsangan cahaya pupil mengalami konstriksi.


//w

Pada pupil anisokor yang nyata pada pencahayaan terang,


ps:

ukuran pupil tidak sama kanan dan kiri. Pupil yang berukuran
lebih besar tidak dapat berkonstriksi dengan baik. Penyebab
htt

kelaianan ini antara lain trauma tumpul pada mata, glaukoma

jdih.kemkes.go.id
- 876 -

sudut terbuka, dan gangguan saraf parasimpatik pada iris,

l
tm
seperti pada tonic pupil dan paralisis n.okulomotorius. Saat

g.h
pupil anisokor pada cahaya yang redup, pupil yang lebih kecil
tidak dapat berdilatasi dengan baik, seperti pada Horner’s

tan
syndrome. Hal ini disebabkan oleh gangguan saraf simpatik.

n
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
Gambar 18. Pupil anisokor
10
k0
r-h

c. Pemeriksaan lapang pandang


mo

(lihat Pemeriksaan Lapang Pandang)


-no

d. Pemeriksaan fundus mata


mk
6/k

Gambaran funduskopi
normal
2/0

Warna kuning-orange
02

Pembuluh darah
z/2

sedikit pada disc


.xy

Batas disc tegas


na
lya

Atrofi optic
mu

Warna putih
Tidak terdapat
na
.ai

pembuluh darah pada


ww

disc
//w

Papiledema
ps:

Warna pink, hiperemis


htt

Pembuluh darah disc

jdih.kemkes.go.id
- 877 -

lebih terlihat dan

l
tm
banyak

g.h
Disc sembab
Coupping pada

tan
glaucoma

n
-te
Cup membesar, warna

22
pucat

20
Gambar 19. Hasil funduskopi

86
s11
e. Inspeksi kelopak mata
Ptosis terjadi pada palsy N III, Horner’s syndrome (ptosis,

ke
meiosis, anhidrosis) dan miastenia gravis.

en
7m
f. Posisi bola mata dan pergerakan bola mata
Berikut ini adalah kelaianan posisi bola mata dan pergerakan
10
mata:
k0
r-h

Strabismus
mo

konvergen (esotropia)
-no
mk

Strabismus divergen
6/k

(exotropia)
2/0
02

Paralisis N VI kiri
z/2
.xy
na
lya
mu

Paralisis NIV kiri


na
.ai

Paralisis N III kiri


ww
//w
ps:

Gambar 20. Kelainan posisi bola mata


htt

jdih.kemkes.go.id
- 878 -

g. Reaksi konvergensi

l
tm
Pada tes konvergensi normalnya pupil mengecil (miosis).

g.h
h. Refleks kornea
Pada pemeriksaan ini reaksi normal yang ditimbulkan adalah

tan
refleks berkedip. Refleks ini menghilang ada kerusakan atau lesi

n
-te
N V. Lesi pada n VII juga dapat menyebabkan gangguan pada

22
refleks ini.

20
i. Penilaian otot temporal dan masseter

86
Kelemahan atau hilangnya kontraksi otot temporal dan

s11
masseter pada salah satu sisi dapat menunjukkan adanya lesi N
V. Adanya kelemahan bilateral disebabkan oleh gangguan

ke
perifer atau sentral. Pada pasien yang tidak memiliki gigi, hasil

en
7m
pemeriksaan ini mungkin sulit dinilai.
j. Kesimetrisan otot wajah 10
Lipatan nasolabial yang mendatar dan kelopak mata yang jatuh
k0

kebawah menandakan adanya kelemahan fasial. Cedera perifer


r-h

n VII, seperti pada Bell’s palsy, mempengaruhi otot wajah atas


mo

dan bawah sisi ipsilateral, sedangkan lesi sentral hanya


-no

mempengaruhi otot wajah bagian bawah. Pada paralisis wajah


mk

unilateal, sudut mulut sisi yang paralisis jatuh ke bawah saat


pasien tersenyum atau meringis.
6/k

k. Penilaian sensasi wajah


2/0

Penurunan atau kehilangan sensasi wajah unilateral


02

menunjukkan adanya lesi N V atau jalur interkoneksi sensoris


z/2

yang lebih tinggi.


.xy

l. Pemeriksaan nistagmus
na

Nistagmus dapat menunjukkan adanya gangguan vestibular


lya

ataupun kelaianan sentral. Pada kelaianan nistagmus yang


perlu dinilai antara lain:
mu

1) Arah komponen cepat dan komponen lambat


na

2) Gerakan nistagmus
.ai

a) Vertikal
ww

b) Horizontal
//w

c) Rotatoar
ps:

3) Arah pandangan dimana nistagmus muncul


htt

jdih.kemkes.go.id
- 879 -

m. Inspeksi palatum

l
tm
Palatum tidak dapat naik pada lesi bilateral dari nervus vagus.

g.h
Pada kelumpuhan unilateral, satu sisi palatum tidak dapat
terangkat dan bersama-sama uvula tertarik ke arah sisi yang

tan
normal.

n
-te
n. Penilaian otot sternomastoid dan trapezius

22
Kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi menunjukkan

20
adanya gangguan saraf perifer. Saat m.trapezius mengalami

86
paralisis, bahu terkulai dan skapula terjatuh kebawah dan

s11
lateral.
Pada pasien dengan posisi berbaring yang mengalami

ke
kelemahan otot strenokleidomastoideus bilateral akan

en
7m
mengalami kesulitan mengangkat kepalanya dari bantal.
o. Pemeriksaan lidah 10
Pada pasien dengan paralisis N XII, inspeksi saat di dalam
k0

rongga mulut, dapat terlihat lidah terdorong ke sisi yang sakit


r-h

dan saat lidah dijulurkan, maka akan terdorong ke sisi yang


mo

sehat. Interpretasi hasil perlu disebutkan apakah paralisis


-no

terjadi sentral atau perifer.


mk

Referensi
6/k

a. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking


2/0

8th Edition. 2002-08.


02

b. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary


z/2

Examination. 2009.
.xy
na

3. Pemeriksaan Refleks Fisiologis


lya

Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Menilai refleks fisiologis serta mengenali kelainannya.
mu

Alat dan Bahan: Palu refleks.


na

Teknik Pemeriksaan
.ai

a. Persiapkan alat yang dibutuhkan


ww

b. Menilai Refleks tendon (bisep, trisep, pergelangan, patella,


//w

tumit):
ps:

Tendon bisceps (posisi pasien duduk)


1) Apabila pemeriksa tidak kidal, pegang siku pasien dengan
htt

tangan kiri.

jdih.kemkes.go.id
- 880 -

2) Lengan bawah pasien harus rileks berada diatas lengan

l
tm
bawah pemeriksa.

g.h
3) Jempol kiri pemeriksa harus berada diatas tendon biscep di
lipat siku pasien.

tan
4) Ketuk jempol anda dengan palu refleks.

n
-te
5) Nilai adanya kontraksi pada otot bisceps dan pergerakan

22
lengan bawah, bandingkan kanan dan kiri.

20
Tendon biceps (posisi pasien berbaring)

86
1) Fleksikan lengan dan letakkan lengan bawah di atas

s11
abdomen.
2) Pastikan otot biscep dalam keadaan rileks dengan

ke
menggerakkan siku secara pasif.

en
7m
3) Tempatkan jempol atau telunjuk kiri pemeriksa pada
tendon bisceps di lipat siku pasien sebagai pemandu lokasi
10
tendon otot biceps.
k0

4) Ketuk jari pemandu dengan palu refleks.


r-h

5) Nilai adanya fleksi lengan bawah dan kontraksi pada otot


mo

bisceps, bandingkan kanan dan kiri.


-no

Tendon triceps (posisi pasien duduk)


mk

1) Fleksikan lengan bawah pasien secara pasif sehingga


sikunya membentuk sudut 90o. Pegang pergelangan tangan
6/k

pasien sehingga otot pasien benar-benar dalam keadan


2/0

rileks.
02

2) Letakkan jari telunjuk pada tendon triceps sebagai


z/2

pemandu.
.xy

3) Ketuk jari telunjuk dengan palu refleks, sekitar 3 cm diatas


na

olecranon.
lya

4) Nilai adanya ekstensi lengan bawah dan kontraksi pada


otot triceps, bandingkan kanan dan kiri.
mu

Tendon triceps (posisi pasien berbaring)


na

1) Lengan bawah pasien diposisikan diatas dadanya dalam


.ai

posisi rileks, dengan siku fleksi 90o.


ww

2) Dengan menggunakan satu tangan, pemeriksa memegang


//w

tangan atau pergelangan tangan pasien memfleksikannya


ps:

sedikit lebih dari 90o, dengan terlebih dahulu mengerakkan


siku pasien fleksi-ekstensi secara pasif.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 881 -

5) Letakkan jari telunjuk pada tendon triceps sebagai

l
tm
pemandu.

g.h
6) Ketuk jari telunjuk dengan palu refleks, sekitar 3 cm diatas
olecranon.

tan
7) Ketuk tendon triceps dengan palu refleks, sekitar 3 cm

n
-te
diatas olecranon.

22
8) Nilai adanya ekstensi lengan bawah dan kontraksi pada

20
otot triceps, bandingkan kanan dan kiri.

86
Pemeriksaan Refleks brachioradialis/ pergelangan tangan

s11
(pasien posisi duduk)
1) Posisi awal memegang lengan pasien seperti saat

ke
melakukan pemeriksaan refleks bisceps.

en
7m
2) Kemudian ketuk di daerah 1 cm diatas prosesus
radiostyloid dengan palu refleks. 10
3) Nilai adanya fleksi lengan bawah dan kontraksi otot
k0

brachioradialis, bandingkan kanan dan kiri.


r-h

Pemeriksaan Refleks brachioradialis/ pergelangan tangan


mo

(pasien posisi berbaring)


-no

1) Posisi awal memegang lengan pasien seperti saat


mk

melakukan pemeriksaan refleks bisceps.


2) Pegang jari telunjuk pasien dengan satu tangan dan
6/k

gerakkan dengan bawah dan pergelangan tangan pasien


2/0

hingga otot rileks.


02

3) Kemudian ketuk di daerah 1 cm diatas prosesus


z/2

radiostyloid dengan palu refleks.


.xy

4) Nilai adanya fleksi lengan bawah dan kontraksi otot


na

brachioradialis, bandingkan kanan dan kiri.


lya

KPR Patella (pasien posisi duduk)


1) Tungkai bawah pasien harus dalam keadaan menggantung
mu

dan rileks.
na

2) Yakinkan otot quadriceps pasien dalam keadaan rileks.


.ai

3) Ketuk tendon quadriceps dengan palu refleks, diantara


ww

patella dan tuberositas tibial.


//w

4) Nilai adanya ekstensi tungkai bawah dan kontraksi otot


ps:

quadriceps, bandingkan kanan dan kiri.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 882 -

Patella (pasien posisi berbaring)

l
tm
1) Pemeriksa menempatkan tangannya pada salah satu lutut

g.h
pasien melewati bawah lutut yang akan diperiksa.
2) Yakinkan tangan pemeriksa yang bebas mengecek bahwa

tan
otot quadriceps pasien dalam keadaan rileks.

n
-te
3) Ketuk tendon quadriceps dengan palu refleks, diantara

22
patella dan tuberositas tibial.

20
4) Nilai adanya ekstensi tungkai bawah dan kontraksi otot

86
quadriceps, bandingkan kanan dan kiri.

s11
Tendon Achilles (pasen posisi berbaring)
1) Letakkan kaki pasien dalam posisi menyilang, satu kaki

ke
diatas kaki lainnya.

en
7m
2) Pemeriksa memegang ujung kaki pasien dan menggerakkan
pergelangan kakinya fleksi-ekstensi hingga otot rileks.
10
3) Pemeriksa menekan kaki pasien sehingga kaki pasien
k0

sedikit dorso fleksi.


r-h

4) Ketuk tendon Achilles dengan palu refleks.


mo

5) Nilai adanya fleksi dorsum pedis atau ekstensi plantar


-no

pedis, bandingkan kanan dan kiri.


mk

c. Refleks abdominal
1) Pasien berbaring dalam keadaan rileks.
6/k

2) Goreskan ujung lancip palu refleks dengan arah dari tepi


2/0

ke umbilikus di enam regio abdomen (epigastrik,


02

mesogastrik, hipogastrik, kanan dan kiri)


z/2

3) Nilai adanya pergerakan umbilikus yang disebabkan oleh


.xy

adanya kontraksi otot abomen.


na

d. Refleks kremaster
lya

1) Pasien berbaring diatas meja periksa


2) Goreskan ujung lanciip palu refleks didaerah paha dalam
mu

dengan arah dari distal ke proksimal.


na

3) Nilai bila terlihat testis terangkat, bandingkan kanan dan


.ai

kiri.
ww

e. Refleks anal
//w

1) Pasien berbaring dengan posisi litotomi.


ps:

2) Dengan perlahan, goreskan ujung lancip palu refleks di


sekitar anus dengan gerakkan melingkar.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 883 -

3) Nilai adanya kontraksi dari muskulus sfingter ani

l
tm
eksternal.

g.h
f. Snout refleks (refleks regresi)
1) Dengan perlahan ketukkan jari pemeriksa diantara hidung

tan
dan mulut pasien.

n
-te
2) Nilai respon mulut pasien berupa gerakan mencucu.

22
Analisis Hasil Pemeriksaan

20
a. Penilaian hasil pemeriksaan refleks:

86
1) 0 : tidak ada refleks

s11
2) 1 : refleks lemah
3) 2 : refleks normal

ke
4) 3 : refleks cepat

en
7m
5) 4 : refleks cepat dengan disertai klonus (beberapa kontraksi
pendek dan ritmik) 10
b. Kelainan yang dapat ditemukan antara lain:
k0

1) Hiporefleksia: Refleks menurun pada kelainan lower motor


r-h

neuron.
mo

2) Arefleksia. Dapat disebabkan oleh:


-no

a) Lesi yang melibatkan saraf tepi (jalur aferen dan/atau


mk

eferen lengkung refleks).


b) Lesi pada bagian sentral (spinal root) dari lengkung
6/k

refleks, seperti syringomalasia.


2/0

c) Fase akut dari cedera spinal.


02

d) Koma dalam.
z/2

e) Arefleksia kongenital, biasanya pada tungkai.


.xy

3) Hiperefleksia: refleks meningkat pada gangguan yang


na

melibatkan upper motor neuron.


lya

4) Adanya klonus merupakan tanda patologis dan indikasi


adanya lesi pada central motor neuron (CML) diatas refleks
mu

cabang spinal. Pada bayi baru lahir atau pasien dengan


na

refleks yang sangat cepat, klonus bertahan selama 3-4


.ai

ketukan didapatkan dikedua sisi.


ww
//w

Referensi
ps:

a. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking


8th Edition. 2002-08.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 884 -

b. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: Neurology Examination.

l
tm
2009.

g.h
4. Pemeriksaan Refleks Patologis

tan
Tingkat Keterampilan: 4A

n
-te
Tujuan: Melakukan pemeriksaan

22
a. Hofmann tromner

20
b. Babinski

86
c. Oppenheim

s11
d. Chaddock
e. Gordon

ke
f. Schaefer

en
7m
g. Gonda
Alat dan Bahan: palu refleks 10
Teknik pemeriksaan
k0

a. Siapkan alat dan bahan.


r-h

b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


mo

dilakukan.
-no

c. Mencuci tangan.
mk

d. Refleks Hoffman tromner


1) Minta pasien untuk melakukan hiperekstensi di
6/k

pergelangan tangannya, kemudian ujung jari tengah


2/0

disentil (snapped)
02

2) Lihat gerakan jari lainnya, hasil positif adalah bila jari-jari


z/2

fleksi dan ibu jari adduksi


.xy

e. Kemudian, minta pasien berbaring di meja periksa dengan


na

kedua tungkai diluruskan.


lya

f. Refleks babinski
1) Pemeriksa memegang pergelangan kaki untuk memfiksasi
mu

kaki pasien.
na

2) Gunakan ujung tajam palu refleks untuk menggores


.ai

telapak kaki bagian lateral, mulai tumit menuju pangkal


ww

jempol kaki.
//w

3) Goresan dilakukan secara perlahan dan tidak sampai


ps:

mengakibatkan rasa nyeri.


4) Lakukan prosedur pemeriksaan ini pada kaki lainnya dan
htt

bandingkan hasilnya.

jdih.kemkes.go.id
- 885 -

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
Gambar 21. Refleks Babinski

86
s11
g. Refleks Chaddock

ke
Rangsangan diberikan dengan cara menggoreskan ujung

en
runcing palu refleks di bagian lateral maleolus.

7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k

Gambar 22. Refleks Chaddock


2/0
02

h. Refleks Oppenheim
z/2

Rangsangan diberikan dengan mengurut dengan kuat tibia dan


.xy

otot tibialis anterior dari arah proksimal ke distal.


na
lya
mu
na
.ai
ww

Gambar 23. Refleks Oppenheim


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 886 -

i. Refleks Gordon

l
tm
Rangsangan diberikan dengan mencubit otot gastroknemius.

g.h
j. Refleks Scaeffer
Rangsangan diberikan dengan mencubit tendon achilles

n tan
-te
22
20
86
s11
ke
en
Gambar 24. Refleks Gordon
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02

Gambar 25. Refleks Scaeffer


z/2

k. Refleks Gonda
.xy

Rangsangan diberikan dengan menekan kalah satu jari kaki dan


na

melepaskannya.
lya
mu

Analisis hasil pemeriksaan


na

a. Refleks Hoffman tromner positif bilateral pada 25% orang


.ai

normal, sedangkan bila unilateral merupakan indikasi lesi UMN


ww

diatas segmen servikal VIII.


//w

b. Refleks dikatakan positif apabila pada saat dilakukan manuver-


manuver diatas didapatkan gerakan dorsofleksi ibu jari kaki
ps:

yang dapat disertai dengan gerak mekarnya jari-jari lainnya.


htt

Refleks-refleks ini positif pada lesi traktus piramidalis.

jdih.kemkes.go.id
- 887 -

Referensi

l
tm
a. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination

g.h
and History Taking, 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins,
China, 2009.

tan
b. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Neurology

n
-te
Examination. 2009

22
c. Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.

20
Jakarta. Balai penerbit FKUI. 2008. p46-47.

86
s11
5. Pemeriksaan Sistem Sensorik (Eksteroseptif Dan Proprioseptif)
Tingkat Keterampilan: 4A

ke
Tujuan: menilai fungsi sistem sensorik

en
7m
Alat dan Bahan
a. Tusuk gigi 10
b. Cotton bud
k0

c. Dua buah tabung reaksi


r-h

d. Air panas
mo

e. Air dingin
-no

f. Garpu tala
mk

Teknik Pemeriksaan
Disusun berdasar dermatom, mulai dari C3 untuk rangsang nyeri,
6/k

raba halus dan suhu


2/0

a. Siapkan alat dan bahan.


02

b. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan


z/2

dan prosedurnya.
.xy

c. Penilaian sensasi nyeri:


na

1) Biarkan pasien merasakan perbedaan rangsangan saat


lya

pemeriksa menekan ujung runcing tusuk gigi dan ujung


tumpul cotton bud pada area dimana pemeriksa yakin tidak
mu

terdapat defisit sensorik.


na

2) Minta pasien menutup mata.


.ai

3) Kemudian lakukan prosedur ini di beberapa tempat dengan


ww

menekankan ujung tajam tusuk gigi dan ujung tumpul


//w

cotton bud secara bergantian dan acak. Tanyakan kepada


ps:

pasien setiap pemeriksa menekankan salah satu benda


diatas, apakah pasien merasakan tajam atau tumpul.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 888 -

4) Apabila terdapat gangguan membedakan sensasi tajam dan

l
tm
tumpul, gunakan istilah hipalgesia atau analgesia dan

g.h
catat bagian tubuh yang mengalami gangguan.
d. Penilaian sensasi suhu:

tan
1) Pada pemeriksaan ini, siapkan dua buah tabung reaksi

n
-te
yang berisi air dingin dan air panas.

22
2) Biarkan pasien merasakan perbedaan rangsangan suhu

20
yang diberikan pada area dimana pemeriksa yakin tidak

86
terdapat defisit sensorik.

s11
3) Minta pasien menutup mata.
4) Sentuhkan rangsangan panas dan dingin di beberapa area

ke
pada tubuh pasien, tanyakan apa yang pasien rasakan

en
7m
setiap kali memberikan rangsangan.
5) Catat bagian tubuh mana saja yang mengalami gangguan
10
dalam membedakan rangsangan suhu.
k0

e. Penilaian sesasi raba halus:


r-h

1) Untuk pemeriksaan ini, gunakan ujung cotton bud.


mo

2) Minta pasien untuk menutup mata.


-no

3) Selalu sentuh pasien dengan sentuhan ringan, jangan di


mk

tekan.
4) Minta pasien mengatakan “ya” setiap kali pasien
6/k

merasakan kontak.
2/0

5) Minta pasien untuk menyebutkan bila pasien merasakan


02

sensasi yang berbeda saat disentuh.


z/2

6) Catat bagian tubuh mana saja yang mengalami gangguan


.xy

dalam membedakan rangsangan suhu.


na

f. Penilaian rasa posisi (propioseptif):


lya

1) Minta pasien menutup mata.


2) Pegang jempol kaku pasien diantara jempol dan jari
mu

telunjuk pemeriksa.
na

3) Pastikan bahwa pemeriksa tidak menyentuh jari pasien


.ai

yang lainnya.
ww

4) Gerakkan jempol kaki pasien dan tanyakan bila pasien


//w

merasakan gerakan tersebut dan menyebutkan arahnya.


ps:

5) Lakukan juga prosedur ini pada ekstremitas atas.


6) Lakukan pula pemeriksaan getar dan posisi dua tempat
htt

(two point discrimination).

jdih.kemkes.go.id
- 889 -

Analisis Hasil Pemeriksaan

l
tm
a. Dengan menandai area yang mengalami defisit neurologis,

g.h
pemeriksa dapat mengetahui adanya kelainan mononeuropathy,
polineuropathy, lesi saraf tepi maupun lesi pada saraf sentral.

tan
b. Penilaian sensasi nyeri dan suhu merupakan penilaian fungsi

n
-te
sensoris spinothalamikus sehingga kelainan pada pemeriksaan

22
ini merupakan tanda adanya gangguan pada fungsi sensoris

20
spinothalamiskus.

86
c. Penilaian sensasi raba dan posisi (propioseptif) merupakan

s11
penilaian fungsi sensoris kolumna dorsalis sehingga kelainan
pada pemeriksaan ini merupakan tanda adanya gangguan pada

ke
fungsi sensoris kolumna dorsalis.

en
7m
d. Kondisi yang melibatkan korda spinalis dapat menyebabkan
gangguan pada salah satu fungsi tersebut, misanya fungsi
10
sensoris spinothalamikus yang intak namun ada defisit dari
k0

fungsi sensoris kolumna dorsalis.


r-h

e. Berdasarkan lokasi gangguan fungsi sensoris, pemeriksa dapat


mo

memperkirakan kemungkinan letak lesi.


-no
mk

Referensi
a. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking
6/k

8th Edition. 2002-08.


2/0

b. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: Neurology Examination.


02

2009.
z/2
.xy

6. Pemeriksaan Sistem Motorik


na

Tingkat Keterampilan: 4A
lya

Tujuan
a. Menilai postur dan habitus (lihat materi tentang General
mu

Survey).
na

b. Menilai adanya gerakan involunter.


.ai

c. Menilai tonus otot.


ww

d. Menilai kekuatan otot.


//w

Alat dan Bahan: -


ps:

Teknik Pemeriksaan
a. Siapkan alat dan bahan.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 890 -

b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang

l
tm
dilakukan.

g.h
c. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.
d. Inspeksi:

tan
1) Minta pasien berdiri dengan santai.

n
-te
2) Nilai postur tubuh pasien dan kontur otot. Amati tanda-

22
tanda adanya hipertrofi maupun atrofi otot.

20
3) Nilai adanya gerakan involunter seperti tremor, fasikulasi

86
dan gerakan koreiform.

s11
e. Penilaian tonus otot:
1) Persiapkan pasien dalam posisi berbaring, se-rileks

ke
mungkin.

en
7m
2) Pegang lengan pasien dengan menempatkan tangan
pemeriksa disekitar pergelangan tangan pasien (hanya di
10
sendi siku dan lutut;sendi-sendi besar). Siku dalam
k0

keadaan menempel pada meja periksa.


r-h

3) Tempatkan jari-jari pemeriksa pada tendon biceps.


mo

4) Fleksi dan ekstensikan sendi siku beberapa kali.


-no

5) Nilai tonus otot-otot lengan atas pasien dan bandingkan


mk

kanan dan kiri.


6) Nilai juga tonus otot-otot tungkai atas dengan fleksi dan
6/k

ekstensi secara pasif sendi panggul dan lutut.


2/0

f. Penilaian kekuatan otot:


02

1) Untuk menilai kekuatan otot, pasien harus


z/2

mengkontraksikan ototnya secara maksimal.


.xy

2) Coba untuk membuat tahanan terhadap otot yang


na

diperiksa dengan menggunakan tangan pemeriksa.


lya

3) Saat menilai kekuatan otot pasien, coba untuk membuat


perbandingan dengan kekuatan pemeriksa.
mu

4) Buat penilaian semi kuantitatif berdasarkan skala 0-5.


na

Area kepala dan leher


.ai

Lihat materi tentang SISTEM SARAF dalam pemeriksaan saraf


ww

kranial
//w

Ekstremitas atas
ps:

M. serratus anterior
htt

jdih.kemkes.go.id
- 891 -

a. Pasien berdiri dengan kedua tangan diregangkan dan

l
tm
disandarkan pada dinding. Tinggi tangan yang menempel pada

g.h
dinding kurang lebih sejajar dengan bahu.
b. Minta pasien mendorong tembok. Nilai kekuatan ototnya,

tan
bandingkan kanan dan kiri.

n
-te
M. deltoideus

22
a. Minta pasien untuk mengekstensikan kedua lengannya ke arah

20
samping dan minta ia untuk mempertahankan posisi tersebut.

86
b. Pemeriksa mencoba menekan kedua lengan pasien ke bawah

s11
dan nilai kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.
M. biceps brachii

ke
a. Minta pasien memfleksikan sendi sikunya dengan maksimal ke

en
7m
arah bahu, dengan posisi supinasi lengan bawah.
b. Pemeriksa mencoba meluruskan10 lengan pasien dan nilai
kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.
k0

M. triceps brachii
r-h

a. Minta pasien mengekstensikan maksimal lengannya pada sendi


mo

siku.
-no

b. Pemeriksa mencoba menekuk lengan pasien pada sendi siku,


mk

nilai kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.


Muskulus-muskulus ekstensor pergelangan tangan
6/k

a. Minta pasien untuk mengekstensikan pergelangan tangannya


2/0

dengan pronasi lengan bawah.


02

b. Pemeriksa mencoba memfleksikan pergelangan tangan, nalai


z/2

kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.


.xy

Muskulus-muskulus fleksor pergelangan tangan


na

a. Minta pasien meletakkan lengan bawahnya diatas meja pada


lya

posisi supinasi dan fleksi pada sendi pergelangan tangan.


b. Pemeriksa mencoba mengekstensikan pergelangan tangan
mu

pasien, nilai kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.


na

Muskulus-muskulus fleksor jari


.ai

a. Minta pasien untuk menggenggam jari pemeriksa sekuatnya.


ww

b. Pemeriksa mencoba melepaskan jari-jarinya dan nilai kekuatan


//w

ototnya, bandingkan kanan dan kiri.


ps:

Muskulus-muskulus ekstensor jari


a. Minta pasien meluruskan sendi-sendi jari tangannya.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 892 -

b. Pemeriksa mencoba memfleksikan sendi-sendi jari pasien dan

l
tm
nilai kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

g.h
M. opponens pollicis
a. Minta pasien untuk menautkan ujung jempol dan ujung

tan
kelingkingnya sehingga membentuk lingkaran.

n
-te
b. Pemeriksa mencoba melepaskan lingkaran tersebut dengan

22
jarinya, nilai kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

20
Muskulus-muskulus interoseus

86
a. Minta pasien untuk mengekstensikan seluruh jarinya dan

s11
regangkan.
b. Pemeriksa melakukan hal yang sama dan menempatkan jari-

ke
jarinya diantara jari-jari pasien.

en
7m
c. Minta pasien untuk merapatkan jari-jarinya sekuatnya.
d. Nilai kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.
10
Ekstremitas bawah
k0

M. gluteus medius dan m. gluteus minimus


r-h

a. Minta pasien untuk berdiri tegak.


mo

b. Amati apakah tubuh bagian atas pasien terlihat membungkuk.


-no

c. Amati apakah pasien dapat mempertahankan pelvis pada posisi


mk

sejajar garis horizontal.


M. iliopsoas
6/k

a. Minta pasien berbaring di meja periksa dengan posisi sendi


2/0

panggul fleksi maksimal.


02

b. Pemeriksa mencoba meluruskan sendi panggul pasien dan nilai


z/2

kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.


.xy

M. quadricep
na

a. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.


lya

b. Tempatkan tangan kanan pemeriksa pada pergelangan kaki


kanan pasien yang sedang dalam posisi lurus, angkat sedikit
mu

kaki pasien.
na

a. Letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah kaki kanan pasien


.ai

tepat melewati bawah lutut dan pegang lutut kaki kiri pasien.
ww

b. Tangan kanan pemeriksa mencoba untuk menekuk sendi lutut


//w

kanan pasien dan nilai kekuatan ototnya.


ps:

c. Lakukan prosedur yang sama untuk kaki sebelah kiri dan


bandingkan kekuatannya.
htt

M. femoral adductor

jdih.kemkes.go.id
- 893 -

a. Pasien berbaring dengan posisi fleksi pada sendi panggul dan

l
tm
lutut. Rapatkan kedua lutut.

g.h
b. Pemeriksa mencoba memisahkan kedua lutut pasien dan nilai
kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

tan
M. hamstrings

n
-te
a. Pasien berbaring dengan posisi fleksi pada sendi panggul dan

22
fleksi maksimal pada sendi lutut sehingga tumit pasien

20
menyentuh paha atas.

86
b. Pemeriksa mencoba mengekstensikan sendi lutut pasien dan

s11
nilai kekuatannya, bandingkan kanan dan kiri.
M. tibialis anterior dan m. extensor digitorum

ke
a. Pasien berbaring dengan posisi kedua tungkai ekstensi. Minta

en
7m
pasien untuk menarik telapak kakinya ke arah kranial sehingga
fleksi pada sendi pergelangan kaki (dorso fleksi).
10
b. Pemeriksa mencoba mendorong kaki pasien menjauhi tubuh
k0

dan nilai kekuatannya, bandingkan kanan dan kiri.


r-h

M. gastrocnemius
mo

a. Pasien berbaring dengan posisi kedua tungkai ekstensi. Minta


-no

pasien untuk meluruskan telapak kakinya seperti menginjak


mk

rem (plantar fleksi).


b. Pemeriksa mencoba mendorong kaki pasien mendekati tubuh
6/k

dan nilai kekuatannya, bandingkan kanan dan kiri.


2/0

M. peroneal
02

a. Tangan pemeriksa diletakkan di sisi luar kaki pasien sejajar jari


z/2

kelingking.
.xy

b. Minta pasien mendorong tangan pemeriksa sekuatnya dan nilai


na

kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.


lya

M. extensor hallucis longus


a. Tangan pemeriksa diletakkan di sisi dalam kaki pasien sejajar
mu

jempol.
na

b. Minta pasien mendorong tangan pemeriksa sekuatnya dan nilai


.ai

kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.


ww

M. flexor hallucis longus


//w

a. Minta pasien untuk memfleksikan kedua jempol kakinya.


ps:

b. Pemeriksa mencoba meluruskan kedua jempol pasien dan nilai


kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.
htt

Analisis Hasil Pemeriksaan

jdih.kemkes.go.id
- 894 -

a. Atrofi otot dapat ditemukan pada:

l
tm
a) Penyakit kronis dan malnutrisi

g.h
b) Penyakit muskular
c) Setelah terjadi kerusakan saraf perifer

tan
d) Setelah kerusakan traktus kortikospinal

n
-te
Bentuk atrofi dapat berupa:

22
1) Atrofi asimetris terjadi pada contohnya mononeuropathy.

20
2) Atrofi simetris terjadi pada contohnya penyakit muskular.

86
b. Gerakan involunter:

s11
1) Fasikulasi merupakan kontraksi otot yang tidak beraturan.
Kadaan ini dapat mengindikasikan adanya lesi motor

ke
neuron (contohnya polimielitis, amyotrophic lateral

en
7m
sclerosis) namun dapat juga tidak memiliki makna
patologis. 10
2) Tremor merupakan gerakan involunter yang relatif
k0

berirama, yang kurang lebih dapat dibagi menjadi tiga


r-h

kelompok:
mo

a) Resting (Static) Tremors


-no

Tremor ini paling mencolok saat istirahat dan dapat


mk

berkurang atau menghilang dengan adanya


pergerakan.
6/k

b) Postural Tremors
2/0

Tremor ini terlihat saat bagian yang terkena aktif


02

menjaga postur. Contohnya tremor pada hipertiroid


z/2

dan tremor pada kecemasan atau kelelahan. Tremor


.xy

ini dapat memburuk bila bagian yang terkena


na

disengaja untuk mempertahankan suatu postur


lya

tertentu.
c) Intention Tremors
mu

Merupakan tremor yang hilang saat istirahat dan


na

timbul saat aktivitas dan semakin memburuk bila


.ai

target yang akan disentuh semakin dekat.


ww

Penyebabnya antara lain gangguan jaras serebelar


//w

seperti pada multiple sclerosis.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 895 -

l
tm
g.h
ntan
-te
Gambar 26. Tremor

22
20
86
3) Tick

s11
Tics merupakan gerakan yang singkat, berulang, stereotip,
gerakan terkoordinasi yang terjadi pada interval yang tidak

ke
teratur. Contohnya termasuk berulang mengedip, meringis,

en
dan mengangkat bahu bahu. Penyebab termasuk sindrom

7m
dan obat-obatan seperti
10 Tourette, fenotiazin dan
amfetamin.
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02

Gambar 27. Tick


z/2
.xy

4) Chorea
na

Gerakan Choreiform merupakan gerakan yang singkat,


lya

cepat, tidak teratur, dan tak terduga. Terjadi saat istirahat


mu

atau mengganggu gerakan terkoordinasi normal. Tidak


na

seperti tics, chorea jarang berulang. Wajah, kepala, lengan


.ai

bawah, dan tangan sering terlibat. Penyebabnya termasuk


ww

chorea Sydenham (dengan demam rematik) dan penyakit


Huntington.
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 896 -

l
tm
g.h
n tan
-te
Gambar 28. Chorea

22
20
5) Athetosis

86
Gerakan Athetoid lebih lambat dan lebih memutar dan

s11
menggeliat dibandingkan gerakan choreiform, dan memiliki

ke
amplitudo yang lebih besar. Paling sering melibatkan wajah

en
dan ekstremitas distal. Athetosis sering dikaitkan dengan

7m
spastisitas. Penyebabnya antara lain cerebral palsy.
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Gambar 29. Athetosis


c. Penilaian tonus otot:
02

1) Rigiditas: adanya tahanan pada seluruh pergerakan.


z/2

Kondisi ini menandakan adanya keterlibatan sistem


.xy

ekstrapiramidal.
na

2) Spastisitas: adanya tahanan pada bagian tertentu dari


lya

suatu gerakan, letaknya dapat bervariasi. kondisi ini


mu

menandakan adanya keterlibatan jaras kortikospinal


na

(sistem piramidal).
.ai

3) Hipotonia: pada keadaan relaksasi pun biasanya otot


ww

teraba sedikit berkontraksi. Namun konduksi sensoris ke


otot dapat terganggu, misalnya pada kerusakan saraf tepi
//w

yang berat atau kerusakan akut jalur kortikospinal,


ps:

sehingga tonus otot dapat menghilang.


htt

d. Penilaian pemeriksaan kekuatan otot:

jdih.kemkes.go.id
- 897 -

0 : Tidak ada pergerakan sama sekali, tonus otot tidak

l
tm
teraba.

g.h
1 : Tonus otot teraba namun tidak ada pergerakan. Hanya
bisa menggerakkan sendi kecil

tan
2 : Terdapat pergerakan namun tidak dapat melawan

n
-te
gravitasi (gerakan menggeser ke kanan dan kiri). Hanya

22
bisa menggeser di permukaan.

20
3 : Kekuatan otot hanya cukup untuk melawan gravitasi

86
namun tidak dapat melawan tahanan ringan.

s11
4 : Kekuatan otot dapat menahan tahanan ringan namun
tidak dapat melawan tahanan maksimal.

ke
5 : Kekuatan otot dapat menahan tahanan maksimal.

en
7m
Referensi
a. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking
10
8th Edition. 2002-08.
k0

b. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: Neurology Examination.


r-h

2009.
mo
-no

7. Pemeriksaan Koordinasi
mk

Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Menilai fungsi koordinasi.
6/k

Alat dan Bahan: -


2/0

Teknik Pemeriksaan
02

a. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan


z/2

dan prosedurnya.
.xy

b. Inspeksi cara berjalan (gait):


na

1) Minta pasien untuk berjalan melintasi ruangan beberapa


lya

kali.
2) Amati cara berjalan pasien, pola kontak kaki dengan lantai,
mu

ayunan tangan dan lebar langkah.


na

c. Pemeriksaan tandem gait:


.ai

1) Minta pasien untuk berjalan dalam satu garis lurus dengan


ww

cara ujung tumit menyentuh ujung jempol kaki


//w

dibelakangnya. Bila dibutuhkan, berikan contoh kepada


ps:

pasien.
2) Amati cara berjalan pasien. Perhatikan bilamana pasien
htt

terlihat kehilangan keseimbangan.

jdih.kemkes.go.id
- 898 -

d. Tes Romberg dan Romberg dipertajam:

l
tm
1) Minta pasien berdiri dengn kedua kaki dirapatkan.

g.h
2) Pemeriksa berdiri di belakang pasien dengan posisi tangan
pemeriksa berada di sisi pasien tanpa menyentuhnya.

tan
3) Minta pasien untuk merentangkan kedua tangannya ke

n
-te
depan sejajar bahu dengan posisi supinasi.

22
4) Instruksikan kepada pasien untuk mempertahankan posisi

20
kedua tangannya.

86
5) Bila pasien tidak terjatuh saat dilakukan pemeriksaan

s11
dengan mata terbuka, minta pasien untuk menutup kedua
matanya.

ke
6) Amati bila pasien kehilangan keseimbangan atau terjatuh.

en
7m
Nilai arah jatuh atau ayunan pasien.
e. Tes Telunjuk-Hidung: 10
1) Minta pasien menutup mata dan tentangkan tangan kanan
k0

jauh ke samping.
r-h

2) Minta pasien menyentuh hidungnya dengan jari telunjuk


mo

kanan, ulangi beberapa kali. Lakukan prodedur yang sama


-no

terhadap tangan kiri.


mk

3) Nilai tandatanda hipermetria atau kecenderungan tremor


saat pasien melakukan prosedur diatas.
6/k

4) Bila pemeriksa menemukan tanda hipermetria atau tremor,


2/0

minta pasien melakukan prosedur pemeriksaan dengan


02

mata terbuka.
z/2

5) Nilai apakah dengan mata terbuka pasien lebih mudah


.xy

melakukan prosedur pemeriksaan. Bandingkan kanan dan


na

kiri.
lya

f. Tes Tumit-Lutut:
1) Minta pasien untuk menutup kedua matanya, kemudian
mu

menempatkan tumit kanan di atas lutut kiri.


na

2) Minta pasien untuk menurunkan tumitnya menyusuri


.ai

tungkai bawah kaki kiri kebawah.


ww

3) Lakukan rosedur bergantian dengan kaki kiri.


//w

4) Nilai bila pasien menunjukkan tanda-tanda hipermetria


ps:

atau ataksia, yaitu bila tumit berkali-kali terjatuh dari


jalurnya pada tungkai bawah.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 899 -

5) Bila pemeriksa menemukan tanda hipermetria atau

l
tm
ataksia, minta pasien melakukan prosedur pemeriksaan

g.h
dengan mata terbuka.
6) Bandingkan kanan dan kiri.

tan
g. Pemeriksaan Disdiadokokinesis:

n
-te
1) Minta pasien melakukan gerakan tangan pronasi dan

22
supinasi. Tangan kanan dimulai dari pronasi, tangan kiri

20
dimulai dari supinasi, lakukan gerakan ini secepat

86
mungkin.

s11
2) Bila diperlukan pemeriksa boleh memberikan contoh
pemeriksaan terhadap pasien.

ke
3) Bandingkan kanan dan kiri.

en
7m
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Keseimbangan pasien dipengaruhi oleh fungsi cerebellum dan
10
sistem vestibular, serta propriosptif ekstremitas bawah,
k0

sehingga kelainan pada keseimbangan berhubungan dengan


r-h

gangguan pada sistem-sistem tersebut.


mo

b. Pola kontak kaki-lantai. Kondisi yang berhubungan dengan


-no

N.peroneal dapat menyebabkan drop foot. Pada keadaan ini,


mk

saat berjalan bagian kaki pasien yang lebih dulu menyentuh


lantai adalah jempol kaki, diikuti telapak kaki, terakhir tumit.
6/k

c. Jarak antar langkah dapat memendek pada pasien dengan


2/0

penyakit Parkinson. Pada keadaan ii juga dapat dilihat ayunan


02

tangan berkurang saat pasien berjalan.


z/2

d. Pada pemeriksaan Romberg, dinyatakan positif bila pasien


.xy

terlihat berayun atau pemeriksa harus memegang pasien untuk


na

mencegah pasien terjatuh.


lya

e. Apabila pasien terganggu koordinasinya hanya saat pasien


menutup mata, maka pasien mengalami gangguan koordinasi
mu

karena proprioseptif yang tidak adekuat. Kondisi ini juga


na

dikenal dengan ataksia sensoris.


.ai

f. Bila gangguan koordinasi meningkat saat pasien menutup mata,


ww

maka pasien mengalami gangguan koordinasi disebabkan oleh


//w

kondisi vestibular.
ps:

g. Bila gangguan koordinasi sama saat pasien menutup maupun


membuka mata, maka gangguan koordinasi ini disebabkan oleh
htt

kondisi cerebelar.

jdih.kemkes.go.id
- 900 -

h. Tes telunjuk hidung tidak terganggu pada pasien dengan

l
tm
gangguan ekstrapiramidal, namun mungkin terdapat tremor

g.h
yang hilang bila pasien diminta melakukan gerakan yang
bertujuan. Namun saat berdiri dan berjalan, pasien mengalami

tan
kesulitan akibat adanya gerakan involunter yang berlebihan,

n
-te
seperti pada pasien Parkinson.

22
20
Referensi

86
a. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History

s11
Taking 8th Edition. 2002-08.
b. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: Neurology Examination.

ke
2009.

en
8. Pemeriksaan Fungsi Luhur
7m
10
Tingkat Keterampilan: 4A
k0

Tujuan: menilai fungsi luhur.


r-h

Alat dan Bahan: -


mo

Teknik Pemeriksaan
-no

a. Penilaian tingkat kesadaran dengan skala koma glasgow (GCS)


mk

(lihat materi tentang General Survey bagian Penilaian


Kesadaran).
6/k

b. Penilaian orientasi:
2/0

1) Orientasi terhadap orang.


02

Tanyakan kepada pasien:


z/2

a) Siapa nama anda?


.xy

b) Berapa usia anda?


na

c) Tanyakan juga kepada pasien apakah ia dapat


lya

mengenali orang-orang disekitarnya termasuk dokter


dan perawat.
mu

Nilai apakah pasien dapat mengenali orang-orang


na

disekitarnya.
.ai

2) Orientasi tempat
ww

Tanyakan kepadaa pasien:


//w

Dimana anda berada saat ini?


ps:

Dimana anda tinggal?


Nilai apakah pasien dapat mengetahui keberadaannya saat
htt

itu.

jdih.kemkes.go.id
- 901 -

3) Orientasi waktu

l
tm
Tanyakan kepada pasien:

g.h
Hari apa sekarang?
Bulan apa sekarang?

tan
Apakah saat ini pagi hari, siang atau malam?

n
-te
Nilai apakah pasien dapat mengenali watu dengan baik.

22
c. Penilaian kemampuan berbicara dan berbahasa, termasuk

20
penilaian afasia:

86
Saat melakukan wawancara atau anamnesis terhadap pasien

s11
pemeriksa dapat menilai karakteristik bicara pasien misalnya:
1) Kuantitas: apakah pasien banyak berbicara atau cenderung

ke
diam? Apakah pasien mengeluarkan komentar secara

en
7m
spontanatau hanya merespon pertanyaan yang bersifat
langsung atau pertanyaan tertutup?
10
2) Kecepatan. Apakah pasien berbicara dengan cepat atau
k0

lambat?
r-h

3) Volume. Apakah bicara pasien kencang atau lembut?


mo

4) Artikulasi. Apakah kata-kata yang diucapkan pasien jelas?


-no

Adakah suara mendengung saat pasien berbicara?


mk

5) Kelancaran. Termasuk intonasi, nada bicara, isi dan


penggunaan kata. Perhatikan adanya gangguan bicara
6/k

spontan seperti adanya jeda dalam berbicara, nada bicara


2/0

monoton, mengganti suatu kata yang tidak dapat terpikir


02

oleh pasien dengan suatu frase untuk menggambarkan


z/2

benda tersebut seperti mengganti kata pulpen dengan


.xy

“benda yang dipakai untuk menulis”, atau adanya


na

kesalahan penggunaan kata. Maka pemeriksa harus


lya

melakukan tes afasia.


mu

Tes afasia:
na

Pemahaman Minta pasien untuk mengikuti perintah seperti:


.ai

bahasa lisan “Tunjuk hidungmu”


ww

Lalu meningkat ke tingkat yang lebih sulit,


//w

seperti:
ps:

“Tunjuk matamu, kemudian lututmu”


htt

Repetisi Minta pasien untuk mengulang frase atau

jdih.kemkes.go.id
- 902 -

(mengulang) kalimat yang diucapkan pemeriksa dengan

l
tm
tingkat kesulitan yang semakin meningkat:

g.h
Buku,
Rumah sakit,

tan
Ibu pergi belanja,

n
-te
Akhirnya dia bisa pergi juga.

22
Menamai dan Minta pasien untuk menyebutkan bagian

20
menemukan tubuh, atau menyebutkan benda yang ada di

86
kata kamar mandi.

s11
Membaca Minta pasien untuk membaca dengan kencang.
Menulis Minta pasien untuk menulis sebuah kalimat

ke
en
7m
d. Penilaian daya ingat/memori:
1) Memori jangka panjang
10
a) Tanyakan kepada pasien:
k0
r-h

Kapan anda lahir?


Dimana anda bersekolah saat SMP?
mo

Dimana anda tinggal saat kecil?


-no

atau kejadian-kejadian yang terjadi di masa lalunya.


mk

b) Saat melakukan pemeriksaan ini, pemeriksa


6/k

sebaiknya mengkonfirmasi jawaban pasien kepada


keluarga atau orang terdekat pasien.
2/0

2) Memori jangka pendek


02

a) Tanyakan kepada pasien:


z/2

Apa yang anda makan saat sarapan pagi ini?


.xy

Hari apa sekarang?


na

Apa yang anda lakukan sebelum datang ke rumah


lya

sakit?
mu

dan sebagainya.
b) Saat melakukan pemeriksaan ini, pemeriksa
na

sebaiknya mengkonfirmasi jawaban pasien kepada


.ai

keluarga atau orang terdekat pasien.


ww

3) Memori segera
//w

a) Pemeriksa meminta pasien untuk mengulang angka


ps:

yang akan disebutkan oleh pemeriksa.


htt

b) Pemeriksa mulai menyebutkan dua angka, kemudian


tiga, empat, lima dan seterusnya.

jdih.kemkes.go.id
- 903 -

c) Nilai apakah pasien dapat menyebutkan kembali

l
tm
deretan angka yang disebutkan oleh pemeriksa.

g.h
e. Penilaian konsentrasi
Penilaian konsentrasi dapat dilakukan dengan beberapa jenis

tan
tes:

n
-te
1) Deret angka:

22
Prosedur sama dengan pemeriksaan memori segera.

20
2) Serial 7:

86
a) Minta pasien menghitung mundur dari 100.

s11
b) Katakan pada pasien untuk melompati deret yang
mengandung angka tujuh, seperti:

ke
100,99,98,96,95,94,93,92,91,90,89,88,86..dan

en
7m
seterusnya.
3) Mengeja terbalik: 10
a) Pemeriksa menyebutkan sebuah kata dan mengejanya
k0

dari depan:
r-h

BUNGA : B-U-N-G-A
mo

b) Minta pasien untuk mengejanya secara terbalik.


-no
mk

Analisis Hasil Pemeriksaan


a. Penilaian orientasi:
6/k

Pada pasien yang tidak memiliki gangguan orientasi, biasanya


2/0

tidak mendapatkan kesulitan dalam pemeriksaan ini, namun


02

kadang ada yang membuat kesalahan dalam menyebutkan


z/2

tanggal atau hari. Kemampuan orientasi dapat menurun pada


.xy

keadaan delirium terutama waktu dan pada demensia tingkat


na

lanjut.
lya

b. Penilaian kemampuan berbicara dan berbahasa:


Depresi Berbicara pelan dengan volume
mu

kecil
na

Manik Berbicara cepat dengan volume


.ai

keras
ww

Disartria Gangguan pada artikulasi,


//w

(pelo, cadel) pengucapan kata


ps:

Disfonia Gangguan dalam fonasi,


htt

(serak, bindeng) mengeluarkan bunyi atau suara

jdih.kemkes.go.id
- 904 -

Disprosodi Gangguan pada irama bicara,

l
tm
sehingga pasien berbicara

g.h
dengan irama datar (monoton)
Apraksia oral atau apraksia Ketidakmampuan melakukan

tan
bukofasial gerakan otot wajah dan otot

n
-te
bicara namun tenaga dan

22
koordinasi otot normal.

20
Afasia Gangguan berbahasa, dalam

86
memproduksi atau memahami

s11
bahasa.
Aleksia Kehilangan kemampuan

ke
en
membaca (sebelumnya mampu).

7m
Agrafia Ketidakmampuan mengerti atau
mencurahkan
10 isi hati dalam
bentuk tulisan.
k0
r-h

c. Penilaian afasia:
mo

Afasia Wernicke Afasia Broca


-no

Kualitas bicara Lancar, biasanya Tidak lancar, lambat,


mk

spontan cepat dan fasih. sedikit kata, terlihat


6/k

Artikulasi berusaha. Artikulasi


baik, tapi kalimat terganggu, namun
2/0

kurang berarti dan kata-kata bermakna


02

kata-kata yang cacat


z/2

(paraphasias)
.xy

atau menciptakan
na

kata-kata baru
lya

(neologisme).
mu

Ucapan mungkin
sama sekali tidak
na

bisa dimengerti
.ai

Pemahaman Terganggu Sedang sampai baik


ww

kata (verbal)
//w

Repetisi Terganggu Terganggu


ps:

(mengulang)
htt

Menemukan Terganggu Terganggu, walaupun

jdih.kemkes.go.id
- 905 -

kata pasien dapat

l
tm
mengenali objek

g.h
Membaca Terganggu Sedang sampai baik
Menulis Terganggu Terganggu

tan
Letak lesi Postero-superior Postero-inferior lobus

n
-te
lobus temporal frontal

22
20
d. Penilaian daya ingat/memori:

86
1) Memori jangka panjang dapat menurun pada demensia

s11
tahap akhir.
2) Memori jangka pendek dapat menurun pada demensia dan

ke
en
delirium.

7m
3) Gangguan amnesia dapat menurunkan kemampuan
mengingat dan kemampuan mempelajari hal baru dengan
10
nyata, serta menurunkan fungsi sosial-okupasional pasien.
k0

Namun mereka tidak memiliki gambaran gejala delirium


r-h

atau demensia.
mo

4) Kecemasan, depresi dan retardasi mental juga dapat


-no

menurunkan kemampuan ingatan jangka pendek


mk

e. Penilaian konsentrasi:
6/k

1) Deret angka
Pada penilaian menggunakan teknik deret angka, penyebab
2/0

dari performa pasien yang buruk antara lain:


02

a) Delirium
z/2

b) Demensia
.xy

c) Retardasi mental
na

d) Kecemasan
lya

2) Serial 7 dan mengeja terbalik


mu

Pada penilaian menggunakan teknik serial 7 dan mengeja


terbalik, penyebab dari performa pasien yang buruk antara
na

lain:
.ai

a) Delirium
ww

b) Demensia tingkat akhir


//w

c) Retardasi mental
ps:

d) Hilangnya kemampuan berhitung


htt

e) Kecemasan
f) Depresi

jdih.kemkes.go.id
- 906 -

g) Pertimbangkan pula tingkat pendidikan pasien yang

l
tm
rendah atau buta huruf

g.h
Referensi

tan
a. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking

n
-te
8th Edition. 2002-08.

22
b. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: Neurology Examination.

20
2009.

86
s11
9. Pemeriksaan Neurologis Lainnya: Patrick Dan Kontra Patrick
Tingkat Keterampilan: 4A

ke
Tujuan

en
7m
Melakukan pemeriksaan Patrick dan kontra Patrick
Alat dan Bahan: - 10
Teknik Pemeriksaan
k0

a. Siapkan alat dan bahan.


r-h

b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


mo

dilakukan.
-no

c. Minta pasien berbaring di meja periksa dengan kedua tungkai


mk

diluruskan.
d. Patrick’s sign
6/k

1) Pemeriksa melakukan fleksi sendi lutut, abduksi dan


2/0

internal rotasi pada salah satu tungkai pasien.


02

2) Salah satu tangan pemeriksa diletakkan pada anterior


z/2

superior os iliaka untuk menstabilkan panggul, sedangkan


.xy

tangan lainnya diletakkan pada lutut pasien yang fleksi


na

kemudian ditekan.
lya

3) Nilai adakah nyeri dan lokasinya, bandingkan tungkai


kanan dan kiri.
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 907 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
Gambar 30. Patrick’s sign

s11
e. Contra-patrick’s sign

ke
1) Pemeriksa melakukan fleksi sendi lutut, abduksi dan

en
eksternal rotasi pada salah satu tungkai pasien.

7m
2) Salah satu tangan pemeriksa diletakkan pada anterior
10
superior os iliaka untuk menstabilkan panggul, sedangkan
k0
tangan lainnya diletakkan pada lutut pasien yang fleksi
r-h

kemudian ditekan.
3) Nilai adakah nyeri dan lokasinya, bandingkan tungkai
mo

kanan dan kiri.


-no
mk

Analisis hasil pemeriksaan


6/k

Patrick’s sign
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi kelainan pada sendi
2/0

panggul atau sendi sakroiliaka. Jika rasanyeri timbul pada sisi


02

ipsilateral anterior, maka hal ini menandakan adanya gangguan


z/2

sendi panggul pada sisi ipsilateral. Jika nyeri timbul pada sisi
.xy

kontralateral posterior sekitar sendi panggul, maka hal ini


na

menandakan adanya kelainan pada sendi tersebut.


lya
mu

Contra-patrick’s sign
Pemeriksaan ini merupakan kebalikan dari tindakan patrick’s sign.
na
.ai

Bila nyeri timbul pada pemeriksaan ini, maka hal ini menandakan
ww

adanya kelainan pada sendi sakroiliaka.


//w

Referensi
ps:

Buckup K. Clinical test for the musculoskeletal system:


htt

examinations-signs-phenomena. 2nd ed. Stuttgart: Thieme; 2008.

jdih.kemkes.go.id
- 908 -

F. Psikiatri

l
tm
1. Anamnesis Psikiatri

g.h
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan

tan
a. Memperoleh informasi mengenai kondisi dan riwayat psikiatrik

n
-te
pasien melalui wawancara langsung dengan pasien maupun

22
dengan keluarga atau orang-orang yang mengenalnya.

20
b. Mengidentifikasi psikopatologis mulai dari penampilan umum,

86
emosi-afek, pikiran ideasi dan motorik-perilaku.

s11
Alat dan Bahan: -
Proses Wawancara

ke
a. Sapa dan tanyakan nama pasien

en
7m
b. Perkenalkan diri, jelaskan tujuan sesi, meminta persetujuan
pasien bila diperlukan 10
c. Tanyakan identitas pasien lainnya berupa alamat, umur, jenis
k0

kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, bahasa,


r-h

suku bangsa dan agama. Perlu ditanyakan pula apakah pasien


mo

datang sendiri, dibawa oleh anggota keluarga atau dikonsulkan


-no

oleh sejawat.
mk

d. Membina rapport dan menunjukan perilaku empatik melalui


memertahankan kontak, menilai emosi pasien, dan mendengar
6/k

aktif.
2/0

e. Tanyakan keluhan utama dan identifikasi masalah pasien


02

dengan kalimat terbuka. Ada pasien yang tidak merasakan ada


z/2

masalah atau mengaku tidak ada keluhan apapun, namun


.xy

keluhan datang dari keluarga atau orang yang mengenalnya


na

karena khawatir tentang perilaku pasien.


lya

f. Ada pula pasien yang tidak berbicara, sehingga perlu dicatat


deskripsi kondisi pasien saat wawancara.
mu

g. Apabila pasien kooperatif, dengarkan dengan penuh perhatian


na

apa yang dikatakan pasien tanpa memotong atau mengarahkan


.ai

jawaban pasien, setelah itu baru diatur dan dilengkapi kronologi


ww

kejadian dengan pertanyaan-pertanyaan tertutup. Umumnya


//w

prognosis lebih baik pada kelainan akut dan dramatis,


ps:

berhubungan erat dengan kejadian nyata daripada kelainan


yang perlahan-lahan atau awalnya tidak diketahui, tidak
htt

berkaitan dengan kejadian di lingkungannya.

jdih.kemkes.go.id
- 909 -

h. Gali riwayat penyakit pasien sekarang dilengkapi dengan faktor

l
tm
presipitasi/pencetus; perkembangan gejala, termasuk gejala

g.h
yang tidak ada; perubahan perilaku yang terjadi dan
dampaknya bagi kehidupan pasien sekarang; keterkaitan gejala

tan
psikologis dengan gejala fisik; dan latar belakang kepribadian.

n
-te
i. Tanyakan kepada pasien mengenai kejadian yang pernah

22
dialaminya dari internal maupun eksternal dirinya, dan

20
bagaimana reaksi terhadapnya sehingga terdapat gambaran

86
keseluruhan karakter kehidupan dan kepribadian pasien serta

s11
benih psikopatologi pasien. Riwayat gangguan sebelumnya ini
terdiri dari:

ke
1) Riwayat psikiatrik: episode gejala sebelumnya, faktor

en
7m
presipitasi, derajat disfungsi, terapi, lama gangguan, dan
kepatuhan terhadap terapi. 10
2) Riwayat gangguan medik: penyakit klinis, bedah, trauma,
k0

neurologis, HIV, sifilis, dan psikosomatis.


r-h

3) Riwayat penggunaan zat: zat stimulan, alkohol, morfin, dst.


mo

j. Tanyakan riwayat hidup pasien mulai dari pre dan perinatal


-no

hingga situasi kehidupannya saat ini. Hal yang penting


mk

diketahui dari setiap episode kehidupannya yaitu:


1) Prenatal dan perinatal: data yang penting antara lain
6/k

adalah apakah kehamilan direncanakan/diinginkan atau


2/0

tidak, bagaimana proses kehamilan, adakah cedera lahir,


02

bagaimana kondisi ibu saat melahirkan dan riwayat


z/2

penggunaan obat
.xy

2) Masa kanak awal (0-3 tahun): bagaimana kualitas interaksi


na

ibu dan anak (termasuk toilet training), apakah ada


lya

masalah pertumbuhan dan perkembangan anak,


bagaimana sifat masa kanak, bagaimana pola bermain
mu

anak dengan anak lain, pola makan dan gangguan tingkah


na

laku.
.ai

3) Masa pertengahan (3-7 tahun): identifikasi gender,


ww

hukuman, disiplin, masuk sekolah, pertemanan, perasaan


//w

saat berpisah dengan ibu, pasif atau aktif, perilaku sosial,


ps:

intelektual dan seterusnya.


4) Masa kanak akhir dan remaja: siapa tokoh idola, penilaian
htt

kelompok sosial dan dirinya sendiri, minat terhadap

jdih.kemkes.go.id
- 910 -

aktivitas sekolah dan luar sekolah, hubungan dengan

l
tm
teman, guru dan orang tua, bagaimana pengetahuan dan

g.h
sikapnya terhadap seksualitas, dan seterusnya.
5) Masa dewasa: bagaimana riwayat pekerjaan (jenis

tan
pekerjaan, konflik dan sikap dalam bekerja, dan

n
-te
seterusnya), riwayat perkawinan (lamanya, konflik,

22
masalah, dan seterusnya), agama (pendidikan, sikap dan

20
penilaiannya terhadap agama), riwayat militer (jika ada),

86
aktivitas sosial (hubungan dengan lingkungan dan sikap

s11
menghadapinya), situasi kehidupan saat ini (kondisi
keluarga, tetangga, sumber keuangan, biaya perawatan,

ke
dan seterusnya), riwayat hukum (pernah atau tidak

en
7m
melakukan pelanggaran hukum), riwayat psikoseksual
(pengetahuan dan sikap tentang seks), riwayat keluarga
10
(keturunan atau kejadian penyakit jiwa pada keluarga, dan
k0

penyakit fisik serta sikap keluarga menghadapinya), dan


r-h

terakhir tanyakan pula mengenai mimpi, fantasi dan nilai-


mo

nilai.
-no

k. Amati respon dan komunikasi pasien secara verbal maupun


mk

non-verbal (mis: bahasa tubuh, ucapan, ekspresi wajah) dan


sensitif terhadap perubahan respon pasien.
6/k

l. Klarifikasi pernyataan pasien bila kurang jelas atau meminta


2/0

penjelasan lebih lanjut (mis: ”bisa jelaskan apa yang dimaksud


02

dengan kepala terasa melayang?”).


z/2

m. Lakukan rangkuman beberapa kali pada akhir satu bagian


.xy

konsultasi untuk memastikan bahwa pengertian dokter sama


na

dengan pasien sebelum pindah ke bagian berikutnya; meminta


lya

pasien mengoreksi bila ada interpretasi yang kurang tepat, atau


meminta pasien memberikan penjelasan lebih lanjut.
mu

n. Lakukan proses membaca, mencatat atau menggunakan


na

komputer, namun diyakinkan untuk tidak mengganggu


.ai

jalannya sesi.
ww

o. Lakukan pemeriksaan fisik dengan penjelaskan proses dan


//w

meminta izin. Berikan perhatian khusus terhadap hal-hal


ps:

sensitif yang dapat membuat pasien merasa malu atau


menyakitkan pasien. Jelaskan alasan pertanyaan atau
htt

pemeriksaan fisik yang mungkin dirasa tidak masuk akal.

jdih.kemkes.go.id
- 911 -

p. Rangkum sesi secara singkat dan klarifikasi rencana

l
tm
penatalaksanaan. Cek terakhir kali apakah pasien setuju dan

g.h
merasa nyaman dengan rencana yang telah disusun, tanyakan
apakah masih ada pertanyaan atau hal-hal lain yang masih

tan
perlu didiskusikan. (Mis: ”ada pertanyaan lagi atau masih ada

n
-te
hal yang ingin didiskusikan?”).

22
q. Lakukan wawancara terhadap keluarga atau kerabat dekat

20
untuk melengkapi dan mengkonfirmasi masalah pasien, serta

86
menginformasikan peran keluarga atau kerabat tersebut dalam

s11
proses tata laksana pasien.

ke
Referensi

en
7m
a. Redayani L.S.P. 2013, Wawancara dan Pemeriksaan Fisik dalam
Buku Ajar Psikiatri , 2nd edn. Fakultas Kedokteran Universitas
10
Indonesia, Jakarta, hh. 47-54.
k0

b. Sadock, B.J. & Sadock, V.A. 2007, Kaplan & Sadock’s Synopsis
r-h

of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th edn.


mo

Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.


-no
mk

2. Penilaian Status Mental


Tingkat Keterampilan: 4A
6/k

Tujuan: Melakukan penilaian status mental


2/0

Alat dan Bahan: -


02

Teknik pemeriksaan
z/2

a. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


.xy

dilakukan.
na

b. Minta pasien duduk di kursi periksa.


lya

c. Melakukan penilaian status mental.


Penampilan dan tingkah laku
mu

a. Nilai tingkat kesadaran pasien


na

1) Pemeriksa menilai apakah pasien bangun dan dalam


.ai

keadaan sadar sepenuhnya.


ww

2) Nilai apakah pasien dapat mengerti pertanyaan yang


//w

diajukan oleh pemeiksa dan dapat merespons dengan cepat


ps:

dan tepat.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 912 -

3) Nilai adanya kecenderungan pasien berbicara keluar dari

l
tm
topik, tiba-tiba diam atau bahkan tertidur di tengah

g.h
pembicaraan.
4) Bila pasien tidak merespons pertanyaan pemeriksa, coba

tan
berikan stimulus berupa: bicara dengan suara yang lebih

n
-te
keras atau memanggil nama pasien, atau mengguncang

22
pasien dengan lembut untuk membangunkannya.

20
5) Nilai tingkat kesadarannya.

86
b. Perhatikan postur dan sikap motorik

s11
1) Nilai apakah pasien berbaring di tempat tidur atau memilih
berjalan-jalan.

ke
2) Nilai postur tubuh pasien dan kemampuan pasien untuk

en
7m
bersikap santai.
3) Observasi pace, range dan karakter pergerakan pasien.
10
4) Nilai apakah pasien bergerak atas kemauannya.
k0

5) Nilai adakah bagian tubuh pasien yang tidak dapat


r-h

digerakkan.
mo

6) Nilai apakah postur dan aktivitas motorik pasien berubah


-no

sesuai dengan topik pembicaraan atau sesuai aktivitas


mk

orang-orang di sekitarnya.
c. Nilai cara berpakaian, penampilan dan kebersihan diri
6/k

1) Nilai bagaimana cara berpakaian pasien. Apakah pakaian


2/0

yang dikenakan bersih dan digunakan dengan benar.


02

Bandingkan cara berpakaian pasien dengan orang-orang


z/2

sebayanya dan kelompok sosialnya.


.xy

2) Nilai rambut, kuku, gigi, kulit pasien dan jenggot jika ada.
na

Bagaimana penampilannya dan bandingkan dengan


lya

perawatan diri dan kebersihan orang-orang sebaya pasien


dan kelompok sosialnya.
mu

d. Perhatikan ekspresi wajah


na

1) Nilai ekspresi wajah pasien saat istirahat dan saat


.ai

berinteraksi dengan orang lain.


ww

2) Perhatikan variasi ekspresi wajah pasien sesuai topik


//w

diskusi.
ps:

3) Nilai apakah sesuai atau cenderung berubah-ubah.


e. Nilai sikap, afek dan hubungan pasien dengan orang lain atau
htt

sesuatu

jdih.kemkes.go.id
- 913 -

1) Nilai afek pasien melalui ekspresi wajah, suara dan gerakan

l
tm
tubuh pasien.

g.h
2) Nilai apakah normal, terbatas, tumpul atau datar.
3) Nilai apakah tidak sesuai atau terlihat berlebihan pada

tan
topik tertentu. Bila ya, deskripsikan.

n
-te
4) Perhatikan keterbukaan pasien, pendekatan dan reaksi

22
terhadap orang lain atau terhadap lingkungan.

20
5) Nilai apakah pasien tampak mendengar atau melihat hal-

86
hal yang tidak dilakukan pemeriksa atau pasien terlihat

s11
seperti berbicara dengan seseorang yang tidak ada.
Pembicaraan dan bahasa

ke
Lihat materi penilaian fungsi luhur

en
7m
Mood
a. Nilai suasana hati pasien 10selama wawancara dengan
mengeksplorasi persepsi pasien akan hal tersebut. Cari tahu
k0

mengenai suasana hati pasien sehari-hari dan variasinya saat


r-h

terjadi suatu peristiwa.


mo

b. Pemeriksa dapat menanyakan, “Bagaimana perasaan anda hari


-no

ini?” atau, “Bagaimana perasaan anda mengenai hal tersebut?”.


mk

c. Nilai bagaimana suasana hati pasien, seberapa sering pasien


merasakan perasaan itu, apakah suasana hati pasien sering
6/k

berubah-ubah, dan apakah suasana hati tersebut sesuai


2/0

dengan keadaan yang sedang dialami pasien.


02

d. Nilai juga dalam kasus depresi, adakah episode saat mood


z/2

pasien meningkat, yang menunjukkan adanya gejala bipolar.


.xy

e. Pada pasien yang dicurigai mengalami depresi, nilai


na

kedalamannya dan adakah risiko bunuh diri.


lya

Pikiran dan persepsi


a. Proses pikir
mu

Nilai logika, relevansi, organisasi, dan koherensi proses berpikir


na

pasien yang terungkap dalam kata-kata dan pembicaraan


.ai

sepanjang wawancara. Apakah pembicaraan pasien logis dan


ww

bertujuan? Di sini pemeriksa menilai cara berbicara pasien


//w

untuk melihat ke dalam pikiran pasien. Dengarkan pola


ps:

pembicaraan yang menunjukkan gangguan proses berpikir.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 914 -

b. Isi pikir

l
tm
Pastikan bahwa informasi yang didapatkan sesuai dengan isi

g.h
pikir pasien selama wawancara. Pemeriksa dapat bertanya
mengikuti pembicaraan pasien:“Anda menyebutkan beberapa

tan
saat yang lalu bahwa seorang tetangga anda bertanggung jawab

n
-te
atas semua penyakit anda, bisakah anda ceritakan lebih lanjut

22
mengenai hal itu?”

20
Pemeriksa mungkin perlu membuat pertanyaan yang lebih

86
spesifik, maka arahkan pasien dengan bijaksana dan dengan

s11
hal-hal yang dapat diterima pasien:
“... hal-hal tampaknya tidak nyata. Pernahkah anda mengalami

ke
hal seperti ini?”

en
7m
c. Persepsi
Klarifikasi persepsi pasien yang salah dengan menggunakan
10
cara yang sama seperti saat bertanya mengenai isi pikir pasien:
k0

“Apakah anda pernah melihat hal-hal yang tidak benar-benar


r-h

ada?”
mo

d. Nilai tilikan (insight) dan kemampuan menilai realitas


-no

(judgement)
mk

1) Tilikan
Tanyakan kepada pasien untuk mendapatkan informasi
6/k

mengenai tilikan pasien, seperti:


2/0

“Apa yang membawa anda ke rumah sakit?”


02

“Apakah yang menjadi masalah anda?”


z/2

Khususnya perhatikan apakah pasien menyadari atau


.xy

tidak bahwa suasana hati, pikiran atau adanya persepsi


na

tertentu yang tidak normal atau merupakan bagian dari


lya

suatu penyakit.
2) Kemampuan menilai realitas
mu

Nilailah kemampuan pasien dalam menilai realitas dengan


na

melihat respons pasien terhadap situasi keluarga,


.ai

pekerjaan, penggunaan uang, atau konflik interpersonal:


ww

"Bagaimana Anda akan mengelola hidup Anda jika Anda


//w

kehilangan pekerjaan Anda?"


ps:

Perhatikan apakah keputusan dan tindakan pasien


berdasarkan realitas atau berdasarkan impuls, pemenuhan
htt

keinginan atau gangguan isi pikir. Nilai-nilai apa yang

jdih.kemkes.go.id
- 915 -

tampaknya mendasari keputusan dan perilaku pasien?

l
tm
Bandingkan dengan standar kedewasaan pasien.

g.h
Fungsi kognitif
Lihat penilaian fungsi luhur

tan
Analisis Hasil Pemeriksaan

n
-te
Penampilan dan tingkah laku:

22
a. Kesadaran

20
1) Sadar (komposmentis)

86
Pemeriksa dapat berbicara dengan pasien dengan nada

s11
suara normal. Pasien dapat membuka mata spontan,
melihat lawan bicaranya dan dapat merespons secara

ke
penuh dan tepat terhadap stimulus.

en
7m
2) Letargis
Pemeriksa harus berbicara dengan pasien dengan suara
10
yang keras agar pasien fokus terhadap pemeriksa.
k0

3) Somnolen
r-h

Pasien cenderung mengantuk. Guncang pasien untuk


mo

membangunkan pasien.
-no

4) Stupor/sopor
mk

Pasien dapat dibangunkan dengan rangsangan yang kuat


seperti nyeri. Misalnya dengan mencubit tendon atau
6/k

menggosok sternum.
2/0

5) Koma
02

Pasien tidak dapat dibangunkan dengan rangsangan nyeri.


z/2
.xy

b. Postur dan sikap motorik


na

1) Postur tubuh yang tegang, gelisah dan resah menandakan


lya

gangguan cemas.
2) Pasien yang menangis atau berjalan mondar mandir
mu

menunjukkan kegelisahan.
na

3) Sikap yang putus asa, postur yang merosot dan gerakan


.ai

melambat menunjukkan depresi.


ww

4) Pasien yang menyanyi, menari dan menunjukkan gerakan


//w

ekspansif menunjukkan episode manik.


ps:

c. Cara berpakaian, penampilan dan kebersihan diri


1) Perawatan dan kebersihan diri mungkin kurang atau buruk
htt

pada pasien dengan depresi, skizofrenia dan demensia.

jdih.kemkes.go.id
- 916 -

2) Kehati-hatian yang berlebihan dapat terlihat pada pasien

l
tm
dengan gangguan obsesif-kompulsif.

g.h
3) Mengabaikan penampilan pada satu sisi mungkin
merupakan akibat adanya lesi di seberang korteks parietal,

tan
biasanya sisi non-dominan.

n
-te
d. Ekspresi wajah

22
1) Menilai adanya ekspresi kecemasan, depresi, apatis, marah

20
atau gembira.

86
2) Pada pasien parkinson biasanya didapatkan ekspresi yang

s11
datar (imobilitas wajah).
e. Sikap, afek dan hubungan pasien dengan orang lain atau

ke
sesuatu

en
7m
1) Pada pasien paranoid didapatkan sikap marah,
permusuhan, kecurigaan atau menghindar.
10
2) Pada sindrom manik didapatkan afek yang meningkat,
k0

gembira dan euforia.


r-h

3) Afek tumpul dan cenderung tidak peduli terhadap orang


mo

atau lingkungan sekitar didapatkan pada demensia.


-no

Pembicaraan dan bahasa:


mk

Kemampuan seseorang mengutarakan buah pikiran ataupun


perasaannya. Pemeriksaan meliputi:
6/k

a. spontanitas
2/0

b. kelancaran
02

c. irama
z/2

d. produktivitas
.xy

e. hambatan berbicara
na

Mood:
lya

Suasana hati meliputi kesedihan, melakolis, kepuasan, sukacita,


euforia, kegembiraan, kemarahan, kegelisahan, kekhawatiran dan
mu

ketidakpedulian.
na

Episode Depresi
.ai

Minimal terdapat lima gejala dan termasuk salah satu dari dua gejala
ww

teratas dibawah ini:


//w

a. Mood depresi (mungkin suasana hati yang mudah marah pada


ps:

anak-anak dan remaja) hampir sepanjang hari dan hampir


setiap hari.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 917 -

b. Berkurangnya minat dan kesenangan yang nyata pada hampir

l
tm
seluruh aktivitas hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari.

g.h
c. Peningkatan atau penurunan berat badan yang berlebihan
(tanpa diet) atau peningkatan atau penurunan nafsu makan

tan
hampir setiap hari

n
-te
d. Sulit tidur atau tidur yang berlebihan hampir setiap hari.

22
e. Agitasi psikomotor atau retardasi terjadi hampir setiap hati.

20
f. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.

86
g. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah hampir setiap hari.

s11
h. Ketidakmampuan berpikir dan berkonsentrasi hampir setiap
hari

ke
i. Pemikiran yang berulang-ulang tentang kematian atau bunuh

en
7m
diri; atau adanya rencana atau upaya bunuh diri.
Gejala-gejala tersebut di atas menyebabkan penderitaan terhadap
10
pasien atau gangguan sosialisasi dan pekerjaan atau fungsi lainnya.
k0

Pada kasus yang berat mungkin didapatkan delusi dan halusinasi.


r-h
mo

Episode Campuran
-no

Pada episode campuran, harus didapatkan kriteria baik episode


mk

manik dan depresi minimal satu minggu.


6/k

Episode Manik
2/0

Suatu periode abnormal yang ditandai dengan mood meningkat


02

secara terus menerus atau mudah tersinggung yang berlangsung


z/2

minimal 1 minggu. Selama masa ini, pasien minimal memiliki 3 dari


.xy

7 gejala di bawah ini yang sangat menonjol.


na

a. Harga diri meningkat


lya

b. Waktu tidur berkurang (merasa cukup beristirahat setelah 3


jam tidur)
mu

c. Lebih banyak bicara dibanding biasanya atau selalu ingin bicara


na

d. Flight of idea (bicara meloncat-loncat dan tidak berhubungan)


.ai

atau racing thoughts (pikiran berkejaran).


ww

e. Pikirannya mudah teralihkan.


//w

f. Peningkatan aktivitas (baik sosial, pekerjaan, sekolah maupun


ps:

seksual) atau agitasi psikomotor.


g. Melakukan kegiatan menyenangkan dan berisiko (belanja
htt

berlebihan, berbisnis yang jelas tidak menguntungkan)

jdih.kemkes.go.id
- 918 -

Gangguan di atas cukup berat sehingga merugikan baik secara

l
tm
sosial, dalam pekerjaan maupun hubungan. Pada keadaan yang

g.h
berat dapat terjadi halusinasi dan delusi.

tan
Gangguan Distimik

n
-te
Suatu kondisi kronis yang ditandai dengan gejala depresi yang

22
terjadi hampir sepanjang hari, lebih banyak hari daripada tidak,

20
selama minimal 2 tahun (pada anak-anak dan remaja minimal 1

86
tahun). Selama periode tersebut, interval bebas gejala tidak bertahan

s11
lebih lama dari 2 bulan.

ke
Episode Hipomanik

en
7m
Mood dan gejala menyerupai episode matik, namun tidak terlalu
nyata. Tidak terdapat halusinasi dan delusi. Durasi minimum lebih
10
pendek yaitu 4 hari.
k0
r-h

Episode Siklotimik
mo

Beberapa periode gejala hipomanik dan depresi yang berlangsung


-no

minimal 2 tahun (1 tahun pada anak dan remaja). Selama periode


mk

tersebut, interval bebas gejala tidak bertahan lebih dari 2 bulan.


Lakukan wawancara terhadap keluarga atau kerabat dekat untuk
6/k

melengkapi dan mengkonfirmasi masalah pasien, serta


2/0

menginformasikan peran keluarga atau kerabat tersebut dalam


02

proses tata laksana pasien.


z/2

Pikiran dan persepsi:


.xy

a. Proses pikir
na

Beberapa gangguan dalam proses pikir:


lya

1) Sirkumstansial
Ditandai dengan bicara yang berbelit-belit dan tidak
mu

langsung mencapai pokok tujuan disebabkan detail yang


na

tidak diperlukan, meskipun komponen deskripsi


.ai

berhubungan dengan tujuan pembicaraan. Banyak orang


ww

tanpa gangguan mental berbicara berbelit-belit seperti ini.


//w

Dapat muncul pada orang yang obsesif.


ps:

2) Derailment (kehilangan hubungan)


htt

jdih.kemkes.go.id
- 919 -

Gangguan proses pikir yang ditandai dengan berbicara

l
tm
bergeser dari satu hal ke hal lain yang tidak berhubungan

g.h
atau berhubungan jauh.
Terdapat pada skizofrenia, episode manik dan gangguan

tan
psikotik lainnya.

n
-te
3) Flight of ideas

22
Suatu keadaan yang ditandai aliran asosiasi sangat cepat

20
yang tampak dari perubahan isi pembicaraan dan pikiran

86
dari suatu topik ke topik lain. Di sini nampak suatu

s11
gagasan belum selesai, disusul gagasan yang lain.
Perubahan biasanya berdasarkan kesamaan kata atau

ke
stimulus yang mengalihkan, namun gagasan-gagasan

en
7m
tersebut tidak menjadi suatu pembicaraan yang masuk
akal. Biasanya didapatkan pada episode manik.
10
4) Neologisme
k0

Menciptakan kata-kata baru atau kata-kata yang


r-h

menyimpang dan memiliki makna baru dan aneh. Dapat


mo

ditemukan pada skizofrenia, afasia dan gangguan psikotik


-no

lainnya.
mk

5) Inkoheren
Gangguan proses pikir dengan pembicaraan yang sebagian
6/k

besar tidak dapat dimengerti karena tidak logis, kurangnya


2/0

hubungan yang bermakna, adanya perubahan topik


02

mendadak, ataupun kesalahan penggunaan tata bahasa


z/2

atau kata. Flight of ideas yang berat dapat menyebabkan


.xy

inkoherensi. Biasanya ditemukan pada skizofrenia.


na

6) Blocking
lya

Gangguan proses pikir yang ditandai dengan pembicaraan


yang tiba-tiba berhenti di tengah-tengah kalimat atau
mu

sebelum suatu gagasan diselesaikan. Blocking dapat terjadi


na

pada skizofrenia, namun dapat terjadi pula pada orang


.ai

normal.
ww

7) Konfabulasi
//w

Ingatan palsu yang muncul saat meresposn pertanyaan,


ps:

untuk mengisi kekosongan memori. Biasanya ditemukan


pada pasien dengan amnesia.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 920 -

8) Perseverasi

l
tm
Pengulangan persisten kata-kata atau gagasan. Terjadi

g.h
pada skizofrenia, dan gangguan psikotik lainnya.
9) Ekolali

tan
Pengulangan kata atau frase orang lain atau lawan bicara.

n
-te
Dapat ditemukan pada episode manik dan skizofrenia

22
10) Clanging

20
Berbicara dan merangkai kata-kata yang tidak memiliki

86
hubungan satu sama lain dan diucapkan berdasarkan

s11
irama atau rima verbal tertentu.
Biasanya ditemukan pada episode manik dan skizofrenia.

ke
b. Isi pikir

en
7m
Beberapa kelaianan isi pikir:
Kompulsi 10
Perilaku atau tindakan mental berulang dari seseorang yang
k0

merasa terdorong untuk menghasilkan atau mencegah sesuatu


r-h

terjadi di kemudian hari, walaupun harapan efek tersebut tidak


mo

realistik.
-no

Obsesi
mk

Gagasan, khayalan atau dorongan yang berulang, tidak


diinginkan dan mengganggu, yang tampaknya konyol, aneh atau
6/k

menakutkan.
2/0

Fobia
02

Ketakutan yang persisten dan irasional disertai oleh keinginan


z/2

kuat untuk menghindari stimulus tersebut.


.xy

Ansietas
na

Kekhawatiran, ketakutan, ketegangan atau kegelisahan yang


lya

mungkin terfokus (fobia) atau tidak (ketakutan akan sesuatu


yang tidak jelas).
mu

Feelings of Unreality
na

Suatu perasaan bahwa hal-hal dalam lingkungan tersebut aneh,


.ai

tidak nyata atau jauh.


ww

Delusi
//w

Keyakinan palsu, didasarkan kepada simpulan yang salah


ps:

tentang eksternal, tidak sejalan dengan intelegensi pasien dan


htt

latar belakang kultural, yang tidak dapat dikorelasi dengan

jdih.kemkes.go.id
- 921 -

suatu alasan.

l
tm
Kompulsi, obsesi, fobia dan anxietas biasanya berhubungan

g.h
dengan gangguan neurotik. Sedangkan delusi, depersonalisasi
dan feelings of unreality sering berhubungan dengan gangguan

tan
psikotik.

n
-te
c. Persepsi

22
Berikut merupakan gangguan persepsi:

20
Ilusi

86
Kesalahan interpretasi dari stimulus eksternal yang nyata. Ilusi

s11
dapat terjadi akibat reaksi berduka cita, pada keadaan delirium,
gangguan stres pasca trauma dan skizofrenia.

ke
Depersonalisasi

en
7m
Suatu perasaan saat seseorang merasa dirinya berbeda,
berubah atau tidak nyata, atau kehilangan identitas diri atau
10
merasa terlepas pikirannya dari tubuhnya.
k0

Halusinasi
r-h

Persepsi sensori subjektif terhadap stimulus yang tidak nyata.


mo

Pasien mungkin mengenali atau tidak bahwa pengalaman


-no

tersebut tidak nyata. Dapat berupa halusinasi auditori


mk

(pendengaran), visual (penglihatan), olfaktori (penghidu),


gustatori (pengecapan) atau somatik. Halusinasi dapat terjadi
6/k

pada keadaan delirium, demensia (jarang), gangguan stres pasca


2/0

trauma, skizofrenia, dan alkoholisme.


02

d. Tilikan (insight) dan kemampuan menilai realitas (judgement)


z/2

Pasien dengan gangguan psikotik sering tidak menyadari


.xy

penyakitnya. Beberapa gangguan neurologis mungkin dapat


na

disertai oleh penyangkalan (denial). Kemampuan menilai realitas


lya

dapat menurun atau buruk pada keadaan delirium, demensia,


retardasi mental, dan keadaan psikotik. Kemampuan menilai
mu

realitas juga dapat dipengaruhi oleh keadaan anxietas,


na

gangguan mood, tingkat intelegensi, pendidikan, sosio-ekonomi,


.ai

dan nilai budaya.


ww

Fungsi kognitif:
//w

Lihat penilaian fungsi luhur


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 922 -

Referensi

l
tm
a. Bickley, LS. & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical

g.h
Examination and History Taking, 10th Edition. Lippincott
Williams & Wilkins. China, hh P 556-565, 595, 599.

tan
b. Duijnhoven, Belle 2009. Skills in Medicine: The Psychiatric

n
-te
Interview- The Mental Status Examination.

22
20
3. Diagnosis Multiaksial

86
Tingkat Keterampilan: 4A

s11
Tujuan
Membuat diagnosis multiaksial

ke
Alat dan Bahan: -

en
7m
Teknik Penggunaan
Diagnosis Multiaksial memiliki 5 aksis. Berikut ini merupakan
10
langkah-langkah membuat diagnosis multiaksial:
k0

a. Aksis I: Diagnosis klinik


r-h

Berisi tentang gangguan klinis dan gangguan perkembangan


mo

dan pembelajaran. Merupakan kriteria diagnosis yang


-no

dikelompokkan berdasarkan gejala-gejala klinik yang telah


mk

dibuktikan dalam pemeriksaan.


Gangguan yang dapat ditemukan pada aksis I antara lain:
6/k

1) Gangguan yang biasanya didiagnosis pada masa bayi, anak


2/0

dan remaja (kecuali retardasi mental, yang didiagnosis


02

pada aksis II)


z/2

2) Delirium, demensia, amnesia dan gangguan kognitif


.xy

lainnya
na

3) Gangguan mental organik


lya

4) Gangguan akibat zat psikoaktif


5) Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya
mu

6) Gangguan mood
na

7) Gangguan cemas menyeluruh


.ai

8) Gangguan somatoform
ww

9) Gangguan factitious
//w

10) Gangguan disosiatif


ps:

11) Gangguan makan


12) Gangguan tidur
htt

13) Gangguan kontrol impuls yang tidak dapat diklasifikasikan

jdih.kemkes.go.id
- 923 -

14) Gangguan penyesuaian

l
tm
15) Kondisi lain yang dapat menjadi fokus perhatian klinis

g.h
b. Aksis II: Gangguan kepribadian dan retardasi mental
Merupakan ciri atau gangguan kepribadian yaitu pola perilaku

tan
yang menetap (kebiasaan, sifat) yang tampak dalam persepsi

n
-te
tentang diri dan lingkungan (yang akan ditampilkan dalam pola

22
interaksi dengan orang lain).

20
Kelainan yang dapat ditemukan pada aksis II atara lain:

86
1) F60 - F69. Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa

s11
Dewasa
a) F60.0. Gangguan Kepribadian Paranoid

ke
b) F60.1. Gangguan Kepribadian Skizoid

en
7m
c) F60.2 Gangguan Kepribadian Antisosial
d) F60.3.31 Gangguan Kepribadian Ambang
10
e) F60.4. Gangguan Kepribadian Histrionik
k0

f) F60.5. Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif


r-h

g) F60.6. Gangguan Kepribadian Cemas Menghindar


mo

h) F60.7. Gangguan Kepribadian Dependen


-no

i) F60.8. Gangguan Kepribadian Pasif-Agresif


mk

j) F60.9. Gangguan Kepribadian Yang Tidak Ditentukan


(YTT)
6/k

k) Gangguan Kepribadian Skizotipal


2/0

l) Gangguan Kepribadian Narsisistik


02

2) F70 ‒ F79. Retardasi Mental


z/2

c. Aksis III: Penyakit Fisik


.xy

Penyakit atau kondisi fisik, khususnya yang perlu diperhatikan


na

pada tatalaksana atau menjadi penyebab munculnya gangguan


lya

yang dituliskan pada aksis I.


Kelainan yang dapat ditemukan pada aksis III antara lain:
mu

1) Penyakit infeksi dan parasit


na

2) Neoplasma
.ai

3) Penyakit endokrin, nutrisi, metabolik dan imunitas


ww

4) Penyakit hematologi
//w

5) Penyakit sistem saraf


ps:

6) Penyakit sistem sirkulasi


7) Penyakit sistem respirasi
htt

8) Penyakit sistem pencernaan

jdih.kemkes.go.id
- 924 -

9) Penyakit sistem kelamin dan saluran kemih

l
tm
10) Komplikasi kehamilan, persalinan dan masa nifas

g.h
11) Penyakit kulit dan jaringan subkutan
12) Penyakit sistem muskuloskeletal dan jaringan ikat

tan
13) Kelainan kongenital

n
-te
14) Kondisi tertentu pada masa perinatal

22
15) Tanda, gejala dan penyakit tertentu

20
16) Cedera dan keracunan

86
d. Aksis IV: Masalah psikososial dan lingkungan

s11
Merupakan merupakan semua faktor yang berkontribusi
terhadap, atau mempengaruhi, gangguan jiwa saat ini dan hasil

ke
pengobatan.

en
7m
Kelaianan yang dapat ditemukan pada aksis IV antara lain:
1) Masalah yang berhubungan dengan keluarga
10
2) Masalah yang berhubungan dengan lingkungan sosial
k0

3) Masalah pendidikan
r-h

4) Masalah berkenaan dengan pekerjaan


mo

5) Masalah perumahan
-no

6) Masalah ekonomi
mk

7) Masalah dalam akses ke pelayanan kesehatan


8) Masalah hukum
6/k

9) Masalah psikososial dan lingkungan lainnya.


2/0

e. Aksis V : GAF
02

Aksis V adalah skala penilaian global terhadap fungsi yang


z/2

sering disebut sebagai Global assesment of functioning (GAF).


.xy

Pemeriksa memertimbangkan keseluruhan tingkat fungsional


na

pasien selama periode waktu tertentu (misalnya saat


lya

pemeriksaan, tingkat fungsional pasien tertinggi untuk


sekurangnya 1 bulan selama 1 tahun terakhir). Fungsional
mu

diartikan sebagai kesatuan dari 3 bidang utama yaitu fungsi


na

sosial, fungsi pekerjaan, fungsi psikologis.


.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 925 -

l
tm
Tabel 5. Skala GAF

g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02

Referensi
z/2

a. American Psychiatric Association 2000, Diagnostic criteria from


DSM-IV-TR. American Psychiatric Association. Washington DC.
.xy

b. Maslim, Rusdi 2001, Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan


na

Ringkas PPDGJ-III. PT Nuh Jaya. Jakarta.


lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 926 -

4. Menentukan Prognosis Pada Kasus Psikiatri

l
tm
Tingkat Keterampilan: 4A

g.h
Tujuan : Mempertimbangkan prognosis pada kasus psikiatri
Prognosis pada Kasus Psikiatri

tan
a. Schizophrenia:

n
-te
Prognosis buruk: onset penyakit muncul lebih awal, riwayat

22
keluarga schizophrenia, abnormalitas struktur otak, gangguan

20
kognitif yang menonjol.

86
b. Gangguan kecemasan menyeluruh:

s11
Prognosis buruk bila disertai: fobia comorbid, gangguan mood
sekunder, stres akut.

ke
c. Gangguan kepribadian:

en
7m
1) Gangguan kluster A dan morbiditasnya termasuk:
a) Gangguan kepribadian paranoid berisiko mengalami
10
agoraphobia, depresi berat, gangguan obsesif
k0

kompulsif, dan penyalahgunaan obat-obatan.


r-h

b) Gangguan kepribadian schizoid berisiko mengalami


mo

depresi berat.
-no

c) Gangguan kepribadian schizotipal berisiko mengalami


mk

gangguan psikotik singkat, gangguan


schizophreniform, gangguan delusi dan mengalami
6/k

depresi berat berulang.


2/0

2) Gangguan kluster B dan morbiditasnya termasuk:


02

a) Gangguan kepribadian antisosial berisiko mengalami


z/2

gangguan kecemasan, penyalahgunaan obat-obatan,


.xy

gangguan somatisasi, dan judi patologis


na

b) Gangguan kepribadian ambang berisiko mengalami


lya

gangguan pola makan, penyalahgunaan obat-obatan,


gangguan stress paska trauma, dan berisiko bunuh
mu

diri.
na

c) Gangguan kepribadian histrionik berisiko mengalami


.ai

gangguan somatoform.
ww

d) Gangguan kepribadian narsistik berisiko mengalami


//w

anoreksia nervosa dan penyalahgunaan obat-obatan


ps:

serta depresi.
3) Gangguan kluster C dan morbiditasnya termasuk:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 927 -

a) Gangguan kepribadian menghindar berhubungan

l
tm
dengan gangguan cemas (terutama fobia sosial)

g.h
b) Gangguan kepribadian dependen berisiko mengalami
gangguan cemas dan gangguan penyesuaian

tan
c) Gangguan kepribadian obsesif kompulsif berisiko

n
-te
mengalami gangguan cemas.

22
d. Gangguan afektif bipolar

20
1) Faktor yang menandakan prognosis lebih buruk: riwayat

86
pekerjaan yang buruk, ketergantungan alkohol, gambaran

s11
psikotik, gambaran depresif diantara periode manic dan
depresi, adanya gambaran depresi, jenis kelamin pria

ke
2) Faktor yang menandakan prognosis lebih baik: lamanya

en
7m
fase manik (durasi yang lebih singkat), onset yang muncul
lebih lambat; gejala psikotik, pikiran untuk bunuh diri, dan
10
masalah medis yang lebih sedikit.
k0

e. Depresi
r-h

Gangguan depresi saat masa anak-anak dan remaja, riwayat


mo

episode depresi sebelumnya, gejala depresi subsindromal,


-no

distimia, dan gangguan cemas meningkatkan risiko depresi di


mk

masa depan. Prognosis lebih buruk pada depresi onset lambat.


f. Gangguan obsesif kompulsif
6/k

Sekitar 70% pasien mengalami perbaikan gejala namun


2/0

gangguan obsesif kompulsif adalah penyakit kronis seumur


02

hidup. 15% pasien mengalami perburukan dan 5% mengalami


z/2

remisi total.
.xy

g. Gangguan fobia
na

Prognosis ditentukan oleh keparahan diagnosis, tingkat


lya

kemampuan sebelum timbul gejala, derajat motivasi untuk


pengobatan, besarnya dukungan, serta kemampuan untuk
mu

menjalani pengobatan, regimen psikoterapeutik, atau keduanya.


na

h. Gangguan stress paska trauma


.ai

1) Prognosis pasien dengan gangguan stress paska trauma


ww

sulit untuk ditentukan karena bervariasi tiap pasien.


//w

2) Faktor yang berhubungan dengan prognosis yang baik


ps:

diantaranya adalah pengobatan yang lebih dini, dukungan


sosial sejak dini dan terus menerus, menghindari trauma
htt

berulang, dan tidak adanya gangguan psikiatrik lainnya.

jdih.kemkes.go.id
- 928 -

i. Penyakit Alzheimer

l
tm
Penyakit Alzheimer berhubungan dengan gangguan memori

g.h
yang memburuk seiring waktu, pasien dengan penyakit
Alzheimer juga menunjukkan gejala cemas, depresi, insomnia,

tan
agitasi, dan paranoia. Saat penyakitnya memburuk, pasien

n
-te
membutuhkan bantuan dalam aktivitas sehari-harinya.

22
20
Referensi

86
a. Goldman HH. Review of general psychiatry. 5th ed. New York:

s11
Lange, 2000.
b. Gelder MG, Lopez-Ibor JJ, Andreasen N (eds). New oxford

ke
textbook of psychiatry.

en
7m
c. Oxford: Oxford university press, 2012.
d. Kay J. Tasman A. Essential of psychiatry. West Sussex: John
10
Wiley&Sons ltd, 2006
k0

e. Sorref S. Bipolar affective disorders [Internet]. [cited 2014 March


r-h

6]. Available from:


mo

http://emedicine.medscape.com/article/286342-
-no

overview#aw2aab6b2b6aa
mk

f. Harverson JL. Depression [Internet]. [cited 2014 March 6].


Availablefrom: http://emedicine.medscape.com/article/286759-
6/k

overview#aw2aab6b2b6
2/0
02

5. Indikasi Rujuk Pada Kasus Psikiatri


z/2

Tingkat Keterampilan: 4A
.xy

Tujuan: Menentukan Indikasi rujuk pada kasus-kasus psikiatri


na

Indikasi Rujuk pada Kasus Psikiatri:


lya

a. Pada pasien yang mengalami agitasi akut dan membutuhkan


evaluasi lebih lanjut serta perawatan rawat inap. Evaluasi
mu

secara mendalam dilakukan untuk mencari penyebab agitasi


na

akut baik dari sisi medis (seperti gangguan metabolik,


.ai

kardiopulmoner, endokrin, gangguan neurologis) atau sisi


ww

psikiatrik (psikosis, intoksikasi, dementia, delirium, putus obat).


//w

b. Pasien yang mempunyai atau memperlihatkan ide untuk


ps:

membunuh atau bunuh diri, keinginan untuk mati, tidak


mempedulikan diri sendiri (self neglect). Pasien seperti ini harus
htt

dievaluasi dan dirujuk untuk rawat inap.

jdih.kemkes.go.id
- 929 -

c. Pasien yang membutuhkan fasilitas diagnostik dan pemeriksaan

l
tm
lebih canggih serta membutuhkan tatalaksana lebih lanjut

g.h
sesuai indikasi.
d. Pasien yang mempunyai ikatan jangka panjang dengan dokter

tan
tertentu (seperti pada pasien yang patah semangat). Rujukan

n
-te
kadang juga disebabkan oleh tekanan dari keluarga atau dari

22
pasien.

20
86
Referensi

s11
a. Goldman HH. Review of general psychiatry. 5th ed. New York:
Lange, 2000.

ke
b. Gelder MG, Lopez-Ibor JJ, Andreasen N (eds). New oxford

en
7m
textbook of psychiatry. Oxford: Oxford university press, 2012.
c. Kay J. Tasman A. Essential of psychiatry. West Sussex: John
10
Wiley&Sons ltd, 2006
k0
r-h

G. Sistem Indera
mo

Indera Penglihatan
-no

1. Penilaian Penglihatan Pada Bayi Dan Anak


mk

Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Menilai penglihatan pada bayi dan anak
6/k

Alat dan Bahan


2/0

a. Pen light
02

b. Boneka atau mainan bayi yang tidak menimbulkan suara


z/2

c. Kartu bergambar (Allen chart) atau kartu Snellen “E”


.xy

Teknik Pemeriksaan
na

a. Pemeriksaan Mata pada Bayi


lya

1) Jelaskan kepada orang tua pasien jenis dan prosedur


pemeriksaan yang dilakukan.
mu

2) Bangunkan bayi, redupkan cahaya pada ruang periksa dan


na

pegang bayi pada posisi duduk, maka pemeriksa akan


.ai

mendapatkan mata bayi terbuka.


ww

3) Pada saat bayi membuka matanya dan menatap pemeriksa,


//w

pemeriksa dapat bergerak ke sisi kanan dan kiri sehingga


ps:

bayi memutar kepalanya sampai dengan 90o pada setiap


sisinya. Pemeriksa juga dapat menggunakan pen light atau
htt

jdih.kemkes.go.id
- 930 -

mainan yang tidak menimbulkan suara untuk menarik

l
tm
perhatian bayi.

g.h
4) Deskripsi tajam penglihatan berupa refleks kedip (blink
refleks), menatap cahaya (fix the light), menatap dan

tan
mengikuti arah cahaya (fix and follow the light).

n
-te
b. Pemeriksaan Mata pada Batita

22
1) Jelaskan kepada orang tua pasien jenis dan prosedur

20
pemeriksaan yang dilakukan.

86
2) Posisikan anak pada meja periksa atau kursi periksa.

s11
3) Tutup salah satu mata anak secara bergantian.
4) Amati respon anak.

ke
5) Selain itu dapat menggunakan benda untuk menilai tajam

en
7m
penglihatan anak
6) Deskripsi tajam penglihatan
10 berupa menatap dan
mengikuti arah benda (fix and follow object), mengambil
k0

benda (grab object)


r-h

c. Pemeriksaan Mata pada Anak


mo

1) Kartu Snellen/E chart/Allen chart diletakkan sejajar mata


-no

pasien dengan jarak 5-6 m dari pasien sesuai kartu yang


mk

dipakai.
2) Tajam penglihatan diperiksa satu per satu (monokuler),
6/k

dimulai dari mata kanan.


2/0

3) Pada saat memeriksa mata kanan, pasien diminta menutup


02

mata kiri dengan telapak tangan pasien, tidak ditekan atau


z/2

menggunakan penutup mata atau menggunakan eye


.xy

occluder.
na

4) Pasien diminta untuk melihat objek pada kartu bergambar


lya

atau kartu Snellen “E” dari yang terbesar hingga yang


terkecil sesuai batas kemampuannya.
mu

5) Minta pasien menyebutkan nama gambar yang ditunjuk


na

pada kartu bergambar atau menyebutkan arah huruf “E”


.ai

pada kartu Snellen.


ww

6) Kesalahan jumlahnya tidak boleh sampai dengan setengah


//w

jumlah huruf/gambar pada baris tersebut.


ps:

7) Bila jumlah kesalahannya setengah atau lebih, maka


visusnya menjadi visus baris diatasnya.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 931 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
Gambar 31. Pemeriksaan mata pada anak

en
7m
Analisis Hasil Pemeriksaan
10
k0
a. Pemeriksaan Mata pada Bayi
r-h

Normalnya pada pemeriksaan ini bayi akan mengikuti arah


pergerakan pemeriksa, sumber cahaya, maupun mainan yang
mo

menarik perhatiannya. Apabila bayi yang baru lahir gagal untuk


-no

memandang pemeriksa dan mengikuti pergerakan pemeriksa,


mk

maka perhatikan pada pemeriksaan mata lainnya. Hal ini masih


6/k

dapat terjadi pada bayi normal, namun dapat juga merupakan


tanda kelainan visual.
2/0

Pemeriksa tidak akan dapat menilai tajam penglihatan pada


02

bayi kurang dari 1 tahun. Selama tahun pertama kehidupan,


z/2

tajam penglihatan bayi akan meningkat sehingga kemampuan


.xy

untuk memfokuskan mata juga meningkat.


na

b. Pemeriksaan Mata pada Batita


lya

Tajam penglihatan pada balita tidak dapat dinilai karena balita


mu

belum dapat mengidentifikasi gambar pada kartu Snellen.


Pemeriksa menutup salah satu mata dapat menjadi alternatif.
na

Anak dengan penglihatan yang normal pada kedua mata tidak


.ai
ww

akan menolak bila salah satu matanya ditutup, sedangkan anak


dengan gangguan penglihatan akan menolak bila matanya yang
//w

sehat ditutup.
ps:

c. Pemeriksaan Mata pada Anak


htt

Interpretasi sama dengan interpretasi pemeriksaan visus pada


dewasa.

jdih.kemkes.go.id
- 932 -

Referensi

l
tm
Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and

g.h
history taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,
2009.

n tan
-te
2. Penilaian Refraksi Atau Tajam Penglihatan

22
Tingkat Keterampilan: 4A

20
Tujuan: Menilai tajam penglihatan

86
Alat dan Bahan

s11
a. Ruangan sepanjang 6 m atau disesuaikan dengan jenis chart
b. Penerangan yang cukup

ke
c. Kartu Snellen

en
7m
d. Penggaris/alat penunjuk
e. Pen light 10
Teknik Pemeriksaan
k0

a. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


r-h

dilakukan.
mo

b. Kartu Snellen diletakkan sejajar mata pasien dengan jarak 5-6


-no

m dari pasien sesuai kartu Snellen yang dipakai.


mk

c. Tajam penglihatan diperiksa satu per satu (monokuler), dimulai


dari mata kanan.
6/k

d. Pada saat memeriksa maka kanan, pasien diminta menutup


2/0

mata kiri dengan telapak tangan pasien, tidak ditekan, atau bisa
02

dengan menggunakan eye occlude.


z/2

e. Pasien diminta untuk melihat objek pada kartu Snellen dari


.xy

yang terbesar hingga yang terkecil sesuai batas kemampuannya.


na

f. Kesalahan jumlahnya tidak boleh sampai dengan setengah


lya

jumlah huruf/gambar pada baris tersebut.


g. Bila jumlah kesalahannya setengah atau lebih, maka visusnya
mu

menjadi visus baris diatasnya.


na

h. Bila pasien tidak dapat melihat huruf yang terbesar (dengan


.ai

visus 6/60) maka dilakukan dengan cara hitung jari/ finger


ww

counting, yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1-6 m


//w

dengan visus 1/60 sampai dengan 6/60.


ps:

i. Bila tidak dapat menghitung jari dari jarak 1 m, maka


dilakukan dengan cara hand movement, yaitu menentukan arah
htt

gerakan tangan pemeriksa (atas-bawah, kanan-kiri) pada jarak

jdih.kemkes.go.id
- 933 -

60-100 cm. Visus 1/300 bila pasien bisa mengenali arah

l
tm
pergerakan tangan.

g.h
j. Bila pasien tidak dapat melihat arah gerakan tangan, dilakukan
cara penyinaran dengan penlight pada mata pasien (light

tan
perception). Pasien diminta menentukan arah datangnya sinar

n
-te
(diperiksa dari 6 arah). Bila pasien dapat mengenali adanya

22
cahaya dan dapat mengetahui arah cahaya, tajam penglihatan

20
dideskripsikan sebagai 1/~ dengan proyeksi cahaya baik (light

86
perception with good light projection). Tetapi bila pasien tidak

s11
dapat mengetahui arah cahaya deskripsi menjadi light
perception without light projection.

ke
k. Pasien dinyatakan buta total (visus 0) bila tidak dapat

en
7m
menentukan ada atau tidak ada sinar (no light perception).
Analisis Hasil Pemeriksaan 10
a. Visus pasien adalah baris huruf terkecil yang pasien dapat
k0

sebutkan dari seluruh huruf/gambar pada kartu Snellen


r-h

dengan benar. Contoh: visus 6/18.


mo

b. Bila pasien dapat melihat huruf pada baris tersebut namun ada
-no

yang salah, dinyatakan dengan “f” (faltive). Contoh: pasien dapat


mk

membaca baris 6/18 tetapi terdapat satu kesalahan maka visus


6/18 f1.
6/k

c. Bila pasien dapat menghitung jari pemeriksa yang berjarak 1 m


2/0

dari pasien dengan benar, maka visus pasien 1/60; dapat


02

menghitung jari pada jarak 2 m dengan benar, visusnya 3/60,


z/2

dan seterusnya hingga 6/60.


.xy

d. Bila pasien dapat menentukan arah gerakan tangan pemeriksa


na

dari jarak 1 m, maka visusnya 1/300.


lya

e. Bila pasien dapat menentukan arah datangnya sinar (diperiksa


dari 6 arah), maka visusnya 1/~ proyeksi baik.
mu

f. Bila pasien tidak dapat menentukan arah datangnya sinar,


na

maka visusnya 1/~ proyeksi buruk.


.ai
ww

Referensi
//w

Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and


ps:

history taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins,


2009.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 934 -

3. Pemeriksaan Lapang Pandang

l
tm
Tingkat Keterampilan: 4A

g.h
Tujuan: Menilai lapang pandang dengan donders’ confrontation test
Alat dan Bahan

tan
a. Kursi periksa

n
-te
b. Penerangan yang cukup

22
Teknik pemeriksaan

20
a. Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan dengan lutut

86
pemeriksa hampir bersentuhan dengan lutut pasien. Tinggi

s11
mata pemeriksa sejajar dengan pasien.
b. Pemeriksaan dilakukan satu per satu (monokuler), dimulai

ke
dengan mata kanan.

en
7m
c. Pada saat memeriksa mata kanan, pasien diminta menutup
mata kiri dengan telapak tangan pasien, tidak ditekan atau
10
menggunakan penutup mata. Sedangkan pemeriksa menutup
k0

mata kanannya dengan penutup mata (eye occlude/patching).


r-h

Begitupun sebaliknya untuk memeriksa mata kiri.


mo

d. Tempatkan tangan pemeriksa yang bebas di bidang imajiner


-no

antara lutut pasien dan pemeriksa (a b c d). Jarak antara


mk

bidang imajiner ini dengan mata pemeriksa sama dengan jarak


bidang imajiner dengan mata pasien. Pada bidang ini lapang
6/k

pandang pemeriksa (p o’ q) dan pasien (p o q) saling bertumpuk.


2/0

e. Pemeriksa dan pasien saling bertatapan, pasien diminta untuk


02

memfiksasi pandangannya kedepan.


z/2

f. Pemeriksa menempatkan satu tangannya di bidang imajiner


.xy

tersebut pada kuadran temporal atas dan tangan lainnya pada


na

tengah kuadran bawah hidung. Kemudian pemeriksa


lya

menggerakkan kedua tangannya tersebut dari tepi ke tengah


bidang lapang pandang. Saat melakukan ini, pemeriksa dapat
mu

menggerakan jari-jarinya atau diam dan minta pasien


na

menyebutkannya. Tanyakan kepada pasien apakah ia dapat


.ai

melihat tangan pemeriksa atau tidak, bila tidak tanyakan


ww

tangan mana yang tidak dapat dilihat oleh pasien.


//w

g. Lakukan pemeriksaan pada empat kuadran (temporal atas,


ps:

temporal bawah, nasal bawah, nasal atas, temporal kanan dan


temporal kiri).
htt

h. Lakukan prosedur yang sama terhadap mata yang lain.

jdih.kemkes.go.id
- 935 -

Analisis Hasil Pemeriksaan

l
tm
Kelainan pada pemeriksaan lapang pandang:

g.h
1. Defek horizontal

tan
Disebabkan oleh oklusi pada cabang arteri

n
-te
retina sentral. Pada gambar disamping

22
terdapat oklusi cabang superior arteri

20
retina sentral.

86
2. Kebutaan unilateral

s11
Disebabkan oleh lesi pada saraf optik
unilateral yang menyebabkan kebutaan.

ke
en
3. Hemianopsia Bitemporal Gambar 32.

7m
Disebabkan oleh lesi pada kiasma Kelainan lapang
optikum sehingga menyebabkan pandang (1-6)
10
kehilangan penglihatan pada sisi temporal
k0

kedua lapang pandang.


r-h

4. Hemianopsia Homonim Kiri


mo

Disebabkan oleh lesi pada traktus optikus


-no

di tempat yang sama pada kedua mata.


mk

Hal ini menyebabkan kehilangan


penglihatan sisi yang sama pada kedua
6/k

mata.
2/0

5. Homonymous Left Superior


02

Quadrantic Defect
z/2

Disebabkan oleh lesi parsial pada radiasio


.xy

optikus yang menyebabkan kehilangan


na

penglihatan pada seperempat bagian


lya

lapang pandang sisi yang sama.


mu

6. Hemianopsia himonim kiri juga dapat


disebabkan oleh terputusnya jaringan
na

pada radiasio optikus.


.ai
ww

Referensi
//w

a. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and


ps:

history taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott


htt

Williams&Wilkins, 2009.

jdih.kemkes.go.id
- 936 -

b. The examination of the eyes and vision: examination of the

l
tm
peripheral visual field (donders’ confrontation method). [cited

g.h
2014 March 18]. Available from http://www.skillsinmedicine-
demo.com/index.php?option=c

tan
om_content&view=article&id=549:examination-of-the-peripheral-

n
-te
visual-field&catid=53:the-visual-field&Itemid=625.

22
20
4. Pemeriksaan Eksternal Mata

86
Tingkat Keterampilan: 4A

s11
Tujuan
Melakukan inspeksi:

ke
a. kelopak mata

en
7m
b. kelopak mata dengan eversi kelopak atas
c. bulu mata 10
d. konjungtiva, termasuk forniks
k0

e. sklera
r-h

f. orifisium duktus lakrimalis


mo

Alat dan Bahan


-no

a. Penlight/ head lamp


mk

b. Kaca pembesar/ Head binocular loop (3-5 Dioptri)


c. Cotton bud
6/k

Teknik pemeriksaan
2/0

a. Siapkan alat dan bahan.


02

b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


z/2

dilakukan.
.xy

c. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.


na

d. Minta pasien untuk duduk di kursi periksa.


lya

1) Inspeksi kelopak mata


Pemeriksa menilai kelopak mata pasien, apakah ada
mu

kelainan pada kelopak mata.


na

2) Inspeksi kelopak mata dengan eversi kelopak mata.


.ai

a) Pemeriksa meminta pasien untuk melirik ke bawah.


ww

b) Pemeriksa mengeversi kelopak mata atas dengan


//w

bentuan cotton bud. Cotton bud diletakkan dikelopak


ps:

mata atas bagian luar (diatas tarsus superior) dan


pemeriksa mengeversi kelopak atas dengan jari.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 937 -

c) Nilai adakah kelainan pada kelopak mata atas bagian

l
tm
dalam.

g.h
3) Inspeksi bulu mata
Pemeriksa menilai ada tidaknya bulu mata dan arah

tan
tumbuhnya bulu mata.

n
-te
4) Inspeksi konjungtiva, termasuk forniks

22
Pemeriksa menilai konjungtiva tarsalis dan bulbi. Nilai

20
adakah kelaianan pada konjungtiva.

86
5) Inspeksi sklera

s11
Pemeriksa menilai sklera pasien. Nilai adakah kelainan
pada sklera.

ke
6) Inspeksi orifisium duktus lakrimalis (pungtum lakrimalis)

en
7m
Pemeriksa menilai orifisium duktus lakrimalis. Nilai adakah
sumbatan. 10
Analisis Hasil Pemeriksaan
k0

a. Inspeksi kelopak mata


r-h

Berikut beberapa kelainan pada kelopak mata:


mo

1) Edema palpebra, difus. Dapat ditemukan pada sindroma


-no

nefrotik, penyakit jantung, anemia, dakrioadenitis dan


mk

hipertiroid.
2) Benjolan berbatas tegas: hordeolum, kalazion, tumor.
6/k

3) Sikatriks dan jaringan parut pada kelopak.


2/0

4) Xantelasma: penimbunan deposit berwarna kekuningan


02

pada kelopak, terutama nasal atas dan bawah.


z/2

5) Ekimosis: kulit kelopak mata yang berubah warna akibat


.xy

ekstravasasi darah setelah trauma.


na

6) Posisi kelopak mata melipat kearah keluar: ektropion


lya

(konjungtiva tarsal berhubungan langsung dengan dunia


luar).
mu

7) Posisi kelopak mata melipat kearah ke dalam: entropion


na

(bulu mata menyentuh konjungtiva dan kornea).


.ai

8) Blefarospasme: kedipan kelopak mata yang keras dan


ww

hilang saat tidur. Dapat terjadi pada erosi kornea, uveitis


//w

anterior dan glaukoma akut.


ps:

9) Kelopak mata tidak dapat diangkat sehingga celah kelopak


mata menjadi lebih kecil (ptosis).
htt

jdih.kemkes.go.id
- 938 -

10) Pseudoptosis: kelopak mata sukar terangkat akibat beban

l
tm
kelopak. Dapat terjadi pada enoftalmus, ptisis bulbi,

g.h
kalazion, tumor kelopak dan edema palpebra.
11) Kelopak mata tidak dapat tertutup sempurna (lagoftalmus)

tan
akibat terbentuknya jaringan parut atau sikatrik yang

n
-te
menarik kelopak, entropion, paralisis orbicularis atau

22
terdapatnya tumor retrobulbar.

20
12) Blefarofimosis: celah kelopak yang sempit dan kecil.

86
b. Inspeksi bulu mata

s11
1) Trikhiasis: bulu mata tumbuh ke arah dalam sehingga
dapat merusak kornea akibat gesekan kornea dengan bulu

ke
mata. Dapat disebabkan oleh blefaritis dan entropion.

en
7m
2) Madarosis: rontoknya bulu mata.
c. Inspeksi konjungtiva, termasuk forniks
10
1) Sekret
k0

2) Folikel: penimbunan cairan dan sel limfoid dibawah


r-h

konjungtiva tarsal superior.


mo

3) Papil: timbunan sel radang subkonjungtiva yang berwarna


-no

merah dengan pembuluh darah ditengahnya.


mk

4) Giant papil: berbentuk poligonal dan tersusun berdekatan,


permukaan datar, terdapat pada konjungtivitis vernal,
6/k

keratitis limbus superior dan iatrogenik konjungtivitis.


2/0

5) Pseudomembran: membran yang bila diangkat tidak


02

berdarah. Dapat ditemukan pada pemfigoid okular dan


z/2

sindroma Steven Johnson.


.xy

6) Sikatrik atau jaringan ikat.


na

7) Simblefaron: melekatnya konjungtiva tarsal, bulbi dan


lya

kornea. Dapat ditemukan pada trauma kimia, sindroma


Steven Johnson dan trauma mekanik.
mu

8) Injeksi konjungtiva: melebarnya arteri konjungtiva


na

posterior.
.ai

9) Injeksi siliar: melebarnya pembuluh perikorneal atau arteri


ww

siliar anterior.
//w

10) Injeksi episklera: melebarnya pembuluh darah episklera


ps:

atau siliar anterior.


11) Perdarahan subkonjungtiva.
htt

12) Flikten: peradangan disertai neovaskularisasi disekitarnya.

jdih.kemkes.go.id
- 939 -

13) Pinguekula: bercak degenerasi konjungtiva di daerah celah

l
tm
kelopak yang berbentuk segitiga di bagian nasal dan

g.h
temporal kornea.
14) Pterigium: proses proliferasi dan vaskularisasi pada

tan
konjungtiva yang berbentuk segitiga.

n
-te
15) Pseudopterigium: masuknya pembuluh darah konjungtiva

22
ke dalam kornea.

20
d. Inspeksi orifisium duktus lakrimalis

86
Sumbatan duktus laksimalis

s11
Referensi

ke
a. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination

en
7m
and History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
China. 2009. 10
b. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
k0

2009.
r-h
mo

5. Pemeriksaan Media Refraksi


-no

Tingkat Keterampilan: 4A
mk

Tujuan: melakukan pemeriksaan media refraksi


Alat dan Bahan:
6/k

a. Lup kepala
2/0

b. Kusi periksa
02

c. Pen light
z/2

Teknik pemeriksaan
.xy

a. Siapkan alat dan bahan.


na

b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


lya

dilakukan.
c. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.
mu

d. Minta pasien duduk di kursi periksa.


na

e. Pemeriksa menggunakan lup kepala.


.ai

f. Nyalakan penlight dan arahkan cahaya ke mata pasien. Amati


ww

media refraksi mulai dari kornea.


//w

g. Amati kejernihan kornea dan nilai apabila ada kelaianan pada


ps:

kornea.
h. Periksa kedalaman kamera okuli anterior dengan memberikan
htt

sinar secara mendatar dari arah temporal ke nasal menembus

jdih.kemkes.go.id
- 940 -

mata sehingga perkiraan kasar kedalaman kamera okuli

l
tm
anterior dapat dibuat dengan memperhatikan paparan sinar

g.h
apakah sampai di iris bagian nasal. Nilai juga apakah ada flare,
hifema maupun hipopion. Flare dapat dinilai dengan loop jika

tan
merupakan derajat yang hebat

n
-te
i. Periksa iris pasien. Nilai pola dan warnanya, apakah ada nodul

22
dan vaskularitas.

20
j. Periksa kejernihan lensa mata, apabila lensa mata terlihat

86
keruh, lakukan pemeriksaan shadow test. Dengan penlight,

s11
cahaya diarahkan pada pupil dengan membentuk sudut 45o
terhadap iris. Nilai bayangan iris pada lensa.

ke
en
7m
Kelopak
10
mata
k0
Pupil
r-h

Sklera

Iris
mo

Badan siliaris
-no

Kornea
Vitreus
mk

humour N. Optikus
Iris
6/k

Lensa
2/0

Sklera
02
z/2

Gambar 33. Penampang mata


.xy
na

Analisis Hasil Pemeriksaan


lya

Kornea
mu

Kornea normal jernih dan tanpa kekeruhan atau kabut. Cincin


na

keputih-putihan pada perimeter kornea mungkin arkus senilis; yang


.ai

pada pasien diatas usia 40 tahun merupakan fenomena penuaan


ww

normal sedangkan pada pasien dibawah 40 tahun mungkin


hiperkolesterolemia.
//w

Cincin kuning-kehijauan yang abnormal dekat limbus di superior


ps:

dan inferior adalah cincin Keyser-Fleischer. Cincin ini sangat spesifik


htt

dan merupakan tanda yang sangat sensitif dari penyakit Wilson.

jdih.kemkes.go.id
- 941 -

Cincin Keyser-Fleischer merupakan penimbunan tembaga pada

l
tm
kornea.

g.h
Kamera Okuli Anterior
Jika terlihat paparan sinar tidak sampai di iris bagian nasal, kamera

tan
okuli anterior mungkin dangkal. Pendangkalan kamera okuli anterior

n
-te
mungkin akibat penyempitan ruangan antara iris dan kornea.

22
a. Adanya kamera okuli anterior yang sempit terdapat pada mata

20
berbakat glaukoma sudut tertutup, hipermetropia, blokade

86
pupil, katarak intumesen dan sinekia posterior perifer.

s11
b. Bilik mata dalam terdapat pada afakia, miopia, glaukoma
kongenital dan resesi sudut.

ke
c. Flare merupakan efek tyndal dalam bilik mata depan yang

en
7m
keruh akibat penimbunan sel radang atau bahan darah lainnya.
d. Hipopion merupakan penimbunan sel radang bagian bawah
10
kamera okuli anterior. Hipopion terdapat pada tukak/ulkus
k0

kornea, iritis berat, endoftalmitis dan tumor intraokular.


r-h

e. Hifema merupakan sel darah di dalam bilik mata depan dengan


mo

permukaan darah yang datar atau rata. Hifema terdapat pada


-no

cedera mata, trauma bedah, diskrasia darah (hemofilia) atau


mk

tumor intrakranial.
Iris
6/k

Iris mempunyai gambaran kripti normal, terlihat adanya lekukan


2/0

iris. Beberapa kelainan iris antara lain:


02

a. Atrofi adalah iris yang berwarna putih dan sukar bergerak


z/2

bersama pupil. Iris atrofi terdapat pada diabetes melitus, lansia,


.xy

iskemia iris dan glaukoma.


na

b. Normalnya pembuluh darah iris tidak dapat terlihat dengan


lya

mata telanjang. Terlihatnya pembuluh darah iris (rubeosis)


akibat radang dalam iris. Rubeosis iridis terdapat pada penyakit
mu

vaskular, oklusi arteri/vena retina sentral, diabetes melitus,


na

glaukoma kronik dan pasca uveitis.


.ai

c. Sinekia anterior adalah menempelnya iris dengan kornea


ww

belakang.
//w

d. Sinekia posterior adalah menempelnya iris degan bagian depan


ps:

lensa. Hal ini dapat terjadi pada uveitis.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 942 -

Lensa

l
tm
Pada uji bayangan iris (shadow test), bila didapatkan semakin sedikit

g.h
lensa keruh, maka semakin besar bayangan iris pada lensa. Bila
bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap

tan
pupil maka lensa belum keruh seluruhnya sehingga shadow test (+).

n
-te
Hal ini terjadi pada katarak immatur. Apabila bayangan iris pada

22
lensa kecil dan dekat tepi pupil atau bahkan tidak tampak bayangan

20
iris maka lensa sudah keruh seluruhnya sehingga shadow test (-).

86
Hal ini terdapat pada katarak matur. Pada katarak hipermatur, lensa

s11
sudah keruh seluruhnya, sehingga bayangan iris pada lensa besar
dan keadaan ini disebut pseudopositif.

ke
en
7m
Referensi
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009.
10
k0

6. Pemeriksaan Posisi Bola Mata


r-h

Tingkat keterampilan: 4A
mo

Tujuan: Melakukan penilaian posisi bola mata dengan cover uncover


-no

test
mk

Alat dan Bahan:


a. Kursi periksa
6/k

b. Penutup mata
2/0

c. Mainan anak
02

d. Penlight
z/2

Teknik Pemeriksaan
.xy

a. Minta pasien untuk memfiksasi matanya pada satu titik. Untuk


na

pasien anak, gunakan objek berupa mainan yang berukuran


lya

kecil atau penlight.


b. Tutup salah satu mata untuk 1-2 detik.
mu

c. Dengan cepat buka penutup mata.


na

d. Perhatikan pergerakan mata yang yang sebelumnya ditutup.


.ai

Lihat adanya deviasi mata kembali ke posisi fiksasi objek.


ww

e. Tutup mata yang lain dan ulangi prosedur pemeriksaan.


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 943 -

l
tm
g.h
tan
COVER

n
-te
22
20
86
UNCOVER

s11
ke
en
7m
10
Gambar 34. Tes Cover Uncover
k0
r-h

Analisis Hasil Pemeriksaan


mo

Pada pasien abnormal atau hasil tes positif didapatkan strabismus


-no

laten (phoria).
Lihat gambar 20.
mk
6/k

Referensi
2/0

a. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and


02

history taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott


z/2

Williams&Wilkins, 2009.
b. Moses S. Cover Test [Internet]. 2014 Feb [cited 2014 March 19].
.xy

Available from:
na

http://www.fpnotebook.com/eye/exam/CvrTst.htm
lya
mu

7. Pemeriksaan Tekanan Intraokular Dengan Palpasi Dan Tonometer


na

Schiotz
.ai

Pengukuran Tekanan Intraokular dengan Palpasi


ww

Tingkat keterampilan: 4A
//w

Tujuan: melakukan pengukuran tekanan intraokular, estimasi


dengan palpasi
ps:

Alat dan Bahan: Meja Periksa


htt

Teknik Pemeriksaan

jdih.kemkes.go.id
- 944 -

a. Siapkan alat dan bahan.

l
tm
b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang

g.h
dilakukan.
c. Mencuci tangan.

tan
d. Minta pasien berbaring di meja periksa. Posisi pemeriksa berada

n
-te
di bagian kepala pasien.

22
e. Penderita diminta untuk melirik kebawah.

20
f. Pemeriksa menggunakan kedua jari telunjuknya untuk menilai

86
fluktuasi pada bola mata pasien dengan bagian tangan lain

s11
bertumpu di sekitar mata Bandingkan kiri dan kanan
Analisis Hasil Pemeriksaan

ke
Tekanan dianggap N (normal) bila terdapat fluktuasi (pemeriksaan

en
7m
bersifat subjektif, pemeriksa akan memiliki kompetensi intepretasi
jika sering melakukan pada orang
10 normal, sehingga dapat
membedakan ketika terdapat perkiraan perubahan tekanan intra
k0

ocular)
r-h
mo

Referensi
-no

Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and


mk

History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China.


2009.
6/k
2/0

8. Pengukuran Tekanan Intraokular Dengan Tonometer Schiӧtz


02

Tingkat keterampilan: 4A
z/2

Tujuan: Melakukan pengukuran tekanan intraokular dengan


.xy

Tonometer Schiӧtz
na

Alat dan Bahan:


lya

a. Meja periksa
b. Tonometer Schiӧtz
mu

c. Anestesi lokal tetes


na

Teknik Pemeriksaan
.ai

a. Siapkan alat dan bahan.


ww

b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


//w

dilakukan.
ps:

c. Mencuci tangan.
htt

d. Minta pasien berbaring terlentang di meja periksa. Posisi


pemeriksa berada di bagian kepala pasien.

jdih.kemkes.go.id
- 945 -

e. Mata pasien terlebih dulu ditetesi dengan larutan anestesi lokal.

l
tm
f. Pastikan keadaan kornea intak tidak ada kelainan/infeksi yang

g.h
akan mengganggu pemeriksaan
g. Tonometer didesinfeksi dengan dicuci alkohol atau dibakar

tan
dengan api spiritus.

n
-te
h. Minta pasien untuk melihat lurus keatas tanpa berkedip.

22
i. Tonometer diletakkan dengan perlahan-lahan dan hati-hati

20
diatas kornea pasien.

86
j. Pemeriksa membaca angka yang ditunjuk oleh jarum tonometer.

s11
Pemeriksaan diulang 2-3 kali untuk menjaga konsistensi
pemeriksaan.

ke
k. Kemudian pemeriksa melihat pada tabel, dimana terdapat daftar

en
7m
tekanan bola mata.
Analisis Hasil Pemeriksaan 10
Sesuai dengan referansi tabel alat Schiotz
k0
r-h

Referensi
mo

Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and


-no

History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China.


mk

2009.
6/k

9. Penilaian Penglihatan Warna (Dengan Buku Ishihara 12 Plate)


2/0

Tingkat keterampilan: 4A
02

Tujuan: melakukan pemeriksaan buta warna


z/2

Alat dan Bahan: Buku ishihara 12 plate


.xy

Teknik pemeriksaan
na

a. Siapkan alat dan bahan.


lya

b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


dilakukan.
mu

c. Minta pasien duduk di kursi periksa.


na

d. Mnta pasien mengenali dan menyabutkan gambar atau angka


.ai

yang terdapat di dalam buku ishihara dalam waktu masing-


ww

masing 10 detik pada setiap halaman.


//w

e. Pemeriksa menilai kemampuan pasien mengenali gambar atau


ps:

angka dalam buku Ishihara.


f. Mata diperiksa satu persatu.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 946 -

Analisis Hasil Pemeriksaan

l
tm
Buku Ishihara adalah buku dengan titik-titik berwarna yang

g.h
kecerahannya dan bayangannya membentuk angka, huruf, atau
lainnya. Kartu ini digunakan untuk menguji daya pisah warna mata

tan
penderita yang diuji untuk menilai adanya buta warna.

n
-te
Pada penyakit tertentu dapat terjadi gangguan penglihatan warna

22
seperti buta merah dan hijau pada atrofi saraf optik, neuropati optik

20
toksik, dengan pengecualian neuropati iskemia, glaukoma dengan

86
atrofi optik yang memberikan gangguan penglihatan biru kuning.

s11
ke
en
7m
10
k0
r-h

Gambar 35. Tes buta warna


mo

Referensi
-no

a. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination


mk

and History Taking, 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins,


6/k

China, 2009.
b. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
2/0

2009.
02
z/2

10. Pemberian Obat Tetes Mata Dan Salep Mata


.xy

Tingkat keterampilan: 4A
na

Tujuan
lya

a. Aplikasi pemberian obat tetes mata


mu

b. Aplikasi pemberian salep mata


Alat dan Bahan
na

a. Meja periksa atau kursi periksa


.ai
ww

b. Obat tetes mata atau salep mata


c. Kapas pembersih muka
//w

d. Air matang hangat


ps:

Teknik Tindakan
htt

a. Siapkan alat dan bahan.

jdih.kemkes.go.id
- 947 -

b. Botol tetes mata atau tube salep mata harus sesuai suhu

l
tm
ruangan karena tetes mata/salep mata yang dingin lebih tidak

g.h
nyaman.
c. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang

tan
dilakukan.

n
-te
d. Cuci tangan, lalu siapkan kapas pembersih muka yang dibasahi

22
dengan air matang hangat. Bersihkan mata dari dalam ke luar.

20
e. Minta pasien berbaring di meja periksa atau duduk di kursi

86
periksa.

s11
f. Pemberian obat dalam posisi berbaring atau duduk dengan
kepala menengadah agar tetes mata /salep mata tepat ke arah

ke
mata yang dituju. Jangan sampai mata terkena aplikator botol

en
7m
tetes mata atau tutup salep mata.
g. Dengan satu tangan, tarik kelopak bawah mata secara lembut,
10
sehingga membentuk kantung. Arahkan ujung botol tetes
k0

mata/tube salep mata ke kantung kelopak bawah mata kearah


r-h

forniks inferior dan teteskan/berikan salep sesuai aturan.


mo

h. Hindari tip (ujung) botol tetes mata menyentuh bulu


-no

mata/kelopak mata/bola mata. Posisi ujung botol tetes atau


mk

salep mata pada saat menetesi mata anak ialah kurang lebih 2
cm diatas ‘kantung’ kelopak bawah mata.
6/k

i. Beri jeda sekitar 3-5 menit antara satu obat tetes mata ke obat
2/0

tetes mata atau salep mata yang lain. Apabila kombinasi tetes
02

mata dan salep mata, maka yang diberikan terlebih dahulu


z/2

ialah yang tetes mata.


.xy

j. Ketika sudah selesai memberikan tetes mata/salep mata, segera


na

tutup botol tetes mata/salep mata. Minta pasien memejamkan


lya

kembali mata secara perlahan (seperti tidur) selama 1-2 menit


k. Cuci tangan setelah memberi tetes mata/ salep mata.
mu
na

Referensi
.ai

Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and


ww

History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China.


//w

2009.
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 948 -

11. Pencabutan Bulu Mata

l
tm
Tingkat keterampilan: 4A

g.h
Tujuan: Melakukan teknik pencabutan bulu mata (epilasi)
Alat dan Bahan

tan
a. Anastesi topikal

n
-te
b. Pinset

22
c. Lup/ binocular 3-5 Dioptri

20
d. Penlight atau senter

86
e. Kasa

s11
Teknik Tindakan
a. Siapkan alat dan bahan.

ke
b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang

en
7m
dilakukan dan informasikan bahwa prosedur ini akan
menyebabkan nyeri. 10
c. Mencuci tangan.
k0

d. Minta pasien berbaring terlentang di meja periksa. Posisi


r-h

pemeriksa berada di bagian kepala pasien. Posisikan pasien


mo

senyaman mungkin dengan penyangga di kepala pasien.


-no

e. Minta perawat untuk memegang senter atau penlight.


mk

f. Aplikasikan anastesi topikal pada mata yang akan dilakukan


tindakan.
6/k

g. Dengan menggunakan loupe, identifikasi bulu mata yang perlu


2/0

dicabut.
02

h. Untuk pencabutan bulu mata bagian bawah:


z/2

1) Minta pasien untuk melihat ke atas dan fiksasi


.xy

pandangannya. Minimalkan gerakan pasien.


na

2) Dengan jari telunjuk, tarik ke bawah kelopak mata bagian


lya

bawah.
i. Untuk pencabutan bulu mata bagian atas:
mu

1) Minta pasien untuk melihat ke bawah dan fiksasi


na

pandangannya. Minimalkan gerakan pasien.


.ai

2) Dengan ibu jari, dorong ke atas kelopak mata bagian atas.


ww

j. Dengan pinset yang dipegang tangan yang lain, jepit bulu mata
//w

yang akan dicabut kemudian tarik secara perlahan ke arah


ps:

depan.
k. Ulangi sampai seluruh bulu mata yang diinginkan tercabut.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 949 -

l. Antara setiap epilasi, usap bulu mata dengan menggunakan

l
tm
kassa.

g.h
m. Yakinkan pasien bahwa semua bulu mata sudah tercabut.
Sarankan pasien untuk tidak menggosok mata.

tan
n. Cuci tangan setelah melakukan tindakan.

n
-te
22
Referensi

20
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and

86
History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China.

s11
2009.

ke
12. Membersihkan Benda Asing Pada Mata

en
7m
Tingkat keterampilan: 4A
Tujuan: Membersihkan benda asing pada mata
10
Alat dan Bahan
k0

a. Penlight
r-h

b. Loop binocular 3-5 Dioptri


mo

c. Tetes anestesi topical (misal tetracaine 0,5% atau 2%)


-no

d. Cotton bud
mk

e. Cairan fisiologis
Teknik Tindakan
6/k

a. Lakukan pemeriksaan fisik mata secara menyeluruh


2/0

b. Identifikasi benda asing konjungtiva, apakah dikonjungtiva


02

bulbi atau konjungtiva tarsalis, ukuran, jenis, kedalaman


z/2

penetrasi benda asing


.xy

c. Hanya lakukan pembersihan benda asing/debris konjungtiva


na

yang berada di permukaan bila benda asing berada di


lya

konjungtiva bulbi
d. Teteskan anestesi topikan, eversikan kelopak, identifikasi benda
mu

asing dengan loop,


na

e. Ambil/sapu benda asing dengan menggunakan cotton bud,


.ai

kearah yang menjauhi kornea


ww

f. Bilas konjungtiva dengan menggunakan cairan fisiologis


//w

g. Setelah benda asing terangkat, identifikasi lesi, jika terdapat


ps:

laserasi konjungtiva, berikan tetes mata antibiotika spektrum


luas
htt

jdih.kemkes.go.id
- 950 -

Indera Pendengaran

l
tm
13. Pemeriksaan Fisik Telinga

g.h
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan

tan
a. Melakukan inspeksi dan palpasi aurikula, posisi telinga dan

n
-te
mastoid.

22
b. Melakukan pemeriksaan meatus auditorius eksternus (MAE)

20
dengan otoskop.

86
c. Melakukan pemeriksaan membran timpani dengan otoskop.

s11
d. Menggunakan lampu kepala.
Alat pemeriksaan

ke
a. Otoskop

en
7m
b. Lampu kepala
c. Garpu tala 512 Hz 10
k0

Teknik Pemeriksaan
r-h

a. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


mo

dilakukan.
-no

b. Mencuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.


mk

c. Lakukan inspeksi dan palpasi aurikula:


1) Pasien dipersilahkan duduk di kursi periksa.
6/k

2) Pemeriksa duduk di samping pasien dengan posisi mata


2/0

pemeriksa setinggi telinga pasien yang akan diperiksa.


02

3) Pemeriksa menggunakan lampu kepala. Pemeriksaan


z/2

telinga dilakukan satu per satu, dimulai dari telinga kanan.


.xy

4) Arahkan lampu kepala ke arah telinga yang akan diperiksa.


na

5) Lakukan pemeriksaan dimulai dari preaurikula, aurikula


lya

dan retroaurikula.
6) Pada preaurikula lakukan inspeksi adanya kelainan
mu

kongenital, tanda-tanda inflamasi atau kelainan patologis


na

lain.
.ai

7) Lalu lakukan palpasi untuk menilai adakah nyeri tekan


ww

tragus atau benjolan di depan tragus yang berhubungan


//w

dengan kelainan kongenital.


ps:

8) Aurikula yang normal diliputi oleh kulit yang halus, tanpa


adanya kemerahan atau bengkak.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 951 -

9) Bila didapatkan kelainan seperti diatas, pemeriksa

l
tm
mempalpasi daerah kemerahan tersebut dengan punggung

g.h
jari tangan untuk menilai apakah area tersebut lebih
hangat dibandingkan dengan kulit sekitarnya.

tan
10) Bila terdapat bengkak, maka pemeriksa menggunakan

n
-te
jempol dan telunjuknya untuk menilai konsistensi dan

22
batas benjolan. Saat melakukan pemeriksaan ini, amati

20
wajah pasien untuk menilai adanya nyeri.

86
11) Bila didapatkan anting atau pearcing di aurikula atau MAE,

s11
palpasi juga area tersebut.
12) Pemeriksa kemudian menginspeksi MAE. Normalnya bersih

ke
atau mungkin didapatkan sedikit serumen berwarna

en
7m
kuning kecoklatan di tepi MAE. Nilai pula adakah cairan
atau pus yang keluar dari MAE.10
13) Pemeriksa kemudian menekan tragus dan tanyakan
k0

kepada pasien apakah terdapat nyeri.


r-h

14) Pegang puncak aurikula pasien dengan jempol dan jari


mo

telunjuk dan tarik ke arah postero superior agar pars


-no

kartilago MAE dan pars oseus MAE berada dalam satu


mk

garis lurus.
15) Nilai MAE. Normalnya terdapat sedikit rambut dan kadang
6/k

serumen kuning kecoklatan. Perhatikan bila ditemukan


2/0

pembengkakan, kemerahan, atau terdapat lapisan selain


02

serumen pada MAE.


z/2

16) Tidak seperti pada pasien dewasa, pada anak, daun telinga
.xy

ditarik ke arah anteroinferior untuk melihat MAE karena


na

adanya perbedaan anatomi.


lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 952 -

Gambar 36. Cara menarik aurikula

l
tm
g.h
d. Inspeksi dan palpasi prosesus mastoideus (retroaurikula):
1) Pertama-tama pemeriksa menentukan letak prosesus

tan
mastoideus dengan meretraksikan aurikula ke anterior

n
-te
(retroaurikula).

22
2) Saat inspeksi, nilai warna kulit yang diatas retroaurikula.

20
Perhatikan adanya tanda-tanda inflamasi pada area

86
tersebut.

s11
3) Palpasi retroaurikula. Nilai adanya tanda-tanda inflamasi.
Bila ada, periksa apakah benjolan tersebut mobile atau

ke
melekat pada dasarnya serta adanya fluktuasi atau tidak.

en
7m
e. Pemeriksaan MAE dan membran timpani dengan otoskop:
1) Posisi pasien dan pemeriksa
10 seperti pada prosedur
sebelumnya.
k0

2) Ambil otoskop dan pasang spekulum telinga dengan


r-h

ukuran yang sesuai dengan telinga pasien. Pastikan lampu


mo

otoskop menyala.
-no

3) Saat memeriksa telinga kanan, pemeriksa memegang


mk

aurikula pasien dengan tangan kiri dan menariknya ke


arah posterosuperior, sedangkan tangan kanan pemeriksa
6/k

memegang otoskop. Pegang otoskop seperti memegang


2/0

pinsil.
02

4) Agar posisi tangan pemeriksa yang memegang otoskop


z/2

stabil, tempelkan kelingking di pipi pasien.


.xy

5) Saat ujung spekulum berada di depan MAE, pemeriksa


na

melihat melalui lensa. Jarak mata pemeriksa dan lensa


lya

harus dekat. Dengan hati-hati masukkan spekulum ke


dalam MAE sehingga pasien merasa nyaman.
mu

6) Nilai permukaan kulit pada MAE, nilai adakah tanda-tanda


na

inflamasi. Mungkin liang telinga dapat tertutup oleh


.ai

serumen yang menumpuk atau telah mengeras. Apabila


ww

terlihat adanya pus, periksa apakah pus tersebut berasal


//w

dari dinding MAE atau dari telinga tengah.


ps:

7) Pada MAE pars oseus, pemeriksa dapat melihat membran


timpani. Daerah membran timpani yang dapat terlihat
htt

melalui otoskop sekitar seperempat bagian dari seluruh

jdih.kemkes.go.id
- 953 -

permukaan membran timpani, oleh karena itu pemeriksa

l
tm
harus menggerakkan otoskop secara hati-hati ke arah jam

g.h
3, jam 6, jam 9 dan jam 12 untuk dapat mengeksplorasi
seluruh permukaan membran timpani.

tan
8) Saat memeriksa membran timpani, pertama-tama

n
-te
pemeriksa menginspeksi refleks cahaya (pantulan cahaya).

22
Karena membran timpani merupakan suatu struktur

20
berbentuk kerucut, maka saat disorot cahaya dari sudut

86
yang miring, pantulannya berupa bentuk segitiga. Apabila

s11
membran timpani retraksi ke arah medial, maka pantulan
cahaya semakin menyempit. Apabila permukaan membran

ke
timpani semakin datar (bulging), pantulan cahayanya

en
7m
semakin lebar atau menghilang.
9) Lebar dari pantulan cahaya dapat memberikan informasi
10
mengenai posisi membran timpani. Hal ini penting untuk
k0

mengetahui proses yang sedang terjadi di dalam telinga


r-h

tengah. Apabila tekanan di dalam telinga tengah menurun


mo

karena disfungsi tuba eustachius, maka membran timpani


-no

akan tertarik ke dalam sehingga lebih mengerucut. Apabila


mk

terdapat banyak cairan atau pus di dalam telinga tengah,


maka membran timpani akan terdorong keluar sehingga
6/k

lebih datar.
2/0

10) Warna membran timpani normalnya abu-abu seperti


02

mutiara. Bila terjadi iritasi, karena inflamasi atau pada


z/2

anak yang menangis, membran timpani dapat berwarna


.xy

kemerahan. Sedangkan pada inflamasi berat, membran


na

timpani dapat berwarna merah terang.


lya

11) Apabila terdapat akumulasi cairan di dalam kavum


timpani, maka membran timpani dapat berwarna kuning
mu

kecoklatan, tampak air fluid level atau gelembung udara


na

sesuai dengan jenis cairan di belakangnya (glue ear atau


.ai

otitis media efusi).


ww

12) Membran timpani juga dapat ruptur akibat peningkatan


//w

tekanan yang hebat dari telinga tengah (barotrauma) atau


ps:

akibat trauma dari luar (saat membersihkan telinga) atau


akibat otitis media akut atau kronik. Hal ini disebut
htt

perforasi. Saat terjadi penyembuhan dapat terbentuk

jdih.kemkes.go.id
- 954 -

jaringan ikat. Baik perforasi maupun jaringan ikat ini dapat

l
tm
mempengaruhi getaran gendang telinga sehingga

g.h
menyebabkan gangguan pendengaran.

tan
n
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
Gambar 37. Pemeriksaan otoskop
10
k0
Analisis Hasil Pemeriksaan
r-h

a. Telinga luar:
Kelainan yang mungkin dapat ditemukan pada pemeriksaan
mo

aurikula antara lain:


-no

1) Kista brakialis kongenital.


mk

2) Mikrotia
6/k

3) Tophus, akibat deposit kristal asam urat.


4) Keloid, masa jaringan hipertrofi yang keras, berbentuk
2/0

nodular, yang terjadi pada area yang pernah mengalami


02

luka.
z/2

5) Hematoma
.xy

6) Karsinoma sel skuamosa


na

7) Karsinoma sel basal


lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 38. A. Mikrotia B. hematoma C. karsinoma sel squamosa


htt

jdih.kemkes.go.id
- 955 -

Nyeri saat aurikula dan tragus digerakkan (nyeri tekan tragus)

l
tm
menunjukkan adanya otitis eksterna akut (inflamasi pada liang

g.h
telinga), namun tidak terjadi pada otitis media. Nyeri di
belakang telinga dapat terjadi pada otitis media.

tan
b. MAE dan membran timpani:

n
-te
1) Pada otitis eksterna akut, kanalis auditorius edem,

22
kemerahan, tampak sedikit sekret, pucat dan nyeri.

20
86
s11
ke
en
7m
Gambar 39. Otitis eksterna akut
10
k0

2) Pada otitis eksterna kronis, kulit dalam kanalis auditorius


r-h

menebal, merah dan gatal. Dapat pula disertai debris pada


mo

otomikosis.
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2

Gambar 40. A. Otitis Externa B. exositosis kanalis auditorius


.xy

eksternus
na
lya

3) Pada otitis media akut stadium hiperemis, membran


timpani tampak hiperemis, refleks cahaya berkurang.
mu

4) Pada otitis media akut stadium purulen, membran


na

menonjol dan berwarna merah, sedangkan pada efusi


.ai

serosa berwarna pucat, refleks cahaya menghilang.


ww

5) Perforasi membran timpani dapat terjadi akibat tekanan di


//w

dalam telinga tengah yang meningkat pada otitis media


ps:

akut atau adanya trauma akibat benda asing dari luar.


6) Adanya perforasi membran timpani tipe atik, merupakan
htt

ciri adanya pertumbuhan kolesteatoma pada telinga tengah

jdih.kemkes.go.id
- 956 -

(otitis media supuratif kronik tipe bahaya) sehingga harus

l
tm
segera dirujuk.

g.h
tan
n
-te
22
20
86
s11
Gambar 41. Perforasi membran timpani tipe atik

ke
7) Timpanosklerosis: adanya bercak putih, luas pada bagian

en
inferior membran timpani, dengan batas ireguler. Ciri

7m
khasnya berupa deposisi membran hialin pada lapisan
10
membran timpani.
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar 42. A. Perforasi membran timpani tipe marginal; B. Retraksi


pars tensa dengan timpanosklerosis; C. Grommet pada pars tensa
na

MT; D. Otitis media akut stadium hiperemis; E. MT Bulging; F. Otitis


lya

media efusi dengan air fluid level (kiri ke kanan)


mu
na

Referensi
.ai

a. Bickley. Bate’s Guide to Physical Examination and History


ww

Taking. 8th Edition. 2002-08.


//w

b. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary


ps:

Examination. 2009.
c. Douglas G, Nicol S, Robertson C. Macleod’s clinical examination.
htt

13th ed. Edinburg: Elsevier, 2013.

jdih.kemkes.go.id
- 957 -

14. Penilaian Tajam Pendengaran

l
tm
Tingkat keterampilan : 4A

g.h
Tujuan: Melakukan pemeriksaan:
a. Tes suara

tan
b. Rinne

n
-te
c. Weber

22
d. Swabach

20
Alat dan Bahan: Garpu tala 512 Hz

86
Teknik pemeriksaan

s11
a. Siapkan alat dan bahan.
b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang

ke
dilakukan.

en
7m
c. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.
d. Minta pasien duduk di kursi periksa. 10
Tes Suara:
k0

a. Pemeriksaan dilakukan pada salah satu telinga secara


r-h

bergantian dimulai dari telinga kanan. Pasien diminta menutup


mo

telinga kirinya dengan tangan.


-no

b. Gesekkan jari-jari pemeriksa di depan telinga pasien yang tidak


mk

ditutup dengan cepat dan lembut. Tanyakan apakah pasien


mendengar suara tangan pemeriksa. Bandingkan kanan dan
6/k

kiri.
2/0

c. Kemudian pemeriksa mengambil posisi di sisi pasien dengan


02

jarak 1 meter dari telinga pasien.


z/2

d. Pemeriksa mengucapkan kata-kata di depan telinga pasien yang


.xy

tidak ditutup, ketinggian mulut pemeriksa sejajar dengan


na

telinga pasien. Pastikan pasien tidak melihat gerakan bibir


lya

pemeriksa. Pilih kata yang terdiri dari dua suku kata yang
dikenal pasien, seperti "bola" atau "meja" dan dapat diulang
mu

sampai 3 atau 4 kali.


na

e. Jika perlu, tingkatkan intensitas suara pemeriksa menjadi


.ai

suara bisik, suara biasa, suara keras, berteriak dan berteriak di


ww

depan aurikula (penilaian semi kuantitatif)


//w

f. Minta pasien mengulang kata yang disebutkan pemeriksa. Nilai


ps:

apakah jawaban pasien benar.


g. Lakukan prosedur yang sama untuk telinga yang lain.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 958 -

Pemeriksaan Rinne:

l
tm
a. Pemeriksa memegang garpu tala pada bagian pangkal (column

g.h
handle).
b. Getarkan garpu tala (512 Hz) dan letakkan dasarnya di prosesus

tan
mastoideus pasien.

n
-te
c. Minta pasien memberi tanda (misal dengan mengangkat tangan)

22
bila ia sudah tidak lagi mendengar suara garpu tala.

20
d. Kemudian segera pindahkan garpu tala sehingga ujung garpu

86
tala berada di depan kanalis auditorius (tidak bersentuhan).

s11
e. Tanyakan apakah pasien mendengar suara garpu tala.
f. Pemeriksa juga dapat memulai pemeriksaan ini dari lubang

ke
telinga kemudian ke prosesus mastoideus.

en
7m
g. Lakukan prosedur yang sama pada telinga lainnya.
h. Tes Rinne dikatakan abnormal bila konduksi tulang lebih baik
10
dari konduksi udara.
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02

Gambar 43. Pemeriksaan Rinne


z/2
.xy

Pemeriksaan Webber:
na

a. Pemeriksa memegang garpu tala pada bagian pangkal (column


lya

handle).
b. Getarkan garpu tala (512 Hz) dan letakkan di tengah kening
mu

atau puncak kepala pasien dengan perlahan.


na

c. Minta pasien menyebutkan dimana ia lebih baik mendengar


.ai

suara (kanan atau kiri).


ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 959 -

l
tm
g.h
tan
n
-te
22
20
86
s11
Gambar 44. Pemeriksaan Webber

ke
Pemeriksaan Swabach:

en
a. Pemeriksa memegang garpu tala pada bagian pangkal (column

7m
handle). 10
b. Getarkan garpu tala (512 Hz) dan letakkan dasarnya pada
k0

prosesus mastoideus pasien.


r-h

c. Minta pasien memberi tanda (misal dengan mengangkat tangan)


mo

bila ia sudah tidak lagi mendengar suara garpu tala.


-no

d. Pindahkan dasar garpu tala ke prosesus mastoideus pemeriksa.


Bila pemeriksa masih dapat mendengar suara, maka test
mk

Swabach abnormal.
6/k

Analisis Hasil Pemeriksaan


2/0

Pemeriksaan Rinne:
02

a. Tujuan pemeriksaan ini adalah membandingkan konduksi


z/2

tulang dengan konduksi udara pada satu telinga. Normalnya,


.xy

gelombang suara (air conduction) lebih baik dihantarkan melalui


udara dibandingkan dengan tulang (bone conduction).
na

b. Bila pasien masih dapat mendengar suara garpu tala saat


lya

pemeriksa memegangnya di depan telinga pasien atau terdengar


mu

lebih keras dibandingkan dengan saat garpu tala ditempelkan di


na

tulang mastoid pasien, maka tes Rinne dikatakan positif (+). Hal
.ai

ini menandakan bahwa pendengaran pasien normal atau


ww

mengindikasikan adanya tuli sensori neural.


//w

c. Bila pasien mengatakan tidak dapat mendengar suara garpu


tala saat diletakkan di depan telinga, maka tes Rinne dikatakan
ps:

negatif (-). Hal ini menandakan pasien mengalami tuli konduktif.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 960 -

Pemeriksaan Weber:

l
tm
a. Tujuan pemeriksaan Weber adalah membandingkan hantaran

g.h
tulang (bone conduction) pada telinga kiri dan kanan.
b. Apabila pendengaran pasien baik, maka pada pemeriksaan ini

tan
tidak ditemukan lateralisasi dimana pasien tidak dapat

n
-te
menentukan di mana ia lebih baik mendengar suara (kanan

22
atau kiri).

20
c. Pada pasien dengan tuli sensorineural, maka pasien mendengar

86
lebih keras pada telinga yang sehat (lateralisasi ke telinga yang

s11
sehat).
d. Pada pasien dengan tuli konduktif, maka pasien mendengar

ke
lebih keras pada telinga yang mengalami kelainan (lateralisasi

en
7m
ke telinga yang sakit).
Pemeriksaan Swabach: 10
Tujuan pemeriksaan ini adalah membandingkan hantaran udara
k0

telinga pasien dengan telinga normal (telinga pemeriksa= normal).


r-h
mo

Referensi
-no

a. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination


mk

and History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins,


China, 2009. P 265 – 266.
6/k

b. Douglas G, Nicol S, Robertson C. Macleod’s clinical examination.


2/0

13th ed. Edinburg: Elsevier, 2013.


02
z/2

15. Penilaian Tajam Pendengaran Pada Anak


.xy

Tingkat keterampilan: 4A
na

Tujuan pemeriksaan: Melakukan pemeriksaan pendengaran pada


lya

anak
Alat dan Bahan
mu

a. Otoskop
na

b. Bel atau alat penghasil suara


.ai

Teknik pemeriksaan
ww

a. Siapkan alat dan bahan.


//w

b. Menjelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan


ps:

yang dilakukan.
c. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.
htt

d. Posisikan anak pada meja periksa atau kursi periksa.

jdih.kemkes.go.id
- 961 -

Terdapat dua macam posisi yang sering digunakan: anak

l
tm
dibaringkan atau dipangku oleh orang tua.

g.h
a. Apabila anak dibaringkan dengan posisi terlentang, minta orang
tua untuk memegang kedua lengan anak baik direntangkan

tan
maupun diapit dekat dengan tubuh untuk memfiksasi posisi

n
-te
anak. Pemeriksa dapat memegang kepala dan menarik tragus

22
dengan satu tangan dan tangan lain memegang otoskop.

20
b. Apabila anak berada di pangkuan orang tua, posisikan kedua

86
tungkai anak diantara tungkai orang tua. Orang tua dapat

s11
membantu memegangi anak dengan cara memeluknya
menggunakan salah satu tangan dan tangan yang lain

ke
memegangi kepala anak.

en
7m
Pemeriksaan dengan otoskop
a. Gunakan mainan atau benda-benda yang menarik untuk
10
membuat anak tenang saat dilakukan pemeriksaan.
k0

b. Pemeriksa memegang otoskop dengan tangan kanan untuk


r-h

memeriksa telinga kanan dan sebaliknya.


mo

c. Tangan lain memegang aurikula dan menariknya ke


-no

superoposterior.
mk

d. Untuk pemeriksaan ini, gunakan spekulum dengan ukuran


sebesar mungkin sesuai dengan besar liang telinga anak.
6/k

e. Jangan menekan otoskop terlalu keras.


2/0

f. Masukkan otoskop sejauh ½ sampai dengan 1 cm kedalam


02

kanalis aurikularis.
z/2

g. Pertama-tama nilai permukaan kanalis aurikularis.


.xy

h. Kemudian nilai membran timpani pasien.


na

Pemeriksaan pendengaran pada anak < 12 bulan (acoustic blink


lya

reflex)
a. Pemeriksa membuat suara yang tajam secara cepat seperti
mu

menjentikkan jari, membunyikan bel atau alat penghasil suara


na

lain pada jarak kurang lebih 30 cm dari telinga anak.


.ai

b. Pastikan tidak ada aliran udara atau angin yang melewati


ww

daerah sekitar wajah anak yang dapat membuatnya berkedip.


//w

c. Perhatikan respon dan adanya refleks berkedip pada anak.


ps:

Pemeriksaan pendengaran pada anak:


a. Pemeriksa berada kurang lebih 2,5 m di sebelah telinga anak.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 962 -

b. Lakukan tes berbisik dengan memberikan pertanyaan atau

l
tm
perintah sederhana kepada anak.

g.h
c. Nilai respon anak.
d. Semakin besar anak, pemeriksaan yang dilakukan dapat

tan
mendekati teknik pemeriksaan pendengaran pada dewasa.

n
-te
Analisis Hasil Pemeriksaan

22
Pada bayi baru lahir, pemeriksaan telinga dengan otoskop hanya

20
dapat mendeteksi kanalis aurikularis karena membran timpani

86
tertutup oleh akumulasi vernix kaseosa pada beberapa hari

s11
kehidupan. Acoustic blink refleks dapat sulit dinilai pada 2-3 hari
pertama kehidupan. Jangan melakukan pemeriksaan ini berulang

ke
kali dalam satu waktu karena dapat terjadi habituasi sehingga

en
7m
refleks ini tidak akan muncul.
Penyebab gangguan pendengaran 10
Prenatal
k0

Genetik herediter
r-h

Non genetik:
mo

a. Gangguan atau kelaianan pada masa kehamilan


-no

b. Kelainan struktur anatomis


mk

c. Kekurangan zat gizi seperti yodium


Perinatal
6/k

a. Prematuritas
2/0

b. BBLR (< 2500 gram)


02

c. Hiperbilirubinemia berat
z/2

d. Asfiksia (lahir tidak menangis)


.xy

Postnatal
na

a. Infeksi bakteri atau virus seperti rubela, campak, parotis


lya

b. Infeksi otak (meningitis dan ensefalitis)


c. Perdarahan telinga tengah
mu

d. Trauma temporal
na

Banyak anak dengan defisit pendengaran yang tidak terdiagnosa


.ai

sampai dengan usia 2 tahun. Tanda-tanda defisit pendengaran pada


ww

anak antara lain keterlambatan bicara dan gangguan perkembangan


//w

yang berhubungan dengan pendengaran.


ps:

Hal-hal yang menandakan anak dapat mendengar berdasarkan usia


htt

jdih.kemkes.go.id
- 963 -

0-2 bulan Respon berkedip pada suara yang tiba-tiba.

l
tm
Menjadi tenang dengan suara atau musik.

g.h
2-3 bulan Perubahan gerakan tubuh saat merespon suara.
Perubahan ekspresi wajah terhadap suara yang

tan
familiar.

n
-te
3-4 bulan Memutar mata dan kepala ke arah sumber suara.

22
6-7 bulan Memutar untuk mendngarkan suara dan percakapan.

20
86
Referensi

s11
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and
History Taking, 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins, China,

ke
en
2009. P 676-680.

16. Manuver Valsava


7m
10
Tingkat Keterampilan: 4A
k0

Tujuan
r-h

a. Memperbaiki tekanan di telinga tengah.


mo

b. Melakukan pemeriksaan valsava maneuver untuk melihat


-no

patensi membran timpani dan tuba eustachius.


mk

Alat dan Bahan: -


6/k

Teknik Pemeriksaan
a. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang
2/0

dilakukan.
02

b. Cuci tangan sebelum pemeriksaan.


z/2

c. Pasien diminta duduk diatas meja periksa.


.xy

d. Pemeriksa meminta pasien untuk menutup rapat mulut dan


na

lubang hidung dengan menjepitnya.


lya

e. Dalam posisi ini, minta pasien meniup seperti sedang meniup


mu

balon.
f. Dengan menggunakan otoskop, pemeriksa menilai membran
na

timpani.
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 964 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
Gambar 45. Teknik Valsava Manuver

86
s11
Analisis Hasil Pemeriksaan

ke
Pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan yang rutin

en
dilakukan mengingat sering terjadi komplikasi pada manuver ini.

7m
Perlu diperhatikan pada pasien dengan faringitis manuver ini dapat
10
menyebabkan meningkatkan risiko OMA akibat perpindahan virus
k0
atau bakteri dari faring ke telinga tengah melalui tuba eustachius.
r-h

Kalaupun pemeriksaan ini dilakukan, pada pasien dengan membran


mo

timpani dan tuba eustachius yang intak atau normal, pemeriksa


dapat melihat membran timpani terdorong ke lateral (bulging). Pada
-no

pasien dengan otitis media efusi, pemeriksa tidak melihat gerakan


mk

membran timpani.
6/k

Referensi
2/0

a. Taylor D. Valsalva maneuver, critical review. SPUMS J 1996; 26


02

(1):8-13.
z/2

b. Sullivan RF. Audiology forum: video otoscopy [Internet]. 2006


.xy

[cited 2014 March 18]. Available from:


na

http://www.rcsullivan.com/www/ears.htm
lya
mu

17. Pembersihan Meatus Auditorius Dan Pengambilan Benda Asing Pada


Telinga
na
.ai

Tingkat Keterampilan: 4A
ww

Tujuan
a. Pengambilan serumen menggunakan kait atau kuret
//w

b. Pengambilan benda asing di telinga


ps:

Alat dan Bahan


htt

a. Lampu kepala

jdih.kemkes.go.id
- 965 -

b. Otoskop dengan removable lens

l
tm
c. Kait dan kuret

g.h
d. Pinset telinga
e. Forceps bayonet

tan
f. Forceps aligator

n
-te
g. Emesis basin

22
h. Handuk

20
86
Teknik Pemeriksaan

s11
a. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang
dilakukan.

ke
b. Mencuci tangan.

en
7m
c. Pasien diminta duduk diatas kursi periksa.
Pengambilan Serumen Menggunakan Kait Atau Kuret
10
a. Pemeriksa melakukan pemeriksaan dengan lampu kepala atau
k0

otoskop untuk memperkirakan beratnya sumbatan dan keadaan


r-h

membrana timpani (bila memungkinkan).


mo

b. Nilai tipe serumen (kering/ basah/ keras/ padat/ lunak/


-no

lengket), dan tentukan teknik pengambilan yang akan dipakai.


mk

c. Nilai perlu tidaknya penggunaan seruminolitik sebelum


pengambilan serumen.
6/k

d. Jelaskan kemungkinan komplikasi tindakan kepada pasien.


2/0

e. Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.


02

f. Bila serumen terdapat pada telinga kanan, dengan tangan kiri


z/2

pemeriksa retraksikan daun telinga ke arah posterosuperior.


.xy

Dengan tangan kanan pemeriksa, masukkan kait atau kuret


na

melalui rongga yang ada hingga ujung kait atau kuret berada
lya

lebih dalam (medial) dari serumen kemudian tarik serumen ke


arah luar (lateral). Kait digunakan untuk mengambil serumen
mu

yang kering dan padat. Kuret digunakan untuk mengambil


na

serumen yang agak basah.


.ai

g. Prosedur ini dapat juga menggunakan otoskop, dengan cara


ww

menempatkan otoskop pada telinga kemudian buka lensanya


//w

dan masukkan kait atau kuret melalui lubang otoskop untuk


ps:

mengambil serumen.
h. Ekstrasi serumen juga dapat dilakukan dengan teknik irigasi
htt

telinga seperti pada prosedur irigasi benda asing.

jdih.kemkes.go.id
- 966 -

Pengambilan Benda Asing di Telinga

l
tm
Nilai jenis benda asing untuk menentukan tipe prosedur yang akan

g.h
dilakukan. Serangga, benda organik, dan objek lain yang dapat
hancur menjadi potongan yang lebih kecil lebih baik diekstrasi

tan
dengan suction dibanding dengan forceps. Serangga yang masih

n
-te
hidup sebaiknya dimatikan terlebih dahulu sebelum dikeluarkan.

22
Untuk mematikannya dapat digunakan minyak gliserin.

20
Ekstraksi Mekanik

86
a. Posisikan pasien senyaman mungkin.

s11
b. Ulang kembali pemeriksaan telinga sambil menilai lokasi dan
kedalaman benda asing pada liang telinga dengan menggunakan

ke
lampu kepala atau otoskop.

en
7m
c. Bila benda asing terdapat pada telinga kanan, dengan tangan
kiri pemeriksa retraksikan daun telinga ke arah posterosuperior.
10
Dengan tangan kanan pemeriksa, masukkan forceps bayonet
k0

atau alligator secara hati-hati.


r-h

d. Jepit benda asing kemudian dengan perlahan tarik forceps


mo

keluar.
-no

e. Bila menggunakan otoskop, buka lensa otoskop, dengan hati-


mk

hati masukkan forceps bayonet atau alligator melalui lubang


otoskop.
6/k

f. Periksa kembali apakah benda asing sudah dibersihkan


2/0

seluruhnya, nilai adakah perforasi membran timpani atau


02

laserasi MAE.
z/2

Irigasi
.xy

a. Pertama-tama siapkan dan pasang abocath no.16 pada spuit 50


na

mL.
lya

b. Hangatkan cairan irigasi (air atau normal saline) untuk


kenyamanan pasien.
mu

c. Posisikan pasien senyaman mungkin dan lapisi bahu pasien


na

dengan handuk untuk menjaga pakaian pasien tetap kering.


.ai

d. Tempatkan emesis basin dibawah telinga yang akan diirigasi


ww

untuk menampung cairan irigasi yang keluar.


//w

e. Tempatkan abocath tip dengan hati-hati pada MAE.


ps:

Memasukkan tip terlalu dalam berisiko merusak membran


timpani.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 967 -

f. Setelah tip ditempatkan pada posisinya, dengan perlahan

l
tm
semprotkan cairan irigasi ke arah dinding posterior MAE

g.h
beberapa kali sampai benda asing tersebut keluar.
g. Selalu periksa kembali telinga setelah dilakukan tindakan

tan
untuk memastikan benda asing sudah keluar sepenuhnya dan

n
-te
nilai adanya komplikasi. Prosedur ini tidak boleh dilakukan

22
pada membran timpani yang perforasi.

20
86
Referensi

s11
Kwong AO. Ear foreign body removal procedures [Internet]. 2012
March 23 [cited 2014 April 21]. Available from:

ke
http://emedicine.medscape.com/article/80507-overview#a15

en
Indera Pengecapan
7m
10
18. Penilaian Pengecapan
k0

Tingkat keterampilan: 4A
r-h

Tujuan: Melakukan pemeriksaan pengecapan


mo

Alat dan bahan


-no

a. Gula pasir
mk

b. Garam
c. Kopi
6/k

d. Cuka
2/0

e. Cotton bud
02

f. Air putih
z/2

Teknik pemeriksaan
.xy

a. Siapkan alat dan bahan.


na

b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


lya

dilakukan.
c. Pemeriksa mencuci tangan.
mu

d. Minta pasien duduk di kursi periksa.


na

e. Pemeriksa meminta pasien untuk memberikan kode terhadap


.ai

masing-masing rasa, seperti 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa


ww

asin, 3 untuk rasa pahit dan 4 untuk rasa asam.


//w

f. Minta pasien untuk menutup kedua matanya dan menjulurkan


ps:

lidahnya.
g. Pemeriksa menyentuhkan beberapa bahan makanan satu per
htt

satu pada lidah pasien pada beberapa tempat dengan

jdih.kemkes.go.id
- 968 -

menggunakan cotton bud. Pasien tidak boleh menarik lidahnya

l
tm
ke dalam mulut, karena jika hal ini dilakukan maka bubuk

g.h
akan tersebar ke bagian lainnya seperti sisi lidah lainnya atau
ke bagian belakang atau depan lidah yang dipersarafi oleh saraf

tan
lain.

n
-te
h. Minta pasien mengenali jenis bahan makanan tersebut dengan

22
mengangkat tangan menggunakan kode yang telah disepakati

20
sebelumnya.

86
i. Pasien boleh meminum air putih pada jeda pemeriksaan

s11
sebelum mencoba bahan makanan lainnya.
Analisis hasil pemeriksaan

ke
Fungsi pengecapan dipersarafi oleh N VII pada 2/3 lidah bagian

en
7m
depan dan oleh N IX pada 1/3 bagian belakang. Adanya gangguan
pada kemampuan mengenali rasa disebabkan oleh lesi pada saraf
10
tersebut atau pada taste bud yang berisi reseptor-reseptor untuk
k0

fungsi pengecapan.
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar 46. Fungsi pengecapan lidah


na
lya

Referensi
mu

a. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination


and History Taking, 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins,
na

China, 2009. P:539.


.ai
ww

b. Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.


Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2008. p:59.
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 969 -

Indera Penciuman

l
tm
19. Pemeriksaan Fisik Hidung

g.h
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan

tan
a. Melakukan inspeksi hidung dan bentuk hidung.

n
-te
b. Melakukan pemeriksaan hidung dengan rhinoskopi anterior.

22
Alat dan Bahan

20
a. Spekulum hidung

86
b. Pen light

s11
Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan hidung dengan penlight

ke
a. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang

en
7m
dilakukan.
b. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.
10
c. Inspeksi permukaan anterior dan inferior hidung. Nilai adanya
k0

tanda-tanda inflamasi, trauma, atau anomali kongenital.


r-h

Apakah hidung lurus? Apakah deviasi hidung melibatkan


mo

bagian tulang atau bagian kartilago?


-no

d. Palpasi hidung untuk menilai adanya nyeri dan bengkak.


mk

e. Minta pasien untuk mendongakkan kepalanya. Berikan tekanan


ringan pada ujung hidung dengan jari jempol anda untuk
6/k

memperlebar lubang hidung, dan dengan bantuan penlight


2/0

pemeriksa dapat melihat sebagian vestibula.


02

f. Inspeksi posisi septum terhadap kartilago lateral di tiap sisi.


z/2

g. Inspeksi vestibula untuk melihat adanya inflamasi, deviasi


.xy

septum anterior, atau perforasi.


na

h. Inspeksi mukosa hidung. Nilai warna mukosa hidung. Lihat


lya

adanya eksudat, bengkak, perdarahan, tumor, polip, dan


trauma. Mukosa hidung biasanya berwarna lebih gelap
mu

dibanding mukosa mulut.


na

i. Jika terjadi epistaksis, periksa daerah little yang terletak kurang


.ai

lebih 0,5 - 1 cm dari tepi septum untuk menilai adanya krusta


ww

dan hipervaskularisasi.
//w

j. Ekstensikan kepala pasien untuk menilai deviasi atau perforasi


ps:

septum posterior. Nilai ukuran dan warna konka inferior.


k. Inspeksi ukuran, warna, dan kondisi mukosa konka media.
htt

Lihat apakah terdapat tanda-tanda inflamasi, tumor atau polip.

jdih.kemkes.go.id
- 970 -

l. Inspeksi pengembangan cuping hidung apakah simetris. Periksa

l
tm
patensi tiap lubang hidung dengan meletakkan satu jari di tiap

g.h
ala nasi dan minta pasien untuk menarik napas melalui hidung.
m. Palpasi sinus maksilaris dan frontalis. Palpasi sinus frontalis

tan
dengan mengetuk tulang di daerah alis, hindari menekan mata.

n
-te
Kemudian lakukan ketukan pada sinus maksilaris. Lihat respon

22
wajah pasien, apakah pasien terlihat kesakitan.

20
Pemeriksaan rhinoskopi anterior

86
a. Menggunakan otoskop.

s11
1) Letakkan jempol kiri pemeriksa di ujung hidung pasien
sembari pemeriksa menggunakan telapak tangannya untuk

ke
mempertahankan kepala pasien agar tetap tegak.

en
7m
2) Ekstensikan sedikit kepala pasien saat memasukkan
spekulum otoskop ke lubang hidung.
10
3) Setelah satu lubang hidung diperiksa, pindahkan ke lubang
k0

lain. Sarankan pasien bernapas dari mulut agar lensa


r-h

otoskop tidak berembun.


mo

4) Nilai mukosa hidung, apakah terdapat tanda-tanda


-no

inflamasi, polip, tumor, sekret dan deviasi septum.


mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu

Gambar 47. Penggunaan otoskop


na
.ai

b. Menggunakan spekulum hidung.


ww

1) Alat dipegang oleh tangan kiri pemeriksa dengan posisi


//w

jempol berada pada sendi spekulum nasal dan jari telunjuk


ps:

kiri pemeriksa diletakkan di ala nasi pasien untuk


memfiksasi. Spekulum dimasukkan ke lubang hidung
htt

jdih.kemkes.go.id
- 971 -

pasien dengan posisi membentuk sudut 15o terhadap

l
tm
bidang horizontal.

g.h
2) Blade spekulum nasal dimasukkan sekitar 1 cm ke dalam
vestibula, dan leher pasien sedikit diekstensikan.

tan
3) Tangan kanan pemeriksa memegang kepala pasien untuk

n
-te
memposisikan kepala pasien agar struktur internal hidung

22
terlihat lebih jelas.

20
4) Kemudian blade spekulum nasal dibuka ke arah superior

86
sehingga vestibulum terbuka lebar. Hindari membuka

s11
blade spekulum nasal ke arah inferior karena
menyebabkan nyeri.

ke
5) Nilai mukosa hidung, apakah terdapat tanda-tanda

en
7m
inflamasi, polip, tumor, sekret dan deviasi septum.
6) Setelah memeriksa satu lubang hidung, spekulum yang
10
masih dipegang oleh tangan kiri pemeriksa dikeluarkan
k0

dengan menutupnya sebagian untuk mencegah terjepitnya


r-h

bulu hidung. Lalu dimasukkan ke lubang hidung yang satu


mo

lagi.
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na

Gambar 48. Penggunaan spekulum


lya

Analisis Hasil Pemeriksaan


mu

a. Contoh kelainan pada bagian eksternal hidung:


na
.ai
ww
//w
ps:
htt

Gambar 48. Rhinophyma

jdih.kemkes.go.id
- 972 -

b. Pada palpasi:

l
tm
Bengkak atau nyeri pada palpasi di ujung hidung atau alae

g.h
menandakan infeksi lokal seperti furunkel.
c. Pada rhinoskopi anterior, dapat ditemukan:

tan
1) Deviasi septum

n
-te
2) Polip

22
3) Epistaksis

20
4) Kelainan warna mukosa

86
5) Tumor

s11
6) Sekret
7) Benda asing

ke
en
7m
Referensi
a. Bickley LS. Bates Guide to Physical Examination and History
10
Taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
k0

2009.
r-h

b. Swartz MH. Textbook of physical diagnosis. 5th ed. Philadelphia:


mo

Elsevier-Saunders, 2005.
-no
mk

20. Pemeriksaan Transluminasi Sinus Frontalis Dan Maksilaris


Tingkat Keterampilan: 4A
6/k

Tujuan: Melakukan pemeriksaan transiluminasi sinus.


2/0

Alat dan Bahan: Nasal Illuminator


02

Teknik Pemeriksaan
z/2

a. Gelapkan ruangan pemeriksaan.


.xy

b. Untuk melihat sinus frontalis, dengan menggunakan penlight,


na

sinari bagian medial alis mata ke arah atas. Tutupi cahaya


lya

dengan tangan anda.


c. Lihat cahaya merah di daerah dahi yang merupakan transmisi
mu

sinar melalui sinus frontalis yang berisi udara menuju dahi.


na

d. Untuk melihat sinus maksilaris, masukkan penlight yang sudah


.ai

dibungkus plastik bening ke dalam rongga mulut dan minta


ww

pasien menutup mulutnya. Sentuhkan lampu penlight ke


//w

palatum durum.
ps:

e. Lihat cahaya merah berbentuk bulan sabit dibawah mata yang


merupakan transmisi sinar melalui sinus maksilaris yang berisi
htt

udara menuju inferior orbita.

jdih.kemkes.go.id
- 973 -

f. Nilai gradasi terang sinar merah. Pada sinusitis yang berisi

l
tm
cairan atau massa transmisi sinar tidak terjadi (gelap).

g.h
n tan
-te
22
20
86
s11
ke
en
Gambar 50. Transiluminasi sinus

7m
10
Analisis Hasil Pemeriksaan
k0

Kelemahan pemeriksaan ini adalah nilai subjektivitasnya yang tinggi


r-h

tergantung interpretasi dan pengalaman pemeriksa.


mo
-no

Referensi
a. Bickley LS. Bates Guide to Physical Examination and History
mk

Taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.


6/k

2009.
2/0

b. Swartz MH. Textbook of physical diagnosis. 5th ed. Philadelphia:


02

Elsevier-Saunders, 2005.
z/2

21. Penatalaksanaan Perdarahan Hidung


.xy

Tingkat Keterampilan: 4A
na

Tujuan
lya

a. Penanganan epistaksis anterior dengan penekanan langsung;


mu

penggunaan kaustik dengan AgNO3; atau dengan tampon


na

anterior.
.ai

b. Penanganan epistaksis posterior dengan tampon posterior


ww

(bellocq).
//w

Alat dan Bahan


a. Sarung tangan
ps:

b. Kacamata (google)
htt

c. Lampu kepala

jdih.kemkes.go.id
- 974 -

d. Spekulum hidung

l
tm
e. Forceps bayonet

g.h
f. Spatula lidah
g. Kassa dan kapas

tan
h. Plester

n
-te
i. Lidocain 2% atau pantocain.

22
j. Epihephrine 0.25 mg.

20
k. Vaselin atau salep antibiotik.

86
l. AgNO3 25-30%.

s11
m. Kateter karet.
n. Alat penyedot (suction).

ke
o. Tampon Bellocq: kassa padat dibentuk kubus atau bulat dengan

en
7m
diameter 3 cm, diikat 3 utas benang; 2 buah pada satu sisi dan
satu buah di sisi yang berlawanan.
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar 51. Alat yang dibutuhkan


Teknik Tindakan
na

a. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur tindakan yang


lya

dilakukan.
mu

b. Mencuci tangan sebelum melakukan prosedur tindakan.


na

c. Pertahankan suasana tenang di ruangan.


.ai

d. Periksa keadaan umum pasien. Lakukan anamnesis untuk


ww

menentukan sebab perdarahan. Periksa nadi, tekanan darah,


//w

dan pernapasan pasien. Jika ada kelainan, atasi terlebih dulu.


Penanganan epistaksis anterior dengan penekanan langsung
ps:

a. Posisikan pasien untuk duduk tegak dan sedikit condong ke


htt

depan serta mulut terbuka agar darah dapat dikeluarkan lewat

jdih.kemkes.go.id
- 975 -

mulut dan tidak ditelan. Pasien anak duduk dipangku, badan

l
tm
dan tangan dipeluk, kepala dipegang tegak dan tidak bergerak-

g.h
gerak.
b. Lakukan penekanan langsung pada bagian kartilaginosa

tan
anterior hidung selama 20 menit.

n
-te
Penanganan epistaksis anterior dengan tampon adrenalin

22
a. Jika tidak berhasil, diperlukan Teknik yang lebih invasif.

20
Siapkan peralatan yang dibutuhkan. Gunakan baju pelindung,

86
kacamata, dan sarung tangan serta lampu kepala. Sebaiknya

s11
hindari prosedur ini pada pasien dengan hipertensi dan
gangguan jantung.

ke
b. Rendam kapas dengan campuran lidocain 2% + epinefrin

en
7m
1:10.000 atau pantocain. Pasang 1-2 kasa ke dalam hidung
yang berdarah. Letakkan kasa kering pada bagian luar untuk
10
mencegah rembesan dan tetesan darah keluar. Biarkan selama
k0

10 menit.
r-h

c. Evaluasi setelah 10 menit, keluarkan kapas. Evakuasi bekuan


mo

darah dengan meminta pasien menunduk perlahan.


-no

d. Identifikasi sumber perdarahan apakah dari anterior atau


mk

posterior hidung. Periksa septum dengan menggunakan


spekulum hidung. Periksa perdarahan pada pleksus
6/k

Kiesselbach. Bersihkan bekuan darah dengan alat penghisap


2/0

jika ada.
02

e. Bila perdarahan tidak teratasi dilakukan penanganan epistaksis


z/2

dengan tampon anterior.


.xy

Penanganan epistaksis anterior dengan tampon AgNO3


na

a. Jika sumber perdarahan terlihat, tempat asal perdarahan dapat


lya

dikaustik dengan larutan nitras argenti (AgNO3) 25-30%. Bila


perdarahan dapat diatasi, berikan antibiotik pada area tersebut.
mu

b. Bila perdarahan tidak teratasi dilakukan penanganan epistaksis


na

dengan tampon anterior.


.ai

Penanganan epistaksis anterior dengan tampon anterior


ww

a. Siapkan kasa yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotik.


//w

b. Spekulum hidung dipegang oleh tangan kiri pemeriksa dengan


ps:

posisi jempol berada pada sendi spekulum nasal dan jari


telunjuk kiri pemeriksa diletakkan di ala nasi pasien untuk
htt

memfiksasi. Spekulum dimasukkan ke lubang hidung pasien

jdih.kemkes.go.id
- 976 -

dengan posisi membentuk sudut 15o terhadap bidang

l
tm
horizontal.

g.h
c. Blade spekulum nasal dimasukkan sekitar 1 cm ke dalam
vestibula, dan leher pasien sedikit diekstensikan.

tan
d. Tangan kanan pemeriksa memegang bayonet forceps. Pasang

n
-te
kassa secara bertumpuk 2-4 buah, dari anterior ke posterior.

22
Tampon harus diletakkan sedalam mungkin.

20
e. Lakukan pemeriksaan orofaring dengan spatula lidah untuk

86
memastikan tidak ada tampon hidung yang jatuh ke rongga

s11
orofaring.
f. Minta pasien kontrol untuk melepaskan tampon setelah 48 jam.

ke
Sarankan agar pasien tetap mempertahankan posisi setengah

en
7m
duduk selama 48 jam (termasuk saat tidur).
g. Jika perdarahan tetap tidak
10 berhenti, pertimbangkan
pemasangan tampon bilateral untuk meningkatkan tekanan di
k0

septum nasi. Jika sumber perdarahan anterior tidak dapat


r-h

dipastikan dan perdarahan berlanjut, curigai perdarahan


mo

posterior.
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2

Gambar 52. Tampon anterior


.xy
na

Epistaksis Posterior
lya

a. Siapkan tampon Bellocq dan peralatan lainnya untuk


mu

memasang tampon.
na

b. Tampon posterior dipasang dengan bantuan kateter karet yang


.ai

dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di orofaring,


ww

lalu ditarik keluar dari mulut.


c. Pada ujung kateter, diikatkan 2 benang tampon Bellocq.
//w

d. Tarik kateter kembali melalui hidung sampai benang keluar


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 977 -

e. Dengan bantuan jari telunjuk, tampon belloq didorong ke arah

l
tm
nasofaring (choana) melewati palatum mole sehingga menekan

g.h
sumber perdarahan (plexus woodruf).
f. Jika masih ada perdarahan, tambahkan tampon anterior ke

tan
dalam kavum nasi.

n
-te
g. Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah

22
gulungan kain kasa di depan nares anterior untuk memfiksasi

20
tampon.

86
h. Benang yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada

s11
pipi pasien.
i. Minta pasien kontrol 2 hari untuk mencabut tampon anterior

ke
dan kontrol hari ke 5 untuk mencabut tampon Bellocq.

en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk

Gambar 53. Tampon Bellocq


6/k

Referensi
2/0

a. Bull TR. Color atlas of ENT diagnosis. 4th ed. Stuttgart: Thieme,
02

2003. Kucik CJ. Management of epistaxis. Am Fam Physician.


z/2

2005 Jan 15;71(2):305-311


.xy

b. Soepardi EA, et al (eds). Buku ajar ilmu kesehatan telinga,


na

hidung, tenggorok, kepala & leher. 6th ed. Jakarta:Penerbit


lya

fakultas kedokteran universitas Indonesia, 2007.


mu

c. Goralnick E. [Internet]. Anterior epistaxis nasal pack; 2012 [cited


2014 March 5]. Available from:
na
.ai

http://emedicine.medscape.com/article/80526-
ww

overview#showall
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 978 -

22. Pengambilan Benda Asing Pada Hidung

l
tm
Tingkat Keterampilan: 4A

g.h
Tujuan: Pengambilan benda asing di hidung dengan menggunakan
direct instrument; hooked probes; kateter; alat penyedot (suction)

tan
Alat dan Bahan

n
-te
a. Sarung tangan

22
b. Lampu kepala

20
c. Lidocain 1% dan phenylephrine 0.5%

86
d. Direct instruments: hemostat, forceps alligator, forceps bayonet

s11
e. hooked probes
f. Kateter foley (5-8 french)

ke
g. Spuit 3 cc

en
7m
h. Alat penyedot (suction)
Teknik Pemeriksaan 10
a. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang
k0

dilakukan.
r-h

b. Mencuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.


mo

c. Pertahankan suasana tenang di ruangan.


-no

d. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien.


mk

e. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan.


f. Posisikan pasien pada sniffing position, baik terlentang ataupun
6/k

dengan sedikit elevasi kepala. Pasien yang tidak kooperatif


2/0

harus difiksasi. Minta bantuan untuk memfiksasi kepala.


02

g. Pemberian anastesia dan vasokonstriktor mukosa dengan


z/2

tampon adrenalin pada lubang hidung membantu pemeriksaan


.xy

dan pengambilan benda asing. Rendam kapas dengan


na

campuran lidocain 2% + epinefrin 1:10.000 atau pantocain.


lya

h. Untuk benda asing yang dapat terlihat jelas, tidak berbentuk


bulat, dan tidak mudah hancur, gunakan instrument hemostat,
mu

forseps alligator, atau forsep bayonet.


na

i. Untuk benda asing yang mudah dilihat namun sulit untuk


.ai

dipegang, gunakan hooked probes. Hook diletakkan dibelakang


ww

benda asing dan diputar sehingga sudut hook terletak


//w

dibelakang benda asing. Benda asing kemudian ditarik ke


ps:

depan.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 979 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
Gambar 54. Teknik pengambilan benda asing

86
s11
j. Untuk benda asing kecil dan bulat yang sulit dipegang oleh

ke
instrumen, dapat juga digunakan kateter balon. Gunakan

en
kateter foley atau kateter fogarty. Periksa balon kateter dan

7m
oleskan jeli lidokain 2% pada kateter. Dengan posisi pasien
supine, masukkan kateter melewati benda asing dan
10
k0
kembangkan balon dengan udara atau air (2 ml untuk anak
r-h

kecil dan 3 ml untuk anak yang berbadan besar). Setelah balon


dikembangkan, tarik kateter untuk mengeluarkan benda asing.
mo

Hindari pengambilan benda yang bulat dengan forceps karena


-no

dapat menyebabkan benda terdorong ke posterior.


mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na

Gambar 55. Penggunaan kateter balon


.ai
ww

k. Penyedotan dengan suction digunakan untuk benda asing yang


dapat terlihat jelas, licin, dan berbentuk bulat. Ujung kateter
//w

ditempatkan di benda asing, dan dilakukan penyedotan dengan


ps:

tekanan 100-140 mmHg.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 980 -

l. Suction juga digunakan untuk mengevakuasi sekret di hidung

l
tm
yang menghalangi benda asing.

g.h
Referensi
a. Bull TR. Color atlas of ENT diagnosis. 4th ed. Stuttgart: Thieme,

tan
2003.

n
-te
b. Soepardi EA, et al (eds). Buku ajar ilmu kesehatan telinga,

22
hidung, tenggorok, kepala & leher. 6th ed. Jakarta:Penerbit

20
fakultas kedokteran universitas Indonesia, 2007.

86
c. Fischer JI [internet]. Nasal foreign bodies; 2013 [cited 2014

s11
March 5]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/763767-

ke
overview#aw2aab6b9

en
7m
d. Chmielik LP. Foreign bodies in the nose, throat, esophagus,
trachea, and bronchi in children. New Medicine. 2009:4:89-91.
10
k0

H. Sistem Respirasi
r-h

1. Pemeriksaan Leher
mo

Tingkat Keterampilan: 4A
-no

Tujuan
mk

a. Melakukan inspeksi, palpasi, auskultasi leher


b. Melakukan pemeriksaan tiroid
6/k

c. Melakukan pemeriksaan JVP dan A. carotis (lihat materi Sistem


2/0

Kardiovaskuler)
02

Alat dan Bahan: Stetoskop


z/2

Teknik Pemeriksaan
.xy

a. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


na

dilakukan.
lya

b. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.


c. Inspeksi leher:
mu

1) Pemeriksa berdiri di hadapan pasien.


na

2) Nilai kesimetrisan leher, adanya deciasi trakea, adanya


.ai

benjolan pada leher.


ww

d. Palpasi leher:
//w

1) Posisikan pasien dalam posisi duduk, pemeriksa berdiri


ps:

tepat di belakang pasien


2) Palpasi area:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 981 -

a) Daerah submandibular kanan dan kiri (di bawah

l
tm
mandibula)

g.h
b) Anterior dari m. Sternocleidomastoideus kanan dan
kiri

tan
c) Posterior dari m. Sternocleidomastoideus kanan dan

n
-te
kiri

22
d) Daerah supraclavicula kanan dan kiri

20
e) Darah aksila kanan dan kiri

86
f) Nilai adanya pembesaran kelenjar getah bening.

s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2

Gambar 56. Palpasi leher


.xy

3) Pemeriksaan Kelenjar Tiroid (lihat materi Sistem Endokrin,


na

Metabolisme dan Nutrisi)


lya

4) Pemeriksaan JVP dan arteri karotis (lihat materi Sistem


mu

Kardiovaskuler)
na

Analisis Hasil Pemeriksaan


.ai

a. Inspeksi leher:
ww

Pada keadaan normal, leher terlihat simetris dan tidak terdapat


benjolan. Retraksi trakea, misanya, terdapat pada tension
//w

pneumothorax. Benjolan yang terdapat pada leher dapat berupa


ps:

pembesaran kelenjar limfe, pembesaran kelenjar tiroid, maupun


htt

tumor jaringan ikat.

jdih.kemkes.go.id
- 982 -

b. Palpasi leher:

l
tm
Saat pemeriksaan ini nilai adakah pembesaran kelenjar getah

g.h
bening pada area yang diperiksa. Bila didapatkan pembesaran
KGB nilai berapa banyak, ukurannya, mobilisasi, konsistensi

tan
dan adanya nyeri tekan. Misalnya, pembesaran KGB pada fossa

n
-te
supraclavicula dapat merupakan metastase karsinoma bronkial

22
pada sistem limfe, limfoma maligna maupun sarkoidosis.

20
c. Pemeriksaan Kelenjar Tiroid

86
1) Pembesaran difuse kelenjar tiroid tanpa adanya nodul

s11
kemungkinan disebabkan oleh grave’s disease, tiroiditis
hashimoto, dan goiter endemic.

ke
2) Pembesaran difuse kelenjar tiroid dimana ditemukan dua

en
7m
atau lebih nodul lebih sering diakibatkan proses metabolic
dibandinkan keganasan. Namun paparan radiasi sejak
10
kecil, adanya riwayat keganasan pada keluarga, adanya
k0

pembesaran kelenjar getah bening, dann nodul yang


r-h

membesar dengan cepat dapat dicurigai ke arah


mo

keganasan.
-no

3) Terabanya satu nodul biasanya kemungkinan kista atau


mk

tumor jinak. Namun jika terdapat riwayat radiasi, nodul


teraba keras, terfiksir dengan jaringan disekitarnya, cepet
6/k

membesar, disertai pembesaran kelenjar getah bening dan


2/0

terjadi pada laki-laki, maka curiga kearah keganasan lebih


02

tinggi.
z/2
.xy

Referensi
na

a. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking


lya

8th Edition. 2002-08.


b. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary
mu

Examination. 2009.
na
.ai

2. Pemeriksaan Dada
ww

Tingkat Keterampilan: 4A
//w

Tujuan: Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dada


ps:

Alat dan Bahan: -


Teknik Pemeriksaan
htt

jdih.kemkes.go.id
- 983 -

a. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang

l
tm
dilakukan.

g.h
b. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.
c. Lakukan inspeksi dada dan kenali kelainannya :

tan
1) Pemeriksa menginspeksi dada pasien dari arah depan,

n
-te
samping dan belakang.

22
2) Selalu nilai mulai dari kulit, subkutis, otot dan rangka.

20
Pada wanita, nilai juga payudara.

86
3) Nilai dari depan, samping dan belakang ekspansi dada saat

s11
bernapas dan saat istirahat juga saat inspirasi maksimum.
4) Saat pemeriksaan nilai apakah ekspansi dada cukup dan

ke
simetris.

en
7m
5) Nilai juga adanya retraksi.
6) Pada pasien yang dicurigai ekspansi dadanya menurun,
10
dapat dilakukan pemeriksaan secara objektif dengan
k0

mengukur lingkar dada saat pernapasan normal dan


r-h

inspirasi maksimal. Pada laki-laki, pita ukur berada diatas


mo

puting, sedangkan pada wanita berada tepat diatas mamae.


-no

d. Lakukan palpasi dada dan kenali kelainannya:


mk

1) Untuk pemeriksaan palpasi dada, gunakan seluruh


permukaan telapak tangan. Tempatkan kedua tangan pada
6/k

kedua sisi dada dan periksa daerah-daerah dibawah ini


2/0

saat pernapasan biasa dan saat pernapasan dalam:


02

a) Torakss anterior atas


z/2

b) Turun kebawah ke daerah costo triangle


.xy

c) Torakss lateral
na

d) Dengan satu tangan pada sternum dan lainnya pada


lya

tulang belakang
e) Torakss posterior bawah
mu

2) Nilai ekspansi dinding dada, kanan dan kiri serta


na

kesimetrisannya.
.ai

3) Saat melakukan palpasi, tanyakan kepada pasien adakah


ww

area yang terasa nyeri saat pemeriksaan ini dilakukan.


//w

4) Lakukan penilaian fremitus vokal dengan meminta pasien


ps:

menyebutkan “tujuh puluh tujuh” sedangkan tangan


pemeriksa merasakan getaran yang dihasilkan suara
htt

pasien.

jdih.kemkes.go.id
- 984 -

5) Nilai getaran yang dirasakan pada tangan kanan dan kiri

l
tm
apakah sama kuat.

g.h
n tan
-te
22
20
86
s11
1 2

ke
en
7m
10
k0
r-h

3 4
mo

Gambar 57. Palpasi dada


-no

e. Melakukan perkusi dada:


mk

1) Pasien duduk di meja periksa.


6/k

2) Pemeriksa menempatkan jari tengah tangan kirinya di


2/0

punggung pasien dalam posisi hiperekstensi.


02

3) Tekan distal sendi interfalang dengan kuat pada


z/2

permukaan yang akan diperkusi.


.xy

4) Hindari kontak permukaan yang akan diperkusi dengan


bagian lain tangan karena akan meredam getaran. Pastikan
na

ibu jari, jari 2, 4, dan 5 tidak menyentuh dada.


lya

5) Posisikan lengan kanan cukup dekat dengan permukaan


mu

dengan tangan mengokang ke atas. Jari tengah harus


na

sedikit fleksi, santai dan siap mengetuk.


.ai

6) Dengan tajam cepat namun santai, gerakkan tangan kanan


ww

ke arah jari tengah kanan tangan kiri dengan titik tumpu


//w

berada di pergelangan tangan. Bagian yang diketuk adalah


distal sendi interphalangeal.
ps:

7) Ketuk menggunakan ujung jari tengah, bukan dengan


htt

bantalan jari. Kuku pemeriksa dianjurkan pendek.

jdih.kemkes.go.id
- 985 -

8) Pemeriksa segera menarik jarinya dengan cepat setelah

l
tm
mengetuk untuk menghindari teredamnya getaran.

g.h
9) Perkusi dilakukan di sela iga.
10) Nilai suara yang ditimbulkan, bandingkan sisi kanan dan

tan
kiri.

n
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo

Gambar 58. Teknik dan area perkusi dinding thoraks


-no
mk

f. Perkusi topografi anterior


6/k

Batas paru-hati
2/0

1) Pasien dalam posisi berbaring di atas meja periksa.


2) Lakukan perkusi pada linea midclavicula dextra ke arah
02

kaudal secara vertikal melewati puting. Pada wanita,


z/2

adanya payudara dapat mengaburkan interpretasi suara


.xy

perkusi.
na

3) Perkusi dilakukan di sela iga.


lya

4) Kenali batas paru-hati dengan adanya perubahan suara


mu

dari sonor ke pekak.


na

Batas jantung
.ai

1) Pasien dalam posisi berbaring di atas meja periksa.


ww

2) Setelah mendapatkan batas paru-hati, naikkan 2 jari,


kemudian perkusi ke arah medial sampai didapatkan
//w

perubahan suara dari sonor ke redup. Ini adalah batas


ps:

kanan jantung.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 986 -

3) Perkusi pada linea aksilaris anterior kiri sampai terdapat

l
tm
perubahan suara dari sonor ke timpani. Ini adalah batas

g.h
paru-lambung.
4) Setelah mendapatkan batas paru-lambung, naikkan 2 jari,

tan
kemudian perkusi ke arah medial sampai terdapat

n
-te
perubahan suara dari sonor ke redup. Ini adalah batas kiri

22
jantung.

20
5) Tentukan batas atas jantung dengan melakukan perkusi

86
linea midklavikula sinistra ke arah kaudal secara vertikal

s11
sampai didapatkan perubahan suara dari sonor ke redup.
Ini adalah batas atas jantung.

ke
g. Melakukan auskultasi dada dan mengenali kelainannya:

en
7m
1) Pasien duduk di meja periksa.
2) Lakukan auskultasi pada daerah di bawah ini:
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Gambar 59. Lokasi auskultasi di dada


02
z/2

3) Saat melakukan auskultasi, pemeriksa menilai:


.xy

a) Karakter suara napas (frekuensi dan kerasnya)


na

b) Intensitas inspirasi dan ekspirasi


lya

c) Rasio waktu inspirasi dan ekspirasi


mu

d) Adanya suara napas tambahan


Analisis Hasil Pemeriksaan
na

a. Inspeksi dada:
.ai
ww

1) Kulit
Perhatikan adanya warna kulit yang abnormal, kelainan
//w

kulit, kelainan vaskular, dan bekas luka tertentu. Hal ini


ps:

mungkin menunjukkan adanya riwayat kelainan paru,


htt

jdih.kemkes.go.id
- 987 -

misalnya adanya bekas luka post WSD pada

l
tm
pneumothorax.

g.h
2) Subkutis
Nilai jumlah lemak subkutis. Hal ini mungkin akan

tan
mempengaruhi pemeriksaan perkusi dada dan suara

n
-te
pernapasan saat auskultasi.

22
3) Payudara

20
Adanya payudara yang besar pada wanita mungkin akan

86
mempengaruhi perkusi dan auskultasi.

s11
4) Otot
Perhatikan ukuran otot thorax pasien. Hal in juga dapat

ke
mempengaruhi perkusi dan auskultasi.

en
7m
5) Rangka
Perhatikan bentuk dan kesimetrisan dada. Abnormalitas
10
dari rangka thorax dapat mempengaruhi posisi dan
k0

ekspansi paru. Contoh dari kelainan rangka thorax yang


r-h

dapat mempengaruhi fungsi paru dan jantung adalah


mo

kelainan kongenital pectus excavatum (dada menjorok


-no

kedalam) dan pectus carinacum (dada burung), gangguan


mk

tulang belakang seperti scoliosis atau kyphosis dan barrel-


shape yang berhubungan dengan COPD dimana
6/k

didapatkan costal triangle melebar.


2/0

b. Deformitas toraks:
02

Dewasa normal:
z/2

Torakss pada dewasa


.xy

normal, ukuran diameter


na

lateral lebih besar dari


lya

Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition.

diameter anteroposterior. 2002-08

Barrel Chest:
mu

Diameter anteroposterior
na

melebar. Bentuk ini normal


.ai

pada payi, sering menyertai


ww

penuaan normal serta pada Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition.
2002-08
//w

pasien PPOK.
ps:

Traumatic Flail Chest


htt

Bila terjadi fraktur multiple


pada iga, gerakan
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition.
2002-08

jdih.kemkes.go.id
- 988 -

paradoksial dada dapat

l
tm
terlihat. Turunnya difragma

g.h
menurunkan tekanan
intratoraksal saat inspirasi,

tan
area yang terluka menjorok

n
-te
kedalam, sedangkan saat

22
ekspirasi menonjol keluar.

20
86
Funnel Chest (Pectus

s11
Excavatum):
Dikarakteristikkan dengan

ke
depresi pada sternum bagian

en
7m
bawah. Adanya kompresi
jantung dan pembuluh 10
darah besar dapat
k0

menimbulkan adanya
r-h

murmur.
mo

Pigeon Chest (Pectus


-no

Carinatum)
mk

Pada kelainan ini, sternum


bergeser, diameter
6/k

anteroposterior melebar.
2/0

Kartilago kostae merapat


02

pada sternum dan


z/2

mengalami depresi.
.xy

Kyphoscoliosis:
na

Pada kelainan ini terdapat


lya

abnormalitas kurva tulang


belakang dan rotasi
mu

vertebrae yang mengubah


na

bentuk dada. Dapat terjadi


.ai

distorsi paru yang


ww

menyebabkan sulitnya
//w

menilai hasil pemeriksaan


ps:

paru.
htt

Gambar 60. Kelainan bentuk dada dan tulang belakang

jdih.kemkes.go.id
- 989 -

c. Palpasi dada:

l
tm
1) Ekspansi dada dapat diperiksa bukan hanya melalui

g.h
inspeksi, namun juga dengan palpasi. Dari pemeriksaan ini
pemeriksa dapat merasakan bila ekspansi dinding dada

tan
kurang ataupun asimetris.

n
-te
2) Pada pemeriksaan palpasi dada juga dapat diketahui

22
adanya nyeri tekan pada dinding dada seperti pada

20
kecurigaan terdapat fraktur iga.

86
3) Pada pemeriksaan fremitus vokal, normalnya getaran suara

s11
dihantarkan ke seluruh dinding dada sehingga dirasakan
sama kanan dan kiri.

ke
en
7m
Tabel 8. Kelainan pemeriksaan paru
Kelainan Penyebab 10
Menurunnya ekspansi dada f) Penyakit fibrotik kronis pada paru atau
k0

atau terlambat pada salah pleura yang mengalami keterlambatan


r-h

satu sisi g) Efusi pleura


mo

h) Pneumonia lobaris
-no

i) Nyeri pleural yang berhubungan


mk

dengan splinting
6/k

j) Obstruksi bronkus unilateral


2/0
02

Vokal fremitus menurun k) Obstruksi bronkus


z/2

l) Efusi pleura
.xy

m) PPOK
na

n) Fibrosis pleura
lya

o) Pneumotorakss
mu

p) Infiltrasi tumor
q) Atelektasis
na

r) Dinding dada yang terlalu tebal


.ai

Vokal fremitus meningkat s) Pneumonia


ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 990 -

l
tm
c. Perkusi dada

g.h
Tabel 9. Interpretasi kelainan perkusi

ntan
-te
Interpretasi Normal Patologis

22
Pekak Hati Pneumonia lobaris;

20
Efusi pleura;

86
Hemothorax;

s11
Empiema,
Jaringan fibrosa;

ke
en
Tumor

7m
Sonor Paru normal Bronkhitis kronis
Hipersonor 10 Emfisema;
Pneumothorax
k0

Timpani Lambung yang berisi Pneumothorax luas


r-h

udara
mo
-no

4) Batas paru-hati normalnya berada di sela iga 6 atau 7 linea


mk

midclavicula dextra. Sedangkan batas paru-lambung


6/k

berada di sela iga 5 atau 6 linea aksilaris anterior sinistra.


5) Pada pasien dengan COPD, batas paru-hati dapat lebih
2/0

rendah.
02

d. Auskultasi Dada
z/2

1) Karakter suara
.xy

Terdapat tiga tipe suara napas:


na

a) Vesikular atau suara napas normal


lya

Terdengar pada orang normal (kecuali bayi dan balita) di


mu

seluruh lapang paru. Suara napas ini terdengar sebagai


suara dengan frekuensi yang rendah, jernih, inspirasi
na

terdengar halus dan ekspirasi terdengar lebih halus lagi,


.ai

dengan rasio antara inspirasi dan ekspirasi 3:1.


ww

b) Bronkial
//w

Pada keadaan normal, pernapasan bronkial hanya dapat


ps:

didengar diatas trakhea dan bronkus utama. Suara napas


htt

ini sangat kencang, frekuensinya tinggi, kuat, suara

jdih.kemkes.go.id
- 991 -

inspirasi lebih terdengar dibanding ekspirasi, dengan rasio

l
tm
inspirasi dan ekspirasi hampir sama (5:6).

g.h
Bila ditemukan di area lain selain diatas, maka bermakna
patologis. Contohnya pada pneumonia, edema paru dan

tan
pulmonary hemorrhage.

n
-te
c) Bronchovesikular

22
2) Intensitas

20
Intensitas suara napas dapat normal atau menurun (suara

86
napas menurun). hal ini dapat disebabkan oleh:

s11
Tabel 10. Intensitas suara napas

ke
en
7m
Proses yang mendasari Penyakit
Hiperaerasi pada jaringan sekitar COPD; 10
paru Hiperinflasi paru
k0

Meningkatnya jarak stetoskop Obesitas;


r-h

dengan udara paru Pneumothorax


mo

Berkurangnya pernapasan Gangguan neuromuskular;


-no

Stadium akhir serangan asma


mk

Menurunnya aerasi jaringan paru Atelektasis


6/k

3) Rasio inspirasi dan ekspirasi


2/0

Normalnya, rasio inspirasi dan ekspirasi adalah 3:1.


02

Memanjangnya waktu ekspirasi dapat disebabkan oleh


z/2

obstruksi saluran napas bawah, seperti pada asma, biasanya


.xy

disertai wheezing. Waktu inspirasi yang memanjang disebabkan


na

oleh obstruksi saluran napas atas, misalnya pada obstruksi


lya

benda asing. Suara napas ini kencang dengan nada tinggi,


mu

disebut stridor inspirasi.


a) Suara napas tambahan
na

b) Suara napas tambahan yang berasal dari pleura. Berupa


.ai

suara gesekan atau crackling akibat iritasi atau inflamasi


ww

pleura. Paling jelas terdengar pada akhir inspirasi.


//w

c) Suara napas tambahan yang berasal dari bronkopulmonar


ps:

(1) Wheezing : terjadi akibat konstriksi jalan napas, seperti


htt

pada asma.

jdih.kemkes.go.id
- 992 -

(2) Ronkhi : disebabkan oleh adanya sekret yang tebal

l
tm
pada jalan napas, seperti pada bronkhitis.

g.h
(3) Crackles : suara yang keras dan menghilang saat
batuk atau inspirasi dalam. Early

tan
inspiratory crackles dapat ditemukan pada

n
-te
pasien COPD. Late inspiratory crackles

22
ditemukan pada edema paru. Expiratory

20
crackles ditemukan pada emfisema dan

86
bronkiektasis, biasanya tidak menghilang

s11
saat batuk.

ke
Referensi

en
7m
a. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking
8th Edition. 2002-08. 10
b. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary
k0

Examination. 2009.
r-h
mo

3. Dekompresi Jarum
-no

Tingkat Keterampilan: 4A
mk

Tujuan: Melakukan prosedur toraksosentesis jarum untuk tindakan


penyelamatan pada tension pneumotorakss.
6/k

Alat dan Bahan


2/0

a. Kassa steril
02

b. Povidon iodine
z/2

c. Alkohol 70%
.xy

d. Klem jaringan
na

e. Kom
lya

f. Spuit 3 cc
g. Luer-Lok 10 cc
mu

h. Lidokain ampul
na

i. Jarum kareter
.ai

j. Duk steril
ww

k. Sarung tangan steril


//w

l. Plester
ps:

Teknik Pemeriksaan
htt

jdih.kemkes.go.id
- 993 -

a. Jelaskan kepada pasien atau keluarga pasien jenis, prosedur

l
tm
dan komplikasi tindakan yang akan dilakukan.

g.h
b. Persiapkan alat dan bahan.
c. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.

tan
d. Identifikasi toraks pasien dan status respirasi.

n
-te
e. Berikan oksigen dengan aliran tinggi dan ventilasi sesuai

22
kebutuhan.

20
f. Identifikasi sela iga II, di linea midklavikula di sisi tension

86
pneumotorakss.

s11
g. Gunakan sarung tangan steril.
h. Lakukan prosedur asepsis dan antisepsis.

ke
i. Berikan anestesi lokal jika pasien sadar atau keadaan

en
7m
mengijinkan.
j. Persiapkan Luer-Lok dan hubungkan dengan jarum kateter.
10
k. Insersi jarum kateter (panjang 3-6 cm) ke kulit secara langsung
k0

tepat diatas iga kedalam sela iga dengan sudut 90o terhadap
r-h

permukaan kulit.
mo

l. Tusuk sampai dengan lapisan pleura parietal.


-no

m. Pindahkan Luer-Lok dari kateter dan dengar keluarnya udara


mk

ketika jarum memasuki pleura parietal, menandakan tension


pneumothoraks telah diatasi.
6/k

n. Pindahkan jarum dan ganti Luer-Lok di ujung distal kateter.


2/0

Tinggalkan kateter plastik di tempatnya dan tutup dengan


02

plester atau kain kecil.


z/2

o. Siapkan chest tube, jika perlu.


.xy

Referensi
na

ATLS student course manual. 8th ed. Chicago: America College of


lya

Surgeon. 2008. P126.


mu

4. Terapi Oksigen Dan Inhalasi


na

a. Terapi Oksigen
.ai

Tingkat Keterampilan: 4A
ww

Tujuan: Melakukan pemberian suplementasi oksigen


//w
ps:

Alat dan Bahan


1) Sumber oksigen
htt

jdih.kemkes.go.id
- 994 -

2) Alat-alat sumplementasi oksigen: nasal kanul, sungkup

l
tm
sederhana, sungkup rebreathing, sungkup non-rebreathing.

g.h
3) Pulse oxymetry
Teknik Tindakan

tan
1) Jelaskan kepada pasien atau keluarga pasien jenis dan

n
-te
prosedur tindakan yang akan dilakukan.

22
2) Persiapkan alat dan bahan.

20
3) Cuci tangan sebelum melakukan prosedur tindakan.

86
4) Nilai status oksigenasi pasien.

s11
5) Tentukan kebutuhan oksigen dan jenis alat suplementasi
oksigen yang dibutuhkan pasien

ke
6) Pasang alat suplementasi oksigen ke sumber oksigen.

en
7m
7) Atur aliran oksigen sesuai kebutuhan pasien.
8) Pasang alat suplementasi oksigen kepada pasien.
10
9) Pantau keefektifan pemberian oksigen.
k0

Analisis Tindakan
r-h

Jenis alat suplementasi oksigen, kecepatan aliran dan


mo

presentase oksigen yang dihantarkan.


-no
mk

Tabel 11. Penggunaan alat suplementasi oksigen


6/k

Alat Kecepatan aliran % oksigen


2/0

(L/menit)
02

Kanul nasal 1 21-24


z/2

2 25-28
.xy

3 29-32
na

4 33-36
lya

5 37-40
6 41-44
mu

Sungkup muka 6-10 35-60


na

sederhana
.ai

Sungkup muka 6 60
ww

dengan reservoir O2 7 70
//w

8 80
ps:

9 90
htt

10-15 95-100

jdih.kemkes.go.id
- 995 -

Sungkup muka 4-8 24-35

l
tm
venturi 10-12 40-50

g.h
Referensi

tan
Karo-Karo S, Rahajoe AU, Sulistyo S, dkk. Buku panduan kursus

n
-te
bantuan hidup jantung lanjut ACLS Indonesia. Ed 2012. PERKI.2012.

22
20
b. Terapi Inhalasi

86
Tingkat Keterampilan: 4A

s11
Tujuan: Melakukan terapi inhalasi sesuai dengan indikasi
Alat dan Bahan

ke
en
1) Peralatan nebulizer: masker aerosol, nebulizer, tube.

7m
2) Turbuhaler
3) MDI (metered dose inhaler). 10
4) Sumber oksigen.
k0

5) Obat-obatan inhalasi yang sesuai.


r-h

Teknik Tindakan
mo

Terapi Inhalasi Aerosol dengan Nebulizer


-no

1) Siapkan peralatan yang dibutuhkan.


mk

2) Pasang peralatan nebulizer. Pastikan alat dalam kondisi


yang baik.
6/k

3) Cuci tangan sebelum tindakan.


2/0

4) Sapa pasien. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan


02

dilakukan.
z/2

5) Posisikan pasien dalam posisi duduk.


.xy

6) Bersihkan masker nebulizer dengan kapas alkohol.


na

7) Masukkan obat inhalasi sesuai dengan dosis yang telah


lya

ditentukan.
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

Gambar 61. Teknik memasukkan obat inhalasi

jdih.kemkes.go.id
- 996 -

8) Hubungkan nebulizer dengan kontak listrik. Kemudian

l
tm
hidupkan nebulizer dengan cara menekan tombol on. Atau

g.h
jika menggunakan sumber oksigen, sambungkan alat
nebulizer dengan oksigen 4-6 liter per menit atau hingga

tan
aliran uap keluar secara adekuat.

n
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
Gambar 62. Teknik menghubungkan nebulizer
k0
r-h

9) Pastikan uap keluar dari nebulizer.


mo

10) Pasang masker pada pasien. Jika pasien berusia kurang


dari 1 tahun, minta bantuan orang tua untuk memegang
-no

masker.
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na

Gambar 63. Pemasangan masker


lya
mu

11) Instruksikan pasien untuk bernapas biaa melalui bagian


na

mulut nebulizer.
.ai

12) Terapi dilakukan hingga seluruh larutan habis.


ww

13) Monitor efek pengobatan terhadap pasien. Hal ini termasuk


respons pasien terhadap terapi dan penilaian ulang tanda
//w

vital, EKG, dan suara napas.


ps:

14) Cuci tangan setelah tindakan selesai.


htt

15) Catat kondisi pasien sebelum dan setelah terapi.

jdih.kemkes.go.id
- 997 -

Teknik Penggunaan Metered Dose Inhaler

l
tm
1) Sebelum menggunakan inhaler, minta pasien

g.h
mengeluarkan sputumnya.
2) Buka tutup plastik pada inhaler dan spacer device. Pasang

tan
bagian mulut inhaler pada bagian belakang spacer device.

n
-te
3) Kocok setidaknya 3-5 kali.

22
4) Tempatkan bagian mulut spacer device ke dalam mulut

20
pasien. Minta pasien untuk merapatkan bibirnya.

86
5) Pegang inhaler dengan posisi tegak.

s11
6) Tekan bagian atas canister untuk menyemprotkan obat ke
dalam spacer device.

ke
7) Instruksikan pasien untuk mengambil napas dalam dan

en
7m
perlahan melalui mulut.
8) Keluarkan alat dari mulut dan minta pasien untuk tetap
10
merapatkan bibir sambil menahan napas selama mungkin
k0

(5-10 detik).
r-h

9) Keluarkan napas perlahan.


mo

10) Jika menggunakan masker, tekan dan tahan masker pada


-no

wajah setidaknya selama 6 tarikan napas setelah


mk

menggunakan MDI.
11) Tunggu selama 1 menit sebelum memberikan puff kedua
6/k

untuk mendapatkan efek terbaik; kemudian ulangi


2/0

langkah-langkah diatas.
02

12) Inhaler harus dikocok sebelum tiap semprotan.


z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww

Gambar 64. Penggunaan inhaler


//w

Teknik menggunakan turbuhaler


ps:

1) Sebelum menggunakan turbuhaler untuk pertama kalinya,


yang harus dilakukan adalah:
htt

a) Putar tutupnya dan angkat.

jdih.kemkes.go.id
- 998 -

b) Pegang turbuhaler tegak (dengan bagian mulut di

l
tm
atas), kemudian putar grip ke kiri sampai terdengar

g.h
bunyi klik.
c) Turbuhaler dapat digunakan untuk dosis pertama.

tan
2) Angkat tutup turbuhaler.

n
-te
3) Pegang turbuhaler tegak dan putar pegangan ke kanan

22
kemudian kembali ke kiri sejauh mungkin. Akan terdengar

20
bunyi klik.

86
4) Buang napas perlahan, kemudian letakkan bagian mulut

s11
diantara bibir dan ambil napas sedalam mungkin.
5) Keluarkan turbuhale dari mulut dan tahan napas selama

ke
kurang lebih 10 detik.

en
7m
6) Instruksikan pasien untuk kumur-kumur dengan air
bersih lalu buang. 10
7) Bersihkan turbuhaler kemudian tutup kembali.
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar 65. Penggunaan turbuhaler


na
lya

Teknik menggunakan diskus


1) Pegang diskus dengan atu tangan, letakkan ibu jari tangan
mu

anda yang lain pada pegangan ibu jari.


na

2) Buka diskus dengan menekan pegangan ibu jari ke kanan


.ai

sampai bagian mulut dari diskus terlihat keluar.


ww

3) Pegang dan tahan tuas diskus. Dorong tuas semaksimal


//w

mungkin sampai terdengar bunyi klik.


ps:

4) Keluarkan napas perlahan.


5) Letakkan bagian mulut diskus pada bibir. Tarik napas
htt

dalam-dalam melalui diskus.

jdih.kemkes.go.id
- 999 -

6) Lepaskan diskus dari mulut kemudian tahan napas selama

l
tm
kurang lebih 10 detik.

g.h
7) Keluarkan napas secara pelahan. Tutup diskus.
8) Instruksikan pasien untuk kumur-kumur dengan air

tan
bersih lalu buang.

n
-te
Analisis

22
1) Indikasi Klinis: mengurangi bronkospasme, inflamasi jalan

20
napas, mukokinesis, dan profilaksis bronkokonstriksi.

86
2) Kontraindikasi: riwayat hipersensitivitas atau reaksi alergi

s11
terhadap obat-obatan.
3) Bunyi mendesis saat inhalasi dengan metered dose inhaler

ke
mengindikasikan bahwa teknik yang digunakan tidak tepat.

en
7m
4) Jenis obat-obatan aerosol dan dosis yang tersedia:
pMDI (pressurized metered-dose inhaler)
10
1) Anticholinergic: ipatropium bromide 21 µg
k0

2) Agonis Β2 adrenergik: formoterol 12 µg


r-h

3) Kortikosteroid: salmeterol 25 µg; levabuterol 45 µg;


mo

beclometason 50 µg, 100 µg, 200 µg, dan 250 µg;


-no

ciclesonide 40 µg, 80 µg, dan 160 µg; budesonide 50 µg;


mk

fluticasone 50 µg,125 µg, dan 250 µg; flunisolide 80 µg.


4) Kombinasi: beclomethason/formoterol 100/6 µg;
6/k

budesonide/formoterol 80/4.5 µg dan 160/4.5 µg;


2/0

fluticasone/salmeterol 50/25, 125/25, dan 250/25 µg;


02

ipatropium bromide/salbutamol 18/100 µg.


z/2

5) Cromones: nedocromil sodium 2mg; sodium cromoglycate 1


.xy

mg dan 5 mg.
na

Nebulizer
lya

1) Agonis beta-2 adrenergik: formoterol fumarat 20 µg/2 mL;


salbutamol 0.083% dalam 1,2,dan 5 mg vial; armoterol
mu

tartrate 15 µg; levalbuterol. Metaprotenrenol sulfat.


na

2) OAINS: cromolyn sodium 20 mg.


.ai

3) Kortikosteroid: budesonide 0.25, 0.5, dan 1 mg; fluticasone


ww

0.5 mg/2ml dan 2 mg/2mL.


//w

4) Mukolitik: larutan saline hipertonik.


ps:

5) Antikolinergik: ipratropium bromide 500/vial.


Dry powder inhalation (DPI), contoh:
htt

1) Fluticasone 50, 100, 250, dan 500 µg

jdih.kemkes.go.id
- 1000 -

2) Salbutamol 200 µg

l
tm
3) Salmeterol 50 µg

g.h
4) fluticasone/salmeterol 100/50, 250/50 dan 500/50 µg.
5) Budesonide 100, 200, dan 400 µg

tan
6) Formoterol 6 dan 12 µg

n
-te
7) Terbutaline 500 µg.

22
20
Referensi

86
a. Laube BL, et al. What the pulmonary specialist should know

s11
about the new inhalation therapies. Eur Respir J 2011: 37(6);
1308-1331.

ke
b. Global initiative for asthma. Instruction for inhaler and spacer

en
7m
use [Internet]. 2014 [cited 2014 March 24]. Available from:
http://www.ginasthma.org/documents/1110
c. North Carolina College of Emergency Physician’s. standards
k0

procedure (skill) airway-nebulizer inhalation therapy [internet].


r-h

2005 [cited 2014 March 24]. Available from:


mo

http://www.ncems.org/pdf/NCCEPStandardsProcedures
-no

2009.pdf
mk

d. London health sciences centre. Inhalation therapy bronchodilator


administration via wet nebulization aerosol. Chest. 1997
6/k

Dec;112(6):1501-5.
2/0
02

I. SISTEM KARDIOVASKULAR
z/2

1. Pemeriksaan Jantung (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Dan Auskultasi)


.xy

Tingkat Keterampilan: 4A
na

Tujuan: Menilai kondisi fisik jantung


lya

Alat dan Bahan: Stetoskop


Teknik Pemeriksaan
mu

Inspeksi dada
na

a. Minta pasien berbaring dengan nyaman.


.ai

b. Lepaskan pakaian yang menghalangi dada.


ww

c. Perhatikan bentuk dada dan pergerakan dada saat pasien


//w

bernafas. Perhatikan jika terdapat deformitas atau keadaan


ps:

asimetris, retraksi interkostae dan suprasternal, dan kelemahan


pergerakan dinding dada saat bernafas.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1001 -

Palpasi apeks jantung

l
tm
a. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien, sedang pasien dalam

g.h
sikap duduk dan kemudian berbaring terlentang. Jika dalam
keadaan terlentang apeks tidak dapat dipalpasi, minta pasien

tan
untuk posisi lateral dekubitus kiri.

n
-te
b. Telapak tangan pemeriksa diletakkan pada prekordium dengan

22
ujung-ujung jari menuju ke samping kiri torakss. Perhatikan

20
lokasi denyutan.

86
c. Menekan lebih keras pada iktus kordis untuk menilai kekuatan

s11
denyut.

ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no

Gambar 66. Palpasi apeks jantung


mk

Perkusi batas jantung


6/k

a. Batas jantung kiri. Melakukan perkusi dari arah lateral ke


2/0

medial.
02

b. Batas jantung kanan. Melakukan perkusi dari arah lateral ke


z/2

medial.
Auskultasi jantung
.xy

a. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring.


na

b. Gunakan bagian diafragma dari stetoskop, dan letakan di garis


lya

parasternal kanan ICS (intracostae space) 2 untuk menilai katup


mu

aorta, parasternal kiri ICS 2 untuk menilai katup pulmoner,


na

parasternal kiri ICS 4 atau 5 untuk menilai katup trikuspid, dan


.ai

garis midklavikula kiri ICS 4 atau 5 untuk menilai apeks dan


ww

katup mitral.
//w

c. Selama auskultasi yang perlu dinilai: irama jantung, denyut


jantung, bunyi jantung satu, bunyi jantung dua, suara splitting,
ps:

bunyi jantung tambahan, murmur.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1002 -

l
tm
g.h
tan
n
-te
22
20
86
s11
ke
en
Gambar 67. Auskultasi jantung

7m
Analisis Hasil Pemeriksaan 10
a. Inspeksi
k0

Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris. Perikordium


r-h

yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis


mo

atau atelektasis paru, skoliosis atau kifoskoliosis. Prekordium


-no

yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung,


efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum
mk

dan skoliosis atau kifoskoliosis.


6/k

b. Palpasi apeks jantung


2/0

Pada keadaan normal iktus kordis dapat teraba pada ruang


02

intercostal kiri V, agak ke medial (2cm) dari linea


z/2

midklavikularis kiri. Apabila denyut iktus tidak dapat dipalpasi,


bisa diakibatkan karena dinding torakss yang tebal misalnya
.xy

pada orang gemuk atau adanya emfisema, tergantung pada


na

hasil pemeriksaan inspeksi dan perkusi.


lya

c. Perkusi batas jantung


mu

Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup kita


na

tetapkan sebagai batas jantung.


.ai

d. Auskultasi jantung
ww

1) Murmur sistolik
//w

Menjalar ke karotis, dapat terjadi pada stenosis/sklerosis


aorta
ps:

2) Murmur diatolik
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1003 -

Terdengar paling keras di tepi sternal kiri bawah, dapat

l
tm
terjadi pada regurgiasi pulmonal, regurgitasi aorta

g.h
3) Murmur pansistolik
Paling keras di apeks, dapat terjadi pada regurgitasi mitral,

tan
regurgitasi trikuspid

n
-te
4) Murmur mid-diastolik

22
Paling keras di apeks, dapat terjadi pada stenosis mitral,

20
stenosis tricuspid

86
5) Intensitas murmur.

s11
Tabel 12. Intensitas Murmur

ke
en
7m
Grade Deskripsi
Grade Sangat lemah, hanya terdengar setelah pendengar benar-benar
10
1 memperhatikan; dapat terdengar tidak disemua posisi
k0

Grade Lemah, namun segera terdengar setelah menempatkan stetoskop


r-h

2 di dada
mo

Grade Cukup keras


-no

3
mk

Grade Keras, dengan thrill yang teraba


6/k

4
Grade Sangat keras, dengan thrill. Dapat terdengar dengan stetoskop
2/0

5 terletak sebagian di dada.


02

Grade Sangat keras, dengan thrill. Dapat terdengar dengan stetoskop


z/2

6 tidak ditempelkan di dada.


.xy

Referensi
na

Bickley, LS. Szilagyi PG. Bates’ Guide to Physical Examination and


lya

History Taking, 10th Ed. China: Lippincott Williams & Wilkins, 2009.
mu

2. Pemeriksaan Jvp
na

Tingkat Keterampilan: 4A
.ai

Tujuan: menilai fungsi jantung dan status cairan pasien


ww

Alat dan Bahan: Dua buah penggaris


//w

Teknik Pemeriksaan
ps:

a. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.


htt

b. Penderita dalam posisi santai, kepala sedikit terangkat dengan


bantal, dan otot sternomastoideus dalm keadaan rileks.

jdih.kemkes.go.id
- 1004 -

c. Lepaskan pakaian yang sempit/menekan leher.

l
tm
d. Naikkan ujung tempat tidur setinggi 30°, atau sesuaikan

g.h
sehingga pulsasi vena jugularis tampak jelas. Miringkan kepala
menghadap arah yang berlawanan dari arah yang akan

tan
diperiksa.

n
-te
e. Gunakan lampu senter dari arah miring untuk melihat

22
bayangan (shadow) vena jugularis. Identifikasi pulsasi vena

20
jugularis interna. Apabila tidak dapat menemukan pulsasi vena

86
jugularis interna dapat mencari pulsasi vena jugularis eksterna.

s11
f. Tentukan titik tertinggi dimana pulsasi vena jugularis
interna/eksterna dapat dilihat.

ke
g. Pakailah sudut sternum (manubrium) sebagai tempat untuk

en
7m
mengukur tinggi pulsasi vena. Titik ini ±4-5 cm di atas pusat
dari atrium kanan. 10
h. Gunakan penggaris.
k0

1) Penggaris ke-1 diletakkan secara tegak (vertikal), dimana


r-h

salah satu ujungnya menempel pada manubrium.


mo

2) Penggaris ke-2 diletakkan mendatar (horizontal), dimana


-no

ujung yang satu tepat di titik tertinggi pulsasi vena,


mk

sementara ujung lainnya ditempelkan pada penggaris ke-1.


6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu

Gambar 68. Pengukuran JVP


na
.ai

i. Ukurlah jarak vertikal (tinggi) antara manubrium dan titik


ww

tertinggi pulsasi vena


//w

j. Catat hasilnya.
ps:

Analisis Hasil Pemeriksaan


htt

a. Menulis dan membaca hasil


1) Contoh, JVP = 5+2

jdih.kemkes.go.id
- 1005 -

2) 5 adalah jarak dari atrium kanan ke manubrium sternum

l
tm
dan titik tertinggi pulsasi vena.

g.h
3) +2 adalah hasilnya
b. Nilai normal kurang dari 3 atau 4 cm di atas manubrium, pada

tan
posisi tempat tidur bagian kepala ditinggikan 30°-45°

n
-te
c. Nilai lebih dari normal, mengindikasikan peningkatan tekanan

22
atrium/ventrikel kanan, misalnya terjadi pada gagal jantung

20
kanan, regurgitasi tricuspid

86
d. Nilai kurang dari normal, mengindikasikan deplesi volume

s11
ekstrasel.
Penulisan Hasil Pemeriksaan

ke
JVP: 5+2

en
Referensi
7m
10
Bickley, LS. Szilagyi PG. Bates’ Guide to Physical Examination and
k0

History Taking, 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2009; p 265 –
r-h

266.
mo
-no

3. Palpasi Arteri Karotis Dan Deteksi Bruit


mk

Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Menilai denyut arteri karotis dan mendeteksi bruit di arteri
6/k

Alat dan Bahan: stetoskop


2/0

Teknik Pemeriksaan
02

a. Palpasi arteri karotis pada bagian ventral dari otot


z/2

sternikleidomastoideus kanan dan kiri


.xy

b. Palpasi dilakukan secara bergantian antara kanan dan kiri


na

c. Lakukan penilaian.
lya

d. Dengarkan thrill dan bruit pada arteri karotis dengan


menggunakan stetoskop.
mu

e. Letakkan stetoskop pada daerah arteri karotis, minta pasien


na

untuk menahan napasnya agar auskultasi terdengar jelas dan


.ai

tidak tersamarkan oleh bunyi napas.


ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1006 -

l
tm
g.h
ntan
Gambar 69. Palpasi arteri karotis

-te
22
Analisis Hasil Pemeriksaan

20
a. Gambaran nadi yang terjadi menyerupai gelombang nadi yang

86
terjadi pada arteri radialis.

s11
b. Pulsasi karotis yang berlebihan dapat timbul karena tekanan
nadi yang besar, misalnya pada insufiensi aorta ditandai dengan

ke
naik dan turunnya denyut berlangsung cepat.

en
7m
c. Bunyi jantung yang terdengar pada auskultasi arteri karotis
tidak dianggap sebagai bruit. 10
d. Bruit arteri karotis dengan atau tanpa thrill pada orang tua atau
k0

usia pertengahan menandakan namun tidak membuktikan


r-h

adanya penyempitan arteri.


mo

e. Murmur aorta dapat menjalar hingga arteri karotis dan


-no

terdengar seperti bruit.


mk

Referensi
6/k

Bickley, LS. Szilagyi PG. Bates’ Guide to Physical Examination and


2/0

History Taking, 10th ed. China: Lippincott Williams & Wilkins, 2009; p
02

267-268
z/2
.xy

4. Pemeriksaan Trendelenburg
na

Tingkat Keterampilan: 4A
lya

Tujuan: Menilai ada tidaknya vena varikosa


Alat dan Bahan: -
mu

Teknik Pemeriksaan
na

a. Minta pasien untuk berbaring.


.ai

b. Elevasi tungkai 90⁰ untuk mengosongkan vena.


ww

c. Oklusi vena savena magna pada paha bagian atas dengan


//w

kompresi manual, menggunakan tekanan yang cukup untuk


ps:

menekan vena superficial namun tidak menekan vena dalam.


d. Minta pasien untuk berdiri dengan tetap mengoklusi vena.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1007 -

e. Amati pengisian vena pada tungkai. Normalnya, vena superficial

l
tm
terisi dari bawah dan memakan waktu sekitar 35 detik.

g.h
f. Setelah pasien berdiri selama 20 detik, lepaskan kompresi dan
lihat adanya tambahan pengisian vena.

tan
Analisis Hasil Pemeriksaan

n
-te
a. Normalnya, pengisian vena superfisial memakan waktu sekitar

22
35 detik.

20
b. Pengisian vena yang cepat saat vena superfisial dioklusi

86
menandakan inkompetensi vena-vena komunikans,

s11
c. Adanya pengisian vena mendadak setelah kompresi dilepas
menandakan inkompetensi katup-katup vena pada vena

ke
saphena.

en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na

Gambar 70. Tes Trendelenburg


lya
mu
na

Pelaporan
.ai

a. Negatif-negatif: hasil normal.


ww

b. Kedua langkah abnormal: positif-positif.


//w

c. Respons negative-positif dan positif-negatif juga dapat


ditemukan
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1008 -

Referensi

l
tm
a. Bickley, LS. Szilagyi, PG. Bates’ Guide to Physical Examination

g.h
and History Taking, 8th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 2007.

tan
b. Anonymous. Undervisningsmateriell [internet]. 2008 July [cited

n
-te
2014 March 23]. Available from:

22
http://folk.uio.no/arnewes/undervisning/

20
86
5. Palpasi Denyut Arteri Ekstremitas

s11
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Menilai sirkulasi perifer

ke
Alat dan Bahan: -

en
7m
Teknik Pemeriksaan
a. Pasien dalam posisi terlentang. 10
b. Amati pola pembuluh darah vena.
k0

c. Amati warna kulit dan nail beds serta tekstur kulit.


r-h

d. Palpasi kedua sisi ekstrimitas pasien. Nilai suhu dan adanya


mo

edema. (pemeriksaan edema lihat ke general survey).


-no

e. Palpasi arteri-arteri ekstrimitas pasien.


mk

Palpasi arteri radialis


1) Letakkan ujung-ujung jari pemeriksa pada permukaan
6/k

fleksor lateral pergelangan tangan.


2/0

2) Fleksikan perelangan tangan pasien untuk membantu


02

perabaan arteri.
z/2

3) Bandingkan pulsasi di kedua lengan.


.xy
na

Palpasi arteri brachialis


lya

1) Fleksikan sedikit siku pasien.


2) Dengan ibu jari tangan yang satu lagi, palpasi arteri
mu

brachialis pasien pada bagian medial tendon biseps.


na

3) Bandingkan pulsasi pada kedua lengan.


.ai
ww

Palpasi arteri femoralis


//w

1) Lakukan penekanan dalam di bawah ligamentum


ps:

inguinalis, antara SIAS dan simfisis pubis.


2) Penggunaan dua tangan, satu diatas yang lainnya,
htt

membantu palpasi ini terutama pada orang gemuk.

jdih.kemkes.go.id
- 1009 -

Palpasi arteri poplitea

l
tm
1) Fleksikan lutut pasien dan minta pasien untuk

g.h
melemaskan otot tungkainya.
2) Letakkan ujung-ujung jari kedua tangan sehingga mereka

tan
bertemu pada garis tengah di belakang lutut dan tekan

n
-te
dalam ke fossa poplitea.

22
3) Jika pulsasi tidak dapat teraba, minta pasien tidur

20
tengkurup.

86
4) Fleksikan tungkai pasien sekitar 90⁰C, senderkan tungkai

s11
bawah pasien pada bahu atau lengan atas pemeriksa,
minta pasien untuk melemaskan tungkainya.

ke
5) Tekan kedua ibu jari ke arah dalam fossa poplitea.

en
7m
Palpasi arteri dorsalis pedis
1) Palpasi dorsum pedis pada bagian lateral tendon ekstensor
10
jari jempol.
k0

2) Jika pulsasi tidak teraba, raba bagian dorsum pedis lebih


r-h

ke lateral.
mo

Palpasi arteri tibialis posterior


-no

Tekuk jari-jari anda ke belakang dan agak ke bawah malleolus


mk

lateralis pergelangan kaki. Denyut arteri ini sulit teraba pada


pasien dengan edema tungkai.
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w

Gambar 71. Lokasi palpasi arteri ekstremitas


ps:
htt

f. Yang perlu dinilai, yaitu: kekuatan pulsasi, kondisi pembuluh


darah, diameter pembuluh darah.

jdih.kemkes.go.id
- 1010 -

g. Menilai capillary refill time. Gunakan jari tangan pemeriksa

l
tm
untuk menekan ujung-ujung jari pasien sampai berubah warna

g.h
menjadi putih selama 5 detik. Kemudian lepaskan, dan hitung
waktu yang diperlukan untuk kembali berwarna pink.

tan
Analisis Hasil Pemeriksaan

n
-te
a. Warna kulit:

22
1) Warna coklat atau ulkus tepat diatas pergelangan kaki

20
menandakan insufisensi vena kronik.

86
2) Kulit tebal kecoklatan ditemukan pada lymphedema dan

s11
insufisiensi vena tingkat lanjut.
b. Suhu:

ke
1) Rasa dingin pada perabaan ekstrimitas yang ditemukan

en
7m
unilateral, disertai dengan gejala lain dapat menandakan
adanya insufisensi arteri dari sirkulasi arteri yang tidak
10
adekuat.
k0

2) Pembengkakan lokal disertai kemerahan dan rasa hangat


r-h

pada perabaan dapat menandakan thrombophlebitis


mo

superfisial.
-no

c. Kekuatan pulsasi
mk

Teraba kuat, teraba lemah, tidak teraba.


Bounding pada arteri karotis, radialis, dan femoralis ditemukan
6/k

pada insufisiensi aorta. Hilangnya pulsasi secara asimetris


2/0

disebabkan oleh oklusi akibat emboli atau aterosklerosis.


02

Hilang atau tidak adanya denyut mengindikasikan oklusi total


z/2

atau parsial pada daerah proksimal.


.xy
na

Tabel 13. Kekuatan pulsasi


lya

Sistem penilaian amplitudo pulsasi arteri


4+ Bounding
mu

3+ Meningkat
na

2+ Sesuai harapan
.ai

1+ Menghilang, lebih lemah dari yang


ww

diharapkan
//w

0 Tidak dapat dipalpasi


ps:
htt

d. Kondisi pembuluh darah dalam kondisi normal, pembuluh


darah teraba kenyal dan dapat ditekan dengan mudah. Namun

jdih.kemkes.go.id
- 1011 -

apabila terjadi arterosklerosis yang meluar pembuluh darah

l
tm
akan teraba kaku dan keras.

g.h
e. Vena-vena yang menonjol pada edema menandakan obstruksi
vena.

tan
f. Lebar pembuluh darah.

n
-te
Pembuluh darah melebar pada aneurisma.

22
g. Arteri dorsalis pedis dapat tidak terbentuk karena anomali

20
congenital.

86
h. Pada oklusi arteri yang terjadi tiba-tiba, ujung ekstrimitas

s11
ditemukan menjadi pucat, dingin, dan denyut tidak dapat
diraba. Pasien mengeluhkan nyeri, kebal, dan rasa kesemutan.

ke
i. Capillary refill time

en
7m
j. Normalnya perubahan warna dari putih menjadi pink setelah
penekan dilepaskan akan terjadi dalam waktu kurang dari 3
10
detik. Jika kembali warna lebih lama, mengindikasikan adanya
k0

gangguan sirkulasi lokal atau sistemik.


r-h
mo

Referensi
-no

a. Bickley, LS. Szilagyi PG. Bates’ Guide to Physical Examination


mk

and History Taking, 10th ed. China: Lippincott Williams &


Wilkins, 2009; p 450-454
6/k

b. Rao VR. Clinical examination in cardiology. New Delhi: Elsevier,


2/0

2007.
02
z/2

6. Elektrokardiografi (Ekg)
.xy

Tingkat Keterampilan: 4A
na

Tujuan: Mengetahui aktifitas elektrik jantung


lya

Alat dan Bahan


a. Mesin EKG yang dapat merekam 12 lead
mu

b. 10 lead EKG (4 lead kaki, 6 lead dada): harus terhubung dengan


na

mesin
.ai

c. Elektroda EKG
ww

d. Pisau cukur
//w

e. Alcohol
ps:

f. Water based gel


g. Alat tulis
htt

Teknik Pemeriksaan

jdih.kemkes.go.id
- 1012 -

a. Memperkenalkan diri, konfirmasi identitas pasien, jelaskan

l
tm
prosedur dan mendapatkan izin secara verbal.

g.h
b. Posisikan pasien pada posisi yang nyaman (duduk atau tidur)
dengan bagian atas badan, kaki dan badan terlihat.

tan
c. Membersihkan lokasi yang akan dipasang elektroda dengan

n
-te
mencukur rambut dan membersihkan kulit dengan alkohol

22
untuk mencegah hambatan hantaran gelembong elektrik.

20
d. Memberikan gel pada lokasi penempelan elektroda.

86
e. Masing-masing elektroda dipasang dengan menempelkan atau

s11
penjepitan bantalan atau ujung elektroda pada kulit pasien.
Bantalan elektroda biasa diberi label dan berbeda dari segi

ke
warna untuk mencegah kesalahan pemasangan.

en
7m
f. Lokasi pemasangan elektroda ekstremitas secara umum:
1) Tangan kanan: merah 10
2) Tangan kiri: kuning
k0

3) Kaki kanan: hijau


r-h

4) Kaki kiri: hitam


mo

g. Lokasi pemasangan elektroda precordial


-no

1) V1 : ICS 4 tepat disebelah kanan sternum


mk

2) V2 : ICS 4 tepat di sebelah kiri sternum


3) V3 : garis tengah antara V2 dan V4
6/k

4) V4 : ICS 5 garis midklavikula sinistra


2/0

5) V5 : garis aksilaris anterior sinistra, sejajar dengan V4


02

6) V6 : garis midaksilaris, sejajar dengan V4


z/2

h. Setelah terpasang, nyalakan mesin EKG, mengoperasikan


.xy

sesuai prosedur tetap sesuai jenis mesin EKG (manual atau


na

otomatis).
lya

i. Cek kalibrasi dan kecepatan kertas (1 mV harus digambarkan


dengan defleksi vertikal sekitar 10 mm dan kecepatan kertas 25
mu

mm/detik atau setara dengan 5 kotak besar/detik).


na

j. Memastikan nama pasien, catat tanggal dan waktu pencatatan.


.ai

k. Setelah hasil didapatkan, lepaskan elektroda yang terpasang.


ww

Analisis Hasil Pemeriksaan


//w

a. Sinus atau tidak.


ps:

Irama sinus yaitu selalu ada satu gelombang P yang diikuti oleh
satu komplek QRS dan satu gelombang T.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1013 -

l
tm
g.h
n tan
-te
22
Gambar 72. Irama sinus

20
b. Irama regular atau aritmia/disritmia.

86
Caranya adalah memperhatikan gelombang R. jarak antar

s11
gelombang R atau R-R harus sama. Atau jarak gelombang P-P
harus sama untuk sebuah EKG yang normal.

ke
c. Menghitung heart rate (HR).

en
1) Menggunakan kotak sedang/besar

7m
Khusus untuk EKG dengan irama regular. Rumusnya 300
10
dibagi jumlah kotak sedang dari interval RR.
k0

2) Menggunakan kotak kecil


r-h

Khusus untuk EKG dengan irama regular. Rumusnya 1500


mo

dibagi jumlah kotak kecil antara RR interval.


-no

3) Menggunakan 6 detik
mk

Dapat digunakan untuk irama regular maupun irregular.


Hitung kompleks QRS dalam 6 detik (biasanya di lead II).
6/k

Jumlah kompleks QRS yang ditemukan dikalikan dengan


2/0

10.
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na

Gambar 73. Perhitungan irama jantung


.ai
ww

d. Lihat axis
//w

Batas normal sumbu jantung berada antara -30° sampai +90°.


ps:

Jika lebih besar dari -30° maka deviasi ke kiri, dan jika lebih
besar dari +90° maka sumbu jantung deviasi ke kanan.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1014 -

e. Gelombang P

l
tm
Analisis adakah kelainan dari gelombang P. lihat pula

g.h
bentuknya apakah P mitral atau P pulmonal. Normalnya tinggi
tidak lebih dari 3 kotak kecil, lebar tidak lebih dari 3 kotak

tan
kecil, positif kecuali di AVR, gelombang simetris.

n
-te
22
20
86
s11
Gambar 74. A. Gambaran P mitral dan P bifasik; B. Gambaran P

ke
pulmonal

en
7m
f. PR interval
10
PR interval normal adalah 0,12-0,2 detik. Jika PR interval
k0
memanjang curiga sebagai suatu block jantung.
r-h
mo
-no
mk
6/k

Gambar 75. PR interval


2/0

g. Gelombang Q
02

Lebar gelombang Q normal kurang dari 0,04 detik, tinggi kurang


z/2

dari 0,1 detik. Keadaan patologis dapat dilihat dari panjang


.xy

gelombang Q >1/3 R, ada QS pattern dengan gelombang R tidak


na

ada. Adanya gelomang Q patologis ini menunjukkan adanya old


lya

miocard infark.
mu

h. QRS kompleks
Adanya kelainan kompleks QRS menunjukkan adanya kelainan
na

pada ventrikel (bisa suatu block saraf jantung atau kelainan


.ai
ww

lainnya). Lebar jika aliran listrik berasal dari ventrikel atau


terjadi blok cabang berkas. Normal R/S = 1 di lead V3 dan V4.
//w

Rotasi menurut arah jarum jam menunjukkan penyakit paru


ps:

kronik. Artinya gelombang QRS menjadi berbalik. Yang tadinya


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1015 -

harus positif di V5 dan V6 dan negative di V1 dan V2 maka

l
tm
sekarang terjadi sebaliknya.

g.h
tan
n
-te
22
20
Gambar 76. QRS interval

86
s11
i. Segmen ST

ke
Segmen ST normal di V1-V6 bisa naik 2 kotak kecil atau turun

en
0,05 kotak kecil. Patologis: elevasi (infark miokard akut atau

7m
pericarditis), depresi (iskemia atau terjadi setelah pemakaian
10
digoksin).
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar 77. A. EKG normal, B. ST Elevasi, C. ST depresi


na

j. Gelombang T
lya

Gelombang T normal = gelombang P. Gelombang ini positif di


mu

lead I, II, V3-V6 dan negatif di AVR.


na

Patologis:
.ai

1) Runcing: hiperkalemia
ww

2) Tinggi lebih dari 2/3 R dan datar: hipokalemia


3) Inversi: bisa normal (di lead III, AVR, V1, V2 dan V3 pada
//w

orang kulit hitam) atau iskemia, infark, RVH dan LVH,


ps:

emboli paru, sindrom WPW, blok berkas cabang.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1016 -

k. Kriteria untuk membantu diagnosis LVH (left ventricle

l
tm
hypertrophy): Jumlah kedalaman gelombang S pada V1ditambah

g.h
dengan ketinggian gelombang R pada V5 atau V6 lebih dari 35
mm, atau; gelombang R di V1 11-13 mm atau lebih, atau; ST

tan
depresi diikuti inversi T dalam dan luas, atau; Left axis deviation

n
-te
(LAD), atau; gelombang P yang lebar pada lead ekstrimitas atau

22
gelombang P bifasik pada V1.

20
l. Gelombang R yang lebih besar disbanding gelombang S pada

86
V1menandakan namun tidak mendiagnosis RVH (right ventricle

s11
hypertrophy); Gelombang R yang lebih tinggi pada lead
prekordial kanan; right axis deviation; inverse gelombang T pada

ke
lead prekordial menandakan RVH.

en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02

Gambar 78. Kompleks QRS di V1 dan V6 ada pasien normal, LVH,


z/2

dan RVH
.xy

m. Atrial Flutter
na

Ciri cirinya:
lya

1) Irama teratur
mu

2) Ciri utama yaitu gelombang P yang mirip gigi gergaji


3) Komplek QRS normal, interval PR normal
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

Gambar 79. Atrial flutter

jdih.kemkes.go.id
- 1017 -

n. Atrial fibrilasi

l
tm
1) Frekuensi denyut sangat cepat hingga 350-600 kali per

g.h
menit.
2) Gelombang berombak ireguler menggantikan gelombang P

tan
yang normal. Gelombang ini disebut f waves.

n
-te
22
20
86
s11
Gambar 80. Atrial fibrilasi

ke
en
o. Ventrikular takikardi dan Ventrikular flutter

7m
Ciri-cirinya: 10
1) Irama regular
k0

2) Frekuensi 100-250 x/menit


r-h

3) Tidak ada gelombang P


mo

4) Komplek QRS lebar atau lebih dari normal


-no

5) VT yang sangat cepat dengan sine-wave appearance disebut


mk

ventricular flutter.
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar 81. Ventricular takikardi


na
lya
mu
na
.ai
ww
//w

Gambar 82. Ventrikular fibrilasi


ps:
htt

p. Ventrikular ekstra sistol


Ciri-cirinya:

jdih.kemkes.go.id
- 1018 -

1) Munculnya pada gambaran EKG dimana saja

l
tm
2) Denyut dari ventrikel yang jelas sekali terlihat

g.h
3) Denyut ini bisa ke arah defleksi positif atau negatif,
tergantung di lead mana kita melihat.

ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
Gambar 83. Perbedaan ventricular premature beat (atas) dan atrial
10
premature beat (bawah)
k0

q. Akut miokard infark


r-h

1) Fase akut yaitu ditandai dengan ST segmen elevasi yang


mo

sudah disertai atau tidak dengan gelombang Q patologis.


-no

Fase ini terjadi kurang lebih dari 0-24 jam.


2) Fase early evolution, yaitu ditandai masih dengan elevasi
mk

segmen ST tapi gelombang T mulai inverted. Proses ini


6/k

terjadi antara 1 hari sampai beberapa bulan.


2/0

3) Fase old infarck, yaitu gelombang Q yang menetap disertai


02

gel T kembali ke normal. Proses ini dimulai dari beberapa


z/2

bulan MI sampai dengan tahun dan seumur hidup.


.xy

Berikut daftar lead yang mengalami kelainan dan tempat


na

dicurigai kelainan tersebut :


lya

1) I, III, AVF: inferior


mu

2) V1-V2: lateral kanan


na

3) V3-V4: septal atau anterior


.ai

4) I, AVL, V5-V6: lateral kiri


ww

5) V1-V3: posterior
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1019 -

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
Gambar 84. Evolusi segmen ST pada infark miokard inferior. A.

86
fase akut infark miokard: ST elevasi; B. fase perubahan ditandai

s11
dengan T inverted dalam; C. revolving phase, regresi parsial atau

ke
total segmen ST, terkadang timbul gelombang Q

en
7m
r. Blok AV:
1) Blok AV derajat I:
10
k0
Interval PR yang memanjang pada seluruh lead.
r-h

2) Blok AV derajat II:


a) Mobitz tipe I (wenckebach): pemanjangan interval PR
mo

yang progresif diikuti gelombang P nonkonduktif; PR


-no

interval kembali memendek setelah denyut non


mk

konduktif.
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar 85. Mobitz tipe I


na
lya

b) Mobitz tipe II: kegagalan konduksi mendadak tanpa


mu

ada kelainan interval PR sebelumnya.


na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 86. Mobitz tipe II


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1020 -

3) Blok AV derajat III: terdapat gelombang P, dengan denyut

l
tm
atrial lebih cepat dari denyut ventricular; terdapat

g.h
kompleks QRS dengan frekuensi ventrikuler yang lambat
(biasanya tetap); gelombang P tidak berhubungan dengan

tan
kompleks QRS, dan interval PR sangat bervariasi karena

n
-te
hubungan listrik atrium dan ventrikel terputus.

22
20
86
s11
ke
en
7m
Gambar 87. AV blok derajat III
10
k0

Referensi
r-h

a. Bickley, LS. Szilagyi PG. Bates’ Guide to Physical Examination


mo

and History Taking, 10th Ed. China: Lippincott Williams &


-no

Wilkins, 2009.
b. Goldberger AL. Clinical electrocardiography a simplified
mk

approach. 7th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2005.


6/k
2/0

J. Sistem Gastrohepatobilier
02

1. Pemeriksaan Mulut dan Tenggorokan (Tonsil)


z/2

Tingkat keterampilan: 4A
.xy

Tujuan: menilai kondisi bibir, mulut, lidah, gigi, gusi, palatum,


mukosa pipi, dan tonsil
na

Alat dan Bahan


lya

a. Sarung tangan
mu

b. Spatula
na

c. Kaca mulut
.ai

d. Kain kasa
ww

Teknik Pemeriksaan
//w

a. Minta pasien duduk dengan nyaman di kursi periksa.


b. Jelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan pemeriksaan.
ps:

c. Lakukan cuci tangan dan gunakan sarung tangan.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1021 -

d. Jika pasien menggunakan gigi palsu, minta pasien untuk

l
tm
melepasnya terlebih dahulu.

g.h
e. Lakukan inspeksi pada bibir, perhatikan warna, kelembaban,
apakah simetris, terdapat deformitas, luka atau penebalan.

tan
f. Lakukan inspeksi pada mukosa oral dan gusi dengan

n
-te
pencahayaan yang cukup dan spatula lidah. Perhatikan warna,

22
ulserasi, bercak, dan nodul. Jika pada inspeksi ditemukan

20
adanya benjolan, perhatikan apakah benjolan tunggal atau

86
multipel, kemudianlakukan palpasi, perhatikan ukuran,

s11
konsistensi, permukaan, mobilitas, batas dan nyeri tekan.
g. Lakukan inspeksi pada gigi, perhatikan apakah ada gigi yang

ke
tanggal, warna gigi, disposisi, atau ada gigi yang patah.

en
7m
Gunakan kaca mulut untuk melihat gigi belakang atau atas.
h. Minta pasien untuk menjulurkan lidah. Lakukan inspeksi pada
10
lidah, perhatikan warna dan tekstur lidah, apakah terdapat
k0

nodul, ulserasi, atau lesi lainnya. Kemudian pegang lidah pasien


r-h

menggunakan tangan kanan, lakukan palpasi, perhatikan


mo

apakah terdapat indurasi atau penebalan.


-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar 88. Palpasi lidah pasien


na
lya

i. Minta pasien membuka mulut dengan lidah tidak terjulur.


mu

Kemudian minta pasien untuk mengatakan ‘ahh’, perhatikan


na

faring, uvula, dan tonsil. Perhatikan perubahan warna dan


.ai

apakah terdapat eksudat, ulserasi, bengkak, atau pembesaran


ww

tonsil.
//w

j. Pemeriksaan selesai, lepaskan sarung tangan dan lakukan cuci


ps:

tangan.
Analisis Hasil Pemeriksaan
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1022 -

Simpulkan hasil temuan secara deskriptif dan kaitkan dengan

l
tm
kemungkinan diagnosis.

g.h
Referensi
Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination

tan
and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China,

n
-te
hh. 160-162.

22
20
2. Pemeriksaan Fisik Abdomen

86
Tingkat keterampilan: 4A

s11
Jenis Keterampilan
a. Inspeksi abdomen

ke
b. Auskultasi

en
7m
c. Perkusi
d. Palpasi (dinding perut, kolon, hepar, lien, aorta, rigiditas dinding
10
perut, nyeri tekan, dan nyeri lepas tekan)
k0

Tujuan: Untuk menilai organ dalam abdomen


r-h

Alat dan Bahan: Stetoskop


mo

Teknik Pemeriksaan
-no

Inspeksi abdomen
mk

a. Minta atau posisikan pasien berbaring dengan rileks.


b. Minta pasien untuk membuka pakaian sehingga area mulai dari
6/k

prosesus sifoideus hingga simfisis pubis nampak.


2/0

c. Pemeriksa berada di sisi sebelah kanan pasien.


02

d. Lakukan identifikasi abdomen dalam 4 atau 9 regio seperti pada


z/2

gambar.
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

Gambar 89. Pembagian regio abdomen

jdih.kemkes.go.id
- 1023 -

e. Perhatikan pada kulit apakah terdapat luka atau bekas luka,

l
tm
parut, striae, dilatasi vena, perubahan warna, deformitas, atau

g.h
lesi lainnya.
f. Perhatikan kontur abdomen, apakah datar, buncit, skafoid, atau

tan
terdapat benjolan pada lokasi tertentu.

n
-te
g. Perhatikan pada umbilikus apakah terdapat bulging yang

22
dicurigai ke arah hernia, atau adanya tanda-tanda inflamasi.

20
h. Perhatikan apakah nampak gerakan peristaltik , dan pulsasi

86
aorta pada epigastrium.

s11
Auskultasi abdomen
a. Auskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop secara

ke
sistematis dan menyeluruh dengan menilai suara peristaltik

en
7m
usus. Identifikasi adanya bising usus yang patologis seperti
metallic sound. 10
b. Identifikasi pula bising arteri dan aorta, untuk mendapatkan
k0

gambaran seperti pada penyempitan ataupun aneurisma aorta


r-h

abdominalis.
mo

Perkusi Abdomen
-no

a. Lakukan perkusi superfisial. Letakkan tangan kiri di atas


mk

permukaan abdomen, jari tengah tangan kanan mengetuk


bagian dorsal dari ruas kedua jari tengah tangan kanan.
6/k

Lakukan perkusi secara sistematis pada setiap regio hingga


2/0

mencakup seluruh dinding abdomen. Nilai perubahan suara


02

dan nyeri ketok pada permukaan abdomen.


z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 90. Posisi tangan saat perkusi


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1024 -

b. Lakukan perkusi untuk menilai ukuran hepar. Lakukan perkusi

l
tm
pada garis midklavikularis kanan. Untuk menentukan batas

g.h
bawah hepar, lakukan perkusi dari bawah umbilikus ke arah
hepar, perhatikan perpindahan bunyi dari timpani ke pekak.

tan
Untuk menentukan batas atas hepar, lakukan perkusi sejajar

n
-te
garis midkavikula ke arah hepar, perhatikan perpindahan bunyi

22
sonor paru ke bunyi pekak. Untuk menilai peranjakan hepar,

20
setelah mendapatkan perubahan batas atas hepar, pasien

86
diminta untuk menarik napas dan menahan kemudian lakukan

s11
perkusi untuk menilai pergeseran batas paru-hepar dalam
keadaan inspirasi. Peranjakan hepar normal berkisar antara 2-3

ke
cm.

en
7m
Palpasi Abdomen
a. Minta pasien berbaring dengan tungkai lurus. Lakukan palpasi
10
permukaan dengan menggunakan jari-jari tangan dengan
k0

lembut, agar pasien tetap rileks. Palpasi dilakukan di seluruh


r-h

lapang abdomen untuk menilai apakah terdapat massa,


mo

distensi, spasme otot abdomen, atau nyeri tekan.


-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya

Gambar 91. Palpasi permukaan abdomen


mu
na

b. Minta pasien untuk menekuk lutut. Lakukan palpasi dalam


.ai

dengan menggunakan jari-jari tangan, untuk menilai setiap


ww

organ di dalam abdomen. Identifikasi adanya massa: lokasi,


//w

ukuran, bentuk, konsistensi, pulsasi, fiksasi dan nyeri tekan.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1025 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
Gambar 92. Palpasi dalam abdomen

s11
ke
c. Jika pasien mengeluhkan nyeri, minta pasien batuk untuk

en
menentukan letak nyeri, kemudian lakukan palpasi

7m
menggunakan satu jari untuk menentukan lokasi nyeri.
10
d. Tentukan lokasi nyeri jika terdapat nyeri tekan atau nyeri lepas,
k0
lakukan dengan menekan area nyeri secara perlahan, kemudian
r-h

lepaskan dengan cepat. Perhatikan wajah pasien dan dengarkan


mo

suara pasien untuk melihat apakah pasien kesakitan saat


-no

dilakukan pemeriksaan.Palpasi hepar untuk menilai kontur


hepar: nilai lobus kanan hepar dengan meletakkan tangan kiri
mk

pemeriksa di bawah tulang iga ke-11 dan 12 kanan. Minta


6/k

pasien untuk menarik napas panjang secara periodik, kemudian


2/0

palpasi dengan menggunakan tangan kanan ke arah superior


setiap pasien melakukan inspirasi hingga teraba pinggir hepar
02

Nilai pinggir hepar (tajam atau tumpul), permukaan hepar (rata,


z/2

berbenjol, atau terdapat nodul), konsistensi (keras atau lunak),


.xy

ukuran hepar (dengan menilai jarak pinggir hepar dari arcus


na

costae pada lobus kanan atau jarak dari prosesus xifoideus


lya

pada lobus kiri), dan nyeri tekan.


mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1026 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
Gambar 93. Palpasi hepar

s11
ke
e. Untuk menilai limpa, letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah

en
tulang iga kiri, sehingga teraba jaringan lunak, kemudian

7m
dorong ke atas agar limpa terangkat dan lebih mudah untuk
10
diraba. Tangan kanan melakukan palpasi dimulai pada daerah
k0

SIAS kanan menuju arcus costae kiri atau ke arah tangan kiri.
r-h

Tekan secara lembutpada saat pasien inspirasi. Nilai ukuran


mo

limpa dengan proyeksi garis Schuffner yang terbentang dari


-no

arcus costae kiri hingga SIAS kanan. Pembersaran limpa yang


teraba hingga umbilikus setara dengan Schuffner IV,
mk

sedangkan pembesaran limpa hingga SIAS kanan setara dengan


6/k

Schuffner VIII. Kemudian lakukan penilaian konsistensi dan


2/0

nyeri tekan.
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww

Gambar 94. Palpasi limpa


Analisis Hasil Pemeriksaan
//w

a. Buncit atau tampak melebar ke samping menunjukkan ada


ps:

asites, bulging pada daerah suprapubik menunjukkan


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1027 -

kemungkinan distensi kandung kemih atau uterus pada

l
tm
kehamilan.

g.h
b. Jika abdomen tampak asimetris ada kemungkinan penonjolan
akibat massa intra abdomen.

tan
c. Gerakan peristaltik pada orang yang sangat kurus secara

n
-te
normal dapat terlihat. Meningkatnya peristaltik dapat terjadi

22
pada obstruksi intestinal hingga nampak pada dinding

20
abdomen.

86
d. Peningkatan pulsasi aorta pada epigastrium dapat terjadi pada

s11
aneurisma aorta
e. Terabanya spasme otot abdomen mengindikasikan terjadinya

ke
rangsangan peritoneum

en
7m
f. Massa intra abdomen dapat dikelompokan sebagai kondisi
fisiologis karena kehamilan, ataupun patologis seperti inflamasi
10
pada diverticulitis kolon, vascular pada aneurisma aorta,
k0

neoplasma pada kanker kolon, obstruktif pada distensi kandung


r-h

kemih, atau penyakit lainnya.


mo

g. Bila pada saat dilakukan pemeriksaan nyeri lepas, pasien


-no

menyatakan lebih nyeri saat tangan pemeriksa dilepas daripada


mk

saat ditekan, menunjukan terdapatnya rangsangan peritoneal.


h. Simpulkan hasil inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, dan
6/k

sesuaikan dengan kemungkinan diagnosis.


2/0
02

Referensi
z/2

Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination


.xy

and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China,
na

hh. 160-162.
lya

3. Pemeriksaan Shifting Dullness dan Undulasi


mu

Tingkat keterampilan: 4A
na

Tujuan: Menilai ada tidaknya asites


.ai

Alat dan Bahan: -


ww

Teknik pemeriksaan
//w

a. Posisikan pasien berbaring dengan nyaman, pemeriksa berdiri


ps:

di sisi kanan pasien.


b. Minta pasien untuk membuka pakaian sehingga area mulai dari
htt

prosesus sifoideus hingga simfisis pubis dapat terlihat.

jdih.kemkes.go.id
- 1028 -

c. Untuk melakukan shifting dullness, lakukan perkusi dari daerah

l
tm
medial (umbilikus) ke arah lateral kanan. Tentukan dan tandai

g.h
batas peralihan bunyi timpani ke redup. Kemudian minta
pasien untuk miring ke arah kontralateral, tunggu selama ±30

tan
detik, lakukan perkusi kembali dari peralihan bunyi dari batas

n
-te
yang telah kita tandai sebelumnya.

22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
Gambar 95. Shifting dullness
r-h
mo

d. Untuk melakukan teknik undulasi, minta orang lain atau pasien


sendiri untuk meletakkan kedua tangannya di tengah abdomen,
-no

vertikal sejajar garis tengah tubuh. Kemudian pemeriksa


mk

meletakan tangan di kedua sisi abdomen pasien. Lakukan


6/k

ketukan pada satu sisi, dan tangan yang lain merasakan


2/0

apakah terdapat gelombang cairan (undulasi) yang datang dari


arah ketukan.
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 96. Pemeriksaan gelombang cairan


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1029 -

Analisis Hasil Pemeriksaan

l
tm
a. Jika terdapat asites, pada pemeriksaan shifting dullness,

g.h
didapatkan bunyi redup saat perkusi pertama akan berubah
menjadi timpani saat pasien kita miringkan ke salah satu sisi.

tan
b. Pada pemeriksaan undulasi, bisa menunjukkan hasil positif jika

n
-te
akumulasi cairan sudah banyak, dan dapat positif pada pasien

22
tanpa asites.

20
86
Referensi

s11
Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination
and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China,

ke
hh. 160-162.

en
4.
7m
Pemeriksaan Fisik Untuk Mendiagnosis Apendisitis
10
Tingkat Keterampilan: 4A
k0

Tujuan
r-h

Melakukan pemeriksaan fisik abdomen pada pasien yang diduga


mo

menderita apendisitis
-no

Alat dan Bahan: -


mk

Teknik Tindakan
a. Minta pasien untuk menunjuk bagian yang terasa nyeri.
6/k

Kemudian minta pasien untuk batuk dan tentukan asal dan


2/0

penjalaran nyeri.
02

b. Cari daerah yang mengalami nyeri lokal.


z/2

c. Raba untuk menilai adanya rigiditas muscular


.xy

d. Lakukan pemeriksaan rektum (lihat Bagian Colok Dubur).


na

e. Periksa daerah yang mengalami nyeri lepas.


lya

Pemeriksaan Rovsing’s sign


a. Lakukan palpasi dalam pada kuadran kiri bawah abdomen.
mu

b. Lepas tekanan dengan cepat.


na

Pemeriksaan Psoas sign


.ai

a. Letakkan tangan pemeriksa diatas lutut kanan pasien.


ww

b. Minta pasien untuk mengangkat pahanya melawan tangan


//w

pemeriksa, atau;
ps:

c. Minta pasien untuk berbaring miring ke kiri.


d. Ekstensikan tungkai kanan (sendi panggul kanan) pasien.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1030 -

e. Fleksi tungkai pada panggul membuat m. psoas berkontraksi;

l
tm
ekstensi meregangkan m. psoas.

g.h
Pemeriksaan obturator sign
a. Fleksikan paha kanan pasien pada panggul, dengan lutut

tan
ditekuk, dan rotasi internal tungkai pada panggul.

n
-te
b. Maneuver ini meregangkan m. obturator.

22
Analisis

20
a. Nyeri appendisitis biasanya dimulai pada daerah umbilicus,

86
kemudian bergerak ke kuadran kanan bawah. Batuk

s11
meningkatkan rasa nyeri.
b. Nyeri setempat pada kuadran kanan bawah, bahkan pada regio

ke
flank kanan, mengindikasikan appendisitis.

en
7m
c. Nyeri lepas menandakan inflamasi peritoneum, seperti pada
appendisitis. 10
d. Rovsing’s sign positif: Nyeri pada kuadran kanan bawah saat
k0

menekan kuadran kiri bawah menandakan appendisitis.


r-h

e. Psoas sign positif menandakan iritasi muskulus psoas karena


mo

appendiks yang inflamsi.


-no

f. Nyeri hipogastrik kanan juga menandakan obturator sign positif


mk

yang disebabkan oleh inflamasi appendiks.


6/k

Referensi
2/0

Bickley, LS. Szilagyi PG. Bates’ Guide to Physical Examination and


02

History Taking, 10th Ed. China: Lippincott Williams & Wilkins, 2009.
z/2
.xy

5. Pemeriksaan Inguinal (Hernia)


na

Tingkat keterampilan: 4A
lya

Tujuan: Menilai hernia inguinal


Alat dan Bahan: Sarung tangan
mu

Teknik Pemeriksaan
na

a. Pasien dalam posisi berdiri dan pemeriksa duduk di depan


.ai

pasien dengan nyaman.


ww

b. Bebaskan daerah inguinal dan genital untuk pemeriksaan.


//w

c. Perhatikan apakah ada benjolan atau keadaan asimetris di


ps:

kedua area inguinal.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1031 -

d. Untuk pemeriksaan hernia inguinal kanan, gunakan ujung jari

l
tm
telunjuk kanan untuk mencari batas bawah sakus skrotalis,

g.h
kemudian telunjuk di dorong ke atas menuju kanalis inguinalis.

ntan
-te
22
20
86
s11
ke
Gambar 97. Teknik pemeriksaan hernia

en
7m
e. Telusuri korda spermatikus sampai ke ligamentum inguinal.
10
Setelah itu temukan cincin inguinal eksterna tepat di atas dan
k0

lateral dari tuberkel pubis. Palpasi cincin inguinal eksterna dan


r-h

dasarnya. Minta pasien untuk mengedan atau melakukan


mo

valsava maneuver. Cari apakah terdapat benjolan di atas


-no

ligamentum inguinal sekitar tuberkel pubis.


f. Cincin eksterna cukup lebar untuk jari pemeriksa dapat terus
mk

masuk sampai ke cincin inguinal interna. Minta pasien untuk


6/k

kembali mengedan atau melakukan valsava maneuver, cari


2/0

apakah terdapat benjolan di kanalis inguinalis dan dorong


02

benjolan menggunakan ujung jari telunjuk.


z/2

g. Untuk pemeriksaan hernia inguinalis kiri, lakukan dengan cara


.xy

yang sama menggunakan ujung jari telunjuk kiri.


h. Lakukan palpasi untuk menilai hernia femoralis dengan cara
na

meletakkan jari di bagian anterior dari kanalis femoralis. Minta


lya

pasien untuk mengedan, perhatikan apakah terdapat


mu

pembengkakan atau nyeri.


na

i. Jika pada pemeriksaan tampak massa pada skrotum, minta


.ai

pasien untuk berbaring, lakukan penilaian apakah massa


ww

menghilang bila pasien berbaring. Jika massa tetap ada saat


//w

pasien berbaring, lakukan palpasi pada massa, dan dengarkan


menggunakan stetoskop apakah terdapat bising usus pada
ps:

massa.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1032 -

Analisis Hasil Pemeriksaan

l
tm
a. Terdapat benjolan saat inspeksi dapat dicurigai adanya hernia.

g.h
b. Teraba benjolan disekitar cincin inguinal eksterna
kemungkinan adalah direct inguinal hernia

tan
c. Teraba benjolan disekitar cincin inguinal interna kemungkinan

n
-te
adalah indirect inguinal hernia

22
d. Bila terdapat massa, perlu analisa kemungkinan diagnosis

20
banding hernia.

86
s11
Referensi
Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination

ke
and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China,

en
7m
hh. 160-162.
10
6. Pemasangan NGT
k0

Tingkat keterampilan: 4A
r-h

Tujuan
mo

a. Dekompresi lambung atau drainase isi lambung


-no

b. Akses makanan dan obat-obatan bagi pasien yang tidak dapat


mk

makan peroral
c. Diagnostik
6/k

Alat dan bahan


2/0

a. Sarung tangan
02

b. Handuk untuk menutupi baju pasien


z/2

c. Kertas tisu
.xy

d. Basin emesis
na

e. NGT: dewasa ukuran 16 atau18 fr, anak ukuran 10 fr


lya

f. Plester
g. Stetoskop
mu

h. Disposable spuit 50 ml dengan catether tip


na

i. 1 gelas air minum dengan sedotan


.ai

j. Lubricant gel,lebih baik bila mengandung anestesi lokal


ww
//w

Teknik Keterampilan
ps:

a. Jelaskan jenis dan prosedur tindakan kepada pasien.


b. Siapkan alat dan bahan. Pilih ukuran tube yang sesuai untuk
htt

pasien.

jdih.kemkes.go.id
- 1033 -

c. Periksa segel dan tanggal kadaluarsa alat yang akan digunakan.

l
tm
d. Cuci tangan dan mengenakan sarung tangan.

g.h
e. Posisikan pasien pada berbaring dengan elevasi 30-45⁰. Lapisi
pakaian pasien dengan handuk. Letakkan basin emesis pada

tan
pangkuan pasien.

n
-te
f. Periksa ada tidaknya sumbatan pada hidung. Periksa kedua

22
lubang hidung untuk menentukan lubang yang paling besar dan

20
terbuka.

86
g. Ukur panjang insersi tube dengan memegang tube di atas tubuh

s11
pasien, ujung distal diletakkan 6 cm di bawah prosesus
sifoideus; ujung proksimal direntangkan ke hidung; lingkarkan

ke
bagian tengah pada cuping telinga pasien. Tandai panjang

en
7m
ukuran tersebut dengan plester.
h. Olesi tube dengan lubricant gel 10
i. Masukkan NGT dari lubang hidung sambil meminta pasien
k0

bernafas melalui mulut dan melakukan gerakan menelan. Bila


r-h

pasien tidak dapat menelan, berikan air untuk membantu


mo

pasien menelan.
-no

j. Jika pasien batuk atau menjadi gelisah atau ditemukan embun


mk

pada tube, kemungkinan tube masuk ke trakhea, tarik tube


beberapa senti, putar sedikit dan mulai kembali proses di atas.
6/k

k. Lanjutkan mendorong tube hingga mencapai tanda plester. Jika


2/0

lambung penuh, akan keluar cairan, gunakan basin emesis


02

untuk menampung cairan.


z/2

l. Gunakan spuit 50 ml untuk menginjeksikan udara. Dengarkan


.xy

udara yang masuk ke lambung dengan menggunakan stetoskop.


na

m. Fiksasi NGT pada hidung dengan menggunakan plester.


lya

Referensi
mu

Pfenninger JL, & Fowler GC 2011, Pfenninger and fowler’s procedures


na

for primary care. 3th edn. Elsevier, Philadelphia, hh. 1392-1399.


.ai
ww

7. Prosedur Bilas Lambung


//w

Tingkat keterampilan: 4A
ps:

Tujuan
a. Membilas lambung dan mengeliminasi zat-zat yang tercerna
htt

b. Mengosongkan lambung sebelum pemeriksaan endoskopi

jdih.kemkes.go.id
- 1034 -

Alat dan bahan

l
tm
a. Sarung tangan

g.h
b. NGT
c. Disposable spuit 50ml

tan
d. NaCl 0,9% 2-3 L atau air bersih sebagai irigan

n
-te
e. Gelas ukur

22
Teknik Keterampilan

20
a. Jelaskan jenis dan prosedur tindakan.

86
b. Siapkan alat dan bahan.

s11
c. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
d. Lakukan pemasangan Nasogastric tube.

ke
e. Pasang spuit 50ml pada ujung NGT.

en
7m
f. Mulai bilas lambung dengan memasukkan 250 ml irigan untuk
mengecek toleransi pasien dan mencegah muntah.
10
g. Urut abdomen di bagian lambung untuk membantu aliran
k0

keluar irigan.
r-h

h. Ulangi siklus ini hingga cairan yang keluar tampak jernih.


mo

i. Periksa tanda vital pasien, output urin dan tingkat kesadaran


-no

setiap 15 menit.
mk

j. Lepaskan NGT sesuai indikasi.


6/k

Referensi
2/0

Kowalak JP (ed) 2009, Lippincott’s nursing procedures. 6th edn.


02

Lippinkott’s Williams&Wilkins, Philadelphia.


z/2
.xy

8. Pemeriksaan Colok Dubur


na

Tingkat keterampilan: 4A
lya

Jenis Keterampilan
a. Pemeriksaan colok dubur
mu

b. Palpasi sakrum
na

c. Inspeksi sarung tangan pasca colok dubur


.ai

d. Persiapan pemeriksaan tinja


ww

Tujuan
//w

a. Mengetahui kelainan yang mungkin terjadi di bagian anus dan


ps:

rektum.
b. Mengetahui kelainan yang mungkin terjadi di prostat pada laki-
htt

laki.

jdih.kemkes.go.id
- 1035 -

Alat dan Bahan

l
tm
a. Sarung tangan

g.h
b. Lubricating gel
Teknik Pemeriksaan

tan
a. Jelaskan kepada pasien prosedur, tujuan pemeriksaan dan

n
-te
ketidaknyamanan yang muncul akibat tindakan yang akan kita

22
lakukan

20
b. Minta pasien untuk melepaskan celana.

86
c. Minta pasien berbaring menghadap ke kiri, membelakangi

s11
pemeriksa dengan tungkai ditekuk.
d. Lakukan inspeksi untuk melihat apakah terdapat benjolan,

ke
luka, inflamasi, kemerahan, atau ekskoriasi di daerah sekitar

en
7m
anus.
e. Gunakan sarung tangan, oleskan lubricating gel pada ujung jari
10
telunjung pemeriksa dan di sekitar anus pasien.
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar 98. Posisi pasien untuk pemeriksaan colok dubur


na
lya

f. Sampaikan kepada pasien bahwa pemeriksaan akan dimulai


dan minta pasien untuk tetap rileks.
mu

g. Sentuhkan ujung jari telunjuk tangan kanan ke anus kemudian


na

masukkan ujung jari secara lembut dan perlahan ke dalam


.ai

anus, perhatikan apakah pasien kesakitan, bila pasien


ww

kesakitan, berhenti sesaat, kemudian lihat apakah ada luka di


//w

sekitar anus. Lanjukan pemeriksaan saat pasien sudah merasa


ps:

rileks.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1036 -

h. Nilai tonus sfingter ani, terdapat nyeri atau tidak, indurasi,

l
tm
ireguleritas, nodul, atau lesi lain pada permukaan dalam

g.h
sfingter

ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
Gambar 99. Posisi jari saat akan memulai pemeriksaan colok dubur
k0
r-h

i. Masukkan jari ke dalam rektum sedalam mungkin, putar jari


mo

searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam untuk


meraba seluruh permukaan rektum, rasakan apakah terdapat
-no

nodul, iregularitas, atau indurasi, dan nyeri tekan. Bila


mk

didapatkan nyeri tekan, tentukan lokasi nyeri tersebut. Nilai


6/k

apakah ampula vateri normal atau kolaps.


2/0

j. Pada laki-laki, setelah seluruh jari telunjuk masuk, putar jari ke


arah anterior. Dengan begitu kita dapat merasakan permukaan
02

posterior dari kelenjar prostat.


z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w

Gambar 100. Posisi jari saat palpasi prostat


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1037 -

k. Periksa seluruh permukaan kelenjar prostat, nilai kutub atas,

l
tm
lobus lateralis, dan sulkus median. Tentukan ukuran, bentuk,

g.h
dan konsistensinya, permukaan, serta nilai apakah ada nodul.
l. Keluarkan jari secara perlahan.

tan
m. Amati sarung tangan, apakah terdapat feses, darah, atau lendir.

n
-te
n. Apabila terdapat feses pada sarung tangan dan diperlukan

22
pemeriksaan feses, maka masukkan sampel feses tersebut ke

20
dalam kontainer untuk analisis feses selanjutnya.

86
Analisis Hasil Pemeriksaan

s11
a. Secara normal, kulit perianal orang dewasa akan tampak lebih
gelap dibanding kulit sekitarnya dan teksturnya lebih kasar.

ke
b. Pada kondisi normal, sfingter ani akan menjepit jari pemeriksa

en
7m
dengan pas, jika tonusnya meningkat mungkin akibat
kecemasan pasien, inflamasi, atau ada skar.
10
c. Prostat normal teraba kenyal dan permukaan rata, kutub atas,
k0

sulkus median, dan lobus lateralis dapat diraba dan ditentukan.


r-h

d. Apabila ampula vateri teraba kolaps dapat mengarahkan


mo

kecurigaan ke arah obstruksi.


-no
mk

Referensi
Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination
6/k

and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China,
2/0

hh. 160-162.
02
z/2

9. Prosedur Klisma/Enema/Huknah (Irigasi Kolon)


.xy

Tingkat keterampilan: 4A
na

Tujuan: Untuk menstimulasi pengeluaran feses dari saluran cerna


lya

bagian bawah.
Alat dan Bahan
mu

a. Sarung tangan
na

b. Enema
.ai

c. Lubricant gel
ww

d. Handuk
//w

e. Kertas tisu
ps:

Prosedur
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
htt

b. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.

jdih.kemkes.go.id
- 1038 -

c. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Gunakan sarung

l
tm
tangan.

g.h
d. Minta pasien melepas pakaiannya dari pinggang ke bawah.
Posisikan pasien pada posisi Sims; minta pasien berbaring

tan
miring kiri dan menekuk lutut kanan ke atas.

n
-te
e. Buka tutup enema dan oleskan lubrikan di ujung enema.

22
f. Dengan satu tangan, pisahkan bokong untuk mengekspos anus.

20
Dengan tangan lain, pegang botol enema, dan secara perlahan

86
masukkan ujung enema ke dalam rektum. Pastikan arah ujung

s11
enema mengarah ke umbilikus.
g. Masukkan isi enema secara perlahan.

ke
h. Tarik ujung enema secara perlahan dan berikan kertas tisu

en
7m
kepada pasien yangdigunakan untuk mengelap lubrikan dan
memberikan tekanan pada anus. Minta pasien untuk menahan
10
selama mungkin.
k0

i. Tunggu 5-10 menit agar larutan enema bekerja.


r-h

j. Minta pasien ke toilet jika dibutuhkan; cek feses pasien setelah


mo

pasien berhasil buang air besar.


-no
mk

Referensi
Keir L, Wise B, Krebs C, & Kelley-Arney C 2007, Medical assisting:
6/k

administrative and clinical competencies, 6th edn. Cengage Learning,


2/0

Stamford.
02
z/2

10. Perawatan Kantung Kolostomi


.xy

Tingkat keterampilan: 4A
na

Tujuan: Melakukan perawatan dan penggantian kantung kolostomi.


lya

Alat dan Bahan


a. Sarung tangan
mu

b. Kantung kolostomi baru


na

c. Gunting
.ai

d. Handuk atau kertas tisu bersih


ww

Prosedur
//w

a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien.


ps:

b. Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan.


c. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan dan kenakan sarung
htt

tangan.

jdih.kemkes.go.id
- 1039 -

d. Lepas kantung kolostomi yang lama secara perlahan untuk

l
tm
mencegah iritasi kulit.

g.h
e. Buang kantung kolostomi yang lama ke tempat sampah limbah
medis.

tan
f. Setelah semua perlatan dilepas, bersihkan daerah sekitar stoma

n
-te
secara perlahan dengan handuk atau kertas tisu bersih. Buang

22
sampah medis ke tempatnya.

20
g. Amati kulit di sekitar stoma. Nilai adanya kemerahan, iritasi,

86
kulit yang terkelupas. Catat temuan pada rekam medis.

s11
h. Cuci kulit di sekitar stoma dengan sabun. Bilas dan keringkan
secara perlahan.

ke
i. Oleskan salep, lubrikan, atau krim pada kulit di sekitar stoma.

en
7m
Oles secara tipis. Hindari penumpukan obat topikal di kulit.
j. Siapkan kantung kolostomi yang baru. Pastikan klem kolostomi
10
terpasang dengan baik.
k0

k. Ketika memasang kantung baru, segel seluruh daerah untuk


r-h

mencegah kebocoran.
mo

l. Amati warna, jumlah, konsistensi, dan frekuensi feses. Catat


-no

temuan di rekam medis.


mk

Referensi
Acello B 2005, Nursing assisting: essentials for long term care. 2nd
6/k

edn, Thomson, New York.


2/0
02

K. Sistem Ginjal dan Saluran Kemih


z/2

1. Pemeriksaan Fisik Ginjal dan Saluran Kemih


.xy

Tingkat Keterampilan: 4A
na

Tujuan
lya

a. Menilai ukuran dan kontur ginjal


b. Menilai apakah terdapat proses inflamasi pada ginjal
mu

c. Menilai kemungkinan terdapat batu dan pielonefritis


na

d. Menilai tinggi kandung kemih di atas simfisis pubis


.ai
ww

Alat dan Bahan: -


//w

Teknik Pemeriksaan
ps:

a. Jelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan pemeriksaan.


b. Posisikan pasien berbaring dengan rileks.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1040 -

c. Ekspos bagian abdomen dari daerah prosesus sipoideus sampai

l
tm
dengan simpisis pubis.

g.h
d. Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien. Untuk melakukan
palpasi ginjal kiri, pemeriksa sebaiknya berdiri di sisi kiri

tan
pasien.

n
-te
e. Letakkan tangan kanan di bawah pinggang pasien tepat di

22
bawah kosta ke-12 dan jari-jari tangan menyentuh sisi bawah

20
sudut kostovertebra. Kemudian dorong ginjal ke arah anterior.

86
f. Tangan kiri diletakkan di kuadran kiri atas abdomen.

s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo

Gambar 101. Posisi tangan saat pemeriksaan bimanual ginjal


-no
mk

g. Minta pasien untuk bernapas dalam, saat pasien inspirasi


6/k

maksimal, tekan abdomen tepat di bawah kosta untuk menilai


2/0

ginjal, saat ginjal ada di antara kedua tangan pemeriksa. Nilai


ukuran dan kontur ginjal.
02

h. Kemudian minta pasien untuk menghembuskan napas perlahan


z/2

sambil tangan pemeriksa dilepaskan secara perlahan.


.xy

i. Lakukan cara yang sama untuk menilai ginjal kanan, dengan


na

pemeriksa berdiri di sisi sebelah kanan pasien.


lya

Penilaian Tinggi Kandung Kemih


mu

a. Pasien dalam posisi berbaring.


na

b. Lakukan palpasi di atas simfisis pubis, kemudian perkusi untuk


.ai

menentukan seberapa tinggi kandung kemih di atas simfisis


ww

pubis.
Pemeriksaan Nyeri Ketok Ginjal
//w

a. Pasien dalam posisi duduk, pemeriksa berdiri di sisi ginjal yang


ps:

akan di periksa.
htt

b. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan.

jdih.kemkes.go.id
- 1041 -

c. Letakkan tangan kiri di sudut kostovertebra, terkadang

l
tm
penekanan oleh jari-jari tangan sudah dapat menimbulkan

g.h
nyeri.
d. Lakukan perkusi dengan mengepalkan tangan kanan untuk

tan
memberi pukulan di atas tangan kiri di pinggang pasien.

n
-te
Berikan pukulan sedang, yang tidak akan menimbulkan nyeri

22
pada orang normal.

20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo

Gambar 102. Posisi tangan saat melakukan ketok CVA


-no

Analisis Hasil Pemeriksaan


mk

a. Pada kondisi normal, ginjal kanan dapat teraba, khususnya


6/k

pada orang yang kurus. Sedangkan ginjal kiri jarang dapat


2/0

teraba.
02

b. Secara normal, kandung kemih tidak teraba.Dalam keadaan


z/2

distensi, kandung kemih dapat teraba di atas simfisis pubis.


.xy

Referensi
na

Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination


lya

and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China, h.
mu

343.
na
.ai

2. PEMASANGAN KATETER URETRA


ww

Tingkat Keterampilan: 4A
//w

Tujuan: mampu melakukan pemasangan kateter sesuai dengan


indikasi dan kompetensi dokter di pelayanan primer.
ps:

Alat dan Bahan


htt

a. Bak steril

jdih.kemkes.go.id
- 1042 -

b. Kateter foley steril (bungkus 2 lapis): untuk dewasa ukuran no.

l
tm
16 atau 18

g.h
ntan
-te
22
20
86
Gambar 103. Foley Catheter

s11
ke
c. Handschoon steril

en
d. Kasa dan antiseptik (povidone iodine)

7m
e. Doek bolong
f. Pelicin – jelly 10
g. Pinset steril
k0

h. Klem
r-h

i. NaCl atau aqua steril


mo

j. Spuit 10 CC
-no

k. Urine bag
mk

Teknik Tindakan
6/k

a. Lakukan informed consent kepada pasien karena tindakan ini


adalah tindakan invasif. Pasien perlu mengetahui bahwa
2/0

tindakan akan terasa nyeri dan terdapat risiko infeksi dan


02

komplikasi permanen.
z/2

b. Persiapkan alat dan bahan steril dalam bak steril (termasuk


.xy

mengeluarkan kateter dari bungkus pertamanya).


na

c. Lakukan tindakan aseptik antiseptik dengan:


lya

1) Mencuci tangan menggunakan antiseptik


mu

2) Menggunakan sarung tangan steril


3) Melakukan desinfeksi meatus eksternus, seluruh penis,
na

skrotum dan perineum


.ai

4) Melakukan pemasangan doek bolong


ww

d. Keluarkan kateter dari bungkus keduanya.


//w

e. Masukkan jelly ke dalam spuit tanpa jarum, semprotkan ke


ps:

uretra. Tutup meatus agar jelly tidak keluar.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1043 -

f. Ambil kateter dengan memegang ujung kateter dengan pinset,

l
tm
sedangkan pangkal kateter (bagian yang bercabang) dibiarkan

g.h
atau dikaitkan pada jari manis dan kelingking.
g. Masukkan kateter secara perlahan.

n tan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
Gambar 104. Teknik memasukkan kateter pada pria
10
k0

h. Bila pada saat memasukkan kateter terasa tertahan, pasien


r-h

diminta untuk menarik napas dalam dan relaks. Kemudian


mo

tekan beberapa menit sehingga kateter berhasil melewati bagian


-no

tersebut.
mk

i. Bila telah sampai di vesika, kateter akan mengeluarkan urin.


j. Klem terlebih dahulu kateter, kemudian masukkan sisa kateter
6/k

hingga batas percabangan pada pangkal kateter.


2/0

k. Masukkan NaCl atau aqua steril menggunakan spuit tanpa


02

jarum, melalui cabang untuk mengembangkan balon kateter


z/2

dan balon menutup orifisium. Tarik sisa kateter.


.xy

l. Klem kateter dihubungkan dengan kantung urin, kemudian


buka klemnya.
na

m. Lakukan fiksasi pada paha atau inguinal.


lya

n. Nilai urin dan jumlah yang dikeluarkan setelah kateter


mu

dipasang.
na

Analisis/ Interpretasi
.ai

Indikasi pemasangan kateter, yaitu:


ww

a. Untuk menegakkan diagnosis


//w

1) Mengambil contoh urin wanita untuk kultur.


ps:

2) Mengukur residual urin pada pembesaran prostat.


3) Memasukkan kontras seperti pada sistogram.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1044 -

4) Mengukur tekanan vesika urinaria pada sindroma

l
tm
kompartemen abdomen

g.h
5) Mengukur produksi urin pada penderita shock untuk
melihat perfusi ginjal

tan
6) Mengetahui perbaikan atau perburukan trauma ginjal

n
-te
dengan melihat warna urin

22
b. Untuk terapi

20
1) Mengeluarkan urin pada retensi urin

86
2) Mengirigasi/bilas vesika setelah operasi vesika, tumor

s11
vesika atau prostat
3) Sebagai splint setelah operasi uretra pada hipospadia

ke
4) Untuk memasukkan obat ke vesika pada karsinoma vesika

en
7m
Kateter tertahan pada bagian uretra yang menyempit, yaitu di
10
sphincter, pars membranacea uretra atau bila ada pembesaran pada
k0

BPH (Benign Prostate Hypertrophy).


r-h
mo

Jika kateter tertahan tidak dapat diatasi hanya dengan menarik


-no

napas dalam dan relaks, teknik lainnya dapat dilakukan dengan:


mk

a. Memberikan anestesi topikal untuk membantu mengurangi


nyeri dan membantu relaksasi.
6/k

b. Menyemprotkan gel melalui pangkal kateter.


2/0

c. Melakukan masase prostat dengan colok dubur (oleh asisten).


02

d. Mengganti kateter dengan yang lebih kecil atau kateter Tiemann


z/2

yang ujungnya runcing.


.xy

e. Melakukan sistostomi bila vesika penuh , kemudian ulangi lagi


na

pemasangan kateter.
lya

Untuk perawatan kateter yang menetap, pasien diminta untuk:


mu

a. Banyak minum air putih.


na

b. Mengosongkan urine bag secara teratur.


.ai

c. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh pasien.


ww

d. Membersihkan darah, nanah, sekret periuretra dan mengolesi


//w

kateter dengan antiseptik secara berkala.


ps:

e. Ke dokter kembali agar mengganti kateter bila sudah


menggunakan kateter dalam 2 minggu.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1045 -

Referensi

l
tm
a. S. Vahr, H. Cobussen-Boekhorst et al. Catheterisation – Urethral

g.h
intermittent in adults – Dilatation, urethral intermittent in adults.
EAUN Good Practice in Health Care. 2013.

tan
b. http://www.osceskills.com/e-learning/subjects/urethral-

n
-te
catheterisation-male/

22
20
L. Sistem reproduksi

86
1. Pemeriksaan Fisik Ginekologi Wanita

s11
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan pemeriksaan fisik ginekologi wanita

ke
Alat dan Bahan

en
7m
a. Meja periksa ginekologi
b. Cairan antiseptik 10
c. Kasa steril
k0

d. Kapas lidi
r-h

e. Sarung tangan, minimal DTT


mo

f. Apron
-no

g. Handuk kering
mk

h. Lubrikan gel
i. Lampu sorot
6/k

j. Spekulum dan nampan


2/0

k. Meja instrumen
02

l. Kaca obyek
z/2

m. Kursi pemeriksa
.xy

n. Air kran dan sabun.


na

Teknik Pemeriksaan
lya

a. Informed consent: Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan,


tujuan, dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.
mu

Informasikan bahwa pemeriksaan yang akan dilakukan tidak


na

menyebabkan nyeri namun pasien mungkin akan merasa tidak


.ai

nyaman.
ww

b. Persiapkan alat dan bahan.


//w

c. Minta pasien untuk mengosongkan kandung kencingnya


ps:

terlebih dahulu.
d. Minta pasien melepaskan celana dan berbaring di meja periksa
htt

dengan posisi litotomi.

jdih.kemkes.go.id
- 1046 -

e. Nyalakan lampu dan diarahkan ke arah genitalia

l
tm
f. Pemeriksa mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.

g.h
g. Sentuh paha sebelah dalam terlebih dahulu, sebelum
menyentuh daerah genital ibu.

tan
h. Perhatikan labia, klitoris dan perineum, apakah terdapat parut,

n
-te
lesi, inflamasi atau retakan kulit.

22
i. Pisahkan labia majora dengan dua jari, memeriksa labia minora,

20
klitoris, mulut uretra dan mulut vagina

86
j. Palpasi labia minora. Apakah terdapat benjolan, cairan, ulkus

s11
dan fistula. Rasakan apakah ada ketidakberaturan atau
benjolan dan apakah ada bagian yang terasa nyeri.

ke
k. Periksa kelenjar Skene untuk melihat adanya keputihan dan

en
7m
nyeri. Dengan telapak tangan menghadap ke atas masukkan jari
telunjuk ke dalam vagina lalu dengan lembut mendorong ke
10
atas mengenai uretra dan menekan kelenjar pada kedua sisi
k0

kemudian langsung ke uretra


r-h

l. Periksa kelenjar Bartholin untuk melihat apakah ada cairan dan


mo

nyeri. Memasukkan jari telunjuk ke dalam vagina di sisi bawah


-no

mulut vagina dan meraba dasar masing-masing labia majora.


mk

Dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, mempalpasi


setiap sisi untuk mencari apakah ada benjolan atau nyeri.
6/k

m. Minta ibu untuk mengejan ketika menahan labia dalam posisi


2/0

terbuka. Periksa apakah terdapat benjolan pada dinding


02

anterior atau posterior vagina


z/2

Pemeriksaan In spekulo
.xy

a. Pasang spekulum cocor bebek dan sesuaikan sehingga seluruh


na

leher rahim dapat terlihat.


lya

b. Spekulum cocor bebek difiksasi pada posisi terbuka sehingga


pandangan di leher rahim dapat terjaga selama pemeriksaan.
mu

c. Bersihkan lendir dan getah vagina apabila menghalangi


na

pandangan ke leher rahim.


.ai

d. Periksa leher rahim apakah ada kecurigaan kanker leher rahim,


ww

atau terdapat servisitis, ektopion, tumor, ovula Naboti atau


//w

luka.
ps:

e. Lepaskan spekulum dan letakkan ke dalam wadah berisi


larutan klorin 0.5%
htt

Pemeriksaan bimanual:

jdih.kemkes.go.id
- 1047 -

a. Pemeriksa dalam posisi berdiri.

l
tm
b. Tangan kiri diletakkan di atas abdomen. Kemudian masukkan

g.h
jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan pemeriksa yang
sudah diberi gel lubrikan ke dalam vagina.

tan
c. Nilai dinding vagina. Apakah teraba masa, atau ada infiltrasi

n
-te
masa?

22
d. Nilai porsio: konsistensi, ukuran, besar, ektopi, adanya masa,

20
adanya nyeri goyang porsio.

86
e. Nilai korpus uteri: konsistensi, ukuran, posisi

s11
(antefleksi/retrofleksi), adanya benjolan atau masa
f. Nilai adneksa: adanya nyeri tekan, masa/benjolan, tegang/kaku

ke
(pada penyakit radang panggul/PRP, perdarahan

en
7m
intraabdomen).
g. Nilai kavum Douglasi: menonjol atau tidak (adanya masa,
10
cairan).
k0

h. Kemudian, keluarkan jari tangan pemeriksa secara perlahan.


r-h

i. Bersihkan kembali area vulva dengan kasa kering atau yang


mo

diberi antiseptik.
-no

j. Pemeriksaan colok dubur (rectal touché) dapat dilakukan pada


mk

pasien anak atau wanita yang belum menikah.


k. Setelah selesai melakukan pemeriksaan, lepas sarung tangan di
6/k

dalam larutan klorin.


2/0

l. Minta pasien mengenakan kembali pakaian dalamnya dan


02

komunikasikan temuan klinis yang didapatkan saat


z/2

pemeriksaan.
.xy

m. Catat hasil pemeriksaan dalam rekam medis pasien dan jika


na

diperlukan lakukan pemeriksaan penunjang atau rujukan.


lya

n. Beritahukan pasien apabila diperlukan kunjungan selanjutnya.


Analisis Hasil Pemeriksaan
mu

Jika terdapat kelainan pada kulit atau mukosa, terdapat benjolan,


na

perdarahan selain menstruasi atau nyeri saat pemeriksaan, hal ini


.ai

menunjukkan adanya keadaan abnormalitas pada genitalia wanita.


ww

Referensi
//w

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Pencegahan


ps:

Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara.Jakarta:Depkes RI. 2007


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1048 -

2. Asuhan Persalinan Normal

l
tm
Tingkat Keterampilan: 4A

g.h
Jenis Keterampilan
a. Pemeriksaan obstetrik (penilaian serviks, dilatasi

tan
serviks/pembukaan serviks, selaput ketuban, presentasi janin

n
-te
dan penurunan kepala)

22
b. Menolong persalinan sesuai asuhan persalinan normal (APN)

20
c. Pemecahan selaput ketuban sesaat sebelum melahirkan

86
d. Anestesi lokal di perineum

s11
e. Episiotomi
f. Postpartum: pemeriksaan tinggi fundus uteri, kelengkapan

ke
plasenta

en
7m
g. Memperkirakan / mengukur kehilangan darah sesudah
melahirkan 10
h. Menjahit luka episiotomi serta laserasi derajat 1 dan 2.
k0

Tujuan: menolong persalinan dengan cara lahir spontan


r-h

Alat dan Bahan


mo

a. Pasien: duk steril, partus set (beserta alat episiotomi), kasa,


-no

wadah, DTT/Klorin 0,5%


mk

b. Penolong: apron, sarung tangan steril, lampu sorot


c. Bayi baru lahir: alat resusitasi, alat penghisap lendir, handuk
6/k

atau kain bersih dan kering


2/0

d. Dopler untuk mendeteksi denyut jantung janin


02

e. Stetoskop
z/2

f. Tensimeter
.xy

g. Partogram
na

Langkah-langkah Asuhan Persalinan Normal (APN)


lya

a. Identifikasi adanya tanda dan gejala persalinan kala dua.


1) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
mu

2) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada


na

rektum dan atau vaginanya


.ai

3) Perineum menonjol dan menipis


ww

4) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka


//w

b. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan


ps:

esensial
1) Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril
htt

siap dalam wadahnya

jdih.kemkes.go.id
- 1049 -

2) Semua pakaian, handuk, selimut dan kain untuk bayi

l
tm
dalam kondisi bersih dan hangat

g.h
3) Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer
dalam kondisi baik dan bersih

tan
4) Patahkan oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril

n
-te
sekali pakai di dalam partus set/ wadah DTT

22
5) Untuk resusitasi: tempat datar, rata, bersih, kering dan

20
hangat, 3 handuk atau kain bersih dan kering, alat

86
penhisap lendir, lampus sorot 60 watt dengan jarak 60

s11
cm di atas bayi.
6) Persiapan bilan terjadi kegawatdaruratan pada ibu:

ke
cairan kristaloid, set infus.

en
7m
c. Gunakan apron, sepatu tertutup kedap air, tutup kepala,
masker, kacamata. 10
d. Pastikan lengan dan jari tidak memakai perhiasan, mencuci
k0

tangan dengan sabun dan air bersih kemudian keringkan


r-h

dengan handuk atau kain bersih.


mo

e. Gunakan sarung tangan DTT /steril untuk pemeriksaan


-no

dalam.
mk

f. Ambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi


dengan oksitosin 10 unit dan letakkan kembali ke dalam
6/k

wadah partus set.


2/0

g. Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas yang dibasahi


02

air DTT dengan gerakan dari arah vulva ke perineum.


z/2

h. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan


.xy

serviks sudah lengkap.


na

i. Lakukan amniotomi bila selaput ketuban belum pecah,


lya

dengan syarat: kepala sudah masuk ke dalam panggul dan


tali pusat tidak teraba.
mu

j. Celupkan tangan yang bersarung tangan ke dalam larutan


na

klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik


.ai

dan merendamnya ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10


ww

menit. Mencuci kedua tangan setelahnya.


//w

k. Periksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai


ps:

(pastikan DJJ dalam keadaan batas normal 120-160


x/menit). Ambil tindakan yang sesuai bila DJJ tidak normal.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1050 -

l. Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin

l
tm
baik

g.h
m. Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran (pada saat ada his bantu ibu dalam posisi setengah

tan
duduk dan pastikan ia merasa nyaman, anjurkan ibu untuk

n
-te
minum cukup).

22
n. Lakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan

20
yang kuat untuk meneran.

86
1) Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai

s11
2) Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
o. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil

ke
posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan

en
7m
untuk meneran dalam 60 menit.
p. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut
10
ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-
k0

6 cm.
r-h

q. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong


mo

ibu.
-no

r. Buka tutup partus set dan memperhatikan kembali


mk

kelengkapan alat dan bahan.


s. Gunakan sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
6/k

t. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5-6 cm,
2/0

lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain


02

bersih dan kering, tangan yang lain menahan kepala bayi


z/2

untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya


.xy

kepala. (Anjurkan ibu meneran sambil bernafas cepat dan


na

dangkal)
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

Gambar 105. Posisi kepala bayi pada persalinan normal

jdih.kemkes.go.id
- 1051 -

u. Periksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin. Lakukan

l
tm
tindakan yang sesuai bila hal tersebut terjadi.

g.h
1) Jika lilitan tali pusat di leher bayi masih longgar,
selipkan tali pusat lewat kepala bayi

tan
2) Jika lilitan terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik lalu

n
-te
gunting di antaranya.

22
v. Tunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi

20
luar secara spontan.

86
w. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara

s11
biparental. Anjurkan kepada ibu untuk meneran saat
kontraksi.

ke
Dengan lembut gerakan kepala ke arah bawah dan distal

en
7m
hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan
kemudian gerakan ke atas dan distal untuk melahirkan bahu
10
belakang.
k0

x. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah


r-h

perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku


mo

sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan


-no

memegang tangan dan siku sebelah atas.


mk

y. Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran


tangan yang berada di atas ke punggung ke arah bokong dan
6/k

tungkai dan kaki bayi (pegang kedua mata kaki, masukan


2/0

telunjuk diantara kedua kaki dan pegang masing-masing


02

mata kaki dengan ibu jari dan jari0jari lainnya).


z/2

z. Lakukan penilaian selintas (30 detik): apakah kehamilan


.xy

cukup bulan? apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas


na

tanpa kesulitan? Apakah bayi bergerak aktif?


lya

aa. Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru
lahir normal. Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas
mu

perut ibu.
na

1) Keringkan bayi mulai dari bagian muka, kepala dan


.ai

bagian tubuh lainnya (kecuali bagian tangan tanpa


ww

membersihkan verniks).
//w

2) Ganti handuk yang basah dengan yang kering.


ps:

3) Pastikan bayi dalam posisi mantap di atas perut ibu.


bb. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi
htt

lain dalam uterus (hamil tunggal).

jdih.kemkes.go.id
- 1052 -

cc. Beritahu ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin

l
tm
untuk membantu uterus berkontraksi dengan baik.

g.h
dd. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan
oksitosin 10 unit IM di sepertiga paha atas bagian distal

tan
lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).

n
-te
ee. Jepit tali pusat menggunakan klem, 2 menit setelah bayi

22
lahir, kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan pada

20
tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem

86
kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).

s11
ff. Pegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari
gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.

ke
1) Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi

en
7m
kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan
dan lakukan ikatan kedua menggunakan simpul kunci
10
2) Lepaskan klem dan masukkan ke dalam larutan klorin
k0

0.5%
r-h

gg. Tempatkan bayi dalam posisi tengkurap di dada ibu, luruskan


mo

bahu bayi agar menempel dengan baik di dinding dada-perut


-no

ibu. Usahakan posisi bayi berada diantara payudara ibu


mk

dengan posisi lebih rendah dari putting payudara ibu.


hh. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan
6/k

pasang topi pada kepala bayi.


2/0

ii. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari
02

vulva.
z/2

jj. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas
.xy

simfisis dan tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan


na

yang lain.
lya

kk. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah


bawah, sementara tangan yang lain menekan uterus dengan
mu

hati-hati ke arah dorsokranial.


na

Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta keluarga untuk


.ai

menstimulasi puting susu.


ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1053 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
Gambar 106. Melahirkan plasenta

s11
ke
ll. Lakukan penegangan tali pusat terkendali sambil menahan

en
uterus ke arah dorsokranial hingga plasenta terlepas, lalu

7m
meminta ibu meneran sambil menarik plasenta dengan arah
10
sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros
k0
jalan lahir dengan tetap melakukan tekanan dorsokranial.
r-h

mm. Setelah plasenta tampak pada introitus vagina, teruskan


melahirkan plasenta dengan hati-hati dengan kedua tangan.
mo

nn. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada


-no

fundus uteri dengan cara mengusap fundus uteri secara


mk

sirkuler hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).


6/k

oo. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta untuk


memastikan bahwa seluruh selaput ketuban lengkap dan
2/0

utuh.
02

pp. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.


z/2

Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan


.xy

aktif.
na

qq. Nilai ulang uterus dan memastikan kontraksi baik dan tidak
lya

terdapat perdarahan per vaginam.


mu

rr. Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan


kontak kulit ibu-bayi (di dada ibu minimal 1 jam).
na
.ai

ss. Setelah IMD selesai:


ww

1) Timbang dan ukur bayi


2) Beri bayi tetes mata antibiotika profilaksis
//w

3) Suntik vitamin K1 1 mg di paha kiri anterolateral bayi


ps:

4) Pastikan suhu tubuh normal (36.5-37.5oC)


htt

5) Berikan gelang pengenal pada bayi

jdih.kemkes.go.id
- 1054 -

6) Lakukan pemeriksaan adanya cacat bawaan dan tanda-

l
tm
tanda bahaya pada bayi

g.h
tt. Satu jam setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan
imunisasi hepatitis B di paha kanan anterolateral bayi.

tan
uu. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah pendarahan

n
-te
per vaginam.

22
vv. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan

20
menilai kontraksi, mewaspadai tanda bahaya ibu, serta kapan

86
harus memanggil bantuan medis

s11
ww. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
xx. Periksa tekanan darah, nadi ibu dan keadaan kandung kemih

ke
setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan

en
7m
setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
yy. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi
10
bernafas dengan baik serta suhu tubuh normal (tunda proses
k0

memandikan hingga 24 jam setelah suhu stabil).


r-h

zz. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin


mo

0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas


-no

peralatan setelah didekontaminasi.


mk

aaa. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah


yang sesuai.
6/k

bbb. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Bersihkan sisa


2/0

cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai


02

pakaian bersih dan kering.


z/2

ccc. Pastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk


.xy

membantu apabila ibu ingin minum.


na

ddd. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin


lya

0,5%.
eee. Bersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5%,
mu

lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam


na

dalam larutan klorin 0,5%.


.ai

fff. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.


ww

ggg. Lengkapi partograf.


//w

Episiotomi
ps:

a. Siapkan alat dan bahan.


b. Lakukan anestesi infiltrasi pada daerah perineum dengan
htt

larutan lidokain 1%-2% atau larutan xilokain 1%-2%.

jdih.kemkes.go.id
- 1055 -

c. Pemeriksa meletakkan dua jari di antara perineum dan kepala

l
tm
bayi.

g.h
d. Kemudian lakukan pengguntingan dimulai dari bagian belakang
interoseus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah

tan
insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan maupun kiri,

n
-te
tergantung kebiasaan pemeriksa. Panjang insisi kira-kira 4 cm.

22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0

Gambar 107. Episiotomi


r-h

Penjahitan luka episiotomi


mo

(lihat pada bagian robekan perineum)


-no

Robekan perineum derajat 1


Robekan tingkat I mengenai mukosa vagina dan jaringan ikat, tidak
mk

perlu dilakukan penjahitan.


6/k

Penjahitan robekan perineum derajat 2


2/0

a. Siapkan alat dan bahan.


02

b. Pastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap lignokain atau


z/2

obat-obatan sejenis
.xy

c. Suntikan 10 ml lignokain 0.5% di bawah mukosa vagina, di


bawah kulit perineum dan pada otot-otot perineum. Masukan
na

jarum pada ujung laserasi dorong masuk sepanjang luka


lya

mengikuti garis tempat jarum jahitnya akan masuk atau keluar.


mu

d. Tunggu 2 menit. Kemudian area dengan forsep hingga painesien


na

tidak merasakan nyeri.


.ai

e. Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan benang 2-0, lihat ke


ww

dalam luka untuk mengetahui letak ototnya. (penting untuk


//w

menjahit otot ke otot agar tidak ada rongga di dalamnya.)


f. Carilah lapisan subkutis persis dibawah lapisan kulit, lanjutkan
ps:

dengan jahitan subkutikuler kembali keatas vagina, akhiri


htt

dengan simpul mati pada bagian dalam vagina.

jdih.kemkes.go.id
- 1056 -

g. Potong kedua ujung benang dan hanya sisakan masing-masing

l
tm
1 cm.

g.h
h. Jika robekan cukup luas dan dalam, lakukan colok dubur dan
pastikan tidak ada bagian rektum terjahit.

n tan
-te
3. Penilaian Post Partum

22
Tingkat Keterampilan: 4A

20
Tujuan: Melakukan penilaian perubahan anatomis post partum

86
Alat dan Bahan: -

s11
Teknik Pemeriksaan
a. Jelaskan jenis dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.

ke
b. Cuci tangan sebelum pemeriksaan.

en
7m
c. Minta pasien berbaring di meja pemeriksa.
d. Lakukan palpasi untuk menilai fundus uteri.
10
e. Palpasi uterus, pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan
k0

tidak terjadi perdarahan per vaginam. Lakukan palpasi pada:


r-h

1) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca salin


mo

2) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca salin


-no

3) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca salin


mk

4) Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia


uteri jika uterus tidak berkontraksi dengan baik
6/k

f. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah


2/0

g. Periksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih ibu


02

setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca salin dan setiap 30


z/2

menit selama jam kedua pasca salin.


.xy

h. Periksa temperatur ibu setiap jam selama dua jam pertama


na

pasca salin dan lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan


lya

tidak normal.
i. Tanyakan kepada ibu mengenai cairan nifas: jumlah, warna,
mu

bau.
na

j. Deteksi dan mengobati kelainan payudara yang dapat


.ai

menghambat produksi ASI. Nilai adanya:


ww

1) Puting yang terbenam


//w

2) Puting lecet
ps:

3) Mastitis
k. Informasikan kelainan yang ditemukan kepada pasien dan cara
htt

mengatasinya.

jdih.kemkes.go.id
- 1057 -

Analisis Hasil Pemeriksaan

l
tm
Beberapa perubahan anatomis pasien post partum yang perlu dinilai

g.h
antara lain
a. Fundus uteri

tan
Setelah melahirkan, setiap hari fundus uteri akan teraba

n
-te
semakin mengecil sampai dengan kembali ke dalam rongga

22
pelvis.

20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk

Gambar 108. Tinggi fundus pasca persalinan


6/k
2/0

b. Lochia
02

Lochia merupakan istilah untuk cairan yang keluar dari uterus


z/2

selama masa nifas. Jenis lochia:


.xy

1) Lochia rubra: berwarna merah karena mengandung darah


dan jaringan desidua. Berlangsung sesaat setelah proses
na
lya

melahirkan dan berlanjut sampai dengan dua sampai tiga


hari post partum.
mu

2) Lochia serosa: berwarna pink atau lebih pucat


na

dibandingkan lochia rubra. Lochia ini mengandung cairan


.ai

serosa, jaringan desidual, leukosit dan eritrosit. Merupakan


ww

transisi dari lochia rubra ke lochia alba.


//w

3) Lochia alba: berwarna krim putih dan mengandung


ps:

leukosit dan sel-sel desidual. Mulai pada hari ke sepuluh


post partum dan berlangsung sampai dengan dua sampai
htt

empat minggu post partum.

jdih.kemkes.go.id
- 1058 -

c. Payudara

l
tm
Pasca persalinan aktifitas prolaktin meningkat dan

g.h
mempengaruhi kelenjar mamae untuk menghasilkan air susu,
sementara oksitosin menyebabkan kontraksi mammae yang

tan
membantu pengeluaran air susu. Beberapa kelainan pada

n
-te
payudara yang dapat menghambat prosuksi ASI antara lain:

22
1) Puting terbenam

20
Puting yang terbenam setelah kelahiran dapat dicoba

86
ditarik dengan menggunakan nipple puller beberapa saat

s11
sebelum bayi disusui.
2) Puting lecet

ke
Puting lecet biasanya terjadi karena perlekatan ibu-bayi

en
7m
saat menyusui tidak benar. Periksa apakah perlekatan ibu-
bayi salah. Periksa juga kemungkinan infeksi Candida yang
10
ditandai dengan kulit merah, berkilat dan terasa sakit.
k0

Pasien dapat terus menyusui apabila luka tidak begitu


r-h

sakit, bila sangat sakit ASI dapat diperah. Olesi puting


mo

dengan ASI dan biarkan kering serta jangan mencuci


-no

daerah puting dan areola dengan sabun.


mk

3) Mastitis
Mastitis adalah peradangan payudara yang terjadi pada
6/k

masa nifas atau sampai dengan 3 minggu pasca-


2/0

persalinan. Disebabkan oleh sumbatan saluran susu dan


02

pengeluaran Asi yang kurang sempurna. Tindakan yang


z/2

dapat dilakukan adalah:


.xy

a) Kompres hangat
na

b) Masase pada payudara untuk merangsang


lya

pengeluaran oksitosin agar ASI dapat menetes keluar.


c) Pemberian antibiotika.
mu

d) Istirahat dan pemberian obat penghilang nyeri bila


na

perlu.
.ai
ww

Referensi
//w

a. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan


ps:

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1059 -

b. Varney H, Kriebs JM, Gegor CL. Varney’s midwifery. 4th ed.

l
tm
USA: Jones and Bartlett Publishers. 2004. P1041-1043.

g.h
c. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Ed 4. Jakarta: PT Bina

tan
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008. P379-380.

n
-te
22
4. Perawatan Luka Post Partum

20
Tingkat Keterampilan: 4A

86
Tujuan: Melakukan perawatan luka post partum

s11
Alat dan Bahan
a. Sarung tangan

ke
b. Kassa steril

en
7m
c. Gunting
Teknik Tindakan 10
a. Bersihkan daerah vulva dari depan ke belakang setelah buang
k0

air kecil atau besar dengan sabun dan air


r-h

b. Ganti pembalut dua kali sehari


mo

c. Gunakan pakaian/kain yang kering. Segera ganti apabila basah.


-no

d. Cuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah


mk

membersihkan daerah kelamin


e. Hindari menyentuh daerah luka episiotomi atau laserasi.
6/k

f. Jika terdapat pus/cairan maka luka mengalami infeksi, buka


2/0

luka, drain, Angkat kulit nekrotik, jahitan subkutis dan lakukan


02

debridement. Lakukan jahitan situasi


z/2

g. Abses tanpa selulitis berarti infeksi bersifat superfisial, tidak


.xy

perlu antibiotik per oral. Jika abses dengan selulitis berikan


na

antibiotik peroral: Ampisilin 4 x 500 mg ditambah metronidazol


lya

3 x 500 mg selama 5 hari.


h. Kompres luka dan ajarkan pasien
mu

i. Jaga kebersihan ibu


na
.ai

Referensi
ww

a. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan


//w

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.


ps:

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1060 -

b. Indarti J, Kayika, Ocviyanti D, Kemal A. Buku ajar Obstetri dan

l
tm
Ginekologi. Keterampilan Klinis Dasar. Bina Pustaka. Jakarta.

g.h
2014.

tan
5. Kompresi Bimanual

n
-te
Tingkat Keterampilan: 4A

22
Tujuan: Melakukan kompresi bimanual

20
Alat dan Bahan

86
Sarung tangan steril

s11
Teknik Pemeriksaan
Kompresi Bimanual Interna

ke
a. Berikan dukungan emosional.

en
7m
b. Lakukan tindakan pencegahan infeksi.
c. Kosongkan kandung kemih. 10
d. Pastikan plasenta lahir lengkap.
k0

e. Pastikan perdarahan karena atonia uteri.


r-h

f. Segera lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit.


mo

g. Masukkan tangan dalam posisi obstetri ke dalam lumen vagina,


-no

ubah menjadi kepalan, dan letakan dataran punggung jari


mk

telunjuk hingga jari kelingking pada forniks anterior dan dorong


segmen bawah uterus ke kranio-anterior.
6/k

h. Upayakan tangan bagian luar mencakup bagian belakang


2/0

korpus uteri sebanyak mungkin.


02

i. Lakukan kompresi uterus dengan mendekatkan kepalan tangan


z/2

dalam dan tangan luar sedekat mungkin.


.xy

j. Tetap berikan tekanan sampai perdarahan berhenti dan uterus


na

kembali berkontraksi.
lya

k. Jika uterus sudah mulai berkontraksi, pertahankan posisi


tersebut hingga uterus berkontraksi dengan baik. Dan secara
mu

perlahan lepaskan kedua tangan, lanjutkan pemantauan secara


na

ketat.
.ai

l. Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, lakukan


ww

kompresi bimanual eksternal oleh asisten/ anggota keluarga.


//w

m. Teka dinding belakang uterus dan korpus uteri diantara


ps:

genggaman ibu jari dan keempat jari lain, serta dinding depan
uterus dengan kepalan tangan yang lain.
htt

n. Sementara itu:

jdih.kemkes.go.id
- 1061 -

1) Berikan ergometrin 0.2 mg IV

l
tm
2) Infus 20 unit oksitosin dalam 1 L NaCl/ Ringer laktat IV 60

g.h
tetes/menit dan metil ergometrin 0,4 mg.

ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
Gambar 109. Posisi tangan saat kompresi bimanual
r-h

Referensi
mo

a. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan


-no

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.


mk

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.


6/k

b. Varney H, Kriebs JM, Gegor CL. Varney’s midwifery. 4th ed.


USA: Jones and Bartlett Publishers. 2004. P1273-1274.
2/0
02

6. Inisiasi Menyusui Dini (Imd)


z/2

Tingkat Keterampilan: 4A
.xy

Tujuan
na

a. Membantu stabilisasi pernapasan


lya

b. Mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan


mu

dengan inkubator
c. Menjaga kolonisasi kuman yang aman untuk bayi
na
.ai

d. Mencegah infeksi nosokomial


ww

e. Kadar bilirubin bayi lebih cepat normal karena pengeluaran


mekonium lebih cepat sehingga dapa menurunkan insiden
//w

ikterus bayi baru lahir


ps:

f. Kontak kulit ibu dengan kulit bayi membuat bayi lebih tenang
htt

sehingga didapat pola tidur yang lebih baik

jdih.kemkes.go.id
- 1062 -

Langkah Inisiasi Dini

l
tm
a. Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan

g.h
kontak kulit ibu-bayi (di dada ibu minimal 1 jam).
b. Biarkan bati mencari dan menemukan puting dan mulai

tan
menyusu.

n
-te
c. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu

22
dini dalam waktu 60-90 menit. Menyusu pertama biasanya

20
berlangsung pada menit 45-60, dan berlangsung 10-20 menit.

86
Bayi cukup menyusu dari satu payudara.

s11
d. Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan
biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi

ke
sudah berhasil menyusu.

en
7m
e. Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam,
usahakan ibu dan bayi dipindah
10 bersama-sama dengan
mempertahankan kontak kulit ibu-bayi.
k0

f. Jika bayi belum menemukan putting ibu-IMD dalam waktu 1


r-h

jam, posisikan bayi lebih dekat dengan putting ibu dan biarkan
mo

kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya.


-no

g. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam,


mk

pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap berada di


dada ibu. Lanjutkan asuhan neonatal esensial lainnya
6/k

(menimbang, pemberian vitamin K, salep mata) dan kemudian


2/0

kembalikan bayi kepada ibunya untuk menyusu.


02

h. Kenakan pakaian pada bayi atau tetap selimuti untuk menjaga


z/2

kehangatannya.
.xy
na

Referensi
lya

Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan


Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:
mu

Kementerian Kesehatan RI. 2013.


na
.ai

7. Pemeriksaan Payudara Dan Konseling Sadari


ww

Tingkat Keterampilan: 4A
//w

Tujuan: Pemeriksaan Clinical Breast Examination (CBE) atau


ps:

pemeriksaan payudara dilakukan untuk deteksi dan identifikasi dini


kanker payudara. Untuk perempuan yang mendapatkan kelainan
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1063 -

pada saat SADARI dianjurkan dilaksanakan CBE sehingga dapat

l
tm
lebih dipastikan apakah ada kemungkinan keganasan.

g.h
Alat dan Bahan: -
Konseling

tan
a. Menyapa, memperkenalkan diri, memastikan privasi klien

n
-te
b. Menanyakan informasi data klien

22
c. Menanyakan tujuan kunjungan dan menjawab pertanyaan.

20
d. Memberikan informasi umum tentang pencegahan kanker

86
dengan deteksi lebih dini

s11
e. Memberikan informasi tentang pemeriksaan payudara akan
dilakukan dan menjelaskan bagaimana cara pemeriksaan

ke
payudara dan temuan yang mungkin.

en
7m
Konseling pasca pemeriksaan payudara (jika pada payudara
ditemukan kelainan) 10
a. Memberitahukan hasil pemeriksaan payudara
k0

b. Memberikan informasi mengenai pemeriksaan lanjutan yang


r-h

diperlukan untuk memastikan kelainan yang ditemukan di


mo

rumah sakit rujukan.


-no

c. Membuat dan memberikan surat rujukan.


mk

Teknik Pemeriksaan
a. Pada saat melakukan pemeriksaan harus diingat untuk selalu
6/k

mengajarkan cara melakukan SADARI.


2/0

b. Lihat payudara dan perhatikan:


02

1) Kedua payudara dan puting, nilai melihat apakah ada


z/2

perubahan dalam bentuk dan ukuran, bintik-bintik pada


.xy

kulit, kulit cekung, puting atau kulit berlipat, dan


na

keluarnya cairan dari puting.


lya

2) Kedua payudara dan ketiak, nilai apakah terdapat kista


atau massa yang menebal dan berisi cairan (tumor)
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 110. Kiri- Tampilan Payudara (tangan di sisi tubuh)


htt

Kanan- Kerutan Lekukan Pada Payudara

jdih.kemkes.go.id
- 1064 -

Periksa pula apakah terjadi pembengkakan, suhu tubuh yang

l
tm
meningkat atau rasa nyeri pada salah satu atau kedua payudara.

g.h
c. Untuk mempermudah pemeriksaan, dapat menggunakan
minyak kelapa, baby oil dan lotion

tan
d. Lihat puting payudara dan perhatikan ukuran, bentuk dan

n
-te
arahnya. Periksa apakah ada ruam atau luka dan keluar cairan

22
dari puting payudara.

20
e. Minta ibu mengangkat kedua tangannya ke atas kepala

86
kemudian menekan kedua tangan di pinggang untuk

s11
mengencangkan otot dadanya (m.pectoral/otot pektoralis). Pada
setiap posisi, periksa ukuran, bentuk dan simetri, lekukan

ke
puting atau kulit payudara dan lihat apakah ada kelainan.

en
7m
(Kedua posisi tersebut juga dapat terlihat jeruk atau lekukan
pada kulit jika ada.) 10
f. Kemudian minta klien untuk membungkukkan badannya ke
k0

depan untuk melihat apakah kedua payudara tergantung secara


r-h

seimbang.
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2

Gambar 111. Tampilan Payudara (kiri ke kanan): Lengan ke Atas,


.xy

Tangan di Pinggang, Membungkuk


na
lya

g. Minta ibu berbaring di atas meja pemeriksaan


h. Letakkan bantal di bawah pundak kiri ibu. Letakkan lengan kiri
mu

ibu di atas kepalanya.


na

i. Lihat payudara sebelah kiri dan memeriksa apakah ada


.ai

peebedaan dengan payudara sebelah kanan. Periksa apakah ada


ww

lekukan atau kerutan pada kulit payudara.


//w

j. Gunakan telapak jari-jari telunjuk, tengah, manis. Palpasi


ps:

dengan menekan kuat jaringan ikat seluruh payudara, dimulai


dari sisi atas paling luar menggunakan teknik spiral kemudian
htt

secara bertahap pindahkan jari-jari Anda menuju areola.

jdih.kemkes.go.id
- 1065 -

Lanjutkan sampai semua bagian selesai diperiksa. Perhatikan

l
tm
apakah terdapat benjolan atau nyeri (tenderness).

g.h
n tan
-te
22
20
86
s11
Gambar 112. Teknik spiral untuk pemeriksaan payudara

ke
en
k. Gunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk menekan puting

7m
payudara. Perhatikan apakah keluar cairan bening, keruh atau
berdarah dari puting. Cairan keruh atau berdarah yang keluar
10
dari puting harus ditulis dalam catatan ibu.
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Gambar 113. Memeriksa Cairan Puting (Payudara Kiri)


02
z/2

l. Ulangi langkah-langkah tersebut di atas untuk payudara


.xy

sebelah kanan. Jika ada keraguan, ulangi tindakan ini dengan


na

posisi ibu duduk dan kedua lengan berada di samping tubuh.


lya

m. Minta ibu untuk duduk dan angkat kedua lengan setinggi bahu.
mu

Palpasi pangkal payudara dengan menekan di sepanjang sisi


luar otot pektoral kiri sambil secara bertahap menggerakkan
na
.ai

jari-jari ke arah aksila. Periksa apakah terjadi pembesaran


ww

kelenjar getah bening atau rasa nyeri.


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1066 -

l
tm
g.h
n tan
-te
22
Gambar 114. Memeriksa Pangkal Payudara (Payudara Kiri)

20
86
n. Ulangi langkah tersebut untuk payudara sebelah kanan.

s11
o. Setelah selesai persilahkan ibu mengenakan kembali pakaian

ke
bagian atasnya sambil pemeriksa mencuci tangan dengan air

en
dan sabun dan mengeringkannya.

7m
p. Jelaskan temuan kelainan jika ada, dan hal yang perlu
10
dilakukan. Jika pemeriksaan sepenuhnya normal, katakan
k0
bahwa semua normal dan sampaikan waktu melakukan
r-h

pemeriksaan kembali, yaitu setiap tahun atau jika ibu


mo

menemukan adanya perubahan pada pemeriksaan payudara


-no

sendiri.
q. Tunjukkan kepada ibu cara melakukan pemeriksaan payudara
mk

sendiri (lihat gambar 115).


6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w

Gambar 115. Atas- Pemeriksaan Payudara dengan Berbaring


ps:

Bawah- Pemeriksaan Payudara dengan Berdiri


htt

Analisis Hasil Pemeriksaan

jdih.kemkes.go.id
- 1067 -

Jika terdapat perubahan warna kulit, retraksi kulit, dan benjolan,

l
tm
menunjukkan adanya keadaan abnormalitas pada payudara.

g.h
Istilah-istilah yang Digunakan untuk Menggambarkan Temuan
Daftar istilah-istilah khusus yang digunakan untuk menggam-

tan
barkan temuan dapat dilihat di bawah ini. Pada saat mencatat

n
-te
temuan, gunakan sebanyak mungkin istilah-istilah berikut, sehingga

22
catatan ibu memiliki data yang cukup lengkap.

20
86
Bentuk Apakah terdapat perbedaan bentuk payudara?

s11
Kulit Seperti apa tampak kulitnya? Apakah halus,
berkerut atau berlesung?

ke
Cairan Apakah ada cairan abnormal yang keluar dari

en
7m
Putting puting? Cairan dijelaskan berdasarkan warna,
kekentalan, bau, dan banyaknya.
10
Massa atau Sekelompok sel yang saling menempel. Dapat
k0

Benjolan diakibatkan oleh abses, kista, tumor jinak, atau


r-h

ganas.
mo

Ukuran Berapa besar (cm) massa-nya? Jika massa bulat,


-no

berapa diameternya?
mk

Konsistensi Seperti apa massa atau benjolan tersebut? Apakah


keras, lunak, berisi cairan, atau mengeras?
6/k

Mobilitas Saat dipalpasi, apakah massa tersebut dapat


2/0

bergerak atau tetap di tempat? Mobilitas biasanya


02

menggunakan istilah seperti tetap (tidak bergerak


z/2

saat dipalpasi), bergerak bebas (bergerak saat


.xy

palpasi) dan bergerak terbatas (beberapa gerakan


na

saat dipalpasi).
lya

Beberapa perbedaan dalam ukuran payudara bersifat normal,


ketidakberaturan atau perbedaan ukuran dan bentuk dapat
mu

mengindikasikan adanya massa. Pembengkakan, kehangatan, atau


na

nyeri yang meningkat pada salah satu atau kedua payudara dapat
.ai

berarti adanya infeksi, khususnya jika si perempuan tersebut sedang


ww

menyusui.
//w

Keluarnya cairan keruh dari salah satu atau kedua payudara


ps:

dianggap normal sampai selama 1 tahun setelah melahirkan atau


berhenti menyusui, hal tersebut jarang disebabkan karena kanker,
htt

infeksi, tumor, atau kista jinak.

jdih.kemkes.go.id
- 1068 -

Referensi

l
tm
a. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination

g.h
and History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
China. 2009. P 313.

tan
b. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Pencegahan

n
-te
Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara.Jakarta:Depkes RI.

22
2007

20
86
8. Pemeriksaan Genitalia Pria

s11
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan

ke
a. Inspeksi penis, inspeksi skrotum,

en
7m
b. Palpasi penis, testis, duktus spermatikus, epididimis
c. Transluminasi skrotum 10
Alat dan Bahan
k0

a. Ruang pemeriksaan
r-h

b. Sarung tangan
mo

Teknik Pemeriksaan
-no

a. Jelaskan kepada pasien tujuan dan prosedur pemeriksaan


mk

b. Dokter ditemani oleh asisten dalam melakukan pemeriksaan


c. Kondisikan ruang pemeriksaan yang nyaman
6/k

d. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan


2/0

e. Bebaskan alat genital untuk pemeriksaan


02

Penis
z/2

a. Lakukan inspeksi pada penis, nilai kulit di sekitar penis apakah


.xy

terdapat ekskoriasi atau inflamasi.


na

b. Preputium
lya

c. Tarik preputium ke belakang atau minta pasien yang


melakukan, perhatikan apakah terdapat karsinoma, smegma,
mu

atau kotoran di bawah lipatan kulit, dan gland, perhatikan


na

apakah terdapat ulserasi, skar, nodul, atau tanda-tanda


.ai

inflamasi.
ww

d. Nilai posisi dari meatus uretra.


//w

e. Tekan glans penis menggunakan ibu jari dan telunjuk, untuk


ps:

menilai apakah terdapat discharge. Jika terdapat discharge,


namun pasien mengeluhkan terdapat discharge, maka lakukan
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1069 -

pemijatan penis dari pangkal hingga glans untuk mengeluarkan

l
tm
discharge. Sediakan tabung untuk kultur discharge.

g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
Gambar 116. Pemeriksaan discharge

7m
f. Lakukan palpasi pada penis, nilai apakah terdapat benjolan
atau indurasi.
10
k0
g. Kembalikan preputium ke posisi semula sebelum melakukan
r-h

pemeriksaan lainnya.
mo

Skrotum
a. Lakukan inspeksi, nilai kulit dan kontur dari skrotum. Angkat
-no

skrotum untuk menilai permukaan posterior skrotum,


mk

perhatikan apakah ada benjolan atau pelebaran pembuluh


6/k

darah vena.
2/0

b. Palpasi testis dan epididimitis menggunakan ibu jari, telunjuk,


dan jari tengah. Nilai ukuran, bentuk, konsistensi, dan
02

perhatikan apakah terdapat nodul.


z/2

c. Palpasi korda spermatikus, menggunakan ibu jari jari-jari dari


.xy

belakang epididymis ke cincin inguinal superfisial. Perhatikan


na

apakah ada nodul atau pembengkakan.


lya

d. Untuk menilai pembesaran skrotum di luar testis, dapat


mu

dilakukan pemeriksaan transluminasi. Di dalam ruang


na

pemeriksaan yang gelap, arahkan sinar senter dari belakang


.ai

skrotum, jika terdapat cairan, maka akan tampak bayangan


ww

merah dari transmisi sinar melewati cairan.


Analisis Hasil Pemeriksaan
//w

a. Jika preputium tidak dapat ditarik ke belakang, disebut fimosis,


ps:

dan jika setelah dapat ditarik tidak dapat dikembalikan, disebut


htt

parafimosis.

jdih.kemkes.go.id
- 1070 -

b. Terdapatnya inflamasi pada gland, disebut balanitis, inflamasi

l
tm
pada gland dan preputium, disebut balanopostitis.

g.h
c. Adanya ekskoriasi di sekitar pubis dan genital, dicurigai adanya
skabies.

tan
d. Jika posisi meatus uretra berada di bagian ventral penis,

n
-te
disebut hipospadi.

22
e. Terdapatnya secret berwarna kuning keruh dicurigai ke arah

20
urethritis gonokokus, secret bening dicurigai ke arah urethritis

86
non gonokokus, pemeriksaan pastinya menggunakan kultur.

s11
f. Terdapatnya indurasi sepanjang permukaan ventral penis,
mengarah pada striktur uretera atau kemungkinan keganasan.

ke
Adanya nyeri di daerah indurasi, kemungkinan terdapatnya

en
7m
inflamasi periuretral akibat striktur uretra.
g. Adanya salah satu skrotum yang tidak berkembang, dicurigai
10
adanya kriptodisme.
k0

h. Pembengkakan skrotum dapat terjadi pada hernia, hidrokel, dan


r-h

edema skrotum. nyeri dan bengkak dapat terjadi pada akut


mo

epididymitis, akut orkhitis, torsio korda spermatikus, atau


-no

adanya hernia strangulata.


mk

i. Adanya nodul yang tidak nyeri pada skrotum, dicurigai ke arah


kanker testikular.
6/k
2/0

Referensi
02

Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and


z/2

History Taking, 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins, China,


.xy

2009.
na
lya

9. Insisi Abses Bartholini


Tingkat Keterampilan: 4A
mu

Tujuan: Melakukan insisi abses bartolini


na

Alat dan Bahan


.ai

a. Meja periksa ginekologi


ww

b. Sarung tangan steril


//w

c. Lidocain 2% ampul
ps:

d. Blade no.11
e. Hemostats kecil
htt

f. Kassa steril

jdih.kemkes.go.id
- 1071 -

g. Spuit 3 cc

l
tm
h. Cairan NaCl 0.9%

g.h
i. Cairan antiseptik
j. Benang vicryl 4-0

tan
k. Duk steril

n
-te
l. Word Catheter

22
20
86
s11
ke
en
Gambar 117. Word catheter

7m
Teknik Tindakan
a.
10
Lakukan pemeriksaan pada kista, untuk menemukan bagian
k0
yang sangat lunak untuk dilakukan sayatan.
r-h

b. Jika tidak ditemukan, dilakukan pemberian antibiotik dan


mo

pasien diminta untuk periksa kembali 1 minggu kemudian. Jika


ditemukan, dilakukan insisi abses bartholini:
-no

1) Siapkan alat dan bahan.


mk

2) Jelaskan kepada pasien jenis, prosedur tindakan, indikasi,


6/k

kontraindikasi dan komplikasi yang dapat terjadi.


2/0

3) Cuci tangan dengan sabun.


4) Persiapkan pasien. Pasien berbaring di meja periksa
02

dengan posisi dorsal litotomi.


z/2

5) Buka dan pisahkan kedua labia dengan lebar.


.xy

6) Lakukan aseptik dan antiseptik daerah kulit dan mukosa


na

vulva dan vagina.


lya

7) Lakukan anestesi infiltrasi di bawah mukosa labia minora


mu

dengan lidokain 1% 2-3 ml.


na

8) Pada abses yang besar, dapat dilakukan pungsi abses


.ai

sebelum dilakukan insisi untuk mengurangi tekanan yang


ww

tinggi saat insisi.


9) Buat insisi pada daerah vestibular melewati area fluktuasi.
//w

10) Gunakan blade no.11 untuk membuat insisi sepanjang 0,5-


ps:

1 cm pada permukaan mukosa labia minora dimana


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1072 -

terdapat abses. Sedapat mungkin insisi berada pada

l
tm
daerah mukosa di bagian dalam ring himen.

g.h
11) Masukkan kateter ke dalam lubang insisi. Besar insisi
harus sedikit lebih besar dari besar kateter, sedangkan

tan
pada insisi dan drainase standar, buat insisi yang lebih

n
-te
besar.

22
12) Isi balon kateter dengan 3 cc air steril dan lepaskan jarum

20
dari dasar kateter. Pastikan pengisian balon tidak terlalu

86
berlebihan karena dapat menyebabkan tekanan yang tinggi

s11
pada jaringan di sekitar kista dan rasa tidak nyaman pada
pasien setelah efek anastesi habis.

ke
13) Pertahankan kateter selama 3 minggu.

en
7m
14) Informasikan kepada pasien bahwa setelah kateter
dilepaskan maka akan terbentuk lubang permanen pada
10
tempat pemasangan kateter.
k0
r-h

Referensi
mo

a. Shlamovitz GZ. Bartholin Abscess Drainage [Internet]. 2013 Dec


-no

5th [cited 2014 April 14]. Available from:


mk

http://emedicine.medscape.com/article/80260-overview#a16
b. Tuggy M, Garcia J. Atlas of essential procedures. Philadelphia:
6/k

Elsevier Saunders. 2011. p97-100.


2/0
02

10. Konseling Kontrasepsi


z/2

Tingkat Keterampilan: 4A
.xy

Tujuan: Melakukan konseling pada klien yang ingin menggunakan


na

kontrasepsi
lya

Konseling kontrasepsi pil


a. Memberi salam dan memperkenalkan diri
mu

b. Menanyakan kapan hari pertama haid terakhir


na

c. Menanyakan apakah klien menyusui kurang dari 6 minggu


.ai

pascapersalinan
ww

d. Menanyakan apakah klien pernah mengalami


//w

perdarahan/perdarahan bercak antara haid atau setelah


ps:

sanggama.
e. Menanyakan apakah klien pernah ikterus pada kulit atau mata.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1073 -

f. Menanyakan apakah klien pernah nyeri kepala hebat atau

l
tm
gangguan visual.

g.h
g. Menanyakan apakah klien pernah nyeri hebat pada betis, paha
atau dada, atau tungkai bengkak (edema).

tan
h. Menanyakan apakah klien pernah tekanan darah di atas 160

n
-te
mmHg (sistolik) atau 90 mmHg (diastolik).

22
i. Menanyakan apakah klien memiliki massa atau benjolan pada

20
payudara.

86
j. Menanyakan apakah klien sedang minum obat-obatan anti

s11
kejang (epilepsi).
k. Memberikan informasi umum tentang kontrasepsi dan jenis-

ke
jenisnya

en
7m
l. Memberikan informasi tentang indikasi, kontraindikasi, efek
samping dan hal yang perlu diperhatikan tentang kontrasepsi
10
pil.
k0

Konseling pra-penanganan spiral


r-h

a. Memberi salam dan memperkenalkan diri


mo

b. Menanyakan kapan hari pertama haid terakhir


-no

c. Menanyakan apakah klien memiliki pasangan seks lain


mk

d. Menanyakan apakah klien pernah infeksi menular seksual


e. Menanyakan apakah klien pernah mengalami penyakit radang
6/k

panggul atau kehamilan ektopik.


2/0

f. Menanyakan apakah klien pernah mengalami haid dalam


02

jumlah banyak (lebih dari 1-2 pembalut tiap 4 jam).


z/2

g. Menanyakan apakah klien pernah mengalami haid lama (lebih


.xy

dari 8 hari).
na

h. Menanyakan apakah klien pernah mengalami dismenorea berat


lya

yang membutuhkan analgetika dan/atau istirahat baring.


i. Menanyakan apakah klien pernah mengalami
mu

perdarahan/perdarahan bercak antara haid atau setelah


na

sanggama
.ai

j. Menanyakan klien apakah pernah mengalami gejala penyakit


ww

jantung valvular atau kongenital.


//w

k. Memberikan informasi tentang indikasi, kontraindikasi, efek


ps:

samping dan hal yang perlu diperhatikan tentang kontrasepsi


spiral.
htt

Konseling kontrasepsi metode amenorea laktasi

jdih.kemkes.go.id
- 1074 -

a. Memberi salam dan memperkenalkan diri.

l
tm
b. Menanyakan tujuan berkontrasepsi dan bertanya apakah ibu

g.h
sudah memikirkan pilihan metode kontrasepsi tertentu.
c. Menanyakan status kesehatan ibu dan kondisi medis yang

tan
dimiliki ibu.

n
-te
d. Jelaskan informasi yang lengkap dan jelas tentang metode

22
amenorea laktasi:

20
1) Mekanisme

86
2) Efektivitas

s11
3) Keuntungan khusus bagi kesehatan
e. Bantu ibu memilih kontrasepsi yang paling aman dan sesuai

ke
kondisi ibu dan memberi kesempatan pada ibu untuk

en
7m
mempertimbangkan pilihannya.
f. Jelaskan mengenai: 10
1) Waktu, tempat, tenaga, dan pola menyusui yang benar.
k0

2) Lokasi klinik Keluarga Berencana (KB)/ tempat pelayanan


r-h

untuk kunjungan ulang bila diperlukan.


mo

g. Rujuk ibu ke fasilitas pelayanan kontrasepsi yang lebih lengkap


-no

apabila tidak dapat memenuhi keinginan ibu.


mk

Referensi
6/k

Biran A, George A, Rusdianto E, Harni K. Buku panduan praktis


2/0

pelayanan kontrasepsi. Edisi 3. Jakarta: 2011.


02
z/2

11. Pemasangan Kontrasepsi


.xy

a. Injeksi Kontrasepsi
na

Tingkat Keterampilan: 4A
lya

Tujuan: Melakukan tindakan kontrasepsi injeksi


Alat dan Bahan
mu

1) Meja periksa ginekologi


na

2) Sarung tangan steril


.ai

3) Alkohol swab
ww

4) Spuit disposable
//w

5) Kontrasepsi injeksi (ampul/vial)


ps:

Teknik Pemeriksaan
a. Persiapkan alat dan bahan. Periksa tanggal kadaluarsa
htt

obat suntik.

jdih.kemkes.go.id
- 1075 -

b. Jelaskan jenis dan prosedur tindakan yang akan

l
tm
dilakukan.

g.h
c. Minta pasien berbaring di meja periksa dengan posisi
sesuai kebutuhan.

tan
d. Lakukan cuci tangan menggunakan sabun dan bilas

n
-te
dengan air mengalir. Keringkan dengan handuk atau

22
dianginkan.

20
e. Buka segel atau patahkan ampul obat.

86
f. Buka kemasan spuit disposable secara steril.

s11
g. Gunakan sarung tangan.
h. Kencangkan jarum suntik pada spuitnya.

ke
i. Masukkan obat kontrasepsi ke dalam spuit melalui

en
7m
penutup karet atau lubang ampul dengan posisi dibalik.
j. Keluarkan udara yang ada di dalam spuit.10
k. Lakukan desinfeksi lokasi penyuntikan dengan swab
k0

alkohol.
r-h

l. Tentukan lokasi penyuntikan dengan menempatkan


mo

telapak tangan pada trochanter mayor femur dan telunjuk


-no

pada antero-superior spina iliaka pelvis.


mk

m. Lebarkan jari tengah ke arah posterior sepanjang krista


iliaka.
6/k

n. Daerah ‘V’ yang terbentuk antara jari telunjuk dan jari


2/0

tengah merupakan lokasi penyuntikan.


02

o. Lakukan penyuntikan secara intra muscular dengan arah


z/2

tusukan 90o terhadap permukaan kulit.


.xy

p. Lakukan aspirasi untuk memeriksa ketepatan lokasi


na

penyuntikan.
lya

q. Bila tidak ada darah yang keluar, suntikan obat


kontrasepsi hingga habis dan angkat jarum.
mu

r. Tekan bekas lokasi penyuntikan dengan swab namun


na

jangan digosok.
.ai

s. Buang sisa alat ke dalam tempat yang sudah ditentukan.


ww

t. Cuci tangan setelah tindakan.


//w

u. Komunikasikan kapan pasien harus kembali untuk


ps:

mendapatkan suntikan berikutnya.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1076 -

Spina iliaka anterior superior (SIAS)

l
tm
g.h
Lokasi injeksi

tan
Krista iliaka

n
-te
22
Trochanter mayor femur

20
Gambar 118. Lokasi penyuntikan

86
s11
Referensi

ke
Biran A, George A, Rusdianto E, Harni K. Buku panduan praktis

en
pelayanan kontrasepsi. Edisi 3. Jakarta: 2011.

7m
b. Insersi dan Ekstraksi IUD
10
k0
Tingkat Keterampilan: 4A
r-h

Tujuan: Melakukan insersi dan ekstraksi IUD


Alat dan Bahan
mo

1) Meja periksa ginekologi


-no

2) Sarung tangan non-steril


mk

3) Sarung tangan steril


6/k

4) Kassa
5) Cairan antiseptik
2/0

6) Ring forceps
02

7) Spekulum
z/2

8) Tenakulum
.xy

9) Kontrasepsi IUD
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w

Gambar 119. IUD Copper T


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1077 -

Teknik Pemasangan

l
tm
Insersi IUD

g.h
1) Persiapkan alat dan bahan. Pastikan alat IUD tersegel
sempurna dan perhatikan tanggal kadaluarsa alat.

tan
2) Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan

n
-te
yang akan dilakukan. Informasikan bahwa pemeriksaan

22
yang akan dilakukan tidak menyebabkan nyeri namun

20
pasien mungkin akan merasa tidak nyaman.

86
3) Minta pasien melepaskan celana dan berbaring di meja

s11
periksa dengan posisi litotomi.
4) Pemeriksa mencuci tangan dan menggunakan sarung

ke
tangan.

en
7m
5) Lakukan pemeriksaan bimanual untuk mengetahui posisi
uterus. 10
6) Lepas sarung tangan.
k0

7) Buka pembungkus IUD sampai dengan setengahnya dan


r-h

lipat kebelakang.
mo

8) Masukkan pendorong kedalam tabing inserter.


-no

9) Letakkan kemasan IUD di atas permukaan yang datar,


mk

keras dan bersih.


10) Dengan teknik steril, lipat IUD dan masukkan ke dalam
6/k

tabung inserter.
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww

Gambar 120. Persiapan alat IUD


//w

11) Pakai sarung tangan yang baru.


ps:

12) Lakukan asepsis dan antisepsis vulva.


htt

13) Pasang spekulum vagina.

jdih.kemkes.go.id
- 1078 -

14) Bersihkan vagina dan serviks dengan cairan antiseptik.

l
tm
15) Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati. Lokasi

g.h
penjepitan adalah pada arah jam 10 - 12
16) Ukur panjang uterus dengan menggunakan sonde uterus

tan
secara hati-hari ke dalam rongga uterus tanpa menyentuh

n
-te
dinding vagina maupun bibir spekulum.

22
17) Tarik tenakulum agar vagina dan uterus searah.

20
18) Keluarkan sonde, ukur kedalaman uterus di kertas

86
pengukur.

s11
19) Sesuaikan panjang uterus pada tabung insersi IUD dengan
menggeser leher biru pada tabung inserter. Panjang uterus

ke
wanita antara 6-9 cm.

en
7m
20) Keluarkan inserter dari kemasannya.
21) Masukkan tabung inserter secara hati-hati kedalam uterus
10
sampai leher biru menyentuh serviks atau sampai
k0

dirasakan adanya tahanan.


r-h

22) Setelah pipa insersi mencapai fundus uteri, lepaskan IUD


mo

dengan menggunakan inserter.


-no
mk

Retract
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Stationary
na

Gambar 121. Insersi IUD


lya
mu

23) Keluarkan pipa bersama inserter secara perlahan agar letak


na

IUD dalam uterus tidak berubah.


.ai

24) Setelah pipa keluar dari serviks, potong sisa benang


ww

sepanjang 2-3 cm dari ostium serviks.


//w

25) Lepaskan tenakulum. Periksa serviks atau adanya


ps:

perdarahan di tempat jepitan tenakulum. Bila ada, tekan


dengan kasa selama 30-60 menit.
htt

26) Keluarkan spekulum dengan hati-hati.

jdih.kemkes.go.id
- 1079 -

27) Letakkan alat yang telah digunakan pada tempatnya dan

l
tm
lepas sarung tangan.

g.h
28) Minta pasien kembali mengenakan pakaiannya.
29) Informasikan kepada pasien bahwa tindakan telah selesai.

tan
Ekstraksi IUD

n
-te
1) Persiapkan alat dan bahan.

22
2) Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan

20
yang akan dilakukan.

86
3) Minta pasien berbaring di meja periksa dengan posisi

s11
litotomi.
4) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.

ke
5) Asepsis dan antisepsis daerah vulva dan sekitarnya.

en
7m
6) Pasang spekulum.
7) Periksa apakah benang IUD terlihat di dalam vagina.
10
8) Setelah benang terlihat, jepit benang dengan menggunakan
k0

ring forceps.
r-h

9) Dengan perlahan tarik keluar IUD.


mo

10) Setelah IUD keluar dari vagina, lepas spekulum.


-no

Analisis Hasil Pemeriksaan


mk

IUD merupakan salah satu alat kontrasepsi yang murah dan


dapat digunakan dalam jangka waktu lama. Pemasangannya
6/k

dapat dilakukan sesaat setelah melahirkan (10 menit setelah


2/0

plesenta lahir), delayed postpartum insertion (4 minggu setelah


02

plasenta lahir) dan postabortion (spontan maupun elektif).


z/2

IUD aman untuk wanita dengan kondisi sebagai berikut:


.xy

1) Riwayat kehamilan ektopik


na

2) Riwayat operasi panggul


lya

3) Hipertensi maupun penyakit jantung lainnya


4) Riwayat trombosis vena dalam
mu

5) Riwayat migrain
na

6) Anemia
.ai

7) Diabetes melitus
ww

8) Endometriosis
//w

9) Merokok
ps:

Kontraindikasi absolut pemasangan IUD antara lain:


htt

1) Kehamilan

jdih.kemkes.go.id
- 1080 -

2) Uelainan anatomi uterus yang signifikan

l
tm
3) Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya

g.h
yang dicurigai kehamilan atau keganasan panggul.
4) Penyakit tropoblas gestasional dengan peningkatan level

tan
beta-human chorionic gonadotropin yang persisten.

n
-te
5) Infeksi pelvis yang sedang berlangsung.

22
20
Referensi

86
Biran A, George A, Rusdianto E, Harni K. Buku panduan praktis

s11
pelayanan kontrasepsi. Edisi 3. Jakarta: 2011.

ke
12. KONSELING PRAKONSEPSI

en
7m
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan Konseling Pra-Konsepsi 10
Konseling
k0

a. Jaga pola makan sehat dan kebersihan makanan (food hygiene),


r-h

seperti menghindari makanan mentah atau setengah matang


mo

untuk mengurangi risiko listeriosis, infeksi salmonella dan


-no

toxoplasmosis.
mk

b. Suplementasi asam folat sebaiknya dimulai 3 bulan sebelum


konsepsi sampai usia kehamilan 12 minggu untuk mengurangi
6/k

risiko neural tube defects pada bayi dengan dosis 400


2/0

mikrogram per hari.


02

c. Jaga fungsi kardiovaskular dan muskular melalui latihan


z/2

jasmani seperti aerobik ringan, renang, jalan cepat, dan jogging.


.xy

d. Hindari obat-obatan yang dapat menembus sawar plasenta dan


na

memiliki efek teratogen terhadap janin.


lya

e. Hindari pekerjaan yang meningkatkan risiko teratogenitas,


seperti buruh pabrik kimia (paparan zat kimia) dan pekerja di
mu

bagian radiologi (paparan <5 rad tidak berhubungan dengan


na

peningkatan risiko anomali janin dan abortus).


.ai

Pemeriksaan
ww

a. Pemeriksaan general: pemeriksaan tanda vital dan status


//w

generalis.
ps:

b. Riwayat keluarga: kelainan bawaan, kongenital, riwayat


penyakit degeneratif pada keluarga.
htt

c. Pemeriksaan urin: protein, glukosa, leukosit.

jdih.kemkes.go.id
- 1081 -

d. Pemeriksaan darah: skrining anemia, talasemia, kelainan sel

l
tm
sabit, toksoplasmosis, sifilis (bila terdapat faktor risiko).

g.h
e. Pemeriksaan imunitas: hepatitis, rubella, dan varicella
(vaksinasi bila perlu)

tan
f. Skrining HIV (bila ada faktor risiko).

n
-te
g. Pemeriksaan gigi: kesehatan gigi dan gusi.

22
Referensi

20
Buku Ajar Obstetri dan Ginekologi Bab 1: Asuhan antenatal

86
s11
13. Pemeriksaan Anc
Tingkat Keterampilan: 4A

ke
Tujuan: Melakukan pemeriksaan antenatal

en
7m
Alat dan Bahan
a. Meja periksa ginekologi 10
b. Sarung tangan steril
k0

c. Lubrikan gel
r-h

Teknik Pemeriksaan
mo

a. Persiapkan alat dan bahan.


-no

b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang


mk

akan dilakukan.
c. Minta pasien berbaring di meja periksa.
6/k

d. Cuci tangan sebelum pemeriksaan.


2/0

Pemeriksaan fisik general


02

a. Pemeriksaan fisik umum (tanda vital, berat badan, tinggi badan,


z/2

lingkar lengan atas, wajah: apakah ada edema atau terlihat


.xy

pucat)
na

b. Status generalis lengkap: kepala, mata, higiene mulut dan gigi,


lya

karies, tiroid, jantung, paru, payudara, abdomen, tulang


belakang, ekstremitas, serta kebersihan kulit.
mu

Pemeriksaan Fisik Obstetri


na

a. Tinggi fundus uteri (pengukuran dengan pita ukur apabila usia


.ai

kehamilan >20 minggu)


ww

b. Vulva/perineum untuk memeriksa adanya varises, kondiloma,


//w

edema, hemoroid, atau kelainan lainnya.


ps:

c. Pemeriksaan dalam untuk menilai serviks, uterus, adneksa,


kelenjar bartholin, kelenjar skene, dan uretra.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1082 -

d. Untuk menilai serviks, tanda-tanda infeksi, dan cairan dari

l
tm
ostium uteri.

g.h
e. Palpasi abdomen, menggunakan maneuver leopold I – IV
1) Leopold I: Menentukan tinggi fundus uteri dan menentukan

tan
bagian janin yang terletak di fundus uteri (dilakukan sejak

n
-te
awal trimester I)

22
2) Leopold II: Menentukan bagian janin pada sisi kiri dan

20
kanan ibu (dilakukan mulai akhir trimester II)

86
3) Leopold III: Menentukan bagian janin yang terletak di

s11
bawah uterus (dilakukan mula akhir trimester III)
4) Leopod IV: Menentukan berapa jauh masuknya janin ke

ke
pintu atas panggul (dilakukan bila usia kehamilan > 36

en
7m
minggu)
f. Auskultasi denyut jantung janin menggunakan fetoskop atau
10
doppler (jika usia kehamilan > 16 minggu).
k0
r-h

Referensi
mo

Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan


-no

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:


mk

Kementerian Kesehatan RI. 2013.


6/k

14. Resusitasi Bayi Baru Lahir


2/0

Tingkat Keterampilan: 4A
02

Tujuan: Melakukan resusitasi bayi baru lahir


z/2

Alat dan Bahan


.xy

a. Tempat resusitasi datar, rata, bersih, kering dan hangat


na

b. Tiga lembar handuk atau kain bersih dan kering


lya

1) Untuk mengeringkan bayi


2) Untuk menyelimuti tubuh dan kepala bayi
mu

3) Untuk ganjal bahu bayi


na

c. Alat pengisap lendir


.ai

1) Bola karet bersih dan kering


ww

2) Pengisap Dele DTT/ steril


//w

d. Oksigen
ps:

e. Lampu 60 watt dengan jarak dari lampu ke bayi sekitar 60 cm


f. Jam
htt

g. Stetoskop

jdih.kemkes.go.id
- 1083 -

Teknik tindakan

l
tm
a. Persiapkan alat dan bahan. Perlengkapan resusitasi harus

g.h
selalu tersedia dan siap digunakan pada setiap persalinan.
Penolong telah mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan

tan
DTT/ steril.

n
-te
b. Penilaian bayi baru lahir dan segera setelah lahir:

22
Sebelum lahir:

20
1) Apakah bayi cukup bulan?

86
2) Apakah air ketuban jernih, tidak tercampur mekonium?

s11
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan), sambil
menempatkan bayi diatas perut atau dekat perineum ibu,

ke
lakukan penilaian (selintas):

en
7m
1) Apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-
megap? 10
2) Apakah tonus otot bayi baik/ bayi bergerak dengan aktif?
k0

c. Keputusan melakukan resusitasi


r-h

Lakukan resusitasi jika pada penilaian terdapat keadaan


mo

sebagai berikut:
-no

1) Jika bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap


mk

tak bernapas dan atau tonus otot bayi tidak baik. bayi
lemas – Potong tali pusat, kemudian lakukan langkah awal
6/k

resusitasi.
2/0

2) Jika air ketuban bercampur mekonium: Sebelum


02

melakukan langkah awal resusitasi, lakukan penilaian,


z/2

apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-megap.


.xy

Jika menangis atau bernapas/ tidak megap-megap, klem


na

dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak
lya

dibubuhi apapun, kemudian lakukan langkah awal


resusitasi.
mu

Jika megap-megap atau tidak bernapas, lakukan


na

pengisapan terlebih dahulu dengan membuka lebar, usap


.ai

mulut dan isap lendir di mulut, klem dan potong tali pusat
ww

dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun,


//w

kemudian dilakukan langkah awal resusitasi.


ps:

d. Tindakan Resusitasi
1) Sambil memotong tali pusat, beritahu ibu dan keluarga
htt

bahwa bayi mengalami masalah sehingga perlu dilakukan

jdih.kemkes.go.id
- 1084 -

tindakan resusitasi, minta ibu dan keluarga memahami

l
tm
upaya ini dan minta mereka ikut membantu mengawasi

g.h
ibu.
2) Langkah awal resusitasi : Jaga bayi tetap hangat, atur

tan
posisi bayi, isap lendir, keringkan dan rangsang taktil,

n
-te
reposisi.

22
a) Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu

20
kepala sedikit ekstensi dengan mengganjal bahu

86
(gunakan handuk/ kain yang telah disiapkan dengan

s11
ketebalan sekitar 3 cm dan dapat disesuaikan).
b) Bersihkan jalan napas dengan mengisap lendir di

ke
mulut sedalam <5 cm dan kemudian hidung (jangan

en
7m
melewati cuping hidung).
c) Keringkan bayi (dengan sedikit tekanan) dan gosok
10
muka/ dada/ perut/ punggung bayi sebagai
k0

rangsangan taktil untuk merangsang pernapasan.


r-h

Ganti kain yang basah dengan kain yang bersih dan


mo

kering. Selimuti bayi dengan kain kering, Bagian


-no

wajah dan dada terbuka.


mk

d) Reposisikan kepala bayi dan nilai kembali usaha


napas.
6/k

e. Evaluasi ulang langkah di atas


2/0

Nilai hasil awal, buat keputusan dan lakukan tindakan:


02

1) Jika bayi bernapas normal/ tidak megap-megap dan atau


z/2

menangis, lakukan asuhan pasca resusitasi


.xy

2) Jika bayi tidak bernapas spontan atau napas megap-


na

megap, lakukan ventilasi.


lya

f. Asuhan pasca resusitasi


1) Pemantauan tanda bahaya
mu

2) Perawatan tali pusat


na

3) Inisiasi menyusui dini


.ai

4) Pencegahan hipotermi
ww

5) Pemberian vitamin K1
//w

6) Pencegahan infeksi
ps:

7) Pemeriksaan fisik
8) Pencatatan dan pelaporan
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1085 -

g. Ventilasi

l
tm
1) Pasang sungkup, perhatikan lekatan

g.h
2) Ventilasi 2x dengan tekanan 30 cm air
3) Jika dada mengembang lakukan ventilasi 20x dengan

tan
tekanan 20 cm air selama 30 detik.

n
-te
Nilai pernapasan, jika mulai bernapas normal, lanjutkan

22
dengan asuhan pasca resusitasi. Jika bayi tidak bernapas/

20
megap-megap:

86
1) Ulangi ventilasi sebanyak 20x selama 30 detik

s11
2) Hentikan ventilasi dan nilai kembali napas tiap 30 detik
3) Jika bayi tidak bernapas spontan sesudah 2 menit

ke
resusitasi, siapkan rujukan, nilai denyut jantung

en
7m
h. Jika bayi akan dirujuk:
1) Konseling 10
2) Lanjutkan resusitasi
k0

3) Pemantauan tanda bahaya


r-h

4) Perawatan tali pusat


mo

5) Pencegahan hipotermi
-no

6) Pemberian vitamin K1
mk

7) Pencegahan infeksi
8) Pencatatan dan pelaporan
6/k

i. Jika bayi tidak dirujuk dan atau tidak berhasil


2/0

1) Jika sesudah 10 menit bayi tidak bernapas spontan dan


02

tidak terdengar denyut jantung, pertimbangkan


z/2

mengehentikan resusitasi.
.xy

2) Konseling
na

3) Pencatatan dan pelaporan


lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1086 -

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu

Gambar 122. Algoritma resusitasi bayi baru lahir


na
.ai
ww

Referensi
Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan
//w

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:


ps:

Kementerian Kesehatan RI. 2013.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1087 -

M. Sistem Endokrin, Metabolisme Dan Nutrisi

l
tm
1. Pengaturan Diet

g.h
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan Tindakan:

tan
a. Mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan sel

n
-te
b. Memberikan gizi yang adekuat

22
c. Mencegah defisiensi, kelebihan dan/atau imbalans zat gizi

20
d. Mempercepat proses penyembuhan

86
Alat dan Bahan

s11
Bahan-bahan makanan makro (karbohidrat, lemak dan protein) dan
mikro (vitamin dan mineral)

ke
Teknik Tindakan

en
7m
a. Pemilihan bahan makanan harus memenuhi kecukupan gizi,
keseimbangan, cita rasa, daya cerna, daya terima masyarakat,
10
kuantitas dan kemampuan daya beli.
k0

b. Pada pasien dengan DM, glukosa darah dipertahankan dalam


r-h

batas normal. Pasien dianjurkan mengganti makanan dengan


mo

bahan makanan penukar nasi.


-no

c. Komponen diet yang utama mempengaruhi glukosa darah


mk

adalah karbohidrat.
d. Karbohidrat yang diberikan pada pasien dengan DM adalah
6/k

karbohidrat dengan indeks glikemik yang rendah.


2/0

1) Makanan dengan indeks glikemik yang rendah (≤ 50)


02

melepaskan glukosa dalam peredaran darah secara


z/2

perlahan dan dalam waktu yang lama.


.xy

2) Makanan dengan indeks glikemik yang tinggi (> 70)


na

melepaskan glukosa dalam peredaran darah dalam waktu


lya

singkat.
e. Komposisi gizi dalam makanan harus seimbang meliputi
mu

karbohidrat, protein, dan lemak, oleh karena presentase


na

konversi menjadi glukosa yang berbeda. (Karbohidrat 90-100%,


.ai

protein 58% dan lemak <10%).


ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1088 -

Tabel 14. Indeks glikemik makanan

l
tm
g.h
Jenis Indeks
makanan glikemik

tan
Glukosa 100

n
-te
Madu 91

22
Beras merah 88

20
Corn flake 83

86
cereal

s11
Roti putih 72
Gula meja 64

ke
en
Pisang 61

7m
Jagung 58
manis 10
Oatmeal 57
k0

cookies
r-h

Ubi jalar 50
mo

Jus jeruk 49
-no

Makaroni 46
mk

Es krim 38
Susu 34
6/k

Kacang 10
2/0
02

f. Pasien dianjurkan untuk setiap kali makan memilih satu jenis


z/2

makanan yang mengandung nilai indeks glikemik rendah seperti


.xy

sayur, buah dan susu rendah lemak.


na

g. Langkah untuk menyusun menu keluarga sesuai gizi seimbang


lya

adalah sebagai berikut:


mu

1) Menghitung kebutuhan gizi terutama kebutuhan energy


dengan komposisi energy karbohidrat, protein dan lemak
na

masing-masing 50-65%; 10-20% dan 20-30%


.ai

2) Menterjemahkan kebutuhan gizi menjadi kebutuhan aneka


ww

ragam pangan.
//w

3) Menjabarkan frekuensi makan (3 kali makan utama dan 2


ps:

kali makan pendamping/snack)


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1089 -

Analisis Tindakan/Perhatian

l
tm
Untuk menu makanan standar sebaiknya memenuhi kriteria 3 B

g.h
(beragam, bergizi dan berimbang).
Tujuan untuk pemberian indeks glikemik rendah pada pasien DM:

tan
a. Menurunkan kadar glukosa darah

n
-te
b. Mencegah terjadinya hipoglikemia

22
c. Meningkatkan manajemen pengelolaan diet DM

20
Kebutuhan kalori

86
Laki-laki = 2600 kkal

s11
Perempuan = 2100 kkal
Referensi

ke
Kolegium Gizi Klinik, 2014

en
2.
7m
Pemberian Insulin Pada Diabetes Mellitus (Dm) Tanpa Komplikasi
10
Tingkat Keterampilan: 4A
k0

Tujuan
r-h

a. Tujuan jangka pendek


mo

Mencapai target pengendalian glukosa darah dengan pemberian


-no

injeksi insulin subkutan


mk

b. Tujuan jangka panjang


Menghambat dan mencegah progresivitas penyulit
6/k

mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.


2/0

c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan


02

mortalitas DM.
z/2

Alat dan Bahan


.xy

a. Sarung tangan
na

b. Sediaan insulin sesuai kebutuhan dan indikasi


lya

c. Spuit 1ml 29G


d. Kapas alkohol
mu

Teknik Keterampilan
na

a. Persilakan pasien duduk.


.ai

b. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien.


ww

c. Lakukan cuci tangan dan gunakan sarung tangan.


//w

d. Lakukan pemberian insulin dengan injeksi subkutan (lihat


ps:

keterampilan injeksi subkutan).


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1090 -

Referensi

l
tm
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011

g.h
3. Penilaian Kelenjar Tiroid: Hipertiroid dan Hipotiroid

tan
Tingkat Keterampilan: 4A

n
-te
Tujuan: untuk menilai pembesaran kelenjar tiroid.

22
Alat dan Bahan: -

20
Teknik Pemeriksaan

86
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan kepada pasien.

s11
b. Lakukan cuci tangan.
c. Minta pasien untuk duduk, pemeriksa berdiri tepat di belakang

ke
pasien. Minta pasien sedikit menunduk untuk merilekskan otot-

en
7m
otot sternokleidomastoideus
d. Lakukan palpasi menggunakan dua tangan pada leher pasien
10
dari arah belakang, dengan posisi jari telunjuk berada tepat di
k0

bawah tulang krikoid


r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar 123. Posisi kedua tangan saat melakukan palpasi tiroid


na
lya

e. Minta pasien untuk menelan, dengan demikian pemeriksa dapat


mu

merasakan pergerakan tiroid ismus


f. Menggunakan tangan kiri, dorong trakea ke arah kanan,
na

kemudian menggunakan tangan kanan, lakukan palpasi lateral


.ai
ww

tiroid lobus kanan, tentukan batasnya.


g. Nilai ukuran, bentuk, dan konsistensi dari kelenjar tiroid,
//w

perhatikan apakah terdapat nodul, massa, atau nyeri tekan.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1091 -

h. Jika tiroid teraba membesar, maka lanjutkan dengan auskultasi

l
tm
menggunakan stetoskop pada kelenjar tiroid, perhatikan apakah

g.h
terdapat bruit.
Analisis Hasil Pemeriksaan

tan
Pada keadaan normal kelenjar tiroid tidak teraba. Apabila dijumpai

n
-te
pembesaran, maka rekomendasikan pemeriksaan penunjang

22
laboratorium yang sesuai untuk memastikan dagnosis.

20
86
Referensi

s11
Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination
and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China,

ke
h. 166-167.

en
4.
7m
Konseling Kasus Gangguan Metabolisme Dan Endokrin
10
Tingkat Keterampilan: 4A
k0

Tujuan: Melakukan konseling pada pasien dengan gangguan


r-h

metabolisme dan endokrin


mo

Langkah konseling
-no

Masukan
mk

a. Terdiagnosis gangguan metabolik


b. Kemauan pasien
6/k

c. Tersedianya waktu konsultasi


2/0

d. Rekam medik
02

e. Ada konselor
z/2

f. Ada media konseling


.xy

g. Ada biaya konseling


na

Proses
lya

a. Terlaksananya program konseling


b. Ada laporan kemajuan program diet
mu

c. Ada tindak lanjut dari setiap laporan kemajuan


na

Keluaran
.ai

Gangguan metabolik terkendali, berdasarkan dengan hasil


ww

laboratorium atau indikator klinis


//w

Dampak
ps:

Terhindar dari komplikasi


Manfaat
htt

a. Mengurangi risiko sakit

jdih.kemkes.go.id
- 1092 -

b. Pencegahan biaya berobat

l
tm
Teknik Konseling

g.h
Lakukan teknik konseling (lihat materi Komunikasi) diawali dengan
pendahuluan, memberikan atmosfer yang aman dan rasa hormat,

tan
serta memberikan nasihat secara proporsional.

n
-te
22
N. Sistem Hematologi dan Imunologi

20
1. Palpasi Kelenjar Limfe

86
Tingkat Keterampilan: 4A

s11
Tujuan: Menilai kelenjar limfe
Alat dan bahan: -

ke
Teknik Pemeriksaan

en
7m
Area kepala dan leher
a. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan
10
dan prosedurnya
k0

b. Cuci tangan 7 langkah


r-h

c. Minta pasien untuk duduk berhadapan dengan pemeriksa


mo

d. Inspeksi daerah leher


-no

1) Perhatikan kesimetrisan, massa atau scars


mk

2) Lihat apakah ada kelenjar limfe yang terlihat


e. Palpasi menggunakan bantalan dari jari telunjuk dan jari
6/k

tengah dengan gerakan memutar yang lemah lembut, minta


2/0

pasien untuk relax, dengan leher fleksi. Palpasi secara


02

berurutan:
z/2

1) Preauricular → di depan telinga


.xy

2) Posterior auricular → superfisial di mastoid


na

3) Occipital → dasar tulang kepala posterior


lya

4) Tonsillar → di bawah angulus mandibula


5) Submandibular →di tengah di antara sudut dan ujung
mu

mandibula
na

6) Submental → di garis tengah beberapa sentimeter di


.ai

belakang ujung mandibula


ww

7) Superficial cervical → superfisial di sternomastoid


//w

8) Posterior cervical →sepanjang tepi anterior dari trapezius


ps:

9) Deep cervical chain → bagian dalam di sternomastoid dan


terkadang sulit untuk diperiksa. Kaitkan kedua ibu jari
htt

dengan jari-jari di sekitar otot sternomastoid

jdih.kemkes.go.id
- 1093 -

10) Supraclavicular → di dalam sudut yang dibentuk oleh

l
tm
klavikula dan sternomastoid

g.h
f. Rasakan ukuran, bentuk, batas, mobility, konsistensi, dan nyeri

tan
Area lengan dan tungkai

n
-te
a. Inspeksi kedua lengan pasien, nilai dari ujung jari hingga bahu

22
1) Minta pasien untuk mengangkat kedua lengannya ke arah

20
depan.

86
2) Nilai ukuran, kesimetrisan dan lihat apakah ada

s11
pembengkakan
b. Palpasi epitrochlear node

ke
1) Minta pasien untuk memfleksikan siku 90° dan angkat

en
7m
serta tahan lengan pasien dengan tangan pemeriksa
(bagian kanan dengan bagian kanan dan sebaliknya).
10
2) palpasi di lekukan di antara otot biceps dan triceps, sekitar
k0

3 cm di atas epikondilus medial. Jika teraba, nilai ukuran,


r-h

konsistensi dan nyeri.


mo

c. Inspeksi kedua ekstremitas bawah pasien dari pangkal paha


-no

dan pantat hingga kaki:


mk

1) Minta pasien untuk berdiri dengan santai


2) Nilai ukuran, kesimetrisan dan lihat apakah ada
6/k

pembengkakan.
2/0

d. Palpasi kelenjar limfe inguinal superfisial, termasuk grup


02

vertikal dan horizontal:


z/2

1) Palpasi inguinal kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya


.xy

2) Nilai ukuran, konsistensi, persebaran dan nyeri


na
lya

Analisis Hasil Pemeriksaan


a. Palpasi kelenjar limfe daerah kepala dan leher:
mu

1) Kelenjar limfe tonsillar yang ada pulsasi kemungkinan itu


na

adalah arteri karotis


.ai

2) Pembesaran kelenjar limfe supraklavikula, terutama


ww

sebelah kiri harus dicurigai sebagai keganasan yang


//w

metastasis dari torakal atau abdominal.


ps:

3) Kelenjar limfe yang teraba lunak kemungkinan merupakan


inflamasi, kelenjar limfe yang teraba keras atau yang tidak
htt

bergerak kemungkinan merupakan keganasan

jdih.kemkes.go.id
- 1094 -

4) Limfadenopati yang difus harus dicurigai sebagai HIV atau

l
tm
AIDS

g.h
b. Palpasi kelenjar limfe daerah lengan dan tungkai:
1) Edema kelenjar limfe di lengan dan tangan mungkin akibat

tan
dari diseksi kelenjar limfe aksila dan terapi radiasi

n
-te
2) Limfe epitrochlear yang membesar kemungkinan

22
merupakan infeksi lokal atau distal atau berhubungan

20
dengan limfadenopati generalisata

86
3) Limfadenopati berarti pembesaran kelenjar limfe dengan

s11
atau tanpa nyeri. Coba untuk membedakan antara
limfadenopati lokal dan generalisata dengan menemukan

ke
(1) lesi penyebab di drainage area atau (2) pembesaran

en
7m
limfe setidaknya di area yang tidak berdekatan.
10
Referensi
k0

Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and


r-h

History Taking, 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins, China,


mo

2009, p 481-483
-no
mk

2. Konseling Anemia Defisiensi Besi, Thalassemia dan HIV


Tingkat Keterampilan: 4A
6/k

Tujuan: Melakukan konseling pada pasien yang mengalami anemia,


2/0

thalassemia ataupun HIV


02

Alat dan Bahan: -


z/2

Langkah konseling
.xy
na

Anemia/ Thalassemia HIV


lya

Input
1. Terdiagnosa 1. Kasus HIV
mu

anemia/thalassemia dan 2. Kemauan pasien


na

kausanya 3. Ada potensi pencegahan penularan


.ai

2. Kemauan pasien 4. Ada potensi upaya paliatif


ww

3. Tersedianya waktu 5. Tersedianya waktu konsultasi


//w

konsultasi 6. Rekam medik


ps:

4. Rekam medik 7. Ada konselor


htt

5. Ada konselor 8. Ada media konseling

jdih.kemkes.go.id
- 1095 -

Anemia/ Thalassemia HIV

l
tm
6. Ada media konseling 9. Ada biaya konseling

g.h
7. Ada biaya konseling 10. Stigma masyarakat

tan
Proses

n
-te
1. Melaksanakan metode 1. Melaksanakan metode konseling

22
konseling baku baku HIV

20
2. Ada program konseling 2. Ada program konseling HIV

86
anemi sesuai kausanya 3. Pasien mengikuti program

s11
3. Pasien mengikuti 4. Analisis kemajuan program
program 5. Edukasi psikologi pasien

ke
en
4. Analisis kemajuan

7m
program
Output 10
1. Terlaksananya program 1. Terlaksananya program konseling
k0

konseling 2. Ada laporan kemajuan program


r-h

2. Ada laporan kemajuan 3. Ada tindak lanjut dari setiap


mo

program laporan kemajuan


-no

3. Ada tindak lanjut dari 4. Tercegahnya penurunan CD4 <200


mk

setiap laporan kemajuan cell/m3


5. Terjadinya kemajuan peran diri
6/k

Dampak
2/0

Kadar hemoglobin normal 1. Terhindar dari infeksi oportunistik


02

2. Mampu bersosialisasi
z/2

Manfaat
.xy

1. Aktifitas keseharian 1. Tidak terjadi penularan HIV baru


na

normal 2. Lebih percaya diri untuk


lya

2. Tumbuh kembang berinteraksi dengan masyarakat


optimal 3. Kualitas hidup meningkat
mu

3. Proses reproduksi 4. Usia harapan hidup meningkat


na

optimal
.ai

4. Mengurangi resiko sakit


ww

5. Mengurangi komplikasi
//w

6. Angka kematian Ibu dan


ps:

Anak turun
htt

7. Pencegahan biaya berobat

jdih.kemkes.go.id
- 1096 -

Prinsip konseling pada anemia defisiensi besi adalah memberikan

l
tm
pengertian kepada pasien dan keluarganya tentang perjalanan

g.h
penyakit dan tata laksananya, sehingga meningkatkan kesadaran
dan kepatuhan dalam berobat serta meningkatkan kualitas hidup

tan
pasien untuk mencegah terjadinya anemia defisiensi besi.

n
-te
Pada HIV/AIDS, penting disampaikan kepada pasien dan keluarga

22
tentang penyakit HIV/AIDS. Selain itu, penting untuk menyarankan

20
pasien agar bergabung dengan kelompok penanggulangan HIV/AIDS

86
sehingga ia mampu menguatkan dirinya dalam menghadapi

s11
pengobatan penyakitnya.

ke
Referensi

en
7m
Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:
10
Kementerian Kesehatan RI. 2013
k0
r-h

O. Sistem Muskuloskeletal
mo

1. Pemeriksaan Tulang Belakang


-no

Tingkat Keterampilan: 4A
mk

Tujuan
a. Menilai bentuk tulang belakang.
6/k

b. Lakukan pemeriksaan tulang belakang, otot dan sendi yang


2/0

terkait.
02

c. Menemukan kelainan yang paling sering ditemukan pada


z/2

pemeriksaan tulang belakang.


.xy

Alat dan Bahan:


na

Teknik Pemeriksaan
lya

a. Mulai dengan inspeksi postur, termasuk posisi leher dan batang


tubuh saat pasien memasuki ruangan (lihat materi General
mu

Survey bagian C. Menilai Postur dan Habitus)


na

b. Jelaskan kepada pasien pemeriksaan yang akan dilakukan dan


.ai

prosedurnya
ww

c. Cuci tangan 7 langkah


//w

d. Minta pasien untuk berdiri dan membuka bajunya


ps:

e. Mulai pemeriksaan dari leher dengan meminta pasien


menggerakan lehernya ke bawah, ke atas, samping kiri dan
htt

samping kanan, lihat apakah ada kekakuan gerak leher

jdih.kemkes.go.id
- 1097 -

f. Minta pasien untuk berdiri membelakangi pemeriksa dan mulai

l
tm
pemeriksaan dengan inspeksi dari belakang:

g.h
1) Lihat prosesus spinosus (biasanya paling terlihat di C7 dan
T1)

tan
2) Otot-otot paravertebral di kedua sisi garis tengah

n
-te
3) Kepala iliaka (yang menonjol)

22
4) Posterior superior tulang iliaka, biasanya ditandai dengan

20
adanya skin dimples

86
5) Servikal bentuk lordosis, toraksal bentuk kifosis, lumbal

s11
bentuk lordosis dan sakrum kifosis (dilihat dari samping)

ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Gambar 124. Anatomi Columna Vertebralis


02
z/2

g. Palpasi tulang belakang dengan ibu jari; bisa dengan posisi


.xy

duduk atau posisi berdiri:


na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 125. Palpasi spina: nyeri, bengkak atau peningkatan suhu


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1098 -

1) Palpasi otot-otot paravertebral untuk melihat apakah ada

l
tm
nyeri atau spasme otot.

g.h
2) Palpasi prosesus spinosus apakah ada step deformity
(penurunan prosesus spinosus).

tan
3) Periksa secara hati-hati di daerah lumbal apakah ada

n
-te
prosesus spinosus yang menonjol (gibus) atau tidak terlihat

22
menonjol (normal) sehubungan dengan tulang diatasnya.

20
4) Palpasi daerah sakroiliaka, biasanya ada skin dimples di

86
sepanjang posterior superior tulang iliaka.

s11
5) Perkusi tulang belakang dari daerah servikal hingga lumbal
untuk melihat adanya nyeri; dilakukan dengan

ke
menggunakan sisi medial kepalan tangan.

en
h. Range of Motion (ROM)
7m
10
Pemeriksaan dilakukan secara aktif dan pasif.
k0

Pemeriksaan aktif: pasien disuruh melakukan gerakan secara


r-h

mandiri, menirukan gerakan pemeriksa (sesuai instruksi


mo

pemeriksa)
-no

Pemeriksaan pasif: pemeriksa yang menggerakkan ekstremitas


mk

pasien
6/k

1) Leher: dinilai apakah ada nyeri atau gangguan pergerakan


2/0

a.1. Gerakan fleksi:


02

Minta pasien untuk


z/2

mendekatkan dagunya ke arah


.xy

dada
na
lya

Rentang normal fleksi leher


50
mu
na

a.2. Gerakan ekstensi:


.ai

Minta pasien untuk melihat ke


ww

atas
//w
ps:

Rentang normal ekstensi leher


htt

60

jdih.kemkes.go.id
- 1099 -

a.3. Gerakan rotasi:

l
tm
Minta pasien untuk melihat

g.h
bahu kanan dan sebaliknya

tan
Rentang normal rotasi leher

n
-te
Ke kanan 80

22
Ke kiri 80

20
86
s11
ke
en
a.4. Gerakan lateral bending:

7m
Minta pasien untuk mendekatkan telinga ke bahu
10
kanan dan sebaliknya
k0
Rentang normal lateral bending 45
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Gambar 126. ROM leher


02
z/2

2) Kolumna spinalis
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 127. ROM Kolumna Spinalis


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1100 -

a) Gerakan fleksi: minta pasien untuk membungkuk

l
tm
kedepan dan menyentuh jari-jari kaki (kelengkungan)

g.h
lumbal menjadi lebih datar)
b) Gerakan ekstensi: minta pasien untuk mendongak

tan
kebelakang

n
-te
c) Gerakan rotasi: minta pasien berputar ke arah kiri dan

22
kanan (stabilkan pelvis pasien dengan menaruh kedua

20
tangan pemeriksa di panggul kanan kiri pasien lalu

86
putar batang tubuh ke kanan dan ke kiri; atau pasien

s11
dalam posisi duduk langsung memutar tubuh ke
kanan dan kiri

ke
d) Gerakan fleksi ke lateral: minta pasien untuk fleksi ke

en
7m
lateral dari pinggang
Analisis Hasil Pemeriksaan 10
a. Adanya deviasi dari posisi leher dan batang tubuh,( lateral atau
k0

putaran) menandakan kelainan, seperti tortikolis atau skoliosis


r-h

b. Nyeri menandakan adanya fraktur atau dislokasi jika didahului


mo

oleh trauma, infeksi atau arthritis.


-no

c. Pergeseran pada spondilolistesis atau pergeseran sendi di satu


mk

vertebra kemungkinan dapat menekan medula spinalis.


Didapatkan step deformity.
6/k

d. Nyeri sendi sakroiliaka pada palpasi dapat menandakan adanya


2/0

peradangan sendi (sakroiliitis). Spondilitis ankylosis


02

kemungkinan juga menyebabkan nyeri.


z/2

e. Nyeri pada perkusi dapat diakibatkan oleh fraktur pada


.xy

osteoporosis, infeksi atau keganasan.


na

f. Adanya peningkatan kifosis toraksal perlu mencurigai adanya


lya

fraktur kompresi vertebra.


g. Spasme otot dapat terjadi akibat cedera, overuse, dan proses
mu

inflamasi dari otot, atau kontraksi yang terus-menerus akibat


na

postur yang abnormal.


.ai

h. Nyeri nervus sciatic kemungkinan akibat herniasi diskus atau


ww

massa lesi yang menekan nervus yang bersangkutan.


//w

i. Herniasi diskus intervertebralis sering terjadi di L5-S1 atau L4-


ps:

L5, dapat menghasilkan nyeri dan spasme otot-otot


paravertebral serta nyeri rujukan ke ekstremitas bawah.
htt

j. Nyeri pada sendi intervertebra dapat juga disebabkan artritis

jdih.kemkes.go.id
- 1101 -

k. Nyeri pada sudut costovertebral perlu mencurigai adanya

l
tm
gangguan pada ginjal.

g.h
l. Keterbatasan pada ROM mungkin diakibatkan oleh kekakuan
akibat artritis, nyeri akibat trauma, atau spasme otot.

tan
m. Nyeri pada C1-C2 pada penderita artritis reumatoid

n
-te
meningkatkan risiko untuk terjadinya subluksasi dan kompresi

22
medula spinalis.

20
n. Pengukuran gerakan fleksi tulang belakang (Tes Schober):

86
tandai di sendi lumbosakral, lalu ukur 10 cm diatas dan 5 cm

s11
dibawah poin ini. Peningkatan sekitar 4 cm diantara 2 tanda ini
masuk dalam keadaan normal.

ke
en
7m
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and
10
History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China.
k0

2009.
r-h
mo

2. Pemeriksaan Ekstremitas Atas


-no

Tingkat Keterampilan: 4A
mk

Tujuan
Melakukan pemeriksaan:
6/k

a. bahu dan lengan atas


2/0

b. siku dan lengan bawah


02

c. pergelangan tangan dan tangan


z/2

Alat dan Bahan: -


.xy

Teknik Pemeriksaan
na

Pemeriksaan dilakukan secara aktif dan pasif.


lya

Pemeriksaan Bahu dan Lengan Atas


a. Meminta pasien berdiri membelakangi pemeriksa.
mu

b. Inspeksi skapula dan otot-otot disekitarnya. Perhatikan adanya


na

sikatris, pembengkakan, deformitas, atrofi otot, atau posisi


.ai

yang abnormal.
ww

c. Lihat adanya pembengkakan di sendi kapsul anterior atau


//w

tonjolan di bursa subakromial di bawah otot deltoid. Lihat juga


ps:

perubahan warna, perubahan kulit, atau bentuk tulang yang


tidak biasa (deformitas).
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1102 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
Gambar 128. Anatomi tulang di ekstremitas atas

7m
d.
10
Palpasi dimulai dari area permukaan tulang di bahu:
k0
1) Dari belakang, ikuti tulang skapula yang menonjol sampai
r-h

ketemu akromion (puncak dari bahu). Identifikasi ujung


mo

anterior dari akromion.


2) Dengan jari telunjuk di atas akromion, tepat di belakang
-no

ujungnya, tekan ke arah medial dengan ibu jari untuk


mk

menemukan daerah yang sedikit lebih tinggi yang


6/k

merupakan bagian distal dari klavikula di sendi


2/0

akromioklavikula. Gerakkan ibu jari ke medial dan turun


sedikit menuju tulang yang menonjol yang disebut
02

prosesus korakoid dari skapula.


z/2

3) Dari depan dimulai dari medial di sendi sternoklavikula;


.xy

temukan klavikula lateral dengan jari.


na

4) Palpasi tendon biseps di lekukan intertuberkulum, tahan


lya

ibu jari tetap di prosesus korakoid dan jari lainnya di


mu

bagian lateral humerus. Angkat jari telunjuk dan taruh di


na

tengah-tengah antara prosesus korakoid dan tuberkulum


.ai

di permukaan anterior lengan.


ww

Untuk memudahkan pemeriksa, putar lengan bawah ke


eksternal, tentukan lokasi distal dari otot dekat siku dan ikuti
//w

otot biseps dan tendon proksimalnya ke


ps:

lekukan intertuberkulum.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1103 -

l
tm
g.h
n tan
-te
22
20
86
Gambar 129. Ligamen

s11
e. Range of motion (ROM)

ke
en
1) Gerakan fleksi: angkat lengan ke depan lalu ke atas kepala

7m
2) Gerakan ekstensi: angkat lengan ke belakang
3) Gerakan abduksi: angkat lengan ke samping lalu ke atas
10
kepala
k0

4) Gerakan aduksi: silangkan lengan di depan tubuh


r-h

5) Gerakan rotasi internal: taruh satu tangan di belakang dan


mo

sentuh tulang skapula


-no

6) Gerakan rotasi eksternal: angkat lengan setinggi bahu, lalu


mk

tekuk siku dan putar lengan bawah ke arah atas.


6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu

Gambar 130. ROM ekstremitas atas


na
.ai

f. Manuver
ww

1) crossover test: palpasi dan bandingkan kedua sendi, cari


//w

apakah ada nyeri atau bengkak. Aduksi lengan pasien


ps:

menyeberangi dada. Nilai sendi akromioklavikular. Hasil


htt

positif bila didapatkan nyeri pada sendi terseb ut.

jdih.kemkes.go.id
- 1104 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
Gambar 131. Crossover test

86
s11
2) The Apley scratch test: minta pasien untuk menyentuh

ke
skapula yang berlawanan, menggunakan 2 gerakan dari

en
atas dan dari belakang (menilai rotasi bahu menyeluruh).

7m
Normalnya jari pasien dapat menyentuh ujung jari lainnya.
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k

Gambar 132. Apley scratch test


2/0
02

3) Test Neer’s impingement sign: tekan skapula untuk


z/2

mencegah pergerakan skapula dengan satu tangan, angkat


.xy

lengan pasien dengan tangan satunya. Gerakan ini


na

menekan tuberositas besar dari humerus terhadap


lya

akromion. Hasil positif bila didapatkan nyeri saat lengan


mu

diangkat membentuk sudut 70o-120o.


na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1105 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
Gambar 133. Test Neer’s impingement sign

4)
7m
Test Hawkins impingement sign: fleksi bahu pasien 90°
10
dengan telapak tangan ke arah bawah, putar lengan ke
k0

internal. Gerakan ini menekan tuberositas besar terhadap


r-h

ligamen korakoakromial.
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na

Gambar 134. Test Hawkins impingement sign


lya
mu

5) Test supraspinatus strength: elevasi lengan 90° dan putar


na

ke dalam dengan arah ibu jari menunjuk ke bawah. Minta


.ai

pasien untuk menahan ketika pemeriksa menekan lengan


ww

pasien ke bawah.
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1106 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
Gambar 135. Test supraspinatus strength

86
s11
6) Test infraspinatus strength: minta pasien untuk menaruh

ke
lengannya disamping dan fleksikan siku 90° dengan ibu

en
jari menunjuk ke atas. Berikan tekanan ketika pasien

7m
menekan lengan bawah ke depan.
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Gambar 135. Test infraspinatus strength


02

7) Test forearm supination: fleksikan lengan bawah pasien 90°


z/2

di siku dan pronasikan pergelangan tangan pasien. Berikan


.xy

tahanan ketika pasien melakukan supinasi lengan bawah.


na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

Gambar 136. Test forearm supination

jdih.kemkes.go.id
- 1107 -

8) Test the”arm drop” sign: minta pasien untuk abduksi

l
tm
lengan sejajar bahu dan turunkan secara perlahan.

g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
Gambar 137. Test the”arm drop” sign

ke
en
Pemeriksaan Siku dan Lengan Bawah

7m
a. Inspeksi 10
1) Tahan lengan bawah pasien dengan tangan yang
k0

berlawanan sehingga sendi siku fleksi sekitar 70°.


r-h

Identifikasi epikondilus lateral dan medial dan prosesus


mo

olekranon di tulang ulna


-no

2) Inspeksi bentuk siku, termasuk permukaan ekstensor dari


ulna dan prosesus olekranon. Lihat apakah ada nodul atau
mk

bengkak
6/k

b. Palpasi prosesus olekranon dan tekan di epikondilus untuk


2/0

melihat nyeri. Rasakan apakah ada pergeseran di olekranon.


02

Palpasi epikondilus lateralis, medialis dan prosesus olekranon di


z/2

tulang ulna normal membentuk segitiga sama kaki.


.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w

Gambar 138. Palpasi siku


ps:
htt

c. Range of motion (ROM)


1) Gerakan fleksi: tekuk siku

jdih.kemkes.go.id
- 1108 -

2) Gerakan ekstensi: luruskan siku

l
tm
3) Gerakan supinasi: putar telapak tangan sehingga

g.h
permukaannya berada di bagian atas seperti memegang
piring

tan
4) Gerakan pronasi: putar telapak tangan sehingga

n
-te
permukaannya berada di bawah.

22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0

Gambar 139. ROM siku dan lengan bawah


02
z/2

Pergelangan tangan dan tangan


.xy

a. Inspeksi
na

1) Observasi posisi tangan saat bergerak dan lihat apakah


lya

pergerakannya mulus dan alami. Saat istirahat jari-jari


mu

tangan harus fleksi ringan dan selaras hampir paralel.


2) Inspeksi permukaan telapak dan punggung dari
na

pergelangan tangan dan lihat apakah ada bengkak di


.ai

daerah sendi.
ww

3) Lihat apakah ada deformitas dari pergelangan tangan,


//w

tangan dan jari-jari tangan, serta setiap angulasi dari


ps:

deviasi ulnar atau radial.


htt

4) Observasi bentuk telapak tangan, terutama daerah tenar


dan hipotenar.

jdih.kemkes.go.id
- 1109 -

5) Dinilai apakah ada penebalan dari tendon fleksor atau

l
tm
fleksi kontraktur di jari-jari.

g.h
b. Palpasi
1) Pada pergelangan tangan, palpasi bagian distal dari radius

tan
dan ulna di permukaan lateral dan medial. Palpasi setiap

n
-te
lekukan di sendi pergelangan tangan dengan ibu jari di

22
dorsum dari pergelangan tangan dan jari lainnya di

20
bawahnya. Dinilai apakah ada bengkak atau nyeri

86
2) Palpasi tulang stiloid radial dan snuffbox anatomis, yaitu

s11
garis cekung di bagian distal dari prosesus stiloid yang
dibentuk dari otot abduktor dan ekstensor dari ibu jari

ke
untuk menilai ada tidaknya kelainan di tulang skafoid.

en
7m
3) Kompres sendi metacarpal dengan cara meremas telapak
tangan dari kedua sisi di antara jari dan ibu jari. Dinilai
10
apakah ada nyeri atau bengkak.
k0

4) Palpasi jari-jari dan ibu jari. Palpasi bagian lateral dan


r-h

medial dari setiap sendi di antara jari-jari tangan dan ibu


mo

jari (sendi proksimal interphalangeal dan distal


-no

interphalangeal). Dinilai apakah ada nyeri, pembesaran


mk

tulang, dan bengkak


c. Range of motion (ROM) dari pergelangan tangan
6/k

1) Gerakan fleksi: dengan posisi telapak tangan menghadap


2/0

ke bawah, tunjuk jari-jari tangan ke arah bawah.


02

2) Gerakan ekstensi: dengan posisi telapak tangan


z/2

menghadap ke bawah, tunjuk jari-jari tangan ke arah atas.


.xy

3) Gerakan adduksi (deviasi radial): dengan posisi telapak


na

tangan menghadap ke bawah, gerakkan telapak tangan


lya

mendekati garis tengah.


4) Gerakan abduksi (deviasi ulnar): dengan posisi telapak
mu

tangan menghadap ke bawah, gerakkan telapak tangan


na

menjauhi garis tengah pergelangan tangan.


.ai
ww
//w
ps:
htt

Gambar 140. ROM

jdih.kemkes.go.id
- 1110 -

d. Range of motion (ROM) dari jari tangan

l
tm
1) Gerakan fleksi: kepalkan jari-jari tangan dan taruh ibu jari

g.h
diatas kepalan tangan.
2) Gerakan ekstensi: lebarkan jari-jari tangan.

tan
3) Gerakan abduksi: perlebar jari-jari tangan selebar-

n
-te
lebarnya.

22
4) Gerakan adduksi: dekatkan jari-jari tangan.

20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww

Gambar 142. ROM jari dan ibu jari tangan


//w
ps:

e. Range of motion (ROM) dari ibu jari


htt

1) Gerakan fleksi: gerakkan ibu jari melewati telapak tangan


dan sentuh bagian bawah dari jari kelingking

jdih.kemkes.go.id
- 1111 -

2) Gerakan ekstensi: gerakkan ibu jari menjauh dari telapak

l
tm
tangan

g.h
3) Gerakan abduksi dan adduksi: angkat ibu jari, gerakan
mendekati telapak tangan untuk aduksi dan menjauh

tan
untuk abduksi

n
-te
4) Gerakan oposisi: gerakkan ibu jari menyentuh tiap-tiap

22
ujung jari yang lainnya.

20
f. Manuver

86
1) Thumb movement: genggam ibu jari, lalu gerakan ke arah

s11
deviasi ulnar
2) Thumb abduction: dengan posisi telapak tangan menghadap

ke
ke atas, angkat ibu jari keatas ketika kita menekannya ke

en
7m
arah bawah (carpal tunnel)
3) Test Tinel’s sign: tekan ringan di jalur nervus medianus
10
(carpal tunnel)
k0

4) Test Phalen’s sign: minta pasien untuk mempertemukan


r-h

kedua punggung tangan lalu tekan. Tahan selama ± 60


mo

detik
-no

5) Froment’s sign test: pemeriksaan khusus untuk menilai


mk

ulnar nerve palsy. Pasien diminta untuk menjepit kertas


diantara kedua ibu jari dan telunjuk. Pemeriksa kemudian
6/k

mencoba menarik kertas tersebut. Normalnya, pasien dapat


2/0

mempertahankan kertas. Apabila ada kelainan didapatkan


02

fleksi sendi fleksor pollicis longus akibat kompensasi otot


z/2

untuk mempertahankan kertas.


.xy
na

Referensi
lya

Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and


History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China.
mu

2009.
na
.ai

3. Pemeriksaan Ekstremitas Bawah


ww

Tingkat Keterampilan: 4A
//w

Tujuan
ps:

Melakukan pemeriksaan dan menemukan kelainan pada:


a. panggul dan tungkai atas.
htt

b. sendi lutut dan tungkai bawah.

jdih.kemkes.go.id
- 1112 -

c. pergelangan kaki dan kaki.

l
tm
Alat dan Bahan: Alat ukur meteran

g.h
Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan Area Panggul dan Tungkai Atas

tan
a. Inspeksi dimulai dengan mengevaluasi gaya berjalan pasien saat

n
-te
memasuki ruangan. Observasi lebar dasar panggul, pergeseran

22
panggul dan fleksi lutut. Gaya berjalan yang normal mempunyai

20
gerakan yang halus dan memiliki ritme yang terdiri dari 2 fase:

86
1) Stance: saat kaki menapak dan menahan berat badan (60%

s11
dari siklus berjalan)
2) Swing: saat kaki diayunkan dan tidak menahan berat

ke
badan (40% dari siklus berjalan)

en
7m
10
k0
r-h

Tumit kaki kaki kaki


siklus
mo

kanan kiri mengangkat kiri kanan mengangkat


-no

selanjutnya
mk

kontraksi kontraksi
6/k

0% 50%
2/0

100%
02

Waktu, persentase siklus


z/2

1
.xy

2
na

1 dan 2 = fase berjalan (stance)


lya

3 4
mu

3 dan 4 = fase mengayun (swing)


na

Durasi siklus
.ai
ww

Gambar 143. Fase berjalan


//w
ps:

b. Observasi bagian lumbal untuk melihat adanya lordosis ringan.


htt

c. Inspeksi permukaan anterior dan posterior dari panggul untuk


melihat adanya atrofi otot atau adanya memar.

jdih.kemkes.go.id
- 1113 -

d. Palpasi bagian anterior dari panggul.

l
tm
1) Kenali dulu krista iliaka di batas atas pelvis sejajar dengan

g.h
L4
2) Identifikasi sias (spina iliaka anterior superior), kemudian

tan
identifikasi trochanter dari femur

n
-te
3) Identifikasi simfisis pubis yang berada sejajar dengan

22
trochanter femur

20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h

Gambar 144. Sakrum


mo
-no

e. Palpasi bagian posterior dari panggul


1) Palpasi posterior superior tulang iliaka langsung di bawah
mk

dimple yang terlihat persis di atas bokong


6/k

2) Identifikasi tuberositas ischial dengan pedoman lipatan


2/0

gluteal.
02

3) Sendi sakroiliaka dapat di palpasi untuk mendeteksi nyeri


z/2

f. Range of Motion (ROM): minta pasien untuk berbaring posisi


.xy

terlentang
1) Gerakan fleksi: dengan posisi pasien terlentang, Pasien
na

diminta untuk menekuk lutut ke arah dada.


lya

2) Normalnya bagian anterior dari paha hampir dapat


mu

menyentuh dinding dada


na

3) Gerakan ekstensi: minta pasien telungkup, dan diminta


.ai

mengangkat tungkai ke posterior.


ww

4) Gerakan abduksi: pasien terlentang kemudian diminta


//w

mengabduksi tungkai ke lateral.


5) Gerakan adduksi: pasien terlentang diminta mengaduksi
ps:

tungkai ke medial melewati garis tengah tubuh.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1114 -

6) Gerakan rotasi eksternal: pasien terlentang diminta

l
tm
memfleksikan lutut 90 dan memutar panggul ke luar

g.h
(putar tungkai bawah mendekati garis tengah sumbu
tubuh).

tan
7) Gerakan rotasi internal: pasien terlentang diminta

n
-te
memfleksi lutut 90 dan memutar panggul ke dalam (putar

22
tungkai bawah menjauhi garis tengah sumbu tubuh).

20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk

Gambar 145. ROM panggul


6/k

Pemeriksaan Lutut dan Tungkai Bawah


2/0

a. Inspeksi gaya berjalan pasien saat berjalan memasuki ruangan,


02

lihat saat fase swing dan stance.


z/2

b. Cek keselarasan dan bentuk kedua lutut pasien dan observasi


.xy

adanya atrofi pada otot quadrisep.


na

c. Lihat di bagian yang cekung sekitar patella, bengkak di sendi


lya

lutut, dan kantung suprapatela. Lihat apakah ada bengkak di


mu

sekitar lutut.
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1115 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
Gambar 146. Anatomi lutut

7m
d. Palpasi
10
k0
1) Minta pasien untuk duduk di ujung meja pemeriksaan
r-h

dengan posisi lutut fleksi. Pada posisi ini lekukan tulang


lebih terlihat dan otot, ligamen dan tendon lebih relaksasi.
mo

Beri perhatian pada tempat yang terdapat nyeri, karena


-no

problem lutut sering mengalami nyeri.


mk

2) Palpasi sendi tibiofemoral: taruh ibu jari di jaringan lunak


6/k

di kedua sisi tendon patela. Kenali lekukan sendi lutut.


Identifikasi batas-batas femur distal dan tibia proksimal
2/0

3) Nilai kompartemen sendi medial dan lateral dengan lutut


02

fleksi 90°.
z/2

4) Menilai kompartemen patelofemoral. Temukan lokasi patela


.xy

dan cari tendon patela distal sampai menemukan


na

tuberositas tibia. Minta pasien untuk mengangkat kakinya.


lya

Pastikan bahwa tendon patela intak.


mu

5) Minta pasien untuk terlentang dan lutut diregangkan.


Tekan patela terhadap femur. Minta pasien untuk
na
.ai

mengencangkan otot quadrisep ketika patela digerakkan ke


ww

distal di lekukan trochlear. Cek kehalusan gerak geser (the


patellofemoral grinding test).
//w

6) Penilaian kantong suprapatela, bursa prepatela dan bursa


ps:

anserine: palpasi semua yang menebal atau pembengkakan


htt

di kantong suprapatela dan sepanjang batas patella mulai

jdih.kemkes.go.id
- 1116 -

10 cm diatas batas superior dari patela dan rasakan

l
tm
jaringan lunak diantara ibu jari dan jari-jari tangan.

g.h
Gerakkan tangan ke distal dengan langkah yang progresif,
coba untuk mengenali kantong suprapatela. Lanjutkan

tan
palpasi sepanjang pinggir dari patela. Rasakan apakah ada

n
-te
bengkak atau rasa panas di antara jaringan.

22
7) Nilai ketiga bursa apakah ada bengkak. Palpasi bursa

20
prepatela dan bursa anserine di posteromedial dari lutut

86
diantara ligamentum kolateral media dan tendon yang

s11
menyisip di tibia medial dan di bagian tingginya. Pada
permukaan posterior, dengan lutut diekstensikan, nilai

ke
aspek medial dari fossa poplitea, antara lain untuk

en
7m
mendeteksi adanya Kista Baker (ganglion poplitea).
8) Otot gastroknemius, soleus, dan tendon Achilles: palpasi
10
otot gastroknemius dan soleus di permukaan posterior di
k0

kaki bawah. Tendon achilles dapat di palpasi di sepertiga


r-h

betis bagian bawah dari penyisipannya sampai ke


mo

kalkaneus.
-no

9) Untuk tes integritas tendon Achilles, minta pasien untuk


mk

berlutut di atas kursi. Tekan betis dengan kuat dan lihat


plantar fleksi di pergelangan kaki.
6/k

e. Tes palpasi untuk menilai efusi di sendi lutut


2/0

1) The Bulge sign: dengan lutut di luruskan, taruh tangan kiri


02

diatas lutut dan berikan tekanan di kantong suprapatelar,


z/2

pindahkan cairan sendi ke arah bawah. Gerakkan secara


.xy

cepat ke bawah ke aspek medial dan berikan tekanan


na

untuk memaksa cairan pindah ke daerah lateral. Ketuk


lya

lutut tepat di belakang batas lateral dari patela dengan


tangan kanan.
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1117 -

Gambar 147. Bulge sign

l
tm
2) The Ballon sign: letakkan ibu jari dan jari telunjuk tangan

g.h
kanan di bagian kiri dan kanan dari patella. Dengan tangan
kiri, tekan kantong suprapatelar ke arah femur. Rasakan

tan
cairan memasuki ruangan di sebelah patela di bagian ibu

n
-te
jari dan jari telunjuk.

22
3) Ballotement sign patella: untuk menilai efusi yang besar,

20
pemeriksa dapat menekan kantong suprapatelar dan tekan

86
patela ke arah femur. Lihat gerakan cairan yang kembali ke

s11
kantong suprapatelar.
f. Range of motion (ROM)

ke
1) Gerakan fleksi: leksikan lutut atau tekuk lutut

en
7m
2) Gerakan ekstensi: luruskan kaki
3) Gerakan rotasi internal: saat duduk, ayunkan kaki bagian
10
bawah ke arah tengah
k0

4) Gerakan rotasi eksternal: saat duduk, ayunkan kaki


r-h

menjauhi arah tengah


mo

g. Manuver
-no

1) McMurray Test: minta pasien untuk terlentang, pegang


mk

tumit dan fleksikan lutut. Taruh tangan satunya di sendi


lutut dan jari-jari dan ibu jari di bagian medial dan lateral.
6/k

Dari tumit, putar kaki bagian bawah internal dan


2/0

eksternal. Lalu dorong ke arah lateral untuk periksa valgus


02

stress di bagian medial dari sendi. Pada saat yang sama,


z/2

putar kaki ke eksternal dan secara perlahan luruskan


.xy

kembali.
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:

Gambar 148. McMurray Test


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1118 -

2) Apley Grind Test: untuk menilai meniscus, minta posisi

l
tm
pasien telungkup dan memfleksikan lututnya 90o.

g.h
Pemeriksa kemudian meletakkan lututnya pada bagian
posterior paha pasien. Kemudian tekan tibia ke arah sendi

tan
lutut sambil melakukan rotasi eksternal. Maneuver

n
-te
dikatakan positif apabila pasien merasa nyeri.

22
20
86
s11
ke
en
Gambar 149. Apley Grind Test

7m
10
3) Valgus Stress Test: dengan posisi pasien terlentang dan
k0

lutut sedikit fleski, gerakkan paha 30° lateral ke tepi meja


r-h

pemeriksaan. Pegang bagian lateral lutut dengan satu


mo

tangan untuk stabilisasi femur dan tangan lainnya dorong


-no

ke medial terhadap lutut dan tarik lateral di pergelangan


kaki untuk membuka sendi lutut ke arah medial.
mk

4) Varus Stress Test: dengan posisi paha dan lutut sama


6/k

dengan tes valgus, ubah posisi tangan sehingga satu


2/0

tangan di bagian medial lutut dan satunya lagi di bagian


02

lateral pergelangan kaki. Dorong ke arah medial terhadap


z/2

lutut dan tarik ke arah lateral di pergelangan kaki untuk


.xy

membuka sendi lutut ke arah lateral.


na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

Gambar 150. Varus dan Valgus stress test

jdih.kemkes.go.id
- 1119 -

5) Anterior Drawer Sign: dengan posisi pasien terlentang,

l
tm
panggul fleksi dan lutut fleksi 90° dan telapak kaki di

g.h
tempat yang datar menyentuh permukaan meja
pemeriksaan, pegang lutut dengan kedua tangan

tan
pemeriksa, taruh ibu jari di bagian medial dan lateral dari

n
-te
sisipan otot hamstring. Tarik tibia ke depan dan amati

22
apakah tergeser ke depan seperti laci dari bawah femur.

20
Bandingkan derajat pergerakan ke depan dengan lutut

86
sebelahnya

s11
6) Posterior Drawer Sign: posisikan pasien dan taruh tangan di
tempat yang sama seperti anterior drawer sign. Dorong tibia

ke
ke arah posterior dan observasi derajat pergerakan ke

en
7m
belakang di femur.
7) Lachman Test: letakkan lutut fleksi 15° dan putar ke
10
eksternal. Pegang femur distal dengan satu tangan dan
k0

tangan lainnya lagi memegang tibia bagian atas. Dengan


r-h

ibu jari di bagian tibia di garis sendinya, secara serentak,


mo

tarik tibia ke depan dan femur ke belakang. Estimasi


-no

berapa derajat pergerakannya.


mk

Pemeriksaan Pergelangan kaki dan kaki


a. Inspeksi semua permukaan pergelangan kaki dan kaki. Lihat
6/k

adakah deformitas, nodul, bengkak, kalus atau kedangkalan


2/0

b. Palpasi
02

1) Dengan menggunakan ibu jari, palpasi bagian anterior dari


z/2

setiap sendi pergelangan kaki, rasakan adakah nyeri atau


.xy

bengkak
na

2) Palpasi sepanjang tendon achilles untuk nodul atau nyeri


lya

3) Palpasi tumit, terutama bagian inferior dan posterior


kalkaneus dan plantar fascia untuk melihat nyeri
mu

4) Palpasi untuk melihat nyeri di maleolus lateral dan medial,


na

terutama jika ada trauma


.ai

5) Palpasi sendi metatarsofalangeal untuk melihat nyeri.


ww

Tekan bagian terdepan di antara ibu jari dan jari-jari.


//w

Berikan tekanan tepat di proksimal dari metatarsal


ps:

pertama sampai metatarsal kelima


6) Palpasi bagian kepala dari lima metatarsal dan lekukannya
htt

diantara mereka dengan ibu jari dan jari telunjuk. Taruh

jdih.kemkes.go.id
- 1120 -

ibu jari di bagian dorsum dari kaki dan jari telunjuk di

l
tm
permukaan plantar

g.h
c. Range of motion (ROM)
1) Gerakan fleksi pergelangan kaki (plantar fleksi): arahkan

tan
kaki ke arah lantai

n
-te
2) Gerakan ektensi pergelangan kaki (dorso fleksi): arahkan

22
kaki ke arah atas

20
3) Gerakan inversi: tekuk tumit ke arah dalam

86
4) Gerakan eversi: tekuk tumit ke arah dalam

s11
d. Maneuver
1) Anterior drawer test: dengan posisi berbaring, fleksikan

ke
lutut pasien 45o dan lemaskan otot betis. Dengan lutut

en
7m
yang hiperfleksi, pergelangan kaki dalam posisi equines
dan kaki ditahan dengan satu tangan pemeriksa ke meja
10
periksa; dengan tangan yang lain, berikan tekanan pada
k0

bagian anterior distal tungkai untuk mendorong tibia ke


r-h

arah posterior. Atau pemeriksaan dapat dilakukan dengan


mo

memfleksikan lutut pasien 90o dan memberikan tekanan


-no

pada tungkai bawah ke arah posterior sambil menahan


mk

kaki di atas meja periksa.


6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu

Gambar 151. Anterior drawer sign


na
.ai

2) Posterior drawer test: langkah pemeriksaan sama dengan


ww

anterior drawer test. Hasil pemeriksaan dikatakan positif


jika ditemukan pergerakan posterior talus pada daerah
//w

mortise.
ps:

3) Thompson Test: untuk menilai ruptur tendon Achilles.


htt

Dengan posisi telungkup, letakkan kaki pasien pada ujung

jdih.kemkes.go.id
- 1121 -

meja pemeriksa. Kemudian pemeriksa meremas betis

l
tm
pasien (m. gastrocnemius). Nilai apakah ada plantar fleksi.

g.h
Pemeriksaan dikatakan positif jika tidak terjadi plantar
fleksi.

ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0

Gambar 152. Thomson test


r-h

Mengukur panjang kaki


mo

Minta pasien untuk relaksasi dalam posisi terlentang dan kedua kaki
-no

lurus secara simetris. Dengan alat pengukur (meteran, penggaris, dll)


mk

ukur jarak antara tulang iliaka anterior superior hingga maleolus


medial. Alat pengukur harus melewati lutut pada sisi medialnya.
6/k

Pengukuran panjang tungkai


2/0

a. True leg length: pengukuran panjang tungkai dari SIAS ke


02

Malleolus Medialis
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww

Gambar 153. True leg length


//w
ps:

b. Apperent leg length: pengukuran panjang tungkai dari


htt

Umbilikus ke Malleolus Medialis

jdih.kemkes.go.id
- 1122 -

l
tm
Analisis Hasil Pemeriksaan

g.h
a. Pemeriksaan panggul
1) Kebanyakan masalah saat berjalan adalah pada fase

tan
stance.

n
-te
2) Jarak antara kedua kaki yang lebar kemungkinan ada

22
gangguan keseimbangan.

20
3) Dislokasi panggul, artritis atau kelemahan abduksi dapat

86
menyebabkan panggul jatuh ke sisi yang berlawanan,

s11
menghasilkan gaya berjalan yang tidak stabil.
4) Hilangnya lordosis lumbal mungkin merefleksikan spasme

ke
paravertebral. Lordosis yang berlebihan menandakan

en
7m
deformitas fleksi pada panggul.
5) Perubahan pada panjang kaki dapat terlihat pada evaluasi
10
gait yang menandakan kemungkinan adanya skoliosis,
k0

dislokasi panggul, dan fraktur femur.


r-h

6) Tonjolan sepanjang ligamen inguinal mungkin menandakan


mo

adanya hernia inguinal atau aneurisma.


-no

7) Pembesaran kelenjar limfe menandakan adanya infeksi


mk

pada ekstremitas bawah atau panggul.


8) Nyeri di area lipatan paha mungkin diakibatkan oleh
6/k

artritis sendi panggul, atau kemungkinan abses psoas.


2/0

9) Nyeri fokal di trochanter terjadi pada bursitis trochanter.


02

Nyeri di bagian posterolateral di trochanter yang besar


z/2

kemungkinan disebabkan oleh tendinitis lokal atau spasme


.xy

otot dari nyeri alih di panggul.


na

10) Nyeri akibat bursitis ischiogluteal atau ”weaver’s bottom”


lya

dapat menyerupai gangguan pada nervus sciatica.


11) Pada deformitas fleksi panggul, ketika panggul yang
mu

berlawanan fleksi (dengan paha menekan ke arah dada),


na

panggul tidak dapat melakukan ekstensi kaki yang lengkap


.ai

dan paha yang mengalami deformitas terlihat fleksi


ww

(Thomas test).
//w

12) Abduksi yang terbatas sering terjadi pada osteoartritis


ps:

panggul
13) Rotasi internal dan eksternal yang terbatas adalah tanda
htt

adanya penyakit sekitar sendi panggul.

jdih.kemkes.go.id
- 1123 -

l
tm
b. Pemeriksaan lutut

g.h
1) Kelemahan quadrisep ditandai dengan tidak mampunya
lutut diekstensikan melawan tahanan.

tan
2) Bengkak di sekitar patela menandakan bursitis prepatelar.

n
-te
Bengkak di sekitar tuberkulum tibial menandakan bursitis

22
infrapatelar atau bila lebih medial menandakan bursitis

20
anserine.

86
3) Osteoartritis pada tulang rawan serta batas sendi terjadi

s11
jika ada deformitas genu varum dan kekakuan selama
kurang dari 30 menit atau kurang. Krepitus mungkin ada.

ke
4) Robekan meniskus dengan nyeri setelah trauma sering

en
7m
terjadi pada meniskus medial.
5) Nyeri pada ligamentum kolateral medial setelah trauma,
10
kemungkinan adanya robekan ligamentum kolateral medial
k0

dan sebaliknya.
r-h

6) Nyeri pada ligamentum kolateral lateral setelah trauma,


mo

kemungkinan adanya robekan ligamentum kolateral lateral.


-no

7) Nyeri pada tendon atau ketidakmampuan untuk


mk

meregangkan (ekstensi) lutut kemungkinan adanya


robekan parsial atau komplit dari tendon patela.
6/k

8) Nyeri dan krepitus menandakan adanya kerusakan dari


2/0

permukaan bawah dari patela yang berartikulasi dengan


02

femur.
z/2

9) Nyeri dengan tekanan dan pergerakan saat kontraksi


.xy

quadrisep (patellar grinding test positif) menandakan


na

chondromalasia atau degeneratif patela (sindrom


lya

patelofemoral).
10) Bengkak di atas dan sekitar patela menandakan penebalan
mu

sinovial atau efusi di sendi lutut.


na

11) Bengkak atau teraba panas di daerah lutut


.ai

mengindikasikan sinovitis atau efusi yang tidak nyeri dari


ww

osteoarthritis.
//w

12) Bursitis prepatelar (“housemaid knees”) akibat dari terlalu


ps:

sering berlutut; bursitis anserine akibat sering berlari.


13) Deformitas valgus dan fibromialgia dapat berupa akibat
htt

gangguan struktur sendi.

jdih.kemkes.go.id
- 1124 -

14) Gelombang cairan atau tonjolan dari bagian medial antara

l
tm
patela dan femur merupakan tanda positif bulge sign,

g.h
konsisten dengan adanya efusi.
15) Ketika sendi lutut mengandung efusi yang besar, tekanan

tan
dari suprapatela mengalirkan cairan ke ruang di sekitar

n
-te
patela. Cairan yang dapat terpalpasi merupakan tanda

22
positif dari ballon sign. Cairan yang kembali ke

20
suprapatelar mengkonfirmasi adanya efusi.

86
16) Cairan yang dapat dipalpasi saat kembali ke kantong

s11
mengkonfirmasi lebih lanjut adanya efusi yang besar.
17) Defek di tendon yang nyeri dan bengkak ditemukan pada

ke
ruptur tendon achilles, Thompson test positif.

en
7m
18) Nyeri dan penebalan dari tendon Achilles di atas kalkaneus
menandakan tendinitis Achilles. 10
19) Tidak adanya plantar fleksi mengindikasikan terdapat
k0

ruptur tendon Achilles. Tanda-tanda lain seperti nyeri tiba-


r-h

tiba yang sangat berat, seperti terkena luka tembak,


mo

adanya ekimosis dari betis sampai ke tumit dapat juga


-no

ditemukan.
mk

20) Pada osteoartritis terdapat krepitus pada fleksi dan


ekstensi sendi lutut.
6/k

21) Bunyi klik pada sendi lutut pada pemeriksaan Mc Murray


2/0

test, rotasi eksternal dan ekstensi kaki menandakan


02

kemungkinan robeknya bagian posterior dari meniskus


z/2

medial. Robekan ini mungkin menggantikan jaringan


.xy

meniskal, menyebabkan ke”kunci”nya ekstensi penuh dari


na

lutut.
lya

22) Nyeri atau adanya gap di garis sendi medial menunjukkan


kelemahan ligamen dan adanya robekan parsial dari
mu

ligamentum kolateral medial. Kerusakan paling sering pada


na

bagian medial.
.ai

23) Nyeri atau adanya gap di garis sendi lateral menunjukkan


ww

kelemahan ligamen dan adanya robekan dari ligamentum


//w

kolateral lateral.
ps:

c. Pemeriksaan pergelangan kaki dan kaki


1) Lokalisasikan nyeri pada artritis, cedera pada ligamen atau
htt

infeksi pada pergelangan kaki.

jdih.kemkes.go.id
- 1125 -

2) Temukan nodul pada reumatoid, nyeri pada tendinitis

l
tm
achilles, bursitis atau robekan parsial dari trauma.

g.h
3) Taji tulang dapat ditemukan di kalkaneus melalui foto
rontgen. Nyeri tumit fokal pada palpasi di plantar fasia

tan
menandakan plantas fasciitis.

n
-te
4) Ketidakmampuan untuk menahan berat badan dan nyeri di

22
bagian posterior atau di maleolus, terutama di maleolus

20
medial harus dicurigai adanya fraktur di sekitar

86
pergelangan kaki.

s11
5) Nyeri pada kompresi menandakan tanda awal dari
reumatoid artritis. Inflamasi akut pada sendi

ke
metatarsofalangeal pertama menandakan gout.

en
7m
6) Pada Morton’s neuroma nyeri di ujung metatarsal pada
permukaan plantar ke 3 dan ke 4. 10
7) Nyeri saat pergelangan kaki dan kaki bergerak membantu
k0

dalam melokalisasi kemungkinan artritis.


r-h

8) Sendi yang mengalami artritis sering mengalami nyeri bila


mo

digerakkan ke segala arah, sedangkan ligamentum yang


-no

mengalami sprain menghasilkan nyeri yang maksimal saat


mk

ligamentum diregangkan.
6/k

Referensi
2/0

Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and


02

History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China,


z/2

2009.
.xy
na

4. Penilaian dan Stabilisasi Fraktur (Tanpa Gips)


lya

Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: mampu meminimalisasi pergerakkan otot dan tulang saat
mu

terjadi fraktur tanpa gips


na

Alat dan Bahan: -


.ai

Teknik Tindakan
ww

a. Pertama, perkenalkan diri dahulu kepada pasien atau keluarga


//w

pasien yang menemani pasien atau bila sedang di jalan


ps:

perkenalkan diri kepada orang-orang sekitar


b. Jelaskan kepada pasien tentang tata laksana yang akan
htt

dilakukan

jdih.kemkes.go.id
- 1126 -

c. Cuci tangan 7 langkah

l
tm
d. Inspeksi dahulu dengan melihat:

g.h
1) Pergerakan abnormal dari komponen tulang dan sendi
2) Posisi abnormal dari bagian tubuh

tan
3) Tonjolan tulang yang keluar melalui kulit

n
-te
e. Bagian tubuh yang mengalami trauma harus diproteksi dengan

22
hati-hati untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

20
1) Minta pasien untuk jangan banyak bergerak dan bantu

86
pasien untuk menyangga bagian yang mengalami trauma.

s11
2) Beri kompres dingin jika diperlukan.
3) Boleh diberikan perban bila proporsi anatomi bagian tubuh

ke
yang farktur tersebut intak.

en
7m
4) Pasang bidai bila terlihat ada deformitas (gawat darurat)
atau bila waktu tidak memungkinkan (saat malam hari)
10
atau lokasi untuk ke rumah sakit jauh. Bidai harus
k0

terpasang melewati 2 sendi.


r-h

5) Saat bidai telah terpasang pastikan kembali tidak terlalu


mo

kencang untuk mencegah terjadinya kompartemen sindrom


-no

6) Elevasi bagian distal yang mengalami cedera.


mk

Analisis Hasil Pemeriksaan


a. Fraktur adalah patahnya tulang atau terputusnya kontinuitas
6/k

tulang akibat trauma


2/0

b. Patah tulang biasanya selalu disertai dengan kerusakan


02

jaringan lunak disekitarnya


z/2

c. Terkadang tidak mudah untuk membedakan antara kontusio,


.xy

keseleo atau fraktur berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


na

fisik
lya

d. Jika masih ragu apakah trauma tersebut adalah fraktur, tata


laksana harus dilakukan dengan menganggapnya sebagai
mu

sebuah fraktur
na
.ai

Referensi
ww

Robroek, WCL, Beek, Van de G. Skills in Medicinie: Bandages and


//w

Bandaging Techniques. Mediview: Maastricht University, Netherlands,


ps:

2009, p 38.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1127 -

5. Melakukan Dressing (Sling, Bandage)

l
tm
Tingkat Keterampilan: 4A

g.h
Tujuan: mampu menutup luka dan support daerah tubuh yang
mengalami fraktur tertutup terutama ekstremitas.

tan
Alat dan Bahan

n
-te
a. Elastic verban

22
b. Kain segitiga

20
Teknik Tindakan

86
Bandages

s11
a. Circular bandaging
1) Putaran pertama, perban harus ditempel secara diagonal di

ke
bagian tubuh yang akan diperban

en
7m
2) Putaran kedua harus direkatkan pada sudut yang tepat
dan bagian panjang ekstremitas 10
3) Bagian diagonal dari perban yang tidak menempel harus
k0

dilipat diantara lapisan pertama dan kedua dari perban


r-h

b. Spiral bandaging
mo

1) Memulai putaran dari bawah menuju keatas


-no

2) Setiap satu putaran harus menutupi 1/3 bagian perban


mk

dibawahnya
3) Putaran terakhir melipat bagian perban yang tidak
6/k

menempel ke perban di bawahnya


2/0

4) Teknik ini lebih baik memakai perban elastik


02

c. Figure-of-eight bandage
z/2

1) Ikuti putaran seperti lingkaran di dekat sendi, perban


.xy

harus menyebar ke atas dan ke bawah. Putaran tersebut


na

harus menyilang di tempat dimana sendi tersebut fleksi


lya

2) Bentuk perban seperti ini dapat juga dibuat dengan


memulai dari atas atau bawah lipatan sendi. Titik dimana
mu

perban menyilang akan terletak di bagian sendi yang akan


na

fleksi atau esktensi, dimana bagian tersebut tidak tertutup


.ai

perban
ww

d. Recurrent bandaging
//w

1) Perban digulung secara berulang dari satu sisi ke sisi


ps:

lainnya di bagian tubuh yang tumpul, misal: jari tangan


dan kaki
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1128 -

2) Selanjutnya di fiksasi dengan teknik circular bandaging

l
tm
atau spiral bandaging

g.h
e. Reverse spiral bandage
1) Perban dilipat kembali ke belakang dengan sendirinya 180°

tan
setiap putaran.

n
-te
2) Bentuk seperti V yang terbentuk akibat lipatan kembali ke

22
belakang adalah untuk menutupi bagian tubuh yang

20
menonjol dengan pas

86
3) Teknik ini dipakai bila menggunakkan perban non elastik

s11
4) Saat ini, teknik ini jarang digunakan
Sling

ke
a. Pemeriksa berdiri di belakang pasien

en
7m
b. Minta pasien menekuk siku dan taruh lengan bawah di bagian
dada. Pastikan bahwa tangan 10 cm lebih tinggi dari siku
10
c. Pasang kain segitiga diantara lengan yang cedera dan dada.
k0

Selipkan kain melalui lekukan siku diantara lengan dan dada


r-h

jika lengan yang digunakan untuk bergerak nyeri


mo

d. Lipat kain segitiga mengelilingi lengan bawah dan taruh bagian


-no

ujung kain pada bahu di lengan yang sakit


mk

e. Ikat kedua ujung kain secara bersama di bagian bahu yang


sehat dengan simpul mati. Sebelum diikat mati pastikan lengan
6/k

bergantung di tempat yang benar dan kedua bahu relaksasi ke


2/0

arah bawah
02

f. Pastikan lengan tengah beristirahat sepenuhnya di dalam kain


z/2

segitiga
.xy

g. Lipat kain segitiga di siku dan fiksasi dengan plester


na

Sling elevasi
lya

a. Lihat langkah-langkah sling (langkah 1-3)


b. Tekuk siku dan taruh jari-jari tangan pada lengan yang cedera
mu

di tulang collar
na

c. Lipat kain segitiga melewati lengan bawah dan fiksasi ujung


.ai

kain dengan menggunakan safety pin


ww
//w

Analisis Hasil Pemeriksaan


ps:

a. Spiral bandaging dan circular bandaging sering digunakan pada


bagian tubuh yang berbentuk silindris atau bulat
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1129 -

b. Figure-of-eight bandage sering digunakan untuk mengikat

l
tm
bagian sendi untuk fleksi atau bagian bawah dan atas dari

g.h
sendi tersebut
c. Reccurent bandaging digunakan hanya untuk bagian tubuh

tan
yang tumpul

n
-te
d. Ketika memasang perban ada hal yang harus diperhatikan,

22
yaitu kongesti vaskular:

20
1) Jangan terlalu keras dalam menggulung perban untuk

86
menghindari kongesti vaskular, terutama bagian vena

s11
karena terletak superfisial.
2) Tutupi bagian kulit setiap putaran, agar tidak terlihat kulit

ke
yang terjepit di antara perban

en
7m
3) Ketika memutar perban pastikan memiliki tekanan yang
sama agar tidak mengganggu aliran darah
10
4) Letakkan sendi pada posisi yang fisiologis
k0

e. Pilih arah yang pasti untuk memfiksasi putaran perban, jangan


r-h

putarkan perban di tempat yang sudah diperban


mo
-no

Referensi
mk

Robroek, WCL, Beek, Van de G. Skills in Medicinie: Bandages and


Bandaging Techniques. Mediview: Maastricht University, Netherlands,
6/k

2009, p 39-43, 76-77.


2/0
02

P. Sistem Kulit Dan Integumen


z/2

1. Pemeriksaan Fisik Kulit, Mukosa dan Kuku


.xy

Tingkat Keterampilan: 4A
na

Tujuan: melihat dan menilai kelainan kulit dan jaringan penunjang


lya

Alat dan Bahan: -


Teknik Pemeriksaan
mu

Kulit
na

Inspeksi dan palpasi


.ai

a. Warna → lihat apakah banyak peningkatan pigmentasi,


ww

hilangnya pigmentasi, kemerahan, pucat, sianosis dan


//w

kekuningan di kulit
ps:

b. Kelembaban → lihat dan rasakan apakah kulit pasien kering,


banyak keringat atau berminyak
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1130 -

c. Suhu → dengan menggunakan punggung jari tangan untuk

l
tm
memeriksa ini. Sebagai tambahan untuk mengidentifikasi

g.h
kehangatan generalisata atau kulit yang dingin, catat
temperatur di setiap tempat yang kemerahan

tan
d. Tekstur → nilai dan rasakan kelembutan atau kekasaran kulit

n
-te
pasien

22
e. Turgor dan mobilitas → angkat sedikit dari lipatan kulit dan

20
catat kemudahannya dalam terangkat dan kembali ke bentuk

86
semula

s11
Lesi kulit
Observasi setiap kelainan yang ditemukan

ke
a. Tentukan lokasi anatomi dan distribusinya di tubuh →

en
7m
generalisata, lokal, universalis, difus, sirkumskripta, unilateral,
bilateral, regional 10
b. Pola dan bentuk → liniar, anular, arsinar polisiklik,
k0

korimbiformis
r-h

c. Tipe lesi kulit → setinggi permukaan (makula), diatas


mo

permukaan kulit (urtika, vesikel, bula, kista, pustul, papul,


-no

nodus), lesi sekunder (ekskoriasi, krusta, skuama, erosi)


mk

d. warna
6/k

Rambut
2/0

Inspeksi dan palpasi rambut. Catat kuantitas, distribusi rambut dan


02

teksturnya.
z/2
.xy

Kuku
na

Inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kuku jari kaki. Lihat
lya

warna, bentuk dan kelainan bentuk. Garis longitudinal seperti


pigmen mungkin dapat terlihat pada orang normal dengan kulit yang
mu

lebih gelap
na
.ai

Analisis Hasil Pemeriksaan


ww

a. Pucat yang terjadi oleh karena penurunan kemerahan akibat


//w

anemia dan kekurangan aliran darah, yang biasa terjadi pada


ps:

orang yang sering pingsan atau insufisiensi arteri.


b. Penyebab sianosis sentral adalah penyakit paru lanjut, penyakit
htt

jantung kongenital, dan hemoglobinopati.

jdih.kemkes.go.id
- 1131 -

c. Sianosis di gagal jantung kongestif sering perifer, merefleksikan

l
tm
menurunnya aliran darah, tetapi di edema paru kemungkinan

g.h
sentral. Obstruksi vena mungkin menyebabkan sianosis perifer.
d. Jaundice menandakan penyakit hepar atau hemolisis dari sel

tan
darah merah yang terlalu banyak.

n
-te
e. Kulit kering pada hipotiroid, kulit berminyak pada jerawat.

22
f. Kehangatan kulit generalisata ada pada demam, kulit dingin

20
pada hipotiroid, kehangatan lokal akibat inflamasi atau selulitis.

86
g. Kulit keras pada hipotiroid, kulit seperti beludru pada

s11
hipertiroid.
h. penurunan mobilitas pada edema dan skrofuloderma,

ke
penurunan turgor akibat dehidrasi.

en
7m
i. Banyak penyakit kulit punya distribusi yang tipikal. Jerawat
berada di wajah, dada bagian atas dan punggung. Psoriasis
10
sering pada lutut, siku dan punggung bawah dan infeksi
k0

kandida pada area-area lipatan.


r-h

j. Vesikel yang unilateral dan bersifat dermatom khas pada herpes


mo

zoster.
-no

k. Kemerahan lokal di kulit menandakan akan terjadi nekrosis,


mk

walaupun beberapa luka akibat tekanan dalam terjadi tanpa


didahului oleh kemerahan.
6/k

l. Alopesia artinya rambut rontok, bisa difus, bercak atau total.


2/0

Rambut yang jarang pada hipotiroid, rambut yang lembut


02

seperti sutra pada hipertiroid.


z/2
.xy

Referensi
na

Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and


lya

History Taking, 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins, China,


2009, p 168-170
mu
na

2. Pemeriksaan Efloresensi Kulit dan Pemeriksaan Jaringan Penunjang


.ai

a. Pemeriksaan Efloresensi Kulit


ww

Tingkat Keterampilan: 4A
//w

Tujuan: mampu menilai kelainan kulit yang terlihat dengan


ps:

objektif.
Alat dan Bahan: -
htt

Teknik Pemeriksaan

jdih.kemkes.go.id
- 1132 -

Efloresensi terdiri dari efloresensi primer dan sekunder.

l
tm
Efloresensi primer, yaitu:

g.h
1) Makula: kelainan kulit berbatas tegas setinggi permukaan
kulit, berupa perubahan warna semata-mata.

tan
2) Papula: penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskrip,

n
-te
berukuran diameter <0,5 cm dan berisi zat padat.

22
3) Plak: peninggian di atas permukaan kulit, permukaan rata

20
dan berisi zat padat, diameter ≥2 cm

86
4) Urtika: edema setempat yang timbul mendadak dan hilang

s11
perlahan-lahan.
5) Nodus: massa padat sirkumskrip, terletak di kutan dan

ke
subkutan, dapat menonjol.

en
7m
6) Nodulus: nodus yang berukuran <1 cm
7) Vesikel: gelembung berisi
10 cairan serum, beratap,
berukuran <0,5 cm garis tengah, mempunyai dasar. Vesikel
k0

yang berisi darah disebut vesikel hemoragik.


r-h

8) Bula: vesikel yang berukuran lebih besar, disebut juga


mo

dengan bula hemoragik, bula purulen dan bula hipopion.


-no

9) Pustul: vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap di


mk

bagian bawah vesikel disebut dengan vesikel hipopion.


10) Kista: ruangan berdinding dan berisi cairan, sel maupun
6/k

sisa sel. Kista tidak terbentuk karena peradangan, namun


2/0

dapat terjadi radang.


02

11) Tumor: penonjolan di atas permukaan kulit yang


z/2

merupakan pertumbuhan sel atau jaringan tubuh.


.xy
na

Efloresensi sekunder, yaitu:


lya

1) Skuama: lapisan stratum korneum terlepas dari kulit,


dapat berbentuk seperti tepung atau tebal dan luas, seperti
mu

kertas. Bentuknya dibedakan menjadfi pitiriasiformis


na

(halus), psoriasiformis (berlapis-lapis), iktiosiformis (seperti


.ai

ikan), kutikular (tipis), lamellar (berlapis), membranosa


ww

atau eksfoliativa (lembaran-lembaran) dan keratotik (terdiri


//w

dari zat tanduk)


ps:

2) Krusta: cairan badang yang mongering, dapat bercampur


dengan jaringan nekrosis maupun benda asing. Warna
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1133 -

krusta terdiri dari kuning muda (dari serum), kuning

l
tm
kehijauan (dari pus), kehitaman (dari darah).

g.h
3) Erosi: kelainan kulit yang disebabkan jaringan yang tidak
melampaui stratum basal.

tan
4) Ulkus: hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi,

n
-te
memiliki dasar, dinding, tepid an isi.

22
5) Sikatriks: terdiri dari jaringan tak utuh, relief kulit tidak

20
normal, permukaan kulit licin dan tidak terdapat adneksa

86
kulit. Sikatriks dapat berbentuk atrofik (kulit mencekung)

s11
dan hipertrofik (menonjol). Jika sikatriks hipertrofik
melebihi batas luka disebut dengan keloid.

ke
6) Abses: kumpulan nanah dalam jaringan atau

en
7m
kutis/subkutis.
7) Likenifikasi: penebalan kulit hingga garis-garis lipatan atau
10
relief kulit tampak lebih jelas.
k0

Efloresensi khusus antara lain adalah kanalikuli, milia, komedo,


r-h

eksantema, telangiektasi, vegetasi, raseola, dst.


mo

Analisis Hasil Pemeriksaan


-no

1) Makula ditemui pada melanoderma, leukoderma, ekimosis,


mk

petekie.
2) Papul ditemui pada dermatitis atau eksim, keratosis
6/k

folikulari, veruka vulgaris.


2/0
02

Referensi
z/2

Djuanda A, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai


.xy

Penerbit FKUI: Jakarta. 2007. Hal 96-97.


na
lya

b. Pewarnaan Gram
Tingkat Keterampilan: 4A
mu

Alat dan bahan


na

1) Kaca objek
.ai

2) Mikroskop
ww

3) Larutan Gentian violet


//w

4) Larutan Safranin (water fuchsin)


ps:

5) Larutan Jodium
6) Alkohol 96 %
htt

7) Aquades

jdih.kemkes.go.id
- 1134 -

Teknik Pemeriksaan

l
tm
1) Ambilah bahan untuk pemeriksaan laboratorium dan taruh

g.h
di kaca objek
2) Rekatkanlah sediaan dengan api, biarkan dingin lagi

tan
3) Pulas dengan gentianviolet selama 30 detik

n
-te
4) Cuci dengan aquades

22
5) Pulas dengan jodium selama 30 detik

20
6) Cuci dengan aquades

86
7) Buang warna dengan alkohol 96% sampai tidak ada warna

s11
violet dilepaskan lagi oleh sediaan
8) Cuci benar-benar dengan aquades

ke
9) Pulas dengan safranin/ water fuchsin selama 60 detik

en
7m
10) Cuci dengan aquades
11) Biarkan kering dan periksalah 10
Analisis Hasil Pemeriksaan
k0

1) Kesalahan biasa adalah overstaining atau overdecolorizing


r-h

2) Kuman gram-positif menjadi violet, sedangkan gram negatif


mo

menjadi merah
-no
mk

Referensi
Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat:
6/k

Jakarta. 2008. Hal 191-192.


2/0
02

c. Pulasan Metilen Biru


z/2

Tingkat Keterampilan: 4A
.xy

Alat dan Bahan


na

1) Kaca objek
lya

2) Mikroskop
3) Larutan metilen biru
mu

4) aquades
na
.ai

Teknik Pemeriksaan
ww

1) Ambilah bahan untuk pemeriksaan laboratorium dan taruh


//w

di kaca objek
ps:

2) Rekatkanlah sediaan yang sudah kering dengan api


3) Pulas dengan metilen biru selama ½-3 menit
htt

4) Cuci dengan aquades, keringkan dan periksa

jdih.kemkes.go.id
- 1135 -

Analisis Hasil Pemeriksaan

l
tm
1) Lamanya pulasan ditentukan oleh bahan yang diperiksa

g.h
dan oleh tebalnya sediaan.
2) Dalam pulasan ini bentuk sel-sel badan lrbih terjaga

tan
daripada dengan pulasan Gram atau Ziehl-Nielsen.

n
-te
3) Digunakan jika hanya menghendaki menyatakan adanya

22
jasad renik saja.

20
86
Referensi

s11
Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat:
Jakarta. 2008. Hal 193-194.

ke
en
7m
d. Pulasan Ziehl-Nielsen
Tingkat Keterampilan: 4A 10
Alat dan Bahan
k0

1) Kaca objek
r-h

2) Mikroskop
mo

3) Larutan karbol-fuchsin
-no

4) Larutan metilen biru


mk

5) Alkohol asam
6) Aquades
6/k

Teknik Pemeriksaan
2/0

1) Ambilah bahan untuk pemeriksaan laboratorium dan taruh


02

di kaca objek
z/2

2) Rekatkanlah sediaan yang sudah kering dengan api


.xy

3) Taruhlah agak banyak karbol-fuchsin di atas kaca objek


na

dan panasilah kaca itu dengan hati-hati sampai nampak


lya

uap (selama 5 menit ) jangan sampai mendidih, diamkan


hingga dingin
mu

4) Cuci dengan aquades


na

5) Buanglah warna dengan alkohol asam sampai tidak ada


.ai

warna merah dilepaskan lagi oleh sediaan


ww

6) Cuci dengan aquades


//w

7) Pulas dengan metilen biru selama 1 ½ menit-2 menit


ps:

8) Cuci dengan aquades


9) Biarkan kering dan periksalah
htt

Analisis Hasil Pemeriksaan

jdih.kemkes.go.id
- 1136 -

Jasad renik yang tahan asam menjadi merah, sedangkan yang

l
tm
tidak tahan dan sel-sel lain menjadi warna biru

g.h
Referensi

tan
Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian

n
-te
Rakyat:Jakarta. 2008. Hal 192-193.

22
20
e. Pemeriksaan jamur dengan KOH

86
Tingkat Keterampilan: 4A

s11
Alat dan Bahan
1) Kaca objek

ke
2) Mikroskop

en
7m
3) Pisau tumpul steril
4) Larutan KOH 10% dan 20% 10
Teknik Pemeriksaan
k0

1) Bagian kulit/rambut/kuku yang intak (tidak luka)


r-h

sebelumnya dibersihkan dengan swab alkohol, untuk


mo

daerah yang tidak intak/luka dapat dibersihkan dengan


-no

larutan fisiologis
mk

2) Ambilah bahan untuk pemeriksaan laboratorium dan taruh


di kaca objek
6/k

a) Kulit tidak berambut → dari bagian tepi kelainan


2/0

sampai dengan bagian sedikit si luar kelainan sisik


02

kulit
z/2

b) Kulit berambut → rambut dicabut pada bagian yang


.xy

mengalami kelainan, kulit di daerah tersebut dikerok


na

untuk mengumpulkan sisik kulit


lya

c) Kuku → diambil dari permukaan kuku yang sakit dan


dipotong sedalam-dalamnya hingga mengenai seluruh
mu

tebal kuku
na

d) Mukosa mulut → diambil dari permukaan mukosa


.ai

(lidah, bukal) dengan cara mengusapkan lidi kapas


ww

(digeser dan diputar 3600) sambil agak ditekan.


//w

3) Kemudian ditambahkan 1-2 tetes larutan KOH


ps:

a) KOH 10% untuk sediaan rambut


b) KOH 20% untuk sediaan kulit dan kuku (untuk kuku
htt

ditambahkan DMSO 40%)

jdih.kemkes.go.id
- 1137 -

4) Setelah dicampur dengan larutan KOH, tunggu 15-20

l
tm
menit untuk melarutkan melisiskan jaringan

g.h
5) Dapat dipercepat dengan dengan melakukan pemanasan
sediaan basah di atas api kecil dan dilewatkan beberapa

tan
kali (jangan sampai menguap).

n
-te
6) Setelah itu langsung dapat dilihat di bawah mikroskop

22
20
Analisis Hasil Pemeriksaan

86
1) Pada sediaan kulit dapat terlihat adalah hifa, sebagai 2

s11
garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang, artrospora,
atau hifa pendek dengan spora bulat berkelompok, atau

ke
blastospora dan pseudohifa.

en
7m
2) Pada sediaan kuku dapat terlihat hifa panjang, artrospora,
atau pseudohifa dan blastospora.
10
3) Pada sediaan rambut yang dilihat adalah spora dapat
k0

tersusun di luar batang rambut (ektotriks) atau di dalam


r-h

batang rambut (endotriks), atau hifa panjang atau


mo

artrospora.
-no
mk

Referensi
Djuanda A, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai
6/k

Penerbit FKUI : Jakarta. 2007. Hal 96-97.


2/0
02

Q. Lain-Lain
z/2

Pemeriksaan dan Tatalaksana Khusus Bayi dan Anak


.xy

1. Penilaian Skor Apgar


na

Tingkat Keterampilan: 4A
lya

Tujuan
a. menilai kondisi kesehatan bayi
mu

b. penilaian pada menit pertama menentukan apakah perlu


na

tindakan atau penatalaksanaan khusus


.ai

c. penilaian lima menit setelah lahir untuk melihat respon bayi


ww

terhadap resusitasi yang sudah diberikan


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1138 -

Teknik menilai skor APGAR

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
Waktu Penilaian

ke
Skor apgar dinilai sebanyak 3 kali :

en
a. sesaat setelah lahir

7m
b. satu menit setelah lahir
10
c. lima menit setelah lahir
k0
r-h

Referensi
mo

Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and


-no

History Taking, 10th Ed. Lippincott Williams&Wilkins. China. 2009.


mk

2. Palpasi Fontanella
6/k

Tingkat Keterampilan: 4A
2/0

Tujuan: mampu menilai ubun-ubun pada bayi


Alat dan Bahan: -
02
z/2

Teknik Pemeriksaan
a. Jelaskan kepada orang tua pasien jenis dan prosedur
.xy

pemeriksaan yang dilakukan.


na

b. Cuci tangan 7 langkah.


lya

c. Posisikan bayi duduk di meja periksa atau meminta ibu bayi


mu

memangku bayi.
na

d. Inspeksi fontanela anterior dan posterior, lihat apakah ada


.ai

pembesaran.
ww

e. Palpasi daerah sutura dan fontanel. Palpasi sutura terasa


seperti bubungan dan fontanela terasa seperti cekungan yang
//w

lembut. Pulsasi yang teraba di fontanela merefleksikan pulsasi


ps:

perifer.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1139 -

f. Periksa fontanela secara hati-hati, karena kepenuhannya

l
tm
merefleksikan tekanan intrakranial.

g.h
Analisis Hasil Pemeriksaan
Fontanel merupakan bagian lunak di antara tulang tengkorak bayi.

tan
Pada perabaan, konsistensinya lunak. Fontanel anterior memiliki

n
-te
diameter antara 4 – 6 cm dan biasanya menutup pada usia antara 7

22
– 19 bulan. Fontanel posterior memiliki diameter antara 1 – 2 cm dan

20
biasanya menutup pada usia 2 bulan.

86
Pembesaran fontanel posterior biasanya didapatkan pada hipotiroid

s11
kongenital. Fontanel yang tegang dan menonjol didapatkan pada bayi
dengan peningkatan tekanan intrakranial, yang disebabkan oleh

ke
infeksi susunan saraf pusat, penyakit neoplasma atau hidrosefalus.

en
7m
Fontanel anterior yang cekung dapat merupakan salah satu tanda
dehidrasi. 10
k0

Referensi
r-h

Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and


mo

History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China.


-no

2009. p 765
mk

3. Pemeriksaan Refleks Primitif


6/k

Tingkat Keterampilan: 4A
2/0

Tujuan: Menilai refleks primitif pada bayi


02

Alat dan Bahan: -


z/2

Teknik Pemeriksaan
.xy

Refleks moro
na

a. Jelaskan kepada ibu pasien pemeriksaan yang akan dilakukan


lya

dan prosedurnya
b. Cuci tangan 7 langkah
mu

c. Posisikan bayi dalam posisi semi-tegak


na

d. Biarkan kepala bayi sesaat terjatuh ke belakang saat diangkat,


.ai

lalu dengan segera tangan pemeriksa membantu untuk


ww

menahan kepala
//w

e. Respon bayi akan mengabduksikan dan mengekstensikan


ps:

lengan, dan memfleksikan ibu jari, diikuti dengan fleksi dan


aduksi dari ekstremitas atas
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1140 -

Refleks menggenggam palmar

l
tm
a. Refleks ini dapat dimunculkan dengan cara memberikan jari

g.h
pemeriksa atau sebuah objek di telapak tangan bayi yang
terbuka pada tiap tangan

tan
b. Bayi yang normal akan menggenggam objek atau jari, dengan

n
-te
percobaan mengangkat atau menghilangkan objek, genggaman

22
akan semakin kuat

20
Refleks mengisap

86
a. Taruh jari telunjuk pemeriksa di filtrum (terletak diantara bibir

s11
bagian atas dan hidung) atau di bawah bibir bagian bawah
b. Mulut bayi akan seperti mencucu

ke
Refleks melangkah/menendang

en
7m
a. Pegang bayi di antara batang tubuhnya dan turunkan sampai
kedua kakinya menyentuh permukaan yang datar
10
b. Biarkan salah satu kakinya menyentuh meja pemeriksaan yang
k0

datar
r-h

c. Panggul dan lutut dari kaki yang menyentuh permukaan datar


mo

akan mengalami fleksi dan satu kakinya yang tidak menyentuh


-no

permukaan datar akan melangkah maju


mk

d. Loncatan alternatif akan terjadi


Analisis Hasil Pemeriksaan
6/k

a. Respon yang asimetri pada pemeriksaan refleks moro


2/0

menandakan adanya fraktur klavikula, cedera pada pleksus


02

brachialis, atau hemiparesis. Tidak adanya refleks moro pada


z/2

bayi menandakan adanya disfungsi sistem saraf pusat. Refleks


.xy

moror muncul saat usia 28-32 minggu dan sempurna usia 37


na

minggu, bertahan selama 5-6 bulan.


lya

b. Refleks menggenggam palmar muncul saat usia 28 minggu dan


sempurna saat usia 32 minggu, bertahan selama 2-3 bulan.
mu

c. Refleks mengisap muncul saat usia 32 minggu dan sempurna


na

saat usia 36 minggu, dan bertahan ± 1 bulan.


.ai

d. Tidak adanya refleks melangkah, di mana bayi tidak


ww

menyentuhkan kakinya ke tanah saat dilakukan pemeriksaan,


//w

mengindikasikan paralisis. Bayi yang lahir dengan posisi


ps:

sungsang mungkin tidak ada refleks untuk menyentuhkan


kakinya.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1141 -

Referensi

l
tm
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and

g.h
History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China.
2009. p 794-795.

tan
n
-te
4. Penilaian Pertumbuhan Dan Perkembangan

22
Tingkat Keterampilan: 4A

20
Tujuan: mampu menilai perkembangan yang normal pada anak

86
s11
Alat dan Bahan: -

ke
Teknik Pemeriksaan

en
7m
a. Jelaskan kepada ibu pasien pemeriksaan yang akan dilakukan
dan prosedurnya 10
b. Dekati anak secara perlahan, dengan menggunakan mainan
k0

atau objek untuk mengalihkan perhatian


r-h

c. Lakukan seluruh pemeriksaan dengan anak berada di


mo

pangkuan ibunya
-no

d. Bicara dengan perlahan kepada anak atau ikuti suara anak


mk

untuk mengalihkan perhatian


e. Tanya ibu pasien tentang perkembangan anak hingga saat ini
6/k

f. Setelah itu mulai lakukan pemeriksaan dengan Denver


2/0

Develepmental Screening Test (DDST)


02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
htt
ps:
//w
ww
.ai
na
mu
lya
na
.xy
z/2
02
2/0
6/k
mk
-no
- 1142 -

mo
r-h
k0
10
7m
en

Gambar 154.1. Formulir DDST 1


ke
s11
86
20
22
-te
n tan

jdih.kemkes.go.id
g.h
tm
l
- 1143 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no

Gambar 154.2. Formulir DDST 2


mk
6/k

g. Formulir DDST terdiri dari 2 halaman (contoh seperti di atas)


h. Skala umur tertera pada bagian atas formulir yang terbagi dari
2/0

umur dalam bulan dan tahun, sejak lahir sampai berusia 6


02

tahun
z/2

i. Pada setiap tugas perkembangan yang berjumlah 125, terdapat


.xy

batas kemampuan perkembangan yaitu 25%, 50%, 75% dan


na

90%
lya

j. Hitung umur anak dan buat garis → dihitung dengan cara


mu

tanggal pemeriksaan dikurangi tanggal lahir


Bila anak prematur, koreksi prematuritas, untuk anak yang lahir
na

lebih dari 2 minggu sebelum tanggal perkiraan dan berumur kurang


.ai

dari 2 tahun (hasil tanggal pemeriksaan dikurangi tanggal lahir


ww

dikurangi lagi dengan usia premature


//w

Analisis Hasil Pemeriksaan


ps:

a. Skor tiap uji coba ditulis pada kotak segiempat


htt

1) P: pass/lulus
2) F: fail/gagal

jdih.kemkes.go.id
- 1144 -

3) No: no opportunity/tidak ada kesempatan

l
tm
4) R : refusal/menolak

g.h
b. Langkah mengambil kesimpulan
1) Normal → bila tidak ada keterlambatan dan atau paling

tan
banyak satu caution

n
-te
2) Suspek → bila didapatkan ≥2 caution dan/atau ≥1

22
keterlambatan

20
3) Tidak dapat diuji → bila ada skor menolak pada ≥1 uji coba

86
terletak di sebelah kiri garis umur atau menolak pada >1

s11
uji coba yang ditembus garis umur pada daerah 75-90%

ke
Referensi

en
7m
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and
History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China.
10
2009. p 752-754.
k0
r-h

5. Tes Rumple Leed


mo

Tingkat Keterampilan: 4A
-no

Tujuan: pemeriksaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler


mk

darah pada penderita DHF


Alat dan Bahan: -
6/k

Teknik Pemeriksaan
2/0

a. Pasang ikatan spigmomanometer pada lengan atas dan pompa


02

hingga tekanan 100 mmHg (jika tekanan sistolik < 100 mmHg,
z/2

pompa sampai tekanan di pertengahan nilai sistolik dan


.xy

diastolik).
na

b. Biarkan tekanan pada posisi tersebut selama 10 menit.


lya

c. Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah


hilang kembali. Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada
mu

lengan yang telah diberi tekanan tadi kembali lagi seperti warna
na

kulit sebelum diikat atau menyerupai warna kulit pada lengan


.ai

lainnya (yang tidak diikat).


ww

d. Cari dan hitung jumlah ptekie yang timbul dalam lingkaran


//w

bergaris tengah 5 cm kira-kira pada 4 cm distal fossa cubiti


ps:

Analisis Hasil Pemeriksaan


Jika terdapat > 10 ptekie dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-
htt

kira 4 cm distal dari fossa cubiti test Rumple Leed dikatakan positif.

jdih.kemkes.go.id
- 1145 -

Seandainya dalam lingkaran tersebut tidak ada ptekie, tetapi

l
tm
terdapat ptekie pada bagian distal yang lebih jauh, tes Rumple Leed

g.h
juga dikatakan positif.

tan
Referensi

n
-te
Parums DV. Tropical and Imported Infectious Disease; Dengue Fever

22
in Essential Clinical Pathology. 1St ed . Blackwell science, Berlin 1996:

20
111-14.

86
s11
6. Tatalaksana Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
Tingkat Keterampilan: 4A

ke
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500

en
7m
gram tanpa memandang masa kehamilan. Berat lahir adalah berat
bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.
10
Bayi Kecil Masa kehamilan (KMK) adalah bayi yang tidak tumbuh
k0

dengan baik di dalam kandungan selama kehamilan. Ada 3


r-h

kelompok bayi yang termasuk bayi KMK, KMK lebih bulan, KMK
mo

cukup bulan, KMK kurang bulan.


-no

Tujuan
mk

Memberikan tata laksana yang baik dan benar pada bayi dengan
BBLR
6/k

Alat dan Bahan: -


2/0

Teknik tindakan:
02

a. Deteksi pada ANC dilihat dari kenaikan berat badan ibu yang
z/2

<7,5 kg, status gizi ibu rendah, dan faktor risiko komplikasi
.xy

penyakit pada kehamilan.


na

b. BBLR dinilai dengan menggunakan dua parameter:


lya

1) Bernapas spontan atau menangis


2) Air ketuban (keruh atau tidak)
mu

c. Tata laksana BBLR dibedakan menjadi tata laksana saat lahir


na

dan setelah lahir.


.ai

Tata laksana saat lahir:


ww

a. Asuhan BBLR tanpa asfiksia sebagai berikut:


//w

1) Bersihkan lendir secukupnya kalau perlu


ps:

2) Keringkan dengan kain yang kering dan hangat


3) Segera berikan pada ibu untuk kontak kulit ibu dengan
htt

kulit bayi

jdih.kemkes.go.id
- 1146 -

4) Segera memberi ASI dini dengan membelai

l
tm
5) Memandikan bayi dilakukan setelah 24 jam, atau lebih dari

g.h
24 jam jika bayi hipotermi < 36,5 C, suhu lingkungan
dingin, ada penyulit yang lain.

tan
6) Profilaksis suntikan Vitamin K1 1 mg dosis tunggal, IM

n
-te
pada paha kiri anterolateral

22
7) Salep mata antibiotik

20
8) Perawatan tali pusat: kering, bersih, tidak dibubuhi

86
apapun dan terbuka

s11
9) Bila berat lahir ≥ 2000 gram dan tanpa masalah atau
penyulit, dapat diberikan Vaksinasi Hepatitis B pertama

ke
pada paha kanan

en
7m
b. Asuhan BBLR yang tidak bernapas spontan dimasukkan ke
dalam kategori lahir dengan asfiksia
10 dan harus segera
dilakukan langkah awal resusitasi dan tahapan resusitasi
k0

berikutnya bila diperlukan.


r-h

Resusitasi
mo

Pemberian resusitasi diputuskan berdasarkan penilaian keadaan


-no

Bayi Baru Lahir, yaitu bila:


mk

a. Air Ketuban bercampur mekonium ( letak kepala/gawat janin)


b. Bayi tidak menangis, atau tidak bernapas spontan, atau
6/k

bernapas megap-megap
2/0

Catatan: Untuk memulai tindakan resusitasi BBLR asfiksia tidak


02

perlu menunggu hasil penilaian skor APGAR


z/2

Langkah awal resusitasi


.xy

a. Jaga bayi dalam keadaan hangat


na

b. Atur posisi kepala bayi sedikit tengadah (posisi menghidu)


lya

c. Isap lendir di mulut, kemudian hidung


d. Keringkan sambil dilakukan rangsang taktil
mu

e. Reposisi kepala
na

f. Nilai keadaan bayi dengan melihat parameter: usaha napas. Bila


.ai

setelah dilakukan penilaian, bayi tidak menangis atau tidak


ww

bernapas spontan dan teratur


//w

g. Lakukan Ventilasi sesuai dengan tatalaksana manajemen


ps:

Asfiksia Bayi Baru Lahir


h. Bila setelah ventilasi selama 2 menit, tidak berhasil, siapkan
htt

rujukan

jdih.kemkes.go.id
- 1147 -

i. Bila bayi tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernapas hentikan

l
tm
ventilasi setelah 10 menit denyut jantung tidak ada/tidak

g.h
terdengar, kemudian siapkan konseling dukungan emosional
dan pencatatan bayi meninggal

ntan
-te
Tata laksana setelah lahir

22
Riwayat

20
• Tanyakan tanggal perkiraan kelahiran atau umur kehamilan

86
Periksa

s11
• Timbang berat bayi (dalam keadaan telanjang) setelah lahir (0-24
jam) dan bernapas baik. Timbangan dilapisi kain hangat dan

ke
en
ditera.

7m
• Lakukan pemeriksaan fisik
Masalah/Kebutuhan 10
Tentukan bayi adalah:
k0

• BBLR yang boleh dirawat oleh bidan, adalah BBLR dengan berat ≥
r-h

2000 gram, tanpa masalah / komplikasi


mo

• BBLR < 2000 gram atau > 2000 gram tetapi bermasalah harus
-no

dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.


mk

Rencana Perawatan
6/k

Untuk semua bayi dengan berat 2000 – 2499 gram:


a. Jaga bayi tetap hangat:
2/0

b. Jaga bayi selalu “kontak kulit dengan kulit” dengan


02

c. ibunya (Perawatan Metode Kanguru kontinu (PMK))


z/2

d. Pertahankan posisi ibu dan bayi dengan selembar kain yang


.xy

hangat dan dilapisi dengan baju berkancing depan di atasnya.


na

e. Tutupi kepala bayi dengan kain atau topi.


lya

f. Mandikan bayi setelah berusia 24 jam dan suhu tubuh stabil.


mu

g. Mendorong ibu meneteki (atau memerah kolostrum dan


memberikan dengan cangkir atau sendok) sesegera mungkin
na

dan selanjutnya setiap 2-3 jam.


.ai

h. Periksa tanda vital (pernapasan, suhu, warna kulit) setiap 30-60


ww

menit selama 6 jam


//w

i. Ajari ibu dan keluarga menjaga bayi tetap hangat dengan selalu
ps:

melakukan “kontak kulit dengan kulit”


htt

j. Jika suhu ketiak turun dibawah 36,50C; anjurkan ibu untuk


melakukan perawatan metode Kanguru kontinu.

jdih.kemkes.go.id
- 1148 -

k. Tutupi bayi-ibu dengan selimut atau kain yang lebih HANGAT

l
tm
dan tempatkan keduanya di ruangan yang hangat.

g.h
l. Sarankan ibu dan keluarga selalu mencuci tangan dengan
sabun sebelum memegang BBLR.

tan
Jika masalah bertambah:

n
-te
Jika BBLR badan tetap dingin/panas, membiru, atau memiliki

22
gangguan pernapasan, stimulasi dan rujuk ke fasilitas kesehatan

20
yang lebih lengkap.

86
Jika bayi boleh minum tapi tidak dapat menghisap dengan baik,

s11
perah dan beri ASI dengan menggunakan cangkir /sendok dan
segera rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.

ke
Pemantauan

en
7m
a. Pemantauan dilakukan dengan bantuan bidan untuk
mengunjungi bayi minimal dua kali dalam minggu pertama dan
10
selanjutnya sekali dalam setiap minggu sampai berat bayi 2500
k0

gram dengan mempergunakan format Manajemen Terpadu Bayi


r-h

Muda (MTBM).
mo

b. BBLR dapat turun beratnya hingga 10 -15% dalam 10 hari


-no

pertama kemudian sudah harus naik, paling kurang 20 gram


mk

sehari atau 120 gram dalam 6 hari.


Analisis tindakan/Perhatian:
6/k

BBLR umumnya dapat mengalami masalah sebagai berikut:


2/0

a. Asfiksia
02

b. Gangguan napas
z/2

c. Hipotermi
.xy

d. Hipoglikemi
na

e. Masalah pemberian ASI


lya

f. Infeksi
g. Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi)
mu

h. Masalah perdarahan
na

Perhatian dan tatalaksana yang baik pada saat lahir, yaitu harus
.ai

mendapat ”Pelayanan Neonatal Esensial”, yang terdiri atas:


ww

a. Persalinan yang bersih dan aman


//w

b. Stabilisasi suhu
ps:

c. Inisiasi pernapasan spontan


d. Pemberian ASI dini (Inisiasi Menyusui Dini/IMD) dan Eksklusif
htt

e. Pencegahan Infeksi dan pemberian Imunisasi

jdih.kemkes.go.id
- 1149 -

Anjuran

l
tm
Pada anak BBLR, untuk mencegah kebutaan dan ketulian perlu

g.h
dilakukan pemeriksaan mata dan telinga sedini mungkin.

tan
Referensi

n
-te
a. Department of Child and Adolescent Health and Development

22
(CAH). Buku Saku: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.

20
Pedoman Bagi RS Rujukan Tk. I di Kabupaten/Kota. WHO:

86
Jakarta. 2009.

s11
b. Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah untuk Bidan dan Perawat.
Kemenkes 2011.

ke
en
7m
7. Peresepan Makanan Untuk Bayi
Tingkat Keterampilan: 4A 10
Tujuan
k0

Memberikan makanan atau minuman selain ASI yang mengandung


r-h

nutrien yang diberikan kepada bayi selama periode pemberian


mo

makanan peralihan (complementary feeding) sebagai makanan


-no

tambahan yang diberikan bersama pemberian ASI.


mk

Alat dan Bahan: bahan promosi dan edukasi


6/k

Teknik Tindakan
2/0

a. Berikan ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan,


02

selanjutnya tambahkan MP-ASI mulai usia 6 bulan (180 hari)


z/2

sementara ASI diteruskan.


.xy

b. Lanjutkan ASI on demand sampai usia 2 tahun atau lebih.


na

c. Lakukan 'responsive feeding' dengan menerapkan prinsip


lya

asuhan psikososial.
d. Terapkan perilaku hidup bersih dan higienis serta penanganan
mu

makanan yang baik dan tepat.


na

e. Mulai pemberian MP-ASI pada usia 6 bulan dengan jumlah


.ai

sedikit, bertahap dinaikkan sesuai usia bayi, sementara ASI


ww

tetap sering diberikan.


//w

f. Bertahap konsistensi dan variasi ditambah sesuai kebutuhan


ps:

dan kemampuan bayi.


g. Frekuensi pemberian MP-ASI semakin sering sejalan dengan
htt

bertambahnya usia bayi.

jdih.kemkes.go.id
- 1150 -

h. Berikan variasi makanan yang kaya akan nutrien untuk

l
tm
memastikan bahwa seluruh kebutuhan nutrien terpenuhi.

g.h
i. Gunakan MP-ASI yang diperkaya vitamin-mineral atau berikan
preparat vitamin-mineral bila perlu.

tan
Pengenalan jenis, tekstur dan konsistensi makanan harus

n
-te
secara bertahap, demikian pula dengan frekuensi dan jumlah

22
makanan yang diberikan. Berikut ini, beberapa hal penting yang

20
berkaitan dengan hal tersebut.

86
1) Tes makanan pertama kali: Bubur tepung beras yang

s11
diperkaya zat besi merupakan makanan yang dianjurkan
sebagai makanan pertama yang diberikan kepada bayi.

ke
Dapat ditambahkan ASI atau susu formula yang biasa

en
7m
diminumnya setelah bubur dimasak.
2) Sebaiknya diberikan mulai 1-2 sendok teh saja dulu,
10
sesudah bayi minum sejumlah ASI atau formula, kecuali
k0

bila selalu menolak maka diberikan sebelumnya.


r-h

Selanjutnya jumlah makanan ditambah bertahap sampai


mo

jumlah yang sesuai atau yang dapat dihabiskan bayi.


-no

j. Tambahkan asupan cairan saat anak sakit, termasuk lebih


mk

sering menyusu, dan dorong anak untuk makan makanan


lunak dan yang disukainya. Setelah sembuh, beri makan lebih
6/k

sering dan dorong anak untuk makan lebih banyak.


2/0
02

Analisis Tindakan/Perhatian:
z/2

MP-ASI harus memenuhi syarat berikut ini:


.xy

a. Tepat waktu (Timely): MP-ASI mulai diberikan saat kebutuhan


na

energi dan nutrien melebihi yang didapat dari ASI


lya

b. Adekuat (Adequate): MP-ASI harus mengandung cukup energi,


protein dan mikronutrien.
mu

c. Aman (Safe): Penyimpanan, penyiapan dan sewaktu diberikan,


na

MP-ASI harus higienis.


.ai

d. Tepat cara pemberian (Properly): MP-ASI diberikan sejalan


ww

dengan tanda lapar dan nafsu makan yang ditunjukkan bayi


//w

serta frekuensi dan cara pemberiannya sesuai dengan usia bayi.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1151 -

Tabel 15. Perilaku anak saat lapar dan kenyang

l
tm
g.h
LAPAR: KENYANG:
Riang/antusias sewaktu Memalingkan muka atau menutup

tan
didudukkan di kursi mulut ketika melihat sendok berisi

n
-te
makannya makanan

22
Gerakan menghisap atau Menutup mulut dengan tangannya

20
mencecapkan bibir

86
Membuka mulut ketika Rewel atau menangis karena terus

s11
melihat sendok/makanan diberi makan
Memasukkan tangan ke dalam Tertidur

ke
en
mulut

7m
Menangis atau rewel karena
ingin makan 10
Mencondongkan tubuh ke
k0

arah makanan atau berusaha


r-h

menjangkaunya
mo
-no

Referensi
mk

Kolegium Gizi Klinik. Definisi dan pemberian MP-ASI. 2014


6/k

8. Tatalaksana Gizi Buruk


2/0

Tingkat Keterampilan: 4A
02

Tujuan: memberikan tata laksana yang baik dan benar pada anak
z/2

dengan gizi buruk tanpa komplikasi


.xy

Alat dan Bahan:


na

NGT
lya

Susu formula (susu F)


mu

Teknik Pemeriksaan
na

a. Setelah dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan jenis


.ai

gizi buruk pada pasien.


ww

1) Gizi buruk yang disebabkan oleh kekurangan asupan


//w

protein (kwashiorkor) dilakukan palpasi abdomen untuk


ps:

melihat pembesaran hati.


htt

2) Gizi buruk yang disebabkan oleh kekurangan asupan

jdih.kemkes.go.id
- 1152 -

karbohidrat (marasmus) terlihat adanya wasting pada

l
tm
lengan atas.

g.h
b. Jelaskan kepada ibu pasien tindakan yang akan dilakukan dan
prosedurnya

tan
c. Cuci tangan 7 langkah

n
-te
d. Lakukan tatalaksana gizi buruk sesuai tabel di bawah ini.

22
20
Tabel 16. Tatalaksana gizi buruk

86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk

e. Tata laksana gizi buruk ada 10 langkah dibagi menjadi 3 fase


6/k

1) Fase stabilisasi 1-2 hari dan 3-7 hari


2/0

2) Fase transisi minggu kedua (7-14 hari)


02

3) Fase rehabilitasi minggu ketiga-minggu ketujuh


z/2

f. 10 langkah tata laksana gizi buruk


1) Hipoglikemia
.xy

2) Hipotermia
na

3) Dehidrasi
lya

4) Elektrolit
mu

5) Infeksi
na

6) Mulai pemberian makanan


.ai

7) Tumbuh kejar
ww

8) Mikronutrien
//w

9) Stimulasi
10) Tindak lanjut
ps:

g. Karena pada umumnya anak dengan gizi buruk tidak kooperatif,


htt

dianjurkan untuk pemasangan NGT untuk pemberian susu F

jdih.kemkes.go.id
- 1153 -

yang direkomendasikan oleh WHO (F75, F100, F135)

l
tm
h. Anak gizi buruk selalu disertai diare, direkomendasikan untuk

g.h
pemberian preparat zink.
Analisis Tindakan/Perhatian

tan
a. Fase stabilisasi = F75

n
-te
1) Energi 100 kkal/kg/hari

22
2) Protein 1-1,5 gr/kg/hari

20
3) Cairan 130 ml/kgbb/hari

86
b. Fase transisi = F100

s11
1) Energi 100-150 kkal/hari
2) Protein 4-6 gr/kg/hari

ke
c. Fase rehabilitasi = F135

en
7m
1) Energi 150-220 kkal/kg/hari
2) Protein 4-6 gr/kg/hari 10
d. Preparat zink bertujuan sebagai antioksidan dan memperbaiki
k0

vili-vili usus yang atrofi sehingga dapat mencegah terjadinya


r-h

diare.
mo

e. Pemberian makanan selalu dimonitor dengan penimbangan


-no

berat badan setiap 3 hari.


mk

Referensi
6/k

Kliegman, Behrman, et al: Nelson Textbook of Pediatrics, 18th Edition.


2/0

Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008.


02
z/2

9. Pungsi Vena Pada Anak


.xy

Tingkat Keterampilan: 4A
na

Tujuan: mampu melakukan pengambilan darah di pembuluh vena


lya

anak
Alat dan Bahan
mu

a. Spuit disposible 3 cc
na

b. Tabung plastik 1 ml untuk pemeriksaan Hb


.ai

c. Torniquet (alat ikat pembendungan)


ww

d. Microtube (tabung mikro) 1 ml untuk menyimpan serum


//w

e. Kotak pendingin untuk membawa darah dan serum


ps:

f. Antikoagulan EDTA
g. Kapas alkohol 70%
htt

h. Air bebas ion dan larutan HNO3

jdih.kemkes.go.id
- 1154 -

Teknik Tindakan

l
tm
a. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya

g.h
b. Lakukan cuci tangan 7 langkah
c. Sebaiknya anak tetap berada di pangkuan orang tuanya atau

tan
minta anak untuk tidur di tempat tidur ditemani orang tuanya

n
-te
d. Berikan mainan atau objek untuk mengalihkan perhatian

22
e. Tempatkan anak pada posisi terlentang

20
f. Minta operator berdiri di salah satu sisi tempat tidur,

86
menstabilkan lengan yang akan digunakan untuk pungsi vena

s11
g. Minta asisten berdiri disisi tempat tidur yang lain, menunduk
melewati tubuh anak bagian atas untuk berfungsi sebagai

ke
penahan dan menggunakan lengan yang paling dekat dengan

en
7m
operator untuk membantu menahan pada pungsi vena
h. Bersihkan kulit diatas lokasi tusuk dengan alkohol 70% dengan
10
cara berputar dari dalam keluar dan biarkan sampai kering.
k0

i. Lokasi penusukan harus bebas dari luka dan bekas


r-h

luka/sikatrik.
mo

j. Bila sisi yang akan diambil darah ada infus, ambil sisi
-no

sebelahnya untuk diambil darah


mk

k. Darah diambil dari vena mediana cubiti pada lipat siku.


l. Spuit disiapkan dengan memeriksa jarum dan penutupnya.
6/k

m. Setelah itu vena mediana cubiti ditusuk dengan posisi sudut 45


2/0

derajat dengan jarum menghadap keatas.


02

n. Darah dibiarkan mengalir kedalam jarum kemudian jarum


z/2

diputar menghadap kebawah.


.xy

o. Kemudian jarum ditarik dengan tetap menekan lubang


na

penusukan dengan kapas alkohol (agar tidak sakit).


lya

p. Tempat bekas penusukan ditekan dengan kapas alkohol sampai


tidak keluar darah lagi.
mu

q. Setelah itu bekas tusukan ditutup dengan plester.


na
.ai

Analisis Tindakan/Perhatian
ww

a. Pengambilan spesimen tidak boleh dilakukan pada vena-vena


//w

yang melebar (varises).


ps:

b. Darah yang diperoleh pada varises tidak menggambarkan


biokimiawi yang sebenarnya karena darah yang diperoleh
htt

adalah darah yang mengalami stasis.

jdih.kemkes.go.id
- 1155 -

Referensi

l
tm
Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Saku Keterampilan Dan Prosedur

g.h
Dasar. Edisi 5. Jakarta: EGC.

tan
10. Finger Prick

n
-te
Tingkat Keterampilan: 4A

22
Tujuan Pemeriksaan darah vena perifer.

20
Alat dan Bahan

86
a. Sarung tangan

s11
b. Alat pemeriksaan kadar gula darah.
c. Kapas alkohol.

ke
d. Strip pemeriksaan

en
Teknik Pemeriksaan
7m
10
a. Jelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan
k0

dilakukan dan minta informed consent pasien.


r-h

b. Siapkan peralatan yang dibutuhkan.


mo

c. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan dan kenakan sarung


-no

tangan.
mk

d. Pilih tempat pengambilan sampel yang sesuai: ujung-ujung jari


pada sisi telapak tangan atau permukaan plantar lateral atau
6/k

medial tumit bayi.


2/0

e. Bersihkan tempat pemeriksaan dengan kapas alkohol dan


02

biarkan hingga kering.


z/2

f. Lakukan penusukan pada tengah ujung jari atau tumit bayi.


.xy

g. Lap tetesan darah pertama dengan menggunakan kasa.


na

h. Biarkan setetes kecil darah tebentuk dengan memberikan


lya

penekanan intermiten.
i. Sentuhkan ujung strip pemeriksaan pada tetes darah hingga
mu

darah mengisi seluruh bagian kapiler strip pemeriksaan.


na

j. Buang seluruh bahan pemeriksaan yang terkontaminasi pada


.ai

kontainer yang sesuai. Buang lancet pada kontainer untuk


ww

benda tajam.
//w

k. Lepas sarung tangan dan cuci tangan setelah selesai melakukan


ps:

pemeriksaan.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1156 -

Referensi

l
tm
Munden J. Perfecting clinical procedures. Philadelphia: Lippincott

g.h
Williams&Wilkins, 2008.

tan
KEGAWATDARURATAN

n
-te
11. Bantuan Hidup Dasar

22
Tingkat Keterampilan: 4A

20
Tujuan

86
Mampu melakukan bantuan hidup dasar sesuai kompetensi dokter

s11
di pelayanan primer.
Alat dan Bahan

ke
a. Alat pelindung diri (APD).

en
7m
b. Sungkup
c. Kantung pernapasan (bag valve mask)
10
d. Sumber oksigen
k0

e. OPA (oropharyngeal airway)


r-h
mo

Teknik Tindakan
-no

a. Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa


mk

dirinya sudah aman untuk melakukan pertolongan. Penilaian


respons dilakukan dengan menepuk-nepuk dan menggoyangkan
6/k

penderita sambil memanggil penderita.


2/0

1) Jika penderita menjawab atau bergerak terhadap respons


02

yang diberikan, usahakan tetap mempertahankan posisi


z/2

seperti pada saat ditemukan atau posisikan ke posisi


.xy

mantap.
na

2) Jika penderita tidak merespons serta tidak bernapas atau


lya

bernapas tidak normal, maka dianggap mengalami kejadian


henti jantung.
mu

b. Jika pasien tidak respons, aktivasi system layanan gawat


na

darurat dengan minta bantuan orang terdekat atau penolong


.ai

sendiri yang menelepon jika tidak ada orang lain.


ww

c. Periksa denyut nadi arteri karotis dalam waktu maksimal 10


//w

detik (lihat materi Kardiovaskular).


ps:

d. Lakukan kompresi dada:


1) Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1157 -

2) Tentukan lokasi kompresi dada dengan cara meletakkan

l
tm
telapak tangan yang telah saling berkaitan di bagian

g.h
setengah bawah sternum.

ntan
-te
22
20
86
s11
Gambar 155. Palpasi A. Karotis

ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk

Gambar 156. Teknik kompresi dada


6/k

3) Frekuensi minimal 100 kali per menit dengan kedalaman


2/0

minimal 5 cm.
02

4) Penolong melakukan kompresi dengan perbandingan


z/2

kompresi dan ventilasi 30:2.


.xy

e. Setelah lakukan kompresi 30 kali, lakukan ventilasi dengan


na

membuka jalan napas dengan teknik:


lya

1) Head tilt chin lift maneuver.


mu

a) Dorong kepala korban dengan mendorong dahi ke


belakang (head tilt) dan pada saat yang bersamaan
na

dagu korban (chin lift)


.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1158 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
s11
Gambar 157. Head tilt chin lift maneuver

ke
2) Jaw thrust

en
7m
a) Letakkan siku-siku pada bidang datar tempat korban
dibaringkan. Cari rahang bawah. Pegang rahang
10
bawah dengan jari-jari kedua tangan dari sisi kanan
k0

dan kiri korban


r-h

b) Dorong rahang bawah dengan mendorong kedua


mo

sudutnya ke depan dengan jari-jari kedua tangan


-no

c) Buka mulut korban dengan ibu jari dan jari telunjuk


mk

kedua tangan.
3) Pasang OPA jika tersedia.
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu

Gambar 158. Jaw thrust


na
.ai

f. Berikan napas bantuan dengan metode:


ww

Mulut ke mulut:
//w

1) Pertahankan posisi head tilt chin lift. Jepit hidung dengan


ps:

menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan.


htt

2) Buka sedikit mulut penderita, tarik napas panjang, dan


tempelkan rapat bibir penolong melingkari mulut penderita.

jdih.kemkes.go.id
- 1159 -

Hembuskan napas lambat setiap tiupan selama 1 detik.

l
tm
Pastikan dada terangkat.

g.h
3) Lepaskan mulut penolong dari mulut penderita, lihat
apakah dada penderita turun waktu ekshalasi.

tan
n
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
Gambar 159. Resusitasi mulut ke mulut
10
k0
Mulut ke hidung
r-h

1) Katupkan mulut penderita disertai chin lift, kemudian


hembuskan udara seperti pernapasan mulut ke mulut.
mo

Buka mulut penderita waktu ekshalasi.


-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar 160. Resusitasi Mulut ke Hidung


na
lya

Mulut ke sungkup
mu

1) Letakkan sungkup pada muka penderita dan dipegang


na

dengan kedua ibu jari


.ai

2) Lakukan head tilt chin lift/ jaw thrust. Tekan sungkup ke


ww

muka penderita dengan rapat.


3) Hembuskan udara melalui lubang sungkup hingga dada
//w

terangkat.
ps:

4) Amati turunnya pergerakan dinding dada.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1160 -

Dengan kantung pernapasan

l
tm
1) Tempatkan tangan untuk membuka jalan japas.

g.h
2) Letakkan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C
clamp (bila seorang diri) yaitu dengan meletakkan jari

tan
ketiga, keempat, kelima membentuk huruf E dan

n
-te
diletakkan dibawah rahang bawah dan mengekstensi dagu

22
serta rahang bawah; ibu jari dan telunjuk membentuk

20
huruf C untuk mempertahankan sungkup.

86
3) Bila 2 penolong, 1 penolong berada pada posisi di atas

s11
kepala penderita dan dengan menggunakan ibu jari dan
telunjuk tangan kiri dan kanan mencegah agar tidak terjadi

ke
kebocoran disekitar sungkup. Jari-jari yang lain

en
7m
mengektensikan kepala sambil melihat pergerakan dada.
Penolong kedua memompa 10 kantung sampai dada
terangkat.
k0

g. Cek irama jantung dan ulangi siklus setiap 2 menit.


r-h
mo

Teknik Tindakan pada Anak


-no

a. Pemeriksaan nadi bayi kurang dari satu tahun dilakukan


mk

pada arteri brachialis atau arteri femoralis. Untuk anak


diatas satu tahun, pemeriksaan dilakukan sama seperti
6/k

pada orang dewasa.


2/0

b. Jika pulsasi teraba, berikan 1 bantuan napas tiap 3 detik.


02

Berikan kompresi jika denyut jantung <60/menit dengan


z/2

perfusi yang buruk walaupun setelah oksigenasi dan


.xy

ventilasi yang adekuat.


na

c. Kompresi pada anak usia 1-8 tahun:


lya

1) Menekan sternum sekitar 5 cm dengan kecepatan


minimal 100 kali per menit.
mu

2) Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan


na

berikan 2 kali napas bantuan sampai dada terangkat


.ai

(1 penolong).
ww

3) Kompresi dan napas buatan dengan rasio 15:2 (2


//w

penolong).
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1161 -

d. Kompresi dada pada bayi:

l
tm
1) Letakkan 2 jari satu tangan pada setengah bawah

g.h
sternum; lebar 1 jari berada di bawah garis
intermammari.

tan
2) Menekan sternum sekitar 4 cm kemudian angkat

n
-te
tanpa melepas jari dari sternum dngan kecepatan

22
minimal 100 kali per menit.

20
3) Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan

86
berikan 2 kali napas bantuan sampai dada terangkat

s11
(1 penolong).
4) Kompresi dan napas bantuan dengan rasio 15:2 jika 2

ke
penolong.

en
7m
e. Jika bayi atau anak sudah kembali ke dalam sirkulasi
spontan, maka baringkan anak atau bayi ke posisi mantap.
10
1) Gendong bayi di lengan penolong sambil menyangga
k0

perut dan dada bayi dengan kepala bayi terletak lebih


r-h

rendah.
mo

2) Usahakan tidak menutup mulut dan hidung bayi.


-no

3) Monitor dan rekam tanda vital, kadar respons, denyut


mk

nadi, dan pernapasan.


6/k

Analisis
2/0

a. Indikasi bantuan hidup dasar:


02

1) Henti jantung
z/2

2) Henti napas
.xy

3) Tidak sadarkan diri


na

b. Gangguan jalan napas adalah berupa sumbatan jalan napas:


lya

1) Sumbatan di atas laring


2) Sumbatan pada laring
mu

3) Sumbatan di bawah laring


na

c. Pengelolaan jalan napas dengan head tilt-chin lift dan jaw


.ai

thrust. Head tilt chin lift tidak dianjurkan pada korban yang
ww

dicurigai menderita cedera kepala, cedera leher, dan cedera


//w

tulang belakang
ps:

d. Kondisi yang menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi:


1) Infeksi
htt

2) Aspirasi

jdih.kemkes.go.id
- 1162 -

3) Edema paru

l
tm
4) Kontusio paru

g.h
5) Kondisi tertentu yang menyebabkan rongga paru tertekan
oleh benda asing.

tan
e. Sebab-sebab henti jantung

n
-te
1) Faktor primer (dari jantung sendiri)

22
2) Faktor sekunder

20
f. Keberhasilan BHD

86
1) Warna kulit berubah dari sianosis menjadi kemerahan

s11
2) Pupil akan mengecil
3) Pulihnya denyut nadi spontan

ke
en
7m
Referensi
a. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Buku
10
panduan bantuan hidup jantung dasar BCLS Indonesia. Jakarta:
k0

PP PERKI, 2012.
r-h

b. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan


mo

Reanimasi. Jakarta: Penerbit Indeks, 2010; p 340-355


-no

c. University of Utah. Basic life support [internet]. 2014 [cited 2014


mk

march 24]. Available from:


http://www.cc.utah.edu/~mda9899/index.htm
6/k

d. Nolan JP (ed). Resuscitation guideline 2010. London:


2/0

resuscitation council UK, 2010.


02
z/2

12. Resusitasi Jantung Paru


.xy

Tingkat Keterampilan: 4A
na

Tujuan
lya

Melakukan resusitasi jantung paru sesuai kompetensi dokter di


layanan primer.
mu
na

Alat dan Bahan


.ai

a. Alat pelindung diri.


ww

b. Monitor EKG
//w

c. Alat defibrilasi.
ps:

d. Epinephrine ampul.
e. Amiodaron ampul.
htt

f. Spuit.

jdih.kemkes.go.id
- 1163 -

g. Kanula intravena.

l
tm
Teknik Tindakan

g.h
a. Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa
dirinya sudah aman untuk melakukan pertolongan. Penilaian

tan
respons dilakukan dengan menepuk-nepuk dan menggoyangkan

n
-te
penderita sambil memanggil penderita.

22
b. Jika penderita tidak merespons serta tidak bernapas atau

20
bernapas tidak normal, maka dianggap mengalami kejadian

86
henti jantung.

s11
c. Aktivasi sistem layanan gawat darurat.
d. Periksa denyut nadi arteri karotis.

ke
e. Lakukan kompresi dada (lihat bagian bantuan hidup dasar)

en
7m
f. Setelah lakukan kompresi 30 kali, lakukan ventilasi dengan
membuka jalan napas (lihat bagian Bantuan Hidup Dasar).
10
g. Berikan bantuan napas (lihat bagian Bantuan Hidup Dasar).
k0

h. Cek irama jantung dan ulangi siklus setiap 2 menit.


r-h

i. Ketika alat monitor EKG dan defibrillator datang, pasang


mo

sadapan segera tanpa menghentikan RJP.


-no

j. Hentikan RJP sejenak untuk melihat irama dimonitor.


mk

Kasus VF/VT tanpa nadi


a. Lakukan kejut listrik unsynchronized dengan energi 360 J
6/k

untuk kejut listrik monofasik dan 200 J untuk kejut listrik


2/0

bifasik.
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai

Gambar 161. Penempatan defibrillator pad


ww
//w

b. Lakukan RJP selama 5 siklus (2 menit).


c. Kembali monitor EKG.
ps:

d. Jika masih VT/VF, kembali lakukan kejut listrik 360 J.


htt

e. Lakukan RJP lagi 5 siklus.

jdih.kemkes.go.id
- 1164 -

f. Bila IV line telah terpasang, berikan epinephrine 1 mg IV/IO.

l
tm
g. Setelah RJP selama 2 menit, kembali monitor EKG. Jika tetap

g.h
VT/VF, lakukan kejut listrik 360 J.
h. Lanjutkan kembali RJP 2 menit dan berikan amiodaron 300 mg

tan
IV/IO.

n
-te
i. Setelah RJP selama 2 menit, kembali monitor EKG. Jika tetap

22
VT/VF, lakukan kejut listrik 360 J.

20
j. Lanjutkan RJP selama 2 menit dan berikan epinefrin 1 mg

86
IV/IO.

s11
k. Setelah RJP selama 2 menit, kembali monitor EKG. Jika tetap
VT/VF, lakukan kejut listrik 360 J.

ke
l. Lanjutkan kembali RJP 2 menit dan berikan amiodaron 150 mg

en
7m
IV/IO.
m. Pemberian epinephrine 1 mg dapat diulang setiap 3-5 menit.
10
k0

Kasus PEA/ Asistol


r-h

a. Bila pada EKG terdapat gambaran irama terorganisasi, cek nadi


mo

arteri karotis. Jika tidak teraba, maka disebut PEA.


-no

b. Bila pada EKG ditemukan asistole maka lakukan pengecekan


mk

alat.
c. Bila asitole, segera berikan epinephrine 1 mg IV/IO dan
6/k

lanjutkan RJP selama lima siklus (2 menit).


2/0

d. Setelah RJP 2 menit, top RJP dan lihat irama monitor. Jika
02

irama terorganisasi, lakukan perabaan karotis.


z/2

e. Jika tidak ada nadi, lakukan RJP lagi selama 2 menit.


.xy

f. Lihat kembali monitor. Jika irama terorganisasi, lakukan


na

perabaan karotis.
lya

g. Jika tidak ada nadi, kembali lakukan RJP dan berikan


epinephrine 1 mg IV/IO.
mu

h. Pemberian epinephrine 1 mg dapat diulang setiap 3-5 menit.


na
.ai

Analisis
ww

a. Komplikasi:
//w

1) Fraktur iga atau sternum akibat kompresi dada.


ps:

2) Insuflasi lambung dari napas bantuan; hal ini dapat


mengakibatkan muntah sehingga terjadi aspirasi.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1165 -

b. Kontraindikasi: pasien DNR (do not resuscitate).

l
tm
g.h
Referensi
a. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Buku

tan
panduan bantuan hidup jantung dasar BCLS Indonesia, edisi

n
-te
2012. Jakarta: PP PERKI, 2012.

22
b. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Buku

20
panduan bantuan hidup jantung lanjut ACLS Indonesia. Edisi

86
2012. Jakarta: PP PERKI, 2012.

s11
c. Travers AH, et al. 2010 American heart association guidelines for
cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular

ke
care science. Circulation 2010; 122: S676-S684.

en
7m
d. Anonymous. Automatic external defibrillation [internet]. cited
2014 March 24. 10 Available from:
http://www.lbfdtraining.com/Pages/emt/sectione/aed.html
k0

e. Nolan JP (ed). Resuscitation guideline 2010. London:


r-h

resuscitation council UK, 2010.


mo
-no

13. Penilaian Status Dehidrasi


mk

Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan : Menilai turgor kulit sebagai salah satu pemeriksaan untuk
6/k

menentukan status dehidrasi.


2/0

Alat dan Bahan:-


02

Teknik Pemeriksaan
z/2

a. Jelaskan kepada pasien tentang pemeriksaan yang akan


.xy

dilakukan dan prosedurnya.


na

b. Cuci tangan 7 langkah.


lya

c. Minta pasien untuk membuka bagian perutnya dan berbaring.


d. Cubit kulit di daerah perut selama 30 detik, setelah itu
mu

lepaskan.
na

e. Perhatikan berapa lama waktu yang dibutuhkan kulit untuk


.ai

kembali ke bentuk semula.


ww

Analisis Hasil Pemeriksaan


//w

a. Turgor kulit yang kembali sangat lambat (>2 detik) menandakan


ps:

dehidrasi berat
b. Normalnya <1 detik kulit sudah kembali ke bentuk semula
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1166 -

Referensi

l
tm
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and

g.h
History Taking, 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins, China,
2009.

tan
n
-te
14. Resusitasi Cairan

22
Tingkat Keterampilan: 4A

20
Tujuan : Terapi untuk menggantikan kehilangan cairan tubuh yang

86
terjadi secara akut.

s11
Alat dan Bahan

ke
a. Kanula intravena dan set infus

en
7m
b. Cairan kristaloid
c. Cairan koloid 10
d. Nasal kanul atau masker
k0

e. Sphygmomanometer
r-h

f. Stetoskop
mo
-no

Teknik Tindakan
mk

a. Pemeriksaan: nilai dan catat hasil pemeriksaan untuk indikasi


kebutuhan resusitasi cairan:
6/k

1) tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan (lihat


2/0

materi Tanda Vital)


02

2) capillary refill time (lihat materi Kardiovaskular)


z/2

3) perabaan ekstrimitas (lihat materi Kardiovaskular)


.xy

Algoritme Resusitasi
na

1) Berikan oksigenasi.
lya

2) Pasang kanula IV berkururan besar.


3) Identifikasi penyebab gangguan yang terjadi dan respons
mu

pasien.
na

4) Berikan bolus 500 ml cairan kristaloid.


.ai

5) Nilai ulang kondisi pasien dengan menggunakan ABCDE


ww

(lihat Bagian Bantuan Hidup Dasar). Pertimbangkan apakah


//w

pasien masih membutuhkan resusitasi cairan.


ps:

a) Jika cairan yang diberikan masih kurang dari 2000


ml, berikan lagi 250-500 ml bolus cairan kristaloid.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1167 -

Setelah pemberian cairan selesai, nilai ulang kondisi

l
tm
pasien dengan ABCDE (lihat no. 3).

g.h
b) Jika tidak, nilai kebutuhan cairan dan elektrolit
pasien.

tan
b. Jika penderita tidak membutuhkan resusitasi cairan, pastikan

n
-te
kebutuhan cairan dan nutrisi terpenuhi.

22
c. Nilai kebutuhan cairan dan elektrolit pasien dengan melakukan

20
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium

86
yang dibutuhkan.

s11
d. Jika terdapat tanda-tanda kekurangan dan kelebihan cairan
serta cairan yang keluar masih berlangsung, maka lanjut ke

ke
bagian penggantian dan redistribusi cairan. Jika tidak lanjut ke

en
7m
bagian rumatan rutin.
Penggantian dan redistribusi cairan 10
a. Lihat apakah masih terdapat defisit cairan dan/atau elektrolit.
k0

b. Jika ada, perkirakan defisit atau kelebihan cairan lalu tambah


r-h

atau kurangi dari kebutuhan rumatan normal per hari.


mo

c. Resepkan kebutuhan rumatan rutin ditambah suplemen cairan


-no

dan elektrolit yang dibutuhkan berdasarkan pengukuran


mk

sebelumnya.
d. Jika kondisi tidak membaik, konsultasi ke spesialis.
6/k

e. Jika tidak ada, periksa adanya kehilangan cairan yang masih


2/0

berlangsung. Jika iya, kembali ke nomor 2.b.


02

Rumatan rutin
z/2

a. Berikan rumatan cairan IV sesuai dengan kebutuhan cairan dan


.xy

elektrolit normal harian 25-30 ml/kg/hari air.


na

b. Nilai ulang dan awasi kondisi pasien.


lya

c. Stop cairan IV jika sudah tidak ada indikasi yang sesuai.


Pada luka bakar
mu

a. Pemberian terapi cairan dilakukan dengan memberikan 2-4 ml


na

RL/RA per kg BB tiap %luka bakar.


.ai

1) ½ dosis diberikan 8 jam pertama


ww

2) ½ dosis berikut 16 jam kemudian


//w

b. Sesuaikan dosis infus untuk menjaga urin 30-50 ml/jam pada


ps:

dewasa
c. Jika respon membaik, turunkan laju infus secara bertahap
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1168 -

Analisis Pemeriksaan dan Pertimbangan Umum

l
tm
a. TD<100 mmHg, CRT >2 detik, dan perabaan akral dingin;

g.h
frekuensi nadi >90 per menit; serta frekuensi napas >20 kali per
menit menandakan kebutuhan resusitasi.

tan
b. Medikasi harus diberikan secara IV selama resusitasi.

n
-te
c. Perubahan Natrium, dapat menyebabkan hiponatremia yang

22
serius. Na serum harus dimonitor, terutama pada pemberian

20
infus dalam volume besar.

86
d. Transfusi diberikan bila hematokrit dibawah 30.

s11
e. Insulin infus diberikan bila kadar gula darah >200 mg%.
f. Histamine H2- blocker dan antasid sebaiknya diberikan untuk

ke
menjaga pH lambung 7,0.

en
Referensi
7m
10
National clinical guideline center. Intravenous fluid therapy clinical
k0

guideline. London: NICE, 2012.


r-h
mo

15. Tatalaksana Dehidrasi Pada Anak


-no

Tingkat Keterampilan: 4A
mk

Tujuan
Mampu melakukan tatalaksana dehidrasi berat dengan tepat.
6/k

Alat dan Bahan: -


2/0

Teknik Tindakan
02

a. Jelaskan kepada ibu pasien tindakan yang akan dilakukan dan


z/2

prosedurnya
.xy

b. Cuci tangan sebelum (dan setelah) melakukan tindakan (lihat


na

materi Universal Precautions).


lya

c. Jika anak menderita dehidrasi berat:


1) Pastikan bahwa pemeriksa dapat cepat memasukkan jalur
mu

intravena. Segera pasang jalur IV.


na

2) Jika anak masih bisa minum, berikan CRO sambil


.ai

mempersiapkan jalur intravena.


ww

3) Berikan 100 mg/kg ringer laktat, dibagi sebagai berikut:


//w

a) Anak kurang dari 12 bulan: berikan infus RL 30 ml/kg


ps:

dalam satu jam pertama dilanjutkan dengan 70 ml/kg


dalam 5 jam.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1169 -

b) Anak berusia 12 bulan-5 tahun: berika infus RL 30

l
tm
ml/kg dalam 30 menit pertama dilanjutkan dengan 70

g.h
ml/kg dalam 21/2 jam.
4) Periksa ulang anak setiap 15-30 menit, jika status

tan
dehidrasi tidak membaik lanjutkan pemberian IV.

n
-te
5) Jika pulsasi arteri radialis tidak teraba, pemberian pertama

22
cairan dapat diulang 1 kali.

20
d. Berikan rehidrasi oral (5 ml/kg/ jam) secepatnya setelah anak

86
bisa minum.

s11
e. Periksa kembali status dehidrasi bayi (setelah 6 jam) dan anak
(setelah 3 jam). Pemeriksaan ulang dilakukan setiap 1-2 jam.

ke
f. Jika kondisi anak membaik (mampu untuk minum) namun

en
7m
masih menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, hentikan infus IV
dan berikan larutan CRO setiap 4 jam.10
1) Kebutuhan CRO dalam 4 jam dapat dihitung dengan
k0

mengalikan berat badan anak dengan 75 ml.


r-h

2) Perkiraan pemberian CRO dalam 4 jam:


mo

a) Usia kurang dari 4 bulan, BB kurang dari 5 kg: 200-


-no

400 ml.
mk

b) Usia 4-11 bulan, BB 5-7.9 kg: 400-600 ml.


c) Usia 12-23 bulan, BB 8-10.9 kg: 600-800 ml.
6/k

d) Usia 2-4 tahun, BB 11-15.9 kg: 800-1200 ml.


2/0

e) Usia 5-14 tahun, BB 16-29.9 kg: 1200-2200 ml.


02

f) Usia diatas 15 tahun, BB diatas 30 kg: 2200-4000 ml.


z/2

3) Jika anak minta CRO lebih dari kebutuhan diatas, berikan


.xy

lebih.
na

4) Anjurkan ibu untuk tetap menyusui anaknya.


lya

g. Jika tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi, berikan cairan untuk


mencegah dehidrasi.
mu
na

Referensi
.ai

a. Kliegman, Behrman, et al: Nelson Textbook of Pediatrics, 18th


ww

Edition. Saunders Elsevier: Philadelphia, 2008


//w

b. Department of child and adolescence health and development.


ps:

The treatment of diarrhea a manual for physician and other senior


health workers. Geneva: WHO, 2005.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1170 -

16. Manuver Heimlich

l
tm
Tingkat Keterampilan: 4A

g.h
Tujuan : Melakukan tatalaksana sumbatan jalan napas oleh benda
asing sebagai salah satu bantuan hidup dasar sesuai kompetensi

tan
dokter di pelayanan primer.

n
-te
Alat dan Bahan: -

22
Teknik Tindakan

20
Penatalaksanaan penderita tidak sadarkan diri

86
a. Segera aktifkan sistem layanan gawat darurat, panggil bantuan.

s11
b. Segera baringkan penderita.
c. Lakukan kompresi 30 kali.

ke
d. Jika belum bisa dikeluarkan, terus lakukan kompresi jantung.

en
7m
e. Jika benda asing padat sudah bisa terlihat, benda asing boleh
dikeluarkan secara manual. 10
k0

Penatalaksanaan penderita sadar


r-h

a. Sumbatan ringan:
mo

Penolong merangsang penderita batuk tanpa melakukan tindakan


-no

dan terus mengobservasi.


mk

b. Sumbatan berat: Tanya pada penderita apa yang terjadi. Setelah


yakin lakukan abdominal thrust.
6/k

Abdominal thrust
2/0

1) Penolong berdiri di belakang penderita kemudian


02

melingkarkan kedua lengannya pada bagian atas abdomen


z/2

penderita.
.xy

2) Condongkan penderita ke depan.


na

3) Letakkan kepalan tangan penolong diantara umbilikus dan


lya

iga.
4) Raih kepalan tangan tersebut dengan tangan yang lain,
mu

tarik ke arah dalam dan atas secara mendadak sebanyak 5


na

kali.
.ai

5) Jika cara tersebut gagal, lakukan kembali 5 abdominal


ww

thrust sampai sumbatan berhasil keluar atau penderita


//w

tidak sadarkan diri.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1171 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
Gambar 162. Abdominal thrust

86
s11
Analisis

ke
a. Gejala sumbatan jalan napas oleh benda asing:

en
1) Kejadiannya terlihat.

7m
2) Batuk atau tersedak. 10
3) Onset mendadak.
k0

4) Riwayat sebelumnya bermain atau makan suatu objek yang


r-h

kecil.
mo

5) Penderita dapat terlihat memegang leher atau dadanya


-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Gambar 163. Gejala sumbatan jalan napas


na
lya

b. Korban mengalami sumbatan total atau parsial masih dapat


mu

bernapas dengan kondisi korban yang makin memburuk,


seperti menjadi sianosis, lemah atau tidak lagi batuk.
na

c. Pada ibu hamil atau orang gemuk letakkan di tulang dada-xifoid


.ai
ww

dan lakukan hentakan dada (chest trust).


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1172 -

Referensi

l
tm
a. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Buku

g.h
panduan bantuan hidup jantung dasar BCLS Indonesia. Jakarta:
PP PERKI, 2012.

tan
b. University of Utah. Basic life support [internet]. 2014 [cited 2014

n
-te
march 24]. Available from:

22
http://www.cc.utah.edu/~mda9899/index.htm

20
c. Nolan JP (ed). Resuscitation guideline 2010. London:

86
resuscitation council UK, 2010.

s11
d. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan
Reanimasi. Jakarta: Penerbit Indeks, 2010.

ke
en
7m
Bedah Minor
17. Anestesi (Infiltrasi, Blok Saraf Lokal, Topikal)
10
Tingkat Keterampilan: 4A
k0

Tujuan: mampu melakukan anestesi sesuai kompetensi dokter di


r-h

pelayanan primer.
mo

Alat dan Bahan


-no

a. Disinfektan (povidon iodine)


mk

b. Spray ethyl chloride


c. Spuit 2 cc dan 5 cc
6/k

d. Jarum aspirasi untuk obat anestesi


2/0

e. Jarum halus untuk infiltrasi


02

f. Deksametason 5 mg = 1 ml IV
z/2

g. Epinefrin 1 mg = 1ml, 0,3 ml IM


.xy
na

Teknik Tindakan
lya

a. Anestesi infiltrasi
1) Tanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat anestesi
mu

2) Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya


na

3) Minta pasien untuk berbaring


.ai

4) Pilihlah obat untuk anestesi (lidokain 0,5-1% dengan atau


ww

tanpa epinefrin)
//w

5) Aspirasi obat anestesi, tergantung tempat yang akan di


ps:

anestesi dan banyaknya cairan yang akan diambil (5-10 ml)


6) Disinfeksi area yang akan di injeksi
htt

7) Gunakan spuit jarum halus untuk melakukan infiltrasi

jdih.kemkes.go.id
- 1173 -

8) Posisikan jarum di tempat yang akan dimasuki (untuk luka

l
tm
di ujung luka dan segaris dengan axis longitudinalnya,

g.h
untuk tumor kecil atau lesi kulit di kedua sisi area yang
akan diangkat, di luar tumor)

tan
9) Konfirmasi dengan aspirasi bahwa jarum tidak masuk ke

n
-te
vena

22
10) Buat depot subkutan dari anestesi lokal dengan injeksi

20
secara perlahan (tarik kembali jarum secara perlahan).

86
Pertama injeksi area kutan, lalu injeksikan di tempat yang

s11
lebih dalam. Untuk eksisi atau batas jahitan luka, depot
subkutan harus dibuat di jaringan subkutis di batas luka.

ke
Untuk eksisi tumor, injeksi harus dilakukan di sekitar kulit

en
7m
yang akan di eksisi dengan bentuk diamond (blok area).
Depot juga dibuat di bawah tumor dan kmembuatnya
10
makin terlihat ke atas.
k0

11) Observasi pasien untuk alergi atau reaksi keracunan saat


r-h

memasukkan obat anestesi.


mo

12) Tunggu sampai semua stimulus nyeri yang diberikan


-no

teranestesi sebelum memulai tindakan operasi.


mk

b. Blok Saraf Lokal (metode Oberst)


1) Tanya pasien tentang riwayat alergi terhadap iodin atau
6/k

anestesi lokal
2/0

2) Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan


02

prosedurnya
z/2

3) Minta pasien untuk berbaring


.xy

4) Aspirasi 2 ml anestesi lokal


na

5) Disinfeksi area yang akan diinjeksi


lya

6) Jalan masuk jarum halus adalah dorsal ke satu sisi ke


dasar falang, distal dari sendi metakarpofalangeal atau
mu

sendi metatarsophalangeal.
na

7) Arah dimana jarum diinjeksi adalah dari dorsal menuju ke


.ai

palmar atau plantar.


ww

8) Infiltrasi dilakukan dengan injeksi 0,5 ml sejajar dengan


//w

cabang saraf sensori. Injeksi perlahan untuk memastikan


ps:

bahwa tidak ada ketegangan yang berlebihan di jaringan


sekitarnya.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1174 -

9) Masukkan jarum lebih ke dalam ke arah volar dan

l
tm
injeksikan di tempat cabang saraf sensori volar lagi

g.h
anestesi lokal sebanyak 0,5 ml
10) Tarik jarum ke titik tepat di bawah kulit

tan
11) Dengan menggunakan titik masuk original, masukkan

n
-te
jarum ke arah dorsal dari falang, di bawah kulit, melewati

22
sisi sebelahnya dari jari tangan atau jari kaki dan buat

20
depot subkutan sebanyak 0,5 ml setinggi titik masuk

86
kedua

s11
12) Berikan anestesi menurut langkah 6-9 di nervus sensorik
dorsal dan volar di sisi kontralateral dari falang

ke
13) Tunggu 5-10 menit sampai anestesi menghasilkan efek

en
7m
c. Anestesi topikal
Tujuan 10
Pemberian terapi anestesi topikal untuk berbagai indikasi
k0

sebagai alternatif anestesi injeksi.


r-h

Teknik Tindakan
mo

1) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan. Jelaskan


-no

mengenai tindakan yang akan dilakukan.


mk

2) Lakukan cuci tangan sebelum melakukan tindakan.


3) Berikan agen anestesi topikal sesuai indikasi.
6/k
2/0

Tabel 17. Agen anestesi topikal


02
z/2

Agen Konsentrasi Dosis Onset Durasi Kategori


.xy

Maksimum Kerja Kehamilan


na

Kulit yang
lya

intak
EMLA Lidokain 20 g/ 60-120 180 menit B (patch
mu

cream 2.5% 200cm2 menit belum


na

untuk usia diteliti


.ai

7-12 tahun untuk


ww

dan BB >20 kehamilan)


//w

kg
ps:

Lidokain 5% 420 cm2 (3 Maks 12 B


htt

Patch pcs) jam

jdih.kemkes.go.id
- 1175 -

l
tm
Pendingin < 1 sementara -

g.h
Ethyl kulit menit
chloride

tan
spray

n
-te
Membran

22
mukosa

20
Xylocain

86
• Gel Lidokain 2% 300 mg 2-5 15-45 B

s11
(dewasa), menit menit
• Cair Lidokain 5% 100 mg 1-2 15-20

ke
(anak) menit menit

en
7m
• Salep Lidokain 2 menit
2.5%, 5% 10
k0

Mata
r-h

Pantocain Tetracaine 50 mg 20 15-20 C


mo

sol. 0.5% (dewasa) detik menit


-no
mk

Analisis Tindakan/Perhatian
6/k

1) Spray ethyil chloride bisa berubah menjadi api ketika


disemprotkan jika kontak dengan api atau koagulasi
2/0

elektrik. Gunakan spray dengan memegangnya secara


02

vertikal, semprotkan di area yang akan dilakukan tindakan


z/2

sampai muncul lapisan-lapisan putih dan lakukan insisi


.xy

saat lapisan-lapisan putih tersebut masih terlihat.


na

2) Anestesi lokal dengan spray ethyil chloride digunakan


lya

terbatas hanya pada intervensi minor yang dapat dilakukan


mu

dengan cepat.
3) Pada anestesi infiltrasi jangan gunakan dosis melebihi
na

dosis maksimum.
.ai

4) Hindari injeksi intravena dan bersiap untuk rekasi alergi


ww

atau keracunan.
//w

5) Injeksikan secara perlahan untuk mengurangi nyeri yang


ps:

tidak perlu.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1176 -

6) Jika diperlukan injeksi dari satu, usahakan untuk

l
tm
memlakukan injeksi berikutnya di tempat yang sudah

g.h
teranestesi.

tan
Referensi

n
-te
a. Prof. Stapert J, Dr. Kunz M. Skills in Medicinie: Minor Surgery.

22
Mediview: Maastricht University, Netherlands, 2009, p 35-37.

20
b. Pfenninger JL, Fowler GC. Pfeningger & Fowler’s procedures for

86
primary care. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier, 2011; p. 59-63

s11
18. Jahit Luka

ke
Tingkat Keterampilan: 4A

en
7m
Tujuan: mampu melakukan tindakan anestesi sesuai kompetensi
dokter di pelayanan primer. 10
Alat dan Bahan
k0

a. Drape steril
r-h

b. Needle holder
mo

c. Pinset anatomis
-no

d. Pinset chirurgis
mk

e. Gunting operasi
f. 1 benang reabsorbable dengan jarum bulat (autraumatic
6/k

needle)untuk menjahit lapisan dalam


2/0

g. Benang non-reabsorbable dengan jarum lancip untuk menjahit


02

kulit
z/2

h. 10 Kain kassa steril 10 cm


.xy

i. Disinfektan
na

j. Anestesi lokal
lya

k. Material perban
l. Gunting perban
mu
na

Teknik Tindakan
.ai

Jahitan dasar
ww

a. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya


//w

b. Minta pasien untuk berbaring


ps:

c. Tanyakan riwayat alergi tentang obat anestesi atau iodine


d. Tempatkan cahaya ke area luka yang akan dijahit
htt

e. Disinfeki luka dan area-area disekitarnya

jdih.kemkes.go.id
- 1177 -

f. Cuci tangan 7 langkah dan pakai sarung tangan steril

l
tm
g. Tutup luka dengan drape steril

g.h
h. Berikan anestesi lokal atau blok saraf lokal dengan metode
oberst, tunggu sampai anestesi bekerja

tan
i. Taruh jarum bulat di bagian depan dari needle holder, kurang

n
-te
lebih jepit di setengah badan jarum

22
j. Pegang pinset chirurgis seperti memegang pensil dengan satu

20
tangan. Tangan yang lainnya memegang needle holder yang tadi

86
sudah terpasang jarum

s11
k. Dengan menggunakan pinset, pegang ujung luka di tempat yang
terjauh untuk meminimalisasi kerusakan jaringan, bagian

ke
pinset yang memiliki satu gigi harus berada di tepi luka dan

en
7m
bagian dengan dua gigi harus berada di kulit
l. Posisikan jarum tegak lurus terhadap kulit kurang lebih 0,5 cm
10
dari tepi luka dan masukkan ke dalam kulit
k0

m. Dengan pergerakan tangan supinasi, bawa jarum menuju tepi


r-h

luka dengan gerakan seperti busur panah, mirip dengan


mo

lekukan jarum. Untuk luka yang tidak melampaui kutis dan


-no

tidak ada ketegangan di tepi lukanya, langsung saja melangkah


mk

ke langkah 18. Untuk luka yang dalam, langkah penjahitan ada


2 langkah (buat jahitan dari tepi luka ke tengah luka, lalu
6/k

pindahkan needle holder ke ujung jarum yang telah melewati


2/0

tepi luka dan lanjutkan dari tepi luka yang berlawanan hingga
02

keluar ke tepi luka)


z/2

n. Buka needle holder dan tarik jarum menuju ke luka


.xy

o. Tarik jarum melalui kulit dan keluar dari luka dalam jalur
na

melengkung
lya

p. Reposisi jarum di posisi yang benar di needle holder


q. Tarik benang melalui kulit, tinggalkan panjang yang cukup
mu

untuk nanti dijahit (sekitar 2 cm jika diikat dengan needle


na

holder atau 10 cm jika diikat dengan tangan)


.ai

r. Dengan menggunakan pinset, pegang ujung luka yang paling


ww

dekat dengan kita dan putar batas luka ke arah luar


//w

s. Dengan pergerakan melengkung, masukkan jarum ke batas


ps:

luka dan bawa sedalam mungkin sampai ke dasar luka dan


bawa kembali ke atas sampai ujung jarum terlihat menembus
htt

kulit

jdih.kemkes.go.id
- 1178 -

t. Buka needle holder saat berdekatan dengan luka dan gunakan

l
tm
untuk memegang kembali jarum di bagian luar dari kulit

g.h
u. Tarik jarum dengan bentuk melengkung melalui kulit dengan
menggunakan pinset untuk memfiksasi titik keluar jarum di

tan
luka

n
-te
v. Dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, pegang jarum

22
dengan aman dan hati-hati, lalu buka needle holder

20
w. Ikat benang menjadi simpul dengan bantuan needle holder

86
s11
Jahitan donati
a. Tetapkan titik pertama masuk 1 cm dari batas luka dan

ke
menembus seluruh kutis

en
7m
b. Jahit dalam 2 langkah dan keluar di batas luka yang
berlawanan, simetris dari jahitan pertama
10
c. Buat titik masuk kedua di sisi yang sama dari tempat keluar
k0

benang yang terakhir, dekat dengan batas luka tetapi masuk


r-h

superfisial( ± 1 mm dalamnya) melalui kulit


mo

d. Masuk ke batas luka yang berlawanan secara intrakutan dan


-no

munculkan lagi jarum di dekat tepi luka


mk

e. Buat simpul di atas titik masuk yang pertama


6/k

Jahitan intrakutan
2/0

a. Tetapkan titik masuk pertama bersama dengan ekstensi luka ±


02

1 cm dari permulaan luka


z/2

b. Bubuhkan benang ke kulit dengan mengikat jahitan di ujung


.xy

c. Masukkan jarum di ujung luka


na

d. Masukkan jarum secara intrakutan di salah satu batas luka


lya

e. Keluarkan intrakutan dan masukkan lagi intrakutan di batas


luka yang berlawanan arah
mu

f. Lakukan terus seperti ini (zig-zag) sampai mencapai ujung dari


na

luka
.ai

g. Titik keluar yang terakhir harus bersama dengan penarikkan


ww

seleuruh garis luka hingga tepi satu bertemunya dengan tepi


//w

lainnya
ps:

h. Bubuhkan kembali jahitan di ujung lukanya dan ikat


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1179 -

Analisis Hasil Tindakan

l
tm
a. Jarum jahitan terbuat dari material yang dapat diabsorbsi dan

g.h
yang tidak diabsorbsi
b. Kedua kategori tersebut mengandung monofilamen dan

tan
multifilamen

n
-te
c. Ketebalan benang : 6 – 5 – 4 – 3 – 2 – 1 – 0 – 00 – 000 – 0000 –

22
00000 – 000000 (diameter dalam 0, dimana semakin tinggi

20
angka semakin tipis)

86
d. Dalam praktek sehari-hari 3/0 atau 4/0 digunakan untuk

s11
jahitan simpel (5/0 digunakan untuk bagian wajah), 3/0 yang
reabsorbable digunakan untuk subkutan

ke
e. Dalam memilih benang jahitan harus memikirkan beberapa

en
7m
aspek sebagai berikut:
1) Kekuatan regangan 10
2) Keamanan simpul
k0

3) Reaksi jaringan
r-h

4) Aksi kapiler
mo

5) Reaksi alergi
-no

f. Jahitan intrakutan harus memenuhi kriteria


mk

1) Tidak ada tarikan di batas luka


2) Kondisi luka harus aman dari kontaminasi
6/k

3) Ujung-ujung luka harus lurus


2/0
02

Referensi
z/2

Prof. Stapert J, Dr. Kunz M. Skills in Medicinie: Minor Surgery.


.xy

Mediview: Maastricht University, Netherlands, 2009, p 15, p 41-47


na
lya

19. Pemberian Analgesik


Tingkat Keterampilan: 4A
mu

Tujuan: Untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri yang dialami


na

pasien.
.ai

Alat dan Bahan: Obat analgesik


ww
//w

Pemilihan Obat-obatan Analgetik dan Dosis


ps:

a. Pemilihan obat-obatan analgetik harus berdasarkan keluhan


utama pasien dan mengikuti 3 langkah pendekatan manajemen
htt

nyeri berdasarkan WHO.

jdih.kemkes.go.id
- 1180 -

1) Nyeri Ringan: ASA, parasetamol, atau OAINS.

l
tm
2) Nyeri Sedang: Opioid lemah, OAINS, atau parasetamol.

g.h
a) Codeine
b) Kombinasi codeine-parasetamol.

tan
c) Tramadol

n
-te
3) Nyeri Berat: OAINS sampai dengan opioid kuat.

22
a) Kerja panjang: Fentanil transdermal, metadon

20
b) Kerja pendek: morfin, hydromophone, meperidine.

86
b. Nyeri ringan umumnya diberikan secara per oral, nyeri sedang

s11
dan berat dapat dipertimbangkan pemberian intramuscular
atau intra vena.

ke
c. Pasien yang mengeluhkan nyeri yang terus menerus sebaiknya

en
7m
menerima analgesia rutin dibandingkan dengan bila diperlukan.
d. Pasien yang mengeluhkan nyeri
10 hilang timbul sebaiknya
menerima obat-obatan analgesia hanya bila diperlukan.
k0

e. Pasien yang menerima infus opioid parenteral berkelanjutan


r-h

sebaiknya diberikan opioid parenteral kerja singkat jika timbul


mo

nyeri baru.
-no

f. Berikan hanya 1 kombinasi opioid-OAINS pada satu waktu.


mk

g. Opioid kerja singkat atau kombinasi opioid-OAINS diresepkan


sesuai kebutuhan dan harus diresepkan dengan interval dosis
6/k

tidak lebih dari tiap 4 jam.


2/0

h. Regimen pelindung lambung yang seusuai harus diberikan pada


02

semua pasien yang mendapatkan pengobatan analgesik opioid.


z/2
.xy

Referensi
na

a. American pain society quality of care committee. Quality


lya

improvement guidelines for the treatment of acute pain and cancer


pain. JAMA,1995: 273 (23); p.1874-1880.
mu

b. Acute pain management guideline panel. Acute pain


na

management: operative or medical procedures and trauma clinical


.ai

practice guideline. AHCPR publication No. 92-0032. Rockville


ww

MD. Agency for health care policy and research, US department


//w

of health and human services, public health service, 1992.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1181 -

20. Sirkumsisi

l
tm
Tingkat Keterampilan: 4A

g.h
Tujuan: Melakukan prosedur sirkumsisi untuk pria
Alat dan Bahan

tan
a. Spuit 3 cc

n
-te
b. Lidokain ampul

22
c. Klem hemostat (3 buah): 1 buah hemostat lurus, 2 buah

20
hemostat bengkok

86
d. Gunting jaringan

s11
e. Needle holder
f. Scalpel no.15

ke
g. Benang catgut

en
7m
h. Duk steril
i. Sarung tangan steril 10
j. Larutan iodium
k0

k. Alkohol 70%
r-h

l. Kassa steril
mo

m. Bengkok
-no

n. Kom
mk

Prosedur Tindakan
6/k

a. Persiapkan alat dan bahan.


2/0

b. Jelaskan jenis dan prosedur tindakan yang akan dilakukan.


02

c. Minta pasien berbaring di meja periksa.


z/2

d. Bersihkan penis dengan air sabun. Pada pasien dewasa, cukur


.xy

rambut di sekitar penis.


na

e. Operator mencuci tangan.


lya

f. Menggunakan APD, posisi operator di sebelah kiri pasien.


g. Melakukan aseptik dan antiseptik pada penis dan sekitarnya
mu

secara sentrifugal dengan penis sebagai pusat.


na

h. Pasang doek berlubang steril.


.ai

i. Lakukan tindakan anestesi blok pada pangkal penis di bagian


ww

dorsal yang memblok nervus dorsalis penis. Tusukkan jarum


//w

pada pangkal penis di sebelah dorsal tegak lurus terhadap


ps:

batang penis, hingga terasa sensasi seperti menembus kertas.


Pada saat itu jarum telah menembus fascia Buck tempat nervus
htt

dorsalis penis berada dibawahnya. Tanda lain jarum sudah

jdih.kemkes.go.id
- 1182 -

menembus fascia Buck adalah jika jarum ditarik ke atas, penis

l
tm
terangkat dan bila obat disuntikkan tidak terjadi edema.

g.h
Kemudian miringkan jarum ke sisi batang penis.
j. Lakukan aspirasi, bila jarum tidak masuk ke pembuluh darah,

tan
suntikkan zat anestesi sebanyak 1-2 cc, lalu pindahkan ke sisi

n
-te
lainnya suntikkan kembali zat anestesi seperti sebelumnya.

22
k. Tambahkan anestesi infiltrasi pada daerah frenulum. Lakukan

20
pijatan pada daerah bekas suntikan agar obat tersebar.

86
l. Tunggu kurang lebih 5 menit, lepaskan perlekatan prepusium

s11
(bila ada) secara perlahan.
m. Yakinkan anestesi sudah bekerja dengan penjepit prepusium

ke
tampa memberi tahu pasien.

en
7m
n. Bila anestesi telah bekerja, tindakan sirkumsisi dapat
dilakukan. 10
Teknik Sirkumsisi
k0

a. Operasi Klasik (guillotine)


r-h

1) Jepit prepusium dengan klem Kocher pada jam 6 dan jam


mo

12.
-no

2) Kemudian jepit prepusium melinntang pada sumbu


mk

panjang penis, sedikit miring ke bawah (frenulum


dilebihkan).
6/k

3) Pastikan glans penis tidak terjepit, lalu prepusium dipotong


2/0

dengan pisau. Pemotongan dilakukan di sisi distal klem.


02

4) Perdarahan yang terjadi dirawat dengan klem dan diligasi.


z/2

5) Setelah perdarahan dihentikan, lakukan penjahitan


.xy

mukosa-kulit.
na

6) Arah penusukan jarum dilakukan dari mukosa ke kulit.


lya

Khusus untuk frenulum, gunakan jahitan berbentuk angka


8 atau 0. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan pembuluh
mu

darah pada frenulum terikat.


na

7) Jumlah jahitan disesuaikan dengan kondisi, agar luka


.ai

dijahit rapat dan kesembuhan berlangsung cepat.


ww

b. Operasi Dorsumsisi (Dorsal Slit Operation)


//w

1) Pasang klem Kocher pada jam 6, 11 dan jam 1.


ps:

2) Lakukan diseksi lurus dengan gunting. Lakukan


pemotongan preputium sejajar dengan sumbu panjang
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1183 -

penis ke arah sulkus koronarius glandis hingga ¼ sampai

l
tm
½ cm dari bagian distal sulkus koronarius glandis.

g.h
3) Jahit mukosa-kulit pada jam 12, simpul jangan dipotong
namun dijepit dengan klem arteri pean lurus sebagai teugel

tan
(kendali) untuk memudahkan tindakan selanjutnya.

n
-te
4) Lanjutkan pemotongan prepusium ke samping sejajar

22
sulkus koronariusglandis dengan jarak ¼ sampai ½ cm

20
sari distal sulkus koronarius glandis.

86
5) Perdarahan yang terjadi dirawat dengan klem mosquito dan

s11
diligasi dengan plain catgut.
6) Lakukan teugel pada jam 3, 9, dan jam 6 (frenulum).

ke
Khusus pada frenulum, jahitan teugel berbentuk angka 8

en
7m
atau 0.
7) Setelah yakin tidak ada
10 perdarahan yang belum
dihentikan, lakukan penjahitan mukosa-kulit secara
k0

terputus-putus dengan plai catgut.


r-h

c. Bersihkan luka dengan akuades atau NaCl 0,9%. Setelah bersih


mo

dari noda darah, cuci dengan alkohol 70%.


-no

d. Bubuhi luka dengan levertraan (salep minyak ikan), betadine,


mk

atau bioplacenton atau tutup dengan sofratulle, kemudian tutup


dengan kassa steril.
6/k

e. Kassa penutup dirapihkan dan di plester.


2/0

f. Pasien diberi antibiotika, analgesik dan roboransia.


02
z/2

Referensi
.xy

Karakata S, Bachsinar B. Bedah Minor. Hipokrates: Jakarta. 1996.


na

P151-154.
lya

21. Insisi Dan Drainase Abses


mu

Tingkat Keterampilan: 4A
na

Tujuan: mampu membersihkan dan mengangkat abses di jaringan


.ai

kulit
ww

Alat dan Bahan


//w

a. Gagang scalpel
ps:

b. Scalpel no 11
c. Disinfektan
htt

d. Spray ethyl chloride atau lidocain untuk injeksi perkutan

jdih.kemkes.go.id
- 1184 -

e. Drain

l
tm
f. Gelas obyek untuk menampung pus yang akan di kultur

g.h
g. NaCl 0.9 %
Teknik Pemeriksaan

tan
a. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan

n
-te
prosedurnya

22
b. Tanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat anestesi lokal

20
c. Cuci tangan 7 langkah dan memakai sarung tangan steril

86
d. Disinfeksi tempat abses berada dan jaringan kulit di sekitarnya

s11
dengan povidone iodine dengan putaran dari dalam ke luar
e. Tutupi area tempat abses dengan duk steril

ke
f. Berikan anestesi lokal menggunakan spray ethyl chloride atau

en
7m
infiltrasi area di dekat fluktuasi abses sedalam dermis
menggunakan jarum intrakutan 10
g. Setelah anestesi bekerja dan pasien tidak merasakan nyeri buat
k0

insisi di atas abses. Jangan buat insisi di tempat selain abses


r-h

tersebut (operasi minor membuat luka yang kecil). Buka abses


mo

lebar-lebar agar lubang tidak mudah tertutup


-no

h. Ambil bagian dari abses untuk membuat kultur


mk

i. Bersihkan abses dengan kasa steril atau cuci dengan NaCl.


Pasang drain atau ujung dari sarung tangan steril agar lubang
6/k

tidak tertutup selama abses masih memproduksi cairan.


2/0

j. Pasang perban yang dapat menyerap sisa pus.


02

k. Minta pasien untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang telah


z/2

di operasi atau pakaikan sling bila luka bekas operasi berada di


.xy

ekstremitas atas
na

l. Minta pasien ganti perban setiap kotor atau minimal 2x sehari.


lya

m. Cek luka bekas operasi dan angkat drain setelah tidak keluar
pus atau kira-kira setelah 2 hari.
mu

Analisis Hasil Pemeriksaan


na

a. Abses adalah akumulasi pus yang terdapat di kavitas yang baru


.ai

terbuat dan dikelilingi oleh dinding abses


ww

b. Abses dapat keluar dari kulit secara spontan, maka sebelum itu
//w

terjadi sebaiknya dilakukan insisi atau drainase abses


ps:

c. Abses seperti abses perianal, abses mastitis, karbunkel,


panaritium ossale atau tendineum dan hidradenitis supuratif
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1185 -

harus dirujuk ke spesialis karena anestesi tidak cukup dengan

l
tm
anestesi lokal saja

g.h
d. Saat sudah terbentuk abses lakukan insisi, pemberian
antibiotik hanya diberikan setelah keluar hasil kultur dan

tan
resistensi karena hanya akan menghambat respon imun yang

n
-te
menyebabkan abses bertambah besar

22
20
Referensi

86
Skills in Medicinie: Minor Surgery. Mediview: Maastricht University,

s11
Netherlands, 2009, p 31, 61

ke
22. Eksisi Tumor Jinak Kulit

en
7m
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: mampu mengangkat tumor jinak di jaringan kulit
10
Alat dan Bahan
k0

a. Pegangan scalpel
r-h

b. Scalpel no 11
mo

c. Pinset anatomis
-no

d. Pinset chirurgis
mk

e. Needle holder
f. Gunting lancip-lancip bengkok
6/k

g. Gunting lancip-tumpul
2/0

h. Benang jahit
02

i. Duk steril
z/2

j. Klem mosquito
.xy

k. Klem kocher
na

l. Retraktor
lya

Teknik Pemeriksaan
a. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan
mu

prosedurnya
na

b. Tanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap obat


.ai

anestesi lokal
ww

c. Tandai kulit yang akan dilakukan eksisi berbentuk elips dengan


//w

panjang : lebar = 3 : 1, disesuaikan dengan garis kulit


ps:

d. Cuci tangan 7 langkah dan memakai sarung tangan steril


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1186 -

e. Disinfeksi tempat yang akan dilakukan eksisi dan jaringan kulit

l
tm
di sekitarnya dengan povidone iodine dengan putaran dari

g.h
dalam ke luar
f. Tutupi area yang akan di eksisi dengan duk steril

tan
g. Berikan anestesi lokal menggunakan teknik blok area atau

n
-te
infiltrasi lokal disekitar batas eksisi

22
h. Setelah anestesi bekerja dan pasien tidak merasakan nyeri,

20
mulai lakukan tindakan

86
i. Taruh ibu jari dan jari telunjuk di sekitar kulit yang akan

s11
dieksisi untuk meregangkan kulit
j. Pegang scalpel tegak lurus dari kulit, buat sayatan elips sejalan

ke
dengan garis kulit tempat yang akan disayat.

en
7m
k. Mulai lakukan pemotongan dengan scalpel dan tahan agar tetap
tegak lurus terhadap kulit, potong dengan gerakan memutar
10
sesuai garis yang sudah ditandai
k0

l. Hindari jalur sayatan menyilang di ujung


r-h

m. Buatlah sayatan yang menembus hingga subkutan


mo

n. Dengan pinset chirurgis, pegang kulit pada tepi tumor tanpa


-no

menjepit keras jaringan dan lakukan eksisi, ambil bersama


mk

jaringan subkutan
o. Tandai spesimen dengan benang jahit untuk keperluan ahli
6/k

patologis. Atasi perdarahan dengan tekanan, jahit, atau


2/0

elektrokoagulasi
02

p. Jahit batas luka dengan benang jahit non-reabsorbable


z/2

Analisis Hasil Pemeriksaan


.xy

a. Eksisi adalah mengangkat jaringan tumor dengan cara dipotong.


na

b. Saat melakukan eksisi ada beberapa hal yang harus


lya

diperhatikan:
1) Garis sayatan harus mengikuti garis kulit (berbeda-beda
mu

sesuai tempat)
na

2) Garis sayatan untuk tumor intrakutan harus berbentuk


.ai

oval
ww

3) Garis sayatan untuk tumor subkutan berada di atas tumor


//w

4) Setiap tumor yang sudah di eksisi harus dikirim ke bagian


ps:

Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan.


c. Dokter di layanan primer sebaiknya tidak melakukan operasi
htt

untuk: eksisi ganglion, eksisi lipoma yang besar, eksisi kista

jdih.kemkes.go.id
- 1187 -

servikal medial dan lateral, eksisi tumor payudara dan operasi

l
tm
yang berhubungan dengan kaki dengan insufisien aliran darah.

g.h
Operasi tersebut harus dilakukan oleh spesialis untuk
mengurangi risiko komplikasi.

tan
Referensi

n
-te
Stapert J, Kunz M. Skills in Medicinie: Minor Surgery. Mediview:

22
Maastricht University, Netherlands, 2009, p 28-29, 55-56.

20
86
23. Perawatan Luka

s11
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: mampu membersihkan luka bersih maupun kotor dan

ke
menjaganya dari infeksi

en
7m
Alat dan Bahan
a. Material steril 10
1) Gagang scalpel
k0

2) Scalpel no 15
r-h

3) Pinset anatomis
mo

4) Pinset chirurgis
-no

5) Gunting lancip-lancip bengkok


mk

6) Gunting lancip-tumpul
7) Drape steril
6/k

8) 2 Klem mosquito
2/0

9) Klem kocher
02

10) Spuit 10 cc untuk irigasi


z/2

11) Spuit 2 atau 5 cc untuk infiltrasi


.xy

12) 2 retraktor
na

13) NaCl 0.9%


lya

b. Materal tidak steril


1) Disinfektan
mu

2) Anestesi lokal
na

3) Larutan untuk irigasi


.ai

4) Material untuk perban dan plester


ww

5) Gunting untuk perban


//w

Teknik Pemeriksaan
ps:

a. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan


prosedurnya
htt

b. Tanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat anestesi lokal

jdih.kemkes.go.id
- 1188 -

c. Nyalakan lampu dan pusatkan di tempat luka

l
tm
d. Bersihkan daerah di sekitar luka dengan sabun dan air (bukan

g.h
di tempat luka!) dan cukur rambut bila diperlukan
e. Cuci tangan 7 langkah dan memakai hand scoen steril

tan
f. Disinfeksi luka dan area disekitarnya dengan povidone iodine

n
-te
g. Tutup luka dengan drape steril

22
h. Lakukan anestesi infiltrasi di sekitar yang luka

20
i. Setelah anestesi bekerja dan pasien tidak merasakan nyeri, cuci

86
luka dengan larutan NaCl

s11
j. Inspeksi dasar luka dan bersihkan semua benda asing dengan
pinset

ke
k. Debridement: eksisi jaringan yang mati dan batas luka yang

en
7m
iregular. Untuk luka di bagian wajah lakukan dengan sangat
hati-hati. Eksisi batas luka dengan vaskularisasi yang tinggi
10
tidak terlalu diperlukan
k0

l. Tutup luka, kecuali jika ada alasan untuk tidak menutupnya.


r-h

Paling tidak tutup dengan perban yang basah


mo

m. Pasang perban yang dibasahi NaCl 0.9%menutupi luka dan


-no

perban yang menekan luka jika diperlukan


mk

n. Berikan profilaksis anti tetanus


o. Jelaskan kepada pasien komplikasi yang mungkin akan terjadi
6/k

dan minta pasien agar luka tetap bersih dengan mengganti


2/0

perban bila kotor atau minimal 2x/hari


02

Analisis Hasil Pemeriksaan


z/2

a. Saat pemeriksaan awal tentukan:


.xy

1) Kondisi pasien secara umum


na

2) Luasnya luka
lya

3) Derajat kontaminasinya
4) Derajat kerusakan jaringannya
mu

5) Kerusakan struktur dalam (di bawah kulit)


na

b. Luka dengan tipe yang sama dengan kontaminasi atau lebih


.ai

lama dari 6 jam bisa ditangani dengan debridement, luka


ww

dibiarkan terbuka. Penanganan luka primer yang tertunda


//w

dapat dilakukan setalah 4-6 hari ( tolong periksa rujukan


ps:

kalimat aneh dan kontradiktif)


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1189 -

c. Luka dengan kerusakan jaringan yang sedikit dan kontaminasi

l
tm
yang kecil dapat ditata laksana dengan penanganan luka primer

g.h
dan debridement
d. Luka dengan kerusakan jaringan yang banyak, adanya struktur

tan
lebih dalam yang terkontaminasi atau area kosmetik yang

n
-te
penting harus ditangani oleh spesialis

22
Setelah luka ditutup dengan perban, perban dapat diangkat setelah

20
4 hari. Perban dengan tekanan harus diangkat dalam 24 jam.

86
s11
Referensi
Stapert J, Kunz M. Skills in Medicinie: Minor Surgery. Mediview:

ke
Maastricht University, Netherlands, 2009, p 26-27, 38-39

en
24. EKSTRAKSI KUKU
7m
10
Tingkat Keterampilan 4A
k0

Tujuan: mampu mengangkat kuku yang tumbuh ke arah dalam


r-h

Alat dan Bahan


mo

a. Pegangan scalpel
-no

b. Scalpel no 10
mk

c. Pinset anatomis
d. Pinset chirurgis
6/k

e. Needle holder
2/0

f. Gunting lancip-lancip bengkok (bila diperlukan)


02

g. Gunting lancip-tumpul (bila diperlukan)


z/2

h. Benang jahit (bila diperlukan)


.xy

i. Drape steril (bila diperlukan)


na

j. Klem mosquito
lya

k. Klem kocher
Teknik Pemeriksaan
mu

a. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan


na

prosedurnya
.ai

b. Pada tindakan ada 3 pilihan terapi, tergantung dengan


ww

kesembuhan pada setiap tahap:


//w

1) Tahap 1
ps:

a) Rawat paronikia secara konservatif dengan soda baths.


b) Kurangi tekanan pada kuku dengan mengisi alur pada
htt

lengkungan kuku dengan kasa kecil atau kapas.

jdih.kemkes.go.id
- 1190 -

c) Lakukan seperti ini dalam 3 bulan.

l
tm
2) Tahap 2

g.h
a) Ekstraksi kuku dan pada tahap berikutnya, eksisi
bagian yang ada pus untuk mengeluarkan pus atau,

tan
b) Ekstraksi kuku parsial diikuti dab dengan phenol 80%

n
-te
dalam air dan dicuci dengan alkohol 70%.

22
3) Tahap 3

20
Ekstraksi kuku parsial diikuti dab dengan phenol 80%

86
dalam air dan dicuci dengan alkohol 70%.

s11
c. Eksisi bagian yang ada pus untuk mengeluarkan pus.
Analisis Hasil Pemeriksaan

ke
a. Penyebab kuku yang tumbuh ke dalam sering karena perawatan

en
7m
kuku yang tidak benar
1) Ujung dari kuku dipotong terlalu pendek
10
2) Tekanan lokal akibat sepatu yang sempit
k0

3) Hiperhidrosis juga menyebabkan kuku tumbuh ke arah


r-h

dalam
mo

b. Ada 3 stadium:
-no

1) Kemerahan dengan nyeri di ujung kuku (paronikia)


mk

2) Adanya pus yang muncul di bawah kuku


3) Timbulnya jaringan granulasi di dinding kuku (granuloma)
6/k

c. Pengobatan dengan phenol kontraindikasi untuk pasien dengan


2/0

sirkulasi perifer yang buruk


02
z/2

Referensi
.xy

Stapert J, Kunz M. Skills in Medicinie: Minor Surgery. Mediview:


na

Maastricht University, Netherlands, 2009, p 33-34


lya

25. Kompres Terbuka Dan Tertutup


mu

Tingkat Keterampilan: 4A
na

Tujuan: Mampu melakukan kompres terbuka maupun tertutup pada


.ai

kulit
ww

Alat dan Bahan: -


//w

Teknik Tindakan
ps:

Kompres terbuka
a. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan
htt

prosedurnya

jdih.kemkes.go.id
- 1191 -

b. Siapkan kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak

l
tm
terlalu tebal (maksimal 3-4 lapis)

g.h
c. Cuci tangan 7 langkah sebelum memulai tindakan
d. Balutan jangan terlalu ketat dan tidak perlu steril. Jangan

tan
menggunakan kapas karena lekat dan menghambat penguapan

n
-te
e. Kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, diperas lalu

22
dibalutkan dan didiamkan, biasanya sehari dua kali selama

20
maksimal 30 menit

86
f. Hendaknya jangan sampai terjadi maserasi. Bila kasa kering

s11
sebelum 30 menit dapat dibasahkan lagi
g. Daerah yang dikompres luasnya 1/3 bagian tubuh agar tidak

ke
terjadi pendinginan

en
7m
Kompres tertutup
a. Prinsip hampir sama dengan kompres terbuka
10
b. Digunakan pembalut tebal dan ditutup dengan bahan
k0

impermeabel, misalnya selofan atau plastik.


r-h

Analisis Hasil Pemeriksaan


mo

a. Kompres termasuk dalam bahan dasar (vehikulum) solusio


-no

sebagai pengobatan topikal


mk

b. Hasil pengobatan yang diinginkan adalah keadaan yang basah


menjadi kering, permukaan menjadi bersih sehingga
6/k

mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses


2/0

epitelisasi
02

c. Prinsip pengobatan: membersihkan kulit yang sakit dari debris


z/2

(pus, krusta dan sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang


.xy

pernah dipakai
na

d. Berguna untuk menghilangkan gejala: rasa gatal, rasa terbakar,


lya

parestesi oleh bermacam-macam dermatosis


e. Bahan aktif yang biasa dipakai adalah larutan NaCl 0.9%,
mu

antiseptik, air bersih.


na
.ai

Referensi
ww

Hamzah M, Djuanda A, Aisah S, et al. Ilmu Penyakit Kulit dan


//w

Kelamin. Edisi V. FKUI, Jakarta, 2007, hal 342-343


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1192 -

26. Bebat Kompresi Pada Vena Varikosum

l
tm
Tingkat Keterampilan: 4A

g.h
Tujuan: mampu melakukan bebat kompresi pada varises.
Alat dan Bahan: Perban elastik

tan
Teknik Pemeriksaan

n
-te
Prinsip terapi kompresi harus:

22
a. Meluas dari alas kaki atau jari ke tuberositas tibia

20
b. Menggunakan kompresi yang cukup

86
c. Tekanan menurun, dari ankle ke arah betis

s11
d. Tekanan yang sama sepanjang kontur anatomis tungkai
e. Memelihara tekanan tetap sama hingga bebat diganti

ke
f. Memelihara tungkai pada posisi awal selama pemakaian terapi

en
7m
g. Tidak menyebabkan iritasi juga alergi
h. Nyaman 10
Analisis Hasil Pemeriksaan
k0

a. Terapi kompresi dengan perban elastik adalah terapi dasar


r-h

untuk insufisiensi vena kronis


mo

b. Cara ini berfungsi sebagai katup vena yang membantu pompa


-no

otot betis untuk mencegah kembalinya aliran darah vena,


mk

edema kaki dan bocornya fibrin sehingga mencegah pembesaran


vena lebih lanjut
6/k

c. Pemakaiannya harus tepat dari telapak kaki sampai bawah


2/0

lutut dengan kompresi sekitar 30-40 mmHg


02
z/2

Referensi
.xy

Sjamsuhidajat R, dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. EGC: Jakarta.


na

2007. Hal 582-585.


lya

Keterampilan Prosedural Lain


mu

27. Peresepan Rasional


na

Tingkat Kompetensi: 4A
.ai

Tujuan: Melakukan langkah peresepan yang rasional


ww

Alat dan bahan: -


//w

Teknik Tindakan
ps:

a. Menentukan masalah pasien


Pemeriksa menetapkan diagnosis kerja pada pasien yaitu
htt

berangkat dari keluhan utama, dilanjutkan dengan anamnesis

jdih.kemkes.go.id
- 1193 -

yang dalam, pemeriksaan fisik serta, pemeriksaan penunjang

l
tm
untuk menegakkan diagnosis setepat mungkin.

g.h
b. Menentukan tujuan pemberian obat
Setelah diagnosis kerja ditegakkan, pemeriksa menentukan apa

tan
yang perlu ditangani dengan obat.

n
-te
c. Memilih obat yang sesuai dengan tujuan pengobatan

22
Apabila pemeriksa sudah menentukan terapi tertentu yang

20
paling efektif, cocok, aman dan murah untuk satu jenis

86
penyakit, nilai kembali apakah obat tersebut cocok untuk

s11
pasien yang dihadapi. Apakah pada kasus dan kondisi pasien
ini obat yang akan diberikan juga efektif dan aman?

ke
d. Memulai terapi

en
7m
Sebelum memberikan obat, pemeriksa harus memberikan
penjelasan mengapa pengobatan tersebut penting. Gunakanlah
10
bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien.
k0

e. Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan


r-h

Berikan juga informasi mengenai obat yang diberikan, cara


mo

pakai obat, efek obat, efek samping yang mungkin terjadi,


-no

interaksi obat dengan makanan atau obat lain dan lamanya


mk

minum obat serta informasi dan peringatan penting lainnya.


Setelah memberikan penjelasan, tanyakan kembali apakah
6/k

pasien sudah mengerti mengenai penjelasan yang diberikan.


2/0

Minta pasien untuk mengulang informasi yang penting.


02

f. Memonitor (menghentikan terapi)


z/2

Apabila pasien tidak berkunjung kembali, kemungkinan


.xy

kondisinya sudah membaik. Tetapi terdapat tiga kemungkinan


na

lain tentang hasil pengobatan:


lya

1) obat tidak efektif


2) obat tidak aman bagi pasien tersebut, misalnya karena efek
mu

samping yang mengganggu


na

3) obat tidak cocok atau menyusahkan pasien tersebut,


.ai

misalnya jadwal minum obat yang sulit diikuti atau rasa


ww

obat yang tidak enak.


//w

Apabila gejala terus berlanjut, pemeriksa perlu menilai kembali


ps:

sudahkah semua langkah di atas dikerjakan dengan benar? Apakah


diagnosisnya sudah benar, pilihan obatnya sudah benar, dan
htt

monitoring terapi yang diberikan sudah benar?

jdih.kemkes.go.id
- 1194 -

Referensi

l
tm
Guide to good prescribing – a practical manual [Internet]. 1994 [cited

g.h
2014 Mei 2]. Available from:
http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jwhozip23e/1.html

n tan
-te
28. Pungsi Vena Pada Dewasa

22
Tingkat Pemeriksaan: 4A

20
Tujuan: mampu melakukan pengambilan darah di pembuluh vena

86
Alat dan Bahan

s11
a. Spuit disposable 10 ml
b. Tabung plastik 1 ml untuk pemeriksaan Hb

ke
c. Torniquet (alat ikat pembendungan)

en
7m
d. Microtube (tabung mikro) 1 ml untuk menyimpan serum
e. Kotak pendingin untuk membawa darah dan serum
10
f. Antikoagulan EDTA
k0

g. Kapas alkohol 70%


r-h

h. Air bebas ion dan larutan HNO3


mo
-no

Teknik Tindakan
mk

a. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya


b. Cuci tangan 7 langkah
6/k

c. Bersihkan kulit diatas lokasi tusuk dengan alkohol 70% dengan


2/0

cara berputar dari dalam keluar dan biarkan sampai kering.


02

d. Lokasi penusukan harus bebas dari luka dan bekas


z/2

luka/sikatrik.
.xy

e. Bila sisi yang akan diambil darah ada infus, ambil sisi
na

sebelahnya untuk diambil darah


lya

f. Darah diambil dari vena mediana cubiti pada lipat siku.


g. Pasang ikatan pembendungan (Torniquet) pada lengan atas dan
mu

pasien diminta untuk mengepal dan membuka telapak tangan


na

berulang kali agar vena jelas terlihat.


.ai

h. Spuit disiapkan dengan memeriksa jarum dan penutupnya.


ww

i. Setelah itu vena mediana cubiti ditusuk dengan posisi sudut 45


//w

derajat dengan jarum menghadap keatas.


ps:

j. Darah dibiarkan mengalir kedalam jarum kemudian jarum


diputar menghadap ke bawah. Agar aliran bebas responden
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1195 -

diminta untuk membuka kepalan tangannya, darah kemudian

l
tm
dihisap sebanyak 10 ml.

g.h
k. Torniquet dilepas, kemudian jarum ditarik dengan tetap
menekan lubang penusukan dengan kapas alkohol (agar tidak

tan
sakit).

n
-te
l. Tempat bekas penusukan ditekan dengan kapas alkohol sampai

22
tidak keluar darah lagi.

20
m. Setelah itu bekas tusukan ditutup dengan plester.

86
Analisis Tindakan

s11
Pengambilan spesimen tidak boleh dilakukan pada vena-vena yang
melebar (varises)

ke
Darah yang diperoleh pada varises tidak menggambarkan biokimiawi

en
7m
tubuh yang sebenarnya karena darah yang diperoleh adalah darah
yang mengalami stasis. 10
k0

Referensi
r-h

Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Saku Keterampilan dan Prosedur


mo

Dasar. Edisi 5. Jakarta: EGC. 2005.


-no
mk

29. Injeksi Intramuskular, Intravena Dan Subkutan


a. Injeksi Intramuskular
6/k

Tingkat Keterampilan: 4A
2/0

Tujuan: mampu melakukan injeksi intramuskular dengan baik


02

Persiapan alat
z/2

1) Spuit 3 cc
.xy

2) Spuit 5 cc
na

3) Kapas alkohol
lya

4) Obat injeksi yang akan disuntikkan


5) Aquades
mu

6) Sarung tangan
na

Teknik Tindakan
.ai

1) Pastikan identitas pasien. Anda tidak mau menyuntikkan


ww

obat ke pasien yang salah dan jelaskan prosedur tindakan


//w

yang akan dilakukan


ps:

2) Siapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam


syringe.
htt

3) Tentukan tempat yang akan dilakukan injeksi

jdih.kemkes.go.id
- 1196 -

a) Daerah lengan atas (deltoid)

l
tm
b) Daerah dorsogluteal (gluteus maximus)

g.h
c) Daerah ventrogluteal (gluteus medius)
d) Daerah paha bagian luar (vastus lateralis)

tan
e) Daerah paha bagian depan (rectus femoris)

n
-te
4) Cuci tangan 7 langkah dan pakai sarung tangan

22
5) Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman, dan juga

20
mudah serta ideal bagi Anda untuk melakukan injeksi yang

86
diinginkan.

s11
6) Tentukan lokasi penyuntikan yang benar
7) Bersihkan kulit di atasnya dengan alkohol atau cairan

ke
desinfektan lain.

en
7m
8) Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan ibu
jari dan jari telunjuk) 10
9) Gunakan tangan non dominan untuk mengencangkan kulit
k0

di sekitar lokasi suntikan.


r-h

10) Masukkan jarum dengan sudut 90° sehingga menembus


mo

otot yang dicari. Gunakan pengetahuan anatomi Anda


-no

untuk memperkirakan kedalaman jarum.


mk

11) Lakukan aspirasi. Bila tidak ada darah, lanjutkan. Bila ada
darah, cabut jarum, ulangi prosedur.
6/k

12) Masukkan obat dengan perlahan (1 ml per 10 detik) sampai


2/0

dosis yang diinginkan tercapai.


02

13) Setelah usai, tarik jarum syringe. Tergantung jenis obat


z/2

yang dimasukkan, ada beberapa obat yang memerlukan


.xy

pemijatan ringan untuk membantu penyerapan, namun


na

ada pula yang tidak. Pahami secara menyeluruh obat yang


lya

Anda suntikkan, atau silahkan baca rekomendasi dari


pabrik pembuat obat.
mu

14) Pisahkan jarum dari syringe. Buang keduanya di tempat


na

sampah khusus sampah medis.


.ai

15) Periksa lokasi suntikan sekali lagi untuk memastikan


ww

bahwa tidak ada perdarahan, pembengkakan, atau reaksi-


//w

reaksi lain yang terjadi.


ps:

16) Catat dalam rekam medis pasien jenis obat yang


dimasukkan, jumlahnya, dan waktu pemberian
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1197 -

Analisis Tindakan

l
tm
1) Lokasi deltoid

g.h
a) Jumlah obat paling kecil antara 0,5-1 ml.
b) Jarum disuntikkan kurang lebih 2,5 cm di bawah

tan
tonjolan acromion.

n
-te
c) Organ penting yang mungkin terkena adalah A.

22
Brachialis atau N. Radialis. Hal ini terjadi apabila

20
menyuntik jauh lebih ke bawah daripada seharusnya.

86
d) Minta pasien untuk meletakkan tangannya di pinggul

s11
(seperti gaya seorang peragawati), dengan demikian
tonus ototnya akan berada kondisi yang mudah untuk

ke
disuntik dan dapat mengurangi nyeri.

en
7m
2) Lokasi gluteus maximus
a) Gambarlah garis imajiner
10 horizontal setinggi
pertengahan glutea kemudian buat dua garis imajiner
k0

vertikal yang memotong garis horizontal tadi pada


r-h

pertengahan pantat pada masing-masing sisi.


mo

Suntiklah di regio glutea pada kuadran lateral atas


-no

b) Hati-hati terhadap n.sciatus dan a.gluteus superior


mk

c) Volume suntikan ideal 2-4 ml. Minta pasien berbaring


ke samping dengan lutut sedikit fleksi
6/k

3) Lokasi gluteus medius


2/0

a) Letakkan tangan kanan Anda di pinggul kiri pasien


02

pada trochanter major (atau sebaliknya). Posisikan jari


z/2

telunjuk sehingga menyentuh SIAS. Kemudian


.xy

gerakkan jari tengah Anda sejauh mungkin menjauhi


na

jari telunjuk sepanjang crista iliaca. Maka jari telunjuk


lya

dan jari tengah Anda akan membentuk huruf V


b) Suntikan jarum di tengah-tengah huruf V, maka
mu

jarum akan menembus gluteus medius


na

c) Volume ideal antara lain 1-4 ml


.ai

4) Lokasi vastus lateralis


ww

a) Pada orang dewasa, m. vastus lateralis terletak pada


//w

sepertiga tengah paha bagian luar


ps:

b) Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di


atasnya perlu ditarik atau sedikit dicubit untuk
htt

membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.

jdih.kemkes.go.id
- 1198 -

c) Volume injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi antara

l
tm
1-3 ml)

g.h
5) Lokasi rectus femoris
a) Pada orang dewasa, m. rectus femoris terletak pada

tan
sepertiga tengah paha bagian depan.

n
-te
b) Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di

22
atasnya perlu ditarik atau sedikit dicubit untuk

20
membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.

86
c) Volume injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi antara

s11
1-3 ml).
d) Lokasi ini jarang digunakan, namun biasanya sangat

ke
penting untuk melakukan auto-injection, misalnya

en
7m
pasien dengan riwayat alergi berat biasanya
menggunakan tempat ini untuk menyuntikkan steroid
10
injeksi yang mereka bawa kemana-mana
k0
r-h

Referensi
mo

1) Torrance C. Intramuscular injection Part 1. Surgical Nurse.


-no

1989b. p 2, 5, 6-10.
mk

2) Torrance C. Intramuscular injection Part 2. Surgical Nurse.


1989a. p 2, 6, 24-27.
6/k
2/0

b. Injeksi Intravena
02

Teknik Pemeriksaan: 4A
z/2

Tujuan: mampu melakukan injeksi intravena dengan baik


.xy

Persiapan alat
na

1) Spuit 3 cc
lya

2) Spuit 5 cc
3) Kapas alkohol
mu

4) Obat injeksi yang akan disuntikkan


na

5) Aquades
.ai

6) Sarung tangan
ww

7) Torniket
//w

Teknik Tindakan
ps:

1) Pastikan identitas pasien. Anda tidak mau menyuntikkan


obat ke pasien yang salah dan jelaskan prosedur tindakan
htt

yang akan dilakukan.

jdih.kemkes.go.id
- 1199 -

2) Siapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam

l
tm
syringe.

g.h
3) Tentukan lokasi injeksi. Carilah vena perifer yang tampak
atau yang cukup besar sehingga akan memudahkan Anda

tan
untuk melakukan injeksi nantinya. Ada kalanya vena yang

n
-te
ideal tidak ada, dan kemudian akan tergantung kepada

22
keahlian dan pengalaman Anda untuk berhasil melakukan

20
injeksi.

86
4) Cuci tangan 7 langkah dan pakai sarung tangan.

s11
5) Pasang torniket di bagian proksimal dari lokasi injeksi.
6) Tentukan lokasi penyuntikan yang benar.

ke
7) Bersihkan kulit di atasnya dengan kapas alkohol.

en
7m
8) Suntikkan jarum dengan sudut sekitar 45 derajat atau
kurang ke dalam vena yang telah Anda tentukan. Jarum
10
mengarah ke arah proximal sehingga obat yang nanti
k0

disuntikkan tidak akan menyebabkan turbulensi ataupun


r-h

pengkristalan di lokasi suntikan.


mo

9) Lakukan aspirasi:
-no

a) Bila tidak ada darah, berarti perkiraan dokter salah.


mk

Beberapa institusi mengajarkan untuk terus berusaha


melakukan probing dan mencari venanya, selama
6/k

tidak terjadi hematom. Beberapa lagi menganjurkan


2/0

untuk langsung dicabut dan prosedur diulangi lagi.


02

b) Bila ada darah yang masuk, berwarna merah terang,


z/2

sedikit berbuih, dan memiliki tekanan, segera tarik


.xy

jarum dan langsung lakukan penekanan di bekas


na

lokasi injeksi tadi. Itu berarti Anda mengenai arteri.


lya

Walaupun ini jarang terjadi, karena kecuali Anda


menusuk dan melakukan probing terlalu dalam, Anda
mu

tetap harus tahu mengenai risiko ini.


na

c) Bila ada darah yang masuk, berwarna merah gelap,


.ai

dan tidak memiliki tekanan, itu adalah vena.


ww

Lanjutkan dengan langkah berikut.


//w

10) Lepaskan torniquet dengan hati-hati, jangan sampai


ps:

menggerakkan jarum yang sudah masuk dengan benar.


11) Suntikkan obat secara perlahan-lahan. Terkadang
htt

mengusap-usap vena di bagian proximal dari lokasi injeksi

jdih.kemkes.go.id
- 1200 -

dengan kapas alkohol dapat mengurangi nyeri selama

l
tm
memasukkan obat.

g.h
12) Setelah selesai, cabut jarum dan langsung lakukan
penekanan di bekas lokasi injeksi dengan kapas alkohol.

tan
Penekanan dilakukan kurang lebih 2-5 menit. Atau bisa

n
-te
juga Anda gunakan band-aid untuk menutupi luka

22
suntikan itu.

20
13) Buanglah syringe dan jarum di tempat sampah medis.

86
14) Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

s11
Analisis Tindakan
1) Teknik ini digunakan apabila kita ingin obat yang

ke
disuntikkan akan diabsorpsi oleh tubuh dengan pelan dan

en
7m
berdurasi panjang
2) Biasanya volume obat yang disuntikkan terbatas pada 1-2
10
ml per sekali suntik
k0

3) Saat akan menyuntik penting untuk mengetahui posisi


r-h

katup vena, karena bila terkena katup tersebut biasanya


mo

rusak secara permanen dan akan menyebabkan kolaps


-no

pada vena yang bersangkutan


mk

4) Cara mengetahui letak katup vena


a) Lakukan tekanan ke arah distal pada vena yang
6/k

bersangkutan
2/0

b) Ikuti tekanan itu dan nanti akan menemukan tempat


02

tertentu dimana darah yang didorong tidak datap


z/2

lewat lagi. Di tempat itulah terdapat katup vena


.xy
na

Referensi
lya

Springhouse Corporation Medication. Administration and IV


Therapy Manual. 2nd edition. Pennsylvania, Springhouse
mu

Corporation. 1993.
na
.ai

c. Injeksi subkutan
ww

Tingkat Keterampilan: 4A
//w

Tujuan: mampu melakukan injeksi subkutan dengan baik


ps:

Persiapan alat
1) Spuit dengan jarum khusus untuk injeksi subkutan
htt

2) Kapas alkohol

jdih.kemkes.go.id
- 1201 -

3) Obat injeksi yang akan disuntikkan

l
tm
4) Aquades

g.h
5) Sarung tangan

tan
Teknik Tindakan

n
-te
1) Pastikan identitas pasien. Anda tidak mau menyuntikkan

22
obat ke pasien yang salah dan jelaskan prosedur tindakan

20
yang akan dilakukan

86
2) Siapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam

s11
syringe.
3) Tentukan tempat yang akan dilakukan injeksi

ke
a) Daerah lengan atas kiri dan kanan

en
7m
b) Daerah panggul kanan dan panggul kiri
c) Daerah paha depan kiri dan kanan
10
d) Daerah perut di sekitar umbilikus
k0

4) Cuci tangan 7 langkah dan pakai sarung tangan


r-h

5) Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman, dan juga


mo

mudah serta ideal bagi Anda untuk melakukan injeksi yang


-no

diinginkan.
mk

6) Tentukan lokasi penyuntikan yang benar


7) Bersihkan kulit di atasnya dengan alkohol atau cairan
6/k

desinfektan lain.
2/0

8) Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan ibu


02

jari dan jari telunjuk)


z/2

9) Gunakan tangan non dominan untuk mencubit kulit di


.xy

sekitar lokasi suntikan.


na

10) Masukkan jarum dengan sudut 90°. Gunakan pengetahuan


lya

anatomi Anda untuk memperkirakan kedalaman jarum.


11) Masukkan obat dengan perlahan (1 ml per 10 detik) sampai
mu

dosis yang diinginkan tercapai.


na

12) Setelah usai, tarik jarum syringe. Tergantung jenis obat


.ai

yang dimasukkan, ada beberapa obat yang memerlukan


ww

pemijatan ringan untuk membantu penyerapan, namun


//w

ada pula yang tidak. Pahami secara menyeluruh obat yang


ps:

Anda suntikkan, atau silahkan baca rekomendasi dari


pabrik pembuat obat.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1202 -

13) Pisahkan jarum dari syringe. Buang keduanya di tempat

l
tm
sampah khusus sampah medis.

g.h
14) Periksa lokasi suntikan sekali lagi untuk memastikan
bahwa tidak ada perdarahan, pembengkakan, atau reaksi-

tan
reaksi lain yang terjadi.

n
-te
15) Catat dalam rekam medis pasien jenis obat yang

22
dimasukkan, jumlahnya, dan waktu pemberian

20
Analisis Tindakan

86
1) Apabila dilakukan dengan jarum khusus injeksi subkutan,

s11
penyuntikan dapat dilakukan dengan posisi 90°.
2) Biasanya volume obat terbatas pada 1-2 ml sekali suntik.

ke
3) Bila tidak ada jarum khusus injeksi subkutan. Injeksi

en
7m
dilakukan dengan posisi 45°.
10
Referensi
k0

Peragallo-Dittko V. Rethinking subcutaneous injection technique.


r-h

American Journal of Nursing. 1997. 97, 5, 71-72.


mo
-no

30. Transport Pasien


mk

Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: mampu memindahkan pasien dengan cara yang tepat.
6/k

Alat dan bahan: -


2/0
02

Teknik Tindakan
z/2

Dasar-dasar pengangkatan
.xy

a. Rencanakan setiap gerakan.


na

b. Pertahankan sikap tegak saat berdiri, berlutut, maupun duduk,


lya

jangan membungkuk.
c. Konsentrasikan beban pada otot paha bukan punggung.
mu

d. Gunakan otot fleksor (otot untuk menekuk bukan meluruskan).


na

e. Saat mengangkat dengan tangan, telapak tangan menghadap ke


.ai

arah depan.
ww

f. Jaga titik berat badan sedekat mungkin ke tubuh anda.


//w

g. Gunakan alat bantu.


ps:

h. Jarak antara kedua lengan dan tungkai adalah selebar bahu.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1203 -

i. Posisi awal dalam posisi berlutut, satu tungkai bertekuk pada

l
tm
lutut dengan tungkai bawah sejajar lantai. Tungkai lain

g.h
bertekuk pada lutut dengan telapak kaki bertumpu pada lantai
Memindahkan korban darurat

tan
a. Menggendong korban di belakang punggung.

n
-te
b. Menopang korban dari sisi sambil berjalan oleh satu penolong.

22
c. Membopong korban oleh satu penolong seperti membawa anak

20
kecil.

86
d. Cara mengangkat lalu membopongnya seperti cara pemadam

s11
kebakaran.
Memindahkan korban non darurat

ke
a. Dapat menunggu bantuan untuk mengangkat korban

en
7m
b. Dua penolong, masing-masing di sisi kepala dan kaki korban
c. Pengangkatan dilakukan pada keempat ekstremitas
10
Jangan gunakan cara ini jika terdapat cedera pada lengan dan
k0

tungkai korban atau jika kemungkinan ada patah tulang belakang


r-h
mo

Analisis
-no

a. Syarat utama dalam mengangkat korban → keadaan fisik yang


mk

baik, terlatih dan dijaga dengan baik


b. Ada korban yang dapat langsung dipindahkan, ada korban
6/k

tertentu yang membutuhkan proses pemindahan yang rumit


2/0

c. Pada pemindahan darurat, walaupun perawatan emergensi


02

untuk mempertahankan jalan napas, pernafasan dan peredaran


z/2

darah belum dilakukan, jika lokasi tidak aman untuk


.xy

memberikan pertolongan, terpaksa korban dipindahkan terlebih


na

dahulu sebelum tindakan A-B-C dilakukan


lya

d. Bahaya terbesar pada pemindahan darurat adalah


memburuknya suatu cedera tulang belakang
mu

e. Paling aman adalah dengan cara menarik korban searah poros


na

tubuh
.ai
ww

Referensi
//w

Perry, Petterson, Potter. Keterampilan Prosedur Dasar. Jakarta:


ps:

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1204 -

31. Prosedur Skin Test Sebelum Pemberian Obat Injeksi

l
tm
Tingkat Keterampilan: 4A

g.h
Tujuan: Melihat reaksi anafilaktik yang ditimbulkan oleh kulit.
Alat dan Bahan:

tan
a. Spuit 1cc

n
-te
b. Obat injeksi (antibiotik, anti nyeri, dll)

22
c. Kapas alkohol

20
d. Aquades

86
e. Sarung tangan

s11
Teknik Tindakan
a. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan

ke
dan prosedurnya

en
7m
b. Cuci tangan 7 langkah dan pakai hand scoen
c. Tentukan lokasi yang akan dilakukan skin test (lengan kanan
10
atau lengan kiri) terutama di lokasi yang dengan dapat dengan
k0

mudah dilihat
r-h

d. Siapkan spuit 1cc yang sudah dimasukkan dengan obat


mo

e. Bersihkan dengan alkohol lokasi yang akan disuntik


-no

f. Arahkan spuit 10-15° lalu tusuk ke intrakutan secara perlahan


mk

dan masukkan obat, sampai kulit terlihat menonjol


g. bekas suntikan tersebut diberi tanda dan tunggu selama 15-20
6/k

menit menit
2/0

Analisis/ Interpretasi
02

a. Bila di bekas tempat suntikan terasa panas, gatal, merah dan


z/2

bengkak artinya hasil pemeriksaan tersebut positif


.xy

b. Pasien dengan hasil skin test positif tidak diperbolehkan


na

diinjeksi dengan obat yang menyebabkan reaksi tersebut


lya

c. Penilaian menurut The Standardization Committee of Northern


Society Allergology :
mu

1) Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)


na

2) Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)


.ai

3) Derajat bentol + (+1) dan ++ (+2) digunakan bila bentol


ww

yang timbul besarnya antara bentol histamin dan larutan


//w

kontrol
ps:

4) Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari


diameter bentol histamin dinilai ++++(+4)
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1205 -

Referensi

l
tm
Mayo Clinic staff. Allergy skin tests: Identify the sources of your

g.h
sneezing, MayoFoundation for medical education and research, April
2005 ; 1-5

tan
n
-te
32. Insersi Kanula Pada Vena Perifer Anak

22
Tingkat Keterampilan: 4A

20
Tujuan: mampu melakukan pemasangan infuse pada anak.

86
Alat dan Bahan

s11
a. Infus set
b. Kateter 21/23G

ke
c. Kapas alkohol/ antiseptik

en
7m
d. Plester
e. Bidai untuk anak 10
f. Tiang infus
k0

Teknik Tindakan
r-h

a. Jelaskan prosedur sebelum melakukan dan berikan penyuluhan


mo

jika diperlukan kepada ibu pasien


-no

b. Berikan instruksi tentang perawatan dan keamanan IV.


mk

c. Persiapkan alat dan bahan seperti tiga buah potongan plester


sepanjang 2,5 cm. Belah dua salah satu plester sampai ke
6/k

bagian tengah, jarum bersayap atau kateter 21/ 23G, kapas


2/0

alkohol atau antiseptik dan bidai kecil untuk anak


02

d. Sambungkan cairan infus dengan infus set terlebih dahulu dan


z/2

periksa tidak ada udara pada infus set


.xy

e. Minta asisten untuk membendung aliram vena di proksimal


na

tempat insersi dengan genggamannya


lya

f. Cuci tangan 7 langkah dan gunakan sarung tangan


g. Pilih vena yang akan dilakukan pemasangan, untuk anak-anak
mu

lakukan teknik transiluminasi untuk mendapatkan vena


na

h. Dengan kapas alkohol atau antiseptik yang tepat, bersihkan


.ai

tempat insersi dan biarkan hingga mengering


ww

i. Masukkan kateter ke vena sejajar dengan bagian terlurus vena,


//w

tusuk kulit dengan sudut 30-45 derajat, setelah keluar darah


ps:

pada ujung kateter, tarik sedikit jarum pada kateter, dorong


kateter sampai ujung, dan ditekan ujung kateter dengan 1 jari
htt

j. Sambungkan kateter dengan cairan infus

jdih.kemkes.go.id
- 1206 -

k. Lakukan fiksasi dengan plester atau ikat pita

l
tm
l. Pasang bidai pada lengan dengan posisi yang nyaman

g.h
m. Lakukan monitoring kelancaran infus (tetesan, bengkak atau
tidaknya tempat insersi)

tan
n. Mencatat waktu, tanggal dan pemasangan ukuran kateter

n
-te
Analisis/ Interpretasi

22
Infeksi superfisial pada kulit tempat pemasangan kanul merupakan

20
komplikasi yang paling umum. Infeksi bisa menyebabkan

86
tromboflebitis yang menyumbat vena dan menimbulkan demam.

s11
Kulit sekelilingnya akan memerah dan nyeri. Lepas kanul untuk
menghindari risiko penyebaran lebih lanjut. Kompres daerah infeksi

ke
dengan kain lembap hangat selama 30 menit setiap 6 jam. Jika

en
7m
demam menetap lebih dari 24 jam, berikan antibiotik (yang efektif
terhadap bakteri stafilokokus) 10
k0

Referensi
r-h

WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Edisi


mo

ke 2. http://www.ichrc.org/a121-memasang-kanul-vena-perifer.
-no

Diunduh pada tanggal 5 Agustus 2013


mk

Kesehatan Masyarakat, Kedokteran Pencegahan Dan Kedokteran


6/k

Komunitas
2/0

33. Panduan Keterampilan Program Jaminan Mutu


02

Pendahuluan
z/2

Pelayanan kesehatan yang bermutu bisa dilihat dari dua sisi yaitu
.xy

dari sisi pasien dan sisi pemberi pelayanan. Yang dimaksud dengan
na

pelayanan kesehatan bermutu dari sisi pasien adalah pelayanan


lya

kesehatan yang mudah ditemui, mudah didapat, memberikan


tingkat kesembuhan tinggi, dengan pelayanan yang ramah dan
mu

sopan. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan bermutu dari


na

sisi pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang efektif,


.ai

memberikan tingkat kesembuhan tinggi, dan dilaksanakan sesuai


ww

dengan prosedur terstandar. Artinya sebuah pelayanan kesehatan


//w

yang bermutu harus memenuhi kriteria-kriteria dari dua sisi


ps:

tersebut.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1207 -

Agar dapat menghasilkan layanan yang bermutu tersebut dan secara

l
tm
konsisten menghasilkan dibutuhkan sebuah program yang disebut

g.h
program jaminan mutu.

tan
Pengertian

n
-te
Levits dan Hilts menyatakan bahwa program jaminan mutu adalah

22
proses pengumpulan data dari sebuah pelayanan kesehatan untuk

20
membandingkan kinerja dengan indicator-indikator yang

86
mempengaruhi hasil pelayanan serta mengidentifikasi masalah

s11
dalam proses pelayanan dan manajemen pelayanan.

ke
Tujuan

en
7m
a. Memprioritaskan bagian dari pelayanan kesehatan yang perlu
ditingkatkan mutunya 10
b. Menghasilkan solusi terhadap masalah yang membutuhkan
k0

penanganan secara fundamental


r-h

c. Membangun kesuksesan organisasi melalui peningkatan mutu


mo

pelayanan
-no

Alat dan Bahan


mk

a. Laporan hasil pelayanan


b. Hasil survey terkait hasil pelayanan dan kepuasan pasien
6/k

c. Standar prosedur operasional (SPO) atau protap


2/0

d. Standar pelayanan medik (SPM) dan panduan praktik klinik


02

(PPK)
z/2
.xy

Langkah-langkah Pelaksanaan
na

a. Mempelajari struktur fasilitas pelayanan kesehatan


lya

b. Lakukan observasi di lapangan


c. Menentukan masalah dan prioritas masalah
mu

d. Penetapan masalah dengan teknik criteria matriks


na

e. Mencari penyebab masalah


.ai

f. Merancang alternatif pemecahan masalah dan menemukan


ww

pemecahan masalah terbaik


//w

g. Menyusun rencana intervensi


ps:

h. Melaksanakan intervensi sesuai dengan rencana


i. Monitoring dan Evaluasi
htt

j. Menuliskan laporan

jdih.kemkes.go.id
- 1208 -

Analisis/Interpretasi

l
tm
a. Mempelajari struktur fasilitas pelayanan kesehatan

g.h
1) Mempelajari visi dan misi klinik. Melihat apakah misi yang
dituliskan sesuai dengan visinya? Apakah misi yang

tan
dilaksanakan sesuai dengan visi yang dituliskan?

n
-te
2) Mempelajari SOP, SPM, PPK. Jika fasilitas kesehatan belum

22
mempunyai SOP, perlu dicari SOP dari sumber bacaan

20
yang sesuai dan terkini.

86
3) Mempelajari data-data hasil pelayanan dan survey terkait

s11
kepuasan pasien
4) Mempelajari perencanaan jangka pendek, jangka

ke
menengah, jangka panjang

en
7m
5) Mempelajari sumber daya klinik, baik sumber daya
manusia atau sumber daya lainnya dikaitkan dengan target
10
klinik, termasuk di dalamnya kuantitas dan kualitas
k0

pegawai, reward and punishment system


r-h

6) Mempelajari fungsi manajemen lainnya misalnya


mo

pengarahan, koordinasi, monitoring serta supervise yang


-no

dilakukan setiap manajer dalam klinik.


mk

7) Mempelajari/mengevaluasi pembiayaan klinik.


8) Mempelajari perencanaan dan pengadaan obat.
6/k

9) Mempelajari rekam medic serta pemanfaatannya bagi


2/0

kemajuan klinik.
02

10) Mempelajari alur pasien untuk efisiensi waktu.


z/2

11) Mempelajari fungsi dari masing-masing divisi dalam klinik,


.xy

misalnya laboratorium, radiologi, klinik gigi. Aoakah


na

masing-masing telah berfungsi secara efektif dan efisien?


lya

12) Mempelajari sistem pencatatan dan pelaporan. Apakah


pelaporan sudah dipakai untuk menuju kemajuan klinik?
mu

Misalnya membuat tampilan data yang dapat diketahui


na

oleh semua elemen di klinik, dan lain sebagainya.


.ai

13) Mempelajari kepuasan pasien.


ww

14) Mempelajari pendidikan kesehatan di klinik.


//w

15) Mempelajari penatalaksanaan dalam menangani satu jenis


ps:

penyakit.
16) Mempelajari tatacara komunikasi petugas di klinik.
htt

17) Dan lain sebagainya.

jdih.kemkes.go.id
- 1209 -

b. Melakukan observasi di lapangan

l
tm
1) Membuat daftar tilik pengamatan

g.h
2) Membandingkan struktur yang telah direncanakan dengan
kenyataan dilapangan sesuai dengan area pelayanan yang

tan
dipilih.

n
-te
c. Menentukan masalah dan prioritas masalah

22
1) Melihat apakah ada kesenjangan (gap) antara kenyataan

20
dan apa yang seharusnya terjadi, antara lain dengan

86
melihat SOP klinik atau fasilitas kesehatan yang

s11
bersangkutan.
2) Masalah timbul bila terdapat selisih atau kesenjangan

ke
antara harapan dan kenyataan.

en
7m
3) Cara menentukan prioritas masalah bisa dengan cara
teknik skoring maupun teknik non-skoring.
10
d. Penetapan masalah dengan teknik kriteria matriks
k0

1) Pentingnya masalah (I = importancy)


r-h

2) Kelayakan teknis (T = technical feasibility)


mo

3) Sumber daya yang tersedia (R = resources availability)


-no
mk

Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah yang memiliki


nilai I x T x R yang tertinggi.
6/k
2/0

Ad. a. Pentingnya masalah (I = importancy) diukur


02

berdasarkan:
z/2

1) Besarnya masalah (P = prevalence)


.xy

2) Akibat yang ditimbulkan masalah (S = severity)


na

3) Kenaikan besarnya masalah (RI = rate of increase)


lya

4) Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (DU =


degree of unmet need)
mu

5) Keuntungan social karena selesainya masalah (SB = social


na

benefit)
.ai

6) Kepedulian masyarakat (PB = public concern)


ww

7) Suasana atau iklim politik (PC = political climate)


//w

8) Dengan demikian I = P + S + RI + DU + SB + PB + PC
ps:

Ad. b. Kelayakan teknis (T = technical feasibility)


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1210 -

Makin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat dipakai

l
tm
untuk mengatasi masalah, maka makin diprioritaskan masalah

g.h
tersebut.
Ad. c. Sumber daya yang tersedia (R = resources availability)

tan
Makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk

n
-te
mengatasi masalah, maka makin diprioritaskan masalah

22
tersebut.

20
Untuk semua variabel (unsur-unsur I, T dan R) diberikan nilai

86
antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting),

s11
misalkan untuk variabel P (prevalensi), prevalensi yang paling
tinggi diberikan nilai yang tertinggi (5), sedangkan prevalensi

ke
terendah diberi nilai 1.

en
7m
e. Mencari penyebab masalah
1) Buatlah daftar semua penyebab masalah yang mungkin
10
berpengaruh terhadap timbulnya masalah.
k0

2) Pergunakanlah bagan tulang ikan (fish bone diagram) dan


r-h

pendekatan system, temukan berbagai penyebab masalah


mo

tersebut.
-no

3) Kalau penyebab masalah lebih dari satu, pilih prioritas


mk

masalah, misalnya dengan menggunakan diagram Pareto


atau menggunakan teknik matriks/skoring.
6/k

a) Diagram Pareto diperkenalkan oleh Vilfredo Pareto


2/0

(1848 – 1923) seorang ahli ekonomi berkebangsaan


02

Italia.
z/2

b) Pareto yang melakukan penelitian mengenai


.xy

perekonomian Italia menemukan fakta bahwa 80%


na

kekayaan bangsa Italia dikuasai oleh 20% dari jumlah


lya

penduduknya, yang kemudian dikenal dengan istilah


“80 – 20 rule.”
mu

c) Penemuan Pareto dikembangkan oleh Dr. Joseph M.


na

Duran, seorang ahli manajemen, yang menerapkannya


.ai

dalam bidang manajemen mutu, mengemukakan


ww

bahwa 80% dari uang yang hilang (loss) sebagai akibat


//w

masalah mutu terdapat dalam 20% item permasalahan


ps:

mutu.
d) Analogi dalam manajemen pelayanan kesehatan
htt

adalah bahwa 80% kerugian akibat masalah

jdih.kemkes.go.id
- 1211 -

kesehatan terdapat dalam 20% item permasalahan

l
tm
mutu.

g.h
f. Merancang alternatif pemecahan masalah dan menemukan
pemecahan masalah terbaik

tan
1) Merancang berbagai alternatif penyelesaian berdasarkan

n
-te
pada penyebab masalah terbesar.

22
2) Alternatif penyelesaian masalah dibuat sebanyak mungkin

20
sesuai dengan penyebab masalah yang ditemukan.

86
3) Pilihlah alternatif penyelesaian masalah yang paling

s11
mungkin sesuai dengan penyebab masalah yang
ditemukan.

ke
4) Pilihlah alternatif penyelesaian masalah yang paling

en
7m
mungkin dilaksanakan dengan menggunakan teknik
skoring prioritas penyelesaian masalah:
10
k0
P = (M x I x V) / C
r-h

Keterangan:
mo

- M = Magnitude
-no

Besarnya masalah yang dapat diselesaikan. Makin besar


mk

masalah yang dapat diatasi makin tinggi prioritas jalan keluar


tersebut.
6/k

- I = Importancy
2/0

Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelanggengan


02

penyelesaian masalah. Makin lama bebas masalah, makin


z/2

penting jalan keluar tersebut.


.xy

- V = Vulnerability
na

Sensitivitas jalan keluar, dikaitkan dengan kecepatan jalan


lya

keluar untuk mengatasi masalah. Makin cepat teratasi, makin


sensitive jalan keluar tersebut.
mu

- C = Cost
na

Adalah ukuran efisiensi alternatif jalan keluar. Nilai efisiensi ini


.ai

biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk


ww

melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan,


//w

makin tidak efisien jalan keluar tersebut. Berikan angka 1


ps:

(biaya paling sedikit) sampai dengan angka 5 (biaya paling


htt

besar).

jdih.kemkes.go.id
- 1212 -

Nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif jalan keluar dihitung

l
tm
dengan membagi hasil perkalian nilai M x I x V dengan C. Jalan

g.h
keluar dengan nilai P tertinggi adalah prioritas jalan keluar
terpilih.

tan
g. Menyusun rencana intervensi

n
-te
1) Dari pemecahan masalah terbaik, dibuat rencana lengkap

22
untuk intervensi, yang terdiri atas:

20
a) Latar belakang

86
b) Tujuan

s11
c) Metoda
d) Sasaran dan sampel (besar dan cara pemilihan)

ke
e) Instrumen yang dipakai ( observasi, kuesioner atau

en
7m
pemeriksaan)
f) Batasan operasionil data yang diambil
10
2) Tentukan cara membuat pengukuran pra intervensi
k0

3) Harus diingat bahwa dalam membuat proposal intervensi


r-h

harus selalu menerapkan metoda 5W dan 1H:


mo

a) Why → Mengapa perbaikan harus dilakukan?


-no

b) What → Apa rencana perbaikannya?


mk

c) Where → Dimana lokasi perbaikan akan dilakukan?


d) When → Kapan (rentang waktu) dilakukannya
6/k

perbaikan?
2/0

e) Who → Siapa yang bertanggung jawab?


02

f) H (how)
z/2

Ada beberapa jenis penerapan dalam mengajukan pertanyaan h


.xy

(How) yang pada dasarnya semua benar dan bisa digunakan.


na

1) Menggunakan satu H → Bagaimana cara melaksanakan


lya

perbaikan?
2) Menggunakan dua H
mu

a) How → Bagaimana cara melaksanakan perbaikan?


na

b) How much → Berapa besar hasil yang akan dicapai


.ai

setelah perbaikan?
ww

3) Menggunakan tiga H
//w

a) How → Bagaimana cara melaksanakan perbaikan?


ps:

b) How much effort → Berapa besar daya upaya atau


usaha yang telah dilakukan dalam perbaikan ini?
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1213 -

c) How much benefit → Berapa nilai hasil yang akan

l
tm
dicapai setelah perbaikan ini?

g.h
h. Melaksanakan intervensi sesuai dengan rencana
Hal yang perlu diperhatikan adalah:

tan
1) Penjelasan tentang intervensi secara rinci

n
-te
2) Tujuan intervensi

22
3) Target dan sasaran intervensi

20
4) Langkah-langkah pelaksanaan intervensi

86
5) Sumber daya yang dibutuhkan meliputi sumber daya

s11
manusia, dana, materi, dan waktu.
6) Jadwal pelaksanaan intervensi

ke
i. Monitoring dan Evaluasi

en
7m
1) Menentukan cara pengukuran pasca intervensi
2) Monitoring dilaksanakan sepanjang proses intervensi
10
3) Evaluasi dilaksanakan paling sedikit 2 kali dalam proses
k0

intervensi tersebut yaitu di tengah dan di akhir


r-h

4) Buatlah analisis perbanding pra dan pasca intervensi


mo
-no

Referensi
mk

a. Azrul Azwar. Program Jaminan Mutu. Dian Pustaka.


b. Hughes RG. Tools and Strategies for Quality Improvement and
6/k

Patient Safety: An Evidence-Based Handbook for Nurses.


2/0

Rockville; US, 2008.


02

c. Levitt C, Hilts L. Quality in Family Practice Books of Tools, 1st ed.


z/2

McMaster Innovation Press;Toronto, 2010.


.xy

d. Franco LM, Newman J, Murphy G, Mariani E. Achieving Quality


na

Through Problem Solving and Process Improvement, 2nd Ed.


lya

USAID;Wisconsin, 1997.
mu

34. Identifikasi Dan Modifikasi Gaya Hidup


na

Pendahuluan
.ai

Indonesia saat ini menghadapi pergeseran pola penyakit dari


ww

penyakit menular ke arah penyakit tidak menular (PTM). Hal ini


//w

tidak dapat dipisahkan dari perubahan demografis yaitu pergeseran


ps:

struktur umur penduduk Indonesia yang bergerak ke arah penduduk


usia tua (aging population). PTM yang meningkat berperan dalam
htt

peningkatan morbiditas dan mortalitas penduduk Indonesia. WHO

jdih.kemkes.go.id
- 1214 -

memprediksi kondisi Indonesia tahun 2030, penyebab kematian

l
tm
antara lain oleh penyakit kardiovaskular (30%), kanker (13%),

g.h
diabetes melitus (3%) PTM lainnya 10%, dan cedera (9%). Penyakit
kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner, stroke dan penyakit

tan
pembuluh darah perifer menduduki peringkat pertama penyebab

n
-te
kematian.

22
Berbeda dengan penyakit menular, pengendalian PTM sangat

20
tergantung dari pengendalian gaya hidup untuk mendorong

86
masyarakat memiliki gaya hidup sehat. WHO memperkirakan bahwa

s11
90% penyakit diabetes melitus tipe 2, 80% penyakit
kardioserebrovaskular, dan 33% penyakit kanker sebenarnya dapat

ke
dicegah dengan mengkonsumsi makanan tinggi serat, olahraga

en
7m
teratur dan tidak merokok. Karena itu, dokter layanan primer harus
menguasai cara modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan
10
mengendalikan PTM.
k0

Pengertian
r-h

Gaya hidup adalah segala upaya untuk menerapkan kebiasaan, baik


mo

dalam membentuk hidup sehat maupun menghindari kebiasaan


-no

buruk yang dapat mengganggu kesehatan.


mk

Indikator perilaku hidup sehat menurut Departemen Kesehatan RI


adalah:
6/k

a. Cek kesehatan berkala


2/0

b. Perilaku tidak merokok


02

c. Pola makan seimbang


z/2

d. Aktivitas fisik yang teratur


.xy

e. Kelola stress
na

Tujuan
lya

a. Mengembangkan kegiatan pencegahan faktor risiko PTM


b. Mengembangkan kegiatan deteksi dini (skrining)
mu

c. Mengembangkan keterampilan KIE dan konseling gaya hidup di


na

layanan primer
.ai

d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian PTM


ww

Alat dan Bahan


//w

a. Alat penimbang badan


ps:

b. Alat pengukur tinggi badan


c. Meteran
htt

d. Alat pengukur gula darah

jdih.kemkes.go.id
- 1215 -

e. Genogram

l
tm
f. Lembar konseling

g.h
Langkah-langkah Pelaksanaan
a. Identifikasi faktor risiko dan skreening

tan
1) Faktor risiko PTM ada yang dapat dimodifikasi dan tidak

n
-te
dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat

22
dimodifikasi seperti riwayat penyakit dalam keluarga,

20
kelahiran prematur, usia dan jenis kelamin.

86
2) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain, kurang

s11
aktivitas fisik, pola makan tidak sehat dan tidak seimbang,
gaya hidup tidak sehat (merokok, minum alkohol), berat

ke
badan berlebih/obesitas, stres, hiperglikemia, dislipidemia.

en
7m
3) Faktor risiko tersebut dapat diindentifikasi dengan atau
tanpa alat. Kegiatan skrining tanpa alat berupa anamnesa
10
mendalam tentang:
k0

a) Riwayat PTM di keluarga (dapat dibuat dalam bentuk


r-h

genogram)
mo

b) Pola makan sehari hari (dapat diperkirakan jumlah


-no

kalori dan makanan tidak sehat)


mk

c) Pola aktivitas fisik


d) Keadaan yang menimbulkan stress baik di kantor,
6/k

rumah tangga, lingkungan lain


2/0

4) Faktor risiko yang dapat dideteksi dengan alat yaitu status


02

antropometri sederhana yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT)


z/2

dari berat badan dan tinggi badan serta lingkar perut.


.xy

Demikian juga dengan pemeriksaan tanda-tanda vital


na

seperti tensi, palpasi nadi, auskultasi jantung paru, test


lya

sensasi pada tungkai dan nadi dorsalis pedis, mengingat


hipertensi dan DM adalah faktor risiko dan penyebab
mu

cerebrovaskular disease.
na

b. KIE dan Konseling


.ai

Kementerian Kesehatan membuat mnemonic yang dapat


ww

digunakan dalam konseling gaya hidup yaitu “CERDIK” dan


//w

“Patuh” yang merupakan singkatan dari :


ps:

C – Cek kesehatan secara berkala


E – Enyahkan asap rokok
htt

R – Rajin aktivitas fisik

jdih.kemkes.go.id
- 1216 -

D – Diet sehat dengan kalori seimbang

l
tm
I - Istirahat yang cukup

g.h
K – Kelola stress
Dan

tan
Patuh pada Pengobatan

n
-te
22
Cek kesehatan secara berkala

20
Mendorong pasien dan masyarakat untuk mau memeriksakan diri

86
dalam melakukan deteksi dini khususnya bagi yang berisiko tinggi

s11
PTM baik dengan atau tanpa keluhan

ke
Hindari asap rokok

en
7m
Konseling berhenti merokok dapat dilakukan dengan langkah 5A
yaitu : 10
A1. Ask (Tanyakan)
k0

Tanyakan kepada pasien apakah ia merokok. Jika “tidak”,


r-h

berikan puji dan beri dukungan untuk terus tidak merokok.


mo

Jika “Ya”, coba perdalam kebiasaannya merokoknya meliputi


-no

kapan mulai merokok, kretek/filter, jumlah batang per hari, dan


mk

perdalam belief (kepercayaan) pasien tentang rokok.


A2. Advice (Menasehati)
6/k

Nasihatkan untuk berhenti merokok dengan memberikan


2/0

pandangan jernih, kuat dan personal. Pendekatan Health Belief


02

Model dapat dilakukan seperti:


z/2

1) Mempengaruhi Perceived susceptibility dan severity:


.xy

Meningkatkan pemahaman pasien tentang penyakit apa


na

saja yang diakibatkan rokok serta akibat serius dari


lya

merokok, contoh:
“Pak merokok itu akibatnya bisa bermacam-macam, bisa
mu

serangan jantung, stroke, kanker, impoten dan kondisi


na

berbahaya lainnya. Bahkan yang paling buruk adalah


.ai

mengancam jiwa. Saya harap Bapak dapat stop merokok


ww

mulai sekarang ya pak.”


//w

2) Mempengaruhi Perceived barrier:


ps:

Mengidentifikasi hambatan pasien untuk merokok dan


ambivalensi yang terjadi:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1217 -

“Bapak sepertinya kesulitan ya untuk berhenti merokok?

l
tm
kenapa pak? (dengarkan alasan pasien dengan

g.h
empati)......Setiap perubahan kebiasaan itu perlu
perjuangan, termasuk kebiasaan untuk berhenti pak.

tan
Buktinya saat puasa bapak bisa kan?”

n
-te
3) Mempengaruhi Perceived benefit:

22
Memotivasi pasien dengan mengingatkan hal personal –

20
bermakna dan bermanfaat jika berhenti merokok, contoh:

86
”Pak, anak bapak masih kecil-kecil, masih membutuhkan

s11
bapak untuk mendidik mereka, ayo berhenti merokok pak
agar bapak bisa terus menemani dan mendidik mereka

ke
dalam kondisi sehat”.

en
7m
Alat edukasi untuk mendukung tindakan:
Berikan leaflet berhenti merokok, tunjukkan gambar akibat
10
merokok, artikel dll
k0

A3. Asses (mengkaji)


r-h

Tanyakan kembali “Apakah anda ingin berhenti merokok


mo

sekarang?”
-no

A4. Assist (berikan dukungan)


mk

Bantu mempersiapkan rencana berhenti merokok seperti:


1) Tetapkan tanggal berhenti
6/k

2) Informasikan rencana berhenti pada keluarga dan teman


2/0

3) Meminta dukungan mereka


02

4) Buang jauh- jauh rokok


z/2

5) Singkirkan benda-benda yang menimbulkan keinginan


.xy

merokok
na

6) Mengatur kunjungan tindak lanjut (idealnya kunjungan


lya

follow up kedua dianjurkan dalam bulan yang sama,


kemudian setiap bulan, setelah itu 4 bulan, enam bulan
mu

dan satu tahun. Jika tidak memungkinkan lakukan


na

konseling setiap kali pasien datang berobat)


.ai

A5. Arrange (Pengaturan).


ww

1) Ucapkan selamat dan sukses karena pasien sudah berhasil


//w

berhenti merokok
ps:

2) Jika pasien kambuh, pertimbangkan tindak lanjut untuk


konseling psikologis karena 60-80% relapse berhubungan
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1218 -

dengan masalah stress. Pertimbangkan family conference

l
tm
untuk meminta dukungan keluarga.

g.h
Aktivitas Fisik

tan
Sampaikan kepada pasien bahwa aktivitas fisik adalah pergerakan

n
-te
tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga (pembakaran kalori),

22
yang meliputi aktivitas fisik sehari-hari dan olahraga.

20
86
Aktivitas fisik ringan adalah segala sesuatu yang berhubungan

s11
dengan menggerakkan tubuh. contoh aktivitas fisik berupa berjalan
kaki, mengetik, membersihkan kamar, berbelanja.

ke
Aktivitas fisik sedang adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan

en
7m
pengeluaran tenaga cukup besar, bergerak yang menyebabkan nafas
sedikit lebih cepat dari biasanya, contoh: bersepeda, menari, tenis,
10
dan menaiki tangga.
k0
r-h

Aktivitas fisik berat adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan


mo

pengeluaran tenaga cukup banyak (pembakaran kalori) sehingga


-no

nafas jauh lebih cepat dari biasanya, contoh sepak bola, berenang,
mk

dan basket angkat beban.


6/k

Keuntungan dari melakukan aktivitas fisik secara teratur adalah


2/0

perbaikan fungsi jantung dan paru, berkurangnya faktor risiko


02

penyakit jantung koroner dan rasa depresi, serta menurunkan risiko


z/2

osteoporosis.
.xy
na

Usahakan untuk berolahraga teratur minimal 3 kali seminggu


lya

dengan meningkatkan secara bertahap dari ringan ke berat.


mu

Diet sehat dengan kalori seimbang


na

Pasien perlu disampaikan untuk hidup dan meningkatkan kualitas


.ai

hidup, setiap orang memerlukan zat gizi yaitu karbohidrat, protein,


ww

lemak, vitamin, mineral, dan air dalam jumlah yang cukup. Ragam
//w

pangan yang dikonsumsi harus dapat memenuhi tiga fungsi


ps:

makanan, yang dikenal dengan istilah Tri Guna Makanan. Fungsi ini
terdiri atas zat tenaga yang berasal dari karbohidrat, zat pembangun
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1219 -

yang berasal dari protein, dan zat pengatur yang berasal dari vitamin

l
tm
dan mineral.

g.h
Hal yang perlu diperhatikan pada saat mengkonsumsi makanan,
yaitu:

tan
a. Perhatikan konsumsi garam dengan membatasi sampai <5 gram

n
-te
(1 sendok teh) per hari, kurangi garam saat memasak, dan

22
batasi makanan olahan atau cepat saji

20
b. Konsumsi buah-buahan/sayuran dengan 1 buah jeruk/

86
apel/pisang/mangga atau 3 sendok makan sayur

s11
c. Hindari makanan berlemak dengan cara membatasi daging
berlemak (gajih), lemak susu, minyak goreng (<2 sendok makan

ke
per hari). Ganti dengan minyak sawit/zaitun, kedelai, jagung,

en
7m
dan ganti daging berlemak dengan ayam tanpa kulit
d. Konsumsi ikan setidaknya 3 kali per minggu
10
e. Konsumsi air putih setidaknya 1,5-2 liter per hari
k0
r-h

Istirahat cukup
mo

Usahakan memperhatikan kualitas istirahat setiap 7 jam bekerja.


-no

Perhatikan kuantitas dan kualitas tidur minimal 6-8 jam per hari.
mk

Tips membuat istirahat berkualitas:


6/k

a. Miliki jadwal tidur yang tetap


2/0

b. Evaluasi lingkungan disekitar tempat tidur apakah ada yang


02

sering membuat terbangun


z/2

c. Olahraga teratur
.xy

d. Batasi kafein (kopi)


na

e. Hindari makan berat saat akan memasuki jam tidur


lya

f. Kelola stres
mu

Kelola stres
na

Berpikir positif, beribadah dan berdoa, bersyukur, meditasi,


.ai

dengarkan musik relaksasi, pemijatan, miliki sikap mental positif,


ww

visualisasi
//w
ps:

Patuh pada Pengobatan


a. Bila pasien diberi resep obat, maka ajarkan : cara minum obat
htt

di rumah, jelaskan erbedaan obat yang diminum jangka panjang

jdih.kemkes.go.id
- 1220 -

dan jangka pendek. Jelaskan efek samping obat dan warning

l
tm
sign (contoh hipoglikemia pada OAD)

g.h
b. Jelaskan cara kerja obat dengan cara sederhana, hindari
medical jargon

tan
c. Pastikan pemahaman pasien dan persilakan untuk bertanya

n
-te
22
Analisis/ Interpretasi

20
a. Interpretasi Obesitas Sentral

86
Jika lingkar perut >102 (Asia : > 90 cm) dan pada wanita > 82

s11
cm (Asia > 80 cm)
b. Interepretasi berat badan berlebih dan obesitas dari Indeks

ke
Massa Tubuh versi Asia

en
7m
c. Interpretasi Tekanan Darah
10
Tabel 19. Klasifikasi Hipertensi (JNC VII, 2003)
k0
r-h

Klasifikasi Sistolik Diastolik


mo

Normal <120 <80


-no

Prehipertensi 121-139 81-90


mk

Hipertensi stage 1 140-159 91-99


Hipertensi stage 2 ≥160 ≥100
6/k
2/0

Referensi
02

a. Donatelle. R. 2008. Acces to Health. Pearson Bejamin


z/2

Cummings. San Fransisco


.xy

b. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Teknis


na

Penyelenggaraan Pengendalian Penyakit Tidak Menular di


lya

Puskesmas.
mu

c. Prochasca J, Norcros, Diclemente. 2007. Changing for Good : A


Revolutionary Six-Stage Program for Overcoming Bad Habits and
na

Moving Your Life Positively Forward. Collins, US.


.ai
ww

35. Diagnosis Komunitas


//w

Pendahuluan
ps:

Sebagai pusat pengembangan program kesehatan, maka fasilitas


htt

kesehatan di layanan primer perlu melakukan Diagnosis Komunitas


(Community Diagnosis), sehingga program kesehatan yang dilakukan

jdih.kemkes.go.id
- 1221 -

sesuai dengan masalah yang terutama dihadapi oleh

l
tm
komunitas/masyarakat di area tersebut. Diagnosis komunitas

g.h
merupakan keterampilan (skill) yang harus dikuasai oleh dokter di
fasilitas kesehatan tingkat primer, dan/atau bila bekerja sebagai

tan
pimpinan institusi/unit kesehatan yang bertanggung jawab atas

n
-te
kesehatan suatu komunitas/masyarakat.

22
Di antara pendekatan kedokteran klinis dan kedokteran komunitas

20
dalam penegakan diagnosis masalah kesehatan, terdapat beberapa

86
persamaan dan perbedaan. Seorang klinisi akan memeriksa pasien

s11
serta harus mampu menentukan kondisi patologis berdasarkan
gejala dan tanda yang ada agar dapat menegakkan diagnosis

ke
penyakit dan memilih cara tepat untuk pengobatannya. Pada

en
7m
kedokteran komunitas, keterampilan epidemiologi (mempelajari
tentang frekuensi dan distribusi penyakit serta faktor determinan
10
yang mempengaruhinya di kalangan manusia) sangat diperlukan
k0

untuk dapat memeriksa seluruh masyarakat dan memilih indikator


r-h

yang sesuai untuk menjelaskan masalah kesehatan di komunitas;


mo

kemudian menetapkan diagnosis komunitas serta menetapkan


-no

intervensi yang paling efektif untuk dapat meningkatkan derajat


mk

kesehatan masyarakat.
Pengertian
6/k

Diagnosis komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan


2/0

adanya suatu masalah dengan cara pengumpulan data di


02

masyarakat lapangan. Menurut definisi WHO, diagnosis komunitas


z/2

adalah penjelasan secara kuantitatif dan kualitatif mengenai kondisi


.xy

kesehatan di komunitas serta faktor faktor yang mempengaruhi


na

kondisi kesehatannya.
lya

Diagnosis komunitas ini mengidentifikasi masalah kemudian


mengarahkan suatu intervensi perbaikan sehingga menghasilkan
mu

suatu rencana kerja yang konkrit. Keterampilan melakukan


na

diagnosis komunitas merupakan keterampilan yang harus dikuasai


.ai

oleh dokter untuk menerapkan pelayanan kedokteran secara holistik


ww

dan komprehensif dengan pendekatan keluarga dan okupasi


//w

terhadap pasien.
ps:

Tujuan
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan di masyarakat
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1222 -

b. Mengembangkan instrumen untuk mengidentifikasi masalah

l
tm
kesehatan

g.h
c. Menganalisis permasalahan kesehatan dan mengajukan solusi
pemecahannya

tan
d. Menjelaskan struktur organisasi fasilitas kesehatan tingkat

n
-te
primer

22
e. Berkomunikasi secara baik dengan masyarakat

20
f. Membuat usulan pemecahan terhadap masalah kesehatan

86
Alat dan Bahan

s11
Data sekunder berupa:
a. Profil wilayah

ke
b. Angka kesakitan dan kematian di wilayah

en
7m
c. Indikator kegiatan program
d. Laporan-laporan lain 10
k0

Data primer berupa:


r-h

1. Hasil wawancara
mo

2. Hasil observasi
-no

3. Instrumen pengambilan data


mk

Langkah-langkah Pelaksanaan
a. Pertemuan awal untuk menentukan area permasalahan
6/k

b. Menentukan instrument pengumpulan data


2/0

c. Pengumpulan data dari masyarakat


02

d. Menganalisis dan menyimpulkan data


z/2

e. Membuat laporan hasil dan presentasi diseminasi.


.xy

Analisis/Interpretasi
na

Bentuk laporan profil komunitas direkomendasikan mencakup


lya

beberapa aspek di bawah ini:


a. Nama wilayah tempat komunitas bersangkutan (kota,
mu

kecamatan, kelurahan)
na

b. Nama lokasi keberadaan komunitas sasaran


.ai

c. Gambaran singkat wilayah (topografi dan vegetasi)


ww

d. Adat istiadat dan kepercayaan masyarakat


//w

e. Kelompok agama yang utama


ps:

f. Kegiatan ekonomi (sumber pendapatan)


g. Sarana ekonomi (pasar, toko)
htt

h. Sarana transportasi

jdih.kemkes.go.id
- 1223 -

i. Sarana komunikasi

l
tm
j. Sarana penyediaan air

g.h
k. Sarana sanitasi
l. Perumahan (kondisi dan pola bangunan)

tan
m. Sekolah dan sarana pendidikan lain

n
-te
n. Sarana kesehatan (RS, klinik, puskesmas, toko obat, dukun)

22
o. Pola penyakit:

20
1) Penyebab utama dari gangguan kesehatan

86
2) Jenis penyakit yang paling banyak

s11
3) Masalah kesehatan khusus
p. Perilaku sehat dan sakit

ke
1) Kemana mencari pertolongan ketika sakit

en
7m
2) Apa yang dilakukan untuk mencegah penyakit
3) Apa peranan pengobatan tradisional dalam pelayanan
10
kesehatan
k0
r-h

Hasil diagnosis sebaiknya terdiri atas tiga aspek yaitu:


mo

a. Status kesehatan di komunitas


-no

b. Determinan dari masalah kesehatan di komunitas


mk

c. Potensi dari pengembangan kondisi kesehatan di komunitas dan


area yang lebih luas
6/k
2/0

Beberapa hal umum yang menjadi sifat hasil analisis data diagnosis
02

komunitas adalah:
z/2

a. Informasi statistik lebih baik ditampilkan dalam bentuk rate


.xy

atau rasio untuk perbandingan


na

b. Tren atau proyeksi sangat berguna untuk memonitor perubahan


lya

sepanjang waktu yang diamati serta perencanaan ke depan


c. Data wilayah atau distrik lokal dapat dibandingkan dengan
mu

distrik yang lain atau ke seluruh populasi


na

d. Tampilan hasil dalam bentuk skematis atau gambar dapat


.ai

digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mudah


ww

dan cepat
//w
ps:

Referensi
a. Suryakantha AH. Community medicine with recent advances.
htt

Jaypee Brothers, Medical Publishers; 2010. 904 p.

jdih.kemkes.go.id
- 1224 -

b. Indonesia KK. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:

l
tm
Konsil Kedokteran Indonesia [online]. 2012 [disitasi 5 Mei 2014];

g.h
Diunduh dari:
http://www.pkfi.net/file/download/Perkonsil%20No%2011%

tan
20Th%202012%20Ttg%20Standar%20Kompetensi%20Dokter%2

n
-te
0Indonesia%20%202012.pdf

22
c. World Health Organization. City health profiles: how to report on

20
health in your city. ICP/HSIT/94/01 PB 02. Available at:

86
www.euro.who.int/ document/wa38094ci.pdf

s11
d. Garcia P, McCarthy M. Measuring health: a step in the
development of city health profiles. EUR/ICP/HCIT 94 01/PB03.

ke
Available at: www.euro.who.int/document/WA95096GA.pdf

en
7m
e. Matsuda Y, Okada N. Community diagnosis for sustainable
disaster preparedness. Journal of Natural Disaster Science.
10
2006;28(1):25–33.
k0

f. Bennett FJ, Health U of ND of C. Community diagnosis and


r-h

health action: a manual for tropical and rural areas. Macmillan;


mo

1979. 208 p.
-no

g. Budiningsih S. Panduan pelaksanaan keterampilan kedokteran


mk

komunitas di FKUI: modul ilmu kedokteran komunitas. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013.
6/k
2/0

36. Diagnosis Holistik Dan Keluarga


02
z/2

Pendahuluan
.xy

Sebagian besar ilmu yang digunakan oleh seorang dokter layanan


na

primer adalah ilmu kedokteran keluarga. Ilmu kedokteran keluarga


lya

merupakan ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran,


berorientasi pada pelayanan kesehatan tingkat primer yang
mu

bersinambung dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu,


na

keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor


.ai

lingkungan, ekonomi dan sosial-budaya. Termasuk diantaranya


ww

terkait pada masalah-masalah keluarga yang ada hubungannya


//w

dengan masalah kesehatan yaitu masalah sehat-sakit yang dihadapi


ps:

oleh perorangan sebagai bagian dari anggota keluarga. (PB IDI, 1983)
Pengertian
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1225 -

Penyakit adalah sebuah fenomena psikososial yang sama

l
tm
kontribusinya dengan fenomena biologis. Dokter keluarga harus

g.h
menyadari bahwa faktor yang berkontribusi untuk terjadinya sehat-
sakit dan sejahtera tidak hanya berasal dari dimensi fisik, tetapi juga

tan
dari dimensi sosial dan psikologis pasien (model bio-psiko-sosial

n
-te
kesehatan) serta dari keluarga dan komunitasnya. Dengan

22
memperhatikan ini, dokter dapat memecahkan masalah kesehatan

20
fisik secara efektif. Solusi untuk kesehatan yang baik sebenarnya

86
terletak di luar obat-obatan.

s11
Dalam praktik dokter keluarga, beberapa pasien mungkin mengalami

ke
masalah sosial atau psikologis sebagai penyebab kesehatan yang

en
7m
buruk dan ini dapat diekspresikan sebagai keluhan fisik.
10
Seorang dokter yang bekerja di layanan primer membutuhkan
k0

pemikiran holistik dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang


r-h

berkontribusi dalam sehat-sakit dan sejahtera. Oleh karena itu,


mo

perlu adanya pencarian penyebab masalah kesehatan yang dikaitkan


-no

dengan aspek personal, aspek klinis, aspek individual, psikososial,


mk

keluarga, serta lingkungan kehidupan pasien lainnya (faktor risiko


internal dan eksternal).
6/k
2/0

Tujuan
02

a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi dalam sehat-


z/2

sakit dan sejahtera


.xy

b. Pencarian penyebab masalah kesehatan yang dikaitkan dengan


na

aspek personal, aspek klinis, aspek individual, psikososial,


lya

keluarga, serta lingkungan kehidupan pasien lainnya (faktor


risiko internal dan eksternal).
mu

c. Penyelesaian masalah dapat dilakukan langsung secara efektif


na

dan efisien terhadap penyebab utamanya.


.ai
ww

Alat dan Bahan


//w

a. Berkas pasien
ps:

1) Alasan Kedatangan
2) Riwayat perjalanan penyakit
htt

3) Riwayat penyakit keluarga

jdih.kemkes.go.id
- 1226 -

4) Riwayat reproduksi

l
tm
5) Riwayat social dan perilaku

g.h
6) Pemeriksaaan fisik (status generalis dan lokalis)
7) Pemeriksaan penunjang (bila ada)

tan
8) Diagnosis holistik

n
-te
9) Tatalaksana medikamentosa, non medikamentosa, edukasi

22
10) Rencana Follow up dan rujukan (bila perlu)

20
b. Berkas keluarga

86
1) Profil anggota keluarga tinggal 1 rumah

s11
2) Genogram (minimal tiga generasi)
3) Bentuk keluarga:

ke
Keluarga inti/ ekstended/ majemuk/ orangtua tunggal/

en
7m
pasangan lansia
4) Tahapan kehidupan (satu keluarga bisa lebih dari satu
10
tahapan):
k0

Fase keluarga pasangan baru menikah


r-h

Fase keluarga dengan anak bayi


mo

Fase keluarga dengan anak balita


-no

Fase keluarga dengan anak usia sekolah


mk

Fase keluarga dengan anak usia remaja


Fase keluarga dengan anak meninggalkan rumah
6/k

Fase keluarga dengan orang tua usia pertengahan


2/0

Fase keluarga dengan usia lansia


02

5) Fungsi keluarga:
z/2

Fungsi biologis
.xy

Fungsi psikologis
na

Fungsi social
lya

Fungsi ekonomi
Fungsi adaptasi
mu

Perilaku pencegahan dalam keluarga


na

Lingkungan rumah
.ai

Langkah-langkah Pelaksanaan
ww

Diagnosis holistik terdiri dari 5 aspek :


//w

a. Aspek Personal (patient centered approach)


ps:

1) Idenfitikasi alasan kedatangan pasien


2) Identifikasi harapan pasien
htt

3) Identifikasi kekhawatiran pasien

jdih.kemkes.go.id
- 1227 -

b. Aspek Klinik

l
tm
1) Identifikasi diagnosis kerja/diagnosis klinis

g.h
2) Identifikasi diagnosis banding
c. Aspek Risiko Internal Pasien

tan
Identifikasi faktor penyebab masalah kesehatan pasien yang

n
-te
berasal dari dalam tubuh pasien : status gizi, perilaku,

22
imunitas, jenis kelamin, usia, dll.

20
d. Aspek Risiko Eksternal Pasien

86
Identifikasi faktor penyebab masalah kesehatan pasien yang

s11
berasal dari luar tubuh pasien : lingkungan keluarga,
lingkungan rumah, lingkungan pekerjaan, stressor, dll

ke
e. Aspek Fungsional

en
7m
Identifikasi derajat fungsional pasien yaitu dampak aktivitas
harian pasien saat mengalami keluhan/gejala yang dikeluhkan
10
(International Classification of Primary Care).
k0
r-h

Analisis/Interpretasi
mo
-no

Tabel 20. Aspek dalam diagnosis holistik


mk

No Aspek Rincian Keterangan/Contoh


6/k

1. Alasan 1.1. keluhan utama Keluhan (complaints) dari


2/0

kedatangan (reason of encounter) fisik, mental


02

pasien /simptom/ sindrom neuropsikologikososial


z/2

klinis yang ditampilkan


.xy

2.2. apa yang


na

diharapkan pasien
lya

atau keluarganya
3.3. serta apa yang
mu

dikawatirkan pasien
na

atau keluarganya
.ai
ww

2. Diagnosis Bila diagnosis klinis Diagnosis berdasarkan ICD


//w

klinis belum dapat ditegakkan 10, dan ICPC-2 yang juga


ps:

biologikal, cukup dengan diagnosis mengemukakan masalah


htt

psikomental, kerja. sosial dan derajat penyakit

jdih.kemkes.go.id
- 1228 -

No Aspek Rincian Keterangan/Contoh

l
tm
intelektual,

g.h
nutrisi
sertakan

tan
derajat

n
-te
keparahan .

22
3. Perilaku - kebiasaan merokok (dietaryhabits;tinggi lemak,

20
individu dan - kebiasaan jajan, tinggi kalori, sedentary

86
gaya hidup kebiasaan makan lifestyle)

s11
(life style), - kebiasaan individu
kebiasaan mengisi waktu dengan

ke
yang perihal yang negatif

en
7m
menunjang
terjadinya 10
penyakit,
k0

beratnya
r-h

penyakit
mo

(faktor risiko
-no

internal)
mk

4. Pemicu 4.1. pemicu primer - Bantuan suami terhadap


psikososial adalah dinilai dari penyakit istri (bila yang
6/k

dan dukungan keluarga sakit adalah istri)


2/0

lingkungan yang terdekat (family - Tidak ada bantuan/


02

dalam support) perhatian/ perawatan/


z/2

kehidupan suami & istri, anak sesuai


.xy

seseorang dengan hiraki anak,


na

hingga menantu sesuai dengan


lya

mengalami kedudukan, cucu dan


penyakit lainnya atau pelaku rawat
mu

seperti yang yang


na

ditemukan
.ai

(faktor risiko 4.2. pemicu dukungan - Kurangnya kasih sayang


ww

eksternal) keluarga lainnya (hubungan yang tak


//w

(dinilai dari tidak harmonis)


ps:

adanya/kurangnya) - Kurangnya perhatian


htt

sesuai kedekatan perkembangan penyakit

jdih.kemkes.go.id
- 1229 -

No Aspek Rincian Keterangan/Contoh

l
tm
hubungan seseorang Kurangnya pengobatan/

g.h
dengan keluarganya) perawatan oleh keluarga
- Tidak ada penyelesaian

tan
masalah yang dilakukan ,

n
-te
- tidak ada waktu yang

22
disediakan keluarga

20
- pekerjaan (penuh waktu,

86
kerja keras fisik,

s11
psikologis)
- pengaruh negatif dari:

ke
kultur, budaya, pergaulan

en
7m
kebiasaan keluarga,
10 kepercayaan, pendidikan
(rendah, keterampilan
k0

terbatas)
r-h

4.3. pemicu sosial (yang - kebiasaan buruk berkaitan


mo

negatif) dapat tidak berolah raga,


-no

menimbulkan masalah - perilaku jajan keluarga


mk

kesehatan , atau (tak masak sendiri), menu


kejadian penyakit keluarga yang tak sesuai
6/k

kebutuhan
2/0

- perilaku tidak menabung


02

(perilaku konsumtif)
z/2

- tidak adanya perencanaan


.xy

keluarga(tak ada
na

pendidikan anak , tak ada


lya

pengarahan
pengembangan karier )
mu

4.4. masalah perilaku - perilaku kebersihan


na

keluarga yang tidak buruk


.ai

sehat - perilaku keluarga


ww

pemanfaatan waktu luang


//w

buruk
ps:

- penggunaan obat addiktif,


htt

penggunaan napza,

jdih.kemkes.go.id
- 1230 -

No Aspek Rincian Keterangan/Contoh

l
tm
merokok

g.h
4.5. masalah ekonomi - pendapatan tak cukup, tak

tan
yang mempunyai menentu dengan jumlah

n
-te
pengaruh terhadap keluarga besar

22
penyakit/masalah - ketergantungan finansial

20
kesehatan yang ada pada orang lain

86
- ratio ketergantungan

s11
(beban keluarga)

ke
4.6. akses pada - tak mudahnya untuk

en
7m
pelayanan kesehatan mencapai tempat praktik
yang mempengaruhi - tiada biaya berobat,
10
penyakit : - tidak mempunyai sistem
k0

pra upaya/Asuransi
r-h

Kesehatan)
mo

- pelayanan provider
-no

kesehatan yang tidak


mk

informatif, tidak ramah,


tidak komprehensif
6/k
2/0

4.7. pemicu dari - polutan dalam rumah


02

lingkungan fisik (asap dapur, asap


z/2

rokok,debu)
.xy

- pada tempat kerja (polusi


na

asap, debu, kimia) pada


lya

lingkungan pemukiman
4.8. masalah dengan - ventilasi, tak ada/tak
mu

bangunan tempat memadai


na

tinggal yang berdampak - pencahayaan kurang/


.ai

negatif terhadap tertutup banguan tinggi,


ww

kesehatan pasien dan - sumber air tak sehat


//w

keluarga (MCK),
ps:

- wc umum, sistem
htt

pembuangan ,

jdih.kemkes.go.id
- 1231 -

No Aspek Rincian Keterangan/Contoh

l
tm
- keamanan gedung;

g.h
ergonomi rumah, tangga,
licin (terutama untuk

tan
lansia, balita),

n
-te
- privasi tak ada,

22
kepadatan hunian,

20
bising

86
s11
- kepadatan perumahan
4.9. lingkungan - sistem pembuangan

ke
pemukiman yang sampah, limbah

en
7m
berdampak negatif - kebersihan, kebisingan,
pada seseorang 10 pemukiman kumuh , dll
k0

5. Fungsi sosial Aktivitas Menjalankan kemampuan dalam


r-h

seseorang Fungsi Sosial Dalam menjalani kehidupan


mo

Kehidupan untuk tidak tergantung


-no

pada orang lain. (skala 1-5)


mk

Skala 1 - Mampu melakukan - Perawatan diri, masih


6/k

pekerjaan seperti mampu beraktivitas rutin


2/0

sebelum sakit seperti biasa di dalam


02

dan di luar rumah


z/2

(mandiri)
.xy
na

Skala 2 - Mampu melakukan - Mulai mengurangi


lya

pekerjaan ringan sehari- aktivitas rutin sehari-hari


hari di dalam dan luar
mu

rumah
na

- Hanya mampu
.ai

Skala 3 - Mampu melakukan melakukan aktivitas


ww

perawatan diri, tapi tak ringan, perawatan diri


//w

mampu melakukan masih bisa dilakukan


ps:

pekerjaan ringan sepenuhnya,


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1232 -

No Aspek Rincian Keterangan/Contoh

l
tm
- Tak melakukan aktivitas

g.h
Skala 4 - Dalam keadaan tertentu kerja, tergantung pada
masih mampu merawat keluarga, perawatan diri

tan
diri, namun sebagian sebagian sudah mulai

n
-te
besar pekerjaan hanya tergantung orang lain

22
duduk dan berbaring

20
- Tergantung 100% pada

86
Skala 5 - Perawatan diri dilakukan pelaku rawat

s11
orang lain, tak mampu
berbuat apa-apa

ke
berbaring pasif

en
Referensi
7m
10
a. McWhinney IR. A Textbook of Family Medicine. 2nd ed.
k0

Oxford:Oxford University Press, 2009.


r-h

b. Gan Gl, Azwar A, Wonodirekso S. A Primer on Family Medicine


mo

Practice. Singapore: Singapore International Foundation, 2004.


-no

c. Boelen C, Haq C, et all. Improving Health Systems:The


mk

Contribution of Family Medicine. A guidebook. WONCA, 2002.


d. Amstrong D. Outline of Sociology as Applied to Medicine. 5th ed.
6/k

London:Arnold Publisher, 2003.


2/0

e. Rubin RH, Voss C, et all. Medicine A Primary Care Approach.


02

Philadepphia:WB Saunders Company, 1996.


z/2

f. Rakel RE, Rakel DP. Textbook of Family Medicine. 8th ed.


.xy

Philadephia:Elsevier Saunders, 2011.


na

g. Rifki NN. Diagnosis Holistik Pada Pelayanan Kesehatan


lya

Primer:Pendekatan Multi Aspek. Jakarta:Departemen Ilmu


Kedokteran Komunitas, 2008.
mu
na

37. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja (Okupasi)


.ai
ww

Pendahuluan
//w

Pajanan yang spesifik telah diketahui memiliki hubungan dengan


berbagai jenis penyakit. Hubungan tersebut dapat diidentifikasi
ps:

berdasarkan hubungan kausal antara pajanan dan penyakit yaitu


htt

berdasarkan kekuatan asosiasi, konsistensi, spesifisitas, waktu, dan

jdih.kemkes.go.id
- 1233 -

dosis. Banyak penelitian yang mengungkap bahwa frekuensi

l
tm
kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi daripada

g.h
masyarakat umum. Hal tersebut mungkin disebabkan adanya
pajanan-pajanan khusus di kalangan pekerja ditambah dengan

tan
kondisi lingkungan kerja yang kurang mendukung. Hal tersebut

n
-te
sangat disayangkan karena sesungguhnya banyak penyakit yang

22
dapat dicegah dengan melakukan tindakan preventif di tempat kerja.

20
86
Pengertian

s11
Diagnosis okupasi terdiri dari:
a. Penyakit akibat kerja/ PAK (Occupational Diseases) menurut

ke
International Labor Organization (ILO), 1998 adalah Penyakit

en
7m
yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi kuat
dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
10
penyebab yang sudah diakui.
k0

b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Work Related


r-h

Disease) 1998:
mo

Adalah Penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab,


-no

dimana faktor pada pekerjaan memegang peranan bersama


mk

dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit


yang mempunyai etiologi yang kompleks.
6/k
2/0

Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit


02

yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.


z/2

(Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 Tentang : Penyakit


.xy

Yang Timbul Karena Hubungan Kerja).


na

c. Penyakit yang mengenai populasi pekerja (Diseases affecting


lya

working populations)
Adalah Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa
mu

adanya agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat


na

oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan. Penyakit


.ai

tersebut juga dikenal dengan Penyakit yang diperberat oleh


ww

pekerjaan.
//w
ps:

Bahaya Potensial Fisik


Bahaya potensial fisik mengacu pada sekelompok bahaya potensial
htt

yang memiliki kemampuan secara fisik atau “energi” untuk

jdih.kemkes.go.id
- 1234 -

mempengaruhi kesehatan manusia. Contoh bahaya potensial yang

l
tm
masuk pada kategori fisik adalah: radiasi elektromagnetik, suhu

g.h
(panas dan dingin), radiasi akustik/bising, radiasi gelombang
magnet, debu (tidak dapat didefinisikan sifat kimianya

ntan
-te
Bahaya Potensial Kimia

22
Bahaya potensial kimia mengacu pada sekelompok bahaya potensial

20
yang memiliki sifat dasar dan struktur mewakili unsur kimia

86
tertentu. Beberapa contoh bahaya potensial kimia tersebut menurut

s11
efek yang ditimbulkan dapat dibagi menjadi : racun, bahan toksik,
karsinogenik, teratogenik, mutagenik, dan iritan.

ke
en
7m
Bahaya Potensial Biologi
Bahaya potensial biologi didefinisikan sebagai bahaya potensial yang
10
terdiri dari mikroorganisme hidup yang ditemukan di tempat kerja
k0

dan mempengaruhi kesehatan. Umumnya diklasifikasikan menurut


r-h

jenis mikroorganismenya seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit.


mo
-no

Bahaya Potensial Ergonomi


mk

Bahaya potensial ergonomi dikaitkan dengan kesesuaian alat kerja


dengan biomekanik pekerjanya dan sebaliknya kesesuaian
6/k

biomekanik pekerja dengan alat kerjanya. Pada bahaya potensial


2/0

ergonomi ini diidentifikasi posisi-posisi janggal dalam bekerja,


02

gerakan repetitif, angkat angkut manual yang bila dilakukan untuk


z/2

durasi dan beban tertentu akan memberikan dampak kesehatan


.xy

pada pekerja dan pencahayaan.


na
lya

Bahaya Potensial Psikososial


Bahaya potensial psikososial memiliki karakteristik khusus,
mu

mengingat bahaya potensial ini berikatan dengan pemicu di tempat


na

kerja yang dapat menimbulkan stess psikologis. Bahaya potensial


.ai

yang sering dikaitkan dengan aspek psikososial adalah hal yang


ww

berkaitan dengan beban kerja baik fisik maupun non fisik,


//w

hubungan interpersonal baik sesama pekerja maupun atasan dan


ps:

bawahan, iklim kerja, rotasi kerja dan kerja gilir, jenjang karir dan
adanya tekanan psikologis lainnya di tempat kerja.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1235 -

Tujuan

l
tm
a. Dasar terapi

g.h
b. Membatasi kecacatan dan mencegah kematian
c. Melindungi pekerja lain

tan
d. Memenuhi hak pekerja

n
-te
22
Alat dan Bahan

20
1) Berkas pasien

86
2) Alasan kedatangan

s11
3) Riwayat perjalanan penyakit
4) Riwayat penyakit keluarga

ke
5) Riwayat reproduksi

en
7m
6) Anamnesis okupasi
Jenis pekerjaan 10
Uraian tugas
k0

Bahaya potensial fisik, kimia, biologi, ergonomic, psikososial


r-h

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi


mo

Risiko kecelakaan kerja


-no

7) Hubungan pekerjaan dengan keluhan yang dialami


mk

8) Pemeriksaaan fisik (status generalis dan lokalis)


9) Pemeriksaan penunjang (bila ada)
6/k

10) Diagnosis klinis


2/0

11) Tatalaksana medikamentosa, non medikamentosa, edukasi


02

12) Rencana Follow up dan rujukan (bila perlu)


z/2

Langkah-langkah Pelaksanaan
.xy

a. Menentukan diagnosis klinis


na

b. Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaan


lya

c. Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit


(berdasarkan evidence based medicine)
mu

d. Menentukan apakah pajanan yang dialami cukup


na

e. Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang berperan


.ai

f. Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan


ww

g. Menentukan Diagnosis Okupasi/ Diagnosis Penyakit Akibat Kerja


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1236 -

Analisis/ Interpretasi

l
tm
Tabel 21. Langkah mendiagnosis PAK

g.h
Langkah

tan
1. Diagnosis Klinis

n
-te
Dasar diagnosis

22
(anamnesis, pemeriksaan fisik,

20
pemeriksaan penunjang, body map, brief survey)

86
2. Pajanan di tempat kerja

s11
Fisik
Kimia

ke
en
Biologi

7m
Ergonomi (sesuai brief survey)
Psikososial 10
3 . Evidence Based (sebutkan secara teoritis)
k0

Pajanan di tempat kerja yang menyebabkan diagnosis


r-h

klinis di langkah 1 (satu).


mo

Dasar teorinya apa?


-no

4. Apa pajanan cukup menimbulkan diagnosis klinis ??


mk

Masa kerja
Jumlah jam terpajan per hari
6/k

Pemakaian APD
2/0

Konsentrasi/dosis pajanan
02

Lainnya .....................
z/2

Kesimpulan jumlah pajanan dan dasar perhitungannya


.xy

5. Apa ada faktor individu yang berpengaruh thd timbulnya


na

diagnosis klinis? Bila ada, sebutkan.


lya

6. Apa terpajan bahaya potensial yang sama spt di langkah


3 di luar tempat kerja? Bila ada, sebutkan
mu

7 . Diagnosis Okupasi
na

Apa diagnosis klinis ini termasuk penyakit akibat kerja?


.ai

Bukan penyakit akibat kerja (diperberat oleh pekerjaan


ww

atau bukan sama sekali PAK)


//w

Butuh pemeriksaan lebih lanjut)?


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1237 -

PERDOKI (Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia)

l
tm
membuat pembagian dari hasil akhir suatu Diagnosis Okupasi

g.h
menjadi:
a. Penyakit Akibat Kerja: disini termasuk Occupational Diseases

tan
dan Work Related Diseases

n
-te
b. Penyakit yang diperberat oleh pekerjaan: ada unsur pajanan di

22
lingkungan kerja dan juga di luar lingkungan kerja dan atau

20
faktor individu pekerja

86
c. Bukan Penyakit Akibat Kerja; hanya ada unsur pajanan di luar

s11
lingkungan kerja dan faktor individu pekerja
d. Masih memerlukan data tambahan, artinya belum final dan

ke
masih memerlukan pemeriksaan tambahan untuk dapat

en
7m
menentukan hasil akhir
10
Referensi
k0

a. Soemarko DS, Sulistomo AB, dkk. Buku konsensus diagnosis


r-h

okupasi sebagai penentuan penyakit akibat kerja. Jakarta:


mo

Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia dan


-no

Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia, 2011.


mk

b. ILO . Occupational Health Services in ILO Encyclopaedia, 2000 :


16.1-62.
6/k

c. Levy Barry S and Wegman David H. Occupational Health:


2/0

Recognizing and Preventing Work Related Diseases and Injury.


02

USA: Lippincott Williamas and Wilkins, 2000.


z/2

d. World Health Organisation. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja.


.xy

World Health Organization, 1993.


na

e. New Kirk William. Selecting a program Philosophy, structure and


lya

Medical Director, in Occupational Health Service : Practical


Strategis Improving Quality dan Controlling Costs. American
mu

Hospital Publishing, Inc. USA. 1993


na

f. ILO. Ethical Issue in ILO Encyclopaedi. 2000: 19.1- 30


.ai

g. Yanri Zulmiar, Harjani Sri, Yusuf Muhamad. Himpunan


ww

Peraturan Perundangan Kesehatan Kerja. PT Citratama Bangun


//w

Mandiri. Jakarta 1999.


ps:

h. Jamsostek. Kumpulan Peraturan Perundangan Jamsostek.


Jakarta. 2003
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1238 -

i. Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional. Pedoman

l
tm
Diagnosis dan Penilaian cacat karena Kecelakaan dan Penyakit

g.h
Akibat Kerja. Jakarta. 2003
j. WHO. International Classification of Functioning, Disability and

tan
Health. Geneva

n
-te
k. Dep. IKK FKUI dan Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia.

22
Kurikulum PPDS Kedokteran Okupasi Indonesia. Jakarta. 1998

20
l. Kompetensi dokter pemberi pelayanan kesehatan kerja dan

86
kedokteran okupasi, Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia,

s11
1998.
m. La Dou, Current Occupational and Environmental Medicine, Lange

ke
Medical Books/ Mc Graw Hill, , 2004

en
7m
n. Zens Dickerson Novark, Occupational Medicine
o. National Institute for Occupational and Safety and Health,
10
University of Medicine and Dentistry of New Jersey. NIOSH
k0

Spirometry training Guide. December 2003.


r-h

p. Maizlish, Neil A., ed. Workplace Health Surveillance, An Action-


mo

Oriented Approach, Oxford University Press, Inc. New York,


-no

2000
mk

q. Newkirk W.L.ed., Occupational Health Services , Practical


Strategies for Improving Quality and Controlling Costs, American
6/k

Hospital Publishing Inc. USA, 1993.


2/0

r. Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemeterian Tenaga


02

Kerja dan Transmigrasi RI. Laporan survey tahun 2007-2009.


z/2

Jakarta, Desember 2010.


.xy

s. Direktorat Kesehatan kerja dan olah raga Kementerian


na

Kesehatan RI dan PERDOKI. Buku Pelatihan Diagnosis PAK.


lya

Jakarta, April 2011.


t. Soemarko DS. Stress at the workplace in Indonesia. Malindobru.
mu

Jakarta, Juli 2009.


na

u. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI. Kumpulan


.ai

abstrak penelitian Kedokteran Kerja tahun 2008. Jakarta.


ww
//w

38. Surveilans
ps:

Tingkat Kompetensi: 4A
Pendahuluan
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1239 -

Seorang dokter dituntut untuk meningkatkan derajat kesehatan

l
tm
komunitas. Oleh karena itu perlu adanya suatu keterampilan untuk

g.h
memperoleh informasi akurat bersinambung tentang berbagai
permasalahan di wilayahnya agar dapat dilakukan pengendalian

tan
terhadap permasalahan kesehatan tersebut sesuai dengan sumber

n
-te
daya setempat. Keterampilan yang dimaksud adalah untuk dapat

22
melaksanakan kegiatan surveilans.

20
86
Pengertian

s11
Surveilans adalah suatu kegiatan pengamatan permasalahan
kesehatan secara terus menerus untuk mempelajari trend

ke
permasalahan kesehatan di wilayah tertentu secara bersinambung.

en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy

Sesuai diagram di atas, kegiatan survailans adalah sebuah kegiatan


na

yang dimulai dari pengumpulan data. Data yang terkumpul di


lya

analisis, diinterpretasi dan di diseminasi ke pihak yang berwenang


mu

membuat kebijakan. Hasil survailans kemudian digunakan untuk


na

membuat sebuah program aksi kesehatan masyarakat yang terdiri


.ai

dari proses perencanaan, implementasi dan evaluasi.


ww

Beberapa jenis survailans seperti:


a. Sentinel survaillance
//w

Sampel dari fasilitas kesehatan dan laboratorium di beberapa


ps:

lokasi yang yang melaporkan semua kasus dari sebuah kondisi


htt

yang mengindikasikan tren di populasi

jdih.kemkes.go.id
- 1240 -

Contoh : Jaringan laboratorium mikrobiologi yang bekerjasama

l
tm
melaporkan penemuan kuman difteri

g.h
b. Household survaillance
Sampel acak dari rumah tangga yang mewakili populasi untuk

tan
memonitor secara konsisten dan peridik (3-5 tahun sekali)

n
-te
tentang sebuah kondisi kesehatan

22
Contoh : Survey kesehatan rumah tangga

20
c. Laboratory-based survaliance

86
Penggunaan laboratorium sentral di sebuah negara untuk

s11
identifikasi adanya strain baru dari sebuah wabah secara cepat
Contoh : CDC di Amerika, PulseNet di Eropa dan Canada

ke
d. Integrated disease survailance and rersponse (IDSR)

en
7m
Sistem yang terintegrasi dari sebuah negara untuk memantau
kondisi kesehatan. WHO membantu
10 beberapa negara
membangun sistem ini
k0
r-h

Tujuan
mo

Survailans bertujuan memonitor kondisi kesehatan dengan tujuan


-no

untuk :
mk

a. Memantau dan memprediksi trend permasalahan kesehatan


masyarakat (morbiditas, mortalitas, penggunaan obat,
6/k

efektivitas obat, dan efek samping pengobatan, penggunaan


2/0

vaksin, serta data-data lingkungan


02

b. Memiliki data sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaan


z/2

program kesehatan masyarakat


.xy

c. Mendeteksi perubahan cepat yang terjadi di masyarakat tentang


na

sebuah kondisi kesehatan termasuk distribusi kondisi tersebut


lya

d. Mengidentifikasi perubahan pada faktor agent dan host


e. Mengidentifikasi praktek pelayanan kesehatan
mu
na

Alat dan Bahan


.ai

Untuk memerlukan survailans dibutuhkan sumber data (sources of


ww

data). WHO membuat daftar data yang dapat digunakan untuk


//w

survailans yaitu :
ps:

a. Data mortalitas
b. Data morbiditas
htt

c. Data epidemik

jdih.kemkes.go.id
- 1241 -

d. Data utilisasi laboratorium

l
tm
e. Data investigasi kasus individual

g.h
f. Survei khusus (data rumah sakit, register penyakit dan survei
serologis)

tan
g. Informasi tentang vektor dan reservoir hewan

n
-te
h. Data lingkungan

22
20
Referensi

86
Modifikasi dari Basuki E, Daftar Tilik Konseling, Keterampilan Klinik

s11
Dasar FKUI, dokumen tidak dipublikasi, 2009

ke
39. Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut

en
7m
Tingkat Keterampilan : 4A
10
Pendahuluan
k0

Pembinaan kesehatan usia lanjut tidak dapat berdiri sendiri


r-h

mengingat pada Usia Lanjut mengalami multipatologi dan


mo

penyebabnyapun multifaktorial. Pembinaan kesehatan ini


-no

mencangkup langkah promotif berupa edukasi, langkah preventif


mk

berupa pengkajian dengan tujuan menggali masalah kesehatan yang


dialami oleh individu, langkah kuratif berupa penatalaksanaan yang
6/k

bersifat multidisiplin serta langkah rehabilitatif berupa konseling


2/0

dan langkah lain sesuai masalah.


02

Pembinaan kesehatan usia lanjut seharusnya diawali dengan


z/2

pelayanan Pra Lanjut Usia pada individu usia 45-59 tahun.


.xy

Pelayanan tersebut meliputi :


na

a. Edukasi tentang penerapan perilaku hidup bersih dan sehat,


lya

konsumsi gizi seimbang dan aktifitas sosial.


b. Deteksi dini keadaan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan
mu

secara berkala dengan instrumen KMS Lanjut usia.


na

c. Pengobatan dengan pola multidisiplin untuk mencegah


.ai

progresifitas penyakit, sesuai prinsip pengobatan rasional


ww

dengan mempertimbangkan gangguan fungsi.


//w

d. Upaya rehabilitatif (pemulihan) berupa upaya medis, psikososial


ps:

dan edukatif.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1242 -

Pengkajian Paripurna Pada Lanjut Usia/ Comprehensive Geriatric

l
tm
Assessment (CGA).

g.h
Sasaran: dilakukan terhadap pasien lanjut usia yang pertama kali
kontak dengan tenaga kesehatan

tan
Tujuan: menentukan permasalahan dan rencana penatalaksanaan

n
-te
terhadap lanjut usia dalam aspek biologis, kognitif, psikologis, dan

22
sosial

20
Pelaksana: CGA dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh dokter

86
dengan anggota lainnya seperti perawat, tenaga gizi, dan tenaga

s11
kesehatan masyarakat terlatih. Tim dapat ditambah sesuai
kebutuhan dan tenaga yang tersedia

ke
Pengkajian ini meliputi:

en
7m
a. Penilaian Kondisi medik
1) Identitas 10
Jati diri pribadi, masalah ekonomi,sosial, lingkungan,
k0

dengan siapa pasien tersebut tinggal atau siapakah orang


r-h

terdekat yang harus dihubungi bila terjadi sesuatu hal, dan


mo

lain-lain.
-no

2) Anamnesis
mk

a) keluhan utama
b) riwayat penyakit
6/k

c) riwayat operasi,
2/0

d) riwayat pengobatan (baik dari dokter maupun obat


02

bebas),
z/2

e) riwayat penyakit keluarga,


.xy

f) anamnesis gizi sederhana


na

g) anamnesis sistem
lya

3) Pemeriksaan fisik
a) pemeriksaan tanda vital,
mu

b) Pemeriksaan tekanan darah dan frekuensi denyut


na

jantung harus dilakukan pada posisi berbaring dan


.ai

duduk serta berdiri (bila memungkinkan); hipotensi


ww

ortostatik lebih sering muncul pada pasien Lanjut Usia


//w

dan geriatri.
ps:

c) Pemeriksaan dilakukan menurut sistematika sistem


organ mulai dari sistem kardiovaskular, sistem
htt

pernapasan, sistem gastrointestinal, sistem

jdih.kemkes.go.id
- 1243 -

genitourinarius, sistem muskuloskeletal, sistem

l
tm
hematologi, sistem metabolik endokrinologi, sistem

g.h
indera dan pemeriksaan neurologik.
b. Penilaian kemampuan fungsional

tan
Pemeriksaan status fungsional dilakukan menggunakan indeks

n
-te
ADL’s Barthel, test up and go. Poin yang dinilai adalah

22
kemampuan seseorang melakukan aktifitas hidup secara

20
mandiri

86
1) Pemeriksaan menggunakan indeks ADL’s Barthel

s11
Pemeriksaan ini dilakukan dengan anamnesis terpimpin

ke
Tabel 22. Indeks ADL’s Barthel

en
No Kriteria
7m Dengan Mandiri
10
bantuan
k0

1 Makan 5 10
r-h

2 Aktivitas Toilet 5 10
mo

3 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur 5-10 15


-no

dan sebaliknya, termasuk duduk di tempat


mk

tidur
4 Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir 0 5
6/k

rambut, menggosok gigi


2/0

5 Mandi 0 5
02

6 Berjalan di permukaan datar 10 15


z/2

7 Naik-turun anak tangga 5 10


.xy

8 Berpakaian 5 10
na

9 Mengontrol defekasi 5 10
lya

10 Mengontrol berkemih 5 10
mu

Total (maksimal 100)


na

Penilaian:
.ai

0-20 : Ketergantungan
ww

21-61 : Ketergantungan berat/ sangat tergantung


//w

62-90 : Ketergantungan sedang


ps:

91-99 : Ketergantungan ringan


htt

100 : Mandiri

jdih.kemkes.go.id
- 1244 -

2) TIME UP and GO TEST

l
tm
Tujuan: untuk menilai mobilitas melengkapi tes dementia

g.h
Peralatan: stopwatch, kursi yang mempunyai pegangan
lengan, penanda (pita atau garis yang ditempel di lantai)

tan
sepanjang 3 m

n
-te
Prosedur:

22
a) Siapkan penanda berupa garis lurus sepanjang 3

20
meter

86
b) Letakkan kursi menghadap penanda

s11
c) Lansia dipersilakan duduk dikursi
d) Lansia diperintahkan untuk berdiri dan berjalan

ke
menyusuri penanda (sejauh 3 m) dan kemudian

en
7m
berbalik arah kembali kekursi semula sampai duduk
kembali. Lihat kartu instruksi berikut:
10
k0
KARTU INSTRUKSI
Perintah untuk Lansia :
r-h

Bila saya memberi aba-aba Jalan, segera


lakukan :
mo

1. Berdiri dari kursi


2. Berjalanlah sepanjang garis penanda
-no

(3m)
mk

3. Berbalik arah setelah sampai ujung


4. Berjalan kembali kearah kursi
6/k

5. Duduk kembali dengan sempurna


2/0

e) Catat waktu yang dipergunakan untuk menyelesaikan


02
z/2

Keterangan
.xy

Lanjut Usia menggunakan alas kaki (sepatu atau sandal) yang


na

sering dipakai, diperbolehkan menggunakan alat bantu (


lya

tongkat, tripod, dll). Pencatatan waktu dimulai bersamaan


mu

dengan perintah “jalan...” dan diakhiri saat Lansia duduk


kembali dengan sempurna. Observasi yang dapat dilakukan
na

untuk lansia meliputi : stabilitas posisi, langkah (gait), lebar


.ai

langkah, dan ayunan.


ww
//w

Penilaian
ps:

Bila waktu yang diperlukan > 12 detik, maka Lansia memiliki


htt

resiko tinggi untuk jatuh

jdih.kemkes.go.id
- 1245 -

c. Penilaian status psiko-kognitif dan perilaku

l
tm
Untuk menjaring masalah psiko-kognitif dan perilaku dilakukan

g.h
pemeriksaan Metode 2 Menit. Bila didapati gangguan mental
emosional, maka dilakukan GDS yang merupakan metode

tan
skrining depresi, serta MMSE dan AMT (Abbreviated Mental Tes/

n
-te
AMT)sebagai skrining demensia. MMSE dapat ditambahkan

22
dengan Clock Drawing Test (CDT).

20
86
1) Pemeriksaan Metode 2 Menit

s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w

2) Skala Depresi Geriatrik 15 (Yesavage)/ Geriatric Depression


ps:

Scale (GDS)
htt

Pilihlah jawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan


perasaan anda dalam satu minggu terakhir

jdih.kemkes.go.id
- 1246 -

Tabel 23. Skala Depresi Geriatrik

l
tm
g.h
No Pertanyaan Jawaban
1 Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan Ya / Tidak

tan
anda?

n
-te
2 Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan Ya / Tidak

22
minat atau kesenangan anda?

20
3 Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? Ya /Tidak

86
4 Apakah anda sering merasa bosan? Ya / Tidak

s11
5 Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap Ya / Tidak
saat?

ke
en
6 Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan Ya / Tidak

7m
terjadi pada anda?
7 Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar
10 Ya / Tidak
hidup anda?
k0

8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya? Ya / Tidak


r-h

9 Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada Ya / Tidak


mo

keluar dan
-no

mengerjakan sesuatu yang baru ?


mk

10 Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah Ya / Tidak


dengan daya ingat anda dibanding kebanyakan orang?
6/k

11 Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini Ya / Tidak


2/0

menyenangkan?
02

12 Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan Ya / Tidak


z/2

anda saat ini?


.xy

13 Apakah anda merasa anda penuh semangat? Ya / Tidak


na

14 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada Ya / Tidak


lya

harapan?
15 Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik Ya / Tidak
mu

keadaannya dari pada


na

anda?
.ai

Jumlah jawaban yang tercetak tebal


ww
//w

Cara penghitungan:
ps:

a) Setiap jawaban bercetak tebal mempunyai nilai 1


htt

b) Hitung jumlah jawaban yang tercetak tebal


Penilaian:

jdih.kemkes.go.id
- 1247 -

c) Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar

l
tm
depresi

g.h
d) Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi
3) MMSE (lihat pada materi Keterampilan Klinik Psikiatri)

tan
4) Abbreviated Mental Test / AMT

n
-te
Pemeriksaan ini merupakan cara yang cepat untuk

22
mendeteksi demensia pada usia lanjut.

20
Peralatan: Kuesioner AMT

86
Prosedur

s11
1) Lansia diberi 10 pertanyaan, dinilai 1 apabila jawaban
benar, dan 0 bila jawaban salah. Lihat daftar pertanyaan

ke
dalam kartu kuesioner.

en
Tabel 24. Kuesioner AMT
7m
10
k0

No Pertanyaan Skor
r-h

1 Berapakah usia anda


mo

2 Sekarang jam berapa?


-no

3 Diberi suatu alamat, dan diperintahkan untuk menyebutkan


mk

ulang
4 Saat ini tahun berapa?
6/k

5 Sebutkan tempat anda berada saat ini


2/0

6 Sebutkan nama 2 orang yang diingat


02

7 Sebutkan tanggal kelahiran


z/2

8 Sebutkan (salah satu) tanggal dari peristiwa penting nasional


.xy

9 Sebutkan nama tokoh terkenal nasional


na

10 Hitung mundur dari 20 hingga 1


lya
mu

2) Dihitung total skor lakukan penilaian


Bila skor < 8 curiga ada penurunan kognitif saat dilakukan
na

tes
.ai

a) CLOCK DRAWING TEST (CDT)


ww

Clock Drawing Test adalah suatu alat tes yang


//w

digunakan untuk menilai dan mengevaluasi


ps:

kerusakan fungsi kognitif. CDT menggambarkan


htt

proses fungsi kognitif secara multipel termasuk


kemampuan untuk mendengar instruksi.

jdih.kemkes.go.id
- 1248 -

Peralatan: kertas putih kosong ukuran 8,5 x 11 inch,

l
tm
kertas dengan gambar jam, pensil/pulpen, meja atau

g.h
kursi untuk memudahkan menggambar.
Prosedur:

tan
1) Siapkan peralatan

n
-te
2) Lansia diperintahkan untuk menggambar

22
lingkaran jam dan menulis angkanya.

20
3) Lansia diperintahkan untuk menggambar posisi

86
jarum sesuai dengan instruksi (umumnya

s11
instruksi menggambar pukul 11.10).

ke
Tabel 25. Clock Drawing Test

en
Item Tes
7m Nilai Nilai
10
maks
k0

1 Menggambar lingkaran jam. 1


r-h

2 Menulis angka jam yang 1


mo

3 benar. 1
-no

4 Meletakkan angka-angka 1
mk

jam yang benar.


Menunjukkan arah jarum
6/k

jam yang benar


2/0

Skor total 4
02
z/2

Keterangan: lansia menggambar menggunakan tangan


.xy

yang dominan (left hand/right hand)


na

Penilaian
lya

Skor = 4 Normal
mu

Skor < 4 Gangguan fungsi kognitif


b) Penilaian Status gizi menggunakan lembar catatan
na

asupan makanan, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan Mini


.ai

Nutritional Assesment (MNA)


ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1249 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
86
Gambar 164. Alur dan prosedur pelayanan kesehatan gizi

s11
Lansia

ke
• IMT (Lihat pada materi Keterampilan klinik Metabolik,

en
endokrin, dan Nutrisi)

7m
10
Tabel 26. Mini Nutritional Assessment/ MNA
k0
r-h

A Terjadi penurunan asupan makanan dalam 3 bulan terakhir


mo

karena hilangnya nafsu makan, masalah pencernaan, gangguan


-no

dalam menelan atau mengunyah


0 = penurunan asupan makanan berat
mk

1 = penurunan asupan makanan sedang


6/k

2 = tidak ada penurunan asupan makanan


2/0

B Penurunan berat badan dalam 3 bukan terakhir


02

0 = penurunan berat badan > 3 kg


z/2

1 = tidak tahu
2 = penurunan berat badan antara 1 hingga 3 kg
.xy

3 = tidak penurunan berat badan


na

C Mobilitas
lya

0 = tidak mampu bangkit dari kursi atau tempat tidur


mu

1 = mampu bangkit dari kursi atau tempat tidur


na

2 = tidak ada gangguan


.ai

D Menderita stress psikologis atau penyakit akut dalam 3 bulan terakhir


ww

0 = ya
//w

2 = tidak
E Masalah neuropsikologi
ps:

0 = demensia berat atau depresi berat


htt

1 = demensia ringan

jdih.kemkes.go.id
- 1250 -

2 = tidak ada masalah psikologis

l
tm
F1 Indeks massa tubuh (IMT)

g.h
0 =IMT <19
1 = IMT 19 hingga < 21

tan
2 = IMT 21 hingga < 23

n
-te
3 = IMT >23

22
Bila nilai IMT tidak tersedia, gunakan item no F2.

20
Bila nilai IMT tersedia, maka jangan menjawab item no F2

86
F2 Lingkar lengan (LL) dalam cm

s11
0 = LL < 31
3 = LL > 31

ke
Skor skrining (maksimal 14 poin)

en
7m
12- 14 = Status nutrisi normal
8 -11 = Beresiko malnutrisi 10
0-7 = Malnutrisi
k0
r-h

d. Pemeriksaan status psikososial


mo

Perubahan status psikososial yang sering terjadi pada lanjut


-no

usia adalah mature, dependent, self hater, angry, angkuh


mk

e. Pemeriksaan status sosial


1) Menilai perlakuan orang-orang yang ada di sekitarnya yang
6/k

sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan fisik dan


2/0

mental lanjut usia seperti perlakuan yang salah terhadap


02

lanjut usia (mistreatment/abuse), dan menelantarkan


z/2

lanjut usia (neglected).


.xy

2) Menilai potensi keluarga yang dapat dimanfaatkan untuk


na

membantu pemulihan pasien.


lya

f. Pemeriksaan laboratorium sederhana


Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah:
mu

1) Darah Rutin, meliputi Hemoglobin, Eritrosit, Lekosit,


na

Trombosit, Hitung jenis


.ai

2) Kimia darah, diantaranya Gula darah sewaktu


ww

3) Urin Rutin
//w

(Lihat pada materi Keterampilan Pemeriksaan Laboratorium)


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1251 -

Hasil Pengkajian Paripurna tersebut di atas, dapat ditemukan satu

l
tm
atau beberapa gangguan fisik (karakter 1-11) dari 14 karakter

g.h
geriatrik berikut:
a. intelectual impairment (gangguan fungsi kognitif);

tan
b. insomnia (gangguan tidur);

n
-te
c. impairment of senses (gangguan fungsi panca indera);

22
d. immune deficiency (gangguan sistem imun);

20
e. infection (infeksi);

86
f. inanition (gangguan gizi);

s11
g. impaction (konstipasi);
h. inkontinensia urin (mengompol);

ke
i. impotence (gangguan fungsi seksual)

en
7m
j. instabilitas postural (jatuh dan patah tulang);
k. immobilisasi (berkurangnya kemampuan gerak);
10
l. iatrogenik (masalah akibat tindakan medis);
k0

m. isolation (isolasi/menarik diri);


r-h

n. impecunity (berkurangnya kemampuan keuangan);


mo

Enam dari 14 karakter tersebut (yakni: imobilisasi, instabilitas


-no

postural, intelectual impairment dalam hal ini delirium dan demensia,


mk

isolasi karena depresi, dan inkontinensia urin) merupakan kondisi–


kondisi yang paling sering menyebabkan pasien geriatri harus
6/k

dikelola lebih intensif yang sering dinamakan geriatric giants.


2/0

Selanjutnya dilakukan pengelompokan berdasarkan tingkat


02

kemandirian dalam rangka penentuan tatalaksana. Kelompok


z/2

tersebut adalah:
.xy

a. Lanjut Usia sehat dan mandiri;


na

b. Lanjut Usia sehat dengan ketergantungan ringan;


lya

c. Lanjut Usia sehat dengan ketergantungan sedang;


d. Lanjut Usia dengan ketergantungan berat/ total;
mu

e. Lanjut Usia pasca-rawat (dua minggu pertama);


na

f. Lanjut Usia yang memerlukan asuhan nutrisi; atau


.ai

g. Lanjut Usia yang memerlukan pendampingan (memiliki masalah


ww

psiko-kognitif).
//w

Berdasarkan kelompok tersebut akan dilakukan program yang


ps:

sesuai bagi Lanjut Usia tersebut, meliputi:


a. Kelompok 1 dan 2 dapat langsung mengikuti Program Lanjut
htt

Usia berkala di fasyankes.

jdih.kemkes.go.id
- 1252 -

b. Kelompok 3 dan 4 perlu mengikuti program layanan perawatan

l
tm
di rumah (home care service) dan bila perlu dapat melibatkan

g.h
pelaku rawat/ pendamping (caregiver) atau dirujuk ke RS.
c. Kelompok 5, 6, dan 7 dilakukan secara khusus dalam

tan
pengawasan dokter.

n
-te
22
Tatalaksana

20
Keterampilan klinik pada pelayanan bagi Lanjut Usia Sehat

86
Sasaran: lanjut usia berdasarkan hasil pengkajian paripurna geriatri

s11
masuk dalam kategori kelompok 1 dan 2 yaitu lanjut usia yang
bebas dari ketergantungan kepada orang lain atau tergantung pada

ke
orang lain tapi sangat sedikit, atau mempunyai penyakit yang

en
7m
terkontrol dengan kondisi medik yang baik.
Langkah promotif berupa edukasi PHBS, konsumsi gizi seimbang,
10
dan aktifitas sosial, Latihan fisik (senam Lanjut Usia, senam
k0

osteoporosis dll)
r-h

Langkah preventif berupa edukasi Latihan fisik sesuai kebutuhan


mo

individu/ kelompok, Stimulasi kognitif


-no

Keterampilan klinik pada pelayanan bagi Lanjut Usia Sakit


mk

Sasaran: Pasien geriatri yaitu: multipatologi, tampilan gejala dan


tanda tak khas, daya cadangan faali menurun, biasanya disertai
6/k

gangguan status fungsional dan di Indonesia pada umumnya dengan


2/0

gangguan nutrisi.
02

Penatalaksanaan sesuai kondisi patologis yang ada


z/2

Penghitungan kebutuhan energi dan gizi


.xy

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian gizi pada


na

Lanjut Usia yaitu adanya perubahan fisiologik, penyakit penyerta,


lya

faktor sosial seperti kemiskinan, psikologik (demensia depresi) dan


efek samping obat.
mu
na

Energi
.ai

Kebutuhan energi menurun dengan meningkatnya usia (3% per


ww

dekade). Pada Lanjut Usia hal tersebut diperjelas disebabkan adanya


//w

penurunan massa otot (BMR ) dan penurunan aktivitas fisik.


ps:

Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) tahun


htt

2004; laki-laki 2050 Kal dan perempuan 1600 Kal.

jdih.kemkes.go.id
- 1253 -

Untuk perhitungan yang lebih tepat dapat digunakan persamaan

l
tm
Harris Benedict ataupun rumus yang dianjurkan WHO. Secara

g.h
praktis dapat digunakan perhitungan berdasarkan rule of thumb

tan
Protein

n
-te
Kandungan protein dianjurkan sesuai kecukupan antara 0,8-1

22
g/kgBB/hari (10-15%) dari kebutuhan energi total.

20
86
Karbohidrat

s11
Dianjurkan asupan karbohidrat antara (50-60%) dari energi total
sehari, dengan asupan karbohidrat kompleks lebih tinggi daripada

ke
karbohidrat sederhana.

en
7m
Konsumsi serat dianjurkan 10-13 g per 1000 kalori (25g/hari ~ 5 porsi
buah dan sayur). Buah dan sayur selain merupakan sumber serat,
10
juga merupakan sumber berbagai vitamin dan mineral.
k0
r-h

Lemak
mo

Kandungan lemak dianjurkan + 25% dari energi total per hari, dan
-no

diutamakan berasal dari lemak tidak jenuh.


mk

Cairan
6/k

Pada Lanjut Usia masukan cairan perlu diperhatikan karena adanya


2/0

perubahan mekanisme rasa haus, dan menurunnya cairan tubuh


02

total (dikarenakan penurunan massa bebas lemak). Sedikitnya


z/2

dianjurkan 1500 ml/hari, untuk mencegah terjadinya dehidrasi,


.xy

namun jumlah cairan harus disesuaikan dengan ada tidaknya


na

penyakit yang memerlukan pembatasan air seperti gagal jantung,


lya

gagal ginjal dan sirosis hati yang disertai edema maupun asites.
mu

Vitamin
na

Vitamin mempunyai peran penting dalam mencegah dan


.ai

memperlambat proses degeneratif pada Lanjut Usia. Apabila asupan


ww

tidak adekuat perlu dipertimbangkan suplementasi; namun harus


//w

dihindari pemberian megadosis.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1254 -

Tabel 27. Kebutuhan vitamin larut lemak

l
tm
g.h
A (RE) D (mcg) E (mg) K (mcg)
Laki-laki 600 15 15 65

tan
> 65 th

n
-te
Perempuan 500 15 15 55

22
> 65 th

20
86
Tabel 28. Kebutuhan vitamin larut air

s11
ke
Thiam Riboflavi Niacin B12 As. B6 C

en
in n (mg) (mcg) folat (mg) (mg)

7m
(mg) (mg) (mcg)
Laki-laki 1,0 1,3 16
10 2,4 400 1,7 90
k0
> 65 th
r-h

Perempuan 1,0 1,1 14 2,4 400 1,5 75


> 65 th
mo
-no

Beberapa vitamin perlu mendapat perhatian khusus dikarenakan


mk

sering terjadi defisiensi (vitamin B12, D) dan sifat sebagai antioksidan


6/k

(vitamin C dan E).


2/0

Tabel 29. Kebutuhan beberapa mineral


02
z/2

Ca P Fe Zn I Se
.xy

(mg) (mg) (mg) (mg) (mcg) (mcg)


na

Laki-laki 800 600 13 13,4 150 30


lya

> 65 th
mu

Perempuan 800 600 12 9,8 150 30


na

> 65 th
.ai
ww

Beberapa mineral yang perlu mendapat perhatian khusus antara lain


1) Ca. Kemampuan absorpsi Ca menurun baik pada laki-laki
//w

maupun perempuan 2) defisiensi Zn mengakibatkan gangguan imun


ps:

dan gangguan pengecapan (yang memang menurun pada Lanjut


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1255 -

Usia) 3) defisiensi Cu dapat mengakibatkan anemia. 4) Se karena

l
tm
bersifat antioksidan.

g.h
Agar dapat terpenuhi seluruh kebutuhan perlu diperhitungkan

tan
kebutuhan energi dan nutrien sesuai dengan kebutuhan tubuh

n
-te
(kuantitatif) dan mengandung seluruh nutrien (kualitatif) yang

22
dikenal sebagai menu makanan seimbang, dan untuk mencapai hal

20
tersebut perlu penganekaragaman makanan yang dikonsumsi.

86
s11
Konseling tentang aktivitas fisik dan latihan fisik
Materi yang dikonselingkan berupa

ke
Persiapan latihan fisik

en
7m
a. Sebaiknya memakai pakaian olahraga yang tidak tebal, dapat
menyerap keringat dan elastis agar pergerakan tidak terganggu
10
(seperti: kaos, training pack).
k0

b. Sebaiknya gunakan sepatu olahraga yang cukup dan sesuai


r-h

dengan jenis latihannya.


mo

c. Pola hidangan yang dianjurkan menjelang latihan fisik:


-no

Minum secukupnya sebelum, selama; dan sesudah latihan;


mk

Sebaiknya makan dengan:


Hidangan lengkap 3-4 jam sebelum latihan;
6/k

Makanan kecil/ringan seperti biskuit/ roti 2-3 jam sebelum latihan;


2/0

Makan cair misalnya bubur, jus buah 1-2 jam sebelumnya;


02

30 menit sebelum latihan dianjurkan minum air saja.


z/2
.xy

Latihan fisik
na

Dilakukan hanya pada Lanjut Usia yang sehat atau dengan


lya

ketergantungan ringan sesuai skala Barthel


Prinsip – prinsip latihan fisik :
mu

a. Perlu menerapkan prinsip latihan fisik yang baik, benar,


na

terukur, dan teratur guna mencegah timbulnya dampak yang


.ai

tidak diinginkan.
ww

b. Latihan fisik terdiri dari pemanasan, latihan inti dan diakhiri


//w

dengan pendinginan. Pemanasan dan pendinginan berupa


ps:

peregangan dan relaksasi otot serta sendi yang dilakukan secara


hati-hati dan tidak berlebihan.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1256 -

c. Frekuensi latihan fisik dilakukan 3-5 x/minggu dengan selang 1

l
tm
hari istirahat.

g.h
d. Latihan fisik dilakukan pada intensitas ringan-sedang dengan
denyut nadi : 60 – 70 % x Denyut Nadi Maksimal (DNM) . DNM

tan
= 220 – umur.

n
-te
e. Latihan fisik dilakukan secara bertahap dan bersifat individual,

22
namun dapat dilakukan secara mandiri dan berkelompok

20
86
Tahapan latihan fisik

s11
Pemanasan (Warming Up)
Berupa latihan fleksibilitas/ kelenturan dan sering disebut sebagai

ke
stretching, sehingga digunakan sebagai gerakan awal atau bagian

en
7m
dari pemanasan sebelum akan melakukan latihan inti, dengan cara
meningkatkan luas gerak sekitar persendian serta melibatkan tulang
10
dan otot. Peregangan dilakukan:
k0

a. Secara perlahan sampai mendekati batas luasnya gerakan


r-h

sendi, kemudian ditahan selama 8 hitungan dalam 10 detik dan


mo

akhirnya direlaksasikan;
-no

b. Sampai terasa ada regangan yang cukup tanpa ada rasa nyeri.
mk

c. Frekuensi 4 – 5 x/ minggu selama 10 -15 menit dengan


melibatkan persendian dan otot-otot tubuh bagian atas, bagian
6/k

bawah serta sisi kiri dan kanan tubuh;


2/0

d. Tanpa memantul
02

e. Bernapas secara teratur dan tidak dibenarkan untuk menahan


z/2

napas.
.xy
na

Latihan Inti
lya

Terdiri dari latihan yang bersifat aerobik untuk daya tahan jantung-
paru, latihan kekuatan otot untuk daya tahan dan kekuatan otot
mu

serta latihan keseimbangan.


na

Latihan daya tahan jantung-paru :


.ai

Latihan aerobik dilakukan berdasarkan frekuensi latihan fisik per


ww

minggu, mengukur intensitas latihan fisik dengan menghitung


//w

denyut nadi per menit saat latihan fisik. Frekuensi dilakukan 3 – 5 x


ps:

/minggu selama 20 – 60 menit, dapat dilakukan dengan interval 10


menit.
htt

a. Senam aerobik 1 x / minggu (kelompok)

jdih.kemkes.go.id
- 1257 -

Dosis latihan disesuaikan dengan kemampuan sehingga denyut

l
tm
nadi latihan mencapai = 60 – 70 % DNM dan bersifat low impact

g.h
(gerakan-gerakan yang dilakukan tanpa adanya benturan pada
tungkai)

tan
b. Jalan cepat 2 x / minggu (secara kelompok 1x dan secara

n
-te
mandiri 1x)

22
Latihan dilakukan dengan kecepatan secara bertahap: (untuk

20
usia ≤ 60 thn)

86
s11
Tabel 30. Tahapan latihan untuk usia < 60 tahun

ke
Bulan Jarak Waktu Frekuensi per Selang Waktu

en
7m
ke- (Km) tempuh sesi latihan istirahat
(menit) 10 (menit)
I 1,6 25 – 30 1 -
k0

II 1,6 25 2 15
r-h

III 1,6 25 2 10
mo

IV 1,6 25 2 5
-no

V 1,6 20 2 10
mk

VI 1,6 20 2 5
6/k

Keterangan :
2/0

Contoh pada bulan ke 2:


02

Jalan cepat 1,6 Km dengan waktu tempuh 25 menit, dilakukan 2 x


z/2

dengan selang waktu istirahat 15 menit . Istirahat dilakukan tidak


.xy

dalam keadaan duduk, tetapi secara aktif yaitu sambil berjalan pelan
na

atau menggerakkan lengan dan tungkai.


lya
mu

Untuk usia > 60 tahun menggunakan latihan fisik dengan jalan


cepat selama 6 menit dengan menghitung jarak tempuh yang
na

dilakukan secara bertahap


.ai
ww

Tabel 31. Tahapan latihan untuk usia > 60 tahun wanita


//w

Jalan 60- 65– 70– 75– 80– 85– 90–


ps:

6 menit 64 69 74 79 84 89 94
htt

Wanita Thn Thn Thn Thn Thn Thn Thn

jdih.kemkes.go.id
- 1258 -

Bulan 1 450 400 350 300 250 200 150

l
tm
m m m m m m m

g.h
Bulan 2 500 450 400 350 300 250 200
m m m m m m m

tan
Bulan 3 550 500 450 400 350 300 250

n
-te
m m m m m m m

22
Bulan 4 600 550 500 450 400 350 300

20
m m m m m m m

86
Bulan 5 650 600 550 500 450 400 350

s11
m m m m m m m

ke
Table 32. Tahapan latihan untuk usia > 60 tahun laki-laki

en
7m
Jalan 60–64 65–69 70–74 75–79 80–84 85–89 90–94
L 10
6 menit Thn Thn Thn Thn Thn Thn Thn
a
k0

Laki2
t
r-h

Bulan 1 500 m 450 m 400 m 350 m 300 m 250 m 200 m


i
mo

Bulan 2 550 m 500 m 450 m 400 m 350 m 300 m 250 m


h
-no

Bulan 3 600 m 550 m 500 m 450 m 400 m 350 m 300 m


a
Bulan 4 650 m 600 m 550 m 500 m 450 m 400 m 350 m
mk

n
Bulan 5 700 m 650 m 600 m 550 m 500 m 450 m 400 m
6/k

Kekuatan Otot :
2/0

Latihan kekuatan otot dilakukan berdasarkan jumlah set dan


02

pengulangan gerakan (repetisi) dengan atau tanpa adanya


z/2

penambahan beban dari luar. Jenis latihan kekuatan otot dapat pula
.xy

berupa latihan tahanan otot (resistance training). Latihan dilakukan


na

2 – 3 x/ minggu selama 10 – 15 menit , pada hari saat tidak


lya

melakukan latihan aerobik.


mu

Latihan Keseimbangan
na

Latihan keseimbangan dilakukan dengan melatih tubuh pada posisi


.ai

tidak seimbang dengan atau tanpa menggunakan alat bantu (kursi).


ww

Latihan dilakuan 2 – 3 x/ minggu selama 10 – 15 menit, waktunya


//w

setelah latihan kekuatan otot.


ps:

Pendinginan ( Warming down)


htt

Dilakukan selama 5 – 10 menit.

jdih.kemkes.go.id
- 1259 -

Bentuk kegiatan prinsipnya sama dengan kegiatan pemanasan

l
tm
hanya dilakukan dengan perlahan dan pelemasan.

g.h
Jenis latihan yang tidak dianjurkan :

tan
Latihan yang bersifat:

n
-te
Lebih lama dari 60 menit

22
a. Menahan nafas;

20
b. Memantul dan melompat;

86
Latihan beban dengan beban dari luar

s11
a. Mengganggu keseimbangan (berdiri di atas 1 kaki tanpa
berpegangan atau tempat latihan tidak rata dan licin);

ke
b. Hiperekstensi leher (menengadahkan kepala ke belakang);

en
7m
c. Kompetitif atau dipertandingkan;
10
40. Rehabilitasi Medis
k0

Tingkat kemampuan: 4A
r-h

Teknik keterampilan
mo

a. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang


-no

dipakai
mk

b. Persiapan Pasien:
1) Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
6/k

2) Menjelaskan tahapan pemeriksaan


2/0

3) Menjelaskan efek samping dan komplikasi pemeriksaan


02

(jika ada)
z/2

Melakukan pemeriksaan tanda vital dan status generalis


.xy

1) Pada pemeriksaan uji fleksibilitas dan lingkup gerak sendi:


na

Longgarkan atau lepaskan pakaian yang menutupi


lya

persendian atau bagian tubuh yang akan diperiksa.


2) Pada pemeriksaan uji fleksibilitas dan lingkup gerak sendi:
mu

pasien diminta melakukan pemanasan pada sendi yang


na

akan diperiksa.
.ai

c. Pelaksanaan pemeriksaan
ww

d. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.


//w

Jenis Pemeriksaan Rehabilitasi Dasar


ps:

Di bawah ini adalah pemeriksaan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi


Umum yang dapat dilakukan dalam pengisian asesmen Kedokteran
htt

Fisik dan Rehabilitasi dasar. Pemeriksaan dilakukan bila terdapat

jdih.kemkes.go.id
- 1260 -

indikasi untuk dilakukannya pemeriksaan, dengan memastikan

l
tm
tidak ada kontraindikasi atau masalah dalam peresepan

g.h
pemeriksaan.
a. Sensibilitas

tan
Pemeriksaan sensibilitas dilakukan untuk memeriksa fungsi

n
-te
modalitas sensorik yaitu rasa raba, rasa posisi, nyeri.

22
Untuk pemeriksaan sensibilitas pada asesmen KFR sederhana

20
ini, dilakukan dengan menggunakan Nottingham Sensory

86
Assesment.

s11
Indikasi dilakukannya uji sensibilitas
Semua gangguan sistem saraf pusat maupun perifer

ke
Kontraindikasi

en
7m
Tidak ada
Efek samping/komplikasi tindakan 10
Tidak ada
k0

Syarat pasien untuk pemeriksaan


r-h

1) Dilakukan pada pasien yang kooperatif


mo

2) Pasien tidak memiliki gangguan fungsi luhur


-no

3) Pasien tidak mengalami gangguan pemahaman bahasa


mk

Prosedur pemeriksaan akan dibahas lebih lanjut pada


penjelasan 1 terlampir.
6/k

b. Fungsi Kekuatan Otot


2/0

Uji kekuatan otot adalah penilaian kekuatan otot menggunakan


02

tangan/manual atau peralatan khusus.


z/2

Tujuan uji kekuatan otot adalah untuk menilai adanya


.xy

gangguan kekuatan otot, sebagai dasar untuk penentuan terapi,


na

atau untuk mengevaluasi hasil terapi. Pada asesmen KFR


lya

sederhana, fungsi kekuatan otot diperiksa secara manual


dengan menggunakan Manual Muscle Testing (MMT).
mu

Indikasi uji kekuatan otot


na

1) Pasien dengan kelemahan otot


.ai

2) Pasien dengan gangguan muskuloskeletal


ww

3) Pasien dengan gangguan neuromuscular


//w
ps:

Kontraindikasi uji kekuatan otot


1) Inflamasi dan pasca bedah akut pada sistem
htt

muskuloskeletal

jdih.kemkes.go.id
- 1261 -

2) Nyeri hebat

l
tm
3) Gangguan kardiorespirasi

g.h
4) Gangguan fungsi luhur
5) Osteoporosis

tan
6) Fraktur

n
-te
Efek Samping Uji Kekuatan Otot

22
1) Fraktur

20
2) Nyeri

86
3) Cedera otot

s11
Syarat pasien untuk pemeriksaan
1) Pasien tidak boleh dalam keadaan lelah

ke
2) Pasien harus mampu memahami instruksi

en
7m
3) Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan setiap minggu
atau tergantung kondisi pasien
10
Prosedur pemeriksaan akan dibahas lebih lanjut pada
k0

penjelasan 2 terlampir.
r-h

c. Fleksibilitas dan lingkup gerak sendi


mo

Pemeriksaan fleksibilitas dan lingkup gerak sendi adalah


-no

tindakan mengukur kemampuan untuk menggerakan sendi


mk

sepanjang lingkup geraknya.


Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai kelenturan suatu
6/k

persendian, sebagai upaya diagnostik kondisi klinis suatu


2/0

gangguan pada persendian, dan evaluasi keberhasilan suatu


02

latihan peregangan.
z/2

Untuk pemeriksaan fleksibilitas dan lingkup gerak sendi pada


.xy

asesmen KFR sederhana ini, dilakukan dengan menggunakan


na

goniometer, schober test, dan sit and reach test.


lya

Indikasi dilakukannya uji fleksibilitas dan lingkup gerak sendi


1) Evaluasi kondisi yang berpotensi menyebabkan gangguan
mu

kelentukan,
na

2) Evaluasi kondisi keterbatasan lingkup gerak sendi


.ai

Kontraindikasi uji fleksibilitas dan lingkup gerak sendi


ww

1) Peradangan sendi akut


//w

2) Fraktur di sekitar persendian


ps:

3) Pasien tidak kooperatif


Syarat pasien untuk pemeriksaan
htt

1) Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan asesmen

jdih.kemkes.go.id
- 1262 -

2) Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan setiap minggu

l
tm
atau tergantung kondisi pasien.

g.h
Prosedur masing- masing pemeriksaan akan dibahas lebih
lanjut pada penjelasan 3 terlampir.

tan
d. Keseimbangan

n
-te
Keseimbangan atau balance adalah mekanisme tubuh untuk

22
menghindari jatuh atau kehilangan keseimbangan.

20
Tujuan asesmen adalah untuk menilai adanya masalah

86
keseimbangan.

s11
Asesmen keseimbangan pada pemeriksaan KFR sederhana
dilakukan dengan menggunakan berg balance scale dan

ke
pediatric balance scale.

en
Indikasi Uji keseimbangan
7m
10
Gangguan keseimbangan, misalnya pada:
k0

1) Cerebral Palsy
r-h

2) Gangguan muskuloskeletal
mo

3) Gangguan neuromuskular
-no

4) Gangguan sensoris
mk

5) Gangguan keseimbangan
6/k

Kontraindikasi uji keseimbangan


2/0

1) Pasien dengan gangguan kesadaran


02

2) Pasien dengan afasia sensorik


z/2

3) Pasien dengan demensia


.xy

4) Pasien dengan gangguan penglihatan yang tidak terkoreksi


na

5) Pasien yang tidak kooperatif


lya

Efek samping/komplikasi tindakan: tidak ada


Efek samping/ komplikasi uji postur kontrol
mu

Jatuh
na

Syarat pasien untuk pemeriksaan


.ai

1) Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan asesmen


ww

2) Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan tergantung


//w

kondisi pasien.
ps:

Prosedur berg balance scale akan dibahas lebih lanjut pada


penjelasan 4 terlampir.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1263 -

e. Fungsi Lokomotor dan fungsi jalan

l
tm
Sistem lokomotor merupakan istilah lain dari sistem

g.h
muskuloskeletal. Sistem ini bertanggung jawab terhadap
munculnya respon gerak otot yang diakibatkan perangsangan

tan
sistem saraf. Sistem lokomotor berperan penting untuk

n
-te
menunjang fungsi seseorang disamping kapasitas fisik dan

22
kebugaran.

20
Tujuan uji fungsi lokomotor adalah untuk menegakkan

86
diagnosis fungsi sistem lokomotor, dan mengetahui defisit

s11
fungsi aktivitas kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh
gangguan fungsi lokomotor.

ke
Pemeriksaan fungsi lokomotor pada asesmen KFR sederhana

en
7m
dilakukan dengan menggunakan timed up and go test.
10
Indikasi: bila ditemukan kelainan fungsi lokomotor
k0
r-h

Kontraindikasi
mo

1) Penurunan kesadaran
-no

2) Pasien tidak kooperatif


mk

3) Nyeri hebat pada pemeriksaan muskuloskeletal


4) Fraktur
6/k
2/0

Efek samping/komplikasi tindakan


02

Nyeri, karena beberapa tindakan bersifat uji provokatif


z/2

Timed up and go test akan dibahas lebih lanjut pada penjelasan


.xy

5 terlampir.
na
lya

f. Aktivitas Kehidupan Sehari-hari


Assesmen aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) merupakan
mu

pemeriksaan kemampuan fungsional seseorang dalam


na

melakukan aktivitas sehari-harinya termasuk kemampuan


.ai

merawat diri dan menjalankan aktivitas dengan atau tidak


ww

menggunakan alat, yang sesuai dengan usia, pendidikan,


//w

pekerjaanya sebelum sakit.


ps:

Tujuan dilakukan pemeriksaan adalah untuk menentukan


adanya gangguan kemampuan fungsional dalam melakukan
htt

aktivitas kehidupan sehari-hari dan perawatan diri,

jdih.kemkes.go.id
- 1264 -

menentukan tingkat disabilitas pasien, dan memonitor

l
tm
keberhasilan terapi.

g.h
Aktivitas kehidupan sehari- hari diukur dengan menggunakan
barthel index.

ntan
-te
Indikasi

22
1) Pasien dengan gangguan neurologis yang berisiko

20
mengalami gangguan fungsional

86
2) Pasien dengan tirah baring lama

s11
3) Pasien geriatri
4) Pasien dengan cedera musculoskeletal

ke
5) Pasien dengan gangguan fungsi luhur

en
Kontraindikasi: tidak ada
7m
10
k0

Efek samping/komplikasi tindakan: tidak ada


r-h
mo

Syarat pasien untuk pemeriksaan


-no

1) Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan asesmen


mk

2) Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan setiap minggu


atau tergantung kondisi pasien.
6/k

Prosedur pemeriksaan akan dibahas lebih lanjut pada


2/0

penjelasan 6 terlampir.
02
z/2

g. Fungsi komunikasi dan kognitif


.xy

Pemeriksaan uji fungsi komunikatif dan kognitif dilakukan


na

untuk membantu memahami proses patologis pada susunan


lya

saraf pusat yang dapat mendasari gangguan kognisi, menapis


pasien yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
mu

penegakkan diagnosis, menyediakan informasi yang bermanfaat


na

bagi progam rehabilitasi pasien, dan memahami masalah


.ai

motivasi dan emosi yang dapat mempengaruhi kualitas hidup


ww

pasien.
//w

Fungsi komunikasi dan kognitif pada pemeriksaan KFR


ps:

sederhana dilakukan dengan Mini Mental-State Examination


(MMSE).
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1265 -

Indikasi uji fungsi komunikasi dan kognitif

l
tm
Pasien dengan kecurigaan gangguan fungsi komunikasi atau

g.h
kognitif

tan
Kontra Indikasi uji fungsi komunikasi dan kognitif

n
-te
1) Pasien dengan penurunan kesadaran

22
2) Pasien tidak kooperatif

20
86
Efek Samping/komplikasi: tidak ada

s11
Syarat pasien untuk pemeriksaan

ke
1) Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan asesmen

en
7m
2) Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan setiap minggu
atau tergantung kondisi pasien. 10
k0

h. Fungsi menelan
r-h

Uji fungsi menelan adalah penilaian fungsi menelan fase


mo

orofaring yang dapat dilakukan secara klinis atau dengan alat.


-no

Tujuan uji fungsi menelan adalah untuk penapisan ada


mk

tidaknya gangguan menelan, pengumpulan informasi tentang


kemungkinan etiologi gangguan menelan terkait anatomi dan
6/k

fisiologinya, mencari adanya resiko aspirasi, menentukan


2/0

manajemen nutrisi alternatif(jika diperlukan),


02

merekomendasikan pemeriksaan tambahan yang diperlukan


z/2

untuk menegakkan diagnosa ataupun penatalaksanaan


.xy

gangguan menelan, untuk menilai hasil terapi.


na

Untuk pemeriksaan KFR sederhana pada fungsi menelan,


lya

dilakukan secara klinis dengan menggunakan dysphagia self


test dan Toronto bedside swallowing screening test.
mu
na

Indikasi uji fungsi menelan


.ai

1) Gangguan neurologis
ww

2) Defisit struktural seperti cleft palate atau kelainan


//w

kongenital pada organ


ps:

3) Kranio-maksilofasial, divertikula, surgical ablations.


4) Cedera saraf kranial
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1266 -

5) Riwayat menderita keganasan nasofaring, gaster dan

l
tm
esophagus

g.h
6) Riwayat menggunakan selang nasogastrik atau gastrostomi
7) Gangguan bicara: pelo, suara serak, suara sengau

tan
8) Pasien dengan gejala klinis sebagai berikut:

n
-te
ngeces(drooling), sulit mengunyah makanan berserat,

22
makanan atau saliva terkumpul di pipi, sulit menelan

20
makanan cair, berkurang atau menghilangnya daya

86
pengecapan, rongga hidung terasa terbakar/panas,

s11
tersedak atau ada perasaan tercekik waktu menelan,
melakukan gerakan yang berlebihan atau berusaha keras

ke
untuk menelan, makanan yang ditelan keluar melalui

en
7m
lubang hidung, sering mengalami infeksi saluran
pernafasan, ada perasaan makanan tersangkut di saluran
10
cerna, sulit menelan karena tenggorokan kering/air liur
k0

berkurang.
r-h
mo

Kontraindikasi uji fungsi menelan


-no

1) Kesadaran menurun
mk

2) Gangguan berbahasa reseptif


3) Gangguan fungsi luhur/kognitif
6/k

4) Pasien tidak kooperatif


2/0

Lebih lanjut mengenai prosedur kedua pemeriksaan akan


02

dibahas pada penjelasan 7 terlampir.


z/2
.xy

41. Rehabilitasi Sosial Bagi Individu, Keluarga dan Masyarakat


na

Tingkat kemampuan: 4A
lya

Pendahuluan
Seorang pasien yang mengalami masalah kesehatan yang berat atau
mu

yang kronis, memerlukan suatu penatalaksanaan yang


na

memungkinkan pasien tersebut kembali di tengah lingkungan


.ai

sosialnya dan berfungsi sebagaimana/ sedekat mungkin seperti


ww

sebelum sakit. Rehabilitasi bukan hanya dari sudut fisis, namun


//w

perlu dari sudut mental dan sosial. Rehabilitasi sosial sangat


ps:

membutuhkan motivasi yang tinggi dari individu, dukungan dari


lingkungan sosial mulai dari pasangan, anggota keluarga dan
htt

komunitas sosial (komunitas sosial di sekitar pasien, maupun

jdih.kemkes.go.id
- 1267 -

komunitas yang dapat terhubung dengan media masa atau media

l
tm
sosial)

g.h
Tujuan
a. Diperolehnya keadaan sosial yang nyaman bagi individu yang

tan
berusia 17 tahun ke atas untuk kembali pada keadaan

n
-te
keseharian sebelum sakit dalam rangka menjamin kualitas

22
hidup individu

20
b. Diperolehnya keadaan sosial yang nyaman bagi keluarga setelah

86
adanya individu dalam keluarga yang mengalami masalah

s11
kesehatan
c. Diperolehnya keadaan sosial yang nyaman bagi masyarakat

ke
setelah pengalaman masalah kesehatan luar biasa

en
7m
Alat dan bahan yang diperlukan:
a. Rekam medis berisi kondisi fisik, mental dan sosial pasien
10
b. Rekam medik keluarga berisi dinamika keluarga dan fungsi-
k0

fungsi dalam keluarga


r-h

c. Ruang konseling individual dengan penataan kursi seperti pada


mo

gambar 165
-no

d. Ruang konseling keluarga dengan penataan kursi seperti pada


mk

gambar 166
e. Ruang penyuluhan masyarakat dengan audiovisual yang
6/k

memungkinkan dan sesuai


2/0

f. Kolaborasi antar petugas kesehatan yang saling mendukung


02
z/2
.xy
na
lya

Gambar 165. Dokter dan pasien berhadapan tanpa dibatasi meja namun
mu

meja diletakkan di sebelah kanan dokter agar mudah mencatat. Meja


na

dipindahkan ke sebelah kiri dokter bila dokter kidal.


.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1268 -

Gambar 166. Susunan kursi untuk pertemuan keluarga. Semua

l
tm
peserta saling dapat memandang. Di belakang dokter adalah papan

g.h
tulis untuk mencatat tujuan pertemuan hari ini.
Teknik keterampilan

tan
a. Dokter melaksanakan konseling dengan pasien terkait

n
-te
kekuatiran, harapan, keluhan, pemberdayaan, tanggungjawab

22
pribadi, dan keadaan lingkungan mengenai arti hidup

20
selanjutnya dari kacamata pasien.

86
b. Langkah-langkah konseling pada rehabilitasi medik:

s11
1) Menyapa pasien dan menanyakan namanya
2) Memperkenalkan diri serta memberitahukan perannya

ke
3) Menjelaskan tujuan pertemuan, yaitu merencanakan

en
7m
penatalaksanaan rehabilitasi sosial
4) Menetapkan tujuan rehabilitasi bagi pasien
10
a) apakah rehabilitasi yang akan dilakukan berarti bagi
k0

pasien,
r-h

b) apa saja fokus yang harus diperhatikan untuk


mo

dilakukan,
-no

c) apa saja tantangan yang ada dan yang mungkin


mk

dicapai,
d) apa rencana jangka pendek dan jangka panjang
6/k

5) Menetapkan hasil diskusi saat ini:


2/0

a) menyusun jadwal dan target setiap titik di jadwal


02

b) peran serta pasien dan keluarga dalam


z/2

penatalaksanaan rehabilitasi sosial


.xy

6) Menjelaskan keuntungan dan kerugian dari masing-masing


na

alternatif tersebut
lya

7) Mencek kembali pemahaman pasien/keluarga tentang:


a) proses pencapaian target rehabilitasi
mu

b) bagaimana memperoleh penjelasan yang diperlukan


na

setiap saat
.ai

c) siapa yang akan berpartisipasi dan mendukung


ww

pencapaian target
//w

8) Memberikan penjelasan yang terorganisir dengan baik


ps:

9) Memberi kesempatan/waktu kepada pasien untuk bereaksi


terhadap penjelasan dokter (berdiam diri sejenak)
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1269 -

10) Mendorong pasien untuk menyampaikan reaksinya,

l
tm
keprihatinannya serta perasaannya

g.h
11) Menyampaikan refleksi terhadap keprihatinan, perasaan
dan nilai-nilai pasien

tan
12) Mendorong pasien untuk menentukan pilihannya

n
-te
13) Membuat perencanaan untuk tindak lanjut

22
20
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat konseling:

86
1) Menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah

s11
dimengerti, tidak menggunakan jargon medik dan kalimat
yang membingungkan

ke
2) Merefleksi komunikasi non-verbal pasien dengan tepat

en
7m
3) Berempati dalam menyampaikan apresiasi terhadap
perasaan atau kesulitan pasien10
4) Menunjukkan perilaku non-verbal yang baik (kontak mata,
k0

posisi dan gerak tubuh yang sesuai, ekspresi wajah, suara


r-h

–termasuk kecepatan dan volume)


mo

5) Menyatakan dukungan kepada pasien (menyampaikan


-no

keprihatinan, pengertian, dan keinginan untuk membantu)


mk

c. Dokter mengevaluasi pencapaian pasien dan keluarga


6/k

1) Sebagaimana rehabilitasi medik, perencanaan rehabilitasi


2/0

sosial mulai dilaksanakan begitu pasien memulai terapi


02

untuk masalah kesehatannya, tidak usah menunggu


z/2

hingga keadaan stabil atau sembuh (kalau pasien dirawat


.xy

di rumah sakit, pembicaraan rehabilitasi sosial tidak usah


na

menunggu hingga pasien boleh pulang, dan rehabilitasi


lya

sosial dimulai begitu pasien keluar dari rumah sakit)


2) Sebagai dokter, evaluasi rehabilitasi sosial bersamaan
mu

dengan evaluasi rehabilitasi medik.


na

a) Dokter menjadi pemimpin rehabilitasi sosial dan


.ai

medik sekaligus.
ww

b) Perhatikan apakah tujuan rehabilitasi sosial dapat


//w

tercapai dengan keadaan fisik dan mental pada saat


ps:

target yang seharusnya dicapai.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1270 -

c) Evaluasi dilakukan sesuai perencanaan, yaitu evaluasi

l
tm
jangka pendek, mingguan, dan evaluasi jangka

g.h
panjang, bulanan, atau setiap 3 bulan.
d) Pokok-pokok pemikiran yang dievaluasi:

tan
(1) Pengukuran aktifitas kehidupan dalam

n
-te
keseharian

22
(2) Fungsi fisis

20
(3) Fungsi kognitif

86
(4) Kemampuan berkomunikasi

s11
(5) Optimis dalam strategi untuk meminimalkan
kecacatan dan memaksimalkan fungsi keseharian

ke
(6) Menghadapi kematian

en
7m
(7) Ketergantungan
(8) Pelayanan 10 kesehatan dari
klinik/puskesmas/rumah sakit
k0

(9) Lamanya perawatan di rumah sakit dan/atau di


r-h

rumah
mo

(10) Akibat program rehabilitasi terhadap


-no

mood/depresi pasien
mk

(11) Kepuasan pasien dan pelaku rawat


(12) Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
6/k

kehidupan pasien
2/0

(13) ceklis ‘Quality Adjusted Life-Yyears’ (QALY)


02

Referensi
z/2

Modifikasi dari Basuki E, Daftar Tilik Konseling, Keterampilan Klinik


.xy

Dasar FKUI, dokumen tidak dipublikasi, 2009


na
lya

Pemeriksaan Penunjang Medis


42. Interpretasi Rontgen Tulang Belakang
mu

Tingkat Keterampilan: 4A
na

Tujuan : mampu melakukan interpretasi foto polos tulang belakang


.ai

Alat dan bahan: lightbox


ww

Teknik Keterampilan
//w

a. Redupkan cahaya ruangan.


ps:

b. Pasang film pada lightbox.


c. Film lama diperlukan untuk membandingkan dengan hasil film
htt

terbaru.

jdih.kemkes.go.id
- 1271 -

d. Cek nama, tanggal dan diagnosis pasien.

l
tm
e. Identifikasi jenis film: AP/Lateral.

g.h
f. Nilai:
1) Apakah film mencakup seluruh vertebrae yang akan dinilai.

tan
2) Garis: anterior, posterio, spinolaminar.

n
-te
3) Tulang: ukuran korpus vertebrae

22
4) Jarak: nilai diskus dan prosesus spinosus

20
5) Jaringan lunak prevertebralis

86
Analisis Interpretasi

s11
Vertebra servikal:
a. Foto lateral:

ke
1) Seluruh vertebrae terlihat dari dasar tengkorak sampai

en
7m
dengan vertebrae T2.
2) Garis anterior yaitu garis
10 didepan ligamentum
longitudinale. Garis posterior merupakan garis dibelakang
k0

ligamentum longitudinale. Saris spinolaminar adalah garis


r-h

yang dibentuk sudut prosesus spinosus memanjang dari


mo

basis cranii.
-no

3) Jarak diskus harus sama disetiap diskus.


mk

4) Pelebaran jaringan lunak prevertebral dapat disebabkan


oleh hematom prevertebral akibat fraktur.
6/k

b. Foto AP:
2/0

1) Foto harus mencakup seluruh tulang servikal hingga


02

vertebrae thorakal atas.


z/2

2) Posisi AP sulit digunakan untuk melihat adanya fraktur.


.xy

3) Pada posisi ini dapat terlihat kelainan emfisema pada


na

jaringan lunak.
lya

c. Swimmer position:
Digunakan untuk menilai C7-T1 yang sulit dilihat pada foto
mu

lateral.
na
.ai

Thorakolumbal
ww

a. Foto lateral
//w

Garis-garis: garis anterior, posterior sejajar dengan lengkung


ps:

vertebrae.
Tulang: korpus vertebrae semakin membesar dari superior ke
htt

inferior.

jdih.kemkes.go.id
- 1272 -

Jarak: jarak diskus semakin membesar dari superior ke inferior.

l
tm
b. Foto AP

g.h
Korpus vertebrae dan prosesus spinosus membentuk garis lurus
Tulang: korpus vertebrae dan pedikel intak

tan
Jarak: setiap diskus mempunyai tinggi yang sama kanan dan

n
-te
kiri.

22
Pedikel: semakin melebar dari seperior ke inferior.

20
Perhatikan jaringan lunak para vertebra yang membentuk garis

86
lurus pada sisi kiri, bedakan dari aorta.

s11
Lumbal

ke
a. Foto lateral

en
7m
Garis: ikuti ujung korpus vertebrae dari satu tingkat ke tingkat
selanjutnya. 10
Jarak diskus biasanya meningkat dari seuperior ke inferior.
k0

Perhatikan bahwa jarak L5-S1 sedikit lebih sempit


r-h

dibandingkan L4-L5.
mo

b. AP
-no

Nilai integritas pedikel dan prosesus transfersus. Penilaian lain


mk

sama dengan penilaian foto AP thorakolumbal.


6/k

Sacrum-pelvis
2/0

Foto AP
02

a. Dua tulang hemipelvis dan sakrum membentuk cincin tulang


z/2

yang pada bagian posterior dihubungkan oleh sendi sakroiliaka


.xy

dan pada bagian anterior oleh simfisis pubis.


na

b. Fraktur pelvis memiliki gambaran yang sangat bervariasi


lya

tergantung mekanisme cedera.


mu

43. Interpretasi Rontgen Toraks


na

Tingkat Keterampilan: 4A
.ai

Tujuan: Melakukan interpretasi foto polos toraks


ww

Alat dan bahan: lightbox


//w

Teknik Pemeriksaan
ps:

a. Redupkan cahaya ruangan.


b. Pasang film pada lightbox.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1273 -

c. Film lama diperlukan untuk membandingkan dengan hasil film

l
tm
terbaru.

g.h
d. Cek nama, tanggal dan diagnosis pasien.
e. Identifikasi jenis film: AP/PA/Supine/Erect/Lateral

tan
f. Nilai kualitas film.

n
-te
g. Nilai adanya tube atau kabel yang terpasang pada pasien.

22
h. Nilai jaringan lunak dan tulang:

20
1) Leher, supraclavicula, axilla, dinding dada, payudara,

86
abdomen dan udara lambung.

s11
2) Humerus, sendi bahu, skapula, clavicula, vertebrae, iga
dan sternum.

ke
i. Mediastinum:

en
7m
1) Nilai bagian atas, tengah dan bawah
anterior/medial/posterior. 10
2) Nilai ukuran, bentuk dan densitasnya.
k0

j. Jantung:
r-h

1) Ukuran: hitung CTR (evaluasi AP/PA, elevasi diafragma


mo

saat inspirasi, adanya massa).


-no

2) Bentuk: serambi dan bilik.


mk

3) Siluet.
k. Diafragma: nilai ukuran dan sudut kostofrenikus.
6/k

l. Nilai pleura atau fisura.


2/0

m. Paru: nilai trakea dan bronkhi, hilum, pembuluh darah,


02

parenkima, apeks, bagian di belakang jantung.


z/2

Interpretasi:
.xy

a. Kualitas film
na

Pada film yang baik, dapat terlihat 10 iga posterior, 6 iga


lya

anterior dan vertebrae thorakal.


Klavikula sejajar dan sternum tepat berada ditengahnya.
mu

b. Diafragma
na

Normalnya garis diafragma tajam, hemidiafragma kanan sedikit


.ai

lebih tinggi dibandingkan kiri.


ww

Adanya udara bebas dibawah garis diafragma menandakan


//w

peritonitis, tenting didapatkan pada fibrosis paru, dan elevasi


ps:

yang berlebihan menandakan hepatomegali/splenomegali.


c. Sudut kostifrenikus
htt

Normalnya sudut kostofrenikus tajam.

jdih.kemkes.go.id
- 1274 -

Sudut kostofrenikus yang tumpul menandakan adanya efusi.

l
tm
d. Hilus

g.h
Pembesaran hilus unilateral dapat disebabkan oleh: infeksi (TB,
viral, bakteri), tumor dan vaskular (aneurisma atau stenosis

tan
arteri pulmonal).

n
-te
Pembesaran hilus bilateral dapat disebabkan oleh sarkoidosis,

22
infeksi, tumor, hipertensi arteri pulmonal.

20
e. Mediastinum (tabel 17)

86
s11
Tabel 33. Gambaran mediastinum

ke
Posisi Lesi Cairan Lemak Vaskular

en
7m
Anterior Timik, Kista timus, Sel B germinal, Tiroid,
limfoma, timoma, kista timolipoma,
10 kardiak,
goiter. perikardial, bantalan lemak koroner
k0

limfoma
r-h

Medial Nodus Duplikasi Lipoma, Anomali


mo

limfatikus, kista, nodus esofageal, polip arkus, vena


-no

duplikasi nekrotik, fv azygous,


mk

kista, resesi nodua


anomali perikard, vaskular
6/k

arkus retroperitoneal
2/0

Posterior Neurogenik, Kista Ekstramedular, Aorta


02

tulang dan neuroenterik, hematopoiesis descenden


z/2

sumsum schwanoma,
.xy

meningokel
na

Lebih dari Infeksi, Limfangioma, liposarkoma Hemangioma


lya

satu perdarahan, mediastinitis


kompartemen ca.paru
mu
na

f. CTR (Cardio-Thoracic Ratio)


.ai

Rumus: a+b
ww

c+d
//w

Normalnya ≤ 50%.
ps:

CTR > 50% menandakan pembesaran jantung.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1275 -

l
tm
g.h
tan
n
-te
22
Gambar 167. Rontgen paru posisi PA

20
g. Kelainan ukuran jantung:

86
Kelainan kontur jantung dapat disebabkan oleh atrial atau

s11
ventrikular septal defect, atau efusi perikardial, atau aneurisma.

ke
Kontur jantung yang tidak jelas atau hilang batasnya dapat

en
disebabkan oleh penyakit paru disekitar jantung.

7m
h. Paru:
10
Abnormalitas paru dapat terlihat dalam bentuk:
k0
1) Konsolidasi
r-h

a) Akut: pneumonia, aspirasi, infark, edema.


mo

b) Kronik: limfoma, pneumonia, sarkoidosis.


c) Batwing: edema, pneumonia bakrerialis, PCP,
-no

pneumonia viral
mk

2) Atelektasis
6/k

a) Resorpsi: mukus, tumor, benda asing


2/0

b) Relaksasi: efusi pleura, pneumothorax


3) Nodul-Massa
02

a) Nodul < 3 cm: granuloma, ca.paru, metastasis,


z/2

hamartoma
.xy

b) Massa > 3 cm: ca.paru, granuloma, hamartoma


na

c) Massa multipel: infeksi, metastasis, sarkoidosis,


lya

wegner.
mu

i. Pleura
na

Volume cairan pleura mulai terlihat pada gambaran foto toraks


.ai

adalah 200-300 cc. Volume cairan pleura dapat menutupi


ww

seluruh hemitorakss jika berjumlah 5 L.


//w

44. Uji Fungsi Paru


ps:

Tingkat Keterampilan: 4A
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1276 -

Tujuan: mampu menguji fungsi paru pada pasien sesuai kompetensi

l
tm
dokter di pelayanan primer

g.h
Alat dan Bahan
Peakflowmeter

tan
Teknik pemeriksaan

n
-te
Arus Puncak Ekspirasi (APE) yaitu Ekspirasi maksimum selama satu

22
manuver / ekspirasi paksa. Langkah-langkah pemeriksaan, yaitu:

20
a. Pastikan baterai sudah terpasang

86
b. Peakflowmeter dipegang dengan tangan kanan, jari siap pada

s11
posisi start button dan jangan sampai tangan menutup lubang
keluaran.

ke
c. Posisi tubuh berdiri tegak, tidak dalam posisi duduk atau

en
7m
bersandar.
d. Pasang mouth piece di bagian input dari Peakflowmeter
10
e. Tekan tombol M/F
k0

f. Tanda “L/MIN” di samping kanan angka 000 akan berkedip


r-h

g. Setelah mengambil napas dalam, tahan napas selama 2 - 5 detik


mo

h. Tempatkan mulut pada mouth piece


-no

i. Kemudian tiup dengan mulut sekeras dan secepat mungkin (± 2


mk

detik)
j. Unit akan berbunyi dalam 2 detik dan hasil pengukuran akan
6/k

muncul di layar. Misal : 536 liter/menit


2/0

k. Ulangi langkah 4 - 9 untuk pengukuran kedua dan atau ketiga


02

l. Peak flow meter tidak akan mencatat hasil pengukuran bila


z/2

meniupnya pelan atau lebih dari 4 detik


.xy

m. Alat akan mengeluarkan bunyi beep 3x sebagai peringatan


na

n. Tekan tombol Save/Enter selama 2 detik, alat akan


lya

mengeluarkan bunyi beep 3x, dan menyimpan secara otomatis


nilai hasil pengukuran
mu

o. Hasil tes akan terdisplay dan indikator akan menunjukkan


na

warna jika selesai pengukuran.


.ai

p. Jika ingin melakukan tes 2 kali atau lebih, alat akan memilih
ww

dan menyimpan hasil tes yang terbaik dari semua tes yang
//w

dilakukan dalam waktu 3 menit.


ps:

Interpretasi Hasil Pengukuran


a. Nilai tertinggi tersebut dibandingkan dengan tabel atau grafik
htt

nilai APE normal.

jdih.kemkes.go.id
- 1277 -

b. Pada alat lain, setiap melakukan pemeriksaan, akan muncul

l
tm
hasil PEF, FEV1 dan indikator yang menunjuk pada salah satu

g.h
zona warna
1) Warna hijau : normal

tan
2) Warna kuning : mulai / mendekati obstruksi

n
-te
3) Warna merah : obstruksi

22
20
PENGAMBILAN SPESIMEN LABORATORIUM

86
Tujuan Kegiatan

s11
a. Melakukan pembuatan surat pengantar dan label spesimen
b. Melakukan pengambilan sampel (darah, urin, dahak, swab

ke
tenggorokan, goresan kulit, tinja).

en
Pembuatan Surat pengantar dan label spesimen
7m
10
Pada surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan
k0

laboratorium harus memuat secara lengkap:


r-h

a. Tanggal permintaan
mo

b. Tanggal dan jam pengambilan spesimen


-no

c. Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat/ruang)


mk

termasuk rekam medik.


d. Identitas pengirim (nama, alamat, nomor telepon)
6/k

e. Nomor laboratorium
2/0

f. Diagnosis/keterangan klinik
02

g. Obat-obatan yang telah diberikan dan lama pemberian


z/2

h. Pemeriksaan laboratorium yang diminta


.xy

i. Jenis spesimen
na

j. Lokasi pengambilan spesimen


lya

k. Volume spesimen
l. Transpor media/pengawet yang digunakan
mu

m. Nama pengambil spesimen


na

n. Informed consent (untuk tindakan tertentu)


.ai
ww

Label wadah spesimen yang akan dikirim atau diambil ke


//w

laboratorium harus memuat:


ps:

a. Tanggal pengambilan spesimen


b. Nama dan nomor pasien
htt

c. Jenis spesimen (untuk cairan tubuh)

jdih.kemkes.go.id
- 1278 -

45. Spesimen Darah

l
tm
a. Darah kapiler pada orang dewasa

g.h
1) Pilih salah satu dari dua jari tangan (jari tengah atau jari
manis).

tan
2) Bersihkan bagian yang akan ditusuk dengan swab alkohol

n
-te
70% dan biarkan sampai kering

22
3) Peganglah jari supaya tidak bergerak dan tekan sedikit

20
supaya rasa nyeri berkurang

86
4) Tusuklah dengan cepat memakai lanset steril dengan arah

s11
tegak lurus pada garis-garis sidik kulit jari, jangan sejajar
dengan itu. Tusukan harus cukup dalam supaya darah

ke
mudah keluar.

en
7m
5) Hapuslah tetesan darah pertama dengan kassa steril,
karena mungkin terkontaminasi dengan cairan jaringan
10
atau debris.
k0

6) Jangan menekan-nekan jari untuk mendapat cukup darah.


r-h

7) Apabila diperlukan penusukan ulang, dilakukan pada jari


mo

yang lain.
-no

8) Setelah pengumpulan darah selesai, tutuplah bekas luka


mk

dengan kapas steril untuk menghentikan pendarahan.


b. Darah Vena
6/k

1) Petugas menyiapkan semua peralatan pengambilan darah.


2/0

2) Posisi pasien duduk atau berbaring dengan posisi lengan


02

harus lurus. Pilih lengan yang jelas terlihat pembuluh


z/2

venanya (vena mediana cubiti).


.xy

3) Lakukan desinfeksi kulit pada bagian yang akan diambil


na

darahnya dengan kapas alkohol 70% dengan satu kali


lya

usapan dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan


jangan ditiup dan disentuh lagi.
mu

4) Pasien diminta untuk mengepalkan tangan.


na

5) Pasang "torniquet"± 10 cm di atas lipat siku


.ai

a) Pada Pengambilan darah dengan spuit


ww

- Tusuk bagian vena dengan arah lubang jarum


//w

menghadap ke atas dan sudut kemiringan antara


ps:

jarum dan kulit 30-45 derajat. Bila jarum berhasil


masuk vena, akan terlihat darah di dalam ujung
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1279 -

spuit. Selanjutnya lepas torniquet dan pasien

l
tm
diminta lepaskan kepalan tangan.

g.h
- Petugas menarik piston spuit supaya darah
mengalir kedalam spuit sebanyak volume yang

tan
dibutuhkan.

n
-te
b) Cara pengambilan darah menggunakan tabung vakum

22
- Tusuk bagian vena tadi dengan jarum, lubang

20
jarum menghadap ke atas dengan sudut

86
kemiringan antara jarum dan kulit 30-45 derajat.

s11
Tekan tabung vakum pada holder sehingga darah
mengalir ke dalam tabung. Selanjutnya lepas

ke
torniquet dan pasien diminta lepaskan kepalan

en
7m
tangan.
- Biarkan darah mengalir ke dalam tabung sampai
10
sesuai dengan volume tabung.
k0

- Tabung vakum yang berisi darah dibolak-balik


r-h

kurang lebih 8-10 kali agar bercampur dengan


mo

antikoagulan.
-no

Setelah tindakan sesuai poin a atau b


mk

a) Letakkan kapas kering diatas jarum pada bekas


tusukan, cabut jarum, dan tekan bagian tersebut,
6/k

kemudian pasang plester. Kemudian minta pasien


2/0

untuk menekan kapas tersebut selama ± 2 menit dan


02

tidak melipat siku.


z/2

b) Petugas menginformasikan kepada pasien untuk


.xy

segera menghubungi petugas bila terjadi bengkak,


na

nyeri, dan perdarahan yang tidak berhenti.


lya

46. Spesimen Urin


mu

Spesimen urin harus ditampung pada wadah dengan persyaratan


na

sebagai berikut:
.ai

a. Terbuat dari pot plastik dengan volume minimal 30 ml


ww

b. Bermulut lebar dan bertutup ulir, dapat ditutup rapat sehingga


//w

tidak bocor atau tidak merembes


ps:

c. Bersih dan kering


htt

d. Tidak mengandung bahan kimia atau deterjen


e. Wadah yang digunakan sekali pakai (dispossible)

jdih.kemkes.go.id
- 1280 -

f. Identitas pasien ditulis pada label wadah (jangan pada tutup

l
tm
wadah). Data yang perlu ditulis adalah nama pasien dan tanggal

g.h
lahir pasien, tanggal dan jam pengambilan spesimen.
Cara Pengambilan Urin dapat dilakukan dengan pengambilan urin

tan
porsi tengah (Mid Stream Urin), Urin kateter, dan urin 24 jam dengan

n
-te
menjelaskan terlebih dahulu kepada pasien cara pengambilan urin

22
tersebut.

20
86
47. Spesimen Dahak

s11
Pasien diberi penjelasan mengenai pemeriksaan dan tindakan yang
akan dilakukan, dan dijelaskan perbedaan dahak dengan ludah.

ke
Bila pasien mengalami kesulitan mengeluarkan dahak, pada malam

en
7m
hari sebelumnya diminta minum air putih hangat atau diberi obat
gliseril guayakolat 200 mg. 10
Pengumpulan dahak dilakukan di ruang terbuka yang terkena sinar
k0

matahari.
r-h

Cara pengambilan dahak yang benar, yaitu:


mo

a. Sebelum pengambilan spesimen, pasien diminta untuk


-no

berkumur dengan air.


mk

b. Bila memakai gigi palsu, sebaiknya dilepas.


c. Pasien berdiri tegak atau duduk tegak.
6/k

d. Pasien diminta untuk menarik nafas dalam, 2-3 kali kemudian


2/0

keluarkan nafas bersamaan dengan batuk yang kuat dan


02

berulang kali sampai dahak keluar. Batukkan sekuat-kuatnya


z/2

sampai merasakan dahak yang dibatukkan keluar dari dada


.xy

bukan dari tenggorok.


na

e. Dahak yang dikeluarkan langsung ditampung di dalam wadah,


lya

dengan cara mendekatkan wadah ke mulut.


Amati keadaan dahak. Dahak yang berkualitas baik akan
mu

tampak kental purulen dengan volume cukup (3-5 ml).


na

Tutup wadah dan segera kirim ke laboratorium.


.ai

Bila akan dilakukan pemeriksaan kultur dahak, maka wadah harus


ww

steril. Wadah hanya dibuka pada saat menampung dahak.


//w
ps:

48. Swab Tenggorokan


Tingkat Kemampuan: 4A
htt

Alat dan Bahan

jdih.kemkes.go.id
- 1281 -

a. Mikroskop

l
tm
b. Kaca objek

g.h
c. Swab kapas steril
d. Spatula lidah

tan
e. Tabung reaksi

n
-te
22
Teknik Pemeriksaan

20
a. Siapkan beberapa batang kayu tipis atau kawat alumunium

86
dengan panjang 18 cm dan diameter 2 mm. buat strip kapas,

s11
dengan panjang 6 cm dan lebar 3 cm setipis mungkin.
b. Gulung kapas mengelilingi salah satu ujung batang kayu.

ke
c. Swab kapas tersebut dibentuk seperti kerucut. Taruh di dalam

en
7m
tabung reaksi kaca. Sumbat tabung dengan kapas yang tidak
menyerap cairan. Sterilkan tabung berisi swab kapas tersebut.
10
d. Tekan lidah ke bawah dengan spatula lidah. Perhatikan bagian
k0

belakang tenggorokan.
r-h

e. Periksa dengan cermat apakah terapat tanda-tanda peradangan


mo

dan eksudat, pus, endapan membranosa, atau ulkus.


-no

f. Usap area yang terinfeksi dengan kapas swab steril. Swab ini
mk

jangan sampai terkontaminasi oleh saliva. Taruh kembali kapas


swab tersebut di dalam tabung reaksi steril.
6/k

g. Untuk pemeriksaan rutin, taruh kembali swab kapas tersebut di


2/0

dalam tabung reaksi steril sesegera mungkin dan kirim segera


02

ke laboratorium bakteriologis.
z/2
.xy

49. Goresan Kulit


na

Tingkat Kemampuan: 4A
lya

Spesimen goresan kulit digunakan untuk pemeriksaan BTA dalam


mendiagnosis Lepra (Morbus Hansen).
mu

Peralatan dan bahan yang dipakai untuk spesimen goresan kulit


na

a. Skalpel/pisau kulit
.ai

b. Kapas alkohol
ww

c. Kaca objek yang bersih, tidak berlemak dan tidak bergores


//w

d. Lampu spiritus
ps:

e. Pensil kaca
f. Forsep/pinset
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1282 -

Teknik pengambilan spesimen goresan kulit:

l
tm
a. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif. Kulit

g.h
muka sebaiknya dihindarkan karena alasan kosmetik, kecuali
tidak ditemukan di tempat lain

tan
b. Tempat-tempat yang sering diambil sediaan apus jaringan

n
-te
untuk pemeriksaan M. leprae ialah cuping telinga, lengan,

22
punggung, bokong dan paha.

20
c. Pengambilan sediaan apus dilakukan di 3 tempat yaitu cuping

86
telinga kiri, cuping telinga kanan dan bercak yang paling aktif

s11
d. Kaca objek diberi nama, nomor identitas
e. Permukaan kulit pada bagian yang akan diambil dibersihkan

ke
dengan kapas alkohol 70%.

en
7m
f. Jepit kulit pada bagian tersebut dengan forsep/pinset atau
dengan jari tangan untuk menghentikan aliran darah ke bagian
10
tersebut.
k0

g. Kulit disayat sedikit dengan pisau steril sepanjang lebih kurang


r-h

5 mm, dalamnya 2 mm. Bila terjadi perdarahan bersihkan


mo

dengan kapas.
-no

h. Kerok tepi dan dasar sayatan secukupnya dengan menggunakan


mk

punggung mata pisau sampai didapat semacam bubur jaringan


dari epidermis dan dermis, kemudian dikumpulkan dengan
6/k

skalpel pada kaca objek.


2/0
02

50. Kerokan Kulit


z/2

Tingkat Kemampuan: 4A
.xy

Kerokan kulit dimaksudkan untuk pemeriksaan jamur permukaan.


na

Alat:
lya

a. Pisau/scalpel yang sudah steril


b. Pinset
mu

c. Gunting
na

d. Gelas objek
.ai

e. Kaca penutup
ww

f. Amplop bila perlu dikirim


//w
ps:

Cara pengambilan sampel:


a. Lokasi
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1283 -

1) Kelainan kulit terutama bagian tepi yang menampakkan

l
tm
kelainan yang aktif

g.h
2) Kuku yang mengalami perubahan warna dan penebalan
3) Rambut:

tan
Rapuh dan berwarna agak pucat

n
-te
Pada rambut ada benjolan

22
Daerah sekitar rambut menunjukkan kelainan kulit,

20
misalnya bersisik, botak dll

86
b. Kerokan kulit

s11
1) Bersihkan kulit yang akan dikerok dengan alkohol 70%
untuk menghilangkan lemak, debu, dan kotoran lainnya

ke
serta kuman yang ada di atasnya. Biarkan sampai kering.

en
7m
2) Keroklah di bagian yang tersangka jamur dengan pisau
kecil dengan arah dari atas ke bawah. Caranya : dengan
10
memegang pisau kecil harus miring membentuk sudut 45O
k0

ke atas.
r-h

3) Letakkan hasil kerokan tersebut di atas kertas atau wadah


mo

yang bersih.
-no

c. Kerokan/guntingan kuku
mk

1) Bersihkan kuku yang sakit dengan kapas alkohol 70%


dengan maksud seperti di atas.
6/k

2) Keroklah kuku yang sakit pada bagian permukaan dan


2/0

bagian bawah kuku yang sakit, bila perlu kuku tersebut


02

digunting
z/2

3) Letakkan kuku tersebut pada kertas pada wadah yang


.xy

bersih
na

d. Rambut
lya

1) Rambut yang sakit dicabut dengan pinset


2) Letakkan rambut tersebut pada kertas/wadah yang bersih
mu

Dalam hal bahan pemeriksaan akan dikirim ke


na

laboratorium lain, lakukan hal-hal sebagai berikut :


.ai

a) Wadah: amplop yang bersih


ww

b) Cara pengiriman:
//w

(1) Bungkus spesimen yang telah diletakkan pada


ps:

kertas/wadah yang bersih


(2) Kemudian masukkan ke dalam amplop
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1284 -

(3) Tulis identias pasien pada amplop, nama lengkap

l
tm
dan nomor register pasien/tanggal lahir serta

g.h
tanggal pengambilan
(4) Kemudian masukkan ke dalam amplop yang lebih

tan
besar dan tebal, lalu rekatkan

n
-te
(5) Spesimen siap dikirim

22
20
51. Swab Anal (Usap Dubur)

86
Tingkat Kemampuan: 4A

s11
Spesimen swab anal dipakai untuk biakan tinja pada penyakit diare
atau untuk skrining petugas penyaji makanan.

ke
Alat:

en
7m
a. Kapas lidi steril
b. Vaselin cair steril 10
c. Media transport Carry Blair
k0
r-h

Cara pengambilan sampel


mo

a. Pasien diminta membuka celananya dan berbaring dengan


-no

posisi miring. Kaki yang berada di atas dilipat pada sendi lutut
mk

dan paha.
b. Buka anus dengan cara menarik otot gluteus ke atas dengan
6/k

tangan kiri
2/0

c. Celupkan kapas lidi steril ke dalam vaselin cair, masukkan


02

kapas lidi ke dalam lobang anus sampai seluruh bagian kapas


z/2

berada di dalam anus


.xy

d. Usapkan kapas lidi pada dinding anus dengan gerakan


na

memutar searah jarum jam sambil ditarik keluar


lya

e. Masukkan lidi kapas ke dalam media transport.


mu

52. Spesimen Tinja


na

Tingkat Kemampuan: 4A
.ai

Tinja untuk pemeriksaan sebaiknya berasal dari defekasi spontan


ww

(tanpa bantuan obat pencahar). Jika sulit diperoleh, sampel tinja


//w

diambil dari rektum dengan cara colok dubur. Pemeriksaan tinja


ps:

harus dilakukan sebelum 2 jam.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1285 -

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM

l
Tujuan Pemeriksaan

tm
a. Melakukan pemeriksaan Hematologi:

g.h
1) Pemeriksaan hemoglobin

tan
2) Pemeriksaan hematokrit

n
-te
3) Pemeriksaan hitung jumlah trombosit
4) Pemeriksaan hitung jumlah leukosit

22
20
5) Pemeriksaan hitung leukosit, trombosit, dan eritrosit secara

86
otomatik

s11
6) Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi
7) Pemeriksaan laju endap darah (LED)

ke
8) Pemeriksaan masa perdarahan

en
9) Pemeriksaan masa pembekuan

7m
10) Pemeriksaan golongan darah dan antigen Rhesus
10
b. Melakukan pemeriksaan Tinja
k0

1) Pemeriksaan makroskopis
r-h

2) Pemeriksaan mikroskopis
mo

3) Pemeriksaan darah samar


-no

c. Melakukan pemeriksaan Urinalisis


1) Pemeriksaan makroskopis
mk

2) Pemeriksaan kimiawi
6/k

3) Pemeriksaan mikroskopis (sedimen)


2/0

d. Melakukan pemeriksaan Mikrobiologi


02

1) Pemeriksaan BTA
z/2

2) Pemeriksaan Gram
.xy

3) Pemeriksaan jamur permukaan


e. Melakukan tes kehamilan rapid/ Imunokromatografi (ICT)
na

f. Melakukan penilaian hasil pemeriksaan semen


lya

g. Melakukan pemeriksaan Kimia Klinik


mu

1) Pemeriksaan glukosa
na

2) Pemeriksaan protein
.ai

3) Pemeriksaan albumin
ww

4) Pemeriksaan bilirubintotal, bilirubin direk, dan bilirubin indirek


//w

5) Pemeriksaan SGOT/AST
6) Pemeriksaan SGPT/ALT
ps:

7) Pemeriksaan Alkali Phosphatase (ALP)


htt

8) Pemeriksaan asam urat

jdih.kemkes.go.id
- 1286 -

9) Pemeriksaan Ureum/ BUN

l
tm
10) Pemeriksaan Kreatinin

g.h
11) Pemeriksaan Trigliserida
12) Pemeriksaan Kolesterol total

tan
13) Pemeriksaan Kolesterol HDL

n
-te
14) Pemeriksaan Kolesterol LDL

22
20
53. Pemeriksaan Hematologi

86
Tingkat Kemampuan: 4A

s11
a. Pemeriksaan Hemaglobin
1) Metode Sianmethemoglobin

ke
Bahan pemeriksaan

en
7m
Darah lengkap dengan antikoagulan K2EDTA atau K3EDTA
1-1,5 mg/mL darah. 10
Alat dan Reagen
k0

Alat:
r-h

a) Pipet volumetrik 5,0 mL


mo

b) Pipet Sahli/mikropipet 20 μL
-no

c) Spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm


mk

Reagen: Larutan Drabkin


6/k

Pembuatan kurva standar:


2/0

Dilakukan pembuatan kurva standar, sebelum melakukan


02

penetapan kadar hemoglobin. Diperlukan larutan standar


z/2

HiCN 55-85 mg/dL. Misalnya dipakai larutan standar HiCN


.xy

57,2 mg/dL, larutan ini sesuai dengan kadar Hb 5020/20 x


na

57,2 mg/dL = 14,4 g/dL. Kemudian dibuat pengenceran 25,


lya

50, 75, 100 % dari larutan standar tersebut. Tiap


pengenceran dibaca serapannya pada panjang gelombang
mu

540 nm dengan larutan sianida sebagai blangko. Prosedur


na

perhitungan dan pembuatan kurva standar dapat dilihat


.ai

pada tabel 37.


ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1287 -

Tabel 34. Contoh Pembuatan Larutan Untuk Pembuatan Kurva Standar

l
tm
g.h
Tabung Kadar g/dL Larutan Larutan Serapan
No. % Standar Sianida

tan
mL mL

n
-te
1 0 0 - 2 0

22
2 25 3,6 0,5 1,5 0,098

20
3 50 7,2 1 1 0,196

86
4 75 10,8 1,5 0,5 0,294

s11
5 100 14,4 2 - 0,392

ke
en
Faktor (F) = 36/0,980 = 36,8

Cara pemeriksaan
7m
10
5 mL larutan sianida (Drabkin) dicampur dengan 20 μL
k0

darah dan dibiarkan selama 3 menit. Baca serapan (S)


r-h

larutan HiCN yang terjadi dengan spektrofotometer pada


mo

panjang gelombang 540 nm. Kadar hemoglobin dapat


-no

dibaca pada kurva standar atau dihitung dengan


mk

menggunakan faktor (F), kadar Hb = SxF.


6/k

2) Metode Otomatik
Bahan pemeriksaan
2/0

Darah lengkap dengan antikoagulan K2EDTA atau K3EDTA,


02

3 mL dalam tabung EDTA


z/2

Alat dan Reagen


.xy

Alat: Hematology Automatic Blood Cell Counter (electronic


na

impedance)
lya

Reagen: sesuai dengan alat yang digunakan


mu

Cara pemeriksaan
na

a) Homogenkan darah dengan antikoagulan EDTA


.ai

b) Masukkan identitas pasien pada alat hematologi


ww

otomatis dan siapkan untuk pemeriksaan hematologi


//w

c) Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap darah


ps:

pasien, lakukan pemeriksaan kontrol internal


htt

menggunakan bahan kontrol normal, low, high,


dengan syarat minimum 2 level (normal dan low).

jdih.kemkes.go.id
- 1288 -

d) Aspirasi darah EDTA dengan alat. Jumlah yang

l
tm
diaspirasi tergantung tipe dan merk alat. Perhatikan

g.h
kecukupan sampel karena adanya dead space (jumlah
sampel harus ada supaya bisa diaspirasi alat)

tan
e) Hasil akan tampil pada layar/monitor alat.

n
-te
22
3) Pemeriksaan Hemoglobin Menggunakan Alat POCT dengan

20
Microcuvet

86
Bahan Pemeriksaan: Darah kapiler atau darah EDTA

s11
Alat dan Reagen

ke
en
7m
10
k0
r-h
mo

Gambar 168. Alat POCT dengan Microcuvet dan lancet


-no

Alat:
mk

a) Haemoglobinometer POCT
6/k

b) Lancet
2/0

Reagen:
02

a) Microcuvet berisi reagen (Sodium Dioksicholat, Sodium


z/2

Nitrit, Azide)
.xy

b) Strip berisi regaen


na

c) Bahan kontrol
lya
mu
na
.ai

Gambar 169. Reagen POCT


ww

Cara Pemeriksaan
//w

a) Siapkan alat dan reagen pemeriksaan Hb dengan


POCT
ps:

b) Hidupkan alat
htt

c) Masukkan no batch reagen/ cuvet dan identitas pasien

jdih.kemkes.go.id
- 1289 -

d) Teteskan darah 1 tetes ke atas alas hidrofobik sebelum

l
tm
dihisap dengan cuvet (bila memakai cuvet)dengan

g.h
volume cukup.
e) Bila cuvet tidak terisi penuh. Sisa darah pada jari

tan
usap bersih dulu, baru dihisap lagi memakai cuvet

n
-te
baru

22
f) Masukkan cuvet pada alat

20
g) Setelah informasi dan cuvet masuk dalam alat,

86
pengukuran dimulai

s11
h) Setelah waktu yang ditentukan pabrik, alat akan
menampilkan hasil kadar Hb pada layar

ke
i) Hasil dicatat pada buku pencatatan hasil pasien

en
7m
j) Buang cuvet yang telah terpakai pada wadah
sampah/limbah infeksius 10
k0

Catatan : Prosedur ini dapat disesuaikan lagi dengan


r-h

petunjuk yang ada pada alat yang akan digunakan


mo
-no

4) Pemeriksaan Hemoglobin Menggunakan Alat POCT dengan


mk

Strip
Bahan Pemeriksaan: Darah Kapiler
6/k

Alat dan Reagen


2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na

Gambar 170. Alat POCT dengan strip dan lacet


.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1290 -

Alat

l
tm
1) Haemometer POCT

g.h
2) Lancet

n tan
-te
22
20
86
s11
Gambar 171. Reagen alat POCT dengan strip

ke
en
Reagen

7m
a) Strip berisi reagen
10
b) Bahan kontrol
k0
r-h

Cara Pemeriksaan
mo

a) Siapkan alat dan reagen pemeriksaan Hb POCT


dengan Strip
-no

b) Pastikan baterai terpasang pada alat


mk

c) Masukkan kalibrator untuk Hb


6/k

d) Pastikan kode yang tampil pada layar monitor sama


2/0

dengan kode yang tertera pada chip kalibrator


e) Masukan strip, layar monitor kan menunjukkan tanda
02

tetesan darah
z/2

f) Teteskan darah pada strip dengan volume cukup


.xy

sampai terdengar nada “beep”


na

g) Bila tetesan darah sudah diteteskan namun volume


lya

tidak cukup, sisa darah pada jari diusap bersih dulu,


mu

baru diteteskan lagi pada strip baru.


na

h) Setelah waktu yang ditentukan pabrik, alat akan


.ai

menampilkan hasil kadar Hb pada layar


ww

i) Hasil dicatat pada buku pencatatan hasil pasien


j) Buang strip yang telah terpakai pada wadah
//w

sampah/limbah infeksius
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1291 -

Catatan: Prosedur ini dapat disesuaikan lagi dengan

l
tm
petunjuk yang ada pada alat yang akan digunakan

g.h
Pelaporan Hasil Pemeriksaan

tan
Kadar Hemoglobin : .... g/dL

n
-te
22
Kadar hemoglobin total dalam darah mengindikasikan

20
jumlah eritrosit, nilai hematokrit dan juga perubahan

86
volume plasma. Nilai rujukan disajikan pada table 38.

s11
Tabel 35. Nilai Rujukan Kadar Hemoglobin Sesuai Umur dan Jenis

ke
Kelamin

en
Umur
7m
Hemoglobin (g/dL)
10
1 – 3 hari (darah 14,5 – 22,5
k0

kapiler)
r-h

0,5 – 2 tahun 10,5 – 13,5


mo

2 – 6 tahun 11,5 – 13,5


-no

6 – 12 tahun 11,5 – 15,5


mk

12 – 18 tahun (pria) 13,0 – 16,0


12 – 18 tahun (wanita) 12,0 – 16,0
6/k

18 – 49 tahun (pria) 13,5 – 17,5


2/0

18 – 49 tahun (wanita) 12,0 – 16,0


02
z/2

Kadar Hb pasien dibandingkan dengan nilai rujukan yang


.xy

sesuai dengan profil pasien. Nilai rujukan untuk ibu hamil,


na

wanita tidak hamil, laki-laki ataupun anak-anak berbeda.


lya

Kadar Hb di bawah nilai rujukan berarti pasien menderita


mu

anemia.
na

Tabel 36. Kadar hemoglobin : nilai rujukan, derajat anemia Ibu hamil menurut
.ai

WHO
ww
//w

Populasi Kadar Hemoglobin (g/dL)


ps:

Tidak anemia Anemia ringan Anemia Anemia berat


htt

sedang

jdih.kemkes.go.id
- 1292 -

Wanita 12 atau lebih 11-11,9 8-10,9 Kurang dari 8

l
tm
tidak hamil

g.h
>15 tahun
Wanita 11 atau lebih 10-10,9 7-9,9 Kurang dari 7

tan
hamil

n
-te
22
5) Metode Sahli

20
Bahan Pemeriksaan

86
Darah vena atau darah kapiler

s11
Alat dan Reagen

ke
en
Alat : Hemoglobinometer (hemometer), Sahli terdiri dari :

7m
a) Gelas berwarna sebagai warna standard
b) Tabung hemometer dengan pembagian skala putih 2
10
sampai dengan 22. Skala merah untuk hematokrit.
k0

c) Pengaduk dari gelas


r-h

d) Pipet Sahli yang merupakan kapiler dan mempunyai


mo

volume 20 µL
-no

e) Pipet pasteur.
mk

f) Kertas tissue/kain kassa kering


6/k

Reagen:
2/0

a) larutan HCL 0,1 N


02

b) Aquades
z/2
.xy

Cara Pemeriksaan
na

a) Tabung hemometer diisi dengan larutan HCL 0,1 N


lya

sampai tanda 2
b) Hisaplah darah kapiler dengan pipet Sahli sampai
mu

tepat pada tanda 20 µL (tidak boleh dihisap dengan


na

mulut).
.ai

c) Hapuslah kelebihan darah yang melekat pada ujung


ww

luar pipet dengan kertas tissue secara hati-hati jangan


//w

sampai darah dari dalam pipet berkurang.


ps:

d) Masukkan darah sebanyak 20 µL ini ke dalam tabung


htt

yang berisi larutan HCL tadi tanpa menimbulkan


gelembung udara.

jdih.kemkes.go.id
- 1293 -

e) Bilas pipet sebelum diangkat dengan jalan menghisap

l
tm
dan mengeluarkan HCL dari dalam pipet secara

g.h
berulang 3 kali
f) Tunggu 5 menit untuk pembentukan asam hematin

tan
g) Asam hematin yang terjadi diencerkan dengan

n
-te
aquades setetes demi setetes sambil diaduk dengan

22
pengaduk dari gelas sampai didapat warna yang sama

20
dengan warna standard.

86
h) Miniskus dari larutan dibaca. Miniskus dalam hal ini

s11
adalah permukaan terendah dari campuran larutan.
Catatan: Tidak direkomendasikan lagi karena variasi

ke
pengukuran/ketidaktelitian hasil pemeriksaan

en
7m
menggunakan alat Hb Sahli ini sebesar ±20%
10
b. Pemeriksaan Hematokrit
k0

1) Cara Mikro
r-h
mo

Bahan Pemeriksaan
-no

Darah EDTA dengan kadar 1 mg K2EDTA/K3EDTA untuk 1


mk

mL darah atau darah heparin dengan kadar heparin 15-20


IU/mL.
6/k
2/0

Alat dan Reagen


02

Alat : Pipet kapiler panjangnya 75 mm dan diameter dalam


z/2

1 mm.
.xy

Reagen: -
na

Cara Pemeriksaan
lya

a) Isi pipet kapiler dengan darah yang langsung mengalir


(darah kapiler) atau darah anti koagulan.
mu

b) Salah satu dari ujung pipet disumbat dengan dempul


na

atau dibakar. Hati-hati jangan sampai darah ikut


.ai

terbakar.
ww

c) Tabung kapiler dimasukkan ke dalam alat mikro


//w

sentrifuge dengan bagian yang disumbat mengarah ke


ps:

luar.
d) Tabung kapiler tersebut disentrifus selama 5 menit
htt

dengan kecepatan 16.000 rpm.

jdih.kemkes.go.id
- 1294 -

e) Hematokrit dibaca dengan memakai alat baca yang

l
tm
telah tersedia.

g.h
f) Bila nilai hematokrit melebihi 50%, sentrifugasi
ditambah 5 menit lagi.

tan
n
-te
22
20
86
s11
ke
en
7m
10
Gambar 172. Alat baca hematokrit cara mikro
k0
r-h

2) Cara Otomatik
mo

Pada alat hitung sel darah otomatik, nilai hematokrit bisa


-no

didapatkan dari perhitungan MCV x jumlah eritrosit secara


mk

otomatis.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan
6/k

Hematokrit : ...... %
2/0

Nilai rujukan hematokrit pada anak harus disesuaikan


02

dengan umur karena nilai normal bervariasi sampai umur


z/2

18 tahun. Wanita memiliki nilai yang lebih rendah


.xy

dibanding pria (Tabel 4).


na

Hematokrit meningkat pada keadaan hemokonsentrasi


lya

(seperti dehidrasi, luka bakar, muntah), polisitemia dan


latihan fisik berat. Hematokrit menurun pada anemia
mu

makrositik (penyakit hati, hipotiroidisme, defisiensi vitamin


na

B12, anemia normositik (defisiensi Fe fase awal, anemia


.ai

penyakit kronis, anemia hemolitik, hemoragia akut) dan


ww

anemia mikrositik (defisiensi Fe, thalassemia).


//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1295 -

Tabel 37. Nilai rujukan hematokrit

l
tm
g.h
Umur / jenis kelamin Nilai rujukan (%)
Anak:

tan
Neonatus 44 – 64

n
-te
2-8 minggu 39 – 59

22
2-6 bulan 35 – 50

20
6 bulan – 1 tahun 29 – 43

86
1 – 6 tahun 30 – 40

s11
6 – 18 tahun 32 – 44
Dewasa:

ke
en
Wanita 37 – 47

7m
Pria 42 – 52
Wanita hamil 10 >33
k0

c. Pemeriksaan Hitung Jumlah Trombosit (Manual)


r-h

Metode Pemeriksaan: Kamar hitung


mo

Bahan Pemeriksaan: Darah EDTA atau darah kapiler.


-no

Alat Dan Reagen


mk

Alat :
6/k

1) Kamar hitung Improved Neubauer dengan kaca penutup


2) Mikroskop cahaya
2/0

3) Filter mikropor 0,22 µm


02

4) Pipet 20 µL / Pipet Sahli


z/2

5) Pipet berskala 2 mL
.xy

6) Tabung 17 x 12 mL
na

Reagen: Larutan ammonium oksalat 1 %


lya
mu

Cara Pemeriksaan
1) Pipetlah 2.000 µL reagen pengencer amonium oksalat
na

dalam tabung reaksi.


.ai

2) Isaplah darah yang diperiksa dengan pipet Sahli sampai


ww

tetap pada garis 20 µL.


//w

3) Hapuslah kelebihan darah yang melekat pada bagian luar


ps:

pipet dengan kertas saring/tissue.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1296 -

4) Masukkan ujung pipet tersebut ke dalam wadah yang berisi

l
tm
larutan monium oksalat. Bilaslah pipet tersebut dengan

g.h
larutan pengencer sebanyak 3 x.
5) Kemudian wadah ditutup dengan karet penutup/kertas

tan
parafilm dan goyangkan hingga homogen selama 10 – 15

n
-te
menit.

22
6) Ambil kamar hitung yang bersih, kering dan letakkan

20
dengan kaca penutup terpasang mendatar di atasnya.

86
7) Dengan pipet Pasteur teteskan 3-4 tetes larutan dengan

s11
cara menyentuhkan ujung pipet pada pinggir kaca
penutup. Biarkan kamar hitung terisi secara perlahan-

ke
lahan dengan sendirinya.

en
7m
8) Letakkan kamar hitung yang sudah terisi tersebut dalam
cawan petri yang didalamnya ada kertas saring basah dan
10
biarkan tertutup selama 10-30 menit supaya trombosit
k0

mengendap.
r-h

9) Periksa dalam mikroskop.


mo

10) Pakailah lensa objektif 40x dan okuler 10x


-no

11) Turunkan lensa kondensor dan meja mikroskop harus


mk

dalam posisi horizontal.


12) Hitung semua trombosit yang terdapat pada area seluas 1
6/k

mm2 (Bidang A) yang terdapat ditengah-tengah kamar


2/0

hitung Improved Neubauer.


02

Perhitungan:
z/2

Pengenceran darah 100 kali


.xy

Volume yang dihitung : 1 mm2 x 0,1 mm = 0,1 mm3


na
lya

Jumlah trombosit/µL darah = 1 x 100 x N


0,1
mu

= 1000 x N
na

N = jumlah trombosit yang dihitung pada 1 bidang (bidang


.ai

tengah kamar hitung)


ww

Pelaporan Hasil Pemeriksaan


//w

Jumlah trombosit : ………/ µL


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1297 -

1 2

l
tm
g.h
tan
4 3

n
-te
22
20
Gambar 173. Kamar Hitung Improved Neubauer (Kotak besar dibaca

86
sesuai urutan angka- 1234)

s11
d. Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit (Manual)

ke
en
Metode: Kamar Hitung

7m
Bahan Pemeriksaan: Darah EDTA atau darah kapiler
Alat dan Reagen 10
Alat:
k0

1) Kamar hitung Improved Neubauer yang dilengkapi dengan


r-h

kaca penutup khusus kamar hitung


mo

2) Pipet serologik 0,5mL untuk memindahkan reagen


-no

3) Tabung 75 x 12 mm
mk

4) Parafilm
6/k

5) Pipet pasteur
6) Mikroskop binokuler
2/0

Reagen: Larutan Turk, komposisi:


02

1) 100 mL asam asetat 2%


z/2

2) 1 ml gentian violet 1%
.xy
na

Cara Pemeriksaan
lya

1) Pipetlah 0,38 ml larutan Turk dengan pipet berskala.


mu

Masukkan dalam tabung reaksi


2) Hisaplah darah yang akan diperiksa dengan pipet Sahli
na

sampai tepat pada garis 20 µL


.ai

3) Hapuslah kelebihan darah yang melekat pada bagian luar


ww

pipet dengan kertas saring/tissue secara cepat.


//w

4) Masukkan ujung pipet tersebut kedalam wadah yang berisi


ps:

larutan Turk. Bilaslah pipet tersebut dengan larutan Turk


htt

sebanyak 3 kali. Kemudian wadah ditutup dengan karet

jdih.kemkes.go.id
- 1298 -

penutup/kertas parafilm dan kocok dengan membolak-

l
tm
balik wadah minimal 2 menit

g.h
5) Ambil kamar hitung yang bersih, kering dan letakkan
dengan kaca penutup terpasang mendatar di atasnya

tan
6) Dengan pipet Pasteur teteskan 3-4 tetes larutan dengan

n
-te
cara menyentuhkan ujung pipet pada pinggir kaca

22
penutup. Biarkan kamar hitung terisis secara perlahan-

20
lahan dengan sendirinya

86
7) Meja mikroskop harus dalam posisi horizontal. Turunkan

s11
lensa atau kecilkan diafragma. Atrurlah fokus terlebih
dahulu dengan memakai lensa objektif 10x sampai garis

ke
bagi dalam bidang besar tampak jelas.

en
7m
8) Hitung semua leukosit yang terdapat dalam 4 bidang besar
pada sudut-sudut seluruh permukaan (1,3,7 dan 9)
10
9) Mulailah menghitung dari sudut kiri atas terus ke kanan,
k0

kemudian turun ke bawah dari kanan ke kiri, lalu turun


r-h

lagi ke bawah dan mulai lagi dari kiri ke kanan dan


mo

seterusnya. Cara seperti ini berlaku untuk keempat bidang


-no

besar.
mk

10) Sel-sel yang letaknya menyinggung garis batas sebelah atas


dan kiri harus dihitung. Sebaliknya sel-sel yang
6/k

menyinggung garis batas sebelah bawah dan kanan tidak


2/0

dihitung.
02

Perhitungan:
z/2

Pengenceran darah dalam pipet = 20x, sedangkan luas tiap


.xy

bidang besar = 1mm2 dan tinggi kamar hitung = 1mm.


na

Leukosit dihitung dalam 4 bidang besar sehingga volume sel


lya

yang dihitung 0,4 mm3 (0,4 µL)


Pengenceran yang dilakukan adalah 20 kali. Bila jumlah sel
mu

yang dihitung N maka:


na

Faktor perhitungan _____20 ____ = 50


.ai

5 x 1 x 0,1
ww

Jumlah leukosit per µL darah = jumlah leukosit yang dihitung


//w

dalam 4 bidang x 50
ps:

Pelaporan Hasil Pemeriksaan


Jumlah leukosit = ..../ µL
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1299 -

e. Pemeriksaan Hitung Leukosit, Trombosit, Dan Eritrosit Secara

l
tm
Otomatik

g.h
Metode Pemeriksaan
Eritrosit dan sel darah lain dapat dihitung berdasarkan Metode

tan
impedance atau Metode optik. Sejumlah besar sel dapat

n
-te
dihitung dengan cepat menggunakan alat otomatik.

22
20
Cara pemeriksaan

86
1) Homogenkan darah dengan antikoagulan EDTA

s11
2) Masukkan identitas pasien pada alat hematologi otomatis
dan siapkan untuk pemeriksaan jumlah leukosit, eritrosit,

ke
dan trombosit

en
7m
3) Aspirasi darah EDTA dengan alat. Jumlah yang diaspirasi
tergantung tipe dan merk alat. Perhatikan kecukupan
10
sampel karena adanya dead space (jumlah sampel harus
k0

ada supaya bisa diaspirasi alat)


r-h

4) Hasil akan tampil pada layar monitor alat.


mo
-no

Pelaporan Hasil Pemeriksaan


mk

Jumlah Leukosit : .... / μL


Jumlah Trombosit : .... / μL
6/k

Jumlah Eritrosit : .... / μL


2/0
02

54. Pemeriksaan Hitung Jenis Apus Darah Tepi


z/2

Tingkat Kemampuan: 4A
.xy

Alat dan reagen


na

Alat:
lya

a. Sediaan apus darah yang akan diperiksa


b. Mikroskop binoculer
mu

c. Minyak imersi
na

d. Kertas lensa/kain flanel


.ai

e. Differential cell counter yang dirancang untuk hitung jenis.


ww

Reagen: -
//w

Teknik pemeriksaan
ps:

a. Fokuskan mikroskop pada pembesaran 10x (low power). Pindai


hapusan untuk memeriksa distribusi sel, clumping, dan sel
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1300 -

abnormal. Saat memindai apusan, perhatikan bentuk eritrosit

l
tm
yang tidak biasa seperti rouleaux atau clumping.

g.h
b. Periksa tepi hapusan. Jika terdapat sejumlah besar leukosit
pada daerah ini, maka hitung jenis tidak akurat. Sebagian besar

tan
sel yang berada pada tepi sediaan adalah leukosit besar seperti

n
-te
monosit dan neutrofil. Apusan tidak dapat diperiksa jika

22
ditemukan kondisi seperti ini.

20
c. Jika apusan dapat digunakan, perkirakan jumlah leukosit

86
dengan menghitung jumlah leukosit pada tiap 5 atau 6 lapang

s11
pandang besar (low power field). Hitung jumlah rata-rata sel.
Kalikan jumlah rata-rata sel dengan 1000 dan bagi 4. Jumlah

ke
ini seharusnya berada dalam ±20% dari jumlah aktual leukosit.

en
7m
Jika tidak dalam rentang ini, penghitungan dan estimasi
leukosit harus diulang. 10
k0

(rata-rata jumlah leukosit/5 lapang pandang) x 100


r-h

4
mo

d. Hitung jumlah trombosit diperkirakan normal bila dijumpai 3-8


-no

trombosit dalam 100 eritrosit


mk

e. Untuk melakukan hitung jenis, pilih bagian apusan dimana


eritrosit terlihat berdekatan namun tidak tumpang tindih.
6/k

Gunakan pembesaran 40 x.
2/0

f. Mulai dari daerah apusan yang tipis dan bergeser. Hitung


02

jumlah seluruh leukosit dan catat pada differential cell counter,


z/2

hingga 100 leukosit telah dihitung. Jika ditemukan eritrosit


.xy

berinti saat melakukan hitung jenis, jumlahkan mereka pada


na

bagian yang berbeda. Saat menghitung sel, buat catatan segala


lya

abnormalitas yang ditemukan pada sel.


g. Hasil hitung jenis digambarkan sebagai persentase total leukosit
mu

yang dihitung. Penting juga untuk mengetahui jumlah absolut


na

tiap jenis leukosit per μL darah.


.ai
ww

Jumlah absolut sel/ μL = % tipe sel pada hitung jenis x jumlah


//w

leukosit/uL
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1301 -

h. Periksa morfologi eritrosit pada daerah tipis apusan dimana

l
tm
eritrosit tidak saling tumpang tindih atau sedikit tumpang

g.h
tindih.
1) Catat tiap variasi yang tidak normal dan klasifikasikan

tan
sebagai: sedikit, terkadang, atau tidak banyak.

n
-te
1+ = satu atau dua sel terlihat tiap lapang pandang.

22
2+ = sedikit meningkat namun sel normal masih dapat

20
ditemukan; 3-4/ lapang pandang

86
3+ = peningkatan jumlah yang signifikan; hampir

s11
keseluruhan sel abnormal >5/lapang pandang
4+ = seluruh sel abnormal; ditemukan pada kasus ekstrim

ke
seperti abnormalitas eritrosit herediter

en
7m
* jika tidak ada morfologi eritrosit yang signifikan, laporkan
morfologi sel darah merah sebagai “normal”.
10
2) b. Ukuran: anisositosis adalah istilah yang digunakan
k0

untuk menggambarkan variasi ukuran.


r-h

3) c. Bentuk: poikilositosis adalah istilah yang digunakan


mo

untuk menunjukkan perubahan bentuk. Jika istilah ini


-no

digunakan, maka harus diperjelas dengan variasi bentuk


mk

yang ada, seperti eliptosit 2+, sel target 1+, dsb.


4) d. Badan inklusi: apakah terdapat badan inklusi eritrosit
6/k

atau leukosit yang bermakna seperti basophilic stippling,


2/0

badan Howell-Jolly, badan Dohle, dsb.


02

5) e. Abnormalitas lain yang ditemukan seperti rouleaux,


z/2

parasit atau bakteri tertentu, dsb.


.xy
na

Pelaporan hasil pemeriksaan


lya

Pada contoh pelaporan hitung jenis dibawah, yang dimasukkan


adalah nilai normal pada orang dewasa.
mu

Tabel 38. Hitung jenis sel normal pada orang dewasa


na

Tipe Sel Dewasa


.ai

Jumlah Leukosit 5000 – 10.000


ww

/ μL
//w

Segmen % 53-79
ps:

Batang % 0-10
htt

Limfosit % 3-9

jdih.kemkes.go.id
- 1302 -

Monosit % 3-9

l
tm
Eosinofil % 0-4

g.h
Basofil % 0-1

tan
Catatan

n
-te
a. Hapusan yang dibuat dan diwarnai dengan baik sangat penting

22
terhadap keakuratan hitung jenis.

20
b. Sebelum melaporkan abnormalitas yang signifikan seperti blast,

86
malaria, atau temuan signifikan lainnya pada hitung jenis

s11
pasien, minta petugas yang lebih berpengalaman untuk menilai
hapusan untuk konfirmasi.

ke
en
c. Jika ditemukan sel yang rusak seperti smudge cel atau basket

7m
cell, harus tetap dilaporkan.
d. Ketika jumlah leukosit sangat rendah ( < 1000 /uL), sulit untuk
10
melakukan hitung jenis dengan 100 sel. Dalam situasi seperti
k0

ini, gunakan penjumlahan hingga 50 sel. Berikan catatan


r-h

bahwa sel yang dihitung hanya 50. Kalikan tiap persentasi x2.
mo

e. Ketika jumlah leukosit sangat tinggi (>50.000/uL), hitung jenis


-no

200 sel dapat dilakukan untuk meningkatkan keakuratan


mk

hitung jenis. Hasil ini kemudian dibagi dua dan tuliskan catatan
pada laporan bahwa digunakan penghitungan 200 sel.
6/k
2/0

Tabel 39. Kelainan pada hitung jenis


02

Sel Tinggi Rendah


z/2

Neutrofil Penyebab tersering: Kadar signifikan: <1.0x109/L


.xy

• Infeksi Penyebab tersering:


na

• Nekrosis Infeksi virus


lya

• Stressor apapun/olahraga Autoimun/idiopatik


mu

berat Pengobatan

• Obat-obatan
na

Perhatian:
.ai

• Kehamilan
Orang yang terlihat sakit
ww

• CML
• Merokok Derajat keparahan
//w

neutropenia
• Keganasan
ps:

Kecepatan perubahan
htt

neutropenia
Perhatian:

jdih.kemkes.go.id
- 1303 -

Sel Tinggi Rendah

l
tm
• Orang yang terlihat sakit Limfadenopati,

g.h
• Derajat keparahan neutrofilia hepatosplenomegali

tan
• Kecepatan perubahan
neutrofilia

n
-te
• Adanya shift to the left

22
Limfosit Penyebab: Biasanya tidak bermakna

20
• Infeksi akut (virus, bakteri) secara klinis

86
• Merokok

s11
• Hiposplenisme

ke
• Respon stress akut

en
• Tiroiditis autoimun

7m
• CLL
Eosinofil Penyebab tersering:
10
Tidak ada penyebab yang
k0
• Alergi/atopi, asma/hayfever mengkhawatirkan.
r-h

• Parasit
mo

Penyebab lebih jarang:


• Hodgkins
-no

• Myeloproliferative disorders
mk

• Sindrom Churg-Strauss
6/k

Monosit Biasanya tidak signifikan. Secara klinis tidak bermakna


2/0

Perhatikan kadar >1.x109/L


02

lebih ketat
z/2

Basofil Berhubungan dengan: Sulit untuk


• Myeloproliferative disorders didemonstrasikan.
.xy

• Penyebab jarang lainnya


na

Trombosit Kadar signifikan: Kadar signifikan:


lya

>500x109/L <100x109/L
mu

Kemungkinan penyebab: Penyebab tersering:


na

• • Infeksi virus
Kondisi reaktif seperti infeksi,
.ai

inflamasi • ITP
ww

• Kehamilan • Gangguan hepar


//w

• Defisiensi besi • Obat-obatan


• Paska splenektomi •
ps:

Hipersplenisme
• Trombositemia esensial • Penyakit autoimun
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1304 -

Sel Tinggi Rendah

l
tm
• Kehamilan

g.h
Perhatian:

tan
Memar
• Petechiae

n
-te
• Perdarahan signifikan

22
Eritrosit PRV Anemia hipoproliferatif (def.

20
Thallasaemia besi, vit B12, dan folat)

86
Aplasia (idiopatik atau

s11
diinduksi obat).

ke
Aplasia sel darah merah yang

en
diinduksi oleh infeksi

7m
parvovirus B19
10
k0
Referensi
r-h

a. Sacher RA. McPherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan


laboratorium. 11th ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC,
mo

2002.
-no

b. Turgeon ML. Clinical Hematology theories and procedures. 4th ed.


mk

Phladelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005.


6/k

c. Frasser T, Tilyard M (eds). Complete blood count in primary care.


Dunedin: BPAC NZ better medicine, 2008.
2/0
02

55. Pembuatan Sediaan Darah Tepi (Tebal Dan Apus)


z/2

Tingkat Keterampilan: 4A
.xy

Tujuan
na

a. Menyediakan slide untuk diperiksa secara mikroskopik.


lya

b. Sediaan darah apus dapat digunakan untuk pemeriksaan


mu

morfologi sel darah.


c. Sediaan darah tebal dapat digunakan untuk pemeriksaan
na
.ai

parasit filaria.
ww

d. Sediaan darah tebal dan apus dapat digunakan untuk


pemeriksaan mikroskopik malaria. Walaupun pemeriksaan
//w

mikroskopik malaria bukan merupakan kompetensi dokter


ps:

umum, namun dokter perlu mampu membuat sediaan yang


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1305 -

baik agar dapat dikirim dan diperiksa dengan baik oleh tenaga

l
tm
ahli secara mikroskopik.

g.h
Alat dan Bahan
a. Sarung tangan sebagai alat perlindungan diri

tan
b. Kapas alkohol

n
-te
c. Kapas kering

22
d. Lanset sekali pakai

20
e. Kaca obyek

86
f. Metanol

s11
g. Larutan Giemsa
h. Larutan buffer (dapat diganti dengan air suling atau destilled

ke
water bila tidak tersedia)

en
7m
i. Rak pengering
j. Kertas tisu atau kertas saring 10
k0

Prosedur
r-h

a. Pembuatan sediaan darah tebal


mo

1) Persiapkan ujung jari pasien yang akan ditusuk. Lakukan


-no

desinfeksi dengan menggunakan kapas alkohol.


mk

2) Tusuk ujung jari pasien dengan menggunakan lanset sekali


pakai.
6/k

3) Hapus tetesan darah yang pertama keluar dengan


2/0

menggunakan kapas kering.


02

4) Tempelkan kaca obyek pada tetesan darah berikutnya.


z/2

Ambil sebanyak 3 tetes darah.


.xy

5) Letakkan kaca obyek di atas meja kerja. Dengan


na

menggunakan ujung kaca obyek yang lain, sebarkan


lya

tetesan darah hingga membentuk lingkaran berdiameter


±1cm.
mu

6) Beri label pada kaca obyek, tunggu hingga sediaan kering


na

untuk dapat diwarnai.


.ai

7) Pewarnaan sediaan darah tebal:


ww

a) Letakkan kaca obyek yang telah diberi sediaan di atas


//w

rak
ps:

b) Siapkan larutan Giemsa 20% dengan mencampurkan


20ml larutan Giemsa stok dengan 80ml larutan buffer
htt

atau air suling

jdih.kemkes.go.id
- 1306 -

c) Teteskan larutan Giemsa kerja di atas sediaan darah

l
tm
hingga seluruh darah tertutup zat warna. Biarkan

g.h
selama 15 menit.
d) Buang sisa zat warna, kemudian cuci perlahan dengan

tan
air mengalir. Hati-hati sebab sediaan darah dapat

n
-te
luruh akibat aliran air yang kuat.

22
e) Biarkan kering dengan meletakkannya secara tegak di

20
atas kertas tisu atau kertas saring.

86
b. Pembuatan sediaan darah apus

s11
1) Setelah mengambil tetesan darah untuk pembuatan
sediaan darah tebal, ambil kembali 1 tetes darah untuk

ke
pembuatan sediaan darah apus. Remas sedikit ujung jari

en
7m
pasien bila darah sulit keluar.
2) Letakkan kaca obyek di atas meja kerja. Ambil kaca obyek
10
lainnya untuk menyebar sediaan darah dengan cara
k0

berikut:
r-h

a) Pegang kaca obyek penyebar dengan tangan kanan.


mo

Letakkan sisi pendek kaca obyek penyebar di sebelah


-no

kiri tetesan darah, posisikan hingga membentuk sudut


mk

45⁰ dengan kaca obyek di bawahnya.


b) Geser kaca obyek penyebar secara perlahan ke arah
6/k

kanan hingga sisinya menyentuh tetesan darah, dan


2/0

tunggu hingga darah menyebar di sepanjang sisi


02

pendek tersebut.
z/2

c) Pegang kaca obyek pertama dengan tangan kiri,


.xy

sementara geser kaca obyek penyebar ke arah kiri


na

dengan cepat hingga menyebar di atas kaca obyek


lya

pertama.
3) Beri label pada kaca obyek, tunggu hingga sediaan kering
mu

untuk dapat diwarnai.


na

4) Pewarnaan sediaan darah apus:


.ai

a) Letakkan kaca obyek yang telah diberi sediaan apus di


ww

atas rak
//w

b) Lakukan fiksasi dengan menetesi sediaan darah


ps:

dengan metanol, biarkan hingga beberapa detik atau


hingga metanol kering. Buang sisa metanol bila ada.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1307 -

c) Siapkan larutan Giemsa 20% dengan mencampurkan

l
tm
20ml larutan Giemsa stok dengan 80ml larutan buffer

g.h
atau air suling
d) Teteskan larutan Giemsa kerja di atas sediaan darah

tan
hingga seluruh darah tertutup zat warna. Biarkan

n
-te
selama 15 menit.

22
e) Buang sisa zat warna, kemudian cuci perlahan dengan

20
air mengalir. Biarkan kering dengan meletakkannya

86
secara tegak di atas kertas tisu atau kertas saring.

s11
c. Catatan:
1) Sediaan tebal dan tipis dapat dibuat bersisian pada kaca

ke
obyek yang sama. Apabila ingin dilakukan seperti ini, maka

en
7m
pada saat menetesi metanol pada sediaan apus, posisikan
kaca obyek miring ke arah
10 sediaan apus sehingga
penetesan metanol tidak mengenai sediaan tebal di bagian
k0

atasnya.
r-h

2) Jari yang ditusuk biasanya jari tengah atau jari manis


mo

tangan kiri (atau tangan kanan pada pasien kidal), dan


-no

tumit pada bayi.


mk
6/k
2/0
02
z/2

Ambil 3 tetes darah


Persiapkan jari pasien, Tusuk jari dengan
.xy

untuk sediaan darah


lakukan desinfeksi menggunakan
na

tebal dan 1 tetes


dengan kapas alkohol lanset sekali pakai
lya

untuk sediaan apus


mu
na
.ai
ww
//w

Buat sediaan darah Buat sediaan darah


Beri label pada
ps:

apus dengan tebal dengan


sediaan
htt

menggesernya meratakannya

jdih.kemkes.go.id
- 1308 -

menggunakan sisi menggunakan ujung

l
tm
pendek kaca obyek lain kaca obyek lain

g.h
Gambar 174. Pembuatan sediaan darah tebal dan apus pada satu kaca

tan
obyek

n
-te
22
3) Label dapat ditulis dengan pensil pada bagian pangkal dari

20
sediaan apus.

86
s11
ke
en
Gambar 175. sediaan darah tebal dan apus pada kaca obyek yang

7m
sama 10
k0

Referensi
r-h

a. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan


mo

Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Pedoman


-no

penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Gebrak Malaria.


Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2008.
mk

b. Lewis, Bain, Bates. Dacie and Lewis Practical Haematology. 10th


6/k

ed. Philadelphia: Churcill Livingstone, 2006.


2/0
02

56. Pemeriksaan Laju Endap Darah (Led)


z/2

Tingkat Kemampuan: 4A
.xy

Bahan pemeriksaan
Darah vena dicampur dengan antikoagulan larutan Natrium Sitrat
na

0,109 M dengan perbandingan 4:1. Dapat juga dipakai darah EDTA


lya

yang diencerkan dengan larutan sodium sitrat 0,109 M atau NaCl


mu

0,9% dengan perbandingan 4:1 (modifikasi cara Westergren).


na
.ai

Alat dan Reagen


ww

Alat:
//w

a. Pipet Westergren
b. Rak untuk pipet Westergren
ps:

Reagen: Larutan Natrium Sitrat 0,109 M.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1309 -

Teknik pemeriksaan

l
tm
a. Isi pipet Westergren dengan darah yang telah diencerkan sampai

g.h
garis tanda 0. Pipet harus bersih dan kering.
b. Letakkan pipet pada rak dan perhatikan supaya posisinya betul-

tan
betul tegak lurus pada suhu 18-25 C, jauhkan dari cahaya

n
-te
matahari dan getaran. (Gambar 2)

22
c. Setelah tepat 1 jam, baca tingginya lapisan plasma dari 0 mm

20
sampai batas plasma dengan endapan darah.

86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk
6/k

Gambar 176. Tabung Westergren diposisikan vertikal pada rak


khusus Westergren.
2/0

Pelaporan Hasil Pemeriksaan


02

LED = ………..mm dalam 1 jam


z/2
.xy

Nilai normal
na

Pria, <50thn : < 15 mm dalam 1 jam


lya

Pria, 50-85 thn : < 20 mm dalam 1 jam


mu

Pria, >85 thn : < 30 mm dalam 1 jam


Wanita, <50 thn : < 20 mm dalam 1 jam
na

Wanita, 50-85 thn : < 30 mm dalam 1 jam


.ai

Wanita, >85 thn : < 42 mm dalam 1 jam


ww

Anak : < 10 mm dalam 1 jam


//w

Neonatus : 0 – 2 mm dalam 1 jam


ps:
htt

Dapat juga digunakan rumus untuk menilai LED:


Pria : LED = umur (tahun) / 2

jdih.kemkes.go.id
- 1310 -

Wanita : LED = [umur (tahun) + 10] / 2

l
tm
Perubahan dalam beberapa kali pemeriksaan lebih signifikan

g.h
dibanding satu temuan abnormal.

tan
57. Pemeriksaan Masa Perdarahan

n
-te
Tingkat Kemampuan: 4A

22
Metode

20
a. Cara Duke

86
b. Cara Ivy

s11
Alat
a. Tensimeter

ke
b. Lanset disposable

en
7m
c. Stopwatch
d. Kertas saring 10
e. Kapas alkohol 70%
k0

f. Penutup luka (tensoplast)


r-h
mo

Cara Pemeriksaan
-no

a. Metode Ivy
mk

1) Pasanglah bendungan dari tensimeter pada lengan atas,


cm di atas lipat siku
6/k

2) Bersihkan dengan kapas alkohol 70%, daerah yang akan


2/0

ditusuk, tunggu sampai kering. Daerah ini tidak boleh ada


02

jaringan ikat, pembengkakan dan dicukur bila banyak


z/2

terdapat rambut.
.xy

3) Usahakan penusukan/luka pada permukaan volar lengan


na

bawah dengan lanset sedalam 2 mm pada daerah 5 cm dari


lya

fosa kubiti, kemudian stopwatch ditekan pada saat darah


keluar pertama kali.
mu

4) Tiap 30 detik darah yang keluar dilekatkan pada kertas


na

saring sampai perdarahan berhenti.


.ai

5) Lamanya darah membeku merupakan masa perdarahan


ww

b. Metode duke
//w

1) Bersihkan salah satu anak daun telinga dengan alkohol


ps:

70% dan biarkan kering lagi.


2) Tusuklah pinggir anak daun telinga itu dengan lanset steril
htt

sedalam 2 mm.

jdih.kemkes.go.id
- 1311 -

3) Teruskan percobaan seperti cara Ivy langkah 4, 5 dan 6.

l
tm
g.h
Catatan:
Normal (1 – 3) menit.

tan
Cara Duke kurang memberatkan kepada mekanisme hemostatis

n
-te
karena tidak diadakan pembendungan, hasil test menurut Ivy lebih

22
dapat dipercayai. Janganlah melakukan masa perdarahan menurut

20
Duke pada ujung jari, hasilnya teristimewa pada orang dewasa, tidak

86
boleh dipercaya. Cara Duke sebaiknya dipakai pada anak kecil dan

s11
bayi saja, karena menggunakan ikatan dengan spighmomanometer
pada lengan atas tidak mungkin atau sukar dilakukan.

ke
Pelaporan Hasil Pemeriksaan

en
7m
Masa perdarahan : .... menit
10
Interpretasi
k0

a. Masa perdarahan mengukur integritas pembuluh darah dan


r-h

trombosit
mo

b. Pada orang normal 95%, menunjukkan masa perdarahan


-no

dengan Metode Ivy adalah 2-6 menit. Sedangkan bila masa


mk

perdarahan adalah 7-10 menit, dapat dijumpai pada 1 % kasus


normal.
6/k

c. Waktu melekatkan darah pada kertas saring jangan sampai


2/0

menekan kulit karena akan mempengaruhi masa perdarahan.


02

d. Masa perdarahan memanjang pada:


z/2

Trombositopenia, biasanya bila jumlah trombosit < 50.000 /µL,


.xy

bila <10.000/ µL dipastikan masa perdarahan memanjang. Oleh


na

karena itu pada trombositopenia berat tidak dianjurkan untuk


lya

melakukan pemeriksaan masa perdarahan.


mu

58. Pemeriksaan Masa Pembekuan


na

Tingkat Kemampuan: 4A
.ai

Metode
ww

Tabung modifikasi Lee dan White


//w

Bahan Pemeriksaan: Empat mililiter (4 mL) darah (whole blood).


ps:

Alat
a. Penangas air suhu 37 ºC
htt

b. Tabung reaksi gelas 13x100 mm

jdih.kemkes.go.id
- 1312 -

c. Stopwatch

l
tm
d. Spuit 5 mL dengan jarum

g.h
Teknik Pemeriksaan

tan
Teknik dengan menggunakan tabung (modifikasi dari cara Lee dan

n
-te
white).

22
a. Siapkan 3 tabung dengan ukuran 13x100 mm. (#1, #2, #3)

20
b. Hisaplah 4 mL darah dengan menggunakan semprit dan jarum

86
c. Lepaskan jarum dari spuit, masukkan berturut-turut 1 mL

s11
darah ke dalam tabung #3, tabung #2, dan tabung #1, sisa
darah dibuang. Stopwatch diaktifkan segera setelah darah

ke
masuk ke dalam tabung #3.

en
7m
d. Letakkan ketiga tabung dalam penangas air pada suhu 37 ºC.
e. Tepat setelah 5 menit, tabung 31 digerakkan membentuk sudut
10
45º. Ulangi tindakan ini setiap 30 detik hingga tabung #1
k0

tersebut dapat diletakkan dalam posisi terbalik tanpa isinya


r-h

keluar.
mo

f. Catat lamanya darah dalam tabung #1 membeku.


-no

g. Tiga puluh detik setelah tabung #1 membeku dikerjakan pula


mk

tabung #2 dengan cara yang sama dengan tabung #1, sampai


darah dalam tabung #2 membeku. Kemudian dilanjutkan
6/k

dengan tabung #3.


2/0

h. Lamanya darah membeku pada tabung #3 merupakan ukuran


02

masa pembekuan.
z/2

Pelaporan Hasil Pemeriksaan


.xy

Masa pembekuan : .... menit


na

Nilai rujukan masa pembekuan 5-15 menit.,


lya

Referensi
mu

a. Cheesbrough M, Prescott LM. Manual of Basic techniques for a


na

Health Laboratory. 2nd ed. Geneva : World Health Organization;


.ai

1980.
ww

b. Dacie JV, Lewis SM. Practical haematology. 9th ed. London:


//w

Churchill Livingstone; 2001.


ps:

c. Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta: Dian


Rakyat; 1985.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1313 -

d. Wirawan R, Silman E. Pemeriksaan laboratorium hematologi.

l
tm
Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2011.

g.h
59. Pemeriksaan Golongan Darah dan Antigen Rhesus

tan
Tingkat Kemampuan: 4A

n
-te
Alat dan reagen

22
Alat:

20
a. Kertas pemeriksaan golongan darah.

86
b. Blood lancet atau sampel darah

s11
c. Batang pengaduk

ke
Bahan:

en
7m
a. Serum anti A
b. Serum anti-B 10
c. Serum anti-AB
k0

d. Serum anti-Rh
r-h
mo

Teknik Pemeriksaan
-no

a. Tuliskan identitas pasien pada kertas pemeriksaan golongan


mk

darah
b. Teteskan darah masing-masing 1 tetes pada tiap area pada
6/k

kertas pemeriksaan golongan darah. Teteskan 1 tetes serum


2/0

anti-A pada area anti-A, serum anti-B pada area anti-B, , serum
02

anti-AB pada area anti AB dan serum Rh pada area anti-Rh.


z/2

c. Campurkan tetesan serum dengan darah. Gunakan batang


.xy

pengaduk yang berbeda untuk mencampur darah di setiap


na

area.
lya

d. Nilai hasil yang didapatkan.


mu

Analisis Hasil Pemeriksaan


na

a. Subjek bergolongan darah A jika aglutinasi terjadi pada


.ai

pemberian serum anti-A.


ww

b. Subjek bergolongan darah B jika aglutinasi terjadi pada


//w

pemberian serum anti-B.


ps:

c. Subjek bergolongan darah AB jika aglutinasi terjadi pada


pemberian serum anti-A dan serum anti-B.
htt

d. Subjek bergolongan darah O jika tidak terjadi aglutinasi.

jdih.kemkes.go.id
- 1314 -

e. Subjek berhesus positif (Rh +) jika terjadi aglutinasi pada

l
tm
pemberian serum anti-Rh. Subjek berhesus negatif jika tidak

g.h
terjadi aglutinasi pada pemberian serum anti-Rh.

tan
Referensi

n
-te
Daniels R. Dalmar’s guide to laboratory and diagnostic tests. 3rd ed.

22
Independence: Cengage learning, 2014.

20
86
60. Pemeriksaan Tinja

s11
Tingkat Kemampuan: 4A
a. Pemeriksaan Makroskopik

ke
en
7m
Alat dan bahan
Alat: 10
1) Pot Tinja
k0

2) Lidi
r-h

Bahan: Tinja segar


mo
-no

Teknik pemeriksaan: Mengamati dan menilai bau dari tinja


mk

Pelaporan Hasil
6/k

Warna : (ditulis warna yang diamati)


2/0

Bau : (ditulis seperti yang dibaui)


02

Konsistensi : (ditulis yang diamati )


z/2

Lendir : (ditulis ada atau tidak ada)


.xy

Darah : (ditulis ada atau tidak ada, tercampur atau hanya ada
na

pada bagian luar tinja saja, warna darah merah atau


lya

hitam)
b. Pemeriksaan Mikroskopik Tinja Sediaan Basah Langsung
mu

(Direct Wet Smear)


na

Tujuan untuk parasit


.ai

1) Mengidentifikasi nematoda usus melalui pemeriksaan telur


ww

cacing.
//w

2) Mengidentifikasi protozoa usus dengan menemukan bentuk


ps:

trofozoit atau kista.


3) Memperkirakan derajat infeksi kecacingan pada pasien.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1315 -

4) Merupakan teknik pemeriksaan awal dari sediaan tinja

l
tm
segar sebelum melakukan teknik lainnya.

g.h
Metode Pemeriksaan

tan
Pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan eosin, lugol, dan

n
-te
Sudan III.

22
20
Bahan Pemeriksaan

86
Tinja segar sebanyak ±10mg atau sekitar sebuku jari.

s11
Alat dan Reagen

ke
Alat:

en
7m
1) Sarung tangan sebagai alat perlindungan diri.
2) Kaca obyek dan kaca penutup (coverslip)
10
3) Aplikator atau lidi
k0

4) Kertas tisu atau kertas saring


r-h

5) Mikroskop cahaya
mo
-no

Reagen:
mk

1) Larutan iodin (lugol) atau eosin 2% dalam aquades. Apabila


tidak ada, maka larutan garam fisiologis juga dapat
6/k

digunakan. Untuk identifikasi protozoa disarankan


2/0

menggunakan iodin.
02

2) Larutan Sudan III


z/2

Teknik Pemeriksaan
.xy

1) Ambil sebuah kaca objek.


na

2) Tulis identitas pasien (nama dan nomor pasien, nama


lya

dokter, tanggal dan waktu pengambilan).


3) Tetesi gelas objek di sebelah kiri dengan 1 tetes garam
mu

fisiologis dan sebelah kanan dengan 1 tetes larutan eosin 2


na

% atau larutan lugol.


.ai

4) Bila diperlukan pemeriksaan lemak, tetesi gelas objek lain


ww

dengan 1 tetes larutan Sudan III.


//w

5) Ambil ±2mg atau seujung lidi sampel tinja, hindari bagian


ps:

yang kasar atau banyak mengandung serat.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1316 -

6) Campurkan tinja di dalam larutan dengan mengaduknya

l
tm
rata dengan menggunakan ujung lidi; singkirkan bagian-

g.h
bagian yang kasar.
7) Tutup sediaan dengan menggunakan kaca penutup secara

tan
hati-hati; hindari adanya gelembung udara yang

n
-te
terperangkap di bawah kaca penutup.

22
8) Apabila terdapat kelebihan cairan, bersihkan dengan

20
menggunakan kertas tisu atau kertas saring dengan hati-

86
hati.

s11
9) Sediaan apus yang baik adalah cukup tipis dan masih
memungkinkan membaca tulisan.

ke
10) Lihat dibawah mikroskop mula-mula dengan lensa objektif

en
7m
10 x, kemudian lensa objektif 40 x.
11) Untuk pemeriksaan protozoa
10 usus disarankan
menggunakan lensa obyektif 40x dan 100x.Perhatikan
k0

semua unsur dalam tinja dan identifikasi.


r-h

12) Pada sediaan yang ditambah larutan lugol, perhatikan


mo

adanya amilum atau zat pati.


-no

13) Pada sediaan yang ditambah larutan Sudan III, perhatikan


mk

adanya globul lemak.


14) Perlu diperhatikan:
6/k

a) Gunakan wadah tertutup dengan mulut lebar untuk


2/0

mengumpulkan tinja pasien.


02

b) Hindarkan kontaminasi saat pengambilan sampel,


z/2

pembuatan sediaan, hingga pemeriksaan.


.xy

c) Untuk keperluan pemeriksaan trofozoit dan kista


na

protozoa, tinja cair harus diperiksa selambatnya dalam


lya

30 menit dan tinja lunak dalam 1 jam.


d) Sebelum melakukan pemeriksaan mikroskopik, perlu
mu

dilakukan pemeriksaan makroskopik untuk


na

mengidentifikasi konsistensi tinja, warna, dan bau.


.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1317 -

l
tm
g.h
n tan
-te
22
Teteskan setetes

20
Letakkan kaca obyek
Alat dan bahan yang larutan iodin, eosin,

86
yang bersih di atas meja
digunakan. atau garam fisiologis di

s11
kerja.
atas kaca obyek.

ke
en
7m
10
k0
r-h
mo

Campur tinja secara


-no

Contoh yang salah:


Ambil seujung lidi merata di dalam
jumlah sampel terlalu
mk

sampel tinja. larutan. Hindari serat


banyak.
dan bahan yang kasar.
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya

Periksa di bawah
mu

Tutup sediaan dengan


Bila dijumpai kelebihan mikroskop
kaca penutup secara
na

cairan, bersihkan menggunakan lensa


hati-hati. Hindarkan
.ai

dengan kertas tisu atau obyektif 10x atau 40x


ww

gelembung udara
kertas saring dengan untuk telur cacing, dan
terperangkan di bawah
//w

hati-hati. 40x dan 100x untuk


kaca penutup.
protozoa.
ps:
htt

Gambar 177. Pembuatan sediaan tinja basah langsung (direct wet smear)

jdih.kemkes.go.id
- 1318 -

l
tm
Pelaporan Hasil Pemeriksaan

g.h
Laporan ada atau tidak ada:
1) Telur cacing

tan
2) Amoeba

n
-te
3) Larva cacing

22
4) Eritrosit dan Lekosit

20
5) Lemak

86
6) Sisa makanan

s11
7) Dan lain-lain

ke
Referensi

en
7m
World Health Organization. Basic laboratory procedures in
clinical laboratories. 2nd ed. Geneva: Wolrd Health Organization,
10
2003.
k0
r-h

c. Pemeriksaan Apusan Perianal (Perianal Swab)


mo

Tujuan
-no

1) Mendiagnosis enterobiasis (infeksi cacing kremi) dengan


mk

menemukan telur, larva atau cacing Enterobius


vermicularis.
6/k

2) Mendiagnosis taeniasis dengan menemukan telur atau


2/0

proglotid Taenia saginata.


02

Alat dan Bahan


z/2

1) Sarung tangan sebagai alat perlindungan diri.


.xy

2) Spatel lidah atau aplikator kayu.


na

3) Selotip (scotch tape) yang transparan dan tidak berwarna.


lya

4) Minyak imersi atau tuluol.


5) Mikroskop cahaya
mu

Prosedur
na

1) Perlu diingat bahwa pengambilan sampel dilakukan pada


.ai

pagi hari saat pasien baru bangun pagi dan belum mandi,
ww

defekasi, atau cebok.


//w

2) Pasang selotip secara terbalik di ujung aplikator kayu atau


ps:

spatel lidah (Gambar 1), sehingga bagian yang lengket


menghadap ke luar (Gambar 2).
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1319 -

3) Dalam posisi pasien menungging, tempelkan alat yang

l
tm
sudah dipersiapkan di daerah perianal pasien (Gambar 3).

g.h
4) Lepaskan selotip dari aplikator dan tempelkan di atas kaca
obyek (Gambar 4).

tan
5) Bubuhi minyak imersi atau tuluol di atas sediaan pada

n
-te
bagian yang akan diperiksa agar terlihat lebih jernih di

22
bawah mikroskop.

20
6) Periksa di bawah mikroskop cahaya dengan lensa obyektif

86
10x.

s11
ke
en
7m
10
k0
r-h
mo
-no
mk

Gambar 178. Pembuatan sediaan apusan perianal


6/k

Referensi
2/0

World Health Organization. Basic laboratory procedures in


02

clinical laboratories. 2nd ed. Geneva: Wolrd Health Organization,


z/2

2003.
.xy
na

d. Pemeriksaan Darah Samar pada Feses


lya

Tujuan
Menilai adanya darah pada feses
mu
na

Metode
.ai

Pseudoperoksidase-peroksidase
ww
//w

Alat dan Reagen


ps:

Alat: Lidi bersih


htt

Reagen: Pad test berisi reagen indikator

jdih.kemkes.go.id
- 1320 -

Bahan Pemeriksaan

l
tm
Tinja segar

g.h
Teknik Pemeriksaan

tan
1) Amati makroskopis tinja dan catat.

n
-te
2) Teteskan kontrol pada pad reagen bagian kontrol

22
3) Ambil tinja dengan lidi bersih (sejumlah yang

20
diinstruksikan pada insert kit) dan oleskan pada pad reagen

86
4) Amati perubahan warna yang timbul pada bagian kontrol

s11
dan bagian sampel.
5) Catat hasil.

ke
en
7m
Pelaporan Hasil
Amati bagian kontrol pada pad, bila rapid test dalam kondisi
10
baik, maka pad yang ditetesi kontrol positif akan menampakkan
k0

perubahan warna, dan pad yang ditetesi kontrol negatif tidak


r-h

berubah warna. Bila perubahan warna pad yang ditetesi kontrol


mo

tidak sesuai yang seharusnya maka pemeriksaan harus diulang


-no

dengan reagen berbeda.


mk

Bila terjadi perubahan warna indikator, biasanya tidak


6/k

berwarna menjadi hijau kebiruan berarti hasil positif, terdapat


2/0

darah dalam tinja. Bila tidak ada perubahan warna berarti hasil
02

negatif, tidak terdapat darah dalam tinja.


z/2
.xy

Dapat memberikan hasil positif hanya apabila darah yang


na

terdapat dalam tinja melebihi 10 mL/hari.


lya

61. Pemeriksaan Urin


mu

Tingkat Kemampuan: 4A
na

a. Pemeriksaan makroskopis
.ai

Metode
ww

Pemeriksaan fisik urin dilakukan dengan pengamatan


//w

Bahan Pemeriksaan: Urin sewaktu (minimal 10 mL)


ps:

Alat
htt

1) Pot urin bermulut lebar dan bertutup ulir

jdih.kemkes.go.id
- 1321 -

2) Tabung reaksi

l
tm
3) Rak tabung

g.h
Teknik Pemeriksaan

tan
1) Warna

n
-te
a) Masukkan urin ke dalam tabung reaksi yang bersih

22
sebanyak ¾ bagian tabung.

20
b) Lihat dalam dengan penerangan cahaya yang cukup.

86
2) Kejernihan

s11
c) Masukkan urin kedalam tabung reaksi sebanyak ¾
bagian .

ke
d) Lihat dengan penerangan cahaya yang cukup.

en
7m
e) Lihat kejernihannya, apakah ada kekeruhan.
3) Bau (laporkan bila ada kelainan)
10
k0

Pelaporan Hasil
r-h

1) Warna: Tidak berwarna, kuning muda, kuning kemerahan,


mo

merah, putih seperti susu, coklat seperti teh dan lain-lain.


-no

2) Kejernihan: Jernih, agak keruh, sangat keruh.


mk

3) Bau: .....
b. Pemeriksaan Kimiawi
6/k

Metode
2/0

Pemeriksaan kimia urin dengan carik celup


02

Bahan Pemeriksaan: Urin segar sewaktu diperiksa dalam waktu


z/2

kurang dari 1 jam


.xy

Alat dan Reagen


na

Alat:
lya

1) Pot urin
2) Tabung reaksi
mu

Reagen: Carik celup urin


na

Teknik Pemeriksaan
.ai

1) Periksa tanggal kadaluarsa pada botol carik celup dan fisik


ww

dari strip urin.


//w

2) Ambil strip urin sesuai kebutuhan, tutup kembali botol


ps:

dengan rapat
3) Ambil satu strip urin, kemudian bandingkan dengan
htt

standar warna negatif pada botol untuk menilai kelayakan

jdih.kemkes.go.id
- 1322 -

strip urin. Bila warna sesuai, maka strip urin dapat

l
tm
digunakan

g.h
4) Celupkan strip urin ke dalam urin sampai semua
parameter terendam dan tidak lebih dari 1 detik.

tan
5) Tiriskan strip urin pada kertas penyerap/ tissue dengan

n
-te
posisi tegak lurus horizontal (sesuai gambar) untuk

22
menghilangkan kelebihan urin dan menghindari adanya

20
sisa urin karena dapat menyebabkan kesalahan penilaian

86
6) Baca strip urin dengan perbandingan warna standar

s11
parameter pada botol dalam waktu sesuai petunjuk pada
kit insert

ke
7) Catat dan laporkan hasil pemeriksaan

en
7m
Pelaporan Hasil
1) pH : 10
2) Berat jenis :
k0

3) Protein :
r-h

4) Glukosa :
mo

5) Keton :
-no

6) Bilirubin :
mk

7) Darah samar/Hb :
8) Nitrit :
6/k

9) Urobilinogen :
2/0

10) Lekosit esterase :


02
z/2

c. Pemeriksaan Mikroskopik (sedimen)


.xy

Metode Pemeriksaan
na

Pemeriksaan sedimen urin secara mikroskopik


lya

Alat dan bahan pemeriksaan


Alat:
mu

1) Sentrifus
na

2) Tabung urin dengan volume 15 ml


.ai

3) Pipet Pasteur
ww

4) Kaca objek
//w

5) Kaca penutup
ps:

6) Mikroskop
Bahan Pemeriksaan: Urin segar
htt

Teknik Pemeriksaan

jdih.kemkes.go.id
- 1323 -

1) Masukkan 10 - 15 mL urin homogen ke dalam tabung

l
tm
sentrifus.

g.h
Biasanya digunakan urin sebanyak 12 ml,
Sentrifugasi dengan kecepatan 1500-2000 rpm selama 5

tan
menit.

n
-te
2) Buang supernatan dengan hati-hati, sisakan kira-kira 0,5 -

22
1 mL.

20
3) Sedimen yang tersisa langsung diresuspensi. Ambil 1 tetes

86
dengan pipet Pasteur lalu teteskan pada kaca objek, tutup

s11
dengan kaca penutup.
4) Amati sediaan dengan pembesaran kecil (lensa objektif

ke
10x), hitung minimal 10 lapang pandang dan pembesaran

en
7m
besar (lensa objektif 40x) amati 10-20 lapang pandang.
Pelaporan Hasil 10
1) Epitel : ......... /LPK, jenis : .........
k0

(skuamosa/transisional/renal)
r-h

2) Leukosit : ......... /LPB


mo

3) Eritrosit : ......... /LPB normal eritrosit ditemukan


-no

0-2/LPB, lekosit 0-5/LPB


mk

4) Kristal : ......... (+/_), jenis : ........


5) Silinder :.......... /LPB
6/k

6) Lain lain :......... (sel ragi/bakteri/protozoa/sperma)


2/0

Normal ditemukan silinder hialin 0-2/LPK.


02

Referensi
z/2

1) Strasinger SK. Introduction of urinalysis. Urinalysis and


.xy

body fluids. 3 ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 1994.


na

p. 1-10.
lya

2) Gandasoebrata R. Urinalisis. Penuntun laboratorium klinik.


10 ed. Jakarta: Dian Rakyat; 2001. p. 69 - 131.
mu

3) Strasinger SK. Urinalysis and Body Fluid. Philadelphia: F A


na

Davis Company; 1994.


.ai

4) Strasinger SK. Microscopic examination of the urine: quality


ww

assurance in urinalysis. Urinalysis and body fluids. 3 ed.


//w

Philadelphia: F.A Davis Company; 1994. p. 81-101.


ps:

5) McPherson R, Ben-Ezra J, Zhao S. Basic Examination of


Urine. In: McPherson R, Pincus M, editors. Henry's Clinical
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1324 -

Diagnosis and Management by Laboratory Methode 21 ed.

l
tm
New York: Saunders Company; 2007. p. 393-424.

g.h
Pemeriksaan Mikrobiologi

tan
62. Pemeriksaan BTA

n
-te
Tingkat Kemampuan: 4A

22
Metode Pemeriksaan

20
Pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan pewarnaan Ziehl

86
Nielson.

s11
Bahan Pemeriksaan
Dahak yang diambil pada saat sewaktu-pagi-sewaktu

ke
a. Dahak pagi : dahak yang dikeluarkan oleh

en
7m
penderita pada waktu bangun pagi
b. Dahak sewaktu : dahak 10 yang dikeluarkan oleh
penderita pada saat datang ke
k0

Puskesmas (hari pertama dan hari


r-h

kedua)
mo
-no

Untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya disarankan


mk

mengambil dahak pagi atau dahak sewaktu sebanyak 3-5 mL setiap


wadah dahak.
6/k
2/0

Alat dan Reagen


02

Alat:
z/2

a. Lidi
.xy

b. Kaca objek yang bersih, tidak berminyak dan tidak bergores.


na

c. Pinsil kaca
lya

d. Lampu spiritus
e. Pinset
mu

f. Rak pewarna
na

g. Rak pengering
.ai

h. Mikroskop
ww

Reagen:
//w

a. Kit pewarnaan Ziehl Nielson


ps:

b. Minyak imersi
c. Eter alkohol
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1325 -

Teknik Pemeriksaan

l
tm
a. Teknik pembuatan sediaan hapusan dahak langsung:

g.h
1) Kaca objek diberi nomor kode pasien pada sisi kanan kaca
objek

tan
2) Pilih bagian dahak yang kental atau warna kuning

n
-te
kehijauan atau ada perkejuan atau ada nanah atau darah.

22
Ambil sedikit bagian tersebut dengan memakai lidi.

20
3) Ratakan (coiling) di atas kaca objek dengan ukuran ±2 x 3

86
cm. apusan dahak jangan terlampau tebal atau terlampau

s11
tipis. Keringkan pada suhu kamar selama 15-30 menit.
4) Lidi bekas pakai dimasukkan ke dalam wadah yang berisi

ke
cairan desinfektan natrium hipoklorit 0,5% sebelum

en
7m
dimusnahkan.
5) Kemudian rekatkan/fiksasi 10 sediaan dengan cara
melewatkan di atas nyala api bunsen dengan cepat
k0

sebanyak 3 kali selama 3 - 5 detik. Setelah itu sediaan


r-h

langsung diwarnai dengan pewarnaan Ziehl Nielson.


mo
-no

b. Teknik pewarnaan Ziehl Nielson.


mk

1) Letakkan sediaan di atas rak pewarna. Kemudian tuang


larutan Karbol fuschin 1% sampai menutupi seluruh
6/k

sediaan.
2/0

2) Panasi sediaan secara hati-hati di atas api bunsen sampai


02

keluar uap, tetapi jangan sampai mendidih. Biarkan


z/2

menjadi dingin selama 5 menit.


.xy

3) Bilas dengan air mengalir


na

4) Tuangkan asam alkohol 3 % sampai warna merah dari


lya

Fuchsin hilang. Tunggu 2 menit


5) Bilas dengan air mengalir.
mu

6) Tuangkan larutan Methylen Blue 0,3 % dan tunggu 10 – 20


na

detik
.ai

7) Bilas dengan air mengalir


ww

8) Keringkan di udara (suhu kamar) pada rak pengering.


//w
ps:

Dalam hal sediaan yang telah difiksasi tetapi belum diwarnai


maupun sediaan yang telah diwarnai akan dikirim ke
htt

laboratorium lain, lakukanlah hal-hal sebagai berikut :

jdih.kemkes.go.id
- 1326 -

1) Sediaan dibungkus dengan kertas tisu satu persatu, ikat

l
tm
dengan karet agar gulungan tidak terlepas.

g.h
Atau dengan menggunakan box dari bahan plastik yang
disediakan dari Dinas Kesehatan setempat

tan
2) Masukkan gulungan ke dalam kantong plastik yang

n
-te
tertutup rapat kemudian masukkan ke dalam amplop

22
untuk dikirim ke laboratorim rujukan.

20
3) Pastikan pengiriman sediaan tidak menyebabkan kaca

86
objek pecah sampai di tempat tujuan.

s11
4) Kemasan harus memenuhi syarat keamanan kerja
laboratorium termasuk pemberian label yang bertuliskan

ke
“bahan pemeriksaan infeksius”.

en
7m
c. Cara pembacaan:
1) Sediaan yang sudah diwarnai dan sudah kering diperiksa
10
di bawah mikroskop
k0

2) Teteskan 1 tetes minyak imersi di atas sediaan dan periksa


r-h

dengan lensa objektif 100 x.


mo

3) Carilah basil tahan asam yang oleh pewarnaan berwarna


-no

merah. Berbentuk batang sedikit bengkok, bergranular


mk

atau tidak, terpisah atau berpasangan atau berkelompok


dengan dasar berwarna biru.
6/k

4) Periksalah sediaan dengan memperhatikan jumlah kuman,


2/0

paling sedikit dalam 100 lapangan pandang atau dalam


02

waktu ± 10 menit, dihitung dari ujung kiri sampai ujung


z/2

kanan.
.xy

5) Setelah pemeriksaan mikroskopis selesai, semua alat-


na

alat/bahan-bahan terkontaminasi direndam dalam


lya

desinfektan sebelum dimusnahkan.


mu

Pelaporan Hasil Pemeriksaan


na

Pembacaan hasil pemeriksaan dilakukan secara sistimatik


.ai

dengan menggunakan skala Internasional Union Against


ww

Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD), sebagai berikut:


//w

1) Tidak ditemukan BTA /100 LP, ditulis :0


ps:

2) Ditemukan 1 – 9 BTA/100 LP, ditulis : jumlah


kumannya
htt

3) Ditemukan 10 – 99 BTA/100 LP, ditulis : 1+

jdih.kemkes.go.id
- 1327 -

4) Ditemukan 1 – 10 BTA/ 1 LP, ditulis : 2+

l
tm
5) Ditemukan lebih dari 10 BTA/1 LP, ditulis : 3+

g.h
Pengolahan limbah pot dahak habis pakai

tan
Wadah spesimen dan tutupnya,kaca sedian yang sudah tidak

n
-te
terpakai dan limbah padat lainnya harus direndam dalam

22
larutan lysol atau desinfectan lain yang cocok untuk desinfeksi

20
Mycobacterium tuberculosis minimal 12 jam.

86
s11
63. Pemeriksaan Duh Tubuh
Tingkat Kemampuan: 4A

ke
Pewarnaan Gram / Diplococcus gram negatif

en
7m
Metode Pemeriksaan: Pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan
Gram 10
Bahan Pemeriksaan
k0

a. Sekret urethra (laki-laki)


r-h

b. Sekret vagina (wanita)


mo

c. Sekret dari mata (bayi)


-no

Spesimen diambil oleh tenaga medis, sediaan yang sampai ke


mk

laboratorium sudah dihapus di kaca objek.


6/k

Alat dan Reagen


2/0

Alat:
02

a. Kapas lidi steril


z/2

b. Kaca objek yang kering dan bersih


.xy

c. Kapas
na

d. Spekulum
lya

e. Lampu spiritus
f. Pencil kaca
mu

g. Lampu sorot
na

h. Mikroskop
.ai

Reagen:
ww

a. Larutan pewarnaan Gram


//w

b. Minyak imersi
ps:

c. Eter Alkohol
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1328 -

Teknik Pemeriksaan

l
tm
a. Teknik pewarnaan

g.h
1) Setelah spesimen dioleskan dikaca objek, biarkan beberapa
saat di udara agar menjadi kering. Setelah kering, fiksasi

tan
dengan melewatkan di atas nyala api lampu

n
-te
spiritus/bunsen.

22
2) Tuangi dengan larutan Carbol Gentian Violet selama 2-3

20
menit.

86
3) Bilas dengan air kran atau air mengalir

s11
4) Tuangi dengan larutan Lugol/Iodine selama 1-2 menit
5) Bilas dengan air kran atau air mengalir.

ke
6) Tuangi dengan alcohol 95% selama 20-40 detik, lalu bilas

en
7m
kembali dengan air kran atau air mengalir
7) Tuangi dengan larutan Carbol Fuchsin selama 1-2 menit.
10
Bilas kembali dengan air kran atau air mengalir.
k0

8) Keringkan
r-h
mo

b. Cara pembacaan
-no

1) Sediaan yang sudah diwarnai dan sudah kering diperiksa


mk

dibawah mikroskop.
2) Teteskan satu tetes minyak imersi di atas sediaan dan
6/k

periksalah dengan lensa objektif 100 x.


2/0

Carilah kuman Neisseria gonorrhoeae yang oleh pengecatan


02

berwarna merah, berbentuk menyerupai biji kopi yang


z/2

berhadapan pada sisi yang tertekuk dan tersusun dua-dua


.xy

sehingga disebut diplococcus.


na

Kuman dapat terletak di dalam maupun di luar sel lekosit


lya

(intraseluler dan ekstraseluler)


Interpretasi
mu

Gram positif : Bakteri berwarna ungu


na

Gram negatif : Bakteri berwarna merah


.ai

Jumlah epitel, leukosit, atau unsur – unsur lain


ww
//w

Pelaporan Hasil Pemeriksaan


ps:

Morfologi dan sifat Gram kuman (kokus, streptokokus, batang,


kokobasil)
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1329 -

Bila pada pemeriksaan ditemui adanya kuman Gonococcus maka

l
tm
dilaporkan sebagai :

g.h
Diplococcus Gram (-) Intra selluler +/-
Ekstra selluler +/-

ntan
-te
Bila pada pemeriksaan tidak ditemui adanya kuman Gonococcus,

22
maka dilaporkan:

20
a. Tidak ditemukan adanya kuman Diplococcus

86
b. Predominasi kuman (kuman terbanyak)

s11
c. Jumlah masing-masing kuman dirinci sebagai berikut:
1) 0-1/lapang pandang imersi (jarang) atau

ke
2) 2-5/lapang pandang imersi (sedikit) atau

en
7m
3) 6-10/lapang pandang imersi (sedang) atau
4) >10/lapang pandang imersi (banyak)
10
d. Jumlah leukosit dan atau eritrosit per lapang pandang emersi
k0

e. Jumlah epitel per lapang pandang emersi


r-h

f. Morfologi lain yang ditemukan seperti ragi (budding,


mo

pseudohifa), jamur (hifa, konidia)


-no
mk

64. Pemeriksaan Jamur Permukaan


Tingkat Kemampuan: 4A
6/k

Alat dan Bahan


2/0

Alat:
02

a. Pinset
z/2

b. Lampu spiritus
.xy

c. Mikroskop
na

Bahan:
lya

a. Kerokan Kulit
b. Kerokan/guntingan kuku
mu

c. Rambut
na
.ai

Reagen:
ww

a. Larutan KOH 10 % untuk kulit dan rambut


//w

b. Larutan KOH 20% untuk kuku


ps:

c. Kapas Alkohol 70%


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1330 -

Teknik Pemeriksaan

l
tm
a. Teteskan 1-2 tetes larutan KOH di atas gelas objek

g.h
b. Letakkan bahan yang akan diperiksa pada tetesan tersebut
dengan menggunakan pinset yang sebelumnya dibasahi dahulu

tan
dengan larutan KOH, kemudian tutup dengan kaca penutup

n
-te
c. Biarkan selama 15 menit/dihangatkan di atas nyala api selama

22
beberapa detik untuk mempercepat proses lisis.

20
d. Cara pembacaan : periksa dengan mikroskop, mula-mula

86
dengan pembesaran objektif 10 x, kemudian 40x. Carilah

s11
adanya hifa/spora
Pelaporan hasil

ke
Bila ditemukan hifa atau spora, laporkan hifa atau spora positif.

en
Referensi
7m
10
a. Gandahusada. Srisasi, et al. 1992. Parasitologi Fakultas
k0

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.


r-h

b. WHO. 2003. Manual of basic techniques for a health laboratory.


mo

2 nd ed. Malta. p 225.


-no
mk

65. Tes Kehamilan Rapid/ Imunokromatografi (ICT)


Tingkat Kemampuan: 4A
6/k

Metoda Pemeriksaan: Rapid/Imunokromatografi (ICT)


2/0

Bahan Pemeriksaan: Urin segar, lebih baik urin pagi hari


02

Alat dan Reagen


z/2

a. Kaset /strip tes kehamilan


.xy

b. Pipet untuk tes kehamilan bentuk kaset


na

c. Pot Urin
lya

Teknik Pemeriksaan
mu

a. Prosedur tes kehamilan dengan cara tetes


na

1) Urin dihisap dengan pipet sampai batas


.ai

2) Pipet dipegang tegak lurus & urin diteteskan seluruhnya


ww

3) Hasil dibaca sesuai batas waktu dalam kit insert


//w

b. Prosedur tes kehamilan dengan cara celup


ps:

1) Strip test dicelupkan ke dalam urin dengan arah panah


menghadap ke bawah. Pencelupan tidak lebih dari 15 detik
htt

dan tidak melebihi tanda batas celup

jdih.kemkes.go.id
- 1331 -

2) Strip test diangkat dari urin dan diletakkan di alas datar

l
tm
yang tidak menyerap

g.h
3) Hasil dibaca sesuai batas waktu dalam kit insert

tan
Pelaporan Hasil

n
-te
Positif (+): Bila terbentuk garis strip dua atau tanda plus

22
Negatif (-): Bila tidak terbentuk garis strip dua atau tanda plus

20
86
Catatan : Bila tidak terbentuk garis pada daerah kontrol berarti hasil

s11
invalid dan pemeriksaan harus diulang dengan strip atau kaset yang
berbeda

ke
en
7m
66. Pemeriksaan Fertilitas Sederhana
Tingkat Kemampuan: 4A 10
Penilaian Hasil Pemeriksaan Semen
k0

Alat dan Bahan: Cairan semen.


r-h

Analisis
mo
-no

Tabel 40. Nilai normal analisis semen


mk

Volume 2-5 mL
6/k

Viskositas Tuang dalam bentuk droplet


2/0

pH 7.2 – 8.0
02

Konsentrasi >20 juta/mL


z/2

pH
.xy

Hitung >40 juta/ ejakulat


na

sperma
lya

Motilitas >50 % dalam 1 jam


Kualitas ➢ 2.0 atau a, b, c di tabel
mu

selanjutnya
na

Morfologi >14% jumlah normal (kriteria


.ai

yang ketat)
ww

>30% jumlah normal (kriteria


//w

rutin)
ps:

Round cells <1.0 juta/mL


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1332 -

Tabel 41. Tingkat motilitas sperma

l
tm
Tingkat Kriteria WHO

g.h
4.0 A Cepat, bergerak dalam garis lurus
3.0 B Bergerak lebih lambat, sebagian bergerak

tan
ke lateral

n
-te
2.0 B Bergerak lambat, pergerakan ke lateral

22
yang jelas.

20
1.0 C Tidak bergerak maju

86
0 D Tidak bergerak

s11
Morfologi sperma

ke
en
Kriteria Kruger

7m
Dengan menghitung 200 sperma:
>=15% normal : rentang normal, prognosis baik. 10
5-14% nomal : rentang sub-optimal: prognosis sedang hingga baik,
k0

namun dibawah persentase normal, menurunkan kemungkinan


r-h

keberhasilan fertilisasi.
mo

0-4% normal : prognosis buruk, biasanya membutuhkan IVF


-no

dengan injeksi sperma intrasitoplasma


mk
6/k

Rekomendasi WHO
a. Normozoospermia: ejakulat dengan konsentrasi sperma >20x106
2/0

spermatozoa/mL, motilitas sperma yang progresif >50%, atau


02

setidaknya 25% sperma dengan pergerakan linear, dan ≥30%


z/2

morfologi normal.
.xy

b. Astenozoosphermia: <40% spermatozoa dengan pergerakan


na

progresif ditemukan pada sampel.


lya

c. Teratozoospermia: <30 % spermatozoa dengan morfologi normal


mu

pada sampel semen menurut kriteria WHO atau <15% menurut


strict criteria.
na

d. Oligozoospermia: konsentrasi sperma pada ejakulat <20x106


.ai

spermatozoa/mL
ww

e. Oligostenozoospermia: ejakulat dengan konsentrasi dan


//w

motilitas sperma yang menurun.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1333 -

67. Fern Test

l
tm
Tingkat Keterampilan: 4A

g.h
Tujuan
Pemeriksaan kristalisasi cairan amnion.

tan
Alat dan Bahan

n
-te
a. Kaca objek

22
b. Swab steril

20
c. Speculum cocor bebek

86
d. Mikroskop

s11
e. Sarung tangan

ke
Teknik Pemeriksaan

en
7m
a. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
b. Perkenalkan diri dan informasikan kepada pasien mengenai
10
prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.
k0

c. Kenakan sarung tangan.


r-h

d. Posisikan pasien di posisi litotomi.


mo

e. Gunakan speculum yang sesuai dengan ukuran lubang vagina


-no

pasien untuk melihat serviks.


mk

f. Apus serviks dengan menggunakan swab steril.


g. Siapkan apusan tipis pada kaca objek dengan menyebarkannya
6/k

secara merata.
2/0

h. Lihat hasil pemeriksaan di mikroskop. Jangan menggunakan


02

penutup kaca objek.


z/2

i. Periksa dengan menggunakan pembesaran 10x.


.xy

j. Observasi Kristal berbentuk pakis. Cuci tangan setelah selesai


na

melakukan pemeriksaan.
lya

k. Catat hasil pemeriksaan.


Analisis Hasil Pemeriksaan
mu

a. Adanya Kristal ini mengindikasikan cairan adalah cairan


na

amnion.
.ai
ww
//w
ps:
htt

tes fern positif.

jdih.kemkes.go.id
- 1334 -

l
tm
g.h
ntan
tes fern negatif.

-te
Gambar 179. Hasil pemeriksaan tes Fern

22
20
b. Adanya darah, urin, dan mukus serviks dapat memberikan hasil

86
temuan positif palsu.

s11
c. Hasil negatif palsu dapat ditemukan pada ruptur membran yang

ke
sudah lama (>24jam).

en
7m
68. Pemeriksaan Iva (Inspeksi Visual Asam Asetat)
10
Tingkat Keterampilan: 4A
k0

Tujuan: mampu melakukan pemeriksaan IVA untuk menilai kelainan


r-h

organ reproduksi.
mo
-no

Alat dan Bahan


a. Botol dengan isi larutan asam asetat 3-5%. Cara membuatnya
mk

adalah:
6/k

Asam asetat sebagai bahan utama cuka, dianjurkan yang


2/0

digunakan dalam pemeriksaan ini adalah larutan asam asetat


02

(konsentrasi 3–5%). Karena larutan cuka yang tersedia


z/2

konsentrasinya 25 %, sedangkan yang dibutuhkan adalah 5 %,


maka larutkan 1 bagian cuka dengan 4 bagian air.
.xy

b. Spekulum steril atau yang telah di DTT


na

c. Kapas lidi dalam wadah bersih


lya

d. Sarung tangan (lebih baik jika steril)


mu

e. Sumber cahaya yang memadai.


na
.ai

Teknik Pemeriksaan
ww

a. Minta ibu untuk BAK jika belum dilakukan. Jika tangannya


kurang bersih, minta ibu membersihkan dan membilas daerah
//w

kemaluan sampai bersih.


ps:

b. Minta ibu untuk melepas pakaian (termasuk pakaian dalam)


htt

sehingga dapat dilakukan pemeriksaan panggul dan tes IVA.

jdih.kemkes.go.id
- 1335 -

Pemeriksaaan panggul penting dilaksanakan

l
tm
sebelum/mengawali pemeriksaan IVA

g.h
c. Bantu ibu memposisikan dirinya di atas meja ginekologi, tutup
badan klien dengan kain, nyalakan lampu/senter dan arahkan

tan
ke vagina klien.

n
-te
d. Cuci tangan secara merata dengan sabun dan air, kemudian

22
keringkan dengan kain bersih dan kering atau dianginkan.

20
Lakukan palpasi perut.

86
e. Pakai sarung tangan periksa yang baru atau sarung tangan

s11
bedah yang telah di-DTT.
f. Atur peralatan dan bahan pada nampan yang telah di-DTT, jika

ke
belum dilakukan.

en
7m
Tes IVA
a. Periksa kemaluan bagian luar kemudian periksa mulut uretra
10
apakah ada keputihan. Lakukan palpasi Skene’s and Bartholin’s
k0

glands. Katakan pada klien bahwa spekulum akan dimasukkan


r-h

dan klien mungkin merasakan beberapa tekanan.


mo

b. Dengan hati-hati masukkan spekulum sepenuhnya atau sampai


-no

terasa ada penolakan kemudian perlahan-lahan membuka


mk

bilah/cocor untuk melihat serviks. Atur spekulum sehingga


seluruh serviks dapat terlihat. Hal tersebut mungkin sulit pada
6/k

kasus-kasus di mana serviks berukuran besar atau sangat


2/0

anterior atau posterior. Mungkin perlu menggunakan kapas lidi,


02

spatula atau alat lain untuk mendorong serviks dengan lembut


z/2

ke atas atau ke bawah agar dapat dilihat.


.xy

c. Bila serviks dapat dilihat seluruhnya, kunci cocor spekulum


na

dalam posisi terbuka sehingga akan tetap ditempat saat melihat


lya

serviks. Dengan melakukan hal tersebut provider paling tidak


mempunyai satu tangan yang bebas.
mu

Jika menggunakan sarung tangan luar, rendam kedua tangan


na

ke dalam larutan kloring 0.5% kemudian lepas sarung tangan


.ai

dengan sisi dalam berada di luar. Jika ingin membuang sarung


ww

tangan, buang sarung tangan ke dalam wadah tahan bocor atau


//w

kantung plastik. Jika sarung tangan bedah akan digunakan


ps:

kembali, dekontaminasi dengan merendam ke dalam larutan


klorin 0.5% selama 10 menit.
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1336 -

d. Pindahkan sumber cahaya agar serviks dapat terlihat dengan

l
tm
jelas.

g.h
e. Amati serviks dan periksa apakah ada infeksi (cervicitis) seperti
cairan putih keruh (mucopus); ektopi (ectropion); tumor yang

tan
terlihat atau kista Nabothian, nanah atau lesi “strawberry”

n
-te
(infeksi Trichomonas).

22
f. Gunakan kapas lidi untuk membersihkan cairan yang keluar,

20
darah atau mukosa dari serviks. Buang kapas lidi ke dalam

86
wadah tahan bocor atau kantung plastik.

s11
g. Identifikasi servical ostium dan SSK dan area sekitarnya.
h. Basahkan kapas lidi ke dalam larutan asam asetat kemudian

ke
oleskan pada serviks. Bila perlu, gunakan kapas lidi bersih

en
7m
untuk mengulang pengolesan asam asetat sampai serviks
benar-benar telah dioleskan asam secara merata. Buang kapas
10
lidi yang telah dipakai.
k0

i. Setelah serviks telah dioleskan dengan larutan asam asetat,


r-h

tunggu minimal 1 menit agar dapat diserap dan sampai muncul


mo

reaksi acetowhite.
-no

j. Periksa SSK dengan teliti. Lihat apakah serviks mudah


mk

berdarah. Cari apakah ada plak putih yang menebal atau epithel
acetowhite.
6/k

k. Bila perlu, oleskan kembali asam asetat atau usap serviks


2/0

dengan kapas lidi bersih untuk menghilangkan mukosa, darah


02

atau debris yang terjadi pada saat pemeriksaan dan yang


z/2

menggangu pandangan. Buang kapas lidi yang telah dipakai.


.xy

l. Bila pemeriksaan visual pada serviks telah selesai, gunakan


na

kapas lidi yang baru untuk menghilangkan asam asetat yang


lya

tersisa pada serviks dan vagina. Buang kapas lidi yang telah
dipakai.
mu

m. Lepaskan speculum secara halus. Jika hasil tes IVA negatif,


na

letakkan speculum ke dalam larutan klorin 0.5% selama 10


.ai

menit untuk dekontaminasi. Jika hasil tes IVA positif dan,


ww

setelah konseling, pasien menginginkan pengobatan segera,


//w

letakkan speculum pada nampan atau wadah agar dapat


ps:

digunakan pada saat krioterapi.


n. Lakukan pemeriksaan bimanual dan pemeriksaan rectovaginal
htt

(jika perlu). Periksa kelembutan gerakan serviks; ukuran,

jdih.kemkes.go.id
- 1337 -

bentuk dan posisi uterus; kehamilan atau abnormalitas dan

l
tm
pembesaran uterus atau kepekaan (tenderness) adneksa.

g.h
Analisis/ Interpestasi Hasil IVA
a. Apakah kanker atau bukan

tan
b. Apakah SSK tampak atau tidak

n
-te
c. Apakah tes IVA positif atau negatif (Periksa ada/tidak lesi

22
acetowhite, hasil negatif bila tidak didapatkan gambaran epitel

20
putih pada daerah transformasi. Hasil positif/atipik bila

86
didapatkan gambaran epitel putih pada daerah transformasi

s11
d. Apakah dapat dilakukan krioterapi atau tidak

ke
Referensi

en
7m
a. Cunningham, F.Gary. Williams Obstetrics 23th Edition. The
McGraw-Hill Companies, New York, 2010.
10
b. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan
k0

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.


r-h

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.


mo
-no

Pemeriksaan Kimia Klinik


mk

69. Pemeriksaan Glukosa


Tingkat Kemampuan: 4A
6/k

a. Metode enzimatik glukosa oksidasi (GOD-PAP) dan Heksokinase


2/0
02

Alat dan reagen


z/2

Alat
.xy

1) Mikropipet 10 µL, 1000 µL


na

2) Kuvet bersih
lya

3) Pipet volume (pipet gondok)


4) Tip kuning dan tip biru
mu

5) Waterbath
na

6) Fotometer dengan panjang gelombang 546 nm


.ai

Reagen
ww

1) Kit reagen glukosa


//w

2) Standar glukosa
ps:

3) Kontrol
4) Aquabides
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1338 -

Bahan Pemeriksaan

l
tm
1) Jenis

g.h
Serum, plasma EDTA
2) Cara Penyimpanan (Stabilitas)

tan
a) Pada suhu 20–25°C stabil selama 6 jam

n
-te
b) Pada suhu 2–8°C stabil selama 3 hari

22
c) Pada suhu -10°C : 1 bulan

20
86
Teknik Pemeriksaan

s11
1) Siapkan reagen, standar, bahan kontrol (normal dan
patologis), dan sampel pada suhu ruang

ke
2) Fotometer disiapkan pada panjang gelombang 546 nm.

en
7m
Dikalibrasi menggunakan aquabidest.
3) Pipet reagen, standar, bahan
10 kontrol (normal dan
patologis), dan sampel sesuai dengan tabel di bawah ini:
k0
r-h

Tabel 42. Contoh pemeriksaan glukosa


mo
-no

Pipet kedalam kuvet Blanko Standar Kontrol Sampel


mk

Reagen (µL) 1000 1000 1000 1000


Standar (µL) - 10 - -
6/k

Kontrol (µL) 10
2/0

Sampel (µL) - - 10
02

Homogenkan masing-masing campuran, inkubasi selama 10 menit pada


z/2

suhu 20-25 oC atau 5 menit pada suhu 37oC. Ukur absorban standar,
.xy

kontrol dan sampel terhadap blanko reagen. Pembacaan absorban tidak


na

boleh lebih dari 60 menit.


lya
mu

4) Cara menghitung kadar glukosa adalah sebagai berikut :


Absorban standar (Ast)
na
.ai

Absorban sampel (Asp)


ww

Konsentrasi standar (Cst)


Asp
//w

Kadar glukosa = x Cst


ps:

Ast
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1339 -

Pelaporan hasil

l
tm
Kadar glukosa =..............mg/dL

g.h
Linearitas

tan
1) Keterbatasan pengukuran untuk metode GOD-PAP adalah

n
-te
jika kadar glukosa >500 mg/dL dilakukan pengenceran 1

22
bagian volume sampel : 1 bagian volume NaCl fisiologis dan

20
hasilnya dikalikan 2

86
2) Keterbatasan pengukuran untuk metode Heksokinase

s11
keterbatasan pengukuran adalah jika kadar glukosa >750
mg/dL dilakukan pengenceran 1 bagian volume Bahan

ke
Pemeriksaan : 1 bagian volume NaCl fisiologis dan hasilnya

en
7m
dikalikan 2.
10
Tabel 43. Nilai rujukan glukosa
k0

Metode Usia dan jenis Konvensional Faktor Satuan


r-h

kelamin (mg/dL) Konversi Internasional


mo

(mmol/L)
-no

Heksokinase, Premature 20 – 60 0,0555 1,1 – 3,3


mk

GOD - PAP Neonatus 30 – 60 1,7 – 3,3


Puasa 1 hari 40 – 60 2.2 – 3,3
6/k

>1 hari 50 – 80 2,8 – 4,4


2/0

Anak anak 60 – 100 3,3 – 5,6


02

Dewasa 74 – 106 4,1 – 5,9


z/2

60 – 90 thn 82 – 115 4,6 – 6,4


.xy

>90 thn 75 – 121 4,2 – 6,7


na

2 jam post <120 <6,66


lya

prandial
mu

Catatan :
na

Menurut Konsesus DM 2011 nilai rujukan glukosa darah :


.ai

• Glukosa darah sewaktu < 200 mg/dL ( 11,1 mmol/L)


ww

• Glukosa darah puasa antara < 126 mg/dL (7,0 mmol/L)


//w

• Glukosa 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) <


ps:

200 mg/dL (11,1 mmol/L)


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1340 -

b. Point Of Care Testing (POCT) glukosa

l
tm
Alat dan reagen

g.h
Alat: POCT glukosa
Reagen: Strip glukosa

tan
Bahan Pemeriksaan: Darah kapiler

n
-te
22
Teknik Pemeriksaan

20
Lihat pada manual/petunjuk dari alat glukometer yang

86
digunakan

s11
Pelaporan hasil

ke
Kadar glukosa =..............mg/dL

en
Linearitas
7m
10
Kadar glukosa darah yang dapat terdeteksi dengan alat POCT
k0

adalah <500 mg/dL


r-h
mo

70. Pemeriksaan Protein


-no

Tingkat Kemampuan: 4A
mk

Metode Standar WHO/IFCC


Kolorimetrik, Biuret
6/k
2/0

Alat dan reagen


02

Alat:
z/2

a. Mikropipet 20 uL dan 1000 uL


.xy

b. Kuvet bersih
na

c. Pipet volume (pipet gondok)


lya

d. Tip kuning dan tip biru


e. Fotometer dengan panjang gelombang 546 nm.
mu

Reagen:
na

a. Kit reagen protein


.ai

b. Standar
ww

c. Kontrol
//w

d. Aquabidest
ps:

Bahan Pemeriksaan
a. Serum
htt

b. Plasma

jdih.kemkes.go.id
- 1341 -

Teknik Penyimpanan Bahan Pemeriksaan (Stabilitas)

l
tm
a. Suhu 20–25°C stabil kurang dari 6 hari

g.h
b. Suhu 2–8°C stabil selama 4 minggu
c. Suhu –10°C stabil selama 1 tahun

tan
n
-te
Teknik Pemeriksaan

22
a. Siapkan reagen, standar, bahan kontrol (normal dan patologis),

20
dan sampel pada suhu ruang

86
b. Fotometer disiapkan pada panjang gelombang 546 nm.

s11
Dikalibrasi menggunakan aquabidest.
c. Pipet reagen, standar, bahan kontrol (normal dan patologis),

ke
dan sampel sesuai dengan tabel di bawah ini:

en
Tabel 44. Contoh Pemeriksaan total protein
7m
10
k0

Pipet kedalam kuvet Blanko Standar Kontrol Sampel


r-h
mo

Reagen (µL) 1000 1000 1000 1000


-no

Standar (µL) - 20 - -
mk

Kontrol (µL) - - 20 -
Sampel (µL) - - 20
6/k

Homogenkan masing-masing campuran, inkubasi selama 10 menit pada


2/0

suhu 20-25 oC. Ukur absorban standar, kontrol dan sampel terhadap
02

blanko reagen. Pembacaan absorban tidak boleh lebih dari 30 menit.


z/2
.xy

d. Cara menghitung kadar total protein adalah sebagai berikut :


na

Absorban standar (Ast)


lya

Absorban sampel (Asp)


mu

Konsentrasi standar (Cst)


Asp
na
.ai

Kadar protein total = x C st


ww

Ast
//w

Pelaporan Hasil
ps:

Kadar total protein =.............g/dL


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1342 -

Linearitas

l
tm
Kadar total protein serum atau plasma yang dapat terdeteksi adalah

g.h
0,2 – 12 g/dL. Jika kadar protein total > 12g/dL dilakukan
pengenceran 1 bagian volume bahan pemeriksaan : 1 bagian volume

tan
NaCl fisiologis dan hasilnya dikalikan 2.

n
-te
22
Tabel 45. Nilai Rujukan

20
86
Metod Usia dan Konvension Faktor Satuan

s11
e jenis kelamin al Konvers Internasional
(g/dL) i (g/L)

ke
en
Biuret Premature 3,6 – 6,0 10 36 – 60

7m
Bayi baru lahir 4,6 – 7,0 46 – 70
1mgg 4,4 – 7,6 10 44 – 76
7 bln – 1 thn 5,1 – 7,3 51 – 73
k0

1 – 2 tahun 5,6 – 7,5 56 – 75


r-h

>3thn 6,0 – 8,0 60 – 80


mo

Dewasa, sehat 6,4 – 8,3 64 – 83


-no

Dewasa sedang 6,0 – 7,8 60 – 78


mk

dirawat 76
>60 thn 5,8 – 7,6
6/k
2/0
02

Kedokteran Forensik Dan Medikolegal


z/2

71. Deskripsi Luka


.xy

Tingkat Keterampilan: 4A
na

Deskripsi Luka
lya

a. Regio tempat luka tersebut berada


mu

b. Hitung letaknya berdasarkan titik tengah/garis anatomis yang


terdekat
na

c. Tentukan tipe luka (luka mekanik, luka fisika atau luka kimia)
.ai

d. Lihat tepi luka dan batasnya


ww

e. Warna luka
//w

f. Panjang luka
ps:
htt

Analisis Hasil Pemeriksaan


a. Luka mekanik diakibatkan oleh:

jdih.kemkes.go.id
- 1343 -

1) Kekerasan oleh benda tajam

l
tm
2) Kekerasan oleh benda tumpul

g.h
3) Tembakan senjata api
b. Luka fisika disebabkan oleh:

tan
1) Suhu

n
-te
2) Listrik dan petir

22
3) Perubahan tekanan udara

20
4) Akustik

86
5) Radiasi

s11
c. Luka kimia disebabkan oleh asam atau basa kuat

ke
Referensi

en
7m
Budiyanto A, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran
Forensik:FKUI. Jakarta. 1997. Hal 37. 10
k0

72. Pemeriksaan Luar Pada Mayat


r-h

Tingkat Ketrampilan: 4A
mo

Teknik Pemeriksaan
-no

Label mayat
mk

Pencatatan pada label mayat meliputi:


a. Warna dan bahan label tersebut
6/k

b. Catat apakah terdapat materai atau segel pada label ini


2/0

c. Isi dari laebl juga dicatat dengan lengkap


02

d. Dapat juga ditemukan label identifikasi dari Instalasi Kamar


z/2

Jenazah Rumah
.xy

Baju mayat
na

Pencatatan meliputi:
lya

a. Bahan, warna dasar, warna dan corak/motif dari tekstil


b. Bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,
mu

monogram/inisial serta tambalan atau tisikan bila ada


na

c. Bila terdapat pengotoran atau robekan juga perlu dicatat


.ai

dengan mengukur letaknya yang tepat menggunakan koordinat,


ww

serta ukuran dari pengotoran dan atau robekan yang ditemukan


//w

d. Bila ditemukan saku pada pakaian, maka saku ini harus


ps:

diperiksa dan dicatat isinya


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1344 -

Pemeriksaan lebam mayat

l
tm
Dilakukan pencatatan:

g.h
a. Letak/distribusi lebam mayat
b. Warna lebam mayat

tan
c. Intensitas lebam mayat (masih hilang dalam penekanan, sedikit

n
-te
menghilang atau sudah tidak hilang sama sekali)

22
20
Pemeriksaan kaku mayat

86
Catat:

s11
a. Distribusi kaku mayat.
b. Derajat kekakuan pada beberapa sendi (daerah dagu/tengkuk,

ke
lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut. Tentukan apakah

en
7m
mudah atau sukar dilawan.
c. Apabila ditemukan spasme kadaverik harus dicatat → memberi
10
petunjuk apa yang sedang dilakukan oleh korban saat terjadi
k0

kematian.
r-h
mo

Pemeriksaan tanda-tanda asfiksia mekanik


-no

a. Dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan


mk

kuku
b. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih
6/k

cepat
2/0

c. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut


02

d. Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran


z/2

pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra


.xy

e. Timbul bintik-bintik perdarahan → Tardieu’s spot


na

Pemeriksaan tanda-tanda asfiksia traumatik (tenggelam)


lya

a. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran lumpur,


pasir dan benda lainnya, bila seluruh tubuh terbenam air
mu

b. Busa halus pada hidung dan mulut, terkadang berdarah


na

c. Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang terdapat


.ai

perdarahan atau perbendungan


ww

d. Kutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh terutama


//w

pada ekstremitas akibat kontraksi otot erektor pili yang dapat


ps:

terjadi karena rangsang dinginnya air


e. Telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan keriput →
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1345 -

washer woman’s hand

l
tm
f. Spasme kadaverik

g.h
g. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat
gesekan pada benda-benda dalam air

tan
n
-te
Pemeriksaan gigi mayat

22
a. Catat jumlah gigi yang terdapat

20
b. Gigi geligi yang hilang/patah/mendapat tambalan/bungkus

86
logam

s11
c. Gigi palsu
d. Kelainan letak

ke
e. Pewarnaan (staining)

en
7m
Pemeriksaan korban trauma dan deskripsi luka
10
a. Letak luka → sebutkan regio anatomis luka yang ditemukan dan
k0

catat dengan menggunakan joordinat terhadap garis/titik


r-h

anatomis yang terdekat


mo

b. Jenis luka → luka lecet, luka mear atau luka terbuka


-no

c. Bentuk luka
mk

d. Arah luka → melintang, membujur atau miring


e. Tepi luka → rata, teratur atau terbentuk tidak beraturan
6/k

f. Sudut luka → pada luka terbuka perhatikan apakah sudut luka


2/0

merupakan sudut runcing, membulat atau bentuk lain


02

g. Dasar luka → jaringan bawah kulit atau otot


z/2

h. Sekitar luka → perhatiakn adanya pengotoran, terdapatnya


.xy

luka/tanda kekerasan lain di sekitar luka


na

i. Ukuran luka
lya

j. Saluran luka → tentukan perjalanan luka serta panjang luka


k. Lain-lain → pada luka lecet serut, pemeriksaan terhadap
mu

permukaan luka terhadap pola penumpukan kulit ari yang


na

terserut
.ai
ww

Pemeriksaan patah tulang


//w

a. Tentukan letak patah tulang yang ditemukan


ps:

b. Catat sifat/jenis masing-masing patah tulang yang didapat


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1346 -

Pemeriksaan lubang-lubang pada tubuh

l
tm
a. Pemeriksaan telinga dan hidung → periksa apakah ada cairan/

g.h
darah yang keluar
b. Pemeriksaan rongga mulut → catat kelainan atau tanda

tan
kekerasan yang ditemukan, periksa dengan teliti kemungkinan

n
-te
ada benda asing

22
c. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan

20
1) Pada mayat pria

86
a) Catat kelainan bawaan (epispadi, hipospadi, fimosis,

s11
dll)
b) Adanya manik-manik di bawah kulit

ke
c) Keluarnya cairan dari lubang kemaluan serta kelainan

en
7m
yang timbul oleh penyakit
2) Pada mayat wanita 10
a) Periksa keadaan selaput dara dan komisura posterior
k0

b) Lakukan pemeriksaan laboratorium terhadap


r-h

cairan/sekret liang senggama


mo

c) Lubang pelepasan yang sering mendapat sodomi


-no

ditemukan anus berbentuk corong yang selaput


mk

lendirnya sebagian berubah menjadi lapisan


bertanduk dan hilangnya rugae
6/k
2/0

Analisis Hasil Pemeriksaan


02

a. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati,


z/2

makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan


.xy

menetap setelah 8-12 jam.


na

b. Lebam mayat dapat digunakan untuk memperkirakan sebab


lya

kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada


keracunan CO atau CN, warna kecoklatan pada keracunan
mu

anilin, nitirt, nitrat sulfonal, mengetahui perubahan posisi


na

mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang


.ai

menetap.
ww

c. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian, kaku


//w

mayat mulai tampak 2 jam setelah mat klinis dimulai dari


ps:

bagian luar tubuh ke arah dalam.


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1347 -

d. Kaku mayat menjadi lengkap setelah mati klinis 12 jam,

l
tm
dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam

g.h
urutan yang sama.
e. Mekanisme kematian korban tenggelam:

tan
1) Asfiksia akibat spasme laring

n
-te
2) Asfiksia karena gagging dan choking

22
3) Refleks vagal

20
4) Fibrilasi ventrikel (dalam air tawar)

86
5) Edema pulmoner (dalam air asin)

s11
Referensi

ke
Staf Pengajar Forensik FKUI. Teknik Autopsi Forensik. FKUI Bagian

en
7m
Kedokteran Forensik:Jakarta. 2000. Hal 12-20.
10
73. Pembuatan Visum Et Repertum
k0

Tingkat Keterampilan: 4A
r-h
mo

Tujuan
-no

Dokter mampu membuat visum et repertum bila diminta oleh


mk

penyidik yang berwenang


Alat dan Bahan: -
6/k
2/0

Teknik Pembuatan
02

a. Dokter harus menerima permintaan dari penyidik yang


z/2

berwenang untuk membuat visum et repertum


.xy

b. Bagian visum et repertum


na

1) Kata pro justisia → menjelaskan bahwa visum et


lya

repertum dibuat khusus untuk tujuan peradilan


2) Bagian pendahuluan →menerangkan nama dokter
mu

pembuat visum et repertum, institusi kesehatannya,


na

instansi penyidik yang meminta dan tanggal surat


.ai

permintaannya
ww

3) Bagian pemberitaan → berjudul hasil pemeriksaan


//w

dan berisi tentang hasil pemeriksaan medik korban,


ps:

luka korban dan tindakan yang sudah dilakukan


oleh dokter
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1348 -

4) Bagian kesimpulan → berisi pendapat dokter

l
tm
berdasarkan keilmuannya tentang jenis perlukaan

g.h
yang ditemukan, derajat lukanya, zat penyebabnya
dan sebab kematiannya

tan
5) Bagian penutup → berisi kalimat “demikianlah

n
-te
visum et repertum ini saya buat dengan

22
sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan

20
dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab

86
Undang-undang Hukum Acara Pidana.”

s11
Analisis/ Interpretasi

ke
a. Dasar hukum visum et repertum → pasal 133 KUHAP

en
7m
b. Visum et repertum adalah alat bukti yang sah → pasal
184 KUHAP 10
c. Visum et repertum tidak membutuhkan meterai untuk
k0

memiliki kekuatan hukum di pengadilan


r-h

d. Dokter tidak dibebani pemastian identitas korban, dokter


mo

hanya melakukan pemeriksaan sesuai dengan yang


-no

diminta oleh penyidik yang berweang, namun bila ada


mk

ketidaksesuaian identitias korban dengna hasil


pemeriksaan dapat meminta penjelasan dari penyidik
6/k

e. Yang diuraikan dalam bagian pemberitaan adalah


2/0

sebagai pengganti barang bukti


02

f. Jenis dan bentuk visum et repertum


z/2

1) Visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan)


.xy

2) Visum et repertum kejahatan asusila


na

3) Visum et repertum jenazah


lya

4) Visum et repertum psikiatrik


mu

Referensi
na

Budianto A, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Cetakan II.


.ai

1997, Jakarta: Ilmu Kedokteran Forensik FKUI.


ww
//w

74. Pengambilan Muntahan Atau Isi Lambung Pada Kasus Medikolegal


ps:

Tingkat Ketrampilan: 4A
Persiapan alat
htt

a. Sonde Wangensteen atau sonde Levine

jdih.kemkes.go.id
- 1349 -

b. Sarung tangan

l
tm
Teknik Tindakan

g.h
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan oleh pasien.
b. Minta pasien untuk duduk, ikatlah serbet pada lehernya dan

tan
berilah kaleng atau penampung lain dalam tangannya. Pasien

n
-te
harus tenang, bernafas melalui mulutnya dengan kepalanya

22
agak menunduk dan lidahnya sedikit dijulurkan.

20
c. Cuci tangan 7 langkah dan memakai sarung tangan

86
d. Masukkanlah ujung sonde ke dalam mulutnya sampai hampir

s11
bersentuh dengan dinding belakang faring.
e. Sekarang minta pasien menutup mulutnya dan menelan sonde

ke
itu berkali-kali.

en
7m
f. Apabila garis gigi seri telah bertepaytan antara garis kedua dan
ketiga sonde, ujung sonde itu ada di dalam lumen lambung,
10
jarak antara gigi seri dan ujung sonde menjadi sekitar 60 cm.
k0

g. Setelah ujung sonde mencapai kedalaman yang dikehendaki,


r-h

ujung luar sonde di rekatkan kepada pipi dengan sepotong


mo

plester.
-no

Analisis
mk

a. Untuk mengurangi terjadinya refleks muntah sering dianjurkan


supaya sonde didinginkan dalam lemari es sebelum ditelan
6/k

b. Orang yang gugup sering tidak dapat menelan sonde, boleh


2/0

ditolong dengan menyemprot tenggorokan dengan larutan


02

lidokain 1%
z/2
.xy

Referensi
na

Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian


lya

Rakyat:Jakarta. 2008. Hal 132-133.


mu

Penjelasan
na

Penjelasan 1 : Nottingham Sensory Test


.ai

75. Pemeriksaan Sensasi Taktil


ww
//w

Alat yang dibutuhkan:


ps:

a. Kapas
b. Neurotip
htt

c. Tabung kaca 2 buah, diisi air hangat dan air dingin

jdih.kemkes.go.id
- 1350 -

d. Penutup mata

l
tm
g.h
Pemeriksaan:
Jika penderita mempunyai masalah komunikasi, tes dimulai dari

tan
rasa raba ringan, tekanan dan nyeri. selama pemeriksaan, mata

n
-te
pasien ditutup dengan penutup mata

22
a. Rasa raba ringan: Sentuh kulit pasien dengan kapas

20
b. Tekanan:Tekan kulit dengan jari telunjuk sehingga merubah

86
kontur kulit

s11
c. Nyeri: Tusuk kulit dengan neurotip
d. Temperatur:Sentuh kulit dengan tabung yang berisi air hangat

ke
dan dingin

en
7m
Penilaian:
0 Tidak bisa mengidentifikasi tes 10
1 Mengidentifikasi tes tetapi tumpul
k0

2 Normal
r-h

9 Tidak bisa dites


mo
-no

76. Pemeriksaan Sensasi Kinestetik/Proprioseptik


mk

Alat yang dibutuhkan:


Penutup mata
6/k
2/0

Pemeriksaan:
02

Pemeriksaan semua aspek gerakan yaitu arah gerakan dan posisi


z/2

sendi. untuk pemeriksaan anggota gerak atas, pasien berada dalam


.xy

posisi duduk, sedangkan untuk pemeriksaan anggota gerak bawah,


na

pasien berada dalam posisi tidur telentang. selama pemeriksaan


lya

mata pasien ditutup dengan penutup mata.


mu

Penilaian:
na

0 : Absen,tidak mengidentifikasi adanya gerakan


.ai

1 : Mengidentifikasi gerakan tetapi tidak mengetahui arah gerakan


ww

salah
//w

2 : Penderita dapat mengenal arah yang diberi contoh tetapi tidak


ps:

mengenal posisi baru


3 : Normal
htt

9 : Tidak dapat dites

jdih.kemkes.go.id
- 1351 -

77. Pemeriksaan Stereognosis

l
tm
Alat yang dibutuhkan:

g.h
a. Penutup mata
b. Koin mata uang

tan
c. Pensil

n
-te
d. Sisir

22
e. Gunting

20
f. Gelas

86
Pemeriksaan:

s11
Suatu obyek diletakkan pada tangan penderita maksimal 30 detik.
Penderita diminta untuk mengidentifikasi nama, bentuk, bahan

ke
material benda tersebut. Sisi tubuh yang sakit dites lebih dahulu.

en
Penilaian:
7m
10
0 Absen
k0

1 Beberapa gambaran obyek disebutkan


r-h

2 Langsung dapat meenyebutkan benda obyek


mo

9 Tidak dapat dites


-no
mk

Penjelasan 2: Manual Muscle Testing


6/k

Prosedur Pemeriksaan:
2/0

a. Jelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien


02

b. Prinsip pada pemeriksaan kekuatan otot: Pemeriksa dan pasien


z/2

harus bekerja sama jika ingin mendapatkan hasil pemeriksaan


.xy

yang tepat.
na

c. Lingkungan selama pelaksanakan tes harus tenang dan suhu


lya

ruangan harus dibuat senyaman mungkin (tidak terlalu panas


atau terlalu dingin).
mu

d. Periksa apakah terdapat keterbatasan lingkup gerak sendi/


na

kontraktur, spastisitas atau nyeri yang dapat mengganggu hasil


.ai

asesmen
ww

e. Pemeriksaan dilakukan secara berurutan dari posisi duduk,


//w

supine, side lying kemudian prone.


ps:

f. Posisikan pasien dengan hati hati dan upayakan melakukan tes


secara berurutan sehingga perubahan posisi selama dalam tes
htt

seminimal mungkin.

jdih.kemkes.go.id
- 1352 -

g. Lakukan pemeriksaan mulai dari posisi melawan gravitasi. Jika

l
tm
pasien tidak mampu, rubah ke posisi anti-gravitasi. Jika pasien

g.h
mampu melakukan, lanjutkan dengan memberikan tahanan.
tahanan diberikan pada pertengahan gerakan.

tan
h. Pada saat pemeriksaan fiksasi dilakukan pada bagian proksimal

n
-te
dari otot yang akan dinilai.

22
20
Peralatan yang dibutuhkan

86
Fomulir dokumentasi tes kekuatan otot

s11
Penilaian

ke
Grade 5 Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak

en
7m
(normal) sendi penuh melawan gravitasi serta dapat
melawan tahanan maksimal. 10
Grade 4 Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak
k0

(good) sendi penuh melawan gravitasi serta dapat


r-h

melawan tahanan yang ringan sampai sedang.


mo

Grade 3 Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak


-no

(fair) sendi penuh melawan gravitasi namun tidak


mk

dapat melawan tahanan yang ringan sekalipun.


Grade 2 Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak
6/k

(poor) sendi penuh tetapi tidak dapat melawan


2/0

gravitasi, atau hanya dapat bergerak dalam


02

bidang horisontal.
z/2

Grade 1 Otot tidak mampu bergerak melalui lingkup


.xy

(trace) gerak sendi penuh dalam bidang horisontal,


na

hanya terlihat gerakan otot minimal atau teraba


lya

kontraksi oleh pemeriksa.


mu

Grade 0 Tidak ada kontraksi otot sama sekali baik pada


(zero) inspeksi maupun palpasi.
na
.ai
ww

Penjelasan 3: Pengukuran Fleksibilitas Dan Lingkup Gerak Sendi


//w

78. Schober Test


ps:

Prosedur:
htt

a. Pasien diminta berdiri tegak dengan santai

jdih.kemkes.go.id
- 1353 -

b. Identifikasi bagian puncak sakrum pada pertemuan antara

l
tm
garis horizontal di atas venus dimple dengan vertebra

g.h
c. Tandai 10cm di atas dan 5 cm dibawah puncak sacrum tersebut
d. Minta pasien untuk membungkuk kedepan secara maksimal

tan
e. Ukur jarak antara titik atas dan titik bawah

n
-te
f. Hasil ini dikurangi 15 adalah hasil pengukuran fleksi

22
lumbar

20
86
s11
ke
en
7m
10
k0
r-h

Hasil pemeriksaan:
mo

Fleksibilitas lumbal dikatakan normal bila terjadi peningkatan jarak


-no

minimal 5 cm pada saat membungkuk.


mk

Laki-Laki (CM) Perempuan (CM)


6/k

Super >+27 >+30


2/0

Excellent +17 s/d +27 +21 s/d +30


02

Baik +6 s/d +16 +11 s/d +20


z/2

Rata-rata 0 s/d +5 +1 s/d +10


.xy

Sedang -8 s/d -1 -7 s/d 0


na

Buruk -19 s/d -9 -8 s/d -14


lya

Sangat buruk <-20 <-14


mu

79. Sit And Reach Test


na

Prosedur:
.ai

a. Pasien duduk selonjor di lantai dengan sepatu dilepas, telapak


ww

kaki menempel pada bagian bawah kotak.


//w

b. Luruskan kedua lengan ke depan dengan kedua tangan saling


ps:

menumpuk dan telapak tangan menghadap ke bawah.


htt

c. Tubuh condong ke depan sejauh mungkin untuk menyentuh


skala pengukur tanpa menekuk lutut sedekat mungkin.

jdih.kemkes.go.id
- 1354 -

Ukurlah jarak antara kedua jari terdekat atau overlap yang

l
tm
terjadi antara kedua jari tersebut.

g.h
Hasil pemeriksaan:

tan
bila ujung jari meraih jarak lebih pendek dari posisi jari kaki, maka

n
-te
skornya negatif, namun bila jari dapat meraih melebihi posisi jari

22
kaki, maka skornya positif. besar skor ditentukan oleh posisi ujung

20
jari pada skala pengukur.

86
s11
80. Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Dengan Goniometer
Prosedur:

ke
a. Tentukan aksis sendi yang akan diukur, lalu pasang lengan

en
7m
panjang goniometer pada bagian tubuh yang tidak bergerak dan
lengan pendek goniometer pada bagian tubuh yang bergerak.
10
Lakukan pengukuran sepanjang lingkup gerak sendi.
k0

b. Catat hasil pengukuran, bandingkan kedua sisi dan nilai normal


r-h

lingkup gerak sendi.


mo
-no

Hasil pemeriksaan:
mk

bandingkan hasil pemeriksaan lingkup gerak sendi sisi kanan dan


kiri menggunakan goniometer.
6/k
2/0

Pemeriksaan Goniometer (Courtesy of Dr. J.F. Lehmann)


02

Pemeriksaan Gambar Posisi Awal Pengukuran


z/2

Fleksi bahu • Terlentang • Bidang sagital


.xy

• Lengan berada • Subtitusi yang


na

di kiri dengan pelu dihindari:


lya

tangan pada - Punggung


mu

posisi pronasi melengkung


- Punggung
na

berputar
.ai

• Goniometer:
ww

- aksis pada
//w

sisi laterals
ps:

sendi di
htt

bawah

jdih.kemkes.go.id
- 1355 -

Pemeriksaan Gambar Posisi Awal Pengukuran

l
tm
acromion

g.h
- Kaki 1 paralel
dengan mid

tan
aksilaris

n
-te
badan

22
- Kaki 2 paralel

20
dengan garis

86
tengah

s11
humerus
Hiperekstensi • Terlungkup • Bidang sagital

ke
en
bahu • Lengan pada • Subtitusi yang

7m
sisi badan dan perlu dihindari:
tangan
10 pada - mengangkat
posisi pronasi bahu dari
k0

meja
r-h

pemeriksaan
mo

- memutar
-no

badan
mk

• Goniometer:
6/k

- Aksis pada
sisi lateral
2/0

sendi di
02

bawah
z/2

acromion
.xy

- Kaki 1 paralel
na

dengan mid
lya

aksilaris
mu

badan
- Kaki 2 paralel
na

dengan garis
.ai

tengah
ww

humerus
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1356 -

Pemeriksaan Gambar Posisi Awal Pengukuran

l
tm
Abduksi bahu • Terlentang • Bidang frontal

g.h
• Lengan pada (bahu harus
sisi badan rotasi eksternal

tan
untuk

n
-te
mendapat hasil

22
maksimum)

20
• Subtitusi yang

86
perlu dihindari:

s11
- -Gerakan
badan ke

ke
en
lateral

7m
- -memutar
10 badan
• Goniometer:
k0

- Aksis di
r-h

anterior sendi
mo

dan sejajar
-no

dengan
mk

acromion
6/k

- Kaki 1 paralel
dengan
2/0

midline badan
02

- Kaki 2 paralel
z/2

dengan
.xy

midline
na

humerus
lya

Rotasi Internal • Terlen-tang • Bidang


mu

bahu • Lengan di - transversa


abduksi 90odan • Subtitusi yang
na
.ai

siku diangkat perlu dihindari:


ww

dari meja - Memanjangka


• Siku difleksi- n bahu
//w

kan 90o dan memutar


ps:

tangan pada badan


htt

posisi pronasi - mengubah

jdih.kemkes.go.id
- 1357 -

Pemeriksaan Gambar Posisi Awal Pengukuran

l
tm
• Lengan bawah sudut pada

g.h
tegak lurus bahu atau
dengan lantai siku

tan
• Goniometer:

n
-te
- Aksis

22
sepanjang

20
aksis

86
longitudinal

s11
humerus
- Kaki 1 tegak

ke
en
lurus dengan

7m
lantai
10 - Kaki 2 paralel
dengan
k0

midline atau
r-h

lengan bawah
mo
-no
mk

Pemeriksaan Gambar Posisi Awal Pengukuran


6/k

Rotasi • Terlentang • Bidang


Eksternal bahu • Lengan transvesa
2/0

diabduksi 90o • Subtitusi yang


02

dan siku pelu dihindari:


z/2

diangkat dari - Punggung


.xy

meja melengkung
na

• Siku - Memutar
lya

difleksikan 90o badan


mu

dan tangan - Mengubah


pada posisi sudut pada
na

bahu atau
.ai

pronasi
ww

• Lengan bawah siku


tegak lurus • Goniometer:
//w

dengan santai - aksis


ps:

sepanjang
htt

aksis

jdih.kemkes.go.id
- 1358 -

Pemeriksaan Gambar Posisi Awal Pengukuran

l
tm
longitudinal

g.h
humerus
- Kaki 1 tegak

tan
lurus dengan

n
-te
lantai

22
- Kaki 2

20
paralel

86
dengan

s11
midline atau
lengan

ke
bawah

en
7m
Fleksi siku • Terlungkup • Bidang sagital
• Lengan
10 pada • Subtitusi yang
sisi badan dan perlu
k0

tangan pada dihindari:


r-h

posisi pronasi - mengangkat


mo

bahu dari
-no

meja
mk

pemeriksaan
6/k

- memutar
badan
2/0

• Goniometer:
02

- Aksis pada
z/2

sisi lateral
.xy

sendi di
na

bawah
lya

acromion
mu

- Kaki 1
paralel
na

dengan mid
.ai

aksilaris
ww

badan
//w

- Kaki 2
ps:

paralel
htt

dengan garis

jdih.kemkes.go.id
- 1359 -

Pemeriksaan Gambar Posisi Awal Pengukuran

l
tm
tengah

g.h
humerus
Hiperekstensi • Terlentang • Bidang frontal

tan
siku • Lengan pada (bahu

n
-te
sisi badan harus rotasi

22
eksternal untuk

20
mendapat hasil

86
maksimum)

s11
• Subtitusi yang
perlu

ke
en
dihindari:

7m
- Gerakan
10 badan ke
lateral
k0

- memutar
r-h

badan
mo

• Goniometer:
-no

- Aksis di
mk

anterior
6/k

sendi dan
sejajar
2/0

dengan
02

acromion
z/2

- Kaki 1
.xy

paralel
na

dengan
lya

midline
mu

badan
- Kaki 2
na

paralel
.ai

dengan
ww

midline
//w

humerus
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1360 -

Pemeriksaan Gambar Posisi Awal Pengukuran

l
tm
Pronasi lengan • Terlentang • Bidang

g.h
bawah • Lengan di ab- transversa
duksi 90o dan • Subtitusi yang

tan
siku diangkat perlu

n
-te
dari meja dihindari:

22
• Siku diflek- - Memanjangk

20
sikan 90o dan an bahu

86
tangan pada - memutar

s11
posisi pronasi badan
- mengubah

ke
• Lengan bawah

en
tegak lurus sudut pada

7m
dengan lantai bahu atau
10 siku
• Goniometer:
k0

- Aksis
r-h

sepanjang
mo

aksis
-no

longitudinal
mk

humerus
6/k

- Kaki 1 tegak
lurus dengan
2/0

lantai
02

- Kaki 2
z/2

paralel
.xy

dengan
na

midline atau
lya

lengan
mu

bawah
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
htt
ps:
//w
ww
.ai
na
mu
lya
na
.xy
z/2
02
2/0
6/k
mk
-no
- 1361 -

mo
r-h
k0
10
7m
en
ke
s11
86
20
22
-te
n tan

jdih.kemkes.go.id
g.h
tm
l
htt
ps:
//w
ww
.ai
na
mu
lya
na
.xy
z/2
02
2/0
6/k
mk
-no
- 1362 -

mo
r-h
k0
10
7m
en
ke
s11
86
20
22
-te
n tan

jdih.kemkes.go.id
g.h
tm
l
htt
ps:
//w
ww
.ai
na
mu
lya
na
.xy
z/2
02
2/0
6/k
mk
-no
- 1363 -

mo
r-h
k0
10
7m
en
ke
s11
86
20
22
-te
n tan

jdih.kemkes.go.id
g.h
tm
l
htt
ps:
//w
ww
.ai
na
mu
lya
na
.xy
z/2
02
2/0
6/k
mk
-no
- 1364 -

mo
r-h
k0
10
7m
en
ke
s11
86
20
22
-te
n tan

jdih.kemkes.go.id
g.h
tm
l
- 1365 -

Penjelasan 4: pediatric balance scale dan berg balance scale

l
tm
g.h
Pediatric balance scale

tan
Peralatan yang dibutuhkan:

n
-te
a. Kursi yang bisa diatur tinggi-rendahnya, dengan sandaran

22
punggung dan tangan serta meja anak

20
b. Stopwatch

86
c. Undakan 6 inci

s11
d. Penggaris

ke
Pediatric Balance Scale

en
7m
Nama :
Tanggal : 10
Penilai :
k0
r-h

Prosedur Uji Skor


mo

Duduk ke berdiri
-no

Berdiri ke duduk
Duduk tanpa support
mk

Berpindah tempat
6/k

Berdiri tanpa support


2/0

Berdiri dengan mata tertutup


02

Berdiri dengan kedua kaki dirapatkan


z/2

Berdiri heel-to-toe (satu kaki di depan kaki lainnya)


.xy

Berdiri 1 kaki
Berputar 360 derajat
na

Berputar untuk melihat ke belakang


lya

Mengambil objek dari lantai


mu

Berganti-ganti kaki pada undakan


na

Meraih ke depan dengan tangan meregang penuh


.ai

Total Skor
ww
//w

Catatan : Pediatric Balance Scale bisa dilakukan pada anak ≥ 5


ps:

tahun.
htt

Skor penilaian PBSL:


0 tidak dapat mengerjakan

jdih.kemkes.go.id
- 1366 -

1 Kemampuan untuk menyelesaikan hanya sedikit

l
tm
2 mampu menyelesaikan sebagian

g.h
3 hampir sempurna
4 sempurna

ntan
-te
Berg Balance Scale

22
Berg Balance Scale (BBS) digunakan untuk menilai keseimbangan

20
pada orang dewasa atau orang tua yang memiliki gangguan pada

86
fungsi keseimbangan dengan menilai performa dalam menjalankan

s11
tugas fungsional. Berg Balance Scale terdiri dari 14 penilaian.

ke
Alat-alat yang diperlukan:

en
7m
Penggaris, 2 kursi standar (1 dengan sandaran tangan, 1 tanpa
sandaran tangan), 10
dingklik, stopwatch, jalur jalan sepanjang 15 kaki/4,5 meter.
k0
r-h

Berg Balance Scale


mo

Nama :
-no

Tanggal :
mk

Penilai :
Prosedur Uji Skor
6/k

Duduk ke berdiri
2/0

Berdiri tanpa bantuan


02

Duduk tanpa bersandar


z/2

Berdiri ke duduk
.xy

Berpindah Tempat
na

Berdiri dengan mata tertutup


lya

Berdiri dengan kedua kaki dirapatkan


mu

Meraih dengan tangan penuh ke depan


Mengambil barang dari lantai
na
.ai

Berputar untuk melihat ke belakang


ww

Berputar 360 derajat


Bergantian menaruh kaki di undakan
//w

Berdiri dengan satu kaki di depan yang lainnya


ps:

Berdiri dengan satu kaki


htt

Total Skor

jdih.kemkes.go.id
- 1367 -

Penilaian:

l
tm
Penilaian berupa skala 0-4, dengan 0 menandakan paling rendah, 4

g.h
menandakan fungsi paling tinggi. Nilai total = 56.
Hasil penilaian:

tan
41-56 = Resiko jatuh rendah

n
-te
21-40 = Resiko jatuh sedang

22
00-20 = Resiko jatuh tinggi

20
Instruksi Umum

86
Catatlah setiap tugas dan beri instruksi sesuai yang tertulis. Ketika

s11
melakukan penilaian, catatlah respon terendah pada setiap
pemeriksaan,

ke
Pada hampir semua pemeriksaan, pasien diminta untuk bertahan

en
7m
dalam posisi tertentu untuk beberapa waktu. nilai berkurang jika:
a. Waktu atau jarak yang diperlukan tidak terpenuhi
10
b. • Pasien membutuhkan supervisi selama mengerjakan tes
k0

c. • Pasien menyentuh support lain atau menerima bantuan dari


r-h

pemeriksa.
mo
-no

Instruksi
mk

a. Duduk ke berdiri
Coba berdiri, usahakan tidak menggunakan tangan untuk support
6/k

(4) dapat berdiri tanpa menggunakan tangan dan menstabilkan diri


2/0

secara mandiri
02

(3) dapat berdiri sendiri menggunakan tangan


z/2

(2) dapat berdiri menggunakan tangan setelah mencoba beberapa


.xy

kali
na

(1) membutuhkan bantuan minimal untuk berdiri atau


lya

menstabilkan diri
(0) membutuhkan bantuan sedang atau maksimal untuk berdiri
mu

b. Berdiri tanpa bantuan


na

instruksi: Coba berdiri selama dua menit tanpa berpegangan


.ai

(4) dapat berdiri dengan aman selama 2 menit


ww

(3) dapat berdiri selama 2 menit dengan pengawasan


//w

(2) dapat berdiri selama 30 detik tanpa bantuan dan pegangan


ps:

(1) butuh beberapa kali percobaan untuk dapat berdiri selama 30


detik tanpa bantuan
htt

(0) tidak dapat berdiri selama 30 detik tanpa bantuan

jdih.kemkes.go.id
- 1368 -

c. Duduk tanpa bersandar tetapi kaki menapak pada tanah atau

l
tm
dingklik

g.h
instruksi: Coba duduk dengan tangan dilipat di depan selama 2
menit

tan
(4) dapat duduk dengan aman stabil selama 2 menit

n
-te
(3) dapat duduk selama 2 menit dengan pengawasan

22
(2) dapat duduk selama 30 detik

20
(1) dapat duduk selama 10 detik

86
(0) tidak dapat duduk tanpa sandaran selama 10 detik

s11
d. Berdiri ke duduk
instruksi: Coba duduk

ke
(4) duduk dengan aman dengan menggunakan tangan secara minimal

en
7m
(3) mengontrol duduk dengan menggunakan tangan
(2) menempelkan bagian belakang kaki ke kursi untuk mengontrol
10
duduk
k0

(1) dapat duduk sendiri, tetapi gerakan duduknya tidak terkontrol


r-h

(0) butuh bantuan untuk duduk


mo

e. Berpindah tempat
-no

instruksi: Atur kursi untuk pivot transfer. minta pasien untuk


mk

berpindah satu kali ke kursi dengan pegangan tangan dan satu kali
ke kursi tanpa pegangan tangan. bisa menggunakan 2 kursi atau 1
6/k

kursi dan 1 ranjang.


2/0

(4) Dapat berpindah dengan aman dengan penggunaan tangan secara


02

minimal
z/2

(3) dapat berpindah dengan aman dengan menggunakan tangan


.xy

(2) dapat berpindah dengan bantuan verbal atau supervise


na

(1) butuh bantuan 1 orang


lya

(0) butuh 2 orang untuk membantu atau mengawasi agar aman


f. Berdiri dengan mata tertutup
mu

instruksi: tolong tutup mata anda, dan berdiri tegak selama 10 detik
na

(4) dapat berdiri dengan aman selama 10 detik


.ai

(3) dapat berdiri selama 10 detik dengan pengawasan


ww

(2) dapat berdiri selama 3 detik


//w

(1) tidak dapat menutup mata selama 3 detik tetapi dapat berdiri
ps:

dengan aman
(0) butuh bantuan agar tidak jatuh
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1369 -

g. Berdiri dengan kaki dirapatkan

l
tm
instruksi: rapatkan kaki anda dan berdiri tanpa berpegangan

g.h
(4) dapat merapatkan kaki secara mandiri dan berdiri 1 menit dengan
aman

tan
(3) dapat merapatkan kaki secara mandiri dan berdiri 1 menit dengan

n
-te
pengawasan

22
(2) dapat merapatkan kaki secara mandiri tetapi tidak dapat bertahan

20
selama 30 detik

86
(1) butuh bantuan untuk mengambil posisi tetapi dapat berdiri

s11
selama 15 detik
(0) butuh bantuan untuk mengambil posisi tetapi tidak dapat berdiri

ke
selama 15 detik

en
7m
h. Meraih dengan tangan penuh ke depan saat berdiri
instruksi: Angkat lengan sampai 90 derajat, buka jari2 dan berusaha
10
meraih ke depan sejauh mungkin. (pemeriksa menaruh penggaris di
k0

ujung jari ketika tangan berada dalam posisi 90 derajat). Jari tidak
r-h

boleh menyentuh penggaris saat meraih ke depan. Jarak yang


mo

diukur adalah jarak jari ketika pasien berada di posisi sorong ke


-no

depan maksimal. Jika memungkinkan, minta pasien untuk


mk

menggunakan kedua lengan ketika meraih untuk menghindari


putaran badan.)
6/k

(4) dapat meraih ke depan dengan mantap sejauh 25cm


2/0

(3) dapat meraih ke depan sejauh 12 cm


02

(2) dapat meraih ke depan sejauh 5 cm


z/2

(1) meraih ke depan tetapi butuh pengawasan


.xy

(0) kehilangan keseimbangan saat mencoba/membutuhkan bantuan


na

i. Mengambil barang dari lantai dari posisi berdiri


lya

instruksi: Ambil sepatu/sandal yang ada di depan kaki anda


(4) dapat mengambil sandal dengan aman dan mudah
mu

(3) dapat mengambil sandal tetapi membutuhkan pengawasan


na

(2) tidak dapat mengambil sandal namun mencapai 2-5cm dari


.ai

sandal dan dapat menjaga keseimbangan.


ww

(1) tidak dapat mengambil sandal dan membutuhkan pengawasan


//w

selama mencoba
ps:

(0) tidak dapat mencoba/membutuhkan bantuan untuk menjaga


keseimbangan
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1370 -

j. Berputar untuk melihat ke belakang selama berdiri

l
tm
instruksi: lihatlah ke belakang melalui bahu kanan. ulangi melalui

g.h
bahu kiri. (Pemeriksa dapat meletakkan barang untuk dilihat tepat di
belakang pasien)

tan
(4) dapat melihat ke belakang dari kedua sisi dan merubah tumpuan

n
-te
dengan baik

22
(3) dapat melihat ke belakang dari satu sisi saja, sisi yang lain

20
peubahan tumpuannya kurang baik

86
(2) hanya dapat melihat kesamping, namun keseimbangan tetap

s11
terjaga
(1) membutuhkan bantuan untuk berputar

ke
(0) membutuhkan bantuan untuk menjaga keseimbangan dan

en
7m
mencegah jatuh
k. Berputar 360 derajat 10
instruksi: berputar penuh 1 putaran, berhenti, kemudian berputar
k0

lagi 1 putaran penuh ke arah berlawanan.


r-h

(4) dapat berputar penuh 360 derajat dengan aman dalam 4 detik
mo

atau kurang
-no

(3) dapat berputar penuh 360 derajat dengan aman hanya ke 1 sisi
mk

dalam 4 detik atau kurang


(2) dapat berputar penuh 360 derajat dengan aman tetapi lambat
6/k

(1) butuh pengawasan ketat atau bantuan verbal


2/0

(0) membutuhkan bantuan saat berputar


02

l. Bergantian menaruh kaki di dingklik


z/2

instruksi: letakkan setiap kaki secara bergantian diatas dingklik.


.xy

lanjutkan sampai
na

setiap kaki telah menyentuh dingklik sebanyak 4 kali.


lya

(4) dapat berdiri sendiri dan menyelesaikan 8 langkah dalam 20 detik


dengan aman
mu

(3) dapat berdiri sendiri dan menyelesaikan 8 langkah dalam >20


na

detik
.ai

(2) mampu menyelesaikan 4 langkah dengan supervisi tanpa bantuan


ww

(1) mampu menyelesaikan >2 langkah dan membutuhkan bantuan


//w

minimal
ps:

(0) membutuhkan bantuan agar tidak jatuh/tidak mampu mencoba


htt

jdih.kemkes.go.id
- 1371 -

m. Berdiri dengan satu kaki di depan

l
tm
instruksi: (demonstrasikan ke pasien). letakkan satu kaki tepat di

g.h
depan kaki lainnya. Apabila tidak dapat meletakkan tepat di depan
kaki, coba untuk melangkah cukup jauh sehingga bagian tumit kaki

tan
yang melangkah berada di depan jari-jari kaki yang dibelakang

n
-te
(untuk dapat mencapai 3 poin, panjang langkah harus melebihi

22
panjang kaki laiinya, dan lebar antara kedua kaki tidak lebih lebar

20
dari posisi normal pasien tersebut saat berjalan).

86
(4) dapat meletakkan kaki tandem satu sama lain secara mandiri dan

s11
bertahan selama 30 detik
(3) dapat meletakkan kaki di depan kaki lainnya secara mandiri dan

ke
bertahan selama 30 detik

en
7m
(2) dapat melangkah kecil secara mandiri dan bertahan selama 30
detik 10
(1) butuh bantuan untuk melangkah tetapi dapat bertahan selama 15
k0

detik
r-h

kehilangan keseimbangan saat melangkah atau berdiri


mo

n. Berdiri dengan satu kaki


-no

instruksi: berdiri dengan satu kaki selama mungkin tanpa


mk

berpegangan
(4) dapat mengangkat kaki secara mandiri dan bertahan >10detik
6/k

(3) dapat mengangkat kaki secara mandiri dan bertahan 5-10 detik
2/0

(2) dapat mengangkat kaki secara mandiri dan bertahan ≥3 detik


02

(1) mencoba mengangkat kaki tetapi tidak mampu bertahan selama 3


z/2

detik namun tetap berdiri secara mandiri


.xy

(0) tidak mampu mencoba, membutuhkan bantuan untuk mencegah


na

jatuh
lya

Nilai Total: (maksimum 56)


mu

Penjelasan 5: Timed Up and Go Test (TUG)


na
.ai

Tes ini untuk mengukur fungsi mobilitas secara keseluruhan,


ww

menilai kemampuan
//w

transfer (berpindah tempat), berjalan dan mengubah arah.


ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1372 -

l
tm
g.h
ntan
-te
22
20
Prosedur:

86
a. Pasien diminta untuk bangkit dari posisi duduk dari kursi

s11
dengan tinggi standar, berjalan 3 meter pada permukaan rata,

ke
berputar kemudian berjalan balik kembali ke posisi duduk,

en
bergerak secepat dan seaman mereka mampu.

7m
b. Performa dinilai berdasarkan total waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan tugas.
10
k0
c. Nilai normal TUG bagi wanita usia lanjut (usia 65-85 tahun)
r-h

yang tinggal di komunitas adalah kurang dari 12 detik.


mo

Mean TUG Scores


-no

Usia Tanpa tongkat Dengan tongkat


mk

Rata2 ±SD Rata2±SD


6/k

65-69 Laki-laki 9.93±1.40 11.57±1.31


2/0

65-69 Perempuan 10.15±2.91 14.19±4.67


70-74 Laki-laki 10.45±1.85 12.23±1.88
02

70-74 Perempuan 10.37±2.23 14.27±5.22


z/2

75-79 Laki-laki 10.48±1.59 11.82±5.22


.xy

75-79 Perempuan 10.98±2.68 15.29±5.08


na
lya

Penjelasan 6: Barthel Index


mu
na

Nama Pasien : ___________ Pemeriksa: ____________ Tanggal: ___________


.ai

Aktivitas Skor
ww

Makan
//w

0 =Tidak mampu
5 =Memerlukan bantuan memotong, mengoles 0 / 5 /
ps:

mentega, dll, atau memerlukan modifikasi diet 10


htt

10 =Independen

jdih.kemkes.go.id
- 1373 -

Aktivitas Skor

l
tm
Mandi

g.h
0 = Bergantung pada orang lain 0 /
5 = Independen 5

tan
Grooming

n
-te
0 = Perlu bantuan dalam perawatan diri 0 /

22
5 = Independen merawat wajah/rambut/gigi/cukur 5

20
Berpakaian

86
0 = Bergantung pada orang lain

s11
5 = Dibantu, namun dapat melakukan separuhnya 0 / 5 / 10
sendiri

ke
en
10 = Independen (termasuk kancing, resleting, tali,

7m
dll)
Buang Air Besar 10
0 = Inkontinen (atau perlu bantuan enema) 0 / 5 /
k0

5 = Kadang tidak terkontrol 10


r-h

10 = Terkontrol
mo

Buang Air Kecil


-no

0 = Inkontinen (atau terpasang kateter) 0 / 5 / 10


mk

5 = Kadang tidak terkontrol


6/k

10 = Terkontrol
Penggunaan Toilet
2/0

0 = Bergantung kepada orang lain 0 / 5 / 10


02

5 = Perlu bantuan, namun dapat melakukan


z/2

sebagian sendiri
.xy

10 = Independen (melepas pakaian, cebok,


na

berpakaian)
lya

Transfer (Ranjang ke kursi dan kembali ke


mu

ranjang)
0 = Tidak mampu, tidak ada keseimbangan duduk 0 / 5 / 10 /
na

5 = Bantuan besar (1-2 orang, bantuan fisik), dapat 15


.ai

duduk
ww

10 = Bantuan kecil (verbal atau fisik)


//w

15 = Independen
ps:

Mobilitas (Pada permukaan rata)


htt

0 = Imobil atau < 45,72 meter

jdih.kemkes.go.id
- 1374 -

Aktivitas Skor

l
tm
5 = Kursi roda independen, termasuk belok, >45, 72 0 / 5 / 10 /

g.h
meter 15
10 = Berjalan dibantu 1 orang, >45.72 meter

tan
15 = Independen (namun dapat menggunakan

n
-te
bantuan, seperti tongkat), >45,72 meter

22
Naik Tangga

20
0 = Tidak mampu 0 / 5 / 10

86
5 = Perlu bantuan

s11
10 = Independen

ke
en
Total Skor (0-100): ___________

Interpretasi hasil Barthel Index:


7m
10
100 : mandiri
k0

60-95 : Ketergantungan ringan


r-h

45-55 : Ketergantungan sedang


mo

25-40 : Ketergantungan berat


-no

0-20 : Ketergantungan total


mk

Catatan:
6/k

dalam menginterpretasi barthel index perlu untuk menghindari


2/0

penilaian kemampuan pasien berdasarkan pemeriksaan fisik saat


02

itu. Barthel-Index harus dinilai berdasarkan kemampuan pasien


z/2

sesungguhnya.
.xy
na

Penjelasan 7: Uji Fungsi Menelan


lya

Self-Test Untuk Gangguan Menelan (Dysphagia Self-Test)


mu

Di bawah ini adalah beberapa pertanyaan umum yang berkaitan dengan


na

menelan. Mohon dibaca setiap pertanyaan di bawah dan lingkari “Ya” atau
.ai

“Tidak”disamping setiap pertanyaan. Jika sudah selesai menjawab seluruh


ww

pertanyaan, ikuti petunjuk penilaian dibawah.


//w

1. Apakah terkadang makanan melewati saluran yang salah?


ps:

Ya Tidak
htt

2. Apakah suara anda terkadang seperti berkumur atau basah ketika anda
makan?

jdih.kemkes.go.id
- 1375 -

Ya Tidak

l
tm
c. Apakah makan terkadang kurang dapat dinikmati seperti biasanya?

g.h
Ya Tidak
d. Apakah anda terkadang kesulitan membersihkan makanan dari mulut

tan
dengan 1 kali menelan?

n
-te
Ya Tidak

22
e. Apakah anda terkadang merasa makanan tersangkut di tenggorokan?

20
Ya Tidak

86
f. Apakah anda mengalami pneumonia atau penyakit pernafasan lain

s11
berulang kali?
Ya Tidak

ke
g. Apakah pernah berat badan anda turun tanpa mencoba menurunkannya?

en
7m
Ya Tidak
h. Apakah anda seringkali kesulitan menelan obat? 10
Ya Tidak
k0

i. Apakah anda seringkali tersedak atau batuk saat menelan makanan padat
r-h

atau cairan?
mo

Ya Tidak
-no

j. Apakah anda seringkali kesulitan menelan makanan atau minuman


mk

tertentu?
Ya Tidak
6/k
2/0

Hitung jawaban “Ya” anda


02

_____
z/2

Tambahkan 2 poin jika anda menjawab “Ya” pada pertanyaan 1,2,dan


.xy

3 _____
na

Tambahkan 2 poin jika anda menjawab “Ya” pada pertanyaan 3,4, dan 5
lya

_____
Tambahkan 2 poin jika usia anda 70-74
mu

_____
na

Tambahkan 3 poin jika usia anda 75-79


.ai

_____
ww

Tambahkan 4 poin jika usia anda 80-85


//w

_____
ps:

Total nilai
_____
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1376 -

*Apabila total nilai anda 7 atau lebih, sebaiknya anda berkonsultasi dengan

l
tm
dokter. bawa hasil self-test ini ke dokter anda.

g.h
TOR-BSST (Toronto Bedside Swallowing Screening Test)

tan
n
-te
TORONTO BEDSIDE SWALLOWING SCREENING TEST

22
20
Tanggal: _________________(mm/dd/yyyy)

86
Waktu : _______________________ (hh/mm)

s11
A) Sebelum intake cairan:(tandai kolom abnormal atau normal untuk
masing- masing uji)

ke
1. Minta pasien mengatakan ‘ah’ dan nilai kualitas suara

en
7m
Abnormal Normal
10
k0

2. Minta pasien untuk menjulurkan lidah dan menggerakannya ke


r-h

kedua sisi
mo

Abnormal Normal
-no
mk
6/k

B) Intake cairan:
Dudukan pasien pada posisi tegak dan berikan minum air. Minta pasien
2/0

untuk mengatakan “ah” setelah tiap kali minum.


02
z/2

Tandai abnormal jika ada tanda- tanda berikut: batuk, perubahan


.xy

kualitas suara atau ngeces (drooling). Jika abnormal, hentikan intake


na

air dan lanjutkan ke poin C.


lya
mu

Batuk Perubahan Ngeces/drooling Normal


saat/setelah suara setelah saat/setelah
na
.ai

menelan menelan menelan


ww

Swallow 1
Swallow 2
//w

Swallow 3
ps:

Swallow 4
htt

Swallow 5

jdih.kemkes.go.id
- 1377 -

Swallow 6

l
tm
Swallow 7

g.h
Swallow 8
Swallow 9

tan
Swallow 10

n
-te
Cup Drinking

22
20
C) Setelah intake cairan:

86
Minta pasien mengatakan”ah” lagi dan nilai kualitas suara

s11
Abnormal Normal

ke
en
7m
Petunjuk untuk melakukan uji Toronto Bedsite swalowing Screening Test
Sebelum memulai skrining, pastikan:
10
k0
• Air minum dalam cangkir dan sendok teh telah tersedia
r-h

• Mulut pasien bersih


mo

• Pasien duduk tegak sudut 90 derajat


A. Sebelum Intake cairan:
-no

1. “Saya ingin anda ucapkan “ah” selama 5 detik menggunakan suara


mk

normal anda”
6/k

a. Contohkan “ah” kepada pasien.


2/0

b. Ingatkan untuk tidak menyenandungkan “ah” atau


menggunakan suara kecil.
02

c. Dapat juga menyuruh pasien memanjangkan silabel terakhir


z/2

dari kata Ottawa.


.xy

d. Perhatikan suara pasien saat berbicara. Jika suara pasien


na

berbeda saat mengatakan “ah”, instruksikan pasien untuk


lya

menggunakan suara normal.


mu

e. Yang perlu diperhatikan adalah breathiness, gurgles,


na

hoarseness, atau whisper quality dari suara. Jika anda


.ai

menemukan salah satu dari hal diatas, walaupun ringan, nilai


ww

abnormal.
2. “buka mulut anda, julurkan lidah sejauh mungkin. Gerakan lidah
//w

ke kiri-kanan mulut berulang- ulang.


ps:

a. Julurkan lidah. Peragakan gerakan lidah ke kiri dan ke kanan


htt

mulut berulang-ulang kepada pasien.

jdih.kemkes.go.id
- 1378 -

b. Yang perlu diperhatikan adalah adanya deviasi dari lidah ke

l
tm
satu sisi saat dijulurkan, atau adanya kesulitan menggerakan

g.h
lidah ke salah satu sisi. nilai abnormal jika anda menemukan
salah satu hal diatas. Jika pasien tidak bisa menjulurkan lidah

tan
sama sekali, juga dinilai abnormal.

n
-te
22
20
86
s11
B. Menelan air:

ke
1. Berikan pasien 10 x 1 sendok teh air untuk diminum. Ingatkan

en
pasien untuk mengucapkan “ah” setelah menelan tiap sendokan.

7m
Jika normal, berikan cangkir kepada pasien untuk diminum
10
langsung.
k0

a. Pasien harus selalu disuapi 1 sendok teh air


r-h

b. Pastikan sendok teh penuh berisi air.


mo

c. Palpasi tenggorokan secara ringan pada beberapa kali menelan


-no

pertama untuk memonitor gerakan laring.


d. Yang perlu diperhatikan adalah batuk, ngeces(drooling) atau
mk

perubahan suara pasien karena wetness, hoarsness, dll. Jika


6/k

anda menemukan hal diatas, tandai pada kolom yang ada, dan
2/0

hentikan uji menelan air.


02

e. Jika anda melihat sesuatu yang terlihat seperti batuk yang


z/2

tertahan, tandai ini sebagai batuk.


.xy

C. Suara setelah menelan air:


na

1. Tunggu satu menit setelah akhir uji menelan air (anda dapat
lya

menggunakan waktu ini untuk membereskan peralatan, mengisi


mu

formulir)
na

2. Minta pasien untuk mengatakan “ah” seperti pada awal uji menelan.
.ai
ww

D. Final Scoring:
//w

Jika salah satu item dalam uji ditandai sebagai abnormal, pasien dinilai
gagal/Failed.
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id
- 1379 -

BAB III

l
tm
PENUTUP

g.h
Semoga dengan ditetapkan Panduan Keterampilan Klinis bagi dokter dapat

tan
menjadi acuan melakukan keterampilan klinis yang terstandar dalam

n
-te
menunjang kegiatan praktik klinik di semua jenjang fasilitas pelayanan

22
kesehatan sesuai kompetensi dokter, sehingga kualitas pelayanan kedokteran

20
yang diberikan dapat meningkat.

86
s11
MENTERI KESEHATAN

ke
REPUBLIK INDONESIA,

en
7m
10 ttd.
k0
r-h

BUDI G. SADIKIN
mo
-no
mk
6/k
2/0
02
z/2
.xy
na
lya
mu
na
.ai
ww
//w
ps:
htt

jdih.kemkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai