ANESTESI
SAMARINDA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Rsa karen atas rahmat dan
hidayah – Nya, kami dapat menyelesaikan Pedoman Anestesi di UPT Puskesmas
Mangkupalas. Buku ini kami susun sebagai salah satu upaya untuk memberikan acuan dan
kemudahan dalam pelaksanaan kegiatan Program Imunisasi di UPT Puskesmas
Mangkupalas.
Pada kesempatan ini perkenankan saya untuk menyampaikan ucapan terima kasih
dan apresiasi kepada semua karyawan yang terlibat dalam proses penyusunan Pedoman
Anestesi di UPT Puskesmas Mangkupalas.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pedoman
C. Sasaran Pedoman
D. Ruang Lingkup Pedoman
E. Batasan Operasional
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Lingkup Kegiatan
B. Metode
C. Langkah Kegiatan
BAB V LOGISTIK
BAB IX PENUTUP
PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM IMUNISASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PEDOMAN
C. SASARAN PEDOMAN
1. Dokter
2. Dokter Gigi
3. Bidan
4. Perawat
E. BATASAN OPERASIONAL
1. Anestesi lokal : pemberian obat-obatan yang mampu menghilangkan rasa sakit
secara lokal di tempat trauma atau tempat yang akan mendapatkan tindakan medis.
2. Pembedahan : suatu tindakan infasiv membuka pelapis tubuh untuk menghilangkan
penyakit atau diagnosis.
F. LANDASAN HUKUM
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi tenaga pelayanan anestesi terdiri dari :
1. Ruang Pemeriksaan Umum
Pedoman Puskesmas
Dokter 2 orang Dokter 2 orang
Perawat 2 orang Perawat 2 orang
Pedoman Puskesmas
orang Dokter 2 orang
3. Posyandu
Pedoman Puskesmas
Dokter 2 orang Dokter 2 orang
Perawat 2 orang Perawat 2 orang
4. Posyandu
Pedoman Puskesmas
Dokter 2 orang Dokter 2 orang
Perawat 2 orang Perawat 2 orang
5. P
Pedoman Puskesmas
Dokter 2 orang Dokter 2 orang
Perawat 2 orang Perawat 2 orang
C. JADWAL KEGIATAN
1. Pelayanan Imunisasi di Puskesmas Mangkupalas setiap hari kecuali
BCG dan CAMPAK setiap hari rabu
2. Pelayanan imunisasi luar gedung mengikuti jadwal posyandu
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANGAN
B. STANDAR SARANA
1. Penempatan vaksin dan chold chain berada di ruangan imunisasi sehingga
memudahkan petugas dalam melaksanakan pelayan
1. Jarak lemari es dengan dinding belakang adalah 10 – 15 cm, atau sampai pintu
lemari dapat dibuka
2. Ruangan mempunyai sirkulasi udara yang cukup
3. Lemari es tidak terkena sinar matahari langsung
4. Lemari es menggunakan satu stop kontak
5. Ada pemantau suhu lemari es terdiri dari : 1 buah termometer dalam lemari es, 1
buah freeztag, 1 buah logtag dan lembar pencatatan suhu
C. TEMPAT PELAYANAN
Tempat pelayanan dalam gedung
1. Puskesmas induk terdiri dari 1 ruang imunisasi
2. Puskesmas pembantu terdiri dari 1 ruangan untuk pemeriksaan kesehatan ibu dan
anak
Tempat pelayanan luar gedung
1. Posyandu ( 1 meja pelayanan di posyandu )
2. Sekolah ( ruang UKS )
D. STANDAR FASILITAS
Peralatan imunisasi terdiri dari sejumlah alat medis yang digunakan untuk melaksanakan
kegiatan imunisasi
BAB IV
A. LINGKUP KEGIATAN
Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari
1. Perencanaan
a. Perencanaan sasaran
b. Perencanaan target cakupan
c. Perencanaan kebutuhan vaksin
2. Pelaksanaan
a. Persiapan petugas
b. Persiapan masyarakat
c. Pemberian layanan imunisasi
1) Pelayanan imunisasi dasar dan lanjutan di dalam gedung Puskesmas
Mangkupalas
2) Pelayanan imunisasi dasar dan tambahan luar gedung backlog fighiting/
crash program ( 34 posyandu )
3) Pelayanan imunisasi lanjutan Anak Sekolah ( 8 SD/MI )
4) Kegiatan imunisasi masal untuk antigen tertentu dalam waktu tertentu dan
dalam wilayah tertentu (PIN, Sub PIN )
3. Pengelolaan Peralatan Rantai Vaksin dan Vaksin
a. Peralatan rantai vaksin
1) Jenis Peralatan rantai vaksin
Lemari es
Vaccine carrier
Kotak dingin cair ( cool pack )
2) Perawatan Lemari Es
Harian
Mingguan
Bulanan
3) Penempatan lemari es
Jarak minimal antara lemari es dengan dinding belakang adalah 10 – 15
cm atau sampai pintu lemari es dapat dibuka
Jarak minimal antara lemari es dengan lemari es lainnya adalah 15 cm
Lemari es tidak boleh terkena sinar matahari langsung
Ruang mempunyai sirkulasi udara yang cukup (dapat menggunakan
exchaust fan )
Setiap 1 unit lemari es/freezer menggunakan 1 stop kontak listrik
4) Setiap lemari es menggunakan voltage stabilizer
5) Alat pemantau suhu
Lemari es di pantau dengan 1 buah termometer
Indikator paparan suhu beku
Indikator paparan suhu panas
Buku grafik dan lembar pencatatan suhu
b. Penanganan vaksin
1) Penyimpanan vaksin
Semua vaksin disimpan pada suhu 2° C s.d 8° C
Letakkan cool pack dibagian bawah lemari es sebagai penahan dingin
dan menjaga kestabilan suhu
Peralatan dus vaksin mempunyai jaraj antara 1 – 2 cm atau satu jari
tangan
Vaksin HS (BCG,Campak, Polio ) di letakkan dekat dengan evaporator
Vaksin FS (Hepatitis B, DPT-HB-Hib, DT, Td, TT ) diletakkan jauh dari
evaporator
Vaksin dalam lemari es harus diletakan dalam kotak vaksin
2) Penanganan vaksin di unit pelayanan
Di Puskesmas dan unit pelayanan statis lainnya
- Vaksin disimpan dalam vaccine carrier yang diberi kotak dingin cair
- Letakkan vaccine carrier di meja yang tidak terkena sinar matahari
langsung
- Dalam penggunaan, letakkan vaksin diatas spon/busa yang berada
dalam vaccine carrier
- Di dalam vaccine carrier tidak boleh ada air yang merendam vaksin.
Ini untuk mencegah kontaminasi vaksin dari bakteri
Di posyandu dan komponen lapangan lainnya
- Sepulang dari lapangan, sisa vaksin yang belum dibuka diberi tanda
khusus untuk didahulukan penggunaannya pada jadwal pelayanan
berikutnya selama VVM nya masih baik
- Semua sisa vaksin yang sudah dibuka pada kegiatan lapangan
misalnya posyandu, sekolah, atau pelayanan di luar gedung lainnya
tidak boleh digunakan
4. Pengelolaan limbah
a. Limbah infeksius tajam
Pengelolaan limbah medis infeksius tajam dengan menggunakan incinerator
- Tanpa melakukan penutupan jarum kembali, alat suntik bekas dimasukkan
kedalam safety bok segera setelah melakukan penyuntikan
- Safety bok adalah kotak tahan air dan tusukan jarum yang dipakai untuk
menampung limbah ADS sebelum dimusnahkan, terbuat dari kardus atau
plastik
- Safety bok maksimum diisi sampan ¾ dari volume
- Pembakaran dengan menggunakan incinerator yang sudah berizin,
persyaratan teknis incinerator mengacu pada perundang – undangan yang
terkait
b. Limbah non infeksius
Limbah non infeksius kegiatan imunisai merupakan limbah yang ditimbulkan
setelah pelayanan imunisasi yang berpotensi menularkan penyakit kepada orang
lain, misalnya kertas pembungkus alat suntik serta kardus pembungkus vaksin
5. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan dalam pelaksanaan Imunisasi program sangat penting
dilakukan di semua tingkat administrasi guna mendukung pengambilan keputusan
dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan maupun evaluasi :
a. Pencatatan
a) Tingkat Desa
Sasaran Imunisasi
Pencatatan hasil imunisasi untuk bayi dan baduta
Pencatatan hasil imuniasi Td untuk WUS
Pencatatan hasil imunisasi Anak Sekolah Dasar
Pencatatan dan pelaporan untuk fasilitas kesehatan swasta
b) Tingkat Puskesmas
Hasil Cakupan Imunisasi
Pencatatan Vaksin
Pencatatan suhu Vaccine Refrigerator
Pencatatan logistik imunisasi
b. Pelaporan
Hasil Pencatatan imunisasi yang dilakukan oleh setiap unit baik laporan cakupan
imunisasi, stok , penerimaan dan pemakaian vaksin setiap bulan harus di
laporkan ke Dinas Kesehatan Kota
LOGISTIK
A. VAKSIN
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN
KEGIATAN / PROGRAM
A. PENGERTIAN
Keselamatan pasien (Patient Safety ) adalah suatu sistem damana puskesmas membuat
asuhan pasien lebih aman sistem tersebut meliputi :
1. Asesmen Resiko
2. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien
3. Pelaporan dan analisis insiden
4. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut
5. Implementasi solusi untuk meminimal timbulnya resiko
B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di puskesmas
2. Meningkatnya akuntabilitas puskesmas terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di puskesmas
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Adalah suatu kejadian yangg tidak diharapkan, yang mengakibatkan cedera pasien
akibat melaksanakan suatu ttindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat
diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalhan karena tidakk dapat dicegah.
Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai
pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi :
1. Karena “keberuntungan”
2. Karena “pencegahan”
3. Karena “Peringanan”
Kelasalahan Medis
Adalah kesalahan yangg terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien.
C. TATA LAKSANA
1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada pasien
2. Melaporkan pada dokter
3. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter
4. Mengobservasi keadaan umum pasien
5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir Pelaporan Insiden Keselamatan
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. PENDAHULUAN
HIV/AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih
tinggi karena mengidap HIV tidak menampakakan gejala. Setiap ribuan anak berusia
kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduuk berusia 15 – 49 tahun terinfeksi HIV. Dari
keseluruhan kkasusu bau 25% terjadi dinegara-negara nerkembang yyang belum
mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memedai.
Angka pengidap HIP di Indonesia terus meningkat dengan peningkatan kasus yang
sangat bermakna. Ledakan kasus HIP/AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara
langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, semantara petensi penularan
dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa perlindungan,
pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkan kewaspadaan umum
dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit : tatoo, tindik dll).
Penyakit Hepatitis B dan C yang keduanya potensial untuk menular melalui tindakan
pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut dat PMI
angka kesakitan Hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun
1998 dan angka kesakitan Hepatitis C dimasyarakat menurut WHO adalah 2,10%.
Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak memberikan
gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan untu
mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari
penyebaran infeksi. Upya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui
“Kewaspadaan Umum” atau Universal Procaution yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi
nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi petugas kesehatan.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak lansung
dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya mempunyai resiko
infeksi oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan
dirinya dari reseiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal.
B. TUJUAN
1. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi
diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
2. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko
tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk menghindari
paparan tersebut setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precation”
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Dalam pelaksanaan indikator mutu menggunakan buku monitoring dan evaluasi indikator
mutu pelayanan dan dievaluasi serta dilaporkan setiap bulan pada tim mutu
BAB IX
PENUTUP