Anda di halaman 1dari 11

RUMAH SAKIT UMUM HANDAYATI

Jalan H.Isbat RT.09 Rantau Kalimantan Selatan


Website : www.rsuhandayati.com Email : rsuhandayati@gmail.com
Telp : 085248426967

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM


HANDAYATI RANTAU
NOMOR : / / RSU-H / 2022

TENTANG

PANDUAN PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI


RUMAH SAKIT UMUM HANDAYATI RANTAU

DIREKTUR RSU HANDAYATI,


Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum
Handayati Rantau, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan Pasien
Risiko Tinggi yang bermutu tinggi;

b. bahwa agar penyelenggaraan pelayanan tersebut di Rumah Sakit Umum


Handayati Rantau dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan
Direktur Rumah Sakit Umum Handayati Rantau sebagai landasan bagi
penyelenggaraan pelayanan pasien risiko tinggi di Rumah Sakit Umum
Handayati Rantau;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,


dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Rumah Sakit
Umum Handayati Rantau Kabupaten Tapin tentang Penetapan
Kebijakan Pelayanan pasien risiko tinggi di Rumah Sakit Umum
Handayati Rantau;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit;
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 /Menkes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis;
3.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
19b/Menkes/SK/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit;
3. Keputusan Menteri Kesehatan republik Indonesia No.
1333/MenKes/SK/XII/1999, tentang Standar pelayanan RS;
4. Keputusan Direktur RSUD Ds nomor 445/685-b/RSUD DS/2015 tentang
kebijakan pelayanan RSU-H Rantau

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
Kesatu : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Handayati Rantau tentang Panduan
Pelayanan Pasien Risiko Tinggi di Rumah Sakit Umum Handayati Rantau
Kabupaten Tapin, sebagaimana tercantum dalam Lampiran dari Keputusan
ini.

Kedua : Panduan Pelayanan Pasien Risiko Tinggi Rumah Sakit Umum Handayati Rantau
sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu harus dijadikan acuan dalam
menyelenggarakan pelayanan Pasien Risiko Tinggi Rumah Sakit Umum
Handayati Rantau

Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pasien risiko tinggi Rumah


Sakit Umum Handayati Rantau dilaksanakan oleh Kepala Bidang Pelayanan
Rumah Sakit Umum Handayati Rantau.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Rantau
Pada tanggal
Direktur,

dr Hj. Mardiati
PANDUAN PELAYANAN PASIEN
RISIKO TINGGI

RUMAH SAKIT UMUM HANDAYATI RANTAU

KABUPATEN TAPIN
2022
Lampiran : Keputusan Direktur Rumah Sakit
Umum Handayati Rantau

Nomor : / /RSU-H//2022

Tanggal :

PANDUAN PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI


RUMAH SAKIT UMUM HANDAYATI RANTAU

BAB I
DEFINISI

Pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan


penyakit yang mengancam jiwa, risiko bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan
pasien atau efek toksik dari obat beresiko tinggi.
Rumah Sakit memberi pelayanan bagi berbagai macam pasien dengan berbagai
variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan resiko tinggi
karena umur, kondisi atau kebutuhan yang bersifat kritis. Anak dan lanjut usia umumnya
dimasukkan dalam kelompok ini karena mereka sering tidak dapat menyampaikan
pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat ikut memberi keputusan
tentang asuhannya. Demikian pula, pasein yang ketakutan, bingung atau koma tidak
tentang asuhannya. Demikian pula, pasein yang ketakutan, bingung atau koma tidak
mampu memahami proses asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien.
Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk
beresiko tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang perlukan
untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, sifat pengobatan, potensi yang
membahayakan pasien atau efek toksik dari obat beresiko tinggi.

Pelayanan pada pasien beresiko tinggi berorientasi untuk dapat secara optimal
memberikan pelayanan dan perawatan pasien dengan menggunakan sumberdaya, obat
obatan dan peralatan sesuai standard pedoman yang berlaku. Panduan ini disusun dalam
penyelenggaraan pelayanan pasien berisiko tinggi yang berkualitas dan mengedepankan
mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit.
BAB II
RUANG LINGKUP

Kelompok pasien yang berisiko atau pelayanan yang berisiko tinggi antara lain
1. Penanganan kasus emergensi;
2. Penanganan Resusitasi;
3. Pasien dengan life support atau dalam kondisi koma;
4. Restraint
5. Pasien lansia, cacat atau yang berisiko untuk diperlakukan tidak senonoh.
BAB III
TATA LAKSANA

A. Jenis Pelayanan Pasien Yang Berisiko Tinggi


1. Penaganan Kasus Emergensi
Pasien yang tiba- tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
dilakukan pertolongan secepatnya. Pengkajian pada kasus gawat darurat
dibedakan menjadi dua, yaitu pengkajian primer dan pengkajian sekunder.
Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan survey primer untuk mengidentifikasi masalah- masalah yang
mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survey
sekunder.Tahapan pengkajian primer meliputi :
a. Airway : mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai
control servikal.
b. Breathing : mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar
oksigenasia dekuat.
c. Circulation : mengecek system sirkulasi disertai control perdarahan
d. Disability : mengecek status neurologis
e. Exposure environment control : buka baju penderita tapi cegah hipotermi.

Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam


nyawa pasien. Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan
prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo
waktu yang singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway Breathing
Circulation (ABC). Karena kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab
kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah system
pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang
lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam
kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi
kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen,
lebih dari 10 menit akanmenyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian
primer pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.
2. Penanganan Resiko Jantung Paru
Resusitasi jantung paru merupakan salah satu tindakan/ usaha untuk
mengembalikan fungsi jantung paru, tanpa tindakan ini, maka henti sirkulasi
menyebabkan gangguan disfungsi serebral yang akhirnya dapat menyebabkan
kematian sel otak yang irreversible. Tujuan Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah
untuk mengadakan kembali pembagian substrat sementara, sehingga memberikan
waktu untuk pemuliahn fungsi jantung paru secara spontan. RJP dilakukan jika
ada henti nafas dan henti jantung.
3. Pasien Dengan Life Support Atau Dalam Kondisi Koma
Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadinya aspirasi yang disebabkan
karena hilangnya reflek batuk dan muntah, hipoksi, endotracheal tube (ETT)
dengan intubasi merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga jalan nafas
baik dan oksigenasi yang adekuat. Bila pasien dalam kedaan koma yang dalam
atau adanya tanda gangguan respirasi lebih baik dilakukan intubasi. Pada pasien
stupor dengan pernafasan yang normal dapat kita berikan 100% oksigen dengan
face mask sampai hipoksemia tidak ditemukan.
4. Restraint
Definisi restraint ini berlaku untuk semua penggunaan restraint di unit dalam
rumah sakit. Pada umumnya, jika pasien dapat melepaskan suatu alat yang
dengan mudah, maka alat tersebut tidak dianggap sebagai suatu restraint. Jika
suatu tindakan memenuhi definisi restraint, hal ini tidak secara otomatis dianggap
salah/ tidak diterima. Penggunaan alat restraint secara berlebihan dapat terjadi,
tetapi pengambilan keputusan untuk mengaplikasikan restraint bukanlah suatu hal
yang mudah. Suatu diskusi yang mendalam mengenai aspek etik, hokum, praktik
dan profesionalisme dilakukan untuk membantu tenaga kesehatan (misalnya
perawat) memahami perbedaan antara penggunaan restraint yang salah tidak
dapat ditolerir dengan kondisi yang memang memerlukan tindakan restraint.
Tidaklah memungkinkan untuk membuat suatu daftar mengenai jenis restraint
apa saja yang dapat diterapkan kepada pasien dikarenakan pengaplikasiannya.
5. Pasien Lansia, Cacat Atau Yang Beresiko Untuk Diperlakukan Tidak Senonoh
Pada usia lanjut gejala klinik gangguan jiwa seringkali berbeda dengan penderita
usia lebih muda. Perubahan yang terjadi pada lanjut usia sejalan dengan periode
penuaan menunjukkan adanya kelainan patologi yang multiple merupakan suatu
tantangan dalam menilai gejala klinik, pemberian pengobatan dan rehabilitasi.
Menua sehat seringkali digunakan sebagai sinonim dari bebas dan
ketidakmampuan pada lanjut usia. Jadi menua sehat harus diikuti dengan lanjut
usia yang aktif. Senantiasa berperan serta pada aktifitas sosial, budaya, spiritual,
ekonomi dan peristiwa di masyarakat. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga
perlu dipertimbangkan antara lainsering adanya penyakit kecacatan medis kronis
penyerta, pemakaian banyak obat dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan
kognitif. Oleh karena itu pasien lansia dan cacat merupakan salah satu pasien
yang beresiko tinggi yang perlu mendapat perhatian khusus.

B. Tata Laksana Perlindungan Terhadap Pasien Beresiko Tinggi :


1. Pasien Rawat Jalan
a. Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai
tempat.
b. Perawat poli umum, spesialis, dan gigi wajib mendampingi pasien untuk
dilakukan pemeriksaan sampai selesai.
2. Pasien Rawat Inap
a. Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan kamar
perawat
b. Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur
c. Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat
digunakan
d. Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak yang
ditunjuk dan dipercaya
3. Tata Laksana Perlindungan Terhadap Penderita Cacat
a. Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita cacat
baik rawat jalan maupun rawat inap dan wajib membantu seta menolong sesuai
dengan kecacatan yang disandang sampai proses selesai dilakukan.
b. Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga pasien
atau pihak lain yang ditunjuk sesuai dengan kecacatan yang disandang.
c. Memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien
dapat menggunakan bel tersebut.
d. Perawat memasang dan memastikan pengaman tempat tidur pasien.
4. Tata Laksana Perlindungan Terhadap Anak – Anak
a. Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan,
ruangan tidak boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang menjaga.
b. Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila
akan dilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan.
c. Perawat memasang pengaman tempat tidur pasien.
d. Pemasangan CCTV di ruang perinatologi hanya kepada ibu kandung bayi
bukan kepada keluarga yang lain.
5. Tata Laksana Perlindungan Terhadap Pasien Yang Beresiko Disakiti (Resiko
Penyiksaan, NAPI, Korban dan Tersangka Tindak Pidana, Korban Kekerasan
Dalam RumahTangga)
a. Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor
perawat.
b. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas di
kantor perawat, berikut dengan penjaga maupun pengunjung pasien lain yang
satu kamar perawatan dengan pasien beresiko.
c. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau
lokasi perawatan pasien, penjaga maupun pengunjung pasien.
d. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.
6. Daftar Kelompok Pasien Beresiko
a. Pasien dengan cacat fisik dan mental
b. Pasien usia lanjut
c. Pasien bayi dan anak- anak
d. Pasien korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
e. Pasien narapidana, korban dan tersangka tindak pidana
f. Pasien dengan penyakit kronis seperti pasien dialysis, pasien kemotherapi,
pasien stroke.
BAB IV
DOKUMENTASI

Seluruh informasi yang diberikan/ dijelaskan kepada pasien maupun keluarga, seluruh
tindakan yang dilakukan kepada pasien, seluruh persetujuan maupun penolakan terhadap
tindakan atau prosedur yang akan diberikan ke pasien tercatat dalam status rekam
medis pasien dan tersimpan sebagai berkas rekam medis pasien. Hal tersebut merupakan
bukti telah memberikan pelayanan catatan perkembangan pasien secara terintegrasi dan
berkas tersebut akan menjadi bukti legal jika terjadi kasus hukum. Pencatatan tersebut dapat
dilakukan pada form catatan perkembangan pasien terintegrasi dan formulir observasi pasien.
Semua catatan tersebut akan menjadi bukti semua asuhan pelayanan yang telah diberikan
para pemberi pelayanan asuhan kepada pasien Rumah Sakit Umum Handayati Rantau.
Dikemudian hari jika hal- hal tersebut dibutuhkan oleh hokum maka hasil dokumentasi di
berkas rekam medis tersebut dapat menjadi bukti hukum untuksemua asuhan pelayanan yang
telah diberikan kepada pasien selama dirawat di Rumah Sakit Umum Handayati Rantau.
BAB V
PENUTUP

Dengan ditetapkannya Panduan Pelayanan Privasi Pasien maka setiap penyelenggara


kesehatan baik medis maupun non medis dapat memberikan pelayanan resiko tinggi kepada
pasien dalam hal menyelamatkan nyawanya.
Pelayanan RSU Handayati Rantau selalu berusaha memberikan pelayanan yang baik
dan optimal dengan memperhatikan kualitas, keselamatan pasien, dan keselamatan kerja.
Restrain ( dalam psikiatrik ) secara umum mengacu pada suatu bentuk tindakan
menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstermitas individu yang
berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan keamanan fisik dan psikologis
individu. Tujuan dilakukannya restrain antara lain untuk membantu dalam pelaksanaan uji
diagnostic dan prosedur terapeutik.
Pelayanan RSU Handayati Rantau selalu berusaha memberikan pelayanan yang baik
dan optimal dengan memperhatikan kualitas, keselamatan pasien, dan keselamatan kerja.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan darah perlu dilaksanakan kegiatan pengendalian mutu
pelayanan darah, yang mencakup berbagi komponen kegiatan, sesuai dengan evaluasi
komponen – komponen tersebut.
Perawatan kepada pasien yang menghadapi sakaratul maut ( dying ) oleh petugas
kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah
sebelum pasien meninggal. Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis,
sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien, pasien sakaratul maut dengan memperhatikan
moral, etika, serta menumbuhkan sikap empati dan caring kepada pasien. Penanganan pasien
perlu dukungan semua pihak yang terkait, terutama keluarga pasien dan perlu tindakan yang
tepat dari perawat.

Direktur RSU Handayati,

dr Hj. Mardiati

Anda mungkin juga menyukai